pengaruh peran kepemimpinan kepala ruangan dan …
TRANSCRIPT
i
PENGARUH PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN
DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT
DI RUANGAN RAWAT INAP
RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA BOGOR
TESIS
ALFI HIDAYATI
2014970068
SEKOLAH PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
ii
PENGARUH PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN
DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT
DI RUANGAN RAWAT INAP
RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA BOGOR
TESIS
―Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi Strata
Dua (S-2) Magister Kesehatan Masyarakat
ALFI HIDAYATI
2014970068
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
Nama : Alfi Hidayati
NPM : 2014970068
Jurusan : Magister Kesehatan Masyarakat
Judul : ―PENGARUH PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA
RUANGAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA
PERAWAT DI RUANGAN RAWAT INAP RUMAH SAKIT
PALANG MERAH INDONESIA, BOGOR TAHUN 2016‖
Telah berhasil dipertahankan Sidang Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan
Masyarakat pada fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : DR. Budi Hartono, SE, Mars, ACC ( )
Penguji I : DR. Tri Kurniati, S.Kep ( )
Penguji II : DR.Fadhilah Izhari,SE,MM ( )
Penguji III : Cyamiati Karolin, SKM, MKes ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : September 2016
iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI
Sebagai civitas akademik Universitas Muhammadiyah Jakarta, saya yang bertanda
tangan di bawah ini
Nama : Alfi Hidayati
NPM : 2014970068
Program Studi : Magister Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui Sekolah Pasca Sarjana UMJ
untuk memberikan kepada Universitas Muhammadiyah Jakarta hak bebas royalti
non eksklusif (Non_exclusive Royalty_Free Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul:
―Pengaruh Peran Kepemimpinan Kepala Ruangan dan Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Perawat di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Palang Merah Indonesia
Bogor tahun 2016‖
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak bebas Royalti Non
eksklusif ini Universitas Muhammadiyah Jakarta berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
peneliti/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Jakarta, Pada tanggal 20 Sptember 2016
Yang Menyatakan
(Alfi Hidayati)
v
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Sekolah Pasca Sarjana
Magister Kesehatan Masyarakat
Nama : Alfi Hidayati
Judul Tesis : Pengaruh Peran Kepemimpinan Kepala Ruangan dan
Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat di
Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia Bogor
Jumlah halaman : 154
Jumlah tabel + Gambar : 29 + 13
Abstrak
Kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kinerja
karyawan. Adanya tingkat kepuasan pasien yang fluktuatif menunjukkan kinerja
perawat dapat ditingkatkan. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan kinerja
perawat adalah kepemimpinan dan motivasi kerja. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui serta menganalisis peran kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap
kinerja perawat yang ada di ruangan rawat inap di Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia Bogor. Penelitian ini mengambil responden perawat yang ada di ruangan
rawat inap, semuanya berjumlah 150 orang. Uji validitas dan realibilitas terhadap
kuisioner penelitian ini dilakukan dengan program komputer. Analisis data
menggunakan metode analisis jalur dengan tiga variabel yaitu Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja sebagai variabel exogenous dan Kinerja
Perawat sebagai variabel endogenous. Hasil penelitian menunjukkan secara empiris
bahwa 1) Peran Kepemimpinan berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan
baik terhadap motivasi kerja maupun kinerja perawat. 2) Peran kepemimpinan
berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan baik terhadap kinerja perawat
3). Motivasi Kerja berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan baik
terhadap kinerja perawat 4). Peran Kepemimpinan berpengaruh secara tidak
langsung, positif dan signifikan terhadap kinerja perawat melalui Motivasi kerja.
Hasil pengujian hipotesis tersebut pada dasarnya berimplikasi bahwa peran
kepemimpinan kepala ruangan dapat meningkatkan motivasi kerja perawat serta
kinerja perawat dapat menjadi lebih baik. Saran bagi Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia bogor adalah dengan memberikan pelatihan rutin kepada setiap kepala
ruangan untuk meningkatkan peran kepemimpinan dan motivasi kerja perawat
Kata kunci: Kepemimpinan, Motivasi kerja dan kinerja perawat
Referensi 35 Pustaka, 1996-2015
vi
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Post graduate school
Magister Public Health
Nama : Alfi Hidayati
Judul Tesis : Pengaruh Peran Kepemimpinan Kepala Ruangan dan
Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat di
Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia Bogor
Amount of page : 154
Amount of table and pict : 29 + 13
Abstract
Leadership is important to improve the work performance in a hospital. The patient
satisfaction rates which can be fluctuated shows that the nurses performance can be
improved. One of the factors that can increase the work performance of nurse is
leadership and motivation. The purpose of research is to analyze the role of
leadership and work motivation towards the nurse work performance on the in-
patient rooms of Palang Merah Indonesia Hospital, Bogor. The research took 150
nurses as respondents. The validity and reliability test of the research questionnaire
was performed using computer program and Alpha Cronbach method. The data
analysis used path analysis method with 3 variables; the role of leadership and work
motivation as exogenous variables and Nurse work performance as endogenous
variable. The research results shows empirically that; 1) The role of leadership has
direct influence, positive and significant towards work motivation and also work
performance of nurse. 2) The role of leadership has direct influence, positive and
significant towards work performance of nurse. 3) Work motivation has direct
influence, positive and significant towards work performance of nurse. 4) The role
of leadership has in-direct influence, positive and significant towards work
performance of nurse by work motivation. The result of hypothesis testing shows
implications that the role of leadership from the Head of In-patient room can
increase work motivation and better work performance of nurse. Suggestion for
Palang Merah Indonesia Hospital Bogor is provide regular training to every head
room to enhance the role of leadership and motivation of nurses.
Key word: Leadership, Work Motivation, Nurse work performance
Reference 35, 1996-2016
vii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Alfi Hidayati
NPM : 2014970068
Program Studi : Magister Kesehatan Masyarakat
Tahun Akademik : 2015/2016
Menyatakan bahwa
1. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan benar
2. Saya tidak melakukan plagiat dalam penelitian tesis saya yang berjudul:
“Pengaruh Peran Kepemimpinan Kepala Ruangan dan Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Perawat di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit
Palang Merah Indonesia, Bogor tahun 2016”
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat maka saya akan menerima
sanksi yang ditetapkan.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya
Jakarta, 20 September 2016
Alfi Hidayati
viii
KATA PENGANTAR
Segala Puji ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga
dapat terselesaikan hasil tesis yang berjudul ―Pengaruh Peran Kepemimpinan
Kepala Ruangan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat di Ruangan Rawat
Inap Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor tahun 2016‖. Hasil tesis ini
diajukan sebagai bagian dari tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi di
Program Magister Kesehatan Masyarakat di Universitas Muhammadiyah Jakarta
bidang keahlian Magister Administrasi Rumah Sakit.
Dalam penyelesaian hasil tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. DR. Budi Hartono, SE, MARS, ACC selaku dosen pembimbing pertama,
atas bantuan dalam memberikan ide, saran dan kritiknya.
2. Dr.Tri Kurniati S.Kp. M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua, yang
banyak memberikan masukan, perbaikan, dan bimbingan
3. Dr. H. Andi Wisnubaroto,Sp.OT, FICS., selaku Direktur RS PMI Bogor
4. Dr.H.M Djunaedi Ilyas, Sp PD, selaku Direktur RS Islam Bogor
5. Pihak RS PMI bogor, atas bantuan dalam memperoleh data tesis
6. Pihak RS Islam Bogor, atas bantuan dalam memperoleh data validitas
7. Keluarga dan sahabat atas bantuan dan dukungan berupa material dan moral
untuk penyelesain hasil tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan.
Sehingga saran dan kritik yang konstruktif akan membantu agar hasil tesis ini
menjadi lebih baik.
Jakarta, 20 September 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................................... iv
ABSTRAK................................................................................................................. v
PERNYATAAN ORISINALITAS...……………………………………….…….. vii
KATA PENGANTAR............................................................................................. viii
DAFTAR ISI............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ........................................................................... 1
1.2 Identifikasi Penelitian ................................................................................ 11
1.3 Batasan Penelitian ..................................................................................... 12
1.4 Perumusan Masalah ................................................................................... 12
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 13
1.5.1 Tujuan Umum .................................................................................... 13
1.5.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 13
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 14
1.6.1 Manfaat Praktis .................................................................................. 14
1.6.2 Manfaat Akademis ............................................................................. 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 15
2.1 Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 15
2.1.1 Teori Kepemimpinan ......................................................................... 15
2.1.2 Teori Motivasi Kerja .......................................................................... 30
2.1.3 Pengertian Perawat ............................................................................. 40
2.1.4 Teori Kinerja ...................................................................................... 41
2.2 Penelitian Terdahulu.................................................................................. 52
x
2.3 Kerangka Konsep ...................................................................................... 55
2.4 Hipotesis .................................................................................................... 59
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 60
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 60
3.2 Variabel Penelitian .................................................................................... 61
3.2.1 Variabel Peran Kepemimpinan .......................................................... 61
3.2.2 Variabel Motivasi Kerja ..................................................................... 62
3.2.3 Variabel Kinerja Perawat ................................................................... 64
3.3 Unit Analisis, Populasi dan Sampel .......................................................... 67
3.3.1 Unit Analisis ...................................................................................... 67
3.3.2 Populasi Penelitian ............................................................................. 68
3.3.3 Sampel Penelitian ............................................................................... 69
3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ................................................ 74
3.4.1 Studi Kepustakaan.............................................................................. 74
3.4.2 Teknik Kuesioner ............................................................................... 74
3.4.3 Observasi ............................................................................................ 76
3.4.4 Etika Penelitian .................................................................................. 77
3.5 Uji Instrumentasi ....................................................................................... 78
3.5.1 Pengujian Validitas ............................................................................ 78
3.5.2 Pengujian Reliabilitas ........................................................................ 79
3.5.3 Uji Normalitas .................................................................................... 80
3.5.4 Uji Heteroskedastisitas ....................................................................... 81
3.5.5 Pengujian Multikolinearitas ............................................................... 81
3.5.6 Uji Regresi ......................................................................................... 82
3.5.7 Analisis Jalur (Path Analysis) ............................................................ 86
3.6 Pengujian Hipotesis ................................................................................... 90
3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 92
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................... 94
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 94
4.1.1 Profil Singkat Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor ............. 94
4.1.2 Pelayanan RS PMI Bogor .................................................................. 94
xi
4.2 Karakteristik Responden ........................................................................... 95
4.3 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ....................... 97
4.3.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Peran Kepemimpinan,
Motivasi Kerja dan Kinerja Perawat ................................................................ 98
4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Variabel Peran Kepemimpinan,
Motivasi Kerja dan kinerja Perawat ................................................................. 99
4.3.3 Hasil Pengujian Normalitas Data Penelitian .................................... 100
4.3.4 Pegujian Heteroskedastisitas ............................................................ 102
4.3.5 Pengujian Multikolinearitas ............................................................. 103
4.4 Analisis Frekuensi Jawaban Responden Pada Setiap Dimensi ............... 104
4.5 Pengujian Hipotesis Penelitian ................................................................ 109
4.5.1 Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan Terhadap
Kinerja Perawat .............................................................................................. 109
4.5.2 Pengujian Hipotesis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan ....................................................................................................... 112
4.5.3 Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi
Kerja Secara Bersama-sama Terhadap Kinerja Perawat ................................ 115
4.5.4 Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan Melalui
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat ..................................................... 118
4.5.5 Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan Terhadap
Motivasi Kerja Perawat .................................................................................. 121
4.6 Penghitungan Analisis Jalur (Path Analysis) .......................................... 122
4.7 Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Pengaruh Total ..................... 125
4.7.1 Pengaruh Peran Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat ............. 125
4.7.2 Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat ...................... 126
4.8 Pembahasan Hasil Penelitian................................................................... 127
4.8.1 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat di
RS. PMI Bogor ............................................................................................... 127
4.8.2 Analisis Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat RS. PMI
Bogor. 130
xii
4.8.3 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara
bersama-sama terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor ............................. 133
4.8.4 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan melalui Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor ..................................................... 134
4.8.5 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja
Perawat di RS PMI Bogor .............................................................................. 135
4.8.6 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat di
RS. PMI Bogor ............................................................................................... 139
4.8.7 Analisis Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat RS. PMI
Bogor. 140
4.8.8 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara
bersama-sama terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor ............................. 142
4.8.9 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan melalui Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor ..................................................... 143
4.8.10 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja
Perawat di RS PMI Bogor .............................................................................. 144
4.9 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 145
4.10 Implikasi Penelitian ............................................................................. 145
4.10.1 Implikasi Terhadap Pelayanan Rumah Sakit ................................... 145
4.10.2 Implikasi Terhadap Manajerial ........................................................ 146
4.10.3 Implikasi Terhadap Pendidikan ....................................................... 147
4.10.4 Implikasi Terhadap Penelitian Selanjutnya...................................... 147
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 148
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 148
5.2 Saran ........................................................................................................ 149
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 151
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Definisi Kepemimpinan Menurut Para Pakar…………………... 16
Tabel 2.2 Teori –Teori Kepemimpinan Tinjauan Literatur………………. 18
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Kepemimpinan................................. 62
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Motivasi Kerja.................................. 64
Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Kinerja Perawat................................ 65
Tabel 3.4 Definisi Operasional Variabel...................................................... 66
Table 3.5 Populasi Penelitian..................................................................... 68
Table 3.6 Sampel Responden Penelitian.................................................... 73
Table 3.7 Waktu penelitian........................................................................ 93
Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Responden……………………………. 96
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel penelitian pengaruh
peran kepemimpinan kepala ruangan dan motivasi kerja
terhadap kinerja perawat……………………………………….. 98
Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Peran Kepemimpinan, Motivasi
Kerja dan Kinerja Perawat……………………………………… 100
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolonieritas Pengaruh Peran Kepemimpinan dan
Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat................................... 104
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi jawaban responden pada tiap dimensi
Distribusi (n=150)…………………………………………….. 104
Tabel 4.6 Hasil Uji Peran Kepemimpinan terhadap kinerja perawat di RS.
PMI Bogor 2016…….…………………………………….…… 110
Tabel 4.7 Hasil Uji Koefisien Dimensi Peran Kepemimpinan………….. 112
Tabel 4.8 Hasil Uji Pengaruh Motivasi Kerja terhadap kinerja Perawat di
RS.PMI bogor tahun 2016.................................................... 113
Tabel 4.9 Hasil Uji Koefisien Dimensi Motivasi Kerja…………….…...… 114
Tabel 4.10 Rangkuman Hasil Uji Koefisien Jalur Secara Parsial……….…. 115
Tabel 4.11 Hasil Uji F (ANOVA) Pengaruh Peran Kepemimpinan dan 116
xiv
Motivasi Kerja Secara Bersama-sama Terhadap Kinerja
Perawat…………………………………………………….…….
Tabel 4.12 Koefisien Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja
Secara Bersama-sama Terhadap Kinerja Perawat…………….. 116
Tabel 4.13 Hasil Uji Koefisien Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan
dan Motivasi Kerja Secara Bersama-sama Terhadap Kinerja
Perawat……………………………………………………..…… 117
Tabel 4.14 Hasil Uji F (ANOVA) Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran
Kepemimpinan Melalui Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Perawat………………………………………………………..… 119
Tabel 4.15 Koefisien Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan
Melalui Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat………...…. 119
Tabel 4.16 Koefisien Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan
Melalui Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat………...…. 120
Tabel 4.17 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan Terhadap
Motivasi Kerja Perawat…………………………………….…… 121
Tabel 4.18 Model Summary Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Perawat……………………………………… 123
Tabel 4.19 Coefficients Jalur……………………………………………....... 124
Tabel 4.20 Rangkuman Pengaruh Langsung, Tidak Langsung, Total dan
Pengaruh Bersama………………………………………………. 126
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Tingkat Kepuasan Pengunjung RS PMI Bogor (Tahun 2011-
2015, dalam Persen) ........................................................ 4
Gambar 2.1 Paradigma Pribadi Utuh................................................... 26
Gambar 2.2 Empat Peran Kepemimpinan................................................... 28
Gambar 2.3 Hierarki Kebutuhan Maslow................................................. 31
Gambar 2.4 Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja dari
Gibson………………………………………………………. 46
Gambar 2.5 Kerangka Konsep.................................................................. 58
Gambar 3.1 Desain Penelitian................................................................... 60
Gambar 3.2 Diagram Jalur Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi
Kerja terhadap Kinerja Perawat di RS. PMI Bogor............... 89
Gambar 4.1 Performance RS PMI Bogor……………………………….. 95
Gambar 4.2 Grafik Normal P-P Plots of Regression Standardized
Residual…………………………………………………........ 101
Gambar 4.3 Histogram Normalitas Data.................................................. 102
Gambar 4.4 Gambar Scatterplot Uji Heteroskedastisitas.......................... 103
Gambar 4.5 Hasil Struktur Model Diagram Jalur ………………….……. 125
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informed Consent
Lampiran 2 Item Kuisoner
Lampiran 3 Persetujuan Proposal Tesis
Lampiran 4 Daftar Kegiatan Pelaksanaan Tesis
Lampiran 5 Surat Keterangan telah Melaksanakan Tesis di Rumah Sakit
Palang Merah Indonesia Bogor
Lampiran 6 Hasil Statistika
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat yang efektif
dan efisien, maka dibutuhkan kinerja yang prima dari penyelenggaraan pelayanan
publik. Dalam mencapai kinerja yang prima, maka dibutuhkan adanya integritas,
profesional, netral dan bebas dari tekanan apapun, dan bersih dari praktik Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) pada setiap penyelenggara pelayanan publik baik
yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun swasta. Terutama pelayanan
publik di bidang kesehatan yang memerlukan kinerja maksimal dalam rangka
melayani masyarakat. Upaya pemerintah ini secara formal nampak jelas dalam
surat edaran yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(2003) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan yang hendak dicapai
pembangunan di bidang kesehatan di Indonesia pada saat ini adalah mencapai
masyarakat, bangsa dan negara di mana penduduknya memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata.
Manusia sebagai anggota organisasi merupakan salah satu aspek penggerak
dan penentu jalannya suatu organisasi atau instansi-instansi. Karena pentingnya
unsur manusia dalam menjalankan suatu pekerjaan maka perlu mendapatkan
perhatian dari pimpinan. Undang- Undang Kesehatan No.36 Tahun 2014 bahwa
Tenaga Kesehatan memiliki peranan yang penting dalam pelayanan kesehatan.
Karyawan secara umum ataupun petugas kesehatan secara khusus merupakan
2
faktor penting dalam setiap organisasi baik dalam pencapaian tujuan sebuah
organisasi secara efektif dan efisien. Suatu organisasi bukan hanya mengharapkan
setiap anggotanya untuk mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka
mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal.
Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan
kesehatan. Departemen Kesehatan RI telah menggariskan bahwa rumah sakit
umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan
berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan
serta melaksanakan upaya rujukan. Diharapkan rumah sakit dapat melaksanakan
pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat dengan kualitas pelayanan
yang baik dan hasil yang optimal sehingga dapat memberikan kepuasan kepada
pelanggan.
Sistem pelayanan rumah sakit yang berjalan selama ini harus ditinjau
kembali untuk mengantisipasi persaingan tingkat dunia di era globalisasi. Rumah
sakit tidak dapat lagi dikelola dengan manajemen sederhana, tetapi harus mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat yang muncul akibat perubahan epidemiologi
penyakit, perkembangan IPTEK, dan perubahan struktur sosioekonomi masyarakat.
Kinerja pelayanan publik di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh
Rumah Sakit PMI Bogor pun tidak luput dari sorotan dan kritikan masyarakat,
terutama sorotan dan kritikan dari warga masyarakat yang merasa tidak puas atas
pelayanan yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan. Karena itu, kinerja petugas
kesehatan, sebagai salah satu organisasi pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan
3
agar mewujudkan proses pelayanan yang produktif, efektif dan efisien serta
memberikan hasil layanan yang prima kepada setiap penerima layanan.
Bila kinerja petugas kesehatan tidak mampu memberikan layanan prima
kepada setiap warga masyarakat yang membutuhkan pelayanan, maka dengan
sendirinya akan terjadi hal-hal yang tidak hanya merugikan para pihak yang
menerima layanan; tetapi dapat juga merugikan para pihak lain yang terkait dengan
berbagai urusan administrasi yang harus diselesaikan oleh Rumah Sakit PMI
Bogor. Sebagai misal, pelayanan pendaftaran pasien baru yang lamban dan
berbelit-belit tidak hanya akan merugikan warga yang membutuhkannya, tetapi
dapat juga merugikan pihak-pihak lain yang terkait dengan pentingnya data-data
pasien baru.
Karena itu, kinerja petugas kesehatan yang berada dalam lingkungan kerja
Rumah Sakit PMI Bogor perlu ditingkatkan agar kinerja pelayanan kesehatan
tersebut dapat terlaksana secara prima. Namun pelayanan publik yang prima sulit
dicapai bila tidak tidak didasarkan pada peningkatan kinerja petugas kesehatan di
Rumah Sakit PMI Bogor. Dengan demikian peningkatan kinerja petugas kesehatan
tampak menjadi hal yang menonjol dalam mengkritisi kinerja petugas kesehatan
mulai dari di tingkat terbawah hingga tingkat tertinggi.
Kinerja petugas kesehatan yang menjadi sorotan pasien atau pengunjung RS
PMI Bogor dalam lima tahun terekam mengalami penurunan dari penilaian dari
para pengunjung RS. PMI Bogor. Adapun tingkat kepuasan pasien tersebut dapat
dilihat pada grafik di bawah ini:
4
Sumber: Data SDM RS PMI, 2015
Gambar 1.1
Tingkat Kepuasan Pengunjung RS PMI Bogor
(Tahun 2011-2015, dalam Persen)
Terlihat dari grafik di atas bahwa tingkat kepuasan pengunjung terlihat
sangat fluktuatif, selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan dan
penurunan, namun dengan tren menurun dari tingkat kepuasan pasien sehingga
perlu adanya kajian mengenai kinerja dari perawat di RS. PMI Bogor.
Belum maksimalnya kinerja petugas kesehatan pada Rumah Sakit Palang
Merah Indonesia Bogor tampak menjadi suatu fenomena yang tidak berdiri sendiri.
Dan apabila dicermati secara mendalam, ternyata fenomena kinerja tersebut
berkorelasi atau dipengaruhi berbagai faktor.
Terhadap fenomena itu, timbul asumsi atau anggapan dasar bahwa Peran
Kepemimpinan yang berlangsung di antara unsur-unsur pimpinan dengan seluruh
staf Rumah Sakit dan Motivasi Kerja dari seluruh petugas kesehatan tercakup
dalam struktur Rumah Sakit layak dianggap sebagai dua faktor dominan yang
berpengaruh positif terhadap Kinerja Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Palang
Merah Indonesia Bogor. Asumsi ini didasarkan pada dalil sebagai berikut :
5
Pertama, peran kepemimpinan di antara unsur-unsur pimpinan dengan
unsur-unsur staf RS PMI Bogor merupakan suatu konsep keterpengaruhan yang
mengkondisikan setiap pegawai untuk secara bersama-sama mencapai tujuan
bersama. Peran Kepemimpinan juga dapat dipandang sebagai proses kerja sama
yang terbentuk menurut fungsi jabatan yang secara langsung atau tidak langsung
dapat menimbulkan respons pada masing-masing pegawai dalam menyikapi dan
melaksanakan pekerjaannya. Oleh sebab itu, dalam konteks situasional Peran
Kepemimpinan tentu dapat berpengaruh positif terhadap Kinerja Petugas Kesehatan
di RS PMI Bogor.
Kedua, Motivasi kerja yang berkembang pada petugas kesehatan di RS PMI
Bogor merupakan suatu proses daya dorong dalam meningkatkan kinerja yang
lebih baik lagi. Karena itu, dalam konteks fungsional, Motivasi Kerja petugas
kesehatan yang terkait juga dapat berpengaruh positif terhadap Kinerja Petugas
Kesehatan RS PMI Bogor.
Terhadap fenomena itu, setelah dipelajari secara mendalam dan
mempertimbangkan berbagai faktor, penulis berasumsi bahwa Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Petugas Kesehatan layak diasumsikan sebagai
dua faktor yang dapat berpengaruh positif terhadap Kinerja Petugas Kesehatan
pada Rumah Sakit PMI Bogor. Karena itu, untuk mengaktualisasikan dugaan
tersebut penulis merasa perlu melakukan suatu pendekatan penelitian. Untuk itu
dipilih judul penelitian sebagai berikut:
6
―Pengaruh Peran Kepemimpinan Kepala Ruangan dan Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Perawat Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia Bogor‖.
Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuan serta mampu memenuhi
tanggung jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para manajernya
(pimpinan). Bila pimpinan mampu melaksanakan dengan baik, sangat mungkin
organisasi tersebut akan mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan
pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku
anggotanya atau anak buah. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi
akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan
mampu mengarahkan bawahannya ke arah pencapaian tujuan organisasi. Kualitas
dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dari keberhasilan atau
kegagalan organisasi (Menon, 2002) demikian juga keberhasilan atau kegagalan
suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik, biasanya
dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan pemimpin.
Judul penelitian tersebut dipilih dengan alasan bahwa fenomena
kinerja petugas kesehatan pada RS PMI Bogor dan korelasinya dengan masalah
Peran Kepemimpinan dan masalah Motivasi Kerja petugas merupakan obyektivitas
Ilmu Administrasi Rumah Sakit. Alasannya adalah bahwa fenomena tersebut dapat
mengungkap permasalahan sumber daya aparatur kesehatan dan permasalahan
pelayanan publik yang teridentifikasi dari penyelenggaraan pelayanan publik di
bidang kesehatan. Alasan lain, adalah bahwa permasalahan sumber daya aparatur,
7
pelayanan publik dan pelayanan kesehatan termasuk dalam pengertian elemen-
elemen administrasi.
Hasil penelitian terdahulu yang relevan untuk dijadikan referensi adalah
hasil penelitian yang mengangkat masalah kinerja sebagai obyek penelitian. Hasil
penelitian yang dimaksud adalah berikut: Biatna Dulbert Tampubolon. 2007.
Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan Dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai Pada Organisasi yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001. Jurnal
Standardisasi Vol. 9 No. 3. Hasil penelitian dan pembahasan menyimpulkan
sebagai berikut: Faktor gaya kepemimpinan memberikan kontribusi yang relatif
besar dan sangat signifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai pada organisasi
tersebut. Sehingga dalam program pengembangan organisasi ke depan harus lebih
diarahkan pada pengembangan gaya kepemimpinan (kepemimpinan) organisasi.
Faktor etos kerja memberikan kontribusi yang relatif kecil namun masih
signifikan dijadikan sebagai indikator yang mempengaruhi kinerja pegawai
organisasi tersebut. Namun bila kedua faktor tersebut secara simultan mampu
memberikan kontribusi yang relatif semakin besar dan sangat signifikan terhadap
peningkatan kinerja pegawai. Dalam hal ini pengembangan organisasi juga perlu
meningkatkan gaya kepemimpinan dan etos kerja secara simultan memberikan
peningkatan pencapaian kinerja pegawai yang maksimal.
Persamaan dan perbedaan yang tercatat dari hasil penelitian tersebut di atas
adalah bahwa obyek penelitian yang dipilih penulis dan peneliti sama, yaitu terkait
masalah kinerja pegawai; akan tetapi berbeda lokasi penelitiannya. Pendekatan
penelitian yang digunakan peneliti dan penulis sama, yaitu pendekatan kuantitatif.
8
Peneliti mengambil variabel gaya kepemimpinan dan etos kerja sebagai faktor yang
mempengaruhi kinerja; akan tetapi penulis mengambil variabel peran
kepemimpinan, dan motivasi kerja sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja. Dengan perbedaan dan persamaan yang disebutkan maka hasil penelitian
saudara Biatna Dulbert Tampubolon layak dijadikan referensi untuk memahami
bagaimana kontruk variabel penelitian itu disusun serta memahami bagaimana
peran kepemimpinan mempengaruhi kinerja.
Enny Rachmawati, Y. Warella, Zaenal Hidayat. 2006. Pengaruh Motivasi
Kerja, Kemampuan Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan
Pada Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Jawa Tengah.
Dialoge Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik. JIAKP, Vol. 3, No. 1.
Hasil penelitian dan pembahasan menyimpulkan sebagai berikut: Hasil pengujian
hubungan antara variabel motivasi kerja dengan kinerja pegawai menunjukkan
koefisien sebesar 0,784 dengan derajat signifikansi sebesar 95. Hasil ini telah
memberikan bukti bahwa semakin tinggi motivasi kerja maka akan semakin tinggi
pula tingkat kinerja pegawai.
Hasil pengujian hubungan antara variabel kemampuan kerja dengan kinerja
pegawai menunjukkan koefisien sebesar 0,685 dengan derajat signifikansi sebesar
95. Hasil ini telah memberikan bukti bahwa semakin semakin tinggi kemampuan
kerja maka akan semakin tinggi pula tingkat kinerja pegawai.
Hasil pengujian hubungan antara variabel gaya kepemimpinan dengan
kinerja pegawai menunjukkan koefisien sebesar 0,275 dengan derajat signifikansi
9
sebesar 95. Hasil ini telah memberikan bukti bahwa semakin tinggi gaya
kepemimpinan maka akan semakin tinggi pula tingkat kinerja pegawai.
Hasil perhitungan Koefisien Konkordansi Kendall menunjukkan koefisien
sebesar 0,497 dengan tingkat signifikansi sebesar 95. Hasil ini telah membuktikan
bahwa ada hubungan yang signifikan secara bersama-sama antara variabel motivasi
kerja, kemampuan kerja dan gaya kepemimpinan dengan kinerja pegawai.
Koefisien determinasi Konkordansi Kendall (W2) yang mencerminkan seberapa
besar keeratan hubungan antara ketiga variabel independen dengan dependen
menunjukkan nilai sebesar 0,247 (0,4972 x 100). Atau dapat dinyatakan bahwa
ketiga variabel independen ini mempunyai sumbangan sebesar 24,7, sedangkan
sisanya sebesar 75,3 adalah faktor-faktor lain yang tidak dalam penelitian ini.
Persamaan dan perbedaan yang tercatat dari hasil penelitian tersebut di atas
adalah bahwa obyek penelitian yang dipilih penulis dan peneliti sama, yaitu terkait
masalah kinerja pegawai; akan tetapi berbeda lokasi penelitiannya. Pendekatan
penelitian yang digunakan peneliti dan penulis sama, yaitu pendekatan kuantitatif.
Peneliti mengambil variabel motivasi kerja, kemampuan kerja, dan gaya
kepemimpinan sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja; akan tetapi penulis
mengambil variabel peran kepemimpinan, dan motivasi kerja sebagai faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja. Dengan perbedaan dan persamaan yang disebutkan
maka hasil penelitian saudara/i Enny Rachmawati, Y. Warella, Zaenal Hidayat
layak dijadikan referensi untuk memahami bagaimana konstruk variabel penelitian
itu disusun serta memahami bagaimana kepemimpinan dan motivasi kerja
mempengaruhi kinerja.
10
Novita Rizqi Rahmawati. 2013. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada Bank Rakyat
Indonesia Cabang Surakarta). Fakultas Ekonomi Akuntansi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian dan pembahasan menyimpulkan
sebagai berikut: Gaya kepemimpinan berpengaruh negatif terhadap kinerja (nilai t =
2,756) dan h1 diterima pada taraf signifikansi 5% (p < 0,05). Hal ini berarti
semakin tinggi gaya kepemimpinan dalam perusahaan maka akan meningkatkan
kinerja dalam perusahaan. Motivasi kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja
karyawan (nilai thitung = 0,440) dan h2 ditolak pada taraf signifikasi 5% (p >
0,05), artinya kinerja karyawan dalam perusahaan tidak berpengaruh terhadap
motivasi kerja dalam perusahaan.
Persamaan dan perbedaan yang tercatat dari hasil penelitian tersebut di atas
adalah bahwa obyek penelitian yang dipilih penulis dan peneliti sama, yaitu terkait
masalah kinerja pegawai; akan tetapi berbeda lokasi penelitiannya. Pendekatan
penelitian yang digunakan peneliti dan penulis sama, yaitu pendekatan kuantitatif.
Peneliti mengambil variabel motivasi kerja, dan gaya kepemimpinan sebagai faktor
yang mempengaruhi kinerja; sama halnya dengan penulis yang mengambil variabel
peran kepemimpinan, dan motivasi kerja sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja. Dengan perbedaan dan persamaan yang disebutkan maka hasil penelitian
saudari Novita Rizqi Rahmawati layak dijadikan referensi untuk memahami
bagaimana konstruk variabel penelitian itu disusun serta memahami bagaimana
gaya kepemimpinan dan motivasi kerja mempengaruhi kinerja.
11
1.2 Identifikasi Penelitian
Kinerja Petugas Kesehatan di RS PMI Bogor yang kurang maksimal dalam
memberikan pelayanan publik di bidang kesehatan layak dipandang sebagai suatu
fenomena kinerja petugas kesehatan yang tidak lepas dari pengaruh berbagai faktor.
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perawat salah satunya adalah
peran kepemimpinan yang tidak komunikatif terhadap para perawat. Motivasi kerja
yang rendah juga dapat mempengaruhi kinerja petugas. Adanya tingkat kepuasan
pasien yang fluktuatif di Rumah Sakit PMI bogor, menunjukkan bahwa kinerja dari
perawat belum optimal.
Menurut Kepala Bidang Rekam Medis, drg.Yuyun Gunanto adanya data
kunjungan rawat inap yang menurun dan beberapa perawat ruangan rawat inap
yang belum optimal dalam melayani pasien di ruangan rawat inap menunjukkan
kinerja perawat ruangan rawat inap yang masih kurang. Data tahun 2014 dan 2015
menunjukkan kepuasan pasien rawat jalan mengalami penurunan dibanding tahun
2013. Data ini juga didukung oleh penurunan BOR (Bed Occupation Rate) yang
mengalami penurunan di tahun tersebut.
Berdasarkan data BOR ruangan Rawat Inap RS.PMI bogor yang didapat
menunjukkan adanya sedikit penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Data
BOR pada tahun 2014 menunjukkan 77,80% sedangkan pada tahun 2015 angka
BOR menurun menjadi 65,71%. Ruangan rawat inap merupakan ruangan yang
sering terjadi intensitas komunikasi antara perawat dan pasien. Sehingga Penelitian
Peran Kepemimpinan dan motivasi kerja di ruangan rawat inap ini dapat diteliti.
12
1.3 Batasan Penelitian
Dari uraian fenomena diatas terungkap cukup banyak faktor yang
mempengaruhi kinerja petugas kesehatan di Rumah Sakit PMI Bogor. Semua faktor
yang teridentifikasi tentu tidak bisa sekaligus diteliti, karena adanya keterbatasan
waktu dan kemampuan. Karena itu, diperlukan suatu pembatasan ruang lingkup
masalah yang diteliti. Sesuai dengan pilihan judul penelitian, maka selanjutnya
ruang lingkup masalah yang diteliti dibatasi hanya pada analisis pengaruh Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan yang
diselenggarakan oleh Rumah Sakit PMI Bogor, baik secara parsial maupun secara
bersama-sama serta secara langsung maupun tidak langsung.
1.4 Perumusan Masalah
Dengan penetapan batasan masalah yang demikian itu, perumusan masalah
diajukan dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah Peran Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja perawat pada RS PMI Bogor?
2. Apakah Motivasi Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja
Perawat RS PMI Bogor?
3. Apakah Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Perawat pada RS PMI
Bogor?
4. Apakah Peran Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Motivasi Kerja Pearwat pada RS PMI Bogor?
13
5. Apakah Peran Kepemimpinan melalui Motivasi Kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kinerja Perawat pada RS PMI Bogor?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan penelitian maka penelitian ini bertujuan untuk:
1.5.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
Peran Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja Perawat RS PMI
Bogor, baik secara parsial maupun secara simultan serta secara langsung
dan tidak langsung.
1.5.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah:
1. Teranalisis besarnya pengaruh positif dan signifikan Peran
Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat pada Rumah Sakit PMI Bogor.
2. Teranalisis besarnya pengaruh positif dan signifikan Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit PMI Bogor.
3. Teranalisis besarnya pengaruh posistif dan signifikan secara bersama-
sama Peran Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja Perawat pada
Rumah Sakit PMI Bogor.
4. Teranalisis besarnya pengaruh positif dan signifikan Peran
Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja Perawat pada Rumah Sakit PMI
Bogor.
14
5. Teranalisis besarnya pengaruh posistif dan signifikan Peran
Kepemimpinan melalui Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat pada
Rumah Sakit PMI Bogor.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat atau kegunaan yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan
penelitian serta hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1.6.1 Manfaat Praktis
Untuk pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian, hasil
penelitian kiranya bisa diterima sebagai suatu masukan yang berguna untuk
meningkatkan Kinerja Perawat di Rumah Sakit melalui optimalisasi Peran
Kepemimpinan dan Motivasi. Untuk peneliti, seluruh proses aktivitas penelitian
dan juga hasil penelitian dapat memantapkan pemahaman Ilmu Manajemen
Organisasi yang diperoleh selama mengikuti Program Magister Kesehatan
Masyarakat pada Universitas Muhammadiyah Jakarta.
1.6.2 Manfaat Akademis
Manfaat akademis yang diharapkan adalah bahwa hasil penelitian dapat
dijadikan rujukan bagi upaya pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu
Administrasi Rumah Sakit yang berguna juga untuk menjadi referensi bagi
mahasiswa yang sedang melakukan kajian atas fenomena Kinerja Petugas
Kesehatan dengan permasalahan Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja dalam
Manajemen Rumah Sakit.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan guna memperoleh teori-teori yang dapat
dijadikan landasan teoritik penyusunan konstruk variabel-variabel penelitian.
Deskripsi teori-teori yang dimaksud adalah berikut :
2.1.1 Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi sosial di
antara sosok yang berperan sebagai pemimpin yang mampu mempengaruhi orang
lain yaitu pengikut atau pihak yang dipimpin untuk melakukan sesuatu dalam
rangka mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, Rasyid (2000: 95) berpendapat:
―Kepemimpinan adalah sebuah konsep yang merangkum berbagai segi dari
interaksi pengaruh antara pemimpin dan pengikut dalam mengejar tujuan
bersama.‖ Sedangkan ―pemimpin‖, bisa didefinisikan sebagai seseorang
yang terus menerus membuktikan bahwa ia mampu mempengaruhi sikap
dan tingkah laku orang lain, lebih dari kemampuan mereka (orang lain itu)
mempengaruhi dirinya.‖
Menurut Taffinder (dalam Ali, 2012:67) ada tiga jawaban terhadap
pertanyaan ―So what is leadership?‖, yaitu :
The easy answer : leadership is getting people to do thing they have never
thought of doing, do not believe are possible or that they do not to do. The
leadership in organization answer : leadership is the action of commiting
employees to contribute their best to the purpose of the organization. The
complex (and more accurate) answer : you only know leadership by it
consequences from the fact that individual or a group of people start to
behave in particular way as a result of the actions of someone else.
16
Taffinder (dalam Ali, 2012:67-68) mengatakan bahwa rakyat biasanya ikut
mencontoh seseorang pejabat pemerintahan. Sedangkan di sisi lain, suksesnya
seorang pemimpin tidak hanya diukur dari seberapa besar perhatian pemimpin
kepada rakyat, seberapa bagus presentasi dan pidato pemimpin, seberapa tingkat
kekuatan hubungan antara pemimpin dengan rakyat, atau seberapa besar tingkat
penerimaan pemimpin oleh tim, namun jauh lebih penting adalah kesuksesan dalam
menggerakkan rakyat untuk mengikuti perintah pemimpin.
Menurut Northouse (2013:5), komponen berikut bisa diidentifikasi sebagai
pusat fenomena kepemimpinan : (a) kepemimpinan adalah proses, (b)
kepemimpinan melibatkan pengaruh, (c) kepemimpinan terjadi di dalam kelompok,
dan (d) kepemimpinan melibatkan tujuan yang bersama. Dengan didasarkan pada
komponen ini, definisi berikut tentang kepemimpinan : ―Kepemimpinan adalah
proses di mana individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai
tujuan bersama.‖
Wirawan (2014:6) memaparkan definisi kepemimpinan menurut para pakar
berikut:
Tabel 2.1
Definisi Kepemimpinan Menurut Para Pakar
Nama Pakar Definisi
Gardner, J.W. (1990) Leadership is the process of persuasion by which on individual
(or leadership team) induces a group to pursue objectives held
by the leader or shared by the leader or shared by the leader
and his followers
Hersey, Paul;
Blanchard, Kenenth H.
& Johnson, D.E (1990)
...leadership is the process of influencing the activites of an
individual or group in efforts toward goal achievement in a
given situation. From this definition of leadership process is a
function of the leader, the follower, and other situational
variables: L=f(l.f.s)*
Militer Academy of
West Point
In its simple sense, leadership can be defined as a process of
influencing human behavior – that is, causing people to behave
17
Nama Pakar Definisi
(Associated...1986) in a way which they might otherwise not behave. Leadership is
the process of influencing human behavior so as to accomplish
the goal prescribed by the organizationally appointed leader.
Burns, James
Macgregor (1978)
I define leadership as leaders inducing followers to act for
certain goals that represent the values the motivations – the
wants and the needs, the aspirations and the expectations – pf
both leaders and followers ...Leadership is reciprocal process
of mobilizing, by persons with certain motives and values,
various economy, political and other resourcer, in a context of
competition and conflict, in other to reliaze goals
independently or mutually held by both leader and followers.
Yulk, Gary (2010) Leadership is the influencing others to understand and agree
about what needs to be done and how to do it, and the process
of facilitating individual and collective efforts to accomplish
shared objectives.
Lussier, Robert N. &
Achua, Christopher F.
(2007)
Leadership is the influencing process of leader and followers
to achieve organizational objectives through change.
Nanus, Burt & Dobbs,
Stephen M. (1999)
... a leader of nonprofit organizanion is a person who marshall
the people, capital, and intelectual resources of the
organization to move it in the right direction.
Headquarter,
Department of Army
(2006)
Leadership is the process of influencing people by providing
purpose, direction, and motivation while operating to
accomplish the mission and imroving the organisation.
* Penjelasan: L adalah leadership atau kepemimpinan. Kepemimpinan dapat terjadi
dimana saja, di lembaga pemerintah, perusahaan, organisasi tentara dan polisi, di masjid,
gereja atau di keluarga. Sedangkan f adalah fungsi dari – l (leader), f (follower) dan s
(situation). Fungsi dari pemimpin di suatu organisasi dapat berbeda dengan fungsi
pemimpin di organisasi lainnya Sumber: Wirawan (2014:6)
Definisi-definisi tersebut berbeda satu sama lain walaupun ada indikatornya
yang sama. Wirawan (2014:7) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses
pemimpin menciptakan visi dan melakukan interaksi saling mempengaruhi dengan
para pengikutnya untuk merealisasi visi.
Suatu perbedaan yang mencolok antara kepemimpinan formal dengan
kepemimpinan yang tidak formal adalah bahwa kepemimpinan formal di dalam
pelaksanaannya selalu harus berada di atas landasan-landasan atau peraturan-
peraturan formal sehingga daya cakupnya agak terbatas. Kepemimpinan tidak
18
formal mempunyai ruang lingkup tanpa batas-batas formal karena didasarkan atas
pengakuan dan kepercayaan masyarakat (Soerjono, 2002 : 288).
Seorang pemimpin berbeda dengan seorang manajer yang senantiasa
mendasarkan setiap kegiatannya pada mekanisme formal atau prosedur sesuai
aturan yang berlaku. Sekalipun dalam konsep administrasi atau manajemen seorang
pemimpin tidak bisa dipisahkan dalam kedudukannya sebagai seorang manajer
tetapi dalam menghadapi situasi sikap seorang manajer berbeda dengan sikap
seorang pemimpin. (Saefullah, 2008:226).
Secara umum ada lima pendekatan tentang teori kepemimpinan yang
muncul pada abad kedua puluh. Pendekatan ini meliputi: sifat, perilaku,
kekuasaan/pengaruh, situasional dan integrative. Teori – teori kepemimpinan
―manusia agung‖, yang mendominasi pembahasan kepemimpinan sebelum tahun
1990, menjadi pendahulu munculnya teori-teori kepemimpinan yang menekankan
sifat-sifat pemimpin. Untuk melengkapi pandangan tersebut, para ahli teori mulai
memberikan perhatian yang lebih besar pada faktor-faktor situasional dan
lingkungan. Selanjutnya, dikembangkan pula teori-teori integrasi antara manusia
dan situasi, psikoanalisis, pencapaian peran, perubahan tujuan dan berbagai
kebetulan yang menyebabkan orang bisa jadi pemimpin.
Tabel 2.2
Teori –Teori Kepemimpinan Tinjauan Literatur
Teori Penulis Terkemuka/ Tahun Ringkasan
Teori-teori
Pemimpin-
Peran
Homans(1950);
Kahn& Quinn(1970);
Kerr & Jernier (1978);
Mintzberg (1973);
Osborn & Hunt (1975)
Karakteristik-Karakteristik individu dan
tuntunan-tuntunan situasi berinteraksi dengan
cara yang memungkinkan salah satu atau
beberapa individu untuk mencuat sebagai para
pemimpin. Anggota kelompok terstruktur
19
Teori Penulis Terkemuka/ Tahun Ringkasan
berdasarkan interaksi antar anggota dan
kelompok juga akan terorganisir berdasarkan
berbagai peran dan posisi yang berbeda.
Kepemimpinan adalah salah satu peran
khusus,dan orang yang berada dalam posisi
tersebut diharapkan untuk menunjukkan perilaku
yang berbeda dari orang orang lain yang berada
di dalam kelompok. Para pemimpin akan
berperilaku sesuai dengan pandangan mereka
sendiri mengenai peran mereka dan harapan
orang lain terhadap mereka. Mintzberg
mengajukan peran-peran kepemimpinan berikut
ini: sosok popular, pemimpin, penghubung,
pemantau, penyebar, juru bicara, wirausaha,
orang yang menangani masalah , pengatur alokasi
sumber daya dan negosiator
Kepemimpinan
Kognitif
Manusia Agung
Abad kedua
Puluh
H.Gardner (1995); J.Collins
(2001)
Pemimpin adalah ―orang yang memberikan
pengaruh yang besar terhadap perilaku,
pemikiran dan/atau perasaan dari sejumlah besar
manusia lainnya melalui kata kata dan/atau
contoh pribadi ―Memahami sifat-sifat alamiah
pikiran manusia, baik pada para pemimpin
maupun pengikut, bisa memberikan wawasan
mengenai dasar dasar kepemimpinan.
Kepemimpinan
Manajerial dan
Strategis
Druccker (1999) Jacobs &
Jaques (1990);
Jaques & Clement (1991);
Kotter (1998, 1999);
Buckingham & Coffman (1999)
Kepemimpinan merupakan integrasi antara
kemitraan eksternal dan internal. Drucker
menyoroti tiga komponen integrasi tersebut:
finansial, kinerja dan pribadi. Dia percaya bahwa
para pemimpin bertanggung jawab terhadap
kinerja organisasi mereka dan kepada masyarakat
secara keseluruhan. Para pemimpin mengisi
peran yang dibutuhkan dan memiliki karakteristik
–karakteristik khusus. Menurut Kotter, para
pemimpin mengkomunikasikan visi dan arah,
menyelaraskan, memotivasi, memberikan
inspirasi, dan memompa semangat para
pengikutnya. Sebagai tambahan, para pemimpin
adalah penggerak-penggerak perubahan dan
pemberdaya bagi para pengikut mereka.
Kepemimpinan adalah proses untuk memberikan
tujuan (arah yang bermakna) bagi ikhtiar
bersama, dan mengusahakan agar ada keinginan
untuk memberikan daya upaya untuk mencapai
tujuan tersebut. Lebih jauh lagi, kepemimpinan
20
Teori Penulis Terkemuka/ Tahun Ringkasan
manajerial yang efektif. Para penulis ini lebih
condong pada kepemimpinan berdasarkan
keperluan, yang tergantung pada waktu dan
tempat, dan individu serta situasi.
Pemimpin
Sebagai Guru
Ulrich, Zenger & Smallwood
(1999);
Nohria, Joyce & Robertson
(2003)
Para pemimpin adalah guru. Para pemimpin
menetapkan ―sudut pandang untuk
pembelajaran‖. Kepemimpinan berusaha
memotivasi orang lain dengan menceritakan
kisah-kisah. Tichy menyatakan bahwa
kepemimpinan yang efektif sama dengan
pengajaran yang efektif.
Kepemimpinan
Pelayanan
Fairholm (1994);
Senge (1990);
Schein (1992);
Wheatley (1992)
Kepemimpinan pelayanan menyiratkan bahwa
para pemimpin sebenarnya memimpin dengan
melayani orang lain para karyawan, pelanggan
dan masyarakat. Karakteristik dari seorang
pemimpin pelayan meliputi: mendengarkan,
empati, menyembuhkan, kesadaran, persuasi,
konseptualisasi, memandang kedepan, tanggung
jawab, komitmen terhadap pertumbuhan orang
lain dan membangun masyarakat
Dari beberapa sumber diatas mengenai Definisi Kepemimpinan, maka
penulis mempunyai kesimpulan definisi kepemimpinan. Kepemimpinan adalah
merupakan proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada para
pengikutnya dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi.
Dari kesimpulan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan beberapa tugas
pemimpin sehingga tepat pada dalam menjalankan tugas kepada karyawannya.
Fungsi yang utama adalah membantu kelompok untuk belajar memutuskan dan
bekerja secara lebih efisien dalam peranannya sebagai pelatih seorang pemimpin
dapat memberikan bantuan-bantuan yang khas. yaitu :
1. Pemimpin membantu akan terciptanya suatu iklim sosial yang baik.
21
2. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur-prosedur
kerja.
3. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisasi diri.
4. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan sama dengan
kelompok.
5. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari
pengalaman.
2.1.1.1 Gaya Kepemimpinan
Menurut Thoha (1990 : 51-52), gaya kepemimpinan merupakan norma
perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Menurut Hersey dan
Blanchard (dalam Nawawi, 2003 : 115), gaya kepemimpinan adalah pola perilaku
pada saat seseorang mencoba mempengaruhi orang lain dan mereka menerimanya.
Menurut Dharma (1994 : 87), gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang
dipertunjukkan seseorang pada saat ia mencoba mempengaruhi orang lain. Dalam
konteks ini, Colquitt et.al. (2009:478) mengatakan :
Defining the style, with an autocratic style, the leader makes the decision alone
without asking for the opinions of the employees in the work unit. The
employees may provide information that the leader needs but are not asked to
generate or evaluate potential solutions. In fact, they may not even be told
about the decision that needs to be made, knowing only that the leader wants
information for some reason.
Dalam pandangan Colquitt et.al., mendefinisikan gaya, misalnya
gaya otokratis, pemimpin membuat keputusan sendirian tanpa meminta pendapat
dari karyawannya. Karyawan mungkin menyediakan keterangan yang diperlukan
22
oleh pemimpin kecuali bukan diminta untuk menghasilkan atau mengevaluasi
solusi potensial. Pada kenyataan, karyawan tidak dimungkinkan untuk mengatakan
kebutuhan untuk keputusan itu dibuat, karyawan hanya tahu keterangan apa yang
diinginkan pemimpin untuk beberapa alasan. Dengan gaya kepemimpinan ini,
seorang pemimpin cenderung menentukan keputusannya tanpa memperhatikan
masukan-masukan atau saran dari bawahannya. Tidak semua pemimpin menganut
gaya kepemimpinan seperti ini; yakni gaya kepemimpinan yang mengabaikan peran
orang-orang yang dipimpinnya. Karena itu, Colquitt et.al. (2009:478)
mengemukakan ilustrasi gaya kepemimpinan yang lain. Misalnya, bagaimana
seorang pemimpin melibatkan orang-orang yang dipimpinnya.
Dalam gaya konsultatif, pemimpin menyajikan masalah ke karyawan atau
sekelompok karyawan. Dengan gaya ini, karyawan dapat menyampaikan sarannya
pada proses pengambilan keputusan, namun otoritas terakhir masih tetap di tangan
pemimpin. Otoritas terakhir tersebut berganti dengan suatu fasilitas, dimana
pemimpin menyajikan masalah untuk mendapatkan konsensus dari karyawan dan
mencari solusi, dan memastikan bahwanya pendapatnya sendiri tidak lebih berat
dibandingkan pendapat siapapun selain dia. Dengan gaya ini, pemimpin lebih
cenderung menjadi fasilitator dibandingkan pembuat keputusan.
Dengan gaya delegatif, pemimpin memberikan tanggungjawab kepada
karyawan atau sekelompok karyawan untuk pembuatan keputusan dengan
menetapkan beberapa syarat. Peran pemimpin tidak ada dalam musyawarah kecuali
jika bertanya, meskipun demikian dia mungkin menawarkan dorongan dan
menyediakan sumber daya yang diperlukan di belakang layar.
23
Dengan demikian setiap pemimpin – pemimpin formal atau pemimpin
informal - pasti mempunyai gaya kepemimpinan tersendiri. Gaya kepemimpinan ini
pada dasarnya melekat pada watak dan sifat si pemimpin itu sendiri. Dalam konteks
ini, George and Jones (2005:381) mengatakan :
Like the trait approach, Fiedler's theory acknowledges that personal
characteristics influence the effectiveness of leader. Fiedler was
particularly interested in styles of leadership—how a person approaches
being a leader. He identified two distinct leader styles—relationship
oriented and task-oriented styles—and proposed that all leaders are
characterized by one style or the other.
Leaders who are relationship oriented want to be liked by and get along
well with their subordinates. Although they want their subordinates to
perform at a high level, relationship-oriented leaders first priority is
developing good relationships with their followers.
Teorinya Fiedler mengakui karakteristik pribadi itu mempengaruhi
efektivitas pemimpin. Fiedler terutama berkepentingan dengan gaya pendekatan
kepemimpinan seseorang – bagaimana pendekatan pribadi seorang pemimpin.
Fiedler mengidentifikasi dua gaya pemimpin berbeda – gaya yang berorientasi
hubungan dan gaya yang berorientasi tugas – dan diusulkan bahwa semua
pemimpin ditandai oleh suatu gaya atau gaya lainnya. Pemimpin yang berorientasi
hubungan ingin disukai selamanya oleh bawahannya. Walau pemimpin itu
menginginkan bawahannya melaksanakan dengan taraf yang tinggi, namun
orientasi hubungan tetap menjadi prioritas pertama pemimpin dalam
mengembangkan hubungan baik dengan bawahannya. Hal ini menunjukkan bahwa
gaya kepemimpinan seseorang mempunyai corak tersendiri, dan seseorang itu tentu
mempunyai alasan tertentu mengapa ia – sengaja atau tidak sengaja -
mengaktualisasikan gaya kepemimpinan tertentu.
24
Menurut George and Jones, sesuai dengan pendapat Fiedler, gaya seorang
pemimpin, apakah ia berorientasi pada hubungan atau berorientasi pada tugas,
adalah satu karakteristik pribadi. Gaya pemimpin ini tidak dapat dengan mudah
menjadi berubah. Seorang pemimpin yang berorientasi pada hubungan tidak dapat
dialihkan menjadi pemimpin yang berorientasi pada tugas; dan sebaliknya. Gaya
seorang pemimpin juga tidak dapat dengan mudah mengubah keadaan. Gaya
kepemimpinan yang paling efektif bergantung pada keadaan yang dihadapi
pemimpin. Karena itu para pemimpin tidak dapat mengganti gayanya, suatu
organisasi harus lakukan salah satu dari dua hal untuk memastikan bahwa para
pemimpin itu mampu membantu bawahannya dan organisasi secara keseluruhan
untuk mencapai tujuan penting. Organisasi manapun harus menugaskan para
pemimpin sesuai dengan keadaan dimana para pemimpin itu akan efektif mengubah
keadaan.
Kepemimpinan yang berlangsung dalam pelaksanaan kebijakan
perencanaan strategis RS PMI Bogor merupakan salah satu bentuk kepemimpinan
yang terbentuk dari pelaksanaan kewenangan, tugas dan fungsi. Menurut Ario
Wicaksono (diedit oleh Kumorotomo dan Widaningrum, 2010:54) :
Organisasi birokrasi sekarang ini berada di tengah lingkungan yang demikian
dinamis, yang ditandai dengan proliferasi demokratisasi, globalisasi dan
desentralisasi. Organisasi birokrasi dituntut untuk kemudian menjadi adaptif
dan responsif, keluar dari zona nyamannya, dan mentransformasikan diri agar
dapat optimal menunjukkan eksistensi dirinya dalam menghadapi tuntutan-
tuntutan publik yang lebih ―keras‖. Dalam hal ini, kehadiran seorang pemimpin
yang efektif menjadi sebuah kemestian. Ini karena efektivitas kepemimpinan
organisasi akan sangat berpengaruh terhadap gerak dan performa organisasi
secara keseluruhan. Apalagi dalam organisasi birokrasi yang notabene secara
umum masih berdesain birokratik-mekanistik, faktor pemimpin dan
kepemimpinan menjadi determinan yang sangat strategis karena posisinya
sebagai strategic apex.
25
Dengan pandangan yang demikian itu, Ario Wicaksono (diedit oleh
Kumorotomo dan Widaningrum, 2010:55) mempertanyakan : ―Kalau upaya
reorientasi nilai dalam praktik kepemimpinan kemudian dianggap sebagai sebuah
pendekatan strategis, lantas nilai apa yang pantas ditengok sebagai alternatif
membentuk konstruksi kepemimpinan yang efektif? Menurut Ario Wicaksono :
Di antara berbagai tipe kepemimpinan yang lazim dikupas dalam berbagai
literatur maupun kasus-kasus kepemimpinan, sudah jamak bila mendengar
konstruksi kepemimpinan kharismatik, kepemimpinan transaksional,
kepemimpinan transformasional, dan lain sebagainya. Namun ada satu konsepsi
yang mungkin belum banyak terdengar dan menjadi perhatian khusus, yaitu
konsepsi servant leadership (selanjutnya disebut kepemimpinan yang
melayani).
Kendati Arion menawarkan sebuah pilihan konsepsi yang cukup
menarik, namun penguasaan teori kepemimpinan secara komprehensif tetap
penting. Pasalnya, tidak ada jaminan atas sebuah teori atau konsep kepemimpinan
tertentu yang paling efektif. Dalam konteks inilah maka menelah beberapa gaya
kepemimpinan menjadi suatu hal yang menarik.
2.1.1.2 Peran Kepemimpinan
Pada intinya, ada satu alasan sederhana yang umum sekali, kenapa ada
begitu banyak orang yang merasa tidak puas dalam pekerjaan mereka, dan kenapa
banyak sekali organisasi tidak berhasil menarik dan memanfaatkan bakat,
kecerdikan dan kreativitas orang orangnya dan tidak pernah menjadi organisasi
yang sungguh-sungguh hebat dan bertahan lama. Situasi itu bermula dari paradigma
26
yang tidak komplet mengenai siapa sesungguhnya kita ini. Dengan kata lain, paham
dasar kita mengenai kodrat manusia.
Adalah kenyataan yang mendasar bahwa manusia bukanlah benda atau
barang yang perlu dimotivasi dan dikendalikan. Manusia memiliki empat
dimensi—tubuh, pikiran, hati dan jiwa. Seperti yang tersaji pada gambar dibawah
ini:
Sumber: Covey, 2012:34
Gambar 2.1
Paradigma Pribadi Utuh
Jadi, apa kaitan langsung antara paradigma kebendaan (atau pribadi tak
utuh) yang mendominasi tempat kerja zaman ini dan ketidakmampuan para manajer
dan organisasi untuk mengilhami orang orangnya untuk menyumbangkan bakat dan
sumbangan terbesar mereka, jawabannya sederhana. Orang-orang membuat pilihan.
Secara sadar atau tidak, orang-orang memutuskan seberapa besar bagian dari diri
mereka yang akan mereka abdikan dalam pekerjaan dan itu tergantung pada
bagaimana mereka diperlakukan, serta kesempatan mereka untuk memanfaatkan
27
keempat dimensi kehidupan mereka. Pilihan itu ada banyak dan berjenjang mulai
dari sikap memberontak atau keluar, sampai bersemangat, bergairah, dan kreatif.
Peran kepemimpinan melibatkan empat peran yang menjadi obat penawar
untuk masalah organisasi. Peran-peran ini adalah perwujudan positif dari tubuh,
hati, pikiran, dan jiwa di dalam sebuah organisasi, sedangkan empat masalah kronis
adalah perwujudan negatif yang timbul karena mengabaikan sifat-sifat alamiah
manusia tersebut. Secara realistis bagaimana anda memecahkan keempat masalah
kronis ini. Jika tingkat kepercayaan rendah, kita berfokus pada upaya untuk
memberikan keteladanan mengenai sikap dapat dipercaya dengan tujuan untuk
menciptakan kepercayaan. Dengan kata lain, kita memerankan diri sebagai panutan.
Jika tidak visi dan nilai-nilai yang dianut bersama, kita berfokus pada upaya
perintisan untuk membangun visi dan sekumpulan nilai bersama. Jika terjadi
ketidakselarasan dan organisasi menjadi cerai berai, kita berfokus pada
penyelarasan tujuan, struktur, sistem dan proses untuk mendorong dan
menumbuhkan pemberdayaan terhadap orang orang dan budaya guna mendukung
visi dan nilai-nilai. Jika terjadi ketidakberdayaan, kita berfokus pada pemberdayaan
terhadap individu dan tim yang menangani proyek atau pekerjaan tertentu.
Empat kepemimpinan ini, bukan kepemimpinan sebagai sebuah posisi atau
kedudukan, melainkan kepemimpinan sebagai upaya proaktif untuk memperkuat
nilai-nilai sejati dan potensi dari orang-orang di sekitar kita, maupun untuk
mempersatukan mereka sebagai sebuah tim yang saling melengkapi dalam ikhtiar
untuk meningkatkan pengaruh dan dampak dari organisasi dan tujuan-tujuan
penting yang kita upayakan. Ingatlah, dalam sebuah tim yang saling melengkapi,
28
kekuatan individual (suara individu) menjadi produktif dan kelemahan mereka
tidak menjadi hambatan, karena hal-hal tersebut telah ditutupi oleh kekuatan dari
orang lain.
Selanjutnya Covey (1013:167) menjelaskan bahwa kepemimpinan sebagai
sebuah upaya proaktif untuk memperkuat nilai-nilai sejati dan potensi dari orang di
sekitar kita yang tercemin melaui empat peran kepemimpinan yaitu Panutan (jiwa),
Perintis (pikiran), Penyelaras (disiplin), Pemberdaya (gairah). Dalam hal ini Covey
menjelaskan bahwa sebenarnya adalah empat karakteristik kepemimpinan pribadi -
visi, disiplin, gairah, dan hati nurani---yang ditulis ulang untuk konteks organisasi.
Model pribadi utuh/organisasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Sumber : Cover, 2013 : 168
Gambar 2.2
Empat Peran Kepemimpinan
Panutan (Hati Nurani): menjadi contoh yang baik
Perintis (Visi) : Bersama-sama menentukan arah yang dituju
Penyelaras (Disiplin) : Menyusun dan mengelola sistem agar tertutup
29
Pemberdaya (Gairah) : Memfokuskan bakat pada hasil, bukan pada metode,
lalu menyingkir agar tidak menghalangi dan memberi bantuan jika diminta.
Mereka yang memegang posisi kepemimpinan formal dalam organisasi
mungkin bisa melihat keempat peran ini sebagai cara yang menantang, namun
alamiah, untuk memenuhi tugas mereka. Keempat peran ini adalah untuk semua
orang, apapun posisinya.
Dan ternyata, banyak pula pakar lain di bidang kepemimpinan yang secara
terpisah telah menyusun model yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang sama,
sebagai contoh Dave Ulrich (Universitas Michigan), Jack Zenger, dan Norm
Smallwood yang menulis buku Results_Based Leadership (1999). Setelah
bertahun-tahun melakukan penelitian, pengamatan, dan memberikan konsultasi
mereka mengembangkan sebuah model kepemimpinan empat kotak yang hampir
sama persis dengan model empat peran. Perbedaan utamanya hanya terletak pada
peristilahan yang dipakai, tetapi anda bisa melihat bahwa makna pada intinya sama.
Berdasarkan teori peran kepemimpinan dari Covey (2013:167) yang
mengatakan bahwa kepemimpinan sebagai sebuah upaya proaktif untuk
memperkuat nilai-nilai sejati dan potensi dari orang di sekitar kita yang tercermin
melaui empat peran kepemimpinan yaitu Panutan (jiwa), Perintis (pikiran),
Penyelaras (disiplin), Pemberdaya (gairah). Dari uraian teori tersebut diatas bahwa
didapat definist konseptual yaitu peran kepemimpinan di Rumah Sakit PMI Bogor
adalah sebuah upaya proaktif yang dilakukan pimpinan Rumah Sakit maupun
pimpinan tiap-tiap unit kerja dalam memperkuat nilai-nilai yang tercermin melalui
30
panutan, perintis, penyelaras, pemberdaya. Dari definisi konseptual tersebut didapat
empat dimensi kajian yaitu : Dimensi panutan, Dimensi perintis, Dimensi
Penyelaras dan Dimensi pemberdaya. Keempat dimensi kajian tersebut kemudian
dijadikan 12 indikator penelitian yang kemudian dijadikan 12 item kuesioner.
2.1.2 Teori Motivasi Kerja
Menurut Nawawi (1998:352) terdapat enam teori motivasi dari sudut
psikologi, yang dapat diimplementasikan dalam Manajemen SDM di lingkungan
suatu organisasi/perusahaan. Keenam teori itu adalah Teori Kebutuhan dari
Abraham Maslow, Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg, Teori Prestasi dari
David McClelland, Teori Penguatan, Teori Harapan, dan Teori Tujuan sebagai
motivasi.
Tiga teori yang disebut terdahulu berfokus pada ‖apa‖ yang mendorong
manusia melakukan suatu kegiatan. Teori-teori itu membahas tentang sesuatu yang
mendorong (motivator) seseorang dalam melakukan suatu kegiatan, termasuk juga
yang disebut bekerja di sebuah organisasi/perusahaan. Oleh karena itu teori-teori
tersebut dikelompokan dalam kategori ‖Teori Isi (Countent Theories)‖ (Nawawi,
1998:352).
Berikutnya tiga teori yang disebut terakhir adalah teori-teori motivasi yang
berfokus pada ‖bagaimana‖ mendorong manusia agar berbuat sesuatu. Dengan
demikian teori-teori motivasi tersebut membahas cara-cara dan langkah-langkah
dalam memberikan dorongan, sehingga dikategorikan sebagai ‖Teori Proses‖.
(Nawawi, 1998:352)
31
2.1.2.1 Ragam Motivasi Berdasarkan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow.
Wexley dan Yukl (1992:102), mengemukakan bahwa menurut Maslow,
terdapat lima kelompok kebutuhan manusia yang berbeda-beda, yaitu: Kebutuhan
fisiologis (fisiological needs), kebutuhan keamanan (safety needs), kebutuhan sosial
atau berkelompok (social needs), kebutuhan penghargaan (esteem needs), dan
kebutuhan aktualisasi diri (self actualism needs)‖.
Maslow (dalam Wexley dan Yukl,1992:103), mengatakan bahwa
kebutuhan-kebutuhan itu berlaku pada setiap manusia dan tersusun menurut
hierarki kepentingannya. Hierarki kebutuhan dimaksud dikemukakan dengan
gambar berikut.
Gambar 2.3
Hierarki Kebutuhan Maslow
Kebutuhan keamanan yang harus banyak dipuaskan sebelum berkelompok
akan menjadi penting dan seterusnya. Kebutuhan terakhir yang muncul adalah
aktualisasi diri. Maslow menyatakan bahwa sedikit orang yang telah mencapai
langkah ini dalam hierarki kebutuhan. (Wexley dan Yukl, 1992:105).
Aktualisasi Diri
Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan Kelompok
Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan Fisiologis
32
Maslow mengetengahkan tingkatan (herarchi) kebutuhan, yang berbeda
kekuatannya dalam memotivasi seseorang melakukan suatu kegiatan. Dengan kata
lain kebutuhan bersifat bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya
dalam memotivasi suatu kegiatan, termasuk juga disebut bekerja. Urutan tersebut
dari yang terkuat sampai yang terlemah dalam memotivasi terdiri dari : Kebutuhan
Fisik, Kebutuhan rasa aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Status/Kekuasaan dan
Kebutuhan Aktualisasi Diri. (Nawawi, 1998: 353).
Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai kebutuhan untuk tumbuh dan
berkembang secara psikologis, menemukan identitas dirinya serta menyadari
potensi dirinya. Aktualisasi diri merupakan suatu ―kebutuhan untuk tumbuh‖
yang tidak pernah terpuaskan sepenuhnya. (Wexley dan Yukl, 1992:105).
Meskipun teori hierarki kebutuhan, seperti yang dikemukakan Maslow,
kurang didukung fakta, namun proposisinya mempunyai implikasi praktis yang
penting. (Wexley dan Yukl, 1992:107).
2.1.2.2 Ragam Motivasi berdasarkan Teori Dua Faktor dari Herzberg.
Teori ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan
kepuasan dalam bekerja. Kedua faktor tersebut, menurut Nawawi (1998:354)
adalah sebagai berikut :
a. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivator). Faktor ini antara lain
adalah faktor prestasi (achievement), faktor pengakuan/penghargaan, faktor
tanggung jawab, faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam
bekerja khususnya promisi, dan faktor pekerjaan itu sendiri. Faktor ini
terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi dalam teori Maslow.
b. Kebutuhan Kesehatan Lingkungan Kerja (Hygiene Factors). Faktor ini
dapat berbentuk upah/gaji, hubungan antara pekerja, supervisi teknis,
33
kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan proses administrasi di
perusahaan. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang lebih
rendah dalam teori Maslow.
Nawawi (1998:354) menjelaskan bahwa dalam implementasinya di
lingkungan sebuah organisasi kedua faktor tersebut menekankan pentingnya
mewujudkan keseimbangan antara kedua faktor tersebut. Jika salah satu
diantaranya tidak terpenuhi, akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak efektif
dan tidak efisien.
2.1.2.3 Ragam motivasi berdasarkan Teori Prestasi (Achievement) dari
McClelland.
Mengenai teori ini Miftah Thoha (1996:2008) mengemukakan :
Menurut teori motivasi Prestasi dari David McClelland : Seseorang dianggap
mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk
melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain.
Ada tiga kebutuhan manusia ini yakni, kebutuhan untuk berprestasi (need for
achievement), kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (need for afflication),
dan kebutuhan untuk kekuasaan (need for power). Ketiga kebutuhan ini terbukti
merupakan unsur-unsur yang amat penting dalam menentukan prestasi seseorang
dalam bekerja.
Miftah Thoha (1996:2008) juga menjelaskan bahwa ada beberapa
karakteristik dari orang-orang yang berprestasi tinggi antara lain :
1. Suka mengambil risiko yang moderat (moderate risks)
Pada umumnya nampak pada permukaan usaha, bahwa orang berprestasi
tinggi risikonya juga besar.
2. Memerlukan umpan balik yang segera
Seseorang yang mempunyai kebutuhan prestasi tinggi, pada umumnya
lebih menyenangi akan semua informasi mengenai hasil-hasil yang
dikerjakannya.
34
3. Memperhitungkan keberhasilan
Seseorang yang berprestasi tinggi, pada umumnya hanya
memperhitungkan keberhasilan prestasinya saja dan tidak
memperdulikan penghargaan-penghargaan materi.
4. Menyatu dengan tugas
Sekali orang yang berprestasi tinggi memilih suatu tujuan untuk dicapai,
maka ia cenderung untuk menyatu dengan tugas pekerjaannya sampai ia
benar-benar berhasil secara gemilang.
Dengan demikian diperoleh suatu pokok pemahaman bahwa yang dimaksud
dalam teori motivasi Prestasi adalah kebutuhan atau keinginan yang mendorong
seseorang untuk melakukan pekerjaan dan meraih prestasi kerja sebaik-sebaiknya.
Dan orang tersebut, melalui proses pekerjaan dan prestasi kerja yang diraihnya ia
mendapat kepuasan tertentu. Kepuasan ini lebih dirasakan ketimbang imbalan yang
diperolehnya dari pekerjaan tersebut, karena orang itu menyatu dan mencintai
pekerjaannya serta memandang prestasi kerja sebagai suatu konsep aktualisasi diri.
Karena itulah maka ia butuh berprestasi (need for achievement), ia butuh
kewenangan yang jelas untuk meraih prestasi (need for power), dan ia pun butuh
mitra kerja yang mendukung (need for afflication).
Dalam hubungannya dengan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow, menurut
Nawawi (1998:355) :
Motivasi berprestasi terkait dengan kebutuhan pada tingkat tinggi, terutama
kebutuhan aktualisasi diri dan kebutuhan akan status kekuasaan. Kebutuhan
ini memerlukan dan mengharuskan seseorang pekerja melakukan kegiatan
belajar, agar menguasai keterampilan/keahlian yang memungkinkan seorang
pekerja mencapai suatu prestasi.
Sementara itu, Nawawi (1998:355) menjelaskan bahwa implementasi
orang-orang yang kuat memiliki motivasi berprestasi di lingkungan
organisasi/perusahaan, antara lain sebagai berikut:
35
a. Para pekerja terutama manajer dan tenaga kerja kunci produk ini, menyukai
memikul tanggung jawab dalam bekerja, karena kemampuan
melaksanakannya merupakan prestasi bagi yang bersangkutan.
b. Dalam bekerja yang memiliki resiko kerja, para pekerja menyukai pekerjaan
yang beresiko lunak (moderat). Pekerjaan yang beresiko tinggi dapat
mengecewakannya, karena jika gagal berarti tidak atau kurang berprestasi.
Sebaliknya juga kurang menyukai pekerjaan yang beresiko rendah atau
tanpa resiko, yang dapat mengakibatkan pekerjaan tersebut diklasifikasikan
tidak/kurang berprestasi, baik berhasil maupun gagal melaksanakannya.
c. Pekerja yang berprestasi tinggi menyukai informasi sebagai umpan balik,
karena selalu terdorong untuk memperbaiki dan meningkatkan kegiatannya
dalam bekerja. Dengan demikian peluangnya untuk meningkatkan prestasi
kerja akan lebih besar.
d. Kelemahan yang dapat merugikan adalah pekerja yang berprestasi lebih
menyukai bekerja mandiri, sehingga kurang positif sebagai manajer.
Kemandirian itu dimaksudkan untuk menunjukkan prestasinya, yang
mungkin lebih baik dari pekerja lain.
2.1.2.4 Ragam Motivasi berdasarkan Teori Penguatan (Reinforcement).
Dalam hal teori ini, Husein (1999:38) mengemukakan :
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan
pemberian kompensasi. Teori ini banyak dipergunakan dan fundamental
sifatnya dalam proses belajar, dengan mempergunakan prinsip yang disebut
‖Hukum Ganjaran (law of effect)‖. Hukum itu mengatakan bahwa suatu
tingkah laku yang mendapat ganjaran menyenangkan akan mengalami
penguatan dan cenderung untuk diulangi. Misalnya setiap memperoleh nilai
baik dalam belajar mendapat pujian atau hadiah, maka cenderung untuk
dipertahankan dengan mengulangi proses belajar yang pernah dilakukan.
Demikian pula sebaliknya suatu tingkah laku yang tidak mendapat ganjaran,
tidak akan mengalami penguatan karena cenderung tidak diulangi, bahkan
dihindari.
Berdasarkan uraian yang demikian itu terungkap bahwa penguatan
(reinforcement) berarti pengulangan kegiatan karena mendapat ganjaran yang
menyenangkan. Dalam konteks ini, Nawawi (1998:355) berpendapat :
Ganjaran selain berbentuk material, dapat pula yang bersifat non material.
Ganjaran berarti juga pemberian insentif. Oleh karena itu teori ini disebut
36
teori insentif. Disamping itu teori ini bersumber juga dari teori tingkah laku
berdasarkan hubungan antara Perangsang dan Respons (Stimulus-Respons
atau S-R Bond). Suatu perangsang yang diiringi dengan suatu persyaratan,
cenderung untuk diiringi dengan respon yang tetap. Dengan kata lain suatu
perangsang yang dikondisikan sebagai suatu persyaratan, akan mendapat
respons yang sama atau respons yang diulang, sehingga sering dimunculkan,
maka respons yang sana akan dilakukan.
Menurut Nawawi (1998:356), implementasi teori ini di lingkungan sebuah
organisasi/perusahaan mengharuskan para manajer mampu mengatur cara
pemberian insentif dalam memotivasi para pekerja, agar melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara efektif dan efisien.
Untuk itu, masih menurut Nawawi (1998:356), insentif sebagai perangsang,
agar menghasilkan respons pelaksanaan pekerjaan yang diulang atau bersifat
penguatan, harus diberikan dengan persyaratan operasional antara lain berupa
persyaratan kreativitas, produktivitas, prestasi dan lain-lain.
2.1.2.5 Ragam Motivasi Berdasarkan Teori Harapan (Expectancy).
Nawawi (1998:356) mengemukakan Teori Harapan (Expectancy) dari
Victor H. Vroom sebagai berikut :
Terdapat hubungan yang erat antara pengertian seseorang mengenai suatu
tingkah laku, dengan hasil yang ingin diperolehnya sebagai harapan.
Dengan demikian harapan merupakan energi penggerak untuk melakukan
suatu kegiatan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan yang disebut
dengan usaha. Usaha yang dapat dilakukan pekerja sebagai individu
dipengaruhi oleh jenis dan kualitas kemampuan yang dimilikinya, yang
diwujudkan berupa ketrampilan atau keahlian dalam bekerja. Berdasarkan
jenis dan kualitas keterampilan atau keahlian dalam bekerja akan diperoleh
hasil, yang jika sesuai dengan harapan akan dirasakan sebagai ganjaran yang
memberikan rasa kepuasan.
Implementasinya, menurut Nawawi (1998:357) di lingkungan
organisasi/perusahaan dapat dilakukan sebagai berikut :
37
1. Manajer perlu membantu para pekerja memahami tugas-tugas atau
pekerjaannya, dihubungkan dengan kemampuan atau jenis dan kualitas
keterampilan atau keahlian yang dimilikinya.
2. Manajer perlu membantu para pekerja agar memiliki harapan yang realistis,
yang tidak berlebih-lebihan. Harapannya tidak melampaui usaha yang dapat
dilakukannya, hal ini sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
3. Manajer perlu membantu para pekerja dalam meningkatkan keterampilan
atau keahliannya dalam bekerja, yang dapat meningkatkan harapannya, dan
akan meningkatkan pula usahanya melalui pelaksanaan pekerjaan yang
semakin efektif dan efisien.
Sedangkan usaha yang dapat dilakukan pekerja sebagai individu
dipengaruhi oleh jenis dan kualitas kemampuan yang dimilikinya, yang
diwujudkannya berupa keterampilan/keahlian dalam bekerja akan diperoleh hasil,
yang jika sesuai dengan harapan akan dirasakan sebagai ganjaran yang memberikan
rasa kepuasan. (Nawawi, 1998:356).
2.1.2.6 Ragam Motivasi Berdasarkan Teori Tujuan sebagai Motivasi.
Dalam hal tujuan yang memotivasi, Nawawi (1998:357) berpendapat :
Dalam bekerja tujuan bukan harapan. Dalam kenyataannya harapan bersifat
subjektif dan berbeda-beda antara setiap individu, meskipun bekerja pada
unit kerja atau perusahaan yang sama. Tujuan bersumber dari Rencana
Strategik dan Rencana Operasional organisasi/perusahaan, yang tidak
dipengaruhi individu dan tidak mudah berubah-ubah. Oleh karena itu tujuan
bersifat objektif.
Lebih jelas lagi, Nawawi (1998:357) menjelaskan tujuan yang memotivasi
itu berikut ini :
Setiap pekerja yang memahami dan menerima tujuan organisasi/perusahaan
atau unit kerjanya, dan merasa sesuai dengan dirinya akan merasa ikut
tanggung jawab dalam mewujudkannya. Dalam keadaan seperti itu tujuan
akan berfungsi sebagai motivasi dalam bekerja, yang mendorong para
pekerja memilih alternatif cara bekerja yang terbaik atau yang paling efektif
dan efisien.
38
Implementasi teori ini di lingkungan suatu organisasi/ perusahaan menurut
Nawawi (1998:359) dapat diwujudkan dengan cara :
a. Tujuan unit kerja atau tujuan organisasi/perusahaan merupakan fokus utama
dalam bekerja. Oleh karena itu para manajer perlu memiliki kemampuan
merumuskannya secara jelas dan terinci, agar mudah dipahami para pekerja.
Untuk itu para manajer perlu membantu pekerja jika mengalami kesulitan
memahami dan menyesuaikan diri dengan tujuan yang hendak dicapai.
b. Tujuan perusahaan menentukan tingkat intensitas pelaksanaan pekerjaan,
sesuai dengan tingkat kesulitan mencapainya. Untuk itu para manajer perlu
merumuskan tujuan yang bersifat menantang, sesuai dengan kemampuan
pekerja yang ikut serta mewujudkannya.
c. Tujuan yang sulit menimbulkan kegigihan dan ketekunan dalam usaha
mencapainya, melebihi dari tujuan yang mudah mencapainya. Untuk itu para
manajer perlu menghargai para pekerja yang berhasil mewujudkan tujuan unit
kerja atau perusahaan yang sulit mencapainya.
Sehubungan keragaman motivasi yang diuraikan, menurut Nawawi
(1998:359), secara sederhana dapat dibedakan dua bentuk motivasi kerja. Kedua
bentuk tersebut adalah sebagai berikut :
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja
sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat/makna
pekerjaan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi ini bersumber
dari pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan,
atau menyenangkan atau memungkinkan mencapai suatu tujuan, maupun
karena memberikan harapan tertentu yang positif di masa depan. Misalnya
pekerja yang bekerja secara berdedikasi semata-mata karena merasa
memperoleh kesempatan untuk mengaktualisasikan atau mewujudkan
realisasi dirinya secara maksimal.
2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja
sebagai individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan
pekerjaan secara maksimal. Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena
upah/gaji yang tinggi, jabatan posisi yang terhormat atau memiliki kekuasaan
yang besar, pujian, hukuman dan lain-lain.
39
Dengan berbasis pada Teori Hierarki Kebutuhan Maslow dalam Nitisusastro
(2013: 46-47) yang mengatakan bahwa terdapat lima kelompok kebutuhan manusia
yang berbeda-beda, yaitu Kebutuhan fisiologis (fisiological needs), kebutuhan
keamanan (safety needs), kebutuhan sosial atau berkelompok (social needs),
kebutuhan penghargaan (esteem needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (self
actualism needs), maka dapat disusun definisi konseptual variabel Motivasi berikut:
Motivasi adalah dorongan internal kebutuhan atau keinginan pegawai dalam
melaksanakan pekerjaan yang bisa terdiri atas kebutuhan fisiologis,
kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan
kebutuhan aktualisasi diri.
Berdasarkan definisi konseptual yang demikian itu diperoleh 5 dimensi
kajian: Dimensi Kebutuhan Fisiologis, Dimensi Kebutuhan Keamanan, Dimensi
Kebutuhan Sosial, Dimensi Kebutuhan Penghargaan, dan Dimensi Kebutuhan
Aktualisasi Diri. Dimensi Kebutuhan Fisiologis dideskripsikan menjadi Indikator
Gaji, Indikator Insentif, dan Indikator Tunjangan Keluarga. Dimensi Kebutuhan
Keamanan dideskripsikan menjadi Indikator Situasi Lingkungan Kerja dan
Indikator Kondisi Lingkungan Kerja. Dimensi Kebutuhan Sosial dideskripsikan
menjadi Indikator Kebersamaan dan Indikator Kerjasama. Dimensi Kebutuhan
Penghargaan dideskripsikan menjadi Indikator Penghargaan Pimpinan kepada
Staf, Indikator Penghargaan Staf kepada Pimpinan dan Indikator Penghargaan
antar Staf Dimensi Kebutuhan Aktualisasi Diri dideskripsikan menjadi Indikator
Citra Diri dan Indikator Prestasi Kerja.
40
2.1.3 Pengertian Perawat
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang
diperoleh melalui pendidikan perawatan menurut Undang-Undang RI No. 23 tahun
1992 tentang Kesehatan. Perawat adalah seseorang yang memiliki pengetahuan,
keterampilan dan kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan pada orang
lain berdasarkan ilmu dan kiat yang dimilikinya dalam batas-batas kewenangan
yang dimilikinya. (PPNI, 1999 ; Chitty, 1997). Perawat adalah seseorang yang
telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik
Perawat pada pasal 1 ayat 1). Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan
program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(Undang-Undang RI No.20 tahun 2014 Tentang Praktik Keperawatan).
Ada tiga jenis fungsi perawat dalam melaksanaan perannya, yaitu;
1) Fungsi Independent
Dimana perawat melaksanakan perannya secara mandiri, tidak tergantung
pada orang lain.
Perawat harus dapat memberikan bantuan terhadap adanya penyimpangan
atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio-psiko-sosial/kultural dan
spiritual), mulai dari tingkat individu utuh, mencakup seluruh siklus kehidupan,
sampai pada tingkat masyarakat, yang juga tercermin pada tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar pada tingkat sistem organ fungsional sampai molekuler.
41
Kegiatan ini dilakukan dengan diprakarsai oleh perawat, dan perawat
bertangung jawab serta bertanggung gugat atas rencana dan keputusan tindakannya.
2) Fungsi Dependent
Kegiatan ini dilaksanakan atas pesan atau intruksi dari orang lain.
3) Fungsi Interdependent
Fungsi ini berupa ―kerja tim‖, sifatnya saling ketergantungan baik dalam
keperawatan maupun kesehatan.
2.1.4 Teori Kinerja
Kinerja pegawai RSUD Kota Bogor tampak menunjukkan proses kerja dan
hasil kerja. Dalam hal kinerja ini, menurut Sinambela dalam Saprianti (2013)
kinerja pegawai sebagai dalam melakukan sesuatu dengan keahlian pegawai dalam
melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu.
Penjelasan diatas menunjukan bahwa kinerja pegawai adalah sebuah kegiatan
dari setiap individu yang memiliki sebuah keahlian guna menyelesaikan tugas atau
wewenang yang diberikan.
Senada dengan pengertian diatas Mangkunegara dalam Eddy dkk (2013)
menjelaskan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Hal serupa yang dikemukakan oleh Jayanti (2013) pada penelitiannya yang
berjudul Analisis Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kontrak Psikologis,
Disiplin Kerja, dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan RSUD Kota
Semarang.
42
Dalam penelitian tersebut Jayanti mendapatkan hasil bahwa kinerja
dipengaruhi oleh Disiplin kerja sebesar 11,195 dengan signifikansi 0,000>0,05,
dengan koefisien regresi sebesar 0,384, maka diasumsikan bahwa dengan
meningkatnya disiplin kerja tetapi variabel lain tetap maka akan diikuti dengan
peningkatan kinerja sebesar 0,384.
Jayanti pun mengungkapkan bahwa motivasi dapat mempengaruhi kinerja.
Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menjelaskan bahwa pengaruh
secara parsial antara motivasi kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 2,662
dengan signifikansi 0,009>0,05. Nilai signifikansi secara parsial terhadap kinerja
karyawan RSUD Kota Semarang.
Marpaung dkk (2014) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh
Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja (Studi Pada Karyawan Rumah Sakit
Reksa Waluya Mojokerto). Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
Malang.
Marpaung dkk melakukan penelitian dengan menggunakan jenis penelitian
explanatory research (penelitian penjelasan) dengan pendekatan deskriptif kausal.
Dan untuk mendeskripsikan, menjelaskan atau menggambarkan data dari variabel
motivasi dan variabel disiplin kerja terhadap kinerja pegawai pada Rumah Sakit
Reksa Waluya Mojokerto dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif.
Hasil penelitian tersebut adalah Motivasi (X1) dan Disiplin Kerja (X2) secara
bersama-sama memiliki pengaruh terhadap Variabel Kinerja Karyawan (Y) dengan
menggunakan hasil uji F yang signifikan, jadi motivasi dan disiplin kerja secara
43
simultan keduanya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kinerja
karyawan. Nilai Rsquare menunjukkan besarnya pengaruh dari variabel bebas di
dalam penelitian ini yang berarti bahwa variabel independen yaitu motivasi dan
disiplin kerja secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap variabel
dependen yaitu kinerja karyawan.
Selanjutnya Anggoronggang dkk (2014) menjelaskan Kinerja merupakan
bentuk penilaian untuk mengukur tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang
atau institusi dalam menjalankan program-program kerjanya.
Sejalan dengan hal tersebut di atas Alamsyiah dalam Kasim (2013)
menjelaskan bahwa ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan kesehatan
merupakan tanggung jawab dari kinerja petugas kesehatan itu sendiri yang di
dalamnya menyangkut perencanaan kesehatan, yakni identifikasi masalah,
penetapan prioritas masalah kesehatan, menetapkan tujuan, rencana kerja atau
rumusan kegiatan, menetapkan sasaran, susunan organisasi, rencana kegiatan, dan
evaluasi.
Senada dengan hal tersebut di atas menurut Atik & Ratminto dalam Suriana
(2015) mendefinisikan kinerja organisasi sebagai gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi dalam upaya mewujudkan
sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi.
Keberhasilan pelaksanaan suatu kerja dapat dilihat dari berbagai dimensi
seperti dimensi waktu, dimensi kualitas dan produktifitas, seperti yang
dikemukakan Sianipar (2000:6) berikut ini:
1. Ketepatan waktu atau waktu tunggu atau rata-rata waktu/kecepatan.
44
2. Kualitas atau conformance (kesesuaian hasil dengan standar/spesifikasi)
cacat atau hasil kerja tanpa proses ulang atau hasil kerja sesuai standar tanpa
ada perbaikan.
3. Kapasitas kerja atau produktivitas kerja atau rata-rata kemampuan kerja
Pengertian kinerja sebagai suatu kapasitas kerja menurut Sianipar tersebut di
atas, pada hakekatnya relatif tidak sejalan dengan prinsip kinerja personel, karena
arah pengertian kinerja, lebih cenderung dilihat dari aspek kinerja organisasi,
sebagaimana penjelasan pakar ini yang melihat kinerja sebagai bentuk kegiatan
dengan indikator rata-rata kemampuan kerja. Pendapat ini merupakan suatu upaya
untuk mengukur keberhasilan suatu kerja atau melakukan penilaian terhadap
kinerja seseorang sebagai anggota suatu organisasi. Penilaian Kinerja adalah proses
menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian
kinerja, dimana pada hakikatnya penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi
terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkan dengan standar baku
penampilan (Yaslis, 2002: 87). Menurut Robbins (2001:24), ada tiga kriteria yang
paling umum yang dinilai adalah hasil kerja perorangan (task outcome), perilaku
(behaviour) dan sifat (traits). Dalam organisasi, karena adanya struktur dan
prosedur, maka sejumlah orang harus memainkan peran sebagai atasan; dan
sejumlah lainnya memainkan peran sebagai bawahan. Di antara atasan dengan
bawahan, dan di antara sesama atasan atau bawahan terjalin suatu hubungan antar
kerja individu dan hubungan antar kerja kelompok. Dalam proses interaktif
hubungan kerja inilah tampak kinerja individu dan kinerja kelompok atau unit
kerja berefek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu (Yaslis, 2002 : 67).
45
Menurut Gibson dalam (Yaslis, 2002 : 67) Variabel psikologis terdiri dari
sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini
menurut Gibson banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial pengalaman kerja
sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap,
kepribadian, dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Juga
menyatakan sukar mencapai kesepakatan dan pengertian dari variabel tersebut,
karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia,
etnis, latar belakang budaya, dan keterampilan berbeda satu dengan yang lainnya.
Variabel organisasi menurut Gibson berefek tidak langsung terhadap perilaku dan
kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-variabel sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan. Adapun Kompelman
mengemukakan sub-variabel imbalan akan berpengaruh untuk meningkatkan
motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja
individu
.Berdasarkan teori Gibson itu, Yaslis (2002: 68) menampilkan diagram
skematis variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja.
46
Sumber : Yaslis, 2002 : 68
Gambar 2.4
Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja dari Gibson
Kinerja pegawai pada dasarnya adalah suatu proses dan hasil kerja yang
bersumber dari kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Sebagai suatu proses kerja, kinerja pegawai dapat mencakup pengertian
produktivitas, efektivitas dan efisiensi kerja. Sedangkan sebagai suatu hasil kerja,
kinerja pegawai dapat mencakup pengertian kuantitas, kualitas dan manfaat hasil
kerja yang dicapai, yang dalam ukuran tertentu dipandang sebagai prestasi kerja.
Karena itu diperlukan suatu konsep penilaian terhadap kinerja, agar kekuatan atau
kelemahan kinerja individu atau kinerja unit kerja terungkap jelas. Dan bila
terdapat kelemahan maka perlu segera dilakukan upaya terpola untuk memperkuat
kelemahan kinerja tersebut.
Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu
organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja
merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan
VARIABEL INDIVIDU
Kemampuan dan
Keterampilan :
- mental
- fisik
Latar Belakang
- keluarga
- tingkat Sosial
- pengalaman
Demografis
- umur
- etnis
- jenis kelamin
PERILAKU INDIVIDU
(apa yg dikerjakan)
Kinerja
(apa yg diharapkan)
PSIKOLOGIS
- persepsi
- sikap
- kepribadian
- belajar
- motivasi
VARIABEL
ORGANISASI
- sumber daya
- kepemimpinan
- imbalan
- struktur
- desain pekerjaan
- supervisi *
- kontrol * * Variabel tambahan dari Penulis
47
membandingkannya dengan standar baku penampilan. Kegiatan penilaian kinerja
ini membantu pengambilan keputusan bagian personalia dan memberikan umpan
balik kepada para personel tentang pelaksanaan kerja mereka (Yaslis, 2002 : 87).
Menurut Hall dalam Yaslis (2002 : 80), penilaian kinerja merupakan proses
yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dan usaha untuk
memperbaiki unjuk kerja personel dalam organisasi. Sedangkan, menurut Certo
dalam Yaslis (2002 : 85), penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan
pribadi personel pada masa tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan
terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen (Yaslis, 2002 : 87).
Melalui penilaian itu dapat diketahui bagaimana kinerja pegawai. Dengan
melakukan suatu penilaian kinerja, dapat diketahui produktivitas, efektivitas dan
efisiensi perilaku kerja pegawai. Lebih jauh lagi, dengan melakukan penilaian
kinerja juga dapat diketahui capaian kuantitas dan atau kualitas hasil pekerjaan
pegawai.
Menurut Yaslis (2002: 88), penilaian kinerja dapat didefinisikan sebagai
proses formal yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan
atau unjuk kerja (performance appraisal) seorang personel dan memberikan umpan
balik untuk kesesuaian tingkat kinerja.
Yaslis (2002 : 88) mengemukakan bahwa penilaian kinerja mencakup
faktor- faktor antara lain:
a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang
ditentukan oleh sistem pekerjaan.
b. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel
dibandingkan, dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk
48
personel tersebut.
c. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi
kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan
kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.
Menurut Yaslis (2002: 89), penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua
tujuan utama yaitu:
a. Penilaian kemampuan personel: Merupakan tujuan yang mendasar dalam
rangka penilaian personel secara individual, yang dapat digunakan sebagai
informasi untuk penilaian efektivitas manajemen sumber daya manusia.
b. Pengembangan personel: Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan
untuk pengembangan personel seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi,
dan penyesuaian kompensasi.
Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan antara lain untuk mengenali SDM
yang perlu dilakukan pembinaan; menentukan kriteria tingkat pemberian
kompensasi; memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan; bahan perencanaan
manajemen program SDM masa datang; dan memperoleh umpan balik atas hasil
prestasi personel.
Menurut As’ad dalam Muis (2012:170) mengatakan bahwa kinerja adalah
keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Dari penjelasan di
atas didapat bahwa kinerja adalah sebuah pencapaian ataupun prestasi yang
dilakukan secara individu atas sebuah tugas atau pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya sebagai seorang karyawan ataupun pekerja. Hal tersebut juga
mencerminkan kinerja sebagai gabungan dari karakteristik pribadi dan
pengorganisasian seseorang.
49
Setiap orang yang menjadi anggota suatu organisasi ikut bertanggung jawab
atas pencapaian kinerja organisasi sesuai bidang kerja masing-masing. Kalau setiap
pegawai mampu menampilkan kinerja atas pelaksanaan kerja yang menjadi
tanggung jawabnya, maka unit kerja mereka memberikan kontribusi yang baik
terhadap pencapaian kinerja organisasi. Keberhasilan pegawai mencapai kinerja di
bidang masing-masing merupakan tanggung jawab atasan langsung (pimpinan)
(Sianipar, 2000:8).
Dari hasil penilaian kinerja dapat diketahui kira-kira kelemahan yang
dipunyai oleh seorang personel. Apabila kualitas dan kuantitas pelaksanaan
pekerjaan selama ini ternyata di bawah standar, maka personel tersebut perlu
mendapatkan bimbingan dan perhatian khusus untuk meningkatkan kinerja.
Perhatian dan bimbingan berkesinambungan tentang technical know how
bagaimana cara melakukan pekerjaan harus secara langsung dipraktekkan sampai
yang bersangkutan dalam waktu tidak terlalu lama dapat memperbaiki kuantitas
dan kualitas pelaksanaan pekerjaan (Yaslis, 2002: 91).
Menurut Amstrong and Baron (dalam Wibowo, 2007 : 7) bahwa kinerja
merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan
strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada
ekonomi. Berangkat dari teori tersebut diatas bahwa jelas dikemukakan kinerja
adalah buah dari sebuah hasil kerja baik secara individu maupun secara kelompok
serta tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut.
Sedangkan, menurut Hersey, Blanchard, dan Johnson (dalam Wibowo, 2007 :
75) merumuskan adanya tujuh faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja yaitu
50
sebagai berikut :
1. A-Ability (Kemampuan)
Kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan
tertentu. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun
dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan
fisik.
2. C-Clarity (Kejelasan)
Keadaan yang jelas pada tiap individu untuk menyusun suatu pekerjaan
dalam suatu organisasi
3. H-Help (Membantu)
Memberikan dukungan berupa tenaga atau pikiran kepada individu lain
dalam suatu organisasi sehingga tercapai pekerjaan yang optimal
4. I-Incentive (Insentif)
Suatu sarana memotivasi berupa materi, yang diberikan sebagai suatu
perangsang ataupun pendorong dengan sengaja kepada para pekerja agar
dalam diri mereka timbul semangat yang besar untuk meningkatkan
produktivitas kerjanya dalam organisasi
5. E-Evaluation (Evaluasi)
Dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektivitas strategi yang
digunakan dalam upaya mencapai tujuan organisasi
6. V-Validity (Keabsahan)
Sejauh apa ukuran kinerja menilai seluruh dan hanya aspek-aspek kinerja
yang penting. Agar ukuran kinerja menjadi absah, maka ukuran kinerja
51
tidak boleh kurang atau tercemar. Keabsahan berkaitan dengan
memaksimalkan kesesuaian antara kinerja pekerjaan aktual dengan ukuran
kinerja pekerjaan
7. E-Environment (Lingkungan Hidup)
Kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam perusahaan yang berpengaruh
terhadap pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia tidak
terlepas dari berbagai keadaan lingkungan sekitarnya, antara manusia dan
lingkungan terdapat hubungan yang sangat erat
Dari ketujuh faktor kinerja diatas, pelaksanaan kinerja akan sangat
dipengaruhi oleh ketujuh faktor tersebut baik yang bersumber dari pekerja sendiri
maupun yang bersumber dari organisasi.
Berdasarkan teori kinerja Hersey, Blanchard dan Johnson (dalam Wibowo,
2007:75) yang mengatakan bahwa kinerja adalah sebuah karakteristik kerja yang
tersusun dari upaya pendukungnya yaitu kejelasan, membantu, insentif, evaluasi,
keabsahan dan lingkungan hidup.
Atas dasar dari teori tersebut diatas maka definisi tersebut disusunlah
definisi konseptual bahwa Kinerja Karyawan di RS.PMI Bogor adalah sebuah
karakteristik kerja yang tersusun dari upaya pendukungnya yaitu kemampuan,
kejelasan, membantu, evaluasi, keabsahan dan lingkungan hidup. Dari definisi
konseptual ini diperoleh enam dimensi kajian : (1) Dimensi kejelasan, (2) Dimensi
membantu, (3) Dimensi insentif, (4) Dimensi evaluasi, (5) Dimensi keabsahan, (6)
Dimensi lingkungan hidup.
Berdasarkan dari keenam dimensi definisi konseptual tersebut kemudian
52
peneliti mengembangkan menjadi dua puluh satu definisi operasional. Kedua puluh
satu definisi operasional tersebut yang dijadikan dua puluh satu item indikator
penelitian sebagai berikut: Dimensi Kejelasan dioperasionalkan menjadi indikator-
indikator penelitian sebagai berikut: 1) Pemahaman Kerja; 2) Persepsi; 3) Aturan;
4) Informasi. Dimensi Membantu dioperasionalkan menjadi indikator-indikator
penelitian sebagai berikut: 1) Dukungan Individu; 2) Dukungan Kelompok; 3)
Dukungan Organisasi. Dimensi Insentif dioperasionalkan menjadi indikator-
indikator penelitian sebagai berikut: 1) Upah; 2) Tunjangan; 3) Kompensasi; 4)
Bonus. Dimensi Evaluasi dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian
sebagai berikut: 1) Penilaian; 2) Pelatihan; 3) Pengawasan; 4) Pembinaan. Dimensi
Keabsahan dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian sebagai berikut:
1) Tugas Individu; 2) Tugas Kelompok; 3) Tugas Organisasi. Dimensi Lingkungan
Hidup dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian sebagai berikut: 1)
Manfaat; 2) Kerjasama; 3) Kerugian.
2.2 Penelitian Terdahulu
Putra, Kharisma Eka, 2013, Pengaruh Implementasi Kebijakan Daerah dan
Kompetensi Aparatur Terhadap Kinerja Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota Depok, Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Fenomena
yang menjadi objek penelitian adalah Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota Depok. Tujuan penelitian untuk mengetahui dan
membahas pengaruh Implementasi Kebiajakan Daerah dan Kompetensi Aparatur
53
terhadap Kinerja Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota
Depok.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Populasi
penelitian sebanyak 320 pegawai. Sampel dan responden penelitian diambil
sebanyak 100 responden dengan Cara Acak Sederhana (Simple Random Sampling).
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data yang digunakan Studi Kepustakaan,
Observasi, dan Kuesioner Penelitian menggunakan Skala Likert dengan 5 alternatif
jawaban.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian serta mengacu pada perumusan
masalah dan tujuan penelitian, maka pokok-pokok kesimpulan adalah sebagai
berikut:
Implementasi Kebijakan Daerah berpengaruh terhadap Kinerja Badan
Penanaman Modal Dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Depok.
Kompetensi Aparatur berpengaruh terhadap Kinerja Badan Penanaman
Modal Dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Depok.
Implementasi Kebijakan Daerah dan Kompetensi Aparatur secara bersama-
sama berpengaruh terhadap Kinerja Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota Depok.
Susanto, Ari, 2014, Pengaruh Pengawasan Melekat Terhadap Kinerja
Perangkat Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Sekolah Tinggi
Ilmu Pemerintahan Abdi Negara. Fenomena yang dijadikan obyek penelitian adalah
kinerja perangkat Desa Ciherang Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor
yang belum optimal. Terhadap fenomena tersebut diduga Pengawasan Melekat
54
berpengaruh terhadap Kinerja Perangkat Desa Ciherang Kecamatan Dramaga
Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian adalah mengetahui dan sekaligus membahas
pengaruh Pengawasan Melekat terhadap Kinerja Perangkat Desa Ciherang
Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pegawai Desa Ciherang yang berjumlah 6 orang dan
estimasti jumlah masyarakat yang datang di Desa Ciherang Kecamatan Dramaga
Kabupaten Bogor dalam satu bulang berjumlah 366 orang, sehinga jumlah populasi
adalah 372 orang. Sampel penelitian 79 responden menggunakan rumus Slovin.
Teknik pengumpulan data menggunakan Studi Kepustakaan, Obervasi dan
Instrumen Penelitian yang disusun dengan Skala Likert.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diperoleh pokok-pokok
kesimpulan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Hasil pengukuran koefisien korelasi masuk ke dalam kategori tingkat
hubungan sangat kuat. Koefisien korelasi ini terbilang positif dan sangat signifikan.
Artinya, di antara variabel bebas Pengawasan Melekat dengan variabel terikat
Kinerja Perangkat Desa terjalin suatu mekanisme hubungan kausalitas.
Hasil Pengukuran Koefisien Determinasi menunjukkan kontribusi pengaruh
Pengawasan Melekat terhadap Kinerja Perangkat Desa lebih tinggi ketimbang
kontribusi faktor-faktor lain yang juga turut mempengaruhi Kinerja Perangkat Desa
Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Hasil pengukuran persamaan regresi sederhana bersifat positif, artinya
apabila variabel bebas Pengawasan Melekat mengalami peningkatan, maka
55
peningkatan tersebut akan diimbangi dengan peningkatan pada variabel terikat
Kinerja Perangkat Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Hasil pengujian Hipotesis menunjukkan Ha diterima dan H0 ditolak.
Dengan demikian teruji dan terbukti bahwa terdapat pengaruh Pengawasan Melekat
terhadap Kinerja Perangkat Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
2.3 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori peran kepemimpinan dari Covey (2013:167) yang
mengatakan bahwa kepemimpinan sebagai sebuah upaya proaktif untuk
memperkuat nilai-nilai sejati dan potensi dari orang di sekitar kita yang tercermin
melalui empat peran kepemimpinan yaitu Panutan (jiwa), Perintis (pikiran),
Penyelaras (displin), Pemberdaya (gairah). Dari uraian teori tersebut diatas bahwa
didapat definisi konseptual yaitu peran kepemimpinan di Rumah Sakit PMI Bogor
adalah sebuah upaya proaktif yang dilakukan pimpinan Rumah Sakit maupun
pimpinan tiap-tiap unit kerja dalam memperkuat nilai-nilai yang tercermin melalui
panutan, perintis, penyelaras, pemberdaya. Dari definisi konseptual tersebut didapat
empat dimensi kajian yaitu: Dimensi panutan, Dimensi perintis, Dimensi
Penyelaras dan Dimensi pemberdaya. Keempat dimensi kajian tersebut kemudian
dijadikan 12 indikator penelitian yang kemudian dijadikan 12 item kuesioner.
Kedua belas indikator tersebut adalah sebagai berikut : Dimensi panutan
dioperasionalkan menjadi (1) indikator sikap; (2) indikator sifat dan (3) indikator
perilaku. Dimensi perintis dioperasionalkan menjadi (4) indikator strategi
organisasi; (5) indikator tujuan organisasi dan (6) indikator visi organisasi. Dimensi
56
penyelaras dioperasionalkan menjadi (7) Indikator menyusun sistem kerja; (8)
indikator mengelola sistem kerja dan (9) indikator arah sestem kerja. Dimensi
pemberdaya dioperasionalkan menjadi (10) indikator fokus hasil kerja; (11)
indikator metode kerja dan (12) indikator kerjasama tim.
Selanjutnya, berdasarkan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow dalam
Nitisusastro (2013: 46-47) disusun definisi konseptual yang demikian diperoleh 5
dimensi kajian : Dimensi Kebutuhan Fisiologis, Dimensi Kebutuhan Keamanan,
Dimensi Kebutuhan Sosial, Dimensi Kebutuhan Penghargaan, dan Dimensi
Kebutuhan Aktualisasi Diri. Kelima dimensi kajian tersebut kemudian dijadikan 12
indikator penelitian yang kemudian dijadikan 12 item kuesioner. Kedua belas
indikator tersebut adalah sebagai berikut : Dimensi Kebutuhan Fisiologis
dioperasionalkan menjadi (1) indikator kebutuhan hidup; (2) indikator pengabdian
dan (3) indikator hiburan. Dimensi Kebutuhan Keamanan dioperasionalkan
menjadi (4) indikator situasi internal lingkungan kerja dan (5) indikator situasi
eksternal lingkungan kerja. Dimensi Kebutuhan Sosial dioperasionalkan menjadi
(6) indikator kebersamaan dan (7) indikator kerjasama. Dimensi Kebutuhan
Penghargaan dioperasionalkan menjadi (8) indikator penghargaan pimpinan
kepada staf; (9) indikator pengharga an staf kepada pimpinan dan (10) indikator
penghargaan antar staf. Dimensi Kebutuhan Aktualisasi Diri dideskripsikan
menjadi (11) indikator citra diri dan (12) indikator prestasi kerja.
Berdasarkan dari teori kinerja Hersey, Blanchard dan Johnson (dalam
Wibowo, 2007:75) yang mengatakan bahwa kinerja adalah sebuah karakteristik
kerja yang tersusun dari upaya pendukungnya yaitu kejelasan, membantu, insentif,
57
evaluasi, keabsahan dan lingkungan hidup. Dari definisi konseptual tersebut didapat
enam dimensi kajian. Keenam dimensi kajian tersebut kemudian peneliti
mengembangkan menjadi dua puluh satu definisi operasional. Kedua puluh satu
definisi operasional tersebut yang dijadikan dua puluh satu item indikator penelitian
sebagai berikut: Dimensi Kejelasan dioperasionalkan menjadi indikator-indikator
penelitian sebagai berikut: 1) Pemahaman Kerja; 2) Persepsi; 3) Aturan; 4)
Informasi. Dimensi Membantu dioperasionalkan menjadi indikator-indikator
penelitian sebagai berikut: 1) Dukungan Individu; 2) Dukungan Kelompok; 3)
Dukungan Organisasi. Dimensi Insentif dioperasionalkan menjadi indikator-
indikator penelitian sebagai berikut: 1) Upah; 2) Tunjangan; 3) Kompensasi; 4)
Bonus. Dimensi Evaluasi dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian
sebagai berikut: 1) Penilaian; 2) Pelatihan; 3) Pengawasan; 4) Pembinaan. Dimensi
Keabsahan dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian sebagai
berikut: 1) Tugas Individu; 2) Tugas Kelompok; 3) Tugas Organisasi. Dimensi
Lingkungan Hidup dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian
sebagai berikut: 1) Manfaat; 2) Kerjasama; 3) Kerugian.
Berdasarkan uraian rekonstruksi teori yang disajikan selanjutnya kerangka
konsep dirangkai dengan gambar berikut:
58
Gambar 2.5
Kerangka Konsep
Gambar kerangka konsep yang tersaji di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Pertama, Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja yang dipandang sebagai
variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap Kinerja Petugas Kesehatan yang
dipandang sebagai variabel terikat.
PERAN KEPEMIMPINAN
1. Panutan
2. Perintis
3. Penyelaras
4. Pemberday
Covey (2013:167)
MOTIVASI KERJA
1. Kebutuhan Fisiologis
2. Kebutuhan Keamanan
3. Kebutuhan Sosial
4. Kebutuhan Penghargaan
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Maslow dalam Nitisusastro
(2013:46-47)
KINERJA PERAWAT
1. Kejelasan
2. Membantu
3. Insentif
4. Evaluasi
5. Keabsahan
6. Lingkungan Hidup
Hersey, Blanchard dan Johnson
(dalam Wibowo, 2007:75)
Data demografi:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. status Menikah
5. Lama bekerja
59
Kedua, dengan dugaan tersebut, maka konsep gagasan yang dikembangkan
adalah tentang kajian pengaruh di antara Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja
yang diposisikan sebagai variabel antecedent (yang mendahului, sebab) dengan
Kinerja Perawat yang diposisikan sebagai variabel konekuensi (akibat, fenomena).
Ketiga, Data demografi adalah data yang tidak diteliti oleh penulis namun
menjadi sumber data untuk mengetahui frekuensi distribusi dari responden yang
akan diteliti.
2.4 Hipotesis
Berdasarkan deskripsi kerangka pemikiran yang dikemukakan maka diajukan
Hipotesis (jawaban sementara) dengan pernyataan (statement) berikut :
1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan Kepala
Ruangan terhadap Kinerja Perawat di RS PMI Bogor.
2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan Motivasi Kerja terhadap Kinerja
Perawat di RS PMI Bogor.
3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan secara bersama-sama Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat di RS PMI
Bogor.
4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan melalui
Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat di RS PMI Bogor.
5. Terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan terhadap
Motivasi Kerja Perawat di RS PMI Bogor.
60
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian dirancang dengan metode kuantitatif menggunakan
analisis jalur (Path Analysis), analisis jalur digunakan untuk (1) Menjelaskan
(explanation) terhadap fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang diteliti;
(2) Prediksi nilai variabel terikat (Y) berdasarkan nilai variabel bebas (X); (3)
Faktor diterminan yaitu penentuan variabel bebas (X) mana yang berpengaruh
dominan terhadap variabel terikat (Y) juga dapat digunakan untuk menelusuri
mekanisme (jalur-jalur) pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).
Riduwan dan Kuncoro, 2014:2. Selanjutnya, desain penelitian dapat ditampilkan
dengan gambar berikut :
Gambar 3.1
Desain Penelitian
Desain penelitian yang tergambar di atas menunjukkan suatu konsep
penelitian dengan penjelasan sebagai berikut :
ρyx1 X1
X2
Y rx1x2
ρyx2
ε
R2
x1x2
ρyε
61
1. X1 adalah variabel bebas Peran Kepemimpinan yang dipandang sebagai variabel
yang berkorelasi atau mempengaruhi Y.
2. X2 adalah variabel bebas Motivasi Kerja yang dipandang sebagai variabel yang
berkorelasi atau mempengaruhi Y.
3. Y adalah variabel terikat Kinerja Perawat yang diselenggarakan oleh RS PMI
Bogor dan dipandang sebagai variabel yang dipengaruhi oleh kedua variabel
bebas tersebut.
4. ρyε (epsilon) adalah variabel-variabel lain yang juga mempengaruhi Y, tetapi
tidak diteliti.
5. ρyx1 adalah koefisien jalur X1 ke Y
6. ρyx2 adalah koefisien jalur X2 ke Y
7. rx1x2 adalah hubungan korelasional antara X1 dengan X2.
8. R2
x1x2 adalah pengaruh X1 dan X2 secara bersama-sama (simulan) terhadap Y
3.2 Variabel Penelitian
Definisi konseptual dan operasionalisasi variabel-variabel penelitian adalah
sebagai berikut:
3.2.1 Variabel Peran Kepemimpinan
Definisi konseptual : Berdasarkan pendekatan teori Peran Kepemimpinan
dari Covey (2013:167) yang mengatakan bahwa kepemimpinan sebagai sebuah
upaya proaktif untuk memperkuat nilai-nilai sejati dan potensi dari orang disekitar
kita yang tercermin melaui empat peran kepemimpinan yaitu Panutan (jiwa),
Perintis (pikiran), Penyelaras (disiplin), Pemberdaya (gairah).
62
Berdasarkan definisi konseptual tersebut diatas selanjutnya peneliti
melakukan pengembangan definisi operasional variabel Peran Kepemimpinan
mencakup 4 dimensi kajian yang selanjutnya dijadikan 12 indikator. Kedua belas
indikator tersebut adalah sebagai berikut : Dimensi panutan dioperasionalkan
menjadi (1) indikator sikap; (2) indikator sifat dan (3) indikator perilaku. Dimensi
perintis dioperasionalkan menjadi (4) indikator strategi organisasi; (5) indikator
tujuan organisasi dan (6) indikator visi organisasi. Dimensi penyelaras
dioperasionalkan menjadi (7) Indikator menyusun sistem kerja; (8) indikator
mengelola sistem kerja dan (9) indikator arah sistem kerja. Dimensi pemberdaya
dioperasionalkan menjadi (10) indikator fokus hasil kerja; (11) indikator metode
kerja dan (12) indikator kerjasama tim.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Peran Kepemimpinan
Variabel Dimensi Indikator Alat ukur Skala Item
Peran
Kepemimpinan
Covey (2013:167)
1. Panutan
2. Perintis
3. Penyelaras
4. Pemberdaya
1.1 Sikap
1.2 Sifat
1.3 Perilaku
2.1 Strategi Organisasi
2.2 Tujuan Organisasi
2.3 Visi Organisasi
3.1 Menyusun Sistem Kerja
3.2 Mengelola Sistem Kerja
3.3 Arah Sistem Kerja
4.1 Fokus Hasil Kerja
4.2 Metode Kerja
4.3 Kerjasama Tim
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
3.2.2 Variabel Motivasi Kerja
Definisi konseptual : Berdasarkan pendekatan teori Motivasi dari A.
Maslow dalam Nitisusastro (2013 :46-47) bahwa Motivasi adalah proses sebagai
63
langkah awal seseorang melakukan tindakan akibat kekurangan secara fisik dan
psikis atau dengan kata lain adalah suatu dorongan yang ditunjukkan untuk
memenuhi tujuan tertentu yang mencakup kebutuhan fisiologis, kebutuhan
keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktualisasi diri.
Berdasarkan definisi konseptual tersebut diatas maka Variabel bebas
Motivasi dioperasionalkan menjadi lima dimensi kajian : Dimensi Kebutuhan
Fisiologis, Dimensi Kebutuhan Keamanan, Dimensi Kebutuhan Sosial, Dimensi
Kebutuhan Penghargaan dan Dimensi Kebutuhan Aktualisasi Diri. Lima dimensi
dikembangkan menjadi dua belas indikator penelitian.
Kelima dimensi kajian tersebut kemudian dijadikan 12 indikator penelitian
yang kemudian dijadikan 12 item kuesioner. Kedua belas indikator tersebut adalah
sebagai berikut : Dimensi Kebutuhan Fisiologis dioperasionalkan menjadi (1)
indikator kebutuhan hidup; (2) indikator pengabdian dan (3) indikator hiburan.
Dimensi Kebutuhan Keamanan dioperasionalkan menjadi (4) indikator situasi
internal lingkungan kerja dan (5) indikator situasi eksternal lingkungan kerja.
Dimensi Kebutuhan Sosial dioperasionalkan menjadi (6) indikator kebersamaan
dan (7) indikator kekompakan. Dimensi Kebutuhan Penghargaan
dioperasionalkan menjadi (8) indikator penghargaan pimpinan kepada staf; (9)
indikator penghargaan staf kepada pimpinan dan (10) indikator penghargaan antar
staf. Dimensi Kebutuhan Aktualisasi Diri dideskripsikan menjadi (11) indikator
citra diri dan (12) indikator prestasi kerja. Konstruksi operasional variabel Motivasi
adalah sebagai berikut :
64
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel Motivasi Kerja
Variabel Dimensi Indikator Penelitian Alat Ukur Skala Item
Motivasi
Maslow dalam
Nitisusastro
(2013 :46-47)
1. Kebutuhan
Fisiologis
2. Kebutuhan
Keamanan
3. Kebutuhan Sosial
4. Kebutuhan
Penghargaan
5. Kebutuhan
Aktualisasi Diri
1.1 Kebutuhan Hidup
1.2 Pengabdian
1.3 Hiburan
2.1 Situasi Internal Lingkungan
Kerja
2.2 Situasi Eksternal
Lingkungan Kerja
3.1 Kebersamaan
3.2 Kekompakan
4.1 Penghargaan Pimpinan
kepada Staf
4.2 Penghargaan Staf kepada
Pimpinan
4.3 Penghargaan antar Staf
5.1 Citra Diri
5.2 Prestasi Kerja
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
3.2.3 Variabel Kinerja Perawat
Definisi konseptual : Berdasarkan teori kinerja Hersey, Blanchard dan Jhonson
(dalam Wibowo, 2007:75) yang menyatakan bahwa kinerja adalah sebuah
karakteristik kerja yang tersusun dari upaya pendukungnya yaitu kemampuan,
kejelasan, membantu, evaluasi, keabsahan dan lingkungan hidup.
Berdasarkan definisi konseptual tersebut diatas selanjutnya peneliti
menjabarkan menjadi enam dimensi kajian yang selanjutnya dikembangkan
menjadi dua puluh satu definsi operasional. Operasionalisasi variabel dari definisi
konseptual variabel tersebut diturunkan dan didapat enam dimensi kajian yakni : (1)
Dimensi kejelasan, (2) Dimensi membantu, (3) Dimensi insentif, (4) Dimensi
evaluasi (5), Dimensi keabsahan dan (6) Dimensi lingkungan hidup. Keenam
65
dimensi kajian tersebut diturunkan menjadi 21 indikator penelitian untuk dijadikan
21 item kuesioner. Kedua puluh satu indikator tersebut adalah sebagai berikut:
Dimensi Kejelasan dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian sebagai
berikut: (1) Pemahaman Kerja; (2) Persepsi; (3) Aturan; (4) Informasi. Dimensi
Membantu dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian sebagai berikut:
(1) Dukungan Individu; (2) Dukungan Kelompok; (3) Dukungan Organisasi.
Dimensi Insentif dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian sebagai
berikut: (1) Upah; (2) Tunjangan; (3) Kompensasi; (4) Bonus. Dimensi Evaluasi
dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian sebagai berikut: (1)
Penilaian; (2) Pelatihan; (3) Pengawasan; (4) Pembinaan. Dimensi Keabsahan
dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian sebagai berikut: (1) Tugas
Individu; (2) Tugas Kelompok; (3) Tugas Organisasi. Dimensi Lingkungan Hidup
dioperasionalkan menjadi indikator-indikator penelitian sebagai berikut: (1)
Manfaat; (2) Kerjasama; (3) Kerugian. Konstruksi operasional variabel Kinerja
Petugas Kesehatan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3
Operasional Variabel Kinerja Perawat
Variabel Dimensi Indikator Penelitian Alat Ukur Skala Item
KINERJA
PERAWAT
Hersey,
Blanchard
dan Johnson
(dalam
Wibowo,
2007:75)
1. Kejelasan
2. Membantu
3. Insentif
4. Evaluasi
1.1 Pemahaman kerja
1.2 Persepsi
1.3 Aturan
1.4 Informasi
2.1 Dukungan Individu
2.2 Dukungan Kelompok
2.3 Dukungan Organisasi
3.1 Upah
3.2 Tunjangan
3.3 Kompensasi
3.4 Bonus
4.1 Penilaian
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
66
Variabel Dimensi Indikator Penelitian Alat Ukur Skala Item
5. Keabsahan
6. Lingkungan
Hidup
4.2 Pelatihan
4.3 Pengawasan
4.4 Pembinaan
5.1 Tugas Individu
5.2 Tugas Kelompok
5.3 Tugas Organisasi
6.1 Manfaat
6.2 Kerjasama
6.3 Kerugian
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
Interval
37
38
39
40
41
42
43
44
45
Tabel 3.4
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi
Operasional Dimensi Cara Ukur
Alat &
Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel tergantung
KINERJA
PERAWAT
(Hersey,
Blanchard dan
Johnson 2007)
Kinerja (prestasi
kerja) adalah hasil
kerja secara
kualitas dan
kuantitas yang
dicapai oleh
seorang karyawan
dalam
melaksanakan
tugasnya sesuai
dengan tanggung
jawab yang
diberikan
kepadanya baik
yang dilakukan oleh
individu, kelompok
maupun organisasi
1. Kejelasan Kinerja karyawan
diukur
dengan
memberikan skor
terhadap setiap
indikator dalam
bentuk pertanyaan
antara lain :
Kejelasan,
Membantu,
Insentif, Evaluasi,
Keabsahan,
Lingkungan
Hidup
Kuisoner Ada beberapa
pertanyaan dengan
nilai ukur
SS = sangat Setuju,
diberi Skor 4
S = setuju, diberi
Skor 3
TS = tidak setuju ,
diberi Skor 2
STS =Sangat Tidak
Setuju diberi Skor 1
Interval
2. Membantu Kuisoner Interval
3. Insentif Kuisoner Interval
4. Evaluasi Kuisoner Interval
5. Keabsahan Kuisoner Interval
6. Lingkungan
Hidup
Kuisoner Interval
Variabel Bebas
Peran
Kepemimpinan
(Stephen
Covey)
Kepemimpinan adalah
suatu proses dapat
disamakan dengan
proses produksi dalam
sistem manajemen
produksi.
1.Pikiran
(perintis)
Peran
Kepemimpinan
diukur
dengan
memberikan skor
terhadap setiap
indikator dalam
bentuk pertanyaan
antara lain:
Perintis, Panutan,
Pemberdaya,
Penyelaras
Kuisoner Ada beberapa
pertanyaan dengan
nilai ukur
SS = sangat Setuju,
diberi Skor 4
S = setuju, diberi
Skor 3
TS = tidak setuju,
diberi Skor 2
STS =Sangat Tidak
Setuju diberi Skor 1
Interval
2.Jiwa (panutan) Kuisoner Interval
3.Hati
(pemberdaya) Kuisoner Interval
4.Tubuh
(Penyelaras) Kuisoner Interval
67
Motivasi kerja
(Maslow) Motivasi adalah
sesuatu yang dapat
mendorong manusia
untuk melakukan
pekerjan yang lebih
baik
1. Dimensi
Kebutuhan
psikologis
Motivasi kerja
diukur
dengan
memberikan skor
terhadap setiap
indikator dalam
bentuk pertanyaan
antara lain:
Keb. Fisiologis,
Kebutuhan
Keamanan,
Kebutuhan sosial,
Kebutuuhan
penghargaan
Kuisoner Ada beberapa
pertanyaan dengan
nilai ukur
SS = sangat Setuju,
diberi Skor 4
S = setuju, diberi
Skor 3
TS = tidak setuju,
diberi Skor 2
STS =Sangat Tidak
Setuju diberi Skor 1
Interval
2. Dimensi
kebutuhan
keamanan
Kuisoner Interval
3. Dimensi
kebutuhan
sosial
Kuisoner Interval
4. Dimensi
kebutuhan
Penghargaan
Kuisoner Interval
Variable Intervensi
Usia
Lama hidup
responden, dari sejak
lahir sampe waktu
penelitian
Pengisian sendiri
oleh responden Jumlah tahun Rasio
Jenis Kelamin Jenis Perbedaan fisik
responden Pengisian sendiri
oleh responden
0 =Perempuan
1 =Laki laki Nominal
Pendidikan
Pendidikan Formal
yang terakhir
diselesaikan saat
responden mengisi
kuesioner
Pengisian sendiri
oleh responden
0 = SMP
1 = SMA
2 =D 1
3 = D3
4 = S 1/ S2
Interval
Status
Perkawinan
Status pernikahan
yang pernah dialami
responden
Pengisian sendiri
oleh responden
0 = Tidak Menikah
(cerai/belum
menikah)
1 = Menikah
Nominal
Lama Kerja
Lama waktu bekerja
setelah menyelesaikan
pendidikan
Pengisian sendiri
oleh responden Dalam tahun Rasio
3.3 Unit Analisis, Populasi dan Sampel
Yang menjadi unit analisis, total populasi dan jumlah sampel penelitian adalah
sebagai berikut :
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit
Palang Merah Indonesia (PMI) Bogor yang beralamat di Jl. Raya Pajajaran No. 80
Bogor.
68
3.3.2 Populasi Penelitian
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan dalam
merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit,
injury dan peruses penuaan (Harlley, 1997). Menurut UU RI No. 23 tahun 1992
tentang Kesehatan, mendefinisikan Perawat adalah mereka yang memiliki
kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu
yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Perawat
Profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwenang memberikan
pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain sesuai dengan kewenagannya (Depkes RI, 2002 dalam Aisiyah
2004). Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan
keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang
RI No.20 tahun 2014 Tentang Praktik Keperawatan).
Perawat dalam populasi penelitian ini adalah perawat yang bertugas di
ruangan rawat inap. Di Rumah sakit Palang Merah Indonesia Bogor terdapat 12
ruangan rawat inap. Maka populasi penelitian adalah petugas kesehatan yaitu
sebanyak 241 orang. Jumlah perawat pada tiap ruangan rawat inap dapat terlihat
pada tabel populasi penelian sebagai berikut:
Tabel 3.5
Populasi Penelitian
No Tenaga Kesehatan Jumlah 1 Ruangan Dahlia 30
2 Ruangan VK 15
3 Paviliun Anggrek 23
69
No Tenaga Kesehatan Jumlah 4 Paviliun Mawar 26
5 Pviliun Melati 19
6 Paviliun Flamboyan 18
7 Ruang Alamanda 16
8 Ruang Aster 17
9 Ruang Cempaka 19
10 Ruang Gardenia 22
11 Ruang Seruni 18
12 Ruang Soka 18
Grand Total 241 Sumber : Bagian Kepegawaian RS. PMI Bogor, 2015
3.3.3 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representative (Sugiyono, 2009:81).
Atas dasar hal tersebut maka harus dilakukan hitungan secara pasti jumlah
besar sampel untuk populasi tertentu. Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah
sampel dengan menggunakan rumus Slovin (Bungin, 2005:105), sebagai berikut:
1N(d)
Nn
2
dimana :
n = jumlah sampel yang dicari
N = jumlah populasi
d = nilai presisi (ditentukan α = 0.05)
Dengan rumus Slovin perhitungan sampel adalah sebagai berikut :
70
1N(d)
Nn
2 =
141(0,05)2
241n
2 =
141(0,0025)2
241n
160.0
241n
60.1
241n
= 150,39 dibulatkan menjadi 150
Dengan demikian maka dari jumlah populasi 241 diperoleh ukuran sampel
sebesar 150 sampel penelitian. Selanjutnya dari jumlah sampel tersebut dilakukan
sampling insidential (Sugiyono, 2009:85) yaitu penentuan siapa saja pengunjung
yang secara kebetulan (insidential) bertemu dengan peneliti dapat digunakan
sebagai sampel hingga mencapai jumlah yang telah ditentukan (150 responden),
bila dipandang perawat yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data
dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari perawat tersebut. Kriteria
Inklusi pada penelitan penulis adalah perawat yang bekerja di ruangan rawat inap,
perawat adalah pekerja tetap, dan bersedia untuk menjadi responden. Sedangkan
kriteria Ekslusi adalah perawat rawat inap yang sedang cuti atau sakit, dan perawat
bekerja kurang dari satu tahun. Jumlah sampel fraction disesuaikan dengan jumlah
stratanya. Nilai fi dihitung melalui perhitungan sebagai berikut:
Besarnya sampling fraction per stratum adalah: fi = Ni/N
Besarnya sub sampel per stratum adalah : ni = fi.n
Keterangan :
fi = Sampling Fraction Stratum i
Ni = Jumlah individu yang terdapat dalam stratum unsur populasi kerja
71
N = Banyaknya individu populasi seluruhnya
n = Banyaknya anggota yang dimasukan menjadi sampel
ni = Banyaknya anggota yang menjadi sub sampel per stratum
Berdasarkan jumlah sampel penelitian sebanyak 150 responden, maka
distribusi pengambilan sampel dari masing-masing sub populasi adalah sebagai
berikut :
1. Petugas ruangan dahlia
Ni 30
fi = = = 0,124
N 241
ni = fi . n = 0,124 (150) = 18.6 dibulatkan menjadi 19 orang
2. Ruangan VK
Ni 15
fi = = = 0,062
N 241
ni = fi . n = 0,062 (150) = 9,3 dibulatkan menjadi 9 orang
3. Paviliun Anggrek
Ni 23
fi = = = 0.0954
N 241
ni = fi . n = 0,0954 (150) = 14,31 dibulatkan menjadi 14 orang
4. Petugas Mawar :
Ni 26
fi = = = 0,107
N 241
ni = fi . n = 0.107 (150) = 16,05 dibulatkan menjadi 16 orang
5. Petugas Melati :
Ni 19
fi = = = 0,078
N 241
ni = fi . n = 0,078 (150) = 11,7 dibulatkan menjadi 12 orang
72
6. Petugas Flamboyan :
Ni 18
fi = = = 0,075
N 241
ni = fi . n = 0,075 (150) = 11,25 dibulatkan menjadi 11 orang
7. Petugas Alamanda :
Ni 16
fi = = = 0,067
N 241
ni = fi . n = 0,067 (150) = 10,05 dibulatkan menjadi 10 orang
8. Petugas Aster :
Ni 17
fi = = = 0,070
N 241
ni = fi . n = 0,07(150) = 10, 5 dibulatkan menjadi 11 orang
9. Petugas cempaka :
Ni 19
fi = = = 0,078
N 241
ni = fi . n = 0,078 (150) = 11,7 dibulatkan menjadi 12 orang
10. Petugas Gardenia :
Ni 22
fi = = = 0,091
N 241
ni = fi . n = 0,091 (150) = 13,65 dibulatkan menjadi 14 orang
73
11. Petugas seruni :
Ni 18
fi = = = 0,075
N 241
ni = fi . n = 0,075 (150) = 11,25 dibulatkan menjadi 11 orang
12. Petugas Soka :
Ni 18
fi = = = 0,075
N 241
ni = fi . n = 0,075 (150) = 11,25 dibulatkan menjadi 11orang
Dengan rumus penghitungan di atas diperoleh pembagian distribusi
pengambilan sampel dari sub populasi perawat sebanyak 150 responden.
Pembagian distribusi pembagian sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.6
Sampel Responden Penelitian
Unit Analisis Jumlah
1. Petugas Kesehatan Ruangan Dahlia 19
2. Petugas Kesehatan Ruangan VK 9
3. Petugas Kesehatan Ruang Anggrek 14
4. Petugas Kesehatan Paviliun Mawar 16
5. Petugas Kesehatan Paviliun Melati 12
6. Petugas Kesehatan Paviliun Flamboyan 11
7. Petugas Kesehatan Paviliun Alamanda 10
8. Petugas Kesehatan Ruangan Aster 11
9. Petugas Kesehatan Ruang Cempaka 12
10. Petugas Kesehatan Ruang Gardenia 14
11. Petugas Kesehatan Ruang Seruni 11
12. Petugas Kesehatan Ruang Soka 11
Jumlah Sampel 150
74
3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sekunder dan teknik pengumpulan data primer adalah
sebagai berikut :
3.4.1 Studi Kepustakaan
Kegiatan awal penelitian dimulai dari melakukan studi kepustakaan. Studi
kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari berbagai teori dan data dari
berbagai buku, dokumen, dan materi-materi tulisan yang relevan dengan kebutuhan
dan tujuan penelitian. Tujuan studi kepustakaan ini adalah memperoleh rujukan
teori-teori yang berguna untuk memahami konstruk variabel-variabel penelitian,
memperoleh landasan teoritis untuk menyusun konsep operasional variabel-variabel
penelitian, dan memperoleh berbagai data atau informasi yang diperlukan untuk
mendeskripsikan obyek atau subyek penelitian.
3.4.2 Teknik Kuesioner
Kuesioner penelitian berfungsi sebagai alat pengumpul data primer.
Kuesioner disusun dengan cara mengajukan pernyataan tertutup serta pilihan
jawaban untuk disampaikan kepada para responden yang menjadi sampel
penelitian. Menurut Sugiono (2014:142), kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien apabila peneliti tahu dengan siapa variabel akan
diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
Skala Likert menurut Djaali (2008:28) ialah skala yang dapat dipergunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
75
tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Skala Likert adalah suatu skala
psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang
paling banyak digunakan dalam riset berupa survei.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert,
variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian
indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen
yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat
negatif.
Skala Likert merupakan skala untuk mengukur kesetujuan dan
ketidaksetujuan seseorang terhadap sesuatu objek, yang jenjangnya bisa tersusun
atas: sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Selain pilihan dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang digunakan juga
skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu studi empiris menemukan bahwa
beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan
tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang
mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan.
Penilaian yang diberikan oleh observer berdasarkan observasi spontan
terhadap perilaku orang lain, yang berlangsung dalam bergaul dan berkomunikasi
sosial dengan orang itu selama periode waktu tertentu. Unsur penilaian terdapat
dalam pernyataan pandangan pribadi dari orang yang menilai subyek tertentu pada
masing-masing sifat atau sikap yang tercantum dalam daftar. Penilaian itu
76
dituangkan dalam bentuk penentuan gradasi antara sedikit sekali dan banyak sekali
atau antara tidak ada dan sangat ada.
Karena penilaian yang diberikan merupakan pendapat pribadi dari pengamat
dan bersifat subyektif, skala penilaian yang diisi oleh satu pengamat saja tidak
berarti untuk mendapatkan gambaran yang agak obyektif tentang orang yang
dinilai. Untuk itu dibutuhkan beberapa skala penilaian yang diisi oleh beberapa
orang, yang kemudian dipelajari bersama-sama untuk mendapatkan suatu diskripsi
tentang kepribadian seseorang yang cukup terandalkan dan sesuai dengan
kenyataan.
Hasil observasi dapat dikuantifikasikan beberapa pengamat menyatakan
penilaiannya atas seorang siswa terhadap sejumlah alat/sikap yang sama sehingga
penilaian-penilaian itu (skala likert) dapat dikombinasikan untuk mendapatkan
gambaran yang cukup terandalkan.
Penyusunan Kuesioner Penelitian terdiri dari 12 item Pernyataan variabel
bebas X1, 12 item Pernyataan variabel bebas X2, dan 21 item Pernyataan variabel
tergantung Y, serta Kelompok Pertanyaan Karakteristik Responden. Dengan
demikian terdapat 45 item Kuesioner Penelitian untuk disampaikan kepada para
responden yang menjadi sampel penelitian.
3.4.3 Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung ke lokasi penelitian yang dilakukan
dengan memperhatikan, mempelajari dan mencatat berbagai hal yang dapat
dijadikan obyek penelitian, serta mengumpulkan data sekunder dari berbagai
77
dokumen. Tujuan pendekatan observasi ini adalah untuk memahami berbagai
situasi dan kondisi serta keterangan-keterangan yang tercakup dalam dimensi obyek
dan subyek penelitian. Observasi dilakukan dengan mengunjungi Rumah Sakit
Palang Merah Indonesia Bogor.
3.4.4 Etika Penelitian
Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
sebuah penelitian mengingat penelitian kinerja karyawan akan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena
manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian.
Dalam penelitian ini sebelum peneliti mendatangi calon partisipan untuk
meminta kesediaan menjadi partisipan penelitian. Peneliti harus melalui beberapa
tahap pengurusan perijinan sebagai berikut; peneliti meminta persetujuan calon
partisipan untuk menjadi partisipan penelitian. Setelah mendapat persetujuan
barulah dilaksanakan penelitian dengan memperhatikan etika-etika dalam
melakukan penelitian yaitu:
1. Informed consent
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan, dengan
memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent tersebut
diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan memberikan lembar persetujuan
untuk menjadi partisipan. Tujuan informed consent adalah agar partisipan mengerti
maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika partisipan bersedia
maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, serta bersedia untuk
78
direkam dan jika partisipan tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak
partisipan.
2. Anonimity (tanpa nama)
Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
disajikan
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari hasil
penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua partisipan yang
telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.
4. Tidak ada pemaksaan untuk mengisi
Dalam memberikan jawaban, responden tidak boleh ada tekanan dari luar
atau keterpaksaan untuk menjawab. Responden bersikap netral dan menjawab jujur
tanpa ada paksaan dari siapapun.
3.5 Uji Instrumentasi
3.5.1 Pengujian Validitas
Guna mengetahui valid atau tidak valid setiap item pernyataan yang
dijadikan instrumen pengumpulan data primer dilakukan pengujian validitas
instrumen. Rumus statistik yang digunakan adalah Statistik Koefisien Korelasi
Product Moment. Fungsi rumus ini adalah untuk mengetahui validitas (kesahihan)
79
pada setiap item kuesioner penelitian. Rumus Statistik Koefisien Korelasi Product
Moment dalam Arikunto (1998 : 225) berikut:
2222 YYnXXn
YXXYnrxy
Pengujian nilai koefisien validitas yang diperoleh dari hasil pengujian
validitas dikonsultasikan ke tabel harga kritik product moment dengan taraf
kepercayaan 95%, dan n = 150 (n = Jumlah Responden yang menjadi Sampel
penelitian). Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai r statistik > r tabel, maka
pernyataan dinyatakan valid, dan sebaliknya apabila nilai r statistik < r tabel, maka
pernyataan dinyatakan tidak valid.
3.5.2 Pengujian Reliabilitas
Pengujian reliabilitas alat ukur dimaksudkan untuk mengetahui nilai
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dari sampel penelitian
reliabel atau tidak reliabel. Pengertian reliabel adalah jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu, karena dalam
situasi yang berbeda kuesioner penelitian tidak menimbulkan persepsi yang jauh
berbeda.
Rumus statistik yang digunakan adalah teknik reliability analysis alpha.
Fungsi rumus ini adalah untuk mengetahui reliabilitas (keandalan) setiap item
instrumen kuesioner yang dijadikan sebagai alat pengumpul data untuk mengukur
variabelnya. Menurut, Muhidin dan Abdurahman, (2007: 38) Rumus reliabilitas
analysis alpha tersebut adalah sebagai berikut :
80
2
2
11
t
b
k
kr
Keterangan :
r = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan dari banyaknya soal
Σσb2
= jumlah varians total
σt2 = varians total.
Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai Cronbach’s alpha lebih besar
atau sama dengan 0,70 berarti instrumen penelitian tersebut reliabel atau
dikategorikan baik. (Ghozali, 2004: 21).
3.5.3 Uji Normalitas
Uji normalitas residual bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Menurut Suliyanto
(2011:69) nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual tersebut
sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Dalam penelitian ini untuk mendeteksi
apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik. Dasar
pengambilan keputusan menurut Ghozali (2006: 112), adalah: Jika data normal P-P
plots of regression standardized residual menyebar disekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola distribusi normal. Sebaliknya jika
data normal P-P plots of regression standardized residual menyebar jauh dari
diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, tidak menunjukkan pola
distribusi normal.
81
3.5.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians (heteroskedastisitas) dari satu residual pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas, dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas. Menurut Ghozali (2006: 105), untuk mengetahui
ada tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat grafik scatterplot. Melihat grafik
scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat yaitu ZPRED dengan residualnya
yaitu SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan
ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah
residual Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di studentized.
Dasar analisisnya adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, menyebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya
jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.5.5 Pengujian Multikolinearitas
Uji multikolieritas bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Uji multikolonieritas
dengan SPSS dilakukan dengan uji regresi berganda, dengan patokan nilai tolerance
82
dan nilai variance inflation factor (VIF). Kriteria yang digunakan adalah jika nilai
VIF tidak lebih dari angka 10 dan tidak memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10,
maka dikatakan tidak terdapat masalah multikolinieritas dalam model regresi.
3.5.6 Uji Regresi
Untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel
tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan variabel
bebas. Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap
hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the
explained variabel) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the
explanatory). Variabel pertama disebut juga sebagai variabel tergantung dan
variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas lebih dari
satu, maka analisis regresi disebut regresi linear berganda. Disebut berganda karena
pengaruh beberapa variabel bebas akan dikenakan kepada variabel tergantung.
3.5.6.1 Tujuan
Tujuan menggunakan analisis regresi ialah
Membuat estimasi rata-rata dan nilai variabel tergantung dengan didasarkan
pada nilai variabel bebas.
Menguji hipotesis karakteristik dependensi
Untuk meramalkan nilai rata-rata variabel bebas dengan didasarkan pada
nilai variabel bebas diluar jangkauan sample.
83
3.5.6.2 Asumsi
Penggunaan regresi linear sederhana didasarkan pada asumsi diantaranya
sebagai berikut:
Model regresi harus linier dalam parameter
Variabel bebas tidak berkorelasi dengan disturbance term (Error) .
Nilai disturbance term sebesar 0 atau dengan simbol sebagai berikut: (E (U
/ X) = 0
Varian untuk masing-masing error term (kesalahan) konstan
Tidak terjadi otokorelasi
Model regresi dispesifikasi secara benar. Tidak terdapat bias spesifikasi
dalam model yang digunakan dalam analisis empiris.
Jika variabel bebas lebih dari satu, maka antara variabel bebas (explanatory)
tidak ada hubungan linier yang nyata
3.5.6.3 Persyaratan Penggunaan Model Regresi
Model kelayakan regresi linear didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Model regresi dikatakan layak jika angka signifikansi pada ANOVA
sebesar < 0.05
b. Predictor yang digunakan sebagai variabel bebas harus layak. Kelayakan ini
diketahui jika angka Standard Error of Estimate < Standard Deviation
c. Koefisien regresi harus signifikan. Pengujian dilakukan dengan Uji T.
Koefisien regresi signifikan jika T hitung > T table (nilai kritis)
84
d. Tidak boleh terjadi multikolinieritas, artinya tidak boleh terjadi korelasi
yang sangat tinggi atau sangat rendah antar variabel bebas. Syarat ini hanya
berlaku untuk regresi linier berganda dengan variabel bebas lebih dari satu.
e. Tidak terjadi otokorelasi. Terjadi otokorelasi jika angka Durbin dan Watson
(DB) sebesar < 1 dan > 3
f. Keselerasan model regresi dapat diterangkan dengan menggunakan nilai r2
semakin besar nilai tersebut maka model semakin baik. Jika nilai mendekati
1 maka model regresi semakin baik. Nilai r2
mempunyai karakteristik
diantaranya: 1) selalu positif, 2) Nilai r2
maksimal sebesar 1. Jika Nilai r2
sebesar 1 akan mempunyai arti kesesuaian yang sempurna. Maksudnya
seluruh variasi dalam variabel Y dapat diterangkan oleh model regresi.
Sebaliknya jika r2
sama dengan 0, maka tidak ada hubungan linier antara X
dan Y.
g. Terdapat hubungan linier antara variabel bebas (X) dan variabel tergantung
(Y)
h. Data harus berdistribusi normal
i. Data berskala interval atau rasio
j. Kedua variabel bersifat dependen, artinya satu variabel merupakan variabel
bebas (disebut juga sebagai variabel predictor) sedang variabel lainnya
variabel tergantung (disebut juga sebagai variabel response)
3.5.6.4 Linieritas
Ada dua macam linieritas dalam analisis regresi, yaitu linieritas dalam
variabel dan linieritas dalam parameter. Yang pertama, linier dalam variabel
85
merupakan nilai rata-rata kondisional variabel tergantung yang merupakan fungsi
linier dari variabel (variabel) bebas. Sedang yang kedua, linier dalam parameter
merupakan fungsi linier parameter dan dapat tidak linier dalam variabel.
3.5.6.5 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dapat didasarkan dengan menggunakan dua hal, yaitu:
tingkat signifikansi atau probabilitas (α) dan tingkat kepercayaan atau confidence
interval. Didasarkan tingkat signifikansi pada umumnya orang menggunakan 0,05.
Kisaran tingkat signifikansi mulai dari 0,01 sampai dengan 0,1. Yang dimaksud
dengan tingkat signifikansi adalah probabilitas melakukan kesalahan tipe I, yaitu
kesalahan menolak hipotesis ketika hipotesis tersebut benar. Tingkat kepercayaan
pada umumnya ialah sebesar 95%, yang dimaksud dengan tingkat kepercayaan
ialah tingkat dimana sebesar 95% nilai sample akan mewakili nilai populasi dimana
sample berasal. Dalam melakukan uji hipotesis terdapat dua hipotesis,
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam uji hipotesis ialah;
Untuk pengujian hipotesis kita menggunakan data sample.
Dalam pengujian akan menghasilkan dua kemungkinan, yaitu pengujian
signifikan secara statistik jika kita menolak H0 dan pengujian tidak
signifikan secara statistik jika kita menerima H0.
Jika kita menggunakan nilai t, maka jika nilai t yang semakin besar atau
menjauhi 0, kita akan cenderung menolak H0; sebaliknya jika nilai t
semakin kecil atau mendekati 0 kita akan cenderung menerima H0
86
3.5.7 Analisis Jalur (Path Analysis)
Teknik analisis jalur model dekomposisi (model dekomposition path analysis)
ini akan digunakan dalam menguji besarnya pengaruh yang ditunjukkan oleh
koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1,
dan X2 terhadap Y.
Model dekomposisi menurut Riduwan dan Kuncoro (2007:151), adalah:
Model yang menekankan pada pengaruh yang bersifat kausalitas
antarvariabel, baik pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung
dalam kerangka path analysis, sedangkan hubungan yang sifatnya
nonkausalitas atau hubungan korelasional yang terjadi antarvariabel eksogen
tidak termasuk dalam perhitungan ini.
Riduwan dan Kuncoro ( 2007:115) mengatakan bahwa perhitungan koefisien
jalur berdasarkan pada analisis korelasi dan regresi. Al Rasyid (Riduwan dan
Kuncoro, 2007:115), mengatakan bahwa dalam penelitian sosial tidak semata-mata
hanya mengungkapkan hubungan variabel sebagai terjemahan statistik dari
hubungan antara variabel alami, tetapi terfokus pada upaya untuk mengungkapkan
hubungan kausal antar variabel.
Muhidin dan Abdurahman ( 2007:221) mengatakan bahwa:
Untuk tujuan peramalan /pendugaan nilai Y atas dasar nilai X1 dan X2 pola
hubungan yang sesuai adalah pola hubungan yang mengikuti model regresi.
Sedangkan untuk menganalisis pola hubungan kausal (sebab akibat) antar
variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak
87
langsung, secara serempak atau mandiri beberapa variabel penyebab terhadap
variabel terikat, maka pola yang tepat adalah model analisis jalur.
Pada dasarnya koefisien jalur (path) adalah koefisien regresi yang
distandarkan yaitu koefisien regresi yang dihitung dari basis data yang telah di set
dalam angka baku atau Z-score (data yang di set dengan nilai rata-rata = 0 dan
standar deviasi = 1). Koefisien jalur yang disatandarkan (standardized path
coefficient) ini dipergunakan untuk menjelaskan besarnya pengaruh (bukan
memprediksi) variabel bebas (exogen) terhadap variabel lain yang diberlakukan
sebagai variabel terikat (endogen).
Riduwan dan Kuncoro ( 2007:116) menjelaskan bahwa:
khusus untuk program SPSS menu analisis regresi, koefisien jalur (path)
ditunjukkan oleh output yang dinamakan coefficient yang dinyatakan sebagai
standardized coefficient atau dikenal dengan nilai beta. Jika ada diagram
jalur sederhana mengandung satu unsur hubungan antara variabel eksogen
dengan variabel endogen, maka koefisien jalurnya (path) adalah sama dengan
koefisien korelasi r sederhana.
Selanjutnya Riduwan dan Kuncoro ( 2007:116) menjelaskan bahwa:
Pada diagram jalur digunakan dua macam anak panah, yaitu: a) anak panah
satu arah yang menyatakan pengaruh langsung dari sebuah variabel eksogen
(variabel penyebab, X) terhadap sebuah variabel endogen (variabel akibat,
Y), misalnya: X1 Y dan b) anak panah dua arah yang menyatakan
hubungan korelasional antara variabel eksogen, misalnya: X1 X2
88
Lebih jauh Riduwan dan Kuncoro (2007: 152) menjelaskan, perhitungan
menggunakan analisis jalur dengan model dekomposisi pengaruh kausal antar
variabel dapat dibedakan menjadi tiga sebagai berikut:
1. Direct causal effect (Pengaruh Kausal Langsung/PKL), adalah pengaruh
satu variabel eksogen terhadap variabel endogen yang terjadi tanpa
melalui variabel eksogen lain.
2. Indirect causal effect (Pengaruh Kausal Tidak Langsung/ PKTL) adalah
pengaruh satu variabel eksogen terhadap variabel endogen yang terjadi
melalui variabel eksogen lain yang terdapat dalam satu model kausalitas
yang sedang di analisis.
3. Total causal effect (Pengaruh Kausal Total/PKT) adalah jumlah dari
pengaruh kausal langsung (PKL) dan pengaruh kausal tidak langsung
(PKTL) atau PKT = PKL + PKTL.
Muhidin dan Abdurahman (2007:228) menjelaskan langkah-langkah
perhitungan analisis jalur adalah sebagai berikut:
1) Menggambar dengan jelas diagram jalur yang mencerminkan
proposisi hipotetik yang diajukan (gambar 3.1) Persamaan struktural
untuk diagram jalur gambar 3.1 adalah:
Y = ρyx1 X1 + ρyx2 X2 +
2) Menghitung matriks korelasi antar variabel, dengan menggunakan
rumus Pearson Product Moment Coefficient
3) Menghitung matriks invers korelasi variabel eksogen
89
Selanjutnya dijabarkan langkah kerja yang dapat dilakukan dalam model
Analisis Jalur (Path Analysis Models), adalah sebagai berikut:
1. Gambarkan dengan jelas diagram jalur yang mencerminkan proposisi
hipotetik yang diajukan, lengkap dengan persamaan strukturalnya.
Struktur hubungan antar variabel didasarkan pada kerangka pemikiran
dan perumusan hipotesis penelitian. Struktur model penelitian dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.2
Diagram Jalur Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Perawat di RS. PMI Bogor
2. Dari gambar diatas didapat persamaan struktural:
21 21
XX yxyx
3. Menghitung koefisien jalur melalui perhitungan koefisen regresi
terstandarkan untuk struktur yang telah dirumuskan.
Persamaan regresi ganda: exbxba 2211
4. Menentukan koefisien jalur diluar variabel lainnnya dapat ditentukan
melalui:
√
ρyx1 X1
X2
Y rx1x2
ρyx2
ε
R2
x1x2
ρyε
90
5. Menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan
di RS. PMI Kota Bogor.
Pengaruh X1:
Pengaruh langsung = ............................................ (a)
Pengaruh yang melalui X2 =
.................................. (b)
Total pengaruh X1 ke Y = (a) + (b)............................................. (1)
Pengaruh X2:
Pengaruh langsung = ................................................ (f)
Pengaruh yang melalui X1 =
...................................... (g)
Total pengaruh X2 ke Y = (f) +(g)................................................... (2)
Pengaruh gabungan oleh X1 dan X2 ke Y adalah (1) + (2) yang besarnya
adalah sama dengan .
Perhitungan analisis jalur dalam penmelitian ini menggunakan software IBM
SPSS versi 21.00
3.6 Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis secara bersama-sama (simultan) yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan uji F, yaitu menguji signifikan tidaknya nilai koefisien
regresi (estimate) variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen. Kriteria
pengujian adalah jika Fhitung lebih besar dari Ftabel maka H1 diterima dan sebaliknya
jika Fhitung lebih kecil dari Ftabel maka H0 diterima.
Uji hipotesis secara parsial yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan uji t, yaitu menguji signifikan atau tidaknya nilai koefisien regresi
91
(estimate) masing-masing variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen.
Kriteria pengujian adalah jika thitung lebih besar dari ttabel maka H1 diterima dan
sebaliknya jika thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima.
Selanjutnya berdasarkan model persamaan struktural pada gambar 3.1
tersebut, dibuatlah diagram jalur variabel penelitian serta uji hipotesis statistik
untuk pengujian masing-masing hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
Uji Hipotesis pertama:
H0= 0: Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan
terhadap Kinerja Petugas Kesehatan di RS. PMI Bogor.
Ha ≠0: Terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan terhadap
Kinerja Petugas Kesehatan di RS. PMI Bogor.
Uji Hipotesis kedua:
H0=0: Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Petugas Kesehatan di RS. PMI Bogor
Ha≠ 0: Terdapat pengaruh positif dan signifikan Motivasi Kerja terhadap Kinerja
Petugas Kesehatan di RS. PMI Bogor.
Uji Hipotesis ketiga :
H0 = 0: Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan secara bersama-sama
Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Petugas
Kesehatan di RS. PMI Bogor
Ha ≠ 0: Terdapat pengaruh positif dan signifikan secara bersama-sama Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan
di RS. PMI Bogor.
92
Uji Hipotesis keempat :
H0 = 0: Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan
melalui Motivasi Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan di RS. PMI
Bogor .
Ha ≠ 0: Terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan melalui
Motivasi Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan di RS. PMI Bogor
Uji Hipotesis kelima :
H0 = 0: Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan
terhadap Motivasi Kerja Petugas Kesehatan di RS. PMI Bogor
Ha ≠ 0: Terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan terhadap
Motivasi Kerja Petugas Kesehatan di RS. PMI Bogor
3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.7.6 Lokasi Penelitian
Seluruh rangkaian kegiatan observasi dan penyebaran kuesioner
dilaksanakan di Rumah Sakit PMI Bogor Provinsi Jawa Barat yang beralamat di Jl.
Raya Pajajaran No. 80, Bogor.
3.7.7 Waktu Penelitian
Rancangan tahapan-tahapan kegiatan dan rencana penjadwalan seluruh
kegiatan penelitian adalah berikut :
93
Tabel 3.7
Waktu Penelitian
Rencana Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
2016
Mar Apr Mei Jun Jul Ags
Penyusunan Usulan Penelitian
Bimbingan dan Konsultasi
Seminar Usulan Penelitian
Izin Penelitian dan Penelitian
Pengolahan data dan Penyusunan Tesis
Bimbingan dan Konsultasi Tesis
Sidang Tesis
94
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Profil Singkat Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor
Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI) terletak di kota Bogor saat ini
dengan luas lahan 36.000 m2 (3.6 Ha) dan luas bangunan 20.000 m
2. Rumah sakit
yang terletak di Jl. Raya Pajajaran No. 80, Bogor ini sejak tahun 2010 telah
menyandang Rumah Sakit dengan tipe B yang merupakan salah satu Rumah Sakit
rujukan untuk pelayanan medis di wilayah Bogor dan sekitarnya.
Seiring dengan perkembangan industri Rumah Sakit di Kota Bogor, RS PMI
telah berkomitmen untuk terus membantu pemerintah dan masyarakat untuk terus
meningkatkan kualitas kesehatan. Hal ini dapat terlihat dari komitmen RS PMI
Bogor untuk terus mengembangkan fasilitas kesehatan di lingkungan organisasi
yang terlihat dari tersedianya 225 tempat tidur rawat inap saat ini.
4.1.2 Pelayanan RS PMI Bogor
Seiring dengan peningkatan jumlah pasien sejak bergulirnya Program Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan oleh Pemerintah, secara simultan
peningkatan jumlah pasien di RS PMI Bogor mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, namun hal ini tidak mengurangi performance RS PMI Bogor yang
terlihat dari grafik dibawah ini:
95
Gambar 4.1
Performance RS PMI Bogor
Sumber: Bagian SDM RS PMI, 2015
Dengan tingginya jumlah kunjungan pasien di RS PMI Bogor dapat
menjadikan sebuah tolak ukur performance yang gemilang dari RS PMI Bogor
sehingga pada tahun 2014 RS PMI Bogor mendapatkan sebuah penghargaaan dari
BPJS yaitu sebagai RS swasta paling berkomitmen dalam pelaksanaan program
JKN, serta pada tahun yang sama mendapatkan penghargaan MarkPlus dengan
predikan Wow Brand dengan kategori General Hospital (BODETABEK) B Class
Silver.
Selain menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berbasis di rumah sakit,
manajemen RS PMI Bogor juga berkomitmen membantu meringankan keluhan
kesehatan dengan mengirimkan bantuan atau Misi Kemanusian dengan
memprioritaskan korban Bencana Alam.
4.2 Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan gambaran umum keadaan responden.
Sebelum hasil Penelitian disajikan berikut ini penulis sampaikan data mengenai
96
karakteristik responden, dimana responden merupakan perawat di Ruangan Rawat
Inap di RS.PMI Bogor. Karakteristik responden dalam penelitian ini peneliti bagi
menjadi Lima karakter, yakni : berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, lama kerja, status sosial.
Dari data tersebut, penulis kemudian menyebarkan 150 kuesioner (Lampiran
1) dengan persetujuan terlebih dahulu dengan responden dan manajemen dari
RS.PMI Bogor yang berlangsung pada tanggal 4-28 Mei 2016 di ruangan rawat
inap RS.PMI bogor. Responden diminta untuk membaca dan mengisi informed
consent sebagai tanda kesediaan responden, sebagai subyek dalam penelitian ini.
Peneliti mengumpulkan semua kuisioner, dan memeriksa kelengkapan kuisioner.
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner maka karekteristik responden didapatkan
dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 4.1
Deskripsi Karakteristik Responden (usia, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja
dan status sosial, n= 150)
Variabel
Confounding Frequency Percent Valid Comulative
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
42
108
150
28
72
100
2,8
7,2
2,8
100,00
Pendidikan formal
SLTA
D3
S1
Total
2
137
11
150
1,3
91,3
7,3
100
1,3
91,3
7,3
1,3
92,7
100,00
Lama Kerja
<1tahun
1-3tahun
3-6tahun
6-10 tahun
>10 tahun
Total
19
27
23
13
68
150
12,7
18,0
15,3
8,7
45,3
100
12,7
18,0
15,3
8,7
45,3
12,7
30,7
46,0
54,7
100,00
97
Variabel
Confounding Frequency Percent Valid Comulative
Status Sosial
Sudah Menikah
Belum Menikah
Total
101
49
150
67,3
32,7
100
67,3
32,7
67,3
100,00
Usia
21-25 tahun
26-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
>50 tahun
Total
42
38
46
21
3
150
28
25,3
30,7
14
2
100
28
25,3
30,7
14
2
28
53,3
84
98
100,00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Terlihat dari hasil peneliitian tersebut bahwa sebagian besar responden
berjenis kelmin perempuan sebanyak 108 orang (72%), dengan Pendidikan Formal
Akademi (D3) yaitu sebanyak 137 responden (91.3%). Sedangkan untuk status
sosial, sebagian besar responden dengan Status Sosial Sudah Kawin/Berkeluarga
yaitu sebanyak 101 responden (67.3%). Rentang usia 31 sampai 40 tahun
didapatkan paling dominan oleh responden yaitu sebanyak 46 responden (30.7%).
Untuk Masa kerja, Responden lebih dari 10 Tahun yaitu sebanyak 68 responden
(45.3%).
4.3 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan uji coba
dengan menyebarkan kuesioner kepada 30 karyawan di RS. Islam Bogor. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat valid dan reliabel item kuesioner sebelum
dilakukan di RS. PMI Bogor.
Pengujian validitas instrumen penelitian, untuk mengetahui koefisien korelasi
validitas pada setiap item kuesioner penelitian (rhitung). Kriterianya jika rhitung lebih
98
besar dari rtabel berarti valid, sebaliknya jika rhitung lebih kecil dari rtabel berarti tidak
valid. Berdasarkan taraf kepercayaan yang dipilih sebesar 95 persen dan tingkat
signifikansi alpha 5 persen dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 150
responden didapat rtabel sebesar 0,159.
Pengujian reliabilitas alat ukur dimaksudkan untuk mengetahui nilai
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dari sampel
penelitian reliabel atau tidak reliabel. Reliabel menunjukkan alat ukur yang
digunakan dapat diandalkan.Pengujian dengan kriteria jika rhitung< 0,70 berarti tidak
reliabel dan jika rhitung> 0,70 berarti reliabel.
4.3.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Peran Kepemimpinan, Motivasi
Kerja dan Kinerja Perawat
Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel penelitian pengaruh peran kepemimpinan
kepala ruangan dan motivasi kerja terhadap kinerja perawat
No. Variabel Jumlah Butir
Soal Kuesioner r hitung r tabel Keterangan
1 Peran Kepemimpinan 22 > 0.159 0,159 Valid
2 Motivasi kerja 21 > 0.159 0.159 Valid
3 Kinerja 12 > 0.159 0.159 Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Sugiyono (2009:127) menyatakan bahwa bila korelasi nilai rhitung di bawah
nilai r Kritik Product Moment maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen
tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau harus dibuang. Sedangkan, hasil
pengujian koefisien korelasi validitas diketahui bahwa hasil penghitungan koefisien
validitas seluruh item Instrumen penelitian Variabel Peran Kepemimpinan lebih
besar dari rTabel sebesar 0,159. Interpretasinya, hasil valid tersebut bermakna bahwa
99
indikator-indikator penelitian dapat dipergunakan sebagai alat pengumpul data
untuk mengukur Variabel Peran Kepemimpinan.
Hasil Uji Validitas dua belas pernyataan instrumen Variabel Motivasi Kerja
koefisien korelasi validitas diketahui bahwa hasil penghitungan koefisien validitas
seluruh item Instrumen penelitian variabel Motivasi kerja lebih besar dari rtabel
sebesar 0,159. Interpretasinya, hasil valid tersebut bermakna bahwa indikator-
indikator penelitian dapat dipergunakan sebagai alat pengumpul data untuk
mengukur Variabel Motivasi Kerja
Hasil Uji Validitas dua puluh satu pernyataan instrumen Variabel Kinerja
perawat Hasil bahwa hasil penghitungan koefisien validitas seluruh item Instrumen
penelitian Variabel Kinerja Perawat pada kolom Corrected Item-Total Correlation
(lampiran 6) lebih besar dari rtabel sebesar 0,159. Interpretasinya, hasil valid tersebut
bermakna bahwa indikator-indikator penelitian dapat dipergunakan sebagai alat
pengumpul data untuk mengukur Variabel Kinerja Perawat.
4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Variabel Peran Kepemimpinan,
Motivasi Kerja dan kinerja Perawat
Sugiyono (2009:127) menyatakan bahwa bila korelasi nilai r hitung di bawah
nilai r Kritik Product Moment maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen
tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau harus dibuang disajikan pada
tabel di bawah ini:
100
Tabel 4.3.
Hasil Uji Reliabilitas variabel peran kepemimpinan, motivasi kerja dan
kinerja perawat
No Variabel
Koefisien
Cronbach Alpha
N of
item Syarat Keterangan
1 Peran kepemimpinan 0,912 22 0,70 Handal
2 Motivasi Kerja 0.785 12 0,70 Handal
3 Kinerja Perawat 0.897 21 0,70 Handal
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Nilai hasil uji reliabilitas instrumen Variabel Peran Kepemimpinan yang
diperoleh sebesar 0,912. Karena Koefisien Reliabilitas atau 0,912 lebih besar dari
angka penguji 0,700 (Ghozali, 2004: 21), maka hasil pengujian reliabilitas
instrumen Variabel Peran Kepemimpinan dapat dinyatakan reliabel atau dapat
diandalkan.
Nilai hasil uji reliabilitas instrumen Variabel Motivasi Kerja yang diperoleh
sebesar 0,785. Karena Koefisien Reliabilitas atau 0,785 lebih besar dari angka
penguji 0,700 (Ghozali, 2004: 21), maka hasil pengujian reliabilitas instrumen
Variabel Motivasi Kerja dapat dinyatakan reliabel atau dapat diandalkan.
Nilai hasil uji reliabilitas instrumen Variabel Kinerja Perawat yang diperoleh
sebesar 0,897. Karena Koefisien Reliabilitas atau 0,897 lebih besar dari angka
penguji 0,700 (Ghozali, 2004: 21), maka hasil pengujian reliabilitas instrumen
Variabel Kinerja Karyawan dapat dinyatakan reliabel atau dapat diandalkan.
4.3.3 Hasil Pengujian Normalitas Data Penelitian
Uji normalitas menunjukkan pola distribusi normal.
101
Gambar 4.2
Grafik Normal P-P Plots of Regression Standardized Residual
Berdasarkan gambar 4.2 normal P-P plots of regression standardized residual
tersebut di atas terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta
penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Grafik ini menujukkan bahwa model
regresi memenuhi asumsi normalitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model regresi pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja
Perawat menunjukkan pola distribusi normal.
Dengan memperhatikan digram histogram di bawah ini maka dapat
memperlihatkan sebuah distribusi data yang memiliki normalitas dengan baik
dengan didasari oleh deteksi normalitas yaitu : Data berdistribusi normal jika kurva
normal yang ada di grafik mengikuti bentuk bel atau lonceng (Santoso, 2012:232).
102
Gambar 4.3
Histogram Normalitas Data
Terlihat pada gambar di atas bahwa sebaran data mempunyai kurva yang
dapat dianggap berbentuk lonceng. Oleh karena itu error model regresi dapat
dikatakan berdistribusi normal.
4.3.4 Pegujian Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas. Dasar analisisnya adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik
yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, menyebar
kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
103
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2016
Gambar 4.4
Gambar Scatterplot Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan 4.4 gambar scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara
acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan
demikian dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
Dengan demikian asumsi yang menyatakan bahwa dalam model regresi tidak
terjadi heteroskedastisitas dapat dipenuhi.
4.3.5 Pengujian Multikolinearitas
Hasil uji multikolonieritas adalah tidak terjadi multikolonieritas antar variabel
bebas.
104
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolonieritas Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja
terhadap kinerja Perawat
Model Kolinearity Statistik
Toleransi VIF
Peran Kepemimpinan .974 1.026
Motivasi Kerja .974 1.026
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel dapat diketahui nilai tolerance semua variabel bebas
menunjukkan tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance di sekitar
angka 1 nilai tolerance variabel Peran Kepemimpinan sebesar 0,974 dan nilai
tolerance Motivasi Kerja sebesar 0,974. Demikian pula, nilai VIF untuk semua
variabel bebas berada di kisaran angka 1 tidak melebihi angka 2, nilai VIF variabel
Peran Kepemimpinan sebesar 1,026 dan nilai VIF Motivasi Kerja sebesar 1,026.
Nilai tolerance dan nilai VIF besarnya sama karena hanya ada dua variabel bebas.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi antara variabel
bebas Peran Kepemimpinan (X1), dan Motivasi Kerja (X2) terhadap Kinerja
Perawat (Y) tidak terjadi multikolonieritas antar variabel bebas.
4.4 Analisis Frekuensi Jawaban Responden Pada Setiap Dimensi
Berdasarkan hasil penghitungan frekuensi jawaban responden pada tiap
dimensi, berikut ini tabel distribusi frekuensi jawaban responden,
Tabel 4.5
Distribusi frekuensi jawaban responden pada tiap dimensi Distribusi (n=150)
Variabel Dimensi STS (1) TS (2) KS (3) S (4) SS (5) TOTAL
Peran
Kepemimpinan
Panutan 13,9%
(125)
14%
(126)
8,6%
(77)
28,1%
(253)
35,4%
(319)
100%
105
Variabel Dimensi STS (1) TS (2) KS (3) S (4) SS (5) TOTAL
Perintis 14,8%
(111)
19,2%
(144)
10%
(75)
34%
(255)
22%
(165)
100%
Penyelaras 2,1%
(16)
3,1%
(23)
5,5%
(41)
44,1%
(331)
45,2%
(339)
100%
Pemberdaya 5,6%
(50)
10,1%
(91)
7,7%
(69)
42,7%
(384)
34%
(306)
100%
Motivasi
Kerja
Kebutuhan
Fisiologis
20,4%
(92)
22,9%
(103)
11,6%
(52)
19,1%
(86)
26%
(117)
100%
Kebutuhan
Keamanan
5%
(30)
11%
(66)
10,8%
(65)
38,5%
(231)
34,7%
(208)
100%
Kebutuhan
Penghargaan
6,2%
(28)
16,9%
(76)
11,3%
(51)
42,4%
(191)
23,1%
(104)
100%
Kebutuhan
Aktualisasi Diri
2%
(6)
6,3%
(19)
14,7%
(44)
55,3%
(166)
21,7%
(65)
100%
Kinerja
Karyawan
Kejelasan 6%
(36)
14,5%
(87)
14,3%
(86)
42,5%
(255)
22,7%
(136)
100%
Membantu 4,7%
(21)
13,3%
(60)
12,9%
(58)
36%
(162)
33,1%
(149)
100%
Insentif 2,7%
(16)
9,3%
(56)
9,8%
(59)
43,5%
(261)
34,7%
(208)
100%
Evaluasi 2,7%
(16)
10,3%
(62)
16.5%
(99)
47,8%
(28,7)
22,7%
(136)
100%
Keabsahan 9%
(4)
7,9%
(35)
13,6%
(61)
60,4%
(272)
17,3%
(79)
100%
Lingkungan
Hidup
2,9%
(13)
9,8%
(44)
12,9%
(58)
44,4%
(200)
30%
(135)
100%
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Terlihat data distribusi jawaban responden dengan jawaban responden
terbanyak adalah pada alternatif jawaban setuju dan sangat setuju yaitu sebanyak
63,5% artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan bahwa responden penelitian
sangat setuju terhadap Panutan (Jiwa) pada Peran Kepemimpinan dapat
meningkatkan Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor ini sesuai dengan Stephen
Covey (2012) bahwa Panutan merupakan sifat dan kemudi kecil dari jiwa pemmpin
yang sangat diperlukan.
Distribusi jawaban responden pada Dimensi Perintis dengan jawaban
responden sangat tidak setuju, tidak setuju, dan kurang setuju yaitu sebanyak 44%
106
artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan bahwa responden penelitian kurang
setuju, atau tidak setuju, dan sangat tidak setuju terhadap Perintis (Pikiran) pada
Peran Kepemimpinan dapat meningkatkan Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor.
Hal ini harus ditingkatkan agar upaya pemimpin sebgai karakter perintis ini dapat
ditingkatkan.
Distribusi jawaban responden pada Dimensi Penyelaras (Disiplin) dengan
jawaban responden terbanyak adalah pada alternatif jawaban sangat setuju dan
setuju yaitu 89,3% artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan bahwa responden
penelitian sangat setuju dan setuju terhadap Penyelaras (Disiplin) pada Peran
Kepemimpinan dapat meningkatkan Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor. Sesuai
dengan penelitian tersebut maka, dimensi penyelaras ini dapat dipertahankan untuk
meningkatkan kinerja perawat.
Pada Dimensi Pemberdaya (Gairah) terlihat data distribusi jawaban responden
dengan jawaban responden terbanyak adalah pada alternatif jawaban setuju dan
sangat setuju yaitu sebanyak 77,3%, artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan
bahwa responden penelitian setuju dan sangat setuju terhadap Pemberdaya (Gairah)
pada Peran Kepemimpinan dapat meningkatkan Kinerja Karyawan di RS. PMI
Bogor. Hal ini sesuai dengan Covey (2012) dimensi pemberdaya merupakan
potensi yang ada dalam diri manusia yang harus diberikan kepada setiap karyawan
oleh pemimpinnya. Sehingga jiwa pemberdaya yang ada dalam diri kepala ruangan
dapat ditingkatkan untuk menunjang kinerja perawat.
Selanjutnya berdasarkan data distribusi jawaban responden Dimensi
Kebutuhan Fisiologis dengan jawaban responden terbanyak adalah pada alternatif
107
jawaban sangat tidak setuju, tidak setuju, dan kurang setuju yaitu sebanyak 54,9%,
artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan bahwa responden penelitian sangat
tidak setuju, kurang setuju, dan tidak setuju terhadap Kebutuhan Fisiologis pada
Variabel Motivasi dapat meningkatkan Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor.
Kondisi akan kebutuhan fisiologis ini hendaknya menjadi perhatian akan motivasi
kerja. Sehingga motivasi kerja ini dapat meningkatkan kinerja perawat.
Distribusi jawaban responden pada Dimensi Kebutuhan Keamanan didapat
distribusi jawaban responden sebagai berikut adalah pada alternatif jawaban setuju
yaitu sebanyak 73,2%, artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan bahwa
responden penelitian setuju dan sangat setuju terhadap Kebutuhan Keamanan pada
Variabel Motivasi dapat meningkatkan Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor.
Dengan besarnya angka ini dapat dipertahankan utuk dimensi kebutuhan keamanan
sebagai upaya untuk memberikan motivasi kerja terhadap kinerja perawat
Distribusi jawaban responden pada Dimensi Kebutuhan Penghargaan maka di
dapat distribusi jawaban responden adalah pada alternatif jawaban setuju yaitu
sebanyak 65,5%, artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan bahwa responden
penelitian setuju terhadap Kebutuhan Penghargaan pada Variabel Motivasi dapat
meningkatkan Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor.
Terlihat data distribusi jawaban responden dimensi Kebutuhan Aktualisasi diri
dengan jawaban responden terbanyak adalah pada alternatif jawaban setuju yaitu
sebanyak 77%, artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan bahwa responden
penelitian setuju dan sangat setuju terhadap Kebutuhan Aktualisasi Diri pada
Variabel Motivasi dapat meningkatkan Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor. Hal
108
ini sesuai dengan teori Hierarki Kebutuhan Maslow (2013) bahwa kebutuhan
aktualisasi diri ini sangat diperlukan dalam motivasi kerja. Angka ini harus
dipertahankan untuk meningkatkan kinerja perawat di ruangan rawat inap.
Berdasarkan distribusi jawaban responden pada Dimensi Kejelasan adalah
alternatif jawaban setuju yaitu sebanyak 65,2%, artinya adalah hal ini dapat
mengindikasikan bahwa responden penelitian setuju dan sangat setuju terhadap
Dimensi Kejelasan dapat mengungkap keberagaman pada Variabel Kinerja
Karyawan di RS. PMI Bogor. Hal ini sejalan dengan teori Blanchard bahwa kinerja
karyawan mampu mengetahui kejelasan tugas dari karyawan.
Distribusi jawaban responden pada Dimensi Membantu dengan jumlah adalah
jawaban setuju yaitu sebanyak 67,1%, artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan
bahwa responden penelitian setuju dan sangat setuju terhadap Dimensi Membantu
dapat mengungkap keberagaman pada Variabel Kinerja Karyawan di RS. PMI
Bogor.
Pada Dimensi Insentif jawaban setuju yaitu sebanyak 78,2%, artinya adalah hal
ini dapat mengindikasikan bahwa responden penelitian setuju terhadap Dimensi
Insentif dapat mengungkap keberagaman pada Variabel Kinerja Karyawan di RS.
PMI Bogor. Dengan angka ini, menunjukkan dimensi insentif, harus dipertahankan
sebagai upaya peningkatan kinerja perawat.
Distribusi jawaban pada Dimensi Evaluasi jawaban setuju yaitu 70,5% artinya
adalah hal ini dapat mengindikasikan bahwa responden penelitian setuju dan sangat
setuju terhadap Dimensi Evaluasi dapat mengungkap keberagaman pada Variabel
Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor.
109
Distribusi jawaban responden pada Dimensi Keabsahan adalah pada jawaban
setuju yaitu sebanyak 77,7%, artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan bahwa
responden penelitian setuju dan sangat setuju terhadap Dimensi Keabsahan dapat
mengungkap keberagaman pada Variabel Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor.
Berdasarkan hasil penghitungan frekuensi pada dimensi Lingkungan Hidup
pada variabel Kinerja Karyawan adalah jawaban setuju yaitu sebanyak 74,4%,
artinya adalah hal ini dapat mengindikasikan bahwa responden penelitian setuju
terhadap Dimensi Lingkungan Hidup dapat mengungkap keberagaman pada
Variabel Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor.
4.5 Pengujian Hipotesis Penelitian
4.5.1 Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Perawat
Bahwa dengan kriteria hasil pengujian sebagai berikut:
1. Jikathitung >ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Ha diterima, artinya:
Terdapat pengaruh langsung, positif dan signifikan Peran Kepemimpinan
Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor.
2. Sebaliknya jika thitung<ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Ha ditolak,
artinya: Tidak terdapat pengaruh langsung, positif dan signifikan Peran
Kepemimpinan Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor.
Sedangkan nilai t tabel dengan taraf tingkat signifikansi 5% (α = 0,05) dengan
responden 150 = 1,960. Hasil uji hipotesis pertama tersebut dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
110
Tabel.4.6
Hasil Uji peran kepemimpinan terhadap kinerja perawat
di RS. PMI Bogor 2016
Variable Konstanta Koefisien beta R² t hitung t table
α = 0.005 Sig
X1 Y 26.702 0,651 0,424 5.150 1.960 0,000
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Hasil uji secara parsial (sendiri-sendiri) ditunjukkan pada tabel coefficients
kolom t, maka diperoleh nilai thitung>tabel atau 5,150>1,960, maka keputusannya
adalah H0 ditolak dan Ha diterima. Ha diterima, artinya terdapat pengaruh. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh
langsung dan positif Peran Kepemimpinan Kepala Ruangan terhadap Kinerja
Perawat RS. PMI Bogor. Sedangkan besarnya pengaruh langsung (R2) antara Peran
Kepemimpinan Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor adalah
0,651 x 0,651 = 0,424 = 42,4%. Dengan nilai Standardized Coefficients (Beta)
sebesar 0,651 menunjukkan hubungan yang kuat antara Peran Kepemimpinan
Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor, hubungan tersebut
terjalin dengan signifikan karena nilai signifikasi lebih kecil dari nilai alpha yaitu
0,000<0,05.
Sedangkan besarnya koefisien jalur variabel lain yang tidak diteliti (ǷYɛ)
adalah sebagai berikut:
ǷYɛ = 121 yxR
ƿYɛ = 424,01
ƿYɛ = 576,0
ƿYɛ = 0,759
111
Adapun hasil persamaan garis regresi pada Hipotesis pertama ini yaitu
sebagai berikut :
Ý = 26.702 + 0.650X1 + 0.759Ɛ
Terlihat dari persamaan tersebut yang mengartikan bahwa:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 26.702, artinya jika besar nilainya X1 (Peran
Kepemimpinan) dan nilai Y (Kinerja Perawat) sama maka nilai yang
diperoleh adalah sama dengan 26.702
2) Nilai koefisien regresi untuk X1 (Peran Kepemimpinan) adalah 0.650, yang
artinya setiap kenaikan nilai variabel X1 (Peran Kepemimpinan) sebesar satu
satuan akan menyebabkan kenaikan nilai Y (Kinerja Perawat) sebesar satu
satuan.
Berdasarkan hal tersebut bahwa thitung> ttabel, atau 5.150>1.960 dan
menunjukkan probabilitas signifikan 0.000<0.05 artinya terdapat pengaruh
langsung, positif dan signifikan Peran Kepemimpinan Kepala Ruangan terhadap
Kinerja Perawat RS. PMI Bogor, dengan demikian hipotesis Ha diterima, maka
penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga
diketahui terdapat pengaruh Peran Kepemimpinan Kepala Ruangan terhadap
Kinerja Perawat RS. PMI Bogor.
Guna melihat diantara keempat Dimensi variabel Peran Kepemimpinan yang
dominan dalam meningkatkan Kinerja Perawat, maka peneliti melakukan pengujian
kepada keempat dimensi Peran Kepemimpinan yaitu sebagai berikut:
112
Tabel 4.7
Hasil Uji Koefisien Dimensi Peran Kepemimpinan
Variabel peran Koefisien standar
t Sig Beta
Konstan 4.856 .000
Panutan .109 1.331 .185
Perintis .323 4.249 .000
Penyelars .227 2.363 .019
Pemberdaya .171 1.800 .074
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2016
Terlihat dari hasil pengujian pada setiap dimensi Peran
Kepemimpinan bahwa Peran Kepemimpinan sebagai Perintis mendapat
respon yang dominan dari para responden penelitian sebesar Beta = 0.323.
4.5.2 Pengujian Hipotesis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan
Bahwa dengan kriteria hasil pengujian adalah sebagai berikut :
1. Jika thitung>ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Ha diterima, artinya:
Terdapat pengaruh Motivasi Kerja Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat
RS. PMI Bogor.
2. Sebaliknya jika thitung<ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. H1 ditolak,
artinya: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Kerja Kepala Ruangan terhadap
Kinerja Perawat RS. PMI Bogor. Sedangkan nilai ttabel dengan taraf tingkat
signifikansi 5% (α = 0,05) dengan jumlah sampel 150 = 1,960.
Hasil uji hipotesis kedua tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
113
Tabel 4.8
Hasil Uji Pengaruh Motivasi Kerja terhadap kinerja Perawat
di RS.PMI bogor tahun 2016
Variable Konstanta Koefisien
beta R²
T
hitung
T table
α = 0.005 Sig
X2 Y 32,001 0,615 0,378 6,216 1,926 0,000
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Hasil uji secara parsial (sendiri-sendiri) ditunjukkan pada tabel coefficients
kolom t, maka diperoleh nilai thitung>t tabel atau 6,216>1,960, maka keputusannya
adalah H0 ditolak dan Haditerima. Ha diterima, artinya terdapat pengaruh. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh
Motivasi Kerja Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor dapat
diterima. Sedangkan besarnya pengaruh (R2) antara Motivasi Kerja Kepala
Ruangan terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor adalah 0,615 x 0,615 = 0,378 =
37,8%. Sedangkan nilai Standardized Coefficients (Beta) sebesar 0,615
menunjukkan hubungan yang kuat antara Motivasi Kerja Kepala Ruangan terhadap
Kinerja Perawat RS. PMI Bogor, hubungan tersebut terjalin dengan signifikan
karena nilai signifikansi lebih kecil dari nilai alpha yaitu 0,000<0,05.
Sedangkan besarnya koefisien jalur variabel lain yang tidak diteliti (ǷYɛ)
adalah sebagai berikut:
ǷYɛ = 121 yxR
ƿYɛ = 378,01
ƿYɛ = 622,0
ƿYɛ = 0,788
114
Adapun hasil persamaan garis regresi pada Hipotesis pertama ini yaitu
sebagai berikut :
Ý = 32.001 + 1.120X1 + 0.788Ɛ
Terlihat dari persamaan tersebut yang mengartikan bahwa :
1) Nilai konstanta (a) sebesar 32.001, artinya jika besar nilainya X2 (Motivasi
Kerja) dan nilai Y (Kinerja Perawat) sama maka nilai yang diperoleh adalah
sama dengan 32.001
2) Nilai koefisien regresi untuk X2 (Motivasi Kerja) adalah 1.120, yang artinya
setiap kenaikan nilai variabel X2 (Motivasi Kerja) sebesar satu satuan akan
menyebabkan kenaikan nilai Y (Kinerja Perawat) sebesar satu satuan.
Berdasarkan hal tersebut bahwa thitung> ttabel, atau 6.216> 1.960 dan
menunjukkan probabilitas signifikan 0.000<0.05 artinya terdapat pengaruh
langsung, positif dan signifikan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat RS. PMI
Bogor, dengan demikian hipotesis Ha diterima, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga diketahui terdapat
pengaruh Motivasi Kerjaterhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor.
Guna melihat di antara keempat dimensi Varaibel Motivasi Kerja yang
dominan dalam meningkatkan Kinerja Perawat, maka peneliti melakukan pengujian
kepada keempat dimensi variabel Motivasi Kerja yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.9
Hasil Uji Koefisien Dimensi Motivasi Kerja
Model Koefisien beta Standar t Sig
Kebutuhan Fisiologis .005 .077 .939
Kebutuhan Keamanan .491 6.816 .000
115
Model Koefisien beta Standar t Sig
Kebutuhan Penghargaan .185 2.538 .012
Kebutuhan Aktualisasi .131 1.834 .069
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2016
Terlihat dari hasil pengujian pada setiap dimensi Motivasi Kerja bahwa
dimensi yang dominan pada Kebutuhan Keamanan mendapat respon yang dominan
dari para responden penelitian sebesar Beta = 0.491
Hasil pengujian analisis jalur dapat dirangkum seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.10
Rangkuman Hasil Uji Koefisien Jalur Secara Parsial
Pengaruh
antarvariabel
Koefisien
Jalur (Beta) Nilai thitung
Nilai ttabel
(-5%)
Hasil
Pengujian
X1 Y 0,651 5,150 1,960 Ha diterima
X2 Y 0,615 6,216 1,960 Ha diterima Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
4.5.3 Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja
Secara Bersama-sama Terhadap Kinerja Perawat
Kriteria hasil pengujian adalah bahwa apabila Fhitung>Ftabel, maka H0 ditolak
dan Ha diterima. Ha diterima, artinya: Terdapat Pengaruh Peran Kepemimpinan dan
Motivasi Kerja secara bersama-sama terhadap Kinerja Perawat. Sebaliknya apabila
Fhitung< Ftabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Ha ditolak, artinya: Tidak Terdapat
Pengaruh Positif dan Signifikan Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara
bersama-sama terhadap Kinerja Perawat. Sedangkan nilai Ftabel dengan taraf
tingkat signifikansi 5% (α = 0,05) dengan v1 atau dk pembilang = k = 2 dan v2
atau dk penyebut = n – k – 1 = 150 – 2 - 1= 147 adalah 3,06.
116
Adapun hasil penelitian besarnya pengaruh secara bersama-sama dapat dilihat
pada tabel dibawah ini Coefficients Hipotesis Ketiga:
Tabel 4.11
Hasil Uji F (ANOVA)Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja
Secara Bersama-sama Terhadap Kinerja Perawat
Model Df Mean square F Sig
Regression 2 4033.894 93.286 .000
Residual 147 43.242
Total 149
a. Dependent Variabel: kinerja Perawat
b. Predictors (konstan), Motivasi Kerja, peran Kepemimpinan
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Hasil uji secara bersama-sama (simultan) ditunjukkan pada tabel Anova
(Lampiran 8) diperoleh nilai Fhitung>Ftabel atau 93,286>3,06, maka keputusannya
adalah H0 ditolak dan Ha diterima. Ha diterima, artinya terdapat pengaruh. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh
Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama terhadap Kinerja
Perawatdapat diterima.
Sedangkan untuk besarnya kedua variabel bebas tersebut dapat dilihat dari
hasil pengujian dibawah ini:
Tabel 4.12
KoefisienPengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja
Secara Bersama-sama Terhadap Kinerja Perawat
Model R R square Adjusted R
square
Standar
Error
1 .748 a .559 .553 6.576
a. Predictors: (Konstant) Motivasi Kerja, Peran Kepemimpinan Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
117
Tabel Model Summary tersebut diatas memperlihatkan bahwa besarnya
pengaruh kedua variabel bebas adalah sebesar 0.559 = 55.9%, sedangkan besarnya
variabel lain yang turut mempengaruhi Kinerja Karyawan namun tidak diteliti
dalam penelitian ini adalah sebesar 44,1%.
Besarnya koefisien jalur variabel lain yang tidak diteliti (ǷYɛ) adalah sebagai
berikut:
ǷYɛ = 2121 xyxR
ƿYɛ = 559,01
ƿYɛ = 441,0
ƿYɛ = 0,664
Adapun hasil persamaan garis regresi pada Hipotesis Ketiga dengan melihat
hasil dari statistik Coefficients ini yaitu sebagai berikut
Tabel 4.13
Hasil uji Koefisien Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja
Secara Bersama-sama Terhadap Kinerja Perawat
Variable Koefisien Konstanta R² f hitung f table
α = 0.005 Sig
X1 0,473 9,157 0,559 93,286 3,06 0,000
X2 0,745
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Merujuk hasil tersebut diatas maka dapat dilakukan persamaan regresi dari
kedua variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut yaitu :
Ý = 9.157 + 0.473X1 +0.745X2 + 0.664Ɛ
Terlihat dari persamaan tersebut yang mengartikan bahwa:
118
1) Nilai konstanta (a) sebesar 9.157, artinya jika besar nilai variabel bebas (Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja) sama terhadap nilai Y (Kinerja Perawat)
maka sama dengan 9.157
2) Nilai koefisien regresi untuk X1 (Peran Kepemimpinan) adalah 0.473 dan X2
(Motivasi Kerja) adalah 0.745, yang artinya setiap kenaikan nilai variabel
bebas (Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja) sebesar satu satuan akan
menyebabkan kenaikan nilai Y (Kinerja Perawat) sebesar satu satuan.
4.5.4 Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan Melalui Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Perawat
Kriteria hasil pengujian adalah bahwa apabila Fhitung>Ftabel, maka H0 ditolak
dan Ha diterima. Ha diterima, artinya: Terdapat Pengaruh Peran Kepemimpinan
melalui Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat Sebaliknya apabila Fhitung< Ftabel,
maka H0 diterima dan Ha ditolak. Ha ditolak, artinya: Tidak Terdapat Pengaruh
Positif dan Signifikan Peran Kepemimpinan melalui Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Perawat. Sedangkan nilai Ftabel dengan taraf tingkat signifikansi 5% (α =
0,05) dengan v1 atau dk pembilang = k = 2 dan v2 atau dk penyebut = n – k – 1 =
150 – 2 - 1= 147 adalah 3,06.
Adapun hasil penelitian besarnya pengaruh secara bersama-sama dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
119
Tabel 4.14
Hasil Uji F (ANOVA) Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan Melalui
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat
Model Df Mean Square F Sig
1 Regression 2 4033.894 93.286 .000
Residual 147 43.242
Total 149
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Hasil uji secara bersama-sama (simultan) ditunjukkan pada tabel Anova
(Lampiran 8) diperoleh nilai Fhitung>Ftabel atau 93,286>3,06, maka keputusannya
adalah H0 ditolak dan Ha diterima. Ha diterima, artinya terdapat pengaruh. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh
Peran Kepemimpinan melalui Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat dapat
diterima.
Sedangkan untuk besarnya kedua variabel bebas tersebut dapat dilihat dari
hasil pengujian dibawah ini :
Tabel 4.15
Koefisien Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan Melalui Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Perawat
Model R Rsquare Adjust R
square
Standar
error
1 .748 .559 .553 6.576
a. Predictors : (konstan), motivasi Kerja, Peran kepemimpinan Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Tabel Model Summary tersebut diatas memperlihatkan bahwa besarnya
pengaruh kedua variabel bebas adalah sebesar 0.559 = 55.9%, sedangkan besarnya
variabel lain yang turut mempengaruhi Kinerja Karyawan namun tidak diteliti
dalam penelitian ini adalah sebesar 44,1%.
120
Besarnya koefisien jalur variabel lain yang tidak diteliti (ǷYɛ) adalah sebagai
berikut:
ǷYɛ = 2121 xyxR
ƿYɛ = 559,01
ƿYɛ = 441,0
ƿYɛ = 0,664
Adapun hasil persamaan garis regresi pada Hipotesis Ketiga dengan melihat
hasil dari statistik Coefficients ini yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.16
Koefisien Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan Melalui Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Perawat
Variable Koefisien Konstanta R² f hitung f table
α = 0.005 Sig
X1 0,473 0,9157 0,559 93,286 3,06 0,000
X2 0,745
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Merujuk hasil tersebut diatas maka dapat dilakukan persamaan regresi dari
kedua variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut yaitu :
Ý = 9.157 + 0.473X1 + 0.745X2 + 0.664Ɛ
Terlihat dari persamaan tersebut yang mengartikan bahwa:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 9.157, artinya jika besar nilai variabel
bebas (Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja) sama terhadap
nilai Y (Kinerja Perawat) maka sama dengan 9.157
121
2) Nilai koefisien regresi untuk X1 (Peran Kepemimpinan) adalah
0.473 dan X2 (Motivasi Kerja) adalah 0.745, yang artinya setiap
kenaikan nilai variabel bebas (Peran Kepemimpinan dan Motivasi
Kerja) sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan nilai Y
(Kinerja Perawat) sebesar satu satuan.
4.5.5 Pengujian Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan Terhadap Motivasi
Kerja Perawat
Kriteria hasil pengujian adalah bahwa apabila thitung>ttabel, maka H0 ditolak
dan Ha diterima. Ha diterima, artinya: terdapat pengaruh Peran Kepemimpinan
terhadap Motivasi Kerja Perawat RS. PMI Bogor dapat diterima. Namun,
sebaliknya apabila Fhitung<Ftabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Ha ditolak,
artinya : tidak terdapat terdapat pengaruh Peran Kepemimpinan terhadap Motivasi
Kerja Perawat RS. PMI Bogor. Sedangkan nilai Ftabel dengan taraf tingkat
signifikansi 5% (α = 0,05).
Adapun hasil pengujian hipotesis pengaruh Peran Kepemimpinan terhadap
Motivasi Kerja Perawat RS. PMI Bogor dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.17
Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Peran Kepemimpinan
Terhadap Motivasi Kerja Perawat
Variable Koefisien beta R² T hitung T table
α = 0.005 Sig
X1 X2 0,435 0,1895 6,678 1,960 0,000
Sumber : Hasil Pengolahan Data
122
Hasil uji secara bersama-sama (simultan) ditunjukkan pada tabel t diperoleh
nilai thitung> ttabel atau 6,678>1,960, maka keputusannya adalah H0 ditolak dan Ha
diterima.Ha diterima, artinya terdapat pengaruh. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh Peran
Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja Perawat RS. PMI Bogor dapat diterima.
Diterima artinya adalah bahwa hipotesis Ha yang dikemukakan dapat diterima
setelah dilakukan pengujian pada Uji t (Pengujian Hipotesis Tunggal) terdapat
pengaruh Peran Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja Perawat RS.PMI Bogor.
Sedangkan besarnya pengaruh (R2) antara Peran Kepemimpinan terhadap
Motivasi kerja adalah 0,435x 0,435 = 0,189 = 18,9%. Sedangkan nilai Standardized
Coefficients (Beta) sebesar 0,435 menunjukkan hubungan yang kuat antara peran
kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja, hubungan tersebut terjalin dengan
signifikan karena nilai signifikansi lebih kecil dari nilai alpha yaitu 0,00<0,005.
4.6 Penghitungan Analisis Jalur (Path Analysis)
Model analisis jalur dalam penelitian ini menggunakan dua variabel
independen yang berfungsi sebagai variabel eksogen dan satu variabel dependen
yang berfungsi sebagai variabel endogen. Sebagai variabel eksogen adalah variabel
Peran Kepemimpinan (X1) dan Motivasi Kerja (X2), sedangkan sebagai variabel
endogen adalah variabel Kinerja Perawat (Y). Hubungan kausal antar variabel
tersebut dapat dilihat pada persamaan struktur model diagram jalur adalah Y =
ρyx1X1+ ρyx2X2 + . Dengan demikian terdapat tiga koefisien jalur, yaitu :
1. Koefisien jalur Peran Kepemimpinan ke Kinerja Perawat (ρyx1X1);
123
2. Koefisien jalur Motivasi Kerja ke Kinerja Perawat (ρyx2X2) serta;
3. Koefisien jalur variabel lain yang mempengaruhi Kinerja Perawat (ρyε).
Selanjutnya akan dilakukan penghitungan pengaruh secara bersama-sama
(simultan) variabel eksogen terhadap variabel endogen, serta uji signifikansi model
persamaan struktural.
Berdasarkan perhitungan menggunakan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.18
Model SummaryPeran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Perawat
Model R R square Adjust R
Square Std Error
1 .748 .559 .553 6.576
Sumber : Hasil Pengolahan data, 2016
Berdasarkan tabel di atas diketahui koefisien korelasi antara Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama dengan Kinerja
Perawatsebesar 0,748. Nilai tersebut menginterpretasikan bahwa hubungan Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama terhadap Kinerja Perawat
merupakan hubungan yang kuat.
Besarnya koefisien determinasi Rsquare atau R2
yx2x1 = 0,559 atau 55,9%. Hal
ini berarti bahwa 55,9% variasi Kinerja Perawat dapat dijelaskan oleh variasi Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama. Dengan kata lain
pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama terhadap
Kinerja Perawat sebesar 55,9%. Sedangkan besarnya pengaruh variabel lain yang
tidak diteliti adalah sebesar 100% - 55,9% = 44,1%. Sedangkan besarnya koefisien
jalur variabel lain yang tidak diteliti (ǷYɛ) adalah sebagai berikut:
124
ǷYɛ = 2121 xyxR
ƿYɛ = 559,01
ƿYɛ = 441,0
ƿYɛ = 0,664
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa besarnya koefisien jalur
variabel lain terhadap variabel Kinerja Perawat, tetapi diluar variabel yang diteliti
(ƿYɛ) adalah sebesar 0,664.
Selanjutnya untuk mengetahui nilai koefisien jalur pada persamaan struktural
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.19
CoefficientsJalur
Model Koefisien Standard
Beta t Sig
1.746 .083
Peran Kepemimpinan .473 7.784 .000
Motivasi Kerja .409 6.724 .000
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Berdasarkan tabel coefficient diperoleh persamaan regresi dari Peran
Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat (ρyx1X1) sebesar 0,473 dan koefisien
jalur Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat (ρyx2X2) sebesar 0,745.
Dengan demikian persamaan struktural model persamaan struktural adalah:
Ý= 9.157 + 0,473X1 + 0,745X2 + 0,664Ɛ
125
Berdasarkan dari hasil pengujian statistik pada uji F (ANOVA) maka didapat
hasil pengujian dengan koeffisien jalur dari kedua variabel bebas tersebut yang
mempengaruhi variabel terikat, sehingga dari hasil-hasil pengujian analisis jalur
tersebut dapat dibuat persamaan struktural dapat dirangkum seperti pada model
diagram jalur berikut ini:
Gambar 4.5
Hasil Struktur Model Diagram Jalur
4.7 Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Pengaruh Total
4.7.1 Pengaruh Peran Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat
a. Besarnya Pengaruh langsung Peran Kepemimpinan (X1) terhadap Kinerja
Perawat (Y) = (0,473) x (0,473) = 0,224 = 22,4%
b. Besarnya Pengaruh Tidak langsung Peran Kepemimpinan (X1) terhadap
Kinerja Perawat(Y), melalui Motivasi Kerja (X2):
= (0,473) x (0,435) x (0,409) = 0,084 = 8,4%
c. Besarnya Pengaruh Total Peran Kepemimpinan (X1) terhadap Kinerja
Perawat (Y) = 22,4% + 8,4% = 30,8%
R2 =0,559
0,664
0,435
0,409
0,473
Motivasi Kerja
(X2)
Kinerja Perawat
(Y)
Peran Kepemimpinan
(X1)
126
Dengan demikian total besarnya pengaruh Peran Kepemimpinan (X1)
terhadap Kinerja Perawat (Y) sebesar 30,8%, atau Kinerja Perawat ditentukan oleh
Peran Kepemimpinan adalah sebesar 30,8%.
4.7.2 Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat
a. Besarnya Pengaruh langsung Motivasi Kerja (X2) terhadap Kinerja Perawat
(Y) = (0,409) x (0,409) = 0,167= 16,7%
b. Besarnya Pengaruh Tidak langsung Motivasi Kerja (X2) terhadap Kinerja
Perawat (Y), melalui Peran Kepemimpinan (X1):
= (0,409) x (0,435) x (0,473) = 0,084 = 8,4%
c. Besarnya Pengaruh Total Motivasi Kerja (X2) terhadap Kinerja Perawat (Y) =
16,7% + 8,4% = 25,1%
Dengan demikian total besarnya pengaruh Motivasi Kerja (X2) terhadap
Kinerja Perawat (Y) sebesar 25,1%, atau Kinerja Perawat ditentukan oleh Motivasi
Kerja adalah sebesar 25,1%.
Hasil-hasil perhitungan pengaruh langsung, tidak langsung dan total
dirangkum seperti pada Tabel berikut ini:
Tabel 4.20
Rangkuman Pengaruh Langsung, Tidak Langsung,
Total dan Pengaruh Bersama
Pengaruh
Variabel
Koefisien
Jalur
Pengaruh Kausal (%)
Langsung
Tidak Langsung
Total Pengaruh
bersama Melalui
X1
Melalui
X2
X1 Y 0,473 22,4% - 8,4% 30,8% -
X2 Y 0,409 16,7% 8,4% - 25,1% -
127
Pengaruh
Variabel
Koefisien
Jalur
Pengaruh Kausal (%)
Langsung
Tidak Langsung
Total Pengaruh
bersama Melalui
X1
Melalui
X2
ε Y 0,664 44,1% 55,9%
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
4.8 Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian didasarkan pada konsep gagasan tentang kajian
hubungan kausalitas di antara Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja yang
diposisikan sebagai variabel antecedent (yang mendahului, sebab) dengan Kinerja
Perawat yang diposisikan sebagai variabel konsekuensi (fenomena, akibat). Dengan
konsep gagasan ini maka pembahasan hasil penelitian hanya mencakup analisis
pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat, baik
secara parsial maupun secara bersama-sama. Analisis pengaruh tersebut dilakukan
berdasarkan konstruk-konstruk variabel sebagai berikut:
4.8.1 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat di
RS. PMI Bogor
Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh Peran Kepemimpinan
terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor 42,4%. Adanya pengaruh yang signifikan
ini menandakan bahwa di antara Peran Kepemimpinan dan Kinerja Perawat terjalin
suatu hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang bermakna : Apabila Peran
Kepemimpinan ditingkatkan atau meningkat maka peningkatan tersebut secara
stimulan diikuti dengan peningkatan Kinerja Perawat.
128
Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa Peran Kepemimpinan
merupakan salah satu faktor penyebab tinggi rendahnya Kinerja Perawat RS. PMI
Bogor. Oleh sebab itu Kinerja Perawat dapat ditingkatkan dengan salah satu
caranya adalah dengan meningkatkan Peran Kepemimpinan.
Merujuk pada pendekatan teori dari Covey (2013:167) yang menjelaskan
bahwa kepemimpinan sebagai sebuah upaya proaktif untuk memperkuat nilai-nilai
sejati dan potensi dari orang disekitar kita yang tercemin melaui empat peran
kepemimpinan yaitu Panutan (jiwa), Printis (pikiran), Penyelaras (disiplin),
Pemberdaya (gairah).
Atas dasar pengujian setiap dimensi bahwa Peran Kepemimpinan sebagai
Perintis yang mendapatkan respon dominan dari para responden penelitian yang
mengindikasikan bahwa Peran Kepemimpinan Ruangan di RS.PMI Bogor
diharapkan dapat menjadi sebuah perintis baik secara pelaksanaan tugas,
perencanaan tugas penjelasan pelaksanaan tugas, pandangan terhadap visi dan misi
Rumah Sakit serta dapat mengaktualisasikan dengan baik setiap tugas yang
diamanatkan.
Dalam pandangan responden penelitian yang keseluruhannya adalah Perawat
Ruangan di RS PMI Bogor bahwa Peran Kepemimpinan yang dapat meningkatkan
Kinerja Perawat di RS PMI Bogor adalah Peran Kepemimpinan yang bersifat
Perintis dapat menjadikan sebuah refleksi diri dari berbagai sikap dan perilaku
seorang pemimpin yang baik dalam menjalankan serta penyelesaian tugas.
129
Perintis dalam hal ini adalah setiap pemimpin dapat menjadi awal sebagai
contoh berperilaku atau dalam bertindak sesuai dengan norma dan etika yang
berlaku dalam organisasi RS PMI Bogor, serta dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab selaku pimpinan Ruangan di RS PMI Bogor bertindak sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen RS
PMI Bogor.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra
(2013:11) yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja
karyawan. Hal ini ditujukan dengan nilai β =0,388, hal ini dapat diartikan bahwa
jika kepemimpinan meningkat maka kinerja karyawan akan meningkat positif.
Hal senada juga dihasilkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wiranata
(2011:159) yang menyatakan bahwa dari hasil perhitungan korelasi pengaruh
kepemimpinan terdapat kinerja karyawan diperoleh nilai korelasi sebesar 0,73 yang
berarti terdapat hubungan antara kepemimpinan terhadap kinerja kerja karyawan,
dengan tingkat hubungan kuat.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Linawati dan Suhaji (2013) yang menyatakan bahwa apabila karyawan mempunyai
motivasi yang tinggi serta didukung dengan kepemimpinan yang baik maka akan
dapat meningkatkan kinerja mereka.
Penelitian ini juga searah dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryana
Dkk. (2013) yang menghasilkan bahwa Kepemimpinan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan.
130
Pada Variabel Peran Kepemimpinan, terlihat dimensi Panutan mempunyai
nilai yang paling rendah diantara dimensi yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa
dimensi panutan ini dapat ditingkatkan oleh kepala ruangan sehingga dapat
meningkatkan peran kepemimpinan kepala ruangan rawat inap di RS.PMI dapat
menjadi lebih baik.
Dimensi Panutan memperlihatkan pemimpin kepala ruangan di dalam dirinya
mempunyai jiwa inisiatif serta dapat memberikan karakter dan kompetensi dalam
dirinya untuk dapat dicontoh oleh perawat yang lainnya. Pemimpin juga dapat
memberikan jiwa kepercayaan terhadap tugas yang dijalankan, sehingga dapat
membangun kepercayaan terhadap jiwa individu pada tiap-tiap perawat.
4.8.2 Analisis Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor.
Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh secara parsial Motivasi
terhadap Kinerja Perawat di RS PMI Bogor sebesar 37,80%. Adanya pengaruh
yang signifikan ini menandakan bahwa di antara Motivasi dan Kinerja Perawat
terjalin suatu hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang bermakna : Apabila
Motivasi ditingkatkan atau meningkat maka peningkatan tersebut secara stimulan
diikuti dengan peningkatan Kinerja Petugas Kesehatan.
Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa Motivasi merupakan salah satu
faktor penyebab tinggi rendahnya Kinerja Perawat di RS PMI Bogor. Oleh sebab
itu Kinerja Perawat dapat ditingkatkan dengan salah satu caranya adalah dengan
meningkatkan Motivasi.
131
Dengan berbasis pada Teori Hierarki Kebutuhan Maslow dalam Nitisusastro
(2013: 46-47) yang mengatakan bahwa terdapat lima kelompok kebutuhan manusia
yang berbeda-beda, yaitu Kebutuhan fisiologis (fisiological needs), kebutuhan
keamanan (safety needs), kebutuhan sosial atau berkelompok (social needs),
kebutuhan penghargaan (esteem needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (self
actualism needs).
Atas dasar pengujian setiap dimensi bahwa Motivasi Kerja memperlihatkan
kebutuhan akan keamanan yang mendapatkan respon dominan dari para responden
penelitian yang mengindikasikan bahwa kebutuhan keamanan yang berupa
kenyamanan lingkungan di luar maupun di dalam RS PMI Bogor, situasi di
lingkungan RS. PMI Bogor yang kondusif, tata krama sesama perawat dan
kebersamaan dalam menjalankan tugas pelayanan kesehatan terhadap pasien
diharapkan dapat menjadi sebuah motivasi kerja yang baik pada setiap tugas yang
diamanatkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra
(2013:11). Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh terhadap
kinerja karyawan yang ditunjukkan nilai β = 0,168 yang dapat diartikan bahwa jika
motivasi meningkat maka kinerja karyawan akan meningkat positif. Motivasi yang
diukur dengan menggunakan adanya sikap yang mencerminkan kebutuhan pegawai
akan prestasi dan adanya motivasi untuk mencapai hasil kerja yang baik, menunjukkan
sikap tabah, jujur dalam menghadapi masalah yang terjadi dalam pekerjaan mereka,
menunjukkan sikap pantang menyerah dan ulet jika mengalami kegagalan.
132
Dorongan untuk bekerja dengan baik. Dari indikator motivasi yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa indikator terbesar dari motivasi adalah adanya
motivasi untuk mencapai hasil kerja yang baik yaitu sebesar 3,96. Sehingga dengan
adanya motivasi yang dimiliki karyawan maka kinerja karyawan diharapkan akan
meningkat.
Penelitian ini juga searah dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryana
Dkk. (2013) yang menghasilkan bahwa Motivasi Kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Dalam penelitian ini, dimensi Kebutuhan Fisiologis mempunyai nilai paling rendah
di antara dimensi yang lain di dalam variabel motivasi kerja. Di dalam Motivasi Kerja
dimensi Kebutuhan Fisiologis ini sangat penting. Kebutuhan fisiologis merupakan
kebutuhan individu sehari hari serta kebutuhan akan rekreasi atau refreshing.
Dimensi Kebutuhan Fisiologis ini apabila ditingkatkan dapat memberikan motivasi
kerja yang baik untuk perawat di RS.PMI bogor. Dimensi Kebutuhan Fisiologis ini
merupakan hal yang sangat mendasar pada diri manusia. Pemenuhan kebutuhan akan
rekreasi atau family gathering dapat memberikan manfaat. Kejenuhan dalam bekerja sangat
dirasakan oleh para perawat di ruangan. Pemenuhan Kebutuhan akan rekreasi bersama atau
family gathering, dapat menghilangkan kejenuhan pikiran sehingga dapat memberikan
dorongan serta motivasi kerja yang bisa memberikan peningkatan kinerja para perawat di
ruangan rawat inap RS.PMI Bogor.
133
4.8.3 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara
bersama-sama terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh Peran Kepemimpinan dan
Motivasi Kerja secara bersama-sama terhadap Kinerja Perawat sebesar 55,9%.
Hasil pengujian hipotesis ganda menunjukkan bahwa pengaruh Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat memperlihatkan
bahwa ternyata pengaruh langsung Peran Kepemimpinan (22.4%) lebih besar dari
pengaruh langsung Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat yang hanya mencapai
16,7%. Hasil penelitian ini dapat diterima dengan argumen sebagai berikut :
Merujuk pada penelitian yang dihasilkan bahwa keempat komponen Peran
Kepemimpinan yaitu Panutan (jiwa), Perintis (pikiran), Penyelaras (disiplin),
Pemberdaya (gairah). Keempat komponen tersebut dapat menunjang Kinerja
Perawat di RS PMI Bogor, karena dengan Peran Kepemimpinan yang baik dari
setiap pemimpin di ruangan dapat mendorong peningkatan kinerja seorang perawat
untuk melakukan kinerja yang lebih baik lagi. Sehingga peningkatan Peran
Kepemimpinan yang dilakukan kepada seluruh Perawat diikuti dengan peningkatan
Kinerja Perawat di RS PMI Bogor.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa kontribusi besarnya pengaruh Peran
Kepemimpinan lebih besar dibandingkan dengan Motivasi Kerja terhadap Kinerja
Perawat di RS PMI Bogor. Maka peningkatan Kinerja dapat dilakukan dengan
melakukan peningkatan Peran Kepemimpinan para Pimpinan Ruangan di RS PMI
Bogor.
134
Mengingat pentingnya Kinerja yang optimal dari para Perawat di RS. PMI
Bogor, maka dengan peningkatan sebuah Peran Kepemimpinan para pemimpin
ruangan diharapkan dapat membangkitkan Kinerja yang lebih baik lagi. Sesuai
dengan hasil penelitian dengan pendekatan Koefisien Jalur maka variabel bebas
Peran kepemimpinan dapat memberikan intervensi terhadap variabel Motivasi
Kerja sebesar 8.4%, sehingga peningkatan Kinerja Perawat yang dilakukan dengan
peningkatan Peran Kepemimpinan maka dapat meningkatkan Motivasi Kerja para
Perawat di RS PMI Bogor sebesar 8,4% yang dapat dilakukan dengan efektif dan
efisien melalui peningkatan Peran Kepemimpinan.
4.8.4 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan melalui Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh langsung Peran
Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat di RS PMI Bogor sebesar 22.4%. Melihat
hasil tersebut bahwa Peran Kepemimpinan mendapatkan sebuah bobot yang relatif
besar sehingga peningkatan Kinerjha Perawat di RS PMI Bogor dapat ditingkatkan
dengan peningkatan Peran kepemimpinan tersebut sehingga Perawat yang
menjalankan tugas pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat menjalankan
tugasnya sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Peningkatan Peran Kepemimpinan tersebut dapat menjadi lebih besar
terhadap Kinerja Perawat di RS PMI Bogor seiring dengan hasil penelitian yang
dilakukan bahwa peningkatan Peran Kepemimpinan dapat lebih besar yaitu sebesar
8.4% apabila Motivasi Kerja Perawat juga ditingkatkan. Hal ini searah dengan
135
Motivasi Kerja perawat meningkat karena adanya intervensi dari Peran
Kepemimpinan baik dan bekerja sesuai dengan aturan.
Oleh sebab itu, manajemen RS PMI dapat selalu dan secara
berkesinambungan dapat meningkatkan Peran Kepemimpinan yang akan
memberikan dan berpengaruh terhadap Kinerja Perawat baik secara langsung
maupun melalui peningkatan Motivasi Kerja Perawat.
4.8.5 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja
Perawat di RS PMI Bogor
Merujuk kepada hasil penelitian bahwa Motivasi Kerja Perawat dapat di
tingkatkan lebih baik lagi setelah manajemen RS. PMI Bogor dapat melaksanakan
peningkatan Peran Kepemimpinan dari setiap pemimpin ruangan di RS PMI Bogor
dengan terencana dan berkesinambungan. Melihat hasil pengujian hipotesis
tersebut, bahwa Peran Kepemimpinan yang berkembang dapat memberikan
pengaruh secara langsung, positif dan signifikan terhadap Motivasi Kerja Perawat
RS. PMI Bogor.
Merujuk hasil penelitian tersebut bahwa besarnya pengaruh Peran
Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja sebesar 18,9 %, serta dengan dengan nilai
persamaan regresi yaitu : Ý = 23.557 + 0.238X1.
Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa setiap peningkatan Peran
Kepemimpinan akan meningkatkan Motivasi Kerja atau akan diikuti peningkatan
Motivasi Kerja sebesar satu satuan. Hasil ini sangat logis dan telah telihat
signifikan bahwa sebagai seoarang Pemimpin yang dapat memberikan peran
136
sebagai Panutan (jiwa), Perintis (pikiran), Penyelaras (disiplin), Pemberdaya
(gairah) dapat meningkatkan Motivasi Kerja Perawat untuk menjadikan Kinerja
Perawat di RS PMI Bogor jauh lebih baik lagi.
Seluruh hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh:
Biatna Dulbert Tampubolon. 2007. Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan Dan
Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi yang Telah
Menerapkan SNI 19-9001-2001. Jurnal Standardisasi Vol. 9 No. 3.Hasil penelitian
dan pembahasan menyimpulkan sebagai berikut:
Faktor gaya kepemimpinan memberikan kontribusi yang relatif besar dan
sangat signifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai pada organisasi tersebut.
Sehingga dalam program pengembangan organisasi ke depan harus lebih diarahkan
pada pengembangan gaya kepemimpinan (kepemimpinan) organisasi.
Faktor etos kerja memberikan kontribusi yang relatif kecil namun masih
signifikan dijadikan sebagai indikator yang mempengaruhi kinerja pegawai
organisasi tersebut.
Namun bila kedua faktor tersebut secara simultan mampu memberikan
kontribusi yang relatif semakin besar dan sangat signifikan terhadap peningkatan
kinerja pegawai. Dalam hal ini pengembangan organisasi juga perlu meningkatkan
gaya kepemimpinan dan etos kerja secara simultan memberikan peningkatan
pencapaian kinerja pegawai yang maksimal.
Enny Rachmawati, Y. Warella, Zaenal Hidayat. 2006. Pengaruh Motivasi
Kerja, Kemampuan Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan
137
Pada Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Jawa
Tengah. Dialoge Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik. JIAKP, Vol. 3,
No. 1.
Hasil penelitian dan pembahasan menyimpulkan sebagai berikut:
Hasil pengujian hubungan antara variabel motivasi kerja dengan kinerja
pegawai menunjukkan koefisien sebesar 0,784 dengan derajat signifikansi sebesar
95. Hasil ini telah memberikan bukti bahwa semakin tinggi motivasi kerja maka
akan semakin tinggi pula tingkat kinerja pegawai.
Hasil pengujian hubungan antara variabel kemampuan kerja dengan kinerja
pegawai menunjukkan koefisien sebesar 0,685 dengan derajat signifikansi sebesar
95. Hasil ini telah memberikan bukti bahwa semakin semakin tinggi kemampuan
kerja maka akan semakin tinggi pula tingkat kinerja pegawai.
Hasil pengujian hubungan antara variabel gaya kepemimpinan dengan kinerja
pegawai menunjukkan koefisien sebesar 0,275 dengan derajat signifikansi sebesar
95. Hasil ini telah memberikan bukti bahwa semakin tinggi gaya kepemimpinan
maka akan semakin tinggi pula tingkat kinerja pegawai.
Hasil perhitungan Koefisien Konkordansi Kendall menunjukkan koefisien
sebesar 0,497 dengan tingkat signifikansi sebesar 95. Hasil ini telah membuktikan
bahwa ada hubungan yang signifikan secara bersama-sama antara variabel motivasi
kerja, kemampuan kerja dan gaya kepemimpinan dengan kinerja pegawai.
Koefisien determinasi Konkordansi Kendall (W2) yang mencerminkan
seberapa besar keeratan hubungan antara ketiga variabel independen dengan
dependen menunjukkan nilai sebesar 0,247 (0,4972 x 100). Atau dapat dinyatakan
bahwa ketiga variabel independen ini mempunyai sumbangan sebesar 24,7,
138
sedangkan sisanya sebesar 75,3 adalah faktor-faktor lain yang tidak dalam
penelitian ini.
Novita Rizqi Rahmawati. 2013. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada Bank Rakyat Indonesia
Cabang Surakarta). Fakultas Ekonomi Akuntansi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Hasil penelitian dan pembahasan menyimpulkan sebagai berikut:
Gaya kepemimpinan berpengaruh negatif terhadap kinerja (nilai t = 2,756)
dan h1 diterima pada taraf signifikansi 5% (p < 0,05). Hal ini berarti semakin tinggi
gaya kepemimpinan dalam perusahaan maka akan meningkatkan kinerja dalam
perusahaan.
Motivasi kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan (nilai thitung =
0,440) dan h2 ditolak pada taraf signifikasi 5% (p > 0,05), artinya kinerja karyawan
dalam perusahaan tidak berpengaruh terhadap motivasi kerja dalam perusahaan
Pembahasan hasil penelitian didasarkan pada konsep gagasan tentang kajian
hubungan kausalitas di antara Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja yang
diposisikan sebagai variabel antecedent (yang mendahului, sebab) dengan Kinerja
Perawat yang diposisikan sebaga variabel konsekuensi (fenomena, akibat). Dengan
konsep gagasan ini maka pembahasan hasil penelitian hanya mencakup analisis
pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat, baik
secara parsial maupun secara bersama-sama. Analisis pengaruh tersebut dilakukan
berdasarkan konstruk-konstruk variabel sebagai berikut :
139
4.8.6 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat di
RS. PMI Bogor
Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh Peran Kepemimpinan
terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor 22,4%. Adanya pengaruh yang signifikan
ini menandakan bahwa di antara Peran Kepemimpinan dan Kinerja Perawat terjalin
suatu hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang bermakna : Apabila Peran
Kepemimpinan ditingkatkan atau meningkat maka peningkatan tersebut secara
stimulan diikuti dengan peningkatan Kinerja Perawat.
Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa Peran Kepemimpinan
merupakan salah satu faktor penyebab tinggi rendahnya Kinerja Perawat RS. PMI
Bogor. Oleh sebab itu Kinerja Perawat dapat ditingkatkan dengan salah satu
caranya adalah dengan meningkatkan Peran Kepemimpinan.
Merujuk pada pendekatan teori dari Covey (2013:167) yang menjelaskan
bahwa kepemimpinan sebagai sebuah upaya proaktif untuk memperkuat nilai-nilai
sejati dan potensi dari orang di sekitar kita yang tercermin melalui empat peran
kepemimpinan yaitu Panutan (jiwa), Perintis (pikiran), Penyelaras (disiplin),
Pemberdaya (gairah).
Atas dasar pengujian setiap dimensi bahwa Peran Kepemimpinan sebagai
Perintis yang mendapatkan respon dominan dari para responden penelitian yang
mengindikasikan bahwa Peran Kepemimpinan Ruangan di RS.PMI Bogor
diharapkan dapat menjadi sebuah perintis baik secara pelaksanaan tugas,
perencanaan tugas, penjelasan pelaksanaan tugas, pandangan terhadap visi dan misi
140
Rumah Sakit serta dapat mengaktualisasikan dengan baik setiap tugas yang
diamanatkan.
Dalam pandangan responden penelitian yang keseluruhannya adalah Perawat
Ruangan di RS PMI Bogor bahwa Peran Kepemimpinan yang dapat meningkatkan
Kinerja Perawat di RS PMI Bogor adalah Peran Kepemimpinan yang bersifat
Perintis dapat menjadikan sebuah refleksi diri dari berbagai sikap dan perilaku
seorang pemimpin yang baik dalam menjalankan serta penyelesaian tugas.
Perintis dalam hal ini adalah setiap pemimpin dapat menjadi awal sebagai
contoh berperilaku atau dalam bertindak sesuai dengan norma dan etika yang
berlaku dalam organisasi RS PMI Bogor, serta dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab selaku pimpinan Ruangan di RS PMI Bogor bertindak sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen RS
PMI Bogor.
4.8.7 Analisis Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor.
Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh secara parsial Motivasi
terhadap Kinerja Perawat di RS PMI Bogor sebesar 16,7%. Adanya pengaruh yang
signifikan ini menandakan bahwa di antara Motivasi dan Kinerja Perawat terjalin
suatu hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang bermakna : Apabila Motivasi
ditingkatkan atau meningkat maka peningkatan tersebut secara stimulan diikuti
dengan peningkatan Kinerja Petugas Kesehatan.
141
Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa Motivasi merupakan salah satu
faktor penyebab tinggi rendahnya Kinerja Perawat di RS PMI Bogor. Oleh sebab
itu Kinerja Perawat dapat ditingkatkan dengan salah satu caranya adalah dengan
meningkatkan Motivasi.
Dengan berbasis pada Teori Hierarki Kebutuhan Maslow dalam Nitisusastro
(2013: 46-47) yang mengatakan bahwa terdapat lima kelompok kebutuhan manusia
yang berbeda-beda, yaitu Kebutuhan fisiologis (fisiological needs), kebutuhan
keamanan (safety needs), kebutuhan sosial atau berkelompok (social needs),
kebutuhan penghargaan (esteem needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (self
actualism needs)‖,
Atas dasar pengujian setiap dimensi bahwa Motivasi Kerja memperlihatkan
kebutuhan akan keamanan yang mendapatkan respon dominan dari para responden
penelitian yang mengindikasikan bahwa kebutuhan keamanan yang berupa
kenyamanan lingkungan di luar maupun di dalam RS PMI Bogor, situasi di
lingkungan RS. PMI Bogor yang kondusif, tata krama sesama perawat dan
kebersamaan dalam menjalankan tugas pelayanan kesehatan terhadap pasien
diharapkan dapat menjadi sebuah motivasi kerja yang baik pada setiap tugas yang
diamanatkan.
142
4.8.8 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara
bersama-sama terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh Peran Kepemimpinan dan
Motivasi Kerja secara bersama-sama terhadap Kinerja Perawat sebesar 55,9%.
Hasil pengujian hipotesis ganda menunjukkan bahwa pengaruh Peran
Kepmimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat memperlihatkan
bahwa ternyata pengaruh langsung Peran Kepemimpinan (22.4%) lebih besar dari
pengaruh langsung Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawatyang hanya mencapai
16,7%. Hasil penelitian ini dapat diterima dengan argumen sebagai berikut :
Merujuk pada penelitian yang dihasilkan bahwa keempat komponen Peran
Kepemimpinan yaitu Panutan (jiwa), Perintis (pikiran), Penyelaras (disiplin),
Pemberdaya (gairah). Keempat komponen tersebut dapat menunjang Kinerja
Perawat di RS PMI Bogor, karena dengan Peran Kepemimpinan yang baik dari
setiap pemimpin di ruangan dapat mendorong peningkatan kinerja seorang perawat
untuk melakukan kinerja yang lebih baik lagi. Sehingga peningkatan Peran
Kepemimpinan yang dilakukan kepada seluruh Perawat diikuti dengan peningkatan
Kinerja Perawat di RS PMI Bogor.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa kontribusi besarnya pengaruh Peran
Kepemimpinan lebih besar dibandingkan dengan Motivasi Kerja terhadap Kinerja
Perawat di RS PMI Bogor. Maka peningkatan Kinerja dapat dilakukan dengan
melakukan peningkatan Peran Kepemimpinan para Pimpinan Ruangan di RS PMI
Bogor.
143
Mengingat pentingnya Kinerja yang optimal dari para Perawat di RS. PMI
Bogor, maka dengan peningkatan sebuah Peran Kepemimpinan para pemimpin
ruangan diharapkan dapat membangkitkan Kinerja yang lebih baik lagi. Sesuai
dengan hasil penelitian dengan pendekatan Koefisien Jalur maka variabel bebas
Peran kepemimpinan dapat memberikan intervensi terhadap variabel Motivasi
Kerja sebesar 8.4%, sehingga peningkatan Kinerja Perawat yang dilakukan dengan
peningkatan Peran Kepemimpinan maka dapat meningkatkan Motivasi Kerja para
Perawat di RS PMI Bogor sebesar 8,4% yang dapat dilakukan dengan efektif dan
efisien melalui peningkatan Peran Kepemimpinan.
4.8.9 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan melalui Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh langsung Peran
Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat di RS PMI Bogor sebesar 22.4%. Melihat
hasil tersebut bahwa Peran Kepemimpinan mendapatkan sebuah bobot yang relatif
besar sehingga peningkatan Kinerja Perawat di RS PMI Bogor dapat ditingkatkan
dengan peningkatan Peran kepemimpinan tersebut sehingga Perawat yang
menjalankan tugas pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat menjalankan
tugasnya sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Peningkatan Peran Kepemimpinan tersebut dapat menjadi lebih besar
terhadap Kinerja Perawat di RS PMI Bogor seiring dengan hasil penelitian yang
dilakukan bahwa peningkatan Peran Kepemimpinan dapat lebih besar yaitu sebesar
8.4% apabila Motivasi Kerja Perawat juga ditingkatkan. Hal ini searah dengan
144
Motivasi Kerja perawat meningkat karena adanya intervensi dari Peran
Kepemimpinan baik dan bekerja sesuai dengan aturan.
Oleh sebab itu, manajemen RS PMI dapat selalu dan secara
berkesinambungan dapat meningkatkan Peran Kepemimpinan yang akan
memberikan dan berpengaruh terhadap Kinerja Perawat baik secara langsung
maupun melalui peningkatan Motivasi Kerja Perawat.
4.8.10 Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja
Perawat di RS PMI Bogor
Merujuk kepada hasil penelitian bahwa Motivasi Kerja Perawat dapat di
tingkatkan lebih baik lagi setelah manajemen RS. PMI Bogor dapat melaksanakan
peningkatan Peran Kepemimpinan dari setiap pemimpin ruangan di RS PMI Bogor
dengan terencana dan berkesinambungan. Melihat hasil pengujian hipotesis
tersebut, bahwa Peran Kepemimpinan yang berkembang dapat memberikan
pengaruh secara langsung, positif dan signifikan terhadap Motivasi Kerja Perawat
RS. PMI Bogor.
Merujuk hasil penelitian tersebut bahwa besarnya pengaruh Peran
Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja sebesar 18,9 %, serta dengan dengan nilai
persamaan regresi yaitu : Ý = 23.557 + 0.238X1.
Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa setiap peningkatan Peran
Kepemimpinan akan meningkatkan Motivasi Kerja atau akan diikuti peningkatan
Motivasi Kerja sebesar satu satuan. Hasil ini sangat logis dan telah telihat
signifikan bahwa sebagai seoarang Pemimpin yang dapat memberikan peran
145
sebagai Panutan (jiwa), Perintis (pikiran), Penyelaras (disiplin), Pemberdaya
(gairah) dapat meningkatkan Motivasi Kerja Perawat untuk menjadikan Kinerja
Perawat di RS PMI Bogor jauh lebih baik lagi.
4.9 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur
ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu:
Faktor-faktor yang mengenai pelaksanaan penelitian di ruangan rawat inap.
Pada petugas perawat ruangan rawat inap, memiliki tugas shift. Sehingga
pengambilan sampel dilakukan dalam beberapa tahapan shift (pagi, siang dan
malam) agar tidak terjadi dalam satu nama, atau sampel yang sama. Sehingga
memenuhi kriteria dari pengambilan sampel
Walaupun demikian peneliti berupaya untuk memilih responden yang
merupakan orang-orang kunci untuk melakukan perubahan, dengan demikian
diharapkan hasil tetap valid dan sesuai dari rencana penelitian.
4.10 Implikasi Penelitian
4.10.1 Implikasi Terhadap Pelayanan Rumah Sakit
Salah satu yang menjadi perhatian oleh pasien atau keluarga pasien ketika
datang berkunjung ke rumah sakit adalah kinerja para perawat yang melayani
pasien ataupun keluarga pasien dengan baik.
Kinerja perawat yang baik dalam penelitian ini adalah menunjukkan terdapat
berbagai variabel yang mempengaruhinya, namun dalam penelitian ini dipandang
146
perlu untuk dibatasi sehingga diambil dua variabel dominan yang mempengaruhi
kinerja perawat di RS PMI Bogor yaitu variabel Peran Kepemimpinan dan Motivasi
Kerja.
Dalam penelitian ini dihasilkan bahwa kedua variabel tersebut berpengaruh
baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingg dapat dinyatakan bahwa
kinerja perawat dipengaruhi oleh Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja,
sehingga kinerja perawat dapat jauh lebih baik jika kedua variabel bebas tersebut
dapat ditingkatkan dengan baik yang akan diasumsikan berdampak pada kualitas
pelayanan kesehatan di RS PMI Bogor.
4.10.2 Implikasi Terhadap Manajerial
Tingkat persaingan bisnis di dunia kesehatan semakin hari semakin
menunjukkan geliat yang semakin ketat, sehingga setiap pengusaha bisnis
kesehatan dituntut untuk terus meningkatkan kinerja para petugas kesehatan yaitu
salah satunya perawat di RS PMI Bogor, peningkatan kinerja perawat dari berbagai
unit kerja yang dapat menunjang tingkat kinerja Rumah Sakit tersebut.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis baik secara parsial maupun simultan
bahwa Peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja dapat mempengaruhi tingkat
Kinerja dari para perawat yang ada di RS.PMI Bogor. Sehingga Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja yang dipandang sebagai variabel sebab dapat
mengakibatkan tinggi dan rendahnya tingkat Kinerja Perawat di RS.PMI Bogor.
147
4.10.3 Implikasi Terhadap Pendidikan
Dengan hasil penelitian yang didapatkan bahwa harapan yang hendak
tercapai adalah bahwa hasil penelitian dapat dijadikan rujukan bagi upaya
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Administrasi Rumah Sakit yang
berguna juga untuk menjadi referensi bagi mahasiswa yang sedang melakukan
kajian atas fenomena Kinerja Petugas Kesehatan dengan permasalahan Peran
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja dalam Manajemen Rumah Sakit.
4.10.4 Implikasi Terhadap Penelitian Selanjutnya
Menyadari akan keterbatasan waktu dan pengetahuan maka hasil penelitian
ini dapat disajikan sebuah rujukan guna pengembangan penelitian selanjutnya yang
lebih mendalam dan komprehensif.
148
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan hasil penelitian dengan
menggunakan metode analisis kuantitatif adalah sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh langsung, positif dan signifikan Peran Kepemimpinan
Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor sebesar 42,4 %.
Pengaruh ini menunjukkan bahwa Peran Kepemimpinan Kepala Ruangan
berpengaruh terhadap Kinerja Perawat di RS. PMI Bogor serta terjalin suatu
mekanisme hubungan kausalitas atau hubungan sebab-akibat.
2. Terdapat pengaruh langsung, positif dan signifikan Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Perawat RS. PMI Bogor sebesar 37,8 %. Pengaruh ini menunjukkan
bahwa Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kinerja Perawat di RS. PMI
Bogor serta terjalin suatu mekanisme hubungan kausalitas atau hubungan
sebab-akibat.
3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan Kepala
Ruangan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Perawat RS. PMI Bogor
sebesar 55,9 %. Pengaruh ini menunjukkan bahwa Peran Kepemimpinan
Kepala Ruangan dan Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kinerja Perawat
di RS. PMI Bogor serta terjalin suatu mekanisme hubungan kausalitas atau
hubungan sebab-akibat.
149
4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan Peran Kepemimpinan Kepala
Ruangan (22.4%) melalui Motivasi Kerja (8.4%) terhadap Kinerja Perawat
RS. PMI Bogor sebesar 30,8 %. Pengaruh ini menunjukkan bahwa Peran
Kepemimpinan Kepala Ruangan melalui Motivasi Kerja berpengaruh
terhadap Kinerja Perawat di RS. PMI Bogor serta terjalin suatu mekanisme
hubungan kausalitas atau hubungan sebab-akibat.
5. Terdapat pengaruh langsung, positif dan signifikan Peran Kepemimpinan
Kepala Ruangan terhadap Motivasi Kerja Perawat RS. PMI Bogor sebesar
18,9 %. Pengaruh ini menunjukkan bahwa Peran Kepemimpinan Kepala
Ruangan berpengaruh terhadap Motivasi Kerja Perawat di RS. PMI Bogor
serta terjalin suatu mekanisme hubungan kausalitas atau hubungan sebab-
akibat.
5.2 Saran
Dengan kesimpulan yang diperoleh selanjutnya saran-saran yang
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Dalam rangka meningkatkan Kinerja Perawat di RS. PMI Bogor, disarankan
kepada pihak rumah sakit agar dilakukan upaya peningkatan Peran
Kepemimpinan dengan memberikan sebuah peran serta kepada setiap
Kepala Ruangan di RS PMI Bogor, misal Pada tiap tahun untuk dinilai
Ruangan rawat Inap terbaik, agar menjadi motivasi Kepala Ruangan dan
perawat memberikan yang terbaik pada pasiennya.
150
2. Dalam Variabel Motivasi Kerja terlihat dimensi Keamanan merupakan
dimensi yang paling dominan. Sehingga memberikan suasana kerja yang
lebih akrab dapat meningkatkan motivasi kerja. Dalam rangka
meningkatkan Kinerja Karyawan di RS. PMI Bogor.
3. Mengingat bahwa kontribusi pengaruh Peran Kepemimpinan lebih besar
dari kontribusi pengaruh Motivasi Kerja, maka peningkatan Kinerja Perawat
di RS PMI Bogor dapat diprioritaskan dengan peningkatan Peran
Kepemimpinan pada dimensi perintis pada setiap Kepala Ruangan dengan
memberikan program pelatihan kepemimpinan yang memperkuat visi dan
misi tertentu dengan mendatangkan pembicara yang sudah berpengalaman
diharapkan dapat meningkatkan Peran Kepemimpinan Kepala Ruangan
sehingga dapat meningkatkan Kinerja Perawat di RS PMI Bogor.
4. Agar penelitian ini dapat dilanjutkan dan dapat memberi masukan untuk
penelitian selanjutnya, sehingga Penelitian selanjutnya lebih berkembang
dan menjadia acuan untuk penelitan yang ada di rumah sakit terutama
untuk peningkatan kinerja dapat menjadi lebih baik
5. Penelitian ini dapat dijadikan dasar ilmu Administrasi Rumah Sakit dan
dapat dikembangkan menjadi lebih baik kedepannya terutama dalam
peningkatan kinerja Rumah Sakit dan Sumber daya Manusia. Sumber daya
manusia di rumah sakit merupakan hal yang penting, dan salah satunya
adalah faktor kinerja karyawan.
151
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdurahman M dan Muhidin S A. 2007. Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur
dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek . Jakarta. PT.
Rineka Cipta.
Colquitt, Jones A, Jeffery A. Lepine, Michael J. Wesson. 2009. Organizational
Behavior: Improving Performance and Commitmen in the Workplace.
Texas A&M University : McGraw-Hill
Covey, Stephen R. 2005. The 8th Habit Melampaui Efektivitas, Menggapai
Keagungan. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
George Jennifer, M. and Gareth R. Jones. 2005. Understanding and Managing
Organizational Behaviour Fourth Edition. New Jersey : Pearson Prentice
Hall Pearson Education International.
Ghozali, Imam, 2004. Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan
program AMOS Versi 5.0., Semarang, Universitas Diponegoro.
Hersey, Paul dan Ken Blanchard, 1994, Manajemen Perilaku Organisasi,
Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, Penerjemah : Agus Dharma
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kuncoro, Engkos A dan Riduwan, 2013. Cara Mudah Menggunakan dan
Memaknai Path Analysis (Analisis Jalur), Bandung: Alfabeta,
Kuncoro, Engkos Achmad dan Riduwan. 2007. Cara Menggunakan Dan
Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Penerbit : Bandung, ALFABETA
Nawawi, Hadari, 1998, Manajemen Sumber Daya Manusia : Untuk Bisnis Yang
Kompetitif, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Nawawi, Hadari, 2003. Perencanaan SDM, Yogyakarta, Gajah Mada University
Press
Nitisusastro, Mulyadi. 2013. Perilaku Konsumen. Dalam Persfektif Kewirausahaan.
Alfabeta. Bandung.
152
Rasyid, Muhammad Ryaas, 2000, Makna Pemerintahan – Tinjauan dari segi Etika
dan Kepemimpinan, Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya.
Robbins, Stephen, P. 2003. Organization Theory; Structure, Design, and
Application, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, NJ.
Robbins. Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi, Jakarta: Gramedia.
Saefullah, A.Djadja, 2008. Pemikiran Komteporer Administrasi Publik – Perspektif
Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Era Desentralisasi, Bandung:
LP3AN Fisip UNPAD
Sianipar, JPG, 2000, Perencanaan Peningkatan Kinerja,Bahan Diklat Staf dan
Pimpinan Tingkat Pertama, Jakarta : Lembaga Administrasi Negara
Soerjono, Soekanto, 2002, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada.
Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung.
Alfabeta.
Thoha, Miftah, 1990, Dimensi-Dimensi Prima Administrasi Negara, Yogyakarta :
Fisipol UGM.
Thoha. Miftah, 1996, Perilaku Organisasi-Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta :
PT. Raja Grafindo.
Wexley, Kenneth N dan Gary A. Yukl, 1992, Perilaku Organisasi Dan Psikologis
Personalia, Penterjemah: Muh. Shobaruddin, Jakarta: P.T. Rineka Cipta
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Wibowo, 2007, Manajemen Kinerja, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Wirawan 2014, Evaluasi Kinera Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi dan
Penelitian, Jakarta: Salemba Empat.
Yaslis, Ilyas, 2002, Kinerja: Teori, Penilaian, Dan Penelitian. Depok: Penerbit :
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKMUI.
153
Jurnal :
Anggoronggang, Gladys M. Jootje M. L. Umboh, A.Joy M. Rattu. 2014. Hubungan
Antara Motivasi Dengan Kinerja Tenaga Keperawatan Di Rumah Sakit Umum
Pancaran Kasih GMIM Manado. Universitas Sam Ratulangi. Sulawesi Utara.
Jayanti, 2013. Analisis Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kontrak
Psikologis, Disiplin Kerja, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan RSUD Kota Semarang. Fakultas Ekonomi Unversitas Dian
Nuswantoro
Kasim, Suryanti, Fredna J.M Robot dan Rivelino Hamel. 2013. Hubungan
Disiplin Waktu Dengan Kinerja Pelayanan Kesehatan DI Puskesmas
Tataba Kec. Buko Kabupaten Banggai Kepulauan. Ejour nal
Keperawatan (e-Kp ) Volume 1 Nomor 1 Agustus 2013. Universitas
Sam Ratulangi. Sulawesi Utara.
Marpaung, Iga M. Dj. Hamid, M. Iqbal. 2014. Pengaruh Motivasi dan Disiplin
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Karyawan Rumah Sakit
Reksa Waluyo Mojokerto) Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas
Brawijaya Malang. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 15 No. 2
Oktober 2014.
Muis, Abdul. 2012. Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia dan Disiplin Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Dinar Jaya Kreasindo. Jurnal Bijak
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia. ISSN 1141-0830,
Vol. IX,No. 2, Oktober 2012
Saprianti. 2013. Kinerja Pegawai Dalam Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Siduk
Kabupaten Kayong Utara. Governace, Jurnal S1 Ilmu Pemerintahan Vol.
2, Agustus 2013. Universitas Tanjungpura. http://jurmafis.untan.ac.id;
http//jurnalmhsfisipuntan.co.nr
Suriana. 2015, Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Uban
Provinsi Kepulauan Riau) Universitas Maritim Raja Ali Haji. Kepulauan
Riau.
Wiranata, Anak Agung. 2011. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Dan
Stres Karyawan (Studi Kasus : CV. Mertanadi). Fakultas Teknik
Universitas Udayana, Denpasar
Putra, Nicko Permana. 2013. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Lingkungan
Kerja, Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt.
Indonesia Power Semarang
154
Linawati dan Suhaji. 2013. Pengaruh Motivasi, Kompetensi, Kepemimpinan, dan
Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Pt. Herculon
Carpet Semarang) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Manggala
Tesis:
Putra, Kharisma Eka, 2013, Pengaruh Implementasi Kebijakan Daerah dan
Kompetensi Aparatur Terhadap Kinerja Badan Penanaman Modal Dan
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Depok, Institut Pemerintahan Dalam
Negeri.
Susanto, Ari, 2014, Pengaruh Pengawasan Melekat Terhadap Kinerja Perangkat
Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Sekolah Tinggi
Ilmu Pemerintahan Abdi Negara.