pengaruh mastitis terhadap kadar total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak susu di unit...

52
PENGARUH MASTITIS TERHADAP KADAR TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU DI UNIT PETERNAKAN KUTT SUKA MAKMUR GRATI SKRIPSI Oleh : Malik Hanafi NIM. 0210510046 JURUSAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2007

Upload: ahmadazmi110

Post on 01-Jan-2016

82 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH MASTITIS TERHADAP KADAR TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA

LEMAK SUSU DI UNIT PETERNAKAN KUTT SUKA MAKMUR GRATI

SKRIPSI

Oleh :

Malik Hanafi NIM. 0210510046

JURUSAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2007

PENGARUH MASTITIS TERHADAP KADAR TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA

LEMAK SUSU DI UNIT PETERNAKAN KUTT SUKA MAKMUR GRATI

SKRIPSI

Merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya

Oleh :

Malik Hanafi NIM. 0210510046

JURUSAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2007

PENGARUH MASTITIS TERHADAP KADAR TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU DI KUTT SUKA MAKMUR GRATI

SKRIPSI

Oleh :

Malik Hanafi 0210510046

Telah dinyatakan lulus dalam ujian sarjana Pada Hari / Tanggal : Rabu, 25 Juli 2007

Menyetujui Susunan Tim Penguji

Pembimbing Utama Anggota Tim Penguji Ir. H. Sarwiyono, M.Agr.St Ir. Endang Setyowati, MS Tanggal : Tanggal : Pembimbing Pendamping Ir. Puguh Surjowardojo, MS Tanggal :

Malang, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Dekan,

Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP NIP: 131 125 348 `

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tulungagung pada tanggal 5 Mei 1982 sebagai putra

kedelapan dari Bapak Alm. H. Ghozali dan Ibu Almh. Hj. Umi Kulsum.

Pendidikan formal penulis diawali Taman Kanak-Kanak (TK) Roudhotul

Athfal Aryojeding-Rejotangan-Tulungagung. Pada tahun 1990 penulis masuk

Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Aryojeding dan lulus pada tahun 1996. Selanjutnya

penulis diterima di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Rejotangan dan lulus

tahun 1999 dan pada tahun 2002 lulus Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Malang.

Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa S-I Jurusan Produksi Ternak

Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

Penulis pernah aktif di Formaster sebagai anggota Litbang selama tahun

2004-2005, pernah menjadi pengurus OSIS di MTs, anggota MPK di MAN 3,.

anggota panitia diklat IB Domba Formaster, ketua pelaksana Magang Formaster

tahun 2005, anggota pelaksana Open House Universitas Brawijaya tahun 2004.

Penulis sekarang aktif di Unitas Shorinji Kempo Dojo Universitas

Brawijaya sebagai Komisi Bidang Teknik dan Pembinaan dan duduk sebagai

Badan Pengawas Keuangan Shorinji Kempo kota Malang. Pernah menjuarai

kejuaraan kempo baik tingkat daerah maupun nasional, diantaranya: juara 2 embu

pasangan kyukenshi kyu II Kjurdo Semen Gresik, juara 3 embu beregu Kjurdo

Semen Gresik, juara 3 randori perorangan kelas 65 Kjurdo Semen Gresik, juara 1

randori perorangan kelas 65 Kjurda di Jember, juara 3 randori perorangan kelas

65 Kjurda di Pasuruan, juara 3 randori perorangan kelas 65 Kejuaraan Nasional

Wilayah IV di Bali.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT dan Nabi

Muhammad SAW atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul "PENGARUH MASTITIS TERADAP

KADAR TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA

LEMAK SUSU SAPI PERAH DI KUTT SUKA MAKMUR GRATI".

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. H. Sarwiyono, M.Agr.St, selaku pembimbing utama dan Bapak

Ir. Puguh Surjowardojo,MS selaku Pembimbing Pendamping atas

bimbingan dan arahannya.

2. Ibu Endang Setyowati, MS selaku anggota penguji, atas masukan dan

arahannya.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP selaku Dekan Fakultas Peternakan, Ketua

Jurusan Produksi Ternak Ibu Dr. Ir. Sucik Maylinda, MS, Sekretaris

Jurusan Ibu Ir. Kuswati, MS dan Asisten Sekretaris Jurusan Mbak

Achadiah SPt., MS serta Ir. Moch. Nasich, MS, selaku Pembimbing

Akademik yang telah banyak membina proses studi.

4. Seluruh keluarga (Bapak Alm H. Ghozali Abdul Hamid, Ibu Almh. Hj.

Umi Kulsum, Almh. Mbah Edok disana, Kang Zainal Arifin, Ayib

Mubtadi’in dan Kakang Mbakyu lainnya) atas do’a, kasih sayang, dan

dukungan moril serta materiel.

5. Hadrotusshaikh KH. Abdurrokhim Amrulloh Yahya, KH. Abdurrohman

Yahya, KH. Ahmad Arif Yahya, KH. M. Baidhowi Muslich, Ust. Drs. H.

M. Shohibul Kahfi, M.Pd, dan Dewan Asatidz atas do’a, ilmu, bimbingan,

arahan untuk menjadi SANTRI.

6. Teman-teman di penelitian “tim mastitis”, Ma’had Miftahul Huda,

Shorinji Kempo, Formaster, Proter ‘02 dan semua yang tidak bisa aku

sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam pengajuan judul hingga

pembuatan laporan selesai, Sukron Katsiron.

Penulis berharap semoga Alloh SWT memberikan limpahan pahala, dan

memberikan balasan yang setimpal atas bantuan yang telah diberikan sampai

terselesaikannya laporan ini. Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan pembaca.

Malang, Oktober 2007

Penulis

ABSTRACT

THE EFFECT OF MASTITIS ON TOTAL SOLID AND SOLID NON FAT CONTENT OF MILK DAIRY COWS AT REARING UNIT KUTT SUKA

MAKMUR IN GRATI

The study was carried out in the KUTT Suka Makmur in Grati District. Pasuruan Regency and also at the Laboratory of Dairy Animal. Faculty of Animal Husbandry University of Brawijaya from February to March 2007,

The object of the research was to find out the effect of mastitis on the milk yield quality. including total solid and solid non fat content of Friesian Holstein (FH) dairy cows, It was expected the results of this research could be used as an information in preventing mastitis diseases,

The materials observed were milk of 34 cows lactating with second to third month of lactation and second to third stage of lactation, The method of research is case study, The observation to know the level of mastitis was determined based on the Whiteside Test (WST), The fat content was determined using Gerber method. The total solid and solid non fat were accounted using Fleischman method and analysed using statistic description,

It was found that 49% cows were in mastitis level zero/negative. 51% cows were in mastitis level between one to four, It can be concluded that mastitis decreased total solid content about 1.85-18.28% and solid non fat content about 5.26-25%. So for reducing mastitis number is necessary to make better milking management and sanitation procedure,

RINGKASAN

PENGARUH MASTITIS TERHADAP KADAR TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU DI UNIT PETERNAKAN

KUTT SUKA MAKMUR GRATI

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Peternakan KUTT Suka Makmur Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan dan di Laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Pengumpulan data dimulai dari bulan Februari sampai Maret 2007.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh mastitis terhadap kualitas produksi susu yaitu, kadar total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak susu pada sapi perah Friesian Holstein (FH). Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi bagi masyarakat peternak dan peternak di unit peternakan KUTT Suka Makmur tentang pengaruh mastitis terhadap kadar total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak susu.

Materi penelitian adalah sampel susu dari ambing 34 ekor sapi perah laktasi, dengan bulan laktasi 2 sampai 3 dan tingkat laktasi 2 sampai 3. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Observasi langsung di lapang yang dilakukan untuk mengetahui tingkat mastitis pada sapi perah dengan metode Whiteside Test (WST). Untuk penentuan kadar lemak menggunakan metode Gerber. Kadar total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak dihitung dengan rumus Fleischman dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi perah sampel berada pada tingkat mastitis nol/negatif sebanyak 49%, tingkat mastitis antara satu sampai empat sebanyak 51%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah mastitis menurunkan kadar total bahan kering sebesar 1,85-18,28% dan bahan kering tanpa lemak susu sebesar 5,26-25%. Saran yang dapat diberikan adalah untuk mengurangi terjadinya mastitis, manajemen pemerahan dan sanitasi perlu ditingkatkan lagi.

DAFTAR ISI

Halaman RIWAYAT HIDUP .................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................... ii ABSTARCT ............................................................................................... iv RINGKASAN ............................................................................................ v DAFTAR ISI .............................................................................................. vi DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x I. PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... 1 Rumusan Masalah ................................................................................ 2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3 Kerangka Pikir ..................................................................................... 3 Hipotesis ............................................................................................... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Sapi Friesian Holstein ............................................ 5 Anatomi Ambing dan Sintesis Susu...................................................... 5 Susu dan Komposisi Susu ..................................................................... 7 Mastitis pada Sapi Perah ....................................................................... 8 Deteksi Mastitis..................................................................................... 12 Kadar Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak ........................ 13 Hubungan Mastitis dengan Kadar Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak.......................................................................................................... 14 III. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 16 Materi Penelitian .................................................................................. 16 Metode Penelitian ................................................................................ 17 Variabel Penelitian ............................................................................... 20 Analisis Statistik ................................................................................... 20 Batasan Istilah ...................................................................................... 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi ........................................................................ 23 Mastitis pada Sapi Perah ...................................................................... 24 Pengaruh Mastitis Berdasarkan Uji Whiteside Test Terhadap Kadar Bahan kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak ..................................................... 28 V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .......................................................................................... 32

Saran ..................................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 33

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Komposisi Air Susu Sapi. ....................................................................... 8

2. Notasi Reaksi Whiteside Test .................................................................. 13

3. Persentase sapi perah pada berbagai tingkat mastitis berdasarkan uji Whiteside Test. ...................................................................................... 24

4. Rata – rata lemak, bahan kering dan bahan kering tanpa lemak susu sapi perah sampel pada berbagai nilai mastitis berdasarkan nilai Whiteside Test dengan standar deviasinya............................................................. 28

5. Selisih dan persentase bahan kering susu sapi perah sampel pada berbagai nilai mastitis berdasarkan nilai Whiteside Test dibandingkan SNI. ....................................................................................................... 30

6. Selisih dan persentase bahan kering tanpa lemak susu sapi perah sampel pada berbagai nilai mastitis berdasarkan nilai Whiteside Test dibandingkan SNI. ................................................................................ 30

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Skema dari kuartir ambing...................................................................... 7

2. Persentase jumlah sapi pada berbagai tingkat mastitis berdasarkan uji Whiteside Test. ...................................................................................... 25

3. Rata – rata lemak, total bahan kering, dan bahan kering tanpa lemak susu sapi perah sampel pada berbagai nilai mastitis berdasarkan nilai Whiteside Test ....................................................................................... 29

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Tingkat mastitis berdasarkan Whiteside Test, status tingkat laktasi dan

bulan laktasi sampel sapi perah FH....................................................... 35 2. Hasil analisis total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak

berdasarkan metode Fleischman ........................................................... 36 3. Hasil analisis total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak

berdasarkan metode Fleischman ........................................................... 37 4. Contoh analisis total bahan bahan kering dan bahan kering tanpa lemak. 38 5. Standar deviasi kadar lemak pada berbagai tingkat mastitis................... 39 6. Standar deviasi kadar bahan kering pada berbagai tingkat mastitis........ 40 7. Standar deviasi kadar bahan kering tanpa lemak pada berbagai tingkat

mastitis .................................................................................................. 41

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu dan hasil-hasil olahannya merupakan bahan pangan yang sangat

penting dalam kehidupan manusia (Taylor, 1995), karena komponen utama susu

adalah protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, dan unsur-unsur lain yang

tersedia di dalamnya (Kevin dan Wilson, 2000). Pengolahan susu segar menjadi

produk olahan yang baik diperlukan mutu susu yang baik pula. Pemeriksaan mutu

susu akhirnya menjadi fokus pekerjaan dalam penyediaan, penanganan dan

pengolahan susu segar.

Dalam keadaan normal, susu di dalam ambing adalah steril dan tidak

mengandung kuman. Bila puting atau saluran puting terluka (sesaat setelah

pemerahan), kuman akan masuk dan menyebabkan mastitis (Anonimous, 1995).

Menurut Taylor (1995), penyakit mastitis mudah merusak jaringan, menghambat

produksi susu, dan menurunkan mutu susu. Paryati (2002), menambahkan

kerugian karena adanya penurunan produksi susu bisa mencapai 70%, kerugian

lain timbul akibat adanya residu antibiotika pada susu, biaya pengobatan dan

tenaga kerja, pengafkiran, meningkatnya biaya penggantian sapi perah, susu

terbuang.

Karena kerja mikroorganisme maka kelenjar susu akan rusak, sehingga

susu akan menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Subronto, 2003).

Dari segi kualitas, komponen pembentuk susu seperti lemak akan turun, selain itu

juga akan terjadi perubahan fisis yaitu susu akan lebih cair daripada susu normal

yang menyebabkan berat jenis turun. Menurut Hadiwiyoto (1994), berat jenis susu

dan kadar lemak susu berhubungan dengan total bahan kering dan bahan kering

tanpa lemak pada susu. Pada susu normal, kadar bahan keringnya mencapai 12%

dan kandungan bahan kering tanpa lemak yang terkandung dalam susu normal

adalah 8,6%.

Mastitis subklinis dan mastitis klinis sering menyerang sapi perah yang

sedang laktasi (Sudono, Rosdiana dan Setiawan, 2003). Mastitis subklinis tidak

dapat dilihat perubahannya secara langsung baik pada susu atau pada ambing,

tetapi menurunkan produksi susu dan merubah komposisinya (Jones dan Baley,

1998), oleh karena itu perlu alat bantu yang dapat mendeteksi secara dini, cepat,

dan tepat serta murah.

Whiteside Test adalah salah satu cara deteksi adanya mastitis pada sapi

perah, dengan menggunakan Sodium Hydroxide (NaOH). Bahan ini mudah di

dapat dan harganya murah. Keuntungan Whiteside Test adalah dapat mengetahui

lebih cepat hasil reaksinya, sedikit perlakuan, menggunakan alat sederhana,

caranya mudah dilakukan secara teratur (Lafi dan Hailat, 1998).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas yang menjadi permasalahan adalah berapa

besar mastitis mempengaruhi total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak

pada susu sapi perah.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar pengaruh

mastitis terhadap total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak pada susu sapi

perah Friesian Holstein (FH) di peternakan sapi perah milik KUTT Suka Makmur

Grati.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai

pengaruh mastitis terhadap produksi susu sehingga meningkatkan kesadaran dan

kemauan peternak dalam usaha penanggulangan mastitis dan sebagai informasi

hasil uji kualitas susu mengenai total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak

pada susu sapi perah.

1.5 Kerangka Pikir

Mastitis adalah penyakit radang ambing yang disebabkan oleh

berbagai macam mikroorganisme, terutama bakteri. Mikroorganisme ini akan

menjangkiti dan lama-kelamaan akan tumbuh berkembang membentuk koloni

pada jaringan ambing dan susu. Susu yang dihasilkan dari sapi perah yang terkena

mastitis akan menjadi tidak normal, karena terdapat gumpalan-gumpalan,

berwarna kemerah-merahan dan mengalami penurunan produksi susu dan

penurunan kualitas susu.

Dari segi kualitas komponen pembentuk susu seperti lemak akan turun.

Selain itu juga akan terjadi perubahan fisis yaitu susu akan lebih cair daripada

susu normal yang menyebabkan berat jenis turun. Berat jenis susu berhubungan

erat dengan total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak pada susu sapi

perah.

Salah satu cara untuk mengetahui mastitis adalah dengan metode

Whiteside Test dengan menggunakan bahan kimia NaOH. Dengan metode

Whiteside Test ini dikaji pengaruh mastitis terhadap total bahan kering dan bahan

kering tanpa lemak pada susu.

1.6 Hipotesis

Mastitis berpengaruh terhadap total bahan kering dan bahan kering

tanpa lemak susu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Sapi Friesian Holstein

Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari Belanda yaitu propinsi North

Holland dan West Friesland (Blakely dan Bade, 1994). Pada umumnya sapi perah

yang dipelihara di Indonesia adalah sapi FH. Sapi tersebut memiliki lingkungan

hidup dengan temperatur dingin antara 13° C sampai 23° C dengan kelembaban

udara diatas 55%, serta ketinggian tempat berkisar 700-1250 m di atas permukaan

laut.

Adapun ciri-ciri yang dimiliki oleh sapi FH adalah warna belang hitam

putih, kepala panjang, lebar, lurus dengan tanduk yang relatif pendek dan

melengkung kearah depan, mempunyai temperamen yang jinak dan tenang,

namun jantannya ada yang galak (Siregar, 1995). Sudono, dkk. (2003),

menambahkan bobot badan ideal sapi FH betina dewasa adalah 682 kg dan jantan

dewasa adalah 1.000 kg. Produksi rata – rata di Indonesia 10 liter/ekor per hari

atau lebih kurang 3.050 kg per laktasi.

2.2 Anatomi Ambing dan Sintesis Susu

Ambing sapi terdiri dari 4 kuartir yang terpisah. Dua kuartir bagian

depan biasanya berukuran 20% lebih kecil dari kuartir belakang. Setiap kuartir

terbentuk dari jaringan ikat, lemak, dan jaringan penghasil susu atau jaringan

alveoli. Ambing ini terikat oleh ligamen pada dinding perut bawah (Anonimus,

1995; Blakely dan Bade, 1994; Gillespie, 1992; dan Taylor, 1995).

Jaringan sekretori dari kelenjar ambing terdiri kurang lebih 500.000

alveoli, yang berbentuk seperti buah anggur (Anonimus, 1995; Blakely dan Bade,

1994; dan Taylor, 1995). Unsur-unsur pembentuk susu seperti lemak susu

sebagian dipindahkan ke kelenjar susu melalui darah yaitu lewat sel epithel pada

alveoli di kelenjar susu (Kevin dan Wilson, 2000). Untuk memproduksi 15-16

liter susu diperlukan 9 ton darah yang mengalir ke jaringan ambing (Anonimus,

1995).

Lemak susu disintesa dari gliserol dan asam lemak yang ada pada

darah menjadi triglyserida di kelenjar susu (Anonimus, 2006; Kevin dan Wilson,

2000). Lemak yang telah disintesa diakumulasikan oleh sel-sel epithel dalam

bentuk bulatan-bulatan (globular) di lumen yang ada pada alveolus (Blakely dan

Bade, 1994; Kevin dan Wilson, 2000).

Bila puting atau ambing dirangsang, maka rangsangan ini oleh jaringan

syaraf diteruskan ke otak. Selanjutnya kelenjar pituitary yang terletak di dasar

otak akan melepaskan hormone oxytocin ke dalam aliran darah. Hormon ini akan

menyebabkan otot di sekitar alveoli berkontraksi, sehingga air susu di dalam

alveoli akan terperas keluar dan mengalir ke saluran-saluran susu secara bertahap

makin besar ukurannya ke saluran primer (Anonimus, 1995; Kevin dan Wilson,

2000).

Gambar 1. Skema dari kuartir ambing (Ruegg, 2001).

Saluran primer mengalirkan susu ke sisterna kelenjar (gland cistern).

Sisterna ini merupakan titik pengumpulan dari semua saluran. Sisterna kelenjar

kemudian mengalirkan susu ke cincin anular puting, menuju ke sisterna puting

(teat cistern) atau rongga yang ada pada puting. Bocornya susu dari sisterna

puting dicegah oleh otot sphincter yang melingkari dan menutup saluran. Bila

saluran ini diperah maka susu akan keluar (Blakely dan Bade, 1994).

2.3 Susu dan Komposisi Susu

Pengertian susu menurut Hadiwiyoto (1994) adalah cairan berwarna

putih, yang diperoleh dari pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang

dapat dimakan atau digunakan sebagai bahan pangan yang sehat, serta padanya

tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain.

Sinduredjo (1999) menyatakan bahwa komposisi susu adalah susu

yang diperoleh dengan jalan pemerahan seekor sapi atau lebih, secara teratur,

terus–menerus dan tidak ada susu yang tersisa pada ambing, tanpa dicampur,

dikurangi, atau ditambah apapun juga, serta mempunyai berat jenis minimal 1,027

pada temperatur 27,5° C, dan kadar lemak minimal 2,8%. Lebih lanjut disebutkan

bahwa susu sapi itu terdiri dari 7/8 bagian air dan 1/8 bagian bahan kering.

Komposisi susu lebih lengkap daripada bahan pangan yang lain.

Artinya komponen–komponen yang dibutuhkan oleh tubuh kita semuanya

terdapat dalam susu. Komponen utama dalam susu adalah protein, lemak, hidrat

arang, mineral, vitamin dan air. Komponen–komponen lainnya yang terkandung

dalam susu bersifat “trace” (jumlahnya sedikit) tetapi penting antara lain adalah

lesitin, pospolipida, kolesterol, dan asam–asam organik (Hadiwiyoto, 1999).

Susunan susu sapi rata–rata ada pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Komposisi Air Susu Sapi

Komposisi Susu Kandungan (%)

1. Bahan Kering Min. 11

2. Lemak Min. 3

3. Bahan Kering Tanpa Lemak Min. 8

Sumber: DSN (1992)

Mastitis dapat menurunkan produksi baik secara kuantitas maupun

kualitas. Faktor – faktor yang berpengaruh pada jumlah dan kualitas produksi susu

antara lain : bangsa dan individu, tingkat laktasi, kecepatan sekresi, pelaksanaan

pemerahan, umur dan ukuran ternak, siklus birahi dan kebuntingan, masa kering,

serta lingkungan (Sarwiyono, Surjowardojo dan Susilorini, 1990; Syarief dan

Sumoprastowo, 1990).

2.4 Mastitis pada Sapi Perah

Mastitis adalah penyakit radang pada kelenjar mammae yang

disebabkan oleh mikroorganisme pada ternak sapi perah, selain itu penyebab lain

penyakit mastitis adalah berbagai jenis bakteri, jamur dan ragi serta virus

(Trisunuwati dan Indrawati, 1989). Subronto (2003) juga berpendapat bahwa

radang ambing merupakan infeksi, berlangsung secara akut maupun kronik,

ditandai dengan kenaikan sel di dalam susu, perubahan fisik maupun susunan

susu, disertai atau tanpa disertai dengan perubahan patologis atas kelenjarnya

sendiri.

Secara umum sel-sel di dalam air susu yang normal mengandung sel

sebanyak 0-200.000 sel/ml. Sel-sel tersebut terdiri dari dari sel mononuklear besar

(65-70%), netrofil (0-8%), limfosit (lebih kurang 5%), dan kadang-kadang juga

monosit. Apabila jumlah sel di dalam air susu melebihi 300.000 sel/ml diduga

sapi tersebut menderita mastitis. Karena jumlah sel mencerminkan beratnya

proses radang kelenjar ambing (Subronto, 2003).

Srigandono dan Soedarsono (1991) menjelaskan bahwa infeksi dapat

terjadi hanya pada satu kuartir saja, yang kemudian berkembang dan bersifat fatal.

Penyakit mastitis akan menimbulkan kerugian berupa penurunan jumlah dan mutu

susu sehingga tidak dapat dipasarkan, dalam keadaan yang parah mastitis dapat

mematikan puting susu sehingga puting susu tidak berfungsi lagi (Siregar, 1996).

Jones and Bailey (1998) menyatakan bahwa mastitis disebabkan oleh

mikroorganisme khususnya bakteri, bakteri ini menyerang ambing yang lama

kelamaan jumlahnya akan bertambah banyak dan menghasilkan racun yang akan

menimbulkan luka pada ambing. Lebih lanjut dijelaskan oleh Akoso (2006), Lafi

dan Hailat (1998), serta Kevin dan Wilson (2000), bahwa bakteri penyebab

mastitis antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus uberis, Streptococcus

agalactiae, Streptococcus dysgalactiae, Escherichia coli, Enterobacter aerogenes,

Klebseilla sp., dan kadang disebabkan oleh Mycoplasma sp., dan Nicordia

asteroides.

Infeksi mastitis menurut Swartz (2006) serta Kevin dan Wilson (2000)

dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. Sub Clinical: ditunjukkan dengan adanya infeksi pada kelenjar susu, tetapi

abnormalitas yang terjadi tidak dapat dilihat dengan nyata atau spontan tanpa

melalui suatu bantuan pengujian susu tertentu.

2. Clinical Mastitis: yang ditandai dengan adanya keabnormalan susu atau

kelenjar susu dimana akan terjadi gumpalan susu, sedangkan clinical mastitis

ini dapat dibagi lagi menjadi:

a) Sub acute, disebut juga dengan mild clinical mastitis yang ditandai dengan

menurunnya kandungan kasein dan lemak susu, meningkatnya pH susu,

menurunnya volume produksi susu dan adanya perubahan bentuk cairan

susu.

b) Acute mastitis, disebut juga dengan severe clinical mastitis. Pada tingkat

ini ditunjukkan adanya pembengkakan, panas, warna memerah dan rasa

sakit pada ambing yang mana tanda-tanda tersebut dapat dilihat dengan

nyata.

3. Chronic mastitis: ditandai dengan adanya infeksi ambing yang parah, susu

yang dihasilkan akan berbentuk gumpalan keras. Jika kondisi ini cukup parah

maka dapat menyebabkan tidak berfungsinya puting yang bersangkutan.

Proses radang ini ditandai dengan peningkatan suhu, jumlah darah

yang mengalir, adanya rasa sakit atau nyeri, dan kebengkakan. Menurut Subronto

(2003) Proses radang dapat dibedakan ke dalam beberapa fase, yaitu:

1. Fase Invasi; menurut Paryati (2002), fase invasi terjadi karena adanya kontak

dengan mikroorganisme dimana sejumlah mikroorganisme mengalami

multiplikasi di sekitar lubang saluran puting, terutama setelah pemerahan.

Proses invasi ini menurut Subronto (2003) dipermudah oleh lingkungan yang

jelek, populasi kuman yang tinggi, lesi pada puting atau bila daya tahan sapi

sedang menurun, seperti baru sakit, transportasi atau stres.

2. Fase Infeksi; fase mikroorganisme masuk ke dalam kelenjar. Besarnya

mikroorganisme yang masuk tergantung tingginya produksi susu, dimana

semakin tinggi produksi susu maka makin lama pula waktu yang digunakan

oleh otot sphincter pada puting untuk menutup secara sempurna. Oleh karena

otot sphincter berfungsi dalam menahan infeksi kuman, maka kemungkinan

puting terinfeksi akan semakin besar. Mikroorganisme yang masuk akan

membentuk koloni yang dalam waktu singkat akan menyebar ke lobuli dan

alveoli.

3. Fase Infiltrasi; mikroorganisme mengiritasi sampai di mukosa kelenjar, akan

direaksi tubuh dengan memobilisasi leukosit (sel darah putih), fibrinogen, dan

protein-protein pertahanan. Karena adanya mikroorganisme maka akan terjadi

perubahan susu hingga susu di dalamnya rusak.

Faktor–faktor yang memberikan kesempatan (predisposisi) mastitis

menurut Trisunuwati dan Indrawati (1989) adalah sebagai berikut:

1) trauma atau luka,

2) kedinginan, kelemahan tubuh,

3) umur ternak dan periode laktasi tua,

4) tatalaksana pemerahan kurang baik,

5) sanitasi kandang jelek,

6) produksi susu terlalu tinggi,

7) perubahan musim.

2.5 Deteksi Mastitis

Menurut Hadiwiyoto (1994), ada beberapa cara untuk mendeteksi

penyakit mastitis pada sapi perah, yaitu:

a. uji mastitis dengan Smears mikroskop,

b. uji mastitis dengan Whiteside Test,

c. uji mastitis dengan California Mastitis Test,

d. uji mastitis dengan Uji Klorida,

e. uji Hostis,

f. uji dengan Brom Tymol Blue.

Salah satu metode untuk mendeteksi mastitis yang sederhana adalah

metode Whiteside Test yang banyak dipakai untuk mendeteksi mastitis subklinis

(Lafi dan Hailat, 1998). Whiteside Test sudah mulai dikembangkan sejak tahun

1957 dan kemudian berkembang menjadi California Mastitis Test (CMT), dengan

menggunakan metode Whiteside Test akan didapat hasil yang lebih seksama, lebih

cepat, lebih murah dan hasilnya lebih akurat (Hillerton, 2003).

Gibbons (1963) berpendapat bahwa ada enam tingkatan reaksi yang

ditunjukkan dengan metode Whiteside Test, seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Notasi Reaksi Whiteside Test

Notasi Keterangan

-

±

1+

2+

3+

4+

warna gelap, kabur, dan bebas partikel

tidak terjadi reaksi selama diputar tetapi campuran warna

gelap, kabur menyebar dengan baik

terjadi koagulasi sedikit selama diputar dan tidak banyak

yang melekat pada stick

terjadi koagulasi pada permulaan diputar, koagulasi bergerak

mengikuti stick dan akhirnya terjadi pemisahan bagian

seperti ikatan benang berbentuk lingkaran, dalam whey

tampak jelas

koagulasi melekat dengan segera pada stick, diputar terus

terjadi pemisahan, dan tampak dengan jelas whey serta

bentuk rumpun benang warna gelap

koagulasi melekat pada stick atau cenderung tidak merusak

di dalam whey

Sumber: Gibbons (1963).

2.6 Kadar Bahan kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak.

Menurut Hadiwiyoto (1994), semua komponen penyusun susu selain

air disebut total bahan kering. Sedangkan bahan kering tanpa lemak adalah semua

komponen penyusun susu dikurangi lemak dan air. Bahan kering tanpa lemak ini

dikenal banyak orang dengan sebutan susu skim (Shearer, Bachman dan

Boosinger, 2006). Total bahan kering susu secara spesifik terdiri dari lemak,

protein, hidrat arang, vitamin dan mineral. Sedangkan bahan kering tanpa lemak

terdiri dari protein, hidrat arang, vitamin dan mineral (Hadiwiyoto, 1994; Shearer,

Bachman dan Boosinger, 2006).

Cairan susu segar 87,2% terdiri dari air, 12,8% terdiri dari bahan

kering. Bahan kering dari lemak dan bahan kering tanpa lemak yang masing-

masing terdiri kurang lebih 3,7% dan 9,1% dari komponen susu (Anonimus, 1995;

Baht et al., 1985). Komponen tersebut tidak jauh berbeda seperti yang ditetapkan

Dewan Standardisasi Nasional (1992) tentang syarat mutu susu segar, dimana

kandungan bahan kering minimal 11%, bahan kering tanpa lemak minimal 8%,

dan lemak minimal 3%.

2.7 Hubungan Mastitis dengan Kadar Bahan kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak.

Infeksi kelenjar susu terjadi setiap saat, oleh sebab itu perangkat

pertahanan susu harus terpelihara. Perangkat pertahanan mekanis yang penting

terdapat dalam saluran ujung puting susu (streak canal). Sedangkan perangkat

pertahanan sellular berupa sebagai sel darah putih yang mampu melakukan

pagositosis. Selain itu, mekanisme pertahanan kelenjar susu juga memainkan

peranan dalam perlawanan terhadap infeksi zat penolak di dalam susu, dikenal

dengan istilah laktenin, yang terdiri dari beberapa macam protein yang

komplemen, lisosim, laktoferin dan peroksidase (Subronto, 2003).

Produksi susu sapi yang tinggi memacu streak canal terbuka, hal ini

disebabkan karena tingginya tekanan dalam kelenjar susu. Pada masa puncak

tidak jarang susu masih menetes atau merembes, karena tingginya tekanan dari

dalam. Apabila kuman berhasil masuk ke dalam puting akan tinggal di dalam

sinus, lumen saluran susu dan permukaan duktuli dan alveoli. Oleh adanya iritasi,

sel darah putih, fibrinogen dan protein pertahanan akan dimobilisasi ke dalam

susu. Fibrin dan sel darah putih yang rusak karena kuman akan berbentuk sebagai

jonjot – jonjot yang mampu menyebabkan blokade sebagian atau total atas saluran

susu sehingga proses radang karena infeksi juga diperberat karena iritasi oleh

tertimbunnya susu. Akibat kerusakan sel epitel menyebabkan penurunan

kemampuan sel epitel dalam mensekresikan komponen – komponen pembentuk

susu seperti lemak (Philpot, 1978). Kirk (2003) dan Zimmerman et al., (2001)

menambahkan, produksi enzim dari kuman seperti asam laktat, plasmin dan

produk lain juga merubah dan merusak laktosa, protein dan kandungan lainnya,

sehingga kandungan bahan kering dan bahan kering tanpa lemak turun.

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi perah wilayah kerja

Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur di Kecamatan Grati Kabupaten

Pasuruan, mulai bulan Februari-Maret 2007. Pengukuran berat jenis dilakukan di

peternakan sapi perah milik Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur,

sedangkan pengujian kadar lemak susu dilakukan di Laboratorium Ternak Perah,

Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

3.2 Materi Penelitian

Materi yang digunakan adalah sampel susu dari 34 ekor induk sapi

perah Friesian Holstein (FH) pada bulan laktasi 2–3 dan tingkat laktasi 2–3, milik

Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur Kecamatan Grati Kabupaten

Pasuruan.

Alat dan Bahan yang digunakan untuk:

a. Alat dan bahan untuk menentukan tingkat mastitis:

Alat : - Glass Plate,

- Stik Glass.

Bahan : - Reagen Whiteside Test (NaOH 4%),

- Sampel susu.

b. Alat dan bahan untuk uji berat jenis susu:

Alat : - Laktodensimeter,

- Volumetric Flask 500 cc,

- Termometer.

Bahan : - Sampel susu.

c. Alat dan bahan untuk uji kadar lemak susu:

Alat : - Butyrometer (Gerber),

- Karet penutup Butyrometer,

- Pipet tetes otomatis 1 cc,

- Pipet tetes otomatis 10 cc,

- Centrifuge Gerber (1.200 rpm, diameter 19-21 inc),

- Water Bath dan Termometer,

- Pipet 10 cc,

- Pengaduk.

Bahan : - Sampel susu,

- H So 92%, 2 4

- Amyl Alkohol.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada sapi perah

di peternakan Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur, dengan penentuan

sampel sapi perah secara purposive sampling. Purposive sampling adalah

pemilihan sapi perah yang termasuk dalam kriteria yang telah ditentukan, yaitu

sapi perah dengan tingkat laktasi 2–3, dan bulan laktasi 2–3 yang dapat dipakai

sebagai anggota sampel dengan asumsi pemberian pakan, lingkungan dan

perkandangan sapi perah anggota sampel adalah homogen.

Pengambilan Sampel Susu

Pengambilan sampel susu untuk uji mastitis dilakukan pada waktu

pemerahan sore hari, hal ini dikarenakan pengujian Whiteside Test akan lebih

akurat apabila dilakukan secara langsung di lapangan dengan cahaya yang cukup

terang. Untuk uji mastitis, pancaran susu pertama dan kedua tidak diambil, sampel

susu diambil sebanyak dua sampai tiga pancaran dari masing-masing puting

kemudian ditampung pada plastik yang terpisah. Uji berat jenis dilakukan pada

waktu pagi dan sore dengan mengambil sampel susu dari masing-masing sapi

perah sebanyak 450-500 cc, sedang uji kadar lemak juga sama dilakukan pada

waktu pagi dan sore sebanyak 30-50 cc, kemudian dimasukkan ke dalam botol

sample dengan ditambah kalium bikromat dan dibawa ke laboratorium untuk uji

kualitas susu.

Penentuan Tingkat Mastitis

Penentuan tingkat mastitis berdasarkan Whiteside Test menurut

Gibbons (1963), adalah sebagai berikut:

- lima atau satu tetes susu dari masing-masing puting diletakkan pada

glass plat,

- penambahan 1 tetes NaOH 4%,

- diputar sampai homogen dengan menggunakan stick glass selama

kurang lebih 20 detik,

- apabila terjadi perubahan yaitu berpisahnya jonjot dalam susu secara

kuat, maka ada reaksi mastitis.

Untuk membuat urutan tingkat mastitis adalah berdasarkan tingkat

perubahan fisik susu seperti diterangkan pada Tabel 2.

Penentuan Berat Jenis Susu

Berat jenis diketahui dari bacaan skala laktodensimeter dengan

peneraan berat jenis susu di Indonesia ditetapkan pada suhu 27,5° C (81,5° F).

ketentuan pengukuran berat jenis susu sebagai berikut:

- Pengukuran berat jenis minimal tiga jam setelah pemerahan.

- Susu sebanyak 450-500 cc dimasukkan volumetric flask,

- Lactodensimeter dimasukkan ke dalam volumetric flask,

- Catat suhu dan skala yang ditunjukkan (BJ).

Cara perhitungan berat jenis susu menggunakan rumus sebagai berikut

Berat jenis = 1000 + 1000

F)60susu(Suhu 0,1Skala °−+

Hasil perhitungan harus dikonversikan pada BJ susu pada suhu 27,5°C

(Hadiwiyoto, 1994).

Penentuan Kadar Lemak Susu

Untuk menentukan kadar lemak susu menggunakan metode Gerber,

dengan cara kerja sebagai berikut:

- Sebelum dilakukan pengujian kadar lemak, sampel susu

dihomogenkan,

- Butyrometer Gerber yang berskala 0,0-7,0% ditegakan pada rak dan

diisi 11 cc sample susu, bungkus dengan kain lap,

- Masukkan perlahan-lahan melalui dinding butyrometer H 2 So

dengan pipet tetes otomatis, kemudian ditambahkan 1 cc amyl alkohol,

4

- Butyrometer ditutup secara hati-hati dengan prop karet kemudian

homogenkan,

- Mulai sekarang bagian yang berskala harus tetap di atas,

- Tabung yang telah disumbat direndam ke dalam waterbath pada suhu

65° C selama 5 menit ,

- Masukkan butyrometer dalam centrifuge, dengan posisi bagian

berskala diporos centrifuge, putarlah dengan kecepatan 1200 rpm

selama 5 menit,

- Masukkan butyrometer ke dalam waterbath lagi pada suhu 65° C

selama 5 menit,

- Baca kadar lemak (%) dengan cara mengatur posisi karetnya

(Prawesthirini, dkk, 2001).

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel bebas : - Tingkat mastitis

b. Variabel Terikat : - Total bahan kering susu

- Bahan kering tanpa lamak

3.5 Analisis Statistik

Perhitungan total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak

dilakukan dengan rumus Fleischman (Sembiring, 1995), sebagai berikut:

TS = 1.23 F + 2.71 100 ( S-1 ) S

SnF = TS - F

Dimana : TS = Total bahan kering

F = Kadar lemak

S = Berat jenis

SnF= Bahan kering tanpa lemak

Data yang diperoleh ditabulasi kemudian dihitung rata-rata dan

simpangan bakunya yang selanjutnya dianalisis secara diskriptif. Perhitungan rata-

rata dan simpangan baku menggunakan rumus sebagi berikut:

n

XX ∑=

( )2

1−−

= ∑n

XXSD (Sudjana, 1996)

Keterangan:

N = Banyaknya sampel

X = Total sampel

X = Rata-rata

SD = Standart Deviasi

3.6 Batasan Istilah

Nilai Mastitis adalah tingkat keparahan mastitis yang diderita sapi perah dan

penentuannya berdasarkan perubahan bentuk fisik susu yang dihasilkan dari

sapi perah yang menderita mastitis.

Whiteside Test adalah salah satu cara untuk mendeteksi adanya mastitis

dengan menggunakan glass plate dan larutan NaOH 4 %.

Total Bahan kering adalah jumlah semua komponen penyusun susu dikurangi

air.

Bahan Kering Tanpa Lemak adalah jumlah semua komponen penyusun susu

dikurangi air.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi

Penelitian dilakukan di peternakan wilayah kerja Koperasi Usaha Tani

Ternak (KUTT) Suka Makmur Grati yang didirikan pada tanggal 27 September

1986. Kecamatan Grati merupakan daerah dataran rendah / daerah pantai, dengan

ketinggian kurang dari 6 sampai 600 m dari permukaan air laut. Sebagian besar

daerahnya digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Rata-rata temperatur

lingkungan pada pagi hari berkisar antara 24° C - 27° C dengan kelembaban 90 –

91 %, siang hari berkisar antara 33° C - 37° C dengan kelembaban 64 – 69 %, dan

pada sore hari berkisar antara 30° C - 33° C dengan kelembaban 74 – 90%.

Sepanjang tahun suhu udara berkisar antara 22° C - 34° C, dengan curah hujan

rata-rata 22 mm.

Wilayah kerja KUTT seluas 31.068.243 Ha, yang terbagi dalam

beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Grati seluas 5.770.000 Ha, Kecamatan

Nguling seluas 4.660.449 Ha, Kecamatan Lekok seluas 4.918.876 Ha, Kecamatan

Rejoso seluas 3.164.200 Ha, dan Kecamatan Lumbang seluas 12.554.718 Ha.

Wilayah kerja operasi berbatasan dengan wilayah-wilayah :

• Timur : Kabupaten Probolinggo

• Barat : Kabupaten Pasuruan

• Utara : Selat Madura

• Selatan : Kehutanan Wilayah Tengger.

Jenis sapi perah yang dipelihara di peternakan ini adalah sapi perah

FH. Menurut Blakely dan Bade (1994), Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari

Belanda yaitu propinsi North Holland dan West Friesland. Sudono, dkk (2003)

menambahkan, bahwa bobot badan ideal sapi FH betina dewasa adalah 682 kg

dan yang jantan 1.000 kg. Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya

tertinggi dibanding sapi perah lainnya.

Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi hari (05.30 –

07.00) dan sore hari (14.00 – 15.30). Pakan yang diberikan meliputi : rumput

gajah, jerami, ampas tahu dan konsentrat. Pada pagi hari pakan yang diberikan

adalah konsentrat, ampas tahu dan rumput gajah, sedangkan untuk siang hari

pakan yang diberikan adalah konsentrat dan jerami. Besarnya jumlah pakan yang

diberikan pada tiap ekor per harinya sebagai berikut: Rumput gajah ± 7,5

kg/ekor/hari, Jerami ± 7,5 kg/ekor/hari, Konsentrat ± 8,5 kg/ekor/hari dan Ampas

tahu ± 10 kg/ekor/hari.

4.2 Mastitis pada Sapi Perah

Tabel 3. Persentase sapi perah pada berbagai tingkat mastitis berdasarkan uji Whiteside Test.

No. Nilai Mastitis Jumlah Sapi Persentase (%)

1 0 17 49 2 1 5 15 3 2 4 12 4 3 2 6 5 4 6 18

Jumlah 34 100

Jumlah sapi perah FH sampel yang digunakan untuk penelitian adalah

sebanyak 34 ekor, yang mempunyai tingkat laktasi 2 – 3 dan bulan laktasi 2 – 3

(lihat lampiran 1). Setelah dilakukan pengujian mastitis dengan metode Whiteside

Test pada susu sapi perah sampel diperoleh bahwa sapi perah yang terkena

mastitis pada tingkat nol/negatif sebanyak 17 (49%), sedang perah yang terkena

mastitis pada skor lebih dari nol sebanyak 51% dengan rincian tingkat mastitis

satu sebanyak 5 ekor (15%), tingkat mastitis dua sebanyak 4 ekor (12%), tingkat

mastitis tiga sebanyak 2 ekor (6%), tingkat mastitis empat sebanyak 6 ekor (18%).

0

510

1520

253035

4045

50

0 1 2 3 4

Nilai Mastitis

Gambar 2. Persentase jumlah sapi pada berbagai tingkat mastitis berdasarkan uji Whiteside Test.

Hasil penelitian diperoleh banyak sapi yang terkena mastitis

nol/negatif sebanyak 17 ekor (49%). Hasil ini sangat banyak sekali, meskipun

telah ada upaya pencegahan penyakit mastitis oleh pihak KUTT Suka Makmur.

Salah satu pencegahan penyakit ini adalah dengan melaksanakan tatalaksana yang

baik dalam pakan, kandang dan pemerahan serta sanitasi alat-alat perah dan

sekitar kandang, hal ini sesuai dengan pendapat Trisunawati dan Indrawati (1999).

Terjangkitnya mastitis pada sapi perah dapat disebabkan oleh beberapa

hal, antara lain:

1. Waktu pemerahan yang tidak teratur. Sodono, dkk (2003), berpendapat bahwa

pada umumnya pemerahan dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore

hari, namun jika produksi susu yang dihasilkan lebih dari 25 liter/hari

pemerahan sebaiknya dilakukan 3 kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan sore

hari. Syarief dan Sumoprastowo (1990), menambahkan bahwa pemerahan tiga

kali akan meringankan beban ambing dan mengurangi kemungkinan ambing

menjadi sangat menggantung, meniadakan tekanan yang tinggi dalam ambing

serta menjamin terus berlangsungnya sekresi susu.

2. Persiapan pemerahan yang tidak sesuai aturan. Aturan persiapan pemerahan

yang baik menurut Sudono, dkk (2003) serta Syarief dan Sumoprastowo

(1990), adalah :

a. Membersihkan kandang dari segala kotoran

b. Mencuci daerah lipat paha sapi yang akan diperah

c. Memberi konsentrat pada sapi yang akan diperah, sehingga ketika

dilakukan pemerahan sapi sedang makan dan dalam keadaan tenang,

mengikat ekor jika diperlukan.

d. Membersihkan alat-alat pemerahan susu (ember dan alat takar susu) dan

milk can.

e. Membersihkan tangan pemerah jika pemerahan dilakukan secara manual

dengan tangan. Jika pemerahan dilakukan dengan mesin, mesin pemerah

harus dibersihkan terutama karet penyedot yang berkontak langsung

dengan ambing.

f. Mencuci dan merangsang dengan rabaan yang halus seluruh permukaan

ambing dengan lap yang dibasahi air kaporit hangat akan memperkecil

kontaminasi kotoran dan bakteri perusak susu dan mencegah terjadinya

pencegahan mastitis.

3. Tidak ada pemeriksaan susu dari masing-masing puting. Sebenarnya hal ini

perlu dilakukan untuk mengetahui adanya hal-hal yang abnormal atau

penyakit radang ambing, karena tiap penyakit sapi yang disertai sakit atau

demam selalu mempengaruhi kwantitas susu, rasa, bau, konsistensinya

berubah dan susu akan lebih mudah pecah. Terlebih pada penyakit mastitis,

perubahan-perubahan susu sangat nyata sekali (Sinduredjo, 1999).

4. Pemerahan puting yang tidak terinfeksi dan yang terinfeksi tidak dibedakan,

puting yang terinfeksi terkadang dilakukan pemerahan terlebih dahulu,

sehingga dapat menjadi penyebab tertularnya mastitis ke ternak yang sehat

melalui tangan pemerah. Sedangkan menurut Gillespie (1992), sapi yang

terinfeksi harus diisolasi dari kelompoknya.

5. Setelah pemerahan selesai, ambing dan puting tidak dibesihkan. Menurut

Siregar (1996), sebelum dan sesudah pemerahan ambing dan puting harus

dicuci dengan air hangat-hangat kuku, khusus puting setelah dibersihkan

harus sebaikanya dicelupkan ke dalam air yang telah dicampur dengan biocid.

Banyaknya sapi yang terkena mastitis dengan skor lebih dari satu

(51%) merupakan salah satu indikator manajemen pemeliharaan yang kurang

baik. Pengelolaan peternakan banyak mempengaruhi terjadinya mastitis pada

ternak. Manajemen peternakan meliputi pemberian pakan, perkandangan, jumlah

sapi dalam suatu kandang, sanitasi kandang dan manajemen pemerahan susu

Sinduredjo (1999), dan Sarwiyono, dkk (1990), melaporkan bahwa masalah

manajemen pemerahan terdiri dari tiga tahap yang harus dilaksanakan yaitu :

1. Fase persiapan pemerahan meliputi pembersihan kandang, membersihkan

ambing dan puting, menenangkan sapi, persiapan tukang perah dan persiapan

alat-alat pemerahan.

2. Fase Pelaksanaan pemerahan meliputi memberi rangsangan pemerahan,

memberi pelicin pemerahan dan pemeriksaan terhadap mastitis.

3. Fase Pengakhiran pemerahan meliputi pembersihan ambing dan puting,

penanganan susu, membersihkan alat-alat pemerahan, memandikan sapi dan

exercise.

4.3 Pengaruh Mastitis Berdasarkan Uji Whiteside Test Terhadap Kadar Bahan kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak.

Menurut Hadiwiyoto (1994), semua komponen penyusun susu selain

air disebut total bahan kering. Sedangkan bahan kering tanpa lemak adalah semua

komponen penyusun susu dikurangi lemak dan air. Jadi total bahan kering susu

secara spesifik terdiri dari lemak, protein, hidrat arang, vitamin dan mineral.

Sedangkan bahan kering tanpa lemak terdiri dari protein, hidrat arang, vitamin dan

mineral (Hadiwiyoto, 1994; Shearer, Bachman dan Boosinger, 2006).

Tabel 4. Rata – rata lemak, bahan kering dan bahan kering tanpa lemak susu sapi perah sampel pada berbagai nilai mastitis berdasarkan nilai Whiteside Test dengan standar deviasinya.

No. Nilai Mastitis

Rataan Kadar Lemak

Rataan Bahan Kering

Rataan Bahan Kering Tanpa Lemak

1 0 4,1 ± 1,0 12,5 ± 1,4 8,3 ± 0,5 2 1 3,1 ± 0,4 10,8 ± 0,8 7,6 ± 0,5 3 2 3,0 ± 0,3 10,4 ± 0,2 7,5 ± 0,4 4 3 2,9 ± 0,4 9,3 ± 0,6 6,4 ± 0,3 5 4 2,7 ± 0,4 10,3 ± 1,1 7,6 ± 0,8

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

Lemak 4,1 3,1 3,0 2,9 2,7

Total BK 12,5 10,8 10,4 9,3 10,3

BK Tanpa Lemak 8,3 7,6 7,5 6,4 7,6

0 1 2 3 4

Gambar 3. Rata – rata lemak, total bahan kering, dan bahan kering tanpa lemak susu sapi perah sampel pada berbagai nilai mastitis berdasarkan nilai Whiteside Test.

Rata–rata kandungan total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak

susu dari masing–masing sapi perah sampel pada berbagai tingkat nilai mastitis

berdasarkan nilai Whiteside Test mengalami penurunan, seperti pada tabel 5. Pada

skor mastitis nol/negatif rata-rata kandungan lemak sebesar 4,1%, total bahan

kering sebesar 12,5% dan bahan kering tanpa lemak sebesar 8,39%. Hal ini

menunjukkan kandungan susu sapi perah sampel normal, seperti yang ditetapkan

Dewan Standardisasi Nasional (1992), bahwa susu normal mengandung lemak

minimal 4%, total bahan kering minimal 11% dan bahan kering tanpa lemak

minimal 8%.

Tabel 5. Selisih dan persentase bahan kering susu sapi perah sampel pada berbagai nilai mastitis berdasarkan nilai Whiteside Test dibandingkan SNI.

Nilai Mastitis Bahan Kering Minimal SNI Selisih Persentase (%)

0 12,5 11,0 1,5 +12 1 10,8 11,0 0,2 -1,85 2 10,4 11,0 0,6 -5,77 3 9,3 11,0 1,7 -18,28 4 10,3 11,0 0,9 -8,74

Tabel 6. Selisih dan persentase bahan kering tanpa lemak susu sapi perah sampel

pada berbagai nilai mastitis berdasarkan nilai Whiteside Test dibandingkan SNI.

Nilai

Mastitis Bahan

Kering Tanpa Lemak

Minimal SNI Selisih Persentase (%)

0 8,3 8,0 0,3 +3,65 1 7,6 8,0 0,4 -5,26 2 7,5 8,0 0,5 -6,67 3 6,4 8,0 1,6 -25 4 7,6 8,0 0,4 -5,26

Dari hasil diatas bahan kering susu sapi perah sampel pada skor

mastitis nol/ negatif mengalami kenaikan 12% dan bahan kering tanpa lemak

sebesar 3,65% dari batas minimal yang ditetapkan Dewan Standardisasi Nasional.

Sedang bahan kering susu sapi perah sampel pada skor mastitis antara satu

sampai empat mengalami penurunan antara 1,85-18,28% dan bahan kering tanpa

lemak mengalami penurunan antara 5,26-25% dari batas minimal yang ditetapkan

Dewan Standardisasi Nasional

Penurunan total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak

disebabkan karena susu menjadi lebih encer dengan emulsi yang merata. Jones

and Bailey (1998) menyatakan bahwa infeksi mastitis menurunkan lemak dan

kasein tetapi meningkatkan kandungan protein darah dalam susu. Jumlah sel

somatik juga meningkat selama mastitis.

Saat jumlah sel somatik dalam susu meningkat karena mastitis, terjadi

perubahan kerja enzim plasmin dalam menguraikan protein dan lemak. Enzim

plasmin bertindak mendegradasi kasein susu saat jumlah sel somatik melebihi

100.000 sel/ml. Dengan bertambahnya jumlah sel somatik dan parahnya tingkat

mastitis dampak pada kasein semakin kuat. Sehingga terjadi penurunan produksi,

susu menjadi pecah, lemak dan kasein menurun mengikuti penurunan kualitas

susu (Kirk, 2003).

Infeksi mastitis mengakibatkan kemampuan sel epitel dalam

mensekresikan komponen – komponen pembentuk susu (Philpot, 1978), sehingga

sintesis laktosa, lemak dan protein menurun. Infeksi mastitis subklinis dan

mastitis klinis juga meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga

memungkinkan pecahnya komponen darah masuk kedalam susu yang selanjutnya

menurunkan hasil produksi dan kualitas susu (Ruegg, 2001). Hal ini karena

masuknya bakteri patogen kedalam ambing kemudian berkembang dalam jaringan

ambing dan menghasilkan produk metabolisme yang dapat merusak dan

mengganggu fungsi sel epitel. Akibatnya sel epitel alveoli bersifat lebih

permeabel dan bahan – bahan dalam darah seperti fibrin dan sel darah putih lebih

banyak ditemukan dalam susu. Kasein menurun karena meningkatnya jumlah

imunoglobulin dan serum albumin, laktosa turun karena meningkatnya kadar

garam (Sodium Chloride dan Bicarbonate), protein dan lemak turun karena

rusaknya sel epitel, sehingga kandungan bahan kering dan bahan kering tanpa

lemak turun.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Jumlah sapi di KUTT Suka Makmur yang terinfeksi mastitis sebanyak

17 ekor (51%).

2. Semakin parah infeksi mastitis semakin rendah total bahan kering

maupun bahan kering tanpa lemak yang dihasilkan.

3. Mastitis dapat menurunkan produksi total bahan kering sebesar 1,85-

18,28% dan bahan kering tanpa lemak sebesar 5,26-25%.

5.2 Saran

Mastitis perlu dikendalikan agar total bahan kering dan bahan kering

tanpa lemak pada susu sapi perah dapat ditingkatkan, melalui manajemen

pemeliharaan yang baik oleh petugas kandang, khususnya tata laksana pemerahan,

kebersihan kandang dan pemeriksaan kesehatan ternak secara teratur.

Lampiran 1. Tingkat mastitis berdasarkan Whiteside Test, status tingkat laktasi dan bulan laktasi sampel sapi perah FH.

Tingkat Mastitis No. urut

No. Sapi A B C D

Tingkat mastitis

Tingkat Laktasi

Bulan Laktasi

1 9605 4 0 0 0 4 3 2

2 9607 0 3 1 0 3 2 3

3 9610 0 0 0 0 0 3 3

4 766 0 0 0 0 0 2 3

5 941 0 0 0 0 0 3 3

6 872 4 4 3 4 4 2 3

7 222 0 0 0 0 0 3 3

8 2185 0 0 0 0 0 2 3

9 321 4 2 2 0 3 3 2

10 9606 2 0 0 0 2 2 3

11 9608 4 0 0 0 4 3 3

12 9644 0 0 0 0 0 3 3

13 347 0 0 0 0 0 2 3

14 467 0 0 2 0 2 2 3

15 1810 0 1 0 0 1 2 3

16 1323 0 0 0 0 0 3 3

17 2108 4 0 0 0 4 3 2

18 91 0 0 0 0 0 3 3

19 3416 0 0 0 0 0 3 3

20 9614 0 0 0 2 2 3 3

21 576 0 0 0 0 0 2 3

22 1414 0 0 0 0 0 2 3

23 1873 0 0 1 4 4 2 3

24 1447 0 0 0 0 0 2 3

25 1127 0 0 0 2 2 2 3

26 990 0 4 0 3 4 3 3

27 511 0 0 0 0 0 2 3

28 1541 0 0 0 0 0 2 3

29 1225 1 0 0 0 1 2 3

30 715 0 0 0 0 0 3 2

31 878 0 0 0 1 1 3 3

32 1010 0 0 0 0 0 3 3

33 9624 1 1 1 0 1 3 3

34 9626 1 0 0 0 1 3 3

Keterangan : A : puting depan sebelah kiri B : puting depan sebelah kanan C : puting belakang sebelah kanan D : puting belakang sebelah kiri

Lampiran 2. Hasil analisis total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak berdasarkan metode Fleischman.

Nilai Mastitis No.Sapi Berat

Jenis Kadar Lemak Bahan Kering

Bahan Kering Tanpa Lemak

0 9610 1,02819 3,5 11,9 8,4

766 1,02631 5,3 13,7 8,4

941 1,02625 4,6 12,8 8,2

222 1,02964 4,7 13,8 9,1

2185 1,02681 5,4 13,9 8,5

9644 1,02981 3,5 12,3 8,8

347 1,02764 5,1 13,8 8,7

1323 1,02606 3,7 11,5 7,9

91 1,02869 5,6 14,7 9,1

3416 1,02886 4,7 13,5 8,9

576 1,02658 5,3 13,7 8,4

1414 1,02658 3,9 12,0 8,1

1447 1,02647 2,6 10,3 7,7

511 1,02653 3,8 11,8 8,0

1541 1,02531 3,1 10,6 7,5

715 1,02764 2,8 10,8 8,0

1010 1,02853 2,6 10,8 8,2

rata-rata 1,02741 4,1 12,5 8,3

1 1810 1,02369 3,5 10,7 7,2

1225 1,02719 2,9 10,9 8,0

878 1,02472 2,7 10,0 7,3

9624 1,02511 2,8 10,2 7,4

9626 1,02814 3,7 12,1 8,4

rata-rata 1,02577 3,1 10,8 7,6

2 9606 1,02475 3,0 10,4 7,4

467 1,02286 3,3 10,2 6,9

9614 1,02669 2,8 10,6 7,8

1127 1,02708 2,7 10,6 7,9

rata-rata 1,02535 3,0 10,4 7,5

3 9607 1,02175 3,1 9,7 6,6

321 1,02081 2,6 8,8 6,2

rata-rata 1,02128 2,9 9,3 6,4

4 9605 1,02569 3,0 10,6 7,6

872 1,02408 2,1 9,0 6,9

9608 1,03169 3,1 12,3 9,2

2108 1,02481 2,9 10,2 7,3

1873 1,02569 2,3 9,7 7,4

990 1,02514 2,8 10,2 7,4

rata-rata 1,02618 2,7 10,3 7,6

Lampiran 3. Hasil analisis total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak

berdasarkan metode Fleischman.

No. urut

No. Sapi

Nilai Mastitis Berat Jenis Kadar

lemak Bahan Kering

Bahan Kering Tanpa Lemak

1 9605 4 1,02569 3 10,6 7,6

2 9607 3 1,02175 3,1 9,7 6,6

3 9610 0 1,02819 3,5 11,9 8,4

4 766 0 1,02631 5,3 13,7 8,4

5 941 0 1,02625 4,6 12,8 8,2

6 872 4 1,02408 2,1 9,0 6,9

7 222 0 1,02964 4,7 13,8 9,1

8 2185 0 1,02681 5,4 13,9 8,5

9 321 3 1,02081 2,6 8,8 6,2

10 9606 2 1,02475 3 10,4 7,4

11 9608 4 1,03169 3,1 12,3 9,2

12 9644 0 1,02981 3,5 12,3 8,8

13 347 0 1,02764 5,1 13,8 8,7

14 467 2 1,02286 3,3 10,2 6,9

15 1810 1 1,02369 3,5 10,7 7,2

16 1323 0 1,02606 3,65 11,5 7,9

17 2108 4 1,02481 2,9 10,2 7,3

18 91 0 1,02869 5,6 14,7 9,1

19 3416 0 1,02886 4,65 13,5 8,9

20 9614 2 1,02669 2,8 10,6 7,8

21 576 0 1,02658 5,3 13,7 8,4

22 1414 0 1,02658 3,9 12,0 8,1

23 1873 4 1,02569 2,3 9,7 7,4

24 1447 0 1,02647 2,6 10,3 7,7

25 1127 2 1,02708 2,7 10,6 7,9

26 990 4 1,02514 2,8 10,2 7,4

27 511 0 1,02653 3,8 11,8 8,0

28 1541 0 1,02531 3,1 10,6 7,5

29 1225 1 1,02719 2,9 10,9 8,0

30 715 0 1,02764 2,8 10,8 8,0

31 878 1 1,02472 2,7 10,0 7,3

32 1010 0 1,02853 2,6 10,8 8,2

33 9624 1 1,02511 2,8 10,2 7,4

34 9626 1 1,02814 3,7 12,1 8,4

Lampiran 4. Contoh analisis total bahan bahan kering dan bahan kering tanpa lemak.

Perhitungan total bahan kering dan bahan kering tanpa lemak

dilakukan dengan rumus Fleischman (Sembiring, 1995).

Contoh sampel susu sapi nomer 9605:

- Kandungan Lemak = 3

- Berat jenis = 1,02569

1. TS = 1,23 F + 2,71 100 S

1) - (S

= 1,23 . 2,1 + 2,71 . 100 1,02569

1) - (1,02569

= 10,6

2. SnF = TS - F

= 10,6

= 7,6

Keterangan: TS = Total bahan kering F = Kadar lemak S = Berat jenis SnF= Bahan kering tanpa lemak

Lampiran 5. Rataan dan Standar deviasi kadar lemak pada berbagai tingkat mastitis.

Ulangan 0 1 2 3 4

1 3,5 3,5 3,0 3,1 3,0

2 5,3 2,9 3,3 2,6 2,1

3 4,6 2,7 2,8 3,1

4 4,7 2,8 2,7 2,9

5 5,4 3,7 2,3

6 3,5 2,8

7 5,1

8 3,7

9 5,6

10 4,7

11 5,3

12 3,9

13 2,6

14 3,8

15 3,1

16 2,8

17 2,6

Jumlah 70,1 15,6 11,8 5,7 16,2

Rata-rata 4,1 3,1 3,0 2,9 2,7

Sd 1,0 0,4 0,3 0,4 0,4

Lampiran 6. Rataan dan Standar deviasi kadar bahan kering pada berbagai tingkat mastitis.

Ulangan 0 1 2 3 4

1 11,9 10,7 10,4 9,7 10,6

2 13,7 10,9 10,2 8,8 9,0

3 12,8 10,0 10,6 12,3

4 13,8 10,2 10,6 10,2

5 13,9 12,1 9,7

6 12,3 10,2

7 13,8

8 11,5

9 14,7

10 13,5

11 13,7

12 12,0

13 10,3

14 11,8

15 10,6

16 10,8

17 10,8

Jumlah 211,9 53,8 41,8 18,5 62,1

Rata-rata 12,5 10,8 10,4 9,3 10,3

Sd 1,4 0,8 0,2 0,6 1,1

Lampiran 7. Rataan dan Standar deviasi kadar bahan kering tanpa lemak pada

berbagai tingkat mastitis.

Ulangan 0 1 2 3 4

1 8,4 7,2 7,4 6,6 7,6

2 8,4 8,0 6,9 6,2 6,9

3 8,2 7,3 7,8 9,2

4 9,1 7,4 7,9 7,3

5 8,5 8,4 7,4

6 8,8 7,4

7 8,7

8 7,9

9 9,1

10 8,9

11 8,4

12 8,1

13 7,7

14 8,0

15 7,5

16 8,0

17 8,2

Jumlah 141,8 38,2 30,0 12,8 45,9

Rata-rata 8,3 7,6 7,5 6,4 7,6

Sd 0,5 0,5 0,4 0,3 0,8