pengembangan wilayah pe rdesaan berbasis ... - jurnal umsu

21
EKONOMIKAWAN : J Pengembangan Sumber Fakult Jl. Kalimantan No.37, Kra e-m ABSTR Adanya di pedesa Salah sa perdesaa perdesaa lainnya. dilaksana disisi lain antar kot di wila perkemb Kecamat hierarki, Desa W Kemirian Mengen, Wonosar yaitu (a) Sumberk Desa Tu Kelompo dan Desa agribis k (Desa Su Sukosari Rejoagun tape dan Hierarki II (Desa Hierarki Kata Ku Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 N an Wilayah Perdesaan Berbasis Pada Daya Alam di Kabupaten Bondowos Herman Cahyo Diartho tas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jember ajan Timur, Sumbersari, Kabupaten Jember, J mail : [email protected] RAK kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesa aan telah mendorong upaya-upaya pembangunan atu upaya untuk melakukan modernisasi dan an adalah dengan adanya dukungan penye an yaitu jalan, air bersih, listrik dan prasaran Dalam prakteknya, proses pembangunan akan selama ini belum berhasil mencapai tuju n telah menimbulkan berbagai permasalahan baru ta dan desa. Hasil penelitian menunjukkan bahw ayah Kabupaten Bondowoso mempunyai b bangan desa serta potensi sumber daya alamnya tan Tamanan dengan potensi ekonomi kreatif yaitu (a). Kelompok Hierarki I (Desa Tamanan Wonosuko), (b). Kelompok Hierarki II (Desa n, dan Desa Sumberkemuning) dan (c). Kelompo , Desa Sumberanom dan Desa Wonosuko), ( ri dengan potensi agribis padi organik mengha ). Kelompok Hierarki I (Desa Wonosari, Desa kalong), (b). Kelompok Hierarki II (Desa Kapu umeng, Desa Lombok Kulon dan Desa Lomb ok Hierarki III (Desa Tangsil Wetan, Desa Jumpo a Bendoarum), (Ketiga). Kecamatan Sumberwri kopi rakyat menghasilkan tiga hierarki, yaitu (a). umbergading), (b). Kelompok Hierarki II (Desa ikidul) dan (c). Kelompok Hierarki III (Desa ng) dan (Keempat). Kecamatan Binakal dengan n ikan air tawar menghasilkan tiga hierarki, y I (Desa Sumbertengah dan Desa Bendelan), (b) Jeruk Soksok, Desa Binakal dan Desa Baratan III (Desa Gadingsari, Desa Sumber Waru Desa K unci : Pengembangan Wilayah Perdesaan, Potens No. 2, 2018 102 a Potensi oso Jawa Timur 68121 aan serta kemiskinan n di daerah pedesaan. penguatan ekonomi yediaan infrastruktur na kegiatan ekonomi n perdesaan yang uan tersebut, bahkan u berupa kesenjangan wa kawasan perdesaan beberapa klasifikasi a, yaitu : (Pertama). f menghasilkan tiga n, Desa Sukosari dan Karangmelok, Desa ok Hierarki III (Desa (Kedua). Kecamatan asilkan tiga hierarki, Traktakan dan Desa uran, Desa Pasarejo, bok Wetan) dan (c). ong, Desa Pelalangan ingin dengan potensi Kelompok Hierarki I a Sukorejo dan Desa Tegaljati dan Desa n potensi agroindustri yaitu (a). Kelompok ). Kelompok Hierarki n) dan (c). Kelompok Kembangan). si Sumber Daya Alam

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

102

Pengembangan Wilayah Perdesaan Berbasis Pada PotensiSumber Daya Alam di Kabupaten Bondowoso

Herman Cahyo DiarthoFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jember

Jl. Kalimantan No.37, Krajan Timur, Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur 68121e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Adanya kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan serta kemiskinandi pedesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di daerah pedesaan.Salah satu upaya untuk melakukan modernisasi dan penguatan ekonomiperdesaan adalah dengan adanya dukungan penyediaan infrastrukturperdesaan yaitu jalan, air bersih, listrik dan prasarana kegiatan ekonomilainnya. Dalam prakteknya, proses pembangunan perdesaan yangdilaksanakan selama ini belum berhasil mencapai tujuan tersebut, bahkandisisi lain telah menimbulkan berbagai permasalahan baru berupa kesenjanganantar kota dan desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan perdesaandi wilayah Kabupaten Bondowoso mempunyai beberapa klasifikasiperkembangan desa serta potensi sumber daya alamnya, yaitu : (Pertama).Kecamatan Tamanan dengan potensi ekonomi kreatif menghasilkan tigahierarki, yaitu (a). Kelompok Hierarki I (Desa Tamanan, Desa Sukosari danDesa Wonosuko), (b). Kelompok Hierarki II (Desa Karangmelok, DesaKemirian, dan Desa Sumberkemuning) dan (c). Kelompok Hierarki III (DesaMengen, Desa Sumberanom dan Desa Wonosuko), (Kedua). KecamatanWonosari dengan potensi agribis padi organik menghasilkan tiga hierarki,yaitu (a). Kelompok Hierarki I (Desa Wonosari, Desa Traktakan dan DesaSumberkalong), (b). Kelompok Hierarki II (Desa Kapuran, Desa Pasarejo,Desa Tumeng, Desa Lombok Kulon dan Desa Lombok Wetan) dan (c).Kelompok Hierarki III (Desa Tangsil Wetan, Desa Jumpong, Desa Pelalangandan Desa Bendoarum), (Ketiga). Kecamatan Sumberwringin dengan potensiagribis kopi rakyat menghasilkan tiga hierarki, yaitu (a). Kelompok Hierarki I(Desa Sumbergading), (b). Kelompok Hierarki II (Desa Sukorejo dan DesaSukosarikidul) dan (c). Kelompok Hierarki III (Desa Tegaljati dan DesaRejoagung) dan (Keempat). Kecamatan Binakal dengan potensi agroindustritape dan ikan air tawar menghasilkan tiga hierarki, yaitu (a). KelompokHierarki I (Desa Sumbertengah dan Desa Bendelan), (b). Kelompok HierarkiII (Desa Jeruk Soksok, Desa Binakal dan Desa Baratan) dan (c). KelompokHierarki III (Desa Gadingsari, Desa Sumber Waru Desa Kembangan).

Kata Kunci : Pengembangan Wilayah Perdesaan, Potensi Sumber Daya Alam

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

102

Pengembangan Wilayah Perdesaan Berbasis Pada PotensiSumber Daya Alam di Kabupaten Bondowoso

Herman Cahyo DiarthoFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jember

Jl. Kalimantan No.37, Krajan Timur, Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur 68121e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Adanya kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan serta kemiskinandi pedesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di daerah pedesaan.Salah satu upaya untuk melakukan modernisasi dan penguatan ekonomiperdesaan adalah dengan adanya dukungan penyediaan infrastrukturperdesaan yaitu jalan, air bersih, listrik dan prasarana kegiatan ekonomilainnya. Dalam prakteknya, proses pembangunan perdesaan yangdilaksanakan selama ini belum berhasil mencapai tujuan tersebut, bahkandisisi lain telah menimbulkan berbagai permasalahan baru berupa kesenjanganantar kota dan desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan perdesaandi wilayah Kabupaten Bondowoso mempunyai beberapa klasifikasiperkembangan desa serta potensi sumber daya alamnya, yaitu : (Pertama).Kecamatan Tamanan dengan potensi ekonomi kreatif menghasilkan tigahierarki, yaitu (a). Kelompok Hierarki I (Desa Tamanan, Desa Sukosari danDesa Wonosuko), (b). Kelompok Hierarki II (Desa Karangmelok, DesaKemirian, dan Desa Sumberkemuning) dan (c). Kelompok Hierarki III (DesaMengen, Desa Sumberanom dan Desa Wonosuko), (Kedua). KecamatanWonosari dengan potensi agribis padi organik menghasilkan tiga hierarki,yaitu (a). Kelompok Hierarki I (Desa Wonosari, Desa Traktakan dan DesaSumberkalong), (b). Kelompok Hierarki II (Desa Kapuran, Desa Pasarejo,Desa Tumeng, Desa Lombok Kulon dan Desa Lombok Wetan) dan (c).Kelompok Hierarki III (Desa Tangsil Wetan, Desa Jumpong, Desa Pelalangandan Desa Bendoarum), (Ketiga). Kecamatan Sumberwringin dengan potensiagribis kopi rakyat menghasilkan tiga hierarki, yaitu (a). Kelompok Hierarki I(Desa Sumbergading), (b). Kelompok Hierarki II (Desa Sukorejo dan DesaSukosarikidul) dan (c). Kelompok Hierarki III (Desa Tegaljati dan DesaRejoagung) dan (Keempat). Kecamatan Binakal dengan potensi agroindustritape dan ikan air tawar menghasilkan tiga hierarki, yaitu (a). KelompokHierarki I (Desa Sumbertengah dan Desa Bendelan), (b). Kelompok HierarkiII (Desa Jeruk Soksok, Desa Binakal dan Desa Baratan) dan (c). KelompokHierarki III (Desa Gadingsari, Desa Sumber Waru Desa Kembangan).

Kata Kunci : Pengembangan Wilayah Perdesaan, Potensi Sumber Daya Alam

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

102

Pengembangan Wilayah Perdesaan Berbasis Pada PotensiSumber Daya Alam di Kabupaten Bondowoso

Herman Cahyo DiarthoFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jember

Jl. Kalimantan No.37, Krajan Timur, Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur 68121e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Adanya kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan serta kemiskinandi pedesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di daerah pedesaan.Salah satu upaya untuk melakukan modernisasi dan penguatan ekonomiperdesaan adalah dengan adanya dukungan penyediaan infrastrukturperdesaan yaitu jalan, air bersih, listrik dan prasarana kegiatan ekonomilainnya. Dalam prakteknya, proses pembangunan perdesaan yangdilaksanakan selama ini belum berhasil mencapai tujuan tersebut, bahkandisisi lain telah menimbulkan berbagai permasalahan baru berupa kesenjanganantar kota dan desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan perdesaandi wilayah Kabupaten Bondowoso mempunyai beberapa klasifikasiperkembangan desa serta potensi sumber daya alamnya, yaitu : (Pertama).Kecamatan Tamanan dengan potensi ekonomi kreatif menghasilkan tigahierarki, yaitu (a). Kelompok Hierarki I (Desa Tamanan, Desa Sukosari danDesa Wonosuko), (b). Kelompok Hierarki II (Desa Karangmelok, DesaKemirian, dan Desa Sumberkemuning) dan (c). Kelompok Hierarki III (DesaMengen, Desa Sumberanom dan Desa Wonosuko), (Kedua). KecamatanWonosari dengan potensi agribis padi organik menghasilkan tiga hierarki,yaitu (a). Kelompok Hierarki I (Desa Wonosari, Desa Traktakan dan DesaSumberkalong), (b). Kelompok Hierarki II (Desa Kapuran, Desa Pasarejo,Desa Tumeng, Desa Lombok Kulon dan Desa Lombok Wetan) dan (c).Kelompok Hierarki III (Desa Tangsil Wetan, Desa Jumpong, Desa Pelalangandan Desa Bendoarum), (Ketiga). Kecamatan Sumberwringin dengan potensiagribis kopi rakyat menghasilkan tiga hierarki, yaitu (a). Kelompok Hierarki I(Desa Sumbergading), (b). Kelompok Hierarki II (Desa Sukorejo dan DesaSukosarikidul) dan (c). Kelompok Hierarki III (Desa Tegaljati dan DesaRejoagung) dan (Keempat). Kecamatan Binakal dengan potensi agroindustritape dan ikan air tawar menghasilkan tiga hierarki, yaitu (a). KelompokHierarki I (Desa Sumbertengah dan Desa Bendelan), (b). Kelompok HierarkiII (Desa Jeruk Soksok, Desa Binakal dan Desa Baratan) dan (c). KelompokHierarki III (Desa Gadingsari, Desa Sumber Waru Desa Kembangan).

Kata Kunci : Pengembangan Wilayah Perdesaan, Potensi Sumber Daya Alam

Page 2: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

103

Development of Rural Areas Based on Potential Natural Resourcesin Bondowoso Regency

ABSTRACT

The gap between urban and rural areas and poverty in rural areas hasencouraged development efforts in rural areas. One of the efforts to modernizeand strengthen the rural economy is to support the provision of ruralinfrastructure, namely roads, clean water, electricity and other economicinfrastructure. In practice, the process of rural development which was implementedduring this time have not managed to achieve that goal, even on the other hand havelead to various new problems in the form of the gap between cities and villages. Theresults of the research show that rural areas in the region Bondowoso District hasseveral classifications of the development of the village as well as the potential of itsnatural resources, namely : (The First). Sub-district Tamanan with the potential of thecreative economy produces three hierarchies, namely (a). The group Hierarchy I (theVillage Tamanan, Sukosari and Wonosuko), (b). The group Hierarchy II (VillageKarangmelok, Kemirian, and Sumberkemuning) and (c). The group Hierarchy III (theVillage of Mengen, Sumberanom and Wonosuko), (The Second). Wonosari districtwith the potential of agrobusiness of organic rice produce three hierarchies, namely(a). The group Hierarchy I (Wonosari, Traktakan and Sumberkalong), (b). The groupHierarchy II (Kapuran, Pasarejo,Tumeng, Lombok Kulon, and Lombok Wetan) and(c). The group Hierarchy III (Village Tangsil Wetan, Jumpong, Pelalangan andBendoarum), (The third). District Sumberwringin with the potential of agrobusiness ofthe coffee people produce three hierarchies, namely (a). The group Hierarchy I(Village Sumbergading), (b). The group Hierarchy II (Sukorejo and Sukosarikidul)and (c). The group Hierarchy III (Tegaljati and Desa Rejoagung) and (The Fourth).District Binakal with the potential of agro-tape and freshwater fish produce threehierarchies, namely (a). The group Hierarchy I (Sumbertengah and Bendelan), (b).The group Hierarchy II (the Village of Jeruk Soksok, Binakal and the Baratan) and(c). The group Hierarchy III (Gadingsari, Sumber Waru , Kembangan).

Key words : Development of Rural Areas and the Potential of NaturalResources

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

103

Development of Rural Areas Based on Potential Natural Resourcesin Bondowoso Regency

ABSTRACT

The gap between urban and rural areas and poverty in rural areas hasencouraged development efforts in rural areas. One of the efforts to modernizeand strengthen the rural economy is to support the provision of ruralinfrastructure, namely roads, clean water, electricity and other economicinfrastructure. In practice, the process of rural development which was implementedduring this time have not managed to achieve that goal, even on the other hand havelead to various new problems in the form of the gap between cities and villages. Theresults of the research show that rural areas in the region Bondowoso District hasseveral classifications of the development of the village as well as the potential of itsnatural resources, namely : (The First). Sub-district Tamanan with the potential of thecreative economy produces three hierarchies, namely (a). The group Hierarchy I (theVillage Tamanan, Sukosari and Wonosuko), (b). The group Hierarchy II (VillageKarangmelok, Kemirian, and Sumberkemuning) and (c). The group Hierarchy III (theVillage of Mengen, Sumberanom and Wonosuko), (The Second). Wonosari districtwith the potential of agrobusiness of organic rice produce three hierarchies, namely(a). The group Hierarchy I (Wonosari, Traktakan and Sumberkalong), (b). The groupHierarchy II (Kapuran, Pasarejo,Tumeng, Lombok Kulon, and Lombok Wetan) and(c). The group Hierarchy III (Village Tangsil Wetan, Jumpong, Pelalangan andBendoarum), (The third). District Sumberwringin with the potential of agrobusiness ofthe coffee people produce three hierarchies, namely (a). The group Hierarchy I(Village Sumbergading), (b). The group Hierarchy II (Sukorejo and Sukosarikidul)and (c). The group Hierarchy III (Tegaljati and Desa Rejoagung) and (The Fourth).District Binakal with the potential of agro-tape and freshwater fish produce threehierarchies, namely (a). The group Hierarchy I (Sumbertengah and Bendelan), (b).The group Hierarchy II (the Village of Jeruk Soksok, Binakal and the Baratan) and(c). The group Hierarchy III (Gadingsari, Sumber Waru , Kembangan).

Key words : Development of Rural Areas and the Potential of NaturalResources

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

103

Development of Rural Areas Based on Potential Natural Resourcesin Bondowoso Regency

ABSTRACT

The gap between urban and rural areas and poverty in rural areas hasencouraged development efforts in rural areas. One of the efforts to modernizeand strengthen the rural economy is to support the provision of ruralinfrastructure, namely roads, clean water, electricity and other economicinfrastructure. In practice, the process of rural development which was implementedduring this time have not managed to achieve that goal, even on the other hand havelead to various new problems in the form of the gap between cities and villages. Theresults of the research show that rural areas in the region Bondowoso District hasseveral classifications of the development of the village as well as the potential of itsnatural resources, namely : (The First). Sub-district Tamanan with the potential of thecreative economy produces three hierarchies, namely (a). The group Hierarchy I (theVillage Tamanan, Sukosari and Wonosuko), (b). The group Hierarchy II (VillageKarangmelok, Kemirian, and Sumberkemuning) and (c). The group Hierarchy III (theVillage of Mengen, Sumberanom and Wonosuko), (The Second). Wonosari districtwith the potential of agrobusiness of organic rice produce three hierarchies, namely(a). The group Hierarchy I (Wonosari, Traktakan and Sumberkalong), (b). The groupHierarchy II (Kapuran, Pasarejo,Tumeng, Lombok Kulon, and Lombok Wetan) and(c). The group Hierarchy III (Village Tangsil Wetan, Jumpong, Pelalangan andBendoarum), (The third). District Sumberwringin with the potential of agrobusiness ofthe coffee people produce three hierarchies, namely (a). The group Hierarchy I(Village Sumbergading), (b). The group Hierarchy II (Sukorejo and Sukosarikidul)and (c). The group Hierarchy III (Tegaljati and Desa Rejoagung) and (The Fourth).District Binakal with the potential of agro-tape and freshwater fish produce threehierarchies, namely (a). The group Hierarchy I (Sumbertengah and Bendelan), (b).The group Hierarchy II (the Village of Jeruk Soksok, Binakal and the Baratan) and(c). The group Hierarchy III (Gadingsari, Sumber Waru , Kembangan).

Key words : Development of Rural Areas and the Potential of NaturalResources

Page 3: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

104

PENDAHULUANPembangunan desa akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi

perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebihdemokratis. Akan tetapi desa sampai kini, masih belum beranjak dari profil lama, yakniterbelakang dan miskin. Meskipun banyak pihak mengakui bahwa desa mempunyaiperanan yang besar bagi kota, namun tetap saja desa masih dipandang rendah dalam halekonomi ataupun yang lainnya. Padahal kita ketahui bahwa sebagian besar pendudukIndonesia berdiam di daerah pedesaan dan berprofesi sebagai petani kecil (lahan terbatasatau sempit). Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila pembangunan pedesaan harus menjadiprioritas utama dalam segenap rencana strategi dan kebijakan pembangunan di Indonesia.Jika tidak, maka jurang pemisah antara kota dan desan akan semakin tinggi terutama dalamhal perekonomian. (Bappenas, 2012).

Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan pedesaan serta kemiskinan di pedesaantelah mendorong upaya-upaya pembangungan di kawasan pedesaan. Meskipun demikian,pendekatan pengembangan kawasan pedesaan seringkali dipisahkan dari kawasanperkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangankawasan pedesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasankesejahteraan masyarakat pedesaan malah berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensipedesaan ke perkotaan baik dari sisi sumberdaya manusia, alam, bahkan modal(Djakapermana, 2003:4).

Kebijakan pembangunan perdesaan selama ini disusun dengan tujuan untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dan mempercepat industrialisasiperdesaan. Sasaran utama yang ingin dicapai adalah meningkatnya pendapatan masyarakatperdesaan, terciptanya lapangan pekerjaan, tersedianya bahan pangan dan bahan lainyauntuk konsumsi dan produksi, terwujudnya keselarasan hubungan ekonomi antara wilayahperdesaan dan wilayah perkotaan, menguatnya pertumbuhan ekonomi lokal, danmeningkatnya lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam kaitantersebut Pradhan (2003) menyatakan bahwa pembangunan perdesaan hanya dapatberkesinambungan apabila fasilitas prasarana dan sarana yang tersedia dapat menstimulasiserta mendorong aktivitas produksi dan pasar di wilayah perdesaan. Perdesaan sebagaipemasok hasil produksi pertanian dalam bentuk produk-produk primer harus didorongmenjadi desa-desa yang mampu menghasilkan bahan olahan atau industri hasil pertaniansehingga menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi lokal (Gamma Epsilon, 2014).

Penyusunan kebijakan pembangunan pedesaan secara umum dapat dilihat dalam tigakelompok yaitu : (1) Kebijakan secara tidak langsung diarahkan pada penciptaan kondisiyang menjamin kelangsungan setiap upaya pembangunan pedesaan yang mendukungkegiatan sosial ekonomi, seperti penyediaan sarana dan prasarana pendukung (pasar,pendidikan, kesehatan, jalan, dan lain sebagainya), penguatan kelembagaan, danperlindungan terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat melalui undang- undang. (2)Kebijakan yang langsung diarahkan pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakatpedesaan. (3) Kebijakan khusus menjangkau masyarakat melalui upaya khusus, sepertipenjaminan hukum melalui perundang-undangan dan penjaminan terhadapkeamanan dankenyamanan masyarakat (Haeruman, 1997:11).

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

104

PENDAHULUANPembangunan desa akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi

perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebihdemokratis. Akan tetapi desa sampai kini, masih belum beranjak dari profil lama, yakniterbelakang dan miskin. Meskipun banyak pihak mengakui bahwa desa mempunyaiperanan yang besar bagi kota, namun tetap saja desa masih dipandang rendah dalam halekonomi ataupun yang lainnya. Padahal kita ketahui bahwa sebagian besar pendudukIndonesia berdiam di daerah pedesaan dan berprofesi sebagai petani kecil (lahan terbatasatau sempit). Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila pembangunan pedesaan harus menjadiprioritas utama dalam segenap rencana strategi dan kebijakan pembangunan di Indonesia.Jika tidak, maka jurang pemisah antara kota dan desan akan semakin tinggi terutama dalamhal perekonomian. (Bappenas, 2012).

Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan pedesaan serta kemiskinan di pedesaantelah mendorong upaya-upaya pembangungan di kawasan pedesaan. Meskipun demikian,pendekatan pengembangan kawasan pedesaan seringkali dipisahkan dari kawasanperkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangankawasan pedesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasankesejahteraan masyarakat pedesaan malah berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensipedesaan ke perkotaan baik dari sisi sumberdaya manusia, alam, bahkan modal(Djakapermana, 2003:4).

Kebijakan pembangunan perdesaan selama ini disusun dengan tujuan untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dan mempercepat industrialisasiperdesaan. Sasaran utama yang ingin dicapai adalah meningkatnya pendapatan masyarakatperdesaan, terciptanya lapangan pekerjaan, tersedianya bahan pangan dan bahan lainyauntuk konsumsi dan produksi, terwujudnya keselarasan hubungan ekonomi antara wilayahperdesaan dan wilayah perkotaan, menguatnya pertumbuhan ekonomi lokal, danmeningkatnya lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam kaitantersebut Pradhan (2003) menyatakan bahwa pembangunan perdesaan hanya dapatberkesinambungan apabila fasilitas prasarana dan sarana yang tersedia dapat menstimulasiserta mendorong aktivitas produksi dan pasar di wilayah perdesaan. Perdesaan sebagaipemasok hasil produksi pertanian dalam bentuk produk-produk primer harus didorongmenjadi desa-desa yang mampu menghasilkan bahan olahan atau industri hasil pertaniansehingga menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi lokal (Gamma Epsilon, 2014).

Penyusunan kebijakan pembangunan pedesaan secara umum dapat dilihat dalam tigakelompok yaitu : (1) Kebijakan secara tidak langsung diarahkan pada penciptaan kondisiyang menjamin kelangsungan setiap upaya pembangunan pedesaan yang mendukungkegiatan sosial ekonomi, seperti penyediaan sarana dan prasarana pendukung (pasar,pendidikan, kesehatan, jalan, dan lain sebagainya), penguatan kelembagaan, danperlindungan terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat melalui undang- undang. (2)Kebijakan yang langsung diarahkan pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakatpedesaan. (3) Kebijakan khusus menjangkau masyarakat melalui upaya khusus, sepertipenjaminan hukum melalui perundang-undangan dan penjaminan terhadapkeamanan dankenyamanan masyarakat (Haeruman, 1997:11).

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

104

PENDAHULUANPembangunan desa akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi

perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebihdemokratis. Akan tetapi desa sampai kini, masih belum beranjak dari profil lama, yakniterbelakang dan miskin. Meskipun banyak pihak mengakui bahwa desa mempunyaiperanan yang besar bagi kota, namun tetap saja desa masih dipandang rendah dalam halekonomi ataupun yang lainnya. Padahal kita ketahui bahwa sebagian besar pendudukIndonesia berdiam di daerah pedesaan dan berprofesi sebagai petani kecil (lahan terbatasatau sempit). Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila pembangunan pedesaan harus menjadiprioritas utama dalam segenap rencana strategi dan kebijakan pembangunan di Indonesia.Jika tidak, maka jurang pemisah antara kota dan desan akan semakin tinggi terutama dalamhal perekonomian. (Bappenas, 2012).

Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan pedesaan serta kemiskinan di pedesaantelah mendorong upaya-upaya pembangungan di kawasan pedesaan. Meskipun demikian,pendekatan pengembangan kawasan pedesaan seringkali dipisahkan dari kawasanperkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangankawasan pedesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasankesejahteraan masyarakat pedesaan malah berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensipedesaan ke perkotaan baik dari sisi sumberdaya manusia, alam, bahkan modal(Djakapermana, 2003:4).

Kebijakan pembangunan perdesaan selama ini disusun dengan tujuan untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dan mempercepat industrialisasiperdesaan. Sasaran utama yang ingin dicapai adalah meningkatnya pendapatan masyarakatperdesaan, terciptanya lapangan pekerjaan, tersedianya bahan pangan dan bahan lainyauntuk konsumsi dan produksi, terwujudnya keselarasan hubungan ekonomi antara wilayahperdesaan dan wilayah perkotaan, menguatnya pertumbuhan ekonomi lokal, danmeningkatnya lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam kaitantersebut Pradhan (2003) menyatakan bahwa pembangunan perdesaan hanya dapatberkesinambungan apabila fasilitas prasarana dan sarana yang tersedia dapat menstimulasiserta mendorong aktivitas produksi dan pasar di wilayah perdesaan. Perdesaan sebagaipemasok hasil produksi pertanian dalam bentuk produk-produk primer harus didorongmenjadi desa-desa yang mampu menghasilkan bahan olahan atau industri hasil pertaniansehingga menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi lokal (Gamma Epsilon, 2014).

Penyusunan kebijakan pembangunan pedesaan secara umum dapat dilihat dalam tigakelompok yaitu : (1) Kebijakan secara tidak langsung diarahkan pada penciptaan kondisiyang menjamin kelangsungan setiap upaya pembangunan pedesaan yang mendukungkegiatan sosial ekonomi, seperti penyediaan sarana dan prasarana pendukung (pasar,pendidikan, kesehatan, jalan, dan lain sebagainya), penguatan kelembagaan, danperlindungan terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat melalui undang- undang. (2)Kebijakan yang langsung diarahkan pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakatpedesaan. (3) Kebijakan khusus menjangkau masyarakat melalui upaya khusus, sepertipenjaminan hukum melalui perundang-undangan dan penjaminan terhadapkeamanan dankenyamanan masyarakat (Haeruman, 1997:11).

Page 4: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

105

Untuk mencapai tujuan pembangunan perdesaan diperlukan integrasi kegiatan-kegiatan pokok yang meliputi: (1) pembangunan sarana dan prasarana, (2). pembangunansistem agribisnis, (3) pengembangan industri kecil dan rumah tangga,(4) penguatanlembaga dan organisasi ekonomi masyarakat, (5) pengembangan jaringan produksi danpemasaran, (6) penguasaan teknologi tepat guna, (7) pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan peningkatan kehidupan sosial ekonomi kelompokkeluarga miskin secara terpadu, (8) menyempurnakan struktur organisasi pemerintah desadan lembaga-lembagaekonomi lainnya (Pranoto, 2002).

Menurut Kurnia (1999), upaya untuk melakukan modernisasi dan penguatanekonomi perdesaan adalah melalui dukungan penyediaan infrastruktur perdesaan sepertijalan, listrik, air bersih dan prasarana kegiatan ekonomi lainnya. Dalam prakteknya, prosespembangunan perdesaan yang dilaksanakan selama ini belum berhasil mencapai tujuantersebut, bahkan disisi lain telah menimbulkan berbagai permasalahan baru berupakesenjangan antar kota dan desa, yaitu perbedaan tingkat kesejahteraan yang menyolokantara wilayah perdesaan dan perkotaan. Haltersebut selaras dengan pernyataan Mubyarto(2004), bahwa kesenjangan antara sektor industri dengan sektor pertanian itu tampak padakesenjangan kota – desa.

Pembangunan industri, yang sebagian besar terletak di perkotaan, tumbuh pesatselama hampir 30 tahun. Sebaliknya, pembangunan sektor pertanian dan industriolahannya, yang hampir seluruhnya berada di daerah perdesaan, sangat lambatpertumbuhannya. Sektor pertanian merupakan suatu sistem yang menyeluruh dimanaterkait dengan produsen dan konsumen. Sistem ini terkait dengan sub sistem prosespenyimpanan, pengolahan hasil, produksi dan pemasaran (CIDA, 2003). Sebagai akibatkesenjangan wilayah kota-desa, hubungan interaksi antara keduanya tidak salingmemperkuat, tetapi justru saling memperlemah. Dengan demikian, kebijakanpembangunan perdesaan selama ini belum mampu memberikan perubahan yang signifikanterhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga pendekatan kebijakanpembangunan selama ini perlu dipikirkan kembali. Berkembangnya kawasan kota sebagaipusat-pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek penetesan ke bawah (trickledown effect), tetapi justru menimbulkan efek pengurasan (back wash effect) sumberdayadari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan, serta efek urbanisasi secara cepat.

Zeng dan Sui (2011) menyatakan bahwa hal tersebut merupakan fenomena yangumum terjadi diberbagai negara yang sedang berkembang di dunia. Pembangunanperdesaan melalui pengembangan berbasis agribisnis diharapkan dapat memberikan solusiyang tepat untuk mengatasi dan menjawab berbagai permasalahan tersebut. Pernyataan inisejalan dengan konsep yang dikembangkan oleh Friedman dan Douglas (1975). Bahkankeduanya menekankan pentingnya pendekatan berbasis agribisnis dalam pengembanganpedesaan di kawasan Asia dan Afrika.

Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu kabupaten yang mengembangkankonseppembangunan perdesaan yang berbasis pada potensi desa sebagai salah satupendekatan dalam memacu pembangunan dan pengembanganwilayah desa.Dilihat daripotensi sumber dayaalam dan wilayah, Kabupaten Bondowoso memiliki potensi yanglayak dikembangkan bidang pertanian,perikanan dan peternakan. Dalam upayamempercepat pertumbuhan dan pengembangan wilayah perdesaan maka pemerintahDaerah Kabupaten Bondowoso mempunyai perencanaan strategis untuk memacuperkembangan wilayah perdesaan melalui sasaran utama yang meliput:

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

105

Untuk mencapai tujuan pembangunan perdesaan diperlukan integrasi kegiatan-kegiatan pokok yang meliputi: (1) pembangunan sarana dan prasarana, (2). pembangunansistem agribisnis, (3) pengembangan industri kecil dan rumah tangga,(4) penguatanlembaga dan organisasi ekonomi masyarakat, (5) pengembangan jaringan produksi danpemasaran, (6) penguasaan teknologi tepat guna, (7) pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan peningkatan kehidupan sosial ekonomi kelompokkeluarga miskin secara terpadu, (8) menyempurnakan struktur organisasi pemerintah desadan lembaga-lembagaekonomi lainnya (Pranoto, 2002).

Menurut Kurnia (1999), upaya untuk melakukan modernisasi dan penguatanekonomi perdesaan adalah melalui dukungan penyediaan infrastruktur perdesaan sepertijalan, listrik, air bersih dan prasarana kegiatan ekonomi lainnya. Dalam prakteknya, prosespembangunan perdesaan yang dilaksanakan selama ini belum berhasil mencapai tujuantersebut, bahkan disisi lain telah menimbulkan berbagai permasalahan baru berupakesenjangan antar kota dan desa, yaitu perbedaan tingkat kesejahteraan yang menyolokantara wilayah perdesaan dan perkotaan. Haltersebut selaras dengan pernyataan Mubyarto(2004), bahwa kesenjangan antara sektor industri dengan sektor pertanian itu tampak padakesenjangan kota – desa.

Pembangunan industri, yang sebagian besar terletak di perkotaan, tumbuh pesatselama hampir 30 tahun. Sebaliknya, pembangunan sektor pertanian dan industriolahannya, yang hampir seluruhnya berada di daerah perdesaan, sangat lambatpertumbuhannya. Sektor pertanian merupakan suatu sistem yang menyeluruh dimanaterkait dengan produsen dan konsumen. Sistem ini terkait dengan sub sistem prosespenyimpanan, pengolahan hasil, produksi dan pemasaran (CIDA, 2003). Sebagai akibatkesenjangan wilayah kota-desa, hubungan interaksi antara keduanya tidak salingmemperkuat, tetapi justru saling memperlemah. Dengan demikian, kebijakanpembangunan perdesaan selama ini belum mampu memberikan perubahan yang signifikanterhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga pendekatan kebijakanpembangunan selama ini perlu dipikirkan kembali. Berkembangnya kawasan kota sebagaipusat-pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek penetesan ke bawah (trickledown effect), tetapi justru menimbulkan efek pengurasan (back wash effect) sumberdayadari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan, serta efek urbanisasi secara cepat.

Zeng dan Sui (2011) menyatakan bahwa hal tersebut merupakan fenomena yangumum terjadi diberbagai negara yang sedang berkembang di dunia. Pembangunanperdesaan melalui pengembangan berbasis agribisnis diharapkan dapat memberikan solusiyang tepat untuk mengatasi dan menjawab berbagai permasalahan tersebut. Pernyataan inisejalan dengan konsep yang dikembangkan oleh Friedman dan Douglas (1975). Bahkankeduanya menekankan pentingnya pendekatan berbasis agribisnis dalam pengembanganpedesaan di kawasan Asia dan Afrika.

Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu kabupaten yang mengembangkankonseppembangunan perdesaan yang berbasis pada potensi desa sebagai salah satupendekatan dalam memacu pembangunan dan pengembanganwilayah desa.Dilihat daripotensi sumber dayaalam dan wilayah, Kabupaten Bondowoso memiliki potensi yanglayak dikembangkan bidang pertanian,perikanan dan peternakan. Dalam upayamempercepat pertumbuhan dan pengembangan wilayah perdesaan maka pemerintahDaerah Kabupaten Bondowoso mempunyai perencanaan strategis untuk memacuperkembangan wilayah perdesaan melalui sasaran utama yang meliput:

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

105

Untuk mencapai tujuan pembangunan perdesaan diperlukan integrasi kegiatan-kegiatan pokok yang meliputi: (1) pembangunan sarana dan prasarana, (2). pembangunansistem agribisnis, (3) pengembangan industri kecil dan rumah tangga,(4) penguatanlembaga dan organisasi ekonomi masyarakat, (5) pengembangan jaringan produksi danpemasaran, (6) penguasaan teknologi tepat guna, (7) pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan peningkatan kehidupan sosial ekonomi kelompokkeluarga miskin secara terpadu, (8) menyempurnakan struktur organisasi pemerintah desadan lembaga-lembagaekonomi lainnya (Pranoto, 2002).

Menurut Kurnia (1999), upaya untuk melakukan modernisasi dan penguatanekonomi perdesaan adalah melalui dukungan penyediaan infrastruktur perdesaan sepertijalan, listrik, air bersih dan prasarana kegiatan ekonomi lainnya. Dalam prakteknya, prosespembangunan perdesaan yang dilaksanakan selama ini belum berhasil mencapai tujuantersebut, bahkan disisi lain telah menimbulkan berbagai permasalahan baru berupakesenjangan antar kota dan desa, yaitu perbedaan tingkat kesejahteraan yang menyolokantara wilayah perdesaan dan perkotaan. Haltersebut selaras dengan pernyataan Mubyarto(2004), bahwa kesenjangan antara sektor industri dengan sektor pertanian itu tampak padakesenjangan kota – desa.

Pembangunan industri, yang sebagian besar terletak di perkotaan, tumbuh pesatselama hampir 30 tahun. Sebaliknya, pembangunan sektor pertanian dan industriolahannya, yang hampir seluruhnya berada di daerah perdesaan, sangat lambatpertumbuhannya. Sektor pertanian merupakan suatu sistem yang menyeluruh dimanaterkait dengan produsen dan konsumen. Sistem ini terkait dengan sub sistem prosespenyimpanan, pengolahan hasil, produksi dan pemasaran (CIDA, 2003). Sebagai akibatkesenjangan wilayah kota-desa, hubungan interaksi antara keduanya tidak salingmemperkuat, tetapi justru saling memperlemah. Dengan demikian, kebijakanpembangunan perdesaan selama ini belum mampu memberikan perubahan yang signifikanterhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga pendekatan kebijakanpembangunan selama ini perlu dipikirkan kembali. Berkembangnya kawasan kota sebagaipusat-pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek penetesan ke bawah (trickledown effect), tetapi justru menimbulkan efek pengurasan (back wash effect) sumberdayadari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan, serta efek urbanisasi secara cepat.

Zeng dan Sui (2011) menyatakan bahwa hal tersebut merupakan fenomena yangumum terjadi diberbagai negara yang sedang berkembang di dunia. Pembangunanperdesaan melalui pengembangan berbasis agribisnis diharapkan dapat memberikan solusiyang tepat untuk mengatasi dan menjawab berbagai permasalahan tersebut. Pernyataan inisejalan dengan konsep yang dikembangkan oleh Friedman dan Douglas (1975). Bahkankeduanya menekankan pentingnya pendekatan berbasis agribisnis dalam pengembanganpedesaan di kawasan Asia dan Afrika.

Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu kabupaten yang mengembangkankonseppembangunan perdesaan yang berbasis pada potensi desa sebagai salah satupendekatan dalam memacu pembangunan dan pengembanganwilayah desa.Dilihat daripotensi sumber dayaalam dan wilayah, Kabupaten Bondowoso memiliki potensi yanglayak dikembangkan bidang pertanian,perikanan dan peternakan. Dalam upayamempercepat pertumbuhan dan pengembangan wilayah perdesaan maka pemerintahDaerah Kabupaten Bondowoso mempunyai perencanaan strategis untuk memacuperkembangan wilayah perdesaan melalui sasaran utama yang meliput:

Page 5: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

106

(1). Pengembangan pertanian yang berbasis potensi wilayah, dan (2). Pengembanganekonomi kerakyatan dengan sasaran kawasan pedesaan melalui sektor agribisnis yangberkelanjutan.

Kawasan perdesaan di Kabupaten Bondowoso pada dasarnya memiliki potensipertanian untuk dikembangkan dan berbagai inovasi yang telah dilakukan berhubunganerat dengan faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh desa. Faktor internal yangdimaksud terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh desa sedangkan faktoreksternal berhubungan dengan peluang dan ancaman. Berdasarkan faktor internal daneksternal serta potensi yang dimiliki maka dilakukan penelitian tentang : (a).Bagaimanakah keragaan relatif tingkat perkembangan desa dan (b). Bagaimanakah potensisumber daya alam dan strategi untuk menuju kemandirian ekonomi desa di KabupatenBondowoso.

KAJIAN TEORIPendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat

beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayahserta tatanan sosial-ekonomi, sistem pemerintahan dan administrasi pembangunan.Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memberikan perhatian padapemerataan menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, bahkan menghambatpertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2013). Pengembanganwilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkanpertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional,meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas (Mercado, 2012).

Menurut Akil (2003), pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpamemberikan perhatian pada pemerataan menyebabkan dampak negatif terhadaplingkungan, bahkan menghambat pembangunan itu sendiri. Dalam kontek ini mulaidirasakan perlunya pendekatan yang meninjau kota-desa kawasan produksi serta prasaranapendukungnya sebagai satu kesatuan wilayah. Dalam hubungan ini, kegiatan ekonomi kotadan desa (sub urban) adalah saling tergantung (interdependent) dalam kontek perubahanpenduduk jangka panjang dan tenaga kerja (Voith, 1998). Kasikoen (2005) menyatakanbahwa ada keterkaitan pembangunan perkotaan dan perdesaan dimana keterkaitan inidiekspresikan dalam bentuk fisik, sosial, ekonomi, politik dan idiologi yang sekaligusuntuk mengatasi adanya ketidakseimbangan pembangunan di perkotaan dan perdesaan.

Kesenjangan pelaksanaan program pembangunan didalam mencapai tujuannya,bukanlah semata-mata kegagalan dalam penyelenggaraannya namun lebih kepadakebijakan yang diterapkan. Pada beberapa dekade yang lalu, cara pandang pembangunanlebih berorientasi pada laju pertumbuhan ekonomi dengan basis peningkatan investasi danteknologi yang menimbulkan krisis yang sampai saat ini masih dirasakan. Penekananpembangunan yang hanya pada pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan masalahdisampaikan juga oleh Djajadiningrat (1997). Titik berat pembangunan semata-mata padapertumbuhan ekonomi dapat menyebabkan kerusakan lingkungan alam yang tidak dapatdiperbaiki. Lingkungan alam juga merupakan unsur penting dari pertumbuhan ekonomi,dan apabila lingkungan alam turun melebihi daya dukungnya, maka ekonomi akankehilangan daya untuk tumbuh.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

106

(1). Pengembangan pertanian yang berbasis potensi wilayah, dan (2). Pengembanganekonomi kerakyatan dengan sasaran kawasan pedesaan melalui sektor agribisnis yangberkelanjutan.

Kawasan perdesaan di Kabupaten Bondowoso pada dasarnya memiliki potensipertanian untuk dikembangkan dan berbagai inovasi yang telah dilakukan berhubunganerat dengan faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh desa. Faktor internal yangdimaksud terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh desa sedangkan faktoreksternal berhubungan dengan peluang dan ancaman. Berdasarkan faktor internal daneksternal serta potensi yang dimiliki maka dilakukan penelitian tentang : (a).Bagaimanakah keragaan relatif tingkat perkembangan desa dan (b). Bagaimanakah potensisumber daya alam dan strategi untuk menuju kemandirian ekonomi desa di KabupatenBondowoso.

KAJIAN TEORIPendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat

beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayahserta tatanan sosial-ekonomi, sistem pemerintahan dan administrasi pembangunan.Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memberikan perhatian padapemerataan menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, bahkan menghambatpertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2013). Pengembanganwilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkanpertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional,meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas (Mercado, 2012).

Menurut Akil (2003), pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpamemberikan perhatian pada pemerataan menyebabkan dampak negatif terhadaplingkungan, bahkan menghambat pembangunan itu sendiri. Dalam kontek ini mulaidirasakan perlunya pendekatan yang meninjau kota-desa kawasan produksi serta prasaranapendukungnya sebagai satu kesatuan wilayah. Dalam hubungan ini, kegiatan ekonomi kotadan desa (sub urban) adalah saling tergantung (interdependent) dalam kontek perubahanpenduduk jangka panjang dan tenaga kerja (Voith, 1998). Kasikoen (2005) menyatakanbahwa ada keterkaitan pembangunan perkotaan dan perdesaan dimana keterkaitan inidiekspresikan dalam bentuk fisik, sosial, ekonomi, politik dan idiologi yang sekaligusuntuk mengatasi adanya ketidakseimbangan pembangunan di perkotaan dan perdesaan.

Kesenjangan pelaksanaan program pembangunan didalam mencapai tujuannya,bukanlah semata-mata kegagalan dalam penyelenggaraannya namun lebih kepadakebijakan yang diterapkan. Pada beberapa dekade yang lalu, cara pandang pembangunanlebih berorientasi pada laju pertumbuhan ekonomi dengan basis peningkatan investasi danteknologi yang menimbulkan krisis yang sampai saat ini masih dirasakan. Penekananpembangunan yang hanya pada pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan masalahdisampaikan juga oleh Djajadiningrat (1997). Titik berat pembangunan semata-mata padapertumbuhan ekonomi dapat menyebabkan kerusakan lingkungan alam yang tidak dapatdiperbaiki. Lingkungan alam juga merupakan unsur penting dari pertumbuhan ekonomi,dan apabila lingkungan alam turun melebihi daya dukungnya, maka ekonomi akankehilangan daya untuk tumbuh.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

106

(1). Pengembangan pertanian yang berbasis potensi wilayah, dan (2). Pengembanganekonomi kerakyatan dengan sasaran kawasan pedesaan melalui sektor agribisnis yangberkelanjutan.

Kawasan perdesaan di Kabupaten Bondowoso pada dasarnya memiliki potensipertanian untuk dikembangkan dan berbagai inovasi yang telah dilakukan berhubunganerat dengan faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh desa. Faktor internal yangdimaksud terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh desa sedangkan faktoreksternal berhubungan dengan peluang dan ancaman. Berdasarkan faktor internal daneksternal serta potensi yang dimiliki maka dilakukan penelitian tentang : (a).Bagaimanakah keragaan relatif tingkat perkembangan desa dan (b). Bagaimanakah potensisumber daya alam dan strategi untuk menuju kemandirian ekonomi desa di KabupatenBondowoso.

KAJIAN TEORIPendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat

beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayahserta tatanan sosial-ekonomi, sistem pemerintahan dan administrasi pembangunan.Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memberikan perhatian padapemerataan menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, bahkan menghambatpertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2013). Pengembanganwilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkanpertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional,meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas (Mercado, 2012).

Menurut Akil (2003), pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpamemberikan perhatian pada pemerataan menyebabkan dampak negatif terhadaplingkungan, bahkan menghambat pembangunan itu sendiri. Dalam kontek ini mulaidirasakan perlunya pendekatan yang meninjau kota-desa kawasan produksi serta prasaranapendukungnya sebagai satu kesatuan wilayah. Dalam hubungan ini, kegiatan ekonomi kotadan desa (sub urban) adalah saling tergantung (interdependent) dalam kontek perubahanpenduduk jangka panjang dan tenaga kerja (Voith, 1998). Kasikoen (2005) menyatakanbahwa ada keterkaitan pembangunan perkotaan dan perdesaan dimana keterkaitan inidiekspresikan dalam bentuk fisik, sosial, ekonomi, politik dan idiologi yang sekaligusuntuk mengatasi adanya ketidakseimbangan pembangunan di perkotaan dan perdesaan.

Kesenjangan pelaksanaan program pembangunan didalam mencapai tujuannya,bukanlah semata-mata kegagalan dalam penyelenggaraannya namun lebih kepadakebijakan yang diterapkan. Pada beberapa dekade yang lalu, cara pandang pembangunanlebih berorientasi pada laju pertumbuhan ekonomi dengan basis peningkatan investasi danteknologi yang menimbulkan krisis yang sampai saat ini masih dirasakan. Penekananpembangunan yang hanya pada pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan masalahdisampaikan juga oleh Djajadiningrat (1997). Titik berat pembangunan semata-mata padapertumbuhan ekonomi dapat menyebabkan kerusakan lingkungan alam yang tidak dapatdiperbaiki. Lingkungan alam juga merupakan unsur penting dari pertumbuhan ekonomi,dan apabila lingkungan alam turun melebihi daya dukungnya, maka ekonomi akankehilangan daya untuk tumbuh.

Page 6: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

107

Menurut Shukla (2010), melalui perencanaan wilayah (regional planning) dapatmencapai kedua-duanya yaitu pembangunan dan keberlanjutan, jawaban ini dapatdiuraikan sebagai berikut : (a). Perencanaan wilayah akan membantu pemanfaatansumberdaya lokal yang ada, sumber daya fisik serta teknologi, (b). Perencanaan wilayahakan membantu pembuatan perencanaan dimana akan mengisi kebutuhan lokaldan (c).Perencanaan wilayah membantu mengurangi pembangunan yang kurang berimbang antardan dalam wilayah.Sejalan dengan pernyataan di atas, menurut Erwidodo (1999),kesenjangan pertumbuhan antara wilayah perkotaan dan perdesaan telah memunculkanpermasalahan kompleks antara lain meningkatnya arus migrasi penduduk desa ke kota,meningkatnya kemiskinan masyarakat dan “pengurasan” sumber daya alam. Ada beberapahal yang menjadi penyebab terjadinya “pengurasan” tersebut, diantaranya yaitu : (1).Terbukanya akses ke daerah perdesaan seringkali mendorong kaum elit kota, pejabatpemerintah pusat, dan perusahaan-perusahaan besar untuk mengeksploitasi sumberdayayang terdapat di desa. Masyarakat desa sendiri tidak berdaya karena secara politik danekonomi para pelaku eksploitasi sumberdaya tersebut memiliki posisi tawar yang jauhlebih kuat dan (2). Kawasan perdesaan sendiri umumnya dihuni oleh masyarakat yangkualitas SDM-nya kurang berkembang. Kondisi ini mengakibatkan ide-ide dan pemikiranmodern dari kaum elit kota sulit untuk didesiminasikan. Oleh karena itu sebagian besaraktivitas pada akhirnya lebih bersifat enclave dengan mendatangkan banyak SDM dari luaryang dianggap lebih mempunyai keterampilan dan kemampuan.

Menurut Basri (1999), bahwa rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakatperdesaan dipengaruhi oleh: (1). Kondisi sosial ekonomi rumah tangga masyarakat yangmempengaruhi kapasitas individu, keluarga, dan kelompok masyarakat dalam melakukaninteraksi sosial dan proses produksi; (2). Struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadidasar lapangan usaha dan pendapatan rumah tangga atau masyarakat; (3). Potensi dayadukung regional (geographical setting) seperti kondisi geografis, sumberdaya alam sertainfrastruktur yang mempengaruhi pola kegiatan produksi dan distribusi; dan (4).Kelembagaan sosial ekonomi masyarakat yang mendukung interaksi sosial dan jaringankerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional dan global.Dengan kata lain,masalah utama dalam pembangunan wilayah perdesaan adalah kebijakan yang kurangberfihak terhadap masyarakat perdesaan danrendahnya kemampuan sumber daya manusiadalam mengelola sumber-sumber daya alam guna pembangunan masyarakat perdesaan.

Miyoshi (1997) mengemukakan pendapat Friedman dan Douglas, bahwa strategipembangunan perdesaan yang cocok adalah supaya memperhatikan hal-hal sebagai berikutyaitu: (1) sektor pertanian harus dipandang sebagai leading sektor; (2) kesenjanganpendapatan dan kondisi kehidupan antara kota dan desa harus dikurangi; (3) small scaleproduction untuk pemasaran lokal harus dilindungi melawan kompetisi dari pengusahabesar. Menurut Dutta (2002), pembangunan rural small enterprise sangat penting untukmengembangkan pusat-pusat pertumbuhan atau kota kecil yang berperan sebagai pusatpemasaran desa-desa di sekitarnya. Akibat dari kegagalan pembangunan yang disebabkanoleh terjadinya urban bias diatas, pembangunan di wilayah perdesaan mengalamikekurangan investasi modal, dampaknya telah menimbulkan kehilangan kesempatan kerjabagi masyarakat perdesaan.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

107

Menurut Shukla (2010), melalui perencanaan wilayah (regional planning) dapatmencapai kedua-duanya yaitu pembangunan dan keberlanjutan, jawaban ini dapatdiuraikan sebagai berikut : (a). Perencanaan wilayah akan membantu pemanfaatansumberdaya lokal yang ada, sumber daya fisik serta teknologi, (b). Perencanaan wilayahakan membantu pembuatan perencanaan dimana akan mengisi kebutuhan lokaldan (c).Perencanaan wilayah membantu mengurangi pembangunan yang kurang berimbang antardan dalam wilayah.Sejalan dengan pernyataan di atas, menurut Erwidodo (1999),kesenjangan pertumbuhan antara wilayah perkotaan dan perdesaan telah memunculkanpermasalahan kompleks antara lain meningkatnya arus migrasi penduduk desa ke kota,meningkatnya kemiskinan masyarakat dan “pengurasan” sumber daya alam. Ada beberapahal yang menjadi penyebab terjadinya “pengurasan” tersebut, diantaranya yaitu : (1).Terbukanya akses ke daerah perdesaan seringkali mendorong kaum elit kota, pejabatpemerintah pusat, dan perusahaan-perusahaan besar untuk mengeksploitasi sumberdayayang terdapat di desa. Masyarakat desa sendiri tidak berdaya karena secara politik danekonomi para pelaku eksploitasi sumberdaya tersebut memiliki posisi tawar yang jauhlebih kuat dan (2). Kawasan perdesaan sendiri umumnya dihuni oleh masyarakat yangkualitas SDM-nya kurang berkembang. Kondisi ini mengakibatkan ide-ide dan pemikiranmodern dari kaum elit kota sulit untuk didesiminasikan. Oleh karena itu sebagian besaraktivitas pada akhirnya lebih bersifat enclave dengan mendatangkan banyak SDM dari luaryang dianggap lebih mempunyai keterampilan dan kemampuan.

Menurut Basri (1999), bahwa rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakatperdesaan dipengaruhi oleh: (1). Kondisi sosial ekonomi rumah tangga masyarakat yangmempengaruhi kapasitas individu, keluarga, dan kelompok masyarakat dalam melakukaninteraksi sosial dan proses produksi; (2). Struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadidasar lapangan usaha dan pendapatan rumah tangga atau masyarakat; (3). Potensi dayadukung regional (geographical setting) seperti kondisi geografis, sumberdaya alam sertainfrastruktur yang mempengaruhi pola kegiatan produksi dan distribusi; dan (4).Kelembagaan sosial ekonomi masyarakat yang mendukung interaksi sosial dan jaringankerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional dan global.Dengan kata lain,masalah utama dalam pembangunan wilayah perdesaan adalah kebijakan yang kurangberfihak terhadap masyarakat perdesaan danrendahnya kemampuan sumber daya manusiadalam mengelola sumber-sumber daya alam guna pembangunan masyarakat perdesaan.

Miyoshi (1997) mengemukakan pendapat Friedman dan Douglas, bahwa strategipembangunan perdesaan yang cocok adalah supaya memperhatikan hal-hal sebagai berikutyaitu: (1) sektor pertanian harus dipandang sebagai leading sektor; (2) kesenjanganpendapatan dan kondisi kehidupan antara kota dan desa harus dikurangi; (3) small scaleproduction untuk pemasaran lokal harus dilindungi melawan kompetisi dari pengusahabesar. Menurut Dutta (2002), pembangunan rural small enterprise sangat penting untukmengembangkan pusat-pusat pertumbuhan atau kota kecil yang berperan sebagai pusatpemasaran desa-desa di sekitarnya. Akibat dari kegagalan pembangunan yang disebabkanoleh terjadinya urban bias diatas, pembangunan di wilayah perdesaan mengalamikekurangan investasi modal, dampaknya telah menimbulkan kehilangan kesempatan kerjabagi masyarakat perdesaan.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

107

Menurut Shukla (2010), melalui perencanaan wilayah (regional planning) dapatmencapai kedua-duanya yaitu pembangunan dan keberlanjutan, jawaban ini dapatdiuraikan sebagai berikut : (a). Perencanaan wilayah akan membantu pemanfaatansumberdaya lokal yang ada, sumber daya fisik serta teknologi, (b). Perencanaan wilayahakan membantu pembuatan perencanaan dimana akan mengisi kebutuhan lokaldan (c).Perencanaan wilayah membantu mengurangi pembangunan yang kurang berimbang antardan dalam wilayah.Sejalan dengan pernyataan di atas, menurut Erwidodo (1999),kesenjangan pertumbuhan antara wilayah perkotaan dan perdesaan telah memunculkanpermasalahan kompleks antara lain meningkatnya arus migrasi penduduk desa ke kota,meningkatnya kemiskinan masyarakat dan “pengurasan” sumber daya alam. Ada beberapahal yang menjadi penyebab terjadinya “pengurasan” tersebut, diantaranya yaitu : (1).Terbukanya akses ke daerah perdesaan seringkali mendorong kaum elit kota, pejabatpemerintah pusat, dan perusahaan-perusahaan besar untuk mengeksploitasi sumberdayayang terdapat di desa. Masyarakat desa sendiri tidak berdaya karena secara politik danekonomi para pelaku eksploitasi sumberdaya tersebut memiliki posisi tawar yang jauhlebih kuat dan (2). Kawasan perdesaan sendiri umumnya dihuni oleh masyarakat yangkualitas SDM-nya kurang berkembang. Kondisi ini mengakibatkan ide-ide dan pemikiranmodern dari kaum elit kota sulit untuk didesiminasikan. Oleh karena itu sebagian besaraktivitas pada akhirnya lebih bersifat enclave dengan mendatangkan banyak SDM dari luaryang dianggap lebih mempunyai keterampilan dan kemampuan.

Menurut Basri (1999), bahwa rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakatperdesaan dipengaruhi oleh: (1). Kondisi sosial ekonomi rumah tangga masyarakat yangmempengaruhi kapasitas individu, keluarga, dan kelompok masyarakat dalam melakukaninteraksi sosial dan proses produksi; (2). Struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadidasar lapangan usaha dan pendapatan rumah tangga atau masyarakat; (3). Potensi dayadukung regional (geographical setting) seperti kondisi geografis, sumberdaya alam sertainfrastruktur yang mempengaruhi pola kegiatan produksi dan distribusi; dan (4).Kelembagaan sosial ekonomi masyarakat yang mendukung interaksi sosial dan jaringankerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional dan global.Dengan kata lain,masalah utama dalam pembangunan wilayah perdesaan adalah kebijakan yang kurangberfihak terhadap masyarakat perdesaan danrendahnya kemampuan sumber daya manusiadalam mengelola sumber-sumber daya alam guna pembangunan masyarakat perdesaan.

Miyoshi (1997) mengemukakan pendapat Friedman dan Douglas, bahwa strategipembangunan perdesaan yang cocok adalah supaya memperhatikan hal-hal sebagai berikutyaitu: (1) sektor pertanian harus dipandang sebagai leading sektor; (2) kesenjanganpendapatan dan kondisi kehidupan antara kota dan desa harus dikurangi; (3) small scaleproduction untuk pemasaran lokal harus dilindungi melawan kompetisi dari pengusahabesar. Menurut Dutta (2002), pembangunan rural small enterprise sangat penting untukmengembangkan pusat-pusat pertumbuhan atau kota kecil yang berperan sebagai pusatpemasaran desa-desa di sekitarnya. Akibat dari kegagalan pembangunan yang disebabkanoleh terjadinya urban bias diatas, pembangunan di wilayah perdesaan mengalamikekurangan investasi modal, dampaknya telah menimbulkan kehilangan kesempatan kerjabagi masyarakat perdesaan.

Page 7: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

108

Dalam kondisi seperti ini posisi tawar masyarakat perdesaan menjadi semakin lemahsehingga pengambilan keputusan pembangunan menjadi tersentralisasi di kota-kota tanpamenghiraukan kondisi perdesaan. Pembangunan di perdesaan semakin terpuruk sedangkanpertumbuhan ekonomi kota-kota relatif semakin besar yang diikuti dengan eksploitasisumberdaya di wilayah perdesaan. Keadaan ini mendorong terjadinya kerusakan-kerusakansumberdaya alam dan lingkungan hidup yang pada gilirannya berpengaruh terhadapkesejahteraan masyarakat luas, baik di wilayah perdesaan maupun di kawasan perkotaansendiri.

Kondisi diatas terjadi antara lain karena investasi-investasi di wilayah perdesaan baiksecara fisik (material capital: man-made and natural), sumberdaya manusia (humancapital) dan sumberdaya sosial (social capital) dan kebijaksanaan pengembanganteknologi tidak dilakukan secara tepat dan memadai, bahkan di masa yang lalu terkesanbanyak diabaikanDengan semakin meluasnya masalah-masalah sejenis di sebagian besarnegara-negara berkembang, para pakar pembangunan mulai berpikir untuk mencari solusibagi pembangunan daerah perdesaan. Pembangunan yang berimbang secara spasialmenjadi penting karena dalam skala makro hal ini menjadi prasyarat bagi tumbuhnyaperekonomian nasional yang lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan.

Untuk itu menurut Rustiadi (2003), pengembangan wilayah harus mengandungprinsip-prinsip: (1) mengedepankan peran serta masyarakat dan memprioritaskan untukmejawab kebutuhan masyarakat. Pemerintah lebih berperan sebagai fasilitatorpembangunan dari pada sebagai pelaksana. (2) Menekankan aspek proses dibandingkanpendekatan-pendekatan yang menghasilkan produk-produk perencanaan berupa masterplan dan sejenisnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992, tentangPenataan Ruang, bahwa proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang danpengendalian ruang yang merupakan suatu sistem yang terkait satu sama lainnya. RencanaTata Ruang sebagai acuan dalam pembangunan daerah pada era otonomi ini perludilaksanakan dengan pendekatan pengembangan wilayah bukan lagi pendekatan sektorsebagaimana dilakukan pada masa lalu.

Menurut Hul (1998), perencanaan tata ruang merupakan suatu mekanisme integratifuntuk mengkoordinasikan berbagai strategis pembangunan. Pendekatan pengembanganwilayah harus dilakukan dengan penetapan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruangyang disusun berdasarkan karakteristik, potensi, kebutuhan daerah, kepentinganstakeholders, daya dukung daerah serta mempertimbangkan perkembangan dinamika pasardan dampak arus globalisasi. Lebih lanjut, Rondinelli (1985), ada tiga konsep dalampengembangan wilayah yaitu: (1) kutub-kutub pertumbuhan (growth pole); (2) integrasifungsi (functional integration), dan (3) pendekatan pendesentralisasian wilayah(decentralized territorial approaches). Selanjutnya Chen dan Salih (1978), mengemukakanbahwa mengadopsi pendekatan kutub-kutub pertumbuhan (growth pole approach) olehnegara-negara ketiga merefleksikan dua bentuk pemikiran yang bijaksana yaitu: pertama,industrialisasi dengan teknologi modern dapat di desentralisasikan manfaatkannya padadaerah perdesaan, kedua, keterpaduan pada tingkat nasional melalui strategi kutub-kutubpertumbuhan dapat memecahkan masalah pembangunan regional. Pendekatanpembangunan agropolitan merupakan bagian dari pada pengembangan wilayah skalakawasan merupakan senergitas pembangunan antara kota-desa (urban rural development).

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

108

Dalam kondisi seperti ini posisi tawar masyarakat perdesaan menjadi semakin lemahsehingga pengambilan keputusan pembangunan menjadi tersentralisasi di kota-kota tanpamenghiraukan kondisi perdesaan. Pembangunan di perdesaan semakin terpuruk sedangkanpertumbuhan ekonomi kota-kota relatif semakin besar yang diikuti dengan eksploitasisumberdaya di wilayah perdesaan. Keadaan ini mendorong terjadinya kerusakan-kerusakansumberdaya alam dan lingkungan hidup yang pada gilirannya berpengaruh terhadapkesejahteraan masyarakat luas, baik di wilayah perdesaan maupun di kawasan perkotaansendiri.

Kondisi diatas terjadi antara lain karena investasi-investasi di wilayah perdesaan baiksecara fisik (material capital: man-made and natural), sumberdaya manusia (humancapital) dan sumberdaya sosial (social capital) dan kebijaksanaan pengembanganteknologi tidak dilakukan secara tepat dan memadai, bahkan di masa yang lalu terkesanbanyak diabaikanDengan semakin meluasnya masalah-masalah sejenis di sebagian besarnegara-negara berkembang, para pakar pembangunan mulai berpikir untuk mencari solusibagi pembangunan daerah perdesaan. Pembangunan yang berimbang secara spasialmenjadi penting karena dalam skala makro hal ini menjadi prasyarat bagi tumbuhnyaperekonomian nasional yang lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan.

Untuk itu menurut Rustiadi (2003), pengembangan wilayah harus mengandungprinsip-prinsip: (1) mengedepankan peran serta masyarakat dan memprioritaskan untukmejawab kebutuhan masyarakat. Pemerintah lebih berperan sebagai fasilitatorpembangunan dari pada sebagai pelaksana. (2) Menekankan aspek proses dibandingkanpendekatan-pendekatan yang menghasilkan produk-produk perencanaan berupa masterplan dan sejenisnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992, tentangPenataan Ruang, bahwa proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang danpengendalian ruang yang merupakan suatu sistem yang terkait satu sama lainnya. RencanaTata Ruang sebagai acuan dalam pembangunan daerah pada era otonomi ini perludilaksanakan dengan pendekatan pengembangan wilayah bukan lagi pendekatan sektorsebagaimana dilakukan pada masa lalu.

Menurut Hul (1998), perencanaan tata ruang merupakan suatu mekanisme integratifuntuk mengkoordinasikan berbagai strategis pembangunan. Pendekatan pengembanganwilayah harus dilakukan dengan penetapan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruangyang disusun berdasarkan karakteristik, potensi, kebutuhan daerah, kepentinganstakeholders, daya dukung daerah serta mempertimbangkan perkembangan dinamika pasardan dampak arus globalisasi. Lebih lanjut, Rondinelli (1985), ada tiga konsep dalampengembangan wilayah yaitu: (1) kutub-kutub pertumbuhan (growth pole); (2) integrasifungsi (functional integration), dan (3) pendekatan pendesentralisasian wilayah(decentralized territorial approaches). Selanjutnya Chen dan Salih (1978), mengemukakanbahwa mengadopsi pendekatan kutub-kutub pertumbuhan (growth pole approach) olehnegara-negara ketiga merefleksikan dua bentuk pemikiran yang bijaksana yaitu: pertama,industrialisasi dengan teknologi modern dapat di desentralisasikan manfaatkannya padadaerah perdesaan, kedua, keterpaduan pada tingkat nasional melalui strategi kutub-kutubpertumbuhan dapat memecahkan masalah pembangunan regional. Pendekatanpembangunan agropolitan merupakan bagian dari pada pengembangan wilayah skalakawasan merupakan senergitas pembangunan antara kota-desa (urban rural development).

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

108

Dalam kondisi seperti ini posisi tawar masyarakat perdesaan menjadi semakin lemahsehingga pengambilan keputusan pembangunan menjadi tersentralisasi di kota-kota tanpamenghiraukan kondisi perdesaan. Pembangunan di perdesaan semakin terpuruk sedangkanpertumbuhan ekonomi kota-kota relatif semakin besar yang diikuti dengan eksploitasisumberdaya di wilayah perdesaan. Keadaan ini mendorong terjadinya kerusakan-kerusakansumberdaya alam dan lingkungan hidup yang pada gilirannya berpengaruh terhadapkesejahteraan masyarakat luas, baik di wilayah perdesaan maupun di kawasan perkotaansendiri.

Kondisi diatas terjadi antara lain karena investasi-investasi di wilayah perdesaan baiksecara fisik (material capital: man-made and natural), sumberdaya manusia (humancapital) dan sumberdaya sosial (social capital) dan kebijaksanaan pengembanganteknologi tidak dilakukan secara tepat dan memadai, bahkan di masa yang lalu terkesanbanyak diabaikanDengan semakin meluasnya masalah-masalah sejenis di sebagian besarnegara-negara berkembang, para pakar pembangunan mulai berpikir untuk mencari solusibagi pembangunan daerah perdesaan. Pembangunan yang berimbang secara spasialmenjadi penting karena dalam skala makro hal ini menjadi prasyarat bagi tumbuhnyaperekonomian nasional yang lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan.

Untuk itu menurut Rustiadi (2003), pengembangan wilayah harus mengandungprinsip-prinsip: (1) mengedepankan peran serta masyarakat dan memprioritaskan untukmejawab kebutuhan masyarakat. Pemerintah lebih berperan sebagai fasilitatorpembangunan dari pada sebagai pelaksana. (2) Menekankan aspek proses dibandingkanpendekatan-pendekatan yang menghasilkan produk-produk perencanaan berupa masterplan dan sejenisnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992, tentangPenataan Ruang, bahwa proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang danpengendalian ruang yang merupakan suatu sistem yang terkait satu sama lainnya. RencanaTata Ruang sebagai acuan dalam pembangunan daerah pada era otonomi ini perludilaksanakan dengan pendekatan pengembangan wilayah bukan lagi pendekatan sektorsebagaimana dilakukan pada masa lalu.

Menurut Hul (1998), perencanaan tata ruang merupakan suatu mekanisme integratifuntuk mengkoordinasikan berbagai strategis pembangunan. Pendekatan pengembanganwilayah harus dilakukan dengan penetapan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruangyang disusun berdasarkan karakteristik, potensi, kebutuhan daerah, kepentinganstakeholders, daya dukung daerah serta mempertimbangkan perkembangan dinamika pasardan dampak arus globalisasi. Lebih lanjut, Rondinelli (1985), ada tiga konsep dalampengembangan wilayah yaitu: (1) kutub-kutub pertumbuhan (growth pole); (2) integrasifungsi (functional integration), dan (3) pendekatan pendesentralisasian wilayah(decentralized territorial approaches). Selanjutnya Chen dan Salih (1978), mengemukakanbahwa mengadopsi pendekatan kutub-kutub pertumbuhan (growth pole approach) olehnegara-negara ketiga merefleksikan dua bentuk pemikiran yang bijaksana yaitu: pertama,industrialisasi dengan teknologi modern dapat di desentralisasikan manfaatkannya padadaerah perdesaan, kedua, keterpaduan pada tingkat nasional melalui strategi kutub-kutubpertumbuhan dapat memecahkan masalah pembangunan regional. Pendekatanpembangunan agropolitan merupakan bagian dari pada pengembangan wilayah skalakawasan merupakan senergitas pembangunan antara kota-desa (urban rural development).

Page 8: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

109

Untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan padapotensi wilayah desa itu sendiri, dimana keterkaitan dengan perekonomian kota harus bisadiminimalkan, maka pendekatan agropolitan dapat menjadi salah satu pendekatanpembangunan perdesaan. Sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayahperdesaan dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang, agropolitanmenjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian danpengeIolaan sumberdaya alam memang merupakan mata pencaharian utama dari sebagianbesar masyarakat perdesaan, Lembaga Pendidikan Ekonomi dan Masyarakat (1996).

METODEAnalisis skalogram digunakan untuk mengetahui keragaan relatif tingkat

perkembangan desa di Kabupaten Bondowoso. Dengan Analisis skalogram ini dapatditentukan peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan.Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki peringkat tertinggi adalahlokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukanprioritas pengadaan sarana dan prasarana disetiap unit wilayah yang dianalisis.

Menurut Priyanto (2010) bentuk lain yang merupakan modifikasi dari metodeskalogram adalah dengan penentuan Indeks Perkembangan Desa (IPD). Model analisisinilah yang digunakan dalam penelitian ini. Penghitungan IPD dilakukan denganmelakukan faktor koreksi untuk setiap data yang digunakan. Faktor koreksi adalah luaswilayah, jumlah penduduk, jumlah rumah tangga atau dilakukan invers pada variabeltertentu. Analisis skalogram ini didasarkan pada fasilitas yang dimiliki desa. Kemudiandilakukan standarisasi dengan nilai minimum dan nilai standar deviasinya. Model untukmenentukan IPD suatu wilayah atau pusat pelayanan adalah :

Keterangan:IPDj = Indeks Perkembangan Desa ke-jI′ij = Nilai indikator perkembangan ke-i terkoreksi/terstandarisasi desa ke-jIij = Nilai indikator perkembangan ke-i desa ke-jIi min = Nilai indikator perkembangan ke-i terkecilSDi = Standar Deviasi indikator perkembangan ke-i

HASIL DAN PEMBAHASANHasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kabupaten Bondowoso sertamempelajari karakteristik masing-masing kelompok perdesaan. Data perkembangankawasan perdesaan di Kabupaten Bondowoso secara spasial g terbagi menjadi 3 (tiga)kelompok.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

109

Untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan padapotensi wilayah desa itu sendiri, dimana keterkaitan dengan perekonomian kota harus bisadiminimalkan, maka pendekatan agropolitan dapat menjadi salah satu pendekatanpembangunan perdesaan. Sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayahperdesaan dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang, agropolitanmenjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian danpengeIolaan sumberdaya alam memang merupakan mata pencaharian utama dari sebagianbesar masyarakat perdesaan, Lembaga Pendidikan Ekonomi dan Masyarakat (1996).

METODEAnalisis skalogram digunakan untuk mengetahui keragaan relatif tingkat

perkembangan desa di Kabupaten Bondowoso. Dengan Analisis skalogram ini dapatditentukan peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan.Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki peringkat tertinggi adalahlokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukanprioritas pengadaan sarana dan prasarana disetiap unit wilayah yang dianalisis.

Menurut Priyanto (2010) bentuk lain yang merupakan modifikasi dari metodeskalogram adalah dengan penentuan Indeks Perkembangan Desa (IPD). Model analisisinilah yang digunakan dalam penelitian ini. Penghitungan IPD dilakukan denganmelakukan faktor koreksi untuk setiap data yang digunakan. Faktor koreksi adalah luaswilayah, jumlah penduduk, jumlah rumah tangga atau dilakukan invers pada variabeltertentu. Analisis skalogram ini didasarkan pada fasilitas yang dimiliki desa. Kemudiandilakukan standarisasi dengan nilai minimum dan nilai standar deviasinya. Model untukmenentukan IPD suatu wilayah atau pusat pelayanan adalah :

Keterangan:IPDj = Indeks Perkembangan Desa ke-jI′ij = Nilai indikator perkembangan ke-i terkoreksi/terstandarisasi desa ke-jIij = Nilai indikator perkembangan ke-i desa ke-jIi min = Nilai indikator perkembangan ke-i terkecilSDi = Standar Deviasi indikator perkembangan ke-i

HASIL DAN PEMBAHASANHasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kabupaten Bondowoso sertamempelajari karakteristik masing-masing kelompok perdesaan. Data perkembangankawasan perdesaan di Kabupaten Bondowoso secara spasial g terbagi menjadi 3 (tiga)kelompok.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

109

Untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan padapotensi wilayah desa itu sendiri, dimana keterkaitan dengan perekonomian kota harus bisadiminimalkan, maka pendekatan agropolitan dapat menjadi salah satu pendekatanpembangunan perdesaan. Sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayahperdesaan dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang, agropolitanmenjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian danpengeIolaan sumberdaya alam memang merupakan mata pencaharian utama dari sebagianbesar masyarakat perdesaan, Lembaga Pendidikan Ekonomi dan Masyarakat (1996).

METODEAnalisis skalogram digunakan untuk mengetahui keragaan relatif tingkat

perkembangan desa di Kabupaten Bondowoso. Dengan Analisis skalogram ini dapatditentukan peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan.Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki peringkat tertinggi adalahlokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukanprioritas pengadaan sarana dan prasarana disetiap unit wilayah yang dianalisis.

Menurut Priyanto (2010) bentuk lain yang merupakan modifikasi dari metodeskalogram adalah dengan penentuan Indeks Perkembangan Desa (IPD). Model analisisinilah yang digunakan dalam penelitian ini. Penghitungan IPD dilakukan denganmelakukan faktor koreksi untuk setiap data yang digunakan. Faktor koreksi adalah luaswilayah, jumlah penduduk, jumlah rumah tangga atau dilakukan invers pada variabeltertentu. Analisis skalogram ini didasarkan pada fasilitas yang dimiliki desa. Kemudiandilakukan standarisasi dengan nilai minimum dan nilai standar deviasinya. Model untukmenentukan IPD suatu wilayah atau pusat pelayanan adalah :

Keterangan:IPDj = Indeks Perkembangan Desa ke-jI′ij = Nilai indikator perkembangan ke-i terkoreksi/terstandarisasi desa ke-jIij = Nilai indikator perkembangan ke-i desa ke-jIi min = Nilai indikator perkembangan ke-i terkecilSDi = Standar Deviasi indikator perkembangan ke-i

HASIL DAN PEMBAHASANHasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kabupaten Bondowoso sertamempelajari karakteristik masing-masing kelompok perdesaan. Data perkembangankawasan perdesaan di Kabupaten Bondowoso secara spasial g terbagi menjadi 3 (tiga)kelompok.

Page 9: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

110

Pola penyebaran perkembangan perdesaan untuk kelompok I dan II memiliki tingkatperkembangan maju dan sedang pada umumnya berada di tengah kawasan pusatadministrasi kecamatan yang merupakan kawasan yang mempunyai aksesbilitas yang lebihbaik di Kabupaten Bondowoso. Sehingga mempermudah masyarakat perdesaan dalammelakukan aktifitas menuju ke pusat-pusat pelayanan publik dan kegiatan ekonomi.

Bentuk perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensi wilayahjuga menjadi arah dan tujuan dalam pembangunan perdesaan di Kabupaten Bondowoso.Penerapan bentuk perencanaan pembangunan perdesaan dilakukan di wilayah KabupatenBondowoso dilakukan berbasis wilayah. Kluster wilayah terhadap pembangunan kawasanperdesaan berbasis potensi wilayah sebagai berikut : (1). Kluster Wilayah PerdesaanBerbasis Ekonomi Kreatif, (2). Kluster Wilayah Perdesaan Berbasis Agribisnis dan (3).Kluster Wilayah Perdesaan Berbasis Agroindustri.1. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Ekonomi Kreatif Batik

di Kecamatan Tamanan.Hasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Tamanan KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah ekonomi kreatif berbentuk BatikTamanan. Data perkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Tamanan KabupatenBondowoso terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

Tabel 1Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Tamanan

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Tamanan, Sukosari, Wonosuko Kelompok Hirarkhi ke I2 Karangmelok, Kemirian dan Sumber kemuning Kelompok Hirarkhi ke II3 Mengen, Sumberanom dan Wonosuko Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan perdesaan yang termasuk kelompok I dan II memiliki tingkatperkembangan maju dan sedang pada umumnya berada di tengah kawasan pusatadministrasi kecamatan yang merupakan kawasan yang mempunyai aksesbilitas yang lebihbaik di Kabupaten Bondowoso. Adapun kawasan perdesaan yang masuk pada keolompokkeragaan III adalah desa yang memiliki tingkat perkembangan rendah.Perkembangankawasan desa di wilayah Kecamatan Tamanan Kabupaten Bondowoso akan lebih jelasapabila diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

110

Pola penyebaran perkembangan perdesaan untuk kelompok I dan II memiliki tingkatperkembangan maju dan sedang pada umumnya berada di tengah kawasan pusatadministrasi kecamatan yang merupakan kawasan yang mempunyai aksesbilitas yang lebihbaik di Kabupaten Bondowoso. Sehingga mempermudah masyarakat perdesaan dalammelakukan aktifitas menuju ke pusat-pusat pelayanan publik dan kegiatan ekonomi.

Bentuk perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensi wilayahjuga menjadi arah dan tujuan dalam pembangunan perdesaan di Kabupaten Bondowoso.Penerapan bentuk perencanaan pembangunan perdesaan dilakukan di wilayah KabupatenBondowoso dilakukan berbasis wilayah. Kluster wilayah terhadap pembangunan kawasanperdesaan berbasis potensi wilayah sebagai berikut : (1). Kluster Wilayah PerdesaanBerbasis Ekonomi Kreatif, (2). Kluster Wilayah Perdesaan Berbasis Agribisnis dan (3).Kluster Wilayah Perdesaan Berbasis Agroindustri.1. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Ekonomi Kreatif Batik

di Kecamatan Tamanan.Hasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Tamanan KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah ekonomi kreatif berbentuk BatikTamanan. Data perkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Tamanan KabupatenBondowoso terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

Tabel 1Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Tamanan

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Tamanan, Sukosari, Wonosuko Kelompok Hirarkhi ke I2 Karangmelok, Kemirian dan Sumber kemuning Kelompok Hirarkhi ke II3 Mengen, Sumberanom dan Wonosuko Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan perdesaan yang termasuk kelompok I dan II memiliki tingkatperkembangan maju dan sedang pada umumnya berada di tengah kawasan pusatadministrasi kecamatan yang merupakan kawasan yang mempunyai aksesbilitas yang lebihbaik di Kabupaten Bondowoso. Adapun kawasan perdesaan yang masuk pada keolompokkeragaan III adalah desa yang memiliki tingkat perkembangan rendah.Perkembangankawasan desa di wilayah Kecamatan Tamanan Kabupaten Bondowoso akan lebih jelasapabila diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

110

Pola penyebaran perkembangan perdesaan untuk kelompok I dan II memiliki tingkatperkembangan maju dan sedang pada umumnya berada di tengah kawasan pusatadministrasi kecamatan yang merupakan kawasan yang mempunyai aksesbilitas yang lebihbaik di Kabupaten Bondowoso. Sehingga mempermudah masyarakat perdesaan dalammelakukan aktifitas menuju ke pusat-pusat pelayanan publik dan kegiatan ekonomi.

Bentuk perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensi wilayahjuga menjadi arah dan tujuan dalam pembangunan perdesaan di Kabupaten Bondowoso.Penerapan bentuk perencanaan pembangunan perdesaan dilakukan di wilayah KabupatenBondowoso dilakukan berbasis wilayah. Kluster wilayah terhadap pembangunan kawasanperdesaan berbasis potensi wilayah sebagai berikut : (1). Kluster Wilayah PerdesaanBerbasis Ekonomi Kreatif, (2). Kluster Wilayah Perdesaan Berbasis Agribisnis dan (3).Kluster Wilayah Perdesaan Berbasis Agroindustri.1. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Ekonomi Kreatif Batik

di Kecamatan Tamanan.Hasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Tamanan KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah ekonomi kreatif berbentuk BatikTamanan. Data perkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Tamanan KabupatenBondowoso terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

Tabel 1Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Tamanan

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Tamanan, Sukosari, Wonosuko Kelompok Hirarkhi ke I2 Karangmelok, Kemirian dan Sumber kemuning Kelompok Hirarkhi ke II3 Mengen, Sumberanom dan Wonosuko Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan perdesaan yang termasuk kelompok I dan II memiliki tingkatperkembangan maju dan sedang pada umumnya berada di tengah kawasan pusatadministrasi kecamatan yang merupakan kawasan yang mempunyai aksesbilitas yang lebihbaik di Kabupaten Bondowoso. Adapun kawasan perdesaan yang masuk pada keolompokkeragaan III adalah desa yang memiliki tingkat perkembangan rendah.Perkembangankawasan desa di wilayah Kecamatan Tamanan Kabupaten Bondowoso akan lebih jelasapabila diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

Page 10: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

111

Gambar 1Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Tamanan

Berdasarkan peta penyebaran perkembangan kawasan perdesaan di KecamatanTamanan terlihat adanya pola penyebaran. Kawasan perdesaan yang termasuk dalamkategori perkembangan kurang maju (hierarki III) umumnya berada di ujung selatanKabupaten Bondowoso. Penyebaran kawasan perdesaan yang termasuk hierarki II tidakmenunjukkan pola yang jelas, dengan kata lain beberapa desa di Kecamatan TamananKabupaten Bondowoso menyebar secara spasial di semua wilayah di KecamatanTamanan. Selanjutnya terdapat tiga kawasan perdesaan yang termasuk dalam kategoriperkembangan maju (hierarki I) yaitu Desa Wonosuko, Tamanan dan Desa Sukosari.

Pola pendekatan kebijakan yang bersifat spesifik merupakan strategi yang dapatmendorong terwujudnya perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensiwilayah dengan memperhatikan faktor derajat kelompok perkembangan perdesaan. Padatabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaan perkembanganwilayah perdesaan di Kecamatan Tamanan Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

111

Gambar 1Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Tamanan

Berdasarkan peta penyebaran perkembangan kawasan perdesaan di KecamatanTamanan terlihat adanya pola penyebaran. Kawasan perdesaan yang termasuk dalamkategori perkembangan kurang maju (hierarki III) umumnya berada di ujung selatanKabupaten Bondowoso. Penyebaran kawasan perdesaan yang termasuk hierarki II tidakmenunjukkan pola yang jelas, dengan kata lain beberapa desa di Kecamatan TamananKabupaten Bondowoso menyebar secara spasial di semua wilayah di KecamatanTamanan. Selanjutnya terdapat tiga kawasan perdesaan yang termasuk dalam kategoriperkembangan maju (hierarki I) yaitu Desa Wonosuko, Tamanan dan Desa Sukosari.

Pola pendekatan kebijakan yang bersifat spesifik merupakan strategi yang dapatmendorong terwujudnya perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensiwilayah dengan memperhatikan faktor derajat kelompok perkembangan perdesaan. Padatabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaan perkembanganwilayah perdesaan di Kecamatan Tamanan Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

111

Gambar 1Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Tamanan

Berdasarkan peta penyebaran perkembangan kawasan perdesaan di KecamatanTamanan terlihat adanya pola penyebaran. Kawasan perdesaan yang termasuk dalamkategori perkembangan kurang maju (hierarki III) umumnya berada di ujung selatanKabupaten Bondowoso. Penyebaran kawasan perdesaan yang termasuk hierarki II tidakmenunjukkan pola yang jelas, dengan kata lain beberapa desa di Kecamatan TamananKabupaten Bondowoso menyebar secara spasial di semua wilayah di KecamatanTamanan. Selanjutnya terdapat tiga kawasan perdesaan yang termasuk dalam kategoriperkembangan maju (hierarki I) yaitu Desa Wonosuko, Tamanan dan Desa Sukosari.

Pola pendekatan kebijakan yang bersifat spesifik merupakan strategi yang dapatmendorong terwujudnya perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensiwilayah dengan memperhatikan faktor derajat kelompok perkembangan perdesaan. Padatabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaan perkembanganwilayah perdesaan di Kecamatan Tamanan Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

Page 11: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

112

Tabel 2Formulasi Strategi terhadap Pengembangan Kawasan Perdesaan

di Kecamatan Tamanan di Kabupaten BondowosoDerajat

KeragaanPerdesaan

Karakteristik KawasanPerdesaan

Strategi Pengembangan KawasanPerdesaan di Kecamatan Tamanan

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

baik(Hierarkhi I)

Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi. Aksesinformasi dan komunikasibaik dan mendukung,aksesbilitas terhadap pusatpemerintahan kecamatanbaik, tingkat kesejahteraanpenduduk sedang danmerata, sarana pendidikandan kesehatan yangmemadai, sarana ekonomicukup memadai, kualitaslingkungan baik, tingkatpartisipasi warga sedang

1. Meningkatan jumlah dan jenisusaha rumah tangga dan industrikecil/mikro batik

2. Meningkatkan jumlah dan aksespada sarana pendidikan dankesehatan.

3. Meningkatkan kualitas SDM salahsatunya melalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologi informasidan lembaga kursus/keterampilanserta meningkatkan peran serta aktifwarga masyarakat melalui lembaga-lembaga non profit

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

sedang(Hierarkhi II)

Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi, Aksesinformasi dan komunikasibaik dan mendukung, aksesterhadap pusat pemerintahankecamatan cukup baik,jumlah dan akses saranapendidikan dan kesehatanyang memadai, saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik, partisipasiwarga tinggi

1. Penguatan usaha rumah tangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produkmelalui diversifikasi produk,permodalan usaha, danmeningkatkan kualitas SDMmelalui peningkatan akses terhadapsarana teknologi informasi danlembaga kursus/keterampilan

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

kurang(Hierarkhi III)

Tingkat kesejahteraanpenduduk rendah, aksesterhadap pusat pemerintahankecamatan rendah, saranaekonomi terbatas, kualitaslingkungan rendah,partisipasi warga rendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terus membukakesempatan kerja melaluipengembangan jumlah dan jenisusaha rumahtangga dan industrikecil/mikro, pemberian modal usahamaupun pendampingan, sehinggapembentukan koperasi menjadi halyang sangat penting untukdiwujudkan.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

112

Tabel 2Formulasi Strategi terhadap Pengembangan Kawasan Perdesaan

di Kecamatan Tamanan di Kabupaten BondowosoDerajat

KeragaanPerdesaan

Karakteristik KawasanPerdesaan

Strategi Pengembangan KawasanPerdesaan di Kecamatan Tamanan

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

baik(Hierarkhi I)

Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi. Aksesinformasi dan komunikasibaik dan mendukung,aksesbilitas terhadap pusatpemerintahan kecamatanbaik, tingkat kesejahteraanpenduduk sedang danmerata, sarana pendidikandan kesehatan yangmemadai, sarana ekonomicukup memadai, kualitaslingkungan baik, tingkatpartisipasi warga sedang

1. Meningkatan jumlah dan jenisusaha rumah tangga dan industrikecil/mikro batik

2. Meningkatkan jumlah dan aksespada sarana pendidikan dankesehatan.

3. Meningkatkan kualitas SDM salahsatunya melalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologi informasidan lembaga kursus/keterampilanserta meningkatkan peran serta aktifwarga masyarakat melalui lembaga-lembaga non profit

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

sedang(Hierarkhi II)

Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi, Aksesinformasi dan komunikasibaik dan mendukung, aksesterhadap pusat pemerintahankecamatan cukup baik,jumlah dan akses saranapendidikan dan kesehatanyang memadai, saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik, partisipasiwarga tinggi

1. Penguatan usaha rumah tangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produkmelalui diversifikasi produk,permodalan usaha, danmeningkatkan kualitas SDMmelalui peningkatan akses terhadapsarana teknologi informasi danlembaga kursus/keterampilan

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

kurang(Hierarkhi III)

Tingkat kesejahteraanpenduduk rendah, aksesterhadap pusat pemerintahankecamatan rendah, saranaekonomi terbatas, kualitaslingkungan rendah,partisipasi warga rendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terus membukakesempatan kerja melaluipengembangan jumlah dan jenisusaha rumahtangga dan industrikecil/mikro, pemberian modal usahamaupun pendampingan, sehinggapembentukan koperasi menjadi halyang sangat penting untukdiwujudkan.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

112

Tabel 2Formulasi Strategi terhadap Pengembangan Kawasan Perdesaan

di Kecamatan Tamanan di Kabupaten BondowosoDerajat

KeragaanPerdesaan

Karakteristik KawasanPerdesaan

Strategi Pengembangan KawasanPerdesaan di Kecamatan Tamanan

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

baik(Hierarkhi I)

Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi. Aksesinformasi dan komunikasibaik dan mendukung,aksesbilitas terhadap pusatpemerintahan kecamatanbaik, tingkat kesejahteraanpenduduk sedang danmerata, sarana pendidikandan kesehatan yangmemadai, sarana ekonomicukup memadai, kualitaslingkungan baik, tingkatpartisipasi warga sedang

1. Meningkatan jumlah dan jenisusaha rumah tangga dan industrikecil/mikro batik

2. Meningkatkan jumlah dan aksespada sarana pendidikan dankesehatan.

3. Meningkatkan kualitas SDM salahsatunya melalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologi informasidan lembaga kursus/keterampilanserta meningkatkan peran serta aktifwarga masyarakat melalui lembaga-lembaga non profit

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

sedang(Hierarkhi II)

Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi, Aksesinformasi dan komunikasibaik dan mendukung, aksesterhadap pusat pemerintahankecamatan cukup baik,jumlah dan akses saranapendidikan dan kesehatanyang memadai, saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik, partisipasiwarga tinggi

1. Penguatan usaha rumah tangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produkmelalui diversifikasi produk,permodalan usaha, danmeningkatkan kualitas SDMmelalui peningkatan akses terhadapsarana teknologi informasi danlembaga kursus/keterampilan

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

kurang(Hierarkhi III)

Tingkat kesejahteraanpenduduk rendah, aksesterhadap pusat pemerintahankecamatan rendah, saranaekonomi terbatas, kualitaslingkungan rendah,partisipasi warga rendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terus membukakesempatan kerja melaluipengembangan jumlah dan jenisusaha rumahtangga dan industrikecil/mikro, pemberian modal usahamaupun pendampingan, sehinggapembentukan koperasi menjadi halyang sangat penting untukdiwujudkan.

Page 12: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

113

2. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Agribis Padi Organik di KecamatanWonosariHasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Wonosari KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah ekonomi agribis padi organik. Dataperkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso terbagimenjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

Tabel 3Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Wonosari

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Wonosari, Traktakan, Sumberkalong Kelompok Hirarkhi ke I2 Kapuran, Pasarejo, Tumpeng, Lombok Kulon

dan Lombok WetanKelompok Hirarkhi ke II

3 Tangsil Wetan, Jumpong, Pelalangan danBendoarum

Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan kawasan desa di wilayah Kecamatan Wonosari KabupatenBondowoso akan lebih jelas apabila diilustrasikan dengan gambar dibawah ini.

Gambar 2Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Wonosari

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

113

2. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Agribis Padi Organik di KecamatanWonosariHasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Wonosari KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah ekonomi agribis padi organik. Dataperkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso terbagimenjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

Tabel 3Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Wonosari

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Wonosari, Traktakan, Sumberkalong Kelompok Hirarkhi ke I2 Kapuran, Pasarejo, Tumpeng, Lombok Kulon

dan Lombok WetanKelompok Hirarkhi ke II

3 Tangsil Wetan, Jumpong, Pelalangan danBendoarum

Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan kawasan desa di wilayah Kecamatan Wonosari KabupatenBondowoso akan lebih jelas apabila diilustrasikan dengan gambar dibawah ini.

Gambar 2Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Wonosari

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

113

2. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Agribis Padi Organik di KecamatanWonosariHasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Wonosari KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah ekonomi agribis padi organik. Dataperkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso terbagimenjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

Tabel 3Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Wonosari

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Wonosari, Traktakan, Sumberkalong Kelompok Hirarkhi ke I2 Kapuran, Pasarejo, Tumpeng, Lombok Kulon

dan Lombok WetanKelompok Hirarkhi ke II

3 Tangsil Wetan, Jumpong, Pelalangan danBendoarum

Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan kawasan desa di wilayah Kecamatan Wonosari KabupatenBondowoso akan lebih jelas apabila diilustrasikan dengan gambar dibawah ini.

Gambar 2Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Wonosari

Page 13: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

114

Berdasarkan peta penyebaran perkembangan kawasan perdesaan di KecamatanWonosari terlihat adanya pola penyebaran. Pola sebaran terhadap keragaan perkembangankawasan perdesaan yang berbeda-beda di wilayah Kecamatan Wonosari KabupatenBondowoso memerlukan metode pendekatan yang ragam dalam mendorong perkembanganwilayah perdesaan berbasis potensi wilayah sebagai dasar perencanaan pengembangankawaasan perdesaan berbasis pada potensi. Oleh karena itu harus dikembangkan formulasistrategi yang bersifat spesifik sesuai dengan keragaan kelompok perkembangan desamasing-masing untuk mewujudkan pertumbuhan yang berimbang dan saling memperkuatantar wilayah perdesaandi Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso, juga didasarkanatas prinsip strategi keterkaitan (linkages) antar potensi di setiap kawasan perdesaan. Halini dapat diwujudkan dengan mengembangkan karakteristik fisik kawasan perdesaandengan membangun berbagai infrastruktur publik.

Pola pendekatan kebijakan yang bersifat spesifik merupakan strategi yang dapatmendorong terwujudnya perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensiwilayah dengan memperhatikan faktor derajat kelompok perkembangan perdesaan. Padatabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaan perkembanganwilayah perdesaan di Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

Tabel 4Formulasi Strategi terhadap Pengembangan Kawasan Perdesaan

di Kecamatan Wonosari Kabupaten BondowosoDerajat Keragaan

PerdesaanKarakteristik Kawasan

PerdesaanStrategi Pengembangan Kawasan

Perdesaan di Kecamatan Wonosari

Wilayahperdesaan dengan

tingkatperkembangan

baik(Hierarkhi I)

1. Tingkat kesejahteraanmasyarakat desa yangmerata .

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, aksesbilitasterhadap pusatpemerintahan kecamatan

3. Daya dukung saranapendidikan dan kesehatanyang memadai

1. Meningkatkan kualitas SDM salahsatunya melalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologiinformasi

2. Meningkatkan peran serta aktifwarga masyarakat pada kegiatanekonomi melalui lembaga-lembagakeagamaan.

3. Penguatan usaha rumahtangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produk

4. Meningkatkan aksesbilitaspermodalan usaha, dan pemasaran.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

114

Berdasarkan peta penyebaran perkembangan kawasan perdesaan di KecamatanWonosari terlihat adanya pola penyebaran. Pola sebaran terhadap keragaan perkembangankawasan perdesaan yang berbeda-beda di wilayah Kecamatan Wonosari KabupatenBondowoso memerlukan metode pendekatan yang ragam dalam mendorong perkembanganwilayah perdesaan berbasis potensi wilayah sebagai dasar perencanaan pengembangankawaasan perdesaan berbasis pada potensi. Oleh karena itu harus dikembangkan formulasistrategi yang bersifat spesifik sesuai dengan keragaan kelompok perkembangan desamasing-masing untuk mewujudkan pertumbuhan yang berimbang dan saling memperkuatantar wilayah perdesaandi Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso, juga didasarkanatas prinsip strategi keterkaitan (linkages) antar potensi di setiap kawasan perdesaan. Halini dapat diwujudkan dengan mengembangkan karakteristik fisik kawasan perdesaandengan membangun berbagai infrastruktur publik.

Pola pendekatan kebijakan yang bersifat spesifik merupakan strategi yang dapatmendorong terwujudnya perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensiwilayah dengan memperhatikan faktor derajat kelompok perkembangan perdesaan. Padatabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaan perkembanganwilayah perdesaan di Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

Tabel 4Formulasi Strategi terhadap Pengembangan Kawasan Perdesaan

di Kecamatan Wonosari Kabupaten BondowosoDerajat Keragaan

PerdesaanKarakteristik Kawasan

PerdesaanStrategi Pengembangan Kawasan

Perdesaan di Kecamatan Wonosari

Wilayahperdesaan dengan

tingkatperkembangan

baik(Hierarkhi I)

1. Tingkat kesejahteraanmasyarakat desa yangmerata .

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, aksesbilitasterhadap pusatpemerintahan kecamatan

3. Daya dukung saranapendidikan dan kesehatanyang memadai

1. Meningkatkan kualitas SDM salahsatunya melalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologiinformasi

2. Meningkatkan peran serta aktifwarga masyarakat pada kegiatanekonomi melalui lembaga-lembagakeagamaan.

3. Penguatan usaha rumahtangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produk

4. Meningkatkan aksesbilitaspermodalan usaha, dan pemasaran.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

114

Berdasarkan peta penyebaran perkembangan kawasan perdesaan di KecamatanWonosari terlihat adanya pola penyebaran. Pola sebaran terhadap keragaan perkembangankawasan perdesaan yang berbeda-beda di wilayah Kecamatan Wonosari KabupatenBondowoso memerlukan metode pendekatan yang ragam dalam mendorong perkembanganwilayah perdesaan berbasis potensi wilayah sebagai dasar perencanaan pengembangankawaasan perdesaan berbasis pada potensi. Oleh karena itu harus dikembangkan formulasistrategi yang bersifat spesifik sesuai dengan keragaan kelompok perkembangan desamasing-masing untuk mewujudkan pertumbuhan yang berimbang dan saling memperkuatantar wilayah perdesaandi Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso, juga didasarkanatas prinsip strategi keterkaitan (linkages) antar potensi di setiap kawasan perdesaan. Halini dapat diwujudkan dengan mengembangkan karakteristik fisik kawasan perdesaandengan membangun berbagai infrastruktur publik.

Pola pendekatan kebijakan yang bersifat spesifik merupakan strategi yang dapatmendorong terwujudnya perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensiwilayah dengan memperhatikan faktor derajat kelompok perkembangan perdesaan. Padatabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaan perkembanganwilayah perdesaan di Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

Tabel 4Formulasi Strategi terhadap Pengembangan Kawasan Perdesaan

di Kecamatan Wonosari Kabupaten BondowosoDerajat Keragaan

PerdesaanKarakteristik Kawasan

PerdesaanStrategi Pengembangan Kawasan

Perdesaan di Kecamatan Wonosari

Wilayahperdesaan dengan

tingkatperkembangan

baik(Hierarkhi I)

1. Tingkat kesejahteraanmasyarakat desa yangmerata .

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, aksesbilitasterhadap pusatpemerintahan kecamatan

3. Daya dukung saranapendidikan dan kesehatanyang memadai

1. Meningkatkan kualitas SDM salahsatunya melalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologiinformasi

2. Meningkatkan peran serta aktifwarga masyarakat pada kegiatanekonomi melalui lembaga-lembagakeagamaan.

3. Penguatan usaha rumahtangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produk

4. Meningkatkan aksesbilitaspermodalan usaha, dan pemasaran.

Page 14: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

115

Wilayahperdesaan dengan

tingkatperkembangan

sedang(Hierarkhi II)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi,

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, akses terhadappusat pemerintahankecamatan cukup baik,

3. Jumlah dan akses saranapendidikan dan kesehatanyang memadai, saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik, partisipasiwarga tinggi

1. Penguatan usaha rumah tanggadan industri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saingproduk melalui diversifikasiproduk

2. Meningkatan terhadap aksespermodalan usaha, danmeningkatkan kualitas SDMmelalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologiinformasi dan lembagakursus/keterampilan

Wilayahperdesaan dengan

tingkatperkembangan

kurang(Hierarkhi III)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk rendah, aksesterhadap pusat pemerintahankecamatan rendah.

2. Daya dukung sarana ekonomiterbatas, kualitas lingkunganrendah, partisipasi wargarendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terusmembuka kesempatan kerjamelalui pengembangan jumlahdan jenis usaha rumahtanggadan industri kecil/mikro,pemberian modal usahamaupun pendampingan,sehingga pembentukankoperasi menjadi hal yangsangat penting untukdiwujudkan.

2. Peningkatan jumlah dan aksesterhadap sarana/prasaranapendidikan, kesehatan danekonomi serta aksesbilitasteknologi informasi

3. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Agribis Kopi Rakyat di KecamatanSumberwringin Kabupaten BondowosoHasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Sumberwringin KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah ekonomi agribis kopi rakyat. Dataperkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Sumberwringin Kabupaten Bondowosoterbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

115

Wilayahperdesaan dengan

tingkatperkembangan

sedang(Hierarkhi II)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi,

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, akses terhadappusat pemerintahankecamatan cukup baik,

3. Jumlah dan akses saranapendidikan dan kesehatanyang memadai, saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik, partisipasiwarga tinggi

1. Penguatan usaha rumah tanggadan industri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saingproduk melalui diversifikasiproduk

2. Meningkatan terhadap aksespermodalan usaha, danmeningkatkan kualitas SDMmelalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologiinformasi dan lembagakursus/keterampilan

Wilayahperdesaan dengan

tingkatperkembangan

kurang(Hierarkhi III)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk rendah, aksesterhadap pusat pemerintahankecamatan rendah.

2. Daya dukung sarana ekonomiterbatas, kualitas lingkunganrendah, partisipasi wargarendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terusmembuka kesempatan kerjamelalui pengembangan jumlahdan jenis usaha rumahtanggadan industri kecil/mikro,pemberian modal usahamaupun pendampingan,sehingga pembentukankoperasi menjadi hal yangsangat penting untukdiwujudkan.

2. Peningkatan jumlah dan aksesterhadap sarana/prasaranapendidikan, kesehatan danekonomi serta aksesbilitasteknologi informasi

3. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Agribis Kopi Rakyat di KecamatanSumberwringin Kabupaten BondowosoHasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Sumberwringin KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah ekonomi agribis kopi rakyat. Dataperkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Sumberwringin Kabupaten Bondowosoterbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

115

Wilayahperdesaan dengan

tingkatperkembangan

sedang(Hierarkhi II)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi,

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, akses terhadappusat pemerintahankecamatan cukup baik,

3. Jumlah dan akses saranapendidikan dan kesehatanyang memadai, saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik, partisipasiwarga tinggi

1. Penguatan usaha rumah tanggadan industri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saingproduk melalui diversifikasiproduk

2. Meningkatan terhadap aksespermodalan usaha, danmeningkatkan kualitas SDMmelalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologiinformasi dan lembagakursus/keterampilan

Wilayahperdesaan dengan

tingkatperkembangan

kurang(Hierarkhi III)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk rendah, aksesterhadap pusat pemerintahankecamatan rendah.

2. Daya dukung sarana ekonomiterbatas, kualitas lingkunganrendah, partisipasi wargarendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terusmembuka kesempatan kerjamelalui pengembangan jumlahdan jenis usaha rumahtanggadan industri kecil/mikro,pemberian modal usahamaupun pendampingan,sehingga pembentukankoperasi menjadi hal yangsangat penting untukdiwujudkan.

2. Peningkatan jumlah dan aksesterhadap sarana/prasaranapendidikan, kesehatan danekonomi serta aksesbilitasteknologi informasi

3. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Agribis Kopi Rakyat di KecamatanSumberwringin Kabupaten BondowosoHasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunya

menghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Sumberwringin KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah ekonomi agribis kopi rakyat. Dataperkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Sumberwringin Kabupaten Bondowosoterbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

Page 15: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

116

Tabel 5Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Sumberwringin

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Sumbergading Kelompok Hirarkhi ke I2 Sukorejo, Sukosarikidul Kelompok Hirarkhi ke II3 Tegaljati, Rejoagung Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan kawasan desa di wilayah Kecamatan Sumberwringin KabupatenBondowoso akan lebih jelas apabila diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

Gambar 3Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Sumberwringin

Pola pendekatan kebijakan yang bersifat spesifik merupakan strategi yang dapatmendorong terwujudnya perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensiwilayah dengan memperhatikan faktor derajat kelompok perkembangan perdesaan. Padatabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaan perkembanganwilayah perdesaan di Kecamatan Sumberwringin Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

116

Tabel 5Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Sumberwringin

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Sumbergading Kelompok Hirarkhi ke I2 Sukorejo, Sukosarikidul Kelompok Hirarkhi ke II3 Tegaljati, Rejoagung Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan kawasan desa di wilayah Kecamatan Sumberwringin KabupatenBondowoso akan lebih jelas apabila diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

Gambar 3Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Sumberwringin

Pola pendekatan kebijakan yang bersifat spesifik merupakan strategi yang dapatmendorong terwujudnya perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensiwilayah dengan memperhatikan faktor derajat kelompok perkembangan perdesaan. Padatabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaan perkembanganwilayah perdesaan di Kecamatan Sumberwringin Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

116

Tabel 5Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Sumberwringin

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Sumbergading Kelompok Hirarkhi ke I2 Sukorejo, Sukosarikidul Kelompok Hirarkhi ke II3 Tegaljati, Rejoagung Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan kawasan desa di wilayah Kecamatan Sumberwringin KabupatenBondowoso akan lebih jelas apabila diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

Gambar 3Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Sumberwringin

Pola pendekatan kebijakan yang bersifat spesifik merupakan strategi yang dapatmendorong terwujudnya perencanaan pembangunan perdesaaan yang berbasis pada potensiwilayah dengan memperhatikan faktor derajat kelompok perkembangan perdesaan. Padatabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaan perkembanganwilayah perdesaan di Kecamatan Sumberwringin Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

Page 16: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

117

Tabel 6Formulasi Strategi Pengembangan Perdesaan di Kecamatan Sumberwringin

DerajatKeragaanPerdesaan

Karakteristik KawasanPerdesaan

Strategi Pengembangan KawasanPerdesaan di Kecamatan

Sumberwringin

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

baik(Hierarkhi I)

1. Tingkat kesejahteraanmasyarakat desa yangmerata .

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, aksesbilitasterhadap pusatpemerintahan kecamatan

3. Daya dukung saranapendidikan dan kesehatanyang memadai

4. Dayadukung saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik.

1. Meningkatkan kualitas SDM salahsatunya melalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologi informasi

2. Meningkatkan peran serta aktifwarga masyarakat pada kegiatanekonomi melalui lembaga-lembagakeagamaan.

3. Penguatan usaha rumahtangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produk

4. Meningkatkan aksesbilitaspermodalan usaha, dan pemasaran.

5. Optimalisasi kelembagaan petani dikawasan perdesaan

Wilayahperdesaandengan tingkatperkembangansedang(Hierarkhi II)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi,

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, akses terhadappusat pemerintahankecamatan cukup baik,

3. Jumlah dan akses saranapendidikan dan kesehatanyang memadai, saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik, partisipasiwarga tinggi

1. Penguatan usaha rumah tangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produkmelalui diversifikasi produk.

2. Meningkatan terhadap aksespermodalan usaha, danmeningkatkan kualitas SDM melaluipeningkatan akses terhadap saranateknologi informasi dan lembagakursus/keterampilan

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

kurang(Hierarkhi III)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk rendah, aksesterhadap pusatpemerintahan kecamatanrendah

2. Daya dukung saranaekonomi terbatas, kualitaslingkungan rendah,partisipasi warga rendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terus membukakesempatan kerja melaluipengembangan jumlah dan jenisusaha rumahtangga dan industrikecil/mikro, pemberian modal usahamaupun pendampingan, sehinggapembentukan koperasi menjadi halyang sangat penting untukdiwujudkan.

2. Peningkatan jumlah dan aksesterhadap sarana/prasaranapendidikan, kesehatan dan ekonomiserta aksesbilitas teknologi informasi

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

117

Tabel 6Formulasi Strategi Pengembangan Perdesaan di Kecamatan Sumberwringin

DerajatKeragaanPerdesaan

Karakteristik KawasanPerdesaan

Strategi Pengembangan KawasanPerdesaan di Kecamatan

Sumberwringin

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

baik(Hierarkhi I)

1. Tingkat kesejahteraanmasyarakat desa yangmerata .

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, aksesbilitasterhadap pusatpemerintahan kecamatan

3. Daya dukung saranapendidikan dan kesehatanyang memadai

4. Dayadukung saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik.

1. Meningkatkan kualitas SDM salahsatunya melalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologi informasi

2. Meningkatkan peran serta aktifwarga masyarakat pada kegiatanekonomi melalui lembaga-lembagakeagamaan.

3. Penguatan usaha rumahtangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produk

4. Meningkatkan aksesbilitaspermodalan usaha, dan pemasaran.

5. Optimalisasi kelembagaan petani dikawasan perdesaan

Wilayahperdesaandengan tingkatperkembangansedang(Hierarkhi II)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi,

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, akses terhadappusat pemerintahankecamatan cukup baik,

3. Jumlah dan akses saranapendidikan dan kesehatanyang memadai, saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik, partisipasiwarga tinggi

1. Penguatan usaha rumah tangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produkmelalui diversifikasi produk.

2. Meningkatan terhadap aksespermodalan usaha, danmeningkatkan kualitas SDM melaluipeningkatan akses terhadap saranateknologi informasi dan lembagakursus/keterampilan

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

kurang(Hierarkhi III)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk rendah, aksesterhadap pusatpemerintahan kecamatanrendah

2. Daya dukung saranaekonomi terbatas, kualitaslingkungan rendah,partisipasi warga rendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terus membukakesempatan kerja melaluipengembangan jumlah dan jenisusaha rumahtangga dan industrikecil/mikro, pemberian modal usahamaupun pendampingan, sehinggapembentukan koperasi menjadi halyang sangat penting untukdiwujudkan.

2. Peningkatan jumlah dan aksesterhadap sarana/prasaranapendidikan, kesehatan dan ekonomiserta aksesbilitas teknologi informasi

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

117

Tabel 6Formulasi Strategi Pengembangan Perdesaan di Kecamatan Sumberwringin

DerajatKeragaanPerdesaan

Karakteristik KawasanPerdesaan

Strategi Pengembangan KawasanPerdesaan di Kecamatan

Sumberwringin

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

baik(Hierarkhi I)

1. Tingkat kesejahteraanmasyarakat desa yangmerata .

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, aksesbilitasterhadap pusatpemerintahan kecamatan

3. Daya dukung saranapendidikan dan kesehatanyang memadai

4. Dayadukung saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik.

1. Meningkatkan kualitas SDM salahsatunya melalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologi informasi

2. Meningkatkan peran serta aktifwarga masyarakat pada kegiatanekonomi melalui lembaga-lembagakeagamaan.

3. Penguatan usaha rumahtangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produk

4. Meningkatkan aksesbilitaspermodalan usaha, dan pemasaran.

5. Optimalisasi kelembagaan petani dikawasan perdesaan

Wilayahperdesaandengan tingkatperkembangansedang(Hierarkhi II)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi,

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, akses terhadappusat pemerintahankecamatan cukup baik,

3. Jumlah dan akses saranapendidikan dan kesehatanyang memadai, saranaekonomi memadai, kualitaslingkungan baik, partisipasiwarga tinggi

1. Penguatan usaha rumah tangga danindustri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produkmelalui diversifikasi produk.

2. Meningkatan terhadap aksespermodalan usaha, danmeningkatkan kualitas SDM melaluipeningkatan akses terhadap saranateknologi informasi dan lembagakursus/keterampilan

Wilayahperdesaan

dengan tingkatperkembangan

kurang(Hierarkhi III)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk rendah, aksesterhadap pusatpemerintahan kecamatanrendah

2. Daya dukung saranaekonomi terbatas, kualitaslingkungan rendah,partisipasi warga rendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terus membukakesempatan kerja melaluipengembangan jumlah dan jenisusaha rumahtangga dan industrikecil/mikro, pemberian modal usahamaupun pendampingan, sehinggapembentukan koperasi menjadi halyang sangat penting untukdiwujudkan.

2. Peningkatan jumlah dan aksesterhadap sarana/prasaranapendidikan, kesehatan dan ekonomiserta aksesbilitas teknologi informasi

Page 17: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

118

4. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Agroindustri Tape dan Ikan Air Tawar diKecamatan Binakal Kabupaten Bondowoso

Hasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunyamenghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Binakal KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah agroindustri tape dan ikan air tawar.Data perkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Binakal Kabupaten Bondowosoterbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

Tabel 7Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Binakal

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Sumbertengah dan Bendelan Kelompok Hirarkhi ke I2 Jeruk Soksok, Binakal, Baratan Kelompok Hirarkhi ke II3 Gadingsari, Sumber Waru, Kembangan Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan kawasan desa di wilayah Kecamatan Binakal Kabupaten Bondowosoakan lebih jelas apabila diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

Gambar 4Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Binakal

Pada tabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaanperkembangan wilayah perdesaan di Kecamatan Binakal Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

118

4. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Agroindustri Tape dan Ikan Air Tawar diKecamatan Binakal Kabupaten Bondowoso

Hasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunyamenghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Binakal KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah agroindustri tape dan ikan air tawar.Data perkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Binakal Kabupaten Bondowosoterbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

Tabel 7Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Binakal

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Sumbertengah dan Bendelan Kelompok Hirarkhi ke I2 Jeruk Soksok, Binakal, Baratan Kelompok Hirarkhi ke II3 Gadingsari, Sumber Waru, Kembangan Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan kawasan desa di wilayah Kecamatan Binakal Kabupaten Bondowosoakan lebih jelas apabila diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

Gambar 4Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Binakal

Pada tabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaanperkembangan wilayah perdesaan di Kecamatan Binakal Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

118

4. Wilayah Perdesaan Berbasis Potensi Agroindustri Tape dan Ikan Air Tawar diKecamatan Binakal Kabupaten Bondowoso

Hasil analisis terhadap variabel keragaan perkembangan perdesaan salah satunyamenghasilkan skor setiap desa. Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuatpengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kecamatan Binakal KabupatenBondowoso yang mempunyai basis potensi wilayah agroindustri tape dan ikan air tawar.Data perkembangan kawasan perdesaan di Kecamatan Binakal Kabupaten Bondowosoterbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang dijelaskan pada tabel dibawah.

Tabel 7Kategori Perkembangan Desa di Kecamatan Binakal

No Nama Desa Kategori Perkembangan Desa1 Sumbertengah dan Bendelan Kelompok Hirarkhi ke I2 Jeruk Soksok, Binakal, Baratan Kelompok Hirarkhi ke II3 Gadingsari, Sumber Waru, Kembangan Kelompok Hirarkhi ke III

Perkembangan kawasan desa di wilayah Kecamatan Binakal Kabupaten Bondowosoakan lebih jelas apabila diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

Gambar 4Penyebaran Perkembangan Desa di Kecamatan Binakal

Pada tabel dibawah menjelaskan karakteristrik masing-masing derajat keragaaanperkembangan wilayah perdesaan di Kecamatan Binakal Kabupaten Bondowoso serta arahpengembangan strategis dan terpadu terhadap perdesaan yang berbasis pada potensiwilayah.

Page 18: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

119

Tabel 8Formulasi Strategi Pengembangan Kawasan Perdesaan di Kecamatan Binakal

Derajat KeragaanPerdesaan

Karakteristik KawasanPerdesaan

Strategi Pengembangan KawasanPerdesaan di Kecamatan Binakal

Wilayah perdesaandengan tingkat

perkembangan baik

(Hierarkhi I)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi.

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung,

3. Aksesbilitas terhadappusat pemerintahankecamatan baik.

4. Sarana pendidikan dankesehatan yang memadai,

5. Sarana ekonomi cukupmemadai, kualitaslingkungan baik,.

1. Meningkatan jumlah dan jenisusaha rumah tangga dan industrikecil/mikro.

2. Meningkatkan jumlah dan aksespada sarana pendidikan dankesehatan.

3. Meningkatkan kualitas SDMsalah satunya melaluipeningkatan akses terhadapsarana teknologi informasi danlembaga kursus/keterampilanserta meningkatkan peran sertaaktif warga masyarakat melaluilembaga-lembaga non profit

Wilayah perdesaandengan tingkatperkembangansedang

(Hierarkhi II)

1.Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, aksesterhadap pusatpemerintahan kecamatan

3. Akses sarana pendidikandan kesehatan yangmemadai.

1. Penguatan usaha rumah tanggadan industri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produk.

2. Meningkatkan kualitas SDMmelalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologiinformasi dan lembagakursus/keterampilan

Wilayah perdesaandengan tingkatperkembangan

kurang

(Hierarkhi III)

1. Tingkatkesejahteraan pendudukrendah.

2. Akses terhadap pusatpemerintahan kecamatanrendah.

3. Sarana ekonomiterbatas,

4. Kualitas lingkunganrendah,.

5. Partisipasi wargaterhadap pembangunanrendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terusmembuka kesempatan kerjamelalui pengembangan jumlahdan jenis usaha rumahtangga

2. Pemberian modal usaha maupunpendampingan, sehinggapembentukan koperasi menjadihal yang sangat penting untukdiwujudkan.

3. Peningkatan jumlah dan aksesterhadap sarana/prasaranapendidikan, kesehatan danekonomi serta aksesbilitasteknologi informasi

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

119

Tabel 8Formulasi Strategi Pengembangan Kawasan Perdesaan di Kecamatan Binakal

Derajat KeragaanPerdesaan

Karakteristik KawasanPerdesaan

Strategi Pengembangan KawasanPerdesaan di Kecamatan Binakal

Wilayah perdesaandengan tingkat

perkembangan baik

(Hierarkhi I)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi.

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung,

3. Aksesbilitas terhadappusat pemerintahankecamatan baik.

4. Sarana pendidikan dankesehatan yang memadai,

5. Sarana ekonomi cukupmemadai, kualitaslingkungan baik,.

1. Meningkatan jumlah dan jenisusaha rumah tangga dan industrikecil/mikro.

2. Meningkatkan jumlah dan aksespada sarana pendidikan dankesehatan.

3. Meningkatkan kualitas SDMsalah satunya melaluipeningkatan akses terhadapsarana teknologi informasi danlembaga kursus/keterampilanserta meningkatkan peran sertaaktif warga masyarakat melaluilembaga-lembaga non profit

Wilayah perdesaandengan tingkatperkembangansedang

(Hierarkhi II)

1.Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, aksesterhadap pusatpemerintahan kecamatan

3. Akses sarana pendidikandan kesehatan yangmemadai.

1. Penguatan usaha rumah tanggadan industri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produk.

2. Meningkatkan kualitas SDMmelalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologiinformasi dan lembagakursus/keterampilan

Wilayah perdesaandengan tingkatperkembangan

kurang

(Hierarkhi III)

1. Tingkatkesejahteraan pendudukrendah.

2. Akses terhadap pusatpemerintahan kecamatanrendah.

3. Sarana ekonomiterbatas,

4. Kualitas lingkunganrendah,.

5. Partisipasi wargaterhadap pembangunanrendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terusmembuka kesempatan kerjamelalui pengembangan jumlahdan jenis usaha rumahtangga

2. Pemberian modal usaha maupunpendampingan, sehinggapembentukan koperasi menjadihal yang sangat penting untukdiwujudkan.

3. Peningkatan jumlah dan aksesterhadap sarana/prasaranapendidikan, kesehatan danekonomi serta aksesbilitasteknologi informasi

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

119

Tabel 8Formulasi Strategi Pengembangan Kawasan Perdesaan di Kecamatan Binakal

Derajat KeragaanPerdesaan

Karakteristik KawasanPerdesaan

Strategi Pengembangan KawasanPerdesaan di Kecamatan Binakal

Wilayah perdesaandengan tingkat

perkembangan baik

(Hierarkhi I)

1. Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi.

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung,

3. Aksesbilitas terhadappusat pemerintahankecamatan baik.

4. Sarana pendidikan dankesehatan yang memadai,

5. Sarana ekonomi cukupmemadai, kualitaslingkungan baik,.

1. Meningkatan jumlah dan jenisusaha rumah tangga dan industrikecil/mikro.

2. Meningkatkan jumlah dan aksespada sarana pendidikan dankesehatan.

3. Meningkatkan kualitas SDMsalah satunya melaluipeningkatan akses terhadapsarana teknologi informasi danlembaga kursus/keterampilanserta meningkatkan peran sertaaktif warga masyarakat melaluilembaga-lembaga non profit

Wilayah perdesaandengan tingkatperkembangansedang

(Hierarkhi II)

1.Tingkat kesejahteraanpenduduk tinggi

2. Akses informasi dankomunikasi baik danmendukung, aksesterhadap pusatpemerintahan kecamatan

3. Akses sarana pendidikandan kesehatan yangmemadai.

1. Penguatan usaha rumah tanggadan industri kecil/mikro denganmeningkatkan daya saing produk.

2. Meningkatkan kualitas SDMmelalui peningkatan aksesterhadap sarana teknologiinformasi dan lembagakursus/keterampilan

Wilayah perdesaandengan tingkatperkembangan

kurang

(Hierarkhi III)

1. Tingkatkesejahteraan pendudukrendah.

2. Akses terhadap pusatpemerintahan kecamatanrendah.

3. Sarana ekonomiterbatas,

4. Kualitas lingkunganrendah,.

5. Partisipasi wargaterhadap pembangunanrendah

1. Meningkatkan taraf hidupmasyarakat, dengan terusmembuka kesempatan kerjamelalui pengembangan jumlahdan jenis usaha rumahtangga

2. Pemberian modal usaha maupunpendampingan, sehinggapembentukan koperasi menjadihal yang sangat penting untukdiwujudkan.

3. Peningkatan jumlah dan aksesterhadap sarana/prasaranapendidikan, kesehatan danekonomi serta aksesbilitasteknologi informasi

Page 19: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

120

SIMPULANHasil penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan diantaranya, yaitu : Kawasan

perdesaan di wilayah Kabupaten Bondowoso mempunyai beberapa klasifikasiperkembangan desa yang menunjukan terdapat adanya kegiatan pembangunan yang belummerata di wilayah perdesaan, yaitu :a. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Tamanan dengan potensi

ekonomi kreatif menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). Kelompok Hierarki I terdiri dari(Desa Tamanan, Desa Sukosari dan Desa Wonosuko), (2). Kelompok Hierarki II terdiridari (Desa Karangmelok, Desa Kemirian, dan Desa Sumberkemuning) dan (3).Kelompok Hierarki III terdiri dari (Desa Mengen, Desa Sumberanom dan DesaWonosuko).

b. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Wonosari dengan potensiagribis padi organik menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). Kelompok Hierarki I terdiridari (Desa Wonosari, Desa Traktakan dan Desa Sumberkalong), (2). Kelompok HierarkiII terdiri dari (Desa Kapuran, Desa Pasarejo, Desa Tumeng, Desa Lombok Kulon danDesa Lombok Wetan) dan (3). Kelompok Hierarki III terdiri dari (Desa Tangsil Wetan,Desa Jumpong, Desa Pelalangan dan Desa Bendoarum).

c. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Sumberwringin denganpotensi agribis kopi rakyat menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). Kelompok Hierarki Iterdiri dari (Desa Sumbergading), (2). Kelompok Hierarki II terdiri dari (Desa Sukorejodan Desa Sukosarikidul) dan (3). Kelompok Hierarki III terdiri dari (Desa Tegaljati danDesa Rejoagung).

d. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Binakal dengan potensiagroindustri tape dan ikan air tawar menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). KelompokHierarki I terdiri dari (Desa Sumbertengah dan Desa Bendelan), (2). Kelompok HierarkiII terdiri dari (Desa Jeruk Soksok, Desa Binakal dan Desa Baratan) dan (3). KelompokHierarki III terdiri dari (Desa Gadingsari, Desa Sumber Waru Desa Kembangan).

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2012. Rural Economic Development Initiative (REDI). Division of Community

Development Florida Department of Economic Opportunity. Florida.Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (Tinjauan Kritis).

P4WPress. Bogor Rifai, S. A. 1989. Akuakultur dan Lingkungan. Makalahdisajiakan dalam seminar Industri dan Lingkungan Hidup. Palemban 20-21 Juni1989.Royce, W. F.2007.

Boeke, J.H. 1971. Batas-batas dari Masyarakat Pedesaan di Indonesia, LP3ES. Jakarta._________. 1983. Prakapitalisme di Asia, Sinar Harapan. Jakarta.

Cohen, M., John. Uphoff, T., Norman. 1977. Rural Development Participation: Conceptsand Measures for Project Design, Implementation and Evaluation. Ithaka.Cornel University

Collier, W.L., Santoso, K. 1996. A New Approach to Rural Development in Java: TwentyFive Years of Village Studies. Sajogyo (penerjemah). Pendekatan Baru DalamPembangunan Pedesaan di Jawa: Kajian Pedesaan Selama Dua Puluh LimaTahun, Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

120

SIMPULANHasil penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan diantaranya, yaitu : Kawasan

perdesaan di wilayah Kabupaten Bondowoso mempunyai beberapa klasifikasiperkembangan desa yang menunjukan terdapat adanya kegiatan pembangunan yang belummerata di wilayah perdesaan, yaitu :a. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Tamanan dengan potensi

ekonomi kreatif menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). Kelompok Hierarki I terdiri dari(Desa Tamanan, Desa Sukosari dan Desa Wonosuko), (2). Kelompok Hierarki II terdiridari (Desa Karangmelok, Desa Kemirian, dan Desa Sumberkemuning) dan (3).Kelompok Hierarki III terdiri dari (Desa Mengen, Desa Sumberanom dan DesaWonosuko).

b. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Wonosari dengan potensiagribis padi organik menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). Kelompok Hierarki I terdiridari (Desa Wonosari, Desa Traktakan dan Desa Sumberkalong), (2). Kelompok HierarkiII terdiri dari (Desa Kapuran, Desa Pasarejo, Desa Tumeng, Desa Lombok Kulon danDesa Lombok Wetan) dan (3). Kelompok Hierarki III terdiri dari (Desa Tangsil Wetan,Desa Jumpong, Desa Pelalangan dan Desa Bendoarum).

c. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Sumberwringin denganpotensi agribis kopi rakyat menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). Kelompok Hierarki Iterdiri dari (Desa Sumbergading), (2). Kelompok Hierarki II terdiri dari (Desa Sukorejodan Desa Sukosarikidul) dan (3). Kelompok Hierarki III terdiri dari (Desa Tegaljati danDesa Rejoagung).

d. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Binakal dengan potensiagroindustri tape dan ikan air tawar menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). KelompokHierarki I terdiri dari (Desa Sumbertengah dan Desa Bendelan), (2). Kelompok HierarkiII terdiri dari (Desa Jeruk Soksok, Desa Binakal dan Desa Baratan) dan (3). KelompokHierarki III terdiri dari (Desa Gadingsari, Desa Sumber Waru Desa Kembangan).

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2012. Rural Economic Development Initiative (REDI). Division of Community

Development Florida Department of Economic Opportunity. Florida.Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (Tinjauan Kritis).

P4WPress. Bogor Rifai, S. A. 1989. Akuakultur dan Lingkungan. Makalahdisajiakan dalam seminar Industri dan Lingkungan Hidup. Palemban 20-21 Juni1989.Royce, W. F.2007.

Boeke, J.H. 1971. Batas-batas dari Masyarakat Pedesaan di Indonesia, LP3ES. Jakarta._________. 1983. Prakapitalisme di Asia, Sinar Harapan. Jakarta.

Cohen, M., John. Uphoff, T., Norman. 1977. Rural Development Participation: Conceptsand Measures for Project Design, Implementation and Evaluation. Ithaka.Cornel University

Collier, W.L., Santoso, K. 1996. A New Approach to Rural Development in Java: TwentyFive Years of Village Studies. Sajogyo (penerjemah). Pendekatan Baru DalamPembangunan Pedesaan di Jawa: Kajian Pedesaan Selama Dua Puluh LimaTahun, Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

120

SIMPULANHasil penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan diantaranya, yaitu : Kawasan

perdesaan di wilayah Kabupaten Bondowoso mempunyai beberapa klasifikasiperkembangan desa yang menunjukan terdapat adanya kegiatan pembangunan yang belummerata di wilayah perdesaan, yaitu :a. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Tamanan dengan potensi

ekonomi kreatif menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). Kelompok Hierarki I terdiri dari(Desa Tamanan, Desa Sukosari dan Desa Wonosuko), (2). Kelompok Hierarki II terdiridari (Desa Karangmelok, Desa Kemirian, dan Desa Sumberkemuning) dan (3).Kelompok Hierarki III terdiri dari (Desa Mengen, Desa Sumberanom dan DesaWonosuko).

b. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Wonosari dengan potensiagribis padi organik menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). Kelompok Hierarki I terdiridari (Desa Wonosari, Desa Traktakan dan Desa Sumberkalong), (2). Kelompok HierarkiII terdiri dari (Desa Kapuran, Desa Pasarejo, Desa Tumeng, Desa Lombok Kulon danDesa Lombok Wetan) dan (3). Kelompok Hierarki III terdiri dari (Desa Tangsil Wetan,Desa Jumpong, Desa Pelalangan dan Desa Bendoarum).

c. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Sumberwringin denganpotensi agribis kopi rakyat menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). Kelompok Hierarki Iterdiri dari (Desa Sumbergading), (2). Kelompok Hierarki II terdiri dari (Desa Sukorejodan Desa Sukosarikidul) dan (3). Kelompok Hierarki III terdiri dari (Desa Tegaljati danDesa Rejoagung).

d. Keragaan relatif tingkat perkembangan desa di Kecamatan Binakal dengan potensiagroindustri tape dan ikan air tawar menghasilkan tiga hierarki, yaitu (1). KelompokHierarki I terdiri dari (Desa Sumbertengah dan Desa Bendelan), (2). Kelompok HierarkiII terdiri dari (Desa Jeruk Soksok, Desa Binakal dan Desa Baratan) dan (3). KelompokHierarki III terdiri dari (Desa Gadingsari, Desa Sumber Waru Desa Kembangan).

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2012. Rural Economic Development Initiative (REDI). Division of Community

Development Florida Department of Economic Opportunity. Florida.Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (Tinjauan Kritis).

P4WPress. Bogor Rifai, S. A. 1989. Akuakultur dan Lingkungan. Makalahdisajiakan dalam seminar Industri dan Lingkungan Hidup. Palemban 20-21 Juni1989.Royce, W. F.2007.

Boeke, J.H. 1971. Batas-batas dari Masyarakat Pedesaan di Indonesia, LP3ES. Jakarta._________. 1983. Prakapitalisme di Asia, Sinar Harapan. Jakarta.

Cohen, M., John. Uphoff, T., Norman. 1977. Rural Development Participation: Conceptsand Measures for Project Design, Implementation and Evaluation. Ithaka.Cornel University

Collier, W.L., Santoso, K. 1996. A New Approach to Rural Development in Java: TwentyFive Years of Village Studies. Sajogyo (penerjemah). Pendekatan Baru DalamPembangunan Pedesaan di Jawa: Kajian Pedesaan Selama Dua Puluh LimaTahun, Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Page 20: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

121

Connell, D.J., Wall, E. 2004. New Rural Economy: Economic Capacity Profile. Journal ofExtension. Volume : 42, Number : 4, http://www.joe.org/joe/2004august/a2.php.Agust 2017.

Dharmawan, A.H. 2006. Pendekatan-Pendekatan Pembangunan Pedesaan dan Pertanian:Klasik dan Kontemporer, makalah seminar “Apresiasi PerencanaanPembangunan Pertanian Daerah bagi Tenaga Pemandu Teknologi MendukungPrima Tani”. Cisarua Bogor. 19-25 November.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 2011. Spirit Konstitusi, HegemoniModal, dan Kedaulatan Ekonomi, Refleksi Akademik 50 Tahun FakultasEkonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 8 Oktober.

Fukuyama, F. 2005. The Great Disruption: Human Nature and the Reconstitution of SocialOrder. Masri Maris (penerjemah). Guncangan Besar: Kodrat Manusia danTata Sosial Baru, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Friedmann, John and Douglass. 1978. Agropolitan Development: Towards a New Strategyfor Regional Planning in Asia.

Glasson, John. 1974. An Introduction to Regional Planning. Hutchinson Educational,London.

Gregg, S. 2010. Smith Versus Keynes: Economics and Political Economy in the Post-CrisisEra. Harvard Journal of Law & Public Policy, Vol. 33, No. 2 Spring: 443-464.

Ismail, M. 2003. Sumbangan Institusi Lokal Dalam Pembangunan Ekonomi. dalam IwanTriyuwono dan Ahmad Erani Yustika (eds.), Emansipasi Nilai Lokal: Ekonomidan Bisnis Pascadesentralisasi Pembangunan, Bayumedia Publishing.Malang: 1-22.

Juliantara, D. 2003. Pembaruan Desa: Bertumpu pada yang Terbawah, Lappera PustakaUtama. Yogyakarta.

Malik, A. 2008. Implementasi Perimbangan Keuangan Antara Kabupaten dan DesaMelalui Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Menunjang Pembangunan Desa:Studi Kasus Tiga Desa di Kabupaten Bondowoso. Disertasi, ProgramPascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang.

Maryunani (ed.). 2002. Alokasi Dana Desa: Formulasi dan Implementasi, LPEM FakultasEkonomi Universitas Brawijaya. Malang.

_________. 2007. Sentuhan Pembangunan Ekonomi Dalam Penguatan PerekonomianDesa di Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang IlmuEkonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. 22Oktober.

Munawar. 2007. Kritik Sosiologis Terhadap Kedudukan Individu Dalam Bangunan TeoriEkonomi Neoklasik, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang IlmuEkonomi Makro, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. 10 Desember.

Naghavi, M. A. S., Salavati, A., and Movahed, E. S. B. 2011. Public Sector Success inSocial Capital: A Comparative Study in Iran’s Governmental and PrivateBanks, European Journal of Social Sciences, Vol. 24, No. 1: 33-41.

Osborne, D., Gaebler, T. 1996. Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spiritis Transforming the Public Sector. Abdul Rosyid (penerjemah).Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi Semangat Wirausaha ke dalamSektor Publik, Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

121

Connell, D.J., Wall, E. 2004. New Rural Economy: Economic Capacity Profile. Journal ofExtension. Volume : 42, Number : 4, http://www.joe.org/joe/2004august/a2.php.Agust 2017.

Dharmawan, A.H. 2006. Pendekatan-Pendekatan Pembangunan Pedesaan dan Pertanian:Klasik dan Kontemporer, makalah seminar “Apresiasi PerencanaanPembangunan Pertanian Daerah bagi Tenaga Pemandu Teknologi MendukungPrima Tani”. Cisarua Bogor. 19-25 November.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 2011. Spirit Konstitusi, HegemoniModal, dan Kedaulatan Ekonomi, Refleksi Akademik 50 Tahun FakultasEkonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 8 Oktober.

Fukuyama, F. 2005. The Great Disruption: Human Nature and the Reconstitution of SocialOrder. Masri Maris (penerjemah). Guncangan Besar: Kodrat Manusia danTata Sosial Baru, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Friedmann, John and Douglass. 1978. Agropolitan Development: Towards a New Strategyfor Regional Planning in Asia.

Glasson, John. 1974. An Introduction to Regional Planning. Hutchinson Educational,London.

Gregg, S. 2010. Smith Versus Keynes: Economics and Political Economy in the Post-CrisisEra. Harvard Journal of Law & Public Policy, Vol. 33, No. 2 Spring: 443-464.

Ismail, M. 2003. Sumbangan Institusi Lokal Dalam Pembangunan Ekonomi. dalam IwanTriyuwono dan Ahmad Erani Yustika (eds.), Emansipasi Nilai Lokal: Ekonomidan Bisnis Pascadesentralisasi Pembangunan, Bayumedia Publishing.Malang: 1-22.

Juliantara, D. 2003. Pembaruan Desa: Bertumpu pada yang Terbawah, Lappera PustakaUtama. Yogyakarta.

Malik, A. 2008. Implementasi Perimbangan Keuangan Antara Kabupaten dan DesaMelalui Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Menunjang Pembangunan Desa:Studi Kasus Tiga Desa di Kabupaten Bondowoso. Disertasi, ProgramPascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang.

Maryunani (ed.). 2002. Alokasi Dana Desa: Formulasi dan Implementasi, LPEM FakultasEkonomi Universitas Brawijaya. Malang.

_________. 2007. Sentuhan Pembangunan Ekonomi Dalam Penguatan PerekonomianDesa di Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang IlmuEkonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. 22Oktober.

Munawar. 2007. Kritik Sosiologis Terhadap Kedudukan Individu Dalam Bangunan TeoriEkonomi Neoklasik, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang IlmuEkonomi Makro, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. 10 Desember.

Naghavi, M. A. S., Salavati, A., and Movahed, E. S. B. 2011. Public Sector Success inSocial Capital: A Comparative Study in Iran’s Governmental and PrivateBanks, European Journal of Social Sciences, Vol. 24, No. 1: 33-41.

Osborne, D., Gaebler, T. 1996. Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spiritis Transforming the Public Sector. Abdul Rosyid (penerjemah).Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi Semangat Wirausaha ke dalamSektor Publik, Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

121

Connell, D.J., Wall, E. 2004. New Rural Economy: Economic Capacity Profile. Journal ofExtension. Volume : 42, Number : 4, http://www.joe.org/joe/2004august/a2.php.Agust 2017.

Dharmawan, A.H. 2006. Pendekatan-Pendekatan Pembangunan Pedesaan dan Pertanian:Klasik dan Kontemporer, makalah seminar “Apresiasi PerencanaanPembangunan Pertanian Daerah bagi Tenaga Pemandu Teknologi MendukungPrima Tani”. Cisarua Bogor. 19-25 November.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 2011. Spirit Konstitusi, HegemoniModal, dan Kedaulatan Ekonomi, Refleksi Akademik 50 Tahun FakultasEkonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 8 Oktober.

Fukuyama, F. 2005. The Great Disruption: Human Nature and the Reconstitution of SocialOrder. Masri Maris (penerjemah). Guncangan Besar: Kodrat Manusia danTata Sosial Baru, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Friedmann, John and Douglass. 1978. Agropolitan Development: Towards a New Strategyfor Regional Planning in Asia.

Glasson, John. 1974. An Introduction to Regional Planning. Hutchinson Educational,London.

Gregg, S. 2010. Smith Versus Keynes: Economics and Political Economy in the Post-CrisisEra. Harvard Journal of Law & Public Policy, Vol. 33, No. 2 Spring: 443-464.

Ismail, M. 2003. Sumbangan Institusi Lokal Dalam Pembangunan Ekonomi. dalam IwanTriyuwono dan Ahmad Erani Yustika (eds.), Emansipasi Nilai Lokal: Ekonomidan Bisnis Pascadesentralisasi Pembangunan, Bayumedia Publishing.Malang: 1-22.

Juliantara, D. 2003. Pembaruan Desa: Bertumpu pada yang Terbawah, Lappera PustakaUtama. Yogyakarta.

Malik, A. 2008. Implementasi Perimbangan Keuangan Antara Kabupaten dan DesaMelalui Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Menunjang Pembangunan Desa:Studi Kasus Tiga Desa di Kabupaten Bondowoso. Disertasi, ProgramPascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang.

Maryunani (ed.). 2002. Alokasi Dana Desa: Formulasi dan Implementasi, LPEM FakultasEkonomi Universitas Brawijaya. Malang.

_________. 2007. Sentuhan Pembangunan Ekonomi Dalam Penguatan PerekonomianDesa di Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang IlmuEkonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. 22Oktober.

Munawar. 2007. Kritik Sosiologis Terhadap Kedudukan Individu Dalam Bangunan TeoriEkonomi Neoklasik, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang IlmuEkonomi Makro, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. 10 Desember.

Naghavi, M. A. S., Salavati, A., and Movahed, E. S. B. 2011. Public Sector Success inSocial Capital: A Comparative Study in Iran’s Governmental and PrivateBanks, European Journal of Social Sciences, Vol. 24, No. 1: 33-41.

Osborne, D., Gaebler, T. 1996. Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spiritis Transforming the Public Sector. Abdul Rosyid (penerjemah).Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi Semangat Wirausaha ke dalamSektor Publik, Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

Page 21: Pengembangan Wilayah Pe rdesaan Berbasis ... - Jurnal UMSU

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

122

Stiglitz, J.E. 2003. The Roaring Nineties: A New History of the World’s Most ProsperousDecade. Aan Suhaeni (penerjemah). Dekade Keserakahan: Era ’90-an danAwal Mula Petaka Ekonomi Dunia, Marjin Kiri. Serpong-Tangerang.

Sumodiningrat, G. 2001. Responsi Pemerintah Terhadap Kesenjangan Ekonomi: StudiEmpiris pada Kebijaksanaan dan Program Pembangunan dalam rangkaPemberdayaan Masyarakat di Indonesia, PerPod. Jakarta.

Wasistiono, S., Tahir, M.I. 2007. Prospek Pengembangan Desa, Fokusmedia. Bandung.Woolcock, M., Narayan, D. 2000. Social Capital: Implications for Development Theory,

Research, and Policy. The World Bank Research Observer, Vol. 15, No. 2:225-249.

Wulandari, I.T. 2008. Peran Modal Sosial dalam Pengembangan Usaha Simpan Pinjampada BUMDes: Studi Kasus BUMDes Desa Semambung Kec. Gedangan Kab.Sidoarjo. Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi UniversitasBrawijaya. Malang.

Yuliati, Y., Poernomo, M. 2003. Sosiologi Pedesaan. Lappera Pustaka Utama. Yogyakarta.Yustika, A.E. 2003. Industrialisasi, Urbanisasi, dan Sektor Informal: Perspektif Kebijakan

Lokal. dalam Iwan Triyuwono dan Ahmad Erani Yustika (eds.), EmansipasiNilai Lokal: Ekonomi dan Bisnis Pascadesentralisasi Pembangunan,Bayumedia Publishing. Malang: 33-50.

_________. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi, BayumediaPublishing. Malang.

_________. 2009. Ekonomi Politik: Kajian Teoretis dan Analisis Empiris, PustakaPelajar. Yogyakarta.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

122

Stiglitz, J.E. 2003. The Roaring Nineties: A New History of the World’s Most ProsperousDecade. Aan Suhaeni (penerjemah). Dekade Keserakahan: Era ’90-an danAwal Mula Petaka Ekonomi Dunia, Marjin Kiri. Serpong-Tangerang.

Sumodiningrat, G. 2001. Responsi Pemerintah Terhadap Kesenjangan Ekonomi: StudiEmpiris pada Kebijaksanaan dan Program Pembangunan dalam rangkaPemberdayaan Masyarakat di Indonesia, PerPod. Jakarta.

Wasistiono, S., Tahir, M.I. 2007. Prospek Pengembangan Desa, Fokusmedia. Bandung.Woolcock, M., Narayan, D. 2000. Social Capital: Implications for Development Theory,

Research, and Policy. The World Bank Research Observer, Vol. 15, No. 2:225-249.

Wulandari, I.T. 2008. Peran Modal Sosial dalam Pengembangan Usaha Simpan Pinjampada BUMDes: Studi Kasus BUMDes Desa Semambung Kec. Gedangan Kab.Sidoarjo. Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi UniversitasBrawijaya. Malang.

Yuliati, Y., Poernomo, M. 2003. Sosiologi Pedesaan. Lappera Pustaka Utama. Yogyakarta.Yustika, A.E. 2003. Industrialisasi, Urbanisasi, dan Sektor Informal: Perspektif Kebijakan

Lokal. dalam Iwan Triyuwono dan Ahmad Erani Yustika (eds.), EmansipasiNilai Lokal: Ekonomi dan Bisnis Pascadesentralisasi Pembangunan,Bayumedia Publishing. Malang: 33-50.

_________. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi, BayumediaPublishing. Malang.

_________. 2009. Ekonomi Politik: Kajian Teoretis dan Analisis Empiris, PustakaPelajar. Yogyakarta.

EKONOMIKAWAN : Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 18 No. 2, 2018

122

Stiglitz, J.E. 2003. The Roaring Nineties: A New History of the World’s Most ProsperousDecade. Aan Suhaeni (penerjemah). Dekade Keserakahan: Era ’90-an danAwal Mula Petaka Ekonomi Dunia, Marjin Kiri. Serpong-Tangerang.

Sumodiningrat, G. 2001. Responsi Pemerintah Terhadap Kesenjangan Ekonomi: StudiEmpiris pada Kebijaksanaan dan Program Pembangunan dalam rangkaPemberdayaan Masyarakat di Indonesia, PerPod. Jakarta.

Wasistiono, S., Tahir, M.I. 2007. Prospek Pengembangan Desa, Fokusmedia. Bandung.Woolcock, M., Narayan, D. 2000. Social Capital: Implications for Development Theory,

Research, and Policy. The World Bank Research Observer, Vol. 15, No. 2:225-249.

Wulandari, I.T. 2008. Peran Modal Sosial dalam Pengembangan Usaha Simpan Pinjampada BUMDes: Studi Kasus BUMDes Desa Semambung Kec. Gedangan Kab.Sidoarjo. Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi UniversitasBrawijaya. Malang.

Yuliati, Y., Poernomo, M. 2003. Sosiologi Pedesaan. Lappera Pustaka Utama. Yogyakarta.Yustika, A.E. 2003. Industrialisasi, Urbanisasi, dan Sektor Informal: Perspektif Kebijakan

Lokal. dalam Iwan Triyuwono dan Ahmad Erani Yustika (eds.), EmansipasiNilai Lokal: Ekonomi dan Bisnis Pascadesentralisasi Pembangunan,Bayumedia Publishing. Malang: 33-50.

_________. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi, BayumediaPublishing. Malang.

_________. 2009. Ekonomi Politik: Kajian Teoretis dan Analisis Empiris, PustakaPelajar. Yogyakarta.