efek antifungi seduhan teh hijau (camellia sinensis l.) …/efek-anti... · perpustakaan.uns.ac.id...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EFEK ANTIFUNGI SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans in vitro
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Irene Ardiani Pramudya Wardhani
G0009109
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Efek Antifungi Teh Hijau Seduh (Camellia sinensis L.)
Terhadap Pertumbuhan Candida albicans In Vitro
Irene Ardiani Pramudya Wardhani , G0009109, Tahun 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Rabu, Tanggal 4 Juli 2012
Pembimbing Utama Nama : Dra. Sri Haryati, M.Kes ............................... NIP : 196101201986012001 Pembimbing Pendamping Nama : Novan Adi Setyawan, dr. ............................... NIP : 198311072009121005 Penguji Utama Nama : Yulia Sari, S.Si., M.Si ............................... NIP : 198007152008122001 Penguji Pendamping Nama : S.B. Widjongko, dr., PAK, M.Pd Ked ............................... NIP : 194812311976091001 Surakarta, ...............................
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS Muthmainah, dr., M.Kes Prof. DR. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM NIP. 196607021998022001 NIP. 195106011979031002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 1 Maret 2012
Irene Ardiani Pramudya Wardhani
NIM. G0009109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Irene Ardiani Pramudya Wardhani, G0009109, 2012.Efek Antifungi Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis L.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans In Vitro.Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang :Seduhan teh hijau memiliki senyawa antifungi yang disebut polifenol dan telah diketahui dapat menghambat pertumbuhan jamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans In Vitro. Metode Penelitian :Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Subjek penelitian adalah sampel klinisCandida albicans dan diambil dengan cararandom. Penelitian ini menggunakan 7 kelompok perlakuan, yaitu aquades steril sebagai kontrol negatif, seduhan teh hijau dengan konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90% dan 100%, serta flukonazol 25 µg sebagai kontrol positif.Penelitian diulang empat kali. Cawan petri diinkubasi dalam suhu 37ºC selama 48 jam dan diukur zona hambat yang terbentuk. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Regresi Linier dilanjutkan uji Korelasi dengan menggunakan IBM Statistics for Windows version 20.0. Hasil Penelitian: Diameterzona hambat yang dihasilkan semakin meningkat seiring meningkatnya konsentrasi, dan diameter kelompok konsentrasi 100% mendekati diameter kelompok kontrol positif.Kelompok kontrol negatif maupun positif menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan semua kelompok.Hasil analisis statistik dengan uji Regresi Linier menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada ketujuh kelompok perlakuan (p < 0,05) dan uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang erat antara konsentrasi seduhan teh hijau dengan diameter zona hambatan terhadap pertumbuhan Candida albicans. Simpulan : Seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.)memiliki efek antifungi terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In Vitro . Mulai konsentrasi 60% sampai 100% menunjukkan adanya efek antifungi, dan pada konsentrasi 100% didapatkan efek antifunginya mendekati flukonazol 25µg/ml. Kata kunci :Efek Antifungi, Seduhan Teh Hijau, Candida albicans
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Irene Ardiani Pramudya Wardhani, G0009109, Tahun 2012.Antifungal Effect ofBrewed Green Tea (Camellia sinensis L.) Against Candida albicansGrowthIn Vitro. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background :Brewed green tea contains antifungal substance such as polyphenol which is considered can inhibit fungal growth. The aim of this research is to determine antifungal effect of brewed green tea (Camellia sinensis L.) againstCandida albicansgrowth In Vitro. Methods :The research was performed as experimental laboratory. The subject of this research were clinical sample ofCandida albicans and takenrandomly. This research used 7 treatment groups, they were sterilized aquadest as negative control, brewed green tea with concentration of 60%, 70%, 80%, 90% and 100%, also fluconazole 25 µg as positive control. This research was repeated four times. The plate was incubated at the temperature of 37ºC for 48 hours then inhibition diameter zone formed was measured. The data was analyzed by Linier Regression test then continued by Correlation test on IBM Statistics for Windows version 20. Results :The diameter of inhibition zone increased along with increasing concentrations, and the diameter of concentration of 100% group is almost the same with diameter of positive control group. The results of statistical analysis using Linier Regression test showed that there are significant differences on seven of treatment groups (p < 0,05) and the Correlation test showed that there are close relation between concentration of brewed green tea and the diameter of inhibition zone. Conclusion :Brewed green tea (Camellia sinensis L.)has antifungal effectagainstCandida albicans growth In Vitro.Start from concentration of 60% up to 100%, there were antifungal effect, and the antifungal effect of concentration of 100% is close to fluconazole 25µg/ml. Keywords :Antifungal Effect, Brewed Green Tea, Candida albicans
PRAKATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan berkat dan kasih-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Efek Antifungi Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis L.)terhadapPertumbuhan Candida albicans In Vitro” yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas atas dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta seluruh staf skripsi
yang telah memberikan pengarahan dan bantuan. 3. Dra. Sri Haryati, M.Kes,selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan
bimbingan, nasihat, pengarahan, dan motivasi bagi peneliti. 4. Novan Adi Setyawan, dr.,selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberikan bimbingan, nasihat, pengarahan, dan motivasi bagi peneliti. 5. Yulia Sari, S.Si.,selaku Penguji Utama yang telah menguji skripsi ini. 6. Silvester Bambang Widjokongko, dr., PAK, M.PdKed, selaku Anggota
Penguji yang telah menguji skripsi ini. 7. Keluarga tercinta, FX Bambang Sukilarso, dr., M.Si, Ir. MMA Retno
Rosariastuti, M.Si, AM Ardian Aji Krisandi, S.Kom, eyang RF Soehardi dan Ireneus Leon Nomantara, dr.yang senantiasa memberikan doa, bimbingan, dukungan moral dan material bagi peneliti.
8. Seluruh Dosen dan StafLaboratorium Parasitologi dan Mikologi Fakultas Kedokteran UNS yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
9. Sahabat-sahabat penulis, Ria, Frida, Ratih, Lia, Dympna, Ardelia, Prisca, Medika, Vasa, David, Dian, Rendra, Galih, Juni, David, Made, Oliv, Nana, Nina, Pendidikan Dokter 2009 dan KMK FK UNS yang telah memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
10. Pak Kupong, Mbah Martina, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran dan bermanfaat untuk semua pihak, bagi ilmu kedokteran pada umumnya dan bagi pembaca pada khususnya.
Surakarta, 11 Juni 2012
Irene Ardiani Pramudya Wardhani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Hal. PRAKATA ................................................................................................ vi DAFTAR ISI ............................................................................................. vii DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .............................................................. 3 C. Tujuan Penelitian ............................................................... 3 D. Manfaat Penelitian ............................................................. 3 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ................................................................ 4 B. Kerangka Pemikiran ........................................................... 33 C. Hipotesis ............................................................................ 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian .................................................................. 35 B. Subjek Penelitian................................................................ 35 C. Lokasi Penelitian ................................................................ 35 D. Teknik Sampling ................................................................ 35 E. Identifikasi Variabel ........................................................... 35 F. Definisi Operasional Variabel ............................................. 36 G. Rancangan Penelitian ......................................................... 37 H. Alat dan Bahan Penelitian................................................... 38 I. Cara Kerja.......................................................................... 38 J. Analisis Data...................................................................... 46 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian .................................................................. 48 B. Analisis Data...................................................................... 50 BAB V PEMBAHASAN ...................................................................... 51 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan............................................................................ 54 B. Saran ................................................................................. 54 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 56 LAMPIRAN.............................................................................................. 61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 2.1 Komposisi Pucuk Daun Teh (% berat kering)............................ 8
Tabel 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Polifenol.................................................. 10
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan pada Uji
Pendahuluan.............................................................................
46
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan pada Uji
Penelitian..................................................................................
47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ............................................................. 31
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian ................................................ 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan pada Uji
Pendahuluan
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan pada Uji Penelitian
Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Lampiran 4. Grafik Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Lampiran 5. Tabel Hasil Analisis Regresi
Lampiran 6. Grafik Regresi Linier
Lampiran 7. Hasil Analisis Korelasi
Lampiran 8. Foto-Foto Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi jamur semakin dikenal sebagai penyebab morbiditas dan
mortalitas pada pasien rawat inap di rumah sakit. Indonesia belum
sepenuhnya berhasil membasmi penyakit akibat infeksi jamur. Infeksi jamur
dibedakan menjadi infeksi jamur endemik dan infeksi jamur oportunistik.
Kandidiasis merupakan infeksi jamur dengan insidensi tertinggi pada infeksi
jamur oportunistik. Sekitar 10% dari mikroorganisme penyebab infeksi
nosokomial berasal dari spesies Candida. Hal ini disebabkan karena Candida
merupakan flora normal yang beradaptasi dengan baik untuk hidup pada
inang manusia, terutama pada saluran cerna, saluran urogenital, dan kulit
(Sudoyo, 2006).
Candida albicans merupakan penyebab kandidiasis yang paling sering
ditemukan dibanding spesies Candida yang lain, yaitu sekitar 70-80%.
Kandidiasis ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik
laki-laki maupun perempuan.Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas
tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih
banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan
pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air
(Djuanda, 2005).
Candida albicans dapat menyebabkan berbagai kelainan, diantaranya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kandidiasis oral, kandidiasis vulvovaginal, peradangan, abses kecil, dan
granuloma.Tempat-tempat yang biasanya terinfeksi adalah kulit, kuku, mulut,
lidah, dan vagina, tak terkecuali organ-organ dalam, diantaranya ginjal, hati,
paru-paru, limpa, jantung, dan kelenjar gondok (Sudoyo, 2006).
Obat-obatan untuk mengatasi infeksi jamur telah dikembangkan dan
beredar luas di masyarakat, namun harga obat yang relatif mahal
menyebabkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat modern.Selain itu
saat ini beberapa spesies jamur telah menunjukkan resistensi terhadap
berbagai obat anti jamur, termasuk galur Candida albicans.Oleh karena itu,
kini masyarakat mulai beralih ke pengobatan tradisional yang memanfaatkan
tanaman alam (Ramali dan Werddani, 2001).
Teh Hijau (Camellia sinensis L.) banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Asia. Selain sebagai minuman yang menyegarkan, teh telah lama diyakini
memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Pengaruhnya bagi kesehatan ini, dari
berbagai penelitian diketahui terutama disebabkan oleh adanya kandungan
flavonoid teh yang disebut dengan polifenol(Hartoyo, 2003).
Evensen dan Braun (2009) menemukan bahwa kandungan polifenol
dalam teh hijau (Camellia sinensis L.) berperan menghambat aktivitas
proteasom, yang terkait dengan pembentukan biofilm dari Candida albicans.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian ini
untuk mengetahui adakah efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis
L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans yang merupakan flora normal
usus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang didapat adalah:
Adakah efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap
pertumbuhan Candida albicans In Vitro?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.)
terhadap pertumbuhan Candida albicans In Vitro.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Diharapkan dapat memberi pengetahuan mengenai efek antifungi
seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap Candida albicans In
Vitro.
2. Aspek Aplikatif
Diharapkan dapat memberi masukan untuk penelitian efek
antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap pertumbuhan
Candida albicans.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
a. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)
Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)
Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)
Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)
Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)
Genus (marga) : Camellia
Spesies (jenis) : Camellia sinensis L.
Varietas : Assamica
(Steenis, 1987)
b. Deskripsi tanaman
Tanaman teh berasal dari familiaCamellia, yang aslinya
terdapat di China, Tibet, dan India bagian utara. Ada dua jenis
varietas utama tanaman teh. Varietas berdaun lebar dikenal sebagai
Camellia assamica. Varietas berdaun kecil, dikenal sebagai Camellia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
sinensis L., hidup di daerah pegunungan tinggi yang sejuk di China
tengah Dan Jepang (Somantri, 2011).
Camellia sinensis L. berdaun kecil dengan banyak cabang,
sehingga menyerupai semak. Varietas ini bisa tumbuh 3-5 meter,
tahan terhadap suhu yang sangat dingin, Dan bisa terus
memproduksi daun teh sampai usia 100 tahun (Somantri, 2011)
Daun teh berwarna hijau tua mengilat dengan bulu-bulu halus
Dan bunga berwarna putih kecil dengan lima sampai tujuh kelopak.
Sedangkan buahnya berwarna putih kecil menyerupai buah pala.
Untuk memproduksi teh, daunnya saja yang diambil (Somantri,
2011)
Berdasarkan hasil dan proses pengolahannya, teh
dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu teh hijau (tidak difermentasi),
teh oolong (semifermentasi), dan teh hitam (fermentasi penuh). Teh
hijau dibuat melalui metode inaktivasi enzim polifenol oksidasenya
di dalam daun teh segar. Metode ini dapat dilakukan melalui
pemanasan (udara panas) dan penguapan (steam/uap air). Kedua
proses tersebut berguna untuk mencegah terjadinya oksidasi
enzimatis polifenol, sehingga diharapkan kadar polifenol dalam teh
hijau paling tinggi diantara jenis teh yang lain (Bakhtiar, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
c. Proses produksi Teh Hijau
1) Pelayuan
Proses ini bertujuan untuk menginaktifkan enzim
polifenol oksidase dan menurunkan kadar air dalam pucuk daun
sehingga menjadi lentur dan mudah tergulung, kadar air 60%.
Proses ini dilakukan dengan cara mengalirkan sejumlah pucuk
daun basah secara berkesinambungan ke dalam alat pelayuan
Rottary Panner dalam keadaan panas yang telah dikehendaki.
Waktu yang diperlukan antara 5-8 menit dengan presentase layu
60% (Ilyana, 1999).
2) Penggulungan
Tujuan proses ini adalah membentuk mutu secara fisik
karena selama penggulungan pucuk teh akan dibentuk menjadi
gulungan-gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses
dilakukan setelah pucuk kayu keluar dari mesin Rottary Panner.
Lama proses ini tidak boleh lebih dari 30 menit sejak pucuk layu
masuk ke open top roller (Ilyana, 1999).
3) Pengeringan
Proses ini bertujuan mengurangi kadar air sampai tinggal
3-4% sehingga daya simpan teh keringnya meningkat dan
membantu membentuk gulungan teh. Proses ini dilakukan dalam
dua tahap. Tahap pertama dengan mesin Itong Cakel,
memerlukan waktu sekitar 8-12 menit. Jumlah air yang harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dikeluarkan 50% dari bobot pucuk masuk pengering. Tingkat
kekeringan yang dihasilkan 30-35%. Tahap kedua dilakukan
dengan mesin Rottary dryer tipe repeat roll.Teh dikeringkan
sampai kadar 3-4%. Untuk mengurangi kadar air dan
memperbaiki bentuk gulungan teh kering, suhu tidak boleh lebih
dari 70°C. Lama proses ini antara 2-3 jam dengan putaran 17-19
kali per menit (Ilyana, 1999).
4) Sortasi kering
Proses ini bertujuan mengelompokkan teh ke dalam
jenis-jenis mutu dengan bentuk dan ukuran spesifik sesuai
standar teh hijau, selain itu juga untuk memisahkan,
memurnikan dan membentuk jenis mutu agar teh hijau bisa
diterima di pasaran. Proses ini dilakukan setelah pucuk daun
keluar dari repeat roll. Pucuk daun dimasukkan ke dalam mesin
Bubble tray untuk memisahkan mutu teh hijau berdasarkan
perbedaan ukurannya (Ilyana, 1999).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
d. Kandungan kimia
Gambaran mengenai komposisi pucuk daun teh disajikan
pada tabel berikut
Tabel 2.1Komposisi Pucuk Daun Teh (% berat kering)
Senyawa Total Larut Dalam Air
Selulosa 24.0 0.0
Lignin 6.5 2.3
Protein 17.0 0.0
Lemak 8.0 0.0
Tepung 0.5 0.0
Polifenol 22.0 22.0
Kafein 4.0 4.0
Asam Amino 7.0 7.0
Asam Gula 3.0 3.0
Asam Organik 3.0 3.0
Abu / Mineral 5.0 4.0
100.0 45.3
(Bhatia, 1963)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat dibagi menjadi
empat kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol,
substansi penyebab aroma, dan enzim.Keempat kelompok tersebut
yang menimbulkan berbagai macam sifat yang dapat ditemukan pada
teh.
1) Substansi Fenol.
Polifenol teh berbeda dengan polifenol pada tanaman
lain. Polifenol dalam teh tidak bersifat menyamak dan tidak
berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan, melainkan
bersifat antimikroba (bakteri dan virus), antioksidan, antiradiasi,
memperkuat pembuluh darah, melancarkan sekresi air seni, dan
menghambat pertumbuhan sel kanker.Polifenol merupakan
senyawa yang memiliki pengaruh paling besar terhadap seluruh
komponen teh.Dalam pengolahannya, senyawa ini dihubungkan
dengan semua sifat produk teh, yaitu aroma, warna, dan
rasa.Polifenol sebagai salah satu substansi pada teh tentu
memiliki sifat fisik maupun sifat kimia (Peter et al., 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Adapun sifat-sifat tersebut dapat dilihat pada tabelberikut
ini:
Tabel 2.2Sifat Fisik dan Kimia Polifenol
(Alamsyah, 2006)
Menurut Evensen dan Braun (2009), tiga senyawa
polifenol utama dalam teh hijau (Camellia sinensis L.) yaitu
epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC),
dan epicatechin-3-gallate (ECG) dapat menghambat
pembentukan biofilm dari Candida albicans. Senyawa EGCG
Sifat Fisik Sifat Kimia
Kenampakan : putih Sensitif terhadap oksigen
Titik beku : 104-106oC Sensitif terhadap cahaya
Titik didih : 245oC Berfungsi sebagai antioksidan
Tekanan uap : 1 mmHg
pada 75oC
Substansi yang dihindari :
unsur oksidasi, asam klorida,
asam anhidrida, basa, dan
asam nitrit
Densitas uap : 3.8 g/m3
Flash point : 137oC Larut dalam air hangat
Explosion limits
(batas atas) : 1.97%
Stabil dalam konsisi agak
asam atau netral (pH optimum
4-8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dapat menghambat 75% pembentukan biofilm Candida albicans
dalam konsentrasi 1.0 µmol/L hingga 3.0 mmol/L.
Menurut Ho et al. (1994) polifenol teh hijau mengandung
49% EGCG, jadi dalam 1000 µg polifenol terkandung 490 µg
EGCG.
2) Substansi Bukan Fenol
a) Karbohidrat
Daun teh juga memiliki karbohidrat, dari gula yang
sederhana hingga yang kompleks, di antaranya yaitu sukrosa,
glukosa, dan fruktosa.Keseluruhan karbohidrat yang
dikandung teh adalah 0.75% dari berat kering daun (Alamsyah,
2006).
b) Substansi Pektin
Substansi pektin terutama terdiri atas pektin dan asam
pektat.Besarnya bervariasi, 4.9-7.6% dari berat kering
daun.Substansi ini dianggap ikut menentukan sifat baik dari
teh, khususnya teh hitam (Alamsyah, 2006).
c) Alkaloid
Sifat penyegar teh berasal dari substansi alkaloid yag
terkandung di dalamnya, yaitu sebesar 3-4% dari berat kering
daun. Alkaloid yang utama dalam daun teh adalah kafein
(Alamsyah, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Kafein tidak mengalami perubahan selama pengolahan
teh, namun dianggap sebagai bahan yang menentukan kualitas
teh. Hasil oksidasi dari reaksi antara kafein dengan polifenol
akan membentuk senyawa yang menentukan kesegaran dari
seduhan teh (Bakhtiar, 2007).
d) Klorofil dan Zat Warna yang Lain
Warna hijau pada daun teh ditentukan oleh adanya
klorofil.Besar zat warna dalam daun teh sekitar 0.019% dari
berat kering. Berbagai reaksi yang terjadi pada proses
pengolahan teh dapat mengakibatkan perubahan warna pada
daun teh (Bambang, 1993).
e) Protein dan Asam-asam Amino
Protein pada daun teh memiliki peranan penting dalam
pembentukan aroma pada teh. Protein ini akan mengalami
pembongkaran menjadi asam-asam amino. Reaksi asam amino
dengan polifenol pada temperatur tinggi menghasilkan aldehid
yang bertanggungjawab atas aroma teh.Dalam daun teh juga
muncul asam amino yang biasanya dikenal sebagai tehanin,
yang berhubungan dengan kualitas minuman teh (Bakhtiar,
2007).
f) Asam Organik
Dalam proses metabolisme (terutama respirasi), asam
organik berperan penting sebagai pengatur proses oksidasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
reduksi. Selain itu, asam organik juga merupakan bahan
pembentuk karbohidrat, asam amino, dan lemak untuk
tanaman.Namun peranan asam organik selama pengolahan teh
tidak terlalu nyata (Bakhtiar, 2007).
g) Substansi Resin
Aroma teh juga bergantung pada minyak esensial dan
resin. Kandungan resin beratnya 3%dari berat kering daun.
Peranan resin yang lain adalah menaikkan daya tahan tanaman
teh terhadap kondisi beku (Alamsyah, 2006).
h) Vitamin
Daun teh mengandung beberapa vitamin, yaitu vitamin
C, K, A, B1, dan B2. Selama proses pengolahan teh, vitamin C
mengalami oksidasi sehingga kandungannya dalam teh akan
hilang. Demikian pula dengan vitamin E. Kandungan vitamin
C pada teh sebesar 100-250 mg. Namun, kandungan sebesar
itu hanya terdapat pada teh hijau. Vitamin K pada teh hijau
juga terdapat dalam jumlah yang banyak (Alamsyah, 2006).
i) Substansi Mineral
Substansi mineral menyebabkan perubahan koloid dan
langsung berpengaruh terhadap metabolisme sel. Kandungan
mineral dalam daun teh cukup banyak. Mineral berfungsi
dalam pembentukan enzim di dalam tubuh, termassuk
antioksidan.Kandungan mineral dalam daun teh adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
magnesium, kalium, flour, natrium, kalsium, seng, mangan,
cuprum, dan trace mineral (Bakhtiar, 2007).
3) Substansi Penyebab Aroma
Salah satu sifat penting dari kualitas teh adalah
aroma.Munculnya aroma pada teh secara langsung atau tidak
langsung selalu dihubungkan dengan terjadinya oksidasi senyawa
polifenol.Ada beberapa pendapat mengenai sumber aroma dari
teh.Pendapat tertua mengatakan bahwa aroma teh berasal dari
glikosida yang terurai menjadi gula sederhana dan senyawa yang
beraroma. Peneliti lain menyatakan bahwa munculnya aroma teh
adalah akibat dari penguraian protein (Bakhtiar, 2007).
4) Enzim-Enzim
Beberapa enzim terdapat dalam daun teh.Peranan penting
dari enzim-enzim ini adalah sebagai biokatalisator pada setiap reaksi
kimia di dalam tanaman.Enzim yang dikandung dalam daun teh di
antaranya invertase, amilase, β-glukosidase, oximetilase, protease,
dan peroksidase (Bakhtiar, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
5) Aktivitas Biologis Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
Menurut Hamilton-Miller (1995), teh hijau (Camellia
sinensis L.) memiliki aktivitas biologis berikut :
a) In Vitro
(1) Fraksi polifenol murni teh hijau (Camellia sinensis L.),
terutama epicatechin gallate (ECG) dan epigallocatechin
gallate (EGCG) menghambat beberapa spesies bakteri.
(2) Memiliki sifat antikaries, misalnya ditunjukkan dengan
menghambat perlekatan Streptococcus mutans yang
bersifat kariogenik dengan menghambat aktivitas enzim
glucosyltransferase, enzim ini juga dibutuhkan oleh
Candida albicans untuk mengolah sumber makanan pada
media saat dikultur.
(3) Dalam tes penapisan flavonol quercitin dan myricetin
menunjukkan kemampuan melawan bakteri gram positif
dan fungus phytopatogenic.
b) In Vivo
(1) Polifenol teh melindungi kelinci dari infeksi percobaan
Vibrio cholerae dan menunjukkan bahwa penderita
kolera memperoleh manfaat dengan penambahan ekstrak
teh pada cairan rehidrasi oralnya.
(2) Mencegah karies
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
6) Manfaat Teh hijau (Camellia sinensis) bagi kesehatan
Menurut Hartoyo (2003), teh hijau (Camellia sinensis L.)
memiliki fungsi dan pengaruh terhadap kesehatan manusia,
diantaranya :
a) Mencegah Penyakit jantung koroner
Hubungan teh hijau dengan penyakit jantung koroner
dapat didekati dari tiga sifat zat bioaktif polifenol yaitu
kemampuannya untuk menghambat oksidasi LDL, sifat
hipokolesterolemiknya, dan sifat antitrombosisnya.
b) Mencegah Diabetes mellitus
Polifenol yang terkandung dalam teh hijau dapat
menurunkan kadar gula darah dan mencegah agregasi trombosit.
c) Mencegah Karies Gigi
Polifenol bersifat antimikroba, sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri kariogenik, serta mencegah
adesi dan menghambat aktivitas glycosil transferase.
d) Mencegah Kanker
Kandungan quercetin, kaemferol, dan myricetin dalam
teh hijau dapat menghambat karsinogen. Selain itu, komponen
polifenol yang utama, yaitu EGCG dapat mencegah inisiasi
karsinogenesis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
e) Mempertahankan Berat Tubuh Ideal
Ekstrak teh hijau dapat menghambat aktivitas lipolisis
dan lipase gastrik serta lipase pankreas sehingga pencernaan
lemak dapat dihambat. Sebagai akibatnya, lemak tidak dapat
diserap oleh usus halus dan dikeluarkan bersama feses.
f) Mengurangi Stres
Tanin yang terkandung dalam teh hijau dapat
memberikan efek relaksasi pada manusia.
g) Menurunkan Tekanan Darah
Tanin dalam teh hijau mempengaruhi siklus seperti
sistem periferal saraf dan periferal pembuluh darah, sehingga
dapat menurunkan tekanan darah.
h) Meningkatkan Kemampuan Belajar
Kandungan Tanin dalam teh hijau dapat meningkatkan
memori dan kemampuan belajar.
i) Menghambat Pertumbuhan Biofilm Candida albicans
Menurut Evensen dan Braun (2009), polifenol yang
terkandung dalam teh hijau dapat menghambat pertumbuhan
biofilm Candida albicans.
Kemampuan suatu mikroorganisme untuk
mempengaruhi lingkungannya diantaranya tergantung pada
kemampuannya untuk membentuk suatu komunitas.C. albicans
membentuk komunitasnya dengan membentuk ikatan koloni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
yang disebut biofilm (Nobille dan Mitchell, 2005).Menurut
Mukherjee et al. (2005) biofilm merupakan koloni mikroba
(biasanya penyebab suatu penyakit) yang membentuk matrik
polimer organik yang dapat digunakan sebagai penanda
pertumbuhan mikroba.Biofilm tersebut dapat berfungsi sebagai
pelindung sehingga mikroba yang membentuk biofilm biasanya
mempunyai resistensi terhadap antimikroba biasa atau
menghindar dari sistem kekebalan sel inang.Berkembangnya
biofilm biasanya seiring dengan bertambahnya infeksi klinis
pada sel inang sehingga biofilm ini dapat menjadi salah satu
faktor virulensi dan resistensi.Pembentukan biofilm dapat
dipacu dengan keberadaan serum dan saliva dalam
lingkungannya (Nikawa et al., 1997).
Hasil scanning mikroskop elektron menunjukkan bahwa
biofilmC.albicans yang matang berisi sel dalam bentuk khamir
maupun hifa yang menyisip dan terikat rapat pada bahan
ektraseluler yang biasanya berbentuk fibrous (Andes et al.,
2004). Secara struktur, biofilm terbentuk dari dua lapisan yaitu
lapisan basal yang tipis dan merupakan lapisan khamir dan
lapisan luar yaitu lapisan hifa yang lebih tebal tetapi lebih
renggang. Hifa-mutant memproduksi lapisan basal saja
sementara khamir-mutant memproduksi lapisan hifa.Biofilm
dari khamir-mutant yang mudah dihilangkan dari permukaan sel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
membuktikan bahwa lapisan basal merupakan lapisan biofilm
yang penting dalam perlekatan pada permukaan. Di samping
itu, biofilm yang dibentuk pada permukaan filter selulosa
mempunyai penampakan yang berbeda. Hifa- mutant dan wild-
type mampu memproduksi lapisan khamir dan khamir-mutant
memproduksi lapisan hifa yang rapat pada permukaan
filter.Hasil tersebut membuktikan bahwa struktur biofilm
C.albicans tergantung pada keadaan permukaan tempat kontak
(Baillie and Douglas, 1999).Struktur tiga dimensi biofilm
C.albicans menunjukkan adanya saluran-saluran air yang
komplek (Ramage et al., 2001). Sangat menarik bahwa sel inang
juga menyisip antara matriks biofilm (Andes et al., 2004).
Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan biofilm C.
albicans diantaranya adalah, ketersediaan udara. Ketersediaan
udara akan mendukung pembentukan biofilm. Pada kondisi
anaerob, C. albicans dapat membentuk hifa tetapi tidak mampu
membentuk biofilm (Biswas dan Chaffin, 2005).Pembentukan
biofilm C.albicans dimulai dengan perlekatan sel C.albicans
pada sel inang yang berlangsung antara 0-2 jam.
Proses tersebut diikuti dengan germinasi dan
pembentukan mikrokoloni (2-4 jam). Yang diteruskan dengan
pembentukan hifa (4-6 jam). Benang-benang hifa tersebut
membentuk monolayer (6-8 jam) yang akan berproliferasi (8-24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
jam) untuk kemudian mengalami maturasi (24-48 jam). Uji
reduksi XTT (2,3-bis (2 methoxy-4-nitro – 5 – sulfo – phenyl) -
2H - tetrazolium-5-carboxinilide) menunjukkan adanya
hubungan linear antara kerapatan sel biofilm dengan aktivitas
metabolik (Ramage et al., 2001). Tetapi aktivitas metabolik
tidak mempengaruhi ketebalan biofilm.Ketersediaan saliva dan
serum pada masa pra-pembentukan biofilm meningkatkan
perlekatan C.albicans terhadap sel inang tetapi kurang
berpengaruh pada pembentukan biofilm (Ramage et al.,
2001).Mekanisme probiotik dilaporkan dapat menghambat
kolonisasi tetapi belum ada laporan bahwa probiotik dapat
menghambat pembentukan biofilm (Meurman, 2005).
Gen yang bertanggungjawab terhadap pembentukan
biofilm adalah TEC1p dan BCR1p. TEC1p merupakan gen
regulator pembentukan hifa. Pembentukan hifa akan memicu
ekpresi BCR1p yang kemudian mengaktivasi protein permukaan
sel dan gen perlekatan (Adhesion gene). Aktivasi protein
permukaan dan gen perlekatan menyebabkan differensiasi sel
hifa dan menampilkan molekul-molekul perlekatan yang juga
mendukung integritas biofilm (Nobille dan Mitchell, 2005).
Disamping TEC1p dan BCR1p, bagian lain yang
berpengaruh adalah yeast wallprotein 1 (Ypw1p). Ypw1p dari
C. albicans tediri dari kurang lebih 533 asam amino yang terikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
secara kovalen pada glukan yang merupakan matrik dinding sel.
Produksi paling besar pada Ypw1p terjadi pada fase ekponensial
dan menurun pada fase stasioner pertumbuhan dan
pembentukan hifa. Perubahan pada Ypw1p karena rekombinasi
tidak menyebabkan perubahan morfologi dan virulensi tetapi
kekurangan Ypw1p menunjukkan peningkatan kemampuan
perlekatan dan pembentukan biofilm (Graneret al., 2005).
Pemberian antifungi pada awal pembentukan biofilm sangat
menentukan terjadinya resistensi (Mukherjee dan Chandra
,2004).
j) Sebagai antimikroba
Akroum et al., (2009) meneliti bahwa ekstrak metanol
teh hijau (Camellia sinensis L.) memiliki aktivitas antimikroba
yang sangat tinggi.
k) Sebagai imunomodulator
Teh hijau (Camellia sinensis L.) adalah salah satu produk
herbal yang dapat digunakan sebagai bahan obat imunosupresan
(Wilasrusmee, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
2. Candida albicans
a. Klasifikasi
Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Upafilum : Saccharomycotina
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
(Modrzewska danKurnatowska, 2010)
b. Morfologi dan identifikasi
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena
kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu
sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan
menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu.
Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang
mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong
atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µm x 3-6 µm hingga 2-5,5 µm
x 5-28 µm (Calderone, 2004).
Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk
tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu
terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
lonjong.Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar,
berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit.Sel ini dapat
berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan
bergaris tengah sekitar 8-12 µ.Morfologi koloni Candida albicans
pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk
bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-
kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah
tua.Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni.Warna koloni
putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape.Dalam
medium cair seperti glucose yeast, extract pepton, Candida albicans
tumbuh di dasar tabung (Calderone, 2004).
Pada medium tertentu, di antaranya agar tepung jagung
(corn-mealagar), agar tajin (rice-creamagar) atau agar dengan 0,1%
glukosa terbentuk klamidospora terminal berdinding tebal dalam
waktu 24-36 jam. Pada medium agar eosin metilen biru dengan
suasana CO2 tinggi, dalam waktu 24-48 jam terbentuk pertumbuhan
khas menyerupai kaki laba-laba atau pohon cemara. Pada medium
yang mengandung faktor protein, misalnya putih telur, serum atau
plasma darah dalam waktu 1-2 jam pada suhu 37oC terjadi
pembentukan kecambah dari blastospora. Candida albicans dapat
tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih
baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam
perbenihan pada suhu 28oC - 37oC.C. albicans membutuhkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk
pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat
diperoleh dari karbohidrat.Jamur ini merupakan organisme anaerob
fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam
suasana anaerob maupun aerob (Calderone, 2004).
Proses peragian (fermentasi) pada Candida albicans
dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang
tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan
metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2
dan H2O dalam suasana aerob. Sedangkan dalam suasana anaerob
hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO2. Proses
akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang
diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses
asimilasi, karbohidrat dipakai oleh Candida albicans sebagai sumber
karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel
(Calderone, 2004).
Candida albicans dapat dibedakan dari spesies lain
berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan
asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai
sumber karbon. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil
terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya
asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas pada
laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan adanya pertumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak menunjukkan
pertumbuhan pada laktosa (Calderone, 2004).
Pembentukan dinding sel Candida albicans dipengaruhi oleh
glycoprotein glucosyl-transferase yang juga berperan sebagai
pengatur sensor retikulum endoplasma dan pengatur folding
glycoprotein (Herrero et al., 2004).
Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung
dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel
berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat
antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk
pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya.Candida
albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya
100 sampai 400 nm.Komposisi primer terdiri dari glukan, manan dan
khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 % dari berat
kering dinding sel, -1,3-D-glukan dan *1,6-D-glukan sekitar 47-60
%, khitin sekitar 0,6-9 %, protein 6-25 % dan lipid 1-7 %. Dalam
bentuk ragi, kecambah dan miselium, komponen-komponen ini
menunjukkan proporsi yang serupa tetapi bentuk miselium memiliki
khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel ragi
(Calderone, 2004).
Segal dan Bavin (1994) memperlihatkan bahwa dinding sel
Candida albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda yaitu
fibrillar layer, mamoprotein, β glucan, β glucan-chitin dan membran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
plasma. Membran sel Candida albicans seperti sel eukariotik lainnya
terdiri dari lapisan fosfolipid ganda.Membran protein ini memiliki
aktifitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase, glukan sintase,
ATPase dan protein yang mentransport fosfat. Terdapatnya membran
sterol pada dinding sel memegang peranan penting sebagai target
antimikotik dan kemungkinan merupakan tempat bekerjanya enzim-
enzim yang berperan dalam sintesis dinding sel.
Mitokondria pada Candida albicans merupakan pembangkit
daya sel. Dengan menggunakan energi yang diperoleh dari
penggabungan oksigen dengan molekul-molekul makanan, organel
ini memproduksi ATP. Seperti halnya pada eukariot lain, nukleus
Candida albicans merupakan organel paling menonjol dalam sel.
Organ ini dipisahkan dari sitoplasma oleh membran yang terdiri dari
2 lapisan. Semua DNA kromosom disimpan dalam nukleus,
terkemas dalam serat-serat kromatin.Isi nukleus berhubungan dengan
sitosol melalui pori-pori nucleus.Vakuola berperan dalam sistem
pencernaan sel, sebagai tempat penyimpanan lipid dan granula
polifosfat.Mikrotubul dan mikrofilamen berada dalam sitoplasma.
Pada Candida albicans mikrofilamen berperan penting dalam
terbentuknya perpanjangan hifa.Candida albicans mempunyai
genom diploid. Kandungan DNA yang berasal dari sel ragi pada fase
stasioner ditemukan mencapai 3,55 µg/108sel. Ukuran kromosom
Candida albicans diperkirakan berkisar antara 0,95-5,7 mbp.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Beberapa metode menggunakan AlternatingField Gel
Electrophoresis telah digunakan untuk membedakan strainC.
albicans. Perbedaan strain ini dapat dilihat pada pola pita yang
dihasilkan dan metode yang digunakan. Strain yang sama memiliki
pola pita kromosom yang sama berdasarkan jumlah dan ukurannya.
Steven dkk (1990) mempelajari 17 strain isolat Candida albicans
dari kasus kandidosis.Dengan metode elektroforesis, 17 isolat
Candida albicans tersebut dikelompokkan menjadi 6 tipe.Adanya
variasi dalam jumlah kromosom kemungkinan besar adalah hasil
dari chromosome rearrangement yang dapat terjadi akibat delesi,
adisi atau variasi dari pasangan yang homolog.Peristiwa ini
merupakan hal yang sering terjadi dan merupakan bagian dari daur
hidup normal berbagai macam organisme.Hal ini juga seringkali
menjadi dasar perubahan sifat fisiologis, serologis maupun virulensi.
Pada Candida albicans, frekuensi terjadinya variasi
morfologi koloni dilaporkan sekitar 10-2 sampai 10-4 dalam koloni
abnormal.Frekuensi meningkat oleh mutagenesis akibat penyinaran
UV dosis rendah yang dapat membunuh populasi kurang dari 10%.
Terjadinya mutasi dapat dikaitkan dengan perubahan fenotip, berupa
perubahan morfologi koloni menjadi putih smooth, gelap smooth,
berbentuk bintang, lingkaran, berkerut tidak beraturan, berbentuk
seperti topi, berbulu, berbentuk seperti roda, berkerut dan bertekstur
lunak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
c. Habitat
Candida albicans adalah jamur dimorfik yang tumbuh pada
37°C. Habitat normalnya adalah membran mukosa, di mana ia
tumbuh sebagai ragi dan dapat menyebabkan kerusakan. Candida
albicans dapat diisolasi dari mulut, usus, vagina manusia sebesar
50%, sedangkan dari permukaan kulit, Candida albicans dapat
diisolasi kurang dari 50% (Abe et al., 2004).
d. Patogenesis
Sumber utama infeksi candida adalah flora normal dalam
tubuh pada pasien dengan sistem imun yang menurun. Dapat juga
berasal dari luar tubuh, contohnya pada bayi baru lahir mendapat
candida dari vagina ibunya (pada waktu lahir atau masa hamil) atau
dari staf rumah sakit, dimana angka terbawanya candida sampai
dengan 58%, meskipun masa hidup spesies candida di kulit sangat
pendek. Transmisi Candida antara staf rumah sakit dengan pasien,
pasien dengan pasien biasanya muncul pada unit khusus, contohnya
unit luka bakar, unit geriatri, unit hematologi, unit bedah, Intensive
Care Unit dewasa dan neonatus dan unit transpantasi. Infeksi
Candida dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi baik endogen
maupun eksogen.
1) Faktor endogen :
a) Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
b) Kegemukan, karena banyak keringat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
c) Debilitas
d) Iatrogenik, misal kateter intravena, kateter saluran kemih
e) Endokrinopati, penyakit Diabetes Melitus, gangguan gula
darah kulit
f) Penyakit kronik; tuberculosis, lupus eritematosus dengan
keadaan umum yang buruk
g) Pemberian antimikroba yang intensif (yang mengubah flora
bakteri normal)
h) Terapi progesterone
i) Terapi kortikosteroid
j) Penyalahgunaan narkotika intravena
k) Umur : orangtua dan bayi lebih muda terkena infeksi karena
status imunologiknya tidak sempurna
l) Imunologik (imunodefisiensi)
2) Faktor eksogen :
a) Iklim panas dan kelembaban menyebabkan perspirasi
meningkat
b) Kebersihan kulit
c) Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama
menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur
d) Kontak dengan penderita, misalnya pada trush,
balanopostitis. (Donkers, 2007)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
e. Terapi dan Pengobatan
1) Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
Lesi-lesi lokal paling baik diobati dengan menghilangkan
penyebabnya, yaitu menghindari basah, mempertahankan
daerah-daerah tersebut tetap sejuk, berbedak dan kering dan
penghentian pemakaian antibiotika.
2) Topikal
a) Larutan ungu gentian ½-1 % untuk selaput lendir, 1-2 %
untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari
b) Nistatin, berupa krim, salap, emulsi
c) Amfoterisin B
d) Grup azol antara lain Mikonazol 2% berupa krim atau
bedak, Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim,
Tiokonazol, bufonazol, isokonazol, Siklopiroksolamin 1%
larutan, krim Antimikotik lain yang berspektrum luas.
3) Sistemik :
a) Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam
saluran cerna Pemberian nistatin melalui mulut tidak
diabsorpsi, tetap dalam usus dan tidak mempunyai efek
pada infeksi Candida sistemik.
b) Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis
sistemik Amfoterisin B yang disuntikkan secara intravena,
merupakan usaha pengobatan efektif yang telah diterima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
untuk sebagian besar bentuk kandidiasis yang mengenai
organ dalam. Amfoterisin B diberikan dalam kombinasi
dengan flusitosin melalui mulut untuk menambah efek
pengobatan pada kandidiasis diseminata.
c) Ketokonazol bersifat fungistatik Ketokonazol menimbulkan
respons terapeutik yang jelas pada beberapa penderita
infeksi Candida sistemik, terutama pada kandidiasis
mukokutan. Terapi ketokonazol adalah obat pilihan untuk
pengendalian jangka panjang untuk kandidiasis mukokutan
kronik. Anti jamur grup azol menghambat pembentukan
ergosterol dengan mem blok aksi 14-alpha-demethylase.
Dapat diberikan dengan dosis 200 mg per hari selama 10
hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol
merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.
d) Kandidosis vaginalis dapat diberikan klotrimazol 500 mg
per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan
ketokonazol 2x200 mg selama 5 hari atau dengan
itrakonazol 2x200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol
150 mg dosis tunggal. Pada vulvovaginitis Candida, terapi
perawatan dengan ketokenazol mungkin diperlukan.
e) Anti jamur spektrum luas adalah polyene, echinocandin
digunakan jika belum diketahui spesies jamurnya. Bila
organisme nya dipastikan Candida albicans, harus dimulai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
terapi dengan flukonazol.
(Simatupang, 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
jumlahCandida albicans
Terbentuk zona hambatan
Menghambat pembentukan biofilm Candida albicans
Umur Candida albicans
Candida albicans dalam SDA terhambat pertumbuhannya
Kondisi media
Kandungan polifenol (EGCG, EGC, dan ECG)
suhu teh hijau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
C. Hipotesis
Ada efek antifungi Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis
L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) dari
teh hijaukemasan produksi PT. Pagilaran Yogyakarta.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi dan Mikologi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan secara randomisasi.
E. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas :
Konsentrasi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.)
2. Variabel terikat :
Diameter zona hambatan terhadap pertumbuhan Candida albicans.
3. Variabel luar terkendali
Variabel luar terkendali dalam penelitian ini adalah : a. umur biakan ; b.
jumlah biakan ; c. suhu biakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
F. Definisi Operasional Variabel
1. Konsentrasi Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
Seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) dalam berbagai
konsentrasi berat per volume yang diperoleh dengan menyeduh seduhan
teh hijau produksi PT. Pagilaran Yogyakarta dalam suhu 90°C dengan air
selama 8 menit. Penentuan konsentrasi seduhan dianggap 100% bila
dilakukan perendaman 37 gram seduhan teh hijau dalam 100 ml air.
2. Diameter zona hambatan terhadap Candida albicans
Zona hambatan adalah zona bening yang terbentuk di sekeliling
sumuran pada media Saboraud Dextrose Agar (SDA). Dengan mengukur
zona hambatan yang terbentuk di sekeliling sumuran dapat dibandingkan
tingkat efektivitas antifungi yang terkandung dalam masing-masing
seduhan.
3. Umur biakan Candida albicans
Umur jamur dapat dikendalikan dengan membuat subkultur
Candida albicans yang berumur 2 hari pada Saboraud Dextrosa Agar
(SDA).
4. Jumlah biakan
Penanaman Candida albicans menggunakan standar 0,5 Mc Farland.
5. Suhu biakan
Suhu biakan dikendalikan dengan mengatur suhu inkubasiyaitu 37°C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
G. Rancangan Penelitian
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
Kontrol negatif
Kelompok 7kontrol negatif
Candida albicans hasil kultur sampel klinis
Dibiakkan pada media di dalam cawan petri diameter 10 cm yang masing-masing berisi
31,43 ml SDA
Tiap cawan petri dibuat 3 sumuran berdiameter 6 mm
Kontrol positif
Kelompok Perlakuan
Kelompok 1 kontrol
positif
Kelompok 2 sampel+seduhan teh hijau konsentrasi 60% Kelompok 3 sampel+seduhan teh hijau konsentrasi 70% Kelompok 4 sampel+seduhan teh hijau konsentrasi 80% Kelompok 5 sampel+seduhan teh hijau konsentrasi 90% Kelompok 6 sampel+seduhan teh hijau konsentrasi 100%
ANALISIS REGRESI
Diameter Zona hambat
Inkubasi pada suhu 30˚C selama 48 jam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
H. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. cawan petri 10 cm
; b. oshe ; c. alat pembuat sumuran berdiameter 6mm ; d. tabung reaksi ;
e. pipet mikron (0,05ml) ; f. beaker glass ; g. pipet ukur ; h. penggaris ; i.
timbangan ; dan j. inkubator.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. sampel
klinisCandida albicans;b. Saboraud Dextrose Agar (SDA); danc. seduhan
teh hijau (Camellia sinensis L.).
I. Cara Kerja
1. Pembuatan Sediaan Uji
Seduhan teh hijau diperoleh dengan menyeduh seduhan teh hijau
produksi PT. Pagilaran Yogyakarta dalam air pada suhu 90°C selama 8
menit dengan konsentrasi yang ditentukan setelah dilakukan uji
pendahuluan, kemudian teh diangkat dan ditunggu sampai suhu turun
hingga 30°C.
Sampel klinis jamur diperoleh dari instalasi Laboratorium
Parasitologi dan Mikologi Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Sampel
dikirim ke Laboratorium Parasitologi dan Mikologi Fakultas Kedokteran
UNS.Pemeriksaan yang dilakukan untuk identifikasi sampel adalah
secara langsung atau dengan menggunakan kultur. Identifikasi langsung
dilakukan dengan pengecatan Giemsa.Sampel diidentifikasi sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Candida albicans dengan ditemukannya pseudohifa pada pewarnaan
Giemsa.
Sedangkan identifikasi dengan kultur dilakukan dengan melihat
pertumbuhan koloni jamur. Apabila didapatkan koloni yang berbentuk
bulat dengan permukaan sedikit cembung, licin, berwarna krem, halus,
berbentuk pasta, dan berbau asam, maka koloni jamur tersebut
diidentifikasi sebagai koloni Candida (Geo et al., 2004). Pemeriksaan
dilanjutkan dengan germ tube test dengan media serum. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara meletakkan sedikit koloni pada tetesan serum di
atas gelas obyek kemudian diinkubasi dalam suhu 37˚C selama 3 jam.
Sampel kemudian diperiksa di bawah mikroskop.Apabila ditemukan
perkecambahan dari yeast cell, sampel diidentifikasi sebagai Candida
albicans.
Selanjutnya dilakukan pembiakan Candida albicans pada media
Saboraud Dextrosa Agar dengan cara sebagai berikut: biakan Candida
albicans klinis diambil dengan menggunakan oshe steril dan dimasukkan
ke dalam larutan NaCL 0,9% sampai mencapai kekeruhan yang
ekuivalen dengan standar 0,5 Mc Farland. Kemudian subkultur Candida
albicanstersebut siap digunakan dalam tahap selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2. Uji Pendahuluan
a. Penentuan konsentrasi seduhan teh hijau
1) Kadar 100% diperoleh ketika 37 gram teh hijau diseduh dengan
100 cc air, sehingga diperoleh 80 cc seduhan teh hijau 35,5 cc
seduhan teh hijau.
2) Kadar 40% diperoleh dengan mengambil 4 cc seduhan teh hijau
+ 6 cc air = 10 cc
3) Kadar 60% diperoleh dengan mengambil 6 cc seduhan teh hijau
+ 4 cc air = 10 cc
4) Kadar 80% diperoleh dengan mengambil 8 cc seduhan teh hijau
+ 2 cc air = 10 cc
b. Pembuatan media Saboraud Dextrosa Agar (SDA).
1) Untuk setiap 1L aquades dibutuhkan 65 gram bubuk agar SDA.
2) Cawan petri yang digunakan adalah 3 cawan petri berdiameter
10 cm. Larutan agar dituang ke dalam cawan petri hingga
tebalnya mencapai 4 mm.
3) Persiapan SDA :
Perhitungan jumlah larutan agar yang dibutuhkan untuk satu
kali percobaan pada cawan petri berdiameter 10 cm:
V = πr2t
= (π . 52 . 0,4) cm3
≈ 31,43 cm3 «–» 31,43 ml
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Satu cawan petri membutuhkan 31,43 ml larutan SDA,
sehingga untuk 3 cawan dibutuhkan 94,29 ml larutan SDA.
1) SDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan dingin,
kemudian dibungkus dengan kertas.
2) Media SDA disterilkan dengan autoclave pada suhu 121˚C
selama 15menit bersama peralatan lain yang akan digunakan.
3) Kemudian dibuat sumuran pada cawan petri dengan diameter
6mm, untuk masing-masing seri konsentrasi dibuat 2 sumuran,
untuk kontrol positif dibuat 2 sumuran, untuk kontrol negatif
dibuat 2 sumuran.
c. Persiapan larutan Kloramfenikol
Penambahan larutan kloramfenikol ke dalam media SDA
bertujuan untuk mencegah tumbuhnya kuman kontaminan. Setiap
1000 ml larutan SDA membutuhkan 400 mg kloramfenikol.
Sehingga untuk 94,29 ml larutan SDA dibutuhkan:
94,29 ml x 400 mg = 37,72 mg
1000 ml
Setiap 250 mg bubuk kloramfenikol yang didapatkan dari
kapsul kloramfenikol 37,72 mg dilarutkan ke dalam 10 ml NaCl
0,9%. Maka untuk 37,72 mg bubuk kloramfenikol dibutuhkan:
37,72 mg x 10 ml = 1,5 ml aquades
250 mg
(Bridson, 1998).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
d. Penanaman Candida albicans pada media
Beberapa koloni dari sampel klinisCandida abicans diambil
menggunakan oshe steril, dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9%
sampai mencapai kekeruhan yang ekuivalen dengan 0,5 standart Mc
Farland, kemudian diinokulasi sebanyak 0,3 ml ke dalam tiap-tiap
media. Suspensi jamur diratakan dengan menggunakan spreader.
e. Persiapan preparat obat flukonazol
Preparat flukonazol yang dipakai adala diflucan. Satu kapsul
diflucan mengandung 50 mg flukonazol.
Perhitungan :
N1 (konsentrasi awal) = 1,5 mg/ml
N2 (konsentrasi akhir yang digunakan dalam penelitian) = 25 µg/ml
N1.V1 = N2.V2
1,5 mg . 0,05 ml = 25 µg/ml .V2
V2 = 3 mg/ml
Jadi, untuk mendapatkan kadar flukonazol 25 µg, 1,5 mg
flukonazol dilarutkan ke dalam 0,05 ml aquades. Kemudian
diencerkan kembali sehingga menjadi 3 ml.
f. Pemberian perlakuan
Disiapkan media agar yang telah diinokulasi dengan Candida
albicans sebanyak 4 cawan petri. Pada setiap cawan petri dibuat 4
sumuran dengan diameter 6 mm sehingga didapatkan 10 sumuran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Pada setiap sumuran diisi 0,05 ml kontrol negatif, 0,05 ml seduhan
teh hijau dalam konsentrasi yang telah ditentukan.
g. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 2 hari.
h. Pengukuran diameter zona hambatan dalam satuan mm.
i. Data dimasukkan dalam tabel.
j. Ditentukan hasil uji pendahuluan yang akan digunakan pada tahap
penelitian.
3. Penelitian
a. Penentuan besar sampel
Dihitung dengan menggunakan rumus Federer
(n-1)(t-1)>15
(n-1)(7-1)>15
6n-6>15
n>3,5
b. Pembuatan media Saboraud Dextrosa Agar.
1) Untuk setiap 1L aquades dibutuhkan 65 gram bubuk agar SDA.
2) Cawan petri yang digunakan adalah 3 cawan petri berdiameter
10 cm. Larutan agar dituang ke dalam cawan petri hingga
tebalnya mencapai 4 mm.
3) Persiapan SDA :
Perhitungan jumlah larutan agar yang dibutuhkan untuk satu kali
percobaan pada cawan petri berdiameter 10 cm:
V = πr2t
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
= (π . 52 . 0,4) cm3
≈ 31,43 cm3 «–» 31,43 ml
Satu cawan petri membutuhkan 31,43 ml larutan SDA, sehingga
untuk 5 cawan dibutuhkan 157,15 ml larutan SDA.
4) SDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan dingin,
kemudian dibungkus dengan kertas.
5) Media SDA disterilkan dengan autoclave pada suhu 121˚C
selama 15menit bersama peralatan lain yang akan digunakan.
Kemudian dibuat sumuran pada cawan petri dengan diameter
6mm, untuk masing-masing seri konsentrasi yaitu konsentrasi
60%, 70%, 80%, 90%, 100% dibuat 4 sumuran, untuk kontrol
positif dibuat 2 sumuran, untuk kontrol negatif dibuat 2
sumuran.
c. Penanaman Candida albicans pada media.
Beberapa koloni dari sampel klinisCandida abicans diambil
menggunakan oshe steril, dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9%
sampai mencapai kekeruhan yang ekuivalen dengan 0,5 standart Mc
Farland, kemudian diinokulasi sebanyak 0,3 ml ke dalam tiap-tiap
media. Suspensi jamur diratakan dengan menggunakan spreader.
d. Persiapan preparat obat flukonazol.
Preparat flukonazol yang dipakai adalah diflucan. Satu kapsul
diflucan mengandung 50 mg flukonazol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Perhitungan :
N1 (konsentrasi awal) = 1,5 mg/ml
N2 (konsentrasi akhir/ yang digunakan dalam penelitian) = 25 µg/ml
N1.V1 = N2.V2
1,5 mg . 0,05 ml = 25 µg/ml .V2
V2 = 3 mg/ml
Jadi, untuk mendapatkan kadar flukonazol 25 µg, 1,5 mg
flukonazol dilarutkan ke dalam 0,05 ml aquades. Kemudian
diencerkan kembali sehingga menjadi 3 ml.
e. Pemberian perlakuan.
Plate sumuran diberi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.)
dengan konsentrasi yang ditentukan setelah dilakukan uji
pendahuluan yaitu konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90%, 100% masing-
masing untuk 4 sumuran, dan preparat flukonazol untuk 2 sumuran
sebagai kontrol positif, serta aquades steril untuk 2 sumuran sebagai
kontrol negatif.
f. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 2 hari.
g. Pengukuran diameter zona hambatan dalam satuan mm.
h. Data dimasukkan dalam tabel.
i. Analisis data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
J. Analisis Data
Data yang berupa diameter zona hambatan dianalisis dengan
menggunakan Tes Normalitas Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan uji
Regresi Linier Sederhana dan uji korelasi. Data akan diolah dengan
menggunakan IBM Statistics for Windows version 20.0.
Tes Normalitas Kolmogorov-Smirnov:
H0 : populasi variabel x (kadar seduhan the hijau) residual memiliki
distribusi normal;
H1 : populasi variabel x (kadar seduhan the hijau) residual memiliki
distribusi tidak normal.
Bila nilai Z hitung ≥ Z statistik (Tabel Critical Value for the
Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit) untuk derajat bebas 21 → p> 0,05
maka H0diterimadan H1ditolak, yang berarti distribusi populasi normal, bila
nilai Z hitung < Z makap < 0,05 H0ditolak dan H1diterima, berarti distribusi
populasi tidak normal.
Analisis regresi linier sederhana dipergunakan untuk mengetahui
pengaruh antara satu buah variabel bebas terhadap satu buah variabel
terikat. Persamaan umumnya adalah:Y = a + b X
Y adalah variabel terikat dan X adalah variabel bebas. Koefisien a
adalah konstanta (intercept) yang merupakan titik potong antara garis
regresi dengan sumbu Y pada koordinat kartesius.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Hipotesis :
H0 : Seduhan teh hijau berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
Candida albicans
H1 : Seduhan teh hijau berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan
Candida albicans
Pengambilan keputusan :
Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 ditolak
Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 diterima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian mengenai efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia
Sinensis L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro diawali dengan
melakukan uji pendahuluan dengan konsentrasi seduhan teh hijau 40%,
60%%, 80% dan 100% dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengukuran Diameter Zona hambatan pada Uji Pendahuluan
Perlakuan Rata-rata Diameter Zona hambatan (mm)
Kontrol (-) 0 Kontrol (+) 29
Seduhan 40% 20 Seduhan 60% 20 Seduhan 80% 24 Seduhan 100% 18
(sumber : Data primer, 2012)
Diameter zona hambatan konsentrasi seduhan teh hijau 40% dan 60%
pada uji pendahuluan berukuran sama, yaitu 20mm, maka untuk uji penelitian
akan digunakan seduhan teh hijau dengan konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90%
dan 100%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Hasil penelitian eksperimental laboratorium mengenai efek antifungi
seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap pertumbuhan Candida
albicans In Vitro sebagai berikut :
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Diameter Zona hambatan pada Uji Penelitian
Perlakuan Rata-rata diameter zona hambatan (mm)
Kontrol (-) Kontrol (+)
Seduhan teh hijau 60%
0 23,5
15,75 Seduhan teh hijau 70% 17,75 Seduhan teh hijau 80% 18,75 Seduhan teh hijau 90% 19,25 Seduhan teh hijau 100% 22,75
(Sumber : Data primer, 2012)
Kelompok kontrol negatif menunjukkan tidak adanya zona hambatan,
sedangkan pada kelompok kontrol positif didapatkan diameter yang sedikit
lebih besar dibanding kelompok perlakuan seduhan teh hijau konsentrasi
100%. Tabel diatas menunjukkan adanya perbedaaan rata-rata diameter zona
hambatan pada masing-masing kelompok perlakuan. Semakin tinggi
konsentrasi seduhan teh hijau yang digunakan, semakin besar zona hambatan
yang terbentuk, pada semua perlakuan, diameter zona hambatan yang
didapatkan masih lebih rendah daripada kontrol positif (flukonazol 25 µg).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
B. Analisis Data
Analisis data statistik menggunakan IBM Statistics for Windows
version 20.Dari hasil analisis Kolmogorov Smirnov didapatkan sig 0,2 yang
berarti>0,05 sehingga H0 diterima dan artinya populasi memiliki distribusi
normal, maka analisis data dilanjutkan dengan Analisis Regresi Linier dan Uji
Korelasi.
Hasil analisis regresi dan hasil analisis korelasi diperoleh persamaan
regresi linier : Y= 0,217x + 1,212dan koefisien korelasi 0,975dengan tingkat
signifikasi <0,05. Hal ini berarti bahwa konsentrasi seduhan teh hijau
berpengaruh sangat nyata terhadap diameter zona hambatan. Makin tinggi
konsentrasi makin besar diameter zona hambatan. Besarnya angka koefisien
korelasi menunjukkan adanya hubungan yang erat antara konsentrasi seduhan
teh hijau dan pertumbuhan Candida albicans.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini diawali dengan uji pendahuluan yang bertujuan untuk
menentukan konsentrasi seduhan teh hijau yang akan digunakan dalam penelitian.
Pada uji pendahuluan, seduhan teh hijau dibuat dalam 4 konsentrasi, yaitu 40%,
60%, 80% dan 100%, lalu dibandingkan dengan zona hambatan flukonazol 25 µg,
diharapkan terdapat zona hambatan yang tidak berbeda signifikan dengan zona
hambatan flukonazol 25 µg atau memiliki daya hambat sama. Hasil uji
pendahuluan yang terlihat bahwa pada konsentrasi 40% dan 60% diameter zona
hambatan yang terbentuk memiliki ukuran yang sama, maka ditentukan
konsentrasi seduhan teh hijau yang digunakan dalam penelitian adalah 60%, 70%,
80%, 90% dan 100%.
Kelompok kontrol negatif digunakan aquades steril yang juga berfungsi
sebagai pelarut dalam pembuatan seduhan teh hijau karena sudah diketahui dari
hasil uji pendahuluan bahwa dengan perlakuan aquades steril tidak terbentukzona
hambatan yang berarti tidak ada efek antifunginya.
Kontrol positif pada penelitian ini digunakan flukonazol 25 µg karena uji
flukonazol 25 µg pada Candida merupakan metode paling sensitif dan akurat
dengan menggunakan metode difusi agar (Colombo, 2002). Selain itu, mekanisme
antifungi dari flukonazol juga sudah jelas diketahui yaitu dengan menimbulkan
ketidakteraturan membran sitoplasma jamur. Anti jamur sintetik azol ini
menghambat jamur dengan menghambat biosintesis lipid jamur, terutama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
ergosterol pada membran sel (Guyton dan Hall, 2006). Menurut penelitian Barry
dan Brown pada tahun 1996, zona hambatan sensitif flukonazol adalah ≥ 19 mm
sedangkan pada kelompok perlakuan dengan flukonazol didapatkan zona
hambatan yang memiliki diameter rata-rata 23,5 mm. Hal ini berarti Candida
albicans yang digunakan dalam penelitian ini sensitif terhadap flukonazol.
Kelompok perlakuan dengan seduhan teh hijau efek antifunginya telah
tampak mulai konsentrasi terendah yaitu 60%, ditunjukkan dengan adanya zona
hambatan yang terbentuk. Diameter zona hambatan bertambah setiap kenaikan
konsentrasi sebesar 10%. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi
seduhan teh hijau, semakin besar efek antifungi yang dimiliki, dan pada
konsentrasi 100%, didapatkan ukuran zona hambat yang mendekati flukonazol 25
µg dimana selisih rata-rata diameter zona hambatan yang didapatkan adalah 0,75
mm, hal ini menunjukkan bahwa seduhan teh hijau berpotensi untuk digunakan
sebagai obat antifungi.
Zat yang terkandungdalam teh hijau (Camellia sinensis L.) bermacam-
macam, namun zat yang diduga berfungsi sebagai fungisid adalah polifenol.
Berdasarkan penelitian Evensen dan Braun pada tahun 2009,The effects of tea
polyphenols on Candida albicans: Inhibition of biofilm formation and proteasome
inactivation yang menggunakan polifenol murni dari teh hijau (Camellia sinensis
L.) untuk mengetahui daya hambat terhadap pembentukan biofilm Candida
albicansyang digunakan untuk menginvasi host. Hasil penelitian tersebut
didapatkan bahwa mulai konsentrasi 20% polifenol sudah dapat menghambat
pembentukan biofilmCandida albicans, sehingga dapat disimpulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
bahwapolifenol dari teh hijau (Camellia sinensis L.) dapat menghambat
pertumbuhan Candida albicansdengan menekan pembentukan biofilm yang
merupakan matrik polimer organik yang dapat digunakan sebagai penanda
pertumbuhan mikrobadan efek tersebut berasal dari tiga komponen polifenol yaitu
EGCG, EGC dan ECG.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Ada efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap
pertumbuhan Candida albicans In Vitro.
2. Semakin tinggi konsentrasi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.),
semakin besar efek antifungi yang dimilikinya.
3. Efektivitas seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) dalam
menghambat pertumbuhan Candida albicansyangmendekati
efektivitas flukonazol 25 µg adalah konsentrasi 100%
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai zat aktif selain
polifenol yang terkandung seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.)
terutama yang mempunyai efek antifungi baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme
penghambatan seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) secara lebih
spesifik terhadap pertumbuhan Candida albicans.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan
efek antifungi ekstrak teh hijau dan polifenol murni terhadap
pertumbuhan Candida albicans.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencarikadar optimal
seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) dalam menghambat
pertumbuhan Candida albicans.