pengaruh pemberian infusa teh hijau (camellia sinensis) …digilib.unila.ac.id/61064/3/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN INFUSA TEH HIJAU (Camellia sinensis)
TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS
PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague
dawley YANG DIINDUKSI ETANOL
(Skripsi)
Oleh :
Nabilah Amirah Salsabila
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
PENGARUH PEMBERIAN INFUSA TEH HIJAU (Camellia sinensis)
TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS
PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague
dawley YANG DIINDUKSI ETANOL
(Skripsi)
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
Oleh :
Nabilah Amirah Salsabila
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Nabilah Amirah Salsabila. Penulis dilahirkan di
Batusangkar, Sumatera Barat pada 18 Oktober 1997 sebagai anak pertama dari empat
bersaudara dari pasangan Ayah Nilson Z, ST dan Bunda Guspita Hutri, S.Pd.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Al-Ikhlas Batusangkar
pada tahun 2004. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 11
Batusangkar pada tahun 2010. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di
SMPN 5 Program Layanan Unggulan Batusangkar pada tahun 2013 dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 3 Program Layanan Unggulan
Batusangkar pada tahun 2016.
Pada Tahun 2016, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur seleksi SNMPTN.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah berkontribusi dalam acara Medical
Gathering pada tahun 2016 yang rutin dilaksanakan di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. mengikuti organisasi FSI Ibnu Sina Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
SANWACANA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “pengaruh pemberian infusa teh hijau (Camellia sinensis) terhadap
gambaran histopatologi hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley
yang diinduksi etanol.”
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat masuka, bantuan,
dorongan, saran, dan bimbingan serta kritik dari berbagai pihak. Maka dengan
segenap kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Orangtua saya Ayah Nilson Z, ST dan Bunda Guspita Hutri, S.Pd yang
teramat sangat saya cintai dan sayangi. Terimakasih atas doa, perhatian,
semangat, kesabaran, kasih saying, dan dukungan yang selalu diberikan setiap
saat serta perjuangannya memberikan pendidikan yang terbaik, baik
pendidikan akademis maupun non akademis yang dapat digunakan untuk
bekal masa depan.
2. Bapak Prof. Dr. Karomani, M.Si selaku Rektor Universitas Lampung.
3. Ibu Dr. Dyah Wulan SRW, SKM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
4. Bapak Prof. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA selaku Pembimbing
Utama penulis, yang bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran,
mangajarkan arti kesabaran serta selalu memberikan dorongan kepada penulis.
Terimakasih atas arahan dan nasihat yang tidak pernah putus diberikan selama
proses penyusunan skripsi ini.
5. Ibu dr Putu Ristyaning Ayu S, S.Ked., M.Kes., Sp.PK selaku Pembimbing II
satas waktu dan kesediaannya dalam membimbing penulis selama proses
penyusunan dan memberikan arahan penulisan dalam proses penyusunan
skripsi ini serta mengajarkan arti disiplin waktu.
6. Bapak dr. Rizki Hanriko, Sp.PA selaku Pembahas skripsi penulis yang
bersedia memberikan ilmunya, meluangkan waktu, pikiran, tenaga,
memberikan masukan, kritik, saran, dan nasihat yang sangat bermanfaat
dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Adikku tercinta, Nazhifah Tasya Kamilia, Natatsa Ghina Rahmah, dan
Naghita Puteri Fashihah yang selalu menjadi tempat bertukar cerita dan sering
menghibur disaat kakak membutuhkannya.
8. Terimakasih kepada Mapi, Ibu, Uni, Abang, ysng sudah mengurus penulis
selama berada di Lampung. Serta terimakasih kepada keluarga besar lainnya
yang mungkin tidak bisa penulis ucapkan satu persatu, terimakasih selalu
mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis selama masa studi.
9. Terimakasih kepada seluruh teman angkatan TRIGEMINUS untuk tahun-
tahun sulit yang sudah kita lewati bersama, semoga untuk pengalaman yang
kita lewati bersama, canda, tawa, suka, maupun duka akan menjadi cerita dan
memori indah dikemudian hari.
10. Teman belajar OSCE dari semester satu hingga semester akhir. Terimakasih
banyak kepada kalian yang telah memberikan pengalaman, tawa, canda, suka
maupun duka dan memberikan warna dalam studi yang dilaksanakan penulis.
11. Terimakasih kepada keluarga besar Animal House Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung atas segala bantuan dan canda tawa yang dibagikan
selama penelitian sehingga penulis dapat melakukan penelitian dengan suka
cita.
12. Terimakasih kepada Mas Bayu yang telah bersedia meluangkan waktunya dan
berbagi ilmunya serta terimakasih kepada Bu Nuriyah, Pak Kaliyadi, dan Pak
Bukhori untuk membantuk penulis dalam proses penelitian skripsi ini.
13. Terimakasih kepada segenap jajaran dosen dan civitas FK Unila atas segala
bantuan yang telah diberikan selama penulis menjalani proses perkuliahan.
14. Terimakasih kepada teman-teman bimbingan skripsi Katya, Nadila, Laila,
Nadhea, Maula, dan Mona atas segala bantuan dan kebaikan yang diberikan
selama penyusunan skripsi ini.
15. Terimakaih kepada My idiot sistersi Ovella, Nadila, Meilin, Windi, Tiara,
Regita yang selalu ada untuk penulis, yang selalu menyelipkan canda tawa
disaat bersamaan. Spesial kepada Tia yang sudah berjasa besar dalam proses
penulisan skripsi. Terimakasih sudah melengkapi dan memberi warna dalam
kehidupan penulis.
16. Kedua sahabatku Irma Liani dan Yunisa Arini Putri yang selalu menjadi
tumpahan penulis dalam senang, sedih, suka, cita, sejak masa propti hingga
titik akhir dalam penyelesaian studi ini.
17. Terimakasih kepada temen berantem Bagas Mukti, yang telah memberikan
nasihat, kesabaran, berbagi keluh kesah dan memberikan kekuatasn serta
support hingga sampai ke tahap ini.
18. Terimakasih kepada Nenek Hamnah yang selalu memberikan support,
motivasi, dan segala cinta dan kasih sayangnya untuk Penulis. Terimakasih
atas waktu yang sangat berharga hingga penulis bisa sampai pada tahap ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Atan
tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita
semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Januari 2020
Penulis
Nabilah Amirah Salsabila
“Barang siapa yang bersungguh sungguh,
sesungguhnya kesungguhan tersebut untuk
kebaikan dirinya sendiri.”
(Q.s. Al-Ankabut [29]:6)
Skripsi ini penulis persembahkan kepada
Ayah dan Bunda tercinta, Ifa, Ica, Adek,
serta (alm) nenek tersayang
ABSTRACT
THE EFFECT OF GREEN TEA INFUSION (Camellia sinensis) ON
HISTOPATHOLOGY OF WHITE RAT (Rattus norvegicus) LIVER
Sprague dawley STRAIN INDUCED BY ETHANOL
By
Nabilah Amirah Salsabila
Background: Alcohol can increase oxidative stress, causing damage to the structure
and function of the liver. Green tea (Camellia sinensis) contains an antioxidant that
can reduce free radicals produced by ethanol metabolism in the liver so that it can
protect the liver from free radicals. This study aims to determine the effect of green
tea infusion (Camellia sinensis) on the hitopathology of white rat liver induced by
ethanol.
Methods: This study used 30 rats divided into 5 groups as follow negative control
group (K1) given aquades, positive control group (K2) given 20% 2 mL/day peroral,
treatment group 1, 2, 3 (P1, P2, P3) given 20% ethanol 2 mL/day peroral followed by
green tea infusion with doses 0,375 gr/day, 0,75 gr/day, and 1,5 gr/day single dose
per oral for 14 days. The the liver of the rat is taken for microscopic examination.
Results: The mean Manja Roenigk scores obtained were K1=1,16, K2=3,36, P1=2,8,
P2=2,68, and P3=2,56. Data were tested with the Kruskal-wallis test followed by
Mann whitney’s post hoc test and the results showed a significant mean difference
between the group K2 and the treatment group P1,P2, and P3.
Conclusion: There is an effect of giving green tea infusion (Camellia sinensis) to the
histopathology of white rat liver induced by ethanol.
Keyword: antioxidants, ethanol, green tea infusion, liver histopathology
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN INFUSA TEH HIJAU (Camellia sinensis)
TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS
PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague
dawley YANG DIINDUKSI ETANOL
Oleh
Nabilah Amirah Salsabila
Latar Belakang: Pemberian alkohol dapat meningkatkan stress oksidatif sehingga
menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi hepar. Antioksidan yang terkandung
dalam teh hijau (Camellia sinensis) dapat bekerja efektif untuk menangkap radikal
bebas yang dihasilkan oleh metabolisme etanol didalam hepar. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa teh hijau (Camellia sinensis)
terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih yang diinduksi etanol.
Metode: Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok,
yaitu kontrol negatif (K1) yang diberikan akuades, kontrol positif (K2) yang
diberikan etanol 20% dengan dosis 2 mL/hari peroral, kelompok perlakuan 1, 2, dan 3
(P1, P2, dan P3) yang diberikan etanol 20% dengan dosis 2 mL/hari peroral
dilanjutkan dengan infusa teh hijau peroral dengan dosis berturut-turut 0,375 gr/hari,
0,75 gr/hari dan 1,5 gr/hari dosis tunggal peroral selama 14 hari. Kemudian, hepar
tikus diambil untuk diperiksa secara mikroskopis.
Hasil: Rerata skor Manja Roenigk yang didapatkan adalah K1=1,16, K2=3,36,
P1=2,8, P2=2,68 dan P3=2,56. Data diuji dengan uji Kruskal-Wallis,dilanjutkan
dengan uji post hoc Mann Whitney dan didapatkan hasil perbedaan rerata yang
bermakna antara kelompok K2 dengan P1, P2, dan P3.
Simpulan : Terdapat efek pemberian infusa teh hijau (Camellia sinensis) terhadap
gambaran histopatologi hepar tikus putih yang diinduksi etanol.
Kata Kunci: antioksidan, etanol, histopatologi hepar, infusa teh hijau.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hepar ................................................................................................... 6
2.1.1 Anatomi ................................................................................... 6
2.1.2 Fisiologi ................................................................................... 8
2.1.3 Histologi .................................................................................. 9
2.1.4 Histopatologi ............................................................................ 12
2.2 Alkohol ................................................................................................ 18
2.2.1 Golongan Alkohol ................................................................... 19
2.2.2 Metabolisme Alkohol .............................................................. 20
2.2.3 Prevalensi ................................................................................. 22
2.2.4 Penyakit Hati Alkoholik .......................................................... 24
2.3 Teh Hijau (Camellia sinensis) ............................................................. 30
2.4 Tikus (Rattus norvegicus) .................................................................... 34
ii
2.4.1 Klasifikasi ................................................................................ 34
2.4.2 Morfologi ................................................................................. 35
2.5 Kerangka Teori .................................................................................... 36
2.6 Kerangka Konsep ................................................................................ 38
2.7 Hipotesis .............................................................................................. 38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 39
3.2 Tempat dan Waktu................................................................................ 39
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................. 40
3.3.1 Populasi Sampel ....................................................................... 40
3.3.2 Besar Sampel ........................................................................... 40
3.4 Kriteria Sampel ..................................................................................... 41
3.5 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 42
3.5.1 Alat Penelitian ......................................................................... 42
3.5.2 Bahan Penelitian ...................................................................... 43
3.5.3 Alat dalam pembuatan preparat ............................................... 43
3.5.4 Bahan dalam pembuatan preparat ............................................ 44
3.6 Prosedur Penelitian ............................................................................... 44
3.6.1 Pemilihan Tikus ....................................................................... 44
3.6.2 Adaptasi ................................................................................... 45
3.6.3 Penentuan Dosis ....................................................................... 45
3.6.4 Pemberian Infusa Teh Hijau dan Etanol .................................. 46
3.6.5 Prosedur pembuatan preparat .................................................. 48
3.7 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional .................................... 51
3.7.1 Identifikasi Variabel ................................................................ 51
3.7.2 Definisi Operasional ................................................................ 51
3.8 Alur Penelitian ..................................................................................... 55
3.9 Analisis Data ........................................................................................ 56
3.10 Ethical Clearence .................................................................................. 57
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 58
4.1.1 Gambaran Histopatologi Hepar Tikus ..................................... 59
4.1.2 Analisis Histopatologi Hepar Tikus ......................................... 64
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 68
iii
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .............................................................................................. 74
5.2 Saran .................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 75
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Prevalensi Minuman Beralkohol Di Provinsi Lampung ................................ 23
2. Morfologi Rattus norvegicus ......................................................................... 35
3. Keperluan Mineral dalam Makanan Tikus .................................................... 36
4. Hasil Skoring Preparat Berdasarkan Skoring Manja Roenigk ...................... 64
5. Uji Normalitas Shapiro-Wilk ........................................................................ 66
6. Uji Hipotesis Kruskal Wallis ........................................................................ 67
7. Hasil Analisis Mann-Whitney ....................................................................... 67
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi Hepar Di Lihat Dari Ventral .......................................................... 6
2. Anatomi Hepar Di Lihat Dari Dorsokaudal .................................................. 7
3. Potongan Transversal Hepar ......................................................................... 10
4. Gambaran Histopatologi Dari Penyakit Hati Alkoholik ................................ 12
5. Rumus Senyawa Alkohol ............................................................................... 19
6. Patogenesis Penyakit Hati Alkoholik ............................................................. 27
7. Fatty Liver ...................................................................................................... 29
8. Sirosis ............................................................................................................. 30
9. Teh Hijau (Camellia sinensis) ...................................................................... 31
10. Kerangka Teori .............................................................................................. 37
11. Kerangka Konsep ........................................................................................... 38
12. Alur Penelitian ............................................................................................... 55
13. Histopatologi Hepar Tikus Kelompok Kontrol Negatif ................................ 59
14. Histopatologi Hepar Tikus Kelompok Kontrol Positif ................................. 60
15. Histopatologi Hepar Tikus Kelompok Perlakuan 1 ...................................... 61
16. Histopatologi Hepar Tikus Kelompok Perlakuan 2 ...................................... 62
17. Histopatologi Hepar Tikus Kelompok Perlakuan 3 ...................................... 63
vi
DAFTAR SINGKATAN
ADH Alcohol dehydrogenase
ALD Alcohol liver disease
ALDH Aldehide dehydrogenase
Asetil ko-A Koenzim-A asetil
ATP Adenosine tri phospate
C Catechin
CCL4 Karbon tetraklorida
CYP2E1 Cytochrome P450 2E1
EC Epicathechin
ECG Epicathechin gallate
EGC Epigallocatechin
EGCG Epigallocathechin gallate
GC Gallocathechin
GSH Glutathione peroxidase
H2O2 Hidrogen peroksida
IL Interleukin
LPS Lipopolisakarida
vii
MEOS Microsomal enzyme oxidizing system
NADH Nicotinamide adenosine dinuclotide hydrogen
NADPH Nikotinamid adenine dinukleotid fosfat
RE Reticulum endoplasma
ROS Reactive oxygen species
TNF-α Tumor necrosis factor α
WHO World health organization
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alkohol, terutama dalam bentuk etil alkohol (etanol), telah menempati tempat
penting dalam sejarah umat manusia. Seperti halnya pada negara barat,
hingga abad ke-19, minuman beralkohol jenis beer dan anggur merupakan
minuman yang paling digemari. Dipercaya bahwa minuman beralkohol
tersebut memberi kalori dan nutrien penting serta berfungsi sebagai sumber
utama asupan cairan harian sehingga minuman beralkohol dikonsumsi secara
luas hingga saat ini. Meskipun demikian, dalam konsumsi yang berlebihan
dapat menyebabkan gangguan pada fungsi maupun organ tubuh (Masters,
2014). Alkohol merupakan zat psikoaktif yang bisa menyebabkan
ketergantungan (WHO, 2014). Alkohol dalam jumlah rendah hingga sedang
mengurangi rasa cemas dan mendorong perasaan sejahtera atau bahkan
euphoria (Masters, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO), dalam sebuah penelitian di
Autralia, mencatat bahwa prevalensi untuk konsumsi beer sebanyak 0,9-11%,
wine sebanyak 7-14%, spirits sebanyak 37-75,9% (Stockwell et al., 2000).
Berdasarkan Global Status Report on Alcohol And Health (2014), dari
2
241.000.000 orang penduduk Indonesia, prevalensi gangguan karena
penggunaan alkohol adalah 0,8% dan prevalensi ketergantungan alkohol
adalah 0,7% pada pria maupun wanita (Tritama, 2014). Untuk prevalensi
frekuensi minum alkohol di Provinsi Lampung dalam sebulan adalah
sebanyak 42,7%, dengan terendah sebesar 15,4% di Lampung Timur dan
tertinggi 66,7% di Lampung Barat (Riskesdas, 2007). Menurut Riskesdas
(2018), rata rata jumlah satuan standar minuman beralkohol yang biasa
diminum pada peminum alkohol berusia ≥10 tahun pada provinsi Lampung
adalah sebesar 5,8 dengan angka minimal 0,1 dan maksimal 53,4 dengan
persentase total sebesar 1,8% konsumsi minuman beralkohol di provinsi
Lampung (Riskesdas, 2018).
Jalur utama metabolisme alkohol melibatkan alcohol dehydrogenase (ADH),
suatu famili enzim sitosol yang mengatalisis perubahan alkohol menjadi
asetaldehida. Enzim enzim tersebut sebagian besar ditemukan di organ hepar
dan sebagian kecil ditemukan di organ lambung maupun otak. Sebagai akhir
dari proses metabolisme alkohol yaitu oksidasi alkohol menghasilkan
kelebihan ekivalen pereduksi di hepar, terutama sebagai nicotinamide
adenosine dinuclotide hydrogen (NADH) dimana kelebihan NADH dapat
menyebabkan terjadinya gangguan metabolik seperti alkoholisme kronik,
asidosis laktat, dan hipoglikemia pada keracunan alkohol akut (Masters,
2014).
3
Menurut Masters (2014) menyatakan bahwa, organ utama terjadi kerusakan
akibat konsumsi alkohol yang berlebihan adalah hepar, selain itu juga dapat
terjadi kerusakan pada sistem saraf, pencernaan, kardiovaskular, dan imun.
Mekanisme spesifik yang diduga berperan dalam kerusakan jaringan adalah
terjadinya peningkatan stress oksidatif, kerusakan mitokondria, gangguan
faktor pertumbuhan, dan terjadi cedera yang dipicu oleh sitokin.
Manusia memiliki reaksi alami untuk menangkal radikal bebas yang ada di
tubuh, antioksidan tambahan juga diperlukan sebagai penangkal bila kadar
radikal bebas di tubuh berlebihan (Nurjanah et al., 2011; Rosalia et al., 2016).
Konsumsi dari teh hijau semakin meningkat dari tahun ke tahun, sehingga
perlu diketahui juga berbagai manfaat dari teh hijau (Sánchez et al., 2013).
Teh hijau (Camellia sinensis) merupakan salah satu jenis teh herbal yang
memiliki polyphenol dalam jumlah banyak, terutama catechins, yang
memiliki aktivitas antioksidan tinggi (Dobrzynska et al., 2004; Rosalia et al.,
2016).
Polyphenol memiliki kadar antioksidan 100 kali lebih efektif dibandingkan
dengan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dibandingkan dengan vitamin E.
Selain itu, polyphenol juga diduga memiliki aktivitas anti inflamasi dan
antialergi (Yusni et al., 2014). Berdasarkan studi penelitian eksperimental
terhadap tikus, didapatkan hasil bahwa pada kelompok percobaan yang diberi
etanol dan teh hitam mengalami perbaikan organ dibandingkan dengan
kelompok yang hanya diberikan etanol saja. Dimana pada penelitian tersebut,
4
perbaikan dari teh hitam diduga merupakan aktivitas dari zat antioksidan
catechin (Rosalia et al., 2016).
Penelitian ini dilakukan untuk melihat peran infusa teh hijau sebagai
antioksidan dalam mencegah terjadinya stres oksidatif yang dapat dilihat pada
gambaran histopatologi organ hepar tikus putih yang diinduksi dengan etanol
dalam kurun waktu dan dosis tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dalam penulisan ini
rumusan masalah yang akan diteliti yaitu :
1. Apakah terdapat pengaruh pemberian etanol terhadap gambaran
histopatologi organ hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa
galur Sprague dawley?
2. Apakah terdapat pengaruh pemberian infusa teh hijau (Camellia sinensis)
terhadap gambaran histopatologi organ hepar tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi etanol?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh pemberian etanol terhadap gambaran histopatologi
organ hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.
2. Mengetahui pengaruh pemberian infusa teh hijau (Camellia sinensis)
terhadap gambaran histopatologi organ hepar tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi etanol.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Menambah dan meningkatkan pengetahuan peneliti dibidang
Kedokteran dan bermanfaat dalam pengaplikasian disiplin ilmu yang
telah dipelajari selama perkuliahan.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Menambah wawasan masyarakat mengenai efek protektif dari teh
hijau dan meningkatkan pengawasan terhadap lingkungan sekitar agar
dapat menjauhi konsumsi minuman beralkohol.
1.4.3 Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai efek protektif infusa teh hijau terhadap gambaran
histopatologi organ hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Sprague dawley yang diinduksi etanol.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hepar
2.1.1 Anatomi
Gambar 1. Anatomi Hepar Di Lihat Dari Ventral (Paulsen dan Waschke,
2015).
Hepar merupakan organ terbesar di tubuh yang terletak dalam saluran
cerna tempat penyerapan nutrien yang digunakan di bagian lain tubuh
dengan berat sekitar 1,5 kg atau sekitar 2% dari berat tubuh orang
dewasa (Richard, 2012; Mescher, 2016).
Hepar memiliki facies diaphragmatica dan facies visceralis
(dorsokaudal) yang dibatasi oleh tepi kaudal hepar. Facies
7
diaphragmatica bersifat licin dan berbentuk kubah, sesuai dengan
cekungan permukaan kaudal diaphragm, tetapi untuk sebagian besar
terpisah dari diaphragma karena recessus subphrenicus cavitas
peritonealis (Moore dan Agur, 2016).
Gambar 2. Anatomi Hepar Di Lihat Dari Dorsokaudal
(Paulsen dan Waschke, 2015).
Hepar terbagi menjadi lobus hepatica dextra dan lobus hepatica
sinistra dan yang memiliki fungsi masing-masing (Richard, 2012;
Moore dan Agur, 2016). Lobus dextra terbagi menjadi lobus
quadratus dan lobus caudatus oleh adanya vessica biliaris, fissura
untuk ligamentum teres hepatis, v. cava inferior, dan fissura untuk
ligamentum venosum. Penelitian menunjukkan bahwa pada
kenyataannya lobus quadratus dan lobus caudatus merupakan bagian
fungsional lobus hepatica sinistra. Jadi cabang cabang dextra dan
sininstra arteri hepatica dan vena porta, dan ductus hepatica dextra
dan sinistra masing masing mengurus lobus dextra dan sinistra
(Richard, 2012).
8
Hepar tersusun atas lobuli hepatis. V. centralis pada masing-masing
lobulus bermuara ke v. hepatica. Dalam ruangan antara lobulus-
lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang a.
hepatica, v. portae hepatica, dan sebuah cabang ductus choledochus
(trias hepatis). Darah arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar
melalui sinusoid dan dialirkan ke v. centralis (Sloane, 2004).
2.1.2 Fisiologi
Hepar merupakan organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh
(Sherwood, 2014). Hepar merupakan organ utama yang aktif terlibat
dalam metabolisme dan detoksifikasi terhadap obat serta xenobiotik
(zat asing) (Chiang, 2014). Hepar juga merupakan kelenjar terbesar
dalam tubuh (Moore dan Agur, 2016). Organ ini dapat dipandang
sebagai pabrik biokima utama tubuh. Perannya dalam sistem
pencernaan adalah sekresi garam empedu, yang membantu pencernaan
dan penyerapan lemak. Selain itu, fungsi dari organ hepar seperti,
pemrosesan metabolik kategori-kategori utama nutrien seperti
karbohidrat, protein, dan lemak, setelah itu zat-zat ini diserap dari
saluran cerna. Organ hepar juga memiliki fungsi sebagai alat untuk
detoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat
dan senyawa asing lain (Sherwood, 2014).
9
Hepar memiliki beberapa fungsi yaitu
a. Memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrien yaitu
karbohidrat, protein, dan lemak.
b. Metabolisme karbohidrat
c. Metabolisme lemak
d. Metabolisme protein
e. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon
serta obat dan senyawa asing lain.
f. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan
untuk pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormone
steroid dan tiroid serta kolesterol dalam darah.
g. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
h. Mengaktfikan vitamin D, yang dilakukan hepar bersama dengan
ginjal.
i. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua oleh makrofag
jaringan.
j. Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin (Hall dan Arthur, 2010;
Sherwood, 2014).
2.1.3 Histologi
Hepar dibungkus oleh suatu simpai tipis jaringan ikat yang menebal di
hilus, tempat v. porta hepatica dan a.hepatica memasuki organ dan
keluarnya ductus hepatica sinistra dan dextra serta pembuluh limfe
dari hepar. Pembuluh-pembuluh dan ductus ini dikelilingi jaringan
10
ikat di sepanjang perjalanannya ke bagian ujung (bagian asal) di
dalam celah portal di antara lobulus hepar. Di tempat ini, jalinan serat
reticular halus mengelilingi dan menopang sel hepar dan sel endotel
sinusoid di lobulus hepar (Mescher, 2016).
Gambar 3. Potongan Transversal Hepar. Pengecatan HE.
30x (Mescher, 2016).
Hepar terdiri atas lobus-lobus. Setiap lobus terbagi menjadi struktur-
struktur yang disebut lobulus dan merupakan unit mikroskopis dan
fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang
terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial
mengelilingi v. centralis yang mengalirkan darah dari lobulus (Price
dan Wilson, 2006).
Sel–sel yang terdapat di hepar antara lain: hepatosit, sel endotel, dan
sel makrofag yang disebut sebagai sel kupffer, dan sel ito (sel
penimbun lemak). Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobulus
hepar dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan
11
bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus ke pusatnya dan
beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin dan
busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang
disebut sinusoid hepar (Mescher, 2016).
Sinusoid hepar adalah saluran darah yang melebar dan berliku-liku,
dilapisi oleh lapisan tidak utuh sel endotel berfenestra
(Endotheliocytus fenestratum) yang juga menunjukkan lamina basalis
yang berpori dan tidak utuh (Eroschenko VP, 2013). Sel-sel endotel
terpisah dari hepatosit di bawahnya oleh suatu lamina basalis yang
tidak kontinu dan suatu celah perisinusoid yang sangat sempit. Selain
sel endotel, terdapat dua sel penting yang berhubungan dengan
sinusoid seperti, sel kupffer yaitu sejumlah besar makrofag stellata,
ditemukan antara sel endotel sinusoid dan permukaan luminal di
dalam sinusoid, terutama dekat area portalnya. Fungsi utamanya
adalah menghancurkan eritrosit tua, menggunakan ulang heme,
menghancurkan bakteri atau debris yang dapat memasuki darah portal
dari usus, dan bekerja sebagai sel penyaji antigen pada imunitas
adaptif. Selain itu, di celah perisinusoid terdapat sel penimbun lemak
stellata atau disebut juga dengan sel-sel Ito dengan droplet lipid kecil
yang mengandung vitamin A namun sulit ditemukan di sediaan rutin
karena hana memproduksi sekitar 8% di sel hepar (Mescher, 2016).
12
Traktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus portal,
darah yang berasal dari vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke
vena sentralis. Traktus portal terdiri dari 3 struktur utama yang disebut
trias portal. Struktur yang paling besar adalah venula portal terminal
yang dibatasi oleh sel endotel pipih. Kemudian terdapat arteriola
dengan dinding yang tebal yang merupakan cabang terminal dari arteri
hepatik. Dan yang ketiga adalah duktus biliaris yang mengalirkan
empedu. Selain ketiga struktur itu, ditemukan juga limfatik (Mescher,
2016).
2.1.4 Histopatologi
Dari sudut morfologi, hepar merupakan organ sederhana yang
memiliki respons perbaikan terbatas terhadap berbagai jejas, dimana
pola kerusakan tetap sama meskipun etiologinya berbeda (Mitchell,
2007).
Gambar 4. Gambaran Histopatologi Dari Penyakit Hati Alkoholik
(Theise, 2013).
13
Baik itu kerusakan karena terdapat racun, infeksi, maupun kondisi lain
yang bisa mempengaruhi hepar, hepar hanya memiliki lima respon
umum terhadap cedera yaitu peradangan, infiltrat/ akumulasi sel,
kematian sel, fibrosis, dan regenerasi (Kemp et al., 2008).
2.1.4.1 Jejas reversibel
a. Pembengkakan Sel
Pembengkakan merupakan manifestasi pertama yang ada
hampir pada semua bentuk jejas sel, sebagai akibat
pergeseran air ekstraseluler ke dalam sel, akibat gangguan
pengaturan ion dan volume karena kehilangan adenosine
tri phospate (ATP) (Chandrasoma dan Taylor, 2005). Bila
air berlanjut tertimbun dalam sel, vakuol−vakuol kecil
jernih tampak dalam sitoplasma yang diduga merupakan
retikulum endoplasma yang melebar dan menonjol keluar
atau segmen pecahannya. Gambaran jejas nonletal ini
kadang−kadang disebut degenerasi hidropik atau
degenerasi vakuol. Selanjutnya hepatosit yang
membengkak juga akan tampak edematosa (degenerasi
balon) dengan sitoplasma ireguler bergumpal dan
rongga−rongga jernih yang lebar (Mitchell, 2007).
Degenerasi sel adalah kelainan sel yang terjadi akibat
cedera ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur
14
dalam sel seperti mitokondria dan sitoplasma akan
mengganggu proses metabolisme sel. Kerusakan ini
sifatnya reversibel artinya bisa diperbaiki apabila
penyebabnya segera dihilangkan (Nazarudin et al., 2017).
Empat sistem sel yang paling mudah terkena jejas yaitu :
(1) integritas membran sel, yang penting bagi homeostasis
ionik dan osmotik selular; (2) pembentukan ATP, sebagian
besar melalui respirasi aerobik mitokondria; (3) sintesis
protein; (4) integritas apparatus genetik. Dalam
keterbatasan, sel dapat mengkompensasi gangguan
tersebut, dan jika rangsang yang membuat jejas
dihilangkan, sel kembali ke keadaan normal. Namun, bila
cedera yang berlebihan menyebabkan sel melewati
ambang batas dan masuk ke kondisi jejas ireversibel
(Mitchell et al., 2007). Perubahan struktur pada jejas
reversibel yaitu: (1) Perubahan membran plasma; (2)
Perubahan mitokondria; (3) Dilatasi retikulum
endoplasma; (4) perubahan nuklear (Mitchell et al., 2007).
Degenerasi bengkak keruh atau yang disebut juga dengan
cloudy swelling, merupakan degenerasi paling ringan yang
bersifat reversibel. Pada degenerasi bengkak keruh terjadi
perubahan pada ukuran sel yang membengkak dan
sitoplasma menjadi keruh. Selain keruh, sitoplasma juga
15
memiliki granul-granul disebabkan karena mengandung
banyak air sebagai akibat dari ketidakmampuan sel untuk
menjadi hemostasis cairan dan ion (Abbas et al., 2015;
Sudiono et al., 2014). Menurut Mitchell et al (2014),
terjadi perubahan seperti perubahan pada mitokondria dan
dilatasi dari retikulum endoplasma yang merupakan
sumber produk utama metabolisme oksidatif (Mitchell et
al., 2014). Terjadinya kerusakan akan menyebabkan
proses oksidasi sel menjadi terganggu, yang menyebabkan
ketidakmampuan sel untuk mengeliminasi hasil metabolit
sehingga, terjadi akumulasi air pada sitoplasma dan
menyebabkan sel membengkak (Sudiono et al., 2014).
b. Perlemakan Hepar
Perlemakan hepar merupakan akumulasi trigliserida dalam
sel−sel parenkim hepar. Akumulasi timbul pada keadaan
berikut: (1) Peningkatan mobilisasi lemak jaringan yang
menyebabkan peningkatan jumlah asam lemak yang
sampai ke hepar; (2) Peningkatan kecepatan konversi dari
asam lemak menjadi trigliserida di dalam hepar karena
aktivitas enzim yang terlibat meningkat; (3) Penurunan
oksidasi trigliserida menjadi asetil−koA dan penurunan
bahan keton; (4) Penurunan sintesis protein akseptor lipid
(Chandrasoma dan Taylor, 2005).
16
c. Regenerasi
Hepatosit dan duktus biliaris mempunyai kemampuan
berproliferasi baik sekali dalam respons terhadap jejas.
Dengan tidak adanya peradangan dan parut setelah sesuatu
menyebabkan nekrosis sel hepar, arsitektur dan fungsi
hepar dapat kembali seluruhnya (Mitchell, 2007).
2.1.4.2 Jejas irreversibel
a. Nekrosis
Nekrosis sel dapat terjadi langsung atau dapat mengikuti
degenerasi sel (Chandrasoma dan Taylor, 2005).
Gambaran dari nekrosis bisa terdapat nekrosis koagulatif
(misalnya infark) yaitu pengumpulan beberapa hepatosit
terisolasi disertai eosinofilia. Nekrosis fokal adalah
nekrosis yang tersebar secara acak di seluruh lobules atau
daerah periportal, midzonal, maupun daerah perisentral
(Masters, 2007).
Nekrosis sel adalah interaksi antara radikal bebas dengan
biomolekul penyusun membran sel hati. Interaksi radikal
bebas ini menyeabkan perubahan dan merusak membran
sel. Nekrosis merupakan kelainan sel yang bersifat
ireversibel (Nazarudin Z et al., 2017). Ada dua cara untuk
mengetahui keadaan yang disebut dengan “point of no
17
return” (sel yang tidak bisa kembali normal lagi) yaitu:
(1) Ketidakmampuan memperbaiki disfungsi mitokondria;
(2) Terjadinya gangguan fungsi membran yang besar.
Terdapat beberapa penyebab terjadinya nekrosis sel yaitu:
(1) Kehilangan progresifitas fosfolipid membran; (2)
Abnormalitas sitoskeletal; (3) ROS; (4) Produk
pemecahan lipid (Mitchell et al., 2007).
Gambaran morfologi nekrosis merupakan hasil dari dua
proses penting yang terjadi secara bersamaan, yaitu: (1)
Digesti enzimatik sel; (2) Denaturasi protein. Enzim
hidrolitik dapat berasal dari sel yang mati tersebut, disebut
dengan autolisis atau dari lisosom sel radang penginvasi,
yang disebut dengan heterolisis. Proses tersebut
memerlukan waktu berjam-jam untuk timbul sehingga
tidak ada perubahan yang bisa dideteksi dalam sel. Sel
yang mati memperlihatkan peningkatan eosinofil,
disebabkan karena meningkatnya pengikatan eosin
terhadap protein intrasitoplasmik yang mengalami
denaturasi dan sebagian akibat hilangnya basofil yang
normalnya ditanam oleh RNA dalam sitoplasma. Terdapat
tiga pola yang terjadi yaitu: (1) Kariolisis. Basofilia
kromatin memudar disebabkan karena DNAse; (2)
Piknosis. Ditandai dengan melisutnya inti sel dan
18
peningkatan basofil, DNA berkondensasi menjadi massa
yang melisut padat. (3) Karioreksis. Fragmen inti sel yang
piknotik, dimana dalam 1-2 hari inti sel yang mati akan
menghilang.
b. Fibrosis
Fibrosis merupakan akumulasi matriks ekstraseluler yang
merupakan respons dari cedera akut atau kronik pada
hepar. Deposit kolagen sebagai respons terhadap jejas,
meluas dari saluran portal atau vena hepatic sentral
(terminal) tergantung dari etiologinya. Akhirnya jaringan
hepar menjadi terbagi bagi membentuk sirosis dengan
mengubah arsitektur normal menjadi nodul-nodul
abnormal (Mitchell, 2007).
c. Sirosis
Berlanjutnya fibrosis dan cedera parenkim menyebabkan
hepar terbagi bagi menjadi nodus hepatosit yang
mengalami regenerasi dan dikelilingi oleh jaringan parut
yang disebut dengan sirosis (Mitchell, 2007).
2.2 Alkohol
Alkohol memiliki rumus umum CnH2n+1OH atau R-OH, R merupakan
lambang dari senyawa alkil, yaitu hidrokarbon terbuka. Penggolongan
alkohol berdasarkan pada gugus hidroksil –OH yang terikat pada atom
19
karbon dengan hibridisasi sp3. Sedangkan –OH yang terikat pada karbon
terhibridisasi sp2 disebut dengan senyawa enol (Wardiyah, 2017).
Gambar 5. Rumus Senyawa Alkohol (Masters, 2014).
2.2.1 Golongan Alkohol
Golongan Alkohol terdiri dari metanol dan etanol. Metanol
merupakan jenis alkohol paling sederhana yang dikenal sebagai
spiritus yang digunakan sebagai bahan bakar (Wardiyah, 2017).
Metil alkohol/ wood alcohol digunakan secara luas dalam produksi
berbagai senyawa organik sintetik dan sebagai konstituen dalam
banyak pelarut komersial. Dapat terjadi keracunan karena ingesti tak
sengaja produk-produk yang mengandung metanol atau ketika bahan
ini diminum secara salah sebagai pengganti etanol (Masters, 2014).
Etanol, disebut juga dengan etil alkohol adalah suatu molekul kecil
larut air yang cepat di serap dari saluran cerna (Masters, 2014).
Setelah penggunaan oral, etanol diabsorpsi secara cepat dari
lambung dan usus halus ke dalam aliran darah dan didistribusikan ke
dalam total air tubuh yaitu sekitar 0,5-0,7 liter/kg (Hardman dan
Limbird, 2012). Lebih dari 90% alkohol yang dikonsumsi dioksidasi
20
di hati, sebagian besar dari sisanya diekskresikan melalui paru dan
urin (Masters, 2014). Etanol digunakan sebagai pelarut, desinfektan
atau bahkan minuman keras (Wardiyah, 2017).
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 74 tahun 2013
pasal 3 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol,
alkohol dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu golongan A
minuman alkohol yang mengandung etanol dengan kadar 1-5%,
golongan B alkohol yang mengandung etanol dengan kadar 5-20%,
dan golongan C alkohol yang mengandung etanol 20-55% (Republik
Indonesia, 2013). Beer memiliki kadar alkohol sebanyak 5%, wine
memiliki kadar alkohol sebanyak 12%, untuk kadar alkohol 40%
dimiliki oleh whiskey, gin, rum, vodka, spirits, dan tequila
(Stockwell et al., 2000).
2.2.2 Metabolisme Alkohol
Alkohol yang masuk kedalam tubuh akan mengalami serangkaian
proses biokimia. Menurut Masters (2014), metabolisme alkohol
melibatkan 3 jalur, yaitu :
1. Jalur Alkohol Dehidrogenase
Disebut juga dengan jalur sitosol. Jalur ini adalah proses
oksidasi dengan melibatkan alcohol dehidrogenase (ADH).
Proses oksidasi dengan menggunakan ADH terutama terjadi di
dalam hepar, tetapi sejumlah kecil ditemukan di organ lain
21
seperti otak dan lambung. Asetaldehid merupakan produk yang
sangat reaktif dan sangat beracun sehingga menyebabkan
kerusakan beberapa jaringan atau sel.
2. Microsome Ethanol Oxidation System (MEOS)
Jalur ini sering disebut dengan sistem Microsome Ethanol
Oxidation System (MEOS). Sistem ini melibatkan enzim
sitokrom P450, 2E1, 1A2, dan 3A4 (Masters, 2014). Enzim
CYP2E1 juga dapat berkontribusi terutama bila konsentrasi
etanol tinggi dan aktivitasnya terpicu. Enzim CYP2E1 dapat
mengaktifkan toksin tertentu, seperti CCL4. Enzim ini juga
menyebabkan peningkatan NADP+ sehingga membatasi
ketersediaan NADPH untuk regenerasi glutation tereduksi
(GSH) yang akan meningkatkan stress oksidatif (Hardman dan
Limbird, 2012).
3. Katalase Mitokondria
Sebagian besar asetaldehida yang terbentuk dari alkohol
dioksidasi di hati dalam suatu reaksi yang dikatalis oleh
aldehyda dehydrogenase (ALDH) dependen-NAD di
motokondria. Produk reaksi ini adalah asetat yang dapat
dimetabolisme lebih lanjut menjadi CO2 dan air, atau digunakan
untuk membentuk asetil-KoA (Bruha et al., 2010; Masters,
2014).
22
Alkohol yang masuk ke saluran pencernaan akan diabsorbsi
melalui dinding gastrointestinal, tetapi lokasi yang efisien untuk
terjadi absorbsi adalah di dalam usus kecil. Setelah diabsorbsi,
alkohol akan didistribusikan ke semua jaringan dan cairan tubuh
serta cairan jaringan. Alkohol akan diabsorbsi sekitar 90-98%
dengan enzim, 2-10% lainnya akan diekskresikan tanpa
mengalami perubahan, baik melalui paru-paru maupun ginjal.
Sebagian kecil akan dikeluarkan melalui keringat, air mata,
empedu, cairan lambung, dan air ludah.
2.2.3 Prevalensi
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO)
menyebutkan bahwa lebih dari 3 juta orang di dunia meninggal
akibat mengonsumsi alkohol dan jumlah korban terbesar terjadi di
Eropa. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat
tentang bahaya mengonsumsi alkohol tersebut. WHO juga
menyebutkan dalam Laporan Status Global mengenai Alkohol dan
Kesehatan pada tahun 2012 bahwa tidak kurang dari 320.000 orang
antara usia 14-29 tahun meninggal setiap tahun karena berbagai
penyebab terkait alkohol. Penyebab-penyebab tersebut diantaranya
adalah cedera dari kecelakaan lalu lintas atau kekerasan dan
penyakit-penyakit, seperti sirosis hati, kanker, penyakit jantung dan
sistem peredaran darah (WHO, 2014). Di Amerika, sekitar 8% dari
23
populasi penduduk mengalami gangguan pemakaian alkohol atau
yang disebut juga dengan alcohol-use disorder (Masters, 2014).
Prevalensi konsumsi alkohol di Indonesia didapatkan dari
wawancara mengenai konsumsi alkohol dalam 1 bulan terakhir. Dari
penelitian tersebut yang dilakukan oleh Riskesdas (2007) didapatkan
bahwa pada usia 14 tahun keatas, prevalensi minum alkohol pada
laki-laki yaitu sebanyak 4,9% dan pada perempuan 0,3% dan 2,5%
pada keduanya. Frekuensi minum alkohol adalah 11,7% hampir tiap
hari, 24,4 % hampir tiap minggu, dan 35,8% hampir tiap bulan
(Suhardi, 2011). Untuk prevalensi konsumsi minuman beralkohol di
Provinsi Lampung adalah sekitar 42,7% dengan prevalensi terendah
sebesar 15,4% di Lampung Timur dan 66,7% di Lampung Barat.
Jenis Minuman yang paling banyak diminum di semua
kabupaten/kota adalah anggur/wine yaitu rata rata provinsi sebesar
63,5% (Riskesdas, 2007).
Tabel 1. Prevalensi minuman beralkohol di provinsi Lampung (Riskesdas, 2007).
Kabupaten/
Kota
Frekuensi Jenis Minuman
≥5
hr/mg
1-4
hr/mg
1-3
hr/bln
<1x
/bln Bir
Whiskey
/vodka
Anggur/
wine
Minuman
tradisional
Lampung
Barat 0,0 11,1 22,2 66,7 20,0 20,0 50,0 10,0
Lampung
Timur 5,1 23,1 56,4 15,4 1,2 2,6 71,6 5,1
Lampung
Utara 0,0 66,7 0,0 33,3 0,6 0,0 66,7 0,0
Way Kanan 0,0 O,0 63,6 36,4 0,1 0,0 70,0 0,0
Bandar
Lampung 12,0 16,0 32,0 40,0 2,7 7,4 29,6 11,1
Metro 0,0 0,0 50,0 50,0 0,0 0,0 50,0 50,0
LAMPUNG 3,2 10,0 44,1 42,7 26,1 5,4 63,5 5,0
24
Menurut data Riskesdas (2018), proporsi perilaku konsumsi
minuman beralkohol dalam 1 bulan terakhir pada penduduk berusia
≥10 tahun di provinsi Lampung adalah sebesar 1,8%. Untuk
konsumsi minuman beralkohol jenis bir adalah sebesar 50,5%,
anggur/arak sebesar 27%, whiskey sebesar 1,5%, minuman
tradisional keruh sebesar 11,4%, minuman tradisional bening sebesar
0,8%, dan minuman oplosan sebanyak 2,9% (Riskesdas, 2018).
2.2.4 Penyakit Hati Alkoholik / Alcoholic Liver Disease (ALD)
Sekitar 5-12% peminum berat akan mengalami penyakit hati berat,
dimulai dari perlemakan hati alkoholik (alcoholic fatty liver), dapat
berkembang menjadi hepatitis alkoholik, kemudian menjadi sirosis
dan gagal hati (Masters, 2014).
Penyebab utama terjadinya kerusakan hati adalah efek langsung
alkohol terhadap hati, yang meningkat pada saat malnutrisi seperti,
defisiensi nutrisi, termasuk tiamin, asam folat, pridoksin, niasin,
asam askorbat, dan vitamin A, serta bisa terjadi defisiensi kalori
hingga protein (Price dan Wilson, 2006).
Menurut Masters (2014), etanol dapat merusak hati melalui beberapa
cara yaitu:
1. Hepatosit mempunyai tiga jalan utama metabolisme etanol.
alcohol dehydrogenase membentuk asetaldehid kemudian
25
membentuk asetat, hingga hasil akhir menyebabkan akumulasi
trigliserida dalam hati, terganggunya pengeluaran lipoprotein
oleh sel hati dan bereaksinya asetaldehid membentuk reaksi
kovalen dengan peroksidasi lipid dan protein sel.
2. Induksi MEOS oleh alkoholisme kronik, secara bermakna
mengganggu metabolisme senyawa alami dan xenobiotik dalam
hati, baik akut maupun kronik.
3. Oksidasi etanol oleh katalase menghasilkan peroksida reaktif
yang merusak membran sel dan protein secara langsung.
4. Kombinasi efek etanol dan asetaldehid dapat merusak struktur
dan fungsi membran sel.
5. Ekspresi abnormal antigen sel dapat mendatangkan sel-sel
radang dengan destruksi hepatosit melalui sistem imun.
Patogenesis dari ALD merupakan suatu hal yang multifaktor (Lieber,
2004). Alkohol dan zat metabolit toksiknya dapat merusak sel-sel
fungsional hati terutama sel hepatosit dan sel parenkim melalui
pembentukan molekul berlebihan yang disebut radikal bebas.
Radikal bebas tersebut mengandung oksigen, dapat memodifikasi
fungsi jalur esensial dalam sel, termasuk yang mengatur
metabolisme lipid atau glukosa. Radikal bebas tersebut disebut
dengan reactive oxygen species (ROS). ROS juga dapat memodulasi
protein dan DNA. Bila jumlah ROS dalam sel berlebihan atau
kurangnya molekul yang dapat menghilangkan ROS, akan
26
menyebabkan terjadinya stress oksidatif (Szabo dan Mandrekar,
2010).
Terdapat dua jenis efek alkohol terhadap organ hepar yaitu secara
langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) (Enomoto et al.,
2000). Secara langsung, alkohol dapat menurunkan permeabilitas
dari dinding sel intestinal. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya
pengeluaran endotoksin oleh bakteri gram negatif, dalam hal ini
disebut juga dengan lipopolisakarida (LPS). Endotoxin melalui vena
porta hepatica akan masuk kedalam hepar dan menyebabkan
aktifnya sel kupffer yang merupakan makrofag pada hepar. Sel
kupffer akan mengaktifkan sel cytokine yang merupakan sel
inflamasi, termasuk TNF-α, IL-1, IL-6, dan IL-8.
Normalnya, sel cytokine akan menyerang patogen dan membuat
kerusakan jaringan, kemudian akan melakukan proses perbaikan.
Namun, pada konsumsi alkohol akan menyebabkan peningkatan
jumlah dari sel cytokine sehingga akan merusak jaringan terutama sel
hepatosit yang merupakan unit fungsional hepar tanpa adanya
perbaikan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya disfungsi dari sel
hepatosit dan kemudian mengalami apoptosis untuk mengeliminasi
sel yang sudah tidak berfungsi lagi (Maher, 1997; Enomoto et al.,
2000; Szabo dan Mandrekar, 2010).
27
Secara tidak langsung, enzim sitokrom P450 (CYP2E1) merupakan
enzim yang bekerja pada jalur metabolisme alkohol microsomal
enzyme oxidizing sistem (MEOS) akan menghasilkan NADP+. Hal
ini akan menyebabkan terhambatnya mekanisme NADPH untuk
meregenerasi glutation tereduksi (GSH) sehingga menyebabkan
terjadinya stress oksidatif (Hoek et al., 2002; Masters, 2014).
Reactive oxygen species (ROS) yang dihasilkan dari sel kupffer, bila
terjadi inhibit dari regenerasi glutation tereduksi (GSH) juga akan
menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Hal ini akan mengganggu
permeabilitas membran sel kemudian merusak struktur dan fungsi
membran sel hepatosit yang akan menyebabkan disfungsi
mitokondria dan stress reticulum endoplasma (RE) sehingga akan
menyebabkan terjadinya inflamasi, apoptosis sel hepatosit,
degenerasi hepatosit dan bahkan nekrosis (Szabo dan Mandrekar,
2010; Masters, 2014).
Gambar 6. Patogenesis penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease)
(Bruha R, 2010).
28
Ada tiga pola penyakit hati alkoholik (Kemp et al., 2008; Wiria dan
Handoko, 2017), yaitu :
1. Steatosis Alkoholik (perlemakan hati)
Para pakar setuju bahwa minuman alkohol menyebabkan efek
langsung terhadap hati. Hal ini disebabkan karena terjadinya
akumulasi lemak yang menunjukkan terdapatnya gangguan
metabolik dengan terdapatnya pembentukan trigliserida yang
berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati,
dan menurunnya oksidasi asam lemak (Price dan Wilson, 2006).
Perlemakan hati disebut juga dengan fatty liver (Kemp et al.,
2008), merupakan kejadian awal pada penderita alkoholisme
sebagai akibat dari penghambatan siklus trikarboksilat dan
osidasi lemak, yang sebagian berhubungan dengan adanya akses
NADH yang dihasilkan oleh alkohol dehidrogenase. Bila
alcohol dehidrogenase tidak tersedia dengan cukup, maka
asetaldehid akan menumpuk. Hal ini akan menyebabkan
rusaknya protein seperti enzim dan menghasilkan derivate
protein imunogenik disebabkan karena asetaldehid bersifat
toksik (Wiria dan Handoko, 2017). Dapat ditemukan
lipogranuloma dengan makrofag yang mengandung lemak
(Mitchell, 2007).
29
Gambar 7. Fatty liver (Kemp et al., 2008).
Kedaan ini bersifat reversibel sepenuhnya bila diikuti dengan
penghentian konsumsi alkohol, namun dapat diikuti dengan sirosis
(Mitchell, 2007).
2. Hepatitis Alkoholik
Hepatitis alkoholik merupakan nekrosis sel hati akut dengan adanya
reaksi peradangan yang dapat tersebar atau berkelompok dan
dikelilingi oleh neutrofil. Terdapat gambaran badan mallory (hialin
alkoholik), gelendong eosinofilik kasar, khas ditemukan pada
hepatosit seperti balon. Keadaan ini bersifat reversibel, namun lesi
akan menetap dalam waktu yang lama setelah berhentinya konsumsi
alkohol (Mitchell, 2007).
3. Sirosis Alkoholik (sirosis Laennec’s)
Sekitar 10-14 % peminum alkohol mengalami sirosis, dan 75%
diantaranya akan mengalami sirosis Laennec’s yang merupakan
suatu pola khas sirosis terkait penyalahgunaan alkohol kronis (Price
dan Wilson, 2006).
30
Gambar 8. Sirosis (Kemp et al., 2008).
Pada kasus steatosis alkoholik dan hepatitis alkoholik dapat
mengalami fibrosis di sekitar vena sentralis yang diikuti oleh fibrosis
sinusoidal yang halus, fibrosis tersebut kemudian melingkar dan
membatasi vena sentralis (Mitchell, 2007). Hati tampak terdiri dari
sarang-sarang sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat
dalam kapsula fibrosa yang tebal. Hati akan menciut, keras, dan
hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis,
yang menyebabkan hipertensi portal dan gagal hati, serta penyakit
hati stadium akhir (Price dan Wilson, 2006; Schuppan dan Afdhal,
2008).
2.3 Teh Hijau (Camellia sinensis)
Teh merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di
dunia. Teh diproduksi dari tanaman Camellia sinensis yang tumbuh hampir
di 30 negara di dunia. Daerah terbaik untuk tanaman teh tumbuh subur
adalah pada daerah tropis dan subtropis (Reygaert, 2018).
31
Gambar 9. Teh hijau (Camellia sinensis) (Reygaert, 2017).
Terdapat empat jenis teh yang diproduksi yaitu: teh putih, teh hijau, teh
Oolong, dan teh hitam. Jenis jenis teh ini dibedakan dari bagaimana daun
teh diproduksi, terutama untuk proses pengeringan dan fermentasi. Teh
putih diproses paling sedikit, menggunakan daun teh yang paling muda dan
kuncup daun. Teh hijau di produksi dari daun yang lebih tua tanpa proses
fementasi dalam produksinya. Teh Oolong diproduksi dengan metode semi
fermentasi daun teh. Teh hitam diproduksi dengan proses fementasi
sempurna (Reygaert, 2018).
Teh hijau (Camellia sinensis) merupakan jenis teh yang banyak dikonsumsi
dan meningkat dari tahun ke tahun dimana untuk konsumsi teh hijau yaitu
sebesar 20% dari total produksi teh di dunia dan biasanya terbanyak di
konsumsi di negara-negara Asia seperti China, India, Myanmar, dan
Kamboja (Sánchez et al., 2013; Reygaert, 2018; Jigisha et al., 2012). Teh
hijau digunakan sebagai obat herbal di Asia sejak 4.000 tahun yang lalu.
Dipercaya bahwa teh hijau mengandung molekul antioksidan dalam jumlah
32
yang besar sehingga dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi akibat
radikal bebas di dalam tubuh (Al-Bloushi et al., 2009).
Teh hijau mengandung polyphenol (~90%), derivat asam amino (~7%),
theanine, proanthocyanidins, caffeine (~3%), theophylline, tehobromine,
saponins, tannins dan flavonoid seperti kaempferol, quercetin, dan
myricetin.(Sánchez EP et al., 2013; Prasanth et al., 2019). Teh hijau
mengandung flavonoid kelas polyphenol yang disebut catechin (Rahmanisa
dan Wulandari, 2016). Polyphenolic cathechins yang terkandung di dalam
teh hijau meliputi catechin (C), gallocathechin (GC), epicatechin (EC),
epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin
gallate (EGCG). EGCG, ECG, dan EGC terdapat sebanyak 80% dari total
catechins yang ada pada teh hijau. EGCG merupakan jenis catechin yang
ada pada teh dengan jumlah yang paling banyak, sekitar 50-80% dari total
catechins yang terdapat pada teh hijau dan memiliki manfaat yang paling
besar terhadap kesehatan (Prasanth et al., 2019).
Kemampuan senyawa catechin sebagai antioksidan telah banyak dibuktikan
dengan kekuatan 100 kali lebih tinggi dari vitamin C dan 25 kali lebih
efektif dari vitamin E (Yusni et al., 2014; Rahmanisa dan Wulandari, 2016).
Pada daun teh hijau kering memiliki kandungan 14-30% senyawa catechin
yang terdiri dari EGCG, EGC, EC, dan GC dimana diantara keempat
komponen tersebut, komponen yang paling potensial dan secara kimia
33
memiliki aktivitas biokimia yang paling kuat adalah EGCG (Rahmanisa dan
Wulandari, 2016).
Menurut Lee et al, (2012) menyatakan bahwa, kandungan antioksidan
phytochemicals seperti catechin yang terdapat di dalam teh hijau memiliki
kemampuan untuk melindungi sel melawan stress oxidative sehingga dapat
menghambat produksi ROS, meningkatkan konsentrasi glutahione
peroxidase (GSH), dan produksi lipid hydroperoxide (Lee et al., 2012).
Peradangan dapat dikategorikan menjadi: penghambatan interaksi dari
neutrofil dengan endotelium, memodulasi fungsi neutrofil dan apoptosis,
regulasi dari faktor inflamasi. Fungsi dan migrasi neutrofil merupakan
bagian penting dalam proses inflamasi, sehingga melakukan pengontrolan
terhadap neutrofil merupakan suatu hal yang penting untuk mengurangi
inflamasi yang terjadi.
Sebuah studi menyatakan bahwa, catechin dapat mereduksi jumlah molekul
adhesi sel-sel leukosit-endotelial (CAMs), seperti ICAM-1, VCAM-1, dan
E-selection yang diekspresikan pada permukaan sel endotel. Studi lain
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dapat mengontrol neutrofil, seperti
IL-1β, IL-2, TNF-α, dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor
(GM-CSF), ditekan oleh EGCG yang terkandung di dalam teh hijau
sehingga dapat menghambat proses inflamasi. Studi tentang penghambatan
faktor pro-inflamasi menunujukkan bahwa catechins terutama EGCG yang
terdapat pada teh hijau dapat mengurangi berbagai inflammatory
34
chemokines, cytokines, dan penanda inflamasi lainnya seperti : IL-1α, IL-1β,
IL-6, IL-8, INF-γ dan C-reactive protein (CRP) (Reygaert, 2017).
2.4 Tikus (Rattus)
Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja
diperlihara dan diternakkan untuk digunakan sebagai hewan model guna
mempelajari dann mengembangkan berbagai bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pengamatan laboratoris (Widiartini et al., 1991). Tikus
merupakan hewan coba yang sangat praktis digunakan sebagai subjek dalam
penelitian kuantitif.
Rattus norvegicus adalah hewan coba paling populer dalam penelitian
eksperimental terutama yang berkaitan dengan pencernaan. Pemakaian hewan
ini selain sangat praktis digunakan sebagai subjek dalam penelitian
kuantitatif, juga dipakai dengan beberapa pertimbangan lain sebagai berikut:
(1) pola makan omnivora seperti manusia; (2) memiliki saluran pencernaan
dengan tipe monogastrik seperti manusia; (3) kebutuhan nutrisi hampir
menyamai manusia; (4) mudah di cekok dan tidak mengalami muntah karena
tikus ini tidak memiliki kantung empedu.
2.4.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
35
Kelas : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
2.4.2 Morfologi
Tabel 2. Ciri-ciri morfologi dari Rattus norvegicus (DEPKES RI, 2008).
Kriteria Keterangan
Berat 140-600 gram
Kepala & badan Hidung tumpul, badan besar, pendek, 18-25 cm
Ekor Lebih pendek dari kepala+badan, bagian atas lebih tua
dan warna muda pada bagian bawahnya dengan rambut
pendek kaku 16-21 cm
Telinga Relatif kecil, separuh tertutup bulu, jarang lebih dari 20-
23mm
Bulu Bagian punggung abu-abu kecoklatan, keabu-abuan pada
bagian perut
Perawatan tikus meliputi pemberian asupan gizi yaitu makanan dan
minumannya. Pemilihan makanan bagi tikus tidaklah sulit, karena
tikus merupakan hewan pemakan segala atau omnivore. Walaupun
jenis makan untuk tidak tidak sulit, kualitas makanan merupakan salah
satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penampilan tikus.
Bahan dasar makanan tikus dapat bervariasi, misalnya protein 20-
25%, lemak 5%, pati 45-40%, serat kasar 5%, vitamin A, vitamin D,
dan B12 (DEPKES RI, 2008).
36
Tabel 3. Keperluan mineral dalam makanan tikus (DEPKES RI, 2008).
Mineral Jumlah
Kalsium
Fosfor
Magnesium
Kalium
Natrium
Tembaga
Besi
Mangan
Seng
0,5%
0,4%
400mg/kg
0,36%
0,05%
5,0mg/kg
35,0mg/kg
50,g/kg
12,0mg/kg
2.5 Kerangka Teori
Konsumsi alkohol (etanol) yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan
pada organ hepar (Masters, 2014). Alkohol dapat merusak hepar secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, alkohol dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan dari aktivitas sel kupffer karena
masuknya bakteri endotoksin (LPS) dari saluran cerna ke hepar (Szabo G
dan Mandrekar P, 2010).
Secara tidak langsung, kerusakan hepar disebabkan oleh proses metabolisme
alkohol di hepar. Metabolisme alkohol melibatkan tiga jalur yaitu jalur
alkohol dehidrogenase, disebut juga dengan jalur sitosol, jalur microsomal
enzyme oxidizing system (MEOS), dan jalur katalase mitokondria. Ketiga
jalur ini akan menghasilkan zat toksik, seperti reactive oxidative stress
(ROS) sehingga menyebabkan terjadinya stress oksidatif (Bruha et al.,
2010; Masters, 2014). Baik secara langsung maupun tidak langsung, alkohol
akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada organ hepar.
37
Daftar Singkatan :
GSH : Glutathion
IL : Interleukin
LPS : Lipopolisakarida
ROS : Reactive oxygen species
TNF-α : Tumor necrosis factor α
Teh hijau (Camellia sinensis) mengandung zat antioksidan seperti
epigallocatechin gallate (EGCG) yang dapat mencegah atau mengurangi
stress oksidatif akibat konsumsi alkohol, seperti menguangi jumlah ROS
dan menekan berbagai sel inflamasi.
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 10. Kerangka teori pengaruh pemberian infusa teh hijau (camellia sinensis)
terhadap gambaran histopatologi organ hepar pada tikus putih jantan (rattus norvegicus)
galur Sprague dawley yang diinduksi etanol.
Permeabilitas membran sel
Disfungsi sel hepatosit
Disfungsi mitokondria,
Stress Retikulum endoplasma
Hepar
Aktivasi sel kupffer
Aktivasi cytokine:
TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8
ROS
GSH
Stress Oksidatif
Etanol 20%
Direct
Bakteri gram negatif
(LPS) pada sistem
pencernaan
Indirect
Jalur metabolisme
alkohol
Perubahan gambaran
histopatologi organ hepar tikus
Asetat
Pemberian infusa teh
hijau (Camellia sinensis)
Antioksidan
(EGCG)
38
2.6 Kerangka Konsep
Berikut adalah kerangka konsep dari judul penelitian pengaruh pengaruh
pemberian alkohol per oral terhadap gambaran histopatologi organ hepar
pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.
Gambar 11. Kerangka konsep pengaruh pemberian infusa teh hijau (camellia sinensis)
terhadap gambaran histopatologi organ hepar pada tikus putih jantan (rattus norvegicus)
galur Sprague dawley yang diinduksi etanol.
2.7 Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh pemberian etanol terhadap gambaran histopatologi
organ hepar tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague
dawley.
2. Terdapat pengaruh pemberian infusa teh hijau (Camellia sinensis)
terhadap gambarah histopatologi organ hepar tikus putih jantan (Rattus
norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi etanol.
Pemberian infusa teh
hijau (Camellia
sinensis)
Perubahan gambaran
histopatologis hepar
yang diinduksi etanol
Variabel Independen Variabel Dependen
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitan eksperimental, untuk mempelajari suatu
fenomena dalam korelasi sebab akibat dengan cara memberikan perlakuan
pada subjek penelitian kemudian mempelajari efek perlakuan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola
post test-only control group design. Desain ini menggunakan 2 kelompok
subjek, kelompok satu diberi perlakuan eksperimental dan yang lain tidak
diberi perlakuan (kelompok kontrol).
3.2 Tempat dan Waktu
Perlakuan hewan coba pada penelitian ini akan dilaksanakan selama bulan
Oktober-November 2019 di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan
pembuatan serta pengamatan preparat dilakukan di Laboratorium Patologi
Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
40
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Sampel
Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
galur Sprague dawley berumur 8-10 minggu yang diperoleh dari
Animal Laboratory Service Dramaga, Bogor.
3.3.2 Besar Sampel
Menurut Frederer (1967), rumus penentuan sampel untuk uji
eksperimental adalah :
(t-1) (n-1) ≥ 14
Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan
jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini
menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel
menjadi :
(5-1) (n-1) ≥14
4n-4≥14
4n≥19
n≥4,75
n≥5
Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa sampel yang
digunakan pada penelitian ini berjumlah 5 ekor per kelompok. Maka
jumlah sampel yang digunakan untuk percobaan ini adalah sebanyak
25 ekor tikus jantan galur Sprague dawley.
41
Untuk menghindari drop out, ditambahkan tikus dengan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
N = Besar sampel koreksi
n = Jumlah sampel berdasarkan estimasi
f = Perkiraan proporsi drop out sebesar 10%
Berdasarkan perhitungan sampel diatas, akan diberikan penambahan 1
ekor tikus menjadi 6 ekor per kelompok. Jadi, jumlah sampel
seluruhnya menjadi 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague dawley.
3.4 Kriteria Sampel
Kriteria inklusi:
1. Tikus putih galur Sprague dawley berjenis kelamin jantan
2. Usia 8-10 minggu
3. Berat badan 200-300 gram
42
4. Tingkah laku dan aktifitas normal serta tidak ditemukan adanya kelainan
anatomi
Kriteria eksklusi:
1. Terdapat penurunan berat badan >10% setelah masa adaptasi
2. Tikus mati
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1 Alat Penelitan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 gram
untuk menimbang tikus
2. Kandang tikus
3. Botol minum tikus
4. Tempat makan tikus
5. Sonde lambung
6. Minor set
7. Spuit
8. Kapas alkohol
9. Mikroskop cahaya
10. Sarung tangan
43
3.5.2 Bahan Penelitian
Adapun bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Tikus putih (Rattus norvegicu) dewasa jantan galur Sprague
dawley
2. Air/Aquadest
3. Etanol 20%
4. Infusa teh hijau
5. Pelet sebagai makanan tikus
6. Ketamin-xylazine
3.5.3 Alat dalam Pembuatan Preparat Histologi
Alat yang digunakan untuk pembuatan preparat histologi adalah :
1. Object glass
2. Deck glass
3. Tissue cassette
4. Rotary microtome
5. Oven
6. Waterbath
7. Platening table
8. Autotechnicome processor
9. Staining jar
10. Staining rack
11. Kertas saring
12. Histoplast
44
13. Paraffin dispenser
3.5.4 Bahan dalam Pembuatan Preparat Histologi
Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histologi yaitu :
1. Larutan formalin 10% untuk fiksasi
2. Alkohol 70%
3. Alkohol 96%
4. Alkohol absolut
5. Etanol
6. Xylol
7. Pewarna Hematosisilin
8. Eosin (H&E)
9. Entelan
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Pemilihan Tikus
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley. Tikus ini digunakan
sebagai hewan coba karena merupakan mamalia yang memiliki
metabolisme mirip manusia dan lebih tenang sehingga mudah untuk
ditangani. Namun, hasil penelitian yang didapatkan kemungkinan bisa
berbeda dengan kenyataan pada manusia karena manusia memiliki
keberagaman jenis makanan yang dimakan. Namun tikus ini memiliki
kesamaan yang paling tepat dengan manusia. Tikus yang dipilih pada
45
penelitian ini memiliki usia 8-10 minggu dengan berat 200-300 gram,
dan berjenis kelamin jantan. Alasan dilakukannya penelitian tikus
dengan usia 8-10 minggu karena usia tersebut merupakan golongan
dewasa pada tikus sehingga organ yang ada di dalam tubuh tikus
sudah berfungsi dengan baik. Pemilihan tikus jantan karena tikus
tersebut tidak dipengaruhi oleh hormonal dan kehamilan sehingga
tidak berpengaruh pada hasil penelitian.
3.6.2 Adaptasi
Tikus yang didapat akan dimasukkan kedalam kandang yang telah
disiapkan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Tikus putih
ini akan diadaptasikan selama kurang lebih satu minggu dengan
pemberian pakan tikus dan minum secara ad libitum dan pembersihan
kandang dilakukan tiga hari sekali.
3.6.3 Penentuan Dosis
1. Dosis Etanol 20%
Dosis etanol 20% yang akan diberikan adalah sebanyak 2 mL/hari
pada kelompok K2, P1, P2, dan P3 (Rosalia et al., 2016).
2. Dosis Infusa Teh Hijau (Camellia sinensis)
Dosis infusa teh hijau yang diberikan pada penelitian ini
berdasarkan dari penelitian eksperimental pada tikus oleh Rosalia
AA et al (2016) yaitu sebanyak 0,126 gr/200 grBB/hari, 0,252
gr/200 grBB/hari, dan 0,50 gr/200 grBB/hari setelah 1 jam
46
pemberian etanol 20%. Pada dosis 0,50 gr/200 grBB terdapat
perbaikan pada gambaran histopatologi organ hepar tikus putih
yang diberikan perlakuan, sehingga pada penelitian ini
menggunakan dosis infusa teh hijau dengan perhitungan sebagai
berikut.
Dosis infusa teh hijau (Camellia sinensis) pada berat rata-rata
tikus 300 gram yaitu :
A.
x (
0,50 gr) = 0,375 gr/hari
B.
x 0,50 gr = 0,75 gr/hari
C.
x (2 x 0,50 gr) = 1,50 gr/hari
3.6.4 Pemberian Infusa Teh Hijau (Camellia sinensis) dan Etanol 20%
Untuk pemberian intervensi dilakukan berdasarkan kelompok
perlakuan, adapun kelima kelompok tikus ini terdiri dari:
1. Kelompok K1 digunakan sebagai kelompok kontrol negatif.
Kelompok tikus putih ini hanya diberi pakan standar dengan
pemberian akuades secara ad libitum selama 14 hari.
2. Kelompok K2 adalah kelompok kontrol positif merupakan
kelompok tikus yang diberi etanol 20% dengan dosis 2 mL/hari
melalui sonde oral dengan dosis 2 mL/hari selama 14 hari berturut
turut. Sebelum pemberian dipastikan tikus sudah makan terlebih
dahulu.
47
3. Kelompok P1 adalah kelompok perlakuan 1 merupakan kelompok
tikus yang diberi etanol 20% dengan dosis 2 mL/hari dilanjutkan
dengan pemberian infusa teh hijau (Camellia sinensis) 1 jam
setelahnya sebanyak 0,375 gr/hari melalui sonde oral 14 hari
berturut turut. Sebelum pemberian dipastikan tikus sudah makan
terlebih dahulu.
4. Kelompok P2 adalah kelompok perlakuan 2 merupakan kelompok
tikus yang diberi etanol 20% dengan dosis 2 mL/hari dilanjutkan
dengan pemberian infusa teh hijau (Camellia sinensis) 1 jam
setelahnya sebanyak 0,75 gr/hari melalui sonde oral 14 hari
berturut turut. Sebelum pemberian dipastikan tikus sudah makan
terlebih dahulu.
5. Kelompol P3 adalah kelompok perlakuan 3 merupakan kelompok
tikus yang diberi etanol 20% dengan dosis 2 mL/hari dilanjutkan
dengan pemberian infusa teh hijau (Camellia sinensis) 1 jam
setelahnya sebanyak 1,5 gr/hari melalui sonde oral 14 hari berturut
turut. Sebelum pemberian dipastikan tikus sudah makan terlebih
dahulu.
48
3.6.5 Prosedur Operasional Pembuatan Preparat
Metode teknik pembuatan preparat histopatologi antara lain sebagai
berikut:
1. Fixation
Spesimen berupa potongan hepar yang telah dipotong secara
representatif segera difiksasi dengan formalin 10% selama 3 jam
lalu dicuci dengan air mengalir sebanyak 3-5 kali.
2. Trimming
Organ hepar dikecilkan hingga berukuran kurang lebih 3 mm,
potongan tersebut kemudia dimasukkan ke tissue cassette.
3. Dehidrasi
Meletakkan tissue cassette pada kertas tisu untuk dikeringkan.
Lalu lakukan dehidrasi dengan alkohol.
4. Clearing
Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan
xylol I dan II, masing-masing selama 1 jam.
5. Impregnasi
Lakukan impregnasi dengan menggunakan paraffin selama 1 jam
dalam oven suhu 650C.
6. Embedding
A. Membersihkan sisa paraffin yang ada pada pan dengan
memanaskan beberapa saat di atas api lalu diusap dengan
kapas.
49
B. Memasukkan paraffin cair disiapkan ke dalam cangkir logam
dan dimasukkan dalam oven dengan suhu diatas 580C.
C. Paraffin cair dituangkan ke dalam pan.
D. Dipindahkan satu persatu dari tissue cassette ke dasar pan
dengan mengatur jarak yang satu dengan yang lainnya. Lalu
pan dimasukkan ke air.
E. Paraffin yang berisi potongan mata dilepaskan dari pan
dengan dimasukkan ke dalam suhu 4–60C beberapa saat.
F. Paraffin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada
dengan menggunakan skalpel/pisau hangat.
G. Potong dengan mikrotom.
7. Cutting
Pemotongan dilakukan di ruangan dingin. Pertama lakukan
pemotongan kasar lalu lanjutkan dengan pemotongan halus
dengan ketebalan 4-5 mikron dengan menggunakan rotary
microtome. Pilih lembaran yang paling baik, apungkan di atas air
lalu hilangkan kerutannya. Lembaran jaringan kemudian
dipindahkan ke water bath dengan suhu 600C selama bebarapa
saat sampai mengembang sempurna. Lalu lembaran diambil
dengan slide bersih dengan gerakan menyendok. Slide ini
kemudian diletakkan di inkubator suhu 370C sampai jaringan
melekat semua kira-kira selama 24 jam.
8. Staining (pewarnaan) dengan Harris Hematoksilin-Eosin. Setelah
jaringan melekat sempurna pada slide, dipilih slide yang terbaik,
50
selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia
dibawah ini dengan waktu sebagai berikut.
A. Dilakukan deparaffinisasi dalam:
1) Larutan xylol I selama 5 menit
2) Larutan xylol II selama 5 menit
3) Ethanol absolut selama 1 jam
B. Hydrasi dalam:
1) Alkohol 96% selama 2 menit
2) Alkohol 70% selama 2 menit
3) Air selama 10 menit
C. Pulasan inti dibuat dengan menggunakan:
1) Haris hematosilin selama 14 menit
2) Air mengalir
3) Eosin selama maksimal 1 menit
D. Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan:
1) Alkohol 70% selama 2 menit
2) Alkohol 96% selama 2 menit
3) Alkohol absolut 2 menit
E. Penjernihan
1) Xylol I selama 2 menit
2) Xylol II selama 2 menit
9. Mounting dengan entelan lalu tutup dengan deck glass
Setelah proses perwarnaan, slide ditempatkan di atas kertas tisu
lalu ditetesi dengan bahan mounting yaitu entelan dan ditutup
51
dengan deck glass, perhatikan jangan sampai terbentuk gelembung
udara.
10. Pembacaan Slide
Proses pembacaan dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, diperiksa dibawah
mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x dengan bimbingan
dosen pembimbing dan ahli patologi anatomi.
3.7 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
3.7.1 Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah infusa teh hijau
(Camellia sinensis) dan etanol 20% yang diberikan kepada tikus
putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley.
2. Variabel terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah gambaran histopatologi
organ hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague
dawley.
3.7.2 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian ini yaitu:
A. Variabel Bebas (Pemberian infusa teh hijau (Camellia
sinensis) dan etanol 20%)
52
1. Definisi
Pemberian infusa teh hijau dan etanol 20% per oral dengan
kadar bertingkat. Penelitian ini menggunakan kadar etanol
20% disebabkan karena etanol 20% merupakan ambang
batas antara kadar alkohol sedang dan tinggi (Republik
Indonesia, 2013). Menurut data dari Riskesdas juga
menyebutkan bahwa konsumsi minuman beralkohol
terbanyak di provinsi Lampung adalah minuman dengan
kadar alkohol sedang, sedangkan untuk konsumsi alkohol
terbanyak di dunia menurut WHO adalah alkohol dengan
kadar tinggi (Riskesdas, 2007; Stockwell et al., 2000). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Rosalia AA et al (2016) juga
menggunakan etanol dengan kadar 20%.
a. K1: Kelompok kontrol
b. K2: Kelompok kontrol positif: diberikan etanol 20% 2
mL/hari
c. P1: Kelompok percobaan 1: diberikan etanol 20% 2
mL/hari dan infusa teh hijau 0,375 gr/hari.
d. P2: Kelompok percobaan 2: diberikan etanol 20% 2
mL/hari dan infusa teh hijau 0,75 gr/hari.
e. P3: Kelompok percobaan 3: diberikan etanol 20% 2
mL/hari dan infusa teh hijau 1,5 gr/hari
53
2. Alat ukur
a. Gelas ukur
b. spuit 10 cc
c. sonde
3. Hasil ukur
Pemberian etanol 20% dengan dosis 2 mL/hari, etanol 20%
dengan dosis 2 mL/hari dan infusa teh hijau (Camellia
sinensis) sebanyak 0,375 gr/hari, etanol 20% dengan dosis 2
mL/hari dan infusa teh hijau (Camellia sinensis) sebanyak
0,75 gr/hari, dan etanol 20% dengan dosis 2 mL/hari dan
infusa teh hijau (Camellia sinensis) sebanyak 1,5 gr/hari
sebanyak 1 kali sehari pemberian ke tikus putin jantan galur
Sprague dawley.
4. Skala ukur: Numerik.
B. Variabel Terikat (Gambaran Histopatologi Hepar)
1. Definisi
Gambaran mikroskopis hepar tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan yang diamati dibawah mikroskop cahaya
menggunakan pembesaran 400x dengan menilai derajat
kerusakan hepar yang paling tinggi.
2. Alat ukur
Mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x dalam lima
lapang pandang berdasarkan ada tidaknya kerusakan
54
jaringan hepar yang ditandai dengan adanya degenerasi
parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis.
3. Hasil ukur
Penilaian kerusakan sel hepatosit hepar dilihat dengan
sistem skoring Manja Roenigk, dengan skor sebagai
berikut:
4. Skala ukur: Kategorik.
A. Nilai 1: Sel hepar normal. Tampak sel berbentuk
polygonal, sitoplasma berwarna merah
homogen, dinding sel berbatas tegas.
B. Nilai 2: Sel hepar degenerasi parenkimatosa.
Pembengkakan sel disertai sitoplasma
keruh dan bergranula.
C. Nilai 3: Sel hepar degenerasi hidropik. Tampak sel
sembab, terdapat akumulasi cairan dan
terdapat banyak vakuola.
D. Nilai 4: Sel hepar nekrosis. Merupakan kerusakan
permanen sel atau kematian sel.
55
3.7 Alur Penelitian
Adapun alur penelitian yang dilakuan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Gambar 12. Alur Penelitian
30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa jantan galur sparague dawley
Pemeriksaan kriteria inklusi
K1
K2 P1 P3
Enam ekor tikus
hanya diberikan
pakan standard
dan aquades
secara ad libitum
Enam ekor tikus
diberikan
minuman etanol
20% 2 mL/hari
selama 14 hari
Enam ekor tikus
diberikan etanol
20% 2 mL/hari
dan infusa teh
hijau (Camellia
sinensis) 0,375
gr/hari selama 14
hari
Enam ekor tikus
diberikan etanol
20% 2 mL/hari
dan infusa teh
hijau (Camellia
sinensis) 0,75
gr/hari selama 14
hari
Intervensi selama 14 hari lalu dilakukan terminasi tikus dengan menggunakan injeksi ketamin-xylazine
Laparotomi tikus lalu dilakukan pengambilan organ hepar
kemudian tikus dikuburkan
Pengelompokkan berdasarkan kelompok
perlakuan
Pembuatan preparat dan pewarnaan
Pengamatan sediaan di bawah mikroskop
Analisis dan interpretasi data hasil pengamatan
P2
Sampel hepar difiksasi dengan formalin 10%
Enam ekor tikus
diberikan etanol
20% 2 mL/hari
dan infusa teh
hijau (Camellia
sinensis) 1,5
gr/hari selama 14
hari
56
3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan software statistik
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Analisis deskriptif
2. Uji Shapiro-Wilk
Hasil penelitian dianalisis apakah memiliki distribusi normal atau
tidak secara statistik dengan uji ini karena jumlah sampel ≤50.
3. Levene’s Test
Levene’s test dilakukan untuk mengetahui apakah dua atau lebih
kelompok data memiliki varians yang sama atau tidak.
4. One Way ANOVA
Merupakan metode uji parametrik. Uji ini dilakukan bila hasil dari
Levene’s Test berdistribusi normal dan homogen. Jika variabel hasil
tranformasi tidak berdistribusi normal atau varians tetap sama, maka
dilakukan uji alternatif yaitu uji Kruskal-Wallis.
Jika pada uji One Way ANOVA menghasilkan nilai p<0,05, maka
dilanjutkan dengan melakukan analisis Least Significant Difference – test
(LSD) Post Hoc Test untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda
secara bermakna. Jika menggunakan uji Kruskas-Wallis dan menghasilkan
nilai p<0,05, maka lanjutkan dengan uji Mann-Whitney Test untuk melihat
kelompok yang berbeda secara bermakna.
57
3.9 Ethical Clearence
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung No.
3908/UN26.18/PP.05.02.00/2019.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Terdapat pengaruh etanol terhadap gambaran histopatologi organ hepar
tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.
2. Terdapat pengaruh pemberian infusa teh hijau (Camellia sinensis)
terhadap gambaran histopatologi organ hepar tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi etanol.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian
infusa teh hijau (Camellia sinensis) yang diinduksi etanol terhadap
organ lain seperti organ pankreas dan gaster.
2. Melakukan penelitian lanjutan dengan jenis antioksidan lainnya yang
diinduksi etanol dan membandingkan pengaruhnya terhadap organ
secara histopatologi.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Ak, Aster JC, Kumar V. 2015. Buku ajar patologi robbins. Edisi ke-9.
Singapura: Elsevier Saunders.
Adeleye OO, Olayode JA, Ajamu MA, Odetola AA, Oyewo OO, Adeyinka OO,
et al., 2019. Effect of simultaneous administration of alabukun and
ethanol on hematological parameters and liver of adult wistar rats (rattus
norvegicus). Ijriar. 3(1): 199–208.
Al-Bloushi S, Safer AM, Afzal M, Mousa SA. 2009. Green tea modulates
reserpine toxicity in animal models. J. Tocixol. Sci. 34(1): 77–87.
Bruha R, Dvorak K, Petrtyl J. 2010. Alcoholic liver disease. WJH. 4(3): 81–90.
Chandrasoma P, Taylor C. 2005. Ringkasan patologi anatomi. Jakarta: EGC.
Chiang J. 2014. Liver physiology: metabolism and detoxification, pathobiology of
human disease. Birmingham:Elsevier Inc.
Conreng D, Waleleng BJ, Palar S. 2014. Hubungan konsumsi alkohol dengan
gangguan fungsi hati pada subjek pria dewasa muda di kelurahan Tateli
dan Teling Atas Manado. Jurnal e-Clinic. 2(2): 1–4.
DEPKES RI. 2008. Pedoman pengendalian tikus. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
DEPKES RI. 2007. Riset kesehatan dasar provinsi Lampung. Jakarta: DEPKES
RI.
76
DEPKES RI. 2018. Riset kesehatan dasar provinsi Lampung. Jakarta: DEPKES
RI.
Dobrzynska I, Sniecinska A, Skrzydlweska E, Figaszewski Z. 2004. Green tea
modulation of the biochemical and electronic properties of rat liver cells
that were affected by ethanol and aging. Cell. Mol. Biol. Lett. 9(4A):
709–21.
Enomoto N, Ikejima K, Bradford BU. 2000. Role of kupffer cells and gut-derived
endotoxins in alcoholic liver injury. JGHF. 14: 20–25.
Eroschenko VP. 2013. Sistem pencernaan: hati, kandung empedu, dan pankreas.
Dalam: Atlas histologi diFiore dengan korelasi fungsional. Jakarta: EGC.
hlm. 325–44.
European Medicines Agency .2010. Guideline on the development of medicinal
products for the treatment of alcohol dependence. European Medicines
Agency.
Goldstein DS, Kopin IJ. 2007. Evolution of concepts of stress. Stress. 10(2): 109–
20.
Hall JE, Arthur CG. 2010. Hati sebagai organ. Dalam: Buku ajar fisiologi
kedokteran. Edisi ke-12. Jakarta: EGC. hlm. 907–10.
Hardman JG, Limbird LE. 2012. Farmakologi dan toksikologi etanol. Dalam:
Dasar farmakologi terapi. Edisi ke-12. Jakarta: EGC. hlm. 346–59.
Hoek JB, Cahill A, Pastorino JG. 2002. Alcohol and mitochondria: a
dysfunctional relationship. Gastroenterology. 122(7): 2049–63.
Joung JY, Cho JH, Kim YH, Choi SH, Son CG. 2019. A literature review for the
mechanisms of stress-induced liver injury. Brain Behav. 9(3): 1–8.
Kemp WL, Burns DK, Brown TG. 2008. Pathology of the liver, gall bladder and
pancreas. Dalam: Pathology. USA: The McGraw Hill Companies. hlm.
261–82.
77
Lee KM, Kang HS, Yun CH, Kwak HS. 2012. Potential in vitro protective effect
of quercetin, catechin, caffeic acid and phytic acid against ethanol-
induced oxidative stress in sK1hep-1 cells. Biomolecules Ther. 20(5):
492–8.
Lieber CS. 2004. Alcoholic fatty liver: its pathogenesis and mechanism of
progression to inflammation and fibrosis. Alcohol. 34: 9–19.
Maher JJ. 1997. Exploring alcohol’s effects on liver function. Alcohol Health &
Res World. 21: 5–12.
Masters SB. 2014. Golongan alkohol. Dalam: Katzung BG, Masters SB, Trevor
AJ, penyunting. Farmakologi dasar & klinik. Edisi ke-12. Jakarta: EGC.
hlm. 433–47.
Mescher AL. 2016. Organ-organ yang berhubungan dengan saluran cerna. Dalam:
Histologi dasar Junqueira. Edisi ke-12. Jakarta: EGC. hlm. 276–291.
Misih A, Bloomston M. 2010. Liver anatomy. National Institutes Of Health.
90(4): 1–17.
Mitchell RN, Cotran RS. 2007. Jejas adaptasi dan kematian sel. Dalam: Kumar V,
Cotran RS, Robbins SL, penyunting. Buku ajar patologi. Edisi ke-7.
Jakarta: EGC. hlm. 3–34.
Moore KL, Agur AMR. 2016. Abdomen. Dalam: Anatomi klinis dasar. Jakarta:
Hipokrates. hlm. 117–22.
Nazarudin Z, Muhimmah I, Fidianingsih I. 2017. Segmentasi citra untuk
menentukan skor kerusakan hati secara histologi. SNIMed. 15: 15–21.
Nugroho CA. 2009. Pengaruh minuman beralkohol terhadap jumlah lapisan sel
spermatogenik dan berat vesikula seminalis mencit. JIW. 33(1): 56–60.
Nurjanah, Izzati L, Abdullah A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen
bioaktif kerang pisau (solen spp). IJMS. 16(3): 119–24.
Parthasarathy NJ, Kumar RS, Manikandan S, Devi RS. 2006. Methanol-induced
78
oxidative stress in rat lymphoid organs. J Occup Health. 48(1): 20–27.
Paul F, Waschke J. 2015. Sobotta: atlas anatomi manusia. Jakarta: EGC
Prasanth MI, Sivamaruthi BS, Chaiyasut C, Tencomnao T. 2019. A review of the
role of green tea (camellia sinensis) in antiphotoaging, stress resistance,
neuroprotection, and autophagy. Nutrients. 11(2): 1–24.
Price SA, Wilson LM. 2006. Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC.
Purbayanti D, Saputra NAR. 2017. Efek mengkonsumsi minuman beralkohol
terhadap kadar trigliserida. JSM. 1(1): 24–41.
Rahmanisa S, Wulandari R. 2016. Pengaruh ekstrak teh hijau terhadap penurunan
berat badan pada remaja. Jurnal Majority. 5(2): 106–11. Republik Indonesia. 2013. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 74 tahun
2013 tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Reygaert WC. 2017. An update on the health benefits of green tea. Beverages.
3(4): 1–14.
Reygaert WC. 2018. Green tea catechins: their use in treating and preventing
infectious diseases. BioMed Research International. 2018: 1–9.
Richard SS. 2012. Viscera berkaitan dengan tractus digestivus: hepar, pancreas,
dan lien. Dalam: Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: EGC. hlm.
721–47.
Rosalia AA, Indrasari MC, Tangsilan MA, Jayadi T, Danu SS. 2016. Pengaruh
infusa teh hitam (camelia sinensis) terhadap gambaran histopatologi
hepar, renal dan jumlah sel-sel alfa dan beta pankreas tikus jantan
sprague dawley diinduksi etanol 20%. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta
Wacana. 02(01): 243–53.
79
Rotinsulu IM, Turalaki GLA, Rumbajan JM. 2016. Pengaruh konsumsi minuman
alkohol terhadap disfungsi ereksi pada sopir perokok di terminal
angkutan umum karombasan manado. eBM. 4(1): 1–8.
Sánchez EP, Vargas MER, Gutiérrez JCR. 2013. Hepatotoxicity due to green tea
consumption (camellia sinensis). Rev Col Gastroenterol. 28(1): 43–9.
Schuppan D, Afdhal NH. 2008. Seminar Liver cirrhosis. The Lancet. 371(9614):
838–51.
Sherwood L. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-8. Jakarta: EGC.
hlm. 619–672.
Sloane E. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC.
Stockwell T, Chikritzhs T, Holder H, Single E, Elena M, Jernigan D. 2000.
International guide for monitoring alcohol consumption and harm.
World Health Organization. hlm. 1–193.
Sudiono, Kurnia B, Henrawan A, Dijimantoro. 2014. Ilmu patologi. Jakarta: EGC.
Suhardi. 2011. Preferensi peminum alkohol di Indonesia menurut Riskesdas 2007.
Kemenkes. 39: 144–64.
Szabo G, Mandrekar P. 2010. Focus on: alcohol and the liver. Alcohol Research
and Health. 33(1–2): 87–96.
Theise ND. 2013. Histopathology of alcoholic liver disease. CLD. 2(2): 64–7.
Tritama TK. 2014. Konsumsi alkohol dan pengaruhnya terhadap kesehatan.
Journal Majority. 4(8): 7–10.
Wardiyah. 2017. Kimia organik. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
WHO. 2014. Global status report on alcohol and health–2014. World Health
Organisation.
80
Widiartini W, Siswati E, Setiyawati A, Rohmah IM, Prastyo E. 1991.
Pengembangan usaha produksi tikus putih (rattus norvegicus)
tersertifikasi dalam upaya memenuhi kebutuhan hewan laboratorium. J
Power Sources. 33(1–4): 117–26.
Winslow BT, Onysko M, Hebert M. 2016. Medications for alcohol use disorder.
AFP. 93(6): 457–65.
Wiria MSS, Handoko T. 2017. Hipnotik-sedatif dan alkohol. Dalam: Ganiswarna
SG, penyunting. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. hlm. 124–48.
Yusni, Husni T, Achmad TH. 2014. Aktivitas polifenol teh hijau (camellia
sinensis (l) o. kuntze) sebagai imunomodulator melalui respons supresi
imunoglobulin e (IgE) pada rinitis alergika. MKB. 47(3): 160–6.