penggunaan pengawet berlebih pada daging olahan

6
1 MEWASPADAI BAHAYA KERACUNAN AKIBAT PENGGUNAAN PENGAWET NITRAT DAN NITRIT PADA DAGING OLAHAN Daging merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung protein. Protein adalah salah satu nutrisi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak, dan sebagai sumber kalori. Daging dapat mengalami kerusakan akibat terjadinya proses pembusukan oleh bakteri. Oleh karena itu, untuk memperpanjang usia produk daging sering kali diperlukan tambahan bahan pengawet. Daging olahan seperti sosis dan korned umumnya menggunakan bahan tambahan pangan pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah natrium nitrat, natrium nitrit, kalium nitrat, dan kalium nitrit. Penggunaan pengawet tersebut bertujuan untuk membantu mencegah pembusukan, terutama untuk keperluan penyimpanan, transportasi, dan distribusi produk daging. Nitrit dapat mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan racun botulin. Selain sebagai pengawet, senyawa nitrat dan nitrit juga dapat memberikan warna merah pada produk daging, unggas, dan ikan olahan sehingga memberikan tampilan segar dan menarik. Produk lain yang juga menggunakan senyawa nitrat dan nitrit adalah keju. Di Indonesia, penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet diatur dalam Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Batas maksimum penggunaan pengawet nitrat dan nitrit adalah sebagai berikut: No. Nama bahan Jenis / bahan makanan Batas maksimum penggunaan 1. Kalium nitrat Daging olahan; daging awetan 500 mg mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrat, dihitung sebagai natrium nitrat. Keju 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrat. 2. Kalium nitrit Daging olahan; daging awetan 125 mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrit, dihitung sebagai natrium nitrit. Korned kalengan 50 mg mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrit, dihitung sebagai natrium nitrit. 3. Natrium nitrat Daging olahan; daging awetan 500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrat. Keju 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrat.

Upload: dani-dwi-sucahyono

Post on 26-Nov-2015

42 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 1

    MEWASPADAI BAHAYA KERACUNAN

    AKIBAT PENGGUNAAN PENGAWET NITRAT DAN NITRIT

    PADA DAGING OLAHAN

    Daging merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung protein. Protein adalah salah

    satu nutrisi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak, dan

    sebagai sumber kalori. Daging dapat mengalami kerusakan akibat terjadinya proses

    pembusukan oleh bakteri. Oleh karena itu, untuk memperpanjang usia produk daging sering

    kali diperlukan tambahan bahan pengawet.

    Daging olahan seperti sosis dan korned umumnya menggunakan bahan tambahan pangan

    pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah natrium nitrat, natrium nitrit, kalium nitrat,

    dan kalium nitrit. Penggunaan pengawet tersebut bertujuan untuk membantu mencegah

    pembusukan, terutama untuk keperluan penyimpanan, transportasi, dan distribusi produk

    daging. Nitrit dapat mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang dapat

    menghasilkan racun botulin. Selain sebagai pengawet, senyawa nitrat dan nitrit juga dapat

    memberikan warna merah pada produk daging, unggas, dan ikan olahan sehingga

    memberikan tampilan segar dan menarik. Produk lain yang juga menggunakan senyawa nitrat

    dan nitrit adalah keju.

    Di Indonesia, penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet diatur dalam Permenkes

    Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Batas maksimum

    penggunaan pengawet nitrat dan nitrit adalah sebagai berikut:

    No. Nama bahan Jenis / bahan

    makanan Batas maksimum penggunaan

    1. Kalium nitrat Daging olahan; daging awetan

    500 mg mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrat, dihitung sebagai natrium nitrat.

    Keju 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrat.

    2. Kalium nitrit Daging olahan; daging awetan

    125 mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrit, dihitung sebagai natrium nitrit.

    Korned kalengan 50 mg mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrit, dihitung sebagai natrium nitrit.

    3. Natrium nitrat Daging olahan; daging awetan

    500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrat.

    Keju 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrat.

  • 2

    4. Natrium nitrit Daging olahan; daging awetan

    125 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrit.

    Korned kalengan 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrit.

    Efek Senyawa Nitrat dan Nitrit terhadap Kesehatan

    Pembatasan kadar pengawet jenis nitrat dan nitrit pada pangan olahan didasarkan pada

    kemungkinan terjadinya efek yang membahayakan bagi tubuh. Pada kadar tertentu,

    senyawa nitrat dan nitrit relatif aman dan tidak bersifat karsinogenik (dapat

    menyebabkan kanker). Senyawa nitrat dan nitrit, keduanya dapat menyebabkan vasodilatasi

    (pelebaran pembuluh darah) yang dapat menimbulkan hipotensi. Pada dosis rendah, nitrat

    dapat membuat rileks pembuluh darah vena sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke

    jantung, sedangkan pada dosis tinggi dapat membuat rileks pembuluh darah arteri sehingga

    dapat memperlancar peredaran darah.

    Keracunan kronis: terbentuknya nitrosamin yang bersifat karsinogenik

    Nitrit dapat bereaksi dengan amina dan amida membentuk senyawa N-nitroso yang

    kebanyakan bersifat karsinogenik. Tidak seperti nitrit, nitrat tidak bereaksi dengan cara yang

    sama, tetapi nitrat yang terkandung dalam pangan dapat direduksi menjadi nitrit dengan

    bantuan bakteri penitrifikasi. Bakteri penitrifikasi ini dapat dijumpai pada bahan pangan, saliva,

    dan saluran pencernaan. Pada orang dewasa diketahui bahwa asupan nitrit kebanyakan

    berasal dari hasil reduksi nitrat dalam saliva.

    Kondisi tertentu di dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan

    konversi nitrat menjadi nitrit, terutama jika kondisi pH cairan lambung cukup tinggi (>5), yang

    merupakan kondisi yang mendukung pertumbuhan bakteri pereduksi nitrat. Kondisi ini umum

    dijumpai pada bayi karena secara normal sistem pencernaannya mempunyai pH yang lebih

    tinggi daripada orang dewasa.

    Di dalam saluran pencernaan, senyawa nitrit dapat bereaksi dengan amina yang terkandung

    dalam pangan membentuk senyawa nitrosamin. Selain di dalam tubuh, senyawa nitrosamin

    juga dapat terbentuk di luar tubuh, misalnya pada saat daging yang mengandung nitrit atau

    nitrat diolah atau dimasak, terutama pada suhu tinggi.

    Keracunan akut: terjadinya methemoglobinemia (kondisi darah tidak dapat mengikat

    oksigen)

    Keracunan karena penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet dapat pula terjadi

    secara akut, terutama jika kadarnya berlebihan. Selain dapat membentuk nitrosamin yang

    bersifat karsinogenik, nitrit merupakan senyawa yang berpotensi sebagai senyawa

  • 3

    pengoksidasi. Di dalam darah, nitrit dapat bereaksi dengan hemoglobin dengan cara

    mengoksidasi zat besi bentuk divalen menjadi trivalen kemudian menghasilkan

    methemoglobin. Methemoglobin tidak dapat mengikat oksigen, oleh karena itu terjadi

    penurunan kapasitas darah yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh serta

    menimbulkan kondisi yang disebut methemoglobinemia.

    Pada darah individu normal terkandung methemoglobin dalam kadar yang rendah, yaitu 0,5-

    2%. Jika kadar methemoglobin meningkat hingga 10% maka akan menimbulkan sianosis yang

    ditandai dengan munculnya warna kebiruan pada kulit dan bibir; kadar di atas 25% dapat

    menyebabkan rasa lemah dan detak jantung cepat; sedangkan kadar di atas 60% dapat

    menyebabkan ketidaksadaran, koma, bahkan kematian.

    Berbeda dengan kondisi pada orang dewasa normal yang dapat mengalami keracunan

    senyawa nitrat dan nitrit akibat konsumsinya yang melebihi batas yang diperbolehkan, ada

    kelompok individu tertentu yang dapat mengalami keracunan senyawa nitrat dan nitrit bahkan

    dalam penggunaannya yang masih diijinkan. Pada bayi yang berusia kurang dari 3 bulan,

    sensitivitasnya terhadap nitrat dan nitrit lebih tinggi daripada orang dewasa. Keracunan nitrat

    atau nitrit yang berakhir pada kematian kebanyakan dialami oleh bayi. Selain bayi, perempuan

    hamil, orang yang mengalami defisiensi G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase), serta

    individu yang secara genetik mempunyai kelainan struktur hemoglobin juga merupakan

    kelompok yang juga rentan mengalami methemoglobinemia.

    Diagnosis

    Jika terjadi keracunan, diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya hipotensi yang disertai

    takikardi refleks dan sakit kepala. Methemoglobinemia 15% atau lebih dapat didiagnosis

    melalui timbulnya warna coklat ketika darah dikeringkan pada kertas saring. Uji laboratorium

    lain yang menunjang adalah kadar elektrolit, gas darah arteri atau oksimetri, kadar

    methemoglobin, dan pemantauan EKG.

    Penatalaksanaan Methemoglobinemia

    A. Penanganan darurat dan penunjang

    - Pertahankan jalan nafas dan berikan nafas bantuan jika diperlukan. Berikan oksigen

    jika diperlukan.

    - Obati hipotensi dengan cara membaringkan pasien dalam keadaan terlentang, berikan

    cairan kristaloid secara intravena dan pressor drug dosis rendah jika diperlukan.

    - Pantau tanda vital dan EKG selama 4-6 jam.

    B. Antidotum dan pengobatan spesifik

  • 4

    Pasien yang mengalami methemoglobinemia dapat diobati dengan pemberian metilen biru

    dalam jumlah yang tepat. Metilen biru diberikan jika pasien menunjukkan gejala atau tanda

    hipoksemia (seperti dispnea, kebingungan, atau nyeri dada) atau jika kadar methemoglobin

    lebih dari 30%. Metilen biru dapat meningkatkan konversi methemoglobin menjadi

    hemoglobin. Metilen biru direduksi melalui methemoglobin reduktase dan nikotinamida

    adenosin dinukleotida fosfat (NADPH) menjadi leukometilen biru, yang pada gilirannya

    mereduksi methemoglobin. Glukosa-6-fosfat dehidrogenase sangat penting untuk

    pembentukan NADPH sehingga penting pula untuk menunjang berfungsinya metilen biru

    sebagai antidotum. Efek terapetik dapat terlihat dalam 30 menit. Methemoglobin dapat

    diekskresikan melalui empedu dan urin, yang berubah warna menjadi biru atau hijau.

    Perlu diperhatikan bahwa pemberian metilen biru yang berlebihan dapat sedikit

    memperburuk methemoglobinemia. Pada orang yang mengalami defisiensi G6PD,

    pemberian metilen biru selain dapat memperburuk menthemoglobinemia juga dapat

    menimbulkan hemolisis.

    Dosis pemberian metilen biru sebagai antidotum adalah sebagai berikut:

    - Pada pasien yang tidak mengalami defisiensi G6PD:

    Neonatus/bayi baru lahir: 0,3 1 mg/kg secara intravena atau intraosseous (melalui

    sumsum tulang), lebih dari 3 5 menit;

    Anak-anak dan dewasa: 1 2 mg/kg secara intravena, lebih dari 3 5 menit;

    Disarankan diberikan dosis ulangan 1 mg/kg jika pasien menunjukkan gejala keracunan

    berat pada menit ke-15 atau menunjukkan gejala keracunan sedang pada menit ke-30.

    - Pada pasien yang mengalami defisiensi G6PD tidak parah:

    Anak-anak dan dewasa: Dimulai dengan dosis 0,3 0,5 mg/kg secara intravena, lebih

    dari 3 5 menit dan jika efektif dosis titrasi ditingkatkan.

    Disarankan diberikan dosis ulangan 0,3 mg/kg jika pasien menunjukkan gejala

    keracunan berat pada menit ke-15 atau menunjukkan gejala keracunan sedang pada

    menit ke-30.

    Hentikan pemberian metilen biru jika kondisi pasien memburuk, lalu ditukar dengan

    pemberian transfusi darah.

    C. Dekontaminasi

    Jika pasien dalam kondisi sadar penuh, maka dapat diberikan arang aktif. Kumbah

    lambung tidak perlu dilakukan pada pasien yang menelan nitrat atau nitrit dalam jumlah

    kecil hingga sedang jika sebelumnya telah diberikan arang aktif secara tepat.

    D. Peningkatan Eliminasi

  • 5

    Secara teoritis, pemberian oksigen hiperbarik dapat membantu menyuplai kebutuhan

    oksigen dan kemungkinan dapat berguna jika pemberian antidotum tidak menimbulkan

    respons yang cepat.

    Pencegahan Terjadinya Efek Merugikan akibat Penggunaan Nitrat dan Nitrit

    Tahun 1995, Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah

    mengevaluasi senyawa nitrat dan nitrit serta menetapkan nilai asupan harian yang aman atau

    Acceptable Daily Intake (ADI) untuk natrium nitrat adalah 0-3,7 mg/kg berat badan dan ADI

    untuk natrium nitrit adalah 0-0,06 mg/kg berat badan. JECFA juga menyarankan agar nitrat dan

    nitrit tidak diberikan pada bayi yang berusia kurang dari 3 bulan.

    Pada produk pangan yang sudah terdaftar, kadar senyawa nitrat dan nitrit yang terkandung

    relatif aman dan tidak toksik. Walaupun nitrosamin terbukti bersifat karsinogenik pada hewan

    uji, hal ini juga bergantung pada kadar nitrosamin yang ada. Pada ambang batas tertentu,

    nitrosamin yang terbentuk relatif tidak membahayakan. Oleh karena itu, produsen pangan yang

    menggunakan natrium nitrit dalam produknya harus memastikan bahwa nitrosamin yang dapat

    terbentuk tidak mencapai kadar yang berbahaya. Karena reaksi pembentukan senyawa nitro

    tergantung pada beberapa faktor fisikokimia, maka untuk menghambat terbentuknya senyawa

    nitrosamin dapat ditambahkan senyawa lain yang bersifat inhibitor. Salah satu inhibitor

    pembentukan nitrosamin adalah asam askorbat yang akan bereaksi dengan nitrit membentuk

    nitrit oksida dan asam dehidroaskorbat. Inhibitor lain untuk reaksi pembentukan nitrosamin

    adalah asam galat, natrium sulfit, sistein, dan tanin.

    Konsumen diharapkan bersifat bijak dalam memilih pangan yang akan dikonsumsi dan tidak

    berlebihan mengkonsumsi suatu produk pangan, terutama pangan olahan yang umumnya

    menggunakan bahan tambahan pangan. Selain itu, disarankan pula untuk tidak memberikan

    produk pangan olahan yang mengandung nitrat dan nitrit, seperti sosis, korned, dan makanan

    sejenis pada bayi karena sangat berpotensi menimbulkan methemoglobinemia.

    Daftar Pustaka

    Benowitz, N.L. Nitrates and Nitrits in Poisoning and Drug Overdose. Fifth edition. Olson, KR. (Eds.). McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2007

    Desphpande, S.S. Handbook of Food Toxicology. Marcel Decker, Inc. New York. 2002.

    Epley, R.J., et al. Nitrite in Meat. University of Minnesota. 1992. [http://www.extension. umn.edu/distribution/nutrition/DJ0974.html] (diunduh bulan April 2012)

    Magnuson, B. What is the evidence for a link between preservatives and cancer and other toxic effects? University of Idaho, Dept. of Food Science and Toxicology. 1997. [http://extoxnet.orst.edu/faqs/additive/preserca.htm] (diunduh bulan April 2012)

  • 6

    Speijers, G.J.A. Nitrite (and potential endogenous formation of N-nitroso compounds). Laboratory for Toxicology, National Institute of Public Health and Environmental Protection, Bilthoven, Netherlands. [http://www.inchem.org/documents/jecfa/ jecmono/v50je06.htm] (diunduh bulan April 2012)

    Swann, P.F. Carcinogenic risk from nitrite, nitrate and N-nitrosamines in food. Proceedings of the Royal Sociaty of Medicine. [http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC1542949/?page=2] (diunduh bulan April 2012)

    ___________. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1988.

    ___________. Sodium Nitrate. [http://www.fao.org/ag/agn/jecfa-additives/specs/Monograph1/ Additive-416.pdf] (diunduh bulan April 2012)

    ___________. Sodium Nitrite [http://www.fao.org/ag/agn/jecfa-additives/specs/Monograph1/ Additive-417.pdf] (diunduh bulan April 2012)

    __________. Methylene Blue (Antidote). Toxinz Poisons Information. [http://www.toxinz.com/Spec/2247330#] (diunduh bulan April 2012)