pengaruh preventif ekstrak daun dewandaru eugenia …repository.ub.ac.id/3757/1/pratiwi, luh putu...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
Oleh:
LUH PUTU SETIANTI PRATIWI
135130100111012
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PENGARUH PREVENTIF EKSTRAK DAUN DEWANDARU
(Eugenia uniflora. L) TERHADAP KADAR MDA DAN
AKTIVITAS SOD GASTRIUM PADA TIKUS (Rattus
norvegicus) MODEL GASTROENTERITIS
INDUKSI Esherichia coli
ii
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh:
LUH PUTU SETIANTI PRATIWI
135130100111012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PENGARUH PREVENTIF EKSTRAK DAUN DEWANDARU
(Eugenia uniflora. L) TERHADAP KADAR MDA DAN
AKTIVITAS SOD GASTRIUM PADA TIKUS (Rattus
norvegicus) MODEL GASTROENTERITIS
INDUKSI Esherichia coli
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Pengaruh Preventif Pemberian Ekstrak Daun Dewandaru (Eugenia uniflora.
L) terhadap Kadar Malondialdehyde (MDA) dan Aktivitas Superoxide
Dismutase (SOD) Gastrium pada Tikus (Rattus norvegicus) Model
Gastroenteritis yang diinduksi E. coli
Oleh:
LUH PUTU SETIANTI PRATIWI
135130100111012
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal 16 Agustus 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. drh. Djoko Winarso, MS drh. Dahliatul Qosimah, M. Kes
NIP. 19530605 198403 2 001 NIP. 19820127 201504 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES
NIP. 19600903 198802 2 001
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Luh Putu Setianti Pratiwi
NIM : 135130100111102
Program Studi : Kedokteran Hewan
Penulis Skripsi berjudul :
PENGARUH PREVENTIF EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia
uniflora L) TERHADAP KADAR MDA DAN AKTIVITAS SOD
GASTRIUM PADA TIKUS (Rattus norvegicus) INDUKSI Esherichia coli
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak
menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan
tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil
jiplakan, maka saya bersedia menanggung segala resiko yang akan saya
terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 16 Agustus 2017
Yang menyatakan,
(Luh Putu Setianti Pratiwi)
NIM. 135130100111012
v
Pengaruh Preventif Ekstrak Daun Dewandaru (Eugenia uniflora. L)
terhadap Kadar MDA dan Aktivitas SOD Gastrium pada Tikus (Rattus
norvegicus) Model Gastroenteritis yang diinduksi E. coli
ABSTRAK
Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular yang menginflamasi
membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan muntah-muntah
dan diare yang berakibat kehilangan cairan elektrolit. Penyebab utama
gastroenteritis adalah adanya bakteri, virus, parasit. Pada penelitian ini hewan
coba diinduksi dengan bakteri Eschericia coli. Paparan E. coli patogen memicu
terjadinya inflamasi karena kemampuan E. coli menghasilkan endotoksin dan
enterotoksin. Peningkatan toksin E. coli di dalam saluran pencernaan
menyebabkan peningkatan radikal bebas pada tubuh dan memicu respon imun.
Berdasarkan uji fitokimia daun dewandaru mengandung flavanoid dan tannin
yang digunakan sebagai antioksidan eksogen dan antibakteri yang membantu
kerja antioksidan endogen, yaitu superoxide dismutase (SOD). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kadar malondialdehyde (MDA) dan aktivitas
superoxide dismutase (SOD) pada gastrium hewan coba model gastroenteritis.
Hewan coba yang dipakai adalah tikus (Rattus norvegicus) yang dibagi menjadi
lima kelompok dan tiap kelompok terdiri atas empat ekor. Kelompok 1 adalah
kontrol sehat, kelompok 2 adalah tikus gastroenteritis induksi E. coli tanpa diberi
preventif. Kelompok P1, P2, dan P3 adalah kelompok tikus yang diberi preventif
selama 7 hari dengan dosis 300 mg/kgBB; 400 mg/kgBB; 500 mg/kgBB lalu
diinduksi dengan E. coli selama 7 hari. Pemberian preventif dan induksi melalui
sonde lambung. Analisa kadar MDA dan aktivitas SOD menggunakan metode one
way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji BNJ dengan taraf kepercayaan 95%
(α=0,05). Hasil penelitian menunjukkan pengaruh preventif pemberian ekstrak
daun dewandaru mampu menurunkan kadar MDA dan meningkatkan aktivitas
SOD.
Kata kunci : Gastroenteritis, E. coli, Daun dewandaru, MDA, SOD
vi
Influence of Preventive Dewandaru leaf extract (Eugenia uniflora. L) against
the levels of MDA and activities of SOD Gastrium rats (Rattus norvegicus)
Gastroenteritis induced Model of E. coli
ABSTRACT
Gastroenteritis is a disease of acute and infectious that inflammatory
mucous membranes of the stomach and intestine characterized by vomiting and
diarrhea which result in the loss of electrolytes. The main cause of gastroenteritis
is the presence of bacteria, viruses, parasites. On the research of animals try
Eschericia coli bacteria induced. Exposure to E. coli pathogen triggered
inflammation due to the ability of e. coli endotoxin and produce enterotoxin. The
increased toxin of e. coli in the intestinal tract causing an increase in free radicals
in the body and triggers an immune response. Based on the screening of plant
leaves contain phytochemicals dewandaru flavanoid and tannin which is used as
an antioxidant and antibacterial exogenous who helped work the endogenous
antioxidant i.e. superoxide dismutase (SOD). This research aims to know the
levels of malondialdehyde (MDA) and the activity of the superoxide dismutase
(SOD) in the stomach of animals try to model gastroenteritis. The animals try to
used is rat (Rattus norvegicus) are divided into five groups and each group
consists of four tails. Group 1 is the healthy controls, group 2 rats is induction of
e. coli gastroenteritis without being given preventive. Group P1, P2, and P3 are a
group of mice who were given preventive for 7 days with a dose of 300 mg/kgBB;
400 mg/kgBB; 500 mg/kgBB then induced by e. coli for 7 days. Administering
preventative and induction through the hull of the sonde. Analysis of the levels of
MDA and SOD activity using method one way ANOVA test and continued with
the confidence level with BNJ 95% (α = 0.05). The results showed pengaruf
preventive granting dewandaru leaf extract is capable of lowering the levels of
MDA and SOD activity increases.
Keywords: Gastroenteritis, E. coli, leaf dewandaru, MDA, SOD
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun
judul penelitian ini adalah “Pengaruh Preventif Ekstrak Daun Dewandaru
(Eugenia uniflora L) terhadap kadar MDA dan Aktivitas SOD Gastrium pada
Tikus (Rattur norvegicus) Model Gastroenteritis Induksi E. Coli”.
Penyusun menyampaikan terima kasih sebesar - besarnya kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, secara khusus
penyusun menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. drh. Djoko Winarso, Ms selaku dosen pembimbing satu yang telah
menyempatkan dan menyisihkan waktunya untuk membimbing penulis pada
saat penulisan skripsi ini.
2. Drh. Dahliatul Qosimah. M.Kes selaku dosen pembimbing dua yang telah
menyempatkan dan menyisihkan waktunya untuk membimbing penulis pada
saat penulisan skripsi ini.
3. Drh. Wawid Purwatiningsih, M.Vet selaku dosen penguji yang memberikan
masukan serta arahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. drh. Beta Purnama Sari, M.si selaku dosen penguji yang memberikan masukan
serta arahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. Bu Dhita Evi Aryani, S.Farm, Apt selaku dosen penguji yang memberikan
masukan serta arahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
6. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya atas kepemimpinan dan dukungan demi kemajuan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
7. Ayahanda I Wayan Sadia, SH dan Ibunda Kustatik, S.Sos yang selalu
memberi kasih sayang, dorongan dan dukungan moril dan materil untuk
menyelesaikan studi penulis.
viii
8. Sahabat-sahabat penulis yang tergabung dalam Imvet Sagaria, Arteri., Sak
Duluran, Geng Pengembara, dan Joba-Joba yang selalu mengajarkan kepada
penulis makna dari kehidupan.
9. Teman-teman senasib seperjuangan penulis Aidia Latiffatul F, Vilinda M,
Syaiffudin, dan.Rizki N.A yang selalu memberi dukungan kepada penulis.
10. Teman-teman yang tergabung dalam Tiva, Sixsense, dan Improve Kertas yang
selalu memberi semangat kepada penulis.
11. Semua kolega di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya yang
selalu memberikan semangat dan inspirasi.
Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis berharap skripsi
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca untuk
itu saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Malang, 16 Agustus 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN ....................................................................... i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ............................................................ xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3 Batasan Masalah .................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1 Gastroenteritis ...................................................................................... 6
2.1.1 Etiologi ........................................................................................ 7
2.1.2 Gastroenteritis disebabkan oleh E.coli ........................................ 8
2.1.3 Pemeriksaan Laboratorium ........................................................ 14
2.2 Tanaman Dewandaru (Eugenia Uniflora. L) ....................................... 14
2.3 Kandungan Daun Dewandaru ............................................................... 17
2.3.1 Flavanoid ................................................................................... 17
2.3.2 Tannin ........................................................................................ 18
2.3.2 Saponin ....................................................................................... 19
2.4 Radikal Bebas dan Antioksidan ........................................................... 20
2.4.1 Radikal Bebas ............................................................................ 20
2.4.2 Antioksidan ................................................................................ 23
2.5 Hewan Coba berupa Tikus (Rattus norvegicus) .................................. 26
2.6 Kadar Malondialdehyde (MDA) .......................................................... 28
2.7 Kadar Enzim Superoxide dismutase (SOD) ......................................... 28
BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN .. 30
3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................... 30
3.2 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 33
BAB 4. METODE PENELITIAN ..................................................................... 35
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................... 35
4.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 35
4.3 Tahapan Penelitian ............................................................................... 36
4.3.1 Penetapan Sampel Penelitian ...................................................... 36
4.3.2 Rancangan Penelitian ................................................................ 37
x
4.4 Variabel Penelitian ............................................................................... 38
4.5 Tahapan Penelitian ............................................................................... 38
4.5.1 Persiapan Hewan Coba ............................................................... 38
4.5.2 Pembuatan Ekstrak Daun Dewandaru ...................................... 39
4.5.3 Pembuatan Model Hewan Coba Gastroenteritis ....................... 39
4.5.4 Pemberian Ekstrak Daun Dewandaru ....................................... 41
4.5.5 Isolasi Lambung ....................................................................... 41
4.5.6 Pengukuran Kadar MDA .......................................................... 42
4.5.7 Pengukuran Kadar SOD ........................................................... 43
4.5 Analisa Data.......................................................................................... 43
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 44
5.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 44
5.2 Pengaruh Preventif terhadap kadar MDA ............................................ 46
5.3 Pengaruh Preventif terhadap Aktivitas SOD ........................................ 51
BAB 6. PENUTUP ............................................................................................. 56
6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 56
6.2 Saran ..................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 57
LAMPIRAN ....................................................................................................... 64
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Rancangan Kelompok Penelitian ................................................................ 36
5.1 Rata-Rata Berat Badan Tikus Hari ke-14 dan Hari ke-21........................... 45
5.2 Rata-Rata Kadar MDA Lambung ............................................................... 47
5.3 Rata-rata Aktivitas SOD Serum .................................................................. 51
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Morfologi E. coli ............................................................................................ 9
2.2 Tanaman Dewandaru ................................................................................... 17
2.3 Reaksi Berantai dari Radikal Bebas .............................................................. 20
2.4 Tikus putih (Rattus norvegicus) strain Wistar ............................................ 27
3.1 Kerangka konsep penelitian ......................................................................... 29
5.1 (a) Feses Lembek pada Kontrol Positif (b) Feses Tikus Kontrol Negatif .... 44
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Bagan Kerangka Operasional Penelitian ....................................................... 65
2. Determinasi tanaman dewandaru .................................................................. 66
3. Uji Fitokimia daun dewandaru ....................................................................... 67
4. Perhitungan dosis .......................................................................................... 68
5. Data Penimbangan berat badan ...................................................................... 70
6. Prosedur Pengukuran kadar MDA ................................................................. 77
7. Pengukuran aktivitas SOD ............................................................................. 78
8. Hasil Pengukuran Kadar MDA Lambung ..................................................... 79
9. Hasil Pengukuran Aktivitas SOD Serum ....................................................... 81
10. Perhitungan Statistik Kadar MDA .............................................................. 83
11. Perhitungan Statistik Aktivitas SOD .......................................................... 86
12. Dokumentasi Penelitian .............................................................................. 90
13. Sertifikat Laik Etik ...................................................................................... 91
xiv
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG
Simbol/singkatan Keterangan
ANOVA Analisis of Variance
BNJ Beda Nyata Jujur
BSA Bovine Serum Albumin
BW Body Weight
DAB Diaminobenzidine
dL desiliter
Kg kilogram
MDA Malondialdehyde
mg miligram
mL mililiter
nm nanometer
SOD Superoxide Dismutase
pH Power of Hydrogen
PBS Phosphate Buffer Saline
µm mikrometer
µL mikroliter LT Termolabil
ST Termostabil
EPEC Enteropathogenik Esherichia coli
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastroenteritis merupakan salah satu penyakit yang masih banyak
dijumpai, hal ini dapat dilihat dari hasil survey pada tahun 2010 menyebutkan
kasus penyakit ini pada ayam di daerah Badung (Bali) berkisar antara 1945 kasus.
Sedangkan, kerugian ekonomi akibat penyakit ini berupa meningkatnya biaya
perawatan dan pengobatan (Gede, 2012).
Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular yang menginflamasi
membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan muntah-muntah
dan diare yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi
dan gejala keseimbangan elektrolit. Gastroenteritis ditandai dengan diare encer
lebih dari 3 kali perhari dapat dengan atau tanpa lendir dan darah. Penyebab
utama gastroenteritis adalah adanya bakteri, virus, parasit (jamur, cacing, dan
protozoa). Agen kausatif utama gastroenteritis yang sering ditemukan di lapangan
adalah akibat dari infeksi Escherichia coli atau sering disebut E. coli. Bakteri E.
coli ini dapat menyerang unggas dan mamalia, termasuk manusia. Oleh karena itu,
diare yang disebabkan oleh bakteri ini merupakan masalah yang tidak hanya
terjadi pada ternak, tetapi juga berdampak pada kesehatan manusia (Murwani,
2010).
Bakteri Escherichia coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam
saluran pencernaan manusia maupun hewan (bakteri enterik). E. coli pertama kali
2
diisolasi oleh Theodor Escherich dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885.
Kebanyakan E. coli memiliki virulensi yang rendah dan bersifat oportunis (Carter,
2004). E. coli menghasilkan endotoksin berupa lipopolisakarida (LPS) dan
dilepaskan saat bakteri mengalami lisis atau pecahnya sel. Kemudian endotoksin
direspon oleh sel-sel inflamasi dan mengakibatkan inflamasi. Sel-sel inflamasi
yang teraktivasi akibat inflamasi akan menghasilkan Reactive Oxygen Species
(ROS) sebagai respon terhadap beberapa rangsangan (Caramori, 2004). Menurut
Giugliano et al (2006), produksi ROS yang berlebihan dalam sel akan
meningkatkan kadar dari Malondialdehyde (MDA) dan menurunkan aktivitas dari
enzim superoxide dismutase (SOD) pada jaringan.
Gastrium merupakan bagian dari saluran pencernaan. Gastrium
menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu pendek.
Semua makanan akan bercampur dengan HCl dan siap untuk dicerna oleh usus.
Kerusakan mukosa gastrium pada kasus gastroenteritis diakibatkan oleh
endotoksin bakteri E. coli yang menyebar ke saluran pencernaan dan memasuki
aliran darah menuju ke ginjal dan hati. Kerusakan mukosa gastrium dapat
diturunkan dengan menghambat radikal bebas atau menghambat respon inflamasi
yang meningkat.
Dewandaru merupakan tanaman buah yang dapat dipanen sepanjang
tahun karena tanaman dewandaru dapat berbuah dalam berbagai musim.
Pemanfaatan yang masih terbatas dari tanaman dewandaru mengakibatkan
tanaman dewandaru tidak banyak ditanam secara sengaja oleh masyarakat. Secara
kimia tanaman dewandaru memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sumber
3
gizi dan komponen fungsional bagi masyarakat (Hutapea, 1994). Berdasarkan
skrining fitokimia daun tanaman dewandaru mengandung flavonoid, tanin, dan
saponin. Flavonoid dan tanin digunakan sebagai antioksidan eksogen dan
antibakteri. Kemudian flavonoid akan berikatan dengan DNA bakteri sehingga
menyebabkan kerusakan permeabilitas dinding sel, mikrosom, dan lisosom
bakteri. Selain itu flavonoid berperan sebagai antioksidan karena memiliki gugus
hidroksil yang terikat pada karbondioksida sehingga dapat menangkap radikal
bebas dengan menyumbangkan satu atom hidrogen. Sementara itu senyawa tanin
diharapkan dapat menginaktivasi adhesi sel mikroba sehingga bakteri tidak dapat
melakukan perlekatan pada epitel lambung dan menstimulasi sel-sel fagosit yang
berperan dalam respon imun seluler (Utami et al, 2008).
Dari latar belakang di atas maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh preventif pemberian ekstrak daun dewandaru (Eugenia
uniflora L) terhadap kadar Malondialdehyde (MDA) dan aktivitas Superoxide
dismutase (SOD) organ lambung pada tikus (Rattus novergicus) model
gastroenteritis yang diinduksi E. coli yang sesuai dengan rumusan masalah seperti
di bawah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang
didapat adalah :
1. Bagaimana pengaruh preventif pemberian ekstrak daun dewandaru
terhadap kadar Malondialdehyde (MDA) pada organ lambung tikus model
gastroenteritis yang diinduksi E. coli?
4
2. Bagaimana pengaruh preventif pemberian ekstrak daun dewandaru
terhadap aktivitas Superoxide dismutase (SOD) serum pada tikus model
gastroenteritis yang diinduksi E. coli?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini
dibatasi pada:
1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus putis (Rattus novergicus) jantan usia
8-12 minggu dengan berat antara 150-200 gram. Induksi E. coli diberikan
menggunakan sonde lambung dengan dosis 1 ml mengandung 10⁶ CFU/ ml
selama 7 hari (Astawan dkk, 2011). E. coli didapatkan dari laboratorium
mikro FK UB. Penggunaan hewan coba telah lolos sertifikat laik etik dari
Komisi Etik Penelitian Universitas Brawiyaja (KEP-UB) dengan nomor 756-
KEB-UB (Lampiran 1).
2. Daun dewandaru diperoleh dari UPT. Meterina Medica Batu. Pembuatan
ekstrak daun dewandaru dengan cara ekstraksi. Ekstrak daun dewandaru
diberikan satu kali dalam sehari dengan dosis 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB,
dan 500 mg/kgBB selama 7 hari dengan menggunakan sonde lambung
(Cynthia, 2016).
3. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar Malondialdehyde
(MDA) dan aktivitas Superoxide dismutase (SOD) pada organ lambung.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
5
1. Mengetahui efek preventif pemberian ekstrak daun dewandaru pada tikus
model gastroenteritis hasil induksi E. coli terhadap kadar Malondialdehyde
(MDA) pada organ lambung.
2. Mengetahui efek preventif pemberian ekstrak daun dewandaru pada tikus
model gastroenteritis hasil induksi E. coli terhadap aktivitas Superoxide
dismutase (SOD) serum.
1.5 Manfaat
Memberikan informasi tentang pemanfaatan ekstrak daun dewandaru
sebagai obat herbal untuk upaya pencegahan gastroenteritis dan sebagai referensi
untuk penelitian tanaman dewandaru terhadap penyakit gastroenteritis pada
hewan.
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Gastroenteritis
Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa
saluran pencernaan, yaitu di lambung, usus halus, dan usus besar. Gastroenteritis
ditandai dengan gejala utamanya, yaitu diare, muntah, mual, dan kadang disertai
demam dan nyeri abdomen. Sekiranya tidak ditangani segera dapat
mengakibatkan kehilangan cairan (dehidrasi) dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Kebanyakan kasus gastroenteritis bersifat infeksius, namun dapat juga
terjadi akibat konsumsi obat-obatan dan bahan-bahan toksik seperti plumbum.
Penularan gastroenteritis dapat melalui rute fekal-oral atau melalui air dan
makanan yang terkonsumsi (Beers, 2003).
Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus
halus yang ditandai dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat kehilangan
cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit.
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali dengan bentuk tinja
yang encer dan cair. Penyebab utama gastroenteritis adalah adanya bakteri, virus,
parasit (jamur, cacing, protozoa) atau faktor mengkonsumsi bahan makanan
beracun (Murwani, 2010).
7
2.1.1 Etiologi
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh infeksi internal. Pada saat ini dapat
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan
gastroenteritis, yaitu :
a. Golongan virus : Asrovirus, Calicivirus, Enteric adenovirus, Coronavirus,
Rotavirus, Norwalkvirus, Herpes simples virus, Cytomegalovirus. Penyebab
utama oleh Rotavirus (40-60%).
b. Golongan bakteri : Aeromonashidrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter
jejuni, Clostridium defficile, Clostridium perfringens, E. Coli, Plesiomonas,
Shigelloides, Salmonella spp, Staphylococcus aureus, Vibrio cholera, dan
Yersinia enterocolitica.
c. Golongan parasit : Balatidium coli, Capillaria philippinensis, Entamoeba
histolitica, Giarsia lamblia, Isospora billi, Cryptosporodium, Fasiolapsis
buksi, Sarcococystic suihominis, Strongiloides stercoralis, Trichuris trichuria,
dan Taeniasis (Chow dkk, 2010).
Bakteri penyebab gastroenteritis dibagi menjadi dua golongan besar,
yaitu: bakteri noninvasive dan bakteri invasive. Golongan bakteri yang masuk
dalam noninvasive adalah Vibrio cholera, E. coli pathogen (EPEC, ETEC, EIEC).
Sedangkan, golongan bakteri invasive adalah Salmonella spp, Shigella spp, E. coli
infasif (EIEC), E. coli hemorrhagic (EHEC) dan Camphylobacter (Setiati, 2009).
8
2.1.2 Gastroenteritis disebabkan oleh E. coli
Klasifikasi Escherichia coli menurut Songer and Post (2005) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesie : Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam
saluran pencernaan manusia maupun hewan. E. coli pertama kali diisolasi oleh
Theodor Escherich dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. Bakteri ini
berbentuk batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 πm, termasuk gram negatif, dapat
hidup soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora,
serta fakultatif anaerob. Morfologi E. coli dapat dilihat pada Gambar 2.1 di
bawah ini (Carter, 2004).
9
Gambar 2.1: Morfologi E.coli (Carter, 2004)
Bakteri E. coli dapat membentuk koloni pada saluran pencernaan
manusia maupun hewan dalam beberapa jam setelah kelahiran. Faktor
predisposisi pembentukan koloni ini adalah mikroflora dalam tubuh masih sedikit,
rendahnya kekebalan tubuh, faktor stres, pakan, dan infeksi agen patogen lain.
Kebanyakan E. coli memiliki virulensi yang rendah dan bersifat oportunis. E. coli
keluar dari tubuh bersama tinja dalam jumlah besar serta mampu bertahan sampai
beberapa minggu. Kelangsungan hidup dan replikasi E. coli di lingkungan
membentuk koliform. E.coli tidak tahan terhadap keadaan kering atau desinfektan
biasa. Bakteri ini akan mati pada suhu 60ºC selama 30 menit (Songer, 2005).
Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli adalah salah satu jenis
spesies utama bakteri gram negatif fakultatif anaerobik dan tidak berspora. Pada
E. coli terdapat tiga jenis antigen, yaitu O-antigen yang merupakan inti
liposakarida dan unit-unit polisakarida, K-antigen yang merupakan kapsul, dan H-
antigen yang merupakan flagel. Dinding sel dari gram negatif secara khas terdiri
dari tiga lapisan, yaitu (1) Membran sitoplasmatik (membran yang menyelubungi
10
sitoplasma tersusun atas lapisan fosfolipid dan protein); (2) Lapisan Peptidoglikan
(gabungan protein dan polisakarida); (3) Membran bagian luar (terdiri atas
fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida) (Lehtolainen, 2004).
Bakteri ini diklasifikasikan sebagai mikroba normal pada manusia yang
tidak berbahaya, yang terletak di kolon. Bakteri ini sering menyebabkan diare
pada hewan baru lahir baik melalui fecal oral dari induk maupun terpapar dari
lingkungan. Namun kebanyakan strain E. coli tidak bersifat patogen. Dampak
individu/ hewan yang terpapar E. coli adalah infeksi akut pada traktus urinari dan
juga dapat menyebabkan sepsis. Selain itu dapat juga terjadi enteritis akut,
traveller’s diare, disentri, dan colitis haemorrhagic yang biasanya disebut sebagai
diare berdarah (blood diarrhea). Derajat infeksi yang dibutuhkan untuk
menghasilkan diare dan infeksi setiap strain adalah 105 sampai 1010 untuk strain
EPEC, 108 sampai 1010 untuk strain ETEC, dan 108 untuk strain ETEC. Jumlah
ini tergantung dari umur, jenis kelamin, dan keasaman lambung (Percival, 2004).
A. Patogenitas E. coli
Faktor-faktor patogenitas menurut Karsinah (1994) adalah: antigen
permukaan dan enterotoksin. Antigen permukaan mempunyai dua jenis tipe
fimbriae pada E. coli, yaitu tipe mannosa sensitif (pili) dan tipe mannosa resisten
(CFAs I dan II). Kedua fimbriae ini digunakan sebagai faktor kolonisasi
(Colonization factor), yaitu perlekatan sel bakteri pada jaringan inangnya.
Enterotoksin yang telah diisolasi dari E. coli ada dua, yaitu toksin LT (heat labil/
termolabil) dan ST (heat stabil/ termostabil). Kedua toksin ini diatur oleh plasmid
11
yang mampu pindah dari satu sel bakteri ke sel bakteri lainnya. Terdapat dua
macam plasmid, yaitu 1 plasmid yang mengkode pembentukan toksin LT dan ST
dan 1 plasmid lainnya mengatur pembentukan ST saja.
Patogenitas E. coli dalam menghasilkan beberapa jenis toksin seperti
endotoksin, verotoksin, kolisin, dan siderofor serta resistensinya pada aksi litik
dari komplemen hospes dan antibiotik. E. coli juga merupakan patogen utama dari
infeksi gastroenteritis. E. coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat
virulensinya dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme
yang berbeda (Biswas et al, 2006).
Menurut virulensinya ada enam grup E. coli patogen yang telah
diidentifikasi, yaitu enteropathogenic E. coli (EPEC), enterotoxigenic E. coli
(ETEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive E. coli (EIEC),
diffuse-adhering E. coli (DAEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC). Masing-
masing grup memiliki virulensi dan mekanisme patogenik yang berbeda serta
inang yang spesifik (Marzuki, 2013).
B. Patogenesis
Bakteri masuk ke dalam saluran cerna dan melakukan penempelan pada
epitel usus. Bakteri kemudian menetap pada usus yang dapat merangsang
produksi toksin/endotoksin di saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan
terjadinya peradangan pada usus sehingga terjadi penurunan absorbsi karbohidrat
yang mengakibatkan hipoglikemi. Akibat dari peradangan usus dapat
menimbulkan peningkatan asam lambung sehingga menimbulkan gejala mual,
12
muntah yang mengakibatkan kekurangan volume cairan dan resiko tinggi nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh sehingga terjadi hipoglikemi dan malnutrisi energi
protein. Terjadi peningkatan mortalitas usus sehingga sekresi cairan dan elektrolit
meningkat yang dapat menimbulkan gangguan cairan dan elektrolit seperti kalium
dan natrium sehingga terjadi hipokalemia yang mangakibatkan kejang dan kram
abdomen sehingga menimbulkan rasa nyeri. Peradangan usus juga dapat
mengakibatkan meningkatnya permeabilitas usus yang dapat meningkatkan
sekresi cairan dan elektrolit serta meningkatnya tekanan intra lumen, maka usus
tidak mempunyai kemampuan untuk menyerap sehingga terjadi pengeluaran feses
encer dan frekuensi buang air besar yang berlebihan, konsistensi cair dan bersifat
asam sehingga dapat menimbulkan gangguan integritas kulit. Selain itu
peningkatan cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada
intra lumen yang akan menimbulkan terjadinya dehidrasi dan terjadi syok
hipovolemik (Try, 2011).
C. Gejala Klinis
Infeksi E. coli pada ayam dikenal dengan sebutan kolibasilosis. Bentuk
infeksinya bisa bersifat lokal. Bentuk infeksi lokal seperti omphalitis, cellulitis,
diare, dan salpingitis. Bentuk kolibasilosis yang lebih spesifik menyerang saluran
pencernaan ialah bentuk diare dan koligranuloma. Gejala klinis yang dapat
diamati adalah adanya diare berwarna kuning. Gejala klinis tersebut diikuti pula
oleh perubahan patologi anatomi. Pada kolibasilosis bentuk diare ditemukan
adanya granuloma (bungkul-bungkul) pada hati, sekum, duodenum, dan
penggantung usus (Dinev, 2014).
13
D. Patologi Anatomi
Perubahan patologi anatomi yang menciri pada gastroenteritis adalah
terlihat adanya fibrin yang melapisi hampir semua organ-organ abdomen dan
adanya akumulasi cairan pada organ abdomen. Perubahan secara makroskopis
pada organ intestin berupa adanya distensi dan pembengkakan usus (Nielsen et al,
2005). Menurut Rahmawandani dkk (2014), perubahan patologi anatomi yang
terlihat pada usus halus adalah adanya distensi usus halus. Kongesti atau hiperemi
akan teramati pada saluran pencernaan hewan yang terinfeksi.
E. Diagnosa
Hewan yang mengalami gastroenteritis umumnya akan memperlihatkan
tanda-tanda berupa lemas, rambut kusam, kurus, nafsu makan turun, murung,
pertumbuhan terganggu, diare, rambut kotor dan lengket disekitar anus, suhu
tubuh meningkat, warna feses berubah, dan terjadi dehidrasi. Sedangkan untuk
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan inokulasi bakteri pada media
selektif EMBA agar yang diinkubasi selama 24 jam untuk seleksi bakteri dan
dilakukan uji morfologi bakteri dengan pewarnaan gram (Tarmuji, 2003).
F. Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari infeksi E. coli meliputi penyakit-penyakit infeksi
dari Shigella dysenteriae bacteria, Shigelossis, Ulcerative coliti , Acute Ischemia,
dan beberapa penyakit lain yang memiliki gejala umum diare (Tarmuji, 2003).
14
G. Terapi
Adapun terapi dari penyakit gastroenteritis kausa bakteri E. coli dapat
menggunakan antibiotik. Antibiotik yang dapat diberikan pada kasus ini adalah
antibiotik dari golongan sulfonamide, ampilisin, sefalosporin, tetrasiklin,
kloramfenikol, dan aminoglikosida (Kusuma, 2010)
2.1.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium atau kultur untuk bakteri dan parasit tetap
harus dilakukan apabila gejala seperti demam, tinja berdarah, dan diare menetap
sampai satu minggu atau lebih. Adanya leukosit pada tinja menunjukkan adanya
infeksi inflamasi (Southpaul, 2004).
1.2 Tanaman Dewandaru (Eugenia uniflora L)
Tanaman dewandaru tersebar luas di negara-negara Amerika Selatan,
terutama Brazil, Argentina, Uruguay, dan Paraguay. Di Indonesia tanaman ini
terdapat di Sumatra dan Jawa. Secara biologi, tanaman dewandaru termasuk ke
dalam famili Myrtaceae. Dewandaru termasuk tanaman perdu tahunan dengan
tinggi sekitar 5 meter, batangnya tegak berkayu, bulat, dan coklat, sedangkan
daunnya tunggal, tersebar, lonjong, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata,
pertulangan menyirip, dengan panjang ± 5 cm dan lebar ± 4 cm serta berwarna
hijau. Buah dewandaru berbentuk buni dan bulat dengan diameter ± 1,5 cm dan
berwarna merah. Buahnya memiliki biji kecil, keras, dan putih kecoklatan. Sesuai
dengan taksonomi tanaman dewandaru termasuk sebagai berikut:
15
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Eugenia
Spesies : Eugenia uniflora Linn (Hutapea, 1994).
Tanaman dewandaru dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai
ketinggian tempat 1.800 mdpl dengan cahaya matahari penuh dan curah hujan
sedang mampu bertahan pada musim kering yang panjang. Buah dan daun
dewandaru dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas astrigent dan
menurunkan tekanan darah tinggi. Pada Brazilian folk medicine, buah dewandaru
digunakan sebagai antidiare, antirematik, antifebrile, antidiabetik, dan diuretik.
Ekstrak daun dewandaru dapat digunakan sebagai agen hipotensif dan
menghambat peningkatan kadar trigliserida dan glukosa plasma (Catur dkk,
2013). Tanaman dewandaru terlihat seperti Gambar 2.2 di bawah ini.
16
(a) (b) (c)
Gambar 2.2: Tanaman dewandaru (a) batang dan daun dewandaru ; (b) bunga
dewandaru; (c) buah dewandaru (Catur dkk, 2013).
Salah satu tanaman asli Indonesia yang berkhasiat sebagai obat adalah
dewandaru. Berdasarkan skrining fitokimia daun tanaman dewandaru
mengandung flavonoid, tanin, dan saponin. Berbagai penelitian telah dilakukan
menunjukkan bahwa dewandaru memiliki aktivitas antibakteri, antioksidan,
penangkal radikal bebas, penghambat hidrolisis dan oksidasi enzim, dan
antiinflamsi yang disebabkan karena adanya senyawa flavonoid (Utami et al,
2008).
Hasil penelitian Ridawati (2014) menunjukkan bahwa buah dewandaru
memiliki kandungan antioksidan yang tinggi, terutama yang berwarna ungu. Hal
ini disebabkan oleh tingginya kandungan senyawa-senyawa fungsional dalam
buah tersebut, antara lain adalah adanya pigmen antosianin. Antosianin adalah
17
senyawa berwarna merah sampai biru dalam tanaman yang juga memiliki manfaat
bagi kesehatan. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa pigmen antosianin
terbukti memiliki dampak positif terhadap kesehatan tubuh, diantaranya berperan
sebagai antioksidan. Selain itu, buah dewandaru juga mengandung beberapa
senyawa kimia lain yang berkhasiat bagi kesehatan seperti vitamin C, karotenoid,
saponin, flavonoid, dan tanin.
1.3 Kandungan Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L)
Menurut (Ridawati, 2014), buah dewandaru mengandung beberapa
senyawa kimia seperti flavonoid, saponin, dan tanin. Senyawa-senyawa kimia
tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam bahasan di bawah ini:
1.3.1 Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan
tersusun dari 15 atom karbon pada inti dasarnya dengan konfigurasi, yaitu dua
cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga atom karbon yang dapat atau tidak
dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang
bersifat racun/ aleopati, yang merupakan persenyawaan dari gula yang terikat
dengan flavon. Flavonoid mempunyai sifat khas, yaitu bau yang sangat tajam,
rasanya pahit, dapat larut dalam air, dan pelarut organik, serta mudah terurai pada
tempratur tinggi (Ikawati, 2008).
Flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat
menghambat serangga dan juga bersifat toksik. Flavonoid memiliki sejumlah
kegunaan antara lain: pertama terhadap tumbuhan, yaitu sebagai pengatur
18
pertumbuhan tumbuhan, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba, dan antivirus.
Kedua, terhadap manusia, yaitu sebagai antibiotik terhadap penyakit kanker dan
ginjal, dan menghambat pendarahan. Ketiga, terhadap serangga, yaitu sebagai
daya tarik serangga untuk melakukan penyerbukan dan sebagai bahan aktif dalam
pembuatana insektisida nabati (Dinata, 2009).
Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak dan
dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai
dalam pengobatan tradisional. Flavonoid mempunyai cara kerja yaitu dengan
menghambat fosfodiesterase, aldoreduktase, protein kinase, balik transkriptase,
DNA polimerase, dan lopooksigenase. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi
yang baik, yang menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun
non- enzim (Robinson, 2005).
1.3.2 Tanin
Tanin merupakan senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa
pahit dan kelat yang bereaksi dengan menggumpalkan protein atau berbagai
senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Tanin pada mulanya
merujuk pada penggunaan bahan tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak
belulang (kulit mentah) hewan agar menjadi kulit masak yang awet dan lentur.
Namun kini pengertian tanin meluas, mencakup aneka senyawa polifenol
berukuran besar yang mengandung cukup banyak gugus hidroksil dan gugus lain
yang sesuai (misal gugus karboksil) untuk membentuk perikatan kompleks yang
kuat dengan protein dan makromolekul yang lain. Mekanisme kerja tanin sebagai
19
antibakteri berhubungan dengan kemampuan dalam menginaktivasi adhesi sel
mikroba (molekul yang menempel pada sel inang) yang terdapat pada permukaan
sel. Tanin mempunyai target pada polipeptida dinding sel akan menyebabkan
kerusakan pada dinding sel bakteri karena tanin merupakan senyawa fenol. Pada
pengerusakan membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya (flavonoid)
akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan
terurai menjadi gliserol, asam karbosilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan
fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran sel akibatnya membran
sel bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian
(Kredy, 2010).
1.3.3 Saponin
Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau
triterpena. Saponin mempunyai aktivitas farmakologi yang cukup luas diantaranya
meliputi immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur, dapat
membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek hipokolestrol. Saponin juga
mempunyai sifat bermacam-macam, misalnya terasa manis, ada yang pahit, dapat
berbentuk buih, dapat menstabilkan emulsi, dan dapat menyebabkan hemolisis.
Saponin dapat menginduksi produksi dari sitokin seperti interleukin dan interferon
yang dapat memediasi efek immunostimulan. Saponin juga dapat meningkatkan
respon imun melalui imunisasi oral dengan cara meningkatkan pengambilan
antigen oleh usus dan sel mukosa. Saponin yang bersifat amfifilik yang berarti
saponin dapat membentuk busa dan merusak membran sel karena dapat
membentuk ikatan dengan lipida dari membran sel (Oda et al, 2000)
20
1.4 Radikal bebas dan Antioksidan
2.4.1 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai elektron yang
tidak berpasangan pada orbital terluarnya dan dapat berdiri sendiri (Clarkson and
Thompson, 2000). Kebanyakan radikal bebas bereaksi secara cepat dengan atom
lain untuk mengisi orbital yang tidak berpasangan, sehingga radikal bebas
normalnya berdiri sendiri hanya dalam perioe waktu yang singkat sebelum
menyatu dengan atom lain. Simbol untuk radikal bebas adalah sebuah titik (R.),
yang berada di dekat simbol atom. Radikal bebas mempunyai peran dalam fungsi
normal dan abnormal tubuh. Radikal bebas yang penting secara biologis antara
lain anion superoksida (O2.), radikal hidroksil (OH.), dan oksida nirit (NO.)
(Vander et al, 2001). Bentuk radikal bebas yang lain adalah hidroperoxil (HO2.),
peroxil (RO2.), alkoxil (RO), karbonat (CO3-), karbon dioksida (CO2), atom khlor
(Cl-), nitrogen dioksida (NO2) (Halliwell and Whiteman, 2004).
Menurut Droge (2002), radikal bebas dapat bersumber dari tiga hal, yaitu
1) dari lingkungan bersumber dari asap rokok, asap kendaraan, peptisida, dan
racun dari sisa pembuangan; 2) berasal dari dalam tubuh, yaitu proses
metabolisme energi; 3) dari radikal itu sendiri, yaitu berusaha memperoleh
elektron dari molekul lain sehingga terbentuklah radikal bebas baru yang
kehilangan elektronnya. Bila reaksi berlanjut terus maka terjadilah suatu reaksi
berantai (chain reaction) sampai radikal bebas itu hilang oleh reaksi dengan
21
radikal bebas lain atau sistem antioksidan tubuh. Reaksi tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3: Reaksi berantai dari radikal bebas (Droge, 2002).
Radikal bebas dapat bermuatan positif, negatif, dan juga netral. Radikal
bebas terbentuk secara normal dalam reaksi biokimia, tetapi bila berlebihan atau
tidak terkontrol maka dapat menimbulkan kerusakan pada daerah yang luas dari
makromolekul. Radikal bebas dapat terbentuk secara in vivo dan in vitro, yaitu
dengan pemecahan satu molekul normal secara homolitik menjadi dua, kehilangan
satu molekul dari molekul normal dan penambahan elektron pada molekul
normal. Selanjutnya dijelaskan juga bahwa secara biologis radikal bebas dalam
tubuh berupa radikal superoksida (superoxide radical), radikal hydroksil
(hydroxyl radical), radikal peroksil (peroxyl radical), hydrogen peroksida
(hydrogen peroxide), oksigen tunggal (single oxygen), nitrit oksida (nitric oxide),
nitrit peroksida (peroxinitrite), dan asam hipoklor (hypochlorous acid) (Araujo et
al, 1998).
22
Penelitian yang ekstensif dengan menggunakan sistem model dan dengan
material biologis in vitro, secara jelas menunjukkan bahwa radikal bebas dapat
menimbulkan perubahan kimia dan kerusakan terhadap protein, lemak,
karbohidrat, dan nukleotida. Bila radikal bebas diproduksi in vivo atau in vitro di
dalam sel melebihi mekanisme pertahanan normal maka akan terjadi berbagai
gangguan metabolik dan seluler. Jika posisi radikal bebas yang terbentuk dekat
dengan DNA maka bisa menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga bisa
terjadi mutasi. Radikal bebas juga bisa bereaksi dengan nukleotida sehingga
menyebabkan perubahan yang bermakna pada komponen biologi sel. Bila radikal
bebas merusak grup thiol maka akan terjadi perubahan aktivitas enzim. Radikal
bebas dapat merusak dapat merusak sel dengan cara merusak membran sel
tersebut. Kerusakan pada membran sel ini dapat terjadi dengan cara: a) radikal
bebas berikatan secara kovalen dengan enzim dan/ atau reseptor yang berada di
membran sel sehingga merubah aktivitas komponen-komponen yang terdapat
pada membran sel tersebut; b) radikal bebas berikatan secara kovalen dengan
membran sel sehingga merubah struktur membran dan mengakibatkan perubahan
fungsi membran dan/ atau mengubah karakter membran menjadi seperti antigen;
c) radikal bebas mengganggu proses transportasi melalui ikatan kovalen,
mengisolasi kelompok thiol atau dengan merubah asam lemak polyaunsaturated;
d) radikal bebas menginisiasi peroksidasi lipid secara langsung terhadap asam
lemak polyaunsaturated dinding sel. Peroksidasi ini akan mempengaruhi fluiditas
membran, cross linking, serta struktur dan fungsi membran yang akhirnya
menyebabkan kematian sel (Arya, 2012).
23
Jumlah radikal bebas dalam batas tertentu akan bersifat positif karena
berperan penting bagi kesehatan dan fungsi tubuh dalam memerangi peradangan
dan membunuh penyakit seperti bakteri. Namun demikian apabila radikal bebas
yang dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan selulernya maka
radikal bebas tersebut akan berakibat negatif. Hal ini disebabkan karena radikal
bebas tersebut akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel yang berubah akan
merubah fungsi dari bagian tersebut dan hal tersebut akan berpengaruh pula pada
proses munculnya penyakit (Sauriasari, 2006).
Masuknya radikal bebas ke dalam tubuh dapat melalui pernafasan,
lingkungan luar yang tidak sehat, dan makanan yang berlemak. Selain itu pada
kondisi stres dapat meningkatkan jumlah peroksisom pada jaringan seperti pada
ginjal ginjal kera Jepang yang mengakibatkan peningkatan produksi radikal bebas
di dalam tubuhnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan terjadinya penurunan
kandungan antioksidan endogen seperti superoksida dismutase (Kumalawati,
2007).
2.4.2 Antioksidan
Tubuh manusia ataupun hewan dalam keadaan normal mempunyai
sistem antioksidan yang dapat menangkal aksi radikal bebas, yaitu sistem proses
enzimatis dan nonenzimatis. Dalam pengertian kimia, antioksidan adalah
senyawa-senyawa pemberi elektron. Dalam pengertian klasik, istilah antioksidan
menunjukkan senyawa yang memiliki berat molekul rendah yang dapat
menginaktivasi reaksi rantai dari peroksidasi lipid dengan mencegah terbentuknya
24
radikal peroksida. Dalam arti biologi dan kedokteran, istilah tersebut digunakan
dalam pengertian yang luas, meliputi enzim yang dapat mendetoksifikasi
senyawa-senyawa oksigen reaktif (Kartikawati, 1999).
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas
terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas
dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang
dapat menimbulkan stress oksidatif. Antioksidan yang dikenal ada yang berupa
enzim dan ada yang berupa mikronutrien. Enzim antioksidan dibentuk dalam
tubuh, yaitu super oksida dismutase (SOD), glutation peroksida, katalase, dan
glutation reduktase. Sedangkan antioksidan yang berupa mikronutrien dikenal tiga
yang utama , yaitu: b-karoten, vitamin C, dan vitamin E. Berdasarkan fungsinya,
antioksidan dibagi menjadi empat, yaitu: tipe pemutus rantai reaksi pembentuk
radikal bebas dengan menyumbangkan atom H, misalnya vitamin E; tipe
pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen atau bersifat pemulung
misalnya vitamin C; tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti
Fe²+dan Cu²+ misalnya flavonoid; dan antioksidan sekunder, mampu
mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil, pada manusia dikenal
SOD, katalase, glutation peroksidase.
Mekanisme kerja antioksidan selular adalah sebagai berikut: berinteraksi
langsung dengan oksidan, radikal bebas, atau oksigen tunggal; mencegah
pembentukan jenis oksigen reaktif; mengubah jenis oksigen reaktif menjadi
25
kurang toksik; mencegah kemampuan oksigen reaktif; dan m emperbaiki
kerusakan yang timbul (Hariyatmi, 2004).
Secara umum mekanisme kerja dari antioksidan adalah menghambat
oksidasi lemak. Menurut Kumalaningsih (2007), bahwa oksidasi lemak terjadi
melalui beberapa tahap, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat
tidak stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satu atom hydrogen, dengan reaksi
sebagai berikut:
ROOH + logam (a)+ ---------> ROO- + logam (a)+ +H+
X + RH --------- R- + XH
Selanjutnya tahap propagasi, yaitu radikal asam lemak akan bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksi dengan reaksi sebagai berikut:
R- + O2 ------ ROO-
ROO- + RH ----- ROOH + R-
Kemudian dilanjutkan tahap terminasi, yaitu radikal peroksil yang telah
terbentuk kemudian menyerang asam lemak sehingga menghasilkan
hidroperoksida dan radikal asam lemak baru, dengan reaksi sebagai berikut:
ROO- + ROO- ----- ROOR + O2
ROO- + R- ------ ROO
R- + R- ------- RR
26
Prekursor molekul untuk memulai proses ini umumnya berupaproduk
hidroperoksida (ROOH) maka oksidasi lemak merupakan rangkaian reaksi
bercabang dengan berbagai efek yang memiliki potensi untuk merusak.
Pencegahan pembentukan radikal bebas yang reaktif dapat dilakukan antara lain
dengan pemusnahan zat awalnya yang berupa peroksida ataupun hasil lain
metabolisme oksigen oleh enzim superoksida dismutase, katalase, dan glutation
peroksida. Enzim ini dalam mengendalikan tahap awal radikal bebas yang
terbentuk memerlukan bantuan mineral Mn, Cu, Zn, dan Se. Pemusnahan dapat
pula melalui zat gizi yang berperan sebagai antioksidan. Zat gizi tersebut telah
banyak diteliti diantaranya adalah vitamin A (β karoten), vitamin C, dan vitamin
E. Pemusnahan radikal bebas hanya dapat dilakukan bila tepat waktu, tepat
tempat, dan tepat dosis (Kartikawati, 1999).
1.5 Hewan Coba berupa Tikus (Rattus novergicus)
Penggunaan hewan coba dalam suatu penelitian sangat mendukung suatu
penelitian untuk pengobatan suatu penyakit atau untuk penemuan baru di bidang
medis. Hewan coba yang digunakan harus memiliki kriteria khusus dan mampu
memunculkan kondisi patogenesis dan patofisiologis dari suatu kondisi yang
sedang diteliti. Adapun hewan coba yang digunakan dalam penelitian
gastroenteritis ini adalah tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar dengan
klasifikasi seperti dibawah ini:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
27
Subkelas : Theria
Ordo : Rodentia
Famili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Ratus novergicus strain Wistar (King, 2012).
Penggunaan tikus putih (Rattus novergicus) Gambar 2.4 banyak
dilakukan karena mudah diperoleh. Selain itu tikus putih memiliki respon biologik
dan adaptasi yang mirip dengan manusia, mudah dikendalikan, dan mudah
pemeliharaan dan perawatannya. Tikus putih dewasa pada umur 8-12 minggu baik
jantan maupun betina. Pada umur tersebut seluruh organ sudah berfungsi secara
normal dan stabil. Berat badan tikus putih dewasa berkisar 150-250 gram dan
akan terus bertambah seiring dengan pertambahan usianya (Akbar, 2010).
Gambar 2.4 Tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar (Akbar, 2010)
Pada penelitian ini hewan coba akan diinduksi dengan E. coli untuk
mendapatkan model gastroenteritis. Induksi diberikan secara peroral dengan
28
menggunakan sonde. Hewan coba akan diberi perlakuan selama 7 hari (Astawan
dkk, 2011).
1.6 Kadar Malondialdehyde (MDA)
Malondialdehida (MDA) merupakan salah satu produk akhir dari
peroksida lipid yang terbentuk akibat degradasi radikal bebas terhadap asam
lemak tak jenuh (Yunus, 2001). MDA dapat menggambarkan aktivitas radikal
bebas dalam sel dan jika jumlahnya banyak dapat menyebabkan toksik dengan
efek menyebabkan kanker dan mutagen terhadap sel hidup (Jadhav, 1996).
Malondialdehyde (MDA) selain produk dari peroksidasi lipid juga merupakan
metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal bebas. Konsentrasi MDA
yang semakin tinggi maka akan berbanding lurus dengan kadar ROS, tapi
berbanding terbalik dengan kadar antioksidan (Malysa, 2014).
Menurut Mudassir (2012), peningkatan kadar MDA merupakan indikator
bahwa terjadi kerusakan jaringan yang disebabkan oleh peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid terjadi karena adanya ikatan antara ROS dengan Poly
Unsaturated Fatty Acid (PUFA). MDA diukur dengan menggunakan uji TBA.
Ikatan yang dibentuk antara MDA dengan TBA akan menghasilkan warna merah
muda.
1.7 Kadar Enzim Superoxide Dismutase (SOD)
Supeoxide Dismutase (SOD) adalah enzim yang mengkatalisis dismutasi
ion superoksida radikal (O²-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan molekul
oksigen (O2). Berdasarkan kofaktor logam dan distribusinya di dalam tubuh, SOD
terbagi menjadi 4 macam yaitu cooper, zinc superoxide dismutase (Cu, Zn-SOD)
29
yang umumnya terdapat dalam sitoplasma eukariot. Manganase superoxide
dismutase (Mn-SOD) yang terdapat pada mitokondria organisme aerobik. Iron
superoxide dismutase (Fe-SOD) yang terdapat pada prokariot. Serta, ekstra seluler
superoxide dismutase (Ec-SOD) yang ditemukan pada cairan ekstraselular
mamalia (West, 2004).
SOD tergolong enzim yang sangat stabil karena tiap subunit tergabung
oleh ikatan-ikatan non-kovalen dan terangkai oleh rantai disulfida. Enzim ini
memainkan peran penting pada garis depan sistem pertahanan antioksidan
endogen (Mates et al, 1999). Aktivitas SOD bervariasi pada beberapa organ tikus.
Jumlah tertinggi terdapat di dalam hati. Kemudian berturut-turut dalam kelenjar
adrenal, ginjal, limfa, pankreas, otak, paru-paru, lambung, usus, ovarium, timus,
dan lemak (Nurmawati, 2002). Aktivitas SOD akan meningkat seiring dengan
pemberian antioksidan endogen (flavonoid) secara bertahap. Proses tersebut
terjadi karena antioksidan flavonoid menstimulasi aktivitas enzim superoxide
sehingga tidak terbentuk hidrogen peroksida dan radikal hidroksil (Retnaningsih,
2013).
30
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
1.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian
Ekstrak Daun Dewandaru
(Antioksidan Eksogen)
31
Keterangan:
: Variabel bebas : Preventif herbal
: Variabel Terikat : Akibat induksi E. coli
: E. coli
Berdasarkan kerangka konsep tersebut, hewan coba tikus jantan strain
wistar diberikan ekstrak daun dewandaru yang mengandung flavonoid dan tanin
sebagai antioksidan eksogen dan antibakteri menggunakan sonde lambung.
Flavonoid akan berikatan dengan DNA bakteri sehingga menyebabkan kerusakan
permeabilitas dinding sel, mikrosom, dan lisosom bakteri. Selain itu flavonoid
berperan sebagai antioksidan karena memiliki gugus hidroksil yang terikat pada
karbondioksida sehingga dapat menangkap radikal bebas dengan
menyumbangkan satu atom hidrogen. Sementara itu senyawa tanin diharapkan
dapat menginaktivasi adhesi sel mikroba sehingga bakteri tidak dapat melakukan
perlekatan pada epitel lambung dan menstimulasi sel-sel fagosit yang berperan
dalam respon imun seluler. Adanya radikal bebas yang masuk akan dinetralisir
oleh antioksidan endogen di dalam tubuh, yaitu Superoxide dismutase (SOD).
Namun jika radikal bebas berlebih maka terjadi ketidakseimbangan antara radikal
bebas dengan antioksidan endogen (SOD). Kondisi ketidakseimbangan radikal
bebas ini mengakibatkan terjadinya stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan
gangguan pada proses oksidasi fosfolirasi sehingga terjadinya peningkatan
produksi ROS di organ atau sel-sel yang menyusun organ seperti lambung.
Senyawa oksigen reaktif yang berinteraksi dengan lipid bilayer pada membran sel
akan menghasilkan peroksidasi lipid pada lambung yang akan mengakibatkan
32
hilangnya fungsi seluler. Hasil akhir dari proses peroksidasi lipid berupa
malondialdehid (MDA). Sehingga mekanisme ini akan menstabilkan ROS dan
dapat menurunkan kadar Malondialdehid (MDA) serta meningkatkan aktivitas
dari superoxide dismutase (SOD).
Paparan E. coli patogen memicu terjadinya inflamasi karena E. coli
mempunyai kemampuan untuk menempel dan berkolonisasi dipermukaan sel
mukosa usus halus dan tahan terhadap pengaruh aliran cairan dalam usus dan
gerakan peristaltik usus. Sifat tersebut berhubungan dengan kemampuan bakteri
memproduksi tonjolan pada permukaan sel berupa benang-benang halus atau
sering disebut fimbria atau antigen perlekatan atau pili. Kemampuan bakteri
memproduksi protein ini dikendalikan oleh gen yang terdapat dalam plasmid yang
mempunyai gen pengendali enterotoksin. Enterotoksin merupakan antigen
ekstraselular. Toksin ini akan disekresikan ke dalam lumen usus. Kemudian di
dalam rongga usus toksin akan merangsang sekresi sel epitelium usus halus
sehingga sel epitelium mengeluarkan cairan tubuh dan garam-garam elektrolit
secara berlebihan pada saluran pencernaan seperti usus dan lambung. Bakteri E.
coli juga menghasilkan endotoksin berupa lipopolisakarida (LPS) dan dilepaskan
saat bakteri mengalami lisis atau pecahnya sel. Endotoksin yang dihasilkan oleh
E. coli dapat merusak epitel saluran pencernaan dan dapat memasuki aliran darah
menuju ke ginjal dan hati. Lipopolisakarida Binding Protein (LBP) merupakan
suatu protein di dalam plasma yang disintesis oleh hematosit dan berperan penting
dalam metabolisme LPS, sebagian lagi akan berikatan dengan LBP sehingga
mempercepat ikatan dengan CD14. Endotoksin dari LPS akan mengaktifkan
33
sistem imun seluler dan humoral. Bersama dengan antibodi dalam serum maka
akan terbentuk lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam
serum dengan perantara reseptor CD14 akan bereaksi dengan sel fagositosit
terutama makrofag. Kompleks LPS dan CD14 menyebabkan aktivasi intraselular
melalui toll like receptor-4 (TLR-4) yang merupakan reseptor dari LPS. LPS dan
CD14 juga menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuclear kappa B
(NFkB). NFkB selanjutnya akan menyebabkan terjadinya fosfolirasi IkB.
Sehingga ikatan NFkB terlepas dan heterodimer NFkB (P50 dan P56) bebas.
Terlepasnya ikatan ini menyebabkan NFkB bertranslokasi ke dalam inti sel secara
otomatis. Aktivasi NFkB akan mengaktifkan sel-sel fagositosis. Aktivasi dari sel
fagositosit akan mengeluarkan mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6;
MMP; growth factor seperti TGF α, TGF β, EGF, dan menginduksi transkripsi
gen-gen inflamasi sehingga menyebabkan kerusakan jaringan.
Pemberian ekstrak daun dewandaru dapat digunakan untuk pencegahan
terhadap infeksi E. coli melalui peningkatan aktivitas SOD, penurunan kadar
MDA, dan penurunan kerusakan jaringan lambung.
3.2 Hipotesis Penelitian
1. Efek preventif pemberian ekstrak daun dewandaru (Eugenia uniflora L) dapat
menurunkan kadar malondialdehyde (MDA) pada organ lambung tikus putih
(Rattus novergicus) model gastroenteritis induksi E. coli.
2. Efek preventif pemberian ekstrak daun dewandaru (Eugenia uniflora L)
terhadap gastroenteritis pada tikus (Rattus novergicus) hasil induksi E. coli
34
dapat meningkatkan aktivitas superoxide dismutase (SOD) pada organ
lambung tikus putih (Rattus novergicus) model gastroenteritis induksi E. coli.
35
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2017. Penelitian dilaksanakan
dibeberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya sebagai laboratorium pemeliharaan tikus, dan laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya sebagai
laboratorium penanaman E. coli, Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya sebagai laboratorium penyedia alat-alat untuk
penelitian, dan Laboratorium FAAL Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
sebagai laboratorium pengujian kadar MDA dan aktivitas SOD.
4.2 Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus,
botol minum tikus, spuit 1 cc, appendorf, timbangan digital, blender, erlenmeyer,
alat sonde, mikropipet 10-100 µm, yellow tip, blue tip, cover glass, object glass,
lemari pendingin, inkubator, plastik klip, mikrotom, cawan petri, evaporator,
kamera, pot organ, spektofotometer, sekam, kandang, dissecting set, papan bedah,
sarung tangan, microtube, vortex, centrifuse, kertas saring, tissue, timer, dan
tempat pakan.
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tikus putis (Rattus
novergicus) dengan berat antara 150-200 gram, daun dewandaru, makanan dan
36
minuman tikus, organ lambung, akuades, xantin, xantin oksida, NBT, TCA 10%,
HCl 1 N, Na-Thio 1%, dan PBS.
4.3 Tahapan Penelitian
4.3.1 Penetapan Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini menggunakan hewan coba berupa tikus
(Rattus novergicus) jantan strain Wistar berumur 8-12 minggu dengan berat badan
antara 150-200 gram. Hewan coba diaklimasikan selama tujuh hari untuk
menyesuaikan dengan kondisi di laboratorium. Hewan coba diharuskan memiliki
kondisi sehat (berambut cerah, aktivitas baik, tidak ada abnormalitas anatomis,
dan nafsu makan baik), lulus proses sertifikasi etik penelitian oleh Komisi Etik
Penelitian, dan belum pernah digunakan penelitian. Sedangkan untuk daun
dewandaru yang dipakai berasal dari daerah malang.
Estimasi besar sampel dihitung berdasarkan rumus Fereder
(Kusriningrum, 2008) adalah :
t (n-1) ≥ 15
5(n-1) ≥ 15
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 20/5
n ≥ 4
Keterangan :
t =jumlah kelompok perlakuan
n = jumlah ulangan yang diperlukan
37
Berdasarkan perhitungan di atas maka untuk 5 macam kelompok
perlakuan diperlukan jumlah tikus putih (Rattus novergicus) sebanyak 4 ekor
dalam setiap kelompok sehingga dibutuhkan total 20 ekor tikus (Rattus
novergicus) sebagai hewan coba.
4.3.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan Acak Lengkap digunakan apabila
ragam satuan percobaan yang digunakan homogen atau seragam. Penelitian ini
menggunakan tikus putis jenis Wistar sebagai hewan coba yang diinduksi
menggunakan Escherichia coli dengan cara di sonde lambung pada semua
kelompok tikus dan diinkubasi untuk dilakukan observasi selama 7 hari.
Kelompok penelitian ditunjukkan dalam Tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Rancangan Kelompok Penelitian
Kelompok Keterangan
(Kontrol negatif)
Tikus sehat tanpa diinduksi E. coli dan tanpa diberi ekstrak
daun dewandaru
(Kontrol positif)
Diinduksi E. coli selama 7 hari tanpa diberi ekstrak daun
dewandaru
P1
(Perlakuan 1)
Diberi ekstrak daun dewandaru 300 mg selama 7 hari dan
diinduksi E. coli
P2
(Perlakuan 2)
Diberi ekstrak daun dewandaru 400 mg selama 7 hari dan
diinduksi E. coli
38
P3
(Perlakuan 3)
Diberi ekstrak daun dewandaru 500 mg selama 7 hari dan
diinduksi E. coli
4.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
Variabel bebas :Ekstrak daun dewandaru (300, 400, 500 mg/kgBB) dan
dosis pemberian E. coli 10⁶ CFU/ml.
Variabel terikat :Kadar malondialdehyde (MDA) dan aktivitas superoxide
dismutase (SOD)
Variabel kontrol :Homogenitas tikus (berat badan, umur, dan jenis kelamin),
pakan, dan kondisi kandang
4.5 Tahapan Penelitian
4.5.1 Persiapan Hewan Coba
Hewan coba yang digumakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
(Rattus novergicus) jantan berumur 8-12 minggu dengan berat badan sekitar 150-
200 gram (Astawan dkk, 2011). Tikus diaklimatisasi selama tujuh hari untuk
menyesuaikan dengan kondisi di laboratorium. Kemudian dibagi 5 kelompok
perlakuan dimana setiap kelompok terdiri atas 4 ekor tikus. Tikus ditempatkan
dalam kandang berupa bak plastik tertutup kawat dengan ukuran 30 cm x 50 cm x
10 cm dengan alas berupa sekam padi agar kandang tidak lembab. Kandang tikus
diletakkan pada tempat yang bebas dari suara bising dan terhindar dari asap
39
industri maupun polutan lainnya. Suhu optimum ruangan tikus adalah 22-24 ºC
dan kelembaban udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup, namun tidak ada
jendela yang terbuka. Semua tikus diberi pakan secara teratur dan minum ad
libitum. Pakan yang diberikan pada tikus berupa ransum dengan komposisi
standart terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin.
4.5.2 Pembuatan Ekstrak Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L)
Langkah awal dalam pembuatan ekstrak daun dewandaru adalah dengan
dilakukan proses preparasi meliputi tahap penyimpanan bahan baku dan ekstraksi.
Pada tahap penyimpanan, daun dewandaru yang digunakan dipilih dan
dibersihkan dari kotoran atau debu yang melekat menggunakan air lalu dibilas
dengan akuades. Setelah itu dilakukan penirisan dan pengeringan menggunakan
oven untuk mengurangi kadar air dalam tanaman agar reaksi enzimatik dapat
dihentikan sehingga tidak mudah rusak. Daun dewandaru yang telah kering
dihaluskan dengan mesin blender hingga menjadi serbuk. Serbuk simpisia
kemudian diayak dengan ayakan 20 mesh. Pada tahap ekstraksi dimulai dengan
menimbang serbuk daun dewandaru sebanyak 100 g. Kemudian dilakukan
perendaman serbuk dengan pelarut etanol 70%. Toples ditutup dengan rapat
selama 24 jam dan dikocok di atas shaker digital 50 rpm dengan tujuan untuk
homogenisasi. Disaring ekstrak cair yang didapatkan dengan penyaring kain dan
ditampung ekstrak ke dalam erlenmeyer. Dilakukan remaserasi sebanyak dua kali
pada ampas dengan cara memasukkan kembali ke dalam toples dan ditambah
pelarut sampai terendam (minimal 5 cm di atas permukaan serbuk). Kemudian
dibiarkan semalam (24 jam) dan dishaker kembali. Hasil ekstrak pertama sampai
40
dengan terakhir dijadikan satu dan diuapkan dengan mengunakan rotary
evaporator selama dua jam sehingga diperoleh ekstrak etanol daun dewandaru
(Rais, 2012).
4.5.3 Pembuatan Model Hewan Coba Gastroenteritis
Seluruh tikus yang sudah diadaptasikan, pada hari pertama dibagi
menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas 4 ekor tikus.
Kemudian seluruh tikus diberi tanda atau label pada ekornya dengan mengunakan
spidol tahan air sesuai kelompoknya.
A. Pembuatan Suspensi Bakteri
Suspensi bakteri E. coli yang digunakan pada penelitian ini, yaitu E. coli
patogen strain EPEC dengan konsentrasi bakteri 10⁶ CFU/ml. E. coli yang sudah
dibiakkan diambil dengan ose steril lalu dicampurkan dalam tabung reaksi yang
berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% sampai didapat konsentrasi bakteri sama dengan
larutan standart MC. Farland no 1, menunjukkan konsentrasi bakteri adalah 3x108
CFU/ml. Setelah itu dilakukan pengenceran dengan menggambil 1 ml suspensi
bakteri (108 CFU/ml), dimasukkan ke dalam tabung steril dan ditambahkan larutan
NaCl 0,9% sebanyak 9 ml dan dikocok hingga homogen maka diperoleh suspensi
bakteri dengan konsentrasi 107CFU/ml diulang langkah yang sama untuk
memperoleh konsentrasi bakteri 106 CFU/ml (Oonmett et al, 2005).
41
B. Pembuatan Hewan Model Gastroenteritis
Suspensi E.coli strain EPEC 106 CFU/ml diberikan pada tiap tikus
kelompok kontrol positif, P1, P2, dan P3 setiap hari selama 7 hari dengan cara
sonde lambung (Astawan dkk, 2011).
4.5.4 Pemberian Ekstrak Daun Dewandaru
Pemberian ekstrak daun dewandaru pada hewan coba dilakukan selama 7
hari sebelum dilakukan induksi E.coli patogen selama 7 hari. Ekstrak daun
dewandaru diberikan pada kelompok P1 dengan dosis 300 mg/kgBB, kelompok
P2 dengan dosis 400 mg/kgBB, dan kelompok P3 dengan dosis 500 mg/kgBB.
Ekstrak daun dewandaru diberikan satu kali sehari dengan cara sonde lambung.
Perhitungan dosis pada Lampiran 4.
4.5.5 Isolasi Lambung
Pengambilan organ lambung dilakukan pada hari ke-22 setelah seluruh
proses adaptasi tikus, induksi E. coli dan pemberian ekstrak daun dewandaru
selesai diberikan. Pada pengambilan organ proses pertama yang dilakukan adalah
euthanasi hewan coba dengan cara dislokasi leher, kemudian hewan coba
diletakkan pada papan pembedahan. Pembedahan dilakukan pada bagian
abdomen, bagian lambung diambil dan dibilas dengan NaCl fisiologis 0.9%,
selanjutnya lambung dimasukkan ke dalam plastik klip (Permata, 2015).
42
4.5.6 Pengukuran Kadar MDA
Jaringan lambung diambil dari setiap sampel sebanyak 0,1 gram dan
dipotong kecil-kecil lalu digerus dalam mortar. Kemudian ditambahkan 1 mL
aquades. Homogenant yang terbentuk dipindahkan ke dalam microtube dan
ditambahkan 100 µL TCA, 250 µL HCl 1N, dan 100 µL Na-thio 1%. Pada setiap
penambahan reagen, larutan dihomogenkan dengan vortex. Larutan lalu
diinkubasi dalam waterbath pada suhu 100ºC selama 20 menit dan dibiarkan
dingin pada suhu ruang. Kemudian larutan disentrifugasi dengan kecepatan 3500
rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk diambil dan ditambahkan
aquades sebanyak 3500 µL. Kemudian larutan tersebut diukur absorbansinya
dengan panjang gelombang 532 nm dan diplotkan pada kurva standar yang telah
dibuat untuk menghitung konsentrasi sampel (Irawan et al.,2012).
4.5.7 Pengukuran Aktivitas SOD
Pengambilan darah pada tikus putih dilakukan pada hari ke-22.
Pengambilan darah dilakukan melalui intraorbital menggunakan
mikrohematokrit. Sampel darah kemudian dimasukkan ke dalam tabung venoject
merah dan disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Kemudian
diambil serum darahnya lalu disentrifusigasi pada kecepatan 6000 rpm selama 10
menit. Setelah itu diambil supernatannya sebanyak 100 µL. Kemudian
ditambahkan xantine 100 µL, xantine oxidase 100 µL, NBT 100 µL, dan PBS 600
µL. Lalu ditambahkan PBS sampai 2000 µL dan diinkubasi pada suhu 30ºC
selama 30 menit (ditunggu perubahan warnanya). Lalu diukur absorbansinya
43
dengan spektofotometer pada panjang gelombang 580 nm dan diplotkan pada
kurva standar yang telah dibuat untuk menghitung konsentrasi sampel (Kotan et
al, 2011).
4.6 Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif
untuk mengetahui kadar MDA dan SOD yang dianalisa dengan uji One Way
ANOVA (Analysis of Varian) dan uji lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan
taraf kepercayaan sebesar 95% (α = 0,05).
44
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Peneliatian
Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa
saluran pencernaan yang ditandai dengan diare dan muntah. Salah satu penyebab
dari penyakit ini adalah adanya infeksi bakteri seperti E. coli. Pada penelitian
didapatkan bahwa tikus pada kelompok kontrol positif fesesnya menjadi lembek
(Gambar 5.1). E. coli merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat
menyebabkan diare. Perlekatan E. coli pada sel mukosa usus menyebabkan
terjadinya perubahan struktur sel kemudian E. coli melakuakan invasi menembus
sel epitel usus (Astawan dkk., 2011). Diare terjadi karena E. coli melakukan
invasi menembus sel mukosa pencernaan. Keadaan tersebut menimbulkan sekresi
usus meningkat, tapi fungsi absorpsi usus berkurang (Khairil dkk., 2014).
Gambar 5.1 : (a). Feses lembek pada tikus kontrol positif saat induksi E. coli (b). Feses
tikus kontol negatif
a b
45
Selain itu, tikus pada kelompok kontrol positif juga mengalami
penurunan berat badan setelah diinduksi E. coli. Hal tersebut dapat dilihat dari
hasil analisis secara statistik menggunakan uji One Way ANOVA pada berat
badan tikus pada hari ke-21. Tabel 5.1. Adapun data penurunan berat badan dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 5.1. Rata-rata Berat badan tikus Hari ke-14 dan Hari ke-21
Perlakuan
Rata-rata berat badan
(gram) ± SD
(Hari Ke-14 setelah
pemberian preventif
herbal)
Rata-rata berat badan
(gram) ± SD (Hari Ke-
21 setelah induksi E.
coli)
Kontrol negatif
(normal)
172,00 ± 12,32
Perlakuan 1 161,50 ± 9,46 145,00 ± 8,52ᵇ
Perlakuan 2 158,00 ± 2,16 141,25 ± 3,86ᵇ
Perlakuan 3 160,50 ± 7,93 137,50 ± 6,45ᵇ
Kontrol positif
(gastroenteritis)
157,75 ±8,18 104,50 ± 4,12ᵅ
Keterangan : notasi menunjukkan perlakuan mengalami perbedaan yang nyata.
Berdasarkan tabel rata-rata berat badan menunjukkan bahwa preventif
daun dewandaru tidak berpengaruh terhadap peningkatan berat badan tikus.
Sedangkan, induksi dari E. coli mempengaruhi berat badan tikus secara
46
signifikan. Namun pada P1, P2, dan P3 didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Hal ini menunjukkan preventif daun dewandaru dapat mencegah terjadinya
peradangan pada mukosa usus. Sedangkan penurunan berat badan pada kelompok
kontrol positif disebabkan oleh ketidakmampuan tikus dalam menyerap nutrisi
yang masuk ke dalam tubuh. Ketidakmampuan ini karena peradangan akibat
penempelan bakteri pada mukosa usus. Peradangan tersebut menyebabkan
meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit sehingga feses yang dikeluarkan encer
(Try, 2011).
Peneguhan diagnosa bakteri E. coli dapat dilakukan dengan cara
penanaman di media EMBA pada kelompok kontrol positif. Adapun sampel yang
digunakan berasal dari swab lambung tikus kontrol positif. Hasil dari penanaman
adalah dengan munculnya warna hijau metalik ada media EMBA yang
membuktikan bahwa sampel mengandung E. coli. Kemudian dilakukan uji
morfologi bakteri dengan pewarnaan gram. Hasil dari pewarnaan menunjukkan
bakteri gram negatif, lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 12 (Tarmudji,
2003).
5.2 Pengaruh Preventif Pemberian Ekstrak Daun Dewandaru (Eugenia
uniflora L) Terhadap Kadar Malondialdehyde (MDA) Lambung Tikus
Model Gastroenteritis yang Diinduksi Escherichia coli
Analisa kadar radikal bebas dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengukur kadar malondialdehyde (MDA) jaringan lambung. Pengukuran kadar
MDA menggunakan metode Thiobarbituric Acid (TBA) yang diukur dengan
47
spektofotometer dengan panjang gelombang 532 nm. Hasil pengukuran kadar
MDA lambung dianalisis secara statistik menggunakan uji kruskal wallis Tabel
5.2.
Tabel 5.2. Rata-rata Kadar MDA Lambung
Perlakuan
Rata-rata kadar
MDA (ng/mL) ± SD
Kadar MDA (%)
Peningkatan
terhadap
kontrol negatif
Penurunan
terhadap
kontrol positif
Kontrol negatif
(normal)
1134,63 ± 42,20 - -
Perlakuan 1 1065,88 ± 93,38 - 15,63 %
Perlakuan 2 1078,38 ± 57,68 - 14,64 %
Perlakuan 3 1140,88 ± 86,06 - 9,69 %
Kontrol positif
(gastroenteritis)
1263,38 ± 128,96 11,34 % -
Keterangan : tidak terdapat notasi menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antar
perlakuan.
Persentase peningkatan terhadap kontrol negatif. Persentase penurunan terhadap kontrol
positif.
Berdasarkan kadar MDA yang didapatkan rataan pada kelompok kontrol
positif sebesar 1263,38 ± 128,96. Rataan kontrol negatif sebesar 1134,63 ± 42,20.
Serta rataan P1 sebesar 1065,88 ± 93,38, P2 sebesar 1078,38 ± 57,68, dan P3
sebesar 1140,88 ± 86,06. Hasil uji menunjukkan tidak adanya perbedaan antar
48
perlakuan. Hal ini disebabkan tingginya kadar MDA pada semua perlakuan.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kadar MDA adalah adanya
inflamasi, lamanya waktu pengerjaan (waktu paruh dari ROS), suhu lingkungan,
dan paparan radiasi.
Menurut Gede (2012), radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat
pendek sehingga sulit diukur dalam laboratorium. Kerusakan jaringan lipid akibat
ROS dapat diperiksa menggunakan senyawa MDA. MDA merupakan senyawa
hasil peroksidasi lipid yang terbentuk dari peroksidasi lipid pada membran sel
yaitu reaksi radikal bebas (radikal hidroksi) dengan Poly Unsaturated Fatty Acid
(PUFA). Reaksi tersebut terjadi secara berantai akan menghasilkan sejumlah
radikal lipid dan senyawa yang sangat sitotoksik terhadap endotel. Radikal –
radikal lipid tersebut akan bereaksi dengan logam-logam transisi bebas dalam
darah seperti Fe2+ dan Cu 2+ menghasilkan aldehid dehidrogenase dan thiokinasi
yang terjadi di hepar dalam waktu 2 jam pada tikus.
Kadar MDA telah digunakan secara luas sebagai indikator stres oksidatif
pada lemak tak jenuh sekaligus merupakan indikator keberadaan radikal bebas.
MDA adalah produk sekunder dari peroksidasi lipid membran sel dan produk
oksidasi lipid yang akurat untuk menilai tingkat stres oksidatif suatu sel atau
jaringan. Pada kondisi stres oksidatif terjadi peningkatan produksi ROS jika tanpa
pertahanan dari antioksidan yang cukup. O2- akan berubah menjadi OH- (radikal
hidroksil) dan menuju ke membran sel untuk melakukan reaksi peroksidasi lipid
dengan PUFA. Melalui mekanisme inisiasi dan propagasi akan terbentuk radikal
49
peroksil (ROO*) yang nantinya bereaksi dengan endoperoksida lipid dan
menghasilkan MDA (Sasmita, 2015).
Berdasarkan kadar MDA pada masing-masing kelompok perlakuan
dihasilkan presentase perbandingan antara kelompok tikus kontrol negatif, tikus
yang dipreventif, dan tikus model gastroenteritis sehingga didapatkan hasil pada
masing-masing kelompok tikus; kontrol positif; preventif dosis 300 mg/KgBB;
400 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB adalah 11,34%; 15,63%, 14,64%, dan 9,69%.
Pada hasil rataan kadar MDA lambung kelompok tikus gastroenteritis ditunjukkan
mengalami peningkatan jika dibandingkan tikus kelompok kontrol negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa E. coli dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
mengakibatkan gangguan pada organ lambung. Stres oksidatif memicu terjadinya
peroksidasi lipid pada lambung yang dapat merusak organel sel dan fungsi
membran sel dari lambung. Terjadinya peroksidasi lipid akan meningkatkan
produksi MDA (Ray, 2001).
Pemberian ekstrak daun dewandaru yang mengandung flavonoid dan
tanin digunakan sebagai antioksidan eksogen dan antibakteri. Flavonoid berperan
sebagai antioksidan karena memiliki gugus hidroksil yang terikat pada
karbondioksida sehingga dapat menangkap radikal bebas dengan
menyumbangkan satu atom hidrogen. Pada kondisi gastroenteritis induksi E. coli
dapat mengaktifkan makrofag yang akan menyebabkan pelepasan sitokin
inflamasi dan Reactive Oxygen Species (ROS), meningkatkan radikal bebas di
dalam lambung mengakibatkan antioksidan endogen tidak dapat
menyeimbangkan radikal bebas yang jumlahnya berlebih sehingga radikal bebas
50
tersebut dapat menyebabkan kerusakan jaringan maka diperlukan antioksidan
eksogen yang berasal dari luar tubuh salah satunya kandungan flavonoid (Utami
et al., 2008).
Senyawa tanin sebagai antibakteri berhubungan dengan kemampuan
dalam menginaktivasi adhesi sel mikroba (molekul yang menempel pada sel
inang) yang terdapat pada permukaan sel. Tanin mempunyai target pada
polipeptida dinding sel dan menyebabkan kerusakan pada dinding sel bakteri
karena merupakan senyawa fenol. Pada pengerusakan membran sel, ion H+ dari
senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus
fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karbosilat,
dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan
bentuk membran sel, akibatnya membran sel bocor dan bakteri akan mengalami
hambatan pertumbuhan bahkan kematian (Kredy, 2010). Menurut Nurhalimah
(2015), senyawa tanin juga bersifat sebagai senyawa astringent. Mekanisme tanin
sebagai astringen adalah dengan menciutkan permukaan usus atau zat bersifat
proteksi terhadap mukosa usus dan dapat menggumpalkan protein. Oleh karena
itu senyawa tanin dapat membantu menghentikan diare.
Senyawa saponin dapat menginduksi produksi dari sitokin seperti
interleukin dan interferon yang dapat memediasi efek immunostimulan. Saponin
juga dapat meningkatkan respon imun melalui imunisasi oral dengan cara
meningkatkan pengambilan antigen oleh usus dan sel mukosa. Saponin yang
bersifat amfifilik yang berarti saponin dapat membentuk busa dan merusak
51
membran sel karena dapat membentuk ikatan dengan lipida dari membran sel
(Oda et al, 2000)
5.2 Pengaruh Preventif Pemberian Ekstrak Daun Dewandaru (Eugenia
uniflora L) Terhadap Aktivitas Superoxide Dismutase (SOD) Lambung
Tikus Model Gastroenteritis yang Diinduksi Escherichia coli
Hasil pengukuran aktivitas SOD serum tikus putih (Rattus norvegicus)
dianalisa menggunakan SPSS 22.0 berdasarkan uji statistik One Way ANOVA
dan dilanjutkan dengan uji BNJ pada tingkat signifikansi p<0,05 didapatkan data
seperti pada Tabel 5.3 di bawah ini.
Tabel 5.3. Rata-rata Aktivitas SOD serum tikus putih (Rattus norvegicus)
Perlakuan
Rata-rata aktivitas
SOD (ng/mL) ± SD
Aktivitas SOD (%)
Peningkatan
terhadap
kontrol positif
Penurunan
terhadap
kontrol negatif
Kontrol negatif
(normal)
7,19 ± 0,62 b - -
Perlakuan 1 7,01 ± 1,07 b 35,32 % -
Perlakuan 2 7,94 ± 0,61 b 53,28 % -
Perlakuan 3 7,27 ± 0,61 b 40,34 %
Kontrol positif
(gastroenteritis)
5,18 ± 0,48 a - 27,95 %
52
Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar
perlakuan (p<0,05).
Persentase peningkatan terhadap kontrol positif. Persentase penurunan terhadap kontrol
negatif.
Berdasarkan hasil uji aktivitas SOD di atas, menunjukkan bahwa
kelompok kontrol negatif memiliki aktifitas SOD yang berbeda nyata dengan
kelompok kontrol positif (gastroenteritis). Hal ini ditunjukkan dari nilai aktivitas
SOD yang memuat notasi yang berbeda nyata. Pada kontrol negatif SOD mampu
menetralisir radikal bebas secara normal. Kadar aktivitas SOD pada kelompok
kontrol negatif, yaitu (7,19 ± 0,62) yang digunakan untuk menentukan adanya
kenaikan yang terjadi karena pengaruh perlakuan.
Enzim superoksida dismutase (SOD) merupakan salah satu enzim
antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh dan bereaksi merubah radikal bebas
superoksida (
) menjadi oksigen ( ).
Superoksida dihasilkan oleh metabolisme oksidatif sel yang dapat juga disebut
ROS. Jika tidak dirubah maka akan menyebabkan kerusakan sel. Aktivitas enzim
SOD memiliki peran penting dalam sistem pertahanan tubuh, terutama terhadap
aktivitas senyawa oksigen reaktif yang dapat menyebabkan stres oksidatif.
Adanya aktivitas SOD berdampak positif bagi sel karena stres oksidatif akibat
radikal bebas dapat dihindarkan (Winarsi, 2007).
Pada kelompok kontrol positif (gastroenteritis) mengalami penurunan
dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif, yaitu sebesar 27,95 % setelah
diinduksi dengan bakteri E. coli. Paparan E. coli patogen memicu terjadinya
inflamasi karena E. coli memiliki kemampuan untuk menempel dan berkolonisasi
53
dipermukaan sel mukosa usus halus dan tahan terhadap pengaruh gerakan
peristaltik usus. Selain itu E. coli juga mengeluarkan enterotoksin yang
merupakan antigen ekstraseluler dan endotoksin berupa lipopolisakarida (LPS)
yang dilepaskan saat bakteri mengalami lisis atau pecahnya sel. Endotoksin dari
bakteri ini akan menyebabkan ketidakseimbangan ROS dan antioksidan dalam
tubuh dan menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif (Supar, 2001).
Menurut Hairuddin el al (2009), peningkatan radikal bebas di dalam
tubuh terus menerus mengakibatkan menurunnya aktivitas SOD. Semakin tinggi
radikal bebas yang dihasilkan maka semakin banyak pula yang gagal dinetralisir
oleh antioksidan endogen seperti SOD, katalase, dan glutation. Oleh karena itu,
tubuh memerlukan antioksidan eksogen seperti flavonoid yang dapat membantu
menangkal radikal bebas sehingga mencegah penurunan aktivitas SOD.
Berdasarkan aktivitas SOD pada masing-masing kelompok perlakuan
dihasilkan persentase perbandingan antara kelompok tikus kontrol negatif, tikus
yang dipreventif, dan tikus model gastroenteritis sehingga didapatkan hasil pada
masing-masing kelompok tikus; kontrol positif; preventif dosis 300 mg/KgBB;
400 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB adalah 27,95%; 35,32%, 53,28%, dan 40,34%.
Pada hasil rataan aktivitas SOD kelompok tikus gastroenteritis ditunjukkan
mengalami penurunan jika dibandingkan tikus kelompok kontrol negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa E. coli dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan ROS. Stres oksidatif menyebabkan
penurunan dari aktivitas antioksidan endogen dalam hal ini adalah SOD (Radin,
2015).
54
Nilai rata-rata aktivitas SOD serum pada kelompok tikus gastroenteritis
yang diinduksi E. coli adalah 5,18±0,48 µg/mL berbeda nyata (p<0,05) dengan
kelompok tikus kontrol negatif yaitu 7,19±0,62 µg/mL. Hal tersebut membuktikan
bahwa induksi E. coli yang diberikan pada perlakuan tersebut mampu
menurunkan aktivitas SOD pada kondisi gastroenteritis berdasarkan pemeriksaan
aktivitas SOD serum. SOD termasuk ke dalam antioksidan enzimatis bersama
dengan katalase dan glutation peroksidase. Enzim-enzim antioksidan tersebut
dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal dan
merubahnya menjadi senyawa yang lebih stabil melalui ikatan radikal-
antioksidan. Antioksidan enzimatis bekerja dengan cara mencegah pembentukan
senyawa radikal bebas baru atau mengubah senyawa radikal yang telah terbentuk
menjadi senyawa yang kurang reaktif (Chevion et al,. 2003).
Hasil rata-rata aktivitas SOD serum pada kelompok preventif dosis 300
mg/KgBB, 400 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB berbeda nyata dengan kelompok
kontrol positif dan tidak berbeda nyata terhadap kontrol negatif. Hal tersebut
membuktikan bahwa preventif ekstrak daun dewandaru dengan perlakuan dosis
300 mg/KgBB, 400 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB mampu untuk meningkatkan
aktivitas SOD serum pada tikus model gastroenteritis. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan senyawa atau bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak daun
dewandaru berperan sebagai antioksidan. Kandungan bahan aktif berupa
flavonoid mampu meningkatkan aktivitas SOD serum karena flavonoid memiliki
aktivitas antioksidan dengan cara menyumbangkan satu atom hidrogen kepada
radikal bebas.
55
Menurut Rahma (2012), mekanisme kerja flavonoid (FI-OH) sebagai
antioksidan, yaitu dengan mentransfer atom hidrogen (H) dari gugus hidroksil
(OH) kepada radikal bebas (R*) sehingga flavonoid berubah menjadi fenoksis
flavonoid (FIO·). Hal ini dikarenakan radikal fenoksis flavonoid mempunyai
ikatan rangkap terkonjugasi maka dapat menyeimbangkan dengan cara
delokalisasi elektron sehingga menjadi senyawa yang lebih stabil.
Hasil analisis data menunjukkan tidak ada perbedaan aktivitas SOD yang
nyata antar ketiga kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini
dapat disebabkan karena variasi biologis dari tikus jantan galur wistar yang
berbeda pada setiap tikus yang dipakai dalam penelitian (Sasminto, 2013).
56
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan
kesimpulan , yaitu:
1. Efek preventif ekstrak daun dewandaru pada tikus model gastroenteritis
induksi E. coli pada masing-masing perlakuan belum optimal dalam
menurunkan kadar MDA gastrium.
2. Efek preventif ekstrak daun dewandaru pada tikus model gastroenteritis
induksi E. coli optimal pada dosis 300, mg/KgBB, 400 mg/KgBB, dan 500
mg/KgBB melalui peningkatan aktivitas SOD serum.
6.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui dosis terapi
dan dosis toksiksitas pemberian ekstrak daun dewandaru (Eugenia uniflora L)
sebelum diaplikasikan pada hewan model gastroenteritis hasil induksi E.coli.
57
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah R, Listyawati S, Widiyani T (2003). Efek pemberian natrium siklamat
secara oral terhadap karakteristik hematologis tikus putih (rattus norvegicus
L.). Biosmart,5(2):124-130.
Ahmad Marzuki.2013. Studi Karakterisasi Bakteri Eschericia coli di
Laboratorium Kesehatan Lumajang. https://www.academia.edu/
4139114/e.coli diunduh pada 8 Februari 2017, pukul 17.27 WIB
Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi
sebagai Bahan antiinfertilitas. Edisi 1. Adabia Press. Jakarta ISBN: 978-
602-19751-7-6.
Araujo V. , A. C. Boronat. 1998. Oxidant – antioxidan timbal ancein blood of
children with juvenile rheumatoidarthritis. BioFactor. 8:155-59.
Astiti, Cynthia P., Dimas A.P., Qrio S. 2016. Efek Ekstrak Etanolik Daun Bayam
Merah (Amaranthus tricolor L.) Terstandar Terhadap Indeks Massa Tubuh
dan Kadar Glukosa Darah pada Tikus Sprague Dawley yang Diberikan Diet
Tinggi Lemak sebagai Upaya Preventif Obesitas. Pharmacy, Vol. 13 No. 02.
Akil, H. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : FKUI.
Andarwulan, Batari, Sandrasari, Bolling dan Wijaya. 2010. Flavonoid Content
And Antioxidant Activity Of Vegetables From Indonesia. Food Chemistry.
Vol 121: 1231-1235.
Astawan M, Wresdiyati T, I.I. Arief and E, Suhesti. 2011. Gambaran Hematologi
Tikus Putih (Rattus novergicus) yang diinfeksi Escherichia coli
Enteropatogenik dan diberikan Probiotik. Media Peternakan: 7-13
Baki, M., F.E. Akaman, P. Vural, S. Dogru-Abbasoglu, A.Ozderya, B. Karadag,
and M. Uysal. 2012. The Combination of Interleukin -10 -1082 and Tumor
Necrosis Factor-α 308 or Interleukin -6 -174 Genes Polymorphisms Suggest
An Association with Susceptibility to Hashimoto’s Thyroiditis. International
Immunopharmacology, 12 : 543-546.
Batari, R. 2007. Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Sayuran Indigenous Jawa
Barat. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
58
Beers, M. H., Fletcher, A. J., Jones, T. V., Porter, R., 2003. The Merck Manual of
Medical Information. 2nd ed. New York : Pocket Books
Carter GR, Wise DJ. 2004. Essential of Veterinary Bacteriology and Mycology.
6th Ed. Iowa: Blackwell Publishing.
Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjee RK. 2004. Turmeric
and Curcumin : Biological Actions and Medical Applications. Current
Science , 87 (1): 44-53.
Che Man, Y. B., Mustafa, S., Khairil Mokhtar, N. F., Nordin, R., dan Sazili, A.
Q., 2012. Porcine-Specific Polymerase Chain Reaction Assay Based on
Mitochondrial D-Loop Gene for Identification of Pork in Raw Meat. Int. J.
Food Prop., 15(1), 134–144.
Chevion S, Moran DS, Heled Y, Shani Y, Regev G, Abbou B, Berenshtein E,
Stadtman ER, Epstein Y. 2003. Plasma antioxidant status and cell injury
after severe physical exercise. Proc Natl Acad SciUSA. 100: 5119–23.
Chow, C. M., Leung, A. K. C., Hon, K. L., 2010. Acute Gastroenteritis : Fro m
Guideline to Real Life. Clinical and Experimental Gastroenterology, 3:97-
112.
Clarkson, P. M., Thompson, H. S. 2000, Antioxidants: what role do they play in
physical activity and health, J. Clin Nut r. Biochem,72.:637S-46S.
Cunningham, J.G dan Klein, B.G. 2007. Textbook of Veterinary Physiology. 4 th
Ed. Elsevier Saunders, China. 329-331.
Dinata, A. 2009. Atasi Jentik DBD dengan Kulit Jengkol, http://miqraindon
esia.blogspot.com/2009/07/atasi-jentik-dbd-dengan-kulit-jengkol.html. [20
Maret 2017]
Dinev, I. 2014. Disease of Poultry: Escherichia coli Infections.
http://www.thepoultrysite.com/publications/ [12 Maret 2017].
Droge, W. 2002. Free Radicals In The Physiological Control of Cell Function.
Physiol Rev. 82 : 47-95.
El-Sheikh, A.L.K., 2008, Renal transport and drug interactions of
immunosuppressants [thesis]. Nijmegen, Netherlands: Radbound University
: 62 cit Kumar, D., Arya, V., Kaur, R., and Bhat, Z. A., 2012, A review of
59
immunomodulators in the Indian traditional health care system, J.
Microbiology, Immunology and Infection, 45 : 165 - 184
Gede, I O.D., I Nengah K. B., Hapsari M. 2012. Potensi Daun Binahong
(Anredera cordifolia. T) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri E. coli
secara In Vitro. Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(3): 337-351.
Giugliano, D., A. Ceriello and K. Esposito. 2006. The Effect of Diet on
Inflammation. Journal of the American College of Cardiology 48 (4) :
677-685.
Hairuddin, Dina H. 2009. Efek Propektif Propolis dalam Mencegah Stres
Oksidatif Akibat Aktivitas Fisik Berat (Swimming Stress). Jurnal Ilmu
Dasar, Vol. 10 No. 1:207-211
Halliwell, B. & Whiteman, M. 2004. Measuring reactive species and oxidative
damage in vivo and in cell culture: how should you do it and what do the
results mean? Br J Pharmacol,142,231-55.
Hedrich, H.J. 2006. Taxonoy Stock and Strains. The Laboratory Rat : 71-92.
Hermanto, Catur. 2013. Keragaman dan Kekayaan Buah Tropika Nusantara.
Jakarta: IAARD Press
Hutapea, J.R., 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jilid III, Departemen
Kesehatan RI dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 29-
30.
Ikawati, M., Wibowo, A.E., Octa, N.S., dan Adelina, R., 2008, Pemanfaatan
Benalu sebagai Agen Antikanker, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Intan, Radin.E.S. 2015. Thesis : Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap
Diameter Arteriol pada Tikus Wistar Model Sepsis. Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Irawan, R. H. W. 2012. Pengaruh Pemberian Yoghurt Susu Kambing sebagai
Pencegahan untuk Hiperkolestrolemia melalui Pengamatan MDA dan
TNF-α pada Jantung Hewan Model Tikus. Universitas Brawijaya
Malang. 1-8.
Jadhav, D., Rekha, B.N, Gogate, P.R., Rathod, V.K., 2009, Extraction of Vanilin
from Vanilla Pods: a Comparison Study of Conventional Soxhlet and
Ultrasound Assisted Extraction, J. Food Engineer., 93, 421-426.
Junqueira. 2010. Junqueira’s Basic Histology: Text and Atlas. 12th Edition.
McGraw-Hill Companies, Inc.USA.
60
Karsinah (et al). 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.
Kartikawati D. 1999. Studi efek protektif vitamin C terhadap respon imun dan
enzim antioksidan pada mencit yang dipapar paraquat [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Khairil, E., Dewi dan W. Sari. 2014. Analisis Potensi Bakteri the Rosella
terhadap Histologi Usus Halus Mencit Akibat Paparan Enterophatogenic
Eschericia coli (EPEC). Sains Riset 4 (1): 1-6.
King, A. J. F. 2012. The Use of Animal Models in Diabetes Research. British
Journal of Pharmacology. 166: 877-894.
Kotan R, Kordali S, Cakir A. 2007. Screening of antibacterial activities of twenty-
one oxygenated monoterpenes. Z. Naturforsch 62: 507-513.
Kowalak, J. P. 2011. Proffesional Guide to Patophysiology: Alih Bahasa Andry
Hartono. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.: Alih
Bahasa Andry Hartono. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Kredy. 2010. Chemistry Of Natural Products. New Dehli : Departement of
Pharmaceutical Chesmistry Faculty of Science Jamia Hamdard.
Kumalaningsih, Sri, 2006. Antioksidan Alami-Penangkal Radikal Bebas, Sumber,
Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Kumar, V., S.C. Ramzi and R.I. Stanley. 2007. Robins Buku Ajar Patologi.
Volume 1. Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal. 35-64.
Kusuma, S. A. F. 2010. Escherichia coli. Makalah Farmasi. Universitas
Padjajaran, Fakultas Farmasi.
Kusriningrum. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak
Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Lehtolainen, T. 2004. Escherichia coli mastitis bacterial factors and host response.
Department of Clinical Veterinary Sciences Faculty of Veterinary Medicine
Universty of Helsinki. Finland
Mates, J. M., Gomez, C. P., Castro, I. N. 1999, Antioxidant Enzymes and Human
Diseases.Clinical Biochemical, 32(8).: 595 -603.
61
Mudassir., Aminuddin A., Abdul Q. P. 2012. Analisis Kadar MDA Plasma
Penderita Polip Hidung Berdasarkan Dominasi Sel Inflamasi pada
Pemeriksaan Histopatologi. Fakultas Kedokteran Hasanuddin, Makasar.
Neilsen, F., Mikkelsen, B.B., Nielsen, J.B., Andersen, H.R., dan Grandjean, P.
2005. Plasma Malondialdehyde as Biomarker for Oxidative Stress:
Reference Interval and Effect of Life-style Factors. Journal Clinical
Chemistry, 43(7): 1209-1214.
Neldawati, Ratnawulan, Dan Gusnaedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi Dalam
Penentuan Kadar Flavonoid Untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
Pillar Of Physics.Vol. 2: 76-83.
Nurhalimah, Hanny., Wijayanti N., Dewanti T. W. 2015. Efek Antidiare Ekstrak
Daun Beluntas terhadap Mencit Jantan yang Diinduksi Bakteri Salmonella
Thypimurium. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No. 3 p. 1083-1094.
Nurwati D. 2002. Profil imunohistokimia enzim antioksidan copper,zinc
superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) pada ginjal tikus hiperkolesterolemia
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Oda K, Matsuda H, Murakami T, Katayama S, Ohgitani T., Yoshikawa M. 2000.
Adjuvant and haemolytic activities of 47 saponins derived from medicinal
and food plants. Biological Chemistry 381, 67 – 74.
Oonmett, A. Rudijanto, D. Hendrawan dan H. Kalim. 2005. Flavonoid on
Manilkara zapotta. Drug Development and Research 3 (1) : 170-185.
Percival, et al. 2004. Microbiology of Waterborne Diseases. London: Elsevier
Ltd.
Permata. 2015. Usus Halus, Apendiks, Sekum dan Anerektum. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi II. Jakarta. Penerbit. Buku Kedokteran EGC. 646-647.
Post, K W. and Songer, GJ. 2005. MICROBIOLOGY Bacterial and Fungal Agent
of Animal Disease. Elsevier Saunders: Philadelphia
Puspitasari., G. Murwani, S., Herawati, 2010, Uji Daya Antibakteri Perasan Buah
Mengkudu Matang (Morinda citrifolia) terhadap Bakteri Methicillin
Resistan Staphylococcus aureus (MRSA) M.2036.T Secara IN VITRO,
62
Skripsi, Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Universitas
Brawijaya.
Rahma, N.L. 2012. Thesis : Efek Ekstrak Polifenol Rumput Laut Coklat
(Sargassum Duplicatum Bory) Terhadap Profil Malondialdehid,
Perbaikan Protein Zo-I Dan Occludin, Serta Aktivitas Protease Usus
Halus Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Yang Terpapar Indometasin.
Pascasarjana Kimia Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang.
Rais, Ichwan. 2012. Ekstraksi Andrografolid dari Androprgaphis Paniculatas
(Burm. F.) Nees Menggunakan Ekstraktor Soxhlet. Pharmachiana.
Jogjakarta. Vol. 4, No. 1. 2014 : 85-92.
Rani Sauriasari. 2006. Mengenal dan Menangkal Radikal Bebas. Available at:
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek.shtml. 15 Maret 2017.
Ray, Coquard I, Borg C, Bachelot T, Sebban C, Philip I, Clapisson G, et al.
Baseline and Early Lymphopenia Predict for the Risk of Febrile
Neutropenia after Chemotherapy. Br J Cancer. 2001; 88(2):181-6.
Ridawati. 2014. Analisis Penggunaan Buah Dewandaru (Eugenia uniflora L.)
pada Produk Minuman Serbuk Efferscent. Fakultas Teknik : Universitas
Negeri Jakarta.
Robinson. T. 2005. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, diterjemahkan oleh
Kosasish, P., Edisi Keenam, 72, 157, 198. ITB. Bandung.
Samuelson, D. A. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Saunders Elsevier,
China.
Sasminto. 2013. Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera
cordifolia. T) terhadap Kadar ALT (Alanin aminotransferase) pada Tikus
(Rattus novergicus) Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Parasetamol.
Setiati. 2009. Infeksi Gastrointestinal pada Anak. Gastroenterology 26 (1): 36–44.
Shopia. V. 2012. Studi Pemberian Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum
prismaticum) terhadap Kadar MDA dan Histopatologi Ginjal Rattus
novergicus Model Induksi Diabetes Militus Tipe 1. Fakultas MIPA.
Universitas Brawijaya
63
Sibuea, H. W., M. Panggabean, dan P.S Gultom. 2005. Ilmu Penyakit Dalam,
Cetakan Ke 2. Rineka Cipta: Jakarta.
Sirois, M. 2005. Laboratory Animal Medicine: Principle and Prosedures.
Elsevier. United States of America.
Supar. 2001. Pemberdayaan Plasma Nutfah Mikroba Veteriner dalam
Pengembangan Peternakan : Harapan Vaksin E. coli Enterotoksinogenik,
Enteropatogenik, dan Verotoksigenik Isolat Lokal untuk Pengendalian
Kolibasilosis Neonatal pada Anak Babi dan Sapi. Balai Penelitian Veteriner
: Bogor.
Utami, Wahyu., Muhammad Da’i., Dian Werdhi K.N. 2008. Uji Aktivitas
Penangkapan Radikal Bebas Fraksi Non Polar Ekstrak Etanol Daun
Dewandaru (Eugenia uniflora. L) dengan Metode DPPH beserta Penetapan
Kadar Fenol dan Flavonoidnya. Fakultas Farmasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Vander et al. 2001. Human Physiology : The Respiratory System. In : Human
Physiology The Mechanism of Body Function, 8nd ed. Boston : McGraw
West CW dan Prohaska JR. 2004. Cu,Zn-superoxide dismutase is lower and
copper chaperone (CCS) is higher in erythrocytes of copper deficient rats
and mice. Experimental Biol and Med 229:756-764
Widhiantara, I Gede. 2010. Terapi Testosteron dan LH (Luteinizing Hormone)
meningkatkan jumlah sel leydig mencit (Mus musculus) yang menurun
akibat paparan asap rokok (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta.
Xu, R.J. and Cranwell, P.D. 2003. Gasrtointestinal Physiology and
Nutrition.Nottingham University Press. United Kingdom.
Yunus M. 2001. PengaruhAntioksidan Vitamin C Terhadap MDA Eritrosit Tikus
Wistar Akibat Latihan Anaerobik. Jurnal Pendidikan Jasmani.(1): 9-16.