penyakit non parasiter.doc

19
Penyakit Pasca Panen Akibat Bukan Infeksi Patogen (Disampaikan Sebagai Tugas Mata Kuliah Hama dan Penyakit Pasca Panen) Oleh : Ni Nyoman Alit Purwaningsih NIM : 1105105043 FAKULTAS PERTANIAN

Upload: alit-samuh

Post on 03-Jan-2016

102 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYAKIT NON PARASITER.doc

Penyakit Pasca Panen Akibat Bukan Infeksi Patogen

(Disampaikan Sebagai Tugas Mata Kuliah Hama dan Penyakit Pasca Panen)

Oleh :

Ni Nyoman Alit Purwaningsih

NIM : 1105105043

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2013

Page 2: PENYAKIT NON PARASITER.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk pasca panen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai

tujuan, terutama untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi produsen maupun

petani. Sejak bagian tanaman tersebut dipanen, berarti sejak itu pula bagian tanaman tersebut

terputus hubungan fisiologi dengan inangnya. Dengan demikian, bagian tanaman tersebut

tidak lagi mendapatkan pasokan hasil metabolisme dari tanaman, tetapi bagian tersebut masih

melakukan kegiatan fisiologinya. Kondisi seperti inilah yang mengakibatkan mengapa bagian

tanaman yang telah dipanen akan mudah rusak, selain juga dapat disebabkan oleh faktor luar.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kerusakan pasca panen. Selain

disebabkan oleh pathogen biotik, penyakit pasca panen juga dapat disebabkan oleh pathogen

abiotik, yaitu oleh pengaruh suhu ekstrem. Beberapa produk pasca panen, khususnya yang

berasal dari daerah tropika, sangat peka terhadap pengaruh suhu simpan. Suhu yang terlalu

rendah akan dapat merusak produk yang disimpan. Sejumlah buah dan sayuran tropika dan

subtropika peka terhadap kerusakan karena suhu dingin (chilling injury). Di banyak kasus,

kerusakan suhu dingin sukar diketahui ketika buah atau sayur didedah ke suhu dingin, tetapi

akan mudah diketahui ketika didedah ke suhu di atas suhu dingin dan buah mengalami

pemasakan.

Kerusakan pascapanen tersebut akan berpengaruh pada kuantitas hasil panen, yaitu

berkurangnya jumlah atau berat keseluruhan hasil panen. Selain itu, juga mempengaruhi

kualitas dari hasil panen itu sendiri, yaitu dengan menurunnya mutu hasil panen yang akan

dipasarkan. Penyakit pascapanen juga akan mempengaruhi pendapatan petani dalam skala

perorangan dan pendapatan negara dalam skala nasional.

Perkiraan kehilangan biji untuk bahan makanan di negara yang sedang berkembang,

menurut laporan FAO (1989), adalah sebesar 25%. Kehilangan ini disebabkan oleh

penanganan yang kurang hati-hati, pembusukan, dan adanya serangan hama dan pathogen

pasca panen. Hal ini berarti bahwa seperempat produk pasca panen tidak akan pernah sampai

ke konsumen. Di samping itu, usaha serta modal yang digunakan selama budi daya tanaman

akan hilang selamanya. Sementara itu, kehilangan pada produk pasca panen lain, seperti

tomat, ubi jalar, pisang, jeruk, dan hasil perkebunan di negara sedang berkembang dapat

mencapai setingginya 50% atau setengah dari apa yang ditanam telah hilang.

Page 3: PENYAKIT NON PARASITER.doc

Buah-buahan, sayuran, dan umbi-umbian merupakan produk pasca panen yang sangat

mudah rusak, yang akan dengan segera busuk dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Hal ini

khususnya apabila produk tersebut tidak mendapatkan penanganan yang sangat hati-hati

selama pemanenan, pemilahan, pemisahan, penanganan, maupun pengangkutan. Melihat

kenyataan tersebut, pengetahuan mengenai penyebab penyakit pasca panen tersebut penting

untuk diketahui, utamanya penyebab penyakit pasca panen yang bukan disebabkan oleh

pathogen (non-parasiter).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalahnya, yaitu :

1. Apa saja faktor penyebab penyakit yang termasuk dalam penyakit non-parasiter?

2. Bagaimana cara penanganan penyakit non-parasiter tersebut?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah:

1. Mengetahui faktor penyebab penyakit yang termasuk dalam penyakit non-

parasiter.

2. Mengetahui cara penanganan penyakit non-parasiter.

Page 4: PENYAKIT NON PARASITER.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit-penyakit yang muncul pada komoditi pada fase penanganan setelah panen

dikenal sebagai Penyakit Pasca Panen atau Postharvest Disease (Bambang B. Santoso, 2012).

2.1 Pentingnya Penyakit Pasca Panen

Penyakit pasca panen sangat berperan penting, antara lain berpengaruh pada beberapa

hal sebagai berikut (Loekas Soesanto, 2006):

1. Timbulnya mala-nutrisi penduduk dunia karena kehilangan pasca panen yang cukup

besar akibat penyakit. Kehilangan ini makin besar pada Negara-negara berkembang

yang ditandai dengan tingginya limbah pangan dan hilangnya produksi.

2. Bertambahnya biaya produksi karena penambahan anggaran untuk mengendalikan

ataupun mencegah adanya penyakit pasca panen.

3. Berkurangnya produksi tanaman yang dapat dijual atau dikosumsi, dan hal ini akan

mengurangi pendapatan produsen atau petani.

4. Banyaknya produk yang terbuang akibat adanya perubahan warna, tekstur, atau bau

yang tidak disukai konsumen.

5. Penambahan sarana dan prasarana pengendalian pathogen pasca panen, yang secara

langsung akan menambah kegiatan untuk menyiapkan tenaga operatornya.

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Pasca Panen

Besar kecilnya tingkat kerusakan sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik sejak

produk masih di lapang maupun pada saat pemanenan; bahkan pada saat penanganan pasca

panen. Tingkat kerusakan produk pasca panen juga dipengaruhi oleh tindakan budi daya yang

diterapkan. Secara umum, petani dan produsen harus memperhatikan secara seksama

beberapa hal berikut, untuk mencegah kerusakan produk pasca panen yang lebih parah

(Loekas Soesanto, 2006).

1. Kebutuhan pasar dan pembeli. Penumpukan produk pasca panen akibat melimpahnya

produk di pasar, yang mengakibatkan turunnya harga jual, ataupun jenuh, atau

rendahnya daya beli pembeli akan mengakibatkan mudahnya produk menjadi rusak,

mengingat terbatasnya umur simpan produk pasca panen.

Page 5: PENYAKIT NON PARASITER.doc

2. Penanaman yang baik. Penanaman yang sesuai aturan akan menghasilkan produk

tanaman yang sehat dan tahan, sehingga dapat mencegah serangan pathogen pasca

panen di penyimpanan. Penanaman yang baik sudah dimulai sejak penyemaian atau

pembibitan sampai ke panen, dengan pemberian pupuk dan air irigasi yang cukup,

serta perlindungan tanaman dari serangan hama atau pathogen tanaman. Bahkan saat

penentuan lokasi tanam akan berpengaruh terhadap kelangsungan tanaman.

3. Pemanenan dan penanganan selama di lapang. Pemanenan produk tanaman yang

dilakukan dengan hati-hati dan selanjutnya ditangani dengan baik akan mengurangi

besarnya kerusakan pasca panen, yang nantinya baik langsing atuapun tidak langsung

akan berkaitan dengan penyakit pasca panen. Selain itu, penentuan saat panen yang

tepat juga akan mencegah hilangnya produk pasca panen.

4. Pengepakan dan pengemasan. Pengepakan dan pengemasan yang dilakukan dengan

hati-hati dan menggunakan bahan yang tidak menyebabkan produk cepat rusak, akan

mengurangi besarnya tingkat kerusakan pasca panen.

5. Pengankutan. Cepat lambatnya pengankutan dan jauh dekatnya jarak angkut produk

pasca panen dari sumbernya ke lokasi baru akan menentukan besarnya tingkat

kerusakan pasca panen. Produk tanaman yang diangkut dari jarak dekat akan cepat

sampai dan akan memperkecil kerusakan yang terjadi. Selain itu, fasilitas

pengankutan yang sesuai, seperti kelengkapan pengatur kelembaban dan suhu di

dalam pengangkutan, akan sangat membantu mencegah cepatnya kerusakan pasca

panen.

6. Penangan pemasaran. Ketika produk sampai ke tempat pemasaran, kondisi ruang

pemasaran yang dilengkapi dengan pengatur suhu dan kelembaban, akan sangat

membantu memperkecil tingkat kerusakan pasca panen.

7. Perlakuan terhadap pasca panen. Produk pasca panen selama dalam penanganan dan

penyimpanan sering diperlakukan dengan bahan kimia tertentu atau perlakuan lain.

Hal ini akan memperkecil tingkat kerusakan pasca panen, khusunya untuk produk

yang cepat mengalami perubahan apabila tidak diperlakukan.

8. Penyimpanan atau pendinginan. Kondisi ruang simpan dan pendinginan sangat

tergantung pada jenis produk pasca panen yang akan disimpan. Suhu dan kelembaban

ruang yang sesuai dengan jenis produk akan mencegah besarnya kerusakan pasca

panen.

Page 6: PENYAKIT NON PARASITER.doc

9. Penjualan ke konsumen, pengepul, atau agen. Penjualan produk pasca panen ke

konsumen, pengepul, atau agen yang dilakukan dengan cepat akan menghindari

kerusakan pasca panen. Hal ini karena prosuk pasca panen cepat habis dan terhindar

dari penumpukan di dalam ruang simpan. Fasilitas penjualan sangat menentukan

apakah produk pasca panen tersebut selamat dan dalam konsisi baik untuk sampai ke

konsumen.

10. Pengetahuan tentang mudah rusaknya produk pasca panen. Pengetahuan tentang

produk pasca panen yang mudah rusak perlu diketahui oleh semua pihak agar dapat

diambil tindakan penanganan yang cepat.

11. Penanggulangan hama dan penyakit pasca panen. Apabila hama dan penyakit pasca

panen tidak segeran dikendalikan, akan menjadi penyebab tingginya kerusakan pasca

panen.

Page 7: PENYAKIT NON PARASITER.doc

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penyakit Pasca Panen Non-Parasiter

Ada beberapa faktor penyebab penyakit yang termasuk dalam penyakit non-parasiter,

diantaranya (Bambang B. Santoso, 2012):

1) Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis bentuknya bermacam-macam dan dapat terjadi pada berbagai

kegiatan pasca panen. Benturan-benturan antara individu komoditi panenan merupakan

jenis kerusakan mekanis yang sering muncul dan merugikan.

2) Kerusakan Fisiologis

Biasanya kerusakan fisiologis berhubungan dengan proses-proses metabolisme komoditi

panenan bersangkutan. Hal dikarenakan organ panenan, walaupun telah dipisahkan dari

pohonnya, masih melakukan kegiatan fisiologis (mempertahankan kehidupan). Aspek

fisiologis yang berkaitan dengan kerusakan fisiologis adalah penguapan (transpirasi),

pernapasan (respirasi) dan berubahan biologis lainnya.

a. Penguapan

Penguapan atau transpirasi pada komoditi panenan secara langsung berpengaruh

pada berkurangnya berat dan menurunkannya kualitas terutama bagi sayuran daun.

Banyak peneliti mengatakan bahwa terdapat batas kritis kehilangan air bahan yang

menentukan terjadinya kelayuan. Kisaran batas kritis kehilangan air bahan adalah 7 – 10

persen.

Bilamana batasan kritis ini telah tercapai, keadaan tersebut menyebabkan ruang

antar sel melebar hingga sel satu dengan sel lainnya mulai terpisah. Akibat selanjutnya,

komoditi panenan akan mengalami kelayuan yang menyebabkan pengurangan kualitas

bahkan mungkin saja sudah tidak layak jual. Secara tidak langsung, penguapan

menyebabkan komoditi panenan lebih mudah mengalami kerusakan mekanis dan juga

peka terhadap serangan patogen.

b. Respirasi

Kerugian atau kehilangan hasil panenan akibat proses fisiologis ini tidak dapat

dihindari. Seperti telah dijelaskan, bahwa komoditi panenan, walaupun telah terpisah

dengan tanamannya, masih melakukan aktivitas kehidupan. Upaya yang dapat dilakukan

hanya menekan laju respirasi sekecil mungkin (seperti menyimpan komoditi panenan

Page 8: PENYAKIT NON PARASITER.doc

pada ruangan yang berkomposisi atmosfir karbondioksida tinggi dan oksigen rendah.

Kerugian akibat respirasi ini dapat diukur dengan menimbang berat bahan atau volume

karbondioksida yang dihasilkan dalam aktivitas respirasi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kehilangan hasil akibat respirasi dapat mencapai 5 persen pada sayuran umbi.

c. Perubahan biologis lainnya

Perubahan-perubahan yang dimaksud meliputi perubahan tepung menjadi gula

(pada umbi kentang). Kentang dengan kandungan gula tinggi (biasanya terjadi pada

kentang yang telah lama disimpan) tidak baik kualitasnya. Selain daripada menyebabkan

pengurangan kualitas, kondisi gula yang tinggi merupakan kondisi yang baik bagi

penetrasinya mikroorganisme penyebab penyakit seperti jamur dan bakteri. Pada apel

yang baru dipanen kandungan asam benzoat tinggi, namun setelah mengalami

penyimpanan beberapa lama, kandungan bahan tersebut berkurang. Pada kondisi ini,

merupakan kondisi yang baik bagi perkembangan jamur Nectaria galligena, penyebab

kudis pada buah apel panenan.

Demikian pula halnya pada pisang dan apokat yang mengandung tanin, dan

mangga serta jeruk yang mengandung bahan-bahan asam menentukan perkembangan

penyakit. Kandungan yang rendah dari bahan-bahan tersebut membuat komoditi panenan

tersebut peka terhadap infeksi jamur maupun bakteri. Perubahan-perubahan tersebut di

atas merupakan perubahan biologis yang terjadi pada isi sel. Perubahan juga terjadi pada

dinding sel, seperti halnya perubahan protopektin yang sukar larut dalam air menjadi

asam pektanat dan selanjutnya menjadi asam pektat yang lebih mudah larut dalam air.

Dengan adanya perubahan ini, dinding sel akan lebih rentan terhadap infeksi

mikroorganisme penyebab penyakit.

3) Kerusakan Fisik

Kerusakan fisik akibat adanya pengaruh negatif daripada suhu, kelembaban relatif

maupun cahaya merupakan jenis penyakit komodidi panenan yang tergolong non-parasit.

a. Pengaruh Suhu

Suhu dapat merupakan penyebab penyakit. Suhu yang dimaksud adalah suhu yang

berada dalam kondisi ekstrim tinggi ataupun ekstrem rendah. Hal ini dikarenakan,

komodi panenan maupun tanaman memiliki batasan toleransi terhadap suhu (suhu

maksimal, optimal dan minimal). Buah apel dan umbi kentang yang sesaat setelah

dipanen kemudian terkena sinar matahari cukup lama dengan intensitas tinggi akan

mengalami Sun Scald (rusak karena sinar matahari). Ciri-ciri penyakit ini berupa bercak

Page 9: PENYAKIT NON PARASITER.doc

kecil berwarna coklat dan berbentuk tidak teratur. Dalam beberapa hari ukuran

membesar/meluas dan bercak berwarna hitam, kemudian setelah 10 – 15 hari, seluruh

umbi maupun buah akan rusak.

Penyimpanan umbi kentang pada suhu tinggi akan menyebabkan penyakit busuk

hati hitam (Black Heart Rot). Penyimpanan buah dan sayuran tropika pada suhu rendah

akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini dikenal sebagai Freezing Injury apabila suhu

yang berpengaruh jauh di bawah titik bekunya, dan dikenal sebagai Chilling Injury

apabila suhu yang berpengaruh sedikit di atas titik bekunya dalam waktu yang lama.

Gejala keruskan ini akan nampak bilamana komoditi panenan ini dikembalikan pada

kondisi atmosfir normal setelah mengalami penyimpanan beberapa lama. Mekanisme

terjadinya Chilling Injury meliputi tahapan-tahapan :

1. Peracunan - Suhu yang rendah mengakibatkan air sel tanaman mengalir ke luar sel,

akibatnya kadar bahan-bahan terlarut relatif menjadi lebih tinggi. Kadar yang semakin

tinggi (bagi bahan-bahan tertentu) merupakan racun bagi sel tersebut.

2. Kerusakan mekanis - Air sel yang keluar akan mengisi ruang-ruang antar sel,

sehingga ruang tersebut akan penuh terisi air sel. Bila hal ini terus berlangsung akan

menyebabkan pecahnya dinding sel sehingga cairan sel akan menyatu dan membeku

membentuk atau menyebabkan volume air sel membesar.

3. Perusakan struktur plasma sel – Dengan adanya air yang keluar, volume sel akan

berkurang yang diikuti pula dengan mengecilnya volume dinding sel, yang memaksa

terjadinya plasmolisis sehingga pada akhirnya sel akan rusak.

b. Pengaruh Kelembaban Relatif

Langsung maupun tidak langsung kelembaban relatif udara berpengaruh terhadap

terjadinya kerusakan fisik pada komoditi panenan. Kelembaban relatif yang rendah akan

mempercepat laju penguapan. Sedangkan kelembaban udara tinggi secara langsung

memberikan kondisi yang baik bagi berkembangnya patogen. Umumnya kelembaban

relatif udara akan sangat efektif berpengaruh terhadap berkembangnya kerusakan fisik

bilamana diikuti dengan tingkat kadar air bahan yang jauh berbeda pada saat dimasukkan

dalam ruang simpan. Perbedaan kandungan air dan kelembaban relatif yang tinggi akan

menyebabkan mudahnya kerusakan maupun serangan patogen terjadi.

c. Pengaruh Udara (komposisi)

Udara yang dimaksud adalah perbandingan antara oksigen dan karbondioksida.

Selain daripada itu, gas etilen yang dihasilkan oleh bahan simpanan itu sendiri ataupun

Page 10: PENYAKIT NON PARASITER.doc

yang berasal dari luar. Perbandingan oksigen dan karbondioksida yang tinggi (berarti

cukup banyak tersedia oksigen), memberikan kegiatan respirasi berjalan lancar, begitu

pula proses metabolisme lainnya. (Respirasi merupakan indikator bagi proses

metabolisme lainnya). Sebaliknya bilamana oksigen tidak tersedia dalam keadaan cukup,

menyebabkan akan terjadi respirasi an-aerob. Kondisi ini menyebabkan terjadi oksidasi

senyawa fenol oleh enzim fenolase (pada brokoli dan selada akan nampak pucat),

hilanganya kloropil pada sayuran daun, melunaknya buah akibat pemasakan dan

sebagainya. Gas etilen akan terbentuk pada buah maupun sayuran yang sedang

mengalami proses pemasakan dan senesen. Jumlah etilen yang dihasilkan berhubungan

langsung dengan suhu lingkungan simpan. Selain suhu, etilen yang dihasilkan juga

dipengaruhi oleh oksigen dan etilen yang telah ada dalam udara.

Gas yang tergolong Ester Aromatis, dihasilkan oleh jaringan komoditi panenan.

Gas ini dalam jumlah yang tinggi akan bersifat meracun. Buah apel merupakan contoh

umum yang mengalami kerusakan akibat gas ini. Penyakitnya dikenal sebagai Scald,

dengan gejala diawali perubahan warna pada permukaan kulit yang dapat meluas ke

seluruh permukaan dan diikuti rusaknya jaringan di bagian dalamnya.

d. Pengaruh Bahan Kimia

Kerusakan ini umumnya disebabkan karena adanya residu dari bahan kimia yang

digunakan (pengendalian hama-penyakit, bahan kimia perlakuan pemasakan ataupun

bahan kimia polutan udara). Gas-gas tersebut meliputi gas Amoniak, gas dari bahan

fumugasi, SO2, NCL3 dan Ozon (O3). Gas Amoniak berpengaruh negastif pada bawang.

Bawang merah akan menjadi hitam kehijauan dan bawang putih menjadi hijau

kekuningan. Hal ini disebabkan karena gas Amoniak berpengaruh terhadap perubahan zat

warna, terutama anthosianin. Perubahan ini juga terjadi pada apel, pear dan pisang;

bahkan dapat menyebabkan kerusakan jaringan di bawah kulit. Ozon merupakan gas lain

yang berpengaruh terhadap kualitas warna komoditi panenan. Akibat lebih jauh dari gas

ozon ini adalah perusakan permeabilitas membran sel dan perangsangan pembentukan

auksin.

3.2 Penanganan Penyakit Non-Parasiter

Pengendalian penyakit pasca panen sangat tergantung pada keadaan awal komoditi

bersangkutan, artinya bahwa kesehatan tanaman, kebersihan areal pertanaman dan beberapa

perlakuan lainnya selama di lapang atau pertanaman sangat menentukan penyakit pasca

Page 11: PENYAKIT NON PARASITER.doc

panen. Selain daripada itu, setelah memasuki periode pasca penen, perkembangan penyakit

pun sangat tergantung pada jenis-jenis teknik pengelolaan atau pelaksanaan selama sejak

panen hingga pengangkutan ataupun penyimpanan pada tingkat konsumsi. Atas dasar tahapan

perkembangan penanganan, maka pengendalian penyakit pasca panen juga mengikuti

pertimbangan-pertimbangan tersebut.

Adapun pengendalian penyakit pasca panen adalah dengan pengendalian secara fisik.

Kerusakan komoditi panenan baik kerusakan fisik ataupun fisiologis dapat melalui

pengaturan ruang simpan ataupun menyediaan jaminan kebersihan lingkungan kerja dan

lingkungan simpanan. Beberapa aspek yang dapat merupakan pengendalian fisik penyakit

pasca panen antara lain:

a. Pengaturan suhu rendah

b. Pengaturan kelembaban relatif yang cocok baik masing-masing komoditi

c. Modifikasi atmosfir ruang simpan

d. Perlakuan panas (udara panas ataupun pencelupan)

e. Radiasi

Page 12: PENYAKIT NON PARASITER.doc

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan:

1. Ada beberapa faktor penyebab penyakit yang termasuk dalam penyakit non-parasiter,

diantaranya: kerusakan mekanis, kerusakan fisiologis, dan kerusakan fisik.

2. Beberapa aspek yang dapat merupakan pengendalian fisik penyakit pasca panen non-

parasiter antara lain: pengaturan suhu rendah, pengaturan kelembaban relatif yang

cocok baik masing-masing komoditi, modifikasi atmosfir ruang simpan, perlakuan

panas (udara panas ataupun pencelupan), serta radiasi.

4.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan paper ini adalah

diperlukan pengetahuan secara teknis. Maksudnya, selain materi yang diberikan dan

penugasan paper, diharapkan juga agar praktek di lapangan dapat berjalan. Sehingga, dapat

diketahui bagaimana yang terjadi di lapangan dan dapat mengaplikasikannya.

Page 13: PENYAKIT NON PARASITER.doc

Daftar Pustaka

Anonim. 2012. Penyakit Pasca Panen dan Akibatnya. http://indobeta.com/penyakit-

pascapanen-dan-akibatnya/12402/ (diakses tanggal: 13 Mei 2013).

Rananda, Yoga., dkk. 2012. Penyakit Pasca Panen Tanaman Pangan.

http://yogarananda.wordpress.com/2012/11/23/penyakit-penyakit-pasca-panen-

tanaman-pangan/ (diakses tanggal: 13 Mei 2013).

Soesanto, Loekas. 2006. Penyakit Pasca Panen: Sebuah Pengantar. Penerbit: Kanisius.

Sunarharum, WB. 2010. Keruskan Pasca Panen.

http://ftpitp09.blogdetik.com/files/2010/06/9-kerusakan-pasca-panen.pdf (diakses

tanggal: 13 Mei 2013).