peningkatan hasil belajar mengidentifikasi unsur …
TRANSCRIPT
Jurnal Education and Economics (JEE) ISSN: 2654-9808 E-ISSN: 2615-448X
470 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DRAMA
YANG DISAJIKAN DALAM BENTUK PENTAS ATAU NASKAH MELALUI
METODE PROBLEM BASED LEARNING
Siti Suryani
SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah [email protected]
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-
unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019. Metode penelitian menggunakan
Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus setiap siklus terdiri dua kali pertemuan, dengan empat tahap penelitian: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII H
SMP Negeri 3 Sukoharjo semester 2 tahun ajaran 2018/2019. Dengan jumlah 32 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar
mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I siswa yang berhasil mendapat nilai KKM, meningkat dari 17 siswa atau 53,13%
menjadi 21 siswa atau 65,63% atau terdapat peningkatan sebesar 12,50% dibandingkan kondisi awal. Sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 27 siswa yang mendapat nilai diatas KKM atau 84,38% atau terdapat peningkatan sebesar
18,75% dari sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2
Tahun Pelajaran 2018/2019. Kata kunci: hasil belajar, unsur-unsur drama, problem based learning
Abstract : This study aims to improve learning outcomes in identifying drama elements
presented in the form of performances or scripts through problem based learning
methods for students of class VIII H State Junior High School 3 Sukoharjo Semester 2 2018/2019 Academic Year. The research method uses Classroom Action Research conducted in two cycles each cycle consisting of two meetings,
with four stages of research: planning, implementing, observing and reflecting. The subjects of this study were students of class VIII H of SMP Negeri 3 Sukoharjo in semester 2 of the 2018/2019 school year. With a total of 32 students.
Data collection techniques used were observation, interviews, tests, and documentation. Analysis of the data used in this study is a qualitative descriptive analysis. The results of this study are to improve learning outcomes in identifying drama elements that are presented in the form of a stage or script. This is
evidenced by the increase in student learning outcomes in the first cycle of students who managed to get the KKM score, increased from 17 students or 53.13% to 21 students or 65.63% or there was an increase of 12.50% compared
to the initial conditions. While in the second cycle increased to 27 students who scored above KKM or 84.38% or there was an increase of 18.75% from before.
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 471
Based on the results of this study it can be concluded that by applying the method
of problem based learning can improve learning outcomes identifying the elements of drama presented in the form of a stage or script for students of class VIII H State Junior High School 3 Sukoharjo Semester 2 2018/2019 Academic
Year. Keywords: learning outcomes, drama elements, problem based learning
PENDAHULUAN
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, dan
inovatif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan
peradaban dunia (Permen Nomor 68, 69, dan 70 Tahun 2013). Dalam Permendikbud Nomor
21 tahun 2016 disebutkan bahwa implementasi UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan, di antaranya adalah Permen
Nomor 13 Tahun 2015 tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional
pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik
dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Selanjutnya dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 dijelaskan mengenai Standar
Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian. Standar Kompetensi
Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Standar Proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan
pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (Permendikbud Nomor 32 Tahun
2013). Standar Proses mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Standar
Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme,
prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar
dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Pada kurikulum sebelumnya mata pelajaran bahasa Indonesia menekankan pada
kemampuan berbahasa dan sastra, pada Kurikulum 2013 bahasa Indonesia berfokus pada
pengembangan keterampilan dan kemampuan dalam menalar. Oleh karena itu, pembelajaran
bahasa Indonesia dilakukan dengan pendekatan berbasis teks/genre (lisan dan tulisan). Teks
dianggap sebagai sarana dalam membentuk pikiran peserta didik, bahasa Indonesia tidak lagi
sekadar digunakan untuk menyampaikan materi ajar akan tetapi juga mengajak peserta didik
untuk memahami makna lebih jauh dan melatih dalam memilih kata yang tepat dalam
berpendapat.
Pendekatan berbasis teks ini merupakan pendekatan yang diterapkan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah
atas. Salah satu teks yang diajarkan di Sekolah Menengah Pertama yaitu teks drama. Teks
drama adalah suatu teks yang menggambarkan kehidupan dan watak manusia melalui tingkah
laku (akting) yang dipentaskan. Drama juga diartikan sebagai karya seni yang dipentaskan
(Kosasih, 2016:202). Teks drama mulai diajarkan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama
tepatnya pada kelas VIII yang terdapat pada K.D 3.15 Mengindentifikasi unsur-unsur drama
(tradisional dan modern) yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah, K.D 3.16 Menelaah
karakteristik unsur dan kaidah kebahasaan dalam teks drama yang berbentuk naskah atau
pentas, K.D 4.15 Menginterprestasi drama (tradisional dan modern) yang dibaca dan
dinonton/didengar, serta K.D 4.16 Menyajikan drama dalam bentuk pentas atau naskah.
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
472 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019
Hasil belajar Bahasa Indonesia materi mengindentifikasi unsur-unsur drama yang
disajikan dalam bentuk pentas atau naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo
belum masih jauh dari harapan yaitu sesuai nilai KKM, dimana dari 32 siswa hasil belajar
mengindentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah yang
memperoleh nilai yang sesuai standar hanya 17 siswa atau 52,13%. Hal itu disebabkan
metode pembelajaran yang digunakan belum mampu merangsang para siswa untuk kreatif
dan aktif. Oleh sebab itu diperlukan metode yang mampu meningkatkan hasil belajar bagi
siswa, salah satu metode pembelajaran tersebut yaitu metode problem based learning.
Metode pemecahan masalah atau problem based learning (PBL) menempatkan siswa
sebagai subjek utama, yang secara aktif ikut ambil bagian dalam proses pembelajaran,
khususnya untuk memecahkan masalah-masalah yang disodorkan guru kepada siswa,
keberadaan guru hanyalah sebagai fasilitator proses belajar siswa yang membantu
menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa belajar dengan baik (Dimyati & Mujiono,
2006). Menurut Sriyono (1992: 118), “Metode pemecahan masalah atau problem based
learning (PBL) adalah suatu cara pembelajaran dengan menghadapkan siswa kepada sesuatu
masalah dipecahkan atau diselesaikan”, dengan demikian metode pemecahan masalah atau
problem based learning (PBL) mendorong dan memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk berinisiatip dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah pada
penerapannya. Metode ini cenderung akan lebih banyak menggunakan pendekatan belajar
secara kelompok. Dengan ini diharapkan melalui sosialisasi yang dilakukan dalam kelompok
siswa berlatih bekerja sama, berkoordinasi, saling tukar pikiran, dan mengembangkan
komunikasi yang baik kepada guru maupun sesama rekan-rekannya.
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
Meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam
bentuk pentas atau naskah serta meningkatkan motivasi dan prestasi belajar.
2. Bagi guru
Mengembangkan model pembelajaran yang efektif, efisien dan menyenangkan yang dapat
melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran mengidentifikasi unsur-unsur drama
yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Bagi Sekolah
Melalui penerapan metode problem based learning (PBL) dapat meningkatkan hasil
belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau
naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran
2018/2019.
KAJIAN TEORI
Hasil Belajar Siswa
Menurut R. Gagne seperti yang dikutip oleh Slameto (2000:78) memberikan dua
definisi belajar, yaitu belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Menurut Skinner yang dikutip
oleh Dimyati dan Mudjiono (2006:93) bahwa belajar merupakan hubungan antara stimulus
dan respon yang tercipta melalui proses tingkah laku. M. Sobry Sutikno (2010:35)
mengemukakan belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 473
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa belajar
adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang di berbagai
bidang yang terjadi akibat interaksi terus menerus dengan lingkungannya.
Hasil belajar siswa menurut W. Winkel (2004:82) adalah keberhasilan yang dicapai oleh
siswa, yakni prestasi belajar siswa di sekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka. Hasil
belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi
dan keterampilan-keterampilan (Suprijono, 2011:5). Hasil belajar adalah hasil yang dicapai
dalam bentuk angka atau skor setelah tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran
(Dimyati dan Mujiono, 2006:24).
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan salah satu ukuran terhadap
penguasaan materi pelajaran yang disampaikan. Peran guru dalam menyampaikan materi
pelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar siswa penting sekali untuk diketahui, artinya dalam rangka membantu siswa mencapai
hasil belajar yang seoptimal mungkin. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua
faktor baik yang bersifat mendorong atau menghambat, demikian pula dalam belajar. Faktor
yang mempengaruhi prestasi atau hasil belajar siswa yakni faktor dari dalam diri siswa
(interen) dan faktor yang datang dari luar (eksteren). Ahmadi (1998:72) mengemukakan
untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan
beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor yang terdapat dalam diri siswa
(faktor intern) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor ekstern).
a. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun
yang tergolong faktor intern adalah kecerdasan, bakat, minat, dan motivasi. Kecerdasan
atau intelegensia adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri
dengan keadaan yang diadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya
intelegensia, intelegensia yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan
tingkat perkembangan sebaya. Slameto (2000:56) mengatakan bahwa “Tingkat
intelegensia yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensia
yang rendah.” Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai
kecakapan pembawaan. Ngalim Purwanto (1986:28) mengemukakan “bakat dalam hal ini
lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai
kesanggupan- kesanggupan tertentu.”
Menurut Syah Muhibbin (1999:136) “bakat diartikan sebagai kemampuan individu
untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada pendidikan dan latihan.” Dari
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada
diri seseorang sangatlah ditentukan oleh bakat yang dimilikinya. Minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenali beberapa kegiatan atau
kecenderungan yang mantap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang tertentu.
Siswa yang kurang berminat dalam pelajaran tertentu akan menghambat dalam hasil
belajarnya. Menurut Winkel (2004:24) “Minat adalah kecenderungan yang menetap dalam
subyek untuk merasa tertarik pada bidang / hal tertentu dan merasa senang berkecimpung
dalam bidang itu.” Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi dalam
belajar adalah faktor penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong
keadaan siswa untuk melakukan kegiatan belajar.Seperti yang dikemukakan oleh Nasution
(1995:73) “motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu.”
b. Faktor Ekstern
Yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang bersifat dari luar
diri siswa, yaitu keadaan keluarga, sekolah dan sekitarnya. Keadaan Keluarga dapat
menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Adanya rasa aman dan nyaman dalam
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
474 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019
keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang memperoleh belajar. Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah pertama
kali anak mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Faktor Guru, guru sebagai tenaga
berpendidikan memiliki tugas menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, membimbing,
mengolah, meneliti, dan mengembangkan serta memberikan pelajaran kepada siswa.
Keterampilan guru dalam mengajar, keprofesionalan guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran sangat menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Sumber Belajar,
merupakan faktor yang menunjang keberhasilan dalam proses belajar dan mengajar.
Sumber belajar yang lengkap dan memadai adalah perangkat yang dapat digunakan siswa
dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga hasil belajar dapat meningkat.
Teks Drama
Drama adalah salah satu genre sastra yang berupa dialog-dialog dan memungkinkan
untuk dipertunjukkan sebagai tontonan. Menurut istilah drama berasal dari kata Yunani,
draomai yang berarti berbuat, bertindak, bereaksi, dan sebagainya. Jadi, kata drama dapat
diartikan sebagai perbuatan atau tindakan. Secara umum pengertian drama adalah karya sastra
yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud dipertunjukan oleh aktor. Hasanuddin
(1996) mengemukakan bahwa drama adalah karya sastra yang memiliki dua dimensi
karakteristik, yaitu dimensi sastra dan dimensi seni pertunjukan. Drama modern dihadapkan
pada cerita yang ditulis dan menjadi milik kreatifitas individu. Unsur drama yang dihasilkan
dari rekaan imajinatif pengarang inilah yang mencerminkan sebagai genre sastra. Dalam hal
ini, drama yang akan dianalisis pun berupa naskah drama, bukan drama dalam seni
pertunjukan. Kosasih (2016) mengemukakan bahwa drama adalah bentuk karya sastra yang
bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui
lakuan dan dialog. Lakuan dan dialog dalam drama tidak jauh berbeda dengan kehidupan
sehari-hari. Jadi, drama adalah rekaan dalam bentuk adegan yang menceritakan kehidupan
sehari-sehari. Pada umumnya drama mempunyai dua arti, yaitu drama dalam arti luas dan
drama dalam arti sempit. Dalam arti luas, pengertian drama adalah semua bentuk tontonan
yang mengandung cerita yang dipertunjukkan di depan orang banyak.
Dalam arti sempit, pengertian drama adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat
yang diproyeksikan ke atas panggung atau dipentaskan. Drama merupakan karya sastra yang
fleksibel, dan memiliki keunikan tersendiri. Drama naskah disebut juga sastra lakon. Sebagai
salah satu genre sastra, drama naskah dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur
batin (semantik, makna). Wujud fisik sebuah naskah drama adalah dialog atau ragam tutur.
Ragam tutur itu adalah ragam sastra. Waluyo (2002) juga mengemukakan bahwa, naskah
drama adalah salah satu genre karya sastra yang sejajar dengan prosa dan puisi namun
bentuknya berbeda dengan prosa maupun puisi. Naskah drama memiliki bentuk sendiri yaitu
ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan
dipentaskan.
Drama adalah suatu cerita yang dipentaskan di atas panggung (disebut teater) atau tidak
dipentaskan di atas panggung (drama radio, televisi, atau film). Sebagai karya sastra, drama
memiliki keunikan tersendiri. Teks drama diciptakan tidak untuk dibaca saja, namun juga
harus memiliki kemungkinan untuk dipentaskan. Karya drama sebagai karya sastra dapat
berupa rekaman dari perjalanan hidup pengarang yang menciptakannya. Pengarang dapat
diilhami pengarang lain, disamping masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Drama secara
luas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk sastra yang isinya tentang hidup dan kehidupan
yang disajikan atau dipertunjukkan dalam bentuk gerak. Drama merupakan tiruan kehidupan
manusia yang dipentaskan. Unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dalam drama adalah unsur
pembangun drama. Setiap karya sastra dengan bentuk penyajian apapun pasti memiliki unsur
yang membangun di dalamnya.
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 475
Unsur-unsur Drama
Drama adalah bentuk karya sastra yang tersusun dari unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah drama dan berada di dalam drama itu
sendiri, seperti plot, tokoh, dialog, latar dan sebagainya. Berikut unsur-unsur drama menurut
beberapa ahli.
1. Plot
Plot atau alur adalah rangkaian peristiwa dan konflik yang dijalin dengan seksama dan
menggerakan jalannya cerita. Hasanuddin (1996) mengemukakan bahwa plot/alur
merupakan merupakan hubungan antara satu peristiwa atau kejadian atau kelompok
peristiwa dengan peristiwa lainnya. Kosasih (2016) mengemukakan bahwa sebuah cerita
drama pun harus bergerak dari suatu permulaan, melalui bagian tengah, menuju suatu
akhir. Dalam drama bagian ini dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi.
Eksposisi suatu cerita menentukan aksi dalam waktu dan tempat, memperkenalkan
para tokoh, menyatakan situasi sesuatu cerita, mengajukan konflik yang akan
dikembangkan dalam bagian utama cerita tersebut, dan adakalanya membayangkan
resolusi yang akan dibuat dalam cerita itu. Komplikasi atau bagian tengah
mengembangkan konflik. Pengarang dapat menggunakan teknik flash back atau sorot
balik untuk memperkenalkan penonton dengan masa lalu, menjelaskan suatu situasi, atau
untuk memberikan motivasi bagi aksi-aksinya. Resolusi hendaknya muncul secara logis
dari apa yang telah mendahuluinya di dalam komplikasi. Titik batas komplikasi dan
resolusi disebut klimaks, pada klimaks itulah terjadi perubahan penting mengenai nasib
sang tokoh.
Freytag dalam Waluyo (2002) menjelaskan bahwa plot dalam drama meliputi hal-hal
berikut: 1) eksposisi atau pelukisan awal cerita, yaitu perkenalan dengan tokoh-tokoh
drama dengan watak masing-masing. Pembaca mulai mendapat gambaran tentang takon
yang dibaca. 2) komplikasi atau pertikaian awal, yaitu pengenalan terhadap para pelaku
sudah menjurus pada pertikaian. Konflik mulai menanjak. 3) klimaks atau titik puncak
cerita, konflik yang meningkat itu akan meningkat terus sampai mencapai klimaks atau
titik puncak cerita. 4) resolusi atau penyelesaian, dalam taham ini konflik mereda atau
menurun. Tokoh-tokoh yang memanaskan situasi atau meruncingkan konflik telah mati
atau menemukan pemecahan.
Senada dengan pendapat di atas, Tarigan (2011) berpendapat bahwa plot dalam drama
dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi. Eksposisi suatu lakon menentukan
aksi dalam waktu dan tempat; memperkenalkan para tokoh; menyatakan situasi suatu
lakon, mengajukan konflik yang akan dikembangkan dalam bagian utama lakon tersebut,
dan sesekali membayangkan resolusi yang akan dibuat lakon itu. Komplikasi atau bagian
tengah lakon, mengembangkan konflik. Tokoh utama menemui aneka rintangan dan
masalah. Resolusi merupakan bagian penemuan titik penyelesaian masalah, ada titik batas
yang memisahkan komplikasi dan resolusi yaitu klimaks. Terjadi perubahan nasib tokoh.
Endraswara (2011) mengatakan, “Plot adalah alur atau jalan cerita”. Alur ini yang
akan mengantarkan lakon menjadi lebih menarik. Dalam pengemasan alur yang baik oleh
pengarang, akan membuat cerita semakin menarik, dan berkualitas, karena penggabaran
jalan cerita yang memunculkan kejutan.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa plot secara umum
yaitu eksposisi atau pengenalan para tokoh dan situasi para lakon, komplikasi atau
pemunculan masalah dan rintangan, dan resolusi atau penyelesaian masalah. Plot juga
sebagai rangkaian peristiwa-peristiwa atau yang saling berhubungan dan menunjukan
kaitan sebab-akibat. Plot yang baik adalah plot yang memiliki kausalitas sesama peristiwa
yang ada di dalam sebuah teks drama.
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
476 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019
2. Karakterisasi atau Penokohan
Tokoh adalah orang-orang yang berperan dalam suatu drama. Dalam sebuah drama
tokoh merupakan unsur terpenting dalam menghidupkan jalannya cerita. Tarigan (2011)
mengemukakan beberapa tokoh berserta fungsinya dalam suatu lakon adalah sebagai
berikut: 1) tokoh gagal, tokoh yang memiliki pendirian yang bertentangan dengan tokoh
lain; tokoh ini bertindak menegaskan tokoh lain. 2) tokoh idaman, tokoh ini membuat
tokoh individual yang sebenarnya semakin lebih hebat dan semakin luar biasa. 3) tokoh
statis, tokoh ini tidak pernah berubah, dari awal hingga akhir tetap sama. 4) tokoh yang
berkembang, tokoh ini mengalamai perkembangan selama lakon.
Waluyo (2002) mengemukakan bahwa penokohan erat hubungannya dengan
perwatakan. Tokoh-tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) tokoh
antagonis adalah tokoh penentang arus cerita. 2) tokoh protagonis adalah tokoh yang
mendukung cerita. 3) tokoh tritagonis yaitu tokoh pembantu. Penokohan tersebut
diklasifikasi berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita. Sedangkan berdasarkan
peranan dalam lakon serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh sebagai berikut: 1) tokoh
sentral, tokoh yang paling menentukan gerak lakon. 2) tokoh utama, yaitu tokoh
pendukung atau penentang tokoh sentral. 3) tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang
memegang peran pelengkap atau tambahan. Senada dengan itu, Jauhari (2013)
mengemukakan bahwa tokoh dan penokohan adalah dua kata yang berbeda maknanya
tetapi tidak bisa terlepas satu sama lain. Tokoh adalah orang yang memerankan cerita
sedangkan penokohan adalah menentukan tokoh dalam suatu cerita sesuai dengan
perannya. Tokoh pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga, yakni: 1) tokoh
protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. 2) tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang
cerita atau juga yang menampilkan watak yang bertentangan dengan nilai kebaikan. 3)
tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh
antagonis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh merupakan suatu bentuk
penggambaran yang memiliki penamaan, keadaan fisik, keadaan sosial, dan karakter
manusia. Tokoh pada drama terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan (tokoh
pembantu). Tokoh utama terdiri dari tokoh protagonis, tokoh antagonis dan tokoh
tritagonis.
3. Dialog
Ciri khas sebuah drama adalah naskah dalam bentuk dialog atau percakapan. Di dalam
sebuah drama, dialog merupakan situasi bahasa utama. Dialog merupakan unsur terpenting
dalam drama. Waluyo (2002) mengemukakan bahwa dalam menyusun dialog harus
memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari hari, memperhatikan
diksi dan rima, juga harus bersifat estetis, artinya memiliki keindahan bahasa. Dalam
menyusun sebuah dialog hal-hal tersebut merupakan faktor agar sebuah drama percakapan
dapat dipahami oleh pembaca atau penonton.
Kosasih (2016) mengemukakan bahwa dalam drama dialog harus turut menunjang
gerak laku tokohnya. Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada
ujaran sehari-hari. Hal terserbut harus dilakukan agar dalam sebuah pementasan peran
tokoh lebih menghayati perannya.
Berdasarkan pendapat di atas, dialog merupakan unsur terpenting dalam sebuah
drama. Dialog yang memperhatikan diksi dan iraha serta keestetisan akan menunjang
sebuah cerita didalamnya.
4. Latar
Latar adalah keterangan mengenai tempat, ruang, dan waktu di dalam naskah drama.
Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai karya fiksionalitas yang secara
samar diperlihatkan melalui penokohan dan alur. Kosasih (2012) mengemukakan bahwa
latar terbagi menjadi tiga bagian. Latar tempat, yaitu penggambaran tempat kejadian di
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 477
dalam naskah drama. Latar waktu, latar waktu yaitu penggambaran waktu kejadian di
dalam naskah drama. Latar suasana/budaya, yaitu penggambaran suasana ataupun budaya
yang melatarbelakangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama.
Latar merupakan unsur yang membangun permasalahan drama dan menciptakan
konflik. Sejalan dengan pendapat di atas, Waluyo (2002) juga mengemukakan bahwa latar
terdiri dari setting atau tempat kejadian cerita dan setting waktu yaitu kapan terjadinya
peristiwa dalam lakon tersebut. Dengan dijelaskannya latar dalam sebuah naskah drama,
dapat membuat imajinasi dan pemahaman pembaca dalam menghayati isi dari sebuah
drama. Senada dengan itu, Fatmawati dalam Waluyo (2010) mengemukakan bahwa latar
atau setting mengandung pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa. Tanpa adanya latar, sebuah cerita tidak akan terasa realistis.
Dapat disimpulkan, bahwa latar atau setting mengandung pengertian tempat, hubungan
waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa. Latar memberikan pijakan cerita
dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu, yang seolah-olah
sungguh ada dan terjadi.
5. Tema
Tema adalah ide dasar atau pijakan pokok penggambaran cerita. Tema merupakan
struktur dalam dari sebuah karya satra. Tema dapat dirumuskan dari berbagai peristiwa,
penokohan, dan latar. Hasanuddin (1996) mengemukakan bahwa tema adalah inti
permasalahan yang hendak dikemukakan oleh pengarang dalam karyanya. Oleh sebab itu,
tema merupakan hasil konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait dengan penokohan dan
latar.
Waluyo (2002) mengemukakan bahwa tema merupakan gagasan pokok yang
terkandung dalam. Tema berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang
berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandangan yang
dikemukakan oleh pengarangnya. Sejalan dengan pendapat di atas, Kosasih (2016)
mengemukakan bahwa tema adalah gagasan yang menjalin isi struktur drama. Tema dalam
drama menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan,
kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Senada dengan itu, Fatmawati dalam Waluyo
(2010) mengemukakan bahwa tema pada drama terdapat dalam keseluruhan teks. Tema
menjadi dasar pengembangan seluruh cerita drama, jadi penentuan tema suatu drama
dilakukan berdasarkan keseluruhan teks yang bersangkutan tidak hanya berdasarkan pada
bagian tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui tema drama, kita perlu mengapresiasi
secara meyeluruh terhadap berbagai unsur pembangun drama. Untuk dapat merumuskan
tema, kita harus memahami drama itu secara keseluruhan.
Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Marpaung (2002) paradigma belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1)
Pengetahuan itu dianggap kontruksi dari mereka yang belajar dibentuk oleh pengalaman
individual. 2) Siswa harus aktif mengolah informasi dengan berbagai cara, misalnya melalui
interaksi dengan sesama siswa atau dengan guru. 3) Pengetahuan tidak ditransfer dari pikiran
seseorang ke pikiran orang lain. 4) Guru mengalami perbedaan individual dan berusaha
mengembangkan kemampuan siswa tersebut mengikuti alur proses kognitif siswa. 5)
Lingkungan belajar dan belajar itu sendiri bersifat komperatif, koloboratif dan suportif. 6)
Menghendaki siswa yang aktif, bukannya guru yang aktif. Dalam paradigma belajar, peran
guru sebagai fasilitator atau pembimbing belajar. Pembelajaran adalah membimbing atau
men-dorong siswa aktif mengolah informasi, mendorong siswa berani mengutarakan ide-
idenya, mau belajar dari kesalahan, berdiskusi dengan siswa lain dan guru. Melalui paradigma
belajar, siswa memiliki kesempatan lebih besar mengembangkan dirinya menjadi manusia
yang lebih mandiri, demokratis, berfikir variatif dan bersikap kritis.
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
478 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019
Berbeda dengan metode konvensional yang menempatkan siswa sebagai pendengar
setia dari apa yang disampaikan guru, metode pemecahan masalah menempatkan siswa
sebagai subjek utama, yang secara aktif ikut ambil bagian dalam proses pembelajaran,
khususnya untuk memecahkan masalah-masalah yang disodorkan guru kepada siswa,
keberadaan guru hanyalah sebagai fasilitator proses belajar siswa yang membantu
menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa belajar dengan baik (Mujiono, 1999: 138).
Menurut Sriyono (1992: 118), “Metode pemecahan masalah adalah suatu cara
pembelajaran dengan menghadapkan siswa kepada sesuatu masalah dipecahkan atau
diselesaikan”, dengan demikian metode pemecahan masalah mendorong dan memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berinisiatip dan berfikir sistematis dalam
menghadapi suatu masalah pada penerapannya.
Metode ini cenderung akan lebih banyak menggunakan pendekatan belajar secara
kelompok. Dengan ini diharapkan melalui sosialisasi yang dilakukan dalam kelompok siswa
berlatih bekerja sama, berkoordinasi, saling tukar pikiran, dan mengembangkan komunikasi
yang baik kepada guru maupun sesama rekan-rekannya.
METODE
Metode penelitian menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam
dua siklus setiap siklus terdiri dua kali pertemuan, dengan empat tahap penelitian:
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi
kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019 dengan jumlah
32 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes, dan
dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif.
Tabel 1. Jadwal Penelitian Tindakan Kelas
No Kegiatan Tahun Pelajaran 2018/2019
Januari Februari Maret April
1. Pembuatan Proposal
2. Penyusunan Instrumen
3. Pelaksanaan Siklus I
4. Pelaksanaan Siklus II
5. Analisis Data
6. Penyusunan Laporan
Dari tabel jadwal di atas, dapat diketahui bahwa tahapan kegiatan dalam penelitian ini adalah:
a. Pembuatan dan pengajuan proposal pada bulan Januari 2019.
b. Penyusunan instrumen penelitian pada bulan Januari 2019.
c. Pelaksanaan siklus I pada bulan Februari 2019.
d. Pelaksanaan siklus II pada bulan Maret 2019.
e. Analisis data pada bulan April 2019.
f. Penyusunan laporan hasil penelitian pada bulan April 2019.
Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah seluruh siswa kelas VIII H SMP Negeri 3
Sukoharjo Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran
2018/2019 yang berjumlah 32 siswa. Objek penelitian adalah meningkatkan hasil belajar
mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah bagi
siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo melalui penerapan metode problem based
learning.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes
tertulis. Metode tes tertulis digunakan untuk mengetahui data hasil belajar mengidentifikasi
unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem
based learning pada siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo pada siklus I dan siklus II.
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 479
Selain itu, pengumpulan data juga meliputi: (a) Teknik pengamatan (observasi) yang
dilakukan oleh peneliti adalah pengamatan berperan serta secara pasif. Pengamatan tersebut
dilakukan terhadap penggunaan media gambar oleh guru dan proses kegiatan diskusi oleh
siswa di kelas. Peneliti yang sekaligus sebagai guru mengamati situasi kelas saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung. (b) Teknik analisis kritis dilakukan terhadap hasil hasil belajar
mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah melalui
metode problem based learning pada siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.
Untuk menguji validitas data, digunakan teknik (a) Trianggulasi sumber data, misalnya
data tentang kesulitan-kesulitan guru dan pembelajaran tidak komunikatif disampaikan
kepada siswanya; (b) Trianggulasi metode, misalnya data tentang peningkatan prestasi belajar
siswa, selain diperoleh melalui observasi langsung (pengamatan), terhadap sikapnya selama
pembelajaran juga didapat dari wawancara dan analisis dokumen berupa pekerjaan siswa. (c)
Terakhir, review informan, teknik ini digunakan cek kembali kepada informan, apakah data
yang diperoleh dari hasil wawancara sudah valid atau belum.
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini dapat dilihat secara umum dengan
membandingkan peningkatan nilai hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang
disajikan dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning siswa dari
satu siklus ke siklus berikutnya. Keberhasilan tindakan siklus I diketahui dengan cara
membandingkan dengan nilai hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan
dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning siswa pada kondisi
awal. Sedangkan keberhasilan tindakan pada siklus II diketahui dengan cara membandingkan
nilai hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas
atau naskah melalui metode problem based learning dengan siklus I. Sedangkan indikator
kerja tindakan dapat dilihat dari kriteria yang telah ditentukan peneliti, sebagai berikut:
a. Adanya peningkatan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan
dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning pada siswa kelas
VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo dari kondisi awal ke siklus I, dan dari siklus I ke siklus II.
b. Minimal 80% siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo mencapai nilai KKM yang
ditentukan dalam pelajaran mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam
bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning yaitu 75.
c. Nilai rata-rata hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam
bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning siswa kelas VIII H
SMP Negeri 3 Sukoharjo mencapai nilai KKM 75.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Prestasi Belajar Siswa Kondisi Awal
Gambar 1. Grafik Prestasi Belajar Siswa Kondisi Awal
60
8070
Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata
Kondisi Awal
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
480 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019
Dari data nilai hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam
bentuk pentas atau naskah pada kondisi awal di atas, nilai rata-rata siswa kelas VIII H adalah
70, masih di bawah nilai KKM yang ditetapkan yaitu 75. Nilai tertinggi siswa 80, nilai
terendah 60 dan jumlah siswa kelas VIII H yang mencapai nilai KKM hanya 17 siswa
(53,13%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.
Melihat kondisi rendahnya hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang
disajikan dalam bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo
tersebut, maka peneliti sebagai guru di kelas VIII H akan melaksanakan suatu penelitian
tindakan kelas melalui penerapan metode problem based learning.
Hasil Pembelajaran Siklus I
Gambar 2. Grafik Prestasi Belajar Siswa Siklus I
60
90 75
Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata
Siklus I
Pada siklus I guru peneliti sudah menerapkan metode problem based learning dalam
pembelajaran mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau
naskah. Nilai rata-rata hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam
bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo adalah 75, nilai
tertinggi 90 dan nilai terendah adalah 60. Sedangkan jumlah siswa yang mencapai nilai KKM
sebanyak 21 siswa (65,63%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.
Dengan capaian hasil belajar pada siklus I yang belum mencapai indikator kinerja yang
ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu siswa yang tuntas belum mencapai 80% dari total
seluruh siswa kelas VIII H, maka peneliti memutuskan untuk melanjutkan pada tindakan
siklus II dengan tetap menerapkan metode problem based learning.
Hasil Pembelajaran Siklus II
Gambar 3. Grafik Prestasi Belajar Siswa Siklus II
70
9085
Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata
Siklus II
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 481
Pada siklus II peneliti menerapkan metode pembelajaran metode problem based
learning. Nilai rata-rata hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan
dalam bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo adalah 85, nilai
tertinggi 90 dan nilai terendah 70. Jumlah siswa yang mencapai nilai KKM sebanyak 27 siswa
(84,38%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.
Peningkatan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam
bentuk pentas atau naskah pada siklus II ini sudah mencapai indikator kinerja penelitian.
Sehingga peneliti memutuskan untuk menghentikan penelitian tindakan kelas ini.
Pembahasan
Setelah peneliti melaksanakn tindakan penelitian melalui penerapan metode problem
based learning, secara empiris diperoleh data peningkatan hasil belajar mengidentifikasi
unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP
Negeri 3 Sukoharjo Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran
2018/2019 dari kondisi awal, siklus I dan siklus II sebagai berikut.
Tabel 2. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa
Uraian Kondisi awal Siklus I Siklus II
Tindakan
Pembelajaran
Belum menerapkan
metode PBL
Sudah menerapkan
metode PBL
Sudah menerapkan
metode PBL
Nilai terendah
Nilai tertinggi
Nilai rata-rata
KKM
Ketuntasan
60
80
70
75
17 siswa (53,13%)
60
90
75
75
21 siswa (65,63%)
70
90
85
75
27 siswa (84,38%)
Melalui penerapan metode problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar
mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah. Pada
kondisi awal peneliti belum metode problem based learning. Nilai rata-rata siswa kelas VIII H
adalah 70, masih di bawah nilai KKM yang ditetapkan yaitu 75. Nilai tertinggi siswa 80, nilai
terendah 60 dan jumlah siswa kelas VIII H yang mencapai nilai KKM hanya 17 siswa
(53,13%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.
Pada siklus I guru peneliti sudah menerapkan metode problem based learning dalam
pembelajaran mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau
naskah. Nilai rata-rata hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam
bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo adalah 75, nilai
tertinggi 90 dan nilai terendah adalah 60. Sedangkan jumlah siswa yang mencapai nilai KKM
sebanyak 21 siswa (65,63%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.
Pada siklus II, nilai rata-rata hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang
disajikan dalam bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo
adalah 85, nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 70. Jumlah siswa yang mencapai nilai KKM
sebanyak 27 siswa (84,38%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.
Jadi, melalui penerapan metode problem based learning dapat meningkatkan hasil
belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah
dari kondisi awal nilai rata-rata 70 dengan ketuntasan 53,13% ke kondisi akhir pada siklus II
nilai rata-rata 85 dengan ketuntasan 84,38% pada siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo
semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019.
Hasil tindakan secara empirik yaitu: melalui penerapan metode problem based learning
dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam
bentuk pentas atau naskah dari kondisi awal nilai rata-rata 70 dengan ketuntasan 53,13% ke
kondisi akhir pada siklus II nilai rata-rata 85 dengan ketuntasan 84,38% pada siswa kelas VIII
H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019.
Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah
482 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019
SIMPULAN
Hipotesis menyatakan diduga melalui penerapan metode Problem Based Learning
(PBL) dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan
dalam bentuk pentas atau naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester
2 Tahun Pelajaran 2018/2019. Dari data empirik menyatakan melalui penerapan metode
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-
unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah dari kondisi awal nilai rata-rata
70 dengan ketuntasan 53,13% ke kondisi akhir pada siklus II nilai rata-rata 85 dengan
ketuntasan 84,38% bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2 Tahun
Pelajaran 2018/2019.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan metode Problem Based Learning
(PBL) dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan
dalam bentuk pentas atau naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester
2 Tahun Pelajaran 2018/2019.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Cetakan Ke-1. Jakarta: Caps.
Farhan, & Retnawati. 2014. Keefektifan PBL dan IBL ditinjau dari prestasi belajar,
kemampuan representasi matematis, dan motivasi belajar. Jurnal Riset Pendidikan
Matematika, 1(2).
Hasanuddin. 1996. Drama karya Dalam Dua Dimensi, Bandung: Angkasa.
Jauhari, H. (2013). Terampil Mengarang. Bandung: Nuansa Cendika.
Kosasih E. 2016. Cerdas berbahasa indonesia untuk SMA/MA kelas X. Jakarta: Erlangga
Marpaung, Happy 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung : Alfabeta.
M. Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum &
Konsep Islami. Refika Aditama: Bandung.
Nasution. 1995. Metode Research. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Ngalim Purwanto. 1986. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Permendikbud Nomor 32 Tahun 2013
Permendikbud Nomor 21 tahun 2016
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016
Rahmasari. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD. Basic Education
Setyorini, dkk. 2011. Penerapan model problem based learning untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia
Slameto. 2000. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rineka Cipta, Jakarta
Sriyono. (1992). Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA. Jakarta: Melton Putra
Tarigan, H.G. (2011). Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa Thahar.
Waluyo. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widyasari Press.
Winkel, W. S. 2004. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.