pengaruh penggunaan berbagai antibiotik dan probiotik

10
Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330 77 PENGARUH PENGGUNAAN BERBAGAI ANTIBIOTIK DAN PROBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AIR PADA LARVA UDANG WINDU (Penaeus monodon Fabricius) EFFECT OF THE USING OF ANTIBIOTICS AND PROBIOTICS WITH VARIOUS DIFFERENT DOSE OF GROWTH AND WATER QUALITY IN SHRIMP LARVA (Penaeus monodon Fabricius) Patang Politeknik Pertanian Negeri Pangkep [email protected] ABSTRAK Penggunaan probiotik dan antibiotik masih banyak digunakan di unit pembenihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan berbagai antibiotik dan probiotik dengan dosis berbeda terhadap pertumbuhan dan kualitas air pada larva udang windu (Penaeus monodon Fabricius). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan hewan uji larva udang windu PL-5 dan mengaplikasikan penggunaan probiotik Bacillus dengan dosis 0,75 ppm, 1,0 ppm dan 1,25 ppm, serta antibiotik oxytetracyclin, dan erytromicin masing-masing sebesar 1 ppm. Hasil penelitian me- nunjukkan pertumbuhan larva tergolong masih rendah. Hal ini diduga karena salinitas air media pemeliharaan yang terlalu tinggi (35 ppt). Selanjutnya pertumbuhan larva udang windu tertinggi pada akhir penelitian diperoleh pada perlakuan probiotik 1,25 ppm dan erytromicin (C2) dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,0278 mg, menyusul perlakuan D (tanpa perlakuan) dengan berat rata-rata sebesar 0,0226 mg, perlakuan B2 (probiotik 1,00 ppm dan erytromicin) sebesar 0,0219 mg, dan perlakuan paling rendah adalah perlakuan C1 (probiotik 1,25 ppm dan oxytetracycline) sebesar 0,0166 mg. Secara keseluruhan kualitas air media pemeliharaan masih sesuai dengan kebutuhan larva udang windu, baik pH, suhu, dan oksigen, kecuali salinitas masih terlalu tinggi (35 ppt), demikian pula dengan sifat kimia air masih dalam batas toleransi untuk pertumbuhan larva udang windu. Kata kunci: Windu, pertumbuhan, antibiotik, dan probiotik ABSTRACT The use of probiotics and antibiotics are widely used in the hatchery. This study aimed to determine the effect of the use of different antibiotics and probiotics with different doses on growth and water quality in shrimp larvae (Penaeus monodon Fabricius). This study is an experimental research using laboratory animals shrimp larval PL-5 and apply the use of probiotic Bacillus with a dose of 0.75 ppml, 1.0 ppm and 1.25 ppm, and antibiotics oxytetracyclin and erytromicin each amounting to 1 ppm. The results showed relatively low larval growth. This is presumably due to the salinity of the water is too high maintenance media (35 ppt). The next highest growth of shrimp larvae at the end of the study obtained at 1.25 ppm and probiotic treatment erytromicin (C2) with a growth rate of 0.0278 mg, followed by treatment D (without treatment) with an average weight of 0.0226 mg, treatment B2 (1.00 ppm and erytromicin probiotics) of 0.0219 mg, and the low

Upload: harun-ft-kencol

Post on 23-Nov-2015

45 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

ABSTRAKPenggunaan probiotik dan antibiotik masih banyak digunakan di unit pembenihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan berbagai antibiotik dan probiotik dengan dosis berbeda terhadap pertumbuhan dan kualitas air pada larva udang windu (Penaeus monodon Fabricius). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan hewan uji larva udang windu PL-5 dan mengaplikasikan penggunaan probiotik Bacillus dengan dosis 0,75 ppm, 1,0 ppm dan 1,25 ppm, serta antibiotik oxytetracyclin, dan erytromicin masing-masing sebesar 1 ppm. Hasil penelitian me-nunjukkan pertumbuhan larva tergolong masih rendah. Hal ini diduga karena salinitas air media pemeliharaan yang terlalu tinggi (35 ppt). Selanjutnya pertumbuhan larva udang windu tertinggi pada akhir penelitian diperoleh pada perlakuan probiotik 1,25 ppm dan erytromicin (C2) dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,0278 mg, menyusul perlakuan D (tanpa perlakuan) dengan berat rata-rata sebesar 0,0226 mg, perlakuan B2 (probiotik 1,00 ppm dan erytromicin) sebesar 0,0219 mg, dan perlakuan paling rendah adalah perlakuan C1 (probiotik 1,25 ppm dan oxytetracycline) sebesar 0,0166 mg. Secara keseluruhan kualitas air media pemeliharaan masih sesuai dengan kebutuhan larva udang windu, baik pH, suhu, dan oksigen, kecuali salinitas masih terlalu tinggi (35 ppt), demikian pula dengan sifat kimia air masih dalam batas toleransi untuk pertumbuhan larva udang windu.Kata kunci: Windu, pertumbuhan, antibiotik, dan probiotikABSTRACTThe use of probiotics and antibiotics are widely used in the

TRANSCRIPT

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330

    77

    PENGARUH PENGGUNAAN BERBAGAI ANTIBIOTIK DAN PROBIOTIK

    DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

    KUALITAS AIR PADA LARVA UDANG WINDU

    (Penaeus monodon Fabricius)

    EFFECT OF THE USING OF ANTIBIOTICS AND PROBIOTICS WITH

    VARIOUS DIFFERENT DOSE OF GROWTH AND WATER QUALITY

    IN SHRIMP LARVA (Penaeus monodon Fabricius)

    Patang

    Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

    [email protected]

    ABSTRAK

    Penggunaan probiotik dan antibiotik masih banyak digunakan di unit pembenihan.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan berbagai antibiotik dan

    probiotik dengan dosis berbeda terhadap pertumbuhan dan kualitas air pada larva udang

    windu (Penaeus monodon Fabricius). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental

    yang menggunakan hewan uji larva udang windu PL-5 dan mengaplikasikan penggunaan

    probiotik Bacillus dengan dosis 0,75 ppm, 1,0 ppm dan 1,25 ppm, serta antibiotik

    oxytetracyclin, dan erytromicin masing-masing sebesar 1 ppm. Hasil penelitian me-

    nunjukkan pertumbuhan larva tergolong masih rendah. Hal ini diduga karena salinitas air

    media pemeliharaan yang terlalu tinggi (35 ppt). Selanjutnya pertumbuhan larva udang

    windu tertinggi pada akhir penelitian diperoleh pada perlakuan probiotik 1,25 ppm dan

    erytromicin (C2) dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,0278 mg, menyusul perlakuan D

    (tanpa perlakuan) dengan berat rata-rata sebesar 0,0226 mg, perlakuan B2 (probiotik 1,00

    ppm dan erytromicin) sebesar 0,0219 mg, dan perlakuan paling rendah adalah perlakuan

    C1 (probiotik 1,25 ppm dan oxytetracycline) sebesar 0,0166 mg. Secara keseluruhan

    kualitas air media pemeliharaan masih sesuai dengan kebutuhan larva udang windu, baik

    pH, suhu, dan oksigen, kecuali salinitas masih terlalu tinggi (35 ppt), demikian pula

    dengan sifat kimia air masih dalam batas toleransi untuk pertumbuhan larva udang windu.

    Kata kunci: Windu, pertumbuhan, antibiotik, dan probiotik

    ABSTRACT

    The use of probiotics and antibiotics are widely used in the hatchery. This study aimed to

    determine the effect of the use of different antibiotics and probiotics with different doses

    on growth and water quality in shrimp larvae (Penaeus monodon Fabricius). This study is

    an experimental research using laboratory animals shrimp larval PL-5 and apply the use of

    probiotic Bacillus with a dose of 0.75 ppml, 1.0 ppm and 1.25 ppm, and antibiotics

    oxytetracyclin and erytromicin each amounting to 1 ppm. The results showed relatively

    low larval growth. This is presumably due to the salinity of the water is too high

    maintenance media (35 ppt). The next highest growth of shrimp larvae at the end of the

    study obtained at 1.25 ppm and probiotic treatment erytromicin (C2) with a growth rate of

    0.0278 mg, followed by treatment D (without treatment) with an average weight of 0.0226

    mg, treatment B2 (1.00 ppm and erytromicin probiotics) of 0.0219 mg, and the low

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330

    78

    treatment is treatment C1 (1.25 ppm probiotic and oxytetracycline) of 0.0166 mg. The

    overall water quality maintenance media is still in accordance with the needs of tiger

    shrimp larvae, either pH, temperature, and oxygen, but still too high salinity (35 ppt), as

    well as the chemical properties of water still within tolerable limits for the growth of

    shrimp larvae.

    Keywords: Shrimp, growth, antibiotics and probiotics

    PENDAHULUAN

    Indonesia memiliki potensi perikanan

    yang baik dimana wilayahnya berupa

    laut dengan luas sekitar 5,8 juta km2, lebih

    17.500 pulau, memiliki garis pantai se-

    panjang 81.000 km, merupakan daerah

    tropis terpanjang kedua setelah Kanada

    (Dahuri, 2004). Selanjutnya dinyatakan

    oleh Manggabarani (2004) bahwa potensi

    sumberdaya ikan di Indonesia mencapai

    6,4 juta ton tahun-1

    yang merupakan MSY

    dengan tingkat keamanan 20%. Produkti-

    vitas hasil tangkapan diperkirakan 4,5 juta

    ton tahun-1

    .

    Sejak dimulainya budidaya udang pada

    tahun 1980-an, adanya kematian udang di

    tambak sesungguhnya dianggap sebagai

    suatu hal yang wajar, sama halnya seperti

    kegiatan akuakultur lainnya. Sintasan se-

    lama masa budidaya (sampai panen size

    30) lebih atau sama dengan 60% telah

    menjadi semacam kewajaran baik dalam

    tahap perencanaan ataupun operasional

    budidaya, suatu nilai yang dapat diterima

    baik oleh teknisi, pengusaha maupun per-

    bankan (Dinas Perikanan Sulawesi Sela-

    tan, 2004). Salah satu penyebab kegagalan

    budidaya udang di tambak diduga selain

    disebabkan karena kondisi lingkungan

    yang kurang baik, juga dapat disebabkan

    oleh kondisi benur yang kurang optimal.

    Salah satu jenis penyakit yang merupakan

    masalah serius dalam budidaya udang

    windu di tambak dan panti pembenih ada-

    lah vibriosis yang disebabkan oleh bakteri

    Vibrio spp. Di antara kasus-kasus vibriosis

    yang ada, penyakit yang disebabkan oleh

    bakteri Vibrio harveyi merupakan salah

    satu penyakit yang cukup serius. Bakteri

    ini menyerang baik larva udang dipanti-

    panti pembenihan maupun udang di tam-

    bak pembesaran (Atmomarsono, et al.,

    1993). Selanjutnya penyakit yang ditim-

    bulkan oleh bakteri ini dikenal dengan

    nama penyakit kunang-kunang atau udang

    berpendar.

    Beberapa jenis antibiotik yang umum di-

    gunakan pada hatchery adalah oxytetra-

    cyclin, erytromicin dan elbasin. Antibiotik

    ini dapat berperan sebagai bakteriostatik

    terhadap perkembangan dan pertumbuhan

    bakteri Vibrio harveyi yang menyerang

    larva udang windu pada media pemeliha-

    raan (Bakhtiar, 2004). Lebih lanjut dinya-

    takan pula bahwa Antibiotik secara se-

    lektif menghambat, membunuh dan meru-

    sak organisme-organisme patogenik tanpa

    membahayakan organisme yang diperla-

    kukan (Bakhtir, 2004).

    Penelitian tentang pemanfaatan probiotik

    telah dilakukan oleh Galugu (2008) yang

    mengaplikasikan probiotik Bacillus Plus-1

    terhadap udang vannamei (PL-10), demi-

    kian pula dengan penelitian penggunaan

    antibiotik telah diaplikasikan terhadap

    post larva udang (Bakhtiar, 2004). Berda-

    sarkan hal tersebut, dalam penelitian ini

    dilakukan aplikasi antibiotik dan probiotik

    dengan dosis berbeda. Penelitian ini ber-

    tujuan untuk mengetahui pengaruh peng-

    gunaan berbagai antibiotik dan probiotik

    dengan dosis berbeda terhadap pertum-

    buhan dan kualitas air pada larva udang

    windu (Penaeus monodon Fabricius).

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330

    79

    BAHAN DAN METODE

    Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian ekspe-

    rimental (experimental research) yang

    akan menggunakan rancangan acak ke-

    lompok untuk mengkaji dosis penggunaan

    probiotik Bacillus dan penggunaan ber-

    bagai antibiotik yang berbeda dalam men-

    jaga kualitas air, penekanan bakteri me-

    rugikan, khususnya bakteri Vibrio harveyi

    serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan

    post larva udang windu (Penaeus mono-

    don Fabricius) pada panti pembenihan.

    Selanjutnya hewan uji yang digunakan

    terdiri atas post larva udang windu (PL-3),

    probiotik Bacillus diaplikasikan dengan

    dosis 0,75 mg L-1

    , 1,0 mg L-1

    dan 1,25 mg

    L-1

    (Galugu, 2008). Kegiatan penelitian

    ini dilaksanakan di Hatchery Mini Poli-

    teknik Pertanian Negeri Pangkep pada

    bulan September sampai November 2011.

    Prosedur Penelitian

    Hewan dan Bahan Uji

    Hewan uji yang digunakan dalam peneli-

    tian ini adalah post larva udang windu

    (PL-5), probiotik Bacillus Plus-1 dan bak-

    teri Vibrio harveyi resisten rifamvicin 6

    mg L-1

    . Padat penebaran yang diaplikasi-

    kan adalah 10 ekor L-1

    (Galugu, 2008).

    Benur PL-5 sebagai hewan uji diperoleh

    dari panti pembenihan udang (hatchery) di

    Palie Kabupaten Barru.

    Bahan uji yang diaplikasikan adalah pro-

    biotik Bacillus Plus-1 dengan dosis 0,75

    mg L-1

    , 1,0 mg L-1

    dan 1,25 mg L-1

    (Galugu, 2008), bakteri Vibrio harveyi

    resisten rifamvicin 6 mg L-1

    , serta anti-

    biotik Oxytetracyclin, dan Erytromicin

    masing-masing sebesar 1 mg L-1

    .

    Wadah dan Media Pemeliharaan

    Air laut dari bak penampungan dipompa

    ke dalam bak filter dan diberi perlakuan

    kaporit 35 ppm selama 24 jam tanpa di-

    aerasi. Selanjutnya dinetralkan dengan

    Natrium thiosulfat dengan aerasi kuat.

    Setelah netral, air dimasukkan ke dalam

    wadah plastik volume 60 L, masing-ma-

    sing diisi 50 L untuk setiap satuan per-

    cobaan (Galugu, 2008).

    Peralatan Aerasi.

    Untuk mempertahankan kelarutan oksigen

    dalam media pemeliharaan agar tetap ba-

    ik, maka setiap wadah dilengkapi dengan

    batu aerasi yang dihubungkan selang dan

    aerator (Bakhtiar, 2004).

    Kultur Bakteri Vibrio harveyi Resisten

    Rifamvicin 6 mg L-1

    Biakan murni bakteri Vibrio harveyi di-

    tumbuhkan pada media TCBS pale selama

    24 jam. Bakteri yang tumbuh diinokulasi-

    kan pada media pepton 1% utuk diper-

    banyak. Setelah 24 jam ditumbuhkan kem-

    bali ke media TCBS agar untuk meng-

    hitung densitas Vibrio harveyi dengan

    metode Total Plate Count menggunakan

    coloni counter. Pembuatan bakteri Vibrio

    harveyi resisten rifamvicin 6 mg L-1

    di-

    lakukan dengan menumbuhkan bakteri

    pada media Pepton 1% rifamvicin 6 mg L-

    1 (Galugu, 2008).

    Perlakuan Probiotik Bacillus Plus-1

    dan Antibiotik

    Ke dalam setiap wadah satuan percobaan

    diisi air laut bersih yang telah disaring

    dengan saringan filter bag 15 mikron dan

    diberi perlakuan (treatment), dimasukkan

    benur PL-3 sebanyak 500 ekor (kepadatan

    10 ekor L-1

    ) (Galugu, 2008). Benur di-

    adaptasikan selama 24 jam dan beri pakan

    komersil sesuai bukaan mulut udang se-

    banyak 6 kali hari-1

    sebanyak 1 ppm. Pe-

    meliharaan selanjutnya dilakukan dengan

    pemberian probiotik Bacillus Plus-1 untuk

    setiap percobaan berdasarkan dosis yang

    dicobakan serta pemberian antibiotik

    oxytetracyclin dan erytromicin masing-

    masing 1 ppm.

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330

    80

    Setelah 5 hari pemeliharan dilakukan pe-

    ngambilan sampel (5 hari setelah perla-

    kuan probiotik dan antibiotik) (Galugu,

    2008). Untuk menjaga kualitas air, dila-

    kukan pergantian air sebanyak 50%, dan

    kembali diberi perlakuan probiotik dan

    antibiotik pada setiap perlakuan yang di-

    cobakan dan pemeliharaan dilanjutkan

    kembali. Pada hari ke-9 kembali dilaku-

    kan pengambilan sampel dan dilakukan

    pergantian air sebanyak 50%, dan kembali

    diberi perlakuan probiotik dan antibiotik

    sampai hari ke-14 (PL-14). Selama peme-

    liharaan diberikan aerasi dan penyiponan

    sisa pakan dan kotoran dilakukan setiap

    hari. Setiap selesai melakukan pergantian

    air dilakukan penimbangan larva udang

    untuk mengetahui berat dan pertumbuh-

    annya.

    Pakan

    Pakan yang sehat diberikan pada stadia

    pasca larva udang windu yaitu artemia

    salina dengan kepadatan 25 ekor mL-1. Frekuensi pemberian pakan 45 kali hari-1 yaitu pukul 07.

    00; 11.

    00; 15.

    00;18.

    00; dan

    22.00

    (Bakhtiar, 2004).

    1) Pengukuran Kualitas Air

    Selama pemeliharaan dengan perlakuan

    probiotik dan antibiotik, dilakukan pengu-

    kuran kualitas air yang mencakup para-

    meter fisika dan kimia air seperti ter-

    cantum dalam Tabel 1. Pengukuran kua-

    litas air pertama kali dilakukan pada H0

    (sebelum perlakuan probiotik dan anti-

    biotik), H1 (1 hari setelah perlakuan pro-

    biotik dan antibiotik.

    Tabel 1. Parameter, satuan dan alat ukur/metode kualitas air

    Parameter Alat Ukur/Metode Frekuensi

    Pengukuran

    Suhu (oC)

    Salinitas (ppt)

    pH

    Oksigen terlarut (ppm)

    Bahan organik total (ppm)

    Nitrit (ppm)

    Nitrat (ppm)

    Amoniak (ppm)

    Termometer

    Refraktometer

    pH meter

    DO meter

    Titrimetrik

    Spektrofotometer/Sulfanilamide

    Spektrofotometer/Brucine

    Spektrofotometer/Phenate)

    Setiap hari

    Setiap lima hari

    Setiap hari

    Setiap hari

    Setiap lima hari

    Setiap lima hari

    Setiap lima hari

    Setiap lima hari

    Pengukuran Pertumbuhan

    Pertumbuhan dihitung dengan mengguna-

    kan rumus pertumbuhan mutlak (Idris,

    2010) sebagai berikut:

    W = Wt - Wo

    Dimana :

    W = Pertumbuhan mutlak (g)

    Wo = Berat ikan uji (biomassa) ikan

    pada awal penelitian (g)

    Wt = Berat ikan uji (biomassa) ikan

    pada akhir penelitian (g)

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pertumbuhan

    Pertumbuhan dalam istilah sederhana da-

    pat dirumuskan sebagai suatu pertam-

    bahan ukuran panjang atau bobot dalam

    waktu tertentu. Sari (1999) mengatakan

    bahwa pertumbuhan udang dapat diduga

    berdasarkan peningkatan ukuran pada

    waktu dan frekuensi pergantian kulit. Na-

    mun cara ini mempunyai kelemahan ka-

    rena pada crustacea meskipun pertum-

    buhan berhubungan langsung dengan per-

    gantian kulit, dapat saja terjadi tanpa

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330

    81

    adanya pertumbuhan (Wickins, 1976) Di

    samping itu, pengukuran pertumbuhan di-

    persulit karena seringnya terjadi kematian,

    dimana udang yang mati biasanya tidak

    utuh lagi atau hilang sama sekali akibat

    dimakan sesamanya.

    Tabel 2. Pertumbuhan larva udang windu selama pemeliharaan

    Unit Percobaan Berat awal H-5 H-9 H-14

    A1 0.0001 0.0004 0.0052 0.0209

    A2 0.0001 0.0003 0.0085 0.0265

    B1 0.0001 0.0011 0.0113 0.0183

    B2 0.0001 0.0004 0.0067 0.0219

    C1 0.0001 0.0018 0.0060 0.0166

    C2 0.0001 0.0011 0.0066 0.0278

    D 0.0001 0.0011 0.0075 0.0226

    Sumber: Data primer setelah diolah, 2011

    Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa per-

    tumbuhan tertinggi pada akhir penelitian

    diperoleh pada perlakuan probiotik 1,25

    ppm dan arytromicin (C2) dengan pertum-

    buhan rata-rata sebesar 0,0278 mg, me-

    nyusul perlakuan D (tanpa perlakuan) de-

    ngan berat rata-rata sebesar 0,0226 mg,

    perlakuan B2 (probiotik 1,00 ppm dan

    erytromicin) sebesar 0,0219 mg, dan

    perlakuan paling rendah adalah perlakuan

    C1 (probiotik 1,25 ppm dan oxytetra-

    cycline) sebesar 0,0166 mg.

    Kualitas Air

    Kualitas air secara luas dapat diartikan

    sebagai setiap faktor fisik, kimia dan bio-

    logi yang mempengaruhi manfaat penggu-

    naan air bagi manusia baik langsung mau-

    pun tidak langsung. Jadi, segala karakte-

    ristik air yang mempengaruhi sintasan,

    pertumbuhan maupun pengelolaan suatu

    organisme termasuk alam variabel kualitas

    air (Asni, 2001). Kualitas air media

    pemeliharaan selama penelitian dapat

    dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Kualitas air media pemeliharaan

    Kode Unit

    Percobaan

    Kualitas Air

    pH sore pH pagi suhu

    sore

    (0C)

    suhu

    pagi (0C)

    O2 sore

    (ppm)

    O2 pagi

    (ppm)

    Salinitas

    (ppt)

    A1 7,38 7,41 30.6 30,49 5,87 5,82 35

    A2 7,43 7,42 30.91 30,71 5,57 5,69 35

    B1 7,42 7,44 31.46 31,14 6,05 6,19 35

    B2 7,38 7,38 30.71 30,58 5,54 5,59 35

    C1 7,41 7,41 30.69 30,78 5,50 5,63 35

    C2 7,41 7,41 30.78 30,92 5,78 5,73 35

    D 7,4 7,41 30.87 30,56 5,49 5,56 35

    Sumber: Data primer setelah diolah, 2011

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330

    82

    Salinitas

    Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

    kualitas air media pemeliharaan secara

    umum masih dalam batas yang cocok

    untuk pemeliharaan larva udang windu,

    kecuali salinitas, dimana salinitas masih

    tergolong tinggi (Tabel 3). Salinitas me-

    rupakan konsentrasi rata-rata garam yang

    terdapat di dalam air laut (Asni, 2001).

    Sedangkan menurut Martosudarmo dan

    Ranoemihardjo (1980), batas yang layak

    untuk pertumbuhan larva udang windu

    berada pada kisaran salinitas 2732 ppt. Namun demikian salinitas air media pe-

    meliharaan selama penelitian sebesar 35

    ppt, meskipun telah dilakukan pergantian

    air sebesar 50% dengan air media peng-

    ganti memiliki salinitas sebesar 32 ppt.

    Tingginya salinitas media pemeliharaan

    selama penelitian diduga dapat menyebab-

    kan rendahnya tingkat pertumbuhan larva

    udang karena menurut (Bakhtiar, 2004)

    salinitas dapat mempengaruhi fungsi fisio-

    logi organisme antara lain total osmo-

    regulasi, perimbangan ion dalam cairan

    tubuh, koefisien absorbsi, kejenuhan gas-

    gas terlarut serta kekentalan cairan sel.

    Salinitas air juga berpengaruh terhadap

    tekanan osmotik air dimana semakin ting-

    gi salinitas semakin besar pula tekanan

    osmotiknya.

    Derajat keasaman (pH)

    Derajat kemasaman air berperan penting

    bagi kehidupan udang, karena dapat mem-

    pengaruhi proses dan kecepatan reaksi

    kimiawi di dalam air serta reaksi biokimia

    didalam tubuh udang. Nilai pH suatu

    perairan mencirikan keseimbangan antara

    basa dengan asam dalam air dan meru-

    pakan pengukuran konsentrasi ion hidro-

    gen dalam larutan. Adanya karbonat, hid-

    roksida akan meningkatkan kebasaan air,

    sedangkan adanya asam-asam mineral be-

    bas dan asam karbonat, akan meningkat-

    kan kemasaman (Saeni, 1989).

    7.35

    7.36

    7.37

    7.38

    7.39

    7.4

    7.41

    7.42

    7.43

    7.44

    A1 A2 B1 B2 C1 C2 D

    pH Sore

    pH Pagi

    Gambar 1. pH air media pemeliharaan

    Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pH

    air media pemeliharaan berkisar antara

    7,357,44. pH air media antara pagi dan sore hari untuk semua perlakuan tidak

    jauh berbeda dan perbedaannya tidak le-

    bih dari 0,5. pH air media tertinggi terjadi

    pada perlakuan B1 dengan pH 7,42 pada

    sore hari dan 7,44 pada pagi hari, dan pH

    air media terendah pada perlakuan B2

    dengan pH pada sore dan pagi hari sebesar

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330

    83

    7,38. pH air media selama pemeliharaan

    masih termasuk nilai pH yang cocok un-

    tuk pemeliharaan larva udang karena

    menurut Poernomo (1999), jika nilai pH

    6,4, pertumbuhan udang menyusut hingga

    60% karena nafsu makan menurun. Nilai

    pH

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330

    84

    Oksigen Air Media Pemeliharaan

    (ppm)

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa oksi-

    gen air media pada pagi hari rata-rata

    sebesar 5,74 ppm, sedangkan pada sore

    hari rata-rata sebesar 5,69 ppm (Gambar

    3). Dengan demikian kandungan oksigen

    pada pagi hari masih lebih besar diban-

    dingkan dengan sore hari, namun perbe-

    daannya tidak signifikan. Kandungan ok-

    sigen media pemeliharaan selama peneli-

    tian masih tergolong kandungan oksigen

    yang sesuai dengan pertumbuhan larva

    udang. Karena menurut Darmono (1991),

    batas kandungan kadar oksigen terlarut

    yang paling baik untuk pertumbuhan

    udang adalah 3,7 ppm.

    5

    5.2

    5.4

    5.6

    5.8

    6

    6.2

    A1 A2 B1 B2 C1 C2 D

    O2 Sore

    O2 Pagi

    Gambar 3. Oksigen (ppm) air media pemeliharaan

    Air sebagai media hidup bagi organisme

    perairan yang membutuhkan kualitas air

    sesuai dengan kebutuhan organisme pe-

    meliharan untuk menjamin hidupnya dan

    pertumbuhannya. Parameter kimia, fisika

    dan biologi yag sangat menentukan kua-

    litas air media pemeliharaan seperti Sali-

    nitas, suhu, pH, oksigen terlarut dan

    amoniak (Bakhtiar, 2004).

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-

    rata NH3 air media adalah sebesar 0,51

    ppm, nitrit rata-rata sebesar 0,03 ppm,

    nitrat rata-rata sebesar 3,96 ppm dan BOT

    rata-rata 40,68 ppm.

    Tabel 4. Sifat kimia air media pemeliharaan

    Unit

    Percobaan NH3 Nitrit (NO

    2) Nitrat (NO

    3) BOT

    A1 0,43 0,02 3,37 38,91

    A2 0,65 0,02 4,08 45,60

    B1 0,30 0,03 3,97 35,79

    B2 0,52 0,02 3,99 44,86

    C1 0,52 0,04 4,30 36,92

    C2 0,54 0,02 2,81 46,42

    D 0,63 0,03 5,19 36,23

    Sumber: Data primer setelah diolah, 2011

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330

    85

    Kandungan amoniak di dalam media pe-

    meliharaan berasal dari penguraian bahan

    organik berkadar nitrogen, baik yang ber-

    asal dari feces maupun urine udang. Am-

    moniak dalam air, biasanya terdapat da-

    lam dua bentuk yaitu: (1) ammoniak (NH3)

    yang bersifat racun, umumnya dominan

    pada pH tinggi dan (2) ion ammonium

    (NH4+) yang tidak beracun pada pH ren-

    dah. Ion ammonium dianggap tidak be-

    racun karena tidak mampu menembus

    membran sel udang, sebaliknya konsen-

    trasi ammoniak yang tinggi di dalam air

    dapat menurunkan permeabilitas membran

    sel sehingga dapat meracuni udang. Per-

    meabilitas membran sel, menghambat ke-

    lancaran ganti kulit serta mengurangi efi-

    siensi pemanfaatan pakan.

    KESIMPULAN

    Hasil penelitian menunjukkan pertumbuh-

    an larva tergolong masih rendah. Hal ini

    diduga karena salinitas air media peme-

    liharaan yang terlalu tinggi (35 ppt). Se-

    lanjutnya pertumbuhan larva udang windu

    tertinggi pada akhir penelitian diperoleh

    pada perlakuan probiotik 1,25 ppm dan

    arytromicin (C2) dengan pertumbuhan

    rata-rata sebesar 0,0278 mg, menyusul

    perlakuan D (tanpa perlakuan) dengan be-

    rat rata-rata sebesar 0,0226 mg, perlakuan

    B2 (probiotik 1,00 ppm dan erytromicin)

    sebesar 0,0219 mg, dan perlakuan paling

    rendah adalah perlakuan C1 (probiotik

    1,25 ppm dan oxytetracycline) sebesar

    0,0166 mg.

    Secara keseluruhan kualitas air media pe-

    meliharaan masih sesuai dengan kebutuh-

    an larva udang windu, baik pH, suhu, dan

    oksigen, kecuali salinitas masih terlalu

    tinggi (35 ppt), demikia pula dengan sifat

    kimia air masih dalam batas toleransi

    untuk pertumbuhan larva udang windu.

    DAFTAR PUSTAKA

    Asni, 2001. Analisis bakteri patogen pada

    air, sedimen dan kerang dara

    (Anadara corne) di Perairan Teluk

    Pare-pare. Tesis. Program Pasca

    sarjana Universitas hasanuddin,

    Makassar

    Atmomarsono, M., M. I. Madeali., A.

    Tompo, dan Muliani, 1993. Bakteri

    penyebab penyakit pada udang

    windu di perairan tambak Sulawesi

    Selatan. Balai Penelitian Perikanan

    Budidaya Pantai, Maros.

    Bakhtiar, 2004. Efektivitas penggunaan

    antibiotik untuk mengontrol penya-

    kit bakteri vibrio harveyi pada pasca

    larva udang windu Penaeus mono-

    don Fabricius. Tesis. Program

    Pascasarjana. Universitas Hasanud-

    din, Makassar.

    Dahuri, R., 2004. Pelaksanaan Gerakan

    Nasional Pembangunan Kelautan

    dan Perikanan (Gerbang Mina

    Bahari). Disampaikan pada Rapat

    Kordinasi Terbatas (Rakortas)

    Tigkat Menteri di Kementerian

    Kordinator Bidang Perekonomian

    pada Tanggal 12 Mei 2004, Jakarta.

    Darmono, 1991. Budidaya Udang Pe-

    naeus. Kanisius, Yogyakarta

    Galugu, 2008. Pengaruh probiotik Bacil-

    lus-Plus pada dosis berbeda terhadap

    kualitas air, bakteri Vibrio harveyi,

    sintasan dan total Haemocyte post

    larva udang Vannamei

    Idris, A. P. S., 2010. Pengaruh pengguna-

    an limbah rumput laut Kappaphycus

    Alvarezii industri sebagai binder

    terhadap kualitas pakan, pertumbuh-

    an dan sintasan ikan nila gift

    (Oreochromis Niloticus). Tesis.

    Program Pascasarjana Universitas

    Hasanuddin. Makassar.

  • Jurnal Agrisistem, Desember 2012, Vol. 8 No. 2 ISSN 1858-4330

    86

    Manggabarani, H., 2004. Strategi aksele-

    rasi pengembangan perikanan tang-

    kap dalam mendukung Gerakan

    Mina Bahari (GMB). Disampaikan

    pada Seminar Nasional Akselerasi

    Pembangunan Sektor Kelautan dan

    Perikanan di Sulawesi Selatan

    Dalam Mendukung GMB pada

    Tanggal 21 Juli 2004. Departemen

    Kelautan dan Perikanan. Direktorat

    Jenderal Perikanan Tangkap.

    Makassar.

    Manik, R dan K, Mintardjo, 1983. Kolam

    Impukan. Direktorat Jenderal Per-

    ikanan. Departemen Pertanian,

    Jakarta

    Martosudarmo, B dan B. S. Ranoemi-

    hardjo, 1980. Biologi Udang

    Penaeid. Pedoman Pembenihan

    Udang Penaeid. Direktorat Jenderal

    Perikanan. Departemen Pertanian,

    Jakarta

    Mujiman, S dan S. R. Suyanto, 1989.

    Budidaya Udang Windu. PT.

    Penebar Swadaya. Jakarta

    Dinas Perikanan Sulawesi Selatan, 2004.

    Laporan Tahunan Dinas Perikanan

    Propinsi Sulawesi Selatan.

    Makassar.

    Monoarfa, W., 2000. Karakterisasi dan

    pengelolaan residu organik pada

    tanah dasar tambak udang intensif.

    Disertasi. Program Pascasarjana

    Universitas Hasanuddin. Makassar.

    Poernomo, A 1999. Faktor Lingkungan

    Dominan Pada Budidaya Udang

    Intensif. In: Alfred Birner (ed.)

    Budidaya Air. Yayasan Obor

    Indonesia, Jakarta.

    Saeni, M.S., 1989. Kimia Lingkungan.

    DEPDIKBUD. Dirjen Pendidikan

    Tinggi, PAU Ilmu Hayat. IPB,

    Bogor.

    Sari, A.P., 1999. Pengaruh penambahan

    berbagai bahan attraktan pada pakan

    terhadap pertumbuhan dan sintasan

    udang windu (Penaeus monodon

    Fabricius) Skripsi. Program Eksten-

    si. Fakultas Ilmu Kelautan dan

    Perikanan,. Universitas Hasanuddin.

    Makassar

    Wickins, J.F., 1976. The tolerance of wam

    water prawns to recerculated water.

    Aquaculture, 9: 1937.