pengaruh kesesuaian penempatan kerja terhadap...
TRANSCRIPT
PENGARUH KESESUAIAN PENEMPATAN KERJA
TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT
DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
NINA ARISTA
NIM. 1110101000071
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014 M / 1435 H
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ii
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Juli 2014
Nina Arista, NIM : 1110101000071
Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat
Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
x + 176 halaman, 18 tabel, 2 bagan, 9 lampiran
ABSTRAK
Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance) sumber daya
manusia, untuk itu setiap perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja pegawai
dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Salah satu upaya untuk
mengembangkan kemampuan SDM agar dapat memberikan kontribusi dan kinerja yang
maksimal bagi perusahaan adalah dengan menempatkan pegawai sesuai dengan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja yang dimilikinya.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Sampel
dalam penelitian ini adalah pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA sebanyak 84 orang
responden dan 4 orang informan. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh
kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap kinerja pegawai. Sehingga melalui
hasil penelitian ini, diharapkan instansi mampu melakukan analisis terlebih dahulu sebelum
melakukan penempatan kerja sehingga pegawai lebih menguasai pekerjaannya sesuai dengan
kemampuannya yang akhirnya dapat memberikan kinerja yang optimal bagi perusahaan.
Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif dan kualitatif, diketahui bahwa
penempatan kerja pegawai saat ini sebagian besar sudah sesuai dengan pengetahuan,
keterampilan kerja, dan sikap kerja yang dimilikinya, meskipun masih ada beberapa pegawai
yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang kurang sesuai dengan penempatan
kerjanya tetapi hal itu masih bisa diatasi dengan pelaksanaan training yang dilakukan oleh
pihak instansi. Selain itu, diketahui pula bahwa sebagian besar kinerja pegawai berdasarkan
aspek kuantitas, kualitas hasil kerja, serta ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan telah
sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan. Kemudian, dapat diketahui bahwa
kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam penempatan kerja dapat berpengaruh
kuat terhadap kinerja pegawai dan selama ini belum ada kinerja buruk yang disebabkan oleh
ketidaksesuaian penempatan. Selain faktor kesesuaian penempatan, berdasarkan hasil analisis
data kualitatif dapat diketahui pula bahwa ada faktor lain seperti peningkatan kesejahteraan
pegawai, sistem reward, kemauan dalam mengerjakan tugas, serta kesadaran akan dampak
pencapaian SKP yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesesuaian pengetahuan,
keterampilan, dan sikap dalam penempatan kerja dapat berpengaruh dan memiliki pengaruh
yang kuat terhadap kinerja pegawai. Oleh karena itu, sebaiknya pihak instansi diharapkan
dapat mempertahankan penempatan kerja yang telah sesuai dan mengawasi kesesuaian
penempatan kerja pegawai, kemudian juga menerapkan sistem sharing ilmu untuk mengatasi
keterbatasan kegiatan diklat, perencanaan kegiatan diklat dengan mengadaptasi penilaian
kinerja di Singapura, serta lebih memperhatikan seluruh faktor yang mempengaruhi kinerja
untuk meningkatkan motivasi pegawai.
Kata Kunci : Kinerja Pegawai, Kesesuaian Penempatan, Kesesuaian Pengetahuan,
Keterampilan, dan Kesesuaian Sikap
Sumber Bacaan: 61 (1980-2013)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY
SPECIALISATION MANAGEMENT HEALTH SERVICES
Thesis, July 2014
Nina Arista, NIM: 1110101000071
Influence on Performance Compliance Work Placement Officer at the Secretariat of the
Directorate General of the Indonesian Ministry of Health Nutrition and MCH 2014
x + 176 pages, 18 tables, 2 charts, 9 attachments
ABSTRACT
The success of an organization is influenced by the performance (job performance) of
human resources, to any company that will seek to improve the performance of employees in
achieving organizational objectives that have been set. One of the efforts to develop human
resource capabilities in order to provide maximum performance and contribution for the
company is by placing the employees in accordance with the knowledge, skills, and attitudes
of its work.
This study is quantitative and qualitative descriptive approach. A sample of this
research is an employee at Sekditjen Bina Nutrition And KIA as many as 84 people of
respondents and four people of an informer. This study aims to determine the influence of the
conformity of work placement through the suitability of knowledge, job skills, and attitudes
towards the work performance of employees. So, from the results of this research, it is
expected the agency is able to perform analysis first before doing a work placement so that
employees more control of the work to be carried out in accordance with his ability that
ultimately can provide optimal performance for the company.
Based on the results of the quantitative and qualitative data processing, it can be
concluded that the placement of employees currently working mostly are in accordance with
the knowledge, job skills, and attitudes of its work, although there are still some employees
who have less knowledge and skills appropriate to the work placement but it can still be
resolved by the implementation of the training conducted by the agency. In addition, it can be
concluded that the employee's performance based on aspects of quantity, quality of the work,
as well as the timeliness of completion of the work were in accordance with the target /
standard of work that is planned. Then, it is known that the suitability of the knowledge,
skills, and attitudes in a work placement have a strong influence on the performance of
employe and there has not been a bad performance caused by incompatibility placementes. In
addition to the suitability of the placement, based on the analysis of qualitative data it is
known also that there are other factors such as an increase in the welfare of employees,
reward systems, and the willingness of employees in a task, and awareness about the impact
of the achievement of employee assessments that can affect employee performance.
Based on these results, it can be concluded that the suitability of the knowledge, skills,
and attitude in work placements can be influential and have a strong influence on the
performance of employees. Therefore, we recommend that the agencies are expected to
maintain the work placements that have appropriate and oversee compliance officer job
placement, then also apply a sharing system to overcome the limitations of training activities,
planning of training activities by adapting Singapore performance appraisal, as well as more
attention to all the factors that affect the performance to improve motivation of employees.
Keywords : Job Performance, Conformity of Employment, Compliance of Knowledge,
Skills and Attitudes of Conformity
References : 61 (1980-2013)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi :
Nama : Nina Arista
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 24 November 1992
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Melati No. 15/ B. 19, Komplek Pondok Jurang Mangu
Indah, Pondok Aren, Tangerang Selatan, 15222
No.Hp : +6285711455892 / 021-7352732
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1997 – 1998 : TK Permata Bunda Jakarta Selatan
1998 – 2004 : SDN 010 Pesanggrahan, Jakarta Selatan
2004 – 2007 : SMPN 235 Jakarta Selatan
2007 – 2010 : SMAN 86 Jakarta Selatan
2010 – sekarang : S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi :
2007 – 2010 : Anggota Rohis SMAN 86 Jakarta
2010 – 2011 : Anggota Departemen Pendidikan, Penelitian, dan Keilmuan (P2K)
Persatuan Anggota Muda IAKMI (PAMI) Jakarta
2012 – 2013 : Anggota Departemen Pengembangan Ekonomi BEM Jurusan
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013 – sekarang : Ketua Divisi Corporate Social Responsibility (CSR) Health Care
Management Association (HACAMSA) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala hidayah, nikmat, rahmat, dan
karunia-Nya yang tiada tara kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan penelitian mengenai Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kementerian
Kesehatan RI. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
akhir skripsi pada Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan laporan penelitian ini, penulis telah banyak mendapatkan
bantuan berupa pengalaman, pembelajaran, serta dukungan yang tak terhingga dari
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga penulis. Papah (Haris Bastaman) dan Mamah (Titaningtyas Retnowati) ku
tersayang yang selalu memberikan semangat, dorongan, dukungan serta doa yang tak
terhingga kepada penulis. Kakak dan adikku tercinta, Mas Handi Andika dan Yusuf
Sulaiman, terimakasih atas dukungan-dukungan teknisnya serta doanya sehingga
penulis dapat lancar dalam mengerjakan penelitian ini. Serta keluarga besar penulis
yang telah banyak memberikan dukungan, doa, dan perhatiannya kepada penulis.
2. Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Febrianti, M.Si sebagai Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti SKM, MKM, Ph.D dan dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku
pembimbing fakultas yang telah sabar dalam membimbing dan memberikan banyak
pembelajaran, motivasi, serta masukan-masukan yang konstruktif kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
5. Seluruh dosen di Jurusan Kesehatan Masyarakat, khususnya para dosen di peminatan
Manajemen Pelayanan Kesehatan yang telah memberikan banyak ilmu yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
6. Dr. Kuwat Sri Hudoyo selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA.
7. Ibu Dra. Sri Mulyani, MM. (Kepala Bagian Kepegawaian dan Umum), Ibu Dra.
Gusmiati, MM. (Kepala Sub Bagian TU dan Gaji), dan Ibu Enizarti, SKM, MKM
(Kasubag Kepegawaian) yang telah memberikan banyak bantuan, dukungan, dan
viii
masukan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan laporan penelitian ini. Serta
Kabag dan Kasubag lainnya di Sekditjen dan seluruh staff (Ibu Rus, Mba Dian, Mba
Agnes, Mba Syifa, Mba Yusi, Mba Riri, Mba Windy, Pak Pangkat, Pak Yus, Pak
Budi, Pak Edi, Pak Pendi, Bu Hilda, Bu Eni, Bu Herlina, Bu Tina, Bu Tini, Bu Sri,
Bu Ratna, Mas Iman dan seluruh staf lainnya di Sekditjen Gizikia) yang telah
memberikan banyak dukungan, doa, dan selalu mau berbagi ilmu dan pengalamannya
selama penulis melakukan penelitian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA.
8. Sahabat-sahabatku tersayang, Fam (Rizka, Bayti, Fika, Sabila, Tuti, Wiwid, Nita)
dan Pizza (Cici, Rika, Sule, Dina, Putu, Anjar, Agung, Paul), My partner in crime
(Eliza dan Tata), bat Nia, serta Umi dan Intan yang telah banyak memberikan penulis
dukungan, doa, perhatian, semangat, serta hiburan ketika penulis merasa kehilangan
semangat dan putus asa. Semoga kita semua dapat sukses menyongsong masa depan
ya! Amin.
9. Seluruh sahabat seperjuangan dalam penimatan MPK 2010 (Bayti, Eliza, Fika,
Sabella, Tata, Nia, Enno, Ilma, Isni, Mawar, Anin, Fitria, Endah, Angga, Furin, dan
Yusuf) yang telah banyak memberikan penulis dukungan, perhatian, semangat, doa,
serta hiburan ketika penulis merasa kehilangan semangat dan putus asa. Semoga kita
sukses menyongsong masa depan ya! Amin.
10. Sahabat-sahabat lainnya dari Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja,
Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan, dan Epidemiologi.
11. Serta semua pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
membantu selama proses penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas budi
kalian. Amin.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan penulis
sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih memiliki banyak
keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan kerendahan hati sangat
menerima setiap saran dan masukan yang membangun serta membantu untuk perbaikan
di masa depan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Tangerang, 8 Agustus 2014
Penulis
NINA ARISTA
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR BAGAN vii
DAFTAR ISTILAH viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 6
1.3. Pertanyaan Penelitian 6
1.4. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum 7
1.3.2 Tujuan Khusus 7
1.4 Manfaat Penelitian
1.3.1. Bagi Institusi 7
1.3.2. Bagi Peneliti 8
1.3.3. Bagi Program Studi dan Peneliti Selanjutnya 8
1.4. Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 10
2.2. Penempatan Kerja 13
2.2.1 Pengertian Penempatan Kerja 13
2.2.2 Jenis-Jenis Penempatan Kerja 17
2.2.3 Prosedur Penempatan Kerja 19
x
2.2.4 Kriteria yang Harus Dipenuhi Dalam Penempatan Kerja 20
2.3. Kinerja 24
2.3.1 Pengertian Kinerja 24
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja 28
2.3.3 Indikator Kinerja 31
2.3.4 Penilaian Kinerja 37
2.4. Pengaruh Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai 40
2.5. Penelitian Terdahulu 43
2.6. Kerangka Teori 47
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep 49
3.2. Definisi Operasional 51
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian 54
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 55
4.3. Populasi dan Sampel 55
4.4. Pengumpulan Data 57
4.4.1. Data Primer 57
4.4.1.1. Instrumen Penelitian 58
4.4.1.2. Validitas dan Reliabilitas Data 60
4.4.2. Data Sekunder 65
4.5. Manajemen dan Pengolahan Data 65
4.6. Analisis Data 67
4.7. Penyajian Data 70
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI 73
5.2 Karakteristik Responden
5.2.1 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 78
5.2.2 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja 79
5.2.3 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 79
5.3 Gambaran Kesesuaian Pengetahuan Pegawai Dalam Penempatan Kerja 80
5.4 Gambaran Kesesuaian Keterampilan Pegawai Dalam Penempatan Kerja 86
xi
5.5 Gambaran Kesesuaian Sikap Pegawai Dalam Penempatan Kerja 91
5.6 Gambaran Kinerja Pegawai 92
5.7 Pengaruh Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai 97
5.10 Pengaruh Kesesuaian Keterampilan Kerja Dalam Penempatan Kerja Pegawai
Terhadap Kinerja Pegawai 102
5.11Pengaruh Kesesuaian Sikap Kerja Dalam Penempatan Kerja Pegawai Terhadap
Kinerja Pegawai 106
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian 111
6.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawai 112
6.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Pegawai 112
6.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pegawai 113
6.5 Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Pegawai 113
6.6 Kesesuaian Keterampilan Dalam Penempatan Kerja Pegawai 128
6.7 Kesesuaian Sikap Dalam Penempatan Kerja Pegawai 142
6.8 Kinerja Pegawai 146
6.9 Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Pengetahuan Terhadap Kinerja
Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI 154
6.10 Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Keterampilan Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI 160
6.11 Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Sikap Terhadap Kinerja
Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI 166
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan 173
7.2. Saran 174
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
2.1 Tabel Penelitian Terdahulu 45
3.1 Tabel Definisi Operasional Variabel Untuk Penelitian Kuantitatif 51
3.2 Tabel Definisi Operasional Variabel Untuk Penelitian Kualitatif 53
4.1 Tabel Nilai Z dan Z ß 55
4.2 Tabel Perhitungan Besar Sampel Untuk Tiap Variabel Bebas 55
4.3 Tabel Hasil Uji Validitas 62
4.4 Tabel Hasil Uji Reliabilitas 64
4.5 Tabel Cara Penyajian Data 71
5.1 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawaidi Sekditjen Bina
Gizi dan KIA Tahun 2014 78
5.2 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi
dan KIA Tahun 2014 79
5.3 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Sekditjen Bina Gizi
dan KIA Tahun 2014 80
5.4 Tabel Gambaran Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 81
5.5 Tabel Gambaran Kesesuaian Keterampilan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 87
5.6 Tabel Gambaran Kesesuaian Sikap Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen
Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 91
5.7 Tabel Gambaran Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
Tahun 2014 93
xiii
5.8 Tabel Hasil Analisis Uji Korelasi Kesesuaian Pengetahuan Dengan Kinerja Pegawai
di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 98
5.9 Tabel Hasil Analisis Uji Korelasi Kesesuaian Keterampilan Dengan Kinerja Pegawai
di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 102
5.10 Tabel Hasil Analisis Uji Korelasi Kesesuaian Sikap Dengan Kinerja Pegawai
di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 107
xiv
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
2.1 Bagan Kerangka Teori Penelitian 48
3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian 50
xv
DAFTAR ISTILAH
BKN Badan Kepegawaian Negara
CPNS Calon Pegawai Negeri Sipil
Diklat Pendidikan dan Pelatihan
Ditjen Bina Gizi dan KIA Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
DUK Daftar Urut Kepangkatan
ISO International Standard Operasional
Kabag Kepala Bagian
Kemenkes RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
KIA Kesehatan Ibu dan Anak
MPK Manajemen Pelayanan Kesehatan
PERMENKES Peraturan Menteri Kesehatan
PNS Pegawai Negeri Sipil
ROPEG Biro Kepegawaian
SDM Sumber Daya Manusia
Sekditjen Sekretaris Direktorat Jenderal
SKP Sasaran Kerja Pegawai
Tukin Tunjangan Kinerja
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Perizinan Penelitian dari Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
Lampiran 2 Struktur Organisasi
Lampiran 3 Kuisioner Penelitian
Lampiran 4 Pedoman Wawancara Penelitian
Lampiran 5 Output Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuisioner
Lampiran 6 Output Hasil Uji Univariat
Lampiran 7 Output Hasil Uji Korelasi
Lampiran 8 Matriks Wawancara Mendalam
Lampiran 9 R Tabel
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu instansi tidak bisa bekerja sendiri dalam pencapaian visi, misi dan
tujuannya, tetapi perlu disokong oleh beberapa indikator yang akan
menentukan keberhasilannya dalam meraih visi, misi, dan tujuan tersebut.
Salah satu indikatornya adalah adanya peran aktif dari SDM sebagai salah
satu komponen sistem organisasi. SDM aparatur negara merupakan asset
utama organisasi dan mempunyai peran yang strategis di dalam organisasi
yaitu sebagai pemikir, perencana, dan pengendali aktivitas organisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien.
Penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien menjadi
tuntutan di era globalisasi saat ini. Penerapan prinsip-prinsip Good
Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan menjadi tuntutan utama,
karena masyarakat saat ini sudah mulai kritis dalam memonitor dan
mengevaluasi manfaat serta nilai yang diperoleh atas pelayanan dari instansi
pemerintah. Kenyataan tersebut menuntut adanya profesionalisme sumber
daya aparatur dalam pelaksanaan urusan pemerintahan (Atkhan, 2012).
Namun pada kenyataannya, Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga kini
masih dianggap sebagai pegawai yang berkinerja buruk, kurang produktif,
kurang disiplin serta beretos kerja rendah. Stigma buruk itu umumnya
ditujukan kepada para PNS di hampir seluruh instansi pemerintah (Anang,
2
2012). Padahal PNS sebagai unsur utama aparatur pemerintah yang berperan
strategis dalam menjalankan roda pemerintahan, sangat diharapkan dapat
memiliki kapasitas yang unggul dan berintegritas (Samratulangi, 2013).
Ditjen Bina Gizi dan KIA sendiri merupakan instansi yang penting
dalam pelaksanaan upaya pembangunan kesehatan nasional. Ditjen Bina Gizi
dan KIA mempunyai tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan
dan standarisasi teknis di bidang pembinaan gizi dan KIA. Dimana masalah
gizi dan kesehatan dan ibu dan anak merupakan salah satu indikator derajat
kesehatan masyarakat di suatu negara. Latar belakang penulis melakukan
objek penelitian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI karena
Sekditjen merupakan pusat administrasi yang memiliki tugas untuk mengurus
dan mengelola seluruh pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di
lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI.
Hasil pengamatan peneliti selama magang di Sekditjen Bina Gizi dan
KIA Kemenkes RI memperlihatkan bahwa pegawai pada instansi tersebut
memiliki kinerja yang berbeda. Adanya perilaku seperti pengumpulan laporan
yang tidak tepat waktu/tidak sesuai deadline merupakan salah satu indikasi
adanya sebagian kecil pegawai pada instansi tersebut yang memiliki kinerja
yang kurang baik/belum sesuai dengan yang diharapkan instansi.
Hasil pengamatan tersebut, didukung oleh hasil wawancara kepada
salah satu staff instansi yang menyatakan bahwa tidak sedikit diantara
pegawai instansi yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaan mereka secara
tepat waktu. Akibatnya pada waktu-waktu tertentu terjadi penumpukan beban
3
pekerjaan sehingga mengharuskan pegawai menyelesaikan pekerjaannya di
luar waktu kerja yang telah ditetapkan. Meskipun sebagian besar pegawai
instansi tersebut sudah dapat melaksanakan pekerjaan mereka secara baik,
namun dengan adanya sebagian kecil pegawai yang memiliki kinerja kurang
baik seperti diatas tentunya dapat memberikan dampak buruk bagi kinerja
instansi secara keseluruhan dan pencapaian tujuan instansi.
Kinerja pegawai sebenarnya dapat dicapai secara maksimal jika instansi
mau memperhatikan dan mengembangkan kemampuan dan pola pikir serta
perilaku dari pegawai. Saat ini masalah yang masih menjadi penyebab
buruknya kinerja SDM aparatur pemerintah adalah kurangnya kompetensi
yang dimiliki SDM dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal tersebut dapat
juga merupakan salah satu masalah yang ditemui di Sekditjen Bina Gizi dan
KIA karena berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat magang diketahui
bahwa masalah ketidaktepatan waktu dalam penyelesaian tugas/laporan dapat
disebabkan karena adanya ketidaksesuaian antara kompetensi yang dimiliki
pegawai dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Salah satu upaya yang cukup penting untuk menekankan SDM agar
menjadi SDM yang produktif dan professional dan memiliki kompetensi yang
memadai dalam pelaksanaan tugasnya adalah dengan menempatkan pegawai
pada posisi yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Hal tersebut
sangat penting bagi instansi Pemerintah karena merupakan salah satu upaya
pemerintah dalam menjalankan reformasi birokrasi untuk peningkatan
produktiftas dan profesionalisme SDM aparatur negara (Kemenpan, 2013).
4
Menurut Bernardin dan Russel (1993) dalam Pessiwarissa (2008),
terdapat 3 hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penempatan kerja
yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan. Penempatan yang
sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan
semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dan merupakan salah satu kunci
untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan (Hasibuan,
2006). Kesesuaian penempatan kerja juga merupakan syarat utama bagi
terciptanya kondisi yang kondusif bagi pegawai untuk mengeluarkan segala
kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan (Murad,2012).
Namun, pada saat ini hambatan yang masih sering ditemui di instansi
pemerintah baik di pusat maupun daerah adalah penempatan yang masih
belum sesuai dengan kompetensi karyawan (Kemenpan, 2013). Karateristik
yang berbeda dari setiap pegawai merupakan tantangan bagi setiap instansi
untuk melakukan penempatan kerja. Selain itu, masalah ketidaksesuaian
antara formasi yang diajukan dengan formasi yang diberikan merupakan hal
yang sering ditemui di instansi pemerintah. Kesulitan-kesulitan inilah yang
terjadi di beberapa instansi pemerintahan dan karena adanya kesalahan dalam
penempatan kerja ini maka hal tersebut dapat menyebabkan penurunan
produktifitas dan kinerja pegawai yang juga akan berdampak pada pencapaian
tujuan dari instansi yang bersangkutan (Yanti,2012).
Instansi seperti Sekditjen Bina Gizi dan KIA sendiri merupakan sebuah
instansi yang sangat memperhatikan masalah SDM dengan melakukan
pembinaan secara terus-menerus untuk mencapai kinerja yang efektif dan
5
efisien guna mencetak pegawai yang berprestasi sesuai dengan kemampuan
dan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pengelolaannya, unit kerja tersebut
memiliki Job desk yang berbeda-beda sehingga membutuhkan kualifikasi
khusus dan berhubungan langsung dengan masalah penempatan dan kinerja.
Pembagian kerja oleh pimpinan instansi tersebut dilakukan dengan
mengalokasikan pegawai pada berbagai bidang pekerjaan yang berbeda.
Namun berdasarkan hasil telaah awal peneliti terhadap data kepegawaian di
Sekditjen, dapat diketahui bahwa penempatan pegawai pada instansi tersebut
belum mengacu pada kesesuaian pengetahuan mereka. Pada Sekditjen Bina
Gizi dan KIA, terdapat 22% ketidaksesuaian pengetahuan dalam penempatan
kerja pegawai yang secara nyata terlihat dari tidak adanya konsistensi latar
belakang pendidikan formal dengan pekerjaan yang dibebankan.
Penempatan kerja seorang pegawai seharusnya tidak hanya dilihat
sebagai upaya untuk mendistribusikan pegawai pada bidang pekerjaan yang
berbeda, akan tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan kinerja setiap
pegawai sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
pencapaian tujuan instansi secara keseluruhan. Dengan melihat pertimbangan
bahwa penempatan pegawai instansi saat ini masih belum mengacu pada
kesesuaian pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai, maka hal tersebut
memberikan dampak pada kualitas kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi
dan KIA. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis akan mencoba melihat
tentang ”Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014”.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil telaah awal peneliti terhadap struktur organisasi dan
data kepegawaian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI, dapat
diketahui bahwa penempatan pegawai pada instansi tersebut belum mengacu
pada kesesuaian pengetahuan mereka. Pada Sekditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI, terdapat 22% ketidaksesuaian pengetahuan dalam penempatan
kerja pegawai yang secara nyata terlihat dari tidak adanya konsistensi latar
belakang pendidikan formal dengan pekerjaan yang dibebankan. Hal tersebut
memberikan dampak bagi kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan
KIA Kemenkes RI seperti ketidaktepatan waktu dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan
beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Bagaimana kesesuaian penempatan kerja pegawai meliputi kesesuaian
pengetahuan, keterampilan, dan kesesuaian sikap pegawai di Sekretariat
Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI ?
2. Bagaimana kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI ?
3. Bagaimana pengaruh kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan
kesesuaian sikap terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi
dan KIA Kemenkes RI ?
7
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
kesesuaian penempatan kerja terhadap kinerja pegawai di Sekretariat
Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI.
1.4.2 Tujuan Khusus
Berdasarkan perumusan masalah yang terdapat pada uraian sebelumnya,
maka tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Diketahuinya kesesuaian penempatan kerja pegawai meliputi
kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan kesesuaian sikap pegawai di
Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI.
2. Diketahuinya kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI.
3. Diketahuinya pengaruh kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan
sikap terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Institusi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Kementerian Kesehatan RI
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
masukan kepada organisasi mengenai pengaruh kesesuaian
penempatan kerja terhadap kinerja untuk pertimbangan manajemen
dalam hal peningkatan kinerja dan kualitas sumber daya manusia di
8
organisasi. Selain itu, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi pihak manajemen instansi untuk mengambil
keputusan dalam melakukan penempatan kerja karyawan.
1.5.2 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,
pengalaman, dan keterampilan peneliti tentang permasalahan
manajemen sumber daya manusia dalam suatu perusahaan serta dapat
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
perkuliahan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kualitas sumber
daya manusia.
1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Peneliti
Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan
tentang kajian SDM sehingga dapat memberikan masukan bagi
peneliti di masa mendatang mengenai pengaruh kesesuaian
penempatan kerja terhadap kinerja pegawai di institusi pemerintah dan
dapat melakukan penelitian terkait dengan masalah ini secara lebih
lanjut. Selain itu, penelitian ini juga merupakan bahan masukan untuk
pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang telah ada guna
mencapai ilmu yang lebih tinggi, khususnya dalam penelitian masalah
SDM.
9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terfokus pada kajian masalah sumber daya manusia yaitu
mengenai pengaruh kesesuaian penempatan kerja terhadap kinerja pegawai di
Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI pada bulan Juni-Juli
tahun 2014. Sasaran penelitian yaitu pegawai yang bekerja di Sekretariat
Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan mengambil data primer melalui
kuisioner dan wawancara mendalam, dan data sekunder yang diperoleh dari
data profil kepegawaian, SKP (Sasaran Kerja Pegawai), serta PERMENKES
No.1144 Tahun 2010 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian
Kesehatan RI.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam mencapai visi, misi dan tujuan, suatu instansi tidak bisa bekerja
sendiri, tetapi perlu disokong oleh beberapa indikator yang akan menentukan
keberhasilannya dalam meraih visi, misi, dan tujuan tersebut. Salah satu
indikatornya adalah adanya peran aktif dari karyawan sebagai salah satu
komponen sistem organisasi. Karyawan merupakan asset utama organisasi
dan mempunyai peran yang strategis didalam organisasi yaitu sebagai
pemikir, perencana, dan pengendali aktivitas organisasi (Blau & Scott, 1962;
Katz & Kahn, 1966 dalam Lucky, 2011). SDM merupakan komponen kritis
yang berarti tingkat manfaat sumber daya lainnya tergantung kepada
bagaimana kita memanfaatkan dan memanajemen SDM (Ilyas, 2011).
Menurut Hasibuan (2006) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen
ini terdiri dari enam unsur yaitu: men, money, methode, materials, machines,
dan market. Unsur men (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu
manajemen yang disebut manajemen sumber daya manusia. Manajemen
sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu instrumen penting bagi
organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya.
11
Manajemen SDM diperlukan dalam pengelolaan sebuah perusahaan,
terutama dalam mengelola, mengatur, dan mengurus sumber daya manusia
yang ada untuk mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan akan dapat berjalan
dengan baik, efektif, dan effisien apabila terdapat manajemen sumber daya
manusia yang baik. Manajemen SDM yang baik adalah yang menekankan
pada kemampuan untuk memacu sumber daya manusia sebagai anggota
organisasi untuk dapat memberikan hasil dan pelayanan yang terbaik. Jika
manajemen SDM tidak dilaksanakan dengan baik, maka pengelolaan,
penggunanaan, dan pemanfaatan sumber daya lainnya menjadi tidak berdaya
guna (Septiani,2008).
Menurut Dessler (1984), manajemen sumber daya manusia merupakan
lima fungsi dasar yang dilaksanakan para manajer yaitu perencanaan,
penggorganisasian, pengisian staff, dan pengawasan dalam mendapatkan
sumber daya manusia organisasi yang efektif dan effisien.
Kemudian, menurut Notoadmodjo (2009) manajemen sumber daya
manusia pada hakikatnya adalah penerapan manajemen khusus untuk sumber
daya manusia, sehingga dapat didefinisikan manajemen sumber daya manusia
adalah seni untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,
mengawasi kegiatan-kegiatan sumber daya manusia atau pekerja dalam
rangka mencapai tujuan organisasi. Secara garis besar fungsi manajemen
sumber daya manusia dikelompokkan menjadi dua yaitu fungsi manajerial
(perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian) dan fungsi
operasional (pengadaan sumber daya manusia, pengembangan, kompensasi,
12
integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja) (Notoatmodjo,
2009). Dengan adanya kegiatan-kegiatan dan fungsi MSDM ini, diharapkan
seluruh SDM yang ada di perusahaan dapat menjadi SDM yang produktif dan
professional, serta dapat memberikan kontribusi yang maksimal terhadap
organisasi dalam rangka mencapai produktivitas organisasi yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2009).
Melihat penjelasan-penjelasan diatas mengindikasikan bahwa
kedudukan sumber daya manusia yang begitu esensial dalam kelangsungan
hidup organisasi sehingga dibutuhkan pemberdayaan untuk SDM tersebut.
Dengan pemberdayaan manajemen sumber daya yang efektif dan efisien,
akan melahirkan pekerja yang lebih berkualitas dibandingkan saat pekerja
tersebut baru masuk ke perusahaan dan kepuasan pekerja akan tercapai dan
berdampak juga bagi keberhasilan organisasi tersebut. Berdasarkan uraian
yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen
sumber daya manusia merupakan suatu ilmu dan seni yang sangat penting
bagi suatu organisasi dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya
manusia dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menerapkan
fungsi-fungsi manjemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan, pengadaan, penempatan, pengembangan, serta kompensasi.
Manajemen sumber daya manusia yang dimaksud dalam pembahasan
ini lebih memfokuskan pada manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Manajemen Pegawai Negeri Sipil menurut UU No.43 Tahun 1999 pasal 1
adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan
13
derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban
kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas,
penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian. Tujuan
Manajemen Pegawai Negeri Sipil yaitu untuk menjamin penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna
dengan dukungan PNS yang professional, bertanggung jawab, jujur, dan adil
melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi
kerja/kinerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja
(Sedamaryanti, 2007).
2.2 Penempatan Kerja
2.3.1 Pengertian Penempatan Kerja
Kegiatan penempatan karyawan merupakan salah satu fungsi
manajemen SDM dalam proses pengadaan pegawai. Menurut Hasibuan
(2006), pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi,
dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang efektif dan effisien guna
membantu tercapainya tujuan perusahaan. Pengadaan merupakan fungsi
operasional pertama MSDM dan juga merupakan masalah yang penting, sulit,
dan kompleks karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang
yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan
menempatkan mesin.
Penempatan merupakan proses menempatkan orang-orang yang tepat
pada tempat yang tepat. Penempatan tenaga kerja merupakan proses keempat
14
dari fungsi manajemen tenaga kerja. Penempatan tersebut dilakukan setelah
proses analisis pekerjaan, perekrutan dan seleksi tenaga kerja dilaksanakan.
Menurut Faustino (2000) dalam Yanti (2012), penempatan kerja merupakan
salah satu fungsi terpenting dalam manajemen sumber daya manusia, karena
tepat tidaknya seseorang ditempatkan pada suatu posisi tertentu yang akan
berdampak pada keproduktifan kerjanya tergantung pada fungsi penempatan
ini. Jika fungsi ini dilaksanakan dengan tidak baik maka akan berdampak
terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Penempatan karyawan berarti mengalokasikan para karyawan pada
posisi kerja tertentu (Rivai dan Sagala, 2009). Mathis & Jackson (2002)
menyatakan bahwa “Penempatan adalah menempatkan posisi seseorang ke
posisi pekerjaan yang tepat, seberapa baik seorang karyawan cocok dengan
pekerjaanya yang akan mempengaruhi jumlah dan kualitas pekerjaan.”
Karyawan yang ditempatkan pada posisi tertentu harus memiliki kompetensi
yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efissien.
Proses penempatan pegawai yang tidak tepat akan menyebabkan kinerja yang
kurang optimal (Naliebrata, 2007).
Menurut Sastrohadiwiryo (2005), penempatan (placement) merupakan
salah satu aspek yang penting dalam proses perencanaan sumber daya
manusia, karena mempunyai hubungan yang erat dengan efisiensi dan
keadilan (setiap pegawai diberikan peluang yang sama untuk berkembang).
Menurut Sastrohadiwiryo (2005), penempatan kerja adalah proses pemberian
tugas dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus seleksi untuk dilaksanakan
15
sesuai ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu
mempertanggungjawabkan segala resiko dan kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang serta tanggung jawab.
Rivai (2006) menyatakan bahwa penempatan terdiri dari dua cara: (1)
pegawai baru dari luar instansi dan (2) penugasan di tempat yang baru bagi
pegawai lama yang disebut inplacement atau penempatan internal. Tujuan
penempatan pegawai ini adalah untuk menempatkan orang yang tepat pada
jabatan yang sesuai dengan minat dan kemampuan pegawai, sehingga sumber
daya manusia yang ada menjadi produktif. Penempatan yang tepat merupakan
suatu cara yang bukan hanya untuk mengoptimalkan kemampuan dan
keterampilan menuju prestasi kerja yang tinggi bagi pegawai itu sendiri, akan
tetapi juga merupakan bagian dari proses pengembangan pegawai di masa
depan (Murad,2012).
Penempatan pegawai dalam sistem sumber daya manusia merupakan
hal yang menarik untuk diperhatikan, karena berhubungan dengan
kepentingan perusahaan maupun kepentingan pegawai itu sendiri. Kegiatan
penempatan dimulai setelah instansi melaksanakan kegiatan penarikan dan
seleksi yaitu pada saat seorang calon pegawai yang berasal baik dari luar
maupun dari dalam instansi dinyatakan diterima dan siap untuk ditempatkan
pada jabatan atau unit kerja yang sesuai dengan kualifikasinya. Hasibuan
(2006) menyatakan penempatan (placement) karyawan adalah tindak lanjut
dari seleksi yaitu menempatkan calon karyawan yang diterima (lulus seleksi)
pada jabatan/pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan
16
authority kepada orang tersebut, dengan demikian calon karyawan itu akan
dapat mengerjakan tugas-tugasnya di jabatan yang bersangkutan.
Menurut Gomes (2003), efektivitas fungsi seleksi dan penempatan
ditentukan oleh beberapa syarat penting, dan bahkan tergantung pada
informasi-informasi yang diperoleh dari syarat-syarat tersebut. Informasi-
informasi yang diperoleh melalui syarat-syarat tersebut akan dijadikan
masukan bagi seorang manajer dalam mengambil keputusan penerimaan dan
penempatan seorang pekerja. Syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
a. Informasi analisis jabatan yang memberikan deskripsi jabatan, spesifikasi
jabatan dan standar prestasi yang disyaratkan dalam setiap jabatan.
b. Rencana-rencana Sumber Daya Manusia yang akan memberikan informasi
kepada manajer tentang tersedia/tidaknya lowongan pekerjaan dalam
organisasi.
c. Keberhasilan fungsi rekrutmen yang akan menjamin manajer bahwa
tersedia sekelompok orang yang akan dipilih.
Menurut Handoko (2011) dalam hal penempatan karyawan ada
beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Pendidikan, dalam hal ini pendidikan sangat mendukung untuk memangku
suatu jabatan, dan diperlukan demi kelancaran tugas-tugas dan tanggung
jawab yang diemban jabatan tersebut.
17
b. Kesehatan, yaitu untuk menjamin kesehatan fisik dan mental sehingga
dalam menempatkan karyawan pada suatu bidang pekerjaan, dapat
disesuaikan dengan kondisi kesehatannya.
c. Pengalaman kerja, ini sangat dibutuhkan perusahaan untuk penguasaan
pekerjaan dan biasanya pengalaman kerja memberikan kecenderungan
yang bersangkutan memiliki keahlian dan ketrampilan kerja yang relatif
tinggi.
Selain memperhatikan persyaratan seperti dijelaskan di atas, agar
upaya penempatan karyawan sesuai dengan yang diharapkan, maka menurut
Hasibuan (2006), penempatan harus didasarkan pada job description dan job
specification yang telah ditentukan serta berpedoman kepada prinsip "The
right man on the right place and the right man behind the job”. Hal ini akan
membawa suatu instansi kepada hasil kerja yang optimal karena terdapat
adanya korelasi positif antara penempatan pegawai dengan peningkatan
produktifitas kerja.
2.3.2 Jenis-Jenis Penempatan Kerja
Rivai (2006) menyatakan, dalam hal keputusan penempatan pegawai
biasanya lebih banyak dibuat oleh manajer lini, biasanya supervisor seorang
karyawan berkonsultasi untuk menentukan penempatan pegawai di masa
datang. Peranan departemen SDM adalah memberi nasehat kepada manajer
lini tentang kebijakan perusahaan dan memberikan konseling kepada
karyawan. Jenis jenis penempatan kerja menurut Rivai (2006), antara lain:
18
1. Promosi
Promosi terjadi apabila seorang pegawai dipindahkan dari suatu pekerjaan
kepekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab dan
atau level. Umumnya diberikan sebagai penghargaan, hadiah (reward system)
atas usaha dan prestasi dimasa lampau.
2. Transfer dan demosi
Transfer dan demosi adalah dua kegiatan utama penempatan pegawai
lainnya yang ada pada perusahaan. Transfer terjadi jika seorang pegawai
dipindahkan dari suatu bidang tugas kebidang tugas lainnya yang
tingkatannya hampir sama baik tingkat gaji, tanggung jawab, maupun tingkat
strukturalnya. Demosi terjadi apabila seorang pegawai dipindahkan dari suatu
posisi keposisi lainnya yang lebih rendah tingkatannya, baik tingkat gaji,
tanggung jawab, maupun tingkatan strukturalnya.
3. Job-Posting Programs
Job-posting programs memberikan informasi kepada pegawai tentang
pembukaan lowongan kerja dan persyaratannya. Pengumuman tentang
lowongan kerja tersebut mengundang para pegawai yang memenuhi syarat
untuk melamar. Tujuan program job-posting adalah untuk memberi dorongan
bagi pegawai yang sedang menari promosi dan transfer serta membantu
departemen SDM dalam mengisi jabatan internal.
19
2.3.3 Prosedur Penempatan Kerja
Setiap kegiatan diperlukan tahapan yang harus dilalui dalam
pelaksanaannya. Tahapan tersebut harus dilaksanakan tahap demi tahap (step
by step) tanpa meninggalkan prinsip dan azas yang berlaku. Prosedur
penempatan tenaga kerja merupakan urutan untuk menempatkan tenaga kerja
yang tepat pada posisi yang tepat (the right man on the right place).
Prosedur penempatan karyawan yang diambil merupakan bagian dari
pengambilan keputusan (decision making) yang dilakukan oleh manajer
tenaga kerja, khususnya bagian penempatan tenaga kerja, baik yang telah
diambil berdasarkan pertimbangan rasional maupun obyektif. Perttimbangan
rasional dalam pengambilan keputusan untuk menempatkan tenaga kerja, baik
pengambilan keputusan yang didasarkan atas fakta keterangan maupun data
yang dianggap resperensif. Artinya, pengambilan keputusan dalam
penempatan tenaga kerja tersebut atas dasar hasil seleksi yang telah dilakukan
oleh manajer tenaga kerja.
Pertimbangan obyek ilmiah berdasarkan data dan keterangan tentang
pribadi tenaga kerja, baik atas dasar referensi dari seseorang maupun atas
hasil seleksi tenaga kerja yang pelaksanaannya tanpa mengesampingkan
metode-metode ilmiah. Pelamar yang lulus seleksi harus segera diberi
informasi, begitu juga bagian penempatan tenaga kerja perlu mengetahui agar
dikondisikan dengan keadaan perusahaan sehingga tenaga kerja dapat
ditempatkan berdasarkan kualifikasi yang bersangkutan.
20
2.3.4 Kriteria-Kriteria yang Harus Dipenuhi Dalam Penempatan
Karyawan
Penempatan kerja yang dilakukan harus sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki oleh karyawan. Menurut UU No. 13 Tenaga Kerja Tahun 2003,
kompetensi karyawan terdiri dari pengetahuan, keterampilan, serta sikap
pegawai. Pesiwarissa (2008) juga menyatakan bahwa kesesuaian penempatan
kerja bagi seorang pegawai perlu mendapatkan perhatian bagi setiap
pimpinan instansi. Kesesuaian yang dimaksudkan terdiri dari kesesuaian
pengetahuan, keterampilan, dan kesesuaian sikap pegawai dengan pekerjaan
yang diberikan. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat menurut Bernardin
dan Russel (1993) dalam Yanti (2012), bahwa ada beberapa kriteria yang
harus dipenuhi dalam pelaksanaan penempatan pegawai antara lain:
1. Pengetahuan
Merupakan suatu kesatuan informasi terorganisir yang biasanya terdiri
dari sebuah fakta atau prosedur yang diterapkan secara langsung terhadap
kinerja. Sebuah fungsi pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui
pendidikan formal, pendidikan informal, pengalaman, membaca buku dan
lain-lain. Mulyasa (2002) mengungkapkan bahwa pengetahuan adalah suatu
kesadaran dalam bidang kognitif yang membuat seseorang dapat
mengetahui metode penyelesaian tugas dengan baik. Kemudian, Martopo
(2004) juga menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kompetensi
seseorang, pengetahuan sangat berperan penting dalam mempengaruhi
21
tingkat kemampuan penerimaan inovasi, adopsi dan inisiatif dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam suatu organisasi kerja.
Pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai diharapkan dapat membantu dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya, oleh karena itu
pegawai dituntut untuk memiliki pengetahuan yang sesuai dengan
pekerjaannya.
Kesesuaian pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pegawai dengan
kualifikasi pekerjaan yang ditempati paling tidak dapat dilihat dari
indikator-indikator seperti kesesuaian latar pendidikan formal maupun
informal dan penempatan pegawai yang disesuaikan dengan wawasan
pengetahuan pekerjaan yang akan dapat mendukung dalam pelaksanaan
pekerjaan.
Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2007) tingkat
pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur
sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari
pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Tingkat
pendidikan seorang karyawan dapat membuat karyawan memiliki
pengetahuan konseptual dan teoritis yang membantunya dalam mengerjakan
tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Menurut Dessler (1984) bahwa pelatihan memberikan pegawai
keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan.
Kemudian, menurut Yanti (2012) bahwa semakin sesuai antara materi
pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh seorang pegawai dengan
22
tuntutan tugas yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja
pegawai tersebut. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya
pendidikan dan pelatihan, diantaranya yaitu pegawai dapat membuat
keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; internalisasi dan
operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab dan kemajuan;
mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; serta dapat
membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru
(Sirait, 2006 dalam Yuliastuti, 2007).
2. Keterampilan
Mulyasa (2002) mengungkapkan bahwa keterampilan adalah sesuatu
yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas pekerjaan yang
dibebankan kepadanya. Keterampilan merupakan kedalaman psikomotorik
yang dimiliki oleh seseorang, misalnya dengan keterampilan memanfaatkan
alat bantu, pegawai mampu menyelesaikan tugas yang diberikan secara
efektif dan efissien. Mulyasa menjelaskan bahwa keterampilan seseorang
dapat diperoleh melalui diklat-diklat kepemimpinan, diklat teknis/fungsional
dan kursus –kursus atau berdasarkan pengalaman kerja.
Menurut Eduard L Pesiwarissa (2008), ketrampilan kerja para
karyawan dalam menduduki jabatannya yaitu:
1. Kemampuan Keterampilan Secara Teknis
Kemampuan secara teknis adalah keahlian seseorang dalam
pengembangan teknik yang dimiliki seperti keterampilan dalam
mengoperasikan computer.
23
2. Keterampilan Dalam Hubungan Kemanusiaan
Keterampilan dalam hubungan kemanusiaan dalam hal ini bagaimana
seseorang mampu membangun kerja sama dengan orang lain.
3. Keterampilan Secara Konsepsional
Keterampilan secara konseptual yaitu penguasaan seseorang secara
konseptual terhadap pekerjaan yang dikerjakan.
Oleh karena itu, berdasarkan pendapat Pesiwarissa (2008), maka
indikator yang digunakan dalam mengukur kesesuaian keterampilan dengan
penempatan kerja pegawai terdiri dari keterampilan teknis, hubungan
kemanusiaan, dan keterampilan konseptual, serta kesuaian keterampilan
dengan tuntutan pekerjaan.
c. Sikap
Kriteria selanjutnya yang harus dipenuhi dalam penempatan pegawai
adalah sikap. Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir
melalui gerakan fisik dan tanggapan fikiran terhadap sesuatu keadaan atau
suatu objek (Salim, 2008 dalam Yanti, 2012). Sikap mencerminkan
bagaimana seseorang merasakan sesuatu, Bila seseorang mengatakan “ saya
menyukai pekerjaan saya “, maka orang itu akan menggunakan sikapnya
mengenal pekerjaan (Rivai,2006). Dengan demikian lebih jelas bahwa sikap
adalah pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan maupun yang tidak
menguntungkan, hal ini menyangkut mengenai obyek, orang atau peristiwa
dimana sikap mencerminkan bagaimana merasakan sesuatu. Misalnya sikap
terhadap jenis pekerjaan dan sikap terhadap sesama karyawan.
24
Widayasari (2007) dalam Yanti (2012) menyatakan sikap kerja
merupakan faktor psikologis yang sangat penting dalam usaha membentuk
kualitas sumber daya manusia. Faktor psikologis ini merupakan suatu
rangkaian ke arah perilaku, yaitu bagaimana perilaku seorang dalam bekerja.
Sikap kerja dapat pula diartikan sebagai perasaan dan keyakinan melihat
lingkungan kerja yang memberikan pengaruh dalam bekerja. Melalui sikap
kerja yang dimiliki oleh karyawan, maka diharapkan karyawan lebih
menikmati pekerjaan yang dia miliki sehingga mereka mampu menyelesaikan
pekerjaan tersebut dengan pencapaian kerja yang maksimal.
Kesesuaian sikap adalah sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan yaitu
sejauhmana pekerjaan yang diemban dianggap menarik atau tidak menarik
oleh karyawan berdasarkan sikap terhadap jenis dari pekerjaan itu sendiri dan
sikap antar karyawan. Indikatornya adalah sikap terhadap jenis pekerjaan itu
sendiri, sikap terhadap sesama karyawan, sikap terhadap kesesuaian
peralatan, dan sikap terhadap kondisi fisik pekerjaan.
2.3 Kinerja
2.3.1 Pengertian Kinerja
Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job
performance) sumber daya manusia, untuk itu setiap perusahaan akan
berusaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Secara etimologi, kinerja berasal dari
kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukaan oleh
25
Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa kinerja Sumber Daya
Manusia merupakan istilah dari kata Job Performance atau Actual
Performance (Prestasi Kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan/pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Lebih lanjut Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa
pada umumnya kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu
dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja pegawai
baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja
yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan
dari kinerja individu dan kinerja kelompok.
Menurut Rivai (2006) ”Kinerja adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar
hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika”.
Definisi lain mengenai kinerja menurut Hadari Nawawi (2006)
adalah “Kinerja dikatakan tinggi apabila suatu target kerja dapat
diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu
yang disediakan”. Kinerja menjadi rendah jika diselesaikan melampui
batas waktu yang disediakan atau sama sekali tidak terselesaikan.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2006) menjelaskan bahwa
“Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
26
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan
atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu”. Kinerja
merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu kemampuan dan
minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan
delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja.
Semakin tinggi ketiga faktor diatas, semakin besar pula kinerja
karyawan.
Musanef (1984), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya
merupakan:
a. Kecakapan di bidang tugas,
b. Keterampilan melaksanakan tugas,
c. Pengalaman di bidang tugas,
d. Bersungguh-sungguh melaksanakan tugas,
e. Kesegaran, kesehatan jasmani, dan rohani,
f. Melaksanakan tugas serta berdaya guna dan berhasil guna,
g. Hasil kerja melebihi yang ditentukan.
Komponen-komponen yang disebutkan oleh Musanef di atas
sesuai dengan komponen-komponen yang dinilai pada prestasi
Pegawai Negeri Sipil menurut Surat Edaran BKN tanggal 11 Februari
1980 No. 02/SE/1980 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil. Di dalam Surat Edaran tersebut didefinisikan
bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
27
Dan kinerja seorang Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh
kecakapan, kemampuan dan pengalaman serta sikap kesungguhan
Pegawai Negeri Sipil.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
kinerja karyawan adalah hasil kerja baik kualitatif maupun kuantitatif
yang dicapai oleh pegawai dan dipengaruhi oleh kecakapan,
kemampuan, pengalaman, dan sikap kesungguhan pegawai sesuai
dengan tanggung jawabnya yang harus diselesaikan pada waktu yang
tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan dalam rangka
mencapai tujuan organisasi/perusahaan. Dengan demikian kinerja
karyawan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan tersebut.
Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting,
yaitu: tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit
organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini
akan memberi arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya
perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel.
Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu
dibutuhkan ukuran, apakah seseorang telah mencapai kinerja yang
diharapkan. Untuk ukuran kuantitatif dan kualitatif standar kinerja
untuk setiap tugas dan jabatan juga memegang peranan yang penting.
Penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses
pencapaian tujuan kinerja secara personel, tindakan ini akan membuat
personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan berperilaku
28
kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian, jelaslah bahwa pengertian kinerja dengan deskripsi tujuan,
ukuran operasional, dan penilaian regular mempunyai peranan penting
dalam merawat dan meningkatkan personel (Ilyas,2002).
Kinerja merupakan perwujudan yang dilakukan oleh pegawai
yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap pegawai atau
organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah menuju tercapainya
tujuan organisasi. Oleh karena itu kinerja merupakan penentu dalam
tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan peningkatan
kinerja, walaupun hal itu tidaklah mudah karena banyak factor yang
menyebabkan tinggi rendahnya kinerja seseorang.
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Malayu S.P. Hasibuan (2006) mengungkapkan bahwa “Kinerja
merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat
seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi
tugas, dan peran serta tingkat motivasi pekerja”. Kemudian menurut
Simamora (2001) dalam Mangkunegara (2007) dan Gibson (1987)
dalam Ilyas (2002), kinerja dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
a. Faktor Individual yang mencakup kemampuan, keahlian, latar
belakang dan demografi. Menurut Gibson (1987) dalam Ilyas (2002),
kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, sedangkan variabel
29
demografis mempunyai efek yang tidak langsung pada perilaku dan
kinerja individu.
b. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality,
pembelajaran dan motivasi.
c. Faktor Organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan,
penghargaan, struktur dan job design
Mangkunegara (2007) dan Mathis dan Jackson (2002)
mengembangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation).
1. Faktor kemampuan (ability)
Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan
skill) artinya pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (110-120)
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka akan lebih mudah
mencapai kinerja diharapkan. Karyawan yang memiliki
kemampuan yang memadai dan sesuai dengan pekerjaannya, maka
akan terampil dalam melakukan kinerjanya sehingga mampu
memperoleh prestasi kerja yang baik. Sehingga penempatan
pegawai pada posisi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
(penenrapan the right man in the right place the right man on the
30
right on the job) penting bagi perusahaan untuk mencapai kinerja
yang optimal dari setiap pegawai.
2. Faktor motivasi (motivator)
Motivasi dalam Prabu Mangkunegara adalah kondisi yang
menggerakkan diri manusia yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi. Menurut Prabu Mangkunegara (2007) motivasi
terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam
menghadapi situasi kerja. Sikap merupakan kondisi mental yang
mendorong karyawan untuk berusaha mencapai prestasi kerja yang
maksimal.
Kemudian, Alex Soemadji Nitisemito (2001) dalam Yanti
(2012) menyatakan bahwa terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan, antara lain:
1) Jumlah dan komposisi dari kompensasi yang diberikan
2) Penempatan kerja yang tepat
3) Pelatihan dan promosi
4) Rasa aman di masa depan (dengan adanya pesangon dan
sebagainya)
5) Hubungan dengan rekan kerja
6) Hubungan dengan pemimpin
Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tersebut, dapat
dikatakan bahwa penempatan kerja yang tepat akan mempengaruhi
kinerja seorang pegawai. Dengan adanya penempatan yang sesuai dan
31
tepat, maka pegawai dapat memiliki kemampuan yang sesuai dengan
bidang pekerjaannya dan pegawai juga dapat memiliki motivasi yang
tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan penempatan yang
tepat, maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja dapat
mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa
karyawan dapat berkembang (Hasibuan, 2006).
2.3.3 Penilaian Kinerja
Menurut Ivancevich dalam Trihayu (2008), penilaian kinerja
merupakan bagian dari aktivitas manajemen sumber daya manusia
yang bertujuan menilai seberapa besar kontribusi pegawai kepada
perusahaan agar perusahaan dapat memberikan reward atau
penghargaan bagi pegawai tersebut. Schuler dan Jackson dalam
Trihayu (2008) menyatakan bahwa penilaian kinerja mengacu pada
suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan
mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku
dan hasil, termasuk tingkat kehadiran. Fokusnya adalah untuk
mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa
berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang,
sehingga karyawan organisasi dan masyarakat semuanya dapat
memperoleh manfaat.
Handoko (2011) menyatakan bahwa penilaian kinerja
(perfomance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-
32
organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan dimana
dalam kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan
personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan
tentang pelaksanaan kerja mereka.
Adapun menurut Hidayat dan Sucherly (2000), bahwa kinerja
aparat pemerintah pada hakikatnya merupakan hasil kerja sektor
pemerintah yang berupa jasa pelayanan terhadap masyarakat dan
terdiri dari banyak ragam serta sulit untuk dikuantifikasikan serta
dinilai dengan harga. Untuk mengukur karya dan prestasi aparat
pemerintah maka pendekatan yang sering dipakai adalah
memperbandingkan realisasi kegiatan pegawai dan target tujuan yang
ingin dicapai organisasi.
Menurut Mathis dan Jackson (2002), penilaian kinerja dapat
dilaksanakan oleh siapa saja yang mengerti benar tentang penilaian
kinerja pegawai secara individual. Kemungkinannya antara lain adalah
para atasan yang menilai bawahannya, bawahan yang menilai
atasannya, anggota kelompok menilai satu sama sama lain, penilaian
pegawai sendiri, penilaian dengan multisumber, dan sumber-sumber
dari luar.
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan
umpan balik untuk pegawai, yang merupakan kunci pengembangan
bagi pegawai di masa mendatang. Di saat atasan mengidentifikasi
kelemahan, potensi dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik
33
penilaian kinerja, mereka dapat memberitahukan pegawai mengenai
kemajuan pegawai tersebut, mendiskusikan keterampilan apa yang
perlu mereka kembangkan dan melaksanakan perencanaan
pengembangan (Mathis dan Jackson, 2002).
Hal tersebut didukung pula oleh Dessler (1984), bahwa
penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan
faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi yang efektif dan
efisien. Pegawai menginginkan dan memerlukan umpan balik
berkenaan dengan kinerja karyawan tersebut dan penilaian
menyediakan kesempatan untuk meninjau kemajuan pegawai dan
untuk menyusun rencana peningkatan kinerja.
Perusahaan maupun organisasi menggunakan penilaian kinerja
bagi para karyawan atau individu mempunyai maksud sebagai langkah
administratif dan pengembangan. Secara administratif, perusahaan
atau organisasi dapat menjadikan penilaian kinerja sebagai acuan atau
standar di dalam membuat keputusan yang berkenaan dengan kondisi
pekerjaan karyawan, termasuk untuk promosi pada jenjang karir yang
lebih tinggi, pemberhentian, dan penghargaan atau penggajian.
Sedangkan untuk pengembangannya adalah cara untuk memotivasi
dan meningkatkan keterampilan kerja, termasuk pemberian konseling
pada perilaku karyawan dan menindak-lanjuti dengan pengadaan
training (Gomez, 2001).
34
Dipandang dari segi manfaatnya bagi perusahaan, penilaian
kinerja di suatu perusahaan atau instansi pemerintah merupakan
program yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka untuk
mengetahui pencapaian target dan sasaran kerja setiap individu
karyawan, selain itu juga membantu bagian personalia dalam
mengambil keputusan yang berkenaan dengan promosi, pelatihan,
kompensasi, serta perencanaan karir karyawan. Program ini juga
sangat dibutuhkan bagi karyawan untuk menciptakan kepuasan kerja,
karena karyawan dapat mengetahui apa yang telah dicapainya, serta
dapat yakin adanya perbedaan kompensasi, sehingga dapat
meningkatkan memotivasi untuk meningkatkan produktivitas
karyawan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan
pada tingkat yang lebih tinggi.
Adapun tujuan pengukuran kinerja secara rinci dikemukakan
oleh Dharma (2001) yaitu :
a). Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengetahui
tingkat prestasi kerja mereka.
b). Berfungsi sebagai target atau sasaran, sebagai informasi yang
dapat digunakan para pegawai dalam mengarahkan usaha mereka
melalui serangkaian prioritas tertentu.
Menurut Sedarmayanti (2007), tujuan dari penilaian kinerja
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui keterampilan dan kemampuan pegawai.
35
2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khusunya
penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai
seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/ rencana
karirnya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal baik yang sehat antara
atasan dan bawahan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang
kepegawaian khususnya kinerja pegawai dalam bekerja.
6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahannya
sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai
akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan dan pegawainya,
sehingga dapat lebih memotivasi pegawai.
7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi
penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian.
Ada terdapat dua metode di dalam penilaian kinerja, yaitu :
1. Metode Penilaian Berorientasi Masa Lalu
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal kinerja yang telah
dilakukan dan telah terjadi dan sampai batas tertentu, dapat diukur.
Kelemahannya adalah bahwa kinerja di masa lalu tidak dapat diubah,
tetapi dengan mengevaluasi kinerja di masa lalu, maka para karyawan
mendapatkan bahan masukan mengenai upaya-upaya mereka untuk
36
memperbaiki kinerja mereka. Teknik-teknik penilaian tersebut antara
lain yaitu teknik rating scale, checklist, metode peristiwa kritis
(critical incident method), metode peninjauan lapangan (field revie
method), tes dan observasi prestasi kerja, serta metode evaluasi
kelompok.
2. Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan
Penilaian yang berorientasi masa depan dilakukan melalui
penilaian potensi karyawan untuk menentukan kinerja diwaktu yang
akan datang atau penetapan sasaran-sasaran kinerja dimasa
mendatang. Metode yang digunakan terdiri dari penilaian diri (self-
appraisal), penilaian psikologis (psychological appraisal), pendekatan
Management By Objective (MBO), serta teknik pusat penilaian.
Metode penilaian kinerja yang dilakukan saat ini di Kementerian
Kesehatan adalah dengan menggunakan SKP (Sasaran Kerja
Pegawai), yaitu metode penilaian yang berorientasi pada masa depan
dengan pendekatan management by objective (MBO). Inti pendekatan
MBO adalah bahwa setiap karyawan dan penyelia (atasan) secara
bersama menentukan tujuan – tujuan atau sasaran – sasaran
pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang. Management by
Objectives (MBO) adalah metode penilaian kinerja karyawan yang
berorientasi pada pencapaian target kerja. Pada metode MBO, setiap
individu karyawan diberikan target kerjanya masing - masing, yang
bersesuaian dengan sasaran kerja unit dalam satu periode kerja.
37
Penilaian kinerja dalam metode MBO dilakukan di akhir periode
mengacu pada realisasi target.
2.3.4 Indikator Kinerja
Untuk lebih menjamin keberhasilan dalam penilaian kinerja,
maka sebelumnya harus diterapkan dulu suatu standar dalam
mengukur kinerja. Menurut Dharma (2001) cara pengukuran atau
pelaksanaan standar mempertimbangkan tiga hal, yaitu:
a. Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan. Pengukuran ini
melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksana kegiatan.
b. Kualitas yaitu mutu yang dihasilkan. Pengukuran ini berkaitan
dengan bentuk keluaran dan mencerminkan seberapa baik
penyelesaiannya.
c. Ketepatan Waktu. Sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan
Pengukuran ini menentukan ketepatan waktu penyelesaian tugas.
Menurut Mangkunegara (2007) hal yang perlu diperhatikan
oleh manajer sumber daya manusia dalam mengukur kinerja pegawai,
antara lain meliputi :
1. Kualitas kerja (Quantity), adalah menunjukkan hasil kerja yang
dicapai dari segi ketepatan, ketelitian dan keterampilan.
2. Kuantitas kerja (Quantity), adalah menunjukkan hasil kerja yang
dicapai dari segi keluaran atau hasil tugas-tugas rutinitas dan
kecepatan dalam menyelesaikan tugas itu sendiri.
38
3. Kerjasama (Cooperation), menyatakan kemampuan karyawan
dalam berpartisipasi dan bekerjasama dengan orang lain dalam
menyelesaikan tugas.
4. Tanggung Jawab, menyatakan seberapa besar karyawan dalam
menerima dan melaksanakan pekerjaannya.
5. Inisiatif, yakni bersemangat dalam menyelesaikan tugasnya, serta
kemampuan dalam membuat suatu keputusan yang baik tanpa adanya
pengarahan terlebih dahulu.
Sedangkan, Bernardin dan Russel (1993) mengajukan enam
kriteria primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu
sebagai berikut:
1) Quality
Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan
kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang
diharapkan.
2) Quantity
Merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya : jumlah rupiah, jumlah
unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.
3) Timeliness
Merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output
lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan yang lain.
39
4) Cost Effective
Yaitu tingkat sejauh mana penerapan sumber daya manusia, keuangan,
teknologi, material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau
pengurangan kerugian dari setiap unit pengguna sumber daya.
5) Need for Supervisor
Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan
suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang
supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
6) Interpersonal Import
Merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga diri,
nama baik dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.
Penerapan standar diperlukan untuk mengetahui apakah
kriteria karyawan telah sesuai dengan sasaran yang telah diharapkan,
sekaligus melihat besarnya penyimpangan dengan cara
membandingkan antara hasil pekerjaan aktual dengan hasil yang
diharapkan. Oleh karena itu adanya suatu standar yang baku
merupakan tolak ukur bagi kinerja yang akan dievaluasi.
Mengadopsi dari beberapa pendapat di atas, maka penilaian
yang dilakukan untuk mengetahui kinerja pegawai yang disesuaikan
dengan indikator penilaian pada SKP, diantaranya sebagai berikut:
1) Kualitas kerja
Mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan atau
tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati
40
kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. Biasanya
diukur melalui ketepatan, ketelitian, dan ketrampilan.
2) Kuantitas kerja
Menunjukkan hasil kerja yang dicapai dari segi keluaran atau hasil
tugas-tugas rutinitas.
3) Timeliness (Ketepatan Waktu)
Merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output
lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan yang lain.
2.4 Pengaruh Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Ada beberapa pendapat dari beberapa ahli yang mengemukakan
hubungan atau keterkaitan antara penempatan pegawai dengan prestasi
kerja/kinerja pegawai, antara lain sebagai berikut:
Menurut Komaruddin yang dikutip oleh Suwatno (2001), menjelaskan
bahwa:”Penempatan pekerjaan karyawan pada jabatan yang tepat akan
berdampak pada setiap karyawan, mereka dapat bertugas dengan efisien,
dapat mengembangkan diri untuk berprestasi dan merasa puas”. Kemudian
menurut Yana Octaria (2000) dalam Murad (2012), menjelaskan bahwa
penempatan karyawan yang tepat merupakan salah satu cara yang menunjang
kearah terciptanya prestasi, sehingga hal ini dapat mencapai tujuan
perusahaan karena didapatnya orang-orang yang tepat, dimana orang-orang
41
tersebut dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang dan masa akan datang
perusahaan serta meningkatkan kinerja di masa yang akan datang.
Kesesuaian penempatan kerja bagi setiap pegawai dapat berpengaruh
pada kinerja pegawai yang bersangkutan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Hasibuan (2006) yang menyatakan bahwa prinsip penempatan harus
dilaksanakan secara konsekuen supaya seorang pekerja bekerja sesuai dengan
spesialisasinya/keahliannya masing-masing. Dengan penempatan yang sesuai
dan tepat ini maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja mencapai
hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa karyawan dapat
berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat merupakan motivasi yang
akan menimbulkan antusias dan semangat kerja yang tinggi bagi seseorang
dalam mengerjakan pekerjaan itu. Jadi penempatan karyawan yang sesuai dan
tepat merupakan salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal
dari setiap karyawan selain moral kerja, kreativitas, dan prakarsanya juga
akan berkembang (Hasibuan, 2006). Selain itu, menurut Siagian (2009)
bahwa kinerja para pegawai juga merupakan pencerminan prosedur
pengadaan pegawai yang ditempuh oleh bagian kepegawaian. Artinya, jika
sistem rekruitmen, seleksi, pengenalan dan penempatan pegawai sudah baik,
sangat besar kemungkinan kinerja para pegawai pun akan memuaskan.
Adanya keterkaitan antara kesesuaian pengetahuan dan keterampilan
dengan kinerja pegawai juga diperkuat oleh pendapat Siagian (2009) yang
menyatakan bahwa dalam kehidupan organisasional, pengetahuan dan
keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan tugas merupakan modal yang
42
amat besar. Kepercayaan pada diri sendiri perlu ditanamkan dalam organisasi.
Karena hal ini akan berpengaruh pada kinerja pegawai. Mutu pekerjaan juga
berhubungan dengan pendidikan dan kecerdasan dimana peningkatan
pendidikan dan kecerdasan meningkatkan cara berpikir secara kritis sehingga
lebih mampu mengekspresikan keinginan menurut persepsi yang harus
dipenuhi.
Semakin baik pengetahuan dan ketrampilan kerja seorang pegawai,
maka kemampuan kerjanya juga semakin baik. Robbins (2008) menyatakan,
kemampuan merujuk ke kapasitas individu untuk melaksanakan tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu. Semakin baik pengetahuan seorang pegawai akan
semakin tinggi pula kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Pekerjaan
membebankan tuntutan-tuntutan berbeda kepada pelaku untuk menggunakan
kemampuan yang dimiliki.
Kesesuaian sikap dengan pekerjaan juga dapat berpengaruh pada
kinerja pegawai. Robbins (2008) menyatakan sikap adalah pernyataan-
pernyataan evaluatif baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan
mengenai objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana
seseorang merasakan sesuatu. Dalam organisasi, sikap bersifat penting karena
mempengaruhi perilaku. Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, namun
perilaku organisasi memfokuskan perhatian pada sejumlah kecil sikap yang
berkaitan dengan pekerjaan. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan ini
membuka jalan evaluasi positif atau negatif yang dipegang para karyawan
mengenai aspek lingkungan kerja mereka. Pada akhirnya tinggi rendahnya
43
kinerja seseorang pegawai juga terkait erat dengan sikap pegawai tersebut
terhadap pekerjaan yang diberikan kepadanya.
2.5 Penelitian Terdahulu
Eduard L. Pessiwarissa dalam jurnal aplikasi manajemen (2008) dengan
judul “Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja terhadap Prestasi Kerja
Pegawai (Studi pada Pegawai Kantor BAPPEDA Kabupaten Nabire, Papua)”.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sample sejumlah populasi yang ada
yaitu sekitar kurang dari 100 pegawai dengan menggunakan analisis regresi
linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah kesesuaian penempatan kerja
yang meliputi kesesuaian pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai
berhubungan positif terhadap prestasi kerja pegawai. Variabel kesesuaian
pengetahuan merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap
prestasi kerja.
Andri Latif Asikin Mansoer (2009) dengan judul “Hubungan
Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai (Studi Kasus
pada Perusahaan Daerah Pasar Tohaga Kabupaten Bogor)”. Dalam penelitian
ini, mengambil sampel sebanyak 58 orang. Penelitian ini menggunakan
teknik analisis data yaitu analisis korelasi Rank Spearman. Hasil dari
penelitian ini adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai
berhubungan positif terhadap prestasi kerja pegawai dan kesesuaian
keterampilan merupakan variabel yang memiliki korelasi yang paling kuat.
Selain itu, bukan hanya ketiga faktor ini yang berpengaruh dalam prestasi
44
kerja pegawai, namun kondisi fisik pegawai, peralatan kerja yang memadai
dan jenis pekerjaan yang dilakukan juga menentukan keberhasilan pegawai
dalam mencapai prestasi kerja yang tinggi.
T.Murad (2012) yang berjudul “Pengaruh Penempatan Karyawan
Terhadap Prestasi Kerja Pegawai di Badan Kepegawaian Pendidikan dan
Pelatihan Kabupaten Aceh Utara”. Dalam penelitian tersebut menggunakan
64 sampel dengan menggunakan regresi linier berganda dan teknik
pengumpulan data dengan wawancara serta kuisioner. Hasil yang diperoleh
dari penelitian ini adalah adanya pengaruh secara signifikan variabel bebas
yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap variabel terikat yaitu
prestasi kerja. Variabel kesesuaian keterampilan merupakan variabel yang
paling dominan berpengaruh terhadap prestasi kerja.
Asri Nur Fadillah, dkk menemukan bahwa terdapat pengaruh positif
antara penempatan pegawai terhadap kinerja pegawai pada pegawai
Sekretariat Daerah Kabupaten Gresik. Penelitian ini menggunakan analisis
regresi linear berganda dengan variabel penempatan kerja adalah kesesuaian
pengetahuan, kemampuan dan keahlian. Serta variabel kinerjanya adalah
kuantitas, kualitas, dan waktu.
Diana Prihartini (2012) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor
Kebijakan Penempatan SDM Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Dinkes Kota
Kediri” dengan 51 sampel, menemukan bahwa penempatan kerja memiliki
hubungan dengan prestasi kerja pegawai. Athkan,dkk (2013) juga
menemukan bahwa terdapat pengaruh positif serta hubungan yang kuat antara
45
penempatan dengan kinerja pegawai pada Dinas Perkebunan Provinsi
Kalimantan Timur dengan 109 sampel, yang berarti bahwa semakin besar
nilai variabel penempatan maka akan semakin besar nilai variabel kinerjanya.
Hal ini menunjukkan bahwa penempatan merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja pegawai.
Soares (2010) juga menemukan bahwa penempatan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan. Penempatan yang tepat serta didukung
oleh pengalaman akan meningkatkan kinerja (Gomez et al, 2003). Hasil
penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Schuler dan
Jackson (1997) yang menyatakan penempatan adalah pencocokan seseorang
dengan jabatan yang akan dipegangnya, berdasarkan pada kebutuhan jabatan
dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, preferensi, dan kepribadian
karyawan tersebut. Dari teori tersebut menunjukkan bahwa perusahaan harus
tepat dalam menempatkan karyawan serta mencocokan minat dan
keterampilan karyawan agar mampu dalam menopang segala yang menjadi
tanggung jawabnya.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Variabel Model
Analisis
Hasil
1 Eduard L.
Pessiwarissa
(2008) di
Kantor
BAPPEDA
Kabupaten
Nabire, Papua
(100 sampel)
Variabel penempatan
kerja: Pengetahuan,
Keterampilan, Sikap
Variabel Prestasi
Kerja: Kualitas,
Kuantitas, Ketepatan
Waktu
Analisis
regresi
linear
berganda
Adanya pengaruh
signifikan pengetahuan,
keterampilan dan sikap
terhadap prestasi kerja
serta kesesuaian
pengetahuan merupakan
variabel yang paling
dominan berpengaruh
terhadap prestasi kerja.
46
No Peneliti Variabel Model
Analisis
Hasil
2 Andri Latif
Asikin
Mansoer
(2009) di
Perusahaan
Daerah Pasar
Tohaga
Kabupaten
Bogor
(50 sampel)
Variabel penempatan
kerja: Pengetahuan,
Keterampilan, Sikap
Variabel Prestasi
Kerja: Kualitas,
Kuantitas, Ketepatan
Waktu
Analisis
korelasi
Rank
Spearman
Pengetahuan, keterampilan
dan sikap pegawai
berhubungan positif
terhadap prestasi kerja
pegawai dan bukan hanya
ketiga factor ini yang
berpengaruh serta
kesesuaian keterampilan
merupakan variabel yang
memiliki korelasi yang
paling kuat.
5 T.Murad
(2012) di
Badan
Kepegawaian
Pendidikan dan
Pelatihan
Kabupaten
Aceh Utara (64
sampel)
Variabel penempatan
kerja: Pengetahuan,
Keterampilan, Sikap
Variabel Prestasi
Kerja: Kualitas,
Kuantitas, Ketepatan
Waktu
Analisis
regresi
linear
berganda
Adanya pengaruh secara
signifikan variabel bebas
yaitu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap
terhadap variabel terikat
yaitu prestasi kerja.
6 Asri Nur
Fadilah di
Sekretariat
Daerah
Kabupaten
Gresik
Variabel penempatan
kerja: Pengetahuan,
Kemampuan, Keahlian
Variabel Prestasi
Kerja: Kualitas,
Kuantitas, Ketepatan
Waktu
Analisis
regresi
linear
berganda
Adanya pengaruh secara
signifikan variabel bebas
yaitu pengetahuan,
kemampuan dan keahlian
terhadap variabel terikat
yaitu prestasi kerja.
7 Diana Prihatini
(2012) di
Dinkes Kota
Kediri
(51 sampel)
Variabel penempatan
kerja: Pengetahuan,
Keterampilan, Sikap
Variabel Prestasi
Kerja: Pencapaian
Sasaran, Kualitas
Hasil, Kuantitas
Hasil,Kualitas Kerja,
Perhatian Organisasi
Analisis
regresi
linear
berganda
Adanya pengaruh secara
signifikan variabel bebas
yaitu pengetahuan,
keterampilan dan sikap
terhadap variabel terikat
yaitu prestasi kerja.
47
No Peneliti Variabel Model
Analisis
Hasil
8 Atkhan (2010)
di Dinas
Perkebunan
Provinsi
Kalimantan
Timur
(109 sampel)
Variabel penempatan
kerja: Pengetahuan,
Keterampilan, Sikap
Variabel Prestasi
Kerja: Kualitas,
Kuantitas, Ketepatan
Waktu
Analisis
regresi
linear
berganda
Adanya pengaruh secara
signifikan variabel bebas
yaitu pengetahuan,
keterampilan dan sikap
terhadap variabel terikat
yaitu prestasi kerja.
2.6 Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang dipaparkan oleh para ahli seperti Hasibuan
(2006), Siagian (2009), Robbins (2008), serta Bernardin dan Russel (1993),
menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seorang
karyawan adalah penempatan kerja yang dilakukan sesuai dengan kompetensi
yang dimiliki oleh karyawan. Menurut UU Tenaga Kerja Tahun 2003,
kompetensi karyawan terdiri dari pengetahuan, keterampilan, serta sikap
pegawai. Menurut Hasibuan (2006), Siagian (2009), Robbins (2008), dan
Bernadin dan Russel (1993) bahwa kesesuaian penempatan kerja dengan
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dapat mendukungnya dalam
mencapai kinerja yang optimal dan memuaskan. Selain itu, menurut
Bernardin dan Russel (1993) dan Robbins (2008) bahwa sikap (attitude)
seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja dapat membentuk motivasi
kerja bagi pegawai tersebut dalam mencapai hasil kerja yang maksimal.
Kemudian untuk variabel kinerja, menurut Dharma (2001) indikator penilaian
kinerja adalah kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, serta ketepatan waktu
dalam penyelesaian pekerjaan.
48
Berikut adalah kerangka teori penelitian:
2.1 Bagan kerangka teori penelitian
Kinerja Pegawai
Kualitas pekerjaan
Kuantitas pekerjaan
Ketepatan waktu
Dharma (2001)
Tingkat Kesesuaian
Penempatan Kerja
Kesesuaian
Pengetahuan
Kesesuaian
Keterampilan
Kesesuaian Sikap
Hasibuan (2006), Siagian
(2009), Robbins (2008),
Bernardin dan Russel (1993)
49
BAB III
KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang dipaparkan oleh para ahli seperti Hasibuan
(2006), Siagian (2009), Robbins (2008), serta Bernardin dan Russel (1993),
menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seorang
karyawan adalah penempatan kerja yang dilakukan sesuai dengan kompetensi
yang dimiliki oleh karyawan. Menurut UU Tenaga Kerja Tahun 2003,
kompetensi karyawan terdiri dari pengetahuan, keterampilan, serta sikap
pegawai. Menurut Hasibuan (2006), Siagian (2009), Robbins (2008), dan
Bernadin dan Russel (1993) bahwa kesesuaian penempatan kerja dengan
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dapat membuat seseorang
dapat mengetahui metode penyelesaian tugas dengan baik dan dapat
mendukungnya dalam mencapai kinerja yang optimal dan memuaskan.
Kesesuaian pengetahuan dan keterampilan dalam penempatan kerja diukur
dengan cara survey persepsi responden terhadap kesesuaian penempatan
kerjanya. Selain itu, menurut Bernardin dan Russel (1993) dan Robbins
(2008) bahwa sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi
kerja dapat membentuk motivasi kerja bagi pegawai tersebut dalam mencapai
hasil kerja yang maksimal dan kesesuaian sikap dalam penempatan ini juga
diukur dengan cara survey persepsi responden. Oleh karena itu, variabel yang
akan diteliti untuk pengaruh kesesuaian penempatan kerja adalah kesesuaian
50
pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan dengan posisi pekerjaan yang
ditempatinya dengan metode survey persepsi responden.
Kemudian menurut Dharma (2001), untuk indikator penilaian kinerja
yang akan diteliti adalah kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, serta
ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Variabel lain untuk indikator
penilaian kinerja tidak digunakan dalam penelitian ini karena indikator
penilaian prestasi kerja di instansi pemerintah dengan sistem penilaian SKP
(Sasaran Kerja Pegawai), hanya menilai tiga faktor yaitu kualitas pekerjaan,
kuantitas pekerjaan, serta ketepatan waktu penyelesaiaan pekerjaan yang
sesuai dengan target kerja/sasaran kerja pegawai yang dinilai dengan cara
survey persepsi responden (self appraisal).
Berikut adalah kerangka konsep dari penelitian ini:
.
3.1. Bagan kerangka konsep penelitian
Kinerja Pegawai
Kesesuaian
Pengetahuan Dalam
Penempatan Kerja
Kesesuaian
Keterampilan Dalam
Penempatan Kerja
Kesesuaian Sikap
Dalam Penempatan
Kerja
51
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Untuk Penelitian Kuantitatif
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1
Kinerja
pegawai dari
aspek :
- kuantitas
hasil kerja
- kualitas
hasil kerja
- ketepatan
waktu
penyelesaian
pekerjaan
Menggambarkan
penilaian jumlah
dokumen/ laporan hasil
kerja, kelengkapan dan
ketepatan dokumen/
laporan hasil kerja, dan
ketepatan waktu
penyelesaian pekerjaan
yang sesuai dengan
target perusahaan yang
telah ditetapkan
berdasarkan jawaban
dari responden
Pemberian
kuesioner yang
diisi oleh
responden
Kuesioner
tertutup Skor
Ratio
4
Kesesuaian
pengetahuan
dalam
penempatan
kerja
Menggambarkan
penilaian kesesuaian
latar belakang
pendidikan formal dan
informal karyawan
yang sesuai dengan
bidang pekerjaan dan
kesesuaian wawasan
pengetahuan yang
dimiliki karyawan
dalam penempatannya
Pemberian
kuesioner yang
diisi oleh
responden
Kuesioner
tertutup Skor
Ratio
52
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
5
Kesesuaian
keterampilan
dalam
penempatan
kerja
Menggambarkan
penilaian kesesuaian
keterampilan yang
dimiliki oleh individu
untuk melakukan tugas
pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.
Keterampilan tersebut
meliputi keterampilan
teknis, keterampilan
dalam hubungan
kemanusiaan dan
keterampilan
konsepsional.
Pemberian
kuesioner yang
diisi oleh
responden
Kuesioner
tertutup Skor
Ratio
6
Kesesuaian
sikap dalam
penempatan
kerja
Menggambarkan
penilaian kesesuaian
sikap karyawan
terhadap jenis dari
pekerjaannya, sikap
antar sesama karyawan,
sikap terhadap
kesesuaian peralatan,
dan sikap terhadap
kondisi fisik pekerjaan.
Pemberian
kuesioner yang
diisi oleh
responden
Kuesioner
tertutup Skor
Ratio
53
Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel Untuk Penelitian Kualitatif
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
Alat Ukur
1 Kondisi kinerja
pegawai
Kesesuaian kuantitas
hasil kerja dan kualitas
hasil kerja serta
ketepatan waktu
penyelesaian pekerjaan
pegawai dengan target
perusahaan yang telah
ditetapkan berdasarkan
jawaban dari informan
Wawancara
mendalam kepada
informan
Pedoman
wawancara
mendalam
2
Kondisi
kesesuaian
penempatan
kerja pegawai
Kesesuaian pengetahuan
dan keterampilan
pegawai dalam
penempatan kerjanya
berdasarkan jawaban dari
informan
Wawancara
mendalam kepada
informan
Pedoman
wawancara
mendalam
3
Kebijakan
instansi dalam
penempatan
Kondisi kebijakan
instansi dalam mengatur
proses penempatan kerja
pegawai berdasarkan
jawaban dari informan
Wawancara
mendalam kepada
informan
Pedoman
wawancara
mendalam
4
Faktor lain yang
berpengaruh
terhadap kinerja
Faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi
kinerja pegawai selain
faktor kesesuaian
penempatan kerja
berdasarkan jawaban dari
informan
Wawancara
mendalam kepada
informan
Pedoman
wawancara
mendalam
54
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan
metode deskriptif melalui pendekatan cross sectional. Menurut Travers (1978)
dalam Umar (2000), metode deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan
sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa
sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Pendekatan Cross sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara variabel bebas dan
terikat dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekali
pengambilan data (point time approach), artinya mengadakan pengamatan
hanya sekali terhadap beberapa variabel dalam waktu bersamaan.
Penelitian ini menganalisis pengaruh kesesuaian penempatan kerja
terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI yang dideskripsikan secara kualitatif dan kuantitatif,
menggunakan data primer dari penyebaran kuisioner dan wawancara
mendalam dan data sekunder dari data profil kepegawaian (DUK 2014), SKP
(Sasaran Kerja Pegawai), maupun Peraturan-Peraturan Menteri Kesehatan.
Penelitian kuantitatif dilakukan untuk melihat gambaran kesesuaian
penempatan kerja pegawai (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dan
gambaran kinerja pegawai serta pengaruh dari kesesuaian penempatan terhadap
kinerja pegawai. Sedangkan penelitian kualitatif dilakukan untuk mengetahui
kondisi kesesuaian penempatan kerja dan kondisi kinerja pegawai serta faktor
55
yang dapat mempengaruhinya seperti kebijakan instansi dalam penempatan dan
faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
KIA Kemenkes RI yang berlokasi di Kuningan, Jakarta Selatan, pada bulan
Juni-Juli tahun 2014.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai di Sekretariat Direktorat
Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang berjumlah 110 orang selama
masa penelitian yaitu bulan Juni-Juli tahun 2014. Responden pada penelitian
ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu responden untuk penelitian kuantitatif
dan informan untuk penelitian kualitatif. Responden untuk penelitian
kuantitatif adalah pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA yang ditentukan
dengan teknik perhitungan besar sampel berdasarkan rumus sampel untuk
model analisis regresi linear. Menurut Sopiyudin (2010), teknik ini dilakukan
dengan menghitung besar sampel untuk setiap variabel bebas. Perhitungan
besar sampel tersebut adalah sebagai berikut :
Rumus n =
= 5% , maka Z = 1,960
ß = 20% , maka Z ß = 0,84
r = koefisien korelasi dari penelitian sebelumnya
56
Tabel 4.1 Nilai Z dan Z ß
Tingkat
Kepercayaan ( )
Skor Z Nilai ß Skor Z ß
90 % 1,645
20 %
0,84 95 % 1,960
99 % 2,575
Tabel 4.2 Perhitungan Besar Sampel Untuk Tiap Variabel Bebas
Variabel
Jenis
pertanyaan
Besar sampel
Pengetahuan
dengan kinerja
Korelatif
r = 0,198 → 0,2
n = 199
Keterampilan
dengan kinerja
Korelatif r = 0,506 → 0,5
n = 30
Sikap dengan
kinerja
Korelatif r = 0,281 → 0,3
n = 84
Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel yang seharusnya dipilih
adalah jumlah sampel yang paling besar diantara ketiga variabel bebas
tersebut yaitu 199 orang. Namun, karena jumlah populasi penelitian hanya
110 orang, maka jumlah sampel yang dapat diambil pada penelitian ini adalah
sebanyak 84 orang. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah
dengan teknik probability sampling yaitu dengan simple random sampling.
Teknik pengambilan sampel dengan simple random sampling adalah teknik
57
pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2011).
Dalam penentuan sampel penelitian, peneliti membuat beberapa kriteria
pegawai yang dapat masuk dalam kriteria sampel penelitian, yaitu :
1. Pegawai yang berstatus PNS dan honorer yang telah ditempatkan di
sebuah jabatan dan memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.
2. Pegawai yang tidak sedang dalam tugas belajar.
3. Pegawai yang telah melakukan pekerjaan rutin bulanan berdasarkan SKP
selama 5 bulan (Januari-Mei 2014).
Kemudian, informan untuk penelitian kualitatif adalah seluruh Kepala
Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang berjumlah 4
orang. Dalam penelitian ini, untuk menjaga kerahasiaan informasi, maka
peneliti memberikan coding untuk nama informan menjadi informan 1,
informan 2, informan 3, dan informan 4.
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama
baik dari individu atau perseorangan seperti hasil pengisian kuisioner atau
hasil wawancara yang biasa dilakukan oleh peneliti (Umar, 2000).
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini salah satunya dilakukan
dengan penyebaran kuisioner penelitian. Kuisioner diberikan kepada para
58
responden yang berisi pertanyaan mengenai kinerja pegawai dan
kesesuaian penempatan kerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan
KIA Kemenkes RI. Selain itu, pengumpulan data primer juga dilakukan
dengan metode wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di
Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Untuk melakukan
wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara mendalam.
4.4.1.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah berupa kuesioner dan pedoman
wawancara mendalam yang dipergunakan untuk pengumpulan data.
Kuisioner adalah sejumlah data/pernyataan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden. Kuesioner untuk
responden pada semua variabel, baik variabel bebas dan variabel
terikat berupa pertanyaan tertutup dengan beberapa pilihan jawaban.
Keuntungan bentuk tertutup adalah mudah diselesaikan, mudah
dianalisis, dan mampu memberikan jangkauan jawaban. Responden
memilih jawaban yang paling sesuai dengan kondisi yang dirasakan
terkait dengan kinerja pegawai dan kesesuaian penempatan kerja
pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI.
Untuk menentukan nilai jawaban angket dari masing-masing
pertanyaan yang diajukan adalah dengan modifikasi skala likert.
Menurut Kinnear (1998) dalam Umar (2000), skala likert ini
berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap
sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, dan baik-
59
tidak baik. Responden diminta mengisi pertanyaan dalam skala
ordinal berbentuk verbal dalam jumlah kategori tertentu. Jika
dibandingkan dengan skala pengukuran lainnya seperti skala guttman,
bogardus, thurstone, semantic, stipel, paired-comparison, maupun
skala rank-order, maka skala likert merupakan skala yang paling
sesuai untuk pertanyaan penelitian ini.
Skala likert alias tingkatan kesetujuan terhadap statement dalam
angket diklasifikasikan sebagai berikut :
SS = Sangat setuju/sesuai
S = Setuju/sesuai
KS = Kurang setuju/sesuai
TS = Tidak setuju/sesuai
Untuk scoring di atas, jawaban setiap item instrument dalam
bentuk skala likert menggunakan skala 4 yaitu :
a. Sangat setuju/sesuai : nilai 4
b. Setuju/sesuai : nilai 3
c. Kurang setuju/sesuai : nilai 2
d. Tidak setuju/sesuai : nilai 1
Sedangkan instrumen untuk penelitian kualitatif adalah
pedoman wawancara yang digunakan untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar
pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah
dibahas atau ditanyakan. Pedoman wawancara digunakan untuk
60
mengetahui gambaran masing-masing variabel (gambaran kesesuaian
penempatan kerja pegawai dan gambaran kinerja pegawai) dan
kondisi yang mempengaruhinya seperti kebijakan instansi dalam
penempatan dan faktor lain yang mempengaruhi kinerja selain faktor
penempatan.
4.4.1.2 Validitas dan Reliabilitas Data
Uji validitas data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji
validitas untuk data kuantitatif dan data kualitatif. Uji validitas dan
realibilitas untuk data kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan menguji seluruh item pertanyaan dalam kuisioner
dengan memberikan kuisioner tersebut kepada populasi penelitian di
tempat berbeda namun memiliki karakteristik yang sama dengan
populasi penelitian.
Validitas artinya alat ukur yang digunakan dalam pengukuran,
dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Hasan,
2006). Uji validitas digunakan untuk menguji sejauh mana ketepatan
alat pengukur dapat mengungkapkan konsep gejala/kejadian yang
diukur dan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuisioner. Uji
validitas dimaksudkan untuk menguji ketepatan item-item dalam
kuesioner, apakah item-item yang ada mampu menggambarkan dan
menjelaskan variabel yang diteliti. Suatu kuisioner dinyatakan valid
61
jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu
yang akan diukur oleh kuisioner tersebut.
Dalam penelitian ini, penentuan validitas dilakukan dengan
mencari nilai korelasi skor masing-masing item dengan skor total item
untuk setiap variabel. Kemudian nilai r hitung yang diperoleh dari
korelasi tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel pada tingkat
keyakinan 95 %. Nilai r tabel pada tingkat kepercayaan 95% dan
jumlah sampel sebesar 64 orang adalah 0,242. Hasan (2006)
menyatakan, apabila nilai r hitung > r tabel item pernyataan tersebut,
maka dinyatakan valid. Sebaliknya apabila nilai r hitung < r tabel
maka pernyataan tersebut tidak valid.
Hasil pengujian validitas untuk variabel kinerja yang terdiri dari 5
item pertanyaan dilambangkan dengan kode item A1, A2, A3 hingga
A5 menunjukan r hitung terendah untuk variabel tersebut sebesar
0,416. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan r tabel (n= 64)
sebesar 0,242. Dengan demikian dapat diartikan seluruh item
pernyataan yang berhubungan dengan variabel kinerja pegawai
dinyatakan valid. Selanjutnya variabel kesesuaian pengetahuan terdiri
dari 8 item pernyataan dengan kode B1, B2, B3, hingga B8,
menunjukan nilai r hitung terendah untuk variabel tersebut
menunjukan angka sebesar 0,324. Angka ini juga lebih besar bila
dibandingkan dengan nilai r tabel sebesar 0,242, sehingga dapat
diartikan bahwa seluruh item pernyataan yang berhubungan dengan
62
variabel kesesuaian pengetahuan juga dinyatakan valid. Untuk lebih
jelasnya mengenai hasil pengujian validitas dapat dilihat Tabel 4.3
dibawah ini.
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas
No Variabel Kode
Item
Nilai R
Hitung
Nilai R
Tabel
Keterangan
1 Kinerja Pegawai A1
A2
A3
A4
A5
0,558
0,416
0,789
0,831
0,585
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
2 Kesesuaian Pengetahuan B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
0,406
0,808
0,324
0,373
0,819
0,334
0,839
0,860
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
3 Kesesuaian Keterampilan C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8
0,781
0,346
0,696
0,921
0,255
0,541
0,931
0,931
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
4
Kesesuaian Sikap D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
0,316
0,757
0,775
0,679
0,763
0,777
0,777
0,727
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
0,242
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
63
Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa nilai korelasi
hitung (r hitung) untuk masing-masing item pernyataan yang terdapat
dalam variabel kesesuaian keterampilan dengan kode C1-C8, lebih
besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel. Begitu juga hal nya
dengan item pernyataan yang terdapat dalam variabel kesesuaian sikap
dengan kode D1-D8. Dengan demikian dapat diartikan bahwa seluruh
item pernyatan yang berhubungan dengan variabel kesesuaian
keterampilan dan kesesuaian sikap juga dinyatakan valid.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa seluruh item pernyataan
yang terdapat pada masing-masing variabel penelitian yaitu kinerja
pegawai dan tiga variabel independen terdiri dari kesesuaian
pengetahuan, kesesuaian keterampilan dan kesesuaian sikap
dinyatakan valid, yang berarti kuisioner yang digunakan untuk
pengumpulan data dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur.
Selanjutnya, menurut Hasan (2006) reliabilitas artinya memiliki
sifat dapat dipercaya, yaitu apabila alat ukur digunakan berkali-kali
oleh peneliti yang sama atau oleh peneliti lain tetap memberikan hasil
yang sama. Uji reliabilitas dilakukan untuk menilai konsistensi dari
suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama atau membuat
hasil yang konsisten.
Dalam melakukan uji reliabilitas digunakan metode pengukuran
Reliabilitas Alpha Cronbach (α) dari masing-masing instrumen dalam
64
suatu variabel. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini dikatakan
andal (reliable) jika memiliki nilai croncbach alpha ≥ 0,6
(Hasan,2006).
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas
No Variabel Jumlah
Item
Nilai Cronbach
Alpha
Keterangan
1 Kinerja Pegawai 5 0,655 Handal
2 Kesesuaian Pengetahuan 8 0,776 Handal
3 Kesesuaian Keterampilan 8 0,858 Handal
4 Kesesuaian Sikap 8 0,849 Handal
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa nilai
cronbach alpha masing-masing variabel penelitian lebih besar dari
0,60. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kuisioner yang
digunakan untuk pengumpulan data penelitian telah memenuhi syarat
kehandalan. Dengan kata lain, kuisioner yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang berhubungan dengan variabel-variabel yang
diteliti dinilai sudah menunjukan ketepatan, keakuratan, atau
konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala yang
berhubungan dengan variabel terkait.
Kemudian untuk uji validitas data kualitatif dilakukan dengan
analisis triangulasi yaitu dengan menganalisis jawaban subjek dengan
meneliti kebenarannya dengan data empiris. Jenis triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi metode. Triangulasi
metode adalah usaha mencek keabsahan data atau temuan penelitian
65
yang dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu metode
teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sama. Dalam
penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara
mendalam. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan
gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti juga
menggunakan metode survei dengan pengisian kuisioner.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari data profil kepegawaian (DUK
2014) di Ditjen Bina Gizi dan KIA, struktur organisasi, SKP, serta
Peraturan Menteri Kesehatan. Selain itu, juga diperlukan data-data yang
mendukung pembuatan laporan penelitian, seperti data yang diperoleh dari
sejumlah jurnal dan buku manajemen SDM yang terkait dengan penelitian.
4.5 Manajemen dan Pengolahan Data
Manajemen dan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini
terdiri dari beberapa tahapan-tahapan, yaitu:
1. Data kuantitatif
a. Editing adalah memeriksa kelengkapan, kesinambungan dan
keseragaman data. Editing untuk data kuantitatif dalam penelitian ini
dilakukan pada saat peneliti menyebarkan kuisioner dan kuisioner
tersebut diperiksa apakah seluruh data sudah lengkap dan terisi semua
dan apakah jawaban tersebut sesuai dengan pertanyaan yang diajukan
dalam kuisioner.
66
b. Coding adalah menyederhanakan data yang memberikan kode-kode
tertentu. Coding yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pada saat
menyederhanakan kategori data kuantitatif untuk jawaban tentang
kinerja pegawai dan kesesuaian penempatan kerja. Penyederhanaan
kategori dilakukan agar memberikan kemudahan kepada peneliti untuk
dapat menganalisis data kuantitatif. Penyederhanaan kategori untuk
kinerja karyawan adalah dalam 4 skala penilaian yaitu sangat sesuai,
sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai. Penyederhanaan kategori untuk
kesesuaian penempatan kerja yaitu adalah dalam 4 skala penilaian yaitu
sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai.
c. Entry dalam penelitian ini dilakukan setelah semua isian kuisioner terisi
penuh dan benar, dan juga sudah melakukan pengkodingan, maka
langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis.
Pemrosesan data dilakukan dengan cara memasukan data dari kuisioner
ke paket aplikasi program komputer untuk pengolahan data. Data yang
di entry adalah data jawaban dari setiap item pertanyaan variabel
penelitian dan data karakteristik responden. Kemudian dari data
tersebut, dihitung total skor dan rata-rata skor dari setiap variabel. Hal
ini dilakukan untuk mempermudah dalam menganalisis data selanjutnya
di program aplikasi pengolah data.
d. Cleaning, atau pembersihan data merupakan kegiatan peneliti dalam
pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan ke dalam aplikasi
program komputer untuk pengolahan data, apakah data ada kesalahan
67
atau tidak dan apakah ada data yang missing atau tidak. Kesalahan
tersebut dimungkinkan terjadi pada saat memasukkan data ke komputer.
2. Data kualitatif
Setelah data didapatkan dari hasil wawancara mendalam, proses
pengolahan data selanjutnya adalah membuat hasil transkip wawancara
tersebut. Setelah itu, peneliti membuat matriks wawancara mendalam
untuk mengetahui lebih jelas perbedaan respon setiap informan dalam
setiap pertanyaan penelitian. Kemudian, proses selanjutnya adalah
melakukan penyajian data dan penarikan kesimpulan.
4.6 Analisis Data
Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis
kuantitatif dan kualitatif yang dimaksudkan untuk mengolah dan
mengorganisasikan data, serta menemukan hasil yang dapat dibaca dan dapat
diinterpretasikan. Berikut ini adalah metode analisis data yang dilakukan pada
penelitian ini :
1. Metode bersifat kuantitatif yaitu dengan menggunakan analisis univariat
dan analisis bivariat.
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran
karakteristik responden dan gambaran dari masing-masing variabel
penelitian (variabel bebas yaitu kesesuaian pengetahuan, keterampilan,
dan sikap dan variabel terikat yaitu kinerja pegawai), disajikan secara
deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis deskriptif
68
dimaksudkan untuk mengetahui sebaran (distribusi) dari frekuensi
jawaban responden terhadap kuesioner yang telah diisi dan
kecenderungannya.
Sedangkan analisis bivariat yang dilakukan adalah uji korelasi yang
merupakan analisis untuk mengukur bagaimana pengaruh antara variabel
bebas (kesesuaian penempatan kerja) dengan variabel terikat (kinerja
pegawai). Analisis bivariat dilakukan dengan menganalisis rata-rata skor
setiap variabel independen (pengetahuan, keterampilan, sikap) dengan
rata-rata skor variabel dependen (kinerja pegawai) sehingga didapatkan
nilai Pvalue dan nilai koefisien korelasi (r). Uji ini digunakan untuk
mengetahui apakah variabel independen mempunyai pengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen dan seberapa besar pengaruhnya
dengan tingkat kepercayaan 95 % dan tingkat kesalahan 5 % (Sugiono,
2001). Berikut adalah rumus perhitungan besar pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen:
r =
Dimana:
r = koefisien korelasi
n = jumlah subyek penelitian
XY = jumlah hasil perkalian antara variabel x dengan variabel y
x = jumlah nilai setiap item
y = jumlah nilai konstan
69
Nilai korelasi berkisar antara 0 s.d 1 dan jika disertai arah maka
nilainya berkisar antara -1 s.d +1. Nilai r dapat diinterprestasikan sebagai
berikut, yaitu:
r = 0 : tidak ada hubungan linear
r = -1 : hubungan linear negatif sempurna
r = +1 : hubungan linear positif sempurna
Menurut Colton dalam Amran (2012), kekuatan hubungan dua
variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam 4 area, yaitu:
r = 0 – 0,25 : tidak ada hubungan/hubungan lemah
r = 0,26 – 0,50 : hubungan sedang
r = 0,51 – 0,75 : hubungan kuat
r = 0,76 – 1 : hubungan sangat kuat
2. Metode analisis data kualitatif
Secara kualitatif maksudnya peneliti menganalisa data berdasarkan
informasi yang diperoleh dari wawancara mendalam dan digunakan
untuk mempertajam hasil dan pembahasan terkait dengan pengaruh
kesesuaian penempatan kerja terhadap kinerja pegawai. Teknik analisis
data wawancara mendalam yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis data kualitatif yang mengikuti konsep dari Miles dan Hubermen
(2007). Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi
(conclusion drawing / verification).
70
Reduksi data dalam penelitian ini merupakan bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga
kesimpulan akhir dapat diambil. Dalam kegiatan reduksi data, peneliti
melakukan penyeleksian terhadap apa saja data yang dibutuhkan dan
terkait dengan penelitian ini dan apa saja data yang tidak dibutuhkan
yang tidak sesuai dengan penelitian sehingga data tersebut dapat
diringkas untuk dianalisis dan dikelompokkan nantinya. Selanjutnya,
data-data yang dibutuhkan akan dianalisis lebih lanjut dan
dikelompokkan sesuai dengan variabel, kerangka konsep, dan tujuan
penelitian. Setelah data dikelompokkan, maka kegiatan selanjutnya
adalah melakukan penyajian data dalam bentuk teks naratif dengan
mendeskripsikan data dari informan serta menyajikan kalimat kutipan
dari informan. Setelah itu, peneliti membuat kesimpulan berdasarkan
hasil yang didapatkan dari wawancara mendalam. Kesimpulan-
kesimpulan itu juga diverifikasi selama penelitian berlangsung, dengan
cara berfikir ulang selama penulisan, meninjau ulang catatan lapangan,
serta melakukan upaya-upaya untuk menempatkan salinan suatu temuan
dalam seperangkat data yang lain.
4.7 Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu penyajian
data kuantitatif dan penyajian data kualitatif. Data kuantitatif yang telah
71
dikumpulkan melalui penyebaran kuisioner dan diolah dengan menggunakan
program aplikasi pengolah data, data tersebut kemudian disajikan dalam
bentuk tabel. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk teks
narasi dengan mendeskripsikan data dari informan serta menyajikan kalimat
kutipan dari informan. Berikut ini adalah cara penyajian data berdasarkan
data yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 4.5 Cara Penyajian Data
No.
Data Cara Penyajian Data
1. Jenis Kelamin Tabel
2. Masa Kerja Tabel
3. Tingkat Pendidikan Terakhir Tabel
4. Gambaran Kesesuaian
Pengetahuan
Tabel
5. Gambaran Kesesuaian
Keterampilan
Tabel
6. Gambaran Kesesuaian Sikap Tabel
7. Gambaran Kinerja Tabel
8. Hubungan Kesesuaian
Pengetahuan dengan Kinerja
Tabel
9. Hubungan Kesesuaian
Keterampilan dengan Kinerja
Tabel
72
No.
Data Cara Penyajian Data
10. Hubungan Kesesuaian Sikap
dengan Kinerja
Tabel
11. Data kualitatif Narasi dengan deskripsi
data dan kalimat
kutipan
73
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kementerian
Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA adalah unsur pelaksana yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA dipimpin oleh Direktur Jenderal.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA mempunyai
tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi
teknis di bidang pembinaan gizi dan KIA.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat
Jenderal Bina Gizi dan KIA menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan KIA
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan KIA
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan
gizi dan kesehatan ibu dan anak
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan gizi dan
kesehatan ibu dan anak
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
74
Dalam melaksanakan tugas dan fungisnya, maka sesuai dengan
PERMENKES tersebut, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA didukung
oleh organisasi dengan tugas pembinaan unit pelaksana teknis. Struktur
organisasi Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kia adalah sebagai berikut :
1. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
2. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan
seluruh pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di
lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas,
Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran.
b. Pengelolaan data dan informasi
c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan
fungsional, dan hubungan masyarakat
d. Pengelolaan urusan keuangan
e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji,
rumah tangga, dan perlengkapan
f. Evaluasi dan penyusunan laporan
Dalam melaksanakan tugas dan fungisnya, Sekretariat Direktorat
Jenderal Bina Gizi dan KIA didukung oleh bagian dan unit dalam
operasional organisasi. Unit bagian di Sekretariat Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan KIA terdiri dari:
75
- Bagian program dan informasi
- Bagian hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat
- Bagian keuangan
- Bagian kepegawaian dan umum, dan
- Kelompok jabatan fungsional
3. Direktorat Bina Kesehatan Ibu
Direktorat Bina Kesehatan Ibu mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang bina kesehatan ibu. Dalam
melaksanakan tugas dan fungisnya, Direktorat Bina Kesehatan Ibu
didukung oleh unit-unit pelaksana teknis dalam operasional
organisasinya. Unit bagian di Direktorat Bina Kesehatan Ibu terdiri
dari:
- Subdirektorat bina kesehatan ibu hamil
- Subdirektorat bina kesehatan ibu bersalin dan nifas
- Subdirektorat bina kesehatan maternal dengan pencegahan
komplikasi
- Subdirektorat bina keluarga berencana
- Subdirektorat bina perlindungan kesehatan reproduksi
- Subbagian tata usaha
- Kelompok jabatan fungsional
76
4. Direktorat Bina Kesehatan Anak
Direktorat Bina Kesehatan Anak mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang bina kesehatan anak. Dalam melaksanakan tugas
dan fungisnya, Direktorat Bina Kesehatan Anak didukung oleh unit-
unit pelaksana teknis dalam operasional organisasi. Unit bagian di
Direktorat Bina Kesehatan Anak terdiri dari:
- Subdirektorat bina kelangsungan hidup bayi
- Subdirektorat bina kelangsungan hidup anak balita dan pra
sekolah
- Subdirektorat bina kewaspadaan penanganan balita beresiko
- Subdirektorat bina kualitas hidup anak usia sekolah dan remaja
- Subdirektorat bina perlindungan kesehatan anak
- Subbagian tata usaha
- Kelompok jabatan fungsional
5. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternative, dan
Komplementer
Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternative,
Dan Komplementer mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan criteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
77
evaluasi di bidang bina pelayanan kesehatan tradisional, alternative,
dan komplementer. Dalam melaksanakan tugas dan fungisnya,
Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternative, dan
Komplementer didukung oleh unit-unit pelaksana teknis dalam
operasional organisasi. Unit bagian di Direktorat Bina Pelayanan
Kesehatan Tradisional, Alternative, dan Komplementer terdiri dari:
- Subdirektorat bina pelayanan kesehatan tradisional keterampilan
- Subdirektorat bina pelayanan kesehatan tradisional ramuan
- Subdirektorat bina pelayanan kesehatan alternative dan
komplementer
- Subdirektorat bina penapisan dan kemitraan
- Subbagian tata usaha
- Kelompok jabatan fungsional
6. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga
Direktorat Bina Kesehatan Kerja Dan Olahraga mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria, serta bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang bina kesehatan kerja dan olahraga.
Dalam melaksanakan tugas dan fungisnya, Direktorat Bina Kesehatan
Kerja dan Olahraga didukung oleh unit-unit pelaksana teknis dalam
operasional organisasi. Unit bagian di Direktorat Bina Kesehatan
Kerja dan Olahraga terdiri dari:
78
- Subdirektorat bina pelayanan kesehatan kerja
- Subdirektorat bina kapasitas kerja
- Subdirektorat bina lingkungan kerja
- Subdirektorat bina kemitraan kesehatan kerja
- Subdirektorat bina kesehatan perkotaan dan olahraga
- Subbagian tata usaha
- Kelompok jabatan fungsional
5.2. Karakteristik Responden
5.2.1 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap karakteristik responden,
berikut adalah gambaran responden berdasarkan jenis kelamin pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI:
Tabel 5.1
Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawai
di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Tahun 2014
No Jenis
Kelamin
Total
Responden
Persentase
1 Laki-laki 35 42
2 Perempuan 49 58
Total 84 100
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa responden yang
terbanyak adalah responden dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak
49 orang (58%) dibandingkan laki-laki yang jumlahnya hanya sebanyak 35
orang (42%).
79
5.2.2 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap karakteristik responden,
berikut adalah gambaran responden berdasarkan masa kerja pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI:
Tabel 5.2
Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja Pegawai
di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Tahun 2014
No Masa Kerja Total
Responden
Persentase
1 1-10 tahun 36 43
2 11-20 tahun 5 6
3 21- 30 tahun 28 33
4 31- 40 tahun 14 17
5 > 40 tahun 1 1
Total 84 100
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa responden yang
terbanyak adalah responden dengan masa kerja 1-10 tahun yaitu sebanyak 36
orang (43%).
5.2.3 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap karakteristik responden,
berikut adalah gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan pegawai
di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI:
80
Tabel 5.3
Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pegawai
di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Tahun 2014
No Tingkat
Pendidikan
Total
Responden
Persentase
1 SMA 20 24
2 D3 7 8
3 S1 41 49
4 S2 16 19
Total 84 100
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa responden yang
terbanyak adalah responden dengan latar belakang tingkat pendidikan S1
yaitu sebanyak 41 orang (49%).
5.3. Gambaran Kesesuaian Pengetahuan Pegawai Dalam Penempatan Kerja
Berdasarkan hasil analisis univariat mengenai gambaran kesesuaian
pengetahuan pegawai, berikut adalah tingkat jawaban responden terhadap
gambaran kesesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja pegawai di
Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI:
81
Tabel 5.4
Gambaran Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja
Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
Variabel
Tingkat Jawaban Responden Rata-
Rata
Skor
Sangat
Sesuai
Sesuai Kurang
Sesuai
Tidak
Sesuai
n % n % n % n %
Kesesuaian
Pengetahuan
99
14,7
436
64,9
112
16,7
25
3,7
2,9
Berdasarkan tabel 5.4 diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor
tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel
kesesuaian pengetahuan adalah sebesar 2,9. Angka ini mendekati angka 3,00
(skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang menunjukkan bahwa
sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan
kesesuaian pengetahuan yang mereka miliki dalam penempatan kerja mereka.
Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pegawai instansi tersebut
memiliki persepsi bahwa penempatan kerja mereka sudah sesuai dengan
pengetahuan yang mereka miliki. Namun demikian, masih banyak diantara
pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian antara pengetahuan yang
82
mereka miliki dengan penempatan kerja mereka yaitu sebesar 20,4%
pegawai.
Hasil analisis data kuantitatif tersebut, sesuai dengan hasil wawancara
mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI mengenai kondisi penempatan pegawai saat ini. Seluruh
informan mengatakan bahwa saat ini meskipun sebagian besar pegawai
memang penempatannya sudah sesuai dengan pengetahuan yang mereka
miliki, namun masih ada juga penempatan pegawai yang belum sesuai
dengan pengetahuan yang mereka miliki. Berikut adalah kutipan langsung
dari para informan:
Informan 1: “Penempatan pegawai saat ini belum seluruhnya sesuai
dengan latar belakang pendidikan mereka....”
Informan 2 : “...... Untuk kondisi penempatan sekarang sudah sesuai
apa belum, ya bisa dibilang iya bisa juga tidak....”
Informan 3 : “Seperti pada umumnya di PNS, kadang formasi yang
kita minta dengan formasi yang datang/yang diberikan tidak selalu match.
Misalnya di keuangan itu harus banyak tenaga akutansi, ekonomi, tenaga
yang memiliki paling tidak keterampilan-keterampilan dalam keuangan, itu
standarnya masih belum terpenuhi semua......”
Informan 4 : “Ada yang sudah sesuai..... Kira-kira penempatan yang
sudah sesuai itu 50-75% lah”
83
Beberapa informan juga memberikan contoh mengenai masih adanya
kondisi penempatan pegawai saat ini yang belum sesuai dengan
pengetahuan yang mereka miliki. Berikut adalah kutipan informan tersebut:
Informan Kabag 1 : “Contoh di ropeg (biro kepegawaian), di ropeg
kan harusnya dari administrasi tapi penempatan disana banyak yang dari
medis (dokter dan sebagainya), artinya kompetensinya ngga cocok, dan itu
banyak di beberapa tempat juga ada. Disini sendiri juga demikian, hanya
subbag hukum saja yang backgroundnya hukum, lalu diorganisasi bukan
dari ilmu pemerintahan, ada yang dari kesehatan masyarakat, dokter gigi.
Kemudian humas, yang pendidikan kehumasan itu dikit, sebagian besar ya
dari sarjana umum dan sarjana kesehatan juga ada”
Informan 2 : “Contoh misalnya adalah salah satu pegawai yang
berasal dari teknik perminyakan, namun karena kita membutuhkan orang
yang mengerti komputer, dan orang tersebut memiliki skill/kemampuan
dalam komputer, maka ia bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan
dapat sukses menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya dengan baik”
Beberapa informan menyatakan bahwa sebenarnya untuk mengatasi
ketidaksesuaian pengetahuan atau latar belakang pendidikan dalam
penempatan pegawai dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan pegawai tersebut. Dengan hal tersebut, maka
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki pegawai dapat meningkat dan
84
dapat mendukungnya untuk berkinerja secara optimal. Berikut adalah kutipan
dari informan tersebut :
Informan 2 : “Pekerjaan yang ada di sekditjen ini adalah pekerjaan
administrasi kantor, dimana jika pekerjaan administrasi manajemen seperti
ini, pegawai masih bisa di manajemen/diberikan pelatihan untuk dapat
mengerjakan pekerjaanya dengan baik...”
Informan 3 : “........kita mengatasinya dengan memberikan tambahan
pelatihan untuk keterampilan, mesikpun kuota pelatihan yang
diselenggarakan depkeu terbatas, namun kita juga punya anggaran khusus
untuk mengirim SDM untuk mengikuti pelatihan..... So far yang sudah ikut
belajar/pelatihan, bisa saling menularkan ilmunya kepada yang lain, saya
membuat kelompok belajar untuk bisa sharing ilmu”
Informan 4 : “Pegawai yang dari latar belakang pendidikan
kesehatan atau lainnya kita latih terus menerus untuk dapat mengerjakan
tugasnya dengan baik. Bukan pelatihan resmi, namun kita latih sehari-hari
dan mereka akan mampu mengerjakan karena kebiasaan”
Kebijakan instansi dalam penempatan pegawai juga akan
mempengaruhi kualitas kinerja dari para pegawai. Dalam hal ini, ada dua
informan Kepala Bagian yang pekerjaannya berkaitan dengan masalah
kepegawaian di Ditjen Bina Gizi dan KIA. Salah satu informan mengatakan
bahwa kebijakan penempatan pegawai di instansinya selama ini belum
memperhatikan masalah kesesuaian pengetahuan dan latar belakang
85
pendidikan dalam penempatan pegawai. Informan lainnya mengatakan bahwa
kebijakan instansi saat ini sedang berusaha menuju sistem penempatan
pegawai yang lebih baik dengan adanya reformasi birokrasi. Berikut adalah
kutipan langsung dari informan tersebut:
Informan 1: “Jika disinggung dari segi kompetensi, penempatan saat
ini saya kira kurang begitu proporsional, harusnya kompetensi pada
bidangnya kan harusnya tepat sesuai dengan pendidikan, golongan dan
jabatannya. Terutama pada pendidikan yang biasanya diabaikan,
cenderung melihat pada kinerja individu bukan pada pendidikannya,
sehingga dalam mengerjakan sesuatu itu mereka harus belajar kembali
meskipun pada akhirnya ia pun bisa mengerjakannya, tapi tidak akan bisa
maksimal kalau backgroundnya ngga sesuai. Artinya menempatkan itu dari
background yang cocok itu tidak, menempatkan itu selama ini dilihat dari
orang yang bisa mengerjakan itu dia mau dan mampu, jadi bukan karna
pendidikannya, artinya jika dia mampu maka ia ditempatkan di bagian
itu.....”
Informan 2 : “............Untuk saat ini, penempatan sudah mulai
terstruktur karena didukung dengan sistem perencanaan kebutuhan
pegawai yang sudah baik. Dengan adanya reformasi birokrasi ini,
perencanaan kebutuhan disesuaikan dengan analisis beban kerja dan
analisis jabatan yang benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan masing-
masing instansi. Jadi, dengan adanya reformasi birokrasi ini, penempatan
86
pegawai akan lebih sesuai dengan kebutuhan instansi dan
kemampuan/kompetensi pegawai”
Berdasarkan analisis data kuantitatif maupun kualitatif, dapat
diketahui bahwa kondisi penempatan pegawai saat ini memang masih ada
yang belum sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang
mereka miliki. Namun dengan adanya reformasi birokrasi saat ini, maka
kebijakan instansi sedang berusaha untuk menuju sistem penempatan yang
lebih baik dengan adanya perencanaan kebutuhan yang berdasarkan analisis
beban kerja dan analisis jabatan yang sesuai dengan kebutuhan instansi.
Untuk melakukan pengadaan pegawai, maka perencanaan akan disesuaikan
dengan uraian jabatan dan persyaratan jabatan agar nantinya penempatan
pegawai juga akan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai.
5.4. Gambaran Kesesuaian Keterampilan Pegawai Dalam Penempatan
Kerja
Berdasarkan hasil analisis univariat mengenai gambaran kesesuaian
keterampilan pegawai, berikut adalah tingkat jawaban responden terhadap
gambaran kesesuaian keterampilan dalam penempatan kerja pegawai di
Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI:
87
Tabel 5.5
Gambaran Kesesuaian Keterampilan Dalam Penempatan Kerja
Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
Variabel
Tingkat Jawaban Responden Rata-
Rata
Skor
Sangat
Sesuai
Sesuai Kurang
Sesuai
Tidak
Sesuai
n % n % n % n %
Kesesuaian
Keterampilan
121
18
496
73,8
52
7,7
3
0,5
3,09
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata skor
tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel
kesesuaian keterampilan adalah sebesar 3,09. Angka ini lebih besar dari dan
mendekati angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang
menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang
berkaitan dengan kesesuaian keterampilan yang mereka miliki dalam
penempatan kerja mereka. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
pegawai instansi tersebut memiliki persepsi bahwa penempatan kerja mereka
sudah sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki. Namun demikian,
masih banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian
antara keterampilan yang mereka miliki dengan penempatan kerja mereka
yaitu sebesar 8,2% pegawai.
88
Hasil analisis data kuantitatif tersebut, sesuai dengan hasil wawancara
mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI mengenai kondisi penempatan pegawai saat ini. Seluruh
informan mengatakan bahwa saat ini meskipun sebagian besar pegawai
memang penempatannya sudah sesuai dengan keterampilan yang mereka
miliki, namun masih ada juga penempatan pegawai yang belum sesuai
dengan keterampilan yang mereka miliki. Berikut adalah kutipan langsung
dari para informan:
Informan 1 : “Penempatan pegawai saat ini belum seluruhnya sesuai
dengan latar belakang pendidikan mereka....”
Informan 2 : “...... Untuk kondisi penempatan sekarang sudah sesuai
apa belum, ya bisa dibilang iya bisa juga tidak....”
Informan 3 : “Seperti pada umumnya di PNS, kadang formasi yang
kita minta dengan formasi yang datang/yang diberikan tidak selalu match.
Misalnya di keuangan itu harus banyak tenaga akutansi, ekonomi, tenaga
yang memiliki paling tidak keterampilan-keterampilan dalam keuangan, itu
standarnya masih belum terpenuhi semua......”
Informan 4 : “Ada yang sudah sesuai..... Kira-kira penempatan yang
sudah sesuai itu 50-75% lah”
Beberapa informan juga memberikan contoh mengenai masih adanya
kondisi penempatan pegawai saat ini yang belum sesuai dengan
keterampilan yang mereka miliki. Berikut adalah kutipan informan tersebut:
89
Informan 1 : “Contoh di ropeg (biro kepegawaian), di ropeg kan
harusnya dari administrasi tapi penempatan disana banyak yang dari medis
(dokter dan sebagainya), artinya kompetensinya ngga cocok, dan itu banyak
di beberapa tempat juga ada. Disini sendiri juga demikian, hanya subbag
hukum saja yang backgroundnya hukum, lalu diorganisasi bukan dari ilmu
pemerintahan, ada yang dari kesehatan masyarakat, dokter gigi. Kemudian
humas, yang pendidikan kehumasan itu dikit, sebagian besar ya dari
sarjana umum dan sarjana kesehatan juga ada”
Informan 2 : “Contoh misalnya adalah salah satu pegawai yang
berasal dari teknik perminyakan, namun karena kita membutuhkan orang
yang mengerti komputer, dan orang tersebut memiliki skill/kemampuan
dalam komputer, maka ia bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan
dapat sukses menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya dengan baik....”
Kebijakan instansi dalam penempatan pegawai juga akan
mempengaruhi kualitas kinerja dari para pegawai. Dalam hal ini, ada dua
informan Kepala Bagian yang pekerjaannya berkaitan dengan masalah
kepegawaian di Ditjen Bina Gizi dan KIA. Salah satu informan mengatakan
bahwa kebijakan penempatan pegawai di instansinya selama ini belum
memperhatikan masalah kesesuaian kompetensi yang dimiliki pegawai.
Informan lainnya mengatakan bahwa kebijakan instansi saat ini sedang
berusaha menuju sistem penempatan pegawai yang lebih baik dengan adanya
reformasi birokrasi. Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut:
90
Informan 1: “Jika disinggung dari segi kompetensi, penempatan saat
ini saya kira kurang begitu proporsional, harusnya kompetensi pada
bidangnya kan harusnya tepat sesuai dengan pendidikan, golongan dan
jabatannya. Terutama pada pendidikan yang biasanya diabaikan,
cenderung melihat pada kinerja individu bukan pada pendidikannya,
sehingga dalam mengerjakan sesuatu itu mereka harus belajar kembali
meskipun pada akhirnya ia pun bisa mengerjakannya, tapi tidak akan bisa
maksimal kalau backgroundnya ngga sesuai. Artinya menempatkan itu dari
background yang cocok itu tidak, menempatkan itu selama ini dilihat dari
orang yang bisa mengerjakan itu dia mau dan mampu, jadi bukan karna
pendidikannya, artinya jika dia mampu maka ia ditempatkan di bagian
itu.....”
Informan 2 : “............Untuk saat ini, penempatan sudah mulai
terstruktur karena didukung dengan sistem perencanaan kebutuhan
pegawai yang sudah baik. Dengan adanya reformasi birokrasi ini,
perencanaan kebutuhan disesuaikan dengan analisis beban kerja dan
analisis jabatan yang benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan masing-
masing instansi. Jadi, dengan adanya reformasi birokrasi ini, penempatan
pegawai akan lebih sesuai dengan kebutuhan instansi dan
kemampuan/kompetensi pegawai”
Berdasarkan analisis data kuantitatif maupun kualitatif, dapat diketahui
bahwa kondisi penempatan pegawai saat ini memang masih ada yang belum
sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki. Namun dengan adanya
91
reformasi birokrasi saat ini, maka kebijakan instansi sedang berusaha untuk
menuju sistem penempatan yang lebih baik dengan adanya perencanaan
kebutuhan yang berdasarkan analisis beban kerja dan analisis jabatan yang
sesuai dengan kebutuhan instansi. Untuk melakukan pengadaan pegawai,
maka perencanaan akan disesuaikan dengan uraian jabatan dan persyaratan
jabatan agar nantinya penempatan pegawai juga akan sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki oleh pegawai.
5.5. Gambaran Kesesuaian Sikap Pegawai Dalam Penempatan Kerja
Berdasarkan hasil analisis univariat mengenai gambaran kesesuaian
sikap pegawai, berikut adalah tingkat jawaban responden terhadap gambaran
kesesuaian sikap pegawai dalam penempatan kerja pegawai di Sekretariat
Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI:
Tabel 5.6
Gambaran Kesesuaian Sikap Dalam Penempatan Kerja Pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
Variabel
Tingkat Jawaban Responden Rata-
Rata
Skor
Sangat
Sesuai
Sesuai Kurang
Sesuai
Tidak
Sesuai
n % n % n % n %
Kesesuaian
Sikap
124
19
478
71
62
9
8
1
3,06
92
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata skor
tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel
kesesuaian sikap adalah sebesar 3,06. Angka ini lebih besar dari dan
mendekati angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang
menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang
berkaitan dengan kesesuaian sikap dalam penempatan kerja mereka. Hasil ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar pegawai instansi tersebut memiliki
persepsi bahwa penempatan kerja mereka sudah sesuai dengan sikap kerja
mereka. Namun demikian, masih banyak diantara pegawai yang merasakan
adanya ketidaksesuaian antara sikap kerja dengan penempatan kerja mereka
yaitu sebesar 10%.
5.6. Gambaran Kinerja Pegawai
Berdasarkan hasil analisis univariat mengenai gambaran kinerja
pegawai, dapat diketahui bahwa tingkat jawaban responden mengenai kinerja
pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI adalah
sebagai berikut :
93
Tabel 5.7
Gambaran Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI Tahun 2014
Variabel
Tingkat Jawaban Responden Rata-
Rata
Skor
Sangat
Sesuai
Sesuai Kurang
Sesuai
Tidak
Sesuai
n % n % n % n %
Kuantitas hasil
kerja
9 10,7 62 73,8 11 13,1 2 2,4
3,0
Kualitas hasil
kerja
9 10,7 64 76,1 10 12 1 1,2
Ketepatan waktu
penyelesaian
pekerjaan
12 14,3 54 64,3 18 21,4 0 0
Gambaran
Kinerja Pegawai
66 16 300 71 51 12 3 1
Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor
tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel
kinerja pegawai adalah sebesar 3,0. Angka ini lebih besar dari dan mendekati
angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang
menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang
berkaitan dengan kesesuaian kinerja mereka dengan target/standar kerja yang
direncanakan. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pegawai
instansi tersebut memiliki persepsi bahwa kinerja mereka sudah sesuai
94
dengan target/standar kerja yang direncanakan. Namun demikian, masih
banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian kinerja
yang mereka lakukan dengan target/standar kerja yang direncanakan yaitu
sebesar 13% pegawai.
Hasil analisis data kuantitatif tersebut, sesuai dengan hasil wawancara
mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI mengenai kondisi kinerja pegawai saat ini. Sebagian besar
informan mengatakan bahwa saat ini sebagian besar kinerja pegawai di
bagiannya telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup baik dan
sesuai dengan yang direncanakan/target berdasarkan dari aspek kuantitas dan
kualitas hasil kerjanya. Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa
informan:
Informan 1 : “Saat ini yang dikerjakan sudah sesuai dengan
rencana, kinerja yang ditargetkan sudah sesuai rel......”
Informan 2 : “Secara keseluruhan sudah cukup baik dan sudah
sesuai target karena adanya sistem SKP, apalagi kan dalam penyelesaian
produk-produk yang kita hasilkan juga sudah disertifikasi ISO, jadi untuk
kualitas kerja dan kuantitas hasil kerja sudah cukup baik”
Informan 3 : “Secara umum sudah baik, baik dari segi kualitas dan
kuantitas hasil kerja. Di bagian keuangan itu sendiri juga dikelilingi oleh
banyak peraturan yang menetapkan sanksi/ teguran maupun denda, hal
tersebut itu bagus untuk memacu kinerja pegawai untuk dapat selalu sesuai
95
dengan target/perencanaan dan dapat termotivasi untuk selalu berusaha
memenuhi ketentuan yang ada”
Namun adapula informan yang mengatakan bahwa kinerja pegawai di
bagiannya memiliki kinerja yang beragam, ada yang sudah cukup baik dan
ada yang belum baik. Namun untuk kuantitas dan kualitas hasil kerjanya
sudah cukup sesuai dengan yang direncanakan/target. Berikut adalah kutipan
langsung dari informan tersebut:
Informan 4 : “Kinerja pegawainya ada yang bagus, ada yang rajin,
namun ada juga yang kurang bagus, ada yang harus dikejar-kejar dulu
baru mengerjakan tugasnya, namun adapula yang sudah mengetahui
tanggung jawabnya untuk mengerjakan tugasnya, jadi bisa dikatakan setiap
pegawai memiliki kinerja yang berbeda. Untuk kinerja dalam aspek
kuantitas dan kualitasnya pada setiap pelaporan biasanya sudah cukup
sesuai”
Selain aspek kuantitas dan kualitas hasil kerja, kinerja juga diukur dari
aspek ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Beberapa informan
mengatakan bahwa kinerja pegawai di bagiannya telah memiliki kinerja yang
secara umum sudah cukup baik dan sesuai dengan yang direncanakan/target
berdasarkan dari aspek ketepatan waktu dalam penyelesaian tugas. Berikut
adalah kutipan langsung dari beberapa informan:
Informan 2 : “.......Untuk ketepatan waktu dalam penyelesaian
pekerjaan secara umum sudah cukup baik, namun ada juga beberapa yang
96
mungkin mengalami hambatan jadi belum sesuai deadline. Namun dengan
adanya ISO ya pelayanan sudah cukup meningkat, darisitu bisa kita liat
sudah cukup baik. .......”
Informan 3 : “Secara umum sudah baik, dari segi ketepatan waktu
dalam penyelesaian pekerjaan. Di bagian keuangan itu sendiri juga
dikelilingi oleh banyak peraturan yang menetapkan sanksi/ teguran maupun
denda, hal tersebut itu bagus untuk memacu kinerja pegawai untuk dapat
selalu sesuai dengan target/perencanaan dan dapat termotivasi untuk selalu
berusaha memenuhi ketentuan yang ada”
Namun adapula informan yang mengatakan bahwa kinerja pegawai di
bagiannya memiliki kinerja yang beragam, ada yang sudah cukup baik dan
ada yang belum baik. Namun untuk aspek ketepatan waktu dalam
penyelesaian pekerjaannya sudah cukup sesuai dengan yang
direncanakan/target. Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut:
Informan 4 : “Kinerja pegawainya ada yang bagus, ada yang rajin,
namun ada juga yang kurang bagus, ada yang harus dikejar-kejar dulu
baru mengerjakan tugasnya, namun adapula yang sudah mengetahui
tanggung jawabnya untuk mengerjakan tugasnya, jadi bisa dikatakan setiap
pegawai memiliki kinerja yang berbeda. Untuk kinerja dalam aspek
ketepatan waktu, kalau kami sudah punya sequence waktu jadi apabila ada
deadlinenya kami pasti tepat waktu”
97
Informan 1 : “Relatif, ada juga yang molor, mangkir dan banyak
juga yang tepat waktu. Secara umum, mungkin kurang lebih 25 % itu
kurang tepat waktu, 25% sedang, dan 50% sudah tepat waktu. Jadi masih
ada yang belum tepat waktu artinya mangkir..........”
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif, dapat diketahui
bahwa sebagian besar pegawai telah memiliki kinerja yang baik meskipun
masih ada juga pegawai yang memiliki kinerja yang kurang sesuai dengan
yang diharapkan instansi.
5.7. Pengaruh Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai
Untuk mengetahui pengaruh antara kesesuaian pengetahuan dalam
penempatan kerja terhadap kinerja pegawai, maka proses analisis data yang
digunakan adalah dengan perhitungan uji korelasi. Hasil pengolahan data
menunjukkan bahwa kesesuaian pengetahuan berpengaruh positif terhadap
kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi dan nilai Pvalue variabel seperti
terlihat pada tabel berikut ini.
98
Tabel 5.8
Hasil Analisis Uji Korelasi Kesesuaian Pengetahuan Dengan Kinerja
Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
Variabel Koefisien Korelasi
(r)
Pvalue
Kesesuaian
Pengetahuan
0,672 0,000
Berdasarkan tabel 5.8 tersebut, dapat diketahui bahwa pengaruh
kesesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja terhadap kinerja pegawai
menunjukan hubungan yang kuat (r = 0,672) dan berpola positif artinya jika
kesesuaian pengetahuan mengalami peningkatan sebesar 1%, maka kinerja
karyawan juga akan mengalami peningkatan sebesar 67,2%. Hasil uji statistik
menunjukan nilai probabilitas sebesar 0,000 artinya terdapat hubungan yang
signifikan antara kesesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja dengan
kinerja pegawai.
Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif, diketahui bahwa
sebagian besar pegawai memiliki persepsi bahwa penempatannya sudah
sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu,
sebagian besar pegawai juga telah memiliki kinerja yang baik. Adanya
pengaruh yang kuat dan signifikan antara kesesuaian penempatan dengan
kinerja berdasarkan dari hasil pengolahan data kuantitatif tersebut telah sesuai
dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Sebagian besar dari mereka
99
mengatakan bahwa selama ini belum ada kinerja buruk dari pegawai yang
disebabkan karena ketidaksesuaian penempatannya, namun ada juga Kepala
Bagian yang mengatakan bahwa ada juga dampak buruk dari kinerja
pegawainya karena ketidaksesuaian penempatan kerja mereka dengan
kompetensi yang mereka miliki.
Beberapa informan mengatakan bahwa kinerja pegawai di bagiannya
telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup baik dan sesuai
dengan yang direncanakan/target dan tidak ada kinerja buruk yang
disebabkan karena ketidaksesuaian penempatan kerja pegawai tersebut.
Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa informan:
Informan 2 : “Sejauh ini, tidak ada. Hal tersebut karena dalam
menyelesaikan pekerjaan administrasi/manajemen seperti ini, pegawai
masih bisa diberikan pendidikan dan pelatihan terkait dengan pekerjaannya
sehingga ia dapat memiliki skill dan keterampilan yang sesuai dengan
pekerjaannya dan dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya secara
baik”
Informan 3 : “Sejauh ini tidak, .... Kinerja berkaitan dengan
keterampilan, jika ada pelatihan meskipun backgroundnya tidak sesuai tapi
mereka punya willingness atau kemauan untuk belajar bidang lain yang
memang menjadi tugasnya. Hambatan lebih kepada karakter individual,
kalo backgroundnya apa saja, jika dia mampu maka akan cepat memahami
dan cepat belajar. Kemampuan bisa dilatih tapi masalah karakter individu
itu harus ada revolusi mental pendidikan moral”
100
Namun adapula informan yang mengatakan bahwa ada dampak dari
ketidaksesuaian penempatan terhadap kinerja buruk pegawai di bagiannya.
Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut:
Informan 4 : “Ada aja satu dua orang. Ada yang kerja ogah-ogahan,
ada yang tidak tepat waktu, pekerjaannya terbengkalai, kalau tidak dikejar-
kejar”
Berdasarkan hasil pengolahan data kuntitatif, dapat diketahui bahwa
kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun,
adapula faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai selain
dari faktor kesesuaian penempatan kerja. Beberapa informan mengatakan
bahwa faktor lain yang mungkin akan mempengaruhi kinerja pegawai adalah
faktor kesejahteraan pegawai atau sistem reward seperti tunjangan kinerja
maupun penghargaan. Berikut adalah kutipan langsung dari para informan:
Informan 1: “Kesejahteraan (tukin) adalah faktor utama. Gaji pns
sedikit, sedangkan transport dan biaya hidupnya bisa langsung habis, dia
hanya dapat tambahan dari meeting. Motivasi kerja seharusnya diarahkan
kesitu, diberikan reward, siapa yang dapat banyak siapa yang dapat sedikit,
artinya disesuaikan dengan kinerjanya (kontrak kerja). Penghargaan bukan
hanya finansial tapi bisa berupa pujian, piagam penghargaan untuk yang
bersangkutan, kesempatan untuk mengikuti kursus dan pendidikan yang
lebih tinggi/lebih baik. Dengan demikian orang yang bekerja baik, juga
101
akan tetap baik dan orang yang tidak bekerja baik harus termotivasi supaya
dapat jatah yang seperti itu”
Selain itu, adapula pendapat informan bahwa faktor lain mempengaruhi
kinerja adalah kemauan dari orang tersebut dan faktor kesadaran pegawai
akan dampak dari pencapaian target kerja/penilaian SKP. Berikut adalah
kutipan dari informan tersebut :
Informan 4 : “Kemauan, kalau orang itu tidak punya niat, biarpun ia
ditempatkan dimanapun akan begitu kinerjanya. ..... Mungkin karena
rewardnya juga, misalnya pegawai harus tepat waktu kan pegawai butuh
motivasi, ongkos yang dibutuhkan banyak sedangkan tukin segitu-gitu aja,
bahkan tukin yang dijanjikan oleh pemerintah tidak tepat waktu, mungkin
itu salah satu faktor yang mempengaruhi. Mungkin juga walaupun sudah
ada penilaian kinerja pegawai dengan sistem SKP yang menjelaskan bahwa
semuanya punya tugas, nampaknya belum pada paham saya tugasnya
seperti ini, sehingga dia tidak mengerti bahwa kalau tidak tercapai, ini
nantinya akan mempengaruhi penilaian kinerjanya di akhir tahun, jika tidak
tercapai kan juga bisa mengurangi jumlah tukinnya”
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif, dapat diketahui bahwa
kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun
berdasarkan hasil analisis data kualitatif, dapat diketahui bahwa selama ini
memang belum ada dampak buruk kinerja pegawai yang disebabkan karena
102
ketidaksesuaian penempatan kerja. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa
faktor lain yang juga akan mempengaruhi kinerja pegawai.
5.8. Pengaruh Kesesuaian Keterampilan Kerja Dalam Penempatan Kerja
Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai
Untuk mengetahui pengaruh antara kesesuaian keterampilan dalam
penempatan kerja terhadap kinerja pegawai, maka proses analisis data yang
digunakan adalah dengan perhitungan uji korelasi. Hasil pengolahan data
menunjukkan bahwa kesesuaian keterampilan berpengaruh positif terhadap
kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasisi dan nilai Pvalue variabel seperti
terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.9
Hasil Analisis Uji Korelasi Kesesuaian Keterampilan Dengan Kinerja
Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
Variabel Koefisien Korelasi
(r)
Pvalue
Kesesuaian
Keterampilan
0,636 0,000
Berdasarkan tabel 5.9 tersebut, dapat diketahui bahwa pengaruh
kesesuaian keterampilan dalam penempatan kerja terhadap kinerja pegawai
menunjukan hubungan yang kuat (r = 0,636) dan berpola positif artinya jika
103
keterampilan mengalami peningkatan sebesar 1%, maka kinerja karyawan
akan mengalami peningkatan sebesar 63,6%. Hasil uji statistik menunjukan
nilai probabilitas sebesar 0,000 artinya terdapat hubungan yang signifikan
antara kesesuaian keterampilan dalam penempatan kerja dengan kinerja
pegawai.
Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif, diketahui bahwa
sebagian besar pegawai memiliki persepsi bahwa penempatannya sudah
sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu,
sebagian besar pegawai juga telah memiliki kinerja yang baik. Adanya
pengaruh yang kuat dan signifikan antara kesesuaian penempatan dengan
kinerja berdasarkan dari hasil pengolahan data kuantitatif tersebut telah sesuai
dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Sebagian besar dari mereka
mengatakan bahwa selama ini belum ada kinerja buruk dari pegawai yang
disebabkan karena ketidaksesuaian penempatannya, namun ada juga Kepala
Bagian yang mengatakan bahwa ada juga dampak buruk kinerja pegawainya
karena ketidaksesuaian penempatan kerja mereka dengan kompetensi yang
mereka miliki.
Beberapa informan mengatakan bahwa kinerja pegawai di bagiannya
telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup baik dan sesuai
dengan yang direncanakan/target dan tidak ada kinerja buruk yang
disebabkan karena ketidaksesuaian penempatan kerja pegawai tersebut.
Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa informan:
104
Informan 1 : “Sejauh ini, tidak ada. Hal tersebut karena dalam
menyelesaikan pekerjaan administrasi/manajemen seperti ini, pegawai
masih bisa diberikan pendidikan dan pelatihan terkait dengan pekerjaannya
sehingga ia dapat memiliki skill dan keterampilan yang sesuai dengan
pekerjaannya dan dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya secara
baik”
Informan 3 : “Sejauh ini tidak, .... Kinerja berkaitan dengan
keterampilan, jika ada pelatihan meskipun backgroundnya tidak sesuai tapi
mereka punya willingness atau kemauan untuk belajar bidang lain yang
memang menjadi tugasnya. Hambatan lebih kepada karakter individual,
kalo backgroundnya apa saja, jika dia mampu akan cepat memahami dan
cepat belajar. Kemampuan bisa dilatih tapi masalah karakter individu itu
harus ada revolusi mental pendidikan moral”
Namun adapula informan yang mengatakan bahwa ada dampak dari
ketidaksesuaian penempatan terhadap kinerja buruk pegawai di bagiannya.
Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut:
Informan 4 : “Ada aja satu dua orang. Ada yang kerja ogah-ogahan,
ada yang tidak tepat waktu, pekerjaannya terbengkalai, kalau tidak dikejar-
kejar”
Berdasarkan hasil pengolahan data kuntitatif, dapat diketahui bahwa
kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun,
adapula faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai selain
105
dari faktor kesesuaian penempatan kerja. Beberapa informan mengatakan
bahwa faktor lain yang mungkin akan mempengaruhi kinerja pegawai adalah
faktor kesejahteraan pegawai atau sistem reward seperti tunjangan kinerja
maupun penghargaan. Berikut adalah kutipan langsung dari para informan:
Informan 1 : “Kesejahteraan (tukin) adalah faktor utama. Gaji pns
sedikit, sedangkan transport dan biaya hidupnya bisa langsung habis, dia
hanya dapat tambahan dari meeting. Motivasi kerja seharusnya diarahkan
kesitu, diberikan reward, siapa yang dapat banyak siapa yang dapat sedikit,
artinya disesuaikan dengan kinerjanya (kontrak kerja). Penghargaan bukan
hanya finansial tapi bisa berupa pujian, piagam penghargaan untuk yang
bersangkutan, kesempatan untuk mengikuti kursus dan pendidikan yang
lebih tinggi/lebih baik. Dengan demikian orang yang bekerja baik, juga
akan tetap baik dan orang yang tidak bekerja baik harus termotivasi supaya
dapat jatah yang seperti itu”
Selain itu, adapula pendapat informan bahwa faktor lain mempengaruhi
kinerja adalah kemauan dari orang tersebut dan faktor kesadaran pegawai
akan dampak dari pencapaian target kerja/penilaian SKP. Berikut adalah
kutipan dari informan tersebut :
Informan 4 : “Kemauan, kalau orang itu tidak punya niat, biarpun ia
ditempatkan dimanapun akan begitu kinerjanya. ..... Mungkin karena
rewardnya juga, misalnya pegawai harus tepat waktu kan pegawai butuh
motivasi, ongkos yang dibutuhkan banyak sedangkan tukin segitu-gitu aja,
106
bahkan tukin yang dijanjikan oleh pemerintah tidak tepat waktu, mungkin
itu salah satu faktor yang mempengaruhi. Mungkin juga walaupun sudah
ada penilaian kinerja pegawai dengan sistem SKP yang menjelaskan bahwa
semuanya punya tugas, nampaknya belum pada paham saya tugasnya
seperti ini, sehingga dia tidak mengerti bahwa kalau tidak tercapai, ini
nantinya akan mempengaruhi penilaian kinerjanya di akhir tahun, jika tidak
tercapai kan juga bisa mengurangi jumlah tukinnya”
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif, dapat diketahui bahwa
kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun
berdasarkan hasil analisis data kualitatif, dapat diketahui bahwa selama ini
memang belum ada dampak buruk kinerja pegawai yang disebabkan karena
ketidaksesuaian penempatan kerja. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa
faktor lain yang juga akan mempengaruhi kinerja pegawai.
5.9. Pengaruh Kesesuaian Sikap Kerja Dalam Penempatan Kerja Pegawai
Terhadap Kinerja Pegawai
Untuk mengetahui pengaruh antara kesesuaian sikap dalam penempatan
kerja terhadap kinerja pegawai, maka proses analisis data yang digunakan
adalah dengan perhitungan uji korelasi. Hasil pengolahan data menunjukkan
bahwa kesesuaian sikap berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
koefisien korelasi dan nilai Pvalue variabel seperti terlihat pada tabel berikut
ini.
107
Tabel 5.10
Hasil Uji Korelasi Kesesuaian Sikap Dengan Kinerja Pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
Variabel Koefisien Korelasi
(r)
Pvalue
Kesesuaian
Sikap
0,641 0,000
Berdasarkan tabel 5.10 tersebut, dapat diketahui bahwa pengaruh
kesesuaian sikap dalam penempatan kerja terhadap kinerja pegawai
menunjukan hubungan yang kuat (r = 0,641) dan berpola positif artinya jika
sikap kerja mengalami peningkatan sebesar 1%, maka kinerja karyawan akan
mengalami peningkatan sebesar 64,1%. Hasil uji statistik menunjukan nilai
probabilitas sebesar 0,000 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
kesesuaian sikap kerja dalam penempatan kerja dengan kinerja pegawai.
Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif, diketahui bahwa
sebagian besar pegawai memiliki persepsi bahwa penempatannya sudah
sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu,
sebagian besar pegawai juga telah memiliki kinerja yang baik. Adanya
pengaruh yang kuat dan signifikan antara kesesuaian penempatan dengan
kinerja berdasarkan dari hasil pengolahan data kuantitatif tersebut telah sesuai
dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Sebagian besar dari mereka
mengatakan bahwa selama ini belum ada kinerja buruk dari pegawai yang
108
disebabkan karena ketidaksesuaian penempatannya, namun ada juga Kepala
Bagian yang mengatakan bahwa ada juga dampak buruk kinerja pegawainya
karena ketidaksesuaian penempatan kerja mereka dengan kompetensi yang
mereka miliki.
Beberapa informan mengatakan bahwa kinerja pegawai di bagiannya
telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup baik dan sesuai
dengan yang direncanakan/target dan tidak ada kinerja buruk yang
disebabkan karena ketidaksesuaian penempatan kerja pegawai tersebut.
Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa informan:
Informan 2 : “Sejauh ini, tidak ada. Hal tersebut karena dalam
menyelesaikan pekerjaan administrasi/manajemen seperti ini, pegawai
masih bisa diberikan pendidikan dan pelatihan terkait dengan pekerjaannya
sehingga ia dapat memiliki skill dan keterampilan yang sesuai dengan
pekerjaannya dan dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya secara
baik”
Informan 3 : “Sejauh ini tidak, .... Kinerja berkaitan dengan
keterampilan, jika ada pelatihan meskipun backgroundnya tidak sesuai tapi
mereka punya willingness atau kemauan untuk belajar bidang lain yang
memang menjadi tugasnya. Hambatan lebih kepada karakter individual,
kalo backgroundnya apa saja, jika dia mampu akan cepat memahami dan
cepat belajar. Kemampuan bisa dilatih tapi masalah karakter individu itu
harus ada revolusi mental pendidikan moral”
109
Namun adapula informan yang mengatakan bahwa ada dampak dari
ketidaksesuaian penempatan terhadap kinerja buruk pegawai di bagiannya.
Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut:
Informan 4 : “Ada aja satu dua orang. Ada yang kerja ogah-ogahan,
ada yang tidak tepat waktu, pekerjaannya terbengkalai, kalau tidak dikejar-
kejar”
Berdasarkan hasil pengolahan data kuntitatif, dapat diketahui bahwa
kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun,
adapula faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai selain
dari faktor kesesuaian penempatan kerja. Beberapa informan mengatakan
bahwa faktor lain yang mungkin akan mempengaruhi kinerja pegawai adalah
faktor kesejahteraan pegawai atau sistem reward seperti tunjangan kinerja
maupun penghargaan. Berikut adalah kutipan langsung dari para informan:
Informan 1 : “Kesejahteraan (tukin) adalah faktor utama. Gaji pns
sedikit, sedangkan transport dan biaya hidupnya bisa langsung habis, dia
hanya dapat tambahan dari meeting. Motivasi kerja seharusnya diarahkan
kesitu, diberikan reward, siapa yang dapat banyak siapa yang dapat sedikit,
artinya disesuaikan dengan kinerjanya (kontrak kerja). Penghargaan bukan
hanya finansial tapi bisa berupa pujian, piagam penghargaan untuk yang
bersangkutan, kesempatan untuk mengikuti kursus dan pendidikan yang
lebih tinggi/lebih baik. Dengan demikian orang yang bekerja baik, juga
akan tetap baik dan orang yang tidak bekerja baik harus termotivasi supaya
dapat jatah yang seperti itu”
110
Selain itu, adapula pendapat informan bahwa faktor lain mempengaruhi
kinerja adalah kemauan dari orang tersebut dan faktor kesadaran pegawai
akan dampak dari pencapaian target kerja/penilaian SKP. Berikut adalah
kutipan dari informan tersebut :
Informan 4 : “Kemauan, kalau orang itu tidak punya niat, biarpun ia
ditempatkan dimanapun akan begitu kinerjanya. ..... Mungkin karena
rewardnya juga, misalnya pegawai harus tepat waktu kan pegawai butuh
motivasi, ongkos yang dibutuhkan banyak sedangkan tukin segitu-gitu aja,
bahkan tukin yang dijanjikan oleh pemerintah tidak tepat waktu, mungkin
itu salah satu faktor yang mempengaruhi. Mungkin juga walaupun sudah
ada penilaian kinerja pegawai dengan sistem SKP yang menjelaskan bahwa
semuanya punya tugas, nampaknya belum pada paham saya tugasnya
seperti ini, sehingga dia tidak mengerti bahwa kalau tidak tercapai, ini
nantinya akan mempengaruhi penilaian kinerjanya di akhir tahun, jika tidak
tercapai kan juga bisa mengurangi jumlah tukinnya”
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif, dapat diketahui bahwa
kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun
berdasarkan hasil analisis data kualitatif, dapat diketahui bahwa selama ini
memang belum ada dampak buruk kinerja pegawai yang disebabkan karena
ketidaksesuaian penempatan kerja. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa
faktor lain yang juga akan mempengaruhi kinerja pegawai.
111
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh kesesuaian penempatan kerja terhadap
kinerja pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI Tahun 2014 memiliki keterbatasan dan kelemahan, yaitu :
1. Kesibukan responden yang sulit meluangkan waktu untuk mengisi
kuisioner sehingga ada beberapa responden yang namanya telah tercantum
dalam kerangka sampel penelitian, namun beliau menolak untuk menjadi
responden penelitian. Untuk mengatasi hal tersebut, maka peneliti mencari
responden lain yang belum tercantum dalam kerangka sampel penelitian
namun bersedia menjadi responden penelitian dan memenuhi kriteria
inklusi sampel penelitian.
2. Kesibukan dan keterbatasan waktu responden penelitian yang sulit
meluangkan waktu untuk dapat melakukan pengukuran kinerja dengan
cara merecheck kesesuaian kinerja pegawai yang telah dikerjakan dengan
target kerja pada SKP yang telah dibuat di awal tahun. Untuk mengatasi
hal tersebut, maka peneliti melakukan penilaian kinerja dengan cara
metode survey (self appraisal) untuk mengetahui persepsi pegawai
terhadap kinerja yang selama ini dilakukannya, sehingga pengukuran
kinerja dalam penelitian ini sedikit bersifat subjektif.
112
6.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawai
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa responden yang
terbanyak adalah responden dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak
49 orang (58%) dibandingkan laki-laki yang jumlahnya hanya sebanyak 35
orang (42%). Menurut Shye (1991) dalam Syaiin (2008), mengemukakan
bahwa tidak ada perbedaan produktifitas kerja antara karyawan pria dengan
wanita. Walaupun demikian, jenis kelamin perlu diperhatikan karena pegawai
dengan jenis kelamin perempuan akan lebih memerlukan banyak
pengurangan dalam waktu produktifnya dikarenakan cuti hamil, cuti
melahirkan, dan cuti menyusui. Selain itu, pada pria dengan beban keluarga
yang tinggi akan meningkatkan jam kerja perminggu, sebaliknya pada wanita
dengan beban keluarga yang tinggi akan mengurangi jam kerja perminggu.
6.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Pegawai
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa responden yang
terbanyak adalah responden dengan masa kerja 1-10 tahun yaitu sebanyak 36
orang (43%). Menurut Siagian (2009), semakin lama seseorang bekerja dalam
suatu organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya yang dapat
mempengaruhi keproduktifan kerjanya. Selain itu, pegawai yang masa
kerjanya lebih lama akan lebih memiliki banyak pengetahuan dan
pengalaman kerja mengenai instansi tempat ia bekerja dan pekerjaan yang
dijalaninya dibandingkan dengan pegawai yang masa kerjanya masih belum
terlalu lama.
113
6.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pegawai
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa responden yang
terbanyak adalah responden dengan latar belakang tingkat pendidikan S1
yaitu sebanyak 41 orang (49%). Siagian (2009) menyatakan bahwa latar
belakang pendidikan mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Dalam
kehidupan organisasional, pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam
melaksanakan tugas merupakan modal yang amat besar. Mutu pekerjaan
berhubungan dengan pendidikan dan kecerdasan dimana peningkatan
pendidikan dan kecerdasan meningkatkan cara berpikir secara kritis sehingga
lebih mampu mengekspresikan keinginan menurut persepsi yang harus
dipenuhi. Semakin baik pengetahuan seorang pegawai akan semakin tinggi
pula kemampuannya dalam melaksanakan tugas.
Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1989) dalam
Syaiin (2008), bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan
kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak.
Kemudian, Simanjuntak (2005) mengatakan bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang akan semakin tinggi produktifitas kerjanya.
6.5 Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen
Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif mengenai kesesuaian
pengetahuan dalam penempatan pegawai, dapat diketahui bahwa rata-rata
skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk
114
variabel kesesuaian pengetahuan adalah sebesar 2,9. Angka ini mendekati
angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang
menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai menyatakan setuju terhadap
seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian pengetahuan yang
mereka miliki dalam penempatan kerja mereka. Namun demikian, masih
banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian antara
pengetahuan yang mereka miliki dengan penempatan kerja mereka yaitu
sebesar 20,4% pegawai.
Hal tersebut juga didukung dengan hasil wawancara mendalam kepada
seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang
mengatakan bahwa saat ini meskipun sebagian besar pegawai memang
penempatannya sudah sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki, namun
masih ada juga penempatan pegawai yang belum sesuai dengan pengetahuan
yang dimilikinya.
Seharusnya penempatan kerja seorang pegawai tidak hanya dilihat
sebagai upaya untuk mendistribusikan pegawai pada bidang pekerjaan yang
berbeda, akan tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan kinerja setiap
pegawai sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
pencapaian tujuan instansi secara keseluruhan. Proses penempatan pegawai
harus dilakukan secara optimal dan professional agar dapat memberikan
pengaruh yang positif terhadap peningkatan kinerja pegawai untuk
selanjutnya akan mampu pula meningkatkan organisasi dalam menghasilkan
kinerja organisasional yang tinggi pula. Salah satu faktor yang harus
115
diperhatikan dalam penempatan pegawai ini adalah adanya kesesuaian
pengetahuan yang dimiliki pegawai dengan bidang pekerjaan yang akan
ditempatinya.
Pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai dapat membantu pegawai
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut Mulyasa (2002),
pengetahuan merupakan suatu kesadaran dalam bidang kognitif yang dapat
membuat seorang pegawai dapat mengetahui metode penyelesaian tugas
dengan baik. Pengetahuan yang baik tentang suatu pekerjaan cenderung akan
meningkatkan kualitas pekerjaannya. Didukung pula oleh pendapat Gibson
(1988) dalam Yuliastuti (2007) bahwa pengetahuan merupakan pemahaman
lisan seorang pegawai tentang apa yang dia ketahui dari pengalaman dan
proses belajar. Apabila pegawai tersebut memiliki pengetahuan yang baik
tentang pekerjaannya, maka dia akan dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut
dengan baik.
Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Martopo (2004) yang
mengatakan bahwa dalam melaksanakan pekerjaannya, pegawai dituntut
untuk memiliki kemampuan yang baik untuk dapat mencapai prestasi kerja
yang optimal. Salah satu unsur yang mendukung kemampuannya itu adalah
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap pegawai. Martopo (2004) menyatakan
bahwa dalam rangka meningkatkan kompetensi seseorang, pengetahuan
sangat berperan penting dalam mempengaruhi tingkat kemampuan
penerimaan inovasi, adopsi dan inisiatif dalam menjalankan tugas pokok dan
116
fungsinya dalam suatu organisasi kerja. Oleh karena itu, pegawai dituntut
untuk memiliki pengetahuan yang sesuai dengan pekerjaannya.
Dengan adanya kesesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja,
pegawai juga akan membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk
mempelajari tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga hal
tersebut akan mengurangi waktu dalam pelaksanaan pelatihan dan orientasi
terhadap upaya peningkatan produktifitas kerja pegawai. Selain itu, biaya
untuk pendidikan dan pelatihan pegawai juga akan lebih effisien karena
pegawai telah memiliki pengetahuan yang sesuai dengan pekerjannya. Oleh
karena itu, penempatan kerja yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki
pegawai juga sangat penting untuk efisiensi waktu maupun biaya yang
diperlukan untuk meningkatkan produktifitas kerja pegawai.
Kesesuaian pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pegawai dengan
kualifikasi pekerjaan yang ditempati, dapat dilihat dari indikator-indikator
seperti kesesuaian latar belakang pendidikan formal dan informal dalam
penempatan pegawai serta penempatan pegawai yang disesuaikan dengan
wawasan pengetahuan pekerjaan yang akan dapat mendukung dalam
pelaksanaan pekerjaan. Pada penelitian ini, ada beberapa pertanyaan yang
digunakan untuk pengukurannya, yaitu kondisi kesesuaian penempatannya
dan dampak dari kesesuaian penempatan yang dirasakan pegawai.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat 46,4 %
pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa penempatannya belum sesuai
dengan latar belakang pendidikan formal yang mereka miliki. Padahal,
117
menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2007) tingkat pendidikan
seorang pegawai sangat penting karena dapat membuat karyawan memiliki
pengetahuan konseptual dan teoritis yang membantunya dalam mengerjakan
tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1989) dalam
Syaiin (2008), bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan
kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak.
Dengan adanya kemampuan yang dimiliki dalam mengerjakan pekerjaannya,
maka hal tersebut dapat membantu pegawai dalam mencapai kinerja yang
optimal dan memuaskan. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang dapat
merasakan dampak positif seperti kenyamanan dalam bekerja dan kelancaran
dalam penyelesaian pekerjaannya karena kesesuaian latar belakang
pendidikan formal dalam penempatannya adalah sebesar 86,9%.
Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui pula bahwa
terdapat 20,2% pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa pendidikan
informal yang mereka ikuti belum sesuai dengan penempatan kerjanya.
Padahal, pendidikan dan pelatihan yang diikuti oleh pegawai seharusnya
sesuai dengan tuntutan tugas, tanggung jawab dan jabatan yang diduduki oleh
mereka. Menurut Yanti (2012) bahwa semakin sesuai antara materi
pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh seorang pegawai dengan
tuntutan tugas yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja
pegawai tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang merasakan
dampak positif dari kesesuaian pendidikan dan pelatihan dalam
118
penempatannya yang dapat mendukung keberhasilan mereka dalam
menyelesaikan setiap pekerjaannya adalah sebesar 88,1%.
Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat
7,1% pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa penempatannya belum
sesuai dengan wawasan pengetahuan yang mereka miliki. Padahal menurut
Robbins (2008), kesesuaian penempatan dengan wawasan pengetahuan yang
dimiliki pegawai sangat mempengaruhi kemampuannya dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Berdasarkan hasil penelitian,
pegawai yang merasakan dampak positif dari kesesuaian wawasan
pengetahuan dalam penempatannya yang dapat mendukung keberhasilan
dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya adalah sebesar 95,3%.
Dengan masih adanya 46,4% pegawai yang penempatannya belum
sesuai dengan latar belakang pendidikan formalnya, 20,2% pegawai yang
penempatannya belum sesuai dengan pendidikan informal yang mereka ikuti,
dan 7,1% pegawai yang penempatannya belum sesuai dengan wawasan
pengetahuan yang mereka miliki, maka hal ini seharusnya menjadi bahan
evaluasi bagi pihak instansi untuk dapat menempatkan pegawai sesuai dengan
latar belakang pendidikan formal maupun informal dan wawasan
pengetahuan yang mereka miliki.
Dapat dilihat pula bahwa pegawai yang merasakan dampak positif dari
adanya kesesuaian penempatan dengan pengetahuan yang mereka miliki yaitu
lebih dari 80% pegawai. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
119
pegawai memiliki persespsi bahwa selama ini kesesuaian pengetahuan yang
mereka miliki dengan penempatannya, dapat menunjang keproduktifan kerja
mereka dalam bekerja dan dalam mencapai prestasi kerja yang memuaskan.
Oleh karena itu, pihak instansi seharusnya dapat memperhatikan masalah ini
dan berusaha untuk dapat menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensi
yang dimilikinya agar SDM yang ada di instansi dapat berfungsi secara
produktif untuk tercapainya tujuan instansi.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diketahui bahwa meskipun
kebijakan penempatan pegawai di instansi tersebut selama ini belum
memperhatikan masalah kesesuaian pengetahuan dan latar belakang
pendidikan dalam penempatan pegawai, namun saat ini pihak instansi sedang
berusaha untuk memperbaiki sistem penempatan kerja pegawai di instansi
tersebut. Perbaikan sistem penempatan tersebut seiring dengan adanya
reformasi birokrasi yang saat ini sedang dijalankan oleh seluruh instansi
pemerintah termasuk Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Dengan
adanya reformasi birokrasi saat ini, maka kebijakan instansi dalam sistem
penempatan pegawai menjadi lebih baik dengan adanya perencanaan
kebutuhan yang berdasarkan pada analisis beban kerja dan analisis jabatan
yang sesuai dengan kebutuhan instansi.
Dalam melakukan pengadaan pegawai, perencanaan SDM di Sekditjen
Bina Gizi dan KIA yang dilakukan telah sesuai dengan kebijakan Permenpan
RI No.24 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Tambahan Alokasi Formasi dan
Pengadaan CPNS, yaitu dimulai dengan melakukan analisis jabatan dan
120
analisis beban kerja pada setiap satuan organisasi untuk menghasilkan uraian
jabatan, peta jabatan, standar kompetensi dan persyaratan jabatan, serta
menghitung jumlah kebutuhan pegawai setiap jabatan sesuai beban kerja
organisasi. Perencanaan kebutuhan PNS akan disesuaikan dengan uraian
jabatan dan persyaratan jabatan agar nantinya penempatan pegawai juga akan
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai.
Penempatan pegawai yang sesuai dengan kompetensi merupakan salah
satu upaya dalam pengembangan SDM aparatur yang berbasis kompetensi
dan merupakan suatu keharusan agar organisasi (birokrasi) dapat
mewujudkan kinerja yang lebih baik dan memberikan pelayanan publik yang
terbaik. Selama ini, masalah kurang kompetitifnya SDM aparatur negara
menjadi masalah klasik yang menyebabkan reformasi birokrasi hingga saat
ini masih kurang maksimal. Oleh karena itu, sesuai dengan konsep rightsizing
menurut Thoha (2010), dalam penataan pegawai di pemerintahan, analisis
beban kerja, analisis jabatan, dan peningkatan kualifikasi jabatan merupakan
upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penempatan pegawai.
Analisis beban kerja dilakukan terhadap aspek-aspek, yaitu norma
waktu, volume kerja, dan jam kerja efektif. Dengan adanya perencanaan yang
matang berdasarkan beban kerja suatu unit kerja, maka hal tersebut sangat
membantu dalam pengoptimalan penempatan pegawai di suatu unit kerja.
Selain itu, untuk mendukung kesesuaian penempatan pegawai juga perlu
dilakukan analisis jabatan dalam organisasi publik. Hasil analisis jabatan akan
121
menghasilkan klasifikasi jabatan, peta jabatan, uraian jabatan, dan standar
kompetensi jabatan yang dapat digunakan dalam penempatan pegawai.
Menurut UU Aparatur Sipil Negara Tahun 2014 pasal 68, bahwa setiap
jabatan tertentu dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang
menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja. Ketentuan
tersebut menunjukkan bahwa sebelum menentukan pengangkatan pegawai
dalam jabatan tertentu maka perlu disusun sebuah pedoman tentang
klasifikasi jabatan yang disesuaikan dengan karakteristik, mekanisme dan
pola kerja. Sedangkan peta jabatan dapat berfungsi untuk mengetahui
kebutuhan pemenuhan jabatan di suatu unit kerja dan kompetensi apa yang
dibutuhkan dalam jabatan tersebut. Uraian jabatan berfungsi untuk
mengetahui deskripsi pekerjaan, uraian tugas, hasil kerja, persyaratan jabatan,
evaluasi jabatan dan asesmen individu.
Kompetensi merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan penempatan kerja. Oleh karena itu, perlu
adanya standar kompetensi jabatan yang memuat persyaratan minimal yang
harus dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan tertentu agar yang
bersangkutan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil
baik. Selain menyusun standar kompetensi jabatan, instansi sebaiknya juga
harus melakukan assesment/penilaian kompetensi untuk setiap individu
pegawai dalam organisasi itu. Tahap ini wajib dilakukan, sebab setelah
instansi memiliki direktori kompetensi beserta dengan kebutuhan kompetensi
per posisi, maka instansi juga perlu mengetahui dimana level kompetensi para
122
pegawai dan dari sini juga instansi bisa memahami gap antara level
kompetensi yang dipersyaratkan dengan level yang dimiliki oleh karyawan
saat ini.
Assessment Center merupakan evaluasi perilaku dengan menggunakan
suatu standar tertentu berdasarkan beberapa tools dan beberapa masukan.
Metode ini menggunakan berbagai teknik assessment (multiple assessment)
seperti tes, wawancara, kuesioner, maupun simulasi. Metode assessment
center dapat dimanfaatkan untuk menjawab kebutuhan organisasi dalam
melakukan proses evaluasi untuk keperluan rekrutmen, seleksi,
pengembangan, promosi, hingga mempersiapkan jalur suksesi.
Assessment Center (AC) diartikan sebagai proses sistematis untuk
menilai ketrampilan, pengetahuan dan kemampuan individu yang dianggap
kritikal bagi keberhasilan kinerja yang unggul. Tujuan umumnya adalah agar
organisasi mempunyai orang-orang yang siap menjalankan pekerjannya
hingga level kompetensi tertinggi, dengan kata lain tujuan dari assesment
center adalah terciptanya kesesuaian antara apa yang dibutuhkan dan dapat
ditawarkan organisasi dengan apa yang dibutuhkan dan ditawarkan
karyawannya.
Dengan adanya strategi tersebut seiring dengan adanya reformasi
birokrasi maka dengan hal tersebut dapat mengoptimalkan sistem penempatan
kerja di area birokrasi pemerintahan. Hal tersebut sangat baik, karena
kesesuaian dalam penempatan kerja pegawai merupakan syarat utama bagi
123
terciptanya kondisi yang kondusif bagi pegawai untuk mengeluarkan segala
kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan (Murad,2012).
Dengan adanya penempatan yang sesuai dan tepat, maka gairah kerja, mental
kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta
prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat
merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja
yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu dan merupakan
salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan
(Hasibuan, 2006).
Selain dengan melakukan penempatan yang sesuai dengan pengetahuan
yang dimiliki pegawainya, untuk mengatasi masih adanya penempatan
pegawai yang tidak sesuai dengan pengetahuan sebanyak 20,4% pegawai,
pihak instansi berusaha untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan yang
dimiliki pegawai dengan melakukan program-program peningkatan
kemampuan pegawai seperti pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian, dapat diketahui bahwa
selama ini pihak instansi mengantisipasi kesenjangan pengetahuan pegawai
dengan melakukan pendidikan dan pelatihan/training kepada setiap
pegawainya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pegawai
dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
Selain pelatihan resmi, adapula pelatihan sehari-hari yang diberikan
oleh senior/pegawai yang masa kerjanya lebih lama dan lebih berpengalaman
kepada pegawai baru untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan
124
kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan
adanya pelatihan yang diberikan, mereka mampu menyesuaikan diri dengan
pekerjaannya dan memiliki kemampuan yang baik untuk dapat mencapai
kinerja yang optimal.
Seiring dengan adanya kebijakan reformasi birokrasi dari Permenpan,
maka pendidikan dan pelatihan yang dilakukan di lingkungan Sekditjen Bina
Gizi dan KIA adalah diklat berbasis kompetensi. Diklat berbasis kompetensi
merupakan tindak lanjut dari Assessment Center, yang dilaksanakan untuk
menutup kesenjangan (GAP) antara level kompetensi yang dimiliki (hasil
Assessment Center) dan level kompetensi yang dibutuhkan dalam jabatan
(Standar Kompetensi Jabatan) (Kemenkes, 2013). Pada instansi pemerintah,
masalah yang sering ditemui dalam pengadaan SDM adalah ketidaksesuaian
antara formasi yang direncanakan dengan formasi yang diberikan oleh
Kemenpan. Dengan adanya diklat berbasis kompetensi ini, maka dapat
menjadi salah satu upaya untuk mengatasi masalah ketidaksesuaian
kompetensi PNS dalam penempatan kerjanya.
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Berbasis Kompetensi merupakan
suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan
kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang
berbasis target kinerja (performance target) yang telah ditetapkan. Penerapan
kebijakan ini memang berimplikasi langsung pada keharusan adanya standar
kompetensi untuk setiap jabatan, baik jabatan struktural, fungsional
tertentu, maupun fungsional umum. Diklat berbasis kompetensi bagi PNS
125
bukan diklat yang sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi
tersebut harus relevan dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain,
kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan
tugas dan jabatan.
Menurut Arep (2003) dalam Lucky (2008), pelatihan merupakan salah
satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal
pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan sikap. Hal tersebut didukung pula
oleh pendapat menurut Dessler (1984) bahwa pelatihan memberikan pegawai
keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Ada
beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan pelatihan,
diantaranya yaitu pegawai dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah
secara lebih baik; internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi,
tanggung jawab dan kemajuan; mempertinggi rasa percaya diri dan
pengembangan diri; serta dapat membantu untuk mengurangi rasa takut
dalam menghadapi tugas-tugas baru (Sirait, 2006 dalam Yuliastuti, 2007).
Namun, masih ada beberapa kendala yang dirasakan terkait dengan
kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dilakukan, yaitu keterbatasan
anggaran yang tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pegawai untuk
meningkatkan kemampuannya melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Kabag, diketahui bahwa saat
ini memang ada program diklat gratis yang dianggarkan untuk setiap instansi,
namun kuotanya sangat terbatas. Kepala Bagian tersebut mengantisipasinya
dengan membuat anggaran sendiri untuk dapat mengirimkan karyawannya
126
dalam kegiatan diklat tersebut, namun anggaran yang dimiliki pun tebatas
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pegawai.
Oleh karena itu, Kepala Bagian tersebut menerapkan sistem sharing
ilmu dari pegawai yang berkesempatan mengikuti diklat kepada pegawai
yang belum berkesempatan mengikuti diklat. Hal ini sangat baik dan pastinya
akan bermanfaat untuk kesetaraan peningkatan kemampuan seluruh pegawai.
Hal ini dapat menjadi masukan bagi Kepala Bagian yang lainnya bahwa
untuk dapat mengatasi masalah adanya keterbatasan anggaran dan
keterbatasan kuota peserta diklat dapat dilakukan dengan cara menerapkan
sistem sharing ilmu/berbagi ilmu yang dimiliki antar pegawai guna
menunjang keproduktifan kerja seluruh pegawai yang ada.
Pelaksanaan kegiatan diklat juga harus rutin untuk dapat memperlancar
tugas. Memang hal tersebut merupakan kenyataan bahwa anggaran yang
harus disediakan untuk membiayai kegiatan pendidikan dan pelatihan
merupakan beban bagi organisasi. Oleh karena itu, perlu adanya penentuan
kebutuhan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan agar anggaran yang
dikeluarkan betul-betul bermanfaat, artinya pendidikan dan pelatihan
diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pegawai. Penentuan kebutuhan
mengungkapkan gambaran kekurangan kompetensi dalam melaksanakan
tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, sehingga pendidikan dan
pelatihan dapat bermanfaat untuk menunjang pekerjaan pegawai.
Penentuan kebutuhan pegawai terhadap kegiatan diklat, dapat
diadaptasi dari salah satu sistem manajemen kepegawaian di negara
127
Singapura. Dalam memanajemen pegawai di negara tersebut, diterapkan
berbagai sistem yang sistematis, terintegrasi, dan berorientasi terhadap
peningkatan kualitas SDM. Salah satu sistem yang dapat menjadi contoh
adalah sistem penilaian kinerja pegawai. Dalam sistem penilaian kinerja,
terhadap dua aspek yang dipertimbangkan yaitu review terhadap pencapaian
kinerja dan penilaian potensi yang dimiliki karyawan. Salah satu tujuan dari
review pencapaian kinerja pegawai adalah untuk membuat rekomendasi
pemenuhan peningkatan kemampuan pegawai dengan kegiatan diklat. Jika
hasil review menunjukan bahwa kinerja pegawai kurang baik, maka atasan
dapat menuliskan rekomendasi untuk peningkatan kemampuan pegawai
dengan kegiatan diklat. Sistem tersebut dapat menghasilkan perencanaan
kebutuhan diklat yang tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan pegawai dan
kebutuhan instansi yang sesungguhnya.
Dengan adanya penentuan kebutuhan pegawai dan organisasi ini, akan
menunjang keberhasilan organisasi dalam meningkatkan kualitas
penyelenggaraan diklat. Kebutuhan diklat harus selalu diprogramkan,
direncanakan secara matang dengan mempertimbangkan kebutuhan
organisasi, kebutuhan jabatan dan kemampuan masing-masing pegawai serta
kebutuhan jenis diklat, biaya, dan pegawai yang mengikutinya. Selain itu,
evaluasi terhadap efektivitas penyelenggaraan diklat juga harus dilakukan
dengan mellihat peningkatan kinerja pegawai.
128
6.6 Kesesuaian Keterampilan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif mengenai kesesuaian
keterampilan dalam penempatan pegawai, dapat diketahui bahwa rata-rata
skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk
variabel kesesuaian keterampilan adalah sebesar 3,09. Angka ini lebih besar
dari angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang
menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang
berkaitan dengan kesesuaian keterampilan yang mereka miliki dalam
penempatan kerja mereka. Namun demikian, masih banyak diantara pegawai
yang merasakan adanya ketidaksesuaian antara keterampilan yang mereka
miliki dengan penempatan kerja mereka yaitu sebesar 8,2%.
Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh
Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang
mengatakan bahwa saat ini meskipun sebagian besar pegawai memang
penempatannya sudah sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki,
namun masih ada juga penempatan pegawai yang belum sesuai dengan
keterampilannya.
Seharusnya penempatan kerja seorang pegawai tidak hanya dilihat
sebagai upaya untuk mendistribusikan pegawai pada bidang pekerjaan yang
berbeda, akan tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan kinerja setiap
pegawai sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
129
pencapaian tujuan instansi secara keseluruhan. Salah satu faktor yang juga
harus diperhatikan dalam menempatkan pegawai adalah kesesuaian
keterampilan yang dimilikinya dengan bidang pekerjaan yang akan
ditempatinya.
Keterampilan kerja juga merupakan salah satu faktor yang mendukung
peningkatan kinerja pegawai. Keterampilan menunjukkan kesanggupan atau
kecakapan pegawai dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya
dalam pekerjaan. Keterampilan yang dimiliki oleh pegawai diharapkan dapat
membantu pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, oleh
karena itu pegawai dituntut untuk memiliki keterampilan yang sesuai dengan
pekerjaannya.
Mulyasa (2002) mengungkapkan bahwa keterampilan merupakan
kedalaman psikomotorik yang dimiliki oleh seseorang yang dapat
membantunya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Menurut Pessiwarissa (2008), keterampilan kerja yang dimiliki
pegawai terdiri dari keterampilan teknis, keterampilan hubungan
kemanusiaan, dan keterampilan konseptual.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa masih terdapat
7,1% pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa penempatannya belum
sesuai dengan keterampilan teknis yang mereka miliki. Padahal, menurut
Mulyasa (2008), dengan keterampilan teknis misalnya dalam memanfaatkan
alat bantu, pegawai mampu menyelesaikan tugas yang diberikan secara
efektif dan efissien. Dengan adanya keterampilan teknis dalam mengerjakan
130
pekerjaannya, maka hal tersebut dapat membantu pegawai dalam mencapai
kinerja yang optimal dan memuaskan. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai
yang dapat merasakan dampak positif seperti kelancaran dalam penyelesaian
pekerjaannya karena kesesuaian keterampilan teknis yang dimilikinya dalam
penempatan kerjanya adalah sebesar 92,8%.
Keterampilan teknis merupakan keterampilan menggunakan
pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk
melaksanakan pekerjaannya. Salah satu keterampilan teknis yang saat ini
sangat dibutuhkan adalah keterampilan teknis untuk dapat memenuhi tuntuan
dari perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam, diketahui bahwa saat ini memang kemajuan dan
perkembangan teknologi yang sangat cepat menuntut pegawai untuk dapat
menyesuaikan diri dan tanggap terhadap perkembangan teknologi yang ada.
Namun, kesenjangan keterampilan teknis dalam penggunaan teknologi juga
masih dirasakan terkait dengan adanya perbedaan usia pegawai.
Pada golongan pegawai yang berusia muda, tidak ada masalah yang
berarti dengan tuntutan perkembangan teknologi. Sedangkan pada golongan
pegawai yang sudah tua, perkembangan teknologi merupakan suatu beban
bagi pegawai tersebut karena pengetahuan dan keterampilan mereka yang
sangat terbatas dalam menggunakan teknologi. Oleh karena itu, pihak instansi
juga seharusnya berusaha untuk dapat menyetarakan keterampilan teknis
seluruh pegawai dengan mengadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi
pegawai yang berusia tua maupun muda agar dapat memiliki keterampilan
131
teknis dalam penggunaan teknologi yang dapat membantunya dalam
penyelesaian pekerjaan.
Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa masih
terdapat 1,2% pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa penempatannya
belum sesuai dengan keterampilan hubungan kemanusiaan yang mereka
miliki. Padahal, dengan adanya keterampilan hubungan kemanusiaan,
karyawan mampu menjalin kerja sama yang baik dengan pegawai lain dalam
menyelesaikan pekerjaannya dan dapat memperlancar penyelesaian
pekerjaannya. Dengan adanya keterampilan hubungan kemanusiaan maka
apabila pegawai mengalami kesulitan dalam melakukan tugas atau pekerjaan
yang diberikan kepadanya, pegawai tersebut dapat dengan mudah meminta
bantuan kepada karyawan lain yang lebih menguasai cara mengerjakan
tugas/pekerjaan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang
merasakan dampak positif dari kesesuaian keterampilan hubungan
kemanusiaan yang dimiliki dalam penempatannya yang dapat mendukung
keberhasilan mereka dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya adalah
sebesar 97,7%.
Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa masih
terdapat 10,7% pegawai yang memiliki persepsi bahwa penempatannya
belum sesuai dengan keterampilan konseptual yang mereka miliki. Padahal,
dengan adanya keterampilan konseptual yang dimiliki pegawai dapat
membuat pegawai memiliki pengetahuan yang dapat meningkatkan kualitas
hasil pekerjaannya.
132
Keterampilan secara konseptual perlu dimiliki karyawan sesuai dengan
bidang kerjanya masing-masing. Dengan adanya keterampilan secara
konseptual, karyawan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik
melalui strategi-strategi yang kreatif dan hal ini akan berdampak pada
kinerja/prestasi kerja pegawai. Keterampilan konseptual juga dapat
membantunya dalam pemecahan masalah yang dihadapinya dengan
mempertajam logika, menganalisis hubungan sebab akibat untuk
mengembangkan alternatif, menganalisa alternatif, dan memilih pemecahan
yang tepat. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang merasakan dampak
positif dari kesesuaian keterampilan konseptual dalam penempatannya yang
dapat mendukung keberhasilan dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya
adalah sebesar 94,1%.
Dengan masih adanya 7,1% pegawai yang penempatannya belum sesuai
dengan keterampilan teknis yang dimiliki, 1,2% pegawai yang
penempatannya belum sesuai dengan keterampilan hubungan kemanusiaan
yang dimiliki, dan 10,7% pegawai yang penempatannya belum sesuai dengan
keterampilan konseptual yang dimilikinya, maka hal ini seharusnya menjadi
bahan evaluasi bagi pihak instansi untuk dapat menempatkan pegawai sesuai
dengan keterampilan teknis, keterampilan hubungan kemanusiaan, dan
keterampilan konseptual yang mereka miliki.
Dapat dilihat pula bahwa dampak positif dari kesesuaian keterampilan
yang dimiliki dalam penempatannya yang dirasakan pegawai adalah lebih
dari 90%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pegawai memiliki persespsi
133
bahwa penempatan kerja yang sesuai dengan kesesuaian keterampilan yang
mereka miliki selama ini, dapat menunjang keproduktifan mereka dalam
bekerja dan dalam mencapai prestasi kerja yang memuaskan. Oleh karena itu,
pihak instansi seharusnya lebih memperhatikan masalah ini dan berusaha
untuk dapat menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensi yang
dimilikinya.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diketahui bahwa meskipun
kebijakan penempatan pegawai di instansi tersebut selama ini belum
memperhatikan masalah kesesuaian pengetahuan dan latar belakang
pendidikan dalam penempatan pegawai, namun saat ini pihak instansi sedang
berusaha untuk memperbaiki sistem penempatan kerja pegawai di instansi
tersebut. Perbaikan sistem penempatan tersebut seiring dengan adanya
reformasi birokrasi yang saat ini sedang dijalankan oleh seluruh instansi
pemerintah termasuk Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Dengan
adanya reformasi birokrasi saat ini, maka kebijakan instansi dalam sistem
penempatan pegawai menjadi lebih baik dengan adanya perencanaan
kebutuhan yang berdasarkan pada analisis beban kerja dan analisis jabatan
yang sesuai dengan kebutuhan instansi.
Dalam melakukan pengadaan pegawai, perencanaan SDM di Sekditjen
Bina Gizi dan KIA yang dilakukan telah sesuai dengan kebijakan Permenpan
RI No.24 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Tambahan Alokasi Formasi dan
Pengadaan CPNS, yaitu dimulai dengan melakukan analisis jabatan dan
analisis beban kerja pada setiap satuan organisasi untuk menghasilkan uraian
134
jabatan, peta jabatan, standar kompetensi dan persyaratan jabatan, serta
menghitung jumlah kebutuhan pegawai setiap jabatan sesuai beban kerja
organisasi. Perencanaan kebutuhan PNS akan disesuaikan dengan uraian
jabatan dan persyaratan jabatan agar nantinya penempatan pegawai juga akan
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai.
Penempatan pegawai yang sesuai dengan kompetensi merupakan salah
satu upaya dalam pengembangan SDM aparatur yang berbasis kompetensi
dan merupakan suatu keharusan agar organisasi (birokrasi) dapat
mewujudkan kinerja yang lebih baik dan memberikan pelayanan publik yang
terbaik. Selama ini, masalah kurang kompetitifnya SDM aparatur negara
menjadi masalah klasik yang menyebabkan reformasi birokrasi hingga saat
ini masih kurang maksimal. Oleh karena itu, sesuai dengan konsep rightsizing
menurut Thoha (2010), dalam penataan pegawai di pemerintahan, analisis
beban kerja, analisis jabatan, dan peningkatan kualifikasi jabatan merupakan
upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penempatan pegawai.
Analisis beban kerja dilakukan terhadap aspek-aspek, yaitu norma
waktu, volume kerja, dan jam kerja efektif. Dengan adanya perencanaan yang
matang berdasarkan beban kerja suatu unit kerja, maka hal tersebut sangat
membantu dalam pengoptimalan penempatan pegawai di suatu unit kerja.
Selain itu, untuk mendukung kesesuaian penempatan pegawai juga perlu
dilakukan analisis jabatan dalam organisasi publik. Hasil analisis jabatan akan
menghasilkan klasifikasi jabatan, peta jabatan, uraian jabatan, dan standar
kompetensi jabatan yang dapat digunakan dalam penempatan pegawai.
135
Menurut UU Aparatur Sipil Negara Tahun 2014 pasal 68, bahwa setiap
jabatan tertentu dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang
menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja. Ketentuan
tersebut menunjukkan bahwa sebelum menentukan pengangkatan pegawai
dalam jabatan tertentu maka perlu disusun sebuah pedoman tentang
klasifikasi jabatan yang disesuaikan dengan karakteristik, mekanisme dan
pola kerja. Sedangkan peta jabatan dapat berfungsi untuk mengetahui
kebutuhan pemenuhan jabatan di suatu unit kerja dan kompetensi apa yang
dibutuhkan dalam jabatan tersebut. Uraian jabatan berfungsi untuk
mengetahui deskripsi pekerjaan, uraian tugas, hasil kerja, persyaratan jabatan,
evaluasi jabatan dan asesmen individu.
Kompetensi merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan penempatan kerja. Oleh karena itu, perlu
adanya standar kompetensi jabatan yang memuat persyaratan minimal yang
harus dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan tertentu agar yang
bersangkutan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil
baik. Selain menyusun standar kompetensi jabatan, maka instansi juga harus
melakukan assesment/penilaian kompetensi untuk setiap individu pegawai
dalam organisasi itu. Tahap ini wajib dilakukan, sebab setelah instansi
memiliki direktori kompetensi beserta dengan kebutuhan kompetensi per
posisi, maka instansi juga perlu mengetahui dimana level kompetensi para
pegawai dan dari sini juga instansi bisa memahami gap antara level
136
kompetensi yang dipersyaratkan dengan level yang dimiliki oleh karyawan
saat ini.
Assessment Center merupakan evaluasi perilaku dengan menggunakan
suatu standar tertentu berdasarkan beberapa tools dan beberapa masukan.
Metode ini menggunakan berbagai teknik assessment (multiple assessment)
seperti tes, wawancara, kuesioner, maupun simulasi. Metode assessment
center dapat dimanfaatkan untuk menjawab kebutuhan organisasi dalam
melakukan proses evaluasi untuk keperluan rekrutmen, seleksi,
pengembangan, promosi, hingga mempersiapkan jalur suksesi.
Assessment Center (AC) diartikan sebagai proses sistematis untuk
menilai ketrampilan, pengetahuan dan kemampuan individu yang dianggap
kritikal bagi keberhasilan kinerja yang unggul. Tujuan umumnya adalah agar
organisasi mempunyai orang-orang yang siap menjalankan pekerjannya
hingga level kompetensi tertinggi, dengan kata lain tujuan dari assesment
center adalah terciptanya kesesuaian antara apa yang dibutuhkan dan dapat
ditawarkan organisasi dengan apa yang dibutuhkan dan ditawarkan
karyawannya.
Dengan adanya strategi tersebut seiring dengan adanya reformasi
birokrasi maka dengan hal tersebut dapat mengoptimalkan sistem penempatan
kerja di area birokrasi pemerintahan. Hal tersebut sangat baik, karena
kesesuaian dalam penempatan kerja pegawai merupakan syarat utama bagi
terciptanya kondisi yang kondusif bagi pegawai untuk mengeluarkan segala
137
kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan (Murad,2012).
Dengan adanya penempatan yang sesuai dan tepat, maka gairah kerja, mental
kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta
prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat
merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja
yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu dan merupakan
salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan
(Hasibuan, 2006).
Penempatan kerja yang sesuai dengan keterampilan yang dimiliki
pegawai sangat penting dalam kelancaran pelaksanaaan pekerjaan yang
dibebankan kepadanya. Dengan masih adanya penempatan pegawai yang
tidak sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya yaitu sebanyak 8,2%
pegawai, pihak instansi berusaha untuk mengatasi kesenjangan keterampilan
yang dimiliki pegawai dengan melakukan program-program peningkatan
kemampuan pegawai seperti pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian, dapat diketahui bahwa
selama ini pihak instansi mengantisipasi kesenjangan keterampilan pegawai
dengan melakukan pendidikan dan pelatihan/training kepada setiap
pegawainya untuk meningkatkan keterampilan pegawai dalam melaksanakan
tugas yang dibebankan kepadanya.
Selain pelatihan resmi, adapula pelatihan sehari-hari yang diberikan
oleh senior/pegawai yang masa kerjanya lebih lama dan lebih berpengalaman
kepada pegawai baru untuk dapat meningkatkan pengetahuan akan pekerjaan
138
dan keterampilan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Sehingga
dengan adanya pelatihan yang diberikan, mereka mampu menyesuaikan diri
dengan pekerjaannya dan memiliki kemampuan yang baik untuk dapat
mencapai kinerja yang optimal.
Seiring dengan adanya kebijakan reformasi birokrasi dari Permenpan,
maka pendidikan dan pelatihan yang dilakukan di lingkungan Sekditjen Bina
Gizi dan KIA adalah diklat berbasis kompetensi. Diklat berbasis kompetensi
merupakan tindak lanjut dari Assessment Center, yang dilaksanakan untuk
menutup kesenjangan (GAP) antara level kompetensi yang dimiliki (hasil
Assessment Center) dan level kompetensi yang dibutuhkan dalam jabatan
(Standar Kompetensi Jabatan) (Kemenkes, 2013). Pada instansi pemerintah,
masalah yang sering ditemui dalam pengadaan SDM adalah ketidaksesuaian
antara formasi yang direncanakan dengan formasi yang diberikan. Dengan
adanya diklat berbasis kompetensi ini, maka dapat menjadi salah satu upaya
untuk mengatasi masalah ketidaksesuaian kompetensi PNS dalam
penempatan kerjanya.
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Berbasis Kompetensi merupakan
suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan
kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang
berbasis target kinerja (performance target) yang telah ditetapkan. Penerapan
kebijakan ini memang berimplikasi langsung pada keharusan adanya standar
kompetensi untuk setiap jabatan, baik jabatan struktural, fungsional
tertentu, maupun fungsional umum. Diklat berbasis kompetensi bagi PNS
139
bukan diklat yang sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi
tersebut harus relevan dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain,
kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan
tugas dan jabatan.
Menurut Arep (2003) dalam Lucky (2008), pelatihan merupakan salah
satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal
pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan sikap. Hal tersebut didukung pula
oleh pendapat menurut Dessler (1984) bahwa pelatihan memberikan pegawai
keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Ada
beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan pelatihan,
diantaranya yaitu pegawai dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah
secara lebih baik; internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi,
tanggung jawab dan kemajuan; mempertinggi rasa percaya diri dan
pengembangan diri; serta dapat membantu untuk mengurangi rasa takut
dalam menghadapi tugas-tugas baru (Sirait, 2006 dalam Yuliastuti, 2007).
Namun, masih ada beberapa kendala yang dirasakan terkait dengan
kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dilakukan, yaitu keterbatasan
anggaran yang tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pegawai untuk
meningkatkan kemampuannya melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Kabag, diketahui bahwa saat
ini memang ada program diklat gratis yang dianggarkan untuk setiap instansi,
namun kuotanya sangat terbatas. Kepala Bagian tersebut mengantisipasinya
dengan membuat anggaran sendiri untuk dapat mengirimkan karyawannya
140
dalam kegiatan diklat tersebut, namun anggaran yang dimiliki pun tebatas
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pegawai.
Oleh karena itu, Kepala Bagian tersebut menerapkan sistem sharing
ilmu dari pegawai yang berkesempatan mengikuti diklat kepada pegawai
yang belum berkesempatan mengikuti diklat. Hal ini sangat baik dan pastinya
akan bermanfaat untuk kesetaraan peningkatan kemampuan seluruh pegawai.
Hal ini dapat menjadi masukan bagi Kepala Bagian yang lainnya bahwa
untuk dapat mengatasi masalah adanya keterbatasan anggaran dan
keterbatasan kuota peserta diklat dapat dilakukan dengan cara menerapkan
sistem sharing ilmu/berbagi ilmu yang dimiliki antar pegawai guna
menunjang keproduktifan kerja seluruh pegawai yang ada.
Pelaksanaan kegiatan diklat juga harus rutin untuk dapat memperlancar
tugas. Memang hal tersebut merupakan kenyataan bahwa anggaran yang
harus disediakan untuk membiayai kegiatan pendidikan dan pelatihan
merupakan beban bagi organisasi. Oleh karena itu, perlu adanya penentuan
kebutuhan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan agar anggaran yang
dikeluarkan betul-betul bermanfaat, artinya pendidikan dan pelatihan
diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pegawai. Penentuan kebutuhan
mengungkapkan gambaran kekurangan kompetensi dalam melaksanakan
tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, sehingga pendidikan dan
pelatihan dapat bermanfaat untuk menunjang pekerjaan pegawai.
Penentuan kebutuhan pegawai terhadap kegiatan diklat, dapat
diadaptasi dari salah satu sistem manajemen kepegawaian di negara
141
Singapura. Dalam memanajemen pegawai di negara tersebut, diterapkan
berbagai sistem yang sistematis, terintegrasi, dan berorientasi terhadap
peningkatan kualitas SDM. Salah satu sistem yang dapat menjadi contoh
adalah sistem penilaian kinerja pegawai. Dalam sistem penilaian kinerja,
terhadap dua aspek yang dipertimbangkan yaitu review terhadap pencapaian
kinerja dan penilaian potensi yang dimiliki karyawan. Salah satu tujuan dari
review pencapaian kinerja pegawai adalah untuk membuat rekomendasi
pemenuhan peningkatan kemampuan pegawai dengan kegiatan diklat. Jika
hasil review menunjukan bahwa kinerja pegawai kurang baik, maka atasan
dapat menuliskan rekomendasi untuk peningkatan kemampuan pegawai
dengan kegiatan diklat. Sistem tersebut dapat menghasilkan perencanaan
kebutuhan diklat yang tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan pegawai dan
kebutuhan instansi yang sesungguhnya.
Dengan adanya penentuan kebutuhan pegawai dan organisasi ini akan
menunjang keberhasilan organisasi dalam meningkatkan kualitas
penyelenggaraan diklat. Kebutuhan diklat harus selalu diprogramkan,
direncanakan secara matang dengan mempertimbangkan kebutuhan
organisasi, kebutuhan jabatan dan kemampuan masing-masing pegawai serta
kebutuhan jenis diklat, biaya, dan pegawai yang mengikutinya. Selain itu,
evaluasi terhadap efektivitas penyelenggaraan diklat juga harus dilakukan
dengan mellihat peningkatan kinerja pegawai.
142
6.7 Kesesuaian Sikap Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina
Gizi dan KIA Kemenkes RI
Kesesuaian sikap adalah sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan yaitu
sejauhmana pekerjaan yang diemban dianggap menarik atau tidak menarik
oleh karyawan berdasarkan sikap terhadap jenis dari pekerjaan itu sendiri dan
sikap antar karyawan. Indikatornya adalah sikap terhadap jenis pekerjaan itu
sendiri, sikap terhadap sesama karyawan, sikap terhadap kesesuaian
peralatan, dan sikap terhadap kondisi fisik pekerjaan.
Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif mengenai kesesuaian
sikap pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI, dapat diketahui
bahwa rata-rata skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item
pertanyaan untuk variabel kesesuaian sikap adalah sebesar 3,06. Angka ini
lebih besar dari angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai),
yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan
KIA Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang
berkaitan dengan kesesuaian sikap dalam penempatan kerja mereka. Namun
demikian, masih banyak diantara pegawai yang merasakan adanya
ketidaksesuaian sikap kerja dengan penempatan kerja mereka yaitu sebesar
10,4% pegawai.
Seharusnya penempatan kerja seorang pegawai tidak hanya dilihat
sebagai upaya untuk mendistribusikan pegawai pada bidang pekerjaan yang
berbeda, akan tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan kinerja setiap
pegawai sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
143
pencapaian tujuan instansi secara keseluruhan. Salah satu faktor yang juga
harus diperhatikan dalam menempatkan pegawai adalah kesesuaian sikap
kerja pegawai dengan bidang pekerjaan yang akan ditempatinya.
Sikap kerja juga perlu menjadi pertimbangan dalam melakukan
penempatan kerja. Widayasari dan kawan-kawan (2007) menyatakan bahwa
sikap kerja merupakan faktor psikologis yang sangat penting dalam usaha
membentuk kualitas sumber daya manusia. Faktor psikologis ini merupakan
suatu rangkaian ke arah perilaku, yaitu bagaimana perilaku seorang dalam
bekerja. Sikap kerja dapat pula diartikan sebagai perasaan dan keyakinan
melihat lingkungan kerja yang memberikan pengaruh dalam bekerja. Hal
tersebut didukung pula oleh pendapat menurut Mangkunegara (2007), bahwa
sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja akan
membentuk suatu motivasi kerja bagi pegawai dalam pencapaian hasil kerja
yang maksimal.
Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif, sebagian besar pegawai
yaitu 89,5% pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI memiliki
persepsi yang baik terhadap penempatannya dan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya saat ini. Namun, masih ada 23,8% pegawai yang masih memiliki
persepsi bahwa kondisi fisik lingkungan kerjanya kurang sesuai dengan
harapannya. Kemudian, masih ada 10,7% pegawai yang memiliki persepsi
bahwa peralatan kerja yang tersedia untuk bidang pekerjannya kurang sesuai
dengan peralatan kerja yang mereka butuhkan dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
144
Padahal, sikap terhadap kesesuaian peralatan akan mempengaruhi
kinerja pegawai. Dengan adanya persepsi yang baik terhadap kesesuaian
peralatan kerja yang ada dengan harapan karyawan, maka dapat membuat
karyawan lebih bersemangat dalam bekerja. Peralatan kerja juga merupakan
hal yang perlu diperhatikan oleh pihak instansi untuk mendukung tercapainya
prestasi kerja yang memuaskan dari karyawan. Dengan adanya peralatan
kerja yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan pegawai, maka pegawai
akan selalu berusaha untuk melaksanakan pekerjaannya secara optimal karena
didukung dan dibantu oleh peralatan kerja yang dimilikinya untuk membantu
dalam penyelesaian pekerjaannya.
Adapula sikap terhadap kondisi fisik lingkungan pekerjaan yang juga
mempengaruhi kinerja pegawai. Kondisi fisik lingkungan pekerjaan dapat
mempengaruhi kenyamanan karyawan untuk dapat menyelesaikan
pekerjaannya secara optimal. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik
apabila pegawai dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman,
dan nyaman. Kondisi fisik lingkungan pekerjaan yang dapat membantunya
untuk bekerja secara produktif misalnya adanya kenyamanan ruangan dengan
tata ruang kantor yang nyaman, lingkungan yang bersih, ruang yang cukup
besar untuk memudahkan aktivitas, fasilitas ruangan yang lengkap misalnya
disertai dengan AC supaya pegawai tidak merasakan kegerahan saat bekerja
terlalu lama, penerangan cahaya yang baik, sirkulasi udara yang baik, serta
tempat duduk dan meja kerja yang nyaman. Dengan adanya kenyamanan
145
karyawan pada kondisi fisik lingkungan pekerjannya akan mempengaruhi
produktifitas karyawan dalam bekerja.
Oleh karena itu, pihak instansi seharusnya lebih memperhatikan
persepsi pegawai terhadap peralatan kerja yang digunakan dan kondisi fisik
lingkungan kerja mereka dengan cara lebih melengkapi peralatan kerja yang
dibutuhkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaannya dan dapat lebih
membuat kondisi fisik lingkungan kerja di tempat tersebut lebih nyaman dan
kondusif agar pegawai dapat bekerja secara produktif. Hal tersebut karena
sikap kerja merupakan kondisi mental yang mendorong karyawan untuk
berusaha mencapai prestasi kerja yang maksimal. Oleh karena itu, pegawai
harus memiliki sikap kerja yang baik.
Melalui sikap kerja yang baik yang dimiliki oleh karyawan, maka
diharapkan karyawan lebih menikmati pekerjaan yang dia miliki sehingga
mereka mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan pencapaian kerja
yang maksimal. Dengan adanya sikap kerja yang baik, hal tersebut sangat
baik untuk mendukung kelancaran tugas yang diberikan kepadanya dan
merupakan motivasi yang akan membantunya dalam mencapai
kinerja/prestasi kerja yang optimal. Oleh karena itu, kesesuaian sikap kerja
pegawai juga harus menjadi salah satu perhatian bagi manajer dalam
menempatkan pegawai di instansinya.
Kesesuaian dalam penempatan kerja pegawai merupakan syarat utama
bagi terciptanya kondisi yang kondusif bagi pegawai untuk mengeluarkan
segala kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan
146
(Murad,2012). Dengan penempatan yang sesuai dan tepat, maka gairah kerja,
mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan
kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang
sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan
semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu
dan merupakan salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari
setiap karyawan (Hasibuan, 2006).
6.8 Kinerja Pegawai
Dalam mengukur apakah kinerja pegawai sudah sesuai dengan
target/standar kerja yang direncanakan, terdapat beberapa indikator untuk
mengetahui gambaran kinerja pegawai. Indikator tersebut yaitu kinerja dari
aspek kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja, serta ketepatan waktu dalam
menyelesaikan pekerjaan. Hal tersebut sesuai dengan kebijakan Permenkes
No. 73 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Sasaran Kerja
Pegawai di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang menyatakan bahwa
penilaian capaian SKP PNS diukur dengan membandingkan antara realisasi
pada akhir tahun dengan target kerja berdasarkan aspek kuantitas, kualitas,
dan waktu yang disusun di awal tahun. Kuantitas kerja dinilai dari kesesuaian
pencapaian output kerja pegawai (jumlah dokumen/laporan yang dihasilkan)
dengan target/standar kerja yang direncanakan. Kualitas kerja dinilai dari
kesesuaian pencapaian output kerja pegawai (kelengkapan dan ketepatan
dokumen/laporan yang dihasilkan) dengan target/standar kerja yang
147
direncanakan. Sedangkan ketepatan waktu dinilai dari kesesuaian ketepatan
waktu yang dibutuhkan pegawai dalam mengerjakan pekerjaannya dengan
target/standar kerja yang direncanakan.
Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif mengenai kinerja
pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI, dapat diketahui
bahwa rata-rata skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item
pertanyaan untuk variabel kinerja pegawai adalah sebesar 3,0. Angka ini lebih
besar atau mendekati dari angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban
cocok/setuju/sesuai), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap
seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian kinerja mereka
dengan target/standar kerja yang direncanakan. Hasil ini mengindikasikan
bahwa sebagian besar pegawai instansi tersebut memiliki persepsi bahwa
kinerja mereka sudah sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan.
Namun demikian, masih ada pegawai yang merasakan adanya
ketidaksesuaian kinerja yang mereka lakukan dengan target/standar kerja
yang direncanakan yaitu sebesar 13% pegawai.
Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh
Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang
mengatakan bahwa saat ini meskipun masih ada pegawai yang kinerjanya
kurang sesuai dengan yang diharapkan instansi, namun sebagian besar
pegawai di bagiannya telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup
baik dan sesuai dengan target yang direncanakan berdasarkan dari aspek
148
kuantitas dan kualitas hasil kerjanya, maupun ketepatan waktu dalam
penyelesaian pekerjaan.
Kinerja merupakan perwujudan yang dilakukan oleh pegawai yang
biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap pegawai atau organisasi.
Kinerja karyawan adalah hasil kerja baik kualitatif maupun kuantitatif yang
dicapai oleh pegawai dan dipengaruhi oleh kecakapan, kemampuan,
pengalaman, dan sikap kesungguhan pegawai sesuai dengan tanggung
jawabnya yang harus diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui
batas waktu yang disediakan dalam rangka mencapai tujuan
organisasi/perusahaan.
Kinerja karyawan menunjukkan apakah karyawan tersebut merupakan
karyawan yang berkompeten atau tidak. Berdasarkan hasil pengolahan data
kuantitatif maupun kualitatif, diketahui bahwa kinerja pegawai di Sekditjen
Bina Gizi dan KIA sebagian besar sudah cukup baik dan sesuai target/standar
kerja yang direncanakan. Dengan memiliki karyawan yang berkinerja baik
dan berkompeten, maka hal ini sangat baik bagi kelangsungan perusahaan
yang dalam hal ini adalah instansi Sekditjen Bina Gizi dan KIA.
Meskipun sebagian besar sudah berkinerja baik, namun masih ada
15,5% pegawai yang memiliki persepsi bahwa kuantitas hasil kerja mereka
belum sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan. Kemudian,
masih adapula 13,2% pegawai yang memiliki persepsi bahwa kualitas hasil
kerja mereka belum sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan.
Selain itu, masih adapula 21,4% pegawai yang memiliki persepsi bahwa
149
ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan yang mereka lakukan belum
sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan. Oleh karena itu, pihak
instansi harus lebih mengkaji masalah ini dengan berusaha memperhatikan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai untuk dapat
meningkatkan kinerja pegawai.
Hal tersebut karena kinerja yang baik merupakan langkah menuju
tercapainya tujuan organisasi, sehingga instansi perlu mengupayakan
peningkatan kinerja, walaupun hal itu tidaklah mudah karena banyak faktor
yang menyebabkan tinggi rendahnya kinerja seseorang. Mangkunegara
(2007) dan Mathis dan Jackson (2002) mengembangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan
faktor motivasi (motivation). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja adalah dengan cara meningkatkan kemampuan dan motivasi pegawai,
yang dapat dilakukan dengan melakukan penempatan kerja yang sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya, yang terdiri dari kesesuaian
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai dan kesesuaian sikap
kerja pegawai.
Dengan adanya kesesuaian pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
oleh pegawai dalam penempatan kerjanya, maka hal tersebut dapat
meningkatkan kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang
dibebankan kepadanya. Karyawan yang memiliki kemampuan yang memadai
dan sesuai dengan pekerjaannya, maka akan terampil dalam melakukan
kinerjanya sehingga mampu memperoleh prestasi kerja yang baik. Sehingga
150
penempatan pegawai pada posisi yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki (penerapan the right man in the right place the right man on the
right on the job) penting bagi perusahaan untuk mencapai kinerja yang
optimal dari setiap pegawai.
Sedangkan kesesuaian sikap kerja dengan bidang kerja yang
ditempatinya, akan mempengaruhi motivasi kerja pegawai untuk dapat
mencapai kinerja/prestasi kerja yang optimal. Motivasi dalam Prabu
Mangkunegara (2007) adalah kondisi yang menggerakkan diri manusia yang
terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi terbentuk dari sikap
(attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja, yang merupakan
kondisi mental yang mendorong karyawan untuk berusaha mencapai
kinerja/prestasi kerja yang optimal.
Selain faktor kesesuaian penempatan kerja, berdasarkan hasil
wawancara mendalam kepada Kepala Bagian di Sekditjen dapat diketahui
bahwa adapula faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yaitu peningkatan kesejahteraan
pegawai atau sistem reward, seperti lebih memperhatikan tunjangan kinerja
pegawai, memberikan penghargaan bagi pegawai yang berprestasi, serta
program pemberian kesempatan kepada para pegawai untuk melaksanakan
studi lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Pihak instansi harus memperhatikan masalah peningkatan kesejahteraan
pegawai seperti peningkatan tunjangan kinerja pegawai sesuai dengan
prestasi kerjanya dan ketepatan waktu dalam pembayaran tunjangan kinerja
151
untuk dapat memotivasi pegawai dalam mencapai kinerja yang optimal.
Selain itu, dapat juga dengan memberikan penghargaan baik berupa piagam
penghargaan bagi karyawan teladan maupun pujian dari atasan karyawan
tersebut untuk mengapresiasi kinerja/pencapaian prestasi kerja karyawan
yang optimal, sehingga karyawan tersebut merasa dihargai dan berusaha
untuk mempertahankan kinerjanya yang baik. Kemudian, menurut pendapat
salah satu Kepala Bagian, bahwa salah satu sistem reward yang bisa
mempengaruhi kinerja pegawai adalah dengan memberikan
peluang/kesempatan bagi pegawai yang memiliki kinerja yang baik/prestasi
kerja yang memuaskan untuk dapat melanjutkan studinya ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi guna mendukung pengembangan kariernya di
masa depan. Dengan hal tersebut, maka pegawai yang lain akan termotivasi
untuk berkinerja secara optimal agar mendapatkan kesempatan yang sama
untuk dapat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi demi menopang
pengembangan kariernya di masa mendatang.
Selain faktor peningkatan kesejahteraan pegawai, adapula faktor lain
yang mempengaruhi kinerja yaitu kemauan dari orang tersebut dan faktor
kesadaran pegawai akan dampak dari pencapaian target kerja/penilaian SKP.
Menurut hasil wawancara kepada salah satu Kepala Bagian di Sekditjen,
beliau mengatakan bahwa yang akan mempengaruhi kinerja pegawai adalah
faktor kemauan dari orang tersebut untuk dapat melaksanakan tugas dan
dibebankan kepadanya secara optimal.
152
Kemauan berhubungan dengan keyakinan, komitmen, dan motivasi
untuk menyelesaikan tugas atau program yang telah ditentukan. Dengan
adanya kemauan pegawai, maka meskipun pegawai tersebut memiliki
ketidaksesuaian pengetahuan dan keterampilan dalam penempatannya namun
dengan adanya kemauan, ia tetap dapat menyelesaikan seluruh tugas dan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan optimal, dengan cara mencari
tahu cara penyelesaian pekerjaan tersebut baik dengan bertanya dengan
orang/ pegawai lain yang lebih ahli maupun mencari tahu/belajar dari sumber
lain seperti buku dan internet. Oleh karena itu, faktor kemauan pegawai untuk
dapat berkinerja secara optimal juga dapat mempengaruhi kinerja seorang
pegawai.
Kemudian adapula faktor lain yaitu kesadaran akan dampak dari
penilaian prestasi kerja/pencapaian SKP. Sistem penilaian prestasi kerja
dengan sistem SKP (Sasaran Kerja Pegawai) sedang diberlakukan di instansi
ini untuk menilai sejauh mana kesesuaian pencapaian hasil kerja pegawai
dengan target/standar kerja yang direncanakan. Pada sistem SKP, pencapaian
hasil kerja yang tidak sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan
nantinya akan berdampak pada nilai capaian SKP pegawai yang akan
mempengaruhi jumlah tunjangan kinerja pegawai.
Namun, sistem ini baru diberlakukan pada bulan Januari awal tahun
2014 ini. Pegawai masih belum dapat merasakan dampak jika SKP tersebut
tidak tercapai, yang nantinya akan mempengaruhi penilaian kinerjanya di
akhir tahun dan hal tersebut dapat mengurangi jumlah tunjangan kinerja yang
153
diterimanya. Oleh karena itu, jika nantinya pegawai telah mengetahui dan
merasakan dampak dari pencapaian SKP ini maka mungkin pegawai tersebut
akan lebih memaksimalkan kinerjanya untuk dapat mencapai prestasi kerja
yang sesuai dengan target/standar kerja agar jumlah tunjangan kinerjanya pun
tidak mengalami pengurangan.
Selain memperhatikan faktor yang mempengaruhi kinerja, adapula
salah satu cara untuk meningkatkan kinerja/keproduktifan pegawai yang juga
diungkapkan oleh salah satu Kepala Bagian yaitu dengan cara melakukan
pendekatan secara personal kepada pegawai yang kinerjanya menurun.
Seorang pimpinan instansi juga berkewajiban untuk melakukan pengawasan
terhadap kinerja pegawainya. Seorang pimpinan, juga perlu mengenali
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing dari pegawainya,
sebab hal ini akan memudahkan para pimpinan untuk mengevaluasi
perkembangan setiap pegawainya. Dengan hal tersebut, pimpinan akan lebih
mudah mengenali mana karyawan yang memiliki prestasi kerja cukup bagus,
dan mana karyawan yang membutuhkan dukungan dari pimpinan untuk
mencapai keberhasilan seperti rekan-rekan lainnya. Tentu dengan pendekatan
tersebut, para pimpinan dapat membantu karyawan yang kesulitan
mengerjakan tugasnya untuk bisa berhasil meraih prestasi seperti karyawan
lainnya.
Selain itu, adapula cara lain untuk meningkatkan kinerja pegawai
misalnya dengan lebih memperhatikan dan menanggapi keluhan karyawan
dengan baik untuk memacu semangat kerja mereka. Pihak instansi dapat
154
selalu membuka komunikasi dengan karyawan apabila terdapat masukan
ataupun komplain dari karyawan melalui kotak saran. Kemudian
membahasnya sebulan sekali bersama menajemen terkait, untuk kemudian
hasilnya diumumkan secara transparan kepada para karyawan.
Oleh karena itu, untuk dapat lebih meningkatkan kinerja pegawai, maka
pihak instansi harus memperhatikan seluruh faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja pegawai dan juga mempraktekkan berbagai cara-cara peningkatan
keproduktifan kerja seperti pendekatan personal untuk dapat meningkatkan
kinerja pegawai, karena dengan kinerja yang baik dari pegawainya akan
mempermudah instansi dalam mencapai tujuannya dan dapat menggerakan
roda organisasi ini dengan baik.
6.9 Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Pengetahuan
Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan KIA Kemenkes RI
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa variabel kesesuaian
pengetahuan dalam penempatan kerja dapat mempengaruhi kinerja pegawai
dan pengaruh dari variabel kesesuaian pengetahuan kuat terhadap variabel
kinerja pegawai. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin baik kesesuaian
antara pengetahuan yang dimiliki seorang pegawai dengan bidang pekerjaan
yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai yang
bersangkutan. Kesesuaian pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pegawai
dengan kualifikasi pekerjaan yang ditempati, dapat dilihat dari indikator-
155
indikator seperti kesesuaian latar belakang pendidikan formal dan informal
dalam penempatan pegawai serta kesesuaian wawasan pengetahuan pekerjaan
yang dimiliki pegawai dengan penempatan kerjanya yang akan dapat
mendukungnya dalam pelaksanaan pekerjaan.
Semakin baik kesesuaian antara latar belakang pendidikan formal
yang dimiliki seorang pegawai dengan bidang pekerjaan yang dibebankan
kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai yang bersangkutan.
Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2007) tingkat pendidikan
adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis
dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan
konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Tingkat pendidikan
seorang karyawan dapat membuat karyawan memiliki pengetahuan
konseptual dan teoritis yang membantunya dalam mengerjakan tugas dan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Hal tersebut juga sesuai dengan
pendapat Notoatmodjo (1989) dalam Syaiin (2008), bahwa melalui
pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga
dapat membuat keputusan dalam bertindak. Pengetahuan pegawai yang
didapatkan dari pendidikan formal yang dijalaninya dapat meningkatkan
kemampuan pegawai yang bersangkutan. Dengan adanya kemampuan yang
dimiliki dalam mengerjakan pekerjaannya, maka hal tersebut dapat membantu
pegawai dalam mencapai kinerja yang optimal dan memuaskan.
Demikian pula halnya dengan wawasan pengetahuan tentang pekerjaan
dan pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh pegawai. Semakin
156
baik wawasan pengetahuan pegawai tentang pekerjaan yang dibebankan
kepadanya akan semakin baik pula kemampuannya dalam melaksanakan
pekerjannya, dan akan semakin baik pula kinerja pegawai tersebut. Menurut
Gibson (1988) dalam Yuliastuti (2007) bahwa pengetahuan merupakan
pemahaman lisan seorang pegawai tentang apa yang dia ketahui dari
pengalaman dan proses belajar. Apabila pegawai tersebut memiliki wawasan
pengetahuan yang baik tentang pekerjaannya, maka dia akan dapat
menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik. Wawasan pengetahuan yang
dimiliki cenderung dapat meningkatkan kualitas pekerjaan pegawai.
Kemudian, menurut Yanti (2012) bahwa semakin sesuai antara materi
pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh seorang pegawai dengan
tuntutan tugas yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja
pegawai tersebut. Didukung pula oleh pendapat menurut Sirait (2006) dalam
Yuliastuti (2007) bahwa pendidikan dan pelatihan dapat memberikan pegawai
keterampilan yang mereka butuhkan dan dengan adanya keterampilan, maka
hal tersebut dapat mengurangi rasa takut mereka dalam menghadapi tugas-
tugas baru. Hal tersebut menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kesesuaian pengetahuan dengan kinerja pegawai di
Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI.
Hasil tersebut mendukung pendapat bahwa penempatan pegawai pada
bidang tertentu hendaknya mempertimbangkan beberapa hal sehingga
pegawai yang terpilih adalah mereka yang memiliki kualifikasi yang baik.
Kesesuaian antara kualifikasi yang dimiliki pegawai dengan bidang tugasnya
157
akan meningkatkan kinerjanya, sehingga roda organisasi akan berjalan
dengan baik. Penempatan pegawai pada suatu bidang pekerjaan dengan
mempertimbangkan kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan dan
kesesuaian sikap dari pegawai yang bersangkutan merupakan hal yang sangat
penting untuk menghasilkan kinerja yang diinginkan.
Pengetahuan merupakan suatu kesatuan informasi terorganisir yang
biasanya terdiri dari sebuah fakta atau prosedur yang diterapkan secara
langsung terhadap kinerja. Sebuah fungsi pengetahuan seseorang dapat
diperoleh melalui pendidikan formal, pendidikan informal, pengalaman,
membaca buku dan lain-lain. Pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai dapat
membantunya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya.
Mulyasa (2002) mengungkapkan bahwa pengetahuan dapat membuat seorang
pegawai dapat mengetahui metode penyelesaian tugas dengan baik. Oleh
karena itu pegawai dituntut untuk memiliki pengetahuan yang sesuai dengan
pekerjaannya.
Adanya keterkaitan antara kesesuaian pengetahuan dan keterampilan
dengan kinerja pegawai juga diperkuat oleh pendapat Siagian (2009) yang
menyatakan bahwa dalam kehidupan organisasional, pengetahuan dan
keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan tugas merupakan modal yang
amat besar. Kepercayaan pada diri sendiri perlu ditanamkan dalam organisasi,
karena hal ini akan berpengaruh pada kinerja pegawai. Mutu pekerjaan juga
berhubungan dengan pendidikan dan kecerdasan dimana peningkatan
pendidikan dan kecerdasan meningkatkan cara berpikir secara kritis sehingga
158
lebih mampu mengekspresikan keinginan menurut persepsi yang harus
dipenuhi.
Kemudian, didukung pula oleh pendapat Robbins (2008) yang
mengatakan bahwa semakin baik pengetahuan dan keterampilan kerja
seorang pegawai, maka kemampuan kerjanya juga semakin baik.
Kemampuan merujuk ke kapasitas individu untuk melaksanakan tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu. Semakin baik pengetahuan seorang pegawai akan
semakin tinggi pula kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Pekerjaan
membebankan tuntutan-tuntutan berbeda kepada pelaku untuk menggunakan
kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, penempatan kerja yang sesuai
dengan pengetahuan yang dimiliki pegawai sangat penting untuk kelancaran
pelaksanaaan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Soares
(2010) yang menemukan hasil bahwa penempatan, berpengaruh signifikan
terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Selain itu, adapula penelitian lain
yang dilakukan oleh Eduard L. Pessiwarissa (2008), Andri Latif Asikin
Mansoer (2009), T.Murad (2012), Asri Nur Fadillah, dkk, Diana Prihartini
(2012), serta Athkan,dkk (2013) yang menemukan bahwa kesesuaian
penempatan kerja yang meliputi kesesuaian pengetahuan, keterampilan dan
sikap pegawai berhubungan positif dan memiliki pengaruh yang kuat
terhadap prestasi kerja pegawai.
Hasil penelitian tersebut didukung pula oleh pendapat Menurut
Komaruddin yang dikutip oleh Suwatno (2001), yang menjelaskan bahwa
159
penempatan pekerjaan karyawan pada jabatan yang tepat akan berdampak
pada setiap karyawan, mereka dapat bertugas dengan efisien, dapat
mengembangkan diri untuk berprestasi dan merasa puas. Kemudian menurut
Yana Octaria (2000) dalam Murad (2012), menjelaskan bahwa penempatan
karyawan yang tepat merupakan salah satu cara yang menunjang kearah
terciptanya prestasi, sehingga hal ini dapat mencapai tujuan perusahaan
karena didapatnya orang-orang yang tepat, dimana orang-orang tersebut dapat
memenuhi kebutuhan masa sekarang dan masa akan datang perusahaan serta
meningkatkan kinerja di masa yang akan datang.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hasibuan (2006) yang menyatakan
bahwa prinsip penempatan harus dilaksanakan secara konsekuen supaya
seorang pekerja bekerja sesuai dengan spesialisasinya/keahliannya masing-
masing. Dengan penempatan yang sesuai dan tepat ini maka gairah kerja,
mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan
kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang
sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan
semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu.
Jadi penempatan karyawan yang sesuai dan tepat merupakan salah satu kunci
untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan selain moral
kerja, kreativitas, dan prakarsanya juga akan berkembang (Hasibuan, 2006).
Selain itu, menurut Siagian (2009) bahwa kinerja para pegawai juga
merupakan pencerminan prosedur pengadaan pegawai yang ditempuh oleh
bagian kepegawaian. Artinya, jika sistem rekruitmen, seleksi, pengenalan dan
160
penempatan pegawai sudah baik, sangat besar kemungkinan kinerja para
pegawai pun akan memuaskan.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh
Schuler dan Jackson (1997) yang menyatakan penempatan adalah
pencocokan seseorang dengan jabatan yang akan dipegangnya, berdasarkan
pada kebutuhan jabatan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
preferensi, dan kepribadian karyawan tersebut. Dari teori tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan harus tepat dalam menempatkan karyawan
serta mencocokan minat dan keterampilan karyawan agar mampu dalam
menopang segala yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, hasil
penelitian ini sesuai dengan teori yang digunakan sebagai acuan dan sesuai
pula dengan hasil-hasil penelitian yang relevan.
6.10 Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Keterampilan
Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa variabel kesesuaian
keterampilan dalam penempatan kerja dapat mempengaruhi kinerja pegawai
dan pengaruh dari variabel kesesuaian keterampilan kuat terhadap variabel
kinerja pegawai. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin baik kesesuaian
antara keterampilan yang dimiliki seorang pegawai dengan bidang pekerjaan
yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai yang
bersangkutan. Kesesuaian keterampilan yang dimiliki oleh seorang pegawai
161
dengan kualifikasi pekerjaan yang ditempati, dapat dilihat dari indikator-
indikator seperti kesesuaian antara keterampilan teknis, hubungan
kemanusiaan, dan keterampilan konseptual yang dimiliki pegawai dengan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Semakin baik kesesuaian antara keterampilan teknis dan keterampilan
konseptual yang dimiliki seorang pegawai dengan bidang pekerjaan yang
dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai yang
bersangkutan. Demikian pula halnya dengan keterampilan hubungan
kemanusiaan yang dimiliki oleh seorang karyawan juga akan mempengaruhi
kinerja pegawai. Semakin baik keterampilan hubungan kemanusiaan pegawai
dalam bergaul maupun berkomunikasi dengan pegawai lainnya, maka akan
membantu kelancaran tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Hal
tersebut menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kesesuaian keterampilan kerja dengan kinerja pegawai di Sekretariat
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI.
Hasil tersebut mendukung pendapat bahwa penempatan pegawai pada
bidang tertentu hendaknya mempertimbangkan beberapa hal sehingga
pegawai yang terpilih adalah mereka yang memiliki kualifikasi yang baik.
Kesesuaian antara kualifikasi yang dimiliki pegawai dengan bidang tugasnya
akan meningkatkan kinerjanya, sehingga roda organisasi akan berjalan
dengan baik. Penempatan pegawai pada suatu bidang pekerjaan dengan
mempertimbangkan kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan dan
162
kesesuaian sikap dari pegawai yang bersangkutan merupakan hal yang sangat
penting untuk menghasilkan kinerja yang diinginkan.
Dengan adanya kesesuaian keterampilan dalam penempatan kerja, maka
diharapkan pegawai akan lebih mudah dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Keterampilan (skill) merupakan suatu kompetensi yang diperlihatkan dalam
kinerja melalui perilaku yang dapat diamati, atau dengan kata lain
keterampilan adalah suatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas
pekerjaan yang dibebankan kepadanya, misalnya dengan keterampilan dapat
memanfaatkan alat bantu, maka pegawai akan mampu menyelesaikan tugas
yang diberikan secara relatif lebih cepat.
Kemudian, adapula keterampilan hubungan kemanusiaan yang juga
sangat menunjang kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA, karena
dengan kemampuan ini, karyawan mampu menjalin kerja sama yang baik
dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan adanya keterampilan hubungan
kemanusiaan maka apabila pegawai mengalami kesulitan dalam melakukan
tugas atau pekerjaan yang diberikan kepadanya, pegawai tersebut dapat
dengan mudah meminta bantuan kepada karyawan lain yang lebih menguasai
cara mengerjakan tugas/pekerjaan tersebut.
Selain itu, adapula keterampilan konseptual yang juga sangat membantu
pegawai dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Keterampilan secara konseptual perlu dimiliki karyawan sesuai
dengan bidang kerjanya masing-masing. Dengan adanya keterampilan secara
konseptual, karyawan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik
163
melalui strategi-strategi yang kreatif dan hal ini akan berdampak pada
kinerja/prestasi kerja karyawan.
Adanya keterkaitan antara kesesuaian pengetahuan dan keterampilan
dengan kinerja pegawai juga diperkuat oleh pendapat Siagian (2009) yang
menyatakan bahwa dalam kehidupan organisasional, pengetahuan dan
keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan tugas merupakan modal yang
amat besar. Kepercayaan pada diri sendiri perlu ditanamkan dalam organisasi.
Karena hal ini akan berpengaruh pada kinerja pegawai. Mutu pekerjaan juga
berhubungan dengan pendidikan dan kecerdasan dimana peningkatan
pendidikan dan kecerdasan meningkatkan cara berpikir secara kritis sehingga
lebih mampu mengekspresikan keinginan menurut persepsi yang harus
dipenuhi.
Kemudian, didukung pula oleh pendapat Robbins (2008) yang
mengatakan bahwa semakin baik pengetahuan dan keterampilan kerja
seorang pegawai, maka kemampuan kerjanya juga semakin baik.
Kemampuan merujuk ke kapasitas individu untuk melaksanakan tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu. Semakin baik keterampilan seorang pegawai akan
semakin tinggi pula kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Pekerjaan
membebankan tuntutan-tuntutan berbeda kepada pelaku untuk menggunakan
kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, penempatan kerja yang sesuai
dengan keterampilan yang dimiliki pegawai sangat penting dalam kelancaran
pelaksanaaan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
164
Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Soares
(2010) yang menemukan hasil bahwa penempatan, berpengaruh signifikan
terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Selain itu, adapula penelitian lain
yang dilakukan oleh Eduard L. Pessiwarissa dalam jurnal aplikasi manajemen
(2008), Andri Latif Asikin Mansoer (2009), T.Murad (2012), Asri Nur
Fadillah, dkk, Diana Prihartini (2012), serta Athkan,dkk (2013) yang
menemukan bahwa kesesuaian penempatan kerja yang meliputi kesesuaian
pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai berhubungan positif dan
memiliki pengaruh yang kuat terhadap prestasi kerja pegawai.
Hasil penelitian tersebut didukung pula oleh pendapat Menurut
Komaruddin yang dikutip oleh Suwatno (2001), yang menjelaskan bahwa
penempatan pekerjaan karyawan pada jabatan yang tepat akan berdampak
pada setiap karyawan, mereka dapat bertugas dengan efisien, dapat
mengembangkan diri untuk berprestasi dan merasa puas. Kemudian menurut
Yana Octaria (2000) dalam Murad (2012), menjelaskan bahwa penempatan
karyawan yang tepat merupakan salah satu cara yang menunjang kearah
terciptanya prestasi, sehingga hal ini dapat mencapai tujuan perusahaan
karena didapatnya orang-orang yang tepat, dimana orang-orang tersebut dapat
memenuhi kebutuhan masa sekarang dan masa akan datang perusahaan serta
meningkatkan kinerja di masa yang akan datang.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hasibuan (2006) yang menyatakan
bahwa prinsip penempatan harus dilaksanakan secara konsekuen supaya
seorang pekerja bekerja sesuai dengan spesialisasinya/keahliannya masing-
165
masing. Dengan penempatan yang sesuai dan tepat ini maka gairah kerja,
mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan
kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang
sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan
semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu.
Jadi penempatan karyawan yang sesuai dan tepat merupakan salah satu kunci
untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan selain moral
kerja, kreativitas, dan prakarsanya juga akan berkembang (Hasibuan, 2006).
Selain itu, menurut Siagian (2009) bahwa kinerja para pegawai juga
merupakan pencerminan prosedur pengadaan pegawai yang ditempuh oleh
bagian kepegawaian. Artinya, jika sistem rekruitmen, seleksi, pengenalan dan
penempatan pegawai sudah baik, sangat besar kemungkinan kinerja para
pegawai pun akan memuaskan.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh
Schuler dan Jackson (1997) yang menyatakan penempatan adalah
pencocokan seseorang dengan jabatan yang akan dipegangnya, berdasarkan
pada kebutuhan jabatan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
preferensi,dan kepribadian karyawan tersebut. Dari teori tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan harus tepat dalam menempatkan karyawan
serta mencocokan minat dan keterampilan karyawan agar mampu dalam
menopang segala yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, hasil
penelitian ini sesuai dengan teori yang digunakan sebagai acuan dan sesuai
pula dengan hasil-hasil penelitian yang relevan.
166
6.11 Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Sikap Terhadap
Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa variabel kesesuaian
sikap dalam penempatan kerja dapat mempengaruhi kinerja pegawai dan
pengaruh dari variabel kesesuaian sikap kuat terhadap variabel kinerja
pegawai. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin baik kesesuaian antara
sikap kerja seorang pegawai dengan bidang pekerjaan yang dibebankan
kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai yang bersangkutan.
Kesesuaian sikap yang dimiliki oleh seorang pegawai dengan kualifikasi
pekerjaan yang ditempati, dapat dilihat dari indikator-indikator seperti
kesesuaian penempatan kerja dengan sikap karyawan terhadap jenis pekerjaan
itu sendiri, sikap terhadap sesama karyawan, sikap terhadap kesesuaian
peralatan, dan sikap terhadap kondisi fisik pekerjaan.
Semakin baik sikap karyawan terhadap pekerjaan yang dibebankan
kepadanya, sikap karyawan antar sesama pegawai, sikap karyawan terhadap
peralatan kerja dan kondisi fisik lingkungan kerjanya, maka akan
mempengaruhi kinerja dari seorang pegawai tersebut. Hal tersebut
menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian
sikap kerja dengan kinerja pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA Kemenkes RI.
167
Hasil tersebut mendukung pendapat bahwa penempatan pegawai pada
bidang tertentu hendaknya mempertimbangkan beberapa hal sehingga
pegawai yang terpilih adalah mereka yang memiliki kualifikasi yang baik.
Kesesuaian antara kualifikasi yang dimiliki pegawai dengan bidang tugasnya
akan meningkatkan kinerjanya, sehingga roda organisasi akan berjalan
dengan baik. Penempatan pegawai pada suatu bidang pekerjaan dengan
mempertimbangkan kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan dan
kesesuaian sikap dari pegawai yang bersangkutan merupakan hal yang sangat
penting untuk menghasilkan kinerja yang diinginkan.
Kesesuaian sikap juga merupakan persyaratan penting dalam
penempatan pegawai untuk menghasilkan kinerja yang baik, karena sikap
merupakan kesiapan mental yang dipelajari dan diorganisasi melalui
pengalaman yang mempunyai pengaruh tertentu terhadap cara tanggap
seseorang terhadap orang lain, obyek/pekerjaan dan situasi yang berhubungan
dengannya. Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir
melalui gerakan fisik dan tanggapan fikiran terhadap sesuatu keadaan atau
suatu objek (Salim,2008).
Robbins (2008) menyatakan sikap adalah pernyataan-pernyataan
evaluatif baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan mengenai objek,
orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan
sesuatu. Dalam organisasi, sikap bersifat penting karena mempengaruhi
perilaku. Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, namun perilaku
organisasi memfokuskan perhatian pada sejumlah kecil sikap yang berkaitan
168
dengan pekerjaan. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan ini membuka jalan
evaluasi positif atau negatif yang dipegang para karyawan mengenai aspek
lingkungan kerja mereka. Pada akhirnya tinggi rendahnya kinerja seseorang
pegawai juga terkait erat dengan sikap pegawai tersebut terhadap pekerjaan
yang diberikan kepadanya.
Menurut Prabu Mangkunegara (2007), sikap (attitude) seorang
karyawan dalam menghadapi situasi kerja akan membentuk suatu motivasi
kerja bagi pegawai dalam pencapaian hasil kerja yang maksimal. Melalui
sikap kerja yang baik yang dimiliki oleh karyawan, maka diharapkan
karyawan lebih menikmati pekerjaan yang dia miliki sehingga mereka
mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan pencapaian kerja yang
maksimal. Sikap kerja karyawan dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu
sikap terhadap jenis pekerjannya, sikap terhadap sesama karyawan, sikap
terhadap peralatan kerja,dan sikap terhadap kondisi fisik lingkungan kerjanya.
Sikap pegawai terhadap jenis pekerjaan yang dibebankan kepadanya
sangat mempengaruhi motivasinya dalam bekerja. Jika pegawai merasa
nyaman dan senang dengan penempatan kerjanya dan pekerjaan yang
dibebankan kepadanya, maka pegawai dapat selalu bersemangat dalam
bekerja dan selalu berusaha berkinerja secara optimal. Sikap pegawai yang
memiliki persepsi yang baik terhadap pekerjannya dapat menciptakan kondisi
yang kondusif bagi pegawai tersebut untuk dapat mengeluarkan segala
kemampuannya dan melaksanakan pekerjaanya secara optimal.
169
Sikap terhadap sesama karyawan juga merupakan salah satu hal yang
penting dan mempengaruhi kinerja pegawai. Dengan adanya persepsi yang
baik yang dimiliki pegawai terhadap rekan kerjanya, akan menimbulkan rasa
kenyamanan saat bekerja. Persepsi yang baik terhadap sesama karyawan juga
akan mengurangi adanya konflik-konflik internal yang dapat menghambat
keproduktifan karyawan dalam menghasilkan kinerja yang optimal dan
memuaskan.
Sikap terhadap kesesuaian peralatan juga akan mempengaruhi kinerja
pegawai. Dengan adanya persepsi yang baik terhadap kesesuaian peralatan
kerja yang ada dengan harapan karyawan, maka dapat membuat karyawan
lebih bersemangat dalam bekerja. Peralatan kerja juga merupakan hal yang
perlu diperhatikan oleh pihak instansi untuk mendukung tercapainya prestasi
kerja yang memuaskan dari karyawan. Dengan adanya peralatan kerja yang
lengkap dan sesuai dengan kebutuhan pegawai, maka pegawai akan selalu
berusaha untuk melaksanakan pekerjaannya secara optimal karena didukung
dan dibantu oleh peralatan kerja yang dimilikinya untuk membantu dalam
penyelesaian pekerjaannya.
Adapula sikap terhadap kondisi fisik lingkungan pekerjaan yang juga
mempengaruhi kinerja pegawai. Kondisi fisik lingkungan pekerjaan dapat
mempengaruhi kenyamanan karyawan untuk dapat menyelesaikan
pekerjaannya secara optimal. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik
apabila pegawai dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman,
dan nyaman. Kondisi fisik lingkungan pekerjaan yang dapat membantunya
170
untuk bekerja secara produktif misalnya adanya kenyamanan ruangan dengan
tata ruang kantor yang nyaman, lingkungan yang bersih, ruang yang cukup
besar untuk memudahkan aktivitas, fasilitas ruangan yang lengkap misalnya
disertai dengan AC supaya pegawai tidak merasakan kegerahan saat bekerja
terlalu lama, penerangan cahaya yang baik, sirkulasi udara yang baik, serta
tempat duduk dan meja kerja yang nyaman. Dengan adanya kenyamanan
karyawan pada kondisi fisik lingkungan pekerjannya akan mempengaruhi
produktifitas karyawan dalam bekerja.
Sikap kerja pegawai sangat mempengaruhi motivasinya dalam bekerja.
Dengan adanya sikap kerja yang baik, hal tersebut sangat baik untuk
mendukung kelancaran tugas yang diberikan kepadanya dan merupakan
motivasi yang akan membantunya dalam mencapai kinerja/prestasi kerja yang
optimal. Oleh karena itu, kesesuaian sikap juga hal yang sangat penting
dalam penempatan kerja pegawai sehingga dapat mendukung pegawai untuk
dapat mencapai prestasi kerja yang optimal.
Menurut Komaruddin yang dikutip oleh Suwatno (2001), penempatan
pekerjaan karyawan pada jabatan yang tepat akan berdampak pada setiap
karyawan, mereka dapat bertugas dengan efisien, dapat mengembangkan diri
untuk berprestasi dan merasa puas. Kemudian menurut Yana Octaria (2000)
dalam Murad (2012), menjelaskan bahwa penempatan karyawan yang tepat
merupakan salah satu cara yang menunjang kearah terciptanya prestasi,
sehingga hal ini dapat mencapai tujuan perusahaan karena didapatnya orang-
orang yang tepat, dimana orang-orang tersebut dapat memenuhi kebutuhan
171
masa sekarang dan masa akan datang perusahaan serta meningkatkan kinerja
di masa yang akan datang.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hasibuan (2006) yang menyatakan
bahwa prinsip penempatan harus dilaksanakan secara konsekuen supaya
seorang pekerja bekerja sesuai dengan spesialisasinya/keahliannya masing-
masing. Dengan penempatan yang sesuai dan tepat ini maka gairah kerja,
mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan
kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang
sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan
semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu.
Jadi penempatan karyawan yang sesuai dan tepat merupakan salah satu kunci
untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan selain moral
kerja, kreativitas, dan prakarsanya juga akan berkembang (Hasibuan, 2006).
Selain itu, menurut Siagian (2009) bahwa kinerja para pegawai juga
merupakan pencerminan prosedur pengadaan pegawai yang ditempuh oleh
bagian kepegawaian. Artinya, jika sistem rekruitmen, seleksi, pengenalan dan
penempatan pegawai sudah baik, sangat besar kemungkinan kinerja para
pegawai pun akan memuaskan.
Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Soares
(2010) yang menemukan hasil bahwa penempatan, berpengaruh signifikan
terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Selain itu, adapula penelitian lain
yang dilakukan oleh Eduard L. Pessiwarissa dalam jurnal aplikasi manajemen
(2008), Andri Latif Asikin Mansoer (2009), T.Murad (2012), Asri Nur
172
Fadillah, dkk, Diana Prihartini (2012), serta Athkan,dkk (2013) yang
menemukan bahwa kesesuaian penempatan kerja yang meliputi kesesuaian
pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai berhubungan positif dan
memiliki pengaruh yang kuat terhadap prestasi kerja pegawai.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh
Schuler dan Jackson (1997) yang menyatakan penempatan adalah
pencocokan seseorang dengan jabatan yang akan dipegangnya, berdasarkan
pada kebutuhan jabatan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
preferensi,dan kepribadian karyawan tersebut. Dari teori tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan harus tepat dalam menempatkan karyawan
serta mencocokan minat dan keterampilan karyawan agar mampu dalam
menopang segala yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, hasil
penelitian ini sesuai dengan teori yang digunakan sebagai acuan dan sesuai
pula dengan hasil-hasil penelitian yang relevan.
173
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1 Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif, dapat diketahui
bahwa saat ini kondisi penempatan pegawai sebagian besar sudah sesuai
dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Namun
memang masih adapula penempatan pegawai yang masih belum sesuai
dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Untuk
mengatasi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
pegawai, pihak instansi melakukan program pendidikan dan pelatihan
untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pegawai.
2 Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif, dapat diketahui
bahwa saat ini kondisi penempatan pegawai sebagian besar sudah sesuai
dengan sikap kerja mereka. Namun memang masih adapula penempatan
pegawai yang masih belum sesuai dengan sikap kerja mereka.
3 Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif, dapat diketahui
bahwa saat ini kinerja sebagian besar pegawai sudah sesuai dengan
target/standar kerja yang direncanakan. Namun memang masih adapula
kinerja pegawai yang masih belum sesuai dengan target/standar kerja
yang direncanakan.
4 Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif, dapat diketahui bahwa
kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam penempatan
174
kerja pegawai memiliki pengaruh yang kuat dan signifikan terhadap
kinerja pegawai. Kemudian, berdasarkan hasil pengolahan data kualitatif
dapat diketahui bahwa selama ini belum ada kinerja buruk pegawai yang
disebabkan oleh ketidaksesuaian dalam penempatan kerjanya.
5 Berdasarkan hasil pengolahan data kualitatif, dapat diketahui bahwa
selain faktor kesesuaian penempatan kerja, terdapat faktor lain yang akan
mempengaruhi kinerja pegawai yaitu peningkatan faktor kesejahteraan
pegawai atau sistem reward seperti tunjangan kinerja maupun
penghargaan. Selain itu, adapula faktor lain yang mempengaruhi kinerja
yaitu kemauan dari orang tersebut dan faktor kesadaran pegawai akan
dampak dari pencapaian target kerja/penilaian SKP.
7.2 Saran
1 Sebagian besar pegawai penempatannya telah sesuai dengan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dimilikinya. Oleh
karena itu, pihak instansi sebaiknya mempertahankan kondisi
penempatan kerja yang telah sesuai dengan kompetensi pegawai dan juga
perlu mengawasi masalah kesesuaian dan ketidaksesuaian penempatan
kerja pegawai agar pegawai dapat menciptakan kondisi yang kondusif
untuk dapat bekerja secara produktif demi tercapainya tujuan instansi.
2 Sebaiknya pihak instansi memberi perhatian yang lebih besar terhadap
peningkatan dan pengembangan kemampuan pegawai melalui
pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan tugas/pekerjaan pegawai
175
guna untuk mendukung pelaksanaan pekerjaannya. Saat ini, masih ada
kendala dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan yaitu masalah
keterbatasan anggaran dan keterbatasan kuota. Namun, salah satu cara
untuk mengatasinya adalah dengan sistem sharing ilmu/berbagi ilmu dari
pegawai yang telah mengikuti kegiatan diklat kepada pegawai yang
belum mendapatkan kesempatan untuk diklat. Hal tersebut diharapkan
dapat menunjang keproduktifan kerja seluruh pegawai yang ada.
3 Selain itu, dengan keterbatasan anggaran maka instansi sebaiknya juga
lebih membuat perencanaan kegiatan diklat yang benar-benar sesuai
dengan kebutuhan instansi. Hal tersebut, bisa dilakukan dengan
mengadaptasi sistem penilaian kinerja di negara Singapura. Dimana
dengan adanya review kinerja pegawai, maka atasan dapat membuat
rekomendasi untuk mengikuti kegiatan diklat bagi pegawai yang
kinerjanya kurang baik. Dengan hal tersebut, maka perencanaan kegiatan
diklat akan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan instansi yang
sesungguhya.
4 Instansi sebaiknya juga memperhatikan faktor-faktor lain yang akan
mempengaruhi kinerja pegawai seperti lebih memperhatikan sistem
penghargaan bagi pegawai baik berupa kompensasi, penghargaan berupa
piagam dan pujian, peluang untuk peningkatan pendidikan, serta
perhatian dan penghargaan dari atasan untuk dapat meningkatkan kinerja
dari pegawai. Selain itu, instansi sebaiknya juga dapat mensosialisasikan
dampak dari pencapaian target kerja pada SKP yang dapat
176
mempengaruhi motivasi pegawai untuk selalu berkinerja secara optimal
dan sesuai dengan target kerjanya.
5 Selain memperhatikan faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, pihak
instansi sebaiknya juga dapat menerapkan beberapa cara untuk
meningkatkan produktifitas pegawai. Salah satunya yaitu melakukan
pendekatan secara personal kepada pegawai yang memiliki kinerja yang
kurang baik untuk dapat meningkatkan motivasi kerja pegawai tersebut
yang tentunya akan berdampak pada produktifitas pegawai tersebut.
Adapula cara lainnya yaitu dengan lebih memperhatikan dan menanggapi
keluhan pegawai dengan baik untuk memacu semangat kerja mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan, Jakarta:
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Analisa, Lucky W. 2011. “Analisis Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan (Studi Pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota
Semarang).” Skripsi pada Fakultas Ekonomi Universitas Dipenogoro
Atkhan, dkk. 2013. “Pengaruh Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas
Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur”. Jurnal Administrasi dari Magister Ilmu
Administrasi UNMUL Samarinda
Bernardin, H.John, dan Joyce E.A.Russel. 1993. Human Resource Management : An
Experential Approach. Singapore: Mc. Graw Hill, Inc.
Dahlan Sopiyudin, M. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Dessler, Gary. 1984. Human Resource Management Eight Edition. Prentice-hall,Inc.
Dharma, Surya. 2001. Manajemen Kinerja Falsafah Teori dan Penerapannya, Jakarta:
Pustaka Pelajar.
Fadillah, Asri Nur, dkk.. “Pengaruh Penempatan Pegawai Terhadap Kinerja, Studi Pada
Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Gresik”. Jurnal Administrasi Publik Vol. 1
No. 5 Universitas Brawijaya
Gita Wijaya, I Made Bagus dan Suana, Iwayan. “Pengaruh Penempatan Dan Pengalaman
Terhadap Kepuasan Dan Kinerja Karyawan”. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana
Gomes, FC, (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Penerbit Andi
Handoko, T.Hani. 2011. Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia.Edisi Kedua.
Yogyakarta: BPFE (Badan Penerbit Fakultas Ekonomi)
Hasan, Iqbal. 2006. Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Jakarta: Bumi Aksara
Hasibuan, Malayu S.P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Cetakan
Kedelapan Jakarta: PT Bumi Aksara
Hidayat dan Sucherly. 2000. Peningkatan Produktivitas Organisasi Pemerintah dan Pegawai
Negeri, Jakarta: Prisma, No.12, LP3ES
Ilyas, Yaslis. 2002. Kinerja. Teori, Penilaian, dan Penelitian, Pusat Kajian Ekonomi
Kesehatan FKM UI
Ilyas, Yaslis. 2011. Perencanaan SDM Rumah Sakit, FKMUI
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Vol.6 No.2 Tahun 2012, Pusat Pengkajian dan
Penelitian Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara
Kebijakan Pengadaan CPNS Pasca Moratorium Tahun 2013, Deputi Bidang SDM Aparatur
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Mansoer, Andri Latif Asikin, 2009. Hubungan Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap
Prestasi Kerja Pegawai (Studi Kasus pada Perusahaan Daerah Pasar Tohaga
Kabupaten Bogor)
Martopo, Anshary. 2004. Peningkatan Kompetensi Menuju SDM Berkualitas. Bandung:
Tarsito
Mathis dan Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Terjemahan. Edisi Pertama.
Jakarta: PT. Salemba Emban Patria.
Meitaningrum, Dhita Ayu; Hardjanto, Imam; dan Siswidiyanto. “Efektivitas Pendidikan dan
Pelatihan Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai (Studi pada Badan Kepegawaian
Daerah Kabupaten Malang). Jurnal. Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang
Mitrasari, RR. Trihayu. 2008. “Persepsi Pegawai Atas Penilaian Kinerja Pegawai di PT. PLN
(PERSERO) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang”. Skripsi pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Mulyasa. 2002. Kurikulum berbasis kompetensi, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Murad, T. 2012. “Pengaruh Penempatan Karyawan Terhadap Prestasi Kerja Pegawai di
Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Utara”. Tesis Ilmu
Administrasi Universitas Terbuka
Musanef. 1984. Manajemen Kepegawaian Di Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung
Naliebrata, Anita. 2007. Analisis Pengaruh Penempatan Pegawai Berbasis Kompetensi
Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Kasus Dinas Perhubungan Pemkab Bogor), Bogor:
Institut Pertanian Bogor
Nasution, S. 2000. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara
Nawawi, Hadari. 2006. Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan
Industri. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI No.24 Tahun 2013 Tentang
Kebijakan Tambahan Alokasi Formasi dan Pengadaan CPNS
Pesiwarissa, L. Eduard, 2008. Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Prestasi
Kerja di Kantor BAPPEDA Kabupaten Nabire, Papua
Polak, Yanti S. 2012. “Pengaruh Tingkat Pendidikan, Keterampilan Kerja, Dan Sikap Kerja
Terhadap Prestasi Kerja Karyawan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Makassar” Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Prihartini, Diana. 2012. “Analisis Faktor-Faktor Kebijakan Penempatan SDM Terhadap
Prestasi Kerja Pegawai Dinkes Kota Kediri” Jurnal Ilmu Manajemen,
REVITALISASI, Vol. 1, Nomor 3, Desember 2012
Purwoko, Anang Pikukuh. 2012. “Peningkatan Produktivitas Pegawai Melalui Rekrutmen
Berdasarkan Karakteristik Kepribadian Individu. Jurnal Kebijakan dan Manajemen
PNS Vol.6 No.2 Tahun 2012”. Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian, Badan
Kepegawaian Negara
Puspita, Anugrah S. 2011. “Analisis Kebutuhan Tenaga Dengan Metode Workload Indicatr
Of Staffing Need (WISN) Di Unit Pelatihan dan Pengembangan Rumah Sakit Tebet
Jakarta.” Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Rivai, Veitzhal dan Sagala, E.J. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan,
Jakarta: Rajagrafindo Persada
Rivai, Veitzhal, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: dari Teori ke
Praktek, Edisi Pertama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Robbins, Stephen P. Dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-12, Jakarta :
Salemba Empat
Samratulangi. 2013. “Analisis Kebutuhan Pegawai Pada Badan Kepegawaian Daerah Kota
Makassar.” Skripsi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin Makassar
Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2005, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Pendekatan
Adminstratif dan Operasional, Jakarta. Bumi Aksara
Schuler, Randall S. dan Jackson, Susan E, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta:Erlangga
Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia:Reformasi Birokrasi dan
Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung. PT Refika Aditama
Septiani, Cintia. 2008. “Manajemen Sumber Daya Manusia Perpustakaan: Studi Kasus di
Perpustakaan RSUP Fatmawati.” Skripsi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya
Universitas Indonesia
Siagian, Sondang P. M. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta: Lembaga Penerbit
FEUI
Soares, Aderito Babo. 2010. “Pengaruh Penempatan, Karakteristik Pekerjaan dan
Lingkungan Kerja Terhadap Motivasi dan Kinerja Karyawan Grand Sinar Indah Hotel
Kuta – Bali”. Tesis. Program Magister Program Studi Manajemen Program Pasca
Sarjana Universitas Udayana
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung:
AFABETA,cv
Surat Edaran BKN tanggal 11 Februari 1980 No. 02/SE/1980 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
Suwatno, 2001. Asas-Asas Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Suci Press
Syaiin, Subakti. 2008. “Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Klinik Spesialis
Bestari Medan Tahun 2007”. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Medan
Thoha, Miftah, 2010. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Group
Tohardi, Ahmad. 2002. Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung:
Mandar Maju.
Umar, Husein. 2000. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara Tahun 2014
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Yanuardi, Rino. 2007. “Pengaruh Keterampilan Kerja dan Pengetahuan Administrasi
terhadap Kinerja Pegawai Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Padang”. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang
Yuliastuti, Iing. 2007. “Pengaruh Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap Terhadap Kinerja
Perawat Dalam Penatalaksanaan Kasus Flu Burung di RSUP H. Adam Malik Tahun
2007”. Tesis. Program Magister Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Struktur Gizi & KIA 9/16/2014
STRUKTUR ORGANISASI
SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU & ANAK
KELOMPOK JABFUNG
SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL Dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS
NIP.19620915 1991021001 (IV/c)
Agustus 2012 s.d Sekarang
BAGIAN PROGRAM DAN INFORMASI
Drg. Grace Lovita Tewu, MSc (CHHM) NIP.19670807 199203 2 004 (IV/b)
Desember 2011 s.d Sekarang
BAGIAN KEPEGAWAIAN DAN UMUM
Dra. Sri Mulyani, MM NIP.19641127 198403 2 001 (IV/a)
Desember 2012 s.d Sekarang
SUB BAGIAN PROGRAM
Naman Suryadi, S.Sos, MM NIP.19600619 198102 1 001 (IV/a)
Maret 2010 s.d Sekarang
BAGIAN KEUANGAN
Isti Ratnaningsih, MA NIP.19590820 198101 2 001 (IV/a)
Desember 2011 s.d Sekarang
BAGIAN HUKUM, ORGANISASI & HUBUNGAN MASYARAKAT
BONAR SIANTURI, SH, MH NIP. 196205151982121001 (III/d)
Juni 2013 s.d Sekarang
SUB BAGIAN TATA USAHA DAN GAJI
Dra. GUSMIATI, MM NIP. 1960 0822 1984 03 2001 (IV/a)
Desember 2012 s.d Sekarang
SUB BAGIAN RUMAH TANGGA
Yaya Kusumajaya, SKM, MKM NIP.19611121 1984 03 1 004 (IV/a)
Maret 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN EVALUASI DAN PELAPORAN
Dr. Mayang Sari, MARS NIP. 19720804 200312 2 002 (III/d)
Desember 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN DATA DAN INFORMASI
dr. Andi Yussianto, M. Epid NIP.19731207 200212 1 002 (III/d)
November 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN
ANGGARAN TIODORA SIDABUTAR, SKM, MPH NIP : 197406181999032003 (III/d)
Desember 2011 s.d Sekarang
SUB BAGIAN
ORGANISASI Sakri Sab’atmaja, SKM, M.Si
NIP.19680306 199203 1 013 (III/d)
Desember 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN VERIFIKASI & AKUNTANSI Azmi Salim Latuconsina, SE
NIP. 19710430 200604 1 007 (III/c)
Desember 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN PERBENDAHARAAN
Suhardjono, S.Sos NIP.19591123 1982 03 1 002 (IV/a)
Desember 2011 s.d Sekarang
SUB BAGIAN HUKUM
Ari Rabiwaldhi, SH, M.H.Kes NIP. 197802192006041004 (III/b)
Juni 2013 s.d Sekarang
SUB BAGIAN
HUBUNGAN MASYARAKAT dr. Fitria Maulina
NIP. 19790208 200604 2 017 (III/c)
Desember 2011 s.d Sekarang
SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN
Enizarti, SKM, MKM NIP. 19681018 199203 2 002 (III/d)
Januari 2014 s.d Sekarang
DIREKTUR BINA
KESEHATAN ANAK dr. Elizabeth Jane S., MPH,Dsc
NIP. 195809231983112001 (IV/c)
April 2013 s.d Sekarang
DIREKTUR BINA KESEHATAN IBU
dr. Gita Maya Koemara SS, MHA
NIP.19570622 198511 2001 (IV/b) Februari 2012 s.d Sekarang
DIREKTUR BINA GIZI
Ir. DODDY IZWARDY, MA
NIP. 196302161986031005 (IV/b)
September 2013 s.d Sekarang
DIREKTUR
BINA KESJOR DR.Muchtaruddin Mansyur, SP.OK,PhD
NIP. 195812181983121002 (IV/b) September 2013 s.d Sekarang
DIREKTUR
BINA YANKESTRADKOM dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, MKes NIP. 1957 0525 198412 1 001 (IV/d)
Januari 2011 s.d Sekarang
DIREKTUR JENDERAL dr. ANUNG SUGIHANTONO, MKes NIP. 196003201985021002 (IV/d)
Januari 2014 s.d Sekarang
Identitas Responden
” Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
KUISIONER PENELITIAN TENTANG PENGARUH KESESUAIAN PENEMPATAN
KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT DIREKTORAT
JENDERAL BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2014
Kepada :
Yth. Bapak/Ibu/Sdr.(i) Karyawan
Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI
Di-
Jakarta
Dengan Hormat,
Dalam rangka penyusunan skripsi di Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan
Manajemen Pelayanan Kesehatan, program strata satu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya
Nina Arista bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Kesesuaian
Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan
KIA”. Saya akan menanyakan hal-hal seputar kesesuaian penempatan kerja pegawai dan
kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA demi peningkatan kinerja pegawai di
Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA.
Dengan segala hormat dan kerendahan hati, saya mohon bantuan
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari agar dapat meluangkan waktunya untuk memberikan
pendapatnya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang tersedia.
Pengisian kuisioner akan berlangsung ± 15 menit. Anda dimohon untuk membaca dengan
cermat dan teliti sebelum mengisinya. Jawaban Bapak dan Ibu akan dijaga kerahasiannya dan
tidak akan ditunjukan kepada orang lain sehingga kejujuran saudara dalam menjawab
kuisioner ini akan sangat saya hargai.
Atas perhatian dan bantuannya, saya ucapkan banyak terima kasih.
Jakarta, Juni 2014
Hormat saya
Nina Arista
Identitas Responden
” Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
PETUNJUK
Mohon dijawab pada kolom yang tersedia dengan memberi tanda check list ( ) pada kotak
jawaban yang anda pilih sesuai dengan keadaan yang Anda alami. Mohon diteliti ulang, agar
jangan sampai ada pertanyaan yang terlewatkan untuk dijawab
Nama responden :
NIP :
Unit kerja :
Eselon dan Golongan :
Jabatan :
Usia dan Masa Kerja :
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA/sederajat ........... Sarjana (S1) .........
(disertai dengan title, Diploma ........... Pascasarjana (S2) .........
mis: SE/Sarjana Ekonomi)
Alternatif Jawaban:
1. Sangat Setuju/Sangat Sesuai/Sangat Efisien
2. Setuju/Sesuai/Efisien
3. Kurang Setuju/Kurang Sesuai/Kurang Efisien
4. Tidak Setuju/Tidak Sesuai/Tidak Efisien
No Pertanyaan Jawaban Di isi
Peneliti
Tidak
Sesuai
Kurang
Sesuai
Sesuai Sangat
Sesuai
1 Bagaimana kesesuaian antara kuantitas hasil kerja
Anda (jumlah dokumen/laporan) dengan
target/standar kerja yang direncanakan.
Tidak
Sesuai
Kurang
Sesuai
Sesuai Sangat
Sesuai
2 Bagaimana kesesuaian antara kualitas hasil kerja
Anda (kelengkapan dan ketepatan hasil kerja)
dengan standar yang ditetapkan oleh Instansi
Anda.
IDENTITAS RESPONDEN
KINERJA PEGAWAI
Identitas Responden
” Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
Pertanyaan Tidak
Setuju
Kurang
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
Diisi oleh
Peneliti
3 Kualitas hasil kerja Anda meningkat dari waktu ke
waktu.
Tidak
Efisien
Kurang
Efisien
Efisien Sangat
Efisien
4 Bagaimana efisiensi waktu yang Anda perlukan
dalam menyelesaikan setiap tugas yang
dibebankan.
Tidak
setuju
Kurang
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
5 Apapun tugas yang diberikan, Anda selalu
berusaha menyelesaikannya secepat mungkin.
Alternatif Jawaban:
1.SS = Sangat Setuju/Sangat Sesuai
2.S = Setuju/Sesuai
3.KS = Kurang Setuju/Kurang Sesuai
4.TS = Tidak Setuju/Tidak Sesuai
No Pertanyaan Jawaban Di isi
Peneliti Tidak
Sesuai
Kurang
Sesuai
Sesuai Sangat
Sesuai
Kesesuaian Pengetahuan KP
1 Menurut Anda, bagaimana kesesuaian antara
penempatan kerja (bidang kerja) Anda dengan
latar belakang pendidikan Anda
2 Menurut Anda, bagaimana kesesuaian latar
belakang pendidikan Anda dengan pekerjaan yang diberikan kepada Anda
Tidak
Setuju
Kurang
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
3 Anda memiliki wawasan pengetahuan tentang
pekerjaan yang ditugaskan kepada Anda
4 Kesesuaian antara wawasan pengetahuan dengan
bidang pekerjaan Anda dapat mendukung
keberhasilan Anda dalam menyelesaikan setiap
pekerjaan yang dibebankan
5 Kesesuaian pendidikan formal dengan pekerjaan
yang dibebankan dapat membuat Anda lebih
nyaman dalam bekerja
6 Kesesuaian pendidikan formal dengan tuntutan
pekerjaan Anda dapat memperlancar
penyelesaian pekerjaan Anda
7 Pendidikan non formal (Diklat) yang Anda ikuti
sesuai dengan tuntutan tugas dan tanggung
jawab Anda
KESESUAIAN PENEMPATAN KERJA
Identitas Responden
” Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
Pertanyaan Tidak
Setuju
Kurang
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
Diisi
oleh
Peneliti
8 Kesesuaian pendidikan non formal (Diklat) yang
Anda ikuti dengan penempatan kerja dapat
mendukung keberhasilan Anda dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan
No Pertanyaan Jawaban Di isi
Peneliti Tidak
Setuju
Kurang
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
Kesesuaian Keterampilan KK
1 Anda memiliki keterampilan teknis mengenai
pelaksanaan pekerjaan yang dibebankan kepada
Anda
2 Keterampilan teknis yang Anda miliki dapat
mendukung penyelesaian pekerjaan yang
dibebankan oleh atasan
3 Anda memiliki keterampilan hubungan
kemanusiaan (seperti mudah bergaul, supel)
dalam lingkungan kerja
4 Keterampilan hubungan kemanusiaan yang Anda
miliki membantu kelancaran tugas Anda
5 Anda memiliki keterampilan konseptual
berkaitan dengan bidang tugas yang dibebankan
kepada Anda
6 Keterampilan konseptual yang Anda miliki
membantu kelancaran pelaksanaan tugas yang
menjadi tanggung jawab Anda
Tidak
Sesuai
Kurang
Sesuai
Sesuai Sangat
Sesuai
7 Menurut Anda, bagaimana kesesuaian antara
keterampilan kerja yang Anda miliki dengan
tuntutan pekerjaan
Tidak
Setuju
Kurang
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
8 Kesesuaian keterampilan yang Anda miliki
dengan tuntutan pekerjaan dapat membantu
keberhasilan Anda dalam bekerja
No Pertanyaan Jawaban Di isi
Peneliti Tidak
Setuju
Kurang
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
Kesesuaian Sikap KP
1 Anda merasa senang terhadap bidang pekerjaan
yang dibebankan kepada Anda
Identitas Responden
” Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
Pertanyaan
Tidak
Baik
Kurang
Baik
Baik Sangat
Baik
Diisi
Oleh
Peneliti
2 Bagaimana persespsi Anda terhadap pekerjaan
yang dibebankan kepada Anda
Tidak
Setuju
Kurang
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
3 Anda mampu berkomunikasi secara baik dengan
seluruh rekan kerja terutama rekan kerja pada
bidang pekerjaan yang sama
4 Pada bidang pekerjaan Anda, terjalin hubungan
kekeluargaan diantara sesama pegawai
5 Peralatan kerja yang tersedia untuk bidang
pekerjaan Anda sesuai dengan peralatan kerja yang
Anda butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
tersebut
6 Peralatan kerja yang disediakan untuk Anda dapat
mempercepat penyelesaian pekerjaan
7 Kondisi fisik lingkungan pekerjaan Anda sesuai
dengan harapan Anda
8 Sikap Anda terhadap kondisi fisik pekerjaan
mendorong kesungguhan Anda dalam bekerja
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
1. Seperti apa kinerja pegawai berdasarkan kualitas hasil pekerjaannya ?
2. Seperti apa kinerja pegawai berdasarkan kuantitas hasil pekerjaannya ?
3. Bagaimana ketepatan waktu pegawai dalam menyelesaikan tugas ?
4. Apakah selama ini penempatan pegawai ada yang belum sesuai dengan latar belakang
pendidikan formalnya ? jika iya, seberapa banyak ?
5. Apakah selama ini penempatan pegawai ada yang belum sesuai dengan latar belakang
pendidikan informalnya ? jika iya, seberapa banyak ?
6. Apakah selama ini penempatan pegawai ada yang belum sesuai dengan keterampilan
yang mereka miliki ?
7. Seperti apa kebijakan instansi dalam penempatan pegawai selama ini ?
8. Apakah ada pegawai yang memiliki kinerja buruk yang disebabkan oleh
ketidaksesuaian penempatannya ?
9. Apa saja faktor-faktor lain selain kesesuaian penempatan kerja yang menurut Anda
dapat mempengaruhi kinerja dari para pegawai selama ini ?
Hasil Output Penelitian
Uji Validitas Correlations
a1 a2 a3 a4 a5 ratakinerja
a1 Pearson Correlation 1 -.024 .179 .147 .881** .558
**
Sig. (2-tailed) .848 .157 .247 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64
a2 Pearson Correlation -.024 1 .105 .282* -.022 .416
**
Sig. (2-tailed) .848 .410 .024 .866 .000
N 64 64 64 64 64 64
a3 Pearson Correlation .179 .105 1 .786** .203 .798
**
Sig. (2-tailed) .157 .410 .000 .107 .000
N 64 64 64 64 64 64
a4 Pearson Correlation .147 .282* .786
** 1 .196 .831
**
Sig. (2-tailed) .247 .024 .000 .120 .000
N 64 64 64 64 64 64
a5 Pearson Correlation .881** -.022 .203 .196 1 .585
**
Sig. (2-tailed) .000 .866 .107 .120 .000
N 64 64 64 64 64 64
ratakinerja Pearson Correlation .558** .416
** .798
** .831
** .585
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8 ratapeng
b1 Pearson Correlation 1 -.030 .055 .139 .374**** .204 .031 .224 .406**
**
Sig. (2-tailed) .814 .667 .274 .002 .105 .809 .075 .001
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
b2 Pearson Correlation -.030** 1 .141
** .206
** .571**
** .052
** .968**
* .760** .808**
**
Sig. (2-tailed) .814 .265 .103 .000 .681 .000 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
b3 Pearson Correlation .055* .141
** 1 .408**
** .164
** .005
** .135
** .047
** .324**
**
Sig. (2-tailed) .667 .265 .001 .196 .971 .287 .714 .009
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
b4 Pearson Correlation .139 .206** .408**
** 1 .229 -.121
* .239
** .137
** .373**
**
Sig. (2-tailed) .274 .103 .001 .069 .341 .057 .281 .002
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
b5 Pearson Correlation .374**** .571**
* .164
* .229 1 .191
* .572** .666** .819**
*
Sig. (2-tailed) .002 .000 .196 .069 .131 .000 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
b6 Pearson Correlation .204* .052
* .005
* -.121
* .191
* 1 .087 .294*
* .334**
*
Sig. (2-tailed) .105 .681 .971 .341 .131 .495 .018 .007
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
b7 Pearson Correlation .031 .968** .135* .239
* .572** .087 1 .806** .839**
Sig. (2-tailed) .809 .000 .287 .057 .000 .495 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
b8 Pearson Correlation .224 .760** .047* .137
* .666**
* .294*
* .806**
* 1 .860**
*
Sig. (2-tailed) .075 .000 .714 .281 .000 .018 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
ratapeng Pearson Correlation .406*** .808** .324**
* .373** .819**
* .334** .839**
* . 860**
* 1
Sig. (2-tailed) .001 .000 .009 .002 .000 .007 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8 rataket
c1 Pearson Correlation 1 .263** .333**
* .695** .222 .387** .675** .739** .781**
Sig. (2-tailed) .036 .007 .000 .077 .002 .000 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
c2 Pearson Correlation .263** 1 .077 .264*
* -.174 .190 .278*
* .238 .346**
Sig. (2-tailed) .036 .546 .035 .170 .133 .026 .059 .005
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
c3 Pearson Correlation .333*** .077 1 .604**
* .100
* .285* .607**
* .607**
* .696**
Sig. (2-tailed) .007 .546 .000 .434 .023 .000 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
c4 Pearson Correlation .695** .264* .604** 1 .061* .312* .945** .945** .921**
Sig. (2-tailed) .000 .035 .000 .630 .012 .000 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
c5 Pearson Correlation .222 -.174 .100 .061* 1 .774
** .251
* .454
** .255*
Sig. (2-tailed) .077 .170 .434 .630 .000 .046 .000 .042
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
c6 Pearson Correlation .387** .190 .285* .312** .280*
* 1 .382**
** .319* .541**
Sig. (2-tailed) .002 .133 .023 .012 .025 .002 .010 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
c7 Pearson Correlation .675** .278** .607** .945** .074
* .382** 1 . 932** .931**
Sig. (2-tailed) .000 .026 .000 .000 .560 .002 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
c8 Pearson Correlation .739** .238* .607** .945** .112 .319* . 932** 1 .931**
*
Sig. (2-tailed) .000 .059 .000 .000 .379 .010 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
rataket Pearson Correlation .781** .346** .696** .921** .255* .541** .931** .931** 1
Sig. (2-tailed) .000 .005 .000 .000 .042 .000 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7 d8 ratasikap
d1 Pearson Correlation 1 .126 -.011 .218 .114 .099 .025 .400** .316*
Sig. (2-tailed) .320 .933 .084 .369 .436 .847 .001 .011
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
d2 Pearson Correlation .126 1 .394** .360** .532*** .883** .402** .382** .757**
Sig. (2-tailed) .320 .001 .003 .000 .000 .001 .002 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
d3 Pearson Correlation -.011** .394** 1 .447** .588**
* .417** .935** .427** .775**
Sig. (2-tailed) .933 .001 .000 .000 .001 .000 .001 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
d4 Pearson Correlation .218* .360** .447** 1 .378** .448** .354** .835** .879**
Sig. (2-tailed) .084 .003 .000 .002 .000 .004 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
d5 Pearson Correlation .114 .532** .588** .378** 1 .527** .666*** .387** .763**
Sig. (2-tailed) .369 .000 .000 .002 .000 .000 .002 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
d6 Pearson Correlation .099 .883** .417** .448*** .527**
* 1 .398** .470** .777**
Sig. (2-tailed) .436 .000 .001 .000 .000 .001 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
d7 Pearson Correlation .025 .402** .935** .354** .666** .398** 1 .411*** .777**
Sig. (2-tailed) .847 .001 .000 .004 .000 .001 .001 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
d8 Pearson Correlation .400*** .382** .427** .835** .387** .470** .411** 1 .727**
Sig. (2-tailed) .001 .002 .001 .000 .002 .000 .001 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
ratasikap Pearson Correlation .316* .757** .775** .879** .763** .777** .777** .727** 1
Sig. (2-tailed) .011 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 64 64 64 64 64 64 64 64 64
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Uji Reliabilitas
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 64 100.0
Excludeda 0 .0
Total 64 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.655 .653 5
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
16.69 4.536 2.139 5
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 64 100.0
Excludeda 0 .0
Total 64 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.776 .747 8
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
b1 2.86 .753 64
b2 3.31 .833 64
b3 3.05 .547 64
b4 3.08 .410 64
b5 2.88 .951 64
b6 2.97 .590 64
b7 3.36 .843 64
b8 3.25 .777 64
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
24.75 13.397 3.660 8
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 64 100.0
Excludeda 0 .0
Total 64 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha
Based on Standardized Items N of Items
.858 .833 8
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
c1 3.45 .589 64
c2 3.19 .467 64
c3 3.19 .774 64
c4 3.30 .830 64
c5 3.55 .502 64
c6 3.22 .603 64
c7 3.34 .840 64
c8 3.34 .840 64
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
26.58 15.549 3.943 8
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 64 100.0
Excludeda 0 .0
Total 64 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha
Based on Standardized Items N of Items
.849 .850 8
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
d1 3.08 .625 64
d2 3.20 .800 64
d3 3.27 .782 64
d4 3.48 .534 64
d5 3.41 .660 64
d6 3.22 .745 64
d7 3.25 .777 64
d8 3.52 .534 64
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
26.42 14.787 3.845 8
Uji Univariat
1. Karakteristik responden
- Masa kerja
MAKER
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 1 1.2 1.2 1.2
3 5 6.0 6.0 7.1
4 8 9.5 9.5 16.7
5 9 10.7 10.7 27.4
6 3 3.6 3.6 31.0
7 1 1.2 1.2 32.1
8 4 4.8 4.8 36.9
9 4 4.8 4.8 41.7
10 1 1.2 1.2 42.9
11 1 1.2 1.2 44.0
14 2 2.4 2.4 46.4
17 1 1.2 1.2 47.6
20 1 1.2 1.2 48.8
21 1 1.2 1.2 50.0
22 4 4.8 4.8 54.8
23 2 2.4 2.4 57.1
25 5 6.0 6.0 63.1
26 2 2.4 2.4 65.5
27 1 1.2 1.2 66.7
28 3 3.6 3.6 70.2
29 1 1.2 1.2 71.4
30 9 10.7 10.7 82.1
31 3 3.6 3.6 85.7
32 2 2.4 2.4 88.1
33 1 1.2 1.2 89.3
34 6 7.1 7.1 96.4
35 2 2.4 2.4 98.8
47 1 1.2 1.2 100.0
Total 84 100.0 100.0
- Jenis kelamin
Statistics
JNSKEL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid LAKI 35 41.7 41.7 41.7
PER 49 58.3 58.3 100.0
Total 84 100.0 100.0
- Tingkat pendidikan
PEND
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid D3 7 8.3 8.3 8.3
S1 41 48.8 48.8 57.1
S2 16 19.0 19.0 76.2
SMA 20 23.8 23.8 100.0
Total 84 100.0 100.0
2. Variabel Kesesuaian Pengetahuan
- Tabel Distribusi Jawaban Responden
Tingkat Jawaban Responden
No Pernyataan SS S KS TS
F % F % F % F %
1 Menurut Anda, bagaimana kesesuaian antara penempatan kerja
(bidang kerja) Anda dengan latar
belakang pendidikan Anda
8 9,5 38 46,4 27 31,0 11 13,1
2 Menurut Anda, bagaimana
kesesuaian latar belakang pendidikan
Anda dengan pekerjaan yang
diberikan kepada Anda
6 7,1 38 46,4 28 32,1 12 14,3
3 Anda memiliki wawasan
pengetahuan tentang pekerjaan yang
ditugaskan kepada Anda
14 16,7 64 76,2 6 7,1 0 0
4 Kesesuaian antara wawasan
pengetahuan dengan bidang
pekerjaan Anda dapat mendukung
keberhasilan Anda dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan yang dibebankan
14 16,7 66 78,6 4 4,8 0 0
5 Kesesuaian pendidikan formal
dengan pekerjaan yang dibebankan
dapat membuat Anda lebih nyaman
dalam bekerja
15 17,9 57 69,0 12 13,1 0 0
6 Kesesuaian pendidikan formal
dengan tuntutan pekerjaan Anda
dapat memperlancar penyelesaian
pekerjaan Anda
15 17,9 59 71,4 10 10,7 0 0
7 Pendidikan non formal (Diklat) yang
Anda ikuti sesuai dengan tuntutan
tugas dan tanggung jawab Anda
15 17,9 52 63,1 16 17,9 1 1,2
8 Kesesuaian pendidikan non formal
(Diklat) yang Anda ikuti dengan
penempatan kerja dapat mendukung
keberhasilan Anda dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan
12 14,3 62 75 9 9,5 1 1,2
total 99 0 436 75 112 0 25 0
3. Variabel Kesesuaian Keterampilan
- Tabel Distribusi Jawaban Responden Tingkat Jawaban Responden
No Pernyataan SS S KS TS
F % F % F % F %
1 Anda memiliki keterampilan
teknis mengenai pelaksanaan
pekerjaan yang dibebankan
kepada Anda
6 7,1 72 85,7 6 7,1 0 0
2 Keterampilan teknis yang Anda
miliki dapat mendukung
penyelesaian pekerjaan yang
dibebankan oleh atasan
13 15,5 67 79,8 4 4,8 0 0
3 Anda memiliki keterampilan
hubungan kemanusiaan (seperti
mudah bergaul, supel) dalam
lingkungan kerja
20 23,8 63 75 1 1,2 0 0
4 Keterampilan hubungan kemanusiaan yang Anda miliki
membantu kelancaran tugas Anda
25 29,8 57 67,9 2 2,4 0 0
5 Anda memiliki keterampilan
konseptual berkaitan dengan
bidang tugas yang dibebankan
kepada Anda
13 15,5 62 73,8 8 9,5 1 1,2
6 Keterampilan konseptual yang
Anda miliki membantu
kelancaran pelaksanaan tugas
yang menjadi tanggung jawab
Anda
15 17,9 64 76,2 4 4,8 1 1,2
7 Menurut Anda, bagaimana
kesesuaian antara keterampilan
kerja yang Anda miliki dengan
tuntutan pekerjaan
12 14,3 53 63,1 18 21,4 1 1,2
8 Kesesuaian keterampilan yang Anda miliki dengan tuntutan
pekerjaan dapat membantu
keberhasilan Anda dalam bekerja
17 20,2 58 69,0 9 10,7 0 0
Total 121 0 496 75 52 0 3 0
4. Variabel Kesesuaian Sikap
- Tabel Distribusi Jawaban Responden Tingkat Jawaban Responden
No Pernyataan SS S KS TS
F % F % F % F %
1 Anda merasa senang terhadap
bidang pekerjaan yang
dibebankan kepada Anda
13 15,5 53 63,1 17 20,2 1 1,2
2 Bagaimana persespsi Anda
terhadap pekerjaan yang
dibebankan kepada Anda
10 11,9 72 85,7 2 2,4 0 0
3 Anda mampu berkomunikasi
secara baik dengan seluruh rekan
kerja terutama rekan kerja pada
bidang pekerjaan yang sama
23 27,4 57 67,9 4 4,8 0 0
4 Pada bidang pekerjaan Anda,
terjalin hubungan kekeluargaan
diantara sesama pegawai
22 26,2 58 69 3 3,6 1 1,2
5 Peralatan kerja yang tersedia
untuk bidang pekerjaan Anda
sesuai dengan peralatan kerja
yang Anda butuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut
17 20,2 58 69 7 8,3 2 2,4
6 Peralatan kerja yang disediakan
untuk Anda dapat mempercepat
penyelesaian pekerjaan
23 27,4 55 65,5 4 4,8 2 2,4
7 Kondisi fisik lingkungan
pekerjaan Anda sesuai dengan
harapan Anda
7 8,3 57 67,9 18 21,4 2 2,4
8 Sikap Anda terhadap kondisi
fisik pekerjaan mendorong
kesungguhan Anda dalam bekerja
9 10,7 68 81 7 8,3 0 0
Total 124 0 478 219 62 0 8 0
5. Variabel Kinerja Pegawai
- Tabel Distribusi Jawaban Responden Tingkat Jawaban Responden
No Pernyataan SS S KS TS
F % F % F % F %
1 Bagaimana kesesuaian antara kuantitas hasil
kerja Anda (jumlah dokumen/laporan)
dengan target/standar kerja yang
direncanakan.
9 10,7 62 73,8 11 13,1 2 2,4
2 Bagaimana kesesuaian antara kualitas hasil
kerja Anda (kelengkapan dan ketepatan hasil
kerja) dengan standar yang ditetapkan oleh
Instansi Anda.
7 8,3 60 71,4 16 19 1 1,2
3 Kualitas hasil kerja Anda meningkat dari
waktu ke waktu.
10 11,9 69 82,1 5 6,0 0 0
4 Bagaimana efisiensi waktu yang Anda
perlukan dalam menyelesaikan setiap tugas
yang dibebankan.
12 14,3 54 64,3 18 21,4 0 0
5 Apapun tugas yang diberikan, Anda selalu
berusaha menyelesaikannya secepat
mungkin.
28 33,3 55 65,5 1 1,2 0 0
Total 66 0 300 0 51 19 3 0
Uji Korelasi
1. Hubungan Kesesuaian Pengetahuan Dengan Kinerja Pegawai
Correlations
RATAKINERJA RATAPENG
RATAKINERJA Pearson Correlation 1 .672**
Sig. (2-tailed) .000
N 84 84
RATAPENG Pearson Correlation .672** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 84 84
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
2. Hubungan Kesesuaian Keterampilan Dengan Kinerja Pegawai
Correlations
RATAKINERJA RATAKET
RATAKINERJA Pearson Correlation 1 .636**
Sig. (2-tailed) .000
N 84 84
RATAKET Pearson Correlation .636** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 84 84
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
3. Hubungan Kesesuaian Sikap Dengan Kinerja Pegawai
Correlations
RATAKINERJA RATASIKAP
RATAKINERJA Pearson Correlation 1 .641**
Sig. (2-tailed) .000
N 84 84
RATASIKAP Pearson Correlation .641** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 84 84
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Matriks Wawancara Mendalam
Pertanyaan Jawaban
Kabag 1 Kabag 2 Kabag 3 Kabag 4
Kualitas hasil kerja
Saat ini yang dikerjakan sudah sesuai dengan rencana, kinerja
yang ditargetkan sudah sesuai
rel, masalah tercapai atau tidak
itu diukur pada akhir tahun nanti
Secara keseluruhan sudah cukup baik dan sudah
sesuai target karena ada
sistem SKP, apalagi kan
dalam penyelesaian produk-produk yang kita
hasilkan sudah disertifikasi
ISO, jadi untuk kualitas kerja dan kuantitas hasil
kerja sudah cukup baik
Secara umum sudah baik,baik dari segi kualitas, kuantitas hasil kerja, maupun
keteapatan waktu dalam penyelesaian
pekerjaan. Namun, adapula kendala yang
dihadapi seperti tuntutan perkembangan IT maupun aplikasi baru, bagi staff golongan
muda itu tidak masalah sedangkan
kendalanya adalah bagi kelompok staff diatas 50 yang mereka dituntut untuk
menggunakan aplikasi itu. di bagian
keuangan itu sendiri juga dikelilingi banyak peraturan yang menetapkan sanksi/ teguran
maupun denda itu bagus untuk memacu
kinerja dan berusaha memenuhi ketentuan
Ada yang sesuai, ada yang tidak, kalau kami sudah punya sequence waktu jadi
apabila ada deadlinenya kami pasti tepat
waktu, tapi kalau untuk kualitasnya itu
kan harus punya persyaratan dokumen ini ini ini itu juga sudah tepat waktu,
pelaporan pun demikian biasanya sudah
sesuai. Tp kalau kinerja pegawainya, ada yang bagus ada yang rajin namun ada juga
yang kurang bagus, ada yang harus
dikejar dulu baru mengerjakan tugasnya, namun adapula yang sudah mengetahui
tanggung jawabnya untuk tugasnya harus
masuk ini ini ini, jadi berbeda-beda
Kuantitas hasil
kerja
Saat ini yang dikerjakan sudah
sesuai dengan rencana, kinerja yang ditargetkan sudah sesuai
rel, masalah tercapai atau tidak
itu diukur pada akhir tahun nanti
Secara keseluruhan sudah
cukup baik, apalagi kan kita dalam penyelesaian
produk-produk yang kita
hasilkan sudah disertifikasi
ISO, jadi untuk kualitas kerja dan kuantitas hasil
kerja sudah cukup baik
Secara umum sudah baik,baik dari segi
kualitas, kuantitas hasil kerja, maupun keteapatan waktu dalam penyelesaian
pekerjaan. Namun, adapula kendala yang
dihadapi seperti tuntutan perkembangan IT
maupun aplikasi baru, bagi staff golongan muda itu tidak masalah sedangkan
kendalanya adalah bagi kelompok staff
diatas 50 yang mereka dituntut untuk menggunakan aplikasi itu. di bagian
keuangan itu sendiri juga dikelilingi banyak
peraturan yang menetapkan sanksi/ teguran
maupun denda itu bagus untuk memacu kinerja dan berusaha memenuhi ketentuan
Ada yang sesuai, ada yang tidak, kalau
kami sudah punya sequence waktu jadi apabila ada deadlinenya kami pasti tepat
waktu, tapi kalau untuk kualitasnya itu
kan harus punya persyaratan dokumen ini
ini ini itu juga sudah tepat waktu, pelaporan pun demikian biasanya sudah
sesuai. Tapi kalau kinerja pegawainya,
ada yang bagus ada yang rajin namun ada juga yang kurang bagus, ada yang harus
dikejar dulu baru mengerjakan tugasnya,
namun adapula yang sudah mengetahui
tanggung jawabnya untuk tugasnya harus masuk ini ini ini, jadi berbeda-beda
Pertanyaan Kabag 1 Kabag 2 Kabag 3 Kabag 4
Ketepatan waktu dalam
penyelesaian
pekerjaan
Relatif, ada juga yang molor, mangkir dan banyak juga yang
tepat waktu. Secara umum,
mungkin kurang lebih 25 % itu kurang tepat waktu, 25%
sedang, dan 50% sudah tepat
waktu. Jadi masih ada yang
belum tepat waktu artinya mangkir. Dalam hal ketepatan
waktu dalam penyelesaian
pekerjaan yang diukur dengan dokumen, dari aspek hukum
contohnya dalam penyusunan
regulasi dari sisi yang seharusnya umpamanya
dilakukan rekonsiliasi hari ini,
bisa selesai juga hari ini. tetapi
kan substansinya tidak bisa begitu selesai, karena mungkin
kekurangan substansinya ada
yang harus berkoordinasi dengan siapa dan dalam
pertemuan juga berkembang,
tidak dapat sekaligus dalam satu pertemuan langsung bisa jadi
peraturan itu.
Secara keseluruhan sudah cukup baik, apalagi kan
dalam penyelesaian
produk-produk yang kita hasilkan sudah disertifikasi
ISO. Untuk ketepatan
waktu dalam penyelesaian
pekerjaan secara umum sudah cukup baik, namun
ada juga beberapa yang
mungkin mengalami hambatan jadi belum sesuai
deadline. Namun dengan
adanya ISO ya pelayanan sudah cukup meningkat,
darisitu bisa kita liat sudah
cukup baik. Saya juga
sebagai pimpinan harus memantau dan mengawasi
kinerja para pegawai dan
juga harus berusaha untuk meningkatkan kinerja
pelayanan di bagian
kepegawaian dan umum ini.
Secara umum sudah baik,baik dari segi kualitas, kuantitas hasil kerja, maupun
keteapatan waktu dalam penyelesaian
pekerjaan. Namun, adapula kendala yang dihadapi seperti tuntutan perkembangan IT
maupun aplikasi baru, bagi staff golongan
muda itu tidak masalah sedangkan
kendalanya adalah bagi kelompok staff diatas 50 yang mereka dituntut untuk
menggunakan aplikasi itu. di bagian
keuangan itu sendiri juga dikelilingi banyak peraturan yang menetapkan sanksi/ teguran
maupun denda itu bagus untuk memacu
kinerja dan berusaha memenuhi ketentuan
Ada yang sesuai, ada yang tidak, kalau kami sudah punya sequence waktu jadi
apabila ada deadlinenya kami pasti tepat
waktu, tapi kalau untuk kualitasnya itu kan harus punya persyaratan dokumen ini
ini itu juga sudah tepat waktu, pelaporan
pun demikian biasanya sudah sesuai. Tapi
kalau kinerja pegawainya, ada yang bagus ada yang rajin namun ada juga yang
kurang bagus, ada yang harus dikejar dulu
baru mengerjakan tugasnya, namun adapula yang sudah mengetahui tanggung
jawabnya untuk tugasnya harus masuk ini
ini ini, jadi berbeda-beda
Kondisi penempatan
pegawai
berdasarkan kesesuaian
Contoh di ropeg, di ropeg kan harusnya dari administrasi tapi
penempatan disana banyak yang
dari medis (dokter dsb), artinya kompetensinya ngga cocok, dan
Seharusnya sih penempatan itu sesuai dengan
kemampuan yang mereka
miliki, namun untuk kondisi penempatan
Seperti pada umumnya di PNS, kadang formasi yang kita minta dengan formasi
yang datang /yang diberikan tidak selalu
match/sesuai. Misalnya di keuangan itu harus banyak tenaga akutansi, ekonomi,
Ada yang sudah sesuai, karena kita disini kan bagiannya ada perencanaan, ada
evaluasi, dan ada datin. Pegawai yang ada
tidak ada yang fungsional kecuali orang statistik di datin. Oleh karena itu pegawai
Kabag 1 Kabag 2 Kabag 3 Kabag 4
pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki
karyawan
itu banyak di beberapa tempat juga ada. Disini sendiri juga
demikian, hanya subbag hukum
saja yang backgroundnya hukum, lalu diorganisasi bukan
dari ilmu pemerintahan, ada
yang dari kesehatan masyarakat,
dokter gigi. Kemudian humas, yang pendidikan kehumasan itu
dikit, sebagian besar ya dari
sarjana umum dan sarjana kesehatan juga ada
sekarang sudah sesuai apa belum, ya bisa dibilang iya
bisa juga tidak. Contoh
misalnya adalah salah satu pegawai yang berasal dari
teknik perminyakan, namun
karena kita membutuhkan
orang yang mengerti komputer, dan orang
tersebut memiliki
skill/kemampuan dalam komputer, maka ia bisa
menyesuaikan diri dengan
pekerjaannya dan dapat sukses menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaannya
dengan baik. Hal tersebut
karena pekerjaan yang ada di sekditjen ini adalah
pekerjaan administrasi
kantor, dimana jika pekerjaan administrasi
manajemen seperti ini,
pegawai masih bisa di manajemen/diberikan
pelatihan untuk dapat
mengerjakan pekerjaanya.
Beda dengan pekerjaan teknis yang membutuhkan
skill khusus seperti
pekerjaan dokter ataupun perawat yang harus benar-
benar sesuai dengan
tenaga yang memiliki paling tidak keterampilan-keterampilan dalam
keuangan, itu masih belum standar
terpenuhi semua, namun ada jalan untuk mengisi itu biasanya dengan training. Kuota
training yang diselenggarakan depkeu itu
pun terbatas karna kan harus ada sertifikasi,
modul dan materinya dan standardnya itu, dan depkeu sendiri memberikan kuota
sehingga 1 kementerian itu paling hanya
beberapa dan kadang kita juga suka ngga kebagian, namun disini paling tidak
penguasaan tentang kebendaharaan itu
harus terpenuhi semua dan saya gilir. Kita mengatasi penempatan yang kurang pas
dengan pendidikan dengan pelatihan ini.
Namanya juga kementerian kesehatan,
mostly kebutuhan formasinya itu untuk tenaga kesehatan, namun untuk
penunjangnya ini kurang perhatian, seperti
SKM, dokter, kesling, gizi dsb itu kuotanya dijaga oleh mereka, namun untuk
mendukung manajemen seperti bagian
keuangan kan termasuk dukungan manajemen nah itu porsinya kecil sekali,
nah kita mengatasinya dengan memberikan
tambahan pelatihan untuk keterampilan,
kuotanya juga kecil sekali jadi kita punya anggaran khusus untuk mengirim SDM
untuk mengikuti pelatihan, karna untuk
pelatihan yang diselenggarakan oleh depkeu kan gratis namun kuotanya sangat
terbatas, oleh karena itu kita juga bisa ikut
yang dari latar belakang pendidikan kesehatan atau lainnya kita latih terus
menerus untuk dapat mengerjakan
tugasnya dengan baik. Bukan pelatihan resmi, namun kita latih sehari-hari dan
mereka mampu mengerjakan karena
kebiasaan. Kira-kira penempatan yang
sudah sesuai itu 50-75% lah
Kabag 1 Kabag 2 Kabag 3 Kabag 4
pendidikan/pengetahuan dan keterampilan yang
mereka miliki.
dengan membayar per orang berapa itu dengan paket pengadaan atau
perbendaharaan, namun itu juga belum bisa
kita penuhi, jadi bertahap lah karna keterbatasan anggaran juga gitu. So far
yang sudah ikut belajar/pelatihan, bisa
saling menularkan ilmunya, saya membuat
kelompok belajar untuk sharing ilmu
Kebijakan
instansi dalam penempatan kerja
pegawai
Jika disinggung dari segi
kompetensi, penempatan saat ini saya kira kurang begitu
proporsional, harusnya
kompetensi pada bidangnya kan
harusnya tepat sesuai dengan pendidikan, golongan dan
jabatannya. Terutama pada
pendidikan yang biasanya diabaikan, cenderung melihat
pada kinerja individu bukan
pada pendidikannya, sehingga dalam mengerjakan sesuatu itu
mereka harus belajar kembali
meskipun pada akhirnya ia pun
bisa mengerjakannya, tapi tidak akan bisa maksimal kalau
backgroundnya ngga sesuai.
Contohnya saya orang gizi, bukan orang hukum ataupun
ilmu pemerintahan, saya
menangani organisasi, seharusnya backgroundnya itu
kan harus dari pendidikan ilmu
Memang depkes ini adalah
kementerian teknis, namun kementerian teknis pun
juga membutuhkan tenaga
administrasi, karena jika
tidak ada manajemen/administrasi
yang baik maka tidak akan
baik. Untuk saat ini, penempatan sudah
terstruktur karena didukung
dengan sistem perencanaan kebutuhan pegawai yang
sudah baik. Dengan adanya
reformasi birokrasi ini,
sekarang perencanaan disusun berdasarkan
analisis beban kerja dan
analisis jabatan sehingga penempatannya juga akan
sesuai dengan kompetensi
yang dibutuhkan jabatan dan kebutuhan instansi
Kita sebagai pengguna merasa kebutuhan
belum terpenuhi karna tadi keterbatasan anggaran, ekonomi, akuntansi, atau yang
ahli dibidang perpajakan
Kabag 1 Kabag 2 Kabag 3 Kabag 4
pemerintahan dan punya ilmunya. Tapi di kemenkes kan
hampir tidak ada yang dari ilmu
pemerintahan. Artinya menempatkan itu dari
background yang cocok itu
tidak, menempatkan itu selama
ini dilihat dari orang yang bisa mengerjakan itu dia mau dan
mampu, jadi bukan karna
pendidikannya, artinya jika dia mampu maka ia ditempatkan di
bagian itu, seharusnya jika
berdasarkan ilmu pemerintahan maka dicari orang itu, sampai
kapanpun jika belum ada, ya
kosong jabatannya, tapi jabatan
kan gaboleh kosong, seiring berjalannya waktu harus terisi.
Dan itu banyak di tempat lainya.
Kinerja buruk
yang disebabkan
oleh
ketidaksesuaian penempatan
Sejauh ini, tidak ada. Hal
tersebut karena dalam
menyelesaikan pekerjaan,
pegawai lebih dipengaruhi oleh skill nya yang bisa kita latih
terus menerus
Sejauh ini, tidak ada. Hal
tersebut karena dalam
menyelesaikan pekerjaan
administrasi/manajemen seperti ini, pegawai masih
bisa diberikan pendidikan
dan pelatihan terkait dengan pekerjaannya
sehingga ia dapat memiliki
skill dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaannya
dan dapat menyelesaikan
Sejauh ini tidak, kalau masalah
kemampuan, mis background perminyakan,
dia bertahun-tahun honorer kemudian dia
ada peluang ikut ujian dan lulus, dan pertanian juga ada tapi seharusnya ngga di
bagian pertanian. Kinerja berkaitan dengan
keterampilan, jika ada pelatihan meskipun backgroundnya tidak sesuai tp mereka
punya willingness atau kemauan jg utk
belajar bidang lain yg memang mjd tugasnya. Hambatan lebih kepada karakter
individual, kalo backgroundnya apa jika dia
Ada aja satu dua orang. Ada yang kerja
ogah-ogahan, ada yang tidak tepat waktu,
pekerjaannya terbengkalai, kalau tidak
dikejar-kejar
Kabag 1 Kabag 2 Kabag 3 Kabag 4
pekerjaan-pekerjaannya
secara baik
mampu cepat memahami akan cepat
belajar. Kemampuan bisa dilatih tapi masalah karakter individu itu harus ada
revolusi mental pendidikan moral
Faktor lain yang mempengaruhi
kinerja pegawai
Kesejahteraan (tukin) adalah faktor utama. Gaji pns sedikit,
sedangkan transport dan biaya
hidupnya bisa langsung habis,
dia dapat tambahan dari meeting. Motivasi kerja
seharusnya diarahkan kesitu,
diberikan reward, siapa yang dpt banyak siapa yang dapat sedikit,
artinya disesuaikan dengan
kinerjanya (kontrak kerja).
Penghargaan bukan hanya finansial tapi bisa berupa pujian,
piagam penghargaan untuk yang
bersangkutan, kesempatan untuk mengikuti kursus dan
pendidikan yang lebih
tinggi/lebih baik. Dengan demikian org yang bekerja baik,
juga akan tetap baik dan orang
yang tidak bekerja baik harus
termotivasi supaya dapat jatah yang seperti itu
Kemauan, kalau orang itu tidak punya niat, biarpun ia ditempatkan diamanapun
akan begitu kinerjanya. Mungkin
pembinaannya harus dibagian
kepegawaian. Mungkin karena rewardnya juga, misalnya pegawai harus tepat waktu
kan pegawai butuh motivasi, ongkos yang
dibutuhkan banyak sedangkan tukin segitu aja, bahkan tukin yang dijanjikan oleh
pemerintah tidak tepat waktu, mungkin itu
salah satu faktor yang mempengaruhi.
Mungkin juga walaupun sudah ada penilaian kinerja oegawaia SKP bahwa
semuanya punya tugas, nampaknya belum
pada paham saya tugasnya seperti ini, sehingga dia tidak mengerti bahwa ini
akan mempengaruhi penilaiannya kalau
tyidak tercapai, karna belum diterapkan dan belum berasa. Di tempat kita kalau
dia punya tugas A dan dia tidak
mengerjakan maka akan dibebankan ke
org lain sehingga orang lain ini beban kerjanya bisa overload. Terus seakan-akan
kalau yang rajin dapet tugas terus
sedangkan yang malas, kita juga malas memberikan tugas. Padahal seharusnya
kan sudah ada SKP, tapi dia belum sadar
karna belum berasa bahwa itu nantinya juga akan mempengaruhi penilaian
kinerjanya dan jumlah tukinnya
Tabel r Product Moment
Pada Sig.0,05 (Two Tail)
N r N r N r N r N r N r
1 0.997 41 0.301 81 0.216 121 0.177 161 0.154 201 0.138
2 0.95 42 0.297 82 0.215 122 0.176 162 0.153 202 0.137
3 0.878 43 0.294 83 0.213 123 0.176 163 0.153 203 0.137
4 0.811 44 0.291 84 0.212 124 0.175 164 0.152 204 0.137
5 0.754 45 0.288 85 0.211 125 0.174 165 0.152 205 0.136
6 0.707 46 0.285 86 0.21 126 0.174 166 0.151 206 0.136
7 0.666 47 0.282 87 0.208 127 0.173 167 0.151 207 0.136
8 0.632 48 0.279 88 0.207 128 0.172 168 0.151 208 0.135
9 0.602 49 0.276 89 0.206 129 0.172 169 0.15 209 0.135
10 0.576 50 0.273 90 0.205 130 0.171 170 0.15 210 0.135
11 0.553 51 0.271 91 0.204 131 0.17 171 0.149 211 0.134
12 0.532 52 0.268 92 0.203 132 0.17 172 0.149 212 0.134
13 0.514 53 0.266 93 0.202 133 0.169 173 0.148 213 0.134
14 0.497 54 0.263 94 0.201 134 0.168 174 0.148 214 0.134
15 0.482 55 0.261 95 0.2 135 0.168 175 0.148 215 0.133
16 0.468 56 0.259 96 0.199 136 0.167 176 0.147 216 0.133
17 0.456 57 0.256 97 0.198 137 0.167 177 0.147 217 0.133
18 0.444 58 0.254 98 0.197 138 0.166 178 0.146 218 0.132
19 0.433 59 0.252 99 0.196 139 0.165 179 0.146 219 0.132
20 0.423 60 0.25 100 0.195 140 0.165 180 0.146 220 0.132
21 0.413 61 0.248 101 0.194 141 0.164 181 0.145 221 0.131
22 0.404 62 0.246 102 0.193 142 0.164 182 0.145 222 0.131
23 0.396 63 0.244 103 0.192 143 0.163 183 0.144 223 0.131
24 0.388 64 0.242 104 0.191 144 0.163 184 0.144 224 0.131
25 0.381 65 0.24 105 0.19 145 0.162 185 0.144 225 0.13
26 0.374 66 0.239 106 0.189 146 0.161 186 0.143 226 0.13
27 0.367 67 0.237 107 0.188 147 0.161 187 0.143 227 0.13
28 0.361 68 0.235 108 0.187 148 0.16 188 0.142 228 0.129
29 0.355 69 0.234 109 0.187 149 0.16 189 0.142 229 0.129
30 0.349 70 0.232 110 0.186 150 0.159 190 0.142 230 0.129
31 0.344 71 0.23 111 0.185 151 0.159 191 0.141 231 0.129
32 0.339 72 0.229 112 0.184 152 0.158 192 0.141 232 0.128
33 0.334 73 0.227 113 0.183 153 0.158 193 0.141 233 0.128
34 0.329 74 0.226 114 0.182 154 0.157 194 0.14 234 0.128
35 0.325 75 0.224 115 0.182 155 0.157 195 0.14 235 0.127
36 0.32 76 0.223 116 0.181 156 0.156 196 0.139 236 0.127
37 0.316 77 0.221 117 0.18 157 0.156 197 0.139 237 0.127
38 0.312 78 0.22 118 0.179 158 0.155 198 0.139 238 0.127
39 0.308 79 0.219 119 0.179 159 0.155 199 0.138 239 0.126
40 0.304 80 0.217 120 0.178 160 0.154 200 0.138 240 0.126