pengembangan-kekuatan-militer-china-dan-dampaknya-terhadap-kawasan-asia-timur-2009.pdf

29
407 Pengembangan Kekuatan Militer ....... PENGEMBANGAN KEKUATAN MILITER CHINA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KAWASAN ASIA TIMUR Simela Victor Muhamad *) Abstract This essay discusses rapid political and economic development in East Asia region in the post-Cold War era. The emergence of China as a new economy and military power has been interestingly studied by the writer. He argued that China could become as a new superpower in the near future. He has studied that the country has improved its military power through modernization programs during the past decades, ranging from its military doctrines, strategy, and main weapon system and equipments. This essay tried to answer the question why and how China has improved its military power, as well as its impacts to the region. Kata-kata kunci: Militer China, Tentara Pembebasan Rakyat, Asia Timur, Realisme, Security Dilemma. I. Pendahuluan A. Latar Belakang Perkembangan dan dinamika di kawasan Asia Timur, khususnya setelah era Perang Dingin, merupakan fenomena internasional yang menarik untuk dikaji. Hal ini karena di Asia Timur terdapat beberapa new emerging economics dan negara-negara berkekuatan militer besar, seperti China, Jepang dan Korea Selatan. China dipersepsikan oleh banyak negara akan menjadi superpower baru di masa depan, tidak hanya karena ekonominya, yang memiliki pertumbuhan ekonomi sangat kuat hingga mencapai rata-rata 9 -10% per tahun (terutama pada dekade 1990-an), tetapi juga karena kekuatan militernya. *) Peneliti Madya bidang Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR-RI. E-mail: [email protected]

Upload: yrsubakti

Post on 13-Jul-2016

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

407Pengembangan Kekuatan Militer .......

PENGEMBANGAN KEKUATAN MILITER CHINA

DAN DAMPAKNYA TERHADAP KAWASAN ASIA TIMUR

Simela Victor Muhamad*)

Abstract

This essay discusses rapid political and economic development

in East Asia region in the post-Cold War era. The emergence of

China as a new economy and military power has been interestingly

studied by the writer. He argued that China could become as a

new superpower in the near future. He has studied that the country

has improved its military power through modernization programs

during the past decades, ranging from its military doctrines,

strategy, and main weapon system and equipments. This essay

tried to answer the question why and how China has improved its

military power, as well as its impacts to the region.

Kata-kata kunci: Militer China, Tentara Pembebasan Rakyat, Asia Timur,

Realisme, Security Dilemma.

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Perkembangan dan dinamika di kawasan Asia Timur, khususnya setelah

era Perang Dingin, merupakan fenomena internasional yang menarik untuk dikaji.

Hal ini karena di Asia Timur terdapat beberapa new emerging economics dan

negara-negara berkekuatan militer besar, seperti China, Jepang dan Korea

Selatan. China dipersepsikan oleh banyak negara akan menjadi superpower

baru di masa depan, tidak hanya karena ekonominya, yang memiliki

pertumbuhan ekonomi sangat kuat hingga mencapai rata-rata 9 -10% per tahun

(terutama pada dekade 1990-an), tetapi juga karena kekuatan militernya.

*) Peneliti Madya bidang Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian,

Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR-RI. E-mail:

[email protected]

Page 2: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

408 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

Perkembangan ekonomi China yang maju pesat berdampak besar pada

meningkatnya anggaran militer China yang berbanding lurus dengan peningkatan

kemampuan militernya. Pengembangan kekuatan militer China inilah yang pada

waktu belakangan ini kembali menjadi isu hangat internasional, khususnya di

kawasan Asia Timur, terutama setelah Departemen Pertahanan Amerika Serikat

atau Pentagon dalam laporan tahunannya, yang juga dimuat dalam media massa

internasional, juga menyinggung perihal pengembangan kekuatan militer China

yang antara lain disebutkan berpotensi mengubah perimbangan kekuatan militer

di Asia dan dapat mengancam negara-negara di kawasan.1

Pengembangan kekuatan militer China menarik perhatian negara-negara

di kawasan, terutama Jepang, Korea Selatan, dan juga Taiwan. Meskipun

hubungan kerja sama ekonomi bilateral China dengan Jepang dan Korea Selatan

tetap berjalan baik dan bahkan mengalami peningkatan yang pesat, begitu juga

hubungan China dengan Taiwan belakangan ini, namun pengembangan kekuatan

militer China telah menimbulkan kekhawatiran dan rasa ancaman pada negara-

negara tersebut. Terlebih pernah berkembang anggapan bahwa pengembangan

kekuatan militer China itu dilaksanakan untuk mencapai posisi negara China

yang kuat secara regional dan juga global,2 sehingga negara-negara tetangga

China di kawasan memandang perlu untuk juga meningkatkan kekuatan

militernya dan menyikapi secara kritis pengembangan militer China tersebut.

B. Permasalahan

Kekuatan militer China yang terus berkembang tampaknya telah menjadi

perhatian serius negara-negara di kawasan Asia Timur. Bahkan sejumlah negara

memandang pengembangan kekuatan militer China tersebut dapat mengancam

keamanan kawasan. Adanya kekhawatiran dari negara-negara di kawasan Asia

Timur terhadap pengembangan kekuatan militer China merupakan suatu hal

yang wajar mengingat masih terdapatnya sengketa wilayah di antara sejumlah

negara di kawasan Asia Timur tersebut dengan China yang hingga saat ini

belum terselesaikan. Hubungan di masa lalu yang kurang menyenangkan antara

1 Thom Shanker, “U.S. Sees Chinese Military Rise”, International Herald Tribune, 26 Maret 2009.

Lihat juga “Pentagon report: China’s military expanding its capabilities”, CNN.com/asia, 26 Maret

2009. http://www.cnn.com/2009/WORLD/asiapcf/03/25/china.military.report/ - diakses 30 Maret

2009.2 Steven W. Mosher, Hegemon: China’s Plan to Dominate Asia and the World, Publisher: En-

counter Books, 2000. Lihat juga, Rosemary Foot, “Chinese strategies in a US hegemonic global

order: Accommodating and hedging”, dalam International Affairs (82), 2006, hal. 77-94.

Page 3: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

409Pengembangan Kekuatan Militer .......

beberapa negara di kawasan dengan China dan kurang terbukanya China selama

ini dalam urusan militer dan pertahanan juga dapat melatarbelakangi bagi

timbulnya kekhawatiran dan pertanyaan negara-negara di Asia Timur terhadap

maksud pengembangan kekuatan militer China tersebut.

Melalui tulisan kajian ini akan dikaji permasalahan, mengapa China

melakukan pengembangan kekuatan militer? Bagaimana pengembangan

kekuatan militer itu dilaksanakan, dan apa dampaknya terhadap kawasan Asia

Timur, khususnya Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan? Dalam pembahasan,

terlebih dahulu akan diungkap secara sekilas mengenai perjalanan sejarah China,

untuk lebih memahami mengapa China perlu mengembangkan kekuatan militer.

C. Kerangka Pemikiran

Realisme adalah salah satu pendekatan dalam studi hubungan

internasional yang biasa digunakan sebagai kerangka berpikir untuk memahami

isu-isu politik keamanan yang terjadi di tingkat global maupun suatu kawasan.

Pendekatan realis berpandangan bahwa dunia berada dalam situasi yang anarkis,

di mana setiap negara berusaha meningkatkan kekuatannya untuk tetap survive

dalam situasi dunia yang tidak menentu. Negara-bangsa sebagai entitas politik

yang berdaulat dan independen merupakan unit analisis yang menjadi fokus

atau center of gravity bagi realisme. Aktor-aktor lain hanyalah bersifat sekunder

karena dinamika politik global sepenuhnya dikendalikan oleh aktor negara. Dalam

hal ini negara dianggap sama dengan manusia yang senantiasa memiliki hasrat

untuk mendominasi manusia lain atau sekurang-kurangnya mempertahankan

eksistensi dan keamanan dirinya. Dengan demikian realisme mengasumsikan

politik global sebagai kumpulan negara-negara yang memperjuangkan

kepentingan nasional masing-masing dengan instrumen utamanya adalah

kekuatan militer.3

3 Meskipun telah mendapat kritik yang tajam dari berbagai pihak yang menolak premis-premis

dasar realisme, namun sebagai teori realisme tetap dapat bertahan dan para penganutnya

bahkan mengklaim bahwa realisme akan tetap ada selama institusi yang bernama negara tetap

berfungsi sebagai entitas politik yang memperjuangkan kepentingannya dalam politik global. Ole

R. Holsti bahkan menyebut realisme sebagai “the most venerable and persisting model of

international relations. Ole R. Holsti, “Theories of International Relations and Foreign Policy:

Realism and Its Challenges” dalam Charles W. Kegley (ed.), Controversies in International Rela-

tions Theory: Realism and the Neoliberal Challenges, New York: Sint Martin’s Press, 1995, hal.

36. Mengenai pemikiran realisme, lihat juga Charles W. Kegley dan Eugene R. Wittkopf, World

Politics: Trends and Transformation, Belmont: Wadsworth, 2003, hal. 37-38.

Page 4: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

410 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

Berdasarkan pendekatan realis tersebut, negara merupakan aktor paling

penting dan dipandang sebagai aktor uniter yang rasional yang berbicara dan

bertindak untuk kepentingannya sendiri. Keamanan negara merupakan hirauan

utama dan karena itu penekanannya adalah pada kekuatan (power) sebagai the

driving force dari politik dunia khususnya kekuatan militer.4 Oleh karena itu,

meskipun negara-negara mulai mengembangkan perekonomian dan kerja sama

di berbagai bidang, namun aspek militer tetap menjadi hal yang signifikan dan

diperhitungkan. Melalui power, suatu aktor negara akan dapat memengaruhi

aktor lain untuk bertindak sesuai keinginannya. Jadi, dalam hal ini, power dapat

dikatakan bersifat relasional. Namun, power dapat juga bersifat kontekstual, di

mana aktor internasional yang dianggap lebih kuat dari yang lain, tidak dapat

menerapkan powernya dalam situasi tertentu untuk memengaruhi dan memaksa

aktor lain yang lebih lemah.

Menurut Hans J. Morgenthau, elemen power antara lain adalah populasi,

kondisi geografis, sumber daya alam, kapabilitas industri, kepemimpinan,

organisasi internal serta kekuatan militer.5 Kekuatan militer yang dibentuk dan

dikembangkan oleh suatu negara dimaksudkan untuk kepentingan keamanan

nasional dan juga untuk kepentingan strategis yang lebih luas di tingkat regional

dan juga global. Kekuatan militer dapat dibagi menjadi dua, yaitu kekuatan

militer konvensional yang terdiri dari kekuatan darat, laut, udara dan teknologi

persenjataan, dan kekuatan militer senjata pemusnah massal, seperti nuklir,

senjata kimia dan senjata biologi. Kekuatan militer menuntut anggaran

pertahanan yang memadai, dan oleh karena itu, dalam upaya mengembangkan

kekuatan militer, faktor anggaran pertahanan juga menjadi hal yang sangat

penting. Pengembangan militer suatu negara dapat sebagai deterrence terhadap

negara-negara lain, reaksi dari ancaman negara lain, ataupun sebagai upaya

untuk mencapai hegemonisme.

Namun pengembangan militer yang dilakukan suatu negara dapat juga

menciptakan “dilema keamanan” (security dilemma) di mana tindakan suatu

negara untuk meningkatkan keamanannya, misalnya dengan peningkatan

kekuatan militer, membuat negara-negara lain di sekitar negara itu merasa tidak

aman sehingga cepat atau lambat akan melakukan hal yang sama. Perspektif

realis melihat hal ini sebagai akibat dari sistem internasional yang anarkis dengan

4 Paul R. Viotti dan Mark Kauppi, International Relations and World Politics: Security Economy

and Identity, Upper Saddle River: Prentice Hall, 1997, hal. 18. Lihat juga Steven L. Spiegel, dkk,

World Politics in A New Era, Oxford University Press, 2009, hal. 34-38.5 Daniel S. Papp, Contemporary International Relations, Boston: Allyn & Bacon, 1997, hal. 360-

365.

Page 5: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

411Pengembangan Kekuatan Militer .......

karakteristik dasar ketiadaan pemerintah tertinggi yang melebihi negara.6 Dalam

sistem anarki yang terbentuk, strukturnya memiliki ciri kompetisi dan self-help,

sehingga memberikan konsekuensi timbulnya kecurigaan, ketidakpercayaan

terhadap negara lain dan rasa takut. Kekhawatiran ini muncul karena suatu

negara tidak dapat mengandalkan keselamatan dirinya pada negara lain sehingga

masing-masing berusaha untuk memaksimalkan strategi keamanan untuk

melindungi kepentingannya. Terlebih faktor historis, sistem politik dan persepsi

keamanan, juga selalu menjadi bahan pertimbangan dalam hubungan

antarbangsa.

Berdasarkan kerangka pemikiran realisme di atas, tulisan kajian dengan

judul “Pengembangan Kekuatan Militer China dan Dampaknya Terhadap Kawasan

Asia Timur” ini dibahas. Pengembangan kekuatan militer yang dilakukan China

pada hakikatnya mencerminkan pemikiran realisme, di mana China sebagai

aktor negara telah menempatkan power, dalam hal ini kekuatan militer, sebagai

salah satu aspek penting dalam percaturan politik globalnya, termasuk di

kawasan Asia Timur. Pengembangan kekuatan militer yang dilakukan China,

terutama setelah Perang Dingin berakhir, dapat menimbulkan security dilemma

dan respon kritis dari negara-negara di kawasan dengan juga meningkatkan

kemampuan militernya. Ini artinya, nuansa power telah mewarnai hubungan politik

dan keamanan China dengan negara-negara tetangganya di kawasan Asia Timur.

II. Sekilas Perjalanan Sejarah China

China pada masa lalu merupakan salah satu negeri yang mempunyai

sejarah peradaban dan budaya paling maju dan tua di dunia. Hingga saat ini

telah menapak perjalanan sejarah yang panjang dengan rentang waktu mencapai

hampir 4.000 tahun.7 Dalam perjalanan masa yang panjang itu, negara tersebut

mengalami berbagai peristiwa dan sejarah penting; pernah mengalami masa

kekuasaan kerajaan-kerajaan yang dipenuhi sejarah peperangan, kemudian

berhasil dipersatukan tetapi kemudian terpecah kembali. China yang terpecah-

pecah kemudian berhasil dipersatukan kembali. China modernpun pernah

mengalami sejarah penjajahan bangsa asing hingga China yang dipenuhi

pergulatan internal, dan baru pada penghujung abad ke-20 China mulai

6 Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory: Realism, Pluralism, Globalism

and Beyond, Boston: Allyn & Bacon, 1999, hal. 68.7 “History of the People’s Republic of China,”http://en.wikipedia.org/wiki/

History_of_the_people’s_Republic_of_China - diakses 2 April 2009.

Page 6: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

412 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

memperlihatkan masa yang penuh harapan dengan kemajuan ekonomi yang

menjanjikan. Dalam bidang militer, negara ini pun mengalami sejarah yang

panjang, sepanjang perjalanan sejarah China.

China di bawah pimpinan Partai Komunis China berhasil memenangkan

beberapa peperangan penting, seperti Northern Expeditionary War yang

berlangsung dari 1924 hingga 1927, Perang Revolusi Agraria yang dikenal juga

dengan Perang Sipil Sepuluh Tahun yang berlangsung dari 1927 hingga 1937,

dan Perang melawan penjajah Jepang pada 1937 hingga 1945. Namun tidak

lama setelah perang melawan Jepang, Partai Komunis China yang semula

berkerja sama dengan Partai Nasional atau Kuomintang terlibat perang sipil.

China menyebut ini sebagai Perang Pembebasan yang berlangsung dari 1945

hingga 1949. Perang ini dimenangkan oleh Partai Komunis China di bawah

pimpinan Mao Zedong, sehingga Partai Nasional atau Kuomintang pimpinan

Chiang Kai Shek menyingkir ke Taiwan. Pada 1 Oktober 1949 dalam suatu

upacara besar di lapangan Tiananmen, Mao Zedong sebagai pemimpin

Pemerintahan Rakyat Pusat memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat

China.8

Saat ini China memposisikan diri sebagai negara sedang berkembang

yang terus berupaya mencapai kemajuan di segala bidang dan percaya bahwa

kalau momentum ini dapat dipertahankan, pada 2050, China akan dapat

mencapai posisi sebagai negara adidaya kelas menengah. Bahkan sejumlah

pakar berpandangan bahwa China berpeluang menjadi kekuatan terbesar di dunia

di masa mendatang melampaui Amerika Serikat.9 China yang kuat dan kaya

adalah impian para elit sejak lebih dari satu abad lalu. Ini masih menjadi sasaran

dan tema utama dalam kepemimpinan modern sejak Mao Zedong maupun Deng

Xiaoping sebagai pemimpin reformasi China hingga kepemimpinan berikutnya,

Jiang Zemin dan Hu Jintao, meskipun mereka memilih cara berbeda dalam

strategi pembangunan dan modernisasi. Berdasarkan pemahaman sejarah ini

kiranya dapat juga dipahami mengapa China perlu melakukan pengembangan

kekuatan militer.

8 Timothy Cheek, Mao Zedong and China’s Revolutions, New York: Bedford/St. Martin’s, 2002,

hal. 6-8. Lihat juga Diana Lary, China’s Republic, New York: Cambridge University Press, 2007,

hal. 151-177.9 Jose Miguel Alonso Trabanco, “The Great Dragon Awakens: China Challenges American Hege-

mony”, Centre for Research on Globalization, 2 Februari 2009, http://www.globalresearch.ca/

index.php?context=va&aid=11638 - diakses 8 Mei 2009.

Page 7: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

413Pengembangan Kekuatan Militer .......

III. Kebijakan Pertahanan dan Pengembangan Militer China

A. Kebijakan Pertahanan China

Pengembangan kekuatan militer yang dilakukan oleh China

sesungguhnya adalah dalam kerangka mendukung kebijakan pertahanan

nasional. Kebijakan pertahanan nasional China sendiri, sebagaimana dinyatakan

dalam Buku Putih Pertahanan China (China’s National Defense) 2008,10 adalah

defensif aktif atau dalam terminologi China disebut jiji fangyu, yaitu sikap

mempertahankan diri dan hanya akan menyerang kalau diserang lebih dahulu.

Dalam kerangka pertahanan nasional ini, China menempatkan kedaulatan

negara, keamanan, integritas wilayah, kepentingan pembangunan nasional dan

kepentingan rakyat China di atas segalanya. Oleh karena itu, China sangat

berkepentingan dan berupaya keras membangun sistem pertahanan nasional

dan kekuatan militer yang kuat yang sesuai dengan kebutuhan keamanan dan

pembangunan nasional.

Dalam kerangka pertahanan nasional, China menjamin bahwa

modernisasi militer yang dilakukannya adalah hanya untuk memenuhi kebutuhan

mempertahankan diri. Sejalan dengan sikap itu, China secara teguh berpegang

kepada kebijakan bukan pihak pertama menggunakan senjata nuklir, dan bersikap

menahan diri terhadap perkembangan senjata nuklir. China pun tidak akan

melibatkan diri dalam perlombaan senjata nuklir dan tidak akan pernah

menempatkan senjata nuklir di luar wilayah China. Kemampuan serang balas

senjata nuklir China dibatasi hanya untuk mendukung strategi penangkalan

menghadapi serangan nuklir dari negara lain. Hal ini pernah ditegaskan oleh

Presiden China, Hu Jintao, pada kongres Partai Komunis China ke-17 yang

berlangsung di Beijing pada Oktober 2007 yang menyatakan bahwa meskipun

China melakukan pembangunan dan modernisasi militer, tetapi peranan Tentara

Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army) masih terbatas pada kapasitas

pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara, keamanan dan integritas

teritorial.11 Meskipun demikian, ada juga pihak-pihak yang meragukan pernyataan

pemimpin China tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Mark Valensia dari

10 “China’s National Defense in 2008,” The State Council Information Office, 20 Januari 2009,http:/

/www.china.org.cn/government/central_government/200901/20/content_1755577.htm - diakses

8 Mei 2009.11 “Hu Jintao’s Speech to the 17th Party Congress,” http://english.cri.cn/4026/2007/10/16/191/

@284354.htm - diakses 30 Maret 2009.

Page 8: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

414 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

East West Center di Honolulu yang mengatakan, “akankah China berlaku

kooperatif dan bersikap ramah kepada tetangga-tetangganya seperti yang

dikatakannya, atau sebaliknya China akan mendominasinya”.12

China yang sedang tumbuh pesat membutuhkan lingkungan strategis

baik di dalam negeri maupun lingkungan internasional yang damai dan iklim

yang kondusif terutama di wilayah peripheri. China mengartikan wilayah peripheri

adalah lingkungan luar yang terdekat. Perubahan yang terjadi di wilayah peripheri

dan hubungan negara tersebut dengan negara-negara tetangga akan mempunyai

pengaruh langsung terhadap lingkungan pembangunan. China meyakini ada

peluang strategis di wilayah peripheri, dan oleh sebab itu kebijakan China terhadap

negara-negara tetangga yang merupakan peripheri negara ini adalah menciptakan

“good neighborly and stable relation with and enriching the surrounding countries

and not bulliying or weakening the neighbors”.13

Berdasarkan pemaparan dan pembahasan kebijakan pertahanan

nasional China di atas, terlihat bahwa pengembangan militer bagi China

merupakan suatu keharusan dalam kerangka menjaga dan mempertahankan

kedaulatan negara, integritas wilayah dan keamanan nasional, menjamin

berlanjutnya pembangunan ekonomi, serta meningkatkan kekuatan nasional

secara sistematis dan berlanjut. Pengembangan militer China juga dimaksudkan

untuk mengamankan dan mendukung tujuan dan tugas pokok pertahanan

nasional China, seperti untuk mencegah setiap pelanggaran wilayah teritorial,

baik darat, laut, dan udara, dan melawan tindakan agresi. Dalam jangka panjang,

kekuatan militer China ini juga diarahkan untuk mampu menjamin negara ini

menjadi bagian integral dari pengaturan keamanan di kawasan, khususnya Asia

Timur. Kekuatan militer juga dapat dipandang sebagai penjamin untuk menopang

pengaruh politik luar negeri China di dunia internasional. Terlihat di sini bahwa

hard power (kekuatan militer), sebagai ciri utama realisme, menjadi salah satu

instrumen penting dan digunakan China sebagai upaya untuk meningkatkan

pengaruh dalam politik hubungan antarbangsa, terutama di Asia Timur.

12 Daniel Burstein dan Arne de Keijzer, Big Dragon – China’s Future: What it means for Business,

the economy, and the global order, New York: Simon & Schuster, 2008, hal. 123.13 Robert S. Ross, “Balance of power politics and the rise of China: Accomodation and balancing

in East Asia,” Security Studies (15), 2006, hal. 355-395.

Page 9: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

415Pengembangan Kekuatan Militer .......

B. Pengembangan Militer China

1. Doktrin Pertahanan dan Strategi Militer China

Doktrin pertahanan China disebut dengan doktrin Perang Rakyat

(people’s war) sebagai hasil buah pikiran Mao Zedong dalam bidang militer sejak

dekade 1930-an, yang kemudian disistematisasi secara modern oleh Lin Biao.14

Pada 1960-an, Lin Biao menuangkan pemikirannya dalam tulisannya yang

berjudul Long Live the Victory of People’s War.15 Pemikiran Mao tentang doktrin

Perang Rakyat diterjemahkan dengan istilah Maoist Triad yaitu strategi

penggerogotan (attrition) dalam bentuk pertahanan mendalam (defense-in-depth)

yang secara operasional dilakukan dalam bentuk taktik bertahan (defense),

mengendap (stalemate), dan menyerang (offensive). Doktrin perang rakyat telah

berulang kali mengalami kaji ulang dan penyesuaian-penyesuaian dihadapkan

kepada perubahan baik karena perubahan lingkungan strategis maupun

perkembangan teknologi militer.

David Shambaugh membagi perubahan-perubahan tersebut dalam 4

(empat) fase,16 yakni: fase pertama, disebut fase perang rakyat (people’s war)

yang berlangsung dari 1935 hingga 1979. Fase kedua, disebut dengan fase

perang rakyat disesuaikan dengan perkembangan modern (people’s war under

modern condition) yang berlangsung dari 1979 hingga 1985. Fase ketiga, disebut

dengan fase perang terbatas (limited war) atau perang lokal (local war) yang

berlangsung dari 1985 hingga 1991. Fase dan penggunaan terminologi perang

terbatas (youxian zhanzheng) dan perang lokal (jubu zhanzheng) adalah hasil

pemikiran Deng Xiao Ping yang mengatakan bahwa perang yang akan datang

akan bersifat lokal dan terbatas. Perang Iran-Irak menjadi pembenar terhadap

pemikiran Deng Xiao Ping. Pemikiran ini berarti pengakhiran terhadap konsep

perang total (zongti zhanzheng). Fase keempat, disebut dengan fase perang

terbatas dalam kondisi teknologi tinggi (limited war under high technology

condition) yang berlangsung dari 1991.

14 Paul H.B. Godwin, “The PLA Faces the Twenty-First Century: Reflections on Technology,

Doctrine, Strategy, and Operations,” dalam James R. Lilley dan David Shambaugh (eds.), China’s

Military Faces the Future, M.E. Sharpe, 1999, hal. 44-48.15 Lin Biao, “Long Live the Victory of People’s War,” Lin Biao Reference Archive (Online

Version),2003,http://www.marxists.org/reference/archive/linbiao/1965/09/people’s_war/

index.htm - diakses 3 April 2009.16 David Shambaugh, Modernizing China’s Military: Progress, Problems, and Prospects, Berke-

ley: University of California Press, 2003, hal. 56-107.

Page 10: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

416 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

Pada Desember 2004, China mengeluarkan Buku Putih Pertahanan

dan dalam publikasi tersebut China menggunakan terminologi baru yang disebut

dengan perang terbatas atau perang lokal dalam kondisi teknologi informasi

(local war under the condition of informationalization).17 Penggunaan terminologi

baru ini nampaknya telah mengakhiri fase keempat yang disebut oleh David

Shambaugh dan kini China memasuki fase kelima. Penyesuaian dan pemilihan

strategi ini dipicu oleh hasil evaluasi internal terhadap kemampuan pertahanan

dan pelajaran yang dapat ditarik dari perang dengan penggunaan teknologi

informasi dalam Perang Teluk Pertama pada 1991 maupun keterlibatan NATO

dalam konflik di Yugoslavia pada 1999.18 Perang Teluk dan Balkan memberi

pelajaran dan kesadaran kepada para pemimpin nasional dan militer bahwa

China sudah jauh tertinggal dalam bidang militer dibandingkan dunia Barat,

terutama dalam penguasaan teknologi tinggi untuk penggunaan militer. Prinsip-

prinsip perang dalam kondisi penggunaan teknologi tinggi sama sekali telah

berubah dari yang dianut selama ini. Dua peristiwa itu telah mendorong China

untuk meningkatkan kemampuan militer dalam penguasaan dan penggunaan

teknologi informasi.

Ini artinya, dalam melakukan pembangunan militer, China menyesuaikan

dengan perubahan-perubahan terkini dan kecenderungan baru dalam bidang

militer di dunia (Revolution in Military Affairs/RMA), terutama penerapan teknologi

informasi yang akan membawa lompatan penting dalam modernisasi militer.19

Dalam kongres Partai Komunis China ke-17 di Beijing pada Oktober 2007

Presiden China, Hu Jintao, mengemukakan bahwa tujuan strategis lima tahun

ke depan adalah membangun kekuatan militer China berdasarkan teknologi

komputer dan memenangkan perang berdasarkan teknologi informasi. Untuk

mencapai sasaran itu, China akan membangun kekuatan militernya dengan

meningkatkan kemampuan personel yang memiliki kemampuan tinggi serta

17 Jagannath P. Panda, “The Modernization Drive of the PLA and the New Defense White Paper,”

China and Eurasia Forum Quaterly, Vol. 5, No.I, 2007, hal. 21-28.18 Perang Teluk pada 1991 dan pemboman Kosovo oleh NATO sebagai operasi gabungan sekutu

pimpinan Amerika Serikat pada 1999 telah memicu kesadaran China bahwa negara tersebut

tertinggal jauh di belakang dalam menghadapi Perang Asimetrik (Asymmetric Warfare) yang

menggunakan teknologi kritis. Perang Asimetrik terdiri dari tiga kelompok, yaitu: pertama, cyber

warfare atau operasi ofensif dalam perang informasi; kedua, senjata penghancur massal seperti

senjata biologi, kimia, nuklir dan radiologi; ketiga, senjata konvensional yang direkayasa menjadi

non-konvensional dengan taktik-taktik modern, seperti peningkatan teknologi amunisi dengan

daya ledak besar. Ulasan mengenai Perang Asimetrik lihat Rod Thornton, Asymmetric Warfare,

Polity Press, 2007, hal. 1-24.19 Wu Jun Sun Xiangli Hu Side, “The Impact of Revolution in Military Affairs on China’s Defense

Policy,” http://www.lincei.it/rapporti/amaldi/papers/XV-WuRMAImpact.pdf - diakses 4 April 2009.

Page 11: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

417Pengembangan Kekuatan Militer .......

akan meningkatkan mekanisasi dan komputerisasi dan menggelar latihan militer

berbasiskan teknologi informasi.20 Persepsi China terhadap munculnya revolusi

teknologi militer membawa kepada kesadaran akan kebutuhan mendesak untuk

menyiapkan kemampuan militer yang memiliki kemampuan perang dengan

pemanfaatan teknologi tinggi dan teknologi informasi.

2. Kekuatan dan Modernisasi Militer China

China sangat berkepentingan untuk memiliki Angkatan Bersenjata yang

modern dan kuat sebagai kekuatan pengungkit dalam ranah strategi dan politik

baik untuk kepentingan dalam negeri maupun internasional. Dalam hubungan

ini, Tentara Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army) menempati posisi

yang sangat strategis dan merupakan unsur utama dalam sistem pertahanan

nasional dan merupakan kekuatan terdepan untuk melindungi kepentingan

nasional China. Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) terbagi atas tiga elemen,

yaitu TPR - Angkatan Darat, TPR - Angkatan Laut, dan TPR - Angkatan Udara.

China juga membentuk Second Artillery Force, sebuah satuan yang menangani

peluru kendali strategis.

a. TPR-AD (Angkatan Darat)

Tugas pokok TPR-AD lebih diposisikan untuk tujuan defensif, yaitu

menjaga dan mengamankan wilayah perbatasan, melindungi kedaulatan negara

dari musuh-musuh dalam dan luar negeri, mendukung pembangunan ekonomi

nasional, dan membantu terpeliharanya stabilitas dalam negeri.21 TPR-AD

memiliki sekitar 1,6 juta personil dan dibagi ke dalam 18 Grup yang masing-

masing berkekuatan sekitar 30.000 hingga 65.000 personil.22 Susunan kekuatan

setiap Grup disusun berbeda-beda dan memiliki perkuatan pasukan yang

berbeda-beda pula.

Dipacu dan belajar dari keberhasilan pasukan Amerika Serikat dalam

perang di Afghanistan dan Irak, yang mencapai kemenangan karena keunggulan

dalam perang informasi, operasi gabungan, persenjataan dan kesenjataan dengan

20 Kerry Dumbaugh, “China’s 17th Communist Party Congress, 2007: Leadership and Policy Impli-

cations,” CRS Report for Congress, 5 Desember 2007.21 Dennis J. Blasko, The Chinese Army Today: Tradition and Transformation for the 21st Century,

Routhledge, 2005, hal. 66.22 “People’s Liberation Army Ground Force,” http://en.wikipedia.org/wiki/

People’s_Liberation_Army_Ground_Force - diakses 2 April 2009.

Page 12: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

418 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

menggunakan teknologi tinggi, maupun keunggulan dalam C4ISR (Command,

Control, Communication, Computer, Intelligence, Surveillance and

Recconaisance), TPR-AD sekarang sedang melakukan perubahan yang cukup

penting. Sesuai dengan Doktrin Perang Rakyat fase kelima, yaitu perang terbatas

atau perang lokal dalam kondisi teknologi informasi, TPR-AD melihat bahwa

perang elektronika (electronic warfare) merupakan kebutuhan kritis dalam rangka

modernisasi TPR-AD. Perang elektronika dapat melakukan peran ganda baik

sebagai kekuatan ofensif maupun untuk kepentingan defensif.

b. TPR-AL (Angkatan Laut)

Tugas pokok TPR-AL mengalami perubahan dari waktu ke waktu

disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan tuntutan strategis serta

tantangan yang dihadapi. Saat ini sifat tugas pokok TPR-AL telah mengalami

perubahan yang signifikan, dari peran statis yaitu pertahanan pantai dan laut

dekat ke peran pertahanan laut aktif.23 Dalam kapasitas ini maka peran TPR-AL

menjadi sangat penting dalam mendukung sistem pertahanan nasional strategis.

TPR-AL memikul tanggung jawab dan tugas yang makin penting dalam menjaga

keamanan wilayah laut dan ditempatkan di garis depan dalam pelibatan militer.

TPR-AL mengembangkan diri menjadi kekuatan maritim yang modern dengan

kemampuan persenjataan konvensional dan nuklir. Prioritas ditekankan pada

pengembangan sistem informasi maritim dan pengembangan generasi baru

persenjataan dan peralatan tempur lain. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan,

yaitu tuntutan dan kebutuhan militer dalam mengantisipasi Taiwan, keinginan

membangun blue-water presence di seluruh kawasan Pasifik Barat dan Samudera

Hindia,24 dan juga sebagai bagian dari pengembangan industri kapal China.

Program modernisasi TPR-AL menyangkut tiga aspek yang berbeda,

yaitu:25 pertama, menetapkan prioritas kepada penghapusan sejumlah besar

kapal perang kombatan yang sudah tua; kedua, secara agresif memanfaatkan

teknologi Barat untuk meningkatkan kemampuan tempur TPR-AL dan

merevitalisasi alat utama sistem senjata TPR-AL; ketiga, meningkatkan program

23 “Chinese Naval Forces,” http://www.sinodefence.com/navy/default.asp - diakses 2 April 2009.24 Alexander Nemets dan Thomas Torda, “PLA Navy: From ‘Green Water’ to ‘Blue Water’,”

Newsmax.com,26Juli2002,http://archive.newsmax.com/archives/articles/2002/7/25/16133.shtml

- diakses 4 April 2009.25 Andrew S. Erickson, “PLA Navy Modernization: Preparing for ‘informatized’ War at Sea,” China

Brief, Vol. 8, 29 Februari 2008, http://www.jamestown.org/programs/chinabrief/single/Itx_news

- diakses 4 April 2009.

Page 13: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

419Pengembangan Kekuatan Militer .......

pelatihan personil TPR-AL mulai tamtama hingga perwira selaras dengan program

TPR untuk meningkatkan kemampuan personil. Peran TPR-AL saat ini adalah

sebagai kekuatan maritim strategis kawasan yang berperan untuk melindungi

kepentingan ekonomi China terutama di wilayah pesisir, kepentingan China dalam

bidang maritim serta mengoptimalkan operasi pertahanan laut dalam kerangka

pertahanan nasional.

c. TPR-AU (Angkatan Udara)

TPR-AU China merupakan Angkatan Udara terbesar di dunia dilihat

dari sisi kuantitas perangkat keras yang dimilikinya, namun TPR-AU belum

memiliki kemampuan kelas dunia terutama dalam proyeksi kekuatan militer

lewat udara, karena TPR-AU masih tertinggal dalam teknologi dibandingkan

dengan Angkatan Udara dari negara-negara maju di dunia, bahkan dengan negara-

negara tetangganya seperti Jepang, Korea Selatan, bahkan dari Taiwan. TPR-

AU mengoperasikan Armada Udara yang sebagian besar masih menggunakan

teknologi 1950-an dan 1960-an,26 dengan kekuatan melebihi 6000 pesawat militer

dan 300.000 personel aktif. China menyadari ketertinggalan ini, dan oleh sebab

itu sejak 1990-an TPR-AU menyiapkan diri untuk menghadapi berbagai

kemungkinan yang terjadi dengan negara-negara tetangganya atau negara lain.

TPR-AU mulai melakukan pembenahan armada tempurnya yang didominasi

oleh pesawat-pesawat tua, dengan meningkatkan efektifitas dan pemekaran

kekuatan tempur serta melakukan investasi dalam bidang ilmu pengetahuan

dan teknologi udara dan angkasa luar.

Sasaran pembangunan TPR-AU saat ini adalah membentuk Angkatan

Udara dengan kekuatan pesawat-pesawat tempur generasi keempat yang

dilengkapi kemampuan sistem C4ISR (Command, Control, Communications,

Computers, Intelligence, Surveillance, dan Recconaisance) untuk meningkatkan

kemampuan dan efektifitas tempurnya. Untuk membangun keunggulan di udara

dan angkasa luar terutama di wilayah Asia Timur, TPR-AU sedang memusatkan

upayanya untuk membangun sistem kesenjataan udara handal, yang dapat

memberikan pukulan maksimal. Untuk memperoleh sistem kesenjataan udara

dan menguasai teknologi udara dan angkasa luar dalam upaya membangun

kekuatan udara yang handal, China tidak hanya mengandalkan kepada Rusia,

tetapi juga negara-negara lain seperti Israel, Pakistan, dan Iran.27

26 Walter J. Boyne (ed.), Air Warfare: An International Encyclopedia, ABC-CLIO, 2002, hal. 563.27 Avery Goldstein, Rising to the Challenge: China’s Grand Strategy and International Security,

Stanford University Press, 2005, hal. 59

Page 14: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

420 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

d. Second Artillery Force

TPR-China memutuskan untuk membentuk Satuan Peluru Kendali

Strategis pada 1957 dengan membentuk batalion yang pertama, yaitu Batalion

peluru kendali permukaan ke permukaan. Kemudian pada 1960 beberapa Daerah

Militer membentuk batalion-batalion yang serupa dan pada 1964 ditingkatkan

sampai tingkat Resimen. Baru pada Juni 1966 Second Artillery secara resmi

dibentuk di bawah kendali langsung Komite Pusat Partai Komunis China dan

Komite Militer Pusat melalui Departemen Staf Umum TPR. Nama Second Artillery

diberikan oleh Perdana Menteri Zhou Enlai untuk membedakan dengan Korp

Artileri yang sudah ada. China menyatakan bahwa kelahiran kecabangan baru

ini merupakan hasil kerja keras para perwira dan seluruh anggota TPR dari

beberapa generasi, dan merupakan kartu baru, yang bukan saja merupakan

simbol kekuatan militer tetapi juga merupakan pilar penting bagi status China

sebagai big power.28

Pada awalnya, Second Artillery menangani senjata artileri konvensional

maupun nuklir, namun pada 1968 dibagi menjadi empat bagian: Artileri Jarak

Pendek, Menengah dan Jauh serta Antar Benua. Secara internal organisasi

Second Artillery terbagi ke dalam 4 departemen lapis pertama dan 10 departemen

pada lapis kedua, dan setiap departemen terbagi ke dalam bagian-bagian.29

Saat ini China sedang giat-giatnya melakukan program modernisasi peluru

kendali balistik dalam upaya meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas

semua kelas peluru kendali. Program modernisasi ini akan meningkatkan daya

tangkal nuklir China (nuclear deterrence) dengan meningkatnya jumlah hulu

ledak nuklir. Dalam rangka modernisasi kekuatan strategisnya, China telah

mengganti beberapa jenis peluru kendali generasi lama dengan yang lebih baru.

Saat ini dilaporkan juga China sedang mengembangkan peluru kendali jelajah

yang diluncurkan dari udara maupun dari pangkalan di darat yang memiliki

kemampuan nuklir.

IV. Dampak Pengembangan Kekuatan Militer China Terhadap Kawasan

Asia Timur

Pengembangan kekuatan militer yang dilakukan oleh China merupakan

kebutuhan strategis bagi China dalam kerangka pertahanan nasional negara.

28 David Shambaugh, op.cit., hal. 166-170.29 Ibid.

Page 15: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

421Pengembangan Kekuatan Militer .......

Untuk mendukung upaya pengembangan militer tersebut, setiap tahun China

menaikan anggaran pertahanannya. Untuk tahun 2009, anggaran pertahanan

China naik sekitar 14,9 persen dari tahun sebelumnya. Pada 2008, anggaran

pertahanan China sebesar 417,769 milyar yuan, sementara untuk tahun 2009

ini anggaran tersebut naik menjadi 480,686 milyar yuan atau setara dengan

70,27 miliar dollar Amerika Serikat.30 Sekalipun anggaran militer China masih

sekitar sepersepuluh dari anggaran militer Amerika Serikat, pengembangan

kekuatan militer dan persenjataan China meningkat cepat dalam satu dekade

terakhir. Tidak dapat dimungkiri bahwa postur militer China memang meningkat

cepat seiring dengan kemajuan pembangunan ekonominya. Kemakmuran yang

dicapai China dalam dekade terakhir juga memunculkan keinginan negara itu

untuk lebih berperan di Asia Timur dan Pasifik, khususnya dalam memelihara

perimbangan kekuatan dengan Amerika Serikat dan Jepang. Pihak China sendiri

menyebutkan bahwa pengembangan kekuatan militernya terbatas hanya

digunakan untuk keperluan menjaga keselamatan kedaulatan dan integritas

wilayah, dan kenaikan anggaran pertahanan tidak akan mengancam negara

manapun.

Tidak demikian halnya dengan negara-negara lain di kawasan dalam

memandang peningkatan anggaran pertahanan dan pengembangan militer China.

Peningkatan anggaran pertahanan dan pengembangan militer China yang terus

meningkat tetap saja mengundang keprihatinan strategis di kawasan.

Keprihatinan strategis cukup beralasan mengingat China kini sebuah negara

“nondemokrasi”, di mana hanya ada satu partai yang boleh tetap eksis di negara

tersebut yakni Partai Komunis China (PKC). Tidak ada pilihan lain di Beijing

yang dapat mencegah keputusan PKC, termasuk jika memutuskan

menggunakan kekuatan militer pada pihak lain. Di sisi lain, ada sejumlah wilayah

yang berpotensi konflik yang melibatkan China, termasuk yang paling utama di

sini adalah perseteruannya dengan Taiwan. China juga memiliki masalah dengan

Jepang dan Korea Selatan dalam klaim wilayah di Laut China Timur dan Laut

Kuning, di mana dengan kebutuhan energi yang terus meningkat, klaim terhadap

wilayah yang kaya akan sumber alam minyak dan gas ini bisa meningkat ke

tingkat yang lebih serius. Demikian pula dengan klaim wilayah kaya minyak

dan gas di Laut China Selatan dengan Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam,

Taiwan, dan Malaysia. Dengan kekuatan Angkatan Laut berlevel samudera (Blue

30 “China’s defense budget to grow 14,9%,” http://www.chinadaily.com.cn/china/2009-03/04/

content_7535244.htm - diakses 10 April 2009.

Page 16: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

422 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

Water Navy), China setiap saat bisa mengirim satuan-satuan kapal perangnya

ke wilayah-wilayah saling klaim ini.

Potensi konflik antarnegara di kawasan Asia Timur sesungguhnya sangat

bervariasi, baik sifat, karakter maupun intensitasnya. Namun memerhatikan

beberapa konflik terbatas dan berintensitas rendah yang terjadi selama ini,

terdapat beberapa hal yang dapat memicu terjadinya konflik terbuka berintensitas

tinggi yang dapat berkembang menjadi konflik regional bahkan internasional.

Faktor potensial yang dapat menyulut persengketaan terbuka itu antara lain:31

a] Implikasi dan internasionalisasi konflik internal di satu negara yang dapat

menyeret negara lain untuk ikut dalam persengketaan; b] Meningkatnya

persaingan antara negara-negara maju dalam membangun pengaruh di kawasan

ini. Konfliknya bisa berwujud persengketaan antar sesama negara maju, atau

salah satu negara maju dengan salah satu negara yang ada di kawasan ini.

Meski masih bersifat samar-samar, namun indikasinya dapat dilihat pada

ketidaksukaan Jepang terhadap China dalam soal penggelaran militer di perairan

Laut China Selatan yang dianggap mengganggu kepentingan nasional Jepang;

c] Eskalasi konflik laten atau konflik intensitas rendah antarnegara berkembang

yang melampaui ambang batas toleransi keamanan regional sehingga menyeret

pihak ketiga terlibat didalamnya. Ini biasanya bermula dari sengketa teritorial

(territorial dispute) antarnegara terutama mengenai garis batas perbatasan

antarnegara.

Memerhatikan faktor-faktor potensi konflik tersebut, maka

pengembangan kekuatan militer China, yang antara lain juga diarahkan untuk

mendukung kepentingan nasional dan juga untuk memperkuat pengaruh China

di kawasan, dapat menimbulkan dampak terhadap situasi keamanan di kawasan

Asia Timur, yakni terciptanya “dilema keamanan” (security dilemma).

Peningkatan keamanan yang dilakukan oleh China, dengan pengembangan

kekuatan militer, membuat negara-negara lain di sekitar negara itu merasa tidak

aman sehingga cepat atau lambat akan melakukan hal yang sama, atau

sekurang-kurangnya memberikan penilaian kritis terhadap pengembangan militer

China tersebut. Modernisasi persenjataan militer China yang terus berkembang

dan berusaha mengikuti perkembangan teknologi tidak dapat diabaikan begitu

saja mengingat potensi konflik masih mewarnai hubungan China dengan negara-

negara tetangganya di kawasan Asia Timur.

31 Paul K. Huth, Standing Your Ground: Territorial Disputes and International Conflict, University

of Michigan Press, 1998, hal. 9-12.

Page 17: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

423Pengembangan Kekuatan Militer .......

Jepang adalah salah satu negara di Asia Timur yang sangat menaruh

concern atas pengembangan kekuatan militer China yang dianggapnya sebagai

“musuh besar” pertama di kawasan selain Korea Utara. Dalam tahun fiskal

2007, Jepang meningkatkan anggaran Badan Pertahanan lebih tinggi 1,5 persen

dari anggaran tahun 2006 naik menjadi 41,75 milyar dollar Amerika Serikat,32

dan dari anggaran sebesar itu sebagian diperuntukkan Jepang untuk pengadaan

pertahanan rudal dan proyek pengembangan dan pembuatan kapal selam non-

nuklir generasi baru yang lebih senyap dan lebih tahan menghadapi serangan

serta memiliki kemampuan sonar yang lebih canggih.33 Jepang saat ini memiliki

16 kapal selam konvensional dan semuanya tidak bertenaga nuklir karena

kebijakan negara itu untuk tidak menggunakan nuklir dalam urusan pertahanan

dan keamanan, sebagaimana ditegaskan dalam Konstitusi Jepang.

Langkah Jepang tersebut, meskipun hal ini dimaksudkan sebagai bagian

dari kebijakan pertahanan nasional, tetapi sesungguhnya juga dapat dipahami

sebagai bagian dari respon Jepang terhadap pengembangan militer China. Dalam

kajian yang dikeluarkan Tokyo Foundation pada Oktober 2008 berjudul “Japan’s

New Security Strategy: Multilayered and Cooperative Security Strategy”,34 juga

disebutkan bahwa modernisasi militer China menjadi tantangan bagi aliansi

pertahanan Jepang-Amerika Serikat, meski kecil kemungkinan bagi China untuk

menyerang negara tetangganya. Namun kekuatan militer China dengan cepat

akan mampu memblok kehadiran armada pasukan Amerika Serikat di Pasifik,

bahkan peluru kendalinya mampu menjangkau kota-kota utama di Amerika

Serikat. Jepang sendiri sesungguhnya telah melakukan perubahan strategi dan

kebijakan pertahanan sejak tahun 1990-an dengan merevisi National Defense

Program Outline (NDPO) dan Pedoman Kerja Sama Pertahanan Jepang-Amerika

Serikat, kemudian mengadopsi National Defense Program Guidline (NDPG) pada

2004.35 Upaya perubahan ini tidak hanya membawa dampak terhadap

peningkatan peran Pasukan Bela Diri Jepang (Japan Self-Defense Forces/JSDF),

namun juga meningkatkan fungsi aliansi Jepang-Amerika Serikat agar lebih

efektif dalam merespon perkembangan keamanan regional, termasuk di sini

adalah merespon pengembangan kekuatan militer China.

32 “Japan Defense Budget,” http://www.globalsecurity.org/military/world/japan/budget.htm - diakses

14 April 2009.33 “Jepang Berencana Kembangkan Kapal Selam Tercanggih”, Kompas, 18 Oktober 2006.34 “Japan’s New Security Strategy: Multilayered and Cooperative Security Strategy,” http://

www.tokyofoundation.org/en/articles/2008/info-policy-proposal-japans-new-security-strategy-

multilayered-and-cooperative-security-strategy - diakses 14 April 2009.35 “The Basics of Japan’s Defense Policy, the National Defense Program Guidelines, and the New

Mid-Term Defense Program”, Defense of Japan 2005, Japan Defense Agency, 2005, hal. 18-31.

Page 18: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

424 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

Jepang menilai bahwa pembangunan kekuatan militer China, terutama

pengembangan program nuklir, pembelian senjata dan alih teknologi senjata

dari Rusia, serta tekanan militer China terhadap Taiwan merupakan ancaman

potensial terhadap keamanan Jepang. Jepang telah menyampaikan kekhawatiran

terhadap pengembangan militer China dan juga terhadap kekuatan militer China

tersebut yang dianggap tidak transparan.36 Terlebih di kalangan Jepang sendiri

masih ada keraguan dalam memandang hubungan bilateralnya dengan China

yang dikarenakan masih adanya beberapa persoalan sensitif antara kedua

bangsa, seperti masih kentalnya perasaan anti Jepang di China dan sebaliknya,

sengketa Kepulauan Diaoyu atau Senkaku, dan munculnya China sebagai

ancaman dalam Buku Putih Pertahanan Jepang 1996. Sebaliknya dalam

pandangan China, Jepang memiliki potensi untuk menjadi ancaman militer dan

politik baginya di masa mendatang, terutama didukung dengan kekuatan

ekonominya dan hubungan keamanannya dengan Amerika Serikat. China

memandang bahwa desakan untuk merevisi konstitusi di Jepang berkaitan

dengan pertahanan keamanan dan kecenderungan militer Jepang untuk lebih

banyak berperan dalam kancah internasional menjadi hal mendesak yang perlu

diperhatikan dengan seksama.

Dalam menganalisis tatanan keamanan di Asia Pasifik pasca Perang

Dingin, J.N. Mak menggambarkan China sebagai an unsatisfied power.

Maksudnya, China senantiasa menyimpan ketidakpuasan terhadap negara-

negara besar di sekitarnya baik karena faktor historis maupun karena perbedaan

yang fundamental tentang sistem politik dan persepsi keamanan. China tidak

mungkin melupakan kenangan pahit invasi Jepang menjelang Perang Dunia

Kedua serta pembantaian dan pemerkosaan yang dilakukan tentara Jepang di

Nanking. China juga merasa diperlakukan tidak adil oleh negara-negara Barat

pada abad 19 dan 20 di mana beberapa wilayah China seperti Hongkong dan

Macao direbut oleh negara-negara kolonial Eropa.37 Dalam keadaan normal,

masalah-masalah seperti ini tenggelam ke alam bawah sadar. Tetapi jika terjadi

krisis atau perbedaan pendapat, masalah-masalah itu muncul ke permukaan

dan bisa menciptakan eskalasi konflik. Dalam konteks pertumbuhan ekonominya

yang tinggi ketidakpuasan ini bisa dikaitkan dengan kehausan China untuk

36 “Japan Urges Greater Chinese Transparancy On Military Plans,” Agence France Presse, 31

Mei 2008, http://chinadigitaltimes.net/2008/05/japan-urges-greater-chinese-transparancy-on-

military-plans/ - diakses 14 April 2009.37 J.N. Mak, “The Asia Pacific Security Order” dalam Anthony McGrew and Christopher Brook

(eds.), Asia-Pacific in the New World Order, London: Routledge, 1998, hal. 86.

Page 19: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

425Pengembangan Kekuatan Militer .......

menyerap energi dari seluruh dunia untuk keperluan industrinya. China selalu

menaruh kecurigaan terhadap aliansi militer Amerika Serikat dan Jepang yang

sudah berlangsung lama, apalagi setelah Jepang ikut terlibat dalam penelitian

dan pengembangan program Theater Missile Defense (TMD) Amerika Serikat.

Kekhawatiran China terhadap Jepang dalam jangka panjang adalah kemungkinan

Jepang memiliki senjata nuklir.

Memerhatikan hubungan bilateral Jepang-China yang masih diwarnai

oleh sejumlah isu sensitif, maka pengembangan kekuatan militer China sudah

tentu perlu diwaspadai dan diantisipasi oleh Jepang. Jepang, misalnya, tentu

tidak menginginkan kehadiran militer China yang semakin berkembang dan kuat

itu akan mengganggu kelancaran jalur-jalur komunikasi lautnya di kawasan,

seperti di perairan Laut China Selatan dan Selat Malaka. Jepang menaruh

perhatian yang besar terhadap keamanan maritim karena Jepang sangat

tergantung kepada jalur komunikasi laut. Perairan di sekitar Laut China Selatan

dan Selat Malaka merupakan jalur komunikasi laut strategis bagi Jepang, dan

tentunya juga China, karena melalui kawasan perairan ini kapal-kapal pemasok

energi untuk kebutuhan industri Jepang berlayar. Sementara itu di sisi lain,

sebagaimana juga telah disinggung di atas, pengembangan kekuatan militer

China juga dimaksudkan untuk melindungi dan menjamin kelangsungan

pembangunan ekonomi nasional negara ini yang kini sedang tumbuh secara

signifikan, dan oleh karena itu sudah tentu China akan berupaya menjaga

kepentingan nasionalnya itu secara maksimal, dan tidak tertutup kemungkinan

juga melalui langkah-langkah yang bersifat militer. Hal inilah kiranya yang menjadi

kekhawatiran Jepang atas pengembangan militer China karena berpotensi

menimbulkan ketegangan di kawasan yang akan berdampak juga kepada

kepentingan strategis Jepang. Oleh karena itu, Jepang perlu lebih mempersiapkan

diri lagi di bidang pertahanan dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang

akan terjadi di kawasan yang kemungkinan dipicu oleh kekuatan militer China.

Pengembangan militer China juga menimbulkan kekhawatiran Korea

Selatan,38 meskipun bagi Seoul ancaman yang paling nyata adalah datang dari

utara (Korea Utara). Adanya kekhawatiran Korea Selatan terhadap pengembangan

militer China tampaknya cukup beralasan juga apabila dikaitkan dengan ambisi

dan peran politik keamanan China di kawasan yang terus meningkat. Bahkan

sebagian pengamat keamanan internasional berpendapat bahwa pembangunan

kekuatan militer China telah menimbulkan ketakutan negara-negara tetangganya

38 Lihat Jungmin Seo, “China Rising: Peace, Power, and Order in East Asia, Korean Studies, Vol.

32, University of Hawaii Press, 2008, hal. 190-193.

Page 20: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

426 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

di Asia.39 Korea Selatan sebagai salah satu negara tetangga terdekat China,

seperti dikatakan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak dalam kunjungannya

di Australia awal Maret 2009 lalu, perlu memberi perhatian serius atas

pengembangan militer China tersebut karena dianggap dapat memengaruhi

strategi pertahanan negara-negara lain di kawasan, dan dikhawatirkan akan

menimbulkan perlombaan senjata.40 Ini artinya, pengembangan kekuatan militer

China perlu juga diantisipasi dan disikapi secara kritis oleh negara-negara di

kawasan.

Korea Selatan sendiri sesungguhnya juga sudah memiliki rencana

pengembangan pertahanan, yang dituangkan dalam rencana Reformasi

Pertahanan 2020, dalam rangka mengantisipasi perubahan dan perkembangan

yang terjadi di kawasan dan tingkat global.41 Anggaran pertahanan Korea Selatan

pun ditingkatkan dari tahun ke tahun, dari 25,5 milyar dollar Amerika Serikat

pada 2007 menjadi 28,9 milyar dollar Amerika Serikat pada 2008.42 Korea Selatan

memang terus meningkatkan kemampuan pertahanannya sebagai bagian dari

upaya untuk mengambil alih kembali kontrol atas tentara mereka. Komando

atas tentara Korea Selatan selama ini berada di bawah Amerika Serikat, melalui

pasukan PBB pimpinan Amerika yang ditempatkan di Korea Selatan pasca-

Perang Korea 1950-1953. Meski perang sudah lama berakhir, kedua Korea

secara teknis masih berperang karena Perang Korea berakhir dengan gencatan

senjata, bukan dengan perjanjian perdamaian. Situasi seperti ini tentu tidak

menguntungkan bagi Korea Selatan, karena pada saat reunifikasi Korea belum

tuntas dan ancaman dari utara (Korea Utara) masih dihadapi, pada saat yang

sama Korea Selatan dihadapkan pada tantangan keamanan strategis di kawasan

dengan hadirnya kekuatan militer China yang terus meningkat dan perlu

39 Michael Richardson, “China military buid-up scares Asian neighbours”, The Jakarta Post, 17

April 2007.40 Rob Taylor, “China arms spend promts South Korea arms race warning”, Kantor Berita Reuters,

5 Maret 2009, http://www.reuters.com/article/topNews/idUSTRE5241UD20090305 - diakses 19

April 2009.41 Han Yong-sup, “Analyzing South Korea’s Defense Reform 2020,” The Korean Journal of

Defense Analysis, Vol. XVIII, No. 1 (Spring), 2006, hal. 112-134. Lihat juga Jung Sung-ki, “South

Korea To Overhaul Modernization Plan,” Defense News, 15 Desember 2008, http://

www.defensenews.com/story.php?!=3863636 – diakses 20 April 2009.42 “South Korea Plans 9 % Increase in 2008 Defense Budget,” http://www.defenseindustrydaily.com/

south-korea-plans-9%-increase-in-2008-defense-budget-03877/ - diakses 20 April 2009.

Page 21: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

427Pengembangan Kekuatan Militer .......

diwaspadai.43 Salah satu bentuk kewaspadaan Korea Selatan adalah dengan

meningkatkan kemampuan militernya, yang juga merupakan bagian dari rencana

Reformasi Pertahanan 2020, di mana penggunaannya dapat diarahkan antara

lain untuk menghadapi dinamika politik keamanan di kawasan, termasuk

mewaspadai manuver militer China.

Taiwan, yang oleh China diklaim sebagai wilayahnya, sudah tentu juga

mengkhawatirkan pengembangan kekuatan militer China. Meskipun presiden

Taiwan yang baru, Ma Ying-jeou, melaksanakan kebijakan yang lebih kooperatif

terhadap Beijing, pemerintah Taiwan tampaknya tetap perlu menyikapi secara

kritis kebijakan Beijing di bidang pertahanan dan keamanan.44 Sebagaimana

diketahui, Pemerintah China telah menganggap Taiwan berada di bawah

kekuasaan China sejak berakhirnya perang sipil pada 1949, dan juga berjanji

akan menguasai lagi pulau itu meski harus mengerahkan semua kekuatan

perangnya, dan sebagai langkah untuk mencegah Taiwan melepaskan diri dari

China, Kongres Rakyat Nasional Partai Komunis China telah mengeluarkan

Undang-Undang Anti-Pemisahan (Anti-Seccession Law) pada Maret 2004.45

Dalam konteks hubungan dengan Taiwan, China tetap menghargai

keberadaannya, China kukuh pada prinsipnya bahwa Taiwan adalah bagian yang

tidak terpisahkan dari China. Untuk itu China menetapkan “Satu China” atau

“One China” sebagai basis perundingan untuk penyatuan China dan Taiwan

dengan rumusan “Satu negara dengan dua sistem” atau “One country – two

systems.” Taiwan menolak versi China tentang “Satu China” dan menghendaki

pembicaraan dilakukan dalam kesetaraan. Inisiatif China untuk menggunakan

kekuatan militer dapat menimbulkan risiko yang membahayakan bagi

kelangsungan pembangunan ekonomi maupun posisi politiknya, terutama

terhadap negara-negara kawasan yang mempunyai sengketa teritorial dengan

China. Meskipun begitu tidak dapat dikesampingkan terhadap kemungkinan

penggunaan kekuatan militer oleh China dalam menyelesaikan masalah Taiwan.

43 Kewaspadaan Korea Selatan terhadap China memang cukup beralasan apabila melihat

kesungguhan China dalam pengembangan kekuatan militernya dan ambisi China untuk bisa

berperan lebih besar dalam bidang keamanan di tingkat regional dan juga global. Terlebih hubungan

masa lalu terkadang juga turut memengaruhi hubungan bilateral kedua negara, termasuk dalam

hubungan Korea Selatan dengan China. Selama berlangsungnya Perang Dingin, China tidak

memiliki hubungan resmi dengan Korea Selatan dan kedua negara berada dalam posisi saling

mencurigai dan bermusuhan. China memelihara hubungan yang dekat dengan Korea Utara,

sedangkan Korea Selatan membina hubungan diplomatik dengan Taiwan. Belum lagi, sengketa

teritorial juga masih mewarnai hubungan bilateral kedua negara bertetangga ini.44 Peralihan kepemimpinan di Taiwan dari Chen Shui-bian kepada Ma Ying-jeou, sebagai hasil

pemilu Maret 2008 lalu, belum dapat dibaca sebagai indikasi akan terjadi perubahan sikap, meskipun

Ma Ying-jeou lebih ingin membina hubungan yang lebih baik dengan China.45 “Anti-Secession Law,” http://en.wikipedia.org/wiki/Anti-Secession-Law - diakses 24 April 2009.

Page 22: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

428 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

Untuk mengantisipasi kemungkinan agresi China dan juga dalam rangka

menghadapi kekuatan militer China yang terus berkembang, Taiwan pun

meningkatkan kemampuan militernya. Taiwan, melalui peningkatan anggaran

pertahanan, dari 8 milyar dollar Amerika Serikat pada 2006 menjadi 10,5 milyar

dollar Amerika Serikat pada 2008, telah melakukan belanja pertahanan untuk

keperluan peningkatan kemampuan militernya.46 Kemampuan militer Taiwan

tampaknya semakin meningkat setelah Angkatan Bersenjata Taiwan dilengkapi

sistem persenjataan yang lebih canggih, yang antara lain diperoleh dari Amerika

Serikat, dan hal ini sudah tentu dapat menambah kepercayaan diri Taiwan,

setidaknya untuk menangkal kemungkinan agresi dari China. Pada parade

perayaan “Hari Nasional” 2007, Taiwan telah memamerkan kekuatan militernya,

seperti pesawat tempur F-16 buatan Amerika Serikat, sistem Anti Peluru Kendali

Patriot serta helikopter-helikopter penyerang.47 Pamer kekuatan militer ini diduga

untuk memperlihatkan kepada China bahwa Taiwan siap menangkal kemungkinan

agresi dari China yang diperkirakan telah mengarahkan sejumlah peluru kendali

balistiknya ke Taiwan. Taiwan pun telah memperkuat kemampuan armada tempur

lautnya, seperti dengan membeli kapal fregat kelas Lafayette buatan Perancis,48

untuk mengantisipasi strategi keamanan China yang kini tengah

mengembangkan diri sebagai kekuatan maritim kawasan (regional maritime

power).

Fenomena pengembangan kekuatan militer China tersebut di atas perlu

disikapi secara kritis oleh negara-negara tetangga China di kawasan Asia Timur.

Paling tidak, secara hipotetik, negara-negara tetangga China dapat memaknakan

pengembangan kekuatan militer China ke dalam tiga pilihan. Pertama, sebagai

ancaman terhadap keamanan di kawasan. Meningkatnya kemampuan ekonomi

China akan diikuti oleh peningkatan kekuatan militernya. Pada saat yang sama,

kebutuhan ekonomi China juga akan meningkat sehingga mungkin saja pada

suatu saat China akan menggunakan kekuatan militernya untuk memaksakan

kepentingannya terhadap negara lain apabila kebutuhan-kebutuhan ekonominya

semakin meningkat. Itu berarti, China akan berperan sebagai hegemoni dan

karena itu membahayakan keamanan kawasan. Kedua, China yang kuat secara

militer dapat menjadi aset bagi terciptanya perdamaian di kawasan. Di dalam

46 “Taiwan defense budget,” http://www.globalfirepower.com/defense-spending-budget.asp -

diakses 26 April 2009.47 “Taiwan flexes its military might at National Day parade,” http://www.chinapost.com/tw/news/

2007/10/11/126124/Taiwan-flexes.htm - diakses 26 April 2009.48 “Republic of China Navy,” http://www.globalsecurity.org/military/world/taiwan/navy.htm - diakses

28 April 2009.

Page 23: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

429Pengembangan Kekuatan Militer .......

kondisi interdependensi dalam sistem ekonomi dunia, membaiknya ekonomi

China diharapkan akan mendorong negara itu untuk melakukan demokratisasi

dan menjalankan politik luar negeri dengan tujuan-tujuan damai. Ketiga, saat ini

China masih dapat dianggap sebagai aset bagi kawasan Asia Timur, dan belum

menjadi ancaman. Namun, dalam jangka panjang, China yang kuat secara militer

juga berpotensi menjadi ancaman bagi kawasan itu.

V. Kesimpulan

Pengembangan kekuatan militer merupakan suatu keharusan bagi

China, seiring dengan kemajuan ekonomi negara, dalam rangka menjaga dan

mempertahankan kedaulatan negara, integritas wilayah, keamanan nasional,

dan untuk menjamin berlanjutnya pembangunan ekonomi, serta meningkatkan

kekuatan nasional secara sistematis dan berlanjut. China yang kuat adalah

impian para elit sejak lebih dari satu abad lalu, dan hal ini menjadi sasaran dan

tema utama dalam kepemimpinan modern China sejak masa Mao Zedong

maupun Deng Xiaoping sebagai pemimpin reformasi China hingga kepemimpinan

Jiang Zemin dan Hu Jintao.

China sangat berkepentingan untuk memiliki Angkatan Bersenjata yang

modern dan kuat sebagai kekuatan pengungkit dalam ranah strategi dan politik

baik untuk kepentingan dalam negeri maupun internasional. Dalam hubungan

ini, Tentara Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army) menempati posisi

yang sangat strategis dan merupakan unsur utama dalam sistem pertahanan

nasional dan merupakan kekuatan terdepan untuk melindungi kepentingan

nasional. Sasaran utama modernisasi militer China, sejalan dengan kebijakan

pertahanan nasionalnya, adalah menyiapkan kekuatan yang cukup untuk

menghadapi musuh di kawasan, mempertahankan kredibilitas militer untuk

menopang klaim teritorial, melindungi kepentingan nasional, menjaga keamanan

dalam negeri, menangkal setiap langkah Taiwan untuk memerdekakan diri, serta

menangkal setiap tindakan agresi. Dalam jangka panjang, kekuatan militer

China ini juga diarahkan untuk mampu menjamin negara ini menjadi bagian

integral dari pengaturan keamanan di kawasan, khususnya Asia Timur, dan

juga sebagai penjamin untuk menopang pengaruh politik luar negeri China di

dunia internasional. Terlihat di sini bahwa hard power (kekuatan militer), sebagai

ciri utama realisme, menjadi salah satu instrumen penting yang digunakan China

untuk meningkatkan pengaruh dalam politik hubungan antarbangsa, terutama

di Asia Timur.

Page 24: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

430 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

Pengembangan kekuatan militer dan modernisasi persenjataan China

yang terus berkembang perlu diantisipasi dan disikapi secara kritis oleh negara-

negara di kawasan, mengingat potensi konflik masih mewarnai hubungan China

dengan negara-negara tetangganya di kawasan Asia Timur. Adanya sikap kritis

dan respon negara-negara di kawasan terhadap pengembangan kekuatan militer

China, yang antara lain juga dilakukan melalui peningkatan kemampuan militernya,

menunjukkan bahwa nuansa power telah mewarnai hubungan politik keamanan

diantara negara-negara kawasan Asia Timur tersebut. Meskipun demikian,

pengembangan diplomasi konstruktif perlu terus dilakukan diantara negara-

negara kawasan ini. Ini artinya, di tengah potensi konflik dan berlangsungnya

hubungan antarnegara yang bernuansakan power, pada saat yang sama perlu

terus dibangun sikap saling percaya (Confidence Building Measures) antara

China dengan negara-negara tetangganya di kawasan Asia Timur.

Page 25: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

431Pengembangan Kekuatan Militer .......

Daftar Pustaka

Avery Goldstein, Rising to the Challenge: China’s Grand Strategy and International

Security, Stanford University Press, 2005.

Charles W. Kegley dan Eugene R. Wittkopf, World Politics: Trends and

Transformation, Belmont: Wadsworth, 2003.

Daniel Burstein dan Arne de Keijzer, Big Dragon – China’s Future: What it means

for Business, the economy, and the global order, New York: Simon &

Schuster, 2008.

Daniel J. Dzurek, “The Spratly Island Dispute: Who’s On First,” dalam

International Boundaries Research Unit, Maritime Briefing, Vol. 2, No.

1, 1996, hal. 7-21.

Daniel S. Papp, Contemporary International Relations, Boston: Allyn & Bacon,

1997.

David Shambaugh, Modernizing China’s Military: Progress, Problems, and

Prospects, Berkeley: University of California Press, 2003.

Dennis J. Blasko, The Chinese Army Today: Tradition and Transformation for

the 21st Century, Routhledge, 2005.

Diana Lary, China’s Republic, New York: Cambridge University Press, 2007.

Han Yong-sup, “Analyzing South Korea’s Defense Reform 2020,” The Korean

Journal of Defense Analysis, Vol. XVIII, No. 1 (Spring), 2006, hal.

112-134.

Jagannath P. Panda, “The Modernization Drive of the PLA and the New Defense

White Paper,” China and Eurasia Forum Quaterly, Vol. 5, No.I, 2007,

hal. 21-28.

Jungmin Seo, “China Rising: Peace, Power, and Order in East Asia, Korean

Studies, Vol. 32, University of Hawaii Press, 2008.

J.N. Mak, “The Asia Pacific Security Order” dalam Anthony McGrew and

Christopher Brook (eds.), Asia-Pacific in the New World Order, London:

Routledge, 1998.

Kerry Dumbaugh, “China’s 17th Communist Party Congress, 2007: Leadership

and Policy Implications,” CRS Report for Congress, 5 Desember 2007.

Lowell Dittmer, “Chinese Reform Socialism Under Deng Xiaping: Theory and

Practice,” dalam Michael Y.M. Kau dan Susan H. Marsh (eds.), China

in the Era of Deng Xiaoping, M.E. Sharpe, 1995.

Ole R. Holsti, “Theories of International Relations and Foreign Policy: Realism

and Its Challenges” dalam Charles W. Kegley (ed.), Controversies in

Page 26: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

432 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

International Relations Theory: Realism and the Neoliberal Challenges,

New York: Sint Martin’s Press, 1995.

Paul H.B. Godwin, “The PLA Faces the Twenty-First Century: Reflections on

Technology, Doctrine, Strategy, and Operations,” dalam James R. Lilley

dan David Shambaugh (eds.), China’s Military Faces the Future, M.E.

Sharpe, 1999.

Paul K. Huth, Standing Your Ground: Territorial Disputes and International Conflict,

University of Michigan Press, 1998.

Paul R. Viotti dan Mark Kauppi, International Relations and World Politics:

Security Economy and Identity, Upper Saddle River: Prentice Hall, 1997.

Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory: Realism,

Pluralism, Globalism and Beyond, Boston: Allyn & Bacon, 1999.

Richard L. Edmond (ed.), The People’s Republic of China After 50 Years, USA:

Oxford University Press, 2000.

Robert S. Ross, “Balance of power politics and the rise of China: Accomodation

and balancing in East Asia,” Security Studies (15), 2006, hal. 355-395.

Rod Thornton, Asymmetric Warfare, Polity Press, 2007.

Rosemary Foot, “Chinese strategies in a US hegemonic global order:

Accommodating and hedging”, dalam International Affairs (82), 2006,

hal. 77-94.

Steven L. Spiegel, dkk, World Politics in A New Era, Oxford University Press,

2009.

Steven W. Mosher, Hegemon: China’s Plan to Dominate Asia and the World,

Publisher: Encounter Books, 2000.

“The Basics of Japan’s Defense Policy, the National Defense Program Guidelines,

and the New Mid-Term Defense Program”, Defense of Japan 2005,

Japan Defense Agency, 2005, hal. 18-31.

Timothy Cheek, Mao Zedong and China’s Revolutions, New York: Bedford/St.

Martin’s, 2002.

Walter J. Boyne (ed.), Air Warfare: An International Encyclopedia, ABC-CLIO,

2002.

Page 27: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

433Pengembangan Kekuatan Militer .......

Surat Kabar:

“Jepang Berencana Kembangkan Kapal Selam Tercanggih”, Kompas, 18 Oktober

2006.

Michael Richardson, “China military buid-up scares Asian neighbours”, The

Jakarta Post, 17 April 2007.

Thom Shanker, “U.S. Sees Chinese Military Rise”, International Herald Tribune,

26 Maret 2009.

Internet:

Alexander Nemets dan Thomas Torda, “PLA Navy: From ‘Green Water’ to ‘Blue

Water’,” Newsmax.com, 26 Juli 2002, http://archive.newsmax.com/

archives/articles/2002/7/25/16133.shtml - diakses 4 April 2009.

Andrew S. Erickson, “PLA Navy Modernization: Preparing for ‘informatized’ War

at Sea,” China Brief, Vol. 8, 29 Februari 2008, http://www.jamestown.org/

programs/chinabrief/single/Itx_news - diakses 4 April 2009.

“Anti-Secession Law,” http://en.wikipedia.org/wiki/Anti-Secession-Law - diakses

24 April 2009.

“China’s defense budget to grow 14,9%,” http://www.chinadaily.com.cn/china/

2009-03/04/content_7535244.htm - diakses 10 April 2009.

“China’s National Defense in 2008,” The State Council Information Office, 20

Januari 2009, http://www.china.org.cn/government/central_government/

2009-01/20/content_1755577.htm - diakses 8 Mei 2009.

“Chinese Ground Forces,” http://www.sinodefence.com/army/default.asp -

diakses 2 April 2009.

“Chinese Naval Forces,” http://www.sinodefence.com/navy/default.asp - diakses

2 April 2009.

“Chinese Naval Bases,” http://www.sinodefence.com/navy/naval-base.asp -

diakses 4 April 2009.

Chinese Air Force, http://www.sinodefence.com/airforce/default.asp - diakses 8

April 2009.

“History of the People’s Republic of China,” http://en.wikipedia.org/wiki/

History_of_the_people’s_Republic_of_China - diakses 2 April 2009.

“Hu Jintao’s Speech to the 17th Party Congress,” http://english.cri.cn/4026/2007/

10/16/191/@284354.htm - diakses 30 Maret 2009.

Page 28: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

434 Kajian Vol 14 No.3 September 2009

“Japan Defense Budget,” http://www.globalsecurity.org/military/world/japan/

budget.htm - diakses 14 April 2009.

“Japan’s New Security Strategy: Multilayered and Cooperative Security Strategy,”

http://www.tokyofoundation.org/en/articles/2008/info-policy-proposal-

japans-new-security-strategy-multilayered-and-cooperative-security-

strategy - diakses 14 April 2009.

“Japan Urges Greater Chinese Transparancy On Military Plans,” Agence France

Presse, 31 Mei 2008, http://chinadigitaltimes.net/2008/05/japan-urges-

greater-chinese-transparancy-on-military-plans/ - diakses 14 April 2009.

Jose Miguel Alonso Trabanco, “The Great Dragon Awakens: China Challenges

American Hegemony”, Centre for Research on Globalization, 2 Februari

2009, http://www.globalresearch.ca/index.php?context=va&aid=11638

- diakses 8 Mei 2009.

Jung Sung-ki, “South Korea To Overhaul Modernization Plan,” Defense News,

15 Desember 2008, http://www.defensenews.com/story.php?!=3863636

– diakses 20 April 2009.

Lin Biao, “Long Live the Victory of People’s War,” Lin Biao Reference Archive

(Online Version), 2003, http://www.marxists.org/reference/archive/lin-

biao/1965/09/people’s_war/index.htm - diakses 3 April 2009.

“Pentagon report: China’s military expanding its capabilities”, CNN.com/asia,

26 Maret 2009. http://www.cnn.com/2009/WORLD/asiapcf/03/25/

china.military.report/ - diakses 30 Maret 2009.

People’s Liberation Army Air Forces Bases, http://www.globalsecurity.org/military/

world/china/airbase.htm - diakses 5 April 2009.

“People’s Liberation Army Ground Force,” http://en.wikipedia.org/wiki/

People’s_Liberation_Army_Ground_Force - diakses 2 April 2009.

“Republic of China Navy,” http://www.globalsecurity.org/military/world/taiwan/

navy.htm - diakses 28 April 2009.

Rob Taylor, “China arms spend promts South Korea arms race warning”, Kantor

Berita Reuters, 5 Maret 2009, http://www.reuters.com/article/topNews/

idUSTRE5241UD20090305 - diakses 19 April 2009.

“South Korea Plans 9 % Increase in 2008 Defense Budget,” http://

www.defenseindustrydaily.com/south-korea-plans-9%-increase-in-2008-

defense-budget-03877/ - diakses 20 April 2009.

“Taiwan defense budget,” http://www.globalfirepower.com/defense-spending-

budget.asp - diakses 26 April 2009.

Page 29: Pengembangan-Kekuatan-Militer-China-dan-Dampaknya-Terhadap-Kawasan-Asia-Timur-2009.pdf

435Pengembangan Kekuatan Militer .......

“Taiwan flexes its military might at National Day parade,” http://

www.chinapost.com/tw/news/2007/10/11/126124/Taiwan-flexes.htm -

diakses 26 April 2009.

Wu Jun Sun Xiangli Hu Side, “The Impact of Revolution in Military Affairs on

China’s Defense Policy,” http://www.lincei.it/rapporti/amaldi/papers/XV-

WuRMAImpact.pdf - diakses 4 April 2009.