pengukuran dan pengembangan layanan perpajakan (proposal)

74
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN TANGERANG SELATAN RENCANA SKRIPSI PENGUKURAN DAN PENGEMBANGAN KUALITAS LAYANAN PERPAJAKAN DI KPP MADYA JAKARTA BARAT Diajukan oleh: YUSEVA ARYA PRAMIANTA NPM 144060005842

Upload: yuseva-arya

Post on 17-Feb-2016

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

TRANSCRIPT

Page 1: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

TANGERANG SELATAN

RENCANA SKRIPSI

PENGUKURAN DAN PENGEMBANGAN KUALITAS LAYANAN

PERPAJAKAN DI KPP MADYA JAKARTA BARAT

Diajukan oleh:

YUSEVA ARYA PRAMIANTA

NPM 144060005842

November 2015

Page 2: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

TANGERANG SELATAN

TANDA PERSETUJUAN RENCANA SKRIPSI

NAMA : YUSEVA ARYA PRAMIANTA

NPM : 144060005842

BIDANG SKRIPSI : PERPAJAKAN

JUDUL SKRIPSI : PENGUKURAN DAN PENGEMBANGAN

KUALITAS LAYANAN PERPAJAKAN DI KPP

MADYA JAKARTA BARAT

Tangerang Selatan, November 2015

MengetahuiKepala Bidang Akademis

Pendidikan Akuntan

MenyetujuiDosen Pembimbing,

Akhmad Priharjanto, Ak., M.Si.NIP 197305281993021001

Dr. Adi Budiarso, M.Acc., CANIP 197009011990031001

ii

Page 3: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ ii

DAFTAR ISI........................................................................................................... iii

BAGIAN ISI........................................................................................................... 1

A. Pendahuluan....................................................................................................... 1

1. Latar Belakang Penelitian........................................................................... 1

2. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................... 5

3. Rumusan Masalah Penelitian...................................................................... 5

4. Tujuan Penelitian........................................................................................ 5

5. Manfaat Penelitian...................................................................................... 6

6. Jenis dan Pendekatan...…………………………………………………… 6

7. Peta Penelitian............................................................................................. 8

8. Sistematika Pembahasan............................................................................. 8

B. Landasan Teori................................................................................................... 9

1. Perpajakan................................................................................................... 9

2. Reformasi Perpajakan................................................................................. 11

3. Administrasi perpajakan............................................................................. 13

4. Kualitas Layanan......................................................................................... 18

5. SERVQUAL............................................................................................... 20

6. Model Kano................................................................................................. 21

iii

Page 4: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

7. Quality Function Deployment (QFD)......................................................... 23

8. Integrasi SERVQUAL dan Model Kano Dalam QFD................................ 24

9. Hasil Penelitian Sebelumnya...................................................................... 25

C. Metodologi Penelitian........................................................................................ 27

1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Alasan Pemilihan Obyek........... 27

2. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data................................................. 28

3. Sampel Penelitian........................................................................................ 28

4. Instrumen Penelitian................................................................................... 29

5. Metode Pengolahan Data............................................................................ 30

D. Rencana Daftar Pustaka..................................................................................... 35

BAGIAN PENUTUP.............................................................................................. 39

A. Rencana Pelaksanaan Penelitian........................................................................ 39

B. Kontijensi........................................................................................................... 39

LAMPIRAN

iv

Page 5: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

BAGIAN ISI

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Penelitian

Dalam IMF Report untuk Indonesia, Tax Policy and Administration–Setting a

Strategy for The Coming Years pada tahun 2014, ada beberapa kondisi yang berhasil

diidentifikasi oleh IMF, kondisi-kondisi tersebut berkaitan dengan rendahnya tax ratio

(persentase penerimaan pajak terhadap PDB) dan kepatuhan Wajib Pajak di

Indonesia. Kondisi yang pertama adalah tax ratio yang masih rendah (Tabel I.1)

dibanding negara-negara di ASEAN, BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika

Selatan) dan negara-negara G-20. Rendahnya tax ratio dipengaruhi oleh penerimaan

pajak yang rendah.

Tabel I.1 Perbangingan Tax Ratio Indonesia Tahun 2013Negara Tax Ratio

Indonesia 11,8%ASEAN (rata-rata tanpa Indonesia) 20,1%BRICS 29,3%Negara G-20 (rata-rata tanpa Indonesia) 29,2%

Sumber: diolah dari IMF Report untuk Indonesia, Tax Policy and Administration –Setting a Strategy for The Coming Years, 2014

Selain itu disebutkan pula bahwa dalam semua segi administrasi perpajakan, didapati

bahwa kepatuhan Wajib Pajak rendah. Untuk mengatasi kondisi-kondisi yang berhasil

diidentifikasi dan untuk mencapai penerimaan pajak yang tinggi maka harus

dilakukan reformasi dalam kebijakan pajak (tax policy) dan administrasi perpajakan

(tax administration). Pada dasarnya reformasi administrasi perpajakan dilakukan

untuk mengatasi masalah kepatuhan. Harapan akan peningkatan kepatuhan Wajib

Page 6: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

2

Pajak penting karena rendahnya kepatuhan menyebabkan adanya kebocoran pajak

yang besar. Salah satu domain kepatuhan yang rendah adalah kepatuhan dalam

pelaporan pajak, sebagai contoh kepatuhan pelaporan pelaporan pajak penghasilan

yang dapat dilihat pada Tabel I.2.

Tabel I.2 Kepatuhan Pelaporan Pajak Penghasilan(dalam jutaan Wajib Pajak)

2009 2010 2011 2012 2013Wajib Pajak terdaftar dengan kewajiban pelaporanBadanOrang Pribadi

10,01,48,6

14,11,512,6

17,71,616,1

17,71,016,6

17,7

Jumlah laporan pajakBadanOrang Pribadi

5,40,44,9

8,20,57,7

9,30,58,8

9,50,58,9

10,8

Sumber: diolah dari IMF Report untuk Indonesia, Tax Policy and Administration –Setting a Strategy for The Coming Years, 2014

Domain lain adalah kepatuhan pembayaran pajak yang rendah, yang merefleksikan

rendahnya kepatuhan pelaporan pajak. Lebih lanjut dinyatakan bahwa alasan utama

buruknya penerimaan pajak adalah lemahnya kualitas administrasi perpajakan yang

digunakan DJP untuk menghadapi tingginya ketidakpatuhan Wajib Pajak. Salah satu

hal yang diusulkan oleh IMF adalah dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan

dalam administrasi perpajakan DJP. Perbaikan administrasi perpajakan ini

membutuhkan perubahan struktur organisasi dan cara berpikir dalam melaksanakan

operasional sehingga dapat meningkatkan efektivitas administrasi perpajakan dan

kepatuhan Wajib Pajak dan diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak.

Menurut Silvani dan Baer (1997), negara dengan tax gap (perbedaan antara pajak

yang dibayar seharusnya dibayar) membutuhkan lebih banyak perubahan mendasar

dalam adminsitasi pajak. Dengan adanya perubahan sistem administrasi perpajakan

Page 7: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

3

diharapkan dapat tercipta sebuah sistem kepatuhan yang efektif yang dapat

mendorong Wajib Pajak untuk meningkatkan voluntary compliance. Perubahan-

perubahan tersebut antara lain mengurangi kompleksitas sistem perpajakan,

mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak, pembedaan perlakuan kepada Wajib

Pajak berdasarkan potensi penerimaan, dan memastikan perubahan dikelola dengan

efektif. Nasr (2014) menyatakan bahwa tujuan dari semua institusi pajak adalah untuk

menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan yang mendukung pengumpulan

pajak dengan biaya yang rendah. DJP menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam misi

dan sasaran strategis DJP. Salah satu misi DJP adalah menyediakan pelayanan

berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan. Misi

DJP ini didukung dengan adanya sasaran strategis, salah satu sasaran strategis DJP

dalah untuk meningkatkan kepuasan dan layanan kepada Wajib Pajak dan seluruh

stakeholder perpajakan yang akan mendukung tercapainya misi tersebut. Hal ini

sejalan dengan reformasi birokrasi DJP dimana DJP berkomitmen untuk

meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Perubahan mindset diperlukan

dalam proses reformasi birokrasi yang terus berjalan. Diperlukan budaya melayani

(service mindset) sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan kualitas layanan

kepada masyarakat. Pengukuran kualitas layanan adalah hal yang sangat penting bagi

sebuah organisasi untuk dapat mengetahui bagaimana kualitas layanan yang telah

diberikan dan aspek-aspek apa saja yang dapat ditingkatkan (Mukhtar et al., 2013;

Ramseook-Munhurrun et al., 2010).

DJP sebagai salah satu organisasi pemerintahan yang memberikan layanan

kepada masyarakat harus senantiasa melakukan pengukuran dan evaluasi atas layanan

Page 8: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

4

yang diberikan. Wajib Pajak sebagai salah satu stakeholder DJP tentunya memiliki

keinginan agar mendapat layanan perpajakan yang baik, terlebih posisi Wajib Pajak

yang ‘dipaksa’ membayar pajak. Pengukuran dan evaluasi diharapkan dapat

memberikan gambaran sejauh mana layanan yang telah diberikan dari harapan Wajib

Pajak sebagai salah satu untuk memperbaiki adminsitrasi perpajakan di DJP. Layanan

yang baik kepada Wajib Pajak mempuyai peranan penting untuk meningkatkan

kepatuhan (Supadmi, 2009; Jotopurnomo dan Mangoting, 2013; USAID, 2013). Bird

(2010) menyatakan bahwa layanan kepada Wajib Pajak seringkali sepadan atau lebih

efektif dari segi biaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak daripada

pemeriksaan atau sanksi adminsitrasi (penalties). Melihat fokus dari reformasi

birokrasi dan pentingnya pemberian layanan kepada Wajib Pajak maka kualitas

layanan yang diberikan harus senantiasa diukur dievaluasi untuk memastikan bahwa

layanan tersebut sudah diberikan dengan baik.

Target penerimaan pajak yang diemban DJP untuk tahun 2015 naik sebesar

31,41%, yaitu dari Rp 984 T pada tahun 2014 menjadi Rp 1.294 T pada tahun 2015.

Sampai dengan 30 September 2015, realisasi penerimaan pajak mencapai 53,02 %

(Dashboard Penerimaan Pajak, DJP). Salah satu unit kerja di bawha DJP adalah KPP

Madya Jakarta Barat. Target penerimaan yang diemban oleh KPP Madya Jakarta

Barat adalah sebesar Rp 16,9 T dan sampai dengan tanggal 29 September 2015,

realisasi penerimaan pajak sebesar 53,97% (www.pajak.go.id). KPP Madya Jakarta

Barat mempunyai keunikan tersendiri yaitu jumlah Wajib Pajak yang tidak sebanyak

yang ada pada KPP Pratama. Jumlah Wajib Pajak yang tidak sebanyak pada KPP

Pratama seharusnya dapat memudahkan dalam pengawasan dan pemberian pelayanan.

Page 9: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

5

Selain itu, banyaknya pengaduan mengenai layanan yang diberikan kepada Wajib

Pajak yang disampaikan melalui telepon, sms, surat pembaca, social media, dan

media lainnya juga menunjukkan bahwa kualitas layanan harus dievaluasi. Atas dasar

permasalahan tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang diberi

judul “Pengukuran dan Pengembangan Kualitas Layanan Perpajakan di KPP

Madya Jakarta Barat”.

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah KPP Madya Jakarta Barat dan

Wajib Pajak yang terdaftar di KPP tersebut. Penelitian ini membatasi masalah untuk

melihat bagaimana kualitas layanan yang telah diberikan dibandingkan dengan

harapan Wajib Pajak dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi

kesenjangan di antara keduanya.

3. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut :

a. Apakah terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi Wajib Pajak mengenai

layanan perpajakan di KPP Madya Jakarta Barat?

b. Aspek-aspek apa saja yang dapat ditingkatkan untuk menutup kesenjangan

tersebut?

4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Apakah terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi Wajib Pajak mengenai

layanan perpajakan di KPP Madya Jakarta Barat;

Page 10: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

6

b. Aspek-aspek apa saja yang dapat ditingkatkan untuk menutup kesenjangan

tersebut

5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-

pihak tertentu, diantaranya:

a. Bagi DJP, secara khusus KPP Madya Jakarta Barat, diharapkan dapat

memberikan gambaran sejauh mana kesenjangan antara harapan dan persepsi

Wajib Pajak mengenai kualitas layanan dan mengetahui aspek-aspek apa saja

yang dapat ditingkatkan untuk menutup kesenjangan tersebut.

b. Bagi peneliti, diharapkan menjadi sarana untuk menambah wawasan dan

kemampuan terkait bidang perpajakan.

c. Bagi pembaca, diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengukuran

kualitas layanan perpajakan sehingga dapat digunakan menjadi referensi bagi

penelitian selanjutnya.

6. Jenis dan Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode campuran antara kuantitatif dan kualitatif.

Creswell (2003) menyatakan bahwa karena semua metode mempunyai keterbatasan

maka penyimpangan dari suatu metode dapat menetralkan atau menghilangkan

penyimpangan dari metode lain. Jick dalam Creswell (2003) menyatakan bahwa

triangulasi data lahir dari keinginan untuk mencari konvergensi antara metode

kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan pemberian

kuesioner kepada responden. Data kualitatif didapatkan dari interview yang dilakukan

kepada responden. Constructionism adalah epistemologi dalam penelitian ini. Dalam

Page 11: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

7

pandanganan ini, arti dari sesuatu tidak ditemukan (discovered) namun dibangun

(constructed) (Crotty, 2003). Perspektif teoritis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah phenomenology dengan metodologi studi kasus. Menurut Simon dan Goes

(2011) phenomenology mencoba untuk mengerti perilaku manusia melalui apa yang

dialami oleh partisipan dari penelitian. Penelitian ini menggunakan studi kasus

sebagai metodologi dengan beberapa metode penelitian yaitu interview dan kuesioner.

Menurut Yin (2012), non-structured interview dapat menghasilkan materi yang lebih

luas dan kaya daripada data dari survey. Harrell dan Bradley (2009) menyatakan

bahwa peneliti dapat menggunakan interview untuk berbagai macam tujuan. Interview

dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi dari individu/responden mengenai

opini dan pengalaman mereka. Interview juga dilakukan dengan pejabat yang

berkompeten untuk mendapatkan informasi mengenai technical requirements yang

akan digunakan dalam pengolahan data.

Page 12: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

8

7. Peta Penelitian

Gambar I.1 Peta Penelitian

Sumber : diolah dari Budiarso, 2014

8. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini akan disusun dalam lima bab dengan urutan pembahasan sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan latar belakang penelitian, ruang lingkup

penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, peta

penelitian serta sistematika pembahasan.

BAB II LANDASAN TEORI

EpistemologiConstructionismPerpektif Teoritis PhenomenologyMetodologiStudi KasusMetodeKuesioner, Interview, Analisis Data, Studi KepustakaanQuality Function Deployment

Analisis dan Pembahasan

Kuesioner Interview

Kesimpulan dan Saran

KanoSERVQUAL

Apakah terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi Wajib Pajak mengenai layanan perpajakan dan aspek-aspek apa saja yang dapat ditingkatkan untuk menutup kesenjangan tersebut?

Page 13: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

9

Bab ini akan menguraikan teori-teori yang diambil dari studi kepustakaan

yang dianggap relevan dengan penelitian. Teori-teori tersebut antara lain

mengenai perpajakan, administrasi perpajakan, kualitas pelayanan,

SERVQUAL, model Kano dan Quality Function Deployment (QFD)

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan tentang gambaran umum obyek penelitian yaitu

KPP Madya Jakarta Barat.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan pembahasan hasil pengolahan data termasuk

masukan-masukan untuk permasalahan yang ditemui dalam penelitian.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menjelaskan mengenai kesimpulan atas penelitian yang

dilakukan dan saran-saran yang dapat dilakukan untuk menjawab masalah

penelitian.

B. Landasan Teori

1. Perpajakan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Prof. Dr. PJA

Adriani dalam buku Soemarso (2007:2) pengertian pajak adalah: “...iuran rakyat

kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

Page 14: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

10

tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Gibbon (1851) menjelaskan bahwa

pajak adalah kontribusi tahunan yang berdasarkan hukum yang harus dibayar warga

negara, dari keuntungan atau pendapatan mereka untuk membayar pengeluaran

umum. Alink dan Kommer (2011:1) mengemukakan bahwa:

Tax is an involuntary fee paid by individuals or businesses to government. Tax is compulsory charge or other levy imposed on an individual or a legal entity by a state or a functional equivalent of a state. Taxes can also be imposed by a sub-national entity (province, municipality). Taxes are unrequited payments in the sense that benefits provided by government to taxpayers are not normally in proportion to their payment.

Dari pengertian pajak di atas maka dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai

karakteristik:

a. Merupakan iuran atau kontribusi.

b. Diberikan rakyat/warga negara yang dapat berupa perorangan atau badan usaha.

c. Berdasarkan undang-undang/hukum.

d. Dipaksakan oleh negara, propinsi atau pemerintah kota/kabupaten.

e. Tidak mendapat imbalan secara langsung.

f. Digunakan untuk membayar pengeluaran negara.

Marsyahrul (2005) menyatakan bahwa ada dua fungsi utama pajak yaitu

fungsi budgeter dan fungsi regulerend. Fungsi budgeter adalah fungsi pajak sebagai

alat untuk menghasilkan uang ke bagi kas negara yang kemudia digunakan untuk

pengeluaran negara. Fungsi regulerend atau fungsi mengatur, yaitu sebagai alat untuk

mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik,

budaya, pertahanan keamanan seperti adanya perubahan tarif, memberikan

Page 15: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

11

pengecualian, keringanan yang ditujukan untuk masalah tertentu. Soemarso (2007)

menyatakan bahwa secara garis besar fungsi regulerend atau fungsi mengatur pajak

dapat dikategorikan menjadi fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi.

Fungsi alokasi adalah fungsi pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi

untuk tujuan penyediaan barang-barang yang digunakan untuk kepentingan umum,

yang tidak disediakan oleh swasta. Fungsi distribusi atau sering disebut fungsi

pemerataan pendapatan, adalah fungsi pemerintah untuk pemerataan pembangunan.

Fungsi distribusi dapat dilakukan dengan penerapan tarif pajak yang progresif. Fungsi

stabilisasi adalah fungsi pajak dimana pajak digunakan untuk mengendalikan

permintaan agregat untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditentukan oleh pemerintah.

2. Reformasi Perpajakan

Ahmad dan Stern (1991) menyatakan bahwa sebagian besar negara

berkembang menghadapi tekanan dalam anggaran dimana pengeluaran semakin

meningkat dan terbatasnya lingkup untuk mencari pendapatan ekstra. Sistem yang

digunakan dalam pendapatan negara terkadang juga menjadi halangan untuk

mencapai efisiensi, pertumbuhan basis pajak, dan pencapain pembangunan.

Reformasi perpajakan harus menjadi pusat dalam pengambilan kebijakan dan

perencaan pembangunan untuk mengatasi masalah ini.

Di Indonesia, reformasi perpajakan di Indonesia dimulai pada tahun 2002 yang

didasari oleh struktur birokratif yang berbelit dan lamban, tidak efisien, kompetensi

SDM yang rendah, budaya dilayani bukan melayani. Korup, statis dan tidak

transparan. Kelemahan-kelemahan tersebut mengakibatkan administrasi berbiaya

tinggi dan tidak adanya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pajak. Ruang

Page 16: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

12

lingkup reformasi perpajakan di DJP mencakup bidang administrasi (modernisasi

adminsitrasi perpajakan), bidang peraturan (amandemen UU perpajakan) dan bidang

pengawasan (ekstensifikasi dan intensifikasi).

Reformasi di bidang administrasi dan peraturan dapat dikaitkan dengan

otonomi. Alink dan Kommer (2011) menyatakan bahwa otonomi merupakan dasar

untuk administrasi perpajakan yang baik. Otonomi dianggap akan membuat

adminsitrasi perpajakan menjadi lebih efisien dan efektif dan menjauhkan dari campur

tangan politik. Batasan otonomi seperti yang disampaikan oleh Alink dan Kommer

(2011) adalah: “The Tax Adminsitration is not in conflict with the need for the

minister of finance to define tax policy.” Pemisahan fungsi antara adminsitrasi dengan

pembuatan kebijakan dipandang sebagai hal yang penting dalam reformasi

perpajakan.

Dalam IMF Report untuk Indonesia, Tax Policy and Administration –Setting a

Strategy for The Coming Years disebutkan bahwa reformasi yang dilakukan oleh DJP

seharusnya dievaluasi dalam kontribusinya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

yang telah direncanakan pemerintah. Terdapat 4 (empat) essential reform outcomes

yang dapat dijadikan panduan dalam evaluasi yaitu:

a. Kontribusi pada pendapatan, yaitu meningkatkan tax ratio dengan mengurangi

ketidakpatuhan Wajib Pajak;

b. Kontribusi dalam meningkatkan iklim investasi yang baik, yang dapat dilakukan

dengan menurunkan compliance cost Wajib Pajak;

c. Kontribusi untuk meningkatkan efisiensi adminsitrasi perpajakan, yang dapat

dilakukan dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk

Page 17: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

13

menjalankan sistem perpajakan dan memastikan DJP mempunyai sumber daya

yang diperlukan untuk memastikan adanya kepatuhan;

d. Kontribusi dalam lingkup membangun kepercayaan masyarakat kepada integritas

dan keadilan sistem perpajakan, hal ini diperlukan untuk meningkatkan

kepatuhan sukarela Wajib Pajak.

Berdasarkan Laporan Tahunan DJP tahun 2007, jiwa modernisasi adalah

pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang

transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang

handal dan terkini dengan memberikan pelayanan prima sekaligus pengawasan

intensif kepada Wajib Pajak. Dengan adanya modernisasi administrasi perpajakan,

diharapkan Wajib Pajak mendapatkan pelayanan yang lebih baik, terpadu dan

personal dan adanya penerapan dan penegakan good governance di semua lini.

3. Administrasi Perpajakan

IMF menetapkan 4 (empat) essential reform outcomes yang dapat dijadikan

panduan dalam evaluasi reformasi perpajakan. Dari empat poin tersebut terdapat dua

pokok pikiran dalam melaksanakan reformasi DJP yaitu meningkatkan tax ratio dan

kepatuhan Wajib Pajak. Dalam membentuk kepatuhan Wajib Pajak yang baik

diperlukan reformasi dalam bidang kebijakan pajak dan administrasi perpajakan.

Administrasi perpajakan yang tidak baik dapat meliputi aspek-aspek yang

berhubungan dengan kepatuhan Wajib Pajak seperti pendaftaran, pelaporan SPT dan

pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. Jika kepatuhan Wajib Pajak rendah pada aspek-

aspek tersebut maka akan mengakibatkan kebocoran pajak yang besar. Di dalam

sebuah negara dengan kondisi kepatuhan Wajib Pajak yang rendah, dibutuhkan sistem

Page 18: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

14

administrasi perpajakan yang baik. Hal ini juga ditegaskan OECD yang menyatakan

bahwa kepatuhan sukarela Wajib Pajak tidak hanya ditentukan oleh kesadaran akan

hak dan harapan akan perlakuan yang adil dan efisien namun juga ditentukan oleh

sistem administrasi dan prosedur yang jelas, sederhana dan user-friendly.

Alink dan Kommer (2011) dalam Handbook of Tax Administration

menyatakan bahwa pengarah (driver) utama dalam reformasi perpajakan adalah

pencegahan penghindaran pajak, administrasi perpajakan yang lebih efisien dan

pengurangan kerumitan peraturan perpajakan. Salah satu dari pilar utama dalam

menyelenggarakan adminsitrasi perpajakan yang lebih efisien adalah fokus kepada

Wajib Pajak dimana terdapat hubungan yang baik dengan Wajib Pajak, jaminan akan

adanya informasi mengenai perpajakan yang terintegrasi dan peningkatan pelayanan

kepada Wajib Pajak. Alink dan Kommer (2011:68) juga menyatakan bahwa: “Tax

administration is a key governmental task consisting of the implementation of tax

laws, including management of the operations of tax systems.” Lebih lanjut

disebutkan bahwa tujuan dari administrasi perpajakan adalah untuk mencapai

kepatuhan penuh dalam semua jenis pajak dari semua Wajib Pajak, Wajib Pajak

melaporkan kegiatannya dengan benar, lengkap dan tepat waktu, dan Wajib Pajak

membayar semua pajak tepat waktu. Ada beberapa fungsi pokok (core functions)

adminsitrasi perpajakan terkait dengan kewajiban Wajib Pajak yang terdiri dari:

a. pendaftaran Wajib Pajak (registration), termasuk mendeteksi Wajib Pajak yang

belum terdaftar dan pendaftaran Wajib Pajak yang salah;

b. memproses pelaporan Wajib Pajak (reporting), pemotongan pajak, dan informasi

dari pihak ketiga;

Page 19: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

15

c. verifikasi dan pemeriksaan kebenaran dan kelengkapan informasi yang diterima

(audit);

d. memproses penagihan pajak;

e. menangani permohonan administrasi dan pengaduan;

f. penyediaan layanan dan asistensi kepada Wajib Pajak; dan

g. adanya peraturan dan prosedur untuk mendeteksi dan memproses kecurangan

Wajib Pajak.

The World Bank, dalam publikasinya, menyatakan bahwa ada tiga tugas

utama dari sebuah sistem adminsitrasi perpajakan yang efektif yaitu memfasilitasi

kepatuhan; memaksa (enforcing) kepatuhan dan mengurangi penghindaran pajak;

mengembangkan tata kelola yang baik untuk menjaga agar pegawai pajak tetap jujur

dan menguatkan legitimasi sistem perpajakan. Memfasilitasi kepatuhan dapat

dilakukan dengan memastikan bahwa setiap Wajib Pajak yang berkewajiban

membayar pajak melakukan kewajiban itu dan terus mengupayakan agar kepatuhan

dapat dilakukan dengan mudah oleh Wajib Pajak. Salah satu hal yang dapat dilakukan

untuk memfasilitasi kepatuhan adalah dengan menyediakan layanan perpajakan yang

memadai kepada Wajib Pajak. Bird (2010:4) menyatakan bahwa:

...services to taxpayes that facilitate reporting, filing and paying taxes, or that impart education or information among citizens about their obligations under tax laws are often as or more cost-effective in securing compliance than measures such as auditing and penalties, which are more directly designed to counter noncompliance.

Inter-American Center of Tax Administrations (CIAT, 1996) juga

mengusulkan atribut minimum yang harus dipenuhi untuk menghasilkan administrasi

perpajakan yang baik dan efektif. Di antara atribut-atribut tersebut, pelayanan kepada

Page 20: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

16

Wajib Pajak juga ditekankan. Beberapa atribut yang berhubungan dengan pelayanan

terhadap Wajib Pajak adalah adalah:

a. Kode etik yang tegas yang mencerminkan standar etika dan profesi.

b. Pegawai pajak tidak dimungkinkan untuk memberikan bimbingan pajak di luar

kantor dan menjalankan bisnis swasta.

c. Jaminan untuk melindungi privasi pembayar pajak.

d. Mempormosikan kepatuhan pajak dan pengurangan penghindaran pajak.

e. Meningkatkan produktifitas, kualitas layanan dan kepuasan pembayar pajak.

f. Mengurangi compliace-cost pembayar pajak.

g. Pelaksanaan peraturan perpajakan yang adil, dapat diandalkan dan transparan.

h. Penyediaan layanan perpajakan yang dapat diandalkan.

i. Penyediaan layanan perpajakan yang efisien.

j. Strategi yang profesional untuk meningkatkan kepedulian pajak.

k. Menghormati hak pembayar pajak.

D’Ascenso (2015) menyatakaan bahwa dalam beberapa dekade terakhir, Forum on

Tax Administration OECD (FTA) juga memfokuskan pada isu adminsitrasi

perpajakan. FTA membantu institusi pajak untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas

dan keadilan sistem administrasi perpajakan dan mengurangi biaya kepatuhan dimana

tujuan akhirnya adalah meningkatkan pelayanan dan kepatuhan Wajib Pajak.

Penyediaan layanan kepada Wajib Pajak menjadi salah satu aspek dari

adminsitrasi pajak. Perilaku dari Wajib Pajak berubah dalam beberapa dekade

terakhir. Alink dan Kommer (2011:161) mengemukakan bahwa:

Page 21: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

17

Citizen have become more demanding towards government. Govenrment and public service are no longer on a solemn and supreme level in society. More and more citizens expect to be dealt with by public services and their staff of civil servants on a level of equality, understanding and respect. This means tax administration neet to put more effort into establishing a working relationship with taxpayers.

Administrasi perpajakan seharusnya dapat menciptakan dan memelihara hubungan

yang baik, membantu, dan memfasilitasi Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan

kewajiban perpajakannya dan harus didesain agar bersahabat dengan Wajib Pajak,

dimana adminsitrasi pajak harus mudah dimengerti dan berbiaya rendah. Dalam

penyediaan layanan kepada Wajib Pajak, Alink dan Kommer (2011:358) menyatakan:

“It is crucial to consider the taxpayer as a client and thus to follow the logic of the

client when providing services to taxpayer.” Hal ini juga ditegaskan kembali oleh

Bird (1992) yang menyatakan bahwa sangat penting untuk memperlakukan Wajib

Pajak sebagai klien. Penelitian Bird (2004) menyatakan bahwa tugas pertama dari

adminsitrasi pajak adalah memfasilitasi kepatuhan. Salah satu hal penting yang

diperlukan dalam administrasi perpajakan adalah adanya layanan yang cukup dalam

bentuk informasti, pamflet, formulir, pemberian saran/konsultasi, fasilitas

pembayaran, e-filing harus disediakan kepada Wajib Pajak untuk memfasilitasi

mereka dan membuat Wajib Pajak patuh kepada peraturan dengan mudah. Bird

mendefinisikan layanan perpajakan sebagai final aspect dalam administrasi

perpajakan yang membutuhkan perhatian lebih.

Page 22: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

18

Gambar II. 1 Adminsitrasi Perpajakan

Sumber: diolah dari Alink dan Kommer, 2011; Bird, 1992, 2004, 2010; CIAT, 1996; D’Ascenzo, 2015; IMF, 2014; OECD, 1999

4. Kualitas Layanan

Parasuraman et al., (1985) menyatakan bahwa kualitas adalah perbandingan

antara harapan dengan kinerja yang dilakukan. Konsep tentang kualitas harus

dimengeri untuk dapat mengerti kualitas layanan. Dari definisi di atas maka kualitas

layanan adalah perbandingan antara harapan pelanggan akan layanan yang seharusnya

diterima dibandingkan dengan persepsi pelanggan akan layanan yang diterima oleh

pelanggan.

Dalam reviu yang dilakukan MORI untuk Office of Public Services Reform,

dikatakan bahwa dalam konteks pelayanan publik ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi harapan. Ada faktor yang membedakan antara pelayanan publik dan

Page 23: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

19

swasta, yaitu dengan adanya personal values or belief. Hal ini disebabkan bagaimana

pandangan orang mengenai peranan pelayanan publik dan juga pandangan mereka

terhadap pemerintah. Organisasi perlu mengetahui bagaimana pelanggan mereka

dalam menilai layanan yang mereka terima. Kualitas layanan tidak seperti kualitas

barang yang mudah diukur dengan melihat wujud barang tersebut seperti model,

warna, label, kemasan dan lain-lain. Ketika membeli layanan/jasa, sedikit bukti yang

berwujud yang bisa digunakan untuk menilai kualitas. Karena ketidakberwujudan

layanan inilah, organisasi menjadi kesulitan untuk mengetahui bagaimana pelanggan

merasakan layanan dan kualitas layanan (Parasuramanet al., 1985).

Mukhtar et al. (2013) menyatakan bahwa pengukuran kualitas layanan telah

menjadi hal yang sangat penting bagi semua organisasi. Kualitas layanan diakui

sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi operasional dan pengembangan organisasi

yang berkelanjutan. Sebuah organisasi harus mengetahui standar kualitas yang

diinginkan oleh pelanggannya dan harus mengukur kesenjangan antara apa yang

diinginkan oleh konsumen dengan kualitas yang diberikan kepada konsumen.

Penelitian yang dilakukan oleh Ramseook-Munhurrun et al. (2010) menyatakan

bahwa sangat penting bagi sebuah organisasi untuk melakukan survey dan

mempertimbangkan pendapat pelanggan untuk dapat mengidentifikasi area dimana

kualitas layanan dapat dikembangkan. Sehingga sangat penting bagi organisasi untuk

mengetahui bagaimana pelanggan mengevaluasi kualitas layanan dan apa yang dapat

organisasi lakukan untuk mengukur dan meningkatkan kualitas layanan. Untuk dapat

melampaui harapan pelanggan, diperlukan peningkatan kualitas layanan secara

berkelanjutan, bahkan untuk organisasi pemerintahan sekalipun. Hal ini sejalan

Page 24: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

20

dengan penelitian Ramseook-Munhurrun et al. (2010) yang menyatakan bahwa untuk

dapat melebihi harapan akan layanan yang diberikan, organisasi perlu untuk terus

meningkatkan kualitas layanan, bahkan untuk organisasi pemerintahan. Penelitian

dapat menolong organisasi untuk mengidentifikasi area-area penting yang bisa

dikembangkan untuk peningkatan layanan kepada pelanggan.

5. SERVQUAL

Parasuraman et al (1988) menyatakan bahwa konsep dasar skala SERVQUAL

diperoleh dari penelitian beberapa peneliti (Penelitian oleh Sasser, Olsen dan Wykoff

1978; Gronross 1982, Lehtinen dan Lehtinen 1982) dan dari penelitian kualitatif

komprehensif yang menggambarkan kualitas layanan dan menjelaskan dimensi yang

dipakai pelanggan untuk membentuk harapan dan persepsi mengenai layanan

(Penelitian oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry 1985). Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa pelanggan menilai kualitas layanan menggunan kriteria yang

sama, tanpa melihat tipe layanan.

Wolde-Rufael (2001) menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh

Parasuraman, Zeithaml dan Berry mengembangkan kriteria ini dan menggunakan

modal dan skala yang terdiri dari 22 pernyataan yang terbagi dalam 5 dimensi yang

merefleksikan kualitas layanan. Dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel II.1 Dimensi SERVQUALQuality Dimensions PenjelasanTangible Sarana fisik, peralatan, personelReliability Kemampuan untuk menyediakan pelayanan

yang dapat diandalkan dan akuratResponsiveness Kemauan untuk membantu pelanggan dan

menyediakan layanan yang cepat dan tepatAssurance Pengetahuan dan kehormatan pegawai dan

Page 25: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

21

kemampuan pegawai memperlihatkan kepercayaan dan kepercayaan diri

Empathy Bisa dipercaya, kejujuran penyedia layananSumber: Parasuraman et al. (1991)

Setiap pernyataan akan digunakan dua kali. Pertama untuk menentukan

harapan Wajib Pajak mengenai layanan perpajakan, kedua, untuk mengukur

bagaimana persepsi Wajib Pajak mengenai layanan yang telah diberikan oleh KPP.

Zeithaml et al (1990) menyatakan bahwa persepsi kualitas layanan bersumber dari

seberai baik organisasi memberikan layanan sesuai harapan pelanggan. SERVQUAL

didasarkan pada teori bahwa pelanggan menilai layanan yang diberikan dengan

menggunakan formula, kualiatas layanan (Q) sama dengan persepsi pelanggan (P)

dikurangi harapan pelanggan (E), atau Q = P-E (Parasuraman et al. 1988, 1991).

6. Model Kano

Tan dan Pawitra (2001) menyatakan bahwa model Kano dikembangkan oleh

Dr. Noriaki Kano dan rekan-rekannya pada tahun 1984. Model ini dikembangkan

untuk mengelompokkan atribut dari suatu barang atau jasa berdasarkan

kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan. Penggolongan atribut

dilakukan dengan mengelompokkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan positif

(functional) dan negatif (dysfunctional) kepada responden. Atribut-atribut tersebut

adalah:

1) The must-be. Adalah atribut yang memenuhi fungsi dasar sebuah produk. Jika

atribut ini tidak ada atau kinerja tidak memadai maka pelanggan tidak puas.

Namun jika atribut ini ada, tidak akan menimbulkan kepuasan.

Page 26: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

22

2) The one-dimensional. Pada atribut ini, kinerja layanan akan berbanding lurus

dengan kepuasan pelanggan.

3) The attractive. Atribut ini adalah kunci utama kepuasan pelanggan. Jika atribut

ini ada atau kinerjanya memadai, maka akan menghasilkan kepuasan pelanggan

yang besar. Namun jika tidak ada, pelanggan tidak akan kecewa/tidak puas.

4) Questionable. Situasi dimana terdapat kontradiksi pada jawaban pelanggan.

5) Reverse. Pemberian layanan justru akan menimbulkan ketidakpuasan pada

pelanggan.

6) Indifferent. Situasi dimana pelanggan tidak akan terpengaruh pada pemberian

layanan.

Gambar II.2 Integrasi SERVQUAL dan Model Kano

Sumber: Tan dan Pawitra, 2001

Page 27: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

23

Integrasi SERVQUAL dan model Kano akan menjadikan proses pengembangan

layanan lebih terfokus pada atribut yang mempunyai kesenjangan pada metode

SERVQUAL dan memiliki atribut must-be, one-dimensional dan attractive seperti

yang dapat dilihat pada Gambar II.2.

7. Quality Function Deployment (QFD)

QFD adalah sistem untuk mendesain produk atau jasa berdasarkan permintaan

pelanggan. QFD dikembangkan oleh Yoji Akao pada tahun 1972, QFD adalah sistem

untuk menerjemahkan keinginan pelanggan menjadi hal-hal teknis pada setiap

tahapan siklus produk (Tan dan Pawitra, 2001). Untuk keperluan itu diperlukan

matrix yang disebut House Of Quality (HOQ).

Gambar II.3 House Of Quality

Sumber: Tan dan Pawitra, 2001

Page 28: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

24

Tujuan penggunaan QFD adalah pertama, membantu manajemen lebih cepat dan

berbiaya rendah dalam memproduksi produk yang berkualitas. Kedua, manajemen

dapat mendesain produk sesuai dengan pelanggan. Ketiga, QFD menyediakan sistem

untuk membuat desain dan pengembangan untuk masa depan. Gabungan antara

SERVQUAL, model Kano dan QFD diharapkan dapat menghilangkan keterbatasan-

keterbatasan yang ada. QFD menyediakan proses perencanaan untuk menerjemahkan

kebutuhan pelanggan menjadi hal-hal yang bisa dilakukan organisasi.

8. Integrasi SERVQUAL dan Model Kano Dalam QFD

Tan dan Pawitra (2001) menyatakan bahwa untuk peningkatan layanan, ada

beberapa area dalam SERVQUAL yang memerlukan pengembangan lebih lanjut.

Pertama, SERVQUAL mengasumsikan hubungan linear antara kepuasan pelanggan

dengan kinerja. Asumsi ini tidak selalu benar karena terkadang peningkatan kecil

dalam layanan akan memberikan peningkatan yang besar dalam kepuasan pelanggan.

Kedua, SERVQUAL digunakan sebagai alat pengembangan uang berkelanjutan

dimana tekanan pasar saat ini mengharuskan organisasi tidak hanya melakukan

pengembangan yang berkelanjutan namun juga melakukan inovasi. Ketiga,

SERVQUAL menyediakan informasi mengenai kesenjangan antara harapan dan

persepsi namun tidak mampu menyediakan cara bagaimana kesenjangan itu bisa

ditutup.

Atas dasar itu maka dalam penelitian ini digunakan tools lain yang fokus

dalam mengurangi kesenjangan layanan. Integrasi model Kano ke dalam

SERVQUAL akan membantu mengatasi masalah linearitas. Model Kano dapat

membantu juga mengatasi masalah inovasi, karena atribut attractive adalah sumber

Page 29: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

25

kepuasan pelanggan, dimana atribut ini harus terus dikembangkan. Integrasi

SERVQUAL dan model Kano ke dalam QFD akan membantu mengatasi masalah

ketiga SERVQUAL yaitu menyediakan panduan dalam mengembangkan atribut yang

lemah.

Gambar II. 4 Integrasi SERVQUAL, model Kano Dalam QFD

Sumber: Tan dan Pawitra, 2001

9. Hasil Penelitian Sebelumnya

Dalam melakukan penelitian ini, penulis juga menggunakan beberapa

penelitian terdahulu sebagai rujukan. Penelitian yang dijadikan rujukan menggunakan

SERVQUAL sebagai metode pengukuran dan pengembangan kualitas, selain itu ada

beberapa metode pendukung yang digunakan seperti Model Kano, QFD dan IPA.

Penelitian ini akan mereplikasi jurnal dari Tan dan Pawitra (2001) dan Rahmana et al.

Page 30: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

26

(2014). Kedua jurnal tersebut menggunakan SERQUAL, Model Kano dan QFD

sebagai metode pengukurang. Perbedaan dengan jurnal yang dijadikan rujukan adalah

obyek yang diteliti dimana pada penelitian ini penulis akan mengukur kualitas

layanan pada sektor pemerintahan yaitu perpajakan. Tabel II. 2 menggambarkan

secara lengkap penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan dan pada baris

terakhir ditampilkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.

Tabel II.2 Ringkasan Penelitian SebelumnyaPeneliti Judul Metode Hasil

Kay C. Tan dan Theresia A. Pawitra (2001)

Integrating SERVQUAL and Kano’s Model into QFD for Service Excellence Development

SERVQUAL, model Kano, dan QFD

Gabungan SERVQUAL, model Kano, dan QFD memberikan nilai daripada jika metode tersebut dipakai secara terpisah.

Azis Nur Adji Purnamaning Syahbana (2004)

Analisis Kualitas Pelayanan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pulogadung

SERVQUAL Terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi. Kesenjangan paling besar keandalan kemudian jaminan, daya tanggap, empati dan bukti fisik.

Arief Rahmana, Mustofa Kamil, Endang Soemantri, dan Ayi Olim (2014)

Integration of SERVQUAL and Kano Model into QFD to Improve Quality of Simulation-Based Training on Project Management

SERVQUAL, model Kano, dan QFD

Terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi pelanggan. 3 layanan masuk dalam kategori attractive, sehingga dengan menawarkan layanan ini dapat menaikkan kualitas pelanggan. QFD menghasilkan perbaikan-perbaikan apa saja yang diperlukan.

Krisana Kitcharoen (2004)

The Importance-Performance Analysis Of Service Quality In Administrative Departments Of Private University In

SERVQUAL dan IPA (Importance Performance Analysis)

Area yang dapat dikembangkan berkaitan dengan (prioritas) reliability, responsiveness, ease of contact, assurance, respect received by student, dan empathy. Kepuasan

Page 31: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

27

Thailand layanan juga dipengaruhi oleh kebanggaan akan univerisitas.

Yuseva Arya Pramianta (2015)

Pengukuran dan Pengembangan Kualitas Layanan Perpajakan di KPP Madya Jakarta Barat

SERVQUAL, model Kano, dan QFD

Perbedaan penelitian ini dari penelitian yang dijadikan rujukan adalah penelitian ini mengukur dan mengembangkan kualitas layanan di bidang perpajakan menggunakan gabungan 3 metode yaitu SERVQUAL, model Kano dan QFD.

Sumber : Diolah oleh penulis dari studi literatur

C. Metodologi Penelitian

1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Alasan Pemilihan Obyek

Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Barat terletak di Jl. M. I. Ridwan Rais

No. 7A, Jakarta Pusat. Kantor ini merupakan salah satu unit kerja di bawah Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat. KPP Madya Jakarta Barat

mempunyai target penerimaan pajak sebebesar 16,9 triliun rupiah.

Keunikan dari sebuah KPP Madya adalah jumlah Wajib Pajak yang tidak

sebanyak pada KPP Pratama. Jumlah Wajib Pajak di KPP Madya Jakarta Barat adalah

800 Wajib Pajak yang merupakan Wajib Pajak dalam wilayah Kanwil DJP Jakarta

Barat yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Pemberian layanan pada

kantor dengan jumlah Wajib Pajak yang lebih sedikit tentu tidak akan sesulit pada

kantor dengan Wajib Pajak yang lebih banyak. Layanan yang diberikan oleh KPP

Madya Jakarta Barat seharusnya dapat lebih bersifat personal dan menjangkau seluruh

Wajib Pajak sehingga hasil penelitian diharapkan dapat mencerminkan keadaan

sesungguhanya yang dirasakan oleh Wajib Pajak.

Page 32: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

28

2. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan data yang

diperoleh langsung dari sumbernya. Data tersebut diperoleh melalui beberapa metode

pengumpulan data, yaitu dengan memberikan kuesioner kepada responden dan

interview. Data-data tersebut diperoleh dari responden yaitu Wajib Pajak yang

terdaftar di KPP Madya Jakarta Barat. Kuesioner disusun berdasarkan SERVQUAL

yang akan dijelaskan dalam bagian selanjutnya. Interview dilakukan dengan Wajib

Pajak yang memiliki pengalaman mengenai layanan perpajakan di KPP Madya

Jakarta Barat untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam mengenai layanan

perpajakan yang diberikan KPP Madya Jakarta Barat. Selain itu, interview juga

dilakukan dengan pejabat yang berkompeten untuk menentukan technical

requirements pada model Kano. Selain itu dilakukan studi kepustakaan terhadap

jurnal, artikel, penelitian, peraturan-peraturan dan sejenisnya berupa cetakan fisik

maupun elektronik yang dianggap relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

3. Sampel Penelitian

Suhardono dalam Amiruddin (2003) menyatakan bahwa sampel dapat diambil

dengan menggunakan probability sampling, dimana setiap elemen dalam populasi

memiliki kemungkinan untuk menjadi sampel. Marshall (1996) menyatakan bahwa

dalam penelitian kualitatif, jumlah sampel yang layak adalah jumlah sampel yang

dapat menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini akan digunakan

judgement sample, yaitu peneliti secara aktif memilih sampel yang paling produktif

untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu Wajib Pajak yang mempunyai

pengalaman mengenai layanan perpajakan di KPP Madya Jakarta Barat pada waktu

Page 33: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

29

kuesioner dibagikan. Rivera (2007) menyatakan bahwa jumlah sampel ditentukan

dengan menggunakan rumus Slovin:

N = populasin = jumlah sampele = margin eror

Populasi adalah jumlah Wajib Pajak yaitu 800 Wajib Pajak dengan margin eror 5% maka jumlah sampel adalah 267 sampel.

4. Instrumen Penelitian

a. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner SERVQUAL

yang akan dinilai menggunakan skala Likert. SERVQUAL didesain untuk mengukur

lima dimensi kualitas layanan yaitu Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance

dan Empathy. Kelima dimensi tersebut dijabarkan dalam 22 pernyataan yang akan

diajukan kepada Wajib Pajak. SERVQUAL digunakan untuk mengukur harapan dan

persepsi Wajib Pajak dan melihat kesenjangan (gap) di antara keduanya. Bagian

pertama SERVQUAL digunakan untuk mengetahui harapan Wajib Pajak mengenai

layanan yang diberikan KPP, sedangkan bagian kedua digunakan untuk mengetahui

persepsi Wajib Pajak terhadap kualitas layanan yang diterima Wajib Pajak. Kuesioner

SERVQUAL dinilai dengan menggunakan skala Likert 5 poin. Untuk menilai harapan

Wajib Pajak dan persepsi Wajib Pajak mengenai layanan perpajakan yang telah

diberikan maka digunakan skala skala 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3

(netral), 4 (setuju) dan 5 (sangat setuju).

Page 34: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

30

Selain itu digunakan juga kuesioner berdasarkan model Kano. Kuesioner

model Kano diambil dari kuesioner SERVQUAL yang kemudian diajukan kepada

responden dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan positif (functional) dan negatif

(dysfunctional). Hasil kuesioner kemudian dikelompokkan dalam kategori-kategori

berdasarkan model Kano. Daftar pertanyaan dan pernyatan yang digunakan untuk

kuesioner dapat dilihat dalam lampiran.

b. Interview

Pertanyaan-pertanyaan di dalam interview dengan Wajib Pajak didesain untuk

mendapatkan pemahaman mengenai persepsi Wajib Pajak akan layanan perpajakan

yang diberikan oleh KPP Madya Jakarta Barat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

kepada Wajib Pajak adalah:

1) Apakah Anda puas dengan layanan perpajakan yang diberikan KPP Madya

Jakarta Barat?

2) Perihal apa yang menjadi perhatian Anda terkait dengan layanan KPP Madya

Jakarta Barat?

3) Menurut Anda, apa hal paling penting yang yang bisa dilakukan KPP Madya

Jakarta Barat untuk lebih meningkatkan layanannya?

Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada pejabat yang berkompeten dilakukan

untuk mengetahui technical requirements yang akan digunakan dalam analisa data

QFD.

5. Metode Pengolahan Data

a. Pengolahan Data SERVQUAL

Page 35: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

31

Pengolahan data SERVQUAL diharapkan akan menghasilkan data skor

kualitas layanan perpajakan. Data-data yang diperoleh dari kuesioner SERVQUAL

diolah menggunakan sejumlah formula sebagai berikut:

1) Rumus menghitung nilai harapan Wajib Pajak

SEi=( E 1 x 1 )+( E 2 x 2 )+( E 3 x 3 )+( E 4 x 4 )+( E5 x 5)

N

Sei = Skor harapan Wajib Pajak terhadap atribut pelayanan iE1 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Sangat Tidak SetujuE2 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Tidak SetujuE3 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban NetralE4 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban SetujuE5 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Sangat SetujuN = Total Responden

2) Rumus menghitung nilai persepsi Wajib Pajak

SEi=( P 1 x 1 )+ (P 2 x2 )+( P 3 x 3 )+( P 4 x4 )+(P 5 x5)

N

Sei = Skor harapan Wajib Pajak terhadap atribut pelayanan iP1 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Sangat Tidak SetujuP2 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Tidak SetujuP3 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban NetralP4 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban SetujuP5 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Sangat SetujuN = Total Responden

3) Rumus menghitung tingkat kepentingan Wajib Pajak

Untuk menghitung tingkat kepentingan Wajib Pajak dilakukan dengan cara

menghitung rata-rata setiap dimensi dari keseluruhan kuesioner.

4) Rumus menghitung kualitas pelayanan

Penghitungan skor kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara menghitung

skor SERVQUAL (gap antara harapan dan persepsi Wajib Pajak terhadap

kinerja layanan KPP): Skor SERVQUAL = Skor Persepsi – Skor Harapan

Page 36: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

32

b. Pengolahan Data Model Kano

Pengolahan data model Kano diharapkan akan menghasilkan data dalam

kelompok must-be (M), one-dimensional (O), attractive (A), yaitu kelompok yang

dapat dipertimbangkan untuk ditingkatkan kualitasnya. Pertanyaan dalam kuesioner

model Kano diambil dari kuesioner SERVQUAL yang diajukan kepada responden

dalam bentuk pertanyaan functional dan dysfunctional., sehingga setiap pertanyaan

akan memiliki dua jawaban. Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat berupa like, must

be, neutral, live with dan dislike. Kedua jawaban tersebut kemudian dikelompokkan

dalam kelompok yang dapat dilihat pada Tabel III.1 yang terdiri dari: must-be (M),

one-dimensional (O), attractive (A), indifferent (I), questionable (Q) atau reversal

(R). Dari enam kelompok tersebut, tiga kelompok yang pertama yaitu must-be (M),

one-dimensional (O), attractive (A) adalah area dimana layanan bisa ditingkatkan.

Gambar III.1 Tabel Kelompok Model Kano

Sumber: Tan dan Pawitra, 2001

Setelah mendapat kelompok, maka setiap jawaban dikalikan dengan faktor pengali,

“4” untuk atribut attractive, “2” untuk atribut one-dimensional, dan “1” untuk atribut

Page 37: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

33

must-be. Kemudian hasil perkalian digunakan untuk menghitung tingkat kepentingan

yang telah disesuaikan (adjusted importance).

c. Integrasi SERVQUAL dan Model Kano Dalam QFD

Integrasi SERVQUAL dan model Kano diharapkan dapat menghasilkan data

dimana skor kualitas layanan yang kurang dari atau sama dengan nol (0) dan yang

masuk kategori must-be (M), one-dimensional (O), attractive (A). Rahmana et al.

(2014) menjelaskan bagaimana SERVQUAL dan model Kano diintegrasikan ke

dalam QFD. Alur yang akan dilakukan dalam menggunakan metode ini adalah

sebagai berikut:

1) Menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan SERVQUAL:

a) Menentukan harapan dan persepsi Wajib Pajak mengenai layanan perpajakan;

b) Mengukur kepuasan Wajib Pajak akan layanan dengan menghitung

kesenjangan (gap) antara harapan dan persepsi Wajib Pajak. Peningkatan

layanan akan difokuskan pada skor kepuasan pelanggan yang kurang dari atau

sama dengan nol (0).

2) Mementukan kategori dan nilai yang seharusnya dari respon atas pertanyaan

functional dan dysfunctional menggunakan model Kano. Kemudian dikalikan

dengan nilai “4” untuk atribut attractive, “2” untuk atribut one-dimensional, dan

“1” untuk atribut must-be.

3) Menghitung nilai kepentingan yang disesuaikan dengan cara mengalikan nilai

kategori Kano dengan nilai kepuasan dan tingkat kepentingan.

4) Menentukan area-area dimana kualitas layanan akan ditingkatkan (the whats)

menggunakan integrasi SERVQUAL, model Kano ke dalam House Of Quality

Page 38: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

34

(HOQ) yang telah diintegrasikan. Area-area tersebut adalah area yang memenuhi

kriteria huruf a dan huruf b.

5) Menentukan technical requirement (the hows), hal ini bisa dilakukan dengan

melihat standar umum layanan yang telah dibuat (SOP atau peraturan-peraturan)

atau interview dengan orang yang berkompeten.

6) Menentukan hubungan antara area kualitas layanan yang akan ditingkatkan

dengan technical requirement dalam correlation matrix, hubungan tersebut

dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu “1” menunjukkan hubungan yang

lemah, “3” menunjukkan hubungan sedang, dan “9” menunjukkan hubungan

yang kuat.

7) Hubungan yang paling kuat menandakan area pertama yang harus ditingkatkan.

Gambar III.2 House Of Matrix Terintegrasi

Sumber: Tan dan Pawitra, 2001

Page 39: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

35

D. Rencana Daftar Pustaka

Daftar BukuAhmad, E. dan Stern, N. 1991. The Theory and Practice Of Tax Reform in

Developing Countries. Melbourne: Cambridge University Press.

Alink, M dan Kommer, V. 2011. Handbook on Tax Administration. Amsterdam: IBFD.

Creswell, J. W. 2003. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications Inc.

Crotty, M. 2003. The Foundations Of Social Research. London: Sage Publications Ltd.

Gibbon, A. 1851. Taxation: Nature and Properties. London: Henry Colburn.

Marsyahrul, T. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Grasindo.

Rivera, M. M. dan Rivera, R. R. 2007. Practical Guide To Thesis and Dissertation Writing. Quezon City: Katha Publishing.

Soemarso. 2007. Perpajakan: Pendekatan Komprehensif. Jakarta: Salemba Empat.

Yin, R. K. 2012. Applications of Case Study Research. California: Sage Publications Inc.

Zeithaml, V. A., Parasuraman, A., dan Berry, L. L. 1990. Delivering Quality Service: Balancing Customer Perceptions and Expectations. New York: The Free Press.

Daftar Jurnal dan ArtikelAmiruddin, J. 2003. Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan di Perpustakaan Dengan

Menggunakan Metode Gabungan SERVQUAL, Kano Model dan QFD (Studi Kasus: Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi Perpustakaan Nasional RI). 54

Bird, R. M. 2004. Adminsitrative Dimension of Tax Reform. Asia-Pacific Tax Bulletin: 140-149.

Bird, R. M. 1992. Improving Tax Administration in Developing Countries. Journal of Tax Administration 1(1): 33-35.

Bird, R. M. 2010. Smart Tax Administration. The World Bank: 4.

Budiarso, Adi. 2014. Improving Government Performance In Indonesia: The Experience Of The Balanced Scorecard In The Ministry Of Finance. 8.

Page 40: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

36

CIAT. 1996. Minimum Necessary Attributes For A Sound and Effecttive Tax Administration. 1-4.

D’Ascenzo, M. 2015. Global Trends in Tax Adminsitration. Journal of Tax Administration 1(1): 86.

DJP. 2007. Laporan Tahunan 2007.

DJP. 2012. Reformasi Birokrasi DJP.

Harrell, M. C. dan Bradley, M. A. 2009. Data Collection Methods Semi-Structured Interviews and Focus Groups. National Defense Research Institute. National Defense Research Institue: 11.

IMF. 2014. Tax Policy and Administration –Setting a Strategy for The Coming Years. 1-44.

Jotopurnomo, C. dan Mangoting , Y. 2013. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan, Lingkungan Wajib Pajak Berada terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Surabaya. Tax dan Accounting Review 1(1): 53.

Kitcharoen, K. 2004. The Importance-Performance Analysis Of Service Quality In Administrative Departments Of Private University In Thailand. ABAC Journal 24(3): 43-44.

Marshall, M. N. 1996. Sampling for Qualitative Research. Family Practice – An International Journal 13(6): 522-523.

MORI. 2002. Measuring dan Understanding Customer Satisfaction. 7.

Mukhtar, H. dan Saeed, A.2013. Measuring Service Quality in Public Sector using SERVQUAL: A Case of Punjab Dental Hospital, Lahore. Research on Humanities and Social Science 3(22): 65.

Nasr, J. 2014. Implementing Electronic Tax Filing and Payments in Malaysia. Doing Business 2014: 56.

OECD. 1999. Principles of Good Tax Administration – Practice Note.

Parasuraman, A., Zeithaml, V. A. dan Berry, L. L. 1985. A Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future Research. Journal of Marketing 49: 41-42.

Page 41: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

37

Parasuraman, A., Zeithaml, V. A. dan Berry, L. L. 1988. SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing 64(1). 23-24.

Parasuraman, A., Zeithaml, V. A. dan Berry, L. L. 1991. Refinement and Reassessment of the SERVQUAL Scale. Journal of Retailing 67(4): 420-450.

Rahmana, A., Kamil, M., Soemantri, E. dan Olim, A. 2014. Integration of SERVQUAL and KANO Model Into QFD To Improve Quality of Simulation-Based Training on Project Management. International Journal of Basic and Applied Science 2(3): 59-72.

Ramseook-Munhurrun, P., Lukea-Bhiwajee, S. D. dan Naidoo, P. 2010. Service Quality in The Public Service. International Journal of Management and Marketing Research 3(1): 37-41.

Silvani, C. dan Baer, K. 1997. Designing a Tax Administration Reform Strategy: Experiences and Guidelines. IMF Working Paper: 3.

Simon, M. K.dan Goes, J. 2011. What is Phenomelogical Research. 1-3.

Supadmi. 2009. Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Kualitas Pelayanan. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis 4(2): 13.

Syahbana, A. N. A. P. 2004. Analisis Kualitas Pelayanan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pulogadung. 101-102.

Tan, K. C. dan Pawitra, T. A. 2011. Integrating SERVQUAL and Kano’s Model Into QFD for Service Excellence Development. Managing Service Quality 11(6): 418-430.

USAID. 2013. Detailed Guidelines for Improved Tax Adminsitration in Latin America and The Caribbean. 116.

Wolde-Rufael, G. H. 2001. Measuring Service Quality Of The Better Business Bureaau Using The SERVQUAL Model. Bell dan Howell Information and Learning Company. 19-32.

Websitehttp://www.pajak.go.id/content/realisasi-penerimaan-pajak-30-september-2015

(diakses pada 29 Oktober 2015)

Page 42: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

38

http://www.pajak.go.id/content/news/kpp-madya-jakarta-barat-gelar-value-gathering-dalam-rangka-tpwp-2015 (diakses pada 29 Oktober 2015)

Peraturan dan Perundang-UndanganPemerintah Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana

telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Page 43: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

BAGIAN PENUTUP

A. Rencana Pelaksanaan Penelitian

Rencana aktivitas dan periode pelaksanaan penyusunan skripsi yang dirancang

oleh penulis adalah sebagai berikut.

USULAN Oktober 2015

November 2015

Desember 2015

Januari 2016

Februari 2016

Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4Penyusunan OutlinePenyusunan Bab IPenyusunan Bab IIPenyusunan Bab IIIPenyusunan Bab IVPenyusunan Bab VTahap Penyelesaian

B. Kontinjensi

Jika dalam penyusunan skripsi ini penulis menemui hambatan baik dalam

pengumpulan data maupun dalam pembahasan masalah, dapat saja dilakukan

perubahan-perubahan dari rencana skripsi yang telah disusun. Perubahan-perubahan

tersebut meliputi perubahan objek penelitian, perubahan metode penelitian, perubahan

pendekatan penyusunan skripsi, atau perubahan judul bab dan subbab skripsi. Sesuai

dengan ketentuan resmi penyusunan skripsi, sebelum melakukan perubahan-

perubahan di atas penulis akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dosen

Page 44: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

40

pembimbing dan akan melaporkan pada lembaga jika terjadi perubahan yang

signifikan.

Page 45: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

41

LAMPIRAN

A. Lampiran A: Rencana Kuesioner SERVQUAL

EKSPEKTASI/HARAPAN PENGALAMANSurvey ini ingin mengetahui harapan anda mengenai KPP yang baik. Anda diminta untuk mengisi dengan jawaban 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (netral), 4 (setuju) dan 5 (sangat setuju) untuk setiap pertanyaan

Pernyataan di bawah ini adalah mengenai KPP Madya Jakarta Barat. Anda diminta untuk mengisi dengan jawaban 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (netral), 4 (setuju) dan 5 (sangat setuju) untuk setiap pertanyaan

 Tangibles Jawaban

Anda Tangibles Jawaban Anda

 E1 KPP seharusnya memiliki sarana

fisik dan peralatan yang modern 

P1 KPP Madya Jakarta Barat memiliki sarana fisik dan peralatan yang modern    

E2 Penampilan fisik fasilitas-fasilitas pada KPP seharusnya menarik

 

P2 Penampilan fisik fasilitas-fasilitas pada KPP Madya Jakarta Barat menarik    

E3 Pegawai KPP seharusnya berpenampilan rapi dan menarik

 

P3 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat berpenampilan rapi dan menarik

   E4 Penampilan sarana pendukung

(misalnya pamflet/brosur) pada KPP seharusnya menarik

 

P4 Penampilan sarana pendukung (misalnya pamflet/brosur) pada KPP Madya Jakarta Barat menarik

     Reliability Reliability  E5 KPP seharusnya mengerjakan hal-

hal yang telah dijanjikan dengan tepat waktu  

P5 KPP Madya Jakarta Barat mengerjakan hal-hal yang telah dijanjikan dengan tepat waktu    

E6 Pegawai KPP seharusnya menunjukkan keinginan untuk membantu menyelesaikan masalah Wajib Pajak  

P6 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat menunjukkan keinginan untuk membantu menyelesaikan masalah Wajib Pajak    

E7 KPP seharusnya memberikan layanan yang tepat/benar sejak pertama kali  

P7 KPP Madya Jakarta Barat memberikan layanan yang tepat/benar sejak pertama kali    

E8 KPP seharusnya menyediakan layanan pada waktu yang telah dijanjikan  

P8 KPP Madya Jakarta Barat menyediakan layanan pada waktu yang telah dijanjikan    

E9 KPP seharusnya melakukan pencatatan (perekaman) data secara akurat  

P9 KPP Madya Jakarta Barat melakukan pencatatan (perekaman) data secara akurat    

  Responsiveness Responsiveness  E10 Pegawai KPP seharusnya

memberitahu kepada WP ketika layanan mulai dikerjakan  

P10 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat memberitahu kepada WP ketika layanan mulai dikerjakan    

E11 Pegawai KPP seharusnya memberikan layanan dengan cepat dan tepat  

P11 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat memberikan layanan dengan cepat dan tepat    

E12 Pegawai KPP seharusnya selalu mempunyai kemauan untuk membantu Wajib Pajak

 

P12 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat selalu mempunyai kemauan untuk membantu Wajib Pajak

   E13 Pegawai KPP seharusnya tidak

akan terlalu sibuk untuk merespon kebutuhan Wajib Pajak

 

P13 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat tidak akan terlalu sibuk untuk merespon kebutuhan Wajib Pajak

     Assurance Assurance  E14 Perilaku pegawai KPP seharusnya

dapat menimbulkan kepercayaan Wajib Pajak  

P14 Perilaku pegawai KPP Madya Jakarta Barat dapat menimbulkan kepercayaan Wajib Pajak    

Page 46: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

42

E15 Wajib Pajak dari sebuah KPP seharusnya merasa aman ketika berurusan dengan KPP  

P15 Wajib Pajak dari sebuah KPP Madya Jakarta Barat merasa aman ketika berurusan dengan KPP    

E16 Pegawai KPP seharusnya selalu ramah dengan Wajib Pajak

 

P16 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat selalu ramah dengan Wajib Pajak

   E17 Pegawai KPP seharusnya

mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan Wajib Pajak

 

P17 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan Wajib Pajak

     Empathy Empathy  E18 KPP seharusnya memberikan

perhatian secara personal kepada Wajib Pajak  

P18 KPP Madya Jakarta Barat memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak    

E19 KPP seharunsya mempunyai pegawai yang memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak  

P19 KPP Madya Jakarta Barat mempunyai pegawai yang memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak    

E20 Pegawai KPP seharusnya mengerti kebutuhan Wajib Pajak secara spesifik  

P20 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat mengerti kebutuhan Wajib Pajak secara spesifik    

E21 KPP seharusnya mempunyai jam kerja yang sesuai kebutuhan Wajib Pajak  

P21 KPP Madya Jakarta Barat mempunyai jam kerja yang sesuai kebutuhan Wajib Pajak    

E22 KPP seharusnya mengutamakan kepentingan Wajib Pajak

 

P22 KPP Madya Jakarta Barat mengutamakan kepentingan Wajib Pajak    

B. Lampiran B: Kuesioner Model Kano

Dalam kuesioner di bawah ini Anda diminta untuk memberikan tanggapan atas setiap pernyataan masing-masing sebanyak 2 (dua) kali. Tanggapan yang diberikan dapat berupa Suka (1), Harus (2), Netral (3), Bisa Menyesuaikan (4), Tidak Suka (5)

Tangibles Jawaban Anda Tangibles Jawaban Anda

 KPP memiliki sarana fisik dan peralatan yang modern  

KPP TIDAK memiliki sarana fisik dan peralatan yang modern    

Penampilan fisik fasilitas-fasilitas pada KPP menarik  

Penampilan fisik fasilitas-fasilitas pada KPP TIDAK menarik    

Pegawai KPP berpenampilan rapi dan menarik  

Pegawai KPP TIDAK berpenampilan rapi dan menarik    

Penampilan sarana pendukung (misalnya pamflet/brosur) pada KPP menarik  

Penampilan sarana pendukung (misalnya pamflet/brosur) pada KPP TIDAK menarik    

Reliability Reliability  KPP mengerjakan hal-hal yang telah dijanjikan dengan tepat waktu

 

KPP mengerjakan hal-hal yang telah dijanjikan TIDAK tepat waktu

   Pegawai KPP menunjukkan keinginan untuk membantu menyelesaikan masalah Wajib Pajak

 

Pegawai KPP TIDAK menunjukkan keinginan untuk membantu menyelesaikan masalah Wajib Pajak

   KPP memberikan layanan yang tepat/benar sejak pertama kali

 

KPP TIDAK memberikan layanan yang tepat/benar sejak pertama kali

   KPP menyediakan layanan pada waktu yang telah dijanjikan

 

KPP TIDAK menyediakan layanan pada waktu yang telah dijanjikan

   

Page 47: Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)

43

KPP melakukan pencatatan (perekaman) data secara akurat

 

KPP TIDAK melakukan pencatatan (perekaman) data secara akurat

   Responsiveness Responsiveness  Pegawai KPP memberitahu kepada WP ketika layanan mulai dikerjakan

 

Pegawai KPP TIDAK memberitahu kepada WP ketika layanan mulai dikerjakan    

Pegawai KPP memberikan layanan dengan cepat dan tepat

 

Pegawai KPP TIDAK memberikan layanan dengan cepat dan tepat

   Pegawai KPP selalu mempunyai kemauan untuk membantu Wajib Pajak

 

Pegawai KPP TIDAK mempunyai kemauan untuk membantu Wajib Pajak    

Pegawai KPP tidak akan terlalu sibuk untuk merespon kebutuhan Wajib Pajak

 

Pegawai KPP terlalu sibuk untuk merespon kebutuhan Wajib Pajak

   Assurance Assurance  Perilaku pegawai KPP dapat menimbulkan kepercayaan Wajib Pajak

 

Perilaku pegawai KPP MENGURANGI/MENGHILANGKAN kepercayaan Wajib Pajak    

Wajib Pajak dari sebuah KPP merasa aman ketika berurusan dengan KPP

 

Wajib Pajak dari sebuah KPP merasa TIDAK aman ketika berurusan dengan KPP    

Pegawai KPP selalu ramah dengan Wajib Pajak  

Pegawai KPP TIDAK ramah dengan Wajib Pajak    

Pegawai KPP mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan Wajib Pajak  

Pegawai KPP TIDAK mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan Wajib Pajak    

Empathy Empathy  KPP memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak

 

KPP TIDAK memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak

   KPP seharunsya mempunyai pegawai yang memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak

 

KPP TIDAK mempunyai pegawai yang memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak

   Pegawai KPP mengerti kebutuhan Wajib Pajak secara spesifik

 

Pegawai KPP TIDAK mengerti kebutuhan Wajib Pajak secara spesifik    

KPP mempunyai jam kerja yang sesuai kebutuhan Wajib Pajak

 

KPP TIDAK mempunyai jam kerja yang sesuai kebutuhan Wajib Pajak

   KPP mengutamakan kepentingan Wajib Pajak  

KPP TIDAK mengutamakan kepentingan Wajib Pajak