pengaruh konsentrasi kno3 dan lama perendaman …repository.utu.ac.id/696/1/bab i_v.pdf · 2017. 9....

40
PENGARUH KONSENTRASI KNO 3 DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PEPAYA ( Carica papaya L. ) SKRIPSI OLEH BUKHARI 09C10407127 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT 2013

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENGARUH KONSENTRASI KNO3 DAN LAMA

    PERENDAMAN TERHADAP VIABILITAS

    DAN VIGOR BENIH PEPAYA

    ( Carica papaya L. )

    SKRIPSI

    OLEH

    BUKHARI

    09C10407127

    Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

    Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

    Universitas Teuku Umar

    PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

    FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR

    MEULABOH – ACEH BARAT

    2013

  • LEMBARAN PENGESAHAN

    Judul : Pengaruh Konsentrasi KNO3 dan Lama

    Perendaman Terhadap Viabilitas dan Vigor

    Benih Pepaya ( Carica papaya L. )

    Nama Mahasiswa : Bukhari

    N I M : 09C10407127

    Program Studi : Agroteknologi

    Menyetujui :

    Komisi Pembimbing

    Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

    Muhammad Jalil, S.P, M.P

    NIDN 0115068302

    Chairudin, S.P

    NIDN 0122097301

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Prodi Agroteknologi,

    Diswandi Nurba, S.TP, M.Si

    NIDN 0128048202

    Jasmi, S.P, M.Sc

    NIDN 0127088002

    Tanggal Lulus : 06 September 2013

  • PENGARUH KONSENTRASI KNO3 DAN LAMA

    PERENDAMAN TERHADAP VIABILITAS

    DAN VIGOR BENIH PEPAYA

    ( Carica papaya L. )

    SKRIPSI

    OLEH

    BUKHARI

    09C10407127

    PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

    FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR

    MEULABOH, ACEH BARAT

    2013

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Tanaman pepaya (Carica papaya. L.) merupakan tanaman buah berupa

    herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat

    bahkan kawasan sekitar Meksiko dan Coasta Rica. Beberapa literatur memastikan

    bahwa plasma nutfah pepaya berasal dari negara Meksiko dan Coasta Rica.

    Pedagang Spanyol telah berjasa dalam menyebarluaskan tanaman pepaya dari

    kawasan Amerika ke berbagai negara di dunia. Dalam perkembangan selanjutnya,

    tanaman pepaya banyak ditanam orang dan telah menyebar luas di negara-negara

    yang telah dikenal daerah pertaniannya, baik di daerah tropis maupun sub tropis,

    di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan

    pengunungan (sampai 1000 m dpl) (Rukmana, 1995).

    Indonesia merupakan negara pertanian dengan potensi yang besar untuk

    menghasilkan komoditas buah-buahan tropis. Salah satunya adalah pepaya

    sebagai buah konsumsi kaya manfaat yang dapat diterima luas oleh masyarakat.

    Berdasarkan data FAO (2008), dinyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke

    empat sebagai negara produsen komoditas pepaya terbesar di dunia, di bawah

    India, Brazil dan Nigeria, dengan total produksi 653.276 ton. Berdasarkan data

    Departemen Pertanian (2008), dinyatakan bahwa total produksi buah pepaya

    nasional mengalami peningkatan dari tahun 2003, yaitu 626.745 ton menjadi

    732.611 ton pada tahun 2004. Produksi buah pepaya mengalami penurunan

    produksi pada tahun 2005 menjadi 548.657 ton dan meningkat kembali sampai

    dengan tahun 2007 menjadi 621.524 ton.

  • 2

    Pengembangan pepaya di Indonesia saat ini tidak terlepas dari kebutuhan

    akan adanya varietas yang sesuai pasar dan benih bermutu dengan jumlah yang

    mencukupi. Sampai dengan saat ini penggunaan benih sebagai bahan perbanyakan

    tanaman pepaya masih diunggulkan jika dibandingkan dengan perbanyakan secara

    vegetatif melalui stek atau pun kultur jaringan, sehingga sangat penting artinya

    menjaga mutu benih guna mencapai produksi pepaya yang optimum untuk

    kebutuhan pasar.

    Benih pepaya merupakan benih yang memerlukan perhatian dalam proses

    pengadaannya guna menjaga viabilitasnya agar tetap baik. Menurut Sangakkara

    (1995), benih pepaya cepat mengalami proses deteriorasi setelah proses

    pemanenan. Sari et al. (2005) juga menyatakan benih pepaya memiliki daya

    simpan relatif singkat. Kandungan senyawa fenolik yang tinggi pada sarcotesta

    dapat meningkatnya impermeabilitas benih pada saat proses desikasi dalam

    kondisi udara beroksigen, sehingga mengakibatkan dormansi.

    Dias et al. (2010) menambahkan bahwa benih segar pepaya mengalami

    dormansi pascapanen yang akan pecah setelah enam bulan penyimpanan.

    Viabilitas benih pepaya juga dipengaruhi oleh kandungan kadar air dan sifat dari

    benih antar varietas, pada kondisi kelembaban dan suhu kamar dapat

    mempertahankan viabilitas benih selama 12 bulan dengan KA 8 % atau 11 %.

    Wulandari (2009) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa benih

    pepaya bersifat ortodoks (Varietas Sukma dan Calina) karena tahan simpan pada

    suhu ± -20ºC dan intermediet (Varietas Arum Bogor) karena tidak tahan simpan

    pada suhu ± -20ºC. Jika benih pepaya memiliki sifat ortodoks, maka ada

    kemungkinan benih dapat disimpan untuk periode jangka panjang, lebih dari 12

  • 3

    bulan. Upaya untuk meningkatkan viabilitas benih pepaya dapat dilakukan dengan

    cara menerapkan perlakuan pra perkecambahan benih. KNO3 dan atonik

    merupakan senyawa yang biasa digunakan untuk perlakuan pra perkecambahan

    benih.

    KNO3 berfungsi untuk meningkatkan aktifitas hormon pertumbuhan pada

    benih. Pengaruh KNO3 yang ditimbulkan ditentukan oleh besar kecil

    konsentrasinya. Perlakuan awal dengan larutan KNO3 berperan merangsang

    perkecambahan pada hampir seluruh jenis biji. Perlakuan perendaman dalam

    larutan KNO3 dilaporkan juga dapat mengaktifkan metabolisme sel dan

    mempercepat perkecambahan (Furutani, 1987).

    Furutani dan Nagao (1993) menyatakan bahwa benih pepaya yang

    direndam dalam larutan KNO3 memperlihatkan tingkat perkecambahan yang lebih

    tinggi, yaitu sebesar 50 % jika dibandingkan dengan kontrol yang hanya 11 %.

    Pengujian terhadap viabilitas benih dari salah satu varietas/genotipe pepaya

    penting untuk dilakukan, terutama pengujian terhadap benih pepaya yang telah

    mengalami penyimpanan. Berdasarkan karakter benih pepaya yang cepat

    mengalami deteriorasi, dapat mengalami dormansi, serta memiliki sifat ortodoks

    dan intermediet. Maka pengujian benih dengan perlakuan pra perkecambahan

    melalui metode perendaman benih dalam larutan senyawa KNO3 menarik untuk

    dipelajari.

    Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilaksanakan penelitian mengenai

    pengaturan persentase konsentrasi KNO3 dan lama perendaman yang sesuai untuk

    benih pepaya, sehingga mampu meningkatkan viabilitas benih pepaya.

  • 4

    1.2. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi KNO3 dan

    lama perendaman terhadap viabilitas dan vigor benih pepaya serta nyata tidaknya

    interaksi kedua faktor tersebut.

    1.3. Hipotesis

    1. Konsentrasi KNO3 berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih pepaya.

    2. Lama perendaman berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih pepaya.

    3. Terdapat interaksi antara konsentrasi KNO3 dan lama perendaman terhadap

    viabilitas dan vigor benih pepaya.

  • 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Botani Tanaman Pepaya

    Menurut Warisno (2003) tanaman pepaya diklasifikasikan sebagai berikut:

    Divisio : Spermatophyta

    Subdivisio : Angiospermea

    Kelas : Dikotyledoneae

    Ordo : Caricales

    Familia : Caricaceae

    Genus : Carica

    Spesies : Carica papaya L.

    Pepaya merupakan tanaman herba, batangnya berongga, biasanya buahnya

    tidak beracun dan tingginya dapat mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun

    tunggal, berukuran besar dan bercangkap. Tangkai daun panjang dan berongga.

    Bunganya terdiri dari tiga jenis, yaitu bunga jantan, bunga betina dan bunga

    sempurna. Bentuk buah bulat sampai lonjong. Batang, daun dan buahnya

    mengandung getah yang memiliki daya enzimatis, yaitu dapat memecah protein.

    Pertumbuhan tanaman pepaya termasuk cepat karena antara 10-12 bulan setelah

    ditanam buahnya telah dapat dipanen (Kalie, 2007).

    Tanaman ini dimanfaatkan sebagai sumber edible fruit, papain dan bijinya

    sedang diteliti sebagai bahan pestisida serta suplemen makanan yang dapat

    memperbaiki kondisi tubuh dan meningkatkan energy (Mojika-Henshaw et al.,

    2003).

  • 6

    Bunga termasuk bunga majemuk yang tersusun pada sebuah tangkai atau

    poros bunga (pedunculus). Kelompok bunga majemuk tersebut disebut

    inflresensia yang duduk pada ketiak daun. Bunga jantan berbentuk tabung

    ramping dengan panjang kira-kira 2,5 cm. Corolla (mahkota bunga) terdiri dari

    lima helai dan berukuran kecil-kecil. Stamen (benang sari) berjumlah sepuluh

    yang tersusun menjadi dua lapis dan melekat pada leher tabung. Lapis sebelah

    dalam terdiri dari lima benang sari yang melekat antara daun mahkota. Ovarium

    (bakal buah) mengalami rudimenter sehingga tidak akan menghasilkan buah

    (Kalie, 2007).

    Bunga betina berukuran agak besar dan memiliki bakal buah yang

    berbentuk bulat sehingga akan menghasilkan buah yang berbentuk bulat juga.

    Jenis bunga ini mempunyai lima buah pistillum (putik). Adanya putik ini

    membentuk alur atau garis pada buah. Meskipun buah berbentuk bulat, alur atau

    garis putik ini tampak memberi bekas juga. Mahkota bunga terdiri dari lima helai

    daun mahkota yang melekat dibagian dasar bunga. Bunga sempurna memiliki

    putik dengan bakal buah dan benang sari. Saat muncul sampai mekar berlangsung

    45-47 hari (Kalie, 2007).

    Biji pepaya berbentuk bulat dengan panjang kira-kira 5 mm. Warna biji

    hitam dengan bagian yang terdiri dari embrio, jaringan bahan makanan dan kulit

    biji. Passera dan Spettoli (1981) menyebutkan bahwa 60 % dari endosperma benih

    pepaya adalah lemak. Penelitian berikutnya oleh Puangsri et al. (2005)

    melaporkan bahwa 72 – 78 % kandungan asam lemak tertinggi benih pepaya

    adalah asam lemak oleat. Sewaktu masih melekat pada buah, biji dilapisi oleh

    lapisan kulit berwarna keputihan, lunak dan agak bening. Andreoli dan Khan

  • 7

    (1993) menyebutkan lapisan tersebut sebagai sarcotesta yang terbentuk dari

    integument luar dan merupakan selaput biji yang mengandung cairan fenolik yang

    memiliki sifat antioksidan, tetapi juga dapat menghambat perkecambahan.

    Menurut Wood et al. (2000), untuk mengurangi efek inhibitor sarcotesta, biji

    yang akan digunakan sebagai benih sebaiknya dibersihkan dari lapisan ini.

    2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Pepaya

    2.2.1 Iklim

    Tanaman pepaya membutuhkan iklim yang agak panas dengan cahaya

    penuh dan memiliki curah hujan antara 1000 – 2000 mm/tahun, angin diperlukan

    untuk penyerbukan bunga, angin yang tidak terlalu kencang sangat cocok bagi

    pertumbuhan tanaman. Suhu udara optimum yang perlukan adalah 22 - 26 derajat

    C dengan kelembaban udara sekitar 40% (Anonymous, 2000).

    Tanaman pepaya dapat tumbuh subur di daerah yang tersebar di wilayah

    mulai dari 230

    LU – 230

    LS dengan kisaran ketinggian antara 0 – 1600 meter di

    atas permukaan laut, akan tetapi pada ketinggian di atas 1000 meter di atas

    permukaan laut, tingkat produksi buah akan mengalami penurunan. Buah yang

    dihasilkan dapat berbentuk bulat telur sampai lonjong, hampir bulat, berbentuk

    buah advokad maupun selinder (Villegas, 1991).

    2.2.2 Tanah

    Tanah yang baik untuk tanaman pepaya adalah tanah yang agak berat atau

    sering disebut tanah litosol, subur dan banyak mengandung humus, tanah itu harus

    banyak menahan air dan gembur. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang ideal

    adalah netral dengan pH antara 6 – 7. Kandungan air dalam tanah merupakan

  • 8

    syarat penting dalam kehidupan tanaman ini. Air menggenang dapat mengandung

    penyakit jamur perusak akar hingga tanaman layu (mati). Apabila kekeringan air

    tanaman akan kuru, daun, bunga dan buah rontok. Tinggi air yang ideal tidak

    lebih dalam dari pada 50 - 150 cm dari permukaan tanah. Tanaman pepaya dapat

    ditanam di daratan rendah sampai ketinggian antara 700 m – 1000 m dpl

    (Anonymous, 2000).

    2.3 Media Kecambah

    Pasir merupakan media organik yang mempunyai pori-pori makro lebih

    banyak dibandingkan dengan tanah liat sehingga mudah menjadi basah dan cepat

    kering. Konsistensi (ketahanan partikel terhadap proses pemisahan) pasir sangat

    kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau angin, oleh karena itu penggunaan

    pasir sebagai media kecambah lebih baik bila dikombinasikan dengan bahan lain

    seperti bahan organik yang sesuai dengan jenis tanaman (Agoes, 1994).

    Menurut Lakitan (1995), media kecambah yang sering digunakan untuk

    pembibitan tanaman di Indonesia adalah campuran antara pasir, tanah dan pupuk

    kandang. Penggunaan pasir berdampak positif terhadap sifat fisik tanah terutama

    tanah liat. Pasir memiliki ukuran jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan

    yang kecil dibandingkan dengan partikel debu dan liat, maka peranannya dalam

    ikut mengatur sifat-sifat kimiawi tanah adalah kecil sekali (Hakim et al., 1986).

    Prihandana dan Hendroko (2006), penggunaan campuran media tumbuh

    antara pasir, tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 akan

    memberikan pertumbuhan benih yang lebih baik. Hal ini disebabkan media

  • 9

    kecambah mempunyai pori-pori makro dan mikro yang seimbang untuk

    pertumbuhan tanaman, sehingga aerasi dan drainasenya menjadi lebih baik.

    Menurut Hakim et al. (1986), pasir dapat digunakan untuk memperbaiki

    media tumbuh, karena dapat menurunkan tingkat kekerasan tanah sehingga akar

    lebih mudah menembus tanah serta menciptakan kondisi lingkungan yang

    memungkinkan tersedianya oksigen dalam jumlah yang cukup. Sehingga sifat

    fisik tanah yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah

    tekstur, struktur, porositas, konsistensi, warna dan suhu tanah, karena faktor

    tersebut mempengaruhi penetrasi akar di dalam tanah, retensi, air, drainase, aerasi,

    dan nutrisi di dalam tanah.

    Perbaikan sifat fisik tanah lainnya dapat dilakukan dengan mencampurkan

    pasir dengan tanah untuk memperbaiki aerasi tanah. Kandungan pasir yang sesuai

    akan menyebabkan porositas tanah meningkatkan sehingga aerasi tanah menjadi

    lebih baik untuk pertumbuhan tanaman. Peranan pupuk kandang terhadap sifat

    fisik tanah adalah meningkatkan kapasitas tanah dalam mengikat air, merangsang

    granulasi agregat dan memantapkannya, menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat

    buruk laiannya dari liat. Pengaruh pupuk kandang terhadap sifat fisik kimia tanah

    adalah meningkatkan daya serap dan kapasitas tukar kation, meningkatkan jumlah

    kation yang diperlukan, menghindari tercucinya unsur-unsur hara seperti N, P, K

    dan memudahkan sejumlah unsur hara sehingga tersedia bagi tanaman

    (Hakim et al., 1986).

    Pemberian pupuk kandang juga berpengaruh terhadap sifat biologi tanah.

    Pupuk kandang merupakan kandungan sumber bahan organik yang menjadi

    sumber bahan makanan bagi mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan

  • 10

    jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah serta kegiatan jasad mikro dalam

    membantu proses dekomposisi bahan organik dan kandungan hara yang terdapat

    di dalam pupuk kandang (Sarief, 1986).

    2.4 Pengaruh Konsentrasi KNO3

    Senyawa pra perkecambahan benih berfungsi untuk meningkatkan

    kemampuan benih untuk dapat berkecambah, seperti halnya atonik dan KNO3.

    Menurut Djumiayah dan Aliudin dalam Sumpena (2006), atonik adalah zat

    tumbuh buatan yang mengandung bahan aktif isomer nitrofen 01 yang fungsinya

    dapat merangsang pertumbuhan dan mengatasi kerontokan bunga. Studi

    menunjukkan bahwa pemberian KNO3 mampu menunda waktu dormansi pada

    iles-iles, sehingga diperoleh hasil umbi berukuran lebih besar dalam satu siklus

    tanam (Santosa et al., 2006).

    Secara umum aplikasi KNO3 pada tanaman mampu mengatasi tunas yang

    dorman karena mampu mengaktifkan giberelin. Hasil penelitian Ginting et al.

    (2008) menunjukkan bahwa pemberian KNO3 4 g/l menghasilkan jumlah daun

    dan panjang flush yang paling tinggi pada mangga. Adapun hasil penelitian

    Andriani (2008) menunjukan bahwa kalium nitrat (KNO3) dapat meningkatkan

    pertumbuhan, jumlah bunga, jumlah buah dan produktivitas bauh cabai merah

    (Capsicum annuum L.).

    Kalium nitrat (KNO3) mengandung dua unsur hara penting yang

    dibutuhkan tanaman yaitu 44% kalium dan 12% nitrogen. Nitrogen dan kalium

    merupakan dua unsur makro yang diperlukan tanaman. Kalium diserap tanaman

    dalam bentuk K+. Ion ini dengan mudah disalurkan dari organ dewasa ke organ

  • 11

    muda. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim yang penting

    untuk respirasi dan fotosintesis (Taiz and Zeiger, 2002). Kalium juga dapat

    mengaktifkan enzim yang membentuk pati (Salisbury dan Ross, 1995a).

    Tanaman yang kekurangan kalium akan mengakumulasi karbohidrat lebih

    rendah karena fotosintesis berjalan lambat. Kekurangan kalium juga menyebabkan

    daun menjadi kuning, batang menjadi lemah dan rentan terhadap hama dan

    penyakit (Salisbury dan Ross, 1995a).

    Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NO3-

    atau NH4+ (Salisbury dan

    Ross, 1995b). Nitrogen merupakan komponen utama klorofil, protein, asam

    amino, dan enzim. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan daun dan batang,

    pertunasan, pembentukan klorofil, meningkatkan serapan unsur hara, dan

    pengaruhnya penting terhadap peningkatan hasil. Tanaman yang kekurangan

    nitrogen akan menjadi kuning atau kuning kecoklatan dan akhirnya mati. Namun,

    tanaman yang kelebihan nitrogen akan mengalami pertumbuhan yang berlebihan,

    tetapi buah yang dihasilkan kecil-kecil (Sumarwoto dan Widodo, 2008).

    Kalium Nitrat (KNO3) merupakan bahan kimia yang paling banyak

    digunakan untuk mempromosikan perkecambahan benih. Berdasarkan hasil

    penelitian Furutani dan Nagao (1993), benih pepaya yang direndam dalam larutan

    KNO3 memperlihatkan tingkat perkecambahan yang lebih tinggi dari pada

    kontrol, yaitu sebesar 50% jika dibandingkan dengan kontrol yang hanya 11%.

    Perendaman benih pepaya pada larutan KNO3 mengatasi pengaruh dari inhibitor

    yang berasosiasi dengan benih pepaya yang masih segar.

    Sari et al. (2005) juga menyatakan bahwa kehadiran larutan KNO3 mampu

    meningkatkan kecepatan tumbuh benih. Secara umum perlakuan pra

  • 12

    perkecambahan dengan larutan KNO3 yang dilakukan pada benih pepaya mampu

    meningkatkan vigor berbeda nyata dengan benih tanpa perlakuan larutan KNO3.

    Namun, perlakuan larutan KNO3 belum cukup untuk mematahkan dormansi pada

    benih bersarkotesta.

    Perlakuan pra perkecambahan dengan larutan KNO3 juga memiliki efek

    positif terhadap perkecambahan benih Prunus avium L tanpa dan dengan kulit

    benih. Perendaman pada 7.500 ppm dan 10.000 ppm larutan KNO3 memberikan

    hasil perkecambahan yang signifikan, yaitu 64.54% untuk benih yang masih

    tertutup kulit benih dan 74.24% untuk benih tanpa kulit benih (Cetinba, dan

    Koyuncu, 2006). Yucel dan Yilmaz (2009) menambahkan bahwa konsentrasi

    rendah dari KNO3 (0.5%, 1%) dapat meningkatkan persentase perkecambahan

    benih Salvia cyanescans, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi dapat menghambat

    perkecambahan.

    Sumber utama kalium nitrat adalah deposit yang mengkristalkan dari

    dinding gua atau mengalirkan bahan organic yang membusuk. Tumpukan kotoran

    juga sumber umum yang utama, ammonia dari dekomposisi urea dan zat nitrogen

    lainya akan melalui oksidasi bakteri untuk menghasilkan nitrat.

    Kalium nitrat juga dapat dibuat dari kalium klorida yang terdapat dalam

    mineral sulvit dengan garam natrium nitrat. Jika larutan jenuh dari masing-masing

    reaksi dicampur, NaCl yang kurang larut akan mengendap.

    Persamaan reaksinya:

    KCl(aq) + NaNO3 NaCl(s) + KNO3(aq)

    Jika larutan didinginkan, maka larutan akan mengendap. Endapan ini dapat

    dipisahkan kemudian dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Kalium nitrat

  • 13

    mengkristal dalam bentuk prisma rombik, tetapi jika larutannya diuapkan

    perlahan-lahan pada kaca arloji maka akan mengkristal dalam bentuk rombohedial

    isomof (Anonymous, 2012).

    2.5 Pengaruh Lama Perendaman

    Perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi

    dormansi fisik, selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam

    air sampai seluruh benih menjadi permeable (Schmidt, 2000). Oleh karena itu,

    perlu diperoleh waktu perendaman yang tidak merusak benih dan dapat membantu

    pematahan dormansi jika dikombinasikan dengan perlakuan lain.

    Delouche dalam Silomba (2006) menyatakan perlakuan perendaman

    dalam air berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat perkecambahan dan

    dapat melunakkan kulit benih. Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih

    cepat.

    Air dalam proses perkecambahan berfungsi untuk mencairkan zat-zat

    makanan yang berada dalam keping biji yang disalurkan di dalam lembaga.

    Dalam lembaga telah tersedia bahan baku auxin dalam bentuk asam amino, yang

    dalam perkembangan pertumbuhan kecambah berubah menjadi auxin.

    Penyebarluasan auxin kedalam tubuh kecambah akan berlangsung hingga ke

    pucuk akar. Untuk kelangsungan penyebaran ini secara mutlak dibutuhkan cukup

    air, tanpa air pertumbuhan kecambah akan gagal total (Rismunandar, 1999).

    Perendaman yang lama berpengaruh pada kecepatan perkecambahan.

    Hasil penelitian Sihotang (1995), menunjukan hasil indeks perkecambahan

    tertinggi pada benih Acacia mangium adalah perendaman benih dengan air selama

  • 14

    24 jam dengan hasil 2,21% dibandingkan dengan waktu 16 jam dengan nilai

    kecepatan berkecambah 0,48%. Pada penelitian selanjutnya, menunjukan bahwa

    perendaman air selama 6 jam pada benih tanjung (Mimusop elingi L.) merupakan

    perlakuan yang terbaik dengan meningkatkan persentase perkecambahan sebesar

    83,33% dibandingkan perendaman benih tanjung dengan air selama 4 jam atau

    selama 2 jam.

    Menurut Nuraeni dan Maemunah (2003), perendaman dengan air

    mendorong proses pemasakan embrio dan meningkatkan permeabilitas kulit benih

    sehingga memungkinkan penyerapan ataupun imbibisi dan gas-gas yang

    diperlukan dalam proses perkecambahan.

    Imbibisi berlangsung jika potensial osmotik larutan di sekitar benih lebih

    rendah dari pada osmotik di dalam sel-sel benih. Peningkatan konsentrasi zat-zat

    terlarut di luar benih dapat memperlambat kecepatan imbibisi benih. Benih dapat

    mengalami kekeringan fisiologis, bahkan jika konsentrasi larutan luar sel benih

    lebih tinggi, maka dapat terjadi pergerakan air dalam benih mengalami plasmolisis

    (Mugnisjah, 1994).

    Imbibisi terjadi pada waktu biji kering yang tidak mempunyai kulit biji

    yang kedap diletakkan dalam kontak dengan air sebagaimana biji dalam tanah.

    sementara air masuk, bahan-bahan koloid, terutama protein cenderung untuk

    menggembungkan dan penggembungan ini sering kali bertanggungjawab dalam

    pemecahan kulit biji. Derajat kontak antara tanah dan biji adalah penting untuk

    laju imbibisi karena air dalam tanah yang tak jenuh terdapat selaput tipis disekitar

    partikel-partikel tanah dan hanya bagian kulit biji yang berhubungan dengan

    selaput tersebut untuk pengambilan air (Goldsworthy dan Fisher, 1996).

  • 15

    2.6 Viabilitas dan Vigor Benih

    Menurut Sadjad (1994), daya kecambah adalah kemampuan benih untuk

    berkecambah normal dalam kondisi serba optimum, daya kecambah yang

    demikian itu mensimulasikan persentase benih yang mampu tumbuh dan

    berproduksi normal dalam keadaan menguntungkan, dengan perkataan lain daya

    berkecambah juga merupakan tolok ukur viabilitas.

    Viabilitas benih dapat didefenisikan sebagai daya hidup benih ditunjukkan

    oleh fenomena pertumbuhannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom atau garis

    viabilitas. Lebih lanjut ia membagi viabilitas benih kedalaman viabilitas potensial

    (Vp) dan vigor (Vg) (Sadjad, 1994). Sedangkan Soetopo (1995), menyatakan

    bahwa viabilitas benih yang dicerminkan oleh dua informasi masing-masing daya

    kecambah dan kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme

    benih dan gejala pertumbuhan, dan membandingkan unsur-unsur tumbuh penting

    dari suatu periode tumbuh.

    Vigor benih pada umumnya dapat didefenisikan sebagai suatu ukuran

    kemampuan potensial benih untuk berkecambah normal dengan variasi keadaan

    yang tidak menguntungkan. Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut

    merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih tumbuh kuat di

    lapangan dalam kondisi yang tidak ideal (Byrd, 1983).

    Vigor dan viabilitas potensial benih tidak selalu dapat dibedakan, terutama

    pada lot-lot yang mengalami kemunduran cepat. Berdasarkan keadaan

    Staunbauer-Sadjad, penurunan vigor biasanya lebih cepat dari penurunan

    viabilitas potensial benih (Sadjad, 1994).

  • 16

    Adapun factor-faktor yang mempengaruhi viabilitas dan vigor benih

    adalah jenis dan sifat benih (factor genetic), viabilitas awal dari benih, kandungan

    air benih, temperature, kelembaban, gas disekitar benih, mikroorganisme, kondisi

    lingkungan tumbuh dan ruang simpan, kematangan benih, proses pengolahan

    benih, dan jenis kemasan (Soetopo, 2002).

    Benih bervigor tinggi dicirikan oleh berbagai karakteristik, yaitu

    berkecambah cepat dan merata, bebas dari penyakit, tahan simpan, kuat dalam

    keadaan lapangan yang kurang menguntungkan efesien dalam memanfaatkan

    cadangan makanan, laju tumbuh atau pertumbuhan berat kering tinggi dan tidak

    menunjukkan perbedaan di lapangan dan di laboratarium (Heydecker, 1977).

    Selanjutnya Mc Donald dan Copeland (1985), memberi batasan vigor

    benih sebagai keseluruhan sifat yang menggambarkan potensi dari aktifitas dan

    performasi benih selama perkecambahan. Benih yang menunjukkan performasi

    baik dinyatakan benih bervigor tinggi, sedangkan benih dengan performasi yang

    kurang baik dikelompokkan dalam yang bervigor rendah.

  • 17

    III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di gampong Suak Bilie Kecamatan Suka

    Makmue Kabupaten Nagan Raya yang berlangsung mulai tanggal 15 April sampai

    dengan 10 Juni 2013.

    3.2 Bahan dan Alat

    1) Bahan

    a. Benih

    Benih yang digunakan adalah benih pepaya varietas lokal (benih baru atau

    belum mengalami kemunduran) yang diperoleh dari gampong Suak Bilie

    Kecamatan Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya. Jumlah benih yang

    digunakan adalah 1.080 benih, untuk masing-masing unit percobaan yaitu 30

    benih per steoform dengan kualitas benih masak fisiologis.

    b. Tanah

    Tanah yang digunakan sebagai media kecambah adalah tanah lapisan atas

    (top soil) berpasir dari ordo Entisol yang diperoleh dari gampong Suak Bilie

    Kecamatan Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya.

    c. Pupuk Kompos

    Pupuk kompos yang digunakan diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas

    Teuku Umar.

  • 18

    d. Air

    Air yang digunakan untuk merendam benih pepaya dan membasahi media

    tanam hingga kapasitas lapang.

    e. Senyawa Pra Perkecambahan

    Larutan senyawa pra perkecambahan yang digunakan adalah Kalium Nitrat

    (KNO3) dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 5%, 10%, dan 15%, diperoleh

    dari CV. Kertopaten Traiding, Surabaya, Indonesia.

    f. Naungan

    Sebagai naungan atau peneduh digunakan pondok yang diberi daun rumbia

    dengan ukuran 5 x 2 m.

    2) Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah perkecambahan

    steoform plastik dengan diameter 20 cm dan tinggi 12 cm sebanyak 36 buah, gelas

    ukur, kertas label, handsprayer, penggaris, alat tulis menulis, kereta sorong (grek),

    ayakan pasir, ember, saringan, pinset dan cangkul.

    3.3 Rancangan Percobaan

    Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial

    3x3 dengan 3 (tiga) ulangan. Faktor yang dicoba adalah:

    1. Faktor Konsentrasi KNO3 (K) terdiri atas tiga taraf, yaitu:

    K0 : 0 % ( kontrol )

    K1 : 5 % ( 5 gr/ltr air )

    K2 : 10 % ( 10 gr/ltr air )

    K3 : 15 % ( 15 gr/ltr air )

  • 19

    2. Faktor Lama Perendaman (L) terdiri atas tiga taraf yaitu:

    L1 : 3 jam

    L2 : 6 jam

    L3 : 9 jam

    Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan,

    maka terdapat 36 unit percobaan. Susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat

    pada Tabel 1.

    Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Faktor Konsentrasi KNO3 dan

    Faktor Lama Perendaman.

    No Kombinasi

    Perlakuan

    Perlakuan

    Konsentrasi KNO3

    % ( g l air-1

    )

    Lama Perendaman

    ( Jam )

    1 K0 L1 0 (kontrol) 3

    2 K0 L2 0 (kontrol) 6

    3 K0 L3 0 (kontrol) 9

    4 K1 L1 5 3

    5 K1 L2 5 6

    6 K1 L3 5 9

    7 K2 L1 10 3

    8 K2 L2 10 6

    9 K2 L3 10 9

    10 K3 L1 15 3

    11 K3 L2 15 6

    12 K3 L3 15 9

    Model matematika dari rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    Yij = μ + Ki + Lj + (KL) ij + εij

    Yij = Hasil pengamatan dari faktor konsentrasi KNO3 (K) taraf ke- i,

    faktor lama perendaman (L) taraf ke- j.

    μ = Rata-rata umum

    Ki = Pengaruh faktor konsentrasi KNO3 (K) taraf ke- i (i = 1,2,3)

  • 20

    Lj = Pengaruh faktor lama perendaman (L) taraf ke-j (j = 1,2,3)

    (KL)ij = Pengaruh interaksi antara faktor konsentrasi KNO3 (K) taraf ke- i

    dengan faktor lama perendaman (L) taraf ke- j

    εij = Galat percobaan dari faktor K taraf ke- i dan faktor L taraf ke-j

    ulangan ke- k.

    Apabila hasil uji F ternyata berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjutan dengan

    uji BNT (Beda Nyata Terkecil), pada tingkat peluang 0,05 yaitu:

    BNT (0,05) = ( t ; db acak ) x r

    KTacak 2

    Dimana:

    KTa = Kuadrat Tengah Acak

    t = Diperoleh dari Tabel t 0.05

    db acak = Derajat Bebas Acak

    r = Ulangan

    3.4 Pelaksanaan Penelitian

    1) Persiapan benih

    Benih diambil dari buah pepaya yang telah masak fisiologis daging buah

    yang telah berubah warna menjadi kuning dan berada pada batang cabang primer.

    Benih disortasi dengan cara membelah daging buahnya dan setelah terpisah dari

    daging buah terlebih dahulu selaput buah (pulp) yang menutupi biji dihilangkan,

    lalu benih dicuci dengan air dan diendapkan, diambil benih yang tenggelam

    kemudian ditiriskan.

  • 21

    2) Persiapan media kecambah

    Tanah dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan ayakan sebanyak

    satu kali ayak. tanah dibersihkan dari segala kotoran, lalu tanah dan pupuk

    kompos dicampur dengan perbandingan 3 : 1. Masing-masing media kecambah

    dimasukkan ke dalam steoform yang diameter 20 cm dan tinggi 12 cm.

    3) Perendaman Benih

    Benih-benih yang telah dipersiapkan selanjutnya direndam ke dalam

    senyawa KNO3 masing- masing sebanyak 30 benih dalam setiap wadah

    perkecambahan selama 3 jam, 6 jam dan 9 jam.

    4) Perkecambahan

    Benih-benih yang telah diperlakukan kemudian dikecambahkan di dalam

    wadah dengan media sesuai dengan perlakuan sebanyak 30 benih per steoform

    dan diletakkan di atas pondok perkecambahan.

    5) Pemeliharaan

    Benih-benih yang telah diperkecambahkan selanjutnya dilakukan

    pemeliharaan dengan membersihkan dari rumput dan menyiramnya dengan air

    menggunakan handsprayer sebanyak 2 kali sehari.

    3.5 Pengamatan

    1. Potensi Tumbuh (PT)

    Dihitung berdasarkan jumlah benih yang menunjukkan gejala tumbuh

    pada pengamatan hari ke 27 dan dinyatakan dalam persen. Potensi tumbuh

    ditandai dengan munculnya akar atau plumula menembus kulit benih dan dihitung

    dengan rumus:

  • 22

    PT = disemaiyangbenihJumlah

    Tumbuh Gejalan Menunjukka yangBenih Jumlah

    2. Daya Berkecambah (DB)

    Kriteria kecambah normal, akar panjang, daun tegak, epikotil batang

    tumbuh baik dengan kuncup ujung utuh. Daya kecambah diamati pada benih-

    benih yang berkecambah normal dan dilakukan perhitungan pada hari ke 23

    (pengamatan I) dan hari ke 27 (pengamatan II) setelah semai (dinyatakan dalam

    persen). Daya berkecambah dihitung dengan rumus:

    DB = 100%disemaiyangbenihJumlah

    II Pengamatan KNJumlah I PengamatanKNJumlah

    Ket: KN = Kecambah Normal

    3. Kecepatan Tumbuh (KcT)

    Benih yang telah dikecambahkan diamati jumlah benih yang berkecambah

    normal setiap hari sampai hari ke 27 pengamatan dan dinyatakan dalam persen per

    etmal. Perhitungan kecepatan tumbuh digunakan rumus:

    KcT = n

    n

    2

    1

    1

    1

    N

    N ...

    D

    N

    D

    N

    Ket : N1 – Nn = Jumlah kecambah normal 1,2…n setelah semai

    D1 – Dn = Jumlah hari setelah semai (Etmal).

    4. Keserampakan Tumbuh (KsT)

    Perhitungan keserampakan tumbuh dilakukan terhadap kecambah normal

    kuat pada hari ke 25 yaitu antara pengamatan I (hari 23) dan pengamatan II (hari

    27) setelah semai dan dinyatakan dalam persen, rumus yang digunakan adalah:

  • 23

    KsT = x100%DisemaiyangBenihJumlah

    NormalKecambah Jumlah

    5. Vigor Kecambah (VK)

    Uji vigor kecambah digunakan untuk mengetahui kemampuan benih

    tumbuh normal dengan baik, kuat dan memiliki struktur kecambah yang normal

    (penampilan kecambah, vigor, les vigor dan non vigor), Pengamatan dilakukan

    pada hari ke 27 yang dinyatakan dalam persen. Vigor kecambah dihitung dengan

    menggunakan rumus sebagai berikut :

    VK = x100%DisemaiyangBenihJumlah

    KuatVigor yangKecambah Jumlah

  • 24

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Pengaruh Konsentrasi KNO3

    Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4, 6, 8 dan 10) menunjukkan

    bahwa konsentrasi KNO3 berpengaruh nyata terhadap vigor kecambah namun

    berpengaruh tidak nyata terhadap potensi tumbuh, daya berkecambah,

    keserempakan tumbuh dan kecepatan tumbuh.

    Rata-rata viabilitas dan vigor benih pepaya pada berbagai konsentrasi

    KNO3 setelah diuji dengan BNT0,05 dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Rata-rata Potensi Tumbuh, Daya Berkecambah, Keserempakan

    Tumbuh, Kecepatan Tumbuh dan Vigor Kecambah benih pepaya pada

    Berbagai Konsentrasi KNO3

    Peubah Konsentrasi KNO3 (%)

    BNT0,05 0 (K0) 5 (K1) 10 (K2) 15 (K3)

    PT 𝑥 + 0,5 4,63 3,18 4,71 4,41

    - % 31,48 12,59 29,26 27,04

    DB 𝑥 + 0,5 4,74 3,25 4,72 4,33

    - % 32,59 13,33 29,26 26,67

    KsT 𝑥 + 0,5 4,25 3,25 4,25 4,27

    - % 28,15 13,33 24,07 25,56

    KcT 𝑥 + 0,5 1,39 1,17 1,38 1,36

    - %/etmal 1,87 1,01 1,68 1,76

    VK 𝑥 + 0,5 2,30 ab 1,57 a 2,51 ab 3,26 b

    1,15 % 6,67 2,96 8,52 12,96

    Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda

    tidak nyata pada taraf peluang 5% (uji BNT)

    Tabel 2 menunjukkan bahwa vigor kecambah terbaik dijumpai

    pada konsentrasi KNO3 15 % (K3) yang berbeda nyata dengan konsentrasi KNO3

    5 % (K1) namun berbeda tidak nyata dengan konsentrasi KNO3 0 % (K0) dan

    10 % (K2).

  • 25

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi KNO3 15% (K3)

    ditemukan adanya beda nyata cukup signifikan terhadap vigor benih, dimana

    kontrol, 10% dan 5% menghasilkan vigor benih jauh lebih rendah dibanding 15%.

    Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan konsentrasi 15% telah mampu

    meningkatkan vigor kecambah benih pepaya yang diamati dibandingkan dengan

    perlakuan lainnya, dikarenakan benih pepaya yang direndam pada konsentrasi

    tersebut telah mampu mengatasi dormansi embrio dan meningkatkan vigor benih

    sebelum penyimpanan.

    Pada benih yang telah mampu memiliki viabilitas yang baik dengan

    penambahan konsentrasi 15% dapat meningkatkan proses imbibisi serta

    metabolisme perkecambahan benih terjadi sempurna, sehingga unsur hara yang

    terdapat dalam KNO3 yaitu kalium dan nitrogen telah mengaktifkan proses

    perkecambahan benih, sesuai pendapat Taiz and Zeiger (2002) yaitu Kalium

    diserap tanaman dalam bentuk K+. Ion ini dengan mudah disalurkan dari organ

    dewasa ke organ muda. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim

    yang penting untuk respirasi dan fotosintesis (Taiz and Zeiger, 2002). Kalium

    juga dapat mengaktifkan enzim yang membentuk pati (Salisbury dan Ross, 1995).

    Sari et al. (2005) juga menyatakan bahwa benih yang direndam dalam

    larutan KNO3 mampu meningkatkan vigor kecambah benih. Secara umum

    perlakuan pra perkecambahan dengan larutan KNO3 yang dilakukan pada benih

    pepaya mampu meningkatkan vigor berbeda nyata dengan benih tanpa perlakuan

    larutan KNO3.

    Hubungan antara vigor kecambah benih pepaya pada berbagai konsentrasi

    KNO3 dapat dilihat pada Gambar 1.

  • 26

    Gambar 1. Vigor Kecambah Benih Pepaya pada Berbagai Konsentrasi KNO3

    Pada gambar 1 jelas terlihat bahwa adanya perbedaan yang jauh terhadap

    vigor kecambah dari konsentrasi 10% ke konsentrasi 15% yaitu 4.44%. Dengan

    perendaman dalam konsentrasi 15% unsur hara kalium telah aktif mementuk

    enzim menjadi pati sehingga kemampuan potensial benih untuk berkecambah

    normal dengan variasi keadaan yang tidak menguntungkan telah sempurna,

    namun pada konsentrasi yang tinggi ini bisa juga menghambat proses viabilitas

    benih karena kelebihan unsur hara yang masih terkandung dalam embrio benih

    dan menghambat imbibisi yang mengakibatkan benih mati sehingga

    perkecambahan benih menjadi tidak serempak, hal ini sesuai dengan pernyataan

    Mugnisjah (1994) yaitu peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut di luar benih

    dapat memperlambat kecepatan imbibisi benih. Benih dapat mengalami

    kekeringan fisiologis, bahkan jika konsentrasi larutan luar sel benih lebih tinggi,

    maka dapat terjadi pergerakan air dalam benih mengalami plasmolisis.

    6,67

    2,96

    8,52

    12,96

    0,00

    2,00

    4,00

    6,00

    8,00

    10,00

    12,00

    14,00

    0 5 10 15

    Vig

    or K

    ecam

    ba

    h (

    %)

    Konsentrasi KNO3 (%)

  • 27

    Yucel dan Yilmaz (2009) menambahkan bahwa konsentrasi rendah KNO3

    (0.5%, 1%) dapat meningkatkan persentase perkecambahan benih Salvia

    cyanescans, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi dapat menghambat

    perkecambahan.

    4.2. Pengaruh Lama Perendaman

    Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4, 6, 8 dan 10) menunjukkan

    bahwa lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh, daya

    berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh dan vigor kecambah.

    Rata-rata viabilitas dan vigor benih pepaya pada berbagai lama

    perendaman setelah diuji dengan BNT0,05 dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Rata-rata Potensi Tumbuh, Daya Berkecambah, Keserempakan

    Tumbuh, Kecepatan Tumbuh dan Vigor Kecambah benih pepaya pada

    Berbagai Lama Perendaman

    Peubah Lama Perendaman (Jam)

    BNT0,05 3 (L1) 6 (L2) 9 (L3)

    PT 𝑥 + 0,5 2,93 a 6,14 b 3,62 a

    2,07 % 10,83 44,72 19,72

    DB 𝑥 + 0,5 2,85 a 6,24 b 3,67 a

    2,07 % 10,28 45,56 20,56

    KsT 𝑥 + 0,5 2,61 a 6,13 b 3,27 a

    1,97 % 7,50 43,61 17,22

    KcT 𝑥 + 0,5 1,01 a 1,79 b 1,18 a

    0,41 %/etmal 0,57 3,02 1,15

    VK 𝑥 + 0,5 1,33 a 3,67 b 2,23 a

    1,00 % 1,67 14,72 6,94

    Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda

    tidak nyata pada taraf peluang 5% (uji BNT)

  • 28

    Tabel 3 menunjukkan bahwa viabilitas dan vigor benih pepaya terbaik

    dijumpai lama perendaman 6 jam (L2) yang berbeda nyata dengan lama

    perendaman 3 jam (L1) dan 9 jam (L3).

    Perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi

    dormansi fisik, selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam

    air sampai seluruh benih menjadi permeable (Schmidt, 2000). Oleh karena itu,

    perlu diperoleh waktu perendaman yang tidak merusak benih dan dapat membantu

    pematahan dormansi jika dikombinasikan dengan perlakuan lain.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman benih selama 6

    jam (L2) berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas dan vigor benih pepaya

    pada peubah potensi tumbuh, daya berkecambah, vigor kecambah, kecepatan

    tumbuh, dan keserempakan tumbuh. Hubungan antara potensi tumbuh pada lama

    perendaman benih pepaya dapat dilihat pada gambar 2.

    Gambar 2. Hubungan antara potensi tumbuh (%) pada lama perendaman yang

    berbeda.

    10,83

    44,72

    19,72

    0,00

    5,00

    10,00

    15,00

    20,00

    25,00

    30,00

    35,00

    40,00

    45,00

    50,00

    3 6 9

    Po

    ten

    si T

    um

    bu

    h (

    %)

    Lama Perendaman (Jam)

  • 29

    Pada gambar 2 tampak bahwa perlakuan perendaman selama 6 jam (L2)

    lebih cepat berkecambah sebesar 44,72% dibandingkan dengan perendaman 3

    jam (L1) yaitu 10,83% dan perendaman 9 jam (L3) yaitu 19,72%, hal ini

    menunjukkan bahwa perlakuan yang dicoba memberikan pengaruh positif

    terhadap perkecambahan dan waktu lama perendaman yang cocok untuk benih

    pepaya sehingga tidak menyebabkan benih mati atau menghambat

    perkecambahan benih.

    Pada perendaman 6 jam terdapat perbedaan 25.00% potensi tumbuh dan

    daya berkecambah dengan perendaman 9 jam, hal ini dikarenakan pada

    perendaman 6 jam benih telah mampu untuk mencairkan zat-zat makanan yang

    berada dalam keping biji yang disalurkan di dalam lembaga dan juga kadar unsur

    hara kalium dan nitrogen sebagai larutan dalam perendaman masih netral dalam

    proses pembentukan pati dalam benih.

    Dalam lembaga telah tersedia bahan baku auxin dalam bentuk asam

    amino, yang dalam perkembangan pertumbuhan kecambah berubah menjadi

    auxin. Penyebarluasan auxin kedalam tubuh kecambah akan berlangsung hingga

    ke pucuk akar. Untuk kelangsungan penyebaran ini secara mutlak dibutuhkan

    cukup air, tanpa air pertumbuhan kecambah akan gagal total (Rismunandar,

    1999).

    Delouche dalam Silomba (2006) menyatakan bahwa perlakuan

    perendaman dalam air berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat

    perkecambahan dan dapat melunakkan kulit benih. Perendaman dapat merangsang

    penyerapan lebih cepat.

  • 30

    Setiap benih yang telah menunjukkan gejala tumbuh seperti tumbuhnya

    akar atau plumula dikatakan sudah ada potensi untuk tumbuh. Portensi tumbuh

    adalah persentase benih yang menunjukkan gejala tumbuh dalam pengujian

    langsung, dinyatakan hidup apabila akar dan plumula tumbuh dan menembus

    kulit, potensi tumbuh sangat dipengaruhi oleh faktor fisiologis, lingkungan dan

    umur simpan benih (Sadjad, 1980).

    Adapun hubungan antara daya berkecambah, kecepatan tumbuh,

    keserempakan tumbuh dan vigor kecambah pada lama perendaman benih pepaya

    dapat dilihat pada gambar 3, 4, 5 dan 6.

    Gambar 3. Hubungan antara daya berkecambah (%) pada lama perendaman

    yang berbeda.

    10,28

    45,56

    20,56

    0,00

    5,00

    10,00

    15,00

    20,00

    25,00

    30,00

    35,00

    40,00

    45,00

    50,00

    3 6 9

    Da

    ya

    Berk

    eca

    mb

    ah

    (%

    )

    Lama Perendaman (Jam)

  • 31

    Gambar 4. Hubungan antara kecepatan tumbuh (%/etmal) pada lama

    perendaman yang berbeda.

    Gambar 5. Hubungan antara keserempakan tumbuh (%) pada lama perendaman

    yang berbeda.

    0,57

    3,02

    1,15

    0,00

    0,50

    1,00

    1,50

    2,00

    2,50

    3,00

    3,50

    3 6 9

    Kecep

    ata

    n T

    um

    bu

    h (

    %/e

    tma

    l)

    Lama Perendaman (Jam)

    7,50

    43,61

    17,22

    0,00

    5,00

    10,00

    15,00

    20,00

    25,00

    30,00

    35,00

    40,00

    45,00

    50,00

    3 6 9

    Kese

    rem

    pa

    kan

    Tu

    mb

    uh

    (%

    )

    Lama Perendaman (Jam)

  • 32

    Gambar 6. Hubungan antara vigor kecambah (%) pada lama perendaman yang

    berbeda.

    4.3. Pengaruh interaksi

    Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4, 6, 8 dan 10) menunjukkan

    bahwa terdapat interaksi yang tidak nyata antara konsentrasi KNO3 dengan lama

    perendaman tarhadap semua peubah viabilitas benih pepaya yang diamati. Hal ini

    berarti bahwa perbedaan viabilitas benih pepaya akibat perlakuan yang berbeda

    konsentrasi KNO3 tidak tergantung pada lama perendaman benih pepaya atau

    sebaliknya.

    1,67

    14,72

    6,94

    0,00

    2,00

    4,00

    6,00

    8,00

    10,00

    12,00

    14,00

    16,00

    3 6 9

    Vig

    or K

    ecam

    ba

    h (

    %)

    Lama Perendaman (Jam)

  • 33

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Konsentrasi KNO3 berpengaruh nyata terhadap vigor kecambah namun

    berpengaruh tidak nyata terhadap potensi tumbuh, daya berkecambah,

    keserempakan tumbuh dan kecepatan tumbuh. Viabilitas dan vigor benih

    pepaya terbaik dijumpai pada konsentrasi KNO3 15 %.

    2. Lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh,

    daya berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh dan vigor

    kecambah. Viabilitas dan vigor benih pepaya terbaik dijumpai pada lama

    perendaman 6 jam.

    3. Interaksi yang tidak nyata antara konsentrasi KNO3 dengan lama

    perendaman terhadap semua peubah viabilitas benih pepaya yang diamati

    5.2 Saran

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang larutan pra perkecambahan

    dan lama perendaman yang berbeda dengan benih sesudah masak fisiologis

    terhadap viabilitas benih kadaluarsa pada tanaman perkebunan yang lain.

  • 34

    DAFTAR PUSTAKA

    Agoes, D. 1994. Aneka Jenis Media Tanam dan Penggunaannya. Penebar

    Swadaya. Jakarta. 98 hlm.

    Andreoli, C. and A. A. Khan. 1993. Improving papaya seedling emergence by

    matriconditioning and gibberellin treatment. Hort. Science 112 (3): 427-

    432.

    Anonymous, 2000. Pepaya (Carica papaya L.). Deputi Menegristek Bidang

    Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

    Jakarta

    __________, 2008. Produksi Tanaman Buah-buahan di Indonesia Periode 2003 –

    2008. Departemen Pertanian. Jakarta

    __________, 2012. http://www.wikipedia bahasa Indonesia.htm

    Byrd, H.W. 1983. Pedoman Teknologi Benih (terjemahan). Pembimbing Nusa.

    Jakarta. 79 hlm.

    Cetinba., M. and Koyuncu. 2006. Improving germination of Prunus avium L. seed

    by gibberellic acid, potasium nitrate and thio urea. Hort. Sci. 33 (3): 119-

    123.

    Dias, D. C. F. D. S., W. T. Estanislau, F. L. Finger, E. M. Alvarenga, and L. A. D.

    S. Dias. 2010. Physiological and enzymatic alterations in papaya seed

    during storage. Revista Brasileira de Sementes 32 (1): 148-157.

    FAOSTAT, 2008. Foot and Agricultural Commodities Production.

    http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx. (1 Februari 2011).

    Furutani, S. C., M. A. Nagao. 1987. Influence of temperature, KNO3, GA3 and

    seed drying on emergence of papaya seedling. Scientia Horticulturae 32:

    67-72.

    __________, 1993. Improvement of papaya seedling emergence by KNO3

    treatment and afterripening. J. Haw. Pac. Agri. 4: 57- 61.

    Ginting, Y. C., Rugayah, dan W. Hanolo. 2008. Pertumbuhan Tunas Tanaman

    Mangga (Mangifera indica L.) Manalagi dan Gedong Setelah

    Pemangkasan Awal dan Aplikasi KNO3. Prosiding Seminar Nasional

    Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung. Lampung. Vol 7: 337-343.

    Goldsworthy, P. R – Fisher, N. M. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.

    Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

    http://www.wikipedia/

  • 35

    Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Dian, Go

    Ban Hong dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas

    Lampung Press. Bandar Lampung. 488 hlm.

    Heydecker. W and P. C. Bear. 1977. Seed streatmeants for improved performance

    survey attemted progmesis–Seed Sci and Technol: no. Vol (5) 353-425 p.

    Kalie. Moehd. Baga. 2007. Pepaya. Penebar swadaya. Jakarta.

    Lakitan, B. 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Perss. Jakarta. 203

    hlm.

    Mc Donald, M. B. and L. O. Copeland. 1985. Principle of Seed Science and

    Technologi. Macmilla Publish. Co. 321 p.

    Mojica-Henshaw, M. P., A. D. Francisco, F. de Guzman, and X. T. Tigno. 2003.

    Possible immunomodulatory actions of Carica papaya seed extract.

    Clinical Hemorheology and Microcirculation 29 (3-4): 219-229.

    Mugnisjah, W. Q, Asep, S, Suwarto, Cecep, S. 1994. Panduan Praktikum dan

    Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada.

    Jakarta.

    Nuraeni dan Maemunah. 2003. Peran air dan KNO3 dalam Pemecahan Dormansi

    Benih dan Pertumbuhan Bibit Kemiri (Aleurites moluccana W). Jurnal

    Ilmu-Ilmu Pertanian Agroland Vol.10 No.3 September 2003.

    Passera, C. and P. Spettoli. 1981. Chemical composition of papaya seeds. Plant

    Foods for Human Nutrition (Formerly Qualitas Plantarum). 31 (1): 77-

    83.

    Prihandana, R. dan Hendroko R. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar.

    Agromedia Pustaka. Jakarta. 84 hlm

    Puangsri, T. S. M. Abdulkarim and H. M. Ghazali. 2005. Properties of Carica

    papaya L. (papaya) seed oil following extractions using solvent and

    aqueous enzymatic methods. Journal of Food Lipids. 13 (2): 113-130.

    Rismunandar. 1999. Hormon Tanaman dan Ternak. PT. Penebar Swadaya.

    Jakarta.

    Rukmana, H.R. 1995. Seri Budidaya Pepaya. Kanisius. Yogyakarta. 73 hal.

    Sadjad, S. 1980. Panduan Pembibitan Mutu Benih Tanaman Perkebunan

    Indonesia. Disti IPB, Bogor. 130 hlm.

    _________, 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Gramedia Widiasarana

    Indonesia. Jakarta. 218 hlm.

  • 36

    Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995a. Fisiologi Tumbuhan, jilid I

    (diterjemahkan dari: Plant Physiology, 4th

    edition, penterjemah: D.R.

    Lukman dan Sumaryono). Penerbit Institut Teknologi Bandung.

    Bandung. 241 hal.

    Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995b. Fisiologi Tumbuhan, jilid II

    (diterjemahkan dari: Plant Physiology, 4th

    edition, penterjemah: D.R.

    Lukman dan Sumaryono). Penerbit Institut Teknologi Bandung.

    Bandung. 173 hal.

    Sangakkara, U.R. 1995. Influence of seed ripeness, sarcotesta, drying and storage

    on germinability of papaya (Carica papaya L.) seed. Pertanika

    J.Trop.Agric. Sci. 18(3): 193-199.

    Santosa, E., N. Sugiyama, M. Nakata, O. N. Lee. 2006. Growth and corm

    production of Amorphophallus at different shading level in Indonesia.

    Jpn. J. Trop. Agr. 50 (2): 87-91.

    Sarief, E.S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana.

    Bandung. 182 hlm.

    Sari, M., E. Murniati dan R. Suhartanto. 2005. Pengaruh sarcotesta dan

    pengeringan benih serta perlakuan pendahuluan terhadap benih papaya

    (Carica papaya L.). Buletin Agronomi 33 (2): 23 . 30.

    Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub

    Tropis. Direktorat RLPS dan Danida Forest Seed Centre. Jakarta.

    Sihotang, A. R. 1999. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Kalium Nitrat

    (KNO3) terhadap Perkecambahan Benih Kemiri. Skripsi Fakultas

    Pertanian USU. Medan.

    Silomba, D. Arruan. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan Terhadap

    Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.). Institut

    Pertanian Bogor. Bogor. 7 hlm

    Soetopo, L. 1995. Teknologi Benih. Rajawali. Jakarta. 188 hlm.

    . 2002. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 238 hlm.

    Sumarwoto dan W. Widodo. 2008. Pertumbuhan dan Hasil Elephant Food Yam

    (Amorphophallus muelleri Blume) periode tumbuh pertama pada

    berbagai dosis pupuk N dan K. Agrivita 30 (1): 67-74.

    Sumpena, U. 2006. Respon hasil, viabilitas dan vigor benih mentimun (Cucumis

    sativus L.) kultivar saturnus terhadap perlakuan atonik. J. Agrivigor 5 (3)

    : 287-292.

  • 37

    Taiz, L. and Zeiger, E. 2002. Plant Physiology, 3rd

    Edition. Sinaur Associates.

    Sunderland. 690 p.

    Villegas, V. N. 1991. Carica papaya L. p 125-131. In: E. M. W. Verheij and R. E.

    Coronel (eds). Plants Resources of South-East Asia 2: Edible Fruit and

    Nuts Prosea Foundation.

    Warisno, 2003. Budidaya pepaya. Penerbit kanisius, yogyakarta.

    Wood, C. B., H. W. Pritchard and D. Amritphale. 2000. Desiccation-induced

    dormancy in papaya (Carica papaya L.) seeds is alleviated by heat shock.

    Seed Sci. and Res. 10: 135-145.

    Wulandari, R. 2009. Pengujian Benih Pepaya (Carica papaya L.) dengan

    Penyimpanan Suhu Dingin. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian,

    Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal.

    Yucel, E. and G. Yilmaz. 2009. Effect of different alkaline metal salts (NaCl,

    KNO3), acid concetrations (H2SO4) and growth regulator (GA3) on the

    germination of Salvia cyanescans Boiss. and Bal. seeds. Journal of

    Science 22(3): 123-127.

    -Unlicensed-1.Kover-Unlicensed-5.BAB I PENDAHULUANII-Unlicensed-7.BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN-Unlicensed-8.BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN-Unlicensed-9.BAB V. KESIMPULAN DAN SARANDAFTAR PUSTAKA