dampak defisit air terhadap karakter morfologi … filebibit kelapa sawit dengan . jurnal penelitian...

30
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate 1 DAMPAK DEFISIT AIR TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) VARIETAS DyxP DUMPY di PEMBIBITAN UTAMA Sri Murti Tarigan,Eka Bobby Febrianto,Hussein Abdillah Budidaya Perkebunan, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan *Alamat korespondensi : [email protected] THE IMPACT OF WATER DEFICIT ON THE MORPHOLOGICAL CHARACTER OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq) PLANT VARIETIES DyxP DUMPY IN THE MAIN NURSERY ABSTRACT Palm Oil Plant (Elaeis guineensis Jacq.) Is one of the important plantation crops in Indonesia. This plant produces vegetable oils that are important for the food industry and for fuel (biodiesel). Palm oil produces the highest oil unity of area compared to other types of plants with oil potential of around 6-7 tons / ha / year. The research was carried out in the greenhouse of the Plantation Agribusiness Institute of Higher Education (STIPAP). The study period was 6 months from September to March 2018. This study also used a non-factorial randomized block design with 3 times repetition, the number of polybags per treatment was 3. Parameter tests were arranged on the variance list and Duncan's Multiple Range Test (DMRT) was tested. level of 5%. The results of this study indicate that DyxP DUMPY varieties have good resistance to water stress. , Dy × P Dumpy varieties were relatively more adaptable and gave better growth compared to other varieties in the condition of giving 1000 ml of water which was shown in observing the height increase of plants, increasing the number of leaves, increasing the diameter of the stem. Keywords: Palm Oil, Stress Water, Main Nursery PENDAHULUAN Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang penting di Indonesia . Tanaman ini menghasilkan minyak nabati yang penting bagi keperluan industry pangan maupun untuk bahan bakar (biodiesel). Kelapa sawit menghasilkan minyak tertinggi persatuan luasnya dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya dengan potensi minyak sekitar 6 7 ton/ha/tahun (Setyamidjaja,2006). Menurut ststistik perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa

Upload: dangkhuong

Post on 20-Aug-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

1

DAMPAK DEFISIT AIR TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI

TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

VARIETAS DyxP DUMPY di

PEMBIBITAN UTAMA

Sri Murti Tarigan,Eka Bobby Febrianto,Hussein Abdillah

Budidaya Perkebunan, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan

*Alamat korespondensi : [email protected]

THE IMPACT OF WATER DEFICIT ON THE MORPHOLOGICAL

CHARACTER OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq)

PLANT VARIETIES DyxP DUMPY

IN THE MAIN NURSERY

ABSTRACT

Palm Oil Plant (Elaeis guineensis Jacq.) Is one of the important plantation crops in Indonesia. This

plant produces vegetable oils that are important for the food industry and for fuel (biodiesel). Palm

oil produces the highest oil unity of area compared to other types of plants with oil potential of

around 6-7 tons / ha / year. The research was carried out in the greenhouse of the Plantation

Agribusiness Institute of Higher Education (STIPAP). The study period was 6 months from

September to March 2018. This study also used a non-factorial randomized block design with 3 times repetition, the number of polybags per treatment was 3. Parameter tests were arranged on the

variance list and Duncan's Multiple Range Test (DMRT) was tested. level of 5%. The results of

this study indicate that DyxP DUMPY varieties have good resistance to water stress. , Dy × P

Dumpy varieties were relatively more adaptable and gave better growth compared to other

varieties in the condition of giving 1000 ml of water which was shown in observing the height

increase of plants, increasing the number of leaves, increasing the diameter of the stem.

Keywords: Palm Oil, Stress Water, Main Nursery

PENDAHULUAN

Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis Jacq.) merupakan

salah satu tanaman perkebunan

yang penting di Indonesia .

Tanaman ini menghasilkan

minyak nabati yang penting bagi

keperluan industry pangan

maupun untuk bahan bakar

(biodiesel). Kelapa sawit

menghasilkan minyak tertinggi

persatuan luasnya dibandingkan

dengan jenis tanaman lainnya

dengan potensi minyak sekitar 6

– 7 ton/ha/tahun

(Setyamidjaja,2006).

Menurut ststistik perkebunan

Indonesia Komoditas Kelapa

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

2

Sawit 2015 produksi kelpa sawit

sebesar 29.344.479 ton angka

sementara pada tahun 2014 dan

pada tahun 2015 sebesar

30.948.931 ton angka estimasi.

Industri ini untuk pengentasan

kemiskinan melalui budaya

pertanian dan pemrosesan

selanjutnya. Berdasarkan angka

sementara 2011 dari Direktorat

Jendral Perkebunan, luas areal

Kelapa Sawit di Indonesia

cenderung meningkat selama

tahun 2000 – 2011 Perkebunan

Besar Swasta (PBS)

mendominasi luas areal kelapa

sawit diikuti oleh Perkebunan

Rakyat (PR) dan Perkebunan

Besar Negara (PBN). Tahun

2011 luas areal kelapa sawit

Indonesia mencapai 8,91 juta ha,

dengan rincian luas areal PBS

sebesar 4,65 juta ha (52,22%),

luas areal PR sebesar 3,62 juta

ha (40,64%), dan luas areal PBN

sebesar 0,64 juta ha (7,15%)

(PUSDATIN,2013).

Minyak kelpa sawit untuk

industri bahan makanan, dan

non-bahan makanan, juga

mempunyai potensi yang cukup

besar untuk industri kosmetik

dan industri farmasi. Karena

mempunya sifat sangat mudah

diabsorpsi oleh kulit, minyak

kelapa sawit banyak dipakai

untuk pembuatan shampoo, krim

, minyak rambut, sabun cair,

lipstick dan lain-lain

(Mangoensoekarjo dan

Semangun,2008).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di

Rumah Kaca dan laboratorium

kebun percobaan Sekolah Tinggi

Ilmu Pertanian Agrobisnis

Perkebunan (STIPAP), Medan.

Waktu penelitian selama lima

bulan dari bulan Oktober 2017

sampai bulan Maret 2018.

Rancangan Penelitian

1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan satu perlakuan

dan tiga pengulangan. Perlakuan

bibit kelapa sawit dengan

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

3

varietas DyxP Dumpy.

Perlakuan dosis penyiraman

dengan 3 taraf yaitu; dosis

penyiraman 100% per hari, dosis

penyiraman 60% per hari, dosis

penyiraman 20% per hari.

Standar penyiraman pada main

nursery sebanyak 1 liter air

dengan rotasi penyiraman 2 kali

sehari. Perlakuan cekaman

kekeringan diberikan pada saat

bibit kelapa sawit sudah berumur

4 bulan. Susunan perlakuan yang

digunakan adalah sebagai

berikut:

Volume air (A):

A1 = dosis penyiraman 100%

(kontrol)

A2 = dosis penyiraman 60%

A3 = dosis penyiraman 20%

Rancangan penelitian

Rancangan penelitian adalah

Rancangan Acak Kelompok non

faktorial dengan tiga kali

pengulangan. Dengan total

sampel keseluruhan adalah 27

sampel. Linier adiptif rancangan

acak kelompok (RAK) yang

digunakan adalah sebagai

berikut :

Yijm = µ + Ji + j + ij

i=1,2,3 =1,2,3,4

keterangan sebagai berikut :

Yij = hasil pengamatan pada

blok ke-i, varietas

ke-j

µ = rataan umum

i = pengaruh blok ke- i

j = pengaruuh volume air

ke- j

Ji = pengaruh galat pada blok

ke-i, volume air ke-j

Data yang diperoleh dianalisis

secara statistik dengan Analysis

of Variance (ANOVA) dengan

uji lamjut Duncan’s Multiple

Range Test (DMRT) pada taraf

5%. Data dianalisi dengan

menggunakan aplikasi

statistical analysis software

(SAS) .

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan

Alat yang digunakan pada

penelitian ini adalah cangkul,

gembor, ayakan, parang, gelas

ukur, ember, hand sprayer, tali,

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

4

meteran, jangka sorong,

timbangan, klorofil meter, oven.

Bahan-bahan penelitian

Bahan penelitian yang

digunakan adalah kecambah dari

genotipe persialngan DyxP

Dumpy, top soil, kompos,

polibag ukuran 40x50 cm, pupuk

urea dan pupuk NPK.

Tahapan penelitian

Penyediaan bahan tanam

Kecambah yang digunakan

berasal dari PPKS Medan.

Kecambah yang digunakan

dalam percobaan ini merupakan

hasil seleksi.

Penanaman kecambah

Kecambah di tanam ke dalam

polibag yang telah berisi tanah

sebanyak 1 butir kecambah.

Kemudian kecambah ditutup

sedikit dengan kompos.

Perlakuan cekaman kekeringan

Bibit sawit yang telah tumbuh

selama satu bulan di polibag

dilakukan cekaman kekeringan,

dengan cara penyiraman bibit

disesuaikan dengan perlakuan.

Cekaman kekeringan diberikan

selama 7 bulan ke depan

sampai bibit sawit berumur 11

bulan.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan

menggunakan pupuk NPK,

dengan interval waktu 2

minggu sekali dan dosis pupuk

10 gram per polibeg.

Pengendalian gulma

Pengendalian gulma yang ada

didalam polibeg dilakukan

setiap 2 minggu sekali secara

manual.

Pengamatan

a. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari

pangkal batang (palm bole)

sampai ujung daun tertinggi

menggunakan meteran.

Pengukuran dilakukan pada

umur bibit 1 minggu (setelah

dilakukan cekaman kekeringan)

hingga 20 minggu. Pengamatan

dilakukan dengan interval waktu

2 minggu sekali.

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

5

b. Diamater Pangkal Batang

(mm)

Diamater pangkal batang (bole

diameter) dilakukan dengan

mengukur tepat pada bagian

pangkal batang menggunakan

jangka sorong. Pengukuran

dilakukan pada umur bibit 1

minggu (setelah dilakukan

cekaman kekeringan) hingga 20

minggu. Pengamatan dilakukan

dengan interval waktu 2 minggu

sekali.

c. Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung dari

bagian daun terbawah sampai

daun termuda yang telah

membuka sempurna.

Pengukuran dilakukan pada

umur bibit 1 minggu (setelah

dilakukan cekaman kekeringan)

hingga 20 minggu. Pengamatan

dilakukan dengan interval waktu

2 minggu sekali.

d. Luas Daun (cm2)

Dilakukan dengan cara

mengukur panjang dan lebar

daun menggunakan alat ukur

meteran skala 1 mm. Rumus luas

daun yang digunakan sebagai

berikut:

L = p x l x konstanta (0.52)

Keterangan :

L = Luas daun

P = Panjang daun

l = Lebar daun

k = konstanta (k = 0.52)

Pengukuran luas daun dilakukan

pada periode bibit 8 minggu

(saat daun sudah membuka

sempurna) hingga 15 MST di

main nurseri dengan interval

waktu 2 minggu (8, 10, 12, 14)

a. Jumlah Klorofil Daun

(m/gr)

Menghitung jumlah klorofil

daun dilakukan pada daun ketiga

dari bawah. Pengukuran

dilakukan dengan tiga sisi yaitu

ujung daun, tengah daun dan

pangkal daun. Pengkuran

menggunakan alat klorofil

meter.

f. Bobot Kering Akar (g)

Periode pengambilan data bobot

kering akar dilakukan bersamaan

waktu dengan pengambilan data

bobot basah akar, bobot basah

tanaman dan bobot kering

tanaman. Pengamatan dilakukan

dengan cara mengeringkan

seluruh bagian akar yang sudah

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

6

terpisah dari tajuk tanaman

kemudian dimasukan ke dalam

oven hingga diperoleh bobot

konstan. Pengamatan dilakukan

di akhir penelitian.

g. Bobot Kering Tanaman (g)

Pengamatan dilakukan dengan

cara mengeringkan seluruh

bagian tanaman di dalam oven

hingga diperoleh bobot konstan.

Pengamatan dilakukan di akhir

penelitian.

h. Volume Akar (cm3)

Volume akar diamati dengan

cara membongkar tanaman

kemudian akar dicuci dan

dimasukkan ke wadah atau gelas

ukur untuk mengukur volume

akar. Pengukuran dilakukan

pada akhir penelitian

i. Panjang Akar (cm)

Pengamatn panjang akar

dilakukan dengan cara

mengukur panjang akar dari

bonggol (bole) hingga ujung

akar. Pengamatan ini dilakukan

pada akhir pengamatan.

j. Jumlah Stomata

Jumlah stomata diamati dengan

cara sebagai berikut: epidermis

bagian bawah daun diolesi

dengan kutek transparan,

kemudian dibiarkan selama 5

menit hingga kutek mengering.

Daun ditempelkan selotip bening

dengan olesan kutek dan

dibiakan selama 5 menit. Setelah

itu lapisan kutek dilepaskan dari

daun dan diletakkan di atas

objek glass dengan bagian kutek

yang lekat di daun mengarah

keatas. Selanjutnya diamati

dibawah mikroskop dengan

perbesaran 40x10. Pengamatan

dilakukan pada waktu akhir

penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan dengan

menggunakan analisis statistik

tinggi tanaman (cm) dapat

dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 4.1 Rataan Tinggi Tanaman

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

7

Taraf

perlakuan

Pengamatan (MST)

18 20 22 24 26 28 30 32 34 36

A1 50.9 56.7 64.2 68.5 75.9 83.9 85.9 100.3 107.4 117.9

A2 50.2 52.8 60.7 65.0 73.4 82.5 88.3 94.4 101.1 112.8

A3 53.1 59.5 66.1 69.9 75.5 78.3 85.7 90.4 93.7 104.2

Berdasarkan data yang terdapat

pada Tabel 4.1 bahwa tanaman

dengan taraf perlakuan A1 100%

(1 liter air) pada mingu ke 36

setelah tanam dengan tinggi

tanaman 117.91 cm merupakan

tanaman yang tertinggi

sedangkan tanaman A2 60% (0.6

liter air) dengan tinggi tanaman

112.88 cm sedangkan untuk

tanaman yang terendah yaitu A3

20% (0.2 liter air) dengan tinggi

tanaman 104.24 cm. Cekaman

air sangat berpengaruh terhadap

tanaman dan bisa menyebabkan

tanaman menjadi rusak atau

mati. Perlakuan media tanam

berpengaruh nyata terhadap

tinggi tanaman (Nasution H. S,

dkk,2014).

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

8

Gambar 4.1 Grafik pertumbuhan Tinggi Tanaman

Berdasarkan Gambar 4.1

menunjukkan pertumbuhan

tinggi tanaman bibit kelapa sawit

dari 18 minggu setelah tanam

sampai 36 minggu setelah tanam

bahwa untuk perlakuan A1 (1

liter air) lebih tinggi

pertumbuhannya sedangkan

untuk perlakuan A2 dan A3

sangat jelas perbandingan

pertumbuhannya dan terlihat

berbeda..

0

20

40

60

80

100

120

140

18 20 22 24 26 28 30 32 34 36

Tin

ggi T

an

am

an

(cm

)

MST

A1

A2

A3

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

9

Diameter Batang (cm)

Hasil pengamatan diameter

batang (mm) dapat dilihat

berdasarkan dengan perlakuan

cekaman kekeringan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Rataan diameter

batang (mm) pada

pengamatan 18-36

MST (interval 4

bulan)

Taraf perlakuan

Pengamatan (MST)

18 20 22 24 26 28 30 32 34 36

A1 1.4 1.56 2.03 1.88 2.26 2.62 2.63 2.72 2.74 3.04

A2 1.19 1.41 1.83 2.04 2.09 2.4 2.52 2.82 2.75 3.36

A3 1.43 1.53 1.91 2.4 2.45 2.51 2.57 2.86 3 3.1

Berdasarkan data yang terdapat

pada Tabel 4.2 tersebut maka

analisa dari perlakuan pemberian

volume air setiap varietas A1,A2

dan A3 dari aspek diameter

batang mulai dari minggu ke 18

setelah tanam sampai minggu ke

36 setelah tanam dapat dilihat

atau dibedakan bahwa perlakuan

A2 yang mempunyai diameter

paling besar 3.36 cm dengan

pemberian air dengan dosis 600

ml/hari sedangkan untuk

perlakuan A1 dan A3 diberi

masing-masing dosis dengan

1.000 ml/hari dan 200 ml/hari

dengan lebar diameter batang

yaitu 3.04 cm dan 3.1 cm.

semakin besar diameter batang

tanaman kelapa sawit serta

bertambahnya umur tanaman

akan berpengaruh nyata terhadap

produksi tanaman kelapa sawit

itu sendiri (Yudistina ,dkk,2007).

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

10

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

18 20 22 24 26 28 30 32 34 36

Dia

met

erB

ata

ng(c

m)

MST

A1

A2

A3

Gambar 4.2 Grafik pertumbuhan Diameter Batang

Berdasarkan Gambar 4.2

menunjukkan pertumbuhan pada

diameter batang bibit kelapa

sawit dari minggu 18 setelah

tanam sampai 36 minggu setelah

tanam. Pada tabel diatas terlihat

tidak beraturannya grafik

tersebut di karenakan adanya

perkembangan yang terjadi pada

diameter batang tersebut. Akan

tetapi pada minggu ke 36

perlakuan A2 dengan pemberian

dosis (600 ml/hari) sangat

berbeda nyata akan tetapi

perlakuan A1 dengan dosis

(1000 ml/hari) dan A2 dengan

dosis (600 ml/hari) tidak berbeda

nyata dan terlihat jarak yang

sangat dekat.

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

11

Jumlah Daun

Hasil pengamatan dengan

menggunakan analisis statistik

tinggi tanaman (cm) dapat

dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 4.3 Rataan Jumlah daun pada pengamatan 18 – 36 MST (Interval 4

bulan) Taraf

perlakuan Pengamatan (MST)

18 20 22 24 26 28 30 32 34 36

A1 6.7 7.6 8.3 9.3 9.7 11.1 11.8 12.5 13.4 13.5

A2 6.6 7.3 8.2 9.3 9.2 11 11.8 12.8 13.2 13.2

A3 6.6 7.7 8.7 9.4 10.8 11.3 11.6 12.8 13.8 15.2

Berdasarkan data yang terdapat

pada Tabel 4.3 tersebut maka

dari data yang di analisa bahwa

tanaman dengan taraf perlakuan

A3 dengan pemberian dosis

sebesar 20% (200 ml/hari) dari

minggu ke 18 sampai dengan

minggu ke 36 setelah tanam

dengan jumlah helai daun 15.22

merupakan jumlah daun yang

tertinggi dan tidak berbeda nyata

dengan taraf perlakuan A1 100%

(1000ml/hari) dengan jumlah

helai daun 13.55 dan demikian

juga dengan taraf perlakuan A2

60% (600ml/air) dengan jumlah

helai daun 13.22. Faktor genetik

menentukan jumlah daun yang

akan terbentuk, oleh sebab itu

sangat penting dalam pembibitan

menggunakan bibit yang

berkualitas, selain faktor genetik

faktor lingkungan juga

berpengaruh terhadap

pertambahan jumlah daun.

Faktor lingkungan yang

berpengaruh yaitu unsur hara

yang tersedia di dalam tanah

(Jauhari A.P, dkk,2017).

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

12

Gambar 4.3 Grafik Pertumbuhan Jumlah Daun

Berdasarkan gambar 4.3

menunjukkan pertumbuhan

jumlah daun bibit kelapa sawit

dari 18 minggu. Setelah tanam

sampai 36 minggu setelah tanam

bahwa tanaman atau taraf

perlakuan A3 20% (200 ml/hari)

mempunyai daun helai dengan

jumlah yang paling tinggi

dengan jumlah helai daun 15.22

dibandingkan dengan perlakuan

A1 100% (1000 ml/hari) dengan

jumlah helai daun 13.55 dan

perlakuan A2 60% (600 ml/hari)

dengan jumlah helai daun 13.22.

Pelepah daun kelapa sawit

mempunyai panjang 7,5-9 meter,

jumlah daun 250-400 helai, helai

daun panjang berkisar antara

125-175 pohon/ha.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18 20 22 24 26 28 30 32 34 36

Ju

mla

h D

au

n (

hel

ai)

MST

A1

A2

A3

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

13

Luas Daun (cm²)

Hasil pengamatan dengan

menggunakan analisis statistik

tinggi tanaman (cm) dapat

dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 4.4 Rataan Luas daun pada pengamatan 18 – 36 MST (Interval 4

bulan)

Taraf

perlakuan Pengamatan (MST)

18 20 22 24 26 28 30 32 34 36

A1 62.7 59.2 59.3 60.3 56.9 56.1 55.8 52.6 59.2 57.7

A2 59.5 51.1 56.5 64.6 54.8 58.7 68.4 60.6 59 59.4

A3 60.4 54.6 73.1 56.9 52.9 59.3 53.2 55.4 52.3 53.8

Berdasarkan pada Tabel 4.4

dengan taraf perlakuan A2 60%

(600ml/hari) 18 minggu setelah

tanam sampai dengan 36 minggu

setelah tanam dengan total

jumlah tertinggi yaitu 59.42 cm²

menunjukkan angka yang

tertinggi dan tidak berbeda nyata

dengan perlakuan A1 100%

(1000ml/hari) dengan luas daun

57.73cm² dan A3

20%(200ml/hari) dengan jumlah

luas daun 53.88cm². penggunaan

berbagai media tanam

berpengaruh sangat nyata

terhadap luas daun kelapa sawit

(Spindjung B, dkk,2016). Luas

permukaan daun sangat

berpengaruh terhadap

produktivitas hasil tanaman.

Semakin luas permukaan daun

maka produktivitas hasil

tanaman akan semakin tinggi.

Hal ini terjadi Karena proses

fotosintetis akan berjalan dengan

baik pada jumlah daun yang

banyak, namun luas permukaan

daun yang melebihi titik optimal

justru dapat menyebabkan laju

transpirasi tanaman tinggi,

pemborosan fotosintat untuk

pertumbuhan vegetative daun,

dan penurunan produktivitas

hasil tanaman.

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

14

Bobot Kering Akar (g) Berdasarkan hasil pengamatan

uji statistika didapatkan data sebagai

berikut:

Tabel 4.5. Rataan bobot kering akar

Taraf perlakuan Bobot Kering Akar (g)

A1 19.77a

A2 22.11b

A3 31.33c

Keterangan: berdasarkan uji DMRT dengan taraf 5% cekaman kekeringan

berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar.

Berdasarkan data yang terdapat

pada Tabel 4.5 diatas bahwa

taraf perlakuan A3 20% dengan

bobot kering akar 31.33 g adalah

nilai yang tertinggi dari taraf

yang lainnya. Sedangkan dengan

taraf perlakuan A2 60% yaitu

22.11 g dan untuk taraf

perlakuan A1 100% yaitu 19.77

g. Perlakuan media tanam yang

diberikan berpengaruh nyata dan

mempunyai karakteristik

pertumbuhan yang berbeda-beda

pada masing-masing peubah

amatan. Hasil sidik ragam

menunjukkan bahwa perlakuan

media tanam berpengaruh nyata

terhadap bobot kering akar

(Nasution, H.H,dkk,2014).

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

15

Gambar 4.5 grafik bobot kering akar

Berdasarkan pada grafik Tabel

diatas dapat dilihat bahwa taraf

perlakuan A3 20% memiliki

bobot kering akar terbesar yaitu

31.33g sedangkan A2 dengan

nilai 60% mempunyai nilai

22.11g dan taraf perlakuan A1

dengan nilai 100% mempunyai

nilai 19.77 g.

0

5

10

15

20

25

30

35

A1 A2 A3

Bob

ot

Ker

ing A

kar

(g)

Taraf perlakuan

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

16

Bobot Kering Tajuk (g) Berdasarkan uji statistika

didapatkan bahwa data sebagai

berikut:

Tabel 4.6 Rataan bobot kering tajuk.

Taraf perlakuan Bobot Kering Tajuk (g)

A1 233

A2 194

A3 195

Berdasarkan data yang terdapat

pada Tabel 4.6 maka didapatkan

bahwa tanaman dengan taraf

perlakuan A1 100% dengan

bobot kering tajuk sebesar

233.00 g menunjukkan bahwa

angka yang tertinggi dari taraf

perlakuan A2 60% dengan bobot

kering tajuk sebesar 194.00 g

dan taraf perlakuan A3 20%

dengan bobot kering tajuk

sebesar 195.00 g.

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

17

Gambar 4.6 Grafik bobot kering tajuk

Berdasarkan pada tabel 4.6

diatas menunjukkan bahwa

bobot kering tajuk kelapa sawit

pada taraf perlakuan A1 100%

dengan berat bobot kering tajuk

sebesar 233 g menunjukkan

angka yang tertinggi dengan

taraf perlakuan lainya,

sedangkan taraf perlakuan A2

dengan bobot kering tajuk 194 g

dan taraf perlakuan A3 dengan

bobot kering tajuk 195 g.

Menurut (Aryanti,M,dkk,2018)

bahwa bobot kering tajuk lebih

dipengaruhi oleh penyiraman

dibandingkan komposisi media

tanam.

0

50

100

150

200

250

A1 A2 A3

Bob

ot

Ker

ing T

aju

k (

g)

Taraf perlakuan

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

18

Volume Akar (cm³)

Berdasarkan uji statistika

didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 4.7 Rataan volume akar

Taraf perlakuan Volume Akar (cm³)

A1 111.11

A2 95.56

A3 87.78

Berdasarkan data yang terdapat

pada Tabel 4.9 diatas bahwa A1

100% memiliki nilai yang

tertinggi yaitu 111.11 cm³

sedangkan taraf perlakuan A2

60% memiliki nilai 95.56 cm³

dan taraf perlakuan A3 20%

memiliki nilai 87.78 cm³.

pemanjangan akar merupakan

salah satu mekanisme

pertahanan bibit kelapa sawit

dalam menghadapi cekaman

kekeringan (Palupi, dan

Yopi,2008). Panjang akar

berkaitan dengan ketahanan

tanaman pada saat tercekam

kekeringan. Tanaman pada

kondisi tercekam kekeringan

akan cenderung memperpanjang

akarnya sampai ke lapisan tanah

yang tersedia cukup air.

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

19

Gambar 4.7 Grafik Volume Akar

Berdasarkan pada Tabel 4.7

diatas A1 100% memiliki

volume akar yang tertinggi yaitu

111.11 cm³ sedangkan taraf

perlakuan A2 60% memiliki

nilai 95.56 cm³ dan taraf

perlakuan A3 20% memiliki

nilai 87.78 cm³.

0

20

40

60

80

100

120

A1 A2 A3

Volu

me

Ak

ar

(cm

³)

Taraf Perlakuan

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

20

Panjang Akar (cm) Berdasarkan uji statistika

didapatkan data dibawah ini:

Tabel 4.8 Rataan Panjang Akar (cm)

Taraf perlakuan Panjang Akar (cm)

A1 76.3

A2 67.9

A3 55.39

Berdasarkan data yang terdapat

pada Tabel 4.8 diatas pada

bahwa A1 100% memiliki nilai

yang tertinggi yaitu 76.3 cm

sedangkan taraf perlakuan A2

60% memiliki nilai 67.9 cm dan

taraf perlakuan A3 20%

memiliki nilai 55.39 cm. Secara

umum, semakin dalam lapisan

tanah maka produksi akar

semakin menurun. Hal tersebut

dapat disebabkan karena

kandungan unsur hara paling

banyak berada pada lapisan atas,

dan kandungan tersebut semakin

berkurang dengan semakin

turunnya lapisan tanah (Sutarta

,dkk.2014).

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

21

Gambar 4.8 Grafik Panjang Akar

Berdasarkan gambar grafik di

atas bahwa nilai yang tertinggi

adalah A1 100% dengan nilai

76.3 sedangkan A2 60%

memiliki nilai 67.9 dan taraf

perlakuan A3 20% memiliki

nilai 55.3

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

A1 A2 A3

Pan

jan

g A

kar

(cm

)

Taraf Perlakuan

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

22

Jumlah Akar Hasil pengamatan jumlah akar

dapat dilihat pada tabel 4.9

Tabel 4.9 Rataan jumlah akar

taraf perlakuan Jumlah Akar

A1 19.44

A2 16.55

A3 19.5

Berdasarkan data yang terdapat

pada Tabel 4.9 di atas bahwa

taraf perlakuan A3 yaitu 20%

dengan jumlah akar 19.5

menunjukkan angka yang

tertinggi dan tidak berbeda

nyata dengan A1 yaitu 100%

dengan angka 19.44 dan taraf

perlakuan A2 60% 16.55.

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

23

Gambar 4.9 Grafik Rataan Jumlah Akar

Berdasarkan Tabel 4.11.

menunjukkan rataan jumlah akar

bibit kelapa sawit bahwa pada

taraf perlakuan A3 20% dengan

nilai yang tertinggi yaitu 19.5

dan taraf perlakuan A1 100%

memiliki nilai 19.44 dam taraf

perlakuan A2 60% memiliki

nilai 16.55.

15

15.5

16

16.5

17

17.5

18

18.5

19

19.5

20

A1 A2 A3

Ju

mla

h A

kar

Taraf perlakuan

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

24

Jumlah Stomata Hasil pengamatan jumlah

stomata dapat dilihat pada tabel

4.10

Tabel 4.10 Rataan jumlah Stomata

Taraf perlakuan Jumlah Stomata

A1 76.11

A2 71.44

A3 77.78

Berdasarkan data yang terdapat

pada Tabel 4.10 bahwasanya

taraf perlakuan A3 20%

memiliki nilai yang tertinggi

yaitu 77.78 sedangkan taraf

perlakuan A1 100% dan A2 60

% adalah 76.11 dan 71.44.

Stomata tetap membuka untuk

mengurangi gangguan

metabolisme bibit kelapa sawit

yang mengalami cekaman

kekeringan (Dewi Y. A,

dkk.2014). Stomata berperan

pada proses fotosintesis yang

berkaitan dengan suplai CO2

dari lingkungan. Stomata yang

membuka lebar mampu

meningkatkan laju difusi CO2

dari atmosfer ke dalam

jaringan daun sehingga

mendukung peningkatan laju

fotosintesis.

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

25

Gambar 4.10 Grafik Rataan jumlah Stomata

Berdasarkan gambar 4.10

menunjukkan rataan jumlah

stomata bahwa taraf perlakuan

A3 20% dengan nilai tertinggi

77.78 sedangkan taraf

perlakuan A1 100% dengan

nilai 76.11 dan taraf perlakua

A2 60% dengan nilai 71.44.

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

A1 A2 A3

Ju

mla

h S

tom

ata

Taraf perlakuan

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

26

Jumlah Klorofil (CCl) Berdasarkan uji statistika

didapatkan data seperti

dibawah ini:

Tabel 4.11 Jumlah Klorofil (CCl)

taraf perlakuan Jumlah Klorofil (CCl)

A1 54.4

A2 39.3

A3 45.5

Keterangan : berdasarkan uji DMRT dengan taraf 5% , cekaman kekeringan

mempengaruhi jumlah klorofil daun,huruf yang berbeda pada kolom

berbeda menyatakan beda nyata.

Berdasarkan data yang terdapat

pada Tabel 4.11 diatas bahwa

taraf perlakuan A1 100%

memiliki nilai tertinggi yaitu

54.4 CCIdan sedangkan pada

taraf perlakuan A3 45.5CCI

memiliki nilai 45.5CCI dan

taraf perlakuan A2 60% yaitu

39.3CCI. Klorofil dapat

menampung cahaya yang

diserap oleh pigmen lainnya

melalui fotosintesis, sehingga

klorofil disebut sebagai pigmen

pusat reaksi fotosintesis (Bahri,

2010).

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

27

Gambar 4.11 Grafik Jumlah Klorofil

Berdasarkan pada Tabel 4.11

diatas bahwasanya pada taraf

perlakuan dengan nilai

tertinggi yaitu A1 100%

dengan nilai 54.4 CCI

sedangkan taraf perlakuan A3

20% memiliki nilai 45.5 CCI

dan taraf perlakuan A2 60%

memiliki nilai 39.3 CCI.

0

10

20

30

40

50

60

A1 A2 A3

Ju

mla

h k

loro

fil

(CC

I)

Taraf perlakuan

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

28

KESIMPULAN

Perlakuan dosis penyiraman

berbeda nyata pada tinggi

tanaman ,jumlah

daun,diameter batang, bobot

kering akar, panjang akar,

jumlah akar, bobot kering

tajuk. Namun tidak

berbedanyata terhadap jumlah

stomata dan jumlah klorofil.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti M. Dewi R.I, dan Chandra

A.Y,.2018. Pertumbuhan

Bibit Kelapa Sawit

(Elaeis guineensis Jacq.)

Dengan Komposisi

Media Tanam Dan

Interval Penyiraman

Yang Berbeda.

Arsyad A. R,Juenedi H. dan Fani Y.

2012. Pemupukan Kelapa Sawit

Berdasarkan

Potensi Produksi Untuk

Meningkatkan Hasil

Tandan Buah

Segar(TBS). Jurnal

Penelitian Universitas

Jambi. Volume 14

Nomer 1. Hal 29 -36.

Januari – Juni 2012.

Aryanti M. Natali G. dan Suherman

C. 2017. Respons

Pertumbuhan Bibit

Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis Jacq.)

terhadap Pemberian

Pupuk Organik Asal

Pelepah Kelapa Sawit

dan Pupuk Majemuk

NPK. Jurnal Agrikultura

2017, 28 (2): 64-67 ISSN

0853-2885.

Bahri, S. 2010. Klorofil. Diktat

Kuliah Kapita Selekta

Kimia Organik.

Universitas Lampung.

Dewi Y. A. Putra Susila T. E.,

Trisnowati S. 2014.

Induksi Ketahanan

Kekeringan Delapan

Hibrida Kelapa Sawit

(Elaeis guineensis Jacq.)

dengan Silika.

Vegetalika Vol.3 No.3,

2014 : 1 – 13.

Hetharie, H. Wattimena

G.,Tenawidjaya S.,

Aswidinoor H., Mathius

N. T dan Ginting G. 2007.

Karakteristik Morfologi

Bunga dan Buah

Abnormal Kelapa Sawit

Hasil Kultur Jaringan. Bul.

Agron. (35)(1)50.2007.

Jauhari A. P, Armini., Ikhsan A.

2017. Response Of Pre

Nursery Oil Palm

Seedlings (Elaeis

guineensis Jacq.) Toward

Sludge And

Supplementary Liquid

Fertilizer (PPC) On

Ultisol. JOM Faperta UR

Vol.4 No.2 Oktober 2017

Mangoensoekarjo. dan Semangun H.

2008. Manajemen

Agrobisnis Kelapa Sawit.

Gaja Mada Universitas

Press. Yogyakarta.

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

29

Maryani T. A. 2012 Pengaruh

Volume Pemberian Air

Terhadap Pertumbuhan

Bibit Kelapa Sawit Di

Pembibitan Utama . ISSN :

2302 – 6472. Vol 1 no 2.

April – Juni 2012.

Mathius N. T, Wijayana G., Guharya

E., Awidinoor H., Yahya S

dan Subroto. 2001. Respon

Tanaman Kelapa Sawit

Terhadap Cekaman

Kekeringan. Menara

Perkebunan, 2001,

69(2),29-45.

Nasution H. H, Hanum C dan Lahay

R. R Jurnal Online

Agroekoteknologi . ISSN

No. 2337- 6597 Vol.2,

No.4 : 1419 - 1425

September 2014.

Nasution H. S, Hanum C dan Ginting

J. Jurnal Online

Agroekoteknologi . ISSN

No. 2337- 6597 Vol.2,

No.2 : 691- 701, Maret

2014.

Palupi E. R dan Dedy W. 2008

Kajian Karakter Ketahan

Terhadap Cekaman

Kekeringan Pada Beberapa

Genoupe Bibit Kelapa

Sawit. Bul Agron(36)(1)

24 – 32. 2008.

PUSDATIN. (Pusat Data Dan

Informasi Pertanian).

2013. Informasi Ringkas

Komoditas Perkebunan

Kelapa Sawit, No. 01/01/I.

Januari 2013.

Rini M. V dan Efriani U. 2016

Respon Bibit Kelapa Sawit

Terhadap Pemberian Fungi

Mikoriza Arbuskular Dan

Cekaman Air. Menara

Perkebunan 2016, 84(2),

107 – 116.

Sasongko E, P. 2010 Studi

Kesesuaian Lahan

Potensial Untuk Tanaman

Kelapa Sawit di

Kabupaten Blitar. Jurnal

Pertanian MAPETA, ISS :

1411 – 2817, Vol. XII. 2.

April 2010 : 72 – 144.

Sepindjung B., Hanan R dan Andrian

F. 2016.Respon

Pertumbuan Bibit Kelapa

Sawit (Elaeis guineensis

Jacq.) Pada Berbagai

Perbandingan Media

Tanaman Di Pre Nursery.

Vol 1 No. 1 Januari – Juni

2016.

Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit

Teknik Budidaya Panen

Dan Pengolahan.

Yogyakarta, Kanisius.

Solihatun F., Putra S dan Kastono D.

2014. Industri Ketahanan

Kekeringan Delpan

Hibrida Kelapa Sawit.

Vegetalika Vol.3 No.3

2014 : 14 – 26.

Yudistina V, Santoso M dan Aini N,

Program Studi Menejemen

Produksi Tanaman

Program Pasca Sarjana

Fakultas

Pertanian,Universitas

Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate

30

Brawijaya Buana Sains

Vol 17 No 1: 43 – 48.