pengaruh heat stress terhadap kualitas dan kuantitas telur pada ayam petelur.docx
TRANSCRIPT
TUGAS
METODOLOGI ILMIAH
NAMA : NUR ALIF BAHMID
NIM : O 111 11 266
JUDUL : PENGARUH HEAT STRESS TERHADAP KUALITAS DAN
KUANTITAS TELUR PADA AYAM PETELUR
Abstrak
1. Habibie, Arifin. 1993. Pengaruh cekaman panas terhadap kebutuhan vitamin C pada ayam
petelur komersial yang sedang berproduksi.
Penelitian ini dilandasi oleh pemikiran bahwa Indonesia sebagai negara tropis memiliki
temperatur lingkungan dan kelembaban udara relatif tinggi yang dapat mengganggu
performans ayam, baik pertumbuhan maupun produksi telur. Khusus untuk ayam petelur,
keadaan temperatur lingkungan yang tinggi jarang dapat menjamin produksi telur yang
konsisten tinggi, karena temperatur lingkungan yang tinggi dapat menimbulkan cekaman
yang kuat terhadap ayam petelur yang mengakibatkan turunnya produksi.
Sumber : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/23225
2. Kusnadi, E., Widjajakusuma, R., Sutardi, T., Hardjosworo, PS, Habibie, A. 2006.
Pemberian Antanan (Centella asiatica) Dan Vitamin C Sebagai Upaya Mengatasi Efek
Cekaman Panas FUNDS Broiler.
Suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan stres panas pada unggas. Hal ini dapat
meningkatkan konsumsi air, mengurangi konsumsi pakan dan pada gilirannya, menurunkan
tingkat produksi. Selain itu, suhu tinggi berkontribusi terhadap stres oksidatif, suatu kondisi
dimana aktivitas oksidan (radikal bebas) melebihi aktivitas antioksidan. Dalam penelitian
ini, antanan (Centella asiatica) dan vitamin C yang digunakan sebagai agen anti-stres panas
untuk panas broiler stres. Penelitian ini menggunakan 120 ekor ayam pedaging jantan 2 - 6
minggu usia, disimpan pada 31.98 ± 1.94oC suhu rumah unggas siang hari dan 27,36 ±
1.31oC di malam hari. Para Data dianalisis dengan faktorial dalam rancangan acak lengkap
2 x 3 (2 kadar vitamin C, 3 tingkat antanan dan 4 ulangan) dan dilanjutkan dengan kontras
ortogonal uji bila diperlukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 5% antanan
(A5), 10% antanan (A10), kombinasi A5C, dan A10C nyata (P <0,05) meningkatkan
hormon triiodothyronine plasma dari 101 ng / dL menjadi 113, 110, 121, 119 dan 126 ng /
dL masing-masing; bangkai protein dari 16,5% menjadi 17,8%, 19,1%, 19,2%, 17,3% dan
18,1%, konsumsi pakan dari 2711 g sampai 3026, 3071, 2883, 3156 dan 2935 g dan berat
badan tubuh dari 1.181 g sampai 1297, 1347, 1254, 1376 dan 1330 g. Dapat disimpulkan
bahwa kombinasi penambahan 5% antanan dan vitamin C 600 ppm adalah yang paling
efektif sebagai agen anti-stres panas pada ayam pedaging.
Sumber : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/9670
3. Kusnadi, Engkus. 2008. Pengaruh Temperatur Kandang terhadap Konsumsi Ransum dan
Komponen Darah Ayam Broiler.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu kandang terhadap konsumsi
ransum dan komponen darah ayam broiler. Penelitian ini menggunakan 140 ekor ayam
broiler jantan umur 2 minggu. Perlakuan meliputi 5 suhu kandang yakni S1A (28,55 ±
1,530C) dengan makanan adibitum, S1BT1 (28,55 ± 1,530C) dengan makanan dibatasi
sesuai pada S2A, S1BT2 (28,55 ± 1,530C) dengan makanan dibatasi sesuai pada S3A, S2A
(31,07 ± 1,29 0C) dengan makanan ad libitum dan S3A (33,50 ± 1,17 0C) dengan makanan
adlibitum. Peubah yang diukur meliputi konsumsi ransum, sel darah merah, hemoglobin,
hematokrit dan sel darah putih, diamati pada umur 4 dan 6 minggu. Rancangan percobaan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan yang
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi
ransum dan jumlah sel darah merah (umur 4 dan 6 minggu) pada S1A lebih tinggi daripada
S2A dan S3A. Hematokrit dan sel darah putih (umur 4 minggu) pada S1A lebih tinggi
dibandingkan pada S2A dan S3A, Pembatasan makanan cenderung menurunkan jumlah sel
darah merah dan peresentase hematokrit.
Sumber : http://www.fp.undip.ac.id/jppt/pdf/33(3)2008p196-202.pdf
4. Kusnadi, Engkus. 2009. Perubahan Malonaldehida Hati, Bobot Relatif Bursa Fabricius dan
Rasio Heterofi l/Limfosit (H/L) Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Panas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan uences infl stres panas dan suhu
terpajan waktu malonaldehyde hati (MDA), bobot bursa fabricius dan heterophil / lymfocite
rasio broiler . Penelitian ini menggunakan 140 ekor ayam pedaging jantan umur 2 minggu
usia . Perlakuan terdiri dari dua faktor . The fi rst Faktor adalah perawatan ve fi : S1A
(28,55 ± 1,53 oC) dengan ad libitum makan, S1BT1 (S1 dengan makan pasangan sebagai
S2A) , S1BT2 (S1 dengan makan pasangan sebagai S3A) , S2A (31.07 ± 1,29 oC) dengan
ad libitum dari makan dan S3A (33,50 ± 1,17 oC) dengan secara ad libitum makan . Faktor
kedua adalah ve fi kali suhu terpajan (0 , 4 , 8 , 16 , dan 32 hari setelah perawatan). Variabel
yang diukur adalah hati MDA , bobot bursa fabricius dan rasio heterophil / limposit (H / L).
Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dalam petak (5x5), dengan 4 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hati MDA , bobot bursa fabricius dan H / L rasio S2
dan S3 yang lebih tinggi dibandingkan S1A , S1BT1 dan S1BT2 . H / L rasio 4 , 8 , 16 , dan
32 hari suhu terpajan kali lebih tinggi dibandingkan dengan 0 hari. Disimpulkan bahwa
stres panas meningkatkan MDA hati dan H / L rasio, namun menurunkan bobot relatif bursa
fabricius. Suhu terpajan waktu meningkatkan H / L rasio, tapi itu tidak mempengaruhi
MDA hati dan bobot relatif bursa fabricius ayam pedaging.
Sumber : http://fapet.ipb.ac.id/medpet/2009/agustus%202009/e%20kusnadi.pdf
5. Kusnadi, Engkus. 2009. Pengaruh Berbagai Cekaman terhadap Beberapa Sistem Hormonal
serta Kaitannya dengan Produksi pada Ayam.
Suhu lingkungan yang tinggi di daerah tropis dapat merupakan salah satu masalah pada
pengembangan ayam broiler. Hal ini mengingat ayam broler, selain termasuk kelompok
homeothermis, juga termasuk kelompok ternak yang memilki kelenjar keringat tidak aktif.
Oleh karena itu, pengembangan ayam pada daerah tropis berpotensi mengalami cekaman
panas, sehingga ayam akan mengalami penurunan dalam produksinya. Selain cekaman
panas, cekaman lainpun seperti pengikatan serta pengangkutan dilaporkan akan
mengganggu sistem fisiologis dalam tubuh. Cekaman panas dilaporkan nyata menurunkan
kandungan hormone triiodotironin ayam broiler dari 2,84 menjadi 0,54 dan 0,63 nmol/l,
Begitu pula dengan hormone etradiol dan progesterone masing-masing dari 83 hingga 87
pg/ml dan dari 1,00 hingga 1,23 ng/ml, turun menjadi 40 hingga 70 pg/ml dan 0,22 hingga
0,26 ng/ml Keadaan tersebut diikuti dengan turunnya bobot telur dari 70 hingga 74 g
menjadi 62 hingga 65 g, sementara persentase produksi menurun menjadi 60 hingga 80%.
Cekaman karena tidak diberi makan, diikat dan diangkut, nyata meningkatkan kandungan
hormone kortikosteron dari 5,6 menjadi 24 ng/ml.
Sumber : http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pro09-84.pdf
6. Anta Kurni, Sectiva. 2010. Pengaruh Paparan Heat Stressor Terhadap Kadar Total Kalsium
Darah Pada Ayam Pedaging.
Penelitian tentang pengaruh stres panas untuk kadar kalsium darah pada ayam pedaging
telah dilakukan. tinggi suhu dan musim panas yang panjang di negara-negara tropis, dapat
menyebabkan stres menghasilkan dan menyadarkan adaptasi perilaku (behavior) ternak.
Tujuan dari penelitian ini menemukan kadar kalsium darah mengetahui perubahan fisik dan
fisiologi ayam broiler. Penelitian ini dilakukan pada penelitian kandang Kedokteran Hewan
Pusat Pharma dan analisis darah dilakukan di Laboratorium Klinik Hewan Patologi
Universitas Airlangga. Penelitian ini menggunakan 20 DOC (Day Old Chicken) broiler
galur Cobb dan ayam komersial diet CP 511 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand.
Prosedur ayam adalah sebagai berikut: P0 : diberikan di bawah suhu normal sering
merenung selama 6 minggu (Control). P1 : diberikan di bawah suhu 35-35,5 Â ºC di mulai
dari 07:00 sampai 15:00 (8 jam / hari) selama 4 minggu (Treatment). Penelitian ini
dianalisis dengan menggunakan t -test dan SPSS 11,5 for Windows. Hasil akhir
menunjukkan darah yang tingkat kalsium dalam kelompok perlakuan yang berbeda tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p >
0,05).
Sumber : http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/5146834978_abs.pdf
7. Arifa, Maya Tama. 2010. Kadar Total Protein Serum Broiler Yang Terpapar Heat Stress.
Unggas adalah strategi utama untuk memenuhi kebutuhan domestik dari produk hewani.
Unggas terutama ayam broiler, memiliki berkembang pesat. Hal itu karena meningkatnya
permintaan produk hewani. Broiler sensitif terhadap stressor, termasuk stres panas. Oleh
karena itu, stres panas adalah masalah pada unggas. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeteksi perubahan konsentrasi total protein serum dari broiler yang terpapar oleh stres
panas. Penelitian ini dilakukan pada PUSVETMA kandang dan analisis darah dilakukan di
Laboratorium Veteriner Patologi Klinik UNAIR. Penelitian ini menggunakan 20 DOC (Day
Old Chicken) broiler Cobb ketegangan dan anak ayam dibagi secara acak dalam dua
perlakuan dan sepuluh ulangan. Kelompok kontrol ( P0 ) diberi biasa suhu brooder selama
6 minggu . Kelompok perlakuan terpapar oleh suhu 35 â € " 35,5 Â °C dari 7.00 a.m sampai
3.00 p.m (8 jam / hari) selama 4 minggu. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
software SPSS . Hasil penelitian menunjukkan bahwa total serum protein. Konsentrasi tidak
berbeda secara signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (P > 0,05 ).
Sumber : http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/3185841150_abs.pdf
8. Kurniawan Ilham. 2010. Penurunan Respon Imun Pada Ayam Broiler Yang Terpapar Heat
Stress Kronis Dan Divaksinasi Newcastle Disease.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan terjadinya penurunan respon imun pada ayam
boiler yang terpapar heat stress kronis dan divaksinasi ND dengan mengamati penurunan
titer antibodi. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, mulai bulan Maret sampai Mei
2010 yang dilaksanakan di PUSVETMA Surabaya. Hewan yang digunakan adalah DOC
strain Cobb sebanyak 32 ekor. DOC diadaptasikan selama 14 hari. Setelah berumur 14 hari,
broiler dibagi secara random menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu :P0 :tanpa stres dan tanpa
vaksin ND (S-V-), P1 : perlakuan tanpa stres dan divaksin ND(S-V+), P2 : perlakuan
dengan stres dan tanpa vaksin ND(S+V-) dan P3 : perlakuan dengan stres dan divaksin
ND(S+V+). Pemberian vaksinasi ND pada kelompok P1 dan P3 dilakukan pada umur 29
hari. Pemeriksaan HI dilakukan pada umur 14 hari, 28, hari dan 42 hari. Pada pemeriksaan
HI umur 14 hari tidak terdapat perbedaan yang nyata karena belum diberikan perlakuan.
Pada pemeriksaan HI 28 hari menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan ayam
yang mendapat perlakuan heat stress (P2 dan P3) dengan ayam yang tidak mendapat stres
(P0 dan P1). Sedangkan pada pemeriksaan HI 42 hari menunjukkan perbedaan yang nyata
antar perlakuan. Pada kelompok tanpa vaksinasi baik dengan heat stress maupun tanpa stres
(P0 dan P2) antibodi maternal telah sangat berkurang sedangkan pada kelompok ayam yang
mendapat heat stress dengan suhu 35-35,5 ºC dan divaksinasi ND tidak berbeda nyata
dengan kelompok ayam yang tidak mendapat stres dengan suhu 30-32 °C sehingga dapat
disimpulkan pada kelompok ayam yang mendapat heat stress dan divaksinasi ND dalam
menerima stres panas berada dalam phase resisten atau adaptasi.
Sumber : http://210.57.210.130/doc/Angkatan%202006/ARTIKEL%20ILMIAH3.doc
9. Prasetyo, Henry. 2011. Pengaruh Heat Stress Terhadap Jumlah Total Hitung Jenis Leukosit
Pada Ayam Potong.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek stres panas kronis pada jumlah
leukosit dan hitung leukosit diferensial broiler. Sebanyak 20 ekor ayam pedaging dengan
tiga minggu usia dibagi menjadi dua yang berbeda kelompok. Kelompok satu adalah untuk
kontrol (P0) yang dikurung pada suhu normal, dan kelompok dua (P1) yang dikurung di
dimanipulasi suhu tetap pada 34,5-35oC. Setelah 45 hari pengobatan, semua ayam dipotong
untuk hapusan darah leukosit. Data yang dikumpulkan untuk jumlah leukosit jumlah
leukosit dan diferensial dianalisis dengan uji t independen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa stres panas kronis secara signifikan mengurangi jumlah total leukosit, eosinofil dan
limfosit proporsi broiler.
Sumber : http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/5356835028_abs.pdf
10. Maryati, Yuni. 2006. Performans Ayam Petelur Yang Dipelihara Di Lingkungan Pantai.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui performans yang meliputi aspek produksi dan
kesehatan ayam petelur yang dipelihara dilingkungan Pantai Samas, Yogyakarta. Penelitian
ini merupakan bagian awal dari strategi pemanfatan lahan pantai untuk kawasan ternak
ayam petelur. Penelitian studi kasus dilaksanakan pada perusahaan peternakan ayam milik
peternak Peternak Sardju dengan populasi 40.000 ekor ayam petelur yang berlokasi di
Dusun Patihan, Srigading, Bantul. Observasi dan pengambilan data dilakukan selama 8
minggu, dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan di Laboratorium Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universits Gadjah Mada. Data performan yang diamati meliputi
kandungan gizi pakan, konsumsi pakan, produksi telur, berat telur dan masa telur. Strain
ayam yang digunakan adalah ayam petelur strain Lohman Brown, sebanyak 100 ekor pada
umur 30-34 minggu. Data performans dan kesehatan ditabulasikan kemudian dianalisis
secara diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur lingkungan kandang rata-
rata 26.70 C pada pagi hari dan 32,80C pada siang hari, konsumsi pakan rata-rata minggu ke
30 sampai 34 berturut-turut adalah 98, 105, 107 dan 107 dan 110 gram/ekor/hari. Rata-rata
produksi telur harian (HDA) berturut-turut pada minggu 30 sampai 34 dalah 84,95; 84,27;
82,70 dan 82,52 dan 82,24%. Sedangkan masa telur rata-rata mencapai 49,62 gram/ekor.
Hasil diagnosa patologis terhadap kesehatan ternak dan pemeriksaan histologi hati
menunjukkan bahwa ayam mengalami perlemakan dan terinveksi cestoda. Disimpulkan
ayam yang dipelihara di derah pantai menunjukkan performans dan status kesehatan yang
tidak optimal. Dari penelitian ini disarankan untuk lebih meningkatkan produktifitas dengan
formulasi ransum yang serasi, terutama untuk mengurangi perlemakkan dan meningkatkan
konsumsi pakan.
Sumber : http://apeka-karanganyar.ac.id/jurnal/index.php/dianandini/article/view/5
Artikel
Optimalkan Produksi Saat Heat Stress
Tubuh ayam, secara normal selalu menghasilkan panas tubuh, berupa panas metabolisme
yang sering disebut heat increament. Seekor ayam petelur yang dipelihara di kandang baterai,
yang mengkonsumsi ransum dalam jumlah normal dan tingkat produksi telur 80% mampu
menghasilkan panas sebanyak 800 Kkal/hari. Jika populasi ayam yang dipelihara 10.000 ekor,
maka panas yang diproduksi setara dengan panas yang dihasilkan dari pembakaran minyak
sebanyak 231 liter. Sebuah jumlah yang fantastik, jika boleh sedikit humor, mungkin bisa
dijadikan sebagai alternatif sumber energi baru.
Panas tubuh ayam tersebut dikeluarkan tubuh secara normal melalui 3 mekanisme yaitu :
- Konduksi, dengan cara menempelkan permukaan tubuh ke bagian kandang yang lebih
dingin, misalnya lantai kandang maupun bagian sisi dari tempat minum
- Konvensi, yaitu aliran udara membawa panas tubuh ayam
- Radiasi, melalui proses elektromagnetik dimana panas bergerak dari permukaan yang lebih
panas (tubuh ayam) ke permukaan yang lebih dingin tanpa sebuah media perantara, seperti
aliran panas matahari ke bumi
Mekanisme pengeluaran panas tubuh ini akan berfungsi secara normal (optimal), saat ayam
dipelihara pada zona nyaman (comfort zone), dengan suhu lingkungan kandang 25-28oC dan
kelembaban 60-70%. Diluar kondisi ini, dengan suhu melebihi zona nyaman, maka respon ayam
untuk mengeluarkan panas tubuh akan berubah.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, negara kita, Indonesia tercinta beriklim tropis,
dimana seringkali ditemukan suatu kondisi yang kurang atau tidak nyaman bagi ayam.
Suhu kandang yang tinggi, lebih dari 28oC bukan suatu keadaan yang sulit ditemukan. Dan
kondisi ini akan tentu saja akan menyebabkan ayam stres, dinamakan heat stress.
Tentang Heat Stress
Heat stress merupakan suatu cekaman yang disebabkan suhu udara yang melebihi zona
nyaman (> 28oC) dan hal ini menjadi salah satu problematika utama di dunia perunggasan
Indonesia. Stres ini dikarenakan ayam tidak bisa menyeimbangkan antara produksi dan
pembuangan panas tubuhnya. Tidak hanya heat stress, suhu lingkungan yang berfluktuatif juga
menjadi ancaman bagi produktivitas ayam.
Heat stress dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu akut dan kronis. Bentuk akut terjadi saat suhu
dan atau kelembaban meningkat drastis (terjadi tiba-tiba, red), sedangkan bentuk kronis dipicu
kondisi meningkatnya suhu dan atau kelembaban dalam waktu yang relatif lama.
Heat stress akan menimbulkan efek yang lebih besar pada ayam tua dibandingkan dengan
ayam muda. Ayam dewasa mempunyai bulu yang telah sempurna dan kondisi ini akan
mempersulit pembuangan panas tubuhnya. Selain itu, ayam dewasa juga memiliki ukuran tubuh
lebih besar sehingga panas tubuh yang dihasilkan lebih banyak.
Gejala dan Mekanisme Heat Stress
Saat kondisi heat stress, ayam akan melakukan beberapa aktivitas sebagai respon terhadap
suhu yang tinggi, diantaranya :
- Memperluas area permukaan tubuh
Hal ini ditunjukkan ayam dengan melebarkan atau menggantungkan sayapnya. Usaha
ayam ini kurang memberikan hasil yang optimal. Alasannya ialah suhu tubuh ayam dengan
suhu lingkungan kandang tidak berbeda nyata, akibatnya aliran panas tubuh ke lingkungan
kandang (secara radiasi) menjadi kurang optimal.
- Melakukan peripheral vasodilatation atau meningkatkan aliran darah perifer (tepi), terutama
pada bagian jengger, pial dan kaki
- Panting
Panting atau bernapas melalui tenggorokan merupakan aktivitas khas yang ditunjukkan
oleh ayam pada saat mengalami heat stress. Mekanisme ini sama halnya dengan mekanisme
pelepasan panas pada manusia yang dilakukan melalui kelenjar keringat. Oleh karena ayam
tidak mempunyai kelenjar keringat, maka panting menjadi mekanisme penggantinya.
Saat panting, ayam membuka mulut dan menggerakkan tenggorokannya sehingga ada
aliran udara keluar masuk melalui kerongkongan. Akibatnya evaporasi meningkat. Panting
yang dilakukan oleh ayam akan memberikan hasil yang efektif jika suhu udara panas dengan
tingkat kelembaban yang rendah (udara kering), namun kurang efektif jika terjadi pada saat
suhu tinggi namun udaranya basah (kelembaban tinggi).
Ayam yang telah melakukan panting namun suhu tubuhnya tidak menurun akan menjadi
lemah, pingsan, bahkan bisa terjadi kematian mendadak. Kematian akibat heat stress akan
mulai terjadi saat suhu tubuh ayam mencapai 42oC atau lebih.
Akibat Heat Stress
Heat stress yang dialami oleh ayam pedaging akan mengakibatkan penurunan konsumsi
ransum dan sebaliknya meningkatkan konsumsi air minum, nilai FCR memburuk dan tentu saja
penurunan berat badan ayam. Selain itu, kematian, terutama pada ayam dengan berat badan yang
besar bukan suatu hal yang sulit ditemukan. Sama halnya pada ayam petelur, stres panas akan
mengakibatkan menurunnya feed intake dan meningkatnya water intake. Penurunan kualitas dan
kuantitas telur menjadi resiko yang harus ditanggung oleh peternak, bahkan kematian. Besar
kecilnya kerugian akibat heat stress dipengaruhi oleh umur, jenis dan berat badan ayam maupun
periode dan tingkat heat stress yang dialami oleh ayam (suhu maksimum yang diterima ayam,
lamanya cekaman dan kecepatan perubahan suhu udara).
Bukan hanya penurunan produktivitas ayam, heat stress juga mengakibatkan sistem
kekebalan tubuh melemah (bersifat immunosupresif). Jumlah total sel darah putih dan produksi
antibodi menurun secara signifikan pada ayam petelur yang mengalami heat stress. Selain itu
aktivitas limfosit juga menurun.
Saat ayam mengalami heat stress kelenjar hipofisa anterior mensekresikan adeno
corticotropin hormon (ACTH) dalam jumlah yang berlebihan. Akibatnya korteks adrenalis akan
terpicu untuk meningkatkat produksi hormon koltisol sehingga terjadi penurunan jumlah maupun
perubahan jenis leukosit, yaitu sel eosinofil, basofil dan limfosit.
Penurunan feed intake mengakibatkan asupan nutrisi berkurang, termasuk protein kasar,
lemak kasar (asam lemak linoleat) dan kalsium sehingga berat telur menjadi lebih ringan. Jika
kondisi ini tidak segera diatasi, produksi telur yang berhenti bukan suatu keniscayaan.
Kualitas kerabang telur juga terganggu pada saat suhu tinggi. Aktivitas ayam melakukan
panting mengakibatkan perubahan (penurunan, red) konsentrasi CO2 di dalam darah sehingga
proses metabolisme di dalam tubuh ayam pun berubah. Kondisi pH darah akan meningkat,
menjadi bersifat alkalis dan kemampuan mengikat dan membawa kalsium yang diperlukan untuk
pembentukan kerabang telur menjadi berkurang, akibatnya kerabang telur menjadi lebih tipis.
Dan keadaan ini tidak bisa diperbaiki atau ditangani dengan penambahan suplai kalsium melalui
ransum, tetapi dengan menurunkan suhu.
Aktivitas panting juga mengakibatkan kehilangan energi sebesar 540 kalori tiap gram air
yang dibuang oleh paru-paru. Hal tersebut disebabkan ada peningkatan aktivitas otot pada saat
panting. Akibatnya panas tubuh ayam semakin meningkat dan efisiensi energi menjadi berkurang
sehingga efek yang ditimbulkan oleh heat stress menjadi semakin besar.
Selain kalsium, fosfor menjadi salah satu komponen mineral dalam darah yang ikut
terpengaruh akibat heat stress. Keadaan ini akan semakin memperparah akibat yang ditimbulkan,
yaitu meningkatkan persentase kematian, terlebih pada ayam yang lebih tua dengan berat badan
yang lebih besar.
Peningkatan konsumsi air minum saat ayam mengalami heat stress juga membawa
konsekuensi tersediri, yang salah satunya ialah penurunan kualitas kotoran (menjadi lebih
basah). Akibatnya penanganan feses menjadi lebih sulit dan pencemaran feses pada telur dan
bulu ayam menjadi meningkat sehingga kualitas telur dan karkas ayam dapat menurun. Selain
itu, kondisi feses yang lebih basah akan menyebabkan lalat lebih mudah dan cepat berkembang.
Peningkatan kadar amonia juga dapat terjadi akibat feses yang basah, akibatnya kasus penyakit
saluran pernapasan, seperti ngorok atau CRD lebih mudah terjadi.
Peningkatan konsumsi air minum pada saat suhu tinggi akan mengakibatkan konsistensi
feses menjadi lebih encer bahkan berair. Akibatnya penanganannya relatif sulit dan dapat
memicu peningkatan kadar ammonia
Kondisi suhu yang tinggi juga mempengaruhi kestabilan kandungan nutrisi dalam ransum
ayam, terutama vitamin. Vitamin merupakan mikronutrien essensial yang diperlukan dalam
proses metabolisme di dalam tubuh ayam. Penurunan kadar vitamin ini akan berpengaruh
terhadap produktivitas ayam.
Presdisposisi Heat Stress
Faktor yang dapat menyebabkan atau memicu terjadinya heat stress pada ayam antara lain :
1. Potensi genetik yang tinggi
Ayam modern yang kita pelihara sekarang ini merupakan ayam hasil rekayasa genetika
dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Ayam pedaging contohnya, memiliki kemampuan
tumbuh secara cepat. Disatu sisi hal ini memberikan keuntungan bagi kita namun jika tidak
ditunjang dengan manajemen pemeliharaan yang baik bukan suatu keniscayaan kerugian
yang akan kita peroleh. Berat badan yang terlalu besar tanpa diikuti perkembangan organ
dalam, seperti paru-paru, jantung, ginjal akan mengakibatkan meningkatnya kasus kematian
mendadak yang disebabkan oleh heat stress, terlebih pada ayam yang lebih tua.
Pertumbuhan yang begitu cepat akan memberi konsekuensi tersendiri, terlebih lagi jika
manajemen pemeliharaannya tidak tepat
2. Sistem pengaturan suhu tubuh ayam
Tubuh ayam mempunyai sistem pengaturan suhu tubuh secara homeothermik dimana
suhu tubuh ayam tidak dipengaruhi suhu lingkungan. Selain itu, tubuh ayam tidak dilengkapi
dengan kelenjar keringat yang diperlukan untuk mengeluarkan panas tubuhnya. Akibatnya,
kasus heat stress menjadi relatif mudah ditemukan pada ayam
3. Iklim di Indonesia
Indonesia memiliki iklim tropis dengan 2 musim, yaitu musim penghujan dan musim
kemarau. Saat musim kemarau, suhu lingkungan akan melewati batas zona nyaman (comfort
zone). Ada fenomena khas dari daerah dengan iklim tropis, yaitu saat siang hari suhu
lingkungan akan mencapai puncaknya (puncak atas, red) sedangkan kelembaban udaranya
akan berada pada titik terendah (udaranya kering). Kondisi ini akan dirasakan oleh ayam
sebagai suatu kondisi yang tidak nyaman atau ayam mengalami heat stress. Pada kondisi
inilah, siang hari diperlukan manajemen kandang secara tepat, misalnya dengan
menambahkan kipas atau blower.
4. Manajemen kandang yang kurang baik
Sistem kandang ayam yang kita terapkan (baca peternak) sebagian besar berupa kandang
open house (kandang terbuka), dimana suasana di dalam kandang sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan. Pemilihan bahan kandang, terutama atap dan kontruksi kandang yang
kurang tepat akan menyebabkan kasus heat stress lebih mudah terjadi. Jarak antar kandang
yang terlalu sempit atau dinding kandang yang bersebelahan dengan tebing akan
mengakibatkan sirkulasi udara kurang baik.
5. Kepadatan kandang yang kurang sesuai
Luasan kandang yang kurang atau terlalu sempit akan mengakibatkan kompetisi dalam
memperoleh oksigen semakin tinggi. Selain itu, kondisi kandang akan menjadi semakin
panas karena secara normal ayam juga menghasilkan panas tubuh.
6. Kandungan nutrisi yang tidak sesuai kebutuhan
Pemberian ransum dengan kandungan nutrisi, terutama protein kasar yang berlebih bisa
memperparah kasus heat stress. Kelebihan protein kasar akan diuraikan oleh tubuh ayam
untuk dibuang bersama feses. Penguraian protein kasar ini akan menghasilkan panas tubuh
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pencernaan karbohidrat maupun lemak. Selain
itu, protein kasar yang terbuang bersama feses akan diuraikan oleh bakteri yang ada di dalam
feses menjadi amonia dan panas.
Penanganan Heat Stress
Setelah kita memahami tentang akibat dan faktor yang memicu terjadinya heat stress, tiba
saatnya kita merencanakan metode pencegahan maupun penanganannya. Langkah pencegahan
heat stress dilakukan dengan menekan atau menghilangkan faktor penyebabnya diantaranya :
Menciptakan suasana nyaman (comfort zone) bagi ayam, melalui :
- Kandang dibangun dengan memperhatikan sistem sirkulasi udara yang baik. Pilih bahan atap
yang mampu mereduksi (baca : mengurangi) panas. Jika perlu gunakan sistem atap monitor.
Ada beberapa farm yang telah menambahkan sistem hujan buatan di atas atap yang
digunakan saat kondisi suhu panas.
- Sistem hujan buatan dan atap monitor yang diterapkan di salah satu kandang
- Kandang sistem slat (panggung) dengan ketinggian 1,25-2 m akan membantu memperlancar
sirkulasi udara. Penambahan blower atau kipas semakin meningkatkan kualitas udara di
dalam kandang, hanya saja perlu diperhatikan kecepatan angin sebaik-nya tidak lebih dari 2,5
m/s. Selain itu, arah aliran anginnya juga harus searah
- Perhatikan jarak antar kandang, jarak kandang dengan tebing maupun ketinggian pohon yang
berada di sekitar kandang. Jarak antar kandang minimal 1 x lebar kandang (lebar kandang
sebaik-nya tidak lebih dari 7 m)
- Atur kepadatan kandang, misalnya 1 m2 untuk 15 kg ayam pedaging dan 8 ekor/m2 untuk
ayam petelur umur 6-16 minggu. Data kepadatan kandang secara detail bisa dilihat pada
manual management
Terapkan manajemen pemeliharaan yang baik, seperti :
- Sediakan air minum yang berkualitas dalam jumlah yang cukup.
- Berikan ransum dengan kandungan nutrisi yang sesuai dan atur distribusi tempat ransumnya
- Atur sistem buka tutup tirai kandang, sesuaikan dengan kondisi cuaca
Saat kasus heat stress telah terjadi beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menekan
kerugiannya, antara lain :
- Evaluasi dan tangani penyebab heat stress
- Saat ada beberapa ayam telah menunjukkan gejala terserang heat stress, segera lakukan
evaluasi terhadap faktor penyebabnya, seperti suhu lingkungan, kepadatan kandang, maupun
sistem sirkulasi udara. Lakukan penanganan sesuai dengan faktor penyebab heat stress.
- Berikan tambahan blower, atur sirkulasi udara dan berikan “hujan buatan” saat suhu
lingkungan melebihi zona nyaman
- Hidupkan fan saat suhu meningkat melebihi zona nyaman
- Perlebar sekat kandang untuk mengurangi kepadatan kandang. Saat heat stress kepadatan
kandang dapat dikurangi 10%
- Atur konsumsi air minum dan ransum
Saat suhu tinggi nafsu minum meningkat drastis, bahkan jika suhu mencapai 32oC
konsumsi air minum bisa meningkat 50%. Suhu air minum yang baik adalah 20-24oC.
Berikan air minum dengan kualitas yang baik dalam jumlah yang cukup, begitu juga
ransumnya.
- Atur distribusi tempat air minum (TMA) dan kontrol ketersediaan air secara berkala
(terutama jika menggunakan TMA manual)
Jika perlu tambah jumlah TMA dan distribusinya diatur sehingga tidak mempersulit
ayam untuk mengaksesnya
- Saat kondisi panas kurangi jumlah ransum yang diberikan dan beri-kan ransum saat suhu
menurun. Perlu diperhatikan jumlah ransum yang diberikan harus sesuai standar, hanya saja
waktu pemberiannya yang diubah. Jika perlu ransum diberikan pada malam hari dengan
memberikan tambahan pencahayaan
- Berikan nutrisi tambahan
Suplai elektrolit dan vitamin perlu ditambahkan saat heat stress, baik melalui air minum
atau ransum. Vita Stress dan Vita Strong menjadi pilihan produk yang dapat diberikan saat
heat stress. Vitamin yang terkandung pada kedua produk ini diperlukan untuk menjaga
proses metabolisme tubuh tetap optimal. Vitamin yang diperlukan saat heat stress antara lain
vitamin C, E, K, biotin, riboflavin dan D. Sedangkan elektrolit diperlukan untuk menjaga
kestabilan pH darah yang terganggu akibat menurunnya kadar CO2 di dalam tubuh ayam.
Selain itu elektrolit juga membantu meningkatan retensi air dan mencegah dehidrasi
- Tingkatkan biosecurity
Saat suhu tinggi, perkembangan bibit penyakit di dalam paralon air minum menjadi lebih
cepat. Oleh karenanya jadwal pembersihan dan desinfeksi saluran air minum sebaiknya
ditingkatkan. Begitu juga desinfeksi kandang. Saat ada ayam pilih desinfektan yang aman,
seperti Antisep, Neo Antisep atau Medisep. Jika di dalam saluran air minum telah terbentuk
lapisan atau kerak (disebut biofilm yang merupakan tempat perkembangan bibit penyakit
yang baik) sebaiknya dilakukan flushing dengan menambahkan H2O2 atau ozon. Pada
kondisi itu, desinfektan tidak dapat bekerja secara optimal.
Mengerti tentang heat stress dan menerapkan manajemen penanganannya secara tepat akan
menekan kerugian yang ditimbulkannya.
Sumber: http://info.medion.co.id/index.php/artikel/broiler/tata-laksana/produksi-saat-heat-stress