pengaruh infusum daun alpukat dalam menghambat … · hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000...

16
xviii TINJAUAN PUSTAKA Alpukat (Persea americana Mill) Pohon alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur atau Jawa Tengah), jamboo pokat (Batak), pookat (Lampung) dan lain-lain. Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun 1920- 1930. Indonesia telah membudidayakan 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul. Pohon alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu 5-1500 m di atas permukaan laut, tetapi tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m di atas permukaan laut. Tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1000-2000 m, sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5- 1000 m di atas permukaan laut (Prihatman 2000). Taksonomi alpukat (Persea americana Mill) menurut Prihatman (2000) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivis : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranales Keluarga : Lauraceae Marga : Persea Spesies : Persea americana Mill Negara-negara penghasil alpukat terbesar di dunia adalah Amerika (Florida, California, Hawai), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan sedangkan di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.

Upload: dinhliem

Post on 07-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  

xviii

TINJAUAN PUSTAKA

Alpukat (Persea americana Mill)

Pohon alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama

alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur atau Jawa Tengah), jamboo pokat

(Batak), pookat (Lampung) dan lain-lain. Tanaman alpukat berasal dari dataran

rendah Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun 1920-

1930. Indonesia telah membudidayakan 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah

dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul.

Pohon alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu

5-1500 m di atas permukaan laut, tetapi tanaman ini akan tumbuh subur dengan

hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m di atas permukaan laut.

Tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah

dengan ketinggian 1000-2000 m, sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-

1000 m di atas permukaan laut (Prihatman 2000).

Taksonomi alpukat (Persea americana Mill) menurut Prihatman (2000)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivis : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Ranales

Keluarga : Lauraceae

Marga : Persea

Spesies : Persea americana Mill

Negara-negara penghasil alpukat terbesar di dunia adalah Amerika

(Florida, California, Hawai), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan

sedangkan di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera,

Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.

  

xix

Gambar 1 Tanaman Alpukat (Persea americana Mill).

Morfologi

Alpukat merupakan tanaman hortikultura yang dapat tumbuh dan ditanam

di daerah yang agak kering dan basah serta dapat tumbuh dengan baik pada

tanah yang gembur, tidak mudah digenangi air, dan pH tanah berkisar antara

5,5-6,5.

Alpukat (Persea americana Mill) merupakan famili Lauraceae. Tanaman

ini berbentuk pohon, tinggi 3-10 m, ranting teguh berambut halus, perbungaan

berupa malai terletak dekat ujung ranting dan berbunga banyak. Buah berbentuk

bola lampu sampai berbentuk bulat telur, panjang 5-20 cm, lebar 5-10 cm, tanpa

sisa bunga, warna buah hijau atau kuning kehijauan, berbintik-bintik ungu atau

ungu sama sekali. Buah memiliki biji satu berbentuk bola, garis tengah 2,5-5

cm. Tanaman alpukat dapat diperbanyak dengan menggunakan biji.

Pemeliharaan tanaman ini mudah seperti tumbuhan lain, dibutuhkan cukup air

dengan penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah dan pemupukan terutama

pupuk dasar. Tanaman ini menghendaki tempat yang cukup sinar matahari.

  

xx

Deskripsi Daun

Daun alpukat merupakan daun tunggal, bertangkai, letak tersebar dan

menumpuk di ujung ranting. Daun berbentuk oval sampai lonjong, panjang 10-

20 cm, lebar 3 cm, panjang tangkai 1,5-5 cm. Panjang helaian daun 10- 20 cm,

lebar 3-10 cm. Pangkal daun dan ujung daun meruncing, pinggir daun rata,

kadang-kadang agak menggulung ke atas. Permukaan daun licin, warna hijau

sampai hijau kecoklatan atau coklat keunguan, penulangan menyirip, panjang

tangkai daun 1,5 sampai 5 cm.

Kandungan Kimia

Tanaman alpukat mengandung senyawa kimia pada setiap bagiannya yaitu :

1. Kulit ranting mengandung beberapa zat kimia yaitu minyak terbang seperti

metilkavikol, alpapien, tanin, dan flavonoid.

2. Daun mengandung saponin, alkaloida, flavonoid, polifenol, quersetin dan

gula alkohol persit.

3. Buah alpukat mengandung betakaroten, klorofil, vitamin E, dan vitamin B-

kompleks yang berlimpah

4. Biji alpukat mengandung protein dan lemak

Manfaat Alpukat

Menurut Winarto (2007), manfaat dan khasiat daun alpukat antara lain

untuk mengobati sariawan, kencing batu, sakit kepala, nyeri saraf (neuralgia),

nyeri lambung, saluran napas membengkak (bronchial swellings), sakit gigi,

menstruasi tidak teratur dan melembabkan kulit kering. Biji alpukat berguna

sebagai anti radang, adstringent dan analgesik. Kulit ranting berkhasiat untuk

pelancar menstruasi, emolient, anti bakteri dan penyembuh batuk (Hariana 2007).

Maryati et al. (2007) menyatakan bahwa hasil penapisan fitokimia daun

alpukat (Persea americana Mill) menunjukkan adanya golongan senyawa

flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan steroid atau triterpenoid. Penelitian

oleh Brai et al. (2007) menunjukan bahwa ekstrak air dan ekstrak metanol daun

alpukat dapat menurunkan berat badan dan kadar lemak hati pada tikus

hiperlipidemia. Penelitian yang dilakukan oleh Antia et al. (2005)

 

m

h

F

b

(

f

i

d

f

a

d

b

e

t

a

a

a

t

memperlihat

hipoglikemi

Flavonoid

Flavo

berlebih di

15 atom kar

(C3) sehin

fllavonoid d

isoflavon. L

diidentifikas

flavonol, dan

Gambar 2

Anto

adalah pigm

dan biru . P

buah tertent

epidermis.Se

tempat sinte

Lin

adalah maka

atau mengo

aktivitas ant

thrombotic,

tkan bahw

k terhadap t

onoid meru

alam. Flavo

rbon, dimana

ngga memb

dapat digol

Lebih dari

si, namun ad

n flavon.

2 Struktur neoflavon

osianin (dari

men berwarna

Pigmen ini ju

tu, batang, d

ebagian besa

esisnya ada d

dan Wen (2

anan yang m

obati penyak

ti alergi, an

vasodilatasi

wa ekstrak

ikus yang di

upakan meta

onoid memp

a dua cincin

bentuk susu

longkan me

2000 flav

da tiga kelom

dari metanoid.

i bahasa Yu

a yang umum

uga terdapat

daun dan b

ar flavonoid

di luar vakuo

2006), flavo

memberikan

kit. Beberap

ntiviral, anti

i dan anti kar

air daun

iinduksi den

abolit sekun

punyai keran

benzene (C

unan C6-C

enjadi 3 ya

vonoid yang

mpok yang u

abolit sekun

unani antho

mnya terdap

t di berbaga

ahkan akar.

d tersimpan d

ola..

onoid merup

kontribusi t

pa penelitian

inflamasi, h

rsinogenik (

alpukat m

gan aloksan

nder yang te

ngka dasar k

C6) terikat pa

C3-C6. Ber

aitu flavono

g berasal

umum dipel

nder Flavo

os , bunga

at di bunga b

ai bagian tum

Flavonoid

di vakuola s

pakan nutrac

erhadap kes

n tentang fl

hepatoprotek

Seyoum et a

memberikan

monohidrat

erdapat dala

karbon yang

ada satu rant

rdasarkan s

oid, neoflav

dari tumbu

lajari, yaitu

onoid, isofl

dan kyanos

berwarna me

mbuhan lain

sering terda

el tumbuhan

ceutical. Nu

ehatan, bisa

flavonoid, m

ktif, anti ok

al. 2006).

  xxi

n aktivitas

t.

am jumlah

terdiri dari

tai propane

strukturnya

vonoid dan

uhan telah

antosianin,

lavon dan

s, biru-tua)

erah, ungu,

n misalnya,

apat di sel

n walaupun

utraceutical

a mencegah

menunjukan

ksidan, anti

  

xxii

Menurut Singh (2005), pemberian derivate flavonoid dapat memperbaiki

kerusakan-kerusakan pada ginjal dengan kapasitas aktivitas antioksidannya dan

penangkap radikal bebas (radical scavenging). Aktivitas antioksidan akan

menghambat enzim-enzim yang berperan dalam pembentukan oksigen spesies

seperti lipooksigenase, siklooksigenase, monooksigenase dan NADPH oksidase.

Ekstrak dan Infus

Infus adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut air dengan pemanasan

hingga 90ºC selama 15 menit. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan

kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan

pelarut cair (Anonim 2000). Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan massa yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku

yang telah ditetapkan.

Ekstraksi secara umum ada dua metode yaitu dengan cara dingin dan cara

panas. Metode ekstraksi cara dingin yaitu maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah

proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa

kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Perkolasi adalah

ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya

dilakukan pada temperatur ruangan, sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-

5 kali dari bahan. Metode ekstraksi dengan cara panas yaitu refluks, soxhlet,

digesti, dekok dan infus (Anonim 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstraksi adalah ukuran simplisia

dan pelarut. Pelarut air masih banyak digunakan karena caranya mudah. Untuk

produksi komersil, umumnya digunakan pelarut air dengan kandungan alkohol

rendah dan dikeringkan dengan cara semprot kering.

Hewan Percobaan

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan

untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan

berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik

 

(

m

m

g

t

d

u

d

p

A

T

M

M

d

k

d

(Malole et a

memenuhi

manusia, be

galur genetis

Hew

toksikologi a

didapat, dan

untuk tujuan

dipelihara, m

penelitian (M

Men

Animalia, F

Theria, Ordo

Muridae, Su

Malole et a

digunakan u

kecil, dan e

disajikan dat

al. 1989). H

kriteria tert

erkembangbi

s murni, sert

Gambar 3

wan coba ya

adalah menc

n mudah dita

n penelitian

merupakan h

Malole et al.

nurut Suckow

ilum : Chord

o : Rodentia

ubfamili : M

l. (1989), tik

untuk penel

ekornya leb

ta biokimia

Hewan perco

tentu, antar

iak dengan c

ta murah sec

Hewan coba

ang umum d

cit dan tikus

angani (Lu 1

, karena hew

hewan yang

1989).

w et al. (20

data, Subfilu

, Subordo : M

Murinae, Gen

kus Galur Sp

itian. Memp

bih panjang

tikus.

obaan yang

ra lain kem

cepat, mudah

cara ekonom

tikus jantan g

digunakan d

putih. Hewa

1995). Tikus

wan ini tela

relatif sehat

06), taksono

um : Vertebr

Myomorpha

nus : Rattus

Sprague-Daw

punyai ciri

dari badan

digunakan d

miripan fun

h didapat da

mis (Subahag

galur Sprague

dalam penel

an ini dipilih

s putih telah

ah diketahui

t dan cocok u

omi tikus pu

rata, Kelas :

a, Superfami

dan Spesies

wley merupa

berwarna p

nnya (Gamb

dalam penel

ngsi fisiolog

an dipelihara

io et al. 199

e-Dawley.

litian farmak

h karena mur

digunakan

i sifat-sifatn

untuk berba

utih adalah:

Mammalia,

li : Muroida

s : Rattus sp

akan galur y

utih albino,

bar 1). Pad

 xxiii

litian harus

gis dengan

a, memiliki

7).

kologi dan

rah, mudah

secara luas

nya, mudah

agai macam

Kingdom:

, Subclass :

ae, Famili ::

p. Menurut

yang umum

berkepala

da Tabel 1

  

xxiv

Tabel 1 Data biokimia tikus

Parameter Biokimia Nilai Natrium 137 - 154 mmol/L Kalium 4,0 - 6,6 mmol/L Klorida 99 – 108 mEq/L Fosfat 2.1 - 2.8 mmol/L Glukosa 4.5-8.95 mmol/L Bilirubin 0.51 – 6.67 mcmol/L BUN (Urea) 25.94 g/dl – 77.78 mg/dl Kolesterol 0.50 – 0.91 mmol/L Total Bilirubin 0.51 – 6.67 mol/L Protein 60 - 79 g/L Albumin 32 – 38 g/L Globulin 28 – 40 g/L Alb/Glob.Ratio 0.9 – 1.1 Creatinin 0.2 - .0.8 mg/dl Serum Alk.Phosphate 71 – 299 mU/ml SGOT (ASAT) 77 – 622 mU/ml SGPT (ALAT) 28 – 418 mU/ml Sumber : Dhawan et al. (1997)

Kristal Urin

Kristal urin adalah perubahan fase dari senyawa yang terlarut dalam urin

melewati titik keseimbangan fase likuid menjadi fase solid dalam lingkungan

supersaturasi. Ketika ion penyusun batuan dalam urin konsentrasinya sangat

tinggi, maka ion akan cenderung saling berdekatan membentuk struktur kristal

yang tidak mudah larut. Beberapa faktor lingkungan dalam urin sangat berperan

dalam pembentukan kristal yaitu pH, suhu dan konsentrasi ion. Ketika konsentrasi

suatu ion penyusun batu ginjal dalam urin rendah dan masih mampu untuk

melarut membentuk larutan garamnya maka kondisi urin disebut undersaturasi.

Supersaturasi adalah kondisi urin yang mengandung ion penyusun batuan ginjal

dalam jumlah berlebih. Ketika kondisi lingkungan supersaturasi, maka kondisi ini

merupakan faktor utama yang berperan dalam pembentukan kristal spontan. Oleh

karena itu salah satu upaya pencegahan terjadinya batu ginjal yang efektif adalah

dengan mencegah terbentuknya kondisi supersaturasi (Stoller dan Meng 2007).

Proses pembentukan kristal dalam ginjal meliputi beberapa tahapan dan

merupakan proses yang sangat kompleks. Tahapan pembentukan dimulai dari

nukleasi, agregasi dan pertumbuhan. Proses pembentukan nukleasi hingga

  

xxv

menjadi batuan ginjal disajikan pada Gambar 4. Tahap pertama pembentukan

kristal adalah nukleasi, dimana ion di dalam urin akan bersatu membentuk

senyawa yang tidak larut (presipitat). Presipitat ini akan berkembang menjadi

struktur kristal. Struktur kristal yang terbentuk akan mengalami proses agregasi

membentuk struktur kristal yang lebih besar, dan pada tahap akhir akan terbentuk

batu ginjal.

Gambar 4 Tahapan pembentukan kristalis garam kalsium. Sumber: Tiselius et al. (1996).

Proses perubahan dari ion menjadi kristal memerlukan ikatan kimia dalam

interaksi ion-ion penyusun batu ginjal. Adanya kekuatan Van der Waals, viscous

binding dan solid bridge akan menarik dan mempertahankan partikel ion untuk

bersatu. Kekuatan potensial zeta (daya tolak menolak elektrostatik) akan

mempengaruhi agregasi dan disagregasi partikel kristal. Faktor-faktor penghambat

kristal seperti sitrat, pirofosfat dan polimer asam merubah kekuatan potensial zeta

yang akan mempengaruhi agregasi dan disagregasi partikel.

Retensi kristal menjadi faktor utama yang berperan dalam berkembangnya

suatu kristal menjadi batuan yang solid. Retensi kristal merupakan interaksi antara

sel epitel dan partikel kristal. Adanya perlukaan pada sel epitel akibat paparan

bahan nefrotoksik dapat meningkatan afinitas kristal pada permukaan membran

sel (Wiessner et al. 2001). Perlukaan sel akan mengakibatkan perubahan struktur

dari lipid membran, sehingga sel kehilangan polaritas dan terjadi perubahan pada

permukaan membran sel. Hal ini semua merupakan kodisi ideal untuk

memperoleh daya afinitas kristal yang kuat dengan epitel sel membran.

  

xxvi

Selain mengandung ion dalam kondisi supersaturasi, urin juga

mengandung faktor-faktor inhibitor kristal ginjal. Beberapa faktor inhibitor

tersebut antara lain adalah sitrat, magnesium, pirofosfat, osteopontin dan

nefrokalsin. Kurangnya faktor inhibitor sangat berperan dalam pembentukan batu

ginjal. Umumnya faktor inhibitor menghambat pembentukan batu ginjal dari

mulai tahap nukleasi, agregasi dan retensi kristal (Pearle dan Nakada 2009).

Batu Ginjal Kalsium Oksalat (CaOx)

Batu kalsium oksalat merupakan batuan yang paling banyak ditemukan

dengan kasus ± 75-85%. Dalam dunia veteriner khususnya hewan kecil, tingkat

insiden kasus batu ginjal kalsium oksalat sebesar 30 -35% pada kucing dan 50-

55% pada anjing (Tilley&Smith 2004). Batu kalsium oksalat terdapat dalam dua

tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Faktor resiko batu kalsium oksalat adalah

hiperkalsiuria, hiperoksaluria dan hipositraturia. Hiperoksaluria primer terjadi

karena adanya defek secara genetis. Hiperoksaluria sekunder umumnya diperoleh

dari makanan kaya akan oksalat seperti coklat dan kacang-kacangan.

Kejenuhan di dalam urin terjadi karena ion oksalat bertemu kalsium

membentuk kristal kalsium oksalat yang tidak dapat larut kembali. Kristal ini

selanjutnya akan mengalami nukleasi, agregasi dan tumbuh menjadi batuan solid

yang mengandung campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Macam-

macam batu ginjal beserta komposisinya dapat dilihat pada Tabel 2.

Kondisi hiperoksaluria merupakan pencetus terbentuknya kristal ginjal

kalsium oksalat. Oksalat bersifat sitotoksik sehingga dapat menyebabkan kondisi

perlukaan pada sel epitel dan tubular nekrosis akut. Hiperoksaluria digolongkan

menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Hiperoksaluria primer umumnya bersifat

genetis seperti defisiensi enzim alkohol dehidrogenase. Hiperoksaluria sekunder

diperoleh dari sumber makanan dan degradasi vitamin C.

  

xxvii

Tabel 2 Komposisi penyusun batu ginjal

Kelompok Nama Senyawa Rumus Kimia Karbonat Kalsium karbonat CaCO3 Sistin Oksalat Sistin SCH2CH(NH2)COOH Kalsium oksalat monohidrat CaC2O4.H2O Kalsium oksalat dihidrat CaC2O4.2H2O Fosfat Kalsium fosfat Ca5(PO4)3(OH) Hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 Karbonit-apatit Ca10(PO4,CO3OH)6(OH)2 Kalsium hidrogen fosfat dihidrat CaHPO4.2H2O Trikalsium fosfat Ca3(PO4)2 Oktakalsium fosfat CaH(PO4)3.5H2O Magnesium amonium fosfat heksahidrat MgNH4PO4.6H20 Silika asam urat

Magnesium hidrogen fosfat trihidrat MgHPO4.3H2O

Silikon dioksida SiO2 Urat Asam urat C5H4N4O3 Asam urat dihidrat C5H4N4O3.2H2O Amonium asam urat C5H4N4O3NH4 Sodium asam urat monohidrat C5H3N4O3Na.H2O

Sumber : Stockham dan Scott (2008)

Diduga ada dua kondisi yang terlibat dalam proses pembentukan batu

ginjal yaitu supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang

menyusun batu terdapat dalam jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume dan

kimia urin yang menekan pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, asam

urat dan mineral kalsium fosfat membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat

kemudian merekat di inti untuk membentuk campuran batu (Ratu et al. 2006).

Nukleusasi kalsium oksalat diinduksi oleh satu atau beberapa kondisi,

salah satunya adalah hiperoksaluria. Kondisi hiperoksaluria akan meningkatkan

supersaturasi kalsium oksalat di dalam urin dan menghasilkan kristal kalsium

oksalat yang terdeposit pertama kalinya di papilla. Oksalat dalam tubuh diperoleh

dari makanan, degradasi vitamin C dan dihasilkan oleh liver sehingga pada

kondisi normal juga terdapat oksalat. Pada kondisi hiperoksaluria, paparan

terhadap sel epitel dapat menyebabkan kerusakan oksidatif, kerusakan

mitokondria, respon inflamasi dan perubahan dalam ekspresi kristalisasi inhibitor.

Oksalat dapat merangsang pembentukan kristal dengan mempersiapkan sel-sel

debris untuk nukleusasi (Morengo dan Romani 2008).

  

xxviii

Etilen Glikol

Etilen glikol atau 1, 2 etanadiol merupakan derivat alkohol dihidroksi.

Etilen glikol atau glikol alkohol mempunyai rumus molekul C2H6O2, berat

molekul 62.07 gram/mol, tidak berbau, tidak berwarna, cair, berasa manis dan

toksik. Etilen glikol merupakan bahan yang banyak digunakan sebagai cairan anti

beku, penghilang es, pelapis permukaan, pemindah panas, pendingin industri,

pengemulsi hidrolik dan surfaktan. Pada daerah yang mengalami musim salju,

etilen glikol digunakan untuk mencegah pembekuan pada air radiator mobil.

Kasus keracunan pada hewan peliharaan banyak terjadi secara tidak sengaja

akibat mengkonsumsi cairan tersebut karena rasanya yang manis.

Metabolisme etilen glikol terdiri dari empat tahapan dan tahap pertama

terjadi di liver. Pada tahap ini etilen glikol di metabolisme menjadi glikoaldehid

dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase (ADH), sedangkan pada tahap

kedua glikoaldehid dengan cepat dirubah menjadi glikolat. Tahap ketiga adalah

metabolisme berlanjut dari glikolat menjadi glioksilat dimana pada tahap ini

proses metabolisme berjalan lambat yang diikuti dengan akumulasi glikolat.

Glikolat bertanggung jawab terhadap terjadinya kondisi metabolik asidosis

sehingga merupakan penanda pada kondisi terjadinya keracunan etilen glikol.

Tahap keempat, metabolisme glioksilat menjadi oksalat, yang selanjutnya dengan

cepat membentuk kalsium oksalat dan akan terakumulasi dalam bentuk kristal

khususnya di daerah ginjal (Walder 1994). Ginjal merupakan organ yang paling

peka terhadap etilen glikol dan merupakan target organ primer. Tahapan

metabolisme etilen glikol disajikan pada Gambar 5, yang berawal di organ hati.

Keracunan etilen glikol pada manusia dan hewan dimulai dengan metabolik

asidosis, komplikasi kardiopulmonari, gagal ginjal akut, koma, yang diikuti

kematian (Jacobsen dan Martin 1986). Gagal ginjal terjadi karena nekrosis sel

tubular proksimal dan adanya kristal kalsium oksalat di ginjal. Hipokalsemia

dapat terjadi karena kalsium membentuk batuan sehingga tidak dapat direabsorpsi

oleh ginjal (Cox et al. 2004).

  

xxix

Gambar 5 Metabolisme etilen glikol setelah pemberian peroral.Sumber : Cox et al. 2004.

Etilen glikol dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen yang disertai

infark seluruh nefron yang disebut nekrosis korteks akut. Hiperoksaluria akibat

intoksikasi etilen glikol dapat menginduksi terjadinya kerusakan pada tubular

renal dan nefrolitiasis kalsium oksalat. Hiperoksaluria merupakan model yang

banyak digunakan dalam berbagai studi mengenai nefrolitiasis kalsium oksalat

(Green et al. 2005). Kelebihan dari penggunaan model etilen glikol adalah murah

dan mudah dalam pemberiannya. Penggunaan etilen glikol sebagai penginduksi

dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan zat kimia lain seperti amonium

klorida (Fan et al. 1999). Berbagai penelitian yang menggunakan etilen glikol

sebagai induser dapat dilihat pada Tabel 3.

  

xxx

Tabel 3 Penggunaan etilen glikol dan amonium klorida sebagai induser urolitiasis pada tikus jantan

Peneliti Strain Tikus Perlakuan Periode Kristal Ginjal Boeve et al. 1993 Winstar 0.8% EG + 1% AC 24 hari 0% Khan et al. 1995 SD 0.5 % EG 24 hari 16.7% 0.75% EG 24 hari 50% 1% EG 15, 29 hari 75% dan 50%Lee et al. 1992 SD 0.75% EG + 2% AC 7 hari 100% Li et al. 1992 Wistar 0.5% EG 28 hari 71.4 % Lyon et al. 1966 SD 1% EG 28 hari 62.5% 1% EG 28 hari 23.1% 1% EG + 1% AC 28 hari 83.3% Sumber: Fan et al.(1999)

Ginjal

Organ ginjal merupakan bagian dari sistem urinari yang memiliki peranan

dalam proses filtrasi, metabolisme dan ekskresi hasil-hasil metabolisme. Ginjal

adalah organ tubuh yang fungsi utamanya adalah memelihara keseimbangan

cairan, elektrolit dan mengatur tekanan darah (Hartono 1992).

Tikus memiliki ginjal dengan tekstur permukaan halus dan warna merah

kecoklatan. Berat ginjal tikus umumnya mencapai 0,76% dari total berat

badannya. Ginjal sebelah kanan memiliki posisi cranial dibandingkan ginjal

sebelah kiri. Palpasi ginjal lebih mudah dilakukan pada hewan usia muda

dibandingkan dewasa karena pada yang dewasa diselimuti lapisan lemak

(Boorman et al. 1990). Ginjal tikus unilobular (memiliki satu piramid), tidak

seperti manusia yang umumnya memiliki 10-14 lobul (Tucker 2003). Ginjal

unilobular tidak hanya dimiliki oleh golongan rodentia tetapi dimiliki juga oleh

golongan lagomorpha dan insectivora (Fox et al. 2002). Anatomi ginjal tikus

unilobular disajikan pada Gambar 6.

Ginjal tikus memasuki ureter secara langsung dengan kondisi unipapila

dan satu kalik. Korteks ginjal merupakan zona yang terdiri dari piramida-piramida

ginjal. Korteks terdiri dari semua glomerulus dan medula terdiri dari ansa Henle,

vasa rekta dan bagian akhir dari duktus kolektivus. Fornice pada ginjal tikus

memiliki bentuk yang spesifik dengan posisi evaginasi memanjang pada renal

pelvis, dimana epitelnya memiliki kesamaan dengan epitel pada duktus

pengumpul. Fornice tikus berada dekat dengan loop Henle dan berperan dalam

  

xxxi

Gambar 6 Anatomi ginjal tikus. P: papilla, M:medulla, C: korteks, Rp:renal pelvis. Sumber : Suckow et al. (2006).

menentukan konsentrasi urea di dalam papila (Suckow et al. 2006). Ginjal tikus

dewasa memiliki kurang lebih 30.000 nefron. Nefron merupakan unit dasar ginjal

yang memiliki fungsi dasar membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari

substansi yang tidak diinginkan oleh tubuh. Biasanya substansi tersebut berasal

dari hasil metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan ion-ion natrium,

kalium, klorida serta ion-ion hidrogen dalam jumlah yang berlebihan (Guyton

1994). Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus berbentuk lobus

dan terdapat lapisan viseral yang menutupinya. Pada Tabel 4 disajikan data

parameter ekskretori renal pada hewan coba tikus.

Tabel 4 Parameter renal ekskretori pada tikus

Parameter Nilai

Blood urea nitrogen 21 Volume urin 5.5-6.2 ml/24 jam/100 g bb Na+ ekskresi 191.6 µmol/24 jam/100 g bb K+ ekskresi 794 µmol/24 jam/100 g bb Protein 30-100 mg/100 ml Osmolaritas Urin 1659 mOsm/kg H2O Spesifik Gravity 1.050-1.062 GFR 1.01-1.236 ml/min/100 g bb U/P insulin 431 mg/ml Inulin klir 857 µl/min/100 g PAH klirens 1.341 ml/min/100 g Fraksi filtrasi 35-45% Laju aliran urin 4.8-5.2 µl/min/100 g Sumber: Suckow et al. (2006)

  

xxxii

Sel-sel penyusun lapisan viseral disebut podosit. Kapsul Bowman memiliki

dinding tipis dan terdapat epitel squamosa yang lebih tebal pada sisi saluran

kemih. Tikus memiliki dua tipe loop Henle yaitu pendek dan panjang (Suckow et

al. 2006).

Histologi Ginjal

Ginjal dibungkus oleh kapsula yang terdiri dari jaringan ikat kolagen padat

yang dengan mudah dikupas. Tepi medial melekuk sangat dalam yang disebut

hilus ginjal. Jika ginjal dipotong sejajar dengan permukaannya, akan membagi

ginjal menjadi dua bagian yang sama tebal. Parenkim ginjal terdiri dari korteks

dan medula. Korteks ginjal tampak merah gelap bergranula sedangkan medula

lebih cerah daripada korteks (Geneser 1994). Histologi ginjal normal disajikan

pada Gambar 7.

Gambar 7 Histologi ginjal normal. p: tubulus proksimal, d: tubulus distal. Sumber :

http://www.siumed.edu/~dking2/crr/RN003b.htm

Nefron merupakan unit fungsional ginjal yang memiliki enam segmen

yang cukup jelas: korpuskel renalis, tubuli konvoluti, tubuli proksimalis, segmen

Henle tipis, segmen Henle tebal dan tubuli distalis. Tubuli konvoluti proksimalis

dan distalis terdapat pada korteks, di sekitar korpuskel renalis. Tubuli rekti

proksimalis, distalis dan segmen tipis membentuk jerat Henle. Tubuli rekti

  

xxxiii

proksimalis tebal yang turun, segmen tipis yang turun dan naik membentuk

segmen nefron yang tipis. Segmen tebal yang naik merupakan bagian dari tubuli

rekti distalis.

Korpuskel renalis terdiri atas bagian permulaan nefron yang melebar,

terdapat di daerah Korteks. Korpuskel renalis terdiri dari glomerulus, yang

dibungkus oleh kapsula Bowman. Lapisan luar kapsula yaitu lapis parietalis

merupakan batas luar korpuskel ginjal. Lapis dalam yaitu lapis viseralis

membungkus kapiler glomerulus. Ruang di antara kedua lapisan disebut ruang

kapsula (ruang urin). Proses filtrasi dalam pembentukan ultrafiltrat yang berasal

dari darah, melalui kapiler glomerulus, melalui dinding-dinding dan lapis viseral

yang selanjutnya di simpan di dalam ruang kapsula (Geneser 1994).

Tubuli proksimalis pada nefron memiliki dua segmen utama yaitu bagian

yang berliku-liku (pars konvoluti) dan bagian yang lurus (pars rekti). Pada

sayatan melintang tubuli proksimalis, sel epitel berbentuk piramida dengan inti

bulat terletak di pinggir. Permukaan bebasnya memiliki mikrovili panjang disebut

brush border, mirip sikat yang mempersempit lumen tubuli proksimalis.

Tubuli distalis dan tubuli proksimalis bercampur di dalam korteks, tetapi

dengan ciri histologik dapat dibedakan. Sayatan melintang maupun miring pada

tubuli distalis tampak lebih sedikit, karena memang panjangnya kurang dari tubuli

proksimalis. Lumen dari tubuli distalis lebih besar, karena epitelnya lebih rendah,

selnya sempit dan intinya tampak lebih banyak dibandingkan sayatan melintang

tubuli proksimalis. Tubuli distalis tidak mempunyai brush border pada permukaan

epitel, dan sitoplasmanya tampak lebih pucat serta kurang asidofilik (Dellman dan

Brown 1992).