pengaruh konsentrasi medium dan varietas …

99
PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN MURBEI MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN THE EFFECTS OF THE MEDIUM CONCENTRATION AND VARIETIES ON MULBERRY GROWTH THROUGH THE TISSUE CULTURE TECHNIQUE MASKUR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS

TERHADAP PERTUMBUHAN MURBEI MELALUI TEKNIK

KULTUR JARINGAN

THE EFFECTS OF THE MEDIUM CONCENTRATION AND

VARIETIES ON MULBERRY GROWTH THROUGH

THE TISSUE CULTURE TECHNIQUE

MASKUR

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 2: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

iii

PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS

TERHADAP PERTUMBUHAN MURBEI MELALUI TEKNIK

KULTUR JARINGAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Ilmu Kehutanan

Disusun dan Diajukan Oleh

MASKUR

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 3: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

iv

Page 4: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

v

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Maskur

Nomor Induk : P3700212017

Program Studi : Ilmu Kehutanan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pangambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, Yang menyatakan

Maskur

Page 5: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

vi

PRAKATA

Puji syukur yang setinggi-tingginya penulis panjatkan ke hadirat

Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yang diberikan, hingga

penulis bisa menyelesaikan tesis ini.

Gagasan yang melatari tajuk permasalah ini muncul dari hasil

pengamatan penulis terhadap perkembangan industri persuteraan alam

yang masih rendah. Penulis bermaksud menyumbangkan beberapa

konsep sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas industri

persuteraan alam dengan menghasilkan bibit unggul melalui kultur

jaringan.

Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka

penyusunan tesis ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka

tesis ini selesai pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis dengan

tulus menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Muhammad Restu,

MP sebagai ketua Komisi Penasihat dan Prof. Dr. Ir. Samuel A.

Paembonan sebagai Anggota Komisi Penasihat atas bantuan dan

bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap

permasalahan penelitian ini, pelaksanaan penelitiannya sampai dengan

penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis

sampaikan kepada istri kami tercinta, Lili Asmarani atas dukungan dan

doanya. Kepada putri kami, Aisyah Latifah Az Zahra dan Asma

Khairatunnisa yang senantiasa menjadi penyemangat bagi penulis untuk

Page 6: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

vii

menyelesaikan tesis ini, dan yang terakhir ucapan terima kasih juga

disampaikan kepada kepada mereka yang namanya tidak tercantum tetapi

telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Semoga Allah

Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan yang jauh lebih baik. Amin.

Makassar, Juni 2015

Maskur

Page 7: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

viii

ABSTRAK

MASKUR. Pengaruh Konsentrasi Medium dan Vaietas Terhadap Pertumbuhan Murbei Melalui Teknik Kultur Jaringan (Dibimbing Oleh Muhammad Restu dan Samuel A. Paembonan).

Kebutuhan untuk menghasilkan sutra dalam waktu cepat sangat dibutuhkan, sehingga harus diupayakan metode perbanyakan (kultur jaringan) tanaman murbei yang akan menjadi pakan ulat sutra. Penelitian terhadap propagasi beberapa varietas murbei melalui kultur jaringan bertujuan (1) untuk mengetahui konsentrasi Benzyl Amino Purin (BAP) yang tepat untuk perbanyakan murbei varietas Morus indica, Morus multicaulis, Morus catayana, Morus nigra, dan Morus alba, serta (2) menentukan kombinasi terbaik untuk dikembangkan.

Eksplan diperoleh dari pucuk aksilar yang disterilkan melalui metode celup bakar. Eksplan kemudian ditanam pada media MS (Murashige Skoog) selama 60 hari. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor I adalah varietas murbei (Morus indica, Morus multicaulis, Morus catayana, Morus nigra, dan Morus alba). Faktor II adalah Konsentrasi BAP (2.5, 2.75, 3, 3.25, dan 3.5 mg/l) dan setiap perlakuan diulang 3 kali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Perlakuan yang tercepat menghasilkan tunas adalah pemberian konsentrasi BAP 2.5 mg/l pada Morus alba; (2) Jumlah tunas terbanyak pada pemberian konsentrasi BAP 3.5 mg/l pada Morus nigra dan 2.5 mg/l pada Morus indica; (3) Tunas tertinggi pada pemberian konsentrasi BAP 2.5 mg/l pada Morus nigra; (4) Perlakuan tercepat membentuk daun pada pemberian konsentrasi BAP 2.75 pada Morus multicaulis; (5) Jumlah daun terbanyak pada pemberian konsentrasi BAP 2.5 mg/l pada Morus nigra. Rekomendasi untuk kombinasi perlakuan yang paling sesuai adalah pemberian konsentrasi BAP 2.5 mg/l pada Morus indica dan Morus nigra. Kata Kunci: Konsentrasi BAP, Kultur Jaringan, Murbei, Propagasi,

Varietas.

Page 8: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

ix

ABSTRACT

MASKUR. The Effect of the Medium Concentration and Varieties on Mulberry Growth through the Tissue Culture Technique (supervised by Muhammad Restu and Samuel A. Paembonan).

The demand to produce silk in short time is increasing. So method to produce mulberry as silkworm foods using tissue culture technique is required. A study of the propagation of some varieties of mulberry with tissue culture aimed (1) to investigate the right concentration of Benzyl Amino Purine (BAP) to multiply the varieties of mulberry: Morus indica, Morus multicaulis, Morus catayana, Morus nigra, and Morus alba; (2) to determine the best combination to be developed.

The explants obtained from the auxillary buds were sterilized by immersion and burning methods. The explants were then grown on Murishage Skoog (MS) medium for 60 days. The design used was the mulberry varieties (Morus indica, Morus multicaulis, Morus catayana, Morus nigra, and Morus alba). The second factor was the concentration of BAP (2.5, 2.75, 3, 3.25, and 3.5 mg/l), and each treatment was repeated 3 times.

The research result revealed that (1) the fastest treatment to produce buds was the treatment of BAP concentration of 2,5 mg/l at Morus alba; (2) the greatest number of buds was by BAP concentration of 3,5 mg/l at Morus nigra and 2,5 mg/l at Morus indica; (3) the highest buds was by the treatment of BAP concentration of 2,5 mg/l at Morus nigra; (4) the fastest treatment to form leaves was the treatment of BAP concentration of 2,75 mg/l at Morus multicaulis; (5) the greatest number of leaves was by the treatment of BAP concentration of 2,5 mg/l at Morus nigra. Thus, it is recommended that the most suitable treatment of BAP concentration of 2,5 mg/l at Morus indica and Morus nigra. Keywords: BAP Concentration, Tissue Culture, Mulberry, Propagation,

Varieties.

Page 9: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................ i

HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii

HALAMAN PENGAJUAN ....................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ........................................... v

PRAKATA ............................................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................... iix

ABSTRACT ............................................................................................ ix

DAFTAR ISI ............................................................................................. x

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xiii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 3 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 4 E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian ............................................... 5 F. Kerangka Pikir Penelitian .............................................................. 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KULTUR JARINGAN ..................................................................... 7 1. Defenisi Kultur Jaringan ........................................................... 7 2. Medium dalam Kultur Jaringan ................................................. 11 3. Sterilisasi Bahan Eksplan ......................................................... 14 4. Zat Pengatur Tumbuh .............................................................. 16 5. Tahap-Tahap Kegiatan Kultur Jaringan .................................... 21 6. Metode Kultur Jaringan ............................................................ 23

B. BOTANI DAN KLASIFIKASI TANAMAN MURBEI ......................... 24 1. Taksonomi Tanaman Murbei .................................................... 24 2. Penyebaran Murbei .................................................................. 25 3. Karakteristik Tanaman Murbei ................................................. 25 4. Perkembangbiakan Tanaman Murbei ...................................... 27 5. Morfologi Beberapa Jenis Tanaman Murbei ............................. 28

Page 10: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

xi

BAB III. MOTEDE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ........................................................................ 33 B. Bahan dan Alat ............................................................................. 33 C. Prosedur Penelitian ....................................................................... 35

1. Sterilisasi Alat .......................................................................... 35 2. Pembuatan Media .................................................................... 36 3. Sumber Eksplan dan Sterilisasi Eksplan .................................. 44 4. Penanaman ............................................................................. 45

D. Alur Penelitian ............................................................................... 46 E. Rancangan Percobaan ................................................................. 47 F. Analisis Data ................................................................................. 48

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan ................................................................. 49 1. Kecepatan Pembentukan Tunas .............................................. 49 2. Jumlah Tunas .......................................................................... 53 3. Tinggi Tunas ............................................................................ 56 4. Kecepatan Pembentukan Daun ............................................... 60 5. Jumlah Daun ............................................................................ 63 6. Kecepatan Pembentukan Akar ................................................. 65 7. Jumlah Akar ............................................................................. 66 8. Persentase Tumbuh Eksplan ................................................... 67

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................... 70 B. Saran ............................................................................................ 70

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN

Page 11: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi medium Murashige dan Skoog (MS) pada pH 5,6-5,8

34

2. Kombinasi perlakuan

47

3. Hasil uji lanjut rata-rata kecepatan pembentukan tunas

50

4. Rata-rata jumlah tunas yang terbentuk pada berbagai varietas

53

5. Rata-rata tinggi tunas yang terbentuk pada berbagai varietas

57

6. Rata-rata kecepatan pembentukan daun pada berbagai perlakuan

61

7 Rata-rata jumlah daun yang terbentuk pada berbagai varietas

64

8 Rata-rata persentase tumbuh eksplan pada interaksi antara konsentrasi medium dan varietas murbei

68

9 Rata-rata persentase tumbuh eksplan pada berbagai varietas

69

Page 12: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Daun Morus nigra 29

2. Daun Morus alba 30

3. Daun Morus cathayana 31

4. Daun Morus multicaulis 32

5. Daun Morus indica 32

Page 13: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil sidik ragam kecepatan rata-rata pembentukan tunas

79

2. Grafik kecepatan pembentukan tunas pada berbagai varietas.

80

3. Hasil sidik ragam kecepatan rata-rata jumlah tunas yang terbentuk

81

4. Hasil sidik ragam rata-rata tinggi tunas

82

5. Hasil sidik ragam kecepatan pembentukan daun 83

6 Grafik kecepatan pembentukan tunas pada berbagai varietas.

84

7. Hasil sidik ragam rata-rata jumlah daun 85

8. Hasil sidik ragam rata-rata persentase tumbuh 86

Page 14: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persuteraan alam merupakan rangkaian kegiatan agroindustri yang

dimulai dari penanaman murbei (Morus sp.), pembibitan dan

pemeliharaan ulat sutera (Bombyx mori), pengolahan kokon menjadi

benang hingga menjadi kain. Komoditas ini diusahakan dan menjadi

bagian budaya dan kehidupan masyarakat di Sulawesi Selatan.

Nursyamsi (2012) menyebutkan bahwa potensi lahan yang cukup

luas di Sulawesi Selatan, yaitu sekitar 52 % lahan nasional digunakan

untuk pengembangan ulat sutera. Akan tetapi, tidak semua lahan

berpotensi mendukung pertumbuhan murbei secara maksimal, karena

pada umumnya lahan tanaman murbei terletak pada lereng bukit, tanah

masam, kesuburan rendah dan ketersediaan air terbatas sehingga dapat

menyebabkan rendahnya produktivitas kebun murbei.

Murbei berasal dari famili Moraceae dan genus Morus yang

merupakan tumbuhan perennial yang sangat penting dan bernilai ekonomi

tinggi, dan memegang peranan penting dalam industri serikultur

(Kavyashree, 2006). Daun dari Tanaman murbei sangat penting, karena

menjadi makanan bagi Bombyx mori sebagai binatang penghasil sutra

(Zaki et al., 2011; Vijayan et al., 2014). Purokit (1994) dalam Zaki et al.

Page 15: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

2

(2011) menyebutkan bahwa sekitar 70 % sutera alam berasal dari ulat

sutera yang secara langsung diperoleh dari daun murbei.

Produktivitas kebun murbei di Indonesia masih rendah yaitu 8

ton/Ha/tahun dibandingkan produktivitas kebun murbei di RRC yang dapat

mencapai 22 ton/Ha/tahun (Nursyamsi, 2010). Upaya pengembangan

yang dapat dilakukan untuk peningkatan produktivitas dari persuteraan

adalah dengan menghasilkan varietas-varietas murbei yang unggul. Kultur

jaringan merupakan cara yang dapat digunakan untuk upaya

pengembangan tersebut melalui perbanyakan tanaman yang dapat

menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak dan waktu yang

relatif singkat dengan karakteristik genetik yang sama dengan induknya.

Kultur jaringan tidak hanya untuk melakukan perbanyakan tanaman

secara cepat dan massal, akan tetapi juga untuk konservasi tanaman

yang penting dan langka (Zaki et al., 2011).

Kepentingan manusia dalam budidaya murbei berasal dari

pertumbuhan peradaban dan daya tarik untuk menghasilkan kain sutra

yang berkualitas. Daun Murbei menjadi satu-satunya makanan untuk ulat

sutra yang secara langsung mempengaruhi produktivitas sutra (Zaki et al.,

2011). Zaki et al. (2011) juga menyebutkan bahwa metode kultur jaringan

merupakan sebuah pendekatan tentang induksi/pengembangan

variabilitas genetika dan menghasilkan tanaman yang tahan secara biotik

terhadap adanya tekanan biotik dan abiotik. Metode ini juga digunakan

sebagai salah satu solusi untuk mempercepat hasil hibridisasi murbei,

Page 16: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

3

sehingga transfer hasil-hasil pemuliaan ke pihak operasional tanaman di

lapangan dapat dipercepat (Hendaryono dan Ari, 1994).

Keberhasilan perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan sangat

dipengaruhi oleh adanya peran zat pengatur tumbuh atau medium serta

perlakuan awalnya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukan

penelitian tentang pengaruh medium pada berbagai konsentrasi BAP

terhadap daya tumbuh propagasi murbei dari berbagai varietas melalui

kultur jaringan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Apakah ada pengaruh perbedaan konsentrasi medium terhadap

pertumbuhan kultur jaringan tanaman murbei?

b. Apakah ada pengaruh varietas terhadap pertumbuhan kultur jaringan

tanaman murbei?

c. Apakah ada pengaruh interaksi medium dan varietas terhadap

pertumbuhan kultur jaringan tanaman murbei?

Page 17: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

4

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menentukan konsentrasi medium yang paling sesuai untuk kultur

jaringan tanaman murbei.

b. Menentukan jenis varietas murbei yang paling sesuai untuk

dikembangkan untuk mendukung industri persuteraan alam.

c. Menentukan kombinasi terbaik antara konsentrasi BAP dan varietas

murbei yang paling sesuai untuk dikembangkan melalui kultur jaringan.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Manfaat teoritis.

Hasil dari penelitian ini dapat memperkaya konsep/teori atau

menyokong perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam

bidang yang terkait dengan kultur jaringan.

b. Manfaat praktis.

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan dan rekomendasi

tentang jenis medium, perlakuan awal dan varietas murbei yang paling

menguntungkan untuk dikembangkan, secara tidak langsung juga

akan menguntungkan untuk bidang persuteraan alam.

Page 18: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

5

E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi pengujian terhadap

kesesuaian medium dan varietas dalam kultur jaringan tanaman murbei.

Medium yang akan digunakan adalah Benzil Amino Purin (BAP) antara

lain BAP2,5, BAP2,75, BAP3, BAP3,25, dan BAP3,5. Pemilihan konsentrasi ini

didasarkan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Nursyamsi (2012)

terhadap tiga varietas murbei menunjukkan bahwa konsentrasi BAP 3

mg/l adalah yang terbaik untuk pertumbuhan tunas murbei. Sehingga

untuk pengujian kesesuaian penggunaan konsentrasi BAP dengan

pertumbuhan beberapa varietas murbei yang lainnya melalui teknik kultur

jaringan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Metode sterilisasi eksplan

akan dilakukan dengan metode celup bakar.

Tanaman murbei yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian

ini sebanyak 5 varietas yaitu Morus catayana, Morus alba, Morus indica,

Morus multicaulis, dan Morus nigra, yang diperoleh dari Balai Persuteraan

Alam Bili-Bili, Kecamatan Marannu, Kabupaten Gowa. Selanjutnya

pengujian akan dilakukan di Laboratorium Bioteknologi, Fakultas

Kehutanan, Universitas Hasanuddin. Pemilihan ke lima jenis murbei

tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain:

a. Ketersediaan sumber eksplan atau spesies murbei.

b. Jenis murbei tersebut merupakan jenis murbei yang banyak

dikembangkan dan ditanam oleh masyarakat, khususnya di Sulawesi

Selatan.

Page 19: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

6

F. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Potensi lahan yang luas

- Usaha produktif

masyarakat

- Metode pengembangan

yang tepat

- Prospek produktivitas

pengembangan sutra

Pengembangan jenis murbei

yang unggul

Ketersediaan pakan ulat sutra

Kultur

Jaringan

Keberadaan

bibit unggul

Peningkatan produksi

persuteraan alam

Page 20: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Kultur Jaringan

1. Defenisi Kultur Jaringan

Winata (1987) dalam Zulkarnain (2011) menyebutkan bahwa kultur

jaringan tanaman adalah suatu teknik isolasi bagian-bagian tanaman,

seperti jaringan, organ, ataupun embrio, lalu dikultur pada medium buatan

yang steril sehingga bagian-bagian tanaman tersebut mampu

beregenerasi dan berdeferensiasi menjadi tanaman lengkap. Pada

tanaman Morus spp., beberapa bagian yang biasa digunakan untuk kultur

jaringan adalah pada bagian tunas adventif yang terbentuk pada

kotiledon, daun, hipokotil, ujung tunas, segmen nodal, atau aksila dan

tunas yang terbentuk di musim dingin atau pohon dewasa (Hossain et al.,

1992; Ivanicka, 1987; Kim et al., 1985; Mhatre et al., 1985; Ponchia dan

Gardiman, 1992 dalam Ma et al., 1996).

Suryowinoto (1991) dalam Prasetyo (2009) menyebutkan bahwa

dasar teori yang digunakan dalam pelaksanaan teknik kultur jaringan

adalah teori totipotensi, yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann

yang menyatakan bahwa setiap sel mempunyai kemampuan totipotensi.

Totipotensi merupakan kemampuan internal sel untuk berdiferensiasi

(Zulkarnain, 2011). Kemudian istilah totipotensi digunakan untuk

menunjukkan kapasitas genetik dari sel-sel tanaman yang berada pada

Page 21: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

8

tahap perkembangan uninucleate untuk beregenerasi menjadi tanaman

lengkap, baik secara langsung maupun melalui fase kalus. Sementara itu,

fenomena tumbuhnya tanaman dari sel-sel jaringan, organ, meristem,

atau embrio zigot yang dikulturkan secara in vitro diistilahkan sebagai

regenerasi (Zulkarnain, 2011).

Perbanyakan tanaman secara in vitro atau yang lebih dikenal

dengan kultur jaringan terbukti dapat meningkatkan ketersediaan bibit

tanaman dalam jumlah besar dan seragam dalam waktu relatif singkat

(Oktafiani et al., 2010). Dhawan (1986) dalam Zaki et al. (2011) juga

menyebutkan bahwa keunggulan lain dari teknik ini adalah mampu

menghasilkan tanaman yang bebas penyakit. Selain itu, kultur jaringan

juga dapat memudahkan untuk konservasi berbagai jenis tanaman yang

penting, mahal, dan langka serta dapat mendukung pengembangan

varietas genetika dan menghasilkan tanaman yang tahan terhadap

tekanan biotik dan abiotik (Zaki et al., 2011).

Aplikasi teknologi ini telah banyak dilakukan terhadap berbagai

spesies tanaman, di antaranya seperti yang dilakukan oleh Zaki et al.

(2011) untuk mikropropagasi untuk Morus nigra, Ma et al. (1996) untuk

kultur jaringan Morus alba, Vijayan (2014) untuk kultur jaringan tanaman

murbei, Prasetyo (2009) untuk kultur jaringan tanaman anggrek,

Nursyamsi (2012) untuk kultur jaringan tiga jenis verietas murbei, dan

masih banyak yang lainnya.

Page 22: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

9

Teknik kultur jaringan tanaman memiliki prospek yang lebih baik

daripada metode perbanyakan tanaman secara vegetatif konvensional

dikarenakan keuntungan-keuntangan berikut ini. Pertama, jutaan klon

dapat dihasilkan dalam waktu setahun hanya dari sejumlah kecil material

awal. Dengan metode vegetatif konvensional dibutuhkan waktu bertahun-

tahun untuk menghasilkan dalam jumlah yang sama dan jumlah bahan

awal yang diperlukan pun lebih besar. Kedua, teknik kultur jaringan hanya

menawarkan suatu alternatif bagi spesies-spesies yang resistan terhadap

sistem perbanyakan vegetatif konvensional dengan melakukan manipulasi

terhadap faktor-faktor lingkungan, termasuk penggunaan zat pengatur

tumbuh. Ketiga, kemungkinan untuk mempercepat pertukaran bahan

tanaman di tingkat internasional. Apabila ditangani secara hati-hati, status

aseptic dari bahan tanaman mengurangi kemungkinan bagi interoduksi

ataupun penyebaran penyakit tanaman. Keempat, teknik kultur jaringan

tidak tergantung pada musim. Stok tanaman dapat segera diperbanyak

pada sembarang waktu setelah pengiriman ataupun penyimpanan, karena

semua proses dilakukan di bawah kondisi lingkungan yang terkendali di

laboratorium atau rumah kaca (Zulkarnain, 2011).

Menurut Prasetyo (2009), terdapat beberapa tipe kultur jaringan,

antara lain:

a. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamannya menggunakan

biji.

Page 23: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

10

b. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan

tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar,

tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku

batang, akar, dan lain-lain.

c. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan

jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai

bahan eksplannya.

d. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang

menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus-menerus

menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai

bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus

atau jaringan meristem.

e. Kultur protoplasma. Eksplan yang digunakan adalah sel yang telah

dilepas bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas

diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan

membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk

keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baik

intraspesifik maupun interspesifik).

f. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif

tanaman, yakni: kepala sari/anther (kultur anther/mikrospora), tepung

sari/pollen (kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat

dihasilkan tanaman haploid.

Page 24: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

11

2. Medium dalam Kultur Jaringan

Media kultur jaringan adalah suatu media dimana bahan tanam

ditempatkan agar dapat tumbuh menjadi tanaman baru melalui proses

pertumbuhan kalus, differensiasi dan organogenesis. Media kultur jaringan

dapat berupa media padat dan cair. Media padat berupa padatan gel

seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah

nutrisi yang dilarutkan ke dalam air.

Nursyamsi (2010) menyatakan bahwa keberhasilan dalam

penggunaan media kultur jaringan sangat bergantung pada media yang

digunakan. Media kultur jaringan membutuhkan persyaratan kandungan

unsur-unsur hara berupa garam organik, bahan organik, vitamin dan zat

pengatur tumbuh. Garam organik terdiri atas unsur-unsur hara yang

esensial. Unsur hara esensial adalah unsur hara yang diperlukan oleh

tanaman untuk menyelesaikan siklus hidupnya, fungsi unsur hara tersebut

tidak dapat digantikan oleh unsur yang lain, dan diperlukan dalam proses

metabolisme tanaman sebagai komponen molekul anorganik atau sebagai

kofaktor dalam reaksi enzim.

Komposisi media yang digunakan tergantung pada jenis tanaman

yang akan diperbanyak dan tidak ada satupun media yang berlaku

universal untuk semua jenis jaringan dan organ, misalnya media dasar

Vacin dan Went biasanya digunakan untuk kultur jaringan anggrek, media

dasar B5 untuk kultur alfafa, kedelai, dan legum lainnya. Pertumbuhan

kultur in vitro yang optimal berbeda untuk masing-masing spesies dan

Page 25: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

12

varietas. Bahkan, Zulkarnain (2011) menyatakan bahwa jaringan yang

berasal dari bagian tanaman yang berbeda pun akan berbeda kebutuhan

nutrisinya. Media Woody Plant Media (WPM) biasanya digunakan untuk

tanaman kehutanan. Sementara media Murashige dan Skoog (MS) sering

digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro, dan vitamin

untuk pertumbuhan tanaman (Marlina, 2004).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam medium kultur

jaringan adalah sebagai berikut:

1. Matriks medium

Selain dikulturkan pada medium cair, eksplan dapat pula

dikulturkan pada matriks padat atau setengah padat. Kontaminan yang

berasal dari matriks dapat pula menjadi bahan bagi sumber nutrisi bagi

bahan yang dikulturkan. Kebanyakan kultur statis menggunakan

matriks agar-agar.

Bahan pemadat sintetik diketahui dapat menumbulkan hiperhidrasi

(vitrifikasi) yaitu suatu kelainan fisiologis yang terjadi pada planlet

selama masa kultur. Untuk mengatasi hal tersebut, Sigma (produsen

bahan-bahan kimia) mengembangkan suatu produk baru yang disebut

Agargel. Produk tersebut dibuat dengan mencampurkan agar-agar

dengan pemadat sintetik dan telah terbukti dapat mengurangi

terjadinya vitrifikasi. Produk yang serupa Agargel dapat dibuat dengan

mencampurkan 1 g Gerlite (Phytagel) dengan 4 g agar-agar di dalam 1

l medium (Zulkarnain, 2011).

Page 26: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

13

2. Keasaman medium

Keasaman medium adalah salah satu hal yang mempengaruhi

keberhasilan kultur jaringan tanaman. Pada umumnya, keasaman

medium ditetapkan antara 5,6 – 5,8. Pierik (1997) dalam Zulkarnain

(2011) menyebutkan bahwa medium yang terlalu asam (pH ˂ 4,5) atau

terlalu basa (pH ˃ 7,0) dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan eksplan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh

tidak tersedianya sejumlah unsur hara pada kisaran pH tertentu, unsur-

unsur seperti besi, seng, mangan, tembaga, dan boron mengalami

presipitasi sebagai hidroksida sehingga tidak tersedia bagi jaringan

yang dikulturkan. Sedangkan pada pH yang rendah, unsur-unsur

seperti magnesium, kalsium, belerang, fosfor, dan molibdat menjadi

tidak tersedia. Selain mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur hara,

pH mempengaruhi pula proses pemadatan medium. Menurut Taji et

al., (1997) dalam Zulkarnain (2011), medium akan menjadi terlalu

keras apabila pH ˃ 6,0, sedangkan pada pH ˂ 5,2 medium akan sulit

untuk menjadi padat.

3. Pemilihan komposisi medium dasar

Kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kultur in vitro yang optimal

bervariasi antarspesies maupun antarvarietas. Bahkan jaringan yang

berasal dari organ tanaman yang berbeda pun akan berbeda

kebutuhan nutrisinya. Oleh karena itu, tidak ada satupun media dasar

yang berlaku universal untuk semua jenis jaringan dan organ.

Page 27: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

14

Meskipun demikian, medium dasar MS yang direvisi adalah yang

paling luas penggunaannya dibandingkan dengan media dasar lainnya

(Zulkarnain, 2011).

Taji et al. (1995) dalam Zulkarnain (2011) menambahkan bahwa

medium MS yang direvisi banyak digunakan, terutama pada

mikropagansi tanaman dikotil dengan hasil yang memuaskan. Hal itu

dikarenakan medium MS memiliki kandungan garam-garam yang lebih

tinggi daripada media lain, disamping kandungan nitratnya yang tinggi.

Penelitian terhadap pengaruh komposisi medium kultur dapat dimulai

misalnya menggunakan medium dasar MS dengan mencoba berbagai

taraf unsur-unsur makro, seperti ¼, ½, ¾, atau konsentrasi penuh (full

strength). Apabila telah diperoleh hasil yang memuaskan maka dapat

dilihat pula formulasi unsur-unsur makro dan komposisi ion dari

medium lain dan dicoba untuk melihat perbedaannya (Zulkarnain,

2011).

3. Sterilisasi Bahan eksplan

Sterilisasi bahan eksplan merupakan salah satu bagian yang

sangat penting dalam kultur jaringan. Proses sterilisasi atau pra perlakuan

sangat mempengaruhi keberhasilan kultur yang akan dilakukan. Pada

eksplan yang akan dikulturkan terdapat mikroorganime yang akan tumbuh

dengan cepat dan dalam waktu yang singkat akan mampu menginfeksi

medium dan eksplan yang ditanam (Zulkarnain, 2011). Infeksi kadang

Page 28: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

15

terjadi pada eksplan melalui luka akibat pemotongan. Infeksi yang terjadi

dapat menyebabkan kematian pada eksplan. Sehingga, untuk mencegah

terjadinya kematian pada eksplan, maka hal yang sangat penting untuk

diperhatikan dalam kultur jaringan adalah proses sterilisasi.

Zulkarnain (2011) menyebutkan bahwa ada beberapa sumber

kontaminasi mikroorganisme pada sistem kultur jaringan, antara lain:

a. Medium sebagai akibat dari proses sterilisasi yang tidak sempurna.

b. Lingkungan kerja dan penanaman yang kurang hati-hati dan kurang

teliti.

c. Eksplan.

d. Serangga atau hewan kecil yang masuk ke dalam botol kultur.

Kegiatan sterilisasi dalam kultur jaringan pada hakikatnya memiliki

ketentuan umum, namun sulit untuk menentukan sebuah pola sterilisasi

yang berlaku untuk semua jenis tanaman. Pola sterilisasi biasanya akan

didapatkan dari proses trial and error. Penanganan pada tanaman dengan

struktur lunak akan berbeda dengan tanaman yang keras.

Bahan-bahan yang digunakan untuk proses sterilisasi merupakan

bahan yang sifatnya umum, misalnya larutan hipoklorit, deterjen,

fungisida, alkohol dan lain sebagainya. Namun Bhojwani dan Razdan

(1993) dalam Zulkarnain (2011) mengingatkan bahwa bahan sterilisasi

tersebut juga bersifat racun bagi jaringan tanaman, sehingga tingkat

konsentrasi dan lamanya perlakuan harus benar-benar diperhatikan untuk

mengurangi resiko kematian pada jaringan eksplan.

Page 29: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

16

Pengamatan terhadap pertumbuhan eksplan murbei dalam

penelitian ini akan menggunakan metode celup bakar sebagai proses

sterilisasinya. Secara rinci proses sterilisasi eksplan dijelaskan pada Bab

berikutnya. Bhojwani (1980) dalam Zulkarnain (2011) menyebutkan bahwa

dalam kegiatan sterilisasi, setelah dilakukan perendaman dalam alkohol,

maka sebelum dilakukan penanaman ke dalam medium, maka terlebih

dahulu eksplan harus dikeringkan dengan cara diangin-anginkan atau

dapat dibakar.

4. Zat Pengatur Tumbuh

Pierik (1997) dalam Zulkarnain (2011) mengemukakan bahwa

fitohormon adalah senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tanaman

tingkat tinggi secara endogen. Senyawa tersebut berperan merangsang

dan meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan sel, jaringan, dan

organ tanaman menuju arah diferensiasi tertentu. Senyawa-senyawa lain

yang memiliki karakteristik yang sama dengan hormon, tetapi diproduksi

secara eksogen, dikenal sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT).

Di dalam teknik kultur jaringan, zat pengatur tumbuh ini sangat

berpengaruh. Bahkan Pierik (1997) dalam Zulkarnain (2011) menyebutkan

bahwa sangat sulit untuk menerapkan teknik kultur jaringan pada upaya

perbanyakan tanaman tanpa melibatkan zat pengatur tumbuh. Namun,

Nisak et al. (2012) menyebutkan bahwa penggunaan ZPT tersebut bila

digunakan dengan konsentrasi yang rendah akan merangsang dan

mempercepat proses pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila

Page 30: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

17

digunakan dalam jumlah besar/konsentrasi yang tinggi maka akan

menghambat pertumbuhan dan bahkan dapat menyebabkan kematian

pada tanaman.

1. Auksin.

Auksin adalah sekelompok senyawa yang fungsinya

merangsang pemanjangan sel-sel pucuk yang spektrum aktivitasnya

menyerupai IAA (indole-3-acetic acid). Pada umumnya auksin

meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pembentukan

akar adventif. Sementara itu, Wattimena (1992) dalam Ardiana dan

Ida (2010) menyatakan bahwa auksin juga berperan dalam

differensiasi jaringan xylem dan floem. Auksin berpengaruh pula untuk

menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, namun

kehadirannya dalam medium kultur dibutuhkan untuk meningkatkan

embryogenesis somatik pada kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin

yang rendah akan meningkatkan pembentukan akar adventif,

sedangkan auksin konsentrasi tinggi akan merangsang pembentukan

kalus dan menekan morfogenesis (Smith, 1992 dalam Zulkarnain,

2011).

Jenis-jenis zat pengatur tumbuh yang banyak beredar dari jenis

auksin dapat berupa Indole-3-Acetic Acid (IAA), α-Napthalene Acetic

Acid (NAA), dan 2,4 Dichlorophenoxyacene Acid (2,4.D). Jenis-jenis

auksin yang lain seperti 2,4,5-tricholorophenoxyacetic acid (2,4,5-T),

indole-3-butyric acid (IBA), dan p-cholorophenoxyacetic acid (4-CPA)

Page 31: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

18

juga merupakan senyawa yang efektif, tetapi penggunaan sebanyak

tiga jenis auksin yang disebutkan di awal. 2,4,5-T dapat meningkatkan

pembentukan kalus pada kultur in vitro tanaman biji-bijian, sedangkan

IBA sangat efektif untuk menginduksi perakaran. IAA merupakan

auksin yang disintesis secara alamiah di dalam tubuh tanaman, namun

senyawa ini mudah mengalami degradasi akibat pengaruh cahaya dan

oksidasi enzimatik. Oleh karena itu IAA biasanya diberikan pada

konsentrasi yang relatif tinggi (1-30 mg/l). Sementara itu, α-NAA yang

merupakan auksin sintetik, tidak mengalami oksidasi enzimatik seperti

halnya IAA. Senyawa tersebut dapat diberikan pada medium kultur

pada konsentrasi yang lebih rendah, berkisar antara 0,1-2,0 mg/l.

Pemberian 2,4-D pada konsentrasi 10-7 – 10-5 M tanpa sitokinin sangat

efektif untuk induksi poliferasi kalus pada perbanyakan kultur. Pierik

(1997) dalam Zulkarnain (2011) menganjurkan untuk membatasi

penggunaan 2,4-D pada kultur in vitro karena 2,4-D dapat

meningkatkan peluang terjadinya mutasi genetik dan menghambat

fotosintesis pada tanaman yang diregenerasikan. Salah satu jenis

auksin sintetik yang sering digunakan adalah NAA karena NAA

mempunyai sifat lebih stabil dari pada IAA (Fitrianti, 2006).

2. Sitokinin.

Sitokinin adalah senyawa yang dapat meningkatkan

pembelahan sel pada jaringan tanaman serta mengatur pertumbuhan

dan perkembangan tanaman, sama halnya dengan kinetin (6-

Page 32: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

19

furfurylaminopurine). Peran auksin dan sitokinin sangat nyata dalam

pengaturan pembelahan sel, pemanjangan sel, differensiasi sel, dan

pembentukan organ (Zulkarnain, 2011).

Pemberikan sitokinin ke dalam medium kultur jaringan penting

untuk menginduksi perkembangan dan pertumbuhan eksplan. Smith

(1992) dalam Zulkarnain (2011) menyatakan bahwa senyawa tersebut

dapat meningkatkan pembelahan sel, poliferasi pucuk, morfogenesis

pucuk. Narayan et al. (1989) dalam Zaki et al. (2011) juga

menyebutkan bahwa BAP adalah jenis sitokinin yang banyak

digunakan untuk regenerasi tunas. Namun, pemberian sitokinin dalam

jumlah yang banyak atau relatif tinggi menurut Hendaryono dan Ari

(1994) justru akan menyebabkan diferensiasi cenderung ke arah

primordial batang dan tunas. Akan tetapi, apabila jaringan tersebut

disubkulturkan pada medium dengan kandungan sitokinin yang

memadai maka pembelahan sel akan berlangsung secara sinkron.

Sitokinin biasanya tidak digunakan untuk tahap mikropropagansi

karena aktivitasnya dapat menghambat pembentukan akar,

menghalangi pertumbuhan akar, dan menghambat pengaruh auksin

terhadap inisiasi akar pada kultur jaringan sejumlah spesies tertentu

(George dan Sherrington, 1984 dalam Zulkarnain, 2011). Untuk

meningkatkan pembelahan sel dan inisiasi pucuk, sitokinin terlibat pula

dalam kontrol perkecambahan biji, mempengaruhi absisi daun dan

Page 33: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

20

transport auksin, memungkinkan bekerjanya giberilin dengan

menghilangkan penghambat tumbuh, serta menunda penuaan.

Sitokinin yang banyak digunakan pada kultur in vitro adalah

kinetin, benziladenin (BA atau BAP), dan zeatin. Zeatin adalah sitokinin

yang disintesis secara alamiah, sedangkan kinetin dan BA adalah

sitokinin sintetik. Salah satu sitokinin alamiah yang secara ekonomis

lebih murah daripada zeatin adalah 6-[γ,γ-dimethylally lamino]purine

atau N6-[∆2-isopentenil]-adenin atau 2iP. Disamping itu, air kelapa yang

disterilkan dengan otoklaf dapat pula ditambahkan ke dalam medium

kultur pada konsentrasi 10-15% (v/v) sebagai salah satu sumber

sitokinin alamiah (Zulkarnain, 2011).

Di dalam aplikasi kultur jaringan, terdapat interaksi yang luas

antara auksin dan sitokinin. Jika konsentrasi auksin lebih besar

daripada sitokinin, maka akar akan tumbuh, dan bila konsentrasi

sitokinin lebih besar daripada auksin maka tunas akan tumbuh.

Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan

dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen,

menentukan arah perkembangan suatu kultur. Sebagaimana penelitian

yang telah dilakukan oleh Zaki et al. (2011) terhadap kultur jaringan

murbei yang menunjukkan bahwa ketika konsentetasi sitokinin yang

diberikan lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi auksin, maka

tunas menjadi tumbuh. Demikian juga yang ditunjukkan dari penelitian

Anis et al. (2003) yang menunjukkan kombinasi medium 2 mg/l BAP +

Page 34: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

21

0,2 mg/l NAA dan zat lainnya yang paling efektif untuk menghasilkan

tunas. Rao et al. (2010) juga menunjukkan hasil yang sama, kombinasi

BAP yang lebih besar dibandingkan dengan IAA pada kultur murbei

menunjukkan diferensiasi maksimum dan akar yang paling banyak

pada penggunaan 2 mg/l BAP dan 0,15 mg/l IAA. Narayan et al. (1989)

juga menyatakan bahwa tunas pada planlet dihasilkan dari konsentrasi

0,5 – 3,0 BAP dan akar dihasilkan pada konsentrasi 0,5 mg/l IAA.

Zaki et al. (2011) juga menyebutkan dalam penelitiannya bahwa

salah satu masalah yang muncul pada saat proses kultur adalah

pembentukan akar yang terjadi sebelum pembentukan tunas. Karena

ketika terjadi pembentukan akar, maka pembentukan tunas akan

menjadi sulit. Sehingga, manipulasi untuk pengaruh sitokinin tidak

boleh lebih kecil dibandingkan dengan auksin pada tahap awal

organogenesis.

5. Tahap-Tahap Kegiatan Kultur Jaringan

Nursyamsi (2010) menyebutkan bahwa terdapat 4 tahapan dalam

kegiatan kultur jaringan, antara lain:

a. Tahap Inisiasi

Tahap iniasiasi adalah tahap awal kultur yang bertujuan untuk

mendapatkan eksplan yang bebas mikroorganisme serta iniasiasi

pertumbuhan baru. Hasil pengamatan pada tahap inisiasi tunas bitti

menunjukkan eksplan yang menghasilkan tunas adalah yang berasal

dari pucuk dan kotiledon. Eksplan pucuk lebih banyak menghasilkan

Page 35: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

22

tunas dibandingkan dengan kotiledon. Rata-rata jumlah tunas yang

dihasilkan pada tahap ini adalah empat tunas. Hal ini disebabkan

karena pucuk merupakan kuncup terminal yang mempunyai

kemampuan membelah diri untuk membentuk tunas baru dan semakin

tinggi tunas maka tunas yang terbentuk juga semakin banyak. Tunas

yang baru pada umumnya terbentuk dari tunas aksilar.

b. Tahap Multiplikasi

Pada tahap multiplikasi atau tahap perbanyakan, tunas-tunas

yang tumbuh dari hasil induksi diperbanyak dengan cara memotong

setiap ruas dan menanamnya pada media perbanyakan. Media

perbanyakan ini umumnya lebih banyak mengandung sitokinin.

c. Tahap Perakaran

Tujuan dari tahap perakaran adalah untuk pembentukan akar

dan pembentukan flantlet yang mandiri serta pucuk tanaman yang

cukup kuat hingga dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari

lingkungan in vitro ke lingkungan alamiahnya. Tunas-tunas hasil

multiplikasi yang belum mempunyai akar dipindahkan ke media yang

mengandung lebih banyak auksin.

d. Tahap Aklimatisasi

Tahap akhir dari kultur jaringan adalah tahap aklimatisasi yang

dapat didefenisikan sebagai proses penyesuaian suatu organisme

untuk beradaptasi pada suatu lingkungan yang baru. Proses ini sangat

Page 36: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

23

penting karena akan menentukan apakah tanaman yang berasal dari

in-vitro dapat beradaptasi atau tidak pada kondisi in-vivo.

Planlet hasil kultur jaringan sering masih sulit untuk dipelihara

sesuai dengan kondisi alamiahnya/lapangan, karena masih sangat

peka sehingga dibutuhkan proses aklimatisasi. Tanaman tersebut

perlu dipersiapkan untuk masa transisi dari media agar ke media tanah

yang lebih baik serta lebih kokoh.

Aklimatisasi merupakan kegiatan memindahkan eksplan ke luar

dari ruangan aseptik ke rumah kaca. Pemindahan dilakukan secara

hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup

digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama

penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap

serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu

beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap

sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara

yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.

6. Metode Kultur Jaringan

Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan

melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal,

melalui pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik

secara langsung maupun melalui tahap pembentukan kalus (Gunawan,

1987). Ada beberapa tipe jaringan yang digunakan sebagai eksplan dalam

Page 37: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

24

pengerjaan kultur jaringan (Pierik, 1999). Pertama adalah jaringan muda

yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah

(meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi.

Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas

aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang (Evert et

al., 2006). Tipe jaringan yang kedua adalah jaringan parenkima, yaitu

jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan

menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun

yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi

sebagai tempat cadangan makanan (Evert et al., 2006).

b. Botani dan Klasifikasi Tanaman Murbei

1. Taksonomi Tanaman Murbei

Adapun taksonomi tanaman murbei adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Urticalis

Famili : Moraceae

Genus : Morus

Species : Morus sp.

Page 38: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

25

2. Penyebaran Murbei

Tanaman murbei dipercayai sebagai tanaman yang berasal dari

India dan China di kaki pegunungan Himalaya. Dari wilayah tersebut

kemudian Tanaman murbei tersebar hingga ke beberapa wilayah seiring

dengan perkembangan pengusahaan persuteraan alam. Selain itu,

penyebaran Tanaman murbei ke beberapa wilayah juga didukung oleh

kemudahan Tanaman murbei yang dapat tumbuh dari daerah sub tropis

hingga ke daerah tropis.

Beberapa negara yang telah mengembangkan Tanaman murbei

diantaranya : Jepang, China, Korea, Rusia, India, Brazil, Italia, Perancis,

Spanyol, Yunani, Yugoslavia, Hungaria, Rumania, Polandia, Bulgaria,

Turki, Mesir, Syria, Cyprus, Sri Lanka, Iran, Bangladesh, Afghanistan,

Lebanon, Thailand, Myanmar, Vietnam, Indonesia dan Kamboja. Vijayan

et al. (2014) menyebutkan bahwa pada saat ini murbei tumbuh pada

Negara yang berada pada 500 LU dan 100 LS yang mencakup Asia, Eropa,

Amerika Utara dan Selatan.

3. Karakteristik Tanaman Murbei

Murbei berasal dari famili Moraceae dan genus Morus yang

merupakan tumbuhan perennial yang sangat penting dan bernilai ekonomi

khususnya dalam bidang serikultur.Yang penting dari murbei ini adalah

daunya, yang menjadi bahan atau sumber penghasil sutra yang dihasilkan

Page 39: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

26

oleh Bombix mori. Sekitar 60 % dari produksi kokon ulat sutera

dipengaruhi oleh produksi daun dari Tanaman murbei (Zaki et al., 2011).

Tanaman murbei merupakan tanaman perdu, tingginya dapat

mencapai 6 meter dengan tajuk yang jarang, bercabang banyak, daunnya

berwarna hijau tua dengan bentuk mulai dari bulat, berlekuk dan bergerigi

dengan permukaan kasar atau halus tergantung jenisnya.

Pertumbuhan Tanaman murbei sangat dipengaruhi oleh keadaan

tanah dan iklim setempat. Di Daerah tropis seperti di Indonesia, meskipun

Tanaman murbei tidak mengalami masa istirahat, tetapi terdapat

perbedaan pertumbuhan pada saat musim hujan dan musim kemarau.

Penyebabnya adalah faktor kandungan air tanah. Perbedaan

pertumbuhan yang nyata terlihat antara musim hujan dan musim kemarau.

Waktu pertumbuhan yang paling baik bagi Tanaman murbei adalah

diantara musim hujan dan musim kemarau, saat curah hujan mulai

berkurang sedangkan temperatur udara masih cukup tinggi.

Tanaman murbei merupakan jenis tanaman yang tahan pangkasan

dan mudah bertunas kembali. Tanaman ini bila dipangkas secara berkala

tidak menjadi tinggi dan tetap menghasilkan daun, tetapi apabila tidak

dipangkas dapat menjadi tanaman yang berbentuk pohon. Oleh karena

itu, Tanaman murbei dapat berfungsi sebagai tanaman penguat teras,

batas areal dan penghasil kayu bakar.

Tanaman murbei dapat bertunas ± 7 hari setelah pemangkasan

dan selanjutnya pertumbuhannya berjalan dengan cepat selama 30 – 60

Page 40: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

27

hari setelah pemangkasan. Pada bagian batang akan tumbuh cabang

setelah 90 hari kemudian, dan pada saat yang sama daun bagian bawah

akan rontok. Dari segi pertumbuhan batang, saat yang paling baik untuk

memulai panen adalah antara 60 – 90 hari setelah mulai bertunas.

Buah Tanaman murbei pada waktu muda berwarna putih kehijau-

hijauan kemudian berubah menjadi merah muda dan rasanya asam. Pada

saat buah telah matang, warna buah Murbei menjadi merah tua agak

kehitaman dan rasanya manis. Buah murbei dapat dijadikan sebagai obat

tradisional untuk disentri, sembelit, hypogliacenna, avulsi gigi dan juga

kaya akan asam phenolic dan plavonoids (Zaki et al., 2011).

Tanaman murbei dapat ditanam bersama dengan tanaman lainnya

dengan sistem tumpang sari. Apabila ditanam dengan tanaman lainnya,

perlu diperhatikan bahwa tanaman murbei tidak tahan terhadap naungan

berat.

4. Perkembangbiakan Tanaman Murbei

Tanaman murbei dapat dikembangbiakkan dengan 2 cara yaitu

secara generatif (dengan biji) dan secara vegetatif (dengan bagian

tanaman).

a. Secara Generatif

Di Indonesia cara memperbanyak tanaman murbei dengan biji

sampai saat ini belum dilakukan, selain karena memerlukan keahlian

Page 41: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

28

khusus, juga memerlukan waktu yang lama dan biaya yang cukup

mahal.

b. Secara Vegetatif

Cara memperbanyak tanaman murbei dengan menggunakan

bagian tanaman merupakan cara yang biasa dilakukan untuk daerah

tropis. Cara ini lebih praktis dan ekonomis dan relatif mudah

dilaksanakan.

5. Morfologi Beberapa Jenis Tanaman Murbei

Jenis-jenis tanaman murbei yang telah dikenal sangat banyak.

Penggolongan jenis tanaman murbei ke dalam spesies, sub

spesies/varietas dilakukan berdasarkan struktur bunga, daun dan cabang.

Sebagai perbandingan, di Jepang pada saat ini tercatat terdapat lebih dari

1.000 varietas murbei, dari jumlah tersebut terdapat lebih kurang 10

varietas saja yang populer dan banyak digunakan petani sutera. Di

Indonesia sendiri terdapat berbagai macam jenis tanaman murbei, namun

yang banyak ditanam oleh petani sebanyak 6 varietas murbei saja.

Varietas murbei tersebut antara lain : Morus nigra, Morus alba, Morus

australis, Morus cathayana, Morus multicaulis dan Morus macroura. Ciri-

ciri morfologis tanaman murbei tersebut adalah sebagai berikut :

a. Morus nigra

Dikenal dengan nama “murbei hitam”. Berupa perdu yang dapat

mencapai ketinggian sampai 1,5 meter. Warna batang hijau kecoklat-

Page 42: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

29

coklatan, adakalanya coklat hitam jika sudah tua. Bentuk daun lonjong

dan ujungnya lancip, dengan panjang antara 5 – 10 cm atau lebih,

tergantung dari daerah tumbuhnya. Daun berwarna hijau tua dengan

permukaan halus dan adakalanya bercelah/berlekuk dalam. Morus

nigra memiliki cabang yang banyak. Stek yang berusia 9 – 12 bulan

mempunyai 10 cabang atau lebih apalagi jika sudah dipangkas. Jarak

antar mata ± 6 cm. Buah berwarna merah jambu, ketika masih muda,

dan berwarna hitam apabila telah berumur tua. Bunga dan buah akan

banyak apabila tanaman telah mencapai umur lebih dari 8 bulan

(langsung dari stek) atau lebih dari 2 bulan setelah pemangkasan.

Sumber:Balai Persuteraan Alam, 2007. Gambar 1. Daun Morus nigra

b. Morus alba

Dikenal dengan nama “Murbei buah”, karena pada umumnya

ditanam untuk diambil buahnya. Sifat yang sangat mencolok dari jenis

ini adalah tentang buku atau ruas batangnya yang pendek-pendek dan

pertumbuhannya yang tidak ke atas melainkan ke samping. Bentuk

daunnya seperti jenis Nigra, atau Australis tetapi lebih kecil lagi.

Page 43: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

30

Ukuran daunnya dengan rata-rata panjang 2,5 – 20 cm dan lebar 1,5 –

12 cm. Tinggi pohon mampu mencapai 1,5 meter apabila tumbuh di

daerah dingin dengan cabang yang banyak.

Salah satu fungsi dari tanaman murbei, khususnya Morus alba

adalah sebagai tanaman konservasi. Sebagaimana yang dilakukan di

bagian dataran tinggi utara Cina yang dijadikan sebagai tanaman

konservasi untuk konservasi tanah dan air (Ma et al., 1996).

Sumber: Balai Persuteraan Alam, 2007.

Gambar 2. Daun Morus alba

c. Morus catayana

Morus catayana memiliki bentuk daun 3 skepsis dengan ketebalan

daun tipis berwarna hijau muda. Percabangan berwarna coklat tua

berukuran sedang, perakarannya baik dan dalam. Pertumbuhan

batang lurus ke atas dengan sedikit percabangan, cabang mulai

tumbuh pada bagian tengah dari cabang utama. Ketahanan terhadap

musim kemarau cukup kuat, demikian pula ketahanan terhadap

serangan penyakit.

Page 44: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

31

Sumber:Balai Persuteraan Alam, 2007.

Gambar 3. Daun Morus catayana

d. Morus multicaulis

Dikenal dengan nama “murbei multi” atau “murbei besar”. Berupa

perdu yang cepat besar dan tinggi. Warna batang coklat, atau coklat

kehijau-hijauan. Daunnya sangat besar, membulat dan permukaannya

bergelombang, sedangkan penggiran daun bergerigi. Cabang tidak

banyak, jumlah cabang 2 – 4 cabang. Setiap cabang cepat memanjang

dan membesar. Buahnya berwarna merah, yang keluar pada waktu

stek ditanam atau batang baru dipangkas. Buah jarang didapat pada

cabang atas. Pada saat ini Morus multicaulis banyak ditanam untuk

makanan ulat, karena bentuk daunnya yang besar dan kecepatan

tumbuhnya. Tetapi sangat disayangkan bahwa pucuk-pucuknya

mudah dan cepat sekali diserang hama serangga atau penyakit

bakteria, virus dan jamur sehingga bentuknya menggulung dan rusak.

Page 45: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

32

Sumber: Balai Persuteraan Alam, 2007.

Gambar 4. Daun Morus multicaulis

e. Morus indica

Morus indica merupakan jenis murbei yang berasal dari India,

memiliki bentuk daun skepsis. Daunnya lebar dan berwarna hijau, dengan

cabang yang lurus. Memiliki batang yang berwarna coklat. Buahnya keluar

pada waktu stek ditanam atau batang baru dipangkas. Jenis murbei ini

memiliki kandungan protein yang tinggi pada daunnya, sehingga sangat

menguntungkan ketika dijadikan sebagai pakan ulat sutra.

Sumber: anonym, 2014 Gambar 5. Daun Morus indica

Page 46: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dimulai pada bulan

September sampai November 2014, meliputi kegiatan pembuatan sampel

dan penelitian laboratorium. Sampel penelitian di ambil dari Balai

Persuteraan Alam Bili-Bili, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa.

Pengujian laboratorium dilakukan di laboratorium Bioteknologi dan

Pemuliaan Pohon Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar.

B. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber

eksplan murbei (Morus catayana, Morus alba, Morus multicaulis, Morus

indica, dan Morus nigra). Menurut Zulkarnain (2011), bahan yang

dibutuhkan untuk media MS adalah sebagai berikut:

Page 47: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

34

Tabel 1. Komposisi Medium Murshige dan Skoog (MS) pada pH 5,6-5,8

Stok Senyawa Per liter

stok

Pemakaian

Stok Per liter medium

A NH4NO3 82,500 g 20,00 ml 1.650,000 mg

B KNO3 95,000 g 20,00 ml 1.900,000 mg

C KH2PO4 34,000 g 5,00 ml 170,000 mg

H3BO3 1,240 g 6,200 mg

Kl 0,166 g 0,830 mg

Na2MoO4.2H2O 0.050 g 0,250 mg

CoCl2. 6H2O 0,005 g 0,025 mg

D CaCl2. 2H2O 88,000 g 5,00 ml 440,000 mg

E MgSO4. 7H2O 74,000 g 5,00 ml 370,000 mg

MnSO4. 4H2O 4.460 g 22,300 mg

ZnSO4. 4H2O 1,720 g 8,600 mg

CuSO4. 7H2O 0,005 g 0,025 mg

F Na2EDTA 7,460 g 5,00 ml 37,300 mg

FeSO4. 7H2O 5,560 g 27,800 mg

Myo-inositol 10,000 g 10,00 ml 100,000 mg

Glisin 0,200 g 2,000 mg

Niasin 0,050 g 0,500 mg

Pridoksin-HCl 0,050 g 0,500 mg

Tiamin-HCl 5,560 g 0,100 mg

Sukrosa 30.000,000 mg

Agar 7.000,000 mg

Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Pengukur keasaman medium (pH meter)

b. Otoklaf

c. Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)

Page 48: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

35

d. Neraca analitik

e. Hotplate dengan pengaduk bermagnet

f. Meja penggojok

g. Inkubator

h. Gelas piala, cawan petri, handsprayer, gelas ukur, erlenmeyer dan alat

laboratorium lainnya.

C. Prosedur Penelitian

1. Sterilisasi alat

Alat-alat seperti pinset, scalpel, petridish, botol kultur dan gunting

disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Sterilisasi alat dilakukan

sebagai berikut:

a. Alat-alat tersebut dicuci bersih dengan detergen, dikeringanginkan

dan dibungkus dengan kertas (kecuali botol kultur).

b. Alat-alat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf pada

suhu 121 oC dan tekanan 1,5 BAR selama 1 jam.

c. Apabila alat-alat tidak langsung digunakan maka dapat disimpan di

dalam oven pada suhu 70 oC.

d. Laminar Air Flow Cabinet sebelum digunakan terlebih dahulu

dibersihkan dengan alkohol 70% dan disinari dengan lampu ultra

violet selama 1 jam.

Page 49: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

36

2. Pembuatan media

Pembuatan media tanam yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah pembuatan media Murashige dan Skoog dengan pH 5,6 - 5,8.

Adapun langkah-langkah pembuatan media tanamnya adalah sebagai

berikut:

a. Pembuatan larutan stok

1. Stok A: NH4NO3 82,5 g/l

a) NH4NO3 ditimbang pada neraca analitik sebanyak 82,5 g;

b) Hasil timbangan dimasukkan pada gelas piala 600 ml yang

bersih dan telah dibilas dengan aquades;

c) Aquades ditambahkan secukupnya kemudian diaduk sampai

larut;

d) Larutan tersebut ke labu takar 1000 ml yang sudah dibilas

dengan aquades;

e) Aquades ditambahkan sampai hampir mencapai tanda tera;

f) Bagian atas tanda tera dikeringkan dengan kertas tisu;

g) Aquades ditambahkan dengan pipet sampai meniskus

bawah mencapai tanda tera;

h) Larutan dicampur sampai merata dengan membolak-

balikkan labu takar;

i) Larutan dipindahkan ke dalam botol reagen berwarna gelap

yang bersih dan kering, lalu ditutup;

Page 50: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

37

j) Botol tersebut diberi label dengan keterangan sebagai

berikut:

- Nama stok : A

- Nama zat : NH4NO3

- Volume pipet untuk 1 l medium : 20 ml

- Tanggal pembuatan : 4 Oktober 2014

2. Stok B: KNO3 95 g/l

a) KNO3 ditimbang pada neraca analitik sebanyak 95 g;

b) Tahap selanjutnya sama dengan Stok A [(2)-(9)];

c) Botol reagen tersebut diberi label dengan keterangan

sebagai berikut:

- Nama stok : B

- Nama zat : KNO3

- Volume pipet untuk 1 l medium : 20 ml

- Tanggal pembuatan : 4 Oktober 2014

3. Stok C: KH2PO4 34 g/l

H3BO3 1,24 g/l

Kl 0,166 g/l

NaMoO4.2H2O 0,05 g/l

CoCl2.6H2O 0,005 g/l

b) Zat-zat di atas ditimbang secara terpisah;

c) Semua komponen dicampur dalam gelas piala yang sama;

d) Tahap selanjutnya sama dengan stok A [(3)-(9)];

Page 51: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

38

e) Botol reagen tersebut diberi label dengan keterangan

sebagai berikut:

- Nama Stok : C

- Nama Zat : KH2PO4, H3BO3,

Kl, NaMoO4.2H2O, CoCl2.6H2O

- Volume pipet untuk 1 l medium : 5 ml

- Tanggal pembuatan : 4 Oktober 2014

4. Stok D: CaCl2.2H2O 88 g/l

a) CaCl2.2H2O ditimbang pada neraca analitik sebanyak 88 g;

b) Tahap selanjutnya sama dengan stok A [(2)-(9)];

c) Botol reagen tersebut diberi label dengan keterangan

sebagai berikut:

- Nama Stok : D

- Nama Zat : CaCl2.2H2O

- Volume pipet untuk 1 l medium : 5 ml

- Tanggal pembuatan : 4 Oktober 2014

5. Stok E: MgSO4.7H2O 74 g/l

MnSO4.H2O 3,38 g/l

ZnSO4.7H2O 1,72 g/l

CuSO4.5H2O 0,005 g/l

a) Zat-zat di atas ditimbang secara terpisah;

b) Semua zat-zat tersebut dicampur dalam gelas piala 600 ml;

c) Tahap selanjutnya sama dengan stok A [(3)-(9)];

Page 52: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

39

d) Botol reagen tersebut diberi label dengan keterangan

sebagai berikut:

- Nama stok : E

- Nama zat : MgSO4.7H2O,

MnSO4.H2O, ZnSO4.7H2O dan CuSO4.5H2O.

- Volume pipet untuk 1 l medium : 5 ml

- Tanggal pembuatan : 4 Oktober 2014

6. Stok F: Na2EDTA.2H20 3,72 g/l

FeSO4.7H2O 2,78 g/l

a) Zat-zat di atas ditimbang secara terpisah

b) Na2EDTA.2H2O dimasukkan ke dalam gelas piala 600 ml,

lalu ditambahkan sedikit air;

c) Larutan dipanaskan sampai hampir mendidih;

d) FeSO4.7H2O ditambahkan secara perlahan-lahan sambil

diaduk sampai larut dan larutan menjadi kuning;

e) Larutan didinginkan dengan sendirinya;

f) Tahap selanjutnya sama dengan stok A [(4)-(9)];

g) Botol reagen tersebut diberi label dengan keterangan

sebagai berikut:

- Nama stok : F

- Nama zat : Na2EDTA.2H20

Dan FeSO4.7H2O

- Volume pipet untuk 1 l medium : 5 ml

Page 53: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

40

- Tanggal pembuatan : 4 Oktober 2014

h) Stok disimpan dalam lemari pendingin.

7. Stok myo-inositol 10 g/l

a) Myo-inositol ditimbang sebanyak 1 g;

b) myo-inositol tersebut dilarutkan ke dalam 100 ml aquades;

c) Botol reagen tersebut diberi label dengan keterangan

sebagai berikut:

- Nama stok : myo-inositol

- Nama zat : myo-inositol

- Volume pipet untuk 1 l medium : 10 ml

- Tanggal pembuatan : 4 Oktober 2014

8. Stok vitamin: Tiamin-HCl 0,01 g/l

Piridoksin-HCl 0,05 g/l

Niasin 0,05 g/l

Glisin 0,2 g/l

a) Zat-zat tersebut di atas ditimbang secara terpisah;

b) Semua zat tersebut dicampur dan dilarutkan dalam aquades

100 ml;

c) Botol reagen tersebut diberi label dengan keterangan

sebagai berikut:

- Nama stok : vitamin

- Nama zat : Tiamin-HCl,

piridoksin-HCl, niasin, dan glisin.

Page 54: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

41

- Volume pipet untuk 1 l medium : 10 ml

- Tanggal pembuatan : 4 Oktober 2014

9. Stok zat pengatur tumbuh

a) BAP dan Kinetin ditimbang masing-masing 50 mg secara

terpisah;

- BAP dan kinetin dilarutkan dengan HCl 1 N secara

terpisah;

b) Zat pengatur tumbuh tersebut dipindahkan ke dalam labu

takar 100 ml;

c) Aquades ditambahkan ke dalam masing-masing labu takar

hingga volumenya mencapai 100 ml;

d) Zat pengatur tumbuh tersebut disimpan dalam wadah

Erlenmeyer 100 ml dan di tutup dengan aluminium foil serta

diberikan label;

e) Semua stok zat pengatur tumbuh disimpan dalam lemari

pendingin.

Catatan:

a. Cara melarutkan semua zat pengatur tumbuh selain yang

dikemukakan di atas adalah dengan menggunakan alkohol atau

pelarut organik lain. Jika cara ini digunakan, jumlah pelarut

jangan terlalu banyak, untuk menghindarkan efek meracuni

terhadap media.

Page 55: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

42

b. Stok zat pengatur tumbuh sebaiknya digunakan dalam kondisi

masih baru.

c. Stok yang akan dipakai diperiksa setelah disimpan lama karena

harus bebas dari mikroorganisme.

d. Pada stok yang pekat, mungkin terjadi kristalisasi sehingga

perlu dipanaskan untuk melarutkan kembali senyawa yang

mengkristal tersebut.

b. Pembuatan medium

Untuk membuat medium MS cari sebanyak 1000 ml, tahap yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Jumlah NH4NO3 yang diperlukan adalah 1650 mg, sehingga

volume stok A yang perlu dipipet adalah

1650

82,5× 1000 = 20 𝑚𝑙

b) Dengan cara perhitungan yang sama dengan stok A, di dapat

volume pipet untuk stok B, C, D, E, dan F masing-masing 20 ml,

5 ml, 5 ml, 5 ml, dan 10 ml.

c) Myo-inositol diambil dari stok myo-inositol sebanyak 10 ml.

d) Tiamin-HCl, piridoksin-HCl, niasin, dan glisin diambil dari stok

vitamin sebanyak 10 ml.

e) Jika medium yang dibuat perlu zat pengatur tumbuh maka

volume pipet yang diambil berdasarkan kebutuhan. Misalnya,

akan dibuat medium MS dengan BAP 2 ppm (2 mg/l):

Page 56: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

43

a. Jumlah BAP yang diperlukan 2 mg dan jumlah NAA 4

mg;

b. Volume pipet dari stok BAP 500 ppm adalah:

2

500× 1000 = 4 𝑚𝑙

f) Semua larutan stok yang telah di pipet dimasukkan ke dalam

labu takar 1000 ml yang telah diisi aquades kira-kira 200 ml;

g) Gula ditimbang sebanyak 30 g, kemudian dilarutkan dengan

aquades secukupnya dalam gelas piala, lalu dipindahkan

secara kuantitatif ke dalam labu takar;

h) Aquades ditambahkan sampai volumenya mencapai 1000

ml;

i) larutan diaduk dengan menggunakan hot plate dan magnetic

stirrer;

j) setelah semua larutan stok dan konsentrasi BAP

dimasukkan dan tercapur rata, kemudian dimasukkan Agar.

k) Setelah tercampur rata pH media diatur menjadi 5,6-5,8

menggunakan HCl atau KOH;

l) Larutan kemudian dipanaskan didalam micro wave;

m) Setelah dipanaskan, larutan dibagi ke dalam botol kultur

kira-kira 20 ml setiap botol kultur;

n) Botol tersebut ditutup rapat dengan aluminium foil dan diberi

label sesuai dengan perlakuan;

Page 57: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

44

o) Botol tersebut kemudian dimasukkan ke dalam otoklaf dan

disterilkan selama 15 menit pada tekanan 17,5 kPa.

3. Sumber Eksplan dan Sterilisasi Eksplan.

Sumber eksplan adalah pucuk yang di ambil dari tanaman yang

telah ditumbuhkan sebelumnya. Eksplan diperoleh dari pucuk tanaman

murbei sebelum ditanam ke dalam media terlebih dahulu disterilisasi.

Pucuk yang telah di ambil tersebut kemudian disterilkan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

Tahap 1

a. Pucuk dipotong dan dibilas dengan air mengalir selama 30 menit.

b. Eksplan kemudian direndam ke dalam deterjen selama 10 menit.

c. Eksplan lalu dibilas dengan aquades steril sebanyak 2 kali.

d. Eksplan direndam ke dalam dithane M-45 (fungisida) selama 1 jam.

e. Eksplan lalu dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali.

Tahap 2

a. Eksplan direndam ke dalam larutan NaCl2 1,0 % selama 10 menit.

b. Eksplan dibilas dengan aquades steril sebanyak 4-5 kali.

c. Eksplan dibilas kembali dengan NaOCl2 1,0 % yang ke dua selama

10 menit.

d. Eksplan kemudian dibilas dengan aquades steril sebanyak 4 kali.

e. Eksplan direndam ke dalam alkohol 70 % selama 5 menit.

f. Eksplan tersebut dibilas dengan aquades steril sebanyak 4 kali.

Page 58: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

45

g. Pada bagian akhir, eksplan dikeringkan dengan diapi-apikan

sebanyak 5 kali dengan menggunakan lilin atau sejenisnya.

4. Penanaman

Langkah selanjutnya adalah eksplan yang telah disterilkan

kemudian ditanam ke dalam medium MS dan disimpan dalam ruang

inkubasi untuk selanjutnya mengamati respon akibat perlakuan.

Page 59: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

46

D. Alur Penelitian

Alur dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Tanaman Murbei

Pengambilan Stek

Penanaman dan

Penumbuhan Stek

Pucuk Tanaman

Murbei

Eksplan

Sterilisasi Eksplan

Sterilisasi Alat Pembuatan Media

Dasar MS

Penanaman Eksplan ke

Dalam Botol Kultur

Pengamatan respon eksplan

terhadap perlakuan

Pertumbuhan Tunas - Kecepatan pembentukan tunas - Jumlah tunas

Persentase

Tumbuh

Rekomendasi konsentrasi BAP dan varietas murbei

Pertumbuhan Daun - Kecepatan pembentukan

daun - Jumlah daun

Pertumbuhan Akar - Kecepatan

pembentukan akar - Jumlah akar

Page 60: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

47

E. Rancangan Percobaan

Rancangan eksperimental ini menggunakan Rancangan Faktorial

dalam Racangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama adalah

konsentrasi BAP dan faktor kedua adalah varietas murbei.

Faktor I adalah konsentrasi BAP (B) yang terdiri atas:

b1 = BAP konsentrasi 2,5 mg/l

b2 = BAP konsentrasi 2,75 mg/l

b3 = BAP konsentrasi 3 mg/l

b4 = BAP konsentrasi 3,25 mg/l

b5 = BAP konsentrasi 3,5 mg/l

Faktor II adalah varietas murbei (V) yang terdiri atas:

v1 = Varietas Morus catayana

v2 = Varietas Morus alba

v3 = Varietas Morus indica

v4 = Varietas Morus nigra

v5 = Varietas Morus multicaulis

Jumlah kombinasi perlakuan ada 25 dan setiap perlakuan diulang 3

kali. Tabel kombinasi perlakuan disajikan dalam Tabel berikut:

Tabel 2. Kombinasi perlakuan

Kombinasi Varietas

Konsentrasi BAP v1 v2 v3 v4 v5

b1 b1v1 b1v2 b1v3 b1v4 b1v5

b2 b2v1 b2v2 b2v3 b2v4 b2v5

b3 b3v1 b3v2 b3v3 b3v4 b3v5

b4 b4v1 b4v2 b4v3 b4v4 b4v5

b5 b5v1 b5v2 b5v3 b5v4 b5v5

Page 61: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

48

Parameter yang diamati adalah sebagai berikut:

a. Kecepatan pembentukan tunas.

b. Jumlah tunas

c. Tinggi tunas

d. Kecepatan pembentukan daun

e. Jumlah daun

f. Kecepatan pembentukan akar

g. Jumlah akar

h. Persentase tumbuh eksplan

F. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan analisis varian dari Rancangan

Acak Lengkap menggunakan dua faktor untuk menguji keterkaitan dan

pengaruh dari faktor tersebut. Jika hasil sidik ragam berpengaruh nyata

maka dilakukan uji lanjutan yaitu Uji Beda Jarak Berganda Duncan

(DMRT). Model uji statistik untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

𝑌𝑖𝑗𝑘 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 + (𝛼𝛽)𝑖𝑗 + 𝜀𝑖𝑗𝑘

Dimana:

Yijk : Nilai pengamatan pada faktor I taraf ke i, faktor II taraf kej, dan

ulangan ke k.

µ, αi, βj : Komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor I dan II.

(α, β)ij : Komponen interaksi dari faktor I dan II.

εijk : Pengaruh acak yang menyebar normal.

Page 62: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

49

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

G. Hasil dan Pembahasan

1. Kecepatan Pembentukan Tunas

Hasil analisis sidik ragam kecepatan rata-rata pembentukan tunas

(Lampiran 1) pada eksplan menunjukkan adanya pengaruh yang nyata

pada interaksi antara konsentrasi BAP dengan varietas murbei terhadap

kecepatan pembentukan tunas, sedangkan perlakuan tunggal varietas

dan konsentrasi BAP berpengaruh tidak nyata.

Hasil uji lanjut DMRT interaksi antara konsentrasi BAP dan varietas

terhadap kecepatan pembentukan tunas disajikan pada Tabel 3. Hasil uji

DMRT menunjukkan bahwa pembentukan tunas yang paling cepat adalah

varietas Morus alba dengan pemberian 2,5 mg/l BAP pada medium

tumbuh, yaitu dengan masa tumbuh tunas 1,3 hari setelah tanam.

Sedangkan yang paling lambat membentuk tunas adalah pada Morus alba

dengan pemberian 3,5 mg/l BAP, yaitu waktu 7,3 hari setelah tanam.

Eksplan yang tidak menghasilkan tunas adalah pada Morus multicaulis

dengan konsentrasi BAP 3,5 mg/l.

Page 63: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

50

Tabel 3. Hasil uji lanjut rata-rata kecepatan pembentukan tunas

No. Perlakuan Rata-Rata (hst)

1 b5v5 0,0 a

2 b1v2 1,3 a

3 b1v5 1,7 a

4 b2v1 1,7 a

5 b2v2 2,0 a

6 b1v3 2,3 a

7 b4v2 2,3 a

8 b3v3 2,7 a

9 b4v3 3,0 a

10 b5v3 3,0 ab

11 b3v2 3,3 abc

12 b5v1 3,7 abc

13 b2v3 3,7 abc

14 b1v4 4,0 abc

15 b4v4 4,0 abc

16 b1v1 4,0 abc

17 b2v5 4,3 bc

18 b3v1 4,3 bc

19 b4v1 4,7 bc

20 b3v4 5,0 bc

21 b3v5 5,0 bc

22 b4v5 5,0 bc

23 b2v4 5,3 bc

24 b5v4 5,3 bc

25 b5v2 7,3 c

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 0,05.

Pengamatan yang telah dilakukan selama 60 hari terhadap

pengaruh pertumbuhan pada beberapa konsentrasi BAP dan varietas

murbei melalui kultur jaringan menunjukkan hasil bahwa teknik ini sesuai

untuk mengembangkan tanaman murbei, guna mendukung ketersediaan

pakan ulat sutra. Hasil yang telah diperoleh menunjukkan bahwa untuk

Page 64: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

51

Morus nigra, konsentrasi BAP 2,5 - 3,5 mg/l sesuai untuk menumbuhkan

tunas. Dari data diperoleh bahwa Morus nigra secara keseluruhan,

menunjukkan waktu yang relatif cepat untuk membentuk tunas, yaitu

antara 4 - 5,3 hari setelah dilakukan penanaman pada medium kultur.

Morus multicaulis memperlihatkan hasil bahwa konsentrasi BAP

yang sesuai adalah 2,5 – 3,25 mg/l yang membentuk tunas pada rentang

antara 1,7 – 5 hari setelah penanaman. Konsentrasi yang paling baik

adalah pada konsentrasi 2,5 mg/l yang membentuk tunas rata-rata 1,7

hari setelah dilakukan penanaman pada media. Morus catayana secara

keseluruhan menunjukkan hasil bahwa varietas ini dapat dikultur pada

media dengan konsentrasi BAP antara 2,5 – 3,5 mg/l dengan kecepatan

pertumbuhan tunas antara 1,7 – 4,7 hari setelah penanaman. Namun,

yang paling sesuai untuk varietas ini adalah konsentrasi BAP sebesar

2,75 mg/l yang membentuk tunas rata-rata pada 1,7 hari setelah tanam.

Hasil pada Morus indica tidak jauh berbeda, dimana konsentrasi

2,5 – 3,5 mg/l juga mampu menumbuhkan tunas pada eksplan murbei,

yaitu 2,3 - 3,7 hari setelah tanam. Yang terbaik adalah pada konsentrasi

2,5 mg/l yang membentuk tunas pada 2,3 hari setelah tanam. Demikian

juga pada Morus alba, konsentrasi BAP yang digunakan menumbuhkan

tunas pada rentang antara 1,3 - 7,3 hari setelah tanam. Varietas ini

memperlihatkan hasil rata-rata yang paling cepat membentuk tunas, yaitu

1,3 hari setelah tanam dengan konsentrasi BAP 2,5 mg/l.

Page 65: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

52

Keseluruhan varietas membentuk tunas rata-rata dalam waktu

seminggu. Hal ini menunjukkan pada varietas murbei yang diamati sesuai

untuk dikembangkan melalui kultur jaringan. Pembentukan tunas yang

terjadi adalah akibat dari adanya konsentrasi BAP yang sesuai, sehingga

eksplan membentuk tunas dalam waktu yang relatif singkat. Hasil ini sama

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nursyamsi (2012) yang telah

melakukan pengujian pada varietas murbei Kl 14, Kl 29, dan Kl 41. Hasil

penelitiannya menunjukkan pada ketiga varietas tersebut juga

menumbuhkan tunas dalam jangka waktu rata-rata seminggu setelah

dilakukan penanaman dengan menggunakan konsentrasi BAP 2 – 3 mg/l.

Hasil pengamatan terhadap eksplan memperlihatkan adanya

perbedaan kecepatan eksplan dalam membentuk tunas. Hal tersebut

diduga terjadi karena masing-masing varietas membutuhkan konsentrasi

BAP yang berbeda untuk mendukung pertumbuhan maksimalnya. Hal ini

sesuai dengan Zulkarnain (2011) yang menyatakan bahwa pertumbuhan

dan perkembangan tunas dalam kultur jaringan sangat ditentukan oleh

ketepatan konsentrasi dan jenis sitokinin yang diberikan. Pemberian

sitokinin ke dalam media dapat membentuk pucuk aksillar melalui

pengurangan dominasi apikal. Sitokinin penting untuk menginduksi

perkembangan dan pertumbuhan eksplan, mempengaruhi pembelahan

sel, poliferasi pucuk, dan morfogenesis pucuk. Perangsangan

pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memberikan konsentrasi

sitokinin yang tinggi dan pengurangan auksin atau bahkan tidak

Page 66: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

53

memberikan auksin ke dalam media (Pierik, 1987 dalam Nursyamsi,

2012).

2. Jumlah Tunas

Hasil sidik ragam terhadap rata-rata jumlah tunas (Lampiran 3)

memperlihatkan bahwa interaksi antara pemberian konsentrasi BAP pada

berbagai varietas murbei berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tunas

yang terbentuk. Akan tetapi, perlakuan tunggal varietas berpengaruh

nyata terhadap rata-rata jumlah tunas yang terbentuk, sedangkan

konsentrasi BAP berpengaruh tidak nyata.

Adapun hasil uji DMRT untuk jumlah tunas yang terbentuk pada

berbagai varietas disajikan pada Tabel 3. Data menunjukkan bahwa

varietas yang memiliki rata-rata jumlah tunas tertinggi sebanyak 1,4 tunas

adalah Morus indica yang berbeda nyata dengan varietas yang lainnya

kecuali pada Morus nigra.

Tabel 4. Rata-rata jumlah tunas yang terbentuk pada berbagai varietas

Perlakuan Varietas Jumlah Tunas

Morus indica 1,4 c

Morus nigra 1,2 bc

Morus alba 1,0 ab

Morus multicaulis 0,8 ab

Morus catayana 0,6 a

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 0,05.

Page 67: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

54

Pengamatan terhadap jumlah tunas yang dihasilkan oleh interaksi

antara konsentrasi BAP dan varietas murbei menunjukkan bahwa semua

varietas rata-rata menghasilkan tunas. Morus nigra rata-rata

menghasilkan 0,7 – 2 tunas, di mana konsentrasi BAP yang paling banyak

menumbuhkan tunas adalah 3,5 mg/l dan yang paling sedikit pada

konsentrasi BAP 2,5 mg/l.

Morus multicaulis menghasilkan rata-rata jumlah tunas antara 0,3 –

1,3 tunas. Tunas paling sedikit dihasilkan pada konsentrasi 2,75 mg/l dan

3,5 mg/l yang hanya menghasilkan 0,3 tunas. Data yang diperoleh

menunjukkan bahwa konsentrasi BAP yang paling sesuai untuk

menghasilkan jumlah tunas pada varietas ini adalah 3 dan 3,25 mg/l.

Sama halnya dengan Morus catayana yang menunjukkan bahwa

pada konsentrasi 3 mg/l menghasilkan jumlah rata-rata tunas terbanyak,

yaitu 1 tunas. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk

penggunaan konsentrasi BAP 3,25 dan 3,5 mg/l tidak sesuai dengan

varietas ini. Hasil yang didapatkan memperlihatkan adanya penurunan

jumlah rata-rata tunas yang terbentuk, yaitu hanya 0,3 tunas.

Morus indica menunjukkan hasil yang cukup seragam dengan rata-

rata jumlah tunas yang cukup tinggi, yaitu antara 1 – 2 tunas. Data

pengamatan menunjukkan bahwa pada penggunaan konsentrasi BAP 2,5

mg/l menghasilkan jumlah tunas tertinggi. Ketika dilakukan penambahan

jumlah konsentrasi BAP, maka hasil pengamatan menunjukkan adanya

Page 68: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

55

penurunan jumlah tunas yang terbentuk. Data tersebut menunjukkan

bahwa untuk varietas ini, yang paling sesuai untuk menumbuhkan tunas

adalah konsentrasi BAP 2,5 mg/l.

Morus alba menunjukkan bahwa konsentrasi BAP yang paling

sesuai adalah 3 dan 3,25 mg/l, di mana jumlah rata-rata yang dihasilkan

sebanyak 1,7 tunas. Pada pemberian 2,5 mg/l BAP jumlah tunas yang

dihasilkan kurang maksimal, yaitu hanya 0,3 tunas. Sehingga penggunaan

konsentrasi BAP yang rendah pada varietas ini tidak direkomendasikan.

Konsentrasi yang tinggi juga tidak menguntungkan. Dari data hasil

pengamatan diperoleh hasil bahwa dengan peningkatan kadar konsentrasi

BAP menjadi 3,5 mg/l justru menurunkan nilai rata-rata jumlah tunas yang

terbentuk. Sehingga untuk varietas ini yang direkomendasikan adalah

penggunaan konsentrasi BAP 3 – 3,25 mg/l.

Berdasarkan hasil uji DMRT untuk jumlah tunas pada berbagai

varietas (Tabel 4) menunjukkan bahwa secara keseluruhan, yang paling

banyak menghasilkan tunas adalah Morus indica dengan nilai rata-rata 1,4

tunas dan yang paling rendah adalah pada Morus catayana, yaitu

sebanyak 0,6 tunas. Data tersebut menunjukkan bahwa varietas yang

paling sesuai untuk menumbuhkan tunas adalah pada Morus indica.

Namun, hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh BAP yang diberikan ke

dalam medium. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi BAP

2,5 – 3,5 mg/l sesuai untuk menumbuhkan eksplan murbei. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Haring (2014) terhadap Talas

Page 69: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

56

Safira, yang menyatakan bahwa pemberian BAP 4 mg/l menghasilkan

tunas yang pendek, pemberian BAP 3 mg/l membentuk tunas yang

banyak dan tinggi tunas normal, dan pemberian BAP 2 mg/l menghasilkan

tunas yang sedikit. Pemberian konsentrasi BAP yang terlalu tinggi akan

menghasilkan tunas yang banyak, tetapi lemah dan kualitasnya kurang

baik.

Kandungan sitokinin atau BAP yang ada dalam medium

merangsang pertumbuhan dan jumlah tunas yang terbentuk pada eksplan.

Jumlah sitokinin yang sesuai pada varietas tertentu tidak hanya

merangsang cepatnya pembentukan tunas, akan tetapi juga merangsang

jumlah tunas yang dihasilkan. Sitokinin dalam kultur jaringan berpengaruh

terhadap pembelahan sel dan bersama-sama dengan auksin berpengaruh

terhadap diferensiasi jaringan. Auksin mempengaruhi diferensiasi yang

cenderung ke arah akar, sedangkan sitokinin dalam konsentrasi yang

relatif tinggi akan cenderung melakukan diferensiasi ke arah primordial

batang dan tunas (Hendaryono dan Ari, 1994).

3. Tinggi Tunas

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa

interaksi antara konsentrasi BAP dan varietas murbei berpengaruh tidak

nyata terhadap tinggi tunas. Perlakuan tunggal pada konsentrasi BAP juga

berpengaruh tidak nyata, sedangkan perlakuan tunggal terhadap varietas

berpengaruh nyata terhadap tinggi rata-rata tunas yang terbentuk.

Page 70: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

57

Hasil uji DMRT terhadap tinggi tunas pada berbagai varietas

disajikan pada Tabel 5. Data tersebut memperlihatkan bahwa tunas

tertinggi pada Morus nigra yaitu 1,1 cm yang berbeda tidak nyata dengan

varietas yang lainnya, kecuali pada Morus multicaulis.

Tabel 5. Rata-Rata tinggi tunas yang terbentuk pada berbagai varietas

Perlakuan Varietas Tinggi Tunas (cm)

Morus nigra 1,1 b

Morus indica 1,1 b

Morus alba 0,9 b

Morus catayana 0,8 b

Morus multicaulis 0,4 a

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 0,05.

Pengamatan terhadap rata-rata tinggi tunas yang dihasilkan

menunjukkan bahwa pada Morus nigra, rata-rata tinggi tanaman yang

terbesar adalah pada pemberian 2,5 mg/l konsentrasi BAP dengan rata-

rata tinggi sebesar 1,4 cm. Sedangkan yang terendah pada pemberian 3

mg/l BAP ke dalam medium yang hanya menghasilkan tinggi 0,9 cm.

Morus multicaulis memperlihatkan jumlah yang tertinggi pada pemberian

3,25 mg/l konsentrasi BAP yang menghasilkan tinggi rata-rata 1 cm.

pemberian konsentrasi BAP 3,5 mg/l menunjukkan bahwa tunas yang

muncul tidak tumbuh dan hanya membentuk mata tunas. Sehingga,

penggunaan konsentrasi BAP ini tidak direkomendasikan untuk varietas

Morus multicaulis.

Page 71: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

58

Morus catayana memperlihatkan bahwa tanaman yang tertinggi

dengan nilai rata-rata 1,2 cm pada pemberian konsentrasi BAP 3,5 mg/l.

Namun, untuk varietas ini memperlihatkan hasil yang cukup seragam

pada semua konsentrasi BAP yang dicampurkan ke dalam medium.

Begitupun dengan Morus indica yang menunjukkan bahwa tinggi yang

dihasilkan cenderung seragam. Rata-rata tinggi tanaman berkisar antara

0,6 – 1,3 cm.

Morus alba menunjukkan bahwa konsentrasi BAP yang sesuai

untuk menghasilkan tinggi tanaman yang baik adalah pada konsentrasi

2,75 – 3,5 mg/l. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada varietas ini

menghasilkan rata-rata tinggi tunas 0,5 cm pada konsentrasi BAP 2,5 mg/l

dan juga rata-rata jumlah tunasnya sedikit, hanya 0,3. Sehingga

penggunaan konsentrasi BAP 2,5 mg/l kurang sesuai untuk digunakan

dalam media kultur pada Morus alba. Pemberian konsentrasi BAP antara

2,75 – 3,5 mg/l menghasilkan rata-rata tinggi tanaman yang cenderung

seragam, yaitu 0,7 – 1,2 cm.

Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa Morus nigra adalah

varietas yang menghasilkan nilai rata-rata tinggi yang paling besar, yaitu

1,14 cm. Kemudian diikuti oleh Morus indica dengan nilai rata-rata tinggi

sebesar 1,11 cm. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Nursyamsi (2012) yang menyatakan bahwa rata-rata tinggi tunas

yang besar ada pada varietas dengan jumlah tunas yang sedikit.

Nursyamsi dan Santoso (2002) dalam Nursyamsi (2012) menyebutkan

Page 72: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

59

bahwa semakin banyak jumlah tunas yang dihasilkan, maka tinggi

tanaman akan semakin rendah, begitupun sebaliknya. Hal ini disebabkan

oleh ketersediaan unsur-unsur hara yang ada dalam media kultur. Pada

tanaman yang memiliki banyak tunas, akan melakukan distribusi hara

pada masing-masing tunas, sehingga rata-rata tinggi tunasnya akan

cenderung rendah. Berbeda dengan eksplan yang memiliki jumlah tunas

yang sedikit, unsur hara yang tersedia akan dimanfaatkan untuk

menambah tinggi tunas.

Akan tetapi, pada penelitian ini didapatkan bahwa rata-rata jumlah

tunas terbanyak dan rata-rata tinggi tunas terbesar adalah pada Morus

indica dan Morus nigra. Hasil ini berbeda dengan teori yang disebutkan

sebelumnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kesesuaian pemberian

konsentrasi BAP pada masing-masing varietas dan kemampuan kedua

varietas ini untuk memaksimalkan hara yang ada pada medium. Sehingga

didapatkan hasil bahwa meskipun jumlah tunasnya yang terbanyak, tidak

mutlak menjadikan eksplan hanya memiliki nilai rata-rata tinggi yang

rendah.

Data rata-rata tinggi tunas memperlihatkan bahwa konsetrasi BAP

2,5 – 3,5 mg/l sesuai untuk digunakan, di mana tunas yang dihasilkan dan

tinggi tunas yang terbentuk normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Haring (2014) terhadap Talas Safira, yang menyatakan

bahwa pemberian BAP 3 mg/l membentuk tunas yang banyak dan tinggi

tunas normal. Pemberian konsentrasi BAP yang tinggi ke dalam medium

Page 73: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

60

akan menghasilkan tunas yang banyak, akan tetapi pertumbuhan dari

masing-masing tunas akan terhambat (George dan Sherrington, 1984;

Wattimena, 1988 dalam Haring, 2014). Sehingga dalam upaya kultur

tanaman murbei harus dilakukan penyesuaian pemberian konsentrasi

BAP untuk menghasilkan tinggi tunas yang baik.

4. Kecepatan Pembentukan Daun

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa

interaksi antara konsentrasi BAP dan varietas murbei berpengaruh tidak

nyata terhadap kecepatan pembentukan daun pada tanaman murbei.

Demikian juga dengan perlakuan tunggal pada varietas dan konsentrasi

BAP berpengaruh tidak nyata terhadap pembentukan daun pada eksplan.

Pembentukan daun tercepat dengan rata-rata 2,3 hari setelah

tanam pada Morus multicaulis dengan pemberian konsentrasi BAP

sebanyak 2,75 mg/l. Sedangkan rata-rata terlama pada hari ke 23,7 hari

setelah tanam pada Morus catayana dengan pemberian konsentrasi BAP

2,75 mg/l. Keseluruhan data kecepatan pembentukan daun dapat dilihat

pada Tabel 6.

Page 74: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

61

Tabel 6. Rata-rata kecepatan pembentukan daun pada berbagai

perlakuan

No Perlakuan Rata-Rata (hst)

1 b2v5 2,3

2 b1v5 3,7

3 b4v1 4,7

4 b2v2 4,7

5 b3v2 5,0

6 b4v2 5,0

7 b4v4 5,3

8 b3v4 6,7

9 b2v3 6,7

10 b3v1 7,3

11 b3v3 7,3

12 b4v3 7,3

13 b2v4 7,7

14 b5v3 7,7

15 b3v5 8,0

16 b4v5 8,3

17 b5v2 8,3

18 b1v3 8,7

19 b5v5 9,7

20 b5v4 11,0

21 b5v1 13,3

22 b1v2 14,3

23 b1v4 16,3

24 b1v1 19,0

25 b2v1 23,7

Pengamatan terhadap kecepatan pembentukan daun pada Morus

nigra menunjukkan bahwa daun yang paling cepat terbentuk pada

pemberian konsentrasi BAP 3,25 mg/l yaitu dengan rata-rata 5,3 hari

setelah penanaman. Hanya berselang beberapa hari saja setelah

Page 75: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

62

terbentuknya tunas. Sedangkan pemberian konsentrasi BAP 2,5 mg/l

menunjukkan waktu terlama terbentuknya daun, yaitu rata-rata 16,3 hari

setelah tanam. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi

BAP yang sesuai untuk membentuk daun pada murbei adalah 2,75 – 3,25

mg/l dengan nilai rata-rata 5,3 -7,7 hari setelah tanam.

Morus multicaulis menunjukkan bahwa daun terbentuk dalam

jangka waktu 2,3 hari setelah tanam pada pemberian konsentrasi BAP

2,75 mg/l. Hal tersebut disebabkan oleh adanya mata tunas yang muncul

pada eksplan sebelum di lakukan penanaman, sehingga eksplan langsung

melakukan pembentukan daun setelah penanaman. Namun juga muncul

tunas yang baru setelah beberapa hari kemudian.

Pembentukan daun tercepat pada Morus catayana terjadi pada

pemberian konsentrasi BAP 3,25 mg/l pada media tanam, yaitu rata-rata

4,7 hari setelah tanam. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa

konsentrasi BAP yang paling sesuai untuk menumbuhkan daun adalah

konsentrasi BAP 3 dan 3,25 mg/l. Pemberian konsentrasi BAP 2,5 mg/l,

2,75 mg/l dan 3,5 mg/l menunjukkan bahwa pembentukan daun baru

terjadi pada 13,3 – 23,7 hari setelah tanam. Sehingga untuk penggunaan

konsentrasi BAP ini tidak direkomendasikan.

Morus indica membentuk daun tercepat pada pemberian 2,75 mg/l

konsentrasi BAP ke dalam media, yang menghasilkan daun rata-rata 6,7

hari setelah tanam. Namun, secara umum konsentrasi BAP 2,5 – 3,25

Page 76: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

63

mg/l sesuai untuk varietas ini. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

rata-rata eksplan membentuk daun antara 6,7 – 8,7 hari setelah tanam.

Pemberian konsentrasi BAP 2,75 mg/l pada varietas Morus alba

menunjukkan pembentukan daun yang tercepat, yaitu rata-rata 4,7 hari

setelah tanam. Yang paling lama membentuk daun adalah pada

pemberian konsentrasi BAP 2,5 mg/l. Data yang diperoleh menunjukkan

bahwa pada varietas ini membentuk daun kurang dari seminggu dengan

pemberian konsentrasi BAP 2,75 - 3,25 mg/l. Kecepatan pembentukan

daun ini diduga dipengaruhi oleh kandungan konsentrasi BAP yang

ditambahkan ke dalam media. Sitokinin yang menyebabkan pertumbuhan

daun lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan akar. Sebagaimana

teori yang disebutkan sebelumnya bahwa sitokinin yang diberikan

kedalam media dapat mempengaruhi atau mempercepat pembentukan

daun pada eksplan.

5. Jumlah Daun

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa

interaksi antara konsentrasi BAP dan varietas murbei berpengaruh tidak

nyata terhadap jumlah daun yang terbentuk. Demikian juga dengan

konsentrasi BAP yang berpengaruh tidak nyata. Akan tetapi, varietas

berpengaruh nyata terhadap jumlah daun yang terbentuk pada eksplan.

Adapun hasil uji DMRT untuk jumlah daun pada berbagai varietas

disajikan dalam Tabel 7. Data menunjukkan bahwa jumlah daun terbanyak

Page 77: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

64

pada Morus nigra dengan rata-rata sebanyak 10,5 lembar daun, yang

berbeda nyata dengan varietas yang lainnya.

Tabel 7. Rata-rata jumlah daun yang terbentuk pada berbagai varietas

Perlakuan Varietas Jumlah Daun

Morus nigra 10,5 c

Morus indica 7,5 b

Morus alba 3,8 a

Morus catayana 2,8 a

Morus multicaulis 2,5 a

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 0,05.

Pengamatan terhadap interaksi antara pemberian konsentrasi BAP

pada medium kultur Morus nigra menunjukkan bahwa jumlah rata-rata

daun yang paling banyak pada konsentrasi BAP 2,5 mg/l yaitu 12,3

lembar daun. Yang paling sedikit pada konsentrasi 3,25 mg/l yang hanya

membentuk rata-rata 8 daun. Sedangkan untuk varietas Morus multicaulis

menunjukkan rata-rata jumlah daun yang paling banyak adalah pada

pemberian 3,25 mg/l konsentrasi BAP yang mampu menghasilkan rata-

rata jumlah daun sebanyak 6,7 lembar. Data pengamatan menunjukkan

bahwa untuk varietas ini yang sesuai hanya konsentrasi BAP 3 ,25 mg/l.

pemberian konsentrasi yang lainnya menunjukkan jumlah daun yang

kurang dari 3 lembar.

Jumlah daun terbanyak yang terbentuk pada Morus catayana

adalah pada pemberian 3,5 mg/l konsentrasi BAP dengan rata-rata daun

Page 78: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

65

yang dihasilkan adalah 3,7 lembar. Hasil pengamatan pada varietas ini

menunjukkan hasil yang cukup seragam antara 2,3 – 3,7 lembar daun.

Sedangkan pada Morus indica menunjukkan bahwa daun terbanyak yang

terbentuk adalah pada pemberian 3,5 mg/l konsentrasi BAP. Daun yang

terbentuk rata-rata 10,7 lembar. Data menunjukkan bahwa semakin tinggi

pemberian konsentrasi BAP juga semakin meningkatkan jumlah daun

yang terbentuk.

Data pengamatan pada Morus alba menunjukkan bahwa

pemberian konsentrasi BAP antara 3 – 3,5 mg/l menghasilkan rata-rata

jumlah daun yang sama, yaitu 4,7 lembar daun. Data yang diperoleh pada

varietas ini juga memperlihatkan bahwa seiring dengan penambahan

konsentrasi BAP mempengaruhi peningkatan jumlah daun yang terbentuk.

Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan juga semakin

meningkatkan jumlah daun yang terbentuk.

6. Kecepatan Pembentukan Akar

Pengamatan terhadap interaksi antara konsentrasi BAP dengan

varietas murbei menunjukkan bahwa dalam 60 hari pengamatan, eksplan

belum membentuk akar. Hal tersebut diakibatkan oleh pemberian sitokinin

atau konsentrasi BAP yang dapat menghambat diferensiasi jaringan ke

arah akar (Zulkarnain, 2011). Hasil pengamatan ini sama dengan yang

telah dilperoleh oleh Nursyamsi (2012) yang juga menunjukkan bahwa

eksplan dengan pemberian konsentrasi BAP yang cukup tinggi pada

Page 79: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

66

varietas murbei, hanya menghasilkan tunas dan tidak membentuk akar.

Data menunjukkan bahwa pertumbuhan yang terjadi lebih kepada

pembentukan tunas dan daun. Sehingga perlu dilakukan penelitian yang

lebih lanjut untuk mengamati pengaruh penambahan konsentrasi auksin

yang diberikan ke dalam medium yang akan merangsang pembentukan

akar pada eksplan.

Abidin (1985) dalam Nursyamsi (2011) menyebutkan bahwa

penambahan zat pengatur tumbuh dari luar dapat menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan salah satu bagian tanaman dan merangsang

pertumbuhan bagian tanaman yang lainnya. Meskipun pada hakikatnya

ada zat tumbuh sitokinin dan auksin yang diproduksi secara endogen

dalam tanaman yang tidak bekerja sediri-sendiri tetapi berinteraksi dalam

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akan tetapi,

dengan adanya pengaruh penambahan dari luar dapat mempengaruhi

interaksi tersebut. Hal tersebut diduga mengakibatkan terhambatnya kerja

auksin untuk membentuk akar pada eksplan murbei.

7. Jumlah Akar

Sama dengan pembahasan yang sebelumnya, yang menjelaskan

tentang sebab tidak terbentuknya akar dalam penelitian ini. Sehingga

perlu dilakukan peneltian lebih lanjut untuk mengetahui medium atau

kombinasi perlakuan yang paling sesuai untuk menumbuhkan akar pada

eksplan murbei. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Haring

Page 80: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

67

(2014), pada proses multiplikasi dengan mengamati pengaruh antara

media MS dengan BAP, kinetin, dan 2iP yang menunjukkan terjadinya

pembentukan akar pada ekplan talas safira, menunjukkan perlunya

dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap proses penumbuhan akar pada

ekplan murbei. Selain itu juga, perlu dilakukan penelitian lanjutan dari

penlitian ini untuk mengamati pembentukan akar pada proses sub kultur

dengan menggunakan media yang ditambahkan auksin atau kinetin atau

yang lainnya.

8. Persentase Tumbuh Eksplan

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) terhadap pengaruh interaksi

antara konsentrasi BAP dengan varietas murbei menunjukkan adanya

pengaruh nyata. Demikian juga dengan varietas yang memperlihatkan

adanya pengaruh nyata. Akan tetapi, konsentrasi BAP berpengaruh tidak

nyata terhadap rata-rata persentase tumbuh eksplan.

Hasil uji DMRT interaksi antara konsentrasi BAP dengan varietas

disajikan pada Tabel 8, sedangkan untuk pengaruh tunggal varietas

terhadap pertumbuhan eksplan pada berbagai varietas disajikan pada

Tabel 9.

Page 81: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

68

Tabel 8. Rata-rata persentase tumbuh eksplan pada interaksi antara konsentrasi BAP dan varietas murbei

No. Perlakuan Persentase

Tumbuh (x 100 %)

1 b1v5 0,3 a

2 b5v5 0,3 a

3 b4v1 0,3 a

4 b2v5 0,7 a

5 b5v1 0,7 a

6 b3v2 0,7 a

7 b4v2 0,7 a

8 b1v4 1,0 b

9 b2v4 1,0 b

10 b2v4 1,0 b

11 b4v4 1,0 b

12 b5v4 1,0 b

13 b3v5 1,0 b

14 b4v5 1,0 b

15 b1v1 1,0 b

16 b2v1 1,0 b

17 b3v1 1,0 b

18 b1v3 1,0 b

19 b2v3 1,0 b

20 b3v3 1,0 b

21 b4v3 1,0 b

22 b5v3 1,0 b

23 b1v2 1,0 b

24 b2v2 1,0 b

25 b5v2 1,0 b

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 0,05.

Page 82: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

69

Tabel 9. Rata-rata persentase tumbuh eksplan pada berbagai varietas

Perlakuan Varietas Persentase Tumbuh (x100 %)

Morus indica 1,0 b

Morus nigra 1,0 b

Morus alba 0,9 b

Morus catayana 0,8 ab

Morus multicaulis 0,7 a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 0,05.

Hasil uji lanjut terhadap persentase tumbuh eksplan pada berbagai

varietas menunjukkan bahwa persentase tumbuh tertinggi (100 %) pada

Morus nigra dan Morus indica dan berbeda tidak nyata dengan varietas

yang lainnya kecuali pada Morus muticaulis.

Data pengamatan menunjukkan bahwa persentase tumbuh eksplan

murbei melalui kultur jaringan cukup berhasil. Hanya ada 3 eksplan yang

hanya menumbuhkan satu tanaman dari tiga ulangan yang dilakukan. Hal

tersebut diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara konsentrasi BAP yang

diberikan ke dalam medium. Rata-rata keseluruhan persentase tumbuh

eksplan sebesar 86,7 %. Data tersebut menunjukkan bahwa tanaman

murbei cocok dan mudah untuk dikembangkan melalui teknik kultur

jaringan. Namun, besarnya pertumbuhan eksplan murbei ini juga

dipengaruhi oleh metode sterilisasi eksplan yang digunakan.

Page 83: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

70

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. Konsentrasi BAP terbaik untuk kultur jaringan tanaman murbei adalah

2,5 mg/l yang menghasilkan nilai rata-rata tinggi untuk tiap variabel.

b. Varietas yang terbaik untuk dikembangkan melalui kultur jaringan

adalah Morus indica dan Morus nigra yang menunjukkan nilai yang

tinggi pada setiap variabel.

c. Interaksi terbaik antara konsentrasi BAP dan varietas murbei adalah

pemberian konsentrasi BAP 2,5 mg/l pada Morus nigra.

B. Saran

Beberapa saran yang penulis berikan adalah sebagai berikut:

a. Sebaiknya pada penelitian yang serupa, diberikan IAA dan kinetin

pada medium kultur, guna menumbuhkan akar pada eksplan.

b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk proses sub kultur pada

medium dengan penambahan IAA dan kinetin untuk mengamati proses

pengakaran eksplan.

Page 84: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

71

c. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengamati kadar protein

daun yang dihasilkan melalui kultur jaringan sehingga memberikan

rekomendasi yang lebih pasti untuk pengembangan varietas murbei.

Page 85: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

72

DAFTAR PUSTAKA

Anis, M., Faisal, M. dan Singh, S. K. 2003. Michropropagation of Mulberry (Morus alba L.) Through In Vitro Culture of Shoot Tip and Nodal Eksplants. Plant Tissue Cult. 13(1): 47-51.

Ardiana, D. W. dan Fitrianti, I. 2010. Teknik Kultur Jaringan Tunas Pepaya dengan Menggunakan Beberapa Konsentrasi IBA. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, N0. 2:52-55.

Balai Persuteraan Alam. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Murbei (Morus spp), Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Balai Persuteraan Alam.

Evert, R.F., Esau, K. & Eichhorn, S.E. 2006. Esau's Plant anatomy: meristems, cells, and tissues of the plant body: their structure, function, and development. 3rd edition. John Willey & Sons. New Jersey. Hal. 67-79.

Fitrianti, A. 2006. Efektivitas Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Kinetin pada Medium MS dalam Induksi Kalus Sambiloto dengan Eksplan Potongan Daun. Skripsi. Biologi FMIPA UNS: Semarang

Gunawan. L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Haring, F. 2014. Multiplikasi Tunas dan Umbi Mikro Talas Safira (Colocasia esculenta var. antiqourum) secara In Vitro pada media Modifikasi. Disertasi. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Hendaryono, D.P.S. dan Ari, W. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-Modern. Kanisius: Yogyakarta

Kavyashree, R., 2006. A Repeatable Protocol Of In Vitro Michropropagation Of Mulberry Variety S54. Indian Journal of Biotechnology. Vol 6, pp 385-388.

Ma, F., Guo, C., Liu, Y., Li, M., Ma, T. & Mei, L. 1996. In Vitro Shoot-Apex Grafting of Mulberry (Morus alba L.). Hort Science 31 (3): 460-462.

Marlina, N. 2004. Teknik modifikasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi in vitro. Buletin Teknik Pertanian 9(1):4-6.

Narayan, P., Chakraborty S., and Rao G.S. 1989. Regeneration of Planlets From The Callus of Stem Segments of Mature Plants of Morus alba L. Proc. Sci. Acad. B55 Nos 5 & 6 pp 469-472

Page 86: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

73

Nisak, K., Nurhidayati, T. & Purwani, K. I. 2012. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi ZPT NAA dan BAP Pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol. 1, No. 1, 1-6.

Nursyamsi, 2010. Teknik Kultur Jaringan Sebagai Alternatif Perbanyakan Tanaman Untuk Mendukung Rehabilitasi Lahan. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Makassar.

Nursyamsi, 2012. Propagasi Tiga Varietas Murbei Melalui Teknik Kultur Jaringan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol.9, No. 2, Hal: 75-82.

Oktafiani, A., Puspitasri, M., Purbati, T. & Destiwarni, 2010. Pengaruh Beberapa Media Kultur Jaringan Terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek Phalaenopsis bellina, Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian, Kalimantan Barat.

Prasetyo, C. H., 2009. Teknik Kultur Jaringan Anggrek Dendrobium sp. Di Pembudidayaan Anggrek Widorokandang Yogyakarta. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Rao, J. S. V. V. N. H. P., Nuthan, D. & Krishna, K. S. 2010. Protocol for In Vitro Regeneration of Rained Mulberry Varieties Through Callus Phase. EJBS 2(1)

Vijayan, K., Raju, P. J., Tikader, A. & Sarachtnandra, B. 2014. Biotechnology of Mulberry (Morus L.). A reviews, Central Silk Board. BTM Layout. Madiwala. India. J. Food Agric. 26(6): 472-496.

Zaki M., Kaloo, Z.A. & Sofi, M.S. 2011. Micropropagation of Morus nigra L. from Nodal segments with axillary buds. World journal of agricultural sciences 7 (4) : 496-503.

Zulkarnain, H. 2011. Kultur Jaringan Tanaman, Solusi Perbanyakan Tanaman Budi Daya. Bumi Aksara. Jakarta

Page 87: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

74

DAFTAR ISTILAH

2,4 D 2,4-dichlorophenoxyacetic acid.

Adventif Sifat yang menunjukkan perkembangan struktur dari

posisi yang tidak normal, misalnya pucuk yang keluar

dari akar atau daun dari kalus.

Agar Produk yang terbuat dari alga yang digunakan untuk

memadatkan medium kultur jaringan.

Aksillar Berkembang dari ketiak daun, misalnya tunas aksillar

Alkohol Etil alkohol (C2H5OH), disebut pula etanol.

Auksin Hormon yang menyebabkan perpanjangan sel,

dominansi pucuk, inisiasi akar; misalnya asam indol

asetat (IAA).

BA atau BAP benzyladenine atau 6-benzyaminopurin.

Deterjen Senyawa yang berfungsi menurunkan tegangan

permukaan larutan. Deterjen digunakan untuk

meningkatkan kontak antara bahan tanaman dengan

agen sterilisasi.

Diferensiasi Istilah yang digunakan untuk menggambarkan

pembentukan berbagai tipe sel, akar, pucuk, embrio,

ataupun organ lain yang berbeda di dalam kultur

kalus atau kultur sel.

EDTA Ethylene Diamine Tetra Acetic, yaitu suatu senyawa

pelekat yang mengikat besi, namun besi tersebut

masih tersedia bagi tanaman.

Eksplan Organ atau sepotong jaringan tanaman yang

digunakan untuk memulai kultur

Embrio Tanaman yang sangat muda, berkembang di dalam

gametofit betina dengan atau tanpa pembuahan.

Page 88: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

75

Erlenmeyer Suatu wadah kultur berbentuk kerucut dengan bagian

bawahnya datar.

Giberilin Suatu kelompok hormon tanaman yang berperan

antara lain dalam pembelahan dan pemanjangan sel.

Hormon Senyawa organik yang dihasilkan di dalam tanaman,

dalam konsentrasi rendah dapat meningkatkan,

menghambat, atau secara kualitatif memodifikasi

pertumbuhan tanaman pada bagian yang berbeda

dari tempat sintesisnya.

IAA Indole-3-acetic acid (asam indol asetat)

IBA Indole-3-butyric acid (asam indol butirat)

In vitro Secara harfiah berarti dalam kaca, di dalam tabung

reaksi, botol, dan sebagainya. Dalam kultur jaringan,

diterapkan pada setiap proses yang dilakukan di

dalam kultur steril.

Inisiasi Pembentukan struktur suatu organ, seperti primordial

akar atau pucuk.

Inokulasi Meletakkan inoculum di dalam atau pada medium

nutrisi.

Kalus Jaringan yang tumbuh dari poliferasi sel-sel yang

belum terorganisasi-suatu kelompok sel tanaman

yang belum terdiferensiasi.

Kultur Menumbuhkan sel, jaringan, organ, maupun

keseluruhan tanaman di dalam medium steril dan

kondisi aseptik, misalnya kultur sel, kultur embrio,

kultur ujung pucuk, kultur antera, dan sebagainya.

Kultur jaringan Istilah umum yang mengacu pada semua bentuk

kultur aseptik jaringan tanaman ataupun hewan.

Kultur sel Upaya menumbuhkan sel-sel secara in vitro.

Labinar Air Flow

Cabinet (LACF)

Kotak yang digunakan untuk inokulasi eksplan, LAFC

harus selalu dijaga agar tetap steril dengan

Page 89: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

76

mengalirkan udara steril secara teratur dengan arah

horizontal.

Magnetic stirrer Pengaduk bermagnet, yaitu suatu alat yang terdiri

atas pemanas dan magnet yang berputar, alat ini

digunakan untuk memanaskan, misalnya medium di

dalam gelas piala yang diletakkan diatasnya, dalam

gelas piala dimasukkan sebatang besi berselaput

plastik yang berputar mengaduk medium.

Berputarnya besi tersebut disebabkan oleh adanya

magnet yang berputar.

Medium Lihat medium nutrisi.

Medium cair Medium tanpa bahan pemadat, seperti agar, gelrite,

dan lain-lain.

Medium dasar Suatu medium yang mengandung hara organic dan

anorganik, namun tanpa zat aditif, seperti zat

pengatur tumbuh.

Medium nutrisi Kombinasi hara anorganik, organik, dan air dalam

bentuk cair maupun padat.

Medium padat Medium nutrisi yang dipadatkan, misalnya dengan

agar.

Mikropropagasi Perbanyakan tanaman seksual atau vegetative

secara in vitro.

MS Murashige dan Skoog (1962).

NAA Α-napthaleneacetic acid

oC Derajat Celcius

Organ Bagian tanaman yang memiliki fungsi spesifik.

Organogenesis Pembentukan organ.

Otoklaf Alat yang digunakan untuk mensterilkan medium,

gelas, dan lain-lain, dengan memanfaatkan uap

bertekanan tinggi.

Penggojok rotari Alat yang berputar dimana wadah Erlenmeyer berisi

Page 90: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

77

medium cair diletakkan dan digojok.

pH Nilai logaritma negative dari konsentrasi ion-ion

hydrogen.

Planlet Pucuk kecil yang berakar atau embrio yang

berkecambah.

Ruang kultur Suatu ruangan yang berfungsi sebagai tempat

pemeliharaan kultur; ruangan tersebut dilengkapi

cahaya, suhu, dan kelembapan yang dapat diatur.

Sitokinin Hormone pertumbuhan yang menyebabkan

pemanjangan sel, diferensiasi sel, diferensiasi pucuk,

pecahnya dominansi pucuk, dan sebagainya;

sitokinin BAP adalah yang umum digunakan dalam

kultur jaringan.

Steril Media atau objek tanpa mikroorganisme yang viable

atau terlihat jelas, masih diperlukan pengujian

sterilitas untuk membuktikannya.

Subkultur Subdivisi suatu kultur untuk ditransfer ke medium

segar.

Totipotensi Sifat suatu sel untuk berkembang, membelah diri,

dan berdiferensiasi menjadi suatu organisme

lengkap. Sel-sel yang totipotent mengandung semua

informasi genetik untuk perkembangan tanaman yang

lengkap.

Unsur makro Kelompok unsur-unsur penting, seperti N, P, K, Ca,

dan Mg, yang biasanya diperlukan dalam jumlah

relatif besar (merupakan nutrisi anorganik pada

tanaman).

Unsur mikro Kelompok unsur, seperti Fe, B, Zn, Mo, Mn, dan lain-

lain yang berperan penting dalam jumlah yang

relative kecil sebagai nutrisi anorganik pada tanaman.

v/v Volume/volume (konsentrasi cairan dalam cairan).

Page 91: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

78

Vitamin Kelompok senyawa organik yang kadang

ditambahkan ke dalam medium kultur, misalnya

vitamin B1, vitamin C, dan lain-lain.

Vitrifikasi Menggambarkan kultur yang terlihat, seperti

kelebihan air, tembus cahaya, atau bening seperti

kaca.

Zat pengatur Senyawa yang berperan dalam mengatur

pertumbuhan dan perkembangan sel, organ, dan

sebagainya.

Zeatin 6-(4-hydroxy-3-methyl-2-butenylamino) purine

zigot Sel yang terbentuk dari penyatuan dua gamet (sel

sperma dan sel telur)

Page 92: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

79

Lampiran 1. Hasil sidik ragam kecepatan rata-rata pembentukan tunas

Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah

kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung

F. Tabel

0,05 0,01

Perlakuan

Konsentrasi BAP (B)

Varietas (V)

Interaksi (B x V)

Galat

Total

4

4

16

50

74

18,480

29,947

136,053

226

410,480

4,620

7,487

8,503

4,520

1,022

1,656

1,881*

2,557

2,557

1,850

3,719

3,719

2,382

Keterangan : * = Berpengaruh nyata

Page 93: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

80

Lampiran 2. Grafik kecepatan pembentukan tunas pada berbagai varietas

2.52.75

33.25

3.5

2.52.75

33.25

3.5

2.52.75

33.25

3.5

2.52.75

33.25

3.5

2.52.75

33.25

3.5

4.0

5.35.0

4.0

5.3

1.7

4.3

5.0 5.0

0.0

4.0

1.7

4.34.7

3.7

2.3

3.7

2.73.0 3.0

1.3

2.0

3.3

2.3

7.3

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Mo

rus

nig

ra

Mo

rus

nig

ra

Mo

rus

nig

ra

Mo

rus

nig

ra

Mo

rus

nig

ra

Mo

rus

mu

ltic

aulis

Mo

rus

mu

ltic

aulis

Mo

rus

mu

ltic

aulis

Mo

rus

mu

ltic

aulis

Mo

rus

mu

ltic

aulis

Mo

rus

cata

yan

a

Mo

rus

cata

yan

a

Mo

rus

cata

yan

a

Mo

rus

cata

yan

a

Mo

rus

cata

yan

a

Mo

rus

ind

ica

Mo

rus

ind

ica

Mo

rus

ind

ica

Mo

rus

ind

ica

Mo

rus

ind

ica

Mo

rus

Alb

a

Mo

rus

Alb

a

Mo

rus

Alb

a

Mo

rus

Alb

a

Mo

rus

Alb

a

Grafik Kecepatan Pertumbuhan tunas pada berbagai varietas

Konsentrasi BAP (mg/l) kecepatan tunas

Page 94: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

81

Lampiran 3. Hasil sidik ragam rata-rata jumlah tunas yang terbentuk

Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah

kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung

F. Tabel

0,05 0,01

Perlakuan

Konsentrasi BAP (B)

Varietas (V)

Interaksi (B x V)

Galat

Total

4

4

16

50

74

2,533

6

8,800

18,667

36

0,633

1,500

0,550

0,373

1,696

4,018**

1,473

2,557

2,557

1,850

3,719

3,719

2,382

Keterangan: ** = Berpengaruh sangat nyata

Page 95: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

82

Lampiran 4. Hasil sidik ragam rata-rata tinggi tunas

Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah

kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung

F. Tabel

0,05 0,01

Perlakuan

Konsentrasi BAP (B)

Varietas (V)

Interaksi (B x V)

Galat

Total

4

4

16

50

74

0,735

4,850

4,829

8,480

18,894

0,184

1,212

0,302

0,170

1,084

7,149**

1,779

2,557

2,557

1,850

3,719

3,719

2,382

Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata

Page 96: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

83

Lampiran 5. Hasil sidik ragam kecepatan pembentukan daun

Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah

kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung

F. Tabel

0,05 0,01

Perlakuan

Konsentrasi BAP (B)

Varietas (V)

Interaksi (B x V)

Galat

Total

4

4

16

50

74

297,253

459,120

1027,547

2428

4211,920

74,313

114,780

64,222

48,560

1,530

2,364

1,323

2,557

2,557

1,850

3,719

3,719

2,382

Page 97: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

84

Lampiran 6. Grafik kecepatan pembentukan daun pada berbagai varietas

2.52.75 3 3.253.52.52.75 3 3.253.5

2.52.75 3 3.253.52.52.75 3 3.253.5

2.52.75 3 3.253.5

16.3

7.76.7

5.3

11.0

3.72.3

8.0 8.39.7

19.0

23.7

7.3

4.7

13.3

8.7

6.77.3 7.3 7.7

14.3

4.7 5.0 5.0

8.3

0

5

10

15

20

25

Mo

rus

nig

ra

Mo

rus

nig

ra

Mo

rus

nig

ra

Mo

rus

nig

ra

Mo

rus

nig

ra

Mo

rus

mu

ltic

aulis

Mo

rus

mu

ltic

aulis

Mo

rus

mu

ltic

aulis

Mo

rus

mu

ltic

aulis

Mo

rus

mu

ltic

aulis

Mo

rus

cata

yan

a

Mo

rus

cata

yan

a

Mo

rus

cata

yan

a

Mo

rus

cata

yan

a

Mo

rus

cata

yan

a

Mo

rus

ind

ica

Mo

rus

ind

ica

Mo

rus

ind

ica

Mo

rus

ind

ica

Mo

rus

ind

ica

Mo

rus

Alb

a

Mo

rus

Alb

a

Mo

rus

Alb

a

Mo

rus

Alb

a

Mo

rus

Alb

a

Grafik Kecepatan pembentukan daun pada berbagai varietas

Konsentrasi BAP (mg/l) kecepatan daun

Page 98: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

85

Lampiran 7. Hasil sidik ragam rata-rata jumlah daun

Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah

kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung

F. Tabel

0,05 0,01

Perlakuan

Konsentrasi BAP (B)

Varietas (V)

Interaksi (B x V)

Galat

Total

4

4

16

50

74

11,680

722,347

187,653

518,667

1440,347

2,920

180,587

11,728

10,373

0,281

17,409**

1,131

2,557

2,557

1,850

3,719

3,719

2,382

Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata

Page 99: PENGARUH KONSENTRASI MEDIUM DAN VARIETAS …

86

Lampiran 8. Hasil sidik ragam rata-rata persentase tumbuh

Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah

kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung

F. Tabel

0,05 0,01

Perlakuan

Konsentrasi BAP (B)

Varietas (V)

Interaksi (B x V)

Galat

Total

4

4

16

50

74

0,187

1,253

2,480

4

7,920

0,047

0,313

0,155

0,080

0,583

3,917**

1,937*

2,557

2,557

1,850

3,719

3,719

2,382

Keterangan : * = Berpengaruh nyata

** = Berpengaruh sangat nyata