pengaruh jumlah dan bentuk susunan unit … · jurnal - tugas akhir , teknik kelautan (2012) anuar...

8
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051) 1 PENGARUH JUMLAH DAN BENTUK SUSUNAN UNIT FLOATING BREAKWATER TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI DAN KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG Anuar (1) , Haryo Dwito Armono, ST.,M.Eng,Ph.D (2) , Sujantoko, ST.,MT (2) 1) Mahasiswa Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya 2) Staff pengajar Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya Abstrak Breakwater adalah struktur yang dirancang untuk mengurangi gelombang di perairan pesisir. Gelombang tinggi dapat menyebabkan erosi pantai atau kerusakan pada pantai. Saat ini, banyak kemajuan dalam teknologi breakwater, misalnya floating breakwater. Floating breakwater lebih efisien dan fleksibel dibandingkan dengan fixed breakwater. Sistem breakwater yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari unit kubus yang terbuat dari high density polyethylene (HDPE) dirakit menjadi satu rangkaian sebagai struktur floating breakwater. Kemampuan floating breakwater yang terdiri dari unit berbentuk kubus HDPE dalam mengurangi gelombang belum diteliti . Dalam penelitian ini, koefisien refleksi (Kr) yang merupakan rasio antara tinggi gelombang refleksi (Hr) dengan tinggi gelombang masuk (Hi), dan koefisien transmisi (Kt) yang merupakan rasio antara tinggi gelombang menular (Ht) untuk ketinggian gelombang masuk (Hi) akan dievaluasi. Jumlah dan susunan unit floating breakwater menghasilkan pengurangan gelombang paling efektif dievaluasi berdasarkan nilai Kr dan Kt. Model floating breakwater diuji dalam wave flume menggunakan gelombang irregular pada mereka berbagai ketinggian gelombang 6 sampai 15 cm dan periode 1,1 sampai 1,3 detik. Skala yang digunakan dalam model ini 1:10. Hasil uji fisik model menunjukkan bahwa semakin luas susunan unit HDPE, maka koefisien refleksi semakin besar sedangkan koefisien transmisi berkurang. Kata-kata kunci: Floating breakwater, Koefisien refleksi, Koefisien transmisi. 1. Pendahuluan Untuk melindungi pantai dari kerusakan yang disebabkan oleh gelombang perairan dibutuhkan suatu bangunan pelindung pantai (breakwater). Apalagi kebanyakan dari pelabuhan dan pantai di Indonesia belum terlindungi dan seringkali diakibatkan oleh terlalu tingginya biaya pembangunan breakwater yang permanen, juga karena pertimbangan yang secara teknis terlalu kompleks jika membangun bangunan breakwater yang permanen, misalnya kedalaman air yang terlalu dalam atau penggunaan batu alam yang bisa merusak lingkungan. Floating breakwater menjadi solusi alternatif yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Keuntungan dari adanya floating breakwater antara lain dapat dibangun dalam waktu singkat, mudah dan dengan biaya yang cukup terjangkau, floating breakwater juga dapat meminimalisasi pengaruh akibat sirkulasi air, transpor sediment, dan migrasi ikan serta floating breakwater dapat dengan mudah dipindahkan dan dirakit kembali dengan layouts yang berbeda serta dapat dipindahkan ke lokasi yang berbeda (Hales, 1981), floating breakwater selain dapat dipindah juga bisa diperpanjang ataupun diperpendek sesuai ukuran panjang dan konfigurasi susunan yang dibutuhkan (Fousert, 2006). Keuntungan berikutnya kondisi tanah yang buruk memungkinkan digunakannya floating breakwater dari pada fixed breakwater (McCartney, 1985), floating breakwater juga berefek minimal atau mendekati nihil (zero impact) terhadap lingkungan laut sekitarnya dan dapat berfungsi baik di laut dalam maupun dangkal. Untuk pemakaian dalam jangka waktu pendek, floating breakwater dapat digunakan sebagai pelindung bibit mangroove muda pada awal masa tancap. Floating breakwater dengan ukuran tertentu juga dapat berfungsi sebagai pelabuhan, parking deck atau promenade. Banyak penelitian terdahulu mempelajari tentang floating breakwater (Morey, 1998; Gunaydin, 2006, Dong, 2008; etc). Dan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan McCartney (1985), secara garis besar terdapat empat tipe floating breakwater, yaitu: a) tipe pontoon; b) tipe modul apung; c) tipe rakit; d) tipe kotak (box). Pada penelitian ini, saya akan melakukan pengujian lebih lanjut tentang variasi jumlah dan bentuk susunan unit floating

Upload: vanduong

Post on 08-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)

1

PENGARUH JUMLAH DAN BENTUK SUSUNAN UNIT FLOATING

BREAKWATER TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI DAN

KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG

Anuar(1)

, Haryo Dwito Armono, ST.,M.Eng,Ph.D(2)

, Sujantoko, ST.,MT(2)

1) Mahasiswa Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya

2) Staff pengajar Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya

Abstrak

Breakwater adalah struktur yang dirancang untuk mengurangi gelombang di perairan pesisir.

Gelombang tinggi dapat menyebabkan erosi pantai atau kerusakan pada pantai. Saat ini, banyak

kemajuan dalam teknologi breakwater, misalnya floating breakwater. Floating breakwater lebih

efisien dan fleksibel dibandingkan dengan fixed breakwater. Sistem breakwater yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri dari unit kubus yang terbuat dari high density polyethylene (HDPE) dirakit

menjadi satu rangkaian sebagai struktur floating breakwater. Kemampuan floating breakwater yang

terdiri dari unit berbentuk kubus HDPE dalam mengurangi gelombang belum diteliti . Dalam

penelitian ini, koefisien refleksi (Kr) yang merupakan rasio antara tinggi gelombang refleksi (Hr)

dengan tinggi gelombang masuk (Hi), dan koefisien transmisi (Kt) yang merupakan rasio antara tinggi

gelombang menular (Ht) untuk ketinggian gelombang masuk (Hi) akan dievaluasi. Jumlah dan

susunan unit floating breakwater menghasilkan pengurangan gelombang paling efektif dievaluasi

berdasarkan nilai Kr dan Kt. Model floating breakwater diuji dalam wave flume menggunakan

gelombang irregular pada mereka berbagai ketinggian gelombang 6 sampai 15 cm dan periode 1,1

sampai 1,3 detik. Skala yang digunakan dalam model ini 1:10. Hasil uji fisik model menunjukkan

bahwa semakin luas susunan unit HDPE, maka koefisien refleksi semakin besar sedangkan koefisien

transmisi berkurang. Kata-kata kunci: Floating breakwater, Koefisien refleksi, Koefisien transmisi.

1. Pendahuluan

Untuk melindungi pantai dari kerusakan yang

disebabkan oleh gelombang perairan dibutuhkan

suatu bangunan pelindung pantai (breakwater).

Apalagi kebanyakan dari pelabuhan dan pantai di

Indonesia belum terlindungi dan seringkali

diakibatkan oleh terlalu tingginya biaya

pembangunan breakwater yang permanen, juga

karena pertimbangan yang secara teknis terlalu

kompleks jika membangun bangunan breakwater

yang permanen, misalnya kedalaman air yang

terlalu dalam atau penggunaan batu alam yang bisa

merusak lingkungan.

Floating breakwater menjadi solusi alternatif yang

tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Keuntungan dari adanya floating breakwater antara

lain dapat dibangun dalam waktu singkat, mudah

dan dengan biaya yang cukup terjangkau, floating

breakwater juga dapat meminimalisasi pengaruh

akibat sirkulasi air, transpor sediment, dan migrasi

ikan serta floating breakwater dapat dengan mudah

dipindahkan dan dirakit kembali dengan layouts

yang berbeda serta dapat dipindahkan ke lokasi

yang berbeda (Hales, 1981), floating breakwater

selain dapat dipindah juga bisa diperpanjang

ataupun diperpendek sesuai ukuran panjang dan

konfigurasi susunan yang dibutuhkan (Fousert,

2006). Keuntungan berikutnya kondisi tanah yang

buruk memungkinkan digunakannya floating

breakwater dari pada fixed breakwater

(McCartney, 1985), floating breakwater juga

berefek minimal atau mendekati nihil (zero impact)

terhadap lingkungan laut sekitarnya dan dapat

berfungsi baik di laut dalam maupun dangkal.

Untuk pemakaian dalam jangka waktu pendek,

floating breakwater dapat digunakan sebagai

pelindung bibit mangroove muda pada awal masa

tancap. Floating breakwater dengan ukuran

tertentu juga dapat berfungsi sebagai pelabuhan,

parking deck atau promenade.

Banyak penelitian terdahulu mempelajari tentang

floating breakwater (Morey, 1998; Gunaydin,

2006, Dong, 2008; etc). Dan berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan McCartney (1985), secara

garis besar terdapat empat tipe floating breakwater,

yaitu: a) tipe pontoon; b) tipe modul apung; c) tipe

rakit; d) tipe kotak (box). Pada penelitian ini, saya

akan melakukan pengujian lebih lanjut tentang

variasi jumlah dan bentuk susunan unit floating

Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)

2

breakwater yang mempunyai tipe rakit. Dari

penelitian ini diharapkan akan diketahui bentuk dan

susunan unit yang optimum dalam meredam beban

gelombang, sehingga diharapkan penelitian ini

dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan

teknologi struktur pelindung pantai.

2. Dasar Teori

2.1 Refleksi Gelombang

Refleksi gelombang terjadi ketika gelombang

datang mengenai atau membentur suatu rintangan

sehingga kemudian dipantulkan sebagian atau

seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang sangat

penting untuk diketahui dalam perencanaan

bangunan pantai, sehingga akan didapatkan

keadaan perairan yang relatif tenang pada

pelabuhan atau pantai. Oleh karena itu bangunan

pemecah gelombang yang baik adalah dapat

menyerap energi gelombang secara optimal. Besar

kemampuan suatu bangunan pemecah gelombang

untuk memantulkan gelombang dapat diketahui

melalui koefisien refleksi. Koefisien refleksi adalah

perbandingan antara tinggi gelombang refleksi (Hr)

dan tinggi gelombang datang (Hi).

Jika suatu gelombang mengenai benda yang

menghalangi laju gelombang tersebut, maka bisa

dipastikan gelombang tersebut mengalami apa yang

disebut refleksi dan transmisi. Demikian juga

halnya pada gelombang yang mengenai suatu

struktur pelindung pantai. Refleksi gelombang

secara sederhana bisa diartikan sebagai besar

gelombang yang terpantulkan oleh struktur

pelindung dibandingkan dengan besar nilai

gelombang datang. Sehingga, bila dirumuskan ke

dalam bentuk matematis, koefisien refleksi

menjadi:

𝐶𝑟 =𝐻𝑟

𝐻𝑖

Dengan:

Cr = Koefisien refleksi gelombang

Hi = tinggi gelombang datang

Hr = tinggi gelombang refleksi

Pada uji coba di wave flume, hal yang patut jadi

perhatian untuk selanjutnya menjadi acuan adalah

karakteristik gelombang yang terjadi dan koefisien

refleksi yang terjadi akibat adanya struktur. Goda

dan Suzuki menemukan metode yang menggunakan

teknik perubahan Fourier.

Persamaan yang bisa menggambarkan kejadian

refleksi gelombang yang terjadi di wave flume saat

struktur sudah terpasang adalah :

𝜂𝑖 = 𝑎𝑖 cos 𝑘𝑥 − 𝜔𝑡 + 𝜖𝑖

𝜂𝑟 = 𝑎𝑟 cos 𝑘𝑥 − 𝜔𝑡 + 𝜖𝑟

Dengan subscript “I” dan “R” untuk menjelaskan

kata Incident dan Reflected.

Sumbu positif X diambil dari arah datang

gelombang yang menuju struktur. Bila diasumsikan

profil gelombang terekam di 2 tempat, yaitu pada :

𝑥1 = 𝑥

𝑥2 = 𝑥1 + ∆𝑙

Sehingga didapatkan persamaan baru yaitu sebagai

berikut,

𝜂1 = 𝜂𝑖 + 𝜂𝑟 𝑥=𝑥1= 𝐴1 cos 𝜔𝑡 + 𝐵1𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑡

𝜂2 = 𝜂𝑖 + 𝜂𝑟 𝑥=𝑥2= 𝐴2 cos 𝜔𝑡 + 𝐵2𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑡

Dengan:

𝐴1 = 𝑎𝑖𝑐𝑜𝑠∅𝑖 + 𝑎𝑟𝑐𝑜𝑠∅𝑟

𝐵1 = 𝑎𝑖𝑠𝑖𝑛∅𝑖 + 𝑎𝑟𝑠𝑖𝑛∅𝑟

𝐴2 = 𝑎𝑖𝑐𝑜𝑠 𝑘∆𝑙 + ∅𝑖 + 𝑎𝑟𝑐𝑜𝑠 𝑘∆𝑙 + ∅𝑟

𝐵2 = 𝑎𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑘∆𝑙 + ∅𝑖 + 𝑎𝑟𝑠𝑖𝑛 𝑘∆𝑙 + ∅𝑟

∅𝑖 = 𝑘𝑥1 +∈𝑖

∅𝑟 = 𝑘𝑥1 +∈𝑟

Dikarenakan harga 𝑎𝑖 , 𝑎𝑟 , ∅𝑖 , ∅𝑟 tidak diketahui,

maka digunakan teknik eliminasi untuk keempat

variable tersebut, sehingga didapat persamaan :

𝑎𝑖 = 𝐾1

2+𝐾22

2 𝑠𝑖𝑛 𝑘∆𝑙

𝑎𝑖 = 𝐾1

2+𝐾22

2 𝑠𝑖𝑛 𝑘∆𝑙

Dengan:

𝐾1 = 𝐴2 − 𝐴1𝑐𝑜𝑠𝑘∆𝑙 − 𝐵1𝑠𝑖𝑛𝑘∆𝑙

𝐾2 = 𝐵2 + 𝐴1𝑠𝑖𝑛𝑘∆𝑙 − 𝐵1𝑐𝑜𝑠𝑘∆𝑙

𝐾3 = 𝐴2 − 𝐴1𝑐𝑜𝑠𝑘∆𝑙 + 𝐵1𝑠𝑖𝑛𝑘∆𝑙

𝐾2 = 𝐵2 − 𝐴1𝑠𝑖𝑛𝑘∆𝑙 − 𝐵1𝑐𝑜𝑠𝑘∆𝑙

2.2 Transmisi Gelombang

Transmisi adalah penerusan gelombang melalui

suatu bangunan yang parameternya dinyatakan

sebagai perbandingan antara tinggi gelombang

yang ditansmisikan (Ht) dengan tinggi gelombang

Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)

3

datang (Hi) atau akar dari energi gelombang

transmisi (Et) dengan energi gelombang datang

(Ei).

𝐾𝑡 =𝑎𝑡

𝑎𝑖=

𝐻𝑡

𝐻𝑖

Dengan :

Kt = Koefisien transmisi gelombang

ai = amplitudo gelombang datang

at = amplitudo gelombang transmisi

Hi = tinggi gelombang datang

Ht = tinggi gelombang transmisi

Berdasarkan pada energy konservasi, koefisien

energi yang hilang dapat dikalkulasikan dalam

hubungan berikut:

𝐶𝑟2 + 𝐶𝑡

2 + 𝐶𝑙2 = 1

Dengan :

Cl = koefisien energi yang hilang

Persamaan tersebut mengidentifikasikan bahwa

amplitudo gelombang transmisi (at) atau yang

secara ekuivalen sama dengan tinggi gelombang

transmisi (Ht) dapat terkurangi dengan

meningkatnya gelombang refleksi. Selain

dipengaruhi oleh nilai koefisien refleksi gelombang

tersebut, nilai koefisien energi yang hilang turut

pula mempengaruhi besar kecilnya nilai dari

koefisien transmisi gelombang.

3. Metodologi Penelitian

3.1 Pembuatan model floating breakwater

Untuk mendapatkan model yang memiliki

keserupaan dengan prototype, maka penyekalaan

prototipe harus sebaik mungkin dilakukan agar

model benar-benar memiliki rasio semua dimensi

linier yang sama. Dimensi linier yang dimaksud

adalah panjang, lebar dan tinggi. Dengan rasio

perbandingan.

Sehingga, diperoleh skala dimensi 1:10.

Tabel 3.1 Skala model dari prototipe

3.2 Penyusunan Model Floating Breakwater

Desain pemodelan fisik pada floating breakwater

sangat penting agar peneliti menjadi mudah dalam

melakukan percobaannnya. Adapun variasi jumlah

dan bentuk susunan unit floating breakwater yang

akan digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada

gambar di bawah ini :

a. Model uji nomor 1.

Gambar 3.1 Model uji nomor 1 tampak samping.

b. Model uji nomor 2.

Gambar 3.2 Model uji nomor 2 tampak samping.

c. Model uji nomor 3.

Gambar 3.3 Model uji nomor 3 tampak samping.

d. Model uji nomor 4.

Gambar 3.4 Model uji nomor 4 tampak samping.

e. Model uji nomor 5.

Dimensi Prototipe (cm) Skala Model (cm)

Panjang 50 1:10 5

Lebar 50 1:10 5

Tinggi 40 1:10 4

10

1

40

4

50

5

50

5

Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)

4

Gambar 3.5 Model uji nomor 5 tampak samping.

3.3 Pelaksanaan Percobaan

1. Kalibrasi wave probe

Alat-alat yang perlu dikalibrasi adalah wave probe,

wave probe merupakan alat pengukur tinggi

gelombang, apabila alat tersebut kita celupkan ke

dalam air maka elektroda tersebut mengukur

konduktivitas volume air. Karena fungsi wave

probe sangat mempengaruhi dari pengujian ini

yaitu mencatat fluktuasi gelombang, maka proses

kalibrasi terhadap wave probe harus dilakukan.

Kalibrasi untuk wave probe harus dilakukan

dengan sangat teliti karena alat inilah yang

nantinya mengukur tinggi gelombang yang terjadi

dan proses ini dilakukan setiap kali akan

melakukan percobaan.

Proses kalibrasi wave probe dilakukan dengan cara

mencatat posisi zero point dari wave probe dan

kemudian merekam kalibasinya dengan menaikan

dan menurunkan wave probe sejauh masing-masing

5 cm , 10 cm, 15 cm masing-masing kearah atas

dan bawah dari posisi zero point. Setelah proses

pencatatan kalibrasi selesai, maka wave probe

harus dikembalikan pada zero point position.

Kalibrasi ini dilakukan untuk mencari hubungan

antara perubahan electrode yang tercelup dalam air

dengan perubahan voltase yang tercatat dalam

recorder. Hasil kalibrasi wave probe tampak

seperti tabel dan gambar berikut ini :

Tabel 3.2 Kalibrasi percobaan model 1 probe 1

Tabel 3.3 Kalibrasi percobaan model 1 probe 2

Gambar 3.6 Grafik kalibrasi percobaan model 1

2. Pengujian Model dan Pengambilan Data

Setelah semua persiapan dilakukan dan model

floating breakwater sudah ditempatkan didalam

wave flume atau telah disusun sedemikian rupa,

maka masing-masing susunan diuji dengan input

tinggi dan periode gelombang sesuai rencana pada

tabel 3.2.

Gambar 3.7 Pengujian model 2 dengan Kode

H5T11

Untuk setiap pengujian, dibangkitkan gelombang

irreguler dengan spektrum JONSWAP. Lama

setiap pengjian 1.5 menit dan dilakukan

pengulangan sebanyak 3 kali per skenario.

RANGE AVERAGE

PENGUKURAN (cm) PROBE 1

U4 15 17.73104

U3 10 12.52784

U2 5 7.38131

0 0 2.43944

D2 -5 -2.75693

D3 -10 -8.13416

D4 -15 -13.25634

NOTE

RANGE AVERAGE

PENGUKURAN (cm) PROBE 2

U4 15 15.75980

U3 10 10.60453

U2 5 5.35599

0 0 0.16197

D2 -5 -5.37129

D3 -10 -10.80529

D4 -15 -16.14197

NOTE

Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)

5

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Analisa Dimensi

Dalam pemodelan fisik, analisa dimensi dilakukan

untuk memudahkan menganalisa data hasil

percobaan dan selanjutnya dapat digunakan untuk

desain yang diinginkan. Dari analisa dimensi akan

diperoleh variabel tak berdimensi yang akan

menjadi acuan dalam penggambaran atau

pemaparan hasil dari percobaan, sehingga

mempermudah pengolahan data.

1. Analisa dimensi untuk refleksi

Secara umum koefisien refleksi dalam penelitian

ini, tergantung pada parameter berikut:

𝐾𝑟 = 𝐻𝑟

𝐻𝑖

= 𝑓 𝑇𝑖 , 𝐻𝑖 , 𝐻𝑟 , 𝑔, 𝜌, 𝐵, 𝑑, 𝐿

Pada penelitian ini, metode analisa dimensi yang

digunakan adalah metode Basic Echelon Matrix

dan diperoleh bilangan tak berdimensi sebagai

berikut:

𝐾𝑟 = 𝐻𝑟

𝐻𝑖

= 𝑓 𝐻𝑖

𝑔𝑇2,𝐵

𝐿

2. Analisa dimensi untuk Transmisi

Secara umum koefisien transmisi dalam penelitian

ini, tergantung pada parameter berikut:

𝐾𝑡 = 𝐻𝑡

𝐻𝑖

= 𝑓 𝑇𝑖 , 𝐻𝑖 , 𝐻𝑡 , 𝑔, 𝜌, 𝐵, 𝑑, 𝐿

Untuk transmisi, metode analisa dimensi yang

digunakan sama yaitu metode Basic Echelon

Matrix dan diperoleh bilangan tak berdimensi

sebagai berikut:

𝐾𝑡 = 𝐻𝑡

𝐻𝑖

= 𝑓 𝐻𝑖

𝑔𝑇2,𝐵

𝐿

4.2 Pengaruh Kecuraman Gelombang terhadap

(wave steepness) Koefisien Refleksi (Kr) dan

Transmisi (Kt)

Dari hubungan antara wave steepness dengan

koefisien refleksi dan koefisien transmisi dapat

diketahui besarnya pengaruh dari periode dan

tinggi gelombang pada peredam gelombang. Tinggi

gelombang datang dan periode gelombang yang

digunakan untuk merumuskan hubungan antara

pengaruh kecuraman gelombang (H/gT2) terhadap

koefisien refleksi (Kr) dan koefisien transmisi (Kt)

dari masing-masing model dapat ditentukan dengan

menggunakan parameter tinggi gelombang

signifikan datang (Hs) dan periode rata-rata

gelombang datang (Tavg). Seperti yang terlihat

pada gambar dari masing-masing model dibawah

ini.

Gambar 4.1 Pengaruh kecuraman gelombang

terhadap Kr dan Kt pada Model 1

Gambar 4.2 Pengaruh kecuraman gelombang

terhadap Kr dan Kt pada Model 2

Gambar 4.3 Pengaruh kecuraman gelombang

terhadap Kr dan Kt pada Model 3

Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)

6

Gambar 4.4 Pengaruh kecuraman gelombang

terhadap Kr dan Kt pada Model 4

Gambar 4.5 Pengaruh kecuraman gelombang

terhadap Kr dan Kt pada Model 5

Dari gambar pengaruh kecuraman gelombang

(wave steepness) terhadap koefisien refleksi (Kr)

dan koefisien transmisi (Kt) pada masing-masing

model diatas menunjukkan penurunan wave

steepness menyebabkan kemiringan/ketajaman

gelombang yang semakin berkurang menuju

peredam gelombang , hal tersebut menyebabkan

gesekan gelombang datang akan semakin kecil

sehingga penyerapan pantulan kurang baik dan

menghasilkan pantulan gelombang yang lebih besar

dengan begitu gelombang transmisinya menjadi

kecil. Sedangkan kenaikan wave steepness

menyebabkan semakin curam gelombang dan

gesekan yang terjadi semakin besar sehingga

pantulan semakin berkurang atau gelombang

dengan wave steepness besar cenderung diteruskan

yang menyebabkan pembentukan gelombang

transmisi yang besar.

Sebaran data nilai-nilai Kr untuk semua model

secara umum menunjukan tren yang menurun

seiring bertambahnya kecuraman gelombang

datang. Sedangkan untuk data nilai-nilai Kt untuk

semua model menunjukkan sebaliknya yaitu

menaik seiring bertambahnya kecuraman

gelombang. Pada model 5 memiliki karakteristik

paling bagus dengan nilai Kr antara 0.37-0.63

sedangkan niali Kt antara 0.61-0.96.

4.3 Pengaruh Lebar Model terhadap Koefisien

Refleksi (Kr) dan Koefisien Transmisi (Kt)

Hubungan lebar model (B) dengan panjang

gelombang (L) terhadap koefisien refleksi (Kr) dan

koefisien transmisi (Kt) dari tiap-tiap model.

Dalam hal ini memperlihatkan seberapa besar

pengaruh lebar struktur terhadap peredam

gelombang. Hasil pengujian tiap-tiap model

ditampilkan dalam bentuk bentuk grafik dan dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.6 Hubungan antara lebar model dengan

Kr dan Kt pada Model 1

Gambar 4.7 Hubungan antara lebar model dengan

Kr dan Kt pada Model 2

Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)

7

Gambar 4.8 Hubungan antara lebar model dengan

Kr dan Kt pada Model 3

Gambar 4.9 Hubungan antara lebar model dengan

Kr dan Kt pada Model 4

Gambar 4.10 Hubungan antara lebar model dengan

Kr dan Kt pada Model 5

Dari gambar hubungan antara lebar model dengan

koefisien refleksi dan koefisien transmisi diatas

diketahui bahwa peredam gelombang yang paling

besar terjadi pada floating breakwater dengan

susunan 3 baris yaitu model 4 dan model 5, akan

tetapi model 5 lebih baik dibandingkan dengan

model 4 karena pada model 5 terdapat penambahan

unit-unit pada bagian atasnya sehingga pantulan

maupun gelombang tereduksi semakin besar.

Secara teori jika struktur floating breakwater

bertambah lebar maka nilai koefisien transmisi (Kt)

akan cenderung turun karena jarak tembuh

gelombang yang lebih panjang sehingga reduksi

gelombang yang dihasilkan semakin besar pula.

Hal ini berbanding terbalik dengan koefisien

refleksi (Kr) karena gelombang refleksi tidak

menjalar melewati struktur sehingga lebar struktur

tidak terlalu berpengaruh pada besar kecilnya

koefisien refleksi (Kr).

4.4 Pembahasan

Perbandingan Hasil Pengujian Pengaruh Lebar

Struktur terhadap Kt

Penelitian sebelumnya yang digunakan untuk

membandingkan hasil pengujian adalah eksperimen

Murali dan Mani (1997). Penelitian yang dilakukan

oleh Murali dan Mani (1997) yaitu meneliti

floating breakwater yang didesain untuk

melindungi pelabuhan, hanya saja tipe yang

digunakan berbeda yaitu tipe pontoon trapezium.

Murali dan Mani (1997) juga melakukan

perbandingan lebar struktur dengan nilai koefisien

transmisi serta membandingkan hasilnya yang

mereka capai dengan beberapa peneliti

sebelumnya. Pada penelitian ini dibandingkan hasil

yang telah dicapai dengan hasil penelitian Murali

dan Mani (1997) karena ada kesamaan antara

penelitian yang dilakukan oleh Murali dan Mani

(1997) dengan penelitian ini yaitu sama-sama

menngunakan floating breakwater sebagai peredam

gelombang. Dengan demikian penelitian ini dengan

penelitian yang dilakukan oleh Murali dan Mani

(1997) dapat dibandingkan, yaitu membandingkan

lebar floating breakwater terhadap koefisien

transmisi.

Gambar 4.16 Perbandingan pengaruh lebar floating

breakwater terhadap koefisien transmisi pengujian

dengan eksperimen Murali dan Mani (1997).

Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)

8

Dari grafik pada gambar 4.12 dapat dilihat lebar

struktur floating breakwater mempengaruhi

koefisien transmisi, dimana grafik tersebut

membandingkan antara penelitian ini dengan

eksperimen Murali dan Mani (1997). Penelitian

Murali dan Mani (1997) membandingkan lebar

struktur terhadap koefisien transmisi dengan

memvariasikan lebar struktur (B) dan tinggi

gelombang (H). Sebaran data hasil penelitian

Murali dan Mani (1997) menunjukkan bahwa

koefisien transmisi berbanding terbalik dengan

lebar struktur. Hasil yang sama didapat pada

penelitian ini bahwa semakin lebar struktur maka

koefisien yang terjadi akan semakin kecil. Struktur

floating breakwater bertambah lebar maka nilai Kt

akan cenderung turun karena jarak tempuh

gelombang yang lebih panjang sehingga transmisi

gelombang yang dihasilkan semakin turun.

5. Penutup

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa data hasil pengujian dan

perhitungan, dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut :

1. Pada pengujian diperolah nilai Kr untuk model

1 (0.20-0.52), model 2 didapatkan nilai Kr

(0.28-0.56), model 3 didapatkan nilai Kr (0.30-

0.53), model 4 didapatkan nilai Kr (0.31-0.59)

dan model 5 didapatkan nilai Kr (0.37-0.63).

2. Pada pengujian diperoleh nilai Kt untuk model

1 (0.76-0.98), model 2 didapatkan nilai Kt

(0.64-0.99), model 3 didapatkan nilai Kt (0.67-

0.99), model 4 didapatkan nilai Kt (0.66-0.97),

model 5 didapatkan nilai Kt (0.61-0.96).

3. Variasi jumlah, bentuk susunan unit floating

breakwater, tinggi dan periode gelombang

memiliki nilai rata-rata secara berturut-turut

yaitu untuk model 1 nilai Kr=0.31 dan

Kt=0.93; model 2 nilai Kr=0.39 dan Kt=0.89;

model 3 nilai Kr=0.40 dan Kt=0.88; model 4

nilai Kr=0.43 dan Kt=0.87; model 5 niali

Kr=0.50 dan Kt=0.79. Sehingga, secara

keseluruhan dapat disimpulkan bahwa nilai

koefisien refleksi dan koefisien transmisi

paling optimum pada model 5.

5.2 Saran

Terdapat beberapa saran untuk penelitian lanjutan

berdasarkan hasil analisa dari Tugas Akhir ini :

1. Menambah kekuatan agar elastisitas dari

model floating breakwater ini dapat tereduksi

sehingga refleksi dan transmisi yang

dihasilkan akan lebih baik.

2. Menambah variasi bentuk dan susunan unit

model sehingga dapat lebih banyak

perbandingan bentuk dan susunan yang bisa

dibandingkan.

DAFTAR PUSTAKA

Bhattacharyya, 1972, Dynamic of Marine Vehicles,

a Wiley IntersciencePublication, John

Wiley&Sons, New York.

Dong, G. H et al. Experiments on wave

transmission coefficients of floating

breakwaters, Ocean Engineering 35

(2008) 931–938, 2008. China.

Fousert, M. W. 2006. “Floating Breakwater

Theoretical Study of Dynamic Wave

Attenuating System”, Final Report Of The

Master Thesis, Delft University of

Technology, Faculty of Civil Engineering

and Geoscience, Delft.

Gunaydin, K., 2006, Investigation of P-type

Breakwaters Performance Under Regular

and Irregular Waves, Ocean Engineering

34 (2007) 1028–1043, 2006

McCartney, Bruce, L.,1995, Floating Breakwater

Design, Journal of Waterway, Port,

Coastal and Ocean Engineering, Vol.

111, No. 2, March, 1985.

Morey, J.B., 1998, Floating Breakwaters

Predicting Their Performance, Faculty of

Engineering and Applied Science,

Memorial University of Newfoundland,

Canada.