pengaruh latihan fisik (treadmill) terhadap kadar …repository.ub.ac.id/4047/1/putra, alex...
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
Oleh
ALEX HARIYONO PUTRA
135130107111009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PENGARUH LATIHAN FISIK (TREADMILL) TERHADAP
KADAR MALONDIALDEHID (MDA) DAN AKTIVITAS
SUPEROKSIDA DIMUTASE (SOD) PADA ORGAN
LAMBUNG TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL
DIABETES MELLITUS TIPE 2
ii
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh:
ALEX HARIYONO PUTRA
135130107111009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Pengaruh Latihan Fisik (Treadmill) Terhadap Kadar Malondialdehyde
dan Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) Pada Organ Lambung
Tikus (Rattus norvegicus) Model Diabetes Mellitus Tipe 2
iii
LEMBAR PENGESAHAN HASIL SKRIPSI
Pengaruh Latihan Fisik (Treadmill) Terhadap Kadar Malondialdehyde
(MDA) dan Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) Pada Organ
Lambung Tikus (Rattus norvegicus) Model Diabetes
Mellitus Tipe 2
Oleh:
ALEX HARIYONO PUTRA
135130107111009
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
Pada tanggal ………………………….
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I
Dra. Anna Roosdiana, M.App .Sc
NIP. 19580711 199203 2 002
Pembimbing II
drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P., M. Biotech
NIP. 19841026 200812 2 004
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh. DES
NIP. 19600903 198802 2 001
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Alex Hariyono Putra
NIM : 135130107111009
Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan
Penulis Skripsi berjudul :
Pengaruh Latihan Fisik (Treadmill) Terhadap Kadar Malondialdehyde
(MDA) dan Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) Organ Lambung Pada
Tikus (Rattus norvegicus) Model Diabetes Mellitus Tipe 2.
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri
dibawah payung penelitian dosen dan tidak menjiplak karya orang lain,
selain nama- nama yang termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka dalam
skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil
jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan
saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang,……………………..
Yang menyatakan,
Alex Hariyono Putra
NIM.135130107111009
v
Pengaruh Latihan Fisik (Treadmill) Terhadap Kadar Malondialdehyde
(MDA) dan Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) Pada Organ
LambungTikus (Rattus norvegicus) Model Diabetes Mellitus Tipe 2
ABSTRAK
Diabetes Mellitus tipe 2 (DM tipe 2) adalah gangguan metabolisme yang
ditandai dengan adanya resistensi insulin dan berkurangnya jumlah insulin dalam
darah. DM tipe 2 dapat menyebabkan komplikasi ke berbagai organ akibat keadaan
hiperglikemia yang muncul dan menyebabkan kerusakan pada beberapa organ.
Latihan fisik merupakan salah satu cara yang diharapkan dapat mengurangi
kerusakan dan gangguan pada organ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh latihan fisik (treadmill) terhadap kadar Malondialdehyde (MDA) dan
kadar Superoksida dismutase (SOD) pada tikus (Rattus norvegicus) model DM tipe
2. Tikus model DM tipe 2 dihasilkan dengan induksi Streptozotocin 30 mg/Kg BB
multiple low-dose secara intraperitoneal diberikan satukali dalam satu hari pada hari
ke 29 dan 36, dan pemberian 40 gram/ekor/hari pakan tinggi lemak (High Fat-Diet)
selama 63 hari. Penelitian ini menggunakan empat kelompok tikus, yaitu kelompok
normal sedentari, normal latihan fisik, DM tipe 2 sedentari dan DM tipe 2 latihan
fisik. Latihan fisik dilaksanakan 6 hari dalam 1 minggu dan kecepatan bertahap.
Kecepatan dan durasi latihan fisik setiap 2 minggu mengalami peningkatan, dimulai
dari kecepatan 10 meter/menit selama 10 menit, 14 meter/menit selama 22 menit,
18 meter/menit selama 34 menit, 22 meter/menit selama 46 menit, dan 27
meter/menit selama 60 menit. Kadar MDA dan aktivitas SOD pada organ lambung
diukur menggunakan spektofotometer selanjutnya dianalisis secara kuantitatif
menggunakan uji one way ANOVA α=5% kemudian dilanjutkan dengan Uji BNJ
(beda nyata jujur). Hasil uji ANOVA menunjukan latihan fisik dapat meningkatkan
kadar MDA secara signifikan (p<0.005) dan latihan fisik secara signifikan dapat
menurunkan kadar SOD pada hewan model DMT2 induksi STZ dan HFD.
Kata kunci: Diabetes Mellitus tipe 2, treadmill, MDA, SOD.
vi
The Effect of Physical Exercise (Treadmill) against levels of malondialdehyde
(MDA) and Activited levels Superoxide Dismutase (SOD) in Gastrics of Rats
(Rattus norvegicus) Diabetes Mellitus Type 2 Models
Abstract
Diabetes mellitus type 2 (DM type 2) is a metabolism disorder which is
characterized by the presence of insulin resistance and reduced amount of insulin
in the blood. DM type 2 can cause complication to any organ for the appearing
hyperglicemia condition and the increasing of Reactive Oxygen Species (ROS)
production. Physical exercise is one of many DM type 2 management which is
expected to reduces any damages and disorders to the affected tissues. The purpose
of this research was to investigated the effect of physical exercise (treadmill) against
levels of malondialdehyde (MDA) and superoxide dismutase (SOD) in gastrics of
rats (rattus norvegicus) model with diabetes mellitus type 2. DM type 2 rats model
was generated with the induction of Streptozotocin 30mg/Kg BB multiple low-dose
by intraperitoneal route and feed with 40gram/rat/day high fat diet for 63 days. This
research used 4 groups of rats, which were normal sedentary group, normal with
physical exercise group, DM type 2 sedentary group and DM type 2 with physical
exercise. The speed and duration of physical exercise every 2 weeks increases,
starting from 10 meters/minute for 10 minutes, 14 meters/minutes for 22 minutes,
18 meters/min for 34 minutes, 22 meters/minute for 46 minutes and 27
meters/minute for 60 minutes. Levels of MDA was measured with Thiobarbituric
Acid Ractive Substrate (TBARS) and levels of SOD was measured by using
spectrophotometer which were then analysed quantitatively using one way
ANOVA test at α=5%. The ANOVA test results showed that physical exercise
could significantly increase MDA levels (p <0.005) and physical exercise
significantly reduced SOD levels in animal models of DM type 2 induction STZ
and HFD.
Keyword : type 2 diabetes mellitus, treadmill, MDA, SOD
vii
KATA PENGANTAR
Ucapan alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya lah sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pengaruh Latihan Fisik (Treadmill)
Terhadap Kadar Malondialdehyde (MDA) dan Aktivitas Superoksida Dismutase
(SOD) Pada Organ Lambung Tikus (Rattus norvegicus) Model Diabetes Mellitus
Tipe 2”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan proposal skripsi ini dan secara khusus penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Tuhan YME karena rahmat dan ridhoNYA saya bisa mengerjakan dan
menyelesaikan tugas akhir dengan lancar.
2. Dra. Anna Roosdiana, M.App .Sc selaku dosen pembimbing I atas
bimbingan, saran, kesabaran, serta waktu yang telah diberikan selama ini.
3. drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P., M. Biotech selaku dosen pembimbing II
atas bimbingan, saran, kesabaran, serta waktu yang telah diberikan selama
ini.
4. Drh. Wawid Purwatiningsih M. Vet dan drh. Fidi Nur Aini EPD, M. Si
selaku dosen penguji atas tanggapan dan saran yang diberikan
5. Teman seperjuangan timses DM khususnya Tia Sundari, Bekti Sri Utami,
Dita Wahyuning Tyas, Aziz Anninurahman Putra dan Ilman Rois Sabillah
yang telah bekerjasama dengan baik selama proses penelitian.
viii
6. dr. Yensuari, Sp.PD, dr. Lindawati Sp.PD dan dr. Aywar Zamri, Sp.PD yang
telah memberikan banyak bantuan, saran dan motivasi dalam penelitian ini.
7. Ayahanda Hariyono dan ibu Musyarofah serta seluruh anggota keluarga
tercinta untuk doa, kasih sayang, dukungan serta pengorbanan baik moril
maupun materi selama ini.
8. Almarhum bapak Kusnaini, almarhum ibu Alimah, Almarhum bapak
Kusman dan ibu Sariyati yang telah merawat, mendidik dan mendoakan
penulis hingga seperti sekarang.
9. Seluruh dosen yang telah membimbing dan memberikan ilmu selama
menjalankan studi di Fakultas Kedokteran Hewan FKH UB.
10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 FKH UB khususnya kelas A atas
persahabatan, semangat, inspirasi, keceriaan dan mimpi-mimpi yang luar
biasa.
11. Keluarga Besar BPI dan BPH BEM Responsif khususnya KEMENKORA.
12. Keluarga Besar VTAC yang telah memberikan banyak pengalaman luar
biasa manis.
13. Seluruh kolega di Program Studi Pendidikan Dokter Hewan FKH UB.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan
bantuan telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap semoga proposal skripsi
ini dapat digunakan sebagaimana mestinya, dapat memberikan manfaat serta
menambah pengetahuan tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pembaca, Aamiin.
Malang, Agustus 2017
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... .....
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI..................................................................
LEMBAR PERNYATAAN..............................................................................
ABSTRAK ............................................................................................................
ABSTRACT........................................................................................................
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..
DAFTAR ISI......................................................................................................
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN.........................................................
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................
1.3 Batasan Masalah………………………………………………………
1.4 Tujuan Penelitian..................................................................................
1.5 Manfaat Penelitian..................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
2.1 Hewan Coba Tikus (Rattus norvegicus)….......................................
2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2 ……………………………….................
2.3 Pakan Tinggi Lemak..............................................................................
2.4 Streptozotocin..................................................................................
2.5 Efek Diabetes Mellitus pada Lambung..............................................
2.6 Latihan Fisik...........................................................................................
2.7 Malondialdehyde (MDA)........................................................................
2.8 Superoksida Dismutase (SOD).........................................................
BAB III KERANGKA KONSEP....................................................................
3.1 Kerangka Konsep...............................................................................
3.2 Hipotesis Penelitian..........................................................................
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.........................................................
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................
4.2 Alat dan Bahan....................................................................................
4.3 Rancangan Penelitian............................................................................
4.4 Sampel Penelitian................................................................................
4.5 Variabel Penelitian............................................................................
4.6 Tahapan Penelitian...............................................................................
4.6.1 Persiapan Hewan Coba.......................................................
4.6.2 Tatalaksana Pembuatan Hewan Coba Model DMT2..............
4.6.3 Perlakuan Sedentari dan Latihan Fisik (Treadmill)...........
4.6.4 Euthanasi Hewan Coba......................................................
4.6.5 Penentuan Panjang Gelombang dan Curva Baku.....................
4.6.6 Pengukuran Kadar MDA........................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
ix
x
xi
xii
xiii
1
1
3
4
5
6
7
7
8
11
12
13
14
16
17
18
18
21
22
22
22
23
23
24
24
24
25
26
27
27
28
x
4.6.7 Pengukuran Kadar SOD...........................................................
4.7 Analisis Data..........................................................................................
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................
5.1 Pengaruh latihan fisik terhadap kadar MDA..........................................
5.2 Pengaruh latihan fisik terhadap SOD....................................................
BAB VI PENUTUP................................................................................................
6.1 Kesimpulan............................................................................................
6.2 Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
LAMPIRAN..........................................................................................................
28
29
30
30
35
40
40
40
41
47
xi
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Kinerja insulin.............................................................................................. 14
3.1 Mekanisme kerja induksi dan terapi DMT2............................................... . 16
5.1 Proses Insulin independent glukose transport............................................. 32
5.2 Peroksidasi lipid.......................................................................................... 34
5.3 Proses aktifasi antioksidan endogen dengan latihan fisik............................ 37
5.4 Mekanisme glukotoksisitas.......................................................................... 38
xii
Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Komposisi bahan pakan tinggi lemak ........................................................ 11
4.1 Rancangan penelitian ................................................................................. 21
5.1 Rata-rata hasil MDA .................................................................................. 30
5.2 Rata-rata hasil SOD.................................................................................... 36
xiii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
Simbol/Singkatan Keterangan
% : Persen
AGEs : Advanced Glycation End-products
AMP : Adenosine Monophosphate
AMPK : 5′AMP-Activated Protein Kinase
ANOVA : Analysis of Variance
ATP : Adenosine Triphosphate
DM : Diabetes Mellitus
DMT1 : Diabetes Mellitus Tipe 1
DMT2 : Diabetes Mellitus Tipe 2
ERK : Ekstracelluler signal regulated kinase
FFA : Free Fatty Acid
GDM : Gestasional Diabetes Mellitus
GLUT : Glucose Transporter
HFD : High Fat-Diet
IKK : Inhibitor κB Kinase
IRS : Insulin Receptor Substrate
m/min : meter per minute
MAPKs : Mitogen-activated protein kinase
MDA : Malondialdehiyde
mL : milimeter
Mn : Mangan
Na+ : Natrium
NF-kB : Nuclear Faktor kappa Beta
nm : nanometer
O2 : Oksigen
PI-3K : Phosphatidylinositol-3 Kinase
PKC : Protein Kinase C
RAL : Rancangan Acak Lengkap
ROS : Reactive Oxygen Species
rpm : Rotations per minute
SOD : Superoxide Dismutase
STZ : Streptozotocin
T1DM : Type 1 Diabetes Mellitus
T2DM : Type 2 Diabetes Mellitus
TBA : Thiobarbituric Acid
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
xiv
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Sertifikat Laik Etik .......................................................................................... 47
2. Rancangan Perlakuan ...................................................................................... 48
3. Kerangka Konseptual ...................................................................................... 50
4. Jadwal Treadmill Tikus DMT2 ....................................................................... 51
5. Komposisi Larutan dan Pakan Tinggi Lemak ................................................. 52
6. Perhitungan Dosis STZ ................................................................................... 53
7. Tes Toleransi Glukosa Oral dan STZ.............................................................. 54
8. Prosedur Pengukuran Kadar Malondialdehyde ............................................... 57
9. Prosedur Pengukuran Kadar Superoksida dismutase ...................................... 59
10. Hasil Pengukuran MDA............................................................................... 60
11. Hasil Pengukuran SOD................................................................................. 61
12. Perhitungan Statistik Data MDA................................................................... 62
13. Perhitungan Statistik Data SOD.................................................................... 65
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diabetes melitus bersifat kronis dan jumlah penderita semakin
meningkat setiap tahun di seluruh dunia seiring dengan bertambahnya
populasi, penurunan aktifitas fisik, usia, dan prevalensi obesitas. Di dunia pada
tahun 2013 prevalensi diabetes mellitus sekitar 382 juta orang dan tahun 2035
diprediksi akan mengalami peningkatan 592 juta orang (International Diabetes
Federation, 2012).
Diabetes mellitus juga dapat terjadi pada hewan khususnya pada kucing
dan anjing. Di Amerika Serikat pada tahun 2011 terjadi peningkatan kejadian
DM pada anjing 32% dan kucing 16% dari tahun 2006. Menurut Banfield Pet
Hospital (2016) juga terjadi peningkatan prevalensi pada kucing 18,1% dan
anjing 79,7% dari tahun 2006 hingga tahun 2015. DM pada hewan sangat mirip
dengan kejadian pada manusia dari segi pengobatan yang dilakukan, terapi
farmakoligis, dan diet nutrisi. Terdapat 1 dari 230 ekor kucing dan 1 dari 308
ekor anjing yang terkena DM (Zoetis, 2015). Tipe ras anjing yang sering
terkena DM yaitu jenis Beagle, Samoyed, Keeshonden dan Terrier Australia
sedangkan ras kucing yang sering terkena DM yaitu ras Burmese faktor yang
membuat jenis ini rentan terkena DM adalah faktor obesitas dan obat-obatan
seperti steroid (Rucinsky et al., 2010).
1
2
Penyakit diabetes melitus yang sering dijumpai adalah diabetus melitus
tipe 1 dan tipe 2. Pada dasarnya diabetes merupakan penyakit akibat adanya
gangguan metabolisme. Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena adanya proses
kerusakan pada sel beta di pankreas yang menyebabkan berkurangnya produksi
insulin sehingga kadar insulin dalam darah kurang. Sedangkan diabetes melitus
tipe 2 disebabkan karena adanya abnormalitas pada reseptor insulin, akan tetapi
jumlah insulin dalam darah normal (Kemenkes, 2014). Hiperglikemia terjadi
akibat kegagalan sekresi insulin, kerja insulin menurun ataupun keduanya
(Artanti dkk., 2015; Jadar, 2004).
Pembuatan DM tipe 2 pada hewan coba dilakukan dengan cara
pemberian pakan tinggi lemak dan injeksi STZ. Pemberian pakan tinggi lemak
dilakukan pada hari pertama hingga hari ke-56. Hal ini bertujuan untuk
membuat resistensi insulin, sedangkan pemberian STZ dilakukan pada hari ke-
29 dan hari ke-36 dengan dosis 30mg/kg BB yang bertujuan untuk
mengganggu produksi insulin pada beta pankreas sehingga pembuatan hewan
model DM tipe 2 menjadi lebih cepat (Skovo et al, 2014; Nugroho, 2006).
Perubahan fisiologis yang disebabkan oleh DM tipe 2 dapat menyerang
berbagai organ lain salah satunya adalah mengganggu saluran cerna pada
penderita DM tipe 2 (Maharani, 2007). Hal ini disebabkan oleh kontrol glukosa
darah yang tidak baik, dan gangguan saraf otonom yang mengenai saluran
pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena
infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai
pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, gigi menjadi mudah tanggal dan
3
pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare
juga bisa terjadi oleh karena gangguan saraf otonom pada lambung dan usus
(Ndraha, 2014).
Keadaan hiperglikemia pada tubuh dapat menimbulkan peningkatan
produksi radikal bebas. Peningkatan radikal bebas ini dapat memicu adanya
stres oksidatif yang dapat merusak struktur dan fisiologis dari jaringan melalui
proses peroksidasi lipid dan perusakan DNA (Winarso dan Pratiwi, 2014).
Biomarker kerusakan jaringan dapat diketahui melalui pengukuran MDA (Jawi
dkk., 2014). Kerusakan jaringan pada lambung juga diperparah dengan adanya
gangguan pompa Na+/K+ sehingga proses gastroparesis, pengosongan lambung
melambat, kontraksi melemah, kejang pilorus, dan distribusi makanan yang
melambat (Ayala, 2014). Kadar MDA yang naik akibat karusakan jaringan
akan menyebabkan aktifitas antioksidan endogen seperti SOD menurun
(Paramitha, 2014). Kerusakan lambung akibat ROS akan distabilkan oleh SOD
(Sayuti dan Yenrina, 2015). SOD dibentuk dalam sitosol atau senyawa mangan
yang dibentuk di dalam matriks mitokondria, di lambung SOD dibentuk pada
mukosa. Pembentukan SOD dalam lambung dipengaruhi oleh kemampuan
tubuh untuk meningkatkan jumlah SOD saat ROS meningkat, umur, dan
genetik (Combs, 2008).
Menurut Ndraha (2014) latihan fisik yang dilakukan secara teratur
berguna untuk mencegah, mengobati dan membantu menejemen terapi pada
penderita DM tipe 2 dan prediabetes. Latihan fisik ini bertujuan untuk
meningkatkan ambilan glukosa, meningkatkan sensitivitas insulin pada
4
penderita DM tipe 2 dan meningkatkan kadar antioksidan endogen sehingga
mengurangi tingkat stres oksidatif. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh latihan fisik terhadap kadar MDA dan aktivitas
SOD pada organ lambung pada tikus model DM tipe 2.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1) Apakah latihan fisik berpengaruh pada kadar MDA lambung pada tikus
(Rattus norvegicus) model DM tipe 2 hasil induksi pakan tinggi lemak dan
STZ?
2) Apakah latihan fisik berpengaruh pada aktivitas SOD lambung pada tikus
(Rattus norvegicus) model DM tipe 2 hasil induksi pakan tinggi lemak dan
STZ?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka batasan
masalah penelitian ini adanah:
1) Hewan tikus yang akan dijadikan model DM tipe 2 adalah tikus (Rattus
norvegicus) jantan strain Wistar dari Institut Biosains dengan umur 6-8
5
minggu dengan berat 100-150 gram masih dalam proses pengajuan layak
etik dari KEP-UB.
2) Pemberian pakan tinggi lemak selama 8 minggu dengan, 40 gram diberikan
teratur setiap hari dan hewan coba diinjeksi Streptozotocin dengan dosis
30mg/kg, diberikan 2 kali pada hari ke 29 dan hari ke 36 secara
intraperitoneal (Wu dan Yan, 2015).
3) Perlakuan latihan fisik pada hewan coba dilakukan dengan alat bantu
Rodent treatmill dengan kecepatan dan durasi yang terus meningkat.
Kecepatan dan durasi awal adalah 10 meter/menit selama 10 menit setelah
itu 14 meter/menit selama 22 menit, 18 meter/menit selama 34 menit, 22
meter/menit selama 46 menit dan 27 meter/menit selama 60 menit.
4) Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah kadar MDA lambung yang
diukur dengan menggunakan spektofotometer dengan pereaksi
Tiobarbituric Acid Reactive Substance (TBARS) dan mengukur aktifitas
SOD dengan menggunakan spektofotometer pada jaringan lambung.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1) Mengetahui pengaruh latihan fisik terhadap kadar MDA lambung pada tikus
(Rattus norvegicus) model DM tipe 2 hasil induksi pakan tinggi lemak dan
STZ.
6
2) Mengetahui pengaruh latihan fisik terhadap aktivitas SOD lambung pada
tikus (Rattus norvegicus) model DM tipe 2 hasil induksi pakan tinggi lemak
dan STZ.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah menambah ilmu pengetahuan khususnya
penyakit Diabetes millitus dan membuktikan pengaruh latihan fisik terhadap
kadar MDA dan aktivitas SOD pada lambung tikus (Rattus norvegicus) model
DM tipe 2 dengan induksi STZ dan pakan tinggi lemak.
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hewan Coba Tikus (Rattus novergicus)
Hewan coba yang sering digunakan untuk penelitian pada umumnya adalah
tikus, mencit, kelinci, monyet, babi hingga anjing akan tetapi yang paling
sering digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) karena tikus ini sangat
mudah dibiakan, cepat dewasa, penanganan yang mudah, fisiologis mirip
dengan manusia dan proses metabolisme yang cepat sehingga sangat cocok
untuk model DM tipe 2 yang merupakan penyakit metabolik (Novita 2015).
Klasifikasi ilmiah tikus (Rattus norvegicus) menurut Maula (2014) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Species : norvegicus
7
8
Tikus yang sering digunakan pada penelitian yang berhubungan dengan
penyakit metabolik adalah tikus jantan. Tikus jantan dapat memberikan hasil
penelitian yang stabil karena tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan
kehamilan, tikus putih jantan juga memiliki kecepatan metabolisme obat yang
lebih cepat dan kondisi biologis yang lebih stabil dibandingkan tikus betina
(Setiawan, 2010).
Pada penelitian ini hewan coba ini nantinya akan dibagi menjadi 4
kelompok yakni kelompok 1 sebagai kelompok tikus normal sedentari dengan
pemberian pakan standart, kemudian kelompok 2 sebagai kelompok tikus
normal latihan fisik, kelompok 3 sebagai tikus DM tipe 2 dengan induksi STZ
lowdosis dengan pemberian 2 kali dalam jangka waktu 1 minggu dan pakan
tinggi lemak perlakuan sedentari dan kelompok 4 sebagai tikus DM tipe 2
induksi STZ lowdosis dengan pemberian 2 kali dalam jangka waktu 1 minggu
dan diberikan pakan tinggi lemak dengan perlakuan latihan fisik.
2.2 Diabetes Mellitus tipe 2
DM tipe 2 berdeda dengan DM tipe 1 berdasarkan asal mulanya DM
tipe 1 merupakan penyakit Diabetes mellitus yang timbul akibat adanya
kerusakan pada sel beta pankreas sehingga kebutuhan insulin kurang dan tidak
bisa menurunkan kadar glukosa dalam darah. Sedangkan pada DM tipe 2
berdasarkan asal mulanya disebabkan oleh resistensi insulin akibat salah
satunya obesitas sehingga reseptor insulin mengalami insensivitas sehingga
9
glukosa dalam darah berlebih. Berbeda dengan DM tipe 1, DM tipe 2 ini jumlah
insulinya dalam kadar yang normal (Kurniawan, 2010).
DM tipe 2 adalah penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap
insulin. Kadar insulin mungkin dalam jumlah normal ataupun sedikit
mengalami penurunan karena insulin tetap diproduksi oleh sel beta pankreas,
maka DM tipe 2 dianggap sebagai non insulin dependen diabetes mellitus
(Fatimah, 2015). Prevalensi DM tipe 2 juga paling besar diantara DM tipe lain
yaitu sebanyak 95%. Disamping resistensi insulin, penderita DM tipe 2 dapat
timbul gangguan sekresi dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan akan
tetapi tidak terjadi kerusakan pada sel beta pankreas secara autoimun seperti
pada DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada DM tipe 2
bersifat relatif dan tidak absolut. Oleh karena itu penangananya tidak
memerlukan terapi insulin (Depkes, 2005).
Selain otot, sel beta, dan liver, organ lain yang dapat rusak karena efek
dari DM tipe 2 adalah: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),
gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pankreas (hiperglukogonemia),
ginjal (meningkatnyaabsorbsi glukosa), dan otak (resistensi insulin).
Keseluruhan dari organ tersebut berperan dalam menimbulkan terjadinya
toleransi glukosa pada DM tipe 2 (PERKENI, 2015).
Patofisiologis dari DM tipe 1 disebabkan oleh adanya kerusakan pada
sel beta pankreas akibat faktor tertentu seperti genetik atau obat obatan
sehingga produksi insulin mengalami penurunan, insulin tidak mampu
10
membantu menyerap glukosa ke dalam sel dan terjadi hiperglikemia. DM tipe
2 patofisiologis terjadi karena adanya insensivitas yang terjadi akibat faktor
tertentu seperti obat dan makanan tinggi lemak yang dikonsumsi dalam jangka
waktu tertentu sehingga akan meningkatkan asam lemak bebas dan
menurunkan sensivitas insulin akibat adanya fosforilasi Insulin Reseptor
Substrate (Regensteiner et al., 2009).
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan pemeriksaan
kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan adanya
glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma vena. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan glukosa darah puasa ≥126 mg/dl puasa adalah kondisi dimana
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
2) Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah tes toleransi glukosa
oral (TTGO).
3) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik
(Eliana, 2015).
Penegakan diagnosa pada hewan coba dapat dilihat dari peninkatan
kadar glukosa. Kadar glukosa normal pada tikus adalah 50-135 mg/dl (Delaney
dan Harrison, 1996).
11
2.3 Pakan Tinggi Lemak
Pemberian pakan tinggi lemak diharapkan dapat memicu adanya
penyakit metabolik yang dilakukan dalam penelitian yang berhubungan
dengan penyakit gangguan metabolik seperti obesitas dan diabetes
(Tsalissavrina dkk., 2006). Pemicu dari beberapa penyakit metabolik
dikarenakan adanya perubahan profil lemak pada darah seperti kolesterol
total meningkat, LDL (Low Density Lipoprotein) meningkat, Triasilgliserida
meningkat dan HDL (High Density Lipoprotein) mengalami penurunan
(Harsa, 2014). Komposisi pakan tinggi lemak yang dipakai dalam penelitian
seperti dapat dilihat pada
Tabel 2.1 Komposisi bahan dari pakan tinggi lemak
Bahan Konfersi dalam persen (%)
Cofeed PARS 50%
Tepung Terigu 25%
Kuning Telur Bebek 5%
Lemak Kambing 18,01%
Minyak Kelapa 1,89%
Asam Colat 0,1%
Total 100%
Pada Tabel 2.1 diransum bahan sedemikian rupa untuk memenuhi
syarat kandungan umum pakan tinggi lemak yaitu lemak 58%, protein 25%,
dan karbohidrat 17% (Srinivasan et al, 2005). Sedangkan kandungan pakan
12
yang umum digunakan adalah lemak 11%, protein 26%, dan karbohidrat 63%
(King, 2012). Pemberian pakan tinggi lemak dilakukan dengan jangka waktu 2
minggu yang berjutuan untuk membuat tikus model DM tipe 2. Dalam jangka
waktu tersebut diharapkan tikus mengalami resistensi insulin yang menjadi ciri
awal penyakit DM tipe 2 (Skovso et al, 2014).
Menurut Blak dan Ramarao (2007) obestitas yang menimbulkan
resistensi insulin adalah obesitas abdominal dan terdapat hubungan langsung
antara diet lemak dengan sensivitas insulin. Diet tinggi lemak dalam waktu 8
minggu dapat menyebabkan penumpukan lemak pada organ visceral yang
menyebabkan peningkatan FFA (Free faty acids) menuju hati, meningkatkan
aktivitas sirkulasi trigliserida dan kecepatan produksi glukosa hepatic. FFA ini
akan menyebabkan fosfolirasi pada Insulin Reseptor Substance. Insulin
Reseptor Substance ini adalah molekul protein yang berfungsi sebagai sinyal
intrasel terhadap respon insulin. Karena Insulin Reseptor Substance terganggu
maka akan terjadi penurunan sensivitas dari insulin (Gambar 2.1) (Mawarti
dkk., 2012; Regensteiner, 2009).
Gambar 2.1 Resistensi insulin karena FFA (Delarue, 2007)
13
2.4 Streptozotocin
Streptozotocin adalah senyawa yang diperoleh dari Streptomices
achromogenes. Streptozotocin bersifat toksik pada sel beta pankreas dan efek
yang ditimbulkan dapat dilihat pada 72 jam atau lebih setelah injeksi
tergantung dosis yang digunakan. Sehingga kerap digunakan untuk
menginduksi hewan coba menjadi model DM tipe 1 dan DM tipe 2 (Nugroho,
2006). Secara umum dosis pemberian STZ sangat bervariatif seperti pada
pembuatan hewan model DM tipe 1 dapat digunakan injeksi sekali dengan
dosis tinggi 50-100 mg/kg pada tikus ataupun dengan dosis berulang dengan
dosis rendah yaitu 20 mg/kgBB selama 5 hari berturut-turut dilakukan dengan
rute intraperitoneal (Ventura et al., 2011; Karunia dkk., 2014). Sedangkan
untuk model DM tipe 2 hewan coba diberikan pemberian nicotinamide, dan
pemberian pakan tinggi lemakdan diinduksi STZ dengan dosis rendah 25-45
mg/kg untuk tikus pada periode neonatus (Zhang et al, 2008; Wu dan Yan,
2015).
2.5 Pengaruh DMT2 pada Lambung
Lambung merupakan organ pencernaan yang berfungsi untuk melumat
makanan yang telah ditelan. Penyakit DMT2 kronis yang bersifat komplikasi
dapat merusak organ lambung, DMT2 merusak lambung dengan cara
mengganggu kinerja insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja dengan
maksimal (Krishnan et al. 2013). Insulin akan mempengaruhi Na+/K+
14
sehingga syaraf pada lambung akan terganggu. Lambung akan mengalami
gastroparesis, pengosongan lambung melamban, proses pencernaan juga akan
melamban (Gambar 2.2) (Luo et al, 2016).
Gambar 2.2 Kinerja insulin (Luo et al, 2016)
Kerusakan lambung akibat ROS akan distabilkan oleh SOD (Sayuti dan
Yenrina, 2015). SOD dibentuk dalam sitosol atau senyawa mangan yang
dibentuk di dalam matriks mitokondria, di lambung SOD dibentuk pada
mukosa. Pembentukan SOD dalam lambung dipengaruhi oleh kemampuan
tubuh untuk meningkatkan jumlah SOD saat ROS meningkat, umur, dan
genetik (Combs, 2008).
2.6 Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
meningkatkan atau memelihara kebugaran tubuh. Latihan fisik terbagi menjadi
beberapa bagian seperti latihan aerobik seperti berjalan atau berlari dan latihan
15
anaerobik seperti angkat besi (Arovah, 2015). Selain untuk memelihara
kebugaran tubuh menurut Kurniawan dan Wuryaningsih (2016) jika
melakukan latihan fisik selama 30 menit setiap hari dengan intensitas sedang
dapat menurunkan resiko terjadinya DM sebanyak 39%. Sedangkan jika
melakukan latihan fisik selama 150 menit dalam seminggu dapat menurunkan
berat badan dan menurunkan resiko terkena DM sebanyak 58% pada kelompok
wanita lansia dibandingkan kelompok intervensi obat metformin.
Melakukan latihan fisik secara teratur sangatlah penting bagi pasien
DM tipe 2 karena dapat menormalisasikan kadar gula darah dalam tubuh.
Menurut Gandini dan Agustina (2013) menyatakan bahwa pengaktifan otot
tubuh dapat menginisiasi proses glikogenolisis dan lipolisis serta menstimulasi
keluarnya glukosa dari hepar. Latihan fisik secara teratur yaitu olah raga
selama 30 menit sehari dan dilakukan 3 hingga 4 kali dalam seminggu dapat
meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan kontrol glukosa darah,
menurunkan resiko penyakit jantung dan vaskuler, dan menurunkan tekanan
darah.
Otot yang sering bergerak akan dapat menyerap glukosa dalam darah
ke dalam sel tanpa bantuan insulin dengan cara Insulin Independent Glukose
Transport dan dapat meningkatkan proteosome. Proses Insulin Independent
Glukose Transport dimulai dengan adanya interaksi otot yang melibatkan ATP
sebagai energi, sehingga menghasilkan AMP. Peningkatan AMP akan
mengaktifkan AMP-activated protein kinase (AMPK) dan memfosfolirasi
TBC1D dan TBC4D yang merupakan regulator pada kontraksi otot sehingga
16
merangsang translokasi GLUT kepermukaan sel dan menyerap glukosa dalam
darah (Egawa, 2017).
2.7 Malondialdehyde (MDA)
Malondialdehyde (MDA) merupakan hasil akhir dari peroksidasi lipid
yang terletak di dalam membran sel. MDA merupakan marker biologis
peroksidase lipid dan gambaran dari adanya stres oksidatif. MDA dapat
terbentuk karena adanya glukotoksisitas yang disebabkan oleh DM tipe 2. Jika
glukotoksisitas ini berlangsung secara berkelanjutan akan menyebabkan
meningkatnya Advence Glycation End Products (AGEs) sehingga
menyebabkan kadar Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat. Jika ROS
tidak segera ditekan jumlahnya maka akan menyebabkan radikal bebas dan
antioksidan mengalami ketidakseimbangan dan ROS dapat bereaksi dengan
komponen asam lemak dari membran sel sehingga terjadi reaksi berantai yang
dikenal dengan peroksidasi lipid karena stres oksidatif sehingga kadar dari
MDA dalam membran sel meningkat (Yunus, 2001).
Malondialdehyde (MDA) merupakan senyawa yang dapat
menggambarkan aktivitas radikal bebas di dalam sel sehingga dijadikan
sebagai salah satu petunjuk terjadinya stres oksidatif akibat radikal bebas,
tingginya kadar MDA akan menurunkan aktivitas dari enzim antioksidan SOD
karena kedua senyawa tersebut berperan secara berlawanan (Asni dkk, 2009).
17
2.8 Superoksida dismutase (SOD)
Superoksida dismutase merupakan enzim antioksidan primer yang
berfungsi sebagai penangkal radikal bebas (Laksana dkk, 2014). SOD dibutuhkan
untuk mengatasi stres oksidatif akibat meningkatnya ROS. ROS yang meningkat
akibat DM tipe 2 akan menimbulkan hiperglikemia, memproduksi MDA dan
menurunkan kinerja dari SOD (Rahman dkk, 2012). Kadar ROS yang tinggi dapat
mempengaruhi transport sel. Transfer elektron ini akan menghasilkan gradien
proton sehingga terjadi beda potensial elektrokimia yang akan meningkatkan
produksi senyawa oksidatif (Rahmawati dkk, 2014: Prastuti dan Sunarti, 2012).
Rendahnya aktivitas SOD menjadi salah satu indikator tingginya kadar MDA pada
suatu jaringan. Antioksidan merupakan inhibitor yang bekerja menghambat
oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk senyawa
yang relatif stabil sehingga melindungi tubuh dari efek berbahaya (Khaira, 2010).
18
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
SOD Lambung MDA Lambung
Gambar 3.1 Mekanisme kerja induksi dan terapi DM tipe 2
Tikus
Lipogenesis
FFA
Fosforilasi IRS Ser307
DAG dan Ceramide
Resistensi Insulin
Hiperglikemia
Glukotoksisitas
Stres Oksidatif
STZ
Kerusakan Sel β
Pankreas
Produksi Insulin
High Fat Diet
Latihan Fisik
Aktivasi AMPK
Sensivitas Insulin
Keterangan:
: Efek induksi (HFD dan STZ)
: Efek latihan fisik
: Parameter yang diamati
: Variabel bebas
Peroksidase Lipid Lambung
18
19
Hewan model DM tipe 2 diberikan pakan tinggi lemak (HFD) dan
induksi STZ. Pakan tinggi lemak bertujuan untuk meningkatkan kadar lemak
dalam darah dan menyebabkan lipogenesis yang akan membentuk akumulasi
lemak dalam tubuh. Penumpukan lemak pada organ visceral akan
menyebabkan peningkatan FFA (Free faty acids) menuju hati, aktivitas
sirkulasi trigliserida dan kecepatan produksi glukosa hepatic. FFA kemudian
akan menyebabkan fosfolirasi pada Insulin Reseptor Substance Serine307
sehingga Diacylglycerol dan Ceramide meningkat. FFA juga mengganggu
penyerapan glukosa sehingga mempengaruhi proses glukoneogenesis untuk
memenuhi kebutuhan glukosa dan ATP sel. Jika hal itu terjadi maka akan
menimbulkan resistensi insulin. Penggunaan STZ bertujuan untuk menurunkan
produksi dari insulin dengan cara merusak sel β pankreas, sehingga pembuatan
hewan model DM menjadi lebih cepat. Kombinasi pakan tinggi lemak dan STZ
akan merubah metabolisme tubuh dan membentuk DM tipe 2.
Insulin yang tidak dapat membantu penyerapan glukosa ke dalam sel
dan produksi insulin yang rendah akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
Kadar gula tinggi dapat menyebabkan glukotosisitas. Jika glukotoksisitas
berlangsung secara berkelanjutan akan menghasilkan Advence Glycation End
Products (AGEs) dan menyebabkan kadar ROS meningkat. Radikal bebas
akan bereaksi dengan komponen protein, DNA dan lemak sehingga terjadi
reaksi peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid akan menyebabkan peningkatan
kadar MDA selain itu adanya stres oksidatif akan menurunkan kadar dari SOD
dan kerusakan lambung akan diperparah karena pompa Na+/K+ terganggu oleh
20
kinerja insulin. Pompa Na+/K+ terganggu menyebabkan gangguan syaraf pada
lambung sehingga terjadi gastroparesis, pengosongan lambung terhambat, dan
proses pencernaan makanan akan melambat. Proses tersebut akan menambah
tingkat kerusakan pada organ lambung.
Latihan fisik yang teratur akan menyerap glukosa darah ke dalam sel
tanpa bantuan insulin dengan cara Insulin Independent Glukose Transport.
Proses Insulin Independent Glukose Transport dimulai dengan adanya
interaksi otot yang melibatkan ATP sebagai energi, sehingga menghasilkan
AMP. Peningkatan AMP akan mengaktifkan AMP-activated protein kinase
(AMPK) dan memfosfolirasi TBC1D dan TBC4D yang merupakan regulator
pada kontraksi otot sehingga merangsang translokasi GLUT kepermukaan sel
dan menyerap glukosa dalam darah dan menekan hyperglikemia.
Hyperglikemia yang ditimbulkan oleh DM tipe 2 ditekan dengan
meningkatkan aktivitas tubuh mealui treatmill. aktivitas tubuh ini akan
menyebabkan glukosa yang berlebihan pada darah diserap oleh sel dengan
mekanisme insuline independent glucose transport. Latihan fisik yang teratur
dapat meningkatkan pertahanan antioksidan endogen yang disertai dengan
penurunan kadar lipid peroksidase. Hal ini menyebabkan penurunan kadar
MDA dan peningkatan aktivitas SOD.
21
3.2 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesa dari penelitian ini adalah:
1) Hewan coba tikus (Rattus noervegicus) model DM tipe 2 dengan induksi pakan
tinggi lemak dan STZ dengan perlakuan latihan fisik (Treadmill) dapat
menurunkan kadar MDA (Malondialdehyde).
2) Hewan coba tikus (Rattus noervegicus) model DM tipe 2 dengan induksi pakan
tinggi lemak dan STZ dengan perlakuan latihan fisik (Treadmill) dapat
meningkatkan aktvitas SOD (Superoksidatif dismutase).
22
BAB 4 METODELOGI PENELITIAN
4.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 – Juli 2017 di
Laboratorium Biosains, dan Laboratorium Faal Fakultas Kedokteran,
Universitas Brawijaya.
4.2. Alat dan Bahan
Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini, antara lain kandang
individu tikus, timbangan, kandang metabolik individu tikus, neraca analitik,
baskom, penggilingan pakan, refrigerator, tabung falcon 15 ml, spatula,
multichannel pipet, pipet tip, micropipet, vortex, sentrifuge, ELISA reader,
spuit insulin, microtube atau efendrof, spuit tuberculin 1 cc, alat treadmiil
tikus, glucose test kit, needle, sonde lambung tikus, mikrohematokrit, mortar,
water bath, spektrofotometer, tabung reaksi, inkubator, kufet, mikrotom,
incubator, dan alat bedah minor.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
(Rattus norvegicus), pakan standart, pakan tinggi lemak, asam sitrat 0,2 M,
natrium sitrat 0,2 M, STZ (Streptozotocin), xantin, buffer fosfat, xantin
oksidase aquades, NaCl fisiologis, HCL, NaOH, rat ELISA kit, tabung venoject
EDTA, tabung venoject, TCA ,NBT dan PBS.
22
23
4.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan eksperimental yang digunakan
adalah rancangan eksperimen sederhana yang menggunakan subyek dibagi
menjadi 4 kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 5 tikus. Kelompok 1 adalah
tikus normal sedentari (tidak melakukan aktifitas fisik berat), kelompok 2
adalah tikus normal dilakukan latihan fisik dan kelompok 3 adalah model
DMT2 sedentari (tidak melakukan aktifitas fisik berat) dan kelompok 4 adalah
tikus model DMT2 dilakukan latihan fisik,.
Tabel 4.1. Rancangan Penelitian
Variable yang diamati Ulangan
Kadar MDA dan aktivitas SOD 1 2 3 4 5
Kelompok I (normal sedentari)
Kelompok II (normal latihan fisik)
Kelompok III (DMT2 sedentari)
Kelompok IV (DMT2 latihan fisik)
4.4. Sampel penelitian
Hewan model menggunakan tikus (Rattus norvegicus) jantan strain
wistar berumur 6 - 8 minggu. Bobot badan tikus kisaran antara 100-250 gram.
Hewan coba diadaptasikan selama tujuh hari untuk menyesuaikan dengan
24
dengan kondisi di kandang individu laboratorium. Estimasi besar sampel
dihitung berdasarkan rumus (Kusriningrum, 2008):
t (n-1) ≥ 15
4 (n-1) ≥ 15
4n – 4 ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4,75 - 5
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 3 macam kelompok
perlakuan diperlukan jumlah ulangan paling sedikit 6 kali dalam setiap
kelompok perlakuan.
4.5. Variabel Penelitian
Variable yang diamati dalam penelitian ini adalah:
Variabel bebas : Induksi pakan tinggi lemak, dosis STZ, kecepatan dan
durasi treadmill
Variabel tergantung : Kadar MDA dan aktivitas SOD
Variabel control : Jenis kelamin, berat badan, umur, suhu, pakan, dan
kandang tikus.
4.6. Tahapan Penelitian
4.6.1. Persiapan Hewan Coba
Tikus yang digunakan untuk penelitian diadaptasi terhadap lingkungan
selama tujuh hari dengan pemberian makanan berupa pakan standar pada
Keterangan :
t : Jumlah kelompok perlakuan
n : Jumlah ulangan yang diperlukan
25
semua tikus dengan komposisi 5% lemak, 53% karbohidrat, dan 23% protein.
Tikus dibagi menjadi 4 kelompok dan terdiri dari 5 ekor tikus per kelompok.
Tikus dikandangkan dalam kandang individu. Kandang tikus berlokasi
di tempat yang bebas polusi udara dan suara. Suhu optimum ruangan untuk
tikus adalah 22-25 oC dan kelembaban udara 50-60% dengan ventilasi yang
cukup, namun pada kandang individu laboratorium menggunakan ventiliasi
semacam blower sehingga tidak menggunakan ventilasi konvensional, serta
penyediaan penerangan cahaya diberikan selama 12 jam dan 12 jam
selanjutnya dalam kondisi gelap.
4.6.2. Tatalaksana Pembuatan Hewan Model DMT2
Pembuatan tikus model DM tipe 2 dapat menggunakan pemberian
pakan tinggi lemak untuk menginduksi adanya obesitas dan hiperglikemia
(King, 2012) dan injeksi streptozotocin untuk menurunkan fungsi sel β
pankreas (Skovso, 2014).
Tikus dibagi menjadi 2 kelompok besar yang terdiri dari 10 ekor tikus
kelompok pertama dan 10 ekor tikus kelompok kedua. Kelompok pertama
diberikan pakan biasa sedangkan kelompok yang kedua diberikan pakan
tinggi lemak. Pakan tikus normal tersusun dari 26 % protein, 63%
karbohidrat, dan 11% lemak, namun pada pembuatan pakan tinggi lemak,
komposisi berubah dengan 58% energi berasal dari lemak (King, 2012).
Pemberian pakan tinggi lemak pada tikus dilakukan selama 8 minggu
sebanyak 40 g/hari/ekor (Nugroho, 2015).
26
Injeksi STZ dengan dosis rendah yaitu 30 mg/kg BB yang telah
diencerkan dengan buffer sitrat 0,1 M dengan pH 4,5 diinjeksikan secara
intraperitoneal dilakukan sebanyak 2 kali dalam jangka waktu pemberian 1
minggu dan diberikan pakan tinggi lemak. Tikus kemudian dipuasakan
selama 8-12 jam setelah 4 minggu injeksi STZ yang kedua, kemudian
dilakukan pengambilan sampel darah dan urin untuk pemeriksaan kadar
glukosa, insulin puasa, trigliderida, asam lemak bebas, dan kolesterol.
Pengambilan sampel urin dilakukan di kandang metabolik individu.
Identifikasi tikus yang positif DM dapat diketahui dengan melakukan Tes
Tolerasi Glukosa Oral (TTGO) dengan memberikan beban glukosa 2 g/kg
BB, lalu diperiksa kadar glukosa darah pada menit ke 0, 30, 60, dan 120
setelah pemberian beban.
4.6.3. Perlakuan Sedentari dan Latihan Fisik (Treadmill)
Tikus yang terbagi dalam kelompok yaitu normal sedentari, DMT2
sedentari, dan DMT2 latihan fisik. Perlakuan sedentari yaitu tidak diberikan
latihan fisik pada tikus, sedangkan latihan fisik yaitu tikus diberi perlakuan
dengan menggunakan alat khusus rodent treadmill. Tikus diberikan treadmill
6 hari dalam seminggu, dengan kecepatan intensitas sedang dan durasi yang
meningkat setiap 2 minggu (Kregel, 2006). Latihn fisik dimulai dari
kecepatan dan durasi 10 meter/menit selama 10 menit, 14 meter/menit selama
22 menit, 18 meter/menit selama 34 menit, 22 meter/menit selama 46 menit,
dan 27 meter/ menit selama 60 menit. Tikus dipuasakan selama 8 – 12 jam
27
setelah dilakukan treadmill pada hari ke 133 sebelum kemudian dilakukan
euthanasi.
4.6.4. Euthanasi dan Pengambilan Organ pada Hewan Coba
Proses euthanasi pada hewan coba dilakukan pada hari ke-134 setelah
seluruh perlakuan. Euthanasi hewan coba dengan cara dislokasi Vertebrae
cervicalis kemudian tikus diletakkan pada posisi rebah dorsal dan dilakukan
pembedahan pada bagian abdomen. Organ lambung dipisahkan dari saluran
pencernaan, kemudian dibilas dengan NaCl-fisiologis 0,9%, lalu dimasukkan
dalam larutan Phospate Buffer Saline-azida (PBS-azida) dan disimpan di
Freezer.
4.6.5. Penentuan Kurva Baku
Sebanyak 100 μl stok kit MDA konsentrasi 1,2,3,4,5,6,7 dan 8 mg/ml
dicampur 550 μl aquades dan 100 μl TCA 10% serta 100 μl Na-Thio 1 % dan
dihomogenkan. Lalu disentrifugasi 500 rpm selama 10 menit. Supernatan
yang dihasilkan diinkubasi pada suhu 100oC selama 30 menit, dan diukur
adsorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer dengan gelombang
maksimum (533 nm). Absorbansi dibuat regresi linear sehingga didapat
persamaan kurva baku (Latifa, 2015).
28
4.6.6. Pengukuran Kadar Malondialdehida (MDA)
Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan pereaksi Thiobarbituric
Acid (TBA), dimulai dengan penggerusan organ lambung sebanyak 100 mg
pada mortar dingin, kemudian ditambahkan 1 mL akuades dan tampung pada
ependolf. Gerusan lambung lalu ditambahkan TCA 100%, Na Thio 1%
sebanyak 100 μl dan HCL 250 μl. Supernatan kemudian dilakukan
pemanasan dengan temperatur 100oC selama 20 menit. Sentrifuse supernatan
organ dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
terbentuk dipindah ke dalam tabung reaksi baru dan ditambahkan akuades
sampai dengan 3500 μl. Sampel kemudian diukur absorbansinya dengan
spektofotometer.
4.6.7. Pengukuran Aktivitas Superoksidatif dismutase (SOD)
Pengukuran aktivitas enzim SOD dilakukan dengan cara melumat
organ lambung seberat 100 mg dihomogenasi dengan mortir kemudian
ditambahkan PBS sebanyak 1 mL. Homogenat organ diletakan di ependolf
dan dicampur dengan Xantine, Xantine Oxidase dan NBT masing-masing
sebanyak 100 μl. Inkubasi homogenat dengan temperatur 30oC selama 30
menit, setelah dilakukan inkubasi homogenat disentrifus dengan kecepatan
3500 rpm selama 10 menit. Supernatan kemudian diletakan kedalam tabung
reaksi dan dicampurkan PBS sampai dengan 3500 mL. Sampel kemudian
diukur absorbansinya dengan spektofotometer.
29
4.7. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
kuantitatif untuk mengetahui kadar MDA dan aktivitas SOD yang dianalisis
dengan ANOVA menggunakan Microsoft Office Exel dan SPSS untuk
Windows, dengan α=0,05, kemudian dilanjutkan dengan uji benar nyata jujur
(BNJ) agar diketahui perbedaan hasil dari masing-masing kelompok.
30
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Latihan Fisik (Treadmill) terhadap Kadar Malondialdehyde
(MDA) Organ Lambung Hewan Tikus Model DM Tipe 2
Pengukuran kadar MDA menggunakan pereaksi Thiobarbituric Acic
Reactive Subtance (TBARS) menggunakan spektofotometer. Data yang didapatkan
dari hasil pengujian dengan metode spektofotometri kemudian diolah
menggunakan uji ANOVA one way, sebelum dilakukan uji ANOVA data harus
dilakukan pengujian normalitas dan homogenitas sebagai syarat dilakukannya uji
ANOVA. Uji normalitas menunjukan bahwa data terdistribusi normal dan pada uji
homogenitas menunjukan bahwa data homogen (Lampiran 12). Hasil rata-rata
data MDA setelah uji ANOVA dapat dilihat pada (Tabel 5.1).
Tabel 5.1 Rata-rata hasil MDA lambung
Perlakuan Rata-rata kadar
MDA (mg/mL)
± SD
Kadar MDA (%)
Penurunan/ kenaikan
berdasarkan K-
Kenaikan
berdasarkan K+
Normal
sedentari
(K-)
3,73±0,19a - -
Normal
latihan fisik
3,55±0,40ab -4,82 -
DMT2
sedentari
(K+)
3,67±0,35ab -1,47 -
DMT2
latihan fisik
4,20±0,38b 12,7 14,38
*Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara
kelompok perlakuan (p< 0.05).
30
31
Kelompok normal sedentari jumlah rata-rata MDA pada lambung sebesar
3,73±0,19 mg/mL, adanya MDA pada kelompok normal sedentari tersebut
disebabkan hasil proses metabolisme. Proses metabolisme secara normal
menghasilkan ROS (Anita, 2014). Berdasarkan uji Tukey perbandingan rata-rata
kadar MDA pada kelompok normal latihan fisik dan kelompok normal sedentari
tidak ada perbedaan nyata pada perlakuan kedua kelompok (p< 0.05), tetapi
terdapat penurunan rata-rata sebesar 4,82% (Tabel 5.1).
Berdasarkan uji Tukey perbandingan rata-rata kadar MDA pada kelompok
DMT2 sedentari dan kelompok normal sedentari tidak ada perbedaan nyata pada
kedua kelompok perlakuan (p< 0.05), tetapi terdapat penurunan rata-rata sebesar
1,47% (Tabel 5.1). Menurut Akbarzadeh et al. (2007) faktor yang dapat
mempengaruhi kadar MDA lambung pada kontrol positif adalah kadar glukosa
darah puasa kelompok 3 (Lampiran 7) tidak tinggi dikarenakan mekanisme
kompensasi hiperglikemia pankreas akibat degenerasi reversibel sel beta pankreas
pada induksi STZ dosis rendah. Latihan fisik yang teratur dapat menurunkan kadar
MDA pada DMT2 karena latihan fisik menginduksi permintaan energi menjadi
lebih tinggi sehingga ambilan glukosa juga naik (Giriwijoyo, 2012). Peningkatan
energi di otot polos disebabkan meningkatkan ambilan glukosa melalui GLUT 4.
Latihan fisik juga dapat membantu menurunkan kerusakan jaringan karena radikal
bebas dengan memproduksi SOD, Glutation, dan katalase. (Coskun et al., 2004).
Peningkatan ambilan glukosa terjadi karena glukosa masuk melalui jalur Insulin
independent glukose transport. Jalur ini dapat bekerja tanpa adanya insulin, glukosa
masuk ke dalam sel dengan bantuan AMPK sehingga TBC1D1 dan TBC1D2
32
menstimulasi GLUT4 menuju T-tubule dan membran plasma. GLUT4 yang sudah
menuju T-tubule dan membran plasma akan menarik glukosa dengan difusi
(Gambar 5.1) (O’Neill, 2013).
Gambar 5.1 Proses Insulin independent glukose transport (O’Neill, 2013).
Hasil analisa statistik pada kelompok DMT2 latihan fisik dan kelompok
normal sedentari terdapat perbedaan nyata pada kedua kelompok perlakuan (p<
0.05), mengalami peningkatan sebesar 12,7% (Tabel 5.1). Faktor yang
menyebabkan kadar MDA lambung kelompok 4 lebih besar adalah adanya ambilan
glukosa pada saat latihan fisik sehingga glukotoksisitas dapat ditekan. Keadaan
glukotoksisitas yang meningkat akan mempengaruhi meningkatkan kerusakan
jaringan yang diakibatkan oleh penumpukan radikal bebas (Anita, 2014). Latihan
fisik yang terlalu berat juga mempengaruhi respirasi mitokondria yang meningkat,
oksidasi xantine peroksidase menjadi xantin oksidase dan reaksi fagositosis saat
latihan fisik (Iso, 2014).
33
Hasil analisa statistik pada kelompok DMT2 latihan fisik dan DMT2
sedentari mengalami perubahan yang tidak nyata, tetapi mengalami peningkatan
rata-rata MDA sebesar 14,38% (Tabel 5.1). Kenaikan kadar MDA pada kelompok
DMT2 terjadi karena respirasi mitokondria terlalu tinggi, oksidasi xantine
peroksidase menjadi xantin oksidase dan reaksi fagositosis saat latihan fisik (Iso,
2014).
Menurut Irawan (2013) tahapan resipasi aerob adalah glikolisis,
dekarbosilaksi oksidatif asam piruvat siklus kreb dan transfer elektron. Salah satu
hasil dari transfer elektron adalah atom yang bersifat reaktif, atom tersebut yang
nantinya akan merusak struktur membran sel dengan peroksidasi lipid. Peroksidasi
lipid yang tinggi menyebabkan kadar MDA cukup tinggi pula. Proses peroksidasi
lipid terdiri dari fase inisiasi, tahapan inisiasi dimulai dari produksi senyawa reaktif,
sehingga senyawa tersebut akan mengikat partikel lemak dan menghasilkan air
(H2O). Senyawa radikal akan mengabstraksi atom hidorgenalilik pada PUFA
(Polyunsaturated fatty acid ), sehingga meengubahnya menjadi lemak radikal. Fase
propagasi, pada fase ini lipid radikal dari proses inisiasi akan bereaksi dengan
oksigen (O2) membentuk lipid peroksil radikal. Lipid peroksil radikal akan
mengabstraksi hidrogen dari PUFA yang lain sehingga terjadi reaksi berantai dari
PUFA. Reaksi tersebut akan mengubah PUFA menjadi lipid radikal dan lipid
hidroperoksidase. Fase terminasi, lipid yang mengalami reaksi berantai akan
berhenti apabila antioksidan menyumbangkan atom H dan membentuk hasil akhir
seperti lipid hidroperoksidase dan MDA seperti pada (Gambar 5.2) (Surya, 2012).
34
Gambar 5.2 Peroksidasi lipid (Ayala et al., 2014).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan MDA lambung pada
DMT2 latihan fisik adalah sistem respirasi mitokondria, hewan yang melakukan
latihan fisik berlebihan akan membutuhkan energi dalam jumlah yang besar dan
penggunaan oksigen dalam metabolisme energi akan meningkat hingga 100 kali
lebih besar dari pada keadaan sedentari. Reaksi fosforilasi oksidatif terdapat 1-5%
oksigen yang berubah menjadi ROS (Iso, 2014). Oksidasi xantin dehydrogenase
menjadi xantin oksidase, hewan yang melakukan latihan fisik yang berlebihan akan
mengalami hipoksia atau iskemia, ketika kondisi itu ATP akan diubah menjadi
ADP, AMP, inosine hingga hipoxantin. Proses hiperfusi yang terjadi setelah
iskemia akan menghasilkan ROS dalam bentuk superoksida dan hydrogen
peroksida. Reaksi fagositosis, hewan yang mengalami cedera jaringan akan
mengaktifkan reaksi neutrofil dan sistem fagosit lainya sehingga senyawa ROS
akan meningkat setelah 6-24 jam (Winarsi, 2007). ROS akan kembali normal
setelah 72 jam setelah latihan fisik (Iso, 2014).
35
Kerusakan pada organ lambung pada kelompok DMT2 juga diperparah
dengan adanya gangguan pada pompa Na+/K+. Gangguan tersebut akan
mengakibatkan gastroparesis, pengosongan lambung melambat, kontraksi
melemah, kejang pilorus, dan distribusi makanan yang melambat (Ayala, 2014).
5.2 Pengaruh Latihan Fisik (Treadmill) terhadap Kadar Superoksida dismutase
(SOD) Organ Lambung Hewan Tikus Model DM Tipe 2
Antioksidan adalah suatu komponen atau senyawa kimia yang dalam jumlah
atau kadar tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan akibat
proses oksidasi. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya
kepada senyawa oksidan atau radikal bebas sehingga aktivitas senyawa yang
bersifat oksidan tersebut dapat di hambat (Sayuti dan Rina, 2015). Kadar SOD
dihitung dengan metode spektrofotometer, kemudian diolah menggunakan uji
ANOVA one way, sebelum dilakukan uji ANOVA data harus dilakukan pengujian
normalitas dan homogenitas sebagai syarat dilakukannya uji ANOVA. Uji
normalitas menunjukan bahwa data terdistribusi normal dan pada uji homogenitas
menunjukan bahwa data homogen (Lampiran 13). Hasil rata-rata data SOD setelah
uji ANOVA dapat dilihat pada (Tabel 5.2).
36
Tabel 5.2 Rata-rata hasil SOD lambung
Perlakuan Rata-rata
aktivitas
SOD (U/mL)
± SD
Aktivitas SOD (%)
Penurunan/
peningkatan
berdasarkan K-
Penurunan
berdasarkan K+
Kelompok
normal
sedentari
62,67±2,46a - -
Kelompok
normal latihan
fisik
63,12±1,41a 0,0071 -
Kelompok
DMT2
sedentari
56,56±3,54b -0,097 -
Kelompok
DMT2 latihan
fisik
47,54±4,83c -0,24 0,15
*Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara
kelompok perlakuan ( p < 0.05)
Perbandingan aktivitas SOD organ lambung pada kelompok normal latihan
fisik mengalami peningkatan sebesar 0,0071%, hasil analisa statistik
mengungkapkan adanya perbandingan tidak signifikan dibandingkan dengan
kelompok normal sedentari (Tabel 5.2). Aktivitas SOD mengalami peningkatan
disebabkan oleh turunnya antioksidan MDA pada kelompok tersebut. Superoksida
dismutase (SOD) merupakan enzim yang berpartisipasi pada proses degradasi
senyawa radikal bebas. SOD merupakan enzim yang berfungsi sebagai katalisator
reaksi dismutasi dari anion superoksida menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan
oksigen (O2). Reaksi dismutasi adalah sebagai berikut (Wresdiyati dkk., 2007):
(O2*+ O2
*) + 2H SOD H2O2 + O2
37
SOD akan mendonorkan atom H pada radikal bebas pada fase terminasi
proses peroksidase lipid (Gambar 5.2). Radikal bebas yang telah didonorkan atom
H akan menjadi stabil dan akan mengubah lipid radikal menjadi lipid
hidroperoksidase dan MDA (Surya, 2012). Antioksidan merupakan inhibitor yang
bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif
membentuk senyawa yang relatif stabil sehingga melindungi tubuh dari efek
berbahaya (Khaira, 2010). Menurut Iso (2014) latihan fisik dapat meningkatkan
potensi antioksidan endogen dengan produksi ROS selama latihan fisik akan
mengaktifasi protein MAPKs (p38 dan ERK1/ERK2), selanjutnya akan
mengaktifasi NF-KB sehingga menghasilkan antioksidan endogen yang penting
untuk pertahanan sel seperti SOD dan Glutation peroksidase (Gambar 5.3).
Gambar 5.3 Proses aktivasi antioksidan endogen dengan latihan fisik (Iso, 2014).
Perbandingan aktivitas SOD pada kelompok DMT2 sedentari dan
kelompok normal sedentari mengalami penurunan sebesar 0,097%, hasil analisa
statistik mengungkapkan adanya perbandingan signifikan. Penurunan SOD organ
lambung pada DMT2 sedentari dikarenakan adanya peningkatan MDA pada
kelompok tersebut (Tabel 5.1). Peningkatan MDA pada perbandingan kelompok
38
DMT2 sedentari dapat disebabkan beberapa faktor seperti pada keadaan DM
NADPH di proses pada jalur poliol sehingga menghasilkan ROS yang banyak dan
menekan produksi SOD seperti pada (Gambar 5.4)(Anita, 2014).
Gambar 5.4 Mekanisme glukotoksisitas (Luo et al., 2016).
Perbandingan aktivitas SOD pada kelompok DMT2 latihan fisik dan
kelompok normal sedentari mengalami penurunan sebesar 0,24%, hasil analisa
statistik mengungkapkan adanya perbandingan signifikan.. Penurunan SOD organ
lambung pada DMT2 sedentari dikarenakan latihan fisik yang berlebihan. Latihan
fisik yang berlebihan menyebabkan sistem respirasi mitokondria terganggu,
oksidasi xantin dehydrogenase menjadi xantin oksidase, reaksi fagositosis dan kerja
insulin yang mempengaruhi kinerja Na+/K+ (Ayala et al. 2014).
Perbandingan aktivitas SOD pada kelompok DMT2 latihan fisik dan DMT2
sedentari mengalami penurunan sebesar 0,15%, hasil analisa statistik
mengungkapkan adanya perbandingan signifikan. Penenurunan kadar SOD organ
39
lambung pada kelompok DMT2 dapat disebabkan oleh hewan yang sakit
dipaksakan untuk latihan fisik sehingga memperparah kerusakan jaringan. Latihan
fisik yang berlebihan menyebabkan sistem respirasi mitokondria terganggu
sehingga menghasilkan radikal bebas (Cooper et al., 2002), oksidasi xantin
dehydrogenase menjadi xantin oksidase, reaksi fagositosis, kerja insulin yang
mempengaruhi kinerja Na+/K+ (Ayala et al., 2014).
40
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan
yaitu:
1. Pemberian latihan fisik (Treadmill) berpengaruh terhadap kadar
Malondialdehide (MDA) karena pemberian latihan fisik (Treadmill)
dapat meningkatkan kadar Malondialdehide (MDA) organ lambung
secara signifikan pada tikus (Rattus noervegicus) model DMT2 induksi
HFD dan STZ.
2. Pemberian latihan fisik (Treadmill) berpengaruh terhadap aktivitas
Superoksida dismutase (SOD) karena pemberian latihan fisik
(Treadmill) dapat menurunkan aktivitas Superoksida dismutase (SOD)
pada tikus (Rattus noervegicus) model DMT2 induksi HFD dan STZ.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang
diberikan yaitu:
1. Sebaiknya dilakukan variasi jarak dan waktu latihan fisik agar diketahui
treadment terbaik untuk menurunkan kadar MDA dan meningkatkan
aktivitas SOD.
41
DAFTAR PUSTAKA
Akbarzadeh, A., Norouzian, D., Mehrabi, M.R., Jamshidi, S. H., Farhangi, A.,
Verdi, A. A. 2007. Induction of Diabetes By Strepzotocin In Rats. Indian J
Clin Biochem. 22(2):60-64.
Anita, D. A. 2014. Kadar Glukosa Darah dan Malondialdehid Ginjal Tikus Diabetes
yang Diberi Latihan Fisik. Muhammadiyah Journal of Nursing 110-118.
Arovah, N. I. 2015. Prinsip Dasar Program Olahraga Kesehatan. Jurnal Kesehatan
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negri Yogyakarta. Yoyakarta.
Artanti, P. Masdar, H dan Rosdiana, D. 2015. Angka Kejadian Diabetes Melitus
Tidak Terdiagnosis pada Masyarakat Kota Pekanbaru. Jurnal Kesehatan
Fakultas Kedokteran Volume 2 No. 2 Oktober 2015 Universitas Riau.
Asni, E. 2009. Pengaruh Hipoksia Berkelanjutan Terhadap Kadar Malondialdehid,
Glutation Tereduksi, dan Aktivitas Katalase Ginjal Tikus, Maj Kedokt
Indon, 59(12): 595-600.
Ayala, A., M. F. Munoz dan S. Arguelles. 2014. Lipid Peroxidation: Production,
Metabolism, and Signaling Mechanisms of Malondialdehyde and 4-
Hydroxy-2- Nonenal. Oxidative Medicine and Cellular Longevity
vol.2014, Article ID 360438.
Banfield Pet Hospital. 2016. State of Pet Health 2016 Report. Banfield Pet Hospital.
USA. 2-13
Blaak. Fatty Acids: Friends or Foe? Relation Between Dietary Fat and Insulin
Sensitivity. Immunology, Endocrinology and Metabolic Agents Medical
Chemistry, Vol 7: 31-37.
Combs, G. F. 2008. The Vitamins Fundamental Aspects in Nutrition and Health 3rd
edition. Elsevier Cornell University.
Cooper, C. E., Vollaard, N.B., Choueri, T., Wilson, M.T. 2002. Exercise, Free
Radicals and Oxidative Stress. Biochem Soc Trans. 30(2):280-283.
Coskun, O., Ocakci, A., Bayraktaroglu, T. Kanter, M. 2004. Exercise Training
Prevelens and Protects Streptozotocin Induced Oxidative Stress and B Cell
Damage In Rat Pancreas. Tohoku J Exp Med. 203:145-154.
Delarue, J. Dan C. Magnan. 2007. Free Fatty Acid and Resistance. Curr Opin Clin
Nutr Metab Care 10:142-148.
41
42
Depkes [Departemen Kesehatan RI]. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Departemen Kesehatan
RI.
Depkes [Dinas Kesehatan]. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes
Melitus. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. 10-13
Egawa, T., S. Tsuda, R. Oshima, A. Goto, X. Ma, K. Goto dan T. Hayashi. 2017.
Regulatory Mechanism of Skeletal Muscle Glucose Transport by Phenolic
Acids dalam Phenolic Compounds - Biological Activity, Prof. Marcos Soto-
Hernández (Ed.), InTech, DOI: 10.5772/65968.
Eliana, F. 2015. Penatalaksanaan DM sesuai Konsesnsus Perkeni 2015. Jurnal
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.
Fatimah, R. N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Majority, 4(5) 93-101.
Gandini, A. L. A., dan Agustina, H. R. 2013. Latihan Fisik pada Pasien Diabetus
Mellitus Tipe 2. Jurnal Husada Mahakam, Volume 3(6): 263-318.
Giriwijoyo. 2012. Ilmu Faal Olahraga. FPOK UPI. IKIP Bandung.
Harsa, I. M. S. 2014. Efek Pemberian Diet Tinggi Lemak terhadap Profil Lemak
Darah (Rattus norvegicus). Jurnal Ilmiah Kedokteran, 6(1): 21-28.
International Diabetes Federation. 2012. IDF Global Guideline for Type 2 Diabetes.
Irawan, R. 2013. Hubungan Obesitas terhadap Kadar Malondialdehid (MDA)
Plasma pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Uin
Syarifhiddayatullah Jakarta [Skripsi]. UIN Syarif Hidayatullah.
Iso, S. 2014. Efek Latihan Longmars terhadap malondialdehida (MDA) pada
Prajurit Kopassus TNI AD [Tesis]. Universitas Indonesia Hal 14-24.
Jawi, I. M. Dan Satriyasa, B. K. 2014. Potensi Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu
Meningkatkan Ekspresi Gen Superoxide Dismutase dan Catalase serta
Menurunkan MDA pada Berbagai Organ [Skripsi]. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Johnson-Delaney, C. A., dan L. R. Harrison.1996. Exotic Companion Medicine
Handbook for Veterinarians, Volume 1. Zoological Education Network.
Karunia, B. P., Winarso, D., Dan Trisunuwati, P. 2014 Pengaruh Ekstrak Ethanol
Curcuma Longa L Sebagai Terapi Diabetes Melitus 1 pada Tikus Model
Hasil Induksi Streptozotocin Terhadap Kadar Trigliserida dan Gambaran
Histopatologi Aorta [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya.
40
43
Kemenkes [Kementerian Kesehatan] RI. 2014. Info Datin: Situasi dan Analisis
Diabetes. Pusat Data dan Informasi. Kmenterian Kesehatan RI. Jakarta
Selatan. 1-5.
Khaira, K. 2010. Menangkal Radikal Bebas dengan Antioksidan. Jurnal Sainstek
Vol. II No. 2. 183-187.
King, A. J. F. 2012. The Use of Animal Models in Diabetes Research. British
Journal of Pharmacology. 166: 877-894
Kregel, K. C. 2006. Resource Book for the Design of Animal Exercise Protocols.
American Physcolgical Society. 23-30 .
Krishnan, B. Babu, S. Walker, J. Walker, A. and Papachan J. 2013. Gastrointestinal
Complication of Diabetes Melittus. World Jaournal of Diabetes Vol 15;51-
63.
Kuriawan, I. 2010 Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran
Indonesia, 60(12): 576-584
Kurniawan, A. A., dan Wuryaningsih, Y. N. S. 2016. Rekomendasi Latihan Fisik
untuk Diabetes Melitus Tipe 2. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana,
Volume 1(8): 197-208
Kusriningrum, R. S. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak
Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Laksana, A. Y., Aulaniam, dan Wuragil, D. K. 2014. Pengaruh Terapi Ekstrak Daun
Putri Malu (Mimosa pudica, Linn) Terhadap Aktifitas Enzim
Superoksida Dismutase (SOD) dan Gambaran Histopatologi Paru pada
Tikus (Rattus novergicus) Model Asma [Skripsi]. Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya.
Latifa, K. L. 2015. Profil Kadar MDA (Malondialdehyde) pada Tikus yang
Diberikan Ekstrak Herba Thymi (Thymus vulgaris [l.]. [Skripsi] Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Luo X., Wu J., Jing S., and Yan L. 2016. Hyperglicemic Stress and Carbon Stress
in Diabetic Glucotoxicity. Journey Aging and Disease Vol 7, 1;90-110.
Maharani, E. P. 2007. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut [Thesis]. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Maula, I. F. 2014. Uji Antifertilitas Ekstrak N-Heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha
cucas L.) pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Galur Sprague
Dawley Secara In Vivo [Skripsi]. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah.
44
Mawarti, Ratnawati, R., dan Lyrawati, D. 2012. Epigallocatechin Gallate
Menghambat resistensi Insulin pada Tikus dengan Diet Tinggi Lemak.
Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol 27(1).
Ndraha, S. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Medicinus
27(2): 9-16
Novita, R. 2015. Pemeliharaan Hewan Coba pada Penelitian Pengembangan Vaksin
Tuberculosis. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia (4.1.2015):15-23.
Nugroho, A. E. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus: Patologi dan
Mekanisme Aksi Diabetogenik. J Biodiversitas, Vol 7(4): 378-382.
O’Neill, H. M. 2013. AMPK and Exercise: Glukose Uptake and Insulin Sensivity.
Diabetes and Metabolism Korean Diabetes Assosiation, 37: 1-21.
Paramitha, G. M. 2014. Hubungan Aktivitas Kadar Gula Darah pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas muhammadyah Surakarta.
PERKENI [Perkumpulan Endokrinologi Indonesia]. 2015. Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Pengurus Besar
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 14-51
Prastuti, B. Dan Sunarti. 2012. Pengendalian Superoxide Dismutase (SOD) dan
Nitrit Oxide (NO) pada Penderita DMT2 dengan Emping Garut (Maranta
arundinacea Linn) Sebagai Makanan Selingan. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia, Vol 8(3): 118-125.
Rahman, H., Kartawinata, T. G., dan Julianti, E. 2012. Uji Aktifitas Enzim
Superoksida Dismutase dalam Ekstrak Mesokarp Buah Merah
(Pandanus conoideus Lamarck) Menggunakan Densitometri Citra
Elektroforegram. Acta Pharmaceutica Indonesia, Volume 37(2): 43-46.
Rahmawati, G., Rachmawati, F. N., dan Winarsi, H. 2014. Aktivitas Superoksida
Dismutase Tikus Diabetes yang Diberi Ekstrak Batang Kapulaga dan
Glibenklamid. J Scripta Biologica, Volume 1(3):19-23.
Regensteiner, J. G., J. E. B. Reusch, K. J. Stewart, dan A. Veves. 2009. Diabetes
adn Exercise. New York: Humana Press. Hal 16-19.
Rucinsky, R., A Cook., S Haley., R Nelson., D L Zoran and M Poundstone. 2010.
AAHA Diabetes Management Guidelines for Dogs and Cats. Journal of the
American Animal Hospital Association 46:215-224.
Sayuti, K., dan Yenrina, R. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Padang: Andalas
University Press.
45
Setiawan, R. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Rosela (Hibiscus
sabdariffa L) terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus
noervegicus) yang Diinduksi Aloksan [Skripsi]. Fakultas kedokteran
Universitas Sebelas Maret.
Skovso, S. 2014. Modeling Type 2 Diabetes in Rats Using High Fat Diet and
Streptozotocin. Journal of Diabetes Investigation. 5: 349-358
Srinivasan, K., B. Viswanad, L. Asrat, C. L. Kaul dan P. Ramarao. 2005.
Combination of High-Fat Diet-Fed and Low-Dose Streptozotocin-Treated
Rat: A Model for Type 2 Diabetes and Pharmacological Screening.
Pharmacological Research 52: 313-320.
Surya, I. G. P. 2012. Kadar Malondialdehid yang Tinggi Meningkatkan Risiko
Terjadinya Preeklampsia. Journal Kesehatan Universitas Udayana.
Tsalissavrina, I,. Wahono, D., Dan Handayani, D. 2006. Pengaruh Pemberian Diet
Tinggi Karbohidrat Dibandingkan Diet Tinggi Lemak Terhadap Kadar
Trigliserida dan HDL Darah pada Rattus novergicus galur wistar
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Ventura, S. J., V. D. Boone-Villa, C. N. Aguilar, R. Román-Ramos, E. Vega-Ávila,
E. Campos-Sepúlveda, dan F. Alarcón-Aguilar. 2011. Effect of Varying
Dose and Administration of Streptozotocin on Blood Sugar in Male CD1
Mice. Proc West Pharmacol Soc 2011, 54:5–9
Winarsi, H. 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius. p: 13-15, 77-81.
Winarso, D. Dan Pratiwi, H. 2014.Pengaruh Pemberian Curcuma longa L. Sebagai
Terapi Diabetes militus: Kajian Secara In Vivo pada Tikus Model Induksi
STZ. Universitas Brawijaya.
Wresdiyati, T., M. Astawan, D. Fithriani, I Ketut M. A., S. Novelina, dan S. Aryani.
2007. Pengaruh α-Tokoferol Terhadap Profil Superoksida Dismutase dan
Malondialdehida pada Jaringan Hati Tikus di Bawah Kondisi Stres. Jurnal
Veteriner Vol. 8(4); pp: 202-209.
Wu, J., dan L. J. Yan. 2015. Streptozotocin Induced Type 1 Diabetes in Rodents as
A Model for Studying Mitochondrial Mechanisms of Diabetic ẞ Cell
Glucotoxicity. Diabetes, Metabolic Syndrome and Obesity: Targets and
Therapy. 8:181-188
Yunus, Moch. 2001. Pengaruh Antioksidan Vitamin C Terhadap MDA Eritrosit
Tikus Wistar Akibat Latihan Anaerobik. Jurnal Pendidikan Jasmani,
(1): 9-16.
46
Zhang, M., Xiao-Y. Lv, J. Li, Zhi-G. Xu dan L. Chen. 2008. The Characterization
of High-Fat Diet and Multiple Low-Dose Streptozotocin Induced Type 2
Diabetes Rat Model. Exp Diabetes Res 2008: 704045.
Zoetis. 2015. Diabetes in Cats and Dogs. Zoetis Corp.