penjelasan dewan gubernur bank indonesia pada … filerapat kerja komisi ix dpr ri dengan dewan...

22
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 1 Bank Indonesia PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 SEPTEMBER 2001 Masa Persidangan : I Tahun Sidang : 2001 - 2002 Anggota Dewan yang terhormat, Pertama-tama, perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Komisi IX dan Anggota Dewan yang terhormat, yang telah mengundang kami untuk menghadiri Rapat Kerja pada hari ini. Bagi kami, Rapat Kerja kali ini memiliki arti yang sangat penting karena merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban kami kepada publik melalui Sidang DPR ini. Selain itu, Rapat Kerja ini sangat bermanfaat terutama untuk menyampaikan informasi sejauh mana pelaksanaan tugas Bank Indonesia yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang, sekaligus untuk mendapatkan masukan bagi kami guna terus mengupayakan perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan tugas ke depan. Yang kedua, sebagaimana halnya pada Rapat Kerja-Rapat Kerja yang lalu, sebelum kami menyampaikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan anggota Dewan yang terhormat, izinkanlah kami menyampaikan perkembangan terakhir atas langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh Bank Indonesia secara singkat. Secara rinci perkembangan ekonomi dan pelaksanaan tugas-tugas Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran telah kami sampaikan dalam Laporan Triwulanan yang merupakan laporan pelaksanaan tugas dan wewenang secara triwulanan kepada Dewan yang terhormat. Anggota Dewan yang terhormat, Dalam semester I tahun 2001, sejumlah indikator makroekonomi dan moneter menunjukkan perkembangan yang tidak menggembirakan. Setelah tumbuh sebesar 4,8% pada tahun 2000, pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi 3,21% selama semester I- 2001. Sementara itu, stabilitas moneter menghadapi ancaman dari melemahnya nilai tukar rupiah dan meningkatnya tekanan inflasi. Kurs melemah dari Rp9.485,- pada Januari 2001 menjadi Rp11.314,- per dolar AS pada Juni 2001. Sementara itu, laju inflasi IHK meningkat menjadi 12,11% (y-o-y) pada Juni 2001. Kondisi ini juga telah menyulitkan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas moneter dengan masih tingginya uang kartal yang beredar di masyarakat. Karena itu, upaya stabilisasi moneter terus ditempuh Bank Indonesia untuk mengendalikan likuiditas dalam perekonomian, dengan konsekuensi pada meningkatnya suku bunga SBI. Perkembangan selanjutnya sampai dengan bulan Agustus 2001 kondisi ekonomi- moneter ditandai dengan berbagai perkembangan positif, seperti tercermin pada berlanjutnya penguatan nilai tukar rupiah dan terjadinya deflasi pada bulan Agustus, yang merupakan deflasi pertama dalam tahun 2001. Sementara itu, kegiatan ekonomi, meskipun perlahan, juga mulai bergerak ke arah yang membaik. Demikian halnya dengan fungsi

Upload: vuongxuyen

Post on 23-Aug-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

1 Bank Indonesia

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA

PADA RAPAT KERJA KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 SEPTEMBER 2001

Masa Persidangan : I Tahun Sidang : 2001 - 2002

Anggota Dewan yang terhormat,

Pertama-tama, perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Komisi IX dan Anggota Dewan yang terhormat, yang telah mengundang kami untuk menghadiri Rapat Kerja pada hari ini. Bagi kami, Rapat Kerja kali ini memiliki arti yang sangat penting karena merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban kami kepada publik melalui Sidang DPR ini. Selain itu, Rapat Kerja ini sangat bermanfaat terutama untuk menyampaikan informasi sejauh mana pelaksanaan tugas Bank Indonesia yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang, sekaligus untuk mendapatkan masukan bagi kami guna terus mengupayakan perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan tugas ke depan.

Yang kedua, sebagaimana halnya pada Rapat Kerja-Rapat Kerja yang lalu, sebelum kami menyampaikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan anggota Dewan yang terhormat, izinkanlah kami menyampaikan perkembangan terakhir atas langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh Bank Indonesia secara singkat. Secara rinci perkembangan ekonomi dan pelaksanaan tugas-tugas Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran telah kami sampaikan dalam Laporan Triwulanan yang merupakan laporan pelaksanaan tugas dan wewenang secara triwulanan kepada Dewan yang terhormat.

Anggota Dewan yang terhormat,

Dalam semester I tahun 2001, sejumlah indikator makroekonomi dan moneter menunjukkan perkembangan yang tidak menggembirakan. Setelah tumbuh sebesar 4,8% pada tahun 2000, pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi 3,21% selama semester I-2001. Sementara itu, stabilitas moneter menghadapi ancaman dari melemahnya nilai tukar rupiah dan meningkatnya tekanan inflasi. Kurs melemah dari Rp9.485,- pada Januari 2001 menjadi Rp11.314,- per dolar AS pada Juni 2001. Sementara itu, laju inflasi IHK meningkat menjadi 12,11% (y-o-y) pada Juni 2001. Kondisi ini juga telah menyulitkan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas moneter dengan masih tingginya uang kartal yang beredar di masyarakat. Karena itu, upaya stabilisasi moneter terus ditempuh Bank Indonesia untuk mengendalikan likuiditas dalam perekonomian, dengan konsekuensi pada meningkatnya suku bunga SBI.

Perkembangan selanjutnya sampai dengan bulan Agustus 2001 kondisi ekonomi-moneter ditandai dengan berbagai perkembangan positif, seperti tercermin pada berlanjutnya penguatan nilai tukar rupiah dan terjadinya deflasi pada bulan Agustus, yang merupakan deflasi pertama dalam tahun 2001. Sementara itu, kegiatan ekonomi, meskipun perlahan, juga mulai bergerak ke arah yang membaik. Demikian halnya dengan fungsi

Page 2: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

2 Bank Indonesia

intermediasi perbankan dimana terdapat indikasi perbaikan. Namun demikian, perkembangan positif ini perlu terus diwaspadai mengingat masih terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan timbulnya tekanan baru terhadap inflasi dan nilai tukar.

Tekanan harga-harga secara umum dalam bulan Agustus menunjukkan penurunan dan bahkan terjadi deflasi. Laju inflasi mencapai minus 0,21% (m-t-m) jauh lebih rendah dibandingkan laju inflasi bulan Juli (2.12%). Dengan perkembangan tersebut secara kumulatif laju inflasi selama delapan bulan di tahun 2001 telah mencapai 7,48% (y-t-d), sedangkan secara tahunan (y-o-y) mencapai 12,23%. Terjadinya deflasi pada bulan Agustus 2001 tersebut disebabkan oleh menurunnya harga-harga pada kelompok bahan makanan yang antara lain disebabkan oleh kelancaran pasokan dari berbagai kebutuhan bahan pokok. Menguatnya nilai tukar juga memberikan dampak positif terhadap penurunan beberapa harga-harga barang kelompok sandang terutama emas. Kelompok lainnya masih mengalami inflasi khususnya kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga. Sementara itu, penguatan nilai tukar rupiah juga tercermin pada penurunan kelompok barang-barang yang diperdagangkan di luar negeri (traded) yang mencapai -0,76% (m-t-m) pada bulan Agustus 2001, sedangkan kelompok barang-barang non-traded mencatat kenaikan harga 0,8%.

Sementara itu, perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang bulan Agustus 2001 juga menunjukkan perbaikan. Perbandingan secara akhir bulanan menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan penguatan dari level Rp9.500,- pada akhir Juli 2001 menjadi Rp8.850 pada akhir Agustus 2001 atau mengalami apresiasi sebesar 7,34%. Bahkan selama bulan Agustus 2001, level terkuat di bulan Agustus tercatat pada level Rp8.200 per dolar AS, yang merupakan titik terendah sejak awal tahun 2001. Namun demikian, menjelang akhir bulan, nilai tukar rupiah sempat terkoreksi dan melemah kembali menembus Rp9.000,- yang disebabkan karena terdapatnya permintaan yang tinggi dari korporasi untuk kepentingan pembayaran utang dan untuk kebutuhan impor BBM yang cukup besar. Jika dihitung secara rata-rata bulanan nilai tukar rupiah mencapai Rp8.966,- pada bulan Agustus, atau menguat 21,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Terapresiasinya nilai tukar rupiah tersebut diikuti pula dengan meningkatnya rata-rata volatilitas yang mencapai 8,3% jauh lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 3,6%. Tipisnya pasar yang hanya mencapai rata-rata USD200 juta per hari dipandang sangat rentan sehingga memungkinkan para pemodal besar yang ingin mengambil keuntungan (spekulasi) dari pergerakan rupiah yang fluktuatif tersebut. Namun demikian, penguatan nilai tukar ini belum diikuti oleh prospek penguatan jangka panjangnya yang tercermin dari masih tingginya premi swap dan premi risiko. Secara rata-rata bulanan, premi swap 1 bulan meningkat, yaitu dari 14,5% di bulan Juli menjadi 15,2% di bulan Agustus.

Kecenderungan terus meningkatnya suku bunga SBI merupakan respon kebijakan moneter dalam menyerap kelebihan likuiditas yang dikhawatirkan dapat memberikan tekanan pada inflasi dan nilai tukar. Dalam bulan Agustus, peningkatan suku bunga SBI diikuti oleh suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit modal kerja. Rata-rata tertimbang (RRT) tingkat diskonto SBI 1 bulan yang naik sebesar 13 bps menjadi 17,67%, sementara suku bunga intervensi rupiah O/N yang tidak mengalami kenaikan dibanding bulan sebelumnya, direspon oleh rata-rata harian suku bunga PUAB O/N pagi dan sore dengan kenaikan yang cukup tinggi menjadi 16,67% dan 15,78%. Sementara itu, RRT suku bunga deposito 1 bulan perbankan (Juli) naik menjadi 14,25% dari posisi bulan sebelumnya. Pada bulan Juli, selisih antara RRT tingkat diskonto SBI 1 bulan (17,17%) dan RRT suku bunga deposito 1 bulan (14,25%) mencapai 292 bps semakin melebar dibandingkan dengan bulan lalu (264 bps). Spread positif antara suku bunga

Page 3: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

3 Bank Indonesia

deposito dengan suku bunga SBI yang semakin besar merupakan gejala yang belakangan ini terjadi karena perbankan masih tergantung pada penanaman dalam SBI. Hal ini mengakibatkan perbankan cenderung mempertahankan spread positif antara suku bunga dananya dengan suku bunga SBI. Dilihat dari perkembangan base money, pada bulan Agustus 2001 posisi base money masih berada di atas target indikatifnya. Posisi test date base money sedikit meningkat dari Rp111,4 triliun pada bulan Juli menjadi Rp111,8 triliun pada akhir bulan Agustus 2001 atau sedikit di atas target indikatif yang telah direvisi sebesar Rp111,5 triliun.

Sementara itu, kondisi perbankan sedikit menunjukkan perbaikan, seperti diindikasikan pada membaiknya DPK, dan meningkatnya pemberian kredit bank. Dalam bulan Juli 2001, Dana Pihak Ketiga (DPK) rupiah mengalami peningkatan sebesar Rp2,43 triliun akibat kenaikan tabungan dan giro yang masing-masing meningkat sebesar Rp2,08 triliun dan Rp3,90 triliun. Sebaliknya, deposito dalam rupiah mengalami penurunan sebesar Rp3,54 triliun. Fenomena pergeseran ini mengindikasikan semakin besarnya kebutuhan transaksi dan berjaga-jaga yang dilakukan oleh para deposan. Sementara itu, terdapat indikasi adanya sedikit perbaikan pada fungsi intermediasi sebagaimana tercermin pada masih terdapatnya ekspansi pertumbuhan kredit pada bulan Juli 2001 sebesar Rp2,7 triliun. Peningkatan kredit tersebut sebagian besar disalurkan pada sektor-sektor perindustrian, perdagangan, jasa-jasa dunia usaha dan sosial.

Berdasarkan hasil evaluasi dan proyeksi ekonomi moneter, Bank Indonesia memandang bahwa kebijakan moneter tetap ditujukan untuk menurunkan pertumbuhan base money ke arah yang lebih sesuai dengan kebutuhan riil kegiatan perekonomian. Namun demikian, di dalam menyerap kelebihan likuiditas tersebut strategi pengendalian moneter perlu dilakukan secara berhati-hati dan terukur dengan mengurangi dampak peningkatan suku bunga yang berlebihan. Untuk itu, Operasi Pasar Terbuka sebagai piranti pengendalian moneter yang utama akan diupayakan untuk tidak memberikan sinyal kenaikan suku bunga yang terlalu kuat. Selain itu, kebijakan intervensi rupiah tetap digunakan sebagai “fine tuning” untuk menyerap kelebihan likuiditas yang tidak terserap dalam OPT. Instrumen lain yang akan digunakan Bank Indonesia adalah melakukan sterilisasi di pasar valas untuk membantu penyerapan likuiditas rupiah sekaligus menambah pasokan di pasar valas yang tipis sehingga dapat mengurangi tekanan dan fluktuasi pada nilai tukar rupiah.

Untuk itu, ijinkanlah kami memberikan penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan tertulis yang sebelumnya telah Anggota Dewan sampaikan kepada kami.

Pertanyaan :

1. Setelah pengisian kembali Rekening No. 502.000.002 disepakati, persoalan selanjutnya adalah bagaimana kelanjutan masalah BLBI? Apakah masalah ini dengan sendirinya selesai juga? Hal ini perlu diperjelas karena pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, ada 2 (dua) kesepakatan yang bertentangan yaitu :

• Pada tanggal 17 November 2000, Bank Indonesia dan Pemerintah (Menko Rizal Ramli) sepakat untuk menanggung secara bersama dana talangan BLBI sebesar Rp144,5 triliun, dimana Bank Indonesia berkewajiban untuk menanggung BLBI sebesar Rp24,5 triliun. Bank Indonesia sendiri sudah menyetor dana tersebut ke rekening Pemerintah dan sudah berbunga serta sudah dipakai Pemerintah.

Page 4: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

4 Bank Indonesia

• Kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia tersebut belum mendapatkan persetujuan DPR RI (komisi IX). Bahkan sekarang telah dibentuk Pansus BLBI dan Pansus itu sendiri belum bekerja sampai Abdurahman Wahid lengser.

Sehubungan dengan hal itu perlu kejelasan mengenai kasus ini, dan bagaimana tanggapan Bank Indonesia sendiri mengenai kasus ini.

Jawaban :

Anggota Dewan yang terhormat,

Memenuhi jawaban atas pertanyaan Komisi IX DPR-RI tersebut di atas, dapat kami kemukakan hal-hal sebagai berikut :

1. Sebagaimana diketahui bahwa dalam Rapat Kerja antara Pemerintah, Bank Indonesia dengan Komisi IX DPR RI tanggal 10 Oktober 2000, antara lain telah ditetapkan bahwa Pemerintah dan Bank Indonesia segera menyelesaikan secara tuntas masalah BLBI dalam waktu 30 hari sejak tanggal 10 Oktober 2000. Untuk itu telah dibentuk Tim Kerja yang anggota-anggotanya terdiri dari pejabat-pejabat yang mewakili Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan Kejaksaan Agung yang dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian (Bpk. Rizal Ramli).

2. Sebagai pelaksanaan dari keputusan DPR RI tersebut, beberapa pertemuan telah dilakukan di Departemen Keuangan, dan terakhir di Bank Indonesia pada tanggal 17 November 2000. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Menteri Keuangan dan Jaksa Agung serta Menko Perekonomian tersebut, telah dicapai kata sepakat yang dituangkan dalam Pokok-pokok Kesepakatan Pemerintah dan Bank Indonesia Mengenai Penyelesaian BLBI. Pokok-pokok Kesepakatan tersebut telah pula ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dan disaksikan oleh Menko Perekonomian. Sebagai tindak lanjut kesepakatan tersebut Bank Indonesia menerbitkan Surat Utang kepada Pemerintah sebesar Rp24,5 triliun dan memenuhi kewajiban-kewajiban terkait seperti pembayaran bunga secara periodik, sebagai tanggungjawab finansial Bank Indonesia untuk BLBI sebesar Rp144,5 triliun.

3. Dari sisi Bank Indonesia, dengan telah ditandatangani pokok-pokok kesepakatan tanggal 17 November 2000 dan Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Utang kepada Pemerintah serta telah membayarkan bunganya secara periodik maka permasalahan BLBI sebesar Rp144,5 triliun telah selesai. Namun jika kesepakatan antara Gubernur Bank Indonesia dengan Menteri Keuangan mengenai penerbitan Surat Utang Pemerintah (SUP) No. 6/2001 pada tanggal 6 September 2001 akan digunakan, maka kami mengharapkan hal tersebut dapat diselesaikan dalam waktu segera.

Pertanyaan :

2. Minta penjelasan tentang penggunaan Rekening 502 sampai saat ini pembayarannya dilakukan oleh siapa dan untuk siapa, dan apakah itu sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Page 5: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

5 Bank Indonesia

Jawaban :

Anggota Dewan yang terhormat,

Penggunaan Rekening 502.000002 dilakukan oleh Bank Indonesia dan oleh BPPN. Penggunaan oleh Bank Indonesia sesuai dengan surat Menteri Keuangan No.SR-176/MK.01/1999 tanggal 31 Mei 1999 yaitu:

1. Penjaminan sesuai Keppres No.120 tahun 1998, 2. Penjaminan sesuai Keppres No.193 tahun 1998, 3. Tambahan BLBI sesudah bulan Januari 1999 sebesar Rp14,447 triliun, 4. Rediskonto post shipment wesel ekspor, deposito Bank Indonesia dalam valuta asing

dan kewajiban dalam rangka GSM-102 dari bank BBO dan BBKU.

Penggunaan oleh Bank Indonesia adalah sebesar Rp23,623 triliun dan penggunaan oleh BPPN adalah sebesar Rp25,758 triliun.

Adapun rincian penggunaan oleh Bank Indonesia adalah untuk:

1. Kewajiban karena Keppres No.193/1998 (Penjaminan BPR) 2. Kewajiban karena Trade Maintenance Facility 3. Tunggakan Trade Finance 4. Tunggakan Bunga Valas (tagihan kepada pemerintah) 5. Kewajiban karena Rediskonto Post Shipment WEB 6. Deposito Berjangka Bank Indonesia Valas (Deposito Bank Indonesia kepada Bank) 7. Kewajiban karena Interbank Exchange Offer 8. Tambahan BLBI

Di samping itu perlu dijelaskan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan Surat Menteri Keuangan di atas.

Pertanyaan :

3. Langkah Bank Sentral Amerika menyediakan dana darurat dalam memulihkan ekonomi Amerika pasca teror merupakan suatu langkah yang menurut beberapa pengamat perlu dilakukan. Di Indonesia sendiri, adakah langkah contigency plan yang dapat ditempuh Bank Indonesia apabila terjadi chaos di sektor keuangan?

6. Bagaimana penilaian Bank Indonesia mengenai hal-hal yang terkait dengan penyediaan likuiditas nasional jika terjadi suatu musibah yang dapat mengancam stabilitas keuangan dalam negeri.

Jawaban :

Anggota Dewan Yang terhormat,

Mengingat secara substansi pertanyaan no. 3 dan 6 saling berkaitan, kami mohon kiranya dapat menjawab kedua pertanyaan tersebut dalam satu jawaban.

Page 6: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

6 Bank Indonesia

Terpeliharanya stabilitas keuangan menjadi permasalahan nasional di semua negara yang harus diperhatikan baik oleh Pemerintah, bank sentral maupun parlemen. Ini tidak terlepas dari peran strategis sektor keuangan sebagai urat nadi perekonomian, dalam mobilisasi dana masyarakat dan penyalurannya bagi berbagai kegiatan ekonomi. Dengan demikian, terjadinya chaos di sektor keuangan akan dapat menimbulkan ancaman serius terhadap jalannya roda perekonomian. Situasi seperti ini dapat terjadi apabila terjadi disaster seperti serangan terhadap gedung WTC di Amerika Serikat baru-baru ini, ataupun terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan beberapa negara Asia sejak tahun 1997 yang lalu.

Dalam situasi chaos seperti di atas, kesulitan likuiditas merupakan salah satu ancaman yang dapat dengan cepat menghantam stabilitas keuangan. Di bidang perbankan, misalnya, bank-bank akan mengalami kesulitan likuiditas untuk melayani penarikan dana oleh masyarakat yang khawatir akan keamanan dana yang disimpannya (bank runs). Di pasar modal, kesulitan likuiditas muncul karena kebanyakan investor akan menarik diri investasinya dengan menjual saham-sahamnya (panic selling). Permasalahan bisa menjadi lebih parah karena dalam situasi panik seperti ini penarikan dana oleh para deposan ataupun penjualan saham oleh investor dilakukan secara serta merta dan serentak (herding behaviour).

Karena itu, langkah pertama yang biasanya ditempuh dalam situasi dimana terjadi ancaman chaos di sektor keuangan adalah adanya pernyataan dan komitmen nasional untuk penyediaan fasilitas likuiditas tersebut. Ini dapat kita amati secara jelas apa yang terjadi di Amerika Serikat setelah serangan Gedung WTC tersebut. Hanya beberapa jam setelah serangan itu, Alan Greenspan segera mengeluarkan pernyataan pertamanya bahwa The Fed akan menyediakan berapapun kebutuhan likuiditas yang diperlukan oleh perbankan Amerika Serikat. Langkah ini kemudian diikuti dengan sidang khusus Parlemen Amerika Serikat yang juga segera menyetujui alokasi dana kepada Pemerintahnya untuk penanggulan krisis yang terjadi. Demikian pula di pasar modal, Security Exchange Commission (SEC) di AS menempuh langkah-langkah untuk menghindari anjloknya harga saham antar lain dengan membolehkan “buy back”.

Di bidang perbankan, salah satu fasilitas pendanaan yang disediakan oleh semua bank sentral di dunia adalah berkaitan dengan fungsinya sebagai lender of last resort. Fasilitas ini disediakan untuk mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek yang dialami oleh bank-bank, yang dapat terjadi karena tidak sinkronnya penerimaan dana dan pengeluaran dana sehari-hari. Dalam memberikan fasilitas likuiditas dalam rangka lender of last resort tersebut, bank-bank sentral menerapkan persyaratan-persyaratan tertentu, misalnya jangka waktunya yang pendek dan dijamin dengan surat-surat berharga berkualitas tinggi yang dimiliki bank yang bersangkutan. Fasilitas ini pada umumnya tidak diberikan untuk mengatasi kesulitan solvabilitas dalam rangka penyelamatan suatu bank ataupun sistem perbankan. Untuk penanganan masalah ini, biasanya diatasi melalui skema Asuransi Deposito (di negara-negara yang memliki skema ini) ataupun Program Penjaminan Pemerintah (seperti di negara-negara Asia, termasuk Indonesia). Di samping itu, skema Asuransi Deposito ini juga berperanan dalam mencegah terjadinya bank runs karena kepentingan deposan telah terproteksi oleh lembaga asuransi ini (atau oleh pemerintah dalam kasus blanket guarantee) ketika sebuah bank ambruk.

Page 7: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

7 Bank Indonesia

Situasi serupa sebenarnya dapat kita amati pada negara-negara Asia, khususnya Korea Selatan, Thailand dan Indonesia, dengan terjadinya krisis yang melanda pertengahan tahun 1997. Pada awal terjadinya krisis, langkah pertama yang ditempuh pada waktu itu adalah diumumkannya Paket Bantuan IMF dan berbagai lembaga internasional terhadap negara-negara tersebut, termasuk Indonesia. Langkah ini kemudian diikuti dengan penyediaan bantuan likuiditas (liquidity support) oleh bank sentral terhadap perbankan, yang untuk kasus Indonesia dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pada awal masa krisis telah ada Keputusan Pemerintah yang menugaskan Bank Indonesia untuk menyediakan dana talangan bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Penyediaan BLBI tersebut diberikan baik dalam kaitannya fungsi lender of last resort maupun dalam pelaksanaan Program Penjaminan Pemerintah (blanket guarantee). Seperti yang dilakukan di Amerika Serikat baru-baru ini, dan juga di negara-negara lain, langkah penyediaan fasilitas likuiditas tersebut harus dilakukan segera dalam situasi krisis dimana terjadi chaos yang mengancam stabilitas keuangan dan kelangsungan perekonomian nasional.

Dewasa ini, di Indonesia terdapat dua skema penyediaan fasilitas likuiditas kepada perbankan. Yang pertama adalah Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) yang disediakan Bank Indonesia untuk membantu kesulitan likuiditas jangka pendek yang dialami bank-bank dalam rangka fungsinya sebagai lender of last resort. Sesuai dengan UU No. 23/1999, FPJP tersebut diberikan untuk jangka waktu maksimal 90 hari (termasuk perpanjangan) dan harus dijamin dengan surat-surat berharga yang berkualitas tinggi. Yang kedua adalah Program Penjaminan Pemerintah yang hingga saat ini masih berlaku. Sebagaimana diketahui, dalam pelaksanaan program ini DPR baru-baru ini telah menyetujui tambahan alokasi dana yang diajukan Pemerintah (yang dikenal dengan Rekening 502). Dana tersebut dikelola oleh BPPN yang pencairannya dilakukan dengan persetujuan Menteri Keuangan.

Pertanyaan yang timbul adalah apakah kedua fasilitas tersebut mampu sebagai contingency plan untuk mengatasi ancaman terhadap stabilitas keuangan? Apabila dilihat dari jumlah ataupun mekanisme penyediaannya, secara terus terang kami melihat bahwa kedua fasilitas tersebut tidak akan mampu menjaga stabilitas keuangan apabila terjadi situasi krisis yang menimbulkan chaos di sektor keuangan, seperti terjadi di Amerika Serikat baru-baru ini ataupun situasi krisis yang kita alami tahun 1997 yang lalu. Sebagai contoh alokasi dana dalam Rekening 502 diperuntukkan hanya sebagai penyediaan bantuan likuiditas bagi bank-bank yang sudah dibekukan operasinya dan tidak untuk bank-bank yang masih beroperasi. Ini merupakan permasalahan nasional yang perlu kita pikirkan bersama, meskipun tentu saja kita tidak menginginkan situasi semacam ini terjadi.

Dalam hubungan ini, yang mutlak diperlukan adalah adanya kepemimpinan dan komitmen nasional mengenai langkah penanganan dan penyediaan likuiditas segera setelah krisis itu terjadi. Ini baik dari Pemerintah dan Bank Indonesia maupun dari DPR. Harus terdapat konsensus nasional bahwa krisis terjadi, dan untuk penanganannya diperlukan penyediaan dana ataupun likuiditas nasional. Termasuk di dalamnya adalah besarnya penyediaan dana yang diberikan oleh Bank Indonesia berkaitan dengan fungsinya sebagai lender of last resort, oleh Pemerintah berkaitan dengan pelaksanan program penjaminan deposan, ataupun perlunya alokasi dana khusus dalam APBN. Harus pula terdapat konsensus mengenai kemungkinan terjadinya biaya yang timbul dari krisis itu, baik yang diperlukan untuk pembangunan kembali prasarana ataupun kemungkinan tingkat asset

Page 8: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

8 Bank Indonesia

recovery yang lebih rendah dari fasilitas likuiditas yang telah diberikan. Hal ini penting agar tidak terjadi perbedaan pendapat di kemudian hari mengenai fasilitas-fasilitas yang telah dikeluarkan baik oleh Bank Indonesia maupun Pemerintah. Apabila tidak ada konsensus nasional seperti di atas, situasi chaos yang dapat mengancam stabilitas keuangan dalam negeri akan sulit diatasi, serta dampak dan biayanya bagi perekonomian nasional dan kelangsungan hidup negara malahan akan lebih besar. Selain itu, hal ini juga menjadi salah satu faktor yang mendukung kredibilitas kebijakan yang ditempuh oleh bank Indonesia dan Pemerintah terutama dalam kaitannya dengan upaya percepatan pemulihan ekonomi.

Pertanyaan :

4. Berkaitan dengan kondisi makroekonomi menyongsong pelaksanaan APBN 2002, apakah tindakan dan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia guna mempertahankan asumsi dasar dalam penyusunan APBN 2002 terutama nilai tukar rupiah yang sekarang mulai melemah dan tingkat suku bunga yang masih tinggi guna mempertahankan sentimen positif masyarakat. Selain itu asumsi kurs Rp8.000,- s.d Rp9.000,- per USD dianggap masih memberatkan pemulihan di sektor riil, bagaimana pendapat Bank Indonesia? Serta adakah upaya Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga?

Jawaban :

Anggota Dewan yang terhormat,

Dapat kami sampaikan bahwa penetapan asumsi dasar penyusunan RAPBN 2002, termasuk perkiraan/target ekonomi makronya telah dibahas bersama dalam pertemuan Tim Koordinasi Pemerintah dan Bank Indonesia. Secara umum dapat dikatakan bahwa beberapa tantangan akan dihadapi oleh ekonomi Indonesia tahun 2002. Dari sisi eksternal, kondisi ekonomi dunia diramalkan akan mengalami peningkatan yang tidak setinggi diperkirakan semula. Tahun 2001 ini perkiraan ekonomi dunia yang semula sebesar 3,2% diturunkan menjadi 2,7%, sementara untuk tahun 2002 diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,6%. Akan tetapi serangan yang melanda Gedung WTC Amerika akhir-akhir ini kemungkinan besar akan menyebabkan revisi perkiraan-perkiraan tersebut menjadi lebih rendah lagi.

Perkembangan ekonomi dunia yang tidak akan secerah yang diperkirakan semula tersebut tentunya akan berdampak pada ekonomi Indonesia. Meskipun demikian masih terlalu awal untuk melakukan penilaian secara akurat mengenai sejauh mana dampak yang ditimbulkan oleh tragedi tersebut. Secara umum dapat disampaikan bahwa ekspor non migas Indonesia diperkirakan tidak akan tumbuh setinggi tahun ini, dan karenanya sumbangan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi nasional juga akan menurun. Di sisi yang lain, perkiraan harga minyak dunia yang lebih tinggi akan memberikan sumbangan positif bagi perekonomian Indonesia.

Dengan kondisi eksternal yang kurang kondusif tersebut, sumber pertumbuhan ekonomi harus diupayakan dari dalam negeri, dengan mendorong kegiatan investasi dan konsumsi khususnya sektor swasta. Hal ini diperlukan agar asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5% dalam RAPBN 2002 dapat dicapai, meskipun upaya untuk itu menjadi lebih sulit dengan perkembangan terakhir ekonomi internasional. Dalam hubungan ini, selain upaya

Page 9: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

9 Bank Indonesia

untuk menjaga keamanan dan stabilitas sosial-politik, berbagai langkah perlu dilakukan untuk semakin menarik minat investasi luar negeri ke Indonesia. Selain itu, berbagai langkah untuk mempercepat proses restrukturisasi sektor korporasi menjadi sangat penting. Termasuk di dalamnya adalah upaya untuk mempercepat proses restrukturisasi utang luar negeri swasta oleh Prakarsa Jakarta serta penyelesaian restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh BPPN.

Untuk membantu upaya pemulihan ekonomi di atas, Bank Indonesia akan mengarahkan kebijakan moneter dan perbankannya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mempercepat pemulihan intermediasi perbankan. Langkah-langkah penyehatan dan pengawasan bank terus dilakukan untuk mendorong penyaluran kredit oleh bank-bank kepada dunia usaha. Sementara itu, di bidang moneter kebijakan ditempuh untuk tetap mengupayakan kondisi likuiditas yang kondusif bagi kegiatan perekonomian. Meskipun demikian, upaya di bidang moneter ini mempunyai keterbatasan karena masih cukup besarnya tekanan inflasi dan masih rentannya nilai tukar rupiah dalam tahun 2002.

Terkait dengan penetapan asumsi laju inflasi sebesar 8% dalam RAPBN 2002, Bank Indonesia berpendapat bahwa asumsi tersebut masih cukup realistis meskipun secara relatif akan sulit untuk dicapai. Pandangan ini didasarkan atas pertimbangan tingginya tekanan inflasi yang bersumber dari kenaikan biaya produksi sebagai dampak lanjut realisasi rencana kebijakan penyesuaian harga-harga (administered price) seperti harga BBM dan tariff dasar listrik serta pengaruh ekspektasi masyarakat yang biasanya menyertai pengumuman penyesuaian harga tersebut. Di samping itu, beberapa hal dapat pula berpotensi mendorong inflasi seperti dampak ekspansi moneter penggunaan rekening pemerintah serta potensi tekanan dari sisi permintaan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

Terkait dengan pertanyaan anggota Dewan mengenai optimis tidaknya asumsi nilai tukar sebesar Rp8.000 – Rp9.000 akan tercapai, kami berpendapat bahwa pergerakan nilai tukar ke depan masih akan ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut :

Pertama, perkembangan nilai tukar pada bulan-bulan mendatang antara lain akan banyak tergantung pada perkembangan sentimen pasar dan faktor fundamental, baik dari sisi eksternal maupun domestik. Dari sisi eksternal, khususnya berkaitan dengan komitmen dan realisasi penarikan pinjaman luar negeri serta penanganan penyelesaian utang luar negeri. Pencairan dana IMF yang telah direalisasikan pada bulan September ini diperkirakan akan menjadi benchmark bagi lembaga-lembaga multilateral dan negara donor lainnya terutama menyangkut komitmen pemberian pinjaman ataupun penyelesaian utang luar negeri yang dihadapi Indonesia. Demikian juga, pertemuan CGI yang akan membahas utang baru dalam APBN 2002, diperkirakan akan dapat mendukung kepercayaan internasional terhadap prospek ekonomi Indonesia.

Kedua, di sisi domestik, pelaku pasar masih berhati-hati dalam menyikapi pelaksanaan program reformasi ekonomi yang tertuang dalam Letter of Intent. Diantaranya, kemungkinan masih sulitnya direalisasikannya target divestasi di BPPN dan privatisasi BUMN yang harus ditempuh sampai dengan akhir tahun, meskipun secara keseluruhan rencana APBN disambut positif. Beberapa unsur kehati-hatian pelaku pasar ini juga tercermin dari premi swap dan premi risiko yang masih tinggi yang mencerminkan masih tingginya risiko keuangan dan ekonomi.

Page 10: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

10 Bank Indonesia

Ketiga, faktor fundamental juga sangat berperan dalam pergerakan nilai tukar rupiah yang berasal dari kondisi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar. Dari sisi permintaan, sumber tekanan terhadap nilai tukar rupiah berasal dari kebutuhan valuta asing oleh korporasi untuk memenuhi kewajiban utang luar negeri swasta yang akan jatuh tempo. Di samping itu, juga terdapat kebutuhan valas yang cukup besar dari BUMN seperti Pertamina untuk kebutuhan impor, yang apabila sewaktu-waktu dilakukan secara sekaligus dapat menimbulkan tekanan terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Selain itu, tekanan permintaan valuta asing juga terkait dengan pola yang selalu terjadi menjelang akhir tahun, khususnya menjelang liburan akhir tahun dan hari-hari keagamaan untuk impor barang-barang konsumsi.

Ke empat, dari sisi ketersediaan valas, dalam bulan-bulan mendatang juga belum memperlihatkan kondisi yang membaik. Selain komitmen penarikan pinjaman dari beberapa negara donor dan lembaga multilateral yang masih terbatas, arus modal swasta asing pun belum menunjukkan tanda-tanda akan masuk secara berarti ke dalam negeri baik dalam bentuk investasi langsung maupun kembalinya modal yang keluar dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, pasokan valuta asing yang bersumber dari hasil devisa ekspor diperkirakan akan menurun, seiring dengan masih melemahnya kondisi perekonomian negara-negara industri. Dengan kemungkinan masih berlanjutnya kemorosotan kinerja ekonomi di beberapa negara industri utama tersebut, ekspor non-migas Indonesia diperkirakan masih akan cenderung menurun dalam beberapa bulan ke depan.

Ke depan, dengan harapan terwujudnya program reformasi ekonomi yang didukung oleh berbagai lembaga keuangan internasional dan negara-negara donor lainnya diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap kestabilan nilai tukar rupiah. Menilik berbagai pertimbangan tersebut, dan apabila terjadi perbaikan pada keempat faktor di atas, asumsi rata-rata nilai tukar dalam APBN tahun 2002 yaitu pada kisaran Rp8.000 – Rp9.000 per USD cukup realistis untuk dicapai.

Berkaitan dengan pertanyaan mengenai kemungkinan Bank Indonesia dapat menurunkan suku bunga, kami memandang bahwa hal tersebut harus diletakkan pada konteks upaya mencapai kestabilan perekonomian secara keseluruhan. Memperhatikan masih adanya potensi tekanan terhadap inflasi dan nilai tukar, maka kebijakan moneter tetap ditujukan untuk mencapai pertumbuhan base money sebagai sasaran operasional sehingga lebih sesuai dengan kebutuhan riil kegiatan perekonomian. Terkait dengan hal tersebut, strategi pengendalian moneter dalam penyerapan kelebihan likuiditas perlu dilakukan secara berhati-hati dan terukur dengan meminimalkan dampak negatif peningkatan suku bunga yang berlebihan. Dalam hubungan ini, apabila penguatan rupiah seperti yang dikemukakan di atas terjadi dan tekanan inflasi telah meredam maka peluang penurunan suku bunga menjadi lebih terbuka.

Dalam pelaksanaannya, strategi pengendalian moneter untuk mencapai sasaran uang primer yang ditetapkan utamanya dilakukan melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT), khususnya dengan lelang SBI. Namun, mengingat masih belum normalnya aktivitas perbankan dalam mentransmisikan kebijakan moneter ke sektor riil, penggunaan instrumen moneter lainnya seperti: (i) intervensi rupiah, dan (ii) sterilisasi di pasar valuta asing, perlu terus dilakukan.

Page 11: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

11 Bank Indonesia

Pertanyaan :

5. Upaya-upaya dan kebijakan apa yang diambil Bank Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri.

Jawaban :

Anggota Dewan Yang Terhormat,

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pinjaman luar negeri diperlukan oleh suatu negara dalam rangka mengatasi problem ‘saving-investment gap’. Pinjaman luar negeri akan meningkatkan kemampuan pembiayaan terutama dalam menyediakan dana investasi, sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh.

Kebutuhan utang luar negeri masih dibutuhkan terutama dalam kerangka pemulihan ekonomi. Namun demikian perlu dipahami bahwa keberhasilan proses pemulihan ekonomi itu sendiri mensyaratkan banyak aspek yang harus didukung dengan komitmen yang sangat kuat oleh semua pihak. Utang luar negeri pada kisaran level tertentu juga merupakan alternatif potensi dana yang menguntungkan untuk dimanfaatkan sepanjang utang tersebut bersyarat lunak dan disalurkan untuk pembiayaan proyek-proyek yang produktif dan menambah penghasilan devisa. Zero growth utang luar negeri Pemerintah mungkin saja tercapai apabila struktur perekonomian Indonesia sudah berada pada level yang dapat menciptakan ‘confident’ bagi semua pihak khususnya ‘market player’ dengan dukungan perangkat hukum yang jelas, pasar yang efisien, suasana kehidupan politik yang stabil serta adanya cerminan ‘good governance’ dalam kehidupan bernegara. Dengan adanya kondisi yang kondusif bagi proses recovery perekonomian nasional diharapkan dapat tumbuh dengan cepat dan wajar untuk selanjutnya memungkinkan Pemerintah meningkatkan penerimaan dalam negeri dan meningkatkan kemampuan membiayai seluruh pengeluarannya baik itu pengeluaran rutin maupun untuk keperluan investasi.

Krisis yang kita alami telah memberikan pelajaran berharga mengenai dampak ketergantungan pembiayaan kegiatan ekonomi pada utang luar negeri. Fluktuasi dan depresiasi nilai tukar yang tajam, mengakibatkan pembengkakan kewajiban yang sedemikian rupa, yang tidak hanya menimbulkan masalah kesulitan likuiditas namun juga pada krisis kepercayaan internasional. Saat ini terdapat suatu kondisi yang dilematis mengingat pemulihan akses pasar dan kepercayaan internasional justeru dipengaruhi oleh “kecepatan” Indonesia untuk menyelesaikan masalah utang luar negeri dan memperbaiki prospek kestabilan dan kesinambungan perekonomian, keuangan, perbankan dan moneter. Pemenuhan persyaratan tersebut memerlukan kerja keras dari seluruh pihak baik dari lembaga politik sebagai perencana dan penyelenggara kebijakan makro ekonomi maupun para pelaku ekonomi itu sendiri.

Anggota Dewan Yang Terhormat,

Dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri sebagai pembiayaan pembangunan, perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan

Page 12: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

12 Bank Indonesia

penerimaan dalam negeri, antara lain melalui peningkatan pajak serta menciptakan kondisi yang mendorong kegiatan yang berorientasi ekspor. Upaya-upaya dimaksud harus terkoordinasi dan tidak berorientasi jangka pendek namun dalam kerangka kebijakan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi jangka panjang.

Sementara itu, dalam kerangka diversifikasi sumber dana pembangunan bagi Pemerintah, kami memandang perlu dikembangkannya pembentukan pasar surat-surat utang termasuk bond market yang efisien dan likuid. Pasar surat utang yang efisien dan likuid tersebut juga dapat dijadikan sebagai alternatif untuk berinvestasi dan sebagai benchmark bagi pembiayaan sektor swasta. Berkaitan dengan hal tersebut, adanya Undang -Undang Obligasi yang mengatur aturan main ‘bond market’ dimaksud merupakan hal yang perlu segera direalisasikan.

Pertanyaan :

7. Minta penjelasan tentang beredarnya uang palsu dan itu menjadi tanggung jawab siapa.

10. D. Minta penjelasan mengenai rencana kerja tahun 2002 tentang upaya pencegahan beredarnya uang palsu.

Jawaban :

Anggota Dewan yang terhormat,

Mengingat pertanyaan no. 7 berkaitan dengan pertanyaan no. 10 D, perkenankanlah kami untuk menjawabnya sekaligus.

Sebagaimana diketahui, pemalsuan uang (counterfeiting of currency) merupakan salah satu bentuk kejahatan tertua di dunia seiring dengan digunakannya uang sebagai alat pembayaran yang sah dalam rangka memperlancar transaksi ekonomi. Dalam hal ini, kejahatan pemalsuan uang dikategorikan sebagai kejahatan pidana dan dapat terjadi di setiap negara, sehingga permasalahan pemalsuan uang menjadi perhatian serius berbagai negara. Perbandingan data pemalsuan uang di Indonesia dengan beberapa negara sebagai berikut :

Negara

Uang Palsu (nilai)

UYD (nilai)

Ratio

Canada (2000) 4,2 juta 36,5 miliar 0,0115% Indonesia:

(1999) 6,73 miliar 68,6 triliun 0,0098% (2000) 14,76 miliar 85,2 triliun 0,0173%

Juni (2001) 1,9 miliar 72,6 triliun 0,00270% USA (1997) 30 juta 390 miliar 0,0077% Jerman (2000) 2,31 juta 274 miliar 0,0008%

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pemalsuan uang merupakan bentuk

kejahatan pidana yang sanksinya untuk Indonesia diatur dalam KUHP Pasal 244 – 252. Oleh karena itu, badan hukum/subjek hukum yang bertanggung jawab terhadap pemalsuan uang adalah para pelaku atau pihak-pihak yang turut serta mengedarkan uang palsu itu sendiri dan penyelesaiannya diserahkan kepada pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku dan atau pengedar uang palsu tersebut.

Page 13: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

13 Bank Indonesia

Selanjutnya dalam upaya penanggulangan dan pencegahan beredarnya uang uang palsu, Bank Indonesia telah dan akan melakukan langkah-langkah preventif seperti :

a. Meningkatkan kualitas tanda pengaman (security features) pada setiap uang yang diterbitkan, sehingga uang menjadi lebih sulit dipalsu tetapi lebih mudah dikenali keasliannya oleh masyarakat.

b. Menyebarluaskan pengetahuan mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat, baik melalui sosialisasi, penyebaran leaflet maupun pembuatan iklan di media cetak dan elektronik.

c. Melakukan dan meningkatkan kerjasama antar instansi terkait untuk menyamakan persepsi dan langkah dalam menangani kejahatan pemalsuan uang melalui lembaga Botasupal dan Interpol.

Selain daripada itu, Bank Indonesia selalu berperan aktif dengan menyediakan tenaga ahli yang diperlukan pihak penyidik atau penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti uang palsu yang disita, maupun menyediakan saksi ahli dalam persidangan di pengadilan.

Pertanyaan :

8. Minta penjelasan prediksi keuntungan atau kerugian tahun anggaran 2001.

Jawaban :

Anggota Dewan yang terhormat,

Sesuai dengan Anggaran Tahunan Bank Indonesia 2001, yang telah kami sampaikan kepada Dewan yang terhormat pada bulan Desember 2000, prakiraan surplus Bank Indonesia untuk tahun 2001 adalah sebesar Rp3,17 triliun. Prakiraan tersebut didasarkan pada :

− Rencana penerimaan sebesar Rp25,78 triliun yang sebagian besar berasal dari pelaksanaan kebijakan moneter yaitu pengelolaan devisa

− Rencana pengeluaran sebesar Rp23,31 triliun yang sebagian besar yaitu Rp15,52 triliun untuk biaya operasi pengendalian moneter dan biaya pengelolaan devisa.

Adapun asumsi makro yang digunakan dalam penyusunan anggaran tersebut adalah sebagai berikut :

− Pertumbuhan ekonomi 4,5% − Tingkat inflasi 7% − Tingkat diskonto SBI sebesar 12% - 13% − Rata-rata base money Rp105 triliun – Rp107 triliun − Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp7.800,-

Page 14: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

14 Bank Indonesia

Dalam memprediksi surplus dan defisit Bank Indonesia tahun anggaran 2001 yang lebih realistis, asumsi-asumsi tersebut di atas diperkirakan akan mengalami perubahan antara lain:

− Tingkat suku bunga SBI yang meningkat − Rata-rata base money yang lebih besar dari Rp107 triliun − Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat yang juga mengalami perubahan.

Sebagai akibat dari perubahan asumsi-asumsi tersebut, maka penerimaan Bank Indonesia kemungkinan dapat mengalami peningkatan karena perubahan kurs, namun dapat pula mengalami penurunan karena penurunan jumlah cadangan devisa karena pelunasan pinjaman luar negeri dan menurunnya tingkat bunga penanaman devisa di luar negeri. Di samping itu terdapat pula kemungkinan meningkatnya pengeluaran Bank Indonesia karena meningkatnya biaya pengendalian moneter.

Namun demikian secara keseluruhan, surplus Bank Indonesia per akhir tahun 2001 diperkirakan akan lebih besar dari perkiraan semula sebesar Rp3,17 triliun.

Pertanyaan :

9. Minta penjelasan tentang penggunaan BLBI Rp14,5 triliun yang sampai sekarang belum terjadi klarifikasi dengan pemerintah.

Jawaban :

Anggota Dewan yang terhormat,

Mengenai pertanyaan tersebut, dapat kami kemukakan hal-hal sebagai berikut:

1. Sebagaimana telah kami kemukakan dalam beberapa kesempatan, jumlah BLBI tersebut termasuk dalam SUP No.4 sebesar Rp53,7 triliun.

Pelaksanaan penggunaan oleh Bank Indonesia didasarkan pada surat Menteri Keuangan No.SR-176/MK.01/1999 tanggal 31 Mei 1999

Tambahan BLBI sebesar Rp.14.447,7 miliar diberikan kepada :

a. Bank Beku Operasi (BBO) sebesar Rp.0,5 miliar b. Bank Beku Kegiatan Operasi (BBKU) sebesar Rp.14.447,2 miliar.

2. Tambahan BLBI dimaksud timbul pada periode setelah posisi tanggal 29 Januari 1999 sampai dengan bank-bank tersebut dibekukan pada tanggal 13 Maret 1999 dengan rincian sebagai berikut :

a. Saldo debet sebesar Rp.13.899,6 miliar (30 BBKU dan 1 BBO). b. Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK) sebesar Rp.106,7 miliar (1 BBKU) c. Fasilitas Diskonto sebesar Rp.441,4 miliar (1 BBKU).

Page 15: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

15 Bank Indonesia

3. BLBI sebesar Rp14,5 triliun belum selesai karena belum dilakukan cessie sebagaimana dalam Persetujuan Bersama antara Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 6 Februari 1999.

Pertanyaan :

10. Minta penjelasan tentang rencana kerja tahun 2002 :

a. Tentang kebijakan moneter b. Tentang kebijakan restrukturisasi perbankan c. Tentang pembentukan Lembaga penjaminan menurut Bank Indonesia

Jawaban :

A. Tentang Kebijakan Moneter

Sebagaimana Dewan maklumi, sesuai dengan Undang-undang No. 23/1999, Bank Indonesia akan menyampaikan secara resmi arah kebijakan moneter tahun 2002 pada awal Januari 2002. Pada waktu itu, selain melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter tahun 2001, Bank Indonesia juga akan menyampaikan sasaran inflasi untuk tahun 2002 serta arah dan sasaran moneter yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran inflasi itu. Tentu saja semuanya ini akan disampaikan dengan mempertimbangkan perkembangan dan prospek makroekonomi dan keuangan Indonesia secara keseluruhan.

Secara umum dapat disampaikan bahwa kebijakan moneter di tahun 2002 akan tetap di arahkan untuk mencapai sasaran laju inflasi dan moneter yang ditetapkan. Dalam pelaksanaanya perlu ditetapkannya terlebih dahulu sasaran inflasi yang lebih realistis sehingga dapat dijadikan pedoman bagi pasar dalam rangka pengambilan keputusannya. Sasaran inflasi yang realistis ini perlu ditetapkan agar di satu sisi tidak mendorong meningkatnya ekspektasi masyarakat akan terus meningkatnya laju inflasi dan di sisi lain tidak menghambat pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam pelaksanaannya kebijakan moneter yang ditempuh tetap ditujukan untuk mencapai pertumbuhan base money sebagai sasaran operasional sehingga lebih sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Terkait dengan hal tersebut, strategi pengendalian moneter perlu dilakukan secara berhati-hati dan terukur dengan meminimalkan dampak negatif peningkatan suku bunga yang berlebihan.

Berbagai langkah kebijakan moneter yang akan ditempuh selama tahun 2002 adalah sebagai berikut :

a. Mencapai sasaran inflasi melalui kebijakan moneter yang didasarkan pada hasil penelitian serta pengkajian terhadap data/informasi dan hasil-hasil survei mengenai ekonomi dan keuangan. Langkah ini dibarengi dengan peningkatan efektivitas, efisiensi dan disiplin dalam pengelolaan moneter untuk mencapai sasaran moneter yang telah ditetapkan.

b. Optimalisasi pengelolaan cadangan devisa dan pinjaman luar negeri serta pengembangan instrumen dalam rangka menunjang pelaksanaan kebijakan moneter.

Page 16: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

16 Bank Indonesia

c. Memperdalam upaya-upaya peningkatan fungsi dan peran hubungan internasional dalam rangka mendorong pemulihan perekonomian nasional. Upaya ini dilakukan dengan meningkatkan kerja sama ekonomi dan perdagangan internasional dan mengembangkan instrumen pembiayaan perdagangan internasional.

d. Penyempurnaan kebijakan perkreditan dan sistem informasi untuk mendukung pemulihan perekonomian dan pengembangan usaha kecil. Berbagai langkah yang dapat dilakukan untuk melaksanakan kebijakan ini diantaranya dilakukan melalui pemberian rekomendasi kepada pemerintah mengenai pengembangan usaha kecil dan penyediaan sistem informasi yang lengkap, akurat dan up to date.

B. Tentang Restrukturisasi Perbankan

Di bidang restrukturisasi perbankan pada tahun 2002 Bank Indonesia akan tetap melanjutkan kegiatan yang telah berjalan mencakup upaya untuk meningkatkan sistem pengawasan dan pengaturan perbankan, infrastruktur perbankan serta good corporate governance.

Sebagai upaya untuk meningkatkan sistem pengawasan dan pengaturan perbankan, Bank Indonesia akan melanjutkan upaya peningkatan pengawasan dan pengaturan bank yang dituangkan dalam Master Plan Pengawasan dan Pengaturan Bank yang disusun dengan bantuan Technical Assistance dari IMF. Adapun fokus peningkatan sistem tersebut adalah pada aspek-aspek yang berkaitan dengan peningkatan manajemen pengawasan bank, pengaturan, transparansi, penerapan risk-based supervision dan consolidated supervision, pelaksanaan on-site supervisory presence dan memperkuat sistem pengawasan bank dengan mengacu pada The 25 Basle Core Principles for Effective Banking Supervision. Perlu kami laporkan pula bahwa hasil review MAE/IMF Mission telah memberikan penilaian yang memuaskan terhadap pelaksanaan Master Plan oleh Bank Indonesia.

Di samping itu upaya tersebut, Bank Indonesia juga terus melanjutkan program peningkatan kualitas sumber daya pengawas yang dilakukan melalui program pendidikan dan pelatihan pengawas bank yang berkesinambungan baik di dalam maupun luar negeri dengan memanfaatkan bantuan dari berbagai negara.

Sementara itu guna meningkatkan infrastruktur perbankan, Bank Indonesia terus melakukan upaya-upaya untuk mengembangkan Bank Perkreditan Rakyat sebagai lembaga untuk memobilisasi dana khususnya di daerah pedesaan. Bekerjasama dengan Departemen Keuangan dan BPPN, Bank Indonesia juga tengah melakukan kajian untuk mendirikan Lembaga Perlindungan Simpanan (LPS) sebagai salah satu jaring pengaman sektor perbankan (financial safety net). Selain itu, Bank Indonesia telah melakukan upaya untuk melibatkan akuntan publik guna membantu pelaksanaan tugas-tugas pemeriksaan. Bank Indonesia juga telah bekerjasama dengan asosiasi perbankan sebagai mitra Bank Indonesia dalam mengembangkan sistem perbankan nasional dan mengawasi perilaku para bankir.

Selanjutnya dalam kerangka peningkatan kualitas pengelolaan bank (good corporate governance), Bank Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan transparansi perbankan, meningkatkan kompetensi dan integritas para bankir melalui pelaksanaan Fit and Proper Test, mewajibkan bank-bank untuk menunjuk seorang Compliance Director yang bertugas

Page 17: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

17 Bank Indonesia

untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta menindaklanjuti law enforcement terhadap pelanggaran-pelanggaran di bidang perbankan melalui Unit Khusus Investigasi Perbankan.

Sebagai tindak lanjut dari program restrukturisasi perbankan, saat ini Bank Indonesia tengah menyusun landscape perbankan nasional sebagai landasan bagi arah kebijakan pengembangan perbankan nasional ke depan. Landscape dimaksud diharapkan dapat diselesaikan pada awal tahun 2002.

Dengan dilaksanakannya usaha-usaha tersebut di atas bersama-sama dengan penyelesaian restrukturisasi aset oleh BPPN, restrukturisasi kredit dan korporasi diharapkan akan dapat mempercepat perbaikan kondisi perbankan nasional.

C. Tentang Pembentukan Lembaga penjaminan menurut Bank Indonesia

Pada prinsipnya Bank Indonesia sangat mendukung dibentuknya Lembaga Perlindungan Simpanan (LPS) sebagai pengganti Program Penjaminan Pemerintah. Hal tersebut didasarkan pada besarnya potensi moral hazard dan beban fiskal dari Program Penjaminan itu sendiri. Namun demikian pencabutan blanket guarantee harus dilakukan secara berhati-hati agar tidak mempengaruhi kepercayaan masyarakat kepada perbankan.

Sejalan dengan hal tersebut Departemen Keuangan bersama-sama dengan Bank Indonesia dan BPPN telah membentuk Tim yang bertugas mengkaji dan menyusun peraturan mengenai pengurangan cakupan blanket guarantee dan mempersiapkan pembentukan LPS.

Dapat kami laporkan perkembangan dari hasil kerja tim adalah meliputi penyusunan RUU LPS yang diharapkan pada akhir tahun 2001 telah dapat diajukan kepada DPR. Sejalan dengan rencana pembentukan LPS, saat ini tengah disusun perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 179/KMK.017/2000 mengenai Penjaminan Pemerintah yang antara lain mengatur pengurangan cakupan (coverage) penjaminan dari blanket guarantee secara bertahap menjadi limited guarantee sesuai dengan jumlah yang akan dicakup oleh LPS. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pembentukan LPS akan diumumkan 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya skim penjaminan yang berlaku sekarang.

Pertanyaan :

11. Minta penjelasan mengenai perkembangan Bank Indover dan BPUI

Jawaban :

1. Divestasi pada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia

Pelaksanaan divestasi kepemilikan Bank Indonesia pada PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) akan dilaksanakan segera setelah pelaksanaan restrukturisasi hutang Bahana Group oleh BPPN melalui metode Debt Equity Swap atas dasar MOU antara BPPN dengan manajemen PT. BPUI tanggal 15 September 2000. Dengan pola Debt Equity

Page 18: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

18 Bank Indonesia

Swap oleh BPPN maka kepemilikan Bank Indonesia pada PT Bahana PUI akan secara otomatis terdilusi menjadi sekitar 0,05%. Dengan jumlah kepemilikan yang telah kecil tersebut, langkah divestasi berikutnya diperkirakan menjadi lebih mudah dan dapat dilakukan segera melalui penawaran sisa kepemilikan Bank Indonesia kepada pemegang saham lainnya yaitu Departemen Keuangan atau investor lain yang berminat.

Sesuai kesepakatan, ada 3 persyaratan yang ditetapkan oleh KKSK dan BBPN yang harus dipenuhi oleh PT. BPUI sebagai berikut:

- Adanya perubahan manajemen PT. Bahana

- Manajemen baru melakukan pengkajian lebih mendalam terhadap financial dan legal due dilligence yang telah dilakukan oleh konsultan Arthur Andersen dan Wiriadinata dan Widyawan.

- Manajemen baru harus membuat business plan baru untuk diajukan kepada BPPN dan Pemegang saham untuk mendapatkan persetujuan dari KKSK.

Sehubungan dengan syarat perubahan manajemen tersebut maka Menteri Keuangan bersama sama dengan Bank Indonesia selaku pemegang saham PT. BPUI telah mengganti anggota Direksi dan Komisaris PT. BPUI pada tanggal 15 Februari 2001.

Manajemen yang baru tersebut juga telah melakukan pengkajian lebih mendalam atas hasil legal dan financial due diligence yang telah dilakukan sebelumnya oleh Arthur Andersen. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh angka final kewajiban PT Bahana yang akan dicantumkan dalam perjanjian pokok restrukturisasi tersebut. Selanjutnya manajemen PT. Bahana juga telah mempresentasikan business plan yang terkait dengan rencana restrukturisasi kepada para pemegang saham dan KKSK.

Sesuai dengan keputusan KKSK, debt to equity swap pada awalnya direncanakan akan dilaksanakan selambat-lambatnya bulan Mei 2001. Namun, sampai dengan saat ini KKSK belum memberikan keputusan atau persetujuan atas pelaksanaan restrukturisasi PT. BPUI dimaksud.

Selanjutnya dengan telah terbentuknya kabinet baru dimana tugas pembinaan BUMN telah diserahkan kepada Menteri Negara PBUMN dan telah adanya kepastian mengenai wewenang Meneg PBUMN maka diharapkan proses restrukturisasi hutang PT. BPUI dapat segera difinalkan. Dengan demikian divestasi kepemilkan Bank Indoensia pada PT. BPUI juga dapat segera dilaksanakan.

2. Divestasi pada NV. Indover Bank

Dalam rangka pelaksanaan divestasi pada Indover Bank, Bank Indonesia telah membentuk Tim Divestasi dan menunjuk ABN Amro sebagai Financial Advisor serta Baker & Mc Kenzie sebagai Legal Advisor. Financial dan legal advisor tersebut saat ini sedang melakukan due diligence termasuk penentuan estimasi harga Indover Bank serta akan memfasilitasi pemenuhan persyaratan finansial dan yuridis pelaksanaan transaksi penjualan saham dengan potensial investor.

Page 19: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

19 Bank Indonesia

Berdasarkan laporan terkini dari financial advisor, proses divestasi Indover Bank (sampai dengan ditandatanganinya MOU antara Bank Indonesia dan potential investor) diharapkan dapat diselesaikan pada akhir Desember 2001 dengan time table sebagai berikut :

- Due diligence pada Indover Bank masih berlangsung dan diperkirakan selesai pada pertengahan Oktober 2001.

- Presentasi hasil due diligence oleh ABN Amro kepada Bank Indonesia direncanakan pada minggu ketiga Oktober 2001.

- Penjajagan dengan potential investor, distribusi information memorandum dan due diligence oleh potential investor diperkirakan akan berlangsung dari minggu ketiga Oktober 2001 sampai dengan minggu pertama Desember 2001.

- Persiapan transaksi penjualan yang melipuli negosiasi dan penandatanganan MOU antara Bank Indonesia dan investor diperkirakan dapat dilaksanakan sebelum tanggal 31 Desember 2001, sedangkan realisasi setelmen transaksi finansialnya diharapkan terjadi pada awal tahun 2002. Pencapaian tahap ini tentu sangat tergantung pada respon dari potential investor.

Pertanyaan :

12. Minta penjelasan tentang program restrukturisasi Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan citra Bank Indonesia di mata masyarakat yang dinilai sangat buruk.

Jawaban :

Anggota Dewan yang terhormat,

Sebagaimana pernah kami laporkan dalam Laporan Triwulanan I dan II tahun 2001, bahwa Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya penyempurnaan internal guna memenuhi tuntutan UU no 23/1999. Penyempurnaan internal yang telah kami lakukan antara lain:

− Menyempurnakan Manajemen Keuangan Intern melalui perwujudan Good Governance termasuk penyusunan Sistem dan Prosedur Pengendalian Keuangan (Financial Controller)

− Mengeluarkan berbagai perangkat hukum berupa peraturan di bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran serta manajemen intern

− Melaksanakan audit komprehensif, terbatas dan khusus termasuk melakukan tindakan disiplin kepada pegawai yang terbukti melanggar ketentuan disiplin.

− Dan berbagai penyempurnaan intern lainnya.

Seiringan dengan perbaikan internal di atas, kami juga telah mulai melaksanakan Program Restrukturisasi secara menyeluruh. Secara internal program ini lebih dikenal

Page 20: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

20 Bank Indonesia

dengan sebutan Program Transformasi Bank Indonesia. Tujuan akhir program ini adalah untuk membentuk suatu Bank Indonesia “masa depan” sesuai dengan tuntutan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999, tuntutan internal dan juga tuntutan eksternal stakeholders. Dengan bantuan konsultan organisasi dan manajemen, kami telah melakukan analisis yang mendalam (diagnostic study) terhadap organisasi termasuk analisis terhadap opini, pendapat, masukan dan saran dari pihak external stakeholders. Berdasarkan analisis tersebut, kami telah merancang Program Tranformasi dengan tahapan-tahapan kegiatan secara rinci.

Pada tahap pertama, dengan melibatkan segenap pimpinan dan karyawan, kami telah menyepakati arah restrukturisasi Bank Indonesia secara jelas sebagai berikut:

(b) Misi Bank Indonesia :

Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah/inflasi melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan jangka panjang negara Indonesia.

(b) Visi Bank Indonesia :

Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.

(c) Budaya kerja baru yang akan dikembangkan

- Meningkatkan Integritas - Meningkatkan Kompetensi - Meningkatkan kebersamaan - Meningkatkan Akuntabilitas, dan - Meningkatkan Transparansi.

(d) Program dan rencana kegiatan utama

Berdasarkan hasil diagnostic study tersebut di atas, telah berhasil ditemukan beberapa area di Bank Indonesia yang perlu dilakukan restrukrisasi. Untuk tahap pertama (lebih kurang 6 bulan), telah ditetapkan 7 (tujuh) program utama yaitu: Pertama, Program Penyempurnaan Pengawasan bank dengan salah tugasnya adalah meningkatkan kualitas SDM di bidang pengawas dan pemeriksa bank melalui berbagai pelatihan dan sertifikasi pengawas bank. Kedua, Program Penyempurnaan Sistem Perumusan Kebijakan Moneter yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas di bidang kebijakan dan penelitian di bidang moneter. Ketiga, Program Penyempurnaan Manajemen Sumber Daya Manusia yang tugasnya adalah meningkatkan profesionalitas SDM dan perubahan kultur SDM di Bank Indonesia. Keempat, Program Pengembangan Manajemen Informasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan kecepatan dan kualitas informasi di Bank Indonesia. Kelima, Program Penyempurnaan Sistem Perencanaan, Anggaran dan Kontrol yang akan melakukan penyempurnaan dan integrasi antara sistem perencanaan, anggaran dan sistem manajemen kinerja. Keenam, Program Penyempurnaan di bidang Logistik yang akan melakukan penyempurnaan terhadap proses pengadaan barang dan jasa di Bank Indonesia. Ketujuh, Program

Page 21: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

21 Bank Indonesia

Penyempurnaan Manajemen di bidang Teknologi Informasi yang bertugas untuk meningkatkan strategi di bidang informasi teknologi, proses dan organisasi di bidang teknologi informasi.

Sehubungan dengan Program Transformasi Bank Indonesia tersebut, sejak tanggal 3 September 2001 telah dikeluarkan Peraturan Dewan Gubernur (PDG) Bank Indonesia No. 3/7/PDG2001 yang secara resmi telah membentuk Unit Khusus Program Transformasi (UKPT) sebagai unit kerja di Bank Indonesia yang akan melaksanakan proses Program Transformasi Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan transformasi, masing-masing anggota Dewan Gubernur bertanggung jawab langsung atas keberhasilan program tertentu.

Pertanyaan :

13. Minta penjelasan sisa pembayaran berdasarkan Perjanjian Frankfurt :

a. Jumlah penjaminannya; b. Nama debitur yang dijamin; c. Kontra jaminan dari debitur yang terkait serta masing-masing jatuh temponya

pembayaran; d. Bank-bank yang terkait; e. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pembayarannya; f. Jenis transaksi yang dilakukan oleh tiap-tiap debitur.

Jawaban :

Anggota Dewan Yang Terhormat

Sebagaimana diketahui, krisis nilai tukar telah mendorong terjadinya krisis pinjaman luar negeri swasta termasuk pinjaman luar negeri perbankan. Untuk mengatasi krisis tersebut. Pemerintah pada tahun 1998 membentuk Tim Penyelesaian Utang Luar Negeri Swasta Indonesia (Tim PUSWI). Pada tanggal 4 Juni 1998, melalui kesepakatan di Frankfurt, Tim tersebut telah mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam 3 program yaitu:

a. Program Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA), merupakan program yang menjamin tersedianya valas untuk pembayaran utang corporate. Saat ini INDRA hanya mempunyai 1 peserta. Oleh sebab itu sejak Juni 2000 program ini telah ditutup.

b. Program Trade Maintenance Facility (TMF), merupakan program penjaminan terhadap pembukaan L/C oleh bank-bank di Indonesia yang sejak bulan Juni 2001 telah berakhir dan tidak diperpanjang lagi.

c. Program Interbank Debt Exchange Offer, merupakan program restrukturisasi utang luar negeri perbankan Indonesia dimana utang luar negeri bank yang jatuh tempo dalam consolidation period tertentu dibiayai kembali melalui penawaran pertukaran (exchange offer) menjadi utang luar negeri baru dengan jangka waktu lebih panjang dan dijamin pembayarannya oleh Bank Indonesia atas nama Pemerintah.

Dalam program Exchange Offer telah berhasil direstrukturisasi utang sebesar USD6,3 miliar, yang terdiri dari Exchange Offer I sebesar 3 miliar dan Exchange Offer II sebesar USD3,3 miliar. Saat ini sisa jumlah penjaminan dalam program Exchange Offer

Page 22: PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA … fileRapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001 2 Bank Indonesia intermediasi perbankan

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 20 September 2001

22 Bank Indonesia

adalah sebesar USD 3,5 miliar yang merupakan kewajiban yang akan jatuh waktu tahun 2002 sd 2005. Dari jumlah tersebut sebesar USD. 0,55 miliar merupakan kewajiban Bank Beku Operasi /Bank Beku Kegiatan Usaha (BBO/BBKU).

Debitur dalam program ini adalah bank-bank di Indonesia yang mempunyai pinjaman luar negeri. Sedangkan kreditur adalah bank-bank luar negeri yang memberikan pinjaman kepada bank-bank di Indonesia.

Transaksi-transaksi yang dipertukarkan dalam program Exchange Offer ini meliputi antara lain utang luar negeri bank baik jangka pendek maupun jangka panjang, interbank deposit dan pembiayaan perdagangan (trade finance) berjangka waktu diatas 1 tahun.

Pengaturan mengenai jaminan pinjaman luar negeri antar bank diatur dalam PBI No. 2/12/PBI/2000 tanggal 16 Mei 2000 tentang Jaminan Pinjaman Luar Negeri Antar Bank. PBI ini disusun berdasarkan Kesepakatan Bersama Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia tentang Jaminan atas Pembiayaan Perdagangan Internasional dan Pinjaman Luar Negeri Antar Bank tanggal 3 Mei 2000. Sesuai dengan ketentuan tersebut, dalam hal bank-bank yang masih beroperasi tidak dapat melakukan pembayaran dengan dananya sendiri sehingga harus menggunakan dana penjaminan dari pemerintah yang telah disediakan dalam rekening 519.000.110 “Trade Maintenance Facility dan Exchange Offer”, bank tersebut harus menyampaikan :

a. Surat Pernyataan Tidak Sanggup Bayar

b. Akta Pengakuan Utang

c. Surat Sanggup yang nilainya setara dengan nilai utang Bank.

Sampai saat ini, bank-bank yang masih beroperasi dapat melakukan pembayaran kewajiban Exchange Offer yang jatuh tempo dengan menggunakan dana mereka sendiri.

Selama ini penggunaan dana penjaminan hanya digunakan untuk membayar kewajiban Exchange Offer Bagi Bank Beku Operasi/Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKO/BBKU) yang dananya disediakan oleh Pemerintah dalam rekening 502.000.002 “Bendaharawan Umum Negara Untuk Obligasi Dalam Rangka Penjaminan”. Untuk BBO/BBKU, seluruh asset berada dibawah pengelolaan BPPN.

Jakarta, 20 September 2001

GUBERNUR BANK INDONESIA

Syahril Sabirin