pengembangan fasilitas pendukung desa pungsari … · dikarenakan pembangunan desa wisata saat ini...

21
PENGEMBANGAN FASILITAS PENDUKUNG DESA PUNGSARI SEBAGAI DESA WISATA BATIK Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Strata I Pada Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Oleh: HANDAYANI DWI AMBARWATI D 300 130 069 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

Upload: vonguyet

Post on 01-Apr-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN FASILITAS PENDUKUNG DESA PUNGSARI

SEBAGAI DESA WISATA BATIK

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Strata I Pada

Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik

Oleh:

HANDAYANI DWI AMBARWATI

D 300 130 069

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

1

PENGEMBANGAN FASILITAS PENDUKUNG DESA PUNGSARI SEBAGAI DESA

WISATA BATIK

ABSTRAK

Konsep wisata yang mementingkan self-experience atau yang sering disebut dengan pengalaman wisata melalui kegiatan yang bertanggung jawab serta melalui tren wisata yang

berbasis suasana kehidupan tradisional, merupakan suatu arahan pengembangan produk pariwisata berbasis sustainable dan inclusive tourism. Hal ini berkaitan dengan konsep Desa Wisata Hijau

yang dicanangkan oleh Kementerian Pariwisata, menyatakan bahwa konsep berkelanjutan dimaknai dengan tidak mengeksploitasi secara besar-besaran entitas sumber daya desa. Maka diperlukan

untuk membangun desa wisata hijau yang masih menjadi embrio di desa Pungsari, Sragen. Tujuannya adalah 1) Pengembangan desa wisata haijau/berkelanjutan berdasarkan pada partispasi

masyarakat lokal; 2) Mengembangkan fasilitas pendukung desa wisata sesuai potensi kerajinan batik; 3) Mengembangkan kawasan desa wisata hijau melalui pemanfaatan material lokal. Metode

pembahasan yang digunakan adalah diskriptif, studi litelature, studi lapangan dan perbandingan data.

Kata Kunci: Pariwisata, Desa Wisata Hijau, Berkelanjutan, Parisipasi Masyarakat, Material Lokal

ABSTRACT

The concept of self-serving tourism or often referred to as a tourist experience through responsible

activities and through the trend of tourism based on the atmosphere of traditional life, is a guide for sustainable tourism development and inclusive tourism. This is related to the concept of Green

Tourism Village proclaimed by the Ministry of Tourism, stating that the concept of sustainable is interpreted by not exploiting large-scale village resource entities. So it is necessary to build a green

tourist village that is still an embryo in the village Pungsari, Sragen. The objectives are 1) Development of hanjau / sustainable tourism village based on local community participation; 2)

Developing support facilities for tourist villages according to the potential of batik handicrafts; 3) Develop a green tourism village area through the utilization of local materials. The method of

discussion used is descriptive, litelature study, field study and data comparison.

Key Word: Tourism, Green Tourism Village, Sustainable, Community Parisipasi, Local Materials

1. PENDAHULUAN

Pariwisata Desa

Konsep wisata yang mementingkan self-experience atau yang sering disebut dengan

pengalaman wisata melalui kegiatan yang bertanggung jawab serta melalui tren wisata yang

berbasis suasana kehidupan tradisional, merupakan suatu arahan pengembangan produk pariwisata

berbasis sustainable dan inclusive tourism. Hal ini mengutamakan keaslian masyarakat lokal dalam

menjalankan ritual adat-istiadat budaya sehari-hari dan pelestarian peninggalan fisik leluhurnya.

Sehingga harapan kedepan program pariwisata dapat berimplikasi mengurangi kantong-kantong

2

kemiskinan, karena image pariwisata rakyat adalah milik rakyat seutuhnya (ASEAN Tourism

Strategic Plan 2016-2025) dalam (Primadella, 2016).

Menanggapi isu di atas maka pemerintah berupaya mensinergikan pasar wisata desa dengan

peningkatan kesejahteraan masyarakat pedalamaan. Sektor pariwisata dianggap mampu meretas

kemiskinan serta mengurangi laju angka pengagguran di pedesaan. Sehingga pencanangan Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata Melalui Desa Wisata menjadi

sangat efektif sebagai instrument program pemerataan dan penyebaran pertumbuhan. Pemerintah

mengklaim industri pariwisata desa sangat ramah dalam penyerapan sumber daya lokal serta

bersifat padat karya. Sehingga transaksi kepariwisataan desa akan sangat berdampak langsung bagi

masyarakat, yaitu mampu menyerap tenaga kerja juga membuka lapangan usaha di berbagai lini

masyarakat (Kemenpar, 2010).

Pembentukan Desa Wisata Hijau (Berkelanjutan)

Di sisi lain, seperti yang disampaikan Simanungkalit, dkk (2017) bentuk pembangunan desa

wisata berkelanjutan sesuai dengan program Pengembangan Desa Wisata Hijau yang dicanangkan

oleh Kementerian Pariwisata, menyatakan bahwa konsep berkelanjutan dimaknai dengan tidak

mengeksploitasi secara besar-besaran entitas sumber daya desa. Perombakan program tersebut

dikarenakan pembangunan desa wisata saat ini bukan mengacu pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat lokal, nilai sosial-budaya, dan kelestarian lingkungan, melainkan mengutamakan

jumlah kunjungan wisatawan secara massal. Maka dari itu prinsip dasar Desa Wisata Hijau tersebut

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Mengembangkan wisata desa yang menjaga kelestarian lingkungan

2. Mengembangkan pelestarian produk wisata berdasarkan sumber daya lokal

3. Mengembangkan pariwisata yang berdasarkan pada nilai-nilai komunitas

4. Mengembangkan bentuk wisata desa dengan tema pusaka-budaya, wisata alam maupun

wisata kreatif

Dari ke-empat tujuan di atas diharapkan konsep Pengembangan Desa Wisata Hijau dapat

berdasarkan pada semboyan “desa membangun” yang bermakna masyarakatlah yang menjadi faktor

utama pengembangan serta ketahanan terbentuknya desa wisata.

Desa Wisata di Pungsari, Sragen

Merujuk pada pengembangan desa wisata bertema kreatif, wilayah Kabupaten Sragen, Jawa

Tengah dikenal sebagai wilayah penghasil kain batik terluas ke-dua di Kota Solo setelah Laweyan.

Selain itu, jumlah pengrajin batik di Kabupaten Sragen terbilang cukup kuat sebagai pemasok

utama permintaan kain batik di Kota Solo. Meskipun demikian produksi kain batik Kabupaten

3

Sragen juga didistribusikan ke pelbagai wilayah Jawa Tengah bahkan ke luar Pulau Jawa. Memang

secara keseluruhan batik khas Sragen belum kuat menciptakan brand batik sendiri, namun hal ini

tidak menyurutkan animo masyarakat Sragen untuk giat mempromosikan batik ciri khas

wilayahnya (Sragen, 2016). Salah satu langkah yang telah ditempuh pemerintah Kabupaten Sragen,

yaitu dengan mengenalkan budaya serta atraksi kekhasan desa dengan dibentuknya kawasan desa

wisata batik. Kawasan desa wisata batik ini tersebar dalam dua kecamatan besar di Kabupaten

Sragen, yaitu di Kecamatan Masaran dan Kecamatan Plupuh. Di Kecamatan Masaran wilayah yang

telah dikukuhkan menjadi desa wisata batik yaitu Desa Kliwonan. Sedangkan untuk Kecamatan

Plupuh sendiri terdapat tiga wilayah terbesar penghasil kain batik, yaitu Desa Pungsari, Desa

Gedongan, dan Desa Jabung. Berdasarkan jumlah perajinan batik yang terus berkembang, maka

pada tahun 2011 Desa Pungsari ditetapkan sebagai kawasan desa wisata batik ke-dua setelah Desa

Kliwonan (sragen.go.id, 2012).

Bedasarkan uraian yang telah disinggung di atas, maka diperlukan pengembangan potensi

kawasan yang terpadu sesuai dengan konsep pembangunan Desa Wisata Hijau. Selain itu,

pembinaan berkelanjutan yang efisien dan fokus pada keseimbangan ekosisten lingkungan akan

berdampak pada kesejahteraan masyarakat lokal yang sesuai nilai-nilai komunitas. Di sisi lain,

pengembangan desa wisata batik yang terencana dan terorganisir secara simultan ini, akan memicu

perbaikan lingkungan alam serta masyarakat secara global. Sehingga perencanaan desa wisata batik

di Desa Pungsari dapat dikatakan sebagai pilot project perbaikan lingkungan maupun peningkatan

kesejahteraan sosial masyarakat yang secara luas.

Rumusan Permasalahan dan Lingkup Pembahasan

Bagaimana mengembangkan fasilitas penunjang desa wisata kreatif yang berkelanjutan

sesuai potensi masyarakat lokal sehingga dapat menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan?

Tujuan

1. Pengembangan desa wisata haijau/berkelanjutan berdasarkan pada partispasi masyarakat

lokal

2. Mengembangkan fasilitas pendukung desa wisata sesuai potensi kerajinan batik

3. Mengembangkan kawasan desa wisata hijau melalui pemanfaatan material lokal

2. METODE PEMBAHASAN

Pemetaan dan Identifikasi Masalah

Lingkup pembahasan ini meliputi beberapa hal terkait, antara lain :

4

1. Pembatasan bahasan dalam laporan ini meliputi disiplin ilmu Arsitektur, sedangkan

disiplin ilmu yang lain hanya sebatas pendukung, yang akan dibahas secara garis besar

dan diselaraskan dengan tujuan dan sasaran.

2. Pemilihan lokasi atau site merupakan lokasi yang sesuai dengan kriteria-kriteria pokok

pembahasan laporan.

3. Kawasan Desa Pungsari merupakan bagian Kabupaten Sragen yang dikelola oleh

pemerintah dan masyarakat sebagai desa wisata batik yang berkelanjutan.

3. HASIL DAN PEMBAHAN

Tinjauan Lokasi Site terpilih

Gambar 3. Sebaran Titik fungsi Kw=awasan Desa Pungsari, Sragen (Sumber: Analisa Penulis2017)

Sebaran titik fungsi kawasan pengembangan Desa Pungsari terbagi menjadi empat Ring.

Ring A berfungsi sebagai Zona Sosial-Ekonomi dimana terdapat aktivitas pasar tradisional. Ring B

berfungsi sebagai Zona Pendidikan-Budaya dimana terdapat fungsi kegiatan TK, Sekolah Dasar,

Penyimpanan alat kesenian dan Puskesmas. Ring C berfungsi sebagai Zona Pemukiman warga.

Ring D berfungsi sebagai Zona Pengembangan kawasan terpadu sebagai tapak pengembangan

fasilitas penunjang desa wisata hijau “batik Pungsari”. Sehingga fokus penataan pada

pengembangan Ring D dengan perencanaan jangka pendek. Sedangkan pada ring yang lain

dilakukan secara bertahap. Hal ini diharapkan mampu menjadi pilot project penataan kawasan di

kelurahan lainnya dengan potensi wilayahnya masing-masing.

Data fisik kawasan Desa Pungsari, antara lain :

1. Luas Kelurahan Pungsari sebesar ±250 Ha

2. Lebar jalan utama 6.00 meter, memiliki bahu jalan 1.5 meter pada ruas kanan dan kiri.

Sedangkan lebar jalan penghubung sebesar 3.00 – 4.00 meter.

5

3. Tidak terdapat pedestrian untuk pejalan kaki, ujung bahu jalan sebagian ditanami pohon

peneduh.

4. Batas-batas wilayah kawasan Desa Pungsari, sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kelurahan Manyarejo

Sebelah Timur : Kelurahan Jembangan

Sebelah Barat : Kelurahan Jabung

Sebelah Selatan : Kelurahan Bukuran

Pengembangan Desa Wisata Hijau/Berkelanjutan Berdasarkan Partisipasi Masyarakat Lokal

Gambar 3 Konsep Desa Wisata Hijau Melalui Pemberdayaan Masyarakat

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Tabel : Konsep Desa Wisata Berkelanjutan Melalui Pemberdayaan Masyarakat

No. Wilayah Perencanaan Konsep Desa Wisata Berkelanjutan

1. Ring A dan Ring B

Support Ekonomi Lokal : Dengan penataan kawasan yang terpadu melalui aktivitas pasar

tradisional

Membentuk Identitas Kawasan :

Melalui sirkulasi dan pencapaian yang jelas, Main Entrance menuju kawasan desa wisata batik, dan tanda yang menjadi ciri

kawasan

Lokalitas dan Kontekstual :

Mengembalikan tradisi gotong royong melalui material lokal dan pelestarian budaya

Pendidikan Karakter dan Mencintai Desa :

Mengenalkan potensi kawasan sejak dini untuk menekan arus

urbanisasi desa, karena rendahnya kemampuan SDM

2. Ring C

Standar Etika dan Inklusi Sosial : Kontribusi terhadap pembentukan lingkungan sosial yang

layak, penguatan nilai-nilai bersama dalam masyarakat

Green Village Sebagai Pilot Project Kawasan :

Menciptakan integrasi perencanaan kawasan terhadap kerangka ekonomi masyarakat yang lebih luas

Sustainable Activity :

Aktivitas warisan budaya yang perlu dilestarikan dan

pengenalan kepada generasi muda, salah satunya dengan memenuhi fasilitas pendukung diciptakannya kegiatan wisata

Transfer Ilmu Ketukangan dan Kerajinan:

Adanya cross keterampilan antar masyarakat lokal dengan

6

kurator ilmu dibidangnya maupun antara masyarakat ahli dengan wisatawan. Hal ini mampu menciptakan up grade

kemampuan dalam membatik maupun ketukangan . Dalam

ranah ini arsitek berperan untuk memberi edukasi terkait

desain, perlaukuan material seta dan pola tata massa kawasan kepada masyarakat lokal.

3. Ring D

Dampak Arsitektur dan Estetika :

Perencanaan kawasan mampu menyampaikan standar kualitas

arsitektur yang tinggi sebagai bentuk umum dan ekspresi

budaya. Perbaikan kondisi kontekstual kawasan merespon lingkungan alam yang dibangun

Re-Modelling Lingkungan Binaan :

Perencanaan kawasan dalam jangka pendek dan kemampuan

bangunan dalam jangka panjang yang melibatkan masyarakat

Sumber Daya dan Kinerja Lingkungan :

Meminimalkan jejak ekologi proyek dan memaksimalkan

dampak positif terhadap lingkungan. Strategi penggunaan lahan

dan kebijakan yang melestarikan alam. Penggunaan material lokal sebagai respon mengurangi jejak emisi karbon. Konsep

inovatif terhadap desain dan kebijakan penggunaan material.

Integrasi masyarakat dengan pemerintah desa dalam pengelolaan wisata desa secara

partisipatif

Gambar 4 : Konsep Pengelolaan Desa Wisata Secara Partisipatif

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Guideline Design Perencanaan Pola Tata Kawasan Pungsari, Sragen

7

Gambar 5 : Tahap Perencanaan Desa Wisata Batik

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Pengembangan Faslitas Pendukung Ring A-B

Gambar 6 : Pengembanagn Fasilitas Pendukung Ring A dan Ring B

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Gambar 7 : Denah Parkir Bongkar Muat Pasar Ring A dan B

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Gambar 8 : Perspektif Parkir Bongkar Muat Pasar Ring A dan B

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Pengembangan Faslitas Pendukung Ring C

8

Ganbar 9 : Pengembanagn Fasilitas Pendukung Ring C

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Gambar 10 : Sculpture Batik Ring C

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Gambar 11 Pedestrian dan Shopping Arcade Ring C

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Gambar 12 Potongan Pedestrian dan Shopping Arcade Ring C

Sumber : Analisa Penulis, 2017

9

Pengembangan Faslitas Pendukung Ring D

Gambar 13 :Pengembanagn Fasilitas Pendukung Ring D

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Analisa dan Konsep Zonifikasi D

Gambar 0-1 Konsep Zonifikasi Ring D

Sumber : Analisa Penulis, 2017

Analisa dan Kosnep Vegetasi

Tanaman Fungsi Bagian yang

Digunakan Perletakan

Rambutan

Kulit buah, daun dan

kulit kayu

Pada Ring D

Mangga Kulit batang, kulit kayu Pada Ring A – Ring D

10

Jengkol

Kulit buah, Kulit biji,

Kulit batang, daun

Pada Ring D

Alpukat

Daun dan Kulit Kayu Pada Ring D – Ring C

Mengkudu

Buah, Daun dan Kulit

batang

Pada C

Angsana

Daun dan Kulit kayu Pada Ring A – Ring B

Ketapang Daun dan Kulit kayu Pada Ring A – Ring B

11

Tingi

Kulit kayu dan getah Pada Ring C

Secang

Daun dan Kulit kayu Pada Ring A – Ring B

Bixa

Buah dan biji Pada Ring A – Ring B

12

Analisa dan Konsep Ruang

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui pelaku, kegiatan, kebutuhan ruang, dan besaran ruang yang dibutuhkan. Dasar pertimbangan dalam

menentukan besaran ruang, yaitu : pola kegiatan mikro, makro, standar besaran ruang dan flow.

No

.

Zona

Perencanaan Aktivitas

Jenis Ruang /

Fasilitas

Kapasita

s

Standa

r Flow Sumber Data

Jumlah Besaran

Ruang Ruang

1 Zona

Homestay

Area santai Teras 2 1,2 50% DA, BPS, TA 1 3,6

MCK Kamar mandi 2 1,2 30% DA, BPS, TA 1 3,12

Tidur Ruang tidur 2 2,4 100% DA, BPS, TA 1 9,6

TOTAL 16,32

2 Zona

Penunjang

Parkir Parkir Mobil 20 27 100% DA,BPS,DBS, 1 540

LLAK,TA

Parkir Motor 100 3 100% DA,BPS,DBS, 1 300

LLAK,TA

Parkir Sepeda 20 2 100% DA,BPS,DBS, 1 40

LLAK,TA

Parkir Bus 1 48 100% DA,BPS,DBS, 1 96

Ibadah Mushola 50 1,2 30% DA,BPS,DBS,TA 1 78

Tempat wudhu 4 0,8 30% DA,BPS,DBS,TA 2 4,16

MCK Kamar mandi 1 1,5 30% DA,BPS,DBS,TA 5 3,75

Wastafel 1 0,9 30% DA,BPS,DBS,TA 4 1,98

Area Mengelola Administrasi Office/Service 5 1,2 30% DA,BPS,DBS,TA 1 7,8

Area Pelayanan Ruang Informasi 2 1,2 30% DA, LLAK, TA 1 3,12

Memasak Pantry 1 1,5 40% DA,BPS,DBS,TA 1 2,1

Keamanan Pos Jaga 2 1,2 30% DA, BPS, TA 1 3,12

13

Area Penyimpanan Lavatory 5 1,2 30% DA, BPS, TA 1 7,8

Penjualan Batik dan kriya kayu

Showroom Batik 8 0.8 30% DA, BPS, TA 5 15,4

Belajar Membatik Tulis dan Workshop batik 5 1,2 30% DA, LLAK, TA 5 15

Belajar Menenun ATBM

Mengolah Limbah Cair IPAL 1 60 30% DA, LLAK, TA 1 78

Penyimpanan Alat Musik Bambu Saung Bambu 4 4 50% DA, BPS, TA 1

24

dan alat musik Keroncong

TOTAL 1220,23

3 Zona

Landskap

Pementasan Kesenian Amphi 200 1,2 30% DA, BPS, TA 1 240

Penerimaan Sculpture 20 2 100% DA, BPS, TA 1 80

TOTAL 320

4 Gallery Seni

Pameran Busana Catwalk fashion 100 1,2 30% DA,BPS,DBS,TA 1

156

Sosialisasi Hall 100 1,2 30% DA,BPS,DBS,TA 1

156

Penyimpanan Barang Lavotary 2 3 30% DA,BPS,DBS,TA 1 7,8

MCK Kamar Mandi 1 1,5 30% DA,BPS,DBS,TA 4 3,3

Wastafel 1 0,9 30% DA,BPS,DBS,TA 4 1,98

Penyimpanan Batik Klasik Art Studio 20 1,5 50% DA,BPS,DBS,TA 1 45

Penyimpanan Alat Kebersihan Jaritory 2 1,2 50% DA,BPS,DBS,TA 1 3,6

TOTAL 374

5 Zona Resto Membayar Kasir 1 1,2 30% DA,BPS,DBS,TA 1 1,56

Logistik/memasak Dapur 5 1,8 100% DA,BPS,DBS, 1 18

14

Gallery makanan olahan Storage (gallery) 20 1,2 50% DA,BPS,DBS, 1 36

Penyimpanan Makanan Storage (gallery) 10 1,2 30% DA,BPS,DBS, 1 15,6

MCK Kamar mandi 1 1,5 30% DA,BPS,DBS, 4 3,3

Wastafel 1 0,9 30% DA,BPS,DBS,TA 4 1,98

Makan Ruang Makan 100 1,2 30% DA,BPS,DBS,TA 1 156

TOTAL 232,44

6 Mekanikal

Mekanikal Ruang Genset 2 10 30% DA 1 26

Mekanikal Ruang Pompa 2 1 30% DA 1 2,6

Sirkulasi Vertikal Tangga 15 7 30% DA 1 136,5

Sirkulasi Vertikal Ramp 40 5 30% DA 1 260

TOTAL 425,1

JUMLAH BESARAN RUANG

2.588

SIRKULASI 30% 4.658,40

LUAS KESELURUHAN

7.246

(Sumber: Analisa Pribadi, 2017)

15

Analisa dan Konsep Arsitektur

NO. BENTUK TAMPILAN ARSITEKTUR KETERANGAN

1.

Bentuk perspektif eksterior kawasan desa wisata batik

dengan masterplan dan legenda

: Gelari seni, resto apung,

homestay dengan 4 tipe pembangunan, amphitheater

dan teather room

2.

Bentuk dari perspektif eksterior

galeri seni dan resto, bentuk

dari tampak depan pembangunan

3.

Perspektif eksterior homestay

tipe 3

4.

Perspektif interior dari

homestay tipe 4, kapasitas 4

orang dalam satu kmar. Bed berukuran 1m x 1,2m

4. PENUTUP

Desa Wisata Batik Pungsari diharapkan bisa menjadi prototype percontohan pada kasus serupa.

Menyelesaikan 3 tujuan utama yaitu, Pengembangan desa wisata haijau/berkelanjutan berdasarkan

16

pada partispasi masyarakat lokal, Mengembangkan fasilitas pendukung desa wisata sesuai potensi

kerajinan batik, Mengembangkan kawasan desa wisata hijau melalui pemanfaatan material lokal

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, H. D. (2017). Identifikasi Potensi Desa Wisata Batik Berbasis Partisipasi Masyarakat. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ashidiqi, H. (2016). Pengembangan Desa Wangen Sebagai Kawasan Wisata islami. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

bappeda.sragenkab.go.id. (2011, Oktober). Dipetik Oktober 11, 2017, dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Sragen:

http://bappeda.sragenkab.go.id/index.php?page=halaman&id_sub=24 batikgirliindonesia.com. (2017, Mei 1). Dipetik September 30, 2017, dari Sejarah Sentra Batik

Sragen, Batik Girli: http://batikgirliindonesia.com/sejarah-sentra-batik-sragen-batik-girli-detail-5590

Chusmeru, & Noegroho, A. (2010). Potensi Ketenger Sebagai Desa Wisata di Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas. Analisis Pariwisata Volume 10 Nomor 1, 16.

Dewi, L. G. (2013). Usaha Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Beraban Dalam Pengelolaan Tanah Lot Secara Berkelanjutan. Analisis Pariwisata Volume 13 Nomor 1, 32.

Dewi, M. H., Fandeli, C., & Baiquni, M. (2013). Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa Wisata jatiluwih, Tabanan, Bali. Kawistara Volume 3 Nomor 2,

131-134. Hidayah, R. (2016). Dalam R. Hidayah, Strategi Survival Industri Kecil Gerabah Kasongan

Kabupaten Bantul Pasca ACFTA (hal. 170-171). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Kemenpar. (2010, Maret 18). kemenpar.go.id. Dipetik Mei 11, 2017, dari (PNPM) Mandiri

Pariwisata Melalui Desa Wisata: htttp://www.kemenpar.go.id Pranyoto, V. S. (2016, Agustus 21). jogja.anataranews.com. Dipetik Juli 12, 2017, dari Disbudpar

Sleman Klasifikasi Ulang Desa Wisata: http://jogja.antaranews.com/berita/341726/disbudpar-sleman-klasifikasi-ulang-desa-wisata

Priasukmana, S., & Mulyadin, R. (2001). Pembangunan Desa Wisata : Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah. Info Sosial Ekonomi Volume 2 Nomor 1, 37-44.

Primadella, F. R. (2016). Komponen Arsitektur dan Tata Ruang Kampung Kapitan Sebagai Kampung Wisata Budaya. Temu Ilmiah IPLBI , 045.

Putri, H. P., & Munaf, A. (2013). Faktor-faktor Keberhasilan Pengembangan Desa Wisata di Dataran Tinggi Dieng. Jurnal Teknik PWK Volume 2 Nomor 3.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Sragen. (2005). Sragen. Rini, S., Sugiarti, & Riswati, M. K. (2011). Pesona Warna Alami Indonesia. Dalam S. Rini,

Sugiarti, & M. K. Riswati, Pesona Warna Alami Indonesia (hal. 12-30). Jakarta: Kehati (Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia).

Simanungkalit, V. b., Sari, D. A., Teguh, F., Ristanto, H., Permanasari, I. K., Sombodo, L., . . . Vitriani, D. (2017). Buku Panduan Pengembangan Desa Wisata Hijau . Jakarta Selatan :

Asisten Deputi Urusan Ketenagalistrikan dan Aneka Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia .

Sragen, B. K. (2016). Sragen Dalam Angka. Sragen: BPS Kabupaten Sragen.

sragen.go.id. (2012, Februari 4). Dipetik Mei 9, 2017, dari Kecamatan Plupuh: http://sragenkab.go.id/statis-25-plupuh.html

Sudana, I. P. (2013). Strategi Pengembangan Desa Wisata Ekologis di Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Analisis Pariwisata Volume 13 Nomor 1, 11.

17

Wahyuni, S., Handini, Y. D., & Khristanto, W. (2014). Pendekatan Triple Helix (ABG) dalam

Pengembangan Desa Wisata Batik Tuban di Kabupaten Tuban. Widati, T. (2015). Pendekatan Kontekstual Dalam Arsitektur Frank Lloyd Wright. Jurnal

Perpspektif Arsitektur Volume 10, 34. Wulandari, L. W. (2014). Pengembangan Pariwisata Ekonomi Kreatif Desa Wisata Berbasis

Budaya Sebagai Niche Market Destination (Studi Kasus Pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Sleman). Aplikasi Bisnis Volume 16 Nomor 9.