pengaruh jumlah dan bentuk susunan unit … · jurnal - tugas akhir , teknik kelautan (2012) anuar...
TRANSCRIPT
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
1
PENGARUH JUMLAH DAN BENTUK SUSUNAN UNIT FLOATING
BREAKWATER TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI DAN
KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG
Anuar(1)
, Haryo Dwito Armono, ST.,M.Eng,Ph.D(2)
, Sujantoko, ST.,MT(2)
1) Mahasiswa Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya
2) Staff pengajar Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya
Abstrak
Breakwater adalah struktur yang dirancang untuk mengurangi gelombang di perairan pesisir.
Gelombang tinggi dapat menyebabkan erosi pantai atau kerusakan pada pantai. Saat ini, banyak
kemajuan dalam teknologi breakwater, misalnya floating breakwater. Floating breakwater lebih
efisien dan fleksibel dibandingkan dengan fixed breakwater. Sistem breakwater yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari unit kubus yang terbuat dari high density polyethylene (HDPE) dirakit
menjadi satu rangkaian sebagai struktur floating breakwater. Kemampuan floating breakwater yang
terdiri dari unit berbentuk kubus HDPE dalam mengurangi gelombang belum diteliti . Dalam
penelitian ini, koefisien refleksi (Kr) yang merupakan rasio antara tinggi gelombang refleksi (Hr)
dengan tinggi gelombang masuk (Hi), dan koefisien transmisi (Kt) yang merupakan rasio antara tinggi
gelombang menular (Ht) untuk ketinggian gelombang masuk (Hi) akan dievaluasi. Jumlah dan
susunan unit floating breakwater menghasilkan pengurangan gelombang paling efektif dievaluasi
berdasarkan nilai Kr dan Kt. Model floating breakwater diuji dalam wave flume menggunakan
gelombang irregular pada mereka berbagai ketinggian gelombang 6 sampai 15 cm dan periode 1,1
sampai 1,3 detik. Skala yang digunakan dalam model ini 1:10. Hasil uji fisik model menunjukkan
bahwa semakin luas susunan unit HDPE, maka koefisien refleksi semakin besar sedangkan koefisien
transmisi berkurang. Kata-kata kunci: Floating breakwater, Koefisien refleksi, Koefisien transmisi.
1. Pendahuluan
Untuk melindungi pantai dari kerusakan yang
disebabkan oleh gelombang perairan dibutuhkan
suatu bangunan pelindung pantai (breakwater).
Apalagi kebanyakan dari pelabuhan dan pantai di
Indonesia belum terlindungi dan seringkali
diakibatkan oleh terlalu tingginya biaya
pembangunan breakwater yang permanen, juga
karena pertimbangan yang secara teknis terlalu
kompleks jika membangun bangunan breakwater
yang permanen, misalnya kedalaman air yang
terlalu dalam atau penggunaan batu alam yang bisa
merusak lingkungan.
Floating breakwater menjadi solusi alternatif yang
tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Keuntungan dari adanya floating breakwater antara
lain dapat dibangun dalam waktu singkat, mudah
dan dengan biaya yang cukup terjangkau, floating
breakwater juga dapat meminimalisasi pengaruh
akibat sirkulasi air, transpor sediment, dan migrasi
ikan serta floating breakwater dapat dengan mudah
dipindahkan dan dirakit kembali dengan layouts
yang berbeda serta dapat dipindahkan ke lokasi
yang berbeda (Hales, 1981), floating breakwater
selain dapat dipindah juga bisa diperpanjang
ataupun diperpendek sesuai ukuran panjang dan
konfigurasi susunan yang dibutuhkan (Fousert,
2006). Keuntungan berikutnya kondisi tanah yang
buruk memungkinkan digunakannya floating
breakwater dari pada fixed breakwater
(McCartney, 1985), floating breakwater juga
berefek minimal atau mendekati nihil (zero impact)
terhadap lingkungan laut sekitarnya dan dapat
berfungsi baik di laut dalam maupun dangkal.
Untuk pemakaian dalam jangka waktu pendek,
floating breakwater dapat digunakan sebagai
pelindung bibit mangroove muda pada awal masa
tancap. Floating breakwater dengan ukuran
tertentu juga dapat berfungsi sebagai pelabuhan,
parking deck atau promenade.
Banyak penelitian terdahulu mempelajari tentang
floating breakwater (Morey, 1998; Gunaydin,
2006, Dong, 2008; etc). Dan berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan McCartney (1985), secara
garis besar terdapat empat tipe floating breakwater,
yaitu: a) tipe pontoon; b) tipe modul apung; c) tipe
rakit; d) tipe kotak (box). Pada penelitian ini, saya
akan melakukan pengujian lebih lanjut tentang
variasi jumlah dan bentuk susunan unit floating
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
2
breakwater yang mempunyai tipe rakit. Dari
penelitian ini diharapkan akan diketahui bentuk dan
susunan unit yang optimum dalam meredam beban
gelombang, sehingga diharapkan penelitian ini
dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan
teknologi struktur pelindung pantai.
2. Dasar Teori
2.1 Refleksi Gelombang
Refleksi gelombang terjadi ketika gelombang
datang mengenai atau membentur suatu rintangan
sehingga kemudian dipantulkan sebagian atau
seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang sangat
penting untuk diketahui dalam perencanaan
bangunan pantai, sehingga akan didapatkan
keadaan perairan yang relatif tenang pada
pelabuhan atau pantai. Oleh karena itu bangunan
pemecah gelombang yang baik adalah dapat
menyerap energi gelombang secara optimal. Besar
kemampuan suatu bangunan pemecah gelombang
untuk memantulkan gelombang dapat diketahui
melalui koefisien refleksi. Koefisien refleksi adalah
perbandingan antara tinggi gelombang refleksi (Hr)
dan tinggi gelombang datang (Hi).
Jika suatu gelombang mengenai benda yang
menghalangi laju gelombang tersebut, maka bisa
dipastikan gelombang tersebut mengalami apa yang
disebut refleksi dan transmisi. Demikian juga
halnya pada gelombang yang mengenai suatu
struktur pelindung pantai. Refleksi gelombang
secara sederhana bisa diartikan sebagai besar
gelombang yang terpantulkan oleh struktur
pelindung dibandingkan dengan besar nilai
gelombang datang. Sehingga, bila dirumuskan ke
dalam bentuk matematis, koefisien refleksi
menjadi:
𝐶𝑟 =𝐻𝑟
𝐻𝑖
Dengan:
Cr = Koefisien refleksi gelombang
Hi = tinggi gelombang datang
Hr = tinggi gelombang refleksi
Pada uji coba di wave flume, hal yang patut jadi
perhatian untuk selanjutnya menjadi acuan adalah
karakteristik gelombang yang terjadi dan koefisien
refleksi yang terjadi akibat adanya struktur. Goda
dan Suzuki menemukan metode yang menggunakan
teknik perubahan Fourier.
Persamaan yang bisa menggambarkan kejadian
refleksi gelombang yang terjadi di wave flume saat
struktur sudah terpasang adalah :
𝜂𝑖 = 𝑎𝑖 cos 𝑘𝑥 − 𝜔𝑡 + 𝜖𝑖
𝜂𝑟 = 𝑎𝑟 cos 𝑘𝑥 − 𝜔𝑡 + 𝜖𝑟
Dengan subscript “I” dan “R” untuk menjelaskan
kata Incident dan Reflected.
Sumbu positif X diambil dari arah datang
gelombang yang menuju struktur. Bila diasumsikan
profil gelombang terekam di 2 tempat, yaitu pada :
𝑥1 = 𝑥
𝑥2 = 𝑥1 + ∆𝑙
Sehingga didapatkan persamaan baru yaitu sebagai
berikut,
𝜂1 = 𝜂𝑖 + 𝜂𝑟 𝑥=𝑥1= 𝐴1 cos 𝜔𝑡 + 𝐵1𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑡
𝜂2 = 𝜂𝑖 + 𝜂𝑟 𝑥=𝑥2= 𝐴2 cos 𝜔𝑡 + 𝐵2𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑡
Dengan:
𝐴1 = 𝑎𝑖𝑐𝑜𝑠∅𝑖 + 𝑎𝑟𝑐𝑜𝑠∅𝑟
𝐵1 = 𝑎𝑖𝑠𝑖𝑛∅𝑖 + 𝑎𝑟𝑠𝑖𝑛∅𝑟
𝐴2 = 𝑎𝑖𝑐𝑜𝑠 𝑘∆𝑙 + ∅𝑖 + 𝑎𝑟𝑐𝑜𝑠 𝑘∆𝑙 + ∅𝑟
𝐵2 = 𝑎𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑘∆𝑙 + ∅𝑖 + 𝑎𝑟𝑠𝑖𝑛 𝑘∆𝑙 + ∅𝑟
∅𝑖 = 𝑘𝑥1 +∈𝑖
∅𝑟 = 𝑘𝑥1 +∈𝑟
Dikarenakan harga 𝑎𝑖 , 𝑎𝑟 , ∅𝑖 , ∅𝑟 tidak diketahui,
maka digunakan teknik eliminasi untuk keempat
variable tersebut, sehingga didapat persamaan :
𝑎𝑖 = 𝐾1
2+𝐾22
2 𝑠𝑖𝑛 𝑘∆𝑙
𝑎𝑖 = 𝐾1
2+𝐾22
2 𝑠𝑖𝑛 𝑘∆𝑙
Dengan:
𝐾1 = 𝐴2 − 𝐴1𝑐𝑜𝑠𝑘∆𝑙 − 𝐵1𝑠𝑖𝑛𝑘∆𝑙
𝐾2 = 𝐵2 + 𝐴1𝑠𝑖𝑛𝑘∆𝑙 − 𝐵1𝑐𝑜𝑠𝑘∆𝑙
𝐾3 = 𝐴2 − 𝐴1𝑐𝑜𝑠𝑘∆𝑙 + 𝐵1𝑠𝑖𝑛𝑘∆𝑙
𝐾2 = 𝐵2 − 𝐴1𝑠𝑖𝑛𝑘∆𝑙 − 𝐵1𝑐𝑜𝑠𝑘∆𝑙
2.2 Transmisi Gelombang
Transmisi adalah penerusan gelombang melalui
suatu bangunan yang parameternya dinyatakan
sebagai perbandingan antara tinggi gelombang
yang ditansmisikan (Ht) dengan tinggi gelombang
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
3
datang (Hi) atau akar dari energi gelombang
transmisi (Et) dengan energi gelombang datang
(Ei).
𝐾𝑡 =𝑎𝑡
𝑎𝑖=
𝐻𝑡
𝐻𝑖
Dengan :
Kt = Koefisien transmisi gelombang
ai = amplitudo gelombang datang
at = amplitudo gelombang transmisi
Hi = tinggi gelombang datang
Ht = tinggi gelombang transmisi
Berdasarkan pada energy konservasi, koefisien
energi yang hilang dapat dikalkulasikan dalam
hubungan berikut:
𝐶𝑟2 + 𝐶𝑡
2 + 𝐶𝑙2 = 1
Dengan :
Cl = koefisien energi yang hilang
Persamaan tersebut mengidentifikasikan bahwa
amplitudo gelombang transmisi (at) atau yang
secara ekuivalen sama dengan tinggi gelombang
transmisi (Ht) dapat terkurangi dengan
meningkatnya gelombang refleksi. Selain
dipengaruhi oleh nilai koefisien refleksi gelombang
tersebut, nilai koefisien energi yang hilang turut
pula mempengaruhi besar kecilnya nilai dari
koefisien transmisi gelombang.
3. Metodologi Penelitian
3.1 Pembuatan model floating breakwater
Untuk mendapatkan model yang memiliki
keserupaan dengan prototype, maka penyekalaan
prototipe harus sebaik mungkin dilakukan agar
model benar-benar memiliki rasio semua dimensi
linier yang sama. Dimensi linier yang dimaksud
adalah panjang, lebar dan tinggi. Dengan rasio
perbandingan.
Sehingga, diperoleh skala dimensi 1:10.
Tabel 3.1 Skala model dari prototipe
3.2 Penyusunan Model Floating Breakwater
Desain pemodelan fisik pada floating breakwater
sangat penting agar peneliti menjadi mudah dalam
melakukan percobaannnya. Adapun variasi jumlah
dan bentuk susunan unit floating breakwater yang
akan digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
a. Model uji nomor 1.
Gambar 3.1 Model uji nomor 1 tampak samping.
b. Model uji nomor 2.
Gambar 3.2 Model uji nomor 2 tampak samping.
c. Model uji nomor 3.
Gambar 3.3 Model uji nomor 3 tampak samping.
d. Model uji nomor 4.
Gambar 3.4 Model uji nomor 4 tampak samping.
e. Model uji nomor 5.
Dimensi Prototipe (cm) Skala Model (cm)
Panjang 50 1:10 5
Lebar 50 1:10 5
Tinggi 40 1:10 4
10
1
40
4
50
5
50
5
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
4
Gambar 3.5 Model uji nomor 5 tampak samping.
3.3 Pelaksanaan Percobaan
1. Kalibrasi wave probe
Alat-alat yang perlu dikalibrasi adalah wave probe,
wave probe merupakan alat pengukur tinggi
gelombang, apabila alat tersebut kita celupkan ke
dalam air maka elektroda tersebut mengukur
konduktivitas volume air. Karena fungsi wave
probe sangat mempengaruhi dari pengujian ini
yaitu mencatat fluktuasi gelombang, maka proses
kalibrasi terhadap wave probe harus dilakukan.
Kalibrasi untuk wave probe harus dilakukan
dengan sangat teliti karena alat inilah yang
nantinya mengukur tinggi gelombang yang terjadi
dan proses ini dilakukan setiap kali akan
melakukan percobaan.
Proses kalibrasi wave probe dilakukan dengan cara
mencatat posisi zero point dari wave probe dan
kemudian merekam kalibasinya dengan menaikan
dan menurunkan wave probe sejauh masing-masing
5 cm , 10 cm, 15 cm masing-masing kearah atas
dan bawah dari posisi zero point. Setelah proses
pencatatan kalibrasi selesai, maka wave probe
harus dikembalikan pada zero point position.
Kalibrasi ini dilakukan untuk mencari hubungan
antara perubahan electrode yang tercelup dalam air
dengan perubahan voltase yang tercatat dalam
recorder. Hasil kalibrasi wave probe tampak
seperti tabel dan gambar berikut ini :
Tabel 3.2 Kalibrasi percobaan model 1 probe 1
Tabel 3.3 Kalibrasi percobaan model 1 probe 2
Gambar 3.6 Grafik kalibrasi percobaan model 1
2. Pengujian Model dan Pengambilan Data
Setelah semua persiapan dilakukan dan model
floating breakwater sudah ditempatkan didalam
wave flume atau telah disusun sedemikian rupa,
maka masing-masing susunan diuji dengan input
tinggi dan periode gelombang sesuai rencana pada
tabel 3.2.
Gambar 3.7 Pengujian model 2 dengan Kode
H5T11
Untuk setiap pengujian, dibangkitkan gelombang
irreguler dengan spektrum JONSWAP. Lama
setiap pengjian 1.5 menit dan dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali per skenario.
RANGE AVERAGE
PENGUKURAN (cm) PROBE 1
U4 15 17.73104
U3 10 12.52784
U2 5 7.38131
0 0 2.43944
D2 -5 -2.75693
D3 -10 -8.13416
D4 -15 -13.25634
NOTE
RANGE AVERAGE
PENGUKURAN (cm) PROBE 2
U4 15 15.75980
U3 10 10.60453
U2 5 5.35599
0 0 0.16197
D2 -5 -5.37129
D3 -10 -10.80529
D4 -15 -16.14197
NOTE
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
5
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Analisa Dimensi
Dalam pemodelan fisik, analisa dimensi dilakukan
untuk memudahkan menganalisa data hasil
percobaan dan selanjutnya dapat digunakan untuk
desain yang diinginkan. Dari analisa dimensi akan
diperoleh variabel tak berdimensi yang akan
menjadi acuan dalam penggambaran atau
pemaparan hasil dari percobaan, sehingga
mempermudah pengolahan data.
1. Analisa dimensi untuk refleksi
Secara umum koefisien refleksi dalam penelitian
ini, tergantung pada parameter berikut:
𝐾𝑟 = 𝐻𝑟
𝐻𝑖
= 𝑓 𝑇𝑖 , 𝐻𝑖 , 𝐻𝑟 , 𝑔, 𝜌, 𝐵, 𝑑, 𝐿
Pada penelitian ini, metode analisa dimensi yang
digunakan adalah metode Basic Echelon Matrix
dan diperoleh bilangan tak berdimensi sebagai
berikut:
𝐾𝑟 = 𝐻𝑟
𝐻𝑖
= 𝑓 𝐻𝑖
𝑔𝑇2,𝐵
𝐿
2. Analisa dimensi untuk Transmisi
Secara umum koefisien transmisi dalam penelitian
ini, tergantung pada parameter berikut:
𝐾𝑡 = 𝐻𝑡
𝐻𝑖
= 𝑓 𝑇𝑖 , 𝐻𝑖 , 𝐻𝑡 , 𝑔, 𝜌, 𝐵, 𝑑, 𝐿
Untuk transmisi, metode analisa dimensi yang
digunakan sama yaitu metode Basic Echelon
Matrix dan diperoleh bilangan tak berdimensi
sebagai berikut:
𝐾𝑡 = 𝐻𝑡
𝐻𝑖
= 𝑓 𝐻𝑖
𝑔𝑇2,𝐵
𝐿
4.2 Pengaruh Kecuraman Gelombang terhadap
(wave steepness) Koefisien Refleksi (Kr) dan
Transmisi (Kt)
Dari hubungan antara wave steepness dengan
koefisien refleksi dan koefisien transmisi dapat
diketahui besarnya pengaruh dari periode dan
tinggi gelombang pada peredam gelombang. Tinggi
gelombang datang dan periode gelombang yang
digunakan untuk merumuskan hubungan antara
pengaruh kecuraman gelombang (H/gT2) terhadap
koefisien refleksi (Kr) dan koefisien transmisi (Kt)
dari masing-masing model dapat ditentukan dengan
menggunakan parameter tinggi gelombang
signifikan datang (Hs) dan periode rata-rata
gelombang datang (Tavg). Seperti yang terlihat
pada gambar dari masing-masing model dibawah
ini.
Gambar 4.1 Pengaruh kecuraman gelombang
terhadap Kr dan Kt pada Model 1
Gambar 4.2 Pengaruh kecuraman gelombang
terhadap Kr dan Kt pada Model 2
Gambar 4.3 Pengaruh kecuraman gelombang
terhadap Kr dan Kt pada Model 3
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
6
Gambar 4.4 Pengaruh kecuraman gelombang
terhadap Kr dan Kt pada Model 4
Gambar 4.5 Pengaruh kecuraman gelombang
terhadap Kr dan Kt pada Model 5
Dari gambar pengaruh kecuraman gelombang
(wave steepness) terhadap koefisien refleksi (Kr)
dan koefisien transmisi (Kt) pada masing-masing
model diatas menunjukkan penurunan wave
steepness menyebabkan kemiringan/ketajaman
gelombang yang semakin berkurang menuju
peredam gelombang , hal tersebut menyebabkan
gesekan gelombang datang akan semakin kecil
sehingga penyerapan pantulan kurang baik dan
menghasilkan pantulan gelombang yang lebih besar
dengan begitu gelombang transmisinya menjadi
kecil. Sedangkan kenaikan wave steepness
menyebabkan semakin curam gelombang dan
gesekan yang terjadi semakin besar sehingga
pantulan semakin berkurang atau gelombang
dengan wave steepness besar cenderung diteruskan
yang menyebabkan pembentukan gelombang
transmisi yang besar.
Sebaran data nilai-nilai Kr untuk semua model
secara umum menunjukan tren yang menurun
seiring bertambahnya kecuraman gelombang
datang. Sedangkan untuk data nilai-nilai Kt untuk
semua model menunjukkan sebaliknya yaitu
menaik seiring bertambahnya kecuraman
gelombang. Pada model 5 memiliki karakteristik
paling bagus dengan nilai Kr antara 0.37-0.63
sedangkan niali Kt antara 0.61-0.96.
4.3 Pengaruh Lebar Model terhadap Koefisien
Refleksi (Kr) dan Koefisien Transmisi (Kt)
Hubungan lebar model (B) dengan panjang
gelombang (L) terhadap koefisien refleksi (Kr) dan
koefisien transmisi (Kt) dari tiap-tiap model.
Dalam hal ini memperlihatkan seberapa besar
pengaruh lebar struktur terhadap peredam
gelombang. Hasil pengujian tiap-tiap model
ditampilkan dalam bentuk bentuk grafik dan dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.6 Hubungan antara lebar model dengan
Kr dan Kt pada Model 1
Gambar 4.7 Hubungan antara lebar model dengan
Kr dan Kt pada Model 2
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
7
Gambar 4.8 Hubungan antara lebar model dengan
Kr dan Kt pada Model 3
Gambar 4.9 Hubungan antara lebar model dengan
Kr dan Kt pada Model 4
Gambar 4.10 Hubungan antara lebar model dengan
Kr dan Kt pada Model 5
Dari gambar hubungan antara lebar model dengan
koefisien refleksi dan koefisien transmisi diatas
diketahui bahwa peredam gelombang yang paling
besar terjadi pada floating breakwater dengan
susunan 3 baris yaitu model 4 dan model 5, akan
tetapi model 5 lebih baik dibandingkan dengan
model 4 karena pada model 5 terdapat penambahan
unit-unit pada bagian atasnya sehingga pantulan
maupun gelombang tereduksi semakin besar.
Secara teori jika struktur floating breakwater
bertambah lebar maka nilai koefisien transmisi (Kt)
akan cenderung turun karena jarak tembuh
gelombang yang lebih panjang sehingga reduksi
gelombang yang dihasilkan semakin besar pula.
Hal ini berbanding terbalik dengan koefisien
refleksi (Kr) karena gelombang refleksi tidak
menjalar melewati struktur sehingga lebar struktur
tidak terlalu berpengaruh pada besar kecilnya
koefisien refleksi (Kr).
4.4 Pembahasan
Perbandingan Hasil Pengujian Pengaruh Lebar
Struktur terhadap Kt
Penelitian sebelumnya yang digunakan untuk
membandingkan hasil pengujian adalah eksperimen
Murali dan Mani (1997). Penelitian yang dilakukan
oleh Murali dan Mani (1997) yaitu meneliti
floating breakwater yang didesain untuk
melindungi pelabuhan, hanya saja tipe yang
digunakan berbeda yaitu tipe pontoon trapezium.
Murali dan Mani (1997) juga melakukan
perbandingan lebar struktur dengan nilai koefisien
transmisi serta membandingkan hasilnya yang
mereka capai dengan beberapa peneliti
sebelumnya. Pada penelitian ini dibandingkan hasil
yang telah dicapai dengan hasil penelitian Murali
dan Mani (1997) karena ada kesamaan antara
penelitian yang dilakukan oleh Murali dan Mani
(1997) dengan penelitian ini yaitu sama-sama
menngunakan floating breakwater sebagai peredam
gelombang. Dengan demikian penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Murali dan Mani
(1997) dapat dibandingkan, yaitu membandingkan
lebar floating breakwater terhadap koefisien
transmisi.
Gambar 4.16 Perbandingan pengaruh lebar floating
breakwater terhadap koefisien transmisi pengujian
dengan eksperimen Murali dan Mani (1997).
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
8
Dari grafik pada gambar 4.12 dapat dilihat lebar
struktur floating breakwater mempengaruhi
koefisien transmisi, dimana grafik tersebut
membandingkan antara penelitian ini dengan
eksperimen Murali dan Mani (1997). Penelitian
Murali dan Mani (1997) membandingkan lebar
struktur terhadap koefisien transmisi dengan
memvariasikan lebar struktur (B) dan tinggi
gelombang (H). Sebaran data hasil penelitian
Murali dan Mani (1997) menunjukkan bahwa
koefisien transmisi berbanding terbalik dengan
lebar struktur. Hasil yang sama didapat pada
penelitian ini bahwa semakin lebar struktur maka
koefisien yang terjadi akan semakin kecil. Struktur
floating breakwater bertambah lebar maka nilai Kt
akan cenderung turun karena jarak tempuh
gelombang yang lebih panjang sehingga transmisi
gelombang yang dihasilkan semakin turun.
5. Penutup
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa data hasil pengujian dan
perhitungan, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Pada pengujian diperolah nilai Kr untuk model
1 (0.20-0.52), model 2 didapatkan nilai Kr
(0.28-0.56), model 3 didapatkan nilai Kr (0.30-
0.53), model 4 didapatkan nilai Kr (0.31-0.59)
dan model 5 didapatkan nilai Kr (0.37-0.63).
2. Pada pengujian diperoleh nilai Kt untuk model
1 (0.76-0.98), model 2 didapatkan nilai Kt
(0.64-0.99), model 3 didapatkan nilai Kt (0.67-
0.99), model 4 didapatkan nilai Kt (0.66-0.97),
model 5 didapatkan nilai Kt (0.61-0.96).
3. Variasi jumlah, bentuk susunan unit floating
breakwater, tinggi dan periode gelombang
memiliki nilai rata-rata secara berturut-turut
yaitu untuk model 1 nilai Kr=0.31 dan
Kt=0.93; model 2 nilai Kr=0.39 dan Kt=0.89;
model 3 nilai Kr=0.40 dan Kt=0.88; model 4
nilai Kr=0.43 dan Kt=0.87; model 5 niali
Kr=0.50 dan Kt=0.79. Sehingga, secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa nilai
koefisien refleksi dan koefisien transmisi
paling optimum pada model 5.
5.2 Saran
Terdapat beberapa saran untuk penelitian lanjutan
berdasarkan hasil analisa dari Tugas Akhir ini :
1. Menambah kekuatan agar elastisitas dari
model floating breakwater ini dapat tereduksi
sehingga refleksi dan transmisi yang
dihasilkan akan lebih baik.
2. Menambah variasi bentuk dan susunan unit
model sehingga dapat lebih banyak
perbandingan bentuk dan susunan yang bisa
dibandingkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bhattacharyya, 1972, Dynamic of Marine Vehicles,
a Wiley IntersciencePublication, John
Wiley&Sons, New York.
Dong, G. H et al. Experiments on wave
transmission coefficients of floating
breakwaters, Ocean Engineering 35
(2008) 931–938, 2008. China.
Fousert, M. W. 2006. “Floating Breakwater
Theoretical Study of Dynamic Wave
Attenuating System”, Final Report Of The
Master Thesis, Delft University of
Technology, Faculty of Civil Engineering
and Geoscience, Delft.
Gunaydin, K., 2006, Investigation of P-type
Breakwaters Performance Under Regular
and Irregular Waves, Ocean Engineering
34 (2007) 1028–1043, 2006
McCartney, Bruce, L.,1995, Floating Breakwater
Design, Journal of Waterway, Port,
Coastal and Ocean Engineering, Vol.
111, No. 2, March, 1985.
Morey, J.B., 1998, Floating Breakwaters
Predicting Their Performance, Faculty of
Engineering and Applied Science,
Memorial University of Newfoundland,
Canada.