penggunaan peta konsep untuk menganalisis...
TRANSCRIPT
-
PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENGANALISIS
MISKONSEPSI SISWA
(Penelitian Deskritif di SMP N 3 Tangerang Selatan)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh:
LIDYAWATI
NIM: 108016100072
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
-
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi yang berjudul Penggunaan Peta Konsep Untuk Menganalisis
Miskonsepsi Siswa disusun oleh Lidyawati, NIM. 108016100072, Program
Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang
berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan
oleh fakultas.
Jakarta, Januari 2014
Yang mengesahkan:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Baiq Hana Susanti, M.Sc Meiry Fadilah Noor, M.Si
NIP: 19700209 200003 2 001 NIP: 19800516 200710 2 001
-
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul Penggunaan Peta Konsep Untuk Menganalisis
Miskonsepsi Siswa disusun oleh Lidyawati, NIM. 108016100072, diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah
dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 25 Februari 2014 di hadapan
dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam
bidang Pendidikan Biologi.
Jakarta, April 2014
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)
Baiq Hana Susanti, M.Sc
..........................
..........................
NIP. 19700209 200003 2 001
Penguji I
Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd
..........................
..........................
NIP. 19650115 198703 1 020
Penguji II
Eny S. Rosyidatun, S.Si., M.A
..........................
..........................
NIP. 19750924 200604 2 001
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Dra. Nurlena, M.A., Ph.D. NIP. 19591020 198603 2 001
-
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Lidyawati
NIM : 108016100072
Jurusan : Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi
Alamat : Kp. Cikalagan No. 26 Rt. 002 / Rw. 010 DesaCileungsi, Kec.
Cileungsi - Kab. Bogor
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Penggunaan Peta Konsep Untuk
Menganalisis Miskonsepsi Siswa adalah benar hasil karya sendiri dibimbing
dosen:
1. Baiq Hana Susanti, M.Sc.
NIP: 19700209 200003 2 001
Jurusan/ Program Studi: Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi
2. Meiry Fadilah Noor, M. Si.
NIP: 19800516 200710 2 001
Jurusan/ Program Studi: Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya
siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil
karya sendiri.
Jakarta, Januari 2014
yang menyatakan
Lidyawati
-
i
ABSTRAK
Lidyawati. Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa
(Penelitian Deskriptif di SMP N 3 Tangerang Selatan). Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi,Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan peta konsep sebagai
upaya untuk menganalisis miskonsepsi siswa. Peta konsep merupakan alat yang
digunakan dalam mengevaluasi proses pembelajaran. Pembelajaran dengan peta konsep dapat diterapkan untuk menyelidiki pengetahuan yang dimilikisiswa, cara
belajar siswa, dan miskonsepsi pada siswa, sehingga dapatdigunakanuntuk mengevaluasi proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan di kelas VIII SMP N 3 Tangerang Selatan tahun pelajaran 2012/2013. Metode penelitian yang
digunakan adalah deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling diperoleh 45 siswa dari tiga kelas dengan
ketentuan guru yang mengajar bidang studi tersebut sama. Materi yang digunakan untuk menganalisis miskonsepsi merupakan konsep yang telah dipelajari, yaitu konsep sistem pencernaan pada manusia. Instrumen yang digunakan adalah peta
konsep acuan dan pedoman wawancara. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pengambilan kesimpulan. Data hasil penelitian
dianalisis dengan statistik deskriptif kuantitatif dan kualitatif.Hasil menunjukkan bahwa rata-rata peta konsep dalam kriteria rendah.Rendahnya peta konsep siswa disebabkanolehterdapatnya sebaran pernyataan pengetahuan siswa dengan rata-
rata miskonsepsi 17,4% dan tidak tahu konsep 49,4%, sehingga rata-rata siswa yang tahu konsep hanya sebesar 33,2%. Adapun subkonsep yang memberikan
persentase miskonsepsi terbesar, yaitu padamulut (46,7%), usus besar (48,9%), subkonsep pencernaan secara mekanik dan pencernaan secara kimiawi yang masing-masing (40%).Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa peta konsep
efektif digunakan untuk mengetahuimiskonsepsi siswa pada konsep sistem pencernaan pada manusia.
Kata Kunci: Miskonsepsi,Peta Konsep, dan Sistem Pencernaan pada
Manusia
-
ii
ABSTRACT
Lidyawati. The Use of Concept Map for Analyzing Student Misconceptions
(Descriptive Research at SMP N 3South Tangerang).BA Thesis, The Study Program of Biology Education, Department of Natural Science Education,
Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah StateIslamic University Jakarta, April 2014.
This study aims to determine the use of concept maps in order to analyze the students misconceptions. Concept map is a tool used in evaluating the learning
process. Learning with concept maps can be applied to investigate the knowledge of students, student learning, and student misconceptions, so it can be used to evaluate the learning process. This research was conducted in class VIII SMP N 3
South Tangerang school year 2012/2013. The method used was descriptive method. Sampling was done using random sampling techniques gained 45
students from three classes with the provisions of the teachers who teach the same subjects. The material used to analyze misconceptions is a concept that has been studied, namely the concept of the human digestive system. The instrument used
was a concept map reference and interview guide. The study was conducted in three stages, namely preparation, execution, and conclusions-making. The data
were analyzed with quantitative and qualitative descriptive statistics. The results obtained showed that the average concept maps in the low criteria. The low student concept maps caused by the presence of the distribution of knowledge
statements students with misconceptions average of 17.4% and 49.4% did not know the concept, so that the average student knows the concept of only 33.2%. The subconceptsgiving the largest percentage of misconception,were related to
mouth (46.7%), large intestines (48.9%), and subconceptmechanical digestion and chemical digestion (40%, each of them). Thus, it can be stated that the
concept map was effectively used to identifystudentsmisconceptions of the human digestive system concept.
Keywords: Concept Map, Human Digestive System, and Misconceptions.
-
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji dan syukur senantiasa tercurah
kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah serta karunia-Nya yang telah
menciptakan manusia dengan sangat sempurna dan memberikan ilmu
pengetahuan lebih dari makhluk ciptaan-Nyayang lain. Shalawat serta salam
terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAWsebagai sauri tauladan yang
baik bagi seluruh manusia, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dalam rangka menyelesaian
studistarta 1 (S1) untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan(S.pd) yang diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan untuk menerapkan dan mengembangkan teori-
teori yang penulis peroleh selama kuliah.
Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya peran serta dari pihak lain
yang telah banyak memberikan doa, dorongan, bantuan, bimbingan dan
petunjuk. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis dengan segenap kerendahan
dan ketulusan hati ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Nurlena Rifai, MA., Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga sebagai
Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Meiry Fadilah Noor, M.Si Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
4. Para dosen-dosen yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan
pengetahuan, selama penulis mengikuti perkuliahan.
-
iv
5. Maryono, S.E.M.M.Pd., Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Tangerang Selatan,
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan
memberikan bantuannya selama penelitian.
6. Laila Lubis, S. Pd., Guru bidang studi Biologi SMP Negeri 3 Tangerang
Selatan, yang telah banyak memberikan waktunya, bantuan, arahan, saran dan
motivasi kepada penulis selama melakukan penelitian.
7. Siswa/i kelas VIII di SMP N 3 Tangerang Selatan atas kesediaanya menjadi
responden dan kerjasamanya yang telah banyak membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini.
8. Alm. Bapak Omon dan Ibu R. Yayat tercinta dan terkasih, selaku kedua orang
tua penulis yang selalu berjuang memelihara, mendidik, dan mencurahkan
kasih sayangnya tiada tara tanpa pamrih, memanjatkan doa yang tiada henti-
hentinya akan keberhasilan penulis, dan memberi bantuan baik moril maupun
materil serta semangat kepada penulis. Semoga Allah senantiasa
melindunginya.
9. Adik-adikku tersayang (Sity Adhitia S. dan Ilham Yudhistira) yang sabar
menuntun, memberi saran, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
10. Teman-teman seperjuangan (Ana, Nelly, Aan, Suci, Lia, Yuli, Titik, Nurma,
Irma, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima
kasih atas doa, motivasi, dan semangatnya.
11. Keluarga besar HCC dan seseorang yang selalu saling mendoakan,
memperhatikan, menanyakan, mengingatkan, dan memotivasi, memberikan
semangat penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
12. Penghuni Kosan Ceria Hahaha.. Khususnya adik-adikku (Yuli dan Amel),
terimakasih atas doa, perhatian, motivasi, dan dukungan yang diberikan
kepada penulis.
13. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Biologi angkatan 2008 yang memotivasi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
banyak memberikan dukungan, saran, nasehat serta perhatian kepada penulis
-
v
dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik
Bapak, Ibu dan Saudara/i sekalian.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Amien Ya RobbalAlamin.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
-
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................i
ABSTRACT ...............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah ......................................................................1
B. IdentifikasiMasalah ...........................................................................7
C. PembatasanMasalah ..........................................................................7
D. PerumusanMasalah ............................................................................8
E. Tujuandan Manfaat Penelitian...........................................................8
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teoritis ...................................................................................10
1. Konsep .........................................................................................10
2. Konsepsi .......................................................................................14
3. Miskonsepsi ..................................................................................15
a. Pengertian Miskonsepsi dan Penyebabnya ..............................15
b. Cara untuk Mengetahui Miskonsepsi Siswa ...........................18
4. Peta Konsep .................................................................................19
a. Pengertian Peta Konsep ..........................................................19
b. Tujuan Pembelajaran Peta Konsep .........................................21
c. Ciri-ciri Peta Konsep...............................................................22
d. Macam-macam Peta Konsep...................................................23
-
vii
e. Fungsi Peta Konsep.................................................................25
f. Langkah-langkah Membuat Peta Konsep ...............................25
g. Kelebihan dan Kekurangan Peta Konsep................................27
h. Rubrik Penilaian Peta Konsep ................................................28
B. Temuan HasilPenelitianyang Relevan...............................................31
C. KerangkaBerpikir ..............................................................................34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat danWaktuPenelitian .............................................................36
B. MetodePenelitian ...............................................................................36
C. Unit Analisis ......................................................................................37
D. Instrumen Penelitian ..........................................................................37
E. Kalibrasi Instrumen ...........................................................................38
F. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................39
G. Langkah-langkah Pengumpulan Data...............................................41
1. Tahap Persiapan ...........................................................................41
2. Tahap Pelaksanaan .......................................................................41
3. Tahap Penarikan Kesimpulan .......................................................41
H. Teknik Analisis Data ........................................................................41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian .............................................................................43
1. Gambaran Karakteristik Responden yang Diteliti ........................43
2. Hasil Penelitian Peta Konsep Siswa.............................................44
3. Hasil Pengolahan Sebaran Pernyataan Peta Konsep Siswa .........47
4. Hasil Wawancara Siswa ...............................................................48
B. Pembahasan .......................................................................................51
-
viii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................62
B. Saran ................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................64
LAMPIRAN ..............................................................................................................67
-
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh Penilaian Peta Konsep ..............................................................30
Gambar 3.1 Peta Konsep Acuan .................................................................................38
Gambar 4.1 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Rendah ...............................................52
Gambar 4.2 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Sedang ...............................................53
Gambar 4.3 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Tinggi .................................................54
-
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi ................................................................................16
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Membuat Peta Konsep .................................................26
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Tiap Kelas Berdasarkan Jenis Kelamin ..............44
Tabel 4.2 Nilai Peta Konsep Siswa.............................................................................45
Tabel 4.3 JumlahSiswaBerdasarkanKriteriaTinggi, Sedang, danRendah...................46
Tabel 4.4 Jumlah Rata-rata Proposisi, Hierarki, danKaitanSilang ..............................46
Tabel 4.5 Persentase Jumlah Siswa yang Tahu Konsep (TK), Miskonsepsi (M),
dan Tidak Tahu Konsep (TTK) ..................................................................47
Tabel 4.6 Rekapitulasi Kisi-kisi Hasil Wawancara Siswa..........................................49
-
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Buku Paket Siswa Ke-1 .................................................................... 67
Lampiran 2 Buku Paket Siswa Ke-2 ..................................................................... 81
Lampiran 3 Validasi Instrumen dan Instrumen Peta Konsep Acuan (PKA)......... 93
Lampiran 4 Panduan Pembuatan dan Penyusunan Peta Konsep........................... 96
Lampiran 5 LembarKerja Siswa (LKS) ................................................................ 103
Lampiran 6 Hasil Peta Konsep Siswa.................................................................... 110
Lampiran 7 Perhitungan Peta Konsep Berdasarkan Kriteria Penilaian .................. 119
Lampiran 8 Hasil Penilaian Peta Konsep Siswa .................................................... 121
Lampiran 9 Hasil Temuan Sebaran Pernyataan Pengetahuan Siswa Sesuai
PKA.................................................................................................... 123
Lampiran10 HasilTemuan Sebaran Pernyataan Pengetahuan Siswa Di Luar
PKA.................................................................................................... 133
Lampiran11 Hasil Wawancara Guru ...................................................................... 136
Lampiran12 Hasil Wawancara Siswa ..................................................................... 139
Lampiran 13 Uji Referensi .................................................................................... 145
Lampiran 14 Surat Bimbingan Skripsi.................................................................... 152
Lampiran 15 Surat Permohonan Izin Observasi ................................................... 153
Lampiran 16 Surat Permohonan Izin Penelitian ................................................... 154
Lampiran 17 Surat Keterangan Penelitian ............................................................ 155
Lampiran 18 Foto-foto Penelitian ........................................................................... 156
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aktivitas usaha dari manusia untuk meningkatkan
kepribadian dan kecerdasan. Usaha ini dapat dilakukan dengan membina potensi
atau kemampuan yang ada di manusia itu sendiri. Proses usaha tersebut bertujuan
mencerdaskan pendidikan Indonesia sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Menurut Muhibinsyah dalam Sagala, pendidikan diartikan sebagai sebuah proses
dengan metode-metode tertentu, agar siswa memperoleh pengetahuan,
pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.1
Pendidikan sendiri bukan saja usaha proses transfer informasi guru kepada
siswa, namun interaksi yang terjadi antara guru dan siswa, sehingga siswa tidak
saja mengetahui tetapi juga memahami pembelajaran yang diajarkan. Mengingat
sangat pentingnya usaha untuk mencapai tujuan pendidikan nasional bagi
kehidupan, maka usaha harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Usaha
memperbaiki pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih
baik khususnya dalam hal pemahaman siswa terhadap suatu konsep dalam
pembelajaran di kelas.
Pendidikan menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, yaitu
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peseta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. 2
Usaha yang lemah dalam kualitas pendidikan di Indonesia menjadi masalah
besar. Hal ini dibuktikan fakta yang berasal dari temuan hasil survei yang
1Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 3. 2Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 Tentang
Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2011), Cet. V, h. 60-61.
-
2
dilakukan oleh The Trends International Mathematics and Science Studies
(TIMSS) pada tahun 2007 untuk siswa sekolah menengah, Indonesia berada pada
posisi ke 36 dari 48 negara untuk matematika. Nilai rata-rata yang didapat siswa
Indonesia pun sangat rendah yaitu 397 sementara rata-rata nilai seluruh negara
yang disurvei adalah 452. Pada bidang studi sains pun tidak jauh berbeda,
Indonesia berada pada posisi 35 dari 48 negara dengan nilai rata-rata, yaitu 427
sementara rata-rata nilai seluruh negara yang disurvei adalah 467.3
Sedangkan pada Programme for International Student Assesment (PISA)
berdasarkan hasil survei 31 negara dengan sampel siswa yang berusia 15 tahun
pada tahun 2009, siswa Indonesia menunjukkan masih sangat rendah dengan
diperlihatkan hasil dari literasi membaca memperoleh nilai rata-rata, yaitu 402
dari nilai rata-rata keseluruhan survei 432 dengan posisi negara ke-23. Literasi
matematika memperoleh nilai rata-rata, yaitu 371 dari nilai rata-rata keseluruhan
survei 436 dengan posisi negara ke-27. Serta literasi sains memperoleh nilai rata-
rata, yaitu 383 dari nilai rata-rata keseluruhan survei 439 dengan posisi negara ke-
26.4
Berdasarkan hasil TIMSS dan PISA memperlihatkan pendidikan matematika
dan sains pada siswa Indonesia sangatlah rendah. Salah satu penyebab dari
lemahnya kualitas pendidikan di Indonesia ini adalah kurangnya pemahaman
konsep, disebabkan dalam proses pembelajaran di kelas, anak kurang didorong
untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan membangun pemahaman konsep
dalam mentalnya. Sedangkan dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran
sains, yaitu biologi siswa dituntut untuk memahami dan menghayati bagaimana
konsep itu diperoleh, menghubungkan satu konsep dengan konsep lain dan
menggunakan konsep-konsep tersebut untuk menunjang konsep sains lainnya.
3Patrick Gonzales, et. al, Highlights From TIMSS 2007: Mathematics and Science Achievement
of U.S. Fourth- and Eighth-Grade Students in an International Context (NCES 2009001Revised),
National Center for Education Statistics, Institute of Education Sciences, U.S. Department of
Education. Washington, DC, (2009), p. 7 & 32. 4Howard L. Fleischman, et. al, Highlights From PISA 2009: Performance of U.S. 15-Year Old
Students in Reading, Mathematics, and Science Literacy in an International Context (NCES 2011-
004). U.S. Department of Education, National Center for Education Statistics. Washington, DC:
U.S. Government Printing Office, (2010), p. 9, 18, & 24.
-
3
Rendah dan lemahnya pemahaman konsep siswa di Indonesia disebabkan
proses pembelajaran sains khususnya biologi yang dilakukan guru di kelas masih
menerapkan belajar hanya menghapalkan konsep-konsep semata dalam prosesnya,
bukan belajar bermakna dengan menemukan sendiri konsep-konsepnya. Ausubel
dalam Dahar menyatakan pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang
mengaitkan antar informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat
pada struktur kognitif seorang siswa.5 Hal ini yang diharapkan melalui proses
pembelajaran bermakna tersebut dapat membuat pemahaman konsep siswa
menjadi lebih baik dan tidak terjadi kesalahpahaman terhadap suatu konsep,
sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Permasalahan yang kini dihadapi di dalam dunia pendidikan adalah
bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan yang umumnya dikaitkan dengan
tinggi atau rendahnya pemahaman konsep siswa yang diperolehnya ketika
mendapatkan informasi pengetahuan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh
pengelola pendidikan dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa agar prestasi
belajar siswa meningkat, salah satunya dengan melakukan perubahan kurikulum
dan perubahan proses pembelajaran di kelas yang pada kenyataannya masih
banyak guru yang masih mengunakan pembelajaran konvensional.
Masalah ini juga ditemukan khususnya pada sekolah menengah pertama di
SMP N 3 Tangerang Selatan mengenai pemahaman konsep siswa terhadap
pembelajaran biologi khususnya. Pemahaman siswa mengenai konsep-konsep
biologi dan hubungan saling keterkaitan antar konsep merupakan masalah yang
cukup memperihatinkan dalam pemikiran struktur kognitif siswa. Hal ini
disebabkan dari beberapa faktor, yaitu pemahaman konsep awal atau prakonsepsi
siswa yang berasal dari pengalaman, baik lingkungan maupun konsep yang telah
didapatkan sebelumnya, guru, buku teks, dan lain sebagainya. Selain itu juga cara
mengajar dalam proses pembelajaran sains khususnya biologi akan lebih efektif,
jika pembelajaran tersebut didukung dengan metode yang tepat.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan di sekolah tersebut sebelum
melakukan penelitian, diketahui guru masih menggunakan strategi pembelajaran
5 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran , (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 95.
-
4
konvensional yang biasanya sering digunakan setiap mengajar biologi. Strategi
pembelajaran tersebut pada dasarnya tidak selalu cocok untuk semua konsep yang
diajarkan kepada siswa, sehingga kurang maksimal. Kebiasaan siswa pun
mendukung pemahaman siswa terhadap pembelajaran biologi, yang terkadang
malas membaca karena materi yang terlalu banyak dan tidak memperhatikan
dengan baik ketika guru menjelaskan di kelas.
Pembelajaran biologi merupakan pelajaran yang akan lebih mudah dipahami
apabila menggunakan metode atau strategi pembelajaran yang sesuai, karena bagi
sebagian siswa sangatlah membosankan dalam belajar konsep yang
pembahasanya banyak. Oleh sebab itu diharapkan dapat memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi siswa, sehingga lebih menyadari kebenaran konsepnya.
Berdasarkan sifat dari mata pelajaran biologi tersebut maka dalam kegiatan
belajar mengajar siswa hendaknya dilatih untuk menyatukan konsep-konsep,
siswa dapat memahami lebih baik konsep-konsep tersebut dengan mencermati
bagaimana konsep tersebut saling terkait dan berhubungan satu dengan yang
lainnya.6 Sehingga pemahaman siswa terhadap hakekat sains khususnya biologi
menjadi utuh dan memiliki makna, karena pada umumnya kebanyakan konsep
biologi bersifat abstrak dan sulit untuk dipahami oleh siswa. Konsep yang bersifat
abstrak tergolong sulit dan hal ini dapat menjadi penyebab terjadinya
kesalahpahaman konsep (miskonsepsi) pada siswa. Beberapa konsep biologi yang
tergolong sulit dan ada kemungkinan terdapat miskonsepsi adalah mengenai
respirasi, ekologi, fotosintesis, genetis, klasifikasi, 7 organ internal, sistem organ,
dan proses tubuh manusia.8
Beberapa topik penelitian miskonsepsi biologi yang telah dilakukan
contohnya yang diungkapkan oleh Stavy dan Wax dalam Suparno terhadap siswa
umur 11-12 tahun mengenai konsep tanaman, menemukan sekitar 57% siswa
6Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 291.
7Ceren Tekkaya, Misconceptions as Barrier to Understanding Biology, Hacettepe Universites
Egitium Fakultesi Dergizi, Ankara, 2002, p.261. 8Imbi Henno & Priit Reiska, Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology,
dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting
Educators, Proc. Of the Third Int. Conference on Concept Mapping , (Finland: Tallin. Estonia &
Helsinki, 2008), p. 1.
-
5
mempunyai anggapan bahwa tanaman itu hidup, 66% siswa berpikir bahwa
tanaman bereproduksi, dan 88% berpikir tanman itu membutuhkan makanan.9
Amir dan Tamir dalam Suparno menyatakan temuannya, mengenai ada
miskonsepsi siswa pada konsep fotosintesis adalah suatu proses pernapasan pada
tanaman.10 Hal itu jelas pada pernyataan kedua pakar ahli tersebut, siswa salah
memahami mengenai konsep tanaman karena tanaman dapat membuat makan
sendiri dan memperolehnya dari hasil fotosintesis tersebut, sehingga hal tersebut
menunjukkan bahwa masih ditemukan miskonsepsi siswa meskipun telah
dipelajari konsepnya oleh siswa.
Miskonsepsi (kesalahan konsep) merupakan konsepsi siswa hasil dari
konstruksi mengenai pengetahuannya yang tidak sesuai atau berbeda dengan
konsep para ahli ilmiah.11 Salah satu upaya mengatasi kesulitan siswa dalam
pemahaman konsep yang menyebabkan miskonsepsi, yaitu dengan metode
pembelajaran peta konsep yang digunakan untuk mendeteksi kesalahan konsep.
Selain itu, peta konsep dapat digunakan untuk menyelidiki apa yang telah
diketahui siswa, mempelajari cara belajar, mengungkap konsepsi salah
(miskonsepsi), dan sebagai alat evaluasi. 12
Peta konsep salah satu alasan yang kuat untuk memfasilitasi pembelajaran
bermakna yang berfungsi sebagai dasar untuk membantu mengorganisasikan
pengetahuan konsep dan struktur kognitif siswa. 13 Pada pembelajaran dengan
menggunakan peta konsep banyak aktifitas-aktifitas yang dilakukan siswa seperti
menentukan konsep penting, membangun dan melengkapi peta konsep, berdiskusi
dengan siswa lain, menanggapi pertanyaan guru, bertanya dan menyimpulkan
materi pelajaran. Semua aktifitas ini bermanfaat bagi siswa karena siswa mencari
9Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika , (Jakarta:
Grasindo, 2005), h. 10. 10
Ibid. 11
Dahar, op. cit., h. 153. 12
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),
h. 32-33. 13
Joseph D. Novak, The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them,
http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Co
ncept%Maps.pdf diakses tgl 13 Januari 2012
http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Concept%25Maps.pdfhttp://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Concept%25Maps.pdf
-
6
pengalaman dan mengalami sendiri. Hal ini akan membuat belajar lebih menarik
dan berhasil, sehingga dalam pembelajaran diharapkan siswa lebih paham konsep.
Penggunaan peta konsep pada pembelajaran, siswa bisa melihat materi
pelajarannya secara jelas dan dapat mempelajarinya dengan lebih bermakna serta
dapat mengungkap miskonsepsi siswa pada suatu konsep. Peta konsep adalah
diagram hirarkis dua dimensi yang menggambarkan keterkaitan antara dan
diantara konsep-konsep individu.14 Sehingga peta konsep dapat menjadikan siswa
lebih menguasai struktur dasar, menciptakan ingatan yang bukan hanya hafalan
saja tetapi juga menjadikan belajar lebih bermakna. Ini karena siswa telah
memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna dalam bidang studi itu,
dengan demikian dapat mendetail menghubungkan antara konsep baru dengan
yang lama. Belajar bermakna akan terjadi bila proses kognitif di mana siswa dapat
mengaitkan informasi baru dengan hal-hal yang sudah diketahui sebelumnya,15
dalam hal ini penggunaan peta konsep dapat membantu siswa memahami suatu
konsep, sehingga diharapkan tidak ditemukan miskonsepsi.
Miskonsepsi pada siswa didapatkan sewaktu berada di sekolah ketika belajar
di kelas, dari pengalaman dan pengamatan mereka di masyarakat atau dalam
kehidupan sehari-hari,16 seperti sama halnya yang telah disebutkan sebelumnya
masih ditemukan miskonsepsi pada beberapa konsep. Berdasarkan uraian diatas,
salah satunya pada konsep sistem organ manusia, seperti yang telah ditemukan
oleh Tunnicliffe dalam Henno mengenai kesulitan siswa memahami konsep
sistem ekskresi dan pencernaan manusia dengan upaya untuk mengetahui
kesalahan konsep tersebut dengan menggunakan peta konsep.17 Peta konsep dapat
menghubungkan antara pengetahuan awal yang dimiliki siswa dengan informasi
yang baru diterimanya sehingga siswa dapat dengan mudah memahami materi
yang diajarkan guru dan hubungan antara konsep-konsep disertai proposisi yang
sesuai dapat menimbulkan kebermaknaan yang diharapkan tidak ditemukan
14
Uchenna Udeani & Philomena N. Okafor, The Effect of Concept Mapping Instructional
Strategy on the Biology Achievement of Senior Secondary School Slow Learner, Journal of
Emerging Trends in Educational Reseach and Policy Studies, 2012, p.139. 15
Ormrod, op. cit., h. 286. 16
Suparno, op. cit., h. 2 17
Imbi Henno & Priit Reiska, loc. cit.
-
7
miskonsepsi dalam konsep tersebut. Oleh sebab itu, peta konsep diharapkan
efektif dalam menciptakan pengetahuan bermakna, menggambarkan dan
mengetahui kesalahpahaman konsep, dan menelusuri perubahan konseptual siswa
dalam memahami suatu konsep.
Berdasarkan yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis
Miskonsepsi Siswa pada Konsep Sistem Pencernaan Pada Manusia
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas maka dapat
diidentifikasikan masalah yang timbul antara lain :
1. Masih rendahnya hasil pendidikan di Indonesia khususnya pembelajaran
matematika dan sains.
2. Masih rendahnya kualitas tingkat pemahaman konsep siswa pada
pembelajaran sains khususnya biologi di sekolah menengah pertama.
3. Metode mengajar guru yang masih bersifat konvensional.
4. Pada umumnya siswa menganggap biologi adalah mata pelajaran yang sulit
dan membosankan, materi terlalu banyak untuk dihapalkan yang
mengakibatkan rendahnya pemahaman konsep-konsep biologi, sehingga
dapat menimbulkan miskonsepsi pada siswa.
C. Pembatasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka hanya dibatasi
pada:
1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII di SMP N 3 Tangerang Selatan.
2. Penelitian berfokus pada konsep sistem pencernaan pada manusia yang telah
diajarkan kepada siswa.
3. Analisis miskonsepsi yang terjadi menggunakan peta konsep acuan
berdasarkan Novak dan Gowin, 1984.
-
8
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka permasalahan akan dicari jawabannya dalam penelitian ini:
Bagaimana Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa
pada Konsep Sistem Pencernaan pada Manusia di Kelas VIII SMP N 3
Tangerang Selatan?
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
miskonsepsi siswa menggunakan peta konsep pada konsep sistem pencernaan
pada manusia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui konsepsi siswa dengan menggunakan peta konsep setelah
penerapannya pada konsep sistem pencernaan pada manusia yang telah
dipelajari sebelumnya di semester ganjil.
b. Menganalisis miskonsepsi siswa menggunakan peta konsep guna mengetahui
kesalahpahaman konsep pada siswa kelas VIII pada konsep sistem
pencernaan manusia.
c. Memperoleh informasi mengenai persentase miskonsepsi siswa dari kelas
VIII pada konsep sistem pencernaan pada manusia menggunakan peta
konsep.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi guru biologi, hasil penelitian ini memberikan informasi tentang
subkonsep dalam konsep sistem pencernaan manusia yang dimiskonsepsi
oleh siswa, sehingga diharapkan para guru dapat menindaklanjuti
miskonsepsi tersebut dan diharapkan lebih variatif, efektif, serta inovatif
dalam menentukan strategi atau metode ketika proses belajar mengajar agar
bisa meminimalisir miskonsepsi baik pada materi ajar konsep sistem
pencernaan pada manusia maupun materi ajar yang lainnya.
-
9
b. Bagi siswa dapat meningkatkan aktivitas selama proses pembelajaran
khususnya pemahaman konsepnya, mendorong siswa untuk terampil dalam
membuat peta konsep sebagai bentuk lain rangkuman, dan mengetahui
kesalahpahaman (miskonsepsi) yang terjadi didiri siswa terhadap materi ajar
konsep sistem pencernaan pada manusia.
c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini memberikan informasi tentang analisis
miskonsepsi menggunakan peta konsep dan juga dapat menambah
pengetahuan serta wawasan dalam penerapan pembelajaran di kelas dengan
metode peta konsep kaitannya dengan pemahaman konsep dan miskonsepsi
siswa pada materi ajar konsep sistem pencernaan pada manusia.
d. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu dasar
dan masukkan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya baik yang
sejenis maupun dengan cara lainnya untuk mengungkap atau mengetahui
miskonsepsi siswa.
-
10
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teoretis
1. Konsep
Konsep dan konsepsi merupakan dua istilah yang sering dipertukarkan
penggunaanya, padahal keduanya berbeda baik dalam pengertian maupun
penggunaannya. Konsep bersifat lebih umum dan dikenal atau diumumkan
berdasarkan kesepakatan, sedangkan konsepsi bersifat khusus atau spesifik.1
Konsep dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti ide atau pengertian
yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. 2 Adapun pengertian konsep dapat
didefenisikan dengan berbagai rumusan seperti yang dikemukakan beberapa
pendapat para ahli.
Beberapa ahli berpendapat mengenai pengertian konsep, yaitu menurut
Sagala, konsep sebagai hasil pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang
dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan yang
meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep dapat diperoleh melalui fakta,
peristiwa, pengalaman, generalisasi dan berpikir abstrak.3 Menurut Dahar,
konsep merupakan penyajian internal sekelompok stimulus, konsep yang tidak
dapat diamati atau abstrak, oleh karena itu konsep harus disimpulkan dari
perilaku.4 Menurut Rustaman, konsep merupakan abstraksi yang
menggambarkan ciri-ciri, karakter atau atribut yang sama dari kelompok objek,
baik merupakan proses, peristiwa, benda, atau fenomena di alam yang
membedakannya dari kelompok lainnya.5 Menurut Yustin, konsep-konsep
merupakan dasar untuk berpikir, untuk belajar, aturan-aturan dan akhirnya
1 Nuryani Y. Rustaman, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri
Malang, 2005), h. 169. 2 Hasan Alwi, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , (Jakarta: Balai Pustaka,
2007), Cet. Ke-3, h. 588. 3 Syaiful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabete, 2006), h. 71.
4 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 62.
5 Rustaman., op. cit. h. 51.
-
11
memecahkan masalah.6 Dengan demikian dapat dinyataan bahwa konsep
merupakan pemikiran seseorang yang diperolehnya dari fakta,
peristiwa/kejadian, fenomena alam, pengalaman, generalisasi, ataupun hasil
berpikir abstrak yang menggambarkan ciri-ciri atau karakter baik yang sama
dalam suatu kelompok tertentu maupun yang membedakannya dengan kelompok
lainnya, sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada. Oleh sebab itu siswa
disarankan agar dapat mempelajari konsep-konsep sehingga pembelajaran dapat
tersampaikan secara bermakna.
Konsep pada pembelajaran siswa khususnya biologi merupakan konsep
abstrak. Konsep yang membutuhkan penjabaran dan pemahaman konsep yang
baik dan benar. Proses memahami konsep tersebut dapat dipelajari dengan lebih
mengutamakan belajar konsep dasar terlebih dahulu pada suatu materi, sehingga
diharapkan sampai kepada hal-hal yang dimaksudkan untuk dimengerti oleh
siswa. Belajar konsep merupakan landasan dasar dalam berpikir dan proses
mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasinya sebagai
hasil utama dari pendidikan.7 Belajar konsep melibatkan perubahan-perubahan
kualitatif, perubahan itu terdiri atas penambahan lebih banyak stimulus pada
suatu respon materi yang dipelajari dan peningkatan jumlah berbagai hubungan
stimulus dengan respon.
Pemahaman atau penguasaan konsep sangat penting bagi siswa yang sedang
belajar, dan dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep merupakan tujuan akhir
dari setiap proses pembelajaran siswa. Oleh karena itu, pemahaman konsep
merupakan hasil utama dari proses pembelajaran, karena sangat menentukan
untuk keberhasilan pencapaian aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotor dan
juga terkadang dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa.
Proses belajar konsep pada siswa dapat menguji kebenaran dari suatu
pengetahuan baru yang didapatkan dari proses belajar mengajar untuk menjawab
suatu masalah yang ada hubungannya satu dengan yang lain, sehingga
6 Yustin Yusuf, dkk., Upaya Peningkatan Aktifitas Dan Hasil Belajar Biologi Melalui
Penggunaan Peta Konsep Pada Siswa Kelas Ii4 Smp Negeri 2 Pekanbaru Tahun Ajaran
2004/2005, (Universitas Riau Pekanbaru: Jurnal Biogenesis Vol 2 (2):59-63, 2006), h. 59. 7 Ratna Wilis Dahar, loc. cit.
-
12
memperoleh pemahaman konsep yang baik. Perolehan pemahaman konsep
dalam belajar konsep ilmu pengetahuan khususnya biologi berdasarkan
pengalaman dalam proses belajar baik di lingkungan sekolah ataupun
lingkungan sekitar di luar sekolah, misalnya keluarga. Belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku individu melalaui interaksi dengan lingkungan.8
Belajar untuk memperoleh pemahaman konsep yang baik efektifnya sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada. Faktor-faktor itu adalah
sebagai berikut:9
a. Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan, apa yang dipelajari perlu
digunakan secara praktis dan diadakan ulangan secara kontinu dibawah
kondisi yang serasi, sehingga penguasaan hasil belajar menjadi lebih mantap.
b. Belajar memerlukan latihan dengan jalan: relearning, recalling, dan
reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali akan lebih
mudah dipahami.
c. Belajar siswa lebih berhasil, belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa
berhasil dan mendapat kepuasaan.
d. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam
belajarnya. Keberhasilan akan mendorong belajar lebih baik, dan sebaliknya.
e. Faktor asosiasi, karena semua pengalaman belajar antara yang lama dengan
yang baru, secara berurutan diasosiasikan sehingga menjadi satu satuan
pengalaman.
f. Pengalaman masa lampau, menjadi dasar untuk menerima pengalaman dan
pengertian yang baru.
g. Faktor kesiapan belajar, murid yang telah belajar akan lebih mudah untuk
menerima pengajaran dan sebaliknya.
h. Faktor minat dan usaha, belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar
lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila murid
tertarik akan sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasa bahwa
sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya.
8 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta : Bumi aksara, 2011), h. 28.
9 Ibid., h. 33.
-
13
i. Faktor psikologis, kondisi kesehatan siswa sangat berpengaruh dalam proses
belajarnya.
j. Faktor intelegensi, murid yang cerdas akan relatif lebih berhasil dalam
pembelajarannya, karena ia lebih mudah menangkap pelajaran yang diberikan
dan sebaliknya.
Sehingga dapat diambil kesimpulan belajar konsep yang efektif adalah belajar
yang telah memenuhi faktor-faktor tersebut. Apabila beberapa faktor saja tidak
ada maka siswa mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar bermakna
untuk memahami suatu konsep yang menciptakan proses belajar mengajar tidak
hanya tahu tetapi memahami apa yang dipelajari.
Setelah siswa belajar konsep dilakukan penilaian terhadap hasil belajar
penguasaan konsep yang memiliki tujuan dalam mengukur penguasaan dan
pemilihan konsep dasar keilmuan (content objectives). Konsep dasar keilmuan
(content objectives) ini dapat berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci
dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus
dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas.10 Oleh sebab itu penguasaan atau
pemahaman konsep siswa terhadapsuatu materi pembelajaran harus baik.
Konsep yang diterima siswa ketika belajar konsep terkadang ada yang
bersifat konkrit dan abstrak, tetapi khususnya dalam pembelajaran biologi
konsep-konsep tersebut akan menjadi abstrak apabila dalam proses belajar
mengajar hanya berupa hafalan saja tanpa ada tindak lanjut, seperti contohnya
melakukan eksperiment yang berupa praktik dari penerapan konsep yang
didapatkan siswa di kelas ketika belajar biologi ataupun dengan strategi
pembelajaran yang dapat melibatkan siswa langsung ikut serta dalam
mempelajari konsep tersebut. Belajar konsep dengan menggunakan strategi yang
tepat, yang menuntut pemahaman konsep lebih baik dengan disertai perbuatan
langsung sehingga belajar biologi lebih bermakna dan tidak abstrak lagi.
10
Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta:UIN Press,
2006), h. 14.
-
14
2. Konsepsi
Berbeda dengan konsep yang merupakan dasar pemikiran seseorang,
konsepsi merupakan hasil dari pengalaman seseorang tentang sesuatu (stimulus).
Konsepsi seseorang berbeda dengan konsepsi orang yang lain. Konsepsi berasal
dari kata to conceive yang artinya cara menerima.11 Sedangkan dalam kamus
besar bahasa Indonesia memiliki arti pengertian atau pendapat (paham). 12
Adapun konsepsi primitif disebut juga prakonsepsi siswa, karena didasarkan
instuisi atau akal sehat dalam memahami peristiwa alam yang diamati.
Prakonsepsi ini sering bertentangan satu sama lainnya (tidak konsisten) dan
sering tidak sesuai dengan konsepsi para ilmuan. Oleh karena itu prakonsepsi
siswa disebut juga konsep alternatif atau miskonsepsi. 13
Dari beberapa hasil penelitian menunjukan, bahwa sebelum mengikuti
kegiatan pembelajaran secara formal, siswa telah memiliki prakonsep
(preconcept) mengenai pelajaran yang akan dipelajari. Prakonsep tersebut
terbentuk dari hasil interaksi siswa dalam kehidupan sehari-hari terhadap
lingkungan, peristiwa alam dan masyarakat di sekitarnya. 14
Prakonsep siswa akan membentuk konsepsi dalam pengalamannya belajar
mendapatkan pemahaman. Konsepsi merupakan perubahan yang terjadi dari
hasil belajar, menurut pandangan konstruktivisme dalam West & Pines dalam
Rustaman, keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau
kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan
pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan
dengar.15 Dari tidak tahu atau sedikit tahu menjadi tahu, sehingga menghasilkan
pemahaman konsep yang baik, yang diharapkan sama seperti konsep para
ilmuan.
Pembelajaran dan perspektif konstruktivisme mengenai konsepsi
mengandung empat kegiatan inti. 1) pembelajaran konstruktivisme berkaitan
11
Rustaman., op. cit., h. 170. 12
Alwi., loc. cit. 13
Suhirman, Prakonsepsi, Miskonsepsi, dan Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran Sains,
Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian, Th. 6, No. 2, Oktober 1998, h. 79. 14
Ibid.,78-79. 15
Rustaman, loc. cit.
-
15
dengan pengetahuan awal (prior knowledge) siswa, 2) pembelajaran
konstruktivisme mengandung kegiatan pengalaman nyata (experince), 3) dalam
pembelajaran konstruktivisme terjadi interaksi sosial (social interaction), dan 4)
pembelajaran konstruktivisme membentuk kepekaan siswa terhadap lingkungan
(sense making). 16 Konstruktivisme memandang, bahwa guru tidak hanya
berfungsi sebagai satu-satunya sumber informasi di sekolah yang tujuannya
mendidik siswa supaya pintar, tetapi sebagai salah satu sumber yang aktif dalam
mempersiapkan fasilitas belajar dan menciptakan kondisi belajar yang kondusif,
sehingga diharapkan konsepsi siswa mengenai suatu konsep baik dan benar tidak
terjadi kesalahpahaman konsep (miskonsepsi).
3. Miskonsepsi
a. Pengertian Miskonsepsi dan Penyebabnya
Miskonsepsi berasal dari serapan bahasa Inggris misconception yang
artinya dalam bahasa Indonesia salah paham. 17 Sedangkan dalam kamus besar
bahasa Indonesia salah paham memiliki arti salah dan keliru dalam memahami
pembicaraan, pernyataan atau sikap orang lain. 18 Beberapa pengertian
miskonsepsi lainnya menurut para ahli sebagai berikut: 19
1) Menurut Novak, miskonsepsi sebagai suatu interprestasi konsep-konsep,
dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.
2) Menurut Brown, miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan
mendefinisikannya sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah yang sekarang diterima.
3) Menurut Feldsin, miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang
tidak benar antara konsep-konsep.
4) Menurut Fowler, miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan
konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah,
16
Ibid. 17
John M. Echols dan Hassan Shadily, An English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Gramedia,
1996), Cet. XXIII, h. 382. 18
Alwi., op. cit., h. 982 19
Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisik a, (Jakarta:
Grasindo, 2005) h. 4-5.
-
16
kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-
konsep yang tidak benar.
Berdasarkan para ahli tersebut, maka miskonsepsi dapat dinyatakan sebagai
kekeliruan atau kesalahan terhadap suatu konsep dalam menginterprestasikan
hubungan antar konsep yang berbeda yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Kekeliruan tersebut menyebabkan suatu konsep menjadi tidak benar dan tidak
bermakna bila dikaitkan dengan konsep-konsep lainnya.
Secara lengkap, Suparno menyebutkan faktor penyebab miskonsepsi siswa
berdasarkan lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar, buku teks,
konteks, dan cara mengajar. Adapun penjelasan rincinya seperti yang disajikan
pada tabel 2.1 dibawah ini. 20
Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi
No. Sebab Utama Sebab Khusus
1. Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning
yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif
siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa
2. Pengajar Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu biologi, tidak
membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru-siswa
tidak baik
3. Buku teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan
buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buku teks, buku
fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena alasan menariknya
yang perlu
4. Konteks Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang
salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain yang
keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru, perasaan
senang tidak senang, bebas atau dalam keadaan tertekan)
5. Cara mengajar Hanya berisi ceramah dan menulis, tidak mengungkapkan
miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang dipakai
kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll
20
Suparno, op. cit., h. 53.
-
17
Miskonsepsi dapat terjadi pada saat siswa menyelesaikan atau menghadapi
suatu permasalahan/soal latihan dengan jawaban salah atau tidak tepat.
Kesalahan tersebut terjadi dapat dipengaruhi oleh beberapa sebab, menurut
Driver dalam Dahar miskonsepsi terbentuk disebabkan karena pemikiran siswa
cendrung mendasarkan pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi masalah,
siswa lebih cendrung memperhatikan perubahan daripada situasi diam,
penjelasan siswa diterangkan dengan cara berpikir mereka yang mengikuti
urutan kausal linier, gagasan siswa mempunyai berbagai konotasi, siswa sering
menggunakan gagasan yang berbeda untuk menginterprestasikan situasi/masalah
yang digunakan oleh para ahli dengan cara yang sama.21 Selain itu juga
kemungkinan faktor lainnya, seperti kelengkapan informasi yang diterima,
kesalahan penyampaian dalam buku teks atau informasi tambahan dari media
pembelajaran yang digunakan, kesalahan dari siswa yang terlalu dituntun atau
pasif dan menerima apa adanya dari guru, materi yang terlalu kompleks dan
tidak sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, atau materi yang
dibahas sangat jauh berbeda dengan kehidupan/pengalaman siswa sehari-hari
yang siswa temui.
Miskonsepsi pada siswa sendiri dapat bertahan lama dan sulit dibetulkan,
sehingga sifatnya dapat menetap pada siswa.22 Mengatasi miskonsepsi siswa
tidaklah mudah karena sejumlah miskonsepsi bersifat kekal meskipun telah
diusahakan untuk menjelaskannya dengan penalaran yang logis melalui
penunjukkan perbedaannya dengan pengamatan sebenarnya yang diperoleh dari
percobaan, model dan media serta strategi pembelajaran yang digunakan.
Penyebab dari menetapnya sebuah miskonsepsi karena setiap orang membentuk
pengetahuan dalam kepalanya persis dengan pengalaman yang diperolehnya, apa
lagi akan lebih sulit apabila dapat menjawab menyelesaikan suatu masalah dan
berguna dalam kehidupan sehari-harinya.23 Oleh sebab itu, begitu pengetahuan
terbentuk dalam diri siswa dari pengalaman yang diperolehnya langsung maka
21
Dahar, op. cit., h. 154-155. 22
Musa Dikmenli, Misconceptions of Cell Division Help by Student Teacher in Biology:
Drawing Analysis, Journal Scientific Research and Essay Vol. 5 (2) , 2010), p. 235. 23
Suparno, op. cit., h.31.
-
18
akan menjadi sulit untuk memberi tahu siswa tersebut untuk mengubah
miskonsepsinya yang sudah lama dialami dan tertanam dalam struktur kognitif
siswa.
Meskipun demikian penyebab miskonsepsi dapat berkurang pada siswa, hal
ini terjadi apabila siswa tersebut mengalami perubahan struktur kognitif yang
dikarenakan siswa merasa tidak yakin lagi dengan pengetahuan yang
dimilikinya, sehingga siswa akan berusaha mencari alternatif pemecahannya.
Jika dengan itu masalah tersebut teratasi, maka siswa akan melakukan
reorganisasi pengetahuannya kembali.24 Sehingga diharapkan pemahaman
konsep siswa terhadap suatu konsep menjadi lebih baik.
b. Cara untuk Mengetahui Miskonsepsi Siswa
Cara-cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman konseptual
dan kesalahpahaman siswa dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan
pilihan beberapa item, peta konsep, analogi dalam mengajar dan gambar 25 serta
selain itu juga dengan jaringan konseptual dan strategi perubahan konseptual,26
yang dapat menditeksi miskonsepsi terhadap suatu materi yang telah dipelajari
oleh siswa.
Berbagai metode pembelajaran dapat digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran, yaitu dengan pendekatan perubahan konseptual melalui strategi
pengajaran seperti analogi, peta konsep, teks perubahan konseptual dan teks-teks
refutational yang dapat digunakan untuk menghilangkan kesalahpahaman
siswa.27 Oleh sebab itu, miskonsepsi yang terdapat pada siswa perlu dicari tahu,
diperbaiki pemahaman terhadap suatu konsep, sehingga siswa belajar lebih
bermakna dan tidak mudah lupa.
24
Suhirman, op. cit., h. 80. 25
Imbi Henno & Priit Reiska, Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology,
dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting
Educators, Proc. Of the Third Int. Conference on Concept Mapping , (Finland: Tallin. Estonia &
Helsinki, 2008), p. 1. 26
Dikmenli, op. cit., p. 245. 27
Ceren Tekkaya, Misconceptions as Barrier to Understanding Biology, Hacettepe Universites
Egitium Fakultesi Dergizi, Ankara, 2002, p.263.
-
19
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat diidentifikasi salah satunya
dengan penggunaan strategi pembelajaran yang tepat, contohnya dengan
penggunaan peta konsep pada pembelajaran di kelas. Penggunaan peta konsep
dapat memberikan kemudahan baik untuk guru dan siswa, karena dapat
memperlihatkan gambaran besar suatu konsep-konsep penting yang
dihubungkan oleh kata penghubung, sehingga maksud dari pembelajaran
tersebut dapat diharapkan lebih mudah dipahami. Selain itu, dari peta konsep
juga dapat terlihat lebih jelas konsep-konsep tersebut satu dengan lainnya
memiliki kebermaknaan atau tidak, sehingga dapat mengetahui letak
kesalahpahaman (miskonsepsi). Peta konsep dibandingkan dengan cara lainnya,
selain untuk mengetahui miskonsepsi dapat digunakan juga sebagai alat evaluasi
alternatif selain menggunakan test.
Mengingat strategi belajar mengajar dapat mengetahui miskonsepsi pada
siswa, maka perlu menciptakan sistem strategi pelaksanaan pembelajaran yang
lebih mendorong kepada kesiapan mental dan penguasaan materi lebih baik yang
salah satunya bisa menggunakan bantuan peta konsep, seperti yang diungkapkan
Tekkaya, menyatakan untuk mempromosikan pembelajaran yang bermakna,
harus ditemukan cara untuk menghilangkan dan mencegah kesalahpahaman.28
4. Peta Konsep
a. Pengertian Peta Konsep
Pemetaan konsep menurut Novak dalam Ricardo dianggap sebagai teknik
belajar yang utama digunakan untuk representasi grafis dari pengetahuan.
Teknik ini sebelumnya dibuat dan dikembangkan di Cornell University dan
didasarkan pada teori "Belajar Bermakna" yang diusulkan oleh Ausubel. Teori
ini mendukung hipotesis bahwa "Faktor yang paling penting dalam belajar
adalah subjek apa yang telah diketahui ".29
28
Ibid. 29
Ricardo & Pabio, Concept Mapping As A Learning Tool For The Employ ment Relationts
Degree, Journal of International Education Research-Special Edition Vol. 7, No. 5, 2011, p. 23.
-
20
Pemetaan konsep menurut Martin dalam Trianto, merupakan inovasi baru
yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaraan bermakna
dalam kelas.30 Peta konsep merupakan suatu gambaran besar konsep yang
tersusun atas konsep-konsep yang saling berkaitan sebagai hasil dari pemetaan
konsep. Konsep-konsep pada peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk
belajar bermakna oleh siswa, mengetahui seberapa banyak siswa tahu konsep
yang dipelajari dari suatu materi. Oleh sebab itu peta konsep dapat dikatakan
suatu proses untuk menilai pembelajar terhadap pengenalan konsep.
Novak & Canas dalam Ricardo mengatakan peta konsep pada awalnya
dikembangkan sebagai alat analisis data yang kuat dengan cara yang lebih tepat
merupakan alat grafis untuk mengatur dan mewakili pengetahuan. Peta konsep
dibuat dengan mencakup konsep-konsep yang ditutup dengan lingkaran atau
kotak, setelah itu konsep-konsep dihubungan dengan garis yang diberi kata-kata
disebut juga sebagai kata penghubung atau frase penghubung antara dua
konsep.31
Pemetaan konsep merangsang siswa untuk mengartikulasikan dan
mengeksternalisasi serta menggambarkan secara grafis keadaan yang sebenarnya
dari pengetahuan mereka. Novak dan Gowin dalam Ricardo, mencatat bahwa
pemetaan konsep adalah kegiatan kreatif, dimana pelajar harus mengerahkan
upaya untuk memperjelas makna konsep dalam pengetahuan domain yang
spesifik, dengan mengidentifikasi konsep-konsep penting, membangun
hubungan konsep, dan struktur yang menunjukkan mereka. Pemetaan konsep
dapat menjadi kegiatan yang sangat baik dalam menilai pengetahuan siswa
sebelumnya. Pengetahuan tersebut sangat penting dalam menentukan
prakonsepsi siswa sebagai faktor dalam pembelajaran berikutnya. 32
Selain itu Novak dan Gowin juga dalam Yarden menyatakan
mengembangkan teknik peta konsep sebagai cara menangkap pemahaman
30
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) , (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010), Cet. Ke-3, h. 157. 31
Ricardo & Pabio, op. cit., p. 24. 32
Ibid.
-
21
peserta tentang konsep portal (penghubung). Metode ini awalnya digunakan
sebagai cara untuk "menentukan bagaimana perubahan dalam pemahaman
konseptual yang terjadi pada siswa"33 dan mendeteksi miskonsepsi siswa. Novak
& Gowin dalam Suparno, menyatakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi
menggunakan peta konsep dengan melihat apakah hubungan antara konsep-
konsep itu benar atau salah.34
b. Tujuan Pembelajaran Peta Konsep
Pembelajaran dengan peta konsep seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
dapat diterapkan untuk berbagai tujuan yaitu menyelidiki apa yang telah
diketahui siswa (pengetahuan awal siswa), menyelidiki cara belajar siswa,
mengungkapkan konsepsi yang salah pada siswa (miskonsepsi) dan sebagai alat
evaluasi pembelajaran35 serta dapat juga digunakan untuk rangkuman materi
pelajaran siswa, memudahkan siswa ketika menghapal konsep yang satu dengan
yang lainnya.
Penggunaan peta konsep dalam menyelidiki pengetahuan siswa mengenai
pemahamannya terhadap suatu pembelajaran akan lebih mudah terlihat
hubungan antar konsepnya. Siswa dalam menentukan hubungan keterkaitan
antara satu konsep dengan konsep yang lain saling berhubungan akan sangat
membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal sains khususnya biologi.
Struktur kognitif seseorang dapat dibangun secara hierarkis dengan konsep-
konsep dan proposisi-proposisi dari yang bersifat umum ke khusus. Hal tersebut
menciptakan belajar akan lebih bermakna bila siswa menyadari adanya kaitan-
kaitan konsep diantara kumpulan konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang
saling berhubungan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa penggunaan peta
konsep dapat membantu untuk memahami konsep siswa dan dapat
mengemukakan seluruh pengetahuan siswa yang diperoleh siswa mengenai
suatu masalah.
33
Hagit Yarden, et al., Using the Concept Map Technique in Teaching Introductory Cell Biolo gy
to College Freshmen, Journal Bioscene Volume 30 (1), 2004, p. 4. 34
Suparno, op. cit., h. 121. 35
Dahar, op. cit., h. 110-111.
-
22
c. Ciri-ciri Peta Konsep
Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih jelas, maka Dahar
mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut: 36
1) Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan
konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang
studi fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat
sendiri peta konsep siswa melihat bidang studi itu lebih jelas, dan
mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
2) Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang
studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan
hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang
membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran
tanpa memperlihatkan gambar satu dimensi saja. Peta Konsep bukan hanya
menggambarkan konsep-konsep yang penting melainkan hubungan antara
konsep-konsep.
3) Cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep. Tidak semua konsep
memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih
inklusif dari pada konsep-konsep lain.
4) Adanya hierarki, jika dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu
konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep
tersebut.
Ciri-ciri peta konsep tersebut dapat menunjukkan secara visual berbagai jalan
yang dapat ditempuh dalam menghubungkan pengertian konsep di dalam
permasalahan yang ditemukan oleh siswa. Peta konsep yang dibuat siswa dapat
membantu guru untuk mengetahui macam-macam konsep yang ditanamkan
dalam pembelajaran lebih besar dari yang diajarkan, untuk mengetahui
miskonsepsi yang dimiliki siswa, dan untuk memperkuat pemahaman konseptual
guru sendiri dan disiplin ilmunya. Pemahaman ini akan memperbaiki
36
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),
h. 31.
-
23
perencanaan dan instruksi guru. Pemetaan yang jelas dapat menghindari
miskonsepsi yang dibentuk siswa. Selain itu peta konsep merupakan suatu cara
pembelajaran yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah
informasi baru yang didapatkannya.
d. Macam-macam Peta Konsep
Menurut Nur dalam Trianto, peta konsep ada empat macam, yaitu pohon
jaringan (network tree), rantai kejadian (event chains), peta konsep siklus (cycle
concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).37
1) Pohon Jaringan (network tree)
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata yang
lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada peta konsep
menunjukan hubungan antara ide-ide itu. Kata-kata yang ditulis pada garis
memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu
pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftarlah konsep-konsep utama yang
berkaitan dengan konsep itu. Periksalah daftar dan mulai menempatkan ide-ide
atau konsep-konsep dalam sususnan yang berkaitan itu dari konsep utama dan
berikan hubungannya pada garis-garis itu. Pohon jaringan cocok digunakan
untuk memvisualisasikan hal-hal berikut:
a) menunjukan sebab akibat
b) suatu hirarki
c) prosedur yang bercabang
d) istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-
hubungan.
2) Rantai Kejadian (events chain)
Nur mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian dapat digunakan
untuk memberikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu
prosedur, atau tahap tahap dalam suatu proses. Dalam membuat rantai kejadian,
pertama-tama temukan satu kejadian yang mengawali rantai itu. Kejadian ini
37
Trianto, op. cit., h. 160-163.
-
24
disebut rantai awal. Kemudian, temukan kejadian berikutnya dalam rantai itudan
lanjutkan sampai mencapai suatu hasil. Rantai kejadian cocok digunakan untuk
memvisualisasikan hal-hal berikut:
a) memberikan tahap-tahap dari suatu proses
b) langkah-langkah dalam suatu prosedur linier
c) suatu urutan kejadian.
3) Peta Konsep Siklus (cycle consept map)
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil
final. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian
awal. Karena tidak ada hasil dan kejadian terakhir itu menghubungkan kembali
ke kejadian awal, siklus itu berulang dengan sendirinya. Peta konsep siklus
cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian
kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-
ulang.
4) Peta Konsep Laba-laba (spider concept map)
Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Melakukan
curah pendapat ide-ide berangkat dari suatu ide central, sehingga dapat
memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide ini
dan ini berkaitan dengan ide sentral itu namun belum tentu jelas hubungannya
satu sama lain. Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan
hal-hal berikut:
a) tidak menurut hierarki
b) kategori yang tidak parallel
c) hasil curah pendapat.
Jelas terlihat dari macam-macam peta konsep di atas dalam materi pelajaran
dalam proses belajar mengajar yang diwujudkan dalam bentuk bagan yang
menghubungkan konsep-konsep tersebut dapat berperan dalam pembelajaran
bermakna sebagai media pengajaran yang baik dan menarik karena melalui peta
konsep materi-materi pelajaran yang dianggap sulit dan rumit terlihat mudah
untuk dipahami dan dimengerti.
-
25
e. Fungsi Peta Konsep
Fungsi peta konsep dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk belajar
bermakna. Menurut Sulistio dalam Zulfiani mengemukakan macam-macam cara
tentang penggunaan peta konsep untuk pembelajaran sains sebagai berikut: 38
1) Merencanakan pembelajaran
2) Perencanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum
3) Mengembangkan pengajaran
4) Diskusi
5) Laporan praktikum
6) Belajar buku teks
7) Tes
8) Instruksi melalui komputer
9) Gambaran pengetahuan sendiri
10) Analisis miskonsepsi siswa
11) Menganalisis buku teks
f. Langkah-langkah Membuat Peta Konsep
Peta konsep yang baik agar fungsi dan tujuan pembelajran tercapai, maka
harus mengikuti tata cara dalam pembuatannya. Cara untuk membuat peta
konsep, yaitu siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide kunci yang
berhubungan dengan suatu topik dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu
pola logis. Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram hierarki dan
terkadang peta konsep memfokus pada hubungan sebab akibat. Peta konsep
mempunyai peranan penting dalam belajar bermakna siswa karena dapat
membantu siswa memahami suatu materi pelajaran. Oleh sebab itu Arends
dalam Trianto mengemukakan langkah-langkah membuat peta konsep sebagai
berikut:
38
Zulfiani, dkk., op. cit., h. 35-36.
-
26
Tabel 2.2 Langkah-langkah Membuat Peta Konsep
Langkah 1 mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi
sejumlah konsep
Langkah 2 mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder
yang menunjang ide utama
Langkah 3 menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta
tersebut
Langkah 4 mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama
yang secara visual menunjukan hubungan ide-ide tersebut
dengan ide utama.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan pula langkah-langkah
menyusun peta konsep sebagai berikut: 39
1) memilih suatu bahan bacaan
2) menentukan konsep-konsep yang relevan
3) mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif
ke yang paling tidak inklusif
4) menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep
yang paling inklusif diletakkan di bagian atas (puncak) bagan tersebut lalu
dihubungkan dengan kata penghubung misalnya terdiri atas,
menggunakan, dan lain-lain.
Selain itu terdapat langkah-langkah lainnya dalam peta konsep seperti yang
dijelaskan oleh Ault: 40
1) Pilih item/materi untuk pemetaan
2) Pilih dan garisbawahi kata kunci atau frasa
3) Peringkatkan daftar konsep yang paling abstrak dan inklusif dari paling
umum ke spesifik
39
Trianto, loc. cit. 40
Uchenna Udeani & Philomena N. Okafor, The Effect of Concept Mapping Instructional
Strategy on the Biology Achievement of Senior Secondary School Slow Learner, Journal of
Emerging Trends in Educational Reseach and Policy Studies, 2012 , p. 139.
-
27
4) Tingkatan konsep menurut dua kriteria: konsep yang sama yang berfungsi
pada tingkat abstraksi dan konsep yang berhubungan erat
5) Mengatur konsep sebagai bentuk dua dimensi analog untuk jalannya peta.
Setiap konsep berlaku atau berpotensi untuk memahami suatu tujuan,
dimana jalannya ditentukan oleh konsep lain di wilayah tetangganya.
6) Link konsep terkait dengan garis dan label setiap barisnya membentuk
proposisi.
Berdasarkan kedua langkah-langkah membuat peta konsep di atas sebenarnya
keduannya hampir sama saja dalam proses penentuan dan penyusunan konsep-
konsepnya agar tercipta suatu struktur yang hierarki , sehingga terjadi
kebermaknaan antar konsep. Dalam pembelajaran agar lebih bermakna, yaitu
dengan penyajian peta konsep, siswa dilatih untuk mencari tahu sendiri konsep-
konsep, memperkuat dan memperkaya konsep-konsep itu secara mandiri, serta
dapat membantu memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep tesebut.
g. Kelebihan dan Kekurangan Peta Konsep
Beberapa kelebihan peta konsep, diantaranya: 1). Peta konsep tidak hanya
sebagai alat belajar, tetapi juga sebagai alat evaluasi yang dapat mendorong
siswa belajar bermakna, 2). Peta konsep juga efektif dalam mengidentifikasi
baik ide-ide yang valid dan tidak valid pada siswa,41 3). Peta konsep adalah
konstruksi hubungan antara konsep-konsep dan ekspresi hubungan dua konsep
yang terkait satu dengan lainnya. 42 4). Peta konsep sebagai salah satu cara untuk
meringkas pemahaman yang diperoleh oleh siswa setelah mereka mempelajari
suatu konsep.43 Berdasarkan hal tersebut, kelebihan peta konsep tidak secara
langsung dapat mendorong aktivitas siswa yang kreatif, meningkatkan proses
41
Joseph D. Novak, The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them,
http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Und erlying%20Co
ncept%Maps.pdf diakses 13 Januari 2012. 42
Dawn M. Zimmaro, et. al., Validation of Concept Maps As a Representation of Structural
Knowledge, http://suen.ed.psu.edu/~hsuen/pubs/concept%20map%validation.pdf diakses 8
Januari 2013. 43
Joseph D. Novak, loc. cit.
http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Concept%25Maps.pdfhttp://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Concept%25Maps.pdfhttp://suen.ed.psu.edu/~hsuen/pubs/concept%20map%25validation.pdf
-
28
belajar bermakna, dan memperlihat dalam bentuk gambaran besar suatu konsep
yang dipelajari sehingga dapat membantu dalam pemahaman konseptual siswa.
Sedangkan kekurangan yang dihadapi dalam menerapkan pembelajaran
menggunakan peta konsep yaitu: 44
(1) Menuntut pemahaman dan penguasaan materi yang lebih dan benar,
sehingga beberapa siswa yang tidak menguasai materi dalam
mengembangkan peta konsep (concept maps).
(2) Dalam proses kognitif siswa umunya tidak mampu menghubungkan anatara
konsep yang satu dengan konsep lainnya atau hanya mengembangkan
sedikit konsep dan menganggap sebagai pekerjaan yang menyibukan.
(3) Mengubah proses belajar siswa dimana siswa baru dapat benar-benar
memahami setelah materi dipelajari bukan sebelumnya.
(4) Dalam penilaiannya, peta konsep tidak dapat diukur secara sederhana
karena banyaknya konsep-konsep yang disebutkan belum tentu siswa
tersebut menguasai dan memahami materi.
h. Rubrik Penilaian Peta Konsep Novak
Salah satu kegunaan peta konsep adalah dapat digunakan sebagai alat
evaluasi dalam proses pembelajaran, artinya kemampuan siswa dalam
memahami konsep dapat diukur dengan menilai peta konsep yang dibuat siswa.
Penilaian terhadap peta konsep dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Secara kuantitatif penilaian dilakukan dengan pemberian skor terhadap kriteria-
kriteria penyusun suatu peta konsep. Sedangkan untuk penilaian kualitatif
diperoleh dari sebaran pernyataan yang dibentuk oleh kata penghubung,
sehingga membentuk suatu proposisi yang bermakna. Dalam peta konsep
tersebut pun diharapkan tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi) dalam
memahami suatu hubungan antar konsep-konsep yang dipelajari oleh siswa.
44
Tom Vilberg, Using Concept Mapping in a Sensation and Perception Course A Paper
Presented at the National Institute for the Teaching of Psychology University.,1996. [Online].
Tersedia: http://riven clarion.edu/trivelberg/conceptmap.html. diakses 18 Januari 2012.
-
29
Adapun menurut Novak penilaian kuantitatif (penskoran) suatu peta konsep
yang dibuat oleh siswa dapat dilakukan berdasarkan: 45
1. Proposisi adalah antara dua konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung.
Proposisi dikatakan sahih untuk mendapatkan belajar bermakna, jika
menggunakan kata penghubung yang tepat. Untuk setiap proposisi yang sahih
diberi skor 1.
2. Hirarki adalah tingkatan dari konsep yang paling umum sampai konsep yang
paling khusus. Urutan penempatan konsep yang lebih umum dituliskan di atas
konsep yang lebih khusus dituliskan di bawahnya. Hierarki dikatakan sahih
jika urutan penempatan konsepnya benar. Untuk setiap hierarki yang sahih
diberi skor 5.
3. Kaitan Silang adalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep pada satu
hierarki dengan konsep lain pada hierarki lainnya. Kaitan silang dikatakan
sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan
kedua konsep pada hierarki yang berbeda. Sementara itu, kaitan silang
dikatakan kurang sahih jika tidak menggunakan kata penghubung yang tepat
dalam menghubungkan kedua konsep sehingga hubungan antara kedua
konsep tersebut menjadi kurang jelas. Untuk setiap kaitan silang yang sahih
diberi skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang yang kurang sahih diberi
skor 2.
4. Contoh adalah kejadian atau objek yang spesifik yang sesuai dengan atribut
konsep. Contoh dikatakan sahih jika contoh tersebut tidak dituliskan di dalam
kotak karena contoh bukanlah konsep. Untuk setiap contoh yang sahih diberi
skor 1.
5. Selain itu, kriteria concept map dapat dibangun dan mencetak materi yang
akan dipetakan. Kemudian membagi skor siswa dengan skor kriteria peta
untuk memberikan persentase perbandingan. (Catatan bahwa beberapa siswa
dapat melakukan lebih baik dari kriteria dan menerima lebih dari 100%.).
45
Concept Mapping Rubrics, http://centeach.uiowa.edu [Online] diakses tanggal 10 Oktober
2012.
http://centeach.uiowa.edu/
-
30
Gambar 2.1 Contoh Penilaian Peta Konsep
Rubrik peta konsep merupakan seperangkat alat standar yang digunakan dan
telah ditetapkan untuk menilai kriteria yang kompleks dan subjektif,
mengartikulasikan dalam menulis kriteria dan standar instruktur yang akan
digunakan untuk mengevaluasi pekerjaan siswa. Rubrik peta konsep dapat
membantu menilai kriteria untuk tujuan belajar, dapat membantu penilaian
hubungan antar konsep untuk isi matapelajaran, dan dapat membantu membuat
penilaian kriteria yang transparan.
Penilaian atau penskoran terhadap peta konsep dengan cara membandingkan
peta konsep acuan yang mengacu pada rubik penilain peta konsep Novak yang
telat dibuat sebelum pembelajaran dengan peta konsep siswa yang sesuai kriteria
yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil penilain tersebut guru dapat
mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar dalam suatu materi tertentu,
melihat sejauh mana siswa memahami materi tersebut, mengidentifikasi dan
-
31
membantu guru menganalisis ada tidaknya kesalahan konsep (miskonsepsi) dari
siswa.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Yustin Yusuf, dengan judul Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar
Biologi Melalui Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP Negeri 2
Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada pokok bahasan Sistem Pencernaan (Siklus I) dan Sistem
Pernapasan (Siklus II), maka dapata disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
persentase aktifitas siswa, yaitu 72,40% termasuk kategori baik (Siklus I)
menjadi 81,05% termasuk kategori baik sekali (Siklus II). Rata-rata hasil belajar
siswa dari nilai post test pada pokok bahasan Sistem Pencernaan (Siklus I), yaitu
79,18% termasuk kategori tinggi dengan nilai ulangan harian 82,05% (tidak
tuntas) meningkat pada poko bahasan Sistem Pernapasan (Siklus II) menjadi
nilai post test, yaitu 84,04% termauk kategori tinggi dengan nilai ulangan harian,
yaitu 92,31% (tuntas).46
Imbi Henno et. al., dengan judul Using Concept Mapping as Assessment
Tool in School Biology. Penelitian ini menggunakan peta konsep sebagai alat
untuk mengumpulkan data dan sebagai alat penilaian siswa. Subjek penelitian ini
termasuk 29 peta konsep siswa sekolah menengah dari sekolah tinggi keilmuan
pada siswa kelas 9 tahun ajaran 2006/2007 yang telah diberikan perlakuaan tes
biologi sekitar sekali sebulan. Topik yang dijadikan bahan penelitian adalah
sistem pencernaan manusia dan sistem ekskresi yang dibuat peta konsep
menggunakan program CmapTools. Untuk pertama kalinya siswa latihan
membuat peta konsep mengenai sistem syaraf manusia menggunakan buku teks
biologi dalam kelas komputer. Penelitian dilakukan setelah dua minggu belajar
(4 pertemuan) sistem pencernaan dan ekskresi dan mencatat PR dari buku teks
untuk penilaian sumatif dalam kelas komputer, selama 45 menit siswa
46
Yustin Yusuf, dkk., Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi Melalui
Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP N 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005,
Jurnal Biogenesis Universitas Riau Pekanbaru Vol. 2, 2006, h. 59.
-
32
memahami peta konsep hubungan antara sistem pencernaan dengan sistem
ekskresi menggun