penjelasan interprtsi lab

12
http://prodia.meta-technology.net/ populer_detail.php?id=96&pagenum=1&lang=ina HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-CRP) : Risiko Penyakit Jantung Koroner Tidak Hanya Dinilai Dari Konsentrasi Kolesterol - 17/02/2006 Selama ini kita sudah merasa tenang jika hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan konsentrasi kolesterol yang normal. Akan tetapi, saat ini cukup banyak serangan jantung dan stroke terjadi pada individu dengan kadar lemak normal. Mengapa demikian? Penyakit Jantung Koroner (PJK) PJK merupakan suatu kondisi dimana jantung tidak dapat bekerja dengan semestinya karena otot jantung mengalami kerusakan akibat kekurangan oksigen. Penyebab utamanya karena pembuluh darah yang menyempit/mengeras atau yang disebut Aterosklerosis. Proses aterosklerosis ini berlangsung lama dan dapat berjalan tanpa kita rasakan. Banyak faktor yang berperan pada proses ini, namun yang paling sering adalah kenaikan konsentrasi Kolesterol Total, Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein), Trigliserida, dan penurunan Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang disebut Dislipidemia. Akan tetapi saat ini telah terbukti bahwa penyakit jantung dapat dimulai dengan adanya proses peradangan (inflamasi) yang berlangsung lama (kronis), dan proses inflamasi kronis ini dapat dilihat dari konsentrasi CRP (C-Reactive Protein) dalam tubuh. Inflamasi kronis tidak mengakibatkan peningkatan konsentrasi CRP yang sangat tinggi, melainkan berada dalam rentang konsentrasi yang rendah (< 10 mg/L). Konsentrasi CRP dalam rentang 1-10 mg/L ini dapat menunjukkan risiko terjasinya PJK. Apakah CRP dan hsCRP itu ? CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu jenis protein yang dihasilkan oleh hati ketika terjadi cedera akut, peradangan atau infeksi. hsCRP (High Sensitivity C-Reactive Protein) merupakan pemeriksaan untuk mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif. Pemeriksaan CRP yang sangat sensitif ini diperlukan untuk memperkirakan risiko PJK.

Upload: gurlsice

Post on 05-Jul-2015

456 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penjelasan Interprtsi Lab

http://prodia.meta-technology.net/populer_detail.php?id=96&pagenum=1&lang=ina

HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-CRP) : Risiko Penyakit Jantung Koroner Tidak Hanya Dinilai Dari Konsentrasi Kolesterol - 17/02/2006

Selama ini kita sudah merasa tenang jika hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan konsentrasi kolesterol yang normal. Akan tetapi, saat ini cukup banyak serangan jantung dan stroke terjadi pada individu dengan kadar lemak normal. Mengapa demikian?

Penyakit Jantung Koroner (PJK)

PJK merupakan suatu kondisi dimana jantung tidak dapat bekerja dengan semestinya karena otot jantung mengalami kerusakan akibat kekurangan oksigen. Penyebab utamanya karena pembuluh darah yang menyempit/mengeras atau yang disebut Aterosklerosis.

Proses aterosklerosis ini berlangsung lama dan dapat berjalan tanpa kita rasakan. Banyak faktor yang berperan pada proses ini, namun yang paling sering adalah kenaikan konsentrasi Kolesterol Total, Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein), Trigliserida, dan penurunan Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang disebut Dislipidemia.

Akan tetapi saat ini telah terbukti bahwa penyakit jantung dapat dimulai dengan adanya proses peradangan (inflamasi) yang berlangsung lama (kronis), dan proses inflamasi kronis ini dapat dilihat dari konsentrasi CRP (C-Reactive Protein) dalam tubuh. Inflamasi kronis tidak mengakibatkan peningkatan konsentrasi CRP yang sangat tinggi, melainkan berada dalam rentang konsentrasi yang rendah (< 10 mg/L). Konsentrasi CRP dalam rentang 1-10 mg/L ini dapat menunjukkan risiko terjasinya PJK.

Apakah CRP dan hsCRP itu ?

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu jenis protein yang dihasilkan oleh hati ketika terjadi cedera akut, peradangan atau infeksi. hsCRP (High Sensitivity C-Reactive Protein) merupakan pemeriksaan untuk mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif. Pemeriksaan CRP yang sangat sensitif ini diperlukan untuk memperkirakan risiko PJK.

Pemeriksaan hsCRP dapat dilakukan di seluruh cabang Laboratorium Klinik Prodia dengan menggunakan sampel darah. Nilai rujukan hsCRP untuk menilai risiko terjadinya PJK adalah < 10 mg/L. Apabila nilai hsCRP > 10 mg/L maka nilai tersebut lebih menunjukkan terjadinya peradangan yang bersifat akut dan tidak menggambarkan risiko terjadinya PJK.

Berikut ini nilai rujukan hsCRP yaitu :- Jika konsentrasi hsCRP < 1,0 mg/L, maka risiko terkena PJK rendah- Jika konsentrasi hsCRP 1,0- 3,0 mg/L, maka risiko terkena PJK rata-rata (moderate)- Jika konsentrasi hsCRP > 3,0 mg/L (tetapi < 10 mg/L), maka risiko terkena PJK tinggi Beberapa kondisi tertentu dapat mengakibatkan peningkatan CRP yang bersifat kronis (berlangsung lama dan perlahan-lahan) sehingga meningkatkan risiko terjadinya PJK tanpa kita sadari. Beberapa kondisi ini antara lain adalah kegemukan (obesitas) dan gangguan pada gula darah.

Page 2: Penjelasan Interprtsi Lab

Obesitas dan Gangguan Gula Darah

Obesitas dapat terjadi karena banyaknya asupan kalori ke dalam tubuh yang tidak disertai olahraga/aktivitas fisik yang cukup, atau karena faktor keturunan. Seseorang yang kegemukan tidak selalu mengalami dislipidemia, namun ia tetap saja berisiko terkena PJK karena sel-sel lemaknya mengeluarkan faktor-faktor yang memicu timbulnya peradangan tingkat rendah sehingga konsentrasi CRP-nya meningkat.

Selain itu, diabetes juga berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi CRP. Hal ini sangat mungkin terjadi karena diabetes juga terbukti meningkatkan risiko terjadinya PJK.

Seseorang yang kegemukan atau mengalami diabetes tetap berisiko terkena PJK, walaupun kadar kolesterolnya normal. Untuk mengetahuinya, perlu dilakukan pemeriksaan hsCRP sebagai tambahan dari pemeriksaan dasar lainnya

Bagaimanakah cara yang tepat untuk mengetahui risiko terkena PJK ?

Pemeriksaan profil lemak (Kolesterol Total, Kolesterol LDL, Trigliserida dan Kolesterol HDL) merupakan prosedur standar untuk memprediksi kejadian PJK. Ternyata PJK dapat juga dimulai dari adanya proses peradangan (inflamasi) yang bersifat kronis. Itulah sebabnya individu dengan profil lemak yang normal dapat tetap berisiko terkena PJK.

Untuk mengetahui adanya peradangan dalam tubuh kita dapat dengan melakukan pemeriksaan hsCRP (high sensitivity C-Reactive Protein).

Apa yang dapat dilakukan ?

Seseorang dengan profil lemak yang normal namun memiliki konsentrasi hsCRP yang tinggi, tetap berisiko untuk mengalami PJK. Untuk menghindari ancaman PJK dapat dilakukan dengan mencari penyebab terjadinya peningkatan konsentrasi CRP, kemudian melakukan treatment terhadap penyebab tersebut. Misalnya dengan melakukan gaya hidup sehat & teratur, diet rendah kolesterol, meningkatkan aktivitas fisik/olahraga, dan melakukan penurunan konsentrasi glukosa darah atau kolesterol yang tinggi.

Tiap menit jantung kita berdetak 60-100 kali untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Bayangkan betapa berat kerjanya! Lakukan pemeriksaan Apo B dan hs-CRP untuk mengetahui kondisi jantung kita, sebagai ungkapan terima kasih atas kerja kerasnya.

Aterosklerosis Penyebab Utama Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Hingga saat ini, Penyakit Jantung Koroner (PJK) masih menjadi penyebab kematian yang tinggi di dunia, termasuk Indonesia. Siapa saja dan kapan saja bisa terserang olehnya. Penyebab utama PJK adalah penyempitan pembuluh darah akibat menumpuknya lemak yang kita sebut sebagai aterosklerosis.

Proses aterosklerosis terjadi dalam waktu lama dan seringkali tanpa disadari. Banyak faktor yang berperan dalam hal ini, antara lain kenaikan

Page 3: Penjelasan Interprtsi Lab

kadar kolesterol total, kolesterol ‘jahat’ LDL, trigliserida, dan penurunan kolesterol ‘baik’ HDL. Kondisi ini dikenal dengan dislipidemia.

Kolesterol Tinggi Bukan Satu-Satunya Penyebab PJK

Pernyataan yang kita sering dengan seputar PJK adalah ‘Kolesterol saya normal, tidak mungkin saya kena penyakit jantung koroner’. Namun, benarkah demikian? LDL kolesterol atau yang sering dikenal dengan kolesterol jahat sudah cukup lama diketahui berperan dalam mengakibatkan PJK. Namun, saat pengobatan telah berhasil menurunkan konsentrasi LDL kolesterol, risiko PJK hanya menurun sekitar 50%.

Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang berperan mengakibatkan PJK selain LDL kolesterol saja. Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa faktor tersebut antara lain Apo B dan hs-CRP.

Apo B Tinggi Memicu Aterosklerosis

Lemak yang berasal dari makanan akan masuk ke dalam pembuluh darah setelah bergabung dengan protein dan membentuk suatu partikel yang dinamakan lipoprotein. Ada beberapa jenis lipoprotein diantaranya VLDL, IDL, LDL, dan HDL. Semua partikel lipoprotein tersebut, kecuali HDL termasuk dalam kategori partikel aterogenik (dapat menyebabkan aterosklerosis).

Komponen protein yang menyusun lipoprotein disebut sebagai Apolipoprotein yang jenisnya juga beragam, salah satunya dikenal sebagai Apolipoprotein B atau Apo B. Apo B merupakan komponen penyusun berbagai partikel aterogenik yang berbahaya bila jumlahnya berlebih. Mengapa? Partikel LDL memiliki sifat mudah menempel di dinding pembuluh darah. Hal ini diperparah oleh adanya komponen Apo B yang membuat partikel LDL tertahan lebih lama di lapisan dalam dinding pembuluh darah yang dikenal dengan lapisan intima.

Semakin banyak partikel yang mengandung Apo B di daerah tersebut, artinya semakin banyak pula penumpukan partikel yang berpotensi mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Akibat penumpukan tersebut, aliran darah menjadi tidak lancar bahkan terhenti. Hal inilah yang banyak terjadi pada kejadian stroke dan serangan jantung.

Karena jumlah Apo B menggambarkan jumlah partikel lipoprotein yang bersifat aterogenik, maka pemeriksaan ini dapat digunakan untuk memprediksi risiko terjadinya PJK.

high-sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) dan Risiko PJK

Selain akibat penumpukan lemak, aterosklerosis dapat dipicu oleh adanya peradangan (inflamasi) dalam dinding pembuluh darah yang berlangsung lama. Peradangan ini ditandai dengan peningkatan C-Reactive

Page 4: Penjelasan Interprtsi Lab

Protein (CRP).

CRP adalah suatu protein yang dikeluarkan oleh hati serta dihasilkan dalam jumlah besar saat terjadi infeksi. Sebaliknya, pada peradangan yang terjadi dalam proses perkembangan aterosklerosis, peningkatan kadar CRP jauh lebih kecil. Meskipun demikian, peningkatannya cukup bermakna bila dibandingkan dengan kondisi normal.

Oleh karena itu diperlukan metode yang lebih sensitif yang dapat mendeteksi CRP dalam jumlah kecil. Metode ini dikenal dengan high-sensitivity C-Reactive Protein.

Untuk dapat memperkirakan risiko terkena PJK yang lebih baik, lakukan pemeriksaan Apo B dan hs-CRP bersamaan dengan pemeriksaan panel lemak.

Siapa saja yang dianjurkan melakukan pemeriksaan Apo B dan hs-CRP?

Seseorang dengan kondisi:

-         gangguan lemak/dislipidemia, baik dengan kadar kolesterol yang tinggi maupun trigliserida yang tinggi

-         obesitas, meskipun tidak disertai dengan dislipidemia

-         kolesterol LDL pada rentang normal

-         diabetes

-         sedang menjalani pengobatan gangguan lemak terutama pengobatan yang menggunakan kelompok statin

-         ingin melakukan uji saring kesehatan terutama untuk melihat profil 

http://labkesehatan.blogspot.com/2010/10/laktat-dehidrogenase.html

Laktat Dehidrogenase

Page 5: Penjelasan Interprtsi Lab

Posted by Riswanto on Tuesday, October 26, 2010Labels: Tes Kimia DarahLaktat dehidrogenase (LD, LDH) adalah enzim intraseluler yang terdapat pada hampir semua sel yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi dijumpai di jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak, dan sel darah merah. LDH merupakan suatu molekul tetramerik yang mengandung empat subunit dari dua bentuk; H (jantung) dan M (otot), yang berkombinasi sehingga menghasilkan lima isoenzim yang diberi nama LDH1 (H4) sampai LDH5 (M4). Isoenzim-isoenzim tersebut memiliki spesifisitas jaringan yang sangat berguna dalam menentukan organ asal, yaitu :LDH1 (HHHH) terdapat di jantung, eritrosit, otakLDH2 (HHHM) terdapat di jantung, eritrosit, otakLDH3 (HHMM) terdapat di paru, otak, ginjal, limpa, pankreas, adrenal, tiroidLDH4 (HMMM) terdapat di hati, otot rangka, ginjalLDH5 (MMMM) terdapat di hati, otot rangka, ileum

Aktivitas LDH total dalam serum diperkirakan meningkat pada hampir semua keadaan penyakit yang mengalami kerusakan atau destruksi sel. Selain itu, aktivitas LDH total juga merupakan indikator yang relatif sensitiv yang menunjukkan sedang berlangsungnya proses patologik. Peningkatan LDH total dan rasio LDH1/LDH2 dengan kadar tertinggi LDH1 bermanfaat untuk memastikan diagnosis infark miokardium (MCI). Kadar LDH meningkat dalam waktu 12-24 jam setelah terjadinya MCI, mencapai puncaknya dalam 2-5 hari dan tetap tinggi hingga 6-12 hari, lalu akan menjadi normal kembali dalam waktu 8-14 hari.

Hemolisis invivo akibat keadan seperti anemia hemolitik, anemia sel sabit, anemia megaloblastik, anemia hemolitik mikroangiopati dan kerusakan mekanis pada eritrosit akibat katup jantung prostetik akan menyebabkan peningkatan kadar LDH, dengan LDH1 lebih besar daripada LDH2

LDH3 berhubungan dengan penyakit paru. Selain itu, LDH2, LDH3, dan LDH4 sering meningkat pada pasien dengan keganasan dan beban tumor yang besar karena metabolisme dan pertukaran sel tumor, kecuali pada tumor germinativum testis dan ovarium yang cenderung menyebabkan peningkatan LDH1 dan LDH2. Peningkatan LDH tersendiri yang terdeteksi pada pemeriksan penyaring perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan keganasan tersamar.

LDH5 keluar dari otot rangka setelah cedera (tetanus, kejang, cedera mekanis, cedera listrik, dsb) dan dari hati pada banyak patologi hati (hepatitis, sirosis, kongesti pasif, dsb). Untuk membedakan sumber peningkatan LDH5 dari otot rangka atau hati, informasi polaenzim lain sangat bermanfat (misal CK, aminotransferase, ALP, GGT).

Penyakit multisistem dapat menyebabkan peningkatan aktifitas LDH total disertai distribusi normal isoenzim. Aktifitas LDH dalam cairan pleura bermanfaat untuk membedakan transudat (ketidakseimbangan hidrostatik dengan LDH rendah) dari eksudat (berasal dari peradangan dengan banyak sel dan LDH tinggi).

Masalah KlinisKeadaan yang mempengaruhi aktifitas LDH :

Page 6: Penjelasan Interprtsi Lab

PENINGKATAN MENCOLOK (5 kali normal atau lebih) : anemia megaloblastik, karsinomastosis luas, syok septik dan hipoksia, hepatitis, infark ginjal, purpura trombositopenik trombositik.

PENINGKATAN SEDANG (3-5 kali normal) : infark miokardium, infark paru, keadan hemolitik, leukemia, mononukleosis infeksiosa, delirium tremens, distrofi otot.

PENINGKATAN RINGAN (sampai 3 kali normal atau lebih) : sebagian besar penyakit hati, sindrom nefrotik, hipotiroidisme, kolangitis.

Beberapa jenis narkotika dapat meingkatkan aktifitas LDH, yaitu kodein, morfin, meperidin (Demerol).

Uji LaboratoriumBanyak tehnik yang digunakan untuk mengukur isoenzim-isoenzim LDH, seperti pemanasan (LDH5 terurai dan LDH1 stabil), spesifitas substrat (aktivitas hidroksibutirat dehidrogenase sebenarnya adalah LDH1), elektroforesis, dan imunoinhibisi subunit tertentu. Metode yang terbanyak dilakukan adalah elektroforesis. Aktifitas LDH total dalam serum dapat diukur dengan laktat sebagai substrat (LD-L) atau piruvat sebagai substrat (LD-P). Reaksi LD-L paling banyak digunakan.

SpesimenSpesimen yang diperlukan untuk mengukur aktifitas LDH adalah serum atau cairan tubuh. Spesimen harus bebas dari hemolisis dan apabila akan disimpan, spesimen harus dipisahkan dari bekuan untuk menghindari kemungkinan pengeluaran LDH intrasel. LDH total dan isoenzim LDH stabil pada suhu kamar selama beberapa hari, tetapi rusak apabila dibekukan.

Nilai Rujukan

DEWASA :LDH Total : 100-190 IU/L, 70-250 U/LIsoenzim LDH1 : 14-26%; LDH2 : 27-37%; LDH3 : 13-26%; LDH4 : 8-16%; LDH5 : 6-16%. Perbedaan sebesar 2-4% dianggap normal.

ANAK : Neonatus : 300-1500 IU/L; Anak : 50-150 IU/L, 110-295 U/L.

Nilai rujukan dapat berbeda tergantung metode yang digunakan.Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium

- Obat narkotik dan injeksi IM dapat meningkatkan kadar- Hemolisis sampel dapat meningkatkan kadar- Penyimpanan sampel pada keadan beku dapat menurunkan kadar

http://labkesehatan.blogspot.com/2010/10/kreatin-kinase.htmlKreatin KinasePosted by Riswanto on Saturday, October 23, 2010Labels: Tes Kimia Darah

Page 7: Penjelasan Interprtsi Lab

Kreatin kinase (CK) atau juga dikenal dengan nama kreatin fosfokinase (CPK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada otot jantung dan otot rangka, dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak.CK adalah suatu molekul dimerik yang terdiri dari sepasang monomer berbeda yang disebut M (berkaitan dengan otot), dan B (berkaitan dengan otak), sehingga terdapat tiga isoenzim yang dapat terbentuk : CK1 (BB), CK2 (MB), dan CK3 (MM). Isoenaim-isoenzim tersebut dibedakan dengan proses elektroforesis, kromatografi pertukaran ion, dan presipitasi imunokimia.Distribusi isoenzim CK relatif spesifik jaringan. Sumber jaringan utama CK adalah otak dan otot polos (BB), otot jantung (MB dan MM), dan otot rangka (MM; otot rangka normal juga memiliki sejumlah kecil MB, kurang dari 1%).

Pemakaian utama CK untuk kepentingan klinis adalah untuk mendeteksi infark miokardium akut (MCI). Distribusi CK dalam miokardium adalah sekitar 80% MM dan 20 % MB, sedangkan isoenzim di otot rangka hampir seluruhnya adalah MM. Dengan demikian kemunculan mendadak CK-MB dalam serum mengisyaratkan asal dari miokardium, terutama pada situasi klinis yang pasiennya mengalami nyeri dada dan perubahan elektrokardiogram. CK dan CK-MB serum meningkat dalam 4 – 6 jam setelah MCI akut, mencapai puncaknya dalam 18 – 24 jam (> 6 kali kadar normalnya) dan kembali normal dalam 3 – 4 hari, kecuali jika terjadi perluasan infark atau reinfark.

Sensitivitas CK-MB sangat baik (hampir 100%) dengan spesifisitas agak rendah. Peningkatan CK-MB isoenzim dapat menandakan terjadinya kerusakan otot jantung. CK-MB juga dapat meninggi pada kasus-kasus bukan MCI atau non-coronary obstructive myocardial necrosis, seperti peradangan, trauma, degenerasi.

Untuk meningkatkan ketelitian penentuan diagnosis MCI dapat digunakan rasio antara CK-MB dengan CK total. Apabila kadar CK-MB dalm serum melebihi 6 – 10 % dari CK total, dan tes-tes tersebut diperiksa selama 36 jam pertama setelah onset penyakit, maka diagnosis MCI dapat dianggap hampir pasti.

Spesimen

Spesimen yang digunakan untuk uji CK dan CK-MB adalah serum atau plasma heparin dari darah vena. Pengambilan darah untuk uji CK dan CK-MB sebaiknya dilakukan sebelum dilakukan injeksi intra muscular (IM). Sampel serum atau plasma harus bebas dari hemolisis (untuk mencegah pencemaran oleh adenilat kinase) dan disimpan dalam keadaan beku apabila tidak langsung diperiksa. Serum atau plasma dapat digunakan untuk imunoassay CK-MB; antigen stabil pada suhu kamar selama beberap jam sampai beberapa hari, walaupun anlisis harus segera dilakukan untuk menghasilkan informasi yang signifikan secara klinis.

Nilai Rujukan

DEWASA- Pria : 5 – 35 µg/ml, 30 – 180 IU/l, 55 – 170 U/l pada suhu 37oC (satuan SI)- Wanita : 5 – 25 µg/ml, 25 – 150 IU/l, 30 – 135 U/l pada suhu 37oC (satuan SI)

ANAK - Neonatus : 65 – 580 IU/l pada suhu 30oC,- Anak laki-laki : 0 – 70 IU/l pada suhu 30oC,- Anak perempuan : 0 – 50 IU/l pada suhu 30oC

Catatan : nilai rujukan tergantung metode yang digunakan, konsultasikan dengan laboratorium yang bersangkutan.

Page 8: Penjelasan Interprtsi Lab

Masalah Klinis

Keadaan yang mempengaruhi peningkatan kadar kreatin kinase :

PENINGKATAN BESAR (Lebih dari 5 kali Normal) : Distrofi otot Duchenne, polimiositis, dermatomiositis, infark miokardium akut (MCI akut)

PENINGKATAN RINGAN – SEDANG (2-4 kali Normal) : Infark miokardium akut (MCI akut), cedera iskemik berat; olah raga berat, taruma, cedera serebrovaskuler (CVA), tindakan bedah; delirium tremens, miopatik alkoholik; infark paru; edema paru (beberapa pasien); hipotiroidisme; psikosis agitatif akut. Pengaruh obat : Injeksi IM, deksametason (Decadron), furosemid (lasix), aspirin (dosis tinggi), ampisilin, karbenisilin, klofibrat.

CK isoenzim :CK-MM : Distrofi muskular, delirium tremens, cedera/trauma remuk, status bedah dan pasca bedah, aktifitas berat, injeksi IM, hipokalemia, hemofilia, hipotiroidisme.CK-MB : MCI akut, angina pektoris berat, bedah jantung, iskemia jantung, miokarditis, hipokalemia, defibrilasi jantung.CK-BB : CVA, perdarahan subaraknoid, kanker pada otak, cedera otak akut, sindrom Reye, embolisme dan infark paru, kejang.

Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium- Injeksi IM dapat menyebabkan peningkatan kadar CK/CPK total.- Hemolisis pada sampel- Aktifitas berat dapat menyebabkan peningkatan kadar.- Trauma dan tindakan bedah dapat meningkatkan kadar.

http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-kedokteran/article/view/18

Uji Diagnostik Troponin T-RA Pada Penderita Miokarditis AkutWidhongyudana Linggajaya, Rita Setiawan, Mulyawan Suryadi, Gideon Sunotoredjo

Abstract

Kardiak troponin-T (cTnT) adalah protein yang spesifik dari otot jantung, dan dikeluarkan ke dalam sirkulasi bila terjadi kerusakan otot jantung. Protein tersebut dipergunakan sebagai petanda (marker) diagnostik untuk kerusakan otot jantung baik yang disebabkan infark miokard akut, ataupun nekrose oleh sebab proses inflamasi miokarditis, atau kerusakan atau kontusio jaringan otot jantung. Untuk mendiagnosis adanya miokarditis, yang penyebabnya  heterogen sampai saat ini hanya berdasarkan gejala klinik dan atau EKG yang tidak khas, satu-satunya cara untuk memastikan diagnosis adalah biopsi endokardial, karenanya perlu dicari cara lain, yang sederhana, mudah dilakukan dan aman.

Tujuan  :  Di RS Immanuel kasus-kasus miokarditis akut sering dijumpai, terutama pada kasus-kasus tifoid toksik, difteri, postinfeksi Streptococcus hemolyticus (demam rematik), demam berdarah dengue (DBD) berat, penyakit kolagen a.l. sistemik lupus eritematosus (SLE), bahkan penyakit beri-beri yang berat (Shosin) dan lain-lain sebagainya. Walaupun selama ini banyak kecurigaan adanya miokarditis akut sebagai komplikasi penyakit-penyakit tersebut, diagnosis hanya bergantung pada tanda-tanda klinis atau EKG yang tidak selalu khas. Sesuai dengan judul, maka penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penggunaan Uji TnT–RA (RA=Rapid Assay) sebagai modalitas diagnostik baru untuk mendeteksi adanya keru-sakan jantung yang disebabkan miokarditis akut.

Page 9: Penjelasan Interprtsi Lab

Metode  :  Penelitian ini merupakan studi uji diagnostik untuk mencari kepastian diagnosis pada kasus-kasus yang dicurigai miokarditis. Dalam perioda Januari 1999 s/d Agustus 2000, penderita-penderita yang dirawat di bangsal SMF Penyakit Dalam RS Immanuel Bandung, yang berdasarkan gejala klinis dan EKG, dicurigai menderita miokarditis; sebanyak 20 penderita, masuk ke dalam penelitian ini. Uji TnT menggunakan cara kualitatif dan rapid immunoassay (RnT-RA)

Hasil :   20 penderita terdiri dari 12 penderita laki-laki dan 8 wanita. Usia termuda adalah 14 th, tertua 40 th. Uji TnT-SR yang positif 7/20 atau 35%.

Sensitifitas uji tersebut adalah 66,7% dan spesifisitas yang tinggi yakni 90,9%.

Kesimpulan :   Hasil penelitian membuktikan bahwa uji TnT dapat digunakan untuk membantu memastikan diagnosa adanya kerusakan otot jantung yang disebabkan miokarditis. Dengan sensitifitas yang cukup (66.7%) dan spesifisitas yang tinggi  (90.9%). Karena jumlah subjek yang diteliti relatif sedikit maka perlu penelitian lebih lanjut.

http://www.farmasiku.com/index.php?target=pages&page_id=Makna_Hasil_Laboratoriumldl vldl trigliserid

http://www.kalbe.co.id/index.php/images/index.php?mn=news&tipe=detail&detail=18677

Diantara biomarker ini, kardiak Troponin T merupakan suatu penanda yang sensitif dan spesifik untuk melihat ada tidaknya suatu nekrosis miokard. Troponin  merupakan serat protein tipis yang memegang peranan dalam kontraksi otot bersama dengan aktin dan tropomiosin. Ada tiga tipe Troponin yaitu I, T dan C yang terdapat pada segala jenis otot. Sedangkan untuk otot jantung terdapat Troponin I dan T; dimana keduanya ini dapat dijadikan sebagai penanda apabila terjadinya kerusakan otot jantung yang selanjutnya dikenal dengan cTnI dan cTnT. Jika terjadi kerusakan otot jantung, troponin banyak dilepaskan ke dalam darah dan dapat diukur pada sirkulasi perifer sehingga troponin ini dapat digunakan sebagai marker.

Kadar cTnT ini dapat terdeteksi dalam 3-12 jam setelah terjadi kerusakan miokard dan jumlahnya akan terus bertambah selama kerusakan miokard berlangsung. Konsentrasi akan kembali normal dalam 5-14 hari setelah proses kerusakan berhenti. Kardiak Troponin T bersifat spesifik untuk otot jantung sehingga dapat digunakan sebagai rutin sebagai penanda kelainan jantung.

Peningkatan kardiak Troponin T ini juga banyak ditemukan pada pasien dengan PGK termasuk yang menjalani prosedur dialisis akibat kelainan-kelainan seperti miokarditis uremik atau penyakit arteri koroner. Peningkatan kadar kardiak Troponin T ini menjadi penanda semakin buruknya prognosis pasien PGK. Pengukuran cTnT dapat dengan mudah dilakukan dan diulang dengan menggunakan alat  TROPT sensitive rapid assay atau CARDIAC T Quantitative for the Cardiac reader system.

Pemeriksaan ini membutuhkan sampel darah yang diambil dari pembuluh vena tangan, dan biasanya dilakukan 2-3 kali dengan selang waktu 12 jam. Standar referensi nilai untuk pemeriksaan ini tidak tersedia dikarenakan nilai referensi dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk usia, jenis kelamin, populasi sampel dan metode pengujian. Nilai dari suatu pengujian memiliki makna yang berbeda untuk setiap laboratorium yang membutuhkan diskusi lebih lanjut dengan dokter yang menangani pasien terkait.