pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan ... · pengaruh pembelajaran kimia bernuansa...

160
PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA ( Eksperimen Di SMAN 2 Depok Kelas XI Semester Genap ) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar S.Pd. Oleh ASTRI RAMA YULIA NIM : 104016200430 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI

    DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

    TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

    ( Eksperimen Di SMAN 2 Depok Kelas XI Semester Genap )

    SKRIPSI

    Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar S.Pd.

    Oleh

    ASTRI RAMA YULIA

    NIM : 104016200430

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

    JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1430 H/2009 M

  • ABSTRACT

    Astri Rama Yulia. The Influence of Chemist Learning With Value

    Through Contextual Approach to toward the Result of Students’ Achievement, BA Education, The Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic

    University Syarif Hidayatullah Jakarta. The purposes of this research was: (1) To know the influence of values

    chemistry learning with contextual teaching and learning to toward the Result of Students’ Achievement in chemist balancing concept and (2) To know the students

    responses toward chemistry learning with contextual teaching and learning. This

    research uses quasi-experiment design one group pretest and posttest methods

    which involved 40 student of Senior High School of 2 Depok located in West

    Depok area in the second semester of the academic year 2008/2009. The study

    involved 10 students of upper group, 20 students of middle group and 10 students

    of lower group. The data were obtained by using test, questionnaire, observation

    sheet and interview protocol. The Result of this research shows that average score

    before applying the approach is 26,5, while 71,7 in average after the

    approach.The data were analized by using “t” test procedure gaining tscore=20,5

    and ttable=1,98. The result show that threre is a significant influences chemist

    learning with value through contextual approach to toward the result of students’

    achievement. The analizing result toward the students response shows that the

    students have a positive responses toward students achievement.

    Key words : CTL, values, the Result of Students’ Achievement.

  • ABSTRAK

    Astri Rama Yulia. Pengaruh Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai

    dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa, Skripsi,

    Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu

    Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa pada

    konsep kesetimbangan kimia, dan (2) mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa dengan pendekatan kontekstual. Penelitian ini

    menggunakan metode eksperimen semu dengan desain one group pretest and posttest yang melibatkan 40 siswa SMA N 2 Depok pada semester genap tahun ajaran 2008/2009, yang masing-masing, 10 siswa pada kelompok atas, 20 siswa pada kelompok sedang, dan 10 siswa pada kelompok bawah. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan tes, angket, lembar observasi, dan pedoman wawancara. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai sebelum perlakuan adalah 26,5, sedangkan rata-rata setelah perlakuan adalah 71,7. Hasil dari analisis data menggunakan statistik uji “t” diperoleh nilai thitung = 20,5 dan ttabel = 1,98. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa. Hasil analisis terhadap respon siswa menunjukkan bahwa mereka memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan

    pendekatan kontekstual

    Kata-kata kunci : Pendekatan kontekstual, nilai, hasil belajar siswa.

  • KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan hati manusia dengan

    fitrah yang baik, yang akan menjadi tenang dan tentram bila senantiasa mengingat

    Allah dan menjadi lapang bila selalu mengerjakan amal shaleh. Atas rahmat dan

    karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh

    Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai dengan Pendekatan Kontekstual terhadap

    Hasil Belajar Siswa”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan

    kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan pengikut setianya

    hingga hari akhir nanti.

    Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Penulis sangat berterima kasih dan menyampaikan penghargaan yang

    setinggi-tingginya atas bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai

    pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut terutama diajukan kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan

    pengarahan dan bimbingan.

    2. Ibu Baiq Hana Susanti M. Sc. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

    Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri

    (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Bapak Tonih Feronika, M.Pd. Dosen pembimbing II yang telah meluangkan

    waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan dan

    pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

    4. Bapak Drs. H. Sukandi Mustafa. Kepala SMA Negeri 2 Depok atas

    kesempatan penelitian yang diberikan.

    5. Bapak Dedi Irwandi, M.Si. Ketua Program Studi Pendidikan Kimia sekaligus

    sebagai Penasehat Akademis atas pengarahan dan bimbingan yang telah

    diberikan.

  • 6. Rekan-rekan mahasiswa/i Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

    khususnya Program Studi Pendidikan Kimia yang telah membantu

    memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis.

    7. Ayah dan Bunda tercinta, yang tiada terhingga jasa-jasanya telah memberikan

    motivasi baik moril dan materil sehingga berbagai macam hambatan yang

    dialami penulis dapat teratasi dengan baik.

    8. Sahabat-sahabat terbaikku: Anggi, Dewi, Ayu, Erni, Obi, Ais dan Mb Ria

    yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bantuan, semangat dan

    selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis.

    9. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik langsung maupun

    tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

    Semoga amal baik Bpk/Ibu/Sdr/i, mendapat imbalan dan keberkahan yang berlipat

    ganda di sisi Allah SWT. Amin.

    Betapapun banyaknya gagasan dan keinginan “Al haqqu mirrobbika falaa

    takuunanna minalmumtariin”, karena keterbatasan penulis jualah sehingga masih

    banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT

    penulis memohon petunjuk dan pertolongan-Nya, semoga skripsi ini dapat

    memenuhi fungsi dan tujuannya.

    Jakarta, Mei 2009

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    ABSTRAK..................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ................................................................................................. v

    DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii

    DAFTAR GAMBAR..................................................................................... viii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1

    B. Identifikasi Masalah................................................................... 7

    C. Pembatasan Masalah.................................................................. 7

    D. Perumusan Masalah ................................................................... 8

    E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8

    F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8

    BAB II. DESKRIPTIF TEORITIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

    A. Deskriptif Teoritik ..................................................................... 9

    1. Pembelajaran ........................................................................ 9

    a. Pengertian Belajar ........................................................... 9

    b. Ciri-ciri Belajar ............................................................... 12

    c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar ..................... 13

    2. Pendekatan Kontekstual ........................................................ 14

    a. Pengertian Pendekatan Kontekstual................................. 14

    b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual ............................ 18

    c. Komponen Pendekatan Kontekstual ............................... 21

    d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual ................... 23

    e. Evaluasi Pembelajaran Kontekstual................................. 24

    3. Pembelajaran Bernuansa Nilai .............................................. 25

    a. Pengertian Nilai .............................................................. 25

    b. Jenis-jenis Nilai............................................................... 29

    c. Langkah-langkah Pembelajaran Bernuansa Nilai............. 31

  • 4. Hakikat Ilmu Kimia .............................................................. 34

    a. Ilmu Kimia...................................................................... 34

    b. Konsep Kesetimbangan Kimia ........................................ 35

    5. Hasil Belajar ......................................................................... 42

    a. Pengertian Hasil Belajar .................................................. 42

    b. Hasil Belajar Kognitif ..................................................... 43

    c. Hasil Belajar Afektif ....................................................... 44

    B. Hasil Penelitian Yang Relevan................................................... 46

    C. Kerangka Pikir ........................................................................... 49

    D. Hipotesis.................................................................................... 51

    BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 52

    B. Subjek Penelitian ....................................................................... 52

    C. Metode Penelitian ...................................................................... 52

    D. Instrumen Penelitian .................................................................. 53

    E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 57

    F. Pengolahan Data ........................................................................ 58

    G. Teknik Analisis Data.................................................................. 60

    BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Belajar Siswa

    ....................................................................................................

    65

    B. Analisis Data

    ....................................................................................................

    67

    C. Interpretasi dan Pembahasan

    ....................................................................................................

    76

    D. Keterbatasan Penelitian

    ....................................................................................................

    83

  • BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan ............................................................................... 84

    B. Saran ......................................................................................... 85

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 86

    LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................ 89

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Perbedaan CTL dan Tradisional ....................................................... 19

    Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kognitif ............................................................. 54

    Tabel 3. Kisi-kisi Angket Respon Siswa......................................................... 55

    Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Pretes) ............... 65

    Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Postes)............... 66

    Tabel 6. Hasil Persentase Pada Aspek Afektif Siswa...................................... 66

    Tabel 7. Hasil Uji Normalitas......................................................................... 67

    Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas ..................................................................... 67

    Tabel 9. Hasil Nilai N-gain Kelompok Atas ................................................... 68

    Tabel 10. Hasil Nilai N-gain Kelompok Tengah.............................................. 69

    Tabel 11. Hasil Nilai N-gain Kelompok Bawah............................................... 70

    Tabel 12. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran ................... 71

    Tabel 13. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai.......... 73

    Tabel 14. Persentase Siswa yang Menjawab Benar pada Setiap Indikator ....... 75

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. One Group Pretest-Posttest Design ........................................... 53

    Gambar 2. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Sebelum

    Perlakuan .................................................................................. 76

    Gambar 3. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Setelah

    Perlakuan .................................................................................. 77

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Instrumen Pembelajaran

    a. Silabus.................................................................................. 91

  • b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)............................ 93

    c. Analisis Materi Kesetimbangan Kimia Bernuansa Nilai ........ 109

    d. Lembar Kerja Siswa (LKS)................................................... 113

    Lampiran 2. Instrumen Pengumpul Data

    a. Kisi-kisi Tes Kognitif ........................................................... 117

    b. Kisi-kisi Angket (Aspek Afektif) .......................................... 129

    c. Format Tes Kognitif.............................................................. 132

    d. Format Angket ...................................................................... 137

    e. Format Wawancara ............................................................... 140

    f. Format Lembar Observasi..................................................... 141

    Lampiran 3. Pengolahan Data

    a. Perhitungan Daya Pembeda................................................... 142

    b. Perhitungan Tingkat Kesukaran ............................................ 143

    c. Perhitungan Validitas dan Realibilitas ................................... 144

    d. Data Hasil Belajar Kognitif (Pretest) ..................................... 146

    e. Data Hasil Belajar Kognitif (Postest) .................................... 148

    f. Perhitungan Uji Normalitas................................................... 150

    g. Perhitungan Uji Homogenitas ............................................... 152

    h. Perhitungan Uji t................................................................... 155

    i. Persentase Hasil Belajar pada Aspek Afektif......................... 158

    j. Hasil Wawancara ................................................................. 161

    Lampiran 5. Surat Pernyataan Karya Ilmiah.................................................... 166

    Lampiran 6. Lembar Uji Referensi .................................................................. 167

    Lampiran 7. Surat Bimbingan Skripsi ............................................................. 174

    Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian................................................ 175

    Lampiran 9. Surat Keterangan Penelitian ........................................................ 176

    Lampiran 10. Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif............................. 177

    Lampiran 11. Biodata Penulis ......................................................................... 178

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pendidikan merupakan segala usaha yang dilaksanakan dengan sadar

    dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik dan

    sesuai dengan yang diharapkan. Pendidikan akan merangsang kreatifitas

    seseorang agar sanggup menghadapi tantangan-tantangan alam, masyarakat,

    teknologi serta kehidupan yang semakin kompleks.1 Kreatifitas memiliki

    aspek-aspek kelancaran, fleksibilitas, originalitas, elaborasi dan sensitivitas

    yang dapat dikembangkan guru melalui metode-metode pembelajaran.

    Pendidikan yang selama ini berlangsung adalah pendidikan yang

    verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran.

    Pengamatan terhadap praktik pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa

    pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung

    dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari seberapa jauh

    penguasaan itu dicapai oleh siswa. Bagaimana keterkaitan materi pelajaran

    dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan

    untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian.

    Pendidikan seakan terlepas dari kehidupan keseharian, seakan-akan

    pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan tidak terkait dengan kehidupan

    sehari-hari. Phenix dalam Sutarno menyatakan bahwa pada umumnya

    pendidik menyajikan unit-unit pelajaran tanpa menunjukkan hubungannya

    dengan konteks yang lebih luas sehingga siswanya tidak mengetahui apakah

    bertambahnya pengetahuan dan sikapnya itu dapat memberikan sumbangan

    terhadap pandangan hidupnya secara keseluruhan.2

    1Nunuk Suryani, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD Terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah”,dari http://pasca.uns.ac.id, Juli 2008. 2Sutarno, Strategi Kebudayaan Sebagai Pendidikan Nilai dan Makna Eksistensinya dalam Pembangunan, dalam Pendidikan Nilai, No. 1 Tahun II, Nopember 1996, h. 10.

  • Berdasarkan sumber yang berasal dari The Third international

    Mathematics and Science Study Repeat, untuk kemampuan siswa bidang IPA,

    Indonesia menempati urutan 32 dari 38 negara. Hal ini tidak terlepas dari

    proses pendidikan yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar di kelas.

    Kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh kerjasama antara guru dan

    siswa agar siswa dapat menyerap materi pelajaran dengan optimal. Untuk itu

    diperlukan kreatifitas dan gagasan baru untuk mengembangkan cara penyajian

    materi pelajaran di sekolah. Kreatifitas yang dimaksud adalah kemampuan

    seorang guru dalam memilih model pendekatan, strategi dan media yang tepat

    dalam penyajian materi serta cara penguasaan kelas yang sesuai dengan

    kondisi siswa.

    Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sampai saat ini masih

    banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam penyajian

    materi. Pendekatan tradisional berpijak pada pandangan behaviorisme

    objektifitas, dimana behaviorisme berakar dari filsafat positifisme yang

    percaya bahwa segala sesuatu yang bisa diamati atau ditangkap panca indera

    sebagai kebenaran yang sebenarnya. Sesuatu dianggap ada jika bisa diamati

    dan dirasakan.3

    Sebagian besar guru-guru sains masih menggunakan pengajaran yang

    berpusat pada guru dengan sedikit sekali melibatkan siswa sehingga aktivitas

    pembelajaran didominasi oleh guru. Guru menganggap siswanya sebagai botol

    kosong yang perlu diisi penuh oleh guru dengan berbagai ilmu pengetahuan.

    Siswa hanya menjadi pendengar yang pasif tanpa melakukan aktivitas

    pembelajaran apa-apa. Mereka hanya bertanggung jawab mengeluarkan semua

    berbagai ilmu yang dipelajari hanya ketika mengerjakan soal atau ujian.

    Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah banyak

    siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar

    yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya.

    3Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan Pendekatan Kontekstual Dengan Setting Kooperatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA3 SMA Negeri 3 Takalar” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif

    Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 87.

  • Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang

    mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan

    dipergunakan/dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami

    konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan

    menggunakan sesuatu yang abstrak atau hanya dengan metode ceramah.

    Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-konsep yang

    berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya dimana

    mereka akan hidup dan bekerja. 4

    Dari sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif

    semata, siswa akan cenderung mengetahui banyak hal tetapi kurang memiliki

    sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang

    diketahui. Ketidakseimbangan perkembangan intelektual dengan kematangan

    kepribadian yang dialami anak didik seperti pada gilirannya akan membentuk

    anak sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar

    dan cukup rentan terhadap distorsi nilai. Dampak selanjutnya anak akan

    mudah tergelincir dalam praktik pelanggaran moral karena sistem nilai yang

    seharusnya menjadi standar dan patokan berperilaku sehari-hari masih rapuh.5

    Maka dari itu perlu dikembangkan startegi pembelajaran yang membangun

    kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan secara utuh, yang mencakup

    kecakapan pribadi, kecakapan hidup sosial, kecakapan berpikir kritis,

    kecakapan melakukan penyelidikan untuk memecahkan masalah (kecakapan

    akademik) dan kecakapan vokasional.

    Kompetensi kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan dapat

    dicapai jika pembelajaran yang diterapkan membawa siswa untuk belajar

    sesuai dengan pengalaman nyata dan dalam konteks dunia nyata. Siswa akan

    belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih

    bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.

    Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil

    4Departemen Pendidikan Nasional, ”Pembelajaran Berbasis Kontekstual 1”, dari www. http/ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smp/16.ppt. Juli 2008.

    5Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Bengkulu: Pustaka Pelajar,2008),Cet.1, hal. XIX.

  • dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali

    anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.6

    Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan

    berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,

    dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan

    komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat. Oleh

    sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu

    tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, transformasi,

    dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.

    Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori,

    prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu,

    dalam penilaian dan pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik

    ilmu kimia sebagai proses dan produk.7

    Mengajarkan ilmu kimia sebagai produk dan proses pada siswa

    tidaklah mudah. Seorang guru kimia perlu mengembangkan keterampilan

    dasar mengajar kimia untuk dapat menyampaikan kimia sebagai produk dan

    proses. Keterampilan dasar guru kimia seperti dengan menerapakan

    pembelajaran kontrukstivisme dan pembelajaran kontekstual.

    Pembelajaran kontetekstual atau Contextual Teaching and Learning

    (CTL) adalah konsep belajar yang yang membantu guru mengaitkan antara

    materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

    membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

    penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.8 Pada proses

    pembelajaran kontekstual yang lebih dipentingkan adalah siswa bekerja dan

    mengalami daripada hasil belajar, sedangkan guru sebagai fasilitator

    pembelajaran.

    6Suryani, “Pengaruh...

    7BSNP, ”Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, h. 459. 8Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta:Bumi Aksara,2007),Cet.II, h.41.

  • Tujuan dari pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa untuk

    memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan

    materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks

    pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau

    keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu

    permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.9

    Pada pembelajaran kontekstual, siswa dapat mengaitkan materi yang

    sedang dipelajari dengan fenomena di kehidupan nyata sehingga siswa belajar

    lebih bermakna, bukan belajar dengan menghafal tetapi belajar dengan melihat

    fenomena dalam kehidupan sehari-hari, menilai dan mengetahui teori dari

    fenomena tersebut. 10 Hal tersebut dapat menimbulkan kesadaran dalam diri

    siswa tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sehingga

    dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung dengan penganalogian dari

    setiap bahan ajar. Dalam hal ini pemberian informasi dan analogi tentang

    kandungan nilai-nilai suatu bahan ajar, dengan sistem nilai dan moral yang

    berlaku dalam masyarakat dapat mengubah sikap seseorang. Sikap merupakan

    hasil belajar afektif siswa dalam proses pembelajaran.

    Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat

    berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur,

    menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri.11

    Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di

    sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Ciri-

    ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai

    tingkah laku seperti : perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi

    belajar, rasa hormat kepada guru dan sebagainya.

    Namun yang terpenting, dalam penerapan pendidikan siswa bukan

    hanya dituntut untuk memahami pengetahuan materi pelajaran tertentu

    9Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif” dari http://adifia.files.wordpress.com/2007/05/model-pembelajaran-yg-efektif.doc. Juli 2008

    10Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 93. 11Departemen Pendidikan Nasional, ”Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif” dari www.dikmenun.go.id.

  • melainkan siswa dapat menerapkan dan mengaplikasikan pengetahuan

    tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan sikap seseorang

    tidak hanya cukup diukur dari seberapa jauh siswa menguasai hal yang

    bersifat kognitif saja. Justru yang lebih terpenting adalah seberapa jauh

    pengetahuan tersebut tertanam dalam jiwa dan seberapa nilai-nilai itu terwujud

    dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, setiap mata pelajaran

    seyogianya tidak hanya mengandung substansi pelajaran yang bersifat

    kognitif, namun dibalik hal-hal yang bersifat kognitif terdapat sejumlah nilai

    dasar yang harus diketahui oleh siswa.12

    Dalam rangka memberikan perbaikan bagi pembelajaran sains,

    khususnya pada mata pelajaran kimia yang melibatkan siswa secara aktif dan

    mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

    dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta menanamkan nilai-

    nilai melalui konsep-konsep kimia karena baik nilai maupun konsep kimia

    dituntut harus dikuasai sekaligus secara seimbang. Penelitian ini bertujuan

    untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan

    pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.

    Dalam penelitian ini digunakan pembelajaran kimia bernuansa nilai

    dengan pendekatan kontekstual yang menyisipkan nilai-nilai diharapkan dapat

    mengungkap aspek afektif siswa . Pada penelitian ini dipilih pelajaran kimia

    pada pokok bahasan sistem kesetimbangan. Pokok bahasan ini dianggap

    sesuai bila diajarkan dengan pembelajaran kontekstual bernuansa nilai melalui

    kegiatan praktikum dan menggunakan media pembelajaran sehingga bersifat

    konkret yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

    Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk meneliti permasalahan

    yang akan dituangkan kedalam penulisan yang berjudul: “PENGARUH

    PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN

    PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR

    SISWA ”.

    12Lubis, ”Evaluasi... , h.XXI

  • B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang

    dapat diidentifikasi yaitu :

    1. Banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam penyajian

    materi.

    2. Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah banyak siswa

    mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar tetapi

    pada kenyataannya siswa tidak memahaminya.

    3. Sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif semata

    menyebabkan siswa cenderung mengetahui banyak hal tetapi kurang

    memiliki sistem nilai, sikap, minat secara positif terhadap apa yang

    diketahui.

    4. Ketidakseimbangan perkembangan intelektual dengan kematangan

    kepribadian yang dialami siswa pada gilirannya akan membentuk anak

    sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar.

    C. Pembatasan masalah

    Dari masalah yang diidentifikasi di atas, maka agar penelitian ini lebih

    terarah, ruang lingkupnya perlu dibatasi. Untuk itu, penulis membatasi

    masalah yang akan diteliti pada hal-hal sebagai berikut:

    1. Para siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI

    jurusan IPA di SMAN 2 Depok.

    2. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pembelajaran kimia yang

    bernuansa nilai pada pokok bahasan Kesetimbangan Kimia.

    3. Nilai-nilai yang akan dikaji dalam penelitian ini hanya nilai sosial, nilai

    religi dan nilai praktis menurut Einstein.

    4. Hasil belajar kognitif hanya dibatasi pada aspek pengetahuan (C1),

    pemahaman (C2), aplikasi atau penerapan (C3) dan analisis (C4). Hal

    tersebut dikarenakan tes kognitif yang digunakan berbentuk pilihan ganda.

  • 5. Hasil belajar afektif hanya dibatasi pada aspek penerimaan, respon dan

    penilaian setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan

    kontekstual.

    D. Rumusan Masalah

    Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan

    masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana

    pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual

    berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa ?.

    E. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan:

    1. Mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan

    pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.

    2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai

    dengan pendekatan kontekstual.

    3. Mengembangkan alternatif pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan

    pendekatan kontekstual yang dapat mengembangkan sikap siswa dalam

    kehidupan sehari-hari.

    F. Manfaat Penelitian

    1. Bagi guru, dapat memberikan informasi tentang permasalahan nyata yang

    dihadapi guru dalam menyelenggarakan pendidikan nilai melalui

    pembelajaran kimia sehingga dapat direncanakan upaya-upaya

    menanggulanginya.

    2. Bagi siswa, dengan mengaitkan materi pokok/tema/topik masing-masing

    mata pelajaran dengan nilai-nilai diharapkan dapat memotivasi siswa

    dalam meningkatkan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran kimia.

    3. Bahan bagi para peneliti untuk dapat dikembangkan lebih lanjut

    penelitiannya mengenai pembelajaran mata pelajaran umum yang

    bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.

  • PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA

    NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

    TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

    PROPOSAL SKRIPSI

    Dosen Pembimbing :

    Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.

    Tonih Feronika, M. Pd.

    OLEH

    Astri Rama Yulia 104016200430

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

    JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2008

  • BAB II

    DESKRIPTIF TEORETIK, KERANGKA PIKIR DAN

    HIPOTESIS

    A. Deskriptif Teoretik

    1. Pembelajaran

    a. Pengertian belajar

    Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah

    mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh

    dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang dikenal dengan guru.13

    Belajar ialah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat

    pengalaman atau latihan.14

    Perubahan tingkah laku sebagai akibat belajar

    itu dapat berupa memperoleh perilaku yang baru atau

    memperbaiki/meningkatkan perilaku yang ada.

    Menurut Silverman dalam Alisuf Sabri mendefinisikan bahwa

    belajar :15

    Learning is a process in wich past experience or pratice result in

    relatively permanent changes in individual’s repertory of

    responses...”change” in this definition can be desirable or

    undersirable. “Experience” and “practice” mean that the change in

    responses cannot be result of maturation, ilness, injury, or bodily

    growht. The limitation expressed by “relative permanent” means that

    tentative behavior changes such as the caused by fatgu, drug, or

    alcoholed, cannot classed as learning.

    Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku di dalam diri

    manusia. Bila telah selesai suatu usaha belajar tetapi tidak terjadi

    perubahan pada diri individu yang belajar, maka tidak dapat dikatakan

    bahwa pada diri individu tersebut telah terjadi proses belajar.16

    13Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Malang: PT Dunia Pustaka Jaya, 1996),Cet. I, h. 2.

    14M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu jaya, 1995), Cet. II, h. 60. 15Sabri, Psikologi ..., h. 60. 16Abu Muhammad Ibnu Abdullah, “Prestasi Belajar”, dari http://spesialis-torch.com/content/view/120/29, pkl 11.29

  • Menurut Muhibbin, belajar adalah kegiatan yang berproses dan

    merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan

    jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya

    pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar

    yang dialami siswa.17

    Menurut Gagne dalam Ratna Wilis, belajar didefinisikan sebagai

    perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. 18 Perubahan yang

    dimaksud itu adalah kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang

    relatif sama. Belajar merupakan aktivitas mental atau psikis yang

    berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan

    perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan nilai sikap,

    perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Pendapat ini sesuai

    dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’du ayat 11 yang berbunyi :

    ���� ���� �������� ���

    �������� ������ �!��������

    ��� �"$%&'()!*�� +

    Artinya :”... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka

    sendiri...”.(Q.S 13 : 11)

    Biggs dalam Muhibbin, mendefinisikan belajar dalam tiga macam

    rumusan yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional dan rumusan

    kualitatif. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah) belajar berarti

    pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta

    sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut

    berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara instituasional (tinjauan

    kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses ”validasi” atau

    pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi yang telah ia pelajari.

    17Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosda, 2000), Cet. V, h. 89. 18Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 21.

  • Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui

    sesuai dengan proses mengajar. Adapun pengertian belajar secara kualitatif

    (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-

    pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling dunia. Belajar

    dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan

    yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti

    dihadapi siswa.19

    Hilgard dan Bower dalam Ngalim, Belajar berhubungan

    dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu

    yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi

    itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar

    kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan

    sesaat.20

    Pembelajaran dapat di definisikan sebagai pengorganisasian atau

    penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan

    terjadinya belajar pada diri siswa.21

    Dalam pembelajaran terlihat kegiatan

    guru dan siswa, sumber belajar yang digunakan dalam mewujudkan

    kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya

    proses belajar pada diri siswa.

    Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar

    adalah proses perubahan tingkah laku pada diri manusia dalam

    membangun makna dan pemahamannya untuk memperoleh suatu

    perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam

    interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif

    dan psikomotor.

    19Syah, Psikologi…, h. 90. 20Ngalim Purwanto.Psikologi Pendidikan,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 84. 21Kartimi, “Suatu Model Konstruktivisme Mengajar Sains Pembelajaran Berbasis Komputer” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 27.

  • b. Ciri-ciri Belajar

    Berdasarkan pengertian atau definisi-definisi belajar, maka belajar

    sebagai suatu kegiatan dapat diidentifikasi ciri-ciri kegiatannya sebagai

    berikut :22

    1) Belajar adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan pada diri

    individu yang belajar (dalam arti perubahan tingkah laku) baik aktual

    maupun potensial.

    2) Perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkannya kemampuan baru

    yang berlaku dalam waktu relatif lama.

    3) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja).

    Di antara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik

    perilaku belajar yang terpenting adalah : 23

    1) Perubahan Intensional

    Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman

    atau praktik yang dilakukan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain

    bukan kebetulan.

    2) Perubahan itu positif dan aktif

    Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif.

    Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini

    juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan

    penambahan yakni diperolehnya sesuatu yang baru yang lebih baik

    daripada yang ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya tidak

    terjadi dengan sendirinya.

    3) Perubahan itu efektif dan fungsional

    Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif yakni

    berhasil guna. Artinya perubahan tersebut membawa pengaruh, makna,

    dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan dalam proses

    belajar bersifat fungsional dalam arti relatif menetap dan setiap saat

    22Sabri, Psikologi …, h. 56. 23Syah, Psikologi…, h. 116.

  • apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan

    dimanfaatkan.

    Dengan demikian ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seseorang

    melakukan kegiatan belajar ditandai dengan adanya :24

    1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial.

    2) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar diatas bagi individu

    merupakan kemampuan baru dalam bidang kognitif, atau afektif atau

    psikomotor.

    3) Adanya usaha atau aktifitas yang sengaja dilakukan oleh orang yang

    belajar dengan pengalaman.

    c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

    Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa

    dapat kita bedakan menjadi tiga macam yaitu :25

    1) Faktor internal yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.

    2) Faktor eksternal yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.

    3) Faktor pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang

    meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan

    kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik

    dalam belajar antara lain faktor dari dalam diri dan faktor yang datang dari

    luar diri dan disebut faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen anatara

    lain : minat belajar, kesehatan, perhatian, ketenangan jiwa di waktu

    belajar, motivasi, kegairahan diri, cita-cita, kebugaran jasmani, kepekaan

    alat-alat indera dalam belajar. Faktor eksogen yang mempengaruhui

    keberhasilan peserta didik antara lain seperti keadaan lingkungan belajar,

    cuaca, letak kelas, faktor interaksi sosial dengan teman sebangku, interaksi

    peserta didik dengan pendidikannya.26

    24Sabri, Psikologi…, h. 56. 25Syah, Psikologi…, h. 132. 26Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Press, 2003), Cet.IV, h. 103.

  • Semua faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ini

    memerlukan perhatian dari pendidik dan guru yang sedang meletakan

    sendi-sendi pendidikan secara mendasar sehingga guru diharapkan mampu

    mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa

    yang menunjukkan kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi

    faktor penghambat proses belajar mereka serta memotivasi belajar siswa.

    2. Pendekatan Kontekstual

    a. Pengertian Pendekatan Kontekstual

    Model pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah

    Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata contextual berasal dari

    kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”.

    Dengan demikian contextual diartikan “ yang berhubungan dengan

    suasana (konteks)”, sehingga CTL dapat diartikan sebagai pembelajaran

    yang berhubungan dengan suasana tertentu.27

    Matthew dan Marica mendeinisikan pendekatan kontekstual

    sebagai berikut :28

    Contextual Teaching and Learning (CTL) is a system for teaching that is grounded in brain research. Brain research indicates that we learn

    best when we see meaning in new information with our existing

    knowledge and experinces. Student learn best, according to

    neuroscience, whn day can connet the content of academic lesson with

    the context of their own daily lives.

    Pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning

    (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara

    materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

    siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

    penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.29

    Pengetahuan dan

    27I Made Sumadi, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Singaraja, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 Th.2005, h.5. 28Matthew Clifford dan Marica Wilson, “Contextual Teaching, Profesional Learning, and Student Experiences : Lesson Learned from Implemention”, dari http:/www.corwinpress.com/booksProdDesc.nav?prodId=Book220765, April 2009. 29Muslich, KTSP ..., h. 40.

  • keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri

    pengetahuan dan keterampilan ketika ia belajar.

    Menurut Elaine B. Johnson, CTL adalah:30

    …an educational process that aims to help students see meaning in the

    academic material they are studying by connecting academic subjects

    with the context of their daily lives, that is, with context of their

    personal, social, and cultural circumstance. To achieve this aim, the

    system encompasses the following eight components: making

    meaningful conections, doing significant work, self-regulated learning,

    collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual,

    reaching high standards, using authentic assessment.

    CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong

    para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari

    dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks

    dalam keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial,

    dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi

    delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang

    bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran

    yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif,

    membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar

    yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.

    Di samping mempermudah mengkontruksi pengetahuan,

    pendekatan kontekstual juga dapat mempermudah terbentuknya

    penghayatan pada aspek afektif seperti pengembangan etika pada diri

    siswa sehingga akhirnya terjadi perubahan tingkah laku yang bersifat

    intrinsik dan permanen.31

    Sehingga akan tertanam sikap yang berasal dari

    dalam diri siswa bukan karena keterpaksaan dan akan menjadi suatu

    kebiasaan yang positif dalam kehidupan sehari-hari.

    30 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: menjadikan kegiatan belajar-

    mengajar mengasyikkan dan bermakna, (Bandung: MLC, 2007), h.19. 31Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet.I, h. 99.

  • Menurut Ramlawati dan Nurmadinah, Pendekatan pembelajaran

    kontekstual (contektual teaching and learning) adalah konsep belajar

    dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong

    siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

    penerapan dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh

    pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi

    sedikit, sebagai bakal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya

    sebagai anggota masyarakat.32

    The Wasinghton State Consortium menyatakan bahwa

    pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang memungkinkan

    siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan

    keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar

    sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia

    nyata.33 Hal ini terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang

    diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah rill yang berasosiasi

    dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga,

    masyarakat, dan siswa.

    Pembelajaran atau pengajaran kontekstual merupakan suatu proses

    pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami

    makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi

    tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,

    sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau

    keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu

    permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.34

    Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi

    pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara

    penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya

    dengan situasi nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya

    32Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 88. 33Sumadi, “Pengaruh…, h. 5. 34Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan...

  • dalam kehidupan mereka.35

    Dalam CTl, proses belajar diorientasikan pada

    proses pengalaman secara langsung, siswa dituntut untuk dapat

    menangkap hubungan antara pengetahuan antara pengalaman belajar

    disekolah dengan kehidupan nyata serta bagaimana materi pelajaran dapat

    mewarnai perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari.

    Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL),

    yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan

    dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan

    tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa, kemudian diarahkan

    melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir,

    constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa

    menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar

    siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa

    berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereview kembali pengalaman

    belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan

    menjadi sangat objektif. 36

    Materi belajar akan semakin berarti jika siswa mempelajari materi

    yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan arti di

    dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih

    berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai

    tujuan pembelajaran dan selanjutnya siswa akan memanfaatkan kembali

    pemahaman, pengetahuan dan kemampuannya dalam konteks di luar

    sekolah untuk menyelesaikan permasalahan nyata baik secara mandiri

    maupun secara kelompok.

    Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

    pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah strategi

    pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari

    35Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.255. 36Atit Suryati, “Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa “ dari http://educare.e-fkipunla.net/ Juli 2008.

  • pengetahuan siswa. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, CTL

    menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam

    membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam

    kehidupannya. CTL menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi

    yang dipelajari siswa dalam konteks dimana materi tersebut digunakan,

    serta hubungannya dengan bagaimana siswa belajar.

    b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual

    COR (Center for Occupational Research) dalam Masnur

    menjabarkan lima konsep pembelajaran kontekstual yang disingkat

    REACT antara lain :37

    1) Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau

    pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk

    menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk

    dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan.

    2) Experiencing adalah belajar dalam dalam ekpolrasi, penemuan, dan

    penciptaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa

    melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat

    siklus inquiry.

    3) Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam

    penggunaan dan kebutuhan praktis.

    4) Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan

    pengalaman, saling merespons, dan saling berkomunikasi. Bentuk

    belajar ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi, tetapi

    juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan

    nyata.

    5) Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan

    pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.

    Proses pengajaran akan lebih hidup dan menjalin kerjasama

    diantara siswa, maka proses pembelajaran dengan paradigma lama harus

    37Muslich, KTSP..., h.41 - 42.

  • diubah dengan paradigma baru yang dapat meningkatkan kreativitas siswa

    dalam berpikir, arah pembelajaran yang lebih kompleks tidak hanya satu

    arah sehingga proses belajar mengajar akan dapat meningkatkan kerjasama

    diantara siswa dengan guru, siswa dengan siswa maka dengan demikian

    siswa yang kurang akan dibantu oleh siswa yang lebih pintar sehingga

    proses pembelajaran lebih hidup dan hasilnya lebih baik.38

    Pembelajaran dengan paradigma lama yang dikenal sebagai

    pendekatan tradisional yang berpijak pada pandangan behaviorisme. Para

    penganut teori behaviorisme (teori perilaku) berpendapat bahwa sudah

    cukup bagi siswa untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan respon-

    respon dan diberi penguatan bila ia memberikan respon-respon yang

    benar. Mereka tidak mempersoalkan apakah yang terjadi dalam pikiran

    siswa sebelum dan sesudah respon dibuat. Siswa hanya berperan sebagai

    penerima ilmu pengetahuan dan tidak dirangsang untuk mencari sendiri

    pengetahuannya. Tugas siswa hanya membaca, mendengarkan, mencatat,

    dan menghafal tanpa memberikan kontribusi ide proses pembelajaran.

    Untuk lebih lengakpnya, perbedaan pendekatan CTL dengan

    pendekatan tradisional (behaviorisme) pada proses pembelajaran dapat

    dilihat pada tabel berikut ini :

    Tabel 1. Perbedaan CTL dan Tradisional39

    No. CTL Tradisional

    1. Menyandarkan pada memori spesial (pemahaman makna)

    Menyandarkan pada hafalan

    2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa

    Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru

    3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran

    Siswa secara pasif menerima informasi

    4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang

    disimulasikan

    Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

    5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah

    Memberikan tumpukan informasi kepada siswa

    38Asep Sugiharto, “Hasil Belajar Siswa Dalam Pengguanaan Pendekatan kontekstual Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama” dari http://one.indoskripsi.com/content/ 39Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan...

  • dimiliki siswa sampai saatnya diperlukan

    6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang

    Cenderung terfokus pada

    satu bidang (disiplin) tertentu

    7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)

    Waktu belajar siswa se-

    bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)

    8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri

    Perilaku dibangun atas kebiasaan

    9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman

    Keterampilan dikem-

    bangkan atas dasar latihan 10. Hadiah dari perilaku baik adalah

    kepuasan diri Hadiah dari perilaku baik

    adalah pujian atau nilai (angka) rapor

    11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut

    keliru dan merugikan

    Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena

    takut akan hukuman

    12. Perilaku baik berdasar-kan motivasi intrinsik

    Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik

    13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting

    Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas

    14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

    Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam

    bentuk tes/ujian/ulangan. Nunuk Suryani mengutip Dirjen Dikmenum mengatakan

    penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya

    mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga

    untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam

    memecahkan masalah yang terkait dalam kehidupan mereka sehari-hari

    melalui interaksi sesama teman melalui pembelajaran kooperatif sehingga

    mengembangkan keterampilan sosial (social skill).40

    40Suryani, “Pengaruh …, h. 8.

  • Pembelajaran kontekstual dilaksanakan sebagai aplikasi dalam

    pemaknaan belajar dan proses belajar dalam arti yang sesungguhnya. Hal

    ini didasarkan pada landasan teoritis tentang belajar aktif yang tidak

    semata-mata menekankan pada pengetahuan yang bersifat hafalan saja.

    Siswa harus aktif mencari, menemukan pengetahuan tersebut dengan

    keterampilan secara mandiri. Beberapa strategi pengajaran yang dapat

    dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual antara lain

    sebagai berikut : 41

    1) Pembelajaran berbasis masalah

    2) Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman

    belajar

    3) Memberikan aktivitas kelompok

    4) Membuat aktivitas belajar mandiri

    5) Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat

    6) Menerapkan penilaian autentik

    c. Komponen Pendekatan Kontekstual

    Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh

    komponen utama yaitu : 42

    1) Kontruktivisme. Pembelajaran yang berciri kontruktivisme

    menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif,

    produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan

    dari pengalaman belajar yang bermakna.

    2) Bertanya. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya

    guru untuk bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu,

    mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus

    mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa.

    3) Menemukan. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap

    fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk

    menghasilkan temuan yang diperoleh dari siswa sendiri.

    41Muslich, KTSP…, h. 50-51. 42Muslich, KTSP…, h.44-47.

  • 4) Masyarakat belajar. Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar

    sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.

    5) Pemodelan. Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa

    pembelajaran dan keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti

    dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa

    berupa pemberian contoh tentang. Misalnya cara mengoperasikan

    sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu penampilan.

    6) Refleksi. Komponen yang merupakan bagian terpenting dari

    pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas

    pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru

    saja dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktifitas, atau

    pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan

    masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa

    pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau

    bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

    7) Penilaian autentik. Komponen yang merupakan ciri khusus dari

    pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang

    bisa memberikan gambaran atau informasi tentang pengalaman belajar

    siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui

    guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar

    siswa.

    Mansur mengutip pendapat John A. Zahorik dalam Contructvist

    Teaching mencatat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik

    pembelajaran kontekstual. Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut :43

    1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.

    2) Pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara

    keseluruhan dulu kemudian memerhatikan detailnya.

    3) Pemahaman pengetahuan yaitu dengan cara menyusun konsep

    sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar

    43Muslich, KTSP…, h. 52.

  • mendapat tanggapan (validasi), dan atas dasar tanggapan itu, konsep

    tersebut direvisi dan dikembangkan.

    4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut.

    5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan

    tersebut.

    Dalam CTL, guru berperan dalam memilih, menciptakan, dan

    menyelenggarakan pembelajaran yang menggabungkan seberapa banyak

    bentuk pengalaman siswa termasuk aspek sosial, fisikal, dan psikologikal

    untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Dalam lingkungan sekitar,

    siswa menemukan hubungan yang bermakna antara ide abstrak dan

    aplikasi praktikal dalam konteks nyata. Siswa akan memproses informasi

    atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan sesuai dengan

    kerangka pikir yang dimilikinya.

    d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual

    Untuk mencapai kompetensi yang di harapkan sesuai dengan

    standar kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator pada pembelajaran

    kimia dengan menggunakan CTL, guru melakukan langkah-langkah

    pembelajaran sebagai berikut :44

    1) Pendahuluan. Pada kegiatan pendahuluan, guru menjelaskan

    kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran

    dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajarai. Kemudian guru

    menjelaskan prosedur pembelajaran CTL, membagi siswa kedalam

    berbagai kelompok sesuai dengan jumlah siswa. Tiap kelompok

    ditugaskan untuk melakukan kegiatan praktikum pengaruh konsentrasi

    dan suhu terhadap kesetimbangan kimia. Guru melakukan tanya

    jawabsekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.

    2) Inti. Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan berdasarkan

    kegiatan praktikum pada LKS yang telah tersedia. Siswa

    mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya

    44Sanjaya, Strategi ..., h.270

  • masing-masing. Siswa melaporkan hasil diskusi dan setiap kelompok

    menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.

    3) Penutup. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil kegiatan

    praktikum sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.

    Secara garis besar, penerapan CTL dalam pembelajaran kimia adalah

    sebagai berikut :45

    1) Guru harus menanamkan pemikiran kepada pesrta didik bahwa belajar

    akan lebih bermakna dengan bekrja sendiri, menemukan sendiri serta

    mengkontruksi sendiri dan keterampilan baru.

    2) Guru harus mendorong pesrta didik agar sedapat mungkin mereka

    melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik.

    3) Guru harus mengembangkan sifat dan rasa ingin tahu pesrta didik

    dengan bertanya.

    4) Guru harus menciptakan masyarakat belajar dengan membentuk

    kelompok-kelompok.

    5) Guru harus menghadirkan model untuk digunakan sebagai contoh

    pembelajaran.

    6) Guru harus mendorong pesrta didik agar melakukan refleksi setiap

    akhir pembelajaran.

    7) Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

    untuk mengetahui apakah peserta didik memang belajar.

    e. Evaluasi Pembelajaran Kontekstual

    Adapun evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual

    antara lain :46

    1) Penilaian Kinerja

    Penilaian kinerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan

    penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Langkah-

    45R. Rudiyanto,” Kurikulum Berbasis Kompetnsi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup” jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, disi Khusus TH.XXXVI. Desember 2003. 46Muslich, KTSP…, h. 92.

  • langkah yang dilakukan dalam penilaian kinerja yaitu identifikasi

    semua aspek penting, tuliskan semua kemampuan khusus yang

    diperlukan, usahakan kemampuan yang akan dinilai dapat diamati dan

    tidak terlalu banyak. Urutkan kemampuan yang akan dinilai

    berdasarkan urutan yang akan diamati.

    2) Penilaian Tes Tertulis

    Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis yang

    digunakan adalah tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda dapat dgunakan

    untuk kemampuan mengingat dan memahami. Dalam menyusun

    instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut

    yaitu materi, konstruksi, dan bahasa.

    3. Pembelajaran Bernuansa Nilai

    a. Pengertian Nilai

    Nilai-nilai didefinisikan sebagai suatu ide yang relatif konstan

    tentang suatu perilaku. Nilai-nilai menunjuk pada kriteria untuk

    menentukan tingkat kebaikan, harga, atau keindahan.47

    Menurut Mc Conatha dan Schnell mendefinisikan bahwa nilai :48

    “Value are primary constructs which affect an individual’s interprtive

    schema and his or her sense of self, thereby exerting a direct influence

    on attitudes, beliefs, fellings and the perception of the social and

    political world”.

    Nilai atau value yang berasal dari bahasa latin (valere) dapat

    berarti kualitas sesuatu yang membuatnya menjadi diidamkan, bermanfaat,

    dapat pula berarti sesuatu yang dihormati, unggul, dihargai atau diakui.

    Nilai dapat bersifat subjektif dan dapat pula bersifat objektif.49

    Dengan

    47Sutarno, “Nilai dan Pendekatan Pendidikan Nilai” dari Jurnal Pendidikan Nilai. Th.6. No. 1 Pebruari 2000. h.53.

    48Gail E. FitzSimons, ”Value, Vocational Education and Mathematics : Linking Research with Practice”, Monash University/Swinburn University of Technology. dari: http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008, h.1. 49Anna Poejiadi dan Hayat Sholihin, “Pendidikan Nilai dan Penilaian dalam Pembelajaran Sains Sebagai Antisipasi Kurikulum 2004 dalam Seminar nasional Pendidikan Matematika dan

  • kata lain, apabila sesuatu itu dipandang baik dirasakan bermanfaatuntuk

    dimiliki, bermanfaat untuk dikerjakan atau bermanfaat untuk dicapai

    seseorang.

    Nilai menurut Philip C Clarkson dan Alan Bishop “value

    occupying a more central and deeply held position than attitudes, which

    are often considered to be reflected in our patterns of response to

    particular situations.50

    Hal itu menunjukkan bahwa nilai menduduki posisi

    yang lebih utama dan mendalam dibandingkan sikap, serta dianggap

    sebagai refleksi diri dalam berbagai situasi.

    Menurut Louis O Kattsoff dalam Djunaidi menyimpulkan bahwa

    nilai mempunyai empat macam arti yaitu : 51

    1) Bernilai artinya berguna.

    2) Merupakan nilai artinya baik atau benar atau indah.

    3) Mengandung nilai artinya merupakan objek atau keinginan atau sifat

    yang menimbulkan sifat setuju serta suatu predikat.

    4) Memberi nilai artinya memutuskan bahwa sesuatu yang diinginkan

    atau menunjukkan nilai.

    Senada dengan pendapat Louis O Kattsoff, Brian Hill dalam The

    Australian National Framework for Values Education menjelaskan bahwa

    nilai adalah “ the ideals that give significance to our lives, that are

    reflected through the priorities that we choose, and that we act on

    consistently and repeatedly“. Nilai sebagai sesuatu yang dapat

    memberikan hal yang signifikan terhadap kehidupan kita, yang tercermin

    IPA Diseminasi Hasil Kolaborasi Sekolah-Universitas Untuk Meningkatkan Kesiapan Implementasi Kurikulum MIPA 2004, 10 Juli 2004, h. 2.

    50Philip C Clarkson dan Alan Bishop,”Value and Mathematics Education” , Paper presented at the conference of the International Commission for the Study and Improvement of Mathematics

    Education (CIEAM51), University College. http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008. 51Muhammad Djunaidi Ghony, Nilai Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1999), h. 15.

  • pada prioritas hidup yang kita pilih sehingga kita dapat melakukannya

    secara konsisten dan berulang kali.52

    Menurut Milton Roceach dan James Bank seperti yang dikutip oleh

    Mawardi Lubis, nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam

    ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak, atau

    mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan

    dipercayai.53

    Horton dan Hunt dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto

    mengatakan nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu

    berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan

    pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku

    tertentu itu salah atau benar.54

    Suatu tindakan dianggap sah artinya secara

    moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati

    dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan.

    Khoiron Rosyadi mengutip pendapat Hoffmeister mengatakan

    bahwa nilai adalah implikasi hubungan yang diadakan oleh manusia yang

    sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu ukuran.55 Nilai

    dirasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong atau

    prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan sampai pada suatu

    tingkat dimana sementara orang lebih siap untuk mengorbankan hidup

    mereka daripada mengorbankan nilai.

    Henry Pratt Furchild dalam Junaidi Ghony mendefinisikan nilai

    sebagai “The believed capacity of any obyect satisfy a human desire. The

    quality of any obyect which causes it into be of interest to an individual or

    group”.56

    Yaitu kemampuan yang dapat dipercaya yang ada pada suatu

    52 R. Scott Webster, “Does the Australian National Framework for Values Education Stifle an

    Education for World Peace”, dari: http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008, h.3. 53Lubis, Evaluasi...I, h. 16. 54J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 35. 55Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), cet.1, h. 115 56Junaidi G, Nilai ..., h. 16.

  • benda/hal yang memuaskan keinginan manusia. Hal tersebut menyebabkan

    menarik minat seseorang atau kelompok.

    Nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang

    diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus

    kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku. Oleh

    karena itu sistem nilai dapat merupakan standar umum yang diyakini, yang

    diserap dari keadan objektif maupun diangkat dari keyakinan, sentimen

    (perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan Allah

    SWT yang pada gilirannya merupakan sentimen (perasan umum), kejadian

    umum, identitas umum yang oleh karenanya menjadi syariat umum. 57

    Pengertian nilai menurut Fraenkel dalam Mawardi, adalah standar

    tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat

    manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahanakan.58

    Hal ini

    menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dan objek memiliki arti

    prnting dalam kehidupan subjek.

    Menurut Sidi Gazalba dalam Mawardi, Nilai adalah sesuatu yang

    bersifat abstrak dan ideal. Nilai bukan benda konkret, bukan fakta, tidak

    hanya sekedar soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki,

    yang disenangi atau tidak disenangi. Nilai itu terletak antara hubungan

    subjek penilai dengan objek.59

    Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai

    menjadi sesuatu yang amat penting pada diri seseorang karena nilai akan

    dijadikan sebagai standar berkelakuan dalam menghadapi hidup dan

    menghidupi dunianya dan mempengaruhi manusia dalam menentukan

    pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.

    57Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), Cet. IV, h. 202. 58Lubis, Evaluasi..., h.17. 59Lubis, Evaluasi..., h.17.

  • b. Jenis-Jenis Nilai

    Menurut Max Scheler dalam Kaswardi, nilai-nilai dikelompokkan

    dalam 4 tingkatan menurut tinggi rendahnya sebagai berikut : 60

    1) Nilai-nilai kenikmatan. Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai

    yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang

    senang atau menderita tidak enak.

    2) Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkat ini, terdapat nilai-nilai penting

    bagi kehidupan. Misalnya kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan

    umum.

    3) Nilai-nilai kejiwaan. Dalam tingkat ini terdapat nilai kejiwaan yang

    tidak sama sekali tergantung pada jasmani maupun lingakungan. Nilai-

    nilai semacam itu ialah : keindahan, kebenaran, dan pengetahuan

    murni yang dicapai dalam filsafat.

    4) Nilai-nilai kerohanian. Dalam tingkat ini, terdapat modalitas nilai dari

    suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-

    nilai pribadi terutama Allah SWT sebagai pribadi tertinggi.

    Menurut R. Scott Webster dalam The Australian National

    Framework for Values Education mengelompokkan nilai menjadi 9

    sebagai berikut : 61

    1) Care and Compassion

    2) Doing your best

    3) Fair go

    4) Freedom

    5) Honesty and Trustworthiness

    6) Integrity

    7) Respect

    8) Responsibility

    9) Understanding, Tolerance and Inclusion

    Khoiron Rosyadi mengelompokkan nilai-nilai sebagai berikut :62

    60Kaswardi, Pendidikan..., h. 37. 61Webster, “Does The Australian…

  • 1) Nilai Sosial adalah interaksi anatar pribadi dan manusia berkisar

    sekitar baik-buruk, pantas- tidak pantas, semestinya-tidak semestinya,

    sopan santun-kurang ajar. Nilai-nilai baik dalam masyrakat yang

    dituntut pada setiap anggota masyarakat disebut susila atau moral.

    2) Nilai Ekonomi ialah hubungan manusia dengan benda. Benda

    diperlukan karena kegunaannya. Nilai ekonomi menyangkut nilai

    guna.

    3) Nilai politik ialah pembentukkan dan penggunaan kekuasaan. Nilai

    politik menyangkut nulai kekuasaan.

    4) Nilai pengetahuan menyangkut nulai kebenaran.

    5) Nilai seni menyangkut nilai bentuk-bentuk yang menyenangkan secara

    estetika.

    6) Nilai filsafat menyangkut nilai hakikat kebenaran dan nilai-nilai itu

    sendiri.

    7) Nilai agama menyangkut nilai ketuhanan (nilai kepercayaan, ibadat,

    ajaran, pandangan, dan sikap hidup dan amal) yang terbagi dalam baik

    dan buruk.

    Albert Einsten dalam Suroso AY berpendapat bahwa sains

    mengandung nilai-nilai seperti : 63

    1) Nilai praktis suatu bahan ajar adalah nilai yang dapat memberi

    kemanfaatan langsung atau segi-segi praktis bagi kehidupan manusia

    danj pemahaman atau penguasaan tentang sains itu sendiri.

    2) Nilai religius suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat

    membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan keimanan

    seseorang bahwa segala sesuatu yang ada mesti ada yang

    menciptakannya dan mengaturnya, yang akhirnya menyadari dan

    menghayati atas kekuasaan Allah dengan segala sifatNya sehingga

    manusia mesti bertakwa kepadaNya.

    62Rosyadi, Pendidikan…, h. 123-124. 63Yudianto, Manajemen..., h. 16.

  • 3) Nilai pendidikan suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat

    memberikan inspirasi ide atau gagasan cemerlang untuk diterapkan ke

    bidang teknik atau mental dalam pemenuhan kebutuhan dan hasratnya

    bagi kesejahteraan manusia.

    4) Nilai intelektual suatu bahan ajar adalah nilai yang melandasi

    kecerdasan manusia untuk mengambil sikap dan perilaku yang tepat

    setelah bahan ajar diberikan .

    5) Nilai sosial dan politik suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang

    dapat memberikan petunjuk kepada manusia untuk bersikap dan

    berperilaku sosial yang baik, maupun berpolitik yang baik dalam

    kehidupannya.

    Menurut Bishop, A.J, Nilai dalam matematika dan IPA dibedakan

    menjadi enam yaitu nilai rasionalisme, nilai mpiris, nilai control, nilai

    progress, nilai keterbukaan, dan nilai misteri. Nilai rasionalisme berkaitan

    dengan pendapat, alasan, logika analisis, dan penjelasan. Nilai empiris

    berkaitan dengan objektivitas dan penggunaan ide pada matematika dan

    sains. Nilai kontrol berkaitan dengan kekuatan hukum pada matematika

    dan ilmu pengetahuan, fakta, prosedur, dan penetapan kriteria. Nilai

    progres berkaitan dengan cara mengembangkan matematika dan sains

    dengan metode baru. Nilai keterbukaan berkatan dengan pengetahuan

    demokrasi. Sedangkan nilai misteri berkaitan dengan keunikan dan ide

    yang tersimpan dalam matematika dan ilmu sains. 64

    c. Langkah-langkah Pembelajaran Bernuansa Nilai

    Pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan merupakan suatu

    proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk

    memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan

    mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari

    64Bishop, A.J., “Values in Mathematics and Science Education” dari www.monash

    university.edu.au. November 2008.

  • (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki

    pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan

    (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks

    lainnya. Pembelajaran yang holistik adalah mengajarkan materi tertentu

    bukan hanya materinya saja, akan tetapi juga mengajarkan sistem nilai dan

    moralnya dengan cara mengambil perumpamaan-perumpamaan dari bahan

    ajar.

    Pembelajaran bernuansa nilai adalah penanaman dan

    pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang sehingga dapat diterapkan

    dalam perilaku sehari-hari. Penanaman nilai dapat dilakukan dengan

    menyisipkan nilai-nilai ke dalam materi dalam proses pembelajaran.

    Dalam hal ini, siswa dapat diajak dengan menelaah serta mempelajari

    nilai-nilai yang berguna dalam kehidupan masyarakat.

    Dalam pembelajaran bernuansa nilai, guru memberikan materi

    secara eksplisit dan implisit. Pembelajaran kimia bernuansa nilai secara

    eksplisit adalah dengan mempelajari sains dengan sistem nilai dan

    moralnya dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang relevan

    untuk melegatimasinya. Konsep pembelajaran kontekstual yang telah

    dikemukakan di atas sejalan dengan firman Allah yang terdapat dalam QS.

    Qaaf: 7-8.

    -.�/01��-! ��23�)45�6�� �-785��89!:-! �;$��%?@-!-/ �-740-A�)!:-! �;$�

  • orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS. Az-

    Zumar: 9). Orang yang berakal akan mampu memikirkan makna dari apa-

    apa yang dipelajarinya, seperti mengembanngkan berpikir kritis, analitis,

    kreatif, transformatif, produktif, inovatif terhadap setiap pembahasan

    materi pembelajaran, dan yang terpenting adalah mengambil hikmah dari

    sistem nilai dan moral yang dikandungnya untuk diterapkan dalam

    kehidupan nyata (konteks).

    Adapun pembelajaran kimia bernuansa nilai diberikan secara

    implisit adalah menggali sistem nilai dan moral yang dikandung oleh

    setiap bahan ajarnya dikaitkan dengan aturan-aturan yang berlaku dalam

    masyarakat untuk dianalogikan dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini

    pemberian informasi dan analogi tentang kandungan nilai-nilai suatu

    bahan ajar dengan sistem nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat

    dapat mengubah sikap seseorang siswa yang belajar.65

    Untuk itu, pengembangan kemampuan berpikir peserta didik dalam

    mempelajari setiap bahan ajar perlu ditumbuh-kembangkan terhadap

    penghayatan nilai-nilai yang dikandungnya melalui penalaran analogi,

    perumpamaan-perumpamaan dan perenungan secara mendalam sampai

    menyentuh lubuk hatinya. Pengembangan sikap mental melalui penalaran

    bahan ajar yang bersumber dari ilmu pengetahuan alam ini akan

    menimbulkan kesadaran seseorang terhadap aturan-aturan di alam dengan

    segala hikmah maupun pelajarannya untuk kehidupannya atau keluarganya

    dengan dampaknya bagi orang lain.66

    Nilai merupakan suatu pendorong dalam hidup seseorang pribadi

    atau kelompok dan berperan penting dalam proses perubahan sosial. Nilai

    tidak selalu disadari, seseorang jarang menyadari semua nilai dalam

    hidupnya kalau ia berusaha untuk menemukannya. Dalam pembelajaran

    kimia bernuansa nilai diharapkan siswa dapat menemukan nilai yang

    65Yudianto, Manajemen..., h.28. 66Yudianto, Manajemen... , h.18.

  • terdapat dalam dirinya sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-

    hari.

    4. Hakikat Ilmu Kimia

    a. Ilmu Kimia

    Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh

    karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik

    tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya.

    Kimia adalah ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan

    berdasarkan percobaan (induktif), namun pada perkembangan selanjutnya

    kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif).

    Kimia merupakan ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa,

    mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan

    komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat

    yang melibatkan keterampilan dan penalaran.67

    Ada dua hal yang berkaitan dengan dengan kimia yang tidak

    terpisahkan yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia berupa fakta,

    konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai

    proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian

    hasil belajar kimia harus memperhatikan ilmu kimia sebagai produk dan

    proses. Mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik

    memiliki kemampuan sebagai berikut :68

    1) Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan

    dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha

    Esa.

    2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, ulet, kritis, dan dapat

    bekerjasama dengan orang lain.

    3) Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui

    percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian

    hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan

    67BSNP, “Sosialisasi KTSP”, h. 459. 68BSNP, “Sosialisasi …, h. 460.

  • instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta

    menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

    4) Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat

    dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta

    menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi

    kesejahteraan rakyat.

    5) Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling

    keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam

    kehidupan sehari-hari dan teknologi.

    b. Konsep Kesetimbangan Kimia

    1) Reaksi Bolak – balik69

    Reaksi kimia ada yang berlangsung searah dan ada pula yang

    dapat dibalik. Reaksi-reaksi pembakaran atau korosi besi, tidak dapat

    balik (irreversible), artinya hasil raksi tidak dapat diubah lagi menjadi