peningkatan hasil belajar mengidentifikasi unsur …

13
Jurnal Education and Economics (JEE) ISSN: 2654-9808 E-ISSN: 2615-448X 470 Jurnal Education and Economics Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DRAMA YANG DISAJIKAN DALAM BENTUK PENTAS ATAU NASKAH MELALUI METODE PROBLEM BASED LEARNING Siti Suryani SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah [email protected] Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur- unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019. Metode penelitian menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus setiap siklus terdiri dua kali pertemuan, dengan empat tahap penelitian: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo semester 2 tahun ajaran 2018/2019. Dengan jumlah 32 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I siswa yang berhasil mendapat nilai KKM, meningkat dari 17 siswa atau 53,13% menjadi 21 siswa atau 65,63% atau terdapat peningkatan sebesar 12,50% dibandingkan kondisi awal. Sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 27 siswa yang mendapat nilai diatas KKM atau 84,38% atau terdapat peningkatan sebesar 18,75% dari sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019. Kata kunci: hasil belajar, unsur-unsur drama, problem based learning Abstract : This study aims to improve learning outcomes in identifying drama elements presented in the form of performances or scripts through problem based learning methods for students of class VIII H State Junior High School 3 Sukoharjo Semester 2 2018/2019 Academic Year. The research method uses Classroom Action Research conducted in two cycles each cycle consisting of two meetings, with four stages of research: planning, implementing, observing and reflecting. The subjects of this study were students of class VIII H of SMP Negeri 3 Sukoharjo in semester 2 of the 2018/2019 school year. With a total of 32 students. Data collection techniques used were observation, interviews, tests, and documentation. Analysis of the data used in this study is a qualitative descriptive analysis. The results of this study are to improve learning outcomes in identifying drama elements that are presented in the form of a stage or script. This is evidenced by the increase in student learning outcomes in the first cycle of students who managed to get the KKM score, increased from 17 students or 53.13% to 21 students or 65.63% or there was an increase of 12.50% compared to the initial conditions. While in the second cycle increased to 27 students who scored above KKM or 84.38% or there was an increase of 18.75% from before.

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Jurnal Education and Economics (JEE) ISSN: 2654-9808 E-ISSN: 2615-448X

470 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DRAMA

YANG DISAJIKAN DALAM BENTUK PENTAS ATAU NASKAH MELALUI

METODE PROBLEM BASED LEARNING

Siti Suryani

SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah [email protected]

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-

unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019. Metode penelitian menggunakan

Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus setiap siklus terdiri dua kali pertemuan, dengan empat tahap penelitian: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII H

SMP Negeri 3 Sukoharjo semester 2 tahun ajaran 2018/2019. Dengan jumlah 32 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar

mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I siswa yang berhasil mendapat nilai KKM, meningkat dari 17 siswa atau 53,13%

menjadi 21 siswa atau 65,63% atau terdapat peningkatan sebesar 12,50% dibandingkan kondisi awal. Sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 27 siswa yang mendapat nilai diatas KKM atau 84,38% atau terdapat peningkatan sebesar

18,75% dari sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2

Tahun Pelajaran 2018/2019. Kata kunci: hasil belajar, unsur-unsur drama, problem based learning

Abstract : This study aims to improve learning outcomes in identifying drama elements

presented in the form of performances or scripts through problem based learning

methods for students of class VIII H State Junior High School 3 Sukoharjo Semester 2 2018/2019 Academic Year. The research method uses Classroom Action Research conducted in two cycles each cycle consisting of two meetings,

with four stages of research: planning, implementing, observing and reflecting. The subjects of this study were students of class VIII H of SMP Negeri 3 Sukoharjo in semester 2 of the 2018/2019 school year. With a total of 32 students.

Data collection techniques used were observation, interviews, tests, and documentation. Analysis of the data used in this study is a qualitative descriptive analysis. The results of this study are to improve learning outcomes in identifying drama elements that are presented in the form of a stage or script. This is

evidenced by the increase in student learning outcomes in the first cycle of students who managed to get the KKM score, increased from 17 students or 53.13% to 21 students or 65.63% or there was an increase of 12.50% compared

to the initial conditions. While in the second cycle increased to 27 students who scored above KKM or 84.38% or there was an increase of 18.75% from before.

Page 2: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 471

Based on the results of this study it can be concluded that by applying the method

of problem based learning can improve learning outcomes identifying the elements of drama presented in the form of a stage or script for students of class VIII H State Junior High School 3 Sukoharjo Semester 2 2018/2019 Academic

Year. Keywords: learning outcomes, drama elements, problem based learning

PENDAHULUAN

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki

kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, dan

inovatif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan

peradaban dunia (Permen Nomor 68, 69, dan 70 Tahun 2013). Dalam Permendikbud Nomor

21 tahun 2016 disebutkan bahwa implementasi UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan, di antaranya adalah Permen

Nomor 13 Tahun 2015 tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional

pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik

dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar

pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Selanjutnya dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 dijelaskan mengenai Standar

Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian. Standar Kompetensi

Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan

tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan

tertentu. Standar Proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan

pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (Permendikbud Nomor 32 Tahun

2013). Standar Proses mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses

pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Standar

Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme,

prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar

dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Pada kurikulum sebelumnya mata pelajaran bahasa Indonesia menekankan pada

kemampuan berbahasa dan sastra, pada Kurikulum 2013 bahasa Indonesia berfokus pada

pengembangan keterampilan dan kemampuan dalam menalar. Oleh karena itu, pembelajaran

bahasa Indonesia dilakukan dengan pendekatan berbasis teks/genre (lisan dan tulisan). Teks

dianggap sebagai sarana dalam membentuk pikiran peserta didik, bahasa Indonesia tidak lagi

sekadar digunakan untuk menyampaikan materi ajar akan tetapi juga mengajak peserta didik

untuk memahami makna lebih jauh dan melatih dalam memilih kata yang tepat dalam

berpendapat.

Pendekatan berbasis teks ini merupakan pendekatan yang diterapkan dalam

pembelajaran bahasa Indonesia mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah

atas. Salah satu teks yang diajarkan di Sekolah Menengah Pertama yaitu teks drama. Teks

drama adalah suatu teks yang menggambarkan kehidupan dan watak manusia melalui tingkah

laku (akting) yang dipentaskan. Drama juga diartikan sebagai karya seni yang dipentaskan

(Kosasih, 2016:202). Teks drama mulai diajarkan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama

tepatnya pada kelas VIII yang terdapat pada K.D 3.15 Mengindentifikasi unsur-unsur drama

(tradisional dan modern) yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah, K.D 3.16 Menelaah

karakteristik unsur dan kaidah kebahasaan dalam teks drama yang berbentuk naskah atau

pentas, K.D 4.15 Menginterprestasi drama (tradisional dan modern) yang dibaca dan

dinonton/didengar, serta K.D 4.16 Menyajikan drama dalam bentuk pentas atau naskah.

Page 3: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

472 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019

Hasil belajar Bahasa Indonesia materi mengindentifikasi unsur-unsur drama yang

disajikan dalam bentuk pentas atau naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo

belum masih jauh dari harapan yaitu sesuai nilai KKM, dimana dari 32 siswa hasil belajar

mengindentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah yang

memperoleh nilai yang sesuai standar hanya 17 siswa atau 52,13%. Hal itu disebabkan

metode pembelajaran yang digunakan belum mampu merangsang para siswa untuk kreatif

dan aktif. Oleh sebab itu diperlukan metode yang mampu meningkatkan hasil belajar bagi

siswa, salah satu metode pembelajaran tersebut yaitu metode problem based learning.

Metode pemecahan masalah atau problem based learning (PBL) menempatkan siswa

sebagai subjek utama, yang secara aktif ikut ambil bagian dalam proses pembelajaran,

khususnya untuk memecahkan masalah-masalah yang disodorkan guru kepada siswa,

keberadaan guru hanyalah sebagai fasilitator proses belajar siswa yang membantu

menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa belajar dengan baik (Dimyati & Mujiono,

2006). Menurut Sriyono (1992: 118), “Metode pemecahan masalah atau problem based

learning (PBL) adalah suatu cara pembelajaran dengan menghadapkan siswa kepada sesuatu

masalah dipecahkan atau diselesaikan”, dengan demikian metode pemecahan masalah atau

problem based learning (PBL) mendorong dan memberikan kesempatan seluas-luasnya

kepada siswa untuk berinisiatip dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah pada

penerapannya. Metode ini cenderung akan lebih banyak menggunakan pendekatan belajar

secara kelompok. Dengan ini diharapkan melalui sosialisasi yang dilakukan dalam kelompok

siswa berlatih bekerja sama, berkoordinasi, saling tukar pikiran, dan mengembangkan

komunikasi yang baik kepada guru maupun sesama rekan-rekannya.

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun

secara praktis. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam

bentuk pentas atau naskah serta meningkatkan motivasi dan prestasi belajar.

2. Bagi guru

Mengembangkan model pembelajaran yang efektif, efisien dan menyenangkan yang dapat

melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran mengidentifikasi unsur-unsur drama

yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Bagi Sekolah

Melalui penerapan metode problem based learning (PBL) dapat meningkatkan hasil

belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau

naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran

2018/2019.

KAJIAN TEORI

Hasil Belajar Siswa

Menurut R. Gagne seperti yang dikutip oleh Slameto (2000:78) memberikan dua

definisi belajar, yaitu belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Menurut Skinner yang dikutip

oleh Dimyati dan Mudjiono (2006:93) bahwa belajar merupakan hubungan antara stimulus

dan respon yang tercipta melalui proses tingkah laku. M. Sobry Sutikno (2010:35)

mengemukakan belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya.

Page 4: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 473

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa belajar

adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang di berbagai

bidang yang terjadi akibat interaksi terus menerus dengan lingkungannya.

Hasil belajar siswa menurut W. Winkel (2004:82) adalah keberhasilan yang dicapai oleh

siswa, yakni prestasi belajar siswa di sekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka. Hasil

belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi

dan keterampilan-keterampilan (Suprijono, 2011:5). Hasil belajar adalah hasil yang dicapai

dalam bentuk angka atau skor setelah tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran

(Dimyati dan Mujiono, 2006:24).

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan salah satu ukuran terhadap

penguasaan materi pelajaran yang disampaikan. Peran guru dalam menyampaikan materi

pelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar siswa penting sekali untuk diketahui, artinya dalam rangka membantu siswa mencapai

hasil belajar yang seoptimal mungkin. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua

faktor baik yang bersifat mendorong atau menghambat, demikian pula dalam belajar. Faktor

yang mempengaruhi prestasi atau hasil belajar siswa yakni faktor dari dalam diri siswa

(interen) dan faktor yang datang dari luar (eksteren). Ahmadi (1998:72) mengemukakan

untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan

beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor yang terdapat dalam diri siswa

(faktor intern) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor ekstern).

a. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun

yang tergolong faktor intern adalah kecerdasan, bakat, minat, dan motivasi. Kecerdasan

atau intelegensia adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri

dengan keadaan yang diadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya

intelegensia, intelegensia yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan

tingkat perkembangan sebaya. Slameto (2000:56) mengatakan bahwa “Tingkat

intelegensia yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensia

yang rendah.” Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai

kecakapan pembawaan. Ngalim Purwanto (1986:28) mengemukakan “bakat dalam hal ini

lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai

kesanggupan- kesanggupan tertentu.”

Menurut Syah Muhibbin (1999:136) “bakat diartikan sebagai kemampuan individu

untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada pendidikan dan latihan.” Dari

beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada

diri seseorang sangatlah ditentukan oleh bakat yang dimilikinya. Minat adalah

kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenali beberapa kegiatan atau

kecenderungan yang mantap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang tertentu.

Siswa yang kurang berminat dalam pelajaran tertentu akan menghambat dalam hasil

belajarnya. Menurut Winkel (2004:24) “Minat adalah kecenderungan yang menetap dalam

subyek untuk merasa tertarik pada bidang / hal tertentu dan merasa senang berkecimpung

dalam bidang itu.” Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi dalam

belajar adalah faktor penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong

keadaan siswa untuk melakukan kegiatan belajar.Seperti yang dikemukakan oleh Nasution

(1995:73) “motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan

sesuatu.”

b. Faktor Ekstern

Yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang bersifat dari luar

diri siswa, yaitu keadaan keluarga, sekolah dan sekitarnya. Keadaan Keluarga dapat

menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Adanya rasa aman dan nyaman dalam

Page 5: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

474 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019

keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang memperoleh belajar. Keluarga

merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah pertama

kali anak mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Faktor Guru, guru sebagai tenaga

berpendidikan memiliki tugas menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, membimbing,

mengolah, meneliti, dan mengembangkan serta memberikan pelajaran kepada siswa.

Keterampilan guru dalam mengajar, keprofesionalan guru dalam melaksanakan kegiatan

pembelajaran sangat menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Sumber Belajar,

merupakan faktor yang menunjang keberhasilan dalam proses belajar dan mengajar.

Sumber belajar yang lengkap dan memadai adalah perangkat yang dapat digunakan siswa

dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga hasil belajar dapat meningkat.

Teks Drama

Drama adalah salah satu genre sastra yang berupa dialog-dialog dan memungkinkan

untuk dipertunjukkan sebagai tontonan. Menurut istilah drama berasal dari kata Yunani,

draomai yang berarti berbuat, bertindak, bereaksi, dan sebagainya. Jadi, kata drama dapat

diartikan sebagai perbuatan atau tindakan. Secara umum pengertian drama adalah karya sastra

yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud dipertunjukan oleh aktor. Hasanuddin

(1996) mengemukakan bahwa drama adalah karya sastra yang memiliki dua dimensi

karakteristik, yaitu dimensi sastra dan dimensi seni pertunjukan. Drama modern dihadapkan

pada cerita yang ditulis dan menjadi milik kreatifitas individu. Unsur drama yang dihasilkan

dari rekaan imajinatif pengarang inilah yang mencerminkan sebagai genre sastra. Dalam hal

ini, drama yang akan dianalisis pun berupa naskah drama, bukan drama dalam seni

pertunjukan. Kosasih (2016) mengemukakan bahwa drama adalah bentuk karya sastra yang

bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui

lakuan dan dialog. Lakuan dan dialog dalam drama tidak jauh berbeda dengan kehidupan

sehari-hari. Jadi, drama adalah rekaan dalam bentuk adegan yang menceritakan kehidupan

sehari-sehari. Pada umumnya drama mempunyai dua arti, yaitu drama dalam arti luas dan

drama dalam arti sempit. Dalam arti luas, pengertian drama adalah semua bentuk tontonan

yang mengandung cerita yang dipertunjukkan di depan orang banyak.

Dalam arti sempit, pengertian drama adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat

yang diproyeksikan ke atas panggung atau dipentaskan. Drama merupakan karya sastra yang

fleksibel, dan memiliki keunikan tersendiri. Drama naskah disebut juga sastra lakon. Sebagai

salah satu genre sastra, drama naskah dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur

batin (semantik, makna). Wujud fisik sebuah naskah drama adalah dialog atau ragam tutur.

Ragam tutur itu adalah ragam sastra. Waluyo (2002) juga mengemukakan bahwa, naskah

drama adalah salah satu genre karya sastra yang sejajar dengan prosa dan puisi namun

bentuknya berbeda dengan prosa maupun puisi. Naskah drama memiliki bentuk sendiri yaitu

ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan

dipentaskan.

Drama adalah suatu cerita yang dipentaskan di atas panggung (disebut teater) atau tidak

dipentaskan di atas panggung (drama radio, televisi, atau film). Sebagai karya sastra, drama

memiliki keunikan tersendiri. Teks drama diciptakan tidak untuk dibaca saja, namun juga

harus memiliki kemungkinan untuk dipentaskan. Karya drama sebagai karya sastra dapat

berupa rekaman dari perjalanan hidup pengarang yang menciptakannya. Pengarang dapat

diilhami pengarang lain, disamping masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Drama secara

luas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk sastra yang isinya tentang hidup dan kehidupan

yang disajikan atau dipertunjukkan dalam bentuk gerak. Drama merupakan tiruan kehidupan

manusia yang dipentaskan. Unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dalam drama adalah unsur

pembangun drama. Setiap karya sastra dengan bentuk penyajian apapun pasti memiliki unsur

yang membangun di dalamnya.

Page 6: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 475

Unsur-unsur Drama

Drama adalah bentuk karya sastra yang tersusun dari unsur intrinsik dan ekstrinsik.

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah drama dan berada di dalam drama itu

sendiri, seperti plot, tokoh, dialog, latar dan sebagainya. Berikut unsur-unsur drama menurut

beberapa ahli.

1. Plot

Plot atau alur adalah rangkaian peristiwa dan konflik yang dijalin dengan seksama dan

menggerakan jalannya cerita. Hasanuddin (1996) mengemukakan bahwa plot/alur

merupakan merupakan hubungan antara satu peristiwa atau kejadian atau kelompok

peristiwa dengan peristiwa lainnya. Kosasih (2016) mengemukakan bahwa sebuah cerita

drama pun harus bergerak dari suatu permulaan, melalui bagian tengah, menuju suatu

akhir. Dalam drama bagian ini dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi.

Eksposisi suatu cerita menentukan aksi dalam waktu dan tempat, memperkenalkan

para tokoh, menyatakan situasi sesuatu cerita, mengajukan konflik yang akan

dikembangkan dalam bagian utama cerita tersebut, dan adakalanya membayangkan

resolusi yang akan dibuat dalam cerita itu. Komplikasi atau bagian tengah

mengembangkan konflik. Pengarang dapat menggunakan teknik flash back atau sorot

balik untuk memperkenalkan penonton dengan masa lalu, menjelaskan suatu situasi, atau

untuk memberikan motivasi bagi aksi-aksinya. Resolusi hendaknya muncul secara logis

dari apa yang telah mendahuluinya di dalam komplikasi. Titik batas komplikasi dan

resolusi disebut klimaks, pada klimaks itulah terjadi perubahan penting mengenai nasib

sang tokoh.

Freytag dalam Waluyo (2002) menjelaskan bahwa plot dalam drama meliputi hal-hal

berikut: 1) eksposisi atau pelukisan awal cerita, yaitu perkenalan dengan tokoh-tokoh

drama dengan watak masing-masing. Pembaca mulai mendapat gambaran tentang takon

yang dibaca. 2) komplikasi atau pertikaian awal, yaitu pengenalan terhadap para pelaku

sudah menjurus pada pertikaian. Konflik mulai menanjak. 3) klimaks atau titik puncak

cerita, konflik yang meningkat itu akan meningkat terus sampai mencapai klimaks atau

titik puncak cerita. 4) resolusi atau penyelesaian, dalam taham ini konflik mereda atau

menurun. Tokoh-tokoh yang memanaskan situasi atau meruncingkan konflik telah mati

atau menemukan pemecahan.

Senada dengan pendapat di atas, Tarigan (2011) berpendapat bahwa plot dalam drama

dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi. Eksposisi suatu lakon menentukan

aksi dalam waktu dan tempat; memperkenalkan para tokoh; menyatakan situasi suatu

lakon, mengajukan konflik yang akan dikembangkan dalam bagian utama lakon tersebut,

dan sesekali membayangkan resolusi yang akan dibuat lakon itu. Komplikasi atau bagian

tengah lakon, mengembangkan konflik. Tokoh utama menemui aneka rintangan dan

masalah. Resolusi merupakan bagian penemuan titik penyelesaian masalah, ada titik batas

yang memisahkan komplikasi dan resolusi yaitu klimaks. Terjadi perubahan nasib tokoh.

Endraswara (2011) mengatakan, “Plot adalah alur atau jalan cerita”. Alur ini yang

akan mengantarkan lakon menjadi lebih menarik. Dalam pengemasan alur yang baik oleh

pengarang, akan membuat cerita semakin menarik, dan berkualitas, karena penggabaran

jalan cerita yang memunculkan kejutan.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa plot secara umum

yaitu eksposisi atau pengenalan para tokoh dan situasi para lakon, komplikasi atau

pemunculan masalah dan rintangan, dan resolusi atau penyelesaian masalah. Plot juga

sebagai rangkaian peristiwa-peristiwa atau yang saling berhubungan dan menunjukan

kaitan sebab-akibat. Plot yang baik adalah plot yang memiliki kausalitas sesama peristiwa

yang ada di dalam sebuah teks drama.

Page 7: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

476 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019

2. Karakterisasi atau Penokohan

Tokoh adalah orang-orang yang berperan dalam suatu drama. Dalam sebuah drama

tokoh merupakan unsur terpenting dalam menghidupkan jalannya cerita. Tarigan (2011)

mengemukakan beberapa tokoh berserta fungsinya dalam suatu lakon adalah sebagai

berikut: 1) tokoh gagal, tokoh yang memiliki pendirian yang bertentangan dengan tokoh

lain; tokoh ini bertindak menegaskan tokoh lain. 2) tokoh idaman, tokoh ini membuat

tokoh individual yang sebenarnya semakin lebih hebat dan semakin luar biasa. 3) tokoh

statis, tokoh ini tidak pernah berubah, dari awal hingga akhir tetap sama. 4) tokoh yang

berkembang, tokoh ini mengalamai perkembangan selama lakon.

Waluyo (2002) mengemukakan bahwa penokohan erat hubungannya dengan

perwatakan. Tokoh-tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) tokoh

antagonis adalah tokoh penentang arus cerita. 2) tokoh protagonis adalah tokoh yang

mendukung cerita. 3) tokoh tritagonis yaitu tokoh pembantu. Penokohan tersebut

diklasifikasi berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita. Sedangkan berdasarkan

peranan dalam lakon serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh sebagai berikut: 1) tokoh

sentral, tokoh yang paling menentukan gerak lakon. 2) tokoh utama, yaitu tokoh

pendukung atau penentang tokoh sentral. 3) tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang

memegang peran pelengkap atau tambahan. Senada dengan itu, Jauhari (2013)

mengemukakan bahwa tokoh dan penokohan adalah dua kata yang berbeda maknanya

tetapi tidak bisa terlepas satu sama lain. Tokoh adalah orang yang memerankan cerita

sedangkan penokohan adalah menentukan tokoh dalam suatu cerita sesuai dengan

perannya. Tokoh pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga, yakni: 1) tokoh

protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. 2) tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang

cerita atau juga yang menampilkan watak yang bertentangan dengan nilai kebaikan. 3)

tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh

antagonis.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh merupakan suatu bentuk

penggambaran yang memiliki penamaan, keadaan fisik, keadaan sosial, dan karakter

manusia. Tokoh pada drama terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan (tokoh

pembantu). Tokoh utama terdiri dari tokoh protagonis, tokoh antagonis dan tokoh

tritagonis.

3. Dialog

Ciri khas sebuah drama adalah naskah dalam bentuk dialog atau percakapan. Di dalam

sebuah drama, dialog merupakan situasi bahasa utama. Dialog merupakan unsur terpenting

dalam drama. Waluyo (2002) mengemukakan bahwa dalam menyusun dialog harus

memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari hari, memperhatikan

diksi dan rima, juga harus bersifat estetis, artinya memiliki keindahan bahasa. Dalam

menyusun sebuah dialog hal-hal tersebut merupakan faktor agar sebuah drama percakapan

dapat dipahami oleh pembaca atau penonton.

Kosasih (2016) mengemukakan bahwa dalam drama dialog harus turut menunjang

gerak laku tokohnya. Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada

ujaran sehari-hari. Hal terserbut harus dilakukan agar dalam sebuah pementasan peran

tokoh lebih menghayati perannya.

Berdasarkan pendapat di atas, dialog merupakan unsur terpenting dalam sebuah

drama. Dialog yang memperhatikan diksi dan iraha serta keestetisan akan menunjang

sebuah cerita didalamnya.

4. Latar

Latar adalah keterangan mengenai tempat, ruang, dan waktu di dalam naskah drama.

Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai karya fiksionalitas yang secara

samar diperlihatkan melalui penokohan dan alur. Kosasih (2012) mengemukakan bahwa

latar terbagi menjadi tiga bagian. Latar tempat, yaitu penggambaran tempat kejadian di

Page 8: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 477

dalam naskah drama. Latar waktu, latar waktu yaitu penggambaran waktu kejadian di

dalam naskah drama. Latar suasana/budaya, yaitu penggambaran suasana ataupun budaya

yang melatarbelakangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama.

Latar merupakan unsur yang membangun permasalahan drama dan menciptakan

konflik. Sejalan dengan pendapat di atas, Waluyo (2002) juga mengemukakan bahwa latar

terdiri dari setting atau tempat kejadian cerita dan setting waktu yaitu kapan terjadinya

peristiwa dalam lakon tersebut. Dengan dijelaskannya latar dalam sebuah naskah drama,

dapat membuat imajinasi dan pemahaman pembaca dalam menghayati isi dari sebuah

drama. Senada dengan itu, Fatmawati dalam Waluyo (2010) mengemukakan bahwa latar

atau setting mengandung pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial

tempat terjadinya peristiwa. Tanpa adanya latar, sebuah cerita tidak akan terasa realistis.

Dapat disimpulkan, bahwa latar atau setting mengandung pengertian tempat, hubungan

waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa. Latar memberikan pijakan cerita

dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu, yang seolah-olah

sungguh ada dan terjadi.

5. Tema

Tema adalah ide dasar atau pijakan pokok penggambaran cerita. Tema merupakan

struktur dalam dari sebuah karya satra. Tema dapat dirumuskan dari berbagai peristiwa,

penokohan, dan latar. Hasanuddin (1996) mengemukakan bahwa tema adalah inti

permasalahan yang hendak dikemukakan oleh pengarang dalam karyanya. Oleh sebab itu,

tema merupakan hasil konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait dengan penokohan dan

latar.

Waluyo (2002) mengemukakan bahwa tema merupakan gagasan pokok yang

terkandung dalam. Tema berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang

berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandangan yang

dikemukakan oleh pengarangnya. Sejalan dengan pendapat di atas, Kosasih (2016)

mengemukakan bahwa tema adalah gagasan yang menjalin isi struktur drama. Tema dalam

drama menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan,

kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Senada dengan itu, Fatmawati dalam Waluyo

(2010) mengemukakan bahwa tema pada drama terdapat dalam keseluruhan teks. Tema

menjadi dasar pengembangan seluruh cerita drama, jadi penentuan tema suatu drama

dilakukan berdasarkan keseluruhan teks yang bersangkutan tidak hanya berdasarkan pada

bagian tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui tema drama, kita perlu mengapresiasi

secara meyeluruh terhadap berbagai unsur pembangun drama. Untuk dapat merumuskan

tema, kita harus memahami drama itu secara keseluruhan.

Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Marpaung (2002) paradigma belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1)

Pengetahuan itu dianggap kontruksi dari mereka yang belajar dibentuk oleh pengalaman

individual. 2) Siswa harus aktif mengolah informasi dengan berbagai cara, misalnya melalui

interaksi dengan sesama siswa atau dengan guru. 3) Pengetahuan tidak ditransfer dari pikiran

seseorang ke pikiran orang lain. 4) Guru mengalami perbedaan individual dan berusaha

mengembangkan kemampuan siswa tersebut mengikuti alur proses kognitif siswa. 5)

Lingkungan belajar dan belajar itu sendiri bersifat komperatif, koloboratif dan suportif. 6)

Menghendaki siswa yang aktif, bukannya guru yang aktif. Dalam paradigma belajar, peran

guru sebagai fasilitator atau pembimbing belajar. Pembelajaran adalah membimbing atau

men-dorong siswa aktif mengolah informasi, mendorong siswa berani mengutarakan ide-

idenya, mau belajar dari kesalahan, berdiskusi dengan siswa lain dan guru. Melalui paradigma

belajar, siswa memiliki kesempatan lebih besar mengembangkan dirinya menjadi manusia

yang lebih mandiri, demokratis, berfikir variatif dan bersikap kritis.

Page 9: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

478 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019

Berbeda dengan metode konvensional yang menempatkan siswa sebagai pendengar

setia dari apa yang disampaikan guru, metode pemecahan masalah menempatkan siswa

sebagai subjek utama, yang secara aktif ikut ambil bagian dalam proses pembelajaran,

khususnya untuk memecahkan masalah-masalah yang disodorkan guru kepada siswa,

keberadaan guru hanyalah sebagai fasilitator proses belajar siswa yang membantu

menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa belajar dengan baik (Mujiono, 1999: 138).

Menurut Sriyono (1992: 118), “Metode pemecahan masalah adalah suatu cara

pembelajaran dengan menghadapkan siswa kepada sesuatu masalah dipecahkan atau

diselesaikan”, dengan demikian metode pemecahan masalah mendorong dan memberikan

kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berinisiatip dan berfikir sistematis dalam

menghadapi suatu masalah pada penerapannya.

Metode ini cenderung akan lebih banyak menggunakan pendekatan belajar secara

kelompok. Dengan ini diharapkan melalui sosialisasi yang dilakukan dalam kelompok siswa

berlatih bekerja sama, berkoordinasi, saling tukar pikiran, dan mengembangkan komunikasi

yang baik kepada guru maupun sesama rekan-rekannya.

METODE

Metode penelitian menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam

dua siklus setiap siklus terdiri dua kali pertemuan, dengan empat tahap penelitian:

perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi

kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019 dengan jumlah

32 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes, dan

dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

kualitatif.

Tabel 1. Jadwal Penelitian Tindakan Kelas

No Kegiatan Tahun Pelajaran 2018/2019

Januari Februari Maret April

1. Pembuatan Proposal

2. Penyusunan Instrumen

3. Pelaksanaan Siklus I

4. Pelaksanaan Siklus II

5. Analisis Data

6. Penyusunan Laporan

Dari tabel jadwal di atas, dapat diketahui bahwa tahapan kegiatan dalam penelitian ini adalah:

a. Pembuatan dan pengajuan proposal pada bulan Januari 2019.

b. Penyusunan instrumen penelitian pada bulan Januari 2019.

c. Pelaksanaan siklus I pada bulan Februari 2019.

d. Pelaksanaan siklus II pada bulan Maret 2019.

e. Analisis data pada bulan April 2019.

f. Penyusunan laporan hasil penelitian pada bulan April 2019.

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah seluruh siswa kelas VIII H SMP Negeri 3

Sukoharjo Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran

2018/2019 yang berjumlah 32 siswa. Objek penelitian adalah meningkatkan hasil belajar

mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah bagi

siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo melalui penerapan metode problem based

learning.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes

tertulis. Metode tes tertulis digunakan untuk mengetahui data hasil belajar mengidentifikasi

unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem

based learning pada siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo pada siklus I dan siklus II.

Page 10: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 479

Selain itu, pengumpulan data juga meliputi: (a) Teknik pengamatan (observasi) yang

dilakukan oleh peneliti adalah pengamatan berperan serta secara pasif. Pengamatan tersebut

dilakukan terhadap penggunaan media gambar oleh guru dan proses kegiatan diskusi oleh

siswa di kelas. Peneliti yang sekaligus sebagai guru mengamati situasi kelas saat kegiatan

belajar mengajar berlangsung. (b) Teknik analisis kritis dilakukan terhadap hasil hasil belajar

mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah melalui

metode problem based learning pada siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.

Untuk menguji validitas data, digunakan teknik (a) Trianggulasi sumber data, misalnya

data tentang kesulitan-kesulitan guru dan pembelajaran tidak komunikatif disampaikan

kepada siswanya; (b) Trianggulasi metode, misalnya data tentang peningkatan prestasi belajar

siswa, selain diperoleh melalui observasi langsung (pengamatan), terhadap sikapnya selama

pembelajaran juga didapat dari wawancara dan analisis dokumen berupa pekerjaan siswa. (c)

Terakhir, review informan, teknik ini digunakan cek kembali kepada informan, apakah data

yang diperoleh dari hasil wawancara sudah valid atau belum.

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini dapat dilihat secara umum dengan

membandingkan peningkatan nilai hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang

disajikan dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning siswa dari

satu siklus ke siklus berikutnya. Keberhasilan tindakan siklus I diketahui dengan cara

membandingkan dengan nilai hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan

dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning siswa pada kondisi

awal. Sedangkan keberhasilan tindakan pada siklus II diketahui dengan cara membandingkan

nilai hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas

atau naskah melalui metode problem based learning dengan siklus I. Sedangkan indikator

kerja tindakan dapat dilihat dari kriteria yang telah ditentukan peneliti, sebagai berikut:

a. Adanya peningkatan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan

dalam bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning pada siswa kelas

VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo dari kondisi awal ke siklus I, dan dari siklus I ke siklus II.

b. Minimal 80% siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo mencapai nilai KKM yang

ditentukan dalam pelajaran mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam

bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning yaitu 75.

c. Nilai rata-rata hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam

bentuk pentas atau naskah melalui metode problem based learning siswa kelas VIII H

SMP Negeri 3 Sukoharjo mencapai nilai KKM 75.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Prestasi Belajar Siswa Kondisi Awal

Gambar 1. Grafik Prestasi Belajar Siswa Kondisi Awal

60

8070

Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata

Kondisi Awal

Page 11: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

480 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019

Dari data nilai hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam

bentuk pentas atau naskah pada kondisi awal di atas, nilai rata-rata siswa kelas VIII H adalah

70, masih di bawah nilai KKM yang ditetapkan yaitu 75. Nilai tertinggi siswa 80, nilai

terendah 60 dan jumlah siswa kelas VIII H yang mencapai nilai KKM hanya 17 siswa

(53,13%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.

Melihat kondisi rendahnya hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang

disajikan dalam bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo

tersebut, maka peneliti sebagai guru di kelas VIII H akan melaksanakan suatu penelitian

tindakan kelas melalui penerapan metode problem based learning.

Hasil Pembelajaran Siklus I

Gambar 2. Grafik Prestasi Belajar Siswa Siklus I

60

90 75

Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata

Siklus I

Pada siklus I guru peneliti sudah menerapkan metode problem based learning dalam

pembelajaran mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau

naskah. Nilai rata-rata hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam

bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo adalah 75, nilai

tertinggi 90 dan nilai terendah adalah 60. Sedangkan jumlah siswa yang mencapai nilai KKM

sebanyak 21 siswa (65,63%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.

Dengan capaian hasil belajar pada siklus I yang belum mencapai indikator kinerja yang

ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu siswa yang tuntas belum mencapai 80% dari total

seluruh siswa kelas VIII H, maka peneliti memutuskan untuk melanjutkan pada tindakan

siklus II dengan tetap menerapkan metode problem based learning.

Hasil Pembelajaran Siklus II

Gambar 3. Grafik Prestasi Belajar Siswa Siklus II

70

9085

Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata

Siklus II

Page 12: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019 481

Pada siklus II peneliti menerapkan metode pembelajaran metode problem based

learning. Nilai rata-rata hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan

dalam bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo adalah 85, nilai

tertinggi 90 dan nilai terendah 70. Jumlah siswa yang mencapai nilai KKM sebanyak 27 siswa

(84,38%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.

Peningkatan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam

bentuk pentas atau naskah pada siklus II ini sudah mencapai indikator kinerja penelitian.

Sehingga peneliti memutuskan untuk menghentikan penelitian tindakan kelas ini.

Pembahasan

Setelah peneliti melaksanakn tindakan penelitian melalui penerapan metode problem

based learning, secara empiris diperoleh data peningkatan hasil belajar mengidentifikasi

unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP

Negeri 3 Sukoharjo Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran

2018/2019 dari kondisi awal, siklus I dan siklus II sebagai berikut.

Tabel 2. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa

Uraian Kondisi awal Siklus I Siklus II

Tindakan

Pembelajaran

Belum menerapkan

metode PBL

Sudah menerapkan

metode PBL

Sudah menerapkan

metode PBL

Nilai terendah

Nilai tertinggi

Nilai rata-rata

KKM

Ketuntasan

60

80

70

75

17 siswa (53,13%)

60

90

75

75

21 siswa (65,63%)

70

90

85

75

27 siswa (84,38%)

Melalui penerapan metode problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar

mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah. Pada

kondisi awal peneliti belum metode problem based learning. Nilai rata-rata siswa kelas VIII H

adalah 70, masih di bawah nilai KKM yang ditetapkan yaitu 75. Nilai tertinggi siswa 80, nilai

terendah 60 dan jumlah siswa kelas VIII H yang mencapai nilai KKM hanya 17 siswa

(53,13%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.

Pada siklus I guru peneliti sudah menerapkan metode problem based learning dalam

pembelajaran mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau

naskah. Nilai rata-rata hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam

bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo adalah 75, nilai

tertinggi 90 dan nilai terendah adalah 60. Sedangkan jumlah siswa yang mencapai nilai KKM

sebanyak 21 siswa (65,63%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.

Pada siklus II, nilai rata-rata hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang

disajikan dalam bentuk pentas atau naskah siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo

adalah 85, nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 70. Jumlah siswa yang mencapai nilai KKM

sebanyak 27 siswa (84,38%) dari total 32 siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo.

Jadi, melalui penerapan metode problem based learning dapat meningkatkan hasil

belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah

dari kondisi awal nilai rata-rata 70 dengan ketuntasan 53,13% ke kondisi akhir pada siklus II

nilai rata-rata 85 dengan ketuntasan 84,38% pada siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo

semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019.

Hasil tindakan secara empirik yaitu: melalui penerapan metode problem based learning

dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan dalam

bentuk pentas atau naskah dari kondisi awal nilai rata-rata 70 dengan ketuntasan 53,13% ke

kondisi akhir pada siklus II nilai rata-rata 85 dengan ketuntasan 84,38% pada siswa kelas VIII

H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019.

Page 13: PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGIDENTIFIKASI UNSUR …

Siti Suryani – SMP Negeri 3 Sukoharjo, Jawa Tengah

482 Jurnal Education and Economics – Vol.02, No.04 (Oktober-Desember) 2019

SIMPULAN

Hipotesis menyatakan diduga melalui penerapan metode Problem Based Learning

(PBL) dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan

dalam bentuk pentas atau naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester

2 Tahun Pelajaran 2018/2019. Dari data empirik menyatakan melalui penerapan metode

Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-

unsur drama yang disajikan dalam bentuk pentas atau naskah dari kondisi awal nilai rata-rata

70 dengan ketuntasan 53,13% ke kondisi akhir pada siklus II nilai rata-rata 85 dengan

ketuntasan 84,38% bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester 2 Tahun

Pelajaran 2018/2019.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan metode Problem Based Learning

(PBL) dapat meningkatkan hasil belajar mengidentifikasi unsur-unsur drama yang disajikan

dalam bentuk pentas atau naskah bagi siswa kelas VIII H SMP Negeri 3 Sukoharjo Semester

2 Tahun Pelajaran 2018/2019.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Cetakan Ke-1. Jakarta: Caps.

Farhan, & Retnawati. 2014. Keefektifan PBL dan IBL ditinjau dari prestasi belajar,

kemampuan representasi matematis, dan motivasi belajar. Jurnal Riset Pendidikan

Matematika, 1(2).

Hasanuddin. 1996. Drama karya Dalam Dua Dimensi, Bandung: Angkasa.

Jauhari, H. (2013). Terampil Mengarang. Bandung: Nuansa Cendika.

Kosasih E. 2016. Cerdas berbahasa indonesia untuk SMA/MA kelas X. Jakarta: Erlangga

Marpaung, Happy 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung : Alfabeta.

M. Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum &

Konsep Islami. Refika Aditama: Bandung.

Nasution. 1995. Metode Research. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Ngalim Purwanto. 1986. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Permendikbud Nomor 32 Tahun 2013

Permendikbud Nomor 21 tahun 2016

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016

Rahmasari. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD. Basic Education

Setyorini, dkk. 2011. Penerapan model problem based learning untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia

Slameto. 2000. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rineka Cipta, Jakarta

Sriyono. (1992). Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA. Jakarta: Melton Putra

Tarigan, H.G. (2011). Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa Thahar.

Waluyo. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widyasari Press.

Winkel, W. S. 2004. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.