pengaruh aspergillus fumigatus terhadap penyakit alergi saluran pernafasan

10
PENGARUH ASPERGILLUS FUMIGATUS TERHADAP PENYAKIT ALERGI SALURAN PERNAFASAN Abstrak Selama beberapa dekade,, Jamur diakui terkait dengan hubungannya pada asma dan penyakit saluran pernafasan lain. Hal ini berbeda dengan alergi hipersensitifitas tipe 1 yang di perantai serbuk sari(pollen). Angka kejadian penyakit alergi yang disebabkan oleh jamur cukup banyak seperti pada penyakit allergic bronchopulmonary mycoses, rhinitis allergy, allergic sinusitis dan hypersensitivity pneumonitis. Aspergilus fumigatus adalah jamur yang sering menyebabkan penyakit allergy pada paru-paru termasuk penyakit bronchopulmunary aspergillosis (ABPA), hal ini menjelaskan hubungan antara jejas yang kronik dan penurunan fungsi paru pada orang dengan asma yang kronik dan cystic fibrosis (CF). Sasaran dari tulisan ini adalah membicarakan tentang pemahaman baru tentang interaksi antara host dengan patogen mengenai penyebab dari penyakit alergi pada saluran nafas yang di sebabkan oleh A.fumigatus. hubungan antara faktor host dan patogen ikut serta dalam memicu inflamasi paru exacerbasi pada ABPA akan di bicarakan pada jurnal ini. Tinjauan Jamur dan Alergi Pada Pernafasan Jamur terdapat dimana- mana dan bertanggung jawab atas penyebab penyakit hipersensitifitas tipe 1-4. Sebuah studi epidemiologi baru-baru ini menjelaskan hubungan antara paparan jamur dan asma eksaserbasi yang disebabkan oleh alergi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Gejala utama pada saluran nafas yang disebabkan oleh jamur termasuk alergi mikosis bronkopulmoner/allergic bronchopulmonary mycoses(ABPM), asma berat dengan sensitisasi

Upload: hendy

Post on 12-Feb-2016

19 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Aspergillus Fumigatus Terhadap Penyakit Alergi Saluran Pernafasan

PENGARUH ASPERGILLUS FUMIGATUS TERHADAP PENYAKIT ALERGI SALURAN PERNAFASAN

Abstrak

Selama beberapa dekade,, Jamur diakui terkait dengan hubungannya pada asma dan penyakit saluran pernafasan lain. Hal ini berbeda dengan alergi hipersensitifitas tipe 1 yang di perantai serbuk sari(pollen). Angka kejadian penyakit alergi yang disebabkan oleh jamur cukup banyak seperti pada penyakit allergic bronchopulmonary mycoses, rhinitis allergy, allergic sinusitis dan hypersensitivity pneumonitis. Aspergilus fumigatus adalah jamur yang sering menyebabkan penyakit allergy pada paru-paru termasuk penyakit bronchopulmunary aspergillosis (ABPA), hal ini menjelaskan hubungan antara jejas yang kronik dan penurunan fungsi paru pada orang dengan asma yang kronik dan cystic fibrosis (CF). Sasaran dari tulisan ini adalah membicarakan tentang pemahaman baru tentang interaksi antara host dengan patogen mengenai penyebab dari penyakit alergi pada saluran nafas yang di sebabkan oleh A.fumigatus. hubungan antara faktor host dan patogen ikut serta dalam memicu inflamasi paru exacerbasi pada ABPA akan di bicarakan pada jurnal ini.

Tinjauan

Jamur dan Alergi Pada Pernafasan

Jamur terdapat dimana- mana dan bertanggung jawab atas penyebab penyakit hipersensitifitas tipe 1-4. Sebuah studi epidemiologi baru-baru ini menjelaskan hubungan antara paparan jamur dan asma eksaserbasi yang disebabkan oleh alergi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Gejala utama pada saluran nafas yang disebabkan oleh jamur termasuk alergi mikosis bronkopulmoner/allergic bronchopulmonary mycoses(ABPM), asma berat dengan sensitisasi jamur/severe asthma with fungal sensitization (SAFS), pneumonitis hipersensitif, sinusitis jamur

dan rinitis alergi. Berbeda dengan alergi yang disebabkan oleh alergen yang lain ( serbuk sari/pollen), alergi yang di sebabkan oleh jamur beresiko mengancam nyawa terhadap pneumonia yang invasive pada pasien dengan imumunocompromise; hal ini memberikan dampak yang signifikan terhadap kesehatan manusia. Sekarang dapat di pahami bahwa patogenesis penyakit seperti asma dan alergi ditentukan oleh interaksi antara host, patogen dan lingkungan. Pada pembahasan ini, kita fokuskan pada peran jamur berfilamen tehadap penyakit alergi saluran pernafasan dan dan membahas bagaimana sel T helper dimediasi oleh jamur kemudian TH2 memediasi penyakit alergi sebagai Hasil interaksi antara host-patogen dalam membersihkan spora yang efektif.

Epidemiologi dan Hasil

Diantara jamur yang berfilamen, spesies aspergilus memiliki hubungan

yang kuat dengan asma eksaserbasi dan penyakit alergi lain pada paru-paru. Lebih dari 80% kondisi yang berhubungan dengan Aspergilus seperti pada alveolitis

Page 2: Pengaruh Aspergillus Fumigatus Terhadap Penyakit Alergi Saluran Pernafasan

ekstrinsik alergi, asma, sinusitis alergi, pneumonia eosinofilik kronik , peneumonitis kronik, pneumonitis hypersensitifitas, SAFS dan bronchopulmonary aspergilosis (ABPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh A.fumigatus dan pertama kali di laporkan di inggris oleh Hinson et al. Pada tahun 1952. Jamur yang lain seperti Cryptococcus neoformans dan Scedosporium apiospermum juga dihubungkan dengan manifestasi klinis luas yang serupa, dikenal sebagai allergic bronchopulmonary mycoses (ABPM). Meningkatnya kesadaran dan metode diagnostik telah menyebabkan laporan terbaru dari prevalensi yang lebih tinggi dari ABPA pada pasien yang menderita asma kronis (1-40%) dan asma akut berat (~ 38%). Prevalensi hipersensitivitas terhadap A. fumigatus bahkan lebih tinggi pada pasien dengan asma akut berat (~ 51%). Asma yang peka terhadap jamur A.fumigatus dilaporkan memiliki fungsi paru paru yang lebih buruk. Begitu juga pada pasien dengan cystic fibrosis (CF) 7- 15 % terkena ABPA. APBA menyebabkan asma tidak terkontrol dengan eksaserrbasi paru dan konsekuensi merugikan; ketergantungan kortikosteroid oral dapat meningkatkan infeksi sekunder. Pada kasus yang jarang, ABPA dilaporkan mempersulit penyakit paru-paru lainnya termasuk bronkiektasis idiopatik, obstruktif kronik penyakit paru (PPOK) dan penyakit granulomatosa kronis. Selain itu, ABPA juga telah dilaporkan pada pasien dengan aspergilloma paru dan aspergillosis paru nekrosis kronis. Selain itu, ABPA juga telah dilaporkan pada pasien dengan aspergilloma paru dan kronis aspergillosis paru nekrosis (ditinjau dalam [16]). Parameter diagnostik dari ABPA termasuk asma, radiologik kekeruhan paru sekilas, pusat bronkiektasis, tipe I dan tipe

hipersensitivitas III A. antigen fumigatus (dibahas lebih mendalam di bawah ini), dan peningkatan eosinofilia darah perifer. ABPA meliputi beberapa tahapan eksaserbasi (akut dan berulang) dan remisi, bronkiektasis sentral dengan fibrosis paru dan dapat menyebabkan kegagalan pernafasan. Bagaimanapun, tidak semua pasien ABPA pada tahap yang berbeda berkembang sesuai dengan kriteria diagnostik, beberapa dari kriteria tersebut tumpang tindih dengan pasien yang memiliki hipersensitifitas terhadap jamur A. Fumigatus dan asma. Keseragaman parameter diagnostik masih diperlukan untuk meningkatkan hasil pada pasien ABPA.

Patogenesis Jamur dan Pertahanan Saluran Pernafasan

Padaumumnya faktor predisposisi pada patogenesis ABPA adalah kegagalan pertahanan saluran pernafasan terhadap konidia. Epitel pada saluran pernafasan sebagai garis pertahanan pertama, spora jamur yang terrhirup akan ditolak dengan sistem mucociliary action. Apabila spora jamur berhasil melewati epitel yang mengandung banyak mucociliar menuju alveoli, akan di hadang oleh kumpulan fagosit setempat; neutropil sebagai sel efektor, sangat efisien dalam membunuh hypa jamur melalui respon yang di mediasi oxydative dan non oxydative. Sel Mieloid pada saluran pernafasan akan mengenali jamur melalui reseptor PPRs seperti reseptor TLRs dan Dectin-1 yang merangsang sekresi proinflamtory sitokin / chemokines. imunitas akan melemahkan jamur dan membuat jamur menjadi dorman, Jika jamur berhasil menerobos pertahanan imunitas bawaan, maka hal ini akan

Page 3: Pengaruh Aspergillus Fumigatus Terhadap Penyakit Alergi Saluran Pernafasan

memberikan peluang terhadap jamur untuk tumbuh dan berkembang dan memicu alergi yang di mediasi oleh jamur. Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa tidak efektifnya pembersihan spora pada jalan napas sebagian besar dari abnormalnya struktur epitel pada saluran napas, seperti pengamatan pada pasien dengan penyakit asma alergi atau kasus lain dari penyakit paru paru kronis, yang memungkinkan spora untuk tumbuh menjadi sel vegetatif(hifa).

Hifa jamur mengeluarkan enzim protease dan racun yang merusak epitel jalan napas, menyebabkan hilangnya kerapatan jaringan. Kerusakan pada epitel menyabkan ......

Imunopatogenesis ABPA pada pasien fibrosis kistik (CF)

Fibfirosis kistik disebabkan karena adanya mutasi pada transmembrane conductance regulator (CFTR), yang terdapat di membran apikal pada sel epitelial. Lebih dari 1 500 sel bermutasi pada ABPA yang telah diketahui. Pada umumnya phenylalanine pada gugus 508 telah dihapus, yang menyebabkan protein transmembrane conductance regulator (CFTR) tidak melipat dan tertahan di retikulum endoplasmik. Biasanya jamur yang berfilamen terperangkap pada sputum pasien dengan fibrosis kistik(CF) dan spesies jamur yang lazim ditemukan adalah dari tipe jamur A. Fumigatus. Penyakit asma yang di cetuskan oleh jamur dan ABPA akan memperburuk keadaan pada pasien dengan fibrosis kistik. Diagnosis ABPA pada pasien dengan fibrosis kistik memerlukan pemeriksaan lebih lanjut adapun kriteria diagnostik

seperti terrdapatnya infiltrat pada paru, brhonkiektasis dan penyakit paru obstruktif biasa ditemukan pada pasien dengan fibrosis kistik tanpa ABPA.

Orang orang dengan penyakit ABPA diketahui mempunyai frekuensi tinggi terjadi nya mutasi CFTR dari pada orang yang sehat, Hal ini menunjukan bahwa mutasi CFTR meberikan dampak pembersihan spora A.fumigatus. dengan memakai sel epitel pada bronkial dan sel murine utama pada trakea, kami mengamati bahwa kekurangan atau mutasi CFTR akan berdampak pada ikatan dan penyerapan antara conidia aspergilus fumigatus Studi ini menunjukkan bahwa A. fumigatus berpartisipasi aktif dalam memicu respon Th2 yang berperan dalam pengaturan mutasi CFTR.

Beberapastudi telah menghubungkan CF genotipe ke sitokin disregulasi dan telah menunjukkan bahwa respon imun cenderung terhadap jenis Th2 dengan peningkatan sekresi sitokin proinflamasi oleh sel epitel CF. Studi ini menunjukkan bahwa mutasi CFTR menyebabkan lingkungan sitokin yang dapat menggeser keseimbangan respon sitokin CD4+ sel T yang spesifik A.fumigatus terhadap Th2. Hal ini juga dapat terjadi dalam pengaturan CF, terdapat peningkatan frekuensi A. fumigatus-spesifik CD4 + Th2 sel. Studi oleh Allard et al. menunjukkan bahwa T-sel dari tikus yang kekurangan CFTR menghasilkan tingkat Th2-sitokin yang lebih tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tikus dengan kekurangan atau mutasi CFTR meningkatkan Respon Th2-dimediasi terhadap antigen hifa dari A.fumigatus. Muller dan kawan kawan menjelaskan bahwa mutasi CFTR mengatur Keseimbangan Th1 / Th2. Hasil studi menujukan bahwa pemotongan CFTR

Page 4: Pengaruh Aspergillus Fumigatus Terhadap Penyakit Alergi Saluran Pernafasan

rekombinan pada trakea mengurangi kadar Th2-sitokin dan antibodi IgE pada tikus percobaan yang kekurangan CFTR dengan ABPA. Mekanisme Th2 masih belum dapat didefinisikan. Selain sel-sel epitel, CFTR juga mengekspresikan sel imun lainnya seperti limfosit, dan alveolar makrofag. i et al. menunjukkan bahwa kekurangan CFTR menyebabkan kegagalan pengasaman oleh lisosom makrofag alveolar, hal ini menyebabkan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhhan mikroorganisme patogen. Kekurangan CFTR pada CD4 + T-limfosit mengarah pada penyimpangan pemasukan kalsium yang menyebabkan peningkatan translokasi nuklear oleh Nuclear factor of activated T-cells(NFAT) yang memungkinkan pengendalian respon Th2. Baru-baru ini, Kreindler et al. menunjukkan bahwa reaktivitas Th2 pada pasien CF-ABPA tergantung pada ekspresi molekul costimulatory ligan OX40 (OX40L) pada DCs yang menurun pada penambahan in vitro vitamin D3. Dengan demikian, pasien CF menunjukkan defek multifaktorial bawaan di kedua paru dan adaptif kekebalan terhadap patogen; modulasi imunitas inang karena infeksi saluran napas kronis oleh A. Fumigatus mungkin mengarah pada pembentukan ABPA.

Faktor Jamur dan Respon Imun Pejamuterhadap enzim jamur Protease

Protease jamur merupakan alergen kuat, yang dapat memicu respon alergi pada paru, spesies Aspergillus dikenal untuk menghasilkan sejumlah besar protease yang menginduksi produksi IL-6, IL-8 dan MCP-1 sel epitel saluran napas; enzim ini juga mengganggu jaringan ikat dan menginduksi deskuamasi seluler.

Baru-baru ini, Porter et al. melaporkan bahwa protease berasal dari A. niger menyebabkan penyakit paru-paru alergi yang kuat pada tikus. Baru-baru ini, telah mencatat bahwa protease mengaktifkan reseptor Pars. Pars adalah Gprotein yang bergabung dengan reseptor yang terdapat pada sel saluran napas dan sel-sel lain seperti sel mast, eosinofil, neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sampai saat ini, empat Pars telah diidentifikasi; PAR-2 adalah yang paling penting pada penyakit alergi saluran napas karena peningkatan ekspresi pada saluran udara pasien asma. Menariknya, pada cedera sel epitel saluran napas juga mengeluarkan tripsin, yaitu PAR-2 agonis yang dapat memperburuk inflamasi melaui respon alergi. Dengan menggunakan model murine, PAR-2 dilaporkan memediasi infiltrasi eosinophilc paru dan hiperreaktivitas saluran napas yang menyatakan peranan dalam memperparah penyakit ,yang dimediasi respon Th2. Selanjutnya PAR-2 mendorong fibrosis dan peningkatan produksi IgE penyakit alergi. Peran TLRs dalam mengatur sinyal PARs dan inflamasi sebagai respon terhadap A. fumigatus juga telah dilaporkan. Studi oleh Moretti et al. melaporkan bahwa protease A. fumigatus mendorong pejamu untuk merespon inflamasi paru dengan downregulating ekspresi PAR-2 melalui mekanisme ekspresi TLR-4 x. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa protease disekresikan oleh A. Fumigatus yang tumbuh di epitel saluran napas yang memicu IgG dan IgE diperantai respon alergi melalui crosstalk antara PARs dan jalur sinyal TLRs -diperantai yang menyebabkan komplikasi paru seperti ABPA.

Mekanisme Bypass tolerogenic juga diperlukan untuk memancing respon alergi yang dimediasi Th2 pada pasien asma. Studi oleh Kheradmand et al.

Page 5: Pengaruh Aspergillus Fumigatus Terhadap Penyakit Alergi Saluran Pernafasan

menunjukkan bahwa protease jamur memiliki kemampuan untuk membatalkan toleransi napas dan ketika ditanamkan pada saluran udara dapat mengaktifkan Th2-diperantarai respon alergi yang tanpa memerlukan priming adjuvant. DCs juga memiliki peran penting dalam menjaga toleransi dalam paru-paru dengan produksi IL-10, sebuah sitokin immunoregulatory yang menginduksi pengembangan TGF-b mengekspresikan CD4 + T-Regulatory sel (Treg) [60]. Dalam penelitian terbaru, Kriendler et al. menunjukkan bahwa CD4 + T-sel dari kelompok A. fumigatus koloni pasien CF non-ABPA memiliki peningkatan frekuensi TGF-b-mengekspresikan Tregs dibandingkan dengan CFABPA pasien [48]. Penelitian ini menunjukkan bahwa toleransi terhadap antigen A. fumigatus pada pasien CF-ABPA adalah rusak dan berkorelasi dengan kekurangan vitamin D.

Komponen Dinding sel Jamur

Dinding sel jamur terutama terdiri dari polisakarida seperti galactomannan, kitin, a dan b-glukan [61]. Hal ini sekarang didokumentasikan dengan baik bahwa dinding sel yang membengkak atau disemai konidia A. fumigatus terdiri of-b glukan, yang memicu Dectin-1 diperantarai respon inflamasi [62-64] Peran Dectin-1 pada saluran napas sel epitel masih belum diketahui ; Namun, studi terbaru menunjukkan ekspresi Dectin-1 pada permukaan setelah stimulasi TLR-2 oleh Mycobacteria dan antigen jamur [67,68]}. Pada CF, Sel epitel saluran napas dilaporkan mengalami penurunan ekspresi TLR-4 dibandingkan dengan subyek sehat yang menyebabkan berkurangnya respon imun bawaan untuk infeksi aeruginosa P. [69]. Sangat mungkin bahwa susunan genetik pejamu menentukan TLR- dan respon C-jenis

reseptor lektin (s) imun-specifik terhadap komponen dinding sel A. fumigatus.

Kitin telah terbukti menginduksi enzim host-chitinases pada seekor babi percobaan yang terinfeksi A. fumigatus Guinea yang berkurang oleh pengobatan anti-jamur [70]. Percobaan padat ikus dengan pemberian kitin menunjukkan infiltrasi IL-4 mengekspresikan eosinofil dan basofil pada paru-paru; hal ini memang tidak terjadi pada pemberian kitin pra-perawatan dengan asam kitinase mamalia (AMCase) atau peningkatan ekspresi AMCase pada tikus [71] AMCase diekspresikan juga pad sel epitel saluran napas murine dan makrofag alveolar, dan telah dilaporkan mampu memberikan kekebalan anti jamur terhadap organisme yang mengandung kitin [72]. Dalam hal ini, Chen et al. Baru-baru ini dilaporkan dalam penghambatan vitro aktivitas jamur oleh AMCase [73].Dalam kaitan ini, Chen et al. Baru-baru ini dilaporkan secara in vitro pengaruh AMCase dalam menghambat aktivitas jamur [73]. Dengan demikian, respon imun paru kepada berbagai komponen jamur dapat bersifat pelindung atau patogen.

Kepekaan Genetik Human leukocyte Alleles (HLA)

Studi genetik telah mengungkapkan bahwa ekspresi Alel tertentu MHC II dapat menentukan perkembangan atau perlindungan terhadap ABPA [74] Frekuensi HLADR2 (DRB1 * 1501 dan DRB1 * 1503) atau alel DR5 telah telah dilaporkan lebih tinggi pada pasien ABPA dibandingkan dengan CF atau pada pasien asma tanpa ABPA [74] Kelompok ini juga menunjukkan peran HLA-DRB1 * 1502 sebagai perlawanan alel terhadap pengembangan ABPA. Dengan menggunakan tikus transgenik

Page 6: Pengaruh Aspergillus Fumigatus Terhadap Penyakit Alergi Saluran Pernafasan

humanized, mereka melaporkan bahwa Infeksi A. fumigatus pada strain DRB1 * 1501 dan DRB1 * 1503 menyebabkan mendalam patologi ABPA yang mirip sedangkan strain HLA-DRB1 * 1502 respon protektif tipe Th1 [75] skarang dapat di jelaskan bahwa interaksi sel T reseptor –MHC ligan peptida memainnkan peran penting dalam regulasi aktivasi respon imun dan keseimbangan sitokin Th1/Th2

Gen Surfactant protein-A (SP-A) dan polimorfisme mannan-bindinglectin (MBL)

Pelajaran hubungan genetik menjelaskan bahwa polimorfisme pada surfactan protein –A(SP-A) dan gen MBL merupakan predisposisi perkembangan pada ABPA. Saxena et al. Menjelaskan bahwa pasien ABPA memiliki frekuesnsi yang besar terhadap alel A1660G SP-A dari pencocokan dengan kontrol. Masih dalam masalah ini, penelitian lain juga menjelaskan bahwa pasien ABPA telah menambah frekuensi alel T pada T1492C dan G allele pada G1649C gen SP-A2, dan juga frekuensi tinggi pada genotip TT (71%) pada 1492 SP-A2 dari kontrol. Pasien dengan alel 1011A MBL telah di amati harus mempunyai ciri ciri yang tetap dengan ABPA, seperti berrtambahnya eosinofil, total antibodi IgE dan rendahnya nilai FEV1. Menggunakan percobaan dengan murine terhadap penyakit alergi dan invasif aspergillosis terapi potensial SP-A/D dan MBL telah di laporkan Madan dan kolega (dijelaskan pada [80]). Ada penelitian yang menjelaskan bahwa protein surfaktan dan lektin memungkinkan

mengatur inflamasi yang di sebabkan oleh A.fumigatus dan alergi.

Gen Sitokin PolimorfismePasien dengan ABPA mempunyai

frekuensi yang besar pada alel IL-15 +13689*A dan genotip A/A dengan frekuensi yang rendah pada TNF-alpha-308*genotip A/A [81]. Penelitian yang lain melaporkan bahwa pasien ABPA memiliki single nucleotide polymorphism (SNP) pada reseptor alpha extraselular IL-4 , ile75val, yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap rangsangan IL-4. Bertambahnya kolonisasi A.fumigatus pada pasien CF mempunyai kaitan dengan polimorfisme the promoter region of the IL-10 gene; terdapat korelasi yang signigfikan antara genotif 1082GG dengan kolonisasi A. fumigatus dan ABPA [83].

Polymorphisms in Chitinase and Chitinase-like p

Chitinases adalah enzim yang dikenal untuk membelah kitin pada dinding jamur, parasit, serangga dan krustasea [84]. Polimorfisme dalam dua mamalia chitinases yaitu. AMCase dan chitotrisidase (chit), dan kitinase yang mirip seperti YKL-40 telah dilaporkan untuk bermain peran penting dalam kerentanan asma [84]. Polimorfisme pada gen AMCase diketahui terkait dengan asma [85,86]. Mutasi pada gen CHIT1 juga dilaporkan pada pasien dengan SAFS dan juga bisa menjadi Faktor risiko untuk ABPA [87]. Hal ini juga telah menunjukkan bahwa paparan spora yang tinggi dapat secara signifikan memodulasi efek dari SNPs pada gen CHIT1 pada eksaserbasi asma berat yang dapat menyebabkan peningkatan hospitalisasi , contoh interaksi gen-lingkungan sebagai penentu untuk hasil dari penyakit [88].