pengaruh penyiraman dan penganginan terhadap …

60
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK TELUR AYAM RAS HASIL PERENDAMANAN DALAM CAMPURAN LARUTAN GARAM DENGAN EKSTRAK JAHE YANG BERBEDA SKRIPSI ZULFIKAR PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK TELUR AYAM RAS HASIL

PERENDAMANAN DALAM CAMPURAN LARUTAN GARAM

DENGAN EKSTRAK JAHE YANG BERBEDA

SKRIPSI ZULFIKAR

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

RINGKASAN

ZULFIKAR. D14201070. 2008. Sifat Fisik dan Organoleptik Telur Ayam Ras Hasil Perendaman dalam Campuran Larutan Garam dengan Ekstrak Jahe yang Berbeda. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. B. N. Polii, SU

Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral, serta memiliki daya cerna yang tinggi. Hal ini ditandai dengan rendahnya zat yang tidak dapat diserap setelah telur dikonsumsi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah mekanisme proses pengawetan yang salah satunya dengan proses perendaman telur dengan penambahan ekstrak jahe. Proses tersebut dapat dilakukan karena adanya larutan yang mengandung zat antimikroba, sifat bakterisidal maupun zat antioksidan untuk mencegah kerusakan telur. Komponen jahe dapat meresap ke dalam telur melalui seluruh bagian kerabang telur yang terdapat banyak pori dengan bentuk yang tidak beraturan. Selain sebagai pengawetan diduga jahe dapat meningkatkan flavor atau cita rasa yang lebih baik pada telur.Tujuan penelitian ini adalah menilai sifat fisik dan sifat organoleptik telur yang direndam dengan ekstrak jahe. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur ayam ras yang berumur maksimum sehari yang diperoleh dari peternak ayam di daerah Bogor. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial 4 x 3 dengan tiga kali ulangan dan ulangan sebagai kelompok. Persentase ekstrak jahe (0%; 5%; 10%; 15%) pada larutan garam (15%) sebagai faktor pertama dan lama perendaman sebagai faktor kedua (2, 4, dan 6 hari). Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, dianalisis dengan GLM (General Linear Model) pada program Statistix 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada telur tidak berbeda nyata. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 sampai dengan April 2007, di Bagian IPT Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor dan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapat interaksi antar perlakuan perendaman dan persentase ekstrak jahe. Persentase ekstrak jahe dalam larutan garam dengan lama perendaman yang berbeda, tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan bobot telur, haugh unit, indeks kuning telur, nilai pH dan kadar air telur pada pengamatan hari ke- 2, 4 dan 6. Penilaian organoleptik dengan uji skoring terhadap telur rebus yang dilakukan oleh panelis agak terlatih menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap warna kuning telur, tekstur putih telur dan aroma terkecuali pada warna putih telur.

Kata–kata kunci : telur ayam ras, persentase ekstrak jahe, larutan garam, lama perendaman.

Page 3: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

ABSTRACT

Nature’s of Physical and Organoleptic Race Quality of Egg Chicken’s bath of Product On Salt Solution with Different Ginger Extract

Zulfikar, Z. Wulandari, B. N. Polii

Egg is the most consumed food because it has good nutrition. But, in the other side it utilities has many problem because it’s perishable food. Egg soaking in solution that contain antimicrobial, in research with ginger extract on salt solution, intended can prevent egg damage. This research is analyzing nature’s of physical and organoleptic egg of chicken’s race in ginger extract on salt solution. This research helding in Poultry Production Science Laboratory, Bogor Agricultural University , and Livestock Product Technology, Bogor Agricultural University from August 2006 until April 2007. This research using 240 eggs that treated with ginger extract (0, 5, 10 and 15%) on salt solution (15 %) and immersion day’s (2, 4 and 6 ). This research using Group Randomized Design, 4x3 factorial pattern. The parameters observed are variable of egg weight, Haugh Unit, yolk index, pH, moisture, and organoleptic quality. Analyzing data with ANOVA from SAS computer programming. Output research treatment for nature’s physical and organoleptic value is not signifficant difference.

Keywords : egg chicken’s race, ginger extract, salt solution, bath day’s

Page 4: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK TELUR AYAM RAS HASIL PERENDAMANAN DALAM CAMPURAN LARUTAN GARAM

DENGAN EKSTRAK JAHE YANG BERBEDA

ZULFIKAR

D14201070

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 5: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK TELUR AYAM RAS HASIL PERENDAMANAN DALAM CAMPURAN LARUTAN GARAM

DENGAN EKSTRAK JAHE YANG BERBEDA

Oleh :

ZULFIKAR D14201070

Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 16 Juli 2008

Pembimbing Utama Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si NIP. 132 206 246

Pembimbing Anggota Ir. B. N. Polii, SU NIP. 130 819 350

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP. 131 955 531

Page 6: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …
Page 7: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Mei 1983 di Kota Jakarta, Propinsi DKI

Jakarta. Penulis dilahirkan sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan

Bapak Muhammad Nasir dan Ibu Hidayati.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SDN 05

Pasar Manggis pada tahun 1989-1995. Penulis melanjutkan pendidikan menengah

pertama di SMPN 145 Jakarta pada tahun 1995-1998 dan pendidikan menengah

umum di SMUN 43 Jakarta pada tahun 1998-2001. Kemudian penulis diterima

sebagai mahasiswa di Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan

IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2001.

Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis pernah aktif dalam kegiatan

baik di dalam maupun di luar kampus diantaranya Forum Aktivis Mahasiswa Muslim

Al-an’aam (FAMM Al-an’aam), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan

IPB (BEM-D IPB). Selain itu, penulis juga aktif mengikuti seminar-seminar dan

pelatihan yang dilaksanakan baik dalam maupun di luar lingkungan kampus IPB.

Penulis diterima sebagai finalis Program Kreatifitas Mahasiswa dengan judul

“Komersialisasi Cacing Sutera Beku Hasil Budidaya secara Intensif dengan Metode

Talang Air Bertingkat” pada tahun 2005.

Page 8: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan berbagai

karunia maupun hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Skripsi ini berjudul “Sifat Fisik dan Organoleptik Telur Ayam Ras Hasil Perendaman

dalam Campuran Larutan Garam dengan Ekstrak Jahe yang Berbeda” di bawah

bimbingan Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si. dan Ir. B. N. Polii, SU.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sifat fisik dan organoleptik telur

yang direndam dengan berbagai konsentrasi ekstrak jahe (0, 5, 10 dan 15 %) dalam

larutan garam (15 %) dan lama perendaman (2, 4 dan 6 hari). Sifat fisik dilakukan

dengan penggunaan telur mentah yang sudah diberi perlakuan. Sifat fisik yang

diamati adalah perubahan bobot telur, Haugh Unit, indeks kuning telur, pH dan kadar

air. Sifat organoleptik menggunakan uji skoring dengan jumlah panelis agak terlatih

sebanyak 15 orang. Penilaian sifat organoleptik dilakukan terhadap telur rebus yang

sudah diberi perlakuan. Sifat organoleptik yang diamati dengan menggunakan uji

skoring adalah warna kuning telur, warna putih telur, tekstur putih telur dan aroma.

Penulis berusaha memberikan sedikit sumbangsih. Semoga hasil yang tidak

seberapa ini dapat bermanfaat dalam khazanah ilmu pengetahuan. Penulis menyadari

bahwa hasil skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga kritikan dan masukan sangat

penulis harapkan untuk perbaikan di masa akan datang. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga dapat menyelesaikan

skripsi dan lulus sebagai Sarjana Peternakan dari Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2008

Penulis

Page 9: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN …………………………………………………………………..

ABSTRACT ………………………………………………………………….…

RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………….

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….

DAFTAR ISI ….………………………………………………………………..

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………...

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………...…………….

PENDAHULUAN ……………………………………………………………...

Latar Belakang …………………………………………………………... Tujuan ……………………………………………………………………

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………..

Telur ……………………………………………………………………... Bentuk Telur ……………………………………………………… Komposisi Kimia ………………………………………………….

Putih Telur …………………………………………………. Kuning Telur………………………………………………..

Kerabang ………………………………………………………….. Kualitas Telur ……………………………………………………..

Berat Telur …………………………………………………. Haugh Unit ………………………………………………… Indeks Kuning Telur ………………………………….......... pH ……………………………………………………........... Kadar Air …………………………………………………… Penilaian Organoleptik .......……....………………………...

Jahe ………………………………………………………………………. Deskripsi Jahe …………………………………………………….. Komposisi Jahe …………………………………………………… Manfaat Jahe ………………………………………………………

Garam ……………………………………………………………………. Osmosis dan Difusi ………………………………………………………

METODE ……………………………………………………………………….

Lokasi dan Waktu ……………………………………………………….. Materi ……………………………………………………………………. Rancangan ………………………………………………………………..

Perlakuan …………………………………………………………..

i

ii

iii

iv

v

vii

viii

ix

1

12

3

334457889

10101010111112151616

17

17171717

Page 10: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Model ……………………………………………………………... Sifat Fisik …………………………………………………... Sifat Organoleptik …………………………………………..

Peubah …………………………………………………………….. Perubahan Bobot Telur ……………………………….......... Haugh Unit …………………………………………………. Indeks Kuning Telur ……………………………………….. Nilai pH ……………………………………………….……. Kadar Air …………………………………………………… Sifat Organoleptik …………………………………………..

Analisis Data ……………………………………………………… Prosedur ………………………………………………………………….

HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………………

Sifat Fisik ………………………………………………………………... Perubahan Bobot Telur …………………………………………… Haugh Unit ……………………………………………………….. Indeks Kuning Telur …………………………………................... Nilai pH …………………………………………………………… Kadar Air ………………………………………………………….

Sifat Organoleptik ……………………………………………………….. Warna Kuning Telur ……………………………………………... Warna Putih Telur …………………………………………….….. Tekstur Putih Telur ………………………………………………. Aroma ………………………………………………………..........

KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………

Kesimpulan ……………………………………………………………… Saran ……………………………………………………………………..

UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..

LAMPIRAN …………………………………………………………………….

171718191919191920202021

24

2424252627282930313234

36

3636

37

38

41

vi

Page 11: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

vii

Page 12: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras dan Itik Segar (dalam 100 Gram Berat Badan ……………………………………………...

5

2. Kandungan Asam Amino Telur Ayam ........................................ 6

3. Komposisi Mineral Telur ……………………………….……… 7

4. Komposisi Kimia Jahe Segar per 100 gram Berat Basah dan Jahe Kering Per 100 Berat Kering ……………………………...

13

5. Nilai Rataan Bobot Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman ………………………..

23

6. Nilai Rataan Haugh Unit dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman ………………………..

24

7. Nilai Rataan Indeks Kuning Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman …………….

25

8. Nilai Rataan pH dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman ………………………………..

26

9. Nilai Rataan Kadar Air Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman …………………..

28

10. Nilai Rataan Uji Skoring Warna Kuning Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendama ………………………………………………………

29

11. Nilai Rataan Uji Skoring Warna Putih Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman …….

31

12. Nilai Rataan Uji Skoring Tekstur Putih Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman …….

32

13. Nilai Rataan Uji Skoring Aroma dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman …………………..

33

Page 13: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Telur................................................................................ 3

2. Diagram Radial dari Kerabang Telur ........................................... 8

3. Skema Penelitian Pendahuluan .................................................... 21

4. Skema Penelitian Utama .............................................................. 23

Page 14: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Format Uji Segitiga …………………………………………………..

2. Format Uji Skoring …………………………………………………..

3. Tabel Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Perubahan Bobot Telur ………………………………………………………………….

4. Tabel Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Haugh Unit …………

5. Tabel Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Indeks Kuning Telur ..

6. Tabel Uji Tukey Indeks Kuning Telur pada Hari yang Berbeda …….

7. Tabel Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap pH Telur ……………

8. Tabel Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Kadar Air ………..…

9. Tabel Uji Tukey Kadar Air pada Hari yang Berbeda ………………..

10. Tabel Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Warna Kuning Telur ……………………………………………..………….

11. Tabel Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Warna Kuning Telur ………..

12. Tabel Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Warna Putih Telur …………………………………………………………....

13. Tabel Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Tekstur Putih Telur …………………………………………………………....

14. Tabel Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Tekstur Putih Telur ……….…

15. Tabel Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Aroma ..

16. Tabel Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Aroma ………………………..

40

41

43

43

43

43

44

44

44

44

45

45

45

46

46

46

Page 15: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur merupakan salah satu bahan pangan dengan nilai nutrisi yang baik. Hal

ini karena telur merupakan sumber protein yang terdiri dari berbagai asam amino

yang dibutuhkan oleh tubuh. Komposisi telur terdiri dari air (72,8 – 75,6 %), protein

(12,8 – 13,4 %) dan lemak (10,5 – 11,8 %). Telur merupakan bahan pangan yang

mudah rusak (perishable food) karena banyak mengandung nutrisi yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan mikroorganisme. Teknologi pengawetan merupakan teknologi

yang dapat mencegah kerusakan tersebut. Pengawetan yang sudah sering dilakukan

diantaranya berbagai metode pembuatan telur asin, larutan kapur, maupun

perendaman dengan ekstrak daun jambu biji.

Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang dapat digunakan sebagai

bahan pengawet. Jahe memiliki aktivitas zat antioksidan alami karena pada ekstrak

jahe terdapat zingerone, shogaol, gingerol, gingerdiol, diarylheptanoid dan

kurkumin. Komponen bioaktif jahe juga bersifat antimikroba. Zingeron dan gingerol

merupakan senyawa turunan fenol dan ketofenol dalam oleoresin jahe yang

mempunyai aktifitas sporostatik terhadap bakteri pembentuk spora Bacillus subtillis

pada konsentrasi 0.9 dan 1 %. Jahe memiliki sifat bakteriosidal terhadap beberapa

bakteri gram positif, sedangkan pada beberapa bakteri gram negatif bersifat

bakteriostatik. Adanya sifat antioksidan alami maupun bersifat antimikroba pada jahe

maka jahe dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami. Selain sebagai

pengawetan diharapkan jahe dapat meningkatkan flavor atau cita rasa yang lebih baik

pada telur. Aroma jahe dapat diserap ke dalam telur karena pada ekstrak jahe

terdapat minyak atsiri yang menimbulkan aroma khas jahe, serta adanya gingerols

dan shogaols untuk rasa pedas.

Mekanisme proses pengawetan dapat dilakukan dengan proses perendaman

pada telur dengan penambahan ekstrak jahe. Proses tersebut dapat dilakukan karena

adanya larutan yang mengandung zat antimikroba, sifat bakterisidal maupun zat

antioksidan untuk mencegah kerusakan telur. Komponen jahe dapat meresap ke

dalam telur melalui seluruh bagian kerabang telur yang terdapat banyak pori dengan

bentuk yang tidak beraturan.

Page 16: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menganalisa sifat fisik dan sifat organoleptik

telur ayam ras yang direndam pada larutan garam 15 % dengan penambahan

konsentrasi ekstrak jahe yang berbeda (0%, 5%, 10%, dan 15 %) dan lama

perendaman yang berbeda (2, 4 dan 6 hari).

2

Page 17: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

TINJAUAN PUSTAKA

Telur

Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi

karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia

seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral, serta

memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Telur merupakan bahan makanan

yang bernilai gizi tinggi. Hal ini ditandai dengan rendahnya zat yang tidak dapat

diserap setelah telur dikonsumsi (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Bentuk Telur

Bentuk telur yang sempurna adalah bulat telur, namun sering terjadi kelainan

pada bentuk telur yang disebabkan karena adanya kelainan pada proses pembentukan

kulit telur yang berlangsung di bagian isthmus dan uterus (Sirait, 1986). Struktur

telur secara detail dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Telur (Smith, 1997)

Struktur fisik telur terdiri dari tiga bagian utama, berturut-turut dari yang paling

luar sampai yang paling dalam, yaitu kerabang telur (egg shell) ± 12,3 %, putih telur

(albumen) ± 55,8 % dan kuning telur (yolk) ± 31,9 %. Struktur telur itik hampir sama

dengan telur ayam, kecuali besar bagian-bagiannya yaitu telur itik mengandung

Page 18: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

kuning telur 7 % lebih banyak dan putih telur 5 % lebih sedikit dari telur ayam

(Stadelman dan Cotteriil, 1977)

Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) kuning telur berbatasan dengan putih

telur dan dibungkus oleh suatu lapisan tipis yang disebut membran vitelin. Kuning

telur memiliki struktur yang kompleks yang terdiri dari latebra, bintik punat, lapisan-

lapisan konsentris terang (light yolk layer) dan gelap (dark yolk layer). Menurut

Buckle et al., (1985) posisi kuning telur yang baik adalah di tengah-tengah telur.

Posisi kuning telur akan bergeser bila telur mengalami penurunan kualitas. Keadaan

ini dapat dilihat dengan cara peneropongan.

Kerabang telur bersifat keras, halus, dilapisi kapur dan terikat kuat pada bagian

luar dari lapisan membran kerabang telur. Kerabang telur terdiri dari empat lapisan,

yaitu lapisan kutikula, bunga karang (spongiosa), mamilaris, dan membran kerabang

telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).

Komposisi Kimia

Komponen kimia telur menurut Panda (1996) tersusun atas air (72.8-75.6%),

protein (12,8-13,4%), dan lemak (10,5-11,8%). Komponen tersebut menyatakan

bahwa telur mempunyai gizi yang tinggi (Stadelman dan Cotterill, 1977). Komposisi

telur itik hampir sama dengan telur ayam kecuali besar bagian-bagiannya yaitu telur

itik mengandung kuning telur 7 % lebih banyak dan putih telur 5 % lebih sedikit dari

telur ayam (Powrie, 1973). Komposisi kimia antara telur ayam ras dan telur itik segar

memiliki kisaran yang hampir sama.

Putih Telur. Putih telur merupakan bagian telur yang bersifat cair kental dan tidak

berwarna pada telur segar. Putih telur terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan encer

luar (23%), lapisan kental (57%), lapisan encer dalam (19%), dan kalaza (11%).

Perbedaan kekentalan ini disebabkan karena perbedaan kadar air pada lapisan-lapisan

tersebut (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Dirjen Gizi Departemen

Kesehatan RI. (1989) putih telur memiliki komponen terbanyak berupa air, diikuti

oleh protein dan karbohidrat. Mengenai komposisi kimia telur ayam ras dan itik

dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

4

Page 19: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras dan Itik Segar (dalam 100 Gram Berat Bahan)

Telur Ayam Segar Telur Itik Segar Komposisi Kimia

Telur Utuh

Kuning Telur

Putih Telur Telur Utuh

Kuning Telur

Putih Telur

Kalori (Kal) 148,0 361,0 50,0 189,0 398,0 54,0

Air (g) 74,0 49,4 87,8 70,8 47,0 88,0

Protein (g) 12,8 16,3 10,8 13,1 17,0 11,0

Lemak (g) 11,5 31,9 0,0 14,3 35,0 0,0

Karbohidrat (g) 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8 0,8

Kalsium (mg) 54,0 147,0 6,0 56,0 150,0 21,0

Fosfor (mg) 180,0 586,0 17,0 175,0 400,0 20,0

Vitamin A (SI) 900,0 2000,0 0,0 1230,0 2870,0 0,0

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. (1989).

Kuning Telur. Kuning telur merupakan bagian terpenting telur karena banyak

mengandung zat-zat gizi yang berfungsi menunjang kehidupan embrio (Stevenson

dan Miller, 1986). Kuning telur merupakan bagian telur dengan zat gizi yang paling

lengkap dengan komponen terbanyak berupa air yang diikuti dengan lemak dan

protein (Winarno, 1997).

Kuning telur memiliki kadar lemak yang tinggi (11,5 %-12,3 %) dan terdiri atas

65,5 % trigliserida, 28,3 % fosfolipid, dan 5,2 % kolestrol (Panda, 1996). Fungsi

utama lemak bagi tubuh manusia adalah sebagai sumber energi (9 kkal/g). Tingginya

kalori yang dimiliki lemak menjadikan lemak sebagai sumber energi yang lebih

efektif dibandingkan karbohidrat dan protein (Winarno, 1997).

Pada kuning telur selain terdapat lemak, terdapat pula protein telur. Menurut

American Egg Board (2000) kandungan protein telur tersusun atas 18 asam amino,

yaitu alanin, arginin, asam aspartat, sistin, asam glutamat, glisin, histidin, isoleusin,

leusin, lisin, metionin, fenilalanin, prolin, serin, treonin, triptofan, tirosin, dan valin.

Mengenai kandungan dari masing-masing asam amino dalam 100 g bahan dapat

dilihat pada Tabel 2.

5

Page 20: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Tabel 2. Kandungan Asam Amino Telur Ayam Kadar Asam Amino

Asam Amino Telur Utuh Kuning Telur Putih Telur

-------------------------(g/ 100 g bahan)------------------------

Alanin 0,67 0,8 0,57

Arginin 0,72 1,11 0,53

Asam aspartat 1,2 1,52 1,00

Sistin 0,28 0,28 0,25

Asam glutamate 1,56 1,96 1,30

Glisin 0,4 0,48 0,34

Histidin 0,28 0,4 0,22

Isoleusin 0,65 0,78 0,55

Leusin 1,02 1,36 0,83

Lisin 0,86 1,23 0,67

Metionin 0,37 0,38 0,34

Fenilalanin 0,64 0,66 0,57

Prolin 0,48 0,65 0,38

Serin 0,89 1,32 0,68

Treonin 0,57 0,82 0,45

Triptofan 0,15 1,8 0,12

Tirosin 0,49 0,69 0,38

Valin 0,73 0,86 0,62

Sumber : Sirait (1986)

Pigmen kuning telur diklasifikasikan menjadi dua pigmen yaitu liokrom dan

lipokrom. Jumlah pigmen pada kuning telur sekitar 0,02%. Lipokrom larut dalam

lemak dan termasuk ke dalam kelompok karotenoid yang banyak terdapat dalam

jaringan tanaman (Stadelman dan Cotterill, 1977). Karotenoid yang terdapat pada

kuning telur adalah karoten dan xantofil. Karoten tidak dapat larut dalam asam, air,

dan basa. Liokrom adalah pigmen yang larut dalam air. Jenis pigmen ini adalah

ovoflavin yang juga ditemukan sebagai pigmen pada putih telur (Romanoff dan

Romanoff, 1963).

Perubahan warna dari permukaan kuning telur akibat perebusan yang terlalu

lama menjadi hijau kehitaman disebabkan karena pembentukan FeS. Putih telur

adalah sumber H2S yang dapat bereaksi membentuk FeS dengan Fe, yang banyak

terdapat dalam kuning telur, bila dipanaskan (Stadelman dan Cotterill, 1977).

6

Page 21: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Sebagian besar pangan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya

terdiri dari unsur-unsur mineral makro dan mikro. Kandungan mineral dalam suatu

bahan dikenal dengan kadar abu (Fennema, 1996). Komposisi mineral makro telur

segar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Mineral Telur Kadar Mineral (mg/100 g bahan )

Mineral Telur Utuh Kuning Telur Putih Telur

-----------------------(mg/100 g bahan)-----------------------

Kalsium 59 138 7

Besi 1,85 3,34 0,05

Magnesium 11 9 10

Fosfor 202 417 13

Kalium 130 118 136

Natrium 133 67 158

Tembaga 0,05 0,02 0,01

Mangan 0,03 0,06 0,01

Sulfur 0,067 0,065 0,003

Sumber : American Egg Board (2000).

Telur memiliki kadar abu berkisar antara 0,80-1,00 % (Panda, 1996). Menurut

Romanoff dan Romanoff (1963) kandungan mineral makro yang terbanyak pada

telur adalah P, Ca, Cl, Fe, Mg, K, Na, dan S.

Kerabang

Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling rendah nilai gizinya dan

hampir tersusun atas 95,1 % garam-garam anorganik, 3,3 % bahan organik, terutama

protein, dan air. (Romanoff dan Romanoff, 1963). Diagram radial dari kerabang telur

dapat dilihat pada Gambar 2.

7

Page 22: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Gambar 2. Diagram Radial dari Kerabang Telur (Stadelman dan Cotterill, 1977)

Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) seluruh bagian kerabang telur

terdapat banyak pori dengan bentuk yang tidak beraturan. Jumlah pori tersebut

bervariasi, berkisar antara 100-200 pori/cm2 permukaan kerabang telur. Bagian yang

tumpul dari telur mempunyai jumlah pori yang lebih banyak serta tebal kerabang

yang lebih tipis daripada bagian yang lain. Fungsi pori kerabang telur adalah sebagai

tempat pertukaran gas-gas dari dalam dan luar kerabang sehingga membantu

respirasi embrio di dalam telur. Pori yang terdapat pada telur ayam tiap cm2 jauh

lebih sedikit dibandingkan dengan telur itik (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Nowland (1987) menyatakan bahwa tebal kerabang yang baik untuk dipasarkan

adalah 0,3 sampai 0,33 mm sehingga telur tidak mudah pecah.

Kualitas Telur

Menurut Stadelman dan Cotteril (1977) kualitas telur merupakan kumpulan

ciri-ciri telur yang mempunyai selera konsumen. Kualitas telur sebagai ciri atau sifat

yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaannya yang akan

mempengaruhi penerimaan konsumen (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Berat Telur. Telur yang baru saja keluar dari badan induk umumnya masih baik dan

termasuk dalam kelas AA atau A. Akan tetapi, beberapa lama kemudian mutu telur

dapat menjadi rendah. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) serta Buckle et al.,

(1985), penyusutan berat telur disebabkan terjadinya penguapan air selama

8

Page 23: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

penyimpanan, terutama pada bagian putih telur dan sebagian kecil oleh penguapan

gas-gas seperti CO2, NH3, N2 dan H2S akibat degradasi komponen organik telur.

Berdasarkan beratnya, telur ayam ras dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok

sebagai berikut :

1. Jumbo dengan berat di atas 65 gram per butir

2. Ekstra besar dengan berat 60-65 gram per butir

3. Besar dengan berat 55-60 gram per butir

4. Sedang dengan berat 50-55 gram per butir

5. Kecil dengan berat 45-55 gram per butir

6. Kecil sekali dengan berat di bawah 45 gram per butir. (Sarwono, 1994).

Haugh Unit. Menurut Lesson dan Caston (1997) kondisi penyimpanan telur

merupakan salah satu faktor yang memiliki potensial untuk mempengaruhi albumen

(putih telur). Haugh unit merupakan salah satu kriteria untuk menentukan kualitas

telur bagian dalam dengan cara mengukur tinggi putih telur kental dan berat telur

(Iza et al., 1985).

Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa kehilangan CO2 melalui

pori-pori kulit dari albumen menyebabkan perubahan fisik dan kimia. Albumen yang

kehilangan CO2 dan tampak berair (encer). Pengenceran tersebut disebabkan

perubahan struktur protein musin yang memberikan tekstur kental dari putih telur.

Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) hilangnya CO2 melalui pori-pori kerabang

telur menyebabkan turunnya konsentrasi ion bikarbonat dalam putih telur dan

menyebabkan rusaknya sistem buffer sehingga kekentalan putih telur menurun.

Nilai Haugh Unit untuk telur yang baru ditelurkan nilainya 100, sedangkan

telur dengan mutu terbaik nilainya diatas 72. Telur busuk nilainya di bawah 50

(Buckle et al., 1985). Penentuan kualitas telur berdasarkan haugh unit menurut

standar United state Departemen of Agriculture (USDA), adalah sebagai berikut :

1. Nilai haugh unit kurang dari 31 digolongkan kualitas C

2. Nilai haugh unit kurang dari 31-60 digolongkan kualitas B

3. Nilai haugh unit kurang dari 60-72 digolongkan kualitas A

4. Nilai haugh unit lebih dari 72 digolongkan kualitas AA

9

Page 24: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Indeks Kuning Telur. Suatu metode yang dirancang untuk menyatakan kondisi

dalam telur secara umum dan bersifat perhitungan matematika yang terukur.

Pengukuran dengan membandingkan tinggi kuning telur dan lebar kuning telur yang

baru dipecahkan diatas meja datar (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Buckle

et al., (1985) indeks kuning telur segar beragam antara 0,33 dan 0,50 dengan nilai

rata-rata 0,42. Dengan bertambahnya umur telur, indeks kuning telur menurun karena

penambahan ukuran kuning telur sebagai akibat perpindahan air.

Nilai pH. pH putih telur segar yang baru keluar dari tubuh induk yaitu 7.6,

sedangkan pH kuning telur 6.0 (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Charley

(1982) saat telur baru keluar dari induknya, pH telur sekitar 7,6. Setelah

penyimpanan kira-kira satu minggu lamanya pada suhu ruang, nilai pH telur

meningkat menjadi 9,0-9,7. Adanya peningkatan pH ini menyebabkan serabut

ovomucin menjadi rusak sehingga terjadi pengenceran isi telur terutama pada putih

telur. Menurut Wells dan Belyavin (1985) pH dari putih telur dalam kondisi segar

sekitar 7,8 dan meningkat selama penyimpanan hingga 9,7. Peningkatan pH

disebabkan hilangnya gas CO2 saat proses penguapan melalui membran dan pori-pori

pada kerabang telur. Hasil biologis pada kuning dan putih telur menjadikan telur

lebih bersifat alkali (Fromm and Gammon, 1968). Menurut Buckle et al., (1985)

kenaikan pH, terutama dalam albumen yang meningkat dari kira-kira pH 7 sampai 10

atau 11 sebagai akibat hilangnya CO2.

Kadar Air. Kadar air merupakan jumlah total air yang terkandung dalam bahan

pangan (Winarno, et al., 2002). Kadar air ditentukan sebagai % kehilangan bobot

contoh bahan makanan setelah dikeringkan dalam oven sampai bobotnya tidak susut

lagi, pada tekanan satu atmosfer dengan suhu sedikit di atas titik didih air (1050C)

(Amrullah, 2004). Menurut Wulandari (2002) kadar air keseluruhan isi telur berkisar

antara 63,75% sampai dengan 70,50%.

Penilaian Organoleptik. Penilaian organoleptik sering juga disebut sebagai

penilaian indrawi atau penilaian sensori karena melibatkan panca indera yang

terdapat pada tubuh manusia. Penilaian organoleptik digunakan dalam penelitian dan

pengembangan produk pangan maupun non pangan, karena pelaksanaannya mudah

dan cepat. Salah satu indera yang digunakan adalah penglihatan. Penglihatan dalam

10

Page 25: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

penilaian mutu melibatkan sifat produk yang dapat diamati (fisik); misalnya warna,

ukuran, dan sifat permukaan. Penciuman terhadap bau merupakan pengenalan

produk dengan berdasarkan baunya, digunakan baik pada produk pangan maupun

non pangan, dan sifatnya lebih kompleks dari pencicipan (Soekarto, 1985). Rasa

yang dikenal sehari-hari merupakan gabungan dari rangsangan cicip, bau, suhu dan

pengalaman. Rasa yang dikenal melibatkan panca indera lidah, yang mampu

menginderakan empat macam cecapan utama yaitu asam, asin, manis dan pahit

(Winarno, 1997).

Uji skoring dimaksudkan untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik.

Uji ini dapat digunakan untuk menilai sifat hedonik atau sifat mutu hedonik dengan

memberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu (Soekarto,

1992). Menurut Rahayu (2001) uji skoring dikenal dalam penilaian organoleptik,

berfungsi untuk menilai sifat organoleptik secara lebih spesifik dalam suatu jenjang

mutu. Pengambilan nilai melalui uji skoring dengan panelis agak terlatih sebanyak

15 – 25 orang. Selama proses uji organoleptik baik pada tahap seleksi yaitu dengan

uji segitiga maupun pada tahap pengambilan nilai dengan uji skoring setiap panelis

telah diberikan pengertian tentang persepsi warna kuning, putih, tekstur dan aroma,

sehingga para panelis memiliki persepsi yang sama dalam memberikan penilaian.

Jahe (Zingiber officinale Roscoe)

Deskripsi Jahe

Berdasarkan taksonomi tanaman, jahe (zingiber officinale) termasuk dalam

divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo

Zingiberales, family Zingiberaceae, genus Zingiber dan spesies officinale

(Purseglove, et al., 1981). Jahe termasuk dalam famili Zingiberaceae.

Rimpang jahe bercabang-cabang berwarna putih kekuningan dan berserat.

Bentuk rimpang jahe pada umumnya gemuk agak pipih dan kulitnya mudah

dikelupas ( Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Rimpang jahe berkulit agak tebal

membungkus daging umbi yang berserat dan berwarna coklat beraroma khas.

(Achyad dan Ratu, 2005). Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah

rimpangnya. Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan dipanen

setelah berumur 9-11 bulan. Bentuk rimpang jahe bercabang-cabang tidak teratur

11

Page 26: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

dengan daging berwarna kuning atau jingga, berserat dan berbau harum (Koswara,

1995).

Berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpang dikenal 3 jenis jahe yaitu

jahe putih besar, jahe putih kecil dan jahe merah. Jahe putih besar biasanya disebut

jahe gajah atau jahe badak. Jahe gajah memiliki rimpang yang besar dan gemuk,

potongan melintangnya berwarna putih kekuningan, serat sedikit, aroma kurang

tajam dan rasa kurang pedas. Jahe gajah biasanya dikonsumsi saat berumur muda

maupun tua sebagai jahe segar atau jahe olahan. Jahe putih kecil memiliki potongan

melintang berwarna putih kekuningan, aroma agak tajam dan rasanya pedas. Jahe

merah memiliki ukuran terkecil, warna rimpangnya jingga muda sampai merah,

aroma sangat tajam dan rasanya sangat pedas. Jenis jahe putih kecil dan jahe merah

mempunyai kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan jahe gajah. Kedua jenis

jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak

atsirinya ( Santoso, 1994 ).

Waktu pemanenan jahe tergantung pada tujuan penggunaannya. Jahe yang

digunakan sebagai bahan baku permen, manisan dan selai dipanen pada saat muda

agar tidak terlalu keras, umumnya berumur 3-4 bulan (Farrel, 1985). Rimpang yang

akan digunakan sebagai bumbu atau untuk ekstraksi minyak atsiri dan oleoresin

dipanen setelah tua karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya lebih tinggi,

biasanya berumur 8-10 bulan (Purseglove et al., 1981).

Komposisi Jahe

Rimpang jahe mengandung air, pati, minyak atsiri, oleoresin, serat kasar dan

abu. Jumlah komponen-komponen itu dapat bervariasi sangat besar diantara jahe,

baik dalam bentuk segar maupun kering (Koswara, 1995). Rimpang jahe pada

umumnya mengandung minyak atsiri 0,25-3,3 %. Minyak atsiri ini menimbulkan

aroma khas jahe dan terdiri atas beberapa minyak terpenting zingiberen, curcumene,

philandren dan sebagainya. Jahe mengandung gingerols dan shogaols yang

menimbulkan rasa pedas. Oleoresin jahe mengandung sekitar 33% gingerols.

Rimpang jahe mengandung lemak sekitar 6-8 %, protein 9 %, karbohidrat 50 %

lebih, vitamin khususnya niacin dan vitamin A, beberapa jenis mineral dan asam

amino. Lemak pada rimpang jahe terdiri atas asam phosphatidat, lecitin dan asam

12

Page 27: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

lemak bebas. Rimpang jahe segar juga mengandung enzim protease sekitar 2,26 %

(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Komposisi kimia jahe segar per 100 gram berat basah dan jahe kering per 100

berat kering dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Kimia Jahe Segar per 100 gram Berat Basah dan Jahe Kering Per 100 Berat Kering.

Jumlah Komponen Jahe Segar Jahe Kering

Protein (g) 1,50 9,10

Lemak (g) 1,00 6,00

Karbohidrat (g) 10,10 70,80

Vitamin A (SI) 30,00 147,00

Vitamin B1 (mg) 0,02 -

Vitamin C (mg) 4,00 -

Kalsium (mg) 21,00 116,00

Fosfor (mg) 39,00 148,00

Besi (mg) 4,3 12,00

Niacin (mg) 0,80 5,00

Serat Kasar (g) 7,53 5,90

Total Abu (g) 3,70 4,80

Magnesium (mg) - 184,00

Natrium (mg) 6,00 32,00

Kalium (mg) 57,00 1342,00

Seng (mg) - 5,00

Sumber : Koswara (1995)

Rimpang jahe mengandung minyak atsiri, damar, mineral, sineol, fellandren,

kamfer, borneol, zingiberin, zingiberol, gingerol (misalnya di bagian-bagian merah),

zingeron, lipid, asam amino, niacin, vitamin A, B1, C dan protein. Minyak jahe

berwarna kuning dan kental. Minyak ini kebanyakan mengandung terpen, fellandren,

dextrokamfen, bahan seskuiterpen yang dinamakan zingiberon, zingeron, damar, pati

(Achyad dan Ratu, 2005).

Sifat khas jahe disebabkan oleh adanya minyak atsiri dan oleoresin. Minyak

atsiri jahe merupakan komponen pemberi aroma yang khas, sedangkan oleoresin

merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Minyak dan oleoresin terdapat

dalam minyak pada jaringan korteks dekat permukaan kulit (Koswara, 1995).

13

Page 28: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Minyak atsiri adalah bahan kimia aromatis alami yang dihasilkan oleh tanaman,

bersifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi dan

diperoleh melalui penyulingan uap, pengepresan maupun ekstraksi menggunakan

pelarut organik (Ketaren, 1988). Konsistensi minyak atsiri jahe adalah cairan kental

berwarna hijau sampai kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen-

komponen pembentuk rasa pedas dan hangat khas jahe (Purseglove et al., 1981).

Minyak atsiri secara umum dapat didefinisikan sebagai campuran organik yang

mudah menguap, tidak larut dalam air dan mempunyai bau yang khas sesuai dengan

tanaman penghasilnya (Jacob, 1951). Menurut Pursegloves et al. (1981) minyak

atsiri jahe mengandung komponen-komponen volatile, yaitu seskuiterpen dan

monoterpen. Seskuiterpen terdiri dari seskuiterpen hidrokarbon dan seskuiterpen

alkohol. Seskuiterpen hidrokarbon terdiri dari α-zingiberen, β-zingiberen, kurkumin,

β-bisabole, β-elemen, β-parnesen, δ-salinen, β-seskuiphelandren, dan seskuitujen.

Seskuiterpen alkohol terdiri dari zingiberol (cis-β-endesmol dan trans-β-endesmol),

nerediol, cis-β- seskuiphelandrol, dan cis-sabinen. Monoterpen hidrokarbon pada

jahe terdiri dari d-camphen, 4,3-karen, p-simen, d-limonen, mirsen, d-β-phelandren,

α-pinen, β-pinen, dan sabinen. Sementara itu, monoterpen teroksidasi terdiri dari d-

borneol, borneil asetat, 1,8-sineol, sitral, sistronelil-asetat, geraniol, dan linalool.

Kandungan minyak atsiri dan serat kasar dipengaruhi oleh jenis jahe, kondisi

penanaman seperti iklim dan cuaca, serta umur jahe. Semakin tua umurnya,

kandungan minyak atsiri dan serat kasarnya semakin besar. Hasil penelitian di

Australia menyebutkan bahwa kandungan minyak atsiri akan mencapai maksimum

pada umur 8-9 bulan (TPI, 1979).

Oleoresin adalah benda padat berbentuk pasta yang merupakan campuran

minyak atsiri pembawa aroma dan sejenis damar pembawa rasa (Rismunandar,

1988). Secara umum, oleoresin jahe tersusun oleh komponen-komponen gingerol dan

zingerol yang merupakan senyawa fenol dan ketofenol, shogaol yaitu senyawa

homolog zingerone, minyak atsiri, dan resin. Bentuknya berupa cairan berupa pekat

berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35%. (Koswara, 1995).

Oleoresin jahe lebih banyak mengandung komponen non volatile yang

mempunyai titik didih lebih tinggi daripada komponen volatile minyak atsiri.

Komponen non volatile itu merupakan zat pembentuk rasa pedas jahe dan memiliki

14

Page 29: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

sifat organoleptik seperti rempah-rempah aslinya, karena itu oleoresin tetap

memberikan rasa walaupun sebagian minyak atsiri telah menguap (Cripps, 1973).

Secara umum oleoresin jahe tersusun oleh komponen-komponen sebagai

berikut: gingerol dan zingeron, shogaol, minyak atsiri dan resin. Oleoresin

mengandung komponen-komponen pemberi rasa pedas yaitu gingerol sebagai

komponen utama serta shogaol dan zingeron dalam jumlah sedikit. (Koswara, 1995).

Komponen bioaktif oleoresin yang merupakan komponen non volatil rimpang

jahe yaitu gingerol, shogaol, dan zingeron memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.

Sejumlah 30 senyawa non volatil yang diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu

gingerol related dan diarilhephtanoid berhasil diisolasi oleh Kikuzaki dan

Nakatani (1993).

Manfaat Jahe

Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk

mengawetkan lemak dan minyak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Komponen-

komponen penting jahe seperti zingerone dan shogaol dilaporkan memiliki aktifitas

antioksidan (Koswara, 1995). Menurut Nabet (1996) gingerol dan zingeron yang

terdapat pada jahe tergolong pada zat antioksidan alami yang tidak dikategorikan zat

gizi bagi manusia. Sementara itu, Kikuzaki dan Nakatani (1993) menyatakan bahwa

aktivitas antioksidan (6)-gingerol, (6)-shogaol dan (6)-gingerdiol lebih tinggi

daripada α-tocopherol. Demikian juga halnya dengan komponen diarylheptanoid

dan kurkumin yang juga terkandung dalam jahe.

Komponen bioaktif jahe juga bersifat antimikroba. Zingeron dan gingerol

merupakan senyawa turunan fenol dan ketofenol dalam oleoresin jahe yang

mempunyai aktifitas sporostatik terhadap bakteri pembentuk spora Bacillus subtillis

pada konsentrasi 0.9 dan 1 persen (Puspitasari - Nienaber et al., 1997). Menurut

Undriyani (1987) bubuk jahe memiliki sifat bakteriosidal terhadap beberapa bakteri

gram positif, sedangkan pada beberapa bakteri gram negatif bersifat bakteriostatik.

Garam

Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme

pencemar tertentu (Buckle et al., 1985). Menurut Sarwono (1994) garam berfungsi

sebagai antiseptik dan penyerap air dari bahan makanan sehingga sejumlah air untuk

15

Page 30: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

pertumbuhan mikroorganisme perusak berkurang. Garam tidak dapat membunuh

semua mikroorganisme, tetapi kebanyakan penyebab pembusukan dapat dikontrol

dengan baik.

Menurut Sarwono (1994) pembuatan telur asin dibutuhkan larutan garam

pekat dengan konsentrasi antara 25-40 % garam, sedangkan menurut Buckle et al

(1985) hampir semua mikroorganisme patogen dapat dihambat pertumbuhannya

dengan konsentrasi 10-12 % garam, walaupun ada yang dapat tumbuh cepat dengan

adanya garam.

Garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet

karena dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri),

menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari

dalam telur. Berkurangnya kadar air menyebabkan telur menjadi lebih awet

(Apriadjie, 2008).

Osmosis dan Difusi

Proses difusi pada telur menurut Romanof dan Romanoff (1963) dan Buckle

et al., (1985) penguapan air dari dalam telur sudah terjadi sejak telur keluar dari

tubuh ayam dan terjadi melalui pori-pori kerabang telur. Selain penguapan air, juga

terjadi pelepasan gas misalnya CO2, NH3, N2 dan sedikit H2S sebagai hasil degradasi

bahan-bahan organik telur. Penguapan air serta pelepasan gas-gas tersebut terjadi

terus menerus sehingga menyebabkan penurunan berat telur. Berkurangnya isi telur

ini menyebabkan berat jenis telur juga menurun.

Proses osmosis pada telur menurut Apriadjie (2008) garam NaCl mula-mula

akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Larutan garam (NaCl)

akan masuk ke dalam telur melalui pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan

akhirnya ke kuning telur.

16

Page 31: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas dan Bagian

Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada Bulan

Agustus 2006 hingga Bulan April 2007.

Materi

Bahan utama yang digunakan diantaranya, yaitu: telur ayam ras umur 1 hari

sebanyak 240 butir dengan berat telur antara 60 – 70 gram yang diambil dari

peternakan ayam petelur, jahe merah sebanyak 7 kg. Bahan tambahan yang

digunakan adalah air yang telah direbus sebanyak 24 liter, garam sebanyak 2,7 kg.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah egg tray untuk membawa

telur dari peternakan, blender untuk membuat ekstrak jahe, timbangan, kompor gas,

wadah untuk menampung rendaman telur, tripod micrometer, teropong telur, jangka

sorong, pH-meter untuk mengukur pH, kertas aluminium foil sebagai wadah telur

untuk pengeringan serta oven untuk mengeringkan sampel yang dihitung kadar

airnya.

Rancangan

Perlakuan

Perlakuan yang dilakukan pada penelitian adalah telur yang direndam larutan

garam 15 % dengan penambahan konsentrasi ekstrak jahe pada taraf 0 %, 5 %, 10 %

dan 15 % serta lama perendaman yang berbeda yaitu 2 hari, 4 hari dan 6 hari.

Model

Sifat Fisik. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAK Faktorial) pola 4 x 3 dengan 3

kelompok. Faktor pertama adalah larutan garam 15 % dengan penambahan

konsentrasi ekstrak jahe yang berbeda (0 %, 5 %, 10 %, dan 15 %). Faktor kedua

adalah lama perendaman (2, 4 dan 6 hari). Rumus secara matematikanya menurut

Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut :

Page 32: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Yijk =μ + Kk + αi + δik + βj +γik + (αβ)ij + εijk Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada konsentrasi ekstrak jahe ke-I, lama perendaman

ke-j dan kelompok ke k

δik = Komponen acak dari faktor konsentrasi jahe yang menyebar normal

γik = Komponen acak dari faktor lama perendaman yang menyebar normal

(αβ)ij = Komponen Interaksi konsentrasi ektrak jahe dan lama penyimpanan yang

menyebar normal

εijk = Pengaruh acak dari interaksi konsentrasi ekstrak jahe dan lama

perendaman yang menyebar normal

µ, Kk, αi, βj = Komponen aditif dari rataan

Hasil analisis ragam apabila menunjukkan pengaruh yang nyata akan

dilanjutkan dengan uji Tukey.

Sifat Organoleptik. Rancangan percobaan menggunakan metode non parametrik

dengan uji Kruskal Wallis. Perlakuan yang digunakan sebanyak 12 buah sampel

dengan menggunakan panelis sebanyak 15 orang sebagai ulangan. Rumus secara

matematikanya menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut :

( )⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ +−= ∑

i i

i NNrR

SH

411 22

2

dengan :

( )⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ +−

−= ∑∑

i jij

NNRN

S4

11

1 222

Keterangan :

H = Hipotesis

N = Jumlah pengamatan

Ri = Jumlah peringkat (rank)dari perlakuan ke-i

ri = Banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i

S = Proporsi pengamatan

Rij = Peringkat dari pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Hasil analisis ragam apabila menunjukkan pengaruh yang nyata akan

dilanjutkan dengan uji lanjut Kruskal Wallis.

18

Page 33: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Peubah

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi sifat fisik dan organoleptik

telur ayam ras yang diberi rendaman garam dengan ekstrak jahe (Zingiber officinale

Roscoe) yang berbeda. Sifat fisik diukur pada telur dalam keadaan mentah. Peubah

yang diamati pada sifat fisik diantaranya peningkatan bobot telur, haugh unit, Indeks

kuning telur, nilai pH dan kadar air. Penilaian sifat organoleptik dilakukan terhadap

telur yang sudah direbus. Peubah yang diamati pada sifat organoleptik diantaranya

warna kuning telur, warna putih telur, tekstur putih telur dan aroma.

Peningkatan Bobot Telur. Penghitungan perubahan bobot telur adalah berdasarkan

bobot produk yang dihasilkan setelah perlakuan dan bobot awal telur. Perubahan

bobot telur dihitung dengan rumus :

%100Xawalberat

awalberat -akhirberat r bobot telun peningkata % =

Haugh Unit. Telur dipecah, isinya dituangkan di atas meja kaca, kemudian tinggi

putih telur diukur dengan tripod micrometer. Rumus menghitung HU adalah :

HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W0,37)

Keterangan : H = ketinggian albumen (mm)

W = berat telur (gram)

HU = Haugh Unit

Indeks Kuning Telur. Pengukuran dengan memecah telur kemudian isinya

dituangkan di atas meja kaca, selanjutnya tinggi kuning telur diukur dengan

menggunakan tripod micrometer, sedangkan diamaternya diukur dengan

menggunakan jangka sorong. Rumus indeks kuning telur adalah

(mm) telur kuningLebar (mm) telur kuning Tinggi Telur Kuning Indeks =

Nilai pH. Penentuan nilai pH dilakukan dengan memecahkan telur kemudian isinya

dituangkan dalam wadah gelas. Telur diaduk hingga merata dan diamati pH-nya

dengan menggunakan pH-meter yang sudah dikalibrasi dengan air aquadest

pada pH 7dan larutan buffer dengan pH 4.

19

Page 34: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Kadar Air. Berdasarkan AOAC (1995), kadar air ditentukan secara langsung dengan

menggunakan oven pada suhu 105oC. Telur dipecahkan dalam wadah cawan

kemudian diaduk hingga merata. Sejumlah sampel telur ditimbang dengan

menggunakan timbangan untuk menghitung berat awal. Sampel dikeringkan selama

minimal 12 jam dalam oven sampai beratnya tetap. Sampel yang telah dikeringkan

kemudian didinginkan pada suhu ruang dan ditimbang berat akhir. Kadar air (berat

air) dihitung dengan rumus :

%100XC

B-A air kadar % =

Keterangan : A = Berat wadah dan sampel awal

B = Berat wadah dan sampel setelah dikeringkan

C = Berat sampel sebelum dikeringkan

Sifat Organoleptik. Sifat organoleptik yang akan dinilai meliputi skoring warna

kuning telur, warna putih telur, tekstur putih telur dan aroma telur sesudah direbus.

Pengambilan nilai melalui uji skoring dengan panelis agak terlatih sebanyak 15 – 25

orang, (Rahayu, 2001). Panelis agak terlatih telah dilakukan seleksi melalui uji

segitiga terhadap 34 orang, sehingga diperoleh beberapa panelis yang lebih peka

untuk mengetahui tingkat perbedaan sampel. Format kertas penilaian untuk uji

segitiga terdapat pada Lampiran 1, sedangkan format kertas penilaian untuk uji

skoring terdapat pada Lampiran 2.

Analisis Data

Data pengamatan pada sifat fisik kemudian dianalisis dengan sidik ragam

melalui prosedur General Linier Model (GLM) dari program Statistix 8. Sidik ragam

yang menghasilkan perbedaan nyata kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey.

Data pengamatan pada nilai skoring kemudian dianalisis dengan sidik ragam metode

non parametrik melalui prosedur Uji Kruskal Wallis dari program Statistix 8. Sidik

ragam yang menghasilkan perbedaan nyata kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut

Kruskal Wallis.

20

Page 35: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Prosedur

Prosedur penelitian terbagi atas dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui besarnya

pengaruh penambahan ekstrak jahe 10 % dengan lama perendaman 6 hari. Prosedur

penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara jahe sebanyak 100 gram dibersihkan

dengan air bersih kemudian dipotong kecil-kecil, dihaluskan dengan blender dan

disaring dengan kain. Sebanyak 1 liter air dipanaskan dengan suhu 100O C selama

± 10 menit. Setelah air panas menjadi dingin, kemudian ekstrak jahe ditambahkan

dengan air menjadi larutan ekstrak jahe 10 %.

Telur sebanyak 5 butir dibersihkan dengan air bersih kemudian dimasukkan

ke dalam wadah stoples dengan ditambahkan larutan ekstrak jahe 10 %. Wadah

stoples disimpan selama 6 hari. Setelah hari ke-6 dilakukan pengamatan pada telur

yang sudah direbus dan mentah dengan cara telur dipecahkan. Skema penelitian

dapat dilihat pada Gambar 3.

Jahe 100 gram Air 1 liter

5 butir telur

Dibersihkan, dicuci, diblender

dan disaring

Dipanaskan pada suhu 100o C selama

± 15 menit

Dibersihkan dan dicuci Larutan jahe 10 %

Dimasukkan ke dalam wadah toples (larutan ekstrak jahe 10 % dengan

penyimpanan 6 hari)

Telur direbus Telur tidak direbus

Gambar 3. Skema Penelitian Pendahuluan

21

Page 36: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Penelitian utama dimulai dari pembuatan ektrak jahe dengan cara

membersihkan jahe dengan air bersih, kemudian dipotong kecil-kecil, dihaluskan

menggunakan blender kemudian disaring dengan kain untuk memisahkan ekstrak

jahe. Pembuatan larutan garam dengan cara penambahan garam sebesar 15 gram per

100 ml air. Larutan garam 15% dicampur dengan ekstrak jahe dengan persentase

yang berbeda (0 %, 5 %, 10 % dan 15 %). Campuran larutan garam dan ekstrak jahe

yang berbeda persentasenya dipanaskan dengan suhu 100O C selama ± 15 menit

Telur yang digunakan pada penelitian sebanyak 240 butir dibagi dalam 3

ulangan dengan tiap ulangan sebanyak 80 butir telur. Telur pada tiap ulangan

diletakkan dalam 4 buah wadah stoples dengan masing-masing stoples sebanyak 20

butir telur. Wadah stoples diisi dengan rendaman air garam sebanyak 15 % kemudian

ditambahkan ektrak jahe yang berbeda yaitu 0 %, 5 %, 10 % dan 15 %. Pengamatan

telur dalam wadah stoples dilakukan pada hari ke-2, ke-4 dan ke-6.

Pengujian sifat fisik berupa peningkatan bobot telur dilakukan sebelum telur

dipecahkan, sedangkan Haugh Unit, indeks kuning telur, pH serta kadar air

dilakukan setelah telur dipecahkan. Penilaian organoleptik dilakukan dengan

menggunakan telur hasil perlakuan yang telah direbus. Penilaian organoleptik untuk

uji skoring dilakukan oleh panelis tidak terlatih sebanyak 34 orang yang telah

diberikan penjelasan tentang uji segitiga dan penilaian kriteria telur. Panelis agak

terlatih sebanyak 15 orang dipilih berdasarkan penilaian terbaik pada uji segitiga,

kemudian diberi penjelasan tentang uji skoring dan penilaian kriteria telur untuk

melakukan uji skoring. Kriteria yang diamati pada penilaian organoleptik meliputi

warna kuning telur, warna putih telur, tekstur putih telur dan aroma. Skema

penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

22

Page 37: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Jahe

Dicuci dengan air, dipotong kecil-kecil,

dihaluskan dan disaring

Larutan garam 15 %

Ekstrak jahe

Campuran larutan garam 15 % dengan ektrak jahe yang berbeda

(0 %, 5 %, 10 % dan 15 %) Telur

Dipanaskan pada suhu 100o C selama ± 15 menit

Dibersihkan dengan air hangat (± 60o C)

Dimasukkan ke dalam wadah toples masing-masing 0 %, 5 %, 10 % dan 15 %

Telur direndam dalam larutan garam 15 % dan ekstrak jahe yang berbeda (0 %, 5 %, 10 % dan 15 %) dengan

lama perendaman yang berbeda (2 hari, 4 hari dan 6 hari)

Telur hasil perendaman sesuai perlakuan

Telur Tidak direbus Telur direbus

Penilaian sifat fisik Penilaian sifat organoleptik Gambar 4. Skema Penelitian Utama

23

Page 38: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik

Sifat fisik yang diamati dalam penelitian ini meliputi perubahan bobot

telur, Haugh Unit, indeks kuning telur, nilai pH, dan kadar air.

Perubahan Bobot Telur

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi ekstrak jahe dalam

larutan garam dan lama perendaman tidak berpengaruh secara nyata terhadap

perubahan bobot telur. Nilai rataan perubahan bobot telur pada penelitian dengan

lama perendaman dan ekstrak jahe yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Rataan Perubahan Bobot Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.

Persentase Ekstrak Jahe dalam Larutan Garam (g/l) Lama Perendaman (Hari) 0% 5% 10% 15% Rataan

-------------------------------------- persen (%) -------------------------------------

2 Hari 0,60±0,15 0,60±0,20 0,60±0,05 0,76±0,23 0,64±0,16

4 Hari 0,56±0,06 0,83±0,27 0,77±0,03 0,85±0,37 0,75±0,23

6 Hari 0,76±0,16 1,01±0,26 0,87±0,07 0,65±0,78 0,82±0,38

Rataan 0,64±0,14 0,81±0,28 0,74±0,13 0,75±0,46 0,74±0,28

Perubahan bobot telur pada penelitian ini tidak dipengaruhi secara nyata

oleh persentase ekstrak jahe dan lama perendaman. Hal ini karena proses difusi

dan osmosis yang terjadi pada telur selama perendaman hanya menyebabkan

perubahan yang sangat kecil sehingga analisis ragam menunjukkan tidak berbeda

nyata. Nilai perubahan bobot telur selama perendaman yaitu sebesar 0,64±0,16 %

pada hari ke-2, 0,75±0,23 % pada hari ke-4, dan 0,82±0,38 % pada hari ke-6.

Perubahan bobot telur dapat terjadi karena pada telur berlangsung

proses-proses difusi dan osmosis. Menurut Romanof dan Romanoff (1963) dan

Buckle et al., (1985) selama penyimpanan terjadi proses difusi berupa penguapan

air dan gas CO2 melalui pori-pori kerabang yang menyebar pada permukaan telur,

sedangkan proses osmosis berupa larutan garam (NaCl) akan masuk ke dalam

telur melalui pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur

(Apriadjie, 2008). Proses osmosis dan difusi pada penyimpanan telur diperkuat

Page 39: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

dengan adanya peningkatan rasa pedas dan aroma yang khas serta adanya rasa

asin pada telur yang telah direbus.

Haugh Unit

Nilai rataan Haugh Unit pada penelitian ini dengan lama perendaman dan

ekstrak jahe yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase Kualitas USDA Haugh Unit dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.

Persentase Ekstrak Jahe dalam Larutan Garam (%) Lama Perendaman (Hari)

Kualitas USDA 0% 5% 10% 15%

-------------------------------- persen (%) ----------------------------

2 Hari AA ( >72 ) 11.11 33.33 22.22 66.67

A ( 60-72 ) 44.44 11.11 44.44 22.22

B ( 31-72 ) 44.44 55.56 33.33 11.11

C ( <31 ) 0.00 0.00 0.00 0.00

4 Hari AA ( >72 ) 26.67 53.33 66.67 53.33

A ( 60-72 ) 33.33 26.67 20.00 33.33

B ( 31-72 ) 26.67 20.00 13.33 13.33

C ( <31 ) 13.33 0.00 0.00 0.00

6 Hari AA ( >72 ) 19.05 47.62 23.81 23.81

A ( 60-72 ) 23.81 14.29 33.33 47.62

B ( 31-72 ) 47.62 38.10 38.10 28.57

C ( <31 ) 9.52 0.00 4.76 0.00

Haugh unit merupakan salah satu kriteria untuk menentukan kualitas telur

bagian dalam (Iza et al., 1985). Nilai Haugh Unit dipengaruhi oleh ketinggian

albumin (putih telur) dan berat telur. Semakin tinggi nilai Haugh Unit maka

kualitas telur bagian dalam berarti kesegaran telur semakin baik. Kualitas haugh

unit berdasarkan pada ketentuan USDA menunjukkan persentase ekstrak jahe

pada 0 % dengan kualitas AA lebih rendah dibandingkan pada telur dengan

penambahan ekstrak jahe 5–15 %, tetapi persentase pada ektrak jahe 0 % dengan

kualitas B dan C lebih banyak dibandingkan pada persentase ekstrak jahe 5-15 %.

Persentase ekstrak jahe 0 % dengan kualitas A pada hari ke-2 dan ke-4 lebih

tinggi dibandingkan dengan persentase ekstrak jahe 5-15%, tetapi pada hari ke-6

25

Page 40: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

persentase ekstrak jahe 0 % dengan kualitas A cenderung lebih rendah daripada

persentase ekstrak jahe 5-15 %.

Nilai haugh unit dengan lama perendaman 2 hari menunjukkan terjadinya

peningkatan persentase kelompok kualitas USDA dengan semakin besarnya

persentase ekstrak jahe yaitu dari 44,44 % untuk kelompok kualitas B hingga

66,67 % untuk kelompok kualitas AA. Lama perendaman pada hari ke-4

menunjukkan persentase terbesar pada kelompok kualitas USDA dengan

penambahan ekstrak jahe yaitu 53,33 % hingga 66,67 % untuk kelompok kualitas

AA lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak jahe 0 % dengan persentase 33,33

untuk kualitas A. Kelompok kualitas nilai haugh unit dengan persentase terbesar

pada hari ke-6 menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu dari kelompok

kualitas B hingga kelompok kualitas AA. Perbedaan kualitas karena adanya

sedikit peningkatan massa jenis larutan sehingga telur memiliki tekanan sedikit

lebih besar daripada telur kontrol. Tekanan yang sedikit lebih besar pada telur

dapat sedikit mengurangi penguapan gas CO2 pada proses difusi.

Proses penguapan gas CO2 melalui pori-pori kulit dari albumen

menyebabkan perubahan fisik dan kimia, sehingga albumen menjadi berair

(encer). Pengenceran tersebut disebabkan perubahan struktur protein musin yang

memberikan tekstur kental dari putih telur (Muchtadi dan Sugiyono ,1992).

Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) bahwa hilangnya CO2 melalui pori-pori

kerabang telur menyebabkan turunnya konsentrasi ion bikarbonat dalam putih

telur dan menyebabkan rusaknya sistem buffer sehingga kekentalan putih telur

menurun, akibatnya terjadi penurunan ketinggian albumen.

Indeks Kuning Telur

Nilai rataan indeks kuning telur pada penelitian ini dengan lama

perendaman dan ekstrak jahe yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil

analisis ragam menunjukkan bahwa nilai indeks kuning telur dipengaruhi secara

sangat nyata (p<0,01) oleh lama perendaman tetapi tidak nyata oleh persentase

ekstrak jahe maupun interaksi antara lama perendaman dengan persentase ekstrak

jahe dalam larutan garam. Hasil uji Tukey menunjukkan nilai indeks kuning telur

pada hari ke-6 berbeda nyata dengan nilai indeks kuning telur pada hari ke-2

dan ke-4.

26

Page 41: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Tabel 7. Nilai Rataan Indeks Kuning Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.

Persentase Ekstrak Jahe dalam Larutan Garam (%) Lama Perendaman (Hari) 0% 5% 10% 15% Rataan

2 Hari 0,38±0,38 0,40±0,53 0,38±0,52 0,40±0,03 0,39±0,04 (B)

4 Hari 0,40±0,03 0,41±0,04 0,40±0,03 0,36±0,04 0,39±0,04 (B)

6 Hari 0,50±0,10 0,48±0,06 0,48±0,05 0,39±0,02 0,46±0,07 (A)

Rataan 0,43±0,08 0,43±0,06 0,42±0,06 0,38±0,03 0,42±0,06

Keterangan : tanda (A) dan (B) merupakan perbedaan keragaman pada hasil uji lanjut Tukey.

Indeks kuning telur menggambarkan kondisi isi bagian dalam telur secara

umum. Nilai indeks kuning telur dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada

tinggi kuning maupun lebar kuning. Perubahan ini disebabkan karena membran

vitelin pada kuning telur sebagian protein-proteinnya telah rusak. Proses

kerusakan pada protein-protein membran vitelin dipercepat dengan adanya zat

tertentu dari ektrak jahe yang mengandung enzim protease sekitar 2,26 %

(Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Kerusakan yang terjadi pada membran vitelin

mengakibatkan kuning telur semakin melebar dan mengurangi tinggi kuning telur.

Kerusakan membran vitelin pada telur semakin besar seiring dengan semakin

besarnya perbedaan proses osmosis dengan proses difusi. Perbedaan nilai osmosis

dan difusi yang kecil akan semakin besar seiring dengan lamanya perendaman

sehingga akan berpengaruh nyata terhadap indeks kuning telur.

Larutan garam yang menyerap ke dalam telur melalui proses osmosis

dapat mempengaruhi nilai indeks kuning telur. Hal ini karena ion clor (Cl-) yang

menembus hingga kuning telur akan menyerap air (H2O). Berkurangnya jumlah

air (H2O) pada kuning telur menyebabkan pengamatan kuning telur menjadi lebih

padat. Bentuk kuning telur yang semakin padat menunjukkan semakin tinggi

kuning telur dan semakin kecil lebar kuning telur.

Nilai indeks kuning telur dipengaruhi oleh perbandingan tinggi kuning

telur dengan lebar kuning telur. Nilai indeks kuning telur semakin tinggi maka

kualitas telur semakin baik. Menurut Buckle et al., (1985), bahwa indeks kuning

telur yang normal adalah 0,33 – 0,50 dengan rata-rata 0,42. Hasil penelitian

menunjukkan indeks kuning telur dengan persentase ekstrak jahe yang berbeda

antara 0,43±0,08 sampai 0,38±0,03 sehingga telur masih dalam kualitas baik.

27

Page 42: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Nilai pH

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor persentase ekstrak jahe

pada larutan garam dan lama perendaman tidak berpengaruh secara nyata terhadap

nilai pH. Nilai pH telur pada penelitian ini dengan lama perendaman dan ekstrak

jahe yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Rataan pH dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.

Persentase Ekstrak Jahe dalam Larutan Garam (%) Lama Perendaman (Hari) 0% 5% 10% 15% Rataan

2 Hari 7,44±0,32 7,33±0,17 6,22±2,21 7,20±0,26 7,05±1,85

4 Hari 7,41±0,12 6,98±0,23 5,89±1,96 7.14±0,09 6,85±1,04

6 Hari 7,44±0,19 7,16±0,16 7,23±0,22 6,97±0,24 7,20±0,25

Rataan 7,43±0,20 7,16±0,22 6,45±1,60 7,10±0,21 7,03±0,86

Nilai pH telur dapat menginterprestasikan kondisi bagian dalam telur.

Pada bagian dalam terdapat perubahan yang berpengaruh terhadap kesegaran

telur. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) dan Charley (1982) ketika telur

baru keluar dari induknya pHnya sekitar 7,6 dan semakin meningkat selama

penyimpanan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pH telur yang direndam dengan

larutan garam dengan penambahan ekstrak jahe lebih rendah dibandingkan dengan

pH telur kontrol maupun pada telur segar. Telur segar mempunyai pH 7,6, telur

kontrol mempunyai pH 7,43±0,20 dan telur hasil perendaman dalam larutan

garam dengan penambahan ekstrak jahe (5 – 15%) berkisar antara 6,45±1,60

sampai dengan 7,16±0,22.

Perendaman dalam campuran larutan garam dan ekstrak jahe

menghasilkan telur dengan pH yang relatif semakin menurun seiring dengan

meningkatnya kadar ektrak jahe. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963)

peningkatan pH disebabkan terjadinya penguapan air dan pelepasan gas CO2 dari

isi telur selama penyimpanan. Selama proses perendaman telah terjadi proses

osmosis yang sedikit lebih besar daripada proses difusi pada telur. Hal ini

mengakibatkan pH telur lebih rendah karena penguapan gas CO2 sedikit tertahan

sehingga mengakibatkan telur menjadi lebih bersifat alkali.

28

Page 43: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Nilai rataan pH terjadi penurunan dengan penambahan ekstrak jahe

dikarenakan adanya peningkatan tekanan pada telur oleh perubahan massa jenis

larutan. Tekanan yang pada telur dapat menghambat proses difusi. Perubahan

yang sangat kecil pada kandungan gas CO2 tidak dapat menghasilkan nilai pH

yang berbeda nyata. Proses – proses osmosis dan difusi yang sangat kecil sesuai

dengan hasil peningkatan bobot telur dan haugh unit.

Kadar Air

Nilai kadar air telur pada penelitian ini dengan lama perendaman dan

ekstrak jahe yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Rataan Kadar Air Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.

Persentase Ekstrak Jahe dalam Larutan Garam (%) Lama Perendaman (Hari) 0% 5% 10% 15% Rataan ---------------------------------------- persen (%) ---------------------------------------- 2 Hari 77±15 78±2 76±1 77±3 77±2 (A)

4 Hari 71±3 72±1 73±4 71 72±21 (B)

6 Hari 75±15 73±2 72±1 73±3 73±3 (B)

Rataan 74±3 74±3 74±3 74±4 74±3

Keterangan : tanda (A) dan (B) merupakan perbedaan keragaman pada hasil uji lanjut Tukey

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air dipengaruhi secara sangat

nyata oleh lamanya perendaman (p<0,01), tetapi tidak dipengaruhi oleh persentase

ekstrak jahe dan interaksi antara persentase ekstrak jahe pada larutan garam

dengan lama perendaman yang berbeda. Hasil uji Tukey menunjukkan nilai kadar

air pada hari ke-2 berbeda nyata dengan nilai kadar air pada hari ke-4 dan ke-6.

Menurut Apriadjie (2008), proses osmosis dapat terjadi karena adanya

larutan garam yang menyerap kedalam telur. Garam akan diubah menjadi ion

natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Larutan garam (NaCl) akan masuk ke dalam

telur dengan cara menembus ke pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan

akhirnya ke kuning telur. Ion chlor (Cl-) akan menyerap air (H2O), sehingga kadar

air turun. Kadar air berpengaruh secara sangat nyata oleh lama perendaman

karena perbedaan yang tidak terlalu besar pada proses osmosis dan difusi.

29

Page 44: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Semakin lama perendaman maka semakin terlihat perbedaan proses osmosis dan

difusi, sehingga nilai kadar air menjadi lebih berbeda.

Sifat Organoleptik

Penilaian sifat organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji skoring

terhadap warna kuning telur, warna putih telur, tekstur putih telur dan aroma.

Tujuan dari uji skoring adalah mengetahui kisaran kuantitatif dari telur

menggunakan perlakuan rendaman larutan garam 15% dengan penambahan

ekstrak jahe dan lama perendaman yang berbeda.

Warna Kuning Telur

Nilai rataan uji skoring warna kuning telur dengan perlakuan ekstrak jahe

dalam larutan garam dan lama perendaman yang berbeda dapat dilihat pada Tabel

10. Hasil analisis ragam terhadap warna kuning telur menunjukkan bahwa

perlakuan dengan penambahan ekstrak jahe pada larutan garam dan perlakuan

lama perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna kuning

telur. Kisaran nilai rataan hasil uji skoring warna kuning telur memperlihatkan

tingkat warna kuning telur yaitu 1,5 sampai dengan 3,4 yang berarti tingkat

kuning telur yaitu dari kuning sampai dengan kurang kuning. Hasil uji lanjut

Kruskal Wallis menunjukkan warna kuning telur pada hari ke-2 dengan ekstrak

jahe 0 % berbeda sangat nyata dibandingkan warna kuning telur pada hari ke-6

dengan ekstrak jahe 5 % dan 10 %.

Semakin lama perendaman maka tingkat kuning telur semakin kuning.

Ekstrak jahe dalam larutan garam meresap ke dalam telur melalui pori-pori

kerabang, menembus putih telur kemudian menuju kuning telur. Larutan garam

dengan ekstrak jahe yang berwarna kuning kemerah-merahan diduga memiliki zat

pewarna alami. Menurut Stadelman dan Cotterill (1977) pigmen kuning telur

diklasifikasikan menjadi dua pigmen yaitu liokrom dan lipokrom. Lipokrom larut

dalam lemak dan termasuk ke dalam kelompok karotenoid yang banyak terdapat

dalam jaringan tanaman. Perubahan nilai yang sangat kecil pada proses osmosis

dan difusi, sehingga pewarna alami meresap ke dalam telur membutuhkan waktu

yang cukup lama (6 hari) untuk menghasilkan warna sangat kuning.

30

Page 45: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Tabel 10. Nilai Rataan Uji Skoring Warna Kuning Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.

Perlakuan

Lama Perendaman Konsentrasi Ekstrak Jahe

Warna Kuning Telur Superscript

2 hari 0 % 3,4 A

2 hari 5 % 2,2 BCD

2 hari 10 % 2,5 ABCD

2 hari 15 % 2,4 ABCD

4 hari 0 % 2,7 ABC

4 hari 5 % 2,1 BCD

4 hari 10 % 2,2 BCD

4 hari 15 % 2,9 ABD

6 hari 0 % 2,2 BCD

6 hari 5 % 1,5 D

6 hari 10 % 1,6 D

6 hari 15 % 1,8 CD

Rata-rata 2,29

Keterangan : 1 = sangat kuning 2 = kuning

3 = kurang kuning 4 = tidak kuning

Warna Putih Telur

Nilai rataan uji skoring warna putih telur dengan perlakuan ekstrak jahe

dalam larutan garam dan lama perendaman yang berbeda dapat dilihat pada

Tabel 11. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan

penambahan ekstrak jahe pada larutan garam dan perlakuan lama perendaman

tidak berpengaruh. Nilai rata-rata hasil uji skoring warna putih yaitu 2,10 yang

berarti putih.

Nilai rataan hasil uji skoring warna putih telur menunjukkan bahwa putih

telur pada semua perlakuan tampak sama. Hal ini dimungkinkan adanya penetrasi

larutan garam dengan penambahan ekstrak jahe pada telur. Warna larutan akan

mengikuti warna putih telur. Penetrasi larutan garam dengan penambahan ekstrak

jahe tidak akan terlihat berbeda terutama setelah telur dilakukan proses perebusan.

31

Page 46: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Tabel 11. Nilai Rataan Uji Skoring Warna Putih Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.

Perlakuan

Lama Perendaman Konsentrasi Ekstrak Jahe Warna Putih Telur

2 hari 0 % 1,9

2 hari 5 % 2,3

2 hari 10 % 2,1

2 hari 15 % 1,7

4 hari 0 % 1,9

4 hari 5 % 2,2

4 hari 10 % 2,1

4 hari 15 % 1,7

6 hari 0 % 2,4

6 hari 5 % 2,2

6 hari 10 % 2,2

6 hari 15 % 2,5

Rata-rata 2,10

Keterangan : 1 = sangat putih 2 = putih

3 = kurang putih 4 = abu-abu

Tekstur Putih Telur

Nilai rataan uji skoring tekstur putih telur dengan perlakuan ekstrak jahe

dalam larutan garam dan lama perendaman yang berbeda dapat dilihat pada

Tabel 12. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan

penambahan ekstrak jahe pada larutan garam dan perlakuan lama perendaman

berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Hasil uji lanjut Kruskal Wallis menunjukkan

tekstur putih telur pada hari ke-2 dengan ekstrak jahe 0 %, 5 % dan 10 % berbeda

sangat nyata dibandingkan tekstur putih telur pada hari ke-4 dengan ekstrak jahe

15 % serta hari ke-6 dengan ekstrak jahe 5 % dan 15%. Kisaran nilai rataan hasil

uji skoring tekstur putih telur memperlihatkan tingkat tekstur putih telur yaitu 1,9

sampai dengan 3,3 yang berarti tingkat tekstur putih telur yaitu dari kasar sampai

dengan lembut.

Nilai rataan uji skoring tekstur putih telur menunjukkan bahwa tekstur

putih telur pada semua perlakuan tampak berbeda. Penilaian tekstur putih telur

berkisar pada tingkat kasar dan lembut. Hal ini dapat terjadi karena selama

perendaman telah berlangsung proses osmosis dan difusi. Berdasarkan uji lanjut

32

Page 47: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Kruskal Wallis menunjukkan lama perendaman diperlukan untuk mendapatkan

hasil yang berbeda nyata karena perbedaan proses osmosis dengan proses difusi

tidak terlalu besar.

Tabel 12. Nilai Rataan Uji Skoring Tekstur Putih Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.

Perlakuan

Lama Perendaman Konsentrasi Ekstrak Jahe Tekstur Putih Telur Superscript

2 hari 0 % 3,1 A

2 hari 5 % 3,3 A

2 hari 10 % 3,3 A

2 hari 15 % 2,7 AB

4 hari 0 % 2,4 AB

4 hari 5 % 2,7 AB

4 hari 10 % 2,3 AB

4 hari 15 % 1,9 B

6 hari 0 % 2,7 AB

6 hari 5 % 2,0 B

6 hari 10 % 2,7 AB

6 hari 15 % 2,0 B

Rata-rata 2,59

Keterangan : 1 = sangat kasar 2 = kasar

3 = lembut 4 = sangat lembut

Proses difusi yang terjadi pada telur mengakibatkan penguapan gas CO2.

Penguapan gas CO2 dapat mengakibatkan rusaknya protein musin. Menurut

Muchtadi dan Sugiyono (1992), protein musin yang memberikan efek kekentalan

pada putih telur menjadi lebih encer. Pengenceran ini terlihat lebih baik ketika

direbus dan diamati oleh panelis.

Aroma

Nilai rataan uji skoring aroma dengan perlakuan ekstrak jahe dalam

larutan garam dan lama perendaman yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 13.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan ekstrak

jahe pada larutan garam dan perlakuan lama perendaman berpengaruh sangat

nyata (P<0,01). Hasil uji lanjut Kruskal Wallis menunjukkan aroma pada hari

ke-4 dengan ekstrak jahe 10 % berbeda sangat nyata dibandingakn aroma pada

33

Page 48: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

hari ke-2 dengan ekstrak jahe 15 % serta pada hari ke-6 dengan ekstrak jahe 15 %.

Kisaran nilai rataan hasil uji skoring pada aroma memperlihatkan tingkat aroma

yaitu 2,4 sampai dengan 3,6 yang berarti aroma jahe kuat dan aroma telur sedikit

ada sampai dengan aroma jahe tidak ada dan aroma telur sangat kuat.

Tabel 13. Nilai Rataan Uji Skoring Aroma dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.

Perlakuan

Lama Perendaman Konsentrasi Ekstrak Jahe Aroma Superscript

2 hari 0 % 3,2 AB

2 hari 5 % 3,3 AB

2 hari 10 % 3,1 AB

2 hari 15 % 2,5 B

4 hari 0 % 3,0 AB

4 hari 5 % 3,4 AB

4 hari 10 % 3,6 A

4 hari 15 % 2,6 AB

6 hari 0 % 2,7 AB

6 hari 5 % 2,7 AB

6 hari 10 % 2,9 AB

6 hari 15 % 2,4 B

Rata-rata 2,95

Keterangan : 1 = aroma jahe sangat kuat, aroma telur tidak ada 2 = aroma jahe kuat, aroma telur sedikit ada 3 = aroma jahe sedikit ada, aroma telur kuat 4 = aroma jahe tidak ada, aroma telur sangat kuat

Berdasarkan uji lanjut Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda

sangat nyata (p<0,01). Aroma jahe disebabkan adanya proses osmosis yang terjadi

pada telur dalam larutan garam dengan penambahan ekstrak jahe. Menurut

Muchtadi dan Sugiyono (1992) dan Koswara (1992), rimpang jahe pada

umumnya mengandung minyak atsiri 0,25-3,3 %. Minyak atsiri ini menimbulkan

aroma khas jahe dan terdiri atas beberapa minyak terpenting zingiberen,

curcumene, philandren dan sebagainya.

34

Page 49: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil analisis ragam sifat fisik menunjukkan perlakuan dengan penambahan

ekstrak jahe pada larutan garam dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata

terhadap perubahan bobot telur, Haugh Unit, indeks kuning telur, nilai pH, dan kadar

air. Analisis ragam dengan perlakuan lama perendaman berpengaruh sangat nyata

terhadap indeks kuning telur dan kadar air.

Penambahan ekstrak jahe (5 %, 10 % dan 15 %) menunjukkan peningkatan

kualitas terhadap haugh unit dibandingkan dengan telur kontrol (0 %). Perlakuan

lama perendaman menunjukkan peningkatan kualitas telur terhadap peubah indeks

kuning telur dan kadar air.

Penilaian sifat organoleptik dengan uji skoring menunjukkan perlakuan

dengan penambahan ekstrak jahe pada larutan garam dan lama perendaman sangat

berpengaruh nyata terhadap warna kuning telur, tekstur putih telur dan aroma, tetapi

tidak berpengaruh pada warna putih telur.

Saran

Telur yang direndam dengan ekstrak jahe dapat dilakukan penelitian lebih

lanjut terhadap pengolahan makanan bahan telur dengan persentase ekstrak jahe

lebih dari 15 % maupun dengan lama perendaman lebih dari 6 hari sehingga ekstrak

jahe lebih banyak meresap pada telur.

Page 50: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi penelitian. Salam

dan sholawat penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa

seberkas cahaya kebenaran sehingga penulis dapat menikmati indahnya iman.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua Keluarga Besar Ninik Dharama terutama kedua orang tua

penulis yaitu Bapak M. Nasir dan Ibu Hidayati maupun adikku Heni Handayani yang

telah mencurahkan segala daya dan upaya untuk keberhasilan penulis sehingga dapat

menyelesaikan studi S1 di Fakultas Peternakan IPB.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Zakiah Wulandari S.TP. M.Si

dan Ir. B. N. Polii, SU selaku dosen pembimbing skripsi atas semua bantuan, saran

dan bimbingannya dimulai dari pembuatan proposal penelitian hingga tersusunnya

skripsi ini. Tidak lupa kepada Dr. Ir. H. Moh. Yamin, M.Agr.Sc. selaku dosen

pembimbing akademik yang memperhatikan maupun membantu penulis dalam setiap

kesempatan. Dr. Ir Sri Supraptini Mansjoer yang memberikan bimbingan maupun

arahan yang sangat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang

memerlukannya.

Bogor, Juli 2008

Penulis

Page 51: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

DAFTAR PUSTAKA

Apriadjie, W. H., 2008. Telur asin, asin tapi berkalsium tinggi. http://cyberwoman.cbn.net.id/. [ Desember 2007).

Achyad dan Ratu. 2005. Jahe. http://www.asianmaya/. [September 2005].

American Egg Board. 2000. Egg products reference guide. Dalam : http://www.aeb.org/egg products reference guide.html [28 September 2001].

Amrullah, I..K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis Association of Analitical Chemist, Washington D. C.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.

Card, L.E. and M.C. Neisheim. 1972. Poultry Production. Lea and Febiger, Philadhelphia.

Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley and Sons, New Cork.

Cripps, M.H., 1973. Spices oleoresin : The rocess, the market and the future. Proceedings of The Conference on Spices. Tropical Product Institute, London.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata, Jakarta.

Farrel, K.T. 1985. Spices, Condiments and Seasonings. The AVI Publ. Co. Inc., West Port.

Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York – Basel.

Fromm, D. and S.U. Gammon, 1968. Specific gravity and volume of the hen’s egg yolk as influenced by albumen pH and storage age of the egg. Poultry Science, 47 :1191-1196.

Iza, A.L., F.A. Garhner and. B. Meller. 1985. Effect of egg and season of the year quality. Poultry Sci. 64 : 1900

Jacob, M.B. 1951. The Chemistry and Technology of Food and Food Products II. Interscience Publ. Inc., New York.

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta.

Kikuzaki, H. and N. Nakatani. 1993. Antioxidant effect of some ginger constituents. J. Food. Sci. 58 : 1407.

Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Lesson, S. dan L.J. Caston. 1997. A problem with characteristic of the thin albumen in laying hens. Poultry Sci. 76 : 1332-1336.

Page 52: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Lisdawati, M. 2004. Sifat fisik, kimia dan organoleptik dendeng kelinci dengan bahan pengasap yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Nowland, W.J. 1987. Modern Poultry Management in Australia. The 2nd Edition. Limited Adelaide, Sydney.

Panda, P.C. 1996. Text Book on Egg and Poultry Technology. Vikas Publishing House Pvt. Ltd., Hisar.

Powrie, W.D. 1973. Chemistry of Egg Products. Dalam: Stadelman, W. J., and O. J. Cotterill (Editor). Egg Science and Technology. The AVI Publishing Inc. Westport, Connenticut.

Purseglove, J.W., E.G. Brown, C. L. Green, dan S. R. J. Robbins. 1981. Spices Vol 2. Longman, London.

Puspitasari - Nienaber, R.L., W.P. Rahayu, dan N. Andarwulan, 1997. Sifat Antioksidan dan Antimikroba Rempah-rempah dan Bumbu Tradional. Dalam: H. Susanto (Editor). Pengaruh konsumsi jahe (Zingiber officinale roscoe) terhadap malonaldehida dan vitamin E plasma pada mahasiswa di Pesantren Ulil Albaab Kedung Badak, Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Rahayu, W.P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Rismunandar. 1988. Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru, Bandung

Romanoff, A.L. and A.F. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Santoso, H.B. 1994. Jahe. Kanisius, Jakarta.

Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sirait, C.H., 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Smith, T.W. 1997. Protozoan Diseases. Poultry Science Home Page College of Agriculture and Life Sciences. Mississippi State University, Mississippi.

Soekarto, S.T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Soekarto, S.T. 1992. Petunjuk Laboratorium Penelitian indrawi. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Stadelman, W.J. and O.J. Cotteriil, 1977. Egg Scince and Technology. The 2nd Edition. The AVI Publ. Co. Inc. West Port, Connecticut, New York.

38

Page 53: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik, Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Stevenson, G.T. and C. Miller. 1986. Introduction to Foods and Nutrition. John Wiley and Sons Inc., London.

Sudarsono, 1981. Mempelajari Berbagai Jenis Sifat Pangan Semi Basah Tradisional dalam Hubungannya dengan Keawetan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

TPI (Tropical Products Institute). 1979. Proceedings of The Conference on Spices Foreign and Commonwealth Office. Overseas Development Administration. London.

Undriyani, K. 1987. Pengaruh bubuk jahe terhadap aktivitas pertumbuhan beberapa mikroba penyebab kerusakan bahan pangan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Wells, R.G. dan Belyavin, C.G. 1985. Egg Quality : Current Problem and Recent Advances. Bodmin, Ltd. Cornwall.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G., dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.

Wulandari, Z. 2002. Sifat organoleptik, sifat fisikokimia dan total mikroba telur itik asin hasil penggaraman dengan tekanan. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

39

Page 54: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Uji segitiga

Nama : Tanggal : no telp/ hp :

1. Kriteria : Warna kuning telur

Anda menerima 3 sampel telur rebus dan diminta untuk membandingkan warna

bagian kuning telur. Amati warna kuning telur setiap sampel, lalu tentukan sampel

yang berbeda diantara ke-3 sampel yang disajikan dengan memberi tanda √ pada

pernyataan yang sesuai.

101 111 121 2. Kriteria : Warna putih telur

Anda menerima 3 sampel telur rebus dan diminta untuk membandingkan warna

bagian putih telur. Amati warna putih telur setiap sampel, lalu tentukan sampel yang

berbeda diantara ke-3 sampel yang disajikan dengan memberi tanda √ pada

pernyataan yang sesuai.

102 112 122 3. Kriteria : Aroma

Anda menerima 3 sampel telur rebus dan diminta untuk membandingkan aroma jahe.

Dekatkan setiap sampel pada hidung dan hirup aroma pada setiap sampel, lalu

tentukan sampel yang berbeda diantara ke-3 sampel yang disajikan dengan memberi

tanda √ pada pernyataan yang sesuai.

103 113 123 4. Kriteria : tekstur putih telur

Anda menerima 3 sampel telur rebus dan diminta untuk membandingkan tekstur

putih telur. Raba permukaan sampel dengan menggunakan ujung jari telunjuk pada

setiap sampel, lalu tentukan sampel yang berbeda diantara ke-3 sampel yang

disajikan dengan memberi tanda √ pada pernyataan yang sesuai.

104 114 124

Page 55: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Lampiran 2. Format Uji Skoring

Nama : Tanggal :

1. Kriteria : Warna kuning telur

Anda menerima sampel telur rebus dan diminta untuk menilai warna bagian kuning

telur. Amati warna kuning setiap sampel, lalu tentukanlah penilaian anda pada

sampel yang disajikan dengan memberi tanda √ pada pernyataan yang sesuai.

Kode Sampel Penilaian 101 103 105 109 111 113 115 117 119 121 123 125 Sangat Kuning

Kuning Kurang Kuning

Tidak Kuning

Komentar :

2. Kriteria : Warna putih telur

Anda menerima sampel telur rebus dan diminta untuk menilai warna bagian putih

telur. Amati warna putih pada setiap sampel, lalu tentukanlah penilaian anda pada

sampel yang disajikan dengan memberi tanda √ pada pernyataan yang sesuai.

Kode Sampel Penilaian 101 103 105 109 111 113 115 117 119 121 123 125 Sangat Putih

Putih Kurang Putih

Tidak Putih

Komentar :

41

Page 56: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

3. Kriteria : Aroma

Anda menerima sampel telur rebus dan diminta untuk menilai aroma jahe. Dekatkan

setiap sampel pada hidung dan hirup aroma pada setiap sampel, lalu tentukanlah

penilaian anda pada sampel yang disajikan dengan memberi tanda √ pada

pernyataan yang sesuai.

Kode Sampel Penilaian 101 103 105 109 111 113 115 117 119 121 123 125 Jahe Telur

Jahe Telur

Jahe Telur

Jahe Telur

Komentar :

4. Kriteria : Tekstur putih telur

Anda menerima sampel telur rebus dan diminta untuk menilai tekstur permukaan

telur. Raba permukaan sampel dengan menggunakan ujung jari telunjuk pada setiap

sampel, lalu tentukanlah penilaian anda pada sampel yang disajikan dengan memberi

tanda √ pada pernyataan yang sesuai.

Kode Sampel Penilaian 101 103 105 109 111 113 115 117 119 121 123 125 Sangat Kasar

Kasar Lembut Sangat lembut

Komentar :

42

Page 57: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Lampiran 3. Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Perubahan Bobot Telur

Sumber Keragaman JK db KT F P

Hari 0,205 2 0,103 1,121 0,344 Persentase 0,143 3 0,048 0,521 0,673 Kelompok 065 2 0,033 0,356 0,705 Hari*Persentase 0,293 6 0,049 0,533 0,777 Galat/Error 2,016 22 0,092 Total 22,244 36

Lampiran 4. Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Haugh Unit

Sumber Keragaman JK db KT F P

Hari 185,972 2 92,986 1,272 0,300 Persentase 337,433 3 112,478 1,539 0,232, Kelompok 1057,894 2 528,947 7,238 0,004 Hari*Persentase 393,516 6 65,586 0,897 0,514 Galat/Error 1607,705 22 73,077 Total 149334,671 36

Lampiran 5. Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Indeks Kuning Telur

Sumber Keragaman JK db KT F P

Hari 0,040 2 0,020 8,296 0,002 Persentase 0,013 3 0,004 1,789 0,179 Kelompok 0,009 2 0,004 1,871 0,178 Hari*Persentase 0,014 6 0,002 0,971 0,468 Galat/Error 0,053 22 0,002 Total 6,345 36

Lampiran 6. Uji Tukey Indeks Kuning Telur pada Hari yang Berbeda

Hari Nilai Tengah Homogen 6 0,4625 A 4 0,3933 B 2 0,3908 B

Keterangan : baris dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%

43

Page 58: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Lampiran 7. Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap pH Telur Sumber Keragaman JK db KT F P

Hari 0,718 2 0,359 0,545 0,587 Persentase 4,678 3 1,559 2,369 0,098 Kelompok 3,837 2 1,919 2,915 0,075 Hari*Persentase 2,464 6 0,411 0,624 0,709 Galat/Error 14.480 22 0,658 Total 1807.157 36

Lampiran 8. Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Kadar Air

Sumber Keragaman JK db KT F P

Hari 0,018 2 0,009 15,212 0,000 Persentase 0,000 3 0,000 0,227 0,876 Kelompok 0,002 2 0,001 1,276 0,299 Hari*Persentase 0,002 6 0,000 0,674 0,672 Galat/Error 0,013 22 0,001 Total 19,779 36

Lampiran 9. Uji Tukey Kadar Air pada Hari yang Berbeda

Hari Nilai Tengah Homogen 2 0,7708 A 6 0,7342 B 4 0,7167 B

Keterangan : baris dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 90% Lampiran 10. Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Warna Kuning

Telur

Sumber Keragaman JK db KT F P Perlakuan 157928 11 14357.1 8.93 0,0000

Sampel 270214 168 1608.4

428142 179 Total

44

Page 59: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Lampiran 11. Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Warna Kuning Telur

Sampel Nilai Tengah Homogen 1 153,10 A 8 125,10 AB 5 115,67 ABC 3 100,83 ABCD 4 98,267 ABCD 7 84,700 BCD 9 84,700 BCD 2 84,567 BCD 6 81,133 BCD 12 61,300 CD 11 50,600 D 10 46,033 D

Keterangan : baris dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 10% Lampiran 12. Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Warna Putih

Telur

Sumber Keragaman JK db KT F P

Perlakuan 42083 11 3825.76 1.77 0.0624

Sampel 362697 168 2158.91

Total 404780 179

Lampiran 13. Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Tekstur Putih

Telur

Sumber Keragaman JK db KT F P Perlakuan 121716 11 11065.1 5.86 0.0000

Sampel 317279 168 1888.6

438995 179 Total

45

Page 60: PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP …

Lampiran 14. Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Tekstur Putih Telur Sampel Nilai Tengah Homogen 2 129,87 A 3 129,87 A 1 120,53 A 6 97,833 AB 11 97,833 AB 4 95,167 AB 9 94,500 AB 5 77,567 AB 7 74,233 AB 10 57,533 B 12 56,867 B 8 54,200 B

Keterangan : baris dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 10% Lampiran 15. Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Aroma

Sumber Keragaman JK db KT F P Perlakuan 70836 11 6439.62 2.94 0.0014

Sampel 367734 168 2188.89

Total 438570 179

Lampiran 16. Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Aroma

Sampel Nilai Tengah Homogen 7 126,00 A 6 114,63 AB 2 110,47 AB 1 103,83 AB 3 99,600 AB 11 90,067 AB 5 89,633 AB 9 79,333 AB 10 73,400 AB 8 72,133 AB 4 64,367 B 12 62,533 B

Keterangan : baris dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 10%

46