peningkatan - politik.lipi.go.id paper lipi... · ditetapkan di mabila (pulau balut) dan miangas...

27

Upload: duongnga

Post on 28-Apr-2019

236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PERDAGANGAN LINTAS BATAS

INDONESIA-FILIPINA:Upaya Mendukung Ketahanan Sosial Masyarakat

Pulau-Pulau Kecil Terluar

Disusun oleh: Sandy Nur Ikfal Raharjo, M.Si (Han)

Drs. Bayu Setiawan, MA Muhammad Fakhry Ghafur, Lc, M.Ag

Esty Ekawati, M.IP

Pusat Penelitian Politik dan Pusat Penelitian KependudukanLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Jakarta, 2017

Policy Paper

Desain pra cetak: Prayogoiv + 19 hlm; 21 x 29,7 cm | Cetakan I, Desember 2017

Policy Paper

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PERDAGANGAN LINTAS BATAS INDONESIA-FILIPINA:Upaya Mendukung Ketahanan Sosial Masyarakat Pulau-Pulau Kecil Terluar

Disusun oleh:

Sandy Nur Ikfal Raharjo, M.Si (Han)Drs. Bayu Setiawan, MA Muhammad Fakhry Ghafur, Lc, M.AgEsty Ekawati, M.IP

Diterbitkan oleh:Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2 Politik LIPI)Gedung Widya Graha LIPI, Lt. III & XIJl. Jend. Gatot Subroto KAV-10, Jakarta 12710 - INDONESIATlp. / fax : 021 - 520 7118 | Website: www.politik.lipi.go.id Twitter: @PolitikLIPI

dengan

Pusat Penelitian Kependudukan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2 Kependudukan LIPI)Gedung Widya Graha LIPI, Lt. XJl. Jend. Gatot Subroto KAV-10, Jakarta 12710 - INDONESIATlp. / fax : 021 - 522 1687 | Website: www.kependudukan.lipi.go.id Twitter: @ppk_lipi

ISBN: 978-979-3384-92-4 © P2 Politik LIPI

v A. Pendahuluan ___1

v B. Kebijakan Perdagangan Lintas Batas Indonesia-Filipina___3

v C. Implementasi Kerja Sama Lintas Batas: Kelebihan dan Kekurangan ___7

v D. Rekomendasi ___10

v E. Daftar Pustaka ___16

DAFTAR ISI

1Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina

Policy Paper

Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah laut yang berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, Timor Leste, Palau, dan Papua Nugini.

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PERDAGANGAN LINTAS BATAS INDONESIA - FILIPINA

Upaya Mendukung Ketahanan Sosial Masyarakat

Pulau-Pulau Kecil Terluar

A. PENDAHULUAN

Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah laut yang

berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, Timor Leste, Palau, dan Papua Nugini. Kawasan perbatasan laut tersebut mencakup 111 pulau kecil terluar yang tersebar di 22 provinsi.1 Sebagian dari pulau-pulau tersebut dihuni oleh masyarakat.

Namun sayangnya, kondisi ketahanan sosial masyarakat pulau-pulau kecil terluar masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa diantaranya terletak di Kecamatan Kepulauan Marore di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara. Kecamatan tersebut terletak di ujung utara Indonesia yang berhadapan langsung dengan Pulau Balut dan Pulau Sarangani (Republik Filipina). Kecamatan ini memiliki tiga pulau perbatasan berpenghuni,

1 Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau Pulau Kecil Terluar.

yaitu Marore (2,6 km² dengan 692 penduduk), Kawio (1,54 km² dengan 564 penduduk), dan Matutuang (0,31 km² dengan 492 penduduk).2

Sebagai salah satu pulau kecil terluar, ketahanan sosial masyarakat Kepulauan Marore masih rentan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi modal alam, fisik, sumber daya manusia, ekonomi/keuangan dan modal politik.

1) Untuk modal alam, kondisi cuaca ekstrim di Kepulauan Marore berdampak pada pola penangkapan ikan one day fishing di sekitar

pulau. Hasil tangkapan ikan nelayan Marore masih rendah (126,6 ton pada tahun 2012) jika dibandingkan dengan potensi ikan yang ada di Wilayah Pengelolan Perikanan 716 (255.430 ton).3 Selain itu, daratan Marore mayoritas berupa tanah yang berbukit, berbatu dan berpasir,

2 BPS, Kepulauan Marore dalam Angka 2015. Tahuna: BPS Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2015.

3 Statistik Perikanan Tangkap, 75

Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina 2

... masyarakat pulau-pulau kecil terluar harus menghadapi tantangan yang berasal dari luar. Dalam konteks ekonomi, nelayan kecil harus bersaing dengan kapal-kapal penangkap ikan besar, baik dari dalam negeri maupun negara tetangga.

sehingga kurang berpotensi untuk pertanian atau perkebunan.

2) Untuk modal fisik, berbagai infrastuktur dasar sudah dibangun di Kepulauan Marore seperti pelabuhan, jalan darat, air bersih, serta PLTD dan PLTS. Namun demikian, masih ada catatan seperti belum meratanya akses listrik PLN di Pulau Kawio dan Matutuang. Padahal akses listrik penting bagi nelayan untuk menyimpan ikan hasil tangkapan nelayan.

3) Untuk modal sumber daya manusia, Indeks Pembangunan Manusia Kepulauan Marore dan kecamatan-kecamatan lainnya di Kepulauan Sangihe pada tahun 2014 adalah 66,82, lebih rendah dibanding IPM rata-rata Sulawesi Utara yang mencapai 69,96. Hal ini antara lain terlihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk usia 15 ke atas yang hanya lulusan SD (52%).4

4) Untuk modal ekonomi, Kecamatan Kepulauan Marore memiliki penduduk usia produktif (15-64 tahun) sejumlah 1.159 jiwa. Dari

4 BPS. Kepulauan Sangihe dalam Angka 2015. Tahuna: BPS Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2015, 66.

jumlah tersebut, penduduk yang bekerja (baik sebagai nelayan, petani, pedagang dan PNS) sampai tahun 2014 mencapai 512 jiwa atau 44,17%.5 Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran/belum bekerja di Kepulauan Marore masih tinggi.

5) Untuk modal politik, struktur kelembagaan dan fasilitas pertahanan keamanan masih terkendala kurangnya jumlah pegawai di kecamatan maupun personel keamanan. Selain itu, prasarana operasi keamanan laut juga terbatas. Padahal, fasilitas pertahanan dan keamanan tersebut penting dalam menjaga garda depan NKRI.

Selain masalah internal di atas, masyarakat pulau-pulau kecil terluar juga harus menghadapi tantangan yang berasal dari luar. Dalam konteks ekonomi, nelayan kecil harus bersaing dengan kapal-kapal penangkap ikan besar, baik dari dalam negeri maupun negara tetangga. Hal ini membuat nelayan pulau kecil perbatasan kalah bersaing dan hanya mendapatkan ikan-ikan di sekitar pulau.6 Dalam konteks politik-keamanan, masyarakat Kepulauan Marore juga menghadapi ancaman terkait konflik di Kota Marawi, Filipina Selatan.7 Jika ketegangan 5 Hasil penghitungan tersebut diperoleh dari data

BPS Kecamatan Kepulauan Marore 2015 dalam Kabupaten Kepulauan Sangihe Dalam Angka 2015, 20-22

6 Athiqah Nur Alami dkk, Gender-Based Natural Resource Management In Indonesian Marine Borders, (Yogyakarta: Pintal, 2015).

7 Erik Snow, “Begini Cerita Kapal TNI AL dicueki Coast Guard China di Laut Natuna”, diakses dari http://batamnews.co.id/berita-11906-begini-

3Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina

... salah satu fakta perbatasan yang menarik adalah adanya hubungan kekeluargaan, persamaan bahasa, ciri-ciri fisik, serta letak geografis yang dekat antara masyarakat perbatasan di sisi Indonesia dengan masyarakat perbatasan di sisi Filipina.

meningkat dan konflik pecah, masyarakat pulau-pulau kecil terluar di sekitar perairan yang pertama kali akan menerima dampaknya.

Kondisi di atas menggambarkan kerentanan (vulnerability) masyarakat pulau-pulau kecil terluar. Dalam rangka mengatasi masalah diatas, pemerintah Indonesia sendiri mengalami berbagai kendala. Pertama, pemerintah tidak dapat menutup kawasan perbatasan dari dunia luar, karena fenomena globalisasi sudah menjangkau kawasan perbatasan Indonesia. Kedua, pemerintah Indonesia juga memiliki keterbatasan kemampuan untuk dapat mengatasi semua persoalan di atas secara mandiri. Kondisi ini menjadi dasar bagi perlunya solusi alternatif untuk meningkatkan ketahanan sosial masyarakat pulau-pulau kecil terluar.

Di tengah berbagai persoalan di atas, salah satu fakta perbatasan yang menarik adalah adanya hubungan kekeluargaan, persamaan bahasa, ciri-ciri fisik, serta letak geografis yang dekat antara masyarakat perbatasan di sisi Indonesia dengan masyarakat perbatasan di sisi Filipina. Mereka saling berkunjung, berdagang, dan bekerja secara lintas batas. Kondisi tersebut menggambarkan modal sosial dan modal budaya yang cukup kuat pada masyarakat pulau-pulau kecil terluar. Hal inilah yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan sosial masyarakat pulau-

cerita-kapal-tni-al-dicueki-coast-guard-china-di-laut-natuna.html pada 3 November 2016.

pulau kecil terluar Indonesia yang berbatasan dengan wilayah Filipina.

B. KEBIJAKAN PERDAGANGAN LINTAS BATAS INDONESIA-FILIPINA Untuk memfasilitasi kegiatan lintas batas secara tradisional yang selama ini telah dilakukan orang-orang di kedua wilayah perbatasan tersebut, pemerintah Indonesia dan Filipina telah melakukan kerjasama yang tertuang dalam dua kategori kerja sama lintas batas. Pertama, yaitu Border Crossing Agreement (BCA). Pada 4 Juli 1956, kedua negara menandatangani Immigration Agreement between the

Republic of Philippines and the Republic of Indonesia. Kerja sama ini diharapkan dapat menjadikan wilayah perbatasan lebih tertib dan aman. Namun dalam

pelaksanaannya, banyak warga yang tidak memahami perjanjian tersebut sehingga kegiatan lintas batas ilegal tetap dilakukan.

Oleh karena itu, pada tanggal 14 September 1965 di Manila ditandatangani kesepakatan kerjasama Joint Directives and Guidelines of the Implementation of the Immigration Agreement on Repatriation and Border Crossing Arrangement Between the Republic of Indonesia and the Republic of Philippnes. Perjanjian ini mengatur

Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina 4

Upaya untuk memperbaiki perjanjian terus dilakukan karena masyarakat masih merasa adanya pembatasan gerak langkah ...

mobilitas pelintas batas dan nilai barang bawaan serta jenis barang bawaan yang diperbolehkan, yaitu barang-barang untuk kebutuhan hidup dengan nilai di bawah 500 peso per-orang. Perjanjian ini diteruskan lagi dengan Exchange of Note yang ditandatangani pada tanggal 31 Januari 1966.

Upaya untuk memperbaiki perjanjian terus dilakukan karena masyarakat masih merasa adanya pembatasan gerak langkah mereka. Sebagai tindak lanjut pertemuan antara Presiden Soeharto dan Presiden Marcos di Manado pada tanggal 29-30 Mei 1974, maka pada tanggal 11 Maret 1975 di Jakarta telah disepakati perluasan pos lintas batas yang dapat mengeluarkan kartu atau pas lintas batas serta jangkauan wilayah lintas batas orang dan barang ke wilayah Sangihe dan Talaud serta Filipina. Selanjutnya, pada tanggal 1 Juli 1975 disepakati berbagai peraturan bagi pelintas batas yaitu The Implenting Rule and Regulation on Border Crossing yang bertujuan untuk mempermudah pengawasan serta menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah pebatasan.

Kategori kerjasama yang kedua adalah Border Trade Agreement (BTA). Pada tanggal 29 Juli 1971 di Manila, delegasi Indonesia dan Filipina menyepakati the Border Trade Agreement concluded between the Government of the Republic of Indonesia

and the Government of the Republic of the Philippines. Hal ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1972 tentang Pengesahan perjanjian tersebut. Perjanjian ini lebih menekankan pada kerjasama perdagangan, yang mengatur pula perdagangan tradisional yang dilakukan oleh pelintas batas tradisional. Barang-barang yang dibawa pelintas batas nilainya tidak boleh lebih dari 500 peso. Namun dalam praktiknya, barang bawaan bisa melebihi nilai tersebut.

Dokumen perjanjian di atas kemudian disempurnakan pada tanggal 8 Agustus 1974 Agreement on Border Trade Between The Government of the Republic Indonesia and the Government of the Republic of the Philippines. Perjanjian ini mengacu pada Basic Agreement on Economic and Technical Cooperation dan telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1975. Perjanjian ini menyepakati wilayah cakupan BTA yaitu untuk Indonesia adalah Kepulauan Nanusa, Kawio dan Bukide sedangkan di wilayah Filipina mencakup Kelompok Kepulauan Balut. Adapun pelabuhan untuk masuk dan keluar barang ditetapkan di Mabila (Pulau Balut) dan Miangas (Kepulauan Nanusa) serta Marore (Kepulauan Kawio dan Bukide). Nilai barang yang diperdagangkan tidak lebih dari 1.000 peso atau 62.250 rupiah (setara dengan US$ 150) untuk satu orang dalam satu kali perjalanan. Jika menggunakan perahu/kumpit, nilai barang dagangan tidak boleh lebih dari 10.000 peso atau 622.500 rupiah (setara dengan US$ 1.500). Ada pula pembatasan kapal pengangkut

5Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perjanjian perdagangan lintas batas adalah tempat atau keluarnya barang yang sudah ditentukan, jenis barang yang dipergadangkan ...

yang tidak boleh melebihi 20 meter kubik atau 7 GT. Barang-barang yang diperdagangkan dari Indonesia meliputi hasil produk pertanian dan berbagai produk lokal di wilayah perbatasan selain tambang dan minyak. Sementara itu barang-barang dari Filipina yang boleh diperdagangkan adalah barang kebutuhan konsumsi sehari-hari serta berbagai peralatan yang dibutuhkan di wilayah perbatasan Indonesia.

Selanjutnya, legalitas kegiatan perdagangan sebenarnya juga sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 490/KMK.05/1996 tentang Tata Laksana Impor Barang Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, Kiriman Pos, dan Kiriman Melalui Jasa penitipan, dalam Bab III Pasal 8 menetapkan bahwa untuk barang pelintas batas antara Indonesia dan Filipina tidak melebihi US$250 untuk satu orang dalam jangka waktu satu bulan. Demikian pula yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.188 tahun 2010 yang mengatur perdagangan lintas batas antar negara. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa untuk perbatasan Indonesia-Filipina barang pribadi pelintas batas yang nilainya tidak melebihi US$ 250 untuk satu orang dalam jangka waktu satu bulan dibebaskan bea masuk. Selain itu, barang dagangan tertentu juga dibebaskan dari pajak jika tidak melebihi US$ 250,8 sedangkan jika

8 Peraturan Menteri Keuangan No.188/2010, Pasal 12 ayat (1c) : Indonesia dengan Filipina paling

melebihi dari nilai tersebut akan dikenakan pajak sebesar 10%.

Perdagangan lintas batas antarnegara saat ini sesungguhnya diakui secara hukum yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan, khususnya di Bab IV pasal 55 dan 56 yang mengatur perdagangan perbatasan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perjanjian perdagangan lintas batas adalah tempat masuk atau keluarnya barang yang sudah ditentukan, jenis barang yang diperdagangkan, nilai

maksimal transaksi perdagangan, wilayah tertentu yang dapat dilakukan perdagangan perbatasan, serta kepemilikan identitas yang melakukan

perdagangan bisa berupa paspor atau pas lintas batas yang diakui.

Dari perjanjian-perjanjian BCA dan BTA di atas, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa BTA tidak sama dengan free trade agreement (FTA) atau preferential trade agreement (PTA) yang dimaksudkan untuk peningkatan akses pasar produk di antara kedua negara. Perdagangan lintas batas hanya diperbolehkan bagi warga perbatasan pemegang Pas Lintas Batas dan melalui exit/entry point yang telah ditentukan, mengacu pada Border Trade Agreement, Border Crossing Agreement, Border Crossing Area dan beberapa persyaratan lainnya yang telah disepakati.

banyak FOB USD 250.00 (dua ratus lima puluh US Dollar) per orang untuk jangka waktu 1 (satu) bulan.

Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina 6

Sum

ber:

diol

ah o

leh

penu

lis.

Tabe

l 1. K

erja

Sam

a Li

ntas

Bat

as In

done

sia-F

ilipi

na

9

Tuj

uan

bisn

is in

i kem

udia

n di

kem

bang

kan

men

jadi

Bor

der T

rade

Agr

eem

ent 1

974.

Jeni

s Ker

ja

Sam

a Su

mbe

r D

okum

en

Wila

yah

Cak

upan

Akt

ivita

s Pa

s Lin

tas

Bat

as

Pos L

inta

s B

atas

Nila

i Kuo

ta

Kom

odita

s B

aran

g Li

ntas

Bat

as

Trad

isio

nal

Indo

nesi

a-Fi

lipin

a

BC

A 1

956

Indo

nesia

: Kep

ulau

an

Tala

ud-S

angi

r, K

epul

auan

Mia

ngas

, K

epul

auan

Kaw

io, d

an

Pula

u N

unuk

an

Bis

nis9 ,

kunj

unga

n ke

luar

ga, z

iara

h ke

agam

aan,

dan

at

au re

krea

si

Mas

a B

erla

ku:

30 h

ari

Filip

ina:

Kep

ulau

an

Bal

ut-S

aran

gani

, K

epul

auan

Sib

utu,

Pul

au

Sim

anul

, dan

Pul

au

Man

uk M

anka

Mas

a K

unju

ngan

: 59

har

i

Perd

agan

gan

Lint

as B

atas

In

done

sia-

Filip

ina

BTA

197

4 PM

K

188/

2010

Indo

nesia

: Kep

ulau

an

Nan

usa,

Kep

ulau

an

Kaw

io, d

an K

epul

auan

B

ukid

e.

Perd

agan

gan

Lint

as B

atas

Indo

nesia

: M

iang

as

dan

Mar

ore

US$

150/

pera

hu

(ves

sel),

at

au U

S$1.

500

perk

umpi

t (b

oat),

ata

u U

S$25

0/or

ang/

bu

lan

Indo

nesia

: pro

duk

perta

nian

dan

pr

oduk

lain

nya

buat

an a

sli k

awas

an

perb

atas

an, k

ecua

li m

iner

al o

il da

n or

es

Filip

ina:

Kep

ulau

an

Bal

ut

Filip

ina:

M

abila

di

Pula

u B

alut

Filip

ina:

bar

ang-

bara

ng k

ebut

uhan

ha

rian/

kons

umsi

, te

rmas

uk p

eral

atan

, pe

rleng

kapa

n ya

ng

dibu

tuhk

an d

i ba

gian

kaw

asan

pe

rbat

asan

In

done

sia

7Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh LIPI pada tahun 2016-2017, pelaksanaan kerja sama lintas batas secara umum memberikan dampak positif pada kondisi ketahanan sosial masyarakat Kepulauan Marore.

C. IMPLEMENTASI KERJA SAMA LINTAS BATAS: KELEBIHAN DAN KEKURANGANBerdasarkan penelitian yang dilakukan oleh LIPI pada tahun 2016-2017, pelaksanaan kerja sama lintas batas secara umum memberikan dampak positif pada kondisi ketahanan sosial masyarakat Kepulauan Marore. Dampak tersebut terlihat dalam beberapa indikator modal ketahanan sosial, yaitu, fisik, sumber daya manusia, ekonomi dan keuangan, sosial, dan politik.

Pertama, untuk modal alam, kondisi yang ada menunjukkan bahwa wilayah ini kaya akan sumber daya laut, terutama ikan. Namun, keterbatasan sarana transportasi dan keterisolasian geografis menyulitkan pemasaran hasil tangkapan ke ibukota kabupaten dan provinsi. Pasca penerapan kerja sama lintas batas, hasil tangkapan ikan tersebut dapat lebih mudah dijual ke Balut dan General Santos, Filipina secara resmi melalui PLB. Hal ini menguntungkan nelayan karena biaya dan waktu tempuh ke Balut lebih sedikit dan harga jual lebih tinggi.

Kedua, untuk modal fisik, sarana transportasi laut di Kepulauan Marore sudah tersedia berupa kapal perintis Sabuk Nusantara 38 dan 51, Kapal Berkat Taloda, Meliku Nusa, serta Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Dalente Woba. Namun demikian, jadwal kedatangan kapal perintis tidak pasti karena masalah ketersediaan BBM. Jika BBM tidak ada, maka kapal menunggu di pelabuhan Bitung atau Tahuna. Adapun untuk transportasi lintas batas, masyarakat hanya dapat mengandalkan perahu milik pribadi karena tidak ada

kapal penumpang/barang lintas batas. Dalam pelaksanaan kerja sama lintas batas, modal fisik ini sebenarnya belum menjadi bidang yang dikerjasamakan, tetapi ada potensi yang mengarah ke sana. Pembukaan Kapal Ro-Ro Bitung-Davao dapat menjadi alternatif untuk mengatasi ketiadaan kapal penumpang/barang lintas batas. Namun, saat ini kapal tersebut hanya berhenti di pelabuhan Bitung, General Santos, dan Davao. Ke depan, perlu perluasan jalur kapal Ro-Ro tersebut agar dapat singgah di pelabuhan Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe atau Pelabuhan Melonguane di Kabupaten Kepulauan Talaud.

Ketiga, untuk modal sumber daya manusia, tingkat melek huruf masyarakat Kepulauan Marore cukup baik, yaitu Kampung Marore sebesar 98,27 %, Kampung Kawio 94,42%, dan Kampung Matutuang 89,22%.109 Selain itu, sudah terdapat satu SMA di Pulau Marore. Namun untuk fasilitas pendidikan berupa perguruan tinggi dan fasilitas kesehatan berupa rumah sakit masih belum ada, sehingga mereka harus pergi ke ibukota kabupaten atau provinsi. Dalam implementasi kerja sama lintas batas, dokumen BCA

10 Badan Pusat Statistik, Statistik Daerah Kecamatan Kepulauan Marore 2015, (Kabupaten Kepulauan Sangihe: BPS, 2015), 2.

Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina 8

Dengan adanya kerja sama perdagangan lintas batas, beberapa orang di Kepulauan Marore memanfaatkanya untuk menjadi pengepul ikan hasil tangkapan para nelayan.

tidak secara spesifik menyebutkan bahwa pendidikan dan kesehatan sebagai bagian dari kegiatan yang difasilitasi. Namun demikian, beberapa orang secara mandiri memanfaatkan kemudahan lintas batas tersebut. Ada warga Pulau Matutuang yang memilih kuliah di General Santos Filipina. Selain itu, beberapa warga yang sakit juga memilih untuk pergi ke Filipina untuk mendapatkan perawatan dibanding ke ibukota kabupaten. Bidang pembangunan SDM dalam sektor pendidikan dan kesehatan ini berpotensi untuk dapat dimasukkan sebagai bagian dari fokus kerja sama lintas batas Indonesia-Filipina ke depan. Insentif tersebut misalnya berupa tidak perlunya mengurus visa pelajar bagi warga perbatasan kedua negara yang ingin belajar di fasilitas pendidikan negara tetangga.

Keempat, untuk modal ekonomi dan keuangan, masyarakat Kepulauan Marore sebagian berprofesi sebagai nelayan (49,8%), sementara sisanya adalah petani/pekebun dan PNS.1110 Mereka menerapkan sistem one day fishing yang hasil tangkapannya terbatas dan hanya dipasarkan di pulau tersebut. Dengan adanya kerja sama perdagangan lintas batas, beberapa orang di Kepulauan Marore memanfaatkannya untuk menjadi pengepul ikan hasil tangkapan para nelayan. Jika sudah terkumpul cukup banyak, sekitar

11 Badan Pusat Statistik, Kepulauan Marore Dalam Angka 2015, (Tahuna: BPS Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2015), 26.

300 kg, maka pengepul tersebut akan membawanya menyeberang ke Filipina untuk dijual. Hasil dari penjualan ini dalam bentuk peso akan dibelanjakan barang-barang kebutuhan nelayan seperti kail, cat, tripleks, dan paku untuk dijual kembali di Marore. Selain itu, ada pula pelintas batas Filipina yang menggunakan perahu fuso yang datang ke Marore untuk membeli ikan langsung dari nelayan. Dari aktivitas ini, nelayan mendapatkan keuntungan karena ikannya dibeli, sementara

pengepul mendapat keuntungan dari menjual barang-barang buatan Filipina.

Kelima, untuk modal sosial, hubungan sosial sudah terjalin dengan baik antara

warga Marore dengan warga Sarangani dan Balut. Ketika kerja sama lintas batas diterapkan, kegiatan saling berkunjung semakin mendapatkan jaminan/perlindungan hukum. Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa kegiatan lintas batas terus berlangsung. Pelakunya paling banyak adalah Warga Negara Indonesia, disusul Warna Negara Indonesia Penduduk Filipina, kemudian Warga Negara Filipina. Aktivitas lintas batas tersebut memuncak pada musim teduh di mana air laut cenderung tenang, yaitu bulan Mei-Juli. Aktivitas lintas batas juga kembali ramai pada bulan November dan Desember yang bertepatan dengan perayaan natal.

9Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina

Tabel 2. Pelintas Batas Melalui PLB Satu Atap Marore 2015

Sumber: Tim Border Crossing Agreement Marore, 2016.

Keenam, untuk modal politik/kelembagaan, di Kepulauan Marore telah hadir pemerintah kecamatan, Pos AL, kantor Bea Cukai, kantor Imigrasi, dan kantor perwakilan Filipina yang tergabung dalam Tim BCA (Border Crossing Agreement). Terkait dengan pelaksanaan kerja sama lintas batas, hal yang tampak berkaitan dengan modal politik/kelembagaan adalah adanya hubungan yang baik antara pemerintah Kecamatan Kepulauan Marore dengan pemerintah kota di Sarangani. Biasanya setiap ulang tahun kemerdekaan Filipina, mereka mengundang pemerintah Kecamatan Kepulauan Marore untuk datang ke Filipina. Saling dukung antarpemerintahan lokal di

kedua negara ini dapat dikembangkan menjadi kerja sama pembangunan wilayah berbatasan. Akan tetapi, mereka harus memperhatikan bahwa setiap kebijakan/keputusan yang mereka ambil di tingkat pemerintah lokal harus mendapat izin dari pemerintah pusat masing-masing.

Dari penjelasan enam modal ketahanan sosial di atas, terlihat bahwa kerja sama lintas batas berperan positif bagi ketahanan sosial masyarakat Kepulauan Marore. Namun demikian, masih ada beberapa persoalan yang perlu ditindaklanjuti, yaitu sebagai berikut.

Bulan Masuk Keluar

Total WNI WNIPP WNP WNI WNIPP WNP

Januari 2016 5 1 - 7 3 - 16 Februari 12 2 - 8 10 - 32 Maret 1 6 - 2 2 - 11 April 21 20 9 21 21 3 95 Mei 15 24 9 49 22 11 130 Juni 44 43 10 59 25 9 190 Juli 56 45 20 54 44 15 234 Agustus 28 53 15 36 31 11 174 September 24 36 29 29 42 21 181 Oktober 63 68 31 53 39 42 296 November 75 63 48 74 60 43 363 Desember 54 55 32 110 73 43 367 TOTAL 398 416 203 502 372 198 2089 Keterangan WNI Warga Negara Indonesia

WNIPP Warga Negara Indonesia Penduduk Philippina (Filipina) WNP Warga Negara Philippina (Filipina)

Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina 10

Perjanjian kerjasama lintas batas orang dan barang antara Indonesia dan Filipina sudah cukup lama diberlakukan namun perlu diperbaharui.

1) Perbedaan kehendak politik di antara kedua belah pihak. Dalam kasus ini, pemerintah Indonesia cukup ketat menerapkan aturan lintas batas, sementara dari pihak Filipina cenderung lebih longgar dalam pengawasan kegiatan lintas batas, termasuk kurang diperhatikannya kuota perdagangan yang disepakati kedua negara.

2) Tingkat kecanggihan kelembagaan (Tim BCA) yang masih belum optimal.1211Di Pos Lintas Batas Satu Atap Marore, proses perizinan kurang efisien karena sebagian petugas BCA tidak selalu ada di kantor mereka. Seharusnya, semua fungsi CIQS dapat diurus di kantor satu atap tersebut. Akibatnya, proses perizinan bisa berlangsung hingga dua hari. Sementara di sisi Filipina, tingkat efisiensi proses perizinan cepat tetapi pengawasannya kurang ketat.

3) Kegiatan lintas batas Indonesia-Filipina juga membawa dampak sampingan berupa masuknya barang-barang terlarang dari Filipina ke Kepulauan Marore dan sekitarnya. Walaupun ilegal, beberapa pedagang masih sering menyelundupkan minuman keras, terutama merk Tanduay.

4) Nilai ambang batas perdagangan

12 Faktor kecanggihan kelembagaan dalam kerja sama lintas batas diutarakan oleh Nguyen Hong Thao, “Joint development in the gulf of Thailand”, IBRU Boundary and Security Bulletin, Autmn, (1999), 79-88.

sebesar US$250 atau setara dengan 3,3 juta/perorang/perbulan dianggap terlalu kecil oleh sebagian warga perbatasan Marore. Bagi para pengepul lokal Marore, Jika modal ikan yang dapat dibawa hanya 3,3 jutaan, hasil penjualan yang diperoleh tidak mampu menutupi biaya kapal, BBM, dan upah anak buah kapal. Beberapa pihak di pemerintah pusat Indonesia

menyatakan bahwa kuota tersebut memang bukan untuk pedagang, tapi untuk pelintas batas biasa. Namun, perlu dicermati bahwa justru para pengepul ini

membantu para nelayan, karena mereka tidak perlu datang sendiri ke Filipina untuk menjual ikannya, sehingga menghemat waktu dan biaya. Apalagi, mereka juga harus menghadapi risiko gelombang besar jika berlayar sendiri ke Filipina. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah kedua negara meninjau kembali besaran kuota untuk perdagangan lintas batas.

D. REKOMENDASIBerdasarkan analisis di atas, maka tim penelitian LIPI merekomendasikan:1) Perjanjian kerjasama lintas batas

orang dan barang antara Indonesia dan Filipina sudah cukup lama diberlakukan namun belum pernah diperbaharui. Agar dapat menyesuaikan dengan kondisi

11Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina

perkembangan kegiatan lintas batas orang maupun barang saat ini, kerja sama lintas batas Indonesia-Filipina, yaitu Border Crossing Agreement 1956 dan Border Trade Agreement 1974 harus ditinjau kembali dan diperbaharui.

2) Menambah jumlah atau nilai barang yang diperdagangkan merupakan upaya yang harus dilakukan agar penduduk mendapatkan keuntungan dalam perdagangan lintas batas serta dalam rangka untuk meningkatkan ketahanan sosial masyarakat perbatasan. Nilai kuota perdagangan lintas batas (treshold value) yang dibebaskan dari pajak dan cukai (free on board) sebesar US$150 dolar yang disepakati dalam BTA 1974 maupun US$250 dolar yang ditetapkan secara sepihak oleh Pemerintah Indonesia melalui Permenkeu No. 188/2010, supaya diubah menjadi kisaran antara US$360 – US$400 dolar. Dengan asumsi perhitungan biaya lintas batas sebagai berikut:

a. Biaya yang harus dikeluarkan:

i. BBM untuk melintas batas adalah 50 liter x Rp 15.000 (harga bensin di Marore)= 750.000;

ii. es untuk cool box Rp 100.000 (untuk 200 kg ikan)

iii. biaya makan 2 hari/5 kali makan = 250.000

iv. Total Rp 1.100.000,-

b. Harga beli ikan rata-rata di Marore=Rp15.000. Harga jual ikan rata-rata di Balut= 75 peso atau Rp21.000. Selisih harga = 6.000.

c. Untuk dapat menutup biaya yang harus dikeluarkan, setidaknya harus menjual ikan sebanyak Rp.1.100.000/Rp. 6.000 = 183,33 kg yang nilai jualnya adalah 183,33 kg x Rp. 21.000 = Rp. 3.849.999. Angka ini adalah

nilai minimal agar pengepul ikan tidak merugi ketika melakukan perdagangan lintas batas. Agar pengepul mendapat sedikit keuntungan, maka jumlah ikan yang

dibawa harus lebih banyak. Dengan asumsi jika keuntungan yang ingin didapatkan sebesar 20%, maka kuota yang dibutuhkan adalah 120% x Rp. 3.849.999 =Rp 4.620.000, atau setara dengan US$355 dolar (asumsi US$1=Rp 13.000). Angka dibulatkan menjadi US$360 dolar.

3) Mengingat perkembangan kebutuhan komoditas perdagangan penduduk di kedua wilayah perbatasan semakin meningkat, agar diusahakan dalam revisi perjanjian BTA untuk ditambahkan beberapa jenis komoditas yang dapat diperdagangkan lintas

Mengingat perkembangan kebutuhan komoditas perdagangan penduduk di kedua wilayah perbatasan semakin meningkat, agar diusuakan dalam revisi perjanjian BTA ...

Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina 12

batas. Komoditas pertanian yang ditetapkan dalam BTA 1974 untuk sisi Indonesia perlu diperluas menjadi komoditas pertanian, perikanan, barang-barang kebutuhan rumah tangga sehari-hari, serta barang-barang yang dibutuhkan terkait kebiasaan/tradisi lokal setempat (ayam jago aduan dan lain-lain).

4) Sarana transportasi laut sangat diperlukan oleh masyarakat perbatasan baik untuk lalu lintas orang maupun barang. Pengembangan Kapal RoRo Bitung-Davao selayaknya dapat memberikan pelayanan dari dua sisi. Dari sisi rute, kapal tersebut agar singgah di Tahuna dan mengangkut komoditas dari daerah perbatasan tersebut. Dari sisi angkutan yang dibawa, perlu perluasan fungsi kapal RoRo Bitung-Davao yang saat ini hanya mengangkut barang, agar dapat pula mengangkut penumpang lintas batas. Untuk dapat melakukan ini, juga diperlukan pembangunan fasilitas CIQS (Custom, Immigration, Quarantine, and Security) di pelabuhan-pelabuhan yang dilewatinya.

5) Sebagai wilayah kepulauan dan kelautan, Kepulauan Marore dan sekitarnya perlu dikembangkan menjadi wilayah lalu lintas pelayaran, perniagaan dan perdagangan antar pulau dan internasional. Perlu pengembangan transportasi lintas batas tingkat medium yang dapat singgah di pulau-pulau kecil terluar seperti Marore, Kawio, Matutuang, Miangas, dan lain-lain. Hal ini diperlukan karena Kapal RoRo terlalu besar untuk dapat singgah di pelabuhan pulau-pulau kecil terluar.

6) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan perdagangan komoditas barang terlarang, harus dilakukan kerja sama yang lebih berkomitmen lagi antara aparat Indonesia dan aparat Filipina dalam hal pengawasan perdagangan dan peredaran barang-barang terlarang, misalnya melalui patroli perbatasan bersama (joint border patrol).

13Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina

Matriks usulan Review BCA-BTA Indonesia-Filipina

No Bab dalam Perjanjian

Pasal dan Ayat

Bunyi Pasal

Usulan Revisi

Perjanjian Lintas Batas/ Border Crossing Agreement (BCA) tahun 1956 Pasal VI The Contracting Parties

agree to establish a system of border crossing control whereby nationals of each of the Contracting Parties residing in the specified Border Area may freely enter into, and travel within, the corresponding Border Area of the other solely for purposes of business and/or visit of relatives and/or for religious worship and/or pleasure, subject to the laws and regulations existing therein, provided that they are bona fide holders of Border Crossing Cards which shall be issued by each of the Contracting Parties in accordance with the provisions of this Agreement.

Penambahan cakupan kegiatan lintas batas berupa pendidikan dan kesehatan (berobat): “….. for purposes of business and/or visit of relatives and/or for religious worship and/or pleasure, education and medical purposes” Penambahan fasilitas lintas batas yakni selain menggunakan Pas Lintas Batas, dapat pula menggunakan paspor.

Pasal VII For purposes of this Agreement, the Border Areas are: Philippines: 1. Balut-Sarangani

Island Group 2. Sibutu Island Group 3. Simanul Island 4. Manuk Manka Island Indonesia: 1. Talaud-Sangi Island

Group 2. Miangas Island

Group 3. Kawio Island Group 4. Nunukan Island

Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian bahwa batas wilayah atau border area yang telah ditentukan perlu dirinci dengan jelas dan untuk wilayah kepulauan di Nunukan perlu dihilangkan. Alternatif 1 Perincian pulau-pulau yang masuk border areas di Kabupaten Kepulauan Talaud:

1. Miangas 2. Marampit 3. Intata 4. Kakorotan 5. Karatung 6. Malo 7. Mangupung 8. Garat

Kabupaten Kepulauan Sangihe:

1. Pulau Marore 2. Pulau Kawio 3. Pulau Matutuang 4. Pulau Mamanuk 5. Pulau Kawaluso 6. Pulau Lipang

Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina 14

No Bab dalam Perjanjian

Pasal dan Ayat

Bunyi Pasal

Usulan Revisi

Perjanjian Lintas Batas/ Border Crossing Agreement (BCA) tahun 1956 Pasal VI The Contracting Parties

agree to establish a system of border crossing control whereby nationals of each of the Contracting Parties residing in the specified Border Area may freely enter into, and travel within, the corresponding Border Area of the other solely for purposes of business and/or visit of relatives and/or for religious worship and/or pleasure, subject to the laws and regulations existing therein, provided that they are bona fide holders of Border Crossing Cards which shall be issued by each of the Contracting Parties in accordance with the provisions of this Agreement.

Penambahan cakupan kegiatan lintas batas berupa pendidikan dan kesehatan (berobat): “….. for purposes of business and/or visit of relatives and/or for religious worship and/or pleasure, education and medical purposes” Penambahan fasilitas lintas batas yakni selain menggunakan Pas Lintas Batas, dapat pula menggunakan paspor.

Pasal VII For purposes of this Agreement, the Border Areas are: Philippines: 1. Balut-Sarangani

Island Group 2. Sibutu Island Group 3. Simanul Island 4. Manuk Manka Island Indonesia: 1. Talaud-Sangi Island

Group 2. Miangas Island

Group 3. Kawio Island Group 4. Nunukan Island

Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian bahwa batas wilayah atau border area yang telah ditentukan perlu dirinci dengan jelas dan untuk wilayah kepulauan di Nunukan perlu dihilangkan. Alternatif 1 Perincian pulau-pulau yang masuk border areas di Kabupaten Kepulauan Talaud:

1. Miangas 2. Marampit 3. Intata 4. Kakorotan 5. Karatung 6. Malo 7. Mangupung 8. Garat

Kabupaten Kepulauan Sangihe:

1. Pulau Marore 2. Pulau Kawio 3. Pulau Matutuang 4. Pulau Mamanuk 5. Pulau Kawaluso 6. Pulau Lipang 7. Pulau Bukide 8. Pulau Nipa 9. Pulau Nusa

Kabupaten Nunukan dihilangkan dari border area Indonesia-Filipina karena tidak ada aktivitas lintas batas tradisional. Alternatif 2 Border area berdasarkan kecamatan (mengacu UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara) Kabupaten Kepulauan Talaud:

1. Kecamatan Miangas 2. Kecamatan Nanusa

Kabupaten Kepulauan Sangihe

1. Kecamatan Kepulauan Marore

2. Kecamatan Nusa Tabukan 3. Kecamatan Kendahe

Penambahan pasal tentang pembukaan border crossing stations (BCS) atau entry/exit point

BCS in Kepulauan Talaud District: 1. Miangas (for Miangas Sub-

district) 2. Karatung (for Nanusa Sub-

district) BCS in Kepulauan Sangihe District:

1. Marore (for Kepulauan Marore Sub-district)

2. Nanedakele (for Nusa Tabukan Sub-district)

3. Kawaluso (for Kendahe District)

Perjanjian Perdagangan Lintas Batas/ Border Trade Agreement (BTA) tahun 1974 Pasal 2 For the purposes of this

Agreement, border trade is permitted to be carried on between the following areas : a. with respect to Indonesia : Nanusa Islands, Kawio Islands, Bukide Islands.

Border area berdasarkan kecamatan (mengacu UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara) Kepulauan Talaud District:

1. Miangas District 2. Nanusa District

Kepulauan Sangihe District:

1. Kepulauan Marore Sub-district

2. Nusa Tabukan Sub-district 3. Kendahe Sub-district

Protokol 2 Ports in Indonesia through which border trade can be conducted are the following : Nanusa Islands : Miangas Kawio Islands and Bukide Islands : Marore

Port in Kepulauan Talaud District: 3. Miangas (for Miangas Sub-

district) 4. Karatung (for Nanusa Sub-

district) Port in Kepulauan Sangihe District:

4. Marore (for Kepulauan Marore Sub-district)

5. Nanedakele (for Nusa Tabukan Sub-district)

6. Kawaluso (for Kendahe

Pasal II

15Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina

7. Pulau Bukide 8. Pulau Nipa 9. Pulau Nusa

Kabupaten Nunukan dihilangkan dari border area Indonesia-Filipina karena tidak ada aktivitas lintas batas tradisional. Alternatif 2 Border area berdasarkan kecamatan (mengacu UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara) Kabupaten Kepulauan Talaud:

1. Kecamatan Miangas 2. Kecamatan Nanusa

Kabupaten Kepulauan Sangihe

1. Kecamatan Kepulauan Marore

2. Kecamatan Nusa Tabukan 3. Kecamatan Kendahe

Penambahan pasal tentang pembukaan border crossing stations (BCS) atau entry/exit point

BCS in Kepulauan Talaud District: 1. Miangas (for Miangas Sub-

district) 2. Karatung (for Nanusa Sub-

district) BCS in Kepulauan Sangihe District:

1. Marore (for Kepulauan Marore Sub-district)

2. Nanedakele (for Nusa Tabukan Sub-district)

3. Kawaluso (for Kendahe District)

Perjanjian Perdagangan Lintas Batas/ Border Trade Agreement (BTA) tahun 1974 Pasal 2 For the purposes of this

Agreement, border trade is permitted to be carried on between the following areas : a. with respect to Indonesia : Nanusa Islands, Kawio Islands, Bukide Islands.

Border area berdasarkan kecamatan (mengacu UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara) Kepulauan Talaud District:

1. Miangas District 2. Nanusa District

Kepulauan Sangihe District:

1. Kepulauan Marore Sub-district

2. Nusa Tabukan Sub-district 3. Kendahe Sub-district

Protokol 2 Ports in Indonesia through which border trade can be conducted are the following : Nanusa Islands : Miangas Kawio Islands and Bukide Islands : Marore

Port in Kepulauan Talaud District: 3. Miangas (for Miangas Sub-

district) 4. Karatung (for Nanusa Sub-

district) Port in Kepulauan Sangihe District:

4. Marore (for Kepulauan Marore Sub-district)

5. Nanedakele (for Nusa Tabukan Sub-district)

6. Kawaluso (for Kendahe District)

Protokol 3 Mengacu pada pasal 3

The value of goods which may be carried by any person as authorized in Article III of the Agreement shall not exceed 1, 000 pesos or 62, 250 rupiahs (equivalent to about 150 U.S. dollars) per single trip in case of sea vessels, the value of goods carried by one kumpit or boat shall not exceed the total amount of 10, 000 pesos or 622, 500 rupiahs (equivalent to about 1,500 U.S. dollars).

Kuota perdagangan dinaikkan menjadi US$360 – US$400 dolar: “The value of goods which may be carried by any person as authorized in Article III of the Agreement shall not exceed 400 U.S. dollars per single trip. In case of sea vessels, the value of goods carried by one kumpit or pumpboat shall not exceed the total amount 4,000 U.S. dollars.”

Protokol 5 Goods which are the subject of this border trade shall be : a. with respect to Indonesia, agricultural and other products which are originally produced within the Indonesian border area, except mineral oil and ores

Komoditas pertanian yang ditetapkan dalam BTA 1974 untuk sisi Indonesia perlu diperluas menjadi komoditas hasil pertanian, perikanan, dan barang-barang kebutuhan rumah tangga sehari-hari. “Goods which are the subject of this border trade shall be : a. with respect to Indonesia, agricultural products, fishery products, home industry products, clothing for personal purposes, and other products which are originally produced within the Indonesian border area.

Negative list from Indonesia: 1. mineral oil and ores 2. fuel oils (such as diesel,

kerosene and gasoline) 3. fire arms 4. illegal drugs 5. subsidized goods 6. excise goods (such as

cigarette) 7. other prohibited items

under laws applicable in the territory of Indonesia.

Protokol 3 a (i)

Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina 16

E. DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar, Mustafa. Menata Pulau-Pulau Kecil Perbatasan, Jakarta : Kompas Gramedia, 2006.

Adger, Neil W. “Social and Ecological Resilience: Are They Related?”, Progress in Human Geography Vol. 24 No.3, 2000, hlm. 347-364.

Adger, W.N. “Migration, Remitances, Livelihood Trajectories, and Social Resilience.” Ambio 19, no. 3 (2009), hlm.142–151.

Alami, Athiqah Nur, dkk. Gender-Based Natural Resource Management In Indonesian Marine Borders, Yogyakarta: Pintal, 2015.

Alami, Athiqah Nur, dkk. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Gender di Kawasan Perbatasan Laut Indonesia, Yogyakarta: Pintal, 2014.

Aswatini (ed.). Migrasi Kembali Orang-Orang Sangir-Talaud dari Pulau-pulau di Wilayah Filipina. Jakarta: Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan LIPI, 1994.

Aswatini dkk. Mobilitas penduduk dan Pembangunan Daerah Perbatasan (Kasus Kabuipaten Sangihe Talaud, Daerah Perbatasan Indonesia-Filipina). Jakarta:

Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan LIPI, 1997.

Aswatini dkk. Mobilitas Penduduk Wilayah Perbatasan Indonesia Filipina di Sulawesi Utara: Pola dan Determinan. Jakarta: Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan LIPI, 1994.

Badan Pusat Statistik. Kepulauan Marore Dalam Angka 2015. Tahuna: BPS Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2015.

Badan Pusat Statistik. Kepulauan Sangihe dalam Angka 2015. Tahuna: BPS Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2015.

Badan Pusat Statistik. Statistik Daerah Kecamatan Kepulauan Marore 2015. Tahuna: BPS Kabupaten Kepulauan Sangihe, 2015.

Bunting, Stuart W. Principles of Sustainable Aquaculture Promoting Social, Economic and Environmental Resilience. London and New York: Routledge, 2013.

Carlson, L., et al. Resilience: Theory and applications, Argonne: Argonne National Laboratory, 2012. Dokumen dapat diakses

District) Protokol 3

Mengacu pada pasal 3

The value of goods which may be carried by any person as authorized in Article III of the Agreement shall not exceed 1, 000 pesos or 62, 250 rupiahs (equivalent to about 150 U.S. dollars) per single trip in case of sea vessels, the value of goods carried by one kumpit or boat shall not exceed the total amount of 10, 000 pesos or 622, 500 rupiahs (equivalent to about 1,500 U.S. dollars).

Kuota perdagangan dinaikkan menjadi US$360 – US$400 dolar: “The value of goods which may be carried by any person as authorized in Article III of the Agreement shall not exceed 400 U.S. dollars per single trip. In case of sea vessels, the value of goods carried by one kumpit or pumpboat shall not exceed the total amount 4,000 U.S. dollars.”

Protokol 5 Goods which are the subject of this border trade shall be : a. with respect to Indonesia, agricultural and other products which are originally produced within the Indonesian border area, except mineral oil and ores

Komoditas pertanian yang ditetapkan dalam BTA 1974 untuk sisi Indonesia perlu diperluas menjadi komoditas hasil pertanian, perikanan, dan barang-barang kebutuhan rumah tangga sehari-hari. “Goods which are the subject of this border trade shall be : a. with respect to Indonesia, agricultural products, fishery products, home industry products, clothing for personal purposes, and other products which are originally produced within the Indonesian border area.

Negative list from Indonesia: 1. mineral oil and ores 2. fuel oils (such as diesel,

kerosene and gasoline) 3. fire arms 4. illegal drugs 5. subsidized goods 6. excise goods (such as

cigarette) 7. other prohibited items

under laws applicable in the territory of Indonesia.

17Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina

dari http://www.ipd.anl.gov/anlpubs/2012/02/72218.pdf .

Community & Regional Resilience Institute, Definitions of Community Resilience: An Analysis (a CARRI Report). CARRI dan Meridian Institute, 2013. Laporan dapat diakses dari http://www.resilientus.org/wp-content/uploads/2013/08/definitions-of-community-resilience.pdf.

Food and Agriculture Organization. “Measuring Resilience: A Concept Note on the Resilience Tool”. Diakses dari http://www.fao.org/docrep/013/al920e/al920e00.pdf, pada 26 Maret 2016.

Food and Agriculture Organization. “Socio-Economic & Livelihood Analysis in Investment Planning”, dalam FAO Policy Learning Programme: Module 3 Investment and Resource Management, Januari 2008.

Gerfert, Sonya. “Cross-border Cooperation: Transforming Borders”, 2009. Diakses dari http://essay.utwente.nl/60149/1/BSc_S_Getfert.pdf, pada 4 Maret 2015.

Guo, Rongxing. Cross-border Resource Management: Theory and Practice. Amsterdam: Elsevier, 2005.

Järviö, Pekka. Cross-border cooperation-benefiting from Borders. Helsinki: Ministry for Foreign Affairs Finland, 2011.

Keck, Markus dan Patrick Sakdapolrak, “What is Social Resilience? Lessons Learned and Ways Forward”, Erdkunde Vol. 67 No. 1, 2013, hlm. 5-19.

Kristoferson, L., P. O’Keefe, dan J. Soussan. “Energy In Small Island Economies.” Ambio 14, no. 4–5 (1985), hlm. 242–244.

Lee, Sangsoo dan Alec Forss. Dispute Resolution and Cross-border Cooperation in Northeast Asia: Reflections on the Nordic Experience (Asia Paper). Stockholm: Institute for Security and Development Policy, Juni 2011.

Lisnyak, Sergey dan Ilkom Sharipov. “Exploring the Formal and Informal Institutions as a Key Tool for Enhancing Economic Resilience”, CES Working Papers, Vol. 7(4), 2015, hlm. 891–900.

Majale, Mike. “Towards Pro-Poor Regulatory Guidelines for Urban Upgrading”, dalam International Workshop on Regulatory Guidelines for Urban Upgrading, Bourton-On-Dunsmore, 17-18 Mei 2001. Diakses dari http://r4d.dfid.gov.uk/PDF/Outputs/Urbanisation/R7850_Majale_RGUU1_Review.pdf.

McLeod, R. “The Impact of Regulations and Procedures on the Livelihoods and Asset Base of the Urban Poor: A Financial Perspective”, dalam International Workshop on Regulatory Guidelines for Urban Upgrading, Bourton-on-Dunsmore, 17-18 Mei 2001.

Pansus Perbatasan Negara dan Tim Kerja Perbatasan Negara Komite I. Perbatasan Negara: Problema dan Solusi, Jakarta: DPD RI, 2011.

Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina 18

Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun 2015-2019.

Puskesmas Marore. Profil Puskesmas Marore Tahun 2015. Marore: Puskesmas Marore, 2016.

Pristiwanto. Permasalahan Perdagangan Lintas Batas di wilayah Perbatasan Indonesia Filipina, Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara. Yogyakarta: Patrawidya, 2015.

Raharjo, Sandy Nur Ikfal. Kerja sama Perbatasan Indonesia-Timor Leste dalam Pengelolaan Konflik di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bogor: Tesis Universitas Pertahanan Indonesia, 2015.

Rahman, Agus R., dkk. Dinamika Perbatasan di Asia Tenggara: Kerja Sama Thailand-Malaysia dalam Mengatasi Lintas Batas Ilegal. Jakarta: Mahara Publishing, 2016.

Rudiatin, Endang. Integrasi Ekonomi Lokal di Perbatasan. Disertasi Universitas Indonesia, Depok, 2012.

Rusman, M. “Produk Indonesia banyak Beredar di Filipina”, Antara Kaltim, 27 Juni 2012, diakses dari http://kaltim.antaranews.com/berita/7777/produk-indonesia-banyak-beredar-di-filipina, pada 26 Maret 2016.

Sakdapolrak, Patrick. “The Concept of Social Resilience”. Diakses dari www.transre.org. pada 16 September 2016.

Sapirstein, Guy. Social Resilience: The Forgotten Element in Disaster Reduction, Boston: Organizational Resilience International, tanpa tahun. Diakses dari http://www.oriconsulting.com/social_resilience.pdf, pada 21 Maret 2016.

Sousa, Luis De. “Understanding European Cross-Border Cooperation: A Framework for Analysis, Journal of European Integration 2012, hlm. 1-19.

Starr, Harvey dan G. Dale Thomas. “The Nature of Borders and International Conflict: Revisiting Hypotheses on Territory”, International Studies Quarterly, Vol. 49, 2005, hlm. 123-139.

Suharjo, Sri, dkk. Marore Suatu Kampung di Wilayah Pebatasan. Manado: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Manado, 2002.

Tan-Cullamar, Evelyn. “The Indonesian Diaspora and Phililline-Indonesia Relation”. Philippine Studies Vo.41 No.1 (1993), hlm. 38-50.

Thao, Nguyen Hong. “Joint Development in the Gulf of Thailand”, IBRU Boundary and Security Bulletin, Autmn, 1999, hlm. 79-88.

Ulaen, Alex J. Nusa Utara: dari Lintasan Niaga ke Daerah Perbatasan. Jakarta: SInar Harapan, 2003.

Velasco, Djorina. “Navigating the Indonesian-Philippine Border: The Challenges of Life in the Borderzone”, Kasarinlan” Philippine Journal of Third World Studies Vol. 25, Tahun 2010, hlm. 95-118.

19Policy Paper - Peningkatan Efektivitas Perdagangan Lintas Batas Indonesia - Filipina

Wulanmas, Frederik. “Impacts of the Implementation of Border Crossing Area Agreement between Indonesia and the Philippines at the Border of Miangas Island of North Celebes”. Jurnal Hukum Internasional, Volume 9, No.1, (Oktober 2011), hlm. 152-172.

--.“Indonesia, Malaysia, dan Filipina sepakati patroli gabungan”, diakses dari http://www.dw.com/id/indonesia-malaysia-dan-filipina-sepakati-patroli-gabungan/a-19237708, pada 2 Desember 2016.

--.”Pulau Sebatik”. Diakses dari http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-pulau/index.php/public_c/pulau_info/297 pada 2 Desember 2016.

PeraturanAgreement between the Republic of the

Philippines and the Republic of Indonesia On Immigration, 4 Juli 1956.

Agreement on Border Trade between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of the Philippines, 8 Agustus 1974.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional, Lampiran X.

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.