pengaruh totalitas kerja, tuntutan kerja dan...

131
PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN SUMBER DAYA PRIBADI TERHADAP SUBJECTIVE WELLBEING Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) Disusun oleh : Melina Eriadya 1110070000159 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014M

Upload: trannguyet

Post on 14-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA

DAN SUMBER DAYA PRIBADI TERHADAP

SUBJECTIVE WELLBEING

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Disusun oleh :

Melina Eriadya

1110070000159

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014M

Page 2: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk
Page 3: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk
Page 4: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk
Page 5: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

v

ABSTRACT

(A) Faculty Of Psychology, Islamic State University Jakarta

(B) September 2014

(C) Melina Eriadya

(D) xiv + 111 pages +attachments

(E) The Effect of Work Engagement, Job Demands and Personal Resources

On Subjective Wellbeing

(F) Subjective well-being of employees is a hot topic in the life of the

organization and has been the focus and attention of the public. This study

aims to determine the effect of the work engagement, job demands and

personal resources to Subjective wellbeing.

This study used a sample of 431 Civil Service Ministry of Social Affairs of

the Republic of Indonesia.Uji validity of each item was conducted by CFA

(Confirmatory Factor Analysis) using LISREL software version 8.70.

Then to see the effect of independent variables on Subjective wellbeing,

researchers using multiple regression analysis (multiple regression

analysis).

Based on the data analysis, there is the influence ofwork engagement, job

demands and personal resources to Subjective wellbeing. Furthermore, in

this study there are only two independent variables which provide

signifikn influence on Subjective wellbeing, the dedication or dedication

and optimism. Thus, it can be said that there is a significant effect of

dedication or dedication and optimism of the Subjective wellbeing. Then if

viewed by a donation from each vriabel, it turns out there are three

variables were significant contributions. These variables include

absorption, dedication and optimism.

(G) Reading list: 20 books, 47 journal

Page 6: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

vi

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

{B) September 2014

(C) Melina Eriadya

(D) xiv + 111 halaman + lampiran

(E) Pengaruh Totalitas Kerja, Tuntutan Kerja dan Sumber Daya Pribadi

Terhadap Subjective Wellbeing

(F) Subjective well-being karyawan merupakan topik yang hangat dalam

kehidupan organisasi dan telah menjadi fokus dan perhatian masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh totalitas kerja,

tuntutan kerja dan sumber daya pribadi terhadap subjective wellbeing.

Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 431 Pegawai Negeri Sipil

Kementerian Sosial Republik Indonesia.Uji validitas masing-masing item

dilakukan dengan metode CFA (Confirmatory Factor Analysis)

menggunakan software LISREL versi 8.70. Kemudian untuk melihat

pengaruh variabel-variabel independen terhadap subjective wellbeing,

peneliti menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression

analysis).

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, terdapat pengaruh totalitas

kerja, tuntutan kerja dan sumber daya pribadi terhadap subjective

wellbeing. Selanjutnya, pada penelitian ini hanya terdapat dua variabel

independent yang memberikan pengaruh signifikn terhadap subjective

wellbeing, yaitu dedication atau dedikasi dan optimisme. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari

dedication atau dedikasi dan optimisme terhadap subjective wellbeing.

Kemudian jika dilihat berdasarkan sumbangan dari masing-masing vriabel,

ternyata terdapat tiga variabel yang signifikan sumbangannya. Variabel-

variabel tersebut antara lain absorption, dedication dan optimisme.

(G) Daftar Bacaan: 20 buku, 47 jurnal

Page 7: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil „alamin, puji dan syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah

SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya sehingga

peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “PENGARUH

TUNTUTAN KERJA DAN SUMBER DAYA PRIBADI TERHADAP

SUBJECTIVE WELLBEING DENGAN TOTALITAS KERJA SEBAGAI

VARIABEL MEDIATOR”

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini Peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Abdul

Mujib M.Ag, M.Si. Terima kasih atas ilmu dan dedikasinya selama ini.

2. Bapak Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si, sebagai dosen pembimbing I Terima

kasih telah membimbing peneliti semenjak KKL hingga penelitian ini selesai,

terimakasih kasih atas segala dukungan, bimbingan, arahan dan kritik, serta

saran yang membangun bagi peneliti, dan waktu yang diberikan selama

bimbingan.

3. Bapak Miftahuddin,M.Si., sebagai dosen pembimbing II Terima kasih atas

segala dukungan, bimbingan, arahan, kritik, serta saran yang membangun

bagi peneliti, dan waktu yang diberikan selama bimbingan hingga selesainya

penelitian ini.

4. Para responden karyawan Kementerian Sosial serta Pak Wiwid dan mas Ian

selaku Kepala Bagian Biro Kepegawaian Kementiran Sosial dan pamong

peneliti, yang telah menolong peneliti dalam penelitian ini .Terimakasih

Page 8: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

viii

karena telah meluangkan waktu, bersedia mengisi kuesioner dan membantu

peneliti. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT. Amin.

5. Ibu Zulfa, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membantu,

mendukung dan memberi masukan selama masa perkuliahan. Terimakasih

atas saran dan perhatian yang telah diberikan selama ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan dengan penuh kesabaran dan

keikhlasan. Terima kasih telah banyak membantu Peneliti selama menjalani

perkuliahan hingga selesai.

7. Bapak Ridwan dan Ibu Endang Rahayu selaku orang tua peneliti. Terima

kasih yang tak terhingga untuk setiap dukungan, kasih sayang dan kesabaran

serta segala doa yang tak henti-hentinya dipanjatkan untuk putri tercinta,

sehingga terciptanya penelitian ini sampai selesai.

8. Resti Deviani selaku kakak bagi peneliti. Terimakasih atas segala

dukungannya, doanya, waktunya, dan ilmunya yang tidak pernah lelah untuk

dibagi kepada peneliti hingga penelitian ini selesai.

9. Semua sahabat terdekat, my luvly alge Baiamal Marissa I.L, Fisqiyatul

Rohmah, Khaleda Mutiasari, Rahmania, Saidah C.H, Selvy Rhahmadia,

Shentia Rewena Lase, Rosalina Baruz, Winda Natasya. Thanks for being my

best guys, luv!

10. Ka Puty, my angel, my hero, terima kasih atas segala bantuannya selama ini

kepada peneliti yang sudah sabar membantu, meluangkan waktu, membagi

ilmu dan mengajarkan peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini. I luv u!

11. Teman seperjuangan bimbingan skripsi dan geng rumpi Tiara Dean Risa,

Sabrina Dwi Maidah yang dari awal sampai akhir penulisan skripsi selalu

menemani, memberikan support kepada peneliti, semua teman seperpayungan

yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, my sweet gengs Nashwa,

Tenry, Amira, Rahma, Yunita, Maul, Aniq dan teman-teman kelas D 2010

yang telah memberika perhatian, keceriaan, canda dan tawa selama berada di

kelas maupun luar kelas. Terimakasih atas waktu dan kebersamaan selama

ini, peneliti bangga menjadi warga kelas D.

Page 9: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

ix

Akhir kata, Peneliti memohon kepada Allah SWT agar seluruh dukungan,

bantuan, bimbingan dapat dikabulkan dan dibalas dengan balasan yang sebaik-

baiknya. Selain itu melihat kekurangan dan keterbatasan Peneliti, maka segala

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan sebagai bahan

penyempurnaan penelitian ini.

Jakarta, 12 September 2014

Peneliti

Page 10: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

x

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Pembimbing ii

Lembar Pengesahan Panitia Ujian iii

Lembar Orisinalitas iv

Abstrak v

Kata Pengantar vii

Daftar Isi x

Daftar Tabel xiii

Daftar Gambar xiv

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 11

1.2.1 Pembatasan Masalah 11

1.2.2 Perumusan Masalah 12

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 12

1.3.1 Tujuan Penelitian 13

1.3.2 Manfaat Penelitian 13

1.3.2.1 Manfaat Teoritis 13

1.3.2.2 Manfaat Praktis 13

1.4 Sistematika Penulisan 13

BAB 2 Landasan Teori

2.1 Subjective Wellbeing 15

2.1.1 Pengertian Subjective Wellbeing 15

2.1.2 Komponen-komponen Subjective Wellbeing 17

2.1.2.1 Afek Positif dan Afek Negatif 18

2.1.2.2 Kepuasan Hidup (Life Satisfaction) 19

Page 11: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

xi

2.1.2.3 Kepuasan Terhadap Ranah Kehidupan (Domain

Satisfaction) 21

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Subjective Wellbeing 23

2.1.4 Pengukuran Subjective Wellbeing 25

2.2 Totalitas Kerja 27

2.2.1 Pengertian Totalitas Kerja 28

2.2.2 Aspek-aspek Totalitas Kerja 28

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Totalitas Kerja 32

2.2.4 Pengukuran Totalitas K erja 33

2.3 Tuntutan Kerja 33

2.3.1 Pengertian Tuntutan Kerja 33

2.3.2 Aspek-aspek Tuntutan Kerja 34

2.3.3 Pengukuran Tuntutan Kerja 36

2.4 Sumber Daya Pribadi 36

2.4.1 Pengertian Sumber Daya Pribadi 36

2.4.2 Aspek-aspek Sumber Daya Priadi 37

2.4.3 Alat Ukur Sumber Daya Pribadi 39

2.5 Kerangka Berpikir 41

2.6 Hipotesis 45

BAB 3 Metode Penelitian

3.1 Populasi dan Sampel 46

3.2 Variabel Penelitian 47

3.3 Definisi Operasional 48

3.4 Instumen Pengumpulan Data 50

3.5 Uji Validitas Konstruk Instrumen Pengumpulan Data 54

3.5.1 Uji Validitas Konstruk Skala Subjective Wellbeing 57

3.5.2 Uji Validitas Konstruk Skala Totalitas Kerja 58

Page 12: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

xii

3.5.2.1 Vigor 58

3.5.2.2 Dedication 60

3.5.2.3 Absorption 62

3.5.3 Uji Validitas Konstruk Skala Tuntutan Kerja 64

3.5.3.1 Workload 64

3.5.3.2 Emotional Demands dan Emotionl Dissonance 66

3.5.4 Uji Validitas Konstruk Skala Sumber Daya Pribadi 68

3.5.4.1 Optimisme 68

3.5.4.2 Self-Efficacy 70

3.5.4.3 Self-Esteem 72

3.6 Prosedur Pengumpulan Data 73

3.7 Teknik Analisis Data 74

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden Penelitian 77

4.2 Analisis Deskriptif 79

4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian 80

4.4 Hasil Uji Hipotesa 84

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

5.1 Kesimpulan 95

5.2 Diskusi 95

5.3 Saran 103

5.3.1 Saran Teoritis 103

5.3.2 Saran Praktis 103

DAFTAR PUSTAKA 105

Page 13: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Blue Print Skala Subjective Wellbeing 51

Tabel 3.2. Blue Print Skala Totalitas Kerja 51

Tabel 3.3 Blue Print Skala Tuntutan Kerja 53

Tabel 3.4 Blue Print Skala Sumber Daya Pribadi 54

Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Subjective Wellbeing 58

Tabel 3.6 Muatan Item Vigor 60

Tabel 3.7 Muatan Item Dedication 62

Tabel 3.8 Muatan Item Absorption 64

Tabel 3.9 Muatan Item Workload 66

Tabel 3.10 Muatan Item Emotional Demands dan Emotional

Dissonance 67

Tabel 3.11 Muatan Item Optimisme 69

Tabel 3.12 Muatan Item Self-Efficacy 71

Tabel 3.13 Muatan Item Self Esteem 73

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis

Kelamin, Tingkat pendidikan dan Status Perkawinan 77

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jumlah

Penghasilan dan Lama Bekerja 78

Tabel 4.3 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian 80

Tabel 4.4 Pedoman Interpretasi Skor 81

Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian 81

Tabel 4.6 Model Summary Analisis Regresi 84

Tabel 4.7 Anova Pengaruh Keseluruhan IV Terhadap DV 85

Tabel 4.8 Koefisien Regresi 86

Tabel 4.9 Proporsi Varians untuk Masing–Masing Independent

Variable 91

Page 14: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir 44

Gambar 3.1 Uji Validitas Konstruk Skala Subjective Wellbeing 57

Gambar 3.2 Uji Validitas Konstruk Vigor 59

Gambar 3.3 Uji Validitas Konstruk Dedication 61

Gambar 3.4 Uji Validitas Konstruk Absorption 63

Gambar 3.5 Uji Validitas Konstruk Workload 65

Gambar 3.6 Uji Validitas Konstruk Emotional Demands dan

Emotional Dissonance 67

Gambar 3.7 Uji Validitas Konstruk Optimisme 69

Gambar 3.8 Uji Validitas Konstruk Self-Efficacy 70

Gambar 3.9 Uji Validitas Konstruk Self Esteem 72

Page 15: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Well-being adalah istilah umum untuk menggambarkan kondisi individu atau

kelompok, misalnya kondisi sosial, ekonomi, psikologis, rohani atau medis

seseorang. Well-being yang tinggi berarti bahwa individu atau kelompok memiliki

pengalaman yang positif, sementara well-being yang rendah dikaitkan dengan

keadaan atau kondisi yang negatif. Walaupun tidak ada definisi yang jelas tentang

well-being, well-being dapat didefinisikan sebagai “a special case for attitude”

(Guttman, Levy, Louis dan Shlomit, 1982).

Well-being itu terbagi dalam dua yaitu subjective well-being dan objective

well-being. Subjective well-being adalah evaluasi-evaluasi kognitif dan afektif

seseorang dalam hidupnya. Evaluasi-evaluasi tersebut terdiri dari reaksi-reaksi emosi

yang dijadikan sebagai penilaian kognitif dalam kepuasan dan pemenuhan.

Sedangkan teori objective well-being biasanya didukung oleh daftar persyaratan yang

harus dipenuhi orang untuk menjalani kehidupan yang baik, suatu kebutuhan

universal dan tidak berbeda di antara masyarakat. Objective well-being berhubungan

dengan kepuasan akan kebutuhan dasar. Seperti untuk karakteristik rumah, hal yang

perlu dipertimbangkan berkaitan dengan air minum yang bagus, listrik dan

kebersihan. Sedangkan dalam hal hubungannya dengan pendidikan seperti frekuensi

Page 16: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

2

hadir sekolah, tipe sekolah, lokasi sekolah, model transport yang digunakan dan

berapa lama jarak yang ditempuh (Royo & Jackeline, 2005).

Pada penelitian ini, peneliti lebih fokus kepada subjective well-being agar

penelitian tidak terlalu luas. Karena subjective well-being lebih menggambarkan

individu mengenai kesejahteraannya secara spesifik dan secara menyeluruh mengenai

kepuasan hidup secara subjektif dibandingkan dengan objective well-being yang

cenderung lebih bersifat kebutuhan universal dan tidak berbeda di antara masyarakat.

Subjective wellbeing merupakan sebuah konsep yang luas yang meliputi

emosi yang menyenangkan, rendahnya level mood negatif, dan tingginya kepuasan

hidup. Pengalaman positif pada tingginya subjective wellbeing adalah konsep pokok

dari positif psikologi karena dapat membuat hidup individu berharga. Subjective

wellbeing dapat diukur dengan happiness dan life satisfaction atau kepuasan hidup

(Diener, Lucas, Oishi, 2005). Menurut Seligman, Parks & Steen (2004) happiness

didefinisikan sebagai “very thing which makes life worth living” atau banyak hal

yang membuat hidup layak untuk ditinggali.

Sementara Diener memandang bahwa subjective wellbeing merupakan

penilaian secara global terhadap kepuasan hidup, berdasarkan pendekatan ini

pengetahuan dari subjective wellbeing dilihat dari penilaian individu secara global

terhadap kepuasan hidup dan kualitas hidup individu (Diener, 1984; 1994; 2000;

Diener, Lucas, Oishi, 2002; Diener, Suh, Smith, 1999; Diener et al., 2005). Subjective

wellbeing mengacu pada evaluasi diri dari kepuasan hidup (Robbins & Kliewer,

2000). Pada penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada subjective wellbeing yang

Page 17: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

3

ditinjau berdasarkan evaluasi diri dari kepuasan hidup. Ketika subjective wellbeing

dinilai, apa yang dinilai adalah bagaimana orang berpikir dan merasakan kehidupan

mereka.

Selanjutnya, subjective well-being karyawan merupakan topik yang hangat

dalam kehidupan organisasi (Grant et al., 2007) dan telah menjadi fokus dari

masyarakat dan perhatian media (Farid dan Lazarus, 2008). Atas dasar inilah penulis

mencoba untuk melakukan penelitian tentang subjective well-being dikalangan

karyawan yang ada di Indonesia.

Karyawan yang wellbeing adalah karyawan yang bahagia. Carr (2004)

mengatakan bahwa kebahagiaan dapat disetarakan dengan istilah subjective well-

being. Menurut pendapat Diener dan Lucas (1999) subjective well-being adalah

evaluasi individu tentang kehidupannya, termasuk penilaian kognitif terhadap

kepuasan hidupnya serta penilaian afektif terhadap emosinya. Subjective well-being

dapat diketahui dari ada atau tidaknya perasaan bahagia (Diener dan Lucas, 1999).

Banyak orang yang merasa puas dengan penghasilan yang didapat sehingga dapat

merasakan kesenangan dan ketenangan dalam hidupnya, namun ada juga yang merasa

tidak pernah puas dengan penghasilan yang didapat, sehingga tidak dapat merasakan

kesenangan dan ketenangan dalam hidupnya.

Subjective well-being merupakan konsep yang meliputi emosi, pengalaman

menyenangkan, rendahnya tingkat mood negatif, dan kepuasan hidup yang tinggi.

Subjective well-being terdiri dari tiga aspek pembangun yaitu afek positif dan afek

negatif serta kepuasan hidup. Afek positif dan negatif merupakan bagian dari aspek

Page 18: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

4

afektif, sedangkan kepuasan hidup merupakan aspek yang merepresentasikan aspek

kognitif individu. Diener, et.al (dalam Eid dan Larsen, 2008) menambahkan kepuasan

terhadap domain spesifik sebagai salah satu aspek subjective well-being. Komponen

kognitif subjective well-being meliputi kepuasan hidup secara keseluruhan dan

kepuasan terhadap domain spesifik dalam kehidupan individu.

Individu dengan subjective well-being yang tinggi menilai hidupnya secara

positif dan merasakan kegembiraan dan kebahagiaan. Individu memiliki subjective

well-being yang tinggi jika merasakan kepuasan hidup dan kesenangan yang lebih

sering dan sedikit sekali merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti

kesedihan atau kemarahan. Sedangkan individu dengan subjective well-being yang

rendah adalah individu yang merasakan sedikit sekali kesenangan, serta lebih sering

merasakan emosi negatif seperti kemarahan dan rasa cemas. subjective well-being

fokus kepada keseimbangan antara pengalaman mood positif dan negatif setiap

harinya dan jumlah kepuasan yang secara umum dirasakan mengenai hidupnya

(Diener, Scollon dan Lucas, 2003).

Kepuasan hidup secara umum merupakan penilaian individu terhadap

kehidupannya, sedangkan kepuasan domain merupakan evaluasi individu terhadap

domain-domain spesifik individu. Domain-domain spesifik ini meliputi kesehatan,

keuangan, pekerjaan, kekayaan, pernikahan hingga hubungan pertemanan yang

dijalani oleh individu. Aspek afektif mengacu pada afek dominan yang dirasakan

individu yang akan mempengaruhi tingkat subjective well-being (Diener, Scollon dan

Lucas, 2003).

Page 19: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

5

Subjective well-being pada karyawan menjadi penting untuk diteliti karena

memiliki pengaruh terhadap banyak aspek psikologi. Russell (2008) menyimpulkan

bahwa subjective well-being memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja (work

performance) dan kepuasan kerja. Artinya semakin tinggi subjective well-being, maka

semakin tinggi pula kinerja (work performance) dan kepuasan kerja. Penelitian yang

dilakukan oleh Soini, Aro & Niemivirta (2007) menyimpulkan bahwa subjective

well-being memiliki pengaruh positif terhadap self-improvement (pengembangan diri)

serta achievement goal orientation. Artinya semakin tinggi subjective well-being,

maka semakin tinggi pula self-improvement (pengembangan diri) serta achievement

goal orientation.

Terdapat berbagai penelitian tentang subjective well-being misalnya oleh

Diener dan Diener (1996) dalam laporan penelitiannya yang meneliti tentang

sebagian besar orang bahagia. Dalam penelitian ini peneliti bertanya kepada orang

yang mempunyai kesempatan untuk melaporkan secara lisan seberapa bahagia atau

puas mereka. Pertanyaan yang diberikan bertujuan untuk melihat fakta siapa yang

lebih atau kurang bahagia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang

merasa puas dengan pernikahannya, pekerjaannya, dan waktu luang yang dimiliki.

Selanjutnya, Campbell, Converse, dan Rogers (1976) menyimpulkan bahwa

efek dari variabel-variabel demografis berpengaruh kecil pada subjective well-being,

karena itulah pada penelitian ini peneliti tidak meneliti pengaruh variabel-variabel

demografis terhadap subjective well-being. Peneliti lain menunjukkan bahwa

subjective well-being terutama ditentukan oleh sifat daripada situasi kehidupan

Page 20: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

6

eksternal (Costa dan McCrae, 1980, 1984; Costa, McCrae, dan Zonderman, 1987;

Diener, Sandvik, Pavot, dan Fujita, 1992 dalam Eunkook Suh, Diener, dan Fujita,

1996).

Banyak faktor yang menjadi variabel penentu munculnya subjective well-

being pekerja di suatu perusahaan. Bakker dan Oerlemans (2010) menjelaskan bahwa

terdapat hubungan antara work engagement dengan subjective well-being. Istilah

work engagement dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai keterlibatan kerja,

keterikatan kerja, keterlarutan kerja dan totalitas kerja. Namun, dalam penelitian ini

peneliti menggunakan istilah work engagement sebagai totalitas kerja (Shaleh, 2013).

Totalitas kerja biasanya didefinisikan sebagai hal positif, yang terkait dengan keadaan

pikiran yang ditandai dengan semangat, dedikasi dan absorbsi atau penyerapan

(Schaufeli, Salanova, Gonzales- Roma, dan Bakker, 2002).

Semangat mengacu pada memiliki tingkat energi dan ketahanan mental yang

tinggi dalam satu pekerjaan serta bersedia berupaya dan tekun. Dedikasi mengacu

pada antusiasme, inspirasi, merasa dipentingkan, kebanggaan dan tantangan.

Penyerapan atau absorption dalam kegiatan kerja mengacu pada konsentrasi penuh

dalam pekerjaan (Salanova dan Schaufeli, 2008). Pekerja yang engaged adalah

pekerja yang energik, memiliki self-efficacy yang tinggi. Selain itu, sikap positif dan

aktivitas mereka menyebabkan mereka mendapatkan feedback yang positif (Bakker

dan Leiter, 2010).

Menurut Sonnentag, 2003 (dalam Bakker dan Oerlemans (2010) totalitas kerja

merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan subjective well-being karyawan, dan

Page 21: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

7

perilaku bekerja untuk beberapa alasan. Pertama, totalitas kerja merupakan

pengalaman positif pada diri individu (Schaufeli et.al, 2002). Kedua, totalitas kerja

berkaitan dengan kesehatan yang baik dan afeksi kerja yang positif (Damerouti,

Bakker, de Jonge, Jansen, & Schaufeli, 2001; Rothbard, 2001). Ketiga, totalitas kerja

membantu individu mengambil keuntungan dari pekerjaan yang membuat stres (Brit,

Adler, & Bartone, 2001). Keempat, totalitas kerja memiliki kaitan yang positif

terhadap komitmen kerja (Demorouti et.al, 2001) dan diharapkan dapat meningkatkan

performa karyawan ( Kahn, 1990).

Menurut Maslach, et al. (2001), rendahnya tingkat burnout dan tingkat

totalitas kerja yang tinggi dapat dianggap mempengaruhi wellbeing pekerja. Watson

dan Tellegen (1985) berpendapat bahwa burnout dan totalitas kerja adalah bagian dari

sebuah taksonomi wellbeing yang lebih komprehensif yang terdiri dari dua dimensi

independen, yakni pleasure atau kesenangan dan aktivasi. Burnout ditandai dengan

masih rendahnya tingkat aktivasi dan kesenangan, dan totalitas kerja di sisi lain

ditandai oleh tingginya tingkat aktivasi dan kesenangan. Bertentangan dengan

pendapat Watson dan Tellegen, Schaufeli, et al. (2002) mengatakan bahwa

kesenangan tidak termasuk dalam totalitas kerja. Dengan demikian dalam

merepresentasikan wellbeing, work engagement mencerminkan tingkat aktivasi yang

tinggi.

Selama tiga dekade terakhir, Bakker dan Demerouti (2006) menyatakan

bahwa banyak studi yang menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan (job

characteristics), yang meliputi job demands, job control, dan job resources, dapat

Page 22: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

8

memiliki dampak yang mendalam pada well-being pekerja. Tuntutan kerja atau job

demands merujuk pada aspek-aspek fisik, psikologis, sosial, atau organisasi dari

suatu pekerjaan yang membutuhkan usaha atau kemampuan secara fisik dan/atau

psikologis yang terus-menerus dan oleh karena itu diasosiasikan dengan biaya fisik

dan/atau psikologis tertentu (Bakker dan Demerouti, 2006).

Wood, Stride, Threapleton, Wearn, Nolan, Osborn, Paul, dan Johnson (2010)

menjelaskan bahwa rendahnya level tuntutan kerja (job demands) seseorang yang

dikombinasikan dengan tingginya kontrol akan pekerjaan (job control) dan hubungan

yang suportif di tempat kerja meningkatkan kesejahteraan pekerja (staff well-being).

Lebih lanjut, Love, Irani, Standing, dan Themistocleous (2007) menjelaskan bahwa

tuntutan kerja (job demands) dan variabel lainnya yang dijelaskan dalam model

Karasek, yakni Job-Strain Model (JSM), menjadi prediktor yang signifikan terhadap

well-being pekerja pada pekerja kesehatan.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tuntutan kerja memiliki pengaruh

terhadap stres, depresi, dan burnout. Karasek (1979) yang menjelaskan Job Strain

Model (JSM) mendefinisikan tuntutan kerja sebagai aspek yang menimbulkan stres

atau stressor dari pekerjaan. Hal ini juga didukung oleh Kristensen et al., (2004) yang

mengungkapkan bahwa tuntutan kerja menjadi konstruk paling penting dalam

menjelaskan stres pada pekerjaan. Penelitian Kitaoka-Higashiguchi, Nakagawa,

Morikawa, Ishizaki, Miura, Naruse, dan Kido (2002) menunjukkan bahwa semakin

tinggi tuntutan kerja maka semakin tinggi pula tingkat depresi seseorang.

Page 23: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

9

Grebner, Semmer, dan Elfering, 2005 (dalam Panari, Guglielmi, Ricci,

Tabanelli, dan Violante, 2012) menyatakan bahwa stresor pekerjaan (dalam hal ini,

tuntutan kerja) adalah satu hal yang mungkin menjadi penyebab buruknya wellbeing,

kesehatan, dan performa kerja (job performance). Pekerja menjadi bosan dengan

kegiatan pekerjaan sehari-hari mereka, tetapi energi mereka harus cukup untuk

memenuhi tuntutan tugas. Ketika seorang individu bekerja dengan beban kerja mental

yang tinggi dan merasa lelah, tambahan energi diperlukan untuk memastikan bahwa

kinerja mereka tetap baik. Hal ini dapat mengakibatkan kelelahan akut yang pada

gilirannya dapat mengakibatkan efek kronis pada kesehatan dan kesejahteraan

(Demerouti, et al. 2001). Dengan demikian, tuntutan kerja dapat dikatakan memiliki

hubungan yang terbalik atau negatif dengan well-being, dimana semakin rendah

tingkat tuntutan kerja maka semakin tinggi tingkat well-being dan sebaliknya.

Selain itu, terdapat faktor lain yang mempengaruhi subjective well-being

pekerja, yakni personal resources atau sumber daya pribadi. Personal resources atau

sumber daya pribadi adalah evaluasi diri yang positif terkait dengan ketahanan dan

merujuk kepada individu yang memiliki kemampuan untuk mengontrol dan

memberikan dampak yang baik pada lingkungan mereka (Hobfoll, Johnson, Ennis,

dan Jackson, 2003). Dengan demikian, personal resources atau sumber daya pribadi

adalah (a) berfungsi untuk mencapai tujuan, (b) melindungi dari ancaman dan biaya

fisiologis dan psikologis yang terkait, dan (c) merangsang pertumbuhan dan

perkembangan pribadi. Evaluasi diri yang positif sangat berhubungan dengan

berbagai aspek kesejahteraan. Semakin tinggi sumber daya pribadi, maka individu

Page 24: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

10

tersebut menganggap diri sendiri sebagai individu-individu yang lebih positif. Pada

gilirannya, ada kemungkinan bahwa individu akan mencapai tujuan yang mereka

tetapkan dengan kemampuan mereka. Individu menjadi termotivasi (motivasi

intrinsik) untuk mengejar tujuan-tujuan mereka dan sebagai akibatnya mereka akan

mendapatkan kepuasan, yang dalam hal ini adalah bagian dari subjective wellbeing

(Luthans dan Youssef, 2007).

Sumber daya pribadi terdiri dari 3 aspek, yakni self-efficacy, organizational-

based self-esteem, dan optimism. Sumber daya pribadi telah diakui penting untuk

kesejahteraan psikologis individu secara umum, dan untuk kesejahteraan yang

berhubungan dengan pekerjaan secara khusus (Xanthopoulou, D., Bakker, A. B.,

Demerouti, E., dan Schaufeli, 2007). Tidak seperti ciri-ciri kepribadian yang stabil

dan relatif tetap, sumber daya pribadi ini lunak dan terbuka terhadap perubahan dan

perkembangan, dan dengan demikian dianggap paling sesuai untuk penelitian ini.

Self-efficacy (yaitu persepsi individu mengenai kemampuan mereka dalam

memenuhi tuntutan; Chen, Gully, dan Eden, 2001) berkontribusi untuk memotivasi

individu dalam menjawab tantangan, berupaya dan tekun dalam menghadapi

rintangan (Bandura, 1989). Lebih lanjut, Pierce dan Gardner (2004) dalam studinya

menunjukkan bahwa self-esteem yang berbasis organisasi (OBSE), yaitu tingkat

dimana anggota organisasi percaya bahwa mereka dapat memenuhi kebutuhan

mereka dengan berpartisipasi dan berperan dalam organisasi, adalah sangat

berhubungan dengan kepuasan kerja dan komitmen. Selain itu, dalam studi

longitudinal baru antara personil kesehatan di Finlandia, OBSE ternyata menjadi

Page 25: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

11

salah satu prediktor paling penting dari variabel work engagement atau totalitas kerja

ketika diukur dua tahun kemudian (Mauno, S., Kinnunen, U., Ruokolainen, M. 2007).

Demikian pula, optimisme, yang merupakan kecenderungan untuk percaya

bahwa individu akan mendapatkan hasil yang baik dalam hidup (Scheier, Carver, dan

Bridge, 2001). Individu yang optimis lebih mampu menghadapi situasi yang

mengancam karena individu yang optimis mengadopsi strategi-strategi aktif

(Iwanaga, Yokoyama, dan Seiwa, 2004), dan mereka dapat beradaptasi dengan baik

di tempat kerja (Luthans dan Youssef, 2007).

Penelitian- penelitian Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya tentang

subjective wellbeing yang dihubungkan dengan variabel-variabel seperti totalitas

kerja, tuntutan tugas, dan sumber daya pribadi belum banyak dilakukan. Atas dasar

itulah peneliti memilih judul “Pengaruh Totalitas Kerja, Tuntutan Kerja dan Sumber

Daya Pribadi Terhadap Subjective Wellbeing”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Untuk membatasi agar permasalahan penelitian tidak meluas, maka masalah dalam

penelitian ini dibatasi pada subjective well-being, totalitas kerja, tuntutan kerja, dan

sumber daya pribadi. Adapun variabel yang diteliti adalah sebagai berikut:

1. Diener memandang bahwa subjective wellbeing merupakan penilaian secara

global terhadap kepuasan hidup, berdasarkan pendekatan ini pengetahuan dari

subjective wellbeing dilihat dari penilaian individu secara global terhadap

kepuasan hidup dan kualitas hidup individu (Diener, 1984; 1994; 2000;

Page 26: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

12

Diener, Lucas, Oishi, 2002; Diener, Suh, Smith, 1999; Diener et al., 2005).

Pada penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada subjective wellbeing yang

ditinjau berdasarkan evaluasi diri dari kepuasan hidup.

2. Seseorang yang meliliki totalitas kerja adalah seseorang yang akan bekerja

keras, memberikan usaha yang lebih (extra effort), aktif terlibat, fokus

terhadap pekerjaan, hadir secara fisik dan memberikan energi terhadap apa

yang dikerjakan (Schaufeli dan Bakker, 2004).

3. Tuntutan kerja mengacu pada aspek fisik, psikologis, sosial atau organisasi

pada pekerjaan yang memerlukan dukungan upaya fisik dan/atau psikologis

(seperti, kognitif atau emosional) dan oleh karena itu dikaitkan dengan biaya

fisik dan/atau psikologis tertentu (seperti, tekanan kerja, kelebihan peran, dan

tuntutan emosional) (Schaufeli dan Bakker, 2004).

4. Sumber daya pribadi merupakan aspek diri yang secara umum dihubungkan

dengan kegembiraan dan merujuk pada perasaan individu mengenai

kemampuan mereka untuk mengontrol dan memberikan dampak pada

lingkungan mereka (Xanthopoulou et al., 2007).

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :

Apakah terdapat pengaruh tuntutan kerja dan sumber daya pribadi terhadap subjective

wellbeing melalui totalitas kerja sebagai variabel mediator?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Page 27: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

13

1.3.1 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh tuntutan kerja dan sumber daya pribadi terhadap

subjective wellbeing yang dimediasi oleh variabel totalitas kerja.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfat terhadap disiplin ilmu pengetahuan

khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) dengan memberikan bukti-

bukti empiris pada penelitian ini.

Penelitian ini diharapkan menjadi referensi teoritis dan empiris atau masukan bagi

peneliti-peneliti lain yang ingin mengukur tentang subjective wellbeing pekerja.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Bagi Penulis : Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai materi Sumber

Daya Manusia khususnya yang berkaitan dengan tuntutan kerja, sumber daya pribadi,

totalitas kerja, dan subjective wellbeing pegawai.

Bagi Kementerian Sosial RI memberikan gambaran dan informasi mengenai kondisi

fisik dan psikis pegawainya, khususnya untuk memberikan masukan tentang

bagaimana agar kesejahteraan pegawai dapat meningkat.

1.4 Sistematika Penulisan

BAB 1 : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang penelitian yang di dalamnya tercantum alasan pentingnya

penelitian dilakukan, kemudian dilanjutkan dalam sub bab pertanyaan penelitian,

Page 28: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

14

serta menjelaskan tujuan, manfaat, serta sistematika penulisan dari hasil penelitian

ini.

BAB 2 : LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, dilakukan penguraian tentang landasan teori yang digunakan sebagai

dasar dalam melihat hubungan antara variabel-variabel yang ingin diteliti. Yaitu

meliputi definisi-definisi, aspek-aspek, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan

pengukuran.

BAB 3: METODE PENELITIAN

Pada bab ini memuat jenis penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan

sampel, variabel penelitian, alat ukur yang digunakan, uji validitas konstruk, prosedur

penelitian dan teknik analisis data.

BAB 4 : HASIL PENELITIAN

Merupakan presentasi dan analisis data yang berisi tentang analisa hasil uji hipotesis.

BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Page 29: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

15

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Subjective Well-Being

Konsep subjective wellbeing berkenaan dengan fungsi psikologis dan pengalaman

secara optimal. Ryan dan Deci (2001) menerapkan dua pendekatan untuk memahami

wellbeing, yakni pendekatan eudaimonic dan pendekatan hedonic.

Pendekatan eudaimonic berfokus pada kebermaknaan dan realisasi diri serta

mendefinisikan wellbeing sebagai sebuah tingkat ketika seseorang dapat berfungsi

secara penuh. Lalu, pendekatan eudaimonic ini dapat disebut sebagai psychological

wellbeing. Sedangkan, pendekatan hedonic berbeda dengan pendekatan eudaimonic,

pendekatan eudaimonic berfokus pada kebahagiaan seseorang ketika seseorang telah

mencapai kesenangan lalu hedonic dihubungkan dengan wellbeing, maka didapatkan

pengertian bahwa hedonic sebagai pencapaian kesenangan dan menghindari hal-hal

yang menyakitkan atau menyedihkan. Selanjutnya, pendekatan hedonic ini disebut

dengan istilah subjective wellbeing (Ryan dan Deci, 2001).

2.1.1 Pengertian Subjective Well-Being

Menurut Diener et al., (2005) subjective well-being mencakup kedalam

komponen yang luas, seperti kebahagian, kepuasan hidup, keseimbangan kesenangan,

pemenuhan, dan stress serta penanganan secara afektif dan evaluasi kognitif hidup

seseorang. Banyak pendekatan yang mendefinisikan subjective well-being dalam

beberapa cara. Diener et al., (2005) mengemukakan ada 3 pendekatan yang

Page 30: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

16

mengindetifikasikan subjective well-being yaitu yang pertama memandang bahwa

subjective well-being merupakan penilaian secara global terhadap kepuasan hidup,

berdasarkan pendekatan ini pengetahuan dari subjective well-being membutuhkan

akses pada penilaian individu secara global terhadap kepuasan hidup dan kualitas

hidup. Pandangan yang kedua memandang subjective well-being sebagai pengumpul

dari pengalaman-pengalaman emosi, dan pendekatan ketiga mengatakan bahwa

subjective well-being sebagai pengumpul dari multi reaksi emosi sepanjang waktu

(Kaheman, 1999).

Menurut Diener dan Lucas (1999) subjective well-being adalah evaluasi

individu tentang kehidupannya, termasuk penilaian kognitif terhadap kepuasan

hidupnya serta penilaian afektif terhadap emosinya. Seseorang dikatakan memiliki

subjective well-being yang tinggi jika mereka merasa puas dengan kondisi hidup

mereka, sering merasakan emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif.

subjective well-bein dapat diketahui dari ada atau tidaknya perasaan bahagia (Diener

& Lucas, 1999). Ketika seseorang mengkarakteristikan atau mencirikan suatu

kehidupan yang baik maka ia akan membicarakan tentang kebahagiaan, kesehatan,

dan umur yang panjang (Diener & Chan, 2011).

Diener memandang bahwa subjective wellbeing merupakan penilaian secara

global terhadap kepuasan hidup, berdasarkan pendekatan ini pengetahuan dari

subjective wellbeing dilihat dari penilaian individu secara global terhadap kepuasan

hidup dan kualitas hidup individu (Diener, 1984; 1994; 2000; Diener, Lucas, Oishi,

Page 31: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

17

2002; Diener, Suh, Smith, 1999; Diener, 2005). Definisi dari Diener tersebut yang

peneliti gunakan dalam penelitian ini.

Lebih lanjut, Diener (2005) menggunakan Satisfaction With Life Scale

(SWLS) yang ia kembangkan pada tahun 1984 untuk mengukur subjective wellbeing

seseorang. Hal tersebut dikarenakan subjective well being berkenaan dengan evaluasi

hidup seseorang yang dapat dilihat dari kepuasaan hidup mereka, yang didasarkan

kepada perasaan, termasuk suasana hati dan emosi. Ketika seseorang merasakan sedih

atau mereka merasa gembira itu dikarenakan mereka merasakan apakah hidup mereka

baik atau tidak (Diener & Chan, 2011).

2.1.2 Komponen-komponen Subjective Well-being

Subjective well-being tersusun dari beberapa komponen utama, termasuk

kepuasan hidup secara umum, kepuasan terhadap ranah spesifik kehidupan, adanya

afek yang positif (mood dan emosi yang menyenangkan), dan ketiadaan afek negatif

(mood dan emosi yang tidak menyenangkan) (Eddington & Shuman, 2005). Keempat

komponen utama ini, yaitu afek positif, afek negatif, kepuasan hidup dan kepuasan

ranah kehidupan, memilki korelasi sedang satu sama lain, dan secara konseptual

berkaitan satu sama lain. Namun, dari tiap-tiap komponen menyediakan informasi

unik mengenai kualitas subjektif kehidupan seseorang (Diener, Scollon, & Lucas,

2003). Afek positif dan afek negatif termasuk ke dalam komponen afektif, sementara

kepuasan hidup dan domain kepuasan termasuk ke dalam komponen kognitif.

Komponen-komponen utama kemudian direduksi ke dalam beberapa elemen

khusus. Afek positif meliputi kegembiraan, keriangan hati, kesenangan, kebahagiaan

Page 32: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

18

hati, kebanggaan, afeksi, dan kebahagiaan. Afek negatif meliputi munculnya perasaan

bersalah, malu, kesedihan, kecemasan, dan kekhawatiran, kemarahan, stress, depresi,

dan rasa iri. Kepuasan hidup dikategorikan melalui kepuasan terhadap hidup saat ini,

kepuasan dengan masa lalu, dan kepuasan dengan masa depan. Kepuasan ranah

kehidupan muncul terhadap pekerjaan, keluarga, waktu, kesehatan, keuangan, dirinya

sendiri, dan kelompoknya (Eddington & Shuman, 2005). Berikut ini adalah

penjelasan untuk tiap-tiap komponen yang membentuk subjective well-being.

2.1.2.1 Afek Positif dan Afek Negatif Emosi

Emosi atau mood, yang keduanya diberi label afek, mencerminkan penilaian

seseorang terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Larsen dan Diener,

1992 (dalam Carr, 2004) dan Averill, 1997 (dalam Carr, 2004) menjelaskan bahwa

pengalaman emosi setidaknya memiliki dua dimensi, yaitu activation atau arousal;

dan pleasantness atau evaluation. Afek positif adalah kombinasi arousal dan

pleasantness, dan emosi yang termasuk di dalamnya antara lain aktif, siap sedia, dan

senang. Afek negatif adalah kombinasi arousal dan unpleasantness, dan didalamnya

terdapat emosi seperti cemas, sedih, dan ketakutan.

Lucas, Diener dan Suh, 1996 (dalam Diener, Lucas, & Oishi, 2005)

mendemonstrasikan bahwa item yang banyak dari skala kepuasan hidup, perasaan

senang (pleasant affect), dan perasaan tidak senang (unpleasant affect) membentuk

faktor-faktor yang bisa dipisahkan satu sama lain. Dalam hal ini, afek memiliki

dimensi frekuensi dan intensitas. Dimensi frekuensi merupakan keseluruhan jumlah

predominasi afek positif dan afek negatif. Afek positif dan afek negatif bersifat

Page 33: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

19

independen, meskipun demikian beberapa penelitian menunjukkan bahwa keduanya

berkorelasi negatif. Semakin sering seseorang merasakan salah satu afek, semakin

rendah frekuensi afek lain yang dirasakannya. Dimensi intensitas mengacu pada kuat

lemahnya afek yang dirasakan oleh seseorang. Hal inilah yang menjelaskan mengapa

kedua afek yang independen ini muncul secara bersamaan.

Diener, 1991 (dalam Diener, Scollon, dan Lucas, 2003) menyatakan dalam

penelitian-penelitian well-being, sebaiknya menggunakan frekuensi dalam meneliti

mengenai afek positif dan negatif. Alasannya, karena well-being berbicara mengenai

evaluasi kondisi emosi yang sifatnya relatif jangka panjang, sedangkan intensitas

lebih bisa menjelaskan suasana emosi yang bersifat lebih sementara, seperti mood.

Selain itu, jika afek positif dan negatif terasa kuat secara bersamaan maka akan

membingungkan dalam penentuan well-being seseorang.

2.1.2.2 Kepuasan Hidup (Life Satisfaction)

Kepuasan hidup yang sering kali disebut dengan istilah penilaian kehidupan

secara global (Diener, Scollon, & Lucas, 2003), merefleksikan penilaian individu

bahwa kehidupannya ini berjalan dengan baik. Setiap individu dapat menelaah

kondisi kehidupannya sendiri, menimbang pentingnya kondisi-kondisi tersebut, dan

kemudian mengevaluasi kehidupannya ke dalam skala memuaskan dan tidak

memuaskan. Evaluasi global semacam ini disebut sebagai penilaian kognitif atas

kepuasan hidup. Dikatakan demikian karena penilaian ini membutuhkan proses

kognitif.

Page 34: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

20

Beberapa penelitian memfokuskan diri pada bagaimana penilaian ini dibuat.

Umumnya individu tidak menguji semua aspek kehidupan mereka dan

menimbangnya secara tepat. Mungkin karena proses semacam ini sukar, kebanyakan

orang menggunakan berbagai cara singkat dalam menghasilkan penilaian kepuasan.

Secara spesifik, orang menggunakan informasi yang menonjol saat melakukan

penilaian (Schwarz & Strack, 1999, dalam Diener, Scollon, & Lucas, 2003).

Meskipun menggunakan cara singkat atau jalan pintas, penilaian kepuasan hidup

individu secara temporal cukup stabil (Magnus & Diener, 1991; Ehrhard et al., 2000,

dalam Diener, Scollon, & Lucas, 2003). Hal ini terjadi karena informasi yang

digunakan pada saat membuat penilaian kepuasan cenderung merupakan informasi

yang mudah diakses setiap saat.

Dengan kata lain, penilaian kepuasan yang dilakukan seseorang didasarkan

pada informasi yang tersedia pada saat penilaian tersebut dilakukan, dan kebanyakan

dari informasi tersebut merupakan informasi yang tetap sama dari waktu ke waktu. Di

dalam banyak kasus, orang cenderung menggunakan informasi yang relevan dan

stabil, yang pada akhirnya akan menghasilkan penilaian kepuasan yang stabil dan

bermakna (Diener, Scollon& Lucas, 2003).

Pada saat membuat penilaian kepuasan hidup, seseorang juga menggunakan

sumber-sumber informasi lain, diantaranya perbandingan dengan standar-standar

yang penting (Diener, Scollon, & Lucas, 2003). Campbell et al. (dalam Diener,

Scollon, & Lucas, 2003) menyatakan bahwa individu melihat pada domain yang

penting dalam hidup dan membandingkan domain kehidupan ini dengan berbagai

Page 35: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

21

standar pembanding, misalnya situasi yang mereka alami di masa lalu, keadaan di

lingkungan sekitar mereka masa kini, ataupun harapan akan sesuatu di masa depan.

Kepuasan hidup digunakan sebagai salah satu cara mengukur well-being

karena dengan cara ini peneliti dapat menangkap well-being dalam bentuk luas dari

sudut pandang partisipan itu sendiri (Diener, 1991, dalam Diener, Scollon, & Lucas,

2003). Selain itu, keuntungan dari melihat kepuasan hidup sebagai ukuran well-being

adalah karena tipe pengukuran ini menangkap sensasi secara global akan well-being

dari perspektifnya sendiri.

2.1.2.3 Kepuasan Terhadap Ranah Kehidupan ( Domain Satisfaction)

Komponen selanjutnya yang termasuk dalam model hirarki subjective well-

being adalah kepuasan ranah kehidupan (Domain satisfaction). Kepuasan ranah

kehidupan mencerminkan penilaian seseorang mengenai domain tertentu dalam

kehidupannya. Proses penilaian kepuasan ranah kehidupan digabungkan, dan titik

berat yang diberikan pada tiap domain, dapat bervariasi bagi setiap orang.

Diener et al. (2002, dalam Diener, Scollon, Lucas, 2003) menemukan bahwa

orang-orang yang bahagia cenderung menitikberatkan domain-domain terbaik dalam

kehidupan mereka, sedangkan orang-orang yang tidak bahagia cenderung lebih

menitikberatkan pada domain-domain terburuk dalam kehidupan mereka. Karena itu,

kepuasan ranah kehidupan tidak hanya dapat mencerminkan bagian-bagian

komponen dari sebuah penilaian kepuasan hidup, tetapi juga dapat menyediakan

informasi yang unik mengenai keseluruhan well-being seseorang. Ketika

mengkonstruksikan penilaian kepuasan hidup secara global (life satisfaction),

Page 36: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

22

seseorang menelaah berbagai domain dalam kehidupannya (kesehatan, kehidupan,

keluarga, pekerjaan, dan kehidupan sosial), menimbang pentingnya domain-domain

tersebut, dan kemudian mengumpulkan sejumlah penilaian tadi untuk memperoleh

keseluruhan evaluasi dari kepuasan hidupnya.

Jadi, life satisfaction dihasilkan melalui proses heuristik. Individu tidak

memiliki kemampuan untuk menggabungkan dan mengagregasi sederet domain

kehidupan. Kepuasan ranah kehidupan akan menjadi penting bagi para peneliti yang

tertarik akan pengaruh well-being pada area tertentu. Sebagai contoh, jika peneliti

ingin mengetahui peningkatan well-being pekerja, kepuasan terhadap pekerjaan dapat

memberikan pengukuran yang lebih sensitif dibanding yang dihasilkan oleh global

well-being.

Sama halnya jika seorang peneliti ingin meneliti populasi khusus, mungkin

diperlukan pengukuran terhadap domain tertentu yang relevan dengan populasi

kelompok tersebut (Diener, Scollon, & Lucas, 2003). Karena itu, selain dapat

menyediakan informasi mengenai cara individu melakukan penilaian global, skor

yang didapat dari kepuasan ranah kehidupan juga menyediakan informasi lebih detail

tentang aspek tertentu dalam kehidupan seseorang yang berjalan dengan baik atau

buruk (Diener, Scollon, & Lucas, 2003).

Page 37: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

23

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being

Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being antara lain:

1. Totalitas Kerja

Totalitas kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi subjective wellbeing.

Menurut Maslach, et al. (2001) tingkat totalitas kerja yang tinggi dapat dianggap

mempengaruhi subjective wellbeing. Watson dan Tellegen (1985) berpendapat bahwa

totalitas kerja adalah bagian dari sebuah taksonomi kesejahteraan yang lebih

komprehensif yang terdiri dari dua dimensi independen, yakni pleasure atau

kesenangan dan aktivasi. Bertentangan dengan pendapat Watson dan Tellegen,

Schaufeli, et al. (2002) mengatakan bahwa kesenangan tidak termasuk dalam totalitas

kerja. Dengan demikian, dalam merepresentasikan subjective wellbeing, totalitas

kerja mencerminkan tingkat aktivasi yang tinggi.

2. Tuntutan Kerja

Grebner, Semmer, dan Elfering (2005) menyatakan bahwa stresor pekerjaan (dalam

hal ini, job demands atau tuntutan kerja) adalah satu hal yang mungkin menjadi

penyebab buruknya subjective wellbeing, kesehatan, dan performa kerja (job

performance). Pekerja menjadi bosan dengan kegiatan pekerjaan sehari-hari mereka,

tetapi energi mereka harus cukup untuk memenuhi tuntutan tugas. Ketika seorang

individu bekerja dengan beban kerja mental yang tinggi dan merasa lelah, tambahan

energi diperlukan untuk memastikan bahwa kinerja mereka tetap baik. Hal ini dapat

mengakibatkan kelelahan akut yang pada gilirannya dapat mengakibatkan efek kronis

pada kesehatan dan kesejahteraan (Demerouti, et al. 2001). Dengan demikian, job

Page 38: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

24

demands dapat dikatakan memiliki hubungan yang terbalik atau negatif dengan

subjective well-being, dimana semakin rendah tingkat job demands maka semakin

tinggi tingkat subjective well-being dan sebaliknya.

3. Sumber Daya Pribadi

Semakin tinggi sumber daya pribadi, maka individu tersebut menganggap diri sendiri

sebagai individu-individu yang lebih positif. Pada gilirannya, ada kemungkinan

bahwa individu akan mencapai tujuan yang mereka tetapkan dengan kemampuan

mereka. Individu menjadi termotivasi (motivasi intrinsik) untuk mengejar tujuan-

tujuan mereka dan sebagai akibatnya mereka akan mendapatkan kepuasan, yang

dalam hal ini adalah bagian dari subjective wellbeing (Luthans dan Youssef, 2007).

4. Kepribadian

Wilson (1967 dalam Diener, Lucas, & Oishi, 2005) menyatakan bahwa faktor

kepribadian memiliki hubungan dengan subjective well-being. Ia menyatakan bahwa

orang yang bahagia adalah seorang yang ekstrovert, optimis, religious, memiliki self-

esteem yang tinggi, memiliki semangat kerja dan memiliki cita-cita. Sedangkan

Deneve dan Cooper (1998, dalam Diener, Lucas, dan Oishi, 2003) mengidentifikasi

137 trait kepribadian yang berhubungan dengan subjective well-being adalah

extraversion dan neurotism. Costa dan McCrae (dalam Diener, Lucas, & Oishi, 2003)

menemukan bahwa extraversion memprediksikan afek yang menyenangkan dan

neuroticism memprediksikan afek tidak menyenangkan dalam periode sepuluh tahun.

Sementara itu, trait lain dalam model kepribadian “the big five trait factor”, yaitu

agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience menunjukkan

Page 39: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

25

hubungan yang lebih lemah dengan subjective wellbeing (Watson & Clark dalam

Diener, Lucas, & Oishi, 2003).

2.1.5 Pengukuran Subjective Well-being

Subjective well-being telah diukur dengan berbagai macam cara dalam

berbagai penelitian. Tidak ada satu skala yang secara khusus digunakan atau lebih

baik dari pada skala yang lain. Banyak skala yang ada menggunakan satu item

dengan kategori respon yang berbeda-beda. Dengan menggunakan sudut pandang

psikometri, pengukuran yang didasarkan dengan satu item cenderung sederhana, tapi

juga memiliki kegunaan yang nyata (Andrews dan Robinson, 1991).

Meskipun satu item dapat digunakan untuk mengukur kepuasan atau

kebahagiaan, dalam level umum ataupun level spesifik dalam aspek kehidupan,

pengukuran subjective well-being yang paling luas digunakan merupakan skala

dengan multi item. Skala dengan multi item, dalam beberapa pengukuran, secara

umum memiliki validitas dan/atau reabilitas yang lebih tinggi karena error dalam

pengukuran yang mungkin terjadi dalam skala satu item, paling tidak, bisa dikurangi

dengan adanya item-item yang lain. Selain itu, dengan skala multi item, bisa

didapatkan informasi yang lebih luas tentang komponen-komponen yang menyusun

subjective well-being (Andrews & Robinson, 1991).

Ukuran subjective well-being harus mengambil dari perspektif responden

sendiri. Untuk alasan ini, kebanyakan studi dari subjective well-being telah

mengandalkan langkah-langkah konstruksi self-report. Namun, ada banyak alasan

untuk berhati-hati dalam menafsirkan hasil yang hanya didasarkan pada ukuran

Page 40: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

26

evaluasi diri. Beberapa orang tampak lebih bahagia daripada yang lain hanya karena

mereka menggunakan angka yang lebih tinggi dalam skala respon atau karena mereka

ingin menjadi baik di mata eksperimen. Jadi, meskipun self-report memainkan peran

sentral dalam penelitian subjective well-being, mereka harus dilengkapi dengan

teknik pengukuran untuk mendapatkan pemahaman lengkap konstruksi (Diener,

Scollon dan Lucas, 2003).

Self-report dalam subjective well-being bervariasi dalam kompleksitasnya.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa bahkan yang paling sederhana -

ukuran single-item - bisa menunjukkan beberapa tingkat reliabilitas dan validitas.

Diener, et al (in press), misalnya, menunjukkan bahwa ukuran item tunggal

("kegembiraan") dapat memprediksi kondisi subjective wellbeing seseorang hingga

18 tahun kemudian. Demikian pula, Lucas et al (in press) menunjukkan bahwa

pengukuran dari item kepuasan hidup relatif stabil sepanjang waktu dan sesuai

dengan perubahan dalam fenomena kehidupan. Oleh karena itu, jika fokus penelitian

adalah untuk mendapatkan subjective well-being dengan ukuran yang dapat

diandalkan dan valid serta tidak dapat menggabungkan berbagai indikator self-report,

maka untuk dapat menilai konstruk ini dapat menggunakan pengukuran skala

kepuasan hidup.

Sebagian besar dari pengukuran subjective well-being menggunakan elemen

dengan validitas item yang jelas. Sebagai contoh, skala kepuasan hidup dapat

meminta responden sejauh mana mereka setuju dengan pernyataan seperti: "Saya

Page 41: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

27

puas dengan hidup saya" atau "dalam banyak hal, hidup saya mendekati ideal" Diener

et al., 1985 (dalam Diener, Scollon dan Lucas, 2005).

Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan skala Satisfaction

With Life Scale (SWLS) yang dikembangkan oleh Diener tahun 1984 untuk

mengukur subjective wellbeing. Alasan peneliti memilih alat ukur tersebut adalah

karena alat ukur ini mempunyai konsistensi internal yang baik, dimana alpha

cronbachnya ada di 0,87, dan menunjukkan bahwa SWLS mempunyai kekayaan

psikometrik (Diener, et al. 1985).

2.2 Totalitas Kerja

Individu dengan totalitas kerja yang tinggi mengidentifikasi pekerjaan mereka

sendiri dan termotivasi dalam melaksanakan pekerjaannya. Mereka cenderung untuk

bekerja lebih keras dan lebih produktif daripada karyawan lain dan lebih mungkin

untuk menghasilkan kepuasan pelanggan dan tercapainya keinginan organisasi. Orang

dengan totalitas kerja yang tinggi akan menggunakan kemampuan dan keterampilan

mereka dengan baik, merasa tertantang dalam pekerjaan dan berprestasi.

Penelitian menunjukkan bahwa karyawan dengan totalitas kerja yang tinggi

memiliki energi dan self-efficacy yang tinggi dalam bekerja (Schaufeli et al., 2001).

Karena perilaku positifnya, karyawan dengan totalitas kerja yang tinggi mendapatkan

feedback yang baik, apresiasi dan kesuksesan. Karyawan dengan totalitas kerja yang

tinggi juga memiliki antusias dan energi yang baik di luar pekerjaannya, seperti

dalam olahraga, hobi, dan kegiatan volunteer. Karyawan dengan totalitas kerja yang

tinggi tidak adiksi dalam bekerja, mereka menikmati hal-hal lain di luar pekerjaan

Page 42: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

28

mereka. Berbeda dengan workaholic, karyawan dengan totalitas kerja yang tinggi

tidak bekerja karena mereka memiliki dorongan dalam diri yang kuat atau inner drive

melainkan karena mereka menganggap bahwa bekerja itu menyenangkan (Bakker dan

Oerlemans, 2010)

2.2.1 Pengertian Totalitas Kerja

Schaufeli dan Bakker (2004) menjelaskan bahwa seseorang yang total dalam

bekerja atau yang memiliki totalitas kerja yang tinggi akan bekerja keras,

memberikan usaha yang lebih (extra effort), aktif terlibat, fokus terhadap pekerjaan,

hadir secara fisik dan memberikan energi terhadap apa yang dikerjakan. Pengertian

dari Schaufeli dan Bakker (2004) tersebut akan menjadi pengertian yang peneliti

gunakan dalam penelitian kali ini.

Secara lebih spesifik Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker (2002)

mendefinisikan totalitas kerja sebagai hal positif, total, yang terkait dengan keadaan

pikiran yang ditandai dengan semangat, dedikasi dan absorbsi atau penyerapan.

Totalitas kerja lebih daripada keadaan sesaat dan spesifik, mengacu ke keadaan yang

begerak tetap meliputi aspek kognitif dan afektif yang tidak fokus pada objek,

peristiwa, individu atau perilaku tertentu (Schaufeli dan Martinez, 2002).

2.2.2 Aspek-aspek Totalitas Kerja

Totalitas kerja merupakan hal positif, yang terkait dengan keadaan pikiran

yang ditandai dengan semangat, dedikasi dan absorbsi atau penyerapan (Schaufeli et.

al, 2002). Vigor atau semangat mencerminkan kesiapan untuk mengabdikan upaya

dalam pekerjaan seseorang, sebuah usaha untuk terus energik saat bekerja dan

Page 43: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

29

kecenderungan untuk tetap berusaha dalam menghadapi kesulitan atau kegagalan

tugas. Dedikasi mengacu pada identifikasi yang kuat dengan pekerjaan seseorang dan

mencakup perasaan antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Dimensi ketiga

dari totalitas kerja adalah penyerapan atau Absorbsi. Absorpsi ditandai dengan

seseorang menjadi benar-benar tenggelam dalam pekerjaannya, dalam waktu tertentu

ia akan merasa sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaannya.

Beberapa studi telah memvalidasi secara empiris instrumen yang mengukur

totalitas kerja, Utrecht Work Engagement Scale (UWES) (Schaufeli et al, 2003;.

Schaufeli dan Bakker, 2004, Schaufeli, Taris dan Rhenen, 2008). Seorang karyawan

yang tergolong memiliki work engagement dengan kata lain dapat didefinisikan

dengan melakukan pekerjaan yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan

penyerapan dalam menyelesaikan semua penugasannya.

Secara ringkas Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker, (2002)

menjelaskan mengenai aspek-aspek yang terdapat dalam totalitas kerja, yaitu:

a. Vigor (Semangat)

Merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk

berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam

menghadapi kesulitan kerja. Juga kemauan untuk menginvestasikan segala upaya

dalam suatu pekerjaan, dan tetap bertahan meskipun menghadapi kesulitan.

b. Dedikasi

Merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa

kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan, inspirasi dan tantangan.

Page 44: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

30

c. Absorpsi (Penyerapan)

Dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan serius terhadap suatu

pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan

dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.

Menurut Development Dimensions International (DDI) dalam Bakker dan Leiter

(2010), terdapat 3 komponen dalam totalitas kerja, yaitu:

(1) Affection yang merupakan komponen emosional yang menunjuk pada ekspresi

perasaan suka/tidak terhadap obyek sikap. Aspek ini bisa kita lihat dari cara

seseorang bersemangat menghadapi tugas-tugas dengan terus

mempertahankan energi sampai pada tahap outputnya.

(2) Behaviour yang merupakan komponen perilaku nyata yang selalu terkait

dengan sikap internal seseorang/obyek sikap, hal ini bisa dilihat ketika ia

melibatkan diri dengan perilaku seseorang dengan dedikasinya dari dirinya

sehingga ketika menjalankan tugasnya dalam pekerjaan ia akan menyerahkan

semua potensi dengan harapan dan tujuan mendapatkan sebuah penghargaan

untuk aktualisasi dirinya.

(3) Cognitive merupakan komponen “gudang” yang terdiri dari berbagai

informasi terkait dengan obyek sikap dan seluruh informasi yang terorganisir

untuk menanggapi sikap. Pada komponen ini bisa kita lihat apabila seseorang

sudah terlibat dalam pekerjaannya ia akan menggunakan pola pikirnya untuk

membuat ide yang creative berusaha mencarai inovasi sehingga pekerjaan

yang dilakukan terasa ringan dan menyenangkan.

Page 45: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

31

Dari ketiga komponen sikap tersebut bisa kita ketahui bahwa karyawan yang

total dalam pekerjaannya pasti akan memberikan sikap 1) semangat, (2) dedikasi, dan

(3) absorpsi atau penyerapan. Kekuatan pendorong pentingnya totalitas kerja adalah

bahwa hal tersebut memberikan dampak bagi organisasi. Sebagai contoh, penelitian

empiris mengenai totalitas kerja menunjukkan bahwa tingkat totalitas kerja yang

tinggi menyebabkan meningkatnya komitmen organisasi, kepuasan kerja meningkat,

ketidakhadiran rendah, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. (Schaufeli dan

Salanova, 2007).

Menurut Hewitt (Schaufeli & Bakker, 2010), karyawan yang memiliki

totalitas kerja yang tinggi akan secara konsisten mendemonstrasikan tiga perilaku

umum, yaitu:

1. Say – secara konsisten bebicara positif mengenai organisasi dimana ia bekerja

kepada rekan sekerja, calon karyawan yang potensial dan juga kepada pelanggan.

2. Stay – Memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi dimana ia bekerja

dibandingkan kesempatan bekerja di organisasi lain.

3. Strive – Memberikan waktu yang lebih, tenaga dan inisiatif untuk dapat

berkontribusi pada kesuksesan bisnis organisasi.

Robertson dan Smythe, 2007 (dalam Schaufeli, Taris dan Rhenen, 2008)

berpendapat bahwa karyawan yang total menunjukkan antusiasme, hasrat yang nyata

mengenai pekerjaannya dan untuk organisasi yang mempekerjakan mereka.

Karyawan yang total menikmati pekerjaan yang mereka lakukan dan berkeinginan

untuk memberikan segala bantuan yang mereka mampu untuk dapat mensukseskan

Page 46: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

32

organisasi dimana mereka bekerja. Karyawan yang total juga mempunyai level energi

yang tinggi dan secara antusias terlibat dalam pekerjaannya (Schaufeli, Taris dan

Rhenen,, 2008). Leiter & Bakker (2010), ketika karyawan total, mereka merasa

terdorong untuk berusaha maju menuju tujuan yang menantang, mereka

menginginkan kesuksesan. Lebih lanjut, totalitas kerja merefleksikan energi

karyawan yang dibawa dalam pekerjaan.

2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Totalitas Kerja

Totalitas kerja juga dapat dipengaruhi oleh sumber daya pekerjaan, yaitu

aspek-aspek fisik, sosial, maupun organisasi yang berfungsi sebagai media untuk

mencapai tujuan pekerjaan, mengurangi tuntutan pekerjaan dan harga secara baik

secara fisiologis maupun psikologis yang harus dikeluarkan, serta menstimulasi

pertumbuhan dan perkembangan personal individu (Demerouti et al, 2001, dalam

Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2007). Dalam Job Demand-

Resources Model, job resources merupakan variabel penahan agar job demands tidak

menyebabkan exhaustion pada pekerja, karena pekerja yang mampu memenuhi

sumber daya pekerjaannya, maka tuntutan kerja akan lebih cepat teratasi sehingga

mempunyai tingkat exhaustion yang lebih rendah (Bakker et al. 2005, dalam

Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, dan Schaufeli, 2007). Sumber daya pekerjaan

meliputi empat faktor, yaitu: otonomi (autonomy), dukungan sosial (social support),

bimbingan dari atasan (supervisory coaching), dan kesempatan untuk berkembang

secara profesional (opportunities for professional development).

Page 47: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

33

Selain faktor yang telah disebutkan terdapat faktor-faktor lain yang

mempengaruhi totalitas kerja. Menurut Lockwood (2007) totalitas merupakan konsep

yang kompleks dan dipengaruhi banyak faktor, diantaranya budaya di dalam tempat

bekerja, komunikasi organisasional, gaya manajerial yang memicu kepercayaan dan

penghargaan serta kepemimpinan yang dianut dan reputasi perusahaan itu sendiri.

Totalitas juga dipengaruhi karakteristik organisasional, seperti reputasi untuk

integritas, komunikasi internal yang baik, dan inovasi budaya (Corporate Leadership

Council, 2004).

2.2.5 Pengukuran Totalitas Kerja

Pengukuran totalitas kerja menggunakan skala Utrecht Work Engagement Scale

(UWES) yang dikembangkan oleh Schaufeli, Bakker, dan Salanova (2006), yang

terdiri dari tiga sub-skala yakni vigor atau semangat, dedikasi, dan penyerapan atau

absorpsi. Skala ini berisi 17 item pernyataan yang masing-masing komponen terdiri

dari enam item vigor, enam item dedikasi dan lima item absorpsi atau penyerapan.

2.3 Tuntutan Kerja (Job Demands)

2.3.1 Pengertian Tuntutan Kerja

Asumsi utama dari job demands-resources (JDR) model adalah bahwa setiap

pekerjaan memiliki faktor-faktor resiko tertentu yang diasosiasikan dengan hubungan

stres kerja atau burnout, faktor-faktor ini dapat diklasifikasikan dalam dua kategori

umum (seperti, job demands dan job resources), kedua model tersebut dapat

diterapkan untuk berbagai pengaturan kerja, terlepas dari tuntutan tertentu dan

sumber daya yang terlibat (Bakker, Damerouti, Euwena, 2005).

Page 48: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

34

Mikkelsen, et al. (2005) mendefinisikan tuntutan kerja sebagai aspek yang

berhubungan dengan pemicu terjadinya stres kerja dan sumber beban kerja di antara

para pekerja sosial. Tuntutan kerja merupakan tugas yang berhubungan dengan

pekerjaan yang membutuhkan usaha dan variasi dari pemecahan masalah yang

kompleks untuk berhubungan dengan klien (Tooren, jonge, Vlerick, Daniels & de

Ven, 2011). Tuntutan kerja menggambarkan aspek dari pekerjaan yang berpotensi

mengakibatkan ketegangan kerja dalam kondisi kerja yang berlebihan (Rothmann,

Mostert, Strydom, 2006). Hal ini juga disebut sebagai work stressor.

Menurut Schaufeli dan Bakker (2004), tuntutan kerja mengacu pada aspek

fisik, psikologis, sosial atau organisasi pada pekerjaan yang memerlukan dukungan

upaya fisik dan/atau psikologis (seperti, kognitif atau emosional) dan oleh karena itu

dikaitkan dengan biaya fisik dan/atau psikologis tertentu (seperti, tekanan kerja,

kelebihan peran, dan tuntutan emosional). Walaupun job demands bukanlah hal yang

negatif, mereka bisa berubah menjadi job stressors ketika bertemu tuntutan yang

memerlukan usaha besar dan oleh karena itu dikaitkan dengan besarnya biaya yang

mendapatkan respon negatif seperti depresi, kecemasan atau burnout (Schaufelli &

Bakker, 2004).

2.3.2 Aspek-aspek Tuntutan Kerja

Aspek-aspek dari tuntutan kerja menurut Bakker (dalam Xanthopoulou, Bakker,

Demerouti, dan Schaufeli, 2007) adalah sebagai berikut:

Page 49: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

35

1. Workload

Workload mengacu pada sejauh mana karyawan perlu melakukan banyak tugas dalam

jangka waktu yang singkat. Workload ditandai dengan bekerja secara non stop dalam

jam kerja yang lama, beban pekerjaan yang terlalu banyak dan terbatasnya waktu

yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Terdapat 4 skala item

workload yang dikembangkan oleh Bakker, Demerouti, dan Verbeke (2004). Salah

satu itemnya adalah “apakah anda memiliki banyak pekerjaan yang harus

dikerjakan?”

2. Emotional demands

Emotional demands atau tuntutan emosional adalah masalah di tempat kerja yang

mempengaruhi karyawan secara pribadi dan menguras emosi. Tuntutan emosional

fokus pada interaksi emosional yang terjadi di tempat kerja (misalnya, klien yang

tidak menyenangkan). Pada kondisi emosional yang menuntut, pekerja diharuskan

memiliki investasi energi yang lebih selama bekerja. Ketika energi habis, beban kerja

menjadi meningkat (Xanthopoulou, Bakker, dan Fischbach, 2013).

3. Emotional Dissonance

Emotional dissonance adalah konflik antara perasaan emosi yang dirasakan pekerja

yang sebenarnya dengan emosi yang ditampilkan selama berinteraksi dengan orang

lain pada saat bekerja. Pekerja dalam konteks ini harus menampilkan emosi positif

dan menekan emosi negatif mereka dalam berinteraksi dengan klien ataupun mitra

kerjanya. Pekerja tidak bisa merasakan emosi positif di setiap situasi apalagi disaat

Page 50: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

36

mereka harus menghadapi klien yang menuntut dan tidak bersahabat (Xanthopoulou,

Bakker, dan Fischbach, 2013).

2.3.3 Pengukuran Tuntutan Kerja

Pada penelitian ini, aspek workload diukur dengan menggunakan skala yang

dikembangkan oleh Bakker, Demerouti, Taris, Schaufeli, dan Schreurs (2003). Aspek

emotional demands dan emotional dissonance diukur dengan menggunakan skala

yang dikembangkan oleh Xanthopaulo, Bakker, dan Fischbach (2013).

2.4 Sumber Daya Pribadi (Personal Resources)

2.4.1 Pengertian Sumber Daya Pribadi

Pegawai dalam menjalankan fungsinya, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor

situasi saja (contoh: pekerjaan), melainkan juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik

yang dimilikinya. Hobfoll mendefinisikan sumber daya pribadi sebagai evaluasi diri

positif yang terkait dengan ketahanan dan mengacu pada rasa individu dari

kemampuan mereka untuk mengendalikan dan memberikan dampak yang baik pada

lingkungan mereka (Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, and Schaufeli, 2007).

Sumber daya pribadi merupakan aspek diri yang secara umum dihubungkan

dengan kegembiraan dan merujuk pada perasaan individu mengenai kemampuan

mereka untuk mengontrol dan memberikan dampak kepada lingkungan mereka secara

sukses (Xanthopoulou et al., 2007). Menurut Van de Heuvel, Damerouti, Bakker, dan

Schaufeli (2010) sumber daya pribadi didefinisikan sebagai aspek lower-order, aspek

kognitif afektif yang mencerminkan believe positif pada diri individu dan dunianya.

Berdasarkan COR teori, sumber daya pribadi dianggap sebagai aspek nilai yang

Page 51: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

37

tinggi, berhubungen dengan resiliensi dan berkontribusi terhadap resiliensi individu

untuk mengontrol dan mempengaruhi lingkungan dengan sukses. Sumber daya

pribadi menjelaskan proses motivasional. Dengan memasukkan sumber daya pribadi,

JD-R model menjawab pertanyaan mengenai proses dan hubungan antara

karakteristik pekerjaan dan hasil (Broeck, A.,V. & Ruysseveldt, J.V, Vanbelle, E &

Witte, H. D. (2013).

2.4.2 Aspek-aspek Sumber Daya Pribadi

Beberapa aspek dalam sumber daya pribadi menurut Hobfoll (dalam Xanthopoulou,

Bakker, Demerouti, and Schaufeli, 2007). adalah sebagai berikut:

1. Self-efficacy

Self-efficacy yaitu keyakinan individu terhadap kapabilitas yang dimilikinya

untuk mengontrol kejadian-kejadian yang dapat mempengaruhi hidupnya (Bandura,

1989 dalam Xanthopoulou, et. al 2007) Chen et al. (dalam Xanthopoulou, Bakker,

Demerouti, and Schaufeli, 2007) mendefinisikan Self-efficacy sebagai persepsi

individu pada kemampuan mereka dalam menghadapi tuntutan yang berada bahkan

diluar kemampuan mereka. Self-efficacy merupakan aspek dalam personal resources

yang paling banyak diteliti dan sering digunakan pada penelitian dalam setting

pendidikan, klinis maupun organisasional.

Self-efficacy dapat mempengaruhi pola berpikir, emosi dan aksi dalam

berbagai konstruk motivasi. Dalam setting kerja, korelasi yang signifikan telah

banyak ditemukan dalam hal hubungan self-efficacy dengan work performance

(Stajkovic & Luthans, 1998). Self-efficacy ditandai dengan kepercayaan diri dapat

Page 52: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

38

menyelesaikan semua masalah yang dihadapi, keyakin dapat memberi masukan pada

kemajuan oranisasi, keyakinan dan kepercayaan dengan kemampuan diri ketika harus

berhubungan dengan orang lain.

2. Organizational-based self-esteem (OBSE)

Shahizan (2003) mengungkapkan bahwa self-esteem atau harga diri

merupakan evaluasi positif dan negatif tentang diri sendiri yang dimiliki seseorang.

Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui

atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut

terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya. Gecas

dan Rosenberg mendefinisikan self-esteem sebagai evaluasi positif yang menyeluruh

tentang dirinya (Hurlock, 2007).

Sedangkan organizational-based self-esteem menurut Pierce adalah suatu

keyakinan pekerja yang percaya bahwa mereka mampu memenuhi kebutuhan mereka

dengan berpartisipasi dalam peran pada organisasi (Xanthopoulou, Bakker,

Demerouti, and Schaufeli, 2007). Self-esteem (organizational based self-esteem)

ditandai dengan evaluasi positif yang menyeluruh tentang diri dan keyakinan bahwa

diri mampu memenuhi kebutuhan dengan berpartisipasi dalam peran dalam

organisasi.

3. Optimisme

Optimisme menurut Scheier adalah tendensi untuk percaya bahwa akan

mendapatkan hasil baik dalam kehidupannya. Optimisme juga dapat didefinisikan

secara umum sebagai perkiraan hasil yang positif. Optimisme ditandai dengan

Page 53: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

39

menganggap bahwa setiap masalah selalu ada jalan keluarnya, merasa sangat energik

dalam mencapai target kerja, merasa yakin akan meraih kesuksesan dalam karir.

Dalam beberapa studi yang dilakukan belakangan ini, optimism ditemukan secara

terpisah menjadi mediator hubungan antara job resources dengan work engagement

dan secara tidak langsung juga memiliki pengaruh terhadap organizational

performance (Xanthopoulou, et al, 2007).

2.4.3 Alat Ukur Sumber Daya Pribadi

Pada penelitian-penelitian sebelumnya skala yang biasanya mereka gunakan untuk

mengukur faktor sumber daya personal ini adalah dengan menggabungkan beberapa

skala pengukuran dari masing-masing aspek dari faktor tersebut. Alat ukur sumber

daya personal tersebut kemudian digabungkan menjadi satu kesatuan instrument

pengukuran. Dalam penelitian kali ini, peneliti menggabungkan alat ukur dari

masing-masing aspek yang akan peneliti jabarkan berikut ini:

1. Self-efficacy

Ada beberapa alat ukur yang telah banyak dikembangkan oleh beberapa peneliti

terdahulu. Salah satunya adalah skala General Self-Efficacy Scale yang

dikembangkan oleh Schwarzer et. al (dalam Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, and

Schaufeli, 2007 ) yang terdiri dari 10 (sepuluh) item. Selain itu aspek self-efficacy

juga dapat diukur dengan skala yang dikembangkan oleh Luthan et. al (2007) dikenal

dengan nama skala psycap questionnaire (PCQ), dalam skala PCQ tersebut terdapat

beberapa item yang mengukur aspek self-efficacy tersebut. Dalam penelitian kali ini,

meneliti menggunakan 5 (lima) item dari PCQ yang mengukur aspek self-efficacy

Page 54: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

40

saja, dengan menggunakan 5 (lima) alternatif jawaban dari 1 (sangat tidak sesuai)

hingga 5 (sangat sesuai).

2. Organizational-based on Self-esteem (OBSE)

Aspek OBSE dapat diukur dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh

Pierce et. al (dalam Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, and Schaufeli, 2007) yang

terdiri dari 10 item skala termasuk “Saya dianggap orang yang serius.” Peneliti

mengadaptasi skala ini sebagai skala yang akan digunakan dalam mengukur

organizational-based on self-esteem dengan menggunakan 5 (lima) alternatif jawaban

dari 1 (sangat tidak sesuai) hingga 5 (sangat sesuai).

3. Optimisme

Pengukuran pada aspek ini bisa dilakukan dengan mengadaptasi skala Life

Orientation Test-Revised (LOT-R) yang dikembangkan oleh Scheier et. al (dalam

Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, and Schaufeli, 2007) yang terdiri dari 10

(sepuluh) item skala meliputi “Saya selalu optimis dengan masa depan saya.” Selain

itu aspek ini juga dapat diukur dengan mengadaptasi skala PCQ yang dikembangkan

oleh Luthan et. al (2007) dengan mengadaptasi beberapa item skala yang hanya

mengukur aspek optimis saja. Dalam penelitian kali ini peneliti mengadaptasi 5

(lima) item yang terdapat dalam skala PCQ untuk mengukur aspek optimis. Salah

satu itemnya seperti “Saya merasa yakin bahwa saya akan meraih kesuksesan dalam

karir saya,” dengan 5 (lima) pilihan alternatif jawaban, dari 1 (satu) sangat tidak

sesuai hingga 5 (lima) sangat sesuai.

Page 55: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

41

2.5 Kerangka Berpikir

Organisasi modern mengaharapkan pekerjanya untuk lebih proaktif dan

menunjukkan inisiatif, mengambil tanggungjawab untuk mengembangkan sikap

profesionalnya, dan berkomitmen untuk meningkatkan standar kualitas kinerja. Para

pekerja tersebut membutuhkan perasaan energetic dan dedikasi – organisasi

membutuhkan pekerja yang total (Bakker dan Schaufeli, 2008).

Kemudian, dalam beberapa dekade terakhir hubungan antara pekerjaan

dengan subjective wellbeing tidak hanya dilihat dari aspek negatifnya saja, seperti

burnout atau psychological distress, tetapi juga dilihat dari aspek positif seperti

totalitas kerja (Inoue, A., Kawakami, N., Tsutsumi, A., Shimazu, A., Miyaki, K.,

Takahashi, M., Kurioka, S., Eguchi, H., Tsuchiya, M., Enta, K., Kosugi, Y., Sakata,

T., dan Totsuzaki, T., 2014). Totalitas kerja menjadi salah satu faktor yang menjadi

variabel penentu munculnya subjective wellbeing di suatu perusahaan. Bakker dan

Oerlemans (2010) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara work engagement

dengan subjective wellbeing.

Totalitas kerja berhubungan dengan ekspresi diri melalui kerja dan peran

karyawan dalam kegiatan tempatnya bekerja (Kahn, 1990). Untuk beberapa alasan,

totalitas kerja adalah sebuah konsep yang relevan dengan subjective well-being

karyawan. Pertama, totalitas kerja terkait dengan hasil-hasil positif dalam organisasi

seperti kepuasan kerja dan motivasi (Bakker, Demerouti & Schaufeli, 2003; Mei et

al., 2004; Schaufeli & Bakker, 2004). Kedua, totalitas kerja terkait dengan perilaku

positif dalam organisasi seperti inisiatif pribadi untuk bekerja dan mempunyai

Page 56: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

42

keinginan untuk belajar (Sonnentag, 2003). Ketiga, karyawan yang total dalam

pekerjaan mereka cenderung berkomitmen untuk organisasi mereka, sedangkan

mereka yang totalitas kerjanya rendah cenderung menunjukkan rendahnya komitmen

terhadap organisasi mereka (Blizzard, 2002). Individu yang sangat total dalam

pekerjaan mereka mengidentifikasi pekerjaan mereka sendiri dan termotivasi dalam

melaksanakan pekerjaannya. Mereka cenderung untuk bekerja lebih keras dan lebih

produktif daripada karyawan lain dan lebih mungkin untuk menghasilkan kepuasan

pelanggan dan tercapainya keinginan organisasi. Orang yang total dalam bekerja akan

menggunakan kemampuan dan keterampilan mereka dengan baik, merasa tertantang

dalam pekerjaan dan berprestasi.

Selanjutnya, Grebner, Semmer, dan Elfering (2005) menyatakan bahwa

stresor pekerjaan (dalam hal ini, job demands atau tuntutan kerja) adalah satu hal

yang mungkin menjadi penyebab buruknya subjective wellbeing, kesehatan, dan

performa kerja (job performance). Pekerja menjadi bosan dengan kegiatan pekerjaan

sehari-hari mereka, tetapi energi mereka harus cukup untuk memenuhi tuntutan

tugas. Ketika seorang individu bekerja dengan beban kerja mental yang tinggi dan

merasa lelah, tambahan energi diperlukan untuk memastikan bahwa kinerja mereka

tetap baik. Hal ini dapat mengakibatkan kelelahan akut yang pada gilirannya dapat

mengakibatkan efek kronis pada kesehatan dan kesejahteraan (Demerouti, et al.

2001). Dengan demikian, job demands dapat dikatakan memiliki hubungan yang

terbalik atau negatif dengan subjective well-being, dimana semakin rendah tingkat job

demands maka semakin tinggi tingkat subjective well-being dan sebaliknya.

Page 57: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

43

Sama halnya dengan tuntutan kerja, faktor lain yang mempengaruhi subjective

wellbeing yaitu sumber daya pribadi (personal resources). Sumber daya pribadi

adalah evaluasi diri yang positif terkait dengan ketahanan dan merujuk kepada

individu yang memiliki kemampuan untuk mengontrol dan memberikan dampak

yang baik pada lingkungan mereka (Hobfoll, Johnson, Ennis, dan Jackson, 2003).

Semakin tinggi sumber daya pribadi (personal resources), maka individu tersebut

menganggap diri sendiri sebagai individu-individu yang lebih positif.

Penelitian membuktikan bahwa evaluasi diri yang positif dapat meningkatkan

pencapaian, motivasi, kinerja, kepuasan kerja, kepuasan hidup, dan lain sebagainya

(lihat Judge, Van Vianen dan De Pater, 2004, dalam Bakker, 2011). Semakin tinggi

sumber daya pribadi, maka individu tersebut menganggap diri sendiri sebagai

individu-individu yang lebih positif. Pada gilirannya, ada kemungkinan bahwa

individu akan mencapai tujuan yang mereka tetapkan dengan kemampuan mereka.

Individu menjadi termotivasi (motivasi intrinsik) untuk mengejar tujuan-tujuan

mereka dan sebagai akibatnya mereka akan mendapatkan kepuasan, yang dalam hal

ini adalah bagian dari subjective wellbeing (Luthans dan Youssef, 2007).

Page 58: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

44

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Berpikir

Totalitas Kerja

Absorption

Dedication

Vigor

Tuntutan Kerja

Emotional

Dissonance

Emotional

Demands

Workload

Sumber Daya

Pribadi

Optimisme

Self-efficacy

Self-esteem

(organizational

based self-esteem)

Subjective

Wellbeing

Page 59: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

45

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis Mayor

Ada Pengaruh Totalitas Kerja, Tuntutan Kerja, dan Sumber Daya Pribadi Terhadap

Subjective Wellbeing.

Hipotesis Minor

H1 = Ada pengaruh absorption terhadap subjective wellbeing.

H2 = Ada pengaruh dedication terhadap subjective wellbeing.

H3 = Ada pengaruh vigor terhadap subjective wellbeing.

H4 = Ada pengaruh emotional dissonance terhadap subjective wellbeing.

H5 = Ada pengaruh emotional demands terhadap subjective wellbeing.

H6 = Ada pengaruh workload terhadap subjective wellbeing.

H7 = Ada pengaruh optimisme terhadap subjective wellbeing.

H8 = Ada pengaruh self-efficacy terhadap subjective wellbeing.

H9 = Ada pengaruh self-esteem (organizational based self-esteem) terhadap

subjective wellbeing.

Page 60: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

46

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab tiga ini dipaparkan populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi

operasional, instrumen pengumpulan data, uji validitas instrumen pengumpulan data,

prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1 Populasi dan Sampel

Bardasarkan data dari biro kepegawaian Kementerian Sosial RI, populasi

seluruh pegawai Kementerian Sosial RI berjumlah 4.460 pegawai. Karena banyaknya

anggota populasi dalam penelitian ini, maka peneliti hanya mengambil sebagian atau

wakil populasi yang diteliti. Wakil populasi atau sampel tersebut terdiri dari pegawai

biro organisasi dan kepegawaian, biro keuangan, biro humas, dan biro hukum yang

berada dalam naungan Kementerian Sosial RI dengan kriteria pegawai negeri sipil

yang telah bekerja di Kementerian Sosial RI selama minimal 6 bulan. Adapun dari

600 kuesioner yang peneliti berikan kepada pihak instansi, hanya 431 kuesioner yang

kembali. Jumlah kuesioner tersebut yang peneliti jadikan sampel dalam penelitian ini.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini termasuk kategori non probability sampling

karena kemungkinan terpilihnya sampel dari setiap anggota populasi tidak dapat

dipastikan

Page 61: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

47

3.2 Variabel Penelitian

Sebelum membahas definisi operasional penelitian, dibawah ini terdapat beberapa

variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang telah disebutkan

pada bab sebelumnya. Untuk berikutnya, yang disebut dengan variabel adalah

dimensi dari totalitas kerja yaitu absorption, dedication dan vigor, dimensi dari

tuntutan kerja yaitu emotional dissonance, emotional demands dan workload dan

dimensi dari sumber daya pribadi yaitu optimisme, self-efficacy dan self-esteem

(organizational based self-esteem).

Adapun variabel – variabel yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Subjective wellbeing

2. Absorption (penyerapan)

3. Dedication (dedikasi)

4. Vigor (semangat)

5. Emotionl dissonance

6. Emotional demands

7. Workload

8. Optimisme

9. Self-efficacy

10. Self-esteem (organizational based self-esteem)

Dependent variable dalam penelitian ini adalah subjective wellbeing, sedangkan

sisanya adalah independent variable.

Page 62: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

48

3.3 Definisi Operasional Variabel

Setelah menentukan variabel mana yang menjadi fokus penelitian (DV), variabel

mana yang menjadi IV, dan veriabel mana yang menjadi variabel moderator, peneliti

menentukan definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini,

penentuannya didasarkan pada definisi konseptual yang telah dijelaskan pada bab

dua. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Subjective wellbeing merupakan penilaian secara global terhadap kepuasan

hidup, pengetahuan dari subjective wellbeing dilihat dari penilaian individu

secara global terhadap kepuasan hidup dan kualitas hidup. Pengukuran

subjective well-being yang digunakan dalam penelitian ini adalah satisfaction

with life scale (SWLS) atau skala kepuasan hidup, dimana individu melihat

pada domain yang penting dalam hidup dan membandingkan domain

kehidupan tersebut dengan berbagai standar pembanding, misalnya situasi

yang mereka alami di masa lalu, keadaan di lingkungan sekitar mereka masa

kini, ataupun harapan akan sesuatu di masa depan.

2. Absorption atau penyerapan ditandai dengan individu yang selalu penuh

konsentrasi dan serius terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa

berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan

pekerjaan.

3. Dedication atau dedikasi ditandai dengan individu yang merasa terlibat sangat

kuat dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme,

kebanggaan, inspirasi dan tantangan.

Page 63: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

49

4. Vigor atau semangat merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama

bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu

pekerjaan, tekun dalam menghadapi kesulitan kerja, juga kemauan untuk

menginvestasikan segala upaya dalam suatu pekerjaan, dan tetap bertahan

meskipun menghadapi kesulitan.

5. Emotional dissonance adalah konflik antara perasaan emosi yang dirasakan

pekerja yang sebenarnya dengan emosi yang ditampilkan selama berinteraksi

dengan orang lain pada saat bekerja. Pekerja dalam konteks ini harus

menampilkan emosi positif dan menekan emosi negatif mereka dalam

berinteraksi dengan klien ataupun mitra kerjanya.

6. Emotional demands atau tuntutan emosional adalah masalah di tempat kerja

yang mempengaruhi karyawan secara pribadi dan menguras emosi. Tuntutan

emosional fokus pada interaksi emosional yang terjadi di tempat kerja

7. Workload ditandai dengan bekerja secara non stop dalam jam kerja yang

lama, beban pekerjaan yang terlalu banyak dan terbatasnya waktu yang

diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut

8. Optimisme ditandai dengan menganggap bahwa setiap masalah selalu ada

jalan keluarnya, merasa sangat energik dalam mencapai target kerja, merasa

yakin akan meraih kesuksesan dalam karir.

9. Self-efficacy ditandai dengan kepercayaan diri dapat menyelesaikan semua

masalah yang dihadapi, keyakin dapat memberi masukan pada kemajuan

Page 64: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

50

oranisasi, keyakinan dan kepercayaan dengan kemampuan diri ketika harus

berhubungan dengan orang lain.

10. Sedangkan self-esteem (organizational based self-esteem) ditandai dengan

evaluasi positif yang menyeluruh tentang diri dan keyakinan bahwa diri

mampu memenuhi kebutuhan dengan berpartisipasi dalam peran dalam

organisasi.

3.4 Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data

adalah alat ukur yang langsung diberikan ke subjek yang akan memberikan

jawabannya dengan memilih salah satu jawaban yang sudah tersedia. Alat ukur yang

digunakan terdiri dari empat macam, yaitu alat ukur subjective well-being, alat ukur

totalitas kerja, alat ukur tuntutan kerja, dan alat ukur sumber daya pribadi.

Baik pada keempat skala tersebut disusun berdasarkan model Likert. Subjek

diminta menyatakan kesesuaian dan ketidaksesuaian terhadap isi pernyataan dalam

lima kategori jawaban, yaitu 1 = Sangat Tidak Sesuai, 2 = Tidak Sesuai, 3 = Agak

Sesuai, 4 = Sesuai, 5 = Sangat Sesuai.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Skala Satisfaction With Life Scale (SWLS)

Untuk mengukur subjective wellbeing, digunakan skala Satisfaction With Life

Scale yang dikembangkan oleh Diener pada tahun 1984. Pada alat ukur ini

terdapat 5 pernyataan, Alat ukur ini mempunyai konsistensi internal yang baik,

Page 65: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

51

dimana alpha cronbach nya ada di 0,87, dan menunjukkan bahwa SWLS

mempunyai kekayaan psikometrik (Diener, et al. 1985).

Tabel 3.1

Blue Print Skala Subjective Well-being

No Dimensi Favorable Jumlah

1 Subjective well-being 1,2,3,4,5 5

Jumlah 5

2. UWES (Utrecht Work Engagement Scale)

Skala ini dikembangkan oleh Wilmar B. Schaufeli, Arnold B. Bakker, dan Marisa

Salanova pada tahun 2006. Skala ini terdiri dari 17 item. Dimensi vigor atau

semangat terdiri dari 6 item, dimensi dedikasi terdiri dari 5 item, dan dimensi

absorpsi atau penyerapan terdiri dari 6 item.

Tabel 3.2

Blue Print Skala Totalitas Kerja (UWES)

Aspek

Indikator

Item

Favo-

rabel

Item

Unfavo-

rable

Jumlah

Vigor atau

semangat

1. Adanya curahan energi dan

mental yang kuat selama

bekerja.

1,3,4,5,6 2 6

2. Keberanian untuk berusaha

sekuat tenaga dalam

menyelesaikan suatu

pekerjaan.

3. Tekun dalam menghadapi

kesulitan kerja.

4. Kemauan untuk

menginvestasikan segala upaya

dalam suatu pekerjaan

5. Tetap bertahan meskipun

menghadapi kesulitan.

Page 66: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

52

Aspek

Indikator

Item

Favo-

rabel

Item

Unfavo-

rable

Jumlah

Dedication 1. Menemukan kesulitan dalam

memisahkan diri dengan

pekerjaan

2. Mengalami rasa

kebermaknaan, antusiasme,

kebanggaan, inspirasi dan

tantangan.

Absorption

atau

penyerapan

1. Bekerja penuh konsentrasi.

2. Serius terhadap suatu

pekerjaan.

3. Dalam bekerja waktu terasa

berlalu begitu cepat.

4. Menemukan kesulitan dalam

memisahkan diri dengan

pekerjaan.

12,13,

14,15,

16,17

6

TOTAL 16 1 17

3. Skala Tuntutan Kerja

Pada penelitian ini, aspek workload dalam mengukur tuntutan kerja diukur dengan

menggunakan skala yang dikembangkan oleh Bakker, Demerouti, Taris, Schaufeli,

dan Schreurs (2003). Aspek emotional demands dan emotional dissonance diukur

dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh Xanthopaulo, Bakker, dan

Fischbach (2013). Adapun blue print dari skala tuntutan kerja akan dijelaskan

dalam tabel berikut:

Page 67: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

53

Tabel 3.3

Blue Print Skala Tuntutan Kerja

Aspek

Indikator

Item

Favorabel

Jumlah

Workload Tugas yang berlebihan dan

tenggang waktu yang singkat.

1,2,3,4 4

Emotional

Demands

Menghadapi situasi emosional

dalam pekerjaan.

5,6,7 3

Emotional

Dissonance

Menampilkan emosi positif dan

menekan emosi negatif dalam

berinteraksi dengan klien ataupun

mitra kerja.

8,9,10 3

TOTAL 10

4. Skala Sumber Daya Pribadi

Sumber daya pribadi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang

didapat dari pengukuran terhadap sumber daya ribadi, yang dalam penelitian kali ini

menggunakan aspek yang dikembangkan oleh Hobfoll 2002, Luthans & Youssef,

2007, yaitu: Self-efficacy, Organizational Based Self-Esteem, dan Optimism. Untuk

aspek Self-efficacy akan diukur dengan 6 item yang diadaptasi dari skala PCQ yang

dikembangkan oleh Luthan et. al (dalam Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, and

Schaufeli, 2007) meliputi; “Saya merasa percaya diri dapat menyelesaikan semua

masalah yang saya hadapi.”

Pada aspek Organizational Based Self-esteem akan diukur dengan 10 item

skala yang dikembangkan oleh Pierce, Gardner, Cummings dan Dunham (dalam

Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, and Schaufeli, 2007) contoh item seperti “Saya

orang yang penting”. Untuk aspek optimis peneliti juga mengadaptasi skala PCQ

Page 68: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

54

yang dikembangkan oleh Luthan et. al (dalam Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, and

Schaufeli, 2007).

Tabel 3.4

Blue Print Skala Sumber Daya Pribadi

Aspek

Indikator

Item

Favorable

Jumlah

Self-Efficacy Percaya diri dapat menyelesaikan semua

masalah yang dihadapi.

1,2,3,4,5,6 6

Yakin dapat memberi masukan pada

kemajuan oranisasi.

Yakin dan percaya dengan kemampuan

diri ketika harus berhubungan dengan

orang lain.

Self-Esteem Evaluasi positif yang menyeluruh

tentang diri dan keyakinan untuk

mampu memenuhi kebutuhan dengan

berpartisipasi dalam peran dalam

organisasi.

12,13,14,

15,16,17,

18,19,20,

21

10

Optimisme Menganggap bahwa setiap masalah

selalu ada jalan keluarnya.

7,8,9,10,

11 5

Merasa sangat energik dalam mencapai

target kerja.

Merasa yakin akan meraih kesuksesan

dalam karir.

TOTAL 21

3.5 Uji Validitas Konstruk Instrumen Pengumpulan Data

Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap

validitas konstruk alat ukur. Untuk menguji validitas konstruk digunakan analisis

Confirmatory Factor Analysis atau CFA, untuk melihat validitas konstruk setiap item

serta menguji struktur faktor yang diturunkan secara teoritis.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan teori adalah konsep bahwa seluruh item

mengukur satu hal yang sama (unidimensional) yaitu konstruk yang hendak diukur.

Analisis faktor adalah alat analisis statistik yang digunakan untuk mereduksi faktor-

Page 69: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

55

faktor yang mempengaruhi suatu variabel menjadi beberapa set indikator saja, tanpa

kehilangan informasi yang berarti. Dan akan memungkinkan item yang tidak valid

akan dibuang dan yang valid akan dihitung dan digunakan dalam penelitian.

Setelah diuji validitasnya, selanjutnya akan diuji reabilitasnya dari item-item

skala tersebut. Reliabilitas adalah alat ukur untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indicator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel

atau handal jika jawaban responden terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil

dari waktu ke waktu (Sugiyono, 2004). Nilai reliabilitas nantinya akan didapatkan

sekaligus ketika melakukan uji validitas dengan menggunakan bantuan software

LISREL 8.7 (Joreskog dan Sorbom, 1999).

Dalam rangka pengujian validitas alat ukur, peneliti melakukan uji validitas konstruk

instrument tersebut. Oleh karena itu, digunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis)

dengan bantuan software LISREL 8.70 (Joreskog dan Sorbom, 1999) untuk pengujian

validitas instrumen. Adapun logika dari CFA (Umar, 2013) yaitu:

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan

secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk

mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap

faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.

2. Teori setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap subtes

hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes bersifat

unidimensional.

Page 70: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

56

3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi

antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks

korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data

empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka

tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ - matriks S atau bisa juga

dinyatakan dengan ∑ - S = 0.

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi

square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka hipotesis nihil

tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima

bahwa item ataupun subtes instrumen hanya mengukur satu faktor saja.

5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau

tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil

t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa

yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di drop dan sebaliknya.

6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya

negatif, maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat

item, yang bersifat positif (favorable).

3.5.1 Uji Validitas Konstruk Skala Subjective Well-being

Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur subjective well-being. Dari hasil awal analisis

CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi Square

= 55.08, df = 5, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.153. Namun setelah dilakukan

Page 71: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

57

modifikasi sebanyak 2 kali terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan

pengukuran diantara item-item yang dianalisis, maka kemudian diperoleh model fit

dengan nilai Chi Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan). Artinya model

satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu

faktor saja yaitu kesejahteraan subjektif. Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar

di bawah ini :

Gambar 3.1 Uji Validitas Konstruk Skala Subjective Well-being

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu

di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu

Page 72: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

58

juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran subjective well-

being disajikan pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Subjective Well-being

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua item signifikan ( t > 1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak akan di-drop.

3.5.2 Uji Validitas Konstruk Skala Totalitas Kerja

3.5.2.1 Vigor

Peneliti menguji apakah 6 item benar-benar bersifat unidimensional, artinya benar-

benar hanya mengukur vigor. Dari hasil analisis CFA dengan model satu faktor,

ternyata tidak fit dengan Chi Square = 83.13, df = 5, P-value = 0.00000, RMSEA =

0.191. Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 2 kali terhadap model dengan

membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang dianalisis,

maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 2,44 , df = 3 , P-value = 0.48602,

RMSEA = 0.000 . Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

1

2

3

4

5

0.64

0.71

0.73

0.73

0.50

0.05

0.05

0.05

0.05

0.05

12.84

13.98

14.89

14.96

9.78

V

V

V

V

V

Page 73: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

59

diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu vigor. Model fit

tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.2 Uji Validitas Konstruk Vigor

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu

di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu

juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran vigor disajikan pada

tabel 3.6.

Page 74: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

60

Tabel 3.6 Muatan Item Vigor

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada semua item signifikan ( t > 1.96) dan semua

koefisien sudah bermuatan positif. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di-

drop.

3.5.2.2 Dedication

Peneliti menguji apakah 5 item tersebut benar-benar bersifat unidimensional, artinya

benar-benar hanya mengukur dedication. Dari hasil analisis CFA dengan model satu

faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 101.64, df = 5, P-value = 0.00000,

RMSEA = 0.212. Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 2 kali terhadap

model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang

dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 6.17, df = 3, P-value =

0.10378, RMSEA = 0.050. Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat

diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu dedication.

Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar 3.3.

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

1

2

3

4

5

0.60

0.57

0.65

0.40

0.44

0.08

0.06

0.08

0.06

0.06

7.87

9.01

8.59

6.90

7.66

V

V

V

V

V

Page 75: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

61

Gambar 3.3 Uji Validitas Konstruk Dedication

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu

di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu

juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran dedication disajikan

pada tabel 3.7.

Page 76: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

62

Tabel 3.7 Muatan Item dedication

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel 3.7 dapat dilihat bahwa semua item signifikan ( t > 1.96) dan semua

koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item

sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan demikian item-

item tersebut tidak akan di-drop.

3.5.2.3 Absorption

Peneliti menguji apakah 6 item dari absorption benar-benar bersifat unidimensional,

artinya benar-benar hanya mengukur absorption. Dari hasil analisis CFA dengan

model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 229.62, df = 9, P-value =

0.00000, RMSEA = 0.239. Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 5 kali

terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-

item yang dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 5.77 df = 4,

P-value = 0.21701, RMSEA = 0.032. Artinya, model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja

yaitu absorption. Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

1

2

3

4

5

0.40

0.82

0.81

0.72

0.52

0.05

0.04

0.04

0.05

0.05

7.84

18.72

18.57

16.00

10.68

V

V

V

V

V

Page 77: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

63

Gambar 3.4 Uji Validitas Konstruk Absorption

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu

di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu

juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran absorption

disajikan pada tabel 3.8.

Page 78: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

64

Tabel 3.8 Muatan Item Absorption

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak akan di-drop.

3.5.3 Uji Validitas Konstruk Skala Tuntutan Tugas

3.5.3.1 Workload

Peneliti menguji apakah 4 item benar-benar bersifat unidimensional, artinya benar-

benar hanya mengukur tuntutan tugas. Dari hasil analisis CFA dengan model satu

faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 18.25 , df = 2 , P-value = 0.00011 ,

RMSEA = 0.137 . Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1 kali terhadap

model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang

dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 3.22, df = 1, P-value =

0.07297, RMSEA = 0.072. Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat

diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu workload. Model

fit tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

1

2

3

4

5

6

0.42

0.67

0.91

0.62

0.51

0.54

0.05

0.05

0.04

0.05

0.05

0.05

8.43

14.55

21.00

13.14

10.35

11.29

V

V

V

V

V

V

Page 79: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

65

Gambar 3.5 Uji Validitas Konstruk Workload

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu

di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu

juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran workload disajikan

pada tabel 3.9.

Page 80: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

66

Tabel 3.9 Muatan Item workload

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua item signifikan ( t > 1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak akan di-drop.

3.5.3.2 Uji Validitas Konstruk Emotional Demands dan Emotional Dissonance

Peneliti menguji apakah ketiga item dari emotional demands dan ketiga item dari

emotional dissonance benar-benar bersifat unidimensional, artinya benar-benar hanya

mengukur tuntutan kerja. Dari hasil analisis CFA dengan model satu faktor, model

tidak fit dengan Chi Square = 599.76, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.391.

Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 8 kali terhadap model dengan

membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang dianalisis,

maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 2.75, df = 1, P-value = 0.09709,

RMSEA = 0.064. Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,

bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu tuntutan kerja. Model fit

tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

1

2

3

4

0.51

0.41

0.55

0.73

0.06

0.07

0.06

0.07

8.96

5.63

9.17

10.19

V

V

V

V

Page 81: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

67

Gambar 3.6 Uji Validitas Konstruk Emotional Demands dan Emotional

Dissonance

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu

di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu

juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran emotional demands

dan emotional dissonance disajikan pada tabel 3.10.

Page 82: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

68

Tabel 3.10 Muatan Item Emotional Demands dan Emotional Dissonance

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua item signifikan ( t > 1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak akan di-drop.

3.5.4 Uji Validitas Konstruk Skala Sumber Daya Pribadi

3.5.4.1 Optimisme

Peneliti menguji apakah kelima item benar-benar bersifat unidimensional, artinya

benar-benar hanya mengukur sumber daya pribadi. Dari hasil analisis CFA dengan

model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 28.11 , df = 5 , P-value =

0.00000 , RMSEA = 0.124 . Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1 kali

terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-

item yang dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 4.73, df = 4,

P-value = 0.31635, RMSEA = 0.021. Artinya, model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja

yaitu optimisme. Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

1

2

3

4

5

6

0.66

0.85

0.73

0.39

1.00

1.00

0.07

0.07

0.06

0.05

0.07

0.07

9.99

12.63

11.65

7.33

14.67

14.66

V

V

V

V

V

V

Page 83: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

69

Gambar 3.7 Uji Validitas Konstruk Optimisme

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu

di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu

juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran optimisme disajikan

pada tabel 3.11.

Tabel 3.11 Muatan Item optimisme

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

1

2

3

4

5

0.62

0.73

0.69

0.83

0.59

0.05

0.05

0.05

0.04

0.05

12.73

15.77

14.90

18.68

12. 28

V

V

V

V

V

Page 84: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

70

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua item signifikan ( t > 1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak akan di-drop.

3.5.4.2 Self Efficacy

Peneliti menguji apakah keenam item benar-benar bersifat unidimensional,

artinya benar-benar hanya mengukur sumber daya pribadi. Dari hasil analisis CFA

dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 92.60, df = 9 , P-

value = 0.00000 , RMSEA = 0.147 . Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 3

kali terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara

item-item yang dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 9.28,

df = 6, P-value = 0.15818, RMSEA = 0.036. Artinya, model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja

yaitu self-efficacy. Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.8 Uji Validitas Konstruk Self-Efficacy

Page 85: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

71

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu

di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu

juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran self-efficacy

disajikan pada tabel 3.12.

Tabel 3.12 Muatan Item Self Efficacy

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua item signifikan ( t > 1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak akan di-drop.

3.5.4.3 Self Esteem

Peneliti menguji apakah keenam item benar-benar bersifat unidimensional,

artinya benar-benar hanya mengukur sumber daya pribadi. Dari hasil analisis CFA

dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 5870.04, df = 45 , P-

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

1

2

3

4

5

6

0.55

0.77

0.87

0.73

0.86

0.80

0.05

0.04

0.04

0.04

0.04

0.04

11.91

18.19

21.51

17.28

21.32

19.08

V

V

V

V

V

V

Page 86: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

72

value = 0.00000 , RMSEA = 0.549 . Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak

24 kali terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara

item-item yang dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square = 25.29,

df = 21, P-value = 0.23486, RMSEA = 0.022. Artinya, model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja

yaitu sumber daya pribadi. Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.9 Uji Validitas Konstruk Self-Esteem

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu

di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari item.

Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan

faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga sebaliknya.

Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran self esteem disajikan pada tabel 3.13.

Page 87: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

73

Tabel 3.13 Muatan Item Self Esteem

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua item signifikan ( t > 1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak akan di-drop.

3.6 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai

berikut :

1. Peneliti mulai merumuskan masalah yang akan di teliti dengan melihat pada

fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar.

2. Kemudian peneliti melanjutkan dengan kajian pustaka untuk melihat masalah

tersebut dari sudut pandang teoritis agar dapat dipertanggungjawabkan

keilmiahannya, serta untuk mecari variabel-variabel yang akan digunakan dalam

penelitian ini.

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0.44

0.73

0.39

0.64

0.71

0.77

0.84

0.93

0.90

0.82

0.05

0.04

0.05

0.04

0.04

0.04

0.04

0.04

0.04

0.04

9.27

17.59

8.42

14.68

16.76

18.74

21.18

25.04

23.75

20.47

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

Page 88: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

74

3. Setelah mendapatkan semua yang dibutuhkan untuk landasan teorinya, peneliti

menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian. Selanjutnya

peneliti menentukan populasi dan sampel (beserta teknik pengambilan sampel

dan teknik pengambilan data) yang akan menjadi subjek penelitian nantinya.

4. Setelah alat ukur sudah siap, peneliti melakukan pengambilan data dengan

menyebarkan angket kuesioner kepada responden-responden dibantu oleh Kepala

Bagian Formasi Pegawai Biro Kepegawaian Kementerian Sosial RI untuk

menentukan jadwal pengisian angket. Proses pengambilan data dilakukan sejak

tanggal 1 juli 2014sampai dengan 21 juli 2014.

5. Hasil skala yang telah diisi kemudian diskoring untuk kemudian dianalisis

datanya.

3.7 Teknik Analisis Data

Untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen terhadap subjective wellbeing,

peneliti menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression analysis).

Pengolahan data dilakukan dengan analisis data secara statistik sebagai cara untuk

mengetahui pengaruh variabel bebas (independent variabel) : Work Engagement

(vigor, dedication, absorption), Tuntutan kerja (workload, emotional demands,

emotional dissonance) dan sumber daya pribadi (optimisme, self efficacy dan self

esteem) terhadap variabel terikat (dependent variabel) yaitu subjective wellbeing. Ada

empat tahap yang akan dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen (Pedhazur, 1997). Pertama, peneliti menghitung

parameter (α, 𝑏 1 , 𝑏2, …, 𝑏k) dari persamaan regresi Y = a + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2 + … +𝑏𝑘𝑋𝑘.

Page 89: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

75

Dengan begitu, peneliti dapat menggunakan variabel-variabel untuk memprediksi Y

partisipan.

Dalam hal ini hipotesis yang akan diukur, penulis menggunakan teknik

analisis regresi berganda, dengan rumus:

y = a + b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+

b8X8+ b9X9+e

Keterangan:

y = subjective wellbeing

a = konstan, intercept

b = koefisien regresi

X1 = absorption

X2 = dedication

X3 = vigor

X4 = emotional dissonance

X5 = emotional demands

X6 = workload

X7 = optimisme

X8 = self efficacy

X9 = self esteem

e = residu (hal yang mempengaruhi DV diluar dari IV)

Kedua, peneliti akan menghitung proporsi varians dari subjective wellbeing

yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen yang peneliti teliti, yaitu 𝑅2.

Ketiga, peneliti akan menguji signifikansi dari hasil yang didapat. Jadi peneliti dapat

mengetahui apakah regresi dari totalitas kerja atas delapan variabel signifikan secara

Page 90: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

76

statistik. Peneliti juga dapat mengetahui apakah koefisien regresi (b) dari persamaan

regresi secara statistik berbeda dari nol. Terakhir, peneliti dapat menentukan

relativitas pentingnya masing-masing variabel independen dalam menjelaskan

totalitas kerja.

Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang

paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis.

Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yang merupakan koefisien

korelasi berganda antara variabel independen dengan variabel dependen. Kemudian

besarnya kemungkinan yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan tadi

ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau 𝑅2. Fungsi 𝑅2

ini digunakan

untuk melihat proporsi varians subjective wellbeing yang dipengaruhi work

engagement atau totalitas kerja (vigor, dedication, absorption), tuntutan kerja

(workload, emotional demands, emotional dissonance) dan sumber daya pribadi

(optimisme, self efficacy dan self esteem).

Berikutnya, untuk membuktikan apakah regresi Y dan X signifikan atau tidak,

maka dapat diuji dengan menggunakan uji F (Pedhazur, 1997). Dari hasil uji F yang

dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel independen yang diujikan tersebut

memiliki pengaruh terhadap variabel dependen. Kemudian untuk menguji apakah

pengaruh yang diberikan variabel independen signifikan terhadap variabel dependen,

maka peneliti melakukan uji T. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang

akan dilakukan oleh peneliti nantinya. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan analisis secara statistik.

Page 91: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

77

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini, penulis akan menguraikan mengenai gambaran subjek penelitian,

deskripsi data, analisis data dan hasilnya.

4.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah

penghasilan, status perkawinan, dan lama bekerja. Responden dalam penelitian ini

adalah Pegawai Negeri Sipil Kementerian Sosial RI, Kemudian pada tabel 4.1 penulis

akan memaparkan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, tingkat

pendidikan, jumlah penghasilan, status perkawinan, dan lama bekerja sebagai berikut:

Tabel 4.1

Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat

Pendidikan dan Status Perkawinan

Karakteristik Sampel N=431

n (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

Tingkat Pendidikan

SD

SMP

SMA

DIPLOMA

S1

S2

Status Perkawinan

Belum Menikah

Menikah

Janda

Duda

184 (42.7)

247 (57.3)

6 (1.4)

15 (3.5)

111 (25.7)

58 (13.4)

196 (45.5)

45 (10.5)

42 (9.7)

374 (86.8)

12 (2.8)

3 (0.7)

Page 92: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

78

Dari 431 responden dalam penelitian ini terlihat bahwa mayoritas responden

adalah wanita. Banyaknya jumlah responden wanita adalah sebesar 247 atau 57.3%

sedangkan responden laki laki sebesar 184 atau 42.7%. Selanjutnya, berdasarkan

tingkat pendidikan, mayoritas responden tingkat pendidikan terakhirnya adalah SMA

dan S1. Responden dengan tingkat pendidikan terakhir SMA sebanyak 111 orang

atau 25.7% sedangkan responden dengan tingkat pendidikan terakhir S1 sebanyak

196 atau 45.5%. Berdasarkan status perkawinan, sebanyak 42 atau 9.7% responden

belum menikah, 374 atau 86.8% responden sudah menikah, 12 atau 2.8% responden

adalah janda dan 3 atau 0.7% responden adalah duda.

Tabel 4.2

Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Jumlah Penghasilan dan Lama

Bekerja

Karakteristik Sampel N=431

n (%)

Jumlah Penghasilan

1-3 juta

3,1-5 juta

5,1-7 juta

≥ 7 juta

Lama Bekerja

6 bulan -5 tahun

5,1-10 tahun

10,1-15 tahun

15,2-20 tahun

20,1-25 tahun

25,1-30 tahun

≥ 30 tahun

164 (38)

224 (52)

41 (9.5)

2 (0.5)

84 (19)

103 (23)

42 (9)

39 (8)

107 (24)

52 (12)

24 (5)

Page 93: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

79

Berdasarkan jumlah penghasilan, mayoritas responden yakni 224 atau 52%

berpenghasilan 3,1-5 juta per bulan, sedangkan hanya sedikit responden yang

berpenghasilan lebih dari 7 juta per bulan, yakni sebanyak 2 orang atau 0.5%.

Sedangkan jika dilihat berdasarkan rentang lama bekerja, responden yang memiliki

jumlah terbanyak adalah responden dengan rentang lama bekerja antara 20,1-25 tahun

dengan jumlah sebanyak 107 responden atau 24%. Sedangkan responden dengan

jumlah yang paling sedikit adalah responden yang bekerja lebih dari 30 tahun yakni

sebanyak 24 responden atau 5%.

4.2 Analisis Deskriptif

Skor yang digunakan dalam analisis statistik pada penelitian ini adalah skor

murni (t-score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini

dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan perbandingan antar skor hasil

penelitian variabel-variabel yang diteliti, dengan demikian semua raw score pada

setiap variabel harus diletakkan pada skala yang sama. Hali ini dilakukan dengan

mentransformasikan raw score menjadi Z-score, agar nilai Z-score menjadi positif

perlu dilakukan perhitungan t-score = 50 + 10*Z.

Untuk menjelaskan gambaran umum deskripsi statistic dari variabel-variabel

yang diteliti, indeks yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah skor mean,

standar deviasi, minimum dan maksimum dari setiap variabel penelitian. Skor

tersebut disajikan dalam tabel berikut ini:

Page 94: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

80

Tabel 4.3

Deskripsi Statistik Variabel Penelitian

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Subjective wellbeing 431 18.31 62.71 50.00 7.926

Absorption 431 17.31 60.51 50.00 7.623

Dedication 431 18.60 64.54 50.00 7.522

Vigor 431 26.04 72.91 50.00 7.684

Emotional

dissonance

431

10.50

52.48

50.00

10.90

Emotional demands

431

11.18

55.90

50.00

9.132

Workload 431 13.11 62.25 50.00 8.164

Optimisme 431 12.47 62.36 50.00 7.123

Self-efficacy 431 14.72 59.08 50.00 7.860

Self-esteem 431 18.75 57.26 50.00 6.252

Valid N (listwise) 431

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa skor subjective wellbeing, absorption,

dedication, vigor, emotional dissonance, emotional demands, workload, optimisme,

self-efficacy dan self-esteem diletakkan pada skala yang sama, maka mean kesepuluh

variabel adalah 50 dan nilai minimum, maximum beserta standar deviasi dapat dilihat

dari tabel di atas.

4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian

Setelah melakukan deskripsi statistik dari masing-masing variabel, maka hal yang

perlu dilakukan adalah pengkategorisasian terhadap data penelitian dengan

menggunakan standar deviasi dan mean dari t-score. Kategorisasi dalam penelitian ini

dibuat menjadi tiga kategori yaitu, tinggi, sedang dan rendah. Dalam hal ini

ditetapkan norma sebagai berikut:

Page 95: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

81

Tabel 4.4

Pedoman Interpretasi Skor Kategori Rumus

Tinggi X < Mean – 1SD

Sedang Mean – 1SD ≤ X ≤ Mean +1SD

Rendah

X > Mean + 1SD

Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan

tinggi, sedang dan rendahnya variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan

disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.5

Kategorisasi Skor Variabel

Kategorisasi Skor Variabel

Variabel Tinggi % Sedang % Rendah %

Subjective wellbeing 6 1,4 284 65,9 141 32,7

Absorption 3 0,7 181 42 247 57,3

Dedication 20 4,6 331 76,8 80 18.6

Vigor 39 9 351 81.4 41 9,5

Emotional dissonance 0 0 103 23,9 328 76,1

Emotional demands 0 0 82 19 349 81

Workload 4 0,9 267 61,9 160 37,1

Optimisme 6 1,4 341 79,1 84 19,5

Self-efficacy 0 0 271 62,9 160 37,1

Organizational- based

self esteem 0 0 319 74 112 26

Sebagaimana disebutkan dalam tabel 4.5, dapat dilihat bahwa pegawai yang

memiliki subjective wellbeing yang berkategori rendah sebanyak 32,7% dengan

jumlah 141 orang, pegawai yang memiliki subjective wellbeing yang sedang

sebanyak 65,9% dengan jumlah 284 orang, dan pegawai yang memiliki subjective

wellbeing yang tinggi adalah sebanyak 1,39% dengan jumlah 6 orang. Pada penelitian

Page 96: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

82

ini, subjective wellbeing pada kategori sedang merupakan jumlah kategori terbanyak

yaitu 82,4% dengan jumlah 356 orang.

Untuk variabel absorption terlihat bahwa pegawai yang memiliki absorption

yang berkategori rendah sebanyak 57,3% dengan jumlah 247 orang, pegawai yang

memiliki absorption yang sedang sebanyak 42% dengan jumlah 181 orang, dan

pegawai yang memiliki absorption yang rendah 0,7% dengan jumlah 3 orang. Untuk

variable dedication terlihat bahwa pegawai yang memiliki dedication yang

berkategori rendah sebanyak 18,6% dengan jumlah 80 orang, pegawai yang memiliki

dedication yang sedang sebanyak 76.8% dengan jumlah 331 orang, dan pegawai yang

memiliki dedication yang rendah 04,6% dengan jumlah 20 orang.

. Untuk variabel vigor atau semangat terlihat bahwa pegawai yang memiliki

vigor yang berkategori rendah sebanyak 9,5% dengan jumlah 41 orang, pegawai yang

memiliki vigor yang sedang sebanyak 81,4% dengan jumlah 351 orang, dan pegawai

yang memiliki vigor yang berkategori tinggi yaitu 9% dengan jumlah 6 0rang.

Untuk variabel emotional dissonance terlihat bahwa pegawai yang memiliki

emotional disonance yang berkategori rendah sebanyak 76,1% dengan jumlah 328

orang, pegawai yang memiliki emotional dissonance dengan kategori sedang

sebanyak 23,9% dengan jumlah 103 orang, dan tidak ada pegawai yang memiliki

emotional dissonance yang berkategori tinggi. Sehingga dapat dikatakan hampir

semua pegawai memiliki tingkat emotional dissonance yang rendah.

Untuk variabel emotional demands terlihat bahwa pegawai yang memiliki

emotional demands yang berkategori rendah sebanyak 81% dengan jumlah 349

Page 97: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

83

orang, pegawai yang memiliki emotional demands dengan kategori sedang sebanyak

19% dengan jumlah 82 orang, dan tidak ada pegawai yang memiliki emotional

demands yang berkategori tinggi. Sehingga dapat dikatakan hampir semua pegawai

memiliki tingkat emotional demands yang rendah. Sedangkan untuk variabel

workload terlihat bahwa pegawai yang memiliki workload yang berkategori rendah

sebanyak 37,1% dengan jumlah 160 orang, pegawai yang memiliki workload dengan

kategori sedang sebanyak 61,93% dengan jumlah 267 orang, dan pegawai yang

memiliki workload yang berkategori tinggi yaitu 0,9% dengan jumlah 4 0rang.

Untuk variabel optimisme terlihat bahwa pegawai yang memiliki optimisme

yang berkategori rendah sebanyak 19,5% dengan jumlah 231 orang, pegawai yang

memiliki optimisme dengan kategori sedang sebanyak 79,1% dengan jumlah 341

orang, dan pegawai yang memiliki optimisme yang berkategori tinggi yaitu 1,4%

dengan jumlah 9 0rang Untuk variabel self-efficacy terlihat bahwa pegawai yang

memiliki self-efficacy yang berkategori rendah sebanyak 37,1% dengan jumlah 160

orang, pegawai yang memiliki self-efficacy dengan kategori sedang sebanyak 62,9%

dengan jumlah 271 orang, dan tidak ada pegawai yang memiliki self-efficacy yang

berkategori tinggi.

Terakhir, pada hasil kategorisasi self-esteem (organizational based self-

esteem) terlihat bahwa pegawai yang memiliki self-esteem yang berkategori rendah

sebanyak 26% dengan jumlah 112 orang, pegawai yang memiliki self-esteem yang

sedang sebanyak 74% dengan jumlah 319 orang, dan pegawai yang memiliki self-

Page 98: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

84

esteem yang tinggi. Sehingga kategorisasi self-esteem pegawai terbanyak terdapat

pada kategori sedang.

4.4 Hasil Uji Hipotesa

Selanjutnya, uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh masing-masing IV terhadap

DV dalam penelitian ini, analisisnya dilakukan dengan teknik multiple regresion.

Data yang dianalisis ialah faktor skor atau true score yang diperoleh dari hasil

analisis faktor. Alasan penulis menggunakan faktor skor ini ialah untuk menghindari

dampak negatif dari kesalahan pengukuran. Pada tahapan ini peneliti menguji

hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software

SPSS. Dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk

mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah

secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian terakhir

melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari IV. Pengujian hipotesis

dilakukan dilakukan dengan berapa tahapan. Langkah pertama peneliti melihat

besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan

oleh IV. Lihat tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.6

Model Summary Analisis Regresi Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .358a .128 .109 7.480798

a. Predictors: (Constant), esteem, dissonance, absorption, workload, dedication, demands, efficacy, vigor, optimisme

Page 99: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

85

Berdasarkan data pada tabel 4.6 dapat kita lihat bahwa perolehan Rsquare

sebesar 0,128 atau 12,8%. Artinya proporsi varians dari subjective wellbeing yang

dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 12,8%. Sedangkan 87,2 %

sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.

Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independen

variabel terhadap subjective wellbeing. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6

berikut:

Tabel 4.7

Anova Pengaruh Keseluruhan IV Terhadap DV

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 3453.533 9 383.726 6.857 .000a

Residual 23560.142 421 55.962

Total 27013.675 430

a. Predictors: (Constant), esteem, dissonance, absorption, workload, dedication, demands,

efficacy, vigor, optimism

b. Dependent Variable: swb

Berdasarkan pada tabel di atas, diketahui bahwa nilai Sig. pada kolom paling

kanan adalah sebesar 0.000. Dengan demikian diketahui bahwa nilai Sig. < 0.05,

maka hipotesis (mayor) nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan

dari dimensi totalitas kerja (vigor, dedication, absorption), dimensi tuntutan kerja

(workload, emotional demands, emotional dissonance) dan dimensi sumber daya

pribadi (optimisme, self efficacy dan self esteem) terhadap subjective wellbeing

ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari work engagement atau totalitas

Page 100: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

86

kerja (vigor, dedication, absorption), tuntutan kerja (workload, emotional demands,

emotional dissonance) dan sumber daya pribadi (optimisme, self efficacy dan self

esteem) terhadap subjective wellbeing.

Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari masing-masing IV.

Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, dapat

dilihat melalui kolom Sig. (kolom keenam). Jika Sig. < 0.05 maka koefisien regresi

yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap subjective wellbeing, begitupun

sebaliknya. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing IV terhadap

subjective wellbeing dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini

Tabel 4.8

Koefisien Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 29.759 12.627 2.357 .019

Absorption -.011 .129 -.005 -.087 .931

Dedication .526 .258 .144 2.040 .042

Vigor -.087 .128 -.053 -.682 .495

Dissonance -.076 .049 -.084 -1.548 .122

Demands .001 .074 .001 .012 .991

Workload .044 .123 .019 .354 .724

Optimism .396 .160 .258 2.482 .013

Efficacy .035 .160 .021 .221 .825

Esteem .025 .072 .021 .346 .730

a. Dependent Variable: swb

Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7 dapat disampaikan persamaan regresi

sebagai berikut:

Page 101: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

87

SWB = 29,759 – 0,011 (absorption) + 0,526 (dedication) - 0,087 (vigor) - 0,076

(dissonance) + 0,001 (demands) + 0,044 (workload) + 0,396 (optimism) + 0,035

(efficacy) + 0,025 (organizational-based self esteem)

Dari tabel koefisien regresi di atas, terdapat dua variabel yang dikatakan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective wellbeing yakni dedication

atau dedikasi dan optimisme, sedangkan sisa lainnya tidak signifikan.

Hal ini berarti bahwa dari sembilan independen variabel, hanya dua variabel

yang dikatakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective wellbeing

yakni dedication atau dedikasi dan optimisme. Penjelasan dari nilai koefisien regresi

yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut:

1. Variabel absorption atau penyerapan

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.011 dengan signifikansi sebesar

0.931 (> 0.05) dengan demikian Ho1 yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan dari absorption terhadap subjective wellbeing tidak ditolak.

Artinya, absorption tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

subjective wellbeing.

2. Variabel dedication atau dedikasi

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,526 dengan signifikansi sebesar

0,042 (< 0,05), dengan demikian Ho2 yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan dari dedication terhadap subjective wellbeing ditolak. Artinya,

dedication atau dedikasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

Page 102: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

88

subjective wellbeing. Nilai koefisien variabel menunjukan arah positif artinya

semakin tinggi dedication maka semakin tinggi subjective wellbeing individu.

3. Variabel vigor atau semangat

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,087 dengan signifikansi sebesar

0,495 (> 0,05), dengan demikian Ho3 yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan dari vigor atau semangat terhadap subjective wellbeing tidak

ditolak. Artinya, vigor atau semangat tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap subjective wellbeing.

4. Variabel emotional dissonance

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,076 dengan signifikansi sebesar

0,122 (> 0,05), dengan demikian Ho4 yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan dari emotional dissonance terhadap subjective wellbeing tidak

ditolak. Artinya, emotional dissonance tidak memiliki pengaruh positif yang

signifikan terhadap totalitas kerja.

5. Variabel emotional demands

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,001 dengan signifikansi sebesar

0,991 (> 0,05), dengan demikian Ho5 yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan dari emotional demands terhadap subjective wellbeing tidak

ditolak. Artinya, emotional demands tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap subjective wellbeing.

Page 103: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

89

6. Variabel workload

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,044 dengan signifikansi sebesar

0,724 (> 0,05), dengan demikian Ho6 yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan dari workload terhadap subjective wellbeing tidak ditolak.

Artinya, workload tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

subjective wellbeing.

7. Variabel optimisme

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,396 dengan signifikansi sebesar

0,013 (< 0.05), dengan demikian Ho7 yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan dari optimisme terhadap subjective wellbeing ditolak. Artinya,

optimisme memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective wellbeing.

Nilai koefisien variabel menunjukan arah positif artinya semakin tinggi

optimisme maka semakin tinggi subjective wellbeing individu.

8. Variabel self efficacy

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.035 dengan nilai P-value sebesar

0,825 (> 0,05), dengan demikian Ho8 yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan dari self efficacy terhadap totalitas kerja karyawan tidak

ditolak. Artinya, self efficacy tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap subjective wellbeing.

9. Variabel organizational-based self esteem

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,025 dengan nilai P-value sebesar

0,730 (> 0,05), dengan demikian Ho7 yang menyatakan tidak ada pengaruh

Page 104: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

90

yang signifikan dari organizational-based self esteem terhadap subjective

wellbeing tidak ditolak. Artinya, organizational-based self esteem tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective wellbeing.

Proporsi Varians

Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana sumbangan proporsi varians dari

masing-masing independent variable terhadap totalitas kerja. Berikut ini akan

disajikan tabel dimana dalam tabel tersebut terdiri atas kolom pertama (model) adalah

IV yang dianalisis satu persatu, kolom ketiga (R-Square) merupakan penambahan

varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu persatu tersebut, kolom keenam (R-

square change) merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu

persatu, kolom ketujuh (F change) adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan,

kemudian kolom df ialah derajat kebebasan atau taraf nyata bagi IV yang

bersangkutan dan df terdiri atas numerator dan denumerator. Lalu yang terakhir

adalah kolom signifikansi (Sig. F change). Besarnya proporsi varians pada totalitas

kerja dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini:

Page 105: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

91

Tabel 4.9

Proporsi Varians untuk Masing–Masing Independent Variable

a. Predictors: (Constant), absorption

b. Predictors: (Constant), absorption, dedication

c. Predictors: (Constant), absorption, dedication, vigor

d. Predictors: (Constant), absorption, dedication, vigor, dissonance

e. Predictors: (Constant), absorption, dedication, vigor, dissonance, demands

f. Predictors: (Constant), absorption, dedication, vigor, dissonance, demands, workload

g. Predictors: (Constant), absorption, dedication, vigor, dissonance, demands, workload, optimism

h. Predictors: (Constant), absorption, dedication, vigor, dissonance, demands, workload, optimisme, efficacy

i. Predictors: (Constant), absorption, dedication, vigor, dissonance, demands, workload, optimisme, efficacy, esteem

Berdasarkan data pada tabel 4.8 dapat disampaikan informasi sebagai berikut :

1. Variabel absorption memberikan sumbangan sebesar 2,9 % dalam varians

subjective wellbeing. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change=

12,948 dan df1= 1 dan df2= 429 dengan Sig.F Change= 0,000 ( <0,05).

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

Change Statistics

R Square Change

F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .171a .029 .027 .781819 .029 12.948 1 429 .000

2 .266b .071 .066 .765930 .041 18.984 1 428 .000

3 .266c .071 .064 .766783 .000 .048 1 427 .827

4 .273d .075 .066 .766065 .004 1.801 1 426 .180

5 .274e .075 .064 .766694 .001 .301 1 425 .584

6 .278f .077 .064 .766837 .002 .842 1 424 .359

7 .357g .128 .113 .746456 .050 24.470 1 423 .000

8 .357h .128 .111 .747299 .000 .046 1 422 .831

9 .358

i .128 .109 .748080 .000 .120 1 421 .730

Page 106: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

92

2. Variabel dedication memberikan sumbangan sebesar 4,1% dalam subjective

wellbeing. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change= 18,984 dan df1=

1 dan df2= 428 dengan Sig.F Change= 0,000 ( <0,05).

3. Variabel vigor memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians subjective

wellbeing. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change= 0,048 dan

df1= 1 dan df2= 427 dengan Sig.F Change= 0,827 (>0,05).

4. Variabel emotional dissonance memberikan sumbangan sebesar 4 % dalam

varians subjective wellbeing. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F

Change= 1,801 dan df1= 1 dan df2= 426 dengan Sig.F Change= 0,180

(>0,05).

5. Variabel emotional demands memberikan sumbangan sebesar 1% dalam

varians subjective wellbeing. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F

Change= 0,301 dan df1= 1 dan df2= 425 dengan Sig.F Change= 0,584

(>0,05).

6. Variabel workload memberikan sumbangan sebesar 2% dalam varians

subjective wellbeing. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change=

0,842 dan df1= 1 dan df2= 424 dengan Sig.F Change= 0,359 (>0,05).

7. Variabel optimisme memberikan sumbangan sebesar 5% dalam varians

subjective wellbeing. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change=

24,470 dan df1= 1 dan df2= 423 dengan Sig.F Change= 0,000 (<0,05).

Page 107: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

93

8. Variabel self-efficacy memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians

subjective wellbeing. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change=

0,046 dan df1= 1 dan df2= 422 dengan Sig.F Change= 0,831 (>0,05).

9. Variabel self-esteem (organizational based self-esteem) memberikan

sumbangan sebesar 0% dalam varians subjective wellbeing. Sumbangan

tersebut tidak signifikan dengan F Change= 0,20 dan df1= 1 dan df2= 421

dengan Sig.F Change= 0,730 (>0,05).

Dengan demikian, bahwa terdapat tiga IV dari sembilan IV, yaitu absorption,

dedication, dan optimisme yang mempengaruhi subjective wellbeing secara

signifikan jika dilihat dari besarnya R2 yang dihasilkan dari sumbangan proporsi

variabel yang diberikan.

Tabel 4.10

Kontribusi Independent Variable Terhadap Dependent Variable

Model Summary

Model R R Square

Adjusted

R Square

Std. Error of

the Estimate

Change Statistics

R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .266a .071 .064 7.667833 .071 10.817 3 427 .000

2 .278b .077 .064 7.668371 .006 .980 3 424 .402

3 .358c .128 .109 7.480798 .051 8.176 3 421 .000

a. Predictors: (Constant), vigor, absorption, dedication

b. Predictors: (Constant), vigor, absorption, dedication, demands, workload, dissonance

c. Predictors: (Constant), vigor, absorption, dedication, demands, workload, dissonance, esteem, efficacy, optimism

Page 108: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

94

Dari tabel 4.10 diketahui bahwa semua dimensi dalam totalitas kerja

(absorption, dedication dan vigor) memberikan kontribusi sebesar 7,1% terhadap

subjective wellbeing. Untuk dimensi tuntutan kerja (emotional dissonance, emotional

demands dan workload) memberikan kontribusi sebesar 0,6% terhadap subjective

wellbeing. Kemudian untuk dimensi sumber daya pribadi (optimisme, self-efficacy

dan self-esteem) memberikan kontribusi sebesar 5,1% terhadap subjective wellbeing

Page 109: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

95

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Dalam bagian ini memuat kesimpulan, diskusi, dan saran. Secara rinci dijelaskan

sebagai berikut:

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan didapatkan hasil-hasil yang kemudian dianalisis

oleh peneliti, didapatkan kesimpulan yang juga merupakan jawaban dari

permasalahan penelitian. Berdasarkan analisis data penelitian maka kesimpulan yang

didapatkan dari penelitian ini adalah : “ada pengaruh yang signifikan totalitas kerja,

tuntutan kerja dan sumber daya pribadi terhadap subjective wellbeing”. Selanjutnya,

pada penelitian ini hanya terdapat dua variabel independent yang memberikan

pengaruh signifikn terhadap subjective wellbeing, yaitu dedication atau dedikasi dan

optimisme. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan dari dedication atau dedikasi dan optimisme terhadap subjective wellbeing.

Kemudian jika dilihat berdasarkan sumbangan dari masing-masing vriabel, ternyata

terdapat tiga variabel yang signifikan sumbangannya. Variabel-variabel tersebut

antara lain absorption, dedication dan optimisme.

5.2 Diskusi

Hasil pengujian hipotesis pengaruh totalitas kerja, tuntutan kerja dan sumber

daya pribadi terhadap subjective wellbeing yang dilakukan peneliti menunjukkan

bahwa ada pengaruh yang signifikan dari seluruh independent variable terhadap

Page 110: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

96

subjective wellbeing. Besarnya pengaruh seluruh independent variable terhadap

subjective wellbeing adalah sebesar 12,8%. %. Sedangkan 87,2 % sisanya

dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.

Totalitas kerja menjadi salah satu faktor yang menjadi variabel penentu

munculnya subjective wellbeing di suatu perusahaan atau instansi. Hal ini sejalan

dengan penelitian Bakker, Demerouti dan Schaufeli pada tahun 2003 dan Schaufeli &

Bakker, 2004 yang menyatakan bahwa totalitas kerja terkait dengan hasil-hasil positif

dalam organisasi seperti kepuasan kerja dan motivasi (Bakker et al, 2004). Peneliti

lain menyatakan bahwa totalitas kerja terkait dengan perilaku positif dalam organisasi

seperti inisiatif pribadi untuk bekerja dan mempunyai keinginan untuk belajar

(Sonnentag, 2003).

Selanjutnya, karyawan yang total dalam pekerjaan mereka cenderung

berkomitmen untuk organisasi mereka, sedangkan mereka yang totalitas kerjanya

rendah cenderung menunjukkan rendahnya komitmen terhadap organisasi mereka

(Blizzard, 2002). Peneliti lain menunjukkan bahwa karyawan yang total memiliki

energi dan self-efficacy yang tinggi dalam bekerja (Schaufeli et al., 2001). Karena

perilaku positifnya, karyawan yang total mendapatkan feedback yang baik, apresiasi

dan kesuksesan. Hal tersebut juga membuktikan bahwa orang yang total dalam

bekerja, subjective wellbeingnya akan meningkat.

Berdasarkan analisa yang dilakukan, peneliti menganalisa tiga dimensi

totalitas kerja yaitu absorption atau penyerapan, dedication atau dedikasi dan vigor

atau semangat. Ternyata diperoleh hasil yaitu variabel dedication memberikan

Page 111: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

97

pengaruh signifikan sebesar 2,9%. Sedangkan jika di lihat dari sumbangan masing-

masing IV terhadap DV (proporsi varians), variabel absorption juga memberikan

sumbangan yang signifikan yakni 2,9% terhadap subjective wellbeing. Dedikasi dan

absorption atau penyerapan merupakan salah satu aspek terpenting pegawai untuk

meningkatkan totalitasnya dalam bekerja, sedangkan orang yang total dalam bekerja

akan memiliki subjective wellbeing yang tinggi. Semua pegawai pada instansi ini

memiliki dedikasi yang rendah sehingga mereka tidak total dalam bekerja. Karena

itulah berdasarkan analisis yang dilakukan dedication dan absorption berpengaruh

positif terhadap subjective wellbeing, dalam hal ini semakin rendah dedikasi maka

semakin rendah subjective wellbeing pegawai.

Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis uji hiptoesa penelitian, variabel vigor

atau semangat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective

wellbeing. Hal ini mungkin disebabkan karena pekerjaan tidak menuntut pegawai

untuk selalu berusaha dan bersemangat, pegawai tidak terpacu memberikan yang

terbaik bagi instansi tempatnya bekerja, semangat atau tidaknya pegawai dalam

bekerja dalam hal ini tidak berpengaruh terhadap subjective wellbeing pegawai.

Kemudian Grebner, Semmer, dan Elfering (2005) menyatakan tuntutan kerja

adalah satu hal yang mungkin menjadi penyebab buruknya wellbeing, kesehatan, dan

performa kerja (job performance). Tuntutan kerja dapat dikatakan memiliki hubungan

yang terbalik atau negatif dengan well-being, dimana semakin rendah tingkat tuntutan

kerja maka semakin tinggi tingkat well-being dan sebaliknya.

Page 112: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

98

Pada penelitian ini, ketiga aspek dari tuntutan kerja, yakni emotional

dissonance, emotional demands dan workload tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap subjective wellbeing. Hal ini terjadi karena tuntutan kerja pegawai

rendah, subjective wellbeing pegawai pun tidak terlalu tinggi, tergolong sedang atau

biasa saja. Seharusnya, semakin rendah pekerjaan maka semakin tinggi tingkat

subjective wellbeing pegawai. Karena itulah, pada penelitian ini variabel tuntutan

pekerjaan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap subjective wellbeing.

Selanjutnya, penelitian membuktikan bahwa sumber daya pribadi atau

evaluasi diri yang positif dapat meningkatkan pencapaian, motivasi, kinerja, kepuasan

kerja, kepuasan hidup, dan lain sebagainya (lihat Judge, Van Vianen dan De Pater,

2004, dalam Bakker, 2011). Semakin tinggi sumber daya pribadi individu, semakin

tinggi kemungkinan seseorang dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Individu

yang memiliki motivasi intrinsik untuk mengejar tujuan-tujuan mereka, memiliki

kinerja dan kepuasan hidup yang lebih tinggi (Bakker, 2011).

Berdasarkan hasil analisis uji hipotesa, penelitian ini menunjukkan bahwa dari

3 aspek sumber daya pribadi, hanya aspek optimismelah yang memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap subjective wellbeing. Hal ini sejalan dengan penelitian dari

Huda Ayyash-Abdo dan María-José Sánchez-Ruiz (2011) yang menyatakan bahwa

optimisme berpengaruh terhadap subjective wellbeing diantara mahasiswa Labanese

University. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nursanti, H. D., (2012)

menunjukkan variabel optimisme pada subjek penelitian berada pada kategori tinggi.

Variabel subjective well-being pada subjek penelitian berada pada kriteria tinggi.

Page 113: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

99

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara

optimisme dengan subjective well-being dengan nilai r = 0,516 dengan nilai

signifikansi atau p = 0,000. Hal ini mengindikasikan bahwa ada hubungan positif

yang signifikan antara optimisme dengan subjective well-being pada karyawan

outsourcing PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Cilacap. Sehingga semakin tinggi

optimisme yang dimiliki karyawan, maka semakin tinggi kebahagiaan dan kepuasan

hidupnya.

Dalam penelitian ini, variabel self efficacy tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap subjective wellbeing. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Maria Cristina J. Santos, Cipriano S. Magramo Jr, Faustino

Oguan Jr. dan JN Junnile Paat (2014) yang menyatakan bahwa self efficacy dan

subjective wellbeing memiliki hubungan yang positif dimana semakin tinggi self-

efficacy seseorang maka semakin tinggi subjective wellbeing orang tersebut, dan

sebaliknya.

Selanjutnya, pada penelitian ini variabel self-esteem atau organizational based

self esteem juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap subjective

wellbeing pegawai. Hal ini sejalan dengan Buehler, Griffin, & Ross (dalam Bakker &

Leiter, 2010) yang menyatakan tingginya organizational based self esteem dapat

menyebabkan seseorang meremehkan waktu sehingga tidak dapat mencapai

pencapaian tujuan dan mengakibatkan individu tersebut memiliki subjective

wellbeing yang rendah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dian-Zhi Liu

Page 114: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

100

(2011) menyatakan bahwa self-esteem memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

subjective wellbeing pada pekerja rural migrant.

Berdasarkan data kategorisasi variabel yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya (bab 4), semua pegawai memiliki dedikasi yang rendah terhadap instansi

tempatnya bekerja, hal ini berarti pegawai pada instansi ini tidak merasa terlibat

dalam pekerjaannya, tidak menganggap pekerjaannya bermakna, tidak memiliki

antusiasme, kebanggaan, inspirasi dan tantangan dalam bekerja. Pegawai pada

penelitian ini kebanyakan memiliki absorption yang rendah, hal ini berarti

kebanyakan pegawai tidak terlalu konsentrasi dan serius terhadap pekerjaannya,

pekerja tidak merasa larut atau menyatu dengan pekerjaannya. Hal ini mungkin

disebabkan karena tuntutan kerja mereka rendah (baik pada aspek workload,

emotional demands maupun emotional dissonance) sehingga pekerjaannya tidak

menuntutnya untuk berkonsentrasi, serius, dan terlibat penuh dalam pekerjaannya.

Pegawai tidak perlu berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan

sehingga pegawai tidak memiliki vigor atau semangat yang tinggi dalam bekerja.

Kategorisasi subjective wellbeing pegawai pada instansi ini pun rata-rata termasuk

dalam kategorisasi sedang dan rendah.

Dari hasil penelitian ini sebenarnya tidak serta-merta ditarik kesimpulan yang

menggugurkan teori yang ada. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis terhadap

sumber error yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara hasil penelitian

dengan teori. Di antara sekian banyak faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya

ketidaksesuaian antara hasil penelitian dengan teori di antaranya adalah kesalahan

Page 115: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

101

dalam pengukuran (measurement error), kesalahan spesifikasi variable dan kesalahan

dalam sampling (sampling error). Sebaiknya, agar penelitian terhindar dari error

dalam penyimpulan, sumber-sumber error ini sebaiknya dapat dikontrol oleh peneliti.

Sebenarnya persoalan kesalahan dalam pengukuran sudah dikontrol dengan

baik. Bahkan analisis terhadap instrument yang digunakan termasuk salah satu aspek

yang difokuskan dalam penelitian ini.

Analisis instrument dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tahap.

Pertama, ketiga instrumen dianalisis dengan pendekatan Confirmatory Factor

Analysis (CFA) yang dimaksudkan untuk menguji apakah item yang disusun mampu

mengukur konstruk yang ingin diukur. Semua item dalam skala subjective wellbeing,

totalitas kerja, tuntutan kerja dan sumber daya pribadi memiliki t-value yang

memenuhi persyaratan untuk menentukan validitas item, yaitu >1,96 . hal ini berarti

setiap item dalam skala subjective wellbeing, totalitas kerja, tuntutan kerja dan

sumber daya pribadi mampu menghasilkan informasi tentang konstruk yang

ditetapkan secara teoritis.

Kedua, setelah dilakukan uji validitas menggunakan CFA, peneliti

memasukkan item yang valid dari setiap variabel ke dalam SPSS untuk dilakukan

multiple regression analysis. Akan tetapi sebelumnya seluruh item valid dari masing-

masing item tersebut distandarisasi terlebih dahulu menjadi Z-score lalu dikonversi

menjadi T-score. T-score dari masing-masing variable inilah yang digunakan untuk

melakukan multiple regression analysis.

Page 116: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

102

Sumber kesalahan lain yang mempengaruhi hasil adalah spesifikasi variabel

yang diteliti. Dalam penelitian ini, subjective wellbeing dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal. Totalitas kerja dan sumber daya pribadi merupakan faktor

internal yang mempengaruhi subjective wellbeing, sedangkan tuntutan kerja adalah

faktor eksternal yang mempengaruhi subjective wellbeing. dilihat dari persoalan

spesifikasi variabel ini, penelitian ini sudah menggunakan tiga variabel sebagai

predictor.dilihat dari spesifikasi variabel, tidak ditemukan kesalahan dalam

menentukan variabel penelitian.

Sampling error juga merupakan salah satu sumber yang dapat menimbulkan

bias dalam penarikan kesimpulan penelitian. Hal ini bisa disebabkan karena peneliti

tidak turun langsung untuk membagi angket dikarenakan akan mengganggu proses

bekerja pegawai. Sehingga angket atau kuesioner diserahkah kepada pihak biro

organisasi dan kepegawaian instansi untuk disebarkan. Hal tersebut bisa membuat

responden tidak sesuai dalam mengisi angket yang menyebabkan sebaran data atau

jawaban tidak merata, sehingga mempengaruhi hasil penelitian. Oleh karena itu

seharusnya peneliti menggunakan simple random sampling.

Tak jarang terjadi penarikan sampel dengan non probability sampling dalam

kesimpulannya digeneralisasikan secara umum. Padahal, penelitian yang sampelnya

diambil dengan metode non probability sampling tidak bisa mengestimasi populasi.

Jadi kesimpulannya hanya berlaku bagi sampel dalam penelitian tersebut.

Page 117: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

103

5.3 Saran

Berdasarkan penulisan penelitian ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat

banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti memberikan beberapa saran

untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya, baik

berupa saran teoritis dan saran praktis.

5.3.1 Saran Teoritis

1. Untuk penelitian selanjutnya, masih banyak variabel yang belum diteliti

seperti burnout, job resources, spiritualitas, psychological capital, dan lain

sebagainya jika ingin melakukan penelitian tentang subjective wellbeing

dalam konteks pekerjaan.

2. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan sampel yang berbeda.

Sebaiknya sampel yang digunakan adalah subjek yang bekerja pada

perusahaan atau pada pekerja kesehatan seperti dokter atau perawat, karena

tuntutan kerja dan sumber daya pekerjaan yang berbeda akan menghasilkan

hasil penelitian yang bervariasi.

3. Peneliti selanjutnya juga diharapkan bisa langsung turun lapangan untuk

menghindari bias atau ketidaksesuaian respondendalam mengisi angket atau

kuesioner sehingga jawaban responden merata.

5.3.2 Saran Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi instansi

untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi subjective

wellbeing karyawan seperti tuntutan kerja, sumber daya pribadi dan totalitas

Page 118: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

104

kerja karena organisasi yang berhasil adalah organisasi dimana karyawannya

merasa sejahtera dalam bekerja.

2. Hendaknya Instansi lebih memperbanyak kegiatan pembinaan mental seperti

training motivasi dan kegiatan outbound, yang bertujuan untuk meningkatkan

optimisme, dedikasi, absorption pegawai agar memiliki subjective well-being

yang tinggi.

.

Page 119: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

105

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, F., & Robinson, J. (1991). Measures of subjective well being. In J. P.

Robinson, P. R. Shaver, & L. S. Wrightsman (Eds.), Measures of personality

and social psychological attitudes (61-67). San Diego: Academic Press.

Bakker, A. B. & Oerlemans, W. G. M, (2010). Subjective well-being in

organizations. In K. Cameron & G. Spreitzer (Eds.), Handbook of Positive

Organizational Scholarship. Oxford University Press.

Bakker, A. B. & Damerouti, E., (2006). The job demands-resources model: State of

the art. Journal of Managerial Psychology, 22 (3), 309-328.

Bakker,A.B. & Leiter, M.P. (2010). Work Engagement: Introduction, In Bakker,

A.B.,& Leiter, M.P (Eds) Work Engagement : a handbook of essential

theory and research. New York: Psychology Press. Books.

Bakker, A. B., Damerouti, E. & Schaufeli. W. B. (2003). Dual processes at work in a

call centre: An application of the job demands – resources model. Europan

Journal Of Work and Organizational Psychology, 12 (4), 393–417.

Bakker, A. B., Damerouti, E. & Euwema, M. C. (2005). Job resources buffer the

impact of job demands on burnout. Journal of Occupational Health

Psychology, 10 (2), 170–180.

Bakker, A. B., Damerouti, E. & Verbeke. W. (2004). Using the job demands-

resources model to predict burnout and performance. Human Resource

Management, 43 (1), 83–104.

Bakker, A. B., Demerouti, E., Taris, T. W., Schaufeli, W. B. & Schreurs, P. J. G.

(2003). A multigroup snalysis of job demands model in four home care

organization. International Journal Of Stres Management, 10 (1), 16-38.

Bandura, A. (1989). Social cognitive theory. In R. Vasta (Ed.), Annals of child

development. Six theories of child development, 6 (1-60). Greenwich, CT:

JAI Press.

Broeck, A.,V., Ruysseveldt, J.V., Vanbelle, E & Witte, H. D. (2013). The job

demands-resources model: overview and suggestion for the future research. In

Bakker, A.B (ed). Advances in Positive Organizational Psychology 1 (83-

105). UK; Emerald Group Publishing Limited.

Page 120: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

106

Carr, Alan. (2004). Positive psychology: the science of happiness and human

strenght. New-York: Brunner-Routledge.

Campbell, A., Converse, P. E., and Rodgers, W. L. 1976. The Quality of American

Life: Perceptions, Evaluations, and Satisfactions. NewYork: Russell Sage

Foundation.

Chen, G., Gully, S. M., & Eden, D. (2001). Validation of a new general self-efficacy

scale. Organizational Research Methods, 4 (1), 62-83.

Coetzer, C.F & Rothmann, S. (2007). Job demands, job resources and work

engagement of employees in a manucfaturing organization. South of Africa

Bussines Review, 11(3), 20-35.

Damerouti, E., Bakker, A. B., Nachreiner, F. & Schaufeli, W. B. (2001). The job

demands–resources model of burnout. Journal of Applied Psychology, 86,

499–512.

Diener, E., Wirtz, D., Tov, W., Kim-Prieto, C., Choi. D., Oishi, S., & Biswas-Diener,

R.(2009). New measures of well-being: Flourishing and positive and negative

feelings. Social Indicators Research, 39, 247-266.

Diener, Carol. & Diener, Ed. (1996). Psychological science: research report, most

people are happy. American Psychological Society, 7 (3).

Diener, E. & Lucas, R.E. (1999). Personality and Subjective Well-Being. Dalam D.

Kahneman, E. Diener & N. Schwarz (Eds). Well being the foundations of

hedonic psychology (795-814). New York: Oxford University Press, Inc.

Diener, Ed., Lucas, Richard. E. & Oishi, Shigero. (2005). Subjective well being: the

science of happiness and life satisfaction. Dalam C.R. Snyder & S.J. Lopez

(edtr.), Handbook of positive psychology (63-73). New York: Oxford

University Press.

Diener, Ed., Lucas, Richard. E. & Oihi, Shigero. (2003). Personality, culture, and

subjective well being: emotional and cognitive evaluation of life. Annual

Reviews, 54, 403-426.

Diener, E., Emmons, R. A., Larsen, R. J. & Griffin, S. (1985). The satisfaction with

life scale. Journal of Personality Assessment, 49, 71-75.

Page 121: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

107

Eddington, N. & Shuman, R. (2005). Subjective well being (happiness). Continuing

psychology education: 6 continuing education hours. Diunduh pada 7 Februari

2014 dari http://www.texcpe.com/cpe/PDF/ca-happiness.pdf.

Eid, M. & Larsen, R.J. (2008). The Science of Subjective Well-Being. New York :

Guilford Press. Guilford Publications 72 Spring Street New York, NY 10012

212-431-9800 800-365-7006 www.guilford.com.

Farid, M. & Lazarus, H. (2008). Subjective well-being in rich and poor countries.

Journal of Management Development, 27 (10), 1053-1065.

Guttman, Levy, Louis, Shlomit (1982). "On the definition and varieties of attitude

and wellbeing". Social Indicators Research 10 (2): 159.

doi:10.1007/bf00302508.

Grant JE, Kim SW, Odlaug BL. N-acetyl cysteine, a glutamate-modulating agent, in

the treatment of pathological gambling: A pilot study. Biol Psychiatry.

2007;62:652–657.

Heuvel, M.V., Demerouti, E., Schaufeli. W.B., & Bakker. A.B. (2010). Personal

Resources and Work Engagement in the Face of Change. In Houdmont, J &

Leka, S (ed) Contemporary Occupational Health Psychology : Global

Perspective on Research and Practice (125-150). UK: Jhon Wiley & Sons Ltd.

Hobfoll, S E and Leiberman, J R, (1987). Personality and social resources in

immediate and continued stress-resistance among women. Journal of

Personality and Social Psychology, 52, 18–26.

Hobfoll, S. E., Johnson, R. J., Ennis, N., & Jackson, A. P. (2003). Resources loss,

resources gain, and emotional outcomes among inner city women. Journal of

Personality and Social Psychology, 84, 632–643. doi: 10.1037/0022-

3514.84.3.632.

Hurlock, E.B. (2007). Developmental psychology: A life – span approach. New

Delhi: Tata McGraw – Hill.

Inoue, A., Kawakami, N., Tsutsumi, A., Shimazu, A., Miyaki, K., Takahashi, M.,

Kurioka, S., Eguchi, H., Tsuchiya, M., Enta, K., Kosugi, Y., Sakata, T., dan

Totsuzaki, T. (2014). Association of job demands with work engagement of

japanese employees: Comparison of Challenges with Hindrances (J-HOPE).

DOI: 10.1371/journal.pone.0091583.

Page 122: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

108

Iwanaga, M., Yokoyama, H. & Seiwa, H. (2004). Coping availability and stress

reduction for optimistic and pessimistic individuals. Personality and

Individual Difference, 36,11-22.

Jöreskog, K. G., & Sörbom, D. (1989). Lisrel 7: User’s Reference Guide.

Mooresville: Scientific Software, Inc.

Karasek, Robert A, Jr. (1979). Job demands, job decision latitude, and mental

strain: Implication for Job Redesign. Administrative Science Quarterly, 24,

285-308.

Kitaoka-Higashiguchi, K., Nakagawa, H., Morikawa, Y., Ishizaki, M., Miura, K.,

Naruse, Y., & Kido, T. (2002). The association between job demand, control,

and depression, in workplaces in Japan. Journal of Occupational Health, 44,

nn 427-428.

Kristensen, T. S., Bjorner, J. B., Christensen, K. B., & Borg, V. (2004). Distinction

Between Work Pace and Working Hours in the Measurement of Quantitative

Demands at Work. Work & Stress, 18, 4, 305-322.

Langelaan, S., Bakker, A. B., Doornen, L. J. P., Schaufeli, W. B. (2006) Burnout and

work engagement: Do individual differences make a difference?. Personality

and Individual Differences 40, 521–532.

Lockwood, N. (2007). Leveraging Employee Engagement for Competitive Advantage

HR Strategic Role. SHRM Research.

Love, P.E.D., Irani, Z., Standing, C., dan Themistocleous, M. (2007). Influence of

job demands, job control and social support on information systems

professionals’ psychological well-being. International Journal of Manpower,

28, 6, 513-528.

Luthans, Youssef & Avolio. (2007). Psychological Capital : Developing the Human

Competitive Edge. Oxford University Press.

Mauno, S., Kinnunen, U., Ruokolainen, M., 2007. Job demands and resources as

antecedents of work engagement: a longitudinal study. Journal of Vocational

Behavior, 70 (1), 149–171.

Maslach, C., Schaufeli, W.B. and Leiter, M.P. (2001), “Job burnout”, Annual Review

of Psychology, 52, 397-422.

Page 123: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

109

Mastenbroek, Jaarsma, Scherpbier, van Beukelen & Demerouti. E (2014). The role

of personal resources in explaining well-being and performance: A study

among young veterinary Professionals. European Journal of Work and

Organizational Psychology, 37-41.

Mikkelsen TS, Hillier LD, Eichler EE, et al. (11 co-authors). 2005. Initial sequence of

the chimpanzee genome and comparison with the human genome. Nature.

437, 69–87.

Panari, Guglielmi, Ricci, Tabanelli, & Violante (2012). Assessing and improving

health in the workplace: an integration of subjective and objective measures

with the STress Assessment and Research Toolkit (St.A.R.T.) method.

Journal of Occupational Medicine and Toxicology, 7 (18).

Pedhazur, E. J. (1997), Multiple Regression in Behavioral Research: Explanation and

Prediction (3rd ed.), Orlando: Harcourt Brace College.

Pierce, J. L., Gardner, D. G., (2004). Self-esteem within the work and

organizational context: A review of the organization-based self-esteem

literature. Journal of Management 30(5) 591–622.

Robbins, S. & Kliewer, W. (2000). Advances in theory and research on subjective

wellbeing. In S. Brown and R. Lent (Eds.) Handbook of counseling

psychology. (p.310-345). USA: John Wiley & Sons.

Robertson, I., Cooper, C.L. (2011). Well-being: Productivity and Happiness at Work.

London: Palgrave Macmillan.

Rothmann, S., Mostert, K., Strydom, M. (2006). A psychometric evaluation of the

job demands-resources scale in South Africa. SA Journal of Industrial

Psychology, 32 (4), 76-86.

Royo, Monica Guillen & Jackeline Velazco. (2005, Juny). Exploring the

relationship between happiness, objective and subjective well-being: evidence

from rural thailand. ESRC Research Group on Well-being in Developing

Countries, University of Bath, Great Britain.

Russell, J.E.A. 2008. Promoting subjective well-being at Work. Journal of Career

Assessment, 16, 118-132.

Ryan, R. M. & Deci, E. L. (2001). On happiness and human potentials: A review of

research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Review Psychology

52, 141–66.

Page 124: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

110

Salanova, M., & Schaufeli, W.B. (2008). A cross-national study of work engagement

as a mediator between job resources and proactive behaviour. The

International Journal of Human Resource Management, 19 (1).

Schaufeli, W. B. & Bakker, A.,B. (2010). Defining and measuring work engagement:

Bring Clarity to the concept, In Bakker, A.B.,&Leiter, M.P (Eds) Work

Engagement : a handbook of essential theory and research. New York:

Psychology Press.

Schaufeli , W. B. & Bakker, A. B. (2001). Dual processes at work in a call centre: An

application of the job demands – resources model. Europan Journal Of Work

And Organizational Psychology, 2003, 12 (4), 393–417.

Schaufeli, W. B., Salanova, M., Gonza´lez-Roma´, V. & Bakker, A. B. (2002). The

measurement of engagement and burnout and: a confirmative analytic

approach. Journal of Happiness Studies, 3, 71–92.

Schaufeli, W. B., Salanova, M., & Bakker, A. B. (2006). The Measurement of Work

Engagement With a Short Questionnaire A Cross-National Study.

Educational and Psychological Measurement, 66 (4), 701-716.

Schaufeli, W.B. & Bakker, A.B. (2004). Job demands, job resources, and their

relationship with burnout and engagement: a multi-sample study. Journal of

Organizational Behavior, 25, 293–315.

Schaufeli, W. B.& Martinez, I. M. (2002). Burnout and engagement in University

Students. Journal Of Cross-Cultural Psychology, 33 (5), 464-481.

Schaufeli, W. B., Taris, T. W., Rhenan, W. (2008). Workaholism, Burnout, and Work

Engagement:Three of a Kind or Three Different Kinds of Employee Well-

being?. International Association of Applied Psychology. Blackwell

Publishing, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK and 350 Main

Street, Malden, MA 02148, USA, 57 (2), 173–203.

Scheier, Michael F., Charles S. Carver, and Michael W. Bridges. (2001). “Optimism,

Pessimism, and Psychological Well-being,” in Optimism & Pessimism:

Implications for Theory, Research, and Practice, Edward C. Chang, editor

(Washington, DC: American Psychological Association).

Seligman, M. E. P., Parks, A., & Steen, T. (2004). A balanced psychology and a full

life. The Royal Society, Philosophical Transactions: Biological Sciences, 359,

1379-1381.

Page 125: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

111

Shaleh, A.R. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dosen. Disertasi

UGM. Tidak diterbitkan,

Sugiyono. (2004). Metode penelitian bisnis. Alfabeta, CV. Bandung.

Soini H. T., Katarina S. Aro, M. Niemivirta. (2007). Achievement goal orientations

and subjective well-being: A person-centred analysis. Elsevier Learning and

Instruction, 18, 251-266.

Tooren, M. V., Jonge, J. D., Vlerick, V., Daniels, K. & Ven, B. V. (2011).

International.Journal Behavioral Medicine, open access at Springerlink.com,

18, 373–383.

Umar, J. (2013). JP3I (Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia).

Ciputat : Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 11 (5), 338-339.

Watson, D. & Tellegen, A. (1985). Toward a consensual structure of mood.

Psychological Bulletin, 98, 219-235.

Wood, S., Stride, C., Threaplethn, K., Wearn, E., Nolan, F., Osborn, D., Paul, M. &

Johnson, S. (2011). Demands, control, supportive relationship and well-being

amongst British mental Health Worker. Soc Psychiatry Psychiatr Epidemiol,

46, 1055-1068

Wright, T.A. & Bonnet, D.G. 2007. Job satisfaction and psychological well-being as

Nonaddictive Predictors of Workplace Turnover. Journal of Management, 33:

141-161.

Xanthopoulou, D., Bakker, A. B., Demerouti, E., &Schaufeli, W. B. (2007).The role

of personal resources in the job demands-resources model.International

Journal of Stress Management, 14, 121–141.

Xanthopoulou. D., Bakker, A. B., Fischbach, A. (2013). Work engagement among

employees facing emotional demands The role of personal resources. Journal

of Personnel Psychology, 12 (2):74–84.

Zulkarnain & Akbar, K. P. (2013). Analysis of psychological well-being and turnover

intentions of hotel employees: An empirical study. International Journal of

Innovation and Applied Studies, 3 (3), 662-671.

Page 126: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Saya mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saat ini sedang melakukan penelitian yang merupakan persyaratan untuk mencapai gelar

sarjana Psikologi. Oleh karena itu kami mengharapkan bantuan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk

mengisi angket ini.

Dalam menjawab angket ini tidak ada jawaban salah atau benar, maka

Bapak/Ibu/Saudara/i bebas menentukan jawaban yang paling sesuai dengan diri

Bapak/Ibu/Saudara/i. Setiap jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan akan terjamin

kerahasiaannya dan hanya dipakai untuk penelitian ini saja.

Bacalah petunjuk pengisian terlebih dahulu. Setelah selesai mengisi angket ini mohon

diteliti kembali jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i agar tidak ada pernyataan yang tidak terjawab atau

terlewati.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, Juli 2014

Hormat saya,

Peneliti

Page 127: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

Data Responden

Inisial :

Jenis Kelamin :

Pendidikan terakhir :

Jumlah Penghasilan :

Status :

Lama Bekerja :

Page 128: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

Petunjuk Pengisian

Pernyataan di bawah ini menggambarkan bagaimana Bapak/Ibu/Sdr/i menilai diri

Bapak/Ibu/Sdr/i dalam enam bulan terakhir ini. Gunakan skala berikut untuk menunjukkan

tingkat kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan kondisi Bapak/Ibu/Sdr/i pada setiap pernyataan.

(1= Sangat Sesuai, 2= Tidak Sesuai, 3= Agak Sesuai, 4= Sesuai, 5= Sangat Sesuai).

Contoh

No. Pernyataan 1 2 3 4 5

1. Sejauh ini saya merasa kesehatan saya

baik.

Selamat Mengerjakan

Skala 1

No Pernyataan 1 2 3 4 5

1 Dalam banyak hal, hidup saya mendekati

ideal.

2 Kondisi hidup saya sangat bagus.

3 Saya puas dengan hidup saya.

4 Sejauh ini saya mendapatkan hal-hal penting

yang saya mau dalam hidup.

5 Jika saya bisa mengubah hidup saya, saya

hampir tidak mau mengubah hal sedikit pun.

Skala 2

No Pernyataan 1 2 3 4 5

1 Saya selalu merasa senang berangkat bekerja.

2 Di tempat saya bekerja, saya sering merasa

tidak bertenaga.

3 Saya selalu tekun bekerja, meskipun ada hal

yang tidak sesuai dengan harapan saya.

4 Saya dapat bekerja dalam waktu yang lama

pada satu periode pekerjaan.

Page 129: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

5 Saya memiliki mental yang sangat kuat dalam

bidang pekerjaan saya.

6 Saya merasa sangat kuat dan bersemangat

dalam pekerjaan saya.

7 Bekerja sabagai pegawai negeri menurut saya

sangatlah menantang.

8 Pekerjaan saya menginspirasikan diri saya

dalam setiap aspek kehidupan saya.

9 Saya sangat antusias dengan segala hal yang

berhubungan dengan pekerjaan saya.

10 Saya bangga dengan pekerjaan yang saya

lakukan.

11

Berkaitan dengan pekerjaan, saya telah

menemukn satu pekerjaan yang sangat

bermakna dan penuh harapan.

12 Pada saat sedang bekerja, saya bisa lupa

dengan sekeliling saya.

13 Waktu berjalan tak terasa ketika saya sedang

bekerja.

14 Saya merasa terhanyut dalam pekerjaan saat

saya bekerja.

15

Sungguh sulit untuk mengalihkan saya dari

pekerjaan ketika saya sedang

mengerjakannya.

16 Saya sangat menyelami pekerjaan saya.

17 Saya merasa bahagia ketika saya bekerja

sangat intense.

Skala 3

No Pernyataan 1 2 3 4 5

1 Saya memiliki terlalu banyak pekerjaan untuk

dikerjakan.

2 Saya bekerja dibawah tekanan.

3 Saya penuh perhatian dalam banyak hal diwaktu

yang sama.

4 Saya harus memberikan perhatian terus-menerus

terhadap pekerjaan saya.

5 Pekerjaan saya menuntut secara emosional.

Page 130: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

6

Dalam pekerjaan saya, saya dihadapkan dengan

hal-hal pribadi yang secara personal menyentuh

saya.

7 Saya menghadapi situasi emosional dalam

pekerjaan saya.

8 Selama bekerja, saya sering menekan perasaan

saya.

9

Selama bekerja, saya sering mengekspresikan

perasaan positif saya terhadap klien ataupun

mitra kerja sementara saya merasa sebaliknya.

10 Selama bekerja, saya harus mengerti klien atau

mitra kerja yang mengganggu.

Skala 4

No Pernyataan 1 2 3 4 5

1 Saya merasa percaya diri dapat menyelesaikan

semua masalah yang saya hadapi.

2 Saya merasa percaya diri menampilkan karya

saya dalam pertemuan apapun yang saya hadiri.

3 Saya yakin sekali dapat memberi masukan pada

kemajuan tempat saya bekerja.

4

Saya yakin sekali dapat memberi masukan pada

organisasi saya dalam menyusun dan mencapai

target-target kerjanya.

5

Saya yakin dan percaya dengan kemampuan saya

ketika harus berhubungan dengan orang lain di

luar instansi tempat saya bekerja untuk

mendiskusikan berbagai masalah yang relevan.

6

Saya percaya diri dalam mempresentasi

informasi yang terkait dengan perkembangan

pengetahuan di hadapan kolega.

7 Saya dapat menemukan jalan keluar dari setiap

tekanan dalam pekerjaan saya.

8 Pada saat ini, saya merasa sangat energik dalam

mencapai target kerja saya.

9 Selalu ada jalan keluar untuk setiap masalah.

10 Saya merasa yakin bahwa saya akan meraih

kesuksesan dalam karir saya.

11 Saya memiliki banyak cara untuk sukses dalam

karir saya.

12 Saya dianggap orang yang serius.

Page 131: PENGARUH TOTALITAS KERJA, TUNTUTAN KERJA DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27185/1/MELINA... · 1.1 Latar Belakang Masalah Well-being adalah istilah umum untuk

13 Saya dapat dipercaya.

14 Saya orang yang penting.

15 Saya dapat membuat sebuah perubahan.

16 Saya berharga.

17 Saya suka menolong.

18 Saya cukup bisa diandalkan.

19 Saya cukup bisa diajak bekerja sama.

20 Saya adalah orang yang dapat dipercaya.

21 Saya orang yang efisien.

Mohon periksa kembali lembar angket ini agar tidak ada pernyataan yang terlewat.

Terimakasih