penyakit apendisitis akut

12
Penyakit Apendisitis Akut, Definisi, Insiden, Patogenesis, Diagnosis, Penatalaksanaan, Posted on 2 February 2011 by ArtikelBedah Definisi Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks yang diawali oleh proses obstruksi penyumbatan lumen apendiks oleh mucus, fekalit, atau benda asing yang diikuti oleh proses inflamasi dan infeksi bakteri. 1,2,11 Insidens Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan dari seluruh kasus abdomen akut. Dapat terjadi pada semua tingkat usia dan paling sering menyerang pada usia dekade kedua dan ketiga. Jarang dijumpai pada bayi, mungkin disebabkan oleh kemungkinan konfigurasi dari organ itu sendiri yang tidak memungkinkan untuk terjadinya obstruksi lumen.).15,16,17 Terdapat hubungan antara banyaknya jaringan limfoid pada apendiks dengan kejadian kasus apendisitis akut, selain itu Faktor diet dan genetik juga memegang peranan 1,2,4 Di Amerika sekitar 7% penduduk menjalani apendektomi dengan insidens 1,1/ 1000 penduduk pertahun,sedang di Negara – Negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat.18,19,20 Komplikasi peritonitis dari apenditis akut tertinggi pada anak dan orang tua. Pada umumnya insidens pada laki – laki sedikit lebih tinggi dibanding wanita. Di Indonesia insidens apendisitis akut jarang dilaporkan Ruchiyat dkk. (1983) mendapatkan insidens apendisitis akut pada pria 242 sedang pada wanita 218 dari keseluruhan 460 kasus. Di Swedia Anderson dkk. (1994) menemukan jumlah kasus pada laki- laki lebih rendah sedangkan John dkk (1993) melaporkan 64 wanita dan 47 wanita denga umur rata – rata 28 tahun

Upload: friskadoreendaputri

Post on 21-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Apendisitis Akut

Penyakit Apendisitis Akut, Definisi, Insiden, Patogenesis, Diagnosis, Penatalaksanaan,

Posted on 2 February 2011 by ArtikelBedah

Definisi

Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks yang diawali oleh proses obstruksi penyumbatan lumen apendiks oleh mucus, fekalit, atau benda asing yang diikuti oleh proses inflamasi dan infeksi bakteri. 1,2,11

Insidens

Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan dari seluruh kasus abdomen akut. Dapat terjadi pada semua tingkat usia dan paling sering menyerang pada usia dekade kedua dan ketiga. Jarang dijumpai pada bayi, mungkin disebabkan oleh kemungkinan konfigurasi dari organ itu sendiri yang tidak memungkinkan untuk terjadinya obstruksi lumen.).15,16,17

Terdapat hubungan antara banyaknya jaringan limfoid pada apendiks dengan kejadian kasus apendisitis akut, selain itu Faktor diet dan genetik juga memegang peranan 1,2,4

Di Amerika sekitar 7% penduduk menjalani apendektomi dengan insidens 1,1/ 1000 penduduk pertahun,sedang di Negara – Negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat.18,19,20

Komplikasi peritonitis dari apenditis akut tertinggi pada anak dan orang tua. Pada umumnya insidens pada laki – laki sedikit lebih tinggi dibanding wanita. Di Indonesia insidens apendisitis akut jarang dilaporkan Ruchiyat dkk. (1983) mendapatkan insidens apendisitis akut pada pria 242 sedang pada wanita 218 dari keseluruhan 460 kasus. Di Swedia Anderson dkk. (1994) menemukan jumlah kasus pada laki- laki lebih rendah sedangkan John dkk (1993) melaporkan 64 wanita dan 47 wanita denga umur rata – rata 28 tahun menderita apenditis akut dengan menggunakan USG sebagai alat diagnostik.2,3,15,16,21

Etiopatogenesis

Apendisitis disebabkan oleh obstruksi pada luman apendiks oleh hyperplasia limfoid, infeksi, stasis feses (fekalith), parasit ataupun kadang oleh neoplasma ataupun benda asing. Hiperplasia limfoid berhubungan dengan penyakit crohn, mononukleosis infeksiosa, measless, dan infeksi pada traktus digestivus dan respiratorius. Adanya obstruksi ini akan meningkatkan tekanan dalam lumen dan terus meningkat karena adanya produksi mukus mukosa. kemudian akan terjadi multiplikasi bakteri yang akan menyebabkanterjadinya lekositosis dan pembentukan pus.22,23

Proses obstruksi ini akan mengikuti “ closed loop obstruction” yang menimbulkan sumbatan di bagian proksimal. Sekresi 0,5 ml mucus akan menyebabkan kenaikan intra lumen hingga 60 cm H2O.1,12,15

Page 2: Penyakit Apendisitis Akut

Peninggian tekanan akan menyebabkan hambatan aliran limfe yang menyebabkan timbulnya edema, yang disertai dengan hambatan aliran vena dan arteri keadaan ini menyebabkan timbulnya iskemia dan nekrose hingga kemungkinan terjadinya perforasi jika proses terus berlanjut. Perforasi terjadi pada daerah yang gangrene sehingga pus dan produksi infeksi akan mengalir ke rongga abdomen dan menimbulkan peritonitis menyeluruh dan bahkan abses sekunder. Perforasi dapat terjadi dalam 6 jam sejak mulai timbulnya gejala tetapi biasanya jarang terjadi sebelum 24 jam. 24,25,25

Mekanisme pertahanan tubuh akan berusaha melokalisir tempat infeksi dan omentum akan membungkus daerah tersebut (walling off) . Pembungkusan ini tidak jarang melibatkan lengkung – lengkung usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga terjadi suatu gumpalan massa phlegmon yang melekat erat dan sukar dipisahkan dan dibedakan dari struktur asalnya. Keadaan ini akan menyebabkan keadaan yang disebut sebagai periapendikuler infiltrat dimana mekanisme pertahanan tubuh dianggap berhasil melokalisir daerah infeksi. 2,27

Periapendikuler infiltrate berupa massa phlegmon yang terdiri dari apendiks, usus, omentum, dan peritoneum dengan sedikit atau tanpa penggumpalan nanah. Apabila usaha tubuh untuk melokalisir infeksi dengan walling off belum sempurna oleh karena infeksi yang berjalan terlalu cepat atau kondisi penderita yang kurang baik misal pada anak,orang tua, ataupun wanita hamil maka terbentuklah apendikuler yang masih bebas. Pada saat ini perlekatan yang terjadi belum erat dan masih dapat dibebaskan secara tumpul. Perforasi merupakan stadium terminal apendisitis yang masih mungkin terjadi walling off. Pada walling off sempurna akan terbentuk abses primer sedang yang tidak sempurna akan terjadi abses sekunder yaitu abses yang terbentuk tidak pada tempat peradangan tersebut. Sesungguhnya sukar untuk membedakan secara klinis apakah massa yang teraba terfikser merupakan suatu periapendikuler infiltrat atau abses primer apendiks.15,29,30

Kriteria Patologi

Pada permulaan apendisitis, infeksi hanya terbatas pada mukosa dan disebut sebagai apendisitis inkomplit atau apendisitis mukosa. Apabila infeksi meluas lebih dalam hingga ke lapisan otot dan serosa disebut apenditis komplit yang meliputi apendisitis phlegmonosa, apendisitis supuratif, dan apendisitis gangrenosa 15,18

Apendisitis mukosa merupakan peradangan atau ulserasi yang terbatas pada mukosa. Secara mikroskopis tampak sebukan lekosit polimorfonuklear pada lapisan stroma. Apendisitis phlegmonosa tampak apendiks membengkak, kongestif dan sedikit fibrin pada permukaanya bila apendiks dipotong cairan purulen akan keluar dari lumen apendiks.17,19,22,26

Apendisitis supuratif berdasarkan gambaran makroskopis tampak udem, hiperemis, terdapat pus pada lumen dan dinding apendiks. Mikroskopis terdapat ulserasi pada mukosa, sub mukosa dan muskularis ditemukan lekosit polimorfonuklear dan tidak ada folikel limfoid. Lapisan serosa tampak sembab pembuluh darah melebar dan ditemukan adanya thrombosis. Apendisitis gangrenosa ,gambaran makroskopisnya berupa jaringan gangrene berwarna kehitaman dan sembab pada bagian tertentu. Mikroskopis terdapat ulserasi luas pada mukosa, sebukan lekosit polimorfonuklear yang masif pada sub mukosa, tidak ada folikel limfoid dan pada serosa dan

Page 3: Penyakit Apendisitis Akut

muskularis di daerah yang gangrene ditemukan ulserasi, pembuluh darah nekrotik dan berisi thrombus. 30,32

Diagnosis

Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan gejala – gejala klinis dan pemerksaan fisis saja. Sedangkan pemeriksaan laboratorium dan radiologi berperan sebagai penunjang.1,2,15,16,22,23,27

Gejala Klinis

Kebanyakan gejala- gejala apendisitis akut berupa nyeri abdomen terutama pada epigastrium atau sekitar umbilikus setelah periode 2-12 jam biasanya antara 4-6 jam nyeri berpindah ke posisi kanan dan akhirnya menetap di kuadran kanan bawah. Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis meskipun jarang dikeluhkan oleh anak – anak. Kebanyakan penderita mengeluh adanya riwayat obstipasi sebelum timbulnya nyeri dan defekasi dapat mengurangi rasa nyeri abdomen. Kadang – kadang dapat terjadi diare pada anak-anak. 1,15,23

Lokalisasi rasa sakit tergantung pada posisi apendiks, hilangnya nafsu makan dan muntah – muntah adalah ciri khas. Secara tipikal dimulai dalam waktu singkat segera setelah timbul rasa sakit. Jika penderita mengeluh riwayat muntah sebelum adanya rasa sakit maka keadaan itu bukan apendisitis.

Pemeriksaan fisis

Temperatur tubuh dan denyut nadi akan membuktikan adanya demam dan takikardi. Selain itu kadang didapatkan gejala foetor oris, lidah berselaput kotor dan penderita berkeringat. Sikap dan posisi penderita sudah menunjukkan kecurigaan, kalau disuruh bergerak penderita akan melakukannya dengan sangat hati – hati karena sakit. Penderita umumnya akan memfleksikan pangkal pahanya, karena otot – otot dinding perut akan melemas sehingga rasa sakit akan berkurang.

Dengan palpasi akan ditemukan tanda nyeri tekan, nyeri lepas, nyeri ketok dan tanda defans lokal. untuk apendiks yang letaknya retrosekal dengan ujung dekat otot psoas maka dengan hiperfleksi pangkal paha akan menyebabkan rasa sakit bertambah akibat ketegangan otot tersebut (psoas sign).

Apendiks letak pelvinal tegantung lokasinya dengan otot obturator internus, rasa sakit akan bertambah dengan rotasi sendi panggul yang dikenal sebagai “obturator sign”. pemeriksaan colok dubur untuk mengetahui situasi rongga pelvis penting dalam membuat diagnosis apendisitis akut terutama untuk menyingkirkan kelainan lain dalam rongga panggul.

Pemeriksaan Laboratorium

Page 4: Penyakit Apendisitis Akut

Pemeriksaan lekosit dan netrofil merupakan pemeriksaan rutin untuk apendisitis akut karena mudah dilakukan, harga murah, dalam waktu singkat dapat diperoleh hasilnya dan sebagai petanda sensitif proses inflamasi akut. Hardison (dalam Law WY) menyatakan bahwa 95% populasi normal dengan usia di atas 15 tahun jumlah lekosit total 5000 – 10000/mm3, sedangkan nilai hitung jenis netrofil < 75%.(6,7) Apabila telah ditegakkan diagnosis apendisitis akut, menurut hasil penelitian Kim-Choy (2002) di Taiwan sebaiknya dilakukan pemeriksaan netrofil. Jika ada peningkatan jumlah netrofil, kemungkinan apendisitis akut meningkat secara signifikan. Pemeriksaan netrofil merupakan parameter diagnosis apendisitis yang baik. (6) Pada prakteknya lekositosis berarti meningkatnya jumlah lekosit netrofil sehingga melebihi 60% jumlah seluruh lekosit. Jumlahnya bisa sampai 80% dari seluruh lekosit. Lekositosis terjadi bila ada jaringan cedera atau infeksi, sehingga pada tempat cedera atau radang tersebut dapat terkumpul banyak lekosit untuk turut membendung infeksi. Sel-sel netrofil terutama aktif pada radang mendadak. Fungsi utamanya adalah sebagai fagositosis. (17) Jumlah netrofil lebih dari 75 % umumnya digunakan untuk memastikan diagnosis.(18,19,20) Peningkatan jumlah lekosit yang fisiologis terjadi selama dan segera setelah latihan otot yang berat, stress emosional dan kecemasan. Peningkatan jumlah lekosit juga ditemukan pada keadaan dehidrasi, perubahan suhu tubuh yang mendadak dan pada saat menstruasi, kehamilan bulan terakhir serta setelah melahirkan.19 Komposisi Leukosit Dalam Darah Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peran utama leukosit. Batas normal jumlah leukosit berkisar 4000 hingga 10.000/mm3. Lima jenis leukosit yang telah di identifikasi dalam darah perifer adalah : neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limposit. 7,12 Neutrofil, eosinofil, dan basofil disebut juga granulosit artinya sel dengan granula dalam sitoplasmanya diameter granulosit berkisar 10-14 um identifikasi tergantung pada afinitas zat tersebut terhadap zat warna tertentu. Sel yang granulanya memiliki afinitas eosin berwarna merah hingga merah jingga, disebut eosinofil. Sedangkan sel yang memiliki zat warna biru atau basa disebut basofil. Granula neutrofil yang juga disebut neutrofil segmen atau leukosit PMN mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa atau eosin dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna merah muda. Ketiga jenis granulosit berasal dari sel induk pluripotensial dalam sumsum tulang. 7,12 Walaupun semua mekanisme regulator untuk diferensiasi dan pematangan leukosit serta sel turunannya belum sepenuhnya dimengerti tetapi identifikasi beberapa faktor perangsang koloni (CSF) atau faktor pertumbuhan hemapoetik telah menjelaskan faktor tersebut. CSF adalah glikoprotein yang berasal dari sel yang tergolong dalam kelompok regulator leukosit yang lebih besar yang dinamakan sitokin. CSF secara terus menerus disintesis oleh berbagai macam sel yang terpenting adalah sistim limfosit-makrofag, fibroblast, dan sel endotel yang ditemukan dalam sumsum tulang. CSF telah dideteksi (Bondurant,Kourey 1999) dalam berbagai jaringan tubuh serum, dan urine manusia. Kadar CSF yang dapat dideteksi ditemukan dalam serum selama masa peradangan, infeksi virus, dan stress. Tampaknya terus ada peningkatan produksi setelah stimulasi oleh berbagai antigen dan mikroorganisme serta produk – produknya seperti endotoksin (Bondurant,Kourey 1999) .7,21 CSF dipercaya bekerja ditempatnya dihasilkan atau bersirkulasi dan melekatkan diri pada reseptor tertentu di permukaan sel dari prekursor hematopoetik , bekerja untuk diferensiasi (pada leukosit) yaitu granulosit, monosit, dan garis sel limfatik. 12 Sel – sel mengalami suatu fase proliferasi (pembelahan ) mitotik, diikuti oleh fase pematangan. Waktu yang diperlukan bervariasi untuk leukosit yang berbeda dan bervariasi dari 9 hari untuk eosinofil sampai 12 hari untuk neutrofil. Semua fase ini akan mengalami pertambahan kecepatan selama terjadi infeksi. Di dalam sumsum tulang, setelah sel menjadi berbentuk bulat atau oval dan memiliki dua sampai lima lobus, dikelilingi oleh sitoplasma yang mengandung granula halus yang tersebar merata. Granula ini mengandung

Page 5: Penyakit Apendisitis Akut

enzim-enzim (seperti mieloperoksidase, muramidase, dan kation protein anti bakteri) yang pada degranulasi sel-sel darah putih, membunuh dan mencernakan bakteri. 21 Sumsum tulang memiliki tempat penyimpanan cadangan yang tetap, kapasitasnya sekitar sepuluh kali jumlah neutrofil yang dihasilkan setiap hari. Bila timbul infeksi, neutrofil cadangan ini dimobilisasi dan dilepaskan ke dalam sirkulasi, di sana sel-sel tersebut tersimpan selama 6 sampai 8 jam kemudian ke jaringan. Neutrofil dalam sirkulasi dibagi antara kelompok sirkulasi dan kelompok marginal (sel-sel darah putih yag terletak sepanjang dinding kapiler). Dengan gerakan seperti amuba, neutrofil bergerak dengan cara diapedesis dari kelompok marginal masuk ke dalam jaringan dan membran mukosa. Neutrofil merupakan sistem pertahanan tubuh pimer melawan infeksi bakteri; metode pertahanannya adalah proses fagositosis. Kelompok granulosit konstan dipertahankan, dipengaruhi oleh interaksi sel ke sel, dan hormon pertumbuhan serta sitokin yang dilepaskan dari sel inflamasi. 7 Limfosit adalah leukosit mononuklear lain (monomorfonuklear) dalam darah, yang memiliki inti bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma sempit bewarna biru yang mengandung sedikit granula. Bentik kromatin inti sarat dengan jala-jala yang berhubungan di dalam. Limfosit bervariasi dalam ukuran dari kecil (7 sampai 10 µm) sampai besar, seukuran granulosit dan tampaknya berasal dari sel induk pluripotensial di dalam sumsum tulang dan bermigrasi ke jaringan limfoid lain termasuk kelenjar getah bening, lien, timus, dan permukaan mukosa traktus gastrointestinal dan traktus respiratorius. 7 Terdapat dua jenis limfosit mencakup limfosit T- bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus, dan limfosit B- tidak bergantung timus. Limfosit T bermigrasi dari kelenjar timus ke jaringan limfoid lain. Sel-sel ini secara khas ditemukan pada parakorteks kelenjar getah bening dan lembaran limfoid periarteriola dari pulpa putih lien. Limfosit B tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening, lien dan pita-pita medula kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respon kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen, sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respon kekebalan humoral. 12 Limfosit memiliki banyak reseptor pada membran sel, reseptor alfa dan beta adrenoreseptor, dopamin,histamin, reseptor kolinergik, dan reseptor kinin. Regulasi respon inflamasi diatur oleh sitokin dan kemokin reseptor. 21 Limfosit terus menerus memasuki sistim sirkulasi bersama dengan pengaliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfoid lain. Setelah beberapa jam limfosit berjalan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis dan selanjutnya kembali memasuki limfe dan kembali ke jaringan limfoid atau ke sirkulasi darah kembali, demikian seterusnya sehingga terjadi sirkulasi limfoid yang terus menerus diseluruh tubuh. Limfosit memiliki masa hidup berminggu – minggu, bulan, bahkan tahun tetapi hal ini tergantung kebutuhan tubuh akan sel tersebut.12,21 Lekosit di dalam darah perifer dewasa normal terdiri dari beberapa jenis dengan persentase seperti tampak pada tabel berikut ini. 21

Nilai Lekosit Normal Orang Dewasa ______________________________________________________________ Jenis Sel Persentase Relatif Jumlah Absolut Range Rata-rata Range Rata-rata Netrofil batang 0 – 5 3 0 – 500 250 Netrofilsegmen 50 – 70 60 2500 -7000 4500 Eosinofil 1 – 5 3 50 – 500 200 Basofil 0 – 1 0.5 0 – 100 40 Lymfosit 20 – 40 30 1000 – 4000 3000 Monosit 1 – 6 4 50 – 600 300

Page 6: Penyakit Apendisitis Akut

Netrofil bentuk batang umumnya kurang dari 5 % dari jumlah lekosit. Sekitar 60 % darah perifer mengandung netrofil bentuk segmen. 21 Distribusi rata-rata netrofil pada pemeriksaan darah tepi sesuai dengan jumlah lobus nucleus yang mengikuti pola sebagai berikut : satu lobus, 5 %; 2 lobus 30 %; 3 lobus 45 %; dan 4 lobus 18 %; 5 lobus 2 %. Netrofil dengan 6 lobus atau lebih jarang ditemukan. 12,21 Jumlah sel leukosit dan persentase yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan pertahanan tubuh yang selalu berubah – ubah dimana zat – zat perantara kimiawi yang berasal dari jaringan yang terinvasi atau rusak atau dari leukosit aktif itu sendiri yang akan menentukan kecepatan produksi berbagai jenis leukosit. 12,21 Pada penyakit yang ditandai dengan peningkatan lekosit netrofil, tampak peningkatan sel-sel imatur (promielosit) dan berkurangnya jumlah netrofil bentuk segmen. Keadaan ini disebut dengan “Shift to the Left”. 21 Penyebab terbanyak netrofilia lekositosis adalah infeksi oleh bakteri piogenik, yaitu basil staphylokokus, streptokokus, gonokokus dan beberapa jenis basil kolon. Bakteri lain yang sering ditemukan yang meningkatkan respon netrofilia termasuk Proteus vulgaris, Aerobacter aerogenes, Shigella dysenteriae dan Corynebacterium diphteriae. 12 Reaksi netrofilia terjadi segera setelah bakteri pathogen masuk ke dalam tubuh.Pada saat penderita mulai memiliki gejala dan tanda infeksi bakteri seperti demam dan nyeri, terjadi peningkatan jumlah lekosit total dengan peningkatan jumlah absolute dan relative netrofil. 12 Semua jenis lekosit keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah inflamasi. Jumlah total lekosit dalam darah tidak berkurang setelah masuk ke jaringan, oleh karena ada substansi yang mengalirkan lekosit dari area inflamasi kembali ke sirkulasi. Substansi tersebut yakni leukotoksin memiliki efek kemotaksis menarik lekosit dari jaringan ke dalam sirkulasi. 21 Jumlah lekosit yang kembali ke sirkulasi lebih besar dari jumlah yang hilang di daerah inflamasi, sehingga jumlahnya di dalam darah meningkat. Peningkatan jumlah lekosit biasanya berkisar 10000 – 15000 dan persentase netrofil berkisar 70 % – 85 % dalam beberapa jam.6,7,21 Pertumbuhan kuman dan substansi eksudat jaringan nekrotik menstimulasi secara selektif proliferasi sel-sel netrofil baru dalam jumlah besar di sumsum tulang. Pada infeksi yang lebih hebat, peningkatan jumlah netrofil lebih cepat daripada peningkatan jumlah lekosit. Pada pasien dengan apendisitis gangrenosa dan peritonitis lokal, jumlah lekosit dapat mencapai 15000 – 20000 per mm3 dengan jumlah persentase netrofil 90 % – 95 %. 6,21 Mikroba lain yang dapat menyebabkan netrofil lekositosis termasuk spirochaeta dan jamur. Tuberkulosis dalam berbagai bentuk terbukti menyebabkan leukopeni dan neutropeni, namun pada keadaan aktif dan progresif dimana terdapat nekrosis jaringan dapat meningkatkan jumlah netrofil. 7 Lesi lain yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis dapat menimbulkan netrofil lekositosis. Respon netrofilik terjadi setelah adanya luka bakar, crush injuries, operasi, gangren, hernia strangulate atau torsio viscera.Trombosis dengan pembentukan infark juga menyebabkan peningkatan jumlah lekosit dan netrofil. 6,7 2.5.3. Pemeriksaan Histopatologi Sejak saat dilakukan tindakan pembedahan apendektomi, maka secara makroskopis sudah dapat ditentukan ada tidaknya kelainan organ apendiks seperti : 1. Apendiks normal tanpa ada kelainan organ lain dalam rongga abdomen. 2. Apendiks kronis tanpa ada tanda-tanda peradangan akut 3. Apendiks normal tapi ditemukan kelainan organ lainnya dalam rongga abomen yang bisa merupakan kasus bedah atau non bedah. 20,26 Secara makroskopis pada radang apendisitis akut akan terlihat adanya fibrin atau pus yang menutupi permukaan serosa disertai dengan adanya kerusakan pembuluh darah. Ulserasi permukaan mukosa dengan latar belakang yang hiperemis.(22) Obstruksi lumen oleh karena fekalit ataupun benda asing lainnya dijumpai pada seperempat sampai sepertiga kasus.(23) Secara mikroskopis perubahan-perubahan kelainannya bergantung pada interval waktu timbulnya gejala dengan saat tindakan operasi dilakukan. Pada stadium awal, netrofil didapatkan di dasar epitelium. Setelah proses peradangan mencapai submukosa, terjadi penyebaran yang cepat di seluruh lapisan

Page 7: Penyakit Apendisitis Akut

apendiks.Pada stadium lanjut dijumpai dinding yang nekrotik. Trombosis pembuluh darah didapat pada seperempat kasus.Pembuktian kelainan apendiks dilakukan dengan pemeriksaan histopatologi dari puntung apendiks. (15,23) Nowie seorang ahli patologi dari Glasgow menentukan kriteria apendisitis akut sebagai berikut : (22) 1. Adanya lekosit polimorfonuklear di dalam lumen apendiks 2. Adanya fokus peradangan bagaimanapun kecilnya di dalam mukosa apendiks 3. Adanya ulserasi mukosa di atas fokus peradangan tersebut atau adanya kelompok sel-sel radang polimofonuklear yang menembus permukaan mukosa. 2.6. Diagnosis Banding Diagnosis banding apendisitis akut tergantung pada 3 faktor utama, yaitu : lokasi anatomi organ yang meradang, stadium proses peradangannya serta umur dan jenis kelamin penderita. (1) Pada anak-anak apendisitis akut paling sering dibedakan dari gastroenteritis akut,mesenterik limfadenitis, pielitis, Mekel’s diverkulitis, intussusseption, Enteric Duplication, Henoch Scholein purpura dan peritonitis primer.(11) Apendisitis jarang dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun. Pada Intussusseption dapat teraba massa seperti sosis, tidak ada demam dan biasanya dijumpai darah dan lendir pada pemeriksaan colok dubur. Pada penderita laki-laki dewasa apendisitis akut perlu dibedakan dengan enteritis regional akut, Batu ginjal dan ureter kanan, torsio testis dan epididimitis akut.(11) Pada penderita perempuan perlu dipikirkan kemungkinan menderita kelainan-kelainan pada ovarium dan tuba, kelainan ektopik terganggu, “Mittleschmerz “, endometriosis dan salpingitis. Mittleschmerz dikarakteristikkan dengan adanya nyeri dipertengahan siklus menstruasi dan berkurang setelah beberapa jam.(11,14,25) Pada orang tua harus dipikirkan kemungkinan terjadinya divertikulitis, duodenum perforasi, ulkus gaster, kolesistitis akut dan karsinoma sekum.(26) 2.7. Sistem Skor Apendisitis Akut 18,20 Kalesaran,dkk (1995), telah menemukan 7 item ( mual, muntah, demam, nyeri batuk, nyeri ketok, defans lokal, dan jumlah lekosit ) yang merupakan variabel yang bermakna untuk menentukan diagnosis apendisitis akut. 18

Sistem skor Kalesaran

Mual ya = 7 tidak = -10

Muntah ya =11 tidak = -5

Demam ya = 7 tidak = -27

Nyeri Batuk ya = 15 tidak = -20

Nyeri Ketok ya = 5 tidak = -23

Defans Lokal ya = 10 tidak = -13

Lekosit >10.000= 15 <10.000 = -11

Berdasarkan ke 7 item tersebut, Kalesaran membuat sistem skor apendisitis akut dan menentukan titik batas ( “cut of point” ). Jika nilainya di atas +20 harus segera di operasi karena titik batas tersebut mempunyai sensifitas dan spesifitas yang tinggi. Kalesaran,dkk menganjurkan kasus dengan skor di bawah nilai -49 tidak operasi, sedangkan kasus yang mempunyai skor -49 sampai +20 tidak perlu segera di operasi, hendaknya diobservasi saja untuk melihat perkembangan selanjutnya. 18

Page 8: Penyakit Apendisitis Akut

Penatalaksanaan

Tidak ada cara yang dapat mencegah perkembangan lanjut terjadinya apendisitis akut.

Operasi apendektomi emergensi merupakan satu-satunya tindakan yang harus dilakukan untuk dapat mengurangi morbiditas dan mencegah mortalitas penderita. Dalam 24 jam pertama timbulnya gejala, dapat terjadi perforasi sebanyak kurang dari 20%, tapi meningkat cepat menjadi lebih 70% setelah 48 jam .(26)

Pada penderita yang tidak dapat segera dilakukan tindakan operasi, penanganannya dilakukan dengan perawatan konservatif, penderita diobservasi ketat, istirahat total di tempat tidur, diet makanan yang tidak merangsang peristaltik dan pemberian antibiotik broad spektrum. Pasang drain bila terjadi abses. (27,28)

Ada 3 prinsip utama pola pemberian antibiotik pada penderita yang di diagnosis dengan apendisitis akut, yaitu : (1)

1. Antibiotik diberikan preoperatif bila diduga telah terjadi perforasi.

2. Antibiotik diberikan preoperatif, dan terus dilanjutkan bila dijumpai apendiks perforasi atau gangren .

3. Antibiotik diberikan preoperatif pada semua penderita dengan ap\endisitis akut dan dilanjutkan hingga 3-5 hari .

Selain tindakan apendektomi yang biasa dilakukan, dapat pula dikerjakan apendektomi laparoskopik. Tindakan ini terutama dilakukan pada penderita dengan riwayat dan pemeriksaan fisik yang tidak jelas serta pada perempuan dengan kemungkinan menderita kelainan ginekologi. (1,13,14,29)