penyakit stroke hemoragik

31
Penyakit Stroke Hemoragik Posted by penyakit stroke Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena adanya pembuluh darah dalam otak yang pecah hingga darah keluar dari pembuluh darah tersebut dipaksa masuk ke dalam jaringan otak, kemudian merusak sel-sel otak di daerah tertentu, sehingga pada akhirnya bagian otak yang terkena tidak dapat berfungsi dengan baik. Stroke hemoragik terbagi lagi menjadi dua tipe : Perdarahan Subraknoid (PSA) Perdarahan Intraserebral (PIS) Stroke karena perdarahan subraknoid terjadi pada sekitar 5% dari seluruh serangan stroke. Perdarahan subraknoid terjadi di jaringan yang menutupi otak. Ini biasa terjadi karena adanya ruptur atau robekan dari aneurisma (arteri yang melebar). Ruptur atau robekan itu biasanya terjadi karena dinding arteri yang menipis, bisa dijumpai pada pasien-pasien yang menderita hipertensi (tekanan darah tinggi), AVM (Arterio Venoses Malformation), atau adanya tumor intraserebral. Ketika terjadi ruptur/ pecah, darah yang berasal dari aneurisma tersebut akan masuk ke ruang subraknoid, yang kemudian akan mengiritasi durameter (selaput yang melapisi permukaan luar otak) dan akhirnya menimbulkan nyeri kepala. Nyeri kepala pada stroke karena perdarahan subraknoid sangat khas yang sering dikatakan oleh penderita sebagai “nyeri kepala yang paling parah sepanjang hidup saya”, karena nyeri kepala tersebut sangat nyeri sekali , mendadak, parah, dan tanpa sebab yang jelas. Sering disertai oleh muntah

Upload: david-christian

Post on 28-Dec-2015

63 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Penyakit Stroke HemoragikPosted by penyakit stroke

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena adanya

pembuluh darah dalam otak yang pecah hingga darah keluar dari

pembuluh darah tersebut dipaksa masuk ke dalam jaringan otak,

kemudian merusak sel-sel otak di daerah tertentu, sehingga pada

akhirnya bagian otak  yang terkena tidak dapat berfungsi dengan

baik.

Stroke hemoragik terbagi lagi menjadi dua tipe :

Perdarahan Subraknoid (PSA)

Perdarahan Intraserebral (PIS)

Stroke karena perdarahan subraknoid  terjadi pada sekitar 5% dari

seluruh serangan stroke. Perdarahan subraknoid terjadi di jaringan yang

menutupi otak. Ini biasa terjadi karena adanya ruptur atau robekan dari

aneurisma (arteri yang melebar). Ruptur atau robekan itu biasanya

terjadi karena dinding arteri yang menipis, bisa dijumpai pada pasien-

pasien yang menderita hipertensi (tekanan darah tinggi), AVM (Arterio

Venoses Malformation), atau adanya tumor intraserebral.

Ketika terjadi ruptur/ pecah, darah

yang berasal dari aneurisma tersebut akan masuk ke ruang subraknoid,

yang kemudian akan mengiritasi durameter (selaput yang melapisi

permukaan luar otak) dan akhirnya menimbulkan nyeri kepala. Nyeri

kepala pada stroke karena perdarahan subraknoid sangat khas yang

sering dikatakan oleh penderita sebagai “nyeri kepala yang paling parah

sepanjang hidup saya”, karena nyeri kepala tersebut sangat nyeri sekali ,

mendadak, parah, dan tanpa sebab yang jelas. Sering disertai oleh

muntah dan kaku leher. Karena tekanan perfusi intraserebral yang

menurun secara tiba-tiba, hilangnya kesadaran mendadak (koma) sangat

sering terjadi. Keadaan seperti ini memerlukan intervensi medis sesegera

mungkin. Sekitar sepertiga dari kasus pendarahan karena aneurisma

yang pecah ini langsung meninggal, sementara sisanya akan mengalami

kecacatan berat. Gejala nyeri kepala ini tidak selalu timbul dalam setiap

kasus pendarahan subraknoid ini. Dalam beberapa kasus, hal ini tidak

menimbulkan  gejala nyeri kepala yang berarti. Oleh sebab itu, semua

nyeri kepala yang timbul mendadak, terutama pada usia lanjut, harus

segera diperiksakan ke dokter.

Perdarahan intraserebral atau perdarahan yang terjadi di dalam otak

terjadi pada sekitar 10% dari seluruh serangan stroke. Stroke karena

perdarahan intraserebral biasanya sama dengan perdarahan subraknoid,

hanya letaknya yang berbeda. Pembuluh darah arteri otak bagian dalam

merupakan tempat tersering dari perdarahan intraserebral. Pecahnya

dinding pembuluh darah arteri otak biasanya karena dinding arteri

tersebut rapuh dan menipis. Penyakit-penyakit yang menyebabkan

dinding tersebut menipis dan rapuh adalah : hipertensi (peningkatan

tekanan darah), angiopati amiloid (pengendapan protein di dinding-

dinding arteri tersebut), aneurisma, tumor otak, maupun trauma pada

otak.

Ada beberapa jenis pendarahan intraserebral yang tersering menurut

letaknya, yaitu : pendarahan thalamus, hematom subdural (bisanya

karena trauma), dan pendarahan intraventrikuler. Pendarah tersebut

bisa sangat parah, ditandai dengan peningkatan tekanan intrakranial,

gangguan pada beberapa traktus saraf, kompresi ventrikel, dan herniasi

dari otak. Tingkat mortalitas juga sangat tinggi, namun para penderita

stroke yang bisa melewati masa krisis tersebut biasanya lebih mudah

pulih dibandingkan tipe stroke lainnya, biasa sekitar 2 sampai 3 bulan

setelah serangan stroke.

CEDERA KEPALA

Definisi

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma

kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya

(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab

kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi

akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)

Pendahuluan

Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara

langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu

melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai

jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.

Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan. Cedera

percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk hit-

counterhit). Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan

saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan

pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan

penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan

massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan

tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam

tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa

terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini

disebut herniasi.

Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di

dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat

fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera

kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia

lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah),

sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).

Anatomi

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.

Tampak perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan

mengalami kerusakan. Dan begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Tepat diatas

tengkorak terletak galea aponeurotika yaitu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakan dengan

bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan galea

terdapat lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembulu-pembuluh

darah besar yang bila robek, sukar mengadakan vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan

kehilangan darah bermakna. Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang

mengandung vena emisaria dan diploika, pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit

sampai ke dalam tengkorak.

Gambar 1: Tabula dan pembuluh darah di kepala.

Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang

berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam disebut tabula

interna yang mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea anterior, media, dan

posterior. Apabila arteria tersebut terkoyak maka akan tertimbun dalam ruang epidural.

Meningens terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu dura mater, arakhnoid, dan pia mater. Dura adalah membran yang liat, semitranlusen, tidak elastis dan melekat erat dengan permukaan dalam tengkorak.

Gambar 2 : Lapisan meningens dan tempat perdarahan.

Fungsinya (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus vena, (3) membentuk

periosteum tabula interna. Bagian tengah dan poterior disuplai oleh a. Meningea media yang

bercabang dari a. Vertebralis dan a. Carotis interna. Arakhnoid adalah membran fibrosa halus

dan elastis, membran ini tidak melakat dengan dura mater, ruangan antara kedua membran

disebut ruang subdural. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit

jaringan penyokong sehingga mudah sekali terkena cedera dan robek pada trauma kepala.

Diantara arakhnoid dan pia mater terdapat ruang subarakhnoid yang melebar dan mendalam

pada daerah tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Pia mater adalah

membran halus yang memiliki sangat banyak pembuluh darah halus dan merupakan satu-

satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus semua

girus.

Patofisiologi

Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer

ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf

otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak

dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi.

Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria

meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau

menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan

telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat

menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga.

Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga

menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung

menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan.

Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan

countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya

perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan

menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum,

gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan

ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di

batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada

batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.

Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di

dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang

ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis

menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah

frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak

yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot

mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini

menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari

akibat dari edema otak.

Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya

negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada

cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga

terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah

beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena

penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai

perdarahan lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma

kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan

salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan,

mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan

gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan

terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul

kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Gambar 3: Patofisiologi cedera kepala.

Klasifikasi Cedera Kepala

Gambar 4: Klasifikasi cedera kepala.

Berdasarkan mekanisme

Cedera kepala tertutup

Cedera kepala terbuka

Berdasarkan beratnya

cedera kepala ringan

cedera kepala sedang

cedera kepala berat

Berdasarkan morfologi

Kulit

Vulnus

Laserasi

Hematom subkutan,

Hematom subgaleal

Fraktura tengkorak

Kalvaria

Linear atau stelata

Depressed atau nondepressed

Basilar

Lesi Intrakranial

Fokal

Kontusio serebri

Hematom epidural

Hematom subdural

Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan intraserebral

Diffuse

Konkusi ringan

Konkusi klasik

Cedera aksonal difusa

Berdasarkan Mekanisme

Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans atau

terbuka. Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang,

namun sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres

dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya

cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup

biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala

penetrans lebih sering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.

1. Trauma kepala terbuka

Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater.

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal

sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba

eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas

os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan

trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis

tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar.

Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :

a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )

b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )

c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )

d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )

e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.

Gambar 5: Tanda Cedera Kepala.

2. Trauma kepala tertutup

Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri. Pada

komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA. Pada

kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio serebri berarti

kerusakan otak disertai robekan duramater. Trauma kepala dapat menyebabkan cedera

pada otak karena adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena

perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang

mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan

benturan dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol

atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi

benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambat

atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak.

Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan)

jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan yang

lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan. Kerusakan jaringan

otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat yang berlawanan (countre

coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi

coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi

countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga

timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi

tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat

benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran

antar jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini

adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.

A. Komusio serebri ( Gegar otak )

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ).

Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung. Konkusio

adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada

otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan

kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini

bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang

menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit

kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami

penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing,

kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya

berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai

beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan

dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.

Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa

sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum

sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian

obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih

perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius

yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera.

Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera

mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih

berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala

diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin

parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak

parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

B. Kontusio serebri (Memar otak )

Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah

kapiler. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada

daerah coup dan countre coup, dengan piamater yang masih utuh pada kontusio dan robek

pada laserasio serebri. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali

disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari

kontusio akan terjadi edema otak.Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat

kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan

ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke

dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut

ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan

sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema jaringan menyebabkan penekanan pada

pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi

iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan

vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat.

Hipoksia karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak

membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan

yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Gejala dari kontusio adalah pusing,

kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya

berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai

beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan

bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI

menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan

kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.

C. Perdarahan intracranial

Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak.

Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera

biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau

diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural).

Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian

besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit.

Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan

membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.

Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya

menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian

atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi

penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,

gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi

kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

Hematoma epidural

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan

tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah

di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala

berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam

kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi

dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa

ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya

tergantung kepada CT scan darurat. Pada pemeriksaan dengan CT-Scan akan tampak

gambaran massa hiperdens dengan bentuk bikonveks (double convex sign), atau ada pula

yang menyebutnya sebagai gambaran football shaped yang secara tipikal terletak di bagian

temporal tengkorak. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat

lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan

pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

Hematoma subdural

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa

terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah

terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas

secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada

alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu

gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan

adanya genangan darah dan didapatkan gambaran hiperdens berbentuk konkaf atau

menyerupai bulan sabit, atau sering disebut crescentic sign. Hematoma subdural pada bayi

bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan

lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.

Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya

dikeluarkan melalui pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

1). Sakit kepala yang menetap

2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul

3). Linglung

4). Perubahan ingatan

5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Berdasarkan Beratnya

A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)

Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya terjadi

beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan pada pemeriksaan

CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.

B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)

Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering tanda

neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi juga drowsiness

dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu. Fungsi kognitif maupun

perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan bahkan permanen.

C. Cedera kepala berat (GCS <8)

Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma. Penurunan

kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu mengikuti, bahkan perintah

sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran. Termasuk juga dalam hal ini status

vegetatif persisten. Tanpa memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai penderita

cedera kepala berat bila :

1. Pupil tak ekual

2. Pemeriksaan motor tak ekual.

3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang terbuka.

4. Perburukan neurologik.

5. Fraktura tengkorak depressed.

Berdasarkan Morfologi

Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal

Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat, nyeri pada

pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal dapat besar sekali

hingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk kepala menjadi besar tidak

teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang menekan dan bila teraba lunak dapat

dipungsi untuk mengeluarkan darah yang cair.

Fraktur tengkorak

Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin tampak

pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres atau tidak terdepres.

Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar sampai

basis cranii. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian

mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar

tengkorak bisa merobek meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak

dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga yang menandakan adanya fraktur basis

cranii. Depresi pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila.

Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan

infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak

memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

Cedera aksonal difusa

Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang terjadi pada otak

sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan yang membentuknya.

Pada saat terjadinya trauma, lapisan – lapisan ini akan ikut bergeser. Pergerakkan tiap lapisan

ini akan berbeda – beda. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan adanya penarikan neuron akibat

perbedaan waktu pergeseran yang bias menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan

terjepit. Akibatnya cairan dan ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan,

yang nantinya akan menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian distal

akan terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal

Pemeriksaan neurologisPemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik mencakup

pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang kesadarannya

menurun dapat digunakan pedoman yaitu :

1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS

2. Kekuatan fungsi motorik

3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya

4. Gerakan bola mata

Pemeriksaan penunjang1. Foto polos cranium ( schullder )

Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera

kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.

2. Pemeriksaan CT-Scan

CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan sampai

berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami penurunan kesadaran dan

terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk melihat adanya

fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek

desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan

perdarahan pada otak.

Penanganan Cedera Kepala

I. Cedera kepala ringan

Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 – 15.

Terdiri atas :

a. Simple head injury

Tidak ada penurunan kesadaran

Adanya trauma kepala ( pusing )

b. Commotio cerebri ( gegar otak )

Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )

Amnesia retrograde

Pusing, sakit kepala, muntah

Tidak ada defisit neurologis

Manajemen

1. Airway

Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.

Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction, pasang

NGT

Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.

Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi sebelumnya harus

diyakini tidak ada fractur cervical.

Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan tindakan

intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang dilakukan adalah

tracheostomi.

2. Breathing

Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang oksigen.

3. Circulation

Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera pasang infuse.

Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan tranfusi darah

( whole blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.

4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan kemungkinan

cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka robek, bersihkan

lalu di jahit.

5. Foto rontgen tengkorak.

Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.

6. CTscan kepala.

Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien – pasien

yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.

7. Observasi

Kriteria rawat :

a. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam

b. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit

c. Penurunan tingkat kesadaran

d. Nyeri kepala sedang hingga berat

e. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )

f. Otorrhea, rhinorrhea

g. Semua cedera tembus

h. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )

Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah

dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila

timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :

Mengantuk dan sukar dibangunkan

Mual dan muntah hebat

Kejang

Nyeri kepala bertambah hebat

Bingung, tidak mampu berkonsentrasi

Gelisah

8. Terapi simtomatik

II. Cedera kepala sedang

Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti perintah

sederhana ( GCS 9 – 12 ). Walau dapat mengikuti perintah, namun dapat memburuk

dengan cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya pasien cedera kepala

berat tapi aspek kedaruratannya tidak begitu akut. Penanganannya sama seperti pada

cedera kepala ringan ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila kondisi

membaik,pasien boleh pulang dan control di poli. Pemeriksaan CT scan perlu diulang

apabila kesadaran pasien tidak membaik. Pada keadaan ini pasien harus dirawat untuk

di observasi.

III. Cedera kepala berat

Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karena

adanya gangguan kesadaran ( GCS 3 – 8).

Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi :

a. Contusio cerebri

Pingsan > 10 menit

Kegelisahan motorik

Sakit kepala, muntah

Kejang

Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes

Amnesia anterogard

b. Laceratio cerebri

Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.

Penangan kasus ini mencakup :

Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala

ringan.

Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan

di bagian tubuh lainnya.

Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil,

respon motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s eye ).

Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.

Rawat selama 7 – 10 hari.

Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.

Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.

Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.

Indikasi Operasi

Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan

neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut :

- Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial

- Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial

- Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis

- Tanda fokal neurologis semakin berat

- Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat, muntah

proyektil)

- Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3

mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang

Prognosis

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan

total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang

terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak

mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami

kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan

fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil

dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu

area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer

kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.

Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang

menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)

dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya

menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan

menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan

tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.

Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan

pulih kembali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.

Jakarta : 2009

2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU, Hartanto

H, Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005

3. David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com. Accessed on : 22

Juny 2013

4. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:

http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 22 Juni 2013

5. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:

http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 22 Juni 2013

6. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala (Trauma Capitis).

Available at : http://asepscience.wordpress.com/2009/06/14/asuhan-keperawatan-

cedera-kepala-trauma-capitis/. Accessed on : 22 Juni 2013

7. Hati-hati Jika Cedera Kepala. Available at :

http://www.tanyadokteranda.com/featured/2010/11/hati-hati-jika-cedera-kepala.

Accessed on : 22 Juni 2013