pengeringan

25

Click here to load reader

Upload: diiiiinaaaaa

Post on 19-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

SATOP IV

TRANSCRIPT

ACARA IPENGERINGAN

A. Tujuan PraktikumTujuan praktikum Satuan Operasi Industri Pangan 4 Acara I Pengeringan adalah:1. Mengetahui kurva karakteristik pengeringan suatu bahan.2. Menentukan waktu pengeringan suatu bahan.3. Menghitung efisiensi pengeringan.B. Tinjauan PustakaTanaman singkong merupakan tanaman tropis yang berasal dari Brazil, Amerika Selatan. Mula-mula disebarkan ke Afrika, kemudian Madagaskar, India, Tiongkok dan masuk ke Indonesia. Di indonesia, singkong memiliki peranan penting sebagai makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Peranan singkong menjadi semakin besar berkaitan dengan daya gunanya di bidang industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri besar, tidak terbatas pada industri dalam negeri tetapi juga di negara lain sebagai komoditas ekspor andalan (Suprapti, 2005).Ubi kayu (singkong) merupakan bahan pangan sumber karbohidrat. Ubi kayu setelah dipanen mengalami kerusakan dalam waktu 48 jam bila tidak diproses, hal tersebut disebabkan karena adanya aktifitas enzim-enzim yang berperan dalam merubah komponen-komponen ubi kayu menjadi bentuk yang lebih sederhana. Ubi kayu berwarna putih dan kuning mempunyai komposisi yang berbeda terutama pada kandungan protein, karbohidrat, kadar air dan kalori. Sedangkan zat mineral pada ubi kayu mempunyai kandungan gizi yang sama untuk setiap warna daging umbi (Yanita, 2008).Singkong memberikan karbohidrat produksi yang sekitar 40% lebih tinggi dari beras dan 25% lebih dari jagung, dengan hasil bahwa singkong adalah sumber termurah dari kalori untuk gizi baik manusia dan makanan hewan. Sebuah komposisi khas dari akar singkong adalah kelembaban (70%), pati (24%), serat (2%), protein (1%) dan zat lainnya termasuk mineral (3%). Permintaan masa depan untuk singkong segar mungkin akan meningkat tergantung pada metode penyimpanan yang lebih baik (Tonukari, 2004).Singkong adalah salah satu hasil-hasil pertanian yang paling gampang perawatannya sampai pemanenan. Singkong banyak ditanam oleh petani yang tinggal di pedesaaan dimana dibeberapa daerah daunnya dijadikan sayur. Singkong ini banyak dipasarkan setelah dikeringkan terlebih dahulu sehingga tahan disimpan agak lama. Singkong yang dikeringkan biasanya dipotong dengan bentuk memanjang dan melingkar, kemudian dibuat menjadi kripik dan gaplek serta tepung terigu. Kripik, gaplek dan tepung dari singkong ini banyak diperjual belikan di pasaran untuk menambah kesejahteraan masyarakat khususnya petani yang ada di pedesaan (Ginting et al., 2013).Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian. Pengeringan yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang aman untuk penyimpanan atau digunakan pada proses lainnya. Hampir seluruh pengeringan pada produk pertanian dilakukan dengan proses termal (Syaiful dan Hargono, 2009).Pengeringan adalah suatu proses pembuangan air yang terkandung pada suatu material yang dikeringkan. Pada proses pengeringan perlu adanya fluida udara kering yang mampu menyerap air di dalam material tersebut. Upaya yang dapat dilakukan untuk membuat udara kering adalah dengan melakukan pemanasan terhadap udara tersebut sebelum melintasi material yang dikeringkan. Dengan kondisi udara yang panas dan kering mampu menyerap air yang membasahi meterial tersebut sampai kering dalam waktu yang lebih singkat (Suriadi dan Made, 2011).Proses pengeringan memiliki keuntungan dan kerugian. Beberapa keuntungannya menjadi lebih awet dengan volume yang lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakkan. Sementara itu, kerugiannya meliputi perubahan sifat asal bahan seperti perubahan bentuk, sifat fisik dan sifat kimia, penurunan mutu serta penambahan waktu pekerjaan karena perlu dilakukan rehidratasi sebelum bahan tersebut dapat digunakan (Saptoningsih dan Ajat, 2012).Efisiensi operasi pengeringan dapat ditentukan sebagai perbandingan panas yang secara teoritis dibutuhkan untuk menghasilkan panas laten penguapan air yang telah dikeringkan, dengan penggunaan panas yang sebenarnya di dalam alat pengeringan. Efisiensi ini sangat berguna apabila pendugaan bentuk pengering dan dalam pembuatan perbandingan antar berbagai kelas pengering yang mungkin dipakai sebagai alternatif operasi pengeringan. Suhu keseimbangan permukaan yang terbentuk antara kecepatan penguapan dan kecepatan pindah panas disebut suhu bola basah dan suhu ini tergantung pada suhu udara dan kelembaban. Untuk penggunaan praktek, suhu yang mendekati suhu ini diberikan oleh suatu termometer bola yang ditutupi dengan kain isap basah diletakkan pada aliran udara. Termometer bola tanpa kain isap yang basah mencatat suhu udara, dalam hubungan ini termometer tersebut disebut termometer bola kering. Energi yang harus diberikan untuk menguapkan air setip suhu tergantung pada suhu ini. Jumlah energi yang dibutuhkan oleh satu pound air disebut panas laten penguapan apabila berasal dari suatu bahan cair atau panas laten sublimasi apabila berasal dari suatu bahan padat (Earle, 1969).Pada cabinet dryer, pemanasan dilakukan secara konveksi dan konduksi. Secara konveksi, digunakan aliran udara kering yang mengalir secara alami. Secara konduksi, digunakan sejumlah tray (wadah penampung biji) secara bertingkat. Cabinet dryer merupakan alat pengering yang menggunakan udara panas dalam ruang tertutup (chamber). Kelemahan cabinet dryer adalah kurangnya pengontrolan aliran udara yang bergerak sehingga bila aliran udara terlalu kencang, menyebabkan aliran turbulen dalam chamber, yang menghambat pengeringan produk bahan pangan. Produk yang sesuai dikeringkan dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi, misalnya biji cokelat dan apel. Kelebihannya adalah harga murah, karena membutuhkan daya yang tidak terlalu tinggi. Komponen cabinet dryer adalah tray, heater dan fan. Tray disesuaikan dengan kapasitas jumlah, berat dan ukuran produk pangan. Tray berfungsi sebagai wadah biji dalam proses pengeringan, yang disusun bertingkat. Sedangkan heater berfungsi sebagai pemanas udara yang nantinya udara panas dari heater tersebut yang akan digunakan dalam pengeringan (Napitulu dan Putra, 2012).Umbi singkong dapat dimanfaatkan dalam beberapa bentuk makanan jadi atau setengah jadi (intermediate). Pengolahan singkong menjadi tepung dapat meningkatkan nilai tambah dan kegunaan singkong, serta memperpanjang masa simpannya. Beberapa produk antara (intermediate) singkong (chips, tepung, dan pati) merupakan sumber nutrisi untuk manusia dan ternak, serta bahan baku berbagai macam industri makanan seperti roti dan kerupuk. Singkong mengandung komponen toksik dalam bentuk glukosa sianogenik, tetapi kadarnya dapat diturunkan atau dihilangkan melalui beberapa proses seperti perebusan, perendaman, fermentasi dan pengeringan. Tepung singkong terbuat dari potongan ubi kayu yang telah kering kemudian dihaluskan. Rata-rata kadar air tepung singkong berkisar antara 11,9267% sampai 14,7067% (Titi et al., 2007).Ubi kayu harus diolah terlebih dahulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, seperti gaplek, tepung gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai, peuyeum, keripik singkong dan lain-lain. Tepung gaplek merupakan hasil olahan ubi kayu yang diperolehdari menumbuk atau menggiling gaplek sehingga diperoleh tepung dengan ukuran maksimum 100 mesh. Dengan mengolah ubi kayu menjadi tepung gaplek maka akan dihasilkan bahan dengan kadar air sekitar 9,1%, sehingga lebih mudah dalam pengangkutan dengan biaya yang lebih murah serta daya simpan yang lebih lama (Septianingrum, 2008).C. Metodologi1. Alata. Baskomb. Karet gelangc. Kapasd. Mesin pemotong (slicer)e. Pisauf. Satu set alat pengering lengkap (cabinet dyer)g. Sumber panas (kompor listrik)h. Termometer i. Timbangan analitikj. Timbangan biasa2. Bahana. Singkong

3. 0,5 kg singkongCara Kerja

Dikupas

Dislicing+blanchingDislicingDipotong dadu+blanchingDipotong dadu

Dicuci

Ditiriskan

Ditimbang

Dipilih 5 sampel yang akan digunakan untuk mengetahui laju pengeringan

Ditata dalam rigen pengeringan

5 sampel uji diberi kode dan diletakkan di tempat yang berbeda

Dikeringkan di dalam cabinet dryer selama 3 jam

Diukur suhu bola kering dan bola basah bahan, RH dan suhu ruang pengering, suhu bola kering dan bola basah lingkungan, dan berat sampel uji pada jam ke 0, , 1, 1, 2, 2 , dan 3.

Diakhir pengeringan dilakukan penimbangan sampel uji dan sampel keseluruhan

Dibuat grafik kadar air (%) dibanding waktu pengeringan (menit) dan grafik laju pengeringan (% kadar air/waktu) dibanding waktu pengeringan

Gambar 1.1 Pengeringan Singkong dengan Cabinet DryerD. PembahasanPengeringan merupakan suatu perlakuan untuk menghilangkan air dari bahan dengan menggunakan energi panas. Menurut Napitulu dan Yudha (2011) pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu tujuannya agar reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya. Sedangkan Sumarno (2007) mendefinisikan pengeringan sebagai suatu proses yang digunakan untuk mengurangi kadar air suatu bahan dengan cara penguapan. Napitulu dan Yudha (2011) juga mengatakan bahwa pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air dengan mencegah tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Pengeringan yang biasa dilakukan bertujuan untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang aman untuk penyimpanan atau digunakan pada proses lainnya (Syaiful dan Hargono, 2009).Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Perubahan kadar air dalam bahan pangan disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem. Untuk itu, dilakukan perhitungan terhadap neraca massa dan neraca energi untuk mencapai keseimbangan. Alasan yang mendukung proses pengeringan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah untuk mempertahankan mutu produk terhadap perubahan fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh perubahan kadar air, mengurangi biaya penyimpanan, pengemasan dan transportasi, untuk mempersiapkan produk kering yang akan dilakukan pada tahap berikutnya, menghilangkan kadar air yang ditambahkan akibat selama proses sebelumnya, memperpanjang umur simpan dan memperbaiki kegagalan produk (Napitulu dan Yudha, 2011). Produk kering dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk baru.Jassini (2010) melaporkan bahwa sifat termal yaitu panas spesifik (Cp) berpengaruh signifikan terhadap perpindahan panas pada bahan hidup seperti produk pangan. Dimana panas spesifik (Cp) bahan pangan adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur satu satuan kuantitas bahan pangan sebesar satu derajat dikali bobot produk dikali perubahan temperatur yang diinginkan. Informasi tentang panas spesifik sangat penting, apabila wujud dari bahan pangan mengalami perubahan, maka nilai dari variable panas spesifik harus dimasukan dalam penghitungan beban panas. Panas yang dibutuhkan untuk proses pengeringan ada dua yaitu panas sensibel dan panas laten. Panas sensibel adalah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur tanpa mengalami perubahan fase, sedangkan panas laten adalah energi panas yang dibutuhkan untuk merubah fase dari liquid menjadi gas tanpa mengalami perubahan temperatur (Siamullah et al., 2010). Dalam Pengeringan terjadi proses penguapan uap air dari bahan ke lingkungan yang merupakan pertukaran antara panas laten dan panas yang terasa (sensibel). Menurut Nugroho (2009) dalam Balya (2013), panas yang mengakibatkan terjadinya perubahan massa air dari bahan dikarenakan adanya panas laten penguapan. Rosa (2008) menambahkan bahwa panas laten atau energi termal dapat disimpan melalui perubahan tingkat keadaan (perubahan fasa). Perubahan tersebut dapat terjadi dari padatgas atau cairgas dan yang lazim adalah padatcair. Secara praktis energi yang tersimpan juga melibatkan kontribusi kapasitas panas sensibel.

Tabel 1.1 Daftar Pengamatan, Tekanan, RH dan Suhu No.

Waktu (Jam)Tekanan (atm)RH (%)Suhu (oC)

12345

10162,563355329,326

20,515856344831,726,1

3114554344834,227,8

41,513559334830,229,9

52,013052294738,330

62,51305928473928,5

73,013570355439,832

80162,563355329,326

90,515856344831,726,1

10114554344834,227,8

111,513559334830,229,9

122,013052294738,330

132,51305928473928,5

143,013570355439,832

150162,563355331,227,6

160,514953326133,228

17114254326035,527,7

181,514060335236,530,4

192,01406129523727,6

202,513052285035,927,1

213,013059356037,829,2

220162,56335533026,2

230,515856344835,232

2411455434483734

251,51456037513733,2

262,014062385435,232,6

272,513753284938,426,8

283,013570355437,230

290162,56335533025,8

300,516054344832,228,6

31115054344633,829,7

321,514554344631,228,3

332,013059334733,426

342,51335831533129,3

353,0139532847,535,128,9

Sumber: laporan sementaraKeterangan:1 : Suhu bola kering lingkungan2 : Suhu bola basah lingkungan3 : Suhu ruang pengering4 : Suhu keluar bahan bola kering5 : Suhu keluar bahan bola basahSumber: Laporan SementaraPada praktikum kali ini menggunakan metode pengeringan cabinet pada produk singkong yang dikenai perlakuan pengecilan ukuran dengan cara pemotongan menjadi bentuk dadu. Tujuannya adalah untuk mengetahui kurva karakteristik pengeringan suatu bahan, menentukan waktu pengeringan suatu bahan dan menghitung efisiensi pengeringan. Untuk cara kerjanya dapat dilihat pada gambar 1.1 dimana singkong yang berbentuk dadu dikeringkan selama 3 jam namun dilakukan pengamatan disetiap 0,5 jam. Dari tabel 1.1 dapat diketahui daftar hasil pengamatan tekanan, RH dan suhu pengeringan singkong. Pada proses pengeringan singkong tekanan yang digunakan adalah tekanan atmosfer yaitu 1 atm. Pengamatan terhadap RH dilakukan setiap setengah jam sekali selama 3 jam. RH merupakan kelembaban relatif dalam ruang pengering atau sisi outlet (Sumarno, 2007). Napitupulu dan Yudha (2011) mengatakan bahwa pengamatan RH bertujuan untuk memperoleh hubungan antara RH (%) udara dengan kadar air dalam bahan pangan pada grafik psychroetric charts. Hubungan tersebut menentukan berapa panas masuk dan keluar yang setimbang. Selain itu, juga menentukan panas yang hilang dalam proses pengeringan. Selain neraca panas, juga dibutuhkan neraca massa untuk mengetahui keseimbangan antara berapa produk yang masuk dengan berapa yang keluar serta berapa uap air yang dilepaskan dalam proses. Ini berpengaruh juga pada perubahan fraksi air dalam bahan pangan. Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai RH selama pengeringan semakin menurun dari 62,5% di awal proses menjadi 39% di akhir proses. Hal ini disebabkan adanya pengurangan kadar air di dalam ruangan pengering yang menguap karena adanya pemanasan (Sumarno, 2007).Selain pengamatan RH, pada praktikum dilakukan pengamatan terhadap suhu pengeringan. Suhu berpengaruh dalam usaha menghasilkan kalor untuk mengeringkan udara alat pengering dan bahan secara optimal (Napitupulu dan Yudha, 2007). Pengamatan pertama dilakukan pada suhu bola kering dan suhu bola basah lingkungan alat pengering dengan menggunakan termometer. Termometer bola tanpa kain isap yang basah mencatat suhu udara, dalam hubungan ini termometer tersebut disebut termometer bola kering sedangkan termometer bola dengan kain isap yang basah mencatat suhu udara disebut termometer bola basah (Earle, 1969). Hubungannya dalam pengeringan adalah: pada kelembaban tinggi, penguapan akan berlangsung lamban dan temperatur bola basah (Twb) nilainya akan sama dengan temperatur bola kering (Tdb). Namun pada kelembaban rendah sebagian air akan menguap, jadi temperatur bola basah akan semakin jauh perbedaannya dengan temperatur bola kering (Sumarno, 2007).Dari tabel 1.1 diketahui nilai suhu bola basah dan bola kering dari lingkungan alat pengering dan bahan selama 3 jam pengeringan yang diamati tiap setengah jam. Untuk lingkungan alat pengering, didapatkan suhu bola kering berturut-turut adalah: 63 oC, 54oC, 52oC, 54oC, 60oC, 61oC dan 53oC sedangkan untuk suhu bola basahnya berturut-turut adalah: 35oC, 34oC, 34oC, 32oC, 33oC, 38oC dan 28oC. Dapat dilihat bahwa perbedaan suhu bola basah dan suhu bola kering alat pengering berbeda jauh yang berarti sesuai teori Sumarno (2007), kelembaban didalam ruang pengering sangat rendah. Keadaan ini akan mempercepat proses penguapan air. Pada pengukuran suhu bola basah dan suhu bola kering, dilakukan dengan cara mengeluarkan bahan dari alat pengering setiap setengah jam dan diukur suhunya dengan termometer pada bagian permukaan bahan. Untuk suhu bola kering bahan berturut-turut adalah: 30oC, 32oC, 35oC, 3.4oC, 38oC, 36.4oC dan 37oC. Sedangkan untuk suhu bola basah bahan berturut-turut adalah: 25oC, 30oC, 28.2oC, 30oC, 33oC, 31.8oC dan 28oC. Suhu bahan rata-rata mendekati suhu ruang (30oC), karena dalam pengukurannya dilakukan didalam ruangan terbuka. Data yang didapatkan berasal dari rata-rata suhu sampel yang diletakkan secara terpisah dalam ruang pengering (tray). Selisih antara suhu bola basah dan bola kering bahan juga tidak terlalu jauh. Sesuai dengan teori Sumarno (2007), bahwa pada kelembaban tinggi, penguapan akan berlangsung lamban dan temperatur bola basah (Twb) nilainya akan sama dengan temperatur bola kering (Tdb). Selama pengeringan, selisih suhu bola kering dan suhu bola basah bahan adalah 2-5oC, yang menunjukkan kelembaban bahan yang tinggi.Suhu ruang pengering merupakan faktor yang mempengaruhi laju pengeringan bahan. Semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin cepat laju pengeringannya (Napitupulu dan Yudha, 2011). Namun suhu tinggi akan merusak kualitas produk. Pada praktikum ini, untuk mengeringkan singkong suhunya berkisar antara 46-53oC. Suhu yang digunakan tidak konstan dan berubah-ubah setiap setengah jamnya, yaitu antara 46oC, 47oC dan 53oC. Keadaan ini dikarenakan pemakaian alat digunakan bersama dengan waktu pengeringan yang berbeda sehingga sering dibuka-tutup yang mengakibatkan perubahan suhu yang berbaur antaraa suhu ruangan alat pengering dengan suhu luar ruangan.Tabel 1.2 Berat sampel dan Suhu SampelNo.Waktu Pengamatan (Jam)Suhu Bola Kering Sampel (oC)Berat Sampel (gr)

1234512345

103029,52929295,45,75,45,15,8

20,532323231,5314,44,54,444,5

3134343435343,63,83,83,13,7

41,529293031322,82,832,32,8

523938,53838382,42,52,62,22,5

62,539393939392,32,42,52,12,5

7340404039402,22,32,32,12,4

8030303030307,17,77,47,37,7

90,535353535346,26,86,65,96,6

10138373838365,25,75,54,85,5

111,537373737374,44,94,744,5

12235353535353,94,54,23,84,1

132,541393837373,64,23,83,63,9

14339373737373,43,93,53,43,7

15030303030307,17,77,47,37,7

160,535353535346,26,86,65,96,6

17138373838365,25,75,54,85,5

181,537373737374,44,94,744,5

19235353535353,94,54,23,84,1

202,541393837373,64,23,83,63,9

21339373737373,43,93,53,43,7

22030303030307,17,77,47,37,7

230,535353535346,26,86,65,96,6

24138373836365,25,75,54,85,5

251,537373737374,44,94,744,5

26235353535363,94,54,23,84,1

272,541393837373,64,23,83,63,9

28339373737363,43,93,53,43,7

29030303030303,84,193,44,75,1

300,533323232323,33,634,34,4

31133,83433,53433,833,32,73,94,1

321,531,2323131312,83,12,53,73,9

33233,833,833,233,2332,732,23,43,8

342,531313131312,632,13,33,7

35332,83333,232,233,22,52,923,33,6

Keterangan:SBK: Suhu Bola KeringSBB: Suhu Bola BasahSumber: Laporan SementaraPada tabel 1.2 diketahui suhu bola basah dan suhu bola kering bahan yang dikeringkan yaitu singkong. Dari masing masing data diperoleh 5 data yang berasal dari 5 sampel singkong yang diletakkan pada bagian berbeda tiap tray. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah panas yang diberikan oleh alat pengering terdistribusi ke semua bahan atau tidak. Dari data diatas dapat dilihat bahwa selisih untung masing-masing suhu bahan tiap setengah jamnya tidak lebih dari 2oC, hal ini berarti bahwa distribusi panas alat pengering tersebar merata walaupun perbedaannya tidak signifikan. Denah peletakan sampel singkong dalam tray pengering adalah berikut ini:

12345

Gambar 1.2 Tata letak sampel didalam tray pengeringSelain itu masing-masing sampel juga ditimbang beratnya untuk mengetahui apakah proses pengeringan yang terjadi merata kesemua sudut tray pengering. Untuk berat air yang dikeringkan masing-masing sampel berturut-turut adalah 2.56, 2.58, 2.43, 2.56 dan 2,26. Selisih antara sampel satu dengan yang lain sangat tipis sehingga perbedaannya dinyatakan tidak signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa proses pengeringan yang terjadi di dalam alat pengering kabinet berjalan merata. Penurunan berat bahan dipengaruhi oleh proses pemanasan oleh media pengering. Menurut Nugroho (2009) dalam Balya (2013), perubahan berat disebabkan dalam proses pengeringan terjadi perpindahan panas dari alat ke bahan dan juga perpindahan massa air. Panas yang mengakibatkan terjadinya perubahan massa air dari bahan dikarenakan adanya panas laten penguapan. Perubahan massa air ini terjadi ketika kandungan air pada bahan telah sampai pada kondisi jenuh sehingga menyebabkan air yang terkandung dalam dalam bahan berubah dari fase cair menjadi fase uap.

Tabel 1.3 Karakteristik Singkong

Sumber: Hutami dan Harijono (2014)Pada praktikum pengeringan ini menggunakan singkong dengan berat awal setelah dikupas 420 gram, dan pada akhir pengeringan menjadi 279,2 gram. Untuk berat awal sampel 39,797 gram dan pada akhir pengeringan beratnya menjadi 27,5 gram. Kadar air menujukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan (Sumarno, 2007). Dapat diketahui bahwa kadar air singkong yang dikeringkan adalah 30,89% (sampel) dan 33,52% (bahan). Menurut Ginting dan Egi (2010), 500 gr singkong mempunyai kandungan air 56.1 %. Sedangkan dari tabel 1.3 dapat diketahui bahwa kadar air singkong adalah 58,61% (Hutami dan Harijono, 2014). Hasil ini dapat berbeda dengan hasil praktikum dikarenakan dalam penelitian Ginting dan Egi (2010) maupun Hutami dan Harijono (2014) menggunakan sampel singkong segar, sedangkan yang digunakan dalam praktikum menggunakan singkong yang sudah tidak segar lagi. Faktor yang mempengaruhi laju pengeringan adalah keseragaman suhu, RH, dan kecepatan udara pengering berbanding lurus dengan keseragaman laju pengeringan (Sumarno, 2007).

E. KesimpulanDari hasil dan pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:a. Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu tujuannya agar reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya.b. Pengeringan singkong dalam waktu 3 jam pada suhu 46-53oC menghasilkan singkong dengan kadar air 30,89% (sampel) dan 33,52% (bahan).c. Kelembaban yang sangat rendah didalam ruang pengering akan mempercepat proses penguapan air. d. Faktor yang mempengaruhi laju pengeringan adalah keseragaman suhu, RH dan kecepatan udara pengering berbanding lurus dengan keseragaman laju pengeringan..

DAFTAR PUSTAKA

Balya, M, Sony Suwasono dan Djumarti. 2013. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Biji Kopi Arabika Hasil Pengolahan Semi Basah dengan variasi Jenis Wadah dan Lama Fermentasi (Studi Kasus di Desa Pedati dan Sukosawah kabupaten Bondowoso). Jurnal Agrointek 7(2): 109-121.Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi untuk Pengolahan Pangan. Bogor: Sastra Hudaya.Energi Biomassa Arang Kayu. Politeknik Negeri Semarang: Jurusan Teknik Mesin.Ginting M, Minarni, Walfred T, Egi Y. 2013. Alat Pengering Singkong Tenaga Surya Tipe Kolektor Berpenutup Miring. Disampaikan dalam: Prosiding Semirata Fmipa Universitas Lampung.Ginting, Maksi dan Egi Yuliora. 2010. Teknologi Alat Pengering Surya Untuk Hasil Pertanian Menggunakan Kolektor Berpenutup Miring. Universitas Riau: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Hutami, Fenty Dianing dan Harijono. 2014. Pengaruh Penggantian Larutan Dan Konsentrasi NaHCO3 Terhadap Penurunan Kadar Sianida Pada Pengolahan Tepung Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 220-230.Jassin, Ernawati. 2010. Kajian Eksperimental Nilai Konduktivitas Thermal Dan Panas Spesifik Beberapa Jenis Ikan. Universitas Hasanuddin: Teknologi Pasca Panen.Kusumayanti H, Widi A Dan Wisnu B. 2011. Inovasi Pembuatan Abon Ikan Sebagai Salah Satu Teknologi Pengawetan Ikan. Gema Teknologi 16(3).Napitulu F Dan Putra M. 2012. Perancangan Dan Pengujian Alat Pengering Kakao Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 7,5 Kg Per-Siklus. Jurnal Dinamis 2(10).Rosa, Yazmendra , Menhendry dan Zulhendri. 2008. Kaji Eksperimental Penyimpan Panas Sementara Dari Hasil Udara Panas Keluaran Kolektor Energi Surya. Jurnal Poli Rekayasa 4(1).Saptoningsih dan Ajat J. 2012. Membuat Olahan Buah. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.Septianingrum, E. 2008. Perkiraan Umur Simpan Tepung Gaplek Yang Dikemas Dalam Berbagai Kemasan Plastik Berdasarkan Kurva Isoterm Sorpsi Lembab. Universitas Sebelas Maret Surakarta: Fakultas Pertanian. Siamullah, M. Windanarko, Mega Nur Sasongko dan Lilis Yuliati. 2010. Pengaruh Diameter Droplet Air Terhadap Proses Pemadaman Api Tipe Premixed Flame. Universitas Brawijaya: Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik.Sumarno, Gatot. 2007. Studi Experimental Alat Pengering Krupuk Udang Bentuk Limas Kapasitas 25 Kg Per Proses Dengan Menggunakan Energi Surya DanSuprapti, Lies. 2005. Tepung Tapioka. Yogyakarta: Kanisius.Suriadi I dan Made R. 2011. Kesetimbangan Energi Termal Dan Efisiensi Transient Pengering Aliran Alami Memanfaatkan Kombinasi Dua Energi. Jurnal Teknik Industri12(1).Syiful M dan Hargono. 2009. Profil Suhu Pada Proses Pengeringan Produk Pertanian Dengan Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD). Reaktor 12(3).Wijana S, Irnia N dan Elina H. 2009. Analisis Kelayakan Kualitas Tapioka Berbahan Baku Gaplek (Pengaruh Asal Gaplek Dan Kadar Kaporit Yang Digunakan). Jurnal Teknologi Pertanian10(2).