penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur...
TRANSCRIPT
PENGGUNAAN DANA HAJI UNTUK INVESTASI INFRASTRUKTUR
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH.)
Oleh:
Shubhan Shodiq
NIM. 11140430000062
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018 M
Scanned with
v
ABSTRAK
Shubhan Shodiq. NIM 11140430000062. PENGGUNAAN DANA HAJI UNTUK
INVESTASI INFRASTRUKTUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF. Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M.
xv + 79 halaman 30 halaman lampiran.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai hukum penggunaan dana haji
untuk investasi dibidang infrastruktur dalam sudut pandang hukum Islam dan
hukum positif. Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di
dunia. Di Indonesia, sebagai implementasi dari syarat istita’ah, bagi calon Jemaah
haji yang hendak mendaftar haji, pemerintah mewajibkan membayar sejumlah uang
yang disebut dengan setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Akumulasi dana yang terkumpul mencapai triliunan rupiah, hal ini sangat potensial
untuk dikembangkan dan jika didiamkan begitu saja akan berpotensi terjadi inflasi.
Disisi lain, Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan anggaran yang
cukup besar guna mensukseskan program pemerintah dalam pembangunan
infrastruktur.
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif
(penelitian hukum normatif), yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan
meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Sesuai dengan karakteristik kajiannya,
maka penelitian ini menggunakan metode library research (kajian kepustakaan)
dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan undang-
undang (statutory approach), dan pendekatan perbandingan (comparative
approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu yang diteliti, dalam hal ini Undang-
Undang yang berkaitan tentang pengelolaan keuangan haji. Sedangkan pendekatan
perbandingan dilakukan untuk membandingkan aturan yang diatur dalam hukum
Islam dan hukum positif.
vi
Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh suatu kesimpulan bahwa
Hukum Islam dan Hukum Positif memberikan peluang dana haji untuk
diinvestasikan. Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam hukum Islam dan
hukum Positif, diantaranya mengenai penanggung jawaban akibat kerugian
investasi dan kebolehan penggunaan dana haji dibidang investasi infrastruktur.
Hukum positif berdasarkan UU No.34 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan
Haji menyatakan kerugian akibat investasi merupakan tanggung jawab Badan
Pengelola Keuangan Haji (BPKH) apabila ditimbulkan atas kesalahan atau
kelalaian dalam pengelolaannya. Sedangkan dalam hukum Islam yang diwakili
hasil Bahstsul Masail Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama 2017 menyatakan
risiko kerugian merupakan tanggung jawab pemerintah. Selain itu, hukum positif
tidak menyatakan secara langsung kebolehan investasi dibidang infrastruktur,
investasi yang dibolehkan hanya apabila sesuai dengan prinsip syariah dengan
mempertimbangkan aspek keamanan, kehatian-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.
Sedangkan hukum Islam yang diwakili hasil Munas NU menyatakan dana haji
boleh diinvestasikan dibidang infrastruktur.
Penulis sependapat apabila dana haji dapat diinvestasikan, karena jika
dibiarkan begitu saja akan tidak produktif dan berpotensi inflasi. Akan tetapi, dalam
hal kebolehan penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur pemerintah
penulis tidak sependapat. Melainkan harus adanya kerelaan dari calon Jemaah haji
atau digunakan dibidang infrastruktur yang berkaitan langsung dengan Jemaah haji.
Kata Kunci : Dana Haji, Investasi, Infrastruktur, Hukum Islam, Hukum Positif
Pembimbing : Ummu Hanna, Lc.,MA
Dr. Muh.Fudhail Rahman, Lc.,MA.
Daftar Pustaka : Tahun 1983 s.d Tahun 2016
Jumlah Buku : 48
Jumlah Jurnal : 2
Surat Kabar : 7
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT saya dapat menyelesaikan tugas akhir
jurusan perbandingan mazhab dan hukum, fakultas syariah dan hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Saya senang dapat membuat karya tulis ini, walaupun hanya berupa tugas
akhir. Mudah-mudahan ini merupakan langkah awal saya untuk dapat menulis
berbagai disiplin ilmu agama, amin.
Saya sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang terus mendukung,
membantu serta memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada
kesempatan yang berharga ini, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si. selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Mazhab. Bapak Hidayatullah S.H, M.H selaku Sekretaris
Program Studi Perbandingan Mazhab.
3. Ibu Ummu Hanna, Lc., MA. dan Bapak Dr. Muh.Fudhail Rahman, Lc.,
MA. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan skripsi ini.
4. Seluruh staf pengajar atau dosen program studi Perbandingan Mazhab,
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa
hormat saya. Tak lupa pula kepada pimpinan perpustakaan yang telah
menyediakan fasilitas untuk keperluan studi kepustakaan.
5. Orang yang banyak berjasa dalam hidup saya, yakni guru dan orang tua
saya, Bapak KH. Suherman Muchtar MA, Bapak Asim, dan Ibu Tinah.
6. Kak Dewi dan kak Ros yang telah membantu membiayai perkuliahan saya.
7. Kepada teman-teman angkatan 2014 program studi Perbandingan Mazhab
dan seluruh pihak yang membantu dalam penilisan skripsi ini.
viii
Saya memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penulisan
skripsi ini. Pada dasarnya, kritik dan saran yang membangun dapat diberikan untuk
penyempurnaan skripsi ini. Saya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua orang. Aamin.
Jakarta, 18 Oktober 2018
Shubhan Shodiq
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
ABSTRAK ........................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 7
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................................ 8
E. Metode Penelitian...................................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan................................................................................ 11
BAB II : KONSEP DANA HAJI, INVESTASI, DAN INFRASTRUKTUR
A. Dana Haji ................................................................................................. 12
B. Investasi .................................................................................................... 14
C. Infrastruktur .............................................................................................. 27
BAB III : AKAD DAN DASAR HUKUM PENGELOLAAN DANA HAJI
A. Akad Dalam Pendaftaran Ibadah Haji....................................................... 32
B. Dasar Hukum Pengelolaan Dana Haji di Indonesia .................................. 43
BAB IV : PENGGUNAAN DANA HAJI UNTUK INVESTASI
INFRASTRUKTUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF
x
A. Penggunaan Dana Haji untuk Investasi Infrastruktur dalam Perspektif
Hukum Islam ............................................................................................ 45
B. Penggunaan Dana Haji untuk Investasi Infrastruktur dalam Perspektif
Hukum Positif ........................................................................................... 64
C. Perbandingan Hukum Penggunaan Dana Haji untuk Investasi
Infrastruktur............................................................................................... 68
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 73
B. Saran ......................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing
(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi
mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab
yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih
penggunaannya terbatas.
a. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا tidak dilambangkan
بB Be
تT Te
ثTs te dan es
جJ Je
حH ha dengan garis bawah
خKh ka dan ha
دD De
ذDz de dan zet
رR Er
زZ Zet
سS Es
شSy es dan ye
صs es dengan garis bawah
xii
ضd de dengan garis bawah
طt te dengan garis bawah
ظz zet dengan garis bawah
ع
koma terbalik di atas hadap
kanan
غgh ge dan ha
فf Ef
قq Qo
كk Ka
لl El
مm Em
نn En
وw We
هh Ha
ء Apostrop
يy Ya
b. Vokal
Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia,
memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau
diftong. Untuk vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih
aksaranya sebagai berikut :
xiii
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin Keterangan
A Fathah ــــــــــ
I Kasrah ــــــــــ
U Dammah ــــــــــ
Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih
aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin Keterangan
ي___ Ai a dan i
و___ Au a dan u
c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin Keterangan
â a dengan topi diatas ـــــا
Î i dengan topi atas ـــــى
Û u dengan topi diatas ـــــو
d. Kata Sandang
Kata sandang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif
dan lam )ال(, dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf
syamsiyyah atau huruf qamariyyah. Misalnya:
اإلجثهاد = al-ijtihâd
al-rukhsah, bukan ar-rukhsah= الرخصة
xiv
e. Tasydid (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah.
Tetapi hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah ini
terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.
Misalnya: الشفعة = al-syuî ‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah.
f. Ta Marbutah
Jika ta marbutah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat
contoh 1) atau diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf
ta marbutah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika
huruf ta marbutah tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
syarî ‘ah شريعة 1
al- syarî ‘ah al-islâmiyyah الشريعة اإلسالمية 2
Muqâranat al-madzâhib مقارنة المذاهب 3
g. Huruf kapital
Walau dalam bahasa Arab tidak dikenal adanya huruf kapital,
namun dalam transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD). Perlu diperhatikan bahwa jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal
nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Misalnya, البخاري
= al-Bukhari.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau
cetak tebal. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
xv
meski akar kata nama tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya:
Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nur al-Din al-Raniri.
h. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (ism) atau huruf
(harf), ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih
aksara dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
No Kata Arab Alih Aksara
al-darûrah tubîhu al-mahzûrât الضرورة تبيح احملظورات 1
al-iqtisâd al-islâmî اإلقتصاد اإلسالمي 2
usûl al-fiqh أصول الفقه 3
األشياء اإلابحةاألصل يف 4 al-‘asl fi al-asyyâ’ al-ibâhah
al-maslahah al-mursalah املصلحة املرسلة 5
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam ditegakkan diatas lima pilar. Kelima pilar tersebut adalah syahadatain,
salat, puasa, zakat dan haji. Dalam hadis Rasulullah SAW. Bersabda:
ث نا ي عمر، ابنه عنه خالهد، بنه رهمة عهك عن سفيان، أبه بن حنظلة أخب رن : قال موسى، بن الله عب يد حد الل رضه
هما سالم بنه " وسلم عليهه للا صلى الله رسول قال : قال عن ممدا وأن الل إهل إهله ل أن شهادةه : خس على اإله
، الزكاةه، وإهيتاءه الصالةه، وإهقامه الله، رسول 1(رواه البخاري) "رمضان وصومه واحلج ه
“Ubaidullah bin Musa telah bercerita kepada kami, ia berkata Hanzalah bin Abi
Sufyan telah bercerita kepada kami dari Ikrimah bin Khalid, dari Ibnu Umar,
berkata ia (Ibnu Umar) Rasulullah SAW telah bersabda “ Islam dibangun atas
lima perkara; Persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad ialah
utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, haji, dan puasa dibulan
ramadhan (H.R. Buhkari)”
Seseorang baru bisa dikatakan sebagai muslim jika sudah membaca
syahadatain atau dua kalimat syahadat. Dua kalimat syahadat tersebut memuat
persaksian akan ketauhidan Allah SWT dan pernyataan bahwa Nabi Muhammad
SAW adalah utusan-Nya.
Perwujudan dari dua pengakuan tersebut, maka seseorang harus
menjalankan kewajibannya sebagai muslim. Kewajiban pertama adalah
mendirikan shalat dan memeliharanya agar benar-benar tercermin baik dalam
kehidupannya.
Setelah melaksanakan kewajiban untuk mendirikan shalat, seorang muslim
juga wajib menjalani puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Tujuannya
adalah agar setiap hamba Allah SWT dapat menjadi orang-orang yang bertakwa
kepada Allah SWT.
1 Al-Imam Muhammad bin Isma’il , Sahīh al-bukhārī, (Kairo: Dar al-hadīts, 2004), hadits
no.8, kitâb al-îmân bâb du’âukum îmânukum, Juz.1, h.11.
2
Kewajiban berikutnya bagi seorang muslim adalah membayar zakat.
Kewajiban ini hanya berlaku bagi muslim yang memiliki harta yang mencapai
nilai tertentu. Seorang yang tidak mempunyai harta tidak diwajibkan untuk
mengeluarkan zakat. Bahkan orang tersebut berhak untuk mendapatkan zakat.
Pilar Islam terakhir yang menjadikan keberIslaman seseorang muslim
menjadi lebih sempurna adalah jika mampu menunaikan ibadah haji ke dua tanah
suci Mekah dan Madinah. Pelaksanaan pilar Islam yang kelima ini tidak
diwajibkan kepada setiap orang, Hanya mereka yang tergolong mampu dan
sanggup saja yang diwajibkan untuk melaksanakannya.2
Allah SWT berfirman:
هيم ومن دخله قام إبر نت م ت بي لع ۥفيه ءاي ٱست من ٱليت حج ٱنلاس كن ءامنا ولل طا
إله سبيل ومن كفر فإن ٩٧ ٱلعلمي غن عن ٱلل
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;
barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji),
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam." (Q.S Al-imran : 97)
Rasulullah SAW bersabda:
ث نا حرب، بن زهي ر وحدثنه ي، مسلهم بن الربهيع أخب رن هارون، بن يزهيد حد أبه عن زهيد، بنه ممده عن القرشه
،"فحجوا احلج، عليكم للا ف رض د ق الناس أي ها":ف قال وسلم، عليهه للا صلى للاه رسول خطب نا: قال هري رة،
:ق لت لو : " وسلم عليهه للا صلى للاه رسول ف قال ثالث، قالا حت فسكت للاه؟ رسول ي عام أكل : رجل ف قال
ا ت ركتكم، ما ذرونه ": قال ث ،" استطعتم ولما لوجبت، ن عم لكم كان من هلك فإهن م سؤالههم بهكث رةه ق ب واختهالفههه
م، على نه فأتوا بهشيء أمرتكم فإهذا أنبهيائههه تكم وإهذا استطعتم، ما مه 3 )رواه مسلم("فدعوه شيء عن ن هي
2 Moh.Nafi, Haji dan Umrah Sebuah Cermin Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2015), h.,xiv-xix. 3 Imam Muslim bin Al-hajjāj, Sahīh muslim, (Kairo: Dār al-hadīts, 2010), hadits no. 1337,
kitâb al-hajj bâb fard al-hajj marratan fî al-‘umri, juz.2, h.376.
3
“Zuhair bin Harb telah bercerita kepadaku, ia berkata Yazid bin Harun telah
bercerita kepadanya, ia berkata Rabi’ bin Muslim al-Qursiy telah bercerita
kepadanya dari Muhammad bin Ziyad, dari Abi Hurairah ra, dia berkata, “
Rasulullah SAW pernah berkhotbah dihadapan kami. Beliau mengatakan,
‘Saudara-saudara!’ Sungguh Allah telah mewajibkan haji kepada kalian. Karena
itu, berhajilah!’ Ada orang bertanya, ‘Apakah tiap tahun wahai Rasulullah?’,
Rasulullah diam, sehingga orang tersebut bertanya sampai tiga kali. Setelah itu
Rasulullah SAW bersabda,” Seandainya aku jawab ya, maka haji itu tentu wajib
bagi setiap tahun, lalu akhirnya kalian tidak mampu melaksanakannya.’ Beliau
berkata lagi, ‘jangan kamu tanyakan apa yang tidak aku sebutkan, karena
celakanya orang-orang sebelum kamu dulu karena banyak bertanya dan mereka
tidak mematuhi para Nabi mereka. Apabila aku perintahkan sesuatu kepada
kalian, maka laksanakanlah menurut kemampuanmu, dan apabila aku melarang
sesuatu terhadap kalian, maka tinggalkanlah” (H.R. Muslim)
Ibadah haji memiliki dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi
horizontal. Haji yang memiliki dimensi vertikal merupakan aktivitas seseorang
yang berhubungan langsung kepada Allah. Di sini antara hamba dengan Allah
tidak seorang pun mengetahuinya. Sebab hal tersebut berkaitan dengan hati, ruh
dan perasaan hamba. Tingkat ketakwaan dan keikhlasan dalam melaksanakan
ibadah haji hanya dapat diketahui dan dirasakan oleh orang tertentu. Dia
menyembah Kakbah yang terbuat dari batu ataukah semata menyembah Allah,
mengagungkan air zamzam yang bisa menyembuhkan penyakit ataukan
mengakui kebesaran Allah, dan meyakini keberkahan jabal rahmah dalam
mendapatkan jodoh ataukah hanya Allah penentu jodoh seseorang, merupakan
rahasia antara hati, ruh, dan perasaan hamba dengan Allah. Inilah haji sebagai
dimensi ritual atau ibadah vertikal atau disebut sebagai hablun minallah.4
Haji merupakan ibadah sosial dalam konteks kegiatan yang menghadirkan
Jamaah dari berbagai negara di dunia. Mereka bertemu di Tanah Suci melakukan
4 Ali Rokhmad dan Abdul Chaliq, Haji Transformasi Profetik Menuju Revolusi Mental,
(Jakarta: Media Dakwah, 2015), h.50-51.
4
serangkaian keguatan ibadah dan perjalanan. Disinilah banyak terjadi kontak
hubungan langsung antar sesama manusia (hablun minannaas). 5
Haji merupakan rukun Islam yang tidak wajib dilakukan oleh setiap
Muslim, kecuali bagi mereka yang mampu (istita’ah). Beberapa kategori orang
yang dianggap mampu diantaranya :
a. Memiliki kelebihan harta dan tidak terhalang keperluan yang jelas. Terhalang
keperluan yang jelas, misalnya ketika hendak mendaftar sebagai calon Jemaah
haji ternyata ada saudara yang membutuhkan bantuan untuk berobat, atau
tiba-tiba terkena musibah dan sebagainya.
b. Negara menjamin perjalanan yang aman bagi para Jemaah haji. Artinya, jalur
transportasi baik di negara asal maupun di Tanah Suci lancar dan aman.
c. Kondisi fisik dalam keadaan sehat.6
Di Indonesia, sebagai implementasi dari syarat istita’ah, pemerintah
mewajibkan pembayaran sejumlah uang tertentu bagi calon Jemaah haji untuk
mendapatkan kuota haji. Peningkatan jumlah jemaah haji tunggu mengakibatkan
terjadinya penumpukan akumulasi dana haji. Berdasarkan amanat Undang-
Undang no.34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji, pengelolahan
keuangan haji ditangani lembaga khusus yang bernama Badan Pengelola
Keuangan Haji (disingkat BPKH). BPKH bertugas mengelola Keuangan Haji
yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan
pertanggungjawaban Keuangan Haji.7
Data BPKH sebagaimana penulis kutip melalui surat kabar kompas.com
menunjukkan, dana haji yang terkumpul per 30 Juni 2017 mencapai angka Rp
99,34 triliun. Jumlah ini terdiri atas nilai manfaat sebesar Rp 96,29 triliun dan
dana abadi umat sebesar Rp 3,05 triliun. Dari perincian itu, dana haji yang
diinvestasikan memberi manfaat berupa subsidi biaya Ongkos Naik Haji (ONH)
sebesar 50 persen. Total biaya haji yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp 68
5 Ali Rokhmad dan Abdul Chaliq, Haji Transformasi Profetik Menuju Revolusi Mental,
(Jakarta: Media Dakwah, 2015), h.54. 6 Moh.Nafi, Haji dan Umrah Sebuah Cermin Hidup, (Jakarta : Erlangga, 2015), h.,24-26. 7 Undang-Undang No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji
5
juta per calon jemaah. Dengan subsidi tersebut, berkurang setengahnya menjadi
Rp 34 juta. 8
Seiring dengan besarnya dana haji yang terkumpul, Indonesia sebagai
negara berkembang memerlukan biaya yang sangat besar untuk
mengembangkan infrastruktur di berbagai daerah. Total kebutuhan pembiayaan
infrastruktur mencapai Rp 4.769 triliun selama lima tahun (2015-2019).
Sedangkan sumber investasi pemerintah dari APBN dan APBD hanya sekitar
41,3% atau sebesar Rp 1.969 triliun.9
Besarnya dana yang dibutuhkan serta anggaran yang terbatas mendorong
pemerintah untuk melibatkan pihak lain untuk ikut serta berinvestasi dibidang
pembangunan infrastruktur. Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai melantik
Dewan Pengawas dan anggota Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di
Istana Negara, Jakarta, Rabu 26 Juli 2017, mengusulkan agar dana haji
diinvestasikan ke pembiayaan infrastruktur.10
Wacana pemerintah untuk menginvestasikan dana haji ke infrastruktur
menuai kontroversi. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin tidak
mempermasalahkan rencana pemerintah menggunakan dana haji untuk pembangunan
infrastruktur. Ma'ruf menerangkan, dana haji memang boleh diinvestasikan. Kata
Ma'ruf, sudah ada dana sekitar Rp 35 triliun untuk Surat Berharga Syariah
Negara Ritel atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).11
Pendapat sebaliknya diutarakan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR RI), Fahri Hamzah yang mengecam rencana
pemerintah yang hendak menginvestasikan dana haji untuk pembangunan
8 Dana Haji Dikhawatirkan untuk Tambal Utang Pembangunan Infrastruktur,
http://nasional.kompas.com/read/2017/08/06/17575371/dana-haji-dikhawatirkan-untuk-tambal-
utang-pembangunan-infrastruktur.html, Diakses pada 6 Agustus 2017. 9 Pemerintah Dorong Investor Lokal Biayai Infrastruktur RI,
https://finance.detik.com/infrastruktur/d-3826610/pemerintah-dorong-investor-lokal-biayai-
infrastruktur-ri, Diakses pada 21 Maret 2018. 10 Tiru Malaysia, Dana Haji Diusulkan Dapat Biayai Proyek Infrastruktur,
https://economy.okezone.com/read/2017/07/27/320/1744819/tiru-malaysia-dana-haji-diusulkan-
dapat-biayai-proyek-infrastruktur, diakses pada 28 Maret 2018. 11 Maruf Amin: Saya yang Tanda Tangani Fatwa MUI Soal Dana Haji untuk Pembangunan
Infrastruktur, http://wartakota.tribunnews.com/2017/08/01/maruf-amin-saya-yang-tanda-tangani-
fatwa-mui-soal-dana-haji-untuk-pembangunan-infrastruktur.
6
infrastruktur. Fahri mengatakan, masih banyak persoalan haji yang perlu
diprioritaskan untuk diselesaikan. Fahri menilai, rencana tersebut berpotensi
melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Haji. Menurutnya, dana haji sebaiknya dipergunakan untuk perbaikan
pelayanan haji yang masih bermasalah12.
Pada dasarnya, didalam hukum Islam seseorang juga dilarang
mendayagunakan harta orang lain, melainkan harus dengan izinnya. Kaidah fikih
menyatakan:
ل جيوز ألحد أن يتصرف يف ملك الغري بال إذنه13
“Seseorang tidak boleh mendayagunakan harta milik orang tanpa izin darinya”
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
mengenai penggunaan dana haji untuk infrastruktur dengan judul :“Penggunaan
Dana Haji untuk Infrastruktur Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif “
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat diindentifikasi beberapa
masalah dalam penelitian ini, diantarannya:
a. Bagaimana mekanisme serta akad yang digunakan dalam penyetoran biaya
penyelenggaraan ibadah haji (BPIH)?
b. Bagaimana hukum penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur
menurut hukum positif?
c. Bagaimana hukum penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur
menurut Ijtima Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI)?
d. Bagaimana hukum penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur
menurut hasil bahtsul masail ulama Nahdlatul Ulama (NU)?
d. Bagaimana mekanisme penggunaan dana haji untuk infrastruktur?
12 Pro kontra dana haji untuk pembiayaan infrastruktur,
https://beritagar.id/artikel/berita/pro-kontra-dana-haji-untuk-pembiayaan-infrastruktur, diakses
pada 28 Maret 2018 13 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-qawâ’id al-fiqhiyyah,(Kairo: Dâr al-hadits, 2005),
h.505.
7
e. Apa keuntungan menggunakan dana haji untuk infrastruktur?
f. Bagaimana risiko penggunaan dana haji untuk infrastruktur?
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis
membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasanya lebih jelas
dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Disini penulis akan
membahas bagaimana hukumnya penggunaan dana haji untuk investasi
infrastruktur menurut hukum positif dan hukum Islam
3. Rumusan Masalah
a. Bagaimana penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur menurut
hukum Islam?
b. Bagaimana penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur menurut
hukum positif?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui hukum penggunaan dana haji untuk ifrastruktur
menurut hukum Islam.
b. Untuk mengetahui hukum penggunaan dana haji untuk ifrastruktur
menurut hukum positif.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi akademisi, Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai dasar
hukum pengelolahan dana haji serta hukum menginvestasikannya
dibidang infrastruktur menurut hukum Islam dan hukum positif.
b. Bagi pemerintah, Penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan dalam
pengambilan keputusan terkait pengelolahan dana ibadah haji.
8
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Secara prinsip, sampai saat ini belum ditemukan penelitian pandangan
hukum penggunaan dana haji haji untuk investasi infrastrruktur. Akan tetapi ada
peneletian yang berkaitan dengan pengelolahan dana haji, antara lain:
1. Jurnal
Judul : Sistem Pengelolaan BPIH Menurut Perspektif Hukum
Positif di Indonesia
Nama Penulis : Burhanudin
Jurnal : Jurnal IUS; Kajian Hukum dan Keadilan
No. Penerbitan : Vol II no.4
Tahun terbit : 2014
Jurnal ini menjelaskan tiga pokok pembahasan yakni tentang bagaimana
sistem pengelolaan dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) menurut
ketentuan Hukum Positif di Indonesia (Perundang-undangan), analisis
pengelolaan dana BPIH oleh Kementerian Agama yang tidak sesuai dengan
Prinsip-Prinsip Good Governance, dan alternatif Model Pengelolaan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji yang ideal di masa mendatang.
Jurnal ini secara kompherensif membahas sistem pengelolahan dana
BPIH menurut hukum positif. Akan tetapi tidak menjelaskan aspek hukum
tentang penggunaan dana BPIH tersebut untuk investasi infrastruktur.
9
2. Skripsi
Judul : Dana Simpanan Haji Untuk Investasi Pada BMT Al-
kautsar Bidara Cina Jakarta Timur.
Nama : Ahamad Syauqie
Prodi : Ekonomi Islam, fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Tahun : 2011
Skripsi ini membahas tentang mekanisme dan operasional, pengelolaan,
serta peluang dan tantangan produk haji pada BMT Bidara Cina Jakarta
Timur. Berbeda dengan skripsi tersebut, dalam skripsi ini akan membahas
bagaimana dasar hukum pengelolahan dana haji serta bagaimana hukum
menginvestasikan dana haji dibidang infrastruktur menurut hukum Islam dan
hukum positif.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang dipakai dalam skripsi ini pendekatan perundang-
undangan (Statute Aprroach) dan pendekatan perbandingan (Comparative
Approach).
Pendekatan undang-undang (Statute Approach) dilakukan dengan
menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang ditangani.14
Sedangkan pendekatan perbandingan (Comparative Approach) yang
dilakukan pada skripsi ini dengan membandingkan antara hukum positif dan
hukum Islam.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum
14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana, 2014), h. 133
10
sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah
mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan
pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).15
Penelitian hukum normatif juga merupakan suatu proses untuk
menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin
hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.16
3. Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data
Dalam proses pengumpulan data, penulis menggunakan metode
penelitian kepustakaan (Library research). Metode ini dilakukan untuk
mencapai pemahaman yang kompherensif tentang konsep-konsep yang akan
dikaji. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan bersumber dari
perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil
penelitian.17
Sumber data adalah segala sesuatu yang menjadi sumber dan rujukan
dalam penelitian. Adapun sumber data dalam penelitian ini penulis bagi ke
dalam dua jenis data, yaitu:
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik
melalui wawancara, observasi, maupun dokumen tidak resmi yang
kemudian diolah oleh penulis.
b.Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,
buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian
dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi dan peraturan perundang-
undangan. Data sekunder dapat dibagi menjadi18:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri
dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian.
15 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum; Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015), h.34 16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, ( Jakarta : Kencana, 2005), h.35 17 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.107. 18 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, h.106.
11
2) Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah
hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.
3) Bahan hukum tersier, yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai bahan
hukum primet atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus,
ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman dan memperjelas arah pembahasan
yang terdapat dalam skripsi ini, maka penulis menyusun dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab I: Merupakan pendahuluan yang meliputi tentang latar belakang
masalah, Indentifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan (review) studi terdahulu, metode penelitian dan
sistematika penulisan
Bab II : Membahas landasan teori yang meliputi pembahasan mengenai
konsep dana haji, investasi, dan infrastruktur
Bab III: Membahas mengenai akad dalam pendaftaran ibadah haji dan
dasar hukum pengelolahan dana haji.
Bab IV: Membahas permasalahan inti yakni tinjauan hukum Islam dan
hukum positif terhadap penggunaan dana haji untuk investasi
infrastruktur.
Bab V : Memuat tentang kesimpulan dan saran
12
BAB II
KONSEP DANA HAJI, INVESTASI, DAN INFRASTRUKTUR
A. Dana Haji
Secara etimologi, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dana adalah
uang yang disediakan untuk suatu keperluan.1 Secara terminologi, dana adalah
uang tunai dan/atau aktiva lainnya yang segera dapat diuangkan dan yang
tersedia atau disisihkan untuk maksud tertentu.2
Haji secara bahasa berarti al-qasdu yang artinya maksud, tujuan dan niat.
Seperti perkataan seseorang hajajtu fulānan wa i‘tamadtuhu ai qasadtuhu yang
artinya aku menuju kepadanya.3
Sedangkan haji menurut terminologi para ulama antara lain:
Menurut Syekh Zakaria bin Muhammad al-Anshori didalam kitab Fath al-
wahhāb bi syarh minhaj al-tulāb, haji adalah
4الكعبة للنسك قصد
“Menuju ka’bah untuk melaksanakan ibadah tertentu.”
Menurut Abdurrahman al-Jaziri didalam kitab al-fiqh ‘ala al-mazāhib al-
arba’ah, haji adalah
5يف زمان خمصوص، و مكان خمصوص، علي وجه خمصوص تؤدىأعمال خمصوصة
“Perbuatan-perbuatan (ibadah) tertentu yang dilaksanakan pada waktu, tempat
dan tata cara tertentu”
Sedangkan menurut imam Nawawi sebagaimana dikutip oleh Abu Bakar
bin Muhammad didalam kitab kifayah al-akhyar haji adalah
1 Kamus Besar Bahasa Indoneisa Edisi Kelima, Aplikasi Luring Resmi Badan
Pengembangan dan Pembinaanaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia,2016. 2 Frianto Pandia, Manajemen Dana dan Kesehatan Bank, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012),
hal. 1 3 Muhammad bin Mukram bin Ali (Ibnu Manzur), Lisan al-arab, (Beirut: Dâr sâdir,t.t),
jilid2 h.226 4 Syaikh Zakaria bin Muhammad, al-Anshori. Fath al-wahhāb bi syarh minhaj al-tulāb,
(Kairo: Maktabah al-syurūq al-dauliyyah, 2009), h., 221. 5 Abdurrahman bin Muhammad Awad al-Jaziri, al-fiqh ‘ala al-mazāhib al-arba’ah, (Kairo
: dār ibn al-haitsam, t.t), h.355
13
6العفعبارة عن قصد البيت لأل
“Suatu ungkapan yang digunakan untuk mengunjungi Baitullah guna
melaksanakan perbuatan-perbuatan (ibadah)”
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa haji merupakan
ungkapan yang digunakan untuk perbuatan-perbuatan ibadah yang dilaksanakan
di Baitullah (Mekah) pada waktu dan tata cara tertentu.
Secara sederhana, berdasarkan uraian diatas dana haji adalah dana yang
disiapkan untuk melaksanakan kegiatan ibadah haji. Definisi lebih luas yang
menjadi topik kajian penulis pada skripsi ini ialah dana haji yang terdapat pada
pasal 2 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Haji, yang berbunyi:
“Dana Haji adalah dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana
efisiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang
dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan
program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.”
Pada praktiknya calon Jemaah yang hendak berangkat haji diharuskan
membuka tabungan haji dan membayar sebesar 25 juta rupiah sebagai setoran
awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).7 Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji menyebutkan yang
dimaksud dengan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selanjutnya
disingkat BPIH adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh warga negara
yang akan menunaikan ibadah haji. Didalam kamus informasi haji dan umrah
juga diterangkan bahwa BPIH dibayarkan sebanyak 2 tahapan yaitu Setoran
Awal BPIH sebesar Rp 25.000.000,- dan Setoran Lunas BPIH setelah ada
penetapan besaran BPIH oleh Pemerintah atas persetujuan DPR.8
6 Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, kifayah al-akhyar, (Jakarta: Dâr al-kutub al-
Islamiyah,2004), juz1, h.213 7 Tata Cara dan Persyaratan Pendaftaran Haji Reguler,
https://kemenag.go.id/berita/info_grafis_read/8/tata-cara-dan-persyaratan-pendaftaran-haji-reguler,
diakses pada 7 Mei 2018. 8 Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, kamus informasi haji dan umrah,
(Jakarta: Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2017), h.34.
14
Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji juga terdiri atas 2 komponen. Direct cost
dan indirect cost. Direct cost adalah komponen yang dibiayai oleh jemaah dan
dapat berubah tiap tahun sesuai dengan persetujuan DPR. Pada tahun
1438H/2017M, biaya yang dibayar oleh jemaah adalah tiket pesawat, 20 persen
biaya akomodasi di Makkah, serta living allowance (yang dikembalikan lagi ke
Jemaah). Sedangkan biaya lainnya seperti 80 persen akomodasi Makkah, GSF
(general service fee), akomodasi di Madinah, transportasi antarkota perhajian,
konsumsi selama di Madinah dan Makkah, serta biaya pelayanan lainnya
dibiayai dari indirect cost yang berasal dari nilai manfaat dana haji.9
Selain Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), dana haji juga
mencakup Dana Abadi Umat (DAU). Yang dimaksud dengan Dana Abadi Umat
(DAU) adalah sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 ayat 17 Undang-Undang
Nomor 34 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji, yang berbunyi:
“Dana Abadi Umat, yang selanjutnya disebut DAU, adalah sejumlah dana yang
diperoleh dari hasil pengembangan Dana Abadi Umat dan/atau sisa biaya
operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji serta sumber lain yang halal dan tidak
mengikat.”
B. Investasi
Investasi berasal dari bahasa Latin, yaitu investire (memakai), sedangkan
dalam bahasa Inggris disebut dengan Invesment.10
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia investasi adalah penanaman uang
atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh
keuntungan.11
Dalam pengertian kamus Longman Dictionary of Contemporary English,
kata invest dapat didefinisikan sebagai “to use (money) to make more money out
9 Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, kamus informasi haji dan umrah,
h.36. 10 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h.183. 11Kamus Besar Bahasa Indoneisa Edisi Kelima, Aplikasi Luring Resmi Badan
Pengembangan dan Pembinaanaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia,2016.
15
of something that will invcrease in value”. Selanjutnya, kata investment
diartikan sebagai the act or action of investing. 12
Investasi dalam teori ekonomi berarti penambahan terhadap stok modal
fisik, apakah itu melalui pembangunan rumah-rumah, pembuatan mesin,
pembangunan pabrik/kantor ataupun tambahan terhadap persediaan barang.13
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution dalam bukunya Investasi Pada
Pasar Modal Syariah mencatat beberapa pengertian investasi antara lain: 14
1. Investasi diartikan sebagai penanaman uang ataupun modal dalam suatu
perusahaan ataupun penanaman dana dalam suatu proyek untuk dapat
mencari keuntungan (Arifin, dalam kamus istilah pasar modal dan
keuangan, 1999).
2. Investasi diartikan sebagai kegiatan penukaran uang untuk mendapatkan
bentuk-bentuk kekayaan yang lain seperti saham ataupun harta tidak
bergerak yang lain yang diharapkan akan dapat ditahan selama periode
tertentu agar dapat menghasilkan pendapatan (Wirasasmita, dalam
kamus istilah pasar modal dan keuangan, 1999).
3. Investasi diartikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber
daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh
sejumlah keuntungan di masa datang (Tandelilin, 2001)
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa investasi adalah
kegiatan menanam kekayaan tertentu untuk dikelola guna mendapat keuntungan
dimasa yang akan datang.
Ada beberapa ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang dapat dijadikan sandaran
dalam berinvestasi antara lain15:
12 Paul Procter dkk, Longman Dictionary of Contemporary English, (Great Britain : Pitman
Press,1982), h.588-589 13 Mochammad Nadjib dkk, Investasi Syari’ah; Implementasi Konsep pada Kenyataan
Empirik. (Yogyakarta: 2008), h.55. 14 Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah. (Jakarta:
2007), h.7. 15 Ari Kristin Prasetyoningrum, Risiko Bank Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),
h.30-32.
16
Surah An-Nisa: 9
ش خي ينولي فلييتذقواٱلذ يذةضعفاخافواعلييهمي ذر خليفهمي تركوامني لوي قولواقويٱللذ اولي ي ال
٩
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”
Ayat diatas memerintahkan agar tidak meninggalkan dzurriat di’afa
(keturunan yang lemah) baik moril maupun materil. Salah satu cara untuk
memperhatikan kesejahteraan adalah dengan berinvestasi.
Surah Al-Hasyr: 18
ها يأ يني ءامنواٱلذ ٱتذقوا وٱللذ لغ متي ذ اق سمذ نفي نظري ولي هٱتذقوا ٱللذ إنذ بماتٱللذ ملونخبي عي
١٨
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Kata waltandzur nafsun maa qaddamat lighad dapat pula diartikan bukan
saja memperhatikan kehidupan akhirat namun memperhatikan kehidupan dunia
karena kata ghad bisa berarti besok pagi, lusa atau waktu yang akan datang.
Salah satu usaha untuk mempersiapkan masa yang akan datang adalah dengan
cara berinvestasi.
Surah Al-Baqarah: 261
ثل ينمذ بيلٱلذ ف لهمي و ميينفقونأ م ٱللذ نبلة
نابلفك ع بي نبتتيةأ كمثلحبذ ة ا ئةحبذ
و وٱللذ ه يضعفلمنيشاء ععليمٱللذ ٢٦١و
17
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”
Ayat di atas merupakan contoh konkrit dari berinvestasi yang dimulai
dengan habbatin wāhidatin (sebutir benih) menjadi tujuh bulir dan akhirnya
menjadi tujuh ratur biji. Walaupun dalam hal ini adalah infaq yang berdimensi
duniawi, namun pengaruh dari infaq bukan hanya berpengaruh pada akhirat saja
namun mempengaruhi dimensi dunia.
Setiap keputusan investasi selalu menyangkut dua hal, yaitu risiko dan
return. Risiko mempunyai hubungan positif dan linear dengan return yang
diharapkan dari suatu investasi, sehingga semakin besar return yang diharapkan
semakin besar pula risiko yang harus ditanggung oleh seorang investor.
Risiko menurut Jones(1996) sebagaimana dikutip oleh Nurul Huda dan
Mustafa Edwin Nasution didalam bukunya Investasi pada pasar modal syariah
adalah kemungkinan pendapatan yang diterima ( actual return ) dalam suatu
investasi akan berbeda dengan pendapatan yang diharapkan (excepted return).16
Pada dasarnya investasi dapat digolongkan kedalam beberapa jenis, yakni
berdasarkan aset, pengaruh, ekonomi, dan menurut sumbernya. Dalam kaitan ini
Salim dan Budi Sutrisno sebagaimana dikutip Abdul Manan,17 menjelaskan
sebagai berikut:
1. Investasi Berdasarkan Asetnya
Investasi ini merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau
kekayaannya. Investasi ini dibagi kepada dua jenis, yaitu: (a) real assets yang
merupakan investasi yang berwujud, seperti gedung-gedung, kendaraan, dan
sebagainya; (b) financial assets, yaitu yang berupa dokumen (surat-surat
16 Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah. (Jakarta:
2007), h.14. 17 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h.191.
18
berharga) yang diperdagangkan dipasar uang , seperti deposito, commercial
paper, surat berharga pasar uang(SPBU), dan sebagainya.
2. Investasi Berdasarkan Pengaruh
Investasi model ini merupakan investasi yang didasarkan pada faktor
dan keadaan yang memengaruhi atau tidak berpengaruh dari kegiatan
investasi. Investasi berdasarkan pengaruh dibagi menjadi dua macam, yaitu:
(a) Investasi autonomus (berdiri sendiri), yaitu investasi yang tidak
dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat spekulatif, misalnya pembelian
surat-surat berharga; (b) Investasi induced (memengaruhi-menyebabkan),
yakni investasi yang dipengaruhi oleh kenaikan permintaan akan barang dan
jasa serta tingkat pendapatan, misalnya penghasilan transitory (penghasilan
yang didapat selain dari bekerja), yaitu bunga tabungan.
3. Investasi Berdasarkan Sumber Pembiayaan
Investasi model ini didasarkan kepada pembiayaan asal atau asal usul
investasi itu memperoleh dana. Investasi ini dibagi kepada dua macam: (a)
Investasi yang bersumber dana dari dalam negri (PMDN), investornya dari
dalam negri; dan (b) investasi yang bersumber dari modal asing, pembiayaan
investasi bersumber dari investor asing.
4. Investasi Berdasarkan Bentuk
Investasi berdasarkan bentuk merupakan investasi yang didasarkan pada
cara menanamkan investasinya. Investasi modal ini dibagi kepada dua
bentuk, yaitu: (a) Investasi langsung dilaksanakan oleh pemiliknya sendiri,
seperti membangun pabrik, membangun gedung selaku kontraktor, membeli
total, atau mengakuisisi perusahaan; dan (b) Investasi tidak langsung yang
sering disebut dengan investasi portofolio. Investasi tidak langsung
dilakukan melalui pasar modal dengan instrument surat-surat berharga,
seperti saham, obligasi, reksa dan beserta turunannya
Didalam hukum Islam Investasi termasuk dalam aspek muamalah.
Kaitannya dengan aspek muamalah, diantara kaidah prinsip yang digunakan
dalam bermu’amalah adalah al-ashlu fî al-mu’âmalah al-ibâhah illa dalla al-
19
dalîlu ‘ala tahrîmihi yang berarti “ Asal segala sesuatu dalam bermuamalah itu
boleh, kecuali jika ada petunjuk yang mengharamkannya maka menjadi haram”.
Secara prinsip ekonomi, tidak ada yang membedakan antara investasi dalam
konsep Islam dengan investasi konvensional. High return dan high risk tetap
menjadi patokan utama. Patokan lainnya yang dijadikan pertimbangan adalah
investasi merupakan pengorbanan sekarang untuk mendapat manfaat dimasa
yang akan datang. Walaupun secara prinsip ekonomi tidak berbeda, tetapi dalam
Islam aktivitas investasi tidak bisa dilepaskan dari aktivitas ibadah, sehingga
harus berpegang teguh pada ajaran Islam. Artinya, Investasi selain bernilai fisik
material juga harus mengandung nilai-nilai moral spiritual. Untuk itu perlu
ditetapkan suatu kriteria investasi yang sesuai dengan Islam.18
Abdul Manan didalam bukunya “Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan
Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia” menjelaskan prinsip-prinsip
investasi syariah,19 prinsip tersebut antara lain:
1. Prinsip Halal
Kata halal berasal dari bahasa Arab dari lafaz halla yang berarti “lepas”
atau “tidak terikat”. Dalam Kamus Istilah Fiqih, kata halal dipahami sebagai
segala sesuatu yang boleh dikerjakan atau dimakan. Dengan pengertia bahwa
orang yang melakukannya tidak mendapat sanksi dari Allah SWT.
Masalah halal merupakan hak prerogatif Allah SWT dan Rasul SAW
untuk menentukannya. Oleh karena itu, penetapan masalah halal dan haram
harus mengacu kepada sumber-sumber hukum Islam. Beberapa ayat Al-
Qur’an telah memberikan rambu-rambu tentang makanan dan bahan
makanan serta cara memperolehnya berdasarkan cara yang baik (halal) dan
jauh dari haram untuk digunakan oleh umat Islam. Dalam surah al-Baqarah
ayat 168 Allah SWT berfirman:
18 Mochammad Nadjib dkk, Investasi Syari’ah; Implementasi Konsep pada Kenyataan
Empirik. (Yogyakarta: 2008), h.92. 19 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h.201-220.
20
ها يأ افٱنلذاسي رضكواممذ
تٱلي باوالتتذبعواخطو لطي ييطن حل عۥإنذهٱلشذ لكمي و
بني ١٦٨م
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”
Kemudian dalam surah al-Maidah ayat 88 Allah SWT berfirman:
ارزقكم وكواممذ وٱللذ باه لطي حل ٱتذقوا يٱللذ نتمبهٱلذمنونۦأ ٨٨مؤي
Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah
telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepada-Nya”.
2. Prinsip Maslahah
Dalam bahasa Arab, kata “maslahah” secara etimologi berarti sesuatu
yang baik, dirasakan lezat, oleh karenanya menimbulkan kesenangan dan
kepuasan serta diterima akal yang sehat.20
Maslahah yang jamaknya masalih merupakan sinonim dari kata
“manfaat”, dan lawan dari kata “mafsadah” yang berarti kerusakan. Secara
Majaz, kata tersebut juga dapat digunakan untuk tindakan yang mengandung
manfaat. Dalam kajian syariat, kata maslahah dapat dipakai sebagai istilah
untuk mengungkapkan pengertian yang khusus, yakni segala hal yang
memberikan manfaat kepada pribadi, keluarga, dan lingkungannya, dan
menghindar dari segala keburukan dan hal yang merusak, baik kepada diri
pribadi, keluarga, dan masyarakat.
Maslahah dalam kontesk investasi yang dilakukan oleh seseorang
hendaknya harus dapat manfaat bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi
dan juga harus dirasakan oleh masyarakat pada umumnya.
20 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: Kencana, 2014), h.232.
21
3. Prinsip Terhindar dari Investasi yang Terlarang
Investasi yang dilarang oleh syariat Islam dapat dikelompokan
kepada dua bagian, yaitu investasi yang syubhat dan investasi yang haram.
a. Investasi yang syubhat
Pengertian yang syubhat dalam terminologi syariat diartikan sesuatu
perkara yang tercampur (antara halal dan haram), akan tetapi tidak
diketahui secara pasti apakah ia sesuatu yang halal atau haram.
Investasi syubhat adalah perilaku (jasa) atau barang (efek, uang,
komoditas, dan barang) yang masih diragukan kehalalan atau
keharamannya. Ketika merasa ada keraguan dalam menghadapi masalah,
seorang Muslim dapat berpegang kepada sesuatu hal yang menyebabkan
mudharat.
Investor Muslim diharamkan menjauhkan diri dari investasi yang
berbau syubhat. Didalam kaidah fikih apabila halal bercampur dengan
haram maka dimenangkan yang haram.
b. Investasi yang Haram
Investasi yang haram adalah segala perilaku (jasa) atau barang (efek,
komoditas, dan barang) yang dilarang dalam syariat Islam, jika dikerjakan
mendapat dosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala. Makna yang
lain, haram adalah larangan, batasan, mulia, dan mengalami perluasan
makna sebagai pemilikan atau tempat yang dimuliakan, seperti wilayah
sekitar Mekah, Madinah, dan Yerusalem.
Para pakar hukum Islam membagi haram kepada dua golongan
yaitu: (1) Haram karena zatnya (li dzatihi); dan (2) Haram karena bukan
zatnya (li ghairihi).
1. Haram karena Tadlis
Tadlis secara etimologi berasal dari kata dallasa yang berarti
menipu.21 Secara terminologi menurut Abdul Humaid Mahmud, tadlis
adalah
21 S Askar, Kamus Arab-Indonesia Al-azhar, (Jakarta: Senayan Publishing, 2010) h.194
22
22عليه و تضليل املتعاقد ومحله على التعاقداستخدام وسائل احتيالية الخفاء عيب ىف املعقود
“Tadlis adalah melakukan upaya kecurangan dengan menyembunikan
aib yang ada pada ma’qud alaih (objek akad), menipu orang yang
berakad, serta menjadikan akad terlaksana (meskipun ada kecacatan
yang disembunyikan).”
Unsur ini tidak hanya dalam ekonomi syariah melainkan juga
dalam ekonomi konvensional. Tadlis (penipuan) dalam berinvestasi
adalah menyampaikan sesuatu dalam transaksi bisnis dengan informasi
yang diberikan tidak sesuai dengan fakta yang ada pada sesuatu
tersebut, yang termasng masih dalam penipuan antara lain adalah jual
beli fiktif.
Salah satu contoh yang sering disebut dalam kitab-kitab fikih
tentang perbuatan curang dan penipuan dalam hal investasi dan jjual
beli adalah menjual susu yang masih dalam puting induknya. Perbuatan
ini dilarang karena ada kemungkinan penipuan, putting susu itu
mungkin saja tidak mempunyai susu, hanya berisi angin atau hal-hal
lain yang ada diluar penjualan itu.
Apabila investasi yang dilakukan seorang Muslim sudah terjadi,
dan kemudian ia mengetahui dalam investasi yang dilakukan uang atau
barang dengan pihak lain ada unsur penipuan maka bagi pihak yang
tertipu itu berhak memilih, boleh membatalkan transaksinya atau
meneruskannya dan lebih dari pilihan ini tidak ada.
2. Haram karena Gharar
Gharar secara bahasa diartikan sebagai akibat, bencana bahaya,
risiko, dan ketidak pastian. Dalam ilmu ekonomi, gharar lebih dikenal
sebagai ketidakpastian, ini disebut juga dengan juhala. Gharar dalam
hukum Islam adalah melakukan sesuatu secara semaunya tanpa
memiliki pengetahuan yang cukup terhadap sesuatu yang dilakukannya
22 Abdul Humaid Mahmud, Al-istitsmār wa ar-raqābah al-syar’iyyah fī al-bunūk wa al-
muassasah al-māliyah al-Islamiyyah, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1991), h.159.
23
itu, atau mengambil risiko tanpat mengetahui dengan tepat apa akibat,
atau memasuki kancah risiko tanpa memikirkan konsukuensinya.
Menurut Afzalur Rahman sebagaimana dikutip Abdul Manar,23
gharar adalah suatu unsur yang tidak jelas pada kualitas, kuantitas atau
harga pada suatu barang yang diperdagangkan, dengan kata lain gharar
adalah suatu yang tidak diketahui ketika transaksi (aqad) dilaksanakan,
sehingga mengakibatkan timbulnya suatu ketidakpastian. Berbagai
kontrak bisnis yang mengandung unsur tidak pasti atau kira-kira adalah
haram hukumnya, baik yang menyangkut harga, atau kualitas serta
kuantitas barang yang akan dijual maupun waktu pembayaran serta
perlengkapan atau persyaratan kontrak.
Sedangkan Abdul Humaid Mahmud didalam kitab Al-istitsmār wa
ar-raqābah al-syar’iyyah membedakan antara Gharar dan juhala,
Gharar adalah setiap sesuatu yang tidak dapat diketahui hasilnya dan
tidak dapat diserahkan (al-taslîm). Sedangkan juhala adalah sesuatu
yang dapat diketahui hasilnya namun tidak diketahuin sifatnya.
Menurutnya gharah dan juhala yang banyak dilarang berdasarkan
ijma’, gharar dan juhala yang sedikit diperbolehkan berdasarkan ijma
dan gharar dan juhala yang sedang diperselisihkan antara dilarang atau
diperbolehkan.24
Kitab fikih klasik telah banyak memberi contoh tentang gharar
ini, antara lain: menjual burung di udara dan menjual ikan dalam laut.
Pembeli membayar harga barang-barang tersebut, sementara pada
waktu berakad ia tidak mengetahui apakah ia akan memperoleh barang-
barang yang dibeli itu atau tidak.
3. Haram karena Maysir
Maysir secara etiomologi bermakna “mudah”. Maysir merupakan
bentuk objek yang diartikan sebagai tempat untuk memudah-mudahkan
23 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah
Indonesia,(Jakarta:Kencana, 2009), h.213. 24 Abdul Humaid Mahmud, Al-istitsmār wa ar-raqābah al-syar’iyyah fī al-bunūk wa al-
muassasāt al-māliyyah al-Islamiyyah, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1991), h.159.
24
sesuatu. Dikatan memudahkan sesuatu karena seseorang yang
seharusnya menempuh jalan yang susah payah akan tetapi mencari
jalan pintas dengan harapan dapat mencapai apa yang dikehendaki,
walaupun jalan pintas tersebut bertentangan dengan nilai serta aturan
syariat. Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 90
berfirman:
ها يأ يني ٱلذ إنذما رءامنوا مي يمييسٱوٱلي نصابول
لموٱلي زي عملٱلي ني م س رجي
ييطن تنبوهفٱلشذ لحونٱجي تفي ٩٠لعلذكمي
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan ”
Judi atau taruhan adalah kontrak (akad) yang didalamnya salah
satu pihak dari dua pihak yang berjudi atau bertaruh berjanji akan
membayar uang atau pengganti lain yang bernilai uang yang telah
disepakati kepada pihak lain jika suatu peristiwa.
Dalam kegiatan investasi berdasarkan syariat tidak diberkan danya
unsur judi dan taruhan karena akan membawa kemudaratan bagi semua
pihak, terutama pihak yang melakukan akad (perjanjian) dalam
berinvestasi.
4. Haram karena Riba
Riba bermakna ziyadah berarti tambahan dan tumbuh. Dalam
istilah hukum Islam, riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda,
maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk membayar
selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan
pada hari jatuh waktu pengembalian itu.25
Menurut Syekh Zakaria bin Muhammad al-Anshori dalam kitab
Fath al-wahhâb bisyarh minhaj al-tulâb riba adalah suatu transaksi atas
25 Abdul Rahman Ghazali dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta:Kencana,2010), h.217-218.
25
gantian tertentu yang tidak diketahui kesetaraannya berdasarkan ukuran
syara’, atau transaksi beserta adanya penundaan serah terima antara dua
komoditi atau salah satu dari dua komoditi tersebut di majlis akad.26
Menurut Syekh Muhammad Ali al-Sobuni dalam kitab rawâi’u al-
bayân tafsîr âyât al-ahkâm riba adalah kelebihan yang diambil pemberi
pinjaman dari orang yang meminjam sebagai gantian dari waktu
penggunaan.27
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-
masing adalah riba utang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama
terbagi lagi menjai riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok
kedua, riba jual beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
a) Riba Qardh: suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
b) Riba Jahiliyyah: utang dibayar lebih dari pokoknya karena si
peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang
ditetapkan.
c) Riba Fadhl: Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu
termasuk dalam jenis barang ribawi.
d) Riba Nasi’ah: Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis
barang ribawi yang di pertukarkan dengan jenis barang ribawi
lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan,
perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan
yang diserahkan kemudian.28
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio perbedaan mendasar antara
investasi dengan membungakan uang adalah jika investasi mengandung
risiko karena berhadapan dengan unsur ketidak pastian. Sedangkan
26 Syekh Zakaria bin Muhammad al-Anshori, Fath al-wahhâb bisyarh minhaj al-tulâb,
(Mesir:Maktabah al-syurūq al-duwaliyyah, 2013), h.262. 27 Syekh Muhammad Ali al-Sobuni, rawâi’u al-bayân tafsîr âyât al-ahkâm, (Jakarta: Dâr
al-kutub al-islâmiyyah, 1999), h. 271. 28 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), h.41.
26
membungakan uang kurang mengandung risiko karena perolehan
kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.29
5. Haram karena ihtikaar dan najsy
Kata ihtikaar berasal dari bahasa Arab yang berarti zalim, aniaya,
dan perusak pergaulan. Secara terminologi ihtikar adalah
30الناس بذلكحبس السلعة يريد إغالءها على املشرتي ويضيق
“Menimbun barang dengan tujuan menaikan harga terhadap
pembeli, Serta menyulitkan manusia dengan sebab penimbunan itu”
Dalam dunia bisnis konvensional ihtikar sama saja dengan
monopoli. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia monopoli berarti
situasi yang pengadaan barang dagangannya tertentu (di pasar local
atau nasional) sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasasi oleh satu
orang atau satu kelompok sehingga harganya dapat dikembalikan.31
Menurut Mohd. Mansor sebagaimana dikutip Abdul Manan32,
monopoli adalah mengumpulkan atau menahan barang-barang yang
beredar dipasar dengan tujuan untuk bertindak sesuka hatinya dalam
peredaran barang tersebut, atau menguasai penawaran dan permintaan
suatu barang dengan tujuan untuk mengatur keuntungan yang
berlebihan.
Adapun yang dimaksud dengan najsy adalah
33الزايدة يف مثن السلعة دون قصد اىل شراءها يريد بذلك ان يضر املشرتى و ينفع البائع
29 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktik, h.59. 30 Abdul Humaid Mahmud, Al-istitsmār wa ar-raqābah al-syar’iyyah fī al-bunūk wa al-
muassasāt al-māliyyah al-Islamiyyah, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1991), h.160. 31 Kamus Besar Bahasa Indoneisa Edisi Kelima, Aplikasi Luring Resmi Badan
Pengembangan dan Pembinaanaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia,2016. 32 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah
Indonesia,(Jakarta:Kencana, 2009), h.218. 33 Abdul Humaid Mahmud, Al-istitsmār wa ar-raqābah al-syar’iyyah fī al-bunūk wa al-
muassasāt al-māliyyah al-Islamiyyah, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1991), h.160.
27
“Menambahkan harga (penawaran) terhadap barang tertentu
dengan tujuan bukan untuk membeli melainkan menguntungkan
penjual dan merugikan pembeli”
Investasi yang dilakukan dengan cara ihtikaar dan najsy dilarang
dalam syariat Islam, sebab cara bertransaksi seperti itu akan mendatang
mudarat kepada kedua belah pihak. Sebagaimana hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Umar ra,
ن هى النب صلى هللا عليه وسلم عن النجش 34
“Rasulullah SAW. Melarang jual beli dengan cara an-najsy, yaitu
membeli untuk memancing orang lain agar tertarik pada barang itu”
C. Infrastruktur
Secara etimologi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, infrastruktur
berarti prasarana.35
Dalam bahasa inggris, infrastruktur disebut dengan infrastructure.
Menurut kamus Longman Dictionary of Contemporary English, kata
infrastructure dapat didefinisikan sebagai “the system which supports the
operation of an organization “36
Secara terminologi, Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang
menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung
dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988). Sistem
infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan
sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur
dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar,
peralatan-peralatan, instalasi-instalasi, yang dibangun dan yang dibutuhkan
34 H.R Bukhori no.4122 kitâb al-buyû’ bâb al-najsy wa man qâla lâ yajûzu zâlika al-bai’u
dan H.R Muslim no.1111 kitâb al-buyû’ bâb tahrîm bai’ al-rajul ‘ala bai’ akhîhi 35 Kamus Besar Bahasa Indoneisa Edisi Kelima, Aplikasi Luring Resmi Badan
Pengembangan dan Pembinaanaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia,2016. 36 Paul Procter, Longman Dictionary of Contemporary English, (Great Britain: Pitman
Press, 1982), h.574.
28
untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg,
2000).37
Eva Kasper dalam karya tulisnya yang berjudul “A Definition for
Infrastructure; Characteristics and Their Impact on Firms Active in
Infrastructure” membagi infrastruktur kedalam empat sektor. Sektor tersebut
antara lain38 :
1. Telecommunication (telekomunikasi)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia telekomunikasi adalah
komunikasi jarak jauh melalui kawat (telegraf, telepon) dan radio.39
Didalam Bahasa Inggris, kata telecommunications menurut kamus
Longman Dictionary of Contemporary English adalah “the various
methods of recevieng or sending message by telephone or telegraph,
either by radio signals or by wires”40
Telekomunikasi dalam hal ini bukan hanya jaringan telepon saja.
Akan tetapi mencakup keseluruhan transimisi/pertukaran informasi dari
jarak yang jauh. Dewasa ini data dapat dikirim melalui struktur fisik wire
(dengan kawat) atau wireless (tanpa kawat/nikrabel). Data tersebut dapat
dikirim keberbeagai alat telekomunikasi seperti televisi, telephon, dan
telegraf.
2. Transportation (transportasi)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia transportasi adalah
pengangkutan barang oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan
kemajuan teknologi.41
37 Robert J.Kodoatie, Pengantar Manajemen Infrastruktur, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), h.8-9. 38Eva Kasper, ”A Definition for Infrastructure; Characteristics and Their Impact on Firms
Active in Infrastructure”, (Munich: Disertasi Technical University of Munich, 2005), h.113-151. 39Kamus Besar Bahasa Indoneisa Edisi Kelima, Aplikasi Luring Resmi Badan
Pengembangan dan Pembinaanaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia,2016. 40 Paul Procter, Longman Dictionary of Contemporary English, (Great Britain: Pitman
Press, 1982), h.1139. 41 Kamus Besar Bahasa Indoneisa Edisi Kelima, Aplikasi Luring Resmi Badan
Pengembangan dan Pembinaanaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia,2016.
29
Menurut kamus Longman Dictionary of Contemporary English, kata
transport dapat didefinisikan sebagai “to carry (goods, people, etc) from
one place to another“, sedangkan kata transportation diartikan sebagai
“the act of transporting”.42
Menurut Schumer sebagiaman dikutip Aida Ulfa Faza dkk,
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang
keberhasilan pembangunan beragam hal, terlebih dalam menunjang
kegiatan perekonomian termasuk dalam kegiatan industri. Adapun dalam
kegiatan industri, transportasi juga memiliki peran yang besar bagi
keberlanjutan industri tersebut, di mana distribusi hasil produksi memilik
ketergantungan terhadap aspek transportasi. Selain distribusi,
transportasi memiliki hubungan yang erat dengan penggudangan atau
penyimpanan karena keduanya meningkatkan manfaat barang.
Transportasi menjadi aspek yang penting bagi supply chain dan
manajemen logistik industri. Transportasi mempermudah proses
pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain sehingga bisa
dipergunakan di tempat barang itu tidak didapatkan, dan hal tersebut
memberikan manfaat tempat. Penyimpanan atau penggudangan juga
memungkinkan barang disimpan sampai waktu yang dibutuhkan dan hal
tersebut berarti memberikan manfaat waktu.43
3. Energy (Energi)
Sektor energi ini dapat dibedakan menjadi energi yang berasal dari
kelistrikan, minyak, dan gas.
Energi merupakan penggerak utama dunia industrisasi. Dengan
adanya pencahayaan yang menggunakan energi dari listrik dapat
memungkingkan melakukan produksi dimalam hari. Begitupula dengan
42 Paul Procter, Longman Dictionary of Contemporary English, (Great Britain: Pitman
Press, 1982), h.1177. 43 Aida Ulfa Faza dkk, Kajian Penentuan Moda Transportasi Antara Kereta Api dan Truk
untuk Distribusi Industri ke Surabaya; Studi Kasus: PT Indocement Bogor, (Semarang: Prosiding
Tugas Analisis Lokasi Pola Ruang Universitas Diponegoro, 2014), h.2.
30
adanya energi listrik dapat menggerakan mesin yang dapat memproduksi
secara masal.
Dengan adanya energi yang berasal dari minyak dan gas dapat
menjadi penggerak utama dibidang trasnportasi. Tanpa adanya bahan
bakar yang cukup roda transportasi tidak dapat berjalan dengan baik.
4. Water (Air)
Air adalah sumber daya yang paling utama didunia. Bahkan, air
dapat dikatakan sumber kehidupan. Dewasa ini seiring dengan
berkembangnya populasi manusia, penggunaan air terus meningkat.
Meskipun air diplanet ini melimpah namun air yang digunakan untuk
konsumsi serta keperluan lainnya memerlukan kriteria air tententu. Hal ini
menyebabkan terjadinya berbagai krisis air bersih didaerah tertentu. Air
sebagai salah satu sektor infrastruktur yang dimaksud disini adalah
bagaimana sarana pengelolaan air tersebut baik air yang murni (belum
digunakan) atau air limbah.
Di Indoensia, berdasarkan Peraturan Presiden Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 122 Tahun 2016 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur
Prioritas, ada tiga belas jenis infrastruktur yang diutamakan pembangunannya
antara lain:44
a. Infrastruktur transportasi. Meliputi sarana dan prasarana perkeretaapian,
pelabuhan, pelabuhan penyeberangan, kebandarudaraan, dan
perhubungan darat.
b. Infrastruktur jalan. Meliputi jalan umum, jalan tol, jembatan, dan
jembatan tol
c. Infrastruktur pengairan. Meliputi waduk, bendung, saluran pembawa air
baku, dan bangunan pengairan lainnya.
d. Infrastruktur air minum. Meliputi bangunan pengambilan air baku,
jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan instalasi pengolahan air
minum.
44 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
31
e. Infrastruktur air limbah. Meliputi instalasi pengolahan air limbah,
jaringan pengumpul, dan jaringan utama.
f. Sarana persampahan. Meliputi pengangkutan, tempat pembuangan, dan
pengolahan sampah.
g. Infrastruktur telekomunikasi dan informatika.
h. Infrastruktur ketenagalistrikan. Meliputi pembangkit, transmisi, gardu,
jaringan atau distribusi tenaga listrik, dan sumur eksplorasi dan
eksploitasi tenaga panas bumi.
i. Infrastruktur minyak dan gas bumi. Meliputi kilang, depo, transmisi, dan
distribusi minyak dan gas bumi.
j. Infrastruktur fasilitas pendidikan. Meliputi sarana pembelajaran;
laboratorium, pusat pelatihan, pusat penelitian/pusat kajian, sarana dan
prasarana penelitian dan pengembangan, ruang praktik siswa,
perpustakaan, dan fasilitas pendukung pembelajaran dan pelatihan.
k. Infrastruktur kawasan. Meliputi kawasan ekonomi khusus dan kawasan
industri.
l. Infrastruktur pariwisata.
m. Infrastruktur kesehatan. Meliputi sarana dan prasarana rumah sakit,
sarana dan prasarana fasilitas pelayanan kesehatan dasar, dan sarana dan
prasarana laboratorium kesehatan.
32
BAB III
AKAD DAN DASAR HUKUM PENGELOLAHAN DANA HAJI
A. Akad Dalam Pendaftaran Ibadah Haji
Pada praktiknya, calon jemaah haji yang hendak mendaftar haji diharuskan
membuka tabungan haji pada Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji (BPS BPIH). Setelah setoran awal atau tabungan sudah mencapai
minimal 25 juta calon Jemaah haji dapat melakukan pendaftaran haji di
Kementrian Agama Kabupaten/Kota dengan membawa dokumen dari bank dan
persyaratan lainnya sesuai ketentuan.1
Berdasarkan observasi penulis pada Bank Penerima Setoran Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH)2, akad yang digunakan saat
pembukaan tabungan haji adalah Wadiah atau Mudharabah. Sedangkan saat
mendaftar haji ke kementrian agama, akad yang digunakan antara lain surat
kuasa atau wakalah.3
Wakalah secara bahasa berarti al-tafwîd (penyerahan) dan al-hifz
(pemeliharaan).4
Sedangkan wakalah menurut terminologi para ulama antara lain sebagai
berikut:
Menurut Imam Taqiuddin Abu Bakar bin Muthammad al-Husaini didalam
kitab kifayah al-akhyar, wakalah adalah
تفويض ما له فعله مما يقبل النيابة اىل غريه ليحفظه يف حال حياته5
“Menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain
agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya”
1 Lihat tata cara pendaftaran haji pada website Kementrian Agama:
https://kemenag.go.id/berita/info_grafis_read/8/tata-cara-dan-persyaratan-pendaftaran-haji-reguler 2 Observasi pada BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Kebon Jeruk Jakarta Barat pada
26 Oktober 2018 dan Bank Muamalat Kantor Cabang Kedoya Jakarta Barat pada 8 Oktober 2018. 3 Format akad wakalah dapat dilihat pada lampiran skripsi ini 4 Taqiuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, kifayah al-akhyar, (Jakarta: Dâr al-
kutub al-islamiyah,2004), juz1, h.273. 5 Taqiuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, kifayah al-akhyar, h.273.
33
Menurut Syekh al-Islam Zakaria bin Muhammad al-Ansori didalam kitab
Fath al-wahhāb bi syarh minhaj al-tulāb, wakalah adalah
تفويض شخص أمره إىل آخر فيما يقبل النيابة ليفعله ىف حياته6
“Penyerahan seseorang kepada orang lain terhadap suatu pekerjaan yang
dapat digantikan agar dikerjakan semasa hidupnya”
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa wakalah merupakan
akad dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikannya dalam
suatu urusan/pekerjaan yang dapat digantikan semasa hidupnya.
Ijma ulama membolehkan wakalah karena wakalah dipandang sebagai
bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang diperintahkan oleh
Allah swt dan Rasul-Nya. Dasar hukum wakalah antara lain:
Surah al-Kahfi: 19
لك وبعضوكذقالوالثنايوماأ نهمكملثتم و قالوايبعثنهملتساءلوابينهمقالقائلم
علمبمالثتمفربكمأ ٱبعثوا حدكمبورقكمهذه
طعامافلينظر ٱلمدينةإلۦأ زك
هاأ ي
أ
حدابكمأ فوليشعرن نهولتلط م تكمبرزق
١٩فليأ
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di
antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa
lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari
atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui
berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah
dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa
makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah
sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”
6 Syekh al-Islam Zakaria bin Muhammad, al-Anshori, Fath Al-Wahhāb Bi Syarh Minhaj
Al-Tulāb, (Kairo : Maktabah al-syurūq al-dauliyyah, 2009), h.349.
34
Ayat diatas menceritakan tentang kisah ashabul kahfi. Ayat tersebut juga
menunjukkan agar salah seorang diantara mereka menjadi wakil untuk pergi ke
kota guna mengetahui berapa lama mereka telah tinggal ditempat tersebut.
Surah An-Nisa: 35
خفتمشقاقبينهمافإون هلهٱبعثوانأ هلهاۦحكمام
نأ ٣٥…وحكمام
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan”
Syekh Baijuri mengatakan, menurut pendapat yang diakui (mu’tamad) yang
dimaksud dengan hakam pada ayat tersebut adalah dua orang wakil bukan dua
orang hakim.7
Surah Al-Maidah: 2
وتعاونوالع وٱلب ٱتلقوى ثمولتعاونوالع وٱلعدون وٱل ٱتقوا ٱلل إن ٢لعقابٱشديدٱلل
“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”
Hadits riwayat Muslim:
يهي 8 وهللا يفي عوني العبدي ما كان العبد يفي عوني أخي
“Allah akan selalu menolong hambanya selama hambanya menolong
saudaranya”
Hadits Riwayat Malik:
7 Ibrahim bin Muhammad (al-baijûri), Hâsyiyah al-Syekh Ibrâhîm al-Baijûri ‘ala syarh al-
‘allâmah ibn al-qâsim al-ghazi ‘ala matn al-syekh abi syujâ’, (Kairo: Matabah Syurûq al-dauliyyah,
2010), juz 2, h.376. 8 Imam Muslim bin al-Hajjaj, Sohîh Muslim, (Kairo: Dâr al-Hadîs, 2010), hadis no.2074
kitâb al-dzikr wa al-du’â wa al-taubah wa al-istighfâr bâb fadl al-ijtimâ’ ‘alâ tilâwah al-qur’an wa
‘ala al-dzikr, juz4, h.340.
35
، ف زوج اه ن النصاري عن سليمان بني يسار؛ أن رسول هللاي صلى هللا عليه وسلم ب عث أب رافيع مواله ورجال مي
ميمونة بينت الاريثي 9
“Dari Sulaiman bin Yasar, bahwa Rasulullah SAW mewakilkan kepada
Abu Rafi’ dan seorang anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti
Harits.”
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam wakalah, antara lain:10
1. Orang yang mewakilkan (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai
pemilik urusan/benda dan menguasainya serta dapat bertindak terhadap
harta tersebut dengan dirinya sendiri. Jika muwakkil itu bukan
pemiliknya atau bukan orang yang ahli maka batal. Dalam hal ini, maka
anak kecil dan orang gila tidak sah menjadi muwakkil karena tidak
termasuk orang yang berhak untuk bertindak.
2. Orang yang diwakilkan (wakil) syaratnya ialah orang berakal, jika dia
idiot, gila, atau belum dewasa maka batal. Tapi menurut Hanafiah anak
kecil yang cerdas (dapat membedakan yang baik dan buruk) sah menjadi
wakil. Alasannya bahwwa Amr bin Sayyidah Ummu Salamah
mengawinkan ibunya kepada Rasulullah, saat itu Amr masih kecil yang
belum balig. Orang yang sudah berstatus sebagai wakil maka tidak boleh
berwakil kepada orang lain kecuali seizing muwakkil pertama atau karena
terpaksa seperti pekerjaan yang diwakilkan terlalu banyak sehingga dia
tidak dapat mengerjakannya sendiri maka boleh berwakil kepada orang
lain. Wakil juga tidak wajib untuk menanggung kerusakan barang yang
diwakilkan kecuali disengaja atau melakukan diluar batas.
3. Sesuatu yang diwakilkan (Muwakkal Fih), syaratnya:
a. Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain.
Oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakan
ibadah seperti salat, puasa, dan membaca al-Qur’an
9 Al-Imam Malik bin Anas, al-Muwatta, (Beirut: Dâr ihyâ al-turâts al-‘arabiy, 1985), hadits
ke-69 kitâb al-hajj bâb nikâh al-muhrim, juz1, h.348 10 Abdul Rahman Ghazali,dkk, Fiqh Muamalat, cet.3, (Jakarta: Kencana, 2015), h.189-190
36
b. Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah. Oleh
karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum
dimilikinya.
c. Pekerjaan itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan
sesuatu yang masih samar seperti “aku jadikan engkau sebagai
wakilku untuk mengawini salah satu anakku”
d. Shigat: shigat hendaknya berupa lafal yang menunjukkan arti
“mewakilkan” yang diiringi kerelaan dari muwakkil seperti “Saya
wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada kamu untuk
mengerjakan pekerjaan ini” kemudian diterima oleh wakil. Dalam
shigat kabul si wakil tidak disyaratkan, artinya seandainya si wakil
tidak mengucapkan kabul tetap dianggap sah.
Setelah akad wakalah terpenuhi rukun dan syaratnya, selanjutnya akan
menetapkan konsekuensi hukum sebagai berikut:11
1. Status Akad
Akad wakalah termasuk akad ja’iz dari kedua belah pihak (wakil dan
muwakkil). Artinya, masing-masing pihak berhak membatalkan akad
sewaktu-waktu secara sepihak. Sebab, suatu urusan terkadang justru
maslahat ketika tidak diwakilkan. Konsekuensinya, akad wakalah akan
selesai dengan:
a. Pemecatan dari pihak muwakkil
b. Pengunduran diri dari pihak wakil
c. Hilangnya kriteria ahli al-tasarruf salah satu pihak (wakil atau
muwakkil), seperti gila, safih, muflis, dan meninggal dunia
d. Muwakkal fih tidak lagi menjadi hak muwakkil
e. Wakil telah menyelesaikan tugas wakalah-nya.
2. Otoritas Wakil
Otoritas wakil terhadap urusan yang dilimpahkan bersifat amanah.
Artinya, wakil tidak harus bertanggung jawab (daman) kecuali ada motif
11 Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah; Diskursis Metodologis Konsep
Interaksi Sosial-Ekonomi, cet.5, (Kediri: Lirboyo Press, 2015), h.214-216.
37
kelalaian/ceroboh. Sebab, keberadaan wakil adalah tangan kedua atau
asisten (nâib) dari muwakkil dalam urusan yang diwakilkan, sehingga
sifat otoritasnya sama dengan muwakkil itu sendiri sebagai tangan
pertama, yakni tidak wajib daman ketika terjadi kerusakan sesuatu yang
berada dibawah otoritasnya.
3. Wakalah dengan sistem upah
Akad wakalah bisa dilakukan dengan sistem gratis atau dengan sistem
upah (ju’lin), berdasarkan tindakan Rasulullah saw yang pernah
mengadakan perwakilan dengan kedua sistem tersebut. Apabila akad
wakalah dilakukan dengan sistem upah, maka upah disyaratkan harus
jelas (ma’lum). Demikian juga hukum akad wakalah, menurut satu
pendapat berubah menjadi lazim. Sebab, substansi wakalah dengan
sistem upah adalah akad ijarah.
4. Nisbat hukum dan hak
Secara hukum, urusan muwakkil yang telah dilakukan oleh wakil,
ditetapkan (tsubut) pada muwakkil, bukan pada wakil. Sebab, dalam
melakukan muwakkal fih, eksistensi wakil hanyalah sebagai alat,
perantara, tangan kedua, atau asisten dari muwakkil, sehingga seolah
muwakkil sendirilah yang melakukannya.
Sedangkan secara hak (huqûq), ada dua pemilahan:
a. Dinisbatkan kepada wakil
Seperti wakalah jual beli, ijarah, dan sejenisnya. Dalam menjalankan
muwakkal fih sejenis ini, wakil menisbatkan pada dirinya sendiri,
sehingga dalam contoh wakalah jual beli, wakil cukup mengatakan:
“aku jual ini”, “aku beli ini”, “aku sewakan ini”, tanpa harus
menisbatkan atau menghubungkan pada muwakkil dengan
mengucapkan: “atas nama si Fulan (selaku muwakkil)”.
b. Dinisbatkan pada muwakkil
Seperti wakalah menikahkan, mengajukan khulu’, rekonsiliasi
(shuluh) atas hak qishas, dan sejenisnya. Dalam menjalankan
muwakkal fih sekenis ini, wakil menisbatkan atau menghubungkan
38
pada muwakkil, sehingga dalam contoh menikahkan, wakil harus
mengatakan: ”aku terima nikahnnya puterimu atas nama si Fulan
(muwakkil)”.
B. Dasar Hukum Pengelolahan Dana Haji di Indonesia
Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas nasional karena jumlah
Jemaah haji Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi dan
lembaga, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan berkaitan dengan berbagai
aspek,antara lain bimbingan, transportasi, kesehatan, akomodasi, dan keamanan.
Di samping itu, Penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan di negara lain dalam
waktu yang sangat terbatas yang menyangkut nama baik dan martabat bangsa
Indonesia di luar negeri, khususnya di Arab Saudi. Di sisi lain adanya upaya
untuk melakukan peningkatan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan
tuntutan reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan tata
kelola pemerintahan yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut
Penyelenggaraan Ibadah Haji perlu dikelola secara professional dan akuntabel
dengan mengedepankan kepentingan Jemaah haji dengan prinsip nirlaba. Karena
penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menyangkut
martabat serta nama baik bangsa, kegiatan penyelenggaraan ibadah haji menjadi
tanggung jawab Pemerintah.
Pada masa reformasi tepatnya pada tahun 1999 dimulailah era baru pada
penyelenggaraan haji di Indonesia dengan keluarnya UU No. 17 Tahun 1999
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dengan keluarnya Undang-Undang ini
diharapkan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia dapat dilakukan dengan
lebih berkualitas.12
12 Zubaedi, Analisis Problematika Manajemen Pelaksanaan Haji Indonesia
(Restrukturisasi Model Pengelolaan Haji Menuju Manajemen Haji yang Modern), Manhaj, Vol. 4,
Nomor 3, September – Desember 2016, h.193.
39
Seiring dengan berkembang zaman, Undang-Undang Nomor 17 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan lbadah Haji dipandang perlu disesuaikan dengan
kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat.13
Oleh karena itu, pada tanggal 28 April 2008 pemerintah mengesahkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 sebagai pengganti atas Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji telah meyebutkan bahwa pemerintah berkewajiban memberikan
pelayanan, bimbingan, dan pelayanan terhadap jamaah haji, sebagaimana
dijelaskan pada pasal 6:
“Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan
perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan Ibadah
Haji, Akomodasi, Transportasi, Pelayanan Kesehatan, keamanan, dan hal-hal
lain yang diperlukan oleh Jemaah Haji.”
Pemerintah juga menjamin bahwa pengelolahan haji didasarkan atas asas
keadilan, prosfesionalitas, dan akuntabilitas. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menyebutkan :
“Penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan berdasarkan asas keadilan,
profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba”
Penjelasan terhadap Undang-Undang tersebut antara lain sebagai berikut :14
“Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa
Penyelenggaraan Ibadah Haji berpegang pada kebenaran, tidak berat
sebelah, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenang dalam
Penyelenggaraan Ibadah Haji.”
“Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas” adalah bahwa
Penyelenggaraan Ibadah Haji harus dilaksanakan dengan
mempertimbangkan keahlian para penyelenggaranya.”
13 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji. 14 Penjelasan pasal demi pasal Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji.
40
“Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas dengan prinsip nirlaba”
adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji dilakukan secara terbuka
dan dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum dengan
prinsip tidak untuk mencari keuntungan.”
Undang-Undang ini selain mengatur penyelenggaraan haji, didalamnya
juga diatur mengenai Dana Abadi Umat (DAU). Pasal 1 ayat 17 mengenai
ketentuan umum menyebutkan “Dana Abadi Umat, yang selanjutnya disebut
DAU, adalah sejumlah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan Dana
Abadi Umat dan/atau sisa biaya operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji serta
sumber lain yang halal dan tidak mengikat.” Mengenai lembaga yang mengelola
DAU berdasarkan amanat Undang-Undang ini disebutkan pada pasal 1 ayat 18
yang menyatakan “Badan Pengelola Dana Abadi Umat, yang selanjutnya
disebut BP DAU, adalah badan untuk menghimpun, mengelola, dan
mengembangkan Dana Abadi Umat.”
Mengenai fungsi dan tugas BP DAU disebutkan pada pasal 28 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2008, antara lain sebagai berikut:
(1) BP DAU bertugas menghimpun, mengelola, mengembangkan, dan
mempertanggungjawabkan DAU.
(2) BP DAU memiliki fungsi:
a. Menghimpun dan mengembangkan DAU sesuai dengan syariah dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Merencanakan, mengorganisasikan, mengelola, dan memanfaatkan
DAU; dan
c. Melaporkan pengelolaan DAU kepada Presiden dan DPR.
Dalam hal pengembangan Dana Abadi Umat (DAU), Badan Pengelola
Dana Abadi Umat dapat menginvestasikan dana tersebut, sebagaimana pasal
57: “Pengembangan DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1)
meliputi usaha produktif dan investasi yang sesuai dengan syariah dan
ketentuan peraturan perundangundangan.”
Seiring dengan berkembangnya waktu dan kemampuan ekonomi warga
muslim Indonesia yang meningkat, jumlah umat Islam yang mendaftar untuk
41
melaksanakan ibadah haji terus mengalami peningkatan, sementara kuota haji
yang tersedia terbatas. Akibatnya, terjadi peningkatan jumlah Jemaah haji
tunggu itu menimbulkan terjadinya penumpukan dana Jemaah haji dalam
jumlah besar.
Akumulasi jumlah dana Jemaah Haji tersebut memiliki potensi untuk
ditingkatkan nilai manfaatnya yang dapat digunakan untuk mendukung
Penyenggaraan Ibadah Haji yang berkualitas. Peningkatan nilai manfaat dana
jemaah haji itu hanya bisa dicapai melalui pengelolaan keuangan yang efektif,
efesien, transparan, dan akuntabel. Untuk menjamin terwujudnya idealitis
pengelolaan Keuangan Haji, perlu dibentuk Undang-Undang tentang
Pengelolaan Keuangan Haji.15
Oleh karena itu, pada tanggal 17 Oktober 2014 Presiden Republik
Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Haji. Undang-Undang ini, di samping mengatur
pengelolaan setoran BPIH jemaah haji, juga mengatur DAU dan sumber lain
yang tidak mengikat. Pengelolaan Keuangan Haji dilakukan dalam bentuk
investasi yang nilai manfaatnya digunakan untuk peningkatan kualitas
Penyelenggaraan Ibadah Haji, rasionalitas, dan efisiensi BPIH, juga untuk
kemaslahatan umat Islam.16
Berkaitan dengan dana haji, didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
dimaksud dengan dana adalah uang yang disediakan untuk suatu
keperluan/biaya.17 Sehingga dapat dikatakan dana haji merupakan uang yang
disediakan untuk suatu keperluan/biaya haji.
Definisi yang lebih luas mengenai dana haji terdapat pada pasal 2 Undang-
Undang Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, sebagai
berikut :
15 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Haji, h.1-2. 16 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Haji, h.2. 17 Kamus Besar Bahasa Indoneisa Edisi Kelima, Aplikasi Luring Resmi Badan
Pengembangan dan Pembinaanaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
42
“Dana Haji adalah dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana
efisiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang
dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan
program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.”
Dalam pengelolaan keuangan haji, berdasarkan pasal 2 Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Dana Haji harus berasaskan :18
a. Prinsip Syariah
Yang dimaksud dengan asas “prinsip syariah” adalah semua dan
setiap pengelolaan Keuangan Haji berdasarkan prinsip Islam yang kafah
atau menyeluruh.
b. Prinsip Kehati-hatian
Yang dimaksud dengan asas “prinsip kehati-hatian” adalah
pengelolaan Keuangan Haji dilakukan dengan cermat, teliti, aman, dan
tertib serta dengan mempertimbangkan aspek risiko keuangan.
c. Manfaat
Yang dimaksud dengan asas “manfaat” adalah pengelolaan
Keuangan Haji harus dapat memberikan manfaat atau maslahat bagi
Jemaah Haji dan umat Islam.
d. Nirlaba
Yang dimaksud dengan asas “nirlaba” adalah pengelolaan
Keuangan Haji dilakukan melalui pengelolaan usaha yang
mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi Jemaah Haji dan
kemaslahatan umat Islam, namun dengan tidak ada pembagian deviden
bagi pengelolanya.
e. Transparan
Yang dimaksud dengan asas “transparan” adalah pengelolaan
Keuangan Haji harus dilakukan secara terbuka dan jujur melalui
18 Lihat Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji
beserta penjelasan pasal demi pasal.
43
pemberian informasi kepada masyarakat, khususnya kepada Jemaah Haji
tentang pelaksanaan dan hasil pengelolaan Keuangan Haji.
f. Akubtabel
Yang dimaksud dengan asas “akuntabel” adalah pengelolaan
Keuangan Haji harus dilakukan secara akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, khususnya kepada Jemaah
Haji.
Untuk melakukan pengelolaan Keuangan Haji, Undang-Undang No.34
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji mengamanatkan pembentukan
Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) sebagai badan hukum publik yang
bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal1 ayat 4 Undang-Undang No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Haji menyebutkan:
“Badan Pengelolahan Keuangan Haji yang selanjutnya disingkat BPKH
adalah lembaga yang melakukan pengelolahan keuangan haji”
BPKH berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia dan dapat
memiliki kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota.
Organ BPKH terdiri atas badan pelaksana dan dewan pengawas. BPKH bertugas
mengelola Keuangan Haji yang meliputi penerimaan, pengembangan,
pengeluaran, dan pertanggungjawaban Keuangan Haji.
Pasal 22 menyebutkan:
“BPKH bertugas mengelola Keuangan Haji yang meliputi penerimaan,
pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban Keuangan Haji.”
BPKH juga berwenang menempatkan dan menginvestasikan Keuangan
Haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, nilai manfaat, dan
likuiditas. Selain itu, BPKH juga berwenang melakukan kerja sama dengan
lembaga lain.
Pasal 24 menyebutkan:
“Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,
BPKH berwenang:
44
a. Menempatkan dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan
prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat; dan
b. Melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka
pengelolaan Keuangan Haji.”
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut BPKH berkewajiban
mengelola Keuangan Haji secara transparan dan akuntabel untuk sebesar-
besarnya kepentingan Jemaah Haji dan kemaslahatan umat Islam, memberikan
informasi melalui media mengenai kinerja, kondisi keuangan serta kekayaan,
dan hasil pengembangannya secara berkala setiap 6 (enam) bulan, memberikan
informasi kepada Jemaah Haji mengenai nilai manfaat BPIH dan/atau BPIH
Khusus melalui rekening virtual setiap Jemaah Haji, melakukan pembukuan
sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku, melaporkan pelaksanaan
pengelolaan Keuangan Haji secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri
dan DPR, membayar nilai manfaat setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus secara
berkala ke rekening virtual setiap Jemaah Haji, dan mengembalikan selisih saldo
setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus dari penetapan BPIH dan/atau BPIH
Khusus tahun berjalan kepada Jemaah Haji.19
Keanggotaan BPKH yang seharusnya dibentuk paling lama satu tahun usai
diundangkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolahan
Keuangan Haji, baru terbentuk Pada hari rabu 26 Juli 2017 di Istana Negara,
Jakarta. Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla
melantik Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola
Keuangan Haji (BPKH). Pelantikan tersebut dilaksanakan berdasarkan
Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 74 P Tahun 2017
tentang pengangkatan keanggotaan Dewan Pengawas dan Anggota Badan
Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).20
19 Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolahan
Keuangan Haji, h.2. 20 Presiden Jokowi Lantik Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pengelola
Keuangan Haji, http://setkab.go.id/presiden-jokowi-lantik-dewan-pengawas-dan-
anggota-badan-pengelola-keuangan-haji/, diakses pada 14 Mei 2018.
45
BAB IV
Penggunaan Dana Haji Untuk Investasi Infrastruktur dalam Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif
A. Penggunaan Dana Haji Untuk Investasi Infrastruktur dalam Perspektif
Hukum Islam
Didalam hukum Islam, secara umum seseorang dilarang menggunakan
harta milik orang lain dengan tanpa izinnya. Sebagaimana kaidah fikih
menyebutkan:
ال يجوز ألحد أن يتصرف في ملك الغير بال إذنه1
“Seseorang tidak boleh mendayagunakan harta milik orang tanpa izin
darinya”
Akan tetapi, akumulasi dana haji per 30 Juni 2017 mencapai angka Rp
99,34 triliun. Jumlah ini terdiri atas nilai manfaat sebesar Rp 96,29 triliun dan
dana abadi umat sebesar Rp 3,05 triliun.2 Dengan jumlah yang besar, dana ini
potensial untuk dikembangkan. Sebaliknya, akumulasi dana yang dibiarkan
begitu saja dikhawatirkan akan terjadi inflasi.3
Mengenai hukum penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur
termasuk kedalam rana ijtihad,4 dimana tidak ada nash yang secara tegas
menyebutkan hukumnya. Selain itu, hal ini juga mempertimbangkan aspek
maslahat dan mudarat yang merupakan tujuan utama (maqasid al-syari’ah)
dalam hukum Islam.
1 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-qawâ’id al-fiqhiyyah,(Kairo: Dâr al-hadits, 2005),
h.505. 2 Dana Haji Dikhawatirkan untuk Tambal Utang Pembangunan Infrastruktur,
http://nasional.kompas.com/read/2017/08/06/17575371/dana-haji-dikhawatirkan-untuk-tambal-
utang-pembangunan-infrastruktur.html, Diakses pada 6 Agustus 2017. 3 Inflasi adalah kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang
(kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang (Kamus Besar Bahasa
Indonesia). Dengan kata lain inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang. 4 Secara bahasa ijtihad adalah بذل المجهود واستفراغ الوسع في فعل من األفعال “mengerahkan
kemampuan pada suatu pekerjaan atau beberapa kerjaan”, secara istilah adalah بذل الفقيه وسعه فيطلب
.”Pengerahan kemampuan seorang faqih untuk mengetahui hukum-hukum syariah“ العلم بأحكام الشريعة
M Khudri Beik, Ushul al-Fiqh, (Kairo: Dar al-Hadits, 2003), h.359.
46
Di Indonesia, lembaga yang menghimpun para cendikiawan Muslim guna
merumuskan sebuah fatwa, yang terbesar adalah Majelis Ulama Indonesia.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap Dr.dr. Endy Muhammad Astiwara
selaku anggota Komisi Fatwa sekaligus anggota Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia, hukum penggunaan dana haji untuk infrastruktur
belum pernah difatwakan oleh komisi fatwa. Menurutnya, hal ini sudah pernah
dibahas namun belum difatwakan karena mengingat banyak aspek yang harus
dikaji serta dipertimbangkan mulai dari aspek ekonomi hingga aspek politik
pemerintahan. Menurutnya, sampai saat ini pembahasan mengenai hukum
penggunaan dana haji untuk infrastruktur belum dijadwalkan kembali.5
Meskipun persoalan spesifik penggunaan dana haji untuk infrastruktur
belum difatwakan, kebolehan mengolah dana haji agar menjadi produktif sudah
difatwakan ketika membahas tentang status kepemilikan dana setoran BPIH
yang termasuk daftar tunggu (waiting list). Dalam merumuskan masalah fatwa
tersebut dipertanyakan mengenai tiga hal. Pertama, pemilik dana setoran haji
yang waiting list. Kedua, boleh tidaknya dana setoran BPIH yang termasuk
daftar tunggu diinvestasikan. Ketiga, siapakah yang berhak mengelola investasi
(jika dibolehkan) dan hasilnya untuk siapa. Dalam ketetapan hukum fatwa
terdapat empat butir keputusan yang bunyi lengkapnya sebagai berikut6:
Pertama, dana setoran haji yang ditampung dalam rekening Menteri
Agama yang pendaftarnya termasuk daftar tunggu (waiting list) secara syar‘î
adalah milik pendaftar (calon haji). Oleh sebab itu, apabila yang bersangkutan
meninggal atau ada halangan syar‘î yang membuat calon haji tersebut gagal
berangkat, dana setoran haji wajib dikembalikan kepada calon haji atau ahli
warisnya.
Kedua, dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu
dalam rekening Menteri Agama, boleh di-tasharruf-kan untuk hal-hal yang
5 Wawancara terhadap anggota komisi fatwa DR.dr. Endy Muhammad Astiwara pada
tanggal 23 Mei 2018 di Kantor Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia 6 Hasil Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Status
Kepemilikan Dana Setoran BPIH Yang Masuk Daftar Tunggu (Waiting List) di Pesantren Cipasung
Jawa Barat.
47
produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan
syariah atau diinvestasikan dalam bentuk Sukuk.
Ketiga, hasil pemanfatan/investasi tersebut merupakan milik calon haji
yang termasuk dalam daftar tunggu (antara lain sebagai penambah dana
simpanan calon haji atau pengurang biaya haji yang riil/nyata). Sebagai
pengelola, pemerintah (Kementerian Agama) berhak mendapatkan imbalan
yang wajar/tidak berlebihan.
Keempat, dana BPIH milik calon haji yang masuk dalam daftar tunggu,
tidak boleh digunakan untuk keperluan apapun kecuali untuk membiayai
keperluan yang bersangkutan.
Yang menjadi dasar penetapan fatwa Majelis Ulama Indonesia tersebut,
antara lain sebagai berikut:
1. Al-Quran
ها يأ ين ي ٱلذ لكم بينكم ب مو
كلوا أ
ن تكون تجرة عن تراض ٱلبطل ءامنوا ل تأ
أ إلذ
نفسكم إنذ نكم ول تقتلوا أ م ٢٩كن بكم رحيما ٱللذ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu” (QS. Al-Nisa [4]:29).
إنذ ن تؤدوا ٱللذمركم أ
منت يأ
هلها إوذا حكمتم بي ٱل
ٱنلذاس إل أ ن تكموا ب
ٱلعدل أ
إنذ ا يعظكم به ٱللذ إنذ ۦ نعمذ ا بصريا ٱللذ ٥٨كن سميع
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Nisa’ [4]:58)
48
2. Hadis Nabi SAW:
ي هللا تعاىل عنه قال: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم هري رةأبي وعن أد ي المانة إيىل مني ائ تمنك :رضي
) احلاكمو أبو داودو مذيالت رواه (ول تن من خانك
Dari Abi Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tunaikan
amanah kepada orang yang memberi amanah kepadamu dan jangan kau
khianati orang yang mengkhianati kamu”. (HR. Al-Tirmidzi, Abu Dawud,
dan al-Hakim)
ن م خطب نا رسول اللهي صلهى الله عليهي وسلهم، ف قال : أل مريئ مي ول ييل لي ي ن إيله بيطيي ي يهي الي أخي
نه ، رقم:… مي (.02102)رواه أمحد يف مسنده، كتاب أول مسند البصريني، ابب حديث عمريو بني ي ثريبي
“Rasulullah saw. menyampaikan khutbah kepada kami; sabdanya:
‘Ketahuilah: tidak halal bagi seseorang sedikit pun dari harta saudaranya
kecuali dengan kerelaan hatinya…’” (H.R. Ahmad).
كم وأموالكم عليكم حرام (1201رواه التمذي، ابب صة حج النيب، رقم: … إينه ديما
“Sesungguhnya darah (jiwa) dan hartamu adalah haram (mulia,
dilindungi)…” (H.R. Tirmizi).
3. Kaedah Fiqhiyyah
ما كان على ما كان الصل ب قا
4. Pendapat Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institution (AAO IFI):
جيوز للمؤسسة أن تطل من الواعد ابلستئجار أن يدفع مبلغا حمددا إىل املؤسسة حتجزه لديه لضمان
جدية العميل يف تنيذ وعده ابلستئجار وما يتت عليه من التزامات بشرط أل يستقطع منه إل مقدار
املراد جأجهرها لة العنيحتميل الواعد الرق بني تك –عند نكول العميل –الضرر العلي حبيث يتم
وجمموع الجرة العلية اليت يتم جأجهر العني على أساسها للغهر أو حتميله يف حالة بيع العني الرق بني
49
تكلتها ومثن بيعها. وهذا املبلغ املقدم لضمان اجلدية إما أن يكون أمانة للحظ لدى املؤسسة فال
مانة لالستثمار أبن أيذن العميل للمؤسسة ابستثماره على أساس جيوز هلا التصرف فيه أو أن يكون أ
املضاربة الشرعية بني العميل واملؤسسة وجيوز التاق مع العميل عند إبرام عقد اإلجارة على اعتبار
( عن إجارة الخاص(.3)املعيار الشرعي رقم ) هذا املبلغ من أقساط اإلجارة.
“Pihak pemberi sewa boleh meminta pihak yang berjanji untuk menyewa agar
membayar uang muka kepada Lembaga sebagai jaminan keseriusan dalam
menunaikan janji dan kewajibannya, dengan syarat dana tersebut hanya
sebagai pengganti kerugian riil apabila penyewa cidera janji. Uang muka
tersebut boleh dijadikan wadi’ah yang tidak dapat digunakan oleh pemberi
sewa, atau dapat dijadikan modal investasi dengan syarat pihak penyewa
memberikan izin kepada pihak pemberi sewa untuk menginvestasikan dana
tersebut dengan akad Mudharabah. Penyewa dan Pemberi Sewa dapat
membuat kesepakatan bahwa dana wadi’ah tersebut sebagai bagian dari
cicilan ujrah.”
Substansi fatwa ini merupakan respons terhadap Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, pasal 23 yang
lengkapnya:
(1) BPIH yang disetor ke rekening Menteri melalui bank syariah dan/atau
bank umum nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dikelola oleh
Menteri dengan mempertimbangkan nilai manfaat;
(2) Nilai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan langsung
untuk membiayai belanja operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Atas dasar ketentuan tersebut, Pemerintah (Kementerian Agama)
menggunakan hasil pengelolaan dana calon haji yang termasuk daftar tunggu
sebagai dana operasional penyelenggaraan haji pada tahun berjalan (baca: dana
optimalisasi). Oleh karena itu, uang hasil pengelolaan BPIH calon haji yang
termasuk daftar tunggu digunakan untuk keperluan bukan calon haji yang
bersangkutan. Tegasnya, calon haji yang termasuk daftar tunggu membantu
calon haji yang menunaikan ibadah haji pada tahun berjalan. Hal ini melahirkan
50
pertanyaan di masyarakat sehingga muncul Fatwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa
Tahun 2012 di Pesantren Cipasung Jawa Barat. Fatwa ini diharapkan
mendorong pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam pengelolaan dana
haji yang daftar tunggu dilakukan secara transparan dan di antara hasilnya
menjadi hak pemilik dana, yaitu calon jemaah haji yang termasuk daftar
tunggu.7
Sejalan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia, secara lebih spesifik forum
bahtsul masail waqi'iyyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama
Nahdhatul Ulama di Nusa Tenggara Barat, dipertanyakan hukum
menginvestasikan dana setoran awal BPIH pada proyek infrastruktur, hak siapa
keuntungan investasi dan siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kerugian
dalam investasi. Jawaban dari pertanyaan tersebut antara lain8 :
"Boleh, selama investasi tersebut dinilai lebih menguntungkan dan aman.
Sedangkan keuntungan investasi menjadi milik calon jamaah haji. Jika terjadi
kerugian, maka yang bertanggung jawab adalah pemerintah"
Referensi yang digunakan dalam hasil bahtsul masail tersebut antara lain:
حكام يف مصاحل الانمقواعد ال .١
ا ذكران ا هو ي تصرهف الولة ون وهاب هم بي ن التهصرفاتي بي سادي، وجلبا الصلح ليلم مي وىله عليهي درا ليلضهرري وال
ر أحدهم على الصهالحي مع القدرةي على الصلحي إله أن ي ؤد يي ادي، ول ي قتصي عي والره دييدة إ ليلن ه 9.،ىل مشقهة
“Para wali dan penggantinya dapat mendayagunakan harta yang
diperwalikan (muwalla alaih) kepada yang lebih maslahat karena umtuk
menarik kemanfaatan dan menolak kemudaratan, bahkan tidak terbatas
tindakan salah seorang dari mereka (wali) untuk memilih suatu maslahat
(sholah) padahal bisa memilih yang lebih maslahat (ashlah), kecuali jika
7 Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fatwa Tentang Pembiayaan Pengurusan Dana Haji Dan
Status Dana Calon Haji Daftar Tunggu, Al-Iqtishad: Vol. V, No. 1, Januari 2013, h.36.
8 Hasil keputusan bahtsul masail waqi'iyyah musyawarah nasional alim ulama Nahdlatul
Ulama di Nusa Tenggara Barat pada tanggal23-24 November 2017. 9 Abu Muhammad, Izzu al-Din bin Abdi al-Salam, Qawâid al-ahkâm fî masâlih al-anâm,
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), cet1, h.58-59.
51
pilihan tersebut dapat membawa kepada keadaan sangat sulit (maka tidak
diperbolehkan)”
Readaksi ini membolehkan kepada wali yang dalam hal ini pemerintah
untuk mendayagunakan harta milik muwalla alaih yang bisa dikatakan
dalam hal ini calon jemaah haji dengan syarat dapat menarik manfaat dan
menolak kemudaratan. Hal ini karena didalam Islam mendayagunakan harta
orang lain yang dapat membawa kepada kerusakan dilarang, seperti halnya
dalam mengurus harta anak yatim dilarang menyia-nyiakan hartanya
dengan tanpa manfaat, mencampurkan hartanya dengan milik pribadi tanpa
kembali, dan memakan hartanya secara berlebihan.
الطالبني إعانة مع الدين بهمات العني قرة بشرح املعني فتح .٢
ولويل ...نقة، والزكاة، واملؤن، إن أمكنهابملصلحة ويلزمه حظ ماله، واستنماؤه قدر الويتصرف الويل
10 .إقراض مال حمجور لضرورة. ولقاض ذلك مطلقا، بشرط كون املقتض مليئا أمينا
“Wali harus menjaga harta yang diperwalikan (muwalla alaih), wali dapat
pula mendayagunakan harta yang diperwalikan dengan menimbang
maslahat, selain itu wali dapat menumbuhkembangkan hartanya jika
memungkinkan seukuran untuk nafkah, zakat, dan ongkos… Wali boleh
meminjamkan harta orang yang diampu jika terpaksa. Dan ‘hakim’ boleh
berbuat hal yang sama secara mutlak dengan catatan peminjam itu orang
kaya dan bisa dipercaya”
Redaksi ini menyebutkan bahwa seorang wali harus menjaga harta anak
yang diperwalikan. Wali juga diperkenankan untuk menumbuhkembangkan
harta yang diperwalikan. Bahkan, dalam keadaan terpaksa seorang wali
boleh meminjamkan harta yang diampunya. Kalimat terakhir menyebutkan
seorang Qadhi boleh secara mutlak melakukan hal sama yaitu
meminjamkan hartanya dengan catatan orang yang meminjam dapat
dipercaya. Kaitannya dengan pengelolaan dana haji, dalam hal ini seorang
10 Abu Bakar, Utsman bin Muhammad Syata al-Dimyâti, I’ânah al-tâlibîn ‘ala halli al-fâz
fath al-mu’în, (Jakarta: Dar kutub al-Islamiyyah, 2009), Juz3,h.132-134.
52
Qadhi dipersamakan dengan pemerintah dimana dalam pengelolaan dana
haji, pemerintah dapat meminjamkan, mengembangkan, dan sebagainya
dengan catatan jika meminjamkan, orang yang meminjam harus orang yang
dipercaya dan diyakini mampu mengembalikan.
الكبهر احلاوي. ٣
موالي من يليي ول ضمان عليهي قال الشافعي رمحه هللا تعاىل: " ر الوصيي أبي أن ي تهجي الي ق وأحي دي اهر عمر بي
موالي بني حممهدي بني أبي بكر يفي البحري وهم أي تام م ".ت يتييم وأبضعت عائيشة أبي قال الماورديي: وهذا كما لييهي
اليهي على الشروطي المعت ب رةي فييهي وه قال. ر له بي ي و جيوز ليويلي ي اليتييمي أن ي تهجي قها 11. ق ول عامهةي ال
“Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Aku menyukai bahwa wali orang
sebagai berikut (orang yang diperwalikan)
memperdagangkan/mengembangkan hartanya, dan wali tersebut tidak
menanggung (jika terjadi kerugian). Umar r.a pernah
memperdagangkan/mengembangkan anak yatim, dan Siti Aisyah r.a pernah
memperdagangkan/mengembangkan harta bani Muhammad bin Abi Bakr
di laut dimana mereka merupakan para yatim.” Imam Mawardi telah
berkata: ini sebagaimana pernah dikatakan, para fukaha berpendapat boleh
wali yatim memperdagangkan/mengembangkan harta anak yatim dengan
syarat yang telah dipertimbangkan.”
Redaksi ini menyebutkan secara tegas bahwa seorang wali boleh
mendagangkan/mengembangkan harta yang diperwalikan, hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 282:
يفإن كن ... ن يملذ هو فليملل وله ٱلق عليه ٱلذو ل يستطيع أ
و ضعيفا أ
ۥسفيها أ
٢٨٢ ...ٱلعدل ب
11 Abu al-Hasan, Ali bin Muhammad al-Bashri al-Bagdadi (al-Mawardi), al-hâwi al-kabîr
fî fiqh mazhab al-imâm al-syafi’I (syarh mukhtasar al-muzani), (Beirut: Dar al-kutub al-‘ilmiyyah,
1999), juz5, h.361.
53
"...Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah
walinya mengimlakkan dengan jujur..."
Ayat diatas menunjukan bahwa wali hendaklah mengimlakan yang
diperwalikan dalam masalah hutang. Hal ini juga dapat dianalogikan dalam
masalah jual beli jika pelakunya orang yang lemah akal atau lemah
keadaannya maka menjadi tidak sah. Oleh karena itu perwalian dalam hal
ini diperlukan.
Berbeda dengan pendapat diatas, Ibnu Abi Laila menyatakan wali tidak
diperkenankan untuk memperdagangkan harta yang diperwalikan, pendapat
ini disandarkan pada surah al-An’am ayat 152 yang berbunyi:
ٱلتيم تقربوا مال ول بحسن ٱلذت إلذ
١٥٢ه أ
"Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfaat”
Larangan dalam ayat ini bersifat umum, sedangkan pengecualian untuk
tindakan yang membuat lebih baik bersifat khusus. Memperdagangkan
harta yang diperwalikan tidak diperbolehkan karena didalamnya terdapat
kebahayaan, sedangkan keuntungan yang diharapkan masih diduga-duga.12
Dalam menyikapi dua perbendaan pendapat, sejalan dengan pendapat
yang dipilih pengarang kitab al-hâwi al-kabîr tersebut. Hasil bahtsul masail
NU memilih pendapat pertama yaitu membolehkan wali untuk
mendagangkan/mengembangkan harta yang diperwalikan.
الكربى القهية . التاوى٤
هو هل حمجوره مال بيع يف فاسقا يوكل أن للويل جيوز ل كنب ابن نكت يف عما عنه تعاىل هللا رضي وسئل
13عليه املوىل ملصلحة رعاية معتمد هو نعم بقوله فأجاب معتمد
12 Abu al-Hasan, Ali bin Muhammad al-Bashri al-Bagdadi (al-Mawardi), al-hâwi al-kabîr
fî fiqh mazhab al-imâm al-syafi’I (syarh mukhtasar al-muzani), (Beirut: Dar al-kutub al-‘ilmiyyah,
1999), juz5, h.361. 13 Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar al-Haitami, al-fatâwa al-fiqhiyyah al-kubra,
(al-Maktabah al-Islamiyyah, t.t), juz3 h.42
54
.“Syekh Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya apakah perkataan Ibnu Kabn
yang menyatakan wali tidak boleh mewakilkan penjualan orang yang
diampuhnya kepada orang fasik, merupakan pendapat yang mu’tamad?
Syekh Ibnu Hajar menjawab: iya, itu merupakan pendapat yang mu’tamad
karena untuk menjaga kemaslahatan orang yang diperwalikan (muwalla
alaih).”
Kaitannya dengan pengelolaan dana haji, berdasarkan redaksi diatas
pemerintah sebagai wakil dari calon Jemaah haji untuk mengurusi
penyelenggaraan ibadah haji haruslah bukan orang fasik, melainkan orang
yang terpecaya, amanah, dan sebagainya
الكويتية القهية . املوسوعة٥
يكن مل إذا ضرورة غهر من موليه مال الويل إقراض جيوز ل :وقالوا املسألة يف فصلوا فقد الشافعية أما
املقتض يسار بشرط - للسبكي خالفا - ضرورة غهر من إقراضه عندهم له فيجوز احلاكم أما احلاكم،
رأى إن رهنا وأيخذ عليه، واإلهاد ، ( )عليه املوىل مال منها سلم إن ماله يف الشبهة وعدم وأمانته
14(ذلك.
“Adapun Mazhab Syafi’I, mereka merinci tentang persoalan ini: Tidak
boleh seorang wali meminjamkan harta yang diperwalikan (muwalla alaih)
kecuali dalam keadaan darurat, Namun bagi ‘hakim’ boleh
meminjamkannya walaupun dalam keadaan tidak darurat (pendapat ini
berbeda dengan pendapat Syekh as-Subki) dengan syarat orang yang
meminjam mudah untuk menggantinya, amanah, dan tidak ada keraguan
pada keselamatan harta yang diperwalikan. Jika ada keraguan maka
hendaknya disaksikan dan diambil jaminan.”
Kaitannya dengan dana haji, kata ‘hakim’ digunakan untuk kekuasaan
pemerintah. Sehingga pemerintah boleh memberi pinjaman harta yang
diperwalikan asalkan yang meminjam mampu untuk mengganti, amanah
14 Kementrian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, al-mausû’ah al-fiqhiyyah al-Islamiyyah
al-kuwaitiyyah, (Kuwait, Dâr al-Salâsil, 2006), Juz5, h.352-353.
55
dan tidak ada keraguan akan hilangnya atau berkurangnya harta yang
diperwalikan
٦٦-٦٦صح السابع اجلز يةالقه . املوسوعة٦
كالويل الرقبة دون املال يف التصرف ميلك من - الرقبة دون التصرف ميلك ملن ابلنسبة اإلمنا حكم
والقصر اليتامى أموال من يلونه فيما يتصرفون هؤل .والسلطان والقاضي والوكيل الوقف وانظر والوصي
فيه با يكون فيها ونظرهم الموال هذه على أمنا وهم رعي إبذن املال وبيت واملوكل الوقف وأموال
.حظا أوفر لنه الموال هذه إمنا هلم جيوز ولذلك لرابهبا احلظ
“Hukum menumbuh kembangkan harta orang lain (selain budak) bagi yang
mempunyai wewenang untuk mendayagunakannya: Orang yang
mempunyai wewenang untuk mendayagunakan harta orang lain (selain
budak) seperti wali, orang yang menjalankan wasiat, pengurus wakaf, wakil,
hakim, dan pemerintah. Mereka dapat mendayagunakan harta anak yatim,
orang yang lemah, wakaf, orang yang diperwakilkan, dan baitul mal dengan
izin syara. Mereka adalah penjaga harta tersebut. Pandangan mereka
terhadap harta tersebut adalah keuntungan bagi yang memiliki harta. Oleh
karena itu, menumbuh kembangkan hartanya merupakan hal yang lebih
menguntungkan.”
Redaksi ini secara tegas menyebutkan bahwa orang yang mewakili harta
orang lain dapat menumbuh kembangkannya dengan izin syara. Hal ini
dilakukan karena lebih menguntungkan bagi pemilik harta.
الطال روض رح يف املطال أسىن. ٦
الويل لنه فيه املصلحة رأى إذا غهره من مستحقيه ويعطي مصرفه غهر يف الي مال صرف لإلمام) فرع(
والثمرة املاية من يده يف حصل ما ن من إل مستحقيها يعطي أن له جيوز ل الزكاة خبالف عليه
.15الصيمري قاله وغهرها
15 Zakaria bin Muhammad al-Ansori, asna al-matâlib fî syarh raud al-tâlib, (Dâr al-kutub
al-islâmi, t.t), Juz1, h.403-404.
56
“(Suatu cabang persoalan) Boleh bagi ‘imam’ membagikan harta rampasan
perang tanpa orang yang semestinya membagikannya kepada yang berhak
menerimanya apabila sang imam melihat kemaslahatan lain. Hal ini karena
‘imam’ merupakan wali atas harta tersebut. Lain halnya harta zakat, tidak
boleh diberikan kecuali oleh orang yang mengusakannya seperti dari hasil
peternakan, buah-buahan dan sebagainya. Sebagaimana telah dikatakan
oleh Shoimuri”
Redaksi ini menyatakan bahwa ‘imam’ dapat langsung membagikan
harta rampasan perang tanpa orang yang berhak membagikannya. Dalam
hal ini ‘imam’ dapat diartikan sebagai pemerintah yang dapat saja
mengalokasikan dana haji yang terhimpun untuk dikembangkan karena
didalamnya terdapat kemaslahatan.
الكويتية القهية املوسوعة. ٦
ل نيابة ، املال أو الشي حيازة ، المانة ويد .ضمان ويد ، أمانة يد :قسمني إىل اليد تقسيم املشهور
16 .متلكا
“Yang masyhur membagi penguasaan kepada dua bagian: yad amânah, dan
yad daman. Yad amânah adalah menjaga sesuatu atau harta karena untuk
menggantikan bukan memiliki.”
Kaitannya dengan pengelolaan dana haji, pemerintah sebagai penjaga
uang dari calon jamaah haji sebagai wakil (bukan pemilik sebenarnya).
Sebagaimana hukum yad amanah yaitu yang menjaga tidak menanggung
sesuatu yang terjadi pada yang harta yang diwakilkan, kecuali jika
melakukan sesuatu yang melampaui batas atau karena kelalaian.
الثاىن اجلز الانم مصاحل يف الحكام . قواعد٩
- قال أن اىل -صور ذلك من ويستثىن احلق من فات ملا جربا الضمان لزمه حق بغهر عمدا يئا أتلف من
على جي فإنه للمصاحل تصرفهما يف الموال أو النوس من يئا أتلا إذا واحلاكم اإلمام أن :اخلامسة
16 Kementrian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, al-mausû’ah al-fiqhiyyah al-Islamiyyah
al-kuwaitiyyah, (Mesir: Dâr Sofwah, 2006), Juz82, h.258.
57
كأن صار للمسلمني تصرفا ملا لهنما الشافعي، قول على عواقلهما ودون واإلمام احلاكم دون بيت املال
17املتلون هم املسلمني
“Barang siapa dengan sengaja melenyapkan/merusak sesuatu (milik orang
lain) dengan alasan yang tidak dibenarkan, maka wajib menggantinya
karena untuk mengganti hak orang tersebut. Dan dikecualikan dalam hal ini
beberapa persoalan .... Yang kelima: Imam dan Hakim apabila keduanya
melenyapkan/merusak jiwa atau harta orang lain ketika
mendayagunakannya maka yang wajib menggatinya ialah baitul mal, bukan
imam, hakim, dan orang yang menjadi aktor intelektualnya menurut Imam
Syafi’i. Karena pendayagunaan imam dan hakim untuk kaum Muslimin
menjadi seperti kaum Muslimin sendiri yang melenyapkan/merusaknya”
Redaksi ini mengungkapkan bahwa secara umum orang yang
melenyapkan atau merusak hak miik orang lain maka wajib menggantinya.
Akan tetapi dalam hal ini dikecualikan beberapa persoalan. Diantaranya
apabila seorang hakim dan imam mendayagunakan harta kaum Muslimin
kemudian terjadi kerusakan/lenyap maka yang wajib mengganti ialah baitul
mal bukan hakim atau imam tersebut.
Kaitannya dengan dana haji, pemerintah disamakan dengan hakim atau
imam yang dapat mendayagunakan kaum harta Muslimin. Akan tetapi
hemat penulis di Indonesia tidak ada baitul mal yang dapat mengganti harta
kaum Muslimin jika rusak/lenyap, oleh karena itu jika terjadi
kerusakan/hilangnya harta kaum Muslimin masih menjadi tanggung jawab
pemerintah. Hal ini sejalan dengan putusan bahtsul masail yang
menyatakan “Jika terjadi kerugian, maka yang bertanggung jawab adalah
pemerintah”.
17 Abu Muhammad, Izzu al-Din bin Abdi al-Salam, Qawâid al-ahkâm fî masâlih al-anâm,
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1999), juz2, h.193.
58
املنهاج رح يف احملتاج حتة ٠١
بسهم جره على يساقيه مث الثمر وقيمة بنعتها يي با بستانه أرض إجيار الصالح ابن به أفىت كما وله
وإن فساده خياف ما يشتي ول املاوردي قال املساقاة يف فيه ما وسيأيت للمستأجر والباقي لليتيم ألف من
. مرحبا كان
عاجال بيعه أمكن وإن ظاهره ش ع قال ه ا فساده يسرع ما واملغن النهاية عبارة) فساده خياف ما قوله (
أخلف فلو وعليه العادة حبس ذلك قبل بيعه ظنه على غل حيث خالفه وينبغي فساده خشية قبل
.18ه ا كاف وهو الظاهرة املصلحة على بنا صدر فعله لن ؛ ضمان فال
“Sebagaimana fatwa Ibnu Solah, Wali boleh menyewakan kebun yang
diperwalikan dengan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi kebunnya dan
menghasilkan buah, kemudian me-musaqah-kan19 pohonnya dengan 1000
bagian untuk yatim dan sisanya untuk penyewa, dan akan datang
pembahasan tentang musaqah. Al-Mawardi talah berkata: ‘Wali tidak boleh
membeli sesuatu yang dikhawatirkan rusaknya, sekalipun menguntungkan’.
(Perkataan pengarang “mâ yakhâfu fasâdahu) merupakan uangkapan kitab
al-nihâyah dan al-mugni untuk sesuatu yang cepat rusaknya. Syeikh Ali bin
Asy-Syaromlisy pernah berkata:’Yang jelas sekalipun memungkinkan
segera menjualnnya sebelum rusak. Seyogyanya berbeda dengan pendapat
tersebut (menurut pengarang) dengan sekira kuat dugaan untuk menjualnya
sebelum rusak menurut kebiasaan yang berlaku. Dan apabila berubah/rusak
maka dia tidak menanggungnya, karena perbuatan tersembut timbul atas
dasar menjaga kemaslahatan yang tampak.”
Dengan metode istinbath hukum yang sama, komisi A Bahtsul masail
Forum Musyawarah Pondok Pesantren Se-Jawa Madura ke-31 dalam
18 Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajr al-Haitami, tuhfah al-muhtâj fî syarh al-minhâj,
(Mesir: Maktabah al-Tijariyyah al-Kubra, 1983), juz5, h.181. 19 Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik lahan/kebun dan pengelola/penggarap
untuk memelihara dan merawat lahan/kebun dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut
kesepakatan bersama.
59
merumuskan jawaban dari pertanyaan bolehkah dana haji diinvestasikan oleh
pemerintah untuk infrastruktur dan lain-lain, memutuskan20:
-Boleh memandang keberadaan maslahat ketika diinvestasikan, sebab jika
dngana tersebut dibiarkan akan berakibat inflasi dana haji serta lebih
meminimalisir potensi korupsi. Hal ini dengan syarat:
- Pengelolanya harus orang yang adil, amanah dan mengetahui cara
pengelolaan yang tepat dan syar’i.
- Diinvestasikan pada proyek yang aman dan memberi keuntungan yang
jelas.
Referensi yang digunakan dalam putusan bahtsul masa’il ini hampir sama
seperti yang digunakan pada hasil bahtsul masa’il Musyawarah Nasional
Nahdhatul Ulama. Hanya saja, ada beberapa referensi yang tidak dicantumkan
pada hasil Munas NU, antara lain sebagai berikut:
الشافعي اإلمام مذه يف البيان. ١
؛جيوز لويل الطل واجملنون، كالب، واجلد، والوصي، واحلاكم المني من قبله، أن يقارض على مال الصغهر
و « ابتغوا يف أموال اليتامى ل جأكلها الزكاة: »-صلهى الله عليهي وسلهم -لقوله ي الله روي: )أن عمر رضي
21كالبيع. ،ولن عقد القراض يطل به منا املال.. فجاز للويل فعلهقارض على مال اليتيم( ، -عنه
“Wali anak kecil dan orang gila, seperti kakek, yang menjalankan wasiat,
dan penguasa yang terpecaya boleh meminjamkan harta anak kecil yang
diwalikan. Karena Rasulullah SAW bersabda “Kembangkanlah harta anak-
anak yatim agar tidak habis dimakan zakat”. Diriwayatkan pula bahwa
Umar r.a pernah meminjamkan harta yatim. Hal ini karena akad
peminjaman dapat menumbuhkan harta, oleh sebab itu wali boleh
meminjamkannya sebagaimana jual beli.”
20 Hasil Keputusan Bahtsul masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se-Jawa
Madura ke-31 di Pondok Pesantren Salaf Sulaiman Trenggalek Jawa Timur 18-19 Oktober 2017 M/
28-29 Muharram 1439 H. 21 Abu al-Husain, Yahya bin Abi al-Khair bin salim, al-bayân fî mazhab al-imâm al-Syafi’i,
(Jeddah: Dâr Minhaj, 2000), juz3, h.136.
60
Redaksi ini secara tegas membolehkan wali untuk meminjamkan harta
yang diperwalikannya dengan tujuan mendapatkan keuntungan atau
berkembangnya harta tersebut. Pendapat ini disandarkan kepada sabda
Rasul SAW yang memerintahkan harta anak yatim agar tidak habis dimakan
zakat. Kaitannya dengan dana haji, harta yang dibiarkan begitu saja
dikhawatirkan akan terjadi inflasi dan menjadi tidak produktif.
احيا علوم الدين .٢
فالقيه هو العامل بقانون السياسة وطريق التوسط بني اخللق إذا تنازعوا حبكم الشهوات فكان القيه معلم
ده إىل طرق سياسة اخللق وضبطهم لينتظم ابستقامتهم أمورهم يف الدنيا ولعمري إنه متعلق السلطان ومر
22نيا.دلكن ل بنسه بل بواسطة الدنيا فإن الدنيا مزرعة اآلخرة ول يتم الدين إل ابل أيضا ابلدين
“Ahli fikih merupakan orang yang mengetahui tentang aturan kebijakan dan
jalan tengan diantara makhluk apabila mereka berseteru terhadap aturan
yang diinginkan. Ahli fikih merupakan orang yang memberi petunjuk
pemerintah tentang cara mengatur makhluk supaya kehidupan mereka
teratur didunia. Demi umurku, hal ini berkaitan pula dengan agama. Bukan
semata-mata agama, namun berkaitan dengan perantara dunia. Karena dunia
merupakan tempat bercocok tanam untuk akhirat. Dan akhirat tidak akan
sempurna kecuali dengan perantara dunia.”
Redaksi diatas memberikan gambaran bahwa seyogyanya pemerintah
dalam mengambil keputusan atau kebijakan haruslah mendengarkan pendapat
ahli fikih atau ulama. Begitupula kebijakan dalam pengelolaan dana haji,
pemerintah harus mendengarkan pendapat para ulama sebelum menentukan
kebijakan.
Berdasarkan Uraian diatas didalam hukum Islam membiarkan harta menjadi
tidak produktif serta nilainya berpotensi berkurang (inflasi) tidak dibenarkan.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia menjelaskan dana haji dapat digunakan untuk
hal-hal produktif seperti diinvestasikan. Dalil yang digunakan pada putusan
22 Abu Hamid, Muhammad bin Muhammad al-Gazali (Imam al-Ghazali), ihyâ ‘ulûm al-
dîn, (Kairo: Dar al-Hadits, 2004), juz1, h.30.
61
fatwa ini antara lain pendapat Accounting and Auditing Organization for
Islamic Financial Institution (AAO IFI) yang menyatakan pemberi sewa dapat
menginvestasikan dana yang dititipkan penyewa sebagai jaminnan keseriusan
kontrak tersebut. Hal ini dengan catatan penyewa mengizinkan dananya
diinvestasikan.
Demikian pula hasil bahtsul masail Ulama Nahdatul Ulama yang
membolehkan dana haji untuk diinvestasikan bahkan dibidang infrastruktur.
Salah satu yang dijadikan alasan dalam bahtsul masail tersebut adalah para
sahabat seperti Umar ra dan Aisyah ra juga pernah mengembangkan harta anak
yatim yang diperwalikan kepadanya.
Penulis sependapat bahwa dana haji dapat diinvestasikan, karena jika
dibiarkan begitu saja akan berpotensi terjadinya inflasi. Akan tetapi, penulis
tidak sependapat apabila dana haji dibolehkan secara mutlak diinvestasikan
dibidang infrastruktur, dengan alasan sebagai berikut:
1. Akad wakalah sebagaimana penulis uraikan pada BAB III baru diterapkan
pada tahun 2014.23 Sehingga calon Jemaah haji yang mendaftar sebelum
tahun 2014 tidak menandatangani akad wakalah. Dengan kata lain sebelum
tahun 2014 belum ada izin dari calon Jemaah haji dananya dikelola
pemerintah. Dengan ditempatkan pada investasi, apalagi investasi diluar
kepentingan Jemaah haji merupakan suatu kezaliman. 24 Hal ini juga sesuai
dengan kaidah fikih yang menyatakan:
ال يجوز ألحد أن يتصرف في ملك الغير بال إذنه25
“Seseorang tidak boleh mendayagunakan harta milik orang tanpa izin
darinya”
23 Hal ini karena yang dijadikan dasar akad wakalah/surat kuasa adalah Pasal 6 ayat (2)
Undang-Undang No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. 24 Zalim yang dimaksud disini dari segi bahasa, sebagaimana menurut al-Jurjani didalam
kitabnya al-ta’rifât;
في التصرف هو وقيل الجور وهو الباطل إلى الحق عن التعدي عن عبارة الشريعة وفي موضعه غير في الشيء وضع الظلم“
“ الحد ومجاوزة الغير ملك
Ali bin Muhammad al-Jurjani, al-ta’rifât, (Beirut: Dar Kutub al-‘Ilmiyyah, 1983), h.144 25 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-qawâ’id al-fiqhiyyah,(Kairo: Dâr al-hadits, 2005),
h.505.
62
2. Sejak awal penyetoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) melalu
Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH)
tidak ada klausul akad yang menyatakan bahwa uang haji dialokasikan
kebidang tertentu seperti infrastruktur pemerintah. Klausul akad yang
ditawarkan hanya menyatakan kesediaan calon Jemaah haji yang membuka
tabungan haji di BPS BPIH dananya diinvestasikan oleh Kementrian
Agama. Dengan digunakan diluar kepentingan Jemaah haji seperti dibidang
infrastruktur pemerintah tentu tidak semua calon Jemaah haji merelakan
hartanya digunakan. Hal ini tidak sesuai dengan hadits Nabi SAW dari Anas
bin Malik:
ال امرئ مسلم إالا بطيب نافسه 26الا ياحل ما
“Tidak halal harta seseorang kecuali dengan kerelaan hatinya”
Lain halnya jika digunakan untuk kepentingan Jemaah haji maka sudah
dapat diketahui kerelaannya (‘ulima ridahu).
3. Tidak ada pilihan lain bagi calon Jemaah haji selain menandatangani akad
wakalah sebagai persyaratan pendaftaraan haji. Jika boleh memilih belum
tentu seluruh calon jemaah haji uangnya rela digunakan untuk investasi
apalagi investasi diluar kepentingan calon jemaah haji. Dengan kata lain
didalamnya terdapat unsur pemaksaan meskipun secara tersirat. Sedangkan
sebuah akad sebaiknya atas dasar saring rela, sebagaimana kaidah fikih:
يعي عقودي المعاوضاتي وعقودي الت هب رعاتي 27 ي يفي جي ن الت هراضي ل بده مي
“Harus Ada Saling Ridha Dalam Setiap Akad Yang Sifatnya Mu’âwadhah
(Bisnis) Ataupun Tabarru’ (Sumbangan)”
4. Kaidah fikih menyatakan:
28تصرف االمام على الرعية منوط بالمصلحة
26 Al-Imam Ali bin Umar al-Dâruqutni, Sunan al-Dâruqutni, hadits no.2849 kitâb al-buyû’,
(Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 2001), juz 2, h.605. 27 Abdul Muhsin bin Abdullah al-Zamil, Syarh al-Qawâ’id al-Sa’diyyah, )Riyad: Dâr Atlas,
2001), h.122. 28 Abdul Aziz Muhammad Azam, al-Qawaid al-Fiqhiyyah, (Kairo: Dar al-Hadits, 2005),
h.260.
63
“tasarruf imam (pemerintah) terhadap rakyatnya dibatasi dengan melihat
kepada maslahat”
Kaidah diatas menyatakan bahwa imam/pemerintah harus bertindak sesuai
dengan menimbang maslahat rakyatnya. Kaitannya dengan dana haji,
maslahat pemilik dana yaitu calon Jemaah hati tentu harus didahulukan
daripada maslahat orang lain.
5. Risiko investasi dibidang infrastruktur dinilai cukup besar. Hal ini tidak
sesuai dengan rumusan hasil bahtsul masail yang menyatakan harus
ditempatkan pada investasi yang aman. Sebaliknya, dana haji seharusnya
ditempatkan pada investasi yang rendah risiko/low risk bahkan, jika ada,
ditempatkan pada investasi yang mendekati zero risk meskipun income
didapatkan cendrung kecil. Sebagaimana kaidah fikih menyatakan:
ما29 يهي رتيكابي أخ سدتني روعيي أعظمهما ضررا ابي إيذا ت عارض م
“Jika ada dua mafsadat yang bertemu (yang harus dikerjakan salah satunya),
maka yang dihindari adalah mudharat yang lebih besar, dengan melakukan
mudharat yang lebih ringan”
6. Peluang investasi dibidang penyelenggaraan ibadah haji sangat banyak
seperti pembangunan rumah sakit haji, hotel haji, pesawat haji dan
sebagainya. Penempatan disektor yang lebih umum (seperti infrastruktur
pemerintah) tidaklah tepat dilaksanakan kecuali jika seluruh investasi
dibidang yang berkaitan langsung dengan pemilik dana (calon Jemaah haji)
telah terpenuhi.
Oleh karena itu, berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia, dana haji
dapat diproduktifkan dengan cara diinvestasikan. Secara lebih spesifik, hasil
bahtsul masail Ulama Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan dana haji boleh
diinvestasikan dibidang infrastruktur dengan catatan investasinya harus aman.
Apabila terjadi kerugian dalam investasi, maka pihak pemerintah yang harus
29 Syekh Muhammad Shidqi bin Ahmad, al-Wajîz fî Îdâh Qawâ’id al-Fiqh al-Kuliyyat,
(Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1996), h.260.
64
bertanggung jawab. Sedangkan penulis berpendapat bahwa dana haji tidak
dapat secara mutlak diinvestasikan dibidang infrastruktur melainkan harus ada
kerelaan dari calon Jemaah haji serta harus didahulukan kepentingan Jemaah
haji dengan mengalokasikan investasi tersebut disektor yang berkaitan langsung
dengan Jemaah haji.
B. Penggunaan Dana Haji Untuk Investasi Infrastruktur dalam Perspektif
Hukum Positif
Indonesia merupakan negara berideologi Pancasila. Dimana sila pertama
menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, hal ini memberikan arti Manusia
Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing. Sejalan dengan hal ini, pasal 29
Undang-Undang Dasar 1945 ayat 1 dan 2 menyatakan30:
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
Agama Islam merupakan salah satu agama yang diakui dan dianut oleh
mayoritas penduduk di Indoesia. Ajaran Islam yang mendasar dan harus
dilakukan oleh setiap pemeluknya ialah rukun Iman dan rukun Islam. Salah satu
rukun Islam yang harus dijalani seorang Muslim ialah pergi haji jika mampu.31
Mengenai dana haji, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Keuangan Haji pasal 1 ayat 2 menyebutkan:
“Dana Haji adalah dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana
efisiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang
dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan
pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.”
30 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 31 Rukun Islam adalah tiang utama dalam agama Islam; mengikrarkan dua kalimat
syahadat, mendirikan salat, berzakat, berpuasa, dan mengerjakan ibadah haji jika mampu (Kamus
Besar Bahasa Indonesia)
65
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014, juga
memberikan amanat dibentuknya Badan Pengelola Keuangan Haji (disingkat
BPKH). BPKH mempunyai tugas khusus mengelola keuangan haji,
sebagaimana disebutkan pada pasal 22 yang berbunyi:
“BPKH bertugas mengelola Keuangan Haji yang meliputi penerimaan,
pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban Keuangan Haji.”
Dalam melaksanakan tugas tersebut, sebagaimana Pasal 24 BPKH
berwenang:
a. Menempatkan dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan
prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat; dan
b. Melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan
Keuangan Haji.
Berkaitan dengan kewenangan menginvestasikan dana haji, juga
disebutkan pada pasal 46 ayat 2 Undang-Undang No.34 Tahun 2014:
“Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditempatkan
dan/atau diinvestasikan.”
Bentuk investasi yang diperkenankan disebutkan pada pasal 48 ayat 1
Undang-Undang no.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, antara
lain sebagai berikut:
(1) Penempatan dan/atau investasi Keuangan Haji dapat dilakukan dalam
bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan
investasi lainnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk investasi yang
diperkenankan diatur pada pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal
31 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang
Keuangan Haji32:
Pasal 27 ayat 1 menyebutkan mengenai produk perbankan syariah
yang dimaksud meliputi giro, deposito berjangka, dan tabungan. Ayat 2
32 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Keuangan Haji.
66
Menyebutkan bahwa selama 3 (tiga) tahun sejak BPKH terbentuk,
pengeluaran keuangan haji dalam bentuk prodik perbankan syariah
paling banyak 50% dari total penempatan dan investasi keuangan haji.
Sedangkan ayat 3 menyebutkan bahwa setelah 3 tahun BPKH terbentuk,
penempatan dalam bentuk produk perbankan syariah paling banyak
30% dari total penempatan investasi keuangan haji.
Pasal 28 ayat 1 menyebutkan investasi keuangan haji dalam bentuk
surat berharga meliputi Surat berharga syariah negara yang diterbitkan
oleh pemerintah pusat, Surat berharga syariah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia, dan efek syariah yang diatur dan diawasi oleh Otoritas
Jasa Keuangan. Efek syariah yang diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa
keuangan, sebagaimana disebutkan pada ayat 2 meliputi saham syariah
yang dicatatkan di bursa efek, sukuk, reksadana syariah, efek beragun
aset syariah, dana investasi real estat syariah, dan efek syariah lainnya.
Pasal 29 ayat 1 menyebutkan bahwa investasi keuangan haji dalam
bentuk emas dapat dilakukan dalam bentuk emas batangan bersertifikat
yang diproduksikan dan/atau dijual di dalam negri dan/atau dalam
bentuk rekening emas yang dikelola oleh lembaga keuangan syariah
yang diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Ayat 2 Peraturan
Pemerintah a quo menyebutkan batas maksimal investasi dalam bentuk
ini paling banyak 5% dari total penempatan dan/atau investasi keuangan
haji.
Pasal 30 ayat 1 menyebutkan investasi langsung dapat dilakukan
dengan cara memiliki usaha sendiri, penyertaan modal, kerja sama
investasi, dan investasi langsung lainnya. Ayat 3 Peraturan Pemerintah
a quo menyebutkan batas maksimal penempatan investasi pada bentuk
ini paling banyak 20% dari total penempatan dan/atau investasi
keuangan haji.
Pasal 31 ayat1 menyebutkan Investasi lainnya yang diperkenankan
ditetapkan oleh BPKH. Ayat 2 Peraturan Pemerintah a quo
67
menyebutkan batas maksimal penempatan investasi bentuk ini paling
banyak 10% dari total penempatan dan/atau investasi keuangan haji.
Adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penempatan
dan/atau investasi keuangan haji disebutkan pada pasal 48 ayat 2 Undang-
Undang no.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, antara lain
sebagai berikut:
“Penempatan dan/atau investasi Keuangan Haji sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dengan
mempertimbangkan aspek keamanan, kehatian-hatian, nilai manfaat, dan
likuiditas.”
Penjelasan mengenai prinsip tersebut, antara lain sebagai berikut33:
“Yang dimaksud dengan asas “prinsip syariah” adalah semua dan setiap
pengelolaan Keuangan Haji berdasarkan prinsip Islam yang kafah atau
menyeluruh.”
“Yang dimaksud dengan asas “prinsip kehati-hatian” adalah pengelolaan
Keuangan Haji dilakukan dengan cermat, teliti, aman, dan tertib serta dengan
mempertimbangkan aspek risiko keuangan.”
“Yang dimaksud dengan “aspek keamanan” adalah pengelolaan Keuangan
Haji harus dilaksanakan dengan mengedepankan aspek keamanan dalam
mengantisipasi adanya risiko kerugian atas pengelolaan Keuangan Haji untuk
menjamin pembiayaan Penyelenggaraan Ibadah Haji. Selain itu, dalam
melakukan investasi juga mempertimbangkan aspek risiko antara lain risiko
gagal bayar, reputasi, pasar, dan operasional.”
“Yang dimaksud dengan “nilai manfaat” adalah sebagian Dana Haji dapat
ditempatkan dan/atau diinvestasikan dengan prinsip syariah dan
mempertimbangkan faktor risiko serta bersifat likuid.”
“Yang dimaksud dengan “likuiditas” adalah mempertimbangkan
kemampuan dan kelancaran pembayaran dalam rangka penyelenggaraan Ibadah
Haji yang sedang berjalan dan yang akan datang”
33 Lihat penjelasan Pasal demi Pasal Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Haji h.3
68
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas dana haji yang terdiri dari dana
setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaraan haji,
dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka
penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk
kemaslahatan umat dapat diinvestasikan jika dilakukan sesuai dengan prinsip
syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehatian-hatian, nilai
manfaat, dan likuiditas.
Hal ini juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
51/PUU-XV/2017 yang diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh
tujuh Hakim Konstitusi yang terdiri dari Anwar Usman, Aswanto, Wahiduddin
Adams, Manahan MP Sitopmpul, Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, dan Maria
Farida Indriwati, pada hari senin,4 Desember 2017 dan diucapkan dalam Sidang
Pleno Mahkamah Konstitusi pada hari selasa, 12 Desember 2017 yang
memutuskan menolak permohonan pemohon agar Pasal 24 huruf a, Pasal 46
ayat (2), dan pasal 48 ayat (1) UU 34/2014 (berkaitan dengan kewenangan
menginvestasikan dana haji) agar dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28D
ayat (1) UUD 194534.
C. Perbandingan Hukum Penggunaan Dana Haji untuk Investasi
Infrastruktur
Istilah perbandingan hukum berasal dari terjemahan kata comparative law,
comparative jurisprudence, foreign law (bahasa Inggris). Droit compare
(bahasa Prancis), Rechtsgelijking (bahasa Belanda), dan rechtverleichung, atau
vergleichende rechlehre (bahasa Jerman).35
Menurut Ishaq perbandingan hukum adalah cabang ilmu pengetahuan
hukum yang membandingkan dengan cara mencari perbedaan dan persamaan
antara sistem hukum yang berlaku dalam satu atau beberapa negara ataupun
masyarakat.36 Rudolf D.Schlesinger dalam bukunya Comparative Law (1959)
34 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51/PUU-XV/2017 35 Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), cet.3, h.134. 36 Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, h.135.
69
sebagaimana dikutip Soedjono Dirdjosisworo dalam bukunya Pengantar Ilmu
Hukum, mengemukakan bahwa perbandingan hukum, merupakan metode
penyeledikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam tentang bahan hukum tertentu.37
Perbandingan hukum dalam perspektif hukum Islam, dikenal dengan
istilah muqaranah al-madzahib (Perbandingan Mazhab). Kata muqaranah
berasal dari bahasa Arab yang berarti menghubungkan sesuatu dengan sesuatu
yang lain. Atau menghubungkan sesuatu dan meletakannya berhadapan dengan
yang lain. Menurut istilah, muqaranat berarti perbandingan. Secara sederhana,
perbandingan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengadakan
identifikasi terhadap persamaan dan atau perbedaan antara dua gejala tertentu
atau lebih. Dengan demikian, muqarah al-mazahib adalah suatu kegiatan ilmiah
untuk mengadakan identifikasi terhadap persamaan dan perbedaan antara dua
pendapat ulama atau lebih dibidang pemikiran hukum (madzhab), baik dalam
sistematika sumber-sumber hukumnya, maupun dalam istinbath hukum
(menggali dan menetapkan hukum) nya.38
Perbandingan yang dibicarakan pada bab ini dipergunakan dalam arti
membandingkan hukum penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur
antara hukum positif yang berlaku di Indonesia dan hukum Islam yang diwakili
oleh putusan fatwa Majelis Ulama Indonesia serta hasil Bahtsul Ulama
Nahdhatul Ulama.
Dilihat dari sudut pandang persamaan, penulis menganalisis setidaknya ada
empat persamaan, antara lain sebagai berikut:
Pertama, baik hukum positif maupun hukum Islam sama-sama
memberikan ruang bagi dana haji yang menumpuk agar dikembangkan
daripada didiamkan begitu saja yang dapat berpotensi inflasi.
Kedua, baik hukum positif maupun hukum Islam mensyaratkan dalam
pengelolahan pengembangan daha haji harus berdasarkan prinsip syariah
37 Sordjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 2001), cet.7,
h.60. 38 Hasanuddin AF dkk, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), h.110.
70
dan kehati-hatian karena uang yang dikembangkan sejatinya milik kaum
Muslimin yang hendak berangkat haji.
Ketiga, baik hukum positif maupun hukum Islam mensyaratkan dalam
pengembangan dana haji harus memenuhi nilai manfaat atau
menguntungkan.
Keempat, keuntungan yang didapatkan dari hasil pengembangan atau
investasi merupakan milik Calon Jemaah Haji (CJH) yang akan digunakan
untuk penyelenggaraan ibadah haji.
Dilihat dari sudut pandang perbedaan, ada dua perbedaan, antara lain
sebagai berikut:
Pertama, hukum Islam mutlak menyatakan jika terjadi kerugian maka
pihak pemerintah yang harus menunggung. Sedangkan hukum positif
sebgaimana pasal 53 ayat 1 Undang-Undang No.34 tahun 2014 tentang
Pengelolahan Keuangan Haji, menyatakan pihak pengelola bertanggung
jawab secara tanggung renteng hanya apabila terjadi kerugian atas
penempatan dan/atau investasi Keuangan Haji secara keseluruhan yang
ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaanya.
Kedua, hukum positif tidak menyebutkan secara langsung jenis investasi
yang diperbolehkan menggunakan dana haji asalkan terpenuhi prinsip
syariah, keamanan, nilai manfaat, likuiditas, dan kehati-hatian. Sedangkan
didalam hukum Islam, hasil bahtsul masail ulama Nahdhatul Ulama
menyebutkan secara spesifik jenis investasi yang dibolehkan yaitu di
sektor infrastruktur.39
Berikut ini adalah tabel perbandingan hukum penggunaan dana haji untuk
investasi infrastruktur:
Tabel Perbandingan Hukum Penggunaan Dana Haji Untuk Investasi
Infrrastruktur
Tinjauan Hukum Positif Hukum Islam
(Ijtima Ulama
Hukum
Islam
Hukum
Islam
39 Dalam hal ini didalam hukum Islam analisis penulis berbeda pendapat dengan hasil
hasil bahtsul masail sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
71
Komisi Fatwa
se-Indonesia
IV)
(Bahtsul
masail
Ulama
Nahdlatul
Ulama)
(Analisis
Penulis)
Dasar
Hukum
UU No.34
Tahun 2014
tentang
Pengelolaan
Keuangan Haji
Al-Qur’an, al-
hadits, kaidah
fikih, Pendapat
Accounting
and Auditing
Organization
for Islamic
Financial
Institution
(AAO IFI)
Al-kutub
al-
mu’tabarah
al-Hadits,
Kaidah
Fikih
Investasi Dapat
diinvestasikan ,
asalkan
investasinnya
sesuai dengan
prinsip syariah,
kehati-hatian,
keamanan, dan
nilai manfaat
Dapat
ditasharufkan
ke hal roduktif,
seperti
diinvestasikan
dalam bentuk
sukuk
Dapat
diinvestasi
kan,
asalkan
menguntun
gkan dan
aman
Dapat
diinvestasi
kan asal
menguntun
gkan dan
aman
Investasi di
bidang
infrastruktur
Tidak
menyebutkan
secara spesifik
Tidak
menyebutkan
secara spesifik
Boleh
diinvestasi
kan
dibidang
infrastruktu
r
Tidak
boleh,
kecuali
dengan
kerelaan
jemaah
72
haji/setelah
terpenuhi
investasi
infrastruktu
r yang
berkaitan
langsung
dengan
Jemaah haji
Keuntungan
/ manfaat
Investasi
Milik calon
Jemaah haji
Milik calon
Jemaah haji
Milik calon
Jemaah
haji
Milik calon
Jemaah haji
Kerugian/ris
iko investasi
Tanggung
jawab secara
renteng BPKH
apabila
ditimbulkan
atas kesalahan
dan/atau
kelalaian
dalam
pengelolaanya.
Tidak
menyebutkan
Mutlak
tanggung
jawab
pemerintah
Tanggung
jawab
pemerintah
Biaya
operasional
pengelolaan
dana haji
BPKH Berhak
memperoleh
dana
operasional
yang
bersumber dari
nilai manfaat
Keuangan Haji
Pemerintah
berhak
mendapatkan
imbalan yang
wajar/tidak
berlebihan.
Tidak
menyataka
n
Behak
mendapat
imbalan
wajar
(ujrah
Mitsli)
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri
pembahasan dalam skripsi ini, penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Didalam hukum Islam, penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur
tidaklah dibenarkan dengan alasan sebagai berikut:
a. Tidak seluruh calon Jemaah haji menyatakan kerelaan hartanya
diinvestasikan, apalagi diinvestasikan diluar kepentingan calon Jemaah
haji.
b. Investasi dibidang infrastruktur cendrung berisiko tinggi. Dana haji
khususnya dana BPIH yang pada hakikatnya milik calon Jemaah haji,
jika ingin diinvestasikan harus memilih yang berisiko rendah (low risk).
c. Peluang investasi dibidang yang berkaitan langsung dengan calon
Jemaah haji sangat banyak. Hal ini harus didahulukan sebelum
menginvestasikan dana haji diluar kepentingan calon Jemaah haji.
2. Didalam hukum positif, berdasarkan Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat (2), dan
pasal 48 ayat (1) Undang-Undang No.34 tahun 2014 Tentang Pengelolahan
Keuangan Haji, dana haji dapat diinvestasikan dibidang infrastruktur dengan
syarat mekanisme yang dibangun sesuai prinsip syariah, nilai manfaat, dan
likuiditas.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, melalui penelitian ini,
penulis mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
1. Pemerintah harus memaksimalkan pelayanan penyelenggaraan ibadah haji,
mulai dari pendaftaran, keberangkatan, hingga kembali ke tanah air
2. Pemerintah harus berhati-hati dan transparan dalam mengelola dana haji
karena sejatinya dana awal BPIH yang terakumulasi hingga mencapai
triliunan rupiah merupakan milik Calon Jemaah Haji (CJH).
74
3. Sebaiknya dana haji yang terkumpul diinvestasikan dibidang yang berkaitan
langsung dengan penyelenggaraan ibadah haji. Apabila ingin diinvestasikan
dibidang infrastruktur, maka infrastruktur yang berkaitan dengan
penyelenggaraan ibadah haji, seperti pembelian hotel di Makah (jika
memungkingkan), pesawat haji, bus haji, penginapan atau embarkasi calon
jemaah haji, dan sebagainya yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan
ibadah haji, serta dapat dikelola atau dimanfaatkan diluar musim haji.
75
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdurrahman bin Muhammad Awad Al-Jaziri. al-fiqh ‘ala al-mazāhib al-arba’ah,
Kairo : dār ibn al-haitsam, t.t.
AF, Hasanuddin, dkk. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003.
Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar al-Haitami, al-fatâwa al-fiqhiyyah al-
kubra, al-Maktabah al-Islamiyyah, t.t.
Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajr al-Haitami, tuhfah al-muhtâj fî syarh al-
minhâj, Mesir: Maktaba al-Tijariyyah al-Kubra, 1983.
Ali bin Muhammad al-Jurjani, al-ta’rifât, (Beirut: Dar Kutub al-‘Ilmiyyah, 1983)
,h.144
Ali, Abu al-Hasan bin Muhammad al-Bashri al-Bagdadi (al-Mawardi), al-hâwi al-
kabîr fî fiqh mazhab al-imâm al-syafi’I (syarh mukhtasar al-muzani), Beirut:
Dar al-kutub al-‘ilmiyyah, 1999.
Ali Al-Sobuni, Syekh Muhammad, rawâi’u al-bayân tafsîr âyât al-ahkâm. Jakarta:
Dâr al-kutub al-islâmiyyah, 1999.
Ali , Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika,2009.
Antonio, Muhammad Syafi’I. Bank Syariah; Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.
Askar, S. Kamus Arab-Indonesia Al-azhar. Jakarta: Senayan Publishing, 2010.
Bakr, Abu bin Muhammad Al-husaini, kifayah al-akhyar. Jakarta: Dâr al-kutub al-
islamiyah,2004.
Bakr, Sayyid bin Sayyid Muhammad Syata ad-Dimyati. hâsyiyah I’ânah al-talibîn,
Dâr al-Kutub Al-islamiyyah, 2009.
Beik, M Khudri. Ushul al-Fiqh, Kairo: Dar al-Hadits, 2003.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. kamus informasi haji dan
umrah. Jakarta: Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2017.
Dirdjosisworo, Sordjono. Pengantar Ilmu Hukum cet.7. Jakarta: Rajawali Press,
2001.
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum; Normatif dan
Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015.
76
Faza, Aida Ulfa, dkk, Kajian Penentuan Moda Transportasi Antara Kereta Api dan
Truk untuk Distribusi Industri ke Surabaya; Studi Kasus : PT Indocement
Bogor. Semarang: Prosiding Tugas Analisis Lokasi Pola Ruang Universitas
Diponegoro,2014
Ghazali, Abdul Rahman, dkk. Fiqh Muamalat. Jakarta:Kencana,2010.
Harahap, Sumuran. Kamus Istilah Haji dan Umrah. Jakarta: Mitra Abadi Press,
2008
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution. Investasi pada Pasar Modal Syariah.
Jakarta: 2007
Ibrahim, Abu Ishaq bin Ali bin Yusuf al-Syairazi, al-muhazzab fî fiqh al-imâm al-
Syafi’i, Dâr al-kutub al-‘ilmiyyah, t.t.
Isma’il bin Umar bin Katsir (Ibnu Katsir). Tafsīr al-Qur’an al-‘adzīm. Beirut: Dār
al-Fikr, 2011.
Ishaq. Dasar-Dasar Ilmu Huku., Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Izzu al-Din, Abu Muhammad, bin Abdi al-Salam, Qawâid al-ahkâm fî masâlih al-
anâm. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet.1, 1999.
Kamus Besar Bahasa Indoneisa Edisi Kelima
Kasper, Eva. ”A Definition for Infrastructure; Characteristics and Their Impact on
Firms Active in Infrastructure”, Munich: Disertasi Technical University of
Munich, 2005.
Kementrian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, al-mausû’ah al-fiqhiyyah al-
islamiyyah al-kuwaitiyyah, Kuwait, Dâr al-Salâsil, 2006.
Kodoatie, Robert J. Pengantar Manajemen Infrastruktur, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
Mahmud, Abdul Humaid. Al-istitsmār wa ar-raqābah al-syar’iyyah fī al-bunūk wa
al-muassasah al-māliyah al-islamiyyah. Kairo: Maktabah Wahbah, 1991
Majid, M. Dien. Berhaji Di Masa KolonialI, Jakarta: CV Sejahtera, 2008.
Manan, Abdul. Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal
Syariah Indonesia.,Jakarta:Kencana, 2009.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta:Kencana Prenada Media,
2014.
77
Mubarak, Jaih, dan Hasanudin. FATWA TENTANG PEMBIAYAAN
PENGURUSAN DANA HAJI DAN STATUS DANA CALON HAJI DAFTAR
TUNGGU. Al-Iqtishad: Vol. V, No. 1, Januari 2013.
Muhammad Azzam, Abdul Aziz. Al-qawâ’id al-fiqhiyyah, Kairo: Dâr al-hadits,
2005.
Muhammad bin Isma’il,(Imam Bukhari). Sahīh al-bukhārī. Kairo: Dar al-hadīts,
2004.
Muhammad bin Muhammad al-Gazali (Imam al-Ghazali). ihyâ ‘ulûm al-dîn. Kairo:
Dar al-Hadits, 2004.
Muhammad bin Mukram bin Ali (Ibnu Manzur). Lisan al-arab. Beirut: Dâr sâdir,
jilid.2, t.t.
Muhsin, Abdul bin Abdullah al-Zamil. Syarh al-Qawâ’id al-Sa’diyyah. Riyad: Dâr
Atlas, 2001.
Muslim bin Al-hajjāj (Imam Muslim). Sahīh muslim., Kairo: Dār al-hadīts, 2010.
Nadjib, Mochammad, dkk. Investasi Syari’ah; Implementasi Konsep pada
Kenyataan Empirik. Yogyakarta, 2008.
Nafi, Moh. Haji dan Umrah Sebuah Cermin Hidup. Jakarta: Erlangga, 2015.
Prasetyoningrum, Ari Kristin. Risiko Bank Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015.
Procter, Paul, dkk. Longman Dictionary of Contemporary English, Great Britain:
Pitman Press, 1982.
Putuhena, M. Saleh. Historiografi Haji Indonesia. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,
2007.
Rokhmad, Ali dan Abdul Chaliq. Haji Transformasi Profetik Menuju Revolusi
Mental. Jakarta: Media Dakwah, 2015.
Shidqi, Muhammad bin Ahmad. al-Wajîz fî Îdâh Qawâ’id al-Fiqh al-Kuliyyat,
Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1996.
Syaikh Zakaria bin Muhammad, Al-anshori. Fath al-wahhāb bi syarh minhaj al-
tulāb. Kairo : Maktabah al-syurūq al-dauliyyah, 2009.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh 2. Jakarta: Kencana, 2014.
78
Utsman, Abu Bakar bin Muhammad Syata al-Dimyâti. I’ânah al-tâlibîn ‘ala halli
al-fâz fath al-mu’în. Jakarta: Dar kutub al-Islamiyyah, 2009.
Yahya, Abu al-Husain bin Abi al-Khair bin salim, al-bayân fî mazhab al-imâm al-
Syafi’i. Jeddah: Dâr Minhaj, 2000.
Zubaedi, ANALISIS PROBLEMATIKA MANAJEMEN PELAKSANAAN HAJI
INDONESIA (Restrukturisasi Model Pengelolaan Haji Menuju Manajemen
Haji yang Modern), Manhaj, Vol. 4, Nomor 3, September – Desember 2016
Zakaria bin Muhammad al-Ansori, asna al-matâlib fî syarh raud al-tâlib, Dâr al-
kutub al-islâmi, t.t.
SURAT KABAR
Dana Haji Dikhawatirkan untuk Tambal Utang Pembangunan Infrastruktur,
http://nasional.kompas.com/read/2017/08/06/17575371/dana-haji-
dikhawatirkan-untuk-tambal-utang-pembangunan-infrastruktur.html,
Diakses pada 6 Agustus 2017.
Pemerintah Dorong Investor Lokal Biayai Infrastruktur RI,
https://finance.detik.com/infrastruktur/d-3826610/pemerintah-dorong-
investor-lokal-biayai-infrastruktur-ri, Diakses pada 21 Maret 2018.
Maruf Amin: Saya yang Tanda Tangani Fatwa MUI Soal Dana Haji untuk
Pembangunan Infrastruktur,
http://wartakota.tribunnews.com/2017/08/01/maruf-amin-saya-yang-tanda-
tangani-fatwa-mui-soal-dana-haji-untuk-pembangunan-infrastruktur,
Diakses pada 22 September 2018
Presiden Jokowi Lantik Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pengelola Keuangan
Haji, http://setkab.go.id/presiden-jokowi-lantik-dewan-pengawas-dan-
anggota-badan-pengelola-keuangan-haji/, diakses pada 14 Mei 2018.
Pro kontra dana haji untuk pembiayaan infrastruktur,
https://beritagar.id/artikel/berita/pro-kontra-dana-haji-untuk-pembiayaan-
infrastruktur, diakses pada 28 Maret 2018
79
Tata Cara dan Persyaratan Pendaftaran Haji Reguler,
https://kemenag.go.id/berita/info_grafis_read/8/tata-cara-dan-persyaratan-
pendaftaran-haji-reguler, diakses pada 7 Mei 2018.
Tiru Malaysia, Dana Haji Diusulkan Dapat Biayai Proyek Infrastruktur,
https://economy.okezone.com/read/2017/07/27/320/1744819/tiru-malaysia-
dana-haji-diusulkan-dapat-biayai-proyek-infrastruktur, diakses pada 28
Maret 2018.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No.13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Undang-Undang No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Keuangan Haji.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas
PUTUSAN DAN FATWA
Hasil Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang
Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH Yang Masuk Daftar Tunggu
(Waiting List) di Pesantren Cipasung Jawa Barat.
Hasil keputusan bahtsul masail waqi'iyyah musyawarah nasional alim ulama
Nahdlatul Ulama di Nusa Tenggara Barat pada tanggal23-24 November 2017.
Hasil Keputusan Bahtsul Masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se-
Jawa Madura ke-31 di Pondok Pesantren Salaf Sulaiman Trenggalek Jawa
Timur 18-19 Oktober 2017 M/ 28-29 Muharram 1439 H.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51/PUU-XV/2017.
LAMPIRAN
CamScanne
KEPUTUSAN
IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA SE-INDONESIA IV
Tentang
MASALAH-MASALAH FIKIH KONTEMPORER (MASAIL FIQHIYYAH MU’ASHIRAH)
[(i) Dana Talangan Haji; (ii) Status Kepemilikan Setoran BPIH; (iii) Hukum Penempatan Dana BPIH di Bank Konvensional; (iv) Formalin, Boraks dan Bahan
Kimia; (v) Status Hukum Tanah Masjid; (vi) Shalat Jumat di gedung serbaguna; (vii) Vasektomi]
Bismillahirrahmanirrahim
Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tanggal 9 – 12 Sya’ban 1433 H/ 29 Juni – 2 Juli 2012 M setelah :
Menimbang : 1. Bahwa seiring dengan dinamika sosial kemasyarakatan, banyak masalah kontemporer yang terkait dengan masalah fikih, baik yang terkait dengan masalah ibadah, muamalah, maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang muncul di tengah masyarakat;
2. bahwa terhadap masalah tersebut banyak pertanyaan masyarakat dan membutuhkan jawaban hukum Islam dari para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim;
3. bahwa terhadap masalah tersebut diperlukan jawaban hukum berupa keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa untuk dijadikan pedoman.
Mengingat: 1. Dalil-dalil yang menjadi landasan dalam penetapan hukum yang terkait dengan masalah sebagaimana terlampir dalam keputusan, baik dari al-Quran, Hadis, ijma’, qiyas, dan dalil-dalil lain yang mu’tabar;
2. Berbagai pertimbangan akademik dan timbangan maslahah– mafsadah yang disampaikan sebagaimana terlampir dalam keputusan.
Memperhatikan: 1. Pidato Wakil Presiden RI dalam acara Pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia;
2. Pidato Iftitah Ketua Umum MUI dalam acara Pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia;
3. Paparan Menteri Agama RI dan Ketua IPHI dalam Sidang Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia mengenai problematika penyelenggaraan ibadah haji;
4. Paparan materi dari Ketua PPATK, Penasehat KPK, Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM serta Ahli
Hukum Dr. Yenti Garnasih, SH, MH dalam Sidang Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang dan Perampasan Aset Koruptor;
5. Paparan materi Menteri BUMN, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), dan Ahli Hukum Fajrul Falah dalam Sidang Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia mengenai Prinsip-Prinsip Pemerintahan Yang Baik: Mengurai Problem Ketatanegaraan serta Relasi Ideal Antara Negara dan Rakyat Terkait Pengelolaan Kekayaan Negara;
6. Paparan Prof. Dr. Din Syamsudin dan Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam Sidang Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia mengenai Implementasi HAM dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara: Perspektif Indonesia;
7. Paparan materi Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri dan Wakil Ketua Komisi II DPR-RI dalam Sidang Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia mengenai “Menimbang Maslahah – Mafsadah Pemilukada Gubernur dan Bupati/Walokota secara Langsung”;
8. Penjelasan Ketua Tim Materi Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV;
9. Pendapat-pendapat yang berkembang pada sidang-sidang Komisi Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia; dan
10. Pendapat dan masukan yang berkembang pada sidang Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
1. Hasil sidang komisi B-2 tentang masalah-masalah fikih kontemporer (masail fiqhiyyah mu’ashirah) yang meliputi; (i) Dana Talangan Haji; (ii) Status Kepemilikan Setoran BPIH; (iii) Hukum Penempatan Dana BPIH di Bank Konvensional; (iv) Formalin, Boraks dan Bahan Kimia; (v) Status Hukum Tanah Masjid; (vi) Shalat Jumat di gedung serbaguna; (vii) Vasektomi yang keputusan utuhnya sebagaimana terlampir.
2. Menjadikan hasil-hasil Ijtima yang terlampir dalam Keputusan ini sebagai pedoman, baik dalam kebijakan regulasi maupun dalam pelaksanaan keseharian.
3. Menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan hasil Ijtima ini kepada masyarakat untuk dijadikan pedoman.
4. Keputusan ini berlaku pada saat ditetapkan, dan jika di kemudian hari membutuhkan penyempurnaan, maka akan dilakukan penyempurnaan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Pesantren Cipasung Tasikmalaya
Pada tanggal : 11 Sya’ban 1413 H
1 Juli 2012 M
PIMPINAN SIDANG PLENO VI
IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA SE-INDONESIA IV
TAHUN 2012
Ketua, Sekretaris,
KH. DR. MA’RUF AMIN DR. H. ASRORUN
NI’AM SHOLEH, MA
HASIL KEPUTUSAN IJTIMA’ ULAMA KOMISI FATWA SE-INDONESIA IV TAHUN 2012
TENTANG
MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER)
(i) Dana Talangan Haji; (ii) Status Kepemilikan Setoran BPIH; (iii) Hukum Penempatan
Dana BPIH di Bank Konvensional; (iv) Formalin, Boraks dan Bahan Kimia; (v) Status
Hukum Tanah Masjid; (vi) Shalat Jumat di gedung serbaguna; (vii) Vasektomi
I
DANA TALANGAN HAJI
DAN ISTITHA’AH UNTUK MENUNAIKAN HAJI
A. DESKRIPSI MASALAH
DSN-MUI telah menetapkan fatwa nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang
Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Fatwa ini
merupakan jawaban terhadap permohonan industri keuangan (baca: bank) yang
ingin meningkatkan kualitas pelayanan yang berupa semakin ragamnya metode
pembiayaan terhadap masyarakat.
Dalam fatwa DSN nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 tersebut ditetapkan bahwa: 1)
dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah)
dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 9/DSN-
MUI/IV/2000; 2) apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran
BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI nomor
19/DSN-MUI/IV/2001; 3) jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh
dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji; dan 4) besar imbalan jasa al-Ijarah
tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada
nasabah.
Dalam fatwa tersebut berlaku dua akad secara pararel: akad ijarah –sebagai akad
utama-- dan akad qardh—sebagai akad pendukung. LKS yang mengurus dan
membantu nasabah untuk memperoleh seat/porsi haji dari pihak otoritas berhak
mendapatkan ujrah atas pekerjaan yang berupa pelayanan tersebut berdasarkan
akad ijarah; oleh karena itu, berlakulah ketentuan ijarah sebagai mana terdapat
dalam fatwa DSN-MUI. Akad qardh antara LKS dengan nasabah berupa pembiayaan
dilakukan untuk mendukung pelayanan yang diberikan oleh LKS kepada nasabah
dalam rangka membantu nasabah mendapatkan porsi haji sebagaimana dimaksudkan
di atas. Untuk hal ini berlakulah ketentuan qardh sebagaimana diatur dalam fatwa
DSN-MUI tersebut.
Isu yang berkembang di masyarakat dalam menyikapi fatwa tentang Pembiayaan
Pengurusan Haji LKS berkaitan dengan istitha’ah; yaitu orang yang sudah istitha’ah
(mampu) untuk melakukan ibadah haji merasa terhalangi oleh orang yang
memperoleh fasilitas dari bank yang berupa talangan haji sehingga mendapatkan
porsi haji lebih awal.
Di sisi yang lain, keberadaan dana talangan haji dirasakan tidak sejalan dengan ruh
syariat Islam yang menganjurkan kaum muslimin dari berhutang.
B. RUMUSAN MASALAH:
1. Bagaimana hukum dana talangan haji oleh LKS ?
2. Bagaimana kaitan syarat istitha’ah dengan dana talangan dalam pelaksanaan ibadah
haji?
3. Bagaimana seharusnya pengaturan praktek dana talangan haji?
C. KETETAPAN HUKUM
1. Dana talangan haji yang diberikan oleh LKS pada dasarnya merupakan bagian dari
produk pembiayaan pengurusan haji oleh LKS sebagaimana dimaksud dalam fatwa
DSN-MUI Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji
Lembaga Keuangan Syariah.
2. Dana talangan haji sebagaimana angka 1, sepanjang memenuhi ketentuan fatwa
DSN-MUI Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji
Lembaga Keuangan Syariah yang ketentuannya antara lain : LKS hanya mendapat
ujrah (fee/upah) atas jasa pengurusan haji, sedangkan qardl yang timbul sebagai
dana talangan haji tidak boleh dikenakan tambahan; hukumnya boleh (mubah/ja’iz).
3. Dana talangan haji sebagaimana angka 1 yang tidak sesuai dengan ketentuan fatwa
DSN-MUI Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji
Lembaga Keuangan Syariah dan/atau menyebabkan terhalanginya hak orang yang
sudah berkemampuan untuk menunaikan ibadah haji, hukumnya haram.
4. Istitha’ah merupakan syarat wajib haji (syarth al-wujub), bukan syarat sah haji
(syarth al-shihhah). Upaya untuk mendapatkan porsi haji dengan cara memperoleh
dana talangan haji dari LKS adalah boleh, karena hal itu merupakan
usaha/kasab/ikhtiar dalam rangka menunaikan haji. Jika upaya tersebut
menyebabkan madharrat bagi dirinya atau orang lain maka tidak diperbolehkan.
5. Umat Islam tidak boleh memaksakan diri untuk melaksanakan ibadah haji sebelum
benar-benar istitha’ah dan tidak dianjurkan untuk memperoleh dana talangan haji
terutama dalam kondisi antrian haji yang sangat panjang seperti saat ini.
6. Umat Islam yang menerima dana talangan haji tidak boleh menunaikan ibadah haji
sebelum pembiayaan talangan haji dari LKS lunas.
7. Umat Islam tidak boleh mengajukan dana talangan haji jika tidak memiliki kekayaan
yang memadai untuk membayarnya.
8. LKS wajib melakukan seleksi dan memilih nasabah penerima dana talangan haji,
meliputi kemampuan finansial, standar penghasilan, persetujuan suami/istri serta
tenor pembiayaan.
9. Pemerintah c/q Bank Indonesia wajib mengatur dan mengawasi LKS dalam
pembiayaan dana talangan haji.
D. REKOMENDASI
Pemerintah diminta untuk menyusun kebijakan yang dapat mengurangi panjangnya
antrian calon jamaah haji.
E. DASAR PENETAPAN HUKUM
1. Firman Allah SWT :
... ولله على الناس حج الب يت من استطاع إليه سبيلا ... “... Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah ...” ( QS Ali Imran : 97 ).
ن فساا إال وسعها ...ال يكلهف الله
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya... “ (QS.al-
Baqarah [2]: 286)
2. Hadis Nabi SAW :
ة ل اح الر و اد : الز ال ق ف ل ي ب الس ن صلى هللا عليه وسلم ع به الن ل ئ س Nabi saw ditanya tentang tafsir ”al-sabil” (QS Ali Imran: 97), beliau menjawab, yaitu
bekal (yang cukup) dan kendaraan.
عليه وسلم ذات ي وم إذ نما نن عند رسول الل صلى الل ديد عن عمر بن الطاب قال : ب ي ل نا ر علي لديد سواد الشعر ال ي رى عليه أث ر ال لس إل رسول الل صلى ب ياض الثهياب سفر , وال ي عرفه منا أحد حت
كفيه على فخذيه ، ث قال : عليه وسلم , فأسند ركب ت يه إل ركب ت يه ، ووض سلم ؟ الل ي ممد أخبن عن ال
ا رسول الل ، وتقيم الصلة ، وت ؤت وأن ممدا الزكاة ، وتصوم رمضان وتج قال : " أن تشهد أن ال إله إال الل " الب يت إن استطعت إليه سبيلا
رواه ( ار ر ض ال و ر ر ض ال : عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال عن أيب سعيد سعد بن سنان الدري رضي هللا )ابن ماة والدارقطين وغريمها
3. Atsar Sahabat:
ل يستقرض وحيج؟ قال يسرتزق هللا والحيج عن ارق بن عبد الرمحن قال مسعت ابن أىب أوىف يسأل عن الرهللا واليستقرض قال وكنا نقول اليستقرض اال أن يكون له وهو ىف سنن الكبى للبيهقي بلفظ... يسرتزق
وفاء.“Dari Thariq Ibn Abd al-Rahman, aku mendengar Ibn Abi Awfa ditanya tentang hukum
hajinya seseorang yang dilakukan karena pinjaman (qardh) dari pihak lain; beliau
menjawab: “mudah-mudahan Allah memberinya rizki dan janganlah berhaji dengan
menggunakan dana pinjaman (qardh); dalam kitab Sunan al-Kubra al-Baihaqi terdapat
lafazh: “…mudah-mudahan Allah memberinya rizki, dan janganlah meminjam (qardh)
untuk menunaikan haji.” Menurut kami, yang dimaksud riwayat tersebut adalah:
“janganlah meminjam (qardh) untuk menunaikan haji kecuali yang bersangkutan
mampu membayar/mengembalikannya”.
4. Kaidah Fiqih
د اص ق م ال م ك ح ل ائ س و ل ل Sarana suatu perbuatan itu dihukumi sama dengan maksud/tujuannya
ال ز ي ر ر الض “Segala Mudharat (bahaya) harus dihilangkan”.
ان ك م ال ر د ق ب ف ~دي ر ر الض “Segala mudharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin”.
ل ع م د ق م د اس ف م ال ء ر د ح ال ص م ال ب ل ى “Mencegah kerusakan (mafsadah) harus didahulukan daripada mengambil
kemashlahatan”.
5. Pendapat Imam Syafi’i :
ال و ه ف ض ر ق ت س ي ن أ ري غ ن ا م ب ج حي ة ع س ه ال م ف ن ك ي ل ن م و ل ي ب الس د Barang siapa yang tidak memiliki kelebihan harta yang membuatnya layak untuk
menunaikan ibadah haji tanpa melakukan pinjaman, maka orang tersebut dianggap
tidaklah terkena kewajiban haji karena dianggap tidak berkemampuan. ( Al-Umm 2/116
).
ه ي ف ة ان د ت س اال و أ ه ض ر ع ض ع ب ي ب ي ن أ ه ي ل ع ف ري ث ك ض ر ا ع ذ ان ك ن إ ن ك ل و Tetapi jika ia mempunyai harta yang banyak, maka ia dapat menjual sebagiannya atau
berhutang (karena ia memiliki keyakinan dapat membayar hutang tersebut karena ia
mempunyai harta yang bisa dicadangkan). ( Al-Umm 2/116 ).
6. Pendapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 2
Februari 1979 menyatakan dalam putusan nomor 1 : “ Orang Islam dianggap
mampu (istitha’ah) melaksanakan ibadah haji, apabila jasmaniah, ruhaniah dan
pembekalan memungkinkan ia untuk menunaikan tanpa menelantarkan kewajiban
terhadap keluarga“.
Sementara dalam putusan nomor 7 dinyatakan : “Masyarakat kampung dan
pedesaan jika mempunyai kelebihan kekayaan tidak biasa menyimpan berupa uang,
akan tetapi berupa barang (sawah, kebun, rumah) yang oleh karena setiap ada
keperluan dan kebutuhan yang besar, mereka menjual barang-barang itu. Yang
sangat penting, asal mereka tidak mengabaikan kewajiban yang lebih utama semisal
nafkah keluarga”.
II
STATUS KEPEMILIKAN DANA SETORAN BPIH
YANG MASUK DAFTAR TUNGGU (WAITING LIST)
A. DESKRIPSI MASALAH
Haji merupakan ibadah wajib bagi yang sudah mampu. Keterbatasan kuota haji dan
minat untuk melakukan ibadah haji yang semakin meningkat, menyebabkan
meningkatnya jumlah waiting list (daftar antrian calon jamaah haji).
Ketentuan Pemerintah, setiap orang yang hendak menunaikan ibadah haji harus
membayar sebagian besar BPIH sesuai ketentuan, yang saat ini besarnya
Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Meski sudah membayar, ia tidak bisa
langsung berangkat akibat adanya waiting list yang panjang.
Panjangnya antrian pendaftar yang ingin melakukan ibadah haji dan telah membayar
BPIH tersebut, mengakibatkan adanya pengendapan dana pada rekening pemerintah
(Kementerian Agama) yang cukup lama. Selama ini, dana BPIH yang mengendap
tersebut ada yang ditempatkan di bank dan ada yang diinvestasikan dalam bentuk
Sukuk, yang mestinya menghasilkan. Muncul pertanyaan di masyarakat mengenai
status kepemilikan dana setoran BPIH yang telah terbayarkan ke dalam rekening
Pemerintah, termasuk hasilnya.
B. RUMUSAN MASALAH:
1. Siapa pemilik dana setoran haji yang waiting list; pemerintah atau calon haji yang
telah membayar?
2. Bagaimana posisi dana tersebut secara hukum; boleh diinvestasikan atau tetap
diendapkan di rekening tanpa menghasilkan apa-apa?
3. Apabila dana tersebut boleh diinvestasikan, siapakah yang berhak mengelola, dan
hasilnya milik siapa?
C. KETETAPAN HUKUM
1. Dana setoran haji yang ditampung dalam rekening Menteri Agama yang pendaftarnya termasuk daftar tunggu (waiting list) secara syar’i adalah milik pendaftar (calon haji). Oleh sebab itu, apabila yang bersangkutan meninggal atau ada halangan syar’i yang membuat calon haji tersebut gagal berangkat, dana setoran haji wajib dikembalikan kepada calon haji atau ahli warisnya.
2. Dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama, boleh ditasharrufkan untuk hal-hal yang produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.
3. Hasil penempatan/investasi tersebut merupakan milik calon haji yang termasuk dalam daftar tunggu (antara lain sebagai penambah dana simpanan calon haji atau pengurang biaya haji yang riil/nyata); sebagai pengelola, pemerintah (Kementerian Agama) berhak mendapatkan imbalan yang wajar/tidak berlebihan.
4. Dana BPIH milik calon haji yang masuk daftar tunggu, tidak boleh digunakan untuk keperluan apapun kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.
D. DASAR PENETAPAN HUKUM
1. Al-Quran
ل إال أن تكون تارةا عن ت راض نكم بلبا ... مهنكم ي أي ها الذين آمنوا ال تكلوا أموالكم ب ي
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. Al-Nisa [4]:29).
دل إن الله نعما إن الله يمركم أن تؤدوا األمانت إل أهلها وإذا حكمتم ب ي الناس أن تكموا بلع يعظكم به إن الله كان مسيعاا بصرياا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”. (QS. Al-Nisa’ [4]:58)
2. Hadis Nabi SAW:
ن م ل إ ة ان م األ ده أ :هللا صلى هللا عليه وسلم ل و س ر ال : ق ال ق ه ن تعال ع هللا ي ض ر ةر ي ر ه يب أ ن ع و ال و ك ن م ت ائ )احلاكمو أبو داودو الرتمذيرواه (ك ان خ ن م ن
Dari Abi Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tunaikan amanah
kepada orang yang memberi amanah kepadamu dan jangan kau khianati orang
yang mengkhianati kamu”. (HR. Al-Tirmidzi, Abu Dawud, dan al-Hakim)
نا رسول الله صلهى ل المرئ من مال أخيه شيء إاله خطب الله عليه وسلهم، ف قال : أال وال ي)رواه أمحد يف مسنده، كتاب أول مسند البصريني، ابب حديث عمرو بن … بطيب ن فس منه
(.02102ي ثربي ، رقم:“Rasulullah saw. menyampaikan khutbah kepada kami; sabdanya: ‘Ketahuilah:
tidak halal bagi seseorang sedikit pun dari harta saudaranya kecuali dengan
kerelaan hatinya…’” (H.R. Ahmad).
(1201رواه الرتمذي، ابب صفة حج النيب، رقم: … إنه دماءكم وأموالكم عليكم حرام “Sesungguhnya darah (jiwa) dan hartamu adalah haram (mulia, dilindungi)…”
(H.R. Tirmizi).
3. Kaedah Fiqhiyyah
ان ا ك ى م ل ع ان ا ك م اء ق ب ل ص ال
4. Pendapat Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution
(AAO IFI):
من الواعد ابالستئجار أن يدفع مبلغا حمددا إىل املؤسسة حتجزه لديه جيوز للمؤسسة أن تطلب لضمان جدية العميل يف تنفيذ وعده ابالستئجار وما يرتتب عليه من التزامات بشرط أال
حتميل الواعد الفرق –عند نكول العميل –يستقطع منه إال مقدار الضرر الفعلي حبيث يتم ها وجمموع الجرة الفعلية اليت يتم أتجي العني على أساسها للغي بني تكلفة العني املراد أتجي
أو حتميله يف حالة بيع العني الفرق بني تكلفتها ومثن بيعها. وهذا املبلغ املقدم لضمان اجلدية إما أن يكون أمانة للحفظ لدى املؤسسة فال جيوز هلا التصرف فيه أو أن يكون أمانة
ن العميل للمؤسسة ابستثماره على أساس املضاربة الشرعية بني العميل لالستثمار أبن أيذواملؤسسة وجيوز االتفاق مع العميل عند إبرام عقد اإلجارة على اعتبار هذا املبلغ من
( عن إجارة الشخاص(.3)املعيار الشرعي رقم ) أقساط اإلجارة.
“Pihak pemberi sewa boleh meminta pihak yang berjanji untuk menyewa agar
membayar uang muka kepada Lembaga sebagai jaminan keseriusan dalam menunaikan
janji dan kewajibannya, dengan syarat dana tersebut hanya sebagai pengganti kerugian
riil apabila penyewa cidera janji. Uang muka tersebut boleh dijadikan wadi’ah yang tidak
dapat digunakan oleh pemberi sewa, atau dapat dijadikan modal investasi dengan syarat
pihak penyewa memberikan izin kepada pihak pemberi sewa untuk menginvestasikan
dana tersebut dengan akad Mudharabah. Penyewa dan Pemberi Sewa dapat membuat
kesepakatan bahwa dana wadi’ah tersebut sebagai bagian dari cicilan ujrah.”
Scanned with CamSca
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~1~
KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ALIM ULAMA
NOMOR: 001/MUNAS/XI/2017
TENTANG
BAHTSUL MASAIL AD-DINIYYAH AL-WAQI’IYYAH
Menimbang :
a. Bahwa menjadi tugas Musyawarah Nasional Alim Ulama
sebagai forum tertinggi kedua dalam organisasi Nahdlatul
Ulama untuk membahas masalah-masalah yang berkembang
di masyarakat dari sudut pandang ajaran Islam yang
menganut paham Ahlussunah wal Jama’ah menurut salah
satu madzhab empat agar dapat menjadi pedoman dalam
mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan
berkeadilan demi kesejahteraan umat;
b. Bahwa Nahdlatul Ulama sebagai Perkumpulan atau
Jam’iyyah Diniyyah Islamiyyah Ijtima’iyyah yang bergerak di
bidang agama, pendidikan, sosial, kesehatan, pemberdayaan
ekonomi umat dan berbagai bidang yang mengarah kepada
terbentuknya khaira ummah, perlu secara terus menerus
melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas dan kuantitas
khidmahnya dengan berdasarkan ajaran Islam yang
menganut paham Ahlussunah wal Jama’ah menurut salah
satu madzhab empat;
c. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a dan b
tersebut di atas, Musyawarah Nasional Alim Ulama perlu
menetapkan Hasil Bahtsul Masail Ad-Diniyyah AlWaqi’iyyah.
Mengingat :
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~2~
a. Keputusan Muktamar XXVII Nahdlatul Ulama Nomor 002/
MNU-27/1984 jo. Keputusan Musyawarah Nasional Alim
Ulama Nomor II/MAUNU/1401/4/1983 tentang Pemulihan
Khittah Nahdlatul Ulama 1926;
b. Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama tentang
Peraturan Tata Tertib Musyawarah Nasional Alim Ulama
2017.
Memperhatikan :
a. Khotbah Iftitah Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
pada pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan
Konferensi Besar Nahdlatul Ulama tanggal 4 Rabiul Awal
1439 H/23 November 2017 M;
b. Laporan dan pembahasan Hasil Sidang Komisi Bahtsul
Masail Ad-Diniyyah Al-Waqi’iyyah. yang disampaikan
pada Sidang Pleno IV Musyawarah Nasional Alim Ulama
pada tanggal 6 Rabiul Awal 1439 H./25 November 2017 M;
c. Ittifaq Sidang Pleno IV Musyawarah Nasional Alim Ulama
Nahdlatul Ulama pada tanggal 6 Rabiul Awal 1439 H/25
November 2017 M.
Dengan senantiasa memohon taufiq, hidayah serta ridla Allah SWT :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MUNAS ALIM ULAMA
TENTANG BAHTSUL MASAIL AD-DINIYYAH AL-WAQI’IYYAH;
Pertama : Isi beserta uraian perincian sebagaimana dimaksud oleh
keputusan ini terdapat dalam naskah Hasil-hasil
Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Waqi’iyyah sebagai
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~3~
pedoman dalam memperjuangkan berlakunya ajaran Islam
yang menganut paham Ahlussunah wal Jama’ah menurut
salah satu madzhab empat dan mewujudkan tatanan
masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi
kesejahteraan umat;
Kedua : Mengamanatkan kepada pengurus dan
warga Nahdlatul Ulama untuk menaati segala hasil-hasil
Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Waqi’iyyah ini;
Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di : Bengkel Lombok Barat
Pada tanggal : 6 Rabiul Awal 1439 H/25 November 2017 M.
MUSYAWARAH NASIONAL ALIM ULAMA
PIMPINAN SIDANG PLENO
H. Robikin Emhas, MH. Dr. H. Marsudi Syuhud
Ketua Sekretaris
HASIL KEPUTUSAN
BAHTSUL MASAIL WAQI’IYYAH MUSYAWARAH
NASIONAL ALIM ULAMA
NTB, 23-24 NOVEMBER 2017
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~4~
2. INVESTASI DANA HAJI
Deskripsi Masalah
Setiap warga negara Indonesia yang berkeinginan menunaikan
ibadah haji harus mendaftarkan diri dan mentransfer dana sebesar
Rp. 25 Juta rupiah sebagai setoran awal BPIH ke rekening Menteri
Agama RI. Hanya saja sekarang ini calon jamaah tidak bisa langsung
berangkat pada tahun ketika ia mendaftarkan diri. Ia harus
menunggu (waiting list) rata-rata sampai 17 tahun. Dengan begitu
dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang
terkumpul di rekening Menteri Agama RI banyak sekali, per Juni 2017
mencapai Rp 90-an triliun rupiah.
Dana setoran awal ini selanjutnya dikelola oleh pemerintah
melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dengan demikian,
BPKH mengambil alih tugas Kementerian Agama terkait optimalisasi
dana haji sehingga Kemenag nantinya hanya bertindak sebagai
pengelola anggaran operasional haji. Terkait legalitas BPKH,
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Surat Keputusan
Presiden Nomor 74/P Tahun 2017 tanggal 7 Juni 2017 mengenai
pengangkatan keanggotaan Dewan Pengawas (DP) serta anggota
Badan Pelaksana (BP) Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendapat mandat
secara penuh untuk mengelola keuangan haji agar lebih produktif.
Prinsipnya, apapun bentuk investasi yang akan dilakukan untuk
dana haji harus mengikuti prinsip dasar yang diatur dalam Undang
Undang Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, yakni
sesuai syariah, penuh kehati-hatiaan, aman, likuiditasnya juga baik,
dan yang tidak kalah penting nilai manfaat itu harus kembali ke
jamaah haji itu sendiri atau untuk kemaslahatan umat yang lebih
luas.
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~5~
Pertanyaan
a. Apa status dana setoran awal BPIH?
Jawaban
Statusnya adalah dana amanah milik CJH yang dikuasakan kepada
pemerintah dengan akad wakalah muthlaqah untuk dikelola dan
digunakan sebagai pembiayaan haji.
Referensi
ا61صا5ياة التحمايا الزجء اهن .1
اللافوةضاولملرلعياةاولحلفظاولصطالحيا:ا الغ : كاياباللوكيال اهيابفاحاللولواوكسرهيا رعياافالادورشأيااتفوةضاشخصالغريهاميااةفعلهاعنهاحيالاحيياتهامميااةقبلاللنيياب
(ا1/ا303) فاياوىالبناللصالح .2
رل اوللا اوللش ي لبيعي اأموللهاكيفاشيا ابي خذامسأل ارجلاوكلاوكيالاوكيال امطلق اةاصرفافيإبح افـهلاإذلاأخذامناأموللهامثالا اللكلاوميااأرلداعلىاطرةقاللي وللعطيا اوأذنالهافي
احلامناكلاميائ اديرهماهلاحي وكلاويالاأت افي طلق اوهلاإذلاأبرأهالل إبح يالل لي لابيالذلكاأخذلاأوا حقاةربأاولحليال اهذيه إبح اشياميالا أجيابارضيياهللااعنهاإذلاكيانالفظاللي
يااةرةداأناةـفعلهاهبيااجيازا يعااحقالها لهاذلكاوإذلاأبرأهامناكلاصرفياافيي ي عليهيابرئامنالزج وإناملاةعنياوهللااأعلم
طهافوترلا350لملهذبالزجء اللولاص:ا .3
وامناأاوالاميلكاللوكيلامناللاصرفاإالاميااةقاضيهاإذنالملوكلامناجه اللنطقا) فصل) اةقاضيهالإلذناولإلذناةعرف لنطقاباجه اللعرفالناتصرفهابإلذنافالاميلكاإالاميا
الإلذناتصرفنياوفاأحدمهيااإضرلرابملوكلاملاجيءامياافيهاإضرلرالقولهفإناتنياولااوبلعرفاالاضرراوالاإضرلرافإناتنياولاتصرفنياوفاأحدمهيااتظراللوكلا-صلىاهللااعليهاوسلماا-
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~6~
يالاا-سلماصلىاهللااعليهاواا-لءمهامياافيهاللنظراللوكلامليااروىاثوبناموىلارسولاهللاانايالارأساللدةناللنصيح النيااايارسولاهللااملا-لماصلىاهللااعليهاوسا-يالارسولاهللاا
هللاولرسولهاولكايابهاولئ الملسلنياوللسلنياعيام اوليسامناللنصحاأناةرتكامياافيهامكاب اا244.ابغي الملسرتشدةناللسيدابعلويالحلضرمياصحـ:ا4لحلظاوللنظراللوكلالهـ
يااإىلاغريهادرلهماأميات اةوصلهادلراللفكرفيائدةا:اأفىتاحمداصياحلاللرةسافيناأرسلامعحملاآخرا،اوأذنالهافاللاصرفافيهيااأبخذابضياع ا،اوميااظهرافيهياامناربحاةكونالألمنيا
مالملذكورةاللدرلهاأبتهاإناكيات فامقيابل امحلهاللدرلهماوإعطيائهياالملرسلاإليهاكيالجرةا،الاىتاتصحكماللقرضاحاملكياااللرسلاوأذناكذلكاجيازا،اوكياناللرسولاضيامنياااوحكه
،اوإناملاتكناملكهاوملاأيذناميالكهياافاللاصرفاملاجيءهاذلكا،ابلاةضنهياااإىلالملرسلاإليه لحلياملاضياناغصباولملرسلاطرةقافاللضيانالواتلف .
:013صبغي الملسرتشدةنا .5
دره لجلاكيااوجيباعلىاللوكيلامولفق اميااعنيالهالملوكلامنازمياناومكياناوجنسامثنا،اوإناملاانحياها،افا،اأوادل اعليهارةن اوة امناكالمالملوكلاأواعرفاأهلاولحللولاوغريهيا
ياااأوادرالااأوامشرتاياا،ااةكناشي امناذلكالءمهاللعلابلحوط ،اتعمالواعنيالملوكلاسوودل اللقرلئناعلىاذلكالغرياغرضاأواملاتدلاوكيات الملصلح افاخالفها،اجيازاللوكيلا
فيه.خميالفاهاوالاةلءمهافعلاميااوكلا
(ا11/اا94)-فاحاللعءةءاشرحاللوجيء .6
ولواسلماإليهادةنيارلاليشرتىاشياةافياشرتىاشياتنياتسياوىاكلاولحدةامنهياادةنيارلاوبعا( يالىامعارسولاهللااصلىاهللااعليها لحدلمهياابدةنياراورداللدةنياراوللشياةافقدافعلاهذلاعروةاللبيار
حلدةثاشياةاخالفاظياهر.اوأتوةلالوسلمافدعياالهافهواصحيحاعلىاأسداللقولني.اوىفابيعالل .)أتهالعلهاكياناوكيالامطلقيا
صورالملسأل اأناةسلمادةنيارلاإىلاوكيلهاليشرتىالهاشياةاووصفهياافياشرتىاللوكيلاشياتنيابالكاللصف ابدةنيارافينظراإناملاتسياوىاكلاولحدةامنهياادةنيارلاملاةصحاللشرل اللوكلاولنازلداتا
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~7~
ةاتسياوىادةنيارلافياناكيات اكلاولحدةامنهيااتسياوىادةنيارلامعيااعلىاللدةنياراالتهارمبيااةبغىاشيالمللكافيهيااللوكلاالتهالذنالهافاشرل اشياةاا(أصحهيا)اصح اللشرل اوحصولفقوالنا
ياامنهيااتسياوىادةنيارلابدةنيارافقدازلداخريلامعاحتصيلامابدةنيارافإذلالشرتىاشياتنياكلاولحدةا الملوكل ابدرهمطلبه اشياة اببيع اأمره اإذل اميا ابدافأشبه اةشرتىاشياة ابدرمهنياأو رهمافبياعهيا
فياشرتلمهياابنصفادرهما(وللثياىن)اأتهاالاتقعاللشيااتنامعيااللوكلاالتهاملاأيذنالالافاشرل اولحدةاولكناةنظرالنالشرتلهياافاللذم افللوكلاولحدةابنصفادةنياراولالخرىاللوكيلاوةردا
داللعقدالهاللعقدافيهيااالتهاعقعلىالملوكلاتصفادةنياراوللوكلاأناةنءعاللثياتي امنهاوةقرراولنالشرتلمهياابعنياللدةنيارافكأتهالشرتىاولحدةابذتهاولخرىابغريالذتهافينبىناعلىاأناللعقودافابطلاللعقدافاولحدةاوىفاللثياتي اوالاتفرةقا فاعلىالالجيازةا(لنالنيا)االاتاو هلاتاو
فافأناشيا الملوكلاأخذمهياابلدةنياراول حدةاناشيا الاصراعلىاولللصفق ا(ولنالنيا)اتاووردالالخرىاعلىالمليالكاوللقولافاوضعهامشكلاالناتعينياولحدةاللوكلاأوابطالناللعقداابعاشياةامناشياتنياعلىاأناةاخريا اإذل اليسابوىلامنالالخرىاوللاخيريامشبهامبيا فيهيا
لملشرتىاوهوابطل (ا6/اا7321) -.الحلياوياللكبرياللياوردياـاطاللفكر7
:الشرتايلاعبدلامبيائ افياشرتىالهاعبدةنامبيائ اللوكيلا،افإناكياناكلاولحدامنافلوايالالهاللعبدةناالاةسياوياميائ افهواغرياالزماللوكلا،اوإناكياناكلاولحدامنهيااةسياوياميائ اففيهاوالناتصاعليهياافاكايابالإلجيارلتا:اأحدمهياا:اأناشرل اللعبدةنابمليائ االزما
ياحيثاوكلهاللوكلالتهاملياارضياأحدمهياابمل يائ اكياناهبيااأرضىا،اوحلدةثاعروةاللبيار للنيبا{صلىاهللااعليهاوسلم}افاشرل اشياةابدةنيارافياشرتىابهاشياتني.ا
وللقولاللثياينا:اأنالملوكلابخلييارابنياأناأيخذمهياابمليائ اوبنياأناأيخذاأحدمهياابقسطااياميائ احداللعبدةناةسياوامثنهامنالمليائ الناالاةلاءمامبلكاميااملاأيذنافيها.افلواكياناأ
ولآلخراةسياوياألا،افأحداللقولنياأيخذمهياامجيعياابمليائ ا،اوللقولاللثياينا:اهوابخلييارابنياأناأيخذمهياابمليائ اوبنياأناأيخذاللعبداللذياةسياويالمليائ احبصاهامناللثنا.افلواا
كياناكلاولحدامنهيااالاةسياوياميائ افيالشرل اغرياالزماللوكل.ا
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~8~
Pertanyaan
b. Sejauh mana kewenangan pemerintah dalam mengelola dana
setoran awal BPIH?
Jawaban
Kewenangan pemerintah adalah mengelola dana setoran awal BPIH
sesuai dengan izin calon jamaah haji selaku muwakkil, dengan
mempertimbangkan skala prioritas, kehati-hatian, dan mashlahat
yang terukur.
Referensi
طهافوترلا350لملهذبالزجء اللولاص:ا .1
مناجه ااأواوالاميلكاللوكيلامناللاصرفاإالاميااةقاضيهاإذنالملوكلامناجه اللنطقا )فصل) فإناابلعرفبلنطقاوااللعرفالناتصرفهابإلذنافالاميلكاإالاميااةقاضيهالإلذناولإلذناةعرف
صلىاهللااعليهاا-تصرفنياوفاأحدمهيااإضرلرابملوكلاملاجيءامياافيهاإضرلرالقولهاتنياولالإلذناالاضرراوالاإضرلرافإناتنياولاتصرفنياوفاأحدمهيااتظراللوكلالءمهامياافيهاللنظراا-وسلما
صلىاا-ايالايالارسولاهللاا-صلىاهللااعليهاوسلماا-للوكلامليااروىاثوبناموىلارسولاهللاا اأساللدةناللنصيح النيااايارسولاهللااملنايالاهللاولرسولهاولكايابهاولئراا-هللااعليهاوسلما
لملسلنياوللسلنياعيام اوليسامناللنصحاأناةرتكامياافيهالحلظاوللنظراللوكلالهـ
ا57/اص)ا2( اا-ولعداللحكيامافامصياحلاللانما .2
مبيااهواللصلحااياتصرفللافصل:افاتصرفاللوالةاوتولهبماةاصرفاللوالةاوتولهبمامبيااذكرانامناىاللصالحاأحدهماعلاللوىلاعليهادر لاللضرراوللفسياد،اوجلبيااللنفعاوللرشياد،اوالاةقاصر
،اوالاةاخريونافاللاصرفاحسبامعاللقدرةاعلىاللصلحاإالاأناةؤدياإىلامشق اشدةدةعياىل:اتختريهمافاحقوقاأتفسهمامثلاأناةبيعولادرمهياابدرهم،اأوامكيل ازبيبامبثلهياالقولاهللاا
ياأحسن}،اوإناكياناهذلافاحقوقالليايامىافأوىلاأناةثب ليتاهي ابي اإال ا{والاتـقربولاميالالليايمياللشرعا امناللموللاللعيام ؛النالعانيا اللئ اةاصرفافيه الملسلنيافييا فاحقوقاعيام
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~9~
اأوفراوأكثرامنالعانيائهابملصياحلالخلياص ،اوكلاتصرفاجر اأوادفعافسابملصياحلاللعيام يادلصالحياافهوامنهياعنهاكإضياع المليالابغريافيائدة،اوإضرلراللمءج الغرياعيائدة،اوللكلاعلىاداةؤدياإىلاتفوة اللرولحا للشبعامنهياعنه؛املياافيهامناإتالفاللمولل،اوإفسياداللمءج ،او
ازجياز، اهذل اللسالمافازمياتنيا ع امثلاص الخلضراعليه او لهاتعييبالمليالاحفظياالصاولوحيصلاابافوة الللافإناللشرعاولوجب اللوالة اذلكافاحقالملوىلاعليهاحفظياالألكثر
حابرتكيابالملفياسد،اوميااالافسيادافيهاوالاصالاللصلحابافوة الملصياحل،اكيااةدرأاللفسد عليهاإذلاأمكنالالتفكياكاعنهافالاةاصرفافيهاللوالةاعلىالملوىل
Pertanyaan
c. Sejauh mana kewajiban BPKH dalam mengelola dana setoran awal
BPIH?
Jawaban
BPKH wajib mengelola dana setoran awal BPIH dengan cara yang
menguntungkan, transparan, aman dan amanah.
Referensi
(ا3/ا27فاحالملعنيابشرحارةاللعنيامبهياتاللدةنامعاإعيات اللطيالبني) .1
نهاوةلءمهاحفظاميالهاولسانياؤهادراللنفق اوللءكياةاولملؤناإناأمكاوةاصرفاللويلابملصلح ولهاللسفرابهافاطرةقاآمناملقصداآمنابرلاالاحبرلاوشرل اعقياراةكفيهاغلاهاأوىلامناللاجيارةاوالاةبيعاعقيارهاإالاحلياج اأواغبط اظياهرةاوأفىتابعضهماأبناللويلاللصلحاعلىا
عايصاذلكاللبعضاكيااأنالهابلاةلءمهادفبعضادةنالملويلاإذلاتعنياذلكاطرةقياالاخلبعضاميالهالسالم ابي االتاهىااولهابيعاميالهاتسيئ املصلح اوعليهاأناةرهتنابلثنارهنيااولفييااإناملاةكنالملشرتياموسرلااولويلاإرلضاميالاحمجورالضرورةااولقياضاذلكامطلقياا
صب اهبيااوالالعبشرطاكونالملقرتضامليئيااأمينيااوالاوالة الماعلىاللصحاومناأدىل
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~10~
أياكخوفاظياملاأواخرلبهاأواعيارةابقي اأمالكهاأوالنفقاهاوليسالهاا)وله:اإالاحلياج (غريهاوملاجيدامقرضيااأوارأىالملصلح افاعدماللقرضاأوالكوتهابغريابلدهاوحيايا الكثرةابضاغلاهاوةظهراضبطاهذهاللكثرةاأبناتساغرقاأجرةاللعقياراأوا مؤت املناةاوجهاالجييارهاو
وله:اأواغبط اظياهرة)اأيا عالهاعرفياالهـاحتف ا.(و رةبياامنهيااحبيثاالاةبقىامنهيااإالامياالاوفاواأبناةرغبافيهاأبكثرامنامثنامثلهاوهواجيدامثلهاببعضاذلكاللثناأواخريلامنهابكلها
لقي اهليااإذاللغبط :ابيعابءايدةاعلىالاللبجريمياميااتصهاتنبيه:الملصلح اأعمامناللغبط عاولملص عافيهاللربح،اوبيعاميااةالح االاتسالءماذلكالصدهياابنحوو عاشرل اميااةاو او
.فيهالخلسرلنالوابقي
ا76ا-ا86لملوسوع اللفقهي الزجء اللسيابعاصحـ .2
ب ا مناميلكاللاصرفافالمليالادوناا-ا14حكمالإلمنيا ابلنسب املناميلكاللاصرفادوناللرفاوللوكيلاوللق ب اكيالويلاوللوصياوانظراللو يااةلوتهاياضياوللسلطيانا.هؤال اةاصرفونافيللر
فاولملوكلاوبي المليالاإبذناشرعياوهماأمنيا اعلىا مناأموللالليايامىاوللقصراوأموللاللوموللالتهاولذلكاجيوزاهلماإمنيا اهذهاللهذهاللموللاوتظرهمافيهيااةكونامبياافيهالحلظالربهبياا
ي اياضياوللسلطيانافييااةرجعاإىلاب.اةقولاللفقهيا اللوكيلاوللوصياوللويلاوللقأوفراحظيالمليالاةاصرفوناإبذناشرعياوللوصيادفعالمليالاإىلامناةعلافيهامضيارب اتيياب اعنالليايمافا فاوللغيائباولللقط اولليايمامضيارب .اولنياظراللو وللقياضياحيثاالاوصياإعطيا اميالاللو
اثرياولإلصالحمليالابلتنياهاإبجيياراأوازرعاأواغرياذلك.اوللياماللنظرافييااةرجعاإىلابي ال
Pertanyaan
d. Apakah hukumnya menginvestasikan dana setoran awal BPIH
pada proyek infrastruktur? Keuntungan investasi menjadi hak siapa?
Jika investasi rugi, siapa yang bertanggung jawab atas kerugian
investasi yang menggunakan dana BPIH?
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~11~
Jawaban
Boleh, selama investasi tersebut dinilai lebih menguntungkan dan
aman. Sedangkan keuntungan investasi menjadi milik calon jamaah
haji. Jika terjadi kerugian, maka yang bertanggung
jawab adalah pemerintah.
Referensi
57/اصا2( اا-للانماولعداللحكيامافامصياحلا( .1
مبيااهواارفياتللاصفصل:افاتصرفاللوالةاوتولهبماةاصرفاللوالةاوتولهبمامبيااذكرانامنااللنفعاوللرشياد،اوالاةقاصر اللضرراوللفسياد،اوجلبيا حدهماأاللصلحاللوىلاعليهادر ل
فاا،اوالاةاخريونعلىاللصالحامعاللقدرةاعلىاللصلحاإالاأناةؤدياإىلامشق اشدةدةفاحسباختريهمافاحقوقاأتفسهمامثلاأناةبيعولادرمهياابدرهم،اأوامكيل ازبيباللاصرا
ياأحسن}،اوإناكياناهذلاف ليتاهي ابي اإال امبثلهياالقولاهللااتعياىل:ا{والاتـقربولاميالالليايمياللئ امنا اةاصرفافيه الملسلنيافييا حقوقالليايامىافأوىلاأناةثب افاحقوقاعيام
؛النالعانيا اللشرعابملصياحلاللعيام اأوفراوأكثرامنالعانيائهابملصياحلالخلياص ،اللموللاللعياموكلاتصرفاجرافسيادلاأوادفعاصالحياافهوامنهياعنهاكإضياع المليالابغريافيائدة،اوإضرلراللمءج الغرياعيائدة،اوللكلاعلىاللشبعامنهياعنه؛املياافيهامناإتالفاللمولل،اوإفسيادا
داةؤدياإىلاتفوا ع امثلاص الخلضراعليهاللسالمافاة اللرولحا،للمءج ،او ولواوتعييبالمليالاحفظياالصلهاولوجب اللوالة اذلكافاحقالملوىلاعليهاحفظيااازمياتنيااهذلازجياز
اللفسدالألكثر اةدرأ ابافوة الللافإناللشرعاحيصلاللصلحابافوة الملصياحل،اكياعليهااوىلفافيهاللوالةاعلىالملبرتكيابالملفياسد،اوميااالافسيادافيهاوالاصالحافالاةاصرا
إذلاأمكنالالتفكياكاعنه
(اوةاصرفا3/ا27فاحالملعنيابشرحارةاللعنيامبهياتاللدةنامعاإعيات اللطيالبني) .2للويلابملصلح اوةلءمهاحفظاميالهاولسانياؤهادراللنفق اوللءكياةاولملؤناإناأمكنهاولها
امناللاجيارةاةكفيهاغلاهاأوىلللسفرابهافاطرةقاآمناملقصداآمنابرلاالاحبرلاوشرل اعقيارا
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~12~
والاةبيعاعقيارهاإالاحلياج اأواغبط اظياهرةاوأفىتابعضهماأبناللويلاللصلحاعلىابعضادةنالملويلاإذلاتعنياذلكاطرةقياالاخليصاذلكاللبعضاكيااأنالهابلاةلءمهادفعابعضافيياالميالهالسالم ابي االتاهىااولهابيعاميالهاتسيئ املصلح اوعليهاأناةرهتنابلثنارهنيااوا
حمجورالضرورةااولقياضاذلكامطلقياابشرطاااولويلاإرلضاميالإناملاةكنالملشرتياموسرلاا والاوالة الماعلىاللصحاومناأدىلاهبيااوالالعصب اكونالملقرتضامليئيااأمينيا
أياكخوفاظياملاأواخرلبهاأواعيارةابقي اأمالكهاأوالنفقاهاوليسالهاا)وله:اإالاحلياج (ىالملصلح افاعدماللقرضاأوالكوتهابغريابلدهاوحيايا الكثرةاغريهاوملاجيدامقرضيااأوارأ
بضاغلاهاوةظهراضبطاهذهاللكثرةاأبناتساغرقاأجرةاللعقياراأوا مؤت املناةاوجهاالجييارهاوعالهاعرفياالهـاحتف ا. رةبياامنهيااحبيثاالاةبقىامنهيااإالامياالاو
وله:اأواغبط اظياهرة( عضاجيدامثلهابباأياأبناةرغبافيهاأبكثرامنامثنامثلهاوهوا)وذاإاوفاللبجريمياميااتصهاتنبيه:الملصلح اأعمامناللغبط ذلكاللثناأواخريلامنهابكلها
عاولملصلح االاتسالءماذلكالصدهياابنحو رل اشاللغبط :ابيعابءايدةاعلىاللقي اهليااوعافيهالخلسرلنالوابقي عافيهاللربح،اوبيعاميااةاو .ميااةاو
(5/ا163لحلياوياللكبري( .3
الاضياناوااوأحباأناةاجراللوصياأبموللامناةلي»ايالاللشيافعيارمحهاهللااتعياىل:ا: مسأل دالجتراعرامبيالاةايماوأبضع اعيائش اأبموللابيناحمدابناأيبابكرافاللبحراوهمااعليه
شروطاجيوزالويلالليايماأناةاجرالهامبيالهاعلىالل. يالالملياوردي:اوهذلاكياايال.» أةاياماتليهمأنااإناللاجيارةاخطراوللربحاماوهمافهو-لىلاأنايال–. واولاعيام اللفقهيا لملعاربةافيهاوه
ا،أغلب،اوظهوراللربحامعالساقيام اللموراأظهراةقيال:اإناسالم المليالافاأحوللاللسالم ياملودعافاوأميااوهلماإتهاك. وإذلاكياناللمرافاهذةناغيالبيااجيازاللعلاعليهالعدمالليقنيافيه
وفيااعلىاإذته،الخاصياصهابحلفظافخطأا لنالملودعاانئباعناجيائءاللمرافكياناتصرفهامو .،اأالاترىاأنالهالإلتفياقاعليهاوشرل اللعقيارالهللاصرفاوللويلاانئباعيام
ا
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~13~
(ا3/ا05لفاياوىاللفقهي اللكربى) .4
وسئلارضياهللااتعياىلاعنهاعياافاتك البناكنباالاجيوزاللويلاأناةوكلافياسقياافابيعاميالااداذكرولاأناوالملوىلاعليهااتعماهوامعادارعياة املصلح دافأجيابابقولهاحمجورهاهلاهوامعا
للوكيلاحيثاجيازالهاللاوكيلاإمنيااةوكلاأمينيااإالاأناةعنيالملوكلاغريهاوظياهراأناهذلالالساثنيا ا الاأييتاتظريهافامسألانيا
(ا33/ا611لملوسوع اللفقهي اللكوةاي ) .5
يالاملقرضاعدماصح اإرلضاللباوللوصياملوفرعالحلنفي اعلىالشرتلطاأهلي اللاربعافالا(2للصغريا( فاملياليهيا اأمياا3)،اوفرعالحلنيابل اعدماصح ارضاويلالليايماوانظراللو ،(
يالول:االاجيوزاإرلضاللويلاميالاموليهامناغرياضرورةاإذلا للشيافعي افقدافصلولافالملسأل اواا-يخالفيااللسبكا-ضرورةاملاةكنالحلياكم،اأمياالحلياكمافيجوزالهاعندهماإرلضهامناغريا
اوعدم الملقرتضاوأمياتاه ا(ابشرطاةسيار اميالالملوىلاعليه امنهيا اإناسلم )،ا4للشبه افامياله (ا5إنارأىاذلك.)اولإلشهياداعليه،اوأيخذارهنيا
ا76ا-ا86لملوسوع اللفقهي الزجء اللسيابعاصحـ .6
ب ا لمليالامناميلكاللاصرفافاا-ا14حكمالإلمنيا ابلنسب املناميلكاللاصرفادوناللرفاوللوكيلاوللقياضياوللسلطيانا.هؤال اةاصرفونا ب اكيالويلاوللوصياوانظراللو دوناللر
فاولملوكلاوبي المليالاإبذناشرعي هماواافييااةلوتهامناأموللالليايامىاوللقصراوأموللاللوماإمنيا الربهبيااولذلكاجيوزاهلاأمنيا اعلىاهذهاللموللاوتظرهمافيهيااةكونامبياافيهالحلظ
.اةقولاللفقهيا اللوكيلاوللوصياوللويلاوللقياضياوللسلطيانالالتهاأوفراحظياهذهاللمولفييااةرجعاإىلابي المليالاةاصرفوناإبذناشرعياوللوصيادفعالمليالاإىلامناةعلافيهافاوللغيائباولللقط ا مضيارب اتيياب اعنالليايماوللقياضياحيثاالاوصياإعطيا اميالاللو
فاتنياهاإبجي اوللياماللنظرافيولليايمامضيارب .اولنياظراللو يااياراأوازرعاأواغرياذلك. ةرجعاإىلابي المليالابلاثرياولإلصالح
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~14~
(3/ا09)-أسىنالملطيالبافاشرحاروضاللطيالب .7
مياماصرفاميالاللفي افاغريامصرفهاوةعطيامساحقيهامناغريهاإذلارأىالملصلح االل) فرع(تفساميااحصلااإالامنافيهالتهاللويلاعليهاخبالفاللءكياةاالاجيوزالهاأناةعطيامساحقيهيا
فاةدهامنالملياشي اوللثرةاوغريهياايالهاللصيري.
لملشهوراتقسيمالليداإىلاسنيا:اةداا-(ا82/اا852لملوسوع اللفقهي اللكوةاي ) .8 أميات ا،اوةداضيان.ا
لملساأجراوااوةداللميات ا،احييازةاللشي اأوالمليالا،اتيياب االامتلكياا،اكيداللودةعا،اولملساعري،افا،اوللوصي.ا،اوللشرةكا ،اولملضيارباوانظراللو
وةداللضيانا،احييازةالمليالاللالكاأواملصلح الحليائءا،اكيدالملشرتياوللقيابضاعلىا وحكماةداللميات ا،اأناولضعا سوماللشرل ا،اولملرهتنا،اوللغياصباولمليالكا،اولملقرتض.ا
تهاإذلاأودعاكيالودةعافإلليداأميات ا،االاةضناميااهواحت اةدها،اإالابلاعدياأواللاقصريا،اا للودةع اعندامناالاةودعامثلهيااعندامثلهاةضنهيا.ا
ا461ولعداللحكيامافامصياحلاللانمالزجء اللثياىناصـ .9
لملثيالاللسيابعاوللعشرون:امناأتلفاشيئيااعدلابغرياحقالءمهاللضياناجربلاملياافياتامنايئيااإذلاأتلفيااشاياكملخليامس :اأنالإلمياماولحلا-لىلاأنايال-لحلقاوةساثىنامناذلكاصورا
لحلياكماالمليالادونامناللنفوساأواللموللافاتصرفهيااللصياحلافإتهاجيباعلىابي اتصرفيا امليا الهنيا اللشيافعي، اول اعلى اعوللهيا اودون اصياراكأنااولإلميام للسلني
للهيابهاوةاضرراعواالملسلنياهمالملالفوناولناذلكاةكثرافاحقهياافياضررلن
ا-(ا02/اا404رحالملنهيا )حتف التحمايا افاش .11
ي اللثرامثاةسيايها اولهاكيااأفىتابهالبناللصالحاإجيياراأرضابساياتهامبيااةفيامبنفعاهيااوايالا افالملسياياة افيه اوللبياياللساأجراوسيأيتاميا ابسهمامناألفالليايم علىاشجره
لملياوردياوالاةشرتياميااخييافافسيادهاوإناكيانامرحبياا.ا
Munas
Alim Ulama & Konbes NU 2017
~15~
عبيارةاللنهياة اولملغيناميااةسرعافسيادهالاهـايالاعاشاظياهرهاوإناا(ولهاميااخييافافسيادهاا)يعهابلاذلكاباوةنبغياخالفهاحيثاغلباعلىاظنهاأمكنابيعهاعياجالابلاخشي افسياده
اللظياهرةاعلىالملصلحاحبسباللعيادةاوعليهافلواأخلفافالاضيانا؛النافعلهاصدرابنيا وهواكيافالاهـ.ا
Pertanyaan
e. Bolehkah hasil investasi setoran awal BPIH digunakan untuk
mensubsidi silang jamaah?
Jawaban
Diperbolehkan, karena subsidi silang termasuk kebijakan bernilai
mashlahat dalam pengelolaan dana haji.
Referensi
Idem
1 PP. Salaf Sulaiman Trenggalek Jawa Timur
18-19 Oktober 2017 M/ 28-29 Muharram 1439 H. XXXI
HASIL KEPUTUSAN
BAHTSUL MASAIL FMPP SE-JAWA MADURA XXXI
Di Pondok Pesantren Salaf Sulaiman
Trenggalek Jawa Timur 18-19 Oktober 2017 M/ 28-29 Muharram 1439 H.
Komisi A
Jalsah Ula
MUSHOHIH PERUMUS MODERATOR
1. KH. Arsyad
2. KH.Athoillah S. Anwar
3. KH. Azizi Hasbulloh
4. K. Ma’sum
5. K. Anang Darunnaja
6. K. Zahro Wardi
7. K. Masruchan
8. Agus Syamsul M
1. Agus M. Aminulloh
2. Agus Misbahul Munir
3. Agus Hamim Nur
4. Ust. M. Dinul Qoyyim
5. Ust. Faedy Lukman
6. Ust. Fahmi Basya
7. Ust. Ma’rifatus Sholihin
8. Ust. Kholid Afandi
9. Ust. Muntaha AM
10. Ust. Muh. Anas
Ust. Thoha
NOTULEN
Agus Abdurrohman Al-Auf
M. Khotibul Umam
M. Maemun
1. INVESTASI DANA HAJI UNTUK INFRASTRUKTUR (PP. Daruttauhid Al-alawi Senori) Deskripsi Masalah
Banyaknya dana yang dibutuhkan untuk proyek infrastruktur membuat Pemerintah harus terus
memutar otak supaya bisa terus melanjutkan pembangunan infrastruktur. Dana-dana nganggur pun
diusahakan supaya bisa dipakai untuk pembangunan infrastruktur. Termasuk yang dijadikan objek
dari program tersebut adalah dana haji yang nilainya berkisar Rp 93 Triliun. Pemerintah akan
menempatkan dana tersebut di proyek-proyek aman dan memberikan keuntungan yang besar.
Dana haji yang selama ini dikelola Kementerian Agama berasal dari setoran awal calon jemaah haji
untuk biaya pendaftaran agar mendapat porsi keberangkatan. Selain itu, dana haji juga menampung
dana hasil efisiensi dari penyelenggaraan ibadah haji atau biasa disebut Dana Abadi Umat (DAU).
Pendaftaran sebagai calon haji harus disertai dana awal sebesar 25 juta yang disetorkan ke
rekening atas nama BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) yang bertindak sebagai wakil yang sah
dari calon jemaah haji pada kas haji melalui BPS BPIH (Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan
Haji). (Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 34, tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Keuangan Haji)
Memutuskan
2 PP. Salaf Sulaiman Trenggalek Jawa Timur
18-19 Oktober 2017 M/ 28-29 Muharram 1439 H. XXXI
Terjadinya antrian yang panjang menyebabkan dana awal yang mereka setorkan tidak langsung
dimanfaatkan sehingga terjadi penumpukan dana. Dana tersebut merupakan salah satu sumber dari
Dana Haji selain dana efisiensi penyelenggaran haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai
oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk
kemaslahatan umat Islam.(Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 34, tahun 2014
Tentang Pengelolaan Keuangan Haji)
Akumulasi Dana Haji, yang mencapai angka 95,2 triliun berdasarkan audit tahun 2016, adalah dana
yang potensial berkembang, sementara membiarkannya mengendap adalah tindakan mubazir. Oleh
karena itu, undang-undang mengamanatkan pengelolaan Dana Haji yang antara lain adalah investasi
dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan
likuiditas. (Pasal 48 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 34, tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Keuangan Haji)
Pada momen pelantikan anggota Badan Pengelola Kuangan Haji (BPKH) Presiden Jokowi
melemparkan ide agar Dana Haji bisa diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur. Gagasan
tersebut hingga saat ini menjadi kontrovesi karena sekian orang menilai Dana Haji tidak bisa
diinvestasikan ke sektor infrastruktur dengan berbagai macam argumentasi mulai permasalahan nama
akad transaksi, bagaimana tepatnya pembagian imbal hasil, hingga investasi tersebut dinilai
bertentangan dengan undang-undang. (Kompas, 26/07/2017)
Pertanyaan:
a. Apakah status dana haji yang diterima oleh pihak BPKH? Jawaban:
a. Dana haji yang berupa setoran awal (dan cicilan jika ada) adalah milik Calon jamaah Haji (CJH)
yang dikuasakan kepada pemerintah (BPKH) untuk disimpan dan dikelola/dikembangkan hingga
3 bulan sebelum keberangkatan. Setelah itu terjadi akad ijaroh dengan konsekwensi CJH melunasi
kekurangan hingga sejumlah biaya yang ditetapkan.
Dana haji dari setoran awal dan pelunasannya dari CJH yang siap beragkat adalah kategori dana
efisiensi yang secara penuh menjadi milik pemerintah (Kemenag) dengan kewajiban pemenuhan
fasilitas dan pelayanan dalam ibadah haji sebagaimana dalam akad ijaroh.
Dana haji yang berupa dana abadi umat adalah milik pemerintah dengan tasarruf sebagaimana
disepakati bersama wakil rakyat yang tertuang dalam undang-undang atau regulasi turunanya.
Referensi
1. Bughyah al-mustarsyidin hal. 148-149
2. Nihayah al Muhtaj, Juz 5 hal. 16
3. Ahkam As-shulthoniyyah hal. 112
4. Al-Muhaddzab, Juz 1 hal. 350 cet. Toha
Putra. Dll.
5. Dan lain-lain
انهذاح 141-141تغح انستششذ نهسذ تاعهى انسضشي طسـ: .1
٠ ٤ ريه درا٪٣ أ٤ا٧ث ي٬ن٫٢ا إىل حم٠ آعؽ ، وأذن هل يف اتلرصف ي٫ا ةأعؼ ةياث ، و٤ا ٫ؽ ي٫ا ائػة / أىت حم٥ػ نا١ص الؽيؿ ي٦٥ أـر٠ إحل٩ اكألسؽة ، ٠ وأذن ؼل س٦٤ ربص يك٬ن لأل٤ني يف ٤اة٢ث مح٩٢ ادلرا٪٣ وإائ٫ا املـؽ ٬رة م٢اك ل٥٢ـؽ از ، ةأ٩٧ إن اك٧ج ادلرا٪٣ املؼ
٠ إحل٩ ٬ل ىا٨٤ا وض٩٥ ضك٣ ا١ؽض ضىت حه٠ إىل املـؽ ، وإن ل٣ حك٦ م٩٢ ول٣ يأذن ٤ال٫ا يف اتلرصف ل٣ جيؾه ذل ، ة٠ ولن الـؽ٠ ؽي يف الي٥ان ل٬ ح٢ج. يي٫٨٥ا احلام٠ ى٥ان هب واملـؽ
16ص 5هاح انستاج اندضء .2
ح٬يو كغم ١ريه ٤ا ي٩٢ ٩٨ ضال ضياح٩ مما يت٠ اجلياةثوانالضا/ واحلملؽااعة خاب ال٬ل١ث ل ةخص ال٬او ولرس٪ا ١ث/ اتل٬يو وا أي رشاع ال دور
3 PP. Salaf Sulaiman Trenggalek Jawa Timur
18-19 Oktober 2017 M/ 28-29 Muharram 1439 H. XXXI
(112األزكاو انسهطاح وانىالاخ انذح )ص: .3
ث احلز، أ٤ا تفحري و٪ؼه ال٬اليث ىلع احلز رضبان/ أضػ٪٥ا أن حك٬ن ىلع تفحري احلشيز واثلاين ىلع إا٤ ابلاب ا١ارش يف ال٬اليث ىلع احلز/ . والرشوط املخربة يف امل٬ىل/ أن يك٬ن ٤ااع ذا رأي وكشاث و٪يتث و٪ػايث. واذلي ٢ي٩ يف ض٬ق احلشيز ٬٫ واليث ـياـث وزاع٤ث وحػةري
حؽححت٣٫ يف املفري ٪ؼه ال٬اليث رشة أكياء/ أضػ٪ا دم اجلاس يف مفري٪٣ و٧ؾوهل٣ ضىت ال يخؽ٬ا يغاف ٢ي٣٫ اتل٬ى واتلؽيؽ، واثلاين ٬ن ي٩ وال يي٬٢ن ٩٨. وا١زنول ةإاء لك ائث ٣٫٨٤ ٤ادا ضىت يؽف لك ؽي ٣٫٨٤ ٤اده إذا ـار ويأ١ ماك٩٧ إذا ٧ؾل، ال يت٨از
٣٢ أ٩٧ ال/ " اليي أ٤ري واثلا١د يؽ ة٣٫ يف الفري ضىت ال يشؾ ٩٨ ىي٣٫ وال يي٠ ٩٨ ٣٫٨٤، وروي ٦ اجليب نل اهلل ٢ي٩ ـوؽ٪ا. الؽث ". يؽيػ أن ٦٤ ىج دواة٩ اكن ىلع ا٬١م أن يفريوا ـريه. والؽاة أن يف٢ ة٣٫ أوىص ا١ؽق وأعهت٫ا، ويخش٨ب أسػة٫ا وأو
٣٫ إذا رض٬٢ا ضىت ال يخغ٣٫ ٣٫ إذا ٧ؾال أو حي٬ داؽ وال ي٥ واخلامؿ أن يؽحاد هل٣ املياه إذا ا٧ج واملؽايع إذ ٢ج. والفادس أن حيـؽي٣٫ ٤خ٢هم. والفاة أن ي٨٥ ٣٫٨ ٦٤ يهػ٪٣ ٦ املفري ويػ ٣٫٨ ٦٤ حيرص٪٣ ٦ احلز ةخال إن ػر ٢ي٩ أو يتؼل ٤ال إن أساب
ال ىلع اتل٥ني ٦٤ احلشيز إحل٩ وال يف٩ أن جيرب أضػا ىلع ةؼل اخلارة إن ا٤خ٨ ٫٨٤ا ضىت يك٬ن ةاذال هلا ٬ا ودليتا إحل٫ا ٬اع، إن ةؼل املني وال يخؽض ل٢ط٣ ةح٣٫٨ إستارا إال أن ي٬ض احلك٣ إحل٩ يخرب ةني املخ٨از ي٩ احلز ال جيب. واثلا٦٤ أن يه٢ص ةني املتلاسؽي٦ ويخـ٬
٧ؼ ض٩٥ أن يك٬ن ٦٤ أ٪٩٢ يش٬ز هل ضيجئؼ احلك٣ ةح٣٫٨ إن دع٬٢ا ةرل ي٩ ضاك٣ ساز هل وحلاك٣ ابلرل أ حيك٣ ةح٣٫٨ أي٥٫ا ضك٣وإن اك٧ج -إىل أن ال –ول٬ اكن اتل٨ازع ةني احلشيز وأ٪٠ ابلرل ل٣ حيك٣ ةح٣٫٨ إال ضاك٣ ابلرل. واتلاـ أن ي٬م زائ٣٫ ويؤدب عائ٣٫٨
ت أن يك٬ن اعملا ال٬اليث ىلع إا٤ث احلز ٬٫ ي٩ ة٥زن١ث اإل٤ام يف إا٤ث اله٬٢ات، ٦٥ رشوط ال٬اليث ٢ي٩ ٤ الرشوط املخربة يف أئ٥ث اله٬٢اث ة٨٥اـ احلز وأضاك٩٤، اعرا ة٬٥ايخ٩ وأيا٩٤. وحك٬ن ٤ػة واليخ٩ ٤ػرة بفتث أيام أوهلا ٦٤ نالة ا٫١ؽ يف احل٬م الفاة ٦٤ ذي احلش
٬الة وإذا اكن ٢٤ وآعؽ٪ا ي٬م احلالق و٪٬ اجلؽ اثلاين يف احل٬م اثلا١د رش ٦٤ ذي احلشث، و٪٬ ي٥ا ت٫٢ا وبػ٪ا أضػ الؽاعيا و١حؿ ٦٤ ال ال٬اليث ىلع إا٤ث احلز ٩٢ إا٤خ٩ يف لك اعم ٤ا ل٣ يرصف ٩٨، وإن ػت هل عانث ىلع اعم واضػ ل٣ يخػ إىل ريه إال ٦ واليث.
طه فىتشا 353انهزب اندضء األول ص: .4ا١ؽف ألن حرص٩ ةاإلذن ال ي٢٥ إال ٤ا يخيي٩ ( وال ي٢٥ ال٬لي٠ ٦٤ اتلرصف إال ٤ا يخيي٩ إذن امل٬ل ٦٤ س٫ث اجل أو ٦٤ س٫ث ه٠(
٣٢ -إن ح٨اول اإلذن حرصني ويف أضػ٪٥ا إرضار ةامل٬ل ل٣ جيؾ ٤ا ي٩ إرضار ٬١هل اإلذن واإلذن يؽف ةاجل وبا١ؽف ال -نل اهلل ٢ي٩ ـو٬ل اهلل رضر وال إرضار إن ح٨اول حرصني ويف أضػ٪٥ا ٧ؽ ل٬٥٢ل لؾ٩٤ ٤ا ي٩ اجلؽ ل٬٥٢ل ٣٢ -ملا روى ذ٬بان م٬ىل ـر -نل اهلل ٢ي٩ ـو
٬ل اهلل ٣٢ -ال ال ـر ٬هل ولخاة٩ وألئ٥ث املف٥٢ني ول٥٢ف٥٢ني اجلهيطثرأس ادلي٦ -نل اهلل ٢ي٩ ـو ٬ل اهلل مل٦ ال هلل ولـؽ ٨٢ا يا ـر اع٤ث و١حؿ ٦٤ اجلهص أن يرتك ٤ا ي٩ احل واجلؽ ل٬٥٢ل ا٪
(313)ص: تغح انستششذ .5ري٪ا ، أو د١ج ٢ي٩ ؽي٨ث ٬يث ٦٤ الكم وجيب ىلع ال٬لي٠ م٬اث ٤ا ني هل امل٬ل ٦٤ ز٤ان وماكن وسجؿ ذ٦٥ ، وػره اكألس٠ واحل٬٢ل و
ا١ؽائ٦ ىلع ، ٣٧ ل٬ ني امل٬ل ـ٬ا أو ػرا أو ملرتيا ، ود١ج امل٬ل أو ؽف أ٪٠ ٧اضيخ٩ ، إن ل٣ يك٦ يشء ٦٤ ذل لؾ٩٤ ا٠٥١ ةاألض٬ط .ذل ١ري ؽض أو ل٣ حػل ول٧ج امله٢طث يف عال٩ ، ساز ل٬٢لي٠ خما١خ٩ وال ي٢ؾ٩٤ ٠ ٤ا ول ي٩
11طـ: 2زاشح انششقاو ج .6
٥ا يف الفالم يهص ي٫ا اتلاسي٠ اكلؾ٤ج ذ٤خ احل٠٥ اىل مث اول ك٫ؽ ؼا الن ادلي٦ يت٠ اتلاسي٠وعؽج ةاسارة ا١ني اسارة اذل٤ث ٬رة يف ٬هل و ان يخه٠ الرشوع يف اـتياء امل٨ث ةا١ػ يف اسارة ا١ني )٬هل يهص ي٫ا اتلاسي٠ ))وعؽج ةاسارة ا١ني ويلرتط )اي املؼ
٥ا مؽ تو االسؽة يق املش٢ؿ وال حهص احل٬ا١ث ة٫ا وال ٢ي٫ا ؽاس ٤ال الف٣٢ ان ةف ةي٫ا ل٣ يهص )361/ 4وأدنته )انفقه اإلسالي .7
الل ٤ا يفل ا٧٬٧ا رتاف بلو اجل٫ات ا١ا٤ث ويؽ ا٩١ اإـل ختاريث، أو امل٬٨يث أو اللغهيث املشؽدة ٦ ؽي اال / اللغهيث االفات واجل٥يات والرشلت واملفاسػ ة٬س٬د كغهيث تلت٩ كغهيث األؽاد ا١تييني يف أ٪٢يث اتل٢٥ وذت٬ت احل٬ق، واال١زت ام اكملـؤ
ةال٬استات، وارتاض وس٬د ذ٤ث مفخ٢ث ل٢ش٫ث ا١ا٤ث ة اجلؽ ٦ ذم٣ األؽاد اتلاةني هلا، أو امل٧٬ني هلا
(334/ 2) انستاج يغ .1
و٪٬ األسؽة ةو ا٠٥١ ألن ة٩ ح٥ؽ٪ا ٤رال ةػي٨ار أو ٥ارة ٦٤ إحل٩ حتخاج ة٥ا أسؽحك٫ا( ةا٥١ارة) ٤رال ادلار اـتئشار( حهص ال ) احتاد ىلع خيؽس٬ه ول٣ الؽث اة٦ ال نص ا٥١ارة يف رص٫ا يف هل وأذن رشط ةال ٤٬٢٤ث ةػرا٪٣ ادلار أسؽه إن دل١٬٫ث األسؽة خهري دل٬٫ل
٩ واملتو ا١اةو ى٨٥ا ل٬٬
4 PP. Salaf Sulaiman Trenggalek Jawa Timur
18-19 Oktober 2017 M/ 28-29 Muharram 1439 H. XXXI
(6/ 23) -هاح انستاج .1ا١ؾايل يف اإلضياء س٬از أعؼه ٤ا اكن ياه ؛ ألن املال ١حؿ ملرتل ةني ول٬ ٨٤ الف٢ان املفخطني ض٣٫٬ ٦٤ ةيج املال ، ا١ياس ٥ا اهل
الم ٥ ال املف٥٢ني ، و٦٤ ذ٣ ٦٤ ٤ات وهل ي٩ ض ال يفخط٩ وارذ٩ وعا٩١ يف ذل اة٦ تػ الفالم ٨٥ ا١ؽ يف األم٬ال ا١ا٤ث أل٪٠ اإـل املشا٧ني واأليخام
ا٪ؽه أن حم٠ س٬از األعؼ ي٥ا ل٣ يؽز ٩٨٤ ألضػ ٦٤ مفخطي٩ أ٤ا ذل ي٩٢٥ ٦٤ اكن ياه ( ) ٬هل / ا١ياس إ١ظ ( ٤خ٥ػ ) ٬هل / ٤ا ٩٨٤ ، ولخب أييا ض٩ اهلل ٬هل / ٤ا اكن ياه / أي ٦٤ أم٬ال ةيج املال ، و٫٨٤ا ا١رتلت ا١يت حئ٬ل بليج املال أؽز هل ال جي٬ز ١ريه أعؼ يشء
أعؼ ٩٨٤ ػر ٤ا اكن ياه ٦٤ ةيج املال ، و٪٬ خيخ٢ ةاعخالف رثة املطخاسني و٢خ٣٫ يشب ٢ي٩ ، ٦٥ ؽ بيشء ٫٨٤ا ساز هل أن يس٩ ٤ا اكن االضخياط ، ال يأعؼ إال ٤ا اكن يفخط٩ ل٬ رص٩ أ٤ني ةيج املال ىلع ال٬س٩ اجلائؾ ، وجي٬ز هل أييا أن يأعؼ ٩٨٤ ١ريه مم٦ ؽف اضخيا
ياه انسشي 51:طـ انثا ءأندض انتسشش عه انششقاو .13
ةيان )ابلي٬ع ابلا٢ث ل( ررية )تي ٤ا ل٣ يتو( أي ل٣ يتي٩ ابلائ )إال يف ٤رياث وم٬ىص ة٩ ورزق ـ٢ان( ةأن ني ملفخط يف ةيج املال ػر ضهخ٩ أو أ٠.
ائ٩ مؽزو٩ أى الؽاء ةخص( ـ٢ان ورزق ٬هل) و٪٬ اث رزق أؽز ةأن ريه ٤ ول٬ هل وأؽزت أى ضهخ٩ ػر ملفخط ني ةأن و٬هل و يتي٩ ول٣ ةي٩ رؤيخ٩ ةػ ٩٢ أ٠ او ٧هيت٩ ػر اتل٢٥ي وس٩ ىلع حن٬ه أو اجل٨ػى أؽز إذا هل أؽز ٤ا رؤيخ٩ ٦٤ ةػ وال ٩٨٤ ضهخ٩ تاع ٣٫٨٤ؽح٩ يأعؼ اللغم أن رريا آآلن ي ٥ا اإلؽاز ت٠ أ٤ا اإلؽاز ة٥شؽد م٩٢ ذ٣ و٦٤ ة٩ را يهص ال آلعؽ ٤اي٫ا ويبي ٬٢٤م ةػر حؼؽة ىف ٤ا اغيث ألن ١الن أيج ي٬ل أن اإلؽاز ة٠ إؽازا ذل و١حؿ ؼا ١الن يػ أن املال ةيج ملخ٬ىل ٧ائت٩ أو الف٢ان ٦٤ االذن اتلؼ يؽه ول٣ هل أؽز إذا ولؼا إؽازا يػ ال هل يػ٫ا ورث ي٭ ٤رال أ٧هاف رشة ي٬م لك هل س٢ج ٬هل وأ٤ا أ٧هاف رشة املني ا١ػر ٪ؼا
ا٪Pertanyaan:
b. Bolehkah dana haji diinvestasikan oleh pemerintah untuk infrastruktur dan lain-lain ? Jawaban:
b. Boleh memandang keberadaan maslahat ketika diinvestasikan, sebab jika dana tersebut dibiarkan
akan berakibat inflasi dana haji serta lebih meminimalisir potensi korupsi. Hal ini dengan syarat :
Pengelolanya harus orang yang adil, amanah dan mengetahui cara pengelolaan yang tepat
dan syar’i.
Diinvestasikan pada proyek yang aman dan memberi keuntungan yang jelas.
Referensi
1. Qowa’id al Ahkam, Juz 2 hal. 75
2. Al Bayan, Juz 7 hal. 163
3. Al Mausu’ah al Fiqhiyyah, Juz 7 hal. 67-68
4. Al Fatawi al Kubro, Juz 3 hal. 42.
5. Dan lain-lain
(75/ ص 2)ج -قىاعذ األزكاو ف يظانر األاو .1ؽ٧ا ٦٤ اتلرصات ة٥ا ٪٬ األن٢ص ل٬٥٢ىل ٢ي٩ درءا ل٢رضر وا١فاد، وس٢تا ل٨٢ ه٠/ يف حرصف ال٬الة و٬٧اة٣٫ يخرصف ال٬الة و٬٧اة٣٫ ة٥ا ذ
، وال يخغريون يف اتلرصف ضفب ختري٪٣ يف والؽكاد، وال يخرص أضػ٪٣ ىلع الهالح ٤ ا١ػرة ىلع األن٢ص إال أن يؤدي إىل ملث كػيػةؽب٬ا ٤ال احلتي٣ إالا ةا١ايت ل ض٬ق أ ضف٦،، وإن اكن ٪ؼا ٧ف٣٫ ٤ر٠ أن يبي٬ا در٪٥ا ةػر٪٣، أو مي٢ث زبيب ة٥ر٫٢ا ٬١ل اهلل حاىل/ }وال ت
أ
رشع ةاملها١ص ا١ا٤ث أوؽ يف ض٬ق احلخال أوىل أن يثتج يف ض٬ق اع٤ث املف٥٢ني ي٥ا يخرصف ي٩ األئ٥ث ٦٤ األم٬ال ا١ا٤ث؛ ألن اخ٨اء الئػة، وأكرث ٦٤ اخ٨ائ٩ ةاملها١ص اخلانث، ول حرصف سؽ فادا أو د نالضا ٬٫ ٨٤ل ٩٨ إىاث املال ةري ائػة، وإرضار األمؾسث ١ري اع
وج ٤ر٠ هث اخلرض ٢ي٩ ول٬ واألك٠ ىلع اللت ٨٤ل ٩٨؛ ملا ي٩ ٦٤ إحالف األم٬ال، وإفاد األمؾسث، وػ يؤدي إىل ح٬يج األرواح، ٠ الفالم يف ز٤ا٨٧ا ٪ؼا جلاز حييب املال ضا ألن٩٢ وألوستج ال٬اليث ذل يف ض امل٬ىل ٢ي٩ ضا لألكرث ةخ٬يج األ٠ إن الرشع حيه
5 PP. Salaf Sulaiman Trenggalek Jawa Timur
18-19 Oktober 2017 M/ 28-29 Muharram 1439 H. XXXI
امل٬ىل ٢ي٩ إذا أ٤ك٦ األن٢ص ةخ٬يج املها١ص، ٥ا يػرأ األفػ ةارحكاب املاـػ، و٤ا ال فاد ي٩ وال نالح ال يخرصف ي٩ ال٬الة ىلع اال٧اكك ٩٨
163انثا اندضء انساتع طسـ .2٬١هل " اةخ٬ا يف ام٬ال احلخال ال حأك٫٢ا جي٬ز ل٬يل ا٠١ واملش٬٨ن اكالب واجلػ وال٬يص واحلاك٣ اال٤ني ٦٤ ت٩٢ ان يارض ىلع ٤ال الهري
ػا١ؽاض ي٢ب ة٩ ٥٧اءالؾلة " وروي ان ٥ؽ ريض اهلل ٩٨ ارض ىلع ٤ال احلتي٣ والن 61 - 67 طسـ انساتع اندضء انفقهح انىسىعح .3
وال٬لي٠ ال٬ و٧اؽ وال٬يص اكل٬يل الؽتث دون املال يف اتلرصف ي٢٥ ٦٤ - 44 الؽتث دون اتلرصف ي٢٥ مل٦ ةا١جفتث اإل٥٧اء ضك٣ ٪ؼه ىلع أ٨٤اء و٪٣ رشيع ةإذن املال وبيج وامل٬ل ال٬ ٬الوأم وا١رص احلخال أم٬ال ٦٤ ي٩٧٬٢ ي٥ا يخرص٬ن ٪ؤالء. والف٢ان وا١ايض وال٬يل وال٬يص ال٬لي٠ ا٫١اء ي٬ل. ضا أوؽ أل٩٧ األم٬ال ٪ؼه إ٥٧اء هل٣ جي٬ز وذلل ألرباة٫ا احل ي٩ ة٥ا يك٬ن ي٫ا و٧ؽ٪٣ األم٬ال
ضيد ول٢ايض احلتي٣ ٦ ٧ياةث مياربث ي٩ ي٠٥ ٦٤ إىل املال د ول٬٢يص رشيع ةإذن يخرص٬ن املال ةيج إىل يؽس ي٥ا والف٢ان وا١ايض إىل يؽس ي٥ا اجلؽ ولإل٤ام. ذل ري أو زرع أو ةإجيار ح٥٨يخ٩ ال٬ وجلاؽ. مياربث واحلتي٣ وال٢ث وا١ائب ال٬ ٤ال إاء ويص ال
واإلنالح ةاتلر٥ري املال ةيج
42انفتاوي انفقهح انكثشي اندضء انثانج ص .4
٦ كغم ٨ػه درا٪٣ حلتي٣ أو ١ائب أو ملفشػ وحن٬ه واحلتي٣ وحن٬ه ري حمخاج هلا يف ذل ال٬ج أراد ا١ي٣ وحن٬ه إؽاى٫ا أو ـئ٠و اتلرصف ي٫ا ةؽد ةػهلا ٠٫ يف٬غ هل ذل و٪٠ ال ةؼل أضػ ٦٤ ا٥٢١اء ول٬ ٦٤ ري أنطاب اللايع ريض اهلل حاىل ٩٨ ٤ أن ابلرل ١حؿ
و٪٠ جتػون هل ؽيا يف ذل أم ال أساب إؽاض ال٬يل ٤ال حمش٬ره ي٩ حهي٠ و٪٬ أ٩٧ جي٬ز لألب واجلػ وال٬يص اإلؽاض ٨ػ ة٫ا ضاك٣ ويف ري ذل ال جي٬ز ول٢ايض اإلؽاض ٢٤ا لرثة أكاهل )))أكاهل((( ٪ؼا ٤ا ٢ي٩ الليغان الرضورة جل٫ب أو ضؽي أو إرادة ـؽ
طه فىتشا 353ص: انهزب اندضء األول .5( وال ي٢٥ ال٬لي٠ ٦٤ اتلرصف إال ٤ا يخيي٩ إذن امل٬ل ٦٤ س٫ث اجل أو ٦٤ س٫ث ا١ؽف ألن حرص٩ ةاإلذن ال ي٢٥ إال ٤ا يخيي٩ ه٠(
٣٢ -أضػ٪٥ا إرضار ةامل٬ل ل٣ جيؾ ٤ا ي٩ إرضار ٬١هل ويفإن ح٨اول اإلذن حرصني اإلذن واإلذن يؽف ةاجل وبا١ؽف ال -نل اهلل ٢ي٩ ـو٬ل اهلل ٣٢ -رضر وال إرضار إن ح٨اول حرصني ويف أضػ٪٥ا ٧ؽ ل٬٥٢ل لؾ٩٤ ٤ا ي٩ اجلؽ ل٬٥٢ل ملا روى ذ٬بان م٬ىل ـر -نل اهلل ٢ي٩ ـو
٬ل اهلل ٣٢ -ال ال ـر ٬هل ولخاة٩ وألئ٥ث املف٥٢ني ول٥٢ف٥٢ني رأس ادلي٦ ا -نل اهلل ٢ي٩ ـو ٬ل اهلل مل٦ ال هلل ولـؽ جلهيطث ٨٢ا يا ـر اع٤ث و١حؿ ٦٤ اجلهص أن يرتك ٤ا ي٩ احل واجلؽ ل٬٥٢ل ا٪
(72/ 3) انطانث إعاحيع فتر انع تششذ قشج انع تهاخ انذ .6
ث والؾلة واملؤن إن أم٩٨ وهل الفؽ ة٩ يف ؽي آ٦٤ ملهػ آ٦٤ ةؽا ال حبؽا ويخرصف ال٬يل ةامله٢طث وي٢ؾ٩٤ ض ٤اهل واـت٥٨اؤه ػر اجلذا ورشاء ار يكي٩ ٢خ٩ أوىل ٦٤ اتلشارة وال يبي اره إال حلاسث أو تث ا٪ؽة وأىت ةي٣٫ ةأن ل٬٢يل اله٢ص ىلع ةو دي٦ امل٬يل إ
٢ي٩ أن يؽح٦٫ ابلو ٥ا أن هل ة٠ ي٢ؾ٩٤ د حني ذل ؽيا تلغ٢يم ذل ةو ٤اهل لفال٤ث ةايث ا٧خل وهل ةي ٤اهل نفحئث مله٢طث ووال واليث ول٬يل إؽاض ٤ال حمش٬ر لرضورة و١اض ذل ٢٤ا برشط ٬ن املرتض م٢يئا أ٤ي٨اةاثل٦٥ ر٪٨ا وايا إن ل٣ يك٦ امللرتي م٬رسا
ألم ىلع األنص و٦٤ أدىل ة٫ا وال ١هتث ا١ؽض ػم يف امله٢طث رأى أو ٤ؽىا جيػ ول٣ ريه هل و١حؿ جلخ٩ أو أمال٩ ةيث ٥ارة أو عؽاة٩ أو ال٣ غ٬ف أي( حلاسث إال/ ٬هل)
ال حبيد ٫٨٤ا ؽيتا أو ا١ار أسؽة تفخؽق ةأن الرثة ٪ؼه ىت وي٫ؽ ٢خ٩ وتو الجياره يخ٬س٩ مل٦ مؤ٧ث لرثة وحيخاج ةرله ةري ل٩٧٬ أوب ةأن أي( ا٪ؽة تث أو/ و٬هل. )حتث ا٪ ؽا هل و ٤اال إال ٫٨٤ا يتف أو اثل٦٥ ذل ةتو ٤ر٩٢ جيػ و٪٬ ٤ر٩٢ ذ٦٥ ٦٤ ةأكرث ي٩ يؽ ذل تفخ٢ؾم ال وامله٢طث و هلا ا١ي٥ث ىلع ةؾيادة ةي/ ا١تث إذ ا١تث ٦٤ أ٣ امله٢طث/ حجتي٩ ٧ه٩ ٤ا ابلشريل ويف ةك٩٢ ٩٨٤ عريا
.ةف ل٬ اخلرسان ي٩ يخ٬ ٤ا وبي الؽبص، ي٩ يخ٬ ٤ا رشاء ة٨ط٬ لهػ٫ا (116/ 33) انكىتح انفقهح انىسىعح .7
ويل ؽض نطث ػم احل٨اة٢ث وؽع ،(2) الهري ملال وال٬يص األب إؽاض نطث ػم املؽض يف اتلربع أ٪٢يث اكرتاط ىلع احل٨يث وؽع يك٦ ل٣ إذا رضورة ري ٦٤ م٬حل٩ ٤ال ال٬يل إؽاض جي٬ز ال/ وال٬ا املفأ١ث يف ه٬٢ا ػ اللايث أ٤ا ،(3) ملاحل٥٫ا ال٬ و٧اؽ احلتي٣
ػم وأ٤ا٧خ٩ املرتض يفار برشط - ل٢فتيك عالا - رضورة ري ٦٤ إؽاى٩ ٨ػ٪٣ هل يش٬ز احلاك٣ أ٤ا احلاك٣، ـ٣٢ إن ٤اهل يف اللت٫ث و (.5) ذل رأى إن ر٪٨ا ويأعؼ ٢ي٩، واإلك٫اد ،(4) ٢ي٩ امل٬ىل ٤ال ٫٨٤ا
434 ص 1 خضء انطانة أس وف .8
6 PP. Salaf Sulaiman Trenggalek Jawa Timur
18-19 Oktober 2017 M/ 28-29 Muharram 1439 H. XXXI
ؽا ضؽا ػال ملكا مف٥٢ا أى لك٫ا( الل٫ادة ىف ػال الفايع ٬ن يلرتط ه٠( اختار, ا١ري ٤ال ىف وحرصف واليث ٬٧ع أل٩٧ ةهريا ـ٥يا ذؽا ا١ام٠ ٬ن ٠ ال) احل٩ يػ و٦٤ يأعؼ ٤ا حل٣٢( الؾلة ةأة٬اب ي٫ا) ابلاب أوائ٠ االن٠ ػ٩٤ وإن ٪٨ا مما ٣٢ ذ ( ٤ني) ػر( ١تو املـؽا١ث أل٫٧ا ذل ٦٤ يشء ي٩ يخرب ال الم ولؼا وا١ػا١ث اتللكي ي٩ يخرب ٣٧. واليث ال ـر ا١ام٠ أ٬ان و٤ر٩٢, املش٬٥ع ىف اعخاره ٥ا ااـل أكت٫ج ا٩١ اىل حخؽ الرشع س٫ث ٦٤ واليث أل٫٧ا( الؾلة ةأة٬اب ي٫ا ٬هل). ضاوي٩ ىف املاوردى ٢ي٩ ٧ت٩ ومفخ٩٬ وستاح٩ وضفاة٩ خاة٩ ٦٤
الم ولؼا ٬هل. )ا١ياء ح٬حلث جي٬ز أل٩٧ اكرتا٩ اله٬اب األذرىع ال أييا ولخب ٢ي٩ اليؽج ٨٤ؽ اكرتا٩ ػم الفتىك وال( ا١ظ ااـل ذل وحن٬ املني إىل ورص٩ ٤ني يشء أعؼ هل ني إذا ٤ا ىلع األضاكم ىف ٤ا ٢يط٠٥ وحت٬ه ٢ي٩ ٧م ٥ا املف٥٢ني أم٬ر ٦٤ يشء ىلع اكؽ اه. حمو اـخغػام أل٩٧
36/ 1إزاء عهىو انذ .1ات وع٢ ادل٧يا زادا ل٥٢اد حلت٨اول ٫٨٤ا ٤ا يه٢ص ل٢زتود ٬٢ ح٨اول٬٪ا ةا١ػل ال٧ج اخله٤٬ات وح٠ ا٫١اء ول٣٫٨ ح٨اول٬٪ا ةالل٬٫
٣٫ ة٩ خ٬دلت ٫٨٤ا ٣٫ واضخاج الف٢ان إىل ا٬٧ن يفـ٬ ؽي اخله٤٬ات ٥فج احلاسث إىل ـ٢ان يفـ٬ ا١ي٩ ٪٬ ا١ال٣ ةا٬٧ن الفياـث و٬ا حبك٣ الل٬٫ات اكن ا١ي٩ ٣٢٤ الف٢ان ومؽكػه إىل ؽق ـياـث اخل٢ وىت٣٫ حلجخ٣ ةاـخا٤خ٣٫ أم٬ر٪٣ ةني اخل٢ إذا ح٨از اتلـ٬
ث اآلعؽة وال يخ٣ ادلي٦ إال ةادل٧يا يف ادل٧يا و٥١ؽي إ٩٧ ٤خ٢ أييا ةادلي٦ ١ك٦ ال ة٨ف٩ ة٠ ة٬اـث ادل٧يا إن ادل٧يا مؾر