pengendalian tungro terpadu secara alamiah, konservasi...
TRANSCRIPT
i
PETUNJUK TEKNIS
Pengendalian Tungro Terpadu SecaraAlamiah, Konservasi Musuh Alami dan
Varietas Unggul Padi Tahan Tungro
Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianKementerian Pertanian
2015
ii
ISBN :Diterbitkan oleh : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Jl. Ragunan 29, Pasarminggu, Jakarta 12540Telp.: 62 21 7806202, Faks.: 62 21 7800644
Penulis:Wasis SenoajiAhmad MuliadiNur RosidaEma KomalasriI Nyoman WidiartaR. Heru Praptana
iii
PENGANTAR
Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit utama pada padisawah di Indonesia. Penyakit ini telah menyebar pada sentra produksipadi terutama pada daerah pola tanam tidak serempak. Luas tanamanpadi terkena penyakit tungro periode 2010-2014 antara 7.747-16.027ha. Meskipun secara nasional tidak terluas, mengingat luaskepemilikan lahan rata-rata 0,25 ha, kerusakan karena penyakit inimerugikan banyak petani.
Pengendalian penyakit tungro selama ini dilakukan denganpengendalian penyakit terpadu yang memposisikan pemakaianinsektisida sebagai alternatif terakhir. Namun dalam praktiknya banyakyang sangat tergantung dengan insektisida karena keinginan melihathasil pengendalian secara cepat.
Petunjuk teknis ini menguraikan tahapan pengendalian terpaduyang mengutamakan bekerjanya pengendalian secara ilmiah,berfungsinya musuh alami dengan baik melalui konservasi danpenggunaan varietas tahan, serta penggunaan antifidan nabati,sehingga pengendalian penyakit tungro ramah terhadap lingkungan.
Bogor, Agustus 2015
Kepala Pusat,
Dr. Made Jana Mejaya
iv
v
DAFTAR ISI
PENGANTAR............................................................................. iii
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
MENGENAL PENYAKIT TUNGRO DAN WERENG HIJAU ........ 2
PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO DENGAN TEKNIKKONSERVASI MUSUH ALAMI................................................ 7
DESKRIPSI VARIETAS TAHAN TUNGRO................................. 19
PETA TINGKAT VIRULENSI DAN KESESUAIAN VARIETASTAHAN TUNGRO PADA TANAMAN PADI DI INDONESIATAHUN 2014 .............................................................................. 29
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gejala penyakit tungro........................................... 2Gambar 2. Wereng hijau N. virescens ................................... 3Gambar 3. Mekanisme penularan penyakit tungro .................. 4Gambar 4. Sumber inokulum tungro (penularan) ................... 5Gambar 5. Pola fluktuasi populasi wereng hijau dan kejadian
tungro .................................................................... 5Gambar 6. Beberapa musuh alami wereng hijau ................... 7Gambar 7. Kondisi hamparan saat pengolahan lahan yang
dianjurkan dalam pengendalian tungro ................. 9Gambar 8. Penampilan ketahanan varietas terhadap penyakit
tungro di lapangan ................................................ 10Gambar 9. Persemaian dilakukan pada saat setelah olah
lahan pertama ....................................................... 11Gambar 10. Setelah olah lahan, digenangi air setinggi 5 cm .... 12Gambar 11. Tanam dengan jajar legowo, upaya menekan
pemencaran wereng hijau .................................... 13Gambar 12. Teknis pemanfaatan daun sambiloto sebagai
antifidan nabati dan jamur Metharizium anisopliesebagai agen hayati untuk mengendalikan werenghijau ...................................................................... 15
Gambar 13. Teknis pemangkasan gulma di pematang............. 16Gambar 14. Gulma-gulma yang berpotensi sebagai inang
alternatif sumber inokulum tungro ......................... 16Gambar 15. Kondisi ketersediaan air di pertanaman pada fase
pertumbuhan vegetatif .......................................... 18
1Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia. Tuntutanpeningkatan produktivitas dan produksi seiring dengan peningkatankebutuhan akan bahan pangan diupayakan melalui penerapan teknologibudidaya, termasuk teknologi dalam pengendalian organismepengganggu tanaman (OPT). Pengendalian OPT secara berkelanjutanyang terintegrasi dalam Pengendalian Tanaman Terpadu (PTT)memprioritaskan pada pengelolaan agroekosistem yang lebih ramahlingkungan. Pemanfaatan varietas unggul tahan OPT, penerapan kulturteknis yang dapat mempengaruhi dinamika populasi OPT, penggunaanbahan nabati dan agens hayati, serta penggunaan bahan kimia secararasional sebagai alternatif terakhir menjadi komponen-komponen yangsinergis yang dikelola pada ekosistem padi sawah spesifik lokasi.
Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada padi.Kejadian tungro masih ditemui di daerah-daerah endemis dengantingkat penularan yang bervariasi. Teknologi pengendalian tungro telahdikembangkan diantaranya: penggunaan varietas tahan vektor,penerapan waktu tanam tepat, eradikasi sumber inokulum (singgangdan gulma sebagai inang alternatif), serta aplikasi pestisida baiksebagai antifidan atau racun kontak.
Upaya pengendalian tungro dengan metode konservasi musuhalami telah dikembangkan untuk menekan kejadian tungro dilapangan. Kelebihan metode konsevasi musuh alami adalah: 1)mampu mengendalikan tingkat populasi dan keberadaan vektorsehingga dapat mengurangi penularan tungro pada pola tanam secaraserempak; dan 2) pengendalian yang ramah lingkungan.
2 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
MENGENAL PENYAKIT TUNGRO DANWERENG HIJAU
Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada padi.Gejala yang muncul pada rumpun tanaman tampak kerdil(pertumbuhan terhambat/memendek), daun muda menguning hinggaorange apabila telah parah, daun bergejala agak terpuntir, anakanberkurang (Gambar 1a), dan pada hamparan tampak pertumbuhanpadi bergelombang dengan spot-spot gejala menguning (Gambar 1b).Tanaman bergejala umumnya terlihat pada masa vegetatif (4-6minggu setelah tanam), yang disebabkan oleh penularan tungro yangterjadi sejak di persemaian. Gejala demikian di beberapa daerahdikenal dengan istilah: cellapance (Sulawesi), Habang (Kalimantanselatan), Kebebeng (Bali), dan Mentek (Jawa).
Gambar 1. Gejala penyakit tungro.
3Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Kejadian penyakit tungro di lapangan disebabkan oleh interaksiantara dua virus tungro yaitu RTBV (Rice tungro bacilliform virus)dan RTSV (Rice tungro spherical virus) yang keduanya ditularkanoleh wereng hijau (green leafhopper). Jenis wereng hijau Nephotettixvirescens paling efektif menularkan virus tungro diantara 4 jeniswereng hijau lainnya: N. nigropictus, N. malayanus, N. parvus, danRecilia dorsalis.
Wereng hijau mampu menularkan virus dengan masa paling lamaadalah 6 hari. Waktu yang dibutuhkan serangga untuk memperolehvirus dari tanaman sakit (inokulum) berkisar 5-30 menit, sedangkanwaktu yang dibutuhkan untuk menularkan virus juga cukup singkat,mulai hinggap pada daun hingga alat mulut (stilet) ditusukan danmenghisap cairan tanaman, hanya 7-30 menit (Gambar 3a). Periodeinkubasi virus (tanaman menunjukkan gejala sakit: daun menguning,
Gambar 2. Wereng hijau N. virescens. (a) Nimfa; (b) Dewasa.
4 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Gambar 3. Mekanisme penularan penyakit tungro, a. Alat mulut wereng hijau; b.Gejala tanaman terinfeksi tungro.
tumbuh kerdil) berkisar 6-15 hari (Gambar 3b). Pola penyebaranwereng hijau di persemaian adalah reguler. Artinya keberadaanwereng hijau selalu ada, dan proporsi wereng hijau yang mampusebagai penular aktif virus di wilayah endemis lebih tinggi daripadawilayah non-endemi. Wereng hijau betina lebih efisien dalammenularkan virus tungro daripada jantan.
Pola fluktuasi populasi vektor mempengaruhi keberadaan kejadianpenyakit tungro, apabila sumber inokulum virus (tanaman bergejalatungro, singgang, gulma) telah ada di lapang (Gambar 4). Kepadatanpopulasi wereng hijau umumnya rendah (kurang dari 1 ekor imago/rumpun) dan hanya meningkat sekali selama satu periode pertanamanpadi, terutama pada pola tanam tidak serempak.
Pemencaran imago mempengaruhi dinamika populasi werenghijau. Pola populasi wereng hijau dan kejadian tungro terjadi dua kalidalam setahun. Pertama, pada pertengahan Februari hingga Maret,diikuti munculnya gejala pada Maret dan April. Kedua, pola kurvapuncak wereng hijau terjadi pada awal Juli hingga Agustus, dankejadian tungro muncul pada akhir Juli-awal September (Gambar 5).
5Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Gambar 4. Sumber inokulum tungro (penularan).
Gambar 5. Pola fluktuasi populasi wereng hijau dan kejadian tungro.
6 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Aktivitas pemencaran wereng hijau dewasa di lapang didorongoleh pola tanam tidak serempak. Pola tanam tidak serempakmenyediakan inang (sumber makanan, tempat berlindung) padastadia pertumbuhan yang disukai wereng hijau dewasa. Wereng hijaudewasa yang baru menetas hanya tinggal sebentar, kemudianberpindah ke tanaman yang lebih muda. Di tempat tersebut telur yangdiletakkan oleh wereng hijau dewasa hanya sebagian kecil, sehinggakepadatan populasi di tempat tersebut tidak meningkat.
Pada daerah dengan pola tanam padi-padi-padi, umumnyapopulasi wereng hijau dapat berkembang hingga pertengahanpertumbuhan tanaman (persemaian dan pertanaman hingga 40 HST),sedangkan pada pola tanam padi-bera-padi/padi-palawija-padipopulasi wereng hijau tidak berkembang. Kondisi lingkungan padamusim hujan lebih menguntungkan untuk wereng hijau untukreproduksi/berkembang biak.
Peranan pemencaran wereng hijau dewasa cukup besar padapola padi-padi-padi, sedangkan pada pola padi-padi-bera/palawija,pemangsa atau musuh alami sangat mempengaruhi populasi werenghijau terutama pada periode nimfa. Dampak dari temuan ini adalahuntuk pengendalian tungro pada daerah pola tanam padi-padi-padi,dengan mengurangi kemampuan pemerolehan dan penularan virusoleh wereng hijau menjadi komponen utama pengendalian,sedangkan pada pola tanam padi-padi-palawija/bera konservasimusuh alami terutama pemangsa, sangat penting untuk menekanpopulasi wereng hijau.
7Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO DENGANTEKNIK KONSERVASI MUSUH ALAMI
Prinsip pengendalian penyakit tungro dengan teknik konservasimusuh alami adalah mengkondisikan/memodifikasi cara budidayapadi pada agroekosistem sawah daerah endemis tungro dengantujuan melestarikan musuh alami terutama pemangsa wereng hijau,sehingga akan mengurangi kejadian penularan tungro (Gambar 6).Ada beberapa tahapan teknis konservasi musuh alami dalampengendalian penyakit tungro yang terintegrasi dengan komponen-komponen pengendalian lain secara sinergis.
Gambar 6. Beberapa musuh alami wereng hijau.
8 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Tahap I:Mengolah lahan pertama 3 minggu sebelum tanam
Pengolahan lahan merupakan tahapan awal dalam mengupayakanmedia tumbuh untuk mendukung pertumbuhan padi sehingga hasildapat optimal sesuai potensi hasilnya. Umumnya, olah lahan sawahdilakukan 2-3 kali. Olah lahan pertama dianjurkan dilakukan 3 minggusebelum tanam. Secara teknis dengan menggunakan traktor, lahandibalik sehingga sisa panen (singgang, rumput, jerami, dan bahanorganik lainnya) diposisikan terbenam. Bahan organik dapatmeningkatkan populasi serangga netral yang dapat menjadi mangsabagi predator. Selain membantu proses pembusukan sisa bahanorganik di lahan, pembenaman sisa bahan organik terutama singgangdapat mengurangi keberadaan sumber inokulum virus. Kegiatan olahlahan dengan teknis membenamkan pada lahan tergenang merupakanupaya eradikasi/pemusnahan sumber inokulum virus. Harapannya,penularan virus tidak terjadi pada saat di pertanaman nantinya.
Berhubungan dengan penularan dan penyebaran kejadian penyakittungro terutama di daerah endemis tungro, kegiatan olah lahandianjurkan pada lahan/hamparan secara bersamaan (Gambar 7).Upaya ini merupakan upaya preventif/pencegahan penularan virustungro secara efektif.
9Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Gambar 7. Kondisi hamparan saat pengolahan lahan yang dianjurkandalam pengendalian tungro.
Tahap II:Penggunaan varietas tahan tungro
Penentuan varietas yang tepat merupakan langkah preventif/pencegahan terhadap serangan OPT (organisme penggangutanaman). Demikian juga upaya pengendalian terhadap penularanpenyakit tungro. Penggunaan varietas tahan tungro di lapangan adalahupaya pertahanan secara genetis (kemampuan dari dalam tanaman)untuk melindungi dari penularan virus tungro maupun vektor penularnya(Gambar 8). Varietas tahan mampu mengurangi kejadian penularan
10 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Gambar 8. Penampilan ketahanan varietas terhadap penyakit tungro di lapangan.
tungro di lapangan sehingga persentase gejala yang ditimbulkan akantertekan.
Ada beberapa varietas tahan tungro yang telah dilepas oleh BadanLitbang Pertanian, yaitu: Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9, Inpari 36, dan Inpari37. Selain Inpari, varietas tahan tungro sebelumnya yaitu: TukadPetanu, Tukad Balian, Tukad Unda, Kalimas, dan Bondoyudo.Varietas-varietas tersebut secara efektif mampu mengendalikantungro dengan pertimbangan kesesuaian varietas pada setiap daerahendemis. Artinya, ada varietas-varietas tertentu yang secara khusus/spesifik lokasi sesuai dengan daerah tertentu.
Tahap III:Semai setelah olah lahan pertama
Pada daerah dengan sistem tanam pindah, persiapan persemaiandianjurkan dilakukan pada saat setelah olah lahan pertama, atau 18-21 hari sebelum tanam. Persemaian merupakan fase/masa kritispenularan penyakit tungro, dan vektor dewasa lebih cenderung
11Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Gambar 9. Persemaian dilakukan pada saat setelah olah lahan pertama.
memilih pada inang muda. Semai setelah olah lahan pertama adalahupaya untuk menghindari penularan virus tungro sejak dini. Kondisilahan yang bersih atau telah dilakukan eradikasi sumber inokulumvirus saat olah lahan dapat menghindarkan bibit bebas virus,meskipun vektor mempunyai peluang untuk hinggap di persemaian.Untuk lebih meyakinkan perlindungan terhadap bibit yang sehat, padaumur 7-10 hari setelah sebar dapat diaplikasikan antifidan ekstraksambiloto di persemaian. Aplikasi ekstrak sambiloto di persemaianmampu mempengaruhi kebiasaan makan vektor pada daun padi,namun tidak mempengaruhi keberadaan musuh alami baik polamakan dan kebugarannya.
12 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Tahap IV:Olah lahan kedua pada 4-5 hari sebelum tanam, diikuti denganpenggenangan air setinggi 5 cm
Olah lahan kedua bertujuan untuk melumpurkan/meratakan tanahbeserta bahan organik untuk siap ditanami. Penggenangan air setinggi5cm hingga saat waktu tanam akan dilakukan mempunyai 3keuntungan, yaitu: 1) meningkatkan pasokan nutrisi terutama nitrogendalam bentuk amonia dan fosfor tersedia untuk tanaman padi; 2)menjaga biji-biji gulma untuk tetap dorman (tertunda berkecambah);3) kondisi yang kurang kondusif bagi keberadaan vektor danmengurangi tingkat pemencaran/penyebarannya.
Gambar 10. Setelah olah lahan, digenangi air setinggi 5 cm.
13Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Tahap V:Tanam bibit umur 18-21 hari dengan sistem tanam legowo
Tanam bibit umur 18-21 hari setelah sebar (HSS) adalah umurideal bibit padi yang erat hubungannya dengan pembentukan anakansecara maksimal dan anakan produktif. Pada stadia vegetatif, anakanmaksimal yang dapat terbentuk berkisar 25-30 anakan dari kisaran3-5 bibit perlubang tanam, dan tentunya dengan faktor cukup nutrisidan jarak tanam. Demikian halnya dengan pengaturan jarak tanamdapat mempengaruhi kebiasaan fisik dari vektor. Penanaman dengancara legowo dua baris atau empat baris dapat menekan pemencaranwereng hijau. Ruang gerak yang terbatas bagi wereng hijau berakibatpada kurangnya penyebaran tungro di hamparan, apabila sudah terjadigejala tungro.
Gambar 11. Tanam dengan sistem legowo, upaya menekan pemencaranwereng hijau.
14 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Tahap VI:Aplikasi Andrometa
Andrometa adalah campuran antifidan nabati dari ekstraksambiloto dengan agen hayati jamur entomopatogen Methariziumanisoplie. Aplikasi Andrometa dengan konsentrasi 40 mg/l ekstraksambiloto dan 2 x 106 spora jamur Metarizium anisoplie denganvolume semprot 500 l/ha yang diaplikasikan pada waktu 2, 4, 6, 8minggu setelah tanam (MST) mempengaruhi kebiasaan makanwereng hijau dan kepadatan populasinya.
Aplikasi ekstrak sambiloto bertujuan untuk mengurangikemampuan wereng hijau dalam memperoleh dan menularkan virus.Ekstrak sambiloto menyebabkan kebiasaan makan wereng hijaumenghisap cairan tanaman hingga jaringan floem tidak terjadi,sehingga infeksi virus tungro dapat dihindari dan berdampak padarendahnya persentase kejadian tungro di lapangan. Sedangkanaplikasi jamur entomopatogen untuk menekan pemencaran werenghijau imigran. Aplikasi pada 6 MST untuk menekan kepadatan populasiturunan dari generasi imigran, sehingga dapat mempengaruhikepadatan populasi di lapangan. Aplikasi andrometa tidakmempengaruhi keberadaan musuh alami, sehingga bersinergisdengan peran musuh alami dalam mengendalikan vektor, bahkanhama lain yang dapat menjadi mangsa musuh alami.
Teknis persiapan ekstrak sambiloto cukup mudah. Daunsambiloto yang telah dikeringkan (simplisia), dihancurkanmenggunakan alat pencacah/blender dengan takaran 200 g/100 mlair. Rendam 1 malam atau lebih dengan menambahkan 200 ml air (1gelas kemasan air mineral) untuk melepaskan zat aktif/sari sambilotodari daun menjadi larutan yang siap aplikasi. Untuk mendapatkankandungan sari sambiloto lebih tinggi dapat menganti air denganmetanol (spirtus) dengan takaran yang sama. Apabila akan digunakanuntuk aplikasi, saring hasil rendaman daun sambiloto. Takaranpenggunaan yaitu 250-300 ml (1 gelas kemasan air mineral) larutanekstrak sambiloto (hasil penyaringan) per tangki semprot 15 l.
15Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Gambar 12. Teknis pemanfaatan daun sambiloto sebagai antifidan nabati danjamur Metharizium anisoplie sebagai agen hayati untukmengendalikan wereng hijau.
Tahap VII:Eradikasi gulma di pematang pada 2 dan 4 MST
Upaya menghindari penularan sekunder (penularan dipertanaman), dilakukan pemangkasan gulma yang tumbuh dipematang pada 2 dan 4 MST (Gambar 13). Pemangkasan gulma dipematang adalah upaya eradikasi gulma-gulma yang dapat menjadisumber inokulum virus. Meskipun dilakukan pemangkasan, pematangmasih dapat berfungsi sebagai tempat berlindung atau tempatalternatif untuk berkembang bagi musuh alami. Ada beberapa gulmayang mampu menjadi sumber inokulum virus (penyakit) yang tumbuhbaik di pertanaman maupun di pematang, yaitu: jejagoan/jawan(Echinocloa cruss-galli), Echinocloa colona, Fimbristylis miliceae(jarum-jarum), Cyperus rotundus (teki-tekian), Phyllanthus niruri, danEulisine indica, Monochoria vaginalis (eceng) (Gambar 14).
16 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Gambar 13. Teknik pemangkasan gulma di pematang.
Gambar 14. Gulma-gulma yang berpotensi sebagai inang alternatifsumber inokulum tungro.
17Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Tahap VIII:Penyiangan gulma di pertanaman (pencabutan danpembenaman)
Kegiatan penyiangan gulma merupakan bagian dari budidayatanaman padi. Tujuan kegiatan penyiangan gulma di pertanamanadalah mengurangi kompetisi tanaman utama dengan rumput(tanaman yang tidak diinginkan) terhadap nutrisi dalam tanah, air,dan cahaya. Umumnya, gulma lebih respon terhadap serapan nutrisidibanding tanaman padi, sehingga pada lahan-lahan yang tidakdilakukan penyiangan, tanaman padi tampak tumbuh merana(pertumbuhan terhambat, anakan sedikit, daun agak menguning, danmalai menjadi pendek). Sebagai tanaman kompetitior, gulma jugamerupakan inang alternatif virus tungro (Gambar 14). Secara sinergis,upaya kegiatan penyiangan/pengendalian gulma secara mekanisadalah upaya pengendalian tungro dengan mengurangi potensisumber inokulum virus tungro.
Penyiangan dilakukan sebelum pemupukan, yaitu 20 HSTsebelum pemupukan I dan 35-40 HST sebelum pemupukan II. Padapertumbuhan setelah 40 HST tidak diperlukan penyiangan, karenasecara tidak langsung pertumbuhan gulma-gulma baru akan tertekandengan pertumbuhan padi.
18 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Gambar 15. Kondisi ketersediaan air di pertanaman pada fase pertumbuhanvegetatif.
Tahap IX:Pengaturan ketersediaan air
Padi merupakan tanaman yang relatif membutuhkan banyak air,namun bukan tanaman air. Pengaturan pengairan (ketersediaan air)perlu diupayakan untuk pertumbuhan tanaman secara optimal. Padamasa pertumbuhan vegetatif (0-40 HST), kondisi air macak-macakatau tergenang 2-3 cm diperlukan untuk pembentukan anakan secaraoptimal (Gambar 15). Pada masa pertumbuhan vegetatif ini,diusahakan tidak mengeringkan lahan, karena wereng hijau memilikikebiasaan memencar (cenderung berpindah-pindah) jika kondisi lahankering. Apabila ada sumber inokulum yang diperoleh oleh wereng hijau,kebiasaan memencar akan membantu penyebaran virus secara luas.
19Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Deskripsi Varietas Tahan Tungro
INPARI 7 Lanrang
Nomor Seleksi : RUTTST96B-15-1-2-2-2-1Asal persilangan : S3054-2D-12-2/Utrimerah-2Golongan : CereUmur tanaman : 110-115 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 104 ± 7cmAnakan produktif : 16 ± 3 anakanWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : PutihWarna lidah daun : HijauWarna daun : HijauMuka daun : KasarPosisi daun : TegakDaun bendera : TegakBentuk gabah : PanjangWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : SedangTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 20,78%Bobot 1000 butir : 27,4 gramRata-rata hasil : 6,23 ton/haPotensi hasil : 8,7 ton/haKetahanan terhadap : • Agak rentan terhadap hama wereng batanghama dan penyakit coklat (WBC) biotipe 1,2, dan 3
• Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras III,dan agak rentan IV dan VIII, agak tahanpenyakit tungro inokulum 013
Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawahdataran rendah sampai tinggi 600 dpl.
Pemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Nafisah, dan BambangSuprihatno
Dilepas tahun : 2009
20 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
INPARI 8
Nomor Seleksi : IR73012-15-2-2-1Asal persilangan : IR68064-18-1-1-2-2/IR61979-136-1-3-2-2Golongan : CereUmur tanaman : 125 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 113 ± 8cmAnakan produktif : 19 ± 3 anakanWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : PutihWarna lidah daun : HijauWarna daun : HijauMuka daun : KasarPosisi daun : TegakDaun bendera : TegakBentuk gabah : Panjang dan rampingWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : SedangTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 21%Bobot 1000 butir : 23,3 gramRata-rata hasil : 6,25 ton/haPotensi hasil : 9,9 ton/haKetahanan terhadap : • Agak rentan terhadap hama WBC biotipe 1,hama dan penyakit 2, dan 3
• Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras III,dan agak rentan IV dan VIII, agak tahanpenyakit tungro inokulum 073, tahanpenyakit tungro inokulum 031 dan 013
Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawahdataran rendah sampai tinggi 600 dpl.
Alasan utama dilepas : Nasi pulen, potensi hasil tinggiPemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Nafisah, dan Bambang
SuprihatnoDilepas tahun : 2009
•
21Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
INPARI 9 Elo
Nomor Seleksi : IR73005-69-1-1-2Asal persilangan : IR65469-161-2-2-2-3-2-2/IR61979-136-1-3-2-2Golongan : CereUmur tanaman : 125 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 113 ± 8cmAnakan produktif : 18 ± 3 anakanWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : PutihWarna lidah daun : HijauMuka daun : KasarPosisi daun : TegakDaun bendera : TegakBentuk gabah : Panjang dan rampingWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : SedangTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 20,46%Bobot 1000 butir : 22,8 gramRata-rata hasil : 6,41 ton/haPotensi hasil : 9,3 ton/haKetahanan terhadap : • Agak rentan terhadap hama WBC biotipe 1,hama dan penyakit 2, dan 3
• Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras III,dan agak rentan IV dan VIII, agak tahanpenyakit tungro inokulum 073 dan 031,tahan penyakit tungro inokulum 013
Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawahdataran rendah sampai tinggi 600 dpl.
Alasan utama dilepas : Nasi pulen, potensi hasil tinggiPemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Nafisah, dan Bambang
SuprihatnoDilepas tahun : 2009
22 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
INPARI 36 Lanrang
Asal persilangan : IR58773-35-3-1-2/IR65475-62-3-1-3-1-3-1Golongan : CereUmur tanaman : ±114 hari setelah sebarBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : ±113 cmJumlah gabah isi/malai : ±111 butirAnakan produktif : ±16 malai/rumpunWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaPermukaan daun : KasarPosisi daun : TegakPosisi daun bendera : TegakBentuk gabah : RampingWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : SedangTekstur nasi : PulenKerebahan : ToleranPotensi hasil : 10,0 ton/ha GKGRata-rata hasil : ±6,7 ton/ha GKGBobot 1000 butir : ±26,0 gramTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 20,7%Ketahanan terhadap : • Agak rentan terhadap WBC biotipe 1 dan 2,hama dan penyakit rentan WBC bioptipe 3
• Agak tahan HDB strain IV, rentan HDBstrain III dan VIII
• Tahan tungro varian 073,• Tahan blas ras 033 dan ras 073,
agak tahan blas ras 133 dan 173Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah irigasi
sampai ketinggian <600 dpl.Pemulia/Peneliti : Ahmad Muliadi, Aan A. Daradjat, Nafisah, Trias
Sitaresmi, dan Cucu GunarsihDilepas tahun : 2015
23Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
INPARI 37 Lanrang
Asal persilangan : CT9162-12/Seratus Hari T36//Memberamo/Cibodas///IR66160-121-4-5-3/Memberamo
Golongan : CereUmur tanaman : ±114 hari setelah sebarBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : ±111 cmJumlah gabah isi/malai : ±105 butirAnakan produktif : ±16 malai/rumpunWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaPermukaan daun : KasarPosisi daun : TegakPosisi daun bendera : TegakBentuk gabah : RampingWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : SedangTekstur nasi : PulenKerebahan : ToleranPotensi hasil : 9,1 ton/ha GKGRata-rata hasil : ±6,3 ton/ha GKGBobot 1000 butir : ±25,0 gramTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 21,4%Ketahanan terhadap : • Agak rentan terhadap WBC biotipe 1 dan 2,hama dan penyakit rentan WBC bioptipe 3
• Agak tahan HDB strain III dan IV, agakrentan HDB strain VIII
• Tahan tungro varian 073,• Tahan blas ras 133 dan ras 173,
agak tahan blas ras 073 dan 033Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah irigasi
dataran rendah sampai ketinggian <600 dpl.Pemulia/Peneliti : Ahmad Muliadi, Aan A. Daradjat, Nafisah, Trias
Sitaresmi, dan Cucu GunarsihDilepas tahun : 2015
24 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
TUKAD BALIAN
Nomor Seleksi : IR59682-132-1-1-1-2Asal persilangan : IR48613-54-3-3-1/IR28239-94-2-3-6-2Golongan : CereUmur tanaman : 105-115 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 95-115 cmAnakan produktif : 16-22 anakanWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaMuka daun : KasarPosisi daun : TegakDaun bendera : TegakBentuk gabah : RampingWarna gabah : Kuning jeramiKerontokan : Mudah rontokKerebahan : Agak tahanTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 21%Bobot 1000 butir : 24 gramRata-rata hasil : 4,0 ton/haPotensi hasil : 7,0 ton/haKetahanan terhadap : • Agak tahan hama WBC biotipe 3 hama danpenyakit • Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras
VIII, tahan terhadap penyakit tungroAnjuran tanam : Baik ditanam di daerah endemik penyakit
tungro, khususnya daerah Bali dan NusaTenggara Barat
Pemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Abdul Rohim, I N. Widiarta,Ng. Astika, Suprapto, Triny S. Kadir, Putu OkaDarmawan, dan I Gst. Ngr. Gede
Dilepas tahun : 2000
25Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
TUKAD UNDA
Nomor Seleksi : IR68305-18-1Asal persilangan : Balimau Putih/4*IR64Golongan : Cere, kadang-kadang gundilUmur tanaman : 105-115 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 100-123 cmAnakan produktif : 18-25 anakanWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaWarna daun : HijauMuka daun : KasarPosisi daun : TegakDaun bendera : TegakBentuk gabah : RampingWarna gabah : Kuning jeramiKerontokan : Mudah rontokKerebahan : Agak tahanTekstur nasi : PeraKadar amilosa : 25%Bobot 1000 butir : 24 gramRata-rata hasil : 4,0 ton/haPotensi hasil : 7,0 ton/haKetahanan terhadap : • Agak tahan hama WBC biotipe 3 hamadan penyakit • Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras
VIII, tahan terhadap penyakit tungroAnjuran tanam : Baik ditanam di daerah endemik penyakit
tungro, khususnya daerah Bali dan NusaTenggara Barat.
Pemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Abdul Rohim, I N. Widiarta,Ng. Astika, Suprapto, Triny S. Kadir, Putu OkaDarmawan, dan I Gst. Ngr. Gede
Dilepas tahun : 2000
26 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
TUKAD PETANU
Nomor Seleksi : IR69726-116-1-3Asal persilangan : IR52256-84-2-3/IR72//2*IR1561-228-3/Utri merahGolongan : CereUmur tanaman : 115-125 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 115-120 cmAnakan produktif : 17-20 anakanWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaMuka daun : KasarPosisi daun : TegakDaun bendera : TegakBentuk gabah : RampingWarna gabah : Kuning jeramiKerontokan : Mudah rontokKerebahan : Agak tahanTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 23%Bobot 1000 butir : 24 gramRata-rata hasil : 4,0 ton/haPotensi hasil : 7,0 ton/haKetahanan terhadap : • Agak tahan hama WBC biotipe 3
hama dan penyakit • Agak tahan terhadap HDB (kresek) rasVIII, tahan terhadap penyakit tungro
Anjuran tanam : Baik ditanam di daerah endemik penyakittungro, khususnya daerah Bali dan NusaTenggara Barat
Pemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Abdul Rohim, I N. Widiarta,Ng. Astika, Suprapto, Triny S. Kadir, Putu OkaDarmawan, dan I Gst. Ngr. Gede
Dilepas tahun : 2000
27Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
KALIMAS
Nomor Seleksi : IR59552-21-3-2-2-(HD 176)Asal persilangan : PSBRC2/IR39292-142-3-2-3Golongan : CereUmur tanaman : 120-130 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 98-116 cmAnakan produktif : 16-23 anakanWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaMuka daun : KasarPosisi daun : TegakDaun bendera : TegakBentuk gabah : RampingWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : SedangKerebahan : TahanTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 20,6%Bobot 1000 butir : 26,5 gramRata-rata hasil : 6,0 ton/haPotensi hasil : 9,0 ton/haKetahanan terhadap : • Agak tahan terhadap hama WBC biotipe 3hama dan penyakit • Tahan terhadap penyakit tungroAnjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi
dataran rendah sampai 550 dpl.Pemulia/Peneliti : S. Roesmarkam, Aan A. Daradjat, Suwono,
G. Kustiono, Suyamto dan Widarto YP.Dilepas tahun : 2000
28 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
BONDOYUDO
Nomor Seleksi : IR60819-34-2-1 (HD 176)Asal persilangan : IR72/IR48525-100-1-2Golongan : CereUmur tanaman : 110-120 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 98-116 cmAnakan produktif : 15-22 anakanWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaMuka daun : KasarPosisi daun : TegakDaun bendera : Tegak pendek, malai kelihatanBentuk gabah : RampingWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : Mudah rontokKerebahan : TahanTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 20,4%Bobot 1000 butir : 21,3 gramRata-rata hasil : 6,0 ton/haPotensi hasil : 8,4 ton/haKetahanan terhadap : • Agak tahan terhadap hama WBC biotipe 3hama dan penyakit • Tahan terhadap penyakit tungroAnjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi
dataran rendah sampai 550 dpl.Pemulia/Peneliti : S. Roesmarkam, Aan A. Daradjat, Suwono,
G. Kustiono, Suyamto dan Widarto YP.Dilepas tahun : 2000
29Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah
Gol
onga
nN
ama
Varie
tas
V1Tu
kad
Peta
nu
Inpa
ri 7
V2Tu
kad
Balia
n
Kalim
as
V3
Inpa
ri 8
Inpa
ri 9
Bond
oyud
o
V4Tu
kad
Und
a
Tand
aK
ateg
ori K
egan
asan
Inde
ks P
enya
kit
Ben
dera
hija
uV
irul
ensi
lem
ah0
-<
4
Ben
dera
bir
uV
irul
en4
-<
7
Ben
dera
mer
ahSa
ngat
vir
ulen
7 -
9
Ket
eran
gan
30 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah