peniadaan mekanisme investor-state dispute...

107
PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN AUSTRALIA DAN JEPANG TAHUN 2014 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Muhammad Fikri Kodri 11141130000018 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018

Upload: truonglien

Post on 31-Mar-2019

425 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE

DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

PERJANJIAN PERDAGANGAN AUSTRALIA DAN

JEPANG TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Muhammad Fikri Kodri

11141130000018

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

Page 2: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT

(ISDS) DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN AUSTRALIA DAN JEPANG

TAHUN 2014

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 5 Juni 2018

Muhammad Fikri Kodri

Page 3: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Muhammad Fikri Kodri

NIM : 11141130000018

Program Studi : Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT

(ISDS) DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN AUSTRALIA DAN JEPANG

TAHUN 2014

dan telah memenuhi syarat untuk diuji,

Jakarta, 5 Juni 2018

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing

Ahmad Alfajri, M.A Taufiq Rahman, MA

NIP: NIP:

Page 4: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT

(ISDS) DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN AUSTRALIA DAN JEPANG

TAHUN 2014

Oleh

Muhammad Fikri Kodri

11141130000018

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4

Juli 2018 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Hubungan Internasional.

Ketua, Sekretaris,

Ahmad Alfajri, M.A Eva Mushoffa, MHSPS

NIP: NIP:

Penguji I, Penguji II,

Ahmad Alfajri, M.A Febri Dirgantara Hasibuan, M.M

NIP: NIP:

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 4 Juli 2018

Ketua Program Studi Hubungan Internasional

Ahmad Alfajri, M.A

NIP:

Page 5: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

iv

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi peniadaan

mekanisme investor-state dispute settlement (ISDS) dalam perjanjian perdagangan

Australia dan Jepang tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penolakan Australia dalam pencatutan

mekanisme ISDS dalam perjanjian perdagangan Australia dan Jepang. Penelitian ini

dilakukan melalui metode penulisan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi

pustaka. Peneliti menemukan, bahwa terdapat faktor institusi domestik, faktor

institusi internasional dan faktor decision environment yang mempengaruhi

penolakan Australia terhadap pencatutan mekanisme ISDS dalam perjanjian

perdagangan Australia dan Jepang. Australia bukanlah negara yang selalu anti

terhadap mekanisme ISDS, namun dalam perjanjian perdagangan yang

ditandatangani dengan Jepang pada tahun 2014 Australia menolak permintaan Jepang

untuk mencatutkan mekanisme ISDS. Hal tersebut dirumuskan melalui tahapan

analisa, yaitu dengan melihat kerjasama ekonomi antara Australia dan Jepang,

kemudian melihat penolakan Australia terhadap mekanisme ISDS dalam perjanjian

yang ditandatantangani oleh Australia dan selanjutnya dianalisa dengan

menggunakan kerangka teoritis.

Kerangka teoritis yang digunakan dalam skripsi ini adalah institusionalisme

dan konsep foreign policy decision making. Dari hasil analisa dengan menggunakan

teori dan konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi

peniadaan mekanisme ISDS dari perjanjian perdagangan Australia dan Jepang tahun

2014 adalah, faktor institusi domestik Australia dimana terdapat penolakan terhadap

mekanisme ISDS dari dalam badan Productivity Commision Australia, Parlemen

Australia, NGO dan Mahkamah Agung Australia. Selain itu faktor institusi

internasional JAEPA dan faktor decision environment juga mempengaruhi penolakan

Australia terhadap pencatutan mekanisme ISDS dalam JAEPA.

Kata kunci: Institusionalisme, mekanisme investor-state dispute settlement, investasi

asing, perjanjian perdagangan bebas.

Page 6: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrrahim, segala puji dan syukur selalu penulis ucapkan

kepada Allah SWT atas segala rakhmat dan nikmatnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tak lupa dihaturkan kepada Nabi

Muhammad SAW.

Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis telah melibatkan beberapa pihak yang

sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa

terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Orangtua Penulis, Ayah, Ibu dan Adik yang selalu memberikan dukungan

terus menerus baik secara moril maupun materil. Dan untuk selalu

memberikan doa dan semangat untuk penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Ahmad Alfajri, M.A, selaku Ketua Program Studi Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi,

3. Bapak Taufiq Rahman, MA, selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan arahan dalam proses penyusunan skripsi ini

hingga selesai,

4. Dosen-dosen Hubungan Internasional UIN Jakarta. Terima kasih atas segala

ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan,

5. Teman-teman terbaik penulis, anak-anak kontrakan Inhutani, teman-teman

kelas A Hubungan Internasional angkatan 2014, dan semua teman-teman

Page 7: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

vi

angkatan 2014 Hubungan Internasional UIN Jakarta. Terima kasih atas

dukungan, doa dan semangat juga bantuan ilmu selama penulis mengerjakan

skripsi ini. Terima kasih juga karena telah mewarnai kehidupan perkuliahan

penulis.

6. Kakak-kakak senior jurusan Hubungan Internasional UIN Jakarta. Terima

kasih atas semua masukan, saran dan buku yang telah diberikan kepada

penulis sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan perkuliahan.

Harapan penulis semoga Allah SWT membalas semua dukungan dan bantuan

yang diberikan dengan kebaikan yang berlipat. Terakhir, penulis menyadari bahwa

skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga dengan segala kekurangan yang

dimiliki, skripsi ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi setiap

pembacanya dan bagi perkembangan studi Hubungan Internasional

Jakarta, 5 Juni 2018

Muhammad Fikri Kodri

Page 8: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL… ................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR…................................................................................................xi

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ................................................................. 1

B. Pertanyaan Masalah ................................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat ................................................................. 8

D. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 9

E. Kerangka Teoretis…............................................................... 14

1. Institusionalisme…..…………………………………14

2. Konsep Foreign Policy Decision Making……………16

F. Metode Penelitian .................................................................. 17

G. Sistematika Penulisan ............................................................ 19

BAB II KERJASAMA EKONOMI AUSTRALIA-JEPANG

A. Kerjasama Ekonomi Australia dan Jepang…...….................. 21

B. Pembentukan Perjanjian JAEPA…………............................ 23

C. Implikasi Perjanjian JAEPA bagi Perekonomian Australia....27

Page 9: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

viii

BAB III PENOLAKAN AUSTRALIA TERHADAP MEKANISME

INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT

A. Investor-State Dispute Settlement....................... 34

1. Sejarah Mekanisme ISDS Pra Perang Dunia II..…… 34

2. Sejarah Mekanisme ISDS Pasca Perang Dunia II….. 35

3. Mekanisme Investor-State Dispute Settlement…….. 37

B. Penerapan Mekanisme ISDS oleh Australia….................... 39

C. Penolakan Australia terhadap Pencatutan Mekanisme ISDS

dalam JAEPA………………………………………..……. 45

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENOLAKAN

AUSTRALIA TERHADAP PENCATUTAN MEKANISME ISDS

DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN AUSTRALIA DAN

JEPANG TAHUN 2014

A. Faktor Institusi Domestik Australia…………........................ 50

1. Productivity Commision Australia………………....…… 51

2. Parlemen Australia…………………………………..…. 53

3. Supreme and Federal Court Australia….………....…… 58

4. Non-Governmental Organization……………………… 59

B. Faktor Institusi Internasional……………………...…………61

1. Institusi JAEPA………………………………………… 61

C. Faktor Decision Environment….…………………………… 63

BAB V PENUTUP

Page 10: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

ix

A. Kesimpulan ………........................………………………….65

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….xii

LAMPIRAN………...……………………………………………………………. xxiv

Page 11: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

x

DAFTAR TABEL

Tabel III. B. 1 Penerapan Mekanisme ISDS oleh Australia dalam EPA....…41

Page 12: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar II. B. 1 Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Perdana Menteri

Australia Tony Abbott menandatangani perjanjian

JAEPA.……………………………………………………... 26

Gambar II. C. 1 Sepuluh Besar Komoditi Ekspor Australia ke Jepang ...…… 28

Gambar II. C. 2 Grafik Partner Dagang Terbesar Australia…..……………... 29

Gambar III. C. 3 Grafik Ekspor Komoditi Tambang dari Australia ke

Jepang…………………………………………..…………... 30

Gambar II. C. 4 Sumber Investasi Asing di Australia…...…………………… 32

Page 13: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xii

DAFTAR SINGKATAN

AFTINET Australian Fair Trade & Investment Netwotk Ltd

ALP Australian Labour Party

BITs Bilateral Investment Treaties

EPA Economic Partnership Agreement

FCN Friendship, Commerce and Navigation

FDI Foreign Direct Investment

ICJ International Court of Justice

ICSID International Centre for Settlement of Investment Disputes

ISDS Investor-State Dispute Settlement

JAEPA Japan-Australia Economic Partnership Agreement

MFN Most Favour Nation

TPP Trans Pasific Partnership

Page 14: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Investor State Dispute Settlement (ISDS) adalah suatu mekanisme

penyelesaian sengketa antara perusahaan multinasional atau investor asing yang

melakukan investasi di negara tujuan dengan negara tujuan investasi tersebut.

Mekanisme ini memberikan kesempatan kepada investor untuk menuntut negara

tujuan investasi ke pengadilan internasional jika terjadi pelanggaran atas suatu

aturan investasi internasional. Dengan adanya mekanisme ISDS ini, suatu

perusahaan multinasional atau investor tidak perlu bergantung pada negara

asalnya jika terdapat sengketa dan ingin menuntut negara tujuan investasi.1

Sejarah dari mekanisme ISDS yang digunakan saat ini, adalah bermula dari

penggunaan International Court of Justice (ICJ) dalam upaya penyelesaian

sengketa antara investor dan negara tujuan investasi. Salah satu perjanjian yang

melibatkan ICJ dalam penyelesaian sengketanya adalah perjanjian

Jerman-Pakistan pada tahun 1959. Kedua negara sepakat jika terjadi permasalahan

atas interpretasi dari perjanjian, maka masalah tersebut dapat diselesaikan di ICJ

jika kedua pihak menyetujui. Namun jika tidak tercapai kesepakatan maka akan

1 Nitij Pal, “What is ISDS (investor - state dispute settlement) ?,”. [artikel on-line] tersedia di

http://www.andeco.com.au/uncategorized/what-is-isds-investor-state-dispute-settlement/ diunduh pada 17

Oktober 2017.

Page 15: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

2

digunakan mekanisme arbitrasi antara kedua belah pihak.2 Penggunaan ICJ dalam

proses penyelesaian sengketa dalam perjanjian Jerman-Pakistan tersebut dianggap

sebagai titik awal dari tren penggunaan mekanisme ISDS yang dikenal dewasa ini.

Akan tetapi pelibatan ICJ dalam proses penyelesaian sengketa antara pihak

investor dengan pihak pemerintah negara seperti yang ada di perjanjian

Jerman-Pakistan tahun 1959 tersebut dianggap belum mampu mengatasi

penyelesaian sengketa antara investor dengan pihak pemerintah secara profesional,

karena campur tangan negara yang masih besar dalam mekanisme tersebut. Oleh

karena itu dibentuklah International Centre for Settlement of Investment Disputes

(ICSID) pada tahun 1966. Pembentukan ICSID sendiri dimaksudkan untuk

membantu mengurangi nuansa politis dalam penyelesaian suatu sengketa, karena

sebelumnya saat terjadi suatu pelanggaran atas aturan investasi internasional,

maka pihak penuntut hanya mampu untuk melakukan tindakan yang terbatas pada

empat hal yaitu: melakukan negosiasi dengan pemerintah negara tujuan investasi,

menuntut negara tujuan investasi ke pengadilan lokalnya, meminta negara asal

untuk melakukan negosiasi secara diplomatis dengan negara tujuan secara G2G,

dan meminta negara asal untuk mendukung tuntutan atas nama negara asal ke

ICJ.3

Tren penggunaan mekanisme ISDS sendiri dapat dilihat dari jumlah kasus

yang ditangani oleh ICSID sejak dibentuknya institusi tersebut. Sampai dengan

2 Christian Tietje, “The Impact of Investor-State-Dispute Settlement (ISDS)in the Translantic Trade and

Investment Partnership”, Leiden University: 2014. [jurnal on-line]; tersedia di

http://media.leidenuniv.nl/legacy/the-impact-of-investor-state-dispute-settlement-isds-in-the-ttip.pdf

diunduh pada 17 Oktober 2017. 3 Susan D. Franck. 2007.” Foreign Direct Investment Treaty Arbitration and the rule of Law”, Global

Page 16: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

3

tahun 2016 ICSID telah mengurusi sebanyak 570 kasus. Berdasarkan laporan

tahunan yang dipublikasikan oleh ICSID, pada tahun 2016 lembaga ini mengurusi

247 kasus, dan jumlah tersebut merupakan yang terbesar yang pernah ditangani

oleh ICSID dalam satu tahun sejak awal pembentukan ICSID. Pada tahun 2016 51%

kasus berasal dari Bilateral Investment Treaties (BITs) yaitu perjanjian investasi

antara dua negara. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2016

terlihat pergeseran tren dimana sebelumnya mayoritas kasus yang dibawa ke

ICSID dimenangkan oleh pihak pemerintah/negara, namun pada 2016 kurang

lebih 56% kasus yang ditangani oleh ICSID dimenangkan oleh pihak

perusahaan/investor.4

Mekanisme ISDS diterapkan dalam berbagai perjanjian perdagangan

internasional yang bersifat bilateral maupun multilateral. Sebagai contoh salah

satu perjanjian perdagangan internasional yang menerapkan mekanisme ISDS

adalah Trans Pasific Partnership (TPP) yang sampai dengan saat ini masih belum

berlaku. TPP merupakan perjanjian perdagangan bebas antara Amerika Serikat

dengan 11 negara lain yaitu Jepang, Australia, Selandia Baru, Cili, Meksiko, Peru,

Singapura, Brunei Darussalam, Kanada, Malaysia dan Vietnam.5 Selain dalam

perjanjian perdagangan multilateral dan perjanjian investasi bilateral, seperti telah

disebutkan diatas mekanisme ISDS diterapkan dalam perjanjian perdagangan

4 Trends in investor-state dispute settlement, [artikel on-line] tersedia di

http://www.nortonrosefulbright.com/knowledge/publications/148969/trends-in-investor-state-dispute-settlem

ent diakses pada 17 Oktober 2017 5 Kimberly Amadeo. 2017. “Trans Pasific Partnership Summary, Pros and Cons”. [artikel on-line] tersedia

di https://www.thebalance.com/what-is-the-trans-pacific-partnership-3305581 diakses pada 7 Oktober 2017

Page 17: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

4

bilateral yang didalamnya terdapat bab investasi. Salah satu negara yang

menerapkan mekanisme ISDS dalam perjanjian perdagangannya adalah Australia.

Mekanisme ISDS diterapkan oleh Australia dalam melakukan perjanjian

perdagangan dengan negara lain. Mekanisme ini berlaku terhadap investor asing

di Australia atau bagi investor Australia di negara lain yang terikat mekanisme

ISDS dengan Australia. Dalam mekanisme ini investor yang melakukan investasi

di Australia mampu untuk menggugat pihak pemerintah Australia jika dianggap

mengeluarkan aturan yang menghambat proses investasi ataupun terdapat

pelanggaran terhadap perjanjian yang ada. Begitupun sebaliknya investor

Australia di negara tujuan mampu menggugat pemerintah negara tujuan investasi

jika terdapat hal yang serupa. Subjek dari mekanisme ISDS berfokus kepada

kewajiban negara tujuan yang tidak bisa dilanggar seperti pengambilan alih,

prinsip non-diskriminasi dan standar minimum perlakuan terhadap investor.6

Australia menerapkan mekanisme ISDS dalam perjanjian perdagangannya

dengan negara-negara seperti Cina, Korea Selatan, Singapura, Thailand, Cili,

negara-negara ASEAN dan 21 negara yang tergabung dalam Investment

Protection and Promotion Agreement ( IPPA). Salah satu negara Asia yang

menandatangani perjanjian perdagangan dengan Australia pada tahun 2014 adalah

Jepang. Australia dan Jepang menandatangani perjanjian perdagangan bebas pada

tahun 2014 yang dikenal dengan nama Japan Australia Economic Partnership

Agreement (JAEPA) dan mulai berlaku sejak tanggal 15 Januari 2015. Perjanjian

6 Investor State Dispute Settlement. [database on-line] tersedia di

http://dfat.gov.au/trade/topics/Pages/isds.aspx diakses pada 29 September 2017.

Page 18: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

5

ini merupakan hasil dari 16 kali perundingan antara kedua negara yang dilakukan

sejak tahun 2007.7

Namun saat Australia menekan perjanjian perdagangan dengan Jepang

tersebut, mekanisme ISDS ini tidak dicatutkan sebagaimana Australia memiliki

perjanjian perdagangan bilateral dengan negara-negara lain. Dalam bab 19 yang

membahas permasalahan Dispute Settlement atau penyelesaian sengketa,

mekanisme yang digunakan dalam perjanjian JAEPA adalah dimulai dari

konsultasi, mediasi sampai dengan proses arbitrase. Jika suatu sengketa muncul,

maka kedua belah pihak yaitu Pemerintah Jepang dan Pemerintah Australia dapat

menerapkan mekanisme arbitrase sebagai metode penyelesaian sengketa.

Mekanisme arbitrase yang diterapkan akan menghasilkan keputusan juri yang

selanjutnya akan digunakan sebagai solusi atas suatu sengketa yang muncul.8

Pihak Jepang adalah pihak yang meminta agar mekanisme ISDS dicatutkan

dalam bab penyelesaian sengketa di perjanjian JAEPA. Sampai dengan

perundingan ke 10 pihak Jepang tetap mengajukan permintaan agar mekanisme

ISDS dicatutkan dalam JAEPA. Australia merasa bahwa permintaan dari Jepang

ini adalah suatu hal yang sangat sulit untuk disetujui, karena Australia mendorong

agar mekanisme ISDS tidak dicatutkan dalam JAEPA.9

7 Japan-Australia Economic Partnership Agreement (JAEPA). [database on-line] tersedia di

http://dfat.gov.au/trade/agreements/jaepa/news/Pages/news.aspx diakses pada 17 Oktober 2017. 8 Agrement Between Australia and Japan for An Economic Partnership. [database on-line] tersedia di

http://dfat.gov.au/trade/agreements/jaepa/official-documents/Documents/jaepa-chapters-1-to-20.pdf diakses

pada 17 Oktober 2017. 9 Australia-Japan Free Trade Agreement, Tenth Negotiations. [database on-line] tersedia di

http://web.archive.org/web/20110317020931/http://www.dfat.gov.au/fta/ajfta/newsletter_update/update_10.ht

ml diakses pada 5 Juli 2018.

Page 19: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

6

Pihak Jepang adalah pihak yang meminta agar mekanisme ISDS dicatutkan

dalam JAEPA. Jepang adalah negara yang cenderung akan mencatutkan

mekanisme ISDS dalam perjanjian investasi bilateralnya (BITs) dan perjanjian

perdagangan bebasnya (EPA). Dari pihak domestik Jepang sendiri, Japan

Business Federation atau yang dikenal sebagai Nippon Keidanren sangat

mendorong agar mekanisme ISDS dicatutkan dalam berbagai BITs maupun EPA

yang ditandatangani Jepang.10

Jepang dapat dikatakan sebagai negara yang cukup pasif dalam hal

perlindungan investasi. Hal ini terlihat dari jumlah tuntutan yang dilakukan oleh

investor asal Jepang yang dapat dikatakan sangat kecil jumlahnya dibandingkan

dengan negara-negara lain. Dengan total dua tuntutan hingga saat ini, jumlah

tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 145

kasus, Inggris dengan 64 kasus dan Jerman dengan 53 kasus. Hal ini berbanding

terbalik dengan jumlah Foreign Direct Investment (FDI) Jepang ke negara lain

yang berada di angka yang relatif sangat tinggi. Dimana pada tahun 2015 jumlah

FDI Jepang ke luar negeri mencapai angka US$ 128.6 miliar. Hal ini menjadikan

Jepang sebagai investor kedua terbesar di dunia lewat FDI.11

Mayoritas penjanjian investasi atau perjanjian perdagangan internasional

antara Jepang dengan negara lain menerapkan mekanisme ISDS didalamnya,

10 Shotaro Hamamoto, A passive player in international investment law: typically Japanese?, dalam “Foreign

Investment and Dispute Resolution Law and Practice in Asia”. 2012. diedit oleh Vivienne Bath dan Luke

Nottage. London: Routledge, hal 63-64. 11 A Guide to International Investment Agreements. [database on-line] tersedia di

http://isds.bilaterals.org/?a-guide-to-international&lang=en diakses pada 17 Oktober 2017.

Page 20: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

7

namun tidak dalam perjanjian perdagangannya dengan Australia.12

Sebagai

pengganti dari penerapan mekanisme ISDS, Australia dan Jepang memiliki

mekanisme penyelesaian sengketa melalui proses lain yang dianggap belum

mampu memberikan mekanisme penyelesaian sengketa yang dianggap pantas dan

sesuai.13

Dalam kasus ini dapat dikatakan bahwa terdapat different treatment dalam

perjanjian perdagangan antara Australia dan Jepang. Karena, Australia

menerapkan mekanisme ISDS dalam mayoritas perjanjian perdagangannya

dengan negara lain dan mengikatkan diri dalam perjanjian perdagangan

internasional yang menerapkan mekanisme ISDS. Namun dalam perjanjian

JAEPA, pihak Australia menolak untuk setuju terhadap permintaan dari pihak

Jepang untuk mencatutkan mekanisme ISDS dalam perjanjian JAEPA.

B. Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini akan menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut :

“Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penolakan Australia terhadap

pencatutan mekanisme investor-state dispute settlement (ISDS) dalam perjanjian

perdagangan Australia dan Jepang tahun 2014?”

12 Sabina Adascalitei, 31 Agustus 2017. “EU-Japan Partnership Agreement”. [artikel on-line] tersedia di

http://www.ciarb.org/news/ciarb-news/news-detail/features/2017/08/31/eu-japan-partnership-agreement

diakses pada 7 Oktober 2017. 13 Richard Allen, 17 Juli 2017. “New EU-Japan Trade Deal: EU declares ISDS “dead”. [artikel on-line]

tersedia di https://globalarbitrationnews.com/new-eu-japan-trade-deal-eu-declares-isds-dead/ diakses pada 7

Oktober 2017.

Page 21: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian denganan judul “Peniadaan

Mekanisme investor-state dispute settlement (ISDS) dalam Perjanjian

Perdagangan Australia dan Jepang tahun 2014” ini adalah :

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penolakan

Australia terhadap pencatutan mekanisme investor-state dispute

settlement (ISDS) dalam perjanjian perdagangan Australia dan Jepang

tahun 2014.

2. Untuk mengetahui alasan Australia meniadakan mekanisme

investor-state dispute settlement (ISDS) dalam perjanjian

perdagangannya tahun 2014.

3. Mengaplikasikan teori dan konsep dari studi Hubungan Internasional

khususnya teori dalam Ekonomi Politik Internasional yang dapat

digunakan sebagai alat analisis terhadap penelitian ini.

Hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat, diantaranya adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan

ilmu Hubungan Internasional baik di lingkup universitas, nasional

maupun internasional.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian

berikutnya untuk membahas tentag peniadaan mekanisme ISDS dalam

perjanjian perdagangan Australia dan Jepang.

Page 22: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

9

D. Tinjauan Pustaka

Pertama, tulisan yang menjadi tinjauan pustaka dalam penelitian ini yaitu

jurnal yang berjudul “Investor-State Arbitration: Not in the Australia-Japan

Free Trade Agreement, and Not Ever for Australia?”14

yang ditulis oleh Luke R.

Nottage, dari The University of Sydney Law School, The University of Sydney

(2014). Dalam tulisan ini disebutkan bahwa alasan sebenarnya dari pengecualian

mekanisme ISDS dalam JAEPA tidak bisa diketahui secara menyeluruh, karena

dianggap bahwa JAEPA bukanlah perjanjian yang bersifat kaku dan tidak bisa

mengalami revisi di kemudian hari, namun kira-kira alasan dari kedua negara

yang bersepakat untuk tidak menerapkan mekanisme ISDS dalam perjanjian

mereka adalah karena pihak Jepang yang tidak terlalu mendorong untuk

menerapkan mekanisme ISDS tersebut dalam perjanjiannya dengan Australia.

Para investor yang berasal dari Jepang merasa bahwa mekanisme ISDS tersebut

tidak memberikan keuntungan yang signifikan bagi mereka, sehingga kelompok

pengusaha di Jepang tidak menuntut pemerintahannya untuk terus menjamin agar

kebijkan ISDS tersebut diterapkan dalam setiap perjanjian perdagangan Jepang

dengan negara lain. Kemudian Nottage menjelaskan dampak dari peniadaan

mekanisme ISDS bagi perjanjian-perjanjian yang akan ada di kemudian hari.

Terdapat potensi bahwa peniadaan mekanisme ISDS ini akan menjadi sebuah tren

karena beberapa negara seperti Singapura, Cili dan Kanada yang memiliki sistem

14

Luke R.Nottage. 2014. “Investor-State Arbitration: Not in the Australia-Japan Free Trade Agreement, and

Not Ever for Australia?”, Australia: Sydney Law School Research Paper No. 15/45, Journal of Japanese Law,

Vol. 19, No. 38, hal. 37-52.

Page 23: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

10

hukum domestik yang kuat akan melirik kepada peniadaan mekanisme ISDS dan

berasumsi bahwa mekanisme ISDS tersebut tidak lagi diperlukan. “Anti-ISDS”

yang bermula dari peniadaan yang dilakukan Australia dan Jepang juga memiliki

potensi untuk tersebar di bagian negara Asia lain dan mempengaruhi kesepakatan

perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang masih

dalam pembahasan. Selanjutanya tulisan ini membahas bagaimana dinamika dari

dalam senat Australia merespon pemerintahan Perdana Menteri Abbot yang setuju

untuk menerapkan mekanisme ISDS dalam perjanjian perdagangannya dengan

Korea Selatan dan Cina. Dalam kesimpulannya Nottage menuliskan bahwa

mekanisme ISDS yang sudah ada patut untuk diikuti dan terus dinegosiasi dalam

penerapan aturan proteksi yang substantif dari prosedur ISDS. Nottage

menyarankan bahwa mekanisme ISDS tersebut sebaiknya diterapkan terutama

dalam perjanjian-perjanjian regional yang mengikutsertakan negara-negara maju

ataupun berkembang.

Penelitian diatas memiliki kesamaan dalam menganalisa alasan Australia

dan untuk meniadakan mekanisme ISDS dalam perjanjian perdagangan Australia

dan Jepang. Oleh karena itu penelitian ini dipilih untuk menjadi tinjauan pustaka

karena kesamaan asumsi bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

Australia meniadakan mekanisme ISDS dalam JAEPA. Penelitian ini juga melihat

sebagian alasan yang mempengaruhi peniadaan mekanisme ISDS dalam

perjanjian perdagangan Australia dan Jepang, dan dampak dari peniadaan tersebut

bagi tren penggunaan mekanisme ISDS oleh Australia. Perbedaan dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah, penelitian diatas tidak menggunakan teori

Page 24: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

11

institusionalisme yang nantinya akan digunakan dalam penelitian ini. Dan juga

level analisis yang digunakan dalam penelitian ini berada di level negara dan level

sistem. Selain itu penelitian diatas berfokus kepada bagaimana tren penggunaan

mekanisme ISDS khususnya bagi Australia setelah peniadaan mekanisme ISDS

dalam JAEPA. Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan yang berfokus

kepada faktor-faktor yang melatarbelakangi penolakan Australia dalam pencatutan

mekanisme ISDS dalam perjanjian JAEPA.

Kedua, adalah sebuah laporan penelitian karya Dr Patrick Carvalho yang

berjudul “Investor-State Arbitration and the Rule of Law: Debunking the

Myths”15

yang dipublikasikan oleh The Centre For Independent Studies Nomor

13. Patrick (2016) menjelaskan secara singkat pada bagian awal bagaimana

kemunculan mekanisme ISDS dan tren penggunaannya di dunia dewasa ini.

Selanjutnya Patrick menjelaskan dengan negara mana saja Australia memiliki

perjanjian yang mengandung mekanisme ISDS, lalu bagaimana penggunaan

mekanisme ISDS dari berbagai era pemerintahan Australia yang dimulai dari

pemerintahan Bob Hawke dan Paul Keating, pemerintahan John Howard,

pemerintahan Kevin Rudd-Julia Gillard-Kevin Rudd, pemerintahan Tony Abbott

dan yang sekarang memerintah yaitu pemerintahan Malcolm Turnbull. Dalam

laporan ini disebutkan bagaimana dinamika penenerapan mekanisme ISDS dalam

berbagai perjanjian di masing-masing era kepemimpinan Perdana Menteri yang

berbeda-beda. Selanjutnya dalam tulisan ini disebutkan aspek-aspek yang harus

15

Dr. Patrick Carvalho. 2016. “Investor-State Arbitration and the Rule of Law: Debunking the Myths”,

Australia: The Centre For Independent Studies No.13, [jurnal on-line] tersedia di

https://www.cis.org.au/app/uploads/2016/04/rr13.pdf diakses pada 30 Oktober 2017.

Page 25: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

12

diperbaiki dari adanya mekanisme ISDS, meskipun mekanisme ISDS dianggap

sebagai suatu ketentuan terbaik yang mampu memberikan keadilan dan kesetaraan

bagi dua entitas berbeda yang memiliki perbedaan nilai hukum dan kebiasaan

yang dimiliki. Aspek-aspek yang memerlukan perbaikan tersebut adalah

transparansi dari proses penggunaan mekanisme ISDS, pembatasan yang jelas

dalam penggunaan mekanisme ISDS dan konsistensi penerapan ketentuan dan

pmebatasan yang ada di mekanisme ISDS. Tulisan ini sesuai dengan judulnya

juga berisi bantahan terhadap “mitos” dari penggunaan mekanisme ISDS.

Tulisan karya Patrick (2016) tersebut memiliki kesamaan dalam melihat

bagaimana mekanisme ISDS diterapkan dalam masing-masing era pemerintahan

di Australia. Selain itu, tulisan diatas juga sama-sama melihat bagaimana tren dari

penggunaan mekanisme ISDS oleh negara-negara dalam beberapa tahun

kebelakang. Perbedaan tulisan karya Patrick (2016) dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah subjek dan objek yang dianalisis berbeda, dimana tulisan diatas

hanya meneliti bagaimana dinamika penggunaan mekanisme ISDS yang ada di

pemerintah Australia dan memberikan bantahan terhadap “mitos” dari

penggunaan mekanisme ISDS, sedangkan penelitian yang akan dilakukan akan

melihat bagaimana penolakan Australia terhadap pencatutan mekanisme ISDS

dalam JAEPA dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya.

Ketiga, sebuah jurnal karya Beth A. Simmons yang berjudul “East Asia,

Investment, and International Law: Distinctive or Convergent?”16

Dalam The

16

Beth A. Simmons. 2015. East Asia, Investment, and International Law: Distinctive or Convergent?,

Republic of Korea: The Korean Journal of International Studies Vol. 13-3, hal. 461-487.

Page 26: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

13

Korean Journal of International Studies Vol. 13-3. Beth (2015) menjelaskan

bahwa negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Cina dan Korea Selatan

cenderung untuk melakukan FDI ke negara-negara lain dalam jumlah yang besar,

namun sangat bertolak belakang dengan perlindungan investasinya. Jumlah FDI

negara-negara Asia Timur yang besar tidak menimbulkan hubungan yang erat dan

signifikan dengan hukum investasi internasional dan institusinya seperti yang

lazim digunakan oleh negara-negara Barat, yang berfungsi untuk melindungi para

investor di negara tujuan investasi. Negara-negara seperti Jepang, Cina dan Korea

Selatan cenderung memiliki sesuatu yang berbeda dengan penggunaan hukum

internasional terutama pada bidang investasi. Fokus dari jurnal ini sendiri adalah

membahas bagaimana dinamika negara-negara Asia Timur dalam berurusan

dengan rezim investasi internasional dan rezim peradilan internasional seperti

ICSID.

Tulisan karya Beth (2015) tersebut memiliki kesamaan dalam melihat

bagaimana suatu negara mengikatkan diri dengan aturan hukum perjanjian

investasi internasional. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah,

pengikatan Jepang terhadap aturan hukum perjanjian investasi internasional

bukanlah fokus utama dan hanya bagian dari penelitian yang berfokus kepada

alasan dan juga faktor-faktor yang mendorong Australia untuk meniadakan

mekanisme ISDS dalam perjanjian perdagangan Australia dan Jepang.

Page 27: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

14

E. Kerangka Teoretis

1. Institusionalisme

Institusionalisme mendefiniskan institusi yang secara umum merupakan

seperangkat aturan baik formal maupun informal yang memiliki peranan untuk

mengatur, menetapkan, membatasi dan mengarahkan pola perilaku negara sesuai

dengan tujuan dari dibentuknya institusi tersebut. Institusi terbagi menjadi

beberapa bentuk seperti perjanjian, rezim dan organisasi. Teori institusionalisme

menganggap bahwa ekonomi dan politik merupakan dua aspek yang saling

ketergantungan dan tidak dapat dipisahkan.17

Basic actors atau aktor dasar yang memiliki peranan dalam mengarahkan

preferensi dan perilaku negara adalah insitusi. Bentuk dari institusi sendiri terbagi

menjadi beberapa bentuk seperti Perusahaan, institusi Pemerintah, dan institusi

seperti organisasi persatuan pekerja dan non-governmental organisations (NGO).

Institusionalisme memandang bahwa dalam perekonomian modern, pihak

pemerintah terlibat dalam kisaran 30-50% aktivitas ekonomi di pasar.

Pembahasan mengenai keputusan atau preferensi yang akan diambil oleh suatu

negara, ada di tingkat legislatif, pembuat kebijakan seperti Kementerian, dan

Mahkamah Agung.18

Sebagai aktor utama, negara memilih untuk bekerjasama dengan membuat

suatu institusi internasional yang mampu mengakomodir kebutuhan dari para

17 Raymond C. Miller. 2008. “International Political Economy: Contrasting world views”. New York:

Routledge. hal. 101-102. 18

Miller. “International Political Economy: Contrasting world views”. hal 103-105.

Page 28: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

15

anggotanya, karena keuntungan yang didapatkan akan semakin maksimal.

Keberadaan institusi internasional tersebut membuat negara-negara yang

tergabung didalamnya berada pada situasi saling ketergantungan.

Institusionalisme juga menganggap bahwa keberadaan institusi tidak hanya

membentuk perilaku aktor tetapi juga tujuan yang ingin dicapai oleh aktor

tersebut.19

Institusi internasional memiliki pengaruh dalam membentuk preferensi suatu

negara, dan preferensi tersebut akan mempengaruhi aturan institusi internasional

dimana negara tersebut terlibat. Preferensi suatu negara juga merupakan hasil dari

timbal balik dari proses politik dan ekonomi institusi domestik yang ada di negara

tersebut, dan pengaruh dari institusi internasional dimana negara tersebut terlibat.

Jadi institusi domestik yang ada di suatu negara dan institusi internasional dimana

negara tersebut terlibat, akan saling mempengaruhi dan membentuk preferensi

atau keputusan yang dihasilkan oleh suatu negara.20

Berdasarkan teori institusionalisme tersebut, peniadaan mekanisme ISDS

dalam perjanjian perdagangan Australia dan Jepang mengindikasikan bahwa

memang terdapat peran negara dalam perekonomian. JAEPA merupakan institusi

perjanjian dengan bentuk pasar bebas dan perdagangan bebas yang dibentuk oleh

kedua negara, dan didalamnya memberikan kesempatan kepada individu ataupun

perusahaan dari Jepang dan Australia untuk saling melakukan kegiatan ekonomi.

19 Henry Farrell and Abraham L. Newman, 2010, Making global Markets: Historical Institusionalism in

international political economy, dalam “Review of International Political economy” 17:4, hal. 615-616. 20 Farrell and Newman, Making global Markets: Historical Institusionalism in international political

economy, dalam “Review of International Political economy” 17:4, hal. 618-619.

Page 29: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

16

Pada bab investasi di perjanjian JAEPA, mekanisme ISDS dalam proses

penyelesaian sengketa yang memberikan kewenangan bagi investor untuk

menuntut negara tujuan ditiadakan dan kedua negara sepakat untuk menggunakan

mekanisme lain yang harus melibatkan kedua belah pihak pemerintah. Sesuai

dengan pandangan institusionalisme, institusi domestik dan institusi JAEPA itu

sendiri mempengaruhi Australia untuk menolak pencatutan mekanisme ISDS

dalam JAEPA.

Peniadaan mekanisme ISDS dalam JAEPA merupakan hasil kesepakatan

kedua negara yang sejak awal merupakan preferensi dari pihak Australia.

Preferensi tersebut terbentuk karena institusi JAEPA yang berfungsi untuk

meliberalisasi kegiatan perekonomian kedua negara, dan perluasan bidang

investasi. Hal tersebut memicu reaksi dari institusi domestik yang ada di Australia

dan mempengaruhi preferensi Australia untuk menolak pencatutan mekanisme

ISDS dalam JAEPA. Jadi, sesuai dengan pandangan dari institusionalisme,

institusi domestik dan institusi JAEPA itu sendiri memiliki pengaruh terhadap

peniadaan mekanisme ISDS.

2. Konsep Foreign Policy Decision Making

Konsep Foreign Policy Decision Making adalah sebuah konsep yang melihat

bahwa pilihan individu, kelompok dan koalisi yang ada di dalam suatu negara

akan mempengaruhi suatu kebijakan yang akan dikeluarkan oleh suatu negara.

FPDM adalah sebuah aksi dari sebuah negara untuk memainkan perannya dalam

hubungan internasional. Melalui FPDM, suatu negara akan memposisikan diri

Page 30: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

17

dalam sistem internasional yang ada sebagai arena untuk memperkuat atau

mempengaruhi negara lain. Negara sebagai aktor utama mempresentasikan hasil

dari pembuatan kebijakan luar negeri, namun bukan berarti di dalam situasi

domestik tidak terjadi perbedaan dalam pandangan atas kebijakan yang

dikeluarkan. Terdapat empat determinan yang mempengaruhi FPDM di dalam

suatu negara yaitu:

1. Decision Environment

2. Psychological factors

3. International factors

4. Domestic factors21

Dalam konsep FPDM decision environment atau situasi dan kondisi dimana

keputusan negara dikeluarkan, akan mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan

oleh negara tersebut. Faktor keadaan seperti resiko dan pengalaman atas suatu

keputusan yang dipilih oleh Pemerintah akan mempengaruhi kebijakan yang

dipilih oleh suatu negara.22

Berdasarkan konsep FPDM, pengalaman Australia dengan mekanisme ISDS

mempengaruhi keputusan Australia untuk menolak permintaan Jepang

mencatutkan mekanisme ISDS dalam JAEPA.

F. Metode Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Menurut Creswell (1994) penelitian kualitatif adalah suatu proses

21

Alex Mintz & Karl Derouen. 2010. “Understanding Foreign Policy Decision Making”. New York:

Cambridge University Press. hal 4. 22

Mintz & Derouen. . “Understanding Foreign Policy Decision Making”. hal 27-28.

Page 31: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

18

penelitian yang berdasar pada fenomena sosial dan permasalahan manusia yang

terjadi di masyarakat. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang akan

digunakan untuk penelitian yang bersifat deskriptif dan analisanya cenderung

induktif. Pendekatan kualitatif melihat suatu fakta yang ada untuk kemudian

dianalisa dengan ditunjang oleh teori yang ada, sehingga fakta tersebut dapat

dijelaskan.23

Metode yang digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan bersifat

deskriptif analitis, yaitu suatu metode yang digunakan untuk memberikan

gambaran dan analisa berbagai situasi yang menjadi bagian dari permasalahan

yang akan diteliti secara sistematis. Penelitian dilakukan dengan pengumpulan

sampel atau data yang kemudian akan dianalisa. Pada akhirnya penelitian in akan

memberikan kesimpulan yang bersifat umum.24

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menghubungkan antara teori dengan data-data yang didapat melalui riset

perpustakaan (library research). Sumber pustaka tersebut berupa buku, jurnal

ilmiah, skripsi, dan refeensi ilmiah lain yang didapatkan di perpustakaan FISIP

UIN Jakarta dan Perpustakaan Nasional. Sumber pustaka juga didapatkan dari

sumber-sumber resmi yang tersedia di internet

23 John W. Creswell. 1994. “Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches”. Thousand Oaks :

SAGE Publications, Inc Charles, William Maynes, The Perils of (and for) an Imperial America, foreign

Policy, Summer, 1998. 24 Sugiyono. 2009. “Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D”. Bandung:

Alfabeta, hal 28-29.

Page 32: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

19

G. Sistematika Penulisan

Proposal penelitian ini terdiri dari lima bab, Adapun sistematika penulisan

sebagai berikut :

BAB I Bab ini merupakan pendahuluan yang meliputi latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metode

penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II Bab ini akan menjelaskan mengenai kerjasama ekonomi

Australia dan Jepang, selanjutnya akan dibahas mengenai

pembentukan perjanjian JAEPA, dan implikasi dari

perjanjian JAEPA terhadap perekonomian Australia.

BAB III Bab ini menggambarkan mengenai sejarah mekanisme

ISDS secara singkat, lalu bagaimana Australia menerapkan

dan mengikatkan diri pada mekanisme ISDS, selanjutnya

akan dijelaskan bagaimana penolakan Australia terhadap

pencatutan mekanisme ISDS dalam perjanjian JAEPA.

BAB IV Bab ini merupakan bagian yang mengkorelasikan antara

BAB II dan BAB III. Pada bab ini, akan dipaparkan

mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan

peniadaan mekanisme ISDS dalam JAEPA dari kedua

negara. Dengan kata lain, bab ini akan menganalisis dengan

Page 33: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

20

menggunakan teori yang telah dipaparkan sebelumnya guna

menjawab pertanyaan penelitian.

BAB V Bab ini adalah Penutup. Sebagai penutup penelitian, pada

bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan serta saran

dari pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya.

Page 34: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

21

BAB II

KERJASAMA EKONOMI AUSTRALIA-JEPANG

Dalam bab II skripsi ini akan memberikan penjelasan mengenai kerjasma

ekonomi antara Australia dan Jepang, terutama perjanjian JAEPA. Pada bagian

awal akan dibahas terlebih dahulu mengenai kerjasama ekonomi yang dilakukan

oleh kedua negara. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan bagaimana aktivitas

ekonomi Australia dan Jepang yang diperlihatkan dari volume perdagangan dan

investasi kedua negara dan komoditas perdagangan utama kedua negara. Pada

bagian akhir akan dijelaskan mengenai implikasi perjanjian Japan-Australia

Economic Partnership Agreement (EPA) terhadap perekonomian Australia.

A. Kerjasama Ekonomi Australia dan Jepang

Australia dan Jepang memiliki sejarah hubungan perdagangan dan investasi

yang cukup panjang, dan sudah terjalin sejak sangat lama. Sejak tahun 1896,

kantor Konsulat Jepang pertama berdiri di Townsville, Quennsland. Kemudian di

tahun berikutnya yaitu pada tahun 1897, saat pelayaran reguler antara Sydney dan

Yokohama dimulai, Konsulat Jepang kedua di Australia didirikan di Sydney. Pada

tahun 1901, Konsulat di Sydney diubah menjadi Konsulat Jenderal, dan kantor

Konsulat di Townsville ditutup.25

Pendirian Konsulat Jepang di Australia dapat

dikatakan merupakan awal dari hubungan diplomatik antara kedua negara.

25 Mission & History of The Consulate-General of Japan, Sydney. [database on-line] tersedia di

http://www.sydney.au.emb-japan.go.jp/english/about_us/history_of_consulate_general.htm diakses pada 10

April 2018.

Page 35: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

22

Pada masa Perang Dunia, Australia dan Jepang menjadi pihak yang

berlawanan. Australia sendiri menjadi aliansi dari Amerika Serikat dan Inggris,

sedangkan Jepang merupakan lawannya. Selama masa Perang Dunia tersebut,

hubungan kedua negara tentu saja menjadi renggang. Australia dan Jepang mulai

memperbaiki kembali hubungan bilateral kedua negara saat menandatangani San

Fransisco Peace Treaty pada tahun 1951.26

Penandatanganan perjanjian tersebut

dapat dikatakan sebagai titik balik hubungan kedua negara, yang sebelumnya

menjadi rival dalam Perang Dunia. Hal ini diikuti dengan berdirinya kedutaan

besar Australia di Tokyo pada tahun 1952.27

Hubungan perdagangan dan investasi antara Jepang dan Australia telah

terjalin sejak akhir abad ke 18. Salah satu pihak yang melakukan hubungan

perdagangan dengan Australia sejak abad ke 19 adalah Kanematsu Corporation.

Pada tahun 1890 Kanematsu Corporation mengimpor wol dan gandum dari

Australia ke Jepang. Dalam perkembangannya Kanematsu Corporation telah

merambah bidang usaha lain, dan masih beroperasi di Australia sampai dengan

sekarang.28

Selanjutnya pada tahun 1901 perusahaan Jepang Mitsui & Co juga

membangun kantor resmi pertamanya di Sydney, dan mengimpor kapas, logam

non besi sampai berhenti saat terjadi Perang Dunia II dan dibuka kembali secara

resmi pada 1955.29

26 John Price. “A Just Peace? The 1951 San Fransisco Peace Treaty in Historical Perspective”. JPRI

Working Paper No. 78, June 2001. [jurnal on-line] tersedia di

http://www.jpri.org/publications/workingpapers/wp78.html diakses pada 10 April 2018. 27 History of the Embassy. [database on-line] tersedia di http://japan.embassy.gov.au/tkyo/aboutus.html

diakses pada 10 April 2018. 28 Kanematsu Company Introduction. [database on-line] tersedia di http://kanematsu.com.sg/about/ diakses

pada 13 April 2018. 29 A long History in Australia. Mitsui & Co. [database on-line] tersedia di

www.mitsui.com/au/en/company/history/index.html diakses pada 13 April 2018.

Page 36: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

23

B. Pembentukan Perjanjian JAEPA

Seperti telah disebutkan diatas, Australia dan Jepang mempunyai sejarah

hubngan bilateral yang tidak begitu baik saat menjadi rival dalam Perang Dunia.

Namun hubungan bilateral kedua negara di bidang ekonomi terus mengalami

kemajuan pasca berakhirnya Perang Dunia. Hal tersebut ditandai dengan

penandatanganan Agreement on Commerce between Australia and Japan tahun

1957. Perjanjian tersebut memuat tentang komitmen kedua negara untuk

menerapkan prinsip Most Favour Nation (MFN) satu sama lain, aturan non

diskriminasi dalam perdagangan, juga akses terhadap pasar Jepang untuk

beberapa sektor produk Australia dan aturan pembatasan bagi sektor lain.

Termasuk didalamnya perizinan ekspor dan impor. Dalam perjanjian ini Jepang

juga memberikan beberapa aturan spesifik bagi komoditi ekspor Australia.30

Sejak awal Australia mengetahui bahwa Jepang menginginkan perjanjian

perdagangan tahun 1957 tersebut dalam bentuk Friendship Commerce and

Navigation (FCN), akan tetapi Australia tidak serta merta menyetujuinya.

Perjanjian dengan model FCN akan sulit diwujudkan karena sistem federal yang

ada di Australia. Australia menawarkan untuk membuat perjanjian yang sesuai

dengan pandangan dari pihak Australia. Namun tidak sampai disitu, Jepang terus

mendorong agar perjanjian FCN dengan Australia dapat diwujudkan. Pada tahun

30 Australian Statistician, Prepared under instruction from the Right Honourable the Treasurer by R. J.

Cameron. 1976. “Official Yearbook of Australia No. 61, 1975 and 1976”. Canberra: Australian Bureau of

Statistics.

Page 37: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

24

1963 atas dorongan dan lobi dari pihak Jepang, Agreement on Commerce between

Australia and Japan yang ditandatangani tahun 1957 mengalami revisi.31

Revisi Agreement on Commerce between Australia and Japan pada tahun

1963 menyepakati penghapusan segala aturan yang membatasi kegiatan

perdagangan bilateral anata Jepang dan Australia. Dalam perjanjian hasil revisi

tersebut, Australia dan Jepang menyepakati prinsip Most Favour Nation (MFN)

untuk diterapkan oleh kedua negara. Hubungan bilateral di bidang ekonomi yang

dilandasi oleh prinsip MFN tersebut, memberikan dampak positif bagi Jepang.

Dimana pada tahun 1970 Jepang menjadi partner nomor satu Australia di bidang

perdagangan.32

Pihak Jepang yang masih memiliki keinginan untuk mempunyai perjanjian

FCN dengan Australia, terus melakukan negosiasi agar kedua negara memiliki

kerangka perjanjian FCN tersebut sesuai yang dikehendaki oleh pihak Jepang.

Pada tahun 1969 kalangan pebisnis dari Jepang mengajukan perjanjian dalam

bentuk FCN kepada Australia. Bentuk perjanjian FCN tersebut mendapat

penolakan dari pihak Australia karena dianggap tidak memberikan keuntungan

yang signifikan bagi perekonomian Australia. Pada tahun 1973 untuk merespon

permintaan perjanjian FCN dari pihak Jepang, Australia mengajukan draf

perjanjian yang dianggap sesuai oleh Australia. Negosiasi pun terus berjalan

31

Moreen Dee. “Friendship and co-operation: the 1976 Basic Treaty between Australia and Japan”.

Australia in the World, The Foreign Affairs and Trade Files, No. 3 2006 [jurnal on-line] tersedia di

http://australia.or.jp/_projects/yoe/english/docs/friendship_and_cooperation_basic_treaty_e.pdf diakses pada

14 April 2018. 32 Fedor Mediansky dkk. 2001. “Australian Foreign Policy: Into the New Millenium”. South Yarra:

Macmillan Publishers Australia. hal 16-19.

Page 38: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

25

hingga akhirnya pada Desember 1975, dibawah kekuasaan Partai Konserfatif

Australia negosiasi selesai dan dicapai kesepakatan.33

Perjanjian FCN antara Australia dengan Jepang merupakan perjanjian FCN

pertama dan satu-satunya bagi Australia. Perjanjian ini ditandatangani oleh kedua

negara pada 16 Juni 1976. Permasalahan investasi dan perdagangan bilateral

antara Jepang dan Australia diatur dalam perjanjian ini, yang dikenal dengan

nama NARA Treaty of Friendship and Cooperation between Australia and Japan.

Selain permasalahan investasi dan perdagangan, permasalahan izin tinggal warga

negara serta kerjasama di bidang teknologi, pendidikan dan lingkungan diatur

dalam perjanjian FCN ini.34

Kerjasama ekonomi antara Jepang dan Australia terus berlangsung sampai

dengan saat ini. Hubungan kedua negara di bidang ekonomi mencapai tahapan

yang signifikan saat ditandatanganinya Japan-Australia Economic Partnerhsip

Agreement (JAEPA). Perjanjian ini mulai berlaku pada 15 Januari 2015,

ditandatangani oleh Perdana Menteri Australia Tony Abbott dan Perdana Menteri

Jepang Shinzo Abe di Canberra, Australia pada 8 Juli 2014.35

Perundingan perjanjian JAEPA mulai dilaksanakan oleh kedua negara pada

tahun 2007. Namun kesepakatan perjanjian JAEPA tidak tercapai hingga

terpilihnya Shinzo Abe sebagai Perdana Menteri. Kunjungan Perdana Menteri

33 Alan Rix. 1999. “The Australia-Japan Political Alignment: 1952 to the Present”. London: Routledge. Pp

61-63. 34 Peter Drysdale. “Did the NARA Treaty make a difference” dalam Australian Journal of International

Affairs, Vol. 60 No. 4, 2006. 35 Japan-Australia Economic Partnership Agreement. [database on-line] tersedia di

http://dfat.gov.au/trade/agreements/in-force/jaepa/Pages/japan-australia-economic-partnership-agreement.asp

x diakses pada 15 April 2018.

Page 39: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

26

Shinzo Abe ke Australia pada April 2014 dianggap membukakan jalan

tercapainya kesepakatan perjanjian JAEPA yang sempat “macet”.36

Gambar II. B. 1 Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Perdana Menteri

Australia Tony Abbott menandatangani perjanjian JAEPA.

Sumber: Australian Government, Department of Foreign Affairs and Trade37

Perjanjian JAEPA dapat dikatakan sebagai perjanjian “historis” yang akan

mempengaruhi hubungan perdagangan dan investasi kedua negara secara

signifikan. Pengurangan tarif di berbagai sektor akan diberlakukan dan

sektor-sektor investasi akan diperluas. Dalam bidang investasi pihak swasta asal

Jepang akan mendapatkan penambahan ambang batas yang meningkat dari $248

juta menjadi lebih dari $1 miliar.38

36 Takashi Tsuchiya. 2014. “ A True Blue Goodbye” dalam JETRO Sydney Newsletter, Issue 2. [artikel

online] tersedia di

https://www.jetro.go.jp/australia/topics/20140630215-topics/JETROSydneyNewsletterJune2014.pdf diakses

pada 15 April 2018. 37 JAEPA news and Updates. [database on-line] tersedia di

http://dfat.gov.au/trade/agreements/in-force/jaepa/news/Pages/news.aspx diakses pada 15 April 2018 38 Anthony Fensom, 8 April 2014. Australia and Japan Conclude Free Trade Deal. The Diplomat , [artikel

on-line] tersedia di https://thediplomat.com/2014/04/australia-and-japan-conclude-free-trade-deal/ diakses

pada 15 April 2018.

Page 40: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

27

C. Implikasi Perjanjian JAEPA bagi Perekonomian Australia

Dalam sektor perdagangan, JAEPA memberikan insentif yang diantaranya

adalah sekitar 99,7% komoditi ekspor Australia akan mendapatkan akses bebas

bea cukai. Komoditi tersebut terdiri dari sektor pertanian, pertambangan, jasa dan

manufaktur. Pada sektor pertanian dan pertambangan, secara bertahap tarif untuk

ekspor komoditi-komoditi utama ekspor Australia akan dieliminasi secara

bertahap.39

Pada sektor agrikultur, komoditi ekspor utama Australia pun akan

mendapatkan keuntungan dari penghilangan tarif secara bertahap. Hal tersebut

adalah sebagai sebagai berikut:

1. Pengurangan tarif yang signifikan bagi komoditi daging sapi.

2. Penghilangan 15% tarif secara bertahap bagi komoditi wine dalam

kurun waktu tujuh tahun.

3. Pemberian kuota bebas bagi komoditi keju Australia.

4. Pemberian akses kuota bebas bagi peningkatan perdagangan komoditi

konsentrat susu protein, laktosa, kasein, es krim, dan yoghurt beku.

5. Pengihilamgam tarif dalam kurun waktu secepatnya bagi komoditi

buah-buahan.

6. Penghilangan tarif secara bertahap bagi komoditi makanan laut seperti

lobster, krustasea, kerang, tuna dan salmon dalam kurun waktu 10

tahun.

39 Chris Pash. 9 Juli 2014. “Here‟s The Sweeping Impactof The Japan-Australia Free Trade Agreement on

Economic Setors”. [artikel on-line] tersedia di

https://www.businessinsider.com.au/impact-of-japan-australia-free-trade-agreement-2014-7 diakses pada 17

April 2018.

Page 41: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

28

7. Pemberian akses kuota bebas bagi komoditi gandum.

8. Penghilangan tarif dalam kurun waktu secepatnya bagi komoditi

gula.40

Secara umum, komoditi ekspor Australia ke Jepang yang dominan sampai

dengan tahun 2016 adalah seperti yang ada pada gambar berikut ini :

Gambar II. C. 1 Sepuluh Besar Komoditi Ekspor Australia ke Jepang

Sumber: Franklin Customs Brokers & Freight Forwarding41

Volume perdagangan kedua negara pun selalu berada didalam urutan teratas

bagi Australia. Jepang selalu menjadi negara tujuan ekspor komoditi Australia

40

Chris Pash. 9 Juli 2014. “Here‟s The Sweeping Impactof The Japan-Australia Free Trade Agreement on

Economic Setors”. [artikel on-line] tersedia di

https://www.businessinsider.com.au/impact-of-japan-australia-free-trade-agreement-2014-7 diakses pada 5

Juli 2018. 41 Major Exports of Australia to China, Japan, South Korea, USA and India for 2016. [artikel on-line]

tersedia di

https://www.franklincustomsbrokersandfreightforwarding.com.au/news-freight-forwarding-custom-broker-cl

earance/major-exports-australia-china-japan-south-korea-usa-india-2016/ diakses pada 18 April 2018.

Page 42: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

29

terbesar, namun sejak tahun 2013 Cina menyaingi jumlah volume perdagangan

antara Jepang dan Australia sehingga menggeser Jepang dari posisi Australia‟s

Top Two Way Trading Partner.42

Meskipun tergeser dari posisi partner dagang terbesar Australia, Jepang tetap

menjadi partner terbesar kedua bagi Australia di sektor perdagangan. Sebanyak 15%

dari total keseluruhan ekspor Australia bertujuan ke Jepang. Selain itu, Jepang

juga merupakan importir ketiga terbesar bagi Australia pada tahun 2015-2016.43

Hal tersebut sesuai dengan kurva berikut :

Gambar II. C. 2 Grafik Partner Dagang Terbesar Australia

Sumber : ABC News44

42 Dr Anne Holmes, ”Australia‟s Economic Relationship with China”. [database on-line] tersedia di

https://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parliamentary_Library/pubs/Briefing

Book44p/China diakses pada 18 April 2018. 43 Japan‟s import and exports. [artikel on-line] tersedia di

https://asialinkbusiness.com.au/japan/getting-started-in-japan/japans-imports-and-exports diakses pada 18

April 2018. 44

Michael Janda, 4 Juni 2015. Australia‟s trade deficit of $3.9b its worst on record. [artikel on-line] tersedia

di http://www.abc.net.au/news/2015-06-04/trade-deficit-more-than-trebles/6521468 diakses pada 18 April

2018.

Page 43: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

30

Jepang sendiri sangat membutuhkan impor terutama di sektor sumber daya

alam. Keterbatasan Jepang dalam memproduksi sumber daya alam terutama

energi, membuat Jepang menjadi negara importir energi terbesar kedua di dunia.

Sektor energi yang dihasilkan oleh Jepang sendiri hanya mampu memenuhi

sekitar 15% dari total keseluruhan kebutuhannya.45

Oleh karena itu, sektor terbesar bagi ekspor dari Australia ke Jepang adalah

berasal dari sektor pertambangan. Komoditi gas alam cair, batubara, bijih besi dan

konsentrat adalah komoditi utama ekspor Australia ke Jepang. Meskipun

permintaan terhadap komoditi pertambangan mengalami pasang surut, namun

komoditi tersebut tetap masuk kedalam tiga besar komoditi ekspor Australia ke

Jepang.46

Hal tersebut sesuai dengan kurva berikut:

Gambar II. C. 3 Grafik Ekspor komoditi tambang dari Australia ke Jepang

45 Japan is the second largest net importer of fossil fuels in the world. 7 November 2013. [artikel on-line]

tersedia di https://www.eia.gov/todayinenergy/detail.php?id=13711 diakses pada 18 April 2018. 46 Mark Thirlwell, 13 Januari 2017. “Australia‟s Export Performace in 2015-2016”. [artikel on-line] tersedia

di https://www.austrade.gov.au/News/Economic-analysis/australias-export-performance-in-2015-16 diakses

pada 18 April 2018.

Page 44: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

31

Sumber: Australia Trade Government47

Sebagai sektor utama ekspor Australia ke Jepang, perjanjian JAEPA akan

memberikan pemotongan tarif yang sangat signifikan terutama bagi komoditi raw

materials dari Australia. Komoditi pertambangan yang mendapatkan pemotongan

tarif adalah sebagai berikut :

1. Penghilangan 11,7% tarif secara bertahap bagi komoditi nikel mentah

dalam kurun waktu tujuh tahun.

2. Penghilangan 6,3% tarif secara bertahap bagi komoditi bijih besi

dalam kurun waktu tujuh tahun.

3. Penghilangan 3,2% tarif dalam kurun waktu secepatnya bagi komoditi

batubara.

4. Penghilangan 7,9% tarif dalam kurun waktu secepatnya bagi komoditi

minyak bumi non-mentah .

5. Penghilangan 3,3% tarif dalam kurun waktu secepatnya bagi komoditi

alumunium hidroksida.

6. Penghilangan 3,2% tarif dalam kurun waktu secepatnya bagi komoditi

titanium dioksida.48

Jumlah investasi antara Jepang dan Australia sampai dengan tahun 2016

mencapai $322 miliar. Jumlah tersebut terbagi menjadi $213,5 miliar investasi

Jepang ke Australia dan sisanya adalah investasi Australia ke Jepang. Dengan

47

Mark Thirlwell, 13 Januari 2017. “Australia‟s Export Performace in 2015-2016”. [artikel on-line] tersedia

di https://www.austrade.gov.au/News/Economic-analysis/australias-export-performance-in-2015-16 diakses

pada 18 April 2018. 48 The Impact of The Australia/Japan Trade Agreement on Australia‟s Resource Sector. [artikel on-line]

tersedia di

https://www.grtlawyers.com/the-impact-of-the-australiajapan-trade-agreement-on-australias-resources-sector/

diakses pada 5 Juli 2018.

Page 45: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

32

jumlah tersebut, Jepang pernah menjadi negara nomor dua terbesar sumber

investasi asing bagi Australia, dan menjadi nomor tiga terbesar.49

Hal tersebut

sesuai dengan kurva berikut :

Gambar II. C. 4 Sumber Investasi asing di Australia

Sumber: The United States Study Centre at the University of Sydney50

Investasi Jepang di Australia dapat dikatakan sangat terdiversifikasi. Berbagai

macam sektor mulai dari energi sampai manufaktur menjadi tujuan investor asal

Jepang. Namun sektor utama yang menjadi tujuan dari investasi Jepang adalah

energi dan sumber daya alam. Keberagaman investasi Jepang di Australia

semakin meningkat sejak penandatangan JAEPA. Beberapa perusahaan asal

Jepang yang bergerak di bidang jasa seperti Nippon Life Insurance dan

produk-produk retail seperti Uniqlo, Muji dan Daisho masuk ke pasar Australia.

49 Australia's investment relationship with Japan, 2016. Department of Foreign Affairs and Trade, Australian

Government. [database on-line] tersedia di https://dfat.gov.au/trade/resources/Documents/japan.pdf diakses

pada 18 April 2018. 50 Richar Holden, dkk, 4 Mei 2017.”By the Numbers: How The US is Australia‟s Indispensable Economic

Partner”. [artikel on-line] tersedia di

https://www.ussc.edu.au/analysis/by-the-numbers-how-the-us-is-australias-indispensable-economic-partner

diakses pada 18 April 2018.

Page 46: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

33

Terdapat sekitar 45 perusahaan asal Jepang yang beroperasi di Australia sampai

saat ini.51

Selain perjanjian di bidang ekonomi, kedua negara juga melakukan kerjasama

di bidang pertahanan. Pada Maret 2007 Australia dan Jepang menandatangani

Japan-Australia Joint Declaration and Security Cooperation. Penandatanganan

perjanjian tersebut dilaksanakan oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan

Perdana Menteri Australia John Howard.52

Jadi, aktivitas perdagangan dan investasi antara Australia dan Jepang

memiliki pengaruh yang signifikan satu sama lain terutama bagi Australia.

Dengan adanya kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh kedua negara, Jepang

mendapatkan raw material dan Australia mendapatkan pasar untuk mengekspor

produknya. Dengan adanya perjanjian JAEPA komoditi ekspor utama Australia

akan mengalami pengeliminiasian tarif secara bertahap dan akan memberikan

keuntungan lebih bagi perekonomian Australia. Oleh karena itu, perjanjian

JAEPA menjadi penting karena semakin meningkatkan aktivitas ekonomi antara

kedua negara dan memberikan keuntungan yang signifikan bagi Australia.

51 Japanese Investment in Australia. 2017. Report by the Australian Trade and Investment Commision,

Commonwealth of Australia. [database online] tersedia di www.austrade.gov.au/japaneseinvestment diakses

pada 18 April 2018. 52 Samee Siddiqui, 13 April 2016. “Japanese-Australian Relations”. [artikel on-line] tersedia di

http://studies.aljazeera.net/en/reports/2016/04/japanese-australian-relations-160413095617326.html diakses

pada 15 April 2018.

Page 47: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

34

BAB III

PENOLAKAN AUSTRALIA TERHADAP MEKANISME INVESTOR

STATE DISPUTE SETTLEMENT

Dalam bab III skripsi ini akan memberikan penjelasan mengenai mekanisme

investor-state dispute settlement (ISDS) dan penolakan mekanisme tersebut oleh

Australia. Pada bagian awal akan dibahas terlebih dahulu mengenai penjelasan

dan sejarah mekanisme ISDS. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai

bagaimana kebiasaan Australia dalam mencatutkan mekanisme ISDS pada

perjanjian yang disepakatinya. Pada bagian akhir akan dijelaskan bagaimana

penolakan Australia dalam pencatutan mekanisme ISDS terutama dalam

perjanjian JAEPA.

A. Mekanisme Investor-State Dispute Settlement

1. Sejarah Mekanisme ISDS Pra Perang Dunia II

Sejak awal kemunculannya, investasi asing selalu mendapatkan perlindungan

dari negara tujuan investasi dalam mencapai kepentingannya. Hal ini dapat dilihat

dari adanya perjanjian yang mengatur soal perlingungan aset/properti asing sejak

zaman kolonialisme. Namun pada era kolonialisme, perlindungan investasi bukan

merupakan suatu hal yang krusial. Meskipun tidak krusial, praktik perlindungan

terhadap properti atau investasi asing tetap ada, dan pada era ini hanya terdapat

sebagian kecil perjanjian yang memuat pasal mengenai perlindungan terhadap

properti asing. Salah satu contoh perjanjian yang didalamnya terdapat pasal

Page 48: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

35

perlindungan terhadap propeti adalah yang dibuat oleh Amerika Serikat di awal

abad ke 18 yang bernama “Friendship, Commerce and Navigation” (FCN). Dalam

perjanjian tersebut terdapat pasal yang mengatur kompensasi bagi

pengambilalihan hak milik properti oleh negara tujuan dan “full and perfect

protection” atau perlindungan menyeluruh bagi properti yang dimiliki Amerika

Serikat di negara tujuan investasi.53

2. Sejarah Mekanisme ISDS Pasca Perang Dunia II

Setelah Perang Dunia II berakhir, proses dekolonialisasi terjadi di

kawasan-kawasan bekas jajahan dan mulai terbentuk negara bangsa yang baru.

Negara bangsa yang baru terbentuk tersebut cenderung memiliki sistem ekonomi

dan politik yang sosialis. Sistem sosialis tersebut membuat negara bangsa yang

baru terbentuk menasionalisasikan segala aset yang ditinggalkan oleh kaum

kolonial. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi para investor soal aset yang

mereka miliki. Para investor asing merasa perlu membuat suatu kerangka

multilateral yang legal untuk mengatur permasalahan investasi. Terdapat beberapa

inisiatif yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun non pemerintah untuk

membuat kerangka multilateral tersebut. Oleh pihak non pemerintah diantaranya

adalah pembuatan International Code of Fair Treatment for Foreign Investment

(ICC Code) dan Draft Statutes of the Arbitral Tribunal for Foreign Investment

and the Foreign Investment Court oleh International Law Association (ILA) yang

biasa disebut sebagai statuta ILA. Namun kedua hal tersebut tidak pernah

53Kenneth J. Vandevelde. “A Brief History of International Investment Agreement”. U.C. Davis Journal of

International Law & Policy, Vol. 12, No.1, p. 157, 2005. 3 November 2013. [jurnal on-line]; tersedia di

https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1478757 diunduh pada 28 Februari 2018.

Page 49: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

36

diaplikasikan, karena dianggap terlalu kompleks dan belum sesuai untuk

diaplikasikan.54

Kemudian, diajukanlah Draft Convention on Investment Abroad

(Abs-Shawcross Draft Convention) pada tahun 1959 oleh Herman Abs dan

Hartley Shawcross. Pembuatan draf ini dapat dikatakan sebagai titik balik bagi

kerangka hukum perlindungan investasi dan penyelesaian sengketa. Karena

didalam draf ini terdapat mekanisme arbitrase untuk penyelesaian sengketa di

pasal VII draf tersebut. Namun pihak yang mampu mengajukan tuntutan yang

disebutkan dalam draf ini hanyalah pihak pemerintah negara.55

Secara singkatnya

pasal VII berisi bahwa jika nantinya terjadi sengketa atas interpretasi ataupun

pengaplikasian dari perjanjian, maka kasus tersebut dapat dibawa ke International

Court of Justice (ICJ) jika kedua belah pihak pemerintah menyepakatinya.56

Dalam era selanjutnya, perjanjian investasi banyak dilakukan secara bilateral,

atau yang sering disebut sebagai Bilateral Investment Treaty (BITs). Mayoritas

BITs mencatutkan proses penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak

pemerintah, seperti perjanjian bilateral antara Jerman dan Pakistan tahun 1959.

Namun dalam perkembangannya proses penyelesaian sengketa yang melibatkan

kedua belah pihak pemerintah dianggap tidak efisien dan terlalu kental dengan

nuansa politis, sehingga dalam perkembangannya muncullah mekanisme

54 Andrew Newcomb & Lluis Paradell. 2009. “Law and Practice of Investment Treaties”: Standards of

Treatment. Great Britain: Kluwer Law International BV. hal. 20-21 55 Frederic G. Sourgens. 2013. “Keep the Faith: Investment Protection Following the Denunciation of

International Investment Agreements”. Santa Clara Journal of International Law 335 Vol.11 Issue.2 [jurnal

on-line] tersedia di

https://digitalcommons.law.scu.edu/cgi/viewcontent.cgi?referer=https://www.google.com/&httpsredir=1&arti

cle=1142&context=scujil diakses pada 28 Februari 2018. 56 Draft Convention on Investment Abroad (Abs-Shawcross Draft Convention) [database on-line] tersedia di

http://unctad.org/Sections/dite_tobedeleted/iia/docs/compendium/en/137%20volume%205.pdf diakses pada

28 Februari 2018.

Page 50: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

37

penyelesaian sengketa yang mengizinkan investor untuk menuntut negara tujuan

investasi melalui proses arbitrase. Mekanisme tersebut dikenal dengan nama

investor-state dispute settlement (ISDS).57

3. Mekanisme Investor-State Dispute Settlement

Investor-State Dispute Settlement atau mekanisme ISDS dapat diartikan

sebagai suatu instrumen hukum internasional yang memberikan kewenangan

kepada investor untuk dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap pemerintah

negara tujuan investasi, jika pemerintah negara tujuan investasi tersebut dianggap

melanggar aturan investasi yang disepakati.58

Fungsi dari mekanisme ISDS sendiri adalah sebagai „kunci‟ bagi investor

asing agar dapat menuntut negara tujuan investasi secara langsung. Meskipun

investasi asing sendiri memiliki prinsip standar perlindungan umum yang terdiri

dari :

a. Perlindungan dari diskriminasi. Yaitu prinsip most favour nation dan

national treatment yang harus diterapkan oleh negara tujuan investasi.

b. Perlindungan dari pengambilalihan paksa yang bersifat bukan untuk

kepentingan publik dan tidak ada kompensasi yang sesuai.

c. Perlindungan dari perilaku negara tujuan investasi yang tidak adil dan

membeda-bedakan.59

57 Jeswald W. Salacuse. 2009. “The Law of Investment Treaties”. New York: Oxford University Press. hal.

92-93 58 TPP, Konsolidasi Kekuatan atau Perdagangan Adil?. 24 Agustus 2017 [Artikel on-line] tersedia di

http://theglobal-review.com/tpp-konsolidasi-kekuatan-atau-perdagangan-adil/ diakses pada 1 Maret 2018. 59 Fact Sheet:” Investment Protection and Investor-to-State Dispute Settlement in EU agreements”.

November 2013 [Artikel on-line] tersedia di

https://trade.ec.europa.eu/doclib/docs/2013/november/tradoc_151916.pdf diakses pada 1 Maret 2018.

Page 51: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

38

Jika, suatu negara tujuan investasi dianggap melanggar salah satu dari prinsip

standar perlindungan umum atau bahkan lebih, maka investor asing dapat

langsung mengajukan tuntutan sesuai dengan fungsi dari mekanisme ISDS.

Mekanisme ISDS sendiri dapat dikatakan menjadi sebuah tren, karena

mayoritas perjanjian investasi yang muncul selanjutnya mencantumkan

mekanisme ISDS dalam bab penyelesaian sengketanya. Hal ini tidak terlepas dari

pembentukan International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID)

pada tahun 1966 yang mendukung eksistensi mekanisme ISDS. ICSID dapat

digunakan dalam konteks penyelesaian sengketa suatu kasus dengan beberapa

kondisi. Yaitu saat kedua pihak setuju untuk menyelesaikan kasusnya lewat

ICSID dan dicantumkan didalam perjanjiannya, juga sengketa tersebut haruslah

antara dua kewarganegaraan yang berbeda.60

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kehadiran ICSID juga dapat

dikatakan sebagai respon dari proses dekolonialisasi yang terjadi di dunia. Salah

satu kasus yang dapat dikatakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

pembentukan ICSID adalah kasus nasionalisasi perusahaan-perusahaan Perancis

di Tunisia. Hal ini berawal ketika The Tunisian National Assembly atau Parlemen

Tunisia yang mengeluarkan undang-undang nasionalisasi lahan milik warga

negara asing pada tahun 1964. Perancis yang merupakan bekas penjajah Tunisia,

terancam kehilangan aset-asetnya yang ada di Tunisia. Hal ini menyebabkan

hubungan Perancis dan Tunisia menjadi tegang. Para pemilik aset dari Perancis

tersebut mengadukan permasalahan ini kepada Bank Dunia namun tidak

60 Richard Lighfoot & James Nicolaides. “Resolving investment dispute through ICSID”. ADR Buletin Vol.

9 No. 8. 6-1-2007. [jurnal on-line] tersedia di

http://epublications.bond.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?article=1401&context=adr diakses pada 1 Maret 2018.

Page 52: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

39

mendapat hasil apapun. Selang beberapa waktu setelah kejadian tersebut

ditandatanganilah The Convention on the Settlement of Investment Dispute

between States and Nationals of Other State atau biasa disebut sebagai konvensi

ICSID. Pembentukan ICSID sendiri diprakarsai oleh Persatuan Bangsa-bangsa

(PBB).61

Keberadaan mekanisme ISDS memberikan keuntungan yang sangat signifikan

terutama bagi investor asing yang berinvestasi di negara tujuan investasi. Karena

investor asing tidak perlu bergantung kepada negara asal jika negara host

dianggap melakukan pelanggaran terhadap perjanjian yang ada atau mengeluarkan

aturan yang dianggap mempersulit proses investasi. Dan jika terdapat tuntutan

dari investor asing kepada negara host, maka pemerintah negara yang dituntut

tersebut harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk menghadapi tuntutan

tersebut.62

B. Penerapan Mekanisme ISDS oleh Australia

Australia menerapkan mekanisme ISDS dalam berbagai perjanjiannya dengan

negara lain. Perjanjian investasi bilateral yang pertama kali ditandatangani

Australia adalah dengan Cina pada tahun 1988. Perjanjian ini berlaku sejak tangal

11 Juli 1988, dan didalamnya sudah terdapat mekanisme ISDS dalam bab

penyelesaian sengketanya.63

Dalam berbagai perjanjian investasi bilateral ataupun

pada bab investasi dalam perjanjian kerjasama ekonomi bilateral maupun

61 Huala Adolf. 2005. “Hukum Ekonomi Internasional: Suatu Pengantar". Rajawali Pers : Bandung. hal

34-37 62

Claire Provost and Matt Kenard, 10 Juni 2015. “The Obsecure Legal System that lets Corporations Sue

Countries”.[artikel on-line] tersedia di

https://www.theguardian.com/business/2015/jun/10/obscure-legal-system-lets-corportations-sue-states-ttip-ic

sid diakses pada 5 Juli 2018. 63 Australian Treaty Series 1988 No. 14, Department of Foreign Affairs and Trade. [database on-line]

tersedia di http://www.austlii.edu.au/au/other/dfat/treaties/1988/14.html diakses pada 1 Maret 2018.

Page 53: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

40

multilateral, Australia memasukan mekanisme ISDS dalam bab penyelesaian

sengketanya.

Sampai dengan tahun 2017, Australia memiliki sekitar 20 Bilateral

Investment Treaties (BITs) dengan negara-negara lain dan semua perjanjian

tersebut mengandung mekanisme ISDS dalam bab penyelesaian sengketanya.

Negara-negara yang memiliki BITs dengan Australia tersebut adalah Argentina,

Cina, Republik Ceko, Mesir, Hongkong, Hungaria, India, Indonesia, Laos,

Lituania, Meksiko, Pakistan, Papua Nugini, Peru, Filipina, Polandia, Romania, Sri

Lanka, Turki, Uruguay, dan Vietnam.64

Selain memiliki perjanjian investasi bilateral, Australia juga memiliki

perjanjian perdagangan bebas, atau yang biasa disebut sebagai economic

partnership agreement (EPA) dengan negara-negara di dunia seperti Singapura,

Cina, Amerika Serikat, Thailand, Cili, Malaysia, Selandia Baru, Korea Selatan

dan Jepang. Australia juga tergabung dalam perjanjian-perjanjian multilateral

seperti The Energy Charter Treaty dan ASEAN Australia New Zealand

(AANZTA). Juga beberapa perjanjian multilateral yang belum berlaku seperti

TPP dan Pacific Agreement on Closer Economic Relation Plus (PACER Plus).65

Berbeda denga BITs, tidak semua EPA memiliki mekanisme ISDS

didalamnya. Hal tersebut sesuai dengan tabel berikut :

64 Australia Bilateral Investment Treaties (BITs). [database on-line] tersedia di

http://investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryBits/11#iiaInnerMenu diakses pada 2 Maret 2018. 65 Australia Treaties with Investment Provision (TIPs). [database on-line] tersedia di

http://investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryOtherIias/11#iiaInnerMenu diakses pada 2 Maret 2018.

Page 54: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

41

Tabel III. B. 1 Penerapan mekanisme ISDS oleh Australia dalam EPA

No Negara Partner Tahun berlaku Mekanisme ISDS

1 Singapura 2003 Ada

2 Amerika Serikat 2005 Tidak ada

3 Thailand 2005 Ada

4 Cili 2009 Ada

5 Malaysia 2013 Tidak Ada

6 Selandia Baru 2013 Tidak Ada

7 Korea Selatan 2014 Ada

8 Jepang 2015 Tidak Ada

9 Cina 2015 Ada

Sumber: www.Investmentpolicyhub.unctad.org

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Australia tidak memasukkan

mekanisme ISDS ke dalam semua perjanjian perdagangan bebasnya dengan

negara lain. Singapore-Australia Free Trade Agreement (SAFTA) merupakan

perjanjian perdagangan bebas pertama yang didalamnya terdapat mekanisme

ISDS. Selanjutnya Australia menekan perjanjian Australia-United States Free

Trade Agreement (AUSFTA) yang didalamnya tidak terdapat mekanisme ISDS,

Page 55: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

42

lalu Australia-Thailand Free Trade Agreement (TAFTA) yang mencantumkan

mekanisme ISDS didalamnya.

Ketiga perjanjian tersebut ditandatangani di era pemerintahan John Howard

yang menjabat dari tahun 1996 sampai tahun 2007.66

Dalam era pemerintahan John Howard, hubungan Australia dengan Amerika

Serikat dapat dikatakan sangat dekat. Sejak terpilihnya George W. Bush pada

November 2000, Perdana Menteri Howard dapat dikatakan sangat intens dalam

„mendekati‟ Amerika Serikat. Hal ini terbukti dari keikutsertaan Australia dalam

pengiriman pasukan bersenjata saat Amerika Serikat melakukan invasi ke Iraq

pada tahun 2003. Namun, keikutsertaan Australia dalam invasi Amerika Serikat

ke Iraq oleh beberapa kalangan dianggap tidak perlu. Selain itu, pada waktu itu

Australia tidak mempunyai ancaman apapun dari kelompok radikal Islam. Dan

keikutsertaan Australia dalam invasi Iraq tersebut dianggap malah menambah

ancaman dari kelompok radikal islam bagi Australia.67

Pembahasan mengenai perjanjian perdagangan bebas antara Amerika Serikat

dengan Australia pun dimulai pada Maret 2003, saat dimulainya invasi Iraq. Pada

8 Februari 2004 pembahasan perjanjian perdagangan bebas Australia dan

Amerika Serikat mencapai kesepakatan, dan ditandatangai pada 18 Mei 2004.68

66 Australia‟s Prime Minister, John Howard. [database on-line] tersedia di

http://primeministers.naa.gov.au/primeministers/howard/ diakses pada 3 Maret 2018. 67 Robert Manne. Maret 2006. “Little America : How John Howard has Changed Australia”. [artikel on-line]

tersedia di

https://www.themonthly.com.au/monthly-essays-robert-manne-little-america-how-john-howard-has-changed-

australia-184 diakses pada 3 Maret 2018. 68 United States and Australia sign Free Trade Agreement. [dokumen on-line] tersedia di

https://ustr.gov/about-us/policy-offices/press-office/press-releases/archives/2004/may/united-states-and-austr

alia-sign-free-trade-a diakses pada 3 Maret 2018.

Page 56: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

43

Beberapa kalangan menilai bahwa perjanjian perdagangan bebas yang

ditandatangani oleh Amerika Serikat dan Australia hanyalah demi kepentingan

politik yang ingin dicapai oleh John Howard. Karena pada waktu itu kondisi

perdagangan antara Australia dengan Amerika Serikat mengalami defisit bagi

Australia, dan perjanjian perdagangan bebas tidak akan memberikan keuntungan

bagi Australia, dan malah sebaliknya. Amerika Serikat akan mendapatkan

keuntungan dari perjanjian tersebut atas penghilangan tarif di berbagai sektor dan

tidak adanya mekanisme ISDS. Sedangkan Australia dianggap akan mendapatkan

kerugian.69

Selanjutnya pada tahun 2009 Australia menekan perjanjian perdagangan

bebas dengan Cili, dan Australia memasukkan mekanisme ISDS dalam bab

penyelesaian sengketanya. Perjanjian ini ditandatangani pada era pemerintahan

Kevin Rudd yang menjabat dari tahun 2007 sampai tahun 2010. Kevin Rudd

sendiri merupakan Pemimpin Partai Buruh Australia sejak 2006 sampai ia terpilih

menjadi Perdana Menteri di tahun 2007.70

Sejak 2009, Australia tidak menandatangani perjanjian kerjasama

perdagangan bebas sampai dengan tahun 2013 saat Australia menandatangani

perjanjian perdagangan bebas dengan Malaysia dan Selandia Baru pada era

pemerintahan Julia Gillard yang menjabat sejak tahun 2010 sampai 2013, dan

69 House committee JSCT USAFTA. [Pdf on-line] tersedia di

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEw

ij69WPuqXaAhWEgI8KHbV0DrUQFghJMAQ&url=https%3A%2F%2Fwww.aph.gov.au%2FParliamentary

_Business%2FCommittees%2FHouse_of_Representatives_Committees%3Furl%3Djsct%2Fusafta%2Fsubs%

2Fsub036.pdf&usg=AOvVaw2piACZXZ0L3d3THo2EUOLn diakses pada 3 Maret 2018. 70 Australia‟s Prime Minister, Kevin Rudd. [database on-line] tersedia di

http://primeministers.naa.gov.au/primeministers/rudd/ diakses pada 3 Maret 2018.

Page 57: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

44

merupakan Perdana Menteri Australia wanita pertama.71

Kedua perjanjian

perdagangan bebas tersebut dalam bab investasinya, tidak mencantumkan

mekanisme ISDS dalam bab penyelesaian sengketanya.

Hal tersebut disebabkan karena pada April 2011 kabinet Julia Gillard

menyatakan bahwa Australia akan meninjau kembali pencatutan mekanisme ISDS

dalam berbagai perjanjian investasinya dengan negara lain. Kabinet Julia Gillard

menyatakan bahwa Australia tidak akan lagi mencantumkan mekanisme ISDS

dalam perjanjian investasi yang akan disepakati kedepannya. Secara kebetulan, di

tahun yang sama pada bulan Juni, Phillip Morris mengajukan tuntutan terhadap

Australia atas aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Australia bahwa desain

dari kemasan rokok dilarang mencantumkan logo perusahaan, dan harus memuat

gambar efek buruk dari merokok. Hal ini dinilai melanggar perjanjian investasi

bilateral yang telah disepakati oleh Australia dan Hongkong.72

Pernyataan kabinet Julia Gillard atas peniadaan mekanisme ISDS dalam

perjanjian investasi yang akan disepakati oleh Australia kedepannya, baik dengan

negara maju ataupun berkembang dan tuntutan Phillip Morris terhadap Australia

seakan-akan „mendukung‟ peniadaan mekanisme ISDS dalam perjanjian

perdagangan yang disepakati di era pemerintahan Perdana Menteri Julia Gillard.

71 Australia‟s Prime Minister, Julia Gillard. [database on-line] tersedia di

http://primeministers.naa.gov.au/primeministers/gillard/ diakses pada 4 Maret 2018. 72 Andrew D. Mitchell, Elizabeth Sheargold dan Tnia Voon. 2017. “Regulatory Autonomy in International

Economic Law: The Evolution of Australian Policy on Trade and Investment”. Cheltenham: Edward Elgar

Publishing Limited. hal. 352.

Page 58: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

45

Hal ini terbukti dari tidak adanya mekanisme ISDS dalam perjanjian perdagangan

bebas antara Australia dengan Malaysia dan Selandia Baru.73

Sikap Australia yang ingin meniadakan mekanisme ISDS dalam perjanjian

perdagangan maupun investasinya, tidak bertahan lama. Pada era Perdana Menteri

Tony Abbott, disepakati tiga perjanjian perdagangan bebas, yaitu dengan Korea

Selatan, Jepang dan Cina. Dari ketiga perjanjian perdagangan bebas tersebut,

hanya dalam perjanjiannya dengan Jepang, Australia menolak untuk

mencantumkan mekanisme ISDS.74

C. Penolakan Australia terhadap Pencatutan Mekanisme ISDS dalam

JAEPA

Sejak awal pembahasan perjanjian perdagangan bebas Australia dan Jepang

yang ditandatangani tahun 2014, permasalahan mekanisme penyelesaian sengketa

menjadi pembahasan yang penting bagi kedua belah pihak. Pihak Jepang dalam

perjanjian JAEPA meminta agar mekanisme ISDS dicatutkan dalam bab

penyelesaian sengketa. Di sisi lain pihak Australia merasa bahwa permintaan

Jepang atas pencatutan mekanisme ISDS merupakan hal yang sulit untuk

diwujudkan. 75

Jepang sendiri menerapkan mekanisme ISDS dalam berbagai perjanjiannya

dengan negara lain. Dalam BITs yang ditandatangani oleh Jepang,

73 Andrea Bjorklund, ed., 2013. “Yearbook on International Investment Law &Policy 2012-2013”. New

York: Oxford University Press. hal 238. 74 Allens. 21 November 2014 “Focus: investor-state dispute settlement and the China-Australia Free Trade

Agreement”. [artikel on-line] tersedia di

https://www.lexology.com/library/detail.aspx?g=36cabf4d-a1fe-4fe9-b76b-c49778a507cf diakses pada 10

April 2018. 75

Luke R.Nottage. 2014. “Investor-State Arbitration: Not in the Australia-Japan Free Trade Agreement, and

Not Ever for Australia?”, Australia: Sydney Law School Research Paper No. 15/45, Journal of Japanese Law,

Vol. 19, No. 38, hal. 37-52.

Page 59: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

46

keseluruhannya mengandung mekanisme ISDS. Sampai dengan tahun 2017,

Jepang memiliki sekitar 29 BITs dengan negara lain, yang 28 diantaranya masih

berlaku dan 1 sudah tidak berlaku. Negara-negara yang memiliki BITs dengan

Jepang tersebut adalah Bangladesh, Kamboja, Cina, Kolombia, Mesir, Hongkong,

Iran, Iraq, Israel, Kazakhstan, Kenya, Korea Selatan, Kuwait, Laos, Mozambik,

Myanmar, Oman, Pakistan, Papua Nugini, Peru, Rusia, Arab Saudi, Sri Lanka,

Turki, Ukraina, Uruguay, Uzbekistan dan Vietnam. BITs yang sudah tidak

berlaku adalah antara Jepang dengan Mongolia.76

Selain perjanjian investasi bilateral, Jepang juga menekan perjanjian

perdagangan bebas atau economic partnership agreement (EPA) dengan

negara-negara lain di dunia seperti Singapura, Meksiko, Malaysia, Filipina, Cili,

Thailand, Brunei Darussalam, Indonesia, Vietnam, India, Swis, Peru, Mongolia

dan Australia. Selain secara bilateral Jepang juga memiliki perjanjian

perdagangan bebas yang memiliki anggota lebih dari 1 Negara. Perjanjian tersebut

diantaranya adalah dengan ASEAN dan Trilateral Investment Agreement dengan

Cina dan Korea Selatan.77

Sampai dengan tahun 2014 Jepang merupakan negara terbesar kedua di dunia

yang melakukan foreign direct investment (FDI). Dengan jumlah FDI yang besar

Jepang merasa sangat memerlukan mekanisme ISDS sebagai perlindungan bagi

investor Jepang dan untuk mendorong agar jumlah investasi terus bertambah.

Perusahaan-perusahaan asal Jepang pun sangat bergantung terhadap penggunaan

76 Japan Bilateral Investment Treaties (BITs). [database on-line] tersedia di

http://investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryBits/105?type=c#iiaInnerMenu diakses pada 10 April

2018. 77 Japan Treaties with Investment Provisions (TIPs). [database on-line] tersedia di

http://investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryOtherIias/105#iiaInnerMenu diakses pada 10 April 2018.

Page 60: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

47

mekanisme ISDS dan pemerintah Jepang pun mendorong agar EPA yang

disepakati oleh Jepang mengandung mekanisme ISDS. Oleh karena itu

pemerintah Jepang merasa perlu untuk membuat penggunaan mekanisme ISDS

dan institusinya seperti ICSID dan UNCITRAL sebagai suatu mekanisme yang

penting digunakan oleh MNC asal Jepang yang melakukan investasi di negara

lain.78

Oleh karena itu Jepang mendorong agar mekanisme ISDS dicatutkan

dalam perjanjian JAEPA.

Dalam perjanjian JAEPA pihak Australia sejak awal memang menolak untuk

mencatutkan mekanisme ISDS didalamnya. Pihak Australia merasa bahwa isi dari

perjanjian JAEPA yang meniadakan mekanisme ISDS sebagai suatu kemajuan.

Australia dan Jepang merasa bahwa kerjasama yang kedua negara telah capai

berisi jaminan untuk liberalisasi yang lebih luas di masa mendatang. Negosiasi

perjanjian JAEPA juga memakan waktu yang cukup lama. Hal ini sesuai dengan

pernyataan dari Menteri Perdagangan dan Investasi Australia, Andrew Robb yang

menyatakan bahwa :

JAEPA improves investment protections for both Australian and Japanese

investors. With $130 billion invested in Australia in 2013, Japan is our third-largest

investor and our most important Asian investor. By raising the foreign investment

screening threshold for Japanese private investors, JAEPA will encourage increased

and more diverse investment from Japan and deliver the clear message that

Australia is open for business.. So we fought for the best possible deal and made sure

that JAEPA also included mechanisms for future liberalisation.79

78 Direction of Japan‟s trade policy response, METI Report Data. [database on-line] tersedia di

http://www.meti.go.jp/english/report/data/WP2016/pdf/3-2-1.pdf diakses pada 6 Juli 2018. 79 Statement on the Japan-Australia Economic Partnership Agreement, by Andrew Robb. [database on-line]

tersedia di

Page 61: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

48

Perjanjian JAEPA telah meningkatkan perlindungan investasi bagi investor

Australia maupun Jepang. Dengan jumlah investasi $130juta pada tahun 2013,

Jepang adalah sumberinvestasi terbesar ketiga bagi Australia dan sumber investasi

utama dari Asia. Dengan penambahan ambang batas investasi bagi sektor swasta

Jepang, JAEPA akan meningkatkan jumlah dan keberagaman investasi dari Jepang

ke Australia dan mengirimkan sinyal bahwa Australia terbuka bagi investasi

Jepang. ..Australia sudah mengusahakan yang terbaik untuk memastikan bahwa

perjanjian JAEPA mencatutkan mekanisme liberalisasi yang lebih luas kedepannya.

Sesuai dengan pernyataan dari Menteri Perdagangan dan Investasi Australia

Andrew Robb, isi dari perjanjian JAEPA merupakan sinyal bagi investor Jepang

untuk meningkatkan investasinya di Australia. Karena adanya penambahan

ambang batas investasi dan peningkatan liberalisasi di masa yang akan datang.

Jadi, sebagai negara yang melakukan FDI dalam jumlah yang cukup besar,

Jepang mendorong agar setiap perjanjian yang didalamnya mengatur mengenai

investasi mencatutkan mekanisme ISDS didalam bab penyelesaian sengketanya.

Hal ini juga berlaku pada perjanjian perdagangan bebas yang disepakati oleh

Jepang dengan Australia. Namun, dorongan pihak Jepang untuk mencatutkan

mekanisme ISDS tidak berlangsung sesuai permintaan pihak Jepang. Karena

penolakan dari pihak Australia terhadap pencatutan mekanisme ISDS didalam

JAEPA. Oleh karena itu, menjadi penting untuk melihat faktor-faktor apa yag

mempengaruhi penolakan Australia terhadap pencatutan mekanisme ISDS dalam

perjanjian JAEPA.

http://trademinister.gov.au/speeches/Pages/2014/ar_sp_140715.aspx?w=O%2F%2FeXE%2BIYc3HpsIRhVl0

XA%3D%3D diakses pada 5 Juli 2018.

Page 62: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

49

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENOLAKAN

AUSTRALIA TERHADAP PENCATUTAN MEKANISME ISDS DALAM

PERJANJIAN PERDAGANGAN AUSTRALIA DAN JEPANG TAHUN

2014

Dalam bab ini akan dipaparkan analisis faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi penolakan Australia terhadap pencatutan mekanisme ISDS dalam

perjanjian perdagangan Australia dan Jepang tahun 2014. Dalam penelitian ini

penulis melihat terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Australia untuk

meniadakan mekanisme ISDS dalam perjanjian JAEPA. Hal tersebut akan dibahas

melalui kerangka institusionalisme karena terdapat fakta adanya pengaruh dari

institusi domestik Australia, dan institusi JAEPA yang memberikan perluasan

sektor investasi dan dianggap sebagai perjanjian yang sangat liberal oleh Jepang.

Selama masa pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbott, Australia

menandatangani tiga perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain.

Negara-negara tersebut adalah Korea Selatan, Jepang dan Cina. Dalam tiga

perjanjian perdagangan bebas tersebut, hanya dalam perjanjian JAEPA

mekanisme ISDS tidak dicatutkan dalam bab penyelesaian sengketa.

Dalam perjanjian perdagangan bebas antara Australia dengan Jepang,

pemerintah yang berkuasa di Australia tidak sedang dalam masa anti-ISDS namun

sejak awal memang menolak mekanisme ISDS untuk dicatutkan dalam JAEPA.

Page 63: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

50

Hal in terbuktidari laporan hasil perundingan ke-10 yang menyatakan penolakan

Australia atas permintaan Jepang untuk mencatutkan mekanisme ISDS dalam

JAEPA. Oleh karena itu, sesuai dengan kerangka institusionalisme, terdapat

pengaruh dari institusi domestik dan institusi internasional yang mempengaruhi

penolakan Australia terhadap pencatutan mekanisme ISDS dalam JAEPA.

A. Faktor Institusi Domestik Australia

Teori institusionalisme menganggap bahwa keberadaan institusi tidak hanya

membentuk perilaku aktor tetapi juga tujuan yang ingin dicapai oleh aktor

tersebut. Preferensi politik negara adalah hasil dari proses politik domestik yang

ada di negara tersebut. Dalam proses tersebut sekelompok orang yang ada didalam

institusi tersebut akan menggunakan posisi yang mereka duduki tersebut untuk

mencapai keuntungan mereka sendiri, dan seringkali merugikan pihak lain. Hal

tersebut memiliki hubungan dengan pihak pemerintah, dimana pemerintah akan

mempengaruhi kelompok tersebut, dan hasilnya kelompok tersebut akan

mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.80

Tujuan dari preferensi yang dikeluarkan oleh negara adalah untuk mencapai

tujuan ekonomi yang terdiri dari bertambahnya kekayaan, bertambahnya

pendapatan dan kontrol atas aktivitas ekonomi agar tetap menguntungkan.

Bentuk-bentuk dari institusi domestik terdiri dari perusahaan, pihak pembuat

kebijakan dari pemerintah dan Non Governmental Organization (NGO).

80

Henry Farrell and Abraham L. Newman, 2010, Making global Markets: Historical Institusionalism in

international political economy, dalam “Review of International Political economy” 17:4, hal. 620-622

Page 64: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

51

1. Productivity Commision Australia

Productivity Commision adalah sebuah badan penasihat dan riset independen

Australia di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan yang akan mempengaruhi

keputusan yang diambil oleh pemerintah Australia dalam suatu isu tertentu. Badan

ini terbentuk untuk menggantikan Komisi Industri, Biro Ekonomi Industri dan

Komisi Penasihat Ekonomi Australia. Kontribusi yang dihasilkan oleh

Productivity Commision adalah independent advice dan informasi untuk

pemerintah Australia.81

Pihak-pihak penentu kebijakan yang turut serta merumuskan rekomendasi dari

Productivity Commision adalah publik, industri, serikat pekerja, kelompok sosial

dan pemerintah dari seluruh level yang ada di Australia. Productivity Commision

bertugas untuk menganalisa isu tertentu yang diberikan oleh pemerintah Australia,

lalu memberikan hasilnya yang berisi tentang keuntungan ataupun kerugian yang

akan didapat oleh pemerintah Australia atas penentuan kebijakan ataupun sikap

atas suatu isu tertentu. Oleh karena itu, badan ini akan sangat mempengaruhi

kebijakan ataupun sikap yang diambil oleh Australia dalam suatu isu tertentu.82

Teori institusionalisme memandang bahwa government agencies adalah

institusi domestik suatu negara yang akan mempengaruhi preferensi yang diambil

oleh suatu negara.83

Dan Productivity Commision adalah satu bentuk institusi

dari government agencies yang memang diberikan tugas oleh Pemerintah

81 Australian Government Productivity Commision, About the Commision. [database on-line] tersedia di

https://www.pc.gov.au/about diakses pada 5 Juli 2018. 82 Judith Sloan, 2011, “How useful is the Productivity Commision?”. Policy Journal Vol. 27 No 1. hal 31-36. 83

Raymond C. Miller. 2008. “International Political Economy: Contrasting world views”. New York:

Routledge. hal. 101-105.

Page 65: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

52

Australia untuk memberikan rekomendasi yang nantinya akan mempengaruhi

keputusan yang diambil oleh Pemerintah Australia.

Hasil riset dari Productivity Commision Australia adalah mekanisme ISDS

mendatangkan lebih banyak kerugian dibandingkan dengan keuntungan bagi

Australia. Dengan jumlah FDI asing yang tinggi di Australia, keberadaan

mekanisme ISDS akan mengancam kedaulatan pemerintah Australia itu sendiri.

Salah satu hal yang mempengaruhi membuat Productivity Commision

mengeluarkan hasil tersebut adalah karena adanya tuntutan terhadap pemerintah

Australia dari suatu perusahaan asing yang beroperasi di Australia yaitu Phillip

Morris Co pada tahun 2011 dan kasusnya selesai pada Desember tahun 2015.84

Oleh karena itu Productivity Commision Australia mengganggap bahwa

pencatutan mekanisme ISDS dalam JAEPA akan membuat pemerintah Australia

mengeluarkan cost yang sebetulnya tidak perlu dan lebih merugikan dibandingkan

menguntungkan pihak pemerintah Australia. Sleain itu, jumlah FDI Australia

yang relatif kecil di Jepang membuat pencatutan mekanisme ISDS bukan hal yang

sangat krusial. Penolakan Productivity Commision Australia adalah sebagai

berikut :

The Australian Government should not include matters in bilateral and regional

trade agreements that would serve to increase barriers totrade, raise costs or alter

established social policies without a comprehensive review of the implications and

available options for change. On spesific matters, the Australian Government should:

84 Trade & Assistance Review 2013-14, Productivity Commision Annual Report Series. hal 80-81

[database on-line] tersedia di

http://www.pc.gov.au/research/ongoing/trade-assistance/2013-14/trade-assistance-review-2013-14.pdf

diakses pada 6 Juli 2018.

Page 66: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

53

c) seek to avoid the inclusion of investor-state dispute settlement provisions

in BRTAs that grant foreign investors in Australia substantive or

procedural rights greater than those enjoyed by Australian investors.85

Dan Pemerintah Australia pada akhirnya memakai rekomendasi dari

Productivity Commision tersebut karena didukung oleh jumlah investasi Australia

yang tidak terlalu besar di Jepang. Juga dengan jumlah investasi Jepang yang

ketiga terbesar di Australia, akan meminimalisir kemungkinan kerugian bagi

Pemerintah Australia.86

2. Parlemen Australia

Dalam tubuh domestik Australia, terdapat mekanisme bahwa setiap perjanjian

internasional yang ditandatangani oleh Australia dengan negara lain, baik itu

bersifat bilateral maupun multilateral memerlukan ratifikasi dari parlemen agar

perjanjian tersebut dapat berlaku. Hal ini berlaku terhadap perjanjian di bidang

ekonomi. Dalam proses ratifikasi tersebut, Parlemen Australia mampu untuk

memberikan persetujuan atau penolakan terhadap suatu perjanjian. Keikutsertaan

parlemen dalam menentukan perjanjian internasional yang akan ditandatangani

85

Trade & Assistance Review 2013-14, Productivity Commision Annual Report Series. hal 82

[database on-line] tersedia di

http://www.pc.gov.au/research/ongoing/trade-assistance/2013-14/trade-assistance-review-2013-14.pdf

diakses pada 6 Juli 2018. 86

Agreement between Australia and Japan for an Economic Partnerhsip, The Parliament of the

Commonwealth of Australia; Joint Standing Committee on Treaties. Report 144. [database on-line] tersedia di

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEw

jR1OWO7JfcAhVXdt4KHe4KDKUQFggqMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.aph.gov.au%2FDocumentSt

ore.ashx%3Fid%3Db416336b-f7b4-458a-9b89-bfc15cb64bc4%26subId%3D299115&usg=AOvVaw1JrCZW

HeYgJ_tU8KcHWacb diakses pada 6 Juli 2018.

Page 67: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

54

oleh Australia dengan negara lain dimulai sejak perjanjian tersebut masih dalam

proses negosiasi.87

Sistem pemerintahan yang ada di Australia adalah terdiri dari tiga tingkat.

Yaitu tingkat federal, negara bagian dan lokal. Pemerintah di tingkat feeral

mempunyai fungsi yang lebih tinggi dari tingkat negara bagiandan tingkat lokal.

Urusan luar negeri, pertahanan, perdagangan dan imigrasi berada pada cakupan

pemerintah di tingkat federal. Jika terdapat aturan yang berbeda antara pemerintah

federal dan pemerintah negara bagian, maka aturan yang berlaku adalah yang

berasal dari pemerintah federal.88

Hal ini menandakan bahwa, aturan di bidang

ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah federal sangat mempengaruhi

perekonomian Australia secara keseluruhan.

Komposisi partai politik yang ada di Australia sendiri saat Perdana Menteri

Tony Abbott memerintah terdiri dari 33 kursi untuk pendukung pemerintah yang

didalamnya terdapat 23 kursi untuk Liberal Party of Australia (LP), 6 kursi untuk

Liberal National Party (LNP), 3 kursi untuk National Party (NATS) dan 1 kursi

untuk Country Liberal Party (CLP). Sedangkan di pihak oposisi pemerintah

terhdapat 25 kursi yang keseluruhannya berasal dari Australian Labor Party

(ALP). Dan sisanya 17 kursi adalah bagi partai dengan komposisi anggotanya

87 Treaty making process. [database on-line] tersedia di

http://dfat.gov.au/international-relations/treaties/treaty-making-process/Pages/treaty-making-process.aspx

diakses pada 25 April 2018. 88 Three Level of Government. [database on-line] tersedia di

https://www.parliament.vic.gov.au/about/the-parliamentary-system/three-level-of-government diakses pada

25 April 2018.

Page 68: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

55

yang tidak lebih dari 10 anggota di parlemen federal, dan salah satunya adalah

Greens Party (GP).89

Greens Party di Australia merupakan salah satu pihak yang sangat menentang

keterlibatan Australia dalam perjanjian-perjanjian yang didalamnya mengandung

mekanisme ISDS. Terutama saat Australia terlibat dalam pembahasan Trans

Pasific Partnership Agreement (TPP). Pada 5 Maret 2014, anggota Parlemen San

Peter Whish-Wilson mengajukan proposal anti ISDS yang diberi judul “Trade

and Foreign Investment” (Protecting the Public Interest) Bill 2014.90

Proposal tersebut berisi tuntutan bahwa Australia tidak diperkenankan untuk

terlibat dalam kesepakatan perjanjian yang didalamnya mengandung mekanisme

ISDS. Hal tersebut berbunyi :

The Parliament of Australia enacts :

1 Short title

This Act may be cited as the Trade and foreign Investment (Protecting the

Public Interest) Act 2014

2 Commencement

This Act commences on the day after this Act receives the Royal Assent

3 Investor state dispute settlement provisions

The Commonwealth must not, on or after this commencement of this Act, enter

into an agreement (however described) with one or more foreign countries that

includes an investor state dispute settlement provisions.” 91

89 Senate Composition. [database on-line] tersedia di

https://www.aph.gov.au/Senators_and_Members/Senators/Senate_composition diakses pada 25 April 2018. 90 Trade and foreign Investment (Protecting the Public Interest) Bill 2014. [database on-line] tersedia di

https://www.aph.gov.au/Parliamentary_Business/Bills_LEGislation/Bills_Search_Results/Result?bId=s951

diakses pada 26 April 2018. 91 A Bill for an Act to protect Australian Laws by banning investor-state dispute settlement provisions, and

for related purposes. [database on-line] tersedia di

http://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/download/legislation/bills/s951_first-senate/toc_pdf/1403120.pdf;fileType

=application%2Fpdf diakses pada 26 April 2018.

Page 69: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

56

Meskipun pada akhirnya proposal tersebut tidak lolos di parlemen,

kemunculan proposal ini mempengaruhi pencatutan mekanisme ISDS dalam

proses negosiasi perjanjian perdagangan bebas yang sedang dijalani Australia.

Pada saat proposal anti ISDS muncul, Australia berada pada masa negosiasi

perdagangan bebas dengan tiga negara, yaitu Korea Selatan, Cina dan Jepang.

Proposal anti ISDS tersebut berpengaruh besar terhadap South Korean-Australia

Free Trade Agreements (KAFTA). Dimana pada 27 Maret 2014 ALP dan Greens

Party di Australia mengajukan persyaratan khusus dan peninjauan kembali

sebelum KAFTA dapat diratifikasi oleh Parlemen Australia.92

ALP sebagai partai pekerja memiliki pandangan yang cukup negatif terhadap

perdagangan bebas, liberalisasi ekonomi dan investasi asing. Hal tersebut sesuai

dengan prinsip ALP yang menjunjung tinggi hak para pekerja Australia. ALP juga

adalah koalisi dari Greens Party dalam pengajuan proposal anti ISDS pada tahun

2014. Penolakan ALP terhadap keterlibatan Australia dalam perjanjian yang

didalamnya mengandung mekanisme ISDS, sangat terlihat terutama pada tahun

2011 saat pemerintahan Perdana Menteri Julia Gillard menyatakan bahwa

Australia akan menolak untuk menandatangani perjanjian yang didalamnya

mengandung mekanisme ISDS.93

92 Luke R. Nottage, Investor-State Arbitration Policy and Practice in Australia dalam “Second Thoughts:

Investor State Arbitration between Developed Democracies”, Diedit oleh Armand de Mestral. Centre for

International Governance Innovation, Canada. CIGI Investor-State Arbitration Series, Paper No. 6, 2016. hal

385. 93 Janet M Eaton, 31 Desember 2013. “Australia‟s Rejection of Investor-State, from AUSFTA to the Gillard

Government‟s Trade Policy and the implications for Canada”. [database on-line] tersedia di

Page 70: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

57

Permasalahan pencatutan mekanisme ISDS dalam JAEPA menjadi satu hal

yang krusial. Karena sampai dengan negosiasi ke 10, pihak Jepang masih terus

menginginkan mekanisme ISDS dicatutkan dalam JAEPA. Selain itu, sampai

dengan negosiasi terakhir yaitu negosiasi ke 16 pasal tentang penyelesaian

sengketa masih menjadi poin penting dalam pembahasan JAEPA antara pihak

Jepang dan Australia.94

Australia sendiri sejak awal mendorong agar mekanisme

ISDS tidak dicatutkan dalam JAEPA.

Pembahasan perjanjian JAEPA yang dimulai sejak tahun 2007 tersebut,

setidaknya mengalami dua kali masa penolakan terhadap mekanisme ISDS di

Australia. Pertama pada tahun 2011 saat kabinet Perdana Menteri Julia Gillard

menyatakan penolakan terhadap mekanisme ISDS dalam perjanjian yang akan

ditandatangani Australia.95

Kedua pada tahun 2014, saat Greens Party (GP) dan

ALP mengajukan proposal penolakan terhadap mekanisme ISDS dalam perjanjian

yang akan ditandatangani oleh Australia.

Peniadaan mekanisme ISDS dalam JAEPA sendiri sangat dipengaruhi oleh

masa-masa penolakan terhadap mekanisme ISDS oleh Australia tersebut. Selain

itu keberadaan Australian Labor Party (ALP), dan Greens Party (GP) yang

berkedudukan sebagai oposisi dari pihak pemerintah juga mempengaruhi

peniadaan mekanisme ISDS pada JAEPA. Karena, pada waktu perjanjian JAEPA

https://www.commonfrontiers.ca/Single_Page_Docs/PDF_Docs/Jan08_14-AUSFTA-paper.pdf diakses pada

26 April 2018. 94 JAEPA News and Updates. [database on-line] tersedia di

http://dfat.gov.au/trade/agreements/in-force/jaepa/news/Pages/news.aspx diakses pada 28 April 2018. 95 Chapter 9 Government Trade Policy Statement. [database on-line] tersedia di

https://www.aph.gov.au/Parliamentary_Business/Committees/Joint/Completed_Inquiries/jfadt/apla/report/out

put/chapter9 diakses pada 28 April 2018.

Page 71: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

58

ada di tahap akhir negosiasi, partai pemenang di Australia adalah partai Liberal,

dan ALP merupakan oposisi dari partai Liberal.96

Posisi ALP dan Greens Party di parlemen yang konsisten menolak

mekanisme ISDS dalam perjanjian yang akan disepakati oleh Australia

mempengaruhi peniadaan mekanisme ISDS dalam JAEPA. Karena, dinamika

dalam parlemen Australia akan menyulitkan JAEPA untuk bisa diratifikasi jika

mengandung mekanisme ISDS, sehingga sejak awal pembahasan Australia

menolak untuk mencatutkan mekanisme ISDS.

3. Supreme and Federal Court Australia

Institusionalisme mendefinisikan institusi menjadi beberapa bentuk seperti

Perusahaan, institusi Pemerintah, dan institusi seperti organisasi persatuan pekerja

dan non-governmental organisations (NGO). Pembahasan mengenai keputusan

atau preferensi yang akan diambil oleh suatu negara, ada di tingkat legislatif,

pembuat kebijakan seperti Kementerian, dan Mahkamah Agung.97

Mahkamah Agung Australia menolak pengikatan Australia terhadap

perjanjian yang didalamnya mengandung mekanisme ISDS. Mekanisme ISDS

dipandang sebagai proses arbitrasi yang terlalu mahal bagi Australia. OECD

memeprkirakan dalam suatu kasus yang berkaitan dengan mekanisme ISDS,

pihak-pihak yang berseteru harus mengeluarkan minimal $8 juta. Mekanisme

ISDS juga dianggap tidak transparan dalam menghasilkan suatu keputusan yang

96 Amokura Kawharu and Luke Nottage. 2017. “International Investment Treaties and Arbitration Across

Asia”. diedit oleh Julien Chassie dan Luke R Nottage. Leiden: Koninklijke Brill NV. Hal 473-476. 97

Miller. “International Political Economy: Contrasting world views”. hal 103-105.

Page 72: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

59

harus dipatuhi oleh negara. Dan keberadaan mekanisme ISDS dianggap

mencederai kedaulatan Australia.98

Oleh karena itu sesuai dengan pandangan institusionalisme, penolakan

Mahkamah Agung Australia mempengaruhi penolakan Australia terhadap

pencatutan mekanisme ISDS dalam Perjanjian perdagangan bebas (EPA) maupun

perjanjian multilateral yang ditandatangani Australia.

4. Non-Governmental Organization

Non-Governmental Organization atau NGO didefinisikan sebagai suatu

organisasi mandiri yang tidak bergantung kepada pihak pemerintah ataupun

negara. NGO memiliki peranan untuk mendukung dan memberdayakan

masyarakat, meningkatkan pengaruh politik secara meluas melalui kerjasama dan

ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan

negara.99

Institusionalisme memandang bahwa keberadaan NGO merupakan

representasi dari kekuatan kelompok masyarakat yang memiliki perhatian lebih

kepada berbagai sektor mulai dari lingkungan sampai dengan militer. NGO

sendiri memiliki peranan dan mampu untuk mempengaruhi preferensi yang

dikeluarkan oleh suatu negara. Kekuatan pengaruh NGO terhadap keputusan yang

98 Chief Justice RS French AC, 9 Juli 2014. “Investor-State Dispute Settlement-A Cut Above the

Courts?”.[database on-line] tersedia di

http://www.hcourt.gov.au/assets/publications/speeches/current-justices/frenchcj/frenchcj09jul14.pdf diakses

pada 7 Juli 2018. 99 Heyzeert Noeleen dkk. 1995.”Government-NGO Relations in Asia, Prospects and Challenges For People

Centered Development”. Kuala Lumpur: Asian Development Center. hal 8-9.

Page 73: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

60

diambil oleh suatu negara sangat bergantung kepada waktu kapan suatu isu yang

menjadi concerns dari NGO tersebut menjadi suatu hal yang penting.100

Di Australia sendiri, terdapat beberapa NGO yang memiliki fokus di bidang

perjanjian perdagangan internasional seperti Australia Fair Trade and Investment

Network Ltd (AFTINET) dan Blue for Free Speech. Secara khusus AFTINET

mengirimkan petisi kepada Menteri Perdagangan Australia yang berisi tentang

penolakan pencatutan mekanisme ISDS dalam perjanjian JAEPA.101

Dan

pengajuan AFTINET sebelummnya mengenai penolakan mekanisme ISDS bagi

perjanjian yang akan ditandatangani Australia, pernah diterima oleh Parlemen

Australia Komisi Senate Standing Committees of Foreign Affairs Defence and

Trade.102

Berdasarkan teori institusionalisme, keberadaan NGO akan mempengaruhi

preferensi yang dikeluarkan oleh suatu negara. Dalam hal ini

pengajuan-pengajuan tentang penolakan mekanisme ISDS dalam JAEPA oleh

NGO tentunya mempengaruhi preferensi Australia untuk menolak pencatutan

mekanisme ISDS dalam perjanjian JAEPA. Dengan adanya pengajuan-pengajuan

atas penolakan keikutsertaan Australia dalam perjanjian yang didalamnya

mengandung mekanisme ISDS tersebut, membentuk preferensi Australia.

100

Raymond C. Miller. 2008. “International Political Economy: Contrasting world views”. New York:

Routledge. hal. 103. 101 Urgent letter to the Trade Minister re: Japan-Australia FTA. [database on-line] tersedia di

http://aftinet.org.au/cms/urgent-letter-japan-fta-isds-2014 diakses pada 6 Juli 2018. 102 Report: Proposed Trans-Pasific Partnership (TPP) Agreeement. [database on-line] tersedia di

https://www.aph.gov.au/Parliamentary_Business/Committees/Senate/Foreign_Affairs_Defence_and_Trade/T

PP/Report diakses pada 6 Juli 2018.

Page 74: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

61

B. Faktor Institusi Internasional

1. Institusi JAEPA

Teori institusionalisme mendefinisikan institusi kedalam beberapa bentuk,

dan salah satu diantara bentuk institusi adalah perjanjian. Negara merupakan aktor

utama, dan perjanjian yang disepakati oleh suatu negara dengan negara lain akan

membentuk suatu institusi internasional, dan institusi tersebut akan

mempengaruhi preferensi dari negara yang terlibat didalamnya.103

Oleh karena itu,

perjanjian perdagangan bebas yang disepakati oleh Australia dan Jepang tentunya

akan mempengaruhi penolakan Australia terhadap permintaan Jepang untuk

mencatutkan mekanisme ISDS didalam JAEPA.

Perjanjian JAEPA merupakan salah satu perjanjian yang dianggap paling

liberal yang pernah disepakati oleh Jepang. Dengan adanya klausul penambahan

ambang batas investasi, jumlah investasi Jepang di Australia terus bertambah.

Selain itu sektor-sektor investasi yang sebelumnya didominasi oleh sektor

pertambangan, mulai merambah ke sektor lainnya. Sektor agrikultur dan sektor

agribisnis yang sebelumnya masih tidak tersentuh investasi asing, mulai terbuka

setelah perjanjian JAEPA berlaku. Sebagai contoh adalah Mitsubishi Corporation

yang pada awalnya hanya berinvestasi di bidang energi, namun mulai merambah

bidang lain seperti ekspor agrikultur dan water treatment operations.104

103

Raymond C. Miller. 2008. “International Political Economy: Contrasting world views”. New York:

Routledge. hal. 101-105. 104 Mitsuyuki Takada, 9 April 2016.”Australia-Japan: Building a diverse economic partnership”. [artikel

on-line] tersedia di

https://www.theaustralian.com.au/business/business-spectator/australiajapan-building-a-diverse-economic-par

tnership/news-story/e077188d17c85fa5a1453d7dc6dfb7e6 diakses pada 5 Mei 2018.

Page 75: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

62

Investasi asing atau foreign direct investment (FDI) di Australia sendiri

memiliki pengaruh terhadap angka penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan gross

domestic product (GDP) dan nilai ekspor Australia. Sektor pertambangan pada

tahun 2011-2014 yang merupakan tujuan utama investasi asing di Australia, turut

mempengaruhi kenaikan GDP di Australia.105

Dengan adanya perjanjian JAEPA,

keuntungan yang didapatkan oleh pihak Australia tentunya akan semakin

bertambah karena jumlah investasi yang masuk ke Australia akan semakin

meningkat.

Di bidang investasi Jepang adalah sumber investasi ketiga terbesar bagi

Australia, pun di bidang perdagangan. Dimana volume perdagangan antara

Australia dengan Jepang adalah yang kedua terbesar bagi Australia. Jepang

sendiri merupakan tujuan ekspor Australia yang berada di peringkat nomor satu,

sehingga pasar Jepang menjadi sangat krusial bagi produk-produk ekspor

Australia yang utamanya adalah raw materials. Ekspor dari sektor pertambangan

Australia sendiri menempatkan Australia sebagai suplier utama raw materials

untuk kebutuhan Jepang.106

Teori institusionalisme menganggap bahwa preferensi negara adalah hasil

dari timbal balik atau aksi-reaksi dari insitusi domestik maupun institusi

105 Viral Pandya & Sommala Sisombat. Impacts of Foreign Direct Investment on Economic Growth:

Empirical Evidence from Australian Economy, “International Journal of Economics and Finance”. Vol.9,

No. 5; 2017. Canadian Center of Science and Education. [jurnal on-line] tersedia di

http://ccsenet.org/journal/index.php/ijef/article/viewFile/67054/36775 diakses pada 5 Mei 2018. 106 Japan: a trustworthy and valuable trading partner. [artikel on-line] tersedia di

https://business.nab.com.au/japan-trustworthy-valuable-trading-partner-27565/ diakses pada 5 Mei 2018.

Page 76: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

63

internasional dimana negara tersebut terlibat.107

Peniadaan mekanisme ISDS

dalam JAEPA adalah hasil dari pengaruh keberadaan institusi JAEPA itu sendiri.

Jika perjanjian JAEPA mencatutkan mekanisme ISDS, maka sangat mungkin

kedepannya terdapat suatu tuntutan dan akan merugikan pihak Australia.

Faktor-faktor seperti sejarah hubungan antara Jepang dan Australia yang

sangat baik serta sangat minim konflik, sektor agrikultur Jepang yang akses

pasarnya tidak terlalu terbuka bagi investor asal Australia dan jumlah FDI yang

relatif cukup kecil dari Australia ke Jepang juga mendukung peniadaan

mekanisme ISDS dari JAEPA.108

Hal-hal tersebut juga mendukung penolakan

Australia terhadap permintaan Jepang untuk mencatutkan mekanisme ISDS dalam

JAEPA.

C. Faktor Decision Environment

Konsep FPDM memandang bahwa situasi dan kondisi akan mempengaruhi

kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu negara. Faktor pengalaman negara

terhadap suatu kasus dan faktor tingkat resiko akan membentuk kebijakan yang

dipilih oleh suatu negara.109

Pada saat negosiasi perjanjian JAEPA, Australia sedang menghadapi tuntutan

dari Philip Morris Ltd yang dimasukkan ke UNCITRAL pada 21 November 2011.

Australia dituntut karena dianggap melanggar prinsip expropiation dan fair and 107

Henry Farrell and Abraham L. Newman, 2010, Making global Markets: Historical Institusionalism in

international political economy, dalam “Review of International Political economy” 17:4, hal. 618. 108

Luke R. Nottage, Investor-State Arbitration Policy and Practice in Australia dalam “Second Thoughts:

Investor State Arbitration between Developed Democracies”, Diedit oleh Armand de Mestral. Centre for

International Governance Innovation, Canada. CIGI Investor-State Arbitration Series, Paper No. 6, 2016. hal

399. 109

Alex Mintz & Karl Derouen. 2010. “Understanding Foreign Policy Decision Making”. New York:

Cambridge University Press. hal 27-28.

Page 77: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

64

equitable treatment. Tuntutan tersebut muncul karena aturan yang dikeluarkan

oleh Pemerintah Australia mengenai aturan bungkus rokok yang harus polos tanpa

label merk suatu perusahaan.110

Tuntutan tersebut selesai setelah hampir empat

tahun masa pengadilan, tepatnya pada Februari 2015.111

Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Ausralia dalam melawan tuntutan

dari Philip Morris tersebut tidaklah kecil. Productivity Commision menyatakan

bahwa kasus tersebut memberatkan masyarakat Australia yang bertugas untuk

membayar pajak dan merugikan pihak pemerintah Australia.112

Oleh karena itu,

tuntutan tersebut mempengaruhi keputusan Australia untuk menolak permintaan

Jepang mencatutkan mekanisme ISDS dalam JAEPA. Selain itu Australia juga

beresiko mendapat tuntutan dari pihak Jepang jika JAEPA mengandung

mekanisme ISDS didalamnya.

110

Chief Justice RS French AC, 9 Juli 2014. “Investor-State Dispute Settlement-A Cut Above the Courts?”.

[database on-line] tersedia di

http://www.hcourt.gov.au/assets/publications/speeches/current-justices/frenchcj/frenchcj09jul14.pdf diakses

pada 7 Juli 2018. 111 “Plain Packaging laws survive international court as Philip Morris warned over „abuse of rights‟”, 17

Mei 2016. [artikel on-line] tersedia di

http://www.abc.net.au/news/2016-05-17/philip-morris-loses-legal-battle-against-plain-packaging-laws/74203

56 diakses pada 7 Juli 2018. 112

Trade & Assistance Review 2013-14, Productivity Commision Annual Report Series. hal 83-84.

[database on-line] tersedia di

http://www.pc.gov.au/research/ongoing/trade-assistance/2013-14/trade-assistance-review-2013-14.pdf

diakses pada 6 Juli 2018.

Page 78: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kepada bab-bab sebelumnya yang telah dipaparkan dalam

skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa penolakan Australia terhadap permintaan

Jepang untuk mencatutkan mekanisme ISDS dalam JAEPA dipengaruhi oleh

faktor institusi domestik yang ada di Australia, faktor institusi JAEPA dan faktor

decision environment yang mengarahkan penolakan Australia tersebut.

Perjanjian perdagangan bebas antara Autralia Jepang mulai diusulkan pada

tahun 2005 saat Perdana Menteri Australia pada watu itu berkunjung ke Jepang.

Negosiasi kerangka perjanjian perdagangan bebas ini dimulai sejak tahun 2007

dan mencapai kesepakatan pada tahun 2014. Dalam perjanjian perdagangan bebas

yang diberi nama Japan-Australia Economic Partnership Agreement (JAEPA) ini,

mekanisme investor-state dispute settlement (ISDS) yang biasanya ada dalam

perjanjian perdagangan bebas yang ditandatangani oleh Jepang dan Australia

dengan negara-negara lain, ditiadakan.

Pihak yang mendorong agar mekanisme ISDS dicatutkan dalam JAEPA

adalah Jepang, sedangkan Australia menolak mekanisme ISDS dicatutkan dalam

JAEPA. Faktor institusi domestik Australia memiliki pengaruh terhadap

preferensi dari Australia agar mekanisme ISDS ditiadakan dari perjanjian JAEPA.

Keberadaan Productivity Commision yang memberikan rekomendasi kepada

Pemerintah Australia untuk meniadakan mekanisme ISDS dalam perjanjian

Page 79: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

66

perdagangan yang akan disepakati oleh Australia, mempengaruhi keputusan

Australia untuk menolak pencatutan mekanisme ISDS dalam JAEPA. Pemerintah

menerima usulan tersebut sesuai dengan pernyataan dari Parlemen Australia.

Proposal anti ISDS yang diajukan oleh Greens Party dan ALP pada Maret

2014, di Parlemen Australia berpegaruh besar terhadap perjanjian perdagangan

bebas antar Australia. Proposal anti ISDS tersebut muncul saat JAEPA berada

pada era negosiasi akhir. Fungsi dari Parlemen yang sejak awal ikut andil dalam

pembahasan perjanjian perdagangan yang akan Autralia sepakati dan nantinya

bertugas untuk meratifikasi perjanjian tersebut mempengaruhi keputusan

Australia untuk menolak pencatutan mekanisme ISDS dalam JAEPA.

Institusionalisme memandang bahwa institusi domestik yang ada didalam

suatu negara seperti NGO akan membentuk keputusan yang diambil oleh

pemerintah. Dalam hal ini terdapat NGO yang mengirimkan pengajuan-pengajuan

dalam bentuk petisi maupun surat kepada Kementerian Perdagangan Australia

ataupun Parlemen Australia yang berisi tentang penolakan terhadap keikutsertaan

Australia dalam perjanjian yang didalamnya mengandung mekanisme ISDS.

Teori institusionalisme juga memandang Mahkamah Agung sebagai decision

making arena yang akan membentuk keputusan yang diambil oleh suatu negara.

Dalam hal ini Mahkamah Agung Australia menolak pencatutan mekanisme ISDS

dalam berbagai bentuk perjanjian yang akan Australia sepakati, bilateral maupun

multilateral.

Faktor institusi internasional yaitu institusi JAEPA itu sendiri juga

memepengaruhi penolakan Australia terhadap pencatutan mekanisme ISDS.

Page 80: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

67

Dengan adanya penambahan ambang batas investasi, maka jumlah investasi

Jepang di Australia akan terus bertambah. Sebagai negara sumber investasi asing

terbesar kedua bagi Australia, jika terdapat mekanisme ISDS dalam JAEPA maka

kemungkinan kerugian yang didapat Pemerintah Ausralia akan lebih besar. Selain

itu tuntutan dari Philip Morris Ltd yang dianggap sebagai contoh kerugian dalam

pencatutan mekanisme ISDS dalam perjanjian yang Australia sepakati.

Australia sangat memerlukan perjanjian perdagangan bebas tersebut karena

akan memberikan intensif bagi komoditi ekspor uatama Australia. Insentif

tersebut terdiri dari pemotongan tarif dan penambahan ambang batas investasi.

Hal-hal tersebut tentunya akan mendorong kemajuan di bidang ekonomi bagi

Australia.

Dengan demikian skripsi ini telah menjawab pertanyaan penelitian yang ada

yaitu, faktor-faktor yang mempengaruhi penolakan Australia terhadap pencatutan

mekanisme ISDS dalam JAEPA adalah faktor institusi domestik Australia, faktor

dari institusi JAEPA dan faktor decision environment.

Pembahasan mengenai mekanisme ISDS adalah suatu pembahasan yang

cukup penting dan menarik untuk dibahas. Penelitian dalam skripsi ini penulis

sadari masih ada beberapa hal seharusnya bisa ditingkatkan lagi. Penelitian

selanjutnya akan menjadi lebih baik jika mampu melakukan wawancara dengan

beberapa pihak yang terkait langsung dengan proses negosiasi dari perjanjian

JAEPA, sehingga analisis yang dihasilkan akan lebih komprehensif.

Page 81: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xiii

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adolf, Huala. 2005. “Hukum Ekonomi Internasional: Suatu Pengantar". Bandung:

Rajawali pers.

Bjorklund, Andrea. ed., 2013. “Yearbook on International Investment Law &Policy

2012-2013”. New York: Oxford University Press.

Bath, Vivienne dan Luke Nottage, ed. 2012. “Foreign Investment and Dispute

Resolution Law and Practice in Asia”. London: Routledge.

Cameron, R. J. 1976. Australian Statistician, Prepared under instruction from the

Right Honourable the Treasurer. “Official Yearbook of Australia No. 61,

1975 and 1976”. Canberra: Australian Bureau of Statistics.

Chasssie, Julian dan Luke R Nottage, ed. 2017. Amokura Kawharu and Luke

Nottage. “International Investment Treaties and Arbitration Across Asia”.

Leiden: Koninklijke Brill NV.

Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.

Thousand Oaks : SAGE Publications, Inc Charles, William Maynes, The

Perils of (and for) an Imperial America, foreign Policy, Summer, 1998.

Farrell, Henry and Abraham L. Newman, 2010, Making global Markets: Historical

Institusionalism in international political economy, dalam “Review of

International Political economy” 17:4.

Hindelang, Steven dan Markus Krajeswki ed. 2016. “Shifting Paradigms in

International Investment Law: More Balanced; Less Isolated, Increasingly

Diversified”. New York: Oxford University Press.

Mediansky, Fedor dkk. 2001. “Australian Foreign Policy: Into the New Millenium”.

South Yarra: Macmillan Publishers Australia.

Miller, Raymond C. 2008. “International Political Economy: Contrasting world

views”. New York: Routledge.

Mintz, Alex & Karl Derouen. 2010. “Understanding Foreign Policy Decision

Making”. New York: Cambridge University Press.

Page 82: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xiv

Mitchell, Andrew D, Elizabeth Sheargold dan Tnia Voon. 2017. “Regulatory

Autonomy in International Economic Law: The Evolution of Australian

Policy on Trade and Investment”. Cheltenham: Edward Elgar Publishing

Limited.

Newcomb, Andrew & Lluis Paradell. 2009. “Law and Practice of Investment

Treaties”: Standards of Treatment. Great Britain: Kluwer Law International

BV.

Noeleen, Heyzeert dkk. 1995.”Government-NGO Relations in Asia, Prospects and

Challenges For People Centered Development”. Kuala Lumpur: Asian

Development Center.

Rix, Alan. 1999. “The Australia-Japan Political Alignment: 1952 to the Present”.

London: Routledge.

Salacuse, Jeswald W. 2009. “The Law of Investment Treaties”. New York: Oxford

University Press.

Jurnal

Carvalho, Dr. Patrick. 2016. Investor-State Arbitration and the Rule of Law:

Debunking the Myths, Australia: The Centre For Independent Studies No.13,

[jurnal on-line] tersedia di

https://www.cis.org.au/app/uploads/2016/04/rr13.pdf (diunduh pada 30

Oktober 2017).

Dee, Moreen. 2006. “Friendship and co-operation: the 1976 Basic Treaty between

Australia and Japan”. Australia in the World, The Foreign Affairs and Trade

Files, No. 3 [jurnal on-line] tersedia di

http://australia.or.jp/_projects/yoe/english/docs/friendship_and_cooperation_

basic_treaty_e.pdf diakses pada 14 April 2018.

Drysdale, Peter. 2006. “Did the NARA Treaty make a difference” dalam Australian

Journal of International Affairs, Vol. 60 No. 4.

Franck, Susan D. 2007. Foreign Direct Investment Treaty Arbitration and the rule of

Law, Global Business & Development Law Journal Vol.19: 21.

Lighfoot, Richard & James Nicolaides. “Resolving investment dispute through

ICSID”. ADR Buletin Vol. 9 No. 8. 6-1-2007. [jurnal on-line] tersedia di

http://epublications.bond.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?article=1401&context=

adr diakses pada 1 Maret 2018.

Page 83: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xv

Mestral, Armand de ed. Luke R. Nottage, Investor-State Arbitration Policy and

Practice in Australia dalam “Second Thoughts: Investor State Arbitration

between Developed Democracies”,. Centre for International Governance

Innovation, Canada. CIGI Investor-State Arbitration Series, Paper No. 6,

2016. hal 385.

Nottage, Luke R. 2014. Investor-State Arbitration: Not in the Australia-Japan Free

Trade Agreement, and Not Ever for Australia?, Australia: Sydney Law

School Research Paper No. 15/45, Journal of Japanese Law, Vol. 19, No. 38,

pp. 37-52.

Pandya, Viral & Sommala Sisombat. Impacts of Foreign Direct Investment on

Economic Growth: Empirical Evidence from Australian Economy,

“International Journal of Economics and Finance”. Vol.9, No. 5; 2017.

Canadian Center of Science and Education. [jurnal on-line] tersedia di

http://ccsenet.org/journal/index.php/ijef/article/viewFile/67054/36775

diakses pada 5 Mei 2018.

Price, John. “A Just Peace? The 1951 San Fransisco Peace Treaty in Historical

Perspective”. JPRI Working Paper No. 78, June 2001. [jurnal on-line]

tersedia di http://www.jpri.org/publications/workingpapers/wp78.html

diakses pada 10 April 2018.

Simmons, Beth A. 2015. East Asia, Investment, and International Law: Distinctive or

Convergent?, Republic of Korea: The Korean Journal of International

Studies Vol. 13-3, hal. 461-487.

Sloan, Judith 2011, “How useful is the Productivity Commision?”. Policy Journal

Vol. 27 No 1. hal 31-36.

Sourgens, Frederic G. 2013. “Keep the Faith: Investment Protection Following the

Denunciation of International Investment Agreements”. Santa Clara Journal

of International Law 335 Vol.11 Issue.2 [jurnal on-line] tersedia di

https://digitalcommons.law.scu.edu/cgi/viewcontent.cgi?referer=https://www

.google.com/&httpsredir=1&article=1142&context=scujil diakses pada 28

Februari 2018.

Tietje, Christian. The Impact of Investor-State-Dispute Settlement (ISDS) in the

Translantic Trade and Investment Partnership, Leiden University: 2014.

[jurnal on-line] tersedia di http://media.leidenuniv.nl/legacy/the-impact-of-

investor-state-dispute-settlement-isds-in-the-ttip.pdf (diunduh pada 17

Oktober 2017).

Page 84: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xvi

Vandevelde, Kenneth J. 2005. “A Brief History of International Investment

Agreement”. U.C. Davis Journal of International Law & Policy, Vol. 12,

No.1, p. 157. 3 November 2013. [jurnal on-line]; tersedia di

https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1478757 diunduh pada

28 Februari 2018.

Internet

A Bill for an Act to protect Australian Laws by banning investor-state dispute

settlement provisions, and for related purposes. [database on-line] tersedia di

http://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/download/legislation/bills/s951_first-

senate/toc_pdf/1403120.pdf;fileType=application%2Fpdf diakses pada 26

April 2018.

A Guide to International Investment Agreements, [artikel on-line] tersedia di

http://isds.bilaterals.org/?a-guide-to-international&lang=en diakses pada 17

Oktober 2017.

A long History in Australia. Mitsui & Co. [database on-line] tersedia di

www.mitsui.com/au/en/company/history/index.html diakses pada 13 April

2018.

AC, Chief Justice RS French, 9 Juli 2014. “Investor-State Dispute Settlement-A Cut

Above the Courts?”.[database on-line] tersedia di

http://www.hcourt.gov.au/assets/publications/speeches/current-

justices/frenchcj/frenchcj09jul14.pdf diakses pada 7 Juli 2018.

Agrement Between Australia and Japan for An Economic Partnership, [database on-

line] tersedia di http://dfat.gov.au/trade/agreements/jaepa/official-

documents/Documents/jaepa-chapters-1-to-20.pdf diakses pada 17 Oktober

2017.

Agreement between Australia and Japan for an Economic Partnerhsip, The

Parliament of the Commonwealth of Australia; Joint Standing Committee on

Treaties. Report 144. [database on-line] tersedia di

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ca

d=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjR1OWO7JfcAhVXdt4KHe4KDKUQFggqM

AA&url=https%3A%2F%2Fwww.aph.gov.au%2FDocumentStore.ashx%3Fid

%3Db416336b-f7b4-458a-9b89-

bfc15cb64bc4%26subId%3D299115&usg=AOvVaw1JrCZWHeYgJ_tU8KcH

Wacb diakses pada 6 Juli 2018.

Allens. 21 November 2014 “Focus: investor-state dispute settlement and the China-

Australia Free Trade Agreement”. [artikel on-line] tersedia di

Page 85: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xvii

https://www.lexology.com/library/detail.aspx?g=36cabf4d-a1fe-4fe9-b76b-

c49778a507cf diakses pada 10 April 2018.

Australia Bilateral Investment Treaties (BITs). [database on-line] tersedia di

http://investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryBits/11#iiaInnerMenu

diakses pada 2 Maret 2018.

Australian Government Productivity Commision, About the Commision. [database on-

line] tersedia di https://www.pc.gov.au/about diakses pada 5 Juli 2018.

Australia Treaties with Investment Provision (TIPs). [database on-line] tersedia di

http://investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryOtherIias/11#iiaInnerMenu

diakses pada 2 Maret 2018.

Australia's investment relationship with Japan, 2016. Department of Foreign Affairs

and Trade, Australian Government. [database on-line] tersedia di

https://dfat.gov.au/trade/resources/Documents/japan.pdf diakses pada 18 April

2018.

Australia‟s Prime Minister, John Howard. [database on-line] tersedia di

http://primeministers.naa.gov.au/primeministers/howard/ diakses pada 3 Maret

2018.

Australia‟s Prime Minister, Julia Gillard. [database on-line] tersedia di

http://primeministers.naa.gov.au/primeministers/gillard/ diakses pada 4 Maret

2018.

Australia‟s Prime Minister, Kevin Rudd. [database on-line] tersedia di

http://primeministers.naa.gov.au/primeministers/rudd/ diakses pada 3 Maret

2018.

Australian Treaty Series 1988 No. 14, Department of Foreign Affairs and Trade.

[database on-line] tersedia di

http://www.austlii.edu.au/au/other/dfat/treaties/1988/14.html diakses pada 1

Maret 2018.

Chapter 9 Government Trade Policy Statement. [database on-line] tersedia di

https://www.aph.gov.au/Parliamentary_Business/Committees/Joint/Completed

_Inquiries/jfadt/apla/report/output/chapter9 diakses pada 28 April 2018.

Ciobo, Steven 24 Agustus 2017. ”Australia-Japan trade relations: From mines to the

lab and back”. [artikel on-line] tersedia di https://www.lowyinstitute.org/the-

interpreter/australia-japan-trade-relationship-from-mines-to-lab-back diakses

pada 3 Mei 2018.

Page 86: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xviii

Direction of Japan‟s trade policy response, METI Report Data. [database on-line]

tersedia di http://www.meti.go.jp/english/report/data/WP2016/pdf/3-2-1.pdf

diakses pada 6 Juli 2018.

Draft Convention on Investment Abroad (Abs-Shawcross Draft Convention) [databse

on-line] tersedia di

http://unctad.org/Sections/dite_tobedeleted/iia/docs/compendium/en/137%20v

olume%205.pdf diakses pada 28 Februari 2018.

Dupont, Alan. 2016. Japan turns to Australia in Search of Friends. [artikel on-line]

tersedia di https://newsroom.unsw.edu.au/news/social-affairs/japan-turns-

australia-search-friends diakses pada 9 Desember 2017.

Eaton, Janet M, 31 Desember 2013. “Australia‟s Rejection of Investor-State, from

AUSFTA to the Gillard Government‟s Trade Policy and the implications for

Canada”. [database on-line] tersedia di

https://www.commonfrontiers.ca/Single_Page_Docs/PDF_Docs/Jan08_14-

AUSFTA-paper.pdf diakses pada 26 April 2018.

EIA: Japan Oil Market Overview, 6 Februari 2017. [artikel on-line] tersedia di

https://www.hellenicshippingnews.com/eia-japan-oil-market-overview/

diakses pada 10 Mei 2018.

EU-Japan Partnership Agreement, [artikel on-line] tersedia di

http://www.ciarb.org/news/ciarb-news/news-detail/features/2017/08/31/eu-

japan-partnership-agreement diakses pada 7 Oktober 2017.

Fact Sheet:” Investment Protection and Investor-to-State Dispute Settlement in EU

agreements”. November 2013 [Artikel on-line] tersedia di

https://trade.ec.europa.eu/doclib/docs/2013/november/tradoc_151916.pdf

diakses pada 1 Maret 2018.

Fensom, Anthony 8 April 2014. Australia and Japan Conclude Free Trade Deal. The

Diplomat , [artikel on-line] tersedia di

https://thediplomat.com/2014/04/australia-and-japan-conclude-free-trade-deal/

diakses pada 15 April 2018.

Grey, Peter 15 Juli 2014.” Japan and Australia – Capitalising on the JAEPA”.

[artikel on-line] tersedia di http://www.corrs.com.au/thinking/insights/japan-

and-australia-capitalising-on-the-jaepa/ diakses pada 3 Mei 2018.

Page 87: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xix

History of the Embassy. [database on-line] tersedia di

http://japan.embassy.gov.au/tkyo/aboutus.html diakses pada 10 April 2018.

Holden, Richard dkk, 4 Mei 2017. By the Numbers: How The US is Australia‟s

Indispensable Economic Partner. [artikel on-line] tersedia di

https://www.ussc.edu.au/analysis/by-the-numbers-how-the-us-is-australias-

indispensable-economic-partner diakses pada 18 April 2018.

Holmes, Dr Anne ”Australia‟s Economic Relationship with China”. [database on-

line] tersedia di

https://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parlia

mentary_Library/pubs/BriefingBook44p/China diakses pada 18 April 2018.

House committee JSCT USAFTA. [Pdf on-line] tersedia di

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&ca

d=rja&uact=8&ved=0ahUKEwij69WPuqXaAhWEgI8KHbV0DrUQFghJMA

Q&url=https%3A%2F%2Fwww.aph.gov.au%2FParliamentary_Business%2F

Committees%2FHouse_of_Representatives_Committees%3Furl%3Djsct%2F

usafta%2Fsubs%2Fsub036.pdf&usg=AOvVaw2piACZXZ0L3d3THo2EUOL

n diakses pada 3 Maret 2018.

Hoshi, Takeo. 2018.” Has Abenomics Succeeded in Raising Japan‟s Inward Foreign

Direct Investmen”t. [atikel on-line] tersedia di

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/aepr.12211 diakses pada 13

April 2018.

Investor State Dispute Settlement, [database on-line] tersedia di

http://dfat.gov.au/trade/topics/Pages/isds.aspx diakses pada 29 September

2017.

JAEPA News and Updates. [database on-line] tersedia di

http://dfat.gov.au/trade/agreements/in-force/jaepa/news/Pages/news.aspx

diakses pada 28 April 2018.

Janda, Michael 4 Juni 2015. Australia‟s trade deficit of $3.9b its worst on record.

[artikel on-line] tersedia di http://www.abc.net.au/news/2015-06-04/trade-

deficit-more-than-trebles/6521468 diakses pada 18 April 2018.

Japan: a trustworthy and valuable trading partner. [artikel on-line] tersedia di

https://business.nab.com.au/japan-trustworthy-valuable-trading-partner-

27565/ diakses pada 5 Mei 2018.

Page 88: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xx

Japan‟s import and exports. [artikel on-line] tersedia di

https://asialinkbusiness.com.au/japan/getting-started-in-japan/japans-imports-

and-exports diakses pada 18 April 2018.

Japan-Australia Economic Partnership Agreement (JAEPA), [database on-line]

tersedia di http://dfat.gov.au/trade/agreements/jaepa/news/Pages/news.aspx

diakses pada 17 Oktober 2017.

Japan-Australia Economic Partnership Agreement. [database on-line] tersedia di

http://dfat.gov.au/trade/agreements/in-force/jaepa/Pages/japan-australia-

economic-partnership-agreement.aspx diakses pada 15 April 2018.

Japan-Egypt Relations (Basic Data). [dokumen on-line] tersedia di

http://www.mofa.go.jp/region/africa/egypt/data.html diakses pada 10 April

2018.

Japan Bilateral Investment Treaties (BITs). [database on-line] tersedia di

http://investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryBits/105?type=c#iiaInner

Menu diakses pada 10 April 2018.

Japan is the second largest net importer of fossil fuels in the world. 7 November

2013. [artikel on-line] tersedia di

https://www.eia.gov/todayinenergy/detail.php?id=13711 diakses pada 18

April 2018.

Japanese Investment in Australia. 2017. Report by the Australian Trade and

Investment Commision, Commonwealth of Australia. [databse online]

tersedia di www.austrade.gov.au/japaneseinvestment diakses pada 18 April

2018.

Japan Treaties with Investment Provisions (TIPs). [database on-line] tersedia di

http://investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryOtherIias/105#iiaInnerMen

u diakses pada 10 April 2018.

JETRO, Focus: Economic Recovery. 5 Desember 2005 [database on-line] tersedia di

http://kwrintl.com/library/2005/focus42.html diakses pada 13 April 2018.

Kanematsu Company Introduction. [database on-line] tersedia di

http://kanematsu.com.sg/about/ diakses pada 13 April 2018.

Khan, Mustafizur Rahman 3 Agustus 2015. What Can Bangladesh Make out Japan‟s

Recent Interests and Trends?. [artikel on-line] tersedia di

Page 89: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xxi

https://sdasia.co/2015/08/03/what-can-bangladesh-make-out-of-japans-recent-

interests-and-trends/ diakses pada 13 April 2018.

Manne, Robert. Maret 2006. “Little America : How John Howard has Changed

Australia”. [artikel on-line] tersedia di

https://www.themonthly.com.au/monthly-essays-robert-manne-little-

america-how-john-howard-has-changed-australia-184 diakses pada 3 Maret

2018.

Major Exports of Australia to China, Japan, South Korea, USA and India for 2016.

[artikel on-line] tersedia di

https://www.franklincustomsbrokersandfreightforwarding.com.au/news-

freight-forwarding-custom-broker-clearance/major-exports-australia-china-

japan-south-korea-usa-india-2016/ diakses pada 18 April 2018.

Mission & History of The Consulate-General of Japan, Sydney. [database on-line]

tersedia di http://www.sydney.au.emb-

japan.go.jp/english/about_us/history_of_consulate_general.htm diakses pada

10 April 2018.

New EU-Japan Trade Deal: EU declares ISDS “dead”, [artikel on-line] tersedia di

https://globalarbitrationnews.com/new-eu-japan-trade-deal-eu-declares-isds-

dead/ diakses pada 7 Oktober 2017.

Nitij Pal, What is ISDS (investor - state dispute settlement) ?, [artikel on-line]

tersedia di http://www.andeco.com.au/uncategorized/what-is-isds-investor-

state-dispute-settlement/ diakses pada 17 Oktober 2017.

Pash, Chris. 9 Juli 2014. “Here‟s The Sweeping Impactof The Japan-Australia Free

Trade Agreement on Economic Setors”. [artikel on-line] tersedia di

https://www.businessinsider.com.au/impact-of-japan-australia-free-trade-

agreement-2014-7 diakses pada 17 April 2018.

Philippines. [database on-line] tersedia di https://data.worldbank.org/?locations=CH-

XD diaskes pada 13 April 2018.

“Plain Packaging laws survive international court as Philip Morris warned over

„abuse of rights‟”, 17 Mei 2016. [artikel on-line] tersedia di

http://www.abc.net.au/news/2016-05-17/philip-morris-loses-legal-battle-

against-plain-packaging-laws/7420356 diakses pada 7 Juli 2018.

Page 90: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xxii

Prime Minister of Japan and His Cabinet. [database on-line] tersedia di

http://japan.kantei.go.jp/rekidaisouri/koizumi_e.html diakses pada 11 April

2018.

Profile of the Prime Minister. [database on-line] tersedia di

https://japan.kantei.go.jp/96_abe/meibo/daijin/abe_e.html diakses pada 13

April 2018.

Provost, Claire and Matt Kenard, 10 Juni 2015. “The Obsecure Legal System that lets

Corporations Sue Countries”.[artikel on-line] tersedia di

https://www.theguardian.com/business/2015/jun/10/obscure-legal-system-

lets-corportations-sue-states-ttip-icsid diakses pada 5 Juli 2018.

Remarks By Prime Minister abe to the Australian Parliament, Tuesday, July 8, 2014.

[database on-line] tersedia di

https://japan.kantei.go.jp/96_abe/statement/201407/0708article1.html diakses

pada 30 April 2018.

Report: Proposed Trans-Pasific Partnership (TPP) Agreeement. [database on-line]

tersedia di

https://www.aph.gov.au/Parliamentary_Business/Committees/Senate/Foreign

_Affairs_Defence_and_Trade/TPP/Report diakses pada 6 Juli 2018.

Senate Composition. [database on-line] tersedia di

https://www.aph.gov.au/Senators_and_Members/Senators/Senate_compositi

on diakses pada 25 April 2018.

Siddiqui, Samee. 13 April 2016. “Japanese-Australian Relations”. [artikel on-line]

tersedia di http://studies.aljazeera.net/en/reports/2016/04/japanese-australian-

relations-160413095617326.html diakses pada 15 April 2018.

Statement on the Japan-Australia Economic Partnership Agreement, by Andrew

Robb. [database on-line] tersedia di

http://trademinister.gov.au/speeches/Pages/2014/ar_sp_140715.aspx?w=O%

2F%2FeXE%2BIYc3HpsIRhVl0XA%3D%3D diakses pada 5 Juli 2018.

Switzerland. [database on-line] tersedia di https://data.worldbank.org/?locations=CH-

XD diakses pada 13 April 2018.

Takada, Mitsuyuki 9 April 2016.”Australia-Japan: Building a diverse economic

partnership”. [artikel on-line] tersedia di

https://www.theaustralian.com.au/business/business-spectator/australiajapan-

Page 91: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xxiii

building-a-diverse-economic-partnership/news-

story/e077188d17c85fa5a1453d7dc6dfb7e6 diakses pada 5 Mei 2018.

The Impact of The Australia/Japan Trade Agreement on Australia‟s Resource Sector.

[artikel on-line] tersedia di https://www.grtlawyers.com/the-impact-of-the-

australiajapan-trade-agreement-on-australias-resources-sector/ diakses pada 5

Juli 2018.

Thirlwell, Mark 13 Januari 2017. “Australia‟s Export Performace in 2015-2016”.

[artikel on-line] tersedia di https://www.austrade.gov.au/News/Economic-

analysis/australias-export-performance-in-2015-16 diakses pada 18 April

2018.

Three Level of Government. [database on-line] tersedia di

https://www.parliament.vic.gov.au/about/the-parliamentary-system/three-

level-of-government diakses pada 25 April 2018.

Tieying, Ma. “Why Japan‟s investing more in Southeast Asia”, DBS Asian Insights.

[artikel on-line] tersedia di https://www.dbsinsights.com/asias-growth-

story/japans-investing-southeast-asia diakses pada 13 April 2018.

TPP, Konsolidasi Kekuatan atau Perdagangan Adil?. 24 Agustus 2017 [Artikel on-

line] tersedia di http://theglobal-review.com/tpp-konsolidasi-kekuatan-atau-

perdagangan-adil/ diakses pada 1 Maret 2018.

Trade & Assistance Review 2013-14, Productivity Commision Annual Report Series.

hal 80-81

[database on-line] tersedia di http://www.pc.gov.au/research/ongoing/trade-

assistance/2013-14/trade-assistance-review-2013-14.pdf diakses pada 6 Juli

2018.

Trade and foreign Investment (Protecting the Public Interest) Bill 2014. [database on-

line] tersedia di

https://www.aph.gov.au/Parliamentary_Business/Bills_LEGislation/Bills_Se

arch_Results/Result?bId=s951 diakses pada 26 April 2018.

Trans Pasific Partnership Summary, Pros and Cons, [artikel on-line] tersedia di

https://www.thebalance.com/what-is-the-trans-pacific-partnership-3305581

diakses pada 7 Oktober 2017.

Treaty making process. [database on-line] tersedia di http://dfat.gov.au/international-

relations/treaties/treaty-making-process/Pages/treaty-making-process.aspx

diakses pada 25 April 2018.

Page 92: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

xxiv

Trends in investor-state dispute settlement, [artikel on-line] tersedia di

http://www.nortonrosefulbright.com/knowledge/publications/148969/trends-

in-investor-state-dispute-settlement diakses pada 17 Oktober 2017.

Tsuchiya, Takashi. 2014. “ A True Blue Goodbye” dalam JETRO Sydney Newsletter,

Issue 2. [artikel online] tersedia di

https://www.jetro.go.jp/australia/topics/20140630215-

topics/JETROSydneyNewsletterJune2014.pdf diakses pada 15 April 2018.

United States and Australia sign Free Trade Agreement. [dokumen on-line] tersedia

di https://ustr.gov/about-us/policy-offices/press-office/press-

releases/archives/2004/may/united-states-and-australia-sign-free-trade-a

diakses pada 3 Maret 2018.

Urgent letter to the Trade Minister re: Japan-Australia FTA. [database on-line]

tersedia di http://aftinet.org.au/cms/urgent-letter-japan-fta-isds-2014 diakses

pada 6 Juli 2018.

Urgent Request for the Commencement of the Japan-Australia Economic Partnership

Agreement Negotiations. 19 September 2006. [database on-line] tersedia di

http://www.keidanren.or.jp/english/policy/2006/066.html diakses pada 10 Mei

2018.

Wada, Maiko. “The Promotion of Foreign Direct Investment into Japan- The

Measures‟ Impact on FDI Series”. Bank of Japan Working Paper Series

No.05-E-2 Februari 2005. [artikel on-line] tersedia di

https://www.boj.or.jp/en/research/wps_rev/wps_2005/data/wp05e02.pdf

diakses pada 12 April 2018.

Page 93: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

119

CHAPTER 14 INVESTMENT

Article 14.1 Scope

1. This Chapter shall apply to measures adopted or maintained by a Party relating to:

(a) investors of the other Party;

(b) covered investments; and (c) with respect to Article 14.9, all investments in the Area of the Party

adopting or maintaining the measure. 2. With the exception of Article 14.15, in the event of any inconsistency between this Chapter and another Chapter, the other Chapter shall prevail to the extent of inconsistency.

Article 14.2 Definitions

For the purposes of this Chapter:

(a) investment in its Area of an investor of the other Party, in existence as of the date of entry into force of this Agreement or established, acquired or expanded thereafter;

(b)

organised under the law of a Party; (c)

such by the International Monetary Fund under the Articles of Agreement of the International Monetary Fund, as amended;

(d)

expansion, management, conduct, operation, maintenance, use, enjoyment and sale or other disposition of investments;

(e)

national authority of a Party and a covered investment or an investor of the other Party, on which the covered investment or the investor relies in

Page 94: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

120

establishing or acquiring a covered investment, that grants rights to the covered investment or investor:

(i) with respect to natural resources that a national authority

controls, such as for their exploration, extraction, refining, transportation, distribution or sale;

(ii) to supply services to the public on behalf of the Party, such as

power generation or distribution, water treatment or distribution, or telecommunications; or

(iii) to undertake infrastructure projects, such as the construction

of roads, bridges, canals, dams, or pipelines, that are not for the exclusive or predominant use and benefit of the government;

Note 1:

executed by both parties, whether in a single instrument or in multiple instruments, that creates an exchange of rights and obligations, binding on both parties. For greater certainty:

(i) a unilateral act of an administrative or judicial

authority, such as a permit, licence, or authorisation issued by a Party solely in its regulatory capacity, or a decree, order, or judgment, standing alone; and

(ii) an administrative or judicial consent decree or order,

shall not be considered a written agreement.

Note 2: means an authority at the central level of government.

(f)

directly or indirectly, by an investor, that has the characteristics of an investment, including such characteristics as the commitment of capital or other resources, the expectation of gain or profit, or the assumption of risk. Forms that an investment may take include:

(i) an enterprise and a branch of an enterprise; (ii) shares, stocks or other forms of equity participation in an

enterprise; (iii) bonds, debentures, loans and other forms of debt; (iv) futures, options and other derivatives;

Page 95: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

121

(v) rights under contracts, including turnkey, construction,

management, production or revenue-sharing contracts; (vi) claims to money or to any contractual performance related to

a business activity and having an economic value; (vii) intellectual property as defined in Article 16.2 (Intellectual

Property - Definitions); (viii) rights conferred pursuant to laws and regulations or contracts

such as concessions, licences, authorisations and permits; and (ix) any other tangible and intangible, movable and immovable

property, and any related property rights, such as leases, mortgages, liens and pledges; and

Note: Investments may also include amounts yielded by investments

that are re-invested, in particular, profit, interest, capital gains, dividends, royalties and fees. A change in the form in which assets are invested does not affect their character as investments.

(g)

Party, that seeks to make, is making, or has made, an investment in the Area of the other Party.

Article 14.3 National Treatment

Each Party shall accord to investors of the other Party and to covered investments treatment no less favourable than that it accords, in like circumstances, to its own investors and to their investments with respect to investment activities in its Area.

Article 14.4 Most-Favoured-Nation Treatment

Each Party shall accord to investors of the other Party and to covered investments treatment no less favourable than that it accords, in like circumstances, to investors of a non-Party and to their investments with respect to investment activities in its Area. Note: For greater certainty, this Article does not apply to dispute settlement

procedures or mechanisms under any international agreement.

Page 96: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

122

Article 14.5 Minimum Standard of Treatment

Each Party shall accord to covered investments treatment in accordance with customary international law, including fair and equitable treatment and full protection and security. Note 1: This Article prescribes the customary international law minimum standard

of treatment of aliens as the minimum standard of treatment to be afforded by a P

addition to or beyond that which is required by the customary international law minimum standard of treatment of aliens.

Note 2: A determination that there has been a breach of another provision of this

Agreement, or of a separate international agreement, does not establish that there has been a breach of this Article.

Article 14.6 Access to the Courts of Justice

1. Each Party shall with respect to investment activities in its Area accord to investors of the other Party treatment no less favourable than that it accords in like circumstances to its own investors or investors of a non-Party, with respect to access to its courts of justice and administrative tribunals and agencies. 2. Paragraph 1 does not apply to treatment provided to investors of a non-Party pursuant to an international agreement concerning access to courts of justice or administrative tribunals, or judicial cooperation agreements.

Article 14.7 Special Formalities and Information Requirements

1. Nothing in Article 14.3 shall be construed to prevent a Party from adopting or maintaining a measure that prescribes special formalities in connection with investment activities of investors of the other Party and covered investments, such as compliance with registration requirements, or requirements that investors be residents of the Party or that covered investments be legally constituted under the laws and regulations of the Party provided that such formalities do not materially impair the protections afforded by the Party to investors of the other Party and covered investments pursuant to this Chapter. 2. Notwithstanding Articles 14.3 and 14.4, a Party may require an investor of the other Party, or a covered investment, to provide information concerning that covered

Page 97: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

123

investment solely for informational or statistical purposes. The Party shall protect such information that is confidential from any disclosure that would prejudice the competitive position of the investor or covered investment. Nothing in this paragraph shall be construed to prevent a Party from otherwise obtaining or disclosing information in connection with the equitable and good faith application of its law.

Article 14.8 Senior Management and Boards of Directors

1. Neither Party shall require that an enterprise of that Party that is a covered investment appoint to senior management positions nationals of any particular nationality. 2. A Party may require that a majority or less than a majority of the board of directors, or any committee thereof, of an enterprise of that Party that is a covered investment, be of a particular nationality, or resident in the Area of the Party, provided that the requirement does not materially impair the ability of the investor to exercise control over its investment.

Article 14.9 Prohibition of Performance Requirements

1. Neither Party shall apply in connection with investment activities of an investor of a Party in its Area any measure which is inconsistent with the Agreement on Trade-Related Investment Measures in Annex 1A to the WTO Agreement. 2. Without prejudice to paragraph 1, neither Party shall impose or enforce any of the following requirements, in connection with investment activities of an investor of a Party or of a non-Party in its Area:

(a) to export a given level or percentage of goods or services; (b) to achieve a given level or percentage of domestic content; (c) to purchase, use or accord a preference to goods produced in its Area, or

to purchase goods from persons in its Area; (d) to relate in any way the volume or value of imports to the volume or

value of exports or to the amount of foreign exchange inflows associated with an investment of the investor;

(e) to restrict sales of goods or services in its Area that an investment of the

investor produces or provides by relating such sales in any way to the volume or value of its exports or foreign exchange earnings;

Page 98: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

124

(f) to transfer technology, a production process or other proprietary

knowledge to a person in its Area, except when the requirement:

(i) is imposed or enforced by a court of justice, administrative tribunal or competition authority to remedy a practice determined after judicial or administrative process to be anticompetitive under its competition laws and regulations; or

(ii) concerns the disclosure of proprietary information or the use

of intellectual property rights which is undertaken in a manner not inconsistent with the TRIPS Agreement; or

(g) to supply to a specific region or the world market exclusively from its

Area, one or more of the goods that an investment of the investor produces or the services that an investment of the investor provides.

3. Without prejudice to paragraph 1, neither Party shall condition the receipt or continued receipt of an advantage, in connection with investment activities of an investor of a Party or of a non-Party in its Area, on compliance with any of the following requirements:

(a) to achieve a given level or percentage of domestic content; (b) to purchase, use or accord a preference to goods produced in its Area, or

to purchase goods from persons in its Area; (c) to relate in any way the volume or value of imports to the volume or

value of exports or to the amount of foreign exchange inflows associated with an investment of the investor; or

(d) to restrict sales of goods or services in its Area that an investment of the

investor produces or provides by relating such sales in any way to the volume or value of its exports or foreign exchange earnings.

4. Nothing in paragraph 3 shall be construed to prevent a Party from conditioning the receipt or continued receipt of an advantage, in connection with investment activities of an investor of a Party or of a non-Party in its Area, on compliance with a requirement to locate production, supply a service, train or employ workers, construct or expand particular facilities, or carry out research and development, in its Area. 5. Subparagraphs 2(a), 2(b), 2(c), 3(a) and 3(b) shall not apply to qualification requirements for goods or services with respect to export promotion and foreign aid programs.

Page 99: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

125

6. Subparagraphs 2(b), 2(c), 2(f), 2(g), 3(a) and 3(b) shall not apply to government procurement. 7. Subparagraphs 3(a) and 3(b) shall not apply to requirements imposed by an importing Party relating to the content of goods necessary to qualify for preferential tariffs or preferential quotas. 8. Paragraphs 2 and 3 shall not apply to any requirement other than the requirements set out in those paragraphs. Note: For greater certainty, this Article does not preclude enforcement of any

commitment, undertaking or requirement between private parties, where a Party did not impose or require the commitment, undertaking or requirement.

Article 14.10 Non-Conforming Measures and Exceptions

1. Articles 14.3, 14.4, 14.8 and 14.9 shall not apply to:

(a) any non-conforming measure that is maintained by the following on the date of entry into force of this Agreement, as set out in Schedules in Annex 6 (Non-Conforming Measures Relating to Paragraph 1 of Articles 9.7 and 14.10):

(i) the central government of a Party; or (ii) a State or Territory of Australia or a prefecture of Japan;

(b) any non-conforming measure that is maintained by a local government

other than a State or Territory or a prefecture referred to in subparagraph (a)(ii) on the date of entry into force of this Agreement;

(c) the continuation or prompt renewal of any non-conforming measure

referred to in subparagraphs (a) and (b); or (d) an amendment or modification to any non-conforming measure referred

to in subparagraphs (a) and (b), provided that the amendment or modification does not decrease the conformity of the measure, as it existed immediately before the amendment or modification, with Articles 14.3, 14.4, 14.8 and 14.9.

2. Articles 14.3, 14.4, 14.8 and 14.9 shall not apply to any measure that a Party adopts or maintains with respect to sectors, sub-sectors and activities set out in its Schedule in Annex 7 (Non-Conforming Measures Relating to Paragraph 2 of Articles 9.7 and 14.10).

Page 100: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

126

3. Neither Party shall, under any measure adopted after the date of entry into force of this Agreement and covered by its Schedule in Annex 7 (Non-Conforming Measures Relating to Paragraph 2 of Articles 9.7 and 14.10), require an investor of the other Party, by reason of its nationality, to sell or otherwise dispose of an investment that exists at the time the measure becomes effective. 4. In cases where a Party makes an amendment or a modification to any non-conforming measure set out in its Schedule in Annex 6 (Non-Conforming Measures Relating to Paragraph 1 of Articles 9.7 and 14.10) or where a Party adopts any new or more restrictive measure with respect to sectors, sub-sectors or activities set out in its Schedule in Annex 7 (Non-Conforming Measures Relating to Paragraph 2 of Articles 9.7 and 14.10) after the date of the entry into force of this Agreement, the Party shall, prior to the implementation of the amendment or modification or the new or more restrictive measure, or as soon as possible thereafter:

(a) on request of the other Party, promptly provide information and respond to questions pertaining to any such proposed or actual amendment, modification or measure;

(b) to the extent possible, provide a reasonable opportunity for comments by

the other Party on any such proposed or actual amendment, modification or measure; and

(c) to the maximum extent possible, notify the other Party of any such

amendment, modification or measure that may substantially affect the

5. Each Party shall endeavour, where appropriate, to reduce or eliminate the non-conforming measures set out in its Schedules in Annexes 6 (Non-Conforming Measures Relating to Paragraph 1 of Articles 9.7 and 14.10) and 7 (Non-Conforming Measures Relating to Paragraph 2 of Articles 9.7 and 14.10) respectively. 6. Articles 14.3 and 14.4 shall not apply to any measure covered by the exceptions to, or derogations from, obligations under Articles 3 and 4 of the TRIPS Agreement. 7. Articles 14.3, 14.4 and 14.8 shall not apply to any measure that a Party adopts or maintains with respect to:

(a) government procurement; or (b) subsidies or grants provided by a Party, including government-supported

loans, guarantees and insurance.

Page 101: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

127

Article 14.11 Expropriation and Compensation

1. Neither Party shall expropriate or nationalise a covered investment either directly or indirectly through measures equivalent to expropriation or nationalisation

(a) for a public purpose; (b) on a non-discriminatory basis; (c) in accordance with due process of law; and (d) upon payment of prompt, adequate and effective compensation in

accordance with paragraphs 2 through 4. 2. The compensation shall be equivalent to the fair market value of the expropriated investment at the time when the expropriation was publicly announced or when the expropriation occurred, whichever is the earlier. The fair market value shall not reflect any change in market value occurring because the expropriation had become publicly known earlier. 3. The compensation shall be paid without delay and shall include interest at a commercially reasonable rate accrued from the date of expropriation to the date of payment and shall be effectively realisable and freely transferable in accordance with Article 14.13. 4. If payment is made in a freely usable currency, the compensation paid shall include interest, at a commercially reasonable rate for that currency, accrued from the date of expropriation until the date of payment. 5. If a Party elects to pay in a currency other than a freely usable currency, the compensation paid, converted into the currency of payment at the market rate of exchange prevailing on the date of payment, shall be no less than the sum of the following:

(a) the fair market value on the date of expropriation, converted into a freely usable currency at the market rate of exchange prevailing on that date; and

(b) interest, at a commercially reasonable rate for that freely usable currency,

accrued from the date of expropriation until the date of payment. 6. This Article does not apply to the issuance of compulsory licences granted in relation to intellectual property rights in accordance with the TRIPS Agreement, or to the revocation, limitation, or creation of intellectual property rights, to the extent that

Page 102: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

128

such issuance, revocation, limitation, or creation is consistent with Chapter 16 (Intellectual Property).

Note: For greater certainty, the reference to the TRIPS Agreement in paragraph 6 includes any waiver in force between the Parties of any provision of that Agreement granted by WTO members in accordance with the WTO Agreement.

Article 14.12 Treatment in Case of Strife

1. Each Party shall, with respect to restitution, indemnification, compensation or any other settlement, accord to investors of the other Party that have suffered loss or damage to their covered investments due to armed conflict or civil strife such as revolution, insurrection, civil disturbance or any other similar event in its Area, treatment that is no less favourable than that it would accord, in like circumstances, to its own investors or to investors of a non-Party. 2. Any payments as a means of settlement referred to in paragraph 1 shall be effectively realisable, freely transferable and freely convertible at the market exchange rate into the currency of the Party of the investors concerned or freely usable currencies. 3. Notwithstanding the provisions of Article 1.10 (General Provisions Security Exceptions), neither Party shall be relieved of its obligation under paragraph 1 by reason of its measures taken pursuant to that Article.

Article 14.13 Transfers

1. Each Party shall allow all transfers relating to a covered investment to be made freely into and out of its Area without delay. Such transfers shall include those of:

(a) the initial capital and additional amounts to maintain or increase investments;

(b) profits, capital gains, dividends, royalties, interest, fees and other current

incomes accruing from investments; (c) proceeds from the total or partial sale or liquidation of investments; (d) payments made under a contract including loan payments in connection

with investments;

Page 103: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

129

(e) earnings and remuneration of personnel from abroad who work in connection with investments in the Area of the Party;

(f) payments made in accordance with Articles 14.11 and 14.12; and (g) payments arising out of a dispute.

2. Each Party shall allow such transfers to be made in freely usable currencies at the market exchange rate prevailing at the time of each transfer. 3. Notwithstanding paragraphs 1 and 2, a Party may delay or prevent such transfers through the equitable, non-discriminatory and good-faith application of its laws relating to:

(a) bankruptcy, insolvency or the protection of the rights of creditors; (b) issuing, trading or dealing in securities or derivatives; (c) criminal or penal offences; (d) reporting or record keeping of transfers of currency or other monetary

instruments when necessary to assist law enforcement or financial regulatory authorities; or

(e) ensuring compliance with orders or judgments in judicial or

administrative proceedings.

Article 14.14 Subrogation

If a Party or its designated agency makes a payment to an investor of the Party pursuant to an indemnity, guarantee or insurance contract pertaining to an investment of that investor within the Area of the other Party, that other Party shall recognise:

(a) the assignment, to the Party or its designated agency, of any right or claim of the investor in respect of such investment, that formed the basis of such payment; and

(b) the right of the Party or its designated agency to exercise by virtue of

subrogation such right or claim to the same extent as the original right or claim of the investor.

Page 104: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

130

Article 14.15 General Exceptions

Subject to the requirement that such measures are not applied in a manner which would constitute a means of arbitrary or unjustifiable discrimination between covered investments or investors of the other Party and other investments or investors, where like conditions prevail, or a disguised restriction on investment, nothing in Articles 14.3, 14.4, and 14.9 shall prevent the adoption or enforcement by either Party of measures:

(a) necessary to protect public morals or to maintain public order;

Note: The public order exception may be invoked only where a genuine and sufficiently serious threat is posed to one of the fundamental interests of society.

(b) necessary to protect human, animal or plant life or health;

Note: This exception includes environmental measures necessary to protect human, animal or plant life or health.

(c) necessary to secure compliance with laws or regulations which are not

inconsistent with the provisions of this Chapter, including those relating to:

(i) the prevention of deceptive and fraudulent practices or to deal

with the effects of a default on a contract; (ii) the protection of the privacy of individuals in relation to the

processing and dissemination of personal data and the protection of confidentiality of individual records and accounts; or

(iii) safety;

(d) imposed for the protection of national treasures of artistic, historic or

archaeological value; or (e) relating to the conservation of living or non-living exhaustible natural

resources if such measures are made effective in conjunction with restrictions on domestic production or consumption.

Page 105: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

131

Article 14.16 Temporary Safeguard Measures

1. A Party may adopt or maintain restrictive measures with regard to cross-border capital transactions as well as payments or transfers for transactions related to covered investments:

(a) in the event of serious balance-of-payments and external financial difficulties or threat thereof; or

(b) in exceptional cases where movements of capital cause or threaten to

cause serious difficulties for macroeconomic management, in particular monetary and exchange rate policies.

2. Restrictive measures referred to in paragraph 1 shall:

(a) be applied such that the other Party is treated no less favourably than any non-Party;

(b) be consistent with the Articles of Agreement of the International

Monetary Fund; (c) not exceed those necessary to deal with the circumstances set out in

paragraph 1; (d) be temporary and be phased out progressively as the situation specified in

paragraph 1 improves; (e) be promptly notified to the other Party; and (f) avoid unnecessary damages to the commercial, economic and financial

interests of the other Party. 3. The Party which has adopted any measures under paragraph 1 shall, on request, commence consultations with the other Party in order to review the restrictions adopted by it.

Article 14.17 Denial of Benefits

1. A Party may deny the benefits of this Chapter to an investor of the other Party that is an enterprise of the other Party and to its investments, where the denying Party establishes that the enterprise is owned or controlled by an investor of a non-Party and the denying Party:

Page 106: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

132

(a) does not maintain diplomatic relations with the non-Party; or (b) adopts or maintains measures with respect to the non-Party that prohibit

transactions with the enterprise or that would be violated or circumvented if the benefits of this Chapter were accorded to the enterprise or to its investments.

2. A Party may deny the benefits of this Chapter to an investor of the other Party that is an enterprise of the other Party and to its investments, where the denying Party establishes that the enterprise is owned or controlled by an investor of a non-Party or of the denying Party and the enterprise has no substantial business activities in the Area of the other Party. Note: For the purposes of this Article, an enterprise is:

(a) it is beneficially owned by the investor; and

(b)

majority of its directors or otherwise to legally direct its actions.

Article 14.18 Sub-Committee on Investment

1. For the purposes of the effective implementation and operation of this Chapter, the Parties hereby establish a Sub-Committee on Investment (hereinafter referred to in

- 2. The functions of the Sub-Committee shall be:

(a) exchanging information on any matters related to this Chapter; (b) reviewing and monitoring the implementation and operation of this

Chapter and the non-Schedules in Annexes 6 (Non-Conforming Measures Relating to Paragraph 1 of Articles 9.7 and 14.10) and 7 (Non-Conforming Measures Relating to Paragraph 2 of Articles 9.7 and 14.10);

(c) discussing any issues related to this Chapter; (d) considering any issues raised by either Party concerning the imposition

or enforcement of performance requirements, including those specified in Article 14.9;

Page 107: PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43292/1/MUHAMMAD...PENIADAAN MEKANISME INVESTOR-STATE DISPUTE SETTLEMENT (ISDS) DALAM

133

(e) considering any issues raised by either Party concerning investment agreements between a Party and an investor of the other Party;

(f) reporting the findings and outcome of discussions of the Sub-Committee

to the Joint Committee; and (g) carrying out other functions as may be delegated by the Joint Committee.

3. The Sub-Committee shall be composed of and co-chaired by representatives of the Governments of the Parties. 4. The Sub-Committee may invite, by consensus, representatives of relevant entities other than the Governments of the Parties with the necessary expertise relevant to the issues to be discussed. 5. The Sub-Committee shall meet at such venues and times and by such means as may be agreed by the Parties.

Article 14.19 Review

1. Unless the Parties otherwise agree, the Parties shall conduct a review of this Chapter with a view to the possible improvement of the investment environment through, for example, the establishment of a mechanism for the settlement of an investment dispute between a Party and an investor of the other Party. Such review shall commence in the fifth year following the date of entry into force of this Agreement or a year on which the Parties otherwise agree, whichever comes first. 2. The Parties shall also conduct such a review if, following the entry into force of this Agreement, Australia enters into any multilateral or bilateral international agreement providing for a mechanism for the settlement of an investment dispute between Australia and an investor of another or the other party to that agreement, with a view to establishing an equivalent mechanism under this Agreement. The Parties shall commence such review within three months following the date on which that international agreement entered into force and will conduct the review with the aim of concluding it within six months following the same date. 3. At any time after the first year following the entry into force of this Agreement, either Party may request the other Party to agree to commence the review provided for in paragraph 1.