pengembangan kawasan candi plaosan, klaten, jawa...

8
Pengembangan Kawasan Candi Plaosan, Klaten, Jawa Tengah Panggih Aprillyanto, Ir. Arief Rahman, MT., Lilik Setiawan HP, ST., MT. Jurusan Teknik Arsitektur FTSP UG Jln. Akses UI Kelapa Dua, Depok INDONESIA Intisari— Candi merupakan situs peninggalan purbakala, benda bersejarah hasil karya seni budaya nenek moyang yang sangat tinggi nilainya. Candi juga berkaitan erat dengan ajaran, falsafah, adat, budaya dan agama yang berkembang pada zaman dahulu di masa candi tersebut dibangun, dimana satu sama lainnya saling mempengaruhi secara positif. Salah satu candi bersejarah yang merupakan warisan budaya bernilai tinggi yang ada di Indonesia adalah Candi Plaosan. Candi yang terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini merupakan perpaduan antara aliran agama Budha dan Hindu namun dilihat dari bentuk dan reliefnya Candi Plaosan mencirikan peninggalan budaya Budha. Selain memiliki nilai historis dan budaya, candi ini juga memiliki makna keagamaan dan ajaran toleransi yang tinggi, karena berada dalam satu komplek dengan Candi Prambanan yang bernafaskan budaya Hindu yang berbeda dengan Budha. Banyaknya nilai serta makna diatas dari situs Candi Plaosan ini harus dapat dilestarikan, sekaligus harus dapat didayagunakan dengan cara mengolah atau merevitalisasi lingkungan sekitar dengan cara menambahkan fungsi bangunan baru sebagai pendukung kegiatan yang berlangsung di dalam kawasan candi. Adapun diantaranya penambahan fungsi bangunan baru yang akan dimasukkan ke dalam perancangan ini adalah penginapan, amphiteater, pusat meditasi, pusat cinderamata, restauran, museum, dan ruang pemugaran. Kata kunci— Pengembangan, Kawasan Candi Plaosan. I. PENDAHULUAN Tujuan dari pengolahan dan penataan kawasan ini adalah menyediakan bangunan yang dapat mendukung aktifitas di dalam kawasan candi khususnya untuk kegiatan rohani yang berlangsung di dalam Candi Plaosan. Selain itu juga untuk mendukung upaya pelestarian situs purbakala melalui kegiatan pariwisata, menyediakan wadah bagi kaum akademis dalam proses pemerolehan informasi mengenai religi serta kebudayaan masa lalu, serta mendorong tumbuhnya peluang usaha dan partisipasi masyarakat lokal di dalam kawasan sekitar Candi Plaosan yang diharapkan akan meningkatkan nilai manfaat ekonomi mauapaun nilai sosial dari keberadaan candi ini. II. DESKRIPSI PROYEK Judul Proyek : Pengembangan Kawasan Candi Plaosan Lokasi : Klaten, Jawa Tengah Luas Lahan : 10 Ha Tema : Soul of The Temple Status Proyek : Semi Riil Pemilik : Pemerintah Fungsi Utama : Wisata, Keagamaan & Cagar Budaya Fasilitas : - Kantor Pengelola - Restaurant - Tempat Meditasi - Area Souvenir - Penginapan - Amphitheater - Pusat Informasi dan Museum Arkeologi

Upload: nguyenliem

Post on 02-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pengembangan Kawasan Candi Plaosan,

Klaten, Jawa Tengah Panggih Aprillyanto, Ir. Arief Rahman, MT., Lilik Setiawan HP, ST., MT.

Jurusan Teknik Arsitektur FTSP UG

Jln. Akses UI Kelapa Dua, Depok INDONESIA

Intisari— Candi merupakan situs peninggalan purbakala,

benda bersejarah hasil karya seni budaya nenek moyang yang

sangat tinggi nilainya. Candi juga berkaitan erat dengan

ajaran, falsafah, adat, budaya dan agama yang berkembang

pada zaman dahulu di masa candi tersebut dibangun, dimana

satu sama lainnya saling mempengaruhi secara positif.

Salah satu candi bersejarah yang merupakan warisan

budaya bernilai tinggi yang ada di Indonesia adalah Candi

Plaosan. Candi yang terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan,

Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini

merupakan perpaduan antara aliran agama Budha dan Hindu

namun dilihat dari bentuk dan reliefnya Candi Plaosan

mencirikan peninggalan budaya Budha. Selain memiliki nilai

historis dan budaya, candi ini juga memiliki makna

keagamaan dan ajaran toleransi yang tinggi, karena berada

dalam satu komplek dengan Candi Prambanan yang

bernafaskan budaya Hindu yang berbeda dengan Budha.

Banyaknya nilai serta makna diatas dari situs Candi

Plaosan ini harus dapat dilestarikan, sekaligus harus dapat

didayagunakan dengan cara mengolah atau merevitalisasi

lingkungan sekitar dengan cara menambahkan fungsi

bangunan baru sebagai pendukung kegiatan yang berlangsung

di dalam kawasan candi. Adapun diantaranya penambahan

fungsi bangunan baru yang akan dimasukkan ke dalam

perancangan ini adalah penginapan, amphiteater, pusat

meditasi, pusat cinderamata, restauran, museum, dan ruang

pemugaran.

Kata kunci— Pengembangan, Kawasan Candi Plaosan.

I. PENDAHULUAN

Tujuan dari pengolahan dan penataan kawasan ini

adalah menyediakan bangunan yang dapat mendukung

aktifitas di dalam kawasan candi khususnya untuk kegiatan

rohani yang berlangsung di dalam Candi Plaosan. Selain itu

juga untuk mendukung upaya pelestarian situs purbakala

melalui kegiatan pariwisata, menyediakan wadah bagi kaum

akademis dalam proses pemerolehan informasi mengenai

religi serta kebudayaan masa lalu, serta mendorong

tumbuhnya peluang usaha dan partisipasi masyarakat lokal di

dalam kawasan sekitar Candi Plaosan yang diharapkan akan

meningkatkan nilai manfaat ekonomi mauapaun nilai sosial

dari keberadaan candi ini.

II. DESKRIPSI PROYEK

Judul Proyek : Pengembangan Kawasan Candi Plaosan

Lokasi : Klaten, Jawa Tengah

Luas Lahan : 10 Ha

Tema : Soul of The Temple

Status Proyek : Semi Riil

Pemilik : Pemerintah

Fungsi Utama : Wisata, Keagamaan & Cagar Budaya

Fasilitas : - Kantor Pengelola - Restaurant

- Tempat Meditasi - Area Souvenir

- Penginapan

- Amphitheater

- Pusat Informasi dan Museum Arkeologi

III. TEMA KONSEP

Tema yang digunakan dalam perancangan ini adalah

“Soul Of The Temple”, dimana penjabarannya adalah sebagai

berikut :

- Soul : Jiwa, adalah roh manusia (yang ada di dalam tubuh

dan menyebabkan seseorang hidup); nyawa; sesuatu atau

orang yg utama dan menjadi sumber tenaga dan

semangat; isi (maksud) yg sebenarnya; suatu jiwa atau

rasa yang terdapat dalam suatu objek, baik objek hidup

ataupun objek mati.

- Temple : Candi, yaitu bangunan kuno yg dibuat dari batu

(sebagai tempat pemujaan, penyimpanan abu jenazah

raja-raja, pendeta-pendeta Hindu atau Buddha pada

zaman dulu).

Jadi maksud dari tema “Soul Of The Temple” adalah

mempergunakan jiwa-jiwa yang menjadi unsur utama dalam

terbentuknya candi, seperti Aksis, Hirarki, dan Tridhatu dalam

modul penataan bangunan dan kawasan, sehingga terjadi

kesinambungan antara desain dengan objek utama.

Candi Plaosan merupakan candi beraliran Buddha

yang memiliki banyak nilai serta makna seperti historis,

budaya, keagamaan, dan lainnya sehingga harus dapat

dilestarikan sekaligus harus dapat didayagunakan dengan cara

mengolah atau merevitalisasi lingkungan sekitar dari candi

bersejarah tersebut. Dalam hal ini, konsep yang ada pada

bangunan lama (candi) turut diterapkan pada bangunan baru.

IV. ANALISIS SITE

A. Aksesibilitas

Lokasi Candi Plaosan yang berada di Jalan Sewu

yang merupakan jalan yang menghubungkan antara jalan raya

utama Jogja Solo dengan area Perkompleksan Candi

Prambanan merupakan sarana yang sangat memadai sebagai

sarana pencapaian menuju Candi Plaosan dengan dimensi

jalan yang cukup besar dan baik karena merupakan jalur

wisata. Pencapaian dapat ditempuh dengan mempergunakan

kendaraan pribadi, bus pariwisata, andong (kereta kuda),

becak, ojek atau dengan berjalan kaki sambil menikmati

pemandangan alam sekitar yang masih alami.

B. Kondisi Eksisting

Luas kawasan Candi Plaosan sendiri mencapai 10 Ha

dimana ini merupakan area penyangga yang tidak

diperbolehkan adanya pembangunan apapun di dalamnya,

sedangkan wilayah pengembangan haruslah berada pada zona

pengembangan yaitu diluar zona penyangga yang saat ini

merupakan areal persawahan milik warga dengan status tanah

sertifikat hak milik, dimana rencana pengembangan candi ini

sudah sesuai dengan rencana pemerintah setempat yang akan

mengembangkan area Candi Plaosan sebagai kawasan wisata

candi.

Site terpilih berada pada zona pengembang dengan

panjang site 198.400 meter yang membentang dari utara ke

selatan, dan lebar 460.225 meter yang membentang dari timur

ke barat, dimana site ini terletak pada bagian barat areal

kompleks Candi Plaosan yang 70% nya merupakan lahan

kosong berupa areal persawahan milik desa, dan 30% nya

merupakan perumahan penduduk.

Kondisi Eksisting Site

Sedangkan untuk keadaan topografi di Kawasan

Candi Plaosan yang memiliki tingkat kelerengan yang datar

yaitu di kisaran 0% sampai dengan 2% sehingga padakawasan

ini sangat memungkinkan untuk dikembangkan berbagai

macam kegiatan di dalamnya.

Candi Plaosan juga memiliki potensi view yang

sangat menarik dimana candi ini berada di kawasan yang

masih sangat alami dikelilingi oleh area persawahan milik

warga Desa Plaosan, pegunungan, hutan dan desa tradisional

dengan bentuk arsitektural tradisional Jawa, serta jauh dari

kebisingan dan polusi karena letaknya yang agak jauh dari

jalan utama sehingga sangat memungkinkan untuk memberi

bukaan dari dalam ke luar site.

Aspek View dari Site

V. KONSEP PERANCANGAN

A. Konsep Dasar

Ide dasar yang digunakan dalam perancangan ini

adalah candi, dimana konsep yang diambil merupakan

adaptasi dari beberapa konsep yang diterapkan di dalam

pembentukan candi pada masanya dan dijadikan konsep dasar

dalam perancangan ini.

1) Struktur Candi (3 Dhatu) : Konsep pertama yang

diambil adalah konsep Tri Dhatu, dimana konsep dalam ajaran

Buddha merupakan tahapan yang harus dilalui oleh mereka

yang ingin mencapai ke-Buddha-an. Hal ini juga merupakan

simbol lingkungan alam semesta.

Bangunan candi secara vertikal terdiri dari 3 bagian,

yaitu :

a. Bagian kaki yang disebut Kamadhatu;

b. Bagian tubuh yang disebut Rupadhatu;

c. Bagian atap yang disebut Arupadhatu.

Konsep 3 Dhatu

2) Hirarki : Hirarki secara ritual menggambarkan

adanya suatu prosesi menuju ke sesuatu yang ditinggikan.

Konsep ini diterapkan pada pola penataan kawasan candi

dengan adanya perbedaan baik secara bentuk dan dimensi. Hal

ini dapat dilihat berdasarkan skala besaran candi induk, candi

anak, perwara dan stupa yang saling memiliki perbedaan

besaran untuk mempertegas posisi atau keberadaan dari candi

induk. Konsep hirarki dalam bangunan candi juga diterapkan

dalam besaran ruang yang tercipta di dalamnya.

3) Aksis : Letak Candi Plaosan Lor dan Kidul pada

dasarnya bersumbu tegak lurus dari Gunung Merapi, yang

mana pada zaman dahulu gunung dianggap sebagai bentukan

alam yang sakral sehingga dijadikan tempat suci ritual dan

keberadaanya dijadikan sebagai kiblat bangunan keagamaan

pada masanya.

Pada Candi Plaosan Lor, terdapat sebuah teras batu

yang cukup luas mirip panggung dengan perwara di sisi-

sisinya yang disebut mendapa. Mendapa ini berfungsi sebagai

altar meditasi dan upacara keagamaan, terletak pada sisi

paling utara dari Candi Plaosan Lor sehingga menghadap

langsung ke arah Gunung Merapi. Hal ini menunjukkan

kegiatan peribadatan sangat diutamakan sehingga ditempatkan

pada sisi pertama yang secara langsung menghadap ke arah

Gunung Merapi.

Sumbu aksis utama didapat berdasarkan pada pola

Candi Induk (Plaosan Lor), yang tepat berada di belakang

mendapa lalu diikuti lagi oleh Candi Anak (Plaosan Kidul)

tegak lurus di belakang Candi Induk. Kemudian pada candi

utama (Plaosan Lor) yang pada zaman dahulu terdapat sebuah

gerbang masuk areal candi, yang dimana hal ini diperkuat

dengan adanya peninggalan reruntuhan yang membentuk

sumbu aksis primer yang memotong site secara vertikal.

Aksis utama dan aksis primer candi

B. Penerapan Konsep Pada Tapak

Perencanaan tapak pada site ini menerapkan konsep

aksis yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada penjelasan di

atas, Gunung Merapi dijadikan poros utama oleh candi dalam

menarik sumbu aksis primer. Namun pada site, yang menjadi

poros penarikan sumbu bukan lagi Gunung Merapi, melainkan

adalah candi itu sendiri (candi utama). Hal ini secara tidak

langsung telah membentuk zonasi kawasan berdasarkan jenis

kegiatan yang berlangsung di dalamnya.

Pada sumbu aksis primer ini diletakan fungsi

bangunan utama, yaitu sebagai Museum dan Pusat Informasi.

Peletakan ini bertujuan agar sebelum pengunjung masuk ke

dalam areal candi, pengunjung dapat memperoleh informasi

seputar candi. Sehingga ketika memasuki areal candi

pengunjung sudah memiliki informasi tentang candi tersebut

dan dapat lebih menghargai candi ketika berada di dalam

areanya. Lalu dari bangunan utama sumbu primer diteruskan

dengan fungsi plaza dan pintu masuk site.

Aksis Dalam Site

Sedangkan aksis sekunder pada site didapat

berdasarkan pembagian sumbu horizontal terhadap candi, atau

pembagian searah dengan sumbu utama, sebagai sumbu antara

kegiatan rohani pada bagian utara dan kegiatan komersil pada

bagian selatan. Berdasarkan proses ini terbentuklah

pembagian zona kegiatan pada kawasan site, antara lain zona

utama, zona rekreasi, zona keagamaan dan entrance dan zona

service.

Pembagian zona kegiatan dalam site

Kemudian untuk lansekap, plaza pada kawasan

mengambil konsep berdasarkan bentuk geometri susunan batu

candi yang membentuk kotak-kotak secara acak, dimana

material yang dipergunakan adalah perpaduan acak antara 4

unsur penting dalam keagamaan Budha, yaitu tanah

(rerumputan), batu (perkerasan), air (kolam), dan kayu

(pohon).

Lansekap pada plaza

C. Gubahan Massa

Gubahan massa pada bangunan utama mengadopsi

konsep 3 dhatu yang telah dijelaskan sebelumnya, sebagai

bentuk penyelaras antara bangunan utama terhadap candi

sebagai objek utama, penerapannya melalui pembagian 3

bagian bangunan secara vertikal, antara lain :

1. Kamadhatu (kaki); pada bangunan utama ini

direpresentasikan pada lantai dasar yang memiliki banyak

aktifitas dan kegiatan masal.

2. Rupadhatu (tubuh); pada bangunan utama ini diterapkan

pada level kedua yang kegiatannya mulai terfokus atau

hanya satu jenis aktifitas saja.

3. Arupadhatu (atap), pada level ini ini direpresentasikan

dengan atap yang mengadopsi budaya tradisional khas

Jawa sebagai identitas lokalitas lingkungan dalam

bangunan utama.

Konsep 3 Dhatu dalam aktifitas ruang

Hasil Gubahan Massa

Sedangkan untuk bangunan pendukung sengaja

dirancang dengan level ketinggian yang lebih rendah

dibandingkan bangunan utama, dengan bentukan yang

menyatu seperti kontur dan material yang “ringan” sehingga

mempertegas identitas bangunan utama. Ini merupakan

penerapan dari konsep hirarki yang bertujuan agar bangunan

utama lebih menonjol dan menjadi focal point diantara

bangunan pendukung lainnya. Penerapan konsep hirarki ini

secara dimensi juga membentuk skyline kawasan yang

menyatu dengan objek utama yaitu candi.

Skyline yang membentuk hierarki bangunan

Hirarki pada bangunan

D. Struktur dan Konstruksi

1) Struktur Atap : Struktur atap pada bangunan utama

mempergunakan rangka baja profil I (lihat gambar A).

Sedangkan pada bangunan pendukung, struktur atap bangunan

mempergunakan rangka atap baja ringan (lihat gambar B) dan

dak beton bertulang sebagai penopang roof garden (lihat

gambar C).

A

B

C

Struktur atap

2) Badan Bangunan : Struktur yang dipergunakan

dalam perancangan badan bangunan mempergunakan struktur

konvensional, yaitu kolom beton bertulang.

Struktur badan bangunan kolom

VI. HASIL PERANCANGAN

A. Peta Situasi

Site Plan dan Block Plan

B. Bangunan Utama

Tampak bangunan utama

Interior lobby bangunan utama dengan konsep

modern sengaja dibuat sebagai alur cerita masuk ke dalam

bangunan utama.yang didalamnya terdapat seqwence cerita

masa lalu hingga masa sekarang. Interior pada bangunan

utama lantai 2,mengusung konsep rumah khas Jawa Tengah,

tiang soko guru dengan material beton dilapis dengan

finishing model kayu dengan ornamen batik, sedangkan pada

plafond rangka atap sengaja diekspose agar semakin

memperkuat kesan joglo di dalam bangunan.

Interior museum

C. Bangunan Utama

Plaza

Plaza utama dengan elemen air, rumput dan

perkerasan dibentuk sedemikian rupa menyerupai pola

susunan batu candi yang dimodifikasi dengan perbedaan

material. Untuk memberikan efek sensasi berbeda pada area

tersebut.

Tampak depan meditasi

Bangunan meditasi dirancang dengan konsep

hierarki, dimana bangunan office utama dibentuk bangunan

dengan atap konvensional, sedangkan bangunan meditasinya

dibuat tersamar dengan material roof garden.

Tampak depan meditasi

Taman Meditasi

Sisi dalam meditasi, atau meditasi outdoor di desain

dengan perpaduan elemen air, tanah, kayu dan batu sebagai

unsure elemen dasar alam, dengan perkerasan sebagai elemen

buatan memperkuat keadaan lingkungan meditasi lebih

tercipta.

Interior meditasi tertutup

Interior lobby meditasi

Desain interior meditasi menggunakan material batu

candi dan kayu sebagai pendukung kegiatan di dalamnya,

dengan banyaknya bukaan kaca, memberi efek luas dalam

bangunan.

Interior restoran

Tampak restoran

Exterior bangunan restoran yang mengusung konsep

bangunan hierarki terhadap bangunan utama, menjadikan

bangunan restaurant seperti menyatu dengan bangunan utama.

Tampak kios

Tampak depan penginapan

Tampak dalam penginapan

Kamar penginapan

Ruang rapat

Interior ruang rapat dengan pemilihan material

natural, batu dan kayu agar kesan bangunan moder dan tradisi

tetap terasa didalamnya.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan berkah yang diberikan sehingga tugas ini dapat

terselesaikan, kemudian kepada kedua orang tua,

pembimbing, serta teman-teman yang telah membantu dengan

tulus dalam menyelesaikan penulisan ini.

REFERENSI

[1] Ching, Francis D.K. & Paulus Hanoto Aji (penerjemah).

1993. Arsitektur :bentuk, ruang dan susunannya. Jakarta :

Erlangga.

[2] http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-

object/candi/plaosan/ (Diakses tanggal 30 Oktober 2011)

[3] http://cubbyrecha.wordpress.com/2011/02/14/candi-

plaosan-yogyakarta/ (Diakses tanggal 30 Oktober 2011)

[4]http://www.bandungheritage.org/index.php?option=com_c

ont ent&view=article&id=35%3Adefinisipengertian-dalam-

pelestarian-bangunanlingkungan-

&catid=1%3Alatest&Itemid=1 (Diakses tanggal 16

November 2011)

[5] http://www.arsitekturindis.com/?p=370 (Diakses tanggal

20 November 2011)

[6]http://arsitekturkotablitar.blogspot.com/2009/10/perputaka

an-dan-museum-bung-karno.html (Diakses tanggal 18

Desember 2011)

[7] http://www.traveltextonline.com/hotel/hotel-ibis-rajawali-

surabaya-tadinya-gedung-tua-kini-hotel (Diakses tanggal 18

Desember 2011)

[8] http://www.anneahira.com/sejarah-museum-gajah-

10039.htm (Diakses tanggal 18 Desember 2011)

[9] http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php (Diakses

tanggal 19 Desember 2011)

[10] Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek. Jakarta : Erlangga.

[11] Rahardjo, Supratikno. 2002. Peradaban Jawa : Dinamika

pranata politik, agama, dan ekonomi jawa kuno. Jakarta :

Komunitas Bambu.

[12] Roesmanto, Totok. 2007. Pemanfaatan potensi local

dalam arsitektur Indonesia; Pidato Pengukuhan Guru Besar

Arsitektur. Semarang : Universitas Diponegoro.