penyembuhan jaringan tulang trauma dentoalveolar

20
Penyembuhan Jaringan Tulang Trauma Dentoalveolar Trauma fraktur pada tulang didapatkan karena kondisi kekuatan luka trauma lebih kuat dari kekuatan tulang menahan tekanan tersebut. Seperti kondisi jaringan lainnya, didapatkan keadaan luka membentuk bekas luka, tulang pun memiliki kapasitas regenerasi perbaikan jaringan, (Berman, 2007) Penyembuhan fraktur yang memuaskan bergantung pada reduksi (mengembalikan fragmen-fragmen) yang adekuat, dan immobilisasi. (Pedersen, 1996). Penyembuhan fraktur tulang prinsipnya hampir sama dengan proses penyembuhan luka pada umumnya, bisa dapat secara primer maupun sekunder tergantung dari banyak faktor yang berpengaruh dalam penyembuhan tersebut. Perbedaannya justru pada hasil akhir penyembuhan tulang itu sendiri. Penyembuhan tulang terbagi menjadi dua, Penyembuhan fraktur tulang secara primer, yaitu penyembuhan yang relative secara cepat tanpa pembentukan kalus terlebih dahulu. Penyembuhan secara primer dapat terjadi bila dilakukan excellent anatomic reduction, yaitu pengembalian posisi tulang fraktur secara anatomis sangat sempurna. Kedua, Penyembuhan tulang secara sekunder. Diartikan penyembuhan ini melalui tahapan pembentukan kalus yang berfungsi untuk mencegah atau mengurangi mobilitas antar fragmen tulang selama proses penyembuhan berlangsung. Penyembuhan ini terjadi bila perawatan dilakukan dengan metode tertutup tanpa intervensi bedah dan dilakukan fiksasi dengan semirigid. Secara rinci disebutkan Weinmann dan Sicher proses penyembuhan dalam 6 tahap penting: 1) Tahap Pembekuan darah atau clotting, maka akan terjadi kerusakan jaringan pembuluh darah, bone marrow, cortex, periosteum, otot-otot dan jaringan lunak di sekitar fraktur. Proses ini terjadi 6-8 jam. Pertama setelah fraktur. 2) Tahap organisasi bekuan darah. Pada daerah perdarahan terdapat fragmen-fragmen dari periosteum, otot, fascia, tulang dan bone marrow sebagian akan mengalami resorbsi dan pengeluaran dari daerah ini. Selanjutnya terjadi invasi kapiler ke dalam bekuan darah yang diikuti sel-sel fibroblaspada sekitar 24-48 jam. tahapan ini secara klinis terlihat hematom pada daerah sekitar trauma.(Berman, 2007) Hematom adalah perdarahan setempat yang membeku dan membentuk massa

Upload: dina-fajriati

Post on 23-Nov-2015

128 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Penyembuhan Jaringan Tulang Trauma Dentoalveolar

Trauma fraktur pada tulang didapatkan karena kondisi kekuatan luka trauma lebih kuat dari kekuatan tulang menahan tekanan tersebut. Seperti kondisi jaringan lainnya, didapatkan keadaan luka membentuk bekas luka, tulang pun memiliki kapasitas regenerasi perbaikan jaringan, (Berman, 2007) Penyembuhan fraktur yang memuaskan bergantung pada reduksi (mengembalikan fragmen-fragmen) yang adekuat, dan immobilisasi. (Pedersen, 1996). Penyembuhan fraktur tulang prinsipnya hampir sama dengan proses penyembuhan luka pada umumnya, bisa dapat secara primer maupun sekunder tergantung dari banyak faktor yang berpengaruh dalam penyembuhan tersebut. Perbedaannya justru pada hasil akhir penyembuhan tulang itu sendiri.Penyembuhan tulang terbagi menjadi dua, Penyembuhan fraktur tulang secara primer, yaitu penyembuhan yang relative secara cepat tanpa pembentukan kalus terlebih dahulu. Penyembuhan secara primer dapat terjadi bila dilakukan excellent anatomic reduction, yaitu pengembalian posisi tulang fraktur secara anatomis sangat sempurna. Kedua, Penyembuhan tulang secara sekunder. Diartikan penyembuhan ini melalui tahapan pembentukan kalus yang berfungsi untuk mencegah atau mengurangi mobilitas antar fragmen tulang selama proses penyembuhan berlangsung. Penyembuhan ini terjadi bila perawatan dilakukan dengan metode tertutup tanpa intervensi bedah dan dilakukan fiksasi dengan semirigid. Secara rinci disebutkan Weinmann dan Sicher proses penyembuhan dalam 6 tahap penting:1) Tahap Pembekuan darah atau clotting, maka akan terjadi kerusakan jaringan pembuluh darah, bone marrow, cortex, periosteum, otot-otot dan jaringan lunak di sekitar fraktur. Proses ini terjadi 6-8 jam. Pertama setelah fraktur.2) Tahap organisasi bekuan darah. Pada daerah perdarahan terdapat fragmen-fragmen dari periosteum, otot, fascia, tulang dan bone marrow sebagian akan mengalami resorbsi dan pengeluaran dari daerah ini. Selanjutnya terjadi invasi kapiler ke dalam bekuan darah yang diikuti sel-sel fibroblaspada sekitar 24-48 jam. tahapan ini secara klinis terlihat hematom pada daerah sekitar trauma.(Berman, 2007) Hematom adalah perdarahan setempat yang membeku dan membentuk massa yang padat.(Pedersen, 1996) Hematom dapat meluas sepanjang atau periosteum, biasanya bermula sebagai pembengkakan rongga mulut, fasial atau keduanya yang sering berwarna merah atau ekhimotik. Keadaan ini terjadi selama 24-48 jam awal dari trauma yang terjadi pada jaringan tersebut menghasilkan proses aktif fagositosis dan lisis monosit dan pembentukan osteoklas yang membentuk jaringan granulasi. (Berman, 2007). Bentukan dasar kapiler pada bekuan darah akan mengecil dan berubah menjadi arteri untuk mensuplai daerah dimana terjadi fraktur. Proliferasi kapiler terus berlanjut hingga diluar daerah hematoma. Terlihat peningkatan Ca dan resorbsi tulang pada akhir fase ini, banyak disebabkan besarrnya aliran darah. Tahapan kedua yaitu reparative phase, keadan ini terjadi sekitar 4-40 hari yaitu proses proliferasi jaringan pembuluh darah sehingga terbentuk vaskularisasi untuk menghasilkan sel-sel fibroblast (Pedersen, 1996) untuk mendukung pembentukan fibrous callus , hal terjadi pada kurun waktu selama fase reparatif dengan menghasilkan sejumlah banyak fiber kolagen. Dilanjutkan dengan pembentukan sel tulang keras dan tulang rawan atau callus, sepanjang bagian dalam dan luar tulang yang fraktur. Callus menjadi keras dengan proses endochondral ossification dan mineralisasi dari tulang muda. (Berman, 2007) pada fase awal terbentuk callus ini secara struktural dibandingkan dengan tulang normal dapat dibedakan karena kandungan kalsium yang sangat minimal sehingga secara fisik sangat rentan, bahkan tidak tampak melalui foto radiografik. Callus terbentuk baik bagian luar mauoun dalam dari tulang fraktur. Bagian luar callus dibatasi septum fibrous. Dengan meningkatnya pembuluh darah didalam septa, keadaan hipoksemia menjadi berbalik dan terjadi perubahan segera secara simultan yaitu, Kalsifikasi tulang cartilage yang terbentuk dan terjadi perubahan chondroblas menjadi chondrosit. Dan meningkatnya osteoblast, sedangkan osteoclast menjadi lebih terlihat proses fisiologisnya. Pada saat terbentuknya eksternal callus, Internal callus juga bersamaan diantara dua fragmen tulang juga terjadi. Yaitu dengan pembentukan bony callus tanpa terjadi intermediate fibrocartilage, yaitu dimana osteoblas yang berperan langsung berasal dari endosteum. Fungsi callus adalah sebagai stabilizer pada daerah terjadinya fraktur, callus juga berpengaruh pada peningkatan kelembaban jaringan yang berimplikasi dengan meningkatkan kekuatan dan kekakuan tulang. Pembentukan secondary callus, merupakan struktur tulang dewasa yang menggantikan struktur tulang muda yang terbentuk pada kalus primer. Callus ini mengandung lebih banyak kalsium sehingga gambarannya dapat terlihat pada rontgenogram. Pembentukan kalus sekunder ini terlihat mirip seperti pembentukan endochondral yang terjadi pada saat pertumbuhan dan perkembangan dimana callus cartilaginous callus mengalami kalsifikasi menjadi tulang dewasa. Proses ini terjadi selama 30-60 hari. Tahapan ketiga yaitu, remodeling phase, keadaan ini terjadi sekitar 40-140 hari setelah trauma. Tulang menyatu kembali dengan terbentuknya tulang lamellar hingga pada akhir tahapan ini didapat bentukan tulang yang menyatu kembali yang kuat. Penyembuhan tulang primer dapat terjadi dengan reduksi yang terbentuk dari segmen-segmen yang yang menyatu, dengan kondisi yang mobilitas minimal atau sama sekali tanpa mobilitas. Keadaan ini dapat dicapai dengan reduksi terbuka dan fiksasi rigid antar gigi. pada penyembuhan tulang sekunder, terdapat jaringan fibrokartilago diantara celah fraktur. Yang kemudian menjadi tulang. (Berman, 2007) Proses remodeling dapat terpacu dengan apabila tulang yang yang fraktur digunakan untuk aktivitas kembali (Pedersen, 1996) Penyembuhan dari fraktur tulang alveolar dapat terganggu dengan kondisi, asupan nutrisi yang buruk, kondisi kelainan pada pasien, kelainan endokrin seperti diabetes mellitus, trauma oklusi, fiksasi yang tidak adekuat pada sgmen yang fraktur. Reduksi yang tidak adekuat dapat memungkinkan terjadinya infeksi pada jaringan lunak yang terletak diantara teoian tulang pada fraktur.(Berman, 2007)

Daftar Pustaka:Berman, Blanco, Cohen. A Clinical Dental Traumatology. 1st ed. Mosby co. Missouri 2007; p:137, 142Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa Purwanto, drg., Basoeseno, MS., drg. EGC. Jakarta. 1996; h.94, 234.Roberto M S, Buku Ajar Proses Penyembuhan Fraktur Tulang. Seksi Trauma Bagian Bedah Mulut. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga 2003Disusun oleh: Ufo Pramigi 020710021

Akses : http://ufopramigi.blogspot.com/2012/01/penyembuhan-jaringan-tulang-trauma.html

PROSES PENYEMBUHAN LUKA DITINJAU DARI RESPON SELLULER DAN VASKULER Deskripsi LukaLuka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi: Luka superfisial : Yaitu luka yang terbatas pada lapisan dermis. Luka partial thicknes : Yaitu luka yang disertai hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan bagian atas dermis. Luka full thickness : Yaitu luka yang ditandai dengan Kehilangan jaringan kulit pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia, akan tetapi tidak mengenai otot. Luka mengenai otot, tendon dan tulang.Menurut Baxter, (1990) Luka juga dapat diartikan terjadinya suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit dimana terjadinya kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul antara lain:1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ2) Respon stres simpatis3) Perdarahan dan pembekuan darah4) Kontaminasi bakteri5) Kematian sel

Gbr. 1. Gambar Skematis Kulit Dan Bagian-bagiannya. (Zachary,1990)

Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan dapat dibagi menjadi: Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. Sedangkan luka kornis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen.Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bioseluler, biokimia yang terjadi secara berkisanambungan. Penggabungan respons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi klinik saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan yang telah berhasil memberikan kesembuhan pada luka.Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama atau mendekati sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik), (Kaplan and Hentz, 1992).Pada dasarnya proses penyembuhan ditandai dengan terjadinya proses pemecahan atau katabolik dan proses pembentukan atau anabolik. Dari beberapa hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses anabolik telah dimulai sesaat setelah terjadi perlukaan dan akan terus berlanjut pada keadaan dimana dominasi proses katabolisme selesai. Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari: Fase inflamasi / Eksudasi , Fase proliferasi / granulasi dan Fase maturasi / deferensiasi.

Penyembuhan LukaTubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Morris,1990).A. Prinsip Penyembuhan LukaAda beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Morris (1990) yaitu:Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, Respon tubuh secara sistemik pada trauma, Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.B. Fase Penyembuhan LukaPenyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Morris,1990). Masih menurut Morris (1990) penyembuhan luka dapat dibagi atas beberapa fase yaitu:1. Inflamasi Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka yang terdiri dar bekuan dan jaringan mati. Scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi, epitelial sel ini membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.Pada Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah, dan respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan yang dapat mengakibatkan luka tampak merah dan sedikit bengkak.

Gbr 2. Proses terjadinya inflamasi pada daerah yang luka (Morris,1990)Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial dan Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan cairan, produk darah dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cidera. Proses ini menetralisasi dan mengeliminasi patogen atau jaringan mati (nekrotik) dan memulai cara-cara perbaikan jaringa tubuh. Tanda inflamasi termasuk bengkak, kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian tubuh yang terinflamasi.Bila inflamasi menjadi sistemik akan muncul tanda dan gejala demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah dan pembesaran kelenjar limfe. Respon inflamasi dapat dicetuskan oleh agen fisik, kimiawi atau mikroorganisme. Respon inflamasi termasuk hal berikut ini:1.1 Respon Seluler Dan VaskulerArteriol yang menyuplai darah yang terinfeksi atau yang cidera berdilatasi, memungkinkan lebih banyak darah masuk dala sirkulasi. Peningkatan darah tersebut menyebabkan kemerahan pada inflamasi. Gejala hangat lokal dihasilkan dari volume darah yang meningkat pada area yang inflamasi. Cidera menyebabkan nekrosis jaringan dan akibatnya tubuh mengeluarkan histamin, bradikinin, prostaglandin dan serotonin. Mediator kimiawi tersebut meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan, protein dan sel memasuki ruang interstisial, akibatnya muncul edema lokal. Tanda lain inflamasi adalah nyeri. Pembengkakan jaringan yang terinflamasi meningkatkan tekanan pada ujung syaraf yang mengakibatkan nyeri, karena adanya substansi kimia seperti histamin yang menstimuli ujung sel-sel syaraf. Sebagai akibat dari terjadinya perubahan fisiologis dari inflamasi, bagian tubuh yang terkena biasanya mengalami kehilangan fungsi sementara dan akan kembali normal setelah inflamasi berkurang.1.2 Pembentukan Eksudat InflamasiAkumulasi cairan dan jaringan mati serta Sel Darah Putih (SDP) membentuk eksudat pada daerah inflamasi. Eksudat dapat berupa Serosa (jernih seperti plasma), sanguinosa (mengandung sel darah merah) atau purulen (mengandung SDP dan bakteri). Akhirnya eksudat disapu melalui drainase limfatik. Trombosit dan protein plasma seperti fibrinogen membentuk matriks yang berbentuk jala pada tempat inflamasi untuk mencegah penyebaran eksudat. (Oswari E, 1993).1.3 Perbaikan JaringanSel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat. Sel baru mengalami maturasi bertahap sampai sel tersebut mencapai karakteristik struktur dan bentuk yang sama dengan sel sebelumnya2. Fase ProliferatifFase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Fase ini diawali dengan sintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Menurut Oswari E, (1993), jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.

Gbr 3. Proses Proliuferasi Jaringan Luka. (Morris,1990)Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.3. Fase MaturasiFase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan garunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.

Gbr 4. Proses Maturasi (Diferensiasi) Jaringan Luka. (Morris,1990).Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda ( gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan ajringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).

KesimpulanLuka adalah terjadinya suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit dimana terjadinya kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Berdasarkan waktu penyembuhan dapat dibagi menjadi: Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. Sedangkan luka kornis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen.Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bioseluler, biokimia yang terjadi secara berkisanambungan. Penggabungan respons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka.

Daftar Pustaka

Kaplan NE, Hentz VR, 1992., Emergency Management of Skin and Soft Tissue Wounds, AnIllustrated Guide, Little Brown, Boston, USA,.

Zachary CB, 1990., Basic Cutaneous Surgery, A Primer in Technique, Churchill Livingstone,London GB,.

Oswari E, 1993., Bedah dan perawatannya, Gramedia, Jakarta,.

Baxter C, 1990., The normal healing process. In: New Directions in Wound Healing. Wound care manual; February 1990. Princeton, NJ: E.R. Squlbb & Sons, Inc.

Morris PJ and Malt RA, 1995., Oxford Textbook of Surgery. Sec. 1 Wound healing. New York-Oxford-Tokyo Oxford University Press.

Akses : http://erwinvetsurgery.blogspot.com/2011/04/proses-penyembuhan-luka-ditinjau-dari.html

Konsep Luka dan Perawatan Luka

Penting untuk diketahui, luka yang kecil pun tak bisa dianggap sepele.

Nah, di bawah ini, saya repost untuk pembaca konsep luka dan perawatannya. Kecuali luka karena sakit hati karena anda sendirilah yang tahu obatnya, hehe

Pengertian Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2000:396). Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan.

Klasifikasi Luka Luka dibedakan berdasarkan : 1) Berdasarkan penyebab a) Ekskoriasi atau luka lecet b) Vulnus scisum atau luka sayat c) Vulnus laseratum atau luka robek d) Vulnus punctum atau luka tusuk e) Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang f) Vulnus combotio atau luka bakar

2) Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan a) Ekskoriasi b) Skin avulsion c) Skin loss

3) Berdasarkan derajat kontaminasi a) Luka bersih a) Luka sayat elektif b) Steril, potensial terinfeksi c) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus elimentarius, traktus genitourinarius. b)Luka bersih tercemar a)Luka sayat elektif b) Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal c) Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan genitourinarius d) Proses penyembuhan lebih lama c) Luka tercemar a) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung empedu, traktus genito urinarius, urine b)Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi. d) Luka kotor a) Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi b) Perforasi visera, abses, trauma lama.

Tipe Penyembuhan luka Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang. 1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan. 2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. 3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:4).

Fase Penyembuhan Luka Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan. 1) Fase Inflamasi Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari. Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan. 2) Fase Proliferasi Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase proliferasi. 3) Fase Maturasi Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:1).

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA,2004:13). 1) Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis). 2) Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA,2004:13).

Komplikasi Penyembuhan Luka Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka (InETNA,2004:6).

Penatalaksanaan/Perawatan Luka Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan. a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi). b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti: 1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit). 2) Halogen dan senyawanya a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2 m;embunuh spora dalam 2-3 jam b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap. c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok. d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.

3) Oksidansia a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator. b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob. 4) Logam berat dan garamnya a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10. ;Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts) 5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3).; 6) Derivat fenol a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar. b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan. 7) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1. ;Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).

Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9. ;Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).

Pembersihan Luka Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16). Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu : 1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing. 2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati. 3) Berikan antiseptik 4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal 5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)

Penjahitan luka Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.

Penutupan Luka Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.

Pembalutan Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.

Pemberian Antibiotik Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.

Pengangkatan Jahitan Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44)..

Kelopak mata 3 hari Pipi 3-5 hari Hidung, dahi, leher 5 hari Telinga,kulit kepala 5-7 hari Lengan, tungkai, tangan,kaki 7-10+ hari Dada, punggung, abdomen 7-10+ hari Sumber. Walton, 1990:44

DAFTAR PUSTAKA

Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004,Perawatan Luka, Makalah Mandiri, Jakarta Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih bahasa. Sonny Samsudin, Cetakan I. Jakarta : EGC