pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe stad(student...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Model Pembelajaran Kooperatif
Slavin (2005), Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai
macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam
mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa
diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan
berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu
dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cara belajar
kooperatif jarang sekali menggantikan pengajaran yang diberikan oleh
guru, tetapi lebih seringnya menggantikan pengaturan tempat duduk yang
individual, cara belajar individual, dan dorongan yang individual. Apabila
diatur dengan baik, siswa-siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar
satu sama lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah
menguasai konsep-konsep yang telah dipikirkan. Ada banyak alasan yang
membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik
pendidikan. Salah satunya adalah berdasarkan penelitian dasar yang
mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan
pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat–akibat positif lainnya yang
dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap
teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa
harga diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa
perlu belajar untuk berfikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan
serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk
mencapai hal-hal semacam itu. Pembelajaran kooperatif dapat membantu
membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran dan bukannya menjadi
masalah. Lebih jauh lagi, pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan
7
yang sangat besar untuk mengembangkan hubungan antar siswa dari latar
belakang etnik yang berbeda dan antar siswa-siswa pendidikan khusus
terbelakang secara akademik dengan teman sekelas mereka, ini jelas
melengkapi alasan pentingnya untuk menggunakan pembelajaran
kooperatif dalam kelas-kelas berbeda.
Salah satu alasan terpenting mengapa pembelajaran kooperatif
dikembangkan adalah bahwa para pendidik dan ilmuan sosial telah lama
mengetahui tentang pengaruh yang merusak dari persaingan yang sering
digunakan didalam kelas. Inti dari pembelajaran koopertif, dalam metode
pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok
ynag beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang diberikan
oleh guru. Semua metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide
bahwa siswa yang bekerjasama dalam belajar dan bertanggung jawab
terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama
baiknya. Penelitan mengenai metode pembelajaran kooperatif telah
mengindikasikan bahwa penghargaan tim dan tanggung jawab individual
sangat penting untuk meningkatkan prestasi kemampuan dasar.
2.1.1.1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh
beberapa para ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz (1988), atau
Sharan (1990) adalah tipe Jigsaw, tipe NHT (Number Hands Together),
tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan tipe STAD (Student
Team Achievement Divisions). Pembelajaran kooperatif tipe STAD
(student teams achievement division) merupakan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana. Selain itu, dapat digunakan untuk
memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa dimana
materi tersebut telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja atau
perangkat pembelajaran yang lain.
Pembelajaran model kooperatif tipe STAD (student teams
achievement division) dikembangkan oleh slavin dkk. Langkah-langkah
8
penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams
achievement division) adalah sebagai berikut :
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan
berbagai pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran ini
kepada siswa. Misal, antara lain dengan metode penemuam
terbimbing atau metode ceramah. Langkah ini tidak harus
dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.
b. Guru memberikan tes atau kuis kepada setiap siswa secara individu
sehingga akan diperoleh nilai awal kemampuan siswa.
c. Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari
4 sampai 5 anggota, dimana anggota kelompok mempunyai
kemampuan akademik yang berbeda-beda. Jika mungkin, anggota
kelompok berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender.
d. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi
yang telah diberikan, mendiskusikan secara bersama-sama, saling
membantu antar anggota lain, serta membahas jawaban tugas yang
diberikan guru. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap
kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Bahan tugas untuk
kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang
diharapkan dapat dicapai.
e. Guru memberikan tes atau kuis kepada setiap siswa secara individu
f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi
pembelajaran yang telah dipelajari.
g. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal
ke nilai kuis berikutnya.
9
2.1.1.2. Pengelolaan Kelas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD (student teams achievement division)
Untuk memudahkan proses pembelajaran kooperatif melalui tipe
STAD (student teams achievement division., maka perlu dirancang suatu
pengelolaan kelas yang efektif dan efisien. Pengelolaan kelas perlu
memperhatikan kondisi ruangan kelas dan psikologis siswa. Menurut
Lie (2008: 38), ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kelas model cooperative learning, yakni pengelompokan,
semangat cooperative learning, dan penataan kelas.
a. Pengelompokan
Pengelompokan merupakan langkah pertama yang dilaksanakan
dalam pembelajaran cooperative learning. Menurut Lie (2008: 39-41),
pengelompokan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pengelompokan
homogen dan pengelompokan heterogen. Pengelompokan homogen
yang sering dilakukan di kelas berdasarkan prestasi belajar siswa.
Menurut Scott Gordon (dalam Lie, 2008: 41), pada dasarnya manusia
sering berkumpul dengan sepadan dan membuat jarak dengan yang
berbeda. Selanjutnya Lie (2008: 41), menuturkan jenis pengelompokan
heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam model
pembelajaran cooperative learning. Kelompok heterogenitas dapat
dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar
belakang agama, sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis.
Melalui tipe STAD (student teams achievement division),
pengelompokkan siswa dalam pembelajaran dapat menciptakan dua
kemungkinan pengelompokan, yaitu kemungkinan terjadi
pengelompokan homogen maupun heterogen. Hal ini dikarenakan
pemilihan kelompok siswa didasarkan atas kecocokan pasangan kartu
yang diperoleh siswa secara acak. Di samping itu, pengelompokan
bersifat sementara untuk setiap kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hal
tersebut, guru dapat membandingkan kerja kelompok. Sehingga dapat
10
dianalisis pengelompokan mana yang tepat bagi siswa dalam
pembelajaran di kelas.
b. Semangat Cooperative Learning
Menurut Lie (2008: 47), agar kelompok bisa bekerja secara
efektif dalam proses pembelajaran cooperative learning, masing-
masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat cooperative
learning. Semangat tersebut dapat dirasakan dengan membina niat dan
kiat siswa dalam bekerjasama dengan siswa-siswa lainnya. Lebih lanjut
Lie (2008: 48-49), menguraikan beberapa kegiatan yang dapat membina
niat siswa dalam menumbuhkan semangat cooperative learning,
diantaranya:
1) Kesamaan kelompok, dapat dilakukan dengan cara wawancara
kelompok, lempar bola, dan jendela kesamaan.
2) Identitas kelompok, dapat dilakukan melalui pemberian nama
kelompok yang dapat menumbuhkan semangat kelompok.
3) Sapaan dan saran kelompok. Hal ini disamping menumbuhkan
semangat, juga dapat mengembangkan kreativitas siswa.
c. Penataan Ruang Kelas
Kelas sebagai tempat beraktivitas belajar tentu mempengaruhi
efektivitas dan kelancaran dalam pembelajaran dengan menerapkan
model cooperative learning tipe make a-match. Karena itu, penataan
ruang kelas harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruang kelas.
Menurut Lie (2008: 52) ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penataan ruang kelas, yaitu: ukuran ruang
kelas; jumlah siswa; tingkat kedewasaan siswa; toleransi guru dan kelas
sebelah terhadap kegaduhan dan lalulalang siswa; toleransi masing-
masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain;
pengalaman guru dalam melaksanakan pelaksanaan model
pembelajaran cooperative learning melalui tipe make a-match; dan
11
pengalaman siswa dalam melaksanakan model pembelajaran
cooperative learning.
2.1.1.3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD (student teams achievement division)
Menurut Rusman (2011), Keuntungan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (student teams achievement division), yaitu:
1. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif
mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah.
3. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan
keterampilan berdiskusi.
4. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa
sebagai individu dan kebutuhan belajarnya.
5. Para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka dan
mereka lebih aktif dalam diskusi.
6. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan rasa menghargai, menghormati pribadi temannya,
dan menghargai pendapat orang lain.
Sedangkan Kelemahan dari Model Pembelajaran Kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievement Division) adalah Kerja kelompok
hanya melibatkan mereka yang mampu memimpin dan mengarahkan,
mereka yang kurang pandai dan kadang-kadang menuntut tempat yang
berbeda dan gaya-gaya mengajar yang berbeda.
2.1.2. Hasil Belajar
2.1.2.1. Belajar
Belajar secara tradisional diartikan sebagai upaya menambah dan
mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengertian belajar yang lebih
modern diungkapkan Morgan dkk dalam Sunarto (2009) sebagai
perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil
12
latihan dan pengalaman. Definisi yang kedua ini memuat dua unsur
penting dalam belajar yaitu, pertama belajar adalah perubahan tingkah
laku, dan kedua perubahan yang terjadi adalah terjadi karena latihan
atau pengalaman (Mulyani Sumantri dalam Sunarto, 2009).
Menurut Slameto (2003) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Sardiman A.M dalam Sunarto
(2009) mengemukakan belajar dalam pengertian luas adalah kegiatan
psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam
arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu
pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya. Sedangkan Syaiful B.Djamarah (2002)
mengungkapkan bahwa belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga
yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang
menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Belajar harus menghasilkan perubahan tingkah laku. Hasil
tersebut, dapat berupa pengetahuan, keterampilan (dari tidak dapat
melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan), serta nilai dan sikap
(dari tidak dapat berlaku sopan sampai mengetahui, memahami,
menguasai dan dapat bertingkahlaku sopan). Belajar akan berlangsung
(dengan baik) apabila perubahan-perubahan berikut terjadi; “1.
penambahan informasi, 2. mengembangkan atau meningkatkan
pengertian, 3. penerimaan sikap-sikap baru, 4. Memperoleh
penghargaan baru, 5. mengerjakan sesuatu dengan apa yang telah
dipelajari."(Surjadi dalam Aryanti 2004).
Suatu perubahan tingkah laku disebut belajar apabila perubahan
tersebut merupakan hasil upaya yang dilakukan individu secara sadar
dan disengaja. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah
13
laku, yang pada prinsipnya individu yang belajar memperoleh sesuatu
yang baru.
2.1.2.2. Pengertian hasil belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu
setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan
tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap, dan ketrampilan
mahasiswa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sebagaimana
yang dikemukakan Hamalik (1995:48) Hasil belajar adalah “perubahan
tingkah laku subyek yang meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor dalam situasi tertentu berkat pengalamannya berulang-
ulang”. Dari pendapat tersebut maka dapat diartikan bahwa Hasil
belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif,
afektif dan psikomotor yang dimilki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya.
2.1.2.3. Manfaat hasil belajar
Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku
yang mencangkup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pendidikan dan pengajaran dikatakan berhasil apabila perubahan-
perubahan yang tampak pada mahasiswa merupakan akibat dari proses
belajar mengajar yang dialaminya yaitu proses yang ditempuhnya
melalui program dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh
dosen dalam proses pengajarannya. Berdasarkan hasil belajar
mahasiswa, dapat diketahui kemampuan dan perkembangan sekaligus
tingkat keberhasilan pendidikan dalam perkuliahan. Sebagaimana
dikemukakan oleh douglas bentos dalam kustiani,(2006;20) yaitu :
“To learn is to change, to demonstrate change a person
capabilities must change. Learning has taken place when student : a.
know more than they know before, b. understand what they have not
understood before, c. develop a skill that was not develop before, or d.
appreciate a subject that they have not appreciate before”.
14
Kutipan tersebut dapat diartikan bahwa hasil belajar harus
menunjukkan perubahan keadaan menjadi lebih baik, sehingga dapat
bermanfaat untuk:
a. Menambah pengetahuan.
b. Lebih memahami sesuatu yang belum dipahami sebelumnya.
c. Lebih mengembangkan kemampuannya.
d. Memiliki pandangan yang baru atas sesuatu hal.
e. Lebih menghargai sesuatu daripada sebelumnya.
Mengacu dari kutipan dari Douglas Benton dapat disimpulkan
istilah hasil belajar merupakan perubahan dari peserta didik sehingga
terdapat perubahan dari segi pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
2.1.3. Mata Pelajaran IPA
2.1.3.1. Pengertian IPA
IPA berasal dari kata Sains yang berarti alam. Sains menurut
Suyoso (dalam Izatinkamala, 1998), merupakan pengetahuan hasil
kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya
serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis,
berobjek, bermetode dan berlaku secara universal.
Menurut Abdullah (dalam Izatinkamala, 1998), IPA merupakan
ilmu pengetahuan yang memaparkan informasi teoritis yang diperoleh
atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan
melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori,
eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya yang saling
berkaitan antara cara yang satu dengan cara yang lain. Dari pendapat di
atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu pengetahuan
dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan
langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari
hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan
terus disempurnakan.
15
2.1.3.2. Prinsip dan Tujuan Pembelajaran IPA
Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran IPA (dalam Harsono,
1993), diterapkan dalam program-program yang menekankan
pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata
dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta
peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan
memungkinkan peserta didik dapat memperoleh berbagai pengalaman
belajar. Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai
berikut:
1. Memusatkan perhatian kepada proses mental anak dalam berpikir
serta tidak hanya mengutamakan hasil tetapi juga proses yang
dilakukan.
2. Mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif sendiri dan
terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu, selain
mengajar secara klasik, guru perlu melakukan variasi dalam
pembelajaran yang melibatkan kegiatan secara langsung dengan
dunia fisik.
3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal
kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa
seluruh peserta didik tumbuh dan melewati urutan perkembangan
yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan
yang berbeda.
Pembelajaran IPA juga memiliki beberapa tujuan pembelajaran
bagi peserta didik. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Sekolah Dasar dan MI oleh Refandi (2006), bahwa mata
pelajaran IPA di SD/MI memiliki beberapa tujuan. Tujuan tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta
memberikan pemahaman mengenai konsep-konsep IPA yang
bermanfaat serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
16
2. Mengembangkan rasa ingin tahu dan motivasi untuk menggali
pengetahuan baru sehingga terjadi respon positif tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
Pendapat lain yaitu Bernal (1998), juga menyebutkan bahwa
tujuan pembelajaran IPA bagi peserta didik agar peserta didik memiliki
berbagai kemampuan. Kemampuan tersebut diantaranya sebagi berikut:
1. Percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas segala ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
di terapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menemukan dan
menyelidiki alam sekitar, sehingga mampu memecahkan masalah
dan membuat keputusan yang hasil akhirnya adalah diperolehnya
manfaat atas segala tindakan.
2.2. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan Tintin Prihatiningsih pada tahun 2006 tentang “
Peningkatan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui
model pembelajaran kooperarif tipe STAD(student teams achievement
division)pada pokok bahasan bilangan bulat kelas VII A SMP Negeri 5
Depok Yogyakarta”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD(student teams
achievement division)keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada
pokok bahasan bilangan bulat dapat meningkat.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sony Irianto (2006) tentang
“Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams
achievement division) dan TGT (teams game tournaments)”. Analisi data
menunjukkan hasil : 1) tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai
17
prestasi belajar matematika yang disebabkan oleh pembelajaran kooperatif
tipe STAD, TGT dan pembelajaran konvesional, 2) tidak ada perbedaan
yang signifikan mengenai prestasi belajar matematika oleh perbedaan
tingkat kreativitas, 3) tidak ada interaksi pengaruh yang signifikan
mengenai prestasi belajar matematika yang disebabkan oleh pembelajaran
kooperatif tipe STAD, TGT, pembelajaran konvesional, dan tingkat
kreativitas.
2.3. Kerangka Berfikir
Pada penjelasan diatas, telah disebutkan bahwa model
pembelajaran cooperative learning tipe STAD (student teams achievement
division), memungkinkan siswa dapat belajar lebih aktif dan belajar untuk
bekerjasama dengan teman-teman lainnya, karena dalam pembelajaran ini,
siswa didorong untuk bagaimana memecahkan sebuah masalah bersama-
sama dengan kelompoknya. Selain itu, siswa secara individu dapat
terbentuk menjadi siswa yang aktif dan mencintai belajar, karena sebagai
individu, siswa juga dipercayakan untuk ikut berkontribusi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok. Semboyan yang
terkenal dalam pembelajaran model cooperative learning STAD (student
teams achievement division) adalah kesuksesan seseorang adalah
kesuksesan kelompok, dan kesuksesan kelompok adalah kesuksesan orang
per orang di dalam kelompok tersebut.
Penulis akan mengambil dua kelas dari dua sekolah yaitu SDN
Beteng dan SDN Jebengsari Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Siswa kelas IV dari kedua sekolah ini yang akan dijadikan sebagai
responden dalam penelitian ini. Sebelum peneliti melakukan penelitian
lebih lanjut, langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah dengan
memberikan pre-test pada siswa kelas IV SDN Beteng dan kelas IV SDN
Jebengsari, untuk dapat menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol
melalui pre-test nilai rata-rata yang diperoleh. Setelah dilakukan pre-test,
para siswa dari kedua sekolah ini akan diberi perlakuan dengan model
18
pembelajaran biasa (konvensional) dan model pembelajaran cooperative
learning STAD (student teams achievement division).
Setelah menerima perlakuan pembelajaran dengan dua metode
belajar tersebut, siswa kembali diuji dengan tes yang disebut post-test.
Nilai antara atau perubahan yang dialami setelah penerapan pembelajaran
itulah yang kemudian dianalisis untuk dilihat apakah ada atau tidak ada
perbedaan hasil belajar para siswa dari kedua sekolah tersebut.
Pembelajaran model kooperatif tipe STAD (student teams achievement
division) dalam proses belajar ini, diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Adapun jika digambarkan dalam bagan, maka kerangka
berpikir itu adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Kelas kontrol Pretest
Kelaseksperimen
Pembelajarankonvensional
Pos test
Pretest
Hasil pretesttidak boleh adaperbedaan yangsignifikan
Uji beda hasilpost test apakahada pengaruhyang signifikandenganmenggunakanmodel kooperatiftipe STAD
Post tesPembelajaranmodel kooperatiftipe STAD
19
Kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran model
kooperatif tipe STAD (student teams achievement division) mendapatkan
nilai yang lebih baik dari pada kelas kontrol yang menggunakan
pembelajaran konvesional.
2.4. Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut : Terdapat pengaruh dalam pembelajaran model kooperatif tipe
STAD (student teams achievement division) terhadap hasil belajar IPA
siswa kelas IV SD Negeri Jebengsari Kecamatan Salaman Kabupaten
Magelang Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.