pengaruh imbangan feses sapi dan limbah jamu …mengetahui pengaruh imbangan feses sapi dan limbah...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH IMBANGAN FESES SAPI DAN LIMBAH JAMU LABIO-1
TERHADAP RASIO C/N KOMPOS
SKRIPSI
HASLINDA
I111 13 521
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PENGARUH IMBANGAN FESES SAPI DAN LIMBAH JAMU LABIO-1
TERHADAP RASIO C/N KOMPOS
SKRIPSI
OLEH:
HASLINDA
1111 13 521
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSSAR
2017
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Haslinda
NIM : I111 13 521
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam
Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli alias plagiasi maka bersedia
dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Juli 2017
Haslinda
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pengaruh Imbangan Feses Sapi dan Limbah Jamu
Labio-1 Terhadap Rasio C/N Kompos
Nama : Haslinda
Nomor Induk Mahasiswa : I111 13 521
Fakultas : Peternakan
Skripsi ini telah Diperiksa dan Disetujui Oleh:
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Jamila, S.Pt., M.Si. Dr. Sri Purwanti, S.Pt., M.Si
NIP. 19750511 200312 2 003 NIP. 19751101 2003 12 2 002
Dekan Fakultas Peterakan Ketua Prodi Ilmu Peternakan
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco. M.Sc Prof. Dr. drh. Hj. Rahmawati Malaka, M.Sc
NIP. 19641231 198903 1 025 NIP. 19640712 198911 2 002
Tanggal Lulus:
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu alaikum wr.wb
Alhamdulillah segala puji bagi ALLAH SWT, shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada Rasulullah MUHAMMAD SAW Beserta keluarganya,
sahabat dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir, yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidyahnya, sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini.
Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati
penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan
yang setinggi tingginya kepada :
1. Kedua orang tuaku ayahanda Masing, S.E. dan ibunda Harni, serta
saudaraku yang selama ini banyak memberikan doa, semangat, kasih
sayang, saran, dorongan dan materi kepada penulis.
2. Dr. Jamila, S.Pt. M.Si. sebagai pembimbing utama dan penasehat
akademik serta Dr. Sri Purwanti, S.Pt.,M.Si. selaku pembimbing anggota
yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing,
mengarahkan dan memberikan nasihat serta motivasi sejak awal penelitian
sampai selesainya penulisan Skripsi ini.
3. Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Wakil Dekan I dan Wakil
Dekan II serta Wakil Dekan III.
4. Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku Ketua Program Studi
Peternakan Universitas Hasanuddin.
vi
5. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya
selama kuliah di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
6. Kepada Ibu dan Bapak Pegawai Fakultas Peternakan yang telah
memberikan sumbangsih ilmu, didikan dan pelayanan akademik selama
penulis berada di bangku kuliah.
7. Kepada teman penelitian Nirwana, Syahri Nur Vita Sari, dan Sertin
Rambulangi yang telah banyak membantu selama berada dilapangan.
8. Kepada Ka‟ Zulkifli Sayuti, S.T., M.M. dan teman-taman “LASKAR
BAMBAPUANG” yang sudah seperti keluarga bagi saya.
9. Kepada teman-teman terbaik: Mardatillah, dan semua anak-anak pondok
Helfi yang mendukung dan memberikan doa, semangat, kasih sayang,
saran dan dorongan kepada penulis.
10. Kawan – kawan “LARFA” yang telah menjadi keluarga kecil di Kampus
Universitas Hasanuddin terima kasih telah menemani penulis di saat suka
maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah.
11. Teman-teman KKN Reguler UNHAS GEL.93 Kab. Bantaeng Kec.
Tanahloe terkhusus kepada posko Desa Gantarangkeke: Kordes Kak
Wawan, Rahayu, Atika, Eva, Minhajjul, dan Reski semoga kebersamaan
kita akan selalu ada untuk tetap menjadikan kita sebagai saudara.
12. Dian, Suraya, Isma dan Qalbi yang setia mendengarkan keluh kesah serta
memberi semangat dalam menyelesaikan Skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang selalu
vii
memberikan doa kepada penulis hingga selesai penyusunan Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu diharapkan kritik dan saran untuk perbaikan. Semoga
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Aamiin
Makassar, Juni 2017
Haslinda
viii
ABSTRAK
Haslinda (I111 13 521) Pengaruh Imbangan Feses Sapi dan Limbah Jamu Labio-
1 Terhadap Rasio C/N Kompos. Dibawah Bimbingan Jamila dan Sri Purwanti
Proses pengomposan bermanfaat untuk mengubah limbah yang berbahaya,
menjadi bahan yang aman dan bermanfaat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh imbangan feses sapi dan limbah jamu Labio-1 terhadap
kandungan C, N dan rasio C/N kompos. Penelitian ini disusun berdasarkan
Rancangan Acak Lengkap yang terdiri atas 5 perlakuan dan 4 ulangan dengan
susunan sebagai berikut : P0 : Feses sapi 100%, P1 : Feses sapi 75%, limbah
jamu 25%, P2 : Feses sapi 50%, limbah jamu 50%, P3 : Feses sapi 25%, limbah
jamu 75%, P4 : limbah jamu 100%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
imbangan feses sapi dan limbah jamu Labio-1 yang berbeda tidak berpengaruh
nyata (P>0,05) pada kandungan C, berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
kandungan N dan berpengaruh nyata (P<0,05) pada rasio C/N kompos.
Kandungan C yang diperoleh berkisar 20,3%-25,85%, kandungan N kompos
1,58%-2,09% dan rasio C/N 11,50%-12,69%. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pada kandungan karbon terendah diperoleh pada perlakuan P0
(100% feses sapi) sedangkan kandungan nitrogen tertinggi pada perlakuan P4
(100% limbah jamu Labio-1). Kualitas kompos terbaik adalah perlakuan P4
(100% limbah jamu Labio-1) karena menghasilkan rasio C/N terendah, yaitu
11,50%.
Kata kunci: Kompos, Feses Sapi, Limbah Jamu Labio-1, Rasio C/N
ix
ABSTRACT
Haslinda (I111 13 521) The Influence of cow and Feses Waste of Jamu Labio-1
on the C/N Ratio of compost . Under the guidance of Jamila and Sri Purwanti
The composting process is useful for transforming hazardous waste into
safe and useful materials. This study aims to determine the effect of cow Feces
and waste of Jamu Labio-1 on the content of C, N and C/N ratio of compost. This
study was prepared based on a Completely Randomized Design consisting of 5
treatments and 4 replications el: P0: 100% cow feces, P1: 75% of feces cow, 25%
Jamu waste, P2: feces cow Feses 50%, herbal waste 50% , P3: Feces of cow 25%,
herbal waste 75%, P4: 100% herbal waste. The results of the variance showed that
the balance of cow feces and waste of Jamu Labio-1 were not significantly
different (P> 0.05) on the content of C, significantly difresent (P <0.01) on the N
content and significantly (P <0.05) on the compost C/N ratio. The content of C is
20.3% -25.85%, N content 1.58% -2.09% and C/N ratio 11.50% -12.69%. The
concluded at the lowest level of carbon at treatment of P0 (100% cow feces)
nitrogen content at treatment P4 (100% waste Jamu Labio-1). The best compost
quality is P4 (100% waste Jamu Labio-1) because compost the contains lowest
C/N ratio of 11.50%.
Keywords: Compost, Feces of Cow, Waste of Jamu Labio-1, C/N Ratio
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................. viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. ivx
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Permasalahan ....................................................................................... 2
Tujuan dan Kegunaan ......................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Feses Sapi ................................................................. 4
Gambaran Umum Limbah Jamu Labio-1 dari Ramuan Herbal ........... 5
Proses Pengomposan dan Hal-Hal yang Mempengaruhinya ............... 9
Hipotesis .............................................................................................. 13
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................... 14
Materi Penelitian .................................................................................. 14
Metode Penelitian ................................................................................ 14
Pengolahan data ................................................................................... 15
Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 15
xi
Parameter yang Diukur ........................................................................ 16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Imbangan Feses Sapi dan Limbah Jamu Labio-1 Terhadap
Kandungan Karbon (C) Kompos ......................................................... 18
Pengaruh Imbangan Feses Sapi dan Limbah Jamu Labio-1 Terhadap
Kandungan Nitrogen (N) Kompos ....................................................... 20
Pengaruh Imbangan Feses Sapi dan Limbah Jamu Labio-1 Terhadap
Rasio C/N Kompos .............................................................................. 21
PENUTUP
Kesimpulan .......................................................................................... 24
Saran .................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 25
LAMPIRAN ............................................................................................... 29
xii
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Karakteristik Limbah Jamu ..................................................................... 8
2. Kandungan Karbon (C), Nitrogen (N) dan rasio C/N Kompos Imbangan
Feses Sapi dan Limbah Jamu Labio-1 .................................................... 18
xiii
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Proses Pembuatan Kompos ..................................................................... 33
2. Proses Analisis Laboratorium Kadar Karbon (C), Nitrogen (N) dan
Rasio C/N ................................................................................................ 34
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Analisis Statistik Kandungan Karbon (C) Kompos Imbangan Feses Sapi
dan Limbah Jamu Labio-1 ...................................................................... 29
2. Analisis Statistik Kandungan Nitrogen (N) Kompos Imbangan Feses Sapi
dan Limbah Jamu Labio-1 ...................................................................... 30
3. Analisis Statistik Rasio C/N Kompos Imbangan Feses Sapi dan Limbah
Jamu Labio-1 ......................................................................................... 31
4. Diagram Alir Pembuatan Limbah Jamu Labio-1 .................................. 32
5. Dokumentasi Penelitian Pengaruh Imbangan Feses Sapi dan Limbah
Jamu Labio-1 Terhadap Rasio C/N Kompos ........................................ 33
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kompos merupakan bahan organik yang dibusukkan pada suatu tempat
yang terlindung dari matahari dan hujan, diatur kelembabannya dengan menyiram
air bila terlalu kering. Pembuatan pupuk kompos merupakan salah satu alternatif
pemecahan masalah pencemaran lingkungan dan juga dapat menambah
penghasilan jika dijual kepetani. Pupuk kompos merupakan solusi untuk
mengatasi kelangkaan pupuk dan harga pupuk non-organik yang semakin mahal.
Proses pengomposan juga bermanfaat untuk mengubah limbah yang
berbahaya, seperti sampah, limbah padat dan limbah cair menjadi bahan yang
aman dan bermanfaat. Organisme yang bersifat patogen akan mati karena suhu
yang tinggi pada saat proses pengomposan berlangsung. Kompos mempunyai
beberapa sifat menguntungkan yaitu memperbaiki struktur tanah berlempung
sehingga menjadi lebih ringan, memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga
tanah tidak berderai, menambah daya ikat air tanah, memperbaiki drainase dan
aerasi tanah, meningkatkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara, mengandung
unsur hara yang lengkap walaupun sedikit (jumlah hara yang dikandung
tergantung pada dasar pembuat pupuk organik tersebut) dan membantu proses
pelapukan bahan mineral (Madrini dan Sakae, 2011).
Proses pengomposan membutuhkan waktu yang lama sehingga perlu
ditambahkan aktivator untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik.
Molases dan EM4 akan mempengaruhi proses pengomposan dengan cara
2
inokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan
organik dan meningkatkan kadar nitrogen yang merupakan makanan tambahan
bagi mikroorganisme tersebut. Salah satu aktivator yang sering digunakan dalam
pembuatan pupuk organik adalah mikroorganisme yang berperan pada proses
fermentasi (Mulyatun, 2016).
Salah satu bahan organik yang dapat ditambah pada pembuatan kompos
adalah tanaman herbal. Banyak tumbuhan dapat digunakan sebagai obat berbagai
macam penyakit, sehingga diolah menjadi jamu. Peningkatan angka produksi
jamu tidak diiringi dengan pengolahan limbah yang sisanya hanya dibuang begitu
saja. Beberapa limbah jamu mengandung fenol dan senyawa turunannya yang
mempunyai efek yang berbahaya bagi lingkungan (Milasari dan Ariyani, 2010).
Oleh karena itu diperlukan upaya pengolahan limbah jamu menjadi sesuatu yang
bermanfaat, salah satunya memanfaatkan limbah jamu pada proses pembuatan
kompos. Penelitian ini untuk melihat pengaruh imbangan feses sapi dan limbah
jamu ternak terhadap rasio C/N kompos.
Permasalahan
Feses sapi merupakan limbah dari suatu peternakan yang apabila tidak
mengalami pengolahan dapat mencemari lingkungan, namun feses sapi juga
memiliki sisi positif jika mendapatkan pengolahan yang tepat seperti dijadikan
kompos. Limbah jamu Labio-1 dari produksi jamu ternak terbuang percuma
sehingga dapat dijadikan bahan tambahan pada pembuatan kompos. Akan tetapi
belum diketahui seberapa besar pengaruh imbangan feses sapi dan limbah jamu
Labio-1 terhadap rasio C/N kompos.
3
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh imbangan
feses sapi dan limbah jamu Labio-1 terhadap kandungan C/N kompos.
Kegunaan dilakukannya penelitian ini yaitu agar dapat dijadikan sebagai
bahan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh imbangan feses sapi dan
limbah jamu ternak terhadap kandungan C/N kompos.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Feses Sapi
Sapi mempunyai potensi yang besar untuk menghasilkan kotoran ternak
yang dapat diproses menjadi pupuk organik. Pada pemeliharaan sapi secara
tradisional, kotoran sapi pada umumnya tidak dimanfaatkan sebagai pupuk
meskipun pada beberapa daerah pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk sudah
dilakukan. Proses pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi belum banyak
dilakukan petani sehingga`hal ini merupakan peluang yang baik bagi
petani/petemak pemelihara sapi untuk mendapat tambahan pendapatan. Proses
dekomposisi kotoran sapi hingga menjadi pupuk organik memerlukan waktu yang
lama (3-4 bulan) bila dilakukan secara tradisional (Bahar dan Haryanto, 2000).
Proses pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik
hingga sama dengan C/N tanah (<20). Selama proses pengomposan, terjadi
perubahan unsur kimia yaitu: karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin
menjadi CO2 dan H2O; penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat
diserap tanaman. Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa
tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau
pelapukan. Selama ini sisa tanaman dan kotoran hewan tersebut belum
sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk buatan (Mulyatun, 2016).
Sapi memiliki sistem pencernaan khusus yang menggunakan
mikroorganisme dalam sistem pencernaan yang berfungsi untuk mencerna
selulosa dan lignin dari rumput berserat tinggi. Oleh karena itu kotoran sapi
memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Dengan mengolah limbah sapi menjadi
5
pupuk organik maka kita telah mengurangi pencemaran limbah dan menjaga
lingkungan. Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap
harinya. Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan
beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman (Rahayu dan Piranti, 2009).
Gambaran Umum Limbah Jamu Labio-1 dari Ramuan Herbal
Pembuatan jamu ternak labio-1 menggunakan 12 macam ramuan herbal
yaitu 12 macam ramuan herbal dicuci bersih, kemudian di iris tipis dan di
haluskan menggunakan mesin, ramuuan herbal yang digiling dicampur air
secukupnya, digiling sampai semua bahan halus, setelah semua bahan halus dan
tercampur rata ditambahkan 1 liter molases, 1 liter EM4 dan air sumur untuk
mengencerkan molases, kemudian diaduk sampai homogen, ramuan herbal di
masukan dalam jerigen 20 liter dan ditutup rapat jamu ternak labio-1 dipermentasi
selama 2 minggu sampai tidak terbentuk gas. Gas yang terbentuk selama proses
permentasi dikeluarkan dengan membuka tutup jerigen, setelah itu ditutup rapat
kembali, setelah permentasi jamu ternak labio-1 disaring sehingga menghasilkan
jamu ternak labio-1 dan ampasnya limbah jamu labio-1 di buat bubuk kompos
(agustina, 2006).
Jamu dibuat dari campuran sari berbagai tanaman yang bermanfaat untuk
menyembuhkan penyakit. Jamu terdiri dari 2 jenis, jamu tradisional dan jamu
fitofarmaka. Fitofarmaka adalah jamu tradisional yang terbuat dari bahan alami
namun diproses menggunakan peralatan modern. Jamu mulai dikomersialisasi
dengan pesatnya perkembangan industri jamu (Lestari, 2007). Temulawak
merupakan tanaman asli indonesia termasuk salah satu jenis temu-temuan dan
6
jahe-jehean. Andungan kimia rimpang temu lawak dibedakan atas tiga komponen
besar, yaitu fraksi pati, fraksi kurkuminoid dan firaksi (Rahayu dan Budiman,
2008).
Bawang putih mengandung alisin berfungsi sebagai antibiotik alami yang
sanggup membasmi berbagai mikroba (syamsiah dan tajuddin, 2005). Minyak
atsirinya mengandung daya antiseptika (Sundari dkk.,1992) Daun kemangi
mengandung komponen non gizi antara lain senyawa flavonoid dan eugenol,
arginin, anetol, boron, dan minyak atsiri. Flavonoid dan eugenol berperan sebagai
antioksidan, yang dapat menetralkan radikal bebas, menetralkan kolestrol dan
bersifat antikanker (Sastroamidjojo,2001).
Minyak atsiri dari daun dirih mengandung minyak terbang (betlephenol),
seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kovikol yang memiliki daya
mematikan kuman, antioksida dan fungsisida, anti jamur. Kunyit merupakan
tanaman herbal dan tingginya dapat mencapai 100 cm. Batang kunyit semu, tegak,
bulat, membentuk rimpang dan berwarna hijau kekuningan. Bagian tanaman yang
digunakan adalah rimpang atau akarnya. Rimpang kunyit mengandung minyak
atsiri dan mengandung kurkumin (Mahendra, 2005)
Menurut Nursal dkk. (2006) bahwa jahe juga mengandung senyawa
flavonoid, fenol, terponoid. Tanaman sereh (adropogon nardus) dikenal dengan
nama tanaman sereh. Kadar air batang sereh yaitu 76,78 %, kadar abu 0,79%, dan
kadar minyak aksiri 0,25%. Vitamin A berkisar 0,1 Iu/100 g, Vitamin B berkisar
0,8 mg dan vitamin C sekitar 4 mg. Sereh tidak mengandung kolesterol berbahaya
atau lemak. Kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam sereh sebesar 0,25%.
7
Sereh memiliki aroma yang cukup tajam dikaranakan serei mengandung minyak
atsiri dengan komponen utamanya sitronelol dan geraniol ( Agusta,2000).
Lengkuas mengandung atsiri berwarna hujau kekuningan dan berbau khas.
Minyak atsiri ini terdiri atas bahan metal sinamat 48%, cineol 20% -30%, kamfer,
d-alfa-finen, galangin, dan eugenol 3 % -4 % (Muhlizah,1999). Ekstrak lengkuas
(suku zingiberaceae) dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan mikroba,
diantaranya bakteri Escherchia coli, Baccillus subtilis, Staphylococcus aureus,
jamur Neurospora sp., Rhizopus sp. dan Penicillium sp. (Nursal dkk., 2006).
Zat yang terkandung di dalam rimpang temu hitam herbal ini adalah
minyak atsiri (sineol, kanfer, d-borneol, d- pinen seskuiterpene, zingiberen,
kurkumin, zedoarin ), rhisoma pati (Hutapea dan Syamsuhidayat, 2001). Bawang
merah mengandung protein serta kaya akan kalsium dan riboklawin bawang
merah dewasa mengandung protein 1,2 % lemak 0,1 % serat 0,6 %, minerAL 0,4
% dan karbohidrat 11,1 % per 100 g (Syukur, 2005).
Kencur mengandung pati (4,14% mineral (13,37%) dan minyak atsari
(0,02%) berupa sineol, asam metil kanil dan penta dekaan , asam cinnamic,
alkoloid dan gom. Kencur segar mengandung antibakteri walaupun Cuma sedikit.
Temu kencu, merupakan ramuan herbal yang dapat dijadikan sebagai obat
tradisioal karena mengandung berbagai zatbioaktif (Sastroamodjojo, 2001).
Obat sintetis mulai jarang digunakan karena mempunyai efek samping
yang berbahaya. Berkembangnya industri jamu berpengaruh terhadap limbah
yang dihasilkannya. Beberapa limbah jamu mengandung fenol dan senyawa
turunannya yang mempunyai efek yang berbahaya bagi lingkungan. Sebuah
8
industri jamu mampu menghasilkan limbah dengan COD sekitar 20020000 ppm
dan fenol 9,8 ppm (Kibret dkk., 2000). Karakteristik limbah jamu ditunjukkan
pada Tabel 1:
Tabel 1. Karakteristik Limbah Jamu
Parameter Isi
Derajat keasaman 6,75
COD 200 ppm
BOD 277 ppm
TSS 66 ppm
Total N 0,704 ppm
Total P 0,549 ppm
Phenol 0,39 ppm
Sumber : Hadiyanto dan Christrwardana, 2012.
Limbah jamu mempunyai kadar COD yang tinggi harus diproses terlebih
dahulu sebelum dibuang ke sungai. Biasanya limbah jamu diproses menggunakan
proses biologi dan kimia seperti koagulasi, sedimentasi, aerasi, dan menggunakan
lumpur aktif Tetapi metode tersebut sangat tidak ekonomis dan aman untuk
dilakukan. Untuk itu, terdapat cara baru yang lebih murah dan ekonomis serta
ramah lingkungan yaitu fitoremediasi.
Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan hijau khusunya tumbuhan air
seperti eceng gondok, teratai, dll dan bekerjasama dengan mikrobiota, enzim,
konsumsi air, perubahan tanah, dan teknik agronomi untuk menghilangkan,
memuat, atau menyerahkan kontaminan berbahaya dari lingkungan seperti logam
berat, pestisida, xenobiotik, senyawa organik, polutan aromatik beracun, drainase
pertambangan yang asam. Limbah jamu ini selanjutnya akan digunakan sebagai
sumber media mikroalga setelah melalui proses fitoremedia (Hadiyanto dan
Christwardana, 2012).
9
Nurjazuli dkk (2016) telah melakukan penelitian untuk mengkaji suatu
teknologi pengolahan sampah organik menjadi pupuk cair. Alat
yang digunakan berupa unit komposter tong plastik rancangan sendiri. Metode
pengomposan menggunakan sistem semi anaerobik. Bahan baku percobaan
berupa sampah organik yang berasal dari rumah tangga/pasar dan diperkirakan
mengandung kadar air tinggi. Bahan pendukung lain berupa larutan EM4 sebagai
aktivator. Penelitian ini menyimpulkan bahwa unit komposter tong plastik semi
anaerobik dibantu aktivator EM4 mampu menghasilan kompos cair dalam waktu
relatif singkat (5 hari).
Proses Pengomposan dan Hal-Hal yang Mempengaruhinya
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab dan aerobik atau
anaerobik. (Crowford, 2003).
Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan
stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang
terkendali (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora
dan Salundik, 2006). Sedangkan menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) pada
dasarnya pengomposan merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar
mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan mikroba tersebut
diantaranya bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya. Selama proses pengomposan
akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat
mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.
10
Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami penguraian,
sehingga tidak dikenali bentuk aslinya (Andriyani, 2009). Prinsip pembuatan
kompos merupakan pencampuran bahan organik dengan mikroorganisme sebagai
aktivator. Mikroorganisme tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti
kotoran ternak atau bakteri inokulan (bakterial inoculant) berupa Effective
Microorganisms (EM4), orgadec, dan stardec. Mikroorganisme tersebut berfungsi
menjaga keseimbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor
penentu keberhasilan pembuatan kompos (Murbandono, 2006).
Kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain
memperbaiki struktur tanah, memperbesar daya ikat tanah berpasir, menambah
daya ikat air pada tanah, memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah,
mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, mengandung hara yang lengkap
walaupun jumlahnya sedikit, membantu proses pelapukan bahan mineral,
memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia (Indriani, 2007).
Kompos dibuat dari bahan organik yang berasal dari bermacam-macam
sumber. Dengan demikian, kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi
tanaman. Kemungkinan bahan dasar kompos mengandung selulose15-60%,
hemiselulose 10-30%, lignin 5-30%, protein 5-30%, bahan mineral (abu) 3-5%, di
samping itu terdapat bahan larut air panas dan dingin (gula, pati, asam amino,
urea, garam amonium) sebanyak 20-30% dan 1-15% lemak larut eter dan alkohol,
minyak dan lilin (Sutanto,2002).
Mekanisme proses pengomposan berdasarkan ketersediaan oksigen bebas,
yakni pengomposan secara aerobik dan anaerobik. Pengomposan secara aerobik,
11
oksigen mutlak dibutuhkan. Mikroorganisme yang terlibat dalam proses
pengomposan membutuhkan oksigen dan air untuk merombak bahan organik dan
mengasimilasikan sejumlah karbon, nitrogen, fosfor, belerang, dan unsur lainnya
untuk sintesis protoplasma sel tubuhnya (Simamora dan Salundik, 2006).
Menurut Djuarnani dkk, (2005) dalam sistem ini, kurang lebih 2/3 unsur
karbon (C) menguap menjadi CO2 dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan
nitrogen dalam sel hidup. Selama proses pengomposan aerobik tidak timbul bau
busuk. Selama proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik
sehingga timbul panas akibat pelepasan energi (Sutanto, 2002). Hasil dari
dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O (air), humus, dan
energi.
Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada
struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara).
Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperature
seperti yang terjadi pada proses pengomposan secara aerobik. Namun, pada proses
anaerobik perlu tambahan panas dari luar sebesar 300C (Djuarnani dkk, 2005).
Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4),
karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah
seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.
Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya
berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini
yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum
digunakan harus dikeringkan (Simamora dan Salundik, 2006).
12
Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N bahan organik hingga sama
dengan C/N tanah (<20) dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses
pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Waktu yang
diperlukan untuk menurunkan C/N tersebut bermacam-macam dari 3 bulan hingga
tahunan.
Mikroorganisme memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis protein. Apabila nilai C/N terlalu tinggi, mikroba
akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat
(Isroi, 2008). Pada kompos dengan kandungan rasio C/N rendah akan banyak
mengandung amoniak (NH3) yang dihasilkan oleh bakteri amoniak. Senyawa ini
dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi nitrit dan nitrat yang mudah diserap oleh
tanaman. Perbandingan C/N terlalu rendah juga akan menyebabkan terbentuknya
gas amoniak, sehingga nitrogen mudah hilang ke udara. Perubahan nisbah C/N
dipengaruhi oleh kadar karbon organik bahan yang cenderung menurun dan
perubahan kadar nitrogen yang relatif konstan, sehingga nisbah C/N akan
menurun pada akhir proses pengomposan (Harada et al., 1993).
Imbangan aktivator tercatat mampu menyingkat waktu pengomposan dari
8-12 minggu hingga hanya menjadi 4-8 minggu. Hasil uji coba aplikasi kompos
yang di buat dengan adanya imbangan aktivator memperlihatkan peningkatan
pertumbuhan tanaman holtikultura (Mulyani, 2007).
Menurut Mirwan, (2012) Aktivator dalam pembuatan kompos terbagi atas
bioaktivator dan aktivator komersial. Bahan –bahan yang terdapat dialam dapat di
manfaatkan sebagai aktivator alam (bioaktivator). Contoh-contoh bahan yang
13
dapat dimanfaatkan sebagai bioaktivator meliputi antara lain Jamur, kompos
matang, humus, kotoran ternak dan Mikroorganisme Lokal (MOL).
Hipotesis
Diduga bahwa penambahan imbangan feses sapi dan limbah jamu Labio-
1dapat menurunkan kandungan C/N kompos.
14
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2017. Tahap
pertama dilakukan pembuatan kompos di Laboratorium Valorisasi pakan dan
limbah, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Tahap kedua
yaitu analisis rasio C/N pada kompos dilaksanakan di Laboratorium Kimia Pakan,
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar.
Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah feses sapi (C=6,38%,
N=0,32% dan rasio C/N=20%,), limbah jamu Labio-1 (C=4,27%, N=0,82% dan
rasio C/N=5%), air bersih, polybag dan bahan-bahan yang digunakan dalam
analisis C dan analisis N.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, sekop, talanan, ember,
timbangan, pengaduk, neraca analitik serta alat untuk analisis C dan N.
Metode Penelitian
Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (Gazperzs,
1994), terdiri atas 5 perlakuan dan 4 ulangan dengan susunan sebagai berikut:
P0 : Feses sapi 100%
P1 : Feses sapi 75%, limbah jamu 25%
P2 : Feses sapi 50%, limbah jamu 50%
P3 : Feses sapi 25%, limbah jamu 75%
P4 : limbah jamu 100%
15
Pengolahan Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) 5
perlakuan 4 ulangan dengan model matematika sebagai berikut:
Yij = μ + τi + €ij
Keterangan : Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i (1,2,3,4,5) dan
jmjulangan ke-j (1,2,3,4)
µ = Rata-rata pengamatan
τi = Pengaruh perlakuan ke-i (1,2,3,4 dan 5)
€ij = Pengaruh sisa terhadap perlakuan ke-i dan ke-j
Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diukur, dianalisis secara
statistik dengan bantuan software SPSS vers. 16,0. Uji jarak berganda Duncan
digunakan untuk melihat perbedaan antar perlakuan (Gazperzs, 1994).
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan 2 tahap, tahap pertama yaitu pembuatan pupuk
kompos dan tahap kedua analisis kandungan karbon dan nitrogen. Langkah
pertama pembuatan pupuk yaitu mengumpulkan feses sapi dan limbah jamu
ternak. Selanjutnya dilakukan penimbangan bahan sesuai dengan perlakuan (feses
sapi dan limbah jamu Labio-1), kemudian dicampur sampai homogen, setelah
feses sapi dan limbah jamu Labio-1 tercampur merata dengan kadar air 60%
(Mulyani, 2014). Kemudian dimasukkan ke dalam plastik yang telah dilubangi
sebanyak 1 kg dan dilakukan pengadukan, pengukuran pH dan suhu perlakuan
untuk mengetahui pengaruh pH dan suhu pada proses pengomposan.
16
Parameter Yang Diukur
Uji analisis C/N (Price dan Paul, 1981).
- Analisis kadar karbon (C)
Berikut adalah langah-langkah pengerjaan untuk analisis kadar karbon
organik dalam bahan :
Untuk larutan contoh :
1. Timbang 0,5-10 gram sampel dan masukkan ke labu ukur 100 ml.
2. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 pekat kemudian dikocok.
3. Tambahkan 7 ml H2SO4 pa. 98%, dikocok dan didiamkan selama 30
menit.
4. Ukur pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 561 nm.
Untuk larutan standar yang mengandung 250 ppm C :
1. Pipet 5 ml larutan standar 5000 ppm C ke dalam labu ukur 100 ml.
2. Tambahkan 7 ml H2SO4 kemudian dikocok
3. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7, dikocok dan didiamkan selama 30 menit.
4. Ukur pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 561 nm.
Untuk larutan blanko sebagai standar 0 ppm C :
1. Pipet 5 ml H2SO4 pekat ke dalam labu ukur 100 ml.
2. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7, kemudian kocok
3. Lalu tambahkan akuades dan kocok hingga homogen.
4. Dibiarkan selama 12 jam kemudian diukur dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 561 nm.
5. Siap dijadikan larutan blanko.
17
Perhitungan :
C (%) = ppm kurva x 100/mg sampel x 100 ml/1.000 ml x FK
Keterangan : ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva regrasi
kmhubungan antara kadar deret standar dengan
mnpembacaannya setelah dikurangi blanko.
100 = konversi ke %
FK = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air)
- Analisis kadar nitrogen (N)
Berikut iini adalah langkah-langkah pengerjaan untuk analisis kadar
nitrogen organik dalam bahan :
1. Masukkan sampel 0,5 gram ke dalam labu kjedahl.
2. Menambahkan 1 sendok teh campuran Selenium dan 10 ml H2SO4
3. Mengocok hingga seluruh sampel terbasahi oleh H2SO4 kemudian
didestruksi (dalam lemari asam). Diatas alat pemanas listrik hingga jernih.
4. Mendinginkan dan mengencerkan dengan akuades sampai tanda garis.
5. Larutan H3BO3 2 % sebanyak 10 ml dimasukkan ke labu erlenmeyer.
6. Memipet larutan tersebut sebanyak 10 ml dan masukkan ke dalam labu
destilasi yang dijalankan sampai larutan penampang N mencapai 50 ml
(penampang N = 3 tetes indikator + asam bokasi).
7. Titrasi dengan H2SO4 0,2 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi
merah pada labu penampung N.
Rumus yang digunakan:
N total =
x 100 %
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perhitungan kandungan Karbon (C), Nitrogen (N) dan rasio C/N
pada kompos imbangan feses sapi dan limbah jamu Labio-1 terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Karbon (C), Nitrogen (N) dan Rasio C/N pada Kompos
Imbangan Feses Sapi dan Limbah Jamu Ternak
Parameter
(%)
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
Karbon (C) 20,3±2,1 24,22±1,22 23,02±0,68 25,85±2,27 25,19±3,16
Nitrogen (N) 1,58±0,13 1,86±0,05 1,96±0,12 2,09±0,19 2,17±0,17
Rasio C/N 12,56±0 12,69±0,79 11,64±0,54 12,66±0,48 11,5±0,39
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05). P0 (Feses sapi 100%, limbah jamu ternak
0%), P1 (Feses sapi 75%, limbah jamu ternak 25%), P2 (Feses sapi
50%, limbah jamu ternak 50%), P3 (Feses sapi 25%, limbah jamu
ternak 75%), P4 (Feses sapi 0%, limbah jamu ternak 100%).
Pengaruh Imbangan Feses Sapi dan Limbah Jamu Labio-1 terhadap
Kandungan Karbon (C) Kompos
Proses pendegradasian yang terjadi dalam pengomposan membutuhkan
karbon organik untuk pemenuhan energi dan pertumbuhan. Sebagian besar bahan
kering tanaman terdiri dari bahan organik atau senyawa karbon. Selain itu, karbon
juga merupakan bahan dasar proses fotosintesis. Oleh karena itu, kompos yang
baik adalah kompos yang mengandung senyawa C sesuai dengan kadar yang
dibutuhkan oleh tanaman. Senyawa Karbon dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit
oleh tanaman. Sehingga semakin rendah kandungan senyawa karbon pada kompos
maka semakin tinggi kualitas kompos tersebut (Harada et al., 1993).
19
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa imbangan feses dan limbah
Labio-1tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai unsur karbon
kompos (Lampiran 1). Ini menunjukkan bahwa imbangan feses sapi dan limbah
jamu ternak antara 0-100% tidak berbeda. Kandungan mikroorganisme pada
perlakuan P0 lebih aktif jika dibandingkan dengan perlakuan lainnnya seusai
pendapat Simamora dan Sulandik (2006), bahwa mikroorganisme yang terlibat
dalam proses pengomposan membutuhkan oksigen dan air untuk merombak
bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah karbon, nitrogen, pospor, belerang,
dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma sel tubuhnya
Dari Tabel 2. terlihat bahwa senyawa karbon tertinggi pada perlakuan P3
(25% feses sapi, 75% limbah jamu ternak) sebesar 25,85% dan terendah pada
perlakuan P0 (100% feses) sebesar 20,30%. Jika dilihat dari kandungan unsur C,
maka perlakuan P0 yang paling baik untuk meningkatkan kualitas kompos karena
menunjukkan kandungan unsur karbon yang paling rendah. Hal ini terjadi karena
mikroorganisme yang terdapat dalam feses sapi atau limbah jamu Labio-1 akan
memecah senyawa karbon sebagai sumber energi. Sehingga disimpulkan bahwa
aktivitas organisme untuk memecah senyawa karbon paling aktif pada perlakuan
P0. Hasil penelitian kandungan karbon pada penelitian ini berkisar 20,3%-
25,85%. Kandungan senyawa Karbon semakin tinggi seiring dengan peningkatan
jumlah feses sapi. Semakin rendah nilai sengawa karbon, maka semakin rendah
pula rasio C/N (Djaja dkk., 2003).
20
Pengaruh Imbangan Feses Sapi dan Limbah Jamu Labio-1 Terhadap
Kandungan Nitrogen( N)
Unsur Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar, terutama
pada saat pertumbuhan memasuki fase vegetatif. Kekurangan unsur Nitrogen akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman melambat, kerdil dan lemah. Sehingga
semakin tinggi kadar senyawa Nitrogen kompos, maka semakin tinggi pula
kualitas kompos tersebut.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa imbangan feses sapi dan limbah
jamu Labio-1 berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai unsur nitrogen
kompos (Lampiran 2). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa P0 dan P1 berbeda
dengan perlakuan lainnya, perlakuan P2, P3 dan P4 sama. Hal ini berarti bahwa
tidak ada perbedaan antara penambahan limbah jamu Labio-1 0% dan 25% dan
tidak ada perbedaan antara penambahan Labio-1 50%, 75% dan 100%.
Dari Tabel 2. terlihat bahwa kandungan Nitrogen tertinggi adalah
perlakuan P4 (100% limbah jamu Labio-1) sebesar 2,17%, sedangkan terendah
pada perlakuan P0 (100% feses sapi) sebesar 1,58%. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi presentasi penambahan limbah jamu Labio-1 maka semakin tinggi
pula kandungan nitrogen kompos. Hasil ini kemungkinan disebabkan karena
dalam pembuatan limbah jamu Labio-1 ditambahkan EM4 dan molasses yang
menjadi mikroorganisme dalam proses pengomposan. Aktivator atau
mikroorganisme berfungsi sebagai dekomposer pada proses pengomposan. EM4
mampu mengolah atau menguraikan bahan-bahan organik dengan cepat secara
fermentasi menjadi kompos sehingga tidak menimbulkan bau busuk melainkan
21
menimbulkan aroma yang segar. Sedangkan molasses merupakan sumber
karbohidrat yang merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Hal tersebut sejalan
dengan pernyataan Harada et al.(1993) bahwa mikroorganisme yang banyak
melakukan proses degradasi pada tumbuhan adalah bakteri golongan
kemoautotrof. Golongan bakteri ini berfungsi untuk melakukan penguraian bahan
anorganik menjadi bahan organik. Salah satunya adalah mengubah amonia (NH3)
menjadi senyawa Nitrat (NO3) dan Nitrit (NO2) yang mudah diserap oleh
tanaman. Oleh karena itu, kadar senyawa nitrogen dalam kompos sangat
dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme.
Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kurniawan dkk (2014) yang meneliti rasio C/N kompos asal jerami nangka dan
kompos asal feses kelinci. Kadar nitrogen kompos terus meningkat seiring dengan
penambahan starter mikroorganisme ke dalam kompos.
Pengaruh Imbangan Feses Sapi dan Limbah Jamu Ternak Terhadap Rasio
C/N
Rasio C/N merupakan indikator kualitas dan tingkat kematangan dari
bahan kompos. Proses pendegradasian yang terjadi dalam pengomposan
membutuhkan karbon organik untuk pemenuhan energi dan pertumbuhan, dan
nitrogen untuk pemenuhan protein sebagai zat pembangun sel metabolisme.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa imbangan feses sapi dan
fermentasi limbah jamu Labio-1 memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap
rasio C/N kompos (Lampiran 3).
22
Rasio C/N yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan P1 (75% feses
sapi, 25% limbah jamu ternak) sebesar 12,69% dan terendah pada perlakuan P4
(100% limbah jamu ternak), yaitu 11,50%. Hasil Tabel 2 menunjukkan bahwa P1
merupakan kualitas terendah yang disebabkan karena mengandung unsur Karbon
tinggi dan unsur Nitrogen rendah. Semakin tinggi unsur C yang terdapat di dalam
kompos akan menyebabkan tingkat keasaman semakin meningkat. Perlakuan P4
merupakan perlakuan yang paling baik kualitasnya dari perlakuan lainnya. Kadar
nitrogen yang tinggi menyebabkan rasio C/N rendah. Pada kompos dengan
kandungan rasio C/N rendah akan banyak mengandung amoniak (NH3) yang
dihasilkan oleh bakteri amoniak. Senyawa ini dapat dioksidasi lebih lanjut
menjadi nitrit dan nitrat yang mudah diserap oleh tanaman. Perbandingan C/N
terlalu rendah juga akan menyebabkan terbentuknya gas amoniak, sehingga
nitrogen mudah hilang ke udara (Harada et al.,1993).
Mikroorganisme memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis protein. Nilai C/N di antara 30-40 mikroba
mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila nilai
C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga
dekomposisi berjalan lambat (Isroi, 2008).
Rasio C/N merupakan indikator kualitas dan tingkat kematangan dari
bahan kompos. Proses pendegradasian yang terjadi dalam pengomposan
membutuhkan karbon organik (C) untuk pemenuhan energi dan pertumbuhan, dan
nitrogen (N) untuk pemenuhan protein sebagai zat pembangun sel metabolisme.
Hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian yang dilakuakan oleh Ismayana
23
dkk (2012) bahwa proses pengomposan akan menurunkan rasio C/N hingga sama
dengan rasio C/N tanah (<20%) dengan semakin tingginya rasio C/N bahan maka
proses pengomposan akan semakin lama karena rasio C/N harus diturunkan. Hal
ini berarti bahwa kompos dengan kualitas tinggi adalah kompos dengan rasio C/N
rendah.
24
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang
terbaik untuk imbangan feses sapi dan limbah jamu ternak adalah pada perlakuan
P4 (100% limbah jamu ternak). Perlakuan ini menghasilkan rasio C/N yang
terendah, yaitu 11,50% dengan nilai karbon 25,19% dan nilai nitrogen 2,17%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai aplikasi kompos limbah
jamu ternak sebagai pupuk pada hijauan pakan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Association Of Agriculture Chemist. 1990. Official Methods of Analysis of the
Association of Agriculture Chemist A.O.A.C, Washington D.C.
Andriyani, 2009, Memanfaatkan sampah organik menjadi hasil olahan kompos
pada skala rumah tangga, Skripsi Sarjana UNIB.
Arlinda. 2011. Studi Perbandingan Kualitas Kimia Kompos yang dibuat dari
Tandan Kelapa Sawit dengan Aktivator Lumpur Aktif Coca-cola,
Cocomas dan Kompos Bokashi. Tesis Pasca Sarjana UNAD.
Bahar, S dan B. Haryanto. 2000. Pembuatankompos berbahanbaku limbahternak.
Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan AR.MP-11.
Halaman 200-202
Bajpai. 1991. Osteologi. Binarupa Aksara, Jakarta.
Crawford, J.H., 2003. Pengomposan Limbah Padat Organik.
www.ipard.com/art_perkebun/Kompos-Limbah-Padat-Organik.pdf [05
Februari 2017]
Djaja, W., N.K. Suardi., dan L.B. Salman. 2003. Pengaruh Imbangan Kotoran
Sapi Perah Dan Serbuk Gergaji Terhadap Kualitas Kompos. Lembaga
Penelitian Universitas Padjajaran. Bandung.
Djuarnani, N., Kristian dan B. S. Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Gaur, A.C.1983.A Manual of Rural Compositing FAO.United Nation Rome.
Gaur, A.C., 1986, A Manual of Rural Composting, FAO/UNDP Regional Project
Divition of Microbiology, New Delhi, Indian, Agriculture Institute.
Gazperzs, V. 1994.Metode Rancangan Percobaan. CV, Armico, Bandung.
Hadiyanto dan M. Christwardana. 2012. Aplikasi fitoremediasi limbah jamu dan
pemanfaatannya untuk produksi protein. jurnal ilmu lingkungan vol.
10 no.1 : 32-33
Harada YK, Haga T, Osada, Kashinoa M. 1993. Quality of Compost from Animal
Waste. JAQR 26(4):238-246
26
Hermawan. B., L. Qodriyah, dan C. Puspita. 2007. Sampah Organik sebagai
Bahan Baku Biogas untuk Mengatasi Krisis Energi Dalam Negeri.
Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Howard, R.T., E. Abotsi, E.L. Jansen van Rensburg, , and S. Howard. 2003.
Lignocellulose Biotechnology : Issue of Bioconversion and Enzyme
Production, African Journal of Biotech., 2, 602 -619.
Ismayana, A., Nastiti, S.I., Suprihatin, Akhiruddin, M., dan Aris, F., 2012, Aktor
Rasio C/N Awal Dan Laju Aerasi Pada Proses Co-Composting
Bagasse Dan Blotong, Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 22
(3):173-179.
Isroi, 2008, Kompos, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.
Jumin, H.B. 2005. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali Press.Jakarta
Johjima, T., Itoh, N., Kabuto, M., Tokimura, F.,Nakagawa, T., Wariishi, H., and
Tanaka,H., 1999, Diretct Interaction of Lignin andLignin Peroxidase
from Phanerochaetechrysosporium, Proc. Natl. Acad. Sci.USA, 96,
1989-1994.
Kibret, M., W. Somitsch and K.H. Robra,. 2000. Characterization of Phenol
Degrading Mixed Population by Enzyme Assay. Wat. Res, 34(4) :
1127-1134.
Lestari, E.D. 2007. Analisis Daya Saing, Strategi Dan Prospek Industri Jamu Di
Indonesia.Bogor Agricultural Institute.
Listyawati, E 1997. Puyuh, Tatalaksana Budidaya Secara Komersial. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Madrini, I.A.G.B dan S. Sakae. 2011. Characteristics of Field Plot Treated With
Two Types of Urban Waste Compost. Jurnal Agrotekno 16 (1):31-34.
Milasari dan Ariyani, 2010. Pengolahan Limbah Cair Kadar COD dan Fenol
Tinggi Dengan Proses Anaerob dan Pengaruh Mikronutrient Cu. 76
Semarang: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro.
Mirwan, M. 2012. Optimasi pengomposan sampah kebun dengan variasi aerasi
dan imbangan kotoran sapi sebagai bioaktivator. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan 4(1) : 61-66
27
Mulyani, H. 2007. Pengembangan model pengomposan di RW X paten gunung
Kelurahan Rejowinagun Selatan, Kota Magelang.Laporan Penelitian
Akademi Teknik Tirta Wijaya.
Mulyatun. 2016. Sumber Energi Terbarukan dan Pupuk Organik dari Limbah
Kotoran Sapi. DIMAS: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan.
Volume 16, Nomor 1, Mei 2016 hal 196-199.
Murbandono, H.S.. 2005. Membuat Kompos, Edisi Revisi, Penebar Swadaya,
Jakarta.
Nurjazuli, A. Aswiyatul, C. Juliana, K.D. Pertiwi, K. Samosir, P. Prasetyawati,
dan S. Pertiwi, 2016, „Op-011 Teknologi Pengolahan Sampah Organik
Menjadi Kompos Cair (Organic Waste Treatment Technology Toward
Liquid Compost)’, Makalah Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan
II, Padang.
Ulin, N., 20016. Menambah Penghasilan dengan Beternak Burung puyuh.
Literindo, Jogjakarta
Pangaribuan D.H., M. Yasir dan N.K. Utami. 2012. Dampak Bokashi Kotoran
Ternak dalam Pengurangan Pemakaian Pupuk Anorganik pada
Budidaya Tanaman Tomat. J. Agron. Indonesia 40 (3):204-210.
Rahayu, D.R.U.S. dan A. S. Piranti. 2007. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu Untuk
Produksi Ephipium Daphnia (Daphnia sp). Makalah Prosiding Seminar
Nasional Biologi “Peran Biosistematika dalam Pengelolaan
Sumberdaya Hayati Indonesia” tanggal 12 Desember 2009 di Fak.
Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Rohyanti, Muchyar dan N.I.Hayani, 2011, „Pengaruhpemberian bokashi jerami
padi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman tomat di tanahpodsolik
merah kuning‟, Jurnal Wahana-Bio,Vol. 4, No. 2, hal. 82-106.
Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,
Yogyakarta.
Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan pengelolaan tanah tropika. Buku 2. Terjemahan
Properties and Management in The Tropics. ITB, Bandung.
Simamora, S. dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. AgroMedia
Pustaka . Jakarta.
28
Soetopo,R.K., A. Septiningrum dan Surahman.2010 Potensi Kompos dari Limbah
Padat Pabrik Joss Paper untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman.
Berita Selulosa 45(1): 32-43.
Stoffella, P.J.and B.A. Khan. 2001. Compost Utilization in Horticultural Cropping
System. Lewis Publisher. London.
Sufyandi, A. 2001.Informasi Teknologi Tepat Guna Untuk Pedesaan Biogas.
Bandung.
Susilowati, E. 2006. Kompetensi Profesional Guru. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.
Tillman, D.A., Hartadi H., Reksohadiprodjo, S., Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas
Peternakan UGM, Yogyakarta.
29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Statistik Kandungan Karbon (C) Kompos Imbangan Feses
Sapi dan Limbah Jamu Labio-1
ANOVA
C Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 76,501 4 19,125 2,408 ,095
Within Groups 119,143 15 7,943
Total 195,644 19
30
Lampiran 2. Analisis Statistik Kandungan Nitrogen (N) Kompos Imbangan Feses
Sapi dan Limbah Jamu Labio-1
ANOVA
N Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups ,833 4 ,208 10,443 ,000
Within Groups ,299 15 ,020
Total 1,132 19
Homogeneous Subsets
N
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1(a) 2(b) 3(c)
Duncana p0 4 1,5850
p1 4 1,8600
p2 4 1,9575 1,9575
p3 4 2,0950
p4 4 2,1675
Sig. 1,000 ,344 ,063
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
31
Lampiran 3. Analisis Statistik Kandungan Rasio C/N Kompos Imbangan Feses
Sapi dan Limbah Jamu Labio-1
ANOVA
Hasil Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5,654 4 1,413 3,100 ,048
Within Groups 6,839 15 ,456
Total 12,492 19
Homogeneous Subsets
Hasil
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1(a) 2(b)
Duncana p4 4 11,5000
p2 4 11,6075 11,6075
p0 4 12,5575 12,5575
p3 4 12,6575
p1 4 12,6850
Sig. ,052 ,054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
32
Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Limbah Jamu Labio-1
12 macam ramuan dicuci bersih kemudian diiris-iris dan dihaluskan menggunakan mesin
penggiling
Ramuan herbal yang digiling dicampur dengan air secukupnya, digiling sampai semua bahan
halus
Setelah semua bahan halus dan tercampur rata, ditambahkan molases, EM4 dan air kemudian
diaduk sampai homogen
Memasukka ramuan herbal ke dalam jergen 20 liter dan ditutup rapat
Fermentasi selama dua minggu sampai tidak terbentuk gas. Gas yang terbentuk selama
proses dikeluarkan dengan membuka tutup jergen, setelah itu ditutup rapat kembali
Ramuan herbal disaring
Ampas Limbah jamu ternak Labio-1 Jamu Ternak Berbentuk
Cair
33
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian Imbangan Feses Sapi dan Limbah Jamu
Labio-1 Terhadap Rasio C/N
\
(a)
(b)
Keterangan: Proses pembuatan kompos: (a) Pengisian sampel, (b) penimbangan
sampel
34
(a)
(b)
Keterangan: Proses Analisis Laboratorium Kadar Karbon (C), Nitrogen (N), dan
Rasio C/N
35
RIWAYAT HIDUP
Haslinda Lahir di Enrekang pada tanggal 22 Juni 1995, sebagai
anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan bapak Masing S.E
dan Harni. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh
adalah Sekolah Dasar Negeri 40 Lewaja, selama enam Tahun. Kemudian setelah
lulus di SD pada tahun 2004 , kemudian melanjutkan di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) yakni SMP Negeri 2 Enrekang, Selama Tiga Tahun; dan setelah
lulus pada tahun 2010 penulis melenjutkan Sekolah Menengah Muhammadiyak
Enrekang. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2013, penulis
melanjutkan pendidikannya ke jenjang tingkat atas yakni di suatu perguruan
tinggi Negeri (PTN) melalui jalur POSK di Jurusan Peternakan, Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar hingga akhirnya penulis mengikuti
proses pembelajaran semester delapan.