pengaruh konsentrasi kno3 dan lama perendaman …repository.utu.ac.id/696/1/bab i_v.pdf · 2017. 9....
TRANSCRIPT
-
PENGARUH KONSENTRASI KNO3 DAN LAMA
PERENDAMAN TERHADAP VIABILITAS
DAN VIGOR BENIH PEPAYA
( Carica papaya L. )
SKRIPSI
OLEH
BUKHARI
09C10407127
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
2013
-
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul : Pengaruh Konsentrasi KNO3 dan Lama
Perendaman Terhadap Viabilitas dan Vigor
Benih Pepaya ( Carica papaya L. )
Nama Mahasiswa : Bukhari
N I M : 09C10407127
Program Studi : Agroteknologi
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Muhammad Jalil, S.P, M.P
NIDN 0115068302
Chairudin, S.P
NIDN 0122097301
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Prodi Agroteknologi,
Diswandi Nurba, S.TP, M.Si
NIDN 0128048202
Jasmi, S.P, M.Sc
NIDN 0127088002
Tanggal Lulus : 06 September 2013
-
PENGARUH KONSENTRASI KNO3 DAN LAMA
PERENDAMAN TERHADAP VIABILITAS
DAN VIGOR BENIH PEPAYA
( Carica papaya L. )
SKRIPSI
OLEH
BUKHARI
09C10407127
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2013
-
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman pepaya (Carica papaya. L.) merupakan tanaman buah berupa
herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat
bahkan kawasan sekitar Meksiko dan Coasta Rica. Beberapa literatur memastikan
bahwa plasma nutfah pepaya berasal dari negara Meksiko dan Coasta Rica.
Pedagang Spanyol telah berjasa dalam menyebarluaskan tanaman pepaya dari
kawasan Amerika ke berbagai negara di dunia. Dalam perkembangan selanjutnya,
tanaman pepaya banyak ditanam orang dan telah menyebar luas di negara-negara
yang telah dikenal daerah pertaniannya, baik di daerah tropis maupun sub tropis,
di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan
pengunungan (sampai 1000 m dpl) (Rukmana, 1995).
Indonesia merupakan negara pertanian dengan potensi yang besar untuk
menghasilkan komoditas buah-buahan tropis. Salah satunya adalah pepaya
sebagai buah konsumsi kaya manfaat yang dapat diterima luas oleh masyarakat.
Berdasarkan data FAO (2008), dinyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke
empat sebagai negara produsen komoditas pepaya terbesar di dunia, di bawah
India, Brazil dan Nigeria, dengan total produksi 653.276 ton. Berdasarkan data
Departemen Pertanian (2008), dinyatakan bahwa total produksi buah pepaya
nasional mengalami peningkatan dari tahun 2003, yaitu 626.745 ton menjadi
732.611 ton pada tahun 2004. Produksi buah pepaya mengalami penurunan
produksi pada tahun 2005 menjadi 548.657 ton dan meningkat kembali sampai
dengan tahun 2007 menjadi 621.524 ton.
-
2
Pengembangan pepaya di Indonesia saat ini tidak terlepas dari kebutuhan
akan adanya varietas yang sesuai pasar dan benih bermutu dengan jumlah yang
mencukupi. Sampai dengan saat ini penggunaan benih sebagai bahan perbanyakan
tanaman pepaya masih diunggulkan jika dibandingkan dengan perbanyakan secara
vegetatif melalui stek atau pun kultur jaringan, sehingga sangat penting artinya
menjaga mutu benih guna mencapai produksi pepaya yang optimum untuk
kebutuhan pasar.
Benih pepaya merupakan benih yang memerlukan perhatian dalam proses
pengadaannya guna menjaga viabilitasnya agar tetap baik. Menurut Sangakkara
(1995), benih pepaya cepat mengalami proses deteriorasi setelah proses
pemanenan. Sari et al. (2005) juga menyatakan benih pepaya memiliki daya
simpan relatif singkat. Kandungan senyawa fenolik yang tinggi pada sarcotesta
dapat meningkatnya impermeabilitas benih pada saat proses desikasi dalam
kondisi udara beroksigen, sehingga mengakibatkan dormansi.
Dias et al. (2010) menambahkan bahwa benih segar pepaya mengalami
dormansi pascapanen yang akan pecah setelah enam bulan penyimpanan.
Viabilitas benih pepaya juga dipengaruhi oleh kandungan kadar air dan sifat dari
benih antar varietas, pada kondisi kelembaban dan suhu kamar dapat
mempertahankan viabilitas benih selama 12 bulan dengan KA 8 % atau 11 %.
Wulandari (2009) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa benih
pepaya bersifat ortodoks (Varietas Sukma dan Calina) karena tahan simpan pada
suhu ± -20ºC dan intermediet (Varietas Arum Bogor) karena tidak tahan simpan
pada suhu ± -20ºC. Jika benih pepaya memiliki sifat ortodoks, maka ada
kemungkinan benih dapat disimpan untuk periode jangka panjang, lebih dari 12
-
3
bulan. Upaya untuk meningkatkan viabilitas benih pepaya dapat dilakukan dengan
cara menerapkan perlakuan pra perkecambahan benih. KNO3 dan atonik
merupakan senyawa yang biasa digunakan untuk perlakuan pra perkecambahan
benih.
KNO3 berfungsi untuk meningkatkan aktifitas hormon pertumbuhan pada
benih. Pengaruh KNO3 yang ditimbulkan ditentukan oleh besar kecil
konsentrasinya. Perlakuan awal dengan larutan KNO3 berperan merangsang
perkecambahan pada hampir seluruh jenis biji. Perlakuan perendaman dalam
larutan KNO3 dilaporkan juga dapat mengaktifkan metabolisme sel dan
mempercepat perkecambahan (Furutani, 1987).
Furutani dan Nagao (1993) menyatakan bahwa benih pepaya yang
direndam dalam larutan KNO3 memperlihatkan tingkat perkecambahan yang lebih
tinggi, yaitu sebesar 50 % jika dibandingkan dengan kontrol yang hanya 11 %.
Pengujian terhadap viabilitas benih dari salah satu varietas/genotipe pepaya
penting untuk dilakukan, terutama pengujian terhadap benih pepaya yang telah
mengalami penyimpanan. Berdasarkan karakter benih pepaya yang cepat
mengalami deteriorasi, dapat mengalami dormansi, serta memiliki sifat ortodoks
dan intermediet. Maka pengujian benih dengan perlakuan pra perkecambahan
melalui metode perendaman benih dalam larutan senyawa KNO3 menarik untuk
dipelajari.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilaksanakan penelitian mengenai
pengaturan persentase konsentrasi KNO3 dan lama perendaman yang sesuai untuk
benih pepaya, sehingga mampu meningkatkan viabilitas benih pepaya.
-
4
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi KNO3 dan
lama perendaman terhadap viabilitas dan vigor benih pepaya serta nyata tidaknya
interaksi kedua faktor tersebut.
1.3. Hipotesis
1. Konsentrasi KNO3 berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih pepaya.
2. Lama perendaman berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih pepaya.
3. Terdapat interaksi antara konsentrasi KNO3 dan lama perendaman terhadap
viabilitas dan vigor benih pepaya.
-
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Pepaya
Menurut Warisno (2003) tanaman pepaya diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermea
Kelas : Dikotyledoneae
Ordo : Caricales
Familia : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
Pepaya merupakan tanaman herba, batangnya berongga, biasanya buahnya
tidak beracun dan tingginya dapat mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun
tunggal, berukuran besar dan bercangkap. Tangkai daun panjang dan berongga.
Bunganya terdiri dari tiga jenis, yaitu bunga jantan, bunga betina dan bunga
sempurna. Bentuk buah bulat sampai lonjong. Batang, daun dan buahnya
mengandung getah yang memiliki daya enzimatis, yaitu dapat memecah protein.
Pertumbuhan tanaman pepaya termasuk cepat karena antara 10-12 bulan setelah
ditanam buahnya telah dapat dipanen (Kalie, 2007).
Tanaman ini dimanfaatkan sebagai sumber edible fruit, papain dan bijinya
sedang diteliti sebagai bahan pestisida serta suplemen makanan yang dapat
memperbaiki kondisi tubuh dan meningkatkan energy (Mojika-Henshaw et al.,
2003).
-
6
Bunga termasuk bunga majemuk yang tersusun pada sebuah tangkai atau
poros bunga (pedunculus). Kelompok bunga majemuk tersebut disebut
inflresensia yang duduk pada ketiak daun. Bunga jantan berbentuk tabung
ramping dengan panjang kira-kira 2,5 cm. Corolla (mahkota bunga) terdiri dari
lima helai dan berukuran kecil-kecil. Stamen (benang sari) berjumlah sepuluh
yang tersusun menjadi dua lapis dan melekat pada leher tabung. Lapis sebelah
dalam terdiri dari lima benang sari yang melekat antara daun mahkota. Ovarium
(bakal buah) mengalami rudimenter sehingga tidak akan menghasilkan buah
(Kalie, 2007).
Bunga betina berukuran agak besar dan memiliki bakal buah yang
berbentuk bulat sehingga akan menghasilkan buah yang berbentuk bulat juga.
Jenis bunga ini mempunyai lima buah pistillum (putik). Adanya putik ini
membentuk alur atau garis pada buah. Meskipun buah berbentuk bulat, alur atau
garis putik ini tampak memberi bekas juga. Mahkota bunga terdiri dari lima helai
daun mahkota yang melekat dibagian dasar bunga. Bunga sempurna memiliki
putik dengan bakal buah dan benang sari. Saat muncul sampai mekar berlangsung
45-47 hari (Kalie, 2007).
Biji pepaya berbentuk bulat dengan panjang kira-kira 5 mm. Warna biji
hitam dengan bagian yang terdiri dari embrio, jaringan bahan makanan dan kulit
biji. Passera dan Spettoli (1981) menyebutkan bahwa 60 % dari endosperma benih
pepaya adalah lemak. Penelitian berikutnya oleh Puangsri et al. (2005)
melaporkan bahwa 72 – 78 % kandungan asam lemak tertinggi benih pepaya
adalah asam lemak oleat. Sewaktu masih melekat pada buah, biji dilapisi oleh
lapisan kulit berwarna keputihan, lunak dan agak bening. Andreoli dan Khan
-
7
(1993) menyebutkan lapisan tersebut sebagai sarcotesta yang terbentuk dari
integument luar dan merupakan selaput biji yang mengandung cairan fenolik yang
memiliki sifat antioksidan, tetapi juga dapat menghambat perkecambahan.
Menurut Wood et al. (2000), untuk mengurangi efek inhibitor sarcotesta, biji
yang akan digunakan sebagai benih sebaiknya dibersihkan dari lapisan ini.
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Pepaya
2.2.1 Iklim
Tanaman pepaya membutuhkan iklim yang agak panas dengan cahaya
penuh dan memiliki curah hujan antara 1000 – 2000 mm/tahun, angin diperlukan
untuk penyerbukan bunga, angin yang tidak terlalu kencang sangat cocok bagi
pertumbuhan tanaman. Suhu udara optimum yang perlukan adalah 22 - 26 derajat
C dengan kelembaban udara sekitar 40% (Anonymous, 2000).
Tanaman pepaya dapat tumbuh subur di daerah yang tersebar di wilayah
mulai dari 230
LU – 230
LS dengan kisaran ketinggian antara 0 – 1600 meter di
atas permukaan laut, akan tetapi pada ketinggian di atas 1000 meter di atas
permukaan laut, tingkat produksi buah akan mengalami penurunan. Buah yang
dihasilkan dapat berbentuk bulat telur sampai lonjong, hampir bulat, berbentuk
buah advokad maupun selinder (Villegas, 1991).
2.2.2 Tanah
Tanah yang baik untuk tanaman pepaya adalah tanah yang agak berat atau
sering disebut tanah litosol, subur dan banyak mengandung humus, tanah itu harus
banyak menahan air dan gembur. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang ideal
adalah netral dengan pH antara 6 – 7. Kandungan air dalam tanah merupakan
-
8
syarat penting dalam kehidupan tanaman ini. Air menggenang dapat mengandung
penyakit jamur perusak akar hingga tanaman layu (mati). Apabila kekeringan air
tanaman akan kuru, daun, bunga dan buah rontok. Tinggi air yang ideal tidak
lebih dalam dari pada 50 - 150 cm dari permukaan tanah. Tanaman pepaya dapat
ditanam di daratan rendah sampai ketinggian antara 700 m – 1000 m dpl
(Anonymous, 2000).
2.3 Media Kecambah
Pasir merupakan media organik yang mempunyai pori-pori makro lebih
banyak dibandingkan dengan tanah liat sehingga mudah menjadi basah dan cepat
kering. Konsistensi (ketahanan partikel terhadap proses pemisahan) pasir sangat
kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau angin, oleh karena itu penggunaan
pasir sebagai media kecambah lebih baik bila dikombinasikan dengan bahan lain
seperti bahan organik yang sesuai dengan jenis tanaman (Agoes, 1994).
Menurut Lakitan (1995), media kecambah yang sering digunakan untuk
pembibitan tanaman di Indonesia adalah campuran antara pasir, tanah dan pupuk
kandang. Penggunaan pasir berdampak positif terhadap sifat fisik tanah terutama
tanah liat. Pasir memiliki ukuran jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan
yang kecil dibandingkan dengan partikel debu dan liat, maka peranannya dalam
ikut mengatur sifat-sifat kimiawi tanah adalah kecil sekali (Hakim et al., 1986).
Prihandana dan Hendroko (2006), penggunaan campuran media tumbuh
antara pasir, tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 akan
memberikan pertumbuhan benih yang lebih baik. Hal ini disebabkan media
-
9
kecambah mempunyai pori-pori makro dan mikro yang seimbang untuk
pertumbuhan tanaman, sehingga aerasi dan drainasenya menjadi lebih baik.
Menurut Hakim et al. (1986), pasir dapat digunakan untuk memperbaiki
media tumbuh, karena dapat menurunkan tingkat kekerasan tanah sehingga akar
lebih mudah menembus tanah serta menciptakan kondisi lingkungan yang
memungkinkan tersedianya oksigen dalam jumlah yang cukup. Sehingga sifat
fisik tanah yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah
tekstur, struktur, porositas, konsistensi, warna dan suhu tanah, karena faktor
tersebut mempengaruhi penetrasi akar di dalam tanah, retensi, air, drainase, aerasi,
dan nutrisi di dalam tanah.
Perbaikan sifat fisik tanah lainnya dapat dilakukan dengan mencampurkan
pasir dengan tanah untuk memperbaiki aerasi tanah. Kandungan pasir yang sesuai
akan menyebabkan porositas tanah meningkatkan sehingga aerasi tanah menjadi
lebih baik untuk pertumbuhan tanaman. Peranan pupuk kandang terhadap sifat
fisik tanah adalah meningkatkan kapasitas tanah dalam mengikat air, merangsang
granulasi agregat dan memantapkannya, menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat
buruk laiannya dari liat. Pengaruh pupuk kandang terhadap sifat fisik kimia tanah
adalah meningkatkan daya serap dan kapasitas tukar kation, meningkatkan jumlah
kation yang diperlukan, menghindari tercucinya unsur-unsur hara seperti N, P, K
dan memudahkan sejumlah unsur hara sehingga tersedia bagi tanaman
(Hakim et al., 1986).
Pemberian pupuk kandang juga berpengaruh terhadap sifat biologi tanah.
Pupuk kandang merupakan kandungan sumber bahan organik yang menjadi
sumber bahan makanan bagi mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan
-
10
jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah serta kegiatan jasad mikro dalam
membantu proses dekomposisi bahan organik dan kandungan hara yang terdapat
di dalam pupuk kandang (Sarief, 1986).
2.4 Pengaruh Konsentrasi KNO3
Senyawa pra perkecambahan benih berfungsi untuk meningkatkan
kemampuan benih untuk dapat berkecambah, seperti halnya atonik dan KNO3.
Menurut Djumiayah dan Aliudin dalam Sumpena (2006), atonik adalah zat
tumbuh buatan yang mengandung bahan aktif isomer nitrofen 01 yang fungsinya
dapat merangsang pertumbuhan dan mengatasi kerontokan bunga. Studi
menunjukkan bahwa pemberian KNO3 mampu menunda waktu dormansi pada
iles-iles, sehingga diperoleh hasil umbi berukuran lebih besar dalam satu siklus
tanam (Santosa et al., 2006).
Secara umum aplikasi KNO3 pada tanaman mampu mengatasi tunas yang
dorman karena mampu mengaktifkan giberelin. Hasil penelitian Ginting et al.
(2008) menunjukkan bahwa pemberian KNO3 4 g/l menghasilkan jumlah daun
dan panjang flush yang paling tinggi pada mangga. Adapun hasil penelitian
Andriani (2008) menunjukan bahwa kalium nitrat (KNO3) dapat meningkatkan
pertumbuhan, jumlah bunga, jumlah buah dan produktivitas bauh cabai merah
(Capsicum annuum L.).
Kalium nitrat (KNO3) mengandung dua unsur hara penting yang
dibutuhkan tanaman yaitu 44% kalium dan 12% nitrogen. Nitrogen dan kalium
merupakan dua unsur makro yang diperlukan tanaman. Kalium diserap tanaman
dalam bentuk K+. Ion ini dengan mudah disalurkan dari organ dewasa ke organ
-
11
muda. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim yang penting
untuk respirasi dan fotosintesis (Taiz and Zeiger, 2002). Kalium juga dapat
mengaktifkan enzim yang membentuk pati (Salisbury dan Ross, 1995a).
Tanaman yang kekurangan kalium akan mengakumulasi karbohidrat lebih
rendah karena fotosintesis berjalan lambat. Kekurangan kalium juga menyebabkan
daun menjadi kuning, batang menjadi lemah dan rentan terhadap hama dan
penyakit (Salisbury dan Ross, 1995a).
Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NO3-
atau NH4+ (Salisbury dan
Ross, 1995b). Nitrogen merupakan komponen utama klorofil, protein, asam
amino, dan enzim. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan daun dan batang,
pertunasan, pembentukan klorofil, meningkatkan serapan unsur hara, dan
pengaruhnya penting terhadap peningkatan hasil. Tanaman yang kekurangan
nitrogen akan menjadi kuning atau kuning kecoklatan dan akhirnya mati. Namun,
tanaman yang kelebihan nitrogen akan mengalami pertumbuhan yang berlebihan,
tetapi buah yang dihasilkan kecil-kecil (Sumarwoto dan Widodo, 2008).
Kalium Nitrat (KNO3) merupakan bahan kimia yang paling banyak
digunakan untuk mempromosikan perkecambahan benih. Berdasarkan hasil
penelitian Furutani dan Nagao (1993), benih pepaya yang direndam dalam larutan
KNO3 memperlihatkan tingkat perkecambahan yang lebih tinggi dari pada
kontrol, yaitu sebesar 50% jika dibandingkan dengan kontrol yang hanya 11%.
Perendaman benih pepaya pada larutan KNO3 mengatasi pengaruh dari inhibitor
yang berasosiasi dengan benih pepaya yang masih segar.
Sari et al. (2005) juga menyatakan bahwa kehadiran larutan KNO3 mampu
meningkatkan kecepatan tumbuh benih. Secara umum perlakuan pra
-
12
perkecambahan dengan larutan KNO3 yang dilakukan pada benih pepaya mampu
meningkatkan vigor berbeda nyata dengan benih tanpa perlakuan larutan KNO3.
Namun, perlakuan larutan KNO3 belum cukup untuk mematahkan dormansi pada
benih bersarkotesta.
Perlakuan pra perkecambahan dengan larutan KNO3 juga memiliki efek
positif terhadap perkecambahan benih Prunus avium L tanpa dan dengan kulit
benih. Perendaman pada 7.500 ppm dan 10.000 ppm larutan KNO3 memberikan
hasil perkecambahan yang signifikan, yaitu 64.54% untuk benih yang masih
tertutup kulit benih dan 74.24% untuk benih tanpa kulit benih (Cetinba, dan
Koyuncu, 2006). Yucel dan Yilmaz (2009) menambahkan bahwa konsentrasi
rendah dari KNO3 (0.5%, 1%) dapat meningkatkan persentase perkecambahan
benih Salvia cyanescans, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi dapat menghambat
perkecambahan.
Sumber utama kalium nitrat adalah deposit yang mengkristalkan dari
dinding gua atau mengalirkan bahan organic yang membusuk. Tumpukan kotoran
juga sumber umum yang utama, ammonia dari dekomposisi urea dan zat nitrogen
lainya akan melalui oksidasi bakteri untuk menghasilkan nitrat.
Kalium nitrat juga dapat dibuat dari kalium klorida yang terdapat dalam
mineral sulvit dengan garam natrium nitrat. Jika larutan jenuh dari masing-masing
reaksi dicampur, NaCl yang kurang larut akan mengendap.
Persamaan reaksinya:
KCl(aq) + NaNO3 NaCl(s) + KNO3(aq)
Jika larutan didinginkan, maka larutan akan mengendap. Endapan ini dapat
dipisahkan kemudian dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Kalium nitrat
-
13
mengkristal dalam bentuk prisma rombik, tetapi jika larutannya diuapkan
perlahan-lahan pada kaca arloji maka akan mengkristal dalam bentuk rombohedial
isomof (Anonymous, 2012).
2.5 Pengaruh Lama Perendaman
Perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi
dormansi fisik, selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam
air sampai seluruh benih menjadi permeable (Schmidt, 2000). Oleh karena itu,
perlu diperoleh waktu perendaman yang tidak merusak benih dan dapat membantu
pematahan dormansi jika dikombinasikan dengan perlakuan lain.
Delouche dalam Silomba (2006) menyatakan perlakuan perendaman
dalam air berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat perkecambahan dan
dapat melunakkan kulit benih. Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih
cepat.
Air dalam proses perkecambahan berfungsi untuk mencairkan zat-zat
makanan yang berada dalam keping biji yang disalurkan di dalam lembaga.
Dalam lembaga telah tersedia bahan baku auxin dalam bentuk asam amino, yang
dalam perkembangan pertumbuhan kecambah berubah menjadi auxin.
Penyebarluasan auxin kedalam tubuh kecambah akan berlangsung hingga ke
pucuk akar. Untuk kelangsungan penyebaran ini secara mutlak dibutuhkan cukup
air, tanpa air pertumbuhan kecambah akan gagal total (Rismunandar, 1999).
Perendaman yang lama berpengaruh pada kecepatan perkecambahan.
Hasil penelitian Sihotang (1995), menunjukan hasil indeks perkecambahan
tertinggi pada benih Acacia mangium adalah perendaman benih dengan air selama
-
14
24 jam dengan hasil 2,21% dibandingkan dengan waktu 16 jam dengan nilai
kecepatan berkecambah 0,48%. Pada penelitian selanjutnya, menunjukan bahwa
perendaman air selama 6 jam pada benih tanjung (Mimusop elingi L.) merupakan
perlakuan yang terbaik dengan meningkatkan persentase perkecambahan sebesar
83,33% dibandingkan perendaman benih tanjung dengan air selama 4 jam atau
selama 2 jam.
Menurut Nuraeni dan Maemunah (2003), perendaman dengan air
mendorong proses pemasakan embrio dan meningkatkan permeabilitas kulit benih
sehingga memungkinkan penyerapan ataupun imbibisi dan gas-gas yang
diperlukan dalam proses perkecambahan.
Imbibisi berlangsung jika potensial osmotik larutan di sekitar benih lebih
rendah dari pada osmotik di dalam sel-sel benih. Peningkatan konsentrasi zat-zat
terlarut di luar benih dapat memperlambat kecepatan imbibisi benih. Benih dapat
mengalami kekeringan fisiologis, bahkan jika konsentrasi larutan luar sel benih
lebih tinggi, maka dapat terjadi pergerakan air dalam benih mengalami plasmolisis
(Mugnisjah, 1994).
Imbibisi terjadi pada waktu biji kering yang tidak mempunyai kulit biji
yang kedap diletakkan dalam kontak dengan air sebagaimana biji dalam tanah.
sementara air masuk, bahan-bahan koloid, terutama protein cenderung untuk
menggembungkan dan penggembungan ini sering kali bertanggungjawab dalam
pemecahan kulit biji. Derajat kontak antara tanah dan biji adalah penting untuk
laju imbibisi karena air dalam tanah yang tak jenuh terdapat selaput tipis disekitar
partikel-partikel tanah dan hanya bagian kulit biji yang berhubungan dengan
selaput tersebut untuk pengambilan air (Goldsworthy dan Fisher, 1996).
-
15
2.6 Viabilitas dan Vigor Benih
Menurut Sadjad (1994), daya kecambah adalah kemampuan benih untuk
berkecambah normal dalam kondisi serba optimum, daya kecambah yang
demikian itu mensimulasikan persentase benih yang mampu tumbuh dan
berproduksi normal dalam keadaan menguntungkan, dengan perkataan lain daya
berkecambah juga merupakan tolok ukur viabilitas.
Viabilitas benih dapat didefenisikan sebagai daya hidup benih ditunjukkan
oleh fenomena pertumbuhannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom atau garis
viabilitas. Lebih lanjut ia membagi viabilitas benih kedalaman viabilitas potensial
(Vp) dan vigor (Vg) (Sadjad, 1994). Sedangkan Soetopo (1995), menyatakan
bahwa viabilitas benih yang dicerminkan oleh dua informasi masing-masing daya
kecambah dan kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme
benih dan gejala pertumbuhan, dan membandingkan unsur-unsur tumbuh penting
dari suatu periode tumbuh.
Vigor benih pada umumnya dapat didefenisikan sebagai suatu ukuran
kemampuan potensial benih untuk berkecambah normal dengan variasi keadaan
yang tidak menguntungkan. Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut
merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih tumbuh kuat di
lapangan dalam kondisi yang tidak ideal (Byrd, 1983).
Vigor dan viabilitas potensial benih tidak selalu dapat dibedakan, terutama
pada lot-lot yang mengalami kemunduran cepat. Berdasarkan keadaan
Staunbauer-Sadjad, penurunan vigor biasanya lebih cepat dari penurunan
viabilitas potensial benih (Sadjad, 1994).
-
16
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi viabilitas dan vigor benih
adalah jenis dan sifat benih (factor genetic), viabilitas awal dari benih, kandungan
air benih, temperature, kelembaban, gas disekitar benih, mikroorganisme, kondisi
lingkungan tumbuh dan ruang simpan, kematangan benih, proses pengolahan
benih, dan jenis kemasan (Soetopo, 2002).
Benih bervigor tinggi dicirikan oleh berbagai karakteristik, yaitu
berkecambah cepat dan merata, bebas dari penyakit, tahan simpan, kuat dalam
keadaan lapangan yang kurang menguntungkan efesien dalam memanfaatkan
cadangan makanan, laju tumbuh atau pertumbuhan berat kering tinggi dan tidak
menunjukkan perbedaan di lapangan dan di laboratarium (Heydecker, 1977).
Selanjutnya Mc Donald dan Copeland (1985), memberi batasan vigor
benih sebagai keseluruhan sifat yang menggambarkan potensi dari aktifitas dan
performasi benih selama perkecambahan. Benih yang menunjukkan performasi
baik dinyatakan benih bervigor tinggi, sedangkan benih dengan performasi yang
kurang baik dikelompokkan dalam yang bervigor rendah.
-
17
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di gampong Suak Bilie Kecamatan Suka
Makmue Kabupaten Nagan Raya yang berlangsung mulai tanggal 15 April sampai
dengan 10 Juni 2013.
3.2 Bahan dan Alat
1) Bahan
a. Benih
Benih yang digunakan adalah benih pepaya varietas lokal (benih baru atau
belum mengalami kemunduran) yang diperoleh dari gampong Suak Bilie
Kecamatan Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya. Jumlah benih yang
digunakan adalah 1.080 benih, untuk masing-masing unit percobaan yaitu 30
benih per steoform dengan kualitas benih masak fisiologis.
b. Tanah
Tanah yang digunakan sebagai media kecambah adalah tanah lapisan atas
(top soil) berpasir dari ordo Entisol yang diperoleh dari gampong Suak Bilie
Kecamatan Suka Makmue Kabupaten Nagan Raya.
c. Pupuk Kompos
Pupuk kompos yang digunakan diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas
Teuku Umar.
-
18
d. Air
Air yang digunakan untuk merendam benih pepaya dan membasahi media
tanam hingga kapasitas lapang.
e. Senyawa Pra Perkecambahan
Larutan senyawa pra perkecambahan yang digunakan adalah Kalium Nitrat
(KNO3) dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 5%, 10%, dan 15%, diperoleh
dari CV. Kertopaten Traiding, Surabaya, Indonesia.
f. Naungan
Sebagai naungan atau peneduh digunakan pondok yang diberi daun rumbia
dengan ukuran 5 x 2 m.
2) Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah perkecambahan
steoform plastik dengan diameter 20 cm dan tinggi 12 cm sebanyak 36 buah, gelas
ukur, kertas label, handsprayer, penggaris, alat tulis menulis, kereta sorong (grek),
ayakan pasir, ember, saringan, pinset dan cangkul.
3.3 Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial
3x3 dengan 3 (tiga) ulangan. Faktor yang dicoba adalah:
1. Faktor Konsentrasi KNO3 (K) terdiri atas tiga taraf, yaitu:
K0 : 0 % ( kontrol )
K1 : 5 % ( 5 gr/ltr air )
K2 : 10 % ( 10 gr/ltr air )
K3 : 15 % ( 15 gr/ltr air )
-
19
2. Faktor Lama Perendaman (L) terdiri atas tiga taraf yaitu:
L1 : 3 jam
L2 : 6 jam
L3 : 9 jam
Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan,
maka terdapat 36 unit percobaan. Susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Faktor Konsentrasi KNO3 dan
Faktor Lama Perendaman.
No Kombinasi
Perlakuan
Perlakuan
Konsentrasi KNO3
% ( g l air-1
)
Lama Perendaman
( Jam )
1 K0 L1 0 (kontrol) 3
2 K0 L2 0 (kontrol) 6
3 K0 L3 0 (kontrol) 9
4 K1 L1 5 3
5 K1 L2 5 6
6 K1 L3 5 9
7 K2 L1 10 3
8 K2 L2 10 6
9 K2 L3 10 9
10 K3 L1 15 3
11 K3 L2 15 6
12 K3 L3 15 9
Model matematika dari rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Yij = μ + Ki + Lj + (KL) ij + εij
Yij = Hasil pengamatan dari faktor konsentrasi KNO3 (K) taraf ke- i,
faktor lama perendaman (L) taraf ke- j.
μ = Rata-rata umum
Ki = Pengaruh faktor konsentrasi KNO3 (K) taraf ke- i (i = 1,2,3)
-
20
Lj = Pengaruh faktor lama perendaman (L) taraf ke-j (j = 1,2,3)
(KL)ij = Pengaruh interaksi antara faktor konsentrasi KNO3 (K) taraf ke- i
dengan faktor lama perendaman (L) taraf ke- j
εij = Galat percobaan dari faktor K taraf ke- i dan faktor L taraf ke-j
ulangan ke- k.
Apabila hasil uji F ternyata berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjutan dengan
uji BNT (Beda Nyata Terkecil), pada tingkat peluang 0,05 yaitu:
BNT (0,05) = ( t ; db acak ) x r
KTacak 2
Dimana:
KTa = Kuadrat Tengah Acak
t = Diperoleh dari Tabel t 0.05
db acak = Derajat Bebas Acak
r = Ulangan
3.4 Pelaksanaan Penelitian
1) Persiapan benih
Benih diambil dari buah pepaya yang telah masak fisiologis daging buah
yang telah berubah warna menjadi kuning dan berada pada batang cabang primer.
Benih disortasi dengan cara membelah daging buahnya dan setelah terpisah dari
daging buah terlebih dahulu selaput buah (pulp) yang menutupi biji dihilangkan,
lalu benih dicuci dengan air dan diendapkan, diambil benih yang tenggelam
kemudian ditiriskan.
-
21
2) Persiapan media kecambah
Tanah dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan ayakan sebanyak
satu kali ayak. tanah dibersihkan dari segala kotoran, lalu tanah dan pupuk
kompos dicampur dengan perbandingan 3 : 1. Masing-masing media kecambah
dimasukkan ke dalam steoform yang diameter 20 cm dan tinggi 12 cm.
3) Perendaman Benih
Benih-benih yang telah dipersiapkan selanjutnya direndam ke dalam
senyawa KNO3 masing- masing sebanyak 30 benih dalam setiap wadah
perkecambahan selama 3 jam, 6 jam dan 9 jam.
4) Perkecambahan
Benih-benih yang telah diperlakukan kemudian dikecambahkan di dalam
wadah dengan media sesuai dengan perlakuan sebanyak 30 benih per steoform
dan diletakkan di atas pondok perkecambahan.
5) Pemeliharaan
Benih-benih yang telah diperkecambahkan selanjutnya dilakukan
pemeliharaan dengan membersihkan dari rumput dan menyiramnya dengan air
menggunakan handsprayer sebanyak 2 kali sehari.
3.5 Pengamatan
1. Potensi Tumbuh (PT)
Dihitung berdasarkan jumlah benih yang menunjukkan gejala tumbuh
pada pengamatan hari ke 27 dan dinyatakan dalam persen. Potensi tumbuh
ditandai dengan munculnya akar atau plumula menembus kulit benih dan dihitung
dengan rumus:
-
22
PT = disemaiyangbenihJumlah
Tumbuh Gejalan Menunjukka yangBenih Jumlah
2. Daya Berkecambah (DB)
Kriteria kecambah normal, akar panjang, daun tegak, epikotil batang
tumbuh baik dengan kuncup ujung utuh. Daya kecambah diamati pada benih-
benih yang berkecambah normal dan dilakukan perhitungan pada hari ke 23
(pengamatan I) dan hari ke 27 (pengamatan II) setelah semai (dinyatakan dalam
persen). Daya berkecambah dihitung dengan rumus:
DB = 100%disemaiyangbenihJumlah
II Pengamatan KNJumlah I PengamatanKNJumlah
Ket: KN = Kecambah Normal
3. Kecepatan Tumbuh (KcT)
Benih yang telah dikecambahkan diamati jumlah benih yang berkecambah
normal setiap hari sampai hari ke 27 pengamatan dan dinyatakan dalam persen per
etmal. Perhitungan kecepatan tumbuh digunakan rumus:
KcT = n
n
2
1
1
1
N
N ...
D
N
D
N
Ket : N1 – Nn = Jumlah kecambah normal 1,2…n setelah semai
D1 – Dn = Jumlah hari setelah semai (Etmal).
4. Keserampakan Tumbuh (KsT)
Perhitungan keserampakan tumbuh dilakukan terhadap kecambah normal
kuat pada hari ke 25 yaitu antara pengamatan I (hari 23) dan pengamatan II (hari
27) setelah semai dan dinyatakan dalam persen, rumus yang digunakan adalah:
-
23
KsT = x100%DisemaiyangBenihJumlah
NormalKecambah Jumlah
5. Vigor Kecambah (VK)
Uji vigor kecambah digunakan untuk mengetahui kemampuan benih
tumbuh normal dengan baik, kuat dan memiliki struktur kecambah yang normal
(penampilan kecambah, vigor, les vigor dan non vigor), Pengamatan dilakukan
pada hari ke 27 yang dinyatakan dalam persen. Vigor kecambah dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
VK = x100%DisemaiyangBenihJumlah
KuatVigor yangKecambah Jumlah
-
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Konsentrasi KNO3
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4, 6, 8 dan 10) menunjukkan
bahwa konsentrasi KNO3 berpengaruh nyata terhadap vigor kecambah namun
berpengaruh tidak nyata terhadap potensi tumbuh, daya berkecambah,
keserempakan tumbuh dan kecepatan tumbuh.
Rata-rata viabilitas dan vigor benih pepaya pada berbagai konsentrasi
KNO3 setelah diuji dengan BNT0,05 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Potensi Tumbuh, Daya Berkecambah, Keserempakan
Tumbuh, Kecepatan Tumbuh dan Vigor Kecambah benih pepaya pada
Berbagai Konsentrasi KNO3
Peubah Konsentrasi KNO3 (%)
BNT0,05 0 (K0) 5 (K1) 10 (K2) 15 (K3)
PT 𝑥 + 0,5 4,63 3,18 4,71 4,41
- % 31,48 12,59 29,26 27,04
DB 𝑥 + 0,5 4,74 3,25 4,72 4,33
- % 32,59 13,33 29,26 26,67
KsT 𝑥 + 0,5 4,25 3,25 4,25 4,27
- % 28,15 13,33 24,07 25,56
KcT 𝑥 + 0,5 1,39 1,17 1,38 1,36
- %/etmal 1,87 1,01 1,68 1,76
VK 𝑥 + 0,5 2,30 ab 1,57 a 2,51 ab 3,26 b
1,15 % 6,67 2,96 8,52 12,96
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf peluang 5% (uji BNT)
Tabel 2 menunjukkan bahwa vigor kecambah terbaik dijumpai
pada konsentrasi KNO3 15 % (K3) yang berbeda nyata dengan konsentrasi KNO3
5 % (K1) namun berbeda tidak nyata dengan konsentrasi KNO3 0 % (K0) dan
10 % (K2).
-
25
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi KNO3 15% (K3)
ditemukan adanya beda nyata cukup signifikan terhadap vigor benih, dimana
kontrol, 10% dan 5% menghasilkan vigor benih jauh lebih rendah dibanding 15%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan konsentrasi 15% telah mampu
meningkatkan vigor kecambah benih pepaya yang diamati dibandingkan dengan
perlakuan lainnya, dikarenakan benih pepaya yang direndam pada konsentrasi
tersebut telah mampu mengatasi dormansi embrio dan meningkatkan vigor benih
sebelum penyimpanan.
Pada benih yang telah mampu memiliki viabilitas yang baik dengan
penambahan konsentrasi 15% dapat meningkatkan proses imbibisi serta
metabolisme perkecambahan benih terjadi sempurna, sehingga unsur hara yang
terdapat dalam KNO3 yaitu kalium dan nitrogen telah mengaktifkan proses
perkecambahan benih, sesuai pendapat Taiz and Zeiger (2002) yaitu Kalium
diserap tanaman dalam bentuk K+. Ion ini dengan mudah disalurkan dari organ
dewasa ke organ muda. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim
yang penting untuk respirasi dan fotosintesis (Taiz and Zeiger, 2002). Kalium
juga dapat mengaktifkan enzim yang membentuk pati (Salisbury dan Ross, 1995).
Sari et al. (2005) juga menyatakan bahwa benih yang direndam dalam
larutan KNO3 mampu meningkatkan vigor kecambah benih. Secara umum
perlakuan pra perkecambahan dengan larutan KNO3 yang dilakukan pada benih
pepaya mampu meningkatkan vigor berbeda nyata dengan benih tanpa perlakuan
larutan KNO3.
Hubungan antara vigor kecambah benih pepaya pada berbagai konsentrasi
KNO3 dapat dilihat pada Gambar 1.
-
26
Gambar 1. Vigor Kecambah Benih Pepaya pada Berbagai Konsentrasi KNO3
Pada gambar 1 jelas terlihat bahwa adanya perbedaan yang jauh terhadap
vigor kecambah dari konsentrasi 10% ke konsentrasi 15% yaitu 4.44%. Dengan
perendaman dalam konsentrasi 15% unsur hara kalium telah aktif mementuk
enzim menjadi pati sehingga kemampuan potensial benih untuk berkecambah
normal dengan variasi keadaan yang tidak menguntungkan telah sempurna,
namun pada konsentrasi yang tinggi ini bisa juga menghambat proses viabilitas
benih karena kelebihan unsur hara yang masih terkandung dalam embrio benih
dan menghambat imbibisi yang mengakibatkan benih mati sehingga
perkecambahan benih menjadi tidak serempak, hal ini sesuai dengan pernyataan
Mugnisjah (1994) yaitu peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut di luar benih
dapat memperlambat kecepatan imbibisi benih. Benih dapat mengalami
kekeringan fisiologis, bahkan jika konsentrasi larutan luar sel benih lebih tinggi,
maka dapat terjadi pergerakan air dalam benih mengalami plasmolisis.
6,67
2,96
8,52
12,96
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
0 5 10 15
Vig
or K
ecam
ba
h (
%)
Konsentrasi KNO3 (%)
-
27
Yucel dan Yilmaz (2009) menambahkan bahwa konsentrasi rendah KNO3
(0.5%, 1%) dapat meningkatkan persentase perkecambahan benih Salvia
cyanescans, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi dapat menghambat
perkecambahan.
4.2. Pengaruh Lama Perendaman
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4, 6, 8 dan 10) menunjukkan
bahwa lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh, daya
berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh dan vigor kecambah.
Rata-rata viabilitas dan vigor benih pepaya pada berbagai lama
perendaman setelah diuji dengan BNT0,05 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Potensi Tumbuh, Daya Berkecambah, Keserempakan
Tumbuh, Kecepatan Tumbuh dan Vigor Kecambah benih pepaya pada
Berbagai Lama Perendaman
Peubah Lama Perendaman (Jam)
BNT0,05 3 (L1) 6 (L2) 9 (L3)
PT 𝑥 + 0,5 2,93 a 6,14 b 3,62 a
2,07 % 10,83 44,72 19,72
DB 𝑥 + 0,5 2,85 a 6,24 b 3,67 a
2,07 % 10,28 45,56 20,56
KsT 𝑥 + 0,5 2,61 a 6,13 b 3,27 a
1,97 % 7,50 43,61 17,22
KcT 𝑥 + 0,5 1,01 a 1,79 b 1,18 a
0,41 %/etmal 0,57 3,02 1,15
VK 𝑥 + 0,5 1,33 a 3,67 b 2,23 a
1,00 % 1,67 14,72 6,94
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf peluang 5% (uji BNT)
-
28
Tabel 3 menunjukkan bahwa viabilitas dan vigor benih pepaya terbaik
dijumpai lama perendaman 6 jam (L2) yang berbeda nyata dengan lama
perendaman 3 jam (L1) dan 9 jam (L3).
Perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi
dormansi fisik, selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam
air sampai seluruh benih menjadi permeable (Schmidt, 2000). Oleh karena itu,
perlu diperoleh waktu perendaman yang tidak merusak benih dan dapat membantu
pematahan dormansi jika dikombinasikan dengan perlakuan lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman benih selama 6
jam (L2) berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas dan vigor benih pepaya
pada peubah potensi tumbuh, daya berkecambah, vigor kecambah, kecepatan
tumbuh, dan keserempakan tumbuh. Hubungan antara potensi tumbuh pada lama
perendaman benih pepaya dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Hubungan antara potensi tumbuh (%) pada lama perendaman yang
berbeda.
10,83
44,72
19,72
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
3 6 9
Po
ten
si T
um
bu
h (
%)
Lama Perendaman (Jam)
-
29
Pada gambar 2 tampak bahwa perlakuan perendaman selama 6 jam (L2)
lebih cepat berkecambah sebesar 44,72% dibandingkan dengan perendaman 3
jam (L1) yaitu 10,83% dan perendaman 9 jam (L3) yaitu 19,72%, hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan yang dicoba memberikan pengaruh positif
terhadap perkecambahan dan waktu lama perendaman yang cocok untuk benih
pepaya sehingga tidak menyebabkan benih mati atau menghambat
perkecambahan benih.
Pada perendaman 6 jam terdapat perbedaan 25.00% potensi tumbuh dan
daya berkecambah dengan perendaman 9 jam, hal ini dikarenakan pada
perendaman 6 jam benih telah mampu untuk mencairkan zat-zat makanan yang
berada dalam keping biji yang disalurkan di dalam lembaga dan juga kadar unsur
hara kalium dan nitrogen sebagai larutan dalam perendaman masih netral dalam
proses pembentukan pati dalam benih.
Dalam lembaga telah tersedia bahan baku auxin dalam bentuk asam
amino, yang dalam perkembangan pertumbuhan kecambah berubah menjadi
auxin. Penyebarluasan auxin kedalam tubuh kecambah akan berlangsung hingga
ke pucuk akar. Untuk kelangsungan penyebaran ini secara mutlak dibutuhkan
cukup air, tanpa air pertumbuhan kecambah akan gagal total (Rismunandar,
1999).
Delouche dalam Silomba (2006) menyatakan bahwa perlakuan
perendaman dalam air berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat
perkecambahan dan dapat melunakkan kulit benih. Perendaman dapat merangsang
penyerapan lebih cepat.
-
30
Setiap benih yang telah menunjukkan gejala tumbuh seperti tumbuhnya
akar atau plumula dikatakan sudah ada potensi untuk tumbuh. Portensi tumbuh
adalah persentase benih yang menunjukkan gejala tumbuh dalam pengujian
langsung, dinyatakan hidup apabila akar dan plumula tumbuh dan menembus
kulit, potensi tumbuh sangat dipengaruhi oleh faktor fisiologis, lingkungan dan
umur simpan benih (Sadjad, 1980).
Adapun hubungan antara daya berkecambah, kecepatan tumbuh,
keserempakan tumbuh dan vigor kecambah pada lama perendaman benih pepaya
dapat dilihat pada gambar 3, 4, 5 dan 6.
Gambar 3. Hubungan antara daya berkecambah (%) pada lama perendaman
yang berbeda.
10,28
45,56
20,56
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
3 6 9
Da
ya
Berk
eca
mb
ah
(%
)
Lama Perendaman (Jam)
-
31
Gambar 4. Hubungan antara kecepatan tumbuh (%/etmal) pada lama
perendaman yang berbeda.
Gambar 5. Hubungan antara keserempakan tumbuh (%) pada lama perendaman
yang berbeda.
0,57
3,02
1,15
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
3 6 9
Kecep
ata
n T
um
bu
h (
%/e
tma
l)
Lama Perendaman (Jam)
7,50
43,61
17,22
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
3 6 9
Kese
rem
pa
kan
Tu
mb
uh
(%
)
Lama Perendaman (Jam)
-
32
Gambar 6. Hubungan antara vigor kecambah (%) pada lama perendaman yang
berbeda.
4.3. Pengaruh interaksi
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4, 6, 8 dan 10) menunjukkan
bahwa terdapat interaksi yang tidak nyata antara konsentrasi KNO3 dengan lama
perendaman tarhadap semua peubah viabilitas benih pepaya yang diamati. Hal ini
berarti bahwa perbedaan viabilitas benih pepaya akibat perlakuan yang berbeda
konsentrasi KNO3 tidak tergantung pada lama perendaman benih pepaya atau
sebaliknya.
1,67
14,72
6,94
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
3 6 9
Vig
or K
ecam
ba
h (
%)
Lama Perendaman (Jam)
-
33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Konsentrasi KNO3 berpengaruh nyata terhadap vigor kecambah namun
berpengaruh tidak nyata terhadap potensi tumbuh, daya berkecambah,
keserempakan tumbuh dan kecepatan tumbuh. Viabilitas dan vigor benih
pepaya terbaik dijumpai pada konsentrasi KNO3 15 %.
2. Lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh,
daya berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh dan vigor
kecambah. Viabilitas dan vigor benih pepaya terbaik dijumpai pada lama
perendaman 6 jam.
3. Interaksi yang tidak nyata antara konsentrasi KNO3 dengan lama
perendaman terhadap semua peubah viabilitas benih pepaya yang diamati
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang larutan pra perkecambahan
dan lama perendaman yang berbeda dengan benih sesudah masak fisiologis
terhadap viabilitas benih kadaluarsa pada tanaman perkebunan yang lain.
-
34
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, D. 1994. Aneka Jenis Media Tanam dan Penggunaannya. Penebar
Swadaya. Jakarta. 98 hlm.
Andreoli, C. and A. A. Khan. 1993. Improving papaya seedling emergence by
matriconditioning and gibberellin treatment. Hort. Science 112 (3): 427-
432.
Anonymous, 2000. Pepaya (Carica papaya L.). Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Jakarta
__________, 2008. Produksi Tanaman Buah-buahan di Indonesia Periode 2003 –
2008. Departemen Pertanian. Jakarta
__________, 2012. http://www.wikipedia bahasa Indonesia.htm
Byrd, H.W. 1983. Pedoman Teknologi Benih (terjemahan). Pembimbing Nusa.
Jakarta. 79 hlm.
Cetinba., M. and Koyuncu. 2006. Improving germination of Prunus avium L. seed
by gibberellic acid, potasium nitrate and thio urea. Hort. Sci. 33 (3): 119-
123.
Dias, D. C. F. D. S., W. T. Estanislau, F. L. Finger, E. M. Alvarenga, and L. A. D.
S. Dias. 2010. Physiological and enzymatic alterations in papaya seed
during storage. Revista Brasileira de Sementes 32 (1): 148-157.
FAOSTAT, 2008. Foot and Agricultural Commodities Production.
http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx. (1 Februari 2011).
Furutani, S. C., M. A. Nagao. 1987. Influence of temperature, KNO3, GA3 and
seed drying on emergence of papaya seedling. Scientia Horticulturae 32:
67-72.
__________, 1993. Improvement of papaya seedling emergence by KNO3
treatment and afterripening. J. Haw. Pac. Agri. 4: 57- 61.
Ginting, Y. C., Rugayah, dan W. Hanolo. 2008. Pertumbuhan Tunas Tanaman
Mangga (Mangifera indica L.) Manalagi dan Gedong Setelah
Pemangkasan Awal dan Aplikasi KNO3. Prosiding Seminar Nasional
Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung. Lampung. Vol 7: 337-343.
Goldsworthy, P. R – Fisher, N. M. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
http://www.wikipedia/
-
35
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Dian, Go
Ban Hong dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung Press. Bandar Lampung. 488 hlm.
Heydecker. W and P. C. Bear. 1977. Seed streatmeants for improved performance
survey attemted progmesis–Seed Sci and Technol: no. Vol (5) 353-425 p.
Kalie. Moehd. Baga. 2007. Pepaya. Penebar swadaya. Jakarta.
Lakitan, B. 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Perss. Jakarta. 203
hlm.
Mc Donald, M. B. and L. O. Copeland. 1985. Principle of Seed Science and
Technologi. Macmilla Publish. Co. 321 p.
Mojica-Henshaw, M. P., A. D. Francisco, F. de Guzman, and X. T. Tigno. 2003.
Possible immunomodulatory actions of Carica papaya seed extract.
Clinical Hemorheology and Microcirculation 29 (3-4): 219-229.
Mugnisjah, W. Q, Asep, S, Suwarto, Cecep, S. 1994. Panduan Praktikum dan
Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Nuraeni dan Maemunah. 2003. Peran air dan KNO3 dalam Pemecahan Dormansi
Benih dan Pertumbuhan Bibit Kemiri (Aleurites moluccana W). Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian Agroland Vol.10 No.3 September 2003.
Passera, C. and P. Spettoli. 1981. Chemical composition of papaya seeds. Plant
Foods for Human Nutrition (Formerly Qualitas Plantarum). 31 (1): 77-
83.
Prihandana, R. dan Hendroko R. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar.
Agromedia Pustaka. Jakarta. 84 hlm
Puangsri, T. S. M. Abdulkarim and H. M. Ghazali. 2005. Properties of Carica
papaya L. (papaya) seed oil following extractions using solvent and
aqueous enzymatic methods. Journal of Food Lipids. 13 (2): 113-130.
Rismunandar. 1999. Hormon Tanaman dan Ternak. PT. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Rukmana, H.R. 1995. Seri Budidaya Pepaya. Kanisius. Yogyakarta. 73 hal.
Sadjad, S. 1980. Panduan Pembibitan Mutu Benih Tanaman Perkebunan
Indonesia. Disti IPB, Bogor. 130 hlm.
_________, 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta. 218 hlm.
-
36
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995a. Fisiologi Tumbuhan, jilid I
(diterjemahkan dari: Plant Physiology, 4th
edition, penterjemah: D.R.
Lukman dan Sumaryono). Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Bandung. 241 hal.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995b. Fisiologi Tumbuhan, jilid II
(diterjemahkan dari: Plant Physiology, 4th
edition, penterjemah: D.R.
Lukman dan Sumaryono). Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Bandung. 173 hal.
Sangakkara, U.R. 1995. Influence of seed ripeness, sarcotesta, drying and storage
on germinability of papaya (Carica papaya L.) seed. Pertanika
J.Trop.Agric. Sci. 18(3): 193-199.
Santosa, E., N. Sugiyama, M. Nakata, O. N. Lee. 2006. Growth and corm
production of Amorphophallus at different shading level in Indonesia.
Jpn. J. Trop. Agr. 50 (2): 87-91.
Sarief, E.S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana.
Bandung. 182 hlm.
Sari, M., E. Murniati dan R. Suhartanto. 2005. Pengaruh sarcotesta dan
pengeringan benih serta perlakuan pendahuluan terhadap benih papaya
(Carica papaya L.). Buletin Agronomi 33 (2): 23 . 30.
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub
Tropis. Direktorat RLPS dan Danida Forest Seed Centre. Jakarta.
Sihotang, A. R. 1999. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Kalium Nitrat
(KNO3) terhadap Perkecambahan Benih Kemiri. Skripsi Fakultas
Pertanian USU. Medan.
Silomba, D. Arruan. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan Terhadap
Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.). Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 7 hlm
Soetopo, L. 1995. Teknologi Benih. Rajawali. Jakarta. 188 hlm.
. 2002. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 238 hlm.
Sumarwoto dan W. Widodo. 2008. Pertumbuhan dan Hasil Elephant Food Yam
(Amorphophallus muelleri Blume) periode tumbuh pertama pada
berbagai dosis pupuk N dan K. Agrivita 30 (1): 67-74.
Sumpena, U. 2006. Respon hasil, viabilitas dan vigor benih mentimun (Cucumis
sativus L.) kultivar saturnus terhadap perlakuan atonik. J. Agrivigor 5 (3)
: 287-292.
-
37
Taiz, L. and Zeiger, E. 2002. Plant Physiology, 3rd
Edition. Sinaur Associates.
Sunderland. 690 p.
Villegas, V. N. 1991. Carica papaya L. p 125-131. In: E. M. W. Verheij and R. E.
Coronel (eds). Plants Resources of South-East Asia 2: Edible Fruit and
Nuts Prosea Foundation.
Warisno, 2003. Budidaya pepaya. Penerbit kanisius, yogyakarta.
Wood, C. B., H. W. Pritchard and D. Amritphale. 2000. Desiccation-induced
dormancy in papaya (Carica papaya L.) seeds is alleviated by heat shock.
Seed Sci. and Res. 10: 135-145.
Wulandari, R. 2009. Pengujian Benih Pepaya (Carica papaya L.) dengan
Penyimpanan Suhu Dingin. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal.
Yucel, E. and G. Yilmaz. 2009. Effect of different alkaline metal salts (NaCl,
KNO3), acid concetrations (H2SO4) and growth regulator (GA3) on the
germination of Salvia cyanescans Boiss. and Bal. seeds. Journal of
Science 22(3): 123-127.
-Unlicensed-1.Kover-Unlicensed-5.BAB I PENDAHULUANII-Unlicensed-7.BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN-Unlicensed-8.BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN-Unlicensed-9.BAB V. KESIMPULAN DAN SARANDAFTAR PUSTAKA