penggunaan bilingualisme pada tuturan siswa smp

90
PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP MUHAMMADIYAH 1 MAKASSAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana OLEH MUH. RIZAL 105331117516 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

Upload: others

Post on 23-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA

SMP MUHAMMADIYAH 1 MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana

OLEH

MUH. RIZAL

105331117516

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

Page 2: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

iv

Page 3: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

v

Page 4: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

vi

Page 5: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

vii

Page 6: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

viii

MOTO

Teruslah berdoa,

tetaplah berharap,

dan jangan mudah putus asa.

Karena semua yang kita anggap mustahil,

bagi Allah itu mudah.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya

persembahkan untuk

Bapak dan Ibu yang selalu

kurindukan dengan

curahan kasih sayangnya serta tak henti-hentinya

mendukung dan memotivasi setiap waktu hingga

terselesaikannya skripsi ini.

Page 7: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

ix

ABSTRAK

Muh. Rizal. 2020. “Penggunaan Bilingualisme pada Tuturan Siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar. Skripsi, Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah

Makassar. Dibimbing oleh Rosmini Madeamin dan Nur Khadijah Razak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar. 2) tingkat

bilingualisme koordinatif pada tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar,

dan 3) tingkat bilingualisme majemuk pada tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1

Makassar.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif sesuai dengan data penelitian dan tujuannya. Data penelitian ini adalah tuturan lisan para siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makassar. Data yang dimaksud berupa tuturan atau kalimat

yang diduga mengandung tingkat bilingualisme. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian berupa teknik observasi, wawancara, dan catat.

Teknik analisis data yang digunakan adalah identifikasi, klasifikasi,

interpretasi/pemaknaan, dan mendeskripsikan.

Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat penggunaan bilingualisme pada

tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makasssar. Ada tiga tingkat bilingualisme

yang dianalisis yaitu tingkat bilingualisme subordinatif, koordinatif, dan

majemuk. Berdasarkan hasil analisis data tuturan penelitian dapat dibuktikan bahwa sebagian besar penggunaan bilingualisme adalah tingkat bilingualisme

subordinatif. Pertama, tingkat bilingualisme subordinatif dalam percakapan

terdapat 59%. Kedua, tingkat bilingualisme koordinatif dalam percakapan terdapat

23%. Ketiga, tingkat bilingualisme majemuk dalam percakapan terdapat 18%.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan

mengenai kajian sosiolinguistik tingkat bilingualisme dalam tuturan siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makassar.

Kata Kunci : bilingualisme, tuturan.

Page 8: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

x

KATA PENGANTAR

Bismilaahirrahmaanirrahiim

Puja dan puji yang tak menepi melantun kepada Allah Swt. Tuhan yang

mengatur segala apa yang ada di langit dan di bumi. Tuhan yyang

melimpahkan rahmat dan hidayat sehingga skripsi ini bisa terselesaikan

dalam bentuk yang sederhana guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada sang pemimpin yang

patut kita teladani yakni Rasulullah Muhammad Saw, para sahabat dan

keluarganya yang patut kita jadikan sebagai uswatun hasanah dalam

melaksanakan segala aktivitas demi kesejahteraan dan kemakmuran hidup

dunia dan akhirat kelak.

Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi

terkadang kesempurnaan iu terasa jauh dari kehidupan seseorang.

Kesempurnaan bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar semakin

menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan,

tetapi menghilang jik didekati. Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin

mencpai kesempurnan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala

daya dan upaya telah penulis serahkan untuk membuat tulisan ini selesai

dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya dalam ruang

lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Page 9: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

xi

Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam perampungan

tulisan ini. Segala rasa hormat, penulisa mengucapkan terima kasih kepada

kedua orang tua saya. Jamaluddin dan St. Hasaniah yang telah berjuang,

berdoa, mengasuh, membesarkan, mendidik, dan membiayai penulis dalam

proses pencarian ilmu. Demikian pula, penulismengucapkan terima kasih

kepada keluarga serta sahabat yang tak hentinya memberikan motivasi dan

selalu menemaniku dalam candanya. Kepada Dr. Rosmini Madeamin, M.Pd.

dan Nur Khadijah Razak, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing I dan pembimbing

II, yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi sejak awal

penyusunan skripsi.

Prof. Dr. H Ambo Asse, M.Ag. Rektor, atas segala kebijakan dan

perjuangannya membangun Universitas Muhammadiyah Makassar. Bapak

Erwin Akib, M.Pd., Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan.

Dr. Munirah, M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, daan

arahan kepaada penulis.

Kepada sahabat-sahabatku Ramatullah, Rahmad Hidayat, Arya

Hadikusuma, dan Arman yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi.

Teman-teman seperjuanganku di kelas Bahasa dan Sastra Indonesia E 2016,

terima kasih atas dukungan serta doanya. Kalian adalah sahabat yang luar

biasa.

Penulis menyadari sebagai manusia biasa yang tidak luput dari segala

khilaf dan keterbatasan sehingga skripsi ini masih jauh dari kata

Page 10: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

xii

kesempurnaan. Olehnya itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat konstruktif.

Akhirnya, penulis berharap semoga segala aktivitas senantiasa bernilai

ibadah di sisi Allah Swt. Amin.

Makassar, September 2020

Penulis

Page 11: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i

KARTU KONTROL I................................................................................................ ii

KARTU KONTROL II .............................................................................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................................. v

SURAT PERNYATAAN .......................................................................................... vi

SURAT PERJANJIAN .............................................................................................. vii

MOTO DAN PERSEMBAHAN................................................................................ viii

ABSTRAK ................................................................................................................. ix

KATA PENGANTAR ............................................................................................... x

DAFTAR ISI .............................................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................... 7

A. Kajian Pustaka ................................................................................................ 7

1. Penelitian Relevan .................................................................................... 7

2. Sosiolinguistik .......................................................................................... 9

3. Bilingualisme ........................................................................................... 16

B. Kerangka Pikir ............................................................................................... 26

BAB III METODE PENELITIAN............................................................................. 28

A. Jenis Penelitian ............................................................................................... 28

B. Definisi Istilah ................................................................................................ 29

C. Data dan Sumber Data ................................................................................... 39

Page 12: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

xiv

D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 29

E. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................... 32

A. Hasil Penelitian .............................................................................................. 32

B. Pembahasan .................................................................................................... 59

BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 66

A. Simpulan ........................................................................................................ 66

B. Saran ............................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 68

LAMPIRAN ............................................................................................................... 70

RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... 76

Page 13: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kartu Data............................................................................................... 71

Lampiran 2 Dokumentasi ........................................................................................... 74

Lampiran 3 Surat Penelitian ....................................................................................... 75

Page 14: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia

dalam berkomunikasi, berinteraksi maupun bekerja sama di dalam kehidupan

sehari-hari. Bahasa merupakan wahana yang berfungsi sebagai alat

komunikasi sosial. Melalui bahasa, seseorang dapat berkomunikasi atau

saling berhubungan antaranggota masyarakat. Bahasa sebagai alat

komunikasi mempunyai fungsi utama yaitu sebagai alat penyampaian pikiran,

ide, konsep, dan juga perasaan (Chaer dan Agustina, 2010:14). Bahasa akan

sangat berfungsi apabila pikiran, ide, konsep, dan juga perasaan diungkapkan

melalui interaksi yang bervariasi. Fungsi bahasa tidak hanya sebagai alat

komunikasi, melainkan sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat

untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan sebagai alat untuk

mengadakan kontrol sosial.

Meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang

sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang

mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa

itu menjadi beragam (Chaer dan Agustina, 2010:14). Bahasa pasti digunakan

oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa yang

merasa menggunakan satu bahasa yang sama. Tutur kata yang beragam serta

memiliki keunikan masing-masing dalam pengucapan, mengakibatkan

Page 15: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

2

masyarakat Indonesia yang menggunakan dua bahasa seperti bahasa

Indonesia dan bahasa daerah secara bergantian.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa orang Indonesia merupakan

seorang bilingualisme, bahkan biasa disebut multilingualisme. Hal ini tampak

dari penggunaan dua bahasa atau bahkan lebih yang digunakan oleh sebagian

besar masyarakat Indonesia. Keadaan semacam itu menyebabkan bahasa

komunikasi sehari-hari digunakan lebih dari satu bahasa oleh masyarakat

Indonesia. Bilingualisme dapat terjadi pada setiap masyarakat yang mengenal

dan menggunakan dua bahasa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua

yang dikuasai dalam masyarakat Indonesia setelah bahasa daerah.

Fenomena bilingualisme dapat terjadi dalam lingkungan pendidikan,

baik pendidikan yang berada di daerah perkotaan ataupun pinggiran

perkotaan. Pada siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar memiliki

dwibahasawan yang beraneka ragam dalam penggunaan kedwibahasan

dengan sesama teman saat bercakap-cakap ataupun bergaul di sekitar

lingkungan sosial. Hal tersebut membuat peneliti berinisiatif untuk mengkaji

penelitian ini dibidang sosiolinguistik.

Sosiolinguistik merupakan salah satu ilmu bahasa yang mengkaji

bahasa dalam kemasyarakatan, hubungan bahasa dengan apa yang terjadi

dalam masyarakat tutur. Masyarakat tutur yang terbuka, artinya yang

mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain, tentu akan mengalami

apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa

kebahasaan sebagai akibatnya. Peristiwa kebahasaan tersebut di antaranya

Page 16: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

3

bilingualisme.

Bilingualisme merupakan penggunaan dua buah bahasa oleh seorang

penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Untuk

dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua

bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat

B1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya

(disingkat B2).

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan pada siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makassar, menunjukkan bahwa siswa menggunakan lebih

dari satu bahasa. Siswa sering menggunakan bahasa daerah dan bahasa

Indonesia, bahkan lebih sering menggunakan bahasa daerah untuk kegiatan

tidak resmi pada situasi dan kondisi tertentu. Maka dapat disimpulkan bahwa

mereka merupakan dwibahasawan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

Pranowo (2014:103) yang mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia pada

umumnya tergolong masyarakat dwibahasa. Mereka menguasai bahasa

pertama (B1) bahasa daerah dan bahasa kedua (B2) bahasa Indonesia.

Berkaitan dengan hal tersebut, siswa sering menggunakan bahasa daerah dan

bahasa Indonesia dalam proses komunikasi sehari-hari.

Penelitan ini terinspirasi pada saat peneliti melakukan observasi di

SMP Muhammadiyah 1 Makassar. Siswa menggunakan dua bahasa pada saat

berinteraksi sesama siswa di lingkungan sekolah, sehingga memunculkan

peristiwa bilingualisme dan diglosia. Komunikasi yang digunakan dalam

percakapan yaitu bahasa yang bersifat santai atau tidak resmi, dengan alasan

Page 17: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

4

lebih sering digunakan dalam kegiatan sehari-hari serta memiliki tujuan untuk

menciptakan suasana yang akrab dengan lawan bicara. Hal tersebut

menimbulkan fenomena bilingualisme yang muncul akibat penggunaan dua

bahasa atau lebih. Bahasa yang sering digunakan dalam komunikasi santai

oleh siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar misalnya bahasa bugis dan

bahasa Indonesia yang digunakan secara bergantian saat melakukan

percakapan akrab atau santai.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin meneliti Penggunaan

Bilingualisme pada Tuturan Siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar,

diharapkan dengan adanya penelitian ini, kajian sosiolinguistik dalam

penggunaan kedwibahasaan pada siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar,

dapat terpecahkan dengan rumusan masalah yang akan diteliti oleh peneliti.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah yang akan

diteliti adalah:

1. Bagaimana tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makassar?

2. Bagaimana tingkat bilingualisme koordinatif pada tuturan siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makassar?

3. Bagaimana tingkat bilingualisme majemuk pada tuturan siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makassar?

Page 18: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

5

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. untuk mendeskripsikan tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan

siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar.

2. untuk mendeskripsikan tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan

siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar.

3. untuk mendeskripsikan tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan

siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat

praktis:

1. Manfaat Teoritis

a. Bermanfaat dalam pengembangan bidang kajian sosiolinguistik,

yakni suatu bidang yang mempelajari aspek-aspek kemasyarakatan

bahasa terkhusus pada topik penelitian mengenai fenomena

bilingualisme dan diglosia yang terjadi di Indonesia.

b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan esensi kajian

sosiolinguistik khususnya mengenai fenomena bilingualisme dan

diglosia. Selain itu, dari penelitian ini dapat dikembangkan teori

diglosia guna melengkapi atau menyempurnakan teori-teori yang

sudah ada.

Page 19: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

6

2. Manfaat Praktis

a. Guru

Penelitian ini dapat digunakan guru sebagai bahan referensi

dalam proses pembelajaran.

b. Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pembelajaran bahasa Indonesia bidang sosiolinguistik khususnya

tentang bilingualisme.

c. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam

mempelajari kajian sosiolinguistik tentang bilingualisme yang

terdapat pada penelitian ini.

Page 20: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Penelitan Relevan

Penelitian yang relevan untuk pembelajaran bilingualisme dan diglosia

dalam kajian sosiolinguistik terhadap siswa SMP Muhammadiyah 1

Makassar belum pernah dilakukan. Namun, skripsi yang mengkaji mengenai

bidang sosiolinguistik pernah dilakukan oleh Yasnita Kurnia Brilyanti pada

tahun (2018) di Universitas Sanata Dharma dengan judul Fenomena

Diglosia pada Interaksi Siswi dan Suster Pamong di Asrama Sanata Angela,

Bantul, Yogyakarta. Pada skripsi tersebut peneliti memiliki kesamaan

mengkaji fenomena diglosia pada tuturan peserta didik, sedangkan

perbedaannya terletak pada sasaran, subjek yang dikaji, dan temuan hasil

penelitian, dan rumusan masalah.

Penelitian yang disusun oleh Welsi Damayanti pada tahun (2014) di

Universitas Pendidikan Indonesia dengan judul Penggunaan

Kedwibahasaan Sebagai Media Komunikasi Penjual Asesoris Toko Rock

Stuff Plaza Parahyangan Bandung. Penelitian tersebut mendiskripsikan

kebiasaan penggunaan bahasa kedua (B2) para penjual asesoris di toko Rock

Stuff Asesoris. Penelitian analisis kebiasaan menggunakan bahasa kedua

(B2) para penjual asesoris di toko Rock Stuff Asesoris ini berjenis penelitian

kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian ini

sangat menarik bagi peneliti karena yang menjadi pembahasannya cukup

Page 21: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

8

menantang yaitu tentang kebiasaan menggunakan bahasa kedua oleh

penjual yang berasal dari Padang di toko Rock Stuff Asesoris.

Hasil penelitian ini adalah adanya kedwibahasaan pada situasi jual

beli yang terjadi di kota Bandung. Mereka selalu berusaha melayani pembeli

yang berasal dari Bandung dengan menggunakan bahasa Sunda. Semua itu

demi kelancaran dan keakraban antara penjual dan pembeli. Adapun

kesamaan antara penelitian saya dengan penelitian tersebut adalah sama-

sama meniliti tentang bilingualisme, sedangkan perbedaannya terletak pada

sasaran, subjek yang dikaji, dan temuan hasil penelitian, dan rumusan

masalah.

Penelitian yang relevan terkait bilingualisme diteliti oleh Silvia Sanca

mahasiswi dari Universitas Negri Yogyakarta, tahun (2012) dengan judul

Penggunaan Dwibahasa (Indonesia-Jawa) oleh Warga keturunan Etnis

Tionghoa di ketandan kota Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan ragam kedwibahasaan dan fungsi penggunaan dwibahasa

oleh warga keturunan etnis Tionghoa di Ketandan Kota Yogyakarta. Subjek

dalam penelitian ini adalah warga keturunan etnis Tionghoa di Ketandan

Kota Yogyakarta. Penelitian ini difokuskan pada ragam kedwibahasaan dan

fungsi penggunaan dwibahasa. Data diperoleh dengan kartu kuisioner,

teknik simak dan wawancara yang dilakukan secara berkesinambungan.

Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Keabsahan data

diperoleh melalui perpanjangan keikutsertaan dan ketekunan pengamatan.

Page 22: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

9

Hasil penelitian terkait dengan penggunaan dwibahasan oleh warga

keturunan etnis Tionghoa di Ketandan Yogyakarta menunjukkan bahwa

ragam kedwibahasaan dibedakan menjadi delapan macam, yaitu

berdasarkan hipotesis ambang kedwibahasaan terdiri dari kedwibahasaan

substraktif dan aditif.

2. Sosiolonguistik

a. Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik ialah studi atau pembahasan dari bahasa

sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat.

Boleh dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas

aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, lebih khususnya mengenai

perbedaan-perbedaan atau variasi yang terdapat dalam bahasa yang

berkaitan dengan faktor-faktor sosial atau kemasyarakatan. Pride dan

Holmes (Sumarsono, 2002: 2) merumuskan sosiolinguistik secara

sederhana: the study of language as part of culture and sociaty, yaitu

kajian bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan masyarakat.

Rumusan yang dipaparkan di atas menekankan bahwa bahasa

bukan merupakan suatu yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan.

Budaya dan bahasa saling berkesinambungan, karena bahasa adalah

bagian dari kebudayaan (language in culture). J.A. Fishman (dalam

Chaer dan Agustina, 2004:3) menjelaskan sociolinguistics is the study

of the characteristics of language varieties, the characteristics of their

Page 23: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

10

functions, and the characteristics of their speakers as these three

constantly interact, change and change one another within a speech

community (= sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi

bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga

unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama

lain dalam satu masyarakat tutur). J.A. Fishman mengatakan kajian

sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif. Jadi, sosiolinguistik lebih

berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang

sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa atau dialek

dalam budaya tertentu, pilihan pemakaian bahasa atau dialek tertentu

yang dilakukan penutur, topik, dan latar pembicaraan (Chaer dan

Agustina, 2004:5).

Oleh Fishman, istilah sosiolinguistik pernah direvisi menjadi

sosiologi bahasa, dan menyebutkan bahwa sosiolinguistik mengkaji

seluruh masalah yang berkaitan dengan organisasi sosial perilaku

bahasa, sehingga dalam implikasinya tidak hanya mencakup pemakaian

bahasa saja, melainkan membahas pula mengenai sikap-sikap bahasa,

perilaku terhadap bahasa dan pemakai bahasa (Padmadewi dkk., 2014:

2). Halliday (dalam Padmadewi dkk, 2014: 2) menyebutkan bahwa

sosiolinguistik berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang

yang memakai bahasa itu. Maksud dari pernyataan Halliday tersebut

menyiratkan makna bahwa aspek-aspek seperti jumlah kosakata, sikap,

adat istiadat serta budaya dari pemakai bahasa memengaruhi bahasa

Page 24: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

11

yang digunakannya.

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan

linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat.

Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat

interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian

hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu

masyarakat tutur (Chaer dan Agustina, 2004: 4). Menurut Kridalaksana

(Chaer dan Agustina, 2004: 3) menyebut sosiolinguistik lazim

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi

bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi

variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa.

Menurut pandangan Padmadewi dkk, (2014: 1) sosiolinguistik

adalah studi dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai

anggota masyarakat. Nababan (Padmadewi dkk., 2014: 1) menyatakan

bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek

kemasyarakatan bahasa, khususnya variasi yang terdapat dalam bahasa

yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan. Berdasarkan beberapa

paparan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik

merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji bahasa sebagai bagian

dari kebudayaan dan masyarakat, dapat juga dikatakan sebagai studi

dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota

masyarakat.

Di dalam sosiolinguistik dipelajari dan dibahas aspek-aspek

Page 25: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

12

kemasyarakatan bahasa, seperti lebih khususnya variasi yang terdapat

dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan. Jadi

bahasa bukan merupakan hal yang berdiri sendiri di luar kebudayaan

melainkan bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Secara

singkatnya sosiolinguistik disebut ilmu yang mempelajari tentang

bahasa dan orang-orang yang memakai bahasa itu.

b. Ruang Lingkup Kajian Sosiolinguistik

Dalam buku Pengantar Sosiolinguistik (Aslinda dan Syafyahya,

2010: 3-11) menjelaskan bahwa linguistik menjadikan bahasa sebagai

objek kajiannya. Bidang kajian linguistik yang mempelajari struktur

internal bahasa atau hubungan bahasa dengan struktur bahasa itu sendiri

dari struktur eksternal atau hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor di

luar bahasa. Ruang lingkup kajian sosiolinguistik meliputi komunikasi

bahasa, masyarakat bahasa, variasi bahasa, bilingualisme dan diglosia,

interferensi dan integrasi bahasa, dialek, sikap bahasa, serta perencanaan

bahasa.

1) Komunikasi bahasa

Komunikasi bahasa adalah proses pertukaran informasi antar

individu melalui sistem simbol, tanda atau tingkah laku umum,

dalam setiap kmunikasi bahasa, ujaran berupa kalimat digunakan

untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan, pikiran, saran, dan

sebagainya). Setiap proses komunikasi bahasa berawal dari pengirim

Page 26: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

13

merumuskan terlebih dahulu apa yang ingin diujarkan dalam suatu

kerangka gagasan, yang dikenal dengan istilaah semantic encoding.

2) Masyarakat Bahasa

Masyarakat bahasa adalah masyarakat tidak hanya berdasarkan

pada perkembangan bahasa, tetapi berdasarkan sejarah, budaya dan

politik. Pada tahap abstraksi yang cukup tinggi ditempatkan cirri-ciri

kelompok yang memiliki kesamaan agama, usia, kelompok etnis,

dan dibidang linguistic terutama kesamaan bahasa atau variasi

bahasa. Pada taham abstraksi yang lebih rendah realitas bahasa

tercermin melalui kelompok-kelompok yang bersemuka. Masyarakat

tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa

yang sama, melainkan kelompk orang yangmempunyai norma sama

dalam menggunakan benyuk bentuk bahasa.

3) Variasi Bahasa

Variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam

bahasa yang masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola

umum bahasa induksinya. Variasi bahasa di sebabkan oleh adanya

kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat/kelompok

yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturannya yang

tidak bersifat homogen.

4) Bilingualisme

Bilingualisme merupakan penggunaan dua buah bahasa oleh

seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

Page 27: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

14

bergantian. Sedangkan diglosia adalah situasi bahasa yang berbeda

namun dapat hidup berdampingan

5) Interferensi dan Integrasi Bahasa

Interferensi adalah adanya perubahan sistem suatu bahasa

sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan

unsur-unsur bahasa lainyang dilakukan oleh seorang penutur yang

bilingual Weinreich (Chaer dan Agustina, 2004: 120). Integrasi

adalah penggunaan unsur bahasa lain secara sistematis seolah-olah

merupakan bagian dari suatu bahasa tanpa disadari oleh pemakainya.

Salah satu proses integrasi adalah peminjaman kata dari satu bahasa

ke dalam bahasa lain.

6) Dialek

Dialek atau logat adalah varietas bahasa yang melingkupi suatu

kelompok penutur. Dialek berkontras dengan ragam bahasa, yaitu

bentuk bahasa yang diperbedakan menurut konteks pemakaian.

Variasi ini memiliki perbedaan satu sama lain, tetapi masih banyak

menunjukkan kemiripan linguistik sehingga belum pantas disebut

bahasa yang berbeda. Walaupun begitu, pembedaan konsep dialek

dan bahasa tersendiri sering kali dilatarbelakangi oleh faktor

simbolis dan sosiopolitik, bukan ilmu bahasa.

7) Sikap Bahasa

Sikap bahasa dalam kajian sosiolinguistik mengacu pada

prilaku atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan

Page 28: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

15

sebagai reaksi atas adanya suatu fenomena terhadap penggunaan

bahasa tertentu oleh penutur bahasa. Bahasa dalam suatu komunitas

mungkin berbeda dengan komunitas yang lain bagaimana bahasa

bisa dipengaruhi penggunaannya sesuai dengan ciri sosial yang

berbeda. Yang sering menjadi perdebatan tentang sikap bahasa

adalah hakikat sikap itu sendiri. Meskipun dikenal secara luas di

dalam bidang psikologi sosial, tidak terdapat kesepakatan yang

umum tentang konsep sikap itu sendiri. Terdapat dua pandangan

teoritis yang berbeda tentang sikap, yaitu pandangan para mentalis

dan behaviris. Kedua pandangan itu selalu menjadi tumpuan teori

dan pengukuran yang dilakukan dalam penelitian tentang sikap

individu maupun sikap masyarkat.

8) Perencanaan Bahasa

Perencanaan bahasa adalah suatu usaha untuk memengaruhi

fungsi, struktur, atau penyerapan satu bahasa atau jenisnya di dalam

sebuah pembicaraan masyarakat. Hal ini sering dikaitkan dengan

perencanaan pemerintah, tetapi juga digunakan oleh berbagai

organisasi non-pemerintah, seperti organisasi perintis dan bahkan

perorangan. Tujuan perencanaan bahasa bergantung pada bangsa

atau organisasi, tetapi umumnya meliputi membuat keputusan

perencanaan dan perubahan yang mungkin demi keuntungan

komunikasi. Merencanakan atau memperbarui komunikasi yang

efektif juga bisa membawa kepada perubahan sosial lainnya seperti

Page 29: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

16

perpindahan bahasa atau asimilasi, dan memberikan motivasi lain

untuk merencanakan struktur, fungsi dan penyerapan bahasa.

3. Bilingualisme

a. Pengertian Bilingualisme

Berdasarkan konsep Sosiolinguistis, masyarakat Indonesia termasuk

masyarakat yang dwibahasawan (Suandi, 2014: 11). Bloomfield (Chaer

dan Agustina, 2004: 85) mengatakan bahwa bilingualisme adalah

kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan

sama baiknya. Maksud dari Bloomfield ini yaitu seseorang disebut

bilingual apabila dapat menggunakan bahasa pertama (B1) dan bahasa

kedua (B2) dengan derajat yang sama baiknya. Robert Lado mengatakan

bahwa bilingualisme adalah kemampuan menggunakan bahasa oleh

seseorang dengan sama baik atau hampir sama baiknya, yang secara

teknis mengacu pada pengetahuan dua buah bahasa bagaimanapun

tingkatnya (Chaer dan Agustina, 2004:86). Mackey (Chaer dan Agustina,

2004:87) dengan tegas mengatakan bahwa bilingualisme adalah praktik

penggunaan bahasa secara bergantian, dari bahasa yang satu ke bahasa

yang lain, oleh seorang penutur. Maksudnya yaitu untuk penggunaan dua

bahasa diperlukan penguasaan kedua bahasa itu dengan tingkat yang

sama.

Darmojuwono (Suandi, 2014:11) memaparkan data terakhir dari

Pusat Bahasa menyatakan bahwa jumlah bahasa daerah yang hidup dan

Page 30: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

17

berkembang di Indonesia lebih dari 700 bahasa daerah. Chaer dan

Agustina (2004:84) berpendapat istilah bilingualisme (Inggris:

bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari

istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud

dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua

bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik, secara umum,

bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang

penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

Untuk dapat menggunakan dua bahasa, seseorang tentunya harus

dapat menguasai kedua bahasa itu. Bahasa pertama adalah bahasa ibunya

sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1), dan bahasa kedua adalah

bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2). Orang yang

dapat menggunakan kedua bahasa tersebut disebut orang yang bilingual

(dalam bahasa Indonesia disebut dwibahasawan). Sedangkan

kemampuan menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam

bahasa Indonesia disebut kedwibahasawanan).

Menurut Nababan (Suandi, 2014:12) bilingualisme merupakan

kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat dan dalam

Kamus Linguistik bilingualisme diartikan sebagai pemakai dua bahasa

atau lebih oleh penutur bahasa atau oleh suatu masyarakat bahasa

(Suandi, 2014: 12).

Weinrich (Suandi, 2014: 13) menyebut kedwibahasaan sebagai „The

Page 31: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

18

practice of alternately using two language‟, yaitu kebiasaan

menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Bila melihat

pengertian dari Weinrich, pada penggunaan dua bahasa atau lebih,

penutur tidak diharuskan menguasai kedua bahasa tersebut sama

lancarnya. Artinya B2 atau bahasa kedua tidak dikuasai secara lancar

seperti halnya penguasaan terhadap B1 atau bahasa pertama.

Namun, penggunaan B2 atau bahasa kedua tersebut kiranya hanya

sebatas penggunaan sebagai akibat individu mengenal bahasa tersebut.

Contoh peristiwa bilingualisme misalnya saja seorang penduduk asli

Jawa yang tentu saja fasih berbahasa Makassar (B1) dan ia juga bisa

berbahasa Inggris walaupun tidak sebaik atau tidak sefasih ia berbahasa

Jawa, maka dapat dikatakan sebagai peristiwa bilingualisme. Hal tersebut

dikarenakan orang Makassar itu telah menguasai B1 dan B2 (walaupun

penggunaan B2 belum baik atau belum lacar atau belum fasih seperti

B1nya).

Berbicara mengenai kedwibahasaan tidak lepas dari jenis-jenis

kedwibahasaan. Untuk menjelaskan jenis-jenis kedwibahasaan, maka ada

beberapa faktor yang perlu dipakai sebagai pertimbangan dalam

menjelaskan konsep kedwibahasaan dan jenis-jenisnya. Faktor tersebut

dapat berupa faktor umur mulainya pemerolehan bahasa dialami oleh

dwibahasawan, bisa juga berupa faktor konteks, hubungan antara

penanda dan makna, urutan dan akibat pemerolehan bahasa dari

dwibahasawan, kemahiran atau kompetensi dwibahasawan dalam

Page 32: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

19

menggunakan kedua bahasa, kegunaan dan fungsi kedwibahasaan, dan

sikap terhadap kedwibahasaan, Hoffmann (Padmadewi dkk., 2014).

b. Pengukuran Kedwibahasaan

Penelitian kedwibahasaan sangat perlu untuk memperhatikan

situasi kebahasaan yang ada dalam masyarakat dwibahasa, dengan

adanya hal tersebut, maka akan dikemukakan uraian mengenai

pengukuran kedwibahsaan agar si peneliti mengetahui situasi

kedwibahasaan. Menurut Mackey (dalam Pranowo, 2014:113)

megemukakan pengukuran kedwibahasaan dapat dilakukan melalui

beberapa aspek, yaitu a) aspek tingkat, b) aspek fungsi, c) aspek

pergantian, dan d) interferensi.

a) Pertama, tingkat kedwibahasaan adalah dengan mana sesorang

mampu menjadi seorang dwibahasawan atau sejauh mana

seseorang mampu mengetahui bahasa yang dipakainya. Masalah

tingkat dalam pembahasan bilinguaisme berkaitan dengan tingkat

kemampuan berbahasa seseorang. Kemampuan berbahasa

seseorang akan nampak dari empat keterampilan berbahasa, yaitu

menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Menurutnya, dalam

keempat keterampilan tersebut akan mencakup fonologi, gramatik,

leksis, semantik, dan stailistik. Jika diambil kesimpulan, masalah

tingkat ini adalah masalah yang berkaitan dengan pemahaman dan

pengetahuan seseorang terhadap bahasa yang dipakainya.

Page 33: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

20

b) Kedua, fungsi kedwibahasaan adalah pengertian untuk apa

seseorang menggunakan bahasa dan apa peranan bahasa dalam

kehidupan pelakunya. Hal ini berkaitan dengan kapan seseorang

yang bilingual menggunakan kedua bahasanya secara bergantian.

Masalah fungsi ini menyangkut masalah pokok sosiolinguistik

yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan,

dan dengan tujuan apa (Chaer, 2004:88). Penggunaan bahasa

pertama oleh seorang penutur, misalnya bahasa pertamanya

bahasa Sunda, hanya akan digunakan dengan semua anggota

masyarakat tutur yang menggunakan bahasa Sunda pula.

Penggunaan bahasa pertama tersebut juga akan terbatas hanya

pada situasi-situasi tertentu, misalnya ketika dalam percakapan

sehari-hari dalam ruang lingkup keluarga dan untuk

membicarakan hal-hal yang bersifat biasa. Namun, dalam situasi-

situasi tertentu pula bahasa pertama tidak dapat digunakan.

Misalnya dalam kegiatan pendidikan di sekolah, walaupun guru

dan murid menggunakan B1 yang sama (misalnya bahasa

Makassar), akan tetapi dalam hal ini hanya bahasa Indonesialah

yang dapat digunakan, sebab bahasa Indonesia yang menjadi

bahasa kedua guru dan murid tersebut merupakan bahasa nasional

yang berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan.

c) Ketiga, pergantian adalah pengukuran terhadap seberapa jauh

pemakai bahasa mampu berganti dari satu bahasa ke bahasa lain.

Page 34: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

21

Kemampuan berganti (berpindah) dari satu bahasa ke bahasa lain.

Kemampuan berganti (berpindah) dari satu bahasa ke bahasa lain

ini bergantung pada tingkat kelancaran pemakaian masing-masing

bahasa. Terjadinya pergantian bahasa ini dapat dilihat antara lain

pergantin dari satu bahasa di suatu tempat ke bahasa lain di tempat

yang lain. Ada tiga faktor utama menentukan pergantian bahasa

ini, yaitu topik yang dibicarakan, orang yang diajak berbicara,

serta penekanan pada yang dibicarakan.

d) Keempat, interferensi adalah bagaimana seseorang yang menganut

bilingualisme menjaga bahasa-bahasa itu sehingga terpisah dan

seberapa jauh seeorang itu mampu mencampuradukkan serta

bagaimana pengaruh bahasa yang satu dalam penggunaan bahasa

lainnya. Interferensi berarti adanya saling mempengaruhi

antarbahasa. Interferensi bisa terjadi pada pengucapan, tata

bahasa, kosakata dan makna bahkan budaya – baik dalam ucapan

maupun tulisan – terutama kalau seseorang sedang mempelajari

bahasa kedua (Alwasilah, 1990:131). Ciri yang menonjol dalam

interferensi adalah peminjaman kosakata dari bahasa lain,

alasannya adalah perlunya kosakata untuk mengacu pada obyek,

konsep, atau tempat baru. Maka, meminjam kosakata dari bahasa

lain akan lebih mudah daripada menciptakan kosakata baru.

Hanya saja, kosakata-kosakata hasil pinjaman yang biasa dipakai

dalam bahasa Indonesia telah disesuaikan ejaannya dengan ejaan

Page 35: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

22

bahasa Indonesia.

c. Klasifikasi Tingkat Kedwibahasaan

Aslinda (2010:24) Tingkat adalah penguasaan bahasa oleh

seseorang, maksudnya sejauh mana seseorang itu mampu menjadi

seseorang dwibahasawan atau sejauh manakah seseorang itu

mengetahui bahasa yang dipakainya. Kedwibahasaan dapat

diklasifikasikan berdasarkan beberapa dengan sudut pandang dan

diantaranya adalah sebagai berikut.

Berdasarkan hakikat tanda dalam kontak bahasa, maka

Weinrich (dalam Tarigan, 1988:8) mengategorikannya sebagai

berikut.

a. Kedwibahasaan Koordinatif

Kedwibahasaan koordinatif merupakan dwibahasawan yang

mempunyai dua perangkat satuan makna dan dua bentuk ekspresi.

b. Kedwibahasaan Majemuk

Kedwibahasaan majemuk merupakan dwibahasawan yang

mempunyai satu perangkat satuan makna dan dua bentuk ekspresi.

c. Kedwibahasaan Subordinatif

Kedwibahasaan subordinatif merupakan dwibahasawan yang

mempunyai satuan makna dari bahasa pertama dan dua bentuk

ekspresi. Bentuk eskpresi bahasa pertama dan bentuk ekspresi

bahasa kedua yang dipelajari melalui bahasa pertama.

Mennurut Weinreich (dalam Pranowo, 2014) Kedwibahasaan

Page 36: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

23

dibedakan berdasarkan derajat yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu

Kedwibahasaan Koordinatif, Kedwibahasaan Subordinatif, dan

Kedwibahasaan Majemuk.

a. Kedwibahasaan majemuk adalah kedwibahasaan yang

menunjukan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih

baik daripada kemampuan berbahasa bahasa yang lain. Hal itu

dapat terjadi karena proses penguasaannya di dalam kondisi yang

sama sehingga pemakaian bahasa memiliki rujukan makna yang

sama untuk simbol-simbol bahasa yang dipertukarkan dalam dua

bahasa karna pemakaian bahasa dilibatkan dalam dua bahasa yang

berbeda pada saat yang bersamaan Alwasih, 1985 (dalam

Pranowo: 105)

b. Kedwibahasaan koordinatif/ sejajar adalah kedwibahasaan yang

menunjukan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya

oleh seorang individu. Proses terjadinya kedwibahsaan ini karena

seorang individu memiliki pengalaman yang berbeda dalam

menguasai dua bahasa sehingga jarang sekali dipertukarkan

pemakaiannya. Keadaan ini terjadi karena ada kemungkinan

penguasaan B1 terjadi secara alamiah, sedangkan penguasaan B2

terjadi secara formal. Kemampuan dan tindak tutur dalam kedua

bahasa tersebut terpisah dan bekerja sendiri-sendiri Nababan,

(dalam Pranowo 2014: 155)

c. Kedwibahasaan Subordinatif (kompleks) adalah kedwibahsaan

Page 37: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

24

yang menunjukan bahwa seorang individu pada saat memakai B1

sering memasukan unsur B2 atau sebaliknya. Kedwibahasaan ini

memiliki tanda (sign) yang kompleks, yang berisi satu konsep

tunggal yang mengandung kosakata B1, dan selanjutnya

mengundang, kosakata B2. Bahasa kedua dihasilkan dengan cara

menerjemahkan ke dalam B2 terlebih dahulu sebelum dikatakan

dalam bahasa kedua.

Menurut Weinrich (dalam Suandi, 2014:19) membedakan

kedwibahasan majemuk (compound bilinguality), kedwibahasaan

koordinatif/setara (coordinate bilingualism), dan kedwibahasaa

subordinat (subordinate bilingualism). Pembedaan ketiganya

menekankan tumpuan perhatiannya pada dimensi bagaimana dua sandi

bahasa (atau lebih) diatur oleh individu yang bersangkutan.

Kedwibahasaan koordinatif/sejajar menunjukkan bahwa pemakaian

dua bahasa sama-sama baik oleh seorang individu.

a. Kedwibahsaan seimbang dikaitkan dengan taraf penguasaan B1

dan B2, yaitu orang yang sama mahirnya dalam dua bahasa.

b. Kedwibahasan subordinatif (kompleks) menunjukkan bahwa

seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukkan B2

atau sebaliknya. Kedwibahasaan ini dihubungkan dengan situasi

yang dihadapi B1 Adalah sekelompok kecil yang dikelilingi dan

didominasi oleh masyarakat suatu bahasa yang besar sehingga

masyarakat kecil ini dimungkinkan dapat kehilangan bahasa

Page 38: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

25

pertamanya (B1).

Menurut Nababan 1984 Sebagaimana kita lihat di atas,

bilingualitas berarti kemampuan dalam dua bahasa. Jika kita

perhatikan hubungan antara kemampuan dan tindak laku dalam

bahasa itu adalah terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Bilingualitas

demikian disebut bilingualitas sejajar. Tipe bilingualitas yang lain

sering terdapat dalam keadaan belajar bahasa kedua setelah kita

menguasai satu bahasa (= bahasa pertama/utama) dengan baik,

khususnya dalam keadaan belajar bahasa kedua atau asing di sekolah.

Hal tersebut menimbulkan kemampuan dan kebiasaan orang dalam

bahasa utama (source language atau bahasa sumber) berpengaruh atas

pengguanaanya dari bahasa kedua (target language atau bahasa

sasaran). Kedwibahasaan yang demikian disebut bilingualitas

majemuk.

Tingkat kedwibahasaan dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

a. Kedwibahasaan Subordinatif merupakan kedwibahasaan yang

digunakan saat memakai B1 (bahasa Ibu) namun sering

memasukan B2 (bahasa Indonesia) atau sebaliknya. Hal tersebut

terjadi karena situasi di masyarakat yang lebih dominan

menggunakan B1 (bahasa Ibu) atau B2 (bahasa Indonesia).

Misalnya dwibahasawan berbicara menggunakan bahasa

Makassar dan bahasa Indonesia.

Page 39: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

26

b. Kedwibahasaan Koordinatif atau sering disebut kedwibahasaan

sejajar merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa atau lebih

yang dikuasai oleh dwibahasawan dengan pengalaman atau

pemerolehan yang berbeda dan kedua bahasa tersebut jarang

digunakan dengan sama baiknya. Hal tersebut B1 dan B2 sama-

sama dikuasai namun berbeda tempat pemerolehan bahasa yang

telah di dapat oleh si dwibahasawan. Misalnya B1 di peroleh dari

lingkungan rumah dan B2 di peroleh dari lingkungan sekolah.

c. Kedwibahasaan Majemuk merupakan seseorang yang memiliki

dua bahasa atau lebih yang dikuasai oleh dwibahasawan dengan

situasi kondisi yang sama dan bahasa yang digunakan sama

jeleknya. Misalnya orangtua berbicara menggunakan dua bahasa

secara bergantian lalu si anak merespon dengan satu bahasa saja

walaupun paham dengan dua bahasa tersebut.

B. Kerangka Pikir

Berdasarlan permasalahan di atas, penelitian ini termasuk kajian

sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa

sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Peneliti

memfokuskan pada bidang kajian sosiolinguistik yaitu bilingualisme.

Bilingualisme adalah digunakannya dua bahasa oleh seorang penutur dalam

pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Adapun objek dalam

penelitian ini yaitu siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar, setelah

Page 40: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

27

mendapatkan objek maka dilakukan lah analisis untuk mendapatkan temuan,

analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatn,

dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Adapun

temuan yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat mengetahui kondisi

bilingualisme terhadap tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar.

untuk memperjelas kerangka pikir dalam penelitian ini akan ditampilkan

dalam bentuk gambar. Berikut disajikan bagan kerangka pikir:

Gambar 2. I Kerangka Pikir

Tingkat Bilingualisme

Subordinatif

Tuturan Siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makassar

Analisis

Temuan

Majemuk

Sosiolinguistik

Koordinatif

Page 41: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

28

BAB III

METODE PENELITIAN

Kata metode berarti cara yang telah diatur dan disusun secara sistematis

untuk mencapai suatu maksud tertentu baik dalam ilmu pengetahuan ataupun

lainnya. Jadi, untuk memeroleh data yang objektif dalam penelitian analisis tuturan

sisiwa SMP Muhammadiyah 1 Makassar dari segi bilingualisme. Penelitian ini

melalui tahapan-tahapan untuk mendapat hasil penelitian yang valid. Adapun tahap-

tahapnya dalam penelitian ini harus mengetahui beberapa hal sebagai berikut :

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan

penggambaran atau penyajian data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara

objektif dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungannya dengan masalah

penelitian. Metode ini bertujuan membuat deskriptif sesuai dengan kenyataan

atau keadaan data secara alamiah, sehingga data yang ada berdasarkan fenomena

dan fakta yang memang sesuai dengan kenyataan pada penuturnya.

Menurut (Arikunto, 2003:3) penelitian deskriptif adalah penelitian yang

dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan,

yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan. Penelitian ini hanya

menyampaikan apapun yang terjadi apa adanya tanpa merekayasa dengan

maksud lain. Hal ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis.

Page 42: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

29

B. Definisi Istilah

1. Sosiolinguistik

Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat

interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan

antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.

2. Bilingualisme

Bilingualisme adalah keadaan bagi seseorang yang menguasai dua

bahasa dengan kadar penguasaan yang sama untuk kedua bahasa tersebut.

Bilingualisme yang dimaksud dalam penlitian ini yaitu alih kode dan campur

kode.

C. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tuturan siswa dengan

siswa lain pada saat berinteraksi.

Sumber data dalam penelitian ini adalah diambil dari percakapan antar

siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

observasi, teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat.

1. Teknik observasi dilakukan peneliti dengan mengamati interaksi antara siswa

dengan siswa yang lain. Teknik ini digunakan agar situasi berkomunikasi

Page 43: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

30

berlangsung alamiah tanpa ada campur tangan dari peneliti.

2. Teknik wawancara atau interview merupakan salah satu metode yang

digunakan dalam tahap penyediaan data yang dilakukan dengan cara peneliti

melakukan percakapan atau kontak dengan penutur Mahsun (2007:250).

Metode ini memiliki teknik pancing dan teknik lanjutan yaitu teknik cakap

semuka, di mana peneliti melakukan percakapan dengan cara berhadapan

langsung di suatu tempat dengan informasinya. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan rekaman dan informasi untuk memperjelas penelitian.

3. Teknik catat yaitu teknik yang digunakan dengan jalan mencatat percakapan

yang bersifat spontan.

E. Teknik Analisis Data

Mahsun (2007: 253) menyatakan analisis data merupakan upaya yang

dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data. Pada tahap ini

dilakukan upaya mengelompokkan, menyamakan data yang sama dan

membedakan data yang memang berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain

data serupa, tetapi tidak sama. Dalam rangka pengklasifikasian dan

pengelompokan data tentu harus didasarkan pada apa yang menjadi tujuan

penelitian.

Data memiliki dua wujud, yaitu data yang berwujud angka dan data yang

bukan angka, Anshen (Mahsun, 2007: 254). Pada penelitian ini adalah data yang

bukan angka, dan dapat dianalisis dengan analisis kualitatif. Analisis kualitatif

Page 44: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

31

berfokus pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data

pada konteksnya masing-masing dan sering kali melukiskannya dalam bentuk

kata-kata daripada dalam angka-angka. Adapun langkah-langkah atau tahapan

analisis datanya adalah sebagai berikut:

1. mengidentifikasi tuturan-tuturan yang mengandung variasi bahasa atau

ragam bahasa yang mengindikasikan adanya fenomena bilingualisme pada

percakapan siswa.

2. mengklasifikasikan data yang telah didapat dari lapangan menurut kriteria

yang telah ditentukan. Kriteria tersebut yaitu klasifikasi ragam bahasa

menurut ahli Utorodewo dkk., (2004) Ragam bahasa diklasifikasikan

berdasarkan media pengantarnya dan situasi pemakaiannya. Selain

daripada itu, klasifikasi juga dilengkapi berdasarkan pada variasi dari segi

keformalan menurut ahli Chaer dan Agustina (2004), dan faktor yang

mempengaruhi penggunaan variasi bahasa menurut ahli Padmadewi dkk

(2014).

3. menginterpretasikan atau pemberian makna atas temuan-temuan

penelitian pemaknaan tentu saja tidak terlepas dari konteks data penelitian.

4. mendeskripsikan hasil kajian atau hasil temuan penelitian ke dalam bentuk

deskriptif.

Page 45: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

32

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan dipaparkan hasil penelitian yang kemudian akan

diuraikan. Kajian perihal tingkat bilingualisme dalam kajian sosiolinguistik cukup

variatif berdasarkan konsep ahli yang merumuskan. Penelitian ini mendasarkan

pada analisis data berdasarkan tingkat bilingualisme yang berupa subordinatif,

koordinatif, dan majemuk. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian,

hasil penelitian berupa bentuk tingkatan bilingualisme pada tuturan siswa kelas

VIII SMP Muhammadiyah 1 Makassar.

1. Tingkat bilingualisme subordinatif pada tuturan siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makasssar.

Bilingualisme Subordinatif merupakan kedwibahasaan yang

digunakan saat memakai B1 (bahasa Ibu) namun sering memasukan B2

(bahasa Indonesia) atau sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena situasi di

masyarakat yang lebih dominan menggunakan B1 (bahasa Ibu) atau B2

(bahasa Indonesia). Misalnya dwibahasawan berbicara menggunakan

bahasa Makassar dan bahasa Indonesia. Adanya penggunaan bilingalisme

pada siswa memiliki tingkatan dalam setiap percakapan sehari-hari.

Analisis data penelilitian ini meliputi analisis tingkat bilingualisme

subordinatif. Hal tersebut ditemukan adanya temuan-temuan peneliti pada

percakapan dan itu terbukti dari data percakapan berikut ini.

Page 46: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

33

Tuturan data (1)

Siswa 1 :“Mata pelajaran sebentar?”

“Mata pelajaran apa setelah ini?”

Siswa 2 :“ Bahasa Indonesia”

“Bahasa Indonesia”

Siswa 1 :“Selesaimi rangkumannu?”

“rangkumanmu sudah selesai?”

Siswa 2 :“ iya selesaima, risubangngiangang ji poeng.”

“Iya saya sudah selesai dari kemarin-kemarin, ”

Siswa 1 : “liat ka paeng ehh, ka belumpa selesai.”

“ Boleh saya melihatnya, karena saya belum selesai.”

Siswa 2 : “Iya sebentar pi”

“ Iya sebentar.”

Konteks

Siswa 1 bernama Muh. Nur Al Zahar, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Muh. Dzulfikar, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan

terjadi di pagi hari beberapa saat sebelum dimulainya proses

pembelajaran daring di rumah Dzulfikar. Pada saat itu Zahar meminta

pertolongan kepada Dzulfikar untuk dibantu mengerjakan tugas Bahasa

Indonesia.

Data tuturan (data 1) merupakan tingkat kedwibahasaan

subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Zahar sebagai penutur yang menjadi responden kepada Dzulfikar

sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan tentang tugas mata

Page 47: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

34

pelajaran sejarah. Penutur menggunakan bahasa Makassar dan bahasa

Indonesia saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1

(Bahasa Makassar) pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2

(Bahasa Indonesia) saat berbicara dengan mitra tutur. Hal tersebut

terbukti dengan adanya tuturan “iyya selesaima, risubangngiangang ji

poeng.”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan

yang menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B1

(bahasa Makassar).

Tuturan data (2)

Siswa 1 :“wee... ibu toh, jaina tugas nasareangki”

“we banyak sekali tugas yang ibu berikan”

Siswa 2 : “Iyo bah, pusingka saya”

“Iya saya juga pusing”

Siswa 1 :“bagi tugas maki. Saya kerja nomor 1-10 kau sisanya,

bagaimana”

“Kita bagi tugas saja, saya kerja nomor 1-10, kamu kerja

sisanya?”

Siswa 2 :“ Oke kasi begiu mi.”

“Oke kasi begitu saja”

Konteks

Siswa 1 bernama Tiara Amaliah Putri, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Nadya Aisyah, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan

terjadi di siang hari pada saat proses pembelajaran daring di teras rumah

Page 48: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

35

Tiara, pada saat itu Tiara mengeluh karena banyaknya tugas yang

diberikan guru, kemudian Nadya memberikan jalan keluar dengan

membagi-bagi tugas agar mudah dikerjakan.

Data tuturan (data 2) merupakan tingkat kedwibahasaan

subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Tiara sebagai penutur yang menjadi responden kepada Nadya

sebagai mitra tutur yang sedang mendiskusikan tugas yang diberikan

guru. Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat

melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 (Bahasa

Makassar) pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2 (Bahasa

Indonesia) saat berbicara dengan mitra tutur. Hal tersebut terbukti dengan

adanya tuturan “wee... ibu toh, jaina tugas nasareangki.”, menunjukan

bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1

(bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia) yaitu

dalam satu kalimat tuturan dan dapat dibuktikan pada kata “jaina tugas

nasareangki” yang termasuk dalam bahasa Indonesia dan bahasa

Makassar.

Page 49: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

36

Tuturan data (3)

Siswa 1 :“Kalau selesai ini antarka nanti pulang na karena naik

grab ja tadi datang”

“we banyak sekali tugas yang ibu berikan”

Siswa 2 : “Iyo sinampe pi kuantar ko motere”

“Iya sebentar saya antar pulang”

Siswa 1 :“Okemi makasih nah”

“Oke makasih”

Siswa 2 :“Iyo deh sama-sama”

“Iya sama-sama”

Konteks

Siswa 1 bernama Fahriansyah, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Muh. Ikhsan, masing-masing berusia 14 tahun.. Pertuturan

terjadi di pagi hari pada saat proses pembelajaran daring di rumah Fahri,

pada saat itu Zahar meminta pertolongan kepada Dzulfikar untuk diantar

pulang ke rumah setelah pembelajara selesai.

Data tuturan (data 3) merupakan tingkat kedwibahasaan

subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Fahriansyah sebagai penutur yang menjadi responden kepada Ikhsan

sebagai mitra tutur yang sedang meminta tolong untuk diantar pulang ke

rumahnya. Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar

saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B2 (bahasa

Page 50: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

37

Indonesia) pada situasi santai dan sering memasukkan B1 (bahasa

Makassar) di sela-sela kalimat yang diucapkan dengan mitra tutur. Hal

tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Iyo sinampe pi kuantar ko

motere”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan

yang menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B1

(bahasa Makassar).

Tuturan data (4)

Siswa 1 :“Kira-kira antamaki ammuko Ibu yang bahasa Indonesia?”

“Kira-kira guru bahasa Inggris mau masuk?”

Siswa 2 : “Iyo ka sanna rajinna iyya”

“Iya karena Dia itu rajin sekali”

Siswa 1 :“Nampa nia poeng tugas”

“Baru ada tugas yang diberikan”

Konteks

Siswa 1 bernama Muh. Aidil Akbar, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Rasya Putra, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi

di pagi hari pada saat proses pembelajaran daring di rumah Rasya,

mereka mempertanyakan tentang kehadiran ibu guru bahasa inggris,

kemudian dilanjutkan dengan ajakan Rasya pergi ke rumah Anto untuk

kerja kelompok.

Data tuturan (data 4) merupakan tingkat kedwibahasaan

subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

Page 51: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

38

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Aidil sebagai penutur yang menjadi responden kepada Raisya

sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan tentang guru mata

pelajaran bahasa Inggris. Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan

bahasa Makassar saat melakukan percakapan. Penutur sering

menggunakan B1 pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2

saat berbicara dengan mitra tutur. Hal tersebut terbukti dengan adanya

tuturan “Kira-kira antamaki ammuko Ibu yang bahasa Indonesia?”,

menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang

menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa

Indonesia).

Tuturan data (5)

Siswa 1 :“weh, nomor 15-20 mu dulu eh belumpa selesai na maumi

habis waktuna”

Siswa 2 :“Iyo nakkepa bantuko cari jawabannya”

“Iya nanti saya bantu cari jawabannya”

Siswa 1 :“iyo diktekanma pale”

“tolong diktekan saya”

Siswa 1 : “Iyo dengar baik-baiki”

“Iya dengar baik-baik”

Siswa 1 : “Okemi”

“Oke”

Konteks

Page 52: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

39

Siswa 1 bernama Muh. Syahran Zaki, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Muh. Akmal, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan

terjadi di siang hari pada saat proses pembelajaran daring di teras rumah

Syahran, pada saat itu Syahran meminta tolong kepada Akmal untuk

dibantu mengerjakan soal yang akan dikumpul pada saat itu juga.

Data tuturan (data 5) merupakan tingkat kedwibahasaan

subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Syahran sebagai penutur yang menjadi responden kepada Akmal

sebagai mitra tutur yang sedang mengerjakan soal yang diberikan guru.

Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat

melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 pada situasi

tidak formal dan sering menggunakan B2 saat berbicara dengan mitra

tutur. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Iyo nakkepa bantuko

cari jawabannya”, menunjukan bahwa penutur adalah pengguna

kedwibahasaan yang menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering

memasukan B1 (bahasa Makassar).

Tuturan data (6)

Siswa 1 :“darika tadi rumahna Inna weh”

“Tadi saya dari rumahnya Inna”

Page 53: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

40

Siswa 2 :“Apa nubikin sede kesana?”

“Ada keperluan apa disana?”

Siswa 1 :“Tidak mengertika tugas ka jadi kesanaka mintol”

“Saya tidak mengerti tugas, jadi saya kesana minta tolong”

Siswa 2 : “Kamasenu intu, baru tugas begitu ke Inna moko”

“Kasihan sekali, baru tugas begitu kamu sudah ke Inna”

Konteks

Siswa 1 bernama Nur Arini, berusia 14 tahun dan siswa 2 bernama

Nurul Aisyah, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi di

siang hari, pada saat itu Arini bercerita tentang tugas yang Dia tidak

pahami dan meminta tolong kepada temannya untuk dibantu mengerjakan

tugas, kemudian Nurul mengejek Aisyah karena tidak bisa mengerjakan

tugas dari guru.

Tuturan data (7)

Siswa 1 :“Aul bagaimana itu kasihki halaman di word nah?”

“Aul bagaimana kasi halaman di word?”

Siswa 2 :“ada itu, tapi tidak kutauki jelaskan kalo tidak buka ka

laptop”

“ada caranya tapi saya tidak bisa jelaskan kalau tidak buka

laptop”

Siswa 1 :“Cepat ko eh buka ki dulu laptopnu”

“Buka dulu laptopmu cepat”

Siswa 2 : “tayangi deh ada ku kerja ini”

“Tunggu dulu karena ada yang saya kerja”

Siswa 1 : “Oke pale bantu memang ka sebentar”

“Oke bantu saya sebentar”

Page 54: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

41

Konteks

Siswa 1 bernama Desi Sri Wahyu, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Aulia Aqsyari, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan

terjadi di pagi hari pada saat proses pembelajaran daring di teras rumah

Desi, pada saat itu Desi bertanya kepada Aulia tentang cara memasukkan

nomor halaman di word, tetapi Aulia tidak bisa langsung membantu Desi

karena bayak pekerjaan yang harus dilakukan.

Data tuturan (data 7) merupakan tingkat kedwibahasaan

subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Aulia sebagai penutur yang menjadi responden kepada Desi sebagai

mitra tutur yang sedang membicarakan tentang cara menulis nomor

halaman di word. Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa

Makassar saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1

(bahasa Makassar) pada situasi tidak formal dan sering menggunakan B2

(bahasa Indonesia) saat berbicara dengan mitra tutur. Hal tersebut

terbukti dengan adanya tuturan “tayangi deh ada ku kerja ini.”,

menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang

menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B1 (bahasa

Makassar).

Page 55: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

42

Tuturan data (8)

Siswa 1 :“weh Tika kenapa tidak ikuko tadi di zoom nah?”

“Tika kenapa tadi kamu tidak ikut di zoom?”

Siswa 2 :“terlambatka bangun weh”

“Saya lambat bangun”

Siswa 1 :“assala kauja, mengulang ko tugas kemarin ka”

“Terserah, kamu mengulang tugas yang kemarin”

Siswa 2 : “Deh malasku mengulang”

“Malas sekali saya mengulng”

Konteks

Siswa 1 bernama Hilda Inayah, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Atika Zahrah, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan

terjadi di siang hari beberapa saat sebelum dimulainya lagi proses

pembelajaran daring. Pada saat itu tuturan diawali oleh Hilda yang

bertanya kepada Tika mengapa tidak masuk mata pelajaran sebelumnya

melalui aplikasi zoom, kemudian Tika menjawab karena terlambat

bangun.

Data tuturan (data 8) merupakan tingkat kedwibahasaan

subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Hilda sebagai penutur yang menjadi responden kepada Tika sebagai

mitra tutur yang sedang membicarakan tentang akibat yang di dapat Tika

Page 56: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

43

karena tidak mengkuti pembelajaran di aplikasi zoom. Penutur

menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan

percakapan. Penutur menggunakan B1 dan B2 saat berbicara, tetapi lebih

dominan menggunakan B2 dengan mitra tutur. Hal tersebut terbukti

dengan adanya tuturan “assala kauja, mengulang ko tugas kemarin ka”,

menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang

menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa

Indonesia).

Tuturan data (9)

Siswa 1 :“Ayo pergi beli spidol sama lakban”

“Ayo pergi beli spiddol dengan lakban”

Siswa 2 :“Mau nuapa?”

“Untuk apa?”

Siswa 1 : “Tugas toh yang mading mauka hiasi supaya gammaraki”

“Tugas membuat mading, saya mau hias supaya kelihatan

cantik”

Siswa 2 : “Iyo di ada pale nilai keterampilan disitu”

“Iya ternyata disitu ada nilai keterampilan”

Konteks

Siswa 1 bernama Fitriani, berusia 14 tahun dan siswa 2 bernama

Hasrawati, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi di siang

hari yang bertempat di rumah Fitri, tuturan diawali dengan ajakan Fitri

untuk pergi beli spidol dan lakban karena akan dipakai untuk membuat

Page 57: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

44

hiasan mading.

Data tuturan (data 9) merupakan tingkat kedwibahasaan

subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Fitriani sebagai penutur yang menjadi responden kepada Hasrawati

sebagai mitra tutur yang sedang membicarakan tentang tugas membuat

majalah dinding (mading). Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan

bahasa Makassar saat melakukan percakapan. Penutur menggunakan B1

dan B2 saat berbicara, tetapi lebih dominan menggunakan B2 dengan

mitra tutur. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Tugas toh yang

mading mauka hiasi supaya gammaraki”, menunjukan bahwa penutur

adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa

Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia).

Tuturan data (10)

Siswa 1 :“Sebentar sore ke lapangan deh main bola”

“Sebentar sore ayo ke lapangan main bola.”

Siswa 2 :“Kerja dulu itu tugas ka eh”

“Kerja dulu itu tugas”

Siswa 1 :“Malampi dikerjai deh”

“Sebentar malam baru kita kerja”

Siswa 2 : “Sinampe pulang moko tidak jadi nukerja bagianmu”

Page 58: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

45

“Sebentar kalau sudah pulang pasti tidak kamu kerja

bagianmu”

Siswa 1 : “Bah ku kerja ji itu”

“jangan khawatir nanti saya kerja”

Siswa 2 : “Oke awasko kalo tidak mukerja”

“Awas kalau kamu tidak kerja”

Konteks

Siswa 1 bernama Yusril Zain, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Abd. Ahmad, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan

terjadi di siang hari saat dilaksanakannya proses pembelajaran daring,

tuturan diawali oleh Yusril yang mengajak Ahmad untuk bermain bola

setelah proses pembelajaran selesai, tetapi Ahmad menolak dengan

alasan banyak tugas sekolah yang harus mereka selesaikan berdua.

Data tuturan (data 10) merupakan tingkat kedwibahasaan

subordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data diatas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Yusril sebagai penutur yang menjadi responden kepada Ahmad

sebagai mitra tutur yang sedang membahas tentang ajakan bermain bola,

namun mereka harus menyelesaikan tugas terlebih dahulu. Penutur

menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan

percakapan. Penutur menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan B2 (bahasa

Indonesia) saat berbicara, tetapi lebih dominan menggunakan B2 (bahasa

Page 59: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

46

Indonesia) dengan mitra tutur. Hal tersebut terbukti dengan adanya

tuturan “Sinampe pulang moko tidak jadi nukerja bagianmu”,

menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang

menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa

Indonesia).

2. Tingkat bilingualisme koordinatif pada tuturan siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makasssar.

Bilingualisme Koordinatif atau sering disebut kedwibahasaan sejajar

merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa atau lebih yang dikuasai

oleh dwibahasawan dengan pengalaman atau pemerolehan yang berbeda dan

kedua bahasa tersebut jarang digunakan dengan sama baiknya. Hal tersebut

B1 (bahasa Ibu) dan B2 (bahasa Indonesia) sama-sama dikuasai namun

berbeda tempat pemerolehan bahasa yang telah di dapat oleh si

dwibahasawan. Adanya penggunaan kedwibahasaan pada mahasiswa

memiliki tingkat kedwibahasaan dalam setiap percakapan sehari-hari. Analisis

data penelilitian ini meliputi analisis tingkat kedwibahasaan koordinatif. Hal

tersebut ditemukan adanya temuan-temuan peneliti pada percakapan dan hasil

tabulasi yang sudah di triangulasi dan itu terbukti dari data percakapan berikut

ini.

Page 60: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

47

Tuturan data (11)

Siswa 1 :“Bagaimana ini, tenapa ku kerja PR ku nampa ero’ mi

antama Ibu sinampe?”

“Bagaimana ini, PR Saya belum selesai baru Ibu mau masuk

sebentar?”

Siswa 2 : “Ciniki mi punyaku tapi jangko salahkan ka punna nia’

salah”

“Lihat saja punyaku, tapi jangan salahkan saya kalau ada yang

salah”

Siswa 1 :“Oke makasih cika”

“Oke terima kasih teman”

Konteks

Siswa 1 bernama Salim, berusia 14 tahun dan siswa 2 bernama

Irwan, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi di pagi hari

beberapa saat sebelum dimulainya lagi proses pembelajaran daring, pada

saat itu tuturan diawali oleh Salim yang bertanya kepada Irwan mengenai

PR yang belum dikerjakan, sedangkan waktu pembelajaran sudah mau

dimulai, kemudian Irwan memberi memperlihatkan PR yang sudah

dikerjakan sebelumnya.

Data tuturan (data 11) merupakan tingkat kedwibahasaan

koordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Salim sebagai penutur yang menjadi responden kepada Irwan

Page 61: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

48

sebagai mitra tutur yang sedang membahas mengenai PR Salim yang

belum dikerjakan. Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa

Makassar saat melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B2

dan B1 saat berbicara dengan mitra tutur pada situasi tersebut. Hal

tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Ciniki mi punyaku tapi jangko

salahkan ka punna nia’ salah” menunjukan bahwa penutur adalah

pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan

sering memasukan B1 (bahasa Makassar). Hal tersebut membuktikan

bahwa penutur memiliki kemampuan lebih dari satu bahasa yang sama

baiknya karena dapat berbicara dengan temannya menggunakan bahasa

Indonesia dan terkadang memasukan bahasa Makassar untuk

menekankan pada suatu kalimat. Responden bisa memahami tuturan

penutur yang menggunakan bahasa Makassar dan menjawab tuturan

mitra tutur menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut membuktikan

bahwa responden memiliki tingkat kedwibahasaan koordinatif atau

sejajar.

Tuturan data (12)

Siswa 1 :“Nia’ buku LKS matematikamu cika?”

“Bagaimana ini, PR Saya belum selesai baru Ibu mau masuk

sebentar?”

Siswa 2 : “Mau nu apa?”

“Untuk apa?”

Page 62: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

49

Siswa 1 :“Mauka pinjam, jai dudu tugasku nampa tena pa ku kerja”

“Saya mau pinjam karena banyak sekali tugas yang belum

saya kerja”

Siswa 2 : “Bah alle mi cika?”

“Silakan diambil teman”

Konteks

Siswa 1 bernama Muh. Nabil, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Fariz Maulana, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan

terjadi di pagi hari beberapa saat sebelum dimulainya lagi proses

pembelajaran daring, pada saat itu tuturan diawali oleh Nabil yang ingin

meminjam LKS Matematika kepada Fariz untuk dipakai mengerjakan

tugas yang belum sempat dikerjakan Nabil.

Data tuturan (data 12) merupakan tingkat kedwibahasaan

koordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Nabil sebagai penutur yang menjadi responden kepada Fariz sebagai

mitra tutur yang sedang membahas mengenai buku LKS matematika

milik Fariz yang akan dipinjam Nabil karena akan dipakai untuk

mengerjakan tugas yang belum sempat dikerjakan. Penutur menggunakan

bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan percakapan.

Penutur sering menggunakan B2 dan B1 saat berbicara dengan mitra tutur

Page 63: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

50

pada situasi tersebut. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan

“Mauka pinjam, jai dudu tugasku nampa tena pa ku kerja”

menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang

menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B1 (bahasa

Makassar). Hal tersebut membuktikan bahwa penutur memiliki

kemampuan lebih dari satu bahasa yang sama baiknya karena dapat

berbicara dengan temannya menggunakan bahasa Indonesia dan

terkadang memasukan bahasa Makassar untuk menekankan pada suatu

kalima. Responden bisa memahami tuturan penutur yang menggunakan

bahasa Makassar dan menjawab tuturan mitra tutur menggunakan bahasa

Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa responden memiliki tingkat

kedwibahasaan koordinatif atau sejajar.

Tuturan data (13)

Siswa 1 :“Punna lulus moko nanti, mauko lanjut dimana?”

“Kalau sudah lulus nanti, kamu mau lanjut dimana?”

Siswa 2 : “Tenapa kuisseng anne, eroka lanjut dimana”

“Saya belum tau mau lanjut dimana”

Siswa 1 :“Iyo bah pusing ka pikir ki”

“Saya pusing pikirkan itu”

Siswa 2 : “Jangan moko pusing, nanti tompi itu dipikir”

“Tidak usah pusing, nanti kita pikirkan”

Page 64: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

51

Konteks

Siswa 1 bernama Askur Yusuf, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Burhan, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi di

siang hari setelah selesai pembelajaran daring, tuturan diawali oleh Askur

yang bertanya kepada Burhan perihal kampus apa yang ditempati setelah

lulus nanti, Burhan belum tahu dan masing pusing untuk menentukan

kampus yang akan dia tempat. Kemudian mereka sepakat utnuk

memikirkan itu nanti setelah mendekati hari kelulusan mereka

Data tuturan (data 13) merupakan tingkat kedwibahasaan

koordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Askur sebagai penutur yang menjadi responden kepada Burhan

sebagai mitra tutur, tuturan diawali oleh Askur yang bertanya perihal

kampus apa yang akan ditempati Burhan setelah lulus nanti, namun

Burhan masih belum bisa menentukan pada saat itu. Penutur

menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan

percakapan. Penutur sering menggunakan B2 dan B1 saat berbicara

dengan mitra tutur pada situasi tersebut. Hal tersebut terbukti dengan

adanya tuturan “Tenapa kuisseng anne, eroka lanjut dimana”

menunjukan bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang

menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering memasukan B1 (bahasa

Page 65: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

52

Makassar). Hal tersebut membuktikan bahwa penutur memiliki

kemampuan lebih dari satu bahasa yang sama baiknya karena dapat

berbicara dengan temannya menggunakan bahasa Indonesia dan

terkadang memasukan bahasa Makassar untuk menekankan pada suatu

kalima. Responden bisa memahami tuturan penutur yang menggunakan

bahasa Makassar dan menjawab tuturan mitra tutur menggunakan bahasa

Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa responden memiliki tingkat

kedwibahasaan koordinatif atau sejajar.

Tuturan data (14)

Siswa 1 :“Apa mubikin besok?”

“Besok kamu buat apa?”

Siswa 2 : “Tenaja ku jama, kenapaikah?”

“Saya tidak buat apa-apa, kenapa?”

Siswa 1 :“Temania besok ke sekolah, eroka menghadap di Ibu

Fahira untuk kumpul tugas bela”

“Temani saya ke sekolah besok, saya mau menghadap sama

Ibu Fahira”

Siswa 2 : “Oke”

“Oke”

Konteks

Siswa 1 bernama Angga Rivaldy, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Muh. Tasbih, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan

terjadi di siang hari setelah selesai pembelajaran daring, tuturan diawali

Page 66: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

53

oleh Angga yang meminta tolong kepada Tasbih untuk ditemani ke

sekolah dalam rangka menghadap ke salah satu guru yang bernama Ibu

Fahira untuk mengumpulkan tugas.

Data tuturan (data 14) merupakan tingkat kedwibahasaan

koordinatif. Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk

mendapatkan sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan

oleh responden. Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan

oleh Angga sebagai penutur yang menjadi responden kepada Tasbih

sebagai mitra tutur, pada saat itu Angga meminta tolong untuk ditemani

ke sekolah karena mau mengumpul tugas. Penutur menggunakan bahasa

Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan percakapan. Penutur

sering menggunakan B2 dan B1 saat berbicara dengan mitra tutur pada

situasi tersebut. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “Tenaja ku

jama, kenapaikah?” menunjukan bahwa penutur adalah pengguna

kedwibahasaan yang menggunakan B2 (bahasa Indonesia) dan sering

memasukan B1 (bahasa Makassar). Hal tersebut membuktikan bahwa

penutur memiliki kemampuan lebih dari satu bahasa yang sama baiknya

karena dapat berbicara dengan temannya menggunakan bahasa Indonesia

dan terkadang memasukan bahasa Makassar untuk menekankan pada

suatu kalima. Responden bisa memahami tuturan penutur yang

menggunakan bahasa Makassar dan menjawab tuturan mitra tutur

menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa

Page 67: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

54

responden memiliki tingkat kedwibahasaan koordinatif atau sejajar.

3. Tingkat Bilingualisme Majemuk pada Tuturan Siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makasssar.

Bilingualisme majemuk merupakan seseorang yang memiliki dua

bahasa atau lebih yang dikuasai oleh dwibahasawan dengan situasi kondisi

yang sama dan bahasa yang digunakan sama jeleknya. Misalnya orangtua

berbicara menggunakan dua bahasa secara bergantian lalu si anak

merespon dengan satu bahasa saja walaupun paham dengan dua bahasa

tersebut. Adanya penggunaan kedwibahasaan pada mahasiswa memiliki

tingkat kedwibahasaan dalam setiap percakapan sehari-hari. Analisis data

penelilitian ini meliputi analisis tingkat kedwibahasaan majemuk. Hal

tersebut ditemukan adanya temuan-temuan peneliti pada percakapan dan

hasil tabulasi yang sudah di triangulasi dan itu terbukti dari data

percakapan berikut ini.

Tuturan data (15)

Siswa 1 :“We duhur mi cika, ayo pergi di masigi assambayang”

“Weh sudah masuk duhur teman, ayo pergi ke masjid salat”

Siswa 2 : “Tunggu dulu sinampe”

“Tunggu dulu sebentar”

Siswa 1 :“Ayomi nanti pi itu mulanjut”

“Ayolah nanti baru dilanjutkan kembali”

Siswa 2 : “Oke pale ayomi”

“Oke ayo kita pergi”

Page 68: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

55

Konteks

Siswa 1 bernama Abdul Muhimin, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Farid Akbar, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan terjadi

di siang hari setelah selesai pembelajaran daring, tuturan diawali oleh

Abdul yang mengajak Farid untuk pergi salat duhur di masjid, Farid

sempat menolak sekali, namun Abdul tetap berusaha mengajak sampai

akhirnya Farid setuju untuk pergi ke masjid.

Data tuturan (data 15) merupakan tingkat kedwibahasaan majemuk.

Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan

sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden.

Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Putri sebagai

penutur yang menjadi responden kepada Suci sebagai mitra tutur yang

sedang ingin mengajak makan mitra tutur. Penutur menggunakan bahasa

Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan percakapan. Penutur

sering menggunakan B1 dan B2 saat berbicara dengan mitra tutur pada

situasi tersebut. Hal tersebut terbukti dengan adanya tuturan “We duhur

mi cika, ayo pergi di masigi assambayang “ menunjukan bahwa penutur

adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1 (bahasa

Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia). Hal tersebut

membuktikan bahwa penutur memiliki bahasa yang sama-sama tidak baik

saat digunakan berbicara dengan temannya. Percakapan yang dilakukan

oleh responden dengan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar dengan

Page 69: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

56

kosakata yang tidak baik “masigi” yang berarti “masjid” yang digunakan

dalam satu kalimat ajakan, menurut saya bahasa yang digunakan oleh

responden sama jeleknya. Bahasa yang digunakan oleh responden dengan

mitra tutur jika dimaksudkan dalam bahasa Indonesia “Ayo pergi ke

masjid salat” namun responden pada saat itu menggunakan bahasa

Makassar dan bahasa Indonesia sehingga menurut peneliti hal tersebut

masuk dalam klasifikasi tingkat majemuk.

Tuturan data (16)

Siswa 1 :“Sudah moko nganre?”

“Kamu sudah makan?”

Siswa 2 : “Tenapa, minuman mo saja bikinkan ka”

“Belum, bikinka saja saya kopi”

Siswa 1 :“Tayang mi”

“Tunggu ya”

Siswa 2 : “Jangko lama we”

“Jangan lama”

Konteks

Siswa 1 bernama Putri Sasqia, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Suci Amaliah, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan

terjadi di siang hari setelah selesai pembelajaran daring, tuturan diawali

oleh Putri yang mengajak makan Suci, namun pada saat itu Suci hanya

meminta dibuatkan minuman karena kebetulan Dia sudah makan.

Page 70: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

57

Data tuturan (data 16) merupakan tingkat kedwibahasaan majemuk.

Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan

sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden.

Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Putri sebagai

penutur yang menjadi responden kepada Suci sebagai mitra tutur yang

sedang ingin mengajak makan mitra tutur. Penutur menggunakan bahasa

Indonesia dan bahasa Makassar saat melakukan percakapan. Penutur

sering menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan B2 (bahasa Indonesia)

saat berbicara dengan mitra tutur pada situasi tersebut. Hal tersebut

terbukti dengan adanya tuturan “Sudah moko nganre?“ menunjukan

bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1

(bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia). Hal

tersebut membuktikan bahwa penutur memiliki bahasa yang sama-sama

tidak baik saat digunakan berbicara dengan temannya. Percakapan yang

dilakukan oleh responden dengan bahasa Indonesia dan bahasa

Makassar dengan kosakata yang tidak baik “nganre” yang berarti

“makan” yang digunakan dalam satu kalimat tanya, menurut saya bahasa

yang digunakan oleh responden sama jeleknya. Bahasa yang digunakan

oleh responden dengan mitra tutur jika dimaksudkan dalam bahasa

Indonesia “Kamu sudah makan belum?” namun responden pada saat itu

menggunakan bahasa Makassar dan bahasa Indonesia sehingga menurut

peneliti hal tersebut masuk dalam klasifikasi tingkat majemuk.

Page 71: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

58

Tuturan data (17)

Siswa 1 :“Tolong dulu jamakan ka PR ku”

“Minta tolong kerjakan PR saya”

Siswa 2 : “Punna gampang ji, ero ja”

“Kalau PRnya gampang, bisa saya bantu”

Siswa 1 :“Tenaja susahnya”

“Tugasku tidak sulit”

Siswa 2 : “Kasima pale soalnya”

“Berikan saya ”

Konteks

Siswa 1 bernama Andi Tandra, berusia 14 tahun dan siswa 2

bernama Rian Ahmad, masing-masing berusia 14 tahun. Pertuturan

terjadi di siang hari setelah selesai pembelajaran daring, tuturan diawali

oleh Tandra yang meminta tolong untuk dibantu kerjakan PR-nya. Mitra

tutur yang bernama Suci akan membantu Rian asalkan tugas tersebut

tidak sulit untuk dikerjakan.

Data tuturan (data 17) merupakan tingkat kedwibahasaan majemuk.

Konteks sosial pada tuturan membantu peneliti untuk mendapatkan

sebuah informasi latar belakang tuturan yang dibicarakan oleh responden.

Data di atas menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan oleh Tandra

sebagai penutur yang menjadi responden kepada Rian sebagai mitra tutur.

Penutur menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar saat

melakukan percakapan. Penutur sering menggunakan B1 dan B2 saat

Page 72: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

59

berbicara dengan mitra tutur pada situasi tersebut. Hal tersebut terbukti

dengan adanya tuturan “Tolong dulu jamakan ka PR ku“ menunjukan

bahwa penutur adalah pengguna kedwibahasaan yang menggunakan B1

(bahasa Makassar) dan sering memasukan B2 (bahasa Indonesia). Hal

tersebut membuktikan bahwa penutur memiliki bahasa yang sama-sama

tidak baik saat digunakan berbicara dengan temannya. Percakapan yang

dilakukan oleh responden dengan bahasa Makassar dan bahasa

Indonesia dengan kosakata yang tidak baik “jamakan” yang berarti

“kerjakan” yang digunakan dalam satu kalimat tanya, menurut saya

bahasa yang digunakan oleh responden sama jeleknya. Bahasa yang

digunakan oleh responden dengan mitra tutur jika dimaksudkan dalam

bahasa Indonesia “Tolong kerjakan PR saya” namun responden pada saat

itu menggunakan bahasa Makassar dan bahasa Indonesia sehingga

menurut peneliti hal tersebut masuk dalam klasifikasi tingkat majemuk.

B. Pembahasan

Pada bagian pembahasan ini disampaikan oleh peneliti dengan adanya

temuan data-data hasil penelitian yang sudah dianalisis sesuai dengan teori

yang dianut pada bagian bab II. Penelitan yang berjudul “Penggunaan

Bilingualisme pada Tuturan Siswa SMP Muhammmadiyah 1 Makassar”

bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat kedwibahasaan yang digunakan oleh

siswa di SMP Muhammadiyahh 1 Makassar. Peneliti mengangkat judul

Page 73: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

60

tersebut karena penelitian ini masih jarang diteliti di Indonesia dan terlebih

dikalangan akademis Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonsia. Pemilihan

tempat dan subjek pun dirasa dekat dengan peneliti sehingga mudah untuk

didapatkan. Peneliti mencapai tujuan tersebut dengan metode teknik simak

dan metode cakap. Pada metode simak terdapat empat teknik yang terbukti

menghasilkan data yang berkualitas dan akurat. Sumber data penelitian

berhubungan dengan subjek penelitian yang masing-masing berasal dari kota

Makassar sehingga memiliki bahasa pertama dan bahasa kedua yang memiliki

tingkat kedwibahasaan.

Hal tersebut terbukti adanya tingkat kedwibahasaan yang digunakan

oleh siswa yaitu tingkat kedwibahasaan subordinatif, tingkat kedwibahasaan

koordinatif, dan tingkat kedwibahasaan majemuk. Sasaran penelitian ini

adalah tuturan sehari-hari yang digunakan siswa, tuturan yang dimaksud

adalah tuturan yang mengandung tingkat kedwibahasaan pada interaksi siswa

baik dalam proses pembelajaran maupun luar pembelajaran di SMP

Muhammadiyah 1 Makassar.

1. Bilingualisme subordinatif adalah kedwibahasaan yang digunakan saat

memakai B1 (bahasa Ibu) namun sering memasukan B2 (bahasa Indonesia)

atau sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena situasi di masyarakat yang

lebih dominan menggunakan B1 (bahasa Ibu) atau B2 (bahasa Indonesia).

Misalnya dwibahasawan berbicara menggunakan bahasa Makassar dan

bahasa Indonesia. Adapun bentuk tuturan siswa yaitu sebagai berikut:

Page 74: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

61

Tuturan data (1)

Siswa 1 :“Mata pelajaran sebentar?”

“Mata pelajaran apa setelah ini?”

Siswa 2 :“ Bahasa Indonesia”

“Bahasa Indonesia”

Siswa 1 :“Selesaimi rangkumannu?”

“rangkumanmu sudah selesai?”

Siswa 2 :“ iya selesaima, subangngi-subanggi ji poeng.”

“Iya saya sudah selesai dari kemarin-kemarin, ”

Percakapan diatas yang termasuk dalam kategori bilingualisme tingkat

subordinatif karena tuturan “ iya selesaima, subangngi-subanggi ji poeng”

menggunakan dua bahasa yaitu B1 (bahasa Makaassar) dan B2 (bahasa

Indonesia). Hal tersebut membuktikan bahwa penutur dan mitra tutur dapat

menguasai dua bahasa karena masing-masing kedua bahasa tersebut

digunakan di lingkungan masyarakat, jadi penutur dan mintra tutur

menggunakan B1 (bahasa Makassar) dan B2 (bahasa Indonesia) secara

bergantian.

2. Bilingualisme Koordinatif atau sering disebut kedwibahasaan sejajar

merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa atau lebih yang dikuasai

oleh dwibahasawan dengan pengalaman atau pemerolehan yang berbeda

dan kedua bahasa tersebut jarang digunakan dengan sama baiknya. Hal

tersebut B1 dan B2 sama-sama dikuasai namun berbeda tempat

pemerolehan bahasa yang telah di dapat oleh si dwibahasawan. Misalnya

B1 di peroleh dari lingkungan rumah dan B2 di peroleh dari lingkungan

Page 75: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

62

sekolah. Adapun contoh tuturan siswa yaitu sebagai berikut:

Tuturan data (11)

Siswa 1 :“Bagaimana ini, tenapa ku kerja PR ku nampa ero’ mi

antama Ibu sinampe?”

“Bagaimana ini, PR Saya belum selesai baru Ibu mau masuk

sebentar?”

Siswa 2 : “Ciniki mi punyaku tapi jangko salahkan ka kalo banyak

salah”

“Lihat saja punyaku, tapi jangan salahkan saya kalau banyak

yang salah”

Siswa 1 :“Oke makasih cika”

“Oke terima kasih teman”

Percakapan diatas yang termasuk dalam kategori bilingualisme tingkat

koordinatif karena tuturan “Bagaimana ini, tenapa ku kerja PR ku nampa

ero’ mi antama Ibu sinampe?” menggunakan dua bahasa yaitu B1 (bahasa

Makassar) dan B2 (bahasa Indonesia). Hal tersebut membuktikan bahwa

penutur memiliki kemampuan lebih dari satu bahasa yang sama baiknya

karena dapat berbicara dengan temannya menggunakan bahasa Indonesia dan

terkadang memasukan bahasa Makassar untuk menekankan pada suatu

kalimat. Responden bisa memahami tuturan penutur yang menggunakan

bahasa Makassar dan menjawab tuturan mitra tutur menggunakan (B1) bahasa

Makassar dan (B2) bahasa Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa

responden memiliki tingkat kedwibahasaan koordinatif atau sejajar.

Page 76: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

63

3. Kedwibahasaan Majemuk merupakan seseorang yang memiliki dua bahasa

atau lebih yang dikuasai oleh dwibahasawan dengan situasi kondisi yang

sama dan bahasa yang digunakan sama jeleknya. Misalnya orangtua

berbicara menggunakan dua bahasa secara bergantian lalu si anak

merespon dengan satu bahasa saja walaupun paham dengan dua bahasa

tersebut. Adapun bentuk tuturan siswa yaitu sebagai berikut:

Tuturan data (16)

Siswa 1 :“Sudah moko nganre?”

“Kamu sudah makan?”

Siswa 2 : “Tenapa, minuman mo saja bikinkan ka”

“Belum, bikinka saja saya kopi”

Siswa 1 :“Tayang mi”

“Tunggu ya”

Siswa 2 : “Jangko lama we”

“Jangan lama”

Percakapan di atas termasuk dalam kategori bilingualisme tingkat

majemuk karena tuturan “Sudah moko nganre?” menggunakan dua bahasa

yaitu B1 (bahasa Makaassar) dan B2 (bahasa Indonesia). Hal tersebut

membuktikan bahwa penutur memiliki bahasa yang sama-sama tidak baik saat

digunakan berbicara dengan temannya. Percakapan yang dilakukan oleh

responden dengan bahasa Indonesia dan bahasa Makassar dengan kosakata

yang tidak baik “nganre” yang berarti “makan” digunakan dalam satu

kalimat tanya, bahasa yang digunakan oleh responden sama jeleknya, jika

dimaksudkan dalam bahasa Indonesia “Kamu sudah makan?” namun

Page 77: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

64

responden pada saat itu menggunakan bahasa Makassar dan bahasa Indonesia

sehingga menurut peneliti hal tersebut masuk dalam klasifikasi tingkat

majemuk.

Pada bagian pembahasan, peneliti menjawab keseluruhan rumusan

masalah dengan menghubungkan teori yang peneliti gunakan dengan acuan

teori sosiolinguistik secara umum, dan teori-teori bilingualisme atau

kedwibahasaan. Berdasarkan data yang ditemukan dan dianalisis oleh peneliti,

tingkat bilingualisme yang paling banyak ditemukan adalah tingkat

bilingualisme subordinatif. Siswa sering menggunakan bahasa kedua

kemudian memasukan bahasa pertama untuk melakukan percakapan di

kehidupan sehari-hari. Peneliti menemukan 59% bilingualisme tingkat

subordinatif. Peneliti hanya menemukan 23% tuturan bilingualisme tingkat

koordinatif dan 18% tuturan bilingualisme tingkat majemuk.

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh

tiga poeneliti sebelumnya yaitu Yasnita Kurnia (2018), Welsi Damayanti

(2014), dan Silvia Sanca (2012). Ketiga peneliti tersebut melakukan

penelitian tentang kajian sosiolinguistik. Silvia Sanca mengkaji tuturan siswa

yang mengandung diglosia. Selanjutnya Welsi Damayanti dan Silvia Sanca

sama-sama mengkaji tentang penggunaan kedwibahasaan dalam masyarakat.

Berdasarkan ketiga penelitian tersebut hasil penelitian Yasnita Kurnia,

Welsi Damayanti, dan Silvia Sanca menunjukkan bahwa masyarakat

Indonesia termasuk dalam kategori masyarakat bilingual yang menguasai

Page 78: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

65

lebih dari satu bahasa. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya fenomena-

fenomena kebahasaan yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat, seperti

fenomena diglosia maupun fenomena bilingualisme.

Teori yang mendukung penelitian ini yaitu menurut Weinreich (dalam

Pranowo, 2014) Kedwibahasaan dibedakan berdasarkan derajat yang terbagi

menjadi tiga bagian yaitu Kedwibahasaan Koordinatif, Kedwibahasaan

Subordinatif, dan Kedwibahasaan Majemuk. Kedwibahasaan Subordinatif

(kompleks) adalah kedwibahsaan yang menunjukan bahwa seorang individu

pada saat memakai B1 sering memasukan unsur B2 atau sebaliknya.

Kedwibahasaan koordinatif/ sejajar adalah kedwibahasaan yang menunjukan

bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya oleh seorang individu.

Kedwibahasaan majemuk adalah kemampuan berbahasa salah satu bahasa

lebih baik daripada kemampuan berbahasa yang lain.

Page 79: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

66

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik

kesipulan sebagai berikut :

1. Tingkat bilingualisme subordinatif dalam percakapan yang terjadi di

kalangan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar terdapat 59% data

tuturan. Data penelitian percakapan menunjukkan bahwa hasil

tuturan terbanyak yaitu tingkat bilingualisme subordinatif.

2. Tingkat bilingualisme koordinatif menunjukkan hasil penelitian yang

sangat sedikit yaitu hanya 23% data dalam percakapan, namun data

hasil wawancara terlihat dalam tutran yang diucapkan responden

bahwa siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar menguasai B1

(bahasa Makassar) dan B2 (bahasa Indonesia) namun berbeda tempat

pemerolehan bahasa, ada di tingkat Taman Kanak-Kanak atau

Sekolah Dasar.

3. Tingkat bilingualisme majemuk dalam percakapan siswa yang

menggunakan (B1) bahasa Makassar dan (B2) bahasa Indonesia

dalam satu kalimat menunjukkan hasil penelitian yang sangat sedikit

yaitu hanya 18%, berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa tuturan yang mengandung tingkat bilingualisme majemuk

siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar sangat jarang digunakan.

Page 80: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

67

B. Saran

Berdasarkan temuan penelitian ini, maka penulis memberikan saran

sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya membahas tentang tingkat bilingualisme

berdasarkan pemerolehan kontak bahasa, maka disarankan bagi

peneliti selanjutnya untuk bisa mengembangkan cakupan materi yang

lebih luas.

2. Bagi guru bahasa Indonesia dan guru pada umumnya penelitian ini

dapat membantu dalam proses pembelajaran di kelas, olehnya itu

disarankan agar skripsi ini dijadikan sebagai referensi untuk membuat

perangkat pembelajaran.

3. Bagi pemerintah terkhusus yang ada di kota Makassar agar

memberikan dukungan bagi mahasiswa yang ingin melakukan

penelitian terkait persoalan penggunaan bilingualisme dalam tuturan

siswa atau masyarakat.

Page 81: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

68

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaer. 1990. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian, Suatu Praktek. Jakarta: Bina

Aksara.

Aslinda dan Syafyahya, L. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika

Aditama .

Brilyanti, Yasnita Kurnia. 2018. Fenomena Diglosia pada Interaksi Siswi dan Suster

Pamong di Asrama Sanata Angela, Bantul, Yogyakarta. Yogyakarta :

Universitas Sanata Dharma.

Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leone Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:

Rineka Cipta.

Damayanti, Welsi. 2014. Penggunaan Kedwibahasaan Sebagai Media Komunikasi

Penjual Asesoris Toko Rock Stuff Plaza Parahyangan Bandung. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

M.S, Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan

Tekniknya. Jakarta: Raya Grafindo.

Padmadewi, Ni Nyoman, dkk. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pranowo. 2014. Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sanca, Silvia. 2012. Penggunaan Dwibahasa (Indonesia-Jawa) oleh Warga

Keturunan Etnis Tionghoa di Ketandan Kota Yogyakarta. Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta.

Soeparno. 2013. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Suandi, I Nengah. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sumarsono dan Partana, Paina. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.

Page 82: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

69

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Angkasa.

Utorodewo, Felicia, dkk. 2007. Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan

Ilmiah. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.

Page 83: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

LAMPIRAN

Page 84: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

71

Lampiran 1

Kartu Data Tuturan siswa SMP Muhammadiyah 1 Makassar

No. Kode

Data Konteks Tuturan

Jenis Bilingualisme

1 01160820

Percakapan dua siswa

yaitu Muh. Nur Al

Zahar dan Muh. Dzulfikar yang

sedang membahas

tentang mata

pelajaran yang masuk sebentar dan juga

membahas tentang

tugas rangkuman.

S1:“Mata pelajaran apa nanti ?”

S2: “Bahasa Indonesia” S1 : “selesaimi rangkumanmu?”

S2 : “iya seleaima risubangngiang

ji poeng”

S1 : “liatka eh ka belumpa selesai” S2 : “oke sebentarpi”

Subordinatif

2 02160820

Percakapan dua siswa

yaitu Tiara Amaliah

Putrid dan Nadya Aisyah yang sedang

mengeluh karena

tugas yang diberikan

guru sangat banyak.

S1:“Wee…ibu toh, jaina tugas

nasareangki’”

S2: “iyo bah pusingka nakke” S1 : “Bagi tugas maki, saya kerja

nomor 1-10 kau sisanya,

bagaimana?”

S2 : “Oke kasi begitumi”

Subordinatif

3 03160820

Percakapan antara Fahriansyah yang

meminta tolong

kepada Muh. Ikhsan

untuk diantar pulang ke rumahnya setelah

pembelajaran selesai.

S1:“kalau selesai ini antarka nanti pulang nah karena naik grabja tadi

datang

S2: “iyo sinampe pi kuantarko

motere” S1 : “Okemi makasih nah”

S2 : “iyo deh sama-sama”

Subordinatif

4 04170820

Percakapan yang

diucapkan Muh. Aidil

Akbar yang mempertanyakan

tentang kehadiran Ibu

guru bahasa Indonesia

kepada Rasya Putra.

S1:“Kira-kira antamaki ammuko ibu bahasa Indonesia ?”

S2: “iyo kah sanna rajinna iya”

S1 : “nampa nia poeng tugas”

Subordinatif

5 05170820

Pertuturan terjadi pada saat Syahran

meminta tolong

kepada Akmal untuk

dibantu mengerjakan soal yang akan

dikumpul pada saat

itu juga.

S1:“weh, nomor 15-20 mu dulu eeh, belumpa selesai na maumi

habis waktu”

S2: “iyo nakkepa bantuko cari

jawabannya” S1 : “iyo diktekanma pale” S2 :

“iyo dengarki baek-baek”

S1 : “okemi”

Subordinatif

6 06170820

Arini bercerita

tentang tugas yang tidak dipahami dan

meminta tolong

kepada Aisyah untuk

dibantu mengerjakan

S1:“darika tadi rumahnya inna

weh” S2: “Apa mubikin sde kesana?”

S1 : “tidak mengertika tugaska jadi

kesanaka mintol”

S2 : “kamasenu intu, baru tugas

Subordinatif

Page 85: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

72

tugas. begitu ke inna mko”

7 07170820

Desi bertanya kepada

Aulia tentang cara

memasukkan nomor

halaman di word, tetapi Aulia tidak bisa

langsung membantu

pada saat itu Dia lagi

sibuk.

S1:“Aull bagaimana itu kasihki halaman di word nah?”

S2: “Ada itu, tapi tidak kutauki

jelaskan kalo tidak bukaka laptop”

S1 : “cepatko bukaki dulu laptopnu”

S2 : “tayangi deh ada kukerja ini”

S1 : “oke pade bantu memangka

sebentar” S2 : “oke pade”

Subordinatif

8 08170820

Tuturan diawali oleh Hilda yang bertanya

kepada Tika mengapa

tidak mata pelajaran

sebelumnya melalui aplikasi zoom.

S1:“weh Tika kenapa tdak ikutko

tadi di zoom nah?” S2: “terlambatka bangun weh”

S1 : “assala kauja, mengulangko

tugas kemarin ka”

S2 : “deh malasku mengulang”

Subordinatif

9 09170820

Tuturan diawali pada saat Fitriani mengajak

Hasrawati untuk pergi

membeli spidol dan

lakban karena akan

dipakai untuk

membuat tugas

Mading.

S1:“ayo pergi beli spidol sama lakban

S2: “mau nuapa?”

S1 : “tugas toh yang madding

mauka hiasi supaya gammaraki” S2 : “iyodi’ ada pale nilai

keterampilan disitu”

Subordinatif

10 10170820

Tuturan diawali oleh

Yusril yang mengajak

Ahmad untuk bermain bola setelah proses

pembelajaran selesai,

tetapi Ahmad

menolak dengan

alasan banyak tugas

sekolah.

S1:“sebentar sore ke lapangan deh

main bola”

S2: “kerja dulu itu tugaska eh” S1 : “malampi dikerjai deh”

S2 : “sinampe pulang mko tidak

nukerja bagiannu”

S1 : “bah kukerjaji itu” S2 : “oke awasko kalo tidak

nukerja”

Subordinatif

11 11170820

Tuturan diawali oleh

Salim yang bertanya

kepada Ilham

mengenai PR yang belum dikerjakan,

sedangkan waktu

pembelajaran sudah

mau dimulai.

S1:“bagaimana ini tenapa kukerja

PR ku nampa eromi antama ibu

sinampe” S2: “cinikimi punyaku tapi jangko

salahkanka kalo banyak salah”

S1 : “oke amanmi itu”

Koordinatif

12 12170820

Tuturan diawali oleh

Nabil yang ingin meminjam LKS

bahasa Indonesia

Fariz untuk dipakai

S1:“Nia‟ buku LKS bahasa

indonesiamu cika?” S2: “mau nuapa?”

S1 : “mauka pinjam, jai dudu

tugasku nampa tenapa kukerja”

Koordinatif

Page 86: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

73

mengerjakan tugas

yang belum sempat

dikerjakan.

S2 : “bah allemi cika”

13 13170820

Tuturan diawali oleh

Askur yang bertanya

kepada Burhan perihal kampus apa

yang akan ditempati

setelah lulus nanti.

S1:“punna lulus mako nanti, mauko

lanjut dimana?”

S2: “tenapa kuissengi anne, eroka lanjut dimana”

S1 : “iyo bah pusingka pikirki”

S2 : “jangan mko pusing, nanti

tompi itu dipikir”

Koordinatif

14 14170820

Tuturan diawali oleh

Angga yang meminta

tolong kepada Tasbih

untuk ditemani ke

sekolah untuk

mengumpulkan tugas.

S1:“apa mubikin besok?”

S2: “tenaja ku jama, kenapai kah?” S1 : “temania besok kesekolah,

eroka menghadap di ibu Fahirah

untuk kumpul tugas bela”

S2 : “oke”

Koordinatif

15 15170820

Tuturan diawali oleh Abdul yang mengajak

Farid untuk pergi salat

duhur di Masjid, Farid

sempat menolak

sekali, namun pada

akhirnya setuju

setelah diajak

beberapa kali.

S1:“wee duhurmi cika, ayo pergi

masigi assambayang”

S2: “Tunggu dulu sinampe”

S1 : “ayomi nantipi itu nulanjut” S2 : “oke pale ayomi”

Majemuk

16 16170820

Tuturan diawali oleh

Putri yang mengajak makan Suci, namun

pada saat itu Suci

hanya meminta

dinuatkan minuman karena kebetulan DIa

sudah makan.

S1:“Sudah mko nganre?” S2: “Tenapa, minum mo saja

bikinkanka”

S1 : “tayangmi”

S2 : “jangko lama weeh”

Majemuk

17 17170820

Tuturan diawali oleh

Tandra yang meminta

tolong untuk dibantu kerjakan PR-nya.

S1 : “tolong dulu jamakanka PR

ku”

S2: “Punna gampangji ero ja”

S1 : “tenaja susahnya” S2 : “kasima pale soalnya”

Majemuk

Page 87: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

74

Lampiran 2

Dokumentasi kegiatan penelitian siswa SMP MUhammadiyah 1 Makassar

Gambar 1 : Proses Wawancara dengan siswa

Gambar 2 : Proses Wawancara dengan siswa

Page 88: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

75

Lampiran 3

Page 89: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

76

RIWAYAT HIDUP

Muh. Rizal dilahirkan di Polewali Mandar pada tanggal

07 Februari 1998. Penulis adalah anak kedua dari enam

bersaudara buah hati dari pasangan Ayahanda Jamaluddin

dan Ibunda St. Hasaniah, S.Ag. Penulis memasuki

jenjang pendidikan di bangku SD 020 Rea Barat pada

tahun 2004 dan tamat pada tahun

2010. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 4 Polewali pada

tahun 2010 dan tamat pada tahun 2013. Kemudian di tahun yang sama, penulis

melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Polewali pada tahun 2013 dan tamat pada

tahun 2016, penulis kembali melanjutkan pendidikan ke Universitas Muhammadiyah

Makassar melalui jalur umum dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Makassar, penulis

aktif pada organisasi intrakampus yaitu HIMAPRODI PBSI dan menjabat sebagai

ketuam umum periode 2018-2019. Penuis juga aktif di BEM FKIP dan menjabat

sebagai sekretaris umum periode 2019-2020.

Berkat perlindungan dan pertolongan Allah swt serta iringan doa dari orang

tua sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi dengan

menulis skripsi yang berjudul “Penggunaan Bilingualisme pada Tuturan Siswa SMP

Muhammadiyah 1 Makassar”.

Page 90: PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA TUTURAN SISWA SMP

77