penilaian lengkap 1 - 113

116
BAB I PENDAHULUAN A. Pendidikan Berbasis Kompetensi Kebijakan pemerintah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sesuai dengan PP Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, khususnya bidang pendidikan dan kebudayaan yang menyatakan bahwa wewenang pemerintah pusat diantaranya adalah penetapan standar kompetensi peserta didik dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pelajaran pokok. Ketentuan ini memberi wewenang pemerintah untuk menetapkan standar kompetensi untuk semua jenjang pendidikan. Pemberlakuan peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut adanya upaya pembagian kewenangan dalam berbagai bidang pemerintahan. Hal tersebut membawa implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Dalam hal ini ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu: 1. Diversifikasi kurikulum yang merupakan proses penyesuaian, perluasan, pendalaman materi pembelajaran agar dapat melayani keberagaman kebutuhan dan tingkat kemampuan peserta didik serta kebutuhan daerah setempat dengan berbagai kompleksitasnya. 2. Penetapan standar kemampuan, dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal atau secukupnya mencakup kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan, dan dimahirkan oleh peserta didik pada setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan sebagai upaya kendali dan jaminan mutu. 3. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonomi merupakan pijakan 1

Upload: rizki-armando-putra

Post on 07-Dec-2014

125 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hjhj

TRANSCRIPT

Page 1: Penilaian Lengkap 1 - 113

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendidikan Berbasis Kompetensi

Kebijakan pemerintah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)

sesuai dengan PP Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan

kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, khususnya bidang pendidikan dan

kebudayaan yang menyatakan bahwa wewenang pemerintah pusat diantaranya

adalah penetapan standar kompetensi peserta didik dan warga belajar serta

pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta

pedoman pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pelajaran pokok.

Ketentuan ini memberi wewenang pemerintah untuk menetapkan standar

kompetensi untuk semua jenjang pendidikan.

Pemberlakuan peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan

pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut adanya upaya pembagian kewenangan

dalam berbagai bidang pemerintahan. Hal tersebut membawa implikasi terhadap

sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan

pelaksanaan kurikulum. Dalam hal ini ada tiga hal penting yang perlu mendapat

perhatian, yaitu:

1. Diversifikasi kurikulum yang merupakan proses penyesuaian, perluasan,

pendalaman materi pembelajaran agar dapat melayani keberagaman

kebutuhan dan tingkat kemampuan peserta didik serta kebutuhan daerah

setempat dengan berbagai kompleksitasnya.

2. Penetapan standar kemampuan, dimaksudkan untuk menetapkan ukuran

minimal atau secukupnya mencakup kemampuan, pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan, dan

dimahirkan oleh peserta didik pada setiap tingkatan secara maju dan

berkelanjutan sebagai upaya kendali dan jaminan mutu.

3. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan

Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonomi merupakan pijakan utama

untuk lebih memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pendidikan

sesuai dengan potensi daerah yang bersangkutan.

Untuk merespon ketiga hal tersebut di atas, Depdiknas telah melakukan

penyusunan standar nasional untuk seluruh mata pelajaran di SMU, yang mencakup

komponen:

1

Page 2: Penilaian Lengkap 1 - 113

1. Standar Kompetensi peserta didik, merupakan ukuran kemampuan minimal

yang mencakup kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap

tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.

2. Kompetensi dasar, merupakan penjabaran standar kompetensi peserta didik

yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan standar kompetensi

peserta didik.

3. Standar Materi Pokok, adalah hal yang esensi dalam suatu mata pelajaran,

yang dapat berupa bidang ajar, gugus isi, proses, keterampilan, atau

konteks keilmuan suatu mata pelajaran.

4. Indikator Pencapaian, merupakan indikator pencapaian hasil belajar berupa

kompetensi dasar yang lebih spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk

menilai ketercapaian hasil pembelajaran.

Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus

dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Istilah pendidikan berbasis

kompetensi digunakan di Australia, sedang Amerika Serikat menggunakan istilah

pendidikan berbasis standar. Kedua istilah ini memiliki makna yang sama, yaitu

pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki lulusan suatu

jenjang pendidikan. Kompetensi lulusan dijabarkan berdasarkan pada tujuan

pendidikan nasional. Pada Bab II Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan

nasional mencakup komponen pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian,

kreativitas, kesehatan, akhlak, ketaqwaan, dan kewarganegaraan. Semua

komponen pada tujuan pendidikan nasional harus tercermin pada kurikulum dan

sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan

pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik

secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut

mensejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki

pengetahuan dan ketrampilan serta berprilaku yang baik. Untuk itu peserta didik

harus mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki

sesuai dengan standar yang ditetapkan.

2

Page 3: Penilaian Lengkap 1 - 113

Kompetensi lulusan, yaitu kemampuan yang harus dimiliki peserta didik,

selanjutnya dijabarkan menjadi standar kompetensi peserta didik dalam mata

pelajaran. Acuan yang digunakan untuk menurunkan kemampuan lulusan menjadi

sejumlah standar kompetensi peserta didik dalam mata pelajaran adalah: 1)

kemampuan lulusan, 2) struktur keilmuan mata pelajaran, 3) perkembangan

psikologi peserta didik, 4) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

seni, 5) kebutuhan masyarakat. Jadi lima acuan ini menjadi dasar pengembangan

standar kompetensi peserta didik.

Standar kompetensi peserta didik dikembangkan oleh para pakar bidang studi,

pakar pendidikan bidang studi, serta pakar psikologi perkembangan. Standar

kompetensi yang diperoleh selanjutnya divalidasi oleh pakar dari perguruan tinggi

lain serta para guru-guru dari sejumlah sekolah dengan memperhatikan peringkat

sekolah. Dalam satu mata pelajaran dan dalam satu jenjang pendidikan bisa

terdapat 6 sampai 15 standar kompetensi, tergantung kompleksitas dan luas

cakupan mata pelajaran.

Kompetensi lulusan yang berupa kemampuan yang dimiliki lulusan dicirikan

dengan pengetahuan, ketrampilan, dan prilaku yang dapat ditampilkan. Kompetensi

lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena

persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Oleh

karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan

menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat regional, nasional, dan

global.

Standar kompetensi cakupannya luas dan kata kerja yang digunakan bisa

operasional dan bisa tidak. Untuk memudahkan guru dalam mengembangkan

silabus, standar kompetensi diuraikan menjadi kompentesi dasar. Kompetensi dasar

memiliki cakupan materi yang lebih sempit, dan menggunakan kata kerja

operasional yang mudah diukur. Tiap kompetensi dasar bisa diuraikan menjadi tiga

atau lebih indikator. lndikator ini merupakan acuan dalam menentukan jenis

tagihan, yaitu bisa berupa ulangan, tugas-tugas, kuis, kuesioner, inventori, dan

sebagainya.

Implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan

silabus dan sistem penilaian berbasis kompetensi. Silabus merupakan acuan untuk

merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, sedang sistem penilaian

berbasis kompetensi mencakup jenis tagihan, dan bentuk soal. Jenis tagihan adalah

berbagai bentuk ulangan dan tugas-tugas, tagihan, seperti ulangan atau tugas-

tugas yang harus dikerjakan peserta didik. Bentuk soal terkait dengan jawaban

yang harus dilakukan oleh peserta didik, seperti bentuk isian singkat, pilihan ganda,

uraian, objektif, uraian non objektif, dan sebagainya.

3

Page 4: Penilaian Lengkap 1 - 113

Sesuai dengan jiwa otonomi dalam bidang pendidikan seperti pada Peraturan

Pemerintah No. 25 tahun 2000 Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah

daerah memiliki wewenang dalam menentukan dan mengembangkan silabus dan

sistem penilaiannya berdasarkan standar kompetensi peserta didik yang disusun

pemerintah. Agar penentuan silabus dan sistem penilaiannya dapat dilakukan

dengan baik diperlukan pedoman. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini

Direktorat Pendidikan Menengah Umum perlu menyiapkan pedoman penyusunan

silabus serta sistem penilaiannya.

Paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, pedagogi, dan

pengujian, menekankan pada standar atau hasil (Wilson, 2001). Kurikulum berisi

bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik melalui proses pembelajaran.

Proses pembelajaran dilaksanakan dengan mengajar, sedangkan tingkat

keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada hasil penilaian,

yang mencakup ujian, tugas-tugas, dan pengamatan.

Pengembangan sistem penilaian hasil kegiatan pembelajaran berbasis

kompetensi bersifat hierarkhis, secara berurutan yaitu: standar kompetensi,

kompetensi dasar, indikator, materi pokok, dan instrumen penilaian. Standar

kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok dikembangkan oleh Balitbang

Departemen Pendidikan Nasional, sedang indikator dan penentuan instrumen

penilaian dikembangkan oleh masing-masing daerah atau sekolah. Balitbang

Depdiknas hanya memberi beberapa contoh indikator pencapaian. Dengan

demikian diharapkan soal ujian yang digunakan akan menampung keperluan

daerah sesuai dengan karakateristiknya masing-masing. Selain itu sumber daya

manusia di semua daerah akan diberdayakan, sehingga semuanya tidak tergantung

pada Departemen Pendidikan Nasional di pusat.

Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam

mengelola proses pembelajaran, dan lebih khusus lagi adalah proses pembelajaran

yang terjadi di kelas. Sesuai dengan prinsip otonomi dan manajemen peningkatan

mutu berbasis sekolah, pelaksana pembelajaran dalam hal ini guru harus diberi

keleluasaan dalam menentukan silabus dan memilih strategi pembelajaran dan

sistem penilaiannya. Bagi sekolah yang mampu diharapkan dapat menetapkan

silabus, memilih strategi pembelajaran, serta sistem penilaiannya dengan

disediakan pedoman, sedang bagi yang belum mampu diberi pedoman serta contoh

silabus dan sistem penilainnya. Untuk itu perlu dibuat buku pedoman cara

mengembangkan silabus dan sistem penilaian berbasis kompetensi. Baik pedoman

pengembangan silabus maupun pedoman pengembangan sistem penilaian ada dua

macam, yaitu pedoman umum dan pedoman khusus.

Pedoman umum pengembangan sistem penilaian memberi penjelasan secara

4

Page 5: Penilaian Lengkap 1 - 113

umum tentang prosedur dan cara mengembangkan kompetensi dasar menjadi

indikator, dan mengembangkan indikator menjadi berbagai bentuk tagihan.

Pedoman khusus menjelaskan lebih rinci tentang prosedur dan cara

mengembangkan kompetensi dasar menjadi indikator pencapaiannya, dan

mengembangkan indikator menjadi berbagai bentuk tagihan, seperti soal ujian,

tugas-tugas, kuis, kuesioner, inventori, portfolio, dan sebagainya.

Hasil kegiatan belajar peserta didik yang berupa kemampuan kognitif dan

psikomotor ditentukan oleh kondisi afektif peserta didik. Kemampuan kognitif

adalah kemampuan berpikir, yaitu yang menurut taksonomi Bloom (Sax, 1980),

secara hierarkhis terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,

dan evaluasi. Peserta didik yang tidak berminat dalam suatu mata pelajaran tidak

dapat diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu

tugas guru adalah membangkitkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.

Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan

hapalan saja. Pada tingkat pemahaman, peserta didik dituntut untuk menyatakan

masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu prinsip atau konsep.

Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep

dalam suatu sistuasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta

untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi,

membedakan fakta dan pendapat, dan menemukan hubungan sebab akibat. Pada

tingkat sintesis, peserta didik dituntut menghasilkan suatu cerita, komposisi,

hipotesis, atau teorinya sendiri, dan mensintesiskan pengetahuan. Pada tingkat

evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi, seperti bukti sejarah, editorial,

teori-teori, dan termasuk di dalamnya melakukan judgement terhadap hasil analisis

untuk membuat kebijakan.

Kemampuan psikomotor pada mata pelajaran tertentu di SMA (Sekolah

Menengah Atas) dapat dikembangkan. Kemampuan tersebut misalnya dalam

bentuk gerak adaptif atau gerak terlatih (adaptive movement), baik keterampilan

adaptif sederhana (simple adaptive skill), keterampilan adaptif gabungan

(compound adaptive skill), keterampilan adaptif kompleks (complex adaptive skill),

maupun keterampilan komunikasi berkesinambungan (non-discursive

communication), yaitu baik gerak ekspresif (expressive movement) maupun gerak

interpretatif (interpretative movement) (Harrow, 1972). Keterampilan adaptif

sederhana dapat dilatihkan dalam berbagai mata pelajaran, seperti bentuk

keterampilan pemakaian peralatan laboratorium. Keterampilan adaptif gabungan

dan keterampilan adaptif kompleks, juga keterampilan komunikasi berke-

sinambungan baik gerak ekspresif maupun gerak interpretatif dapat dilatihkan

dalam mata pelajaran Pendidikan Kesenian dan Pendidikan Jasmani.

5

Page 6: Penilaian Lengkap 1 - 113

Kondisi afektif peserta didik tidak dapat dideteksi dengan tes, tetapi dapat

diperoleh melalui angket, inventori, atau pengamatan yang sistematik dan

berkelanjutan. Sistematik berarti pengamatan mengikuti suatu prosedur tertentu,

sedang berkelanjutan memiliki arti pengukuran dan penilaian dilakukan secara

terus menerus. Berkelanjutan dalam hal ini berarti pengukuran ranah kognitif,

afektif, dan psikomotor dilakukan secara serempak serta terus menerus dan

berkesinambungan hingga peserta didik menguasai kompetensi dasar. Jadi sistem

ujian berkelanjutan memiliki makna bahwa ujian yang digunakan mengukur semua

kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik, yaitu yang mencakup ranah

kognitif, afektif, dan psikomotorik, dan dilakukan secara serempak dan

berkelanjutan.

Hasil ujian atau pengamatan harus dianalisis dan ditindaklanjuti melalui

program remedial atau pengayaan. Hasil analisis berupa daftar kompetensi dasar

yang belum dikuasai peserta didik dan yang telah dikuasai peserta didik. Sesuai

dengan ketentuan, pemerintah hanya menentukan kemampuan lulusan, standar

kompetensi, dan kompetensi dasar. Sekolah mengembangkan silabus dan sistem

penilaian dengan mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk

itu itu diperlukan pedoman umum dan pedoman khusus untuk mengembangkan

silabus dan sistem penilaiannya.

Jadi ada dua pedoman umum yang diperlukan, yaitu pedoman umum

pengembangan silabus dan pedoman umum pengembangan sistem penilaian. Selain

itu diperlukan pedoman khusus pengembangan silabus dan sistem penilaian untuk

tiap mata pelajaran dalam satu buku.

B. Konsep Penilaian

Ada empat istilah yang terkait dengan konsep pengujian dan yang sering

digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar peserta didik, yaitu pengukuran,

pengujian, penilaian, dan evaluasi. Pengukuran menurut Guilford (1982) adalah proses

penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu. Pengukuran

pendidikan berbasis kompetensi dasar berdasarkan pada klasifikasi observasi unjuk

kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu standar.

Pengukuran dapat menggunakan tes dan non-tes. Tes adalah seperangkat

pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah. Non-tes berisi pertanyaan

atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non-tes

bisa berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan atau

pernyataan, peserta didik diminta menjawab atau memberikan pendapat terhadap

pernyataan. Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu

keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta didik. Pengukuran pendidikan bisa

bersifat kuantitatif atau kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka, sedangkan

6

Page 7: Penilaian Lengkap 1 - 113

yang kualitatif hasilnya bukan angka tetapi pernyataan kualitatif, yaitu yang berupa

pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang, dan sebagainya.

Pengukuran, penilaian, dan evaluasi bersifat hierarkhis, maksudnya kegiatan

dilakukan secara berurutan, yaitu dimulai dengan pengukuran, kemudian penilaian,

dan terakhir evaluasi. Pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang

dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.

Penilaian atau asesmen adalah istilah umum yang mencakup semua metode

yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja individu peserta didik atau

kelompok. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti untuk menunjukkan

pencapaian belajar peserta didik. Penilaian menurut Griffin & Nix (1991) suatu

pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang

atau sesuatu. Definisi penilaian berhubungan dengan setiap bagian dari proses

pendidikan, bukan hanya keberhasilan belajar saja, tetapi mencakup semua proses

mengajar dan belajar. Kegiatan penilaian oleh karenanya tidak terbatas pada

karakteristik peserta didik saja, tetapi juga mencakup karakteristik metode

mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian bisa

berupa metode atau prosedur formal atau informal, untuk menghasilkan informasi

tentang peserta didik, yaitu: tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman

wawancara, tugas rumah, dan sebagainya. Penilaian juga diartikan sebagai

kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.

Evaluasi adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu

objek (Stufflebeam & Shinkfield, 1985). Dalam melakukan evaluasi di dalamnya ada

kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur judgement

tentang nilai suatu program, oleh karenanya terdapat unsur subjektif. Dalam

melakukan judgement diperlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil

penilaian. Objek evaluasi adalah program yang hasilnya memiliki banyak dimensi,

seperti kemampuan, kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh

karena itu, dalam kegiatan evaluasi alat ukur yang digunakan juga bervariasi

tergantung pada jenis data yang ingin diperoleh.

7

Page 8: Penilaian Lengkap 1 - 113

BAB 2

PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI

A. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang

mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Standar adalah arahan atau

acuan bagi pendidik tentang kemampuan dan keterampilan yang menjadi fokus

proses pembelajaran dan penilaian (Harris, Guthrie, Hobart, & Lundberg, 1997). Jadi

standar kompetensi adalah batas dan arah kemampuan yang harus dimiliki dan

dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran suatu mata

pelajaran tertentu. Cakupan materi yang terkandung pada setiap standar

kompetensi cukup luas terkait dengan konsep yang ada dalam suatu mata

pelajaran.

Standar kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja yang

operasional atau yang tidak operasional tergantung dari karakteristik bidang studi

serta cakupan materi. Jumlah standar kompetensi untuk satu mata pelajaran

bervariasi sekitar 6 sampai 15 buah. Kata kerja yang tidak operasional yang

digunakan pada standar kompetensi di antaranya adalah: mengetahui dan

memahami; sedangkan kata kerja yang operasional adalah menafsirkan,

menganalisis, mengevaluasi, membandingkan, mendemonstrasikan, dan

sebagainya.

Standar kompetensi ditinjau dari cakupan materi dan kata kerja yang digunakan

bersifat umum, sehingga perlu dijabarkan menjadi sejumlah kompetensi dasar yang

sering disebut dengan kemampuan minimum. Cakupan materi pada kompetensi

dasar lebih sempit dibanding pada standar kompetensi. Selain itu kata kerja yang

digunakan adalah operasional, di antaranya adalah: menghitung, mengidentifikasi,

membedakan, menafsirkan, menganalisis, menerapkan, merangkum, dan

sebagainya. Selanjutnya kompetensi dasar diuraikan menjadi sejumlah indikator,

yaitu sekitar 3 buah atau lebih. Indikator adalah karakteristik, ciri-ciri, perbuatan, atau

respons yang ditunjukkan atau dilakukan oleh peserta didik berkaitan dengan

kompetensi dasar.

Indikator merupakan acuan dalam menentukan tagihan. Tagihan ini bisa berupa

ujian atau bentuk lain dan harus bisa diukur. Untuk itu kata kerja yang digunakan pada

indikator sepenuhnya harus operasional dan cakupan materinya lebih terfokus, atau

lebih sempit dibanding dengan kata kerja pada kompetensi dasar. Indikator ini

8

Page 9: Penilaian Lengkap 1 - 113

menjadi pedoman tentang tingkat pencapaian belajar peserta didik sesuai dengan

kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar nasional menjadi acuan bagi

sekolah-sekolah atau daerah-daerah untuk mengembangkan silabus dan sistem

penilaian. Pihak sekolah atau guru memiliki tugas menentukan indikator pencapaian

kompetensi dasar. Pengembangan kompetensi dasar menjadi sejumlah indikator

dan pengembangan indikator menjadi soal ujian atau instrumen penilaian harus

mengikuti suatu prosedur tertentu.

B. Pengembangan Indikator

Indikator dikembangkan dari kompetensi dasar dengan menggunakan kata kerja

yang operasional dengan tingkat berpikir menengah dan tinggi. Tiap kompetensi

dasar dapat dijabarkan menjadi 3 (tiga) atau lebih indikator. Bila tagihannya dalam

bentuk ulangan, setiap indikator dapat dibuat 3 (tiga) butir soal atau lebih.

Pengembangan indikator dan penentuan soal ujian dilakukan oleh sekolah, dalam

hal ini adalah guru. Dengan demikian guru dituntut agar memiliki kemampuan

untuk mengembangkan kompetensi dasar menjadi sejumlah indikator, dan

mengembangkan indikator menjadi sejumlah tagihan, bisa dalam bentuk soal ujian

soal ujian, tugas-tugas, dan sebagainya.

Seperti dijelaskan sebelumnya indikator adalah karakteristik, ciri-ciri, perbuatan,

atau respons peserta didik. Indikator dinyatakan dengan menggunakan kata kerja

operasional yang dapat diukur dan cakupan materinya sudah terbatas. Kata kerja

operasional yang digunakan pada indikator di antaranya menghitung,

mengidentifikasi, menafsirkan, membandingkan, membedakan, menerapkan,

menganalisis, merangkum, menyimpulkan, merancang, dan sebagainya.

Indikator juga digunakan untuk mengembangkan instrumen nontes, seperti

pengukuran minat, sikap, motivasi, dan sejenisnya. Sebagai contoh, jika kita ingin

mengukur minat seseorang mempelajari mata pelajaran Bahasa Inggris, maka

terlebih dahulu didefinisikan secara operasional apa itu minat. Definisi ini

selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah indikator untuk menyatakan ciri-ciri orang

berminat dan tidak berminat dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan. Misalnya

ciri-ciri orang yang berminat adalah memiliki catatan pelajaran lengkap, selalu hadir

di kelas, sering mengajukan pertanyaan, dan sebagainya.

Semua bentuk tagihan lain yang digunakan harus diusahakan agar memberikan

informasi yang sahih dan handal. Bila tagihannya dalam bentuk ujian, hasil ujian

yang sahih berkaitan dengan bahan ajar yang diujikan, yaitu sejauh mana bahan

ujian merupakan kompetensi dasar yang ingin dicapai. Pada sistem penilaian

berbasis kompetensi, semua kompetensi dasar ditagih, sehingga hasil tagihan baik

berupa tes atau tugas-tugas, atau bentuk lain harus menunjuk pada kompetensi

9

Page 10: Penilaian Lengkap 1 - 113

dasar yang dinilai. Jadi skor yang diperoleh peserta didik harus menunjukkan

kompetensi dasar yang telah dan yang belum dicapai peserta didik.

Andai berkaitan dengan kesalahan pengukuran, yang sering dinyatakan dengan

indeks keandalan. Tes yang andal memberikan hasil pengukuran yang memiliki

kesalahan sekecil mungkin. Kesalahan pengukuran pada dasarnya ada dua, yaitu

yang bersifat random dan yang bersifat sistematik. Besarnya kesalahan yang

bersifat random dapat ditaksir, sedang yang bersifat sistematik sulit ditaksir kecuali

hanya arahnya, yaitu positif atau negatif. Sistematik berarti skor yang diperoleh

oleh semua peserta didik lebih tinggi atau lebih rendah dari kemampuan yang

sebenarnya. Namun apabila kesalahan pada sebagian siswa positif dan sebagian

lain negatif, maka tes itu dikatakan bias. Hal ini harus dihindari dalam melakukan

pengukuran dan penilaian.

C. Acuan Norma dan Acuan Kriteria

Di lihat dari perencanaan tes dan penafsiran hasil tes, pengukuran dalam bidang

pendidikan bisa berdasarkan acuan norma atau acuan kriteria Kedua acuan ini

menggunakan asumsi yang berbeda tentang kemampuan seseorang. Asumsi yang

berbeda akan menghasilkan informasi yang berbeda. Penafsiran hasil tes antara

kedua acuan ini berbeda sehingga menghasilkan informasi yang berbeda

maknanya. Pemilihan acuan yang tepat ditentukan oleh karakteristik mata

pelajaran yang akan diukur dan tujuan yang akan dicapai.

Tes acuan norma berasumsi bahwa kemampuan orang itu berbeda dan dapat

digambarkan menurut distribusi normal. Perbedaan ini harus ditunjukkan oleh hasil

pengukuran, misalnya setelah mengikuti peserta didik dibandingkan dengan

kelompoknya, sehingga dapat diketahui posisi peserta didik tersebut. Acuan ini juga

digunakan pada tes seleksi, karena sesuai dengan tujuannya tes seleksi adalah

untuk membedakan kemampuan orang, khususnya bila jumlah pendaftar yang

diterima berdasarkan pada kuota atau daya tampung.

Tes acuan kriteria berasumsi bahwa hampir semua orang bisa belajar apa saja

namun waktunya yang berbeda. Konsekuensi acuan ini adalah adanya program

remedi dan pengayaan. Mereka yang belum memiliki kompetensi dasar seperti

disyaratkan harus belajar lagi sampai kemampuannya mencapai kriteria atau

standar yang ditetapkan. Bagi mereka yang telah mencapai standar, diberi

pelajaran tambahan yaitu yang disebut dengan pengayaan. Jadi irama belajar pada

pendidikan berbasis kompetensi adalah individual, yang cepat diberi pengayaan

dan yang lambat diberi remedial.

Penafsiran skor hasil tes selalu dibandingkan dengan kriteria yang telah

ditetapkan lebih dahulu. Hasil tes adalah lulus atau tidak. Lulus berarti telah

memiliki kompetensi dasar, tidak lulus berarti belum memiliki kompetensi dasar.

10

Page 11: Penilaian Lengkap 1 - 113

Pada prakteknya batas lulus yang banyak digunakan adalah 75 %. Batas lulus ini

sebenarnya tergantung pada resiko yang ada pada tiap mata pelajaran. Mata

pelajaran dengan resiko tinggi batas lulus tentu tinggi, sedang yang resikonya

rendah batas lulusnya bisa lebih rendah dari 75 %.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem penilaian hasil kegiatan pembelajaran

berbasis kompetensi menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa

dilakukan peserta didik setelah peserta didik mengikuti proses pembelajaran, dan

bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

11

Page 12: Penilaian Lengkap 1 - 113

BAB 3

KARAKTERISTIK PENILAIAN

A. Sistem Penilaian Berkelanjutan

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan sistem penilaian

berbasis kompetensi (Harris, Guthrie, Hobart, & Lundber, I995), yaitu:

1. Definisi tentang apa yang dipelajari dan apa yang dinilai.

2. Spesifikasi peringkat unjuk kerja atau standar.

3. Menekankan pada komparasi antara unjuk kerja peserta didik dengan

standar atau kriteria.

Untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki kompetensi dasar

perlu dikembangkan suatu sistem penilaian. Sistem penilaian yang dilakukan harus

mencakup seluruh kompetensi dasar dengan menggunakan indikator yang

ditetapkan oleh guru. Sistem penilaian berbasis kompetensi yangdirencanakan

adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua

indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar

yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik.

Untuk itu digunakan berbagai teknik penilaian dan ujian, yaitu: pertanyaan lisan di

kelas, kuis, ulangan harian, tugas rumah, ulangan praktek, pengamatan, dan

sebagainya yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajarannya. Penentuan

teknik penilaian yang digunakan berdasar pada kompetensi dasar yang ingin dinilai

dan harus ditelaah oleh teman sejawat dalam mata pelajaran yang sama.

Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa

program remedi. Apabila peserta didik belum menguasai suatu kompetensi dasar,

ia harus mengikuti proses pembelajaran lagi, sedang bila telah menguasai

kompetensi dasar, ia diberi tugas pengayaan. Peserta didik yang telah menguasai

semua atau hampir semua kompetensi dasar dapat diberi tugas untuk mempelajari

kompetensi dasar berikutnya. Oleh karena itu, dalam sistem penilaian

berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi penilaian dan rancangan penilaian

secara menyeluruh untuk satu semester dengan menggunakan teknik penilaian

yang tepat.

Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar mencakup hal–hal

sebagai berikut:

1. Standar kompetensi: kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam

setiap mata pelajaran. Hal ini memiliki implikasi yang signifikan dalam

12

Page 13: Penilaian Lengkap 1 - 113

perencanaan, metodologi, dan pengelolaan penilaian.

2. Kompetensi dasar: kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus

dimiliki lulusan SMU.

3. Rencana penilaian: jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester

dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus.

4. Proses penilaian: pemilihan dan pengembangan teknik penilaian, sistem

pencatatan, dan pengelolaan proses.

5. Proses implementasi: menggunakan berbagai teknik penilaian.

6. Pencatatan dan pelaporan: pengelolaan sistem penilaian dan pembuatan

laporan.

Enam hal ini merupakan karakteristik penelitian berbasis Kompetensi dan oleh

karenanya, setiap guru harus menguasai dan melaksanakannya.

B. Bentuk Tes

Tingkat berpikir yang digunakan dalam mengerjakan tes harus mencakup mulai

yang rendah sampai yang tinggi, dengan proporsi yang sebanding sesuai dengan

jenjang pendidikan. Pada jenjang pendidikan menengah, tingkat berpikir yang

terlibat sebaiknya terbanyak pada tingkat pemahaman, aplikasi, dan analisis.

Namun hal ini tergantung pada karakteristik mata pelajaran.

Bentuk tes yang digunakan di sekolah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu

tes objektif dan tes non-objektif. Objektif di sini dilihat dari sistem penskorannya,

yaitu siapa saja yang memeriksa lembar jawaban tes akan menghasilkan skor yang

sama. Tes non-objektif adalah tes yang sistem penskorannya dipengaruhi oleh

pemberi skor. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tes objektif adalah tes yang

sistem penskorannya objektif, sedang tes non-objektif sistem penskorannya

dipengaruhi oleh subjektivitas pemberi skor.

Ada beberapa bentuk soal yang dipakai dalam sistem penilaian berbasis

kompetensi dasar. Bentuk soal tes yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

1. Pilihan ganda : Bentuk ini bisa mencakup banyak materi pelajaran,

penskorannya objektif, dan bisa dikoreksi dengan komputer. Namun

membuat butir soal pilihan ganda yang berkualitas baik cukup sulit, dan

kelemahan lain adalah peluang kerja sama peserta antar tes sangat besar.

Oleh karena itu, bentuk ini dipakai untuk ujian yang melibatkan banyak

peserta didik dan waktu untuk koreksi relatif singkat. Penggunaan bentuk ini

menuntut agar pengawas ujian teliti dalam melakukan pengawasan saat

ujian berlangsung. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi tergantung pada

kemampuan pembuat soal (Ebel, l979).

2. Uraian objektif : Bentuk ini cocok untuk mata pelajaran yang batasnya

13

Page 14: Penilaian Lengkap 1 - 113

jelas seperti Matematika dan IPA (Fisika, Kimia, dan Biologi). Agar hasil

penskorannya objektif diperlukan pedoman penskoran Objektif di sini berarti

hasil penilaian terhadap suatu lembar jawaban akan sama walau diperiksa

oleh orang yang berbeda asal memiliki latar belakang pendidikan sesuai

dengan mata ujian. Tingkat berpikir yang diukur bisa sampai pada tingkat

yang tinggi. Penskoran dilakukan secara analitik, yaitu setiap langkah

pengerjaan diberi skor. Misalnya, jika peserta didik menuliskan rumusnya

diberi skor, menghitung hasilnya diberi skor, dan menafsirkan atau

menyimpulkan hasilnya, juga diberi skor. Penskoran bersifat hierarkhis,

sesuai dengan langkah pengerjaan soal. Bobot skor untuk tiap butir soal

ditentukan oleh tingkat kesulitan butir soal, yang sulit bobotnya lebih besar

dibandingkan dengan yang mudah.

3. Uraian non-objektif/uraian bebas : Bentuk ini cocok untuk bidang studi

ilmu-ilmu sosial. Walau hasil penskoran cenderung subjektif, namun bila

disediakan pedoman penskoran yang jelas, hasilnya diharapkan dapat lebih

objektif. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi. Bentuk ini bisa menggali

informasi kemampuan penalaran, kemampuan berkreasi atau kreativitas

peserta didik, karena kunci jawabannya tidak satu.

4. Jawaban singkat atau isian singkat : Bentuk ini cocok digunakan untuk

mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman peserta didik jumlah

materi yang diuji bisa banyak, namun tingkat berpikir yang diukur

cenderung rendah.

5. Menjodohkan : Bentuk ini cocok untuk mengetahui pemahaman peserta

didik tentang fakta dan konsep. Cakupan materi bisa banyak, namun tingkat

berpikir yang terlibat cenderung rendah.

6. Performans : Bentuk ini cocok untuk mengukur kemampuan seseorang

dalam melakukan tugas tertentu, seperti praktek di laboratorium. Peserta

tes diminta untuk mendemonstrasikan kemampuan dan keterampilan dalam

bidang tertentu. Penilaian performans menurut Nathan & Cascio (1986)

berdasarkan pada analisis pekerjaan.

7. Portfolio : Bentuk ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja

peserta didik, dengan menilai kumpulan karya-karya, atau tugas yang

dikerjakan peserta didik. Portfolio berarti kumpulan karya atau tugas-tugas

yang dikerjakan peserta didik (Popham, 1985). Karya-karya ini dipilih

kemudian dinilai, sehingga dapat dilihat perkembangan kemampuan peserta

didik. Cara ini bisa dilakukan dengan baik bila jumlah peserta didik yang

dinilai tidak banyak.

14

Page 15: Penilaian Lengkap 1 - 113

C. Jenis Tagihan

Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar penentuan tingkat

keberhasilan peserta didik dalam penguasaan kompetensi dasar yang diajarkan

diperlukan adanya berbagai jenis tagihan. Jenis tagihan yang dapat dipakai dalam

sistem penilaian berbasis kompetensi dasar dapat berkait dengan ranah kognitif

ataupun psikomotor, antara lain yaitu sebagai berikut.

1. Kuis : Waktu yang diperlukan relatif singkat, kurang lebih 15 menit dan

hanya menanyakan hal-hal yang prinsip saja dan bentuknya berupa isian

singkat. Biasanya kuis diberikan sebelum pelajaran baru dimulai, untuk

mengetahui penguasaan pelajaran yang lalu secara singkat. Namun bisa

juga kuis diberikan setelah pembelajaran selesai, yaitu untuk mengetahui

pemahaman peserta didik terhadap bahan ajar yang baru diajarkan. Bila ada

bagian pelajaran yang belum dikuasai, sebaiknya guru menjelaskan kembali

dengan menggunakan metode pembelajaran yang berbeda.

2. Pertanyaan lisan di kelas : Materi yang ditanyakan berupa pemahaman

terhadap konsep, prinsip, atau teorema. Teknik bertanya yang baik adalah

mengajukan pertanyaan ke kelas, memberi waktu sebentar untuk berpikir,

dan kemudian memilih peserta didik secara acak untuk menjawab. Jawaban

peserta didik benar atau salah selalu diberikan ke peserta didik lain atau

minta pendapatnya terhadap jawaban peserta didik yang pertama.

Kemudian guru menyimpulkan tentang jawaban peserta didik yang benar.

Pertanyaan lisan ini bisa dilakukan di awal pelajaran atau di akhir pelajaran.

3. Ulangan harian : Ulangan harian dilakukan secara periodik misalnya

setelah I (satu) atau 2 (dua) kompetensi dasar selesai diajarkan. Bentuk soal

yang digunakan sebaiknya bentuk uraian objektif atau yang non-objektif.

Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya mencakup pemahaman, aplikasi,

dan analisis.

4. Tugas individu : Tugas individu dapat diberikan setiap minggu dengan

bentuk tugas/soal uraian objektif atau non-objektif. Tingkat berpikir yang

terlibat sebaiknya aplikasi, analisis, bila mungkin sampai sintesis dan

evaluasi. Tugas individu untuk mata pelajaran tertentu dapat terkait dengan

ranah psikomotor, seperti menugasi peserta didik untuk melakukan

observasi lapangan dalam Geografi atau menugasi peserta didik untuk

berlatih tari dan musik pada pelajaran Pendidikan Kesenian.

5. Tugas kelompok : Tugas kelompok digunakan untuk menilai kemampuan

kerja kelompok. Bentuk soal yang digunakan adalah uraian dengan tingkat

berpikir yang tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi. Bila mungkin peserta

didik diminta untuk menggunakan data sungguhan atau melakukan

15

Page 16: Penilaian Lengkap 1 - 113

pengamatan terhadap suatu gejala, atau merencanakan sesuatu proyek.

Proyek pada umumnya menggunakan data sesungguhnya dari lapangan.

Seperti halnya tugas individu, tugas kelompok dapat terkait dengan ranah

psikomotor.

6. Ulangan blok : Bentuk soal yang dipakai dalam ulangan blok, bagian dari

semester dapat berupa pilihan ganda, campuran pilihan ganda dan uraian,

atau semuanya bentuk uraian. Materi yang diujikan berdasar kisi-kisi soal.

Tingkat berpikir yang terlibat mulai dari pemahaman sampai dengan

evaluasi.

7. Laporan kerja praktik atau laporan praktikum : Bentuk ini dipakai untuk

mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya, seperti Fisika, Kimia, dan

Biologi. Peserta didik bisa diminta untuk mengamati suatu gejala dan

melaporkannya.

8. Responsi atau ujian praktik : Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran

yang ada kegiatan praktikumnya, seperti Fisika, Kimia, dan Biologi yaitu

untuk mengetahui penguasaan akhir baik dari ranah kognitif maupun

psikomotor. Ujian responsi bisa dilakukan diawal praktek atau setelah

melakukan praktek. Ujian dilakukan sebelum praktek bertujuan untuk

mengetahui kesiapan peserta didik melakukan praktek di laboratorium,

sedang bila dilakukan setelah praktek, tujuannya untuk mengetahui

kompetensi dasar praktek yang dicapai peserta didik dan yang belum.

Tingkat berpikir peserta didik yang terlibat dalam mengerjakan tugas-tugas

dalam sistem penilaian yang berbasis kompetensi meliputi: tingkat berpikir yang

berkait dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Deklaratif

berisi tentang konsep, prinsip, dan fakta-fakta, sedang prosedural mencakup

proses, strategi, aplikasi, dan keterampilan.

D. Kesahihan dan Keandalan Tes

Suatu tes yang baik harus memiliki bukti kesahihan dan keandalan, hasilnya

dapat dibandingkan, dan ekonomis. Kesahihan tes dapat dikategorikan menjadi

tiga, yaitu kesahihan isi, konstruk, dan kriteria. Kesahihan isi dilihat dari bahan yang

diujikan, kesahihan konstruk dilihat dari dimensi yang diukur, dan kesahihan kriteria

dilihat dari daya prediksinya.

Kesahihan isi atau sering disebut pula kesahihan kurikuler dapat dilihat berdasar

kisi-kisi tesnya, yaitu matriks yang menunjukkan bahan tes serta tingkat berpikir

yang terlibat dalam mengerjakan tes. Pada sistem penilaian di sekolah, penekanan

pada kesahihan isi, yaitu menunjukkan seberapa jauh materi ujian sesuai dengan

kompetensi dasar yang hendak diukur.

16

Page 17: Penilaian Lengkap 1 - 113

Kesahihan konstruk diperoleh dari hasil analisis faktor, yaitu jumlah faktor yang

diukur suatu tes. Bukti kesahihan konstruk diperoleh dari hasil penggunaan tes,

yaitu data empiris. Pada dasarnya konstruk yang diukur adalah satu, atau dengan

kata lain dimensi alat ukur adalah satu. Apabila yang dinilai adalah kemampuan

matematika, maka yang dinilai adalah kemampuan matematika saja, tidak ada

unsur tulisan atau bahasa yang dinilai.

Kesahihan prediktif merupakan koefsien yang menunjukkan seberapa jauh skor

tes dapat digunakan untuk memprediksi atau meramalkan keberhasilan peserta

didik pada masa mendatang. Misalnya seberapa besar tes masuk SMA dapat

digunakan untuk meramal keberhasilan studi peserta didik belajar di SMA sekiranya

ia diterima di SMA. Koefisien prediktif merupakan korelasi antara tes masuk,

sebagai prediktor, dengan prestasi belajar di SMA, sebagai kriteria. Semakin besar

koefisien ini semakin sahih tes masuk.

Keandalan suatu tes memberikan informasi tentang besarnya kesalahan

pengukuran. Keandalan suatu tes dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu

konsistensi internal, stabilitas, dan antar penilai. Besarnya indeks konsistensi

internal diperoleh dari data hasil tes karena untuk mencari indeks ini cukup

dilakukan satu kali tes. Indeks stabilitas merupakan tingkat kestabilan hasil

pengukuran yang dilakukan paling tidak dua kali untuk orang yang sama dalam

waktu yang berbeda, dengan asumsi tidak ada efek tes. Keandalan antar penilai

diperoleh dari besanya korelasi hasil penskoran dari dua orang terhadap lembar

jawaban tes yang sama. Besarya indeks keandalan ini adalah 0 sampai 1, dan yang

dapat diterima minimum 0,70 (Feldt, 1989). Semakin andal suatu tes berarti

kesalahan pengukurannya semakin kecil.

17

Page 18: Penilaian Lengkap 1 - 113

Besarnya indeks keandalan digunakan untuk menghitung besarnya kesalahan

pengukuran. Kesalahan pengukuran ini ada dua, yaitu acak dan sistematik. Acak

berarti kesalahan karena kondisi yang diukur dan yang mengukur bervariasi dan

pemilihan bahan yang diujikan tidak tepat, sedang yang sistematik karena alat

ukurnya atau cara penskoran yang cenderung murah atau mahal untuk semua

peserta didik.

Besarnya kesalahan pengukuran acak dapat dihitung dengan formula berikut ini

(Alien & Yen, 1979):

Se = Sx ( I – rxx1)

Se = besarnya kesalahan pengukuran

SX = simpangan baku skor

RXX1 = indeks keandalan tes

Formula di atas menunjukkan bahwa apabila indeks keandalan tes besar maka

kesalahan pengukuran kecil, dan sebaliknya bila indeks keandalan tes kecil maka

kesalahan pengukuran besar.

E. Indek Sensitivitas

Indeks sensitivitas pada prinsipnya merupakan perbedaan kemampuan peserta

didik antara setelah mengikuti proses pembelajaran dengan sebelum mengikuti

proses pembelajaran. Indeks ini menyatakan tingkat keberhasilan peserta didik

dalam mengikuti porses pembelajaran dan keberhasilan guru dalam melaksanakan

proses pembelajaran. Besarnya indek yang baik adalah positif dan besar.

Indeks ini sering dinyatakan dalam bentuk formula seperti berikut ini:

RA - RB

Is = T

RA = Jumlah peserta didik yang menjawab benar setelah mengikuti proses

pembelajaran

RB = Jumlah peserta didik yang menjawab benar sebelum mengikuti proses

pembelajaran

T = Jumlah peserta didik yang mengikuti ujian

18

Page 19: Penilaian Lengkap 1 - 113

BAB 4

PENYUSUNAN INSTRUMEN DAN TEKNIK PENSKORAN

A. Komponen Penyusunan Tes

1. TujuanTes

Tujuan tes yang penting adalah untuk : (a) mengetahui tingkat kemampuan

peserta didik, (b) mengukur pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, (c)

mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik, (d) mengetahui hasil pengajaran, (e)

mengetahui hasil belajar, (f) mengetahui pencapaian kurikulum, (g) mendorong

peserta didik belajar, dan (h) mendorong guru agar mengajar yang lebih baik.

Seringkali tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memiliki

keefektifan yang sama untuk semua tujuan.

Ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tes yang banyak digunakan di

lembaga pendidikan, yaitu : (a) tes penempatan, (b) tes diagnostik, (c) tes formatif,

dan (d) tes sumatif (Thorndike & Hagen, 1977). Sistem penilaian berbasis

kompetensi pada umumnya menggunakan tes diagnostik, formatif, dan sumatif.

Tes penempatan dilaksanakan pada awal pelajaran, digunakan untuk

mengetahui tingkat kemampuan yang telah dimiliki peserta didik. Untuk

mempelajari suatu mata pelajaran dibutuhkan pengetahuan pendukung.

Pengetahuan pendukung ini diketahui dengan menelaah hasil tes penempatan,

aApakah seorang peserta didik perlu matrikulasi, tambahan pelajaran atau tidak,

ditentukan dari hasil tes ini.

Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi

peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes ini dilakukan apabila

diperoleh informasi bahwa sebagian besar peserta didik gagal dalam mengikuti

proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu. Hasil tes diagnostik

memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang

telah dipahami. Oleh karena itu, tes ini berisi materi yang dirasa sulit oleh peserta

didik, namun tingkat kesulitan tes ini cenderung rendah.

Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat

keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Masukan ini berguna untuk

memperbaiki strategi mengajar. Tes ini dilakukan secara periodik sepanjang

semester. Materi tes dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan

atau sub pokok materi. Jadi tes ini sebenarnya bukan untuk menentukan

keberhasilan belajar semata, tetapi untuk mengetahui keberhasilan proses

19

Page 20: Penilaian Lengkap 1 - 113

pembelajaran.

Tes sumatif diberikan di akhir suatu pelajaran, atau akhir semester. Hasilnya

untuk menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Tingkat keberhasilan ini

dinyatakan dengan skor atau nilai, pemberian sertifikat, dan sejenisnya. Tingkat

kesukaran soal pada tes sumatif bervariasi, sedang materinya harus mewakili

bahan yang telah diajarkan.

2. Langkah Pengembangan Tes

Ada sembilan langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan tes hasil

atau prestasi belajar, yaitu: (a) menyusun spesifikasi tes, (b) menulis soal tes, (c)

menelaah soal tes, (d) melakukan uji coba tes, (e) menganalisis butir soal, (f)

memperbaiki tes, (g) merakit tes, (h) melaksanakan tes, dan (i) menafsirkan hasil

tes. Khusus mengenai uji coba tes, dalam penyusunan tes untuk mengukur prestasi

hasil pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru di kelas seperti ulangan harian,

ulangan umum, dan ulangan kenaikan kelas, tidak harus dilakukan secara

tersendiri. Pembakuan tes dilakukan melalui beberapa kali ujicoba.

Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes,

yaitu berisi uraian yang menunjukkan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki

suatu tes. Spesifikasi yang jelas akan mempermudah dalam menulis soal, dan siapa

saja yang menulis soal akan menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama.

Penyusunan spesifikasi tes mencakup kegiatan berikut ini: (a) menentukan tujuan

tes, (b) menyusun kisi-kisi tes, (c) memilih bentuk tes, dan (d) menentukan panjang

tes.

a. Kisi-Kisi Tes

Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat.

Kisi-kisi ini merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis

soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama. Matriks

kisi-kisi soal terdiri dari dua jalur, yaitu kolom dan baris. Kolom menyatakan standar

kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, indikator, jenis tagihan, bentuk soal,

dan contoh soal (lihat Lampiran 1).

Ada tiga langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes dalam sistem penilaian

berbasis kompetensi dasar, yaitu:

1) Menulis kompetensi dasar,

2) Menulis materi pokok,

3) Menentukan indikator,

4) Menentukan jumlah soal.

Penentuan indikator-indikator yang dapat diukur digunakan kompetensi dasar

sebagai acuan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penyimpangan-

20

Page 21: Penilaian Lengkap 1 - 113

penyimpangan dalam memilih bahan yang diujikan agar memenuhi persyaratan

kesahihan isi. Hal yang penting dalam menentukan materi tes adalah kompetensi

dasar yang ingin dicapai dan jenis tagihannya. Ada kompetensi dasar yang diukur

melalui tugas rumah, ada yang melalui ulangan harian.

b. Pemilihan Bentuk Tes

Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes,

waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan

karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Bentuk tes objektif pilihan ganda dan

bentuk tes benar salah sangat tepat digunakan bila jumlah peserta tes banyak, waktu

koreksi singkat, dan cakupan materi yang diujikan banyak. Kelebihan tes objektif

bentuk pilihan adalah lembar jawaban dapat diperiksa dengan komputer, sehingga

objektivitas penskoran dapat dijamin. Namun membuat tes objektif yang baik tidak

mudah.

Bentuk tes uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang batasnya

jelas, misalnya mata pelajaran Fisika, Matematika, Kimia, Biologi, dan sebagainya.

Soal pada tes ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus yang tepat,

memasukkan angka dalam rumus, menghitung hasil, dan menafsirkan hasilnya.

Pada tes bentuk uraian objektif ini, sistem penskoran dapat dibuat dengan jelas dan

rinci.

c. Panjang Tes

Panjang tes ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan

memperhatikan bahan yang diujikan dan tingkat kelelahan peserta tes. Pada

umumnya tes dilakukan selama 90 menit sampai dengan 120 menit. Untuk tes

bentuk pilihan ganda dengan tingkat kesulitan rata-rata sedang, tiap butir soal

memerlukan waktu pengerjaan sekitar 1 menit. Untuk bentuk uraian banyaknya

butir soal tergantung pada kompleksitas soal. Walau demikian disarankan

menggunakan lebih banyak soal dibanding hanya beberapa soal agar kesahihan isi

tes lebih baik.

Ada tiga hal utama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal

yang diujikan, yaitu : bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam

kisi-kisi, keandalan yang diinginkan, dan waktu yang tersedia. Bobot skor tiap soal

bisa ditentukan sebelum tes digunakan, yaitu berdasar tingkat kompleksitas atau

kesulitannya, yang komplek atau sulit diberi bobot yang lebih tinggi dibanding

dengan yang lebih mudah.

Pemberian bobot dapat pula dilakukan setelah tes digunakan, yaitu dengan

menghitung simpangan baku tiap butir soal. Penentuan bobot didasarkan pada

besarnya simpangan bakunya, seperti butir yang simpangan baku skornya besar

21

Page 22: Penilaian Lengkap 1 - 113

diberi bobot besar. Demikian pula butir yang memiliki simpangan baku kecil diberi

bobot kecil.

Jumlah soal yang diperlukan tiap jenis tes untuk suatu satuan waktu tertentu

harus diperhitungkan dengan tepat. Hal ini untuk menjaga agar waktu yang

disediakan tidak kurang atau berlebih. Bagi guru yang berpengalaman dapat

menentukan jumlah soal dengan tepat.

B. Penyusunan Tes Kognitif dan Teknik Penskorannya

1. Bentuk Tes Kognitif

a. Tes Lisan di Kelas

Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf serap peserta didik

untuk masalah yang berkaitan dengan kognitif. Pertanyaan lisan yang diajukan ke

kelas harus jelas, dan semua peserta didik harus diberi kesempatan yang sama.

Dalam melakukan pertanyaan di kelas prinsipnya adalah: mengajukan pertanyaan,

memberi waktu untuk berpikir, kemudian menunjuk peserta untuk menjawab

pertanyaan. Baik benar atau salah jawaban peserta didik, jawaban tersebut

ditawarkan lagi ke kelas untuk mengaktifkan kelas. Tingkat berpikir untuk

pertanyaan lisan di kelas cenderung rendah, seperti pengetahuan dan pemahaman.

b. Bentuk Pilihan Ganda

Pedoman utama dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda (Ebel, 1977)

adalah :

1) Pokok soal harus jelas.

2) Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.

3) Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama.

4) Tidak ada petunjuk jawaban benar.

5) Hindari mengggunakan pilhan jawaban : semua benar atau semua salah.

6) Pilihan jawaban angka diurutkan.

7) Semua pilihan jawaban logis.

8) Jangan menggunakan negatif ganda.

9) Kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes.

10)Bahasa Indonesia yang digunakan baku.

11)Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.

c. Bentuk Uraian Objektif

Bentuk soal uraian objektif sangat tepat digunakan untuk bidang Matematika

dan IPA, karena kunci jawabannya hanya satu. Pengerjaan soal ini melalui suatu

prosedur atau langkah-langkah tertentu. Setiap langkah ada skornya. Objektif di sini

dalam arti apabila diperiksa oleh beberapa guru dalam bidang studi tersebut hasil

22

Page 23: Penilaian Lengkap 1 - 113

penskorannya akan sama. Pertanyaan pada bentuk soal ini di antaranya adalah :

hitunglah, tafsirkan, buat kesimpulan dan sebagainya.

d. Bentuk Uraian Non-objektif

Bentuk tes ini dikatakan non-objektif karena penilaian yang dilakukan

cenderung dipengaruhi subjektivitas dari penilai. Bentuk tes ini menuntut

kemampuan peserta didik untuk menyampaikan, memilih, menyusun, dan

memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan kata-

katanya sendiri. Keunggulan bentuk tes ini dapat mengukur tingkat berpikir dari

yang rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai dari hapalan sampai dengan evaluasi.

Namun demikian, sebaiknya hindarkan pertanyaan yang mengungkap hafalan

seperti dengan pertanyaan yang dimulai dengan kata : apa, siapa, di mana. Selain

itu bentuk ini relatif mudah membuatnya.

Kelemahan bentuk tes ini adalah : (1) penskoran sering dipengaruhi oleh

subjektivitas penilai, (2) memerlukan waktu yang lama untuk memeriksa lembar

jawaban, dan (3) cakupan materi yang diujikan sangat terbatas, (4) dan adanya

efek bluffing. Untuk menghindari kelemahan tersebut cara yang ditempuh adalah :

(1) jawaban tiap soal tidak panjang, sehingga bisa mencakup materi yang banyak,

(2) tidak melihat nama peserta ujian, (3) memeriksa tiap butir secara keseluruhan

tanpa istirahat,dan (4) menyiapkan pedoman penskoran.

Langkah membuat tes ini adalah sebagai berikut.

1) Menulis soal berdasarkan kisi-kisi pada indikator.

2) Mengedit pertanyaan :

a) Apakah pertanyaan mudah dimengerti?

b) Apakah data yang digunakan benar?

c) Apakah tata letak keseluruhan baik?

d) Apakah pemberian bobot skor sudah tepat?

e) Apakah kunci jawaban sudah benar?

f) Apakah waktu untuk mengerjakan tes cukup?

Kaidah penulisan soal bentukuraian non-objektif :

1) Gunakan kata-kata: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, tafsirkan,

hitunglah, buktikan.

2) Hindari penggunakan pertanyaan: siapa, apa, bila.

3) Menggunakan bahasa Indonesia yang baku.

4) Hindari penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan ganda.

5) Buat petunjuk mengerjakan soal.

6) Buat kunci jawaban.

23

Page 24: Penilaian Lengkap 1 - 113

7) Buat pedoman penskoran.

Penskoran bentuk tes ini bisa dilakukan secara analitik atau global. Analitik

berarti penskoran dilakukan bertahap sesuai kunci jawaban, sedang yang global

dibaca secara keseluruhan untuk mengetahui ide pokok dari jawaban soal

kemudian diberi skor.

e. Bentuk jawaban Singkat

Bentuk jawaban singkat ditandai dengan adanya tempat kosong yang

disediakan bagi pengambil tes untuk menuliskan jawabannya sesuai dengan

petunjuk. Ada tiga jenis soal bentuk ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis melengkapi

atau isian, dan jenis identifikasi atau asosiasi. Kaidah-kaidah utama penyusunan

soal bentuk ini adalah sebagai berikut.

1) Soal harus sesuai dengan indikator.

2) Jawaban yang benar hanya satu.

3) Rumusan kalimat soal harus komunikatif.

4) Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

f. Bentuk Menjodohkan

Soal bentuk menjodohkan atau memasangkan terdiri dari suatu premis, suatu

daftar kemungkinan jawaban, dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-

masing premis itu dengan satu kemungkinan jawaban. Biasanya nama,

tanggal/tahun, istilah, frase, pernyataan, bagian dari diagram, dan yang sejenisnya

digunakan sebagai premis. Hal-hal yang sama dapat pula digunakan sebagai

alternatif jawaban. Kaidah-kaidah pokok penulisan soal jenis menjodohkan ini

adalah sebagai berikut.

1) Soal harus sesuai dengan indikator.

2) Jumlah alternatif jawaban lebih banyak dari pada premis.

3) Alternatif jawaban harus "nyambung" atau berhubungan secara logis dengan

premisnya.

4) Rumusan kalimat soal harus komunikatif.

5) Butir soal menggunakan Bahasa Indonesiayang baik dan benar.

g. Unjuk Kerja/Performance

Penilaian unjuk kerja sering disebut dengan penilaian autentik atau penilaian

alternatif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik

dalam menyelesaikan masalah-masalah di kehidupan nyata. Penilaian unjuk kerja

berdasarkan pada analisis pekerjaan (Nathan & Cascio, 1986). Penilaian ini

24

Page 25: Penilaian Lengkap 1 - 113

menggunakan tes yang juga disebut dengan tes unjuk kerja. Hasil tes ini digunakan

untuk perbaikan proses pembelajaran sehingga kemampuan peserta didik

mencapai pada tingkat yang diinginkan. Tes unjuk kerja lebih banyak digunakan

pada mata pelajaran yang ada prakteknya.

Bentuk tes ini digunakan untuk mengukur status peserta didik berdasarkan hasil

kerja dari suatu tugas. Pertanyaan pada tes unjuk kerja berdasarkan pada tuntutan

dari masyarakat dan lembaga lain yang terkait dengan pengetahuan yang harus

dimiliki peserta didik. Jadi pertanyaan butir soal cenderung pada tingkat aplikasi

suatu prinsip atau konsep pada situasi yang baru. Walau uraian namun batasnya

harus jelas dan ditentukan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Permasalahan yang

diujikan sedapat mungkin sama dengan masalah yang ada di kehidupan nyata.

Inilah yang menjadi ciri utama perbedaan antara tes unjuk kerja dengan bentuk

yang konvensional.

h. Portfolio

Portfolio adalah kumpulan pekerjaan seseorang (Popham, 1999), dalam bidang

pendidikan berarti kumpulan dari tugas-tugas peserta didik. Portfolio merupakan

salah bentuk dari penilaian autentik, yaitu yang menilai keadaan a sesungguhnya,

dari peserta didik. Portfolio cocok digunakan untuk penilaian di kelas, tetapi tidak

cocok untuk penilaian dengan skala yang luas (Marzano & Kendall, 1996). Penilaian

dengan portfolio memerlukan kemampuan membaca yang baik. Hal yang penting

pada penilaian portfolio adalah mampu mengukur kemampuan membaca dan

menulis yang lebih luas, peserta didik menilai kemajuannya sendiri, mewakili

sejumlah karya seseorang.

25

Page 26: Penilaian Lengkap 1 - 113

Penilaian porfolio pada dasarnya adalah menilai karya-karya individu untuk

suatu mata pelajaran tertentu. Jadi semua tugas yang dikerjakan peserta didik

dikumpulkan, dan di akhir satu unit program pembelajaran misalnya satu semester.

Kemudian dilakukan diskusi antara peserta didik dan guru untuk menentukan

skornya. Prinsip penilaian portfolio adalah peserta didik dapat melakukan penilaian

sendiri kemudian hasilnya di bahas. Bentuk ujiannya cenderung bentuk uraian, dan

tugas-tugas rumah. Karya yang dinilai meliputi hasil ujian, tugas mengarang atau

mengerjakan soal. Jadi portfolio adalah suatu metode pengukuran dengan

melibatkan peserta didik untuk menilai kemajuannya dalam bidang studi tersebut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian portfolio

adalah sebagai berikut.

1) Karya yang dikumpulkan adalah benar-benar karya yang bersangkutan.

2) Menentukan contoh pekerjaan mana yang harus dikumpulkan.

3) Mengumpulkan dan menyimpan sampel karya.

4) Menentukan kriteria untuk menilai portfolio.

5) Meminta peserta didik untuk menilai secara terus menerus hasil

portfolionya.

6) Merencanakan pertemuan dengan peserta didik yang dinilai.

7) Dapat melibatkan orang tua dalam menilai portfolio.

Penilaian dengan portfolio memiliki karakteristik tertentu, sehingga

penggunaannya juga harus sesuai dengan tujuan dan substansi yang diukur. Mata

pelajaran yang memiliki banyak tugas dan jumlah peserta didik yang tidak banyak,

penilaian dengan cara portfolio akan lebih cocok.

2. Pedoman Penskoran Tes Kognitif

Pedoman penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian, agar

subjektivitas korektor dapat diperkecil. Pedoman penskoran ini merupakan petunjuk

yang menjelaskan tentang : batasan atau kata-kata kunci untuk melakukan

penskoran terhadap soal bentuk uraian, dan kriteria jawaban yang digunakan untuk

melakukan penskoran pada soal bentuk uraian non-objektif.

Pedoman pemberian skor untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera

setelah perumusan kalimat-kalimat butir soal tersebut.

a. Contoh Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda

Cara penskoran tes bentuk pilihan ada dua, yaitu: pertama tanpa ada koreksi

terhadap jawaban tebakan, dan yang kedua adalah dengan koreksi terhadap

26

Page 27: Penilaian Lengkap 1 - 113

jawaban tebakan.

27

Page 28: Penilaian Lengkap 1 - 113

1). Penskoran tanpa koreksi terhadap jawaban tebakan adalah satu untuk tiap

butir yang dijawab benar, sehingga jumlah sekor yang diperoleh peserta

didik adalah banyaknya butir yang dijawab benar.

BSkor = x 100

N

B = banyaknya butir yang dijawab benar

N = adalah banyaknya butir soal

Contohnya adalah sebagai berikut :

Banyaknya soal tes ada 40 butir.

Banyaknya jawaban yang benar ada 20.

Jadi skor yang dicapai seseorang:

20Skor = x 100 = 50

40

2) Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan adalah sebagai

berikut:

SSkor = [(B - )/N] x 100 P - l

B = banyaknya butir soal yang dijawab benar

S = banyaknya butir yang dijawab salah

P = banyaknya pilihan jawaban tiap butir.

N = banyaknya butir soal

Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0.

Contoh :

Soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan

tiap butir, dan banyaknya 40 butir. Bila banyaknya butir yang dijawab benar

ada 20, yang dijawab salah ada 12, dan tidak dijawab ada 8, maka skor yang

diperoleh adalah:

12Skor = [(20 - )/40] x 100 = 40

4 - 1

b. Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian Objektif

Indikator : Peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan

mengubah satuan ukurannya.

28

Page 29: Penilaian Lengkap 1 - 113

29

Page 30: Penilaian Lengkap 1 - 113

Pedoman penskoran uraian objektif

Langkah Kunci Jawaban Skor

1 Isi Balok = Panjang x Lebar x Tinggi 1

2 = 150 cm x 80 cm x 75 cm 1

3 = 900.000 cm3

Isi bak mandi dalam liter :

4 900.000

= liter 1000

1

5 = 900 liter 1

Skor Maksimum 5

Butir Soal : Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang

150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75 cm. Berapa liter-kah isi

bak mandi tersebut? (untuk menjawabnya, tuliskan langkah-

langkahnya!).

c. Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian Non-objektif :

Indikator : Peserta didik dapat mendeskripsikan alasan warga negara

Indonesia bangga menjadi bangsa Indonesia.

Butir Soal : Tuliskan alasan-alasan yang membuat Anda berbangga

sebagai bangsa Indonesia!

Pedoman Penskoran

Jawaban boleh bermacam-macam namun pada pokok jawaban tadi dapat

dikelompokkan sebagai berikut.

Kriteria Jawaban Rentang Skor

Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia

0 – 2

Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia (pemandangan alamnya, geografisnya, dll)

0 – 2

Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku, adat istiadat tetapi tetap bersatu.

0 – 2

Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia.

0 – 2

Skor maksimum 8

30

Page 31: Penilaian Lengkap 1 - 113

31

Page 32: Penilaian Lengkap 1 - 113

d. Pembobotan Soal Uraian

Pembobotan soal adalah pemberian bobot kepada suatu soal dengan cara

membandingkannya dengan soal lain dalam suatu perangkat tes yang sama.

Dengan demikian, pembobotan soal uraian hanya dapat dilakukan dalam

penyusunan perangkat tes. Apabila suatu soal uraian berdiri sendiri maka tidak

dapat dihitung atau ditetapkan bobotnya.

Bobot setiap soal ujian yang ada dalam suatu perangkat tes ditentukan dengan

mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan materi dan karakteristik

soal itu sendiri, seperti luas lingkup materi yang hendak dibuatkan soalnya,

esensialitas dan tingkat kedalaman materi yang ditanyakan.dan tingkat kesukaran

soal tersebut.

Selain faktor-faktor tersebut, hal yang perlu pula dipertimbangkan dalam

pembobotan soal uraian adalah skala penskoran yang hendak digunakan, misalnya

skala 10, atau skala 1OO. Apabila digunakan skala 100 maka jika semua butir soal

dijawab benar, skornya 100; demikian pula bila skala yang digunakan 10. Hal ini

dimaksudkan untuk memudahkan Perhitungan skor.

Skor jadi yang diperoleh peserta didik yang menjawab suatu butir soal uraian

ditetapkan dengan jalan membagi skor mentah yang diperoleh dengan skor

mentah maksimumnya kemudian dikalikan dengan bobot soal tersebut. Rumus

yang dipakai untuk penghitungan skor butir soal (SBS) adalah :

aSBS = x c b

SBS = skor butir soal

a = skor mentah yang diperoleh peserta didik untuk butir soal

b = skor mentah maksimum soal

c = bobot soal

Setelah diperoleh skor butir soal (SBS) maka dapat dihitung total skor butir soal

berbagai skor total peserta didik (STP) untuk serangkaian soal dalam tes yang

bersangkutan, dengan menggunakan rumus :

STP = Σ SBS

Keterangan :

STP = skor total peserta

SBS = skor butir soal

32

Page 33: Penilaian Lengkap 1 - 113

Contoh 1. Bobot soal sama, dengan skala 0 sampai dengan 100

No. Soal

Skor Mentah Perolehan

Skor Mentah Maksimum

Bobot Soal

Skor Bobot Soal

(a) (b) (c) (SBS)

01 30 60 20 10,00

02 20 40 30 15,00

03 10 20 30 15,00

04 20 20 20 20,00

Jumlah 80 140 100 60,00(STP)

Contoh 2. Bila STP Total Bobot Soal dan Skala 100

No. Soal

Skor Mentah Perolehan

Skor Mentah Maksimum

Bobot Soal

Skor Bobot Soal

(a) (b) (c) (SBS)

01 30 60 20 10,00

02 40 40 30 30,00

03 20 20 30 30,00

04 10 20 20 10,00

Jumlah 100 140 100 10,00(STP)

Pada dasarnya skor total peserta didik (STP) merupakan penjumlahan skor tiap

butir soal (SBS), botot tiap soal sama semuanya. Contoh ini berlaku untuk soal

uraian objektif dan uraian non-objektif, asalkan bobot semua butir soal sama.

e. Pembobotan Soal Bentuk Campuran

Dalam beberapa situasi bisa digunakan soal bentuk campuran, yaitu bentuk

pilihan danbentuk uraian. Pembobotan soal bagian soal bentuk pilihan ganda dan

bentuk uraian ditentukan oleh cakupan materi dan kompleksitas jawaban atau

tingkat berpikir yang terlibat dalam mengerjakan soal. Pada umumnya cakupan

materi soal bentuk pilihan ganda lebih banyak, sedang tingkat berpikir yang terlibat

dalam mengerjakan soal bentuk uraian biasanya lebih banyak dan lebih tinggi.

Suatu ulangan terdiri dari N1 soal pilihan ganda dan N2 soal uraian. Bobot

untuk soal pilihan ganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian adalah w2. Jika

seorang peserta didik menjawab benar n1 pilihan ganda, dan n2 soal uraian, maka

peserta didik itu mendapat skor:

33

Page 34: Penilaian Lengkap 1 - 113

n1 n2

w1x x 100 + w2x x 100 N1 n2

Misalkan suatu ulangan terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan,

dan 4 buah soal bentuk uraian. Soal pilihan ganda bisa dijawab benar 16 dan

dijawab salah 4, sedang bentuk uraian bisa dijawab benar 20 dari skor maksimum

40. Apabila bobot pilihan ganda adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60, maka skor

yang diperoleh dapat dihitung sebagai berikut:

a) Skor pilihan ganda tanpa koreksi jawban dugaan: (16/20) x 100 =

80

b) Skor bentuk uraian adalah: (20/40) x 100 = 50.

c) Skor akhir adalah: 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62.

C. Penyusunan Instrumen Afektif dan Teknik Penskorannya

1. Penyusunan Instrumen Afektif

Komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Paling

tidak ada dua komponen afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat

terhadap suatu pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa positif bisa

negatif atau netral. Tentu diharapkan sikap peserta didik terhadap semua mata

pelajaran positif sehingga akan timbul minat untuk belajar atau mempelajarinya.

Peserta didik yang memiliki minat pada pelajaran tertentu bisa diharapkan prestasi

belajarnya akan meningkat secara oprtimal, bagi yang tidak berminat sulit untuk

meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, guru memiliki tugas untuk

membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat peserta didik terhadap mata

pelajaran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk

meningkatkan kualitias proses pembelajaran.

Langkah pembuatan instrumen afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai

berikut :

a. Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.

b. Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak bertanya,

tepat waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal

ini selanjutnya ditanyakan pada peserta didik.

c. Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: sangat

berminat, berminat, sama saja, kurang berminat, dan tidak berminat.

d. Telaah instrumen oleh sejawat.

e. Perbaiki instrumen.

f. Siapkan kuesioner atau inventori laporan diri.

34

Page 35: Penilaian Lengkap 1 - 113

g. Skor inventori.

h. Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.

35

Page 36: Penilaian Lengkap 1 - 113

2. Teknik Penskoran Pengukuran Afektif

Misal dari instrumen untuk mengukur minat peserta didik yang telah berhasil

dibuat ada 10 butir. Jika rentangan yang dipakai adalah 1 sampai 5, maka skor

terendah seorang peserta didik adalah lO, yakni dari 10 x 1 dan skor tertinggi

sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian, mediannya adalah (10 + 50)/2

atau sebesar 30. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka skala 10 - 20 termasuk tidak

berminat, 21 sampai 30 kurang berminat, 31 - 40 berminat, dan skala 41 - 50

sangat berminat.

D. Penyusunan Tes Psikomotor dan Teknik Penskorannya

1. Penyusunan Tes Psikomotor

a. Bentuk Tes Psikomotor

Tes untuk mengukur ranah psikomotor adalah tes untuk mengukur penampilan

atau kinerja (performance) yang telah dikuasai peserta didik. Tes tersebut menurut

Lunetta dkk. (1981) dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi,

dan tes unjuk kerja.

1) Tes paper and pencil : walaupun bentuk aktivitasnya seperti tes tulis,

namun yang menjadi sasarannya adalah kemampuan peserta didik dalam

menampilkan karya, misal berupa desain alat, desain grafis, dan

sebagainya.

2) Tes identifikasi : tes ini lebih ditujukan untuk mengukur kemampuan

peserta didik dalam mengidentifikasi sesuatu hal, misal menemukan bagian

yang rusak atau yang tidak berfungsi dari suatu alat.

3) Tes simulasi : tes ini dilakukan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang

dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga

dengan simulasi tetap dapat dinilai apakah seseorang sudah menguasai

keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah

menggunakan suatu alat.

4) Tes unjuk kerja (work sample) : tes ini dilakukan dengan alat yang

sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah

menguasai/terampil menggunakan alat tersebut.

Tes penampilan/perbuatan, baik berupa tes identifikasi, tes simulasi, ataupun

unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh datanya dengan menggunakan daftar cek

(check-list) ataupun skala penilaian (rating scale). Daftar cek maupun skala

penilaian juga dapat dipakai sebagai "lembar penilaian" atau alat untuk observasi

dalam rangka pengukuran yang bebas waktunya, dalam arti tidak dilakukan dalam

suasana ujian secara formal. Misalnya dipakai alat observasi saat peserta didik

mengerjakan praktikum dalam upaya memperoleh data selama peserta didik

36

Page 37: Penilaian Lengkap 1 - 113

melakukan proses pembelajaran praktek di laboratorium.

Daftar cek lebih praktis jika digunakan untuk menghadapi subjek dalam jumlah

besar atau jika perbuatan yang dinilai memiliki resiko tinggi, misalnya dalam

kegiatan praktek laboratorium yang mengggunakan peralatan yang mahal, untuk

menilai apakah seseorang sudah mampu menggunakan mikroskop akan lebih tepat

menggunakan daftar cek.

Skala penilaian cocok untuk menghadapi subjek yang sedikit. Perbuatan yang

diukur menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak

sempurna sampai sangat sempurna. Jika Dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak

sempurna dan skala 5 paling sempurna.

b. Penyusunan Butir Soal Bentuk Daftar Cek

Daftar cek berisi seperangkat butir soal yang mencerminkan rangkaian

tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta ujian, yang merupakan

indikator-indikator dari keterampilan yang akan diukur. Oleh karena itu dalam

menyusun daftar cek hendaknya: (1) carilah indikator-indikator penguasaan

keterampilan yang diujikan, (2) susunlah indikator-indikator tersebut sesuai dengan

urutan penampilannya. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap subjek yang

dinilai untuk melihat pemunculan indikator-indikator yang dimaksud. Jika indikator

tersebut muncul, maka diberi tanda V atau tulis kata "ya" pada tempat yang telah

disediakan.

Misal akan dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik

menggunakan termometer badan. Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang

menunjukkan peserta didik terampil menggunakan termometer tersebut, misal

indikator-indikatornya sebagai berikut:

1) Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.

2) Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.

3) Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.

4) Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang diukur

suhunya.

5) Cara mengambil termometer dari tubuh tubuh orang yang diukur suhunya.

6) Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.

Peserta didik dinyatakan terampil dalam hal tersebut jika ia mampu melakukan

urutan kegiatan berikut dengan benar. Setelah diperoleh indikator-indikatornya,

kemudian disusun butir soalnya dalam bentuk daftar cek sebagai berikut.

Beri tanda V untuk setiap penampilan yang benar dari setiap tindakan

37

Page 38: Penilaian Lengkap 1 - 113

yang dilakukan peserta didik seperti yang diuraikan di bawah ini !

.....1) Mengeluarkan termometer dari tempatnya dengan memegang bagian

ujung yang tak berisi air raksa.

.....2) Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah -

rendahnya.

.....3) Memasang termometer pada tubuh pasien (di mulut, di ketiak atau di

dubur) sehingga bagian yang berisi air raksa kontak dengan tubuh orang

yang diukur suhunya.

.....4) Menunggu beberapa menit termometer tinggal pada tubuh orang yang

diukur.

.....5) Mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur dengan memegang

bagian ujung yang tidak berisi air raksa.

.....6) Membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer dengan posisi

mata tegak lurus.

Jadi, karakteristik butir-butirnya mengandung uraian/pernyataan tentang ranah

perbuatan yang sudah pasti, tinggal perbuatan itu muncul atau tidak.

c. Penyusunan Butir Soal Bentuk Skala Penilaian

Pada prinsipnya penyusunan skala penilaian tidak berbeda dengan penyusunan

daftar cek, yaitu mencari indikator-indikator yang mencerminkan keterampilan yang

akan diukur, yang berbeda adalah cara penyajiannya. Dalam skala penilaian,

setelah diperoleh indikator-indikator keterampilan, selanjutnya ditentukan skala

penilaian untuk setiap indikator. Misal, skala 5 jika suatu indikator dikerjakan

dengan sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2 tidak tepat, dan 1 sangat

tidak tepat. Jadi, pada prinsipnya ada tingkat-tingkat penampilan untuk setiap

indikator keterampilan yang akan diukur.

Untuk mengukur keterampilan peserta didik menggunakan termometer

badan disusun skala penilaian sebagai berikut.

Lingkari angka 5 jika sangat tepat, angka 4 jika tepat, angka 3 jika

agak tepat, angka 2 jika tidak tepat dan angka 1 jika sangat tidak tepat

untuk setiap tindakan di bawah ini!

5 4 3 2 1 Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.

5 4 3 2 1 Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.

5 4 3 2 1 Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur

38

Page 39: Penilaian Lengkap 1 - 113

suhunya.

5 4 3 2 1 Lama waktu pemasangan thermometer pada orang yang diukur

suhunya.

5 4 3 2 1 Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur

suhunya.

5 4 3 2 1 Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler

termometer.

Dalam hal ini, akan lebih akurat bila ada kriteria dari tiap butir yang direntang

mulai dari skala 1 sampai 5. Dengan demikian, penilai yang manapun akan dengan

tepat dapat menilai karena sudah ada kriteria bahwa seseorang diberi skala 1 untuk

langkah yang menyangkut cara mengeluarkan termometer dari tempatnya karena

demikian, dan diberi skala 2 karena demikian, dan seterusnya sampai kapan ia

diberi skala 5. Kriteria tiap skala untuk setiap butir/langkah juga harus sudah dihafal

oleh penilai. Jadi jika dilakukan penilaian oleh banyak ada keseragaman antar

penilai.

2. Teknik Penskoran Tes Psikomotor

Dari contoh cara pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian, ada 6

butir soal yang dipakai untuk mengukur kemampuan seorang peserta didik jika

untuk butir 1 peserta didik yang bersangkutan memperoleh skor 5 berarti

sempurna/benar, butir 2 memperoleh skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna,

butir 3 memperoleh skor 4 berarti juga benar tetapi kurang sempurna, butir 4

memperoleh skor 3 berarti kurang benar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti kurang

benar, dan butir 6 juga memperoleh skor 3 berarti kurang benar, maka total skor

yang dicapai peserta didik tersebut adalah (5 + 4 + 4 + 3 + 3 +3) atau = 22.

Seorang peserta didik yang gagal akan memperoleh skor 6, dan yang berhasil

melakukan dengan sempurna memperoleh skor 30; maka median skornya adalah (6

+ 30)/2 = 18. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka yang memperoleh skor 6 - 12

dinyatakan gagal, skor 13 - 18 berarti kurang berhasil, skor 19 - 24 dinyatakan

berhasil, dan skor 25 – 30 dinyatakan sangat berhasil. Dengan demikian peserta

didik dengan skor 21 dapat dinyatakan sudah berhasil tetapi belum

sempurna/belum sepenuhnya baik jika sifat keterampilannya adalah absolut, maka

setiap butir harus dicapai dengan sempurna (skala 5). Dengan demikian hanya

peserta didik yang memperoleh skor total 30 yang dinyatakan berhasil dan dengan

kategori sempurna.

Kisi-kisi soal ujian bisa sebagai berikut :

39

Page 40: Penilaian Lengkap 1 - 113

No.Standar

KompetensiKompetensi

DasarMateri Pokok

Indikator Jenis Tagihan

Bentuk Soal

Nomor Soal

40

Page 41: Penilaian Lengkap 1 - 113

BAB 5

EVALUASI TES DAN EVALUASI HASIL TES

A. Evaluasi Tes

Evaluasi tes dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas butir tes/butir

soal. Butir-butir tes dari suatu tes yang telah disiapkan harus ditelaah dulu sebelum

digunakan. Cara menelaah butir-butir tes tersebut adalah : (1) telaah secara

kualitatif, yakni telaah oleh teman sejawat dalam rumpun keahlian yang sama,

dilakukan sebelum tes diujicoba atau digunakan, (2) telaah secara kuantitatif yakni

analisis berdasar hasil uji coba atau hasil penggunaaan tes, dilakukan setelah tes

diujicoba atau digunakan. Hasil telaah ini merupakan masukan untuk perbaikan tes.

Selanjutnya hasil tes dianalisis untuk mengetahui kompetensi dasar yang telah

dicapai dan yang belum dicapai.

Persyaratan penting untuk dapat menyiapkan butir-butir tes dengan baik adalah

: (1) menguasai materi yang diujikan, dan (2) menguasai teknik penulisan soal, (3)

menguasai penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan yang benar. Untuk itu

diperlukan program pelatihan agar semua guru memiliki tiga kemampuan tersebut.

Telaah butir tes dilakukan terhadap ranah materi, ranah konstruksi, dan ranah

bahasa. Ranah materi berkait dengan substansi keilmuan yang ditanyakan serta

tingkat berpikir yang terlibat. Ranah konstruksi berkaitan dengan teknik penulisan

soal baik bentuk objektif, maupun yang non-objektif. Bentuk objektif ini bisa berupa

tes pilihan dan tes uraian. Pada bidang tertentu, seperti Matematika dan Biologi,

walaupun digunakan bentuk soal uraian namun apabila jawabannya hanya satu,

maka disebut dengan uraian objektif. Ranah bahasa berkait dengan

kekomunikatifan/kejelasan hal yang ditanyakan.

Kualitas butir tes juga dilihat dari tingkat berpikir yang diperlukan dalam

mengerjakaan soal. Apabila digunakan taksonomi ranah kognitif menurut Bloom,

maka sebaiknya soal lebih banyak pada ranah pemahaman, aplikasi, dan analisis.

Untuk membuat soal tingkat ini tidak mudah, karena aplikasi yang dimaksud adalah

yang belum diajarkan, namun konsepnya sudah diajarkan. Oleh karena itu

disarankan penyiapan soal harus dilakukan secara bertahap, misalnya setiap selesai

mengajar disiapkan soal untuk suatu konsep tertentu. Kelemahan yang sering

terjadi adalah lebih banyak soal yang menanyakan tentang hafalan saja. Pengecoh

dalam soal bentuk pilihan ganda sebaiknya merupakan jawaban salah apabila

peserta didik diberi soal bentuk uraian. Selain itu, sering waktu yang disediakan

untuk mengerjakan soal ujian tidak cukup. Perlu diingat bahwa tes yang digunakan

41

Page 42: Penilaian Lengkap 1 - 113

pada dasarnya adalah tes kemampuan bukan tes kecepatan.

Butir soal yang memenuhi persyaratan dari ranah materi, konstruksi, dan

bahasa dapat digunakan untuk ujian. Contoh format telaah butir soal ditinjau dari

ranah materi, konstruksi dan bahasa dapat dilihat pada Lampiran 2. Selanjutnya

hasil ujian ini dianalisis lagi untuk mengetahui konsep atau tema yang sulit

dipahami peserta didik, dan kemudian ditindak lanjuti dengan remedial, yaitu

menjelaskan kembali tentang konsep atau teori yang kurang dipahami peserta didik

(lihat contoh analisis dengan program Iteman MicroCat, Lampiran 3).

Ketidaktercapaian dalam penguasan suatu konsep atau tema dalam kompetensi

dasar bisa disebabkan kemampuan peserta didik yang rendah, kemampuan guru

dalam memilih media, termasuk metode rnengajar atau pembelajaran, atau

kemungkinan bahan ajar yang tergolong sulit. Setelah ujian, semua guru harus

memiliki informasi tentang kompetensi dasar yang sulit dicapai peserta didik.

Informasi ini selanjutnya dibicarakan di tingkat sekolah terutama dengan teman

sejawat yang mengajar mata pelajaran yang sama. Bisa saja terjadi suatu mata

pelajaran termasuk sulit karena mata pelajaran pendukung tidak atau kurang

berperan.

Setiap pengukuran selalu mengandung kesalahan. Sumber kesalahan

pengukuran adalah pada penentuan materi ujian, pihak yang diukur, pihak yang

mengukur, dan lingkungan. Variasi kesehatan fisik dan emosi orang selalu

bervariasi dari waktu ke waktu. Untuk mengatasi kesalahan pada pihak yang

diukur, disarankan banyak melakukan pengukuran, sedangkan untuk mengatasi

kesalahan pada pihak yang mengukur, ia harus dilatih agar mampu menyusun alat

ukur dengan baik dan mampu menyelenggarakan pengukuran dengan kondisi yang

standar. Pengukuran dalam bentuk tes ini bisa berupa kuis mingguan, ulangan

mingguan, atau tes blok.

Kesalahan pada subjek yang mengukur sering disebabkan bias atau

subjektivitas dalam melakukan pengukuran dan penilaian. Bias berarti mereka

memiliki kemampuan sama tetapi hasil tes tidak sama. Untuk mengatasi hal

tersebut, soal tes harus benar-benar ditelaah dan dianalis. Selain itu, perlu

disediakan pedoman penyekoran dan penilaian agar hasil penyekoran bisa lebih

objektif.

Kerapian tulisan, disiplin, dan ranah afektif lainnya sering terlibat di dalamnya.

Pada dasarnya pengukuran dilakukan terhadap satu dimensi, ada dimensi kognitif,

dimensi psikomotor, dan dimensi afektif. Pengetesan pada dasarnya mengukur satu

dimensi yaitu kemampuan peserta didik dalam suatu mata pelajaran, sehingga

komponen kerapian tulisan tidak dinilai. Apabila ingin mengukur kemampuan

42

Page 43: Penilaian Lengkap 1 - 113

peserta didik dalam beberapa dimensi seperti dimensi kemampuan berpikir,

keterampilan mengerjakan tugas, dan disiplin keuletan, maka ketiga dimensi itu

harus diukur sendiri-sendiri dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk profil peserta

didik dalam tiga dimensi tersebut.

Setelah butir-butir tes/butir-butir soal ditelaah maka langkah selanjutnya dalam

pengembangan tes adalah mengumpulkan data empiris melalui uji coba. Uji coba

dapat dilakukan untuk butir-butir soal yang akan diujikan dalam skala luas, seperti

ujian tingkat regional atau nasional dan hasilnya dimasukkan ke dalam bank soal.

Untuk soal buatan guru yang digunakan di kelas, uji coba tes tidak perlu dilakukan.

Analisis butir soal dapat dilakukan setelah tes digunakan. Apabila hal ini sering

dilakukan, kemampuan guru dalam membuat tes yang baik akan tercapai. Hal-hal

yang harus diperhatikan/dilakukan dalam Evaluasi Tes adalah Analisis Butir Tes/soal

dan Perakitan Tes.

1. Analisis Butir Tes/Soal

Untuk mendapatkan soal yang baik maka perlu dilakukan analisis soal. Secara

garis besar dapat dikatakan bahwa ada dua cara menganalisis soal, yaitu analisis

soal secara teoretik atau kualitatif dan analisis soal secara empiris atau analisis soal

secara kuantitatif.

Analisis soal secara teoretik atau analisis kualitatif sering juga disebut dengan

telaah butir ini dilakukan sebelum dilakukan uji coba sebagaimana telah diuraikan

di atas, yakni dengan cara mencermati butir-butir soal yang telah disusun dilihat

dari: kesesuaian dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur serta

pemenuhan persyaratan baik dari ranah materi, konstruks, dan bahasa.

Ada dua cara untuk melakukan analisis kuantitatif, yaitu analisis cara

klasik/tradisional dan analisis cara modern dengan mendasarkan pada item

response theory (IRT). Analisis butir soal secara klasik dibedakan menjadi dua

macam berdasarkan tujuan penilaian yang dilakukan. Jika menggunakan

pendekatan penilaian acuan kriteria, maka butir soal yang digunakan harus

memenuhi standar butir soal acuan kriteria (criterion referenced test). Demikian

pula jika menggunakan pendekatan penilaian acuan norma, maka butir soal yang

kita miliki harus memenuhi standar sebagai butir soal acuan norma (norm

referenced test). Walaupun demikian beberapa formula dalam analisis butir untuk

tes acuan kriteria dan acuan norma adalah sama, namun penafsirannya berbeda.

a. Analisis Butir Soal Acuan Kriteria

Tujuan penilaian acuan kriteria adalah untuk mengetahui kemampuan

seseorang menurut kriteria tertentu. Jika penilaian yang dimaksud adalah penilaian

43

Page 44: Penilaian Lengkap 1 - 113

formatif, maka penilaian acuan kriteria diterapkan untuk mengetahui sejauh mana

kemampuan yang ditargetkan dapat dikuasai oleh peserta didik. Dengan demikian,

syarat pertama yang harus dipenuhi adalah bahwa butir soal yang digunakan harus

mencerminkan indikator kemampuan yang ditargetkan. Selain itu, karena

pembelajaran yang diselenggarakan untuk mengubah kondisi ke arah yang lebih

baik, baik dalam hal kemampuan kognitif, efektif, maupun psikomotor, maka yang

ditargetkan untuk dikuasai adalah kemampuan yang tidak dapat dikuasai peserta

didik sebelum peserta didik mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, saat

dilakukan pengukuran sebelum proses pembelajaran para peserta didik tidak akan

dapat mengerjakan butir soal yang diujikan.

44

Page 45: Penilaian Lengkap 1 - 113

Peserta tes yang menjawab benar terhadap indikator kompetensi dasar yang

bersangkutan, yaitu perbandingan antara jumlah peserta tes yang menjawab benar

dengan jumlah peserta tes seluruhnya.

B P =

T

P = tingkat pencapaian [proportion correct)

B = jumlah peserta tes yang menjawab benar

T = jumlah seluruh peserta tes

Jika semua peserta didik berhasil menguasai suatu indikator kompetensi dasar,

maka P = 1 dan butir soal itu menjadi dinyatakan mudah bagi peserta didik yang

telah berhasil menguasai kompetensi dasar yang bersangkutan. Jika P = 0 berarti

semua peserta didik gagal menguasainya. Bila hasil empiris P = 0 sementara dari

telaah secara kualitatif butir soal sudah memenuhi persyaratan, maka dapat

ditafsirkan bahwa peserta didik belum menguasai kompetensi dasar atau proses

pembelajaran yang telah dilaksanakan belum berhasil mencapai tujuan.

Oleh karena itu, karakteristik utama butir soal acuan kriteria tercermin dari

besarnya harga indeks sensitivitas yang menunjukkan efektivitas proses

pembelajaran. Hal ini dapat diketahui manakala dilakukan tes awal atau pretest

(sebelum pembelajaran) dan tes setelah pembelajaran atau posttest (Gronlund dan

Linn, 1990).

Indeks sensitivitas butir soal memiliki interval -1 sampai dengan 1. Indeks

sentivitas suatu butir soal (Is) ujian formatif:

RA - RB

Ps = T

RA = Banyaknya peserta didik yang berhasil mengerjakan suatu butir soal

sesudah proses pembelajaran.

RB = Banyaknya peserta didik yang berhasil mengerjakan suatu butir soal

sebelum proses pembelajaran

T = Banyaknya peserta didik yang mengikuti ujian

Jika tidak ada tes awal, maka dapat dilihat dari besarnya tingkat pencapaiannya

berdasar hasil tes akhir (posttest). Jika tingkat pencapaian suatu butir kecil (banyak

peserta didik yang gagal) maka proses pembelajaran tidak efektif. Namun demikian

seperti telah dikemukakan di atas, harus diperhatikan pula bagaimana kualitas butir

tersebut secara kualitatif. Jika hasil analisis secara kualitatif menunjukkan bahwa

45

Page 46: Penilaian Lengkap 1 - 113

baik dari ranah materi, konstruksi maupun bahasa, tes sudah memenuhi syarat,

dapat diartikan bahwa rendahnya indeks kesukaran menunjukkan tidak efektifnya

proses pembelajarannya.

Pemakaian indeks daya pembeda butir untuk butir soal acuan kriteria tidak

seperti untuk butir pada soal acuan norma. Indeks daya beda pada dasarnya adalah

perbandingan antara banyaknya anggota kelompok yang berhasil (kelompok atas)

dan banyaknya anggota kelompok yang gagal (kelompok bawah).

Daya beda dinyatakan baik untuk butir soal acuan norma jika minimum

besarnya 0,3. Pada butir soal acuan kriteria, jika seluruh peserta didik sudah

berhasil menguasai indikator dari suatu kompetensi dasar, maka indeks daya beda

akan sebesar 0. Namun butir ini tetap Dinyatakan baik dan tetap dapat dipakai

untuk menunjukkan efektivitas proses pembelajaran manakala seluruh peserta

didik sebelum mengalami proses pembelajaran tidak dapat mengerjakan butir soal

yang bersangkutan. Dengan kata lain, jika sebelum pembelajaran peserta didik

belum menguasai indikator kompetensi dasar yang dimaksud, dan setelah

pembelajaran seluruh peserta didik berhasil mengerjakan butir soal yang dijadikan

indikator kompetensi dasar tersebut, maka butir soalnya tetap dinyatakan baik atau

tetap dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan belajar.

Berdasar uaraian di atas, dalam menyiapkan butir soal untuk mengukur

pencapaian kompetensi dasar yang telah berhasil dikuasai peserta didik melalui

proses pembelajaran tetap harus menggunakan analisis butir soal menurut acuan

kriteria, dan tidak menggunakan analisis butir soal acuan norma.

b. Analisis Butir Soal Acuan Norma

Tujuan penilaian acuan norma adalah untuk mengetahui kedudukan peserta

didik dalam kelompoknya (dalam kelas). OIeh karena itu butir-butir soal yang

dipakai dalam ujian tidak boleh terlalu sukar atau terlalu mudah, sehingga kisaran

indeks kesukarannya 0,3 sampai 0,7 dan harus dapat dapat membedakan mana

peserta didik yang pandai dan yang tidak pandai dalam suatu kelas, yang tercermin

dari besarnya harga indeks daya beda minimal 0,3.

Sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis kompetensi, sistem penilaian yang

digunakan adalah berbasis kompetensi dasar, maka acuan dalam mengembangkan,

menganalisis, dan menafsirkan hasil ujian adalah kriteria. Oleh karena itu prinsip

penggunaan acuan norma tidak disajikan pada pedoman ini.

c. Analisis Butir Soal Menurut Teori Respons Butir

Apa yang sudah diuraikan di atas adalah model analisis butir yang klasik,

dengan asumsi bahwa :

46

Page 47: Penilaian Lengkap 1 - 113

1) tidak ada korelasi antara skor yang sebenarnya dan skor kesalahan,

2) sepanjang tidak terjadi kesalahan sistematik, maka tidak ada korelasi antara

kesalahan acak pada suatu pengukuran dengan kesalahan acak pada

ulangan pengukuran,

3) besarnya rerata kesalahan acak sama dengan nol.

Penggunaan teori klasik dalam menganalisis butir memiliki beberapa kelemahan

sebagai berikut.

1) Statistik butir tes berupa tingkat kesukaran dan daya beda butir soal, sangat

tergantung kepada karakteristik peserta tes. Jika kemampuan peserta

rendah, maka tingkat kesukaran butir soal akan tinggi (indeks kesukaran

kecil). Besarnya daya beda yang dinyatakan sebagai koefisien korelasi point

biserial sangat tergantung kepada homogenitas kelompok peserta tes.

2) Estimasi kemampuan peserta tergantung kepada butir soal yang diujikan.

Bila indeks kesukaran kecil, estimasi kemampuan seseorang akan tinggi,

demikian pula sebaliknya. Besar kemampuan seseorang tergantung pada

keadaan yang digunakan dalam suatu tes.

3) Estimasi skor kesalahan berlaku untuk semua peserta tes. Kesalahan

untuk tiap peserta tes besarnya sama, yang dinyatakan dalam bentuk

kesalahan baku pengukuran.

4) Tidak ada informasi tentang respons setiap peserta ujian terhadap tiap butir

soal.

5) Estimasi keterandalan alat tes dengan teknik belah dua, teknik belah

tiga, Cronbach alpha, dan sebagainya, menggunakan asumsi paralel yang

sulit dipenuhi.

Karena adanya kelemahan-kelemahan tersebut, maka muncullah apa yang

disebut teori respons butir yang berusaha mengatasi kelemahan tersebut. Menurut

teori respons butir, perilaku seseorang dapat dijelaskan oleh karakteristik orang

yang bersangkutan sampai pada batas-batas tertentu. Karakteristik tersebut

bermacam-macam, seperti kemampuan verbal, kemampuan psikomotor,

kemampuan kognitif, dsb. Karakteristik tersebut disebut trait, dan seseorang dapat

memiliki lebih dari satu trait. Setiap trait, merupakan unjuk kerja dari orang yang

bersangkutan. Setiap trait merupakan dimensi kemampuan seseorang. Suatu tes

yang terdiri dari n butir yang mengukur k trait, jika dikerjakan seseorang akan

mendudukkan orang tersebut pada suatu titik dalam k dimensi ruang. Oleh karena

itu harus ada asumsi bahwa kemampuan yang diukur benar-benar bersifat

unidimensional. Asumsi ini sama dengan asumsi yang digunakan dalam teori klasik.

Unjuk kerja seseorang terhadap suatu butir soal tidak akan mempengaruhi

47

Page 48: Penilaian Lengkap 1 - 113

unjuk kerja terhadap butir soal yang lain. Dengan demikian, respons seseorang

terhadap masing-masing butir soal bersifat independen atau tepatnya local-

independent. Oleh karena itu butir-butir tes diharapkan mampu mengukur satu trait

saja agar unidimensi.

Berdasarkan teori respons butir, hubungan antara setiap butir soal akan

mempunyai kurva karakteristik butir yang merupakan kurva regresi non-linier skor

butir terhadap trait atau kemampuan. Fungsi tersebut menggambarkan hubungan

peluang sukses menjawab suatu butir soal dengan kemampuan yang diukur oleh

butir soal.

Kurva karakteristik butir dinyatakan dengan tiga fungsi Matematika yang

menghasilkan model logistik satu parameter, dua parameter, dan tiga parameter.

Model logistik dengan satu parameter merupakan model yang paling sederhana,

yang dikembangkan oleh Rasch tahun 1966 dan kemudian dilanjutkan oleh Wright

(Hambleton dan Swaminathan, 1985). Dalam hal ini, parameter suatu butir

merupakan tingkat kesukaran butir, sedangkan daya pembeda dianggap sama dan

pseudoguessing (coba-terka) dianggap sama dengan nol. Tingkat kemampuan butir

merupakan fungsi kemampuan seseorang.

Model logistik dua parameter menyatakan bahwa kemampuan seseorang

dicerminkan oleh tingkat kesukaran butir dan daya pembeda, sedangkan peluang

pseudoguessing sama dengan nol. Dengan demikian seseorang yang

berkemampuan rendah besarnya peluang menjawab benar juga sama dengan nol.

Model logistik dengan tiga parameter menyatakan bahwa kemampuan

seseorang tercermin dari tingkat kesukaran butir, daya pembeda, dan

pseudoguessing, karena orang tidak asal tebak jika ia tidak tahu. la akan membaca

soalnya dan difikir berulang-ulang sebelum akhirnya ia menentukan tebakannya.

Dengan tiga model tersebut kemudian dikembangkan perhitungan dengan

bantuan komputer bagaimana cara menentukan kualitas suatu butir soal baik

dengan model logistik dengan satu parameter, dua parameter, maupun tiga

parameter.

Kelebihan dari analisis butir soal yang mendasarkan diri pada teori respons butir

yaitu mampu memberikan perhitungan yang akurat terhadap skor akhir yang

diperoleh dua orang testi yang berbeda sebarannya meskipun banyaknya skor yang

benar di antara mereka adalah sama. Misal, jika dari 5 butir soal yang diujikan

berturut-turut dari nomor 1 sampai 5 hasil peserta didik A adalah 1, 0, 1, 0, 1

sedangkan hasil peserta didik B adalah 1, 1, 1, 0, 0 maka skor akhir yang diperoleh kedua

peserta didik tersebut akan berbeda kalau tingkat kesukaran kelima butir soal tersebut

tidak sama.

48

Page 49: Penilaian Lengkap 1 - 113

Meskipun pendekatan secara klasik memiliki kelemahan dibandingkan dengan

pendekatan berdasar teori respons butir, namun pendekatan dengan teori respons

butir memerlukan jumlah testi yang besar (minimum 500 orang) untuk uji cobanya.

Jika dilakukan dengan metode konsistensi internal pun (langsung diujikan tanpa

melalui uji coba) banyaknya testi minimal juga harus 500 orang. Dengan demikian

pendekatan teori respons butir hanya dapat diterapkan untuk tes seleksi ataupun

tes prestasi dengan skala yang lebih luas, seperti tes yang bertaraf regional atau

nasional. Oleh karena itu, untuk mengetahui kualitas butir soal/ters buatan guru

untuk keperluan pembelajaran sehari-hari di kelas sampai pada ulangan umum

kenaikan kelas yang bukan dalam bentuk Ulangan Umum Bersama (UUB) tetap

lebih cocok menggunakan pendekatan secara klasik.

Tes untuk kelas sesuai kondisinya menggunakan teori klasik. Tes untuk tingkat

yang lebih luas seperti untuk tingkat regional atau nasional digunakan teori respons

butir. Oleh karena itu, sistem penilaian berbasis kompetensi tetap menggunakan teori

tes klasik karena tes yang dikembangkan banyak digunakan di kelas. Namun untuk

peserta yang banyak sebaiknya digunakan teori repons butir.

2. Perakitan Tes

Setelah seluruh butir tes/butir soal ditelaah dari ranah materi, konstruksi, dan

bahasa, kemudian di kelompokkan menjadi tiga, yaitu : (a) butir-butir tes yang

dianggap baik atau diterima, (b) butir-butir tes yang tidak baik atau ditolak, dan (c)

butir-butir tes yang kurang baik, diperbaiki. Butir-butir tes yang baik (memenuhi

persyaratan yang ditetapkan) kemudian ditataatau dirakit dengan caratertentu.

Dalam merakit tes, butir-butir soal dapat dikelompokkan menurut urutan

kompetensi dasar, taraf kesukaran, dan format (komposisi bentuk soal). Urutan soal

pada tiap kompetensi dasar diurutkan menurut tingkat kesulitannya, mulai dari

yang mudah ke yang sulit. Berdasarkan format, urutan soal dimulai dari bentuk

isian singkat, kemudian pilihan ganda, dan terakhir uraian.

B. Analisis Hasil Tes dan Tindak Lanjutnya

Ujian yang diselenggarakan oleh guru mempunyai banyak kegunaan, baik bagi

fihak peserta didik, sekolah, ataupun bagi guru sendiri. Bagi peserta didik, hasil tes

yang diselenggarakan oleh guru tersebut mempunyai banyak kegunaan, antara lain

adalah

1. dapat mengetahui apakah ia sudah menguasai bahan yang disajikan oleh

guru;

2. dapat mengetahui bagian mana yang belum dikuasainya sehingga ia

berusaha untuk mempelajarinya lagi sebagai upaya perbaikan;

3. dapat menjadi penguatan bagi peserta didik yang sudah memperoleh skor

49

Page 50: Penilaian Lengkap 1 - 113

tinggi dan menjadi dorongan untuk belajar lagi;

4. dapat menjadi diagnosis bagi peserta didik.

Agar dapat memanfaatkan hasil ujian secara efektif, perlu dilakukan analisis

terhadap hasil tes/hasil ujian yang telah dicapai oleh para peserta didik. Caranya

yaitu dengan membuat tabel spesifikasi yang mampu menunjukkan

konsep/subkonsep atau tema/subtema kompetensi dasar mana yang belum

dikuasai peserta didik. Hal ini akan dapat terlihat bila butir-butir soal yang diujikan

sudah dikelompokkan sesuai dengan penguasaan konsep/subkonsep atau

tema/subtema dalam tiap indikator dan kompetensi dasar yang hendak diukur.

Berdasar tabel di bawah tampak bahwa Garda masih terbatas menguasai

kemampuan mendeskripsi keterampilan dasar dan keterampilan proses sains dan

gagal menguasai kemampuan untuk mengenal langkah-langkah pemecahan

masalah melalui metode eksperimen (percobaan). Dengan demikian, guru

mengetahui dengan persis dalam hal yang mana garda perlu mendapat bimbingan

melalui program perbaikan/remedi.

50

Page 51: Penilaian Lengkap 1 - 113

Contoh table spesifikasi hasil analisis hasil tes untuk mata pelajaran

Biologi

Nama Peserta didik : Budi Kelas 1 1A

Kompetensidasar

Jumlah butir

Jumlah yangBetul

Persen pencapaia

nPenguasan Keterangan

1. Mendeskripsi keterampilan dasar dan keterampilan proses sains

20 15 75 V Menguasai seluruh keterampilan dasar IPA, dan menguasai keterampilanproses IPA berupa mentabulasi data, membuat grafik, dan memaknakantabel/grafik, tetapi belum menguasai proses IPA dalam hal melakukan inferensi, prediksi, dan menentukanvariabel bebas dan variable tergayut

2. Mengenal langkah – langkah pemecahan masalah melalui metode eksperimen (percobaan)

30 15 50 - Hanya menguasai kemampuan merumuskan tujuan dan manfaatpercobaan, menentukan treatment, dan menentukan kelompok kontrol. Belum menguasai kemampuan merumuskan persoalan, memilih hal-hal yang harus dimuat dalam tinjauanpustaka, merumuskan hipotesis, dan menyiapkan tabel hasil percobaan

Standar Keberhasilan: batas penguasaan 75 %

Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa Budi masih terbatas menguasai

kemampuan mendiskripsi ketrampilan dasar dan ketrampilan proses sains, dan

gagal menguasai kemampuan untuk mengenal langkah-langkah pemecahan

masalah melalui metode eksperimen. Dengan demikian, guru mengetahui dengan

tepat "bidang apa" yang diperlukan oleh Budi untuk memperoleh bimbingan melalui

program perbaikan/remidial.

Bantuan perbaikan/remedi yang diberikan juga perlu didukung dengan informasi

yang digali guru, tentang apa yang menjadi penyebabnya. Bila kegagalan yang

terjadi dikarenakan faktor akademik, maka dengan langkah di atas diharapkan akan

berhasil. Sebaliknya, bila kegagalan yang terjadi juga disebabkan oleh faktor non-

akademik seperti faktor ketidakharmonisan keluarga, mengisolir diri dari teman,

faktor ekonomi (tidak memiliki buku-buku pegangan peserta didik), faktor internal

(malas), maka perbaikan/remedi yang diberikan selain upaya yang bersifat

akademik juga harus diikuti dengan mengatasi hal-hal yang nonakademik. Agar

guru dapat memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi

51

Page 52: Penilaian Lengkap 1 - 113

kegagalan peserta didik dapat diperoleh melalui wawancara dengan peserta didik

yang bersangkutan juga dengan teman serta orang tuanya.

52

Page 53: Penilaian Lengkap 1 - 113

BAB 6

PEMANFAATAN DAN

PELAPORAN

A. Prinsip Dasar

Ujian pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar

peserta didik dan hasil mengajar guru. Informasi hasil belajar atau hasil mengajar

berupa kompetensi dasar yang sudah dipahami dan yang belum dipahami oleh

sebagian besar peserta didik. Hasil belajar peserta didik digunakan untuk memotivasi

peserta didik dan guru agar melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas proses

pembelajaran. Perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran dilakukan dalam

bentuk program remedial dan pengayaan berdasarkan hasil evaluasi hasil ujian.

Apabila dalam satu satuan waktu tertentu sebagian besar peserta didik belum

mencapai kompetensi dasar, maka guru melaksanakan program remedial, sedang

bagi peserta didik yang telah menguasai diberi program pengayaan. Jadi prinsip

dasar kegiatan mengelola hasil ujian adalah pemanfaatan hasil ujian untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran.

Pemanfaatan hasil belajar untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas

pembelajaran harus didukung oleh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan orang

tua. Dukungan ini akan diperoleh apabila mereka memperoleh informasi hasil

belajar yang lengkap dan akurat. Untuk itu diperlukan laporan perkembangan hasil

belajar peserta didik untuk guru atau sekolah, untuk peserta didik, dan untuk orang

tua. Bentuk laporan ini disesuaikan dengan tingkat kepentingan guru atau sekolah,

peserta didik, dan orang tua. Dengan demikian dapat diharapkan partisipasi semua

pihak untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Laporan hasil belajar peserta didik berbentuk profil yang mencakup ranah

kognitif, psikomotor, dan afektif. Informasi ranah afektif dan psikomotor diperoleh

dari sistem tagihan yang digunakan untuk mata pelajaran sesuai dengan tuntuan

kompetensi dasar. Tidak semua mata pelajaran memiliki ranah psikomotor, hanya

mata pelajaran tertentu saja yang dinilai ranah psikomotornya, yaitu yang

melakukan kegiatan praktek di laboratorium atau bengkel. Informasi ranah afektif

diperoleh melalui kuesioner atau pengamatan yang sistematik.

Hasil belajar ranah kognitif, psikomotor, dan afektif tidak dijumlahkan, karena

dimensi yang diukur berbeda. Masing-masing dilaporkan sendiri-sendiri dan memiliki

makna yang penting. Ada orang yang memiliki kemampuan kognitif tinggi, kemampuan

psikomotor cukup, dan memiliki minat belajar yang cukupan. Namun ada orang lain

53

Page 54: Penilaian Lengkap 1 - 113

yang memiliki kemampuan kogntif cukup, kemampuan psikomotor tinggi. Bila skor

kemampuan kedua orang ini dijumlahkan, bisa terjadi skornya sama, sehingga

kemampuan kedua orang ini tampak sama walau sebenarnya karakteristik

kemampuan mereka berbeda. Apabila skor kemampuan kognitif dan psikomotor

dijumlahkan maka akan berakibat ada informasi yang hilang, yaitu karaktristik

spesifik kemampuan masing-masing individu.

Di dunia ini ada orang yang kemampuan berpikirnya tinggi, tetapi kemampuan

psikomotornya rendah. Agar sukses, orang ini harus bekerja pada bidang pekerjaan

yang membutuhkan kemampuan berpikir tinggi dan tidak dituntut harus melakukan

kegiatan yang membutuhkan kemampuan psikomotor yang tinggi. Oleh karena itu,

laporan hasil belajar harus dinyatakan dalam tiga ranah tersebut.

Informasi pada laporan hasil belajar peserta didik harus akurat, artinya

menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Untuk memperoleh hasil pengujian yang

akurat, maka alat ukur yang digunakan untuk memproleh data harus sahih, artinya

mengukur seperti yang ingin diukur. Selain itu alat ukur atau tes yang digunakan

sebagai bagian dari sistem penilaian harus memberi hasil yang andal, yaitu

memberi hasil yang konsisten bila digunakan berkali-kali untuk objek yang sama

asal tidak ada pengaruh dari luar.

B. Pemanfaatan dan Pelaporan Hasil Ujian Bagi Peserta Didik

Informasi hasil belajar peserta didik dapat diperoleh melalui ujian, kuesioner

atau angket, wawancara, atau pengamatan. Informasi ranah kognitif dan

psikomotor diperoleh melalui ujian, sedang ranah afektif diperoleh melalui angket

dan pengamatan di kelas. Informasi hasil ujian dapat dimanfaatkan peserta didik

untuk :

1. Mengetahui kemajuan hasil belajar diri

2. Mengetahui konsep-kosep atau teori-teori yang belum dikuasai.

3. Memotivasi diri untuk belajar lebih baik.

4. Memperbaiki strategi belajar.

Untuk memberi informasi yang akurat agar dapat dimanfaatkan peserta didik

seoptimal mungkin, maka laporan yang diberikan kepada peserta didik harus berisi

tentang :

1. Hasil pencapaian belajar peserta didik yang dinyatakan dalam bentuk

kompetensi dasar yang sudah dicapai dan yang belum dicapai.

2. Kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam semua mata pelajaran

3. Minat peserta didik pada masing-masing mata pelajaran.

Selain itu redaksi laporan harus menggunakan bahasa yang dapat memotivasi

peserta didik untuk belajar lebih baik. Hasil ujian menunjukkan pencapaian hasil

54

Page 55: Penilaian Lengkap 1 - 113

belajar peserta didik, sehingga dalam format laporan digunakan istilah hasil belajar.

Contoh bentuk laporan hasil belajar peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 4.

C. Pemanfaatan dan Pelaporan Hasil Ujian untuk Orang Tua

Informasi hasil ujian dimanfaatkan oleh orangtua untuk memotivasi putranya

untuk belajar yang lebih baik dan untuk mencari strategi dalam membantu anaknya

belajar. Untuk itu diperlukan informasi yang akurat tentang hasil ujian peserta didik

yang meliputi kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam ranah kognitif,

psikomotor, dan afektif, kemajuan belajar peserta didik dibandingkan dengan dirinya

sendiri, dibandingkan dengan kompetensi dasar yang harus dimiliki, dan

dibandingkan dengan kelompoknya. Informasi ini digunakan orangtua untuk :

1. Membantu anaknya belajar

2. Memotivasi anaknya belajar

3. Membantu sekolah untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.

4. Membantu sekolah dalam melengkapi fasilitas belajar.

Untuk memenuhi kebutuhan orang tua dalam meningkatkan proses belajar

mengajar, bentuk laporan hasil ujian harus mencakup tiga ranah, yaitu kognitif,

psikomotor, dan afektif, dan lebih rinci lagi meliputi: kelemahan dan kekuatan

peserta didik putranya, keterampilan peserta didik dalam melakukan tugas, dan

minat peserta didik terhadap mata pelajaran tertentu. Contoh bentuk laporan hasil

ujian peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 5.

D. Pemanfaatan dan Pelaporan Hasil Ujian untuk Guru dan Sekolah

Hasil ujian digunakan guru dan sekolah untuk mengetahui kekuatan dan

kelemahan peserta didik dalam satu kelas, dalam satu sekolah dalam semua mata

pelajaran. Hasil ujian harus dapat mendorong guru agar mengajar lebih baik,

membantu guru untuk menentukan strategi mengajar yang lebih tepat, mendorong

sekolah agar memberi fasilitas belajar yang lebih baik.

Laporan hasil ujian untuk guru dan kepala sekolah harus mencakup semua

ranah hasil belajar peserta didik untuk semua pelajaran yang meliputi ranah

kognitif, psikomotor, dan afektif. Informasi yang diperlukan adalah banyak dan jenis

kompetensi dasar yang telah dikuasai dan yang belum oleh peserta didik, jumlah

peserta didik yang dapat mencapai skor 75 atau lebih dari skala 0 sampai 100

untuk semua mata pelajaran, termasuk ranah afektif. Guru memerlukan informasi

yang lebih global untuk masing-masing kelas yang diajar, sedang kepala sekolah

memerlukan informasi global untuk semua kelas dalam satu sekolah, khususnya

tentang hasil belajar. Contoh format laporan hasil belajar peserta didik untuk guru

dan sekolah disajikan pada Lampiran 6.

55

Page 56: Penilaian Lengkap 1 - 113

E. Batas Kelulusan

Pertanyaan yang sering muncul adalah penentuan batas kelulusan untuk

peserta didik. Lulus dengan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi memiliki

makna bahwa peserta didik telah menguasai semua mata pelajaran, minimum

memperoleh skor 75 untuk ranah kognitip dan psikomotor, demikian pula untuk

skor angket batas minimumadalah 75. Angket tentang minat sesorang tidak

memiliki jawaban yang benar dan salah. Ada orang yang sangat senang dengan

mata pelajaran bahasa, dan ada yang berminat pada mata pelajaran matematika.

Peserta didik yang tidak senang dengan mata pelajaran bahasa tidak salah, namun

guru harus berusaha membuatnya senang. Karena mereka yang senang atau

berminat pada mata pelajaran tertentu, dan dapat diharapkan prestasi belajarnya

akan meningkat. Oleh karena skor minat peserta didik harus ditafsirkan dalam

bentuk kualitatif, misalnya minatnya tinggi, menengah, atau rendah terhadap

pelajaran tertentu.

Penentuan kelulusan harus memperhatikan dua ranah, yaitu kognitif, dan

psikomotor, sedang untuk ranah afektif merupakan tambahan informasi tentang

kondisi peserta didik yang berkaitan dengan minat, sikap, kerajinan, atau disiplin.

Skor ketiga domian ini tidak bisa dijumlahkan, karena dimensi yang diukur berbeda.

Namun dua ranah, yaitu kognitif dan psikomotor, keduanya menentukan kelulusan

peserta didik. Oleh karena itu penentuan kelulusan berdasarkan masing-masing

skor kognitif dan psikomotor, sedang skor pda ranah afektif sebagai tambahan

informasi. Batas lulus seperti dijelaskan di depan untuk ranah kognitif dan ranah

psikomotor minimum 75.

Semua peserta didik, orang tua, dan guru berharap peserta didik dapat lulus

dengan makna menguasi 75 % dari bahan yang diajarkan.

Untuk mencapai batas skor tersebut, perlu dilaksanakan program remedi.

Program remedi ini yang menjadi ciri khas dari penggunakan kurikulum berbasis

kompetensi.

Laporan hasil belajar peserta didik serta cara pengisiannya dalam bentuk profil

dapat dilihat pada Lampiran 7.

56

Page 57: Penilaian Lengkap 1 - 113

DAFTAR PUSTAKA

Allen, M.J., &Yen,W. M. (1979). Introduction to measurement theory. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.

Ebel, R. L. (1979). Essentials of education measurement. New Jersey: Prentice Hall.

Feldt, L. S. dan Brennan R. L. (1989). Reliability in Linn (Edit. 1989), Educational measurement. New York: Mac. Millan Publishing Company.

Griffin, P & Nix, P. (1991). Educational assessment and reporting: A new approach. Sydney: Harcourt Brace Jovanovich.

Gronlund, N. E., dan Linn, R. L. (1990). Measurement and evaluation in teaching. New York: McMillian Publishing Company.

Guilford, J. P. (1982). Psychometric methods (2nd.ed.) NewYork: Tata McGraw-Hill Publishing Co.Ltd.

Haris, R., & Guthrie, H., & Hobart, B., & Lundberg, D. (1995). Competency-based education and training. South Yarra, Australia: Macmillan Education.

Harrow, A. J. (1972). A taxonomy of the psychomotor domain: A guided for developing behavioral objective. New York: David McKey Company.

Hambleton, R. K., & Swaminathan, H. (1985). Item respons theory : Principle and application. Boston: Kluwer Nijhoff Publ.

Lunetta, V. N., Hofstein, A., & Gidding, G. (1981). Evaluating science laboratory skill. The Science Teacher, January 1981: 22-25.

Marzano, R. J., & Kendall, J. S. (1996). Designing standards-based districts, schools, and classrooms. Alexanderia, Virginia: ASCD Publication.

Nathan, B. R. & Cascio, W. F. (1986). Technical and legal aspects in Berk, R. A. (edit. 1986). Performance assessment. Baltimore: John Hopkin Univ. Press.

Popham, W. J. (1st ed. 1995). Classroom Asessment: What Teachers Need to Know. Mass: Allyn-Bacon.

Popham, W. J. (2nd ed. 1999). Classroom Asessment: WhatTeachers Need to Know. Mass Allyn-Bacon.

Sax, G. (1984). Principles of educational and psychological measurement and evaluation. 2nd ed. Washington: Wadsworth Publishing Company.

Stufflebeam, D. L., & Shinkfield, A. J. (1985). Sistematic Evaluation. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing.

Thorndike, R. L., & Hagen, E. P. (1977). Measurement and evaluation in psychology and education. New York: John Wiley & Sons.

Wilson. (2001). Australian Experience. Makalah disampaikan pada Seminar

57

Page 58: Penilaian Lengkap 1 - 113

Nasional di Balitbang Depdiknas, 2001.

GLOSARIUM

adaptif: mudah menyesuaikan diri dengan keadaan, materi tes yang disesuaikan dengan kurikulum sekolah.

afektif: berkenaan dengan perasaan dan atau sikap.

analisis: kajian/telaah terhadap sesuatu hal untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.

analisis butir empiris: analisis kuantitatif butir; analisis butir soal berdasarkan hasil uji coba.

analisis butir teoretis: analisis kualitatif butir; telaah butir; pengkajian terhadap kualitas soal secara teoretis yang mencakup konstruksi, teknik penulisan, dan bahasa yang digunakan.

asesmen: penilaian; penafsiran hasil pengukuran; penentuan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran.

bentuk soal: golongan soal menurut macam jawaban yang harus dilakukan, misalnya: bentuk isian singkat, bentuk pilihan ganda, dan bentuk uraian.

bentuk tes: golongan tes menurut penggolongan menjadi 'tes pilihan ganda,” “tes uraian objektif,” “tes uraian non objektif (“tes uraian bebas”),” “tes jawaban singkat,” “tes menjodohkan,” “tes unjuk kerja” (“tes performansi”),” “portfolio,” dsb.

berkesinambungan: berkelanjutan; tidak berhenti pada suatu saat, tetapi dilanjutkan pada periode-periode berikutnya.

evaluasi: kegiatan untuk menentukan mutu atau nilai suatu program, yang di dalamnya ada unsur “pembuatan keputusan,” sehingga mengandung unsur subjektivitas; kegiatan yang sistematik untuk menentukan kebaikan dan kelemahan suatu program.

gerak adaptif: gerak terlatih

global: mendunia; dunia; menyeluruh.

hipotesis: sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat, meskipun kebenarannya masih harus diuji; anggapan dasar.

indikator: karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda, perbuatan, atau respons, yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik, untuk menunjukkan bahwa peserta didik itu telah memiliki kompetensi dasar tertentu.

indikator pencapaian: tanda-tanda bahwa peserta didik telah memiliki kompetensi dasar tertentu, dan merupakan jabaran dari kompetensi dasar tertentu.

jenis tagihan: golongan tagihan menurut klasifikasi menjadi “kuis,” “pertanyaan lisan di kelas/ulangan harian,” “tugas individu,” “tugas kelompok,” “ulangan akhir semester,” “ulangan kenaikan kelas,” “laporan kerja praktik,” “laporan

58

Page 59: Penilaian Lengkap 1 - 113

praktikum,” “responsi,” “ujian praktik,” “ujian akhir,” dsb.; jenis kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk menunjukkan hasil belajar yang telah dicapainya.

jenis ujian: jenis tagihan.

judgement: keputusan; pertimbangan;keandalan tes: kemampuan tes memberikan hasil yang ajeg atau konsisten.

kemampuan: kesanggupan; kecakapan; kekuasaan; ketrampilan.

kemampuan afektif: kemampuan yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat, penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek.

kompetensi dasar: kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan; kemampuan minimal yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik dari standar kompetensi untuk suatu mata pelajaran.

kemampuan kognitif: kemampuan berpikir; kemampuan memperoleh pengetahuan; kemampuan yang berkaitan dengan pemerolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran.

kemampuan lulusan SMA: kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan oleh lulusan SMA, meliputi lulusan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

kemampuan psikomotor: kemampuan melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan; kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik.

kesahihan isi tes: petunjuk sejauh mana isi tes sesuai dengan kompetensi dasar dalam silabus yang hendak diukur.

kesahihan konstruk tes: petunjuk sejauh mana faktor yang diungkap oleh hasil tes itu sesuai dengan faktor yang hendak diukur.

kesahihan prediktif tes: petunjuk sejauh mana hasil tes dapat memprediksi kemampuan yang akan ditunjukkan oleh data empirik.

kesalahan pengukuran: ukuran ketidakcocokan antara hasil pengukuran dan ukuran sebenarnya.

kesalahan pengukuran acak: kesalahan pengukuran yang terjadi karena kondisi yang diukur bervariasi, atau kondisi yang mengukur bervariasi, atau bahan yang diujikan tidak tepat.

kesalahan pengkuran sitematik: kesalahan pengukuran yang terjadi karena alat ukurnya tidak selalu memberikan ukuran yang sebenarnya, atau penskorannya mempunyai tingkat kemurahan atau kemahalan yang bervariasi.

keterandalan alat tes: kemampuan alat ukur memenuhi fungsinya sebagai alat ukur, alat ukur itu mampu mengukur apayang harus diukur.

kompetensi: kemampuan yang dapat dilakukan oleh peserta didik, yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku.

59

Page 60: Penilaian Lengkap 1 - 113

kompetensi lulusan SMA: kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan lulusan SMA yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

komposisi: gubahan; karangan.

kuis: ulangan singkat atau ujian singkat, baik lisan maupun tertulis.

materi pembelajaran: bahan ajar minimal yang harus dipelajari peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar.

60

Page 61: Penilaian Lengkap 1 - 113

materi pokok: pokok bahasan dan sub pokok bahasan dari kompetensi dasar.

paradigma: model dalam teori; kerangka pikir; norma yang dianut oleh sekelompok komunitas.

pedagogi: ilmu pendidikan; ilmu pengajaran.

pengujian: pengukuran yang dilanjutkan dengan penilaian.

pengukuran: proses penetapan angka bagi suatu gejala menurut aturan tertentu.

penilaian: metode yang biasa digunakan untuk menentukan mutu unjuk kerja individu; pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau karakteristik sesuatu; penafsiran data hasil pengukuran.

portfolio: kumpulan hasil karya seorang peserta didik; sejumlah hasil karya seorang peserta didik yang sengaja dikumpulkan untuk digunakan sebagai bukti prestasi peserta didik, perkembangan peserta didik itu dalam kemampuan berpikir, pemahaman peserta didik itu atas materi pelajaran, kemampuan peserta didik itu dalam mengungkapkan gagasan, dan mengungkapkan sikap peserta didik itu terhadap mata pelajaran tertentu, laporan singkatyang dibuat seseorang sesudah melaksanakan kegiatan.

proses pengujian: pemilihan dan pengembangan teknik pengujian.

reliabilitas (ajeg): kemampuan alat ukur untuk memberikan hasil pengukuran yang konstan atau ajeg.

sahih: mengukur faktor yang seharusnya diukur.

silabus: susunan teratur materi pembelajaran mata pelajaran tertentu pada kelas/semester tertentu.

sintesis: paduan berbagai pengertian atau hal yang merupakan kesatuan yang selaras.

system: perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan; susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dsb.

sistem ujian berkelanjutan: sistem ujian yang meliputi soal untuk semua indikator kemampuan mata pelajaran yang bersangkutan, yang hasilnya dianalisis dan digunakan untuk menentukan ujian berikutnya.

sistematik: mengikuti suatu prosedur tertentu.

sistem penilaian: uraian keterangan yang teratur sebagai penjelasan tentang prosedur dan cara mengembangkan kompetensi dasar menjadi indikator pencapaian kemampuan itu, dan cara mengembangkan indikator menjadi soal ujian.

soal analisis: soal yang menuntut uraian informasi, penemuan asumsi pembedaan antara fakta dan pendapat, dan penemuan hubungan sebab-akibat.

soal aplikasi: soal yang menuntut penerapan prinsip dan konsep dalam situasi yang belum pernah diberikan.

61

Page 62: Penilaian Lengkap 1 - 113

soal evaluasi: soal yang menuntut pcmbuatan keputusan dan kebijakan, dan penentuan "nilai" informasi.

soal pemahaman: soal yang menuntut pembuatan pernyataan masalah dengan kata-kata penjawab sendiri, pemberian contoh prinsip atau contoh konsep.

soal pengetahuan: soal yang menuntut jawaban yang berdasarkan hafalan.

soal sintesis: soal yang menuntut pembuatan cerita, karangan, hipotesis dengan memadukan berbagai pengetahuan atau ilmu.

soal ujian yang sahih: soal ujian yang bahannya mewakili bahan ajar yang ada di dalam silabus.

standar kompetensi: kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk suatu mata pelajaran; kompetensi dalam mata pelajaran tertentu yang harus dimiliki oleh peserta didik; kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam suatu mata pelajaran.

tagihan: berbagai bentuk ulangan atau ujian untuk menunjukkan tingkat kemampuan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu.

teknik ujian: golongan ujian, yaitu “pertanyaan di kelas,” “Kuis,” “ulangan harian,” “tugas pekerjaan rumah” atau “uIangan akhir semester.”

tes acuan norma: tes yang berdasarkan anggapan bahwa kemampuan penempuh tes itu merupakan variabel yang mengikuti distribusi normal.

tes acuan kriteria: tes yang berdasarkan anggapan bahwa hampir semua orang dapat belajar (menguasai) materi pelajaran apa saja tetapi memerlukan waktu yang mungkin berbeda.

tes non objektif: jenis ujian yang penskorannya dapat dipengaruhi oleh subjektivitas pemberi skor.

tes objektif: jenis ujian yang penskorannya objektif, tidak bergantung pada subjektivitas pemberi skor.

tes pilihan ganda: jenis ujian yang bagi setiap butir soalnya tersedia sejumlah jawaban yang harus dipilih salah satu oleh penempuh tes karena hanya salah satu dari jawaban-jawaban itu yang benar.

ujian: proses kuantifikasi (pemberian angka) kemampuan peserta didik pada ranah kognitif dan psikomotorik.

ujian berkelanjutan: ujian yang hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang sudah dimiliki peserta didik peserta tes dan mengetahui kesulitan peserta didik, yang dilakukan sampai peserta didik menguasai semua kompetensi dasar.

ujian berkesinambungan: ujian yang hasilnya dianalisis (misalnya materi apa yang belum dikuasai oleh peserta didik) dan hasil analisis itu ditindaklanjuti.

validitas: kemampuan alat ukur yang memenuhi fungsinya sebagai alat ukur, alat ukur itu mampu mengukur apa yang harus diukur.

62

Page 63: Penilaian Lengkap 1 - 113

63

Page 64: Penilaian Lengkap 1 - 113

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1

KISI-KISI PENILAIAN BERKELANJUTAN

Nama Mata Pelajaran: Bhs Inggris

Semestaer :

Kelas :

No.

Kompetensi dasar Materi Pokok IndikatorPenilaian

Contoh SoalJenis tagihan

Bentuk Instrumen

1.

64

Page 65: Penilaian Lengkap 1 - 113

Lampiran 2

1. Lembar Telaah Butir Soal Bentuk Uraian

JENIS PERSYARATANNOMOR SOAL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. RANAH MATERI

1. Butir soal sesuai dengan indikator

2. Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan jelas

3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran

4. Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, dan tingkat kelas

B. RANAH KONSTRUKSI

5. Rumusan kalimat dalam bentuk kalimat tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai.

6. Ada petunjuk yang jelas cara mengerjakan/ menyelesaikan soal

7. Ada pedoman penskorannya

8. Tabel, grafik, diagram, kasus, atau yang sejenisnya bermakna (jelas keterangannya atau ada hubungannya dengan masalah yang ditanyakan

9. Butir soal tidak bergantung pada Butir Soal sebelumnya

C. RANAH BAHASA:

10. Rumusan kalimat komunikatif

11. Kalimat menggunakan bahasa yang baik dan benar, sesuai dengan jenis bahasanya

12. Rumusan kalimat tidak menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.

13. Menggunakan bahasa/kata yang umum (bukan bahasa lokal)

14. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik.

65

Page 66: Penilaian Lengkap 1 - 113

2. LembarTelaah Butir Soal Bentuk Melengkapi

JENIS PERSYARATANNOMOR SOAL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. RANAH MATERI

1. Butir soal sesuai dengan indikator

2. Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan jelas

3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran

4. Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, dan tingkat kelas

B. RANAH KONSTRUKSI

5. Rumusan kalimat dalam bentuk kalimat terbuka (yang belum lengkap) yang hanya memerlukan tambahan kata yang merupakan jawaban/kunci.

6. Butir soal tidak bergantung pada butir soal sebelumnya

C. RANAH BAHASA

7. Rumusan kalimat komunikatif

8. Kalimat menggunakan bahasa yang baik dan benar, sesuai dengan jenis bahasanya

9. Rumusan kalimat tidak menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.

10. Menggunakan bahasa/kata yang umum (bukan bahasa lokal)

11. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik.

66

Page 67: Penilaian Lengkap 1 - 113

3. Lembar Telaah Butir Butir Soal Bentuk Pilihan Ganda (Multiple

Choise)

JENIS PERSYARATANNOMOR SOAL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. RANAH MATERI

1. Butir soal sesuai dengan indikator

2. Hanya ada satu kunci atau jawaban yang benar

3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran

4. Isi materi sesuai dengan jenjang, jenis sekolah dan tingkatan kelas

5. Pilihan/jawaban benar-benar berfungsi, jika pilihan/jawaban merupakan hasil perhitungan, maka pengecoh berupa pilihan yang salah rumus/salah hitung

B. RANAH KONSTRUKSI

6. Pokok soal (stem) dirumuskan dengan jelas

7. Rumusan soal dan pilihan dirumuskan dengan tegas

8. Pokok soal tidak memberi petunjuk/mengarah kepada pilihan jawaban yang benar

9. Pokok soal tidak mengandung pernyataan negatif genda

10. Bila terpaksa menggunakan kata negatif, maka harus digarisbawahi atau dicetak miring

11. Pilihan jawaban homogen

12. Hindari adanya alternatif jawaban : "seluruh jawaban di atas benar" atau "tak satu jawaban di atas yang benar" dan yang sejenisnya

13. Panjang alternatif/pilihan jawaban relatif sama, jangan ada yang sangat panjang dan ada yang sangat pendek

14. Pilihan jawaban dalam bentuk angka/waktu diurutkan.

15. Wacana, gambar, atau grafik benar-benar berfungsi

16. Antar butir soal tidak bergantung satu sama lain

C. RANAH BAHASA

17. Rumusan kalimat komunikatif

18. Kalimat menggunakan bahasa yang baik dan benar, sesuai dengan jenis bahasanya

19. Rumusan kalimat tidak menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.

20. Menggunakan bahasa/kata yang umum (bukan

67

Page 68: Penilaian Lengkap 1 - 113

bahasa lokal)

21. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik.

68

Page 69: Penilaian Lengkap 1 - 113

Lampiran 3

Hasil Analisis MicroCAT System

MicroCAT (tm) Testing System 1984, 1986, 1988 by Assessment. Systems Corporation

Item and Test Analysis Program-ITEMAN (tm) Version 3.00

Item analysis for data from file b: data 1.dat Item Statistics

Page 1

Seq.No.

Scale -Item

Prop.Correct Biser.

PointBiser. Alt.

Prop.Endorsing

Biser.Point Biser. Key

1 0-1 0.964 0.777 0329 1 2 3 4Other

0.9640.0150.0110.0060.004

0.777-0.464-0.962-0.513-0.593

0.329-0.145-0.270-0.110-0.109

*

2 0-2 0.979 0.871 0.305 1 2 3 4Other

0.0110.0060.9790.0040.000

-0.977-0.5130.871

-0.555-9.000

-0.274-0.110

0305-0.102-9.000

*

Dst. sampai nomer/butir soal terakhir.

Hasil analisis butir nomor 1 menunjukkan bahwa indeks kesukaran butir 0,964

(sangat mudah dan diartikan telah dikuasai peserta didik yang telah

berhasil dalam belajarnya), tetapi daya beda butir (nilai point biserial) cukup

baik yakni 0,329. Dari segi pengecoh, ketiganya kurang berfungsi karena kurang

dari 5% test! yang terkecoh, sementara ada 0,4% yang tidak menjawab (other =

0,004). Daya beda dan daya pengecoh hanya diperhatikan jika dipakai

untuk menganalisis butir soal acuan norma. Untuk keperluan remedi

bahwa yang dipakai adalah indeks kesukaran, bukan daya beda. Pada

akhir analisis ITEMAN menunjukkan informasi sbb:

69

Page 70: Penilaian Lengkap 1 - 113

MicroCAT (tm) Testing System1984, 1986, 1988 by Assessment. Systems Corporation

Item and Test Analysis Program-ITEMAN (tm) Version 3.00

Item analysis for data from file b:data I.dat Page …There were 30 examines in the data file.

Scala Statistics

Scale 0

N of Items 40N of Examinees 30Mean 17.633Variane 28.766Std. Dev. 5.363Skew 0.515Kurtosis -0.017Minimum 9.000Maximum 31.000Median 17.000Alpha 0.717SEM 2.854Mean P 0.441Mean Item-Tot. 0.284Mean Biserial 0.369

Artinya :

1. Butir soal yang dianalisis sebanyak 40 butir dan jumlah peserta tes sebanyak 30

orang.

2. Keandalan soal cukup tinggi, hal ini ditunjukkan oleh harga koefisien/acron back

alpha sebesar 0,717. Batas terendah yang diterima 0,70.

70

Page 71: Penilaian Lengkap 1 - 113

Lampiran 4.

Contoh Laporan Hasil Belajar Peserta didik Untuk Peserta didik

Nama peserta didik :

Nomor induk :

Ranah Kognitif:

No.

Nama Pelajaran

Pencapaian Belajar Keterangan

1. Matematika 60

Tidak lulus Perlu remidi : perkalian matrik

2. Bahasa Inggris 75

Lulus Perlu pengayaan : Reading Comprehension

3. Bahasa Indonesia60

Tidak lulus Perlu remidi : menyusun kalimat dengan berbagai pola kalimat

4. Fisika Dstnya.

40Tidak lulus Perlu remidi : - Struktur zat padat- Tata surya

Ranah Psikomotor

No.

Nama Pelajaran

Pencapaian Belajar Keterangan

1. Fisika 70

Tidak lulus Perlu remidi : merakitkomponen aktif danpasif dalam rangkaianelektronika

2. BiologiDsbnya.

90

Lulus Perlu pengayaan : Praktikum pencangkokanasimilasi

Batas Lulus Ranah Kognitif dan Psikomotor = Minimum 75

71

Page 72: Penilaian Lengkap 1 - 113

Contoh Laporan Hasil Belajar Peserta Didik Untuk Peserta didik

Lampiran 4 (Lanjutan)

Ranah Afektif : Minat Peserta didik

No.

Nama Pelajaran

Minat terhadap matapelajaran

1. Matematika Tinggi

2. Bahasa Inggris Tinggi

3. Bahasa Indonesia

Tinggi

4. Fisika Dstnya.

Sedang

Tidak ada Batas Lulus pada Skala Minat, informasi ini digunakan guru

untuk meningkatkan minat peserta didik

72

Page 73: Penilaian Lengkap 1 - 113

Lampiran 5.

Contoh Laporan Hasil Belajar Peserta didik Untuk Orangtua

Nama peserta didik :

Nomor induk :

Ranah Kognitif

No.

Nama Pelajaran Pencapaian Belajar

Kompetensi dasar yang belum dan telah

dikuasi

1. Matematika 65Perkalian matrik belum tuntas

2.Bahasa Inggris

75 Memperkenalkan diri dan bertegur sapa

3. Bahasa Indonesia

80 Membuat surat undangan

4. Fisika Dstnya.

65a. Struktur Zat Padatb. Tata Surya

Ranah Psikomotor

No.

Nama Pelajaran

Pencapaian BelajarKompetensi dasar yang telah dikuasi

1. Fisika 68

Merakit komponen aktif dan pasif dalam rangkaian elektroknika

3. Biologi Dstnya.

78

Batas lulus skor ranah kognitif dan psikomotor = 75

73

Page 74: Penilaian Lengkap 1 - 113

Untuk Orantua

Lampiran 5 (Lanjutan)

Ranah Afektif : Minat Peserta didik

No.

Nama Pelajaran

Besarnya minat terhadap matapelajaran

1. Matematika Tinggi

2. Bahasa Inggris Tinggi

3. Bahasa Indonesia

Tinggi

4. Fisika Dstnya.

Sedang

74

Page 75: Penilaian Lengkap 1 - 113

Lampiran 6.

Contoh Laporan Hasil Belajar Peserta Didik untuk Guru dan Sekolah

Kelas : Jumlah peserta

didik:

Nomor induk : Guru kelas:

Ranah Kognitif :

No.Nama pelajaran

Jumlah peserta didik dengan skor

Kompetensi dasar yang belum dikuasai

sebagian besar peserta didik

Sama ataudi atas 75

Lebih kecildari 75

1. Matematika

2. Bahasa Inggris

3. Bahasa Indonesia

4. Fisika Dstnya.

75

Page 76: Penilaian Lengkap 1 - 113

Ranah Psikomotor

No.Nama

pelajaran

Jumlah peserta didik dengan skorKompetensi dasar

yang belum dikuasai Sama ataudi atas 75 *)

Di bawah 75*)

1. Fisika

2. Biologi Dsbnya.

*) Format ini merupakan indikator minat kelas terhadap mata pelajaran,

dinyatakan dengan jumlah dan persen

76

Page 77: Penilaian Lengkap 1 - 113

Lampiran 7

MATRIKS SISTEM PENILAIAN BERKELANJUTAN SISWA SMU

Kelas : .................. Semester : ..................

Mata Pelajaran

: .........................................................................

NoKompetensi

DasarPekerjaan

rumahKuis

Ulangan harian

Portofolio

Ujian Blok/Waktu

1 V VUjian blok 1 20 Agustus 2003

2 V V

3 V V

4 V VUjian blok 2 1 Oktober2003

5 V

6 V

7 V Ujian blok 3 30 Oktober 20038 V V

Keterangan:

Tagihan kompetensi dasar bias dalam bentuk ulangan harian, tugas rumah, atau

kuis. Penilaian untuk penentuan pencapaian kompetensi dasar dilakukan melalui

ujian blok :

- Ujian blok 1 mencakup kompetensi dasar I sampai 3

- Ujian blok 2 mencakup kompetensi dasar 4 sampai 6

- Ujian blok 3 mencakup kompetensi dasar 7 sampai 8

Hasil ujian blok ditindaklanjuti dengan program remedial/perbaikan ................

……….

77

Page 78: Penilaian Lengkap 1 - 113

Lampiran 8

RANCANGAN SISTEM PENILAIAN

NoKompetensi

Dasar

Juli Agustus September Oktober

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 PR1 Blok 1

2 K1

3

4 PR2 Blok 2

5 K2

6 PR3

7 K3 Blok 3

8 PR4

9

Keterangan :

K1 : Kuis 1

PR1 : Pekerjaan Rumah 1

Blok 1 : Ulangan Blok 1 yang mencakup kompetensi dasar 1, 2, dan 3

78

Page 79: Penilaian Lengkap 1 - 113

CONTOH

LAPORAN HASIL BELAJAR SISWA

SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

…………………………………………..

Alamat Sekolah: …………………………………

Nama Sekolah : ………………………………………………….

No. Induk Siswa : ………………………………………………….

79

Page 80: Penilaian Lengkap 1 - 113

LAPORAN HASIL BELAJARSISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Nama Siswa : …………………………………. Nama Sekolah :

………………………………….

Nomor Induk : …………………………………. Th. Pelajaran:

………………………………….

Program : IA/IS/BHS*)

Kelas/Semester : ………………………………….

No Mata Pelajaran

Nilai Hasil Belajar

Kognitif Psikomotor Afektif

Angka Huruf Angka Huruf Huruf

1 Pendidikan Agama

2 Kewarganegaraan

3 Bahasa dan Sastra Indonesia

4 Bahasa Indonesia

5 Bahasa Inggris

6 Matematika

7 Kesenian

8 Pendidikan Jasmani

9 Sejarah

10 Geografi

11 Ekonomi

12 Sosiologi

13 Antropologi

14 Fisika

15 Kimia

16 Biologi

17 Sastra Indonesia

18 Bahasa Asing Lainnya

19 Teknologi Informasi dan KomuniKasi

20 Keterampilan/Bahasa Asing.......................... **)

*) Coret yang tidak perlu**) Diisi sesuai dengan jenis keterampilan atau bahasa asing yang dipilih siswa.

…………….., …………………………..

80

Page 81: Penilaian Lengkap 1 - 113

Orang Tua/Wali Siswa

...................

Mengetahui

Kepala Sekolah

...................

Wali Kelas

...................Ketercapaian Kompetensi Siswa

Mata Pelajaran Keterangan

Pendidikan Agama

Kewarganegaraan

Bahasa dan Sastra Indonesia

Bahasa Indonesia

Bahasa Inggris

Matematika

Kesenian

Pendidikan Jasmani

Sejarah

Geografi

Ekonomi

Sosiologi

Antropologi

Fisika

Kimia

Biologi

Sastra Indonesia

Bahasa Asing Lainnya

Teknologi Informasi dan Komunikasi

Keterampilan/Bahasa Asing………………………………………….

81

Page 82: Penilaian Lengkap 1 - 113

Kegiatan Ekstrakurikuler

No Jenis Kegiatan Keterangan

1

2

3

4

Ketidakhadiran

No Jenis Kegiatan Keterangan

1 Sakit

2 Izin

3 Tanpa keterangan

Kepribadian

No Jenis Kegiatan Keterangan

1 Kelakuan

2 Kerajinan/Kedisiplinan

3 Kerapihan

4 Kebersihan

Catalan Wali Kelas:

…………….., …………………………..

Orang Tua/Wali Siswa

...................

Mengetahui

Kepala Sekolah

...................

Wali Kelas

...................

82

Page 83: Penilaian Lengkap 1 - 113

CARA PENGISIAN LAPORAN HASIL BELAJAR

A. Tabel Laporan Hasil Belajar

1. Kolom kognitif diisi dengan nilai rata-rata pencapaian aspek kognitif dari

semua standar kompetensi mata pelajaran per semester yang terkait, dalam

bentuk angka dan huruf.

2. Kolom psikomotor diisi dengan nilai rata-rata aspek psikomotor dari suatu

mata pelajaran, yang dinilai aspek psikomotornya, dalam bentuk angka dan

huruf.

3. Nilai laporan hasil belajar per semester, merupakan nilai kumulatif dari

keseluruhan hasil penilaian yang diperoleh siswa selama mengikuti

pembelajaran pada semester yang terkait (lisan, tertulis, wawancara, kuis,

praktik, tugas-tugas dll.) termasuk hasil remidial.

4. Nilai tertinggi hasil remedial aspek kognitif dan psikomotor tidak melebihi

nilai standar minimum ketuntasan yang ditetapkan oleh sekolah.

5. Kolom afektif diisi dengan nilai mata pelajaran yang dapat dinilai aspek

afektifnya secara kualitatif. Aspek yang dinilai dapat berupa salah satu atau

lebih dari aspek minat, sikap, disiplin, atau aspek lainnya yang dipandang

penting oleh sekolah, dengan klasifikasi predikat: Tinggi, Sedang atau

Rendah. Kriteria klasifikasi predikat dimaksud ditetapkan oleh guru mata

pelajaran, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran terkait.

6. Penilaian aspek kognitif, psikomotor, dan afektif harus dijelaskan kepada

siswa di awal semester, telah dicapai, yang memuat predikat prestasi dan

deskripsi tentang ketercapaian kompetensi tersebut.

7. Klasifikasi predikat prestasi terdiri atas: Amat Baik (AB), Baik (B), Cukup (C),

dan Kurang (K).

83

Page 84: Penilaian Lengkap 1 - 113

Contoh : Pengisian Kolom Keterangan (Tabel Pencapaian Kompetensi Siswa)

No/Mata Pelajaran Keterangan

1Pendidikan Agama

Islam

Baik : kompetensi mendeskripsikan sumber ajaran Islam dan kerangka dasar Islam telah mencapai ketuntasan, tetapi kompetensi membaca Al-Qur'an perlu ditingkatkan.

4Bahasa Inggris

Cukup : kompetensi menulis paragraf dan menentukan ide utama telah mencapai ketuntasan, tetapi kompetensi bercakap-cakap masih kurang, dan kompetensi menulis surat perlu ditingkatkan.

6Matematika

Kurang : kompetensi tentang mendefinisikan rumus belum mencapai ketuntasan, penguasaan tentang materi yang berhubungan dengan ruang/dimensi tiga masih perlu ditingkatkan.

8Pendidikan

Jasmani

Baik : pada permainan bola basket untuk kompetesi melempar, menangkap, dan mendribel bola, telah mencapai ketuntasan, tetapi dalam hal teknik memasukkan bola ke dalam jaring masih perlu latihan intensif.

B. Tabel Kegiatan Ekstrakurikuler

Kolom keterangan diisi dengan uraian singkat tentang kompetensi/keterampilan

yang telah dicapai, yang memuat predikat prestasi dan deskripsi tentang

ketercapaian kompetensi/keterampilan tersebut.

Contoh: Pengisian Tabel Ekstrakurikuler

Jenis Kegiatan Keterangan

Olahraga Karate Baik: telah lulus ban kuning

Paskibra Cukup : dalam baris berbaris dan mengibarkan bendera masih perlu latihan kekompakan

UKS Baik : terampil melakukan pernafasan buatan

Seni Musik Gamelan

Cukup : sudah mampu menabuh gong untuk gending Kodok Ngorek

84

Page 85: Penilaian Lengkap 1 - 113

C. Tabel Ketidakhadiran

Ketidakhadiran siswa perlu dicatat dan dilaporkan kepada orang tua/wali siswa

dalam Laporan Hasil Belajar. Ketidakhadiran ini bukan hanya disebabkan sakit

atau izin saja, tetapi juga ketidakhadiran yang tidak disertai dengan surat

keterangan orangtua/wali siswa, atau dokter.

Contoh: Pengisian Tabel Ketidakhadiran

Alasan Ketidakhadiran Lama (jam/hari)

Sakit 5 hari

Izin 3 jam

Tanpa Keterangan 7 hari

D. Tabel Kepribadian

1. Kolom keterangan diisi dengan predikat prestasi kepribadian siswa yang

mencakup empat aspek yang dinilai.

2. Klasifikasi predikat prestasi kepribadian: Baik, Cukup, dan Kurang.

3. Siswa yang memperoleh predikat "Cukup" dan "Kurang" perlu diberi

penjelasan.

No.

Aspek yang Dinilai Keterangan

1. Kelakuan Baik

2. Kerajinan/Kedisiplinan Cukup: sering terlambat masuk kelas

3. Kerapihan Baik

4. Kebersihan Baik

85

Page 86: Penilaian Lengkap 1 - 113

PANDUAN SISTEM PENILAIAN,PENJURUSAN, KENAIKAN KELAS,

DAN PINDAH SEKOLAH

A. Skala Penilaian

1. Nilai (kognitif dan psikomotor) dinyatakan dalam bentuk angka bulat,

dengan rentang 0 -100, dan huruf.

2. Batas nilai maksimum ketuntasan: 100.

3. Batas nilai minimum ketuntasan per mata pelajaran ditentukan oleh sekolah

dan guru sebelum kegiatan pembelajaran dan penilaian dilakukan, dengan

catatan sekolah dan guru harus merencanakan target dalam waktu tertentu

untuk mencapai nilai ketuntasan maksimum.

B. Rapor Semester

Setiap akhir semester, Laporan Hasil Belajar Siswa disampaikan kepada siswa

dan orangtua/wali siswa.

C. Kenaikan Kelas

1. Dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran.

2. Siswa dinyatakan naik kelas, apabila memiliki nilai kurang paling banyak

pada tiga mata pelajaran, yang bukan merupakan mata pelajaran yang

menjadi ciri khas program/jurusan yang akan/sedang diambil/diikuti. Dengan

demikian, mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi ciri khas jurusan

harus mencapai nilai minimum ketuntasan yang ditetapkan oleh sekolah

yang bersangkutan.

D. Penjurusan

1. Dilaksanakan mulai kelas-XI (semester-1 kelas-XI).

2. Kriteria Penjurusan meliputi: minat, nilai akademik, pertimbangan Bimbingan

dan Konseling, dan orang tua/wali siswa.

3. Dalam menentukan jurusan, siswa terlebih dahulu ditanyakan minatnya,

apakah hendak:

a. Melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi (ke universitas),

b. bekerja di masyarakat, atau

c. Ke program studi llmu Alam, llmu Sosial, atau Bahasa, sesuai dengan

minat setelah lulus dari SMA.

Minat siswa dapat diketahui melalui angket/kuesioner dan wawancara. Lebih

baik lagi apabila sekolah dapat mengadakan tes psikologi untuk mendeteksi

86

Page 87: Penilaian Lengkap 1 - 113

minat, bakat, kecerdasan, potensi akademik, dan sebagainya.

4. Peran guru Bimbingan dan Konseling sangat berarti dalam menentukan

penjurusan seorang siswa, yang dilakukan baik dengan wawancara maupun

dengan pengisian angket/kuesioner, serta hasil tes psikologi (jika ada/dapat

dilakukan).

5. Siswa yang akan memasuki program llmu-ilmu Alam, llmu-ilmu Sosial, dan

Bahasa dipersyaratkan mencapai ketuntasan dalam mata pelajaran yang

sesuai dengan karakteristik program tersebut.

6. Siswa diberi kesempatan untuk pindah jurusan (multi-entry-multi-exit)

apabila ia tidak cocok pada jurusan semula atau tidak sesuai dengan

kemampuan dan kemajuan belajarnya. Sekolah harus memfasilitasi agar

siswa dapat mengejar standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus

dimiliki di kelas baru. Untuk itu diperlukan sistem administrasi kesiswaan

yang rapih dan akurat.

7. Batas waktu untuk pindah program/jurusan ditentukan oleh sekolah.

E. Pindah Sekolah

1. Sekolah harus memfasilitasi adanya siswa yang pindah Sekolah:

a. antara sekolah pelaksana KBK;

b. antara sekolah pelaksana KBK dengan sekolah bukan pelaksana KBK;

c. antara sekolah bukan pelaksana KBK dengan sekolah pelaksana KBK.

2. Sekolah dapat menentukan persyaratan pindah/mutasi siswa sesuai dengan

prinsip manajemen berbasis sekolah.

87