penilaian performa pengelolaan perikanan menggunakan ... - eafm ikan terbang selat... · penilaian...

67
Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM Kajian pada perikanan ikan terbang di Selat Makassar (WPP713). 8/15/2012 Syamsu Alam Ali Universitas Hasanuddin Makassar

Upload: lamhanh

Post on 11-Feb-2018

243 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

1

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM Kajian pada perikanan ikan terbang di Selat Makassar (WPP713). 8/15/2012 Syamsu Alam Ali Universitas Hasanuddin Makassar

Page 2: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

2

Daftar Isi 1 Pendahuluan .........................................................................................................3

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................3

1.2 Tujuan dan Manfaat Studi ............................................................................5

2 Sekilas Kondisi Perikanan ...................................................................................6

2.1 Perikanan Ikan Terbang ...............................................................................6

3 Metode Penilaian Performa Indikator EAFM .................................................... 12

3.1 Pengumpulan data ...................................................................................... 12

3.2 Analisa Komposit ........................................................................................ 20

3.2.1 Teknis Flag Modeling: ......................................................................... 20

4 Analisis Tematik Pengelolaan Perikanan Ikan Terbang .................................. 24

4.1. Domain Habitat dan Ekosistem .............................................................. 24

4.2. Domain Sumberdaya Ikan ...................................................................... 25

4.3. Domain Teknik Penangkapan Ikan ........................................................ 28

4.4. Domain Sosial.......................................................................................... 30

4.5. Domain Ekonomi ..................................................................................... 31

4.6. Domain Kelembagaan ............................................................................ 32

5 Analisis Komposit Pengelolaan Perikanan ....................................................... 34

5.1.1 Domain Habitat dan Ekosistem .......................................................... 34

5.1.2 Domain Sumberdaya Ikan .................................................................. 36

5.1.3 Domain Teknik Penangkapan ikan .................................................... 37

5.1.4 Domain sosial ...................................................................................... 39

5.1.5 Domain Ekonomi ................................................................................. 39

5.1.6 Domain Kelembagaan......................................................................... 40

6 Pembahasan ....................................................................................................... 42

6.1 Metode dan analisa indikator EAFM yang digunakan ............................. 42

6.2 Performa Perikanan yang dikaji ................................................................. 53

7 Kesimpulan dan Rekomendasi .......................................................................... 61

7.1 Kesimpulan .................................................................................................. 61

7.1.1 Metode dan analisa indikator EAFM .................................................. 61

7.1.2 Pengelolaan perikanan dari hasil kajian EAFM ................................ 61

7.2. Rekomendasi ............................................................................................... 63

7.1.3 Metode dan analisa indikator EAFM. ................................................. 63

7.1.4 Pengelolaan perikanan dari hasil kajian EAFM ................................ 64

Page 3: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

3

1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan sumberdaya perikanan selain telah memberi

keuntungan pendapatan masyarakat dan negara, juga meninggalkan

permasalahan penangkapan berlebihan dan kerusakan habitat. Kedua

masalah tersebut muncul akibat pertambahan populasi manusia yang

memerlukan bahan makanan, peningkatan kapasitas alat, yang

mengarah kepada praktek penangkapan tidak ramah lingkungan yang

menyebabkan produksi perikanan menurun baik dalam skala lokal,

nasional dan global. Penangkapan berlebihan menyebabkan

menurunya kapasitas reproduksi dan kapasitas pemulihan stok.

Penangkapan berlebihan juga telah terjadi pada sumberdaya

perikanan di beberapa wilayah perairan Indonesia terutama spesies-

spesies yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Salah satu diantaranya

adalah ikan terbang (Hirundichthys oxycephalus). Ikan terbang

mengalami kemunduran stok akibat penangkapan berlebihan terhadap

telur dan induknya yang belum pernah menurunkan generasinya. Kondisi

tangkap lebih sumberdaya ikan terbang di Selat Makassar telah

dilaporkan oleh Nessa et al. (1977) Dwiponggo, et al. (1983); Nessa, et al.

(1992); Ali et al. (2005); Dirhamsyah et al. (2009) dengan berbagai

indicator seperti penurunan produksi secara nyata, penurunan CPUE,

penurunan potensi lestari, penurunan rata-rata ukuran ikan, nelayan

mencari daerah penangkapan baru di luar Selat Makassar dan laut Flores,

berkurangnya Kabupaten yang menjadi basis perikanan ikan terbang dan

sebagainya.

Apabila hasil tangkapan tahun 1975 sebesar 11918 ton

dibandingkan dengan tahun 2005 sebesar 2856 ton maka dalam kurung

waktu 30 tahun produksi ikan terbang menurun sekitar 76 persen,

sehingga kejadian ini merupakan refleksi kemerosotan populasi ikan

terbang. Pada tahun 1980 ikan ini digolongkan sebagai sumberdaya

kritis yang perlu diperhatikan keberlanjutannya. Walaupun ikan terbang

Page 4: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

4

sudah banyak dilaporkan mengalami overfishing namun masih ada

pihak yang berpendapat bahwa ikan terbang tidak akan habis dan sampai

sekarang tetap berproduksi walaupun terjadi penurunan. Ikan terbang di

Selat Makassar tidak tertutup kemungkinan mengalami ancaman krisis

kepunahan jika tidak ada langkah pengelolaan yang baik. Kepunahan

ikan terubuk di Bagan Siapi Api adalah contoh kasus akibat eksploitasi

tidak terkendali terhadap induk dan telurnya. Hal serupa mungkin akan

terjadi pada ikan terbang di Selat Makassar dan laut Flores jika tidak

dilakukan pengelolaan perikanan dengan baik.

Perikanan ikan terbang di Selat Makassar merupakan suatu system

yang kompleks yang terdiri dari tiga dimensi yang saling terkait dan saling

ketergantungan secara dinamik. Ketiga dimensi tersebut adalah (1)

dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya, (2) dimensi

pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi

masyarakat; dan (3) dimensi kebijakan dan pengelolaan perikanan itu

sendiri. Pengelolaan perikanan ikan terbang di Selat Makassar tergolong

belum mempertimbangkan keseimbangan ketiga dimensi tersebut di atas

di mana kepentingan pemanfaatan untuk peningkatan kesejahteraan

sosial ekonomi masyarakat dirasakan lebih besar dibanding dengan

keberlanjutan sumberdaya dan ekosistemnya. Belum ada regulasi dan

pengendalian terhadap jumlah effort, pengendalian peningkatan kapasitas

alat tangkap untuk mengeksploitasi telur secara besar-besaran yang

dapat memutus siklus individu secara massiv. Pendekatan pengelolaan

ikan terbang masih bersifat parsial terbatas pada dimensi biologi,

pengelolaan belum terintegrasi dalam kerangka dinamika ekosistem

sumberdaya ikan terbang sebagai target pengelolaan. Pendekatan stock

assessment membutuhkan data dan informasi akurat, survey independen,

model yang rumit, sehingga banyak yang menilai tidak cukup memadai

untuk mengelola kelestarian sumberdaya perikanan yang bersifat multi-

dimensi.

Perikanan ikan terbang di Selat Makassar merupakan suatu system

yang kompleks yang terdiri dari tiga dimensi yang saling terkait dan saling

ketergantungan secara dinamik. Ketiga dimensi tersebut adalah (1)

Page 5: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

5

dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya, (2) dimensi

pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi

masyarakat; dan (3) dimensi kebijakan dan pengelolaan perikanan itu

sendiri. Oleh karena sifat kompleksitas sistem perikanan sehingga

memerlukan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan

(ecosystem approach to fisheries management) melalui pendekatan multi-

dimensi: sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknologi

penangkapan ikan, sosial, ekonomi dan kelembagaan. Pengelolaan

perikanan ikan terbang melalui pendekatan ekosistem bertujuan untuk

menyusun suatu strategi pengelolaan perikanan, bertanggung jawab dan

mampu meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha perikanan ikan

terbang secara berkelanjutan. Konsep ini diharapkan dapat mengubah

kebijakan pengelolaan perikanan ikan terbang yang berorientasi pada

target spesies menjadi pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan

melalui pendekatan ekosistem.

1.2 Tujuan dan Manfaat Studi

Tujuan pengkajian pengelolaan perikanan ikan terbang berbasis

ekosistem di Wilayah Pengelolaan Perikanan, WPP 713 adalah:

a. Mengetahui status keberlanjutan pengelolaan sumberdaya ikan

terbang.

b. Menganalisis faktor-faktor kunci atau atribut-atribut yang menentukan

keberlanjutan pengelolaan sumberdaya ikan terbang berbasis

ekosistem.

c. Merumuskan dan menentukan alternatif kebijakan dan skala prioritas

pengelolaan perikanan ikan terbang.

Manfaat dari hasil pengkajian pengelolaan perikanan ikan terbang

berbasis ekosistem di Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP 713 adalah:

a. Menjadi referensi untuk pemerintah pusat maupun pemerintah

provinsi dan kabupaten dalam merumuskan kebijakan dan strategi

pengelolaan perikanan ikan terbang secara berkelanjutan.

Page 6: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

6

b. Menjadi informasi atau pedoman bagi nelayan dan pengusaha yang

terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya ikan terbang di WPP 713

secara berkelanjutan.

c. Hasil kajian dapat diterapkan dalam pengelolaan perikanan ikan

terbang berdasarkan pendekatan ekosistem, bermanfaat untuk

menjaga kelestarian ekosistem, mencegah terjadinya degradasi

ekosistem dan tetap mendukung keberlanjutan ikan terbang, dan

mempertahankan manfaat social ekonomi jangka panjang ikan terbang

tanpa merusak ekosistem.

2 Sekilas Kondisi Perikanan 2.1 Perikanan Ikan Terbang

Ikan terbang Famili Exocoetidae di Selat makassar dan laut Flores

WPP 713 yang tertangkap dengan gillnet diidentifikasi sebanyak 7 jenis

yaitu: Hirundichthys oxycephalus, Cheilopogon abei, Cheilopogon suttoni,

Cheilopogon katoptron, Cypselurus poecilopterus, Parexocoetus

brachypterus, dan Parexocoetus mento (Ngonpa, 2006). Jenis ikan

terbang yang dominan adalah Hirundichthys oxycephalus (Gambar 1)

yang dikenal dengan nama lokal torani (Bugis) atau tuin-tuin (Makassar).

Populasi Hirundichthys oxycephalus diperkirakan sekitar 80-90 % dari

jenis-jenis ikan terbang lainnya. Di perairan Indonesia ikan terbang

ditemukan dibeberapa wilayah perairan seperti Selat Makassar, Laut

Flores, Laut Banda, Laut Seram, Laut Arafura, Laut Sulawesi, Laut Aru,

namun yang sudah dieksploitasi masih terbatas pada perairan tertentu

seperti Selat Makassar, laut Flores, Laut Seram, Laut Arafura dan Laut

Banda. Daerah penangkapan ikan terbang terutama pada wilayah

perairan yang dipengaruhi oleh upwelling (penaikan massa air) di Sebelah

Selatan Selat Makassar yang terjadi pada Musim Timur setiap tahun.

Page 7: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

7

Gambar 3. Ikan terbang, Hirundichthys oxycephalus (Torani)

Ikan terbang merupakan salah satu jenis ikan pelagik kecil yang

memiliki nilai sosial ekonomi cukup penting di WPP 713 khususnya di

Selat Makassar dan Laut Flores. Ikan terbang merupakan sumber

lapangan kerja dan sumber pendapatan nelayan setiap musim Timur

antara Maret sampai September. Ikan torani menghasilkan telur yang

berkualitas untuk komoditas ekspor sebagai sumber devisa negara,

dagingnya sebagai salah satu sumber protein bagi masyarakat yang

tinggal jauh dari laut seperti Toraja dan Enrekang. Secara ekologi ikan

terbang memeiliki peranan penting sebagai salah satu komponen pada

ekosistem pelagik serta dapat digunakan sebagai salah satu jenis umpan

dalam perikanan pancing tuna dan cakalang serta umpan dalam

kegiatan sport fishing.

Penangkapan ikan terbang bersama telurnya pada awalnya secara

turun temurun menggunakan alat tangkap tradisionil yang dikenal dengan

nama pakkaja atau bubu hanyut (drift traps). Pakkaja ini semacam

perangkap ikan berbentuk silinder yang terbuat dari bila-bila bambu,

kedua mulutnya diberi daun kelapa dan Sargassum sebagai tempat

pelekatan telur. Sargassum selain sebagai tempat perlekatan telur juga

berfungsi memberi aroma agar ikan dapat terangsang untuk datang

memijah pada pakkaja.

Penangkapan induk ikan terbang menggunakan jaring insang

hanyut (drift gill net) yang terbuat dari tali nilon mono filamen dengan

panjang jaring 500-1000 m dan mata jarring 1-1,25 inci. Alat ini

dioperasikan dengan cara menghadang ikan terbang yang sedang

bergerak. Perahu yang digunakan adalah perahu sandeq, perahu jukung,

Page 8: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

8

atau perahu motor tempel. Perahu ini mempunyai nakhoda 1 orang sawi

2-3 orang. Trip penangkapan dilakukan selama 1 hari.

Sekitar tahun 1990 pakkaja tidak lagi digunakan nelayan

menggantinya dengan alat bale-bale atau balla-balla. Bale-bale

menyerupai rumpon terbuat dari daun kelapa yang berfungsi menarik ikan

untuk berkumpul melakukan pemijahan dan meletakkan telurnya (fish

accumulation devices). Alat ini terbuat dari bingkai bambu ukuran 1,5 m x

0,5m kemudian pada bagian tengahnya diberi daun kelapa. Alat ini

digunakan untuk memanfaatkan tingkah laku ikan terbang yang senang

meletakkan telurnya pada benda-benda terapung seperti sisa-sisa

tanaman, daun kelapa kering, daun pisang, daun tebu kering, dan

sargassum. Alat ini menggunakan kapal patorani kekuatan 240-300 PK

atau 10-15 ton. Kapal ini mempunyai nakhoda 1 orang yang memiliki SKK

(surat kecakapan kemudi) dibantu dengan ABK atau sawi 4-5 orang. Trip

penangkapan dilakukan antara 20-30 hari.

Pada tahun 1960-1980 hampir seluruh Kabuten di Sulawesi

Selatan dan Sulawesi Barat yang berbatasan langsung dengan Selat

Makassar dan Laut Flores yaitu Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Pare-

Pare, Pinrang, Majene, Polmas, Mamuju, Takalar, Jeneponto, Bantaeng,

Bulukumba, dan Selayar pernah menjadi basis perikanan ikan terbang

khususnya nelayan pattorani yang menggunakan alat pakkaja atau bubu

hanyut. Pada tahun 1975-1980 telur ikan terbang pernah menjadi

penghasil devisa negara kedua setelah udang dari seluruh produksi

perikanan di Sulawesi Selatan. Eksploitasi telur dan induk ikan terbang di

Selat Makassar dan laut Flores yang tidak terkendali sejak puluhan tahun

lalu menyebabkan ikan terbang mengalami degradasi stok akibat upaya

penangkapan berlebihan. Kondisi penangkapan berlebihan ini

diindikasikan oleh basis penangkapan ikan terbang semakin berkurang

akibat penurunan hasil tangkapan dan pendapatan nelayan. Saat ini

basis perikanan ikan terbang sisa dijumpai di beberapa daerah yaitu: di

Kecamatan Galesong Selatan dan Galesong Utara Kabupaten Takalar

terdapat nelayan bale-bale penangkapan telur dan nelayan gillnet

penangkapap induk ikan terbang, di Kepulauan Pangkep Kabupaten

Page 9: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

9

Pangkep terdapat nelayan bale-bale penangkap telur ikan terbang, di

Ujung Lero Pinrang hanya terdapat nelayan gillnet ikan terbang, di

Kecamatan Somba Kabupaten Majene pada umumnya terdapat nelayan

gillnet ikan terbang, Kecamatan Pambusuang Kabupaten Polman

umumnya nelayan bale-bale penangkapan telur ikan terbang.

Akibat menurunnya hasil tangkapan telur di Selat Makassar maka

Nelayan Patorani Galesong Kabupaten Takalar tahun 2001 mulai merintis

daerah penangkapan telur ikan terbang yang baru di Laut Seram dan

Laut Arafura bahkan di Laut Banda. Nelayan patorani dari Galesong

Takalar berangkat ke Laut Seram pada bulan April sampai September.

Selama di Fak-Fak nelayan melakukan penangkapan 4-5 kali trip, dimana

setiap trip ada 25-30 hari. Pada tahun 2012 diperkirakan sekitar 700-800

buah perahu patorani telah melakukan persiapan untuk berangkat ke

Laut Seram dengan basis penangkapan di Kabupaten Fak-Fak. Nelayan

telur ikan terbang memilih Laut Seram karena hasil tangkapannya lebih

tinggi yakni dapat mencapai 150-300 kg/trip. Jika penangkapan dilakukan

di Selat Makassar dan laut Flores hasilnya lebih rendah hanya sekitar

50-100 kg/trip. Walaupun hasil tangkapan telur di Selat makassar lebih

rendah, namun masih terdapat sekitar 300-500 nelayan patorani dengan

menggunakan bale-bale baik dari Galesong kabupaten Takalar maupun

beberapa pulau dari Kecamatan Kalmas Kabupaten Pangkep. Selain itu

di sebelah Selatan Selat Makassar, tepatnya di Kecamatan Pambusuang

Kabupaten Polman Sulawesi Barat terdapat sekitar 700-800 buah kapal

patorani penangkap telur yang menggunakan bale-bale (Galesong) atau

epe-epe (Mandar). Nelayan Pambusuang hanya beroperasi di Selat

Makassar di sekitar Kabupaten Mamuju, Majene, Polman, sekitar

Kepulauan Pangkep sampai di Laut Flores di sekitar Kabupaten

Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto.

Page 10: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

10

Gambar 2. Volume ekspor telur ikan terbang tahun 2007-2010 di

Sulawesi Selatan (Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi

Selatan, 2011).

Data eksport telur ikan terbang Sulawesi Selatan terdiri dari hasil

tangkapan dari Selat Makassar dan laut Flores dan hasil tangkapan dari

Laut Seram yang dikirim oleh nelayan Galesong dari Fak-Fak. Data

eksport telur ikan terbang antara tahun 2007-2010 (DKP SULSEL, 2011)

menunjukkan kecenderungan penurunan sekitar 30% dari tahun 2007

hingga tahun 2010 atau rata-rata turun 10% setiap tahun (Gambar 2).

Volume eksport telur ikan terbang menurun diduga disebabkan oleh

karena produksi telur ikan terbang Selat Makassar dan Laut Flores

menurun akibat stoknya menurun, begitu pula kondisi stok ikan terbang di

Laut Seram juga diduga menurun akibat pernah mengalami tekanan

penangkapan yang tinggi, selain itu hasil tangkapan dari Laut Seram

kemungkinan sebagian dipasarkan ke daerah lain seperti Surabaya dan

Ambon.

Hasil analisis data volume eskpor telur ikan terbang pada 3

Perusahaan Eksportir menunjukkan tahun 2007 eksport telur ikan terbang

Sulawesi Selatan 864,433 ton dengan nilai Rp.259,329 milyar, terdiri dari

hasil tangkapan di Laut Seram 73% (631,036 ton) dan Selat Makassar

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

2007 2008 2009 2010

644,433700,378 680,830

600,876

Volu

me

eksp

or T

elur

ikan

terb

ang

(Ton

)

Tahun

Page 11: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

11

27% (233,396 ton). Pada tahun 2010 ekspor telur ikan terbang Sulawesi

Selatan 600,870 ton dengan nilai Rp.210,350 milyar, terdiri dari hasil

tangkapan di Laut Seram 58 % (348,504 ton) dan Selat Makassar 42%

(252,365 ton). Antara tahun 2007 dengan 2010 ekspor telur ikan terbang

Sulawesi Selatan turun 263,563 ton, hasil tangkapan telur ikan terbang

Laut Seram turun 282,532 ton, dan Selat Makassar relative sedikit naik.

Penurunan produksi laut seram diduga akibat tekanan upaya

penangkapan yang terlalu tinggi sekitar 900 armada kapal patorani dari

Galesong Takalar. Akibatnya, tahun 2009-2010 armada patorani

Galesong berkurang ke Laut Seram. Adapun Negara yang menjadi tujuan

ekspor telur ikan terbang dari Sulawesi Selatan adalah China, Jepang,

Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, Swedia dan Lithuania.

Gambar 3. Perkembangan produksi ikan terbang Propinsi Sulawesi

Selatan periode 1985-2011

Hasil analisis data perkembangan produksi ikan terbang periode

1985-2011 (Gambar 3) paling tinggi terjadi pada tahun 1985 mencapai

7.112 ton. Produksi ikan terbang pada tahun-tahun tersebut ketika alat

tangkap pakkaja masih digunakan nelayan. Total produksi kemudian terus

Page 12: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

12

menurun sampai pada tingkat 4,174 ton pada tahun 1990 dimana saat itu

pakkaja sudah diganti dengan bale-bale. Walau pada periode 1990-2000

terdapat kenaikan yang cukup signifikan namun total produksi ikan

terbang tetap tidak mencapai lebih dari total produksi pada tahun 1985.

Pada tahun 2000 total produksi mencapai pada angka 6.581 ton. Setelah

mencapai total puncak produksi ke dua, produksi ikan terbang mengalami

penurunan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun dengan puncak

penurunan total produksi terjadi pada tahun 2005, yakni sebesar 2.856

ton. Turunnya produksi ikan terbang dari tahun 2001 sekitar 6400 ton

3 Metode Penilaian Performa Indikator EAFM

3.1 Pengumpulan data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan

langsung di lapangan, wawancara, dan pengisian kuisioner. Wawancara

dilakukan terhadap pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan

perikanan terbang. Pihak pemerintah seperti staf Dinas Perikanan dan

Kelautan Propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat; staf Dinas

Perikanan dan Kelautan Kabupaten dan Kota, staf Balai Pengelolaan dan

Konservasi Sumberdaya Pesisir, staf Balai Budidaya Air Payau Takalar,

pengusaha eksportir telur, pedagang pengumpul, ponggawa, pengolah

ikan, pedagang ikan, pemilik kapal patorani, sawi atau anak buah kapal

(ABK), tokoh nelayan, dan pemerintahan desa di Kecamatan Galesong di

Takalar; Ujung Lero Pinrang, Kecamatan Pambusuang Mamuju,

Kecamatan Sendana Majene.

Pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data dan

informasi yang sudah tersedia (tercatat) pada instansi pemerintah maupun

swasta. Misalnya Dinas Perikanan Propinsi dan Dinas Perikanan dan

Kelautan Kabupaten dan Kota, Perguruan Tinggi, Perdagangan,

Eksportir, Tempat Pendaratan Ikan, Pedagang Pengumpul, Balai

Page 13: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

13

Pengelolaan dan Konservasi Sumberdaya Pesisir, Balai Budidaya Air

Payau Takalar.

Data yang dikumpulkan berdasarkan tujuan penelitian ini meliputi

enam dimensi pengelolaan yaitu: (1) Dimensi sumberdaya ikan, (2)

dimensi habitat dan ekosistem, (3) dimensi teknologi penangkapan (4)

dimensi soaila, (5) dimensi ekonomi, dan dimensi (6) dimensi

kelembagaan. Data yang dikumpulkan setiap dimensi adalah sebagai

berikut:

Tabel 1. Dimensi, metodologi, dan kiriteria setiap indikator (KKP,

WWF, PKSPL-IPB, 2012).

1. Dimensi sumberdaya ikan

No Indikator/ atribut Penjelasan Metodologi/

Pengumpulan data Kriteria

1 CPUE Hasil tangkapan Persatuan Upaya (Trip/kapal)

Fishlanding di TPI dan eksportir

1 : menurun tajam 2 : menurun sedikit 3 : stabil atau meningkat

2 Ukuran Ikan

Perubahan ukuran panjang ikan (TL atau SL)

sampling, pengukuran panjang dan membandingkan rata-rata panjang selama 10 – 15 tahun yang lalu

1 : Ukuran ikan semakin Kecil 2 : ukurtan relatif tetap 3 : ukaran semakin Panjang

3 Proporsi Ikan Muda

Persentase ikan yang tertangkap yang belum matang

Sampling dan pengukuran TKG.

1 : Banyak sekali (> 60%) 2 : Banyak (30-60%) 3 : Sedikit (<30%)

4 Komposisi Spesies

Perbandingan jenis ikan target dan non target

Observasi, sampling dan data sekunder

1 : Proporsi ikan target lebih sedikit

2 : proporsi ikan target sama dengan non target

3 : Proporsi ikan non target lebih besar

5 Spesies ETP yang tertangkap

ETP (Endangered Threatened Protected) spesies

survei, sampling, wawancara

1 : banyak tangkapan ETP( >5 spesies)

2 : sedikit tangkapan spesies ETP (1-5 spesies)

3 : tidak ada tangkapan spesies ETP

6 Range collaps

SDI semakin jauh ditemukan

Survei dan wawancara 1: Fishing ground sangat jauh 2: Fishing ground Jauh 3: fishing ground relatif Tetap

Page 14: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

14

2. Dimensi habitat dan ekosistem

No Indikator/ atribut Penjelasan

Metodologi/ Pengumpulan

data Kriteria

1 Pencemaran Perairan

Terindentifikasi limbah pencemar bahan kimia dan berbahaya beracun

Data sekunder 1 : tercemar 2 : tercemar sedang 3 : tidak tercemar

2 Kekeruhan Tingkat kekeruhan (visibility)

Survei, data sekunder dan secchi disk

1 : visibility rendah (0-5 meter) 2 : visibility sedang ( 5-10 meter) 3 : visibility tinggi( > 10 meter)

3 eutrofikasi Tingkat pencemaran akibat masuknya unsur hara yang memicu pertumbuhan fitoplankton

Survei, data sekunder atau data citra satelit

1 : konsentrasi Klorofil a > 10 mg/m3

2 : konsentrasi Klorofil a > 10-20 mg/m3

3 : konsentrasi Klorofil a < 10 mg/m3

4 Status ekosistem lamun

Luas tutupan ekosistem lamun

Survei, data sekunder, citra satelit

1: tutupan rendah, <29,9% 2: tutupan sedang, 30-49,9% 3: tutupan tinggi, >50%

5 Status mangrove

Perubahan luasan mangrove

Data sekunder atau citra satelit

1 : luasan mangrove berkurang dari data awal

2 : luasan magrove tetap dari data awal

3 : luasan mangrove bertambah dari data awal

6 Status terumbu karang

Persentase tutupan karang

Transek, data sekunder atau citra satelit

1: tutupan rendah <25% 2: tutupan sedang, 25 49,9% 3: tutupan tinggi, 50%

7 Habitat khusus (upwelling) sebagai nursery ground, feeding ground dan spawn ground

Daerah penaikan massa air sebagai daerah yang subur

data sekunder atau data citra satelit

1 : tidak diketahui adanya habitat khusus upwelling

2: diketahui adanya habitat upwelling tapi tidak dikelola dengan baik

3: diketahui adanya habitat upwelling dan dikelola dengan baik

8 Status dan produktivitas estuary

Tingkat produktivitas estuary

Data sekunder atau citra satelit

1: produktivitas rendah 2: produktivitas sedang 3: produktivitas tinggi

Page 15: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

15

3. Dimensi teknik penangkapan

No

Indikator/ atribut Penjelasan

Metodologi/ Pengumpulan

data Kriteria

1 Metode pangkapan ikan yang bersifat dektruktif dan ilegal

Penggunaan alat yang merusak dan tidak sesuai peraturan

Survei dan Laporan hasil pengawasan

1: frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun

2: frekunsi pelanggaran 5-10 kasus per tahun

3: frekunsi pelanggaran <5 kasus per tahun

2 Modifaksi alat penangkapan

Perubahan alat tangkap untuk penangkatan kapasitas

Survei dan wawancara

1: penambahan hasil tangkapan 0-25% 2: penambahan hasil tangkapan 25-50% 3: penambahan peningkatan hasil tangkapan >100%

3 Fishing capacity dan effort

Besarnya kapasitas penangkapan(perbandingan antara kapasitas tahun awal dan tahun akhir)

Wawancara dan survei

1: R < 1 2: R = 1 3: R > 1

4 Selektivitas penangkapan

Penggunaan alat tangkap yang tidak selektif

Survei dan wawancara

1: rendah, >75% 2:sedang, 50-75% 3: tinggi, >50%

5 Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal

Sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal

Survei 1: kesesuaiannya rendah, >50% 2:kesesuaiannya sedang, 30-50% 3:kesesuaiannya tinggi, <30%

6 Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan

Kualifikasi kecakapan awak kapal perikanan

Sampling kepemilikan sertifikasi melaut

1: kepemilikan sertifikat, <50% 2: kepemilikan sertifikat, 50-75% 3: kepemilikan sertifikat >75%

Page 16: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

16

4. Dimensi sosial

No Indikator/atribut Penjelasan Metodologi/

Pengumpulan data

Kriteria

1 Pertisipasi pemangku kepentingan

Keterlibatan pemangku kepentingan

Kuisiner dan wawancara

1: <50% 2:50-100% 3:100%

2 Kelompok masyarakat

Kelompok masyarakat yang berhubungan dengan pengelolaan SDI

wawancara 1:tidak ada 2:ada tetapi tidak berhubungan dengan pengelolaan SDA 3:ada dan berhubungan dengan pengelolaan SDA

3 Sistem pongawa sawi

Hubungan kerja antara pongawa dan sawi (nelayan)

wawancara 1: ada dan nelayan bergantung kepadanya 2: ada tetapi nelayan tidak terikat sepenuhnya 3:tidak ada sistem pongawa sawi

4 Konflik perikanan

Resource conflict, policy confict, fishing gear conflict, konflik antar sektor

wawancara 1: > 5 kali/tahun 2: 2-5 kali/tahun 3: < 2 kali/tahun

5 Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan SDI (termasuk didalamnya TEK, traditional ecological knownledge)

Pemanfaatan pengetahuan lokal yang terkait dengan pengelolaan perikanan

wawancara 1: tidak ada 2: ada tapi tidak efektif 3: ada dan efektif digunakan

Page 17: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

17

5. Dimensi ekonomi

No Indikator/atribut Penjelasan Metodologi/

Pengumpulan data

Kriteria

1 Kepemilikan aset

Perubahan jumlah aset usaha RTP.

Wawancara dan kuisioner

1: nilai aset berkurang, <50%

2: nilai aset tetap, 50% 3: nilai aset bertambah,

50% 2 Nilai tukar

nelayan (NTN) Rasio penerimaan terhadap pengeluaran.

Kuisioner, data sekunder (PUSDATIN)

1:<100 2:100 3:>100

3 Pendapatan rumah tangga perikanan dan UMR

Pendapatan total RTP yang dihasilkan dari usaha RTP dan non perikanan.

Survei dan wawancara

1: < rata-rata UMR 2: = rata-rata UMR 3: > rata-rata UMR

4 Saving rate (bagaimana dengan hutang?)

Perbandingan antar selisih pendapatan dan pengeluaran rumah tanggga nelayan dengan pendapatannya

Wawancara dan kuisioner

1: < bunga kredit pinjaman 2: = bunga kredit pinjaman 3: > bunga kredit pinjaman

Page 18: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

18

6. Dimensi kelembagaan

No

Indikator/atribut Penjelasan

Metodologi/ Pengumpulan

data Kriteria

1 Kepatuhan terhadap peraturan formal dalam pengelolaan perikanan

Tingkat kepatuhan pemangku kepentingan terhadap peraturan formal

Laporan/cacatan pelanggaran formal dari pengawas dan Wawancara/kuisioner terhadap key person

1: > 20 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan

2: 5-20 kali terjadi pelanggaran hukum

3: <5 kali pelanggaran hukum

2 Kepatuhan terhadap peraturan non formal dalam pengelolaan perikanan

Tingkat kepatuhan pemangku kepentingan terhadap peraturan non formal

Laporan/cacatan pelanggaran non formal dari pengawas dan Wawancara/kuisioner terhadap key person

1: >5 informasi pelanggaran

2: >3 informasi pelanggaran

3: tidak ada informasi pelanggaran

2 Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan

Sejauh mana kelengkapan regulasi dalam pengelolaan perikanan

Survei dan wawancara

1: tidak ada 2:ada tapi tidak lengkap 3:ada dan lengkap

3 Jumlah aturan main dalam pengelolaan perikanan

Sejauh mana pertambahan aturan main

Survei dan wawancara

1:ada tapi jumlahnya berkurang 2:ada tapi jumlahnya tetap 3:ada dan jumlahnya bertambah

4 Penegakan aturan main

Apakah ada penegakan aturan main

Survei, kuisioner dan wawancara

1:tidak ada penegakan peraturan 2:ada penegakan aturan namun tidak efektif 3:ada penegakan aturan dan efektif

5 Ketersedian saran dan SDM dalam penegakan peraturan

Apakah ada sarana dan SDM yang mendukung penegakan peraturan

Survei, kuisioner dan wawancara

1: tidak ada sarana dan SDM 2:ada sarana dan SDM tapi tidak ada tindakan 3:ada sarana dan SDM serta ada penindakan

6 Mekanisme Ada mekanisme Survei, 1:tidak ada

Page 19: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

19

pengambilan keputusan

pengambilan keputusan dalam pengelolaan perikanan

wawancara, kuisioner dan analisis dokumen

mekanisme pengambilan keputusan 2: ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif 3: ada mekanisme dan berjalan efektif

7 Keputusan pengelolaan perikanan

Ada keputusan atau peratusan dalam pengelolaan perikanan

Survei, wawancara, kuisioner dan analisis dokumen

1: ada keputusan tapi tidak dijalankan 2:ada keputusan tidak sepenuhnya tidak dijalankan 3:ada keputusan dan dijalankan

8 Rencana pengeloaan perikanan (RPP)

Ada atau tidak ada RPP

Survei, wawancara dan kuisioner

1: belum ada RPP 2:ada RPP tapi belum dijalankan sepenuhnya 3:ada RPP dan telah dijalankan

9 Tingkat sigenitas kebijakan antar lembaga dalam pengelolaan perikanan

Sinergitas anatar lembaga dalam penentuan kebijakan

Survei, wawancara, kuisioner dan analisis dokumen

1: kebijakan antar lembaga berbeda kepentingan 2:komunikasi antar lembaga tidak efektif 3:sinergi antar lembaga berjalan baik

10 Konflik kebijakan pengelolaan perikanan

Konflik kebijakan antara lembaga

Survei, wawancara, kuisioner dan analisis dokumen

1: kebijakan yang saling bertentangan 2: kebijakan tidak saling mendukung 3:kebijakan saling mendukung

11 Kapasitas pemangku kepentingan

Seberapa besar frekuensi peningkatan kepentingandakam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem

Survei, wawancara dan kuisioner

1: tidak ada peningkatan 2:ada tapi tidak difungsikan 3:ada dan difungsikan

12 Keberadaan otoritas tunggal dalam pengelolaan perikanan

Single otoritas akan meningkatkan efektifitas kelembagaan pengelolaan perikanan

Survei dan wawancara

1:tidak ada Single otoritas 2:lebih dari satu otoritas 3:ada Single otoritas

Page 20: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

20

3.2 Analisa Komposit

Penilaian indikator EAFM merupakan sebuah sistem

multikriteria yang berujung pada indeks komposit terkait dengan

tingkat pencapaian pengelolaan perikanan sesuai dengan prinsip

EAFM. Dalam penelitian ini digunakan dua jenis “tools” untuk

mengubah indikator parsial menjadi indikator komposit yaitu (1).

Teknik Flag Modeling; dan (2) Teknik Rapfish (Direktorat SDI-KKP,

WWF Indonesia dan PKSPL-IPB, 2012).

3.2.1 Teknis Flag Modeling:

Analisis menggunakan pendekatan multi-criteria analysis (MCA) di

mana sebuah set kriteria dibangun sebagai basis bagi analisis keragaan

wilayah pengelolaan perikanan dilihat dari pendekatan ekosistem dalam

pengelolaan perikanan (EAFM) melalui pengembangan indeks komposit

(Adrianto, Matsuda, and Sakuma, 2005) dengan tahapan

1. Menentukan kriteria untuk setiap indikator masing-masing aspek

EAFM (habitat, sumberdaya ikan, teknis penangkapan ikan, sosial,

ekonomi dan kelembagaan);

2. Mengkaji keragaan untuk setiap indikator yang diuji;

3. Memberikan skor untuk setiap keragaan indikator pada masing-

masing WPP dengan skor skala Likert berbasis ordinal 1,2,3;

4. Menentukan bobot untuk setiap indikator;

5. Pengembangan indeks komposit masing-masing aspek dengan

model fungsi : (f)CAi = f (CAni … . n = 1,2,3 … . . m);

6. Kembangkan indeks komposit untuk seluruh keragaan EAFM dengan

fungsi sebagai berikut : WPPi = f (CAiy … . . y = 1,2,3 … z; z = 11)

Dari tiap indikator yang dinilai, kemudian dianalisis dengan

menggunakan analisis komposit sederhana berbasis rataan aritmetik yang

kemudian ditampilkan dalam bentuk model bendera (flag model) dengan

kriteria seperti pada Tabel 1.

Page 21: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

21

Tabel 2. Visualisasi Model Bendera untuk Indikator EAFM Pengelolaan Perikanan Ikan terbang di WPP-713.

Nilai Skor Komposit Model Bendera Deskripsi 100-125 Buruk 126-150 Kurang Baik 151-200 Sedang 201-250 Baik 256-300 Baik Sekali

3.2.2. Teknik Rapfish

Pengelolaan sumberdaya perikanan lebih merupakan kegiatan

mengelola perilaku manusia, dalam memanipulasi ekologi perikanan.

Akan tetapi aspek perilaku manusia tersebut sangat berkait dengan alat

tangkap, kapal, aspek biologis, pasar, manajemen serta alokasi dan

pemulihan kembali sumberdaya yang rusak, sehingga penelitian

perikanan dapat dianggap bersifat multi disiplin. Oleh karena itu, penilaian

terhadap kelestarian sumberdaya sudah saatnya untuk tidak dipetakan

berdasarkan pada satu kriteria tunggal yang bersifat

monodimensional/unidimensional, tetapi bersifat multidimensional.

Analisis tingkat kelestraian sumberdaya perikanan merupakan

permasalahan multivariate. Metode analisis keberlanjutan sumberdaya

perikanan ikan terbang dilakukan dengan pendekatan Multi Dimensional

Scaling (MDS). Salah satu pendekatan yang banyak digunakan dewasa

ini adalah pendekatan Rapfish (rapid appraisal technique for evaluating

fisheries sustainability) yang dikembangkan oleh Fisheries Center,

University of British Columbia (Kavanagh 2001) yang telah digunakan

oleh Fauzi dan Anna 2002; Hartono et al. 2005; Nababan et al. 2007.

Page 22: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

22

Gambar 2. Prosedur yang digunakan dalam aplikasi Rapfish (Alder

dkk.2000).

Analisis ordinasi Rapfish dilakukan melalui prosedur (Gambar 2).

1. Penentuan atribut sistem yang dikaji;

2. Penilaian setiap atribut dalam skala ordinal (Rap Scores) berdasarkan

kriteria keberlanjutan setiap dimensi;

3. Analisis ordinasi (Rap Analysis) untuk menentukan ordinasi dan nilai

stress;

4. Penyusunan indeks dan status keberlanjutan sistem yang dikaji secara

umum danpada setiap dimensi (distances);

Pengkajian Keberlanjutan

Simulasi Monte Carlo: Investigasi ketidakpastian

analisis

Analisis Leverage: Identifikasi anomali atribut

yang dianalisis

Ordinasi MDS Scaling: Rotasi plot ordinasi sehinggaBaik dan

Buruk horizontal

Skor Atribut: Menyusun titik referensi untuk baik, buruk

atau diantaranya

Review Atribut: untuk berbagai kategori dan konfirmasi kriteria

skoring

Identifikasi dan penentuan kegiatan berdasarkan pada

kriteria yang konsisten

Mulai

Page 23: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

23

5. Analisis sensitifitas (Leverage Analysis) untuk melihat atribut atau

peubah yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan,

6. Evaluasi pengaruh galat (Error). Langkah-langkah prosedur aplikasi

Rapfish dapat dilihat pada Gambar 2.

Penentuan atributsetiap dimensi adalah kemudahan untuk diberi

skor secara objektif, serta titik ekstrim keberlanjutannya dapat dinyatakan

secara sederhana sebagai baik atau buruk.Atribut yang dipilih harus

merefleksikan keberlanjutan setiap dimensi dan dapat dimodifikasi dengan

atribut lain jika informasinya telah tersedia (Pitcher dan Preikshot, 2001).

Atribut keberlanjutan ikan terbang, baik kuantitatif maupun kualitatif,

dikelompokkan ke dalam enam dimensi (sumberdaya ikan, habitat dan

ekosistem, sosial, ekonomi, teknologi penangkapan ikan, dan

kelembagaan). Dimensi pengelolaan dan atributnya digunakan

modifikasimanual dari WWF dan PKSPL (2012), pemberian skor untuk

setiap atribut ditentukan dengan menggunakan skala Likert (Tabel 1).

Dalam analisis RAPFISH, MDS digunakan untuk membangun peta

yang menggambarkan hubungan antar sejumlah objek berdasarkan tabel

jarak antar beberapa objek (Manly, 1994 dalam Alder et al., 2000). MDS

dalam RAPFISH didasarkan pada meta distantance, dalam aplikasi MDS

digunakan kuadrat jarak Euclidean (Pitcher, 1999 dalam Alder et al.,

2000). Kemudian dilakukan normalisasi nilai hasil skoring terhadap

Kuadrat Jarak Euclidean. Dalam analisis MDS, analisis tersebut

digunakan formula sebagai berikut : = ( )/ dimana: =

adalah rata-rata (mean) dan = standar deviasi. Sedangkan untuk

melakukan analisis dalam masing-masing dimensi maka dilakukan analisis

multivariat ke dalam peta layang-layang (Gambar 6).

Page 24: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

24

Gambar 8. Analisis Multivariate dalam Teknik RAPFISH (Alder et al., 2000 dalam Taryono, 2002).

4 Analisis Tematik Pengelolaan Perikanan Ikan Terbang

4.1. Domain Habitat dan Ekosistem

Ekosistem ikan terbang di Selat Makassar WPP-713 belum

tercemar secara fisik maun secara kimiawi oleh bahan berbahaya dan

beracun (B3) dan tidak terjadi indikasi eutrofikasi. Beberapa indikator

yang menunjukkan kualitas perairan WPP-713 cukup baik adalah

kecerahan tinggi (11-21 m), kekeruhan rendah (5-10 mg/m3), dan khlorofil

(0.3-0.9 mg/m3). Habitat pantai kemungkinan dapat berpengaruh

terhadap kualitas perairan dan tingkat kesuburan habitat ikan terbang di

daerah lepas pantai, misalnya tutupan terumbu karang yang cukup tinggi,

kerapatan dan luasan mangrove. Di Sulawesi Selatan pengaruh hutan

mangrove terhadap kesuburan lepas pantai kemungkinan berkurang

akibat kemunduran luasan hutan mangrove dari 150.000 ha pada tahun

1970 menjadi 77.000 ha pada tahun 2010. Selain itu, kesuburan habitat

ikan terbang bisa dipengaruhi oleh umbalan massa air atau upwelling di

Selat Makassar yang terjadi setiap musim Timur dengan luas sekitar

480.000 km2. Perairan inilah menjadi daerah pemijahan (spawning

ground), daerah asuhan (nursery ground), dan daerah penangkapan

(fishing ground) ikan terbang karena merupakan daerah yang subur dan

kaya makanan. Tutupan lamun yang rendah, estuary yang banyak

mengalami pendangkalan dan sedimentasi kemungkinan pengaruhnya

E t ik a

E k o lo g i sE k o n o m i s

T e k n is

S o s i a l

P e r i k a n a n A

P e r i k a n a n B

B a d

G o o dG o o d

Page 25: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

25

terhadap kesuburan habitat ikan terbang daerah lepas pantai lebih rendah

dibandingkan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Di

beberapa habitat terumbu karang sudah ada laporan dampak perubahan

iklim seperti bleaching namun skalanya relative kecil atau masih terbatas

seperti spot-spot tertentu di beberapa pulau di Kepulauan Spermonde.

Usaha atau kegiatan strategi adaptasi dan mitigasi yang sudah dilakukan

antara lain adalah kegiatan penelitian yang terkait mitigasi, rehabilitasi

ekosistem bakau di beberapa Kabupaten seperti Sinjai , Wajo, Bone,

Luwu, Pangkep, dan Barru. Kegiatan lain adalah rehabilitasi atau

transplantasi terumbu karang di beberapa pulau di Kota Makassar dan

beberapa pulau di Kepulauan Kabupaten Pangkajene.

4.2. Domain Sumberdaya Ikan

Ikan terbang sudah mengalami overeksploitasi yang diindikasikan

oleh merosotnya produksi telur dan produksi ikan terbang dari tahun 1985-

2011 (Gambar 6) (Dinas Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan, 2012).

Gambar 6. Perkembangan produksi telur dan ikan terbang 1985-2011

(Sumber: Dinas Perikanan Sulsel, 2012)

Kemerosotan populasi ikan terbang di Selat Makassar dan Laut

Flores juga diindikasikan oleh turunnya hasil tangkapan telur per upaya

(kg/trip). Berdasarkan hasil survey pada 10 nelayan di Selat Makassar dan

Page 26: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

26

laut Flores di peroleh CPUE telur ikan terbang tahun 2007 rata-rata 139,4

Kg/Trip dan pada tahun 2011 rata-rata CPUE turun menjadi 91,4 Kg/tirp

kapal bale-bale (Gambar 7).

Gambar 7. Perkembangan CPUE telur ikan terbang (Kg/Trip kapal

Patorani) di Selat Makassar dan Laut Flores (Sumber: Perusahaan eksportir telur ikan terbang, 2011)

Salah satu TPI (Tempat Pendaratan Ikan) yang memiliki koperasi

perikanan dan melakukan pencatatan ikan terbang yang mendarat setiap

hari adalah TPI Lamangkia di Kabupaten Takalar. Nelayan ikan terbang

yang mendaratkan ikannya di TPI tersebut adalah nelayan berasal dari

Pangkep, Maros, Makassar dan Takalar sendiri. Daerah penangkapan

nelayan tersebut meliputi Laut Flores dan Selat Makassar. Jumlah

nelayan jaring ikan terbang yang mendaratkan ikannya di TPI tersebut

berkisar antara 40-80 buah kapal. Lama trip penangkapan setiap kapal

hanya satu hari. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari TPI Lamangkia

Kabupaten Takalar, CPUE ikan terbang dari tahun 2002 sampai 2011

menunjukkan grafik yang berfluktuasi (Gambar 8). Pada tahun 2002

CPUE rata-rata 231,23 kg/trip kemudian pada tahun 2004 turun menjadi

199,0 kg/trip, kemudian kembali naik menjadi 235,44 kg/trip pada tahun

2006, lalu turun terus hingga tahun 2010 menjadi 96,83 kg/trip. Grafik ini

menunjukkan bahwa CPUE ikan terbang cenderung fluktuatif namun

CPUE antara tahun 2005 sampai 2011 terus menurun.

Page 27: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

27

Gambar 8. Perkembangan CPUE ikan terbang (Kg/Trip) Selat Makassar

dan Laut Flores (Sumber: TPI Lamangkia Kabupaten Takalar, 2012).

Gambar 9. Perkembangan Volume ekspor telur ikan terbang (Ton)

(Sumber: Dinas Perikanan Sulsel, 2012).

Selain itu, volume ekspor telur ikan terbang juga cenderung

menurun yaitu pada tahun 2007 sebesar 864,4 ton kemudian turun

menjadi 600,9 ton pada tahun 2010 (Gambar 9). Penurunan volume

ekspor telur ikan terbang di Sulawesi Selatan kemungkinan juga

Page 28: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

28

disebabkan karena telur dari luar yang biasanya masuk ke Makassar,

sekarang sudah dikirim melalui Ambon dan Surabaya.

Indikator kelebihan penangkapan juga diperlihatkan oleh

perubahan rata-rata ukuran panjang total dan panjang cagak. Antara

tahun 1977 dengan tahun 2012 rata-rata panjang total turun dari 202 mm

menjadi 196 mm dan rata-rata panjang cagak dari 172 mm menjadi 166

mm. Degradasi stok ikan terbang di Selat Makassar dan laut Flores juga

ditandai adanya pergeseran daerah penangkapan telur ke lokasi yang

lebih jauh seperti ke Laut Seram, Laut Arafura, dan Laut Banda. Kejadian

ini disebabkan oleh karena belum ada pengendalian upaya penangkapan

telur dan induk ikan yang terjadi secara berlebihan di Selat Makassar dan

laut Flores. Dua jenis alat yang digunakan dalam perikanan ikan terbang

yaitu bale-bale dan jaring insang hanyut tidak menangkap spesies non

target atau spesies endangered, treatned, dan protected (ETP).

4.3. Domain Teknik Penangkapan Ikan

Teknik penangkapan ikan masih ada yang tidak ramah lingkungan

misalnya frekwensi penggunaan bom ikan masih tinggi yaitu mencapai

10-25 kali setiap tahun. Kegiatan ini kemungkinan juga berdampak

terhadap habitat dan ekosistem ikan terbang.

Gambar 10. Kiri (pakkaja) dan kanan (bale-bale).

Perubahan alat tangkap telur ikan terbang dari pakkaja menjadi

bale-bale (Gambar 10) yang terjadi mulai pada tahun 1990 merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan penangkapan

Page 29: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

29

telur ikan terbang. Bale-bale ini sasarannya hanya telur ikan terbang

sehingga memiliki kapasitas penangkapan telur sangat tinggi yaitu bisa

mencapai 150-200 kg telur /trip sedangkan pakkaja hanya 50-100 kg/trip.

Selain kapasitas alat tangkap meningkat, juga terjadi peningkatan jumlah

upaya dan jumlah bale-bale dalam penangkapan telur ikan terbang.

Semakin banyak bale-bale yang digunakan maka peluang untuk

mendapatkan telur lebih banyak.

Peningkatan kapasitas alat tangkap juga terjadi pada jaring insang

hanyut yaitu adanya kecenderungan nelayan menambah panjang jaring

penambahan panjang jaring dari 500-1000 m menjadi 1000-1500 m.

Pembatasan panjang jaring maupun ukuran mata jaring sudah dituangkan

pada peraturan dalam RPP ikan terbang di Selat Makassar dan laut Flores

(WPP-713). Alat tangkap jaring insang hanyut merupakan salah satu

faktor penyebab stok ikan terbang merosot karena jaring insang hanyut

menangkap >60% induk-induk ikan matang gonad yang belum mijah

dimana didalam gonad betina masih terkandung telur yang jumlahnya

cukup besar. Kapal penangkapan telur ikan terbang (Gambar 11)

dilengkapi dengan mesin kekuatan 240-300 PK baik yang beroperasi di

Selat Makassar maupun yang beroperasi di laut Seram. Pada umumnya

kapal penangkap telur ikan terbang memiliki sertifikat awak kapal sesuai

aturan.

Gambar 11. Kiri (bentuk kapal telur ikan terbang Galesong Takalar),

kanan (kapal telur ikan terbang Pambusuang Polman).

Page 30: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

30

4.4. Domain Sosial

Salah satu penilaian indikator domain sosial dalam pengelolaan

ikan terbang adalah partisipasi pemangku kepentingan pada waktu

penyusunan RPP Ikan terbang Selat Makassar dan Laut Flores.

Partisipasi pemangku kepentingan cukup tinggi karena setiap kali

pertemuan diikuti oleh wakil nelayan bale-bale, nelayan jaring insang

hanyut, tokoh nelayan, pengusa eksportir telur, pengolah telur ikan

terbang, pengolah ikan terbang, pedagang ikan terbang, pemerintah

daerah, KKP Pusat, DKP Propinsi, DKP Kabupaten dan Kota yang terlibat

dalam pemanfaatan sumberdaya ikan terbang, Perguruan Tinggi, dan

Lembaga Penelitian. Pertemuan ini dilakukan beberapa kali mulai dari

tingkat Kabupaten, Provinsi sampai dengan di Tingkat Nasional.

Konflik yang terjadi pada perikanan ikan terbang adalah konflik

antara alat tangkap jaring insang hanyut yang menangkap ikan terbang

dan alat tangkap bale-bale yang menangkap telur ikan terbang di

Galesong Takalar. Nelayan bale-bale keberatan terhadap nelayan jaring

insang hanyut karena penangkapan induk ikan akan menurunkan hasil

tangkapan telur karena ikan tertangkap oleh jaring sebelum memijah.

Sebaliknya nelayan jaring insang hanyut keberatan atas penangkapan

telur karena akan mengurangi hasil tangkapan pada tahun berikutnya.

Sedangkan di Majene konflik seperti ini tidak terjadi, karena ada

pengetahuan atau kearifan lokal bahwa populasi ikan terbang yang akan

memijah tahun berikutnya bukanlah populasi ikan yang memijah tahun ini

karena ikan terbang mengalami kematian setelah memijah berulang-ulang

dalam satu musim pemijahan. Sehingga penangkapan induk yang telah

memijah sebaiknya tetap dilakukan. Informasi kematian ikan terbang

pasca pemijahan atau post spawning mortality dan usia ikan terbang lebih

satu tahun sesuai hasil penelitian Mahon, et al. (1986) dengan metode

frekwensi panjang; Campana et al. (1993) dengan metode pengamatan

otolit dengan radio isotop. Selain konflik penggunaan alat tersebut di atas

juga terjadi konflik penggunaan jalur penangkapan antara perikanan

Page 31: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

31

rakyat (perikanan tradisional) yang digunakan oleh jaring insang hanyut

dengan perikanan tangkap yang menggunakan kapal ukuran besar.

Terdapat pengetahuan tradisional seperti mengetahui keberadaan

ikan terbang yang digunakan dalam proses penangkapan: (1) cahaya

memutih yang kelihatan dari kejauhan diyakini sebagai cahaya yang

dikeluarkan oleh ikan terbang, (2) penggunaan penciuman mengenali bau

khas ikan terbang, (3) mencelupkan tangan sampai siku, apabila “terasa

hangat” diyakini terdapat gerombolan ikan terbang (4) kehadiran

gerombolan burung laut yang memiliki bentuk paruh bebek warna merah

maupun hitam, (5) pengetahuan nelayan telur ikan terbang di Majene

bahwa ikan terbang bertelur beberapakali (parsial spawning) dalam satu

musim kemudian mati pasca pemijahan.

4.5. Domain Ekonomi

Pertambahan nilai asset nelayan ikan terbang merupakan salah

satu indikator ekonomi yang dapat menunjukkan keberhasilan

peningkatan ekonomi nelayan dalam pengelolaan. Berdasarkan hasil

pengamatan dan wawancara baik terhadap nelayan bale-bale maupun

nelayan jaring insang hanyut tidak menunjukkan adanya pertambahan

asset seperti jumlah kapal dan mesin. Yang terjadi hanyalah

pertambahan kapasitas unit alat seperti penambahan jumlah bale-bale,

penambahan panjang jaring, perubahan kapasitas mesin. Berdasarkan

data dari Pusadatin penerimaan terhadap pengeluaran nelayan ikan

terbang berkisar antara 104,53-112,63.

Pendapatan rata-rata nelayan telur ikan terbang di Selat Makassar

dan laut Flores (WPP-713) berkisar antara Rp.473.000-Rp.1.203.000 per

bulan atau rata-rata Rp. 838.062 masih dibawah UMR Sulawesi Selatan

sebesar Rp. 1.190.000 per bulan kecuali nelayan yang menangkap di Laut

Seram (WPP-715) yaitu antara Rp.1.020.833-Rp.1.750.000 atau rata-rata

Rp.1.385.416 perbulan lebih tinggi dari nilai UMR Sulawesi Selatan.

Perbedaan ini disebabkan oleh karena Laut Seram adalah daerah

penangkapan baru dinama stok ikan terbangnya belum merosot seperti di

Selat Makassar dan laut Flores. Namun apabila tidak dikendalikan dengan

Page 32: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

32

baik maka stok ikan terbang di laut Seram juga akan mengalami kondisi

yang sama di Selat Makassar.

Saving rate nelayan ikan terbang negatif, rata-rata pengeluaran

nelayan lebih tinggi dari rata-rata pendapatan perbulannya (potensi

berhutangnya masih lebih tinggi). Kondisi ini disebabkan antara lain oleh

karena; pendapatan nelayan rendah, pola pikir nelayan yang konsumtif,

pola pikir bahwa pendapatan hari ini untuk kebutuhan hari ini, dan

ketergantungan hutang pada ponggawa.

4.6. Domain Kelembagaan

Kepatuhan nelayan terhadap peraturan formal masih tergolong

rendah karena masih terjadi pelanggaran 10-25 kali setiap tahun seperti

penggunaan bom ikan dan pelanggaran jalur penangkapan, sedangkan

kepatuhan terhadap peraturan non formal tidak ada karena tidak ada

peraturan-peraturan non formal yang berkaitan dengan penangkapan telur

ikan terbang. Kegiatan tradisional atau upacara ritual sebelum turun ke

laut masih tetap dilakukan terutama nelayan Galesong Takalar,

sedangkan upacara ritual nelayan Pambusuang Polman sudah banyak

ditinggalkan. Mekanisme pengambilan keputusan misalnya dalam

penyusunan RPP ikan terbang berjalan baik karena diikuti oleh hampir

semua stakeholders yang diawali dengan lokakarya akademik,

pertemuan nasional, provinsial, sampai ke kabupaten.

RPP ikan terbang sudah ada dan telah disepakati pada bulan

Juni 2011 hanya menunggu pengesahan Kementerian Kelautan dan

Perikanan. Selain itu di Kabupaten Majene ada Surat Keputusan Bupati

Majene No. 552/HK/KEP-BUP/III/2011 tentang Pelaksana Kegiatan

Penyelamatan Populasi Ikan Terbang melalui penebaran bale-bale yang

dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan kelompok masyarakat

(kelompok konservasi).

Penegakan aturan main atau peraturan peangkapan ikan belum

berjalan effektif karena keterbatasan SDM, sarana prasarana, dan

koordinasi yang lemah. Walaupun sudah ada sarana kapal patroli

pengawas namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena

Page 33: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

33

keterbatasan biaya operasional. Hampir semua Propinsi sudah ada unsur

penegakan hukum seperti PPNS perikanan, POLRI, AL namun

penegakan hukum belum berjalan optimal karena belum ada sistem

koordinasi yang baik antar lembaga penegak hukum.

Di dalam RPP ikan terbang sudah ada keputusan yang disepakati

bersama oleh pemangku kepentingan namun belum dapat dijalankan

secara effektif karena belum mendapat pengesahan dari KKP. Beberapa

aturan yang disepakati dan sudah disosialisasikan antara lain: (1)

larangan penggunaan ukuran mata jaring kecil (<1,5 inch), (2) larangan

penggunaan panjang jaring >1500 m, (3) kewajiban melepaskan bale-

bale setelah penangkapan berakhir bagi penangkap telur. Selain itu

regulasi yang disepakati: (1). Pemulihan Stok yaitu; pemerintah daerah

melakukan pemantauan CPUE secara periodik triwulanan dan tahunan,

penerapan bale-bale untuk konservasi dalam setiap operasi penangkapan

telur sebanyak 10% dari jumlah bale-bale per trip, penebaran benih ikan

terbang atau restoking. (2) Standarisasi alat tangkap jaring insang hanyut

yaitu panjang jaring dan mesh size; standarisasi alat tangkap bale-bale

yaitu jumlah maksimal bale-bale untuk kapal tipe kecil (<5GT) maksimal

15 unit dan untuk tipe kapal besar (>5 GT) maksimal 30 unit bale-bale. (3)

Penguatan data informasi: penyusunan basis data yang akurat terkait

jumlah produksi (telur dan ikan), jumlah kapal penangkap, jumlah dan

ukuran alat tangkap dan jumlah nelayan yang terlibat, lnventarisasi

potensi daerah penangkapan dan keanekaragaman jenis ikan terbang di

wilayah lndonesia. (4) Penataan perijinan : penerbitan dan pembatasan

izin penangkapan telur dan ikan terbang. (5) Pengembangan tehnologi

pengolahan dan pemasaran yaitu; mengadakan penelitian dan pelatihan

teknologi pengolahan untuk meningkatkan kualitas produk ikan dan telur

ikan terbang untuk pemasaran dalam dan luar negeri. (5) Peningkatan

koordinasi dan penguatan kelembagaan yaitu Pembinaan kepada nelayan

untuk membentuk /memperkuat kelompok nelayan yang dapat berfungsi

membantu kepentingan nelayan dalam berbagai forum sosial.

Penyeragaman kesepakan ini belum lengkap: misalnya penggunaan mata

jaring, panjang jaring, ukuran setiap unit bale-bale, waktu penggunaan

Page 34: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

34

jaring dan bale-bale. Beberapa aturan main yang telah disosialisasikan di

Majene sudah dilaksanakan oleh masyarakat antara lain batas ukuran

mata jaring yang digunakan dan penebaran bale-bale di daerah pemijahan

ikan terbang.

Kebijakan antar instansi masih tidak saling mendukung, salah satu

contohnya adalah kebijakan pembinaan teknis oleh lembaga Dinas

Perikanan dan Kelautan sudah dilakukan seperti dalam kegiatan

penangkapan tetapi belum didukung oleh kebijakan permodalan oleh

lembaga keuangan seperti perbankan sehingga nelayan tetap bergantung

pada pengijon untuk memperoleh permodalan walaupun dengan bunga

tinggi atau sistem bagi hasil yang tidak adil, sehingga nelayan tetap

berpendapatan rendah.

Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan

ikan terbang dilakukan setiap tahun. Kegiatan ini masih terbatas

dilakukan dalam pertemuan anggota FPPS untuk WPP-713 melalui

pemberian materi pengetahuan tentang kondisi perikanan ikan tervbang,

materi yang terkait dengan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem.

Otoritas pengelolaan ikan terbang masih bersifat single authority

dimana perencanaan, pengelolaan, pengawasan masih dibawah kendali

pemerintah (KKP, DKP Provinsi atau DKP Kabupaten) namun tetap

melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pemangku kepentingan.

5 Analisis Komposit Pengelolaan Perikanan

5.1.1 Domain Habitat dan Ekosistem

NO INDIKATOR KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANK NILAI

1 Kualitas perairan

1= tercemar; 2=tercemar sedang; 3= tidak tercemar

3 20 1 60

1= kecerahan 0-5 meter. 2= keserahan 5-10 meter. 3= kecerahan > 10 meter.

3

Page 35: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

35

1= > 20 mg/m^3 konsentrasi tinggi ; 2= 10-20 mg/m^3 konsentrasi sedang; 3= <10 mg/m^3 konsentrasi rendah Satuan NTU

3

1= konsentrasi klorofil a > 10 mg/m^3 terjadi eutrofikasi; 2= konsentrasi klorofil a 1-10 mg/m^3 potensi terjadi eutrofikasi; dan 3= konsentrasi klorofil a <1 mg/m^3 tidak terjadi eutrofikasi

3

2 Status lamun 1=tutupan rendah, 29,9%;

2=tutupan sedang, 30-49,9%; 3=tutupan tinggi, 50%

1 15 2 7.5

3 Status mangrove

1=kerapatan rendah, <1000 pohon/ha, tutupan <50%; 2=kerapatan sedang 1000-1500 pohon/ha, tutupan 50-75%; 3=kerapatan tinggi, >1500 pohon/ha, tutupan >75%

1 15 2 7.5

1= luasan mangrove berkurang dari data awal; 2= luasan mangrove tetap dari data awal; 3= luasan mangrove bertambah dari data awal

1

4 Status terumbu karang

1=tutupan rendah, <25%; 2=tutupan sedang, 25-49,9%; 3=tutupan tinggi, >50%

2 15 2 15

5 Habitat khusus ikan terbang yaitu daerah upwelling untuk spawning ground, nursery ground, feeding ground.

1=tidak diketahui adanya ekosistem upwelling. 2=diketahui adanya ekosistem upwelling belum dikelola dengan baik.

3 15 3 45

3 = diketahui adanya ekosistem upelling dan dikelola dengan baik.

6 Status dan produktivitas Estuari dan perairan sekitarnya

1=produktivitas rendah; 2=produktivitas sedang; 3=produktivitas tinggi

2 10 4

Page 36: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

36

7 Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat

> State of knowledge level : 1= belum adanya kajian tentang dampak perubahan iklim; 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; 3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi

2 10 5 25

> state of impact (key indicator menggunakan terumbu karang): 1= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching >25%); 2= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching 5-25%); 3= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching <5%)

3

RERATA TOTAL

TOTAL

1.6875 100

160

5.1.2 Domain Sumberdaya Ikan

NO INDIKATOR KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANK NILAI

1 CPUE Ikan Terbang dan Telur Ikan Terbang

1= menurun tajam; 2= menurun sedikit; 3 = stabil atau meningkat.

1 40 1 (Killer Indicator)

60

1= menurun tajam; 2= menurun sedikit; 3 = stabil atau meningkat.

2

2 Ukuran ikan 1 = trend rata-rata ukuran ikan semakin kecil; 2= Trend ukuran relatif menurun sedikt. 3: trend ukuran semakin panjang

2 20 2 40

Page 37: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

37

3 Kematangan 1 = Ikan matang Gonad (TKG III dan IV) belum mijah tertangkap >60%. 2 = Ikan matang gonad (TKG III dan IV) belum pernah mijah tertangkap 30-60 %. 3 =Ikan matang Gonad (TKG III dan IV) belum mijah tertangkap <30 %

1 20 3 20

4 Komposisi spesies

1 = proporsi target lebih sedikit 2 = proporsi target sama dgn non-target 3 = proporsi target lebih banyak

3 10 4 30

5 Spesies ETP 1= banyak tangkapan spesies ETP; 2= sedikit tangkapan spesies ETP; 3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap

3 5 6 15

6 "Range Collapse" sumberdaya ikan

1 = semakin sulit; 2 = relatif tetap; 3 = semakin mudah

2 5 5 10

1 = fishing ground menjadi sangat jauh 2= fishing ground jauh 3= fishing ground relatif tetap jaraknya

2

RERATA TOTAL

TOTAL 2 100 175

5.1.3 Domain Teknik Penangkapan ikan

NO INDIKATOR KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANK NILAI

1 Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal

1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun ; 2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun ; 3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun

1 20 1 (Killer Indicat

or)

20

2 Perubahan alat tangkap telur ikan terbang.

1 = Hasil tangkapan telur meningkat >100 % 2 = Hasil tangkapan meningkat 25-50 % 3 = Hasdil tangkapan telur meningkat 0-25%.

1 20 2 20

Page 38: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

38

3 Perubahan alat tangkap jaring insang hanyut.

1 = hasil tangkapan meningkat >3 kali lipat 2 = hasil tangkapan meningkat 1-2 kali lipat. 3 = hasil tangkapan tetap.

1 20 2 20

4 Fishing capacity dan Effort

1 = R kecil dari 1; 2 = R sama dengan 1; 3 = R besar dari 1

1 15 3 15

5 Selektivitas Alat Tangkap jaring terhadap TKG

1 = Selektivitas rendah (> 75%) terhadap ikan matang gonad. 2 = Selektivitas sedang (50-75%) terhadap ikan matang gonad. 3 =Selektivitas tinggi (kurang dari 50%) terhadap ikan matang gonad.

1 15 4 15

6 Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal

1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal

3 5 5 15

7 Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.

1 = Kepemilikan sertifikat <50%; 2 = Kepemilikan sertifikat 50-75%; 3 = Kepemilikan sertifikat >75%

3 5 6 15

RERATA TOTAL

TOTAL

1.5714286 100

120

Page 39: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

39

5.1.4 Domain sosial

NO INDIKATOR KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANK NILAI

1 Partisipasi pemangku kepentingan

1 = kurang dari 50%; 2 = 50-75%; 3 = 75-100 %

3 40 1 120

2 Konflik perikanan

1 = lebih dari 5 kali/tahun; 2 = 2-5 kali/tahun; 3 = kurang dari 2 kali/tahun

1 35 2 35

3 Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge)

1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak efektif; 3=ada dan effektif.

3 25 3 75

RERATA TOTAL TOTAL

2.3333333 100

230

5.1.5 Domain Ekonomi

NO INDIKATOR KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANK NILAI

1 kepemilikan aset

1 = nilai aset berkurang (<50%) ; 2 = nilai aset tetap (25-50%); 3 = nilai aset bertambah (>50%)

2 35 1 70

2 Nilai Tukar Nelayan (NTN)

1 = kurang dari 100, 2 = Sama dengan 100, 3 = lebih dari 100

3 30 2 90

3 Pendapatan rumah tangga (RTP)

1= kurang dari rata-rata UMR, 2= sama dengan rata-rata UMR, 3 = > rata-rata UMR

1 20 3 20

4 Saving rate 1 = kurang dari bunga kredit pinjaman; 2 = sama dengan bungan kredit pinjaman; 3 = lebih dari bunga kredit pinjaman

1 15 4 15

RERATA TOTAL TOTAL 1.75 100 195

Page 40: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

40

5.1.6 Domain Kelembagaan

NO INDIKATOR KRITERIA SKOR BOBOT (%) RANK NILAI

1 Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal (Alat)

1= lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan; 2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum; 3 = kurang dari 2 kali pelanggaran hukum

1 25 1 50

Non formal 1= lebih dari 5 informasi pelanggaran, 2= lebih dari 3 informasi pelanggaran, 3= tidak ada informasi pelanggaran

3

2 Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan

1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak lengkap; 3 = ada dan lengkap

2 22 2 57.2

Elaborasi untuk poin 2 1= ada tapi jumlahnya berkurang; 2= ada tapi jumlahnya tetap; 3= ada dan jumlahnya bertambah

3

1=tidak ada penegakan aturan main; 2=ada penegakan aturan main namun tidak efektif; 3=ada penegakan aturan main dan efektif

2

Page 41: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

41

1= tidak ada alat dan orang; 2=ada alat dan orang tapi tidak ada tindakan; 3= ada alat dan orang serta ada tindakan

3

1= tidak ada teguran maupun hukuman; 2= ada teguran atau hukuman; 3=ada teguran dan hukuman

3

3 Mekanisme pengambilan keputusan

1=tidak ada mekanisme pengambilan keputusan; 2=ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif; 3=ada mekanisme dan berjalan efektif

3 18 3 54

1= ada keputusan tapi tidak dijalankan; 2= ada keputusan tidak sepenuhnya dijalankan; 3= ada keputusan dijalankan sepenuhnya

2

4 Rencana pengelolaan perikanan

1=belum ada RPP; 2=ada RPP namun belum sepenuhnya dijalankan; 3=ada RPP dan telah dijalankan sepenuhnya

2 15 4 30

5 Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan

1=konflik antar lembaga (kebijakan antar lembaga berbeda kepentingan); 2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif; 3 = sinergi antar lembaga berjalan baik

2 11 5 22

1= terdapat kebijakan yang saling bertentangan; 2 = kebijakan tidak saling mendukung; 3 = kebijakan

2

Page 42: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

42

saling mendukung 6 Kapasitas

pemangku kepentingan

1=tidak ada peningkatan; 2 = ada tapi tidak difungsikan; 3 = ada dan difungsikan

2 5 6 10

7 Keberadaan otoritas tunggal pengelolaan perikanan

1= tidak ada single authority ; 2 = lebih dari satu authority; 3 = ada single authority

3 4 7 12

RERATA TOTAL

TOTAL

2.357143 100

235.2

6 Pembahasan

6.1 Metode dan analisa indikator EAFM yang digunakan 6.1.1. Domain Habitat dan Ekosistem

6.1.1.1. Kualitas perairan:

Indikator penilaian pencemaran tetap digunakan kriteria yaitu

1.Tercemar; 2. Tecemar sedang dan 3. Tercemar Berat. Penelusuran

kejadian pencemaran limbah B3 di Selat Makassar dilakukan melalui

wawancara dengan staf peneliti di di LP3M Unhas, PPLH Unhas,

Puslitbang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Unhas, dan BPSPL

Maros. Menurut staf peneliti di ketiga lembaga tersebut bahwa belum

terjadi pencemaran limbah B3 pada daerah pemijahan maupun di daerah

penagkapan ikan terbang di Selat Makassar dan laut Flores WPP 713,

karena lokasi penangkapan ikan terbang tergolong jauh dan merupakan

laut lepas.

Indikator Tingkat kecerahan perairan tetap menggunakan kiriteria

yaitu; 1. Kecerahan 0-5 m; 2. Kecerahan 5-10 m; 3. Kecerahan > 10 m.

Metode yang digunakan adalah metode Seiche Dish.

Indikator tingkat kekeruhan tetap menggunakan kriteria yaitu; 1. >

20 mg/m3 konsentrasi tinggi; 2. 10-20 mg/m3 konsentrasi sedang; 3. <10

mg/m2 konsentrasi rendah (satuan NTU). Metode yang digunakan adalah

Turbidimeter.

Page 43: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

43

Indikator eutrofikasi tetap menggunakan kiriteria dalam buku

petunjuk Modul Penilaian Indikator dari EAFM. Kiriteria tersebut adalah:

1= konsentrasi klorofil a > 10 mg/m^3 terjadi eutrofikasi; 1= konsentrasi

klorofil a > 10 mg/m^3 terjadi eutrofikasi; 3= konsentrasi klorofil a <1

mg/m^3 tidak terjadi eutrofikasi. Adalah analisis khlorofil melalui analisis

citra.

6.1.1.2. Status lamun:

Indikator kondisi lamun yang digunakan adalah luasan tutupan

lamun dengan kriteria yaitu ; 1=tutupan rendah, 29,9%; 2=tutupan

sedang, 30-49,9%; 3=tutupan tinggi, 50%. Sedangkan indikator

keanekaragaman lamun dinilai tidak terlalu penting pengaruhnya terhadap

kondisi kesuburan di daerah laut lepas sebagai daerah pemijahan ikan

terbang. metode yang digunakan Wawancara dengan Staf Peneliti

Puslitbang Laut, Pesisisr dan Pulau Kecil Unhas.

6.1.1.3. Status mangrove:

Indikator status mangrove menggunakan kerapatan dan luasan

mangrove, adapun kriteria kerapatan mangrove yaitu ; 1=kerapatan

rendah, <1000 pohon/ha, tutupan <50%; 2=kerapatan sedang 1000-1500

pohon/ha, tutupan 50-75%; 3=kerapatan tinggi, >1500 pohon/ha, tutupan

>75% dan untuk luasan mangrove yaitu 1= luasan mangrove berkurang

dari data awal; 2= luasan mangrove tetap dari data awal; 3= luasan

mangrove bertambah dari data awal, sedangkan kriteria keanekaragaman

dan jenis mangrove tidak terlalu relevan dengan status ikan terbang.

6.1.1.4. Status terumbu karang

Indikator status terumbu karang yang digunakan adalah persentase

tutupan karang yaitu ; 1=tutupan rendah, <25%; 2=tutupan sedang, 25-

49,9%; 3=tutupan tinggi, >50%. sedangkan kriteria keanekaragaman

terumbu karang tidak terlalu relevan terhadap ekosistem ikan terbang.

Data yang digunakan adalah data hasil penelitian Coremap SULSEL yang

menggunakan metode transek.

Page 44: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

44

6.1.1.5. Habitat Habitat khusus ikan terbang yaitu daerah upwelling untuk spawning ground, nursery ground, feeding ground.

Indikator ini tetap digunakan sesuai petunjuk pendekatan ekosistem

dalam pengelolaan perikanan (WWF, KKP, dan IPB, 2012) yaitu ; 1=tidak

diketahui adanya ekosistem upwelling; 2=diketahui adanya ekosistem

upwelling belum dikelola dengan baik; 3 = diketahui adanya ekosistem

upwelling dan dikelola dengan baik. Data yang digunakan adalah data

sekunder yaitu hasil analisis citra satelit dan wawancara dengan staf dinas

perikanan dan nelayan.

6.1.1.6. Status dan produktivitas Estuari dan perairan sekitarnya

Indikator status dan produktivitas estuari menggunakan kriteria

yaitu ; 1=produktivitas rendah; 2=produktivitas sedang; 3=produktivitas

tinggi. Metode pemgumpulan data sekunder (hasil penelitian) yang telah

dilakukan oleh BPSPL (Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut),

dan Puslitbang Laut, Pesisir dan Pulau Kecil LP2M Unhas.

6.1.1.7. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat

Indikator perubahan iklim terhadap kondisi habitat perairan

menggunakan pendekatan state of knowledge level dan state of impact

(key indicator menggunakan terumbu karang), adapun kriteria state of

knowledge level yaitu ; 1= belum adanya kajian tentang dampak

perubahan iklim; 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak

diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; 3 = diketahui adanya dampak

perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; dan

untuk kriteria state of impact (key indicator menggunakan terumbu karang)

yaitu ; 1= habitat terkena dampak perubahan iklim (coral bleaching >25%);

2= habitat terkena dampak perubahan iklim (coral bleaching 5-25%); 3=

habitat terkena dampak perubahan iklim ( coral bleaching <5%). Metode

penilaian indikator tersebut dilakukan melalui wawancara dan diskusi

dengan peneliti terumbu karang UNHAS dan para penyelam yang

Page 45: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

45

berpengalaman dan selalu melakukan monitoring terumbu karang di

Kepulauan Spermonde.

6.1.2. Domain Sumberdaya Ikan

6.1.2.1. CPUE Ikan Terbang

Indikator CPUE tetap menggunakan kriteria yaitu 1= menurun

tajam; 2= menurun sedikit; 3 = stabil atau meningkat. Metode yang

digunakan adalah analisis CPUE (Kg/trip) menggunakan data pendaratan

ikan terbang di TPI Lamangkia Kabupaten Takalar, 2007-2011 sedangkan

untuk CPUE telur (Kg/Kapal Bale-Bale) dianalisis berdasarkan jumlah

kapal dan hasil tangkapan yang tercatat di Perusahaan eksportir telur

dan pedagang pengumpul (CV. Indah sari, CV. Putra Galesong mandiri,

dan CV. Rahman Jaya).

6.1.2.2. Ukuran ikan terbang

Indikator Ukuran ikan yang digunakan adalah panjang cagak (Fork

Length). Kriteria yang digunakan sesuai dengan indikator yang telah

disusun oleh KKP, WWF dan IPB (2012) yaitu 1 = trend rata-rata ukuran

ikan semakin kecil; 2= Trend ukuran relatif menurun sedikt. 3: trend

ukuran semakin panjang. Metodologi yang digunakan adalah Uji

perbandingan rata-rata panjang ikan 1977 dengan rata-rata panjang ikan

tahun 2012.

6.1.2.3. Kematangan

Indikator persentase Ikan fase matang (ikan yang mempunyai TKG

III dan TKG IV) menggunakan kriteria ; 1 = Ikan matang Gonad (TKG III

dan IV) belum mijah tertangkap >60%; 2 = Ikan matang gonad (TKG III

dan IV) belum pernah mijah tertangkap 30-60 %; 3 = Ikan matang gonad

(TKG III dan IV) belum pernah mijah tertangkap < 30 %. Metode yang

digunakan adalah menganalisis TKG 1257 sampel ikan terbang yang

tertangkap dengan jaring insang hanyut. Analisis TKG menggunakan

Metode Lewis, et al. (1988) yaitu:

Page 46: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

46

6.1.2.4. Komposisi spesies

indikator Komposisi spesies menggunakan kriteria ; 1 = proporsi

target lebih sedikit; 2 = proporsi target sama dgn non-target; 3 = proporsi

target lebih banyak. Metodologi yang digunakan adalah mengindentifikasi

sampel ikan terbang yang tertangkap berdasarkan buku petunjuk Parin

(1999).

6.1.2.5. Spesies ETP

Indikator Spesies ETP menggunakan kriteria yaitu ; 1= banyak

tangkapan spesies ETP; 2= sedikit tangkapan spesies ETP; 3 = tidak ada

spesies ETP yang tertangkap. Metodologi yang digunakan adalah

identifikasi spesies yang tertangkap, survey dan wawancara dengan

layan. .

6.1.2.6. "Range Collapse" sumberdaya ikan

Indikator Range Collapse" sumberdaya ikan menggunakan 2

kiriteria yaitu pertama: 1 = semakin sulit ditemukan ; 2 = relatif tetap; 3 =

semakin mudah ditemukan, dan kedua ; 1 = fishing ground menjadi sangat

jauh; 2= fishing ground jauh; 3= fishing ground relatif tetap jaraknya.

Metodologi yang digunakan observasi dan wawancara dengan nelayan.

TKG Ovari Testes I. Ikan Muda Gonad sangat kecil, seperti

benang, putih, transparan. Testes berwarna buram

II. Mulai Matang Ovari berbentuk bulat, berwarna merah muda, ova baru terlihat.

Testes tebal, pipih, putih, seperti krim.

III. Matang Ovari menggelembung, warna orange atau merah muda.

Testes penuh, tebal, cembung, bentuk segitiga, berwarna putih atau abu-abu terang.

IV. Mijah Ovari keluar dengan sedikit tekanan, diameter telur mencapai 1,4 mm,

Cairan testes keluar dengan sedikit tekanan.

V. Salin. Ovari lembut, menyusut, putih, sering berwarna ungu, terdapat beberapa telur sisa

Testes menyusut dan terlihat pembuluh darah.

Page 47: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

47

6.1.3. Domain Teknologi Penangkapan ikan

6.1.3.1. Metode penangkapan destruktif

Indikator penggunaan alat tangkap destruktif menggunakan

kriteria; 1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun ; 2 = frekuensi

pelanggaran 5-10 kasus per tahun ; 3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus

per tahun. Metode yang digunakan adalah mengumpulkan data Sekunder

dan melakukan wawancara dengan Dinas Perikanan Sulsel dan Sulbar.

6.1.3.2. Perubahan alat tangkap telur ikan terbang.

Indikator perubahan alat tangkap tetap menggunakan kriteria ; 1 =

Hasil tangkapan telur meningkat >100 % ; 2 = Hasil tangkapan

meningkat 25-50 %; 3 = Hasil tangkapan telur meningkat 0-25%.

Perubahan alat tangkap yang terjadi yaitu perubahan alat tangkap telur

dari pakkaja (bubu hanyut) menjadi bale-bale (fish devices agregation).

Metode penilaian hasil tangkapan dilakukan melalui wawancara dengan

nelayan telur ikan terbang.

6.1.3.3. Perubahan alat tangkap jaring insang hanyut.

Indikator perubahan alat tangkap jaring insang hanyut

menggunakan kriteria; 1 = hasil tangkapan meningkat >3 kali lipat ; 2 =

hasil tangkapan meningkat 1-2 kali lipat; 3 = hasil tangkapan tetap.

Perubahan alat tangkap jaring insang hanyut yaitu terjadi pertambahan

panjang jaring dari 500 m menjadi 1000-1500 m. Metode penilaian

perubahan hasil tangkapan dilakukan melalui wawancara dengan nelayan

ikan terbang yang menggunakan jaring insang hanyut, dan ponggawa.

6.1.3.4. Fishing capacity dan effort

Indikator fishing capacity dan effort tetap menggunakan kriteria; 1 =

R kecil dari 1; 2 = R sama dengan 1; 3 = R besar dari 1. metode yang

digunakan adalah melalukan interview, survey dan pengumpulan data.

Page 48: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

48

6.1.3.5. Selektivitas alat tangkap jaring terhadap TKG

Indikator selektivitas alat tangkap jaring terhadap keragaman

kematangan hasil tangkapan menggunakan kriteria yaitu ; 1 = Selektivitas

rendah (> 75%) terhadap ikan matang gonad; 2 = Selektivitas sedang (50-

75%) terhadap ikan matang gonad; 3 =Selektivitas tinggi (kurang dari

50%) terhadap ikan matang gonad. Metode yang digunakan adalah

pengambilan sampel ikan, kemudian analisis tingkat kematangan gonad

dan menghitung proporsi setiap TKG.

6.1.3.6. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan

dokumen legal

Indikator sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan

dokumen legal menggunakan kriteria; 1 = kesesuaiannya rendah (lebih

dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 2 = kesesuaiannya

sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 3 =

kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan

dokumen legal. Metode yang digunakan adalah menetapkan sejumlah

sampel nelayan di Takalar, Mamuju, Majene, Pinrang, Pare-Pare

kemudian dilakukan interview.

6.1.3.7. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.

Indikator sertifikasi awak kapal menggunakan kriteria yaitu ;1 =

Kepemilikan sertifikat <50%; 2 = Kepemilikan sertifikat 50-75%; 3 =

Kepemilikan sertifikat >75%. Metode yang digunakan adalah menetapkan

sejumlah sampel nelayan di Takalar, Mamuju, Majene, Pinrang, Pare-

Pare kemudian dilakukan interview.

Page 49: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

49

6.1.4. Domain Ekonomi

6.1.4.1. Kepemilikan aset

Indikator aset usaha perikanan menggunakan kriteria yaitu ; 1 =

nilai aset berkurang (<50%) ; 2 = nilai aset tetap (25-50%); 3 = nilai aset

bertambah (>50%). Metode yang digunakan adalah survey dan

wawancara dengan nelayan di Takalar, Mamuju, Majene, Pinrang, Pare-

Pare.

6.1.4.2. Nilai tukar nelayan (NTN)

Indikator nilai tukar nelayan (penerimaan terhadap pengeluaran)

menggunakan kriteria yaitu ; 1 = kurang dari 100; 2 = Sama dengan 100;

3 = lebih dari 100. Metode yang digunakan adalah penelusuran data

sekunder pada PUSDATIN tahun 2012.

6.1.4.3. Pendapatan rumah tangga (RTP)

Indikator Pendapatan total RTP menggunakan kriteria yaitu : 1=

kurang dari rata-rata UMR; 2= sama dengan rata-rata UMR 3 = > rata-rata

UMR. Metode yang digunakan adalah metode survei.pendapatan rumah

tangga perikanan.

6.1.4.4. Saving rate

Indikator saving rate atau rasio tabungan terhadap income

menggunakan kriteria yaitu ; 1 = kurang dari bunga kredit pinjaman; 2 =

sama dengan bungan kredit pinjaman; 3 = lebih dari bunga kredit

pinjaman. Metode yang digunakan adalah survey pendapatan RTP.

6.1.5. Domain Sosial

6.1.5.1. Partisipasi pemamngku kepentingan

Indikator keterlibatan pemangku kepentingan ini tetap

menggunakan kriteria yaitu ; 1 = kurang dari 50%; 2 = 50-75%; 3 = 75-

100 %. Metode yang digunakan adalah survey partisipasi pemangku

Page 50: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

50

kepentingan dalam penyusunan RPP Ikan Terbang dan penelusuran

dokumen penyusunan RPP.

6.1.5.2. Konflik perikanan

Indikator konflik perikanan menggunakan kriteria yaitu ; 1 = lebih

dari 5 kali/tahun; 2 = 2-5 kali/tahun; 3 = kurang dari 2 kali/tahun. Metode

yang digunakan adalah interview dan FGD. Salah satu contoh

permasalahan konflik perikanan ikan terbang adalah konflik antara jaring

insang hanyut (Penangkap induk ikan terbang) dengan bale-bale

penangkap telur. Nelayan bale-bale keberatan terhadap penangkap jaring

insang karena ikan terbang tertangkap oleh jaring sebelum mengeluarkan

telurnya, sebaliknya nelayan jaring keberatan karena nelayan bale-bale

menangkap telur sehingga mengurangi hasil tangkapan ikan pada priode

berikutnya.

6.1.5.3. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya

ikan seperti TEK ( traditional ecological knowledge)

Indikator pemanfaatan pengetahuan lokal tetap menggunakan

kriteria yaitu ; 1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak efektif; 3=ada dan effektif.

Metode yang digunakan adalah wawancara dengan nelayan patorani dan

tokoh masyarakat.

6.1.6. Domain Kelembagaan

6.1.6.1. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung

jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik

secara formal maupun non-formal.

Indikator tingkat kepatuhan seluruh pemangku kepentingan WPP

mengunakan dua kriteria yaitu formal dan non formal. adapun kriteria

formal ; 1= lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan

perikanan; 2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum; 3 = kurang dari 2 kali

pelanggaran hukum. sedangkan kriteria non formal ; 1= lebih dari 5

informasi pelanggaran; 2= lebih dari 3 informasi pelanggaran; 3= tidak ada

Page 51: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

51

informasi pelanggaran. Metode yang digunakan adalah penulusuran

laporan pelanggaran dari kepolisian, wawancara dengan PNS DKP

SULSEL dan SULBAR.

6.1.6.2. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan:

Indikator adanya kelengkapan regulasi (aturan main) dengan

kiriteria : 1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak lengkap; 3 = ada dan lengkap.

Kemudian indikator jumlah peraturan dengan kiriteria: 1= tidak bertambah;

2= ada tapi jumlahnya tetap; 3= ada dan jumlahnya bertambah. Metode

yang digunakan adalah wawancara dengan staf Dinas Perikanan dan

Kelautan dan penelusuran dokumen peraturan.

Indikator ada atau tidak ada penegakan aturan main dan

efektivitasnya menggunakan 3 pendekatan yaitu penegakan aturan main,

peralatan, dan teguran atau hukuman. Adapun kriteria penegakan aturan

main yaitu ; 1=tidak ada penegakan aturan main; 2=ada penegakan

aturan main namun tidak efektif; 3=ada penegakan aturan main dan

efektif. Indikator peralatan penegakan hukum yaitu ; 1= tidak ada alat

dan orang; 2=ada alat dan orang tapi tidak ada tindakan; 3= ada alat dan

orang serta ada tindakan. Indikator adanya teguran sanksi atau hukuman

dengan kiriteria: 1= tidak ada teguran maupun hukuman; 2= ada teguran

atau hukuman; 3=ada teguran dan hukuman. Metode yang digunakan

adalah survey dan Wawancara dengan staf dinas Kelautan dan

Perikanan.

6.1.6.3. Mekanisme pengambilan keputusan

Indikator mekanisme pengambilan keputusan dalam pengelolaan

perikanan menggunakan 2 pendekatan yaitu mekanisme dan penerapan

keputusan. Kiriteria mekanisme penagmbilan keputusan yaitu ; 1=tidak

ada mekanisme pengambilan keputusan; 2=ada mekanisme tapi tidak

berjalan efektif; 3=ada mekanisme dan berjalan efektif. Sedangkan

penerapan keputusan dengan kriteria yaitu 1= ada keputusan tapi tidak

dijalankan; 2= ada keputusan tidak sepenuhnya dijalankan; 3= ada

Page 52: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

52

keputusan dijalankan sepenuhnya. Metode yang digunakan adalah

survey dan wawancara.

6.1.6.4. Rencana pengelolaan perikanan

Indikator adanya RPP menggunakan kriteria yaitu ; 1=belum ada

RPP; 2=ada RPP namun belum sepenuhnya dijalankan; 3=ada RPP dan

telah dijalankan sepenuhnya. Metode yang digunakan adalah survey dan

wawancara.

6.1.6.5. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan

perikanan:

Indikator tingkat sinergitas kebijakan menggunakan kriteria yaitu; 1=

terdapat kebijakan yang saling bertentangan; 2 = kebijakan tidak saling

mendukung; 3 = kebijakan saling mendukung. metode yang digunakan

adalah survei. Indikator tingkat sinergi antar lembaga menggunakan

kriteria yaitu ; 1=konflik antar lembaga (kebijakan antar lembaga berbeda

kepentingan); 2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif; 3 = sinergi antar

lembaga berjalan baik. Metode yang digunakan adalah survey dan

wawancara.

6.1.6.6. Kapasitas pemangku kepentingan

Indikator kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan

perikanan berbasis ekosistem menggunakan kriteria yaitu ; 1=tidak ada

peningkatan; 2 = ada tapi tidak difungsikan; 3 = ada dan difungsikan.

Metode yang digunakan survei, wawancara/kuisioner.

6.1.6.7. Keberadaan otoritas tunggal pengelolaan perikanan

Indikator otoritas tunggal dalam penilainnya tetap menggunakan

kriteria yaitu ; 1= tidak ada single authority ; 2 = lebih dari satu authority; 3

= ada single authority. Metode yang digunakan adalah survey,

wawancara.

Page 53: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

53

6.2 Performa Perikanan yang dikaji 6.2.1. Flag Model

Hasil analisis dengan menggunakan sistem Flag menunjukkan

kondisi pengelolaaan ikan terbang di Selat Makassar (WPP 713)

tergolong dalam kondisi sedang dengan bendera warna kuning dengan

nilai komposit: 179,616 (Tabel 10, Gambar 12, dan Gambar 13). Hampir

semua atribut (domain) pengelolaan yaitu sumberdaya ikan, habitat dan

ekosistem, ekonomi dan kelembagaan tergolong sedang hanya domain

sosial tergolong baik dengan nilai komposit 230.

Tabel 10. Nilai komposit dan deskripsi setiap domain pengelolaan ikan terbang di Selat Makassar WPP-713 Domain N. Komposit Deskripsi Sumberdaya Ikan 175 Sedang Habitat & ekosistem 160 Sedang Teknik Penangkapan Ikan 120 Buruk Sosial 230 Baik Ekonomi 195 Sedang Kelembagaan 197.7 Sedang Aggregat 179.6 Sedang

Gambar 13. Grafik setiap domain dan nilai kompositnya.

175160

120230

195197.7

179.616

0 50 100 150 200 250

Sumberdaya IkanHabitat & ekosistem

Teknik Penangkapan IkanSosial

EkonomiKelembagaan

Aggregat

Page 54: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

54

Satu domain pengelolaan tergolong buruk adalah teknik

penangkapan ikan dengan nilai komposit paling rendah yaitu 120 (Tabel

10, Gambar 13 dan Gambar 14). Buruknya aspek penangkapan ini

disebabkan (1) perubahan alat tangkap dari pakkaja menjadi bale-bale,

dimana alat pakkaja lebih ramah lingkungan disbanding dengan bale-bale,

(2) peningkatan jumlah upaya penangkapan, (3) selektivitas alat tangkap.

Pada Grafik Layang-Layang (Gambar 14)

Gambar 14. Posisi setiap domain dalam Peta Layang-Layang

Jika setiap domain di gambarkan dalam peta layang layang, maka dimensi

sosial, dimensi kelembagaan dan dimensi ekonomi memiliki jarak lebih

besar dari titik referensi buruk , sedangkan dimensi sumberdaya ikan,

dimensi habitat dan ekosistem serta dimensi penangkapan ikan memiliki

jarak terdekat dengan referensi buruk. Hal ini menunjukkan bahwa

dimensi sosial telah memberi kontribusi lebih baik dalam pengelolaan,

sedangkan dimensi penangkapan kontribusinya dalam pengelolaan

perikanan ikan terbang secara berkelanjutan masih sangat rendah.

050

100150200250

SumberdayaIkan

Habitat &ekosistem

TeknikPenangkapan

Ikan

Sosial

Ekonomi

Kelembagaan

Page 55: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

55

6.2.2. Metode Rapfish 5.2.1. Domain Habitat dan Ekosistem

Hasil analisis pada domain habitat dan ekosistem di Selat

Makassar, diperoleh beberapa atribut yang memiliki nilai sensitive cukup

tinggi yang dapat mempengaruhi keberlanjutan habitat dan ekosistem ikan

terbang adalah kerapatan mangrove, luasan mangrove, tutupan lamun

dan upwelling (Gambar 15). Faktor yang memiliki pengaruh buruk

terhadap ekosistem yaitu rendahnya produkstivitas estuary, tutupan

karang yang rendah, adanya pengaruh perubahan iklim terhadap

ekosistem karang.

Gambar 15. Nilai atribut domain habitat dan ekosistem yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square.

2.0

3.7

5.2

5.9

7.1

8.0

7.9

0.8

5.8

0.2

0.7

0.3

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kualitas Perairan : Limbah

Kualitas Perairan : Kecerahan

Kualitas Perairan : NTU

Kualitas Perairan : Eutrofikasi

Status Lamun : tutupan

Status Mangrove : Kerapatan

status mangrove : Luasan

Status terumbu karang : Tutupan

Habitat khusus : Upwelling

Produktivitas estuari

Perubahan iklim : Pengetahuan

perubahan iklim : Dampak

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes

Page 56: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

56

5.2.2. Domain Sumberdaya Ikan

Hasil analisis pada domain sumberdaya ikan, diperoleh beberapa

atribut yang memiliki nilai sensitive cukup tinggi yang dapat

mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya ikan terbang, secara berurutan

adalah; komposisi spesies yang cukup tinggi, tidakadanya spesies ETP,

kematangan gonad, CPUE telur ikan terbang, CPUE ikan terbang

(Gambar 16).

Gambar 16. Nilai atribut domain sumberdaya ikan yang dinyatakan dalam

bentuk nilai root mean square. 5.2.3. Domain Teknik Penangkapan

Hasil analisis pada domain teknik penangkapan, diperoleh

beberapa atribut yang memiliki nilai sensitive cukup tinggi yang dapat

7.79

8.40

8.75

8.56

10.98

9.89

4.60

7.60

0 2 4 6 8 10 12

CPUE Ikan Terbang

CPUE Telur Ikan Terbang

Ukuran Ikan

Kematangan Gonad

Komposisi Spesies

Spesies ETP

"Range Collapse" SDI : Cara Penangkapan

"Range Collapse" SDI : Fishing Ground

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes

Page 57: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

57

mempengaruhi keberlanjutan teknik penangkapan ikan terbang, secara

berurutan adalah; kesesuaian fungsi dan ukuran kapal, sertifikasi awak

kapal; dan metode panangkapan ikan yang bersifat desruktif (Gambar

17).

Gambar 17. Nilai atribut domain teknik penangkapan yang dinyatakan

dalam bentuk nilai root mean square. 5.2.4. Domain Sosial

Hasil analisis pada domain sosial, diperoleh atribut yang memiliki

nilai sensitive cukup tinggi yang dapat berpengaruh terhadap

keberlanjutan sosial adalah konflik perikanan (Gambar 18).

Page 58: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

58

Gambar 18. Nilai atribut domain sosial yang dinyatakan dalam bentuk nilai

root mean square. 5.2.5. Domain Ekonomi

Hasil analisis pada domain ekonomi, diperoleh beberapa atribut

yang memiliki nilai sensitive cukup tinggi yang dapat berpengaruh pada

keberlanjutan ekonomi, secara berurutan adalah nilai tukar nelayan,

pendapatn RTP, saving rate (Gambar 19).

Gambar 19. Nilai atribut domain ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk

nilai root mean square.

12.78

37.30

12.75

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Partisipasi pemangku kepentingan

Konflik perikanan

Pemanfaatan pengetahuan lokal

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes

10.78

20.92

15.60

12.76

0 5 10 15 20 25

Kepemilikan Aset

Nilai tukar Nelayan

Pendapatan RTP

Saving Rate

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes

Page 59: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

59

5.2.6. Domain Kelembagaan

Hasil analisis pada domain kelembagaan, diperoleh beberapa

atribut yang memiliki nilai sensitive cukup tinggi yang dapat berpengaruh

terhadap keberlanjutan kelembagaan, secara berurutan adalah

pelaksanaan keputusan; keberadaan RPP, sinergi antar lembaga,

penegakan aturan main, keberadaan mekanisme pengambilan keputusan,

kebijakan perikanan, alat penegakan aturan main, kapasitas pemangku

kepentingan, kelengkapan jumlah regulasi, kelengkapan regulasi,

kepatuhan pada aturan nonformal, efektifitas penegakan aturan main

(Gambar 20).

Gambar 20. Nilai atribut domain kelembagaan yang dinyatakan dalam

bentuk nilai root mean square. 5.2.7. Keberlanjutan multidimensi pengelolaan perikanan ikan terbang

0.75

2.09

2.23

2.30

1.93

2.47

2.55

2.51

2.90

2.88

2.72

2.49

2.25

0.94

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Kepatuhan pada aturan formal

kepatuhan pada aturan non-formal

Kelengkapan regulasi

kelengkapan Jumlah regulasi

efektifitas Penegakan aturan main

Alat Penegakan aturan main

Bentuk penegakan aturan main

keberadaan mekanisme pengambilan…

pelaksanaan keputusan

keberadaan RPP

Sinergi antar lembaga

Kebijakan Peng perikanan

Kepasitas Pemangku kepentingan

Keberadaan otoritas tunggal

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Attr

ibut

e

Leverage of Attributes

Page 60: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

60

Peningkatan pengelolaan perikanan ikan terbang memerlukan

perbaikan pada dimensi-dimensi yang memiliki bengaruh paling sensitif,

dalam hal ini dimensi yang dimaksud secara berurutan adalah (a) teknik

penangkapan; (b) ekonomi; (c) sumberdaya ikan; (d) dimensi habitat dan

ekosistem; dan (e) sosial. Nilai dari dimensi tersebut berada pada status

yang tidak berlanjut. Nilai keberlunjutan enam dimensi dapat dilihat pada

Gambar 21.

Gambar 21. Diagram layang-layang nilai keberlanjutan dari enam dimensi

pengelolaan perikanan ikan terbang.

Page 61: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

61

7 Kesimpulan dan Rekomendasi

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Metode dan analisa indikator EAFM

Penggunaan manual penilaian indikator EAFM yang disusun oleh

KKP, WWF, PKSPL-IPB (2012) dapat digunakan untuk analisis

pengelolaan perikanan ikan terbang di Selat Makassar, kecuali beberapa

atribut pada domain habitat dan ekosistem tidak terlalu besar

pengaruhnya terhadap ekosistem ikan terbang dilaut lepas yaitu indeks

keanekaragaman lamun, keanekaragaman mangrove, keanekaragaman

karang, dan Indeks Nilai penting ekosistem mangrove.

7.1.2 Pengelolaan perikanan dari hasil kajian EAFM (a). Habitat ikan terbang belum tercemar dan belum ada indikasi terjadi

eutrofikasi, ekosistem terkait dengan habitat ikan terbang seperti

tutupan karang hidup masih tergolong sedang, tutupan lamun

rendah, dan luasan mangrove di wilayah pantai Sulawesi Selatan

Menurun tajam. Terdapat pengaruh upwelling sebagai daerah subur

yang digunakan sebagai daerah pemijahan (spawning ground), dan

daerah pemijahan sebagian telah dimanfaatkan untuk memperkaya

stok dengan cara menebari bale-bale. Diketahui sudah ada dampak

perubahan iklim global terhadap ekosistem terumbu karang di Selat

Makassar namun usaha strategi adaptasi dan mitigasi masih

terbatas seperti pada kegiatan rehabilitasi ekosistem bakau dan di

beberapa pulau dilakukan transplantasi karang. Dampak perubahan

iklim dilaporkan seperti bleaching yang terjadi pada beberapa pulau

namun ukurannya masih berupa spot-spot kecil.

(b). Stok sumberdaya ikan terbang di Selat Makassar telah mengalami

penurunan tajam yang ditandai oleh penurunan CPUE telur dan

CPUE ikan terbang serta adanya pergeseran daerah penangkapan

dari Selat Makassar ke Laut Seram, Laut banda, dan laut

Arafuratara. Selain itu rata-rata panjang ikan yang tertangkap

dewasa ini lebih kecil (pendek) dibanding dengan tahun terakhir ini.

Page 62: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

62

Spesies target jaring insang hanyut adalah ikan terbang torani,

Hirundichthys oxycephalus sebanyak 74 %. Alat tangkap jaring

insang hanyut yang digunakan menangkap induk ikan maupun bale-

bale yang digunakan menangkap telur keduanya tidak menangkap

ETP spesies.

(c). Terjadi perubahan peningkatan kapasitas alat tangkap telur dengan

mengganti alat pakkaja yang sesungguhnya lebih ramah lingkungan

menjadi bale-bale yang tidak ramah lingkungan karena sasaran

tangkapannya adalah 100% telur yang dapat memutus siklus hidup

ikan secara massif. Begitupula terjadi peningkatan panjang jaring

dan penggunaan mata jaring kecil untuk menangkap induk ikan

sehingga sebagian besar ikan yang tertangkap dengan jaring insang

hanyut belum mijah. Kapal penangkap telur ikan terbang yang

operasinya lebih jauh dengan ukuran 240-300 PK memiliki sertifikat

awak kapal sesuai aturan.

(d). Ada konflik antara alat tangkap jaring yang menangkap ikan dan alat

tangkap bale-bale yang menangkap telur, serta konflik penggunaan

jalur penangkapan perikanan ikan terbang dan kapal besar.

Partisipasi pemangku kepentingan pada waktu penyusunan RPP

Ikan terbang cukup tinggi. Terdapat pengetahuan tradisional untuk

mengetahui keberadaan ikan terbang yang dimanfaatkan dalam

kegiatan penangkapan. Nelayan telur ikan terbang di Majene

berdasarkan pengalaman turun temurun telah mengetahui bahwa

ikan terbang bertelur beberapa kali (parsial spawning) dalam satu

musim kemudian mati setelah pasca pemijahan dan tergolong ikan

berumur pendek. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mahon et al.

(1986); Campana et al. (1993) dan Ali et al. ( 2005).

(e). Nilai asset nelayan ikan terbang seperti kapal dan mesin tidak

mengalami penambahan, pendapatan rata-rata nelayan telur ikan

terbang di Selat Makassar dan laut Flores masih dibawah UMR

kecuali nelayan yang menangkap telur ikan terbang di Laut Seram

pendapatannya lebih tinggi. Saving rate nelayan ikan terbang

Page 63: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

63

negatif, rata-rata pengeluaran nelayan lebih tinggi dari rata-rata

pendapatan perbulanya (potensi berhutang masih lebih tinggi).

(f). Kepatuhan terhadap peraturan formal masih rendah masih terjadi

pelanggaran cukup tinggi setiap tahun seperti penggunaan bom dan

pelanggaran jalur penangkapan. RPP ikan terbang secara nasional

sudah disepakati namun pengesahan dari KKP belum turun. Ada

kebijakan pemerintah daerah tentang Pelaksana Kegiatan

Penyelamatan Populasi Ikan Terbang melalui kegiatan pelepasan

bale-bale setiap tahun sebagai wadah untuk mengamankan kegiatan

pemijahan ikan. Penegakan aturan main belum effektif karena

keterbatasan SDM, sarana prasarana, dan koordinasi yang lemah.

Mekanisme pengambilan keputusan penyusunan RPP ikan terbang

effektif karena diikuti oleh hampir semua stakeholders yang diawali

dengan lokakarya akademik, pertemuan nasional, provinsial, sampai

ke kabupaten. Kebijakan antar instansi tidak saling mendukung

kebijakan pembinaan teknis belum didukung kebijakan permodalan

sehingga nelayan terbelunggu pengijon. Peningkatan kapasitas

pemangku kepentingan dalam pengelolaan ikan terbang dilakukan

setiap tahun di dalam pertemuan anggota FPPS WPP-713 melalui

pemberian materi pengelolaan perikanan berbasis ekosistem.

Otoritas pengelolaan ikan terbang bersifa single authority dimana

perencanaan dan pengelolaan dibawah kendali pemerintah (KKP,

DKP Provinsi atau DKP Kabupaten).

7.2. Rekomendasi

7.1.3 Metode dan analisa indikator EAFM.

Beberapa atribut pada domain habitat dan ekosistem tidak terlalu

besar relevainsinya terhadap ekosistem ikan terbang dilaut lepas

yaitu indeks keanekaragaman lamun, keanekaragaman mangrove,

keanekaragaman karang, dan Indeks Nilai penting ekosistem

mangrove, sehingga yang digunakan cukup kerapatan mangrove,

Page 64: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

64

perubahan luasan mangrove, tutupan karang hidup, dan tutupan

padang lamun.

7.1.4 Pengelolaan perikanan dari hasil kajian EAFM

(g). Perhatian terhadap rehabilitasi, konservasi, dan pengembangan

ekosistem karang, ekosistem mangrove, dan ekosistem lamun di

wilayah pesisir Selat Makassar perlu dikembangkan terus sebagai

bagian dari ekosistem selat Makassar yang menjadi habitat ikan

terbang. Daerah upwelling sebagai daerah subur yang terdapat di

Selat Makassar sebagai daerah pemijahan (spawning ground) ikan

terbang perlu dikelola dengan baik melalui penebaran rumpon

sebagai tempat bertelur ikan terbang.

(h). Untuk menghindari terjadinya penurunan maupun kepunahan stok

ikan terbang di Selat Makassar maka sudah diperlukan pembatasan

jumlah usaha bale-bale dan jaring insang hanyut dan kapasitas alat

tangkapan tersebut seperti jumlah bale-bale, ukuran bale-bale,

ukuran panjang jaring dan ukuran mata jaring melalui sistem

perizinan dan peraturan alat tangkap yang ketat.

(i). Perlu mengembangkan alat tangkap telur dan induk ikan ramah

lingkungan atau kembali mensosialisasikan alat tangkap pakkaja

yang lebih ramah lingkungan. Perlu membatasi jumlah penangkapan

di daerah pemijahan terutama pada saat fase reproduktif ikan

terbang antara Februari-Maret (awal pemijahan) hingga Juni-Juli

(puncak pemijahan), dan jika perlu penangkapan diistirahatkan

sementara ketika ikan berada pada puncak pemijahan (Juni-Juli),

kemudian penangkapan kembali dilanjutkan setelah melewati puncak

pemijahan.

(j). Untuk menghindari konflik antara nelayan telur ikan terbang dan

nelayan ikan terbang diperlukan adanya zonasi daerah

penangkapan telur dan daerah penangkapan induk ikan.

Page 65: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

65

(k). Untuk meningkatatkan pendapatan nelayan maka perlu mencari

daerah penangkapan lain selain Selat Makassar, seperti nelayan dari

Takalar yang menangkap di Laut Seram memiliki rata-rata

pendapatan lebih tinggi dibanding nelayan yang hanya beroperasi di

Selat Makassar.

(l). Perlu peningkatan kesadaran masyarakat terhadap peraturan formal

tentang perikanan tangkap dan peningkatan pengertian masyarakat

terhadap kondisi sumberdaya ikan terbang yang telah mengalami

overfishing di Selat Makassar, peningkatan kesadaran masyarakat

nelayan dalam kegiatan pelepasan rumpon atau bale-bale sebagai

salah satu upaya untuk memperkaya stok, pemenuhan sarana

prasarana untuk kegiatan pengawasan dan monitoring oleh aparat,

serta mempercepat keputusan secara nasional tentang RPP ikan

terbang untuk di jabarkan di tingkat local, serta terus meningkatan

kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan ikan terbang di

WPP-713.

Page 66: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

66

REFERENSI

Alder, J. T.J. Pitcher, D. Preikshot, K. Kaschner, B. Ferriss. 2000. How

Good is Good?: A Rapid Appraisal Technique for Evaluation of the Sustainability Status of Fisheries of the North Atlantic. Sea Around Us Methodology Review. p136-182.

Ali, S.A.; M.N. Nessa; M.I. Djawad; S.B.A. Omar. 2005. Distribusi

diameter telur dan frekuensi pemijahan ikan terbang, Hirundichthys oxycephalus (Bleeker, 1582) di Laut Flores Sulawesi Selatan. Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 15 (6): 396-402.

Campana, S.E.; H.A. Oxenford; J.N. Smith. 1993. Radiochemical

determination of longevity in flying fish Hirundichthys affinis using Th-228/Ra-228. Mar.Ecol.Prog. Ser. 100: 211-219.

Dirhamsyah; S.A Ali; H. Susanto; A. Syahailatua; S. Made. 2009. Ikan

Terbang, Eksotis, dan komersial, spesies perlu dilindungi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Dinas Perikanan Sulsel, 2012. Statistik perikanan Sulawesi Selatan.

Makassar. Dwiponggo; A.T. Sujastami, dan S. Nurhakim. 1983. Pengkajian potensi

dan tingkat pengusahaan perikanan torani di Perairan Sulawesi Selatan. Laporan Penelitian Perikanan Laut. 25:1-12.

Lewis, J.B., Brundritt, J.K., Fish, A. G. 1988. The biology of the flyingfish

Hirundichthys affinis (Gunther). Bull. mar. Sci. Gulf Caribb. 12: 73-94.

Mahon, R., Oxenford, H.A., and W. Hunte. (eds.) 1986. Development

strategies for flying fish fisheries of the eastern Caribbean, Workshop proceedings, IDRC-MR128e. International Development Research Centre, Ottawa.

Nessa, M.N., H. Sugondo, I. Andarias, dan A. Rantetondok. 1977. Studi

pendahuluan terhadap perikanan ikan terbang di Selat Makassar. Lontara. 13: 643-669.

Nessa, M.N., S.A. Ali dan A. Rachman. 1992. Percobaan penetasan

telur ikan terbang di Laboratorium Ilmu Kelautan Pulau Barrang Lompo. Lontara: N0.39 (XXVIII), 19-31.

Ngonpa, D. 2006. Kelimpahan ikan terbang secara vertical di Laut Flores

takalar. Tesis. Pasca Sarjana Unhas. Makassar.

Page 67: Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan ... - EAFM Ikan Terbang Selat... · Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM ... Alat ini menggunakan

67

Parin, N.V. 1999. Exocoetidae (Flyingfish). In K.E Carpenter and V.H. Nien. The living marine resources of the westere central Pasific. FAO. 4:2162-2179.

Pitcher, T.J., D. Preikshot. 2001. Rapfish, A Rapid Appraisal Technique

for Fisheries, and Its Application to the Code of Conduct for Responsible Fisheries. J. Fisheries Research 49: p255-270.

Riana. 2012. Analisis catch per unit effort telur ikan terbang Laut Seram

dan Selat Makassar. Laporan (Skripsi). Fakultas Ilmu Kelautan dan perikanan Unhas. Makassar.