pengelolaan rumah tinggal sehat terhadap ragam …

10
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 83 PENGELOLAAN RUMAH TINGGAL SEHAT TERHADAP RAGAM CEMARAN MIKROBA PADA RUMAH PERKOTAAN Erni Yohani Mahtuti, Nining Loura Sari 1 STIKes Maharani / DIII Analis Kesehatan, Malang 2 STIKes Maharani/ DIII Kebidanan, Malang Alamat Korespondensi: Jl. Simpang Candi Panggung No 133, Telpon/Fax. (0341) 4345375, 7751871 E-mail: 1) [email protected] , 2) [email protected] Abstrak Masalah rumah di perkotaan menyangkut kualitas dan kwantitas. Menurut Ditjen PPM dan PL, (2002) penyakit ISPA penyebab kematian kedua, tuberculosis ketiga, diare keempat, ini erat kaitannya dengan kondisi sanitasi rumah yang tidak sehat. Kondisi udara dan kelembaban mempengaruhi jumlah mikroba udara. Keberadaan mikroba udara dalam rumah menyebabkan masalah kesehatan pada rumah tinggal. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi jumlah dan ragam mikroba. Parameternya ragam cemaran bakteri dan jamur. Jenis penelitian deskriptif observasional laboratorik. Sampel 12 rumah di pusat kota Malang, kecamatan Klojen, Kelurahan Kiduldalem. Teknik pengambilan sampel purposive sampling. Metode penelitian (1) isolasi mikroba dan (2) identifikasi mikroba. Hasil dikarakterisasi dengan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Data berupa jumlah rerata jamur dan bakteri pada masing-masing ruang dalam rumah yakni ruang tamu, kamar tidur, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Hasil penelitian 1) jumlah koloni jamur rata-rata pada ruang tamu: 46.2, kamar tidur: 55.7, ruang keluarga: 50.7, dapur: 48.2 dan kamar mandi: 71. 2) Jumlah bakteri pada ruang tamu: 96.2, kamar tidur: 73.4 , ruang keluarga: 86.8, dapur: 52.2 dan kamar mandi: 45.2. Hasil identifikasi ragam cemaran jamur yakni Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan Trichosporun mucoides. Sedangkan ragam cemaran bakteri yang ditemukan adalah Escherichia coli inactive, Acinetobacter lwoffii, dan Klebsiella azaenae. Dengan diketemukannya ragam cemaran mikroba ini maka perlu pengelolaan rumah perkotaan agar menjadi rumah sehat, yakni dengan memenuhi persyaratan kesehatan suatu rumah tinggal sesuai dengan Permenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999. Kata kunci : cemaran, mikroba, pengelolaan, rumah, sehat 1. PENDAHULUAN Rumah sehat merupakan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga untuk menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu, keberadaan rumah yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik [1,2]. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga [3]. Sehat menurut World Health Organization (WHO) “suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosial budaya, bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan (kecacatan)”, maka dapat disimpulkan bahwa rumah sehat sebagai tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial budaya. APHA telah merumuskan (empat) fungsi pokok rumah sebagai tempat tinggal yang sehat bagi setiap manusia dan keluarganya selama hidupnya, meliputi: (1). Tempat untuk memenuhi kebutuhan jasmani (fisik) yang pokok, (2). Tempat untuk memenuhi kebutuhan rohani (psikis) yang pokok, (3). Tempat berlindung terhadap penularan penyakit menular, (4). Tempat berlindung terhadap gangguan kecelakaan. Rumah sebagai tempat untuk berlindung mempunyai arti sebagai berikut: (a)

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 83

PENGELOLAAN RUMAH TINGGAL SEHAT TERHADAP RAGAM CEMARAN

MIKROBA PADA RUMAH PERKOTAAN

Erni Yohani Mahtuti, Nining Loura Sari

1STIKes Maharani / DIII Analis Kesehatan, Malang

2STIKes Maharani/ DIII Kebidanan, Malang

Alamat Korespondensi: Jl. Simpang Candi Panggung No 133, Telpon/Fax. (0341) 4345375, 7751871

E-mail:1) [email protected] , 2) [email protected]

Abstrak

Masalah rumah di perkotaan menyangkut kualitas dan kwantitas. Menurut Ditjen PPM dan PL,

(2002) penyakit ISPA penyebab kematian kedua, tuberculosis ketiga, diare keempat, ini erat

kaitannya dengan kondisi sanitasi rumah yang tidak sehat. Kondisi udara dan kelembaban

mempengaruhi jumlah mikroba udara. Keberadaan mikroba udara dalam rumah menyebabkan

masalah kesehatan pada rumah tinggal. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi jumlah dan

ragam mikroba. Parameternya ragam cemaran bakteri dan jamur. Jenis penelitian deskriptif

observasional laboratorik. Sampel 12 rumah di pusat kota Malang, kecamatan Klojen, Kelurahan

Kiduldalem. Teknik pengambilan sampel purposive sampling. Metode penelitian (1) isolasi mikroba

dan (2) identifikasi mikroba. Hasil dikarakterisasi dengan Bergey’s Manual of Determinative

Bacteriology. Data berupa jumlah rerata jamur dan bakteri pada masing-masing ruang dalam

rumah yakni ruang tamu, kamar tidur, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Hasil penelitian 1)

jumlah koloni jamur rata-rata pada ruang tamu: 46.2, kamar tidur: 55.7, ruang keluarga: 50.7,

dapur: 48.2 dan kamar mandi: 71. 2) Jumlah bakteri pada ruang tamu: 96.2, kamar tidur: 73.4 ,

ruang keluarga: 86.8, dapur: 52.2 dan kamar mandi: 45.2. Hasil identifikasi ragam cemaran jamur

yakni Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan Trichosporun mucoides. Sedangkan ragam cemaran

bakteri yang ditemukan adalah Escherichia coli inactive, Acinetobacter lwoffii, dan Klebsiella

azaenae. Dengan diketemukannya ragam cemaran mikroba ini maka perlu pengelolaan rumah

perkotaan agar menjadi rumah sehat, yakni dengan memenuhi persyaratan kesehatan suatu rumah

tinggal sesuai dengan Permenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999.

Kata kunci : cemaran, mikroba, pengelolaan, rumah, sehat

1. PENDAHULUAN

Rumah sehat merupakan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan

keluarga untuk menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh

anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu, keberadaan rumah yang sehat,

aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik

[1,2]. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana

pembinaan keluarga [3]. Sehat menurut World Health Organization (WHO) “suatu keadaan yang

sempurna baik fisik, mental, maupun sosial budaya, bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan

(kecacatan)”, maka dapat disimpulkan bahwa rumah sehat sebagai tempat berlindung atau bernaung

dan tempat untuk beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani

maupun sosial budaya.

APHA telah merumuskan (empat) fungsi pokok rumah sebagai tempat tinggal yang sehat bagi

setiap manusia dan keluarganya selama hidupnya, meliputi: (1). Tempat untuk memenuhi kebutuhan

jasmani (fisik) yang pokok, (2). Tempat untuk memenuhi kebutuhan rohani (psikis) yang pokok,

(3). Tempat berlindung terhadap penularan penyakit menular, (4). Tempat berlindung terhadap

gangguan kecelakaan. Rumah sebagai tempat untuk berlindung mempunyai arti sebagai berikut: (a)

84 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-

hari, (b) Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi

segenap anggota keluarga, (c) Sebagai tempat melindungi diri dari bahaya yang mengancam, (d)

Sebagai lambang status sosial (e) Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang yang

dimiliki terutama masih ditemui pada masyarakat [4].

Komponen-komponen yang harus dimiliki rumah sehat: (1) Fondasi (2) lantai kedap air dan

tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari pekarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap air

untuk rumah panggung dapat terbuat dari papan atau anyaman bambu; (3) memiliki jendela dan pintu

yang berfungsi sebagai ventilasi dan masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10% luas lantai;

(4) dinding rumah kedap air (5) langit-langit berfungsi untuk menahan dan menyerap panas terik

matahari, minimum 2,4 m dari lantai, darai papan, anyaman bamboo, tripleks atau gypsum, serta (6)

atap rumah berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari serta melindungi dari masuknya debu,

angin dan air hujan [5].

Rumah sehat harus bebas dari berbagai pencemar. Pencemaran udara dalam ruang (indoor

air Pollution) terutama rumah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena pada umumnya

orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan di dalam rumah sehingga rumah

menjadi sangat penting sebagai lingkungan mikro yang berkaitan dengan risiko dari pencemaran

udara [6]. Masalah rumah di daerah perkotaan di Indonesia menyangkut masalah kualitas dan

kwantitas. Salah satunya kota Malang, merupakan salah satu daerah otonom dan kota besar kedua

di Jawa Timur setelah Kota Surabaya. Sebagai kota besar, Malang tidak lepas dari permasalahan

sosial dan lingkungan yang semakin buruk kualitasnya. Permasalahan kualitas lingkungan

berdampak pada tingkat kesehatan masyarakat di kota Malang [7].

Masalah kualitas rumah di kota Malang terjadi karena lingkungan yang tidak sehat, banyaknya

gedung-gedung tinggi, mal-mal, perkantoran, hotel, rumah sakit, dengan fasilitas umum yang

terbatas, misalkan tidak ada jarak antar rumah yang satu dengan yang lainnya, jalan yang sempit

berupa gang, limbah domestik, air bersih, mandi, cuci dan kakus. Selain itu kurangnya ventilasi,

cahaya matahari, konstruksi bangunan dan rumah dihuni bersama hewan peliharaan. Menurut

Aditama [8] , Salah satu yang mempengaruhi rumah sehat adalah kondisi udara atau aliran udara.

Udara secara alami tidak mengandung mikroorganisme. Tetapi kontaminasi dari lingkungan

menyebabkan udara mengandung berbagai mikroorganisme, misalnya dari debu, air, proses aerasi,

penderita penyakit pernafasan dan sebagainya. Di Negara maju angka kematian pertahun karena

pencemaran udara dalam ruang rumah sebesar 67% di pedesaan, dan 23 % di perkotaan, sedangkan

di negara berkembang angka kematian terkait pencemaran udara dalam ruang rumah perkotaan

sebesar 9% dan pedesaan 1% dari total kematian. Pneumonia merupakan penyebab utama kematian

pada anak dibawah 5 tahun dengan jumlah kematian lebih dari 2 juta jiwa setiap tahunnya (Buletin

WHO, 2000 [6]. Menurut survey kesehatan rumah tangga Ditjen PPM dan PL, 2002, penyakit infeksi

saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab kematian terbanyak kedua, dan tuberculosis

merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga. Hal ini erat kaitannya dengan kondisi sanitasi

rumah yang tidak sehat. Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat

kesehatan menjadi faktor resiko terhadap penyakit diare yang merupakan penyebab kematian nomer

urut keempat. Selain daripada itu kondisi sanitasi juga menyebabkan kejadian penyakit yang

disebabkan oleh vektor penular penyakit masih tinggi seperti: penyakit demam berdarah, malaria,

pes dan filariasis [9]. .

Kelembaban dalam ruang mempengaruhi jumlah mikroba udara. Udara pada musim kering

atau panas membawa lebih banyak mikroba daripada musim dingin. Mikroba seperti: jamur, bakteri,

protozoa dan virus menyebabkan penyakit pada manusia. Bila udara tidak bebas seperti di daerah

perkotaan dengan rumah yang padat, gedung-gedung umum, perkantoran, rumah sakit dan mal-mal,

maka mikroba dipastikan keberadaannya. Keberadaan mikroba udara dalam rumah menyebabkan

masalah kesehatan [10,11]. Sehingga kriteria rumah sehat perlu adanya parameter jumlah dan

indikator ragam cemaran mikroba dengan batas minimal yang diperbolehkan untuk setiap ruang

dalam rumah. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin meneliti bagaimana pengelolaan

rumah tinggal sehat di perkotaan yang dihubungkan dengan jumlah dan ragam cemaran mikroba

khususnya di kota Malang.

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 85

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana kriteria pengelolaan rumah tinggal sehat berdasarkan jumlah cemaran mikroba

pada rumah di perkotaan?

1.2.2 Bagaimana kriteria pengelolaan rumah tinggal sehat berdasarkan jenis cemaran mikroba pada

rumah di perkotaan?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah dan jenis cemaran mikroba pada

rumah perkotaan.

1.4 Urgensi Penelitian dan Kontribusi

Kriteria menurut peraturan menteri kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang

pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah dijelaskan bahwa persyaratan kualitas udara dalam

ruang rumah meliputi: a) Kualitas fisik yang parameternya terdiri dari partikulat (Particulate

Matter/PM2,5 dan PM10), suhu udara, pencahayaan, kelembaban serta pengaturan dan pertukaran

udara (laju ventilasi). b) Kualitas Kimia terdiri dari parameter: sulfur dioksida (SO2), Nitrogen

dioksida (NO2), carbon monoksida (CO), Carbon dioksida (CO2), Timbal (Plumbum=Pb), asap rokok

(Enviromental Tobacco Some/ ETS), Asbes, Formaldehid (HCHO), Volatil Organik Coumpound

(VOC) dan, c) Kualitas Biologi terdiri dari bakteri dan jamur. Keberadaan kontaminan biologi dalam

ruang rumah mengindikasikan kualitas biologi udara dalam rumah, yang berupa mikroorganisme

jamur maupun bakteri. Persyaratan kontaminan biologi jamur adalah 0 CFU/m3, bakteri patogen 0

CFU/m3 serta angka kuman < 700 CFU/ m3. Adapun bakteri yang harus diperiksa Legionella,

Streptococcus aureus, dan Clostridium. Penelitian akan memberikan tambahan indikator bakteri

yang lainnya selain yang terdapat pada peraturan tersebut.

2. METODE

Jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif observasional laboratorik. Tempat

pelaksanaan penelitian ini Kecamatan Klojen Kelurahan Kiduldalem Malang.

2.1 Jenis sampel adalah rumah perkotaan. Indikator yang diambil adalah mikroba udara pada

masing-masing ruang rumah seperti ruang tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi dan kamar

tidur. Adapun kriteria sampel yakni pada rumah yang terhindar dari cahaya matahari secara

langsung, rumah berdempet-dempetan antara satu dengan yang lain [12,13].

2.2 Tata cara pengambilan sampel a. Menempatkan media NA (Nutrien Agar) dan PDA pada masing-masing ruang seperti seperti

ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, dapur, dan kamar mandi.

b. Masing-masing dibuka dan ditempatkan pada ruang selama 10 menit.

c. Setelah 10 menit media dibawa ke laboratorium Stikes Maharani Malang dengan media

transport dan kemudian diinkubasi 1-2x24 jam untuk bakteri dan jamur 3-5x 24 jam.

2.3 Alat dan Bahan Penelitian

Alat meliputi media transport (ice box), peralatan laboratorium incubator, jarum ose, cawan

petri, bunsen, mikroskop, kaca benda, coverglass, frezzer, microbact. Bahan yang digunakan

dalam penelitian meliputi media padat berupa Nutrien agar (NA) dan Potato Dextrosa Agar

(PDA), alkohol 70%, pewarna Gram, reagen uji biokimia, LPCB, KOH 10%.

2.4 Prosedur Penelitian

a. Media dari sampel ruang pada rumah diinkubasi 1 -2x 24 jam untuk pertumbuhan bakteri

sedangkan untuk jamur 3-5 x 24 jam pada suhu 37ºC.

b. Bakteri maupun jamur dilakukan perhitungan koloni untuk mengetahui jumlah mikroba pada

masing-masing ruang rumah.

c. Selanjutnya melakukan Isolasi bakteri heterofik menurut Waluyo [14].

(a) Mencairkan medium nutrien agar dalam penangas air, (b) Mendinginkan medium sampai

temperatur 50C, (c) Menuangkan medium nutrien agar tersebut ke dalam petri dish /

tabung reaksi steril secara aseptik, dan dibiarkan sampai dingin dan padat, (d) Mengambil

0,1 ml/ 1 ose koloni secara aseptik. Kemudian membuat goresan pada permukaan agar. Pada

permulaan goresan akan terjadi pertumbuhan yang lebat setelah diinkubasi, sehingga sukar

86 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

untuk diisolasi. Pada akhir goresan akan tumbuh koloni yang terpisah-pisah dan dapat

diisolasi, (e) Membalikkan petri dish yang telah diberi etiket dan dibungkus kembali. (f)

Setelah itu diinkubasi, akan tampak koloni-koloni yang terpisah-pisah. Setiap koloni yang

terpisah mungkin berasal dari 1 sel bakteri, (g) Memilih dari masing-masing tipe koloni

satu koloni saja yang merupakan satu jenis isolat bakteri, (h) Mengambil secara aseptik

dengan ose satu koloni yang dikehendaki dan suspensikan dalam air steril atau larutan saline,

(i) Memeriksa dengan pewarnaan Gram, (j) Memindahkan masing-masing jenis hasil isolasi

ke dalam medium nutrien agar miring,(k) Menginkubasikan pada temperatur yang sesuai

selama 24 – 48 jam, Menguji kembali biakan murninya dengan pewarnaan Gram, (m) Bila

dari tiap tabung reaksi hanya terdapat satu macam bakteri berarti isolasi telah berhasil, (n)

Untuk menyakinkan koloni hasil isolasi kembali untuk menyakinkan kemurnian biakan

tersebut, (o) Langkah-langkah di atas dengan ulangan 3 kali. (p) Kemudian langkah

selanjutnya adalah dengan melakukan identifikasi mikroba. Identifikasi yang (1) terhadap

bakteri dengan identifikasi fenetik. (2) Identifikasi jamur makroskopis dan mikroskopis.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Jumlah Bakteri dan Jamur

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan penghitungan jumlah mikroba bakteri dan jamur pada

rumah pada ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, dapur dan kamar mandi, didapatkan hasil pada

tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jumlah Bakteri dan Jamur Pada Rumah Perkotaan Pada berbagai Ruang Rumah No.

Sampel

Ruang

Tamu/koloni

Kamar

Tidur/koloni

Ruang

Keluarga/koloni

Dapur/

koloni

Kamar

Mandi/koloni

Bakteri Jamur Bakteri Jamur Bakteri Jamur Bakteri Jamur Bakteri Jamur

1 21 13 92 53 85 51 79 117 65 45

2 27 8 31 12 19 24 62 104 64 89

3 18 31 52 45 60 34 126 20 44 10

4 155 97 375 115 413 133 107 73 45 17

5 486 80 30 86 199 24 38 10 14 315

6 18 118 58 91 30 73 16 37 60 108

7 52 43 35 58 67 72 26 85 20 64

8 75 48 35 24 19 58 52 12 63 89

9 176 38 58 92 35 78 30 23 45 40

10 38 23 60 42 67 34 35 54 47 20

11 76 45 30 37 32 12 43 32 53 43

12 12 10 25 13 15 15 12 11 23 12

Total 1154 554 881 668 1041 608 626 578 543 825

Rata2 96,2 46,2 73,4 55,7 86,8 50,7 52,2 48,2 42,3 71

Rata-rata bakteri dalam rumah : 849

Rata-rata jamur dalam rumah : 652

Selanjutnya diidentifikasi dengan pewarnaan bakteri dan juga uji biokimiawi. Uji biokimia

meliputi uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar), SIM (Sulfur Indol Motility), citrate, urea, Methyl Red ,

V-P (Voges Proskauer), Fermentasi Karbohidrat, H2S untuk mendapatkan spesies mikroba. Hasil

dikarakterisasi dengan buku acuan identifikasi dan determinasi Bergey’s Manual of Determinative

Bacteriology [15]. Sehingga setelah dilakukan pemeriksaan dan uji biokimia didapatkan hasil seperti

pada tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2 Hasil Identifikasi Bakteri Pada Rumah Perkotaan Pada Berbagai Ruang Rumah No Sampel Morfologi Pewarnaan

gram

Spesies

1 Ruang tamu Batang - E. coli inactive, Acinetobacter lwoffii

2 Ruang kamar tidur Batang - E. coli inactive, Acinetobacter lwoffii

3 Kamar mandi Batang - E. coli inactive

4 Ruang keluarga Batang - E. coli inactive

5 Dapur Batang - E. coli inactive, Acinetobacter lwoffii

6 Kamar mandi Batang - Klebsiella azaenae

7 Ruang keluarga Batang + Propionibacterium acne

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 87

Berikut ini merupakan hasil inkubasi terhadap bentuk koloni dan juga identifikasi morfologi

dan pewarnaan bakteri ruang rumah, yakni pada gambar 3.1 dan 3.2

Gambar 3.1 Bentuk Koloni Cemaran Bakteri Pada Ruang Rumah Perkotaan

Gambar 3.2 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Pada Ruang Rumah Perkotaan

Pada media tumbuh jamur yakni berupa PDA (Potato Dextrosa Agar) yang telah ditempatkan

pada berbagai ruang pada masing-masing ruang yang meliputi ruang tamu, kamar tidur, ruang

keluarga, dapur dan juga kamar mandi dilakukan pengamatan makroskopis maupun mikroskopis dan

selanjutnya hasil dikarakterisasi kemudian dirujuk dengan menggunakan buku acuan identifikasi

dan determinasi Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology juga atlas parasitologi serta sumber

lainnya yang relevan [15]. Sehingga setelah dilakukan inkubasi dan dilakukan pengamatan

didapatkan hasil seperti pada tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.3 Hasil Identifikasi Jamur Pada Rumah Perkotaan Pada Berbagai Ruang Rumah No sampel Spesies

1 Ruang tamu Aspergillus niger, spora coklat sampai hitam Trichosporun mucoides

2 Ruang keluarga Aspergillus flavus,

Aspergillus niger

3 Kamar tidur Penicillium

4 Dapur Aspergillus niger

5 Kamar mandi Aspergillus niger

Gambar 3.3 Makroskopis ragam cemaran jamur pada berbagai ruang rumah

Gambar 3.4 Mikroskopis cemaran jamur pada ruang rumah perkotaan Aspergillus

niger, Aspergillus flavus, Penicillium dan Trichosporon mucoides

3.2 Pembahasan

Bakteri dan jamur menyebabkan iritasi seperti mikroba volatil, senyawa organiknya

(MVOC) dan (1 → 3) ß-D-glukan dapat menyebabkan sakit sehingga menyebabkan rumah menjadi

tidak sehat. Hasil penelitian, menunjukkkan bahwa rumah perkotaan khususnya di kecamatan

Klojen Kelurahan Kiduldalem ditemukan banyak koloni bakteri maupun jamur. Keberadaan

mikroorganisme dalam rumah tentu menjadikan rumah menjadi tidak sehat, apabila tidak segera

tertangani secepatnya. Kebersihan rumah dan lingkungan akan mempengaruhi produktifitas

penghuni rumah. Hal ini sesuai dengan peraturan menteri kesehatan RI Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah maka

dijelaskan bahwa persyaratan kualitas udara dalam ruang rumah khususnya persyaratan kualitas

Biologi yang terdiri dari bakteri dan jamur. Keberadaan kontaminan biologi dalam ruang rumah

mengindikasikan kualitas biologi udara dalam rumah, yang berupa mikroorganisme jamur maupun

bakteri. Adapun persyaratan kontaminan biologi jamur adalah 0 CFU/m3, bakteri patogen 0 CFU/m3

88 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

serta angka kuman < 700 CFU/ m3. Bakteri yang harus diperiksa Legionella, Streptococcus aureus,

dan Clostridium [6]. Pada penelitian menunjukkan angka bakteri rata-rata pada rumah perkotaan

adalah 849. Sedangkan angka rata-rata jamur adalah yakni 652. Ini menunjukkkan bahwa

kontaminan biologi khususnya bakteri melebihi persyaratan kontaminan biologi Menkes 2011.

Hal ini didukung oleh hasil uji biokimia bakteri, yang ditemukan pada ruang rumah di

meliputi Escherichia coli inactive, Acinetobacter lwoffii, Klebsiella azaenae dan

Propionibacterium acne. Menurut Levinson [16] Esherechia coli inactive merupakan bakteri gram

negative berbentuk batang yang ditemukan dalam cemaran yang kondisinya tidak patogen, artinya

apabila belum mendapatkan host maka tidak bersifat patogen. Tetapi apabila memungkinkan terdapat

faktor untuk pertumbuhannya maka dapat menjadikan patogen. Escherechia coli pada umumnya

ditemukan pada usus besar manusia. Kebanyakan E. coli tidak berbahaya, tetapi beberapa berbahaya

karena dapat menyebabkan keracunan makanan akibat dari eksotoksin yang bernama verotoksin,

toksin ini menyebabkan diare berdarah. Toksin akan menghilangkan satu basa adenine dari unit 28S

rRNA, yang berakibat pada berhentinya proses sintesa protein. Escherechia coli di dalam usus besar

manusia sangat membantu dan menguntungkan karena dapat memproduksi vitamin K serta dapat

mencegah bakteri lain di dalam usus. Acinetobacter lwoffii merupakan bakteri berbentuk batang,

Gram negative, non-fermentasi. Acinetobacter lwoffii merupakan anggota genus Acinetobacter.

Bakteri ini merupakan bakteri flora normal pada kulit dan juga dapat ditemukan pada oropharynx

manusia serta perineum. Bakteri dapat sifat patogen artinya menginfeksi pada manusia, maka dapat

menimbulkan infeksi terutama infeksi yang berkaitan dengan kateter pada pasien

immunocompromised. Selain itu dapat juga dihubungkan dengan kejadian kasus gastroenteritis.

Bakteri mampu tumbuh pada pH rendah, pada berbagai suhu serta dapat bertahan pada kondisi

lingkungan yang kering. Tahan terhadap banyak desinfektan, iradiasi dan pengeringan, dijumpai

pada makanan yang mengandung protein [17] .

Klebsiella merupakan bakteri Gram negative dan berbantuk batang. Spesies Klebsiella secara

rutin ditemukan di saluran hidung manusia, mulut, dan saluran cerna seperti flora normal. Namun,

mereka juga dapat berperilaku sebagai patogen manusia yang oportunistik. Spesies Klebsiella

diketahui juga menginfeksi berbagai hewan, baik sebagai flora normal maupun patogen oportunistik.

Klebsiella dapat menyebabkan berbagai penyakit, terutama pneumonia, infeksi saluran kemih,

septikemia, meningitis, diare, dan infeksi jaringan lunak [18] . Klebsiella azanae berbentuk batang

dengan gram negative. Klebsiella ozaenae dianggap nonpathogen [19] tetapi dapat menjadi

oportunistik yakni ini dapat menyebabkan penyakit rhinitis atrofi dengan gejala mukosa hidung

menjadi atrofis progresif, berlendir serta berbau amis. Penderita banyak mengeluarkan lender hijau

bercampur darah yang bau. Pada media diferensiasi yang digunakan untuk identifikasi adalah Mac

conkey, media mengandung laktosa dan merah netral sebagai indikator, akibatnya bakteri akan

meragikan laktosa dan akan tumbuh menjadi koloni yang berwarna merah sehingga dapat dibedakan

dengan bakteri lain yang tidak meragi laktosa dan bakteri yang tidak dapat meragi lakstosa akan

tumbuh dengan tidak berwarna. Klebsiella dapat meragi laktosa tetapi dengan tidak sempurna.

Klebsiella dapat meragi laktosa tetapi dengan tidak sempurna. Ciri-ciri koloni Klebsiella azoane pada

media Mac Conkey besar-besar, mucoid, cembung, smooth, berwarna merah-merah bata, apabila

diambil maka akan tertarik karena adanya kapsul. Spesies Klebsiella juga telah terlibat dalam

patogenesis ankylosing spondylitis dan spondyloarthropathies lainnya. Mayoritas infeksi Klebsiella

manusia disebabkan oleh K. pneumoniae, diikuti oleh K. oxytoca. Infeksi lebih sering terjadi pada

orang yang sangat muda, sangat tua, dan mereka yang memiliki penyakit mendasar lainnya, seperti

kanker, dan kebanyakan infeksi melibatkan kontaminasi perangkat medis invasif [19] . K.

pneumoniae paling patogen terhadap manusia di antara semua Klebsiella spp. Diikuti oleh K.

oxytoca. K. ozaenae dan K. rhinoscleromatis menyebabkan penyakit spesifik pada manusia

[20]. Dengan ditemukannya Klebsiella azanae dalam ruang rumah perkotaan maka

mengindikasikan bahwa kodisi udara dalam ruang rumah tidak steril sehingga perlu meminimalkan

adanya mikroba dalam rumah yakni meminimalkan faktor pertumbuhan mikroba dan lebih menjaga

kebersihan yang berhubungan dengan perilaku penghuni rumah, ventilasi yang memadai serta

pencahayaan yang cukup.

Propionibacterium acnes merupakan bakteri flora normal,merupakan bakteri anaerob yang

relatif lambat tumbuh, biasanya aerotolerant, bakteri Gram-positif (batang) yang terkait dengan

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 89

kondisi jerawat pada kulit [21]. Bakteri ini sebagian besar bersifat komensal dan sebagian dari flora

kulit ada pada kulit manusia dewasa yang paling sehat. Hal ini biasanya hampir tidak terdeteksi pada

kulit preadolesents sehat. Ini terutama hidup, antara lain, asam lemak dalam sebum yang disekresikan

oleh kelenjar sebaceous pada folikel. Bakteri ini dapat ditemukan di seluruh saluran pencernaan pada

manusia dan banyak hewan lainnya [21]. Adapun hasil identifikasi pada ruang rumah juga ditemukan

Propionibacterium acnes. Propionibacterium acnes adalah patogen oportunistik, menyebabkan

berbagai infeksi pasca operasi dan perangkat, misalnya pembedahan [22]. Infeksi pasca-

neurosurgical, [23], prostesis sendi, shunt dan katup jantung buatan. Propionibacterium acnes

mungkin berperan dalam kondisi lain, termasuk pembengkakan prostat yang menyebabkan kanker,

sindrom SAPHO (Synovitis, Jerawat, Pustulosis, Hyperostosis, Osteitis), sarcoidosis dan linu

panggul [21]. Hal ini juga dicurigai sebagai sumber bakteri utama terjadinya syok pada otak penyakit

Alzheimer [24]. P. acnes bersinar oranye saat terpapar lampu hitam, mungkin karena adanya porfirin

endogen. Bakteri tersebut terbunuh oleh sinar ultraviolet karena sangat peka terhadap cahaya pada

kisaran 405-420 nanometer (di dekat ultraviolet) yang disebabkan karena porfirin-kopororfirin III

endogen. Radiasi total 320 J / cm² ditemukan untuk menonaktifkan bakteri ini secara in vitro. Fakta

ini digunakan dalam fototerapi. Propionibacterium acne adalah berbentuk batang tak teratur yang

terlihat pada pewarnaan Gram positif, tidak berspora, tangkai anaerob ditemukan dalam spesimen-

spesimen klinis. Propionibacterium acne memerlukan oksigen mulai dari aerob atau anaerob

fakultatif sampai ke mikroerofilik atau anaerob. Pada umumnya tumbuh sebagai anaerob obligat

tetapi beberapa strain merupakan aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan pertumbuhan lebih

baik sebagai anaerob. Bakteri ini dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan endospora. Bakteri

ini dapat berbentuk filamen bercabang atau campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk

kokoid. Beberapa bersifat patogen untuk hewan dan tanaman [25].

3.2 Ragam Cemaran Jamur dalam Ruang Rumah

Udara merupakan lingkungan yang miskin dibandingkan tanah dan air. Kedekatan manusia

dan udara lebih sering daripada dengan tanah dan air [26]. Jamur merupakan polutan udara dalam

ruang yang paling penting dan sedikit dimengerti kebanyakan orang. Jamur ada dimana-man pada

lingkungan manusia. Sporanya melimpah-limpah di udara, permukaan, di dalam debu, dan dalam

air. Jamur dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan sangat penting sebagai sumber patogen.

Kandungan udara di dalam dan di luar ruangan akan berbeda. Tingkat pencemaran di dalam ruangan

oleh mikroba dipengaruhi oleh faktor seperti laju ventilasi, padatnya orang, sifat dan taraf kegiatan

orang yang menempati ruang tersebut [18].

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah jamur rata-rata rumah perkotaan adalah 652

CFU/m3. Keberadaan ragam cemaran berupa mikroba terhembus dalam bentuk percikan dari hidung

dan mulut selama bersin, batuk dan bercakap-cakap, selain itu adanya pengaruh debu hasil polusi

udara yang masuk ke dalam ruang rumah. Debu dari permukaan sebentar-sebentar akan berada

diudara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruang tersebut[18]. Hasil metabolisme dari jamur

bervariasi seperti air, CO2, ethanol, asam organik, enzim, VOCs dan toksin nonvolatile yang

dikeluarkan oleh jamur ke lingkungan. Kebanyakan jamur menambah pencemaran udara berasal dari

reproduksi aseksual dengan adaptasi terhadap lingkungan yang berubah menjadi hifa yang menyatu.

Kebanyakan jamur menggunakan material organik komplek yang berasal dari makhluk hidup untuk

makan, kebutuhan air dan oksigen serta mempunyai suhu optimal di dalam tingkat kenyamanan

manusia. Suhu optimal untuk pertumbuhan jamur sekitar 22˚C pada media kultur [1].

Air dan kelembaban. Air menambah bagian yang signifikan dari total berat hifa. Air

dibutuhkan untuk hidolisis material organik dan media yang membawa makanan atau cairan ke

dalam dan keluar sel. Kebutuhan air 65%. Kelembaban udara merupakan faktor utama dalam

pertumbuhan jamur. Pada umumnya sebagian jamur dapat tumbuh pada lingkungan yang lembab.

Selain itu air juga menjadi faktor penting lainnya. Air membantu proses difusi dalam pencernaan.

Selain itu air juga mempengaruhi substrat pH dan osmopolaritas, merupakan sumber hydrogen dan

oksigen selama proses metabolism [27]. Suhu atau temperature adalah faktor fisik yang cukup

penting dan mempengaruhi pertumbuhan jamur. Jamur yang mempunyai temperatur optimal diatas

30˚C adalah Aspergillus fumigatus. Kondisi lingkungan rumah di perkotaan dalam penelitian yakni

di kelurahan Kiduldalem yang merupakan pusat kota, ini mendukung untuk mudahnya jamur

90 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

tumbuh dengan sangat baik karena adanya kondisi lingkungan. Ruang-ruang rumah pada perkotaan

yang terhalang minim untuk mendapatkan sinar matahari, rumah berhimpitan, adanya gedung-

gedung yang menjulang tinggi serta didukung oleh polusi dari laju kendaraan yang tiada henti maka

tingkat cemarannyapun juga tinggi. Ruang-ruang rumah karena minim mendapatkan sinar matahari

maka ini menjadi faktor yang memudahkan mikroba khususnya jamur mudah untuk tumbuh.

Beberapa faktor mempengaruhi kemungkinan individu dapat mengalami efek kesehatan karena

paparan jamur di dalam ruangan. Ini termasuk sifat dari jamur misalnya alergi, keracunan atau iritasi

serta infeksi, tingkat paparan (jumlah dan durasi), kerentanan yang terkena dampak. Kerentanan

akibat paparan jamur bervariasi. Gangguan dapat muncul karena kualitas udara yang buruk berupa

timbulnya penyakit yang berasal dari kondisi bangunan (Building related Desease, BRD) seperti

kanker, asma, hypersensitivas, hypersensitivity pneunomitis, iritasi selaput lendir.

Hasil identifikasi jamur pada rumah perkotaan pada berbagai ruang rumah, maka di

ketemukan spesies jamur Aspergillus niger, spora coklat sampai hitam, Trichosporun mucoides,

Aspergillus flavus, Aspergillus niger, dan Penicillium. Aspergillus dapat tumbuh pada suhu yang

hangat (40-43˚C). Kelembaban tinggi (80-85) dan hidup, berkembangbiak dengan material organik.

Dapat dimusnahkkan pada suhu 71-100˚C [28]. Aspergillus fumigatus mempunyai ciri-ciri koloni

saat muda berwarna putih dan dengan cepat berubah menjadi hijau dengan terbentukknya konidia.

Konidiofor pendek dan berwarna hijau (khusus pada bagian atas). Vesikel berbentuk gada. Konidia

bulat semi bulat dan berdinding kasar [29]. Aspergillus flavus menghasilkan warna koloni kuning.

Sedangkan Aspergillus niger menghasilkan koloni yang berwarna hitam. Gambaran mikroskopik

mempunyai tangkai-tangkai panjang (konidiofore) yang mendukung vesicle atau kepala. Pada bagian

kepala terdapat spora dengan rantai panjang. Mampu tumbuh pada suhu 37ºC, pada kondisi kering

dapat tumbuh pada suhu 50ºC [18]. Aspergillus hijau kebiruan dengan area kuning sulfur pada

permukaannya [30]. Epidemiologi Jamur Aspergillus tersebar di seluruh dunia, konidianya dapat

hidup bik di tanah maupun di udara hal ini memungkinkan spora Aspergillus terhirup oleh manusia.

Aspergillus dapat menginfeksi manusia tentu disebabkan oleh adanya faktor imunitas, bila imunitas

seseorang rendah maka mudah terserang dan timbullah penyakit. Penyakit yang ditimbulkan yakni

Aspergillus mudah menginfeksi saluran pernafasan atas. Menyebabkan penyakit aspergillosis.

Aspergillosisi terdiri dari 3 stadium yakni alergi, kolonisasi aspergillosis dan invasive aspergillosis.

Gejala pada alergi adalah sesak nafas seperti asma, infiltrate ke dua paru, eosinophilia serta terjadi

peningkatan kadar IgE dalam darah. Sehingga tubuh menjadi sensitive terhadap antigen Aspergillus

[18]. Stadium aspergillosis kolonisasi ditandai dengan gejala fungus ball” (aspergilloma) yaitu

gumpalan yang berbentuk bola terdiri dari elemen hifa disertai lender dari bronkus. Pada paru fungus

ball dapat terjadi di sinus paranasal, pemeriksaan dengan radiologis. Pada stadium ini sering timbul

perdarahan yang gejalanya mirip dengan tuberculosis yang disertai hemoptysis. Stadium invasive

aspergillosis dapat ditemukan pada penderita diabetes mellitus serta penderita penyakit kolagen

sehingga dapat menjadi aspergillosis diseminata [16]. Aspergillus niger adalah jamur yang jarang

dilaporkan sebagai penyebab pneumonia [31].

Inhalasi Aspergillus biasa terjadi, namun jamur juga bisa masuk ke dalam tubuh melalui luka

luka atau luka bedah . Jadi berdasarkan hasil penelitian dengan ditemukannya spesies Aspergillus

niger pada ruang rumah perkotaan akan memberikan dampak yang tidak merugikan apabila selama

penghuni rumah dalam kondisi kekebalan tubuh yang baik, sirkulasi udara yang baik, sinar matahari

yang masuk rumah cukup serta hygenitas , tapi sebaliknya bila terhirup dan kondisi kekebalan tubuh

rendah apalagi didukung oleh adanya kemungkinan luka maka menyebabkan tumbuhnya fungi

ini.Spesies fungi yang lain yang ditemukan pada penelitian ini adalah Trichosporon mucoides

merupakan jamur yang biasa dijumpai di tanah. Jamur ini dapat ditemukan pada kulit dan saluran

pencernaan manusia. Lama dikenal sebagai penyebab infeksi superfisial seperti piedra putih, infeksi

distal batang rambut, merupakan penyebab paling umum infeksi jamur yang disebarluaskan pada

manusia [32]. Trichosporon mucoides dapat ditemukan pada pasien. Fungi ini dapat menyebabkan

piedra putih yang tidak biasa [32]. Selain itu Trichosporon mucoides dapat juga menyebabkan kasus

onikomikosis. Pada pemeriksaan semua kuku kuku berwarna coklat kecoklatan. Ada onycholysis

distal di semua kuku jari. Penicillium mudah ditemukan dialam baik ditanah, maupun udara.

Pencillium sangat penting dalam lingkungan alam untuk produksi makanan dan obat [32]. Dengan

diketemukannya mikroba dalam ruang rumah perkotaan maka pengelolaan rumah sehat perlu

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 91

ditambahkan tidak boleh adanya bakteri atau jamur seperti pada penelitian ini. Model yang harus

diterapkan adalah mengikuti permenkes 1077/MENKES/PER/V/2011 serta berperilaku yang

meminimalkan kontaminasi biologi ini pada pada ruang rumah.

4. KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan pada rumah tinggal perkotaan khususnya kecamatan Klojen,

kelurahan Kiduldalem terdapat ragam cemaran mikroba yang berupa bakteri dan jamur. 1) Pada

cemaran bakteri didapatkan jumlah bakteri pada ruang tamu: 96.2, kamar tidur: 73.4 , ruang

keluarga: 86.8, dapur: 52.2 dan kamar mandi: 45.2. 2) Pada cemaran jamur didapatkan jumlah

koloni jamur rata-rata pada ruang tamu: 46.2, kamar tidur: 55.7, ruang keluarga: 50.7, dapur: 48.2

dan kamar mandi: 71. Hasil identifikasi mikroba yang didapatkan dengan karakterisasi Bergey’s

Manual of Determinative Bacteriology adalah cemaran bakteri : Escherichia coli inactive,

Acinetobacter lwoffii , Klebsiella azaenae dan Propionibacterium acne. Hasil identifikasi ragam

cemaran jamur yakni Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan Trichosporun mucoides.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Waluyo L. (2011). Ilmu Kesehatan Masyarakat. UMM Press, Malang.

[2] Kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat direktorat pengembangan kawasan

pemukiman. Tentang Rumah Sehat Jakarta, 19 Juli 2010

[3] Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Jakarta :

Departemen Kesehatan R.I

[4] APHA (American Public Health Asociation) AWWA, and WEF, 2005. Standard Methods

for the Examination of Water and Wastewater, 21st ed. American Public Health Association,

Washington, DC.

[5] Ditjen Cipta Karya, 1997. Rumah Sehat [6] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES?PER/V/2011.

Tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah

[7] Ditjen Cipta Karya. Litbang Kompas. (2001). Kota Malang

[8] Aditama,T.Y. (2015). Penelitian, Terapannya dan Kesehatan Masyarakat. Bunga Rampai,

Jakarta : Lembaga Penebit Balitbangkes, hal 49

[9] Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat . Jakarta : Departemen

Kesehatan R.I.

[10] Azwar, A. (1996). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

[11] Wulandari, (2013). Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Streptococcus di Udara

pada Rumah Susun Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Unnes Journal of Public Health

2.

[12] Kuntoro, A. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medik

[13] Nasir . M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

[14] Waluyo L. 2010. Teknik dan Metode Mikrobiologi. Cetakan kedua. UMM Press, Malang.

[15] Holt, et al., 1994. Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, H.A., Staley, J.T & Wiliam, S.T. 1994.

Bergey’s Manual of Determination Bacteriology 9th Edition, William & Wilkins, Baltimor.

[16] Levinson W. 2008. Review of Medical Microbiology. Amerika: The McGraw-Hill

Companies

[17] Regalado, NG; Martin, G; Antony, SJ (September 2009). "Acinetobacter lwoffii: bacteremia

associated with acute gastroenteritis.". Travel medicine and infectious disease. 7 (5): 316–

7. PMID 19747669. doi:10.1016/j.tmaid.2009.06.001

[18] Waluyo, L. (2016). Mikrobiologi Umum. Cetakan kelima UMM Press. Malang

[19] Sieper, Joachim; Braun, Jurgen (2011). Ankylosing Spondylitis in Clinical Practice.

London: Springer-Verlag. p. 9. ISBN 978-0-85729-179-0. Retrieved October 10, 2012.

[20] Abbott, S.L. (2007). Klebsiella, Enterobacter, Citrobacter, Serratia, Plesiomonas and Other

Enterobacteriaceae. In P.R Murray, E.j. Baron, J.H. Jorgensen, M.L. Landry & M.A. Pfaller

(Eds), Manual of Clinical Microbiology (9 th ed., pp.698-711). Washington, USA: ASM

Press

92 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

[21] Perry, Alexandra; Lambert, Peter (2011). "Propionibacterium acnes: Infection beyond the

skin". Expert Review of Anti-infective Therapy. 9 (12): 1149–

56. PMID 22114965. doi:10.1586/eri.11.137

[22] Haidar R., Najjar M., Boghossian A.D., Tabbarah Z., "Propionibacterium acnes causing

delayed postoperative spine infection: Review." Scandinavian Journal of Infectious

Diseases. 42 (6-7) (pp 405-411), 2010

[23] Nisbet, M. Briggs, S. Ellis-Pegler, R. Thomas, M. Holland, D. "Propionibacterium acnes: an

under-appreciated cause of post-neurosurgical infection" Journal of Antimicrobial

Chemotherapy. 60(5). NOV 2007. 1097-1103.1103

[24] Emery, David C.; Shoemark, Deborah K. (2017). "16S rRNA Next Generation Sequencing

Analysis Shows Bacteria in Alzheimer’s Post-Mortem Brain". Frontiers in Aging

Neuroscience. 9: 195. doi:10.3389/fnagi.2017.00195

[25] Pramasanti, 2008. Perawatan Jerawat, Kesehatan 07 x.net, 19 Agustus 2009

[26] Jacobs DE, Brown MJ, Baeder A, et al. A systematic review of housing interventions and

health: introduction, methods, and summary findings. J Public Health Manag Pract

2010;16(Suppl 5):S5--S10.

[27] Merlin . 2012. Studi Kualitas Udara Mikrobiologisdengan Parameter Jamur pada Ruangan Pasien Rumah

Sakit(Studi Kasus: Ruang Rawat Inap Gedung A Rumah Sakit Umum Pusat Nasional

Dr.Ciptomangunkusumo Skripsi. Fakultas Teknik Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Indonesia

Depok.

[28] Info medion. 2015. Waspadai Aspergillosis yang Kian Marak. [Online] From

(http://info.medion.co.id) [Acessed on 30 April 2015].

[29] Wangge. G., 2013. The challengers of determing noninferiority margins: a case study of

noninferiority randomized controlled trials of novel oral anticoagulants. Artichel. Canadian

medical association journal.

[30] Hadioetomo, R. S.1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Taknik dan Prosedur dasar

Laboratorium. PT. Gramedia Pustaka Uta, Jakarta

[31] Person A. K.,1 S. M. Chudgar,2 B. L. Norton,1 B. C. Tong,3 and J. E. Stout1. Aspergillus

niger: an unusual cause of invasive pulmonary aspergillosis. Author information - Article

notes - Copyright and License information -. Journal of medical microbiology. The full

breadth of clinical microbiology

[32] Tendolkar, Uma, et al.”Trichosporon inkin and Trichosporon mucoides as unusual causes of

white piedra of scalp hair.” Indian Journal of Dermatology, Venereology and Leprology,

vol. 80, no. 4, 2014, p.324. Academi Onefile, Accesed 19 September 2017.