peningkatan stabilitas fisik dan laju difusi alisin …
TRANSCRIPT
i
LAPORAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN IPTEKS
PENINGKATAN STABILITAS FISIK DAN LAJU DIFUSI ALISIN DALAM FITOSOM
EKSTRAK BAWANG PUTIH SEBAGAI ANTIDIABETES
Tim Pengusul
Rahmah Elfiyani, M.Farm., Apt. NIDN 0310128403 (KETUA)
Anisa Amalia, M.Farm. NIDN 0316018801(ANGGOTA)
Nomor Surat Kontrak Penelitian : 742/F.03.07/2019
Nilai Kontrak : Rp. 14.000.000,-
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
2020
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN IPTEKS
Judul penelitian : Peningkatan Stabilitas Fisik dan Laju Difusi Alisin Dalam
Fitosom Ekstrak Bawang Putih sebagai Antidiabetes
Ketua peneliti
a. Nama lengkap : Rahmah Elfiyani
b. NIDN : 0310128403
c. Jabatan fungsional : Lektor
d. Program studi : Farmasi
e. No.HP : 081310920994
f. Alamat surel (email) : [email protected]
Anggota peneliti (1)
a. Nama lengkap : Anisa Amalia
b. NIDN : 0316018801
c. Perguruan tinggi : UHAMKA
Lama penelitian keseluruhan : 6 bulan
Biaya penelitian keseluruhan : Rp. 14.000.000,-
Mengetahui, Jakarta, 15 April 20120 Ketua Program Studi
Kori Yati, M.Farm., Apt. Rahmah Elfiyani, M.Farm., Apt. NIDN. 0324067802 NIDN.0310128403 Menyetujui, DekanFakultas Farmasi dan Sains Ketua Lemlitbang UHAMKA
Dr. Hadi Sunaryo, M.Si., Apt. Prof. Dr. Suswandari, M.Pd NIDN.0325067201 NIDN. 0020116601
v
ABSTRAK
Fitosom merupakan sistem penghantaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
stabilitas dan bioavaibilitas bahan aktif yang berasal dari alam. Komponen utama pembentuk
fitosom yang berperan pada sifat dan stabilitas fisik fitosom adalah lesitin. Kondisi pembuatan
fitosom juga berpengaruh terhadap sifat fisikokimia fitosom. Faktor-faktor tersebut perlu diteliti
dan di optimasi sehingga menghasilkan fitosom yang stabil. Optimasi faktor-faktor tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan RSM (response surface methodology). Pada penelitian ini
faktor yang akan di optimasi adalah konsentrasi lestitin, suhu pembuatan dan kecepatan
pengadukan karena metode pembuatan fitosom yang digunakan adalah metode hidrasi lapis tipis.
Faktor terakhir adalah konsentrasi bahan aktif. Bahan aktif yang digunakan adalah ekstrak
bawang putih yang diketahui dapat menurunkan kadar gula darah. Berdasarkan faktor-faktor
tersebut diperoleh 30 rancangan pembuatan fitosom dan diperoleh rancangan optimal sebagai
berikut: konsentrasi ekstrak bawang putih dan lesitin sebesar 4,5%, suhu pembuatan 300C dan
kecepatan pengadukan 125 rpm. Pada rancangan optimal tersebut kemudian dilakukan uji
stabilitas fisik dan penentuan nilai laju difusi.Uji stabilitas dilakukan pada 3 suhu pengamatan,
yaitu 40C, 250C dan 400C selama 4 minggu. Hasil uji stabilitas menunjukkan stabilitas fitosom
dipengaruhi oleh waktudan suhu penyimpanan, dimana terjadi perubahan sifat fisik dan
pemisahan fase pada suhu 4°C dan 40°C. Hasil uji difusi menunjukkan sistem fitosom dapat
meningkatkan laju difusi allicin.
Kata kunci :alisin, ekstrak bawang putih, fitosom, stabilitas fisik, difusi.
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
SURAT KONTRAK PENELITIAN iii
ABSTRAK v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB 1. PENDAHULUAN 1
BAB 2. TINJAUAN PUSAKA 3
BAB 3. METODE PENELITIAN 8
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 29
BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI 30
BAB 7 RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI 31
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 35
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Optimasi fitosom ekstrak bawang putih 10
Tabel 2. Karakteristik ekstrak bawang putih 13
Tabel 3. Hasil evaluasi fitosom ekstrak bawang putih 15
Tabel 4. Analisa statistik optimasi rancangan pembuatan fitosom 16
Tabel 5. Analisa statistik model pada respon efisiensi penjerapan 16
Tabel 6. Analisa statistik model pada respon bobot jenis 17
Tabel 7. Analisa statistik model pada respon ukuran partikel 18
Tabel 8. Analisa statistik model pada respon zeta potensial 18
Tabel 9. Analisa statistik model pada respon polidispersi indeks 19
Tabel 10.Hasil analisis RSM 20
Tabel 11. Hasil evaluasi fitosom optimal 21
Tabel 12. Hasil uji homogenitas 23
Tabel 13. Nilai ukuran partikel, zeta potensial dan polidispersi indeks fitosom 25
Tabel 14. Kinetika pelepasan allicin dalam ekstrak dan fitosom 27
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur allicin 4
Gambar 2. Penampang melintang fitosom 4
Gambar 3. Hasil kromatografi GC-MS 14
Gambar 4. Hasil analisis RSM 20
Gambar 5. Morfologi fitosom ekstrak bawang putih 22
Gambar 6. Hasil uji pH 23
Gambar 7. Hasil uji bobot jenis 24
Gambar 8. Hasil laju difusi fitosom ekstrak bawang putih 27
Gambar 9. Hasil laju difusi ekstrak bawang putih 27
10
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar belakang dan permasalahan
Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pengobatan telah menjadi kebudayaan
hampir setiap negara di dunia.Selain obat, pengobatan tradisional menjadi salah
satu pilihan untuk mengobati diabetes. Pengobatan tradisional bisa
dikombinasikan dengan obat medis, pengkombinasian ini terbukti cukup
menolong penderita yang bergantung dengan obat (Utami 2008). Salah satu bahan
yang diketahui dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati diabetes
melitus(DM)adalah bawang putih (Allium sativum L) yang mengandung allicin
(diallyl tiosulfonate atau diallyl disulfide) (Setiawan dkk. 2011).Penelitian yang
dilakukan Akter &Rahmatullah (2018)menunjukkan pemberian ekstrak metanol
bawang putih pada konsentrasi 400 mg/kgBB mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah mencit.Penggunaan bawang putih secara langsung menimbulkan
rasa kurang menyenangkan sehingga perlu diformulasikan dalam bentuk
sediaan.Permasalahan penggunaan bahan alam sebagai bahan aktif dalam suatu
bentuk sediaan adalah rendahnya bioavaibilitas.Hal tersebut dapat diatasi dengan
menggunakan rancangan penghantaran yang sesuai, salah satunya dengan
menggunakan nanoteknologi.
Salah satu nanoteknologi bahan alam yang sedang berkembang adalah sistem
fitosom karena memiliki efektifitas yang tinggi.Fitosom merupakan suatu
teknologi yang dikembangkan dari pembuatan obat dan nutraceutical, untuk
menggabungkan ekstrak dari tanaman yang larut di dalam fitokonstituen ke dalam
fosfolipid untuk membentuk kompleks molekul lipid.Kompleks ini dapat
melindungi zat aktif ekstrak tanaman dari kerusakan akibat sekresi pencernaan
dan bakteri pada usus sehinggapenyerapan dan bioavaibilitas obat menjadi lebih
baik serta dapat memperbaiki efek farmakologis dan farmakokinetik dari ekstrak
tanaman tersebut.Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nazeer et al. (2017)
telah memformulasikan ekstrak etanol bawang putih dalam fitosom untuk
penghantaran lepas lambat yang digunakan dalam pengobatan kanker. Hasil
11
penelitian tersebut menunjukkan bahwa fitosom yang diperoleh adalah 100%
toksik terhadap garis sel kanker (MCF 7) pada 108,5 μg / ml.
Ekstrak bawang putih juga telah diformulasikan dalam bentuk nanopartikel
perak dan menunjukkan aktivitas antimikroba dan dapat menurunkan jumlah
perak nitrat yang digunakan dalam pembentukan nanopartikel sehingga
nanopartikel yang diperoleh menjadi lebih ramah
lingkungan/ecofriendly(Balamanikandan et al., 2015).Kelemahan nanopartikel
perak adalah dalam pembentukannya menggunakan bahan kimia beracun.
B. Tujuan khusus
Mendapatkan formula fitosom optimal dan membandingkan stabilitas fisik
dan laju difusi alisin yang terdapat pada fitosom dan ekstrak bawang putih
sehingga menunjukkan fitosom ekstrak bawang putih berpotensi digunakan dalam
pengobatan diabetes mellitus.
C. Urgensi penelitian
Alisin yang terkandung dalam bawang putih dapat menurunkan kadar gula
darah sehingga berpotensi digunakan dalam pengobatan diabetes mellitus.
Berdasarkan uji aktivitas terbukti bahwa ekstrak bawang putih dapat menurunkan
kadar gula darah pada hewan coba. Untuk meningkatkan penerimaan penggunaan
ekstrak tersebut dalam pengobatan maka perlu diformulasikan dalam bentuk
sediaan.
Permasalahan penggunaan bahan alam sebagai bahan aktif dalam suatu bentuk
sediaan adalah rendahnya bioavaibilitas.Hal tersebut dapat diatasi dengan
menggunakan system nanoteknologi dalam bentuk fitosom.Fitosom dapat
melindungi zat aktif ekstrak tanaman dari kerusakan akibat sekresi pencernaan
dan bakteri pada usus sehinggapenyerapan dan bioavaibilitas obat menjadi lebih
baik serta dapat memperbaiki efek farmakologis dan farmakokinetik dari ekstrak
tanaman tersebut.
Ekstrak bawang putih yang diformulasikan dalam fitosom diharapkan dapat
melindungi alisin dari kerusakan sehingga memperbaiki bioavaibilitas, dengan
demikian fitosom dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan diabetes.
12
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
A. State of the art
Kandungan allisin pada bawang putih (Allium sativum L) merupakan senyawa
yang berperan aktif sebagai penurun glukosa darah.Lebih lanjut diketahui bahwa
ekstrak metanol bawang putih terbukti memiliki aktivitas farmakologi sebagai
antidiabetes sehingga berpotensi digunakan dalam pengobatan diabetes melitus.
Permasalahan penggunaan bahan alam sebagai bahan aktif dalam suatu bentuk
sediaan adalah rendahnya bioavailabilitas yang disebabkan oleh sulitnya ekstrak
berpenetrasi melalui membran biologis dan kemungkinan ekstrak untuk terurai
semakin besar.Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknologi sistem penghantaran
yang dapat memperbaiki bioavailabilitas yang terkandung dalam ekstrak.Salah
satu sistem penghantaran bahan alam yang sedang berkembang adalah fitosom.
Fitosom dibuat dengan mencampurkan fitokonstituen dengan
fosfatidilkolin.Optimasi dilakukan terhadap komponen (rasio antara ekstrak dan
fosfatidilkolin) dan kondisi pembentukan fitosom (suhu dan kecepatan
pengeringan lapis tipis) dengan menggunakan rancangan RSM design expert
untuk mendapatkan satu formula dan kondisi pembuatan fitosom ekstrak bawang
putih yang optimal. Optimasi dilakukan berdasarkan nilai ukuran partikel, indeks
polidispersitas, zeta potensial, % penjerapan, pH, dan viskositas. Fitosom dibuat
dengan menggunakan teknik penguapan pelarut hingga diperoleh lapis tipis. Lapis
tipis tersebut kemudian dihidrasi dengan menggunakan dapar fosfat pH pada suhu
13
65˚C. Pada sistem fitosom optimal yang terbentuk kemudian dilakukan uji
stabilitas fisik, uji difusi, stabilitas kimia (laju reaksi penguraian dan umur
simpan), dan uji aktivitas.
B. Allisin
Allisin (diallyl thiosulfinate) merupakan salah satu komponen biologis yang
paling aktif yang terkandung dalam bawang putih. Komponen ini, bersamaan
dengan komponen sulfur lain yang terkandung dalam bawang putih berperan pula
memberikan bau yang khas pada bawang putih (Londhe et al. 2011).Alliin akan
berubah menjadi allisin begitu umbi diremas. Allisin bersifat tidak stabil sehingga
mudah mengalami reaksi lanjut tergantung kondisi pengolahan atau faktor
eksternal lain seperti penyimpanan, suhu, pH, dan lain-lain. Pada bawang putih,
katalisis dari alinase membentuk Allisin, yang memberikan karakteristik bau pada
bawang putih(Hernawandan Setyawan 2003). Allisin mampu menjadi agen anti-
diabetes dengan mekanisme perangsangan pankreas untuk mengeluarkan sekret
insulin lebih banyak (Banerjee dan Maulik 2002).
Gambar 1. Struktur Allisin(Hernawan dan Setyawan 2003)
C. Fitosom
Fitosom dibandingkan dengan formulasi herbal secara konvensional dapat
meningkatkan efikasi efek terapetik karena adanya peningkatan absorpsi dan
penetrasi oleh fosfatidilkolin (Agoes 2012).Keuntungan dari fitosom antara lain
dapat meningkatkan kelarutan dari senyawa fitokonstituen dalam lemak baik
secara oral maupun secara topikal, dan secara signifikan dapat meningkatkan
manfaat terapeutiknya. Selain itujuga dapat meningkatkan absorbsi senyawa aktif
dan adanya ikatan kimia anatara fosfatidilkolin dan fitokonstituen menunjukkan
stabilitas yang baik (Sharma dan Roy 2010).
14
Fosfatidikolin yang digunakan dalam preparasi fitosom, selain berperan
sebagai karier juga dapat berfungsi sebagai hepatoprotektif, oleh karena itu
memberikan efek sinergis dengan substansi hepatoprotektif yang
ditambahkan.Fitosom menunjukkan profil stabilitas yang lebih baik karena ikatan-
ikatan kimia yang terbentuk antara molekul fosfatidikolin dan
fitokonstituen.Fitosom dapat meningkatkan kemampuan suatu substansi untuk
melalui membran sel dan masuk ke dalam sel (Amitet al 2013).
Gambar 2. Penampang melintang fitsom (Sharma dan Roy 2010)
D. Stabilitas
Stabilitas dapat didefinisikan sebagai tolak ukur dimana suatu produk untuk
bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan serta
saat penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan saat suatu sediaan dibuat
untuk mempertahankan sifat kimia (setiap zat aktif mempertahankan keutuhan
kimiawi dan potensi nyang tertera pada etiket dalam batas yang dinyatakan),
fisika (sifat fisika awal, termasuk penampilan, kesesuaian, keseragaman, disolusi,
dan kemampuan untuk diformulasikan), mikrobiologi (zat antimikroba yang ada
akan mempertahankan efektifitas dalam batas yang ditetapkan, perlu adanya
sterilisasi terhadap pertumbuhan mikroba), dan biofarmasi dalam batas - batas
yangditentukan selama masa edarnya (Departemen Kesehatan RI 1995).
Uji stabilitas ada dua macam yaitu :
1. Uji stabilitas jangka panjang
15
Penyimpanan sediaan suatu bahan obat selama jangka waktu tertentu
dengan kondisi penyimpanan meliputi suhu, cahaya, udara, dan kelembaban
sediaan bahan obat yang tersimpan dalam ruangan maupun lemari es dapat
dilakukan kontrol terhadap kandungan bahan obat ataupun keefektifannya, sifat
mikrobiologinya serta sensoriknya dan kondisi galenik suatu sediaan yang
dideteksi (Voigt 1994)
2. Uji stabilitas dipercepat
Uji stabilitas dipercepat adalah uji yang dirancang untuk meningkatkan
laju degradasikimia dan perubahan fisika obat dengan membuat suatu kondisi
penyimpanan yangdilebihkan/ekstrim (misal suhu tinggi).Uji ini merupakan
bagian dari uji stabilitas resmi. Data yang diperoleh dari uji ini,selain dari data
yang diperoleh dari uji stabilitas real time (jangka panjang), dapat digunakanuntuk
menilai efek kimia jangka panjang dalam kondisi penyimpanan biasa dan
untuk mengevaluasi dampak penyimpangan jangka pendek diluar kondisi
penyimpanan pada penandaan, seperti yang mungkin terjadi selama pengiriman
produk(Ansel 1989).
E. Difusi
Difusi adalah suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang
dibawa oleh gerakan molekular secara acak (gerakan Brownian) dan berhubungan
dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas.Dalam
hukum Fick’s secara matematika dapat dijelaskan secara umum proses difusi
molekul pada suatu membrane (Sinko, 2011).
Perubahan pada formula baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat
mengubah proses difusi serta proses pelepasan obat, sehingga diperlukan suatu
penelitian mengenai penentuan model kinetika pelepasan suatu obat.Penentuan
suatu model kinetika terhadap pelepasan obat dapat dianalisis dengan cara
mencocokan profil pelepasan obat dengan beberapa persamaan model kinetika
seperti orde nol, orde satu, higuchi, dan korsmayer-peppas(Dash et al. 2010).
F. RSM
Response Surface Methodology (RSM) telah lebih dahulu muncul sebagai
alat analisis optimasi pada skala industri. Response Surface Methodology (RSM)
16
merupakan kumpulan statistik dan matematika teknik yang berguna untuk
mengembangkan, meningkatkan, dan mengoptimalkan proses, dimana respon
dipengaruhi oleh beberapa faktor (variabel independen). Pada dasarnya analisis
Response Surface Methodologysama dengan analisis regresi, yaitu menggunakan
prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metode kuadrat terkecil.
Perbedaannya dengan regresi linear adalah dalam analisis respon diperluas dengan
menerapkan teknik-teknik matematik untuk menentukan titik optimum agar dapat
ditentukan respon yang optimum. Respon optimum dapat berupa grafik
maksimum, minimum, dan saddle point(Hidayat dkk. 2008).
RSM merupakan teknik yang populer untuk studi optimasi akhir-akhir ini
(Muhandri dkk. 2011).RSM merupakan metode yang efisien yang digunakan
untuk menentukan taraf-taraf peubah bebas yang dapat mengoptimalkan respon
untuk peubah bebas yang bertaraf kuantitatif (Dewi dkk. 2013).Metode RSM
bertujuan untuk membantu penelitian dalam melakukan improvisasi agar
mendapatkan hasil optimum secara tepat dan efisien. Setelah daerah percobaan
ditemukan, model respon dengan tingkat ketepatan lebih tinggi dapat digunakan
untuk mendapatkan nilai variabel sebenarnya yang akan menghasilkan respon
optimum. Metode ini memberikan kemudahan dalam menentukan kondisi proses
optimum baik pada sistem maupun pada jarak faktor yang dibutuhkan untuk
mendapatkan hasil yang sangat memuaskan (Nurmiah dkk. 2013).
Kelebihan dari program RSM dapat digunakan untuk analisis dan
pemodelan dari suatu permasalahan dengan satu atau lebih perlakuan dalam
penelitian.Gagasan utama dari metode RSM adalah mengetahui pengaruh variabel
bebas terhadap respon, mendapatkan model hubungan antara variabel bebas dan
respon serta mendapatkan kondisi proses yang menghasilkan respon terbaik. Di
samping itu, keunggulan metode RSM ini diantaranya tidak memerlukan data-data
percobaan dalam jumlah yang besar, tidak membutuhkan waktu yang lama, dan
biaya yang minimum (Nurmiah dkk. 2013).
G. Road map
18
B. Alat dan bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi: Spektrofotometer UV-
Vis 1601 (Shimadzu), Neraca Analitik (OHAUS), alat-alat gelas, Mixer &
Homogenizer (Multimix). pH meter (Metler Toledo), Ultracentrifuge (tipe
HC1180T), Pengaduk Magnetik, Vacum Rotary Evaporator(Buchi),Lemari
Pendingin,Sel Difusi Franz Termodifikasi,Particle Size Analyzer (Delsa Max),
Transmission Electron Microscopy (Stubaki), Oven (Memmert), dan
Waterbath (Memmert)..
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Allium sativum,
Ethanol 70%, Lechytin, Aquadest,diclorometan, membran sintetis milipore
0,22 μm, kalium dihidrogenfosfat, Natrium hidroksida dan Hydrogen
disodium fosfat.
C. Pembuatan Ekstrak Bawang Putih
19
Umbi Bawang putih yang di dapat dideterminasi terlebih dahulu di LIPI
Cibinong untuk memastikan spesies yang spesifik.Kemudian bawang putih yang
didapat dicuci bersih, lalu dikeringkan diudara dan dihaluskan dengan
menggunakan blender. Selanjutnya digerus menjadi serbuk dan diayak
menggunakan pengayak nomor mesh 40-60. Selanjutnya serbuk ditimbang kurang
lebih 1000 g dan diekstraksi dengan pelarut etanol 5000 mL menggunakan
metode maserasi selama 48 jam.Hasil ekstrak kasar yang diperoleh kemudian
disaring dengan menggunakan kertas penyaring whattman No. 1 dan pelarut
diuapkan hingga membentuk ekstrak kental dengan menggunakan Rotary
Evaporator pada suhu 40°C(Akter &Rahmatullah 2018).
D. Evaluasi ekstrak bawang putih
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, bau, dan rasa terhadap
ekstrak bawang putih. Penetapan kadar air dilakukan dengan cara destilasi toluen
(Departemen Kesehatan RI, 2008). Identifikasi kualitatif alisin dilakukan dengan
GCMS, sedangkan penetapan kadar alisin pada ekstrak dilakukan secara
spektrofotometer UV-Vis. Selain itu dilakukan penentuan kadar abu total, kadar
abu tidak larut asam, dan nilai rendemen.
E. Optimasi Fitosom
1. Pembuatan fitosom
Fosfatidilkolin dilarutkan dengan diclorometan, sedangkan ekstrak bawang
putih dilarutkan dengan etanol, lalu kedua campuran tersebut dimasukkan ke
dalam labu alas bulat.Diclorometan diuapakan menggunakan rotary
evaporator pada suhu yang tertera pada Tabel 1 dengan kecepatan yang tertera
pada Tabel 1 dan divakum sampai diperoleh lapisan tipis merata. Kemudian
lapisan itu disimpan dalam kulkas pada suhu 2 − 80C hingga 24 jam. Lapisan
tipis itu di hidrasi dengan larutan dapar fosfat pH 5,5 pada suhu 40°C. Setelah
suspensi terbentuk, lakukan sonikasi selama 2 menit.Kemudian masukkan
kedalam botol kaca.
20
Tabel 1. Optimasi Fitosom Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L) Berdasarkan
RSM (Design-Expert 7.1.6)
Run Block
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4
A: Konsentrasi Ekstrak
Bawang Putih (%)
B: Konsentrasi
Lesitin (%)
C: Suhu
(celcius)
D: Kecepatan
Rotasi (rpm)
1 Day 1 7,5 4,5 40 125
2 Day 1 6 6 35 100
3 Day 1 4,5 7,5 30 75
4 Day 1 7,5 4,5 30 75
5 Day 1 4,5 7,5 40 125
6 Day 1 7,5 7,5 40 75
7 Day 1 7,5 7,5 30 125
8 Day 1 6 6 35 100
9 Day 1 4,5 4,5 30 125
10 Day 1 4,5 4,5 40 75
11 Day 2 4,5 4,5 30 75
12 Day 2 7,5 4,5 30 125
13 Day 2 7,5 7,5 30 75
14 Day 2 7,5 4,5 40 75
15 Day 2 7,5 7,5 40 125
16 Day 2 4,5 4,5 40 125
17 Day 2 6 6 35 100
18 Day 2 6 6 35 100
19 Day 2 4,5 7,5 30 125
20 Day 2 4,5 7,5 40 75
21 Day 3 6 6 35 50
22 Day 3 9 6 35 100
23 Day 3 6 6 35 100
24 Day 3 3 6 35 100
25 Day 3 6 3 35 100
26 Day 3 6 6 45 100
27 Day 3 6 6 35 100
28 Day 3 6 9 35 100
29 Day 3 6 6 35 150
30 Day 3 6 6 25 100
2. Evaluasi fitosom
21
a. Organoleptis
Pengujian dilakukan seperti yang tertera pada evaluasi ekstrak.
b. Nilai pH (Departemen kesehatan RI 2014)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter pada suhu 250C
± 20C, dengan cara sebagai berikut :Elektroda dicuci dan dibilas dengan
air suling kemudian keringkan, Kalibrasi alat menggunakan larutan dapar
standar pH 4 dan pH 7.Elektroda dimasukkan ke dalam sampel, catat pH
nya. Ulangi sebanyak tiga kali.
c. Bobot jenis(Departemen kesehatan RI 2014)
Pengukuran nilai bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer
bersih dan telah dikaliberasi dengan menetapkan bobot piknometer dan
bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25°C. Suhu fitosom di atur lebih
kurang 20°C, dimasukkan ke dalam piknometer, buang kelebihan ekstrak
cair dan ditimbang, kemudian bobot piknometer yang telah diisi
dikurangkan dengan bobot piknometer kosong.Bobot jenis fitosom adalah
hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air,
dalam piknometer pada suhu 25°C.
d. Efisiensi penjerapan (Anwar dan Farhana 2018)
Dilakukan dengan memasukkan 0,5 mL sampel kedalam tabung
sentrifugasi, kemudian dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan zat aktif
yang tidak terserap dalam fitosom pada kecepatan 14000 rpm selama 90
menit. Diambil supernatannya untuk mengukur kadar allisin yang tidak
terserap dalam vesikel fitosom. Selanjutnya dicukupkan volumenya
dengan Dapar phosfat pH 6,8 10 mL, larutan yang diperoleh diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer. Presentase alisin yang
terjerap ditentukan dengan menggunakan rumus:
% 𝐸𝑓𝑒𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖𝑃𝑒𝑛𝑗𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝑎𝑙𝑙𝑖𝑠𝑖𝑛𝑑𝑙𝑚𝑠𝑢𝑠𝑝𝑒𝑛𝑠𝑖−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑛𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝑎𝑙𝑙𝑖𝑠𝑖𝑛𝑑𝑙𝑚𝑠𝑢𝑠𝑝𝑒𝑛𝑠𝑖x100% ..…(2)
22
e. Ukuran partikel rata-rata, indeks polidispersitas, dan zeta potensial
(Keerthi et al. 2014)
Dilakukan pengenceran sampel dengan aqudest yaitu 1 mL sampel
dicampurkan dengan 9 mL aquadest.Diukur dengan menggunakan Light
Scattering Analyzer DelsaMax Pro Particle Size Analyzer. Larutan
tersebut dimasukkan ke dalam flow cell, flow cell yang telah diisi sampel
dimasukkan ke dalam cell alat. Alat dinyalahkan dan dipilih menu DLS &
PALS (Stimultaneous). Alat akan mengukur sampel selama 9 menit, lalu
ukuran partikel, Polidispersi Indeks, dan Zeta Potensial dari vesikel
fitosom akan terukur.
F. Analisa RSM
Analisis Response Surface Methodology (RSM) pada penelitian ini digunakan
untuk menentukan formula optimal fitosom allisin bawang putih (Allium sativum L).
G. Evaluasi fitosom optimal
Pada fitosom optimal yang diperoleh dilakukan uji efisiensi penjerapan, bobot
jenis, pengujian ukuran partikel, polidispersi indeks, zeta potensial, nilai pH,
viskositas dan morfologi partikel menggunakan Transmission Electron Microcopy
(TEM).
H. Pengujian stabilitas fisik fitosom
Pengujian Stabilitas Fisik (Natalia M, 2012) dilakukan dengan menyimpan
sediaan pada suhu 40C ± 20C, suhu ruang (25-300C ± 20C) dan suhu 400C ± 20C
selama 8 minggu dan di evaluasi meliputi organoleptis, pH, viskositas, ukuran
partikel, polidisperse index, dan zeta potensial
1. Pengujian Daya Sebar Allisin Dalam Bentuk Ekstrak Dan Fitosom Bawang
Putih ( Sayuti 2015).
Uji daya sebar dilakukan dengan cara menimbang 0,5 gram sampel kemudian
diletakkan diatas kaca bulat berskala. Diatas sediaan diletakkan kaca bulat lain
atau bahan transparan dan pemberat 150 gram. Didiamkan selama 1 menit,
kemudian catat diameter penyebaranya.
J. Pengujian difusi
23
Sebanyak 1 gram sampel diletakkan pada permukaan membran.Kemudian
dilakukan pengambilan sampel dari kompartemen sebanyak 5
mL.Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke 5, 10, 15, 30, 60, 90, 180,
240, 300, 360, 420 menit. Setelah itu dilakukan pembacaan absorbansi
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum 262 nm dan di dapatkan nilai absorbansi, kemudian dimasukan
kedalam persamaan regresi linear (y=bx+a)yang diperoleh dari kurva baku
allisin dalam medium dapar fosfat pH 6,8. Setelah diperoleh data %terdifusi
kemudian ditentukan kinetika (orde dan laju) difusi.
K. Analisa data
Data yang diperoleh yaitu hasil laju difusi diolah menggunakan uji T-test one
sample.Untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan pada pengujian
stabilitas fisik digunakan uji analisis variansi ANOVA dua arah.
24
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Karakteristik Ekstrak
Untuk mengetahui karakterisasi ekstrak bawang putih (Allium Sativum
L).dilakukan pengujian organoleptik, kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak
larut asam dan rendemen.Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Karakteristik Ekstrak Bawang putih
No Pemerian Hasil Syarat
1. Bentuk Ekstrak kental
2. Warna Coklat
3. Bau Khas aromatis menyengat
4. Rasa Pahit
5. Kadar Air 1,21 % <12%
6. Kadar abu total 3,43 % < 2,7%
7. Kadar abu tidak
larut asam
0,15 % < 1%
9. Rendemen 15,97 %
B. Hasil Analisa Kualitatif Allicin
Pengujian kualitatif allisin menggunakan GC-MS bertujuan untuk
mengetahui adanya kandungan senyawa allisin (S-Allyl-2-Propene-1-
Sulfinothioate) berdasarkan total ion-ion kromatogram terutama untuk senyawa-
senyawa yang mudah menguap.Analisis terhadap hasil kromatogram GC-MS
yang ditunjukkan pada Gambar 3, dimana terdapat kesamaan pada puncak antara
sampel (ekstrak bawang putih) dengan standar (allisin). Kesamaan puncak
tersebut ditandai dengan satu senyawa marker pada retention time 7,722 pada
Gambar 3 dari ekstrak tersebut yaitu senyawa allisin (S-Allyl-2-Propene-1-
Sulfinothioate) yang merupakan senyawa golongan organosulfur.
25
Gambar 3.Hasil Kromatografi GC-MS
C. Penetapan kadar Allicin dalam ekstrak bawang putih (Allium Sativum L)
Penetapan kadar allicin pada penelitian ini digunakan alat Spektrofotometri
UV-Vis. Penetapan kadar allicin di awali dengan penentuan panjang gelombang
maksimum dan diperoleh panjang gelombang dari allicin yaitu 214,40 nm.
Persamaan regresi linierdari kurva kalibrasi allcin adalah y = -0,0497 x + 0,0520
dengan nilai koefesien korelasi sebesar 0,9982. Berdasarkan persamaan tersebut
diperoleh hasil kadar allicin dalam ekstrak kental adalah sebesar 11,2857 %.
D. Optimasi Fitosom
Optimasi formula dan kondisi pembuatan perlu dilakukan untuk memperoleh
formula terbaik.Optimasi formula dapat dilakukan menggunakan analisa
RSM.Pada optimasi fitosom menggunakan analisa RSM digunakan 4 faktor yang
mempengaruhi sifat fisik dan kimia dari fitosom. Faktor-faktor yang digunakan
pada analisa RSM pada penelitian ini adalah: konsentrasi lesitin, konsentrasi
ekstrak bawang putih dan kondisi pembuatan yang meliputi kecepatan dan suhu
pembuatan fitosom menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Berdasarkan keempat
factor tersebut diperoleh 30 rancangan pembuatan fitosom seperti yang tertera
pada Tabel 2. Penentuan rancangan yang paling optimal dilakukan setelah
dilakukan evaluasi sifat fisik dan kimia yang meliputi: organoleptis. nilai pH,
bobot jenis, ukuran partikel, zeta potensial, polidispersi indeks serta penentuan
nilai efisiensi penjerapan allicin dalam sistem fitosom. Hasil evaluasi sifat fisik
dan kimia dari sistem fitosom dapat dilihat pada Tabel 3.Hasil evaluasi tersebut
kemudian di lakukan analisa dengan kriteria yang telah ditentukan sehingga
26
diperoleh satu rancangan pembuatan yang memenuhi kriteria tersebut.Analisa
RSM dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Hasil evaluasi fitosom ekstrak bawang putih
Rancangan
Respon
Efesiensi
penjerapan (%)
Polidispersi
indeks
Zeta Potensial
(mV)
Ukuran Partikel
(nm)
Bobot jenis
(g/ml)
1 69,494 0,571 18,12 212,9 1,0237
2 92,7226 0,571 4,33 190,4 1
3 71,3422 0,571 27,27 219,8 1,0188
4 43,6837 0,571 25,49 260,6 1,0271
5 59,4557 0,19 1,37 694 1,219
6 73,9598 0,19 4,73 624,3 1,0139
7 80,1088 0,571 3,51 434,9 1,0142
8 66,9369 0,571 15,88 303,3 1,013
9 64,4466 0,571 27,88 330,2 1,0034
10 64,3559 0,571 16,6 373,7 1,0081
11 69,3217 0 13,42 384,2 1,0133
12 75,2103 0,571 32,09 340,2 1,0233
13 66,2674 0 20,65 501,6 1,0258
14 63,5148 0,571 37,21 293,6 1,0322
15 53,3698 0,571 17,48 219,2 1,0228
16 49,4948 0,571 23,14 279,7 1,0199
17 50,4389 0,571 47,37 259,6 1,0229
18 37,2354 0,571 44,26 221,3 1,0109
19 59,0405 0 19,44 440,3 1,0206
20 68,688 0,571 36,1 424,7 1,0203
21 65,9282 0,571 39,21 328,8 1,0244
22 56,3523 0 20,8 386,2 1,0259
23 41,9372 0,571 47,68 449,1 1,0197
24 43,9952 0,571 51,5 211 1,0154
25 63,8584 0,571 53,15 223 1,0205
26 71,5393 0 45,04 433,4 1,0242
27 62,1885 0,571 45,79 399,3 1,0249
27
28 64,6292 0,571 39,77 389,4 1,0187
29 66,79 0,571 40,19 260,2 1,0196
30 61,7163 0,571 41,82 293 1,0122
Tabel 4.Analisa statistik optimasi rancangan pembuatan sistem fitosom
ekstrak bawang putih
Faktor dan Respon Goal
Bawang putih is in range
Lesitin is in range
Kecepatan pengadukan is in range
Suhu is in range
Efisiensi penjerapan Maximize
Ukuran partikel Minimize
Polidispersi indeks Minimize
Zeta potensial Maximize
Bobot jenis is target = 1
E. Hasil analisa RSM
1. Efisiensi penjerapan
Tabel 5. Analisa Statistik Model pada respon Efesiensi Penjerapan
Model Summary Statistics
Source Std.
Dev.
R2 Adj. R2 Pre. R2 Press
Linier 12,19 0,0382 -0,1291 -0,5294 5433,33
2FI 12,46 0,2570 -0,1800 -1,2521 8000,93
Quadratic 12,85 0,3955 -0,2555 -1,4324 8641,57
Cubic 17,68 0,5599 -1,3765 -899200 6,783E+005 Aliased
Dari data efisiensi penjerapan yang didapat, menunjukkan hubungan
antara efisiensi penjerapan dengan faktor dan respons. Persamaan yang
digunakan adalah 2FI, dimana persamaan ini menghubungkan respons dan
variabel adalah sebagai berikut:
Y= +62,60+1,84*A+1,43*B-0,37*C-0,31*D +0,68*A*B +4,50*A*C
+1,08*A*D -2,88*B*C -0,97*B*D -4,18*C*D
……………………………………. (10)
28
Keterangan:
Y = Efisiensi Penjerapan
A = Bawang Putih
B = Lesitin
C = Kecepatan Pengadukan
D = Suhu
Dari hasil persamaan yang didapat menunjukkan Kecepatan Pengadukan,
Suhu, Interaksi Antara Lesitin dan Kecepatan Pengadukan, Interaksi Antara
Lesitin dan Suhu serta Kecepatan Pengadukan dan Suhu menunjukkan
adanya pengaruh yang signifikan terhadap efesiensi penjerapan.
2. Bobot jenis
Tabel 6.Analisa Statistik Model Pada Respon Bobot jenis
Model Summary Statistics
Source Std. Dev. R2 Adj. R2 Pre. R2 Press
Linier 6,110E-003 0,2808 0,1557 -0,1603 1,385E-003
2FI 5,055E-003 0,6362 0,4222 0,2130 9,397E-004 Suggested Quadratic 5,020E-003 0,7256 0,4301 0,1958 9,603E-004
Cubic 7,605E-003 0,7578 -0,3076 -71,2091 0,086 Aliased
Dari data berat jenis yang didapat, menunjukkan hubungan antara berat
jenis dengan faktor dan respons. Persamaan yang digunakan adalah 2FI,
dimana persamaan ini menghubungkan respons dan variabel adalah sebagai
berikut:
Y= +1,02+3,237E-003*A +1,542E-004*B -8,042E-004*C +1,679E-003*D -
4,156E-003*A*B -1,269E-003*A*C -7,437E-004*A*D +6,938E -004*B*C -
1,081E-003*B*D +2,331E-003*C*D ………………………………….. (11)
Keterangan:
Y = Berat Jenis
A = Bawang Putih
B = Lesitin
C = Kecepatan Pengadukan
D = Suhu
29
Hasil persamaan yang didapat menunjukkan hubungan kecepatan
pengadukan, interaksi antara bawang putih dan lesitin, interaksi antara
bawang putih dan kecepatan pengadukan, bawang putih dan suhu, serata
lesitin dan suhu menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan tehadap berat
jenis
3. Ukuran partikel
Tabel 7.Analisa Statistik Model Pada Ukuran Partikel
Model Summary Statistics
Source Std. Dev. R2 Adj. R2 Pre. R2 Press
Linier 119,39 0,2283 0,0941 -0,3327 5,662E+005 Suggested
2FI 115,55 0,4657 0,1514 -1,7098 1,151E+006 Quadratic 126,32 0,5117 -0,0141 -2,0916 1,313E+006
Cubic 119,51 0,8319 0,0922 -106,1263 4,551E+007 Aliased
Dari data ukuran partikel yang didapat, menunjukkan hubungan antara
ukuran partikel dengan faktor dan respons. Persamaan Linier yang
menghubungkan antara respons dan variabel sebagai berikut adalah:
Y =+346,06+3,80*A +59,02*B -11,18*C +20,46*D ……………..…………
(12)
Keterangan:
Y = Ukuran Partikel
A = Bawang Putih
B = Lesitin
C = Kecepatan Pengadukan
D = Suhu
Hasil persamaan yang didapat bahwa kecepatan pengadukan menunjukkan
adanya pengaruh yang signifikan terhadap ukuran partikel.
4. Zeta potensial
30
Tabel 8.Analisa Statistik Model Pada Respon Zeta Potensial
Model Summary Statistics
Source Std. Dev.
R2 Adj. R2 Pre. R2 Press
Linier 10,19 0,1969 0,0573 -0,3451 4003,33 Suggested
2FI 10,37 0,3857 0,0243 -1,5206 7501,96 Quadratic 10,67 0,5026 -0,0331 -1,9231 8699,93
Cubic 11,28 0,7861 -0,1548 -135,5392 4,064E+005 Aliased
Dari hasil data zeta potensial yang didapat, hubungan antara zeta potensial
dengan faktor dan respons. Persamaan Linier yang menghubungkan antara
respons dan variabel adalah sebagai berikut:
Y = +28,71-2,81*A -3,76*B -1,52*C -0,36*D ……………………………
(13)
Keterangan:
Y = Zeta Potensial
A = Bawang Putih
B = Lesitin
C = Kecepatan Pengadukan
D = Suhu
Dari hasil yang didapat bahwa lesitin, kecepatan pengadukan, dan suhu
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap Zeta potensial.
5. Polidispersi indeks (PDI)
Tabel 9.Analisa Statistik Model Pada Respon PDI
Model Summary Statistics
Source Std. Dev. R2 Adj. R2 Pre. R2 Press
Linier 0,24 0,0714 -0,0901 -0,6849 2,42 2FI 0,26 0,2068 -0,2597 -2,8534 5,54
Quadratic 0,26 0,3959 -0,2546 -3,8899 7,03
Cubic 0,048 0,9920 0,9570 -4,7449 8,26 Aliased
Dari data Polidispersi indeks yang didapat, menunjukkan hubungan antara
polidispersi indeks dengan faktor dan respons. Persamaan 2FI yang
menghubungkan antara respons dan variabel adalah sebagai berikut:
31
Y= +0,45-0,024*A -0,056*B +0,024*C -7,958E-003*D -0,036*A*B
+0,083*A*C -0,036*A*D -0,036*B*C -0,012*B*D -0,036*C*D
…………………….. (14)
Keterangan:
Y = Polidispersi Indeks
A = Bawang Putih
B = Lesitin
C = Kecepatan Pengadukan
D = Suhu
Dari persamaan yang didapat bahwa lesitin, suhu, interaksi bawang putih
dan lesitin, interaksi bawang putih dan suhu, interaksi lesitin dan kecepatan
pengadukan, interaksi lesitin dan suhu, interaksi kecepatan pengadukan dan
suhu menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap polidispersi
indeks.
F. Pembuatan dan evaluasi rancangan fitosom yang optimal
Berdasarkan hasil analisa RSM diperoleh satu rancangan yang terpilih
dengan konsentrasi ekstrak bawang putih dan lesitin sebesar 4,5%, suhu
pembuatan 300C dan kecepatan pengadukan 125 rpm, seperti yang tertera pada
Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Analisa RSM
Name Rancangan
1 2 3
Bawang Putih 4,50 4,50 4,50
Lesitin 4,50 4,51 4,50
Kecepatan Pengadukan 125,00 124,32 121,89
Suhu 0C 30,00 30,00 30,00
Efesiensi Penjerapan 62,6241 62,5602 62,3518
Ukuran Partikel 251,605 252,185 252,994
Pdi 0,466267 0,465774 0,464794
Zeta Potensial 34,1088 34,1323 34,2976
Bobot Jenis 1,0051 1,0051 1,0051
32
Desirability 0,523 0,523 0,523
Selected
Gambar 4. Hasil Analisis RSM
Pembuatan fitosom bawang putih berdasarkan formula optimal yang
diperoleh menggunakan lesitin dari kedelai yang digunakan sebagai pembentuk
vesikel fitosom, diklorometan dan etanol 96% digunakan sebagai pelarut serta
larutan dapar posfat pH 5,5 membantu dalam proses pembentukan vesikel,.
Fitosom dibuat dengan metode hidrasi lapis tipis. Setelah lapis tipis terhidrasi
sempurna, diperoleh sistem fitosom berwarna coklat dan memiliki bau khas
bawang putih. Kemudian sistem fitosom dimasukkan ke dalam botol kaca dan
disimpan pada wadah tertutup rapat, sistem fitosom didiamkan pada suhu 7°C
selama 24 jam tujuannya untuk menyempurnakan globul-globul. Selanjutnya
sistem fitosom di sonikasi (ultrasonik) selama 60 menit. Tujuannya adalah
untuk memperkecil ukuran dan menyeragamkan ukuran dari fitosom (Mitkari,
Korde, Mahdik, dan Kokare 2010). Hasil evaluasi dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil evaluasi fitosom optimal
No Subyek Hasil
1. Organoleptis
- warna
Coklat
B:
LE
SI
TI
N
A: BAWANG PUTIH
33
- Bentuk
- Bau
- Rasa
Cair Khas bawang putih
Pahit
2. Bobot Jenis 1,0051 g/mL
3. Zeta potensial -32,55 mV
4. PDI 0,571
5. Ukuran Partikel 270 nm
6. Efesiensi penjerapan 64,8798 %
G. Morfologi sistem fitosom
Uji morfologi Fitosom bawang putih dilakukan di lembaga Eijkman
Jakarta Pusat. Evaluasi Transmission Electron Microscope fitosom diukur
untuk melihat bentuk vesikel dan morfologi permukaan vesikel fitosom allisin
bawang putih. Tomografi TEM memiliki resolusi yang lebih besar sehingga
gambar yang dihasilkan dapat diperbesar lebih banyak.TEM merupakan
tekhnik mikroskopi dengan prinsip memancarkan sinar elektron, berinteraksi
dan mengenai spesimen yang berukuran tipis.Dari interaksi elektron yang
ditransmisikan dihasilkan sebuah gambar yang selanjutnya dapat diperbesar,
difokuskan pada perangkat gambar seperti lapisan fotografik film.TEM dapat
melihat morfologi, struktur hingga level atom.Data hasil morfologi yang
didapati dengan perbesaran 30.000 didapati beberapa vesikel bulat namun
tidak simetris.Untuk hasil menggunakan alat TEM JEOL JEM 1010
didapatkan hasil bentuk bulat regular dengan bentuk yang berfariasi.Hasil
evaluasi Transmission Electron Microscope (TEM) dapat dilihat pada Gambar
5.
34
Gambar 5.Morfologi fitosom ekstrak bawang putih
H. Uji stabilitas fisik
Pengujian stabilitas fisik dilakukan terhadap fitosom ekstrak bawang putih.
Pengamatan stabilitas dilakukan pada suhu 40C, 250C, dan 400C selama 4 minggu
penyimpanan, yang meliputi pengamatan perubahan organoleptis, bobot jenis, pH,
ukuran partikel, polidispersi indeks dan zeta potensial.
1. Organoleptik
Uji organoleptik meliputi pengamatan warna, bau dan homogenitas fitosom
esketrak bawang putih.Perubahan warna dan bau tidak terjadi pada fitosom
selama masa penyimpanan.Hasil pengamatan homogenitas dapat dilihat pada
Tabel 12.Berdasarkan hasil pengamatan, pada minggu ke-1 tidak terjadi
perubahan homogenitas.Pemisahan fase baru terjadi pada saat pengamatan pada
minggu ke-2.Pemisahan ini terjadi pada fitosom dengan kondisi penyimpanan
pada suhu 4oC dan 40oC.Pemisahan fase pada suhu 4°C sesuai dengan teori
dikarenakan fosfatidilkolin memiliki suhu transisi fase pada suhu dibawah 100C
ataupun lebih dari 1600C (Rowe 2009).Pemisahan fase pada suhu 40°C mungkin
disebabkan karena partikel cenderung merenggang pada suhu panas sehingga
ruang antar pertikel menjadi lebih lebar, akibatnya terjadi agregasi dan pemisahan
fase.
Tabel 12. Hasil uji homogenitas
35
Suhu Waktu (Minggu)
0 1 2 4
40C X X
250C X X X X
400C X X
Keterangan :
X = Tidak mengalami pemisahan fase
= Mengalami pemisahan fase
2. Uji pH
Nilai pH menjadi penting untuk di perhatikan karena berkaitan dengan
kenyamanan penggunaan dan menjamin stabilitas dari zat aktif yang
digunakan.Hasil pengamatan nilai pH fitosom dapat dilihat pada Gambar 6.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, pH sistem fitosom adalah 5,5 – 5,73. Perubahan
pH terjadi pada fitosom yang disimpan pada suhu 40oC.Peningkatan pH mungkin
disebabkan gugus positif pada sistem mengikat gugus OH yang berada di
lingkungan.Analisa statistic menunjukkan adanya perbedaan nilai pH bermakna
pada tiap waktu dan suhu penyimpanan.
Gambar 6. Hasil Uji pH
5.35
5.40
5.45
5.50
5.55
5.60
5.65
5.70
5.75
MINGGU
0
MINGGU
1
MINGGU
2
MINGGU
4
pH
Lama Penyimpanan
Suhu 4°C
Suhu 25°C
Suhu 40°C
36
3. Uji bobot jenis
Hasil pengukuran bobot jenis selama penyimpanan 4 minggu, dapat dilihat
pada Gambar 7.Bobot jenis sistem fitosom berada pada rentang 1,0037 - 1,0057.
Perbedaan nilai bobot jenis tersebut menunjukkan bahwasanya terdapat pengaruh
dari suhu dan lama penyimpanan terhadap bobot jenis masing-masing formula
pada tiga suhu dan lama penyimpanan.Pada penyimpanan di suhu 40°C terjadi
perubahan nilai bobot jenis.Hal ini mungkin dikarenakan terjadi pemutusan ikatan
pada sistem sehingga menyebabkan bobot padatan menjadi
berkurang.Berdasarkan analisa statistic terlihat terdapat perbedaan bermakna pada
nilai bobot jenis pada masa penyimpanan.
Gambar 7. Hasil Uji Bobot Jenis
4. Distribusi ukuran partikel, zeta potensial dan polidispersi indeks
Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel merupakan salah satu
parameter terpenting dalam penentuan kualitas sediaan nanopartikel.Pengukuran
ukuran partikel sediaan menggunakan alat Particle Size Analyzer.Fitosom
memiliki vesikel yang berukuran nano dengan ukuran partikel 1-300 nm (Agoes
2010).Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat bahwa ukuran partikel fitosom
yang diperoleh adalah 214.3 nm pada minggu ke-0, sehingga fitosom yang
dihasilkan masih termasuk dalam sediaan nanopartikel.Pada pengamatan selama 4
1.0025
1.003
1.0035
1.004
1.0045
1.005
1.0055
1.006
MINGGU 0 MINGGU 1 MINGGU 2 MINGGU 4
Bobot
Jen
is
Lama Penyimpanan
Suhu 4°C
Suhu 25°C
Suhu 40°C
37
minggu, terlihat adanya peningkatan ukuran partikel di semua kondisi
penyimpanan.Hal ini dapat disebabkan karena potensi terbentuknya agregat pada
partikel yang berukuran nano cenderung lebih besar karena sudut kontak antar
partikel semakin besar (Sinko 2011).Data ini juga didukung hasil pengujian nilai
zeta potensial yang juga mengalami penurunan.Nilai zeta potensial zeta
menunjukkan jarak antar partikel.Semakin besar nilai zeta potensial makan sistem
dapat dikatakan stabil karena kemungkinan partikel membentuk agregat semakin
kecil (Mardiyadi et al, 2012).Zeta potensial adalah ukuran kekuatan tolak
menolak antar partikel.Zeta potensial berguna untuk mengukur muatan pada
permukaan partikel.Nilai positif dan negatif pada zeta potensial menunjukan
muatan terluar dari partikel dari phospholipid yang terionisasi membentuk OH-
jika terdispersi dalam aqua dest.Nilai pada muatan permukaan partikel berguna
memprediski kestabilan dari koloid untuk mencegah agregasi. Nano partikel
dengan nilai zeta potensial mendekati ±30 mV terbukti stabil, kestabilan suatu
sdiaan buruk jika nilai zeta potensial kecil dari 30 dan suatu sediaan dikatakan
stabil jika nilai zeta besar dari 30 (Mardiyadi et al, 2012). Dari data yang didapat
nilai zeta adalah -32,55 mV, artinya sediaan fitosom degan nilai zeta yang lebih
besar dari 30 mV memiliki kestabilan yang baik.Hasil pengamatan distribusi
ukuran partikel dan zeta potensial dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13.Nilai ukuran partikel, zeta potensial dan polidispersi indeks fitosom
ekstrak bawang putih
Suhu Pengujian Minggu pengamatan
0 1 2 4
40C Ukuran partikel (nm) 214,3 217,86 242,8 307,36
Zeta potensial (mV) -29,08 -28,52 -28,45 -33,82
Polidispersi indeks (%) 0,46 0,45 0,56 0,57
250C Ukuran partikel (nm) 214,3 219,16 286,9 321,36
Zeta potensial (mV) -29,08 -27,98 -27,49 -34,96
Polidispersi indeks (%) 0,46 0,46 0,57 0,57
38
400C Ukuran partikel (nm) 214,3 227,33 292,8 358,6
Zeta potensial (mV) -29,08 -29,45 -24,84 -33,29
Polidispersi indeks (%) 0,46 0,46 0,57 0,57
Distribusi ukuran partikel dinyatakan dalam nilai polidispersi indeks.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai polidispersi indeks fitosom adalah 45,8.
Polidispersitas mengacu pada tingkat homogenitas ukuran partikel.Semakin kecil
nilai PD, maka dispersi nanopartikel makin homogen.Menurut Anonim (2013)
jika nilai %PD kurang dari 0,15 partikelnya dianggap homogen atau monodispersi
dan jika nilai %PD lebih besar dari 0,35 partikelnya dapat dianggap tidak
homogen atau polidispersi.Hasil nilai indeks polidispersitas fitosom menunjukkan
sistem fitosom merupakan sistem polidispersi.Berdasarkan hasil analisa statistika
menunjukkan adanya perbedaan bermakna nilai ukuran partikel, zeta potensial
dan nilai polidispersi pada masing-masing kondisi penyimpanan.
I. Daya sebar ekstrak dan fitosom ekstrak bawang putih
Pengujian daya sebar digunakan untuk mengetahui pemerataan sediaan pada
kulit.Selain itu uji daya sebar pula bisa digunakan untuk melihat konsistensi dari
sediaan.Konsistensi dan daya sebar sediaan berkaitan dengan kenyamanan
pemakaian.Konsistensi sediaan yang lunak menyebabkan sediaan makin mudah
untuk merata dan mudah terserap dikulit dari pada sediaan yang kaku (Sayuti
2015).Konsistensi sediaan berhubungan dengan viskositas dan daya
sebarnya.Viskositas berbanding terbalik dengan daya sebar.Semakin besar
viskositasny semakin rendah daya sebarnya (Octavia 2016). Dari hasil pengujian
daya sebar yang diperoleh diameter daya sebar 83,1 mm untuk fitosom dan 24,6
mm untuk ekstrak. Daya sebar sediaan yang baik adalah 50-70 mm. daya sebar <
50mm menandakan sedian bersifat semistiff sedangkan daya sebar > 70mm
menandakan sediaan bersifat semifluid (garg dkk 2002).
J. Uji difusi
Uji penetrasi allisisn dalam bentuk ekstrak dan fitosom bawang putih
dilakukan untuk mengetahui laju pelepasan dari ekstrak dan fitosom bawang putih
untuk menembus atau berpenetrasi melewati membran. Untuk pengujian difusi
39
secara in-vitro menggunakan Sel Difusi Frans termodifikasi pada membran, dapat
digunakan suatu membran buatan yang menyerupai sifat kulit yaitu membran
millipore dengan diameter pori-pori 0,22 µm. Membran yang digunakan adalah
nitro selulose dengan ukuran 0,22 µm sebagai similasi dari ukuran ketebalan kulit
2000-3000 µm (Singlaet al 2012).
Pengujian kemmpuan permeasi allisin dalm bentuk ekstrak dan fitosom
bawang putih dilakukan selama 300 menit, diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang 214,40 nm. Data yang diperoleh
diplot menjadi kurva persentase allisin yang berdifusi terhadap waktu, seperti
yang tertera pada Gambar 8 dan 9. Kemiringan atau slope kurva persentase allisin
yang berdifusi terhadap waktu ini sebanding dengan laju difusi allisin menembus
membran. Selanjutnya profil pelepasan obat dari masing-masing formula ini
dianalisis dengan mencocokkannya terhadap beberapa persamaan kinetika
pelepasan obat seperti kinetika orde 0, orde 1, Higuchi dan Korsmeyer-
Peppas.Dari tiap persamaan kinetika yang dicocokkan, diperoleh nilai konstanta
pelepasan obat (k), koefisien korelasi (r), dan nilai eksponen difusi Peppas
(n).Data hasil perhitungan kinetika pelepasan allisin dari ekstrak dan fitosom
bawang putih dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14.Kinetika pelepasan Allisin dalam ekstrak dan fitosom bawang putih
Sampel Kinetika Parameter
k R N
Fitosom Orde nol 0,2562 ± 0,0017 0,9275 ± 0,0039
Orde satu 0,0049 ± 0,0000 0,8109 ± 0,0060
Higuchi 4,973 ± 0,0304 0,988 ± 0,0013
Korsmayer-Peppas 15,149 ± 0,2574 0,9971 ± 0,006 0,3312 ± 0,0033
Ekstrak Orde nol 0,0089 ± 0,0001 0,9505 ± 0,0126
Orde satu 0,0054 ± 0,0002 0,8334 ± 0,0205
Higuchi 0,1701 ± 0,0037 0,9943 ± 0,0020
Korsmayer-Peppas 0,429 ± 0,0332 0,9949 ± 0,0018 0,3528 ± 0,0205
Keterangan: n=3
y = 0.3312x + 2.7189R² = 0.9944
2.0000
2.5000
3.0000
3.5000
4.0000
4.5000
5.0000
Ln
% T
erdif
usi
40
Gambar 8. Hasil laju difusi fitosom ekstrak bawang putih
K.
L.
Gambar 9. Hasil laju difusi ekstrak bawang putih
Berdasarkan data tersebut, allisin dalam bentuk ekstrak dan fitosom bawang
putih mengikuti kinetika Korsmeyer-Peppas.Persamaan Korsmayer-Peppas
menjelaskan mekanisme pelepasan obat dari sediaan berdasarkan mekanisme
hukum Fickian sama dengan higuchi (Shaikh 2015).Pada persamaan Korsmeyer-
Peppas mekanisme pelepasan tergantung pada nilai ‘n’. Pada Tabel 14 dapat
dilihat nilai ‘n’ dari allisin dalam bentuk ekstrak adalah 0,3528 dan allisin dalam
y = 0.3528x - 0.8458R² = 0.99
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
0.0000 1.0000 2.0000 3.0000 4.0000 5.0000 6.0000
Ln
% t
erd
ifu
si
Ln waktu
41
bentuk fitosom adalah 0,331. Nilai n yang mendekati 0,5 menunjukkan
mekanisme pelepasan allisin adalah difusi Fickian, diartikan bahwa pelepasan zat
aktif dipengaruhi oleh waktu. Semakin lama, zat aktif akan dilepaskan dengan
kecepatan yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh jarak difusi zat aktif
semakin panjang (Annajiah 2015).
Dari profil Laju difusi pada Tabel 14 terlihat bahwa pada laju difusi allisin
dalam ekstrak lebih rendah dibandingkan laju difusi allisin dalam bentuk
fitosom.Hal ini dikarenakan fitosom mampu menyebrangi lipid biomembrane
yang lebih besar sehingga bahan aktif mampu mencapai darah (Ramadhon dan
Mu’imin 2016).Selain itu dilihat dari konsistensi antara ekstrak dan
fitosom.Ekstrak tidak dapat duji bobot jenis, dikarenakan konsistensi ekstrak dalm
bentuk ekstrak kental.Untuk mengetahui konsistensinya diuji daya sebar dari
ekstrak dan fitosom.Pada pengujian daya sebar, dimana fitosom memiliki
konsistensi lebih cair dibandingkan ekstrak. Dilihat dari hasil yang diperoleh dari
uji daya sebar allisin dalam bentuk fitosom bawang putih diameter penyebaranya
83,1 mm dan ekstrak 24,6 mm. Konsistensi suatu sediaan akan mempengaruhi
laju difusi, kekentalan sediaan berkaitan dengan kemudahan obat lepas dari
sediaan untuk selanjutrnya berpenetrasi. Kekentalan berbanding terbalik dengan
daya sebar.Semakin kental sediaan makin sulit obat terlepas dari sediaan.Semakin
rendah nilai kekentalan sediaan maka semakin tinggi nilai daya sebarnya.Semakin
besar daya sebar yang diberikan, maka kemampuan zat aktif untuk menyebar dan
kontak dengan kulit semakin luas (Sayuti 2015).Oleh sebab itu konstanta laju
difusi yang dihasilkan pada ekstrak lebih rendah dibandingkan fitosom bawang
putih.
Hasil uji statistik terhadap konstanta laju difusi menggunakan independent
sampel T-Test. pada sampel allisin dalam ekstrak dan fitosom bawang putih,
setelah dilakukan analisis Shapiro wilk memperoleh nilai sig. untuk ekstrak 0,709
dan nilai sig 0,877 untuk fitosom.Kemudian diuji homogenitas diperoleh nilai sig.
0,127. Karna sig >0,05 maka data terdstribusi normal dan homogen. Selanjutnya
akan diuji menggunakan analisis independent T-test, dari pengujian tersebut
diperoleh nilai sig. (2-tailed) 0,000 untuk ekstrak dan fitosom. Nilai sig. yang
42
diperoleh <(0,05) yang berarti H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan secara signifikan Laju difusi allisin antara Ekstrak dan fitosom Bawang
putih.
43
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa RSM diperoleh satu rancangan optimal dengan
konsentrasi ekstrak bawang putih dan lesitin sebesar 4,5%, suhu pembuatan 300C
dan kecepatan pengadukan 125 rpm. Berdasarkan hasil penelitian, stabilitas
fitosom dipengaruhi oleh waktudan suhu penyimpanan, dimana terjadi perubahan
sifat fisik dan pemisahan fase pada suhu 4°C dan 40°C. Selain itu, sistem fitosom
dapat meningkatkan laju difusi allicin.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis mengharapkan
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh sistem fitosom terhadap
pengguraian allisin dan uji aktivitas dari sistem fitosom tersebut sebagai
antidiabetes
44
BAB 6. LUARAN YANG DICAPAI
A. Luaran wajib
IDENTITAS JURNAL
1 Nama Jurnal Indonesian Journal of Pharmacy-
2 Website Jurnal http://indonesianjpharm.farmasi.ugm.ac.id/index.php/3/
3 Status Makalah Awaiting assignment (Lampiran 1)
4 Jenis Jurnal Terakreditasi Sinta
5 Tanggal Submit 12 April 2020-
6 Bukti Screenhot
Submit
-
B. Luaran tambahan
IDENTITAS JURNAL
1 Nama Jurnal Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia
2 Website Jurnal jifi.farmasi.univpancasila.ac.id/index.php/jifi/
3 Status Makalah Submit (Lampiran 2)
4 Jenis Jurnal Terakreditasi Sinta
5 Tanggal Submit 26 Marert 2020
6 Bukti Screenhot -
46
BAB 7. RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI
Penelitian ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Penelitian yang
perlu dilakukan untuk menunjang hasil penelitian ini adalah penelitian mengenai
laju penguraian dan umur simpan. Penelitian mengenai laju penguraian akan
menunjang hasil pengujian stabilitas fisik yang telah dilakukan pada penelitian
ini. Penelitian lain yang perlu dilakukan adalah uji aktivitas dan toksisitas sistem
fitosom. Sistem fitosom telah terbukti dapat meningkatkan laju difusi allisin.
Berdasarkan hasil tersebut diharapkan aktivitas ekstrak bawang putih sebagai
penurun gula darah dapat ditingkatkan. Hal ini perlu dibuktikan dengan
dilakukannya penelitian lanjutan mengenai uji aktivitas fitosom ekstrak bawang
putih. Uji toksistas juga perlu dilakukan untuk memastikan keamanan dan mutu
sistem fitosom ekstrak bawang putih.
47
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. (2012). Sistem penghantaran obat pelepasan terkendali. Seri III.
Penerbit ITB. Bandung. Hal 237-266.
Akter, F., & Rahmatullah, M. (2018). Antihyperglycemic Activity Studies
WithMalva Verticillata Leaves. World Journal of Pharmaceutical Research.Vol 7
(19), 107-113.
Amit, P., Tanwar, Y.S., Rakesh, S., & Poojan, P. (2013). Phytosome: Phytolipid
Drug Dilivery System for Improving Bioavailability of Herbal Drug. Journal of
Pharmaceutical Science and Bioscientific Research (JPSBR).Vol.3(2), 51-57
Annajiah W. (2015).Evaluasi Profil Disolusi Sediaan Lepas Lambat Diltiazem
Hidroklorida Yang Beredar Di Pasaran.Skripsi.FKIK Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah. Jakarta. Hlm. 22-23
Ansel.(2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. UI Press. Jakarta.
Halaman 376.
Balamanikandan, T., Balaji, S., & Pandiarajan, J. (2015).Biological Synthesis of
Silver Nanoparticles by Using Onion (Allium cepa) Extract and Their
Antibacterial and Antifungal Activity.World Applied Sciences Journal. Vol 33 (6):
939-943.
Banerjee, S., K., & Maulik, S., K. (2002). Effect of Garlic on Cardiovasculer
Disorders: a Review. Nutrition Journal. Vol. 1 (4), 1-14.
Dash, S., Murthy, P., N., Nath, L., & Chowdhury, P. (2010). Kinetic modeling on
drug release from controlled drug delivery systems. Journal Acta Pol Pharm. Vol.
67(3), 217-222.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(1995). Farmakope Indonesia. Edisi
IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Halaman 6.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2008). Farmakope Herbal
Indonesia.Edisi I.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Halaman 6 -
9, 98-103, 110-111, 150 - 163, 171, 174 – 175.
Dewi, A., K., Sumarjaya, I., W., & Srinadi, I., G., A., M. (2013).Penerapan
Metode Permukaan Respons dalam Masalah Optimalisasi.E-Jurnal
Matematika.Vol2(2), 32-36
48
Garg A, Aggarwal D, Garg S dan Sigla AK. 2002. Spreading of Semisolid
Formulation, Pharmaceutical technology.
Hernawan, U.. E., & Setyawan, A., D. (2003). Senyawa Oragnosulfur Bawang
Putih (Allium sativum L.) dan aktivitas Biologisnya.JournalBiofarmasi.Vol.1(2),
65-76
Hidayat,T., Hidayat, C., Kuntoro, M., D., P., Hastuti, P., & Sumangat, D. (2008).
Optimasi Sintesis Metil Oleat Menggunakan Biokatalis Lipase dari Kecambah
BijiJatropa curcas L. Jurnal Pascapanen.Vol. 5 (2),1-9.
Londhe, V., P., Gavasane, A., T., Nipate, S., S., Bandawane, D., D., & Chaudhari,
P., D. (2011). Role of Garlic (Allium sativum L) In Various Diseases: An
Overview. Journal of Pharmaceutical Research and Opinion.Vol. 1(4),129-134.
Mardiyadi, E., Muttaqien, S. E., Setyawati, D. R., Rosidah, I., and
Sriningsih.(2012). Preparasi dan Aplikasi Nanopartikel Kitosan sebagai Sistem
Penghantaran Insulin Secara Oral.Prosiding InSINAS MT-25. Halaman 25-30.
Mitkari, B. V., Korde, S. A., Mahadik, K. R., & Kokare, C. R. (2010).
Formulation and evaluation of topical liposomal gel for fluconazole. Dalam:
Indian J Pharm Educ Res. Vol. 44(4), 324-333.
Nazeer, A., A., Veeraiya, S., & Vijaykumar, S., D. (2017). Anti-cancer potency
and sustained release of phytosomal diallyl disulfide containing methanolic allium
sativum extract against breast cancer.Int. Res.J. Pharm.Vol. 8(8). Halaman 34-40.
Nurmiah, S., Syarief, R., Sukarno, Peranginangin, R., & Nurtama, B. (2013).
Aplikasi Response Surface Methodology pada Optimalisasi Kondisi Proses
Pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan. Vol. 8(1),9 – 22.
Octavia, N. (2016). Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer Minyak Atsiri
Pala(Myristica fragransHoutt.) : Uji Stabilitas Fisik Dan Uji AktivitasAntibakteri
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureu. Journal.Universitas Muhammadyah
Surakarta. Surakarta. Hlm. 1-15
Ramadon, d., and Mun’im A. (2016). Pemanfaatan nanoteknologi dalam sistem
penghantaran obat baru untuk produk bahan alam. Jurnal ilmu kefarmasian
Indonesia. Vol. 14, no. 2. Hlm. 118-127
Rana, M., S., Rohani, S., Hossain, M., N., Rahmatullah, M. (2018). Improved
Glucose Tolerance With A Polyherbal Formulation OfColocasia EsculentaTubers
AndAllium SativumCloves. World Journal of Pharmaceutical Research
(WJPR).Vol 7 (16), 55-61.
49
Rowe, Raymond C., Marian E., Queen., Paul J., Sheskey. (2009). Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6 th Edition. American Pharmacist Assistion and
Pharmaceutical Press : Washington DC and London. Halaman 110-113, 385-387,
441-444, 754-755.
Saha, S., Sarma, A., Saikia, P., & Chakrabarty, T. (2013). Phytosome: A Brief
Overview. Journal Scholars Academic Journal of Pharmacy (SAJP).Vol 2(1), 12-
20.
Sayuti, N.A. (2015). Formulation and Physical Stability of Cassia alata L. Leaf
Extrac Gel. Dalam: Jurnal Kefarmasian Indonesia. Jakarta. Vol.5. Hal 77.
Setiawan, A., S., Yulinah, E., Adnyana, K., Permana, H., & Sudjana, P. (2011).
Efek antidiabetes kombinasi ekstrak bawang putih (Allium sativumLinn) Dan
rimpang kunyit (Curcumma domestica Val.) dengan pembanding Glibenklamid
pada penderita diabetes mellitus tipe 2.MKB.Vol 43(1).26-34.
Shaikh H. K., Kshirsagar R. V., & Patil S. G. (2015). Mathematical models for
drug release characterization: a review. Dalam: World J. Pharm. Pharm. Sci, Vol.
4(4). Mumbai. Hlm. 324-338.
Singla V., Saini S., Joshi B., Rana A.C. (2012). Emulgel : A New Platform For
Topical Drug Delivery. Dalam: International Journal of Pharma and Bio
Sciences, Vol. 3. 1(01).Punjab. Hlm. 485-498.
Sinko, P., J. (2011). Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika edisi
5.diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta : EGC. Hlm
379-383, 498, 513, 514, 537, 538, 114, 145, 151, 154.
Voigt R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh
Soendani N. S. Yogyakarta: UGM Press. Hlm. 116-118, 607-608, 578-583, 609,
613-615.
50
Lampiran 1. Luaran wajib
PHYSICAL STABILITY TEST OF THE OPTIMAL FORMULA
PHYTOSOME GARLIC EXTRACT
Rahmah Elfiyani1,2, Naniek Setiadi Radjab1, Anisa Amalia1, Anisa Nurul
Wijaya1
1Universitas Muhammadiyah Prof.DR.HAMKA
ABSTRACT
One effort of improve the stability of allicin was to formulate garlic extract
into the phytosome delivery system. Components forming and the
conditions of making phytosomes affected the physicochemical properties
of phytosomes so they need to be optimized to produce phytosomes with
optimal physical properties. Phytosomes tend to experience Ostwald
ripening during storage due of the relatively small particle size. The
purpose of this study was to see the effect of temperature and length of
storage time on the physical stability of the optimal formula phytosomes
extract of garlic (Allium sativum L). In this study, optimization was carried
out on concentration (lecithin and garlic extract), the temperature of
manufacture and stirring speed. Optimization is done by using the CCD-
RSM (central composite design-response surface methodology) to obtain
30 designs of phytosomes manufacturing. Physical stability tests were
51
carried out at storage temperatures of 40C, 250C, and 400C for 4 weeks.
Evaluations carried out were organoleptic, pH, density, particle size,
polydispersity index (PDI), and zeta potential. Optimal design results
obtained were the concentrations of garlic extract and lecithin of 4.5%
respectively, the temperature of making 300C and the stirring speed of 125
rpm. The measurement results obtained are a pH value of 5.5-5.73;
density 1.00370-1.00574 g/mL; particle size of 214.3-358.60 nm; PDI
0.458-0.571; and zeta potential of -29.08 to -33.29 mV. Based on the
results, it can be concluded that extreme temperatures (40C and 400C) can
reduce the physical stability of the phytosome system starting at week 2 to
week 4 of storage.
Keywords: garlic extract, allicin, phytosomes, temperature and storage
time, physical stability
INTRODUCTION
Methanol extract of garlic at a concentration of 400 mg / kgBB has the
effect of reducing blood glucose levels in mice (Akter and Rahmatullah
2018). Garlic extract (Allium sativum L) can be made in the phytosome
system by using lecithin as a phospholipid binding agent so that it can
increase its stability and absorption (Amit et al. 2013). Previous studies
have formulated an ethanol extract of garlic in phytosomes for slow
release delivery which is used in the treatment of cancer with satisfactory
52
results, i.e that the phytosomes obtained show 100 % toxic to cancer cell
lines (MCF 7) at 108.5 μg / ml (Nazeer et al. 2017). Optimal formulas and
manufacturing methods are needed to form phytosomes. Optimization of
formulas and methods can be done using Response Surface Methodology
(RSM) analysis. RSM is a collection of mathematical and statistical
techniques that are useful for analyzing problems, where several variables
affect a response. Variables that influence on produce the phytosomes are
the composition of phosphatidylcholine and garlic extract, as well as
temperature conditions and stirring speed. After obtaining the optimum
formula and method, physical testing of the phytosomes system is then
performed. Physical stability is one of the important factors that will affect
the effectiveness of the delivery system and drug preparations. A system
or preparation can be said to be physically stable if it can maintain its
physical properties during the storage period (Sinko 2011). Physical
stability is affected by conditions (temperature and duration) of storage.
Based on this, the research will be tested the effect of temperature and
storage duration on the physical stability of the phytosome of garlic extract
MATERIAL AND METHODS
Materials
The equipment used in this study include UV-Vis 1601 spectrophotometer
(Shimadzu), Analytical Balance (OHAUS), glassware, pH meter (Metler
Toledo), Ultracentrifuge (HC1180T type), Vacum Rotary Evaporator
(Buchi), Refrigerator, Particle Size Analyzer (Delsa Max), Oven
53
(Memmert), and Waterbath (Memmert). The materials used in this study
include Allium sativum, 70% Ethanol, lecithin, Aquadest, dichloromethane,
potassium dihydrogenphosphate, Sodium hydroxide, and Hydrogen
disodium phosphate.
Production of Garlic Extract
Garlic powder weighed 1000 g and extracted with 5000 mL ethanol
solvent using maceration method for 48 hours. The results of the crude
extract obtained are then filtered using whatman filter paper No. 1 and the
solvent was evaporated to form a viscous extract using a Rotary
Evaporator at 40 ° C (Akter and Rahmatullah 2018).
Fitosom Optimization
Production of phytosome
Phosphatidylcholine is dissolved with dichloromethane, while garlic extract
is dissolved with ethanol, then the two mixtures are put into a round
bottom flask. Dichloromethane is evaporated using a rotary evaporator at
the temperatures listed in Table 1 at the speeds listed in Table 1 and
vacuumed until a thin layer is evenly obtained. Then the layer is stored in
the refrigerator at a temperature of 2 – 8 oC for up to 24 hours. The thin
layer was hydrated with a phosphate buffer solution of pH 5.5 at 40 °C.
After the suspension is formed, do sonication for 2 minutes. Then put it in
a glass bottle.
Phytosome evaluation
Organoleptic
54
The organoleptic examination includes the color, odor, and homogenity of
phytosome garlic extract
Density (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2014)
Measurement of the value of density is done using a pycnometer.
Entrapment efficiency (Anwar and Farhana 2018)
Done by entering a 0.5 mL sample into a centrifugation tube, then
centrifugation is done to separate the active substance that is not entrap in
the phytosome at a speed of 14000 rpm for 90 minutes. The supernatant
is taken to measure the levels of allicin which are not entrap in the
phytosome vesicles. Furthermore, the volume is sufficient by getting 10
mL phosphate buffer pH of 6.8, and the solution is measured using a
spectrophotometer. The entrapment efficiency of the allicin is determined
using the equation 1:
% 𝐸𝑛𝑡𝑟𝑎𝑝𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑙𝑙𝑖𝑐𝑖𝑛 𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑠𝑝𝑒𝑛𝑠𝑖𝑜𝑛−𝑓𝑟𝑒𝑒 𝑎𝑙𝑙𝑖𝑐𝑖𝑛 𝑐𝑜𝑛𝑐𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑙𝑙𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑠𝑝𝑒𝑛𝑠𝑖𝑜𝑛𝑥 100%……… (1)
Average of particle size, polydispersity index, and zeta potential (Keerthi et
al. 2014)
The sample was diluted with aqua dest (1:9). The instrument will measure
the sample for 9 minutes, then the particle size, polydispersion index, and
zeta potential of the phytosome vesicles will be measured.
RSM analysis
55
Response Surface Methodology (RSM) analysis in this study was used to
determine the optimal formula of garlic phytosome (Allium sativum L) with
the desired criteria, i.e: particle size 190.4 - 694 nm, polydispersity index 0
- 0.571, zeta potential ± 1.37 - 53.15 mV, entrapment efficiency 37.2354 -
92.7226 % and density 1.
Optimal phytosome evaluation
The evaluation of optimal phytosome is the entrapment efficiency test,
density, particle size testing, polydispersity index, zeta potential and pH
value using a pH meter at a temperature of 25oC ± 2oC
Phytosome physical stability testing
Physical stability testing is carried out by storing phytosome at 4oC ± 2oC,
room temperature (25-30oC ± 20C) and 40oC ± 2oC for 4 weeks and
evaluating including organoleptic testing, pH, density, particle size,
polydispersity index and zeta potential (Natalia M, 2012).
Data analysis
Data obtained from the physical stability test were then statistically
analyzed using the two-way ANOVA analysis test to determine the effect
of temperature and storage time on the physical stability of the phytosome
of garlic extract.
RESULTS AND DISCUSSION
Phytosome Optimization
56
The results of an evaluation of the physical and chemical properties of the
phytosome system can be seen in Table 1. The results of the evaluation
are then analyzed with predetermined criteria to obtain a design plan that
meets these criteria. RSM analysis can be seen in Table 2.
RSM analysis results
The variables used in this study are Garlic (A), Lecithin (B), Stirring Speed
(C), Temperature (D). while the observed response are entrapment
efficiency, density, particle size, zeta potential, and polydispersity index.
Entrapment Efficiency
The equation used is 2FI, where this equation connects responses and
variables is as follows:
Y = +62.60 + 1.84*A + 1.43*B - 0.37*C - 0.31*D + 0.68*A*B + 4.50*A*C +
1.08*A*D - 2.88*B*C - 0.97*B*D - 4.18*C*D ……………..………………. (2)
From the results of the equation obtained showed the Stirring Speed,
Temperature, Interaction Between Lecithin and Stirring Speed, Interaction
Between Lecithin and Temperature, as well as the interaction between
Stirring Speed and Temperature showed a significant effect on the
entrapment efficiency.
Density
The equation used is 2FI, where this equation connects responses and
variables is as follows:
57
Y = +1,02 + 3,237E - 003*A + 1,542E - 004*B - 8,042E - 004*C + 1,679E -
003D - 4,156E - 003*A*B - 1,269E - 003*A*C - 7,437E - 004*A*D + 6,938E
- 004*B*C - 1,081E - 003*B*D + 2,331E - 003*C*D ................................ (3)
The results of the equation obtained showed the relationship of stirring
speed, interaction between garlic and lecithin, interaction between garlic
and stirring speed, interaction of garlic and temperature, as well as
interaction of lecithin and temperature showed a significant effect on
density.
Particle size
The Linear Equation which connects the response and variables as
follows are:
Y = +346.06 + 3,80*A + 59.02*B - 11.18*C + 20.46*D ………………… (4)
The results of the equation are obtained that the stirring speed shows a
significant effect on particle size.
Zetta potential
The linear equation that links the responses and variables is as follows:
Y = +28.71 - 2.81*A - 3.76*B - 1.52*C - 0.36*D …………………….… (5)
From the results obtained that garlic, lecithin, stirring speed, and
temperature showed a significant influence on zetta potential.
Polydispersity index
The 2FI equation that links the responses and variables is as follows:
Y = +0,45 - 0,024*A - 0,056*B + 0,024*C -7,958E - 003*D - 0,036*A*B +
0,083*A*C - 0,036*A*D - 0,036*B*C - 0.012*B*D - 0.036*C*D …………. (6)
58
From the equation obtained that lecithin, temperature, interaction of garlic
and lecithin, interaction of garlic and temperature, interaction of lecithin
and stirring speed, interaction of lecithin and temperature, interaction of
stirring speed and temperature showed a significant influence on index
polydispersion.
Production and evaluating the optimal phytosome design
Based on the results of RSM analysis, one design was chosen with a
concentration of 4.5% garlic and lecithin extract, a temperature of 300C
and a stirring speed of 125 rpm. The evaluation results can be seen in
Table 2.
Physical stability test
Organoleptic
Organoleptic tests include observing the color, odor, and homogeneity of
the phytosome of garlic extract. Changes in color and odor do not occur in
the phytosome during the storage period. Based on observations at first
week, there was no change in homogeneity. Separation of new phases
occurred at the time of observation at second week. This separation
occurred in the phytosome with storage conditions at 4oC and 40oC.
Phase separation at 4°C according to theory because phosphatidylcholine
has a phase transition temperature at temperatures below 10oC or more
than 160oC (Rowe 2009). Phase separation at 4oC may be caused
because particles tend to stretch at hot temperatures so that the space
59
between particles becomes wider, resulting in aggregation and phase
separation.
Test of pH
Based on the results obtained, the pH of the phytosome system is 5.5 -
5.73. Changes in pH occur in the phytosome stored at 40oC. Increased pH
may be due to positive groups in the binding system of OH groups in the
environment. Statistical analysis showed that there were significant
differences in pH values at each time and storage temperature.
Density test
The density of the phytosome system is in the range 1.0037 - 1.0057. At
storage at a temperature of 40°C, there is a change in the value of density.
This may be due to the termination of bonds in the system causing weight
solids to be reduced. Based on statistical analysis, there is a significant
difference in the value of density during storage.
Particle size distribution, zeta potential, and polydispersity index
Phytosome have nano-sized vesicles with particle sizes of 1-300 nm
(Agoes 2010). Based on the measurement results, it can be seen that the
particle size of phytosome is 214.3 nm at week 0, so the phytosome is still
included in nanoparticle preparations. On observation for 4th weeks, there
was an increase in particle size in all storage conditions. This could be due
to the potential for the formation of aggregates in nano-sized particles
which tended to be larger because the contact angles between particles
60
were greater (Sinko 2011). This data was also supported by test results
the zeta potential value is also decreasing.
Zeta potential value shows the distance between particles. The greater the
potential zeta value, the system can be said to be stable because the
possibility of particles forming aggregates is smaller (Mardiyadi et al,
2012). Nanoparticles with zeta potential values approaching ± 30 mV have
proven to be stable, the stability of a dosage form is poor if the zeta
potential value is smaller than 30 and preparation is said to be stable if the
zeta value is greater than 30 (Mardiyadi et al, 2012). From the data
obtained, the zeta value is -32.55 mV, meaning that the phytosome
preparation with a zeta value greater than 30 mV has good stability. The
results of particle size, polydispersity index, and zetta potential can be
seen in Table 3.
The particle size distribution is expressed in the polydispersity index value.
Based on the results obtained, the value of the phytosome polydispersity
index is 0.458. Polydispersity (PD) refers to the level of particle size
homogeneity. The smaller the PD value, the more dispersed the
nanoparticle dispersion. According to Anonymous (2013) if the value of %
PD is less than 0.15 the particles are considered homogeneous or
monodispersed and if the value of % PD is greater than 0 35 particles can
be considered unhomogeneous or polydisperse. The results of the
phytosome polydispersity index value indicate that the phytosome system
is a polydispersion system. Based on the results of statistical analysis,
61
there is a significant difference in the particle size, zeta potential, and
polydispersion potential in each storage condition.
REFERENCES
Agoes G. 2012. Sistem penghantaran obat pelepasan terkendali. Seri III.
Penerbit ITB. Bandung. pp. 237-266.
Akter F., and Rahmatullah M., 2018. Antihyperglycemic Activity Studies
WithMalva Verticillata Leaves. World Journal of Pharmaceutical
Research.Vol 7 (19), 107-113
Amit P., Tanwar YS., Rakesh S., and Poojan P., 2013. Phytosome:
Phytolipid Drug Dilivery System for Improving Bioavailability of Herbal
Drug. Journal of Pharmaceutical Science and Bioscientific Research
(JPSBR).3(2), 51-57
Anwar E., and Farhana N., 2018. Formulation and Evaluation of
Phytosome-Loaded Maltodextrin-Gum Arabic Microsphere System for
Delivery of Camellia sinensis Extract. Journal of Young Pharmacists.
10(2S), s56-s62
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia.
Edisi V Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. pp.
47, 399, 856, 1070, 1553, 1563, 1750.
Keerthi B., Pingali PS., and Srinivas P. 2014. Formulation and evaluation
of capsules of ashwagandha phytosomes. Int J Pharm Sci Rev Res.
29(2),.138-142
62
Mardiyadi E., Muttaqien SE., Setyawati DR., Rosidah I., and Sriningsih.
2012. Preparasi dan Aplikasi Nanopartikel Kitosan sebagai Sistem
Penghantaran Insulin Secara Oral. Prosiding InSINAS MT-25. pp. 25-30.
Natalia M. 2012. Uji Stabilitas Fisik dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak
Jintan Hitam (Nigella sativa L.,) yang Diformulasikan sebagai Sistem
Nanoemulsi Gel (Nanoemulgel).Skripsi.Universitas Indonesia. Jakarta.
Halaman : 47.
Nazeer, AA., Veeraiya S., and Vijaykumar SD. 2017. Anti-cancer potency
and sustained release of phytosomal diallyl disulfide containing methanolic
allium sativum extract against breast cancer. Int. Res.J. Pharm.Vol. 8(8).
34-40.
Sinko PJ. 2011. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika edisi
5.diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta :
EGC. pp. 379-383, 498, 513, 514, 537, 538, 114, 145, 151, 154.
64
Table 1. Optimization of phytosome garlic extract (Allium sativum L) based on RSM(Design-Expert 7.1.6)
Run
Factor Response
A: Concentration of
garlic extract (%)
B: Concentration
of lecithin (%)
C: Temperature
(celcius)
D: Stirring
speed (rpm)
Entrapment
efficiency (%)
Polydispersity
index
Zeta Potential
(mV)
Particle
size (nm)
Density
(g/mL)
1 7.5 4.5 40 125 69.494 0.571 18.12 212.9 1.0237
2 6 6 35 100 92.7226 0.571 4.33 190.4 1
3 4.5 7.5 30 75 71.3422 0.571 27.27 219.8 1.0188
4 7.5 4.5 30 75 43.6837 0.571 25.49 260.6 1.0271
5 4.5 7.5 40 125 59.4557 0.19 1.37 694 1.219
6 7.5 7.5 40 75 73.9598 0.19 4.73 624.3 1.0139
7 7.5 7.5 30 125 80.1088 0.571 3.51 434.9 1.0142
8 6 6 35 100 66.9369 0.571 15.88 303.3 1.013
9 4.5 4.5 30 125 64.4466 0.571 27.88 330.2 1.0034
10 4.5 4.5 40 75 64.3559 0.571 16.6 373.7 1.0081
11 4.5 4.5 30 75 69.3217 0 13.42 384.2 1.0133
12 7.5 4.5 30 125 75.2103 0.571 32.09 340.2 1.0233
13 7.5 7.5 30 75 66.2674 0 20.65 501.6 1.0258
65
14 7.5 4.5 40 75 63.5148 0.571 37.21 293.6 1.0322
15 7.5 7.5 40 125 53.3698 0.571 17.48 219.2 1.0228
16 4.5 4.5 40 125 49.4948 0.571 23.14 279.7 1.0199
17 6 6 35 100 50.4389 0.571 47.37 259.6 1.0229
18 6 6 35 100 37.2354 0.571 44.26 221.3 1.0109
19 4.5 7.5 30 125 59.0405 0 19.44 440.3 1.0206
20 4.5 7.5 40 75 68.688 0.571 36.1 424.7 1.0203
21 6 6 35 50 65.9282 0.571 39.21 328.8 1.0244
22 9 6 35 100 56.3523 0 20.8 386.2 1.0259
23 6 6 35 100 41.9372 0.571 47.68 449.1 1.0197
24 3 6 35 100 43.9952 0.571 51.5 211 1.0154
25 6 3 35 100 63.8584 0.571 53.15 223 1.0205
26 6 6 45 100 71.5393 0 45.04 433.4 1.0242
27 6 6 35 100 62.1885 0.571 45.79 399.3 1.0249
28 6 9 35 100 64.6292 0.571 39.77 389.4 1.0187
29 6 6 35 150 66.79 0.571 40.19 260.2 1.0196
30 6 6 25 100 61.7163 0.571 41.82 293 1.0122
66
Table2. Results of optimal phytosome formula evaluation
No Subject Results
1. Organoleptic
- Color
- Shape
- Odor
- Taste
Brown
Liquid
Typical garlic
Bitter
2. Density 1.0051 g/mL
3. Zeta potential -32.55 mV
4. Polidispersity index 0.571
5. Particle size 270 nm
6. Entrapment efficiency 64.8798 %
Table3. Result of particle size, zeta potential, polidispersity index of phytosome garlic
extract
Temperature Evaluation Week of observation
0 1 2 4
40C Particle size (nm)* 214.3 1.32 217.86 0.51 242.8 15.88 307.36 10.55
Zeta potential (mV)* -29.08 0.85 -28.52 0.79 -28.45 2.61 -33.82 12.31
Polidispersity index (%)* 0.46 0.12 0.45 0.04 0.56 0.02 0.57 0.0
250C Particle size (nm)* 214.3 1.32 219.16 0.65 286.9 3.27 321.36 1.62
Zeta potential (mV)* -29.08 0.85 -27.98 0.99 -27.49 2.75 -34.96 11.15
Polidispersity index (%)* 0.46 0.12 0.46 0.10 0.57 0.0 0.57 0.0
400C Particle size (nm)* 214.3 1.32 227.33 3.57 292.8 2.07 358.6 45.5
Zeta potential (mV)* -29.08 0.85 -29.45 1.75 -24.84 4.08 -33.29 8.45
67
Polidispersity index (%)* 0.46 0.12 0.46 0.08 0.57 0.0 0.57 0.0
*n=3
Figure 1. RSM analysis results
B: L
ecithin
A: Garlic extract
68
Lampiran 2. Luaran tambahan
Peningkatan Laju Difusi Allisin dalam Sistem Fitosom Ekstrak Bawang Putih
Enhancement Allicin Diffusion Rate in The Garlic Extract Phytosome System
Anisa Amalia1,2
, Rahmah Elfiyani1, Adesi Chenia
1
1Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka [email protected]
ABSTRAK
Bawang putih (Allium sativum L) diketahui mengandung allisin yang memiliki khasiat sebagai penurun
gula darah. Penelitian sebelumnya menunjukkan ekstrak metanol bawang putih 400 mg/kgBB dapat
menurunkan kadar gula darah pada mencit. Penetrasi allisin dapat ditingkatkan dengan memformulasikan
ekstrak kedalam bentuk sistem penghantaran fitosom. Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh
pembuatan sistem fitosom ekstrak bawang putih terhadap laju difusi allisin. Fitosom ekstrak bawang
putih dibuat menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Evaluasi yang dilakukan adalah pengujian sifat
fisikokimia yang meliputi uji efisiensi penjerapan, berat jenis, ukuran partikel, indeks polidispersi dan
potensial zeta. Penentuan laju difusi allisin pada ekstrak dan sistem fitosom dilakukan menggunakan sel
difusi termodifikasi selama 420 menit. Hasil evaluasi menunjukkan fitosom memiliki nilai efisiensi
penjerapan 64,8789% denagn berat jenis 1,0051, ukuran partikel 270 nm, potensial zeta -32,55mV dan
indeks polidispersi 0,571. Hasil pengujian laju difusi menunjukkan sistem fitosom dapat mempercepat
laju difusi allisin bila dibandingkan dengan laju difusi allisin dalam ekstrak bawang putih.
Kata kunci: allisin, ekstrak bawang putih, fitosom, laju difusi
ABSTRACT
Garlic (Allium sativum L) contains allicin which has the property of reducing blood sugar levels. In
previous studies, methanol extract of garlic can reduce blood sugar levels in mice at a dose of 400
mg/kgBW. The penetration of allicin can be increased by formulating extracts in the phytosome system.
In this study, it will be observed the effect of making a phytosome system on the diffusion rate of allicin.
Garlic extract phytosome was made using a thin layer hydration method which was then evaluated for its
physicochemical properties which included testing of entrapment efficiency, density, particle size, index
polydispersion and the zeta potential. Determination of the value of the diffusion rate of allisin in the
extract and in the phytosome system was carried out using a modified diffusion cell for 420 minutes. The
phytosome system formed has an entrapment efficiency value of 64.8789% with a density of 1.0051
g/mL, particle size of 270 nm, zeta potential of -32.55 mV and the polydispersion index of 0.571.
Diffusion rate testing indicate the diffusion rate of the phytosome system can increase the diffusion rate of
allicin when compared to the diffusion rate of allisin in garlic extract.
Keyword : allicin, garlic extract, phytosome, diffusion rate.
69
PENDAHULUAN
Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan
pengobatan telah menjadi kebudayaan hampir
setiap negara di dunia.Salah satu tumbuhan yang
mempunyai khasiat obat adalah bawang putih
(Allium sativum L) yang mengandung allicin
(diallyl tiosulfonate atau diallyl disulfide)
(Setiawan dkk. 2011).Penelitian yang dilakukan
Akter &Rahmatullah (2018)menunjukkan
pemberian ekstrak metanol bawang putih pada
konsentrasi 400 mg/kgBB mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah mencit.
Permasalahan penggunaan bahan alam sebagai
bahan aktif dalam suatu bentuk sediaan adalah
rendahnya bioavailabilitas.Rendahnya
bioavailabilitas disebabkan karena ekstrak sulit
berpenetrasi melalui membran biologis dan
kemungkinan ekstrak untuk terurai semakin
besar.Permasalahan ini dapat diatasi dengan
memformulasikan bahan alam tersebut kedalam
suatu sistem penghantaran obat.Salah satu sistem
penghantaran yang dapat digunakan adalah
fitosom.
Fitosom merupakan suatu teknologi yang
dikembangkan dari pembuatan obat
dannutraceutical. Fitosom dapat menjerap
bahanalam yang sebagian besar bersifat hidrofil
sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan
bioavaibilitas dan penetrasinya(Sahaet al. 2013).
Fitosom memiliki kemampuan menyeberangi
lipid biomembranes yang lebih besar sehingga
bahan aktif dapat mencapai darah(Amin dkk.
2012).Ekstrak bawang putih (Allium sativum L)
dapat dibuat dalam sistem fitosom dengan
menggunakan lesitin sebagai pembentuk ikatan
fosfolipid sehingga dapat meningkatkan
stabilitas dan absorbsinya (Amit et al.
2013).Fosfolipid yang sering digunakan dalam
pembuatan fitosom adalah
fosfatidilkolin.Fitosom dibandingkan dengan
formulasi herbal secara konvensional dapat
meningkatkan efikasi efek terapetik karena
adanya peningkatan penetrasi oleh
fosfatidilkolin sehingga ekstrak dapat menembus
membran lipid bilayer lebih baik (Ramadon and
Mun’im 2016).
Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka
penelitian ini akan dilakukan pembuatan sistem
fitosom ekstrak bawang putih dan penentuan laju
difusi allisin dalam ektrak dan dalam sistem
fitosom sehingga dapat terlihat pengaruh
pembuatan sistem fitosom terhadap laju difusi
allisin.
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian
ini meliputi: Spektrofotometer UV-Vis 1601
(Shimadzu), Neraca Analitik (OHAUS), alat-alat
gelas, Ultracentrifuge (tipe HC1180T), Vacum
Rotary Evaporator (Buchi), Lemari Pendingin,
Sel Difusi Termodifikasi, Particle Size Analyzer
(Delsa Max), dan Waterbath (Memmert). Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Allium sativum, Ethanol 70%, Lechytin,
Aquadest, diclorometan, membran sintetis
milipore 0,22 μm, kalium dihidrogenfosfat,
Natrium hidroksida dan Hydrogen disodium
fosfat.
Pembuatan Ekstrak Bawang Putih
Umbi Bawang putih yang di dapat
dideterminasi terlebih dahulu di LIPI Cibinong
untuk memastikan spesies yang
spesifik.Kemudian bawang putih yang didapat
dicuci bersih, lalu dikeringkan diudara dan
dihaluskan dengan menggunakan blender.
Selanjutnya digerus menjadi serbuk dan diayak
menggunakan pengayak nomor mesh 40-60.
Selanjutnya serbuk ditimbang kurang lebih 1000
g dan diekstraksi dengan pelarut etanol 5000 mL
menggunakan metode maserasi selama 48 jam.
Hasil ekstrak kasar yang diperoleh kemudian
disaring dengan menggunakan kertas penyaring
70
whattman No. 1 dan pelarut diuapkan hingga
membentuk ekstrak kental dengan menggunakan
Rotary Evaporator pada suhu 40°C (Akter
&Rahmatullah 2018).
Evaluasi ekstrak bawang putih
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk,
warna, bau, dan rasa terhadap ekstrak bawang
putih. Penetapan kadar air dilakukan dengan
cara destilasi toluen (Departemen Kesehatan RI,
2008). Identifikasi kualitatif alisin dilakukan
dengan GCMS, sedangkan penetapan kadar
alisin pada ekstrak dilakukan secara
spektrofotometer UV-Vis. Selain itu dilakukan
penentuan kadar abu total, kadar abu tidak larut
asam, dan nilai rendemen.
Pembuatan fitosom
Fosfatidilkolin (4,5 %) dilarutkan dengan
diclorometan, sedangkan ekstrak bawang putih
(4,5 %) dilarutkan dengan etanol, lalu kedua
campuran tersebut dimasukkan ke dalam labu
alas bulat. Diclorometan diuapakan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 30 0C dengan kecepatan 125 rpm dan divakum
sampai diperoleh lapisan tipis merata.Kemudian
lapisan itu disimpan dalam kulkas pada suhu
2 − 80 C hingga 24 jam. Lapisan tipis itu di
hidrasi dengan larutan dapar fosfat pH 5,5 pada
suhu 40°C. Setelah suspensi terbentuk, lakukan
sonikasi selama 2 menit.Kemudian masukkan
kedalam botol kaca.
Evaluasi fitosom
Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk,
warna, bau, dan rasa.
Bobot jenis (Departemen kesehatan RI 2014)
Pengukuran nilai bobot jenis dilakukan
dengan menggunakan piknometer bersih dan
telah dikaliberasi dengan menetapkan bobot
piknometer dan bobot air yang baru dididihkan
pada suhu 25°C. Suhu fitosom di atur lebih
kurang 20°C, dimasukkan ke dalam piknometer,
buang kelebihan ekstrak cair dan ditimbang,
kemudian bobot piknometer yang telah diisi
dikurangkan dengan bobot piknometer kosong.
Bobot jenis fitosom adalah hasil yang diperoleh
dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot
air, dalam piknometer pada suhu 25°C.
Efisiensi penjerapan (Anwar dan Farhana
2018)
Dilakukan dengan memasukkan 0,5 mL
sampel kedalam tabung sentrifugasi, kemudian
dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan zat
aktif yang tidak terserap dalam fitosom pada
kecepatan 14000 rpm selama 90 menit. Diambil
supernatannya untuk mengukur kadar allisin
yang tidak terserap dalam vesikel fitosom.
Selanjutnya dicukupkan volumenya dengan
Dapar phosfat pH 6,8 10 mL, larutan yang
diperoleh diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer. Presentase alisin yang terjerap
ditentukan dengan menggunakan rumus:
% 𝐸𝑓𝑒𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑙𝑙𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑑𝑙𝑚 𝑠𝑢𝑠𝑝𝑒𝑛𝑠𝑖−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑙𝑙𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑑𝑙𝑚 𝑠𝑢𝑠𝑝𝑒𝑛𝑠𝑖
x100% ..…(2)
Ukuran partikel rata-rata, indeks polidispersi,
dan potensial zeta (Keerthi et al. 2014)
Dilakukan pengenceran sampel dengan
aqudest yaitu 1 mL sampel dicampurkan dengan
9 mL aquadest.Diukur dengan menggunakan
Light Scattering Analyzer DelsaMax Pro
Particle Size Analyzer. Larutan tersebut
dimasukkan ke dalam flow cell, flow cell yang
telah diisi sampel dimasukkan ke dalam cell alat.
Alat dinyalahkan dan dipilih menu DLS &
PALS (Stimultaneous). Alat akan mengukur
sampel selama 9 menit, lalu ukuran partikel,
Polidispersi Indeks, dan Zeta Potensial dari
vesikel fitosom akan terukur.
Pengujian Daya Sebar Ekstrak dan Fitosom
Ektrak Bawang Putih
Uji daya sebar dilakukan dengan cara
menimbang 0,5 gram sampel kemudian
diletakkan diatas kaca bulat berskala. Diatas
sediaan diletakkan kaca bulat lain atau bahan
transparan dan pemberat 150 gram. Didiamkan
selama 1 menit, kemudian catat diameter
penyebaranya (Sayuti 2015).
71
Pengujian difusi
Sebanyak 1 gram sampel diletakkan pada
permukaan membran.Kemudian dilakukan
pengambilan sampel dari kompartemen
sebanyak 5 mL.Pengambilan sampel dilakukan
pada menit ke 5, 10, 15, 30, 60, 90, 180, 240,
300, 360, 420 menit. Setelah itu dilakukan
pembacaan absorbansi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum 262 nm dan di dapatkan
nilai absorbansi, kemudian dimasukan kedalam
persamaan regresi linear (y=bx+a)yang
diperoleh dari kurva baku allisin dalam medium
dapar fosfat pH 6,8. Setelah diperoleh data %
terdifusi kemudian ditentukan kinetika (orde dan
laju) difusi.
Analisa data
Data yang diperoleh yaitu hasil laju difusi
diolah menggunakan uji T-test one sample.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Karakteristik Ekstrak
Untuk mengetahui karakterisasi ekstrak
bawang putih (Allium Sativum L).dilakukan
pengujian organoleptik, kadar air, kadar abu
total, kadar abu tidak larut asam dan rendemen.
Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil Analisa Kualitatif Allicin
Pengujian kualitatif allisin menggunakan
GC-MS bertujuan untuk mengetahui adanya
kandungan senyawa allisin (S-Allyl-2-Propene-
1-Sulfinothioate) berdasarkan total ion-ion
kromatogram terutama untuk senyawa-senyawa
yang mudah menguap.Analisis terhadap hasil
kromatogram GC-MS yang ditunjukkan pada
Gambar 1, dimana terdapat kesamaan pada
puncak antara sampel (ekstrak bawang putih)
dengan standar (allisin). Kesamaan puncak
tersebut ditandai dengan satu senyawa marker
pada retention time 7,722 pada Gambar 1 dari
ekstrak tersebut yaitu senyawa allisin (S-Allyl-2-
Propene-1-Sulfinothioate) yang merupakan
senyawa golongan organosulfur.
Penetapan kadar Allicin dalam ekstrak
bawang putih (Allium Sativum L)
Penetapan kadar allicin pada penelitian ini
digunakan alat Spektrofotometri UV-Vis.
Penetapan kadar allicin di awali dengan
penentuan panjang gelombang maksimum dan
diperoleh panjang gelombang dari allicin yaitu
214,40 nm. Persamaan regresi linier dari kurva
kalibrasi allcin adalah y = -0,0497 x + 0,0520
dengan nilai koefesien korelasi sebesar 0,9982.
Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh hasil
kadar allicin dalam ekstrak kental adalah sebesar
11,2857 %.
Evaluasi Fitosom
Pembuatan fitosom bawang putih dibuat
menggunakan lesitin dari kedelai sebagai
pembentuk vesikel fitosom, diklorometan dan
etanol 96% digunakan sebagai pelarut serta
larutan dapar posfat pH 5,5 membantu dalam
proses pembentukan vesikel. Fitosom dibuat
dengan metode hidrasi lapis tipis. Setelah lapis
tipis terhidrasi sempurna, diperoleh sistem
fitosom berwarna coklat dan memiliki bau khas
bawang putih. Kemudian sistem fitosom
dimasukkan ke dalam botol kaca dan disimpan
pada wadah tertutup rapat, sistem fitosom
didiamkan pada suhu 7°C selama 24 jam
tujuannya untuk menyempurnakan globul-
globul. Selanjutnya sistem fitosom di sonikasi
(ultrasonik) selama 60 menit. Tujuannya adalah
untuk memperkecil ukuran dan menyeragamkan
ukuran dari fitosom (Mitkari, Korde, Mahdik,
dan Kokare 2010). Hasil evaluasi dapat dilihat
pada Tabel 2.
Daya sebar ekstrak dan fitosom ekstrak
bawang putih
Pengujian daya sebar digunakan untuk
mengetahui pemerataan sediaan pada kulit.
Selain itu uji daya sebar pula bisa digunakan
untuk melihat konsistensi dari sediaan.
Konsistensi dan daya sebar sediaan berkaitan
dengan kenyamanan pemakaian. Konsistensi
sediaan yang lunak menyebabkan sediaan makin
72
mudah untuk merata dan mudah terserap dikulit
dari pada sediaan yang kaku (Sayuti 2015).
Konsistensi sediaan berhubungan dengan
viskositas dan daya sebarnya. Viskositas
berbanding terbalik dengan daya sebar. Semakin
besar viskositasny semakin rendah daya
sebarnya (Octavia 2016). Dari hasil pengujian
daya sebar yang diperoleh diameter daya sebar
83,1 mm untuk fitosom dan 24,6 mm untuk
ekstrak. Daya sebar sediaan yang baik adalah
50-70 mm. daya sebar < 50mm menandakan
sedian bersifat semistiff sedangkan daya sebar >
70mm menandakan sediaan bersifat semifluid
(Garg et al. 2002).
Uji difusi
Uji penetrasi allisisn dalam bentuk ekstrak
dan fitosom bawang putih dilakukan untuk
mengetahui laju pelepasan dari ekstrak dan
fitosom bawang putih untuk menembus atau
berpenetrasi melewati membran. Untuk
pengujian difusi secara in-vitro menggunakan
Sel Difusi Frans termodifikasi pada membran,
dapat digunakan suatu membran buatan yang
menyerupai sifat kulit yaitu membran millipore
dengan diameter pori-pori 0,22 µm. Membran
yang digunakan adalah nitro selulose dengan
ukuran 0,22 µm sebagai similasi dari ukuran
ketebalan kulit 2000-3000 µm (Singla et al
2012).
Pengujian kemmpuan permeasi allisin dalm
bentuk ekstrak dan fitosom bawang putih
dilakukan selama 300 menit, diukur serapannya
menggunakan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 214,40 nm. Data yang
diperoleh diplot menjadi kurva persentase
allisin yang berdifusi terhadap waktu, seperti
yang tertera pada Gambar 2 dan 3.Kemiringan
atau slope kurva persentase allisin yang
berdifusi terhadap waktu ini sebanding dengan
laju difusi allisin menembus
membran.Selanjutnya profil pelepasan obat dari
masing-masing formula ini dianalisis dengan
mencocokkannya terhadap beberapa persamaan
kinetika pelepasan obat seperti kinetika orde 0,
orde 1, Higuchi dan Korsmeyer-Peppas.Dari
tiap persamaan kinetika yang dicocokkan,
diperoleh nilai konstanta pelepasan obat (k),
koefisien korelasi (r), dan nilai eksponen difusi
Peppas (n).Data hasil perhitungan kinetika
pelepasan allisin dari ekstrak dan fitosom
bawang putih dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan data tersebut, allisin dalam
bentuk ekstrak dan fitosom bawang putih
mengikuti kinetika Korsmeyer-Peppas.
Persamaan Korsmayer-Peppas menjelaskan
mekanisme pelepasan obat dari sediaan
berdasarkan mekanisme hukum Fickian sama
dengan higuchi (Shaikh 2015). Pada persamaan
Korsmeyer-Peppas mekanisme pelepasan
tergantung pada nilai ‘n’. Pada Tabel 14 dapat
dilihat nilai ‘n’ dari allisin dalam bentuk ekstrak
adalah 0,3528 dan allisin dalam bentuk fitosom
adalah 0,331. Nilai n yang mendekati 0,5
menunjukkan mekanisme pelepasan allisin
adalah difusi Fickian, diartikan bahwa pelepasan
zat aktif dipengaruhi oleh waktu. Semakin lama,
zat aktif akan dilepaskan dengan kecepatan yang
rendah. Hal tersebut disebabkan oleh jarak difusi
zat aktif semakin panjang (Annajiah 2015).
Dari profil Laju difusi pada Tabel 14
terlihat bahwa pada laju difusi allisin dalam
ekstrak lebih rendah dibandingkan laju difusi
allisin dalam bentuk fitosom.Hal ini dikarenakan
fitosom mampu menyebrangi lipid biomembrane
yang lebih besar sehingga bahan aktif mampu
mencapai darah (Ramadhon dan Mu’imin
2016).Selain itu dilihat dari konsistensi antara
ekstrak dan fitosom.Ekstrak tidak dapat duji
bobot jenis, dikarenakan konsistensi ekstrak
dalm bentuk ekstrak kental.Untuk mengetahui
konsistensinya diuji daya sebar dari ekstrak dan
fitosom.Pada pengujian daya sebar, dimana
fitosom memiliki konsistensi lebih cair
dibandingkan ekstrak. Dilihat dari hasil yang
diperoleh dari uji daya sebar allisin dalam
bentuk fitosom bawang putih diameter
penyebaranya 83,1 mm dan ekstrak 24,6 mm.
Konsistensi suatu sediaan akan mempengaruhi
73
laju difusi, kekentalan sediaan berkaitan dengan
kemudahan obat lepas dari sediaan untuk
selanjutrnya berpenetrasi. Kekentalan
berbanding terbalik dengan daya sebar.Semakin
kental sediaan makin sulit obat terlepas dari
sediaan.Semakin rendah nilai kekentalan sediaan
maka semakin tinggi nilai daya
sebarnya.Semakin besar daya sebar yang
diberikan, maka kemampuan zat aktif untuk
menyebar dan kontak dengan kulit semakin luas
(Sayuti 2015).Oleh sebab itu konstanta laju
difusi yang dihasilkan pada ekstrak lebih rendah
dibandingkan fitosom bawang putih.
Hasil uji statistik terhadap konstanta laju
difusi menggunakan independent sampel T-Test.
pada sampel allisin dalam ekstrak dan fitosom
bawang putih, setelah dilakukan analisis Shapiro
wilk memperoleh nilai sig. untuk ekstrak 0,709
dan nilai sig 0,877 untuk fitosom.Kemudian
diuji homogenitas diperoleh nilai sig. 0,127.
Karena p>0,05 maka data terdstribusi normal
dan homogen. Selanjutnya akan diuji
menggunakan analisis independent T-test, dari
pengujian tersebut diperoleh nilai sig. (2-tailed)
0,000 untuk ekstrak dan fitosom. Nilai p yang
diperoleh < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan
secara signifikan laju difusi allisin antara ekstrak
dan fitosom bawang putih.
KESIMPULAN
Ekstrak bawang putih dapat diformulasikan
kedalam sistem fitosom karena memiliki sifat
fisikokimia yang baik.Pembuatan sistem fitosom
ekstrak bawang putih dapat meningkatkan laju
difusi allisin bila dibandingkan dengan laju
difusi allisin dalam bentuk ekstrak bawang
putih.
DAFTAR PUSTAKA
Akter F and Rahmatullah M. Antihyperglycemic
Activity Studies with Malva
VerticillataLeaves from World Journal of
Pharmaceutical Research.2018. 7 (19):
107-113.
Amin T andBhat SV.A review on phytosome
technology as a novel approach to improve
the bioavailability of nutraceuticals from Int
J Adv Res Technol. 2012. 1(3): 1-5.
Amit P, Tanwar YS, Rakesh S and Poojan P.
(2013). Phytosome: Phytolipid Drug
Delivery System for Improving
Bioavailability of Herbal Drug fromJournal
of Pharmaceutical Science and Bioscientific
Research (JPSBR). 2013. 3(2): 51-57
Annajiah W. Evaluasi Profil Disolusi Sediaan
Lepas Lambat Diltiazem Hidroklorida yang
Beredar Di Pasaran.Skripsi.Jakarta: FKIK
Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah. 2015. Hlm. 22-23
Anwar E and Farhana N. 2018. Formulation and
Evaluation of Phytosome-Loaded
Maltodextrin-Gum Arabic Microsphere
System for Delivery of Camellia sinensis
Extract formJournal of Young Pharmacists.
2018. 10(2S): s56-s62
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.Farmakope Herbal
IndonesiaEdisi I.Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Hlm.
6 - 9, 98-103, 110-111, 150 - 163, 171, 174
– 175.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.Farmakope Indonesia. Edisi V
Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan
Obat dan Makanan. 2014. Hlm. 47, 399,
856, 1070, 1553, 1563, 1750.
Garg A, Aggarwal D, Garg S and Sigla AK.
Spreading of Semisolid Formulation,An
update form Pharmaceutical
TechnologyNorth America. 2002. 26:84-
105.
Keerthi B, Pingali PS and Srinivas P.
Formulation and evaluation of capsules of
ashwagandha phytosomes formInt J Pharm
Sci Rev Res. 2014.29(2): 138-142.
Mitkari BV, Korde SA, Mahadik KRand Kokare
CR. Formulation and evaluation of topical
liposomal gel for fluconazole. Dalam:
74
Indian J Pharm Educ Res.2010. 44(4): 324-
333.
Octavia, N. Formulasi Sediaan Gel Hand
Sanitizer Minyak Atsiri Pala (Myristica
fragransHoutt.): Uji Stabilitas Fisik Dan
Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureu. dalamJournal
Universitas Muhammadyah Surakarta.
Surakarta. 2016. Hlm. 1-15
Ramadon D and Mun’im A. Pemanfaatan
nanoteknologi dalam sistem penghantaran
obat baru untuk produk bahan alam dalam
Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia.2016.14(2): 118-127
Saha S, Sarma A, Saikia P and Chakrabarty T.
Phytosome: A Brief Overview formJournal
Scholars Academic Journal of Pharmacy
(SAJP). 2013.2(1): 12-20.
Sayuti NA. Formulation and Physical Stability
of Cassia alata L. Leaf Extract Gel dalam:
Jurnal Kefarmasian Indonesia.
Jakarta.2015.5:77.
Setiawan AS, Yulinah E, Adnyana K, Permana
H dan Sudjana P. Efek antidiabetes
kombinasi ekstrak bawang putih (Allium
sativumLinn) dan rimpang kunyit
(Curcumma domestica Val.) dengan
pembanding Glibenklamid pada penderita
diabetes mellitus tipe 2.MKB. 2011. 43(1):
26-34.
Shaikh H K, Kshirsagar RV and Patil SG.
Mathematical models for drug release
characterization: a review formWorld J.
Pharm. Pharm. Sci. 2015. 4(4): 324-338.
Singla V, Saini S, Joshi B and Rana AC.
Emulgel : A New Platform For Topical
Drug Delivery formInternational Journal of
Pharma and Bio Sciences. 2012.3(1): 485-
498.
2
Tabel 1.Karakteristik ekstrak bawang putih No Pemerian Hasil Syarat
1. Bentuk Ekstrak kental
2. Warna Coklat
3. Bau Khas aromatis menyengat
4. Rasa Pahit
5. Kadar Air 1,21 % <12%
6. Kadar abu total 3,43 % < 2,7%
7. Kadar abu tidak larut
asam
0,15 % < 1%
9. Rendemen 15,97 %
Tabel 2. Hasil evaluasi fitosom
No Subyek Hasil
1. Organoleptis
- warna
- Bentuk
- Bau
- Rasa
Coklat
Cair
Khas bawang putih
Pahit
2. Bobot jenis 1,0051 g/mL
3. Potensial zeta -32,55 mV
4. Indeks polidispersi 0,571
5. Ukuran partikel 270 nm
6. Efesiensi penjerapan 64,8798 %
Tabel 3.Kinetika pelepasan allisin dalam ekstrak dan fitosom bawang putih
Sampel Kinetika Parameter
k r n
Fitosom Orde nol 0,2562 ± 0,0017 0,9275 ± 0,0039
Orde satu 0,0049 ± 0,0000 0,8109 ± 0,0060
Higuchi 4,973 ± 0,0304 0,988 ± 0,0013
Korsmayer-Peppas 15,149 ± 0,2574 0,9971 ± 0,006 0,3312 ± 0,0033
Ekstrak Orde nol 0,0089 ± 0,0001 0,9505 ± 0,0126
Orde satu 0,0054 ± 0,0002 0,8334 ± 0,0205
Higuchi 0,1701 ± 0,0037 0,9943 ± 0,0020
Korsmayer-Peppas 0,429 ± 0,0332 0,9949 ± 0,0018 0,3528 ± 0,0205
Keterangan: n=3
3
Gambar 1. Hasil Kromatografi GC-MS
Gambar 2. Hasil laju difusi fitosom ekstrak bawang putih
Gambar 3. Hasil laju difusi ekstrak bawang putih
y = 0.3312x + 2.7189R² = 0.9944
0.0000
1.0000
2.0000
3.0000
4.0000
5.0000
0.0000 1.0000 2.0000 3.0000 4.0000 5.0000 6.0000
Ln %
Ter
dif
usi
Ln Waktu
y = 0.3528x - 0.8458R² = 0.99
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
0.0000 1.0000 2.0000 3.0000 4.0000 5.0000 6.0000Ln
% t
erd
ifu
si
Ln waktu