penobatan sang sultan berdentang - ftp.unpad.ac.id · lain tari nuri, tari intan kalanes, barempuk,...

1
9 N USA NTARA SENIN, 11 APRIL 2011 PENOBATAN: Sultan Sumbawa Muhammad Kaharuddin IV (tengah) menjalani upacara penobatan di Masjid Agung Nurul Huda, Kota Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat pada Selasa (5/4). YUSUF RIAMAN P UKUL 08.00 Wita, Se- lasa (5/4), lonceng be- sar dari arah Bale Jam (menara) yang terletak di depan Istana Putih (kawasan Pendepo Bupati Sumbawa) ber- dentang lima kali. Lonceng itu pertanda peno- batan Putra Mahkota Daeng Mohammad Abdurrahman Kaharuddin yang biasa dipang- gil Daeng Ewan menjadi Sultan Muhammad Kaharuddin IV di Masjid Agung Nurul Huda, Kota Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejak Indonesia merdeka, baru kali ini digelar penobatan Sultan Sumbawa. Jadi kali ini ‘lonceng penobatan sultan’ itu berbunyi setelah puluhan ta- hun tak pernah berdentang. “Penobatan ini dilakukan se- orisinal mungkin sebagaimana penobatan sultan pada masa lampau,” kata ketua panitia, Mahmud Abdullah (Sekda Sumbawa), pada acara peno- batan. Kirab Agung dimulai pagi itu. Rombongan sultan yang didampingi permaisuri dan Majelis Adat keluar dari Istana Bala Kuning Jl Dr Wahidin Kota Sumbawa Besar berjalan ke Masjid Agung Nurul Huda. Sejumlah barisan pengawal dengan atribut lengkap berge- rak di depan barisan sultan dan permaisuri yang diusung menggunakan juli (tandu raja dibuat 1932). Mereka bergerak secara per- lahan menelusuri jalan sepan- jang 1 km. Masyarakat Kota Sumbawa Besar memadati jalan raya menyaksikan iring-iringan sultan. Di sejumlah titik, sesekali tandu yang mengangkat sul- tan dan permaisuri senga- ja dihentikan sejenak untuk memberi kesempatan kepada masyarakat menyaksikan per- jalanan menuju penobatan tersebut. Kemudian rombongan Putra Mahkota Daeng Ewan bergerak ke Masjid Agung Nurul Huda. Di masjid itulah sang Putra Mahkota Daeng Ewan dinobat- kan sebagai Sultan Muhammad Kaharuddin IV. Di sinilah acara basumpah (pengucapan sumpah) Daeng Ewan ditakdirkan sebagai sul- tan. Isi sumpah itu, antara lain kalau sultan tidak adil, ia akan dilaknati Alquran 30 jus. Penobatan itu disaksikan sejumlah pejabat dan tokoh masyarakat. Antara lain staf ahli Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Hari Utoro Drajadi, Wakil Ketua DPD RI Kanjeng Ratu (GKR) Hemas yang juga Permaisuri Sultan Hamengku Buwono X, Ketua PP Muhammadiyah Din Syam- suddin, Gubernur NTB KH Muhammad Zainul Majdi, para bupati se-Pulau Sumbawa, dan raja-raja Nusantara, antara lain raja Tidore (Maluku Utara), Ni- ki-Niki (Timor Tengah Selatan), Pemecutan (Badung), Solo, serta sejumlah keluarga Sultan Goa, Sulawesi Selatan. Para hadirin menyaksikan berbagai atribut serta tradisi- tradisi kerajaan, yang selama ini terpendam, mewarnai pro- sesi penobatan. Semenjak kelahir an Putra Mahkota Kerajaan Sumbawa 5 April 1941, yang diberi gelar Mohammad Abdurrahman Daeng Raja Dewa, baru seka- rang ia dinobatkan sebagai Sultan Sumbawa, setelah meng- injak usia 70 tahun. Kesenian rakyat yang ditampilkan, antara lain tari Nuri, tari Intan Kalanes, barempuk, dan Gantao. Penobatan bermula dari gagasan dan Musakara Rea (musyawarah besar) Lembaga Adat Tana Sambawa (LATS) 10 Januari 2011 yang memutuskan pelaksanaan dan hari penobat- an sultan tersebut. Melestarikan adat Sultan dalam sambutannya berharap dapat bekerja sama dengan lembaga adat untuk memajukan dan melestarikan adat istiadat Sumbawa. “Adat barenti ko syara, syara barenti ko kitabullah. Makna- nya, adat istiadat dan budaya Sumbawa senantiasa berpe- doman kepada agama untuk krik selamat tau ke tana Samawa (keselamatan masyarakat dan alam Sumbawa). Itulah yang harus menjadi pegangan kami sebagai orang Sumbawa,” kata Sultan yang memiliki wilayah kekuasaan adat yang meliputi Kabupaten Sumbawa dan Sum- bawa Barat (Kamuter Telu). Daeng Ewan selama ini menggeluti karier di Bank Bumi Daya dengan jabatan terakhir manajer. Kini dia menjabat komisaris di PT Bank NTB. Daeng Ewan adalah putra pasangan Sultan Mauhammad Kaharuddin III (wafat 1975) dan Permaisuri Putri Siti Chadijah Ruma Ante (almarhum). Dia menikahi Andi Tenri Djadjah Burhanuddin dan dikaruniai tiga anak. Bupati Sumbawa H Jamalud- din Malik menilai penobatan sultan itu momentum untuk meraih masa depan Sumbawa yang sejuk dan terarah. Menurut Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi, penobatan itu bukan pengul tusan pribadi sultan, melainkan ikhtiar menuju tau dan tana Samawa yang mo- dern dan demokratis. “Ini juga bukan pengambilalihan tata pemerintahan daerah,” kata dia. (N-4) [email protected] Lonceng Penobatan sang Sultan Berdentang Pengukuhan Sultan Kaharuddin IV ini bukan pengambilalihan kekuasaan, melainkan pelestarian nilai-nilai kearifan lokal Sumbawa. MI/YUSUF RIAMAN

Upload: phamkiet

Post on 24-Aug-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penobatan sang Sultan Berdentang - ftp.unpad.ac.id · lain tari Nuri, tari Intan Kalanes, barempuk, dan Gantao. Penobatan bermula dari gagasan dan Musakara Rea (musyawarah besar)

9NUSANTARASENIN, 11 APRIL 2011

PENOBATAN: Sultan Sumbawa Muhammad Kaharuddin IV (tengah) menjalani upacara penobatan di Masjid Agung Nurul Huda, Kota Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat pada Selasa (5/4).

YUSUF RIAMAN

PUKUL 08.00 Wita, Se-lasa (5/4), lonceng be-sar dari arah Bale Jam (menara) yang terletak

di depan Istana Putih (kawasan Pendepo Bupati Sumbawa) ber-dentang lima kali.

Lonceng itu pertanda peno-batan Putra Mahkota Daeng Mohammad Abdurrahman Kaharuddin yang biasa dipang-gil Daeng Ewan menjadi Sultan Muhammad Kaharuddin IV di Masjid Agung Nurul Huda, Kota Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sejak Indonesia merdeka, baru kali ini digelar penobatan Sultan Sumbawa. Jadi kali ini ‘lonceng penobatan sultan’ itu berbunyi setelah puluhan ta-hun tak pernah berdentang.

“Penobatan ini dilakukan se-o risinal mungkin sebagaimana penobatan sultan pada masa lampau,” kata ketua panitia, Mahmud Abdullah (Sekda Sumbawa), pada acara peno-batan.

Kirab Agung dimulai pagi itu. Rombongan sultan yang didampingi permaisuri dan Majelis Adat keluar dari Istana Bala Kuning Jl Dr Wahidin Kota Sumbawa Besar berjalan ke Masjid Agung Nurul Huda.

Sejumlah barisan pengawal dengan atribut lengkap berge-rak di depan barisan sultan dan permaisuri yang diusung menggunakan juli (tandu raja dibuat 1932).

Mereka berge rak secara per-lahan menelusuri jalan sepan-jang 1 km. Ma syarakat Kota Sumbawa Besar memadati jalan raya menyaksikan iring-iringan sultan.

Di sejumlah titik, sesekali tandu yang mengangkat sul-tan dan permaisuri senga-ja dihentikan sejenak untuk memberi kesempatan kepada masyarakat menyaksikan per-jalanan menuju penobatan tersebut.

Kemudian rombongan Putra Mahkota Daeng Ewan bergerak ke Masjid Agung Nurul Huda. Di masjid itulah sang Putra Mahkota Daeng Ewan dinobat-kan sebagai Sultan Muhammad Kaharuddin IV.

Di sinilah acara basumpah (pengucapan sum pah) Daeng Ewan ditakdirkan sebagai sul-tan. Isi sumpah itu, antara lain kalau sultan tidak adil, ia akan dilaknati Alquran 30 jus.

Penobatan itu disaksikan sejumlah pejabat dan tokoh masyarakat. Antara lain staf ahli Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Hari Utoro Drajadi, Wakil Ketua DPD RI Kanjeng Ratu (GKR) Hemas yang juga Permaisuri Sultan Hamengku Buwono X, Ketua PP Muhammadiyah Din Syam-suddin, Gubernur NTB KH Muhammad Zainul Majdi, para bupati se-Pulau Sumbawa, dan raja-raja Nusantara, antara lain raja Tidore (Maluku Utara), Ni-ki-Niki (Timor Tengah Selatan), Pemecutan (Badung), Solo, serta sejumlah keluarga Sultan Goa, Sulawesi Selatan.

Para hadirin menyaksikan berbagai atribut serta tradisi-tradisi kerajaan, yang selama ini terpendam, mewarnai pro-sesi penobatan.

Semenjak kelahir an Putra Mahkota Kerajaan Sumbawa 5 April 1941, yang diberi gelar Mohammad Abdurrahman Daeng Raja Dewa, baru seka-

rang ia dinobatkan sebagai Sultan Sumbawa, setelah meng-injak usia 70 tahun. Ke senian rakyat yang ditampilkan, antara lain tari Nuri, tari Intan Kalanes, barempuk, dan Gantao.

Penobatan bermula dari gagasan dan Musakara Rea (musyawarah besar) Lembaga Adat Tana Sambawa (LATS) 10 Januari 2011 yang memutuskan pelaksanaan dan hari penobat-an sultan tersebut.

Melestarikan adat Sultan dalam sambutannya

berharap dapat bekerja sama dengan lembaga adat untuk memajukan dan melestarikan adat istiadat Sumbawa.

“Adat barenti ko syara, syara barenti ko kitabullah. Makna-nya, adat istiadat dan budaya Sumbawa senantiasa berpe-doman kepada agama untuk krik selamat tau ke tana Samawa (keselamatan masyarakat dan alam Sumbawa). Itulah yang harus menjadi pegangan kami sebagai orang Sumbawa,” kata Sultan yang memiliki wilayah kekuasaan adat yang meliputi

Kabupaten Sumbawa dan Sum-bawa Barat (Kamuter Telu).

Daeng Ewan selama ini meng geluti karier di Bank Bumi Daya dengan jabatan ter akhir manajer. Kini dia menjabat komisaris di PT Bank NTB.

Daeng Ewan adalah putra pasangan Sultan Mauhammad Kaharuddin III (wafat 1975) dan Permaisuri Putri Siti Chadijah Ruma Ante (almarhum). Dia menikahi Andi Tenri Djadjah Burhanuddin dan dikaruniai tiga anak.

Bupati Sumbawa H Jamalud-din Malik menilai penobatan sultan itu momentum untuk meraih masa depan Sumbawa yang sejuk dan terarah.

Menurut Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi, penobatan itu bukan pengul tusan pribadi sultan, melainkan ikhtiar menuju tau dan tana Samawa yang mo-dern dan demokratis. “Ini juga bukan pengambilalihan tata pemerintahan daerah,” kata dia. (N-4)

[email protected]

Lonceng Penobatan sang Sultan BerdentangPengukuhan Sultan Kaharuddin IV ini bukan pengambilalihan kekuasaan, melainkan pelestarian nilai-nilai kearifan lokal Sumbawa.

MI/YUSUF RIAMAN