pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

115
PENGARUH PENGATURAN INTERVAL DAN SUHU AIR MINUM TERHADAP SENSASI HAUS PASIEN PENYAKIT GINJAL TAHAP AKHIR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA Rahmawati PROGRAM PASCA SARJANA KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2008 Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Upload: vuongdan

Post on 17-Jan-2017

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

PENGARUH PENGATURAN INTERVAL DAN SUHU AIR MINUM TERHADAP SENSASI HAUS PASIEN PENYAKIT GINJAL

TAHAP AKHIR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA

Rahmawati

PROGRAM PASCA SARJANA KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 2: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

iii

PROGRAM PASCA SARJANA

KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

Tesis, Juli 2008

Rahmawati

Pengaruh Pengaturan Interval Dan Suhu Air Minum Terhadap Sensasi Haus

Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta

xiii + 89 halaman + 17 tabel + 1 grafik + 3 skema + 8 lampiran

ABSTRAK

Pembatasan cairan merupakan salah satu intervensi yang dilakukan pada pasien

penyakit ginjal tahap akhir untuk mencegah hipervolemia dan komplikasi

kardiovaskuler. Namun, peningkatan kadar Angiotensin II, mulut yang kering serta

peningkatan ureum darah pada penyakit ginjal tahap akhir dapat menimbulkan haus

yang berlebihan, sehingga pembatasan cairan sering menjadi hal sulit dan menimbulkan

ketidaknyamanan bagi pasien. Pengaturan interval dan suhu air minum merupakan salah

satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi sensasi haus dengan

menstimulasi sensor-sensor yang ada di oropharingeal. Penelitian ini bertujuan untuk

melihat pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi haus pasien

penyakit ginjal tahap akhir yang menjalani pembatasan cairan. Penelitian dilakukan di

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, dengan pendekatan crossover design.

Sampel dipilih secara non random jenis consecutive sampling, dengan jumlah sampel

sebesar 12 responden. Penelitian terdiri atas dua periode yaitu periode kontrol dan

periode intervensi, masing-masing periode selama dua hari. Pada periode kontrol pasien

melakukan pengaturan minum sendiri seperti biasa sedangkan pada periode intervensi

dilakukan pengaturan interval dan suhu air minum oleh peneliti. Hasil penelitian

menunjukan bahwa intensitas haus secara bermakna menurun pada periode intervensi

(p=0,000, α=0,05). Faktor perancu yang berhubungan dengan penurunan intensitas haus

adalah jenis kelamin. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengaturan interval dan suhu

air minum dapat menurunkan intensitas haus pasien penyakit ginjal tahap akhir yang

menjalani pembatasan cairan. Rekomendasi dari penelitian ini bahwa pengaturan

interval dan suhu air minum dapat menjadi alternatif dalam menurunkan sensasi haus

pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan cairan.

Kata kunci : Penyakit Ginjal Tahap Akhir, Pembatasan Cairan, Haus, Pengaturan

Interval dan Suhu Air Minum

Daftar Pustaka : 39 (1989-2008)

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 3: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

iv

POSTGRADUATE PROGRAM

MEDICAL SURGICAL NURSING

FACULTY OF NURSING

UNIVERSITY OF INDONESIA

Thesis, July 2008

Rahmawati

Effects of Drinking Interval and Water Temperature Regulation On Thirst

Sensation of End Stage Renal Failure Client At Fatmawati Hospital Jakarta

xiii + 89 pages +17 tables + 1 pigures + 3 schemes + 8 appendices

ABSTRACT

Fluid restriction is one of intervention given to end stage renal failure patient intended to

prevent hipervolemia and cardiovascular complication. Elevated Angiotensin II level,

drymouth and elevated blood urea in end stage renal failure create excessive thirst, thus

fluid restriction often become difficult and stressful for the patients. Drinking interval

and water temperature regulation is one of nursing intervention that can be given to

alleviate thirst sensation by stimulating receptors in oropharingeal. This research was

aimed to examine effect of drinking interval and water temperature regulation on thirst

sensation of end stage renal failure client who having fluid restriction. The research was

conducted at Fatmawati Hospital Jakarta, using crossover design. 12 non random

participants were selected by consecutive sampling. The research consisted of two

periods, control and intervention period, for two days respectively. In control period,

participants were allowed to regulate their drinking interval using water at room

temperature whereas in intervention period, participants given drinking interval every an

hour and water temperature at 5–10 oC. The results revealed that thirst intensity

significantly alleviated in intervention period (p=0,000, α= 0,05). Sex variabel was

significantly correlated to thirst intensity reduction. It is concluded that drinking interval

and water temperature regulation can alleviate thirst intensity of end stage renal failure

patient who having fluid restriction. It is recommended to employ drinking interval and

water temperature regulation to alleviate thirst sensation of end stage renal failure

patient who having fluid restriction.

Keywords : end stage renal failure, fluid restriction, thirst, drinking interval and water

temperature regulation

References : 39 (1989-2008)

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 4: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan segala sesuatu beserta semua ilmu

pengetahuan yang meliputinya. Alhamdulillah, atas rahmat-Nya penulis dapat

menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pengaturan Interval dan Suhu Air Minum

Terhadap Sensasi Haus Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir di Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati Jakarta”.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari

berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada Ibu Krisna Yetti, S.Kp.,M.App.Sc., selaku Ketua Program

Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan dan Pembimbing I dan Bapak Besral, SKM.

M.Sc., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, memberikan masukan dan

arahan selama penyusunan tesis ini. Selanjutnya dalam kesempatan ini peneliti juga

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dewi Irawati, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia.

2. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp.,M.App. Sc.,Ph. D, selaku koordinator mata kuliah tesis

3. Dokter Djauhari Widjajakusumah, yang dengan kemurahan hati telah memberikan

pinjaman buku dan berbagi ilmu yang penulis butuhkan.

4. Staf non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah

membantu menyediakan fasilitas yang penulis butuhkan.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 5: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

vi

5. Direktur Utama, pimpinan, kepala ruangan lantai V dan staf RSUP Fatmawati

Jakarta yang telah memberikan ijin, menfasilitasi serta memberikan tempat bagi

pelaksanaan penelitian.

6. Teristimewa buat Orang tua, kakak-kakak dan adik-adikku tercinta yang selalu

memberikan doa dan ketenangan hati dalam penyusunan tesis ini.

7. Rekan-rekan satu angkatan, khususnya program Magister Keperawatan Medikal

Bedah yang saling membantu dan memberikan dukungan dan hiburan dalam

penyusunan tesis ini.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyusunan tesis ini.

Selanjutnya demi kesempurnaan dalam penyusunan tesis ini, penulis sangat

mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.

Semoga Allah SWT senantiasa menambah ilmu dan melimpahkan kasih sayangnya bagi

hamba-hambanya yang senantiasa memberikan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain.

Amin.

Depok, Juli 2008

Penulis

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 6: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

vii

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul ………...………………………………………………………….

Halaman Persetujuan ………...……………………………...……………………

Abstrak ……………………………………………………………………………...

Kata Pengantar ………...…………………………………………………………

Daftar Isi …………………………………………………………………………

Daftar Tabel ……………………………………………………………………...

Daftar Grafik ………………………………………………………………………..

Daftar Skema ………………………………………………………………….….

Daftar Lampiran ………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………...

A. Latar Belakang ……………………………………………………..

B. Rumusan Masalah ………………………………………………….

C. Tujuan Penelitian …………………………………………………..

D. Manfaat Penelitian …………………………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………..

A. Fisiologi Cairan Tubuh …………………………………………….

B. Sensasi Haus ……………………………………………………….

C. Penyakit Ginjal Tahap Akhir …………………..…………….…….

D. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir ……

E. Pengaturan Interval Minum Dan Suhu Air Minum ………………...

F. Kerangka Teori …………………………………………………….

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFENISI OPERASIONAL …..

A. Kerangka Konsep …………………………………………………...

B. Hipotesis ……………………………………………………………

i

ii

iv

vi

viii

x

xi

xii

xiii

1

1

6

7

7

9

9

15

23

33

36

37

39

39

40

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 7: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

viii

C. Definisi Operasional ……………………………………………….

BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………………………..

A. Desain Penelitian …………………………………………………...

B. Populasi dan Sampel ……………………………………………….

C. Tempat Penelitian …………………………………………………..

D. Waktu Penelitian …………………………………………………..

E. Etika Penelitian …………………………………………………….

F. Alat Pengumpulan Data ……………………………………………

G. Prosedur Pengumpulan Data ……………………………………….

H. Pengolahan Dan Analisa Data …...…………………………………

BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………..

A. Karakteristik dan Intensitas Has Responden..…………………………

B. Analisis Hubungan Karakteristik Responden Dengan Intensitas Haus.

C. Pengaruh Pengaturan Interval dan Suhu Air Minum Terhadap

Intensitas Haus ………………………………………………….…….

BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………………..

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil………………………………………...

B. Keterbatasan Penelitian………………………………………………..

C. Implikasi Hasil Penelitian……………………………………………..

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………...

A. Simpulan………………………………………………………………

B. Saran………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

41

43

43

44

47

47

47

49

50

53

56

56

62

66

73

73

84

86

88

88

89

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 8: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

ix

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel : 3.1

Tabel : 4.1

Tabel : 5.1

Tabel : 5.2

Tabel : 5.3

Tabel : 5.4

Tabel : 5.5

Tabel : 5.6

Tabel : 5.7

Tabel : 5.8

Tabel : 5.9

Tabel : 5.10

Tabel : 5.11

Tabel : 5.12

Tabel : 5.13

Tabel : 5.14

Tabel : 5.15

Defenisi Operasional ………………………………………….…..

Analisis bivariat…………………..…………………...……….…...

Distribusi Rata-Rata Umur Responden …………………

Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin…………………..…

Distribusi Responden Menurut Riwayat DM ………………..……

Distribusi Responden Menurut Volume Air Minum …………………….

Distribusi Responden Menurut Terapi HD…………………..…….

Distribusi Rata-Rata Intensitas Haus Responden …………...……

Hubungan Umur Dengan Penurunan Intensitas Haus……………...

Hubungan Jenis Kelamin Dengan Penurunan Intensitas Haus ……

Hubungan Riwayat DM Dengan Penurunan Intensitas Haus……...

Hubungan Volume Air Minum Dengan Penurunan Intensitas Haus

Hubungan Terapi HD Dengan Intensitas Haus ……………...

Analisis Perbedaan Intensitas Haus Responden Sebelum dan

Setelah Periode Kontrol …………………………………………..

Distribusi Perbedaan Intensitas Haus Responden Sebelum dan

Setelah Intervensi Periode Intervensi ……………………………...

Hasil Uji Pemodelan Multivariat ………………………………….

Perbandingan Penurunan Intensitas Haus Antara Periode Kontrol

Dan Periode Intervensi……………………………………………..

41

54

57

58

58

59

60

61

62

63

64

64

65

66

68

69

70

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 9: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

x

DAFTAR GRAFIK

Hal

Grafik 5.1 Perbandingan Rata-rata Perubahan Intensitas Haus

Periode Kontrol dan Periode Intervensi……………………………… 72

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 10: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

xi

DAFTAR SKEMA

Hal

Skema : 2.1 Kerangka Teori 38

Skema : 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 40

Skema : 3.2 Desain Penelitian 44

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 11: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :

Lampiran 2 :

Lampiran 3 :

Lampiran 4 :

Lampiran 5 :

Lampiran 6 :

Lampiran 7 :

Lampiran 8 :

Surat permohonan untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian

Surat Pernyataan bersedia berpartisipasi sebagai responden penelitian

Lembar Penelitian

Prosedur Pengaturan Interval dan suhu air minum

Rencana Waktu Penelitian

Surat Permohonan Ijin Penelitian

Surat Keterangan Ijin Penelitian dari RSUP Fatmawati

Daftar Riwayat Hidup

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 12: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

masalah penelitian, tujuan penelitian dan mamfaat dilakukannya penelitian.

A. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronis merupakan suatu penurunan fungsi jaringan ginjal secara

progresif sehingga massa ginjal yang masih ada tidak mampu lagi mempertahankan

lingkungan internal tubuh (Black & Hawks, 2005). Penyakit ini merupakan salah

satu penyakit kronis yang progresif dan melemahkan, dengan derajat terakhir adalah

penyakit ginjal tahap akhir. Di Amerika Serikat, insiden penyakit ini adalah 268

kasus baru per satu juta populasi setiap tahunnya (Black & Hawks, 2005). Di

Australia, pada tahun 2002, terdapat lebih dari 12000 orang yang menderita penyakit

ginjal tahap akhir, sedangkan di New Zealand terdapat lebih dari 2500 orang (Brown

& Edwards, 2005). Di Indonesia, sampai tahun 2007 terdapat 70000 penderita

penyakit ginjal tahap akhir yang tersebar di seluruh Indonesia

(http://www.sinarharapan.co.id/berita/10/nasab.html, diunduh tanggal 3 Maret 2008).

Fungsi regulasi ginjal diantaranya adalah dalam pengaturan volume cairan tubuh.

Kegagalan fungsi ginjal menyebabkan ginjal tidak mampu mengeluarkan cairan dari

tubuh dan hal ini menjadi salah satu penyebab timbulnya hipervolemia pada

penderita penyakit ginjal tahap akhir, dimana laju filtrasi glomerulus kurang dari 15

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 13: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

2

mL permenit. Hipervolemia merupakan salah satu bentuk kelebihan volume cairan

ekstrasel, khususnya intravaskular, melebihi kemampuan tubuh mengeluarkan

cairan. Keadaan ini mudah terjadi pada gangguan fungsi ginjal berat (Siregar, 2006,

dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2006). Kelebihan cairan yang

terjadi dapat dilihat dari terjadinya penambahan berat badan secara cepat,

penambahan berat badan 2% dari berat badan normal merupakan kelebihan ringan,

penambahan 5% merupakan kelebihan sedang dan penambahan 8% merupakan

kelebihan berat (Price & Wilson, 1995; Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2004).

Kelebihan cairan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dapat berkembang dengan

progresif, yang dapat menimbulkan kondisi edema paru ataupun komplikasi

kegagalan fungsi jantung (Suwitra, 2006, dalam Sudoyo et al, 2006; Black & Hawks,

2005).

Penanganan dan pencegahan hipervolemia pada penyakit ginjal tahap akhir

dilakukan dengan terapi yang terdiri atas terapi farmakologi, terapi nonfarmakologi

dan terapi penggantian ginjal. Terapi farmakologi yang umumnya diberikan adalah

pemberian diuretik. Terapi nonfarmakologi yang dilakukan adalah pembatasan

asupan natrium untuk meminimalisasi retensi cairan dan pembatasan asupan cairan

untuk mengurangi retensi cairan lebih lanjut. Asupan cairan harian yang dianjurkan

hanya sebanyak “insensible water losses” ditambah jumlah urin (Suwitra, 1996,

dalam Sudoyo, et.al 2006; Black & Hawks, 2005; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,

2008).

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 14: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

3

Pembatasan cairan merupakan salah satu komponen pengobatan yang paling

menimbulkan stress, membuat tidak nyaman dan sering sulit bagi pasien untuk

mempertahankannya, khususnya jika pasien mengalami haus (Crisp & Taylor, 2001;

Black & Hawks, 2005; Porth & Erickson, 1992; Welch, 2002). Haus merupakan

keinginan sadar terhadap air dan merupakan salah satu faktor utama yang

menentukan asupan cairan (Guyton, 1994). Pasien-pasien penyakit ginjal tahap

akhir, meskipun dengan kondisi hipervolemia, sering mengalami haus yang

berlebihan akibat aktivasi sistem renin-angiotensin hingga terbentuk Angiotensin II,

yang merupakan salah satu stimulus timbulnya sensasi haus. (Porth, 1998; Kokko &

Tannen, 1996; Black & Hawks, 2005; Effendi & Pasaribu, 1996, dalam Sudoyo, et.

al 2006). Respon normal seseorang terhadap haus adalah minum, namun pasien-

pasien gagal ginjal tidak diizinkan untuk berespon dengan cara yang normal terhadap

haus yang mereka rasakan. Dengan demikian, membantu pasien dengan kondisi haus

untuk mematuhi pembatasan cairan oral dapat menjadi suatu tantangan bagi perawat

(Craven & Hirnle, 2000). Ketidakmampuan pasien mematuhi pembatasan cairan oral

akan menyebabkan pasien minum lebih dari jumlah cairan yang ditentukan sehingga

dapat makin memperberat hipervolemia.

Haus dapat menjadi salah satu target intervensi keperawatan untuk membantu

pasien mematuhi pembatasan cairan yang ditentukan. Perawat memiliki tanggung

jawab dalam mengatasi haus yang dirasakan pasien agar pasien merasa nyaman

dan memiliki toleransi terhadap pembatasan cairan. Intervensi keperawatan yang

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 15: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

4

dapat dilakukan untuk mengurangi haus pada pasien dengan pembatasan cairan

di antaranya menganjurkan pasien mengulum kepingan batu es secara periodik,

mengunyah permen karet atau permen yang tidak mengandung glukosa,

melakukan perawatan mulut yang sering, dan mengatur asupan cairan yang

ditentukan untuk 24 jam (Black& Hawks, 2005; Crisp & Taylor, 2001; Craven &

Hirnle, 2000). Intervensi yang dianggap paling efektif adalah mengatur asupan

cairan yang ditentukan untuk 24 jam (Crisp & Taylor, 2001; Welch, 2002), namun

penelitian tentang efek dari intervensi tersebut belum ditemukan dalam publikasi

penelitian.

Lemone & Burke (2008) menyatakan bahwa pengaturan air minum dapat dilakukan

dengan mengalokasikan setengah dari total jumlah air minum yang ditentukan untuk

periode waktu di antara shift pagi, 25% hingga 33% dari total jumlah air minum

yang ditentukan dialokasikan untuk periode waktu di antara shift sore, dan sisanya

dialokasikan untuk periode waktu di antara shift malam hingga esok paginya.

Kozier, et al. (2004) menyatakan bahwa pengaturan interval minum satu atau dua

jam di antara jam makan juga dapat membantu pasien untuk lebih toleransi terhadap

pembatasan cairan. Suhu air minum juga dapat membantu mengatasi sensasi haus

yang dirasakan oleh pasien. Black & Hawks (2005) menyatakan bahwa air dingin

lebih efektif dalam menurunkan sensasi haus karena air dingin dapat menstimuli cold

reseptor di mukosa mulut. Pengaturan interval dan suhu air minum ini diharapkan

dapat membantu pasien mengatasi haus dan mengatur asupan cairannya.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 16: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

5

Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, selain terapi untuk penyakit dasar

dan gejala lain yang dialami pasien penyakit ginjal tahap akhir, terapi yang diberikan

biasanya pemberian diuretik, diet rendah natrium dan pembatasan cairan. Hasil

wawancara peneliti dengan perawat ruangan, didapatkan informasi bahwa intervensi

yang dilakukan perawat untuk pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan

cairan adalah memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien tentang jumlah

cairan oral yang diperbolehkan bagi pasien dan alasan pembatasan cairan serta

memotivasi pasien untuk mengikuti pembatasan cairan, sedangkan pengaturan

asupan cairan diserahkan kepada pasien. Dari wawancara peneliti dengan pasien

penyakit ginjal tahap akhir, didapatkan ada pasien yang merasa haus dengan

pembatasan cairan dan ada yang tidak merasa haus. Haus dirasakan sepanjang hari

namun dirasakan lebih berat di siang hari. Pasien yang merasa haus ada yang merasa

tidak kuat dengan rasa haus yang dirasakannya sehingga pasien kadang-kadang

minum lebih dari yang ditentukan, dan ada pasien yang tetap mematuhi pembatasan

cairan namun merasa tidak nyaman dengan rasa haus yang dirasakan. Tindakan

spesifik untuk mengatasi haus pada pasien seperti pengaturan interval dan suhu air

minum belum pernah dilakukan. Fenomena sensasi haus yang dialami pasien dengan

pembatasan cairan juga belum pernah diteliti. Berdasarkan latar belakang yang

dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pengaturan interval dan

suhu air minum terhadap sensasi haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir

dengan pembatasan cairan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 17: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

6

B. Rumusan Masalah

Hipervolemia sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir. Di lantai V

ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, jumlah pasien yang dirawat

dengan penyakit ginjal tahap akhir sejak Januari hingga Maret 2008 adalah adalah

sebanyak 36 pasien, baik yang menjalani hemodialisis maupun tidak. Salah satu

terapi yang dilakukan untuk pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir adalah

pembatasan asupan cairan. Dari studi pendahuluan yang dilakukan di RSUP

Fatmawati, intervensi keperawatan untuk pasien dengan pembatasan cairan adalah

pemberian pendidikan kesehatan tentang pembatasan cairan, sedangkan pengaturan

asupan cairan oral diserahkan kepada pasien. Intervensi yang diarahkan terhadap

respon haus yang sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir, seperti

pengaturan interval dan suhu air minum belum pernah dilakukan. Penelitian tentang

pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi haus pada pasien

dengan pembatasan cairan juga belum pernah ditemukan, sehingga peneliti merasa

tertarik meneliti bagaimanakah pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum

terhadap sensasi haus pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan cairan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengaturan

interval dan suhu air minum terhadap sensasi haus pasien penyakit ginjal tahap

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 18: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

7

akhir dengan pembatasan cairan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi karakteristik pasien penyakit ginjal tahap akhir (usia, jenis

kelamin, riwayat Diabetes melitus, terapi hemodialisis dan volume air minum

perhari)

b. Mengidentifikasi pengaruh usia, jenis kelamin, riwayat Diabetes melitus,

terapi hemodialisis dan volume air minum terhadap penurunan intensitas

haus pasien penyakit ginjal tahap akhir.

c. Mengidentifikasi pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap

penurunan intensitas haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir.

D. Manfaat Penelitian

1. Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi pelayanan keperawatan dalam memberikan

asuhan keperawatan mandiri kepada pasien dengan pembatasan cairan untuk

mengurangi sensasi haus dan upaya meningkatkan kenyamanan dan toleransi

pasien terhadap pembatasan cairan.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 19: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

8

2. Bagi Pasien

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kenyamanan dan toleransi pasien dalam

menjalani tindakan pembatasan cairan.

3. Pengembangan Ilmu dan Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat berkontribusi dalam memberikan data-data tentang

intervensi keperawatan mandiri untuk mengurangi sensasi haus pada pasien

dengan pembatasan cairan dan menjadi rujukan untuk penelitian mendatang

dalam konteks asuhan keperawatan pada pasien dengan pembatasan cairan.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 20: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri atas uraian tentang fisiologis cairan tubuh, sensasi haus, penyakit ginjal

tahap akhir, asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan

hipervolemia, pengaturan interval dan suhu air minum serta kerangka teori.

A. Fisiologi Cairan Tubuh

Cairan merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia, yang merupakan 60%

dari rata-rata berat badan orang dewasa. Cairan sangat penting dalam pengaturan

fungsi tubuh, yaitu untuk membantu mempertahankan suhu dan bentuk sel dan

membantu dalam transportasi zat-zat nutrisi, gas dan zat-zat sisa. Pemeliharaan

komposisi dan volume cairan tubuh dalam batas normal sangat penting untuk

mempertahankan homeostasis tubuh.

1. Distibusi Cairan Tubuh

Cairan tubuh didistribusikan ke dalam dua area atau kompartemen yang berbeda,

yaitu intrasel dan ekstrasel. Ke dua kompartemen ini dipisahkan oleh dinding

pembuluh darah dan membran sel. Cairan intrasel terdiri dari semua cairan yang

terdapat di dalam sel-sel tubuh yang mengandung zat-zat terlarut yang penting

untuk keseimbangan cairan dan elektrolit dan metabolisme sel. Cairan ekstrasel

merupakan semua cairan di luar sel, yang dibagi ke dalam dua kompartemen

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 21: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

10

yang lebih kecil, yaitu cairan interstisial dan cairan intravaskuler. Cairan

interstisial merupakan cairan yang terdapat di antara sel dan di luar pembuluh

darah, sedangkan cairan intravaskuler adalah plasma darah. Pada orang dewasa,

kira-kira 40% dari berat badannya adalah cairan intrasel dan 20% dari berat

badannya adalah cairan ekstrasel. Distribusi cairan antara dua kompartemen ini

harus relatif konstan untuk mempertahankan keseimbangan cairan. Cairan tubuh

lainnya, yang disebut cairan transel berada di dalam serebrospinal, cairan pleura,

di dalam sistem limfe, sendi dan mata. Cairan ini umumnya tidak mempunyai

pengaruh yang bermakna dalam peningkatan atau kehilangan cairan tubuh (Crisp

& Taylor, 2001; Guyton & Hall, 2000; Kokko & Tannen, 1996; Black & Hawks,

2005).

2. Komposisi Cairan Tubuh

Cairan di dalam tubuh umumnya tidak ditemukan dalam keadaan murni, tetapi

mengandung zat-zat yang dikenal dengan elektrolit (Christensen and Kockrow,

1998, dalam Crisp & Taylor 2001; Munden, 2006). Elektrolit sangat penting

untuk hampir semua reaksi dan fungsi sel. Elektrolit merupakan elemen atau

senyawa yang bila dicairkan atau dilarutkan di dalam air atau pelarut lainnya,

terurai menjadi ion-ion dan mampu membawa arus listrik. Elektrolit yang

bermuatan positif disebut kation, misalnya natrium, kalium, kalsium dan

magnesium, sebaliknya elektrolit bermuatan negatif disebut anion, misalnya

bicarbonat, klorida, dan phosphat. Muatan listrik ini memungkinkan sel untuk

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 22: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

11

berfungsi normal. Jumlah total anion dan kation dalam masing-masing

kompartemen haruslah sama walaupun akumulasi elektrolit di dalam cairan

intrasel dan ekstrasel berbeda (Crisp & Taylor, 2001; Munden, 2006, Brown &

Edwards, 2005). Protein umumnya mempunyai muatan negatif sehingga

dikelompokkan ke dalam anion (Brown & Edwards, 2005).

3. Pergerakan Cairan Tubuh

Cairan dan zat terlarut atau elektrolit secara konstan bergerak dan berpindah

antar kompartemen untuk mempermudah proses tubuh seperti oksigenasi

jaringan, keseimbangan asam basa dan pembentukan urine melalui membran sel

yang memisahkan ke dua kompartemen tersebut. Membran sel bersifat

permeabel selektif, sehingga air secara bebas dapat melewati membran sel dan

bergerak dari satu kompartemen ke kompartemen lain. Sebaliknya, ion-ion tidak

dapat melewati membran sel dengan mudah. Pergerakan cairan tubuh dan

elektrolit antara cairan intrasel dan ekstrasel terjadi melalui berbagai proses yang

berbeda. Cairan bergerak melalui dua kekuatan yaitu tekanan hidrostatik dan

tekanan osmotik. Elektrolit bergerak menurut konsentrasinya, yaitu menuju area

dengan konsentrasi yang lebih rendah dan menurut gradien listrik mereka, yaitu

menuju area dengan muatan listrik yang berlawanan. Proses perpindahan ini

berupa difusi sederhana, difusi yang difasilitasi dan transpor aktif (Brown &

Edwards, 2005; Crisp & taylor, 2001; Munden, 2006).

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 23: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

12

4. Pengaturan Cairan Tubuh

Cairan tubuh diatur oleh asupan cairan, regulasi hormonal, dan pengeluaran

cairan. Keseimbangan fisiologis ini disebut homeostatis (Horne and others, 1997

dalam Crisp & taylor, 2001). Dalam kondisi sehat, tubuh mampu berespon

terhadap gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit untuk mencegah

atau memperbaiki kerusakan.

a. Asupan Cairan

Asupan cairan terutama diatur melalui mekanisme haus dan regulasi

hormonal (Crisp & Taylor, 2001; Guyton, 1994). Rata-rata asupan cairan

orang dewasa adalah kira-kira 2200 hingga 2700 ml perhari, yang terdiri dari

asupan oral kira-kira 1100 hingga 1400 ml, makanan padat kira-kira 800

hingga 1000 ml, dan metabolisme oksidatif 300 ml perhari (Horne and

others, 1997 dalam Crisp & taylor, 2001).

b. Regulasi hormonal

Hormon mengatur asupan cairan melalui mekanisme sebagai berikut:

1) Antidiuretik hormone (ADH), dihasilkan oleh hipotalamus dan disimpan

di dalam kelenjer pituitary posterior dan dilepaskan sebagai respon

terhadap perubahan dalam osmolaritas darah (Crisp & Taylor, 2001;

Munden, 2006). Osmoreseptor di dalam hipotalamus terstimulasi bila

terjadi peningkatan osmolaritas untuk melepaskan hormon ADH. ADH

bekerja secara langsung pada tubulus renal dan collecting duct untuk

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 24: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

13

membuatnya lebih permeabel terhadap air. Hal ini sebaliknya

menyebabkan air kembali ke sirkulasi sistemik, yang melarutkan darah

dan menurunkan osmolaritasnya. Saat tubuh mencoba untuk

mengkompensasi, maka akan terjadi penurunan haluaran urine sementara.

Bila darah telah diencerkan dengan cukup, osmoreseptor berhenti

melepaskan ADH dan haluran urine dikembalikan ke keadaan normal

(Crisp & taylor, 2001).

2) Aldosteron, dilepaskan oleh korteks adrenal sebagai respon terhadap

peningkatan kadar kalium plasma atau sebagai bagian dari mekanisme

renin-angiotensin-aldosteron untuk menetralkan hipovolemia. Aldosteron

beraksi pada bagian distal tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsorpsi

natrium dan sekresi dan eksresi kalium dan hidrogen. Karena aldosteron

menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium dari tubulus ginjal, maka

akan terjadi reabsorpsi air bersama-sama dengan naiknya volume cairan

ekstrasel. Dengan demikian, pelepasan aldosteron bertindak sebagai

regulator volume (Horne and Others, 1997 dalam Crisp & Taylor, 2001;

Guyton, 1994).

3) Renin, enzim proteolitik yang disekresikan oleh ginjal, berespon terhadap

penurunan perfusi ginjal akibat penurunan volume ekstrasel. Renin

bertindak untuk mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang

menyebabkan terjadinya vasokontriksi. Angiotensin I dengan segera

diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II kemudian menyebabkan

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 25: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

14

vasokonstriksi banyak pembuluh darah selektif yang masif dan

merelokasi dan meningkatkan aliran darah ke ginjal, yang meningkatkan

perfusi ginjal. Angiotensin II juga menstimulasi pelepasan aldosteron bila

konsentrasi natrium rendah (Weldy, 1996 dalam Crisp & Taylor, 2001 ).

c. Pengeluaran Cairan

Pada orang yang sehat, jumlah asupan cairan dan pengeluaran cairan kira-

kira sama. Pengeluaran cairan terjadi melalui empat organ, yaitu ginjal, kulit,

paru-paru dan saluran pencernaan. Kehilangan cairan melalui kulit, paru-paru

dan saluran pencernaan disebut dengan insensible water loss.

1) Ginjal merupakan organ pengatur keseimbangan cairan utama. Ginjal

menerima kira-kira 180 Liter plasma setiap hari dan menghasilkan 1200

hingga 1500 ml urine. Jumlah haluaran urine untuk semua usia secara

umum adalah kira-kira 1 mL per kilo gram berat badan per jam (1

mL/kg/jam) (Crisp & Taylor, 2001; Smeltzer, et al, 2008).

2) Kehilangan cairan melalui kulit diatur oleh sistem saraf simpatis, yang

mengaktivasi kelenjer keringat. Cairan yang hilang melalui kulit dapat

berupa kehilangan cairan yang dapat dilihat dan tidak dapat dilihat. Rata-

rata 500 hingga 600 mL cairan yang terlihat dan tidak terlihat hilang

melalui kulit setiap hari. (Horne and others, 1997 dalam Crisp & taylor,

2001).

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 26: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

15

3) Paru mengeluarkan kira-kira 400 mL cairan per hari. Kehilangan cairan

yang tidak dapat dilihat ini dapat meningkat sebagai respon terhadap

perubahan frekuensi dan kedalaman pernafasan. Peralatan untuk

pemberian oksigen juga dapat meningkatkan kehilangan cairan yang tak

terlihat dari paru-paru (Crisp & Taylor, 2001; Smeltzer et al, 2008).

4) Saluran pencernaan memainkan peranan yang penting dalam pengaturan

cairan. Kira-kira 8 Liter cairan perhari berpindah ke dalam saluran

pencernaan dan kemudian kembali lagi ke cairan ekstrasel. Pada kondisi

normal, orang dewasa hanya kehilangan rata-rata 100 hingga 200 mL

perhari melalui feses. Namun, dalam kondisi sakit, seperti diare, saluran

pencernaan menjadi tempat terbesar kehilangan cairan dalam jumlah

yang besar (Crisp & Taylor, 2001; Smeltzer et al, 2008).

B. Sensasi Haus

1. Defenisi Haus

Menurut Guyton & Hall (2000), haus merupakan keinginan secara sadar terhadap

cairan. Defenisi haus juga digambarkan sebagai sebuah simptom. Porth &

Erikson (1992) mendefenisikan haus sebagai simptom atau sensasi yang bersifat

subjektif terkait dengan keinginan terhadap cairan. Karena bersifat subjektif,

penggunaan metode self-report untuk mengukur sensasi haus merupakan hal

yang tepat. Haus sebagai simptom, berarti haus yang dirasakan oleh seseorang

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 27: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

16

tidak dapat dideteksi oleh orang lain. Evaluasi simptom dilakukan berdasarkan

pernyataan seseorang tentang simptom mereka

Pengukuran intensitas haus dapat dilakukan dengan menggunakan Visual

Analogue Scale dengan rentang skala 0 – 100 secara kontinum dalam garis

vertical. Ujung paling bawah dengan nilai 0 diberi kategori “tidak haus sama

sekali” dan ujung paling atas dengan nilai 100 diberi kategori “sangat haus

sekali”. Intepretasi hasil pengukuran intensitas visual analogue scale tersebut

adalah sebagai berikut (Heidbreder, 1990 dalam Mistiaen, 2001):

1. Nilai 0 – 20 : Tidak haus

2. Nilai >20 – 50 : Haus ringan

3. Nilai >50 – 80 : Haus sedang

4. Nilai >80 –100 : Haus berat

2. Fisiologi Haus

Haus merupakan sensasi umum yang didasarkan pada gabungan aksi beberapa

jenis sensor, beberapa di dalam perifer dan lainnya pada sensor sistem saraf

pusat. Pusat kontrol haus terletak di dalam hipotalamus. Diencephalons,

khususnya hipotalamus, memainkan peran yang dominan dalam

mengintegrasikan input aferen yang banyak ini (Schmidt & Thews, 1989).

Hipotalamus terstimulasi bila osmolaritas meningkat, cairan hilang secara

berlebihan dan terjadi hipovolemia, stimulasi mekanisme renin-angiotensin-

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 28: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

17

aldosteron, penurunan kadar kalium, faktor-faktor psikologis dan kekeringan

oropharingeal. Secara fisiologis, kehilangan cairan baik dari intrasel maupun

ekstrasel akan merangsang rasa haus, yang disebut dengan haus osmometrik dan

haus volumetrik (Kokko & Tannen, 1996; Carlson, 2001).

a. Haus osmometrik

Rangsangan dasar untuk merangsang pusat haus adalah dehidrasi intrasel,

sehingga setiap faktor yang menimbulkan keadaan dehidrasi intrasel akan

menimbulkan sensasi haus. Pada keadaan ini akan terjadi peningkatan

osmolaritas dari cairan ekstrasel, dan bila osmolaritas meningkat,

hipotalamus terstimulasi (Guyton, 1994; Crisp & Taylor, 2001).

Kehilangan air secara fisiologis (urine, keringat, penguapan saat bernafas),

menyebabkan kehilangan cairan dari kompartemen ekstra dan intrasel, yang

menyebabkan hipertonisitas osmotik. Sekresi saliva yang berkurang, yang

menyebabkan perasaan kering di mulut dan tenggorokan, merupakan

karakteristik dari haus. Dengan adanya reseptor (sensor intrasel, sensor

ekstrasel, sensor di dalam mulut dan tenggorokkan) yang sesuai,

kekurangan cairan dapat diukur secara intrasel, dengan volume atau tekanan

osmotik sel, dengan volume atau tekanan osmotik cairan ekstrasel, dan

secara langsung dengan penurunan sekresi saliva dan kekeringan mukosa

mulut dan faring (Schmidt & Thews, 1989).

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 29: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

18

Schmidt & Thews, (1989) menjelaskan bahwa struktur neural yang

bertanggung jawab untuk mengatur keseimbangan garam dan cairan terletak

di dalam diencephalons, khususnya di dalam hipotalamus dan daerah

sekitarnya. Ada sejumlah osmoreseptor, khususnya di dalam area di depan

hipotalamus, yang diaktivasi oleh peningkatan konsentrasi garam intrasel bila

sel kehilangan cairan. Stimulasi listrik dari struktur neural yang sama juga

menyebabkan minum yang memanjang. Dalam banyak penelitian, ablasi atau

koagulasi kumpulan struktur hipotalamus tertentu telah menyebabkan

penurunan atau penghentian minum walaupun cairan tubuh berkurang

(adipsia). Semua hasil ini menunjukkan bahwa osmoreseptor di dalam

diencephalons, khususnya di dalam area anterior dari hipotalamus, berperan

sebagai sensor untuk haus yang disebabkan oleh kekurangan cairan tubuh.

Struktur neuronal di dalam hipotalamus memainkan peranan yang penting

dalam pemrosesan informasi dari osmoreseptor (osmosensor) tersebut.

b. Haus volumetrik

Sensor yang mendasari haus yang ditimbulkan oleh kurangnya cairan di

dalam rongga ekstrasel adalah stretch reseptor, yang ada di dinding

pembuluh darah vena di dekat jantung. Stretch reseptor, disamping

berpengaruh pada sirkulasi, juga berpartisipasi dalam pengaturan

keseimbangan cairan dan induksi haus. Hipotalamus merupakan pusat

pemrosesan yang penting untuk sinyal-sinyal yang dibawa di dalam vagal

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 30: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

19

aferen dari stretch reseptor ke sistem saraf pusat. Mekanisme neuronal yang

membangkitkan haus juga diperkuat oleh faktor-faktor hormonal. Dehidrasi

ekstrasel menyebabkan pelepasan renin sehingga terbentuk angiotensin II.

Angiotensin II mempunyai efek dipsogenik yang kuat, yang dapat

merangsang pusat haus . Pemberian angiotensin II secara intravena atau

pemberiannya langsung ke berbagai bagian hipotalamus, termasuk organ

subfornical yang dipercaya sebagai lokasi aksi dipsogenik angiotensin II,

menimbulkan rasa haus yang hebat (Kokko & Tannen, 1996; Schmidt &

Thews, 1989; Fitzsimons, 1998; Witherspoon, 1984).

c. Mulut yang kering yang disebabkan penurunan aliran saliva diberi tanda oleh

sensor-sensor yang ada di mukosa oropharingeal (mekanoreseptor, reseptor

dingin dan hangat, dan mungkin reseptor air). Jika reseptor ini terangsang

tanpa disertai defisiensi cairan yang menyeluruh di dalam tubuh, seperti pada

saat berbicara, merokok, bernafas melalui mulut atau memakan makanan

yang sangat kering, maka akan timbul haus (Schmidt & Thews, 1989).

Pada kondisi-kondisi tertentu dapat terjadi haus yang patologis, yang mendorong

pasien minum berlebihan tanpa adanya stimulus haus yang fisiologis, misalnya

(Black & Hawks, 2005; Fitzsimons, 1998; Kokko & Tannen, 1996) :

1) Psychogenic polydipsia seperti pada beberapa pasien psikiatri

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 31: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

20

2) Haus yang disebabkan oleh peningkatan kadar Angiotensin II seperti pada

gagal ginjal, gagal jantung, renal artery stenosis, Wilms’ tumor

3) Kondisi hypokalemia dan hiperkalsemia.

4) Gangguan sistem saraf pusat seperti pada pasien cedera kepala berat

5) Pasien dengan thyrotoxicosis

6) Pasien Diabetes Melitus

7) Diabetes Insipidus

3. Memuaskan Rasa Haus

Rasa haus akan mendorong seseorang untuk minum. Minum merupakan

mekanisme koreksional yang menggantikan simpanan cairan tubuh yang hilang,

yang terdiri dari aktivitas-aktivitas yang pada puncaknya adalah menelan cairan.

Minum sering terjadi sebagai hasil dari kebiasaan atau alasan lainnya yang tidak

ada hubungannya dengan rasa haus. Minum yang didorong oleh kekurangan

cairan yang relatif atau absolut di dalam salah satu ruang cairan tubuh disebut

minum primer, sedangkan minum yang tidak untuk penggantian cairan disebut

minum sekunder (Porth, 1998; Schmidt & Thews, 1989).

Perilaku minum dikontrol oleh suatu mekanisme yang disebut mekanisme satiety

atau kekenyangan. Segera setelah minum, seseorang dapat terbebas dari rasa

haus untuk sementara waktu, bahkan sebelum cairan yang diminum diserap dari

saluran pencernaan (Carlson, 2001; Guyton, 1994). Schmidt & Thews (1989)

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 32: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

21

menjelaskan bahwa terdapat keterlambatan yang disadari antara saat minum

dimulai dengan waktu dihilangkannya defisiensi cairan di dalam ruang intrasel,

di mana air tersebut pertama harus diserap dulu dari saluran pencernaan dan

dikirim ke aliran darah. Hasil pengamatan yang umum menunjukkan bahwa

perasaan haus berhenti (minum berhenti) jauh sebelum kompensasi defisiensi

cairan di kompartemen ekstrasel dan intrasel terjadi. Sinyal untuk mengakhiri

minum ini tidak begitu dimengerti (Kandel, Schwartz & Jessell, 2000), namun

ada suatu mekanisme untuk mencegah asupan cairan berlebihan sampai cairan

yang diabsorpsi menjadi efektif yaitu, kekenyangan preabsorpsi (preabsorptive

satiety) mendahului kekenyangan postabsorpsi (postabsorptive satiety). Bila

cairan ini telah diserap sistem pencernaan ke dalam pembuluh darah,

penggantian cairan pun akhirnya terjadi, dan mekanisme satiety akan

menghentikan perilaku minum lebih lanjut.

Stimulasi pada oropharingeal dan memasukan cairan melalui esophagus

merupakan determinan awal yang penting dalam mengakhiri minum (Kokko &

Tannen, 1996). Rangsangan haus yang disebabkan bukan oleh karena tubuh

kekurangan air yang menyeluruh, seperti mulut yang kering akibat berbicara,

merokok, bernafas melalui mulut atau memakan makanan yang sangat kering,

maka rasa haus dapat dihilangkan dengan membasahi mukosa mulut, tetapi pada

kondisi haus sejati, membasahi mulut dapat mengurangi rasa haus, tetapi tidak

dapat menghilangkannya (Schmidt & Thews, 1989). Hal tersebut disebabkan

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 33: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

22

karena reseptor-reseptor yang ada di mulut dan tenggorokkan memainkan peran

dalam menghilangkan haus, namun satiety yang dihasilkan oleh reseptor-reseptor

ini tidak berlangsung lama (Carlson, 2001). Percobaan pada seseorang yang

esophagusnya terbuka keluar sehingga cairan yang diminumnya keluar dari

esophagusnya dan tidak pernah masuk ke dalam saluran pencernaan, rasa

hausnya hilang sebagian segera setelah minum, namun hanya berlangsung untuk

sementara waktu, dan rasa haus yang dirasakannya kembali timbul setelah 15

menit atau lebih (Guyton, 1994).

Saat haus telah dikenyangkan (postabsorptive satiety), akan terdapat suatu waktu

tertentu sebelum sensasi haus kembali berulang, walaupun kehilangan air

fisiologis secara lambat dan menetap tetap terjadi. Dengan demikian, terdapat

suatu ambang untuk haus, yang pada manusia sebanding dengan jumlah cairan

yang hilang yang menimbulkan sensasi haus. Secara fisiologis, kandungan air

pada tubuh manusia berfluktuasi antara batas maksimum, yang menyertai

postabsorptive satiety, dan minimum, yang dalam kondisi ideal berada di bawah

ambang haus. Fluktuasi normal di dalam kandungan cairan tubuh manusia sering

lebih besar dari ambang ini, karena itu manusia seringkali meminum cairan lebih

banyak daripada yang dibutuhkan dan tidak dapat memuaskan rasa haus sesegera

mungkin (Schmidt & Thews, 1989).

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 34: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

23

Secara umum manusia cendrung untuk mengkonsumsi cairan yang dibutuhkan

secara fisiologis. Sebagai contoh, cairan yang diminum saat dan setelah makan.

Umumnya minum lebih banyak terjadi terjadi saat makan. Jumlah cairan yang

diminum disesuaikan dengan jenis makanan yang dimakan, jika makanan

tersebut asin, seseorang akan minum lebih, walaupun tidak ada sensasi haus yang

terjadi. Minum yang terjadi saat makan disebabkan karena kegiatan makan

menyebabkan sebagian cairan tubuh dialihkan ke lambung dan usus halus yang

diperlukan untuk proses pencernaan, dan saat makanan tersebut diserap, akan

meningkatkan konsentrasi zat terlarut di dalam plasma darah, yang menyebabkan

timbulnya haus osmometrik. Minum karena makan juga melibatkan histamin dan

angiotensin II (Carlson, 2001; Schmidt & Thews, 1989).

C. Penyakit ginjal tahap akhir

1. Fungsi ginjal dalam pengaturan keseimbangan cairan tubuh

Unit fungsional ginjal adalah nephron, yang terdiri dari glomerulus, kapsula

Bowman dan tubulus. Ginjal melakukan fungsinya dalam pengaturan

keseimbangan cairan tubuh melalui filtrasi di glomerulus, absorpsi dan sekresi

pada tubulus.

a. Filtrasi glomerulus

Filtrasi glomerulus merupakan proses awal dalam pembentukan urine.

Sejumlah plasma darah yang dikirimkan ke ginjal (sekitar 20 – 25% dari

curah jantung) akan melalui filtrasi di glomerulus. Filtrat terbentuk oleh

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 35: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

24

karena adanya tekanan hidrostatik glomerulus yang lebih besar dari tekanan

osmotik koloid glomerulus dan tekanan hidrostatik kapsula Bowman,

sehingga cairan keluar dari glomerulus dan masuk ke dalam tubulus. Filtrat

glomerulus yang terbentuk kira-kira 180 L setiap hari. Laju filtrasi

glomerulus dinyatakan dalam milliliter permenit. Rata-rata laju filtrasi

glomerulus normal adalah 125 mL permenit, namun hanya 1 mL permenit

yang dikeluarkan sebagai urin setiap harinya.

b. Reabsorpsi tubulus

Reabsorpsi merupakan lewatnya suatu zat dari lumen tubulus melalui sel-sel

tubulus ke dalam kapiler. Saat filtrat sudah berada pada tubulus, terjadi

proses absorpsi melalui mekanisme transpor aktif dan transpor pasif. 99%

dari filtrat atau air akan kembali ke sirkulasi dan 1% akan menjadi urine.

c. Sekresi tubulus

Sekresi tubulus adalah lewatnya suatu zat dari kapiler melalui sel-sel tubulus

ke dalam lumen tubulus. Sekresi terjadi pada tubulus convoluted proksimal,

distal dan ductus colectivus. Zat yang disekresikan adalah ion kalium dan

hydrogen. Kedua zat ini bisa secara bersama-sama disekresikan atau salah

satu diantaranya, tergantung dari konsentrasi ion-ion tersebut di dalam cairan

ekstrasel.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 36: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

25

Proses filtrasi, absorpsi dan sekresi akan menghasilkan urine, dengan regulasi

pembentukannya dilakukan oleh hormon aldosteron dan ADH. Fungsi dasar

nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari zat-zat

yang tidak diperlukan tubuh. Zat-zat yang dibutuhkan tubuh dikembalikan ke

sirkulasi dan zat yang tidak diperlukan keluar dari tubuh bersama urin. Fungsi ini

dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam

basa, serta zat-zat sisa metabolisme (ureum dan kreatinin) dalam konsentrasi

yang tidak membahayakan tubuh. (Ignatavicius & Workman, 2006; Brown &

Edwards, 2005, Guyton,1994).

2. Defenisi dan klasifikasi penyakit ginjal tahap akhir

Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan fungsi jaringan ginjal

secara progresif dimana massa ginjal yang masih ada tidak mampu lagi

mempertahankan lingkungan internal tubuh (Black & Hawks, 2005).

Perkembangan penyakit ginjal kronis terdiri atas beberapa derajat, dengan derajat

terakhir adalah penyakit ginjal tahap akhir dimana laju filtrasi glomerulus kurang

dari 15 mL permenit. Klasifikasi penyakit ginjal kronis berdasarkan derajat

penyakit adalah sebagai berikut (Suwitra, dalam Sudoyo et al, 2006; Black &

Hawks, 2005; Brown & Edwards, 2005):

a. Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ (LFG > 90 ml/menit/1.73 m2)

b. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan (LFG > 60 - 89 ml/menit/1.73 m2)

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 37: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

26

c. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang (LFG > 30 - 59 ml/menit/1.73 m2)

d. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat (LFG > 15 - 29 ml/menit/1.73 m2)

e. Gagal ginjal (LFG < 15 ml/menit/1.73 m2 atau dialisis)

3. Etiologi

Beberapa penyakit yang secara permanen merusak nefron dapat menyebabkan

terjadinya penyakit ginjal tahap akhir. Beberapa penyebab penyakit ginjal tahap

akhir yang paling sering adalah (Wadha, 2007):

a. Diabetic nephropathy

b. Hypertensive nephrosclerosis

c. Glomerulonephritis

d. Interstitial nephritis

e. Polycystic kidney disease

4. Patofisiologi hipervolemia pada penyakit ginjal tahap akhir

Penyakit ginjal mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit dengan retensi

abnormal natrium, khlorida, kalium dan cairan di dalam kompartemen ekstrasel.

Patogenesa penyakit ginjal tahap akhir melibatkan kemunduran dan kerusakan

nefron dengan hilangnya fungsi ginjal secara progresif. Seiring dengan

menurunnya laju filtrasi glomeurulus dan berkurangnya clearance, kadar serum

urea nitrogen dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih berfungsi menjadi

hipertropi akibat menyaring zat terlarut dalam jumlah yang lebih besar.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 38: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

27

Akibatnya ginjal mengalami kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan

urine secara memadai. Untuk dapat terus mengeluarkan zat-zat terlarut, urine

encer dikeluarkan dalam jumlah yang banyak sehingga klien menjadi rentan

kehilangan cairan. Tubulus ginjal secara bertahap kehilangan kemampuan untuk

mereabsorpsi elektrolit. Seiring dengan makin rusaknya ginjal, dan jumlah

nefron yang berfungsi berkurang, laju filtrasi glomerulus total makin menurun.

Dengan demikian tubuh menjadi tidak mampu mengeluarkan kelebihan cairan,

garam, dan produk sisa lainnya melalui ginjal. Kadar produk sisa metabolisme

plasma seperti BUN dan kreatinin meningkat karena ginjal tidak mampu

menyaring dan mengeluarkan produk sisa. Bila laju filtrasi glomerulus kurang

dari 10 hingga 20 ml/menit, efek toksin uremik pada tubuh menjadi nyata (Price

& Wilson, 2005; Brown & Edwards, 2005).

Ketika ginjal gagal mengeksresikan urin dalam jumlah yang cukup, dan orang

tersebut terus minum air dalam jumlah yang normal dan mencerna elektrolit

dalam jumlah yang normal, jumlah cairan ekstrasel tubuh total akan meningkat

dengan cepat. Cairan ini diabsorpsi dari usus ke dalam darah dan meningkatkan

tekanan kapiler. Hal ini sebaliknya akan menyebabkan sebagian besar cairan

masuk ke ruang cairan interstisial, sehingga meningkatkan tekanan cairan

interstisial tersebut (Guyton, 1994).

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 39: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

28

5. Manifestasi Klinis Penyakit ginjal tahap akhir

Gambaran klinis pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir meliputi

gambaran klinis sesuai dengan penyakit yang mendasari terjadinya penyakit

ginjal tahap akhir seperti diabetes melitus, infeksi saluran kemih, hipertensi dan

sebagainya; gambaran klinis akibat sindrom uremia seperti lemah, lethargi,

anoreksia, mual muntah, nokturia, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,

perikarditis, kejang sampai koma; dan gambaran klinis komplikasi penyakit

ginjal tahap akhir seperti hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,

asidosis metabolik, gangguan keseimbangan cairan (hipervolemia) dan elektrolit

(natrium, kalium, khlorida).

Manifestasi hipervolemia meliputi manifestasi kardiovaskuler yaitu peningkatan

tekanan darah, tekanan nadi, distensi vena-vena leher dan tangan, nadi yang

penuh dan melompat, distensi vena jugularis, waktu pengisian vena perifer yang

melambat lebih dari lima detik dan penambahan berat badan. Penambahan berat

badan yang cepat merupakan tanda klasik terjadinya kelebihan cairan.

Penambahan berat badan 2% dari berat badan normal merupakan kelebihan

ringan, penambahan 5% merupakan kelebihan sedang dan penambahan 8%

merupakan kelebihan berat (Price & Wilson, 1995; Kozier, Erb & Olivieri,

2004). Kelebihan cairan yang mengenai paru menimbulkan gejala peningkatan

frekuensi nafas, nafas dangkal, dyspnea, adanya crackles pada auskultasi.

Kelebihan cairan yang berpindah ke jaringan visera menyebabkan pasien akan

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 40: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

29

mengalami keluhan seperti mual dan kembung. Kelebihan cairan yang mengenai

sel-sel otak menyebabkan pasien mengeluh sakit kepala, pusing, bingung,

kelemahan otot, parathesis dan bisa terjadi lethargi (Porth, 1998; Black &

Hawks, 2005; Ignatavicius & Workman, 2006).

Kelebihan cairan juga akan mengencerkan konsentrasi zat terlarut yang ada. Pada

pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan penurunan osmolaritas plasma,

penurunan natrium plasma, hematokrit, berat jenis urine, BUN akibat

pengenceran plasma ( Black & Hawks, 2005).

6. Penatalaksanaan Penyakit ginjal tahap akhir

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronis maupun penyakit ginjal tahap akhir

meliputi (Suwitra, dalam Sudoyo et al, 2006; Brown & Edwards, 2005):

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasar. Waktu yang tepat untuk terapi ini

adalah sebelum terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus sehingga

perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila laju filtrasi glomerulus sudah

menurun 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak

banyak bermanfaat.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid yang dapat memperburuk

keadaan pasien, seperti gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak

terkontrol, infeksi saluran kemih, obat-obat nefrotoksik. Menghambat

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 41: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

30

perburukan fungsi ginjal dilakukan dengan pembatasan asupan protein dan

pengontrolan hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi pada awalnya terdiri dari

pembatasan natrium dan cairan dan pemberian obat-obat antihipertensi. Obat-

obat antihipertensi yang umumnya diberikan adalah diuretik (furosemid), ß-

adrenergic blockers, calcium channel blockers dan Angiotensin Converting

Enzyme inhibitor. Diuretik juga diberikan untuk penanggulangan

hipervolemia. Diuretik bekerja di ginjal dengan menghambat reabsorpsi

natrium dan cairan sehingga meningkatkan eksresi natrium dan cairan.

c. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler dan komplikasi

penyakit ginjal tahap akhir, seperti pengendalian diabetes, pengendalian

hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian

hiperfosfatemia dan terapi terhadap hipervolemia dan gangguan

keseimbangan elektrolit. Pembatasan asupan cairan pada pasien penyakit

ginjal tahap akhir sangat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya

hipervolemia dan komplikasi kardiovaskuler, yang dapat mengurangi beban

kerja ventrikel kiri dengan mengurangi volume cairan yang bersirkulasi.

Cairan yang masuk harus dibuat seimbang dengan cairan yang keluar, baik

melalui urine maupun melalui insensible water loss. Jumlah asupan cairan

harian yang diizinkan adalah sebanyak jumlah urine ditambah dengan

insensible water loss.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 42: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

31

Pembatasan elektrolit yang perlu dilakukan adalah pembatasan kalium dan

natrium. Pembatasan kalium bertujuan untuk mencegah hiperkalemia yang

dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Pembatasan natrium

bertujuan untuk mengendalikan hipertensi dan hipervolemia.

d. Terapi penggantian ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Terapi penggantian ginjal meliputi dialisis (hemodialisis dan peritoneal

dialisis) dan transplantasi ginjal. Dialisis merupakan pemindahan cairan dan

molekul-molekul melalui membran semipermeabel dari satu kompartemen ke

kompartemen lainnya. Secara klinis pada dialisis zat-zat berpindah dari darah

melalui membran semipermeabel dan ke dalam larutan dialisat, yang

dilakukan untuk memperbaiki ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan

membuang produk-produk sisa akibat gagal ginjal. Dialisis biasanya dimulai

bila laju filtrasi glomerulus atau creatinin clearance kurang dari 15 mL/min,

di mana pasien biasanya tidak dapat bertahan hidup tanpa terapi penggantian

ginjal.

7. Haus pada Pasien dengan gagal ginjal

Peningkatan kadar Angiotensin II pada gagal ginjal dapat menimbulkan haus.

Efek dipsogenik Angiotensin II yang disebabkan kondisi-kondisi yang terkait

dengan perangsangan sistem renin-angiotensin biasanya disertai dengan haus

yang berlebihan, yang menyebabkan peningkatan masukan air. Haus pada

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 43: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

32

kondisi ini merupakan haus yang tidak sesuai meskipun terjadi hidrasi yang

memadai (Porth, 1998; Kokko & Tannen, 1996; Black & Hawks, 2005;

Fitzsimon,1998). Tindakan minum dan haus pada pasien penyakit ginjal tahap

akhir juga dapat disebabkan oleh mukosa mulut yang kering dan rasa metalik di

mulut akibat uremia.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi haus pada pasien penyakit ginjal

tahap akhir meliputi :

a. Usia : beberapa pasien-pasien dengan usia dewasa tua tidak mampu

merasakan atau merespon terhadap mekanisme haus (Schmidt &

Thews,1989).

b. Jenis kelamin : terdapat perbedaan ambang haus antara laki-laki dan

perempuan, di mana ambang haus laki-laki lebih rendah daripada perempuan

(Igbokwe & Obika, 2007).

c. Diabetes melitus : pasien-pasien diabetes melitus seringkali mengalami haus

dan asupan cairan yang berlebihan (Black & Hawks,2005; Fitzsimons, 1998).

d. Obat-obatan ACE Inhibitor : Pemberian ACE inhibitor dapat menurunkan

kadar Angiotensin II sehingga dapat mengurangi sensasi haus pada pasien-

pasien yang mengalami haus yang diinduksi oleh peningkatan Angiotensin II

(Kokko & Tannen, 1996). Dalam penelitian oleh Kuriyama et al. (1996),

Oldenburg et.al (1988) dan Yamamoto et al. (1986) (dalam Mistiaen, 2001)

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 44: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

33

ditemukan bahwa ACE inhibitor juga dapat menurunkan rasa haus pada

pasien-pasien hemodialisis.

e. Terapi hemodialisis : Pembuangan cairan dalam hemodialisis dapat

menyebab penurunan volume sirkulasi, dan hal ini lebih lanjut dapat

menstimulasi pembentukan Angiotensin II pada pasien sehingga timbul

keluhan haus yang berlebihan (Grazani, Badalamenti, Bo, Marabini,

Gazzano, Como et al, 1993).

f. Volume air minum. Tindakan minum dapat mengurangi haus dengan

menstimulasi sensor-sensor yang ada di oropharingeal dan mengurangi

sensasi kering di mulut. Volume air minum, frekuensi minum dan durasi

episode minum sangat mempengaruhi perilaku minum dengan mengurangi

kekeringan di mulut (Brunstrom, 2000).

D. Asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan

hipervolemia

Asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan hipervolemia

dimulai dengan melakukan pengkajian keperawatan. Pengkajian keperawatan pada

pasien dengan hipervolemia meliputi usia, riwayat pola kesehatan seperti asupan

cairan dan makanan pasien, haluaran cairan, keseimbangan cairan dan elektrolit,

proses penyakit baik akut maupun kronis, obat-obatan dan pengobatan pasien,

pengukuran klinis seperti berat badan harian, tanda-tanda vital, asupan dan haluaran

cairan pasien, pemeriksaan fisik terkait status cairan dan elektrolit seperti kulit,

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 45: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

34

rongga mulut, mata, vena jugularis, vena-vena di tangan, sistem kardiovaskuler,

pernafasan, persarafan, pencernaan, fungsi ginjal dan memonitor hasil pemeriksaan

laboratorium seperti osmolaritas plasma, kadar natrium, hematokrit, analisa gas

darah, Ureum, kreatinin dan berat jenis urine (Black & Hawks, 2005; Brown &

Edwards, 2005; Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2004).

Pengukuran dan penilaian kelebihan volume cairan yang terjadi dapat dilakukan

dengan memonitor asupan dan haluaran cairan dan penimbangan berat badan.

Asupan dan haluaran cairan harus dimonitor dengan tepat secara berkala.

Penimbangan berat badan dilakukan secara berkala pada waktu yang sama setiap

harinya, misalnya sebelum sarapan, dan menggunakan alat timbangan badan yang

sama, bahkan jika memungkinkan menggunakan jenis pakaian dengan berat yang

sama. Peningkatan berat badan yang cepat menunjukkan terjadinya retensi cairan.

Setiap peningkatan berat badan 1 kg sama dengan penambahan 1 liter air yang

tertahan di dalam tubuh. Penilaian terhadap indikator peningkatan kelebihan cairan

juga harus dilakukan (peningkatan kualitas denyut nadi, peningkatan distensi vena

jugularis, adanya crackles pada auskultasi paru, peningkatan edema perifer).

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien penyakit ginjal tahap

akhir salah satunya adalah kelebihan volume cairan ekstrasel berhubungan

ketidakmampuan ginjal mengeksresikan urine, asupan cairan yang berlebihan

(Brown & Edwards, 2005). Salah satu intervensi keperawatan untuk mengatasi

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 46: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

35

kelebihan volume cairan ekstrasel adalah pembatasan cairan (Black & Hawks, 2005;

Brown & Edwards, 2005).

Pembatasan cairan sangat penting bagi pasien penyakit ginjal tahap akhir.

Penghitungan asupan dan haluaran cairan harus dilakukan dengan ketat. Semua

asupan cairan harus dihitung, seperti cairan dari makanan, minuman, obat-obat oral

maupun cairan intravena. Bila pasien mendapatkan cairan melalui intravena,

pengontrolan pemberiannya harus dilakukan secara hati-hati (Black & Hawks, 2005;

Brown & Edwards, 2005).

Pembatasan cairan oral bisa menjadi hal sulit bagi pasien dan sulit untuk

dipertahankan, khususnya jika pasien mengalami haus. Beberapa intervensi

keperawatan yang dapat dilakukan perawat untuk mengatasi haus pada pasien-

pasien dengan pembatasan cairan adalah menjelaskan alasan pembatasan cairan dan

berapa banyak dan jenis cairan apa yang diperbolehkan untuk diminum, mengatur

alokasi waktu dan interval minum untuk dua puluh empat jam, memberikan

kepingan atau potongan es, melakukan perawatan mulut, pemberian permen karet

atau permen yang tidak mengandung glukosa (Crisp & Taylor, 2001; Welch, 2002).

Beberapa hasil publikasi penelitian memperlihatkan beberapa intervensi yang dapat

dilakukan untuk mengurangi sensasi haus pada pasien dengan pembatasan cairan.

Penelitian oleh Bots et al ( 2005) menunjukkan bahwa mengunyah permen karet dan

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 47: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

36

pemberian saliva pengganti dapat mengurangi sensasi haus pada pasien yang

menjalani hemodialisis. Penelitian lain yang dilakukan Tomoko, Katsura, Mariko,

Junko, Yoko, Mutsumi et al (2006) menunjukkan bahwa spray yang memiliki efek

sialagogic memberikan efek yang efektif dalam mengurangi haus akibat pembatasan

cairan pada pasien dengan gagal jantung.

E. Pengaturan Interval Minum dan Suhu Air minum

Pengaturan interval minum dari jumlah total air minum yang diizinkan merupakan

salah satu intervensi yang dilakukan untuk mengatasi haus pada pasien dengan

pembatasan cairan. Lemone & Burke (2008) menyatakan bahwa pengaturan air

minum dapat dilakukan dengan mengalokasikan setengah dari total jumlah air

minum yang ditentukan untuk periode waktu di antara shift pagi. Periode ini

merupakan periode di mana pasien biasanya lebih aktif, mendapatkan dua kali

makan yaitu makan pagi dan makan siang, dan biasanya obat-obat oral lebih banyak

diberikan dalam periode ini. 25% hingga 33% dari total jumlah air minum yang

ditentukan dialokasikan untuk periode waktu di antara shift sore, dan sisanya

dialokasikan untuk periode waktu di antara shift malam hingga esok paginya.

Pengaturan interval minum ini diharapkan dapat membantu pasien mengatasi haus

dan mengatur asupan cairannya. Kozier, et al (2004) menyatakan bahwa pengaturan

interval minum satu atau dua jam di antara jam makan juga dapat membantu pasien

untuk lebih toleransi terhadap pembatasan cairan.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 48: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

37

Pemberian kepingan es atau menganjurkan pasien untuk mengulum batu es juga

dapat membantu pasien mengurangi sensasi haus akibat pembatasan cairan. Bila

pasien tidak toleransi untuk mengulum batu es, pengaturan suhu air minum juga

dapat membantu mengatasi sensasi haus yang dirasakan oleh pasien. Black & Hawks

(2005) menyatakan bahwa air dingin lebih efektif dalam menurunkan sensasi haus

karena air dingin dapat menstimuli cold reseptor di mukosa mulut. Dari penelitian

Brunstrom (1997), yang membandingkan air dengan suhu 5oC dan 22

oC,

menunjukkan air dengan suhu 5oC lebih efektif menurunkan haus dibandingkan suhu

22oC. Menurut Tilarso (2008), cairan dengan suhu 5 – 10

o C mudah diserap oleh

tubuh.

F. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian di atas, kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 49: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

38

Skema 2.1

Kerangka Teori

Sumber : (Black & Hawks, 2005 ; Crisp & Taylor, 2001; Schmidt & Thews, 1989)

Keterangan : : mengurangi

Angiotensin II

Gagal Ginjal

Aktivasi reseptor

Angiotensin II

Haus

Pengaturan

interval

dan suhu

air minum

Sekresi

aldosteron

Vasokontriksi

pembuluh

darah

Hipervolemia Volume

sirkulasi ↑

TD ↑

Reabsorpsi

Na dan air

Preabsoptive

satiety

Reseptor di mulut

(mekanoreseptor,

cold reseptor,

reseptor air)

Aktivasi sistem

renin- angiotensin-aldosteron

Farmakologis Restriksi

Natrium

Pembatasan

Cairan

Respon

Minum ↑

Sekresi

ADH

Reabsorpsi

air

LFG ↓

Eksresi

cairan ↓

Terapi

penggantian

ginjal

Hipothalamus

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 50: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

39

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS

DAN DEFENISI OPERASIONAL

Pada bab ini peneliti akan membahas kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian

dan defenisi operasional dari variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini.

A. Kerangka Konsep Penelitian

Pembatasan asupan cairan merupakan salah satu komponen pengobatan yang paling

menimbulkan stress dan sulit untuk dipertahankan bagi pasien gagal ginjal tahap

akhir, khususnya jika pasien mengalami haus. Pengaturan interval dan suhu air

minum diharapkan mampu mengurangi sensasi haus dengan menstimulasi reseptor

yang ada di mukosa oropharingeal. Dengan demikian, dalam penelitian ini

pengaturan interval dan suhu air minum merupakan variabel bebas dan intensitas

haus sebagai variabel terikat.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi sensasi haus pada pasien gagal ginjal tahap

akhir, seperti usia, jenis kelamin, riwayat Diabetes Melitus, terapi hemodialisis dan

volume air minum. Dalam penelitian ini, faktor-faktor tersebut dijadikan sebagai

variabel perancu.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 51: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

40

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merancang kerangka konsep

penelitian sebagai berikut :

Skema 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Pretest Intervensi Posttest

B. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, maka hipotesis penelitian

dirumuskan sebagai berikut :

1. Ada pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap penurunan

intensitas haus pada pasien gagal ginjal tahap akhir

Intensitas Haus

Pengaturan

interval

dan suhu

air minum

Variabel Perancu :

Usia

Jenis Kelamin

Riwayat DM

Volume air minum

Terapi HD

Intensitas Haus

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 52: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

41

2. Ada pengaruh usia, jenis kelamin, riwayat DM, terapi HD dan volume air minum

terhadap penurunan intensitas haus pada pasien gagal ginjal tahap akhir.

C. Defenisi Operasional

Defenisi operasional dari variabel penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1

Defenisi Operasional

N

o

Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur / Cara

Ukur

Hasil Ukur Skala

1 Variabel

Bebas

Pengaturan

Interval dan

Suhu Air

minum

Melakukan

pengaturan interval

minum pasien

setiap 1 jam dari

jumlah air minum

yang ditentukan

mulai jam 08.00-

16.00 WIB dan

mengatur suhu air

minum pasien pada

suhu 5oC – 10

oC

dari jam 10.00 –

16.00.

Gelas dan

termometer

Periode

Kontrol:

Tindakan Rutin

RS (Pengaturan

minum sendiri

oleh pasien)

Periode

Intervensi :

Pengaturan

Interval dan

Suhu Air

Minum

Nominal

2 Variabel

Terikat

Intensitas

Haus

Berat atau hebatnya

haus yang

dirasakan pasien

Diukur dengan cara

lapor diri pasien

dengan

menggunakan

Visual Analogue

Scale (VAS),

dengan skala

pengukuran dalam

0 – 100

( 0 = tidak haus

sama sekali;

100 = sangat

haus sekali)

Rasio

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 53: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

42

rentang 0 – 100

secara kontinum.

Diukur dengan

memberikan tanda

pada garis yang

menggambarkan

beratnya haus yang

dirasakan oleh

pasien

3 Variabel

Perancu

a. Usia

b. Jenis

kelamin

c. Riwayat

DM

d. Terapi HD

e. Volume air

minum

Usia pasien

dihitung dari ulang

tahun terakhir

Identitas seks yang

dibawa pasien sejak

lahir

Riwayat penyakit

DM yang dimiliki

oleh pasien

Terapi penggantian

fungsi ginjal untuk

mengeluarkan

kelebihan cairan

dan toksin sisa

metabolisme dari

darah melalui suatu

dialiser

Volume air yang

ditentukan untuk

pasien minum

untuk 24 jam

Dokumentasi /

Catatan

keperawatan pasien

Dokumentasi /

Catatan

keperawatan pasien

Dokumentasi /

Catatan

keperawatan pasien

Dokumentasi /

Catatan

keperawatan pasien

Dokumentasi /

Catatan

keperawatan pasien

Umur dalam

tahun

1. Laki-laki

2. Perempuan

1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak

mililiter

Rasio

Nominal

Nominal

Nominal

Rasio

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 54: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

43

BAB IV

METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan membahas tentang disain penelitian, populasi dan sampel

penelitian, tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpul data, prosedur

pengumpulan data dan pengolahan dan analisa data.

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimental dengan pendekatan

crossover design (Portney & Watkins, 2000). Pada penelitian ini terdapat dua

periode, yaitu periode kontrol dan periode intervensi. Pada periode kontrol

responden tidak diberi perlakuan dari peneliti atau mendapatkan perlakuan rutin dari

rumah sakit sedangkan periode intervensi responden diberi perlakuan. Pengambilan

data dilakukan terhadap kedua periode dan akibat yang diperoleh dari perlakuan

dapat diketahui karena dibandingkan dengan periode tidak mendapatkan perlakuan.

Pada periode intervensi, responden mendapatkan perlakuan pengaturan interval

minum yang dimodifikasi dari Lemone & Burke (2008) dan Kozier et al (2004) serta

pengaturan suhu air minum dengan suhu 5-10 oC, sedangkan pada periode kontrol,

responden melakukan pengaturan sendiri dengan suhu air minum sesuai suhu

kamar. Perlakuan dilakukan selama 2 hari, intensitas haus akan diukur setiap hari

pada kedua periode.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 55: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

44

Skema 4.1 Desain Penelitian

Keterangan :

O1 : Pengukuran awal periode kontrol

O2 – O3 : Observasi/penilaian intensitas haus hari pertama dan kedua periode

kontrol

O4 : Pengukuran awal periode intervensi

X1 Intervensi pengaturan interval dan suhu air minum pada periode

intervensi

O5 – O6 : Observasi/penilaian intensitas haus hari pertama dan kedua periode

intervensi

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien penyakit ginjal tahap akhir

yang dirawat di Lantai V Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati pada bulan Mei sampai minggu ke tiga bulan Juni 2008.

2. Sampel Penelitian

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability

sampling jenis consecutive sampling, dimana semua subjek penelitian yang

X1 O5

X1

O6

03

02

01

04

Subjek

terpilih

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 56: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

45

datang dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan ke dalam penelitian sampai

batas waktunya terpenuhi. Perhitungan besar sampel yang digunakan dalam

penelitian ini ditetapkan dengan uji hipotesis numerik berpasangan (Dahlan,

2006).

[Ζα + Ζβ] S 2

N = ______________

(X1 – X2)

Keterangan :

N = Besar sampel

Ζα = derajat kepercayaan (95%) = 1.96

Ζ 1-β = Nilai Z pada kekuatan uji 90%

X1-X2 = selisih rerata minimal yang dianggap bermakna

S = Standar deviasi

Berdasarkan penelitian terkait sebelumnya, diperoleh data standar deviasi 2,4.

dengan selisih rerata sebesar 2,1 (Olive, Wright, Matson,Woodrow et al, 2004).

Maka besar sampel untuk penelitian ini adalah:

[1.96 + 1.28] 2,4 2

N = (2,1)

= 13,7 dibulatkan menjadi 14

Maka sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 14 pasien.

Untuk mengantisipasi kemungkinan responden terpilih yang drop out pada saat

penelitian, dengan perkiraan responden yang drop out sebesar 10%, maka akan

dilakukan koreksi dengan formula N` = 14/(1-0.1) (Sastroasmoro & Ismael,

2002). Total sampel menjadi 15 orang, namun dalam penelitian ini besar

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 57: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

46

sampel yang terpenuhi hanya sebanyak 12 responden. Tidak terpenuhinya jumlah

sampel terjadi karena keterbatasan jumlah responden yang dapat ikut

berpartisipasi dalam penelitian akibat kondisi fisik pasien.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Fungsi ginjal < 15%, kreatinin di atas batas normal secara menetap (kreatinin

serum > 6 mg/dL , CCT < 15%)

b. Kesadaran komposmentis

c. Usia 18 – 65 tahun

d. Mendapatkan terapi diuretik

Kriteria Ekslusi :

a. Mengalami gangguan psikologis

b. Mengalami gangguan kardiorespirasi

c. Mendapatkan terapi ACE Inhibitor

d. Pasien gangguan menelan dan terpasang NGT

e. Dirawat di ruangan ber-AC

f. Tidak toleransi terhadap air dengan suhu 5 – 10o C

C. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Irna Lantai V RSUP Fatmawati Jakarta. Pemilihan tempat

penelitian ini karena RSUP Fatmawati merupakan salah satu rumah sakit pendidikan

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 58: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

47

dan rumah sakit rujukan untuk daerah Jakarta dan sekitarnya serta adanya dukungan

dan keterbukaan staf keperawatan dan medik untuk penelitian keperawatan.

D. Waktu Penelitian

Persiapan penelitian dimulai dari Februari hingga April 2008. Pelaksanaan penelitian

dilakukan selama 6 minggu mulai minggu pertama bulan Mei hingga minggu ke tiga

bulan Juni 2008. Pelaksanaan penelitian lebih rinci dapat dilihat pada lampiran 5.

E. Etika Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimental. Sebagai pertimbangan

etika, peneliti meyakinkan bahwa responden terlindungi hak-haknya dengan

memperhatikan aspek-aspek berikut (Polit & Hungler, 1999; Loiselle & McGrath,

2004) :

1. Self determination and Full Disclosure

Prinsip Self determination didasarkan pada penghormatan terhadap manusia, di

mana individu diperlakukan sebagai agen yang memiliki otonomi, mampu

mengontrol aktivitas dan nasib mereka sendiri. Dalam penelitian ini pasien

diberikan kebebasan untuk menentukan apakah ia bersedia atau menolak untuk

menjadi responden setelah mendapatkan informasi penelitian. Responden juga

dapat sewaktu-waktu mengundurkan diri sebagai responden penelitian tanpa

mempengaruhi terapi yang didapatkan pasien. Full disclosure berarti peneliti

menjelaskan secara menyeluruh tentang penelitian, hak responden untuk

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 59: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

48

menolak berpartisipasi, tanggungjawab peneliti dan manfaat dan kerugian yang

mungkin responden dapatkan dalam penelitian.

2. Privacy and Confidentiality

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas dan informasi yang diberikan oleh

responden, dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Lembar

penelitian dalam penelitian ini menggunakan kode responden, sehingga prinsip

anonim dapat ditegakkan. Informasi yang didapatkan dalam penelitian hanya

digunakan untuk keperluan penelitian dan analisa data.

3. Fair treatment

Responden memiliki hak untuk mendapatkan intervensi secara adil, seperti

pemilihan sebagai responden secara adil dan tidak memihak sehingga responden

memiliki kemungkinan yang sama untuk mendapatkan resiko dan keuntungan

dari penelitian, tidak dihukum bila mengundurkan diri sebagai responden,

penghormatan atas semua perjanjian antara peneliti dan responden dan menerima

apa yang seharusnya dilakukan untuk mereka dan apa yang harus menjadi milik

mereka.

4. Protection from discomfort and harm

Responden berhak bebas dari rasa tidak nyaman. Responden akan diberikan

bantuan untuk meningkatkan rasa nyamannya dan dilindungi dari dampak buruk

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 60: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

49

akibat penelitian. Selama penelitian berlangsung peneliti melakukan observasi

terhadap resiko yang mungkin terjadi akibat intervensi penelitian, misalnya

ketidaktoleransian terhadap suhu air minum yang sejuk. Bila selama penelitian

responden mengalami ketidaknyamanan, baik fisik maupun psikologis, maka

responden akan segera mendapatkan bantuan profesional dari peneliti atau tim

kesehatan di Lantai V RSUP Fatmawati.

F. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan lembaran penelitian sebagai alat pengumpulan data

untuk mengumpulkan data tentang ( Lihat lampiran 3):

1. Karakteristik responden

Karakteristik responden, meliputi usia, jenis kelamin, riwayat DM, volume air

minum dan terapi HD. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan

pasien dan melakukan observasi terhadap dokumentasi atau catatan keperawatan

pasien.

2. Intensitas Haus Pasien

Pengukuran intensitas haus dilakukan dengan menggunakan Visual Analogue

Scale (VAS) dengan skala pengukuran dalam rentang 0 – 100 secara kontinum

dalam garis vertikal. Ujung paling bawah dengan nilai 0 diberi kategori “tidak

haus sama sekali” dan ujung paling atas dengan nilai 100 diberi kategori “sangat

haus sekali”. Responden diminta untuk memberikan garis horizontal menyilang

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 61: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

50

dengan garis vertikal yang menggambarkan beratnya haus yang dirasakan oleh

pasien. VAS telah digunakan dalam mengukur intensitas haus oleh Dominic,

Ramachandran, Somiah, Mani & Dominic (1996); Martinez-Vea, Garcia, Gaya,

Rivera, & Oliver (1992); Phillips, Bretherton, Johnston, & Gray (1991) (Welch,

2002,). Stachenfeld et. al (1996, dalam Igbokwe & Obika. 2007) menunjukkan

realibilitas VAS untuk haus (r = 0.96).

G. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan/ Prosedur administratif

Setelah mendapat izin untuk melaksanakan penelitian dari pembimbing

penelitian dan komite etik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,

peneliti terlebih dahulu mengajukan ijin untuk melakukan penelitian kepada

Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta. Setelah itu peneliti melakukan

sosialisasi rencana penelitian dengan tenaga kesehatan profesional di DIKLIT

dan perawat lantai V Ruang rawat inap RSUP Fatmawati.

2. Tahap pelaksanaan

Peneliti terlebih dahulu berdiskusi dengan perawat ruangan untuk memilih

responden sesuai dengan kriteria inklusi. Peneliti akan menemui dan

memperkenalkan diri serta menjelaskan informed consent (Lihat lampiran 1 dan

2) pada pasien dan keluarga yang akan dijadikan responden. Kemudian

dilakukan pencatatan data karakteristik masing-masing responden.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 62: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

51

Setelah mendapatkan persetujuan untuk menjadi responden penelitian, langkah-

langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut (Lihat lampiran 4) :

a. Setelah penentuan pembatasan cairan bagi pasien, peneliti memberikan

informasi mengenai pembatasan cairan meliputi alasan pembatasan cairan,

jumlah air minum yang ditentukan untuk 24 jam dan dampak apabila pasien

minum lebih dari yang telah ditentukan.

b. Pada hari pertama pengukuran intensitas haus awal dan pada periode kontrol,

pengaturan minum diserahkan kepada pasien. Setiap sore harinya, peneliti

mengukur intensitas haus tertinggi yang responden rasakan sejak pukul 08.00

hingga 16.00 WIB dengan meminta responden menunjukan intensitas haus

tertinggi yang dirasakannya pada Visual Analogue Scale (VAS) yang telah

disediakan setelah terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang VAS

tersebut. Pengukuran intensitas haus dilakukan setiap sore hari sekitar jam

16.30 WIB sebelum jam makan sore.

c. Pada pasien yang tidak menjalani terapi hemodialisis, intensitas haus awal

untuk periode kontrol adalah hasil pengukuran intensitas haus pertama kali

setelah responden menjalani pembatasan cairan (Hari 0 atau sebelum periode

kontrol dan intervensi), sedangkan intensitas awal untuk periode intervensi

adalah sama dengan hasil pengukuran intensitas haus pada hari ke dua

periode kontrol.

d. Pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis, intensitas haus awal untuk

periode kontrol adalah hasil pengukuran intensitas haus sore hari setelah

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 63: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

52

pasien menjalani terapi hemodialisis pertama dalam masa penelitian

(Baseline/Hari 0 atau sebelum periode kontrol dan intervensi), sedangkan

intensitas haus awal untuk periode intervensi adalah hasil pengukuran

intensitas haus sore hari setelah pasien menjalani terapi hemodialisis

berikutnya.

e. Pada periode kontrol selama 2 hari, responden mengatur sendiri interval

minum dengan suhu air minum sesuai suhu kamar.

e. Pada periode intervensi selama 2 hari, interval minum adalah setiap jam

antara jam 08.00-16.00 WIB dan pengaturan suhu air minum dalam rentang

suhu 5 – 10oC mulai jam 10.00-16.00 WIB dengan memasukan botol air

minum responden ke dalam ice boks untuk mempertahankan suhunya.

f. Pada periode intervensi, penghitungan volume air minum untuk setiap kali

minum dari jumlah air minum yang ditentukan adalah 80% dari jumlah air

minum yang ditentukan dialokasikan untuk waktu antara jam 08.00-21.00.

g. Di saat tidak tidur, pasien diberi minum dalam interval 1 jam berdasarkan

volume maksimal air yang ditentukan untuk diminum setiap jam.

E. Pengolahan Dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka selanjutnya dilakukan pengolahan data yang

meliputi:

a. Data editing, dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh telah

sesuai, lengkap, jelas dan dapat dibaca dengan baik.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 64: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

53

b. Coding, tiap nomor kuisioner dilakukan koding pada lembar ceklist untuk

memudahkan peneliti pada waktu memasukkan data.

c. Data entry; data dimasukkan ke dalam komputer untuk selanjutnya dilakukan

analisa data.

d. Data cleaning; dilakukan untuk memastikan data yang dimasukan ke

program komputer bebas dari kesalahan. Setelah dipastikan data dimasukan

dengan benar, maka dilanjutkan ke tahap analisa data menggunakan program

SPSS for Windows.

2. Analisis Data

Prosedur analisa data yang digunakan pada periode intervensi dan periode

kontrol adalah sebagai berikut:

a. Analisis data univariat untuk masing-masing variabel, yaitu usia, jenis

kelamin, riwayat DM, terapi HD dan volume air minum. Pada analisis

univariat untuk data kategori seperti jenis kelamin, riwayat DM dan terapi

HD dijelaskan dengan ukuran persentase atau proporsi. Sedangkan data

numerik seperti usia, volume air minum dan intensitas haus dijelaskan

dengan mean, median dan standar deviasi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antar variabel bebas dan

variabel terikat. Pada penelitian ini, uji yang digunakan adalah sebagai

berikut :

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 65: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

54

Tabel 4.1 Analisis bivariat

Variabel Bebas Variabel Terikat Uji Statistik

Intensitas haus sebelum

pengaturan interval dan

suhu air minum pada

kelompok intervensi

Intensitas haus sesudah

pengaturan interval dan

suhu air minum pada

kelompok intervensi

T dependen

Intensitas haus sebelum

intervensi rutin pada

kelompok kontrol

Intensitas haus sesudah

intervensi rutin pada

kelompok kontrol

T dependen

Intensitas haus sebelum

pengaturan interval dan

suhu air minum pada

kelompok intervensi

Intensitas haus sebelum

intervensi rutin pada

kelompok kontrol

T independen

Intensitas haus sesudah

pengaturan interval dan

suhu air minum pada

kelompok intervensi

Intensitas haus setelah

intervensi rutin pada

kelompok kontrol

T independen

Variabel Perancu

Usia Intensitas Haus Korelasi

Jenis kelamin Intensitas Haus T independen

Riwayat DM Intensitas Haus T independen

Terapi HD Intensitas Haus T independen

Volume air minum Intensitas Haus Korelasi

c. Analisis Multivariat

1) Regresi Linier Berganda

Analisis multivariat digunakan untuk menguraikan ada tidaknya

hubungan masing-masing variabel (umur, jenis kelamin, riwayat Diabetes

melitus, volume air minum dan terapi hemodialisis ) terhadap intensitas

haus setelah intervensi pengaturan interval dan suhu air minum. Oleh

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 66: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

55

karena variabel dependen dalam penelitian ini hanya satu dan numerik,

maka analisis multivariat yang digunakan adalah regresi linier berganda.

2) General Linear Model (GLM) Repeated Measures

Analisis dengan menggunakan GLM Repeated Measures digunakan

untuk menganalisis varian dengan melakukan pengukuran yang sama

beberapa kali pada setiap subjek, dalam penelitian ini GLM Repeated

Measures digunakan untuk melihat perbandingan penurunan intensitas

haus di antara setiap pengukuran intensitas haus yang dilakukan.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 67: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

56

BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh pengaturan

interval dan suhu air minum terhadap sensasi haus pada pasien gagal ginjal tahap akhir.

Penyajian dan penjelasan hasil penelitian meliputi gambaran karakteristik responden,

hasil analisis bivariat dengan uji statistik korelasi, Independent T test , paired t test dan

hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi linier berganda dan general linear

model repeated measures.

Penelitian ini terdiri atas dua periode yaitu periode kontrol dan periode intervensi. Pada

periode kontrol, responden melakukan pengaturan minum sendiri sedangkan pada

periode intervensi dilakukan pengaturan interval dan suhu air minum oleh peneliti.

Pengambilan data penelitian dilakukan di Lantai V Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati Jakarta, yang dimulai dari Mei hingga minggu ke tiga Juni 2008

dengan sampel yang terdiri atas 12 responden. Pengukuran intensitas haus dilakukan

dengan menggunakan Visual Analogue Scale dengan skala 0 – 100.

A. Karakteristik dan Intensitas Haus Responden

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari seluruh

variabel yang meliputi karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin,

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 68: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

57

riwayat DM, volume air minum perhari, terapi hemodialisis dan intensitas haus

responden.

1. Karakteritik Responden

a. Umur

Karakteristik responden menurut umur berdasarkan hasil analisis univariat

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.1

Distribusi Rata-Rata Umur Responden di Lantai V Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008

(n = 12 )

Variabel Mean Median SD Min-Maks n 95% CI

Umur 40,2 40,5 7,6 28 - 53 12 35,35 – 44,98

Rata-rata umur responden adalah 40,2 tahun (SD=7,578) dengan median 40,5

tahun. Umur termuda adalah 28 tahun dan umur tertua adalah 53 tahun. Dari

hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata umur

responden adalah di antara 35,35 tahun sampai dengan 44,98 tahun.

b. Jenis Kelamin

Karakteristik responden menurut jenis kelamin berdasarkan hasil analisis

univariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 69: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

58

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Lantai V

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta Mei-Juni 2008

(n = 12)

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-laki

Perempuan

5

7

41,7

58,3

Total 12 100%

Hasil analisis menunjukkan bahwa distribusi jenis kelamin pada kelompok

hampir merata. Responden dengan jenis kelamin laki-laki adalah 5 orang

(41,7%) dan perempuan sebanyak 7 orang (58,3 %).

c. Riwayat Diabetes Militus

Karakteristik responden menurut riwayat Diabetes Melitus berdasarkan hasil

analisis univariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat DM di Lantai V Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Mei-Juni 2008

(n=12)

Riwayat DM Frekuensi %

Ya

Tidak

3

9

25

75

Total 12 100%

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 70: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

59

Hasil analisis menunjukkan distribusi responden dengan riwayat Diabetes

Melitus lebih sedikit dibandingkan responden yang tidak memiliki riwayat

diabetes mellitus, yaitu 3 orang (25%) memiliki riwayat diabetes melitus dan

tidak memiliki riwayat DM sebanyak 9 orang (75%).

d. Volume Air Minum Perhari

Karakteristik responden menurut volume air minum berdasarkan hasil analisis

univariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.4

Distribusi Volume Air Minum Responden di Lantai V Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Mei-Juni 2008

(n = 12)

Variabel Mean Median SD Min-Maks n 95% CI

Volume 537,5 600 77,2 450- 600 12 488,4 – 586,6

Rata-rata volume air minum responden adalah 537,5 ml (SD=77,2) dengan

median 600 ml.Volume air terkecil adalah 450 ml dan volume air terbanyak

sebesar 600 ml. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%

diyakini rata-rata volume air minum responden adalah di antara 488,4 ml sampai

dengan 586,6 ml.

e. Terapi Hemodialisis

Karakteristik responden menurut terapi hemodialisis berdasarkan hasil analisis

univariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 71: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

60

Tabel 5.5

Distribusi Responden Berdasarkan Terapi HD di Lantai V

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta Mei-Juni 2008

(n = 12)

Terapi HD Frekuensi %

Ya

Tidak

6

6

50

50

Total 12 100%

Hasil analisis menunjukkan bahwa distribusi responden yang mendapatkan

terapi hemodialisis merata dengan yang tidak mendapatkan terapi

hemodialisis. Responden yang mendapatkan terapi hemodialisis adalah

sebanyak 6 orang (50%) dan yang sedang tidak mendapatkan terapi

hemodialisis sebanyak 6 orang (50%).

2. Intensitas Haus

Intensitas haus berdasarkan hasil analisis univariat dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 72: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

61

Tabel 5.6

Rata-Rata Intensitas Haus Responden di Lantai V Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Mei-Juni 2008

( n= 12 )

Intensitas Haus Mean Median SD Min-Maks n

Periode Kontrol

Baseline

Hari1

Hari2

Periode

Intervensi

Baseline

Hari1

Hari2

58,5

59,4

59,3

58,7

50,6

49,4

55

55

55

52,5

47,5

47,5

14,3

14,3

14,7

14,3

14,1

12,9

40-90

40-90

40-92

40-90

35-80

33-75

12

12

Intensitas haus dalam penelitian ini merupakan respon subjektif yang dirasakan

oleh responden. Hasil analisis menunjukan bahwa rata-rata intensitas haus

responden sebelum periode kontrol adalah 58,5 (SD=14,3) dengan median 55,

intensitas haus paling rendah ada di skala 40 dan paling tinggi di skala 90. Rata-

rata haus pada periode kontrol hari pertama adalah 59,4 (SD=14,3) dengan

median 55, intensitas haus paling rendah adalah di skala 40 dan tertinggi di skala

90. Sedangkan rata-rata haus pada periode kontrol hari kedua adalah 59,33

(SD=14,7) dengan median 55, intensitas haus paling rendah adalah di skala 40

dan tertinggi di skala 90.

Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa rata-rata intensitas haus responden

sebelum intervensi adalah 58,7 (SD=14,3) dengan median 52,5, intensitas haus

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 73: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

62

paling rendah ada di skala 40 dan paling tinggi di skala 90. Rata-rata haus pada

periode intervensi hari pertama adalah 50,7 (SD=14,1) dengan median 47,5,

intensitas haus paling rendah adalah di skala 35 dan tertinggi di skala 80.

Sedangkan rata-rata haus pada periode intervensi hari kedua adalah 49,4

(SD=14,1) dengan median 47,5, intensitas haus paling rendah adalah di skala 33

dan tertinggi di skala 75.

B. Analisis Hubungan Karakteristik Responden Dengan Intensitas Haus

1. Hubungan umur dengan penurunan intensitas haus

Analisis bivariat hubungan umur responden dengan intensitas haus dapat

dilihat pada tabel 5.7 berikut :

Tabel 5.7

Hubungan Umur Dengan Penurunan Intensitas Haus Responden di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008

(n = 12)

Variabel r r2 Persamaan garis linear p Value

Umur 0,087 0,008 Penurunan Haus = 7,468+0,046(umur) 0,787

Analisis hubungan umur dengan penurunan intensitas haus menunjukkan

hubungan yang lemah (r=0,087) dan berpola positif, artinya semakin tua umur

semakin besar penurunan intensitas hausnya. Pada persamaan garis linear

diperoleh bahwa variabel umur hanya dapat menjelaskan 0,8% variasi

penurunan intensitas haus, sisanya 99,2% lagi dijelaskan oleh variabel lain.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 74: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

63

Dari hasil uji analisis lebih lanjut disimpulkan tidak ada hubungan yang

bermakna antara umur dengan penurunan intensitas haus (p=0,787).

2. Hubungan jenis kelamin dengan penurunan intensitas haus

Analisis bivariat hubungan jenis kelamin dengan penurunan intensitas haus

responden dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut :

Tabel 5.8

Hubungan Jenis Kelamin Dengan Penurunan Intensitas Haus

Responden di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008

(n = 12)

Jenis Kelamin Mean SD t df n p Value

Laki-laki

Perempuan

6,4

11,4

2,2

3,8

-2,651 10 12

0,024

Rata-rata penurunan intensitas haus pada responden laki-laki adalah 6,4

(SD=2,2), sedangkan rata-rata penurunan intensitas haus pada responden

perempuan lebih besar yaitu 11,4 (SD=3,8). Dari hasil uji analisis lebih lanjut

didapatkan ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata penurunan intensitas

haus laki-laki dengan intensitas haus perempuan (p=0,024).

3. Hubungan riwayat Diabetes Melitus terhadap penurunan intensitas haus

Analisis bivariat hubungan riwayat DM responden dengan intensitas haus

dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut :

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 75: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

64

Tabel 5.9

Hubungan Riwayat DM Dengan Penurunan Intensitas Haus

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008

(n = 12)

Riwayat DM Mean SD t df n p Value

Ya

Tidak

11,7

8,6

2,9

4,2

1,178 10 12 0,266

Rata-rata penurunan intensitas haus pada responden dengan riwayat Diabetes

Melitus adalah 11,7 (SD=2,9), sedangkan rata-rata penurunan intensitas haus

pada responden yang tidak memiliki riwayat DM adalah 8,6 (SD=4,2). Dari

hasil uji analisis lebih lanjut didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna

antara rata-rata penurunan intensitas haus responden dengan riwayat DM

dengan rata-rata penurunan intensitas haus responden yang tidak memiliki

riwayat DM (p=0,266).

4. Hubungan volume air minum dengan penurunan intensitas haus

Analisis bivariat hubungan volume air minum dengan penurunan intensitas

haus dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut :

Tabel 5.10

Hubungan Volume Air Minum Dengan Penurunan Intensitas Haus

Responden di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008

(n = 12)

Variabel r r2 Persamaan garis linear p Value

Volume 0.073 0,005 Penurunan Haus = 7,286+0,004(volume) 0,822

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 76: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

65

Analisis hubungan umur dengan intensitas haus menunjukkan hubungan

yang lemah (r=0.073) dan berpola positif, artinya semakin banyak volume

air semakin besar penurunan intensitas hausnya. Pada persamaan garis linear

diperoleh bahwa variabel volume air hanya dapat menjelaskan 0.5% variasi

penurunan intensitas haus, sisanya 95,5% lagi dijelaskan oleh variabel lain.

Dari hasil uji analisis lebih lanjut disimpulkan tidak ada hubungan yang

bermakna antara volume air minum dengan penurunan intensitas haus

(p=0,822).

5. Hubungan terapi hemodialisis dengan penurunan intensitas haus

Analisis bivariat hubungan terapi hemodialisis dengan penurunan intensitas

haus dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut :

Tabel 5.11

Hubungan Terapi HD Dengan Intensitas Haus Responden

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008

(n = 12)

Terapi HD Mean SD t df n p Value

Ya

Tidak

9,2

9,5

4,9

3,4

-0,137 10 12 0,894

Rata-rata penurunan intensitas haus pada responden yang menjalani terapi

hemodialisis adalah 9,2 (SD=4,9), sedangkan rata-rata penurunan intensitas

haus pada responden yang tidak memiliki menjalani terapi HD adalah 9,5

(SD=3,4). Dari hasil uji analisis lebih lanjut didapatkan tidak ada perbedaan

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 77: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

66

yang bermakna antara rata-rata penurunan intensitas haus responden yang

menjalani terapi HD dengan rata-rata penurunan intensitas haus responden

yang tidak menjalani terapi HD (p=0,894).

C. Pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap intensitas haus

1. Analisis bivariat penurunan intensitas haus pada periode kontrol dan periode

intervensi

a. Penurunan intensitas haus sebelum dan setelah periode kontrol

Hasil analisis bivariat intensitas haus sebelum dan setelah periode kontrol

menggunakan paired T test digambarkan dalam tabel 5.12 berikut :

Tabel 5.12

Rata-rata Penurunan Intensitas Haus Responden Sebelum dan

Setelah Periode Kontrol di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008

(n =12 )

Intensitas Haus Mean SD t p Value

Baseline

Hari1

58,5

59,4

14,4

14,3

-1,836 0,094

Selisih - 0.9 1,7

Baseline

Hari2

58,5

59,3

14,4

14,7

-1,758 0,107

Selisih -0,8 1,6

Rata-rata intensitas haus sebelum periode kontrol adalah 58,5 (SD=14,4),

sedangkan rata-rata intensitas haus pada hari pertama menjadi 59,4

(SD=14,3), serta didapatkan nilai mean perbedaan di antara ke dua

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 78: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

67

pengukuran yaitu - 0.9 (SD=1,7). Dari hasil uji analisis lebih lanjut

disimpulkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara intensitas haus

sebelum periode kontrol dengan hari pertama (p=0,94).

Dari tabel di atas juga didapatkan perbedaan rata-rata intensitas haus sebelum

periode kontrol dan hari kedua. Rata-rata intensitas haus sebelum periode

kontrol adalah 58,5 (SD=14,4), sedangkan rata-rata intensitas haus pada hari

kedua menjadi 59,3 (SD=14,7), serta didapatkan nilai mean perbedaan di

antara ke dua pengukuran yaitu -0,8 (SD=1,6). Dari hasil uji analisis lebih

lanjut disimpulkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara intensitas

haus sebelum periode kontrol dengan hari kedua (p=0,107).

b. Penurunan intensitas haus sebelum dan setelah intervensi pada periode

intervensi

Hasil analisis bivariat perbedaan intensitas haus sebelum dan setelah

intervensi periode intervensi menggunakan paired T test digambarkan dalam

tabel 5.13 berikut :

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 79: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

68

Tabel 5.13

Rata-rata Penurunan Intensitas Haus Responden Sebelum dan Setelah

Intervensi Periode Intervensi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008

(n = 12)

Intensitas Haus Mean SD t p Value

Baseline

Hari1

58,7

50,7

14,3

14,1

9,532 0,000

Selisih 8.1 2,9

Baseline

Hari2

58,7

49,4

14,4

12,9

9,453 0,000

Selisih 9,3 3,4

Rata-rata intensitas haus sebelum periode intervensi adalah 58,7 (SD=14,3),

sedangkan rata-rata intensitas haus pada hari pertama menjadi 50,7

(SD=14,1), serta didapatkan nilai mean perbedaan di antara ke dua

pengukuran yaitu 8,1 (SD=2,9). Dari hasil uji analisis lebih lanjut

disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara intensitas haus

sebelum periode intervensi dengan hari pertama (p=0,000).

Dari tabel di atas juga didapatkan perbedaan rata-rata intensitas haus sebelum

periode kontrol dan hari kedua. Rata-rata intensitas haus sebelum periode

kontrol adalah 58,5 (SD=14,4), sedangkan rata-rata intensitas haus pada hari

kedua menjadi 49,4 (SD=12,9), serta didapatkan nilai mean perbedaan di

antara ke dua pengukuran yaitu 9,3 (SD=3,4). Dari hasil uji analisis lebih

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 80: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

69

lanjut disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara intensitas haus

sebelum periode intervensi dengan hari kedua (p=0,000).

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Hasil dari uji regresi linier berganda yang dianalisis adalah sebagai berikut:

Tabel 5.14

Hasil Uji Pemodelan Multivariat

Variabel B Beta Konstanta p Value

Jenis Kelamin

Periode

2,657

10,167

0,223

0,865

102,769 0,034

0,000

Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel independen yang masuk ke

pemodelan regresi adalah jenis kelamin dan periode. Pada tabel “Model

Summary” didapatkan R adalah 0,893 dan R square adalah 0,789 yang berarti

model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 78,9 variasi variabel intensitas

haus.

Pada tabel “Anova”, hasil uji F menunjukkan p value jenis kelamin adalah 0.034

dan p value periode adalah 0,000 yang berarti model regresi cocok dengan data

yang ada. Pada kotak coefficients (pada kolom B) didapatkan persamaan garis

regresi sebagai berikut :

Penurunan Intensitas Haus = 15,207 + 2,657 (Jenis kelamin) + 10,167 (periode)

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 81: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

70

Model tersebut memiliki arti :

a. Penurunan intensitas haus pada responden perempuan lebih besar 2,657 poin

daripada laki-laki pada periode intervensi

b. Penurunan intensitas haus pada periode intervensi lebih besar 10,167 poin

daripada periode kontrol setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin.

Kolom Beta menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh terbesar

terhadap intensitas haus adalah periode intervensi.

3. Analisis General Linear Model Repeated Measures

a. Perbandingan Penurunan Intensitas haus antara periode kontrol dan periode

intervensi

Berdasarkan hasil analisis perbedaan penurunan intensitas haus antara

periode kontrol dan periode intervensi menggunakan general linear model

repeated measures didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 5.15

Perbandingan Penurunan Intensitas Haus Antara Periode Kontrol

dan Periode Intervensi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati Jakarta Mei-Juni 2008

Variabel Partial Eta

Squared

p Value

Intensitas haus Baseline dengan

intensitas haus Hari1

Intensitas haus Baseline dengan

intensitas haus Hari2

79,2 %

79,7 %

0.000

0.000

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 82: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

71

Dari hasil analisis di atas didapatkan penurunan intensitas haus dari

intensitas haus sebelum intervensi ke intensitas haus hari pertama dan

kedua. Kontribusi intervensi untuk menjelaskan penurunan ini adalah

sebesar 79,2 % untuk hari pertama dan 79,7 % untuk hari kedua. Nilai p

value menunjukkan ada perbedaan yang bermakna dalam penurunan

intensitas haus sebelum intervensi ke hari pertama dan ke hari kedua

(masing-masing p=0.000)

c. Perbandingan Rata-rata Penurunan Intensitas Haus Periode Kontrol dan

Periode Intervensi

Grafik dibawah ini menggambarkan perbandingan rata-rata perubahan

intensitas haus sebelum dan sesudah intervensi pada periode kontrol dan

intervensi.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 83: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

72

Grafik 5.1

Perbandingan Rata-rata Perubahan Intensitas Haus Periode

Kontrol dan Periode Intervensi di Lantai V Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta Mei-Juni 2008

0

10

20

30

40

50

60

70

Hari0 Hari1 Hari2

Pengukuran

Inte

ns

ita

s H

au

s

Periode Kontrol

Periode

Intervensi

Pada grafik di atas tergambar bahwa rata-rata intensitas haus sebelum

periode kontrol adalah 58,5. Rata-rata intensitas haus responden pada

periode kontrol pada hari pertama mengalami sedikit peningkatan menjadi

59,4 , pada hari kedua menjadi 59,3.

Rata-rata intensitas haus pada periode intervensi juga tergambar dari grafik

tersebut, dimana rata-rata intensitas haus sebelum periode intervensi adalah

58,75 dan rata-rata intensitas haus pada hari pertama mengalami penurunan

menjadi 50,67, hari kedua mengalami penurunan menjadi 49,42.

Berdasarkan grafik di atas tampak bahwa terjadi penurunan intensitas haus

pada periode intervensi dibandingkan pada periode kontrol.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 84: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

73

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti membahas mengenai hasil penelitian yang meliputi interpretasi dan

diskusi hasil penelitian dikaitkan dengan teori dan hasil penelitian yang telah ada. Selain

itu peneliti juga akan menjelaskan berbagai keterbatasan dan implikasi penelitian bagi

keperawatan.

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian

1. Karakteristik responden

a. Umur dan Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan rentang usia responden dalam penelitian ini

adalah 28 hingga 53 tahun (n=12 responden) dengan rata-rata usia responden

adalah 40,17 tahun, yang terdiri atas 5 orang (41,7%) laki-laki dan 7 orang

(56,3%) perempuan. Berdasarkan hasil tersebut, distribusi umur responden

dan jenis kelamin cukup merata, sesuai dengan literatur dimana tidak

ditemukan perbedaan kejadian penyakit ginjal tahap akhir pada usia dan jenis

kelamin tertentu, karena penyakit ginjal tahap akhir dapat mengenai semua

lapisan umur sesuai dengan etiologinya.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 85: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

74

Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna usia dengan penurunan intensitas haus, namun

terdapat perbedaan yang bermakna antara penurunan haus laki-laki dan

perempuan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa penurunan

intensitas haus pada responden perempuan lebih besar 2,657 poin

dibandingkan responden laki-laki setelah mendapatkan intervensi pengaturan

interval dan suhu air minum. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bots et

al. (2005), dengan menggunakan permen karet dan pengganti saliva untuk

mengurangi haus dan xerostomia pada pasien yang menjalani hemodialisis,

usia dan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap respon dari intervensi

tersebut. Namun dalam penelitian ini jenis kelamin memiliki pengaruh

dimana penurunan intensitas haus pada responden perempuan lebih besar dari

pada laki-laki. Sesuai dengan penelitian Brunstrom (1997), dimana dengan

suhu air minum yang sama, perempuan hanya membutuhkan volume air

minum yang lebih sedikit daripada laki-laki dalam menimbulkan efek satiety

post ingesty terhadap haus. Hal ini kemungkinan disebabkan ambang haus

perempuan yang lebih tinggi daripada laki-laki, sehingga perempuan lebih

cepat merasa haus namun juga merasa cepat dalam hal preabsorptive

satietynya.

b. Riwayat Diabetes Melitus

Dalam penelitian ini, responden dengan riwayat diabetes melitus adalah

sebesar 3 (25%) orang, dua diantaranya adalah perempuan. Responden lain

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 86: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

75

memiliki riwayat hipertensi dan glomerulonefritis. Diabetes melitus

merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal tahap akhir di Indonesia,

dimana dari jumlah penderita penyakit ginjal di Indonesia yang menjalani

hemodialisis pada tahun 2000, 18,65% diantaranya penyebab terjadinya

penyakit ginjal adalah Diabetes melitus. Ketiga responden ini selama dalam

perawatan rumah sakit dan proses penelitian mendapatkan terapi insulin dan

memiliki kadar glukosa darah dalam rentang normal ( <140 mg/dL).

Pengontrolan glukosa darah merupakan hal penting bagi pasien penyakit

ginjal untuk menghambat perburukan fungsi ginjal dan pencegahan terhadap

penyakit kardiovaskuler (Suwitra, dalam Sudoyo et al, 2006). Kadar glukosa

darah yang tinggi juga menimbulkan keluhan haus atau polydipsi pada

pasien.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam analisis bivariat, riwayat

diabetes melitus juga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

penurunan intensitas haus, namun penurunan intensitas haus pada responden

dengan riwayat diabetes melitus lebih besar daripada responden yang tidak

memiliki riwayat diabetes melitus. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan

karena selama dirawat responden dengan diabetes melitus, kadar glukosa

darah mereka dalam kondisi normal dengan terapi insulin, sehingga status

diabetes melitus dengan kadar glukosa darah dalam rentang normal tidak

meningkatkan intensitas haus responden sesuai dengan teori bahwa

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 87: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

76

peningkatan kadar glukosa darah dapat meningkatkan intensitas haus

(Fitzsimons, 1998). Kemungkinan lain juga bahwa perbandingan jumlah

responden yang memiliki riwayat diabetes melitus dan yang tidak memiliki

riwayat Diabetes Melitus yang tidak berimbang, dimana responden dengan

riwayat diabetes melitus 3 orang dan non diabetes 9 orang, sehingga hal ini

dapat mempengaruhi hasil analisis tersebut.

c. Volume air minum

Dalam penelitian ini volume air minum yang ditentukan bagi pasien adalah

dalam rentang 450 ml hingga 600 ml dengan rata-rata 537,5 ml. Dengan

jumlah air minum tersebut, satu responden menyatakan kadang-kadang

minum lebih dari jumlah yang ditentukan karena merasa haus, sedangkan

responden lain menyatakan minum sesuai dengan jumlah yang ditentukan

karena takut sesak nafas kembali bila minum berlebihan. Tidak ada

responden yang mendapatkan terapi intravena kecuali pada dua responden

saat mendapatkan transfusi darah. Selama penelitian, jumlah urine setiap hari

semua responden adalah dalam rentang 600 ml hingga 200 ml.

Pembatasan cairan merupakan salah satu terapi yang diberikan bagi pasien

penyakit ginjal tahap akhir untuk pencegahan dan terapi terhadap kondisi

komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Jumlah cairan yang

ditentukan untuk setiap harinya berbeda bagi setiap individu tergantung

fungsi ginjal, adanya edema dan haluaran urine pasien, biasanya adalah

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 88: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

77

sejumlah urine output ditambah insensible water losses, atau jumlah urine

ditambah 600 ml. Jumlah air tersebut meliputi semua cairan yang didapat

oleh pasien, baik melalui makanan, terapi intravena, maupun air minum

(Suwitra, dalam Sudoyo et al, 2006; Brown & Edwards, 2005).

Volume air minum juga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

penurunan intensitas haus responden. Perbedaan volume air minum di antara

responden tidak begitu besar, dimana rentang volume air minum yang

ditentukan untuk responden adalah 450 dan 600 ml. Volume air minum yang

hampir sama untuk setiap jamnya tidak memberikan perbedaan penurunan

intensitas haus yang bermakna di antara responden yang mendapat air minum

450 ml dan 600 ml, sehingga efek satiety post ingesti yang ditimbulkan juga

tidak jauh berbeda. Namun hubungan yang dihasilkan menunjukkan pola

yang positif dimana semakin banyak volume air minum semakin besar

penurunan intensitas haus responden. Hal ini terkait dengan besarnya efek

satiety yang dihasilkan oleh air minum responden.

d. Terapi hemodialisis

Berdasarkan hasil analisis, dari 12 orang responden, 50% menjalani terapi

hemodialisis dan 50%nya tidak menjalani terapi hemodialisis. Responden

yang tidak menjalani terapi hemodialisis dalam penelitian ini adalah

responden dalam masa pro hemodialisis yang menunggu jadwal hemodialisis

dan pasien yang pada selama penelitian tidak sedang menjalani terapi

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 89: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

78

hemodialisis. Responden yang menjalani terapi hemodialisis menjalani

hemodialisis dengan frekuensi 2 kali seminggu.

Hemodialisis merupakan salah satu terapi yang dilakukan pada pasien

penyakit ginjal tahap akhir sebagai salah satu bentuk terapi pengganti fungsi

ginjal dalam membuang sisa metabolisme dan kelebihan cairan. Di

Indonesia, hemodialisis dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap

hemodialisis dilakukan selama 5 jam (Raharjo, Susalit, Suhardjono, dalam

Sudoyo, 2006).

Terapi hemodialisis juga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

penurunan intensitas haus, dimana rata-rata penurunan intensitas haus

responden dengan terapi HD hampir sama dengan rata-rata penurunan

intensitas haus pada responden yang tidak menjalani terapi HD. Salah satu

penyebab haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir adalah disebabkan

oleh Angiotensin II, yang merupakan suatu hormon yang bersirkulasi yang

berinteraksi pada struktur limbik otak dan menimbulkan sensasi haus.

Pembuangan cairan dalam hemodialisis dapat menyebab penurunan volume

sirkulasi, dan hal ini lebih lanjut dapat menstimulasi pembentukan

Angiotensin II pada pasien sehingga timbul keluhan haus yang berlebihan

(Grazani, Badalamenti, Bo, Marabini, Gazzano, Como et al, 1993). Namun

pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan kadar Angiotensin II,

sehingga tidak dapat diketahui perbedaan kadarnya antara responden yang

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 90: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

79

menjalani HD maupun yang tidak menjalani HD. Berimbangnya penurunan

intensitas haus pada responden yang menjalani HD maupun yang tidak HD

kemungkinan juga disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti

dalam penelitian ini seperti faktor psikologis (Greenleaf, 2007), kebiasaan

sosial dan individu (Soon, 1994) yang sangat mempengaruhi persepsi haus

seseorang.

Haus dan respon minum pada pasien penyakit ginjal tahap akhir baik yang

menjalani hemodialisis dan tidak menjalani hemodialisis juga disebabkan

oleh mukosa mulut yang kering dan rasa metalik di mulut. Interval dan suhu

air minum mengurangi haus dengan menstimulasi sensor-sensor yang ada di

mukosa oropharingeal, baik pada responden yang menjalani hemodialisis

maupun yang tidak menjalani hemodialisis. Dalam penelitian ini, pengaturan

interval dan suhu air minum secara bermakna dapat menurunkan intensitas

haus pasien penyakit ginjal tahap akhir, baik pada responden yang menjalani

hemodialisis maupun yang tidak menjalani hemodialisis.

2. Pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap penurunan intensitas

haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan cairan.

Haus merupakan salah satu gejala yang dirasakan oleh pasien penyakit ginjal

tahap akhir. Peningkatan kadar Angiotensin II pada gagal ginjal dapat

menimbulkan haus. Angiotensin II mempunyai efek dipsogenik yang kuat, yang

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 91: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

80

dapat merangsang pusat haus dan menyebabkan peningkatan masukan air. Haus

pada kondisi ini merupakan haus yang tidak sesuai meskipun pasien mengalami

kelebihan cairan tubuh. (Porth, 1998; Kokko & Tannen, 1996; Black & Hawks,

2005; Fitzsimon,1998). Penelitian yang dilakukan oleh Hays, Kallich, Mapes,

Coons, dan Carter (1994, dalam Mistiaen, 2001) terhadap pasien penyakit ginjal

tahap akhir yang menjalani hemodialisis, menemukan bahwa haus menempati

posisi ke tujuh dari 35 gejala yang dirasakan oleh pasien penyakit ginjal tahap

akhir dengan hemodialisis dan menempati urutan ketiga dari gejala yang

menimbulkan distress bagi pasien.

Haus merupakan keinginan sadar terhadap air (Guyton & Hall,2000) yang

merupakan gejala subjektif yang hanya dirasakan oleh orang yang

mengalaminya dan tidak dapat dideteksi oleh orang lain (Porth & Erickson,

1992). Penggunaan self-report merupakan cara yang tepat untuk mengukur

sensasi haus. Dalam penelitian ini, pengukuran intensitas haus dilakukan dengan

menggunakan visual analogue scale dengan skala 0-100, dimana 0 menyatakan

“tidak haus sama sekali” dan 100 menyatakan “sangat haus sekali”. Dalam

penelitian ini, pada pengukuran awal sebelum periode kontrol dan intervensi,

semua responden baik yang menjalani terapi hemodialisis maupun yang tidak,

mengeluhkan rasa haus dengan rentang haus mulai dari skala 40 hingga 90, atau

dalam kategori haus ringan hingga berat.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 92: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

81

Gejala lain yang dirasakan oleh responden yang mendorong mereka untuk

minum adalah adanya rasa kering dan rasa tidak enak di mulut. Penurunan fungsi

ginjal menyebabkan ginjal tidak mampu mengeluarkan kelebihan cairan, garam

dan produk sisa metabolisme lainnya seperti blood urea dan kreatinin, akibatnya

kadar produk sisa ini akan meningkat dan menimbulkan efek toksin uremik di

dalam tubuh (Price & Wilson, 2005; Brown & Edward, 2005). Kondisi ini

menyebabkan rasa tidak enak atau rasa metalik di dalam mulut pasien gagal

ginjal.

Rata-rata intensitas haus sebelum periode kontrol adalah 58,5, dan pada hari

pertama periode kontrol adalah 59,4 dan hari kedua 59,3. Pada periode

intervensi, rata-rata intensitas haus responden sebelum intervensi adalah 58,7

dan sesudah intervensi pada hari pertama adalah 50,7 dan hari kedua adalah 49,4.

Hasil ini menunjukkan adanya penurunan intensitas haus setelah pengaturan

interval dan suhu air minum, dan dari hasil uji lebih lanjut, disimpulkan terdapat

perbedaan yang bermakna antara intensitas haus sebelum intervensi dan

intensitas haus setelah intervensi baik pada hari pertama maupun hari kedua.

Analisis hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kontribusi intervensi

pengaturan interval dan suhu air minum terhadap penurunan intensitas haus

adalah sebesar 79,2% untuk hari pertama dan 79,9% untuk hari kedua. Sebelum

penelitian atau periode intervensi, beberapa responden biasanya menahan haus

yang mereka rasakan dan minum dengan interval 3 – 4 jam agar volume air yang

diminum lebih banyak setiap kali minum, karena volume air yang diminum

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 93: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

82

sedikit kurang membantu mengurangi rasa haus mereka. Dengan pengaturan

interval dan suhu air minum yang diatur hingga 5-10oC, responden merasakan

penurunan intensitas haus yang lebih besar setiap kali minum walau dengan

volume air minum yang lebih sedikit. Hasil lain yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah, suhu air minum 5-10 oC juga dapat mengurangi rasa tidak

enak atau rasa pahit di mulut pada beberapa responden.

Hasil di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan Brunstrom (1997) yang

menilai efektivitas air dengan suhu 5 oC dibandingkan air dengan suhu kamar

(22 oC). Hasilnya menunjukkan bahwa air dengan suhu 5

oC menurunkan rasa

haus yang lebih besar, karena suhu air memberikan efek diferensial post ingesti

dalam mulut yang dapat mengurangi rasa haus. Efek ini serupa dengan efek yang

dihasilkan penggunaan permen yang mengandung menthol, di mana menthol

terbukti dapat menstimulasi reseptor dingin yang ada di mulut yang dapat

menimbulkan efek memuaskan rasa haus (Eccles, 2000). Karena itu, beberapa

panduan bagi pasien dengan pembatasan cairan juga menyarankan menggunakan

permen atau permen karet yang tidak mengandung gula untuk mengurangi rasa

haus, karena umumnya permen tersebut juga mengandung menthol.

Rasa haus akan mendorong seseorang untuk minum. Perilaku minum dikontrol

oleh suatu mekanisme yang disebut mekanisme satiety atau kekenyangan.

Segera setelah minum, seseorang dapat terbebas dari rasa haus untuk sementara

waktu, bahkan sebelum cairan yang diminum diserap dari saluran pencernaan

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 94: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

83

(Carlson, 2001; Guyton, 1994). Kandel, Schwartz & Jessell ( 2000), menyatakan

ada suatu mekanisme untuk mencegah asupan cairan berlebihan sampai cairan

yang diabsorpsi menjadi efektif yaitu, kekenyangan preabsorpsi (preabsorptive

satiety) mendahului kekenyangan postabsorpsi (postabsorptive satiety).

Sensor-sensor yang ada di mukosa oropharingeal (mekanoreseptor, reseptor

dingin dan hangat, dan mungkin reseptor air) memainkan peranan dalam rasa

haus dan pemuasan rasa haus. Stimulasi pada oropharingeal dan memasukan

cairan melalui esophagus merupakan determinan awal yang penting dalam

mengakhiri minum (Kokko & Tannen, 1996).

Dengan pembatasan cairan terhadap pasien penyakit ginjal tahap akhir, rasa haus

yang dirasakan oleh pasien akan menjadi lebih berat karena pasien tidak dapat

memuaskan rasa haus dengan minum seperti dalam keadaan normal.

Perangsangan sensor-sensor yang ada di mukosa oropharingeal (mekanoreseptor,

reseptor dingin dan hangat, dan mungkin reseptor air) dapat membantu

mengurangi rasa haus pada pasien. Pemberian interval minum setiap 1 jam dan

suhu air yang lebih dingin dari suhu kamar membantu merangsang sensor-sensor

ini untuk lebih efektif dalam mengurangi sensasi haus walau dengan volume air

minum yang sedikit.

Pengaturan interval minum berfungsi dalam menstimulasi sensor-sensor yang

ada pada oropharingeal dengan frekuensi yang lebih sering. Stimulasi

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 95: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

84

oropharingeal dapat mencegah haus yang berlebihan pada pasien, walau satiety

yang dihasilkannya tidak lama. Tindakan ini dapat disamakan dengan saran

melakukan perawatan mulut atau kumur-kumur yang sering dan mengunyah

permen karet pada pasien seperti yang terdapat dalam beberapa panduan

pengaturan cairan dan manajemen rasa haus pada pasien dengan pembatasan

cairan, yang pada intinya adalah melembabkan mukosa mulut, dan memberikan

rangsangan pada mukosa oropharingeal sehingga dapat mengurangi rasa haus.

Dengan pengaturan interval dan suhu air minum, stimulasi terhadap sensor-

sensor yang ada di mukosa oropharingeal dapat lebih efektif dalam mengurangi

haus karena dapat menstimulasi beberapa sensor sekaligus (reseptor dingin, dan

reseptor air) dengan waktu yang lebih sering. Tindakan minum juga dapat

mengurangi sensasi rasa kering di mulut dan dapat merangsang produksi saliva

sehingga dapat melembabkan mukosa mulut (Brunstrom, 2000; Brunstrom,

2002).

B. Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan penelitian yang peneliti temukan selama pelaksanaan

penelitian ini antara lain :

1. Sampel

Metode pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling diperoleh jumlah

sampel sebanyak 12 responden. Jumlah sampel ini tidak memenuhi ukuran

sampel yang telah ditentukan sebelumnya yaitu sebesar 16 responden.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 96: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

85

Keterbatasan jumlah responden disebabkan karena kondisi pasien yang sebagian

besar masuk rumah sakit dengan keluhan sesak akibat edema paru yang tidak

memungkinkan untuk pengaturan interval dan suhu air minum. Namun walaupun

jumlah sampel tidak mencapai besar sampel yang telah ditetapkan semula,

penelitian ini tetap dapat menunjukkan hasil yang bermakna.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pengaturan interval setiap 1 jam kadang-kadang tidak dapat

dilakukan karena kadang-kadang pasien sedang tidur. Perubahan cuaca, seperti

hujan dan cuaca mendung dari pagi hingga sore juga menyebabkan pengaturan

interval dan suhu air minum tidak dilakukan pada hari tersebut dan periode

intervensi tidak dilanjutkan pada hari tersebut, hal ini dilakukan untuk

menghindari bias akibat pengaruh cuaca dan suhu lingkungan terhadap intensitas

haus. Namun, periode intervensi diulang kembali di hari lain saat cuaca kembali

seperti semula.

3. Data Penunjang

Peneliti tidak melakukan pengkajian terhadap kadar Angiotensin II responden.

Angiotensin II yang mempunyai efek dipsogen dapat mempengaruhi intensitas

haus, sehingga dapat mempengaruhi perubahan intensitas haus responden. Dalam

penelitian ini, peneliti juga tidak melakukan pengukuran terhadap mukosa mulut

responden, dimana mukosa mulut yang kering juga dapat mempengaruhi

intensitas haus. Dalam penelitian ini, peneliti juga tidak melakukan penimbangan

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 97: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

86

berat badan responden sebagai indikator peningkatan berat badan responden bila

terjadi penambahan air minum dari jumlah yang sudah ditentukan bagi

responden untuk setiap harinya.

C. Implikasi Hasil Penelitian

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Penatalaksanaan haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir baik yang

menjalani terapi hemodialaisis maupun yang tidak menjalani hemodialisis sangat

penting dilakukan secara komprehensif, karena di samping menimbulkan

ketidaknyamanan, haus juga dapat menjadi potensi terjadinya ketidakpatuhan

terhadap pembatasan cairan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan

interval dan suhu air minum yang lebih dingin dapat membantu mengurangi rasa

haus pasien dengan pembatasan cairan dan menimbulkan efek satiety yang lebih

besar pada saat minum dengan jumlah yang sedikit.

Pada saat penelitian, peneliti menemukan bahwa respon responden terhadap suhu

air yang lebih dingin sangat positif, karena umumnya responden mengatakan

bahwa mereka sangat ingin minum air dengan suhu yang lebih dingin atau air es

tapi takut dapat menimbulkan keluhan terkait dengan penyakit mereka.

Pengaturan suhu air minum responden dapat menjadi alternatif dalam membantu

responden untuk lebih toleransi terhadap pembatasan cairan.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 98: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

87

2. Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi perawat tentang

keluhan haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir. Hasil penelitian ini juga

dapat memberikan masukan bagi ilmu keperawatan untuk meneliti tentang

fenomena haus yang sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir

dan penyakit atau kondisi lainnya serta mengembangkan intervensi lainnya untuk

mengatasi rasa haus pasien.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 99: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

88

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini peneliti merumuskan beberapa simpulan dan saran sebagai berikut :

A. Simpulan

1. Karakteristik 12 responden penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan cairan

adalah rentang usia dari 28 hingga 53 tahun dengan rata-rata usia 40,17 tahun,

jenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada laki-laki, 3 orang memiliki

riwayat diabetes melitus, volume air minum antara 450 dan 600ml dengan rata-

rata 537,5 ml, dan jumlah responden yang menjalani terapi hemodialisis

berimbang dengan responden yang tidak menjalani terapi hemodialisis.

2. Intervensi dengan pengaturan interval dan suhu air minum dapat menurunkan

intensitas haus secara bermakna. Penurunan sebesar 8,1 poin pada hari pertama

dan 9,3 poin pada hari kedua. Kontribusi intervensi terhadap penurunan ini

adalah sebesar 79,2% untuk penurunan hari pertama dan 79,9% untuk penurunan

ke hari kedua.

3. Variabel lain yang memiliki hubungan yang bermakna dengan penurunan

intensitas haus adalah jenis kelamin, sedangkan umur, riwayat diabetes melitus,

volume air minum dan terapi hemodialisis tidak memiliki hubungan yang

bermakna dengan penurunan intensitas haus pasien penyakit ginjal tahap akhir.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 100: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

89

B. Saran

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Pengaturan interval dan suhu air minum yang lebih dingin dapat mengurangi

intensitas haus pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan pembatasan

cairan, sehingga intervensi ini dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi

keperawatan mandiri yang efektif dan efisien untuk mengurangi rasa haus bagi

pasien penyakit ginjal tahap akhir baik yang dirawat di institusi pelayanan

maupun di rumah.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

a. Perlu melakukan penelitian pengaturan interval dan suhu air minum lebih

lanjut dengan sampel yang lebih luas seperti pada pasien dengan pembatasan

cairan lainnya, misalnya pasien gagal jantung.

b. Melakukan penelitian lanjutan dengan mempertimbangkan variable-variabel

lain yang dapat memepngaruhi sensasi haus seperti kadar elektrolit,

Angiotensin II, mukosa mulut, faktor kebiasaan sosial dan individu dan

faktor psikologis pasien.

c. Membandingkan efektivitas pengaturan interval dan suhu air minum dengan

intervensi lainnya untuk mengurangi sensasi haus pada pasien penyakit ginjal

tahap akhir.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 101: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonym, (2008) http://www.sinarharapan.co.id/berita/10/nasab.html, diunduh tanggal 3

Maret 2008.

Ariawan, (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jurusan

Biostatistik dan Kependudukan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas

Indonesia.

Black, J.M. & Hawks, J.H.. (2005). Medical-surgical nursing. Clinical management for

positive outcomes. 7th Edition. St. Louis. Missouri. Elsevier Saunders.

Bots C.P, et al. (2005). Chewing gum and a saliva substitute alleviate thirst and

xerostomia in patients on haemodialysis,

http://ndt.oxfordjournals.org/cgi/content/full/ghh675?ijkey=14NzgzcLTwzU&ke

ytype=ref diunduh tanggal 28 Februari 2008

Brown, D. & Edwards, H. (2005). Lewis’s medical-surgical nursing. Assessment and

management of clinical problems. Australia. Elsevier.

Brunstrom, J.M. (1997). Effects of temperature and volume on measures of mouth

dryness, thirst and stomach fullness in males and females, diunduh dari

http://www.medscape.com/medline/9268423 tanggal 4 Maret 2008

______________ (2000). The role of mouth state in the termination of drinking behavior

in human, diunduh dari http://www.medscape.com/medline/9268423 tanggal 4

Maret 2008

______________. (2002). Effects of mouth dryness on drinking behavior and beverage

acceptability, diunduh dari http://www.medscape.com/medline/9268423 tanggal

4 Maret 2008

Carlson, N.R. (2001). Physiology of behavior. Massachusetts. A Pearson Education

Company.

Craven, R.F., & Hirnle, C.J., (2001). Fundamentals of nursing. Human health and

function. 3rd

edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.

Crisp & Taylor. (2001). Potter & Perry’s Fundamental of nursing. Australia Harcourt.

Dahlan, (2005). Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Seri 2.

Jakarta: Arkans.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 102: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Eccles, R. (2000). Role of cold receptor and menthol in thirst, the drive to breath and

arousal. Appetite. Diunduh dari http://www.sciencedirect.com/science tanggal 4

Maret 2008.

Effendi & Pasaribu. (2006), dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati,

(2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Fitzsimons, J.T, (1998). Angiotensin, thirst, and sodium appetite. Physiological

Reviews. Volume 78. No. 3. American Physiological Society.

http://www.sciencemag.org/cgi/content/refs/182/4116/1031, diunduh tanggal 10

Maret 2008)

Graziani, G., Badalamenti, S., Bo, A.D., Marabini, M., Gazzano, G., Como, G., Vigano,

E., et al (1993). Abnormal haemodinamics and elevated angiotensin II plasma

levels in poliydipsic patients on regular hemodialysis treatment. Diunduh dari

http://www.nature.com/ki/journal tanggal 5 Juni 2008.

Greenleaf, J.E (2004). Problem : thirst,drinking behaviour, and involuntary dehydration.

Ames Research Centre, http://www.medscape.com/medline/1592619 diunduh

tanggal 10 Maret 2008

Guyton, A.C. (1994). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 7. Alih Bahasa : dr. Ken

Ariata Tengadi, dkk. Jakarta : EGC.

Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2000). Textbook of medical physiology. 10th Edition.

Philadelphia : W.B. Saunders Company.

Igbokwe, V.U. & Obika, L.F.O. (2007). Thirst perception and dryness of mouth in

healthy young adults Nigerians. African Journal of Biomedical Research. Vol. 11

http://www.ajbrui.com/AJBR-111039046.pdf diunduh tanggal 10 Maret 2008.

Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006). Medical-surgical nursing. Critical

thinking for collaborative care. 5th Edition. St. Louis Missouri : Elsevier

Saunders.

LeMone, P. & Burke, K. (2008). Medical surgical nursing. Critical thinking in client

care. 4th Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.

Loiselle,C.G. & McGrath. (2004). Polit. Beck. Canadian essentials of nursing research.

Philadelphia : Lippincott William & Wilkins.

Kandel, E.R., Schmartz, J.H., & Jessell, T.M. (2000). Principles of neural science. 4th

Edition. New York : McGraw-Hill Company.

Kokko & Tannnen. (1996). Fluids and electrolytes. 3rd

Edition. Massachusetts : A

Pearson Education Company.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 103: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Kozier, Erb, Berman & Snyder. (2004). Fundamentals of nursing. Concepts, process

and practice. 7th Edition. New York : Pearson Education Inc.

Metheny, N.M. (1992). Fluid and electrolyte balance. Nursing Consideration. 2nd

Edition. J.B Lippincott Company. Philadelphia.

Mistiaen, 2001, Thirst, interdialytic weight gain, and thirst intervention in

haemodialysis patients : a literature review. Nephrology Journal Nursing.

http://findarticles.com/p/articles/mi_mOICF/is_6_28/ai_ni8612875 diunduh

tanggal 28 Februari 2008

Munden, J. (2006). Fluids & electrolytes. A 2-in-1 Reference for nurses. Ambler :

Lippincott Williams & Wilkins.

Polit, B. & Hungler. (1999). Nursing research. Principles and methods. 6th

edition.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Porth, C.M. (1998). Pathophysiology. Concepts of altered health states. 5th Edition.

Philadelphia : Lippincott

Porth, C.M & Erickson M (1992). Physiology of thirst and drinking : implication for

nursing practice. Heart Lung : 21(3). School of nursing, University of

Wisconsin-Milwaukee, http://www.medscape.com/medline/1592619 diunduh

tanggal 10 Maret 2008)

Portney, L. G. & Watkins, M.P. (2000). Foundations of clinical research. Applications

to practice. 2nd

Edition.New Jersey. Prentice Hall Health.

Price, S.A. & Wilson, L.M. (1995). Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit.

Edisi 4. Jakarta : ECG.

Raharjo, et al (2006), dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2006. Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sabri, L & Hastono,S.P. (2006). Statistik kesehatan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Sastroasmoro & Ismael. (2002). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi Ke-2.

Jakarta : CV. Sagung Seto.

Schmidt, R.F. & Thews, G. (1989). Human physiology. 2nd

Completely Revised

Edition. New York : Springer-Verlag Berlin Heidelberg..

Siregar. (2006), dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2006. Buku ajar

ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 104: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L, Cheever,K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s

Textbook of medical-surgical nursing. 11th Edition. Philadelphia : Lippincott

William & Wilkins.

Soon, B.Y., (1994). Literature review for care of the thirst,

http://kmbase.medric.or.kr/Main.aspx diunduh tanggal 28 Februari 2008.

Suwitra, K. (2006), dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2006. Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tomoko, Katsura, Mariko, Junko, Yoko, Mutsumi et al. (2006). Support for heart

failure patients with thirst induced by fluid restriction- usefulness of a spray with

sufficient sialagogic effect, http://sciencelinks.jp/j-

cast/article/200610/00002006100640237158.php diunduh tanggal 28 Februari

2008

Wadha (2007). Chronic renal failure. http://www.marvis-tavet.com/html/body-chronic-

renal-failure.html.diunduh tanggal 3 Maret 2007.

Welch, J.L. (2002). Development of the thirst distress scale. Nephrology Nursing

Journal. http://findarticles.com/p/articles/mi_mOICF/is_4_29/ai_ni8613990

diunduh tanggal 28 Februari 2008

Witherspoon J.D. (1984). Physiology. New York : Harper & Row Publishers Inc.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 105: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN UNTUK BERPARTISIPASI

SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rahmawati

Mahasiswa : Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

NPM : 0606027266

Alamat / HP : KP Pondok Cina. RT 001/T. Depok. HP 081363375450

Dengan ini mengajukan dengan hormat kepada Bapak/Ibu/Saudara untuk bersedia

menjadi responden penelitian yang akan Saya lakukan, dengan judul “Pengaruh

Pengaturan Interval dan Suhu Air Minum Terhadap Sensasi Haus Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pengaturan interval dan suhu

air minum dalam menurunkan rasa haus pada pasien Penyakit ginjal tahap akhir yang

dilakukan pembatasan air minum selama dirawat di ruang rawat inap Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk

meningkatkan kenyamanan dan toleransi pasien selama dilakukan pembatasan air

minum.

Jumlah air minum yang ditentukan bagi Bapak/Ibu/Saudara, akan dibagi untuk diminum

setiap jam. Bila sedang tidak tidur, Bapak/Ibu/Saudara akan diminta untuk minum

setiap 1 – 2 jam dan antara jam 10 pagi hingga jam 4 sore suhu air minum akan diatur

antara suhu 5 – 10oC (air sejuk). Di luar waktu tersebut suhu air adalah suhu biasa.

Tindakan ini akan dilakukan selama 2 hari. Setiap sore, peneliti akan menilai rasa haus

tertinggi yang Bapak/Ibu/Saudara rasakan pada siang hari sebelumnya. Peneliti

mengharapkan kepatuhan Bapak/Ibu/Saudara terhadap waktu dan jumlah air minum.

Setiap penambahan air minum dari jumlah yang ditentukan, harap Bapak/Ibu/Saudara

informasikan kepada peneliti.

Keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa

paksaan. Identitas dan data/informasi yang Bapak/Ibu/Saudara berikan hanya diketahui

oleh peneliti dan akan dijaga kerahasiaannya. Jika selama penelitian ini

Bapak/ibu/Saudara mengalami ketidaknyamanan akibat penelitian ini, maka

Bapak/ibu/Saudara dapat mengundurkan diri tanpa ada konsekuensi apa pun.

Apabila ada pertanyaan lebih dalam tentang penelitian ini, Bapak/ibu/Saudara dapat

menghubungi peneliti pada alamat dan nomor telepon di atas. Demikian permohonan ini

peneliti buat, atas kerja sama yang baik, Saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, 2008

Hormat Saya,

Rahmawati Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 106: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN

BERSEDIA BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Saya telah membaca surat permohonan dan mendapatkan penjelasan tentang penelitian

yang akan dilakukan oleh saudara Rahmawati, Mahasiswa Program Pascasarjana

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan judul “Pengaruh Pengaturan

Interval dan Suhu Air Minum Terhadap Sensasi Haus Pada Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”.

Saya telah mengerti dan memahami tujuan, manfaat serta dampak yang mungkin terjadi

dari penelitian yang akan dilakukan. Saya mengerti dan yakin bahwa peneliti akan

menghormati hak-hak saya dan menjaga kerahasiaan saya sebagai responden penelitian.

Dengan pertimbangan di atas, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari

pihak manapun, saya memutuskan untuk bersedia berpartisipasi menjadi responden

dalam penelitian ini.

Demikian pernyataan ini Saya buat untuk dapat digunakan seperlunya.

Jakarta, 2008

Yang membuat pernyataan,

---------------------------------

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 107: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Lampiran 3

LEMBAR PENELITIAN

Karakteristik Responden

Kode Responden :

Terapi HD : [ ] Ya [ ] Tidak

Umur :

Jenis Kelamin :

Riwayat Diabetes Melitus : [ ] Ada [ ] Tidak

B. Pengukuran Intensitas Haus

Periode Kontrol Periode Intervensi

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 0 Hari 1 Hari 2

C. Status Cairan Hari 1/ 2/ 3/ 4/ 5/ 6

1. Jumlah haluaran 24 jam : mL

2. Jumlah total asupan cairan untuk 24 jam : mL

Alokasi : Oral ………………. mL

Lain-lain …………. ML

Jumlah air minum untuk periode waktu antara jam 08.00 – 21.00 : ………… mL

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 108: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

3. Jumlah volume air minum setiap 1 jam (mL)

Jam Volume air minum (mL)

08.00

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

4. Apakah ada penambahan jumlah air minum dari jumlah yang telah ditentukan

bagi Ibu/Bapak/ Saudara?

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 109: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Pengukuran Intensitas Haus

Jika Bapak/Ibu diminta untuk menilai rasa haus tertinggi yang Bapak/Ibu rasakan dari

jam 08.00 – 16.00 WIB hari ini, dengan rentang nilai mulai dari 0 ( tidak haus sama

sekali ) hingga 100 ( sangat haus), pada nilai berapakah rasa haus tertinggi yang

Bapak/Ibu rasakan ?

Sangat Haus Sekali

90

80

70

60

40

30

20

10

Tidak haus sama sekali

Keterangan :

Nilai 0 – 20 : Tidak haus

Nilai >20 – 50 : Haus ringan

Nilai >50 – 80 : Haus sedang

Nilai > 80 –100 : Haus berat

100

50

0

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 110: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Lampiran 4

PENGATURAN INTERVAL DAN SUHU AIR MINUM

Lemone & Burke (2008) menyatakan bahwa pengaturan air minum dapat dilakukan

dengan mengalokasikan setengah dari total jumlah air minum yang ditentukan untuk

periode waktu di antara shift pagi, 25% hingga 33% dari total jumlah air minum

yang ditentukan dialokasikan untuk periode waktu di antara shift sore, dan sisanya

dialokasikan untuk periode waktu di antara shift malam hingga esok paginya.

Berdasarkan alokasi tersebut, jumlah air minum untuk dua shift, yaitu shift pagi dan

siang adalah 50% + 30% = 80% dari jumlah air minum yang ditentukan. Karena

secara fisiologis tubuh membutuhkan cairan saat makan, peneliti mengantisipasi

bahwa kebutuhan air minum responden saat makan 2 kali lebih banyak dari air

minum di antara jam makan. Maka 90% dari air tersebut akan di bagi untuk 17 jam

(14 + 3 jadwal makan), dan hasilnya adalah kira-kira volume air minum yang dapat

diminum oleh responden setiap 1 jam, dan dikalikan 2 untuk volume air minum saat

makan.

Kozier, et al. (2004) menyatakan bahwa pengaturan interval minum satu atau dua

jam di antara jam makan juga dapat membantu pasien untuk lebih toleransi terhadap

pembatasan cairan.

Suhu air minum juga dapat membantu mengatasi sensasi haus yang dirasakan oleh

pasien. Black & Hawks (2005) menyatakan bahwa air dingin lebih efektif dalam

menurunkan sensasi haus karena air dingin dapat menstimuli cold reseptor di

mukosa mulut. Suhu kota Jakarta dalam bulan Mei-Juni 2008 berkisar 24 – 32oC,

dengan suhu yang panas di siang hari.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 111: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Tahapan prosedur secara rinci adalah sebagai berikut :

Setelah mendapatkan persetujuan untuk menjadi responden penelitian, langkah-langkah

penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Setelah penentuan pembatasan cairan bagi pasien, peneliti memberikan pendidikan

kesehatan mengenai pembatasan cairan meliputi alasan pembatasan cairan, jumlah

air minum yang ditentukan untuk 24 jam dan dampak apabila pasien minum lebih

dari yang telah ditentukan.

b. Pada hari pertama penelitian, pengaturan minum diserahkan kepada pasien. Sore

harinya, peneliti mengukur intensitas haus tertinggi yang responden rasakan sejak

pukul 08.00 hingga 16.00 WIB dengan meminta responden menunjukan intensitas

haus tertinggi yang dirasakannya pada Visual Analogue Scale (VAS) yang telah

disediakan setelah terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang VAS tersebut.

Pengukuran intensitas haus dilakukan setiap sore hari sekitar jam 16.30 WIB

sebelum jam makan sore.

c. Pada pasien yang tidak menjalani terapi hemodialisis, intensitas haus awal untuk

periode kontrol adalah hasil pengukuran intensitas haus pertama kali setelah

responden menjalani pembatasan cairan (Hari 0 atau sebelum periode kontrol dan

intervensi), sedangkan intensitas awal untuk periode intervensi adalah sama dengan

hasil pengukuran intensitas haus pada hari ke dua periode kontrol.

d. Pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis, intensitas haus awal untuk periode

kontrol adalah hasil pengukuran intensitas haus sore hari setelah pasien menjalani

terapi hemodialisis pertama dalam masa penelitian (Hari 0 atau sebelum periode

kontrol dan intervensi), sedangkan intensitas haus awal untuk periode intervensi

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 112: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

adalah hasil pengukuran intensitas haus sore hari setelah pasien menjalani terapi

hemodialisis berikutnya.

e. Pada periode kontrol selama 2 hari, responden mengatur sendiri interval minum

dengan suhu air minum sesuai suhu kamar.

f. Pada periode intervensi selama 2 hari, peneliti memberikan penjelasan tentang

pengaturan interval minum setiap jam antara jam 08.00-16.00 WIB dan pengaturan

suhu air minum dalam rentang suhu 5 – 10oC mulai jam 10.00-16.00 WIB dengan

memasukan botol air minum responden ke dalam ice boks untuk mempertahankan

suhunya.

g. Pada periode intervensi, penghitungan volume air minum untuk setiap kali minum

dari jumlah air minum yang ditentukan adalah 80% dari jumlah air minum yang

ditentukan dialokasikan untuk waktu antara jam 08.00-21.00.

h. Di saat tidak tidur, pasien diberi minum dalam interval 1 jam berdasarkan volume

maksimal air yang ditentukan untuk diminum setiap jam.

i. Bila terjadi perubahan cuaca,seperti hujan atau mendung yang menyebabkan

responden tidak toleransi terhadap air minum dengan suhu 5 – 10oC, maka airminum

responden dikembalikan sesuai suhu kamar dan periode intervensi dimulai kembali

di hari lain dengan cuaca yang sama dengan cuaca sebelumnya.

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 113: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Lampiran 5

Jadwal Kegiatan Penelitian

Pengaruh Pengaturan Interval dan Suhu Air Minum

Terhadap Sensasi Haus Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir

di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Tahun 2008

No Kegiatan

Bulan

Ket Februari Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pembuatan Proposal/ BAB I - IV

2 Konsultasi

3 Ujian Proposal

4 Pengumpulan Data/Penelitian

5 Pengolahan dan Analisis data

6 Ujian Hasil

7 Perbaikan draft tesis

8 Sidang Tesis

9 Perbaikan tesis

10 Jilid Hard Cover

11 Pengumpulan Tesis / Publikasi

Depok, Februari 2008

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 114: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008

Page 115: pengaruh pengaturan interval dan suhu air minum terhadap sensasi

Lampiran 8

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rahmawati

Tempat/Tanggal Lahir : Dumai, 7 Februari 1976

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat Institusi : Kopertis Wilayah X , Jl. Khatib Sulaiman. Padang

Alamat Rumah : Jl.Raya Bukittinggi-Pekanbaru. Simp. SDN Titih,

Padang Tarok. Kec.Baso. Kab.Agam. Sumbar

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1988 Lulus SDN 2 Sekayu Kab. Musi Banyuasin Sumatera Selatan

2. Tahun 1991 Lulus SMPN 7 Bukittinggi

3. Tahun 1994 Lulus SMAN 1 Bukittinggi

4. Tahun 1997 Lulus AKPER Depkes RI Padang

5. Tahun 2003 Lulus Program Studi Ilmu Keperawatan UNPAD Bandung

Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 2003- 2005 STIKES Ceria Buana Lubuk Basung Kab. Agam Sumbar

2. Tahun 2005 – 2008 Kopertis Wilayah X Padang

Pengaruh pengaturan interval…, Rahmawati, FIK-UI, 2008

Pengaruh pengaturan..., Rahmawati, FIK UI, 2008