pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi
TRANSCRIPT
PENGARUH PENGATURAN INTERVAL DAN SUHU AIR MINUM TERHADAP SENSASI HAUS PASIEN PENYAKIT GINJAL
TAHAP AKHIR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA
Rahmawati
PROGRAM PASCA SARJANA KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
iii
PROGRAM PASCA SARJANA
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
Tesis, Juli 2008
Rahmawati
Pengaruh Pengaturan Interval Dan Suhu Air Minum Terhadap Sensasi Haus
Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta
xiii + 89 halaman + 17 tabel + 1 grafik + 3 skema + 8 lampiran
ABSTRAK
Pembatasan cairan merupakan salah satu intervensi yang dilakukan pada pasien
penyakit ginjal tahap akhir untuk mencegah hipervolemia dan komplikasi
kardiovaskuler. Namun, peningkatan kadar Angiotensin II, mulut yang kering serta
peningkatan ureum darah pada penyakit ginjal tahap akhir dapat menimbulkan haus
yang berlebihan, sehingga pembatasan cairan sering menjadi hal sulit dan menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien. Pengaturan interval dan suhu air minum merupakan salah
satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi sensasi haus dengan
menstimulasi sensor-sensor yang ada di oropharingeal. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi haus pasien
penyakit ginjal tahap akhir yang menjalani pembatasan cairan. Penelitian dilakukan di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, dengan pendekatan crossover design.
Sampel dipilih secara non random jenis consecutive sampling, dengan jumlah sampel
sebesar 12 responden. Penelitian terdiri atas dua periode yaitu periode kontrol dan
periode intervensi, masing-masing periode selama dua hari. Pada periode kontrol pasien
melakukan pengaturan minum sendiri seperti biasa sedangkan pada periode intervensi
dilakukan pengaturan interval dan suhu air minum oleh peneliti. Hasil penelitian
menunjukan bahwa intensitas haus secara bermakna menurun pada periode intervensi
(p=0,000, α=0,05). Faktor perancu yang berhubungan dengan penurunan intensitas haus
adalah jenis kelamin. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengaturan interval dan suhu
air minum dapat menurunkan intensitas haus pasien penyakit ginjal tahap akhir yang
menjalani pembatasan cairan. Rekomendasi dari penelitian ini bahwa pengaturan
interval dan suhu air minum dapat menjadi alternatif dalam menurunkan sensasi haus
pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan cairan.
Kata kunci : Penyakit Ginjal Tahap Akhir, Pembatasan Cairan, Haus, Pengaturan
Interval dan Suhu Air Minum
Daftar Pustaka : 39 (1989-2008)
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
iv
POSTGRADUATE PROGRAM
MEDICAL SURGICAL NURSING
FACULTY OF NURSING
UNIVERSITY OF INDONESIA
Thesis, July 2008
Rahmawati
Effects of Drinking Interval and Water Temperature Regulation On Thirst
Sensation of End Stage Renal Failure Client At Fatmawati Hospital Jakarta
xiii + 89 pages +17 tables + 1 pigures + 3 schemes + 8 appendices
ABSTRACT
Fluid restriction is one of intervention given to end stage renal failure patient intended to
prevent hipervolemia and cardiovascular complication. Elevated Angiotensin II level,
drymouth and elevated blood urea in end stage renal failure create excessive thirst, thus
fluid restriction often become difficult and stressful for the patients. Drinking interval
and water temperature regulation is one of nursing intervention that can be given to
alleviate thirst sensation by stimulating receptors in oropharingeal. This research was
aimed to examine effect of drinking interval and water temperature regulation on thirst
sensation of end stage renal failure client who having fluid restriction. The research was
conducted at Fatmawati Hospital Jakarta, using crossover design. 12 non random
participants were selected by consecutive sampling. The research consisted of two
periods, control and intervention period, for two days respectively. In control period,
participants were allowed to regulate their drinking interval using water at room
temperature whereas in intervention period, participants given drinking interval every an
hour and water temperature at 5–10 oC. The results revealed that thirst intensity
significantly alleviated in intervention period (p=0,000, α= 0,05). Sex variabel was
significantly correlated to thirst intensity reduction. It is concluded that drinking interval
and water temperature regulation can alleviate thirst intensity of end stage renal failure
patient who having fluid restriction. It is recommended to employ drinking interval and
water temperature regulation to alleviate thirst sensation of end stage renal failure
patient who having fluid restriction.
Keywords : end stage renal failure, fluid restriction, thirst, drinking interval and water
temperature regulation
References : 39 (1989-2008)
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan segala sesuatu beserta semua ilmu
pengetahuan yang meliputinya. Alhamdulillah, atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pengaturan Interval dan Suhu Air Minum
Terhadap Sensasi Haus Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir di Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta”.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada Ibu Krisna Yetti, S.Kp.,M.App.Sc., selaku Ketua Program
Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan dan Pembimbing I dan Bapak Besral, SKM.
M.Sc., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, memberikan masukan dan
arahan selama penyusunan tesis ini. Selanjutnya dalam kesempatan ini peneliti juga
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dewi Irawati, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
2. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp.,M.App. Sc.,Ph. D, selaku koordinator mata kuliah tesis
3. Dokter Djauhari Widjajakusumah, yang dengan kemurahan hati telah memberikan
pinjaman buku dan berbagi ilmu yang penulis butuhkan.
4. Staf non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah
membantu menyediakan fasilitas yang penulis butuhkan.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
vi
5. Direktur Utama, pimpinan, kepala ruangan lantai V dan staf RSUP Fatmawati
Jakarta yang telah memberikan ijin, menfasilitasi serta memberikan tempat bagi
pelaksanaan penelitian.
6. Teristimewa buat Orang tua, kakak-kakak dan adik-adikku tercinta yang selalu
memberikan doa dan ketenangan hati dalam penyusunan tesis ini.
7. Rekan-rekan satu angkatan, khususnya program Magister Keperawatan Medikal
Bedah yang saling membantu dan memberikan dukungan dan hiburan dalam
penyusunan tesis ini.
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyusunan tesis ini.
Selanjutnya demi kesempurnaan dalam penyusunan tesis ini, penulis sangat
mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.
Semoga Allah SWT senantiasa menambah ilmu dan melimpahkan kasih sayangnya bagi
hamba-hambanya yang senantiasa memberikan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain.
Amin.
Depok, Juli 2008
Penulis
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
vii
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul ………...………………………………………………………….
Halaman Persetujuan ………...……………………………...……………………
Abstrak ……………………………………………………………………………...
Kata Pengantar ………...…………………………………………………………
Daftar Isi …………………………………………………………………………
Daftar Tabel ……………………………………………………………………...
Daftar Grafik ………………………………………………………………………..
Daftar Skema ………………………………………………………………….….
Daftar Lampiran ………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………...
A. Latar Belakang ……………………………………………………..
B. Rumusan Masalah ………………………………………………….
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………..
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………..
A. Fisiologi Cairan Tubuh …………………………………………….
B. Sensasi Haus ……………………………………………………….
C. Penyakit Ginjal Tahap Akhir …………………..…………….…….
D. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir ……
E. Pengaturan Interval Minum Dan Suhu Air Minum ………………...
F. Kerangka Teori …………………………………………………….
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFENISI OPERASIONAL …..
A. Kerangka Konsep …………………………………………………...
B. Hipotesis ……………………………………………………………
i
ii
iv
vi
viii
x
xi
xii
xiii
1
1
6
7
7
9
9
15
23
33
36
37
39
39
40
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
viii
C. Definisi Operasional ……………………………………………….
BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………………………..
A. Desain Penelitian …………………………………………………...
B. Populasi dan Sampel ……………………………………………….
C. Tempat Penelitian …………………………………………………..
D. Waktu Penelitian …………………………………………………..
E. Etika Penelitian …………………………………………………….
F. Alat Pengumpulan Data ……………………………………………
G. Prosedur Pengumpulan Data ……………………………………….
H. Pengolahan Dan Analisa Data …...…………………………………
BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………..
A. Karakteristik dan Intensitas Has Responden..…………………………
B. Analisis Hubungan Karakteristik Responden Dengan Intensitas Haus.
C. Pengaruh Pengaturan Interval dan Suhu Air Minum Terhadap
Intensitas Haus ………………………………………………….…….
BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………………..
A. Interpretasi dan Diskusi Hasil………………………………………...
B. Keterbatasan Penelitian………………………………………………..
C. Implikasi Hasil Penelitian……………………………………………..
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………...
A. Simpulan………………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
41
43
43
44
47
47
47
49
50
53
56
56
62
66
73
73
84
86
88
88
89
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
ix
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel : 3.1
Tabel : 4.1
Tabel : 5.1
Tabel : 5.2
Tabel : 5.3
Tabel : 5.4
Tabel : 5.5
Tabel : 5.6
Tabel : 5.7
Tabel : 5.8
Tabel : 5.9
Tabel : 5.10
Tabel : 5.11
Tabel : 5.12
Tabel : 5.13
Tabel : 5.14
Tabel : 5.15
Defenisi Operasional ………………………………………….…..
Analisis bivariat…………………..…………………...……….…...
Distribusi Rata-Rata Umur Responden …………………
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin…………………..…
Distribusi Responden Menurut Riwayat DM ………………..……
Distribusi Responden Menurut Volume Air Minum …………………….
Distribusi Responden Menurut Terapi HD…………………..…….
Distribusi Rata-Rata Intensitas Haus Responden …………...……
Hubungan Umur Dengan Penurunan Intensitas Haus……………...
Hubungan Jenis Kelamin Dengan Penurunan Intensitas Haus ……
Hubungan Riwayat DM Dengan Penurunan Intensitas Haus……...
Hubungan Volume Air Minum Dengan Penurunan Intensitas Haus
Hubungan Terapi HD Dengan Intensitas Haus ……………...
Analisis Perbedaan Intensitas Haus Responden Sebelum dan
Setelah Periode Kontrol …………………………………………..
Distribusi Perbedaan Intensitas Haus Responden Sebelum dan
Setelah Intervensi Periode Intervensi ……………………………...
Hasil Uji Pemodelan Multivariat ………………………………….
Perbandingan Penurunan Intensitas Haus Antara Periode Kontrol
Dan Periode Intervensi……………………………………………..
41
54
57
58
58
59
60
61
62
63
64
64
65
66
68
69
70
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
x
DAFTAR GRAFIK
Hal
Grafik 5.1 Perbandingan Rata-rata Perubahan Intensitas Haus
Periode Kontrol dan Periode Intervensi……………………………… 72
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
xi
DAFTAR SKEMA
Hal
Skema : 2.1 Kerangka Teori 38
Skema : 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 40
Skema : 3.2 Desain Penelitian 44
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 :
Lampiran 2 :
Lampiran 3 :
Lampiran 4 :
Lampiran 5 :
Lampiran 6 :
Lampiran 7 :
Lampiran 8 :
Surat permohonan untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian
Surat Pernyataan bersedia berpartisipasi sebagai responden penelitian
Lembar Penelitian
Prosedur Pengaturan Interval dan suhu air minum
Rencana Waktu Penelitian
Surat Permohonan Ijin Penelitian
Surat Keterangan Ijin Penelitian dari RSUP Fatmawati
Daftar Riwayat Hidup
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan
masalah penelitian, tujuan penelitian dan mamfaat dilakukannya penelitian.
A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronis merupakan suatu penurunan fungsi jaringan ginjal secara
progresif sehingga massa ginjal yang masih ada tidak mampu lagi mempertahankan
lingkungan internal tubuh (Black & Hawks, 2005). Penyakit ini merupakan salah
satu penyakit kronis yang progresif dan melemahkan, dengan derajat terakhir adalah
penyakit ginjal tahap akhir. Di Amerika Serikat, insiden penyakit ini adalah 268
kasus baru per satu juta populasi setiap tahunnya (Black & Hawks, 2005). Di
Australia, pada tahun 2002, terdapat lebih dari 12000 orang yang menderita penyakit
ginjal tahap akhir, sedangkan di New Zealand terdapat lebih dari 2500 orang (Brown
& Edwards, 2005). Di Indonesia, sampai tahun 2007 terdapat 70000 penderita
penyakit ginjal tahap akhir yang tersebar di seluruh Indonesia
(http://www.sinarharapan.co.id/berita/10/nasab.html, diunduh tanggal 3 Maret 2008).
Fungsi regulasi ginjal diantaranya adalah dalam pengaturan volume cairan tubuh.
Kegagalan fungsi ginjal menyebabkan ginjal tidak mampu mengeluarkan cairan dari
tubuh dan hal ini menjadi salah satu penyebab timbulnya hipervolemia pada
penderita penyakit ginjal tahap akhir, dimana laju filtrasi glomerulus kurang dari 15
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
2
mL permenit. Hipervolemia merupakan salah satu bentuk kelebihan volume cairan
ekstrasel, khususnya intravaskular, melebihi kemampuan tubuh mengeluarkan
cairan. Keadaan ini mudah terjadi pada gangguan fungsi ginjal berat (Siregar, 2006,
dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2006). Kelebihan cairan yang
terjadi dapat dilihat dari terjadinya penambahan berat badan secara cepat,
penambahan berat badan 2% dari berat badan normal merupakan kelebihan ringan,
penambahan 5% merupakan kelebihan sedang dan penambahan 8% merupakan
kelebihan berat (Price & Wilson, 1995; Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2004).
Kelebihan cairan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dapat berkembang dengan
progresif, yang dapat menimbulkan kondisi edema paru ataupun komplikasi
kegagalan fungsi jantung (Suwitra, 2006, dalam Sudoyo et al, 2006; Black & Hawks,
2005).
Penanganan dan pencegahan hipervolemia pada penyakit ginjal tahap akhir
dilakukan dengan terapi yang terdiri atas terapi farmakologi, terapi nonfarmakologi
dan terapi penggantian ginjal. Terapi farmakologi yang umumnya diberikan adalah
pemberian diuretik. Terapi nonfarmakologi yang dilakukan adalah pembatasan
asupan natrium untuk meminimalisasi retensi cairan dan pembatasan asupan cairan
untuk mengurangi retensi cairan lebih lanjut. Asupan cairan harian yang dianjurkan
hanya sebanyak “insensible water losses” ditambah jumlah urin (Suwitra, 1996,
dalam Sudoyo, et.al 2006; Black & Hawks, 2005; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008).
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
3
Pembatasan cairan merupakan salah satu komponen pengobatan yang paling
menimbulkan stress, membuat tidak nyaman dan sering sulit bagi pasien untuk
mempertahankannya, khususnya jika pasien mengalami haus (Crisp & Taylor, 2001;
Black & Hawks, 2005; Porth & Erickson, 1992; Welch, 2002). Haus merupakan
keinginan sadar terhadap air dan merupakan salah satu faktor utama yang
menentukan asupan cairan (Guyton, 1994). Pasien-pasien penyakit ginjal tahap
akhir, meskipun dengan kondisi hipervolemia, sering mengalami haus yang
berlebihan akibat aktivasi sistem renin-angiotensin hingga terbentuk Angiotensin II,
yang merupakan salah satu stimulus timbulnya sensasi haus. (Porth, 1998; Kokko &
Tannen, 1996; Black & Hawks, 2005; Effendi & Pasaribu, 1996, dalam Sudoyo, et.
al 2006). Respon normal seseorang terhadap haus adalah minum, namun pasien-
pasien gagal ginjal tidak diizinkan untuk berespon dengan cara yang normal terhadap
haus yang mereka rasakan. Dengan demikian, membantu pasien dengan kondisi haus
untuk mematuhi pembatasan cairan oral dapat menjadi suatu tantangan bagi perawat
(Craven & Hirnle, 2000). Ketidakmampuan pasien mematuhi pembatasan cairan oral
akan menyebabkan pasien minum lebih dari jumlah cairan yang ditentukan sehingga
dapat makin memperberat hipervolemia.
Haus dapat menjadi salah satu target intervensi keperawatan untuk membantu
pasien mematuhi pembatasan cairan yang ditentukan. Perawat memiliki tanggung
jawab dalam mengatasi haus yang dirasakan pasien agar pasien merasa nyaman
dan memiliki toleransi terhadap pembatasan cairan. Intervensi keperawatan yang
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
4
dapat dilakukan untuk mengurangi haus pada pasien dengan pembatasan cairan
di antaranya menganjurkan pasien mengulum kepingan batu es secara periodik,
mengunyah permen karet atau permen yang tidak mengandung glukosa,
melakukan perawatan mulut yang sering, dan mengatur asupan cairan yang
ditentukan untuk 24 jam (Black& Hawks, 2005; Crisp & Taylor, 2001; Craven &
Hirnle, 2000). Intervensi yang dianggap paling efektif adalah mengatur asupan
cairan yang ditentukan untuk 24 jam (Crisp & Taylor, 2001; Welch, 2002), namun
penelitian tentang efek dari intervensi tersebut belum ditemukan dalam publikasi
penelitian.
Lemone & Burke (2008) menyatakan bahwa pengaturan air minum dapat dilakukan
dengan mengalokasikan setengah dari total jumlah air minum yang ditentukan untuk
periode waktu di antara shift pagi, 25% hingga 33% dari total jumlah air minum
yang ditentukan dialokasikan untuk periode waktu di antara shift sore, dan sisanya
dialokasikan untuk periode waktu di antara shift malam hingga esok paginya.
Kozier, et al. (2004) menyatakan bahwa pengaturan interval minum satu atau dua
jam di antara jam makan juga dapat membantu pasien untuk lebih toleransi terhadap
pembatasan cairan. Suhu air minum juga dapat membantu mengatasi sensasi haus
yang dirasakan oleh pasien. Black & Hawks (2005) menyatakan bahwa air dingin
lebih efektif dalam menurunkan sensasi haus karena air dingin dapat menstimuli cold
reseptor di mukosa mulut. Pengaturan interval dan suhu air minum ini diharapkan
dapat membantu pasien mengatasi haus dan mengatur asupan cairannya.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
5
Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, selain terapi untuk penyakit dasar
dan gejala lain yang dialami pasien penyakit ginjal tahap akhir, terapi yang diberikan
biasanya pemberian diuretik, diet rendah natrium dan pembatasan cairan. Hasil
wawancara peneliti dengan perawat ruangan, didapatkan informasi bahwa intervensi
yang dilakukan perawat untuk pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan
cairan adalah memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien tentang jumlah
cairan oral yang diperbolehkan bagi pasien dan alasan pembatasan cairan serta
memotivasi pasien untuk mengikuti pembatasan cairan, sedangkan pengaturan
asupan cairan diserahkan kepada pasien. Dari wawancara peneliti dengan pasien
penyakit ginjal tahap akhir, didapatkan ada pasien yang merasa haus dengan
pembatasan cairan dan ada yang tidak merasa haus. Haus dirasakan sepanjang hari
namun dirasakan lebih berat di siang hari. Pasien yang merasa haus ada yang merasa
tidak kuat dengan rasa haus yang dirasakannya sehingga pasien kadang-kadang
minum lebih dari yang ditentukan, dan ada pasien yang tetap mematuhi pembatasan
cairan namun merasa tidak nyaman dengan rasa haus yang dirasakan. Tindakan
spesifik untuk mengatasi haus pada pasien seperti pengaturan interval dan suhu air
minum belum pernah dilakukan. Fenomena sensasi haus yang dialami pasien dengan
pembatasan cairan juga belum pernah diteliti. Berdasarkan latar belakang yang
dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pengaturan interval dan
suhu air minum terhadap sensasi haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir
dengan pembatasan cairan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
6
B. Rumusan Masalah
Hipervolemia sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir. Di lantai V
ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, jumlah pasien yang dirawat
dengan penyakit ginjal tahap akhir sejak Januari hingga Maret 2008 adalah adalah
sebanyak 36 pasien, baik yang menjalani hemodialisis maupun tidak. Salah satu
terapi yang dilakukan untuk pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir adalah
pembatasan asupan cairan. Dari studi pendahuluan yang dilakukan di RSUP
Fatmawati, intervensi keperawatan untuk pasien dengan pembatasan cairan adalah
pemberian pendidikan kesehatan tentang pembatasan cairan, sedangkan pengaturan
asupan cairan oral diserahkan kepada pasien. Intervensi yang diarahkan terhadap
respon haus yang sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir, seperti
pengaturan interval dan suhu air minum belum pernah dilakukan. Penelitian tentang
pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi haus pada pasien
dengan pembatasan cairan juga belum pernah ditemukan, sehingga peneliti merasa
tertarik meneliti bagaimanakah pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum
terhadap sensasi haus pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan cairan?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengaturan
interval dan suhu air minum terhadap sensasi haus pasien penyakit ginjal tahap
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
7
akhir dengan pembatasan cairan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi karakteristik pasien penyakit ginjal tahap akhir (usia, jenis
kelamin, riwayat Diabetes melitus, terapi hemodialisis dan volume air minum
perhari)
b. Mengidentifikasi pengaruh usia, jenis kelamin, riwayat Diabetes melitus,
terapi hemodialisis dan volume air minum terhadap penurunan intensitas
haus pasien penyakit ginjal tahap akhir.
c. Mengidentifikasi pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap
penurunan intensitas haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir.
D. Manfaat Penelitian
1. Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi pelayanan keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan mandiri kepada pasien dengan pembatasan cairan untuk
mengurangi sensasi haus dan upaya meningkatkan kenyamanan dan toleransi
pasien terhadap pembatasan cairan.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
8
2. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kenyamanan dan toleransi pasien dalam
menjalani tindakan pembatasan cairan.
3. Pengembangan Ilmu dan Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat berkontribusi dalam memberikan data-data tentang
intervensi keperawatan mandiri untuk mengurangi sensasi haus pada pasien
dengan pembatasan cairan dan menjadi rujukan untuk penelitian mendatang
dalam konteks asuhan keperawatan pada pasien dengan pembatasan cairan.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini terdiri atas uraian tentang fisiologis cairan tubuh, sensasi haus, penyakit ginjal
tahap akhir, asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan
hipervolemia, pengaturan interval dan suhu air minum serta kerangka teori.
A. Fisiologi Cairan Tubuh
Cairan merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia, yang merupakan 60%
dari rata-rata berat badan orang dewasa. Cairan sangat penting dalam pengaturan
fungsi tubuh, yaitu untuk membantu mempertahankan suhu dan bentuk sel dan
membantu dalam transportasi zat-zat nutrisi, gas dan zat-zat sisa. Pemeliharaan
komposisi dan volume cairan tubuh dalam batas normal sangat penting untuk
mempertahankan homeostasis tubuh.
1. Distibusi Cairan Tubuh
Cairan tubuh didistribusikan ke dalam dua area atau kompartemen yang berbeda,
yaitu intrasel dan ekstrasel. Ke dua kompartemen ini dipisahkan oleh dinding
pembuluh darah dan membran sel. Cairan intrasel terdiri dari semua cairan yang
terdapat di dalam sel-sel tubuh yang mengandung zat-zat terlarut yang penting
untuk keseimbangan cairan dan elektrolit dan metabolisme sel. Cairan ekstrasel
merupakan semua cairan di luar sel, yang dibagi ke dalam dua kompartemen
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
10
yang lebih kecil, yaitu cairan interstisial dan cairan intravaskuler. Cairan
interstisial merupakan cairan yang terdapat di antara sel dan di luar pembuluh
darah, sedangkan cairan intravaskuler adalah plasma darah. Pada orang dewasa,
kira-kira 40% dari berat badannya adalah cairan intrasel dan 20% dari berat
badannya adalah cairan ekstrasel. Distribusi cairan antara dua kompartemen ini
harus relatif konstan untuk mempertahankan keseimbangan cairan. Cairan tubuh
lainnya, yang disebut cairan transel berada di dalam serebrospinal, cairan pleura,
di dalam sistem limfe, sendi dan mata. Cairan ini umumnya tidak mempunyai
pengaruh yang bermakna dalam peningkatan atau kehilangan cairan tubuh (Crisp
& Taylor, 2001; Guyton & Hall, 2000; Kokko & Tannen, 1996; Black & Hawks,
2005).
2. Komposisi Cairan Tubuh
Cairan di dalam tubuh umumnya tidak ditemukan dalam keadaan murni, tetapi
mengandung zat-zat yang dikenal dengan elektrolit (Christensen and Kockrow,
1998, dalam Crisp & Taylor 2001; Munden, 2006). Elektrolit sangat penting
untuk hampir semua reaksi dan fungsi sel. Elektrolit merupakan elemen atau
senyawa yang bila dicairkan atau dilarutkan di dalam air atau pelarut lainnya,
terurai menjadi ion-ion dan mampu membawa arus listrik. Elektrolit yang
bermuatan positif disebut kation, misalnya natrium, kalium, kalsium dan
magnesium, sebaliknya elektrolit bermuatan negatif disebut anion, misalnya
bicarbonat, klorida, dan phosphat. Muatan listrik ini memungkinkan sel untuk
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
11
berfungsi normal. Jumlah total anion dan kation dalam masing-masing
kompartemen haruslah sama walaupun akumulasi elektrolit di dalam cairan
intrasel dan ekstrasel berbeda (Crisp & Taylor, 2001; Munden, 2006, Brown &
Edwards, 2005). Protein umumnya mempunyai muatan negatif sehingga
dikelompokkan ke dalam anion (Brown & Edwards, 2005).
3. Pergerakan Cairan Tubuh
Cairan dan zat terlarut atau elektrolit secara konstan bergerak dan berpindah
antar kompartemen untuk mempermudah proses tubuh seperti oksigenasi
jaringan, keseimbangan asam basa dan pembentukan urine melalui membran sel
yang memisahkan ke dua kompartemen tersebut. Membran sel bersifat
permeabel selektif, sehingga air secara bebas dapat melewati membran sel dan
bergerak dari satu kompartemen ke kompartemen lain. Sebaliknya, ion-ion tidak
dapat melewati membran sel dengan mudah. Pergerakan cairan tubuh dan
elektrolit antara cairan intrasel dan ekstrasel terjadi melalui berbagai proses yang
berbeda. Cairan bergerak melalui dua kekuatan yaitu tekanan hidrostatik dan
tekanan osmotik. Elektrolit bergerak menurut konsentrasinya, yaitu menuju area
dengan konsentrasi yang lebih rendah dan menurut gradien listrik mereka, yaitu
menuju area dengan muatan listrik yang berlawanan. Proses perpindahan ini
berupa difusi sederhana, difusi yang difasilitasi dan transpor aktif (Brown &
Edwards, 2005; Crisp & taylor, 2001; Munden, 2006).
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
12
4. Pengaturan Cairan Tubuh
Cairan tubuh diatur oleh asupan cairan, regulasi hormonal, dan pengeluaran
cairan. Keseimbangan fisiologis ini disebut homeostatis (Horne and others, 1997
dalam Crisp & taylor, 2001). Dalam kondisi sehat, tubuh mampu berespon
terhadap gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit untuk mencegah
atau memperbaiki kerusakan.
a. Asupan Cairan
Asupan cairan terutama diatur melalui mekanisme haus dan regulasi
hormonal (Crisp & Taylor, 2001; Guyton, 1994). Rata-rata asupan cairan
orang dewasa adalah kira-kira 2200 hingga 2700 ml perhari, yang terdiri dari
asupan oral kira-kira 1100 hingga 1400 ml, makanan padat kira-kira 800
hingga 1000 ml, dan metabolisme oksidatif 300 ml perhari (Horne and
others, 1997 dalam Crisp & taylor, 2001).
b. Regulasi hormonal
Hormon mengatur asupan cairan melalui mekanisme sebagai berikut:
1) Antidiuretik hormone (ADH), dihasilkan oleh hipotalamus dan disimpan
di dalam kelenjer pituitary posterior dan dilepaskan sebagai respon
terhadap perubahan dalam osmolaritas darah (Crisp & Taylor, 2001;
Munden, 2006). Osmoreseptor di dalam hipotalamus terstimulasi bila
terjadi peningkatan osmolaritas untuk melepaskan hormon ADH. ADH
bekerja secara langsung pada tubulus renal dan collecting duct untuk
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
13
membuatnya lebih permeabel terhadap air. Hal ini sebaliknya
menyebabkan air kembali ke sirkulasi sistemik, yang melarutkan darah
dan menurunkan osmolaritasnya. Saat tubuh mencoba untuk
mengkompensasi, maka akan terjadi penurunan haluaran urine sementara.
Bila darah telah diencerkan dengan cukup, osmoreseptor berhenti
melepaskan ADH dan haluran urine dikembalikan ke keadaan normal
(Crisp & taylor, 2001).
2) Aldosteron, dilepaskan oleh korteks adrenal sebagai respon terhadap
peningkatan kadar kalium plasma atau sebagai bagian dari mekanisme
renin-angiotensin-aldosteron untuk menetralkan hipovolemia. Aldosteron
beraksi pada bagian distal tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsorpsi
natrium dan sekresi dan eksresi kalium dan hidrogen. Karena aldosteron
menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium dari tubulus ginjal, maka
akan terjadi reabsorpsi air bersama-sama dengan naiknya volume cairan
ekstrasel. Dengan demikian, pelepasan aldosteron bertindak sebagai
regulator volume (Horne and Others, 1997 dalam Crisp & Taylor, 2001;
Guyton, 1994).
3) Renin, enzim proteolitik yang disekresikan oleh ginjal, berespon terhadap
penurunan perfusi ginjal akibat penurunan volume ekstrasel. Renin
bertindak untuk mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang
menyebabkan terjadinya vasokontriksi. Angiotensin I dengan segera
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II kemudian menyebabkan
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
14
vasokonstriksi banyak pembuluh darah selektif yang masif dan
merelokasi dan meningkatkan aliran darah ke ginjal, yang meningkatkan
perfusi ginjal. Angiotensin II juga menstimulasi pelepasan aldosteron bila
konsentrasi natrium rendah (Weldy, 1996 dalam Crisp & Taylor, 2001 ).
c. Pengeluaran Cairan
Pada orang yang sehat, jumlah asupan cairan dan pengeluaran cairan kira-
kira sama. Pengeluaran cairan terjadi melalui empat organ, yaitu ginjal, kulit,
paru-paru dan saluran pencernaan. Kehilangan cairan melalui kulit, paru-paru
dan saluran pencernaan disebut dengan insensible water loss.
1) Ginjal merupakan organ pengatur keseimbangan cairan utama. Ginjal
menerima kira-kira 180 Liter plasma setiap hari dan menghasilkan 1200
hingga 1500 ml urine. Jumlah haluaran urine untuk semua usia secara
umum adalah kira-kira 1 mL per kilo gram berat badan per jam (1
mL/kg/jam) (Crisp & Taylor, 2001; Smeltzer, et al, 2008).
2) Kehilangan cairan melalui kulit diatur oleh sistem saraf simpatis, yang
mengaktivasi kelenjer keringat. Cairan yang hilang melalui kulit dapat
berupa kehilangan cairan yang dapat dilihat dan tidak dapat dilihat. Rata-
rata 500 hingga 600 mL cairan yang terlihat dan tidak terlihat hilang
melalui kulit setiap hari. (Horne and others, 1997 dalam Crisp & taylor,
2001).
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
15
3) Paru mengeluarkan kira-kira 400 mL cairan per hari. Kehilangan cairan
yang tidak dapat dilihat ini dapat meningkat sebagai respon terhadap
perubahan frekuensi dan kedalaman pernafasan. Peralatan untuk
pemberian oksigen juga dapat meningkatkan kehilangan cairan yang tak
terlihat dari paru-paru (Crisp & Taylor, 2001; Smeltzer et al, 2008).
4) Saluran pencernaan memainkan peranan yang penting dalam pengaturan
cairan. Kira-kira 8 Liter cairan perhari berpindah ke dalam saluran
pencernaan dan kemudian kembali lagi ke cairan ekstrasel. Pada kondisi
normal, orang dewasa hanya kehilangan rata-rata 100 hingga 200 mL
perhari melalui feses. Namun, dalam kondisi sakit, seperti diare, saluran
pencernaan menjadi tempat terbesar kehilangan cairan dalam jumlah
yang besar (Crisp & Taylor, 2001; Smeltzer et al, 2008).
B. Sensasi Haus
1. Defenisi Haus
Menurut Guyton & Hall (2000), haus merupakan keinginan secara sadar terhadap
cairan. Defenisi haus juga digambarkan sebagai sebuah simptom. Porth &
Erikson (1992) mendefenisikan haus sebagai simptom atau sensasi yang bersifat
subjektif terkait dengan keinginan terhadap cairan. Karena bersifat subjektif,
penggunaan metode self-report untuk mengukur sensasi haus merupakan hal
yang tepat. Haus sebagai simptom, berarti haus yang dirasakan oleh seseorang
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
16
tidak dapat dideteksi oleh orang lain. Evaluasi simptom dilakukan berdasarkan
pernyataan seseorang tentang simptom mereka
Pengukuran intensitas haus dapat dilakukan dengan menggunakan Visual
Analogue Scale dengan rentang skala 0 – 100 secara kontinum dalam garis
vertical. Ujung paling bawah dengan nilai 0 diberi kategori “tidak haus sama
sekali” dan ujung paling atas dengan nilai 100 diberi kategori “sangat haus
sekali”. Intepretasi hasil pengukuran intensitas visual analogue scale tersebut
adalah sebagai berikut (Heidbreder, 1990 dalam Mistiaen, 2001):
1. Nilai 0 – 20 : Tidak haus
2. Nilai >20 – 50 : Haus ringan
3. Nilai >50 – 80 : Haus sedang
4. Nilai >80 –100 : Haus berat
2. Fisiologi Haus
Haus merupakan sensasi umum yang didasarkan pada gabungan aksi beberapa
jenis sensor, beberapa di dalam perifer dan lainnya pada sensor sistem saraf
pusat. Pusat kontrol haus terletak di dalam hipotalamus. Diencephalons,
khususnya hipotalamus, memainkan peran yang dominan dalam
mengintegrasikan input aferen yang banyak ini (Schmidt & Thews, 1989).
Hipotalamus terstimulasi bila osmolaritas meningkat, cairan hilang secara
berlebihan dan terjadi hipovolemia, stimulasi mekanisme renin-angiotensin-
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
17
aldosteron, penurunan kadar kalium, faktor-faktor psikologis dan kekeringan
oropharingeal. Secara fisiologis, kehilangan cairan baik dari intrasel maupun
ekstrasel akan merangsang rasa haus, yang disebut dengan haus osmometrik dan
haus volumetrik (Kokko & Tannen, 1996; Carlson, 2001).
a. Haus osmometrik
Rangsangan dasar untuk merangsang pusat haus adalah dehidrasi intrasel,
sehingga setiap faktor yang menimbulkan keadaan dehidrasi intrasel akan
menimbulkan sensasi haus. Pada keadaan ini akan terjadi peningkatan
osmolaritas dari cairan ekstrasel, dan bila osmolaritas meningkat,
hipotalamus terstimulasi (Guyton, 1994; Crisp & Taylor, 2001).
Kehilangan air secara fisiologis (urine, keringat, penguapan saat bernafas),
menyebabkan kehilangan cairan dari kompartemen ekstra dan intrasel, yang
menyebabkan hipertonisitas osmotik. Sekresi saliva yang berkurang, yang
menyebabkan perasaan kering di mulut dan tenggorokan, merupakan
karakteristik dari haus. Dengan adanya reseptor (sensor intrasel, sensor
ekstrasel, sensor di dalam mulut dan tenggorokkan) yang sesuai,
kekurangan cairan dapat diukur secara intrasel, dengan volume atau tekanan
osmotik sel, dengan volume atau tekanan osmotik cairan ekstrasel, dan
secara langsung dengan penurunan sekresi saliva dan kekeringan mukosa
mulut dan faring (Schmidt & Thews, 1989).
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
18
Schmidt & Thews, (1989) menjelaskan bahwa struktur neural yang
bertanggung jawab untuk mengatur keseimbangan garam dan cairan terletak
di dalam diencephalons, khususnya di dalam hipotalamus dan daerah
sekitarnya. Ada sejumlah osmoreseptor, khususnya di dalam area di depan
hipotalamus, yang diaktivasi oleh peningkatan konsentrasi garam intrasel bila
sel kehilangan cairan. Stimulasi listrik dari struktur neural yang sama juga
menyebabkan minum yang memanjang. Dalam banyak penelitian, ablasi atau
koagulasi kumpulan struktur hipotalamus tertentu telah menyebabkan
penurunan atau penghentian minum walaupun cairan tubuh berkurang
(adipsia). Semua hasil ini menunjukkan bahwa osmoreseptor di dalam
diencephalons, khususnya di dalam area anterior dari hipotalamus, berperan
sebagai sensor untuk haus yang disebabkan oleh kekurangan cairan tubuh.
Struktur neuronal di dalam hipotalamus memainkan peranan yang penting
dalam pemrosesan informasi dari osmoreseptor (osmosensor) tersebut.
b. Haus volumetrik
Sensor yang mendasari haus yang ditimbulkan oleh kurangnya cairan di
dalam rongga ekstrasel adalah stretch reseptor, yang ada di dinding
pembuluh darah vena di dekat jantung. Stretch reseptor, disamping
berpengaruh pada sirkulasi, juga berpartisipasi dalam pengaturan
keseimbangan cairan dan induksi haus. Hipotalamus merupakan pusat
pemrosesan yang penting untuk sinyal-sinyal yang dibawa di dalam vagal
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
19
aferen dari stretch reseptor ke sistem saraf pusat. Mekanisme neuronal yang
membangkitkan haus juga diperkuat oleh faktor-faktor hormonal. Dehidrasi
ekstrasel menyebabkan pelepasan renin sehingga terbentuk angiotensin II.
Angiotensin II mempunyai efek dipsogenik yang kuat, yang dapat
merangsang pusat haus . Pemberian angiotensin II secara intravena atau
pemberiannya langsung ke berbagai bagian hipotalamus, termasuk organ
subfornical yang dipercaya sebagai lokasi aksi dipsogenik angiotensin II,
menimbulkan rasa haus yang hebat (Kokko & Tannen, 1996; Schmidt &
Thews, 1989; Fitzsimons, 1998; Witherspoon, 1984).
c. Mulut yang kering yang disebabkan penurunan aliran saliva diberi tanda oleh
sensor-sensor yang ada di mukosa oropharingeal (mekanoreseptor, reseptor
dingin dan hangat, dan mungkin reseptor air). Jika reseptor ini terangsang
tanpa disertai defisiensi cairan yang menyeluruh di dalam tubuh, seperti pada
saat berbicara, merokok, bernafas melalui mulut atau memakan makanan
yang sangat kering, maka akan timbul haus (Schmidt & Thews, 1989).
Pada kondisi-kondisi tertentu dapat terjadi haus yang patologis, yang mendorong
pasien minum berlebihan tanpa adanya stimulus haus yang fisiologis, misalnya
(Black & Hawks, 2005; Fitzsimons, 1998; Kokko & Tannen, 1996) :
1) Psychogenic polydipsia seperti pada beberapa pasien psikiatri
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
20
2) Haus yang disebabkan oleh peningkatan kadar Angiotensin II seperti pada
gagal ginjal, gagal jantung, renal artery stenosis, Wilms’ tumor
3) Kondisi hypokalemia dan hiperkalsemia.
4) Gangguan sistem saraf pusat seperti pada pasien cedera kepala berat
5) Pasien dengan thyrotoxicosis
6) Pasien Diabetes Melitus
7) Diabetes Insipidus
3. Memuaskan Rasa Haus
Rasa haus akan mendorong seseorang untuk minum. Minum merupakan
mekanisme koreksional yang menggantikan simpanan cairan tubuh yang hilang,
yang terdiri dari aktivitas-aktivitas yang pada puncaknya adalah menelan cairan.
Minum sering terjadi sebagai hasil dari kebiasaan atau alasan lainnya yang tidak
ada hubungannya dengan rasa haus. Minum yang didorong oleh kekurangan
cairan yang relatif atau absolut di dalam salah satu ruang cairan tubuh disebut
minum primer, sedangkan minum yang tidak untuk penggantian cairan disebut
minum sekunder (Porth, 1998; Schmidt & Thews, 1989).
Perilaku minum dikontrol oleh suatu mekanisme yang disebut mekanisme satiety
atau kekenyangan. Segera setelah minum, seseorang dapat terbebas dari rasa
haus untuk sementara waktu, bahkan sebelum cairan yang diminum diserap dari
saluran pencernaan (Carlson, 2001; Guyton, 1994). Schmidt & Thews (1989)
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
21
menjelaskan bahwa terdapat keterlambatan yang disadari antara saat minum
dimulai dengan waktu dihilangkannya defisiensi cairan di dalam ruang intrasel,
di mana air tersebut pertama harus diserap dulu dari saluran pencernaan dan
dikirim ke aliran darah. Hasil pengamatan yang umum menunjukkan bahwa
perasaan haus berhenti (minum berhenti) jauh sebelum kompensasi defisiensi
cairan di kompartemen ekstrasel dan intrasel terjadi. Sinyal untuk mengakhiri
minum ini tidak begitu dimengerti (Kandel, Schwartz & Jessell, 2000), namun
ada suatu mekanisme untuk mencegah asupan cairan berlebihan sampai cairan
yang diabsorpsi menjadi efektif yaitu, kekenyangan preabsorpsi (preabsorptive
satiety) mendahului kekenyangan postabsorpsi (postabsorptive satiety). Bila
cairan ini telah diserap sistem pencernaan ke dalam pembuluh darah,
penggantian cairan pun akhirnya terjadi, dan mekanisme satiety akan
menghentikan perilaku minum lebih lanjut.
Stimulasi pada oropharingeal dan memasukan cairan melalui esophagus
merupakan determinan awal yang penting dalam mengakhiri minum (Kokko &
Tannen, 1996). Rangsangan haus yang disebabkan bukan oleh karena tubuh
kekurangan air yang menyeluruh, seperti mulut yang kering akibat berbicara,
merokok, bernafas melalui mulut atau memakan makanan yang sangat kering,
maka rasa haus dapat dihilangkan dengan membasahi mukosa mulut, tetapi pada
kondisi haus sejati, membasahi mulut dapat mengurangi rasa haus, tetapi tidak
dapat menghilangkannya (Schmidt & Thews, 1989). Hal tersebut disebabkan
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
22
karena reseptor-reseptor yang ada di mulut dan tenggorokkan memainkan peran
dalam menghilangkan haus, namun satiety yang dihasilkan oleh reseptor-reseptor
ini tidak berlangsung lama (Carlson, 2001). Percobaan pada seseorang yang
esophagusnya terbuka keluar sehingga cairan yang diminumnya keluar dari
esophagusnya dan tidak pernah masuk ke dalam saluran pencernaan, rasa
hausnya hilang sebagian segera setelah minum, namun hanya berlangsung untuk
sementara waktu, dan rasa haus yang dirasakannya kembali timbul setelah 15
menit atau lebih (Guyton, 1994).
Saat haus telah dikenyangkan (postabsorptive satiety), akan terdapat suatu waktu
tertentu sebelum sensasi haus kembali berulang, walaupun kehilangan air
fisiologis secara lambat dan menetap tetap terjadi. Dengan demikian, terdapat
suatu ambang untuk haus, yang pada manusia sebanding dengan jumlah cairan
yang hilang yang menimbulkan sensasi haus. Secara fisiologis, kandungan air
pada tubuh manusia berfluktuasi antara batas maksimum, yang menyertai
postabsorptive satiety, dan minimum, yang dalam kondisi ideal berada di bawah
ambang haus. Fluktuasi normal di dalam kandungan cairan tubuh manusia sering
lebih besar dari ambang ini, karena itu manusia seringkali meminum cairan lebih
banyak daripada yang dibutuhkan dan tidak dapat memuaskan rasa haus sesegera
mungkin (Schmidt & Thews, 1989).
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
23
Secara umum manusia cendrung untuk mengkonsumsi cairan yang dibutuhkan
secara fisiologis. Sebagai contoh, cairan yang diminum saat dan setelah makan.
Umumnya minum lebih banyak terjadi terjadi saat makan. Jumlah cairan yang
diminum disesuaikan dengan jenis makanan yang dimakan, jika makanan
tersebut asin, seseorang akan minum lebih, walaupun tidak ada sensasi haus yang
terjadi. Minum yang terjadi saat makan disebabkan karena kegiatan makan
menyebabkan sebagian cairan tubuh dialihkan ke lambung dan usus halus yang
diperlukan untuk proses pencernaan, dan saat makanan tersebut diserap, akan
meningkatkan konsentrasi zat terlarut di dalam plasma darah, yang menyebabkan
timbulnya haus osmometrik. Minum karena makan juga melibatkan histamin dan
angiotensin II (Carlson, 2001; Schmidt & Thews, 1989).
C. Penyakit ginjal tahap akhir
1. Fungsi ginjal dalam pengaturan keseimbangan cairan tubuh
Unit fungsional ginjal adalah nephron, yang terdiri dari glomerulus, kapsula
Bowman dan tubulus. Ginjal melakukan fungsinya dalam pengaturan
keseimbangan cairan tubuh melalui filtrasi di glomerulus, absorpsi dan sekresi
pada tubulus.
a. Filtrasi glomerulus
Filtrasi glomerulus merupakan proses awal dalam pembentukan urine.
Sejumlah plasma darah yang dikirimkan ke ginjal (sekitar 20 – 25% dari
curah jantung) akan melalui filtrasi di glomerulus. Filtrat terbentuk oleh
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
24
karena adanya tekanan hidrostatik glomerulus yang lebih besar dari tekanan
osmotik koloid glomerulus dan tekanan hidrostatik kapsula Bowman,
sehingga cairan keluar dari glomerulus dan masuk ke dalam tubulus. Filtrat
glomerulus yang terbentuk kira-kira 180 L setiap hari. Laju filtrasi
glomerulus dinyatakan dalam milliliter permenit. Rata-rata laju filtrasi
glomerulus normal adalah 125 mL permenit, namun hanya 1 mL permenit
yang dikeluarkan sebagai urin setiap harinya.
b. Reabsorpsi tubulus
Reabsorpsi merupakan lewatnya suatu zat dari lumen tubulus melalui sel-sel
tubulus ke dalam kapiler. Saat filtrat sudah berada pada tubulus, terjadi
proses absorpsi melalui mekanisme transpor aktif dan transpor pasif. 99%
dari filtrat atau air akan kembali ke sirkulasi dan 1% akan menjadi urine.
c. Sekresi tubulus
Sekresi tubulus adalah lewatnya suatu zat dari kapiler melalui sel-sel tubulus
ke dalam lumen tubulus. Sekresi terjadi pada tubulus convoluted proksimal,
distal dan ductus colectivus. Zat yang disekresikan adalah ion kalium dan
hydrogen. Kedua zat ini bisa secara bersama-sama disekresikan atau salah
satu diantaranya, tergantung dari konsentrasi ion-ion tersebut di dalam cairan
ekstrasel.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
25
Proses filtrasi, absorpsi dan sekresi akan menghasilkan urine, dengan regulasi
pembentukannya dilakukan oleh hormon aldosteron dan ADH. Fungsi dasar
nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari zat-zat
yang tidak diperlukan tubuh. Zat-zat yang dibutuhkan tubuh dikembalikan ke
sirkulasi dan zat yang tidak diperlukan keluar dari tubuh bersama urin. Fungsi ini
dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam
basa, serta zat-zat sisa metabolisme (ureum dan kreatinin) dalam konsentrasi
yang tidak membahayakan tubuh. (Ignatavicius & Workman, 2006; Brown &
Edwards, 2005, Guyton,1994).
2. Defenisi dan klasifikasi penyakit ginjal tahap akhir
Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan fungsi jaringan ginjal
secara progresif dimana massa ginjal yang masih ada tidak mampu lagi
mempertahankan lingkungan internal tubuh (Black & Hawks, 2005).
Perkembangan penyakit ginjal kronis terdiri atas beberapa derajat, dengan derajat
terakhir adalah penyakit ginjal tahap akhir dimana laju filtrasi glomerulus kurang
dari 15 mL permenit. Klasifikasi penyakit ginjal kronis berdasarkan derajat
penyakit adalah sebagai berikut (Suwitra, dalam Sudoyo et al, 2006; Black &
Hawks, 2005; Brown & Edwards, 2005):
a. Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ (LFG > 90 ml/menit/1.73 m2)
b. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan (LFG > 60 - 89 ml/menit/1.73 m2)
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
26
c. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang (LFG > 30 - 59 ml/menit/1.73 m2)
d. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat (LFG > 15 - 29 ml/menit/1.73 m2)
e. Gagal ginjal (LFG < 15 ml/menit/1.73 m2 atau dialisis)
3. Etiologi
Beberapa penyakit yang secara permanen merusak nefron dapat menyebabkan
terjadinya penyakit ginjal tahap akhir. Beberapa penyebab penyakit ginjal tahap
akhir yang paling sering adalah (Wadha, 2007):
a. Diabetic nephropathy
b. Hypertensive nephrosclerosis
c. Glomerulonephritis
d. Interstitial nephritis
e. Polycystic kidney disease
4. Patofisiologi hipervolemia pada penyakit ginjal tahap akhir
Penyakit ginjal mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit dengan retensi
abnormal natrium, khlorida, kalium dan cairan di dalam kompartemen ekstrasel.
Patogenesa penyakit ginjal tahap akhir melibatkan kemunduran dan kerusakan
nefron dengan hilangnya fungsi ginjal secara progresif. Seiring dengan
menurunnya laju filtrasi glomeurulus dan berkurangnya clearance, kadar serum
urea nitrogen dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih berfungsi menjadi
hipertropi akibat menyaring zat terlarut dalam jumlah yang lebih besar.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
27
Akibatnya ginjal mengalami kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan
urine secara memadai. Untuk dapat terus mengeluarkan zat-zat terlarut, urine
encer dikeluarkan dalam jumlah yang banyak sehingga klien menjadi rentan
kehilangan cairan. Tubulus ginjal secara bertahap kehilangan kemampuan untuk
mereabsorpsi elektrolit. Seiring dengan makin rusaknya ginjal, dan jumlah
nefron yang berfungsi berkurang, laju filtrasi glomerulus total makin menurun.
Dengan demikian tubuh menjadi tidak mampu mengeluarkan kelebihan cairan,
garam, dan produk sisa lainnya melalui ginjal. Kadar produk sisa metabolisme
plasma seperti BUN dan kreatinin meningkat karena ginjal tidak mampu
menyaring dan mengeluarkan produk sisa. Bila laju filtrasi glomerulus kurang
dari 10 hingga 20 ml/menit, efek toksin uremik pada tubuh menjadi nyata (Price
& Wilson, 2005; Brown & Edwards, 2005).
Ketika ginjal gagal mengeksresikan urin dalam jumlah yang cukup, dan orang
tersebut terus minum air dalam jumlah yang normal dan mencerna elektrolit
dalam jumlah yang normal, jumlah cairan ekstrasel tubuh total akan meningkat
dengan cepat. Cairan ini diabsorpsi dari usus ke dalam darah dan meningkatkan
tekanan kapiler. Hal ini sebaliknya akan menyebabkan sebagian besar cairan
masuk ke ruang cairan interstisial, sehingga meningkatkan tekanan cairan
interstisial tersebut (Guyton, 1994).
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
28
5. Manifestasi Klinis Penyakit ginjal tahap akhir
Gambaran klinis pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir meliputi
gambaran klinis sesuai dengan penyakit yang mendasari terjadinya penyakit
ginjal tahap akhir seperti diabetes melitus, infeksi saluran kemih, hipertensi dan
sebagainya; gambaran klinis akibat sindrom uremia seperti lemah, lethargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang sampai koma; dan gambaran klinis komplikasi penyakit
ginjal tahap akhir seperti hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan cairan (hipervolemia) dan elektrolit
(natrium, kalium, khlorida).
Manifestasi hipervolemia meliputi manifestasi kardiovaskuler yaitu peningkatan
tekanan darah, tekanan nadi, distensi vena-vena leher dan tangan, nadi yang
penuh dan melompat, distensi vena jugularis, waktu pengisian vena perifer yang
melambat lebih dari lima detik dan penambahan berat badan. Penambahan berat
badan yang cepat merupakan tanda klasik terjadinya kelebihan cairan.
Penambahan berat badan 2% dari berat badan normal merupakan kelebihan
ringan, penambahan 5% merupakan kelebihan sedang dan penambahan 8%
merupakan kelebihan berat (Price & Wilson, 1995; Kozier, Erb & Olivieri,
2004). Kelebihan cairan yang mengenai paru menimbulkan gejala peningkatan
frekuensi nafas, nafas dangkal, dyspnea, adanya crackles pada auskultasi.
Kelebihan cairan yang berpindah ke jaringan visera menyebabkan pasien akan
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
29
mengalami keluhan seperti mual dan kembung. Kelebihan cairan yang mengenai
sel-sel otak menyebabkan pasien mengeluh sakit kepala, pusing, bingung,
kelemahan otot, parathesis dan bisa terjadi lethargi (Porth, 1998; Black &
Hawks, 2005; Ignatavicius & Workman, 2006).
Kelebihan cairan juga akan mengencerkan konsentrasi zat terlarut yang ada. Pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan penurunan osmolaritas plasma,
penurunan natrium plasma, hematokrit, berat jenis urine, BUN akibat
pengenceran plasma ( Black & Hawks, 2005).
6. Penatalaksanaan Penyakit ginjal tahap akhir
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronis maupun penyakit ginjal tahap akhir
meliputi (Suwitra, dalam Sudoyo et al, 2006; Brown & Edwards, 2005):
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasar. Waktu yang tepat untuk terapi ini
adalah sebelum terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus sehingga
perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila laju filtrasi glomerulus sudah
menurun 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak
banyak bermanfaat.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid yang dapat memperburuk
keadaan pasien, seperti gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak
terkontrol, infeksi saluran kemih, obat-obat nefrotoksik. Menghambat
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
30
perburukan fungsi ginjal dilakukan dengan pembatasan asupan protein dan
pengontrolan hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi pada awalnya terdiri dari
pembatasan natrium dan cairan dan pemberian obat-obat antihipertensi. Obat-
obat antihipertensi yang umumnya diberikan adalah diuretik (furosemid), ß-
adrenergic blockers, calcium channel blockers dan Angiotensin Converting
Enzyme inhibitor. Diuretik juga diberikan untuk penanggulangan
hipervolemia. Diuretik bekerja di ginjal dengan menghambat reabsorpsi
natrium dan cairan sehingga meningkatkan eksresi natrium dan cairan.
c. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler dan komplikasi
penyakit ginjal tahap akhir, seperti pengendalian diabetes, pengendalian
hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian
hiperfosfatemia dan terapi terhadap hipervolemia dan gangguan
keseimbangan elektrolit. Pembatasan asupan cairan pada pasien penyakit
ginjal tahap akhir sangat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
hipervolemia dan komplikasi kardiovaskuler, yang dapat mengurangi beban
kerja ventrikel kiri dengan mengurangi volume cairan yang bersirkulasi.
Cairan yang masuk harus dibuat seimbang dengan cairan yang keluar, baik
melalui urine maupun melalui insensible water loss. Jumlah asupan cairan
harian yang diizinkan adalah sebanyak jumlah urine ditambah dengan
insensible water loss.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
31
Pembatasan elektrolit yang perlu dilakukan adalah pembatasan kalium dan
natrium. Pembatasan kalium bertujuan untuk mencegah hiperkalemia yang
dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Pembatasan natrium
bertujuan untuk mengendalikan hipertensi dan hipervolemia.
d. Terapi penggantian ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Terapi penggantian ginjal meliputi dialisis (hemodialisis dan peritoneal
dialisis) dan transplantasi ginjal. Dialisis merupakan pemindahan cairan dan
molekul-molekul melalui membran semipermeabel dari satu kompartemen ke
kompartemen lainnya. Secara klinis pada dialisis zat-zat berpindah dari darah
melalui membran semipermeabel dan ke dalam larutan dialisat, yang
dilakukan untuk memperbaiki ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan
membuang produk-produk sisa akibat gagal ginjal. Dialisis biasanya dimulai
bila laju filtrasi glomerulus atau creatinin clearance kurang dari 15 mL/min,
di mana pasien biasanya tidak dapat bertahan hidup tanpa terapi penggantian
ginjal.
7. Haus pada Pasien dengan gagal ginjal
Peningkatan kadar Angiotensin II pada gagal ginjal dapat menimbulkan haus.
Efek dipsogenik Angiotensin II yang disebabkan kondisi-kondisi yang terkait
dengan perangsangan sistem renin-angiotensin biasanya disertai dengan haus
yang berlebihan, yang menyebabkan peningkatan masukan air. Haus pada
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
32
kondisi ini merupakan haus yang tidak sesuai meskipun terjadi hidrasi yang
memadai (Porth, 1998; Kokko & Tannen, 1996; Black & Hawks, 2005;
Fitzsimon,1998). Tindakan minum dan haus pada pasien penyakit ginjal tahap
akhir juga dapat disebabkan oleh mukosa mulut yang kering dan rasa metalik di
mulut akibat uremia.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi haus pada pasien penyakit ginjal
tahap akhir meliputi :
a. Usia : beberapa pasien-pasien dengan usia dewasa tua tidak mampu
merasakan atau merespon terhadap mekanisme haus (Schmidt &
Thews,1989).
b. Jenis kelamin : terdapat perbedaan ambang haus antara laki-laki dan
perempuan, di mana ambang haus laki-laki lebih rendah daripada perempuan
(Igbokwe & Obika, 2007).
c. Diabetes melitus : pasien-pasien diabetes melitus seringkali mengalami haus
dan asupan cairan yang berlebihan (Black & Hawks,2005; Fitzsimons, 1998).
d. Obat-obatan ACE Inhibitor : Pemberian ACE inhibitor dapat menurunkan
kadar Angiotensin II sehingga dapat mengurangi sensasi haus pada pasien-
pasien yang mengalami haus yang diinduksi oleh peningkatan Angiotensin II
(Kokko & Tannen, 1996). Dalam penelitian oleh Kuriyama et al. (1996),
Oldenburg et.al (1988) dan Yamamoto et al. (1986) (dalam Mistiaen, 2001)
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
33
ditemukan bahwa ACE inhibitor juga dapat menurunkan rasa haus pada
pasien-pasien hemodialisis.
e. Terapi hemodialisis : Pembuangan cairan dalam hemodialisis dapat
menyebab penurunan volume sirkulasi, dan hal ini lebih lanjut dapat
menstimulasi pembentukan Angiotensin II pada pasien sehingga timbul
keluhan haus yang berlebihan (Grazani, Badalamenti, Bo, Marabini,
Gazzano, Como et al, 1993).
f. Volume air minum. Tindakan minum dapat mengurangi haus dengan
menstimulasi sensor-sensor yang ada di oropharingeal dan mengurangi
sensasi kering di mulut. Volume air minum, frekuensi minum dan durasi
episode minum sangat mempengaruhi perilaku minum dengan mengurangi
kekeringan di mulut (Brunstrom, 2000).
D. Asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan
hipervolemia
Asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan hipervolemia
dimulai dengan melakukan pengkajian keperawatan. Pengkajian keperawatan pada
pasien dengan hipervolemia meliputi usia, riwayat pola kesehatan seperti asupan
cairan dan makanan pasien, haluaran cairan, keseimbangan cairan dan elektrolit,
proses penyakit baik akut maupun kronis, obat-obatan dan pengobatan pasien,
pengukuran klinis seperti berat badan harian, tanda-tanda vital, asupan dan haluaran
cairan pasien, pemeriksaan fisik terkait status cairan dan elektrolit seperti kulit,
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
34
rongga mulut, mata, vena jugularis, vena-vena di tangan, sistem kardiovaskuler,
pernafasan, persarafan, pencernaan, fungsi ginjal dan memonitor hasil pemeriksaan
laboratorium seperti osmolaritas plasma, kadar natrium, hematokrit, analisa gas
darah, Ureum, kreatinin dan berat jenis urine (Black & Hawks, 2005; Brown &
Edwards, 2005; Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2004).
Pengukuran dan penilaian kelebihan volume cairan yang terjadi dapat dilakukan
dengan memonitor asupan dan haluaran cairan dan penimbangan berat badan.
Asupan dan haluaran cairan harus dimonitor dengan tepat secara berkala.
Penimbangan berat badan dilakukan secara berkala pada waktu yang sama setiap
harinya, misalnya sebelum sarapan, dan menggunakan alat timbangan badan yang
sama, bahkan jika memungkinkan menggunakan jenis pakaian dengan berat yang
sama. Peningkatan berat badan yang cepat menunjukkan terjadinya retensi cairan.
Setiap peningkatan berat badan 1 kg sama dengan penambahan 1 liter air yang
tertahan di dalam tubuh. Penilaian terhadap indikator peningkatan kelebihan cairan
juga harus dilakukan (peningkatan kualitas denyut nadi, peningkatan distensi vena
jugularis, adanya crackles pada auskultasi paru, peningkatan edema perifer).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien penyakit ginjal tahap
akhir salah satunya adalah kelebihan volume cairan ekstrasel berhubungan
ketidakmampuan ginjal mengeksresikan urine, asupan cairan yang berlebihan
(Brown & Edwards, 2005). Salah satu intervensi keperawatan untuk mengatasi
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
35
kelebihan volume cairan ekstrasel adalah pembatasan cairan (Black & Hawks, 2005;
Brown & Edwards, 2005).
Pembatasan cairan sangat penting bagi pasien penyakit ginjal tahap akhir.
Penghitungan asupan dan haluaran cairan harus dilakukan dengan ketat. Semua
asupan cairan harus dihitung, seperti cairan dari makanan, minuman, obat-obat oral
maupun cairan intravena. Bila pasien mendapatkan cairan melalui intravena,
pengontrolan pemberiannya harus dilakukan secara hati-hati (Black & Hawks, 2005;
Brown & Edwards, 2005).
Pembatasan cairan oral bisa menjadi hal sulit bagi pasien dan sulit untuk
dipertahankan, khususnya jika pasien mengalami haus. Beberapa intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan perawat untuk mengatasi haus pada pasien-
pasien dengan pembatasan cairan adalah menjelaskan alasan pembatasan cairan dan
berapa banyak dan jenis cairan apa yang diperbolehkan untuk diminum, mengatur
alokasi waktu dan interval minum untuk dua puluh empat jam, memberikan
kepingan atau potongan es, melakukan perawatan mulut, pemberian permen karet
atau permen yang tidak mengandung glukosa (Crisp & Taylor, 2001; Welch, 2002).
Beberapa hasil publikasi penelitian memperlihatkan beberapa intervensi yang dapat
dilakukan untuk mengurangi sensasi haus pada pasien dengan pembatasan cairan.
Penelitian oleh Bots et al ( 2005) menunjukkan bahwa mengunyah permen karet dan
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
36
pemberian saliva pengganti dapat mengurangi sensasi haus pada pasien yang
menjalani hemodialisis. Penelitian lain yang dilakukan Tomoko, Katsura, Mariko,
Junko, Yoko, Mutsumi et al (2006) menunjukkan bahwa spray yang memiliki efek
sialagogic memberikan efek yang efektif dalam mengurangi haus akibat pembatasan
cairan pada pasien dengan gagal jantung.
E. Pengaturan Interval Minum dan Suhu Air minum
Pengaturan interval minum dari jumlah total air minum yang diizinkan merupakan
salah satu intervensi yang dilakukan untuk mengatasi haus pada pasien dengan
pembatasan cairan. Lemone & Burke (2008) menyatakan bahwa pengaturan air
minum dapat dilakukan dengan mengalokasikan setengah dari total jumlah air
minum yang ditentukan untuk periode waktu di antara shift pagi. Periode ini
merupakan periode di mana pasien biasanya lebih aktif, mendapatkan dua kali
makan yaitu makan pagi dan makan siang, dan biasanya obat-obat oral lebih banyak
diberikan dalam periode ini. 25% hingga 33% dari total jumlah air minum yang
ditentukan dialokasikan untuk periode waktu di antara shift sore, dan sisanya
dialokasikan untuk periode waktu di antara shift malam hingga esok paginya.
Pengaturan interval minum ini diharapkan dapat membantu pasien mengatasi haus
dan mengatur asupan cairannya. Kozier, et al (2004) menyatakan bahwa pengaturan
interval minum satu atau dua jam di antara jam makan juga dapat membantu pasien
untuk lebih toleransi terhadap pembatasan cairan.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
37
Pemberian kepingan es atau menganjurkan pasien untuk mengulum batu es juga
dapat membantu pasien mengurangi sensasi haus akibat pembatasan cairan. Bila
pasien tidak toleransi untuk mengulum batu es, pengaturan suhu air minum juga
dapat membantu mengatasi sensasi haus yang dirasakan oleh pasien. Black & Hawks
(2005) menyatakan bahwa air dingin lebih efektif dalam menurunkan sensasi haus
karena air dingin dapat menstimuli cold reseptor di mukosa mulut. Dari penelitian
Brunstrom (1997), yang membandingkan air dengan suhu 5oC dan 22
oC,
menunjukkan air dengan suhu 5oC lebih efektif menurunkan haus dibandingkan suhu
22oC. Menurut Tilarso (2008), cairan dengan suhu 5 – 10
o C mudah diserap oleh
tubuh.
F. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian di atas, kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
38
Skema 2.1
Kerangka Teori
Sumber : (Black & Hawks, 2005 ; Crisp & Taylor, 2001; Schmidt & Thews, 1989)
Keterangan : : mengurangi
Angiotensin II
Gagal Ginjal
Aktivasi reseptor
Angiotensin II
Haus
Pengaturan
interval
dan suhu
air minum
Sekresi
aldosteron
Vasokontriksi
pembuluh
darah
Hipervolemia Volume
sirkulasi ↑
TD ↑
Reabsorpsi
Na dan air
↑
Preabsoptive
satiety
Reseptor di mulut
(mekanoreseptor,
cold reseptor,
reseptor air)
Aktivasi sistem
renin- angiotensin-aldosteron
Farmakologis Restriksi
Natrium
Pembatasan
Cairan
Respon
Minum ↑
Sekresi
ADH
Reabsorpsi
air
LFG ↓
Eksresi
cairan ↓
Terapi
penggantian
ginjal
Hipothalamus
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
39
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS
DAN DEFENISI OPERASIONAL
Pada bab ini peneliti akan membahas kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian
dan defenisi operasional dari variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
A. Kerangka Konsep Penelitian
Pembatasan asupan cairan merupakan salah satu komponen pengobatan yang paling
menimbulkan stress dan sulit untuk dipertahankan bagi pasien gagal ginjal tahap
akhir, khususnya jika pasien mengalami haus. Pengaturan interval dan suhu air
minum diharapkan mampu mengurangi sensasi haus dengan menstimulasi reseptor
yang ada di mukosa oropharingeal. Dengan demikian, dalam penelitian ini
pengaturan interval dan suhu air minum merupakan variabel bebas dan intensitas
haus sebagai variabel terikat.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi sensasi haus pada pasien gagal ginjal tahap
akhir, seperti usia, jenis kelamin, riwayat Diabetes Melitus, terapi hemodialisis dan
volume air minum. Dalam penelitian ini, faktor-faktor tersebut dijadikan sebagai
variabel perancu.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
40
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merancang kerangka konsep
penelitian sebagai berikut :
Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Pretest Intervensi Posttest
B. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, maka hipotesis penelitian
dirumuskan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap penurunan
intensitas haus pada pasien gagal ginjal tahap akhir
Intensitas Haus
Pengaturan
interval
dan suhu
air minum
Variabel Perancu :
Usia
Jenis Kelamin
Riwayat DM
Volume air minum
Terapi HD
Intensitas Haus
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
41
2. Ada pengaruh usia, jenis kelamin, riwayat DM, terapi HD dan volume air minum
terhadap penurunan intensitas haus pada pasien gagal ginjal tahap akhir.
C. Defenisi Operasional
Defenisi operasional dari variabel penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Defenisi Operasional
N
o
Variabel Defenisi
Operasional
Alat Ukur / Cara
Ukur
Hasil Ukur Skala
1 Variabel
Bebas
Pengaturan
Interval dan
Suhu Air
minum
Melakukan
pengaturan interval
minum pasien
setiap 1 jam dari
jumlah air minum
yang ditentukan
mulai jam 08.00-
16.00 WIB dan
mengatur suhu air
minum pasien pada
suhu 5oC – 10
oC
dari jam 10.00 –
16.00.
Gelas dan
termometer
Periode
Kontrol:
Tindakan Rutin
RS (Pengaturan
minum sendiri
oleh pasien)
Periode
Intervensi :
Pengaturan
Interval dan
Suhu Air
Minum
Nominal
2 Variabel
Terikat
Intensitas
Haus
Berat atau hebatnya
haus yang
dirasakan pasien
Diukur dengan cara
lapor diri pasien
dengan
menggunakan
Visual Analogue
Scale (VAS),
dengan skala
pengukuran dalam
0 – 100
( 0 = tidak haus
sama sekali;
100 = sangat
haus sekali)
Rasio
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
42
rentang 0 – 100
secara kontinum.
Diukur dengan
memberikan tanda
pada garis yang
menggambarkan
beratnya haus yang
dirasakan oleh
pasien
3 Variabel
Perancu
a. Usia
b. Jenis
kelamin
c. Riwayat
DM
d. Terapi HD
e. Volume air
minum
Usia pasien
dihitung dari ulang
tahun terakhir
Identitas seks yang
dibawa pasien sejak
lahir
Riwayat penyakit
DM yang dimiliki
oleh pasien
Terapi penggantian
fungsi ginjal untuk
mengeluarkan
kelebihan cairan
dan toksin sisa
metabolisme dari
darah melalui suatu
dialiser
Volume air yang
ditentukan untuk
pasien minum
untuk 24 jam
Dokumentasi /
Catatan
keperawatan pasien
Dokumentasi /
Catatan
keperawatan pasien
Dokumentasi /
Catatan
keperawatan pasien
Dokumentasi /
Catatan
keperawatan pasien
Dokumentasi /
Catatan
keperawatan pasien
Umur dalam
tahun
1. Laki-laki
2. Perempuan
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
mililiter
Rasio
Nominal
Nominal
Nominal
Rasio
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
43
BAB IV
METODE PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan membahas tentang disain penelitian, populasi dan sampel
penelitian, tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpul data, prosedur
pengumpulan data dan pengolahan dan analisa data.
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimental dengan pendekatan
crossover design (Portney & Watkins, 2000). Pada penelitian ini terdapat dua
periode, yaitu periode kontrol dan periode intervensi. Pada periode kontrol
responden tidak diberi perlakuan dari peneliti atau mendapatkan perlakuan rutin dari
rumah sakit sedangkan periode intervensi responden diberi perlakuan. Pengambilan
data dilakukan terhadap kedua periode dan akibat yang diperoleh dari perlakuan
dapat diketahui karena dibandingkan dengan periode tidak mendapatkan perlakuan.
Pada periode intervensi, responden mendapatkan perlakuan pengaturan interval
minum yang dimodifikasi dari Lemone & Burke (2008) dan Kozier et al (2004) serta
pengaturan suhu air minum dengan suhu 5-10 oC, sedangkan pada periode kontrol,
responden melakukan pengaturan sendiri dengan suhu air minum sesuai suhu
kamar. Perlakuan dilakukan selama 2 hari, intensitas haus akan diukur setiap hari
pada kedua periode.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
44
Skema 4.1 Desain Penelitian
Keterangan :
O1 : Pengukuran awal periode kontrol
O2 – O3 : Observasi/penilaian intensitas haus hari pertama dan kedua periode
kontrol
O4 : Pengukuran awal periode intervensi
X1 Intervensi pengaturan interval dan suhu air minum pada periode
intervensi
O5 – O6 : Observasi/penilaian intensitas haus hari pertama dan kedua periode
intervensi
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien penyakit ginjal tahap akhir
yang dirawat di Lantai V Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati pada bulan Mei sampai minggu ke tiga bulan Juni 2008.
2. Sampel Penelitian
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability
sampling jenis consecutive sampling, dimana semua subjek penelitian yang
X1 O5
X1
O6
03
02
01
04
Subjek
terpilih
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
45
datang dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan ke dalam penelitian sampai
batas waktunya terpenuhi. Perhitungan besar sampel yang digunakan dalam
penelitian ini ditetapkan dengan uji hipotesis numerik berpasangan (Dahlan,
2006).
[Ζα + Ζβ] S 2
N = ______________
(X1 – X2)
Keterangan :
N = Besar sampel
Ζα = derajat kepercayaan (95%) = 1.96
Ζ 1-β = Nilai Z pada kekuatan uji 90%
X1-X2 = selisih rerata minimal yang dianggap bermakna
S = Standar deviasi
Berdasarkan penelitian terkait sebelumnya, diperoleh data standar deviasi 2,4.
dengan selisih rerata sebesar 2,1 (Olive, Wright, Matson,Woodrow et al, 2004).
Maka besar sampel untuk penelitian ini adalah:
[1.96 + 1.28] 2,4 2
N = (2,1)
= 13,7 dibulatkan menjadi 14
Maka sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 14 pasien.
Untuk mengantisipasi kemungkinan responden terpilih yang drop out pada saat
penelitian, dengan perkiraan responden yang drop out sebesar 10%, maka akan
dilakukan koreksi dengan formula N` = 14/(1-0.1) (Sastroasmoro & Ismael,
2002). Total sampel menjadi 15 orang, namun dalam penelitian ini besar
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
46
sampel yang terpenuhi hanya sebanyak 12 responden. Tidak terpenuhinya jumlah
sampel terjadi karena keterbatasan jumlah responden yang dapat ikut
berpartisipasi dalam penelitian akibat kondisi fisik pasien.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Fungsi ginjal < 15%, kreatinin di atas batas normal secara menetap (kreatinin
serum > 6 mg/dL , CCT < 15%)
b. Kesadaran komposmentis
c. Usia 18 – 65 tahun
d. Mendapatkan terapi diuretik
Kriteria Ekslusi :
a. Mengalami gangguan psikologis
b. Mengalami gangguan kardiorespirasi
c. Mendapatkan terapi ACE Inhibitor
d. Pasien gangguan menelan dan terpasang NGT
e. Dirawat di ruangan ber-AC
f. Tidak toleransi terhadap air dengan suhu 5 – 10o C
C. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Irna Lantai V RSUP Fatmawati Jakarta. Pemilihan tempat
penelitian ini karena RSUP Fatmawati merupakan salah satu rumah sakit pendidikan
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
47
dan rumah sakit rujukan untuk daerah Jakarta dan sekitarnya serta adanya dukungan
dan keterbukaan staf keperawatan dan medik untuk penelitian keperawatan.
D. Waktu Penelitian
Persiapan penelitian dimulai dari Februari hingga April 2008. Pelaksanaan penelitian
dilakukan selama 6 minggu mulai minggu pertama bulan Mei hingga minggu ke tiga
bulan Juni 2008. Pelaksanaan penelitian lebih rinci dapat dilihat pada lampiran 5.
E. Etika Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimental. Sebagai pertimbangan
etika, peneliti meyakinkan bahwa responden terlindungi hak-haknya dengan
memperhatikan aspek-aspek berikut (Polit & Hungler, 1999; Loiselle & McGrath,
2004) :
1. Self determination and Full Disclosure
Prinsip Self determination didasarkan pada penghormatan terhadap manusia, di
mana individu diperlakukan sebagai agen yang memiliki otonomi, mampu
mengontrol aktivitas dan nasib mereka sendiri. Dalam penelitian ini pasien
diberikan kebebasan untuk menentukan apakah ia bersedia atau menolak untuk
menjadi responden setelah mendapatkan informasi penelitian. Responden juga
dapat sewaktu-waktu mengundurkan diri sebagai responden penelitian tanpa
mempengaruhi terapi yang didapatkan pasien. Full disclosure berarti peneliti
menjelaskan secara menyeluruh tentang penelitian, hak responden untuk
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
48
menolak berpartisipasi, tanggungjawab peneliti dan manfaat dan kerugian yang
mungkin responden dapatkan dalam penelitian.
2. Privacy and Confidentiality
Peneliti menjaga kerahasiaan identitas dan informasi yang diberikan oleh
responden, dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Lembar
penelitian dalam penelitian ini menggunakan kode responden, sehingga prinsip
anonim dapat ditegakkan. Informasi yang didapatkan dalam penelitian hanya
digunakan untuk keperluan penelitian dan analisa data.
3. Fair treatment
Responden memiliki hak untuk mendapatkan intervensi secara adil, seperti
pemilihan sebagai responden secara adil dan tidak memihak sehingga responden
memiliki kemungkinan yang sama untuk mendapatkan resiko dan keuntungan
dari penelitian, tidak dihukum bila mengundurkan diri sebagai responden,
penghormatan atas semua perjanjian antara peneliti dan responden dan menerima
apa yang seharusnya dilakukan untuk mereka dan apa yang harus menjadi milik
mereka.
4. Protection from discomfort and harm
Responden berhak bebas dari rasa tidak nyaman. Responden akan diberikan
bantuan untuk meningkatkan rasa nyamannya dan dilindungi dari dampak buruk
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
49
akibat penelitian. Selama penelitian berlangsung peneliti melakukan observasi
terhadap resiko yang mungkin terjadi akibat intervensi penelitian, misalnya
ketidaktoleransian terhadap suhu air minum yang sejuk. Bila selama penelitian
responden mengalami ketidaknyamanan, baik fisik maupun psikologis, maka
responden akan segera mendapatkan bantuan profesional dari peneliti atau tim
kesehatan di Lantai V RSUP Fatmawati.
F. Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan lembaran penelitian sebagai alat pengumpulan data
untuk mengumpulkan data tentang ( Lihat lampiran 3):
1. Karakteristik responden
Karakteristik responden, meliputi usia, jenis kelamin, riwayat DM, volume air
minum dan terapi HD. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan
pasien dan melakukan observasi terhadap dokumentasi atau catatan keperawatan
pasien.
2. Intensitas Haus Pasien
Pengukuran intensitas haus dilakukan dengan menggunakan Visual Analogue
Scale (VAS) dengan skala pengukuran dalam rentang 0 – 100 secara kontinum
dalam garis vertikal. Ujung paling bawah dengan nilai 0 diberi kategori “tidak
haus sama sekali” dan ujung paling atas dengan nilai 100 diberi kategori “sangat
haus sekali”. Responden diminta untuk memberikan garis horizontal menyilang
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
50
dengan garis vertikal yang menggambarkan beratnya haus yang dirasakan oleh
pasien. VAS telah digunakan dalam mengukur intensitas haus oleh Dominic,
Ramachandran, Somiah, Mani & Dominic (1996); Martinez-Vea, Garcia, Gaya,
Rivera, & Oliver (1992); Phillips, Bretherton, Johnston, & Gray (1991) (Welch,
2002,). Stachenfeld et. al (1996, dalam Igbokwe & Obika. 2007) menunjukkan
realibilitas VAS untuk haus (r = 0.96).
G. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan/ Prosedur administratif
Setelah mendapat izin untuk melaksanakan penelitian dari pembimbing
penelitian dan komite etik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
peneliti terlebih dahulu mengajukan ijin untuk melakukan penelitian kepada
Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta. Setelah itu peneliti melakukan
sosialisasi rencana penelitian dengan tenaga kesehatan profesional di DIKLIT
dan perawat lantai V Ruang rawat inap RSUP Fatmawati.
2. Tahap pelaksanaan
Peneliti terlebih dahulu berdiskusi dengan perawat ruangan untuk memilih
responden sesuai dengan kriteria inklusi. Peneliti akan menemui dan
memperkenalkan diri serta menjelaskan informed consent (Lihat lampiran 1 dan
2) pada pasien dan keluarga yang akan dijadikan responden. Kemudian
dilakukan pencatatan data karakteristik masing-masing responden.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
51
Setelah mendapatkan persetujuan untuk menjadi responden penelitian, langkah-
langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut (Lihat lampiran 4) :
a. Setelah penentuan pembatasan cairan bagi pasien, peneliti memberikan
informasi mengenai pembatasan cairan meliputi alasan pembatasan cairan,
jumlah air minum yang ditentukan untuk 24 jam dan dampak apabila pasien
minum lebih dari yang telah ditentukan.
b. Pada hari pertama pengukuran intensitas haus awal dan pada periode kontrol,
pengaturan minum diserahkan kepada pasien. Setiap sore harinya, peneliti
mengukur intensitas haus tertinggi yang responden rasakan sejak pukul 08.00
hingga 16.00 WIB dengan meminta responden menunjukan intensitas haus
tertinggi yang dirasakannya pada Visual Analogue Scale (VAS) yang telah
disediakan setelah terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang VAS
tersebut. Pengukuran intensitas haus dilakukan setiap sore hari sekitar jam
16.30 WIB sebelum jam makan sore.
c. Pada pasien yang tidak menjalani terapi hemodialisis, intensitas haus awal
untuk periode kontrol adalah hasil pengukuran intensitas haus pertama kali
setelah responden menjalani pembatasan cairan (Hari 0 atau sebelum periode
kontrol dan intervensi), sedangkan intensitas awal untuk periode intervensi
adalah sama dengan hasil pengukuran intensitas haus pada hari ke dua
periode kontrol.
d. Pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis, intensitas haus awal untuk
periode kontrol adalah hasil pengukuran intensitas haus sore hari setelah
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
52
pasien menjalani terapi hemodialisis pertama dalam masa penelitian
(Baseline/Hari 0 atau sebelum periode kontrol dan intervensi), sedangkan
intensitas haus awal untuk periode intervensi adalah hasil pengukuran
intensitas haus sore hari setelah pasien menjalani terapi hemodialisis
berikutnya.
e. Pada periode kontrol selama 2 hari, responden mengatur sendiri interval
minum dengan suhu air minum sesuai suhu kamar.
e. Pada periode intervensi selama 2 hari, interval minum adalah setiap jam
antara jam 08.00-16.00 WIB dan pengaturan suhu air minum dalam rentang
suhu 5 – 10oC mulai jam 10.00-16.00 WIB dengan memasukan botol air
minum responden ke dalam ice boks untuk mempertahankan suhunya.
f. Pada periode intervensi, penghitungan volume air minum untuk setiap kali
minum dari jumlah air minum yang ditentukan adalah 80% dari jumlah air
minum yang ditentukan dialokasikan untuk waktu antara jam 08.00-21.00.
g. Di saat tidak tidur, pasien diberi minum dalam interval 1 jam berdasarkan
volume maksimal air yang ditentukan untuk diminum setiap jam.
E. Pengolahan Dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul maka selanjutnya dilakukan pengolahan data yang
meliputi:
a. Data editing, dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh telah
sesuai, lengkap, jelas dan dapat dibaca dengan baik.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
53
b. Coding, tiap nomor kuisioner dilakukan koding pada lembar ceklist untuk
memudahkan peneliti pada waktu memasukkan data.
c. Data entry; data dimasukkan ke dalam komputer untuk selanjutnya dilakukan
analisa data.
d. Data cleaning; dilakukan untuk memastikan data yang dimasukan ke
program komputer bebas dari kesalahan. Setelah dipastikan data dimasukan
dengan benar, maka dilanjutkan ke tahap analisa data menggunakan program
SPSS for Windows.
2. Analisis Data
Prosedur analisa data yang digunakan pada periode intervensi dan periode
kontrol adalah sebagai berikut:
a. Analisis data univariat untuk masing-masing variabel, yaitu usia, jenis
kelamin, riwayat DM, terapi HD dan volume air minum. Pada analisis
univariat untuk data kategori seperti jenis kelamin, riwayat DM dan terapi
HD dijelaskan dengan ukuran persentase atau proporsi. Sedangkan data
numerik seperti usia, volume air minum dan intensitas haus dijelaskan
dengan mean, median dan standar deviasi.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antar variabel bebas dan
variabel terikat. Pada penelitian ini, uji yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
54
Tabel 4.1 Analisis bivariat
Variabel Bebas Variabel Terikat Uji Statistik
Intensitas haus sebelum
pengaturan interval dan
suhu air minum pada
kelompok intervensi
Intensitas haus sesudah
pengaturan interval dan
suhu air minum pada
kelompok intervensi
T dependen
Intensitas haus sebelum
intervensi rutin pada
kelompok kontrol
Intensitas haus sesudah
intervensi rutin pada
kelompok kontrol
T dependen
Intensitas haus sebelum
pengaturan interval dan
suhu air minum pada
kelompok intervensi
Intensitas haus sebelum
intervensi rutin pada
kelompok kontrol
T independen
Intensitas haus sesudah
pengaturan interval dan
suhu air minum pada
kelompok intervensi
Intensitas haus setelah
intervensi rutin pada
kelompok kontrol
T independen
Variabel Perancu
Usia Intensitas Haus Korelasi
Jenis kelamin Intensitas Haus T independen
Riwayat DM Intensitas Haus T independen
Terapi HD Intensitas Haus T independen
Volume air minum Intensitas Haus Korelasi
c. Analisis Multivariat
1) Regresi Linier Berganda
Analisis multivariat digunakan untuk menguraikan ada tidaknya
hubungan masing-masing variabel (umur, jenis kelamin, riwayat Diabetes
melitus, volume air minum dan terapi hemodialisis ) terhadap intensitas
haus setelah intervensi pengaturan interval dan suhu air minum. Oleh
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
55
karena variabel dependen dalam penelitian ini hanya satu dan numerik,
maka analisis multivariat yang digunakan adalah regresi linier berganda.
2) General Linear Model (GLM) Repeated Measures
Analisis dengan menggunakan GLM Repeated Measures digunakan
untuk menganalisis varian dengan melakukan pengukuran yang sama
beberapa kali pada setiap subjek, dalam penelitian ini GLM Repeated
Measures digunakan untuk melihat perbandingan penurunan intensitas
haus di antara setiap pengukuran intensitas haus yang dilakukan.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
56
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh pengaturan
interval dan suhu air minum terhadap sensasi haus pada pasien gagal ginjal tahap akhir.
Penyajian dan penjelasan hasil penelitian meliputi gambaran karakteristik responden,
hasil analisis bivariat dengan uji statistik korelasi, Independent T test , paired t test dan
hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi linier berganda dan general linear
model repeated measures.
Penelitian ini terdiri atas dua periode yaitu periode kontrol dan periode intervensi. Pada
periode kontrol, responden melakukan pengaturan minum sendiri sedangkan pada
periode intervensi dilakukan pengaturan interval dan suhu air minum oleh peneliti.
Pengambilan data penelitian dilakukan di Lantai V Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta, yang dimulai dari Mei hingga minggu ke tiga Juni 2008
dengan sampel yang terdiri atas 12 responden. Pengukuran intensitas haus dilakukan
dengan menggunakan Visual Analogue Scale dengan skala 0 – 100.
A. Karakteristik dan Intensitas Haus Responden
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari seluruh
variabel yang meliputi karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin,
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
57
riwayat DM, volume air minum perhari, terapi hemodialisis dan intensitas haus
responden.
1. Karakteritik Responden
a. Umur
Karakteristik responden menurut umur berdasarkan hasil analisis univariat
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.1
Distribusi Rata-Rata Umur Responden di Lantai V Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008
(n = 12 )
Variabel Mean Median SD Min-Maks n 95% CI
Umur 40,2 40,5 7,6 28 - 53 12 35,35 – 44,98
Rata-rata umur responden adalah 40,2 tahun (SD=7,578) dengan median 40,5
tahun. Umur termuda adalah 28 tahun dan umur tertua adalah 53 tahun. Dari
hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata umur
responden adalah di antara 35,35 tahun sampai dengan 44,98 tahun.
b. Jenis Kelamin
Karakteristik responden menurut jenis kelamin berdasarkan hasil analisis
univariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
58
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Lantai V
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta Mei-Juni 2008
(n = 12)
Jenis Kelamin Frekuensi %
Laki-laki
Perempuan
5
7
41,7
58,3
Total 12 100%
Hasil analisis menunjukkan bahwa distribusi jenis kelamin pada kelompok
hampir merata. Responden dengan jenis kelamin laki-laki adalah 5 orang
(41,7%) dan perempuan sebanyak 7 orang (58,3 %).
c. Riwayat Diabetes Militus
Karakteristik responden menurut riwayat Diabetes Melitus berdasarkan hasil
analisis univariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat DM di Lantai V Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta
Mei-Juni 2008
(n=12)
Riwayat DM Frekuensi %
Ya
Tidak
3
9
25
75
Total 12 100%
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
59
Hasil analisis menunjukkan distribusi responden dengan riwayat Diabetes
Melitus lebih sedikit dibandingkan responden yang tidak memiliki riwayat
diabetes mellitus, yaitu 3 orang (25%) memiliki riwayat diabetes melitus dan
tidak memiliki riwayat DM sebanyak 9 orang (75%).
d. Volume Air Minum Perhari
Karakteristik responden menurut volume air minum berdasarkan hasil analisis
univariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.4
Distribusi Volume Air Minum Responden di Lantai V Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta
Mei-Juni 2008
(n = 12)
Variabel Mean Median SD Min-Maks n 95% CI
Volume 537,5 600 77,2 450- 600 12 488,4 – 586,6
Rata-rata volume air minum responden adalah 537,5 ml (SD=77,2) dengan
median 600 ml.Volume air terkecil adalah 450 ml dan volume air terbanyak
sebesar 600 ml. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakini rata-rata volume air minum responden adalah di antara 488,4 ml sampai
dengan 586,6 ml.
e. Terapi Hemodialisis
Karakteristik responden menurut terapi hemodialisis berdasarkan hasil analisis
univariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
60
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Terapi HD di Lantai V
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta Mei-Juni 2008
(n = 12)
Terapi HD Frekuensi %
Ya
Tidak
6
6
50
50
Total 12 100%
Hasil analisis menunjukkan bahwa distribusi responden yang mendapatkan
terapi hemodialisis merata dengan yang tidak mendapatkan terapi
hemodialisis. Responden yang mendapatkan terapi hemodialisis adalah
sebanyak 6 orang (50%) dan yang sedang tidak mendapatkan terapi
hemodialisis sebanyak 6 orang (50%).
2. Intensitas Haus
Intensitas haus berdasarkan hasil analisis univariat dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
61
Tabel 5.6
Rata-Rata Intensitas Haus Responden di Lantai V Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta
Mei-Juni 2008
( n= 12 )
Intensitas Haus Mean Median SD Min-Maks n
Periode Kontrol
Baseline
Hari1
Hari2
Periode
Intervensi
Baseline
Hari1
Hari2
58,5
59,4
59,3
58,7
50,6
49,4
55
55
55
52,5
47,5
47,5
14,3
14,3
14,7
14,3
14,1
12,9
40-90
40-90
40-92
40-90
35-80
33-75
12
12
Intensitas haus dalam penelitian ini merupakan respon subjektif yang dirasakan
oleh responden. Hasil analisis menunjukan bahwa rata-rata intensitas haus
responden sebelum periode kontrol adalah 58,5 (SD=14,3) dengan median 55,
intensitas haus paling rendah ada di skala 40 dan paling tinggi di skala 90. Rata-
rata haus pada periode kontrol hari pertama adalah 59,4 (SD=14,3) dengan
median 55, intensitas haus paling rendah adalah di skala 40 dan tertinggi di skala
90. Sedangkan rata-rata haus pada periode kontrol hari kedua adalah 59,33
(SD=14,7) dengan median 55, intensitas haus paling rendah adalah di skala 40
dan tertinggi di skala 90.
Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa rata-rata intensitas haus responden
sebelum intervensi adalah 58,7 (SD=14,3) dengan median 52,5, intensitas haus
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
62
paling rendah ada di skala 40 dan paling tinggi di skala 90. Rata-rata haus pada
periode intervensi hari pertama adalah 50,7 (SD=14,1) dengan median 47,5,
intensitas haus paling rendah adalah di skala 35 dan tertinggi di skala 80.
Sedangkan rata-rata haus pada periode intervensi hari kedua adalah 49,4
(SD=14,1) dengan median 47,5, intensitas haus paling rendah adalah di skala 33
dan tertinggi di skala 75.
B. Analisis Hubungan Karakteristik Responden Dengan Intensitas Haus
1. Hubungan umur dengan penurunan intensitas haus
Analisis bivariat hubungan umur responden dengan intensitas haus dapat
dilihat pada tabel 5.7 berikut :
Tabel 5.7
Hubungan Umur Dengan Penurunan Intensitas Haus Responden di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008
(n = 12)
Variabel r r2 Persamaan garis linear p Value
Umur 0,087 0,008 Penurunan Haus = 7,468+0,046(umur) 0,787
Analisis hubungan umur dengan penurunan intensitas haus menunjukkan
hubungan yang lemah (r=0,087) dan berpola positif, artinya semakin tua umur
semakin besar penurunan intensitas hausnya. Pada persamaan garis linear
diperoleh bahwa variabel umur hanya dapat menjelaskan 0,8% variasi
penurunan intensitas haus, sisanya 99,2% lagi dijelaskan oleh variabel lain.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
63
Dari hasil uji analisis lebih lanjut disimpulkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan penurunan intensitas haus (p=0,787).
2. Hubungan jenis kelamin dengan penurunan intensitas haus
Analisis bivariat hubungan jenis kelamin dengan penurunan intensitas haus
responden dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut :
Tabel 5.8
Hubungan Jenis Kelamin Dengan Penurunan Intensitas Haus
Responden di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008
(n = 12)
Jenis Kelamin Mean SD t df n p Value
Laki-laki
Perempuan
6,4
11,4
2,2
3,8
-2,651 10 12
0,024
Rata-rata penurunan intensitas haus pada responden laki-laki adalah 6,4
(SD=2,2), sedangkan rata-rata penurunan intensitas haus pada responden
perempuan lebih besar yaitu 11,4 (SD=3,8). Dari hasil uji analisis lebih lanjut
didapatkan ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata penurunan intensitas
haus laki-laki dengan intensitas haus perempuan (p=0,024).
3. Hubungan riwayat Diabetes Melitus terhadap penurunan intensitas haus
Analisis bivariat hubungan riwayat DM responden dengan intensitas haus
dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut :
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
64
Tabel 5.9
Hubungan Riwayat DM Dengan Penurunan Intensitas Haus
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008
(n = 12)
Riwayat DM Mean SD t df n p Value
Ya
Tidak
11,7
8,6
2,9
4,2
1,178 10 12 0,266
Rata-rata penurunan intensitas haus pada responden dengan riwayat Diabetes
Melitus adalah 11,7 (SD=2,9), sedangkan rata-rata penurunan intensitas haus
pada responden yang tidak memiliki riwayat DM adalah 8,6 (SD=4,2). Dari
hasil uji analisis lebih lanjut didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna
antara rata-rata penurunan intensitas haus responden dengan riwayat DM
dengan rata-rata penurunan intensitas haus responden yang tidak memiliki
riwayat DM (p=0,266).
4. Hubungan volume air minum dengan penurunan intensitas haus
Analisis bivariat hubungan volume air minum dengan penurunan intensitas
haus dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut :
Tabel 5.10
Hubungan Volume Air Minum Dengan Penurunan Intensitas Haus
Responden di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008
(n = 12)
Variabel r r2 Persamaan garis linear p Value
Volume 0.073 0,005 Penurunan Haus = 7,286+0,004(volume) 0,822
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
65
Analisis hubungan umur dengan intensitas haus menunjukkan hubungan
yang lemah (r=0.073) dan berpola positif, artinya semakin banyak volume
air semakin besar penurunan intensitas hausnya. Pada persamaan garis linear
diperoleh bahwa variabel volume air hanya dapat menjelaskan 0.5% variasi
penurunan intensitas haus, sisanya 95,5% lagi dijelaskan oleh variabel lain.
Dari hasil uji analisis lebih lanjut disimpulkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara volume air minum dengan penurunan intensitas haus
(p=0,822).
5. Hubungan terapi hemodialisis dengan penurunan intensitas haus
Analisis bivariat hubungan terapi hemodialisis dengan penurunan intensitas
haus dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut :
Tabel 5.11
Hubungan Terapi HD Dengan Intensitas Haus Responden
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008
(n = 12)
Terapi HD Mean SD t df n p Value
Ya
Tidak
9,2
9,5
4,9
3,4
-0,137 10 12 0,894
Rata-rata penurunan intensitas haus pada responden yang menjalani terapi
hemodialisis adalah 9,2 (SD=4,9), sedangkan rata-rata penurunan intensitas
haus pada responden yang tidak memiliki menjalani terapi HD adalah 9,5
(SD=3,4). Dari hasil uji analisis lebih lanjut didapatkan tidak ada perbedaan
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
66
yang bermakna antara rata-rata penurunan intensitas haus responden yang
menjalani terapi HD dengan rata-rata penurunan intensitas haus responden
yang tidak menjalani terapi HD (p=0,894).
C. Pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap intensitas haus
1. Analisis bivariat penurunan intensitas haus pada periode kontrol dan periode
intervensi
a. Penurunan intensitas haus sebelum dan setelah periode kontrol
Hasil analisis bivariat intensitas haus sebelum dan setelah periode kontrol
menggunakan paired T test digambarkan dalam tabel 5.12 berikut :
Tabel 5.12
Rata-rata Penurunan Intensitas Haus Responden Sebelum dan
Setelah Periode Kontrol di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008
(n =12 )
Intensitas Haus Mean SD t p Value
Baseline
Hari1
58,5
59,4
14,4
14,3
-1,836 0,094
Selisih - 0.9 1,7
Baseline
Hari2
58,5
59,3
14,4
14,7
-1,758 0,107
Selisih -0,8 1,6
Rata-rata intensitas haus sebelum periode kontrol adalah 58,5 (SD=14,4),
sedangkan rata-rata intensitas haus pada hari pertama menjadi 59,4
(SD=14,3), serta didapatkan nilai mean perbedaan di antara ke dua
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
67
pengukuran yaitu - 0.9 (SD=1,7). Dari hasil uji analisis lebih lanjut
disimpulkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara intensitas haus
sebelum periode kontrol dengan hari pertama (p=0,94).
Dari tabel di atas juga didapatkan perbedaan rata-rata intensitas haus sebelum
periode kontrol dan hari kedua. Rata-rata intensitas haus sebelum periode
kontrol adalah 58,5 (SD=14,4), sedangkan rata-rata intensitas haus pada hari
kedua menjadi 59,3 (SD=14,7), serta didapatkan nilai mean perbedaan di
antara ke dua pengukuran yaitu -0,8 (SD=1,6). Dari hasil uji analisis lebih
lanjut disimpulkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara intensitas
haus sebelum periode kontrol dengan hari kedua (p=0,107).
b. Penurunan intensitas haus sebelum dan setelah intervensi pada periode
intervensi
Hasil analisis bivariat perbedaan intensitas haus sebelum dan setelah
intervensi periode intervensi menggunakan paired T test digambarkan dalam
tabel 5.13 berikut :
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
68
Tabel 5.13
Rata-rata Penurunan Intensitas Haus Responden Sebelum dan Setelah
Intervensi Periode Intervensi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008
(n = 12)
Intensitas Haus Mean SD t p Value
Baseline
Hari1
58,7
50,7
14,3
14,1
9,532 0,000
Selisih 8.1 2,9
Baseline
Hari2
58,7
49,4
14,4
12,9
9,453 0,000
Selisih 9,3 3,4
Rata-rata intensitas haus sebelum periode intervensi adalah 58,7 (SD=14,3),
sedangkan rata-rata intensitas haus pada hari pertama menjadi 50,7
(SD=14,1), serta didapatkan nilai mean perbedaan di antara ke dua
pengukuran yaitu 8,1 (SD=2,9). Dari hasil uji analisis lebih lanjut
disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara intensitas haus
sebelum periode intervensi dengan hari pertama (p=0,000).
Dari tabel di atas juga didapatkan perbedaan rata-rata intensitas haus sebelum
periode kontrol dan hari kedua. Rata-rata intensitas haus sebelum periode
kontrol adalah 58,5 (SD=14,4), sedangkan rata-rata intensitas haus pada hari
kedua menjadi 49,4 (SD=12,9), serta didapatkan nilai mean perbedaan di
antara ke dua pengukuran yaitu 9,3 (SD=3,4). Dari hasil uji analisis lebih
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
69
lanjut disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara intensitas haus
sebelum periode intervensi dengan hari kedua (p=0,000).
2. Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil dari uji regresi linier berganda yang dianalisis adalah sebagai berikut:
Tabel 5.14
Hasil Uji Pemodelan Multivariat
Variabel B Beta Konstanta p Value
Jenis Kelamin
Periode
2,657
10,167
0,223
0,865
102,769 0,034
0,000
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel independen yang masuk ke
pemodelan regresi adalah jenis kelamin dan periode. Pada tabel “Model
Summary” didapatkan R adalah 0,893 dan R square adalah 0,789 yang berarti
model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 78,9 variasi variabel intensitas
haus.
Pada tabel “Anova”, hasil uji F menunjukkan p value jenis kelamin adalah 0.034
dan p value periode adalah 0,000 yang berarti model regresi cocok dengan data
yang ada. Pada kotak coefficients (pada kolom B) didapatkan persamaan garis
regresi sebagai berikut :
Penurunan Intensitas Haus = 15,207 + 2,657 (Jenis kelamin) + 10,167 (periode)
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
70
Model tersebut memiliki arti :
a. Penurunan intensitas haus pada responden perempuan lebih besar 2,657 poin
daripada laki-laki pada periode intervensi
b. Penurunan intensitas haus pada periode intervensi lebih besar 10,167 poin
daripada periode kontrol setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin.
Kolom Beta menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh terbesar
terhadap intensitas haus adalah periode intervensi.
3. Analisis General Linear Model Repeated Measures
a. Perbandingan Penurunan Intensitas haus antara periode kontrol dan periode
intervensi
Berdasarkan hasil analisis perbedaan penurunan intensitas haus antara
periode kontrol dan periode intervensi menggunakan general linear model
repeated measures didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 5.15
Perbandingan Penurunan Intensitas Haus Antara Periode Kontrol
dan Periode Intervensi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008
Variabel Partial Eta
Squared
p Value
Intensitas haus Baseline dengan
intensitas haus Hari1
Intensitas haus Baseline dengan
intensitas haus Hari2
79,2 %
79,7 %
0.000
0.000
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
71
Dari hasil analisis di atas didapatkan penurunan intensitas haus dari
intensitas haus sebelum intervensi ke intensitas haus hari pertama dan
kedua. Kontribusi intervensi untuk menjelaskan penurunan ini adalah
sebesar 79,2 % untuk hari pertama dan 79,7 % untuk hari kedua. Nilai p
value menunjukkan ada perbedaan yang bermakna dalam penurunan
intensitas haus sebelum intervensi ke hari pertama dan ke hari kedua
(masing-masing p=0.000)
c. Perbandingan Rata-rata Penurunan Intensitas Haus Periode Kontrol dan
Periode Intervensi
Grafik dibawah ini menggambarkan perbandingan rata-rata perubahan
intensitas haus sebelum dan sesudah intervensi pada periode kontrol dan
intervensi.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
72
Grafik 5.1
Perbandingan Rata-rata Perubahan Intensitas Haus Periode
Kontrol dan Periode Intervensi di Lantai V Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta Mei-Juni 2008
0
10
20
30
40
50
60
70
Hari0 Hari1 Hari2
Pengukuran
Inte
ns
ita
s H
au
s
Periode Kontrol
Periode
Intervensi
Pada grafik di atas tergambar bahwa rata-rata intensitas haus sebelum
periode kontrol adalah 58,5. Rata-rata intensitas haus responden pada
periode kontrol pada hari pertama mengalami sedikit peningkatan menjadi
59,4 , pada hari kedua menjadi 59,3.
Rata-rata intensitas haus pada periode intervensi juga tergambar dari grafik
tersebut, dimana rata-rata intensitas haus sebelum periode intervensi adalah
58,75 dan rata-rata intensitas haus pada hari pertama mengalami penurunan
menjadi 50,67, hari kedua mengalami penurunan menjadi 49,42.
Berdasarkan grafik di atas tampak bahwa terjadi penurunan intensitas haus
pada periode intervensi dibandingkan pada periode kontrol.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
73
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti membahas mengenai hasil penelitian yang meliputi interpretasi dan
diskusi hasil penelitian dikaitkan dengan teori dan hasil penelitian yang telah ada. Selain
itu peneliti juga akan menjelaskan berbagai keterbatasan dan implikasi penelitian bagi
keperawatan.
A. Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian
1. Karakteristik responden
a. Umur dan Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan rentang usia responden dalam penelitian ini
adalah 28 hingga 53 tahun (n=12 responden) dengan rata-rata usia responden
adalah 40,17 tahun, yang terdiri atas 5 orang (41,7%) laki-laki dan 7 orang
(56,3%) perempuan. Berdasarkan hasil tersebut, distribusi umur responden
dan jenis kelamin cukup merata, sesuai dengan literatur dimana tidak
ditemukan perbedaan kejadian penyakit ginjal tahap akhir pada usia dan jenis
kelamin tertentu, karena penyakit ginjal tahap akhir dapat mengenai semua
lapisan umur sesuai dengan etiologinya.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
74
Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna usia dengan penurunan intensitas haus, namun
terdapat perbedaan yang bermakna antara penurunan haus laki-laki dan
perempuan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa penurunan
intensitas haus pada responden perempuan lebih besar 2,657 poin
dibandingkan responden laki-laki setelah mendapatkan intervensi pengaturan
interval dan suhu air minum. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bots et
al. (2005), dengan menggunakan permen karet dan pengganti saliva untuk
mengurangi haus dan xerostomia pada pasien yang menjalani hemodialisis,
usia dan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap respon dari intervensi
tersebut. Namun dalam penelitian ini jenis kelamin memiliki pengaruh
dimana penurunan intensitas haus pada responden perempuan lebih besar dari
pada laki-laki. Sesuai dengan penelitian Brunstrom (1997), dimana dengan
suhu air minum yang sama, perempuan hanya membutuhkan volume air
minum yang lebih sedikit daripada laki-laki dalam menimbulkan efek satiety
post ingesty terhadap haus. Hal ini kemungkinan disebabkan ambang haus
perempuan yang lebih tinggi daripada laki-laki, sehingga perempuan lebih
cepat merasa haus namun juga merasa cepat dalam hal preabsorptive
satietynya.
b. Riwayat Diabetes Melitus
Dalam penelitian ini, responden dengan riwayat diabetes melitus adalah
sebesar 3 (25%) orang, dua diantaranya adalah perempuan. Responden lain
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
75
memiliki riwayat hipertensi dan glomerulonefritis. Diabetes melitus
merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal tahap akhir di Indonesia,
dimana dari jumlah penderita penyakit ginjal di Indonesia yang menjalani
hemodialisis pada tahun 2000, 18,65% diantaranya penyebab terjadinya
penyakit ginjal adalah Diabetes melitus. Ketiga responden ini selama dalam
perawatan rumah sakit dan proses penelitian mendapatkan terapi insulin dan
memiliki kadar glukosa darah dalam rentang normal ( <140 mg/dL).
Pengontrolan glukosa darah merupakan hal penting bagi pasien penyakit
ginjal untuk menghambat perburukan fungsi ginjal dan pencegahan terhadap
penyakit kardiovaskuler (Suwitra, dalam Sudoyo et al, 2006). Kadar glukosa
darah yang tinggi juga menimbulkan keluhan haus atau polydipsi pada
pasien.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam analisis bivariat, riwayat
diabetes melitus juga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
penurunan intensitas haus, namun penurunan intensitas haus pada responden
dengan riwayat diabetes melitus lebih besar daripada responden yang tidak
memiliki riwayat diabetes melitus. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan
karena selama dirawat responden dengan diabetes melitus, kadar glukosa
darah mereka dalam kondisi normal dengan terapi insulin, sehingga status
diabetes melitus dengan kadar glukosa darah dalam rentang normal tidak
meningkatkan intensitas haus responden sesuai dengan teori bahwa
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
76
peningkatan kadar glukosa darah dapat meningkatkan intensitas haus
(Fitzsimons, 1998). Kemungkinan lain juga bahwa perbandingan jumlah
responden yang memiliki riwayat diabetes melitus dan yang tidak memiliki
riwayat Diabetes Melitus yang tidak berimbang, dimana responden dengan
riwayat diabetes melitus 3 orang dan non diabetes 9 orang, sehingga hal ini
dapat mempengaruhi hasil analisis tersebut.
c. Volume air minum
Dalam penelitian ini volume air minum yang ditentukan bagi pasien adalah
dalam rentang 450 ml hingga 600 ml dengan rata-rata 537,5 ml. Dengan
jumlah air minum tersebut, satu responden menyatakan kadang-kadang
minum lebih dari jumlah yang ditentukan karena merasa haus, sedangkan
responden lain menyatakan minum sesuai dengan jumlah yang ditentukan
karena takut sesak nafas kembali bila minum berlebihan. Tidak ada
responden yang mendapatkan terapi intravena kecuali pada dua responden
saat mendapatkan transfusi darah. Selama penelitian, jumlah urine setiap hari
semua responden adalah dalam rentang 600 ml hingga 200 ml.
Pembatasan cairan merupakan salah satu terapi yang diberikan bagi pasien
penyakit ginjal tahap akhir untuk pencegahan dan terapi terhadap kondisi
komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Jumlah cairan yang
ditentukan untuk setiap harinya berbeda bagi setiap individu tergantung
fungsi ginjal, adanya edema dan haluaran urine pasien, biasanya adalah
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
77
sejumlah urine output ditambah insensible water losses, atau jumlah urine
ditambah 600 ml. Jumlah air tersebut meliputi semua cairan yang didapat
oleh pasien, baik melalui makanan, terapi intravena, maupun air minum
(Suwitra, dalam Sudoyo et al, 2006; Brown & Edwards, 2005).
Volume air minum juga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
penurunan intensitas haus responden. Perbedaan volume air minum di antara
responden tidak begitu besar, dimana rentang volume air minum yang
ditentukan untuk responden adalah 450 dan 600 ml. Volume air minum yang
hampir sama untuk setiap jamnya tidak memberikan perbedaan penurunan
intensitas haus yang bermakna di antara responden yang mendapat air minum
450 ml dan 600 ml, sehingga efek satiety post ingesti yang ditimbulkan juga
tidak jauh berbeda. Namun hubungan yang dihasilkan menunjukkan pola
yang positif dimana semakin banyak volume air minum semakin besar
penurunan intensitas haus responden. Hal ini terkait dengan besarnya efek
satiety yang dihasilkan oleh air minum responden.
d. Terapi hemodialisis
Berdasarkan hasil analisis, dari 12 orang responden, 50% menjalani terapi
hemodialisis dan 50%nya tidak menjalani terapi hemodialisis. Responden
yang tidak menjalani terapi hemodialisis dalam penelitian ini adalah
responden dalam masa pro hemodialisis yang menunggu jadwal hemodialisis
dan pasien yang pada selama penelitian tidak sedang menjalani terapi
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
78
hemodialisis. Responden yang menjalani terapi hemodialisis menjalani
hemodialisis dengan frekuensi 2 kali seminggu.
Hemodialisis merupakan salah satu terapi yang dilakukan pada pasien
penyakit ginjal tahap akhir sebagai salah satu bentuk terapi pengganti fungsi
ginjal dalam membuang sisa metabolisme dan kelebihan cairan. Di
Indonesia, hemodialisis dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap
hemodialisis dilakukan selama 5 jam (Raharjo, Susalit, Suhardjono, dalam
Sudoyo, 2006).
Terapi hemodialisis juga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
penurunan intensitas haus, dimana rata-rata penurunan intensitas haus
responden dengan terapi HD hampir sama dengan rata-rata penurunan
intensitas haus pada responden yang tidak menjalani terapi HD. Salah satu
penyebab haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir adalah disebabkan
oleh Angiotensin II, yang merupakan suatu hormon yang bersirkulasi yang
berinteraksi pada struktur limbik otak dan menimbulkan sensasi haus.
Pembuangan cairan dalam hemodialisis dapat menyebab penurunan volume
sirkulasi, dan hal ini lebih lanjut dapat menstimulasi pembentukan
Angiotensin II pada pasien sehingga timbul keluhan haus yang berlebihan
(Grazani, Badalamenti, Bo, Marabini, Gazzano, Como et al, 1993). Namun
pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan kadar Angiotensin II,
sehingga tidak dapat diketahui perbedaan kadarnya antara responden yang
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
79
menjalani HD maupun yang tidak menjalani HD. Berimbangnya penurunan
intensitas haus pada responden yang menjalani HD maupun yang tidak HD
kemungkinan juga disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini seperti faktor psikologis (Greenleaf, 2007), kebiasaan
sosial dan individu (Soon, 1994) yang sangat mempengaruhi persepsi haus
seseorang.
Haus dan respon minum pada pasien penyakit ginjal tahap akhir baik yang
menjalani hemodialisis dan tidak menjalani hemodialisis juga disebabkan
oleh mukosa mulut yang kering dan rasa metalik di mulut. Interval dan suhu
air minum mengurangi haus dengan menstimulasi sensor-sensor yang ada di
mukosa oropharingeal, baik pada responden yang menjalani hemodialisis
maupun yang tidak menjalani hemodialisis. Dalam penelitian ini, pengaturan
interval dan suhu air minum secara bermakna dapat menurunkan intensitas
haus pasien penyakit ginjal tahap akhir, baik pada responden yang menjalani
hemodialisis maupun yang tidak menjalani hemodialisis.
2. Pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap penurunan intensitas
haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan cairan.
Haus merupakan salah satu gejala yang dirasakan oleh pasien penyakit ginjal
tahap akhir. Peningkatan kadar Angiotensin II pada gagal ginjal dapat
menimbulkan haus. Angiotensin II mempunyai efek dipsogenik yang kuat, yang
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
80
dapat merangsang pusat haus dan menyebabkan peningkatan masukan air. Haus
pada kondisi ini merupakan haus yang tidak sesuai meskipun pasien mengalami
kelebihan cairan tubuh. (Porth, 1998; Kokko & Tannen, 1996; Black & Hawks,
2005; Fitzsimon,1998). Penelitian yang dilakukan oleh Hays, Kallich, Mapes,
Coons, dan Carter (1994, dalam Mistiaen, 2001) terhadap pasien penyakit ginjal
tahap akhir yang menjalani hemodialisis, menemukan bahwa haus menempati
posisi ke tujuh dari 35 gejala yang dirasakan oleh pasien penyakit ginjal tahap
akhir dengan hemodialisis dan menempati urutan ketiga dari gejala yang
menimbulkan distress bagi pasien.
Haus merupakan keinginan sadar terhadap air (Guyton & Hall,2000) yang
merupakan gejala subjektif yang hanya dirasakan oleh orang yang
mengalaminya dan tidak dapat dideteksi oleh orang lain (Porth & Erickson,
1992). Penggunaan self-report merupakan cara yang tepat untuk mengukur
sensasi haus. Dalam penelitian ini, pengukuran intensitas haus dilakukan dengan
menggunakan visual analogue scale dengan skala 0-100, dimana 0 menyatakan
“tidak haus sama sekali” dan 100 menyatakan “sangat haus sekali”. Dalam
penelitian ini, pada pengukuran awal sebelum periode kontrol dan intervensi,
semua responden baik yang menjalani terapi hemodialisis maupun yang tidak,
mengeluhkan rasa haus dengan rentang haus mulai dari skala 40 hingga 90, atau
dalam kategori haus ringan hingga berat.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
81
Gejala lain yang dirasakan oleh responden yang mendorong mereka untuk
minum adalah adanya rasa kering dan rasa tidak enak di mulut. Penurunan fungsi
ginjal menyebabkan ginjal tidak mampu mengeluarkan kelebihan cairan, garam
dan produk sisa metabolisme lainnya seperti blood urea dan kreatinin, akibatnya
kadar produk sisa ini akan meningkat dan menimbulkan efek toksin uremik di
dalam tubuh (Price & Wilson, 2005; Brown & Edward, 2005). Kondisi ini
menyebabkan rasa tidak enak atau rasa metalik di dalam mulut pasien gagal
ginjal.
Rata-rata intensitas haus sebelum periode kontrol adalah 58,5, dan pada hari
pertama periode kontrol adalah 59,4 dan hari kedua 59,3. Pada periode
intervensi, rata-rata intensitas haus responden sebelum intervensi adalah 58,7
dan sesudah intervensi pada hari pertama adalah 50,7 dan hari kedua adalah 49,4.
Hasil ini menunjukkan adanya penurunan intensitas haus setelah pengaturan
interval dan suhu air minum, dan dari hasil uji lebih lanjut, disimpulkan terdapat
perbedaan yang bermakna antara intensitas haus sebelum intervensi dan
intensitas haus setelah intervensi baik pada hari pertama maupun hari kedua.
Analisis hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kontribusi intervensi
pengaturan interval dan suhu air minum terhadap penurunan intensitas haus
adalah sebesar 79,2% untuk hari pertama dan 79,9% untuk hari kedua. Sebelum
penelitian atau periode intervensi, beberapa responden biasanya menahan haus
yang mereka rasakan dan minum dengan interval 3 – 4 jam agar volume air yang
diminum lebih banyak setiap kali minum, karena volume air yang diminum
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
82
sedikit kurang membantu mengurangi rasa haus mereka. Dengan pengaturan
interval dan suhu air minum yang diatur hingga 5-10oC, responden merasakan
penurunan intensitas haus yang lebih besar setiap kali minum walau dengan
volume air minum yang lebih sedikit. Hasil lain yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah, suhu air minum 5-10 oC juga dapat mengurangi rasa tidak
enak atau rasa pahit di mulut pada beberapa responden.
Hasil di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan Brunstrom (1997) yang
menilai efektivitas air dengan suhu 5 oC dibandingkan air dengan suhu kamar
(22 oC). Hasilnya menunjukkan bahwa air dengan suhu 5
oC menurunkan rasa
haus yang lebih besar, karena suhu air memberikan efek diferensial post ingesti
dalam mulut yang dapat mengurangi rasa haus. Efek ini serupa dengan efek yang
dihasilkan penggunaan permen yang mengandung menthol, di mana menthol
terbukti dapat menstimulasi reseptor dingin yang ada di mulut yang dapat
menimbulkan efek memuaskan rasa haus (Eccles, 2000). Karena itu, beberapa
panduan bagi pasien dengan pembatasan cairan juga menyarankan menggunakan
permen atau permen karet yang tidak mengandung gula untuk mengurangi rasa
haus, karena umumnya permen tersebut juga mengandung menthol.
Rasa haus akan mendorong seseorang untuk minum. Perilaku minum dikontrol
oleh suatu mekanisme yang disebut mekanisme satiety atau kekenyangan.
Segera setelah minum, seseorang dapat terbebas dari rasa haus untuk sementara
waktu, bahkan sebelum cairan yang diminum diserap dari saluran pencernaan
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
83
(Carlson, 2001; Guyton, 1994). Kandel, Schwartz & Jessell ( 2000), menyatakan
ada suatu mekanisme untuk mencegah asupan cairan berlebihan sampai cairan
yang diabsorpsi menjadi efektif yaitu, kekenyangan preabsorpsi (preabsorptive
satiety) mendahului kekenyangan postabsorpsi (postabsorptive satiety).
Sensor-sensor yang ada di mukosa oropharingeal (mekanoreseptor, reseptor
dingin dan hangat, dan mungkin reseptor air) memainkan peranan dalam rasa
haus dan pemuasan rasa haus. Stimulasi pada oropharingeal dan memasukan
cairan melalui esophagus merupakan determinan awal yang penting dalam
mengakhiri minum (Kokko & Tannen, 1996).
Dengan pembatasan cairan terhadap pasien penyakit ginjal tahap akhir, rasa haus
yang dirasakan oleh pasien akan menjadi lebih berat karena pasien tidak dapat
memuaskan rasa haus dengan minum seperti dalam keadaan normal.
Perangsangan sensor-sensor yang ada di mukosa oropharingeal (mekanoreseptor,
reseptor dingin dan hangat, dan mungkin reseptor air) dapat membantu
mengurangi rasa haus pada pasien. Pemberian interval minum setiap 1 jam dan
suhu air yang lebih dingin dari suhu kamar membantu merangsang sensor-sensor
ini untuk lebih efektif dalam mengurangi sensasi haus walau dengan volume air
minum yang sedikit.
Pengaturan interval minum berfungsi dalam menstimulasi sensor-sensor yang
ada pada oropharingeal dengan frekuensi yang lebih sering. Stimulasi
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
84
oropharingeal dapat mencegah haus yang berlebihan pada pasien, walau satiety
yang dihasilkannya tidak lama. Tindakan ini dapat disamakan dengan saran
melakukan perawatan mulut atau kumur-kumur yang sering dan mengunyah
permen karet pada pasien seperti yang terdapat dalam beberapa panduan
pengaturan cairan dan manajemen rasa haus pada pasien dengan pembatasan
cairan, yang pada intinya adalah melembabkan mukosa mulut, dan memberikan
rangsangan pada mukosa oropharingeal sehingga dapat mengurangi rasa haus.
Dengan pengaturan interval dan suhu air minum, stimulasi terhadap sensor-
sensor yang ada di mukosa oropharingeal dapat lebih efektif dalam mengurangi
haus karena dapat menstimulasi beberapa sensor sekaligus (reseptor dingin, dan
reseptor air) dengan waktu yang lebih sering. Tindakan minum juga dapat
mengurangi sensasi rasa kering di mulut dan dapat merangsang produksi saliva
sehingga dapat melembabkan mukosa mulut (Brunstrom, 2000; Brunstrom,
2002).
B. Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan penelitian yang peneliti temukan selama pelaksanaan
penelitian ini antara lain :
1. Sampel
Metode pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling diperoleh jumlah
sampel sebanyak 12 responden. Jumlah sampel ini tidak memenuhi ukuran
sampel yang telah ditentukan sebelumnya yaitu sebesar 16 responden.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
85
Keterbatasan jumlah responden disebabkan karena kondisi pasien yang sebagian
besar masuk rumah sakit dengan keluhan sesak akibat edema paru yang tidak
memungkinkan untuk pengaturan interval dan suhu air minum. Namun walaupun
jumlah sampel tidak mencapai besar sampel yang telah ditetapkan semula,
penelitian ini tetap dapat menunjukkan hasil yang bermakna.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan pengaturan interval setiap 1 jam kadang-kadang tidak dapat
dilakukan karena kadang-kadang pasien sedang tidur. Perubahan cuaca, seperti
hujan dan cuaca mendung dari pagi hingga sore juga menyebabkan pengaturan
interval dan suhu air minum tidak dilakukan pada hari tersebut dan periode
intervensi tidak dilanjutkan pada hari tersebut, hal ini dilakukan untuk
menghindari bias akibat pengaruh cuaca dan suhu lingkungan terhadap intensitas
haus. Namun, periode intervensi diulang kembali di hari lain saat cuaca kembali
seperti semula.
3. Data Penunjang
Peneliti tidak melakukan pengkajian terhadap kadar Angiotensin II responden.
Angiotensin II yang mempunyai efek dipsogen dapat mempengaruhi intensitas
haus, sehingga dapat mempengaruhi perubahan intensitas haus responden. Dalam
penelitian ini, peneliti juga tidak melakukan pengukuran terhadap mukosa mulut
responden, dimana mukosa mulut yang kering juga dapat mempengaruhi
intensitas haus. Dalam penelitian ini, peneliti juga tidak melakukan penimbangan
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
86
berat badan responden sebagai indikator peningkatan berat badan responden bila
terjadi penambahan air minum dari jumlah yang sudah ditentukan bagi
responden untuk setiap harinya.
C. Implikasi Hasil Penelitian
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Penatalaksanaan haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir baik yang
menjalani terapi hemodialaisis maupun yang tidak menjalani hemodialisis sangat
penting dilakukan secara komprehensif, karena di samping menimbulkan
ketidaknyamanan, haus juga dapat menjadi potensi terjadinya ketidakpatuhan
terhadap pembatasan cairan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan
interval dan suhu air minum yang lebih dingin dapat membantu mengurangi rasa
haus pasien dengan pembatasan cairan dan menimbulkan efek satiety yang lebih
besar pada saat minum dengan jumlah yang sedikit.
Pada saat penelitian, peneliti menemukan bahwa respon responden terhadap suhu
air yang lebih dingin sangat positif, karena umumnya responden mengatakan
bahwa mereka sangat ingin minum air dengan suhu yang lebih dingin atau air es
tapi takut dapat menimbulkan keluhan terkait dengan penyakit mereka.
Pengaturan suhu air minum responden dapat menjadi alternatif dalam membantu
responden untuk lebih toleransi terhadap pembatasan cairan.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
87
2. Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi perawat tentang
keluhan haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir. Hasil penelitian ini juga
dapat memberikan masukan bagi ilmu keperawatan untuk meneliti tentang
fenomena haus yang sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir
dan penyakit atau kondisi lainnya serta mengembangkan intervensi lainnya untuk
mengatasi rasa haus pasien.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
88
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini peneliti merumuskan beberapa simpulan dan saran sebagai berikut :
A. Simpulan
1. Karakteristik 12 responden penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan cairan
adalah rentang usia dari 28 hingga 53 tahun dengan rata-rata usia 40,17 tahun,
jenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada laki-laki, 3 orang memiliki
riwayat diabetes melitus, volume air minum antara 450 dan 600ml dengan rata-
rata 537,5 ml, dan jumlah responden yang menjalani terapi hemodialisis
berimbang dengan responden yang tidak menjalani terapi hemodialisis.
2. Intervensi dengan pengaturan interval dan suhu air minum dapat menurunkan
intensitas haus secara bermakna. Penurunan sebesar 8,1 poin pada hari pertama
dan 9,3 poin pada hari kedua. Kontribusi intervensi terhadap penurunan ini
adalah sebesar 79,2% untuk penurunan hari pertama dan 79,9% untuk penurunan
ke hari kedua.
3. Variabel lain yang memiliki hubungan yang bermakna dengan penurunan
intensitas haus adalah jenis kelamin, sedangkan umur, riwayat diabetes melitus,
volume air minum dan terapi hemodialisis tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan penurunan intensitas haus pasien penyakit ginjal tahap akhir.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
89
B. Saran
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Pengaturan interval dan suhu air minum yang lebih dingin dapat mengurangi
intensitas haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan
cairan, sehingga intervensi ini dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi
keperawatan mandiri yang efektif dan efisien untuk mengurangi rasa haus bagi
pasien penyakit ginjal tahap akhir baik yang dirawat di institusi pelayanan
maupun di rumah.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Perlu melakukan penelitian pengaturan interval dan suhu air minum lebih
lanjut dengan sampel yang lebih luas seperti pada pasien dengan pembatasan
cairan lainnya, misalnya pasien gagal jantung.
b. Melakukan penelitian lanjutan dengan mempertimbangkan variable-variabel
lain yang dapat memepngaruhi sensasi haus seperti kadar elektrolit,
Angiotensin II, mukosa mulut, faktor kebiasaan sosial dan individu dan
faktor psikologis pasien.
c. Membandingkan efektivitas pengaturan interval dan suhu air minum dengan
intervensi lainnya untuk mengurangi sensasi haus pada pasien penyakit ginjal
tahap akhir.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, (2008) http://www.sinarharapan.co.id/berita/10/nasab.html, diunduh tanggal 3
Maret 2008.
Ariawan, (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jurusan
Biostatistik dan Kependudukan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia.
Black, J.M. & Hawks, J.H.. (2005). Medical-surgical nursing. Clinical management for
positive outcomes. 7th Edition. St. Louis. Missouri. Elsevier Saunders.
Bots C.P, et al. (2005). Chewing gum and a saliva substitute alleviate thirst and
xerostomia in patients on haemodialysis,
http://ndt.oxfordjournals.org/cgi/content/full/ghh675?ijkey=14NzgzcLTwzU&ke
ytype=ref diunduh tanggal 28 Februari 2008
Brown, D. & Edwards, H. (2005). Lewis’s medical-surgical nursing. Assessment and
management of clinical problems. Australia. Elsevier.
Brunstrom, J.M. (1997). Effects of temperature and volume on measures of mouth
dryness, thirst and stomach fullness in males and females, diunduh dari
http://www.medscape.com/medline/9268423 tanggal 4 Maret 2008
______________ (2000). The role of mouth state in the termination of drinking behavior
in human, diunduh dari http://www.medscape.com/medline/9268423 tanggal 4
Maret 2008
______________. (2002). Effects of mouth dryness on drinking behavior and beverage
acceptability, diunduh dari http://www.medscape.com/medline/9268423 tanggal
4 Maret 2008
Carlson, N.R. (2001). Physiology of behavior. Massachusetts. A Pearson Education
Company.
Craven, R.F., & Hirnle, C.J., (2001). Fundamentals of nursing. Human health and
function. 3rd
edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
Crisp & Taylor. (2001). Potter & Perry’s Fundamental of nursing. Australia Harcourt.
Dahlan, (2005). Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Seri 2.
Jakarta: Arkans.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Eccles, R. (2000). Role of cold receptor and menthol in thirst, the drive to breath and
arousal. Appetite. Diunduh dari http://www.sciencedirect.com/science tanggal 4
Maret 2008.
Effendi & Pasaribu. (2006), dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati,
(2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Fitzsimons, J.T, (1998). Angiotensin, thirst, and sodium appetite. Physiological
Reviews. Volume 78. No. 3. American Physiological Society.
http://www.sciencemag.org/cgi/content/refs/182/4116/1031, diunduh tanggal 10
Maret 2008)
Graziani, G., Badalamenti, S., Bo, A.D., Marabini, M., Gazzano, G., Como, G., Vigano,
E., et al (1993). Abnormal haemodinamics and elevated angiotensin II plasma
levels in poliydipsic patients on regular hemodialysis treatment. Diunduh dari
http://www.nature.com/ki/journal tanggal 5 Juni 2008.
Greenleaf, J.E (2004). Problem : thirst,drinking behaviour, and involuntary dehydration.
Ames Research Centre, http://www.medscape.com/medline/1592619 diunduh
tanggal 10 Maret 2008
Guyton, A.C. (1994). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 7. Alih Bahasa : dr. Ken
Ariata Tengadi, dkk. Jakarta : EGC.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2000). Textbook of medical physiology. 10th Edition.
Philadelphia : W.B. Saunders Company.
Igbokwe, V.U. & Obika, L.F.O. (2007). Thirst perception and dryness of mouth in
healthy young adults Nigerians. African Journal of Biomedical Research. Vol. 11
http://www.ajbrui.com/AJBR-111039046.pdf diunduh tanggal 10 Maret 2008.
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006). Medical-surgical nursing. Critical
thinking for collaborative care. 5th Edition. St. Louis Missouri : Elsevier
Saunders.
LeMone, P. & Burke, K. (2008). Medical surgical nursing. Critical thinking in client
care. 4th Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.
Loiselle,C.G. & McGrath. (2004). Polit. Beck. Canadian essentials of nursing research.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins.
Kandel, E.R., Schmartz, J.H., & Jessell, T.M. (2000). Principles of neural science. 4th
Edition. New York : McGraw-Hill Company.
Kokko & Tannnen. (1996). Fluids and electrolytes. 3rd
Edition. Massachusetts : A
Pearson Education Company.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Kozier, Erb, Berman & Snyder. (2004). Fundamentals of nursing. Concepts, process
and practice. 7th Edition. New York : Pearson Education Inc.
Metheny, N.M. (1992). Fluid and electrolyte balance. Nursing Consideration. 2nd
Edition. J.B Lippincott Company. Philadelphia.
Mistiaen, 2001, Thirst, interdialytic weight gain, and thirst intervention in
haemodialysis patients : a literature review. Nephrology Journal Nursing.
http://findarticles.com/p/articles/mi_mOICF/is_6_28/ai_ni8612875 diunduh
tanggal 28 Februari 2008
Munden, J. (2006). Fluids & electrolytes. A 2-in-1 Reference for nurses. Ambler :
Lippincott Williams & Wilkins.
Polit, B. & Hungler. (1999). Nursing research. Principles and methods. 6th
edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Porth, C.M. (1998). Pathophysiology. Concepts of altered health states. 5th Edition.
Philadelphia : Lippincott
Porth, C.M & Erickson M (1992). Physiology of thirst and drinking : implication for
nursing practice. Heart Lung : 21(3). School of nursing, University of
Wisconsin-Milwaukee, http://www.medscape.com/medline/1592619 diunduh
tanggal 10 Maret 2008)
Portney, L. G. & Watkins, M.P. (2000). Foundations of clinical research. Applications
to practice. 2nd
Edition.New Jersey. Prentice Hall Health.
Price, S.A. & Wilson, L.M. (1995). Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 4. Jakarta : ECG.
Raharjo, et al (2006), dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2006. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sabri, L & Hastono,S.P. (2006). Statistik kesehatan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Sastroasmoro & Ismael. (2002). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi Ke-2.
Jakarta : CV. Sagung Seto.
Schmidt, R.F. & Thews, G. (1989). Human physiology. 2nd
Completely Revised
Edition. New York : Springer-Verlag Berlin Heidelberg..
Siregar. (2006), dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2006. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L, Cheever,K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s
Textbook of medical-surgical nursing. 11th Edition. Philadelphia : Lippincott
William & Wilkins.
Soon, B.Y., (1994). Literature review for care of the thirst,
http://kmbase.medric.or.kr/Main.aspx diunduh tanggal 28 Februari 2008.
Suwitra, K. (2006), dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2006. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tomoko, Katsura, Mariko, Junko, Yoko, Mutsumi et al. (2006). Support for heart
failure patients with thirst induced by fluid restriction- usefulness of a spray with
sufficient sialagogic effect, http://sciencelinks.jp/j-
cast/article/200610/00002006100640237158.php diunduh tanggal 28 Februari
2008
Wadha (2007). Chronic renal failure. http://www.marvis-tavet.com/html/body-chronic-
renal-failure.html.diunduh tanggal 3 Maret 2007.
Welch, J.L. (2002). Development of the thirst distress scale. Nephrology Nursing
Journal. http://findarticles.com/p/articles/mi_mOICF/is_4_29/ai_ni8613990
diunduh tanggal 28 Februari 2008
Witherspoon J.D. (1984). Physiology. New York : Harper & Row Publishers Inc.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Lampiran 1
SURAT PERMOHONAN UNTUK BERPARTISIPASI
SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rahmawati
Mahasiswa : Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
NPM : 0606027266
Alamat / HP : KP Pondok Cina. RT 001/T. Depok. HP 081363375450
Dengan ini mengajukan dengan hormat kepada Bapak/Ibu/Saudara untuk bersedia
menjadi responden penelitian yang akan Saya lakukan, dengan judul “Pengaruh
Pengaturan Interval dan Suhu Air Minum Terhadap Sensasi Haus Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pengaturan interval dan suhu
air minum dalam menurunkan rasa haus pada pasien Penyakit ginjal tahap akhir yang
dilakukan pembatasan air minum selama dirawat di ruang rawat inap Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
meningkatkan kenyamanan dan toleransi pasien selama dilakukan pembatasan air
minum.
Jumlah air minum yang ditentukan bagi Bapak/Ibu/Saudara, akan dibagi untuk diminum
setiap jam. Bila sedang tidak tidur, Bapak/Ibu/Saudara akan diminta untuk minum
setiap 1 – 2 jam dan antara jam 10 pagi hingga jam 4 sore suhu air minum akan diatur
antara suhu 5 – 10oC (air sejuk). Di luar waktu tersebut suhu air adalah suhu biasa.
Tindakan ini akan dilakukan selama 2 hari. Setiap sore, peneliti akan menilai rasa haus
tertinggi yang Bapak/Ibu/Saudara rasakan pada siang hari sebelumnya. Peneliti
mengharapkan kepatuhan Bapak/Ibu/Saudara terhadap waktu dan jumlah air minum.
Setiap penambahan air minum dari jumlah yang ditentukan, harap Bapak/Ibu/Saudara
informasikan kepada peneliti.
Keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa
paksaan. Identitas dan data/informasi yang Bapak/Ibu/Saudara berikan hanya diketahui
oleh peneliti dan akan dijaga kerahasiaannya. Jika selama penelitian ini
Bapak/ibu/Saudara mengalami ketidaknyamanan akibat penelitian ini, maka
Bapak/ibu/Saudara dapat mengundurkan diri tanpa ada konsekuensi apa pun.
Apabila ada pertanyaan lebih dalam tentang penelitian ini, Bapak/ibu/Saudara dapat
menghubungi peneliti pada alamat dan nomor telepon di atas. Demikian permohonan ini
peneliti buat, atas kerja sama yang baik, Saya ucapkan terima kasih.
Jakarta, 2008
Hormat Saya,
Rahmawati Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Lampiran 2
SURAT PERNYATAAN
BERSEDIA BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Saya telah membaca surat permohonan dan mendapatkan penjelasan tentang penelitian
yang akan dilakukan oleh saudara Rahmawati, Mahasiswa Program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan judul “Pengaruh Pengaturan
Interval dan Suhu Air Minum Terhadap Sensasi Haus Pada Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”.
Saya telah mengerti dan memahami tujuan, manfaat serta dampak yang mungkin terjadi
dari penelitian yang akan dilakukan. Saya mengerti dan yakin bahwa peneliti akan
menghormati hak-hak saya dan menjaga kerahasiaan saya sebagai responden penelitian.
Dengan pertimbangan di atas, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari
pihak manapun, saya memutuskan untuk bersedia berpartisipasi menjadi responden
dalam penelitian ini.
Demikian pernyataan ini Saya buat untuk dapat digunakan seperlunya.
Jakarta, 2008
Yang membuat pernyataan,
---------------------------------
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Lampiran 3
LEMBAR PENELITIAN
Karakteristik Responden
Kode Responden :
Terapi HD : [ ] Ya [ ] Tidak
Umur :
Jenis Kelamin :
Riwayat Diabetes Melitus : [ ] Ada [ ] Tidak
B. Pengukuran Intensitas Haus
Periode Kontrol Periode Intervensi
Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 0 Hari 1 Hari 2
C. Status Cairan Hari 1/ 2/ 3/ 4/ 5/ 6
1. Jumlah haluaran 24 jam : mL
2. Jumlah total asupan cairan untuk 24 jam : mL
Alokasi : Oral ………………. mL
Lain-lain …………. ML
Jumlah air minum untuk periode waktu antara jam 08.00 – 21.00 : ………… mL
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
3. Jumlah volume air minum setiap 1 jam (mL)
Jam Volume air minum (mL)
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
4. Apakah ada penambahan jumlah air minum dari jumlah yang telah ditentukan
bagi Ibu/Bapak/ Saudara?
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Pengukuran Intensitas Haus
Jika Bapak/Ibu diminta untuk menilai rasa haus tertinggi yang Bapak/Ibu rasakan dari
jam 08.00 – 16.00 WIB hari ini, dengan rentang nilai mulai dari 0 ( tidak haus sama
sekali ) hingga 100 ( sangat haus), pada nilai berapakah rasa haus tertinggi yang
Bapak/Ibu rasakan ?
Sangat Haus Sekali
90
80
70
60
40
30
20
10
Tidak haus sama sekali
Keterangan :
Nilai 0 – 20 : Tidak haus
Nilai >20 – 50 : Haus ringan
Nilai >50 – 80 : Haus sedang
Nilai > 80 –100 : Haus berat
100
50
0
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Lampiran 4
PENGATURAN INTERVAL DAN SUHU AIR MINUM
Lemone & Burke (2008) menyatakan bahwa pengaturan air minum dapat dilakukan
dengan mengalokasikan setengah dari total jumlah air minum yang ditentukan untuk
periode waktu di antara shift pagi, 25% hingga 33% dari total jumlah air minum
yang ditentukan dialokasikan untuk periode waktu di antara shift sore, dan sisanya
dialokasikan untuk periode waktu di antara shift malam hingga esok paginya.
Berdasarkan alokasi tersebut, jumlah air minum untuk dua shift, yaitu shift pagi dan
siang adalah 50% + 30% = 80% dari jumlah air minum yang ditentukan. Karena
secara fisiologis tubuh membutuhkan cairan saat makan, peneliti mengantisipasi
bahwa kebutuhan air minum responden saat makan 2 kali lebih banyak dari air
minum di antara jam makan. Maka 90% dari air tersebut akan di bagi untuk 17 jam
(14 + 3 jadwal makan), dan hasilnya adalah kira-kira volume air minum yang dapat
diminum oleh responden setiap 1 jam, dan dikalikan 2 untuk volume air minum saat
makan.
Kozier, et al. (2004) menyatakan bahwa pengaturan interval minum satu atau dua
jam di antara jam makan juga dapat membantu pasien untuk lebih toleransi terhadap
pembatasan cairan.
Suhu air minum juga dapat membantu mengatasi sensasi haus yang dirasakan oleh
pasien. Black & Hawks (2005) menyatakan bahwa air dingin lebih efektif dalam
menurunkan sensasi haus karena air dingin dapat menstimuli cold reseptor di
mukosa mulut. Suhu kota Jakarta dalam bulan Mei-Juni 2008 berkisar 24 – 32oC,
dengan suhu yang panas di siang hari.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Tahapan prosedur secara rinci adalah sebagai berikut :
Setelah mendapatkan persetujuan untuk menjadi responden penelitian, langkah-langkah
penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Setelah penentuan pembatasan cairan bagi pasien, peneliti memberikan pendidikan
kesehatan mengenai pembatasan cairan meliputi alasan pembatasan cairan, jumlah
air minum yang ditentukan untuk 24 jam dan dampak apabila pasien minum lebih
dari yang telah ditentukan.
b. Pada hari pertama penelitian, pengaturan minum diserahkan kepada pasien. Sore
harinya, peneliti mengukur intensitas haus tertinggi yang responden rasakan sejak
pukul 08.00 hingga 16.00 WIB dengan meminta responden menunjukan intensitas
haus tertinggi yang dirasakannya pada Visual Analogue Scale (VAS) yang telah
disediakan setelah terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang VAS tersebut.
Pengukuran intensitas haus dilakukan setiap sore hari sekitar jam 16.30 WIB
sebelum jam makan sore.
c. Pada pasien yang tidak menjalani terapi hemodialisis, intensitas haus awal untuk
periode kontrol adalah hasil pengukuran intensitas haus pertama kali setelah
responden menjalani pembatasan cairan (Hari 0 atau sebelum periode kontrol dan
intervensi), sedangkan intensitas awal untuk periode intervensi adalah sama dengan
hasil pengukuran intensitas haus pada hari ke dua periode kontrol.
d. Pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis, intensitas haus awal untuk periode
kontrol adalah hasil pengukuran intensitas haus sore hari setelah pasien menjalani
terapi hemodialisis pertama dalam masa penelitian (Hari 0 atau sebelum periode
kontrol dan intervensi), sedangkan intensitas haus awal untuk periode intervensi
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
adalah hasil pengukuran intensitas haus sore hari setelah pasien menjalani terapi
hemodialisis berikutnya.
e. Pada periode kontrol selama 2 hari, responden mengatur sendiri interval minum
dengan suhu air minum sesuai suhu kamar.
f. Pada periode intervensi selama 2 hari, peneliti memberikan penjelasan tentang
pengaturan interval minum setiap jam antara jam 08.00-16.00 WIB dan pengaturan
suhu air minum dalam rentang suhu 5 – 10oC mulai jam 10.00-16.00 WIB dengan
memasukan botol air minum responden ke dalam ice boks untuk mempertahankan
suhunya.
g. Pada periode intervensi, penghitungan volume air minum untuk setiap kali minum
dari jumlah air minum yang ditentukan adalah 80% dari jumlah air minum yang
ditentukan dialokasikan untuk waktu antara jam 08.00-21.00.
h. Di saat tidak tidur, pasien diberi minum dalam interval 1 jam berdasarkan volume
maksimal air yang ditentukan untuk diminum setiap jam.
i. Bila terjadi perubahan cuaca,seperti hujan atau mendung yang menyebabkan
responden tidak toleransi terhadap air minum dengan suhu 5 – 10oC, maka airminum
responden dikembalikan sesuai suhu kamar dan periode intervensi dimulai kembali
di hari lain dengan cuaca yang sama dengan cuaca sebelumnya.
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Lampiran 5
Jadwal Kegiatan Penelitian
Pengaruh Pengaturan Interval dan Suhu Air Minum
Terhadap Sensasi Haus Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir
di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta
Tahun 2008
No Kegiatan
Bulan
Ket Februari Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembuatan Proposal/ BAB I - IV
2 Konsultasi
3 Ujian Proposal
4 Pengumpulan Data/Penelitian
5 Pengolahan dan Analisis data
6 Ujian Hasil
7 Perbaikan draft tesis
8 Sidang Tesis
9 Perbaikan tesis
10 Jilid Hard Cover
11 Pengumpulan Tesis / Publikasi
Depok, Februari 2008
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008
Lampiran 8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rahmawati
Tempat/Tanggal Lahir : Dumai, 7 Februari 1976
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Institusi : Kopertis Wilayah X , Jl. Khatib Sulaiman. Padang
Alamat Rumah : Jl.Raya Bukittinggi-Pekanbaru. Simp. SDN Titih,
Padang Tarok. Kec.Baso. Kab.Agam. Sumbar
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1988 Lulus SDN 2 Sekayu Kab. Musi Banyuasin Sumatera Selatan
2. Tahun 1991 Lulus SMPN 7 Bukittinggi
3. Tahun 1994 Lulus SMAN 1 Bukittinggi
4. Tahun 1997 Lulus AKPER Depkes RI Padang
5. Tahun 2003 Lulus Program Studi Ilmu Keperawatan UNPAD Bandung
Riwayat Pekerjaan
1. Tahun 2003- 2005 STIKES Ceria Buana Lubuk Basung Kab. Agam Sumbar
2. Tahun 2005 – 2008 Kopertis Wilayah X Padang
Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008
Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008