pengembangan-kekuatan-militer-china-dan-dampaknya-terhadap-kawasan-asia-timur-2009.pdf
TRANSCRIPT
407Pengembangan Kekuatan Militer .......
PENGEMBANGAN KEKUATAN MILITER CHINA
DAN DAMPAKNYA TERHADAP KAWASAN ASIA TIMUR
Simela Victor Muhamad*)
Abstract
This essay discusses rapid political and economic development
in East Asia region in the post-Cold War era. The emergence of
China as a new economy and military power has been interestingly
studied by the writer. He argued that China could become as a
new superpower in the near future. He has studied that the country
has improved its military power through modernization programs
during the past decades, ranging from its military doctrines,
strategy, and main weapon system and equipments. This essay
tried to answer the question why and how China has improved its
military power, as well as its impacts to the region.
Kata-kata kunci: Militer China, Tentara Pembebasan Rakyat, Asia Timur,
Realisme, Security Dilemma.
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Perkembangan dan dinamika di kawasan Asia Timur, khususnya setelah
era Perang Dingin, merupakan fenomena internasional yang menarik untuk dikaji.
Hal ini karena di Asia Timur terdapat beberapa new emerging economics dan
negara-negara berkekuatan militer besar, seperti China, Jepang dan Korea
Selatan. China dipersepsikan oleh banyak negara akan menjadi superpower
baru di masa depan, tidak hanya karena ekonominya, yang memiliki
pertumbuhan ekonomi sangat kuat hingga mencapai rata-rata 9 -10% per tahun
(terutama pada dekade 1990-an), tetapi juga karena kekuatan militernya.
*) Peneliti Madya bidang Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR-RI. E-mail:
408 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
Perkembangan ekonomi China yang maju pesat berdampak besar pada
meningkatnya anggaran militer China yang berbanding lurus dengan peningkatan
kemampuan militernya. Pengembangan kekuatan militer China inilah yang pada
waktu belakangan ini kembali menjadi isu hangat internasional, khususnya di
kawasan Asia Timur, terutama setelah Departemen Pertahanan Amerika Serikat
atau Pentagon dalam laporan tahunannya, yang juga dimuat dalam media massa
internasional, juga menyinggung perihal pengembangan kekuatan militer China
yang antara lain disebutkan berpotensi mengubah perimbangan kekuatan militer
di Asia dan dapat mengancam negara-negara di kawasan.1
Pengembangan kekuatan militer China menarik perhatian negara-negara
di kawasan, terutama Jepang, Korea Selatan, dan juga Taiwan. Meskipun
hubungan kerja sama ekonomi bilateral China dengan Jepang dan Korea Selatan
tetap berjalan baik dan bahkan mengalami peningkatan yang pesat, begitu juga
hubungan China dengan Taiwan belakangan ini, namun pengembangan kekuatan
militer China telah menimbulkan kekhawatiran dan rasa ancaman pada negara-
negara tersebut. Terlebih pernah berkembang anggapan bahwa pengembangan
kekuatan militer China itu dilaksanakan untuk mencapai posisi negara China
yang kuat secara regional dan juga global,2 sehingga negara-negara tetangga
China di kawasan memandang perlu untuk juga meningkatkan kekuatan
militernya dan menyikapi secara kritis pengembangan militer China tersebut.
B. Permasalahan
Kekuatan militer China yang terus berkembang tampaknya telah menjadi
perhatian serius negara-negara di kawasan Asia Timur. Bahkan sejumlah negara
memandang pengembangan kekuatan militer China tersebut dapat mengancam
keamanan kawasan. Adanya kekhawatiran dari negara-negara di kawasan Asia
Timur terhadap pengembangan kekuatan militer China merupakan suatu hal
yang wajar mengingat masih terdapatnya sengketa wilayah di antara sejumlah
negara di kawasan Asia Timur tersebut dengan China yang hingga saat ini
belum terselesaikan. Hubungan di masa lalu yang kurang menyenangkan antara
1 Thom Shanker, “U.S. Sees Chinese Military Rise”, International Herald Tribune, 26 Maret 2009.
Lihat juga “Pentagon report: China’s military expanding its capabilities”, CNN.com/asia, 26 Maret
2009. http://www.cnn.com/2009/WORLD/asiapcf/03/25/china.military.report/ - diakses 30 Maret
2009.2 Steven W. Mosher, Hegemon: China’s Plan to Dominate Asia and the World, Publisher: En-
counter Books, 2000. Lihat juga, Rosemary Foot, “Chinese strategies in a US hegemonic global
order: Accommodating and hedging”, dalam International Affairs (82), 2006, hal. 77-94.
409Pengembangan Kekuatan Militer .......
beberapa negara di kawasan dengan China dan kurang terbukanya China selama
ini dalam urusan militer dan pertahanan juga dapat melatarbelakangi bagi
timbulnya kekhawatiran dan pertanyaan negara-negara di Asia Timur terhadap
maksud pengembangan kekuatan militer China tersebut.
Melalui tulisan kajian ini akan dikaji permasalahan, mengapa China
melakukan pengembangan kekuatan militer? Bagaimana pengembangan
kekuatan militer itu dilaksanakan, dan apa dampaknya terhadap kawasan Asia
Timur, khususnya Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan? Dalam pembahasan,
terlebih dahulu akan diungkap secara sekilas mengenai perjalanan sejarah China,
untuk lebih memahami mengapa China perlu mengembangkan kekuatan militer.
C. Kerangka Pemikiran
Realisme adalah salah satu pendekatan dalam studi hubungan
internasional yang biasa digunakan sebagai kerangka berpikir untuk memahami
isu-isu politik keamanan yang terjadi di tingkat global maupun suatu kawasan.
Pendekatan realis berpandangan bahwa dunia berada dalam situasi yang anarkis,
di mana setiap negara berusaha meningkatkan kekuatannya untuk tetap survive
dalam situasi dunia yang tidak menentu. Negara-bangsa sebagai entitas politik
yang berdaulat dan independen merupakan unit analisis yang menjadi fokus
atau center of gravity bagi realisme. Aktor-aktor lain hanyalah bersifat sekunder
karena dinamika politik global sepenuhnya dikendalikan oleh aktor negara. Dalam
hal ini negara dianggap sama dengan manusia yang senantiasa memiliki hasrat
untuk mendominasi manusia lain atau sekurang-kurangnya mempertahankan
eksistensi dan keamanan dirinya. Dengan demikian realisme mengasumsikan
politik global sebagai kumpulan negara-negara yang memperjuangkan
kepentingan nasional masing-masing dengan instrumen utamanya adalah
kekuatan militer.3
3 Meskipun telah mendapat kritik yang tajam dari berbagai pihak yang menolak premis-premis
dasar realisme, namun sebagai teori realisme tetap dapat bertahan dan para penganutnya
bahkan mengklaim bahwa realisme akan tetap ada selama institusi yang bernama negara tetap
berfungsi sebagai entitas politik yang memperjuangkan kepentingannya dalam politik global. Ole
R. Holsti bahkan menyebut realisme sebagai “the most venerable and persisting model of
international relations. Ole R. Holsti, “Theories of International Relations and Foreign Policy:
Realism and Its Challenges” dalam Charles W. Kegley (ed.), Controversies in International Rela-
tions Theory: Realism and the Neoliberal Challenges, New York: Sint Martin’s Press, 1995, hal.
36. Mengenai pemikiran realisme, lihat juga Charles W. Kegley dan Eugene R. Wittkopf, World
Politics: Trends and Transformation, Belmont: Wadsworth, 2003, hal. 37-38.
410 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
Berdasarkan pendekatan realis tersebut, negara merupakan aktor paling
penting dan dipandang sebagai aktor uniter yang rasional yang berbicara dan
bertindak untuk kepentingannya sendiri. Keamanan negara merupakan hirauan
utama dan karena itu penekanannya adalah pada kekuatan (power) sebagai the
driving force dari politik dunia khususnya kekuatan militer.4 Oleh karena itu,
meskipun negara-negara mulai mengembangkan perekonomian dan kerja sama
di berbagai bidang, namun aspek militer tetap menjadi hal yang signifikan dan
diperhitungkan. Melalui power, suatu aktor negara akan dapat memengaruhi
aktor lain untuk bertindak sesuai keinginannya. Jadi, dalam hal ini, power dapat
dikatakan bersifat relasional. Namun, power dapat juga bersifat kontekstual, di
mana aktor internasional yang dianggap lebih kuat dari yang lain, tidak dapat
menerapkan powernya dalam situasi tertentu untuk memengaruhi dan memaksa
aktor lain yang lebih lemah.
Menurut Hans J. Morgenthau, elemen power antara lain adalah populasi,
kondisi geografis, sumber daya alam, kapabilitas industri, kepemimpinan,
organisasi internal serta kekuatan militer.5 Kekuatan militer yang dibentuk dan
dikembangkan oleh suatu negara dimaksudkan untuk kepentingan keamanan
nasional dan juga untuk kepentingan strategis yang lebih luas di tingkat regional
dan juga global. Kekuatan militer dapat dibagi menjadi dua, yaitu kekuatan
militer konvensional yang terdiri dari kekuatan darat, laut, udara dan teknologi
persenjataan, dan kekuatan militer senjata pemusnah massal, seperti nuklir,
senjata kimia dan senjata biologi. Kekuatan militer menuntut anggaran
pertahanan yang memadai, dan oleh karena itu, dalam upaya mengembangkan
kekuatan militer, faktor anggaran pertahanan juga menjadi hal yang sangat
penting. Pengembangan militer suatu negara dapat sebagai deterrence terhadap
negara-negara lain, reaksi dari ancaman negara lain, ataupun sebagai upaya
untuk mencapai hegemonisme.
Namun pengembangan militer yang dilakukan suatu negara dapat juga
menciptakan “dilema keamanan” (security dilemma) di mana tindakan suatu
negara untuk meningkatkan keamanannya, misalnya dengan peningkatan
kekuatan militer, membuat negara-negara lain di sekitar negara itu merasa tidak
aman sehingga cepat atau lambat akan melakukan hal yang sama. Perspektif
realis melihat hal ini sebagai akibat dari sistem internasional yang anarkis dengan
4 Paul R. Viotti dan Mark Kauppi, International Relations and World Politics: Security Economy
and Identity, Upper Saddle River: Prentice Hall, 1997, hal. 18. Lihat juga Steven L. Spiegel, dkk,
World Politics in A New Era, Oxford University Press, 2009, hal. 34-38.5 Daniel S. Papp, Contemporary International Relations, Boston: Allyn & Bacon, 1997, hal. 360-
365.
411Pengembangan Kekuatan Militer .......
karakteristik dasar ketiadaan pemerintah tertinggi yang melebihi negara.6 Dalam
sistem anarki yang terbentuk, strukturnya memiliki ciri kompetisi dan self-help,
sehingga memberikan konsekuensi timbulnya kecurigaan, ketidakpercayaan
terhadap negara lain dan rasa takut. Kekhawatiran ini muncul karena suatu
negara tidak dapat mengandalkan keselamatan dirinya pada negara lain sehingga
masing-masing berusaha untuk memaksimalkan strategi keamanan untuk
melindungi kepentingannya. Terlebih faktor historis, sistem politik dan persepsi
keamanan, juga selalu menjadi bahan pertimbangan dalam hubungan
antarbangsa.
Berdasarkan kerangka pemikiran realisme di atas, tulisan kajian dengan
judul “Pengembangan Kekuatan Militer China dan Dampaknya Terhadap Kawasan
Asia Timur” ini dibahas. Pengembangan kekuatan militer yang dilakukan China
pada hakikatnya mencerminkan pemikiran realisme, di mana China sebagai
aktor negara telah menempatkan power, dalam hal ini kekuatan militer, sebagai
salah satu aspek penting dalam percaturan politik globalnya, termasuk di
kawasan Asia Timur. Pengembangan kekuatan militer yang dilakukan China,
terutama setelah Perang Dingin berakhir, dapat menimbulkan security dilemma
dan respon kritis dari negara-negara di kawasan dengan juga meningkatkan
kemampuan militernya. Ini artinya, nuansa power telah mewarnai hubungan politik
dan keamanan China dengan negara-negara tetangganya di kawasan Asia Timur.
II. Sekilas Perjalanan Sejarah China
China pada masa lalu merupakan salah satu negeri yang mempunyai
sejarah peradaban dan budaya paling maju dan tua di dunia. Hingga saat ini
telah menapak perjalanan sejarah yang panjang dengan rentang waktu mencapai
hampir 4.000 tahun.7 Dalam perjalanan masa yang panjang itu, negara tersebut
mengalami berbagai peristiwa dan sejarah penting; pernah mengalami masa
kekuasaan kerajaan-kerajaan yang dipenuhi sejarah peperangan, kemudian
berhasil dipersatukan tetapi kemudian terpecah kembali. China yang terpecah-
pecah kemudian berhasil dipersatukan kembali. China modernpun pernah
mengalami sejarah penjajahan bangsa asing hingga China yang dipenuhi
pergulatan internal, dan baru pada penghujung abad ke-20 China mulai
6 Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory: Realism, Pluralism, Globalism
and Beyond, Boston: Allyn & Bacon, 1999, hal. 68.7 “History of the People’s Republic of China,”http://en.wikipedia.org/wiki/
History_of_the_people’s_Republic_of_China - diakses 2 April 2009.
412 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
memperlihatkan masa yang penuh harapan dengan kemajuan ekonomi yang
menjanjikan. Dalam bidang militer, negara ini pun mengalami sejarah yang
panjang, sepanjang perjalanan sejarah China.
China di bawah pimpinan Partai Komunis China berhasil memenangkan
beberapa peperangan penting, seperti Northern Expeditionary War yang
berlangsung dari 1924 hingga 1927, Perang Revolusi Agraria yang dikenal juga
dengan Perang Sipil Sepuluh Tahun yang berlangsung dari 1927 hingga 1937,
dan Perang melawan penjajah Jepang pada 1937 hingga 1945. Namun tidak
lama setelah perang melawan Jepang, Partai Komunis China yang semula
berkerja sama dengan Partai Nasional atau Kuomintang terlibat perang sipil.
China menyebut ini sebagai Perang Pembebasan yang berlangsung dari 1945
hingga 1949. Perang ini dimenangkan oleh Partai Komunis China di bawah
pimpinan Mao Zedong, sehingga Partai Nasional atau Kuomintang pimpinan
Chiang Kai Shek menyingkir ke Taiwan. Pada 1 Oktober 1949 dalam suatu
upacara besar di lapangan Tiananmen, Mao Zedong sebagai pemimpin
Pemerintahan Rakyat Pusat memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat
China.8
Saat ini China memposisikan diri sebagai negara sedang berkembang
yang terus berupaya mencapai kemajuan di segala bidang dan percaya bahwa
kalau momentum ini dapat dipertahankan, pada 2050, China akan dapat
mencapai posisi sebagai negara adidaya kelas menengah. Bahkan sejumlah
pakar berpandangan bahwa China berpeluang menjadi kekuatan terbesar di dunia
di masa mendatang melampaui Amerika Serikat.9 China yang kuat dan kaya
adalah impian para elit sejak lebih dari satu abad lalu. Ini masih menjadi sasaran
dan tema utama dalam kepemimpinan modern sejak Mao Zedong maupun Deng
Xiaoping sebagai pemimpin reformasi China hingga kepemimpinan berikutnya,
Jiang Zemin dan Hu Jintao, meskipun mereka memilih cara berbeda dalam
strategi pembangunan dan modernisasi. Berdasarkan pemahaman sejarah ini
kiranya dapat juga dipahami mengapa China perlu melakukan pengembangan
kekuatan militer.
8 Timothy Cheek, Mao Zedong and China’s Revolutions, New York: Bedford/St. Martin’s, 2002,
hal. 6-8. Lihat juga Diana Lary, China’s Republic, New York: Cambridge University Press, 2007,
hal. 151-177.9 Jose Miguel Alonso Trabanco, “The Great Dragon Awakens: China Challenges American Hege-
mony”, Centre for Research on Globalization, 2 Februari 2009, http://www.globalresearch.ca/
index.php?context=va&aid=11638 - diakses 8 Mei 2009.
413Pengembangan Kekuatan Militer .......
III. Kebijakan Pertahanan dan Pengembangan Militer China
A. Kebijakan Pertahanan China
Pengembangan kekuatan militer yang dilakukan oleh China
sesungguhnya adalah dalam kerangka mendukung kebijakan pertahanan
nasional. Kebijakan pertahanan nasional China sendiri, sebagaimana dinyatakan
dalam Buku Putih Pertahanan China (China’s National Defense) 2008,10 adalah
defensif aktif atau dalam terminologi China disebut jiji fangyu, yaitu sikap
mempertahankan diri dan hanya akan menyerang kalau diserang lebih dahulu.
Dalam kerangka pertahanan nasional ini, China menempatkan kedaulatan
negara, keamanan, integritas wilayah, kepentingan pembangunan nasional dan
kepentingan rakyat China di atas segalanya. Oleh karena itu, China sangat
berkepentingan dan berupaya keras membangun sistem pertahanan nasional
dan kekuatan militer yang kuat yang sesuai dengan kebutuhan keamanan dan
pembangunan nasional.
Dalam kerangka pertahanan nasional, China menjamin bahwa
modernisasi militer yang dilakukannya adalah hanya untuk memenuhi kebutuhan
mempertahankan diri. Sejalan dengan sikap itu, China secara teguh berpegang
kepada kebijakan bukan pihak pertama menggunakan senjata nuklir, dan bersikap
menahan diri terhadap perkembangan senjata nuklir. China pun tidak akan
melibatkan diri dalam perlombaan senjata nuklir dan tidak akan pernah
menempatkan senjata nuklir di luar wilayah China. Kemampuan serang balas
senjata nuklir China dibatasi hanya untuk mendukung strategi penangkalan
menghadapi serangan nuklir dari negara lain. Hal ini pernah ditegaskan oleh
Presiden China, Hu Jintao, pada kongres Partai Komunis China ke-17 yang
berlangsung di Beijing pada Oktober 2007 yang menyatakan bahwa meskipun
China melakukan pembangunan dan modernisasi militer, tetapi peranan Tentara
Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army) masih terbatas pada kapasitas
pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara, keamanan dan integritas
teritorial.11 Meskipun demikian, ada juga pihak-pihak yang meragukan pernyataan
pemimpin China tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Mark Valensia dari
10 “China’s National Defense in 2008,” The State Council Information Office, 20 Januari 2009,http:/
/www.china.org.cn/government/central_government/200901/20/content_1755577.htm - diakses
8 Mei 2009.11 “Hu Jintao’s Speech to the 17th Party Congress,” http://english.cri.cn/4026/2007/10/16/191/
@284354.htm - diakses 30 Maret 2009.
414 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
East West Center di Honolulu yang mengatakan, “akankah China berlaku
kooperatif dan bersikap ramah kepada tetangga-tetangganya seperti yang
dikatakannya, atau sebaliknya China akan mendominasinya”.12
China yang sedang tumbuh pesat membutuhkan lingkungan strategis
baik di dalam negeri maupun lingkungan internasional yang damai dan iklim
yang kondusif terutama di wilayah peripheri. China mengartikan wilayah peripheri
adalah lingkungan luar yang terdekat. Perubahan yang terjadi di wilayah peripheri
dan hubungan negara tersebut dengan negara-negara tetangga akan mempunyai
pengaruh langsung terhadap lingkungan pembangunan. China meyakini ada
peluang strategis di wilayah peripheri, dan oleh sebab itu kebijakan China terhadap
negara-negara tetangga yang merupakan peripheri negara ini adalah menciptakan
“good neighborly and stable relation with and enriching the surrounding countries
and not bulliying or weakening the neighbors”.13
Berdasarkan pemaparan dan pembahasan kebijakan pertahanan
nasional China di atas, terlihat bahwa pengembangan militer bagi China
merupakan suatu keharusan dalam kerangka menjaga dan mempertahankan
kedaulatan negara, integritas wilayah dan keamanan nasional, menjamin
berlanjutnya pembangunan ekonomi, serta meningkatkan kekuatan nasional
secara sistematis dan berlanjut. Pengembangan militer China juga dimaksudkan
untuk mengamankan dan mendukung tujuan dan tugas pokok pertahanan
nasional China, seperti untuk mencegah setiap pelanggaran wilayah teritorial,
baik darat, laut, dan udara, dan melawan tindakan agresi. Dalam jangka panjang,
kekuatan militer China ini juga diarahkan untuk mampu menjamin negara ini
menjadi bagian integral dari pengaturan keamanan di kawasan, khususnya Asia
Timur. Kekuatan militer juga dapat dipandang sebagai penjamin untuk menopang
pengaruh politik luar negeri China di dunia internasional. Terlihat di sini bahwa
hard power (kekuatan militer), sebagai ciri utama realisme, menjadi salah satu
instrumen penting dan digunakan China sebagai upaya untuk meningkatkan
pengaruh dalam politik hubungan antarbangsa, terutama di Asia Timur.
12 Daniel Burstein dan Arne de Keijzer, Big Dragon – China’s Future: What it means for Business,
the economy, and the global order, New York: Simon & Schuster, 2008, hal. 123.13 Robert S. Ross, “Balance of power politics and the rise of China: Accomodation and balancing
in East Asia,” Security Studies (15), 2006, hal. 355-395.
415Pengembangan Kekuatan Militer .......
B. Pengembangan Militer China
1. Doktrin Pertahanan dan Strategi Militer China
Doktrin pertahanan China disebut dengan doktrin Perang Rakyat
(people’s war) sebagai hasil buah pikiran Mao Zedong dalam bidang militer sejak
dekade 1930-an, yang kemudian disistematisasi secara modern oleh Lin Biao.14
Pada 1960-an, Lin Biao menuangkan pemikirannya dalam tulisannya yang
berjudul Long Live the Victory of People’s War.15 Pemikiran Mao tentang doktrin
Perang Rakyat diterjemahkan dengan istilah Maoist Triad yaitu strategi
penggerogotan (attrition) dalam bentuk pertahanan mendalam (defense-in-depth)
yang secara operasional dilakukan dalam bentuk taktik bertahan (defense),
mengendap (stalemate), dan menyerang (offensive). Doktrin perang rakyat telah
berulang kali mengalami kaji ulang dan penyesuaian-penyesuaian dihadapkan
kepada perubahan baik karena perubahan lingkungan strategis maupun
perkembangan teknologi militer.
David Shambaugh membagi perubahan-perubahan tersebut dalam 4
(empat) fase,16 yakni: fase pertama, disebut fase perang rakyat (people’s war)
yang berlangsung dari 1935 hingga 1979. Fase kedua, disebut dengan fase
perang rakyat disesuaikan dengan perkembangan modern (people’s war under
modern condition) yang berlangsung dari 1979 hingga 1985. Fase ketiga, disebut
dengan fase perang terbatas (limited war) atau perang lokal (local war) yang
berlangsung dari 1985 hingga 1991. Fase dan penggunaan terminologi perang
terbatas (youxian zhanzheng) dan perang lokal (jubu zhanzheng) adalah hasil
pemikiran Deng Xiao Ping yang mengatakan bahwa perang yang akan datang
akan bersifat lokal dan terbatas. Perang Iran-Irak menjadi pembenar terhadap
pemikiran Deng Xiao Ping. Pemikiran ini berarti pengakhiran terhadap konsep
perang total (zongti zhanzheng). Fase keempat, disebut dengan fase perang
terbatas dalam kondisi teknologi tinggi (limited war under high technology
condition) yang berlangsung dari 1991.
14 Paul H.B. Godwin, “The PLA Faces the Twenty-First Century: Reflections on Technology,
Doctrine, Strategy, and Operations,” dalam James R. Lilley dan David Shambaugh (eds.), China’s
Military Faces the Future, M.E. Sharpe, 1999, hal. 44-48.15 Lin Biao, “Long Live the Victory of People’s War,” Lin Biao Reference Archive (Online
Version),2003,http://www.marxists.org/reference/archive/linbiao/1965/09/people’s_war/
index.htm - diakses 3 April 2009.16 David Shambaugh, Modernizing China’s Military: Progress, Problems, and Prospects, Berke-
ley: University of California Press, 2003, hal. 56-107.
416 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
Pada Desember 2004, China mengeluarkan Buku Putih Pertahanan
dan dalam publikasi tersebut China menggunakan terminologi baru yang disebut
dengan perang terbatas atau perang lokal dalam kondisi teknologi informasi
(local war under the condition of informationalization).17 Penggunaan terminologi
baru ini nampaknya telah mengakhiri fase keempat yang disebut oleh David
Shambaugh dan kini China memasuki fase kelima. Penyesuaian dan pemilihan
strategi ini dipicu oleh hasil evaluasi internal terhadap kemampuan pertahanan
dan pelajaran yang dapat ditarik dari perang dengan penggunaan teknologi
informasi dalam Perang Teluk Pertama pada 1991 maupun keterlibatan NATO
dalam konflik di Yugoslavia pada 1999.18 Perang Teluk dan Balkan memberi
pelajaran dan kesadaran kepada para pemimpin nasional dan militer bahwa
China sudah jauh tertinggal dalam bidang militer dibandingkan dunia Barat,
terutama dalam penguasaan teknologi tinggi untuk penggunaan militer. Prinsip-
prinsip perang dalam kondisi penggunaan teknologi tinggi sama sekali telah
berubah dari yang dianut selama ini. Dua peristiwa itu telah mendorong China
untuk meningkatkan kemampuan militer dalam penguasaan dan penggunaan
teknologi informasi.
Ini artinya, dalam melakukan pembangunan militer, China menyesuaikan
dengan perubahan-perubahan terkini dan kecenderungan baru dalam bidang
militer di dunia (Revolution in Military Affairs/RMA), terutama penerapan teknologi
informasi yang akan membawa lompatan penting dalam modernisasi militer.19
Dalam kongres Partai Komunis China ke-17 di Beijing pada Oktober 2007
Presiden China, Hu Jintao, mengemukakan bahwa tujuan strategis lima tahun
ke depan adalah membangun kekuatan militer China berdasarkan teknologi
komputer dan memenangkan perang berdasarkan teknologi informasi. Untuk
mencapai sasaran itu, China akan membangun kekuatan militernya dengan
meningkatkan kemampuan personel yang memiliki kemampuan tinggi serta
17 Jagannath P. Panda, “The Modernization Drive of the PLA and the New Defense White Paper,”
China and Eurasia Forum Quaterly, Vol. 5, No.I, 2007, hal. 21-28.18 Perang Teluk pada 1991 dan pemboman Kosovo oleh NATO sebagai operasi gabungan sekutu
pimpinan Amerika Serikat pada 1999 telah memicu kesadaran China bahwa negara tersebut
tertinggal jauh di belakang dalam menghadapi Perang Asimetrik (Asymmetric Warfare) yang
menggunakan teknologi kritis. Perang Asimetrik terdiri dari tiga kelompok, yaitu: pertama, cyber
warfare atau operasi ofensif dalam perang informasi; kedua, senjata penghancur massal seperti
senjata biologi, kimia, nuklir dan radiologi; ketiga, senjata konvensional yang direkayasa menjadi
non-konvensional dengan taktik-taktik modern, seperti peningkatan teknologi amunisi dengan
daya ledak besar. Ulasan mengenai Perang Asimetrik lihat Rod Thornton, Asymmetric Warfare,
Polity Press, 2007, hal. 1-24.19 Wu Jun Sun Xiangli Hu Side, “The Impact of Revolution in Military Affairs on China’s Defense
Policy,” http://www.lincei.it/rapporti/amaldi/papers/XV-WuRMAImpact.pdf - diakses 4 April 2009.
417Pengembangan Kekuatan Militer .......
akan meningkatkan mekanisasi dan komputerisasi dan menggelar latihan militer
berbasiskan teknologi informasi.20 Persepsi China terhadap munculnya revolusi
teknologi militer membawa kepada kesadaran akan kebutuhan mendesak untuk
menyiapkan kemampuan militer yang memiliki kemampuan perang dengan
pemanfaatan teknologi tinggi dan teknologi informasi.
2. Kekuatan dan Modernisasi Militer China
China sangat berkepentingan untuk memiliki Angkatan Bersenjata yang
modern dan kuat sebagai kekuatan pengungkit dalam ranah strategi dan politik
baik untuk kepentingan dalam negeri maupun internasional. Dalam hubungan
ini, Tentara Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army) menempati posisi
yang sangat strategis dan merupakan unsur utama dalam sistem pertahanan
nasional dan merupakan kekuatan terdepan untuk melindungi kepentingan
nasional China. Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) terbagi atas tiga elemen,
yaitu TPR - Angkatan Darat, TPR - Angkatan Laut, dan TPR - Angkatan Udara.
China juga membentuk Second Artillery Force, sebuah satuan yang menangani
peluru kendali strategis.
a. TPR-AD (Angkatan Darat)
Tugas pokok TPR-AD lebih diposisikan untuk tujuan defensif, yaitu
menjaga dan mengamankan wilayah perbatasan, melindungi kedaulatan negara
dari musuh-musuh dalam dan luar negeri, mendukung pembangunan ekonomi
nasional, dan membantu terpeliharanya stabilitas dalam negeri.21 TPR-AD
memiliki sekitar 1,6 juta personil dan dibagi ke dalam 18 Grup yang masing-
masing berkekuatan sekitar 30.000 hingga 65.000 personil.22 Susunan kekuatan
setiap Grup disusun berbeda-beda dan memiliki perkuatan pasukan yang
berbeda-beda pula.
Dipacu dan belajar dari keberhasilan pasukan Amerika Serikat dalam
perang di Afghanistan dan Irak, yang mencapai kemenangan karena keunggulan
dalam perang informasi, operasi gabungan, persenjataan dan kesenjataan dengan
20 Kerry Dumbaugh, “China’s 17th Communist Party Congress, 2007: Leadership and Policy Impli-
cations,” CRS Report for Congress, 5 Desember 2007.21 Dennis J. Blasko, The Chinese Army Today: Tradition and Transformation for the 21st Century,
Routhledge, 2005, hal. 66.22 “People’s Liberation Army Ground Force,” http://en.wikipedia.org/wiki/
People’s_Liberation_Army_Ground_Force - diakses 2 April 2009.
418 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
menggunakan teknologi tinggi, maupun keunggulan dalam C4ISR (Command,
Control, Communication, Computer, Intelligence, Surveillance and
Recconaisance), TPR-AD sekarang sedang melakukan perubahan yang cukup
penting. Sesuai dengan Doktrin Perang Rakyat fase kelima, yaitu perang terbatas
atau perang lokal dalam kondisi teknologi informasi, TPR-AD melihat bahwa
perang elektronika (electronic warfare) merupakan kebutuhan kritis dalam rangka
modernisasi TPR-AD. Perang elektronika dapat melakukan peran ganda baik
sebagai kekuatan ofensif maupun untuk kepentingan defensif.
b. TPR-AL (Angkatan Laut)
Tugas pokok TPR-AL mengalami perubahan dari waktu ke waktu
disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan tuntutan strategis serta
tantangan yang dihadapi. Saat ini sifat tugas pokok TPR-AL telah mengalami
perubahan yang signifikan, dari peran statis yaitu pertahanan pantai dan laut
dekat ke peran pertahanan laut aktif.23 Dalam kapasitas ini maka peran TPR-AL
menjadi sangat penting dalam mendukung sistem pertahanan nasional strategis.
TPR-AL memikul tanggung jawab dan tugas yang makin penting dalam menjaga
keamanan wilayah laut dan ditempatkan di garis depan dalam pelibatan militer.
TPR-AL mengembangkan diri menjadi kekuatan maritim yang modern dengan
kemampuan persenjataan konvensional dan nuklir. Prioritas ditekankan pada
pengembangan sistem informasi maritim dan pengembangan generasi baru
persenjataan dan peralatan tempur lain. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan,
yaitu tuntutan dan kebutuhan militer dalam mengantisipasi Taiwan, keinginan
membangun blue-water presence di seluruh kawasan Pasifik Barat dan Samudera
Hindia,24 dan juga sebagai bagian dari pengembangan industri kapal China.
Program modernisasi TPR-AL menyangkut tiga aspek yang berbeda,
yaitu:25 pertama, menetapkan prioritas kepada penghapusan sejumlah besar
kapal perang kombatan yang sudah tua; kedua, secara agresif memanfaatkan
teknologi Barat untuk meningkatkan kemampuan tempur TPR-AL dan
merevitalisasi alat utama sistem senjata TPR-AL; ketiga, meningkatkan program
23 “Chinese Naval Forces,” http://www.sinodefence.com/navy/default.asp - diakses 2 April 2009.24 Alexander Nemets dan Thomas Torda, “PLA Navy: From ‘Green Water’ to ‘Blue Water’,”
Newsmax.com,26Juli2002,http://archive.newsmax.com/archives/articles/2002/7/25/16133.shtml
- diakses 4 April 2009.25 Andrew S. Erickson, “PLA Navy Modernization: Preparing for ‘informatized’ War at Sea,” China
Brief, Vol. 8, 29 Februari 2008, http://www.jamestown.org/programs/chinabrief/single/Itx_news
- diakses 4 April 2009.
419Pengembangan Kekuatan Militer .......
pelatihan personil TPR-AL mulai tamtama hingga perwira selaras dengan program
TPR untuk meningkatkan kemampuan personil. Peran TPR-AL saat ini adalah
sebagai kekuatan maritim strategis kawasan yang berperan untuk melindungi
kepentingan ekonomi China terutama di wilayah pesisir, kepentingan China dalam
bidang maritim serta mengoptimalkan operasi pertahanan laut dalam kerangka
pertahanan nasional.
c. TPR-AU (Angkatan Udara)
TPR-AU China merupakan Angkatan Udara terbesar di dunia dilihat
dari sisi kuantitas perangkat keras yang dimilikinya, namun TPR-AU belum
memiliki kemampuan kelas dunia terutama dalam proyeksi kekuatan militer
lewat udara, karena TPR-AU masih tertinggal dalam teknologi dibandingkan
dengan Angkatan Udara dari negara-negara maju di dunia, bahkan dengan negara-
negara tetangganya seperti Jepang, Korea Selatan, bahkan dari Taiwan. TPR-
AU mengoperasikan Armada Udara yang sebagian besar masih menggunakan
teknologi 1950-an dan 1960-an,26 dengan kekuatan melebihi 6000 pesawat militer
dan 300.000 personel aktif. China menyadari ketertinggalan ini, dan oleh sebab
itu sejak 1990-an TPR-AU menyiapkan diri untuk menghadapi berbagai
kemungkinan yang terjadi dengan negara-negara tetangganya atau negara lain.
TPR-AU mulai melakukan pembenahan armada tempurnya yang didominasi
oleh pesawat-pesawat tua, dengan meningkatkan efektifitas dan pemekaran
kekuatan tempur serta melakukan investasi dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi udara dan angkasa luar.
Sasaran pembangunan TPR-AU saat ini adalah membentuk Angkatan
Udara dengan kekuatan pesawat-pesawat tempur generasi keempat yang
dilengkapi kemampuan sistem C4ISR (Command, Control, Communications,
Computers, Intelligence, Surveillance, dan Recconaisance) untuk meningkatkan
kemampuan dan efektifitas tempurnya. Untuk membangun keunggulan di udara
dan angkasa luar terutama di wilayah Asia Timur, TPR-AU sedang memusatkan
upayanya untuk membangun sistem kesenjataan udara handal, yang dapat
memberikan pukulan maksimal. Untuk memperoleh sistem kesenjataan udara
dan menguasai teknologi udara dan angkasa luar dalam upaya membangun
kekuatan udara yang handal, China tidak hanya mengandalkan kepada Rusia,
tetapi juga negara-negara lain seperti Israel, Pakistan, dan Iran.27
26 Walter J. Boyne (ed.), Air Warfare: An International Encyclopedia, ABC-CLIO, 2002, hal. 563.27 Avery Goldstein, Rising to the Challenge: China’s Grand Strategy and International Security,
Stanford University Press, 2005, hal. 59
420 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
d. Second Artillery Force
TPR-China memutuskan untuk membentuk Satuan Peluru Kendali
Strategis pada 1957 dengan membentuk batalion yang pertama, yaitu Batalion
peluru kendali permukaan ke permukaan. Kemudian pada 1960 beberapa Daerah
Militer membentuk batalion-batalion yang serupa dan pada 1964 ditingkatkan
sampai tingkat Resimen. Baru pada Juni 1966 Second Artillery secara resmi
dibentuk di bawah kendali langsung Komite Pusat Partai Komunis China dan
Komite Militer Pusat melalui Departemen Staf Umum TPR. Nama Second Artillery
diberikan oleh Perdana Menteri Zhou Enlai untuk membedakan dengan Korp
Artileri yang sudah ada. China menyatakan bahwa kelahiran kecabangan baru
ini merupakan hasil kerja keras para perwira dan seluruh anggota TPR dari
beberapa generasi, dan merupakan kartu baru, yang bukan saja merupakan
simbol kekuatan militer tetapi juga merupakan pilar penting bagi status China
sebagai big power.28
Pada awalnya, Second Artillery menangani senjata artileri konvensional
maupun nuklir, namun pada 1968 dibagi menjadi empat bagian: Artileri Jarak
Pendek, Menengah dan Jauh serta Antar Benua. Secara internal organisasi
Second Artillery terbagi ke dalam 4 departemen lapis pertama dan 10 departemen
pada lapis kedua, dan setiap departemen terbagi ke dalam bagian-bagian.29
Saat ini China sedang giat-giatnya melakukan program modernisasi peluru
kendali balistik dalam upaya meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas
semua kelas peluru kendali. Program modernisasi ini akan meningkatkan daya
tangkal nuklir China (nuclear deterrence) dengan meningkatnya jumlah hulu
ledak nuklir. Dalam rangka modernisasi kekuatan strategisnya, China telah
mengganti beberapa jenis peluru kendali generasi lama dengan yang lebih baru.
Saat ini dilaporkan juga China sedang mengembangkan peluru kendali jelajah
yang diluncurkan dari udara maupun dari pangkalan di darat yang memiliki
kemampuan nuklir.
IV. Dampak Pengembangan Kekuatan Militer China Terhadap Kawasan
Asia Timur
Pengembangan kekuatan militer yang dilakukan oleh China merupakan
kebutuhan strategis bagi China dalam kerangka pertahanan nasional negara.
28 David Shambaugh, op.cit., hal. 166-170.29 Ibid.
421Pengembangan Kekuatan Militer .......
Untuk mendukung upaya pengembangan militer tersebut, setiap tahun China
menaikan anggaran pertahanannya. Untuk tahun 2009, anggaran pertahanan
China naik sekitar 14,9 persen dari tahun sebelumnya. Pada 2008, anggaran
pertahanan China sebesar 417,769 milyar yuan, sementara untuk tahun 2009
ini anggaran tersebut naik menjadi 480,686 milyar yuan atau setara dengan
70,27 miliar dollar Amerika Serikat.30 Sekalipun anggaran militer China masih
sekitar sepersepuluh dari anggaran militer Amerika Serikat, pengembangan
kekuatan militer dan persenjataan China meningkat cepat dalam satu dekade
terakhir. Tidak dapat dimungkiri bahwa postur militer China memang meningkat
cepat seiring dengan kemajuan pembangunan ekonominya. Kemakmuran yang
dicapai China dalam dekade terakhir juga memunculkan keinginan negara itu
untuk lebih berperan di Asia Timur dan Pasifik, khususnya dalam memelihara
perimbangan kekuatan dengan Amerika Serikat dan Jepang. Pihak China sendiri
menyebutkan bahwa pengembangan kekuatan militernya terbatas hanya
digunakan untuk keperluan menjaga keselamatan kedaulatan dan integritas
wilayah, dan kenaikan anggaran pertahanan tidak akan mengancam negara
manapun.
Tidak demikian halnya dengan negara-negara lain di kawasan dalam
memandang peningkatan anggaran pertahanan dan pengembangan militer China.
Peningkatan anggaran pertahanan dan pengembangan militer China yang terus
meningkat tetap saja mengundang keprihatinan strategis di kawasan.
Keprihatinan strategis cukup beralasan mengingat China kini sebuah negara
“nondemokrasi”, di mana hanya ada satu partai yang boleh tetap eksis di negara
tersebut yakni Partai Komunis China (PKC). Tidak ada pilihan lain di Beijing
yang dapat mencegah keputusan PKC, termasuk jika memutuskan
menggunakan kekuatan militer pada pihak lain. Di sisi lain, ada sejumlah wilayah
yang berpotensi konflik yang melibatkan China, termasuk yang paling utama di
sini adalah perseteruannya dengan Taiwan. China juga memiliki masalah dengan
Jepang dan Korea Selatan dalam klaim wilayah di Laut China Timur dan Laut
Kuning, di mana dengan kebutuhan energi yang terus meningkat, klaim terhadap
wilayah yang kaya akan sumber alam minyak dan gas ini bisa meningkat ke
tingkat yang lebih serius. Demikian pula dengan klaim wilayah kaya minyak
dan gas di Laut China Selatan dengan Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam,
Taiwan, dan Malaysia. Dengan kekuatan Angkatan Laut berlevel samudera (Blue
30 “China’s defense budget to grow 14,9%,” http://www.chinadaily.com.cn/china/2009-03/04/
content_7535244.htm - diakses 10 April 2009.
422 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
Water Navy), China setiap saat bisa mengirim satuan-satuan kapal perangnya
ke wilayah-wilayah saling klaim ini.
Potensi konflik antarnegara di kawasan Asia Timur sesungguhnya sangat
bervariasi, baik sifat, karakter maupun intensitasnya. Namun memerhatikan
beberapa konflik terbatas dan berintensitas rendah yang terjadi selama ini,
terdapat beberapa hal yang dapat memicu terjadinya konflik terbuka berintensitas
tinggi yang dapat berkembang menjadi konflik regional bahkan internasional.
Faktor potensial yang dapat menyulut persengketaan terbuka itu antara lain:31
a] Implikasi dan internasionalisasi konflik internal di satu negara yang dapat
menyeret negara lain untuk ikut dalam persengketaan; b] Meningkatnya
persaingan antara negara-negara maju dalam membangun pengaruh di kawasan
ini. Konfliknya bisa berwujud persengketaan antar sesama negara maju, atau
salah satu negara maju dengan salah satu negara yang ada di kawasan ini.
Meski masih bersifat samar-samar, namun indikasinya dapat dilihat pada
ketidaksukaan Jepang terhadap China dalam soal penggelaran militer di perairan
Laut China Selatan yang dianggap mengganggu kepentingan nasional Jepang;
c] Eskalasi konflik laten atau konflik intensitas rendah antarnegara berkembang
yang melampaui ambang batas toleransi keamanan regional sehingga menyeret
pihak ketiga terlibat didalamnya. Ini biasanya bermula dari sengketa teritorial
(territorial dispute) antarnegara terutama mengenai garis batas perbatasan
antarnegara.
Memerhatikan faktor-faktor potensi konflik tersebut, maka
pengembangan kekuatan militer China, yang antara lain juga diarahkan untuk
mendukung kepentingan nasional dan juga untuk memperkuat pengaruh China
di kawasan, dapat menimbulkan dampak terhadap situasi keamanan di kawasan
Asia Timur, yakni terciptanya “dilema keamanan” (security dilemma).
Peningkatan keamanan yang dilakukan oleh China, dengan pengembangan
kekuatan militer, membuat negara-negara lain di sekitar negara itu merasa tidak
aman sehingga cepat atau lambat akan melakukan hal yang sama, atau
sekurang-kurangnya memberikan penilaian kritis terhadap pengembangan militer
China tersebut. Modernisasi persenjataan militer China yang terus berkembang
dan berusaha mengikuti perkembangan teknologi tidak dapat diabaikan begitu
saja mengingat potensi konflik masih mewarnai hubungan China dengan negara-
negara tetangganya di kawasan Asia Timur.
31 Paul K. Huth, Standing Your Ground: Territorial Disputes and International Conflict, University
of Michigan Press, 1998, hal. 9-12.
423Pengembangan Kekuatan Militer .......
Jepang adalah salah satu negara di Asia Timur yang sangat menaruh
concern atas pengembangan kekuatan militer China yang dianggapnya sebagai
“musuh besar” pertama di kawasan selain Korea Utara. Dalam tahun fiskal
2007, Jepang meningkatkan anggaran Badan Pertahanan lebih tinggi 1,5 persen
dari anggaran tahun 2006 naik menjadi 41,75 milyar dollar Amerika Serikat,32
dan dari anggaran sebesar itu sebagian diperuntukkan Jepang untuk pengadaan
pertahanan rudal dan proyek pengembangan dan pembuatan kapal selam non-
nuklir generasi baru yang lebih senyap dan lebih tahan menghadapi serangan
serta memiliki kemampuan sonar yang lebih canggih.33 Jepang saat ini memiliki
16 kapal selam konvensional dan semuanya tidak bertenaga nuklir karena
kebijakan negara itu untuk tidak menggunakan nuklir dalam urusan pertahanan
dan keamanan, sebagaimana ditegaskan dalam Konstitusi Jepang.
Langkah Jepang tersebut, meskipun hal ini dimaksudkan sebagai bagian
dari kebijakan pertahanan nasional, tetapi sesungguhnya juga dapat dipahami
sebagai bagian dari respon Jepang terhadap pengembangan militer China. Dalam
kajian yang dikeluarkan Tokyo Foundation pada Oktober 2008 berjudul “Japan’s
New Security Strategy: Multilayered and Cooperative Security Strategy”,34 juga
disebutkan bahwa modernisasi militer China menjadi tantangan bagi aliansi
pertahanan Jepang-Amerika Serikat, meski kecil kemungkinan bagi China untuk
menyerang negara tetangganya. Namun kekuatan militer China dengan cepat
akan mampu memblok kehadiran armada pasukan Amerika Serikat di Pasifik,
bahkan peluru kendalinya mampu menjangkau kota-kota utama di Amerika
Serikat. Jepang sendiri sesungguhnya telah melakukan perubahan strategi dan
kebijakan pertahanan sejak tahun 1990-an dengan merevisi National Defense
Program Outline (NDPO) dan Pedoman Kerja Sama Pertahanan Jepang-Amerika
Serikat, kemudian mengadopsi National Defense Program Guidline (NDPG) pada
2004.35 Upaya perubahan ini tidak hanya membawa dampak terhadap
peningkatan peran Pasukan Bela Diri Jepang (Japan Self-Defense Forces/JSDF),
namun juga meningkatkan fungsi aliansi Jepang-Amerika Serikat agar lebih
efektif dalam merespon perkembangan keamanan regional, termasuk di sini
adalah merespon pengembangan kekuatan militer China.
32 “Japan Defense Budget,” http://www.globalsecurity.org/military/world/japan/budget.htm - diakses
14 April 2009.33 “Jepang Berencana Kembangkan Kapal Selam Tercanggih”, Kompas, 18 Oktober 2006.34 “Japan’s New Security Strategy: Multilayered and Cooperative Security Strategy,” http://
www.tokyofoundation.org/en/articles/2008/info-policy-proposal-japans-new-security-strategy-
multilayered-and-cooperative-security-strategy - diakses 14 April 2009.35 “The Basics of Japan’s Defense Policy, the National Defense Program Guidelines, and the New
Mid-Term Defense Program”, Defense of Japan 2005, Japan Defense Agency, 2005, hal. 18-31.
424 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
Jepang menilai bahwa pembangunan kekuatan militer China, terutama
pengembangan program nuklir, pembelian senjata dan alih teknologi senjata
dari Rusia, serta tekanan militer China terhadap Taiwan merupakan ancaman
potensial terhadap keamanan Jepang. Jepang telah menyampaikan kekhawatiran
terhadap pengembangan militer China dan juga terhadap kekuatan militer China
tersebut yang dianggap tidak transparan.36 Terlebih di kalangan Jepang sendiri
masih ada keraguan dalam memandang hubungan bilateralnya dengan China
yang dikarenakan masih adanya beberapa persoalan sensitif antara kedua
bangsa, seperti masih kentalnya perasaan anti Jepang di China dan sebaliknya,
sengketa Kepulauan Diaoyu atau Senkaku, dan munculnya China sebagai
ancaman dalam Buku Putih Pertahanan Jepang 1996. Sebaliknya dalam
pandangan China, Jepang memiliki potensi untuk menjadi ancaman militer dan
politik baginya di masa mendatang, terutama didukung dengan kekuatan
ekonominya dan hubungan keamanannya dengan Amerika Serikat. China
memandang bahwa desakan untuk merevisi konstitusi di Jepang berkaitan
dengan pertahanan keamanan dan kecenderungan militer Jepang untuk lebih
banyak berperan dalam kancah internasional menjadi hal mendesak yang perlu
diperhatikan dengan seksama.
Dalam menganalisis tatanan keamanan di Asia Pasifik pasca Perang
Dingin, J.N. Mak menggambarkan China sebagai an unsatisfied power.
Maksudnya, China senantiasa menyimpan ketidakpuasan terhadap negara-
negara besar di sekitarnya baik karena faktor historis maupun karena perbedaan
yang fundamental tentang sistem politik dan persepsi keamanan. China tidak
mungkin melupakan kenangan pahit invasi Jepang menjelang Perang Dunia
Kedua serta pembantaian dan pemerkosaan yang dilakukan tentara Jepang di
Nanking. China juga merasa diperlakukan tidak adil oleh negara-negara Barat
pada abad 19 dan 20 di mana beberapa wilayah China seperti Hongkong dan
Macao direbut oleh negara-negara kolonial Eropa.37 Dalam keadaan normal,
masalah-masalah seperti ini tenggelam ke alam bawah sadar. Tetapi jika terjadi
krisis atau perbedaan pendapat, masalah-masalah itu muncul ke permukaan
dan bisa menciptakan eskalasi konflik. Dalam konteks pertumbuhan ekonominya
yang tinggi ketidakpuasan ini bisa dikaitkan dengan kehausan China untuk
36 “Japan Urges Greater Chinese Transparancy On Military Plans,” Agence France Presse, 31
Mei 2008, http://chinadigitaltimes.net/2008/05/japan-urges-greater-chinese-transparancy-on-
military-plans/ - diakses 14 April 2009.37 J.N. Mak, “The Asia Pacific Security Order” dalam Anthony McGrew and Christopher Brook
(eds.), Asia-Pacific in the New World Order, London: Routledge, 1998, hal. 86.
425Pengembangan Kekuatan Militer .......
menyerap energi dari seluruh dunia untuk keperluan industrinya. China selalu
menaruh kecurigaan terhadap aliansi militer Amerika Serikat dan Jepang yang
sudah berlangsung lama, apalagi setelah Jepang ikut terlibat dalam penelitian
dan pengembangan program Theater Missile Defense (TMD) Amerika Serikat.
Kekhawatiran China terhadap Jepang dalam jangka panjang adalah kemungkinan
Jepang memiliki senjata nuklir.
Memerhatikan hubungan bilateral Jepang-China yang masih diwarnai
oleh sejumlah isu sensitif, maka pengembangan kekuatan militer China sudah
tentu perlu diwaspadai dan diantisipasi oleh Jepang. Jepang, misalnya, tentu
tidak menginginkan kehadiran militer China yang semakin berkembang dan kuat
itu akan mengganggu kelancaran jalur-jalur komunikasi lautnya di kawasan,
seperti di perairan Laut China Selatan dan Selat Malaka. Jepang menaruh
perhatian yang besar terhadap keamanan maritim karena Jepang sangat
tergantung kepada jalur komunikasi laut. Perairan di sekitar Laut China Selatan
dan Selat Malaka merupakan jalur komunikasi laut strategis bagi Jepang, dan
tentunya juga China, karena melalui kawasan perairan ini kapal-kapal pemasok
energi untuk kebutuhan industri Jepang berlayar. Sementara itu di sisi lain,
sebagaimana juga telah disinggung di atas, pengembangan kekuatan militer
China juga dimaksudkan untuk melindungi dan menjamin kelangsungan
pembangunan ekonomi nasional negara ini yang kini sedang tumbuh secara
signifikan, dan oleh karena itu sudah tentu China akan berupaya menjaga
kepentingan nasionalnya itu secara maksimal, dan tidak tertutup kemungkinan
juga melalui langkah-langkah yang bersifat militer. Hal inilah kiranya yang menjadi
kekhawatiran Jepang atas pengembangan militer China karena berpotensi
menimbulkan ketegangan di kawasan yang akan berdampak juga kepada
kepentingan strategis Jepang. Oleh karena itu, Jepang perlu lebih mempersiapkan
diri lagi di bidang pertahanan dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang
akan terjadi di kawasan yang kemungkinan dipicu oleh kekuatan militer China.
Pengembangan militer China juga menimbulkan kekhawatiran Korea
Selatan,38 meskipun bagi Seoul ancaman yang paling nyata adalah datang dari
utara (Korea Utara). Adanya kekhawatiran Korea Selatan terhadap pengembangan
militer China tampaknya cukup beralasan juga apabila dikaitkan dengan ambisi
dan peran politik keamanan China di kawasan yang terus meningkat. Bahkan
sebagian pengamat keamanan internasional berpendapat bahwa pembangunan
kekuatan militer China telah menimbulkan ketakutan negara-negara tetangganya
38 Lihat Jungmin Seo, “China Rising: Peace, Power, and Order in East Asia, Korean Studies, Vol.
32, University of Hawaii Press, 2008, hal. 190-193.
426 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
di Asia.39 Korea Selatan sebagai salah satu negara tetangga terdekat China,
seperti dikatakan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak dalam kunjungannya
di Australia awal Maret 2009 lalu, perlu memberi perhatian serius atas
pengembangan militer China tersebut karena dianggap dapat memengaruhi
strategi pertahanan negara-negara lain di kawasan, dan dikhawatirkan akan
menimbulkan perlombaan senjata.40 Ini artinya, pengembangan kekuatan militer
China perlu juga diantisipasi dan disikapi secara kritis oleh negara-negara di
kawasan.
Korea Selatan sendiri sesungguhnya juga sudah memiliki rencana
pengembangan pertahanan, yang dituangkan dalam rencana Reformasi
Pertahanan 2020, dalam rangka mengantisipasi perubahan dan perkembangan
yang terjadi di kawasan dan tingkat global.41 Anggaran pertahanan Korea Selatan
pun ditingkatkan dari tahun ke tahun, dari 25,5 milyar dollar Amerika Serikat
pada 2007 menjadi 28,9 milyar dollar Amerika Serikat pada 2008.42 Korea Selatan
memang terus meningkatkan kemampuan pertahanannya sebagai bagian dari
upaya untuk mengambil alih kembali kontrol atas tentara mereka. Komando
atas tentara Korea Selatan selama ini berada di bawah Amerika Serikat, melalui
pasukan PBB pimpinan Amerika yang ditempatkan di Korea Selatan pasca-
Perang Korea 1950-1953. Meski perang sudah lama berakhir, kedua Korea
secara teknis masih berperang karena Perang Korea berakhir dengan gencatan
senjata, bukan dengan perjanjian perdamaian. Situasi seperti ini tentu tidak
menguntungkan bagi Korea Selatan, karena pada saat reunifikasi Korea belum
tuntas dan ancaman dari utara (Korea Utara) masih dihadapi, pada saat yang
sama Korea Selatan dihadapkan pada tantangan keamanan strategis di kawasan
dengan hadirnya kekuatan militer China yang terus meningkat dan perlu
39 Michael Richardson, “China military buid-up scares Asian neighbours”, The Jakarta Post, 17
April 2007.40 Rob Taylor, “China arms spend promts South Korea arms race warning”, Kantor Berita Reuters,
5 Maret 2009, http://www.reuters.com/article/topNews/idUSTRE5241UD20090305 - diakses 19
April 2009.41 Han Yong-sup, “Analyzing South Korea’s Defense Reform 2020,” The Korean Journal of
Defense Analysis, Vol. XVIII, No. 1 (Spring), 2006, hal. 112-134. Lihat juga Jung Sung-ki, “South
Korea To Overhaul Modernization Plan,” Defense News, 15 Desember 2008, http://
www.defensenews.com/story.php?!=3863636 – diakses 20 April 2009.42 “South Korea Plans 9 % Increase in 2008 Defense Budget,” http://www.defenseindustrydaily.com/
south-korea-plans-9%-increase-in-2008-defense-budget-03877/ - diakses 20 April 2009.
427Pengembangan Kekuatan Militer .......
diwaspadai.43 Salah satu bentuk kewaspadaan Korea Selatan adalah dengan
meningkatkan kemampuan militernya, yang juga merupakan bagian dari rencana
Reformasi Pertahanan 2020, di mana penggunaannya dapat diarahkan antara
lain untuk menghadapi dinamika politik keamanan di kawasan, termasuk
mewaspadai manuver militer China.
Taiwan, yang oleh China diklaim sebagai wilayahnya, sudah tentu juga
mengkhawatirkan pengembangan kekuatan militer China. Meskipun presiden
Taiwan yang baru, Ma Ying-jeou, melaksanakan kebijakan yang lebih kooperatif
terhadap Beijing, pemerintah Taiwan tampaknya tetap perlu menyikapi secara
kritis kebijakan Beijing di bidang pertahanan dan keamanan.44 Sebagaimana
diketahui, Pemerintah China telah menganggap Taiwan berada di bawah
kekuasaan China sejak berakhirnya perang sipil pada 1949, dan juga berjanji
akan menguasai lagi pulau itu meski harus mengerahkan semua kekuatan
perangnya, dan sebagai langkah untuk mencegah Taiwan melepaskan diri dari
China, Kongres Rakyat Nasional Partai Komunis China telah mengeluarkan
Undang-Undang Anti-Pemisahan (Anti-Seccession Law) pada Maret 2004.45
Dalam konteks hubungan dengan Taiwan, China tetap menghargai
keberadaannya, China kukuh pada prinsipnya bahwa Taiwan adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari China. Untuk itu China menetapkan “Satu China” atau
“One China” sebagai basis perundingan untuk penyatuan China dan Taiwan
dengan rumusan “Satu negara dengan dua sistem” atau “One country – two
systems.” Taiwan menolak versi China tentang “Satu China” dan menghendaki
pembicaraan dilakukan dalam kesetaraan. Inisiatif China untuk menggunakan
kekuatan militer dapat menimbulkan risiko yang membahayakan bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi maupun posisi politiknya, terutama
terhadap negara-negara kawasan yang mempunyai sengketa teritorial dengan
China. Meskipun begitu tidak dapat dikesampingkan terhadap kemungkinan
penggunaan kekuatan militer oleh China dalam menyelesaikan masalah Taiwan.
43 Kewaspadaan Korea Selatan terhadap China memang cukup beralasan apabila melihat
kesungguhan China dalam pengembangan kekuatan militernya dan ambisi China untuk bisa
berperan lebih besar dalam bidang keamanan di tingkat regional dan juga global. Terlebih hubungan
masa lalu terkadang juga turut memengaruhi hubungan bilateral kedua negara, termasuk dalam
hubungan Korea Selatan dengan China. Selama berlangsungnya Perang Dingin, China tidak
memiliki hubungan resmi dengan Korea Selatan dan kedua negara berada dalam posisi saling
mencurigai dan bermusuhan. China memelihara hubungan yang dekat dengan Korea Utara,
sedangkan Korea Selatan membina hubungan diplomatik dengan Taiwan. Belum lagi, sengketa
teritorial juga masih mewarnai hubungan bilateral kedua negara bertetangga ini.44 Peralihan kepemimpinan di Taiwan dari Chen Shui-bian kepada Ma Ying-jeou, sebagai hasil
pemilu Maret 2008 lalu, belum dapat dibaca sebagai indikasi akan terjadi perubahan sikap, meskipun
Ma Ying-jeou lebih ingin membina hubungan yang lebih baik dengan China.45 “Anti-Secession Law,” http://en.wikipedia.org/wiki/Anti-Secession-Law - diakses 24 April 2009.
428 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
Untuk mengantisipasi kemungkinan agresi China dan juga dalam rangka
menghadapi kekuatan militer China yang terus berkembang, Taiwan pun
meningkatkan kemampuan militernya. Taiwan, melalui peningkatan anggaran
pertahanan, dari 8 milyar dollar Amerika Serikat pada 2006 menjadi 10,5 milyar
dollar Amerika Serikat pada 2008, telah melakukan belanja pertahanan untuk
keperluan peningkatan kemampuan militernya.46 Kemampuan militer Taiwan
tampaknya semakin meningkat setelah Angkatan Bersenjata Taiwan dilengkapi
sistem persenjataan yang lebih canggih, yang antara lain diperoleh dari Amerika
Serikat, dan hal ini sudah tentu dapat menambah kepercayaan diri Taiwan,
setidaknya untuk menangkal kemungkinan agresi dari China. Pada parade
perayaan “Hari Nasional” 2007, Taiwan telah memamerkan kekuatan militernya,
seperti pesawat tempur F-16 buatan Amerika Serikat, sistem Anti Peluru Kendali
Patriot serta helikopter-helikopter penyerang.47 Pamer kekuatan militer ini diduga
untuk memperlihatkan kepada China bahwa Taiwan siap menangkal kemungkinan
agresi dari China yang diperkirakan telah mengarahkan sejumlah peluru kendali
balistiknya ke Taiwan. Taiwan pun telah memperkuat kemampuan armada tempur
lautnya, seperti dengan membeli kapal fregat kelas Lafayette buatan Perancis,48
untuk mengantisipasi strategi keamanan China yang kini tengah
mengembangkan diri sebagai kekuatan maritim kawasan (regional maritime
power).
Fenomena pengembangan kekuatan militer China tersebut di atas perlu
disikapi secara kritis oleh negara-negara tetangga China di kawasan Asia Timur.
Paling tidak, secara hipotetik, negara-negara tetangga China dapat memaknakan
pengembangan kekuatan militer China ke dalam tiga pilihan. Pertama, sebagai
ancaman terhadap keamanan di kawasan. Meningkatnya kemampuan ekonomi
China akan diikuti oleh peningkatan kekuatan militernya. Pada saat yang sama,
kebutuhan ekonomi China juga akan meningkat sehingga mungkin saja pada
suatu saat China akan menggunakan kekuatan militernya untuk memaksakan
kepentingannya terhadap negara lain apabila kebutuhan-kebutuhan ekonominya
semakin meningkat. Itu berarti, China akan berperan sebagai hegemoni dan
karena itu membahayakan keamanan kawasan. Kedua, China yang kuat secara
militer dapat menjadi aset bagi terciptanya perdamaian di kawasan. Di dalam
46 “Taiwan defense budget,” http://www.globalfirepower.com/defense-spending-budget.asp -
diakses 26 April 2009.47 “Taiwan flexes its military might at National Day parade,” http://www.chinapost.com/tw/news/
2007/10/11/126124/Taiwan-flexes.htm - diakses 26 April 2009.48 “Republic of China Navy,” http://www.globalsecurity.org/military/world/taiwan/navy.htm - diakses
28 April 2009.
429Pengembangan Kekuatan Militer .......
kondisi interdependensi dalam sistem ekonomi dunia, membaiknya ekonomi
China diharapkan akan mendorong negara itu untuk melakukan demokratisasi
dan menjalankan politik luar negeri dengan tujuan-tujuan damai. Ketiga, saat ini
China masih dapat dianggap sebagai aset bagi kawasan Asia Timur, dan belum
menjadi ancaman. Namun, dalam jangka panjang, China yang kuat secara militer
juga berpotensi menjadi ancaman bagi kawasan itu.
V. Kesimpulan
Pengembangan kekuatan militer merupakan suatu keharusan bagi
China, seiring dengan kemajuan ekonomi negara, dalam rangka menjaga dan
mempertahankan kedaulatan negara, integritas wilayah, keamanan nasional,
dan untuk menjamin berlanjutnya pembangunan ekonomi, serta meningkatkan
kekuatan nasional secara sistematis dan berlanjut. China yang kuat adalah
impian para elit sejak lebih dari satu abad lalu, dan hal ini menjadi sasaran dan
tema utama dalam kepemimpinan modern China sejak masa Mao Zedong
maupun Deng Xiaoping sebagai pemimpin reformasi China hingga kepemimpinan
Jiang Zemin dan Hu Jintao.
China sangat berkepentingan untuk memiliki Angkatan Bersenjata yang
modern dan kuat sebagai kekuatan pengungkit dalam ranah strategi dan politik
baik untuk kepentingan dalam negeri maupun internasional. Dalam hubungan
ini, Tentara Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army) menempati posisi
yang sangat strategis dan merupakan unsur utama dalam sistem pertahanan
nasional dan merupakan kekuatan terdepan untuk melindungi kepentingan
nasional. Sasaran utama modernisasi militer China, sejalan dengan kebijakan
pertahanan nasionalnya, adalah menyiapkan kekuatan yang cukup untuk
menghadapi musuh di kawasan, mempertahankan kredibilitas militer untuk
menopang klaim teritorial, melindungi kepentingan nasional, menjaga keamanan
dalam negeri, menangkal setiap langkah Taiwan untuk memerdekakan diri, serta
menangkal setiap tindakan agresi. Dalam jangka panjang, kekuatan militer
China ini juga diarahkan untuk mampu menjamin negara ini menjadi bagian
integral dari pengaturan keamanan di kawasan, khususnya Asia Timur, dan
juga sebagai penjamin untuk menopang pengaruh politik luar negeri China di
dunia internasional. Terlihat di sini bahwa hard power (kekuatan militer), sebagai
ciri utama realisme, menjadi salah satu instrumen penting yang digunakan China
untuk meningkatkan pengaruh dalam politik hubungan antarbangsa, terutama
di Asia Timur.
430 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
Pengembangan kekuatan militer dan modernisasi persenjataan China
yang terus berkembang perlu diantisipasi dan disikapi secara kritis oleh negara-
negara di kawasan, mengingat potensi konflik masih mewarnai hubungan China
dengan negara-negara tetangganya di kawasan Asia Timur. Adanya sikap kritis
dan respon negara-negara di kawasan terhadap pengembangan kekuatan militer
China, yang antara lain juga dilakukan melalui peningkatan kemampuan militernya,
menunjukkan bahwa nuansa power telah mewarnai hubungan politik keamanan
diantara negara-negara kawasan Asia Timur tersebut. Meskipun demikian,
pengembangan diplomasi konstruktif perlu terus dilakukan diantara negara-
negara kawasan ini. Ini artinya, di tengah potensi konflik dan berlangsungnya
hubungan antarnegara yang bernuansakan power, pada saat yang sama perlu
terus dibangun sikap saling percaya (Confidence Building Measures) antara
China dengan negara-negara tetangganya di kawasan Asia Timur.
431Pengembangan Kekuatan Militer .......
Daftar Pustaka
Avery Goldstein, Rising to the Challenge: China’s Grand Strategy and International
Security, Stanford University Press, 2005.
Charles W. Kegley dan Eugene R. Wittkopf, World Politics: Trends and
Transformation, Belmont: Wadsworth, 2003.
Daniel Burstein dan Arne de Keijzer, Big Dragon – China’s Future: What it means
for Business, the economy, and the global order, New York: Simon &
Schuster, 2008.
Daniel J. Dzurek, “The Spratly Island Dispute: Who’s On First,” dalam
International Boundaries Research Unit, Maritime Briefing, Vol. 2, No.
1, 1996, hal. 7-21.
Daniel S. Papp, Contemporary International Relations, Boston: Allyn & Bacon,
1997.
David Shambaugh, Modernizing China’s Military: Progress, Problems, and
Prospects, Berkeley: University of California Press, 2003.
Dennis J. Blasko, The Chinese Army Today: Tradition and Transformation for
the 21st Century, Routhledge, 2005.
Diana Lary, China’s Republic, New York: Cambridge University Press, 2007.
Han Yong-sup, “Analyzing South Korea’s Defense Reform 2020,” The Korean
Journal of Defense Analysis, Vol. XVIII, No. 1 (Spring), 2006, hal.
112-134.
Jagannath P. Panda, “The Modernization Drive of the PLA and the New Defense
White Paper,” China and Eurasia Forum Quaterly, Vol. 5, No.I, 2007,
hal. 21-28.
Jungmin Seo, “China Rising: Peace, Power, and Order in East Asia, Korean
Studies, Vol. 32, University of Hawaii Press, 2008.
J.N. Mak, “The Asia Pacific Security Order” dalam Anthony McGrew and
Christopher Brook (eds.), Asia-Pacific in the New World Order, London:
Routledge, 1998.
Kerry Dumbaugh, “China’s 17th Communist Party Congress, 2007: Leadership
and Policy Implications,” CRS Report for Congress, 5 Desember 2007.
Lowell Dittmer, “Chinese Reform Socialism Under Deng Xiaping: Theory and
Practice,” dalam Michael Y.M. Kau dan Susan H. Marsh (eds.), China
in the Era of Deng Xiaoping, M.E. Sharpe, 1995.
Ole R. Holsti, “Theories of International Relations and Foreign Policy: Realism
and Its Challenges” dalam Charles W. Kegley (ed.), Controversies in
432 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
International Relations Theory: Realism and the Neoliberal Challenges,
New York: Sint Martin’s Press, 1995.
Paul H.B. Godwin, “The PLA Faces the Twenty-First Century: Reflections on
Technology, Doctrine, Strategy, and Operations,” dalam James R. Lilley
dan David Shambaugh (eds.), China’s Military Faces the Future, M.E.
Sharpe, 1999.
Paul K. Huth, Standing Your Ground: Territorial Disputes and International Conflict,
University of Michigan Press, 1998.
Paul R. Viotti dan Mark Kauppi, International Relations and World Politics:
Security Economy and Identity, Upper Saddle River: Prentice Hall, 1997.
Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory: Realism,
Pluralism, Globalism and Beyond, Boston: Allyn & Bacon, 1999.
Richard L. Edmond (ed.), The People’s Republic of China After 50 Years, USA:
Oxford University Press, 2000.
Robert S. Ross, “Balance of power politics and the rise of China: Accomodation
and balancing in East Asia,” Security Studies (15), 2006, hal. 355-395.
Rod Thornton, Asymmetric Warfare, Polity Press, 2007.
Rosemary Foot, “Chinese strategies in a US hegemonic global order:
Accommodating and hedging”, dalam International Affairs (82), 2006,
hal. 77-94.
Steven L. Spiegel, dkk, World Politics in A New Era, Oxford University Press,
2009.
Steven W. Mosher, Hegemon: China’s Plan to Dominate Asia and the World,
Publisher: Encounter Books, 2000.
“The Basics of Japan’s Defense Policy, the National Defense Program Guidelines,
and the New Mid-Term Defense Program”, Defense of Japan 2005,
Japan Defense Agency, 2005, hal. 18-31.
Timothy Cheek, Mao Zedong and China’s Revolutions, New York: Bedford/St.
Martin’s, 2002.
Walter J. Boyne (ed.), Air Warfare: An International Encyclopedia, ABC-CLIO,
2002.
433Pengembangan Kekuatan Militer .......
Surat Kabar:
“Jepang Berencana Kembangkan Kapal Selam Tercanggih”, Kompas, 18 Oktober
2006.
Michael Richardson, “China military buid-up scares Asian neighbours”, The
Jakarta Post, 17 April 2007.
Thom Shanker, “U.S. Sees Chinese Military Rise”, International Herald Tribune,
26 Maret 2009.
Internet:
Alexander Nemets dan Thomas Torda, “PLA Navy: From ‘Green Water’ to ‘Blue
Water’,” Newsmax.com, 26 Juli 2002, http://archive.newsmax.com/
archives/articles/2002/7/25/16133.shtml - diakses 4 April 2009.
Andrew S. Erickson, “PLA Navy Modernization: Preparing for ‘informatized’ War
at Sea,” China Brief, Vol. 8, 29 Februari 2008, http://www.jamestown.org/
programs/chinabrief/single/Itx_news - diakses 4 April 2009.
“Anti-Secession Law,” http://en.wikipedia.org/wiki/Anti-Secession-Law - diakses
24 April 2009.
“China’s defense budget to grow 14,9%,” http://www.chinadaily.com.cn/china/
2009-03/04/content_7535244.htm - diakses 10 April 2009.
“China’s National Defense in 2008,” The State Council Information Office, 20
Januari 2009, http://www.china.org.cn/government/central_government/
2009-01/20/content_1755577.htm - diakses 8 Mei 2009.
“Chinese Ground Forces,” http://www.sinodefence.com/army/default.asp -
diakses 2 April 2009.
“Chinese Naval Forces,” http://www.sinodefence.com/navy/default.asp - diakses
2 April 2009.
“Chinese Naval Bases,” http://www.sinodefence.com/navy/naval-base.asp -
diakses 4 April 2009.
Chinese Air Force, http://www.sinodefence.com/airforce/default.asp - diakses 8
April 2009.
“History of the People’s Republic of China,” http://en.wikipedia.org/wiki/
History_of_the_people’s_Republic_of_China - diakses 2 April 2009.
“Hu Jintao’s Speech to the 17th Party Congress,” http://english.cri.cn/4026/2007/
10/16/191/@284354.htm - diakses 30 Maret 2009.
434 Kajian Vol 14 No.3 September 2009
“Japan Defense Budget,” http://www.globalsecurity.org/military/world/japan/
budget.htm - diakses 14 April 2009.
“Japan’s New Security Strategy: Multilayered and Cooperative Security Strategy,”
http://www.tokyofoundation.org/en/articles/2008/info-policy-proposal-
japans-new-security-strategy-multilayered-and-cooperative-security-
strategy - diakses 14 April 2009.
“Japan Urges Greater Chinese Transparancy On Military Plans,” Agence France
Presse, 31 Mei 2008, http://chinadigitaltimes.net/2008/05/japan-urges-
greater-chinese-transparancy-on-military-plans/ - diakses 14 April 2009.
Jose Miguel Alonso Trabanco, “The Great Dragon Awakens: China Challenges
American Hegemony”, Centre for Research on Globalization, 2 Februari
2009, http://www.globalresearch.ca/index.php?context=va&aid=11638
- diakses 8 Mei 2009.
Jung Sung-ki, “South Korea To Overhaul Modernization Plan,” Defense News,
15 Desember 2008, http://www.defensenews.com/story.php?!=3863636
– diakses 20 April 2009.
Lin Biao, “Long Live the Victory of People’s War,” Lin Biao Reference Archive
(Online Version), 2003, http://www.marxists.org/reference/archive/lin-
biao/1965/09/people’s_war/index.htm - diakses 3 April 2009.
“Pentagon report: China’s military expanding its capabilities”, CNN.com/asia,
26 Maret 2009. http://www.cnn.com/2009/WORLD/asiapcf/03/25/
china.military.report/ - diakses 30 Maret 2009.
People’s Liberation Army Air Forces Bases, http://www.globalsecurity.org/military/
world/china/airbase.htm - diakses 5 April 2009.
“People’s Liberation Army Ground Force,” http://en.wikipedia.org/wiki/
People’s_Liberation_Army_Ground_Force - diakses 2 April 2009.
“Republic of China Navy,” http://www.globalsecurity.org/military/world/taiwan/
navy.htm - diakses 28 April 2009.
Rob Taylor, “China arms spend promts South Korea arms race warning”, Kantor
Berita Reuters, 5 Maret 2009, http://www.reuters.com/article/topNews/
idUSTRE5241UD20090305 - diakses 19 April 2009.
“South Korea Plans 9 % Increase in 2008 Defense Budget,” http://
www.defenseindustrydaily.com/south-korea-plans-9%-increase-in-2008-
defense-budget-03877/ - diakses 20 April 2009.
“Taiwan defense budget,” http://www.globalfirepower.com/defense-spending-
budget.asp - diakses 26 April 2009.
435Pengembangan Kekuatan Militer .......
“Taiwan flexes its military might at National Day parade,” http://
www.chinapost.com/tw/news/2007/10/11/126124/Taiwan-flexes.htm -
diakses 26 April 2009.
Wu Jun Sun Xiangli Hu Side, “The Impact of Revolution in Military Affairs on
China’s Defense Policy,” http://www.lincei.it/rapporti/amaldi/papers/XV-
WuRMAImpact.pdf - diakses 4 April 2009.