penguatan karakter siswa melalui kegiatan
TRANSCRIPT
1
PENGUATAN KARAKTER SISWA MELALUI KEGIATAN
BIOENTREPRENEURSHIP DI SEKOLAH
1. Pengantar
Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan sesuai amanat
tujuan pendidikan nasional terus menerus dilakukan. Melalui pendidikan
karakter dalam Kurikulum 2013, pembentukan budi pekerti dan ahlak
mulia secara utuh telah menjadi prioritas. Penguatan karakter diharapkan
dapat menyelesaikan persoalan bangsa, seperti semakin merosotnya
moral para siswa yang sering dijumpai di masyarakat bahkan di
lingkungan sekolah pada berbagai jenjang pendidikan.
Penguatan budi pekerti dan ahlak para siswa dengan
mengintegrasikan nilai-nilai dan sikap melalui pembelajaran di kelas
merupakan amanat bagi semua pendidik melalui mata pelajaran yang
diampu. Biologi sebagai satu mata pelajaran umum turut berperan dalam
mengembangkan karakter para siswa, karena selain sebagai produk dan
proses, juga terdapat nilai-nilai dan sikap. Menurut Suparno (2015) nilai
dan sikap yang positif yang dimiliki, cara berfikir dan bertindak seseorang
sehingga memengaruhi tingkah laku seseorang, pada akhirnya akan
menjadi tabiat hidup yang kita kenal dengan karakter.
Mengacu pada rumusan nilai karakter bangsa yang disusun oleh
Pusat Kurikulum (Puskur) terdapat 18 nilai pendidikan budaya dan
karakter bangsa yang penting untuk ditumbuhkan pada para siswa di
Indonesia (Suparno, 2015). Dari 18 nilai tersebut, terdapat beberapa nilai
yang dapat dikembangkan melalui kegiatan ilmiah. Sesuai Permendikbud
Nomor 21 Tahun 2016 dalam kompetensi inti, bahwa untuk sikap sosial di
antaranya jujur, disiplin, kerjasama, tanggung jawab dan gotong royong.
Penguatan karakter bangsa adalah tanggung jawab banyak pihak,
seperti orang tua, sekolah, masyarakat dan negara. Orang tua berperan
dalam pembekalan nilai dan sikap positif anak-anak sejak lahir sampai
2
mereka memasuki usia sekolah. Saat memasuki dunia sekolah, para
siswa wajib mendapatkan kesempatan belajar untuk memperkuat
karakternya. Menurut Suparno (2015) sekolah memiliki jangkauan yang
luas dalam memberikan penguatan karakter sesuai perkembangan siswa.
Untuk tingkat sekolah menengah, penguatan karakter dapat
dilakukan secara holistik melalui seluruh program di sekolah dan
dilakukan oleh guru mata pelajaran, contohnya mata pelajaran biologi.
Pembelajaran biologi yang bermakna merupakan kegiatan yang menarik
dan menyenangkan untuk membentuk pribadi yang mencintai lingkungan
alam dan sosial. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui pembelajaran
yang mengakomodasi gaya belajar siswa dan sesuai dengan tipe
kecerdasan yang dimiliki.
Pembelajaran bermakna dapat dilakukan melalui pembelajaran
biologi berbasis entrepreneurship. Kegiatan tersebut diharapkan dapat
membekali penguatan karakter, pengetahuan dan keterampilan para
siswa sehingga mampu menyelesaikan persoalan dalam kehidupan
sehari-hari. Mengacu pada pilar belajar menurut Unesco, pembelajaran
dilakukan untuk membekali siswa agar dapat memecahkan masalah,
hidup saling menguntungkan dan menjadi diri sendiri yang berwawasan
ilmu pengetahuan disertai kemandirian dan berkarakter sesuai nilai
kehidupan (Damayanti, 2016).
2. Masalah
Para pendidik saat ini menghadapi tantangan yang cukup besar
dalam menyiapkan sumber daya manusia yang bermutu, yang menguasai
berbagai bidang dan berkarakter baik yang dibutuhkan untuk kemajuan
bangsa Indonesia. Sekolah sebagai bagian dari masyarakat, memiliki
kiprah yang sangat luas dalam menyiapkan generasi muda yang mampu
bersaing di era globalisasi.
Generasi yang kompeten di bidangnya dan berkarakter kuat harus
disiapkan sedini mungkin agar siap bersaing di tingkat nasional dan
3
internasional. Dalam rangka menghadapi usia emas bangsa Indonesia
pada tahun 2045 nanti, generasi sekarang adalah penentu utama dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter.
Orientasi pendidikan yang terfokus pada ranah kognitif pernah
dialami oleh para siswa beberapa tahun lalu. Aspek sikap dan ketrampilan
mendapat porsi yang sangat kecil dalam kegiatan pembelajaran, bahkan
terabaikan. Pendidikan belum sepenuhnya mampu membekali siswa
dengan kecakapan hidup (life skill ). Kondisi tersebut dimungkinkan
menjadi salah satu penyebab terjadi penurunan dan kemerosotan moral
para siswa yang ditandai oleh maraknya perkelahian pelajar dan
mahasiswa, kecurangan dalam ujian yang telah membudaya.
Kegiatan pembelajaran yang mengutamakan aspek nilai
pengetahuan telah membentuk kecenderungan sebagian besar siswa
hanya berorientasi pada hasil belajar, nilai menjadi prioritas. Mereka
berupaya mendapatkan nilai yang tinggi meski ditempuh dengan cara
yang salah. Praktek-praktek ketidakjujuran dalam dunia pendidikan
seakan terus menggurita di berbagai jenjang pendidikan. Kecurangan
dalam Ujian nasional (UN) di beberapa sekolah di wilayah tertentu masih
menjadi berita aktual saat pelaksanaan ujian berlangsung.
Berbagai upaya sekolah membuat peraturan anti menyontek belum
banyak membantu menekankan sikap kejujuran para siswa. Mereka lebih
yakin dengan kunci jawaban yang beredar daripada dengan kemampuan
sendiri. Kondisi tersebut telah terjadi di berbagai jenjang pendidikan, baik
dasar ataupun menengah. Kejujuran menjadi ‘barang’ langka saat
pelaksanaan kegiatan, baik dalam kegiatan belajar, penyelesaian tugas
maupun pelaksanaan ujian. Kerjasama terbangun dalam hal yang negatif,
yakni usaha mencari kunci jawaban. Jika hal ini terus terbangun maka
dapat mengikis moral generasi bangsa dan berdampak pada rendahnya
kualitas sumber daya manusia.
Keterlibatan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pun
menentukan pembentukan karakter para siswanya. Masih banyak guru
4
yang berorientasi teacher center. Siswa belum mendapat kesempatan
untuk menggali kemampuan sesuai kecerdasan yang dimiliki.
Pembelajaran masih sebatas transfer ilmu dari guru ke siswa dan belum
menerapkan nilai-nilai tut wuri handayani, yang mengembangkan
kreatifitas para siswa.
Kreatifitas dan inovasi guru dalam mengelola kegiatan belajar
sangat menguntungkan para siswa. Dengan student center, para siswa
mudah beradaptasi dan belajar sesuai dengan tipe kecerdasan dan gaya
belajarnya masing-masing. Hal tersebut akan membantu para siswa untuk
membentuk karakter yang positif sehingga kelak mereka mampu
berkiprah di masyarakat sesuai bidangnya masing-masing. Sebagaimana
hasil penelitian Stanford University yang menyatakan bahwa keberhasilan
seseorang ditentukan oleh 87,5 % positive attitude (sikap positif) dan
12,5 % kualitas akademik (Komarudin, 2015).
Guru sebagai fasilitator diharapkan dapat memberikan kesempatan
pada seluruh siswanya untuk belajar sesuai dengan kecerdasan yang
dimiliki melalui pembelajaran yang variatif dan inovatif. Namun, karena
alasan pencapaian target nilai Ujian Nasional (UN) yang memenuhi
standar kelulusan, guru cenderung mengambil langkah praktis dengan
melaksanakan kegiatan belajar yang hanya menekankan pada aspek
akademik dan dilakukan secara konvensional. Hasil belajar berupa nilai
pengetahuan menjadi tolak ukur keberhasilan pembelajaran.
Pembelajaran yang melatih kemampuan siswa dari aspek sikap dan
ketrampilan menjadi terlewatkan. Oleh karena itu, diperlukan langkah bijak
bagi para guru untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada berbagai kompetensi.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan situasi belajar
yang melibatkan peran siswa secara dominan, student center. Kegiatan
belajar seharusnya dapat membantu siswa untuk menciptakan situasi
yang mendukung pembentukan sikap dan kemampuan akademik sesuai
dengan kompetensi dasar yang ditentukan (Kemdikbud, 2014). Guru
5
dituntut untuk dapat menciptakan iklim belajar yang bermakna dan
menyenangkan dalam mencapai kompetensi, terutama kompetensi
sikapnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Komarudin (2015) bahwa
pembentukan manusia yang berkarakter merupakan tujuan utama
pendidikan.
Kreatifitas guru dalam memfasilitasi kegiatan pembelajaran
menjadi salah satu penentu keberhasilan siswa dalam belajar. Guru
dituntut untuk dapat memilih metode pembelajaran yang tepat, sesuai
dengan kondisi keberagaman siswa di kelas dan disesuaikan dengan
tujuan pembelajaran. Para siswa perlu dihadapkan dengan obyek nyata
dan kontekstual sehingga pada saat kegiatan belajar mereka
mendapatkan pengalaman langsung. Sebagaimana dijelaskan oleh
Suparno (2015) bahwa karakter sebagai sikap yang sudah dimiliki siswa
harus dikembangkan di masa depan, melalui pembelajaran yang
menyenangkan dan kontekstual. Salah satunya adalah kegiatan
bioentrepreneurship.
Kegiatan tersebut diharapkan dapat mengakomodasi seluruh
kemampuan siswa dalam mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan
gaya belajar dan tipe kecerdasan yang dimilikinya masing-masing. Hal
tersebut diharapkan dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
membuktikan diri mereka sebagai siswa yang berkarakter baik dan
mengamalkannya di masa depan .
3. Pembahasan dan solusi
Revolusi karakter bangsa sebagai bagian dari program prioritas
pemerintahan Jokowi -JK dalam Nawa Cita diharapkan dapat menguatkan
amanat Kurikulum 2013 yang memberikan kesempatan kepada para
pendidik untuk melakukan pembelajaran yang mengutamakan pada
penumbuhan karakter, watak, dan kepribadian. Kegiatan yang dilakukan
diharapkan dapat membentuk siswa yang memiliki kecerdasan intelektual
6
dan ketrampilan, beriman, berahlak mulia, mandiri, kreatif, demokratis dan
bertanggung jawab.
Menurut Gunawan (2012), membangun karakter siswa melalui
pendidikan karakter dapat dapat dilakukan dengan mengintegrasikan nilai-
nilai karakter pada pembelajaran dan mengacu pada nilai karakter yang
termuat dalam Kompetensi Dasar (KD). Mata pelajaran biologi memiliki
tujuan menumbuhkan sikap spiritual dan sikap sosial, membekali
pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta didik agar mereka mampu
menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari hari sebagai pribadi
dan sebagai warga negara (Kemdikbud, 2015).
Pembelajaran biologi sebagai bagian dari pembelajaran IPA
memiliki tiga unsur, yakni biologi sebagai proses, sebagai produk dan
memiliki nilai-nilai. Permendikbud Nomor 59 Tahun 2015 menjabarkan
bahwa dalam mata pelajaran biologi dikembangkan dua macam sikap,
yakni sikap spiritual dan sikap sosial. Sikap sosial yang ditumbuhkan
dalam mata pelajaran biologi (IPA) memuat nilai-nilai ”halus” sebagai
dampak pengiring dari pembelajaran saintifik. Sikap sosial yang
ditumbuhkan antara lain menghayati dan mengamalkan perilaku jujur,
tanggungjawab, peduli (kerjasama, toleran, damai). Penguasaan konsep-
konsep dasar IPA (Biologi) pada peserta didik pada akhirnya akan
membentuk budaya yang memengaruhi cara berpikir, bertindak dan
bersikap secara ilmiah dalam menghadapi permasalahan sehari-hari
(Kemdikbud, 2015).
Sikap yang akan menjadi penekanan utama dalam kajian ini adalah
sikap yang muncul karena melakukan suatu kegiatan pembelajaran,
dalam hal ini adalah melalui pembelajaran biologi yang berbasis
entrepreneurship. Menurut Kasmir (2006), entrepreneuship atau
kewirausahaan adalah ilmu, seni, perilaku, ciri dan watak seseorang yang
memiliki kemampuan dalam mewujudkan gagasan inovatif dalam dunia
nyata. Penerapan entrepreneurship dalam pembelajaran biologi disebut
dengan bioentrepreneurship (Anwar, dkk.) Kegiatan bioentrepreneurship
7
memiliki tiga pilar utama, yakni ilmiah dan bakat manajerial, teknologi
serta pengelolaan uang (Meyers & Hurley, 2008).
Kegiatan tersebut menekankan pada materi- materi yang
kontekstual sesuai dengan potensi lingkungan sekitar melalui kegiatan
proyek. Bioentrepreneurship merupakan sebuah pendekatan
pembelajaran biologi yang kreatif, inovatif dan kontekstual dengan
mengkaitkan langsung pada objek nyata atau fenomena di sekitar
kehidupan. Para siswa dapat mempelajari proses pengolahan suatu
bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi dan
menumbuhkan minat usaha.
Menurut Purnomo (2005), minat wirausaha memiliki beberapa
indikator, di antaranya kemauan keras untuk mencapai tujuan, sikap jujur
dan tanggung jawab, ketahanan fisik dan mental, ketekunan dan keuletan
dalam bekerja dan berusaha, pemikiran yang kreatif, berorientasi masa
depan, dan berani mengambil resiko. Menurut Alma (2008) seorang
wirausaha harus mempunyai sikap percaya diri, berorientasi pada tugas
dan hasil, berani mengambil resiko dan berjiwa pemimpin.
Indikator-indikator yang ditemukan dalam kegiatan
entrepreneurship merupakan modal untuk mewujudkan tujuan
pembelajaran dalam aspek kompetensi sikap, khususnya sikap sosial.
Pembelajaran berbasis bioentrepreneurship dapat dilakukan sesuai KD
dalam silabus. Untuk kelas X, terdapat beberapa KD yang dapat
diaplikasikan melalui kegiatan entrepreneurship. Salah satunya adalah KD
4.11 Mengajukan gagasan pemecahan masalah lingkungan sesuai
konteks permasalahan lingkungan di daerahnya.
Kegiatan bioentrepreneurship yang merujuk pada KD yang terkait
adalah melakukan proyek pengolahan limbah organik menjadi pupuk cair.
Proyek merupakan tugas belajar yang terdiri dari serangkaian tahapan,
yakni 1) Perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Pelaporan (Kemdikbud, 2013).
Proyek tersebut dilakukan secara kelompok di luar kegiatan tatap muka di
8
kelas. Setiap kelompok melakukan kegiatan sesuai dengan petunjuk yang
telah disiapkan oleh guru.
Kegiatan tersebut juga membantu menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan karena mengakomodasi berbagai gaya belajar dan tipe
kecerdasan yang dimiliki siswa. Setiap siswa yang memiliki gaya belajar
tertentu akan merasa nyaman dan senang belajar sehingga mudah
memahami materi dan dapat menimbulkan efek pengiring secara
langsung berupa nilai-nilai positif seperti karakter jujur, disiplin, peduli
lingkungan, kerjasama dan bertanggung jawab.
Setiap tindakan yang dilakukan para siswa mencerminkan
beberapa sikap positif yang muncul secara alami dalam diri siswa. Hal
tersebut merupakan bentuk penguatan karakter ilmiah melalui wirausaha.
Merujuk pada indikator wirausaha menurut Purnomo (2005) terdapat
rangkaian kegiatan positif yang akan terakumulasi menjadi sikap yang
dapat menguatkan karakter para siswa, di antaranya kemauan keras
untuk mencapai tujuan, sikap jujur dan tanggung jawab, tekun dan ulet
dalam bekerja dan berusaha, kreatif, berorientasi masa depan, dan berani
mengambil resiko.
Penguatan karakter terbentuk karena adanya perasaan senang
saat melakukan kegiatan belajar variatif sesuai dengan gaya belajarnya
sebagai bentuk ekspresi dari berbagai tipe kecerdasan yang dimiliki para
siswa. Terdapat tiga gaya belajar, di antara tipe visual, auditori dan
kinestetik ( Damayanti, 2016). Sedangkan untuk kecerdasan, menurut
Howard dalam Lucy (2013) terdapat delapan tipe kecerdasan, yakni
kecerdasan bahasa (Word smart), kecerdasan matematik (Logic-Smart),
kecerdasan musik (Musical Smart), kecerdasan kinestetik (Body Smart),
kecerdasan naturalis (Nature Smart), kecerdasan interpersonal (People
Smart), dan kecerdasan intrapersonal (Self Smart).
Para siswa yang belajar sesuai dengan gaya belajarnya akan
termotivasi untuk mengikuti kegiatan belajar dengan bersungguh-
sungguh. Kondisi tersebut dapat menimbulkan kesadaran para siswa
9
untuk terus belajar dan bersemangat dalam mengerjakan sesuatu.
Dengan minat yang tinggi, seseorang cenderung berusaha aktif mengikuti
kegiatan belajar dan secara sadar tertanam sikap disiplin (Damayanti,
2016). Gambaran kegiatan bioentrepreneurship dengan tiga pilar utama
dapat memberikan kesempatan para siswa untuk menguatkan sikapnya.
Hal tersebut tercermin dalam tiap tahapan kegiatan berikut:
a. Persiapan
Pada tahapan ini para siswa dituntut untuk menyusun langkah kerja
dan bertanggung jawab dalam tiap tahap kegiatan. Para siswa dengan
gaya belajar auditori sesuai untuk memandu kegiatan ini. Mereka senang
berpartisipasi dalam diskusi, mampu berdialog dengan baik dan memiliki
kepekaan pendengaran (Damayanti, 2016).
Tahapan perencanaan berkaitan dengan pilar wirausaha, yakni
kemampuan manajerial. Melalui pembagian kerja yang demokratis akan
memberikan kesempatan pada anggota kelompok sehingga dapat
mengekspresikan karakternya masing-masing terkait tanggung jawab,
kerjasama dan disiplin. Suparno (2015) menyatakan bahwa tindakan yang
menunjukkan kerjasama dengan orang lain, mampu melaksanakan tugas
dan kewajiban serta menunjukkan perilaku bersungguh-sungguh adalah
karakter yang perlu mendapat prioritas dalam pembelajaran. Karakter
tersebut dapat terus terbangun dalam setiap kegiatan dan menjadi modal
untuk mensukseskan proyeknya.
b. Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan berhubungan dengan pilar ilmiah dan
teknologi dari entrepreneurship. Langkah pertama adalah melakukan
pengumpulan alat dan bahan yang akan digunakan. Seorang siswa
dengan gaya belajar kinestetik sangat antusias, senang belajar, gelisah
jika tidak ada kegiatan dan banyak bekerja dari pada bicara (Lucy, 2013)
dan senang melakukan demonstrasi suatu proses (Damayanti, 2016).
Keceriaan saat melakukan pengumpulan potongan rumput
tergambar di wajah para siswa ( Gambar 1a dan 1b). Semangat gotong-
10
royong pun tercermin manakala mereka beramai-ramai mengumpulkan
potongan rumput di halaman sekolah. Hal ini merupakan contoh sikap
para siswa yang muncul secara alami dari setiap kegiatan.
Setelah potongan rumput terkumpul, para siswa bergantian
memasukkan ke dalam komposter. Jumlah bahan baku yang diperlukan
harus seimbang dengan volume wadah (Gambar 2a dan 2b). Oleh karena
itu, setiap siswa harus memahami prinsip ilmiahnya, yakni dengan
memperhatikan perbandingan antara ukuran wadah, bahan dan starter.
Perhitungan yang akurat sangat diperlukan dalam pencampuran
bahan sehingga dituntut untuk bekerja secara hati-hati. Siswa yang
berpikir logis matematis sangat membantu dalam tahapan ini, karena
a b Gambar 1. Keceriaan siswa saat mengumpulkan potongan rumput (a), dan karung telah
terisi bahan pupuk cair (b)
a b
Gambar 2. Semangat gotong royong saat memasukkan bahan ke dalam komposter (a) dan melembabkan media dengan air
11
mampu bekerja efektif dan logis (Lucy, 2013). Kebersamaan dalam
bekerja akan terbangun dalam menyelesaikan tahapan ini. Efek positif
yang diharapkan terbangun adalah adanya kepedulian sosial dan
tanggung jawab. Sebagaimana dijelaskan oleh Suparno (2015) bahwa
tanggung jawab merupakan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang harus dilakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat dan lingkungan baik sosial maupun alam.
Langkah kedua adalah melakukan pemanenan pupuk cair. Setiap
siswa harus menyiapkan botol-botol untuk menampung pupuk cair yang
sudah terbentuk. Dengan semangat tinggi, para siswa mengumpulkan
botol-botol untuk kemasan. Hal ini sebagai bukti nyata bentuk kepedulian
lingkungan alam. Sikap kerjasama, tanggung jawab dan kepedulian
sosial maupun alam semakin terpancar dalam setiap tahapan kegiatan.
Siswa telah memiliki bekal untuk mengasah skill mereka. Learning to do.
Latihan tersebut telah memberikan kesempatan dan pengalaman
bagi setiap siswa. Sebagaimana dinyatakan oleh Komarudin (2015),
bahwa bentuk ketrampilan yang dilatih akan melekat sebagai salah satu
kompetensi peserta didik karena mereka dapat merasakan sendiri makna
pembelajaran bagi mereka maupun lingkungan mereka.
Saat pemanenan, seluruh siswa bersemangat untuk bekerja
bahkan berebut untuk dapat memanen pupuk cair yang telah dihasilkan
dari proses pengomposan. Salah seorang siswi mengekspresikan
kegembiraan ( Gambar 2a).
a b Gambar 2 : Ekspresi kegembiraan para siswa saat pemanenan pupuk (a) dan publikasi (b)
12
Setelah melakukan pengemasan, para siswa bertugas untuk
mempublikasikan (Gambar 2b) pada warga sekolah tentang manfaat
pupuk tersebut. Pada kegiatan publikasi ini, siswa yang memiliki tipe
kecerdasan intra personal sangat membantu dalam mengerjakan
kegiatan publikasi ini. Siswa tersebut memiliki interaksi sosial yang tinggi
dan mampu berkomunikasi dengan baik (Lucy, 2013).
Pembagian kerja juga terkait dengan pengelolaan keuangan dari
hasil penjualan pupuk. Hal ini sesuai dengan pilar ketiga dari
entrepreneurship, yakni pengelolaan uang. Mereka dituntut untuk bersikap
jujur dalam melaporkan keuangan dari hasil penjualan pupuk tersebut. Hal
tersebut didukung oleh pendapat Suparno (2015) yang menyatakan
bahwa sikap jujur berupa perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan dan pekerjaan.
c. Pelaporan Kegiatan
Rangkaian akhir dari seluruh kegiatan adalah membuat laporan
secara tertulis. Seluruh siswa bertanggung jawab dalam menyelesaikan
laporan sesuai dengan tahapan kerja yang menjadi tanggung jawabnya
masing-masing. Pada tahapan ini, siswa dengan kecerdasan bahasa
(word smart) cukup kompeten dalam memandu penyusunan laporan
kegiatan. Menurut Lucy (2013) anak dengan kecerdasan bahasa mampu
menulis secara sistematis dan meyakinkan orang lain.
Seluruh rangkaian dalam proyek telah memberikan kesempatan
pada siswa untuk menjalankan tiga pilar entrepreneurship. Mereka belajar
sesuai dengan kemampuan belajarnya dan terlatih untuk bekerja secara
gotong royong, dengan semangat kebersamaan yang tinggi serentak bak
regam. Sikap yang muncul secara alami dari para siswa tersebut
diharapkan dapat memupuk sekaligus menguatkan karakter terpuji dan
dapat membentuk insan yang cerdas dan bijak, insan yang berkarakter
baik. Menurut Sumadi (2013) sikap terpuji yang harus dimiliki para siswa
13
adalah suatu keniscayaan untuk kehidupan yang harmonis di alam. Hal
tersebut sejalan dengan pernyataan Komarudin (2015) bahwa karakter
yang baik merupakan perilaku seseorang yang konsisten di jalur yang
benar dan baik dalam kondisi apapun, meskipun dihadapkan pada situasi
yang dilematis.
Melalui kegiatan pembelajaran berbasis entrepreneurship di
sekolah, kegiatan ini diharapkan dapat membekali para siswa dengan
berbagai sikap dan kemampuan yang siap menghadapi tuntutan
perkembangan zaman dan teknologi di era globalisasi. Hal tersebut
sejalan dengan pernyataan Mulyasa (2014) bahwa sekolah sebagai
masyarakat kecil merupakan wahana pengembangan peserta didik untuk
menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis agar tercipta
pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning), sehingga mampu
melahirkan calon penerus pembangunan masa depan yang kompeten,
cerdas, kreatif dan siap menghadapi segala macam tantangan. Generasi
penerus pembangunan yang cerdas dan berkarakter, generasi yang yang
siap menghadapi tantangan di era Indonesia emas tahun 2045. Semoga.
4. Kesimpulan dan Harapan Penulis
a. Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual melalui pembelajaran biologi berbasis
entrepreneurship telah memberikan wahana yang luas bagi para siswa
untuk belajar mengeksplorasi seluruh kemampuannya baik sikap,
pengetahuan maupun ketrampilan. Pembelajaran bioentrepreneurship
dengan tiga pilar utama telah dapat dilaksanakan melalui proyek
pembuatan pupuk cair yang terdiri atas serangkaian kegiatan ilmiah
berupa tahap-tahap pengomposan. Pertama, pada pilar ilmiah dan
managerial, para siswa dituntut untuk membagi tugas dalam
melaksanakan tahapan ilmiah dalam proses pengomposan untuk
menghasilkan pupuk cair. Kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan
14
pengelolaan yang cerdas yang dilakukan secara bertangung jawab oleh
anggota kelompok. Kedua pilar teknologi, yakni para siswa belajar untuk
menggali potensinya untuk dapat menggunakan teknologi atau prinsip
penggunaan alat dalam pengomposan, sedangkan yang ketiga adalah
kemampuan pengelolaan keuangan khususnya pada tahapan pemanenan
dan publikasi produk pupuk cair untuk dijual di lingkungan sekolah.
Ketiga pilar dalam bioentrepreneurship yang diterapkan dalam
proyek pembuatan pupuk cair telah dapat memberikan pengalaman
belajar yang menyenangkan pada para siswa sehingga siswa belajar
sesuai dengan gaya belajar dan tipe kecerdasan yang dimiliki.
Pembelajaran yang kontekstual dan menyenangkan tersebut telah mampu
menumbuhkan dan memperkuat sikap-sikap positif yang tercermin dalam
setiap kegiatan yang mereka lakukan.
Para siswa dapat mengeksplorasi seluruh kemampuannya sesuai
dengan gaya belajar dan tipe kecerdasan yang dimiliki. Hal tersebut dapat
memacu kesadaran para siswa untuk belajar tidak hanya berorientasi
pada hasil atau nilai semata, namun proses pembelajaran adalah lebih
penting untuk membentuk insan yang cerdas dan berkarakter kuat.
Keberhasilan siswa tidak hanya tergantung pada akademik saja, namun
dari aspek sikap yang tercermin dalam karakter positif setiap siswa. Hal ini
merupakan bentuk pembelajaran yang mengembangkan knowledge, skill,
behaviour dan values. Setiap siswa dapat menguatkan sikap yang bijak,
memperluas pengetahuan dan ketrampilan yang akan menjadi dasar
hidupnya di masa depan.
b. Harapan Penulis
Penguatan sikap-sikap positif para peserta didik untuk membentuk
generasi berkarakter kuat sebagai penerus pembangunan tidak cukup
dilakukan secara parsial di sekolah. Seluruh komponen di lingkungan
sekolah hendaknya bekerja dengan menerapkan prinsip-prinsip
keteladanan. Baik kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan
15
hendaknya turut berpartisipasi aktif dalam memfasilitasi para siswa untuk
belajar secara optimal dengan menyelaraskan antara kemampuan
akademik, ketrampilan dan yang utama adalah sikap atau atitude.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang simultan dan
menyeluruh dengan menekankan pada keteladanan positif diharapkan
dapat membangun sekaligus memperkuat karakter para siswa bahkan
seluruh komponen masyarakat sekolah. Sikap jujur, disiplin, kerjasama
dan tanggung jawab akan terus melekat dalam sanubari setiap siswa
sebagai generasi cerdas dan berkarakter penerus cita-cita bangsa. Oleh
karena itu, kegiatan entrepreneurship diharapkan dapat dilakukan secara
holistik pada seluruh mata pelajaran melalui kegiatan pembelajaran
ataupun melalui kegiatan ekstrakurikuler.
16
DAFTAR PUSTAKA
Alma, B. 2008. Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Alfabeta, Bandung.
Anwar, Mustamir, Supardi, & Sugiharto. 2012. Inovative Journal of curriculum and Educational technology 1 (1). Unnes
Damayanti. 2016. Sukses Menjadi Guru. Panduan Memaksimalkan Proses Pengajaran Kreatif, Interaktif, Inovatif dan Profesional. Penerbit Araska, Yogyakarta.
Gunawan, H. 2012. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta
Kemdikbud. 2015. Permendikbud Nomor 59. 2015. Kurikulum 2013 SMA/MA Lampiran Peminatan Matematika dan Ilmu-Ilmu Alam (Biologi). Jakarta.
Kemdikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru. Implementasi Kurikulum 2013. Mata Pelajaran Biologi. Jakarta.
Komarudin, U. 2015. Arif Rahman: Guru. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kasmir. 2006. Kewirausahaan. Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Lucy. 2013. Berani Bermimpi. Penerbit Gramedia Widiasarana, Jakarta.
Meyers, A. and Hurley, P. 2008. From the Clasroom Bioentrepreneurship education Programe in the United States. Journal of Comercial of Biotechnology. Vol. 14 (1). 2-12 November 2007.
Mulyasa, H.E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.
Purnomo, B.H. 2005. Membangun Semangat Kewirausahaan. Laksbang Pressindo, Yogyakarta.
Sumadi, T. 2013. Perlukah Kompetensi Sikap dalam Rumusan Kurikulum? Dalam:Kemdikbud. 2013. Kurikulum 2013.Tanya Jawab dan Opini. Jakarta
Suparno, P. SJ. 2015. Pendidikan Karakter di Sekolah. Sebuah Pengantar Umum. Penerbit: Kanisius, Yogyakarta
17