pengaruh budaya sekolah terhadap karakter siswa …
TRANSCRIPT
14
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
PENGARUH BUDAYA SEKOLAH TERHADAP KARAKTER
SISWA KELAS 5 SD NEGERI 6 SUBULUSSALAM
KOTA SUBULUSSALAM
¹Mawardi
²Sri Indayani
¹Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, STIT Hamzah Fansuri Kota Subulussalam
²SMP Negeri 4 Penanggalan Kota Subulussalam
ABSTRAK
Pndidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi dan bakat
peserta didik agar menjadi manusia yang berkarakter. Namun, Tujuan
pendidikan nasional tidak dapat dipenuhi jika terdapat permasalahan
dalam proses mencapainya. Permasalahan yang terjadi adalah adanya
penurunan nilai karakter peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan suatu
solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut agar tidak berdampak
semakin buruk. Salah satu solusi yang dapat diterapkan yaitu dengan
menerapkan budaya sekolah. Budaya sekolah membantu siswa untuk
meningkatkan karakter siswa di sekolah. Melalui budaya sekolah deengan
pembiasaan dilingkungan sekolah berupa budaya jujur, budaya saling
percaya, budaya kerja sama, budaya membaca, budaya disiplin dan efisien,
budaya bersih, budaya berprestasi, budaya memberi penghargaan dan
menegur. Hal ini tentu dapat berhasil jika didukung oleh elemen di sekolah
dengan menjadi sumber keteladanan bagi peserta didik. Dengan
ditanamkannya budaya karakter siswa melalui budaya sekolah diharapkan
memberikan dampak positif terhadap nilai karakter siswa sehingga dapat
mengembalikan nilai-nilai karakter bangsa yang religius, mandiri,
nasionalis, gotong royong, dan intergritas. Kata kunci: Budaya Sekolah,
Karakter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cipta lagu/bernyanyi dalam
penerapan budaya sekolah memiliki peningkatan perubahan karakter kea
rah yang lebih baik, hal ini dibuktikan pada I adalah 75% sedangkan pada
Siklus II meningkat menjadi 95%.
Kata Kunci : Budaya Sekolah, Karakter Siswa
A. PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, memiiki sifat terpuji dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan yang diberikan pada peserta didik bertujuan terfokus pada
pengembangan potensi sikap peserta didik agar menjadi manusia yang
bertanggungjawab dan memiliki sifat, sikap dan karakter yang baik dan mumpu untuk
15
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
menjadi penerus bangsa. Walaupun demikian tujuan pendidikan nasional seperti yang
tercantum dalam undang-undang Dasar 1945 tidak akan tercapai pendidikan jika
terdapat permasalahan dalam proses pencapaiannya. Perma salahan tersebut adalah
berkaitan dengan karakter anak bangsa yang harus ditempa sejak dini.
Selama ini, Karakter siswa tentang budaya jujur, budaya saling
percaya, budaya kerja sama, budaya membaca, budaya disiplin dan efisien, budaya
bersih, budaya berprestasi, budaya memberi penghargaan tergolong rendah. Dari 26
siswa yang berada di kelas V, hanya 65 % (siswa) saja yang memiliki sikap dan
berprilaku budaya jujur, budaya saling percaya, budaya kerja sama, budaya membaca,
budaya disiplin dan efisien, budaya bersih, budaya berprestasi, budaya memberi
penghargaan. Dari wawancara yang dilakukan kepada beberapa siswa, diketahui bahwa
mereka merasa kesulitan dalam penerapan budaya jujur, budaya saling percaya, budaya
kerja sama, budaya membaca, budaya disiplin dan efisien, budaya bersih, budaya
berprestasi, budaya memberi penghargaan, hal ini disebabkan oleh kebiasaan di luar
sekolah.
Menurut Koesoema (2010:3) mengemukakan pengertian pendidikan karakter
bahwa: Karakter merupakan struktur antropologis manusia, di sanalah manusia
menghayati kebebasan dan menghayati keterbatasan dirinya. Dalam hal ini karakter
bukan hanya sekedar tindakan saja, melainkan merupakan suatu hasil dan proses.
Untuk itu suatu pribadi diharapkan semakin menghayati kebebasannya, sehingga ia
dapat bertanggung jawab atas tindakannya, baik untuk dirinya sendiri sebagai pribadi
atau perkembangan dengan orang lain dan hidupnya.
Karakter juga merupakan evaluasi kualitas tahan lama suatu individu tertentu
atau disposisi untuk mengekspresikan perilaku dalam pola tindakan yang konsisten
diberbagai situasi. Hal ini menunjukkan bahwa karakter memang terbentuk karena pola
tindakan yang berstruktur dan dilakukan berulang-ulang agar dalam pembentukan
karakter anak dapat berjalan dengan baik.
Lickona dalam Fitri (2012: 11) menyatakan bahwa ada 10 tanda kehancuran
bangsa yang berdampak pada karakter peserta didik, yaitu: (1) Meningkatnya kekerasan
di kalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk, (3) Pengaruh
peer group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) Meningkatnya perilaku merusak diri,
seperti penggunaan narkoba, seks bebas dan lain-lain, (5) Pedoman moral baik dan
16
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
buruk semakin kabur, (6) Etos kerja menurun, (7) Rasa hormat kepada orang tua dan
guru semakin rendah, (8) Ketidakjujuran yang semakin membudaya, dan (9) Adanya
rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.
Setiap permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia seperti
perkelahian antar pelajar (tawuran), seks bebas, tindak pidana (kriminalitas), sikap tidak
etis terhadap guru, berbagai bentuk pelanggaran tata tertib sekolahmasih minimnya
prestasi yang dicapai para pelajar, sampai pada masalah komersialisasi pendidikan
mengakibatkan adanya ancaman penurunan nilai karakter yang dapat dapat
mempengaruhi kehancuran bangsa. Ketika karakter anak bangsa rusak, dnegan
demikian maka tujuan pendidikan nasionalpun tidak dapat terwujud.
Hal ini merupakan akibat dari terjadinya perubahan lingkungan global yang
melanda hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia dan di negara bangsa di dunia.
Kegelisahan masyarakat terhadap perubahan tersebut, tentu menuntut perlunya berbagai
strategi tepat guna untuk menyiapkan sumber daya manusia berkualitas dan tetap
survive dalam menjaga jati dirinya dalam suatu bangsa. Dalam konteks ini, Indonesia
telah menempatkan sektor pendidikan sebagai sektor yang sangat penting.
Sebagai sektor yang sangat pokok, pendidikan kita sesungguhnya melewatkan
atau mengabaikan beberapa dimensi penting dalam pendidikan, yaitu olah raga
(kinestetik), olah rasa (seni) dan olah hati (etik dan spiritual) (Effendy, 2016). Selama
ini yang kita lakukan baru sebatas olah pikir yang menumbuhkan kecerdasan akademis.
Olah pikir ini pun belum mendalam sampai kepada pengembangan berpikir tingkat
tinggi, melainkan baru pada pengembangan cara berfikir tingkat rendah. Persoalan ini
perlu diatasi dengan tindakan dan memberikan bimbingan berkelanjutan antara
pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat melalui penguatan pendidikan karakter
untuk mewujudkan Indonesia yang bermartabat, berbudaya, dan berkarakter.
Transformasi atau penataan kembali pendidikan nasional Indonesia tersebut
dapat dimulai dengan menempatkan kembali karakter sebagai ruh atau dimensi terdalam
pendidikan nasional berdampingan dengan intelektualitas yang tercermin dalam
kompetensi.
Dengan karakter yang kuat-tangguh beserta kompetensi yang tinggi, yang
dihasilkan oleh pendidikan yang baik, pelbagai kebutuhan, tantangan, dan tuntutan baru
dapat dipenuhi atau diatasi. Oleh karena itu,selain pengembangan intelektualitas,
17
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
pengembangan karakter peserta didik sangatlah penting atau utama dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi semakin menurunnya sikap
karakter yang diinginkan, yang perlu dilakukan dalam rangka untuk mengatasi hal
tersebut adalah dengan penguatan terhadap pendidikan karakter. Upaya ini juga sudah
lama dilakukan pemerintah, diantaranya dengan melakukan Gerakan Nasional
Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010 yang kemudian dilajutkan dengan program
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) pada tahun 2016. Program ini dimaksudkan
untuk menanamkan kembali nilai-nilai karakter bangsa.
Implementasi PPK berdasarkan pedoman pengembangan PPK (2017), dapat
dilakukan dengan tiga pendekatan utama, yaitu berbasis kelas, berbasis budaya sekolah,
dan berbasis masyarakat. Ketiga pendekatan ini saling terkait dan merupakan satu
kesatuan yang utuh. Pendekatan ini dapat membantu satuan pendidikan dalam
merancang dan mengimplemen tasikan program dan kegiatan PPK.
Melalui pemahaman budaya sekolah, maka aneka permasalahan sekolah dapat
diketahui dan pengalaman-pengalamannya dapat direfleksikan. Setiap sekolah memiliki
keunikan berdasarkan pola interaksi komponen sekolah secara internal dan eksternal.
Oleh sebab itu, dengan memahami ciri-ciri kultural sekolah akan dapat diusahakan
tindakan nyata untuk perbaikan mutu. jika tercipta budaya sekolah yang baik maka
karakter siswa akan baik pula.
Dari penjelasan diatas, untuk mengantisipasi permasalahan ini yang dapat
digunakan adalah melalui budaya sekolah yang nantinya dalam meningkatkan karakter
peserta didik. Budaya sekolah merupakan pembiasaan yang terdapat di sekolah.
Melalui pembiasaan siswa akan terbiasa untuk melakukan hal positif yang akan
berdampak pada karakternya. Hal ini sejalan dengan pendapat Muslich (2011: 150)
yang mendefinisikan pendidikan karakter sebagai pendidikan yang ditujukan untuk
mengukir akhlak mulia melalui proses knowing the good, loving the good, and action
the good, yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik
sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hand.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di Sekolah Dasar Negeri 6 Subulussalam dengan judul “Pengaruh Budaya
18
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
Sekolah Terhadap Karakter Siswa Kelas 5 SD Negeri 6 Subulussalam Kota
Subulussalam”.
B. METODE PENELITIAN
Menurut Robert Bogdan dalam pengantar metode penelitian kualitatif
dijelaskan bahwa metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif : ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang
(subyek) itu sendiri. Pendekatan ini langsung menunjukkan setting dan individu-
individu dalam setting itu secara keseluruhan subyek penyelidikan, baik berupa
organisasi ataupun individu, tidak dipersempit menjadi variabel yang terpisah atu
menjadi hipotesis, malainkan dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan, karena kegiatan ini dilakukan
dilingkungan tempat pelaksanaan kegiatan pendidikan, pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, yakni suatu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata kata tertulis dan
lisan dari orang orang dan perilaku yang diamati (Lexy J Moleong, 2007:4). Penelitian
ini fokus pada pelaksanaan pengembangan karakter siswa melalui budaya sekolah di SD
Negeri 6 Subulussalam pada semester genjil tahun Pelajaran 2018/2019.
Penelitian kualitatif memiliki beberapa ciri yang membedakanya dengan
penelitian lainya. Penelitian kualitatif memiliki beberapa ciri, diantaranya sebagai
berikut:
1. Berlatar alamiah, dilakukan pada kondisi yang alamiah (lawan dari eksperimen),
lansung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci.
2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-
kata atau gambar, sehingga tidak menekan pada angka.
3. Penelitian lebih menekan pada proses dari pada produk atau out come.
4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.
5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati)
Sedangkan pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu pendekatan deskriptif. Jenis penelitian kualitatif deskriptif mampu memberikan
gambaran yang menyeluruh dan jelas terhadap situasi yang satu dengan situasi yang
lain atau dari waktu tertentu ke waktu yang lain, atau juga dapat menemukan pola-pola
19
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
hubungan antara aspek tertentu dengan aspek yang lain dan dapat menemukan hipotesis
dan teori. Dalam penelitian ini menggambarkan antara peran ekstrakulikuler keagamaan
dengan karakter religius siswa di Sekolah Dasar Negeri 6 Subulussalam.
Alasan peneliti memilih desain penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti
ingin mendeskripsikan keadaan yang akan diamati di lapangan dengan lebih spesifik,
transparan, dan mendalam.
Alasan lain peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif ini adalah karena
dengan metode ini peneliti dapat mengetahui cara pandang obyek penelitian lebih
mendalam yang tidak bisa diwakili dengan angka-angka statistik, untuk mengekplorasi
pengalaman peneliti dalam beretorika dengan informan, data yang dikumpulkan peneliti
berdasarkan alamiah, dan peneliti akan memaparkan dan menggambarkan secara rinci
dan jelas tentang latar belakang obyek, sehingga peneliti harus terlibat langsung dalam
pencarian data.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Budaya Sekolah dan Unsur-Unsurnya
a. Budaya Sekolah
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149), disebutkan bahwa:
“budaya“ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Kebudayaan sendiri adalah hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian
dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan
kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dan lain-lain).
Terdapat beberapa definisi mengenai pengertian budaya sekolah menurut
pendapat beberapa pakar.
Short dan Greer (Zuchdi, 2011:133) mendefinisikan bahwa budaya sekolah
merupakan keyakinan, kebijakan, norma, dan kebiasaan dalam sekolah yang dapat
dibentuk, diperkuat, dan dipelihara melalui pimpinan dan guru-guru di sekolah.
Uteach (Rahayu, 2010:11) juga memberikan definisi sendiri bahwa: “School culture
is the behind-the-scenes context that reflects the values, beliefs, norma, traditions,
and ritual that build up over time as people in a school work together”.Kultur
sekolah bisa juga disebut budaya sekolah karena selalu menentukan bagaimana
orang bekerja dan beraksi.Phillips dalam kutipan Komariyah dan Triatna
20
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
merumuskan budaya sekolah sebagai “The beliefs, attitudes and behaviours which
characterize a school (Budaya sekolah adalah kepercayaan, sikap dan tingkah laku
yang menjadi ciri khas suatu sekolah)”.
Deal dan Peterson mengartikan budaya sekolah sebagai “Deep patterns of
values, beliefs and traditions that have formed over the course of the school
history (budaya sekolah adalah pola yang mendalam dari nilai-nilai, kepercayaan
dan tradisi yang telah terbentuk sepanjang sejarah sekolah)”.
Aan Komariah dan Cepi Triatna berpendapat bahwa budaya sekolah adalah
“karakteristik khas sekolah yang dapat diidentifikasi melalui nilai yang dianutnya,
sikap yang dimilikinya, kebiasaan-kebiasaan yang ditampil kannya, dan tindakan
yang ditunjukkan oleh seluruh personel sekolah yang membentuk satu kesatuan
khusus dari sistem sekolah.”
Dengan demikian, istilah budaya sekolah adalah pemindahan norma, nilai,
dan tradisi dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga budaya sekolah dapat
mengalami perubahan baik secara sengaja maupun tanpa disengaja.
Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik
berinter aksi dengan sesama, guru dengan guru, konselor dengan peserta didik,
antar tenaga kependidikan, antara tenaga kependidikan dengan pendidik dan peserta
didik, dan antar anggota kelompok masyarakat dengan warga sekolah
(Kemendiknas, 2010: 19).
Zamroni (2011:87) mengemukakan penting sebuah sekolah memiliki budaya
atau kultur. Sekolah sebagai suatu organisasi harus memiliki: (1) kemampuan untuk
hidup, tumbuh berkembang dan melakukan adaptasi dengan berbagai lingkungan
yang ada, dan (2) integrasi internal yang memungkinkan sekolah untuk
menghasilkan individu atau kelompok yang memiliki sifat positif. Suatu organisasi
termasuk sekolah harus memiliki pola asumsi-asumsi dasar yang dipegang bersama
seluruh warga sekolah.
Memperhatikan konsep diatas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya
sekolah merupakan pola-pola yang mendalam, kepercayaan nilai, upacara, simbol-
simbol dan tradisi yang terbentuk dari rangkaian, kebiasaan dan sejarah sekolah,
serta cara pandang dalam memecahkan persoalan-persoalan yang ada di sekolah.
21
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
Budaya sekolah sebenarnya dapat dikembangkan terus-menerus kearah yang
lebih positif. Balitbang (2003) memaparkan aspek-aspek mengenai budaya utama
(core culture) yang direkomendasikan untuk dikembangkan sekolah yaitu sebagai
berikut:
a) Budaya jujur
Adalah budaya yang menekankan pada aspek-aspek kejujuran pada masyarakat
dan teman-teman.
b) Budaya saling percaya
Adalah budaya yang mengkondisikan para siswa dan warga sekolah untuk saling
memper cayai orang lain.
c) Budaya kerja sama
Adalah budaya yang membuat orang-orang saling membantu dalam berbagai
hal untuk mencapai tujuan.
d) Budaya membaca
Adalah budaya yang membuat seseorang menjadi gemar membaca.
e) Budaya disiplin dan efisien
Adalah budaya taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercayai termasuk
melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya.
f) Budaya bersih
Adalah budaya yang mengajarkan tentang bagaimana menjaga kebersihan baik
badan maupun lingkungan.
g) Budaya berprestasi
Budaya yang menciptakan kondisi yang kompetitif untuk memacu prestasi
siswa.
h) Budaya memberi penghargaan dan menegur
Adalah budaya yang memberikan respon dengan menyapa pada setiap orang
yang ditemui.
Setiap sekolah harus dapat menciptakan budaya sekolah sendiri sebagai
identitas diri, dan juga sebagai rasa kebanggaan akan sekolah.Kegiatan tidak hanya
terfokus pada intrakulikuler, tetapi juga ekstrakulikuler yang dapat
mengembangkan otak kiri dan kanan secara seimbang sehingga melahirkan
kreativitas, bakat dan minat siswa. Selain itu, dalam menciptakan budaya sekolah
22
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
yang kokoh, kita hendak berpedoman pada misi dan visi sekolah yang tidak hanya
mencerdasakan otak saja, tetapi watak siswa serta mengacu pada 4 tingkatan umum
kecerdasan yaitu: kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ),
kecerdasan rohani (SQ) dan kecerdasan sosial.
Selain menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif dan
menyenangkan serta memfasilitasi kebutuhan belajar anak), dan prestasi siswa yang
membangakan peran orang tua dalam menunjang kegiatan di sekolah, keteladanan
yang diperlihatkan oleh seorang guru seperti mendididik aanak dengan benar,
memahami bakat dan memahami peserta didik, minat dan kebutuhan belajar adalah
tiga hal yang akan menyuburkan budaya sekolah. Pengelolaan kelas yang baik
maka akan menyebabkan prestasi akademik yang tinggi. Bila siswa memiliki
karakter yang baik, maka hal ini akan berpengaruh langsung terhadap prestasi
akademik yang tinggi. Langkah pertama dalam mengaplikasikan pendidikan
karakter di sekolah adalah menciptakan suasana atau iklim sekolah yang cocok
yang akan membantu transformasi guru-guru dan siswa, juga staf-staf sekolah.
Semua langkah dalam model pembelajaran nilai-nilai karakter ini akan
berkontribusi terhadap budaya sekolah.
Dari penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan pengertian budaya
sekolah merupakan Interaksi internal kelompok dan antar kelompok terikat oleh
berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah.
Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian
sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan
nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah. Selain itu, budaya sekolah
diyakini merupakan aspek yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.
b. Unsur-unsur Budaya Sekolah
Budaya sekolah muncul sebagai fenomena yang unik dan menarik,
pandangan, sikap, serta perilaku yang hidup dan berkembang mencerminkan
kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas bagi warga sekolah yang
dapat berfungsi sebagai semangat membangun karakter siswanya.Menurut Ahyar
mengutip Sastrapratedja, mengelompokkan unsur-unsur budaya sekolah dalam dua
kategori, yakni unsur yang kasat mata atau visual dan unsur yang tidak kasat mata.
23
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
“Unsur yang kasat mata (visual) terdiri dari visual verbal dan visual
material.Visual verbal meliputi 1) visi, misi, tujuan dan sasaran, 2)
kurikulum, 3) bahasa dan komunikasi, 4) narasi sekolah, 5) narasi tokoh-
tokoh, 6) struktur organisasi, 7) ritual, 8) upacara, 9) prosedur belajar
mengajar, 10) peratutan, sistem ganjaran dan hukuman, 11) pelayanan
psikologi sosial, 12) pola interaksi sekolah dengan orang tua.Unsur visual
material meliputi 1) fasilitas dan peralatan, 2) artifak dan tanda kenangan,
3) pakaian seragam.Unsur yang tidak kasat mata sendiri meliputi filsafat
atau pandangan dasar sekolah.”
Semua unsur merupakan sesuatu yang dianggap penting dan harus
diperjuangkan oleh sekolah. Perlu dinyatakan dalam bentuk visi, misi, tujuan, tata
tertib dan sasaran yang lebih terperinci yang akan dicapai sekolah. Budaya sekolah
merupakan aset dan tidak sama antara sekolah satu dengan yang lain. Budaya
sekolah dapat diamati melalui pencerminan hal-hal yang dapat diamati atau
artifak.Artifak dapat diamati melalui aneka ritual sehari-hari di sekolah, berbagai
upacara, benda-benda simbolik di sekolah, serta aktifitas yang berlangsung di
sekolah. Keberadaan kultur ini segera dapat dikenali ketika orang mengadakan
kontak dengan sekolah tersebut.
Djemari Mardapi (2003) membagi unsur-unsur budaya sekolah jika ditinjau
dari usaha peningkatan kualitas pendidikan terdiri dari 3 aspek tersebut adalah
kultur sekolah yang positif, kultur sekolah yang negatif dan kultur sekolah yang
netral.
a. Kultur sekolah yang positif
Kultur sekolah yang positif adalah kegiatan-kegiatan yang mendukung
peningkatan kualitas pendidikan, misal kerjasama dalam mencapai prestasi,
penghargaan terhadap prestasi, dan komitmen terhadap belajar.
b. Kultur sekolah yang negatif
Kultur sekolah yang negatif adalah kultur yang kontra terhadap peningkatan
mutu pendidikan. Artinya resisten terhadap perubahan, misal dapat berupa:
siswa takut salah, siswa takut bertanya, dan siswa jarang melakukan kerja sama
dalam memecahkan masalah.
24
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
c. Kultur sekolah yang netral
Kultur yang tidak berfokus pada satu sisi namun dapat memberikan konstribusi
positif
tehadap perkembangan peningkatan mutu pendidikan.Hal ini bisa berupa arisan
keluarga sekolah, seragam guru, seragam siswa dan lain-lain. Budaya sekolah
terbentuk dari eratnya kegiatan akademik dan kesiswaan melalui kegiatan yang
beragam dalam bidang keilmuan, keolahragaan, dan kesenian membuat siswa
dapat menyalurkan bakat dan minat masing-masing.
1. Pengertian Karakter dan Nilai-nilai Karakter
a. Karakter
Setiap orang memiliki karakternya masing-masing.Pengertian karakter ini
terka dang salah diartikan dengan watak, kepribadian maupun sifat dari seseorang.
Sebenarnya definisi dari karakter sendiri adalah akumulasi dari watak,
kepribadian serta sifat yang dimiliki seseorang.Karakter dalam diri seseorang
sebenarnya terbentuk secara tidak langsung dari proses pembelajaraan yang
dilaluinya.Karakter manusia bukan berasal dari sesuatu bawaan sejak lahir, namun
lebih kepada bentukan dari lingkungan hingga orang-orang yang ada di sekitar nya.
Karakter yang ada di dalam diri seseorang biasanya sejalan dengan tingkah
lakunya. Bila orang tersebut selalu melakukan aktivitas yang positif, sopan
berbicara, menghargai orang lain, senang menolong, dan lainnya maka dapat
dikatakan jika kemungkinan besar karakter yang dimiliki orang tersebut juga sangat
baik. Namun jika orang tersebut seringkali melakukan aktivitas yang buruk seperti
senang mencela, berbohong, dan selalu berkata yang tidak sopan, maka tentu saja
kemungkinan besar jika karakter dari orang tersebut sama buruknya dengan
perilakunya.
Menurut Maxwell bahwa pengertian karakter sebenarnya jauh lebih baik
dibandingkan dengan sekedar perkataan.Lebih dari hal tersebut, karakter
merupakan pilihan yang dapat menentukan sebuah tingkat kesuksesan dari
seseorang.
Menurut W.B Saunders menjelaskan bahwa pengertian karakter adalah
sifat yang nyata serta berbeda yang mana ditunjukkan oleh seseorang. Jarakter
tersebut dapat dilihat dari beragam macam atribut di dalam tingkah laku seseorang.
25
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
Menurut Alwisol pengertian karakter adalah penggambaran dari tingkah
laku yang dilakukan dengan memperlihatkan serta menonjolkan nilai, baik itu benar
atau salah secara implisit maupun eksplisit.Karakter tentu berbeda dengan sebuah
kepribadian yang memang di dalamnya tidak menyangkut nilai sama sekali.
Wardani (2008) menyatakan bahwa karakter itu merupakan ciri khas
seseorang dan karakter tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya karena
karakter terbentuk dalam lingkungan sosial budaya tertentu.Hamid, M (2008)
menyebutkan bahwa karakter merupakan sikap mendasar, khas, dan unik yang
mencerminkan hubungan timbal balik dengan suatu kecakapan terbaik seseorang
dalam pekerjaan atau keadaan.
Abdullah Munir (2010) menyatakan bahwa sebuah pola, baik itu pikiran,
sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan
sulit dihilangkan disebut sebagai karakter yang berbeda latar belakang, budaya,
karakter, watak, lingkungan dan pengetahuan. Menurut Zamroni (2011:157),
karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa,
dan negara.Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat
keputusan dan sikap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan
tersebut. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai.
b. Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010) nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter diidentifikasi dari sumber-
sumber berikut ini :.
a) Agama
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama.Oleh karena itu, kehidupan
individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan
kepercayaan. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai
yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai
pendidikan budaya dan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah
yang berasal dari agama.
b) Pancasila
26
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
Pancasila merupakan dasar negara kesatuan Republik Indonesia yang
ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.Pancasila
terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-
pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila menjadi nilai nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.Pendidikan budaya dan karakter
bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik,
yaitu warga negara yang memiliki kemam puan, kemauan, dan menerapkan nilai
nilai Pancasila dalam kehidupan sebagai warga negara.
c) Budaya
Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui
masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna
terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antara anggota masyarakat
itu.Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat
mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan
karakter bangsa.
d) Tujuan Pendidikan Nasional
Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara
Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan diberbagai jenjang
dan jalur.Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang
harus dimiliki warga Negara Indonesia.Oleh karena itu, tujuan pendidikan
nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa.
2. Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Karakter Siswa
Sebelumnya telah disebutkan bahwa pendidikan tidak dapat dan tidak boleh
dipisahkan dari kebudayaan. Proses pendidikan adalah proses pembudayaan, dan
proses pembudayaan adalah proses pendidikan. Demikian pula dalam proses
membangun karakter siswa, salah satu strateginya dapat dilakukan melalui proses
pembudayaan di lingkungan sekolah atau melalui budaya sekolah.
Sesuai dengan Desain Induk Pendidikan karakter yang dirancang Kemendiknas
(2010) strategi pengembangan pendidikan karakter dapat dilakukan melalui
27
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
transformasi budaya sekolah ( school culture ) dan habituasi melalui kegiatan
pengembangan diri. Hal ini sejalan dengan pemikiran Berkowitz, yang dikutip oleh
Elkind dan Sweet ( 2004 ) serta Samani (2011) yang menyatakan bahwa: implementasi
pendidikan karakter melalui transfor masi budaya dan perikehidupan sekolah,
dirasakan lebih efektif daripada mengubah kurikulum dengan menambahkan materi
pendidikan karakter dalam muatan kurikulum.
Pendidikan karakter memerlukan contoh atau teladan sebagai model yang pantas
untuk ditiru.Sesuatu yang akan ditiru oleh siswa, disertai dengan pengetahuan mengapa
seseorang perlu melakukan apa yang ditiru tersebut.
Untuk itu perlu ada penjelasan mengapa sesuatu harus dilakukan. Melakukan
sesuatu itu harus secara sungguh-sungguh, sebagai bentuk kerja keras. Dalam
melaksanakan sesuatu harus mempertimbangkan lingkungan, baik sosial maupun fisik.
Artinya, seseorang harus sensitive atas kondisi dan situasi yang ada di sekitarnya. Sikap
dan perilaku yang dilaksanakan harus dinikmati, dikerjakan dengan penuh makna,
sehingga memberikan pengalaman bagi diri pribadi.
Pengalaman inilah yang bisa memberikan makna atau spiritual atas apa yang
dilakukan. Dengan demikian perilaku tersebut terinternalisasi pada diri yang akan
menjadi kebiasaan. Akhirnya semua itu dilakukan dengan harapan yang tinggi, bahwa
perilaku tersebut mewujudkan hasil terbaik.( Zamroni, 2011: 283 ).
D. PENUTUP
a). Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan pengaruh budaya sekolah terhadap
karakter siswa kelas 5 di Sekolah Dasar Negeri 6 Subulussalam, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian ini terdapat pengaruh yang
positif antara budaya sekolah dengan karakter siswa di SD negeri 6
Subulussalam. Dimana budaya jujur, budaya saling percaya, budaya kerja
sama, budaya membaca, budaya disiplin dan efisien, budaya bersih, budaya
berprestasi, budaya memberi penghargaan dan menegur pada siklus I adalah
75% sedangkan pada Siklus II meningkat menjadi 95%.
28
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
2. Hasil refleksi siklus I dijadikan pijakan untuk pelaksanaan siklus II. Artinya,
pelaksanaan tindakan pada siklus II didasarkan pada hasil budaya jujur, budaya
saling percaya, budaya kerja sama, budaya membaca, budaya disiplin dan
efisien, budaya bersih, budaya berprestasi, budaya memberi penghargaan dan
menegur dalam upaya peningkatan kualitas karakter di SD Negeri 6
Subulussalam secara umum akan lebih baik.
3. Pelaksanaan penerapan karakter di SD Negeri 6 Subulussalam melalui proses
penerapan budaya jujur, budaya saling percaya, budaya kerja sama, budaya
membaca, budaya disiplin dan efisien, budaya bersih, budaya berprestasi,
budaya memberi penghargaan dan menegur memberi pengaruh yang signifikan
terhadap kegiatan belajar mengajar di SD Negeri 6 Subulussalam kea rah yang
lebih baik.
b). Saran
1. Pihak sekolah perlu mempertahankan budaya yang sudah baik yaitu budaya
jujur, budaya saling percaya, budaya kerja sama, budaya membaca, budaya
disiplin dan efisien, budaya bersih, budaya berprestasi, budaya memberi
penghargaan dan menegur supaya bisa dicontoh oleh sekolah lain.
2. Pihak sekolah perlu mengupayakan agar terus meningkatkan budaya sekolah
yang positif menuju budaya sekolah yang diharapkan. Dengan cara
meningkatkan aspek-aspek budaya sekolah lainya seperti: budaya jujur, budaya
membaca, budaya saling percaya dan budaya yang lain yang positif.
3. Pihak sekolah perlu mengupayakan agar terus mengembangkan karakter siswa
yang positif untuk menuju karakter sebagaimana diharapkan. Dengan cara
memperhatikan dan terus meningkatkan aspek-aspek karakter siswa yang dinilai
kurang seperti: karakter bermandiri, karakter berdemokratif, karakter yang
menghargai prestasi lainnya.
4. Pihak sekolah perlu mengupayakan supaya pembiasaan membaca ditanamkan
maka penambahan sarana dan fasilitas perpustakaan supaya para siswa menjadi
lebih tertarik untuk membaca ke perpustakaan.
29
JIHAFAS Vol. 3, No. 2, Desember 2020
E. DAFTAR PUSTAKA
Aan Komariah dan Cepi Triatna(2006), Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif
Jakarta: Bumi Aksara.
Aunillah, Nurla Isna, (2011). Panduan Menenrapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta
Abdulah Munir. (2010).Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak dari
Rumah. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani.
Balitbang.(2003b). Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Pendidikan Dasar Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional
Djemari Mardapi. (2003). Pedoman Umum Pengembangan Sistem Penilaian hasil
Belajar Berbasis Kompetensi Siswa Sekolah lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Yogyakarta: Pascasarjana UNY.
Haryanto (2011). Jurnal Ilmiah Pendidikan “Cakrawala Pendidikan “ :Pendidikan
Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta: ISPI-LPM UNY. Edisi
XXX M ei 2011 halaman 15 s.d 27.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149)
Kemendiknas.(2010). Budaya Sekolah. Jakarta.
Kemendiknas. (2010). Nilai-Nilai yang Dikembangkan dalam Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa
Kemendiknas. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan.
Kemendiknas. 2010. Panduan Penerapan Pendidikan Karakter. Jakarta: Pusat
Kurikulum.
Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pedoman Sekolah Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta.
NurulZuriah. (2007). Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan,
Jakarta: Bumi Aksara.
Roucek dan Warren.( 2005). Pengantar Sosiologi. Solo: Bina Aksara.
Soekanto.(2007). Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sukidin.(2005). Metode Penelitian. Surabaya: Insan Cendikia.
Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. (2012). Stastistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Eko Jaya.
Zamroni.(2011). Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural. Yogyakarta:
Gavin Kalam Utama.