pengarah: deddy koespramoedyo - kementerian ppn/bappenas ... · perubahan kebijakan desentralisasi...

228
Pengarah: Deddy Koespramoedyo Tim Penyusun: Christian Dwi Prasetijaningsih Daryll Ikhwan Antonius Tarigan Pung Permadi Samsul Widodo Sudira Asep Saepudin Mohammad Roudo Bakat Supradono Jayadi Khusaini Tim Pendukung : Bakat Supradono Mira Berlian Tukirin Diterbitkan Oleh : Direktorat Otonomi Daerah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310 Telp/Fax : 021 – 31935289 http://www.bappenas.go.id

Upload: lamdang

Post on 20-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

Pengarah: Deddy Koespramoedyo Tim Penyusun: Christian Dwi Prasetijaningsih Daryll Ikhwan Antonius Tarigan Pung Permadi Samsul Widodo Sudira Asep Saepudin Mohammad Roudo Bakat Supradono Jayadi Khusaini Tim Pendukung : Bakat Supradono Mira Berlian Tukirin Diterbitkan Oleh : Direktorat Otonomi Daerah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310 Telp/Fax : 021 – 31935289 http://www.bappenas.go.id

Page 2: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

ii

KATA PENGANTAR

Perubahan kebijakan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 menjadi Undang-Undang

nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa implikasi

meningkatnya tugas dan beban provinsi sebagai daerah otonom, sebagai wakil

pemerintah pusat, serta koordinator pembangunan kabupaten/kota. Meningkatnya

tugas dan beban ini tentunya membutuhkan aparatur yang memadai baik dari sisi

jumlah maupun kompetensi. Karena, dengan jumlah aparatur yang ideal dan

kompetensi yang baik, maka aparatur pemerintah daerah provinsi akan mampu

meningkatkan layanan pemarintah kepada masyarakat.

Sebaliknya, jika jumlah aparatur terlalu banyak, maka akan banyak aparatur yang

menganggur dan mengakibatkan pemborosan anggaran negara. Dan jika kompetensi

aparatur rendah, maka pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan baik dan layanan

kepada masyarakat akan terhambat.

Hingga tahun 2006, data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

jumlah PNS di Indonesia mencapai 3.541.961 orang. Dari jumlah tersebut, masih

belum dapat memberikan informasi bahwa jumlah PNS secara nasional telah

berkecukupan atau masih berkekurangan atau telah berkelebihan. Jika

dibandingkan dengan jumlah penduduk, jumlah PNS di Indonesia hanya 1,7 persen.

Persentase ini masih di bawah angka pegawai negeri yang ada di Thailand, yakni

2,81 persen, Singapura (3,67 persen), dan Brunei Darussalam sekitar 12,9 persen.

Atas dasar itulah, Direktorat Otonomi Daerah – Bappenas bermaksud melakukan

kajian tentang aparatur pemerintah daerah. Hasil kajian ini diharapkan dapat

memberikan masukan dan rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan aparatur

pemerintah daerah. Di samping itu, hasil kajian ini juga diharapkan memperoleh

formulasi jumlah optimal pegawai pemerintah daerah provinsi, sehingga

pemerintah dan pemerintah provinsi dapat menentukan jumlah pegawai yang ideal.

Kegiatan kajian ini tentunya tidak lepas dari kelemahan baik dari sisi penentuan

metodologi kajian, struktur penulisan, maupun analisis kajian. Untuk itu, kami

Page 3: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

iii

berharap kepada semua pihak untuk memberikan masukan/ kritikan guna perbaikan

kegiatan kajian di masa yang akan datang.

Tak lupa ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

terseleseinya laporan kajian ini. Mudah-mudahan laporan kajian ini dapat

bermanfaat bagi perbaikan dan peningkatan profesionalisme aparatur dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya, sehingga layanan yang diberikan lebih optimal.

Jakarta, 2007.

Direktur Otonomi Daerah,

Deddy Koespramoedyo

Page 4: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. vii

BAB I Pendahuluan ........................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ............................................................... 1

1.2. Tujuan dan Sasaran ......................................................... 3

1.2.1. Tujuan ................................................................ 3

1.2.2. Sasaran ................................................................ 4

1.3. Ruang Lingkup Penelitian . ................................................. 4

1.4. Lingkup Program dan Kegiatan ............................................ 4

1.5. Manfaat Penelitian ........................................................... 5

BAB II Metodologi Kajian ................................................................. 7

2.1. Metode Penelitian. ........................................................... 7

2.2. Lokasi Studi ................................................................... 8

2.3. Data ........................................................................... 8

2.3.1. Data dan Sumber Data .............................................. 8

2.3.2. Teknik Pengumpulan Data ......................................... 9

2.4. Instrumen Penelitian......................................................... 11

2.4.1. Teknik Analisa Data ................................................. 13

2.4.2. Penerapan Balance Scorecard Dalam Analisis Kinerja

Sektor Publik ......................................................... 24

BAB III Tinjauan Pustaka dan Gambaran Umum Daerah Studi ..................... 33

3.1. Landasan Teoritis............................................................. 33

3.1.1. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah ..................... 33

3.1.2. Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi ................ 37

3.1.3. Manajemen Sumber Daya Manusia ................................ 39

3.2. Gambaran Umum Daerah Studi............................................. 61

3.2.1. Provinsi D.I. Yogyakarta ............................................ 61

3.2.2. Provinsi Sumatera Utara............................................ 64

3.2.3. Provinsi Banten ...................................................... 69

3.2.4. Provinsi Bangka Belitung ........................................... 73

Page 5: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

v

3.2.5. Provinsi Riau.......................................................... 76

BAB IV Landasan Kebijakan ............................................................... 82

4.1. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 ....................................... 82

4.1.1. Pemerintahan Daerah............................................... 82

4.1.2. Kewenangan Daerah Provinsi ...................................... 88

4.1.3. Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta

Antar Daerah ......................................................... 98

4.1.4. Hubungan dalam Bidang Kepegawaian ........................... 103

4.1.5. Organisasi Pemerintah Provinsi ................................... 104

4.2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ....................................... 108

4.2.1. Pemerintahan Daerah............................................... 108

4.2.2. Urusan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi............ 111

4.2.3. Organisasi Perangkat Pemerintah Daerah Provinsi ............. 115

4.2.4. Manajemen Kepegawaian Daerah................................. 117

BAB V Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah pada

Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi......................... 122

5.1. Identifikasi Tugas, Fungsi, dan Beban Kerja Pemerintah Daerah

Provinsi......................................................................... 122

5.2. Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah

Provinsi Akibat Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

Menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ......................... 126

5.3. Penentuan Jumlah Optimal Pegawai ...................................... 144

5.3.1. Pendekatan Penentuan Jumlah Optimal Pegawai Dengan

Beban Kerja .......................................................... 144

5.3.2. Pendekatan Estimasi ................................................ 150

5.4. Kompetensi Jabatan Struktural Eselon III dan IV ........................ 154

5.5. Implikasi Kebijakan Desentralisasi terhadap Beban Kerja, Jumlah

dan Kompetensi Pegawai Provinsi ......................................... 163

BAB VI Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan...................................... 167

6.1. Kesimpulan Studi. ............................................................ 167

6.2. Rekomendasi. ................................................................. 169

LAMPIRAN

Page 6: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian ................................................... 14 Gambar 2.2. Empat Perspektif Dalam Analisa Balanced Scorecard .................. 17 Gambar 2.3. Penerapan Balanced Scorecard dalam Organisasi Publik............... 25 Gambar 2.4. Penjabaran Visi dan Misi Organisasi Publik ............................... 26 Gambar 2.5. Analisis Sektor Publik di Bidang Kesehatan............................... 26 Gambar 3.1. Faktor Internal dan Eksternal .............................................. 44 Gambar 3.2. Prosedur Seleksi .............................................................. 49 Gambar 3.3. Sistem Penilaian Prestasi Kerja ............................................ 53 Gambar 3.4. Analisis Kerja ................................................................ 57 Gambar 3.5. Sistem Model Pelatihan...................................................... 58 Gambar 3.6. Grafik Konstribusi Sektor Ekonomi terhadap PDRB Banten Tahun 2005 (%) ................................................................ 71 Gambar 5.1. Plotting Jumlah Penduduk dengan Jumlah Pegawai ...................... 151 Gambar 5.2. Plotting Luas Wilayah dengan Jumlah Pegawai ............................ 151 Gambar 5.3. Plotting PAD dengan Jumlah Pegawai ....................................... 151 Gambar 5.4. Plotting PDRB dengan Jumlah Pegawai ..................................... 151 Gambar 5.5. Pilihan Kompetensi Integritas Eselon III dan IV ............................ 156 Gambar 5.6. Pilihan Kompetensi Kepemimpinan Eselon III dan IV...................... 157 Gambar 5.7. Pilihan Kompetensi Manajerial Eselon III dan IV ........................... 158 Gambar 5.8. Pilihan Kompetensi Team Work Eselon III dan IV .......................... 159 Gambar 5.9. Pilihan Kompetensi Sosial Eselon III dan IV ................................. 160 Gambar 5.10 Pilihan Kompetensi Teknis Eselon III dan IV ................................ 161

Page 7: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Ukuran dan Sasaran Strategis dengan Balanced Scorecard .............. 27 Tabel 2.2. Batas-Batas Kontrol 6-Sigma .................................................. 30 Tabel 3.1. Jumlah Aparatur Provinsi D.I.Y ............................................... 63 Tabel 3.2. Target dan Realisasi Beberapa PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 ........................................ 67 Tabel 3.3 Jumlah Aparatur Provinsi Sumatera Utara 2003 - 2007................... 68 Tabel 3.4. PDRB Banten Lapangan Usaha Utama Tahun 2005......................... 70 Tabel 3.5. Jumlah CPNS/PNS Provinsi Banten Tahun 2002-2005 ..................... 72 Tabel 3.6. Tabel 3.6 Jumlah CPNS/PNS Provinsi Banten Tahun 2005................ 72 Tabel 3.7. Hasil Kelautan dan Perikanan 2005 – 2006.................................. 75 Tabel 3.8. Potensi Perikanan Tahun 2006................................................ 75 Tabel 3.9. Jumlah Aparatur Provinsi Bangka Belitung 2003 – 2007 .................. 76 Tabel 3.10. Kontribusi (Share) Per-Sektor Terhadap Pembentukan PDRB

(2001 – 2005) ................................................................ 79 Tabel 3.11. Laju Pertumbuhan PDRB Tahun 2001-2005 ................................. 80 Tabel 3.12. Jumlah Aparatur Provinsi Kepulauan Riau 2005- 2007.................... 80 Tabel 5.1. Kekurangan Jabatan Struktural............................................... 135 Tabel 5.2. Hasil Estimasi Model Penentuan Jumlah Pegawai Dengan OLS .......... 152 Tabel 5.3. Kelebihan dan Kekurangan Jumlah Pegawai (Pendekatan OLS) ......... 153 Tabel 5.4. Jenis Kompetensi dan Skala Prioritas........................................ 155

Page 8: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perwujudan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berdasarkan UU No.

22/1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan

Daerah, memberikan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk

menyelenggarakan pemerintahannya secara otonom. Penyerahan sebagian

kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ini dilakukan dalam

rangka meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakatnya. Selain itu,

perubahan kebijakan di dalam UU No 32 tahun 2004 khususnya di dalam pasal 37

dan 38, memberikan peran yang lebih besar kepada Pemerintah Propinsi sebagai

wakil dari Pemerintah Pusat dan koordinator dari pembangunan kabupaten/kota di

dalam propinsi tersebut.

Khususnya Bab V di dalam UU 32 Tahun 2004 mengenai kepegawaian daerah,

perlu dilihat sejauh mana perubahan peningkatan peran propinsi tersebut terhadap

aparatur pemerintah daerah, agar aparatur pemda yang ada dapat dioptimalkan

sesuai dengan kebutuhan yang ada. Peran aparatur pemerintah daerah yang

kompeten dan handal menjadi sebuah kebutuhan. Ironisnya, saat ini kemampuan

aparatur pemerintah daerah dirasakan belum optimal di dalam memberikan

pelayanan publik.

Belum optimalnya pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah diakibatkan oleh dua hal mendasar, yaitu perbedaan penafsiran

dan peletakan kewenangan. Perbedaan penafsiran terhadap terhadap kebijakan

yang mengatur kewenangan antara tiap level pemerintahan

(pusat/provinsi/kabupaten/ kota). Perbedaan penafsiran seringkali mengakibatkan

terjadinya tumpang-tindih (overlapping). Misalnya tumpang-tindih dalam

pembangunan gedung sekolah antara pemerintah kabupaten/kota dengan

pemerintah provinsi. Adapun peletakan kewenangan, misalnya dalam penetapan

kondisi KLB (Kejadian Luar Biasa). Kewenangan penetapan kondisi KLB masih

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Akibatnya manakala terjadi wabah

penyebaran penyakit yang meluas (lintas wilayah) tidak dapat ditangani lebih

efektif oleh pemerintah daerah. Penetapan KLB oleh daerah diperlukan untuk

Page 9: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 2

kebijakan penggunaan dana tidak tersangka (keadaan darurat) dalam APBD melalui

persetujuan DPRD.

Di sisi lain, dalam proses pelimpahan tersebut ternyata berimplikasi langsung

terhadap meningkatnya tanggung jawab dan tantangan yang harus dipikul oleh

aparatur. Mengingat hasil temuan penelitian yang berkaitan dengan pengelolaan

aparatur pemerintah daerah yang dilakukan oleh Yappika (2005) menunjukkan

bahwa kurangnya jumlah dan kualifikasi SDM aparatur merupakan masalah utama

yang dihadapi oleh beberapa daerah. Di beberapa daerah bahkan pengisian jabatan

dilakukan dengan mengatrol kepangkatan seseorang, karena keterbatasan SDM yang

memenuhi persyaratan. Mekanisme Baperjakat (Badan Penilai Jabatan dan

Kepangkatan) seringkali terbentur pada keterbatasan jumlah dan kualifikasi SDM

yang tersedia, di samping juga politik afiliasi dan politik akomodasi.

Temuan tersebut sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Pusat Kajian

Sumber Daya Aparatur Lembaga Administrasi Negara (PKSDA LAN) 2006 yang

menunjukkan bahwa adanya pelimpahan pegawai dari instansi vertikal sebagai

dampak pelaksanaan otonomi daerah (Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2000

dan perubahannya Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman

Organisasi Perangkat Daerah) menyebabkan pemerintah daerah mengalami

kesulitan dalam penataan pegawainya, khususnya dalam kegiatan perencanaan

kebutuhan pegawai. Distribusi pegawai dan penempatan pegawai sesuai kebutuhan

pegawai menjadi permasalahan dalam penataan pegawai karena kompetensi

pegawai limpahan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan.

Disamping itu, terkait dengan insentif, di semua daerah insentif diberikan

tidak berdasarkan kepada prestasi, melainkan lebih berdasarkan pangkat dan

jabatan seseorang. Karena insentif yang diberikan tidak berdasarkan kepada

kinerja dan prestasi, tetapi kepada pangkat dan jabatan, juga karena jumlah

insentif terlalu kecil, maka tidak terlihat dampak signifikan dari insentif terhadap

peningkatan kinerja pemerintahan daerah.

Dari studi tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan desentralisasi dan

otonomi daerah masih belum mampu mengubah tatanan dan pengelolaan aparatur

daerah semakin baik. Akibatnya kejelasan terhadap pengelolaan aparatur

pemerintah daerah propinsi, baik dari sisi karir maupun tunjangan yang memadai

sesuai dengan beban kerja belum terealisasi dan pembedaan secara spesifik dengan

aparatur yang hanya melaksanakan kegiatan di tingkat kabupaten/kota.

Page 10: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 3

Implikasinya, masalah yang timbul dengan pengelolaan aparatur daerah semakin

banyak baik yang sifatnya lintas kabupaten/kota maupun di tingkat propinsi itu

sendiri.

Bukti lain yang menunjukkan masih belum membaiknya aparatur daerah,

khususnya PNS adalah hasil penelitian UGM dan JICA yang dikutip oleh Thoha (2005)

menyebutkan bahwa PNS Indonesia yang produktif hanya 60% saja. Artinya 40%

sisanya tidak produktif dan hanya menerima gaji saja tanpa hasil yang berarti (LAN,

2006). Jadi rendahnya produktivitas pegawai tersebut diakibatkan oleh rendahnya

kompetensi dan kinerja aparatur daerah, akibatnya pelayanan yang diberikan

kepada masyarakat tidak optimal.

Jadi, dengan banyaknya permasalahan yang lintas kabupaten/kota yang

memerlukan koordinasi seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 diperlukan pengelolaan aparatur pemerintah daerah propinsi.

Harapannya agar pengelolaan aparatur tersebut dapat lebih optimal dengan

mempertimbangkan antara kompetensi aparatur pemda yang ada dengan beban

kerja yang menjadi tugas pokok dan funginya.

1.2 Tujuan dan Sasaran

1.2.1 Tujuan

Kajian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi kebijakan pendukung

yang diperlukan terhadap pengelolaan aparatur pemerintah daerah propinsi, akibat

adanya perubahan UU 22 tahun 1999 menjadi UU 32 tahun 2004, khususnya yang

berkaitan dengan peran pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di

daerah serta sekaligus sebagai ”koordinator dan fasilitator” kabupaten/kota yang

ada di wilayahnya.

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka secara rinci kajian ini diarahkan

untuk mengetahui dan menganalisis:

a. Tugas, fungsi dan beban kerja pemerintah provinsi pada urusan yang

merupakan skala provinsi (lintas kabupaten/kota) serta sebagai wakil

pemerintah pusat di daerah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

b. Berbagai permasalahan pengelolaan aparatur pemerintah provinsi sejak

diberlakukannya perubahan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.

Page 11: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 4

c. Jumlah/pola optimal aparatur pemda provinsi berdasarkan beban kerja serta

tugas dan fungsinya, termasuk kompetensi yang dibutuhkan untuk bidang-

bidang yang mewakili pemerintah pusat dari bidang/urusan yang berskala lintas

kabupaten/kota maupun yang berdampak lintas kabupaten/kota.

d. Rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan aparatur

pemerintah daerah (provinsi) agar dapat bekerja secara efektif, efisien, dan

sistematik, sebagai akibat perubahan kebijakan desentralisasi dan otonomi

daerah.

1.2.2 Sasaran

Sasaran dari kajian ini adalah:

a. Teridentifikasikannya tugas, fungsi dan beban kerja pemerintah provinsi pada

urusan yang merupakan skala provinsi (lintas kabupaten/kota) serta sebagai

wakil pemerintah pusat di daerah berdasarkan peraturan perundangan yang

berlaku.

b. Teridentifikasikannya berbagai permasalahan pengelolaan aparatur pemerintah

provinsi sejak diberlakukannya perubahan kebijakan desentralisasi dan otonomi

daerah.

c. Terumuskannya jumlah/pola optimal aparatur pemda provinsi berdasarkan

beban kerja serta tugas dan fungsinya, termasuk kompetensi yang dibutuhkan

untuk bidang-bidang yang mewakili pemerintah pusat dari bidang/urusan yang

berskala lintas kabupaten/kota maupun yang berdampak lintas kabupaten/kota.

d. Tersusunnya rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan

aparatur pemerintah daerah (provinsi) agar dapat bekerja secara efektif,

efisien, dan sistematik, sebagai akibat perubahan kebijakan desentralisasi dan

otonomi daerah.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk dapat menghasilkan kajian yang baik dan optimal sesuai dengan yang

diharapkan, maka kajian ini terbatas pada lingkup perubahan kebijakan

desentralisasi dan otonomi daerah terhadap pengelolaan aparat. Pengelolaan

aparatur meliputi a) formasi PNS; b) pengadaan PNS; c) pengangkatan CPNS; d)

Page 12: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 5

pengangkatan CPNS menjadi PNS; e) pendidikan dan latihan; f) kenaikan pangkat;

g) pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan; h)

perpindahan PNS antar instansi; i) pemberhentian sementara dari jabatan negeri; j)

pemberhentian PNS atau calon PNS; k) pemutakhiran data pengangkatan,

pemberhentian, dan pemindahan PNSD untuk penghitungan dan penyesuaian

alokasi dasar gaji dan tunjangan; dan l) pembinaan dan pengawasan manajemen

PNSD, serta rekomendasi pengelolaan aparatur pemerintah daerah yang efektif,

efisien, dan sistematis.

Adapun ruang lingkup kegiatan kajian secara rinci, meliputi:

a. Melakukan survey untuk mengidentifikasi jumlah/pola aparatur pemda propinsi,

dari segi kompetensi dan beban kerja.

b. Melakukan studi pustaka dan literatur mengenai peraturan perundang-

undangan, kebijakan, dan program mengenai pengelolaan aparatur Pemda

maupun kebijakan/peraturan sektoral yang mengatur kewenangan/peranan

pemerintah provinsi, khususnya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan

kaitannya dengan fungsi ”koordinasi dan fasilitasi” antar pemerintah daerah.

c. Melakukan diskusi dalam bentuk FGD (Focus Group Discussion) dengan tim ahli,

Pemerintah Pusat dan Daerah, serta Perguruan Tinggi sebagai masukan untuk

memformulasikan atau merumuskan rekomendasi kebijakan yang berkaitan

dengan pengelolaan aparatur Pemda yang efektif, efisien, dan sistematik.

d. Melakukan pengolahan data dan analisis data dengan metode yang telah

ditetapkan, serta merumuskan kesimpulan dan rekomendasi kebijakan sebagai

hasil dari analisis kajian.

e. Menyusun laporan pendahuluan, pertengahan dan laporan akhir kajian, masing-

masing disampaikan 5 eksemplar.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

a. Masukan terhadap beberapa Peraturan Pemerintah yang saat ini sedang dalam

tahap penyusunan, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan aparatur

daerah;

b. Masukan terhadap rencana penyusunan ”Rencana Aksi Nasional” bidang

aparatur pemda sebagai salah satu penjabaran ”Grand Strategy” otonomi

Page 13: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 6

daerah. Rencana aksi ini akan memberikan pedoman bagi pelaksanaan kerja

bagi kerja aparatur Pemda yang efektif, efisien, dan sistematis.

Page 14: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 7

BAB II METODOLOGI KAJIAN

2.1 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang

digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu

(Karsady: 2004:2). Cara ilmiah berarti bahwa kegiatan itu

dilandasi oleh metode keilmuan. Metode keilmuan ini

merupakan gabungan antara pendekatan rasional dan

empiris. Pendekatan rasional memberikan kerangka berpikir

yang koheren dan logis. Sedangkan pendekatan empiris

memberikan kerangka pengujian dalam memastikan suatu

kebenaran.

Dalam pelaksanaan penelitian, metode penelitian

menjadi bagian penting yang menentukan sukses tidaknya

suatu penelitian, sebab metode penelitian merupakan

panduan bagi peneliti sehingga gejala dari obyek yang diteliti

dapat dirumuskan secara obyektif, rasional dan sistematis.

Sebagaimana dikemukakan oleh Nawawi (1985:25) bahwa

untuk menjamin ditemukan adanya kebenaran ilmiah,

metode penelitian memberikan cara kerja yang sangat

cermat dan syarat-syarat yang sangat keras. Dengan

demikian berarti metode penelitian tidak saja bertujuan

Page 15: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 8

memberikan peluang sebesar-besarnya bagi penemuan

kebenaran yang objektif, tetapi juga untuk menjaga agar

pengetahuan dan pengembangannya memiliki nilai tambah

ilmiah yang tinggi.

Dengan demikian metode penelitian merupakan cara

ilmiah yang penulis gunakan untuk memperoleh data yang

dikehendaki sesuai dengan tujuan tertentu. Cara ilmiah di

sini berarti bahwa kegiatan penelitian yang dilakukan dengan

dilandasi oleh metode keilmuan yang telah teruji.

Berdasarkan pendapat diatas, maka jelaslah bahwa metode

penelitian memegang peranan penting bagi keberhasilan

pelaksanaan penelitian ilmiah.

Dikarenakan tujuan penelitian ini adalah untuk

merumuskan saran kebijakan (policy advice), maka

penelitian ini dapat dikelompokkan/dinyatakan pula sebagai

studi pengembangan (development studies). Studi

pengembangan ini dimaksudkan untuk mengungkapkan suatu

masalah yang ada pada masa sekarang, dalam hubungannya

dengan kondisi waktu yang terus berjalan secara

kerkesinambungan. Kekurangan, kelemahan, kesenjangan,

kekeliruan dan lain-lain yang mejadi masalah dalam aspek

kehidupan tertentu, akan diungkapkan urutan atau

perkembangannya selama angka waktu tertentu (Nawawi,

1996 : 117). Pendapat lain menyatakan bahwa studi

Page 16: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 9

pengembangan yaitu penelitian yang bertujuan

mengembangkan, yaitu menggali dan memperdalam suatu

gejala atau masalah dari suatu bidang ilmu pengetahuan.

Dapat diartikan pula sebagai penelitian yang mencari kaitan

dengan ilmu pengetahuan yang telah ada, atau yang sedang

digali perluasannya. Dapat pula diartikan sebagai penelitian

dimana masalahnya didudukperkarakan pada kerangka teori

yang telah ada (Ali, 1997 : 53).

Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis.

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan

gambaran suatu kondisi, karakteristik suatu fenomena atau

objek termasuk keadaan berbagai variabel yang saling

berkaitan. Sedangkan penelitian analitis dimaksudkan untuk

melihat hubungan antara keadaan variabel atau variabel yang

terjadi dengan faktor-faktor atau variabel-variabel lain yang

mempengaruhinya.

2.2 Lokasi Studi

Kegiatan studi lapangan ini dilakukan di 5 (lima)

provinsi, di mana 2 (dua) provinsi yang sudah lama terbentuk

dan merupakan provinsi yang diharapkan dapat memberikan

gambaran beban kerja, jumlah optimal pegawai, dan

komptensi aparatur pemda yang relatif baik dibandingkan

dengan wilayah lainnya. Adapun lokasi tersebut adalah: 1)

Page 17: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 10

Provinsi DI Yogjakarta; dan 2) Provinsi Sumatera Utara.

Sedangkan 3 (tiga) provinsi lainnya mewakili propinsi yang

merupakan hasil pemekaran (Daerah Otonom Baru), yaitu: 1)

Provinsi Bangka Belitung; 2) Provinsi Kepulauan Riau; dan 3)

Provinsi Banten.

2.3 Data

2.3.1 Data dan Sumber Data

Jenis data dan informasi yang digunakan meliputi

data primer dan sekunder. Data primer akan dikumpulkan

melalui wawancara, daftar pertanyaan/kuesioner, FGD

daerah dan observasi yang memuat beberapa isu seperti

permasalahan pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan

otonomi, analisis pekerjaan, beban kerja, kompetensi

pegawai. Responden yang dibutuhkan sebagai sumber

informasi beban kerja adalah seluruh Dinas, Kantor, Badan,

dan Inspektorat Pemda Provinsi dengan jabatan struktural

minimal eselon III. Sedangkan responden yang dibutuhkan

sebagai sumber informasi kompetensi pegawai adalah

instansi Bappeda, Dinas Pendidikan, Biro Organisasi, Biro

Kepegawaian, dan Dinas Pekerjaan Umum.

Data sekunder akan dikumpulkan melalui studi

kepustakaan dan dokumentasi. Studi kepustakaan merupakan

pengumpulan data dan informasi melalui sumber data dalam

bentuk buku, hasil kajian, karya tulis, hasil seminar, jurnal,

Page 18: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 11

dan lain-lain tentang pengelolaan aparatur pemerintah

pemerintah daerah provinsi. Sedangkan dokumentasi yang

dikumpulkan berupa arsip-arsip, data statistik dari institusi

formal seperti Badan Pusat Statistik (BPS), BAPPEDA, serta

institusi relevan lainnya. Dokumen data sekunder yang

digunakan adalah undang-undang dan peraturan pemerintah,

visi, misi, renstra, program pemerintah daerah, jumlah

pegawai, PDRB Provinsi, luas wilayah, jumlah penduduk, jam

kerja, dan APBD.

2.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, hal yang harus

menjadi pertimbangan adalah data apa saja yang akan

dikumpulkan, bagaimana proses pengumpulannya, serta siapa

darimana data yang dibutuhkan akan diperoleh. Aspek jenis

data yang dibutuhkan pada dasarnya akan berkaitan dengan

subtansi kajian sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sub

bab 2.4.1. Sedangkan bagaimana proses pengumpulan data

bekaitan dengan teknis atau instrumen pengumpulan data

yang akan digunakan. Sedangkan aspek darimana data akan

diperoleh berkaitan dengan siapa yang menjadi responden

atau sumber data.

Sesuai dengan lingkup data yang dibutuhkan, maka

pengumpulan data dalam kerangka pelaksanaan studi

menggunakan pendekatan survey pengumpulan data primer

Page 19: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 12

dan sekunder, baik untuk data kualitatif maupun data

kuantitatif. Pengumpulan data primer dilakukan melalui

teknis/instrumen pengumpulan data berupa pelaksanaan

diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/FGD),

wawancara mendalam (in depth interview), dan penyebaran

angket/kuesioner. Sedangkan pengumpulan data sekunder

dilakukan melalui studi literatur. Proses pengumpulan bahan

kajian dilakukan dengan berbagai cara, sebagai berikut:

(1) Review Literature (Kajian Literatur).

Merupakan tahapan penelitian yang akan mencakup

beberapa kegiatan di dalamnya, yaitu:

a. Menggali dan menghimpun data dari berbagai sumber

tertulis mengenai informasi ilmiah tentang

kelembagaan pemerintah terutama pemerintah

propinsi dalam kaitan tugasnya sebagai wakil

Pemerintah Pusat dan sebagai koordinator dan

fasilitator bagi Kabupaten/Kota di wilayahnya ;

b. Menganalisa berbagai peraturan yang berkaitan

dengan pengaturan kelembagaan pemerintahan

daerah dan pengelolaan aparat pemerintah.

(2) Wawancara

Wawancara yang akan dilaksanakan menggunakan

tipe wawancara bebas terpimpin, dimana interviewer

membawa pedoman yang hanya berupa garis besar

tentang materi yang akan ditanyakan dari narasumber.

Page 20: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 13

Wawancara yang akan dilakukan Tim kajian akan

melakukan kegiatan wawancara dengan berbagai nara

sumber untuk memperoleh masukan mengenai

permasalahan organisasi pemerintah propinsi. Pihak-

pihak tersebut antara lain adalah :

a. Pihak praktisi yang meliputi pejabat di lingkungan

pemerintahan Propinsi pada seluruh SKPD meliputi

secretariat daerah, dinas dan badan daerah;

b. Komunitas dan Lembaga yang mempunyai komitmen

dalam bidang penataan kelembagaan organisasi

pemerintah, pihak akademisi, dalam hal ini adalah

pakar dari universitas dengan latar belakang

keilmuan administrasi negara dan hukum administrasi

Negara.

(3) Forum Diskusi Terarah (Focused Group

Discussion/FGD)

Forum diskusi terarah (Focused Group

Discussion/FGD) dilakukan untuk memperoleh masukan

secara menyeluruh tentang tugas, fungsi dan beban kerja

serta kinerja pemerintahan provinsi. Sebagai tindak

lanjut dari kegiatan pengumpulan data sebelumnya,

diadakan FGD dengan melibatkan berbagai narasumber,

terdiri wakil lembaga/instansi terkait yang berasal dari:

a. Sekretariat Daerah;

b. Pejabat dari lembaga/instansi pemerintah lain (Dinas

Page 21: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 14

maupun lembaga);

Dalam konteks penelitian kualitatif, FGD banyak

digunakan karena beberapa keuntungan:

a. Interaksi kelompok. Adanya interaksi di dalam

kelompok memungkinkan munculnya respons yang

lebih kaya dan juga memungkinkan timbulnya

pemikiran-pemikiran baru yang berharga.

b. Observasi. Peneliti akan dapat langsung mengamati

diskusi serta mendapatkan insight mengenai perilaku,

sikap, bahasa, dan perasaan responden.

c. Biaya dan waktu. DKT dapat diselesaikan lebih

cepat dan biasanya lebih mudah dibanding

wawancara mendalam (depth interview).

(4) Penyebaran Angket/Kuesioner

Angket/kuesioner disusun untuk membantu

pelaksanaan pengumpulan data primer pada aspek-aspek

kajian yang cenderung (sebagian besar) bersifat

kuantitatif (atau dapat dikuantitatifkan). Kuesioner juga

digunakan untuk menggali persepsi kualitatif responden

secara individual, yang mungkin belum terakomodasi

atau tersalurkan pada saat pelaksanaan FGD. Responden

yang bertindak sebagai narasumber pengisian

angket/kuesioner adalah stakeholder dari unsur

pemerintah propinsi dari seluruh SKPD dan dari unsur

Page 22: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 15

pemerintah Kabupaten/Kota (yang ada di ibukota

Propinsi).

Penarikan sampel dilakukan secara simple

random sampling artinya cara pengambilan sample

dari semua anggota populasi di lakukan secara

tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota

populasi itu (Sugiyono,2002:59). Sedangkan untuk

jumlah sampel sesuai pendapat Gay sebagaimana

dikutip Umar (1999:108) ukuran minimal sampel yang

dapat diterima untuk metode analisis deskriptif adalah

30 subjek dari jumlah populasi. Oleh karenanya

minimal dalam 1 Propinsi akan diambil 30 sampel

tergantung jumlah SKPD yang ada pada tiap

Propinsi.

(5) Form Dokumentasi

Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan

data sekunder, yang bisa diambil dari peraturan terkait,

dokumen-dokumen dari pemerintah propinsi, pemerintah

kabupaten/kota pada wilayah propinsi kajian, maupun

dari berbagai tulisan seperti; journal ilmiah, hasil

penelitian, dan majalah ilmiah popular.

Page 23: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 16

2.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner. Ada 4

kuesioner untuk mejawab pertanyaan studi dan mencapai

tujuan dari studi. Kuesioner terlampir pada lampiran laporan

ini.

Aspek yang termuat dalam kuesioner meliputi :

1) Formula Perhitungan Pegawai Optimal Pendekatan

Beban Kerja

• Rumus Penghasilan Jumlah Pegawai yang Optimal

Beban kerja pegawai Riel x Jumlah Pegawai yang riel

Beban kerja pegawai sesuai aturan

• Penghitungan Beban Kerja Pegawai Riel

Prakiraan Jumlah Pegawai yg melaksanakan pekerjaan x Prakiraan Rata-Rata Jam kerja Pegawai

• Penghitungan Beban Kerja Sesuai Aturan

Jumlah Pegawai yang Riel x Jam Kerja sesuai aturan

2) Perhitungan Pegawai Pendekatan Estimasi (Ekonometrik)

lnJP = β0 + β1lnPop + β2lnL + β3lnPAD + β4lnPDRB

Page 24: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 17

3) Penetapan Standar Kompetensi Jabatan

Mengidentifikasi kompetensi yang dibutuhkan untuk

pejabat Eselon III dan IV dengan variabel identifikasi

meliputi (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

kuesioner yang diampirkan) :

• aspek integritas

• aspek kepemimpinan

• aspek kemampuan manajerial

• aspek kemampuan team work

• aspek kemampuan social

• aspek kemampuan teknik

4) Permasalahan Manajemen Kepegawaian

Permasalahan manajemen kepegawaian menjadi

acuan bahasan dalam FGD dengan pejabat Eselon III

dan IV pada instansi terpilih. Aspek yang dikaji

meliputi:

• Formasi Pegawai

• Rekruitmen

• Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian

• Remunerasi

• Penegakan Disiplin dan Etika Pegawai

• Standard Kompetensi dan Penilaian Kinerja

• Permasalahan Umum Kepegawaian Umumnya

Page 25: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 18

2.4.1 Teknik Analisa Data

Sesuai dengan data yang diperoleh, maka proses analisis

dalam kegiatan studi ini dilakukan dengan menggunakan

kombinasi pendekatan analisis kualitatif dan analisis

kuantitatif/analisis inferensial. Kedua pendekatan tersebut

tidak menjadikan hasil analisis akan bersifat saling terpisah,

melainkan bersifat saling melengkapi satu sama lainnya.

Anlisis dilakukan meliputi empat perspektif dalam Balanced

Scorecard meliputi perspektif kinerja keuangan, perspektif

kinerja pelayanan pelanggan, perspektif kinerja bisnis

internal dan perspektif kinerja pembelajaran dan

pertumbuhan yang varibelnya kajiannya telah dibahas pada

sub bab 2.4.1.

Page 26: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 19

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Laporan Rencana Kerja Lapo

Persiapan Umum Pelaksanaan Pekerjaan 1. Mobilisasi dan & Konsolidasi Personil 2. Mobilisasi Prasarana & Sarana Pendukung

Kegiatan 3. Koordinasi dengan Tim Teknis/Pemberi Kerja: 4. Studi Leteratur Pendukung 5. Penyusunan Rencana Kerja Komprehensif

Pembahasan Rencana Kerja & Metodologi

Pengembangan Metodologi & Survey & Analisis Identifikasi Kelembagaan & Komunitas: 1. Instrumen: Kuesioner, Wawancara, FGD, Data

Sekunder 2. Responden/nara Sumber 3. Metode Kualitatif: Deskriptif 4. Metode Analisis Kuantitatif: Balanced Scorecard,

Six Sigma, atau Beban Kerja dan Regresi

Survey Identifikasi Beban Kerja, Jumlah Optimal, dan Kompetensi Aparatur Pemerintah Daerah terhadap Dinas dan Lembaga Teknis Daerah n (2 Provinsi Lama: DIY dan Sumatera Utara; 3 Provinsi

Baru: Banten, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau

Kompilasi Data Hasil Survey Pembahasan Hasil Survey

Page 27: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 20

a. Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis data secara kualitatif bersifat

memaparkan hasil temuan secara mendalam

melalui pendekatan bukan angka atau

nonstatististik. Analisis ini cenderung

mengakomodasi setiap data atau tanggapan

responden yang diperoleh selama pengumpulan

data agar mampu memperkaya wawasan (insight)

manajer (Istijanto, 2005: 85). Metode ini

digunakan untuk menjabarkan dan

menggambarkan secara sistematik dan

komprehensif data-data kualitatif diperoleh dari

FGD (Focus Group Discussion), wawancara

mendalam (depth interview), dan observasi.

Page 28: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 21

Analisis ini dilakukan untuk memperoleh deskripsi

utuh atas permasalahan yang menjawab tujuan

dan sasaran dari sebuah kajian.

Data atau kata-kata yang diungkapkan

oleh aparat selanjutnya dianalisis dengan

merangkum atau meringkas untuk menghasilkan

temuan yang lebih bermakna dan mudah

dipahami. Rangkuman/ringkasan dapat berupa

faktor-faktor yang melandasi variabel

pengelolaan aparat (SDM daerah), dugaan adanya

hubungan antar variabel pengelolaan aparatur,

atau komponen-komponen pembentuknya.

b. Analisis Kuantitatif

Metode analisis kuantitatif digunakan

untuk penentuan jumlah/pola optimal dalam

penentuan aparatur pemda propinsi dari

indikator-indikator yang bersifat kuantitatif.

Analisis ini diperlukan untuk menunjang dan

menajamkan narasi dari analisis deskriptif yang

bersifat kualitatif adalah Metode Balance

Scorecard, Metode Six Sigma, Analisis Multiple

Regression, atau metode lain yang dapat

digunakan untuk menganalisis sumberdaya

manusia (Human Resources Development).

Page 29: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 22

Metode analisis tersebut sifatnya masih

alternatif, karena perlu dilakukan pengujian dan

kelayakan agar hasil kajian sesuai dengan

harapan.

1) Metode Balanced Scorecard

Balanced Scorecard system (sistem

pengukuran kinerja berimbang) merupakan

sistem pengukuran yang efektif yang menjadi

bagian integral proses manajemen yang

dapat memotivasi peningkatan dibidang-

bidang penting seperti produk, proses

produksi, kepuasan konsumen, serta

pengembangan pasar.

Dalam proses pengembangannya

Balanced Scorecard meliputi langkah-langkah

sebagai berikut:

a) Pada langkah pertama, yaitu persiapan

dimana suatu organisasi harus

menentukan dan mendefinisikan unit

bisnis yang sesuai dengan unit balanced

scorecard system yang akan

dikembangkan biasanya unit bisnis yang

memiliki sendiri konsumen, saluran

distribusi, fasilitas produksi dan tolok

Page 30: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 23

ukur keuangan sendiri. Langkah

penentuan dan pengembangan visi, misi

dan strategi perusahaan. Visi perusahaan

ialah kemampuan atau daya perusahaan

untuk melihat atau mengimajinasikan

dirinya sendiri dimasa depan. Misi

perusahaan artinya tugas khusus yang

akan diemban oleh perusahaan dalam

mencapai tujuannya sehingga

memberikan arah dan fokus bagi

manajemen terhadap aktivitas-

aktivitasnya. Sedangkan strategi

perusahaan didefinisikan sebagai apa

yang sedang dan akan dikerjakan

organisasi;

b) Langkah selanjutnya, memformulasikan

balanced scorecard dimana dapat

mengintegrasikan tolok ukur keuangan

sebagai satu kesatuan tolok ukur kinerja.

Selanjutnya mengimplementasikan

balanced scorecard dengan cara

mengintegrasikannya kedalam filosofi

manajemen dan budaya perusahaan,

mengkomunikasikannya kepada karyawan

dan mengembangkan sistem informasi

Page 31: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 24

yang mendukung pengukuran kinerja

menurut balanced scorecard system serta

mengimplementasikan balanced

scorecard kedalam aktivitas-aktivitas

perusahaan sehari-hari;

c) Langkah terakhir mengevaluasi balanced

scorecard pada setiap akhir suatu

periode yang telah ditetapkan sebagai

saat evaluasi misalnya bulanan,

semesteran atau tahunan dan

mendiskusikannya kepada seluruh

jenjang manajemen sebagai bagian dari

penetapan tujuan strategi perusahaan

dan proses alokasi sumber daya.

Fokus dari Balanced Scorecard adalah

untuk meningkatkan proses manajemen

dalam:

Klarifikasi dan translasi dari visi dan

strategi;

Komunikasi dan hubungan tujuan dan

ukuran strategi;

Rencana set target dan aliansi inisiatif

strategi;

Page 32: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 25

Mencapai dan mempelajari strategi

feedback.

Balance Scorecard melakukan

penilaian dalam penaksiran kinerja

perusahaan dengan 4 perspektif yaitu :

a) Perspektif Keuangan (finansial)

Perspektif keuangan tetap menjadi

perhatian dalam balanced scorecard

karena ukuran keuangan merupakan

ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang

terjadi akibat keputusan dan tindakan

Gambar 2.2

Empat Perspektif Dalam Analisis Balance

Scorecard

Sumber : Kaplan and Norton (1996)

Page 33: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 26

ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian

kinerja keuangan yang baik merupakan

fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam

tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran

perspektif keuangan dibedakan pada

masing-masing tahap dalam siklus bisnis

yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan

menjadi tiga tahap:

Growth (Berkembang), dimana

berkembang merupakan tahap

pertama dan tahap awal dari siklus

kehidupan bisnis. Pada tahap ini

suatu perusahaan memiliki tingkat

pertumbuhan yang sama sekali atau

peling tidak memiliki potensi untuk

berkembang. Untuk menciptakan

potensi ini, kemungkinan seorang

manajer harus terikat komitmen

untuk mengembangkan suatu produk

atau jasa baru, membangun dan

mengembangkan fasilitas produksi,

menambah kemampuan operasi,

mengembangkan sistem,

infrastruktur dan jaringan distribusi

yang akan mendukung hubungan

Page 34: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 27

global, serta mengasuh dan

mengembangkan hubungan dengan

pelanggan. Perusahaan dalam tahap

pertumbuhan mungkin secara aktual

beroperasi dengan cash flow negatif

dan tingkat pengembalian atas modal

yang rendah. Investasi yang ditanam

untuk kepentingan masa depan

sangat memungkinkan memakai biaya

yang lebih besar dibandingkan

dengan jumlah dana yang mampu

dihasilkan dari basis operasi yang ada

sekarang, dengan produk dan jasa

dan konsumen yang masih terbatas.

Sasaran keuangan untuk growth stage

menekankan pada pertumbuhan

penjualan di dalam pasar baru dari

konsumen baru dan atau dari produk

dan jasa baru.

Sustain Stage (Bertahan), merupakan

tahap kedua yaitu suatu tahap

dimana perusahaan masih melakukan

investasi dan reinvestasi dengan

mempersyaratkan tingkat

pengembalian yang terbaik, Dalam

Page 35: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 28

tahap ini perusahaan berusaha

mempertahankan pangsa pasar yang

ada dan mengembankannya apabila

mungkin. Investasi yang dilakukan

umumnya diarahkan untuk

menghilangkan kemacetan,

mengembangkan kapasitas dan

meningkatkan perbaikan operasional

secara konsisten. Pada tahap ini

perusahaan tidak lagi bertumpu pada

strategi-stratei jangka panjang.

Sasaran keuangan tahap ini lebih

diarahkan pada besarnya tingkat

pengembalian atas investasi yang

dilakukan.

Harvest (Panen), tahap ini

merupakan tahap kematangan

(mature), suatu tahap dimana

perusahaan melakukan panen

(harvest) terhadap investasi mereka.

Perusahaan tidak lagi melakukan

investasi lebih jauh kecuali hanya

untuk memelihara dan perbaikan

fasilitas, tidak untuk melakukan

ekspansi atau membangun suatu

Page 36: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 29

kemampuan baru. Tujuan utama

dalam tahap ini adalah

memaksimumkan arus kas yang

masuk ke perusahaan. Sasaran

keuangan untuk harvest adalah cash

flow maksimum yang mampu

dikembalikan dari investasi dimasa

lalu.

b) Perspektif Pelanggan.

Pada masa lalu seringkali

perusahaan mengkonsentrasikan diri

pada kemampuan internal dan kurang

memperhatikan kebutuhan

konsumen. Sekarang strategi

perusahaan telah bergeser fokusnya

dari internal ke eksternal. Jika suatu

unit bisnis inin mencapai kinerja

keuangan yang superior dalam jangka

panjang, mereka harus menciptakan

dan menyajikan suatu produk atau

jasa yang bernilai dari biaya

perolehannya. Dan suatu produk akan

semakin bernilai apabila kinerjanya

semakin mendekati atau bahkan

Page 37: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 30

melebihi dari apa yang diharapkan

dan persepsikan konsumen (Heppy

Julianto, 2000). Tolok ukur kinerja

pelanggan dibagi menjadi dua

kelompok (Budi W. Soejtipto, 1997):

Kelompok Inti

Pangsa pasar: mengukur seberapa

besar pororsi segmen pasar

tertentu yang dikuasai oleh

perusahaan.

Tingkat perolehan para pelanggan

baru: mengukur seberapa banyak

perusahaan berhasil menarik

pelanggan-pelanggan baru.

Kemampuan mempertahankan para

pelanggan lama: mengukur

seberapa banyak perusahaan

berhasil mempertahankan

pelangan-pelanggan lama.

Tingkat kepuasan pelanggan:

mengukur seberapa jauh pelanggan

merasa puas terhadap layanan

perusahaan.

Tingkat profitabilitas pelanggan:

Page 38: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 31

mengukur seberapa besar

keuntungan yang berhasil diraih

oleh perusahaan dari penjualan

produk kepada para pelanggan.

Kelompok Penunjang.

Atribut-atribut produk (fungsi,

harga dan mutu), dimana tolok

ukur atribut produk adalah tingkat

harga eceran relatif, tingkat daya

guna produk, tingkat pengembalian

produk oleh pelanggan sebagai

akibat ketidak sempurnaan proses

produksi, mutu peralatan dan

fasilitas produksi yang digunakan,

kemampuan sumber daya manusia

serta tingkat efisiensi produksi.

Hubungan dengan pelanggan, tolok

ukur yang termasuk sub kelompok

ini, tingkat fleksibilitas perusahaan

dalam memenuhi keinginan dan

kebutuhan para pelanggannya,

penampilan fisik dan mutu layanan

yang diberikan oleh pramuniaga

serta penampilan fisik fasilitas

Page 39: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 32

penjualan.

Citra dan reputasi perusahaan

beserta produk-produknya dimata

para pelanggannya dan masyarakat

konsumen.

c) Perspektif Proses Bisnis Internal.

Menurut Kaplan dan Norton

1996, dalam proses bisnis internal,

manajer harus bisa mengidentifikasi

proses internal yang penting dimana

perusahaan diharuskan melakukan

dengan baik karena proses internal

tersebut mempunyai nilai-nilai yang

diinginkan konsumen dan dapat

memberikan pengembalian yang

diharapkan oleh para pemegang

saham. Tahapan dalam proses bisnis

internal meliputi:

Inovasi, dimana inovasi yang

dilakukan dalam perusahaan

biasanya dilakukan oleh bagian

riset dan pengembangan. Dalam

tahap inovasi ini tolok ukur yang

digunakan adalah besarnya

Page 40: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 33

produk-produk baru, lama waktu

yang dibutuhkan untuk

mengembangan suatu produk

secara relatif jika dibandingkan

perusahaan pesaing, besarnya

biaya, banyaknya produk baru

yang berhasil dikembangkan.

Proses Operasi, tahapan ini

merupakan tahapan dimana

perusahaan berupaya untuk

memberikan solusi kepada para

pelanggan dalam memenuhi

kebutuhan dan keinginan

pelanggan. Tolok ukur yang

digunakan antara lain

Manufacturing Cycle

Effectiveness (MCE), tingkat

kerusakan produk pra penjualan,

banyaknya bahan baku terbuang

percuma, frekuensi pengerjaan

ulang produk sebagai akibat

terjadinya kerusakan, banyaknya

permintaan para pelanggan yang

tidak dapat dipenuhi,

penyimpangan biaya produksi

Page 41: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 34

aktual terhadap biaya anggaran

produksi serta tingkat efisiensi

per kegiatan produksi.

Proses Penyampaian Produk atau

Jasa pada Pelanggan, aktivitas

penyampaian produk atau jasa

pada pelanggan meliputi

pengumpulan, penuimpanan dan

pendistribusian produk atau jasa

serta layanan purna jual dimana

perusahaan berupaya

memberikan manfaat tambahan

kepada pelanggan yang telaah

membeli produknya seperti

layanan pemeliharaan produk,

layanan perbakan kerusakan,

layanan penggantian suku

cadang, dan perbaikan

pembayaran.

d) Perspektif Pembelajaran dan

Pertumbuhan.

Perspektif keempat dalam

balanced scorecard mengembangkan

pengukuran dan tujuan untuk

Page 42: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 35

mendorong organisasi agar berjalan

dan tumbuh. Tujuan dari perspektif

pembelajaran dan pertumbuhan

adalah menyediakan infrastruktur

untuk mendukung pencapaian tiga

perspektif sebelumnya. Perspektif

keuangan, pelanggan dan sasaran

dari proses bisnis internal dapat

mengungkapkan kesenjangan antara

kemampuan yang ada dari orang,

sistem dan prosedur dengan apa yang

dibutuhkan untuk mencapai suatu

kinerja yang handal. Untuk

memperkecil kesenjangan tersebut

perusahaan harus melakukan

investasi dalam bentuk reskilling

employes. Adapun faktor-faktor yang

harus diperhatikan adalah (Kaplan

dan Norton, 1996):

Karyawan, hal yang perlu

ditinjau adalah kepuasan

karyawan dan produktivitas

kerja karyawan. Untuk

mengetahui tingkat kepuasan

karyawan perusahaan perlu

Page 43: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 36

melakukan survei secara

reguler. Beberapa elemen

kepuasan karyawan adalah

keterlibatan dalam

pengambilan keputusan,

pengakuan, akses untuk

memperoleh informasi,

dorongan untuk melakukan

kreativitas dan inisiatif serta

dukungan dari atasan.

Produktivitas kerja merupakan

hasil dari pengaruh agregat

peningkatan keahlian moral,

inovasi, perbaikan proses

internal dan tingkat kepuasan

konsumen. Di dalam menilai

produktivitas kerja setiap

karyawan dibutuhkan

pemantauan secara terus

menerus.

Kemampuan Sistem Informasi,

perusahaan perlu memiliki

prosedur informasi yang mudah

dipahami dan mudah

dijalankan. Tolok ukur yang

Page 44: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 37

sering digunakan adalah bahwa

informasi yang dibutuhkan

mudah diperoleh, tepat dan

tidak memerlukan waktu lama

untuk mendapat informasi

tersebut

Balanced Scorecard merupakan

sistem yang dipakai untuk pengukuran

kinerja perusahaan yang mampu

menyediakan informasi bagi manajemen dan

pemegang saham untuk memberikan jawaban

atas empat pertanyaan pokok, yaitu :

a) Bagaimana pandangan pemegang saham

atas kinerja perusahaan? (financial

perspective);

b) Bagaimana pandangan customers

terhadap perusahaan? (customers

perspective);

c) Apa yang dapat diunggulkan perusahaan?

(internal perspective);

d) Dapatkah manajemen melakukan

perbaikan dan menciptakan value secara

berkesinambungan? (learning and growth

perspective).

Page 45: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 38

Sistem pengukuran yang menyajikan

informasi dari empat perspektif yang

berbeda tersebut dapat memaksimalkan

informasi yang diperlukan oleh top

management. Keempat perspektif tersebut

harus diberikan cakupan yang seimbang

(balanced) dan terjadinya suboptimalisasi

pada satu perspektif harus dihindarkan.

Ada 4 langkah yang harus dilalui

untuk menggunakan Balanced Scorecard

dalam perencanaan strategi jangka panjang

yang terintegrasi dan proses budget

operasional antara lain :

1) Set stretch targets; target yang

ditetapkan harus mencerminkan

discontinuity dalam kinerja unit bisnis.

Bila target tersebut telah dicapai maka

dimplementasikan dalam marketing

untuk inovasi dan untuk jasa pelanggan

yang diikuti oleh profit yang besar.

Sebagai driver kinerja Balanced sorecard

akan membantu manajer untuk

mengindentifikasi driver utama yang

dapat memicu ukuran kinerja hasil,

Page 46: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 39

dalam faktor operasional seperti strategi

investasi, market research, inovasi

produk dan jasa, reskilled employees dan

penggunaan sistem informasi yang akan

menciptakan target keuangan yang

ambisius yang akan dicapai serta

pelanggan.

2) Identify and rationalize strategic

initiative; dalam balanced scorecard

inisiatif akan terfokus untuk mencapai

tujuan organisasi, ukuran dan target yang

menyempurnakan channel kreativitas

meliputi program ukuran yang hilang,

penyempurnaan program yang kontinu

dihubungkan dengan rate of change

metrics dan inisiatif strategi seperti

reengineering dan program transformasi

yang dihubungkan dengan

penyempurnaan yang radikal dalam

kinerja kunci dari driver.

3) Identify critical cross-business initiative;

perusahaan dapat menggunakan Balanced

sorecard untuk mendorong fungsi

corporate level sehingga semakin efisien

dan terfokus pada pelanggan dan dapat

Page 47: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 40

mengidentifikasi inisiatif yang akan

memberikan keuntungan kepada strategi

unit bisnis.

4) Link to annual resources allocations and

budgets; strategi dijalankan dengan

menghubungkan 3 atau 5 tahun rencana

strategi ke discreationary expense dan

kinerja budget untuk tahun mendatang

dan kemudian menelusurinya kembali ke

unit bisnis sesuai dengan perjalanan

strategi

Dalam aplikasinya, balanced

scorecard diciptakan untuk menetapkan goals

dan selanjutnya mengukur pencapaian goals

tersebut, sehingga sistem ini dapat

membantu perusahaan dalam menetapkan

strategi yang akan dipakai. Balanced

Scorecard bukan merupakan suatu pola yang

dapat diaplikasikan pada semua perusahaan

secara umum. Situasi pasar, produk/jasa dan

kompetisi yang berbeda akan menyebabkan

penatapan, scorecard yang berbeda.

Perusahaan seharusnya menciptakan

scorecard yang disesuaikan dengan misi,

Page 48: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 41

teknologi serta budaya masing-masing

perusahaan. Sistem baru ini lebih dari

sekedar alat ukur kinerja, karena sistem

manajemen ini dapat menumbuhkan motivasi

untuk perbaikan dalam pengembangan

produk, proses, customers dan lainnya.

Dengan mengkombinasikan empat perspektif,

yaitu financial, customers, internal process

dan learning and growth, balanced scorecard

akan membantu manajemen dalam hal

pembuatan dan pengambilan keputusan,

dengan lebih melihat masa depan dibanding

kejadian yang telah terjadi.

2.4.2. Penerapan Balance Scorecad Dalam Analisis

Kinerja Sektor Publik

Secara umum, penerapan konsep balanced

socrecard dalam organisasi publik dapat dilakukan

mulai dari proses pembelajaran dibidang keahlian,

pengetahuan, data, maupun masyarakat. Proses

pembelajaran ini akan mempengaruhi proses internal

organisasi. Proses internal akan mewarnai mutu

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat maupun

para wakil rakyat, mempengaruhi nilai dan manfaat,

serta mempengaruhi keuangan dan biaya sosial, dan

Page 49: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 42

secara keseluruhan akan bermuara pada misi organisasi

yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Secara diagram,

dapat dijelaskan pada gambar berikut.

Gambar 2.3 Penerapan Balanced Scorecard

dalam Organisasi Publik

Beberapa pertanyaan pokok yang perlu dijawab

Page 50: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 43

dalam menjabarkan misi organisasi menjadi strategi

dalam empat perspektif balance scorecard dapat

dijabarkan berikut ini.

1) Misi :

Apa misi organisasi?

Jasa pelayanan dan program apa saja yang

dipersyaratkan dan dibutuhkan?

2) Pelanggan dan Pihak Berkepentingan :

Bagaimana organisasi mencipta nilai?

Manfaat apa saja yang dibutuhkan untuk

penyediaan jasa tersebut?

3) Karyawan dan Kapasitas Organisasi:

Bagaimana kita merubah dan

mengembangkan kemampuan?

4) Proses Bisnis Internal:

Untuk memuaskan para pembayar pajak,

wakil rakyat dan pihak berkepentingan

lainnya, proses bisnis mana yang harus

ditonjolkan?

5) Finansial:

Untuk kehati-hatian pengelolaan sumber

daya publik, bagaimana cara mengalokasikan

dana dan mengontrol belanja?

Page 51: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 44

Gambar 2.4 Penjabaran Visi dan Misi Organisasi Publik

Berdasarkan alur pertanyaan tersebut.

Selanjutnya dapat disusun bagan analisis dari Balance

sorecard. Sebagai contoh adalah dalam konteks analisis

sektor publik di bidang kesehatan, dijelaskan pada

gambar 2.5.

Gambar 2.5: Analisis Sketor Publik di Bidang Kesehatan

Page 52: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 45

Sedangkan sasaran dan ukuran strategik dari

penerapan metode ini, dapat dilihat pada taabel berikut:

Tabel 2.1 Ukuran dan Sasaran Strategis dengan Balanced

Scorecard

Page 53: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 46

Page 54: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 47

2) Metode Six Sigma

Six Sigma merupakan sebuah metodologi

terstruktur untuk memperbaiki proses yang

difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses

(process variances) sekaligus mengurangi cacat

(produk/jasa yang diluar spesifikasi) dengan

menggunakan statistik dan problem solving tools

secara intensif.

Secara harfiah, Six Sigma (6σ) adalah

suatu besaran yang bisa kita terjemahkan secara

gampang sebagai sebuah proses yang memiliki

kemungkinan cacat (defects opportunity)

sebanyak 3.4 buah dalam satu juta

produk/jasa. Ada banyak kontroversi di sekitar

penurunan angka Six Sigma menjadi 3.4 dpmo

(defects per million opportunities). Namun bagi

kita, yang penting intinya adalah Six Sigma

sebagai metrics merupakan sebuah referensi

untuk mencapai suatu keadaan yang nyaris bebas

cacat. Dalam perkembangannya, 6σ bukan hanya

sebuah metrics, namun telah berkembang

menjadi sebuah metodologi dan bahkan strategi

bisnis.

Page 55: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 48

Peter S. Pande & Larry Holpp (2003:3)

menyatakan Six Sigma (6σ) adalah cara mengukur

proses, tujuan mendekati sempurna, disajikan

dengan 3,4 DMPO (defect per million

opportunities); mengubah budaya organisasi.

Atau lebih tepat six sigma difinisikan sebagai

sebuah system yang luas dan komprehensif untuk

membangun dan menopang kinerja, sukses, dan

kepimpinan bisnis.

Masish menurut Peter Pande,dkk, dalam

bukunya The Six Sigma Way: Team Fieldbook,

ada enam komponen utama konsep Six Sigma

sebagai strategi bisnis:

1. Benar-benar mengutamakan layanan pada

masyarakat: seperti kita sadari bersama,

masyarakat bukan hanya penerima layanan,

tapi bisa juga berarti mitra kerja aparat,

kelompok yang menerima hasil kerja aparat,

masyarakat lainnya pengguna jasa, dll.

2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta:

bukan berdasarkan opini, atau pendapat

tanpa dasar.

3. Fokus pada proses, manajemen dan

perbaikan: Six Sigma sangat tergantung

kemampuan kita mengerti proses yang

Page 56: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 49

dipadu dengan manajemen yang bagus untuk

melakukan perbaikan.

4. Manajemen yang proaktif: peran pemimpin

dan manajer sangat penting dalam

mengarahkan keberhasilan dalam melakukan

perubahan.

5. Kolaborasi tanpa batas: kerja sama antar tim

yang harus mulus.

6. Selalu mengejar kesempurnaan.

Six Sigma adalah suatu metode yang

sangat terstruktur yang terdiri dari terdiri dari

lima tahapan yang disingkat DMAIC (Define,

Analyze, Improve, Control). Define: pada tahap

ini team pelaksana mengidentifikasikan

permasalahan, mendefiniskan spesifikasi

pelanggan, dan menentukan tujuan (pengurangan

cacat/biaya dan target waktu). Measure: tahap

untuk memvalidasi permasalahan,

mengukur/menganalisis permasalahan dari data

yang ada.

Analyze: menentukan faktor-faktor yang

paling mempengaruhi proses; artinya mencari

satu atau dua faktor yang kalau itu diperbaiki

akan memperbaiki proses kita secara dramatis.

Page 57: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 50

Improve: nah, di tahap ini kita mendiskusikan

ide-ide untuk memperbaiki sistem kita

berdasarkan hasil analisa terdahulu, melakukan

percobaan untuk melihat hasilnya, jika bagus lalu

dibuatkan prosedur bakunya (standard

operating procedure-SOP). Control: di tahap ini

kita harus membuat rencana dan desain

pengukuran agar hasil yang sudah bagus dari

perbaikan team kita bisa berkesinambungan.

Dalam tahap ini kita membuat semacam metrics

untuk selalu dimonitor dan dikoreksi bila sudah

mulai menurun ataupun untuk melakukan

perbaikan lagi.

Langkah-langkah penggunaan pendekatan

Six Sigma dalam Pengelolaan Aparatur Pemda:

1. Identifikasi kualitas pengelolaan aparatur

yang efektif dan efisien

2. Mengklasifikasi karakteristik kualitas

pengelolaan aparatur

3. Menentukan kendali (part dan/ proses)

4. Toleransi maksimum karakteristik kualitas

5. Menentukan variasi proses untuk

karakteristik yang telah diklasifikasi

6. Penentukan Indeks kapabilitas CP lebih besar

dari sama dengan 2.

Page 58: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 51

Tabel 2.2: Batas-Batas Kontrol 6σ

Peta Kontrol X-Bar (Batas-Batas Kontrol 6-Sigma atau 6σ)

Peta Kontrol S (Batas-B6σ)

CL = nilai target (T)

UCL= T + 1,5σ

LCL= T – 1,5 σ

UCL = SMaksimal

LCL = 0

Sumber: Gaspersz (2001)

Keterangan: T = target yang diinginkan

Adapun keuntungan menggunakan DMAIC

sebagai analisis adalah:

1) membuat awal yang baik

2) memberikan konteks yang baru terhadap

alat-alat yang familiar

3) menciptakan sebuah pendekatan yang

konsisten

4) memprioritaskan pelanggan dan pengukuran

5) menawarkan jalur proses dan perancangan

ulang untuk perbaikan perbaikan.

Tabel 2.3: Komponen dan Indikator 6σ

Komponen 6σ Perusahaan Pengelpeme

Fokus yang sungguh kepada pelanggan

Kinerja pelanggan, kepuasan pelanggan, dan nilai pelanggan

Kinerja (kuakehandalan, pengembang

Page 59: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 52

perencanaanjumlah) layalayanan publ

Manajemen digerakkan oleh data fakta

Pengukuran kinerja perusahaan dan menganalisis variabel-variabel kunci

Kinerja penganalisis varia

Fokus proses, manajemen, dan perbaikan

Fokus proses, manajemen, dan perbaikan

Proses pengepengembangaparat, dan aparat, komjumlah aparamotivasi apa

Proaktif Manajamen proaktif Kepekaan apdaerah

Kolaborasi tanpa batas Kerja sama antara kelompok internal dengan para pelanggan, pemasok, mitra rantai persediaan.

Kerja sama ainternal dan horizontal, r

Dorongan untuk sempurna, tetapi teleransi terhadap pelanggan

Mengelola resiko dan belajar dari kesalahan

Pengelolaan mengurangi

Sumber: diolah dari berbagai sumber

Pengukuran instrumen; skala interval dan ordinal.

Dalam Six Sigma, konsep Variance dan Standar Deviasi

memegang peran yang sangat penting dalam analisis. Ini

karena dari pengalaman pada proses-proses produksi barang

dan jasa, variasi adalah MUSUH. Fokus Six Sigma adalah

mengurangi variasi. Kenapa? Karena setiap

individu/organisasi yang menjadi pelanggan kita ‘merasakan’

variasi itu, bukan merasakan rata-rata.

Tabel 2.4: Kriteria Konversi 6σ

Page 60: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 53

Sumber: Pande & Holpp (2003) dalam Rahman (2005)

3) Metode Regresi Linier

Teknik regresi adalah pendekatan yang

digunakan untuk mendefinisikan relasi matematis

antara variabel output (y) dan satu atau lebih

variabel input (x). Diantara banyak model

regresi, analisis yang paling umum digunakan

dalam statistik oleh masyarakat luas adalah

regresi linear. Analisis ini memang sangat luas

aplikasinya karena hubungan antara dua variabel

merupakan sesuatu yang jamak dalam hidup

sehari-hari. Dalam kajian ini, teknik regresi

dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya

jumlah optimal pegawai dengan mengetahui

jumlah beban kerja pegawai. Beban kerja

Page 61: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 54

pegawai sebagai variabel bebas (X) dan jumlah

pegawai adalah variabel terikat (Y).

Dalam regresi linear, ada dua komponen

yang mendasari analisis-nya:

- pasangan dua variabel

- perkiraan alasan tentang hubungan antara

dua variabel

tersebut.

Konsep regresi sendiri walaupun sangat

lazim digunakan, namun tidak banyak yang

menyadari bahwa konsep ini sangat dekat dengan

hypothesis test dalam menentukan apakah dua

variabel yang kita analisa saling berkaitan.

Menentukan bentuk regresi dapat dilakukan

dengan beberapa cara. Cara yang paling

sederhana adalah membuat grafik dalam diagram

scatter, atau dengan cara operasi matematis.

Dengan menggunakan diagram scatter, data yang

telah di-plot secara sederhana dapat dilihat

kumpulan apakah kumpulan data dapat

dinyatakan berada pada suatu garis lurus (linier)

atau tidak lurus (non linier). Sedangkan dengan

cara matematis dapat untuk mengetahui data

Page 62: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 55

dengan bermacam-macam diantaranya Ordinary

Least Square (OLS).

Persamaan umum untuk regresi linear

sederhana dapat dituliskan sebagai berikut:

dimana:

iY adalah nilai perkiraan dari variabel output

iY

b0

adalah titik singgung persamaan dengan

sumbu y ( nilai y jika x = 0)

b1

adalah koefisien yang menunjukkan

gradien persamaan tersebut

xi adalah nilai variabel input

ei

adalah nilai residual, nilai yang

menunjukkan perbedaan antara nilai actual

(Y) dan nilai perkiraan ( iY ) yang dihasilkan

oleh model tersebut.

Harga bo dihitung dengan rumus:

22

2

)(.)(

0XXn

XYYXYbΣ−Σ

ΣΣ−ΣΣ=

Harga b1 dihitung dengan rumus:

Page 63: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 56

221 )(.XXn

YXXYnbΣ−ΣΣΣ−Σ

=

Page 64: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN

GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

3.1 Landasan Teoritis

Dalam menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya pada bab

I, maka pada bagian ini akan diuraikan konsep dan kebijakan desentralisasi dan

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Dengan menguraikan kedua hal tersebut,

diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang kompetensi pegawai, analisis

pekerjaan, beban kerja pegawai, sjumlah/pola optimal pegawai, serta tentang

pengelolaan kepegawaian.

3.1.1 Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Definisi desentralisasi dan otonomi daerah merupakan dua istilah yang

berbeda tetapi merupakan satu kesatuan. Menurut Undang-Undang nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah adalah:

- Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh Pemerintah kepada daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

- Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

a. Konsep Desentralisasi

Desentralisasi merupakan sebuah instrumen untuk mencapai salah satu

tujuan bernegara, yaitu memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan

menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis.

Beberapa wujud pelaksanaan desentralisasi adalah adanya pelimpahan

kewenangan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah untuk

melakukan pembelanjaan dan kewenangan untuk memungut pajak (taxing

Page 65: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 34

power), terbentuknya Dewan yang dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang

dipilih oleh DPRD, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari Pemerintah

Pusat.

Konsep desentralisasi menurut PBB (1962) didefinisikan sebagai:

1. Dekonsentrasi yang disebut juga sebagai desentralisasi birokrasi atau

administrasi, dan

2. Devolusi yang sering disebut juga sebagai desentralisasi demokrasi atau

politik, yang mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada

badan perwakilan yang dipilih melalui pemilihan lokal.

Sedangkan menurut penjelasan Pasal 18 UUD 1945, desentralisasi

mengandung makna bahwa penyelenggaraan pemerintah di daerah harus

melibatkan rakyat. Untuk itu dalam realisasinya pemerintah daerah harus

mempunyai hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Tujuan penerapan asas desentralisasi di dalam negara kesatuan adalah agar

tidak terjadi pemusatan (sentralisasi) kekuasaan di tangan pemerintah pusat

dan agar kebijakan pemerintah lebih sesuai dengan kondisi wilayah dan

aspirasi masyarakat di daerah.

Secara umum, alasan mengapa desentralisasi itu penting yaitu:

1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi

dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak

saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai

tindakan pendemokrasian untuk mengikutsertakan rakyat di dalam

pemerintahan.

3. Dari sudut teknis organisatoris pemerintahan, adalah semata-mata untuk

mencapai suatu pemerintahan yang efisien.

4. Dari sudut kultural, desentralisasi diperlukan supaya perhatian dapat

sepenuhnya ditumpahkan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti

geografis, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi atau latar belakang

sejarahnya.

5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi

diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara

langsung membantu pembangunan tersebut.

Page 66: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 35

Pada akhir abad ini, desentralisasi telah dilakukan oleh banyak negara,

demikian dinyatakan oleh Bank Dunia dalam Decentralization Briefing Notes,

seperti yang dilakukan oleh negara-negara Amerika Latin, Afrika dan Asia.

Masing-masing negara mempunyai tujuan yang sama namun demikian mereka

mempunyai alasan dan motivasi yang berbeda untuk melakukan desentralisasi

itu.

1. Alasan ekonomi yang pertama dari desentralisasi adalah alokasi

efisiensi. Di mana, keputusan tentang pengeluaran publik yang dibuat

oleh pemerintah lebih dekat dan lebih bertanggunggjawab dengan

permintaan dari daerah, oleh karenanya desentralisasi labih rasional

dari pada desentralisasi.

2. Alasan ekonomi yang kedua adalah untuk meningkatkan kemampuan

bersaing pemerintah dan mendorong inovasi, oleh karenanya pemerintah

daerah akan selalu berusaha untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan

penduduknya. Keuntungan yang lain adalah penduduk menjadi lebih

suka untuk membayar kewajiban-kewajibannya untuk prioritas

kemauannya, sehingga masyarakat ikut berpartisipasi memberikan

pelayanan.

Effendi (2002) mengatakan bahwa untuk mendefinsikan istilah

desentralisasi tidaklah mudah, karena menyangkut berbagai bentuk dan

dimensi yang beragam, terutama menyangkut aspek fiskal, politik,

perubahan administrasi dan sistem pemerintahan dan pembangunan sosial

dan ekonomi. Secara umum, konsep desentralisasi terdiri atas Desentralisasi

Politik (Political Decentralization); Desentralisasi Administratif

(Administrative Decentralization); Desentralisasi Fiskal (Fiscal

Decentralization); dan Desentralisasi Ekonomi (Economic or Market

Decentralization).

Dalam hal ini hanya akan dikemukakan pengertian desentralisasi

administratif. Effendi (2002) mendefinisikan Desentralisasi Adminitratif,

yaitu pelimpahan wewenang yang dimaksudkan untuk mendistribusikan

kewenangan, tanggung jawab, dan sumber-sumber keuangan untuk

menyediakan pelayanan publik. Pelimpahan tanggung jawab tersebut

terutama menyangkut perencanaan, pendanaan, dan pelimpahan

manajemen fungsi–fungsi pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada

Page 67: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 36

aparatnya di Daerah, tingkat pemerintahan yang lebih rendah, badan

otoritas tertentu, atau perusahaan tertentu.

Keberhasilan pelaksanaan desentralisasi akan sangat tergantung

pada desain, proses implementasi, dukungan politis baik pada tingkat

pengambilan keputusan di masing-masing tingkat pemerintahan, maupun

masyarakat secara keseluruhan, kesiapan administrasi pemerintahan,

pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia, mekanisme

koordinasi untuk meningkatkan kinerja aparat birokrasi, perubahan sistem

nilai dan perilaku birokrasi dalam memenuhi keinginan masyarakat

khususnya dalam pelayanan sektor publik.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 1

ayat 7 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi adalah penyerahan

wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Konsep desentralisasi menurut Undang-undang

sudah mencakup aspek fiskal, politik, administrasi dan sistem

pemerintahan, dan pembangunan sosial ekonomi.

Jadi dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa desentralisasi dapat diartikan sebagai penyerahan wewenang dari

pemerintah Pusat ke pemerintah daerah otonom dengan tujuan agar daerah

dapat mengatur dan mengelola pemerintahan dengan alasan sosial,

ekonomi, politik, maupun administrasi dalam kerangka Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

b. Konsep Otonomi Daerah

UU 5 tahun 1974 memperkenalkan sistem pemerintahan daerah

otonomi bertingkat dengan titik berat Otonomi Daerah diletakan pada

Daerah Tingkat II. Daerah Tingkat I adalah menjadi atasan Derah Tingkat II

dan selanjutnya. Pusat adalah menjadi atasan Daerah Tingkat I. Penyerahan

urusan (desentralisasi) yang menjadi tanggung jawab daerah ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah (PP). Urusan yang telah diserahkan dapat

ditarik kembali dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat.

Terlambatnya penyerahan urusan oleh Pusat pada Daerah Otonom

merupakan masalah utama dalam pelaksanaan Otonomi Daerah.

Page 68: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 37

Keterlambatan ini dipengaruhi pula oleh kesulitan penentuan urusan yang

akan diserahkan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut dan atas desakan dari

berbagai daerah dibentuklah undang-undang tentang sistem pemerintahan

daerah yang lebih komprehensif yang dikenal dengan UU 22 tahun 1999 yang

mulai berlaku tahun 2001. Seiring dengan undang-undang ini, diterbitkan

pula UU 25 tahun 1999 yang mengatur hubungan keuangan Pusat-Daerah.

Dengan diterbitkannya kedua undang-undang ini berarti pelaksanaan sistem

desentralisasi semakin jelas, baik ditinjau dari sisi administrasi

pemerintahan maupun dilihat dari segi pembiayaan yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan Otonomi Daerah.

Untuk mengakomodasi kelemahan peraturan dan perundang-undangan

yang lama dan aspirasi dari masyarakat bahwa otonomi daerah harus lebih

mengutamakan pelayanan menjadi mudah, kesejahteraanm masyarakat

meningkat, maka perlu dilakukan revisi undang-undang. Di samping itu perlu

ada kejelasan tentang pembagian urusan pemerintahan yang jelas agar

otonomi dapat dijalankan sesuai dengan tujuan semula dan semangat NKRI.

Maka lahirlah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan

Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 pasal pasal 1 ayat 5, bahwa yang

dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

3.1.2 Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi

Restrukturisasi urusan pemerintahan daerah merupakan salah satu unsur

terpenting yang perlu segera ditangani (melalui UU 32/2004 dan peraturan

pelaksananya). Pembagian urusan belum dilakukan secara jelas bagi pemerintahan

kabupaten/kota dalam reformasi desentralisasi tahun 1999. Bahkan jika pembagian

urusan telah jelas, beberapa departemen Lembaga Pemerintah Non Departemen

(LPND) lainnya masih berkeberatan dalam menyerahkan sejumlah urusan strategis,

Page 69: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 38

maupun urusan yang dapat menjadi sumber pendapatan daerah, yang selanjutnya

akan menyebabkan ketegangan antar tingkatan pemerintahan.

Berbeda jauh dengan UU 22 tahun 1999, UU 32 tahun 2004 mencoba

menghilangkan urusan sisa (residu) kepada pemerintah daerah (kabupaten/kota).

Undang-undang ini kemudian mencantumkan ”positive list” dari urusan wajib bagi

propinsi dan kabupaten/ kota, dengan rincian dilanjutkan di dalam Peraturan

Pemerintah. Undang-undang ini membedakan antara ”urusan wajib” dan ”urusan

pilihan”. Urusan wajib yang ditentukan dalam UU 32/2004 bentuknya kurang

konsisten; ada yang berbentuk sektor dan yang bersifat urusan dengan ruang

lingkup sempit. Daftar untuk propinsi hampir sama dengan daftar kabupaten/kota,

hanya ada tambahan urusan lintas kabupaten/kota. Lebih lagi, penentuan apa yang

menjadi urusan wajib maupun pilihan ditentukan atas serangkaian sektor, daripada

penentukan yang berdasar hakekat urusan itu sendiri.

Dalam Penjelasan PP 38 Tahun 2007 diuraikan bahwa penyelenggaraan

desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah

dengan Pemerintahan Daerah. Urusan pemerintahan terdiri dari urusan

pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan

pemerintahan yang dikelola secara bersama antar tingkatan dan susunan

pemerintahan atau konkuren. Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi

kewenangan pemerintah adalah urusan dalam bidang politik luar negeri,

pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi, dan agama. Urusan

pemerintahan yang dapat dikelola secara bersama antar tingkatan dan susunan

pemerintahan atau konkuren adalah urusan-urusan pemerintahan selain urusan

pemerintahan yang sepenuhnya menjadi urusan Pemerintah.

Untuk mewujudkan pembagian urusan pemerintahan yang bersifat konkuren

tersebut secara proporsional antara Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi dan

pemerintahan daerah kabupaten/kota maka ditetapkan kriteria pembagian urusan

pemerintahan yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi. Penggunaan

ketiga kriteria tersebut diterapkan secara kumulatif sebagai satu kesatuan dengan

mempertimbangkan keserasian dan keadilan hubungan antar tingkatan dan susunan

pemerintahan.

Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan

pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib

diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang terkait dengan pelayanan dasar

Page 70: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 39

(basic services) bagi masyarakat. Urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah

urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh pemerintahan daerah untuk

diselenggarakan yang terkait dengan upaya mengembangkan potensi unggulan (core

competence) yang menjadi kekhasan daerah. Urusan pemerintahan di luar urusan

wajib dan urusan pilihan yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah,

sepanjang menjadi kewenangan daerah yang bersangkutan tetap harus

diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang bersangkutan.

Adapun urusan wajib yang menjadi kewenangan provinsi adalah seperti yang

tertulis pada PP No. 38 Tahuan 2007, pasal 7 ayat (2) adalah terdiri dari 32 sektor

yang terdiri dari dari: pendidikan; kesehatan; lingkungan hidup; pekerjaan umum;

penataan ruang; perencanaan pembangunan; perumahan; kepemudaan dan

olahraga; penanaman modal; koperasi dan usaha kecil dan menengah;

kependudukan dan catatan sipil; ketenagakerjaan; ketahann pangan;

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; keluarga berencana dan

keluarga sejahtera; perhubungan; komunikasi dan informatika; pertanahan;

kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, otonomi daerah, pemerintahan umum,

administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

pemberdayaan masyarakat dan desa; sosial; kebudayaan; statistik; kearsipan; dan

perpustakaan.

Sedangkan yang menjadi urusan pilihan pemerintah daerah provinsi adalah

sesuai dengan PP No 38 Tahun 2007 pasal 7 ayat (4) antara lain adalah: kelautan

dan perikanan; pertanian; kehutanan; energi dan sumber daya mineral; pariwisata;

industri; industri; perdagangan; dan ketransmigrasian.

3.1.3 Manajemen Sumber Manusia

a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) mempunyai peran dalam

menentukan keberhasilan sebuah organisasi guna mencapai tujuannya.

Menurut Kinggudu dalam Suharyanto dan Heruanto (2005) bahwa definisi

MSDM adalah:

Human resource management ... is the development and utulization

of personnel for effective achievement of individual, organizational,

community, national and international goals and objectives.

Page 71: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 40

Sementara Irawan (1997) menyebutkan bahwa manajemen sumber

daya manusia adalah ilmu untuk mengatur atau mengelola sumber daya

manusia yang ada dalam organisasi sehingga dapat berkinerja maksimal dan

optimal untuk pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Sedangkan

pendapat Tulus yang lebih melihat dari definisi mikro menyatakan bahwa

manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengawasan atau pengadaan, pengembangan, pemberian

kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan

tenaga kerja dimaksud membantu mencapai tujuan organisasi, individu, dan

masyarakat.

Dari berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu untuk memberdayakan

sumber daya manusia agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam

mencapai tujuan organisasi.

Definsi di atas juga menyebutkan kegiatan atau fungsi manajemen

sumber daya manusia yang mengarahkan pada sebuah organisasi untuk

melaksanakan seluruh kegiatan pengelolaan kepegawaian. Fungsi utama

MSDM yaitu mengatur hubungan antara kebutuhan manusia dengan

kebutuhan organisasi yang selaras dan seimbang. Menurut Flippo

sebagaiamana dikutip oleh Prasetya (1997) menyebutkan terdapat 10 fungsi

MSDM, yaitu; (1) planning; (2) organizing; (3) directing; (4) controlling; (5)

procurement; (6) development; (7) compensation; (8) integration; (9)

maintenance; dan (10) separation.

Sedangkan Yoder dalam Prasetya (1997) membagi fungsi MSDM

kedalam 6 fungsi, yaitu: (1) staffing, terdiri dari recruitment, selection,

promotion, dan placement; (2) employee development and training; (3)

labour relation; (4) wage and salary administration; (5) employee benefit

service; dan (6) research.

Sementara itu Mondy (1990) menyebutkan adanya 7 fungsi dalam

human resource management (HRM), yaitu (1) human resource planning; (2)

recruitment and selection; (3) human resource development; (4)

compensation and benefits; (5) safety and health; (6) employee and labour

relation; and (7) human resource research. Hal yang menarik dari pendapat

Mondy adalah dimasukkannya keselamatan dan kesehatan kerja, karena

Page 72: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 41

pekerja/pegawai yang bekerja membutuhkan kondisi yang aman dan

terjamin kesehatan maupun keselamatannya. Hal ini dapat berakibat pada

meningkatnya produktivitas kerja yang akhirnya dapat meningkatkan

keuntungan organisasi.

Menurut Eugene F. McKenna dan Nic Beech (1995) menyebut fungsi

MSDM dengan personnel management function. Mereka membagi fungsi

personnel management kedalam 9 (sembilan) fungsi, yaitu : human resource

planning, recruitment, selection, performance appraisal, training, reward,

industrial relation, employee communications and participation dan

personnel records (1995; 5-7). Beragamnya fungsi-fungsi yang didefinisikan

oleh para pakar tersebut merupakan penekanan yang diberikan sesuai

kepakaran masing-masing, dan apabila dikaji dalam keragaman tersebut

terdapat tujuh (7) fungsi utama yang selalu muncul dalam pembahasan

MSDM, yaitu : (1) perencanaan pegawai, (2) seleksi dan orientasi pegawai,

(3) pengembangan pegawai, (4) manajemen karier, (5) penilaian prestasi

kerja, (6) kompensasi dan (7) pemutusan hubungan kerja. Fungsi-fungsi ini

diyakini dapat mewakili semua fungsi yang diberikan oleh para pakar

sebagaimana telah dijelaskan.

Dari fungsi dan ruang lingkup MSDM yang beragam di atas menunjukkan

bahwa masalah pengelolaan kepegawaian sangat kompleks. Untuk itu, jika

ditarik kesimpulan bahwa fungsi-fungsi MSDM mencakup; (1) perencanaan

pegawai; (2) seleksi dan orientasi pegawai; (3) pengembangan pegawai; (4)

manajemen karir; (5) penilaian prestasi kerja; (6) kompensasi; dan (7)

pemutusan kerja. Fungsi-fungsi ini diyakini dapat mewakili semua fungsi

yang dikemukakan oleh para ahli sebagai mana telah dijelaskan

sebelumnya. Dalam kajian ini fungsi yang dibahas dibatasi pada fungsi

perencanaan pegawai dan pengembangan pegawai dengan tidak mengurangi

pentingnya fungsi yang lain.

b. Perencanaan Pegawai

Pegawai adalah sumber daya yang dimiliki oleh organisasi, yang

digunakan untuk menggerakkan atau mengelola sumber daya lainnya

sehingga harus benar-benar dapat digunakan secara efektif dan efisien

sesuai dengan kebutuhan riil organisasi. Dalam hal ini perlu dilakukan

Page 73: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 42

perencanaan kebutuhan pegawai secara tepat sesuai beban kerja yang ada

dengan didukung adanya proses rekruitmen yang tepat dan sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan organisasi. Sebagaimana dijelaskan oleh

Suharyanto dan Heruwanto (2005): Perencanaan pegawai dimaksudkan

untuk menjamin bahwa kebutuhan pegawai bagi organisasi tetap terpenuhi

secara konstan dan dalam jumlah dan kualitas yang memadai.

Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam melakukan perencanaan pegawai

harus mengacu pada isu-isu strategis sebagai hasil penelaahan lingkungan

internal dan eksternal organisasi. Dari telaahan ini akan dapat diketahui

kekuatan dan kelemahan SDM yang dimiliki dalam sebuah organisasi,

sehingga dapat diambil langkah-langkah yang tepat dalam menghadapi

berbagai peluang dan tantangan yang ada. Dengan dilakukannya

perencanaan kepegawaian atau analisis kebutuhan SDM, naka

perusahaan/organisasi dapat meningkatkan kinerjanya dan memanfaatkan

sumber daya yang dimilikinya dengan lebih efektif dan efisien.

Prasetya (1997) menyatakan bahwa dalam melakukan perencanaan

pegawai atau sumber daya manusia perlu dipahami beberapa hal, yaitu:

makna dan cakupan perencanaan pegawai, metode-metode perencanaan,

analisis pekerjaan/ jabatan, perhitungan beban kerja, dan perhitungan

angkatan kerja (jumlah pegawai). Amstrong (2003) menyebutkan dalam

merencanakan kebutuhan pegawai berkaitan dengan: mendapatkan dan

mempertahan jumlah dan mutu pegawai yang diperlukan, mengidentifikasi

tuntunan keterampilan dan cara memenuhinya, menghadapi kelebihan atau

kekurangan pegawai, mengembangkan tatanan kerja yang fleksibel dan

meningkatkan pemanfaatan pegawai.

Dalam bukunya The Essence of Human Resource Management (1995;

78), Eugene F. McKenna dan Nic Beech menulis :

Employee resourcing, the process of acquiring and utilizing human

resources in the organization, consist of a number of specialist activities

which need to act in harmony to ensure that human resources of the

quantity and quality are available to meet the overall objectives of the

company.

Page 74: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 43

Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa tujuan dari

perencanaan pegawai adalah menyeimbangkan antara kebutuhan dan

persediaan akan tenaga kerja agar tujuan organisasi dapat tercapai secara

efektif, efisien dan maksimal. Sementara itu, definisi perencanaan pegawai

yang diberikan oleh Bernardin adalah sebagaimana berikut :

HR planning is the forecasting of HR needs in the context of

strategic business planning. The HR planning process of the past was

typically reactive in nature, with business needs defining personnel needs.

However, with major changes in the business environment and increasing

uncertainty, many organizations have adopted a longer-term perspective

and integrating HR planning with strategic business planning centered on a

concideration of core business competencies. Sementara itu, recruitment is

the process of attracting applicants for the positions needed. (2003; 82).

Menurut Bernardin, proses ini haruslah terintegrasi dengan proses

perencanaan pegawai dan kegiatan manajemen kepegawaian lainnya,

terutama kegiatan seleksi. Kegiatan-kegiatan dalam manajemen

kepegawaian, misalnya rekrutmen, seleksi atau kegiatan lainnya adalah

saling tergantung atau terkait secara erat. Misalnya rekrutmen yang sukses

akan menyebabkan proses seleksi yang sukses dan demikian pula sebaliknya.

Bernardin memberikan bagan yang menjelaskan proses rekrutmen dengan

memperhatikan faktor internal dan eksternal sebagaimana digambarkan

berikut.

Page 75: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 44

Gambar 3.1 Faktor Internal dan Eksternal

Dari bagan tersebut nampak bahwa dalam melakukan perencanaan

rekrutmen pegawai harus dikaitkan dengan faktor-faktor internal dan

faktor-faktor eksternal. Perencanaan pegawai yang efektif seharusnya

mencakup 6 (enam) kegiatan, yaitu (1) environmental scanning, (2) labor

demand forecast, (3) labor supply forecast, (4) gap analysis, (5) action

programming, dan (6) control and evaluation.

Sedangkan Syafri Mangkuprawira (2004) mengistilahkan perencanaan

kepegawaian dengan istilah analisis kebutuhan SDM. Menurut Syafri,

manfaat analisis kebutuhan SDM sebagai organisasi meliputi: (1) optimalisasi

system manajemen informasi, utamanya tentang data karyawan; (2)

memanfaatkan SDM secara optimal; (3) mengembangkan system

perencanaan SDM secara efisien dan efektif; (4) mengkoordinasikan fungsi-

Simplified Model of External and Internal Factors that Influence Recruitment

External Factors

Legal Environment

Internal Factors

Business Environment

Labor Markets

Strategic Business Planning

Operational Planning

Human Resource Planning

Recruitment Planning

Sumber : Human Resource Management by Bernardin, John, 2003; 82

Page 76: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 45

fungsi manajemen SDM secara optimal; dan (5) membuat perkiraan

kebutuhan SDM secara akurat dan cermat.

c. Job Analysis dan Beban Kerja Pegawai

Dalam setiap organisasi terdapat sejumlah jabatan yang harus diisi

oleh orang yang tepat. Job analysis merupakan prosedur untuk menentukan

tugas dari jabatan-jabatan tadi dan jenis orang yang mengisi tersebut. Job

analysis menghasilkan job description dan job spesification. Informasi yang

digunakan untuk menulis uraian tugas (job description). Job description

merupakan salah satu produk dari job analysis yang merupakan daftar

mengenai suatu pekerjaan. Job description adalah daftar tugas dari suatu

jabatan/pekerjaan, tanggung jawab, hubungan pelapor, kondisi kerja dan

tanggung jawab supervisi.

Tujuan dari rekruitmen, seleksi dan penempatan adalah mencocokkan

(to match) antara karaketristik individu (pengetahuan, keterampilan,

pengalaman, dan lain-lain) dengan persyaratan jabatan yang harus dimiliki

individu tersebut dalam memegang suatu jabatan. Kegagalan dalam

mencocokkan kedua hal tersebut dapat menyebabkan kinerja karyawan

tidak optimal dan kepuasan kerja sangat rendah, sehingga tidak jarang hal

ini membuat individu dan organisasi menjadi frustasi. Dalam usaha mencari

individu yang tepat dan sesuai untuk jabatan tertentu maka pihak

manajemen harus melakukan pengukuran (assesment) terhadap tuntutan-

tuntutan (demands) dan persyaratan-persyaratan (requirements) dari

jabatan tersebut. Proses pengukuran kegiatan-kegiatan yang ada dalam

suatu jabatan tersebut dinamakan analisis jabatan (Robbin, 1993).

Analisis jabatan merupakan hal mendasar dalam proses pengembangan

sumber daya manusia. Tanpa adanya data yang akurat tentang profil dari

masing-masing jabatan, jenis-jenis kemampuan dan keterampilan yang

dibutuhkan, serta pengalaman dan pendidikan yang dipersyaratkan untuk

menduduki jabatan tersebut, maka proses pengembangan SDM akan menjadi

sulit. Rekruitmen seleksi, dan penempatan akan ditimpang karena tidak

diimbangi informasi yang memadai dan akurat, pengembangan dan

pelatihan mungkin tidak dapat mencapai tujuan, begitu juga halnya dengan

manajemen penilaian kinerja.

Page 77: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 46

Secara umum analisis jabatan merupakan suatu proses untuk

mengidentifikasi dan menentukan secara rinci tugas-tugas (duties) dan

persyaratan dari suatu jabatan tertentu. Robbin (1993) mendefinisikan

analisis jabatan sebagai suatu bentuk pengembangan uraian terperinci dari

tugas-tugas yang harus dilakukan dalam suatu jabatan, penentuan hubungan

dari satu jabatan dengan jabatan lain yang ada, dan penentuan tentang

pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan-kemapuan lain yang

diperlukan karyawan untuk melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis

jabatan merupakan suatu proses pengumpulan dan pencatatan informasi

terpercaya dan sahih dengan suatu prosedur tertentu terhadap suatu

jabatan terteentu dan persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh si

pemegang jabatan. Termasuk disini adalah:

1. Semua tugas, kegiatan dan tanggung jawab;

2. Pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan karakter-karakter lain

yang dibutuhkan oleh si pemegang jabatan agar dapat bekerja dengan

efektif;

3. Alasan terhadap adanya suatu jabatan tertentu dan apa yang

membuatnya berbeda dari jabatan yang lain;

4. Standar kerja atau target yang dapat dijadikan dasar untuk mengukurb

kinerja.

Suatu konsep yang penting dalam analisis jabatan adalah bahwa

analisis dilakukan terhadap jabatan (the job), bukan terhadap orang

(person). Meskipun data diperoleh dari si pemegang jabatan (incumbent)

melalui pengamatan, wawancara ataupun kuesioner/angket, produk yang

menjadi hasil analisis jabatan adalah berupa uraian jabatan (job

description) atau spesifikasi jabatan (spesification of the job), bukan suatu

uraian tentang orang (description of the person).

Uraian jabatan adalah suatu pernyataan tertulis yang berisi uraian

atau gambaran tentang apa saja yang harus dilakukan oleh si pemegang

jabatan (job holder/incumbent), bagaiamana suatu pekerjaan dilakukan

dan alasan-alasan mengapa pekerjaan tersebut dilakukan. Uraian tersebut

berisi tentang hubungan antara suatu posisi tertentu dan poisisi lainnya di

dalam dan di luar organisasi dan ruang lingkup pekerjaan di mana si

Page 78: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 47

pemegang pekerjaan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

memberikan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh divisi/unit kerja

atau tujuan organisasi secara keseluruhan.

Spesifikasi jabatan adalah suatu pernyataan tentang kemampuan,

keterampilan, pengetahuan dan sikap-sikap yang dibutuhkan agar dapat

bekerja secara efektif, lengkap dengan kualifikasi khusus, pengalaman atau

hal-hal yang lain yang berhubungan dengan pekerjaan yang harus dimiliki

oleh seseorang sebelum menduduki jabatan tertentu. Spesifikasi jabatan

sangat berguna dalam mencocokkan seseorang dengan posisi atau jabatan

tertentu, dan mengidentifikasi pelatihan dan pengembangan yang

dibutuhkan.

d. Rekruitmen dan Seleksi Pegawai

Stoner, et. El (1995) mendefinisikan rekruitmen sebagai suatu proses

pengumpulan calon pemegang jabatan yang sesuai dengan rencan sumber

daya manusia untuk menduduki suatu jabatan tetentu. Tujuan dari

rekruitmen adalah mendapatkan calon karyawan sebanyak mungkin

sehingga memungkinkan pihak manajemen untuk memilih atau menyeleksi

calon sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan.

W. F Casio memberikan pengertian bahwa seleksi adalah proses untuk

memperoleh pegawai/karyawan baru dengan menetapkan diterima atau

ditolak untuk mengisi jabatan/pekerjaan yang kosong. Di smping itu, W. B.

Wertber dan Keith Davis mendefinisikan bahwa seleksi adalah rangkaian

kegiatan dan langkah-langkah khusus yang dilakukan untuk menetapkan

pegawai yang direkrut atau ditolak dan berhak memproleh gaji/upah.

Sebelum karyawan dapat direkrut untuk mengisi jabatan tertentu,

pihak yang mempekerjakan (recruiter) harus memiliki gambaran yang jelas

tentang tugas-tugas dan kewajiban yang dipersyaratkan untuk mengisi

jabatan yang ditawarkan. Oleh sebab itu analisis jabatan merupakan

langkah pertama dalam proses rekruitmen dan seleksi. Sekali suatu jabatan

telah dianalisis, maka uraian atau pernyataan tertulis tentang jabatan dan

posisi jabatan tersebut dalam perusahaan/oerganisasi akan tertuang dengan

jelas. Uraian atau pernyataan tertulis tersebut dinamakan uraian jabatan.

Jika uraian jabatan telah tersusun dengan baik, maka spesifikasi jabatan

Page 79: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 48

atau disebut juga hiring spesification akan dikembangkan. Hiring

spesification didefinisikan sebagai suatu uraian tertulis tentang pendidikan,

pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat mengisi suatu

jabatan tertentu sehingga dapat berfungsi dengan efektif. Job description

dan hiring spesification inilah yang seharusnya dijadikan informasi dasar

untuk memulai rekruitmen dan seleksi dan penempatan.

Metode atau prosedur yang digunakan dalam melakukan seleksi untuk

menyaring pegawai menurut Prasetya (1997; 74) meliputi beberapa tahap,

yaitu : (1) penerimaan pendahuluan, (2) tes penerimaan, terdiri dari tes

pengetahuan (TPA/Tes Potensi Akademik), tes psikologi, tes pelaksanaan

pekerjaan, (3) wawancara seleksi, (4) pemeriksaan referensi, (5) evaluasi

medis (tes kesehatan), (6) wawancara oleh calon atasan langsung

(supervisor), dan (7) keputusan penerimaan. Sementara menurut Eugene F.

McKenna dan Nic Beech (1995; 103) ada 7 (tujuh) teknik yang dapat

digunakan dalam melakukan seleksi, yaitu : (1) interviews, (2) psychological

tests, (3) work-based test, (4) assessment centres, (5) biodata, (6)

references dan (7) graphology. Sementara David A. DeCenso dan Stephen P.

Robbins mengidentifikasi 8 (delapan) steps, yaitu : (1) initial screening

interview, (2) completing the application form, (3) employment tests, (4)

comprehensive interview, (5) background investigation, (6) a conditional

job offer, (7) medical or psysical examinitation, dan (8) the permanent job

offer.

Bernardin (2003) memberikan suatu tahapan dalam melakukan

prosedur seleksi sebagaimana dapat dicermati dalam bagan berikut ini :

Page 80: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 49

Gambar 3.2 Prosedur Seleksi

Setelah pegawai berhasil diseleksi, biasanya mereka tidak langsung

dipekerjakan, tetapi dilakukan orientasi terlebih dahulu dengan pembekalan

berbagai pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan tugas

pekerjaannya. Seperti dijelaskan oleh Prasetya (1997; 80), orientasi adalah

program yang dirancang untuk menolong pegawai baru (yang baru lolos

seleksi) untuk mengenal pekerjaan dan organisasi tempatnya bekerja.

Orientasi ini sangat bermanfaat untuk memperkenalkan peranan dan

kedudukan baru yang diperoleh pegawai baru, menambah wawasan mereka

serta memperkenalkan dengan organisasi dan rekan kerja sehingga dapat

cepat beradaptasi dalam dunia kerja. Orientasi dapat berjalan singkat

(dalam beberapa hari) tapi bisa juga berjalan lama (beberapa minggu atau

bulan), selain dapat meliputi satu unit organisasi atau beberapa unit

organisasi.

Steps in the Development and Evaluation of a Selection Procedure

Job Analysis/HR Planning Identify knowledge, abilities, skills and others characteristics (KASOCs)

Sumber : Human Resource Management by Bernardin, John, 2003; 112

Recruitment Strategy: Selection/Develop Selection Procedures Review options for assessing applicants on each of the KASOCs: standardized test (cognitive, personality, motivational, psychomotor), Applicants blanks, biographical data, Performance test, assessment center, interview Determine Validity for Selection Methods Criterion-related validation, Expert judgment (content validity), Validity generalization Determine Weighting System for Selection Methods and Resultant Data

Page 81: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 50

e. Jumlah/Pola Optimal Pegawai

Seperti dijelaskan sebelumnya, Amstrong (2003) menyatakan bahwa

perencanaan pegawai merupakan kegiatan menentukan jumlah karyawan

yang diperlukan. Dalam kegiatan penentuan jumlah inilah perlu dilakukan

peramalan jumlah penawaran dan permintaan jumlah pegawai. Dalam

melakukan peramalan kebutuhan atau permintaan jumlah pegawai ada

beberapa teknik yang bisa dipakai, yaitu: kepetusan manajerial, analisi

rasio kecenderungan dan teknik studi kerja. Sementara untuk melakukan

peramalan ketersediaan atau penawaran jumlah pegawai, dilakukan dengan

beberapa pertanyaan berikut ini:

1. Berapa jumlah pegawai yang ada saat ini, dan apa keterampilan /

kompetensi yang dimiliki?

2. Berapa perkiraan angka turn over (keluar masuk) pegawai saat ini dan di

masa datang?

3. Berapa perkiraan angka ketidak-hadiran pegawai saat ini dan di masa

datang?

4. Dari pegawai yang ada saat ini, berapa jumlah pegawai yang mempunyai

keterampilan/kompetensi yang sesuai kebutuhan? Berapa jumlah yang

mempunyai potensi untuk dikembangkan keterampilan/kompetensinya?

5. Berapa perkiraan jumlah pegawai yang dibutuhkan dengan

keterampilan/kompetensi yang dibutuhkan?

6. Dari mana pegawai-pegawai baru tersebut dapat direkrut?

Mondy (1990) memberikan beberapa teknik yang dipergunakan untuk

meramalkan atau merencanakan kebutuhan pegawai, yaitu: (1) zero-base

forecasting, yang menggunakan kondisi organisasi saat ini sebagai dasar

perhitungan kebutuhan pegawai di masa depan. Berapa jumlah pegawai

yang dimiliki saat ini, berapa yang akan memasuki usia pensiun, berapa

yang akan keluar, berapa posisi yang lowong merupakan gambaran kondisi

yang harus diperhatikan dalam pendekatan zero-base forecasting; (2)

bottom up approach, pendekatan ini mendasarkan pada pemikiran bahwa

manajer di masing-masing unit adalah yang paling paham mengenai

kebutuhan pegawainya.

Manajer dari unit yang paling bawah merencanakan kebutuhan

pegawainya yang selanjutnya dikumpulkan menjadi kebutuhan organisasi;

Page 82: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 51

(3) use of predictor variable, dalam penetapan ini digunakan beberapa

variabel untuk menentukan kebutuhan pegawai di masa depan. Salah satu

contoh variabel yang kerap digunakan untuk melakukan perencanaan

kebutuhan pegawai adalah jumlah penjualan atau permintaan barang.

Kedua variabel ini berhubungan positif artinya setiap ada kenaikan

permintaan barang maka jumlah pegawai juga naik sehingga dengan

menggunakan regression analysis akan dapat diperkirakan kebutuhan

pegawai di masa depan selain permintaan barang dimungkinkan juga

memasukkan variabel-variabel lain menjadi dependent variable atau

variabel pengaruh dari jumlah pegawai. Untuk keperluan maka yang

dipergunakan sebagai alat analisis adalah multiple regression.

f. Penilaian Prestasi Kerja

Developing an effective performance appraisal system is most

difficult (Mondy, 1990; 382). Meskipun ada kesulitan dalam melakukan

penilaian atau pengukuran kinerja pegawai karena terkait dengan kombinasi

dari kemampuan, usaha dan kesempatan, tapi tetap dapat diukur dengan

melihat pada output atau hasil produksi. Kinerja atau performance menurut

Bernardin (2003; 143) adalah the record of outcomes produced on specified

job functions or activities during a specified time period. Penilaian prestasi

kerja menurut Prasetya (1997; 188) adalah suatu cara dalam melakukan

evaluasi terhadap prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolok

ukur tertentu yang objektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang

serta dilakukan secara berkala.

Prestasi kerja pegawai harus selalu dievaluasi secara

berkesinambungan dan hasilnya dapat dipergunakan untuk berbagai,

beberapa diantaranya diidentifikasi oleh Prasetya (2003; 189), yaitu : untuk

peningkatan imbalan (dengan sistem merit), feed back atau umpan balik

bagi pegawai yang bersangkutan, promosi, PHK atau pemberhentian

sementara, melihat potensi kinerja pegawai, rencana suksesi,

transfer/mutasi pegawai, perencanaan pengadaan pegawai baru, pemberian

bonus, perencanaan karier, evaluasi dan pengembangan diklat, komunikasi

internal, kriteria untuk validasi prosedur suksesi dan kontrol pengeluaran.

Dalam melakukan penilaian kinerja pegawai beberapa hal yang harus

Page 83: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 52

dipahami adalah mengenai pengertian dan tujuan penilaian kinerja

pegawai, metode dan instrumen penilaian yang digunakan, serta kendala-

kendala yang ada dalam pelaksanaan penilaian kinerja pegawai.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya data kinerja pegawai

adalah untuk keperluan penggajian (compensation), pengembangan kinerja

(performance improvement), selain itu juga dapat dipergunakan untuk

keperluan pengembangan pegawai, seperti mutasi, promosi, demosi, diklat,

evaluasi dan lain sebagainya. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan

penilaian kinerja pegawai khususnya dalam mendesain sistem penilaian

kinerja adalah adanya keterlibatan berbagai pihak, yaitu pimpinan,

pegawai, bagian kepegawaian, serta pelanggan internal dan eksternal.

Keterlibatan ini mencakup kegiatan dalam mendesain konten/substansi

pengukuran, proses pengukuran, menentukan ukuran, menentukan level,

menentukan teknis administrasi dan lain sebagainya. Paling tidak ada 6

(enam) kriteria yang ditawarkan oleh Bernardin (2003; 147) yang harus

diukur atau dinilai dalam kinerja, yaitu : (1) Quality, (2) Quantity, (3)

Timeliness, (4) Cost-effectiness, (5) Need for supervision, dan (6)

Interpersonal impact.

Prasetya (1997; 193) memberikan suatu bagan yang menjelaskan

sistem penilaian prestasi kerja pegawai. Dalam bagan ini terlihat adanya

hubungan yang erat antara tujuan organisasi dengan tujuan pegawai serta

penilaian prestasi kerja pegawai. Secara lengkap digambarkan sebagai

berikut:

Page 84: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 53

Gambar 3.3 Sistem Penilaian Prestasi Kerja

Dalam melakukan penilaian prestasi kerja seringkali terjadi bias yang

menyebabkan tidak validnya suatu hasil penilaian. Beberapa bias yang

berhasil diidentifikasi oleh Mondy (1990; 406-408) adalah : halo error,

leniency, strictness, central tendency, recent behavior bias, personal bias,

judgmental role of the evaluator. Untuk meminimalisir bias-bias tersebut

maka perlu disusun suatu instrument penilaian prestasi kerja yang baik,

valid dan transparan yang dapat mengukur kinerja riil seorang pegawai

selama periode tertentu.

g. Kompetensi Pegawai

Banyak pengertian mengenai kompetensi yang dikemukakan oleh para

ahli maupun institusi. Beberapa pakar manajemen SDM berpendapat bahwa

SDM yang berkualitas adalah SDM yang minimal memiliki empat karakteristik

yaitu (1) memiliki kompetensi (knowledge, skill, abilities dan experience)

yang memadai; (2) komitmen pada organisasi; (3) selalu bertindak cost -

effectiveness dalam setiap aktivitasnya, dan (4) congruence of goals yaitu

Sistem Penilaian Prestasi Kerja

Tujuan Organisasi

Sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia, Prasetya Irawan, 1997, 193

Standar Kinerja

dibangun dari uraian kerja &

tujuan organisasi

Tujuan Individu

Penilaian Prestasi Kerja

merupakan evaluasi terhadap kemampuan & motivasi pegawai

Penggunaan :

- perencanaan SDM, - kompetensi, upah, bonus,

- program diklat, - motivasi

Page 85: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 54

bertindak selaras antara tujuan pribadinya dengan tujuan organisasi (Lako

dan Sumaryati, 2002 : 37).

Konsep kompetensi merupakan kelanjutan dari konsep behavioral

objective yang bersumber dari pemikiran para pendidik seperti Benjamin

Bloom pada Tahun 1950 di Amerika (Susanto, 2002). Konsep behavioral

objective ini menjelaskan bahwa spesifikasi tujuan sebagai perilaku yang

dapat diobservasi secara langsung dan dapat dicatat. Pada hakikatnya

konsep ini menggunakan pendekatan melakukan observasi dan menarik

kesimpulan yang dapat dipercaya dengan prinsip operasional, observasi yang

dapat dipercaya, dan tidak ada tenggang waktu interpretasi.

Kemudian sejak akhir Tahun 1960, konsep kompetensi mulai

diterapkan di Amerika Serikat untuk program pendidikan guru. Pada Tahun

1970, dikembangkan untuk program pendidikan profesional lainnya, untuk

program pelatihan kejuruan di Inggris dan Jerman pada Tahun 1980 serta

untuk pelatihan kejuruan dan pengenalan keterampilan profesional di

Australia pada Tahun 1990. Konsep kompetensi mulai menjadi trend dan

banyak dibicarakan sejak Tahun 1993 dan saat ini menjadi sangat populer

terutama di lingkungan perusahaan multinasional dan nasional yang modern.

Definisi kompetensi dari Spencer & Spencer tersebut banyak dianut

oleh para praktisi manajemen SDM. Termasuk praktisi di Indonesia, salah

satunya adalah The JakartaConsulting Group (Susanto, 2002) memberikan

batasan bahwa kompetensi adalah segala bentuk perwujudan, ekspresi, dan

representasi dari motif, pengetahuan, sikap, perilaku utama agar mampu

melaksanakan pekerjaan dengan sangat baik atau yang membedakan antara

kinerja rata-rata dengan kinerja superior. Pendekatan ini dilihat dari sudut

pandang individual (BKN, 2004)

Sementara itu, dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara

Nomor 46A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember 2003 ditentukan bahwa

kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seorang

Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku

yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai

Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional,

efektif, dan efisien.

Page 86: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 55

Berdasarkan definisi kompetensi di atas, dapat disimpulkan bahwa

komponen-komponen atau karakteristik mengenai kompetensi dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik meliputi unsur-unsur

sebagai berikut; 1) pendidikan; 2) pengetahuan; 3) keahlian; 4)

keterampilan; dan 5) sikap profesional.

g. Pengembangan Pegawai

Pengembangan pegawai identik dengan kegiatan pendidikan dan

pelatihan (diklat) atau training and development. Fungsi ini merupakan

fungsi yang tidak kalah penting dengan fungsi lainnya dalam MSDM. Fungsi

ini sangat penting karena pada tahap inilah pegawai ditingkatkan dan

dikembangkan kemampuannya sehingga dapat memberikan kinerja yang

optimal bagi organisasi. Istilah training dan development sering digunakan

secara bergantian, ada yang menggunakannya secara bersama tapi ada juga

yang membedakannya. Menurut Eugene F. McKenna dan Nic Beech (1995;

156) ada perbedaan antara istilah training dan development. Development

was seen as an activity normally associated with managers with the future

firmly in mind, and training has more immediate concern and has been

associated with improving the knowledge and skill of non-managerial

employees in their present job. Development atau pengembangan berkaitan

dengan pengembangan kemampuan manajerial pimpinan organisasi,

sementara training atau pelatihan berkaitan dengan upaya pengembangan

keterampilan dan pengetahuan mereka dalam pekerjaannya.

Mondy (1990; 270) mendefinisikan human resource development

(HRD) is planned, continous effort by management to improve employee

competency levels and organizational performance through training,

education and development program. Ada tiga aspek penting dalam definisi

HRD menurut Mondy, yaitu (1) training yang meliputi kegiatan-kegiatan

untuk mengembangkan kinerja pegawai dalam melaksanakan suatu

pekerjaan, misalnya kurus atau lainnya, (2) education meliputi kegiatan-

kegiatan untuk meningkatkan pemahaman pegawai dalam melaksanakan

suatu pekerjaan, misalnya melalui seminar atau lainnya, dan (3)

development meliputi kegiatan-kegiatan pengembangan yang bersifat lebih

Page 87: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 56

umum yaitu untuk menghadapi berbagai perubahan yang terjadi sekarang

atau di masa depan.

Sementara itu, Prasetya (1997; 91) menyebutkan bahwa

pengembangan pegawai merupakan suatu proses merekayasa perilaku kerja

pegawai sedemikian rupa sehingga pegawai dapat menunjukkan kinerja yang

optimal dalam pekerjaannya. Kata kunci dalam pengembangan pegawai ini

adalah rekayasa perilaku (behaviour engineering) dari pegawai, artinya

perilaku kerja tersebut diubah dari yang buruk menjadi baik, dan dari baik

menjadi lebih baik. Kegiatan merubah perilaku ini dilakukan secara sadar

dan tanpa tekanan artinya pegawai secara sukarela mau untuk diubah atau

dikembangkan perilaku kerjanya.

Ada beberapa tujuan dari pengembangan pegawai yang diberikan

oleh Prasetya, yaitu : (1) Memberi orientasi pekerjaan kepada pegawai

baru; (2) Mempersiapkan pegawai untuk menggunakan peralatan baru; (3)

Mempersiapkan pegawai bekerja di sistem baru; (4) Mempersiapkan pegawai

agar mampu mencapai standar kualitas kerja baru; (5) Menyegarkan

(refreshing) ilmu dan keterampilan yang dimiliki pegawai; (6) Meningkatkan

kualitas kinerja pegawai; dan (7) Menyiapkan pegawai menghadapi

pekerjaan baru. Untuk meningkatkan efektivitas dari pengembangan

pegawai, Prasetya (1997; 93) menyatakan perlunya dilakukan analisis

kinerja. Analisis kinerja ini perlu dilakukan untuk mendapatkan gap

kemampuan pegawai, yaitu antara standar kinerja dengan kompetensi riil

yang dimiliki pegawai. Proses analisis kinerja dapat dicermati dalam bagan

berikut :

Page 88: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 57

Gambar 3.4 Analisis Kerja

Sejalan dengan pemikiran Mondy dan Prasetya tersebut, Amstrong

mencatat ada 4 (empat) aspek yang dapat diubah dalam rangka

mengembangkan pegawai, yaitu (1) pengetahuan, (2) keterampilan, (3)

kemampuan dan (4) sikap (Amstrong, 2003; 274). Pengetahuan berkaitan

dengan ha-hal yang harus diketahui oleh pegawai agar dapat melakukan

pekerjaan dengan baik. Keterampilan berkaitan dengan apa yang harus bisa

dilakukan pegawai agar tujuan yang ditetapkan bisa dicapai dan

pengetahuan yang dimiliki bisa digunakan secara efektif. Sementara

kemampuan adalah kompetensi berbasis kerja atau kompetensi perilaku

yang diperlukan untuk mencapai tingkatan kinerja yang ditetapkan dan

sikap adalah disposisi untuk berperilaku atau untuk bekerja sesuai dengan

persyaratan kerja.

Dalam melakukan kegiatan pengembangan pegawai ada 3 (tiga)

kegiatan utama yang harus dilakukan secara baik, yaitu perencanaan

Analisis Kinerja

Standar Kinerja

Diklat

Sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia, Prasetya Irawan, 1997, 93

G A P

Masalah

Kinerja

Non Diklat

Bukti Masalah

Penyebab Masalah

Solusi

Page 89: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 58

pengembangan pegawai, implementasi dan evaluasi. Bernardin menawarkan

suatu sistem model training yang efektif sebagaimana digambarkan dalam

bagan berikut :

Gambar 3.5 Sistem Model Pelatihan

A System Model of Training

Needs Assessment

Identify needs for training by conducting needs analysis: - Organization, - Task or job, - Person

Development

Design a learning environment by examining: - Characteristics of adult learners

- Learning Principles

Derive instructional objectives

Identity or develop criteria to evaluate training outcomes: - Reactions, - Learning, - Behavior change, - Organization result

Choose evaluation design

Identify or develop training materials and methods

Sumber : Human Resource Management by Bernardin, John, 2003; 166

Evaluation

Conduct training

Conduct evaluation and cost-effectiveness of

training program

Page 90: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 59

h. Kompensasi

Hal yang penting bagi pegawai dalam bekerja adalah adanya

kompensasi (imbalan) yang mereka terima atas apa yang telah mereka

lakukan untuk organisasi. Pegawai telah mencurahkan tenaga, pikiran dan

keterampilan yang mereka miliki untuk kemajuan dan upaya pencapaian

tujuan-tujuan organisasi, sehingga wajar apabila mereka memperoleh

kompensasi atas usaha mereka tersebut. Besar kecilnya kompensasi yang

diberikan oleh organisasi sangat mempengaruhi kinerja dan kepuasan

pegawai sehingga organisasi harus membuat suatu pola perencanaan

pemberian kompensasi yang adil, transparan sesuai kinerja pegawai.

Seringkali masalah kompensasi ini menimbulkan berbagai masalah, misalnya

pegawai yang melakukan pemogokan karena merasa tidak mendapat

kompensasi yang sebanding dengan usaha dan kerja keras mereka.

Untuk menghindari berbagai persoalan tersebut, maka perlu adanya

suatu sistem dalam pemberian kompensasi yang disebut dengan sistem

penggajian. Menurut Amstrong, sistem penggajian adalah :

Pengaturan dalam organisasi mengenai apa dan bagaimana karyawan

harus dibayar atas pekerjaan yang mereka lakukan. Sistem penggajian

mengatur imbalan berdasarkan seberapa baik karyawan sebagai individu,

tim atau organisasi bekerja, dan juga mengatur imbalan berdasarkan

kontribusi, tingkat kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang telah

mereka capai. (2003; 303).

Ketidakpuasan atas kompensasi yang diterima pegawai disebabkan

karena adanya perbedaan antara yang diterima oleh pegawai dengan yang

diterima oleh pegawai lainnya. Menurut riset yang dicatat Bernardin (2003;

216), kepuasan atas kompensasi merupakan fungsi perbandingan atau rasio

input-outcome seseorang dengan persepsinya terhadap input-outcome orang

lain. Artinya mereka membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain

dalam dua hal, yaitu input dan outcome. Input meliputi karakteristik pribadi

(pendidikan, pengalaman kerja dan lain sebagainya), usaha (bagaimana

usaha mereka dalam memecahkan suatu masalah dan lain sebagainya) dan

kinerja. Sementara outcome adalah apa yang mereka peroleh dari

pekerjaan mereka (pembayaran, promosi, tunjangan dan lain sebagainya).

Page 91: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 60

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian

kompensasi yang dicatat oleh Amstrong (2003; 303-304), yaitu :

a. Kesamaan pencapaian hasil – besarnya gaji/kompensasi yang diberikan

kepada pegawai sesuai dengan besarnya kontribusi relatif mereka

kepada organisasi;

b. Konsistensi – menggaji/memberikan kompensasi kepada pegawai secara

konsisten sesuai level jabatan dan tingkat kinerjanya;

c. Keadilan - memastikan bahwa keputusan penggajian/pemberian

kompensasi bersifat adil dalam arti tidak mendiskriminasi pegawai.

Penggajian dibuat berdasarkan keputusan yang objektif dan tidak bias

serta mencerminkan tingkat kontribusi pegawai;

d. Transparansi - sistem penggajian/pemberian kompensasi terbuka bagi

pegawai sehingga mereka mengetahui dasar pemberian imbalan kepada

mereka; dan

e. Tingkat gaji/kompensasi yang berlaku di pasar kerja - apakah

gaji/kompensasi yang diberikan dibawah/sama/diatas rata-rata tingkat

gaji/kompensasi yang berlaku di pasar kerja.

Kompensasi menurut Bernardin dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

a. Direct compensation, is used to describe the cash received in the form

of base salary, overtime pay, shift differentials, bonuses, sales

commissions and so on. Direct compensation divided in two

components: (1) the wage and salary program (base salary, overtime

pay, shift differentials, etc); (2) pay that is contingent on performance

(merit increases, bonuses, gainsharing pay, commissions, etc);

b. Indirect compensation refers to the general category of employee

benefit programs. Indirect compensation divided in two types: (1)

legally required program (social security, workers compensation); (2)

discretionary program (medical coverage, paid time off). (2003; 216).

Page 92: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 61

3.2 Gambaran Umum Daerah Studi

Pada bagian ini akan diuraikan uraian singkat atau gambaran umum

lokasi studi yang ditinjau dari aspek letak geografis, struktur ekonomi, dan

kepegawaian. Gambaran umum diuraikan dengan harapan dapat mengetahui

karakteristik dari masing-masing lokasi studi.

3.2.1 Provinsi DI Yogjakarta

a. Letak Geografis

Daerah Istimewa Yogyakarta

(atau Yogyakarta) dan seringkali

disingkat DIY adalah sebuah provinsi di

Indonesia yang terletak di bagian

selatan Pulau Jawa dan berbatasan

dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah

utara. Secara geografis Yogjakarta

terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Dengan luas wilayah 3.185,80

km2, provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta mempunyai 4 kebupaten dan 1

kota dengan tingkat kepadatan penduduk 13.687/km2.

Letak Astronomi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 7o15- 8o15

Lintang Selatan dan garis 110o5- 110o4 Bujur Timur, dengan batas

wilayah:

• Sebelah Barat Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah

• Sebelah Barat Laut Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

• Sebelah Timur Laut Kabupaten Klaten, Jawa Tengah

• Sebelah Timur Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah

• Sebelah Selatan Samudera Indonesia.

• Sebelah Utara G. Merapi.

Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta dipimpin oleh seorang

gubernur yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan ibukota provinsi di

Yogjakarta. Sebagai daerah yang berada di tengah-tengah pulau Jawa

ternyata di provinsi ini dihuni oleh berbagai suku dan agama, yaitu Suku

Jawa, Suku Sunda, Suku Melayu, Tionghoa, Suku Batak, Suku Minang,

Suku Bali, Suku Madura. Sedangkan agama yang ada di provinsi ini

adalah Islam (92.1%), Katolik (4.9%), Protestan (2.7%), Lain-lain (0.2%).

Page 93: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 62

Penduduk sebagai sumberdaya pembangunan, merupakan modal

dasar pembangunan, juga merupakan pelaku dan menjadi subyek

sekaligus obyek bagi pembangunan. Menurut sensus yang dilakukan oleh

Pemerintah, jumlah penduduk di wilayah Propinsi DIY pada tahun 1990

berjumlah 2.913.054 orang dan pada tahun 2000 berjumlah 3.121.701

orang. Ini berarti laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 0,72 %

per tahun.

Sedangkan pada tahun 2002 sebanyak 3.166.229 jiwa dan

meningkat lagi pada tahun 2003 menjadi 3.207.385 jiwa atau bertumbuh

sebasar 1,30%. Pada tahun 2004, pertumbuhan penduduk provinsi

Yogjakarta tumbuh sebesar 0,40%. Jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya pertumbuhan ini mengalami penurunan sebesar 0,90.

Selanjutnya tahun 2005, pertumbuhan penduduk meningkat lagi menjadi

3,83% atau menjadi 3.343.651 jiwa, hal ini diakibatkan oleh

pertambahan penduduk alamiah dan migrasi penduduk dari daerah lain.

b. Perekonomian Daerah

Kemampuan ekonomi suatu wilayah dapat dilihat laju pertumbuhan

ekonominya. DIY Yogyakarta dalam kurun waktu 1998-2002

pertumbuhan ekononominya cenderung fluktuatif, terjadi kontraksi

sangat tajam pada tahun 1998 yaitu sebesar 11,18% namun pada tahun

1999 mulai membaik menjadi 0,99% kemudian pada tahun 2000

meningkat menjadi 4,01%, akan tetapi pada tahun 2001 terjadi

perlambatan sehingga pertumbuhannya sebesar 3,29%. Upaya-upaya

pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah sudah nampak pada

tahun 2002 yaitu dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi menjadi

sebesar 3,38%.

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain: pengeluaran pemerintah, investasi, dan konsumsi masyarakat.

Dengan asumsi bahwa kondisi sosial, ekonomi, politik, dan keamanan

berlangsung secara normal baik di dalam negeri maupun di luar negeri,

maka proyeksi pertumbuhan ekonomi Propinsi DIY diprakirakan rata-rata

sebesar 4,00% per tahun selama kurun waktu 5 tahun mendatang atau

akhir tahun 2007.

Page 94: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 63

c. Kepegawaian

Jumlah jabatan struktural sebelum penataan organisasi 1.345

jabatan, setelah penataan organisasi 779 jabatan. Jumlah Pegawai

Negeri Sipil (PNS) di Pemerintah Propinsi DIY sampai bulan April 2003

sejumlah 13.007 orang, yang terdiri dari pejabat struktural 693 orang,

pejabat fungsional 1.101 orang dan staf sebanyak 11.213 orang.

Penataan staf non struktural didasarkan pada Surat Keputusan

Gubernur Nomor 117 Tahun 2001 tentang Kualifikasi Jabatan Non

Struktural. Formasi pegawai yang tersedia berdasarkan SK Gubernur

tersebut di atas adalah sejumlah 6.214 orang PNS. Jumlah staf non

struktural secara keseluruhan baik yang berada di instansi induk, di

UPTD maupun yang bekerja di Pemda Kabupaten/Kota berjumlah 11.210

orang PNS. PNS yang sudah ditata di instansi induk (Dinas, Lembaga

Teknis, Setda dan Setwan) sebanyak 5.193 orang PNS, ditata di UPTD

sebanyak 1.684 orang PNS dan yang bekerja di Pemda Kabupaten/Kota

sebanyak 4.332 orang PNS. PNS Propinsi yang bekerja di Pemda

Kabupaten/Kota yang sudah diserahkan ke Pemda Kabupaten/Kota

sebanyak 1.820 orang PNS. Sisanya sebanyak 2.512 orang PNS setelah

ada kesepakatan dengan Pemda Kabupaten/Kota juga akan diserahkan

ke Pemda Kabupaten/Kota.

Tabel 3.1 Jumlah Aparatur Provinsi DIY 2003 - 2007

Tahun Jumlah Perubahan (%) 2003 8600 - 2004 8501 -1.15 2005 8657 1.84 2006 8178 -5.53

2007)* 8059 -1.46 Sumber: Data Base Otonomo Daerah (2007), BPS Yogja (2006) )* Hingga Juni 2007

Hingga tahun 2006 jumlah aparatur pemerintah provinsi Daerah

Istimewa Yogjakarta mencapai 8.178 orang. Jumlah ini lebih rendah

5,53% dibandingkan dengan tahun 2005 yang mencapai 8.657 orang.

Sementara jumlah aparatur provinsi hingga akhir tahun Juni 2007 juga

mengalami penurunan 1,46%. Penurunan jumlah aparatur tersebut

Page 95: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 64

diakibatkan oleh adanya aparatur yang pensiun, sementara

penambahannya tidak sebanding dengan penurunannya.

3.2.2 Provinsi Sumatera Utara

a. Letak Geografis

Propinsi Sumatera Utara terletak

pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100°

Bujur Timur, yang pada tahun 2004

memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota, dan

terdiri dari 328 kecamatan, secara

keseluruhan Provinsi Sumatera Utara

mempunyai 5.086 desa dan 382

kelurahan. Luas daratan Propinsi

Sumatera Utara 71.680 km2. Sumatra Utara pada dasarnya dapat dibagi

atas:

• Pesisir timur

• Pegunungan Bukit Barisan

• Pesisir barat

• Kepulauan Nias.

• Kepulauan Batu.

• Pulau Samosir di danau Toba.

Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat

perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih

lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan

wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah

lainnya. Di daerah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di

pegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong-

kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau

Samosir juga menjadi tempat tinggal penduduk yang menggantungkan

hidupnya kepada danau ini.

Di pesisir barat relatif tertinggal dan merupakan titik berat

pembangunan sejak pemerintahan Gubernur Raja Inal Siregar dengan

program pembangunannya yang terkenal, Marsipature Hutana Be disingkat

Martabe atau MHB. Pesisir barat biasa dikenal sebagai daerah Tapanuli.

Page 96: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 65

Terdapat 419 pulau di propisi Sumatera Utara. Pulau-pulau terluar adalah

pulau Simuk (kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Malaka. Kepulauan

Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan pulau-pulau kecil lain

di sekitarnya.

Kepulauan Nias terletak di lepas pantai pesisir barat di Samudera

Hindia. Pusat pemerintahan terletak di Gunung Sitoli. Kepulauan Batu

terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala,

Tanahmasa. Pusat pemerintahan di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan

Batu terletak di tenggara kepulauan Nias. Pulau-pulau lain di Sumatera

Utara: Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia, Batumakalele, Lego, Masa, Bau,

Simaleh, Makole, Jake, dan Sigata, Wunga.

Provinsi ini merupakan kampung halaman suku bangsa Batak, yang

hidup di pegunungan dan suku bangsa Melayu yang hidup di daerah pesisir

timur. Selain itu juga ada suku bangsa Nias di pesisir Barat Sumatera,

Mandailing, Jawa dan Tionghoa. Provinsi ini tersohor karena luas

perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona

perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan

swasta maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh,

kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau.

Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun,

Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.

Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan

memberikan sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia.

Selain komoditas perkebunan, Sumatera Utara juga dikenal sebagai

penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan); misalnya

Jeruk Medan, Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang

dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk

holtikultura tersebut telah diekspor ke Malaysia dan Singapura.

Pemerintah Propinsi (Pemprop) Sumatera Utara juga sudah

membangun berbagai prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar

perdagangan baik antar kabupaten di Sumatera Utara maupun antara

Sumatera Utara dengan provinsi lainnya. Sektor swasta juga terlibat dengan

mendirikan berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel dan

lain-lain. Tentu saja sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi,

Page 97: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 66

industri, pariwisata, pos dan telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial

kemasyarakatan juga ikut dikembangkan. Untuk memudahkan koordinasi

pembangunan, maka Sumatera Utara dibagi kedalam empat wilayah

Pembangunan.

Sumatera Utara merupakan propinsi yang keempat terbesar jumlah

penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa

Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990

penduduk Sumatera Utara pada tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus)

berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2002, jumlah penduduk

Sumatera Utara diperkirakan sebesar 11,85 juta jiwa. Kepadatan penduduk

Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km 2 dan tahun 2002

meningkat menjadi 165 jiwa per km 2 , sedangkan laju pertumbuhan

penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20

persen per tahun.

b. Perekonomian Daerah

Pencapaian pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada tahun 2005

lebih rendah dibandingkan keadaan tahun 2004. Dari hasil perhitungan

sangat sementara, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada tahun 2005

mencapai 5,48 %. Pertumbuhan ekonomi ini lebih rendah dibandingkan

tahun 2004 yang mencapai 5,74%. Angka ini bahkan lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,60%.

Hasil sementara perhitungan PDRB menunjukkan sebagian besar nilai

PDRB Sumatera Utara pada tahun 2005 merupakan sumbangan dari sektor

industri pengolahan yaitu sebesar 24,72%, diikuti sektor pertanian 24,69%

dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 18,38%. Selanjutnya

sektor yang memberikan konstribusi terkecil diberikan oleh sektor listrik,

gas dan air bersih sebesar 0,88%. Akan tetapi lebih separuh (50,76%) PDRB

Provinsi Sumatera Utara digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah

tangga, yaitu makanan (30,63%) dan non makanan 21,09%. Sedangkan

penggunaan PDRB untuk pembentukan modal tetap bruto (PMBT) sebesar

18,56%.

Walaupun pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara di tahun 2005 lebih

rendah dari tahun 2004, PDRB Perkapita ADHB Sumatera Utara tahun 2005

Page 98: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 67

berhasil mencapai 11,106 juta rupiah, lebih tinggi dari tahun 2004 sebesar

9,74 juta rupiah.

Untuk dipahami bersama, pada tahun 2005, telah dilakukan

pergeseran tahun dasar perhitungan PDRB dengan mengganti tahun 1993

menjadi tahun 2000. Hal iuni dilakukan didasarkan atas pertimbangan

perkembangan ekonomi dunia dalam kurun waktu 1993-2000 yang diwarnai

oleh globalisasi yang berpengaruh kepada perekonomian domestik. Dalam

priode yang sama, juga telah terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, yang

berdampak pada perubahan struktur ekonomi Indonesia. Disamping itu

ketersediaan data (raw data) baik harga maupun volume (quantum) tahun

2000 secara rinci pada masing-masing sektor ekonomi relatif lebih lengkap

dan berkelanjutan dibandingkan kondisi pada tahun 1993.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada tahun 2005 diperkirakan

mencapai 5,48 persen dan perkiraan pada tahun 2006 mencapai 6,49 persen

dan pada tahun 2007 diharapkan mencapai 7,02 persen, PDRB berdasarkan

harga berlaku pada tahun 2005 diperkirakan sebesar Rp. 136,90 trilyun, dan

angka ini diperkirakan semakin meningkat pada tahun 2006 mencapai Rp.

152,70 trilyun sedangkan tahun 2007 mencapai Rp. 175,26 trilyun, demikian

halnya PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku untuk tahun yang sama

berturut sebesar Rp. 11,11 juta tahun 2005 dan 2006 Rp. 12,11 juta serta

tahun 2007 mencapai Rp. 13,73 juta.

Tabel 3.2 Target dan Realisasi Beberapa PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005

No. Indikator Satuan Target 2005

Realisasi 2005

Selisih (5)-(4)

1. Pertumbuhan Ekonomi 1) Persen 5.95 5.48 -0.47 2. PDRB – Berlaku Triliun Rp. 121,88 136,903 15,023 3. PDRB - Konstan 2) Triliun Rp. 30,39 87,895 57,505

4. PDRB Perkapita Harga Berlaku Juta Rp. 9,98 11,11 1,13

Sumber: www.sumutprop.go.id

Kalau dilihat berdasarkan sektor usaha dalam struktur ekonomi masih

tetap didominasi oleh 3 sektor yakni industri pengolahan, diikuti sektor

pertanian dan Perdagangan Hotel serta Restauran kemudian baru diikuti

oleh sektor lainnya. Pada tahun 2005 masing-masing mencapai 25,97

Page 99: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 68

persen, 23,44 persen, dan 18,09 persen berturut-turut, dan angka ini akan

mengalami perubahan sejalan dengan semakin membaiknya sektor riil,

kondisi tersebut mendorong perbaikan pada sektor Perdagangan, Hotel serta

Restauran dan diperkirakan akan mengalami peningkatan sehingga untuk

tahun 2006 diperkirakan industri pengolahan mencapai 25,03 persen,

Pertanian 23,42 persen dan Perdagangan hotel dan restauran mencapai

18,84 persen. Sedangkan tahun 2007 diharapkan mencapai masing-masing

25,14 persen, 23,14 persen, dan 18,90 persen.

Sementara itu, volume dan nilai ekspor akan terus dipacu dan

diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Sekalipun terjadi

peningkatan namun diperkirakan kenaikan volume dan nilai ekspor akan

terjadi namun dalam nilai yang tidak begitu signifikan. Perkiraan volume

ekspor tahun 2005 dan 2006 sebesar 8,17 dan 8,00 juta ton, dengan nilai

ekspor sebesar 4,56 dan 4,37 Milyar US$, demikian halnya pada tahun 2007

diperkirakan volume ekspor tahun sebesar 8,39 juta ton, dengan nilai ekspor

sebesar 4,45 Milyar US$. Sedangkan laju inflasi pada tahun 2005 mencapai

angka yang sangat tinggi 22,41 persen dan 2006 diperkirakan sebesar 7,00

persen, pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,50 persen.

c. Kepegawaian

Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk sebanyak 12.450.911 jiwa

pada tahun 2005. Sementara jumlah aparatur yang harus memberikan

palayanan kaopada penduduk provinsi ini tahun 2005 mencapai 12.013

orang. Jumlah aparatur ini lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah

aparatur provinsi Sumatera Utara pada tahun 2006 yang hanya mencapai

11.124 atau turun sebanyak 7,40%.

Tabel 3.3 Jumlah Aparatur Provinsi Sumatera Utara 2003 - 2007

Tahun Jumlah Perubahan (%) 2003 12124 - 2004 11961 -1.34 2005 12013 0.43 2006 11124 -7.40

2007)* 11276 1.37 Sumber: Data Base Otonomo Daerah (2007), BPS Sumatera Utara (2006) )* Hingga Juni 2007

Page 100: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 69

Menurunnya jumlah aparatur ini diakibatkan oleh makin meningkatnya

jumlah aparatur pemeritah yang sudah mencapai usia pensiun,

diberhentikan dengan tidak hormat, atau dengan secara sukarela

mengundurkan diri dengan hormat, serta meninggal dunia. Sementara

penambahan jumlah aparatur tidak sebanding dengan penurunnnya.

Hingga Juni 2007, jumlah pegawai di provinsi Sumatera Utara

mengalami kenaikan sebanyak 1,37% dari tahun 2006, yakni menjadi 11.276

orang. Kenaikan jumlah pegawai disebabkan oleh penambahan jumlah CPNS

tahun 2006 yang berasal dari tenaga kontrak. Dengan penambahan ini,

diharapkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah provinsi kepada

masyarakat semakin baik dan optimal karena penambahan ini diiringi

dengan peningikatan kapasitas pegawai.

3.2.3 Provinsi Banten

a. Letak Geografis

Wilayah Banten berada pada batas

astronomi 5º 7’ 50” - 7º 1’ 11” Lintang

Selatan dan 105º 1’ 11” - 106º 7’ 12”

Bujur Timur, dengan luas wilayah

daratan 8.800,83 km² dan lautan (12

mil) seluas 11.487,12 km² . Secara

wilayah pemerintahan Provinsi

Banten terdiri dari 2 Kota, 4 Kabupaten, 140 Kecamatan, 262 Kelurahan,

dan 1.242 Desa.

Provinsi Banten mempunyai batas wilayah:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat

Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Sebelah Barat : Selat Sunda

Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat

Sunda merupakan salah satu jalur yang dapat dilalui kapal besar yang

menghubungkan Australia, Selandia Baru, dengan kawasan Asia Tenggara

misalnya Thailand, Malaysia dan Singapura. Disamping itu Banten

merupakan jalur perlintasan/penghubung dua pulau besar di Indonesia,

Page 101: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 70

yaitu Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan

maka wilayah Banten terutama Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang

merupakan wilayah penyangga bagi Ibukota Negara. Secara ekonomi wilayah

Banten mempunyai banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki

beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk

menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan sangat

mungkin menjadi pelabuhan alternatif dari Singapura.

Kondisi topografi Banten adalah sebagai berikut :

1. Wilayah datar (kemiringan 0 - 2 %) seluas 574.090 Ha

2. Wilayah bergelombang (kemiringan 2 - 15%) seluas 186.320 Ha

3. Wilayah curam (kemiringan 15 - 40%) seluas 118.470,50 Ha

Kondisi penggunaan lahan yang perlu dicermati adalah menurunnya

wilayah hutan dari 233.629,77 Ha pada tahun 2004 menjadi 213.629,77 Ha.

b. Perekonomian Daerah

Komposisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam tahun 2005

kontribusi yang paling besar adalah sektor industri pengolahan sebesar

49,75%, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 17,13%,

pengangkutan dan komunikasi 8,58% dan pertanian 8,53%.

Tabel 3.4 PDRB Banten Lapangan Usaha Utama Tahun 2005

No. Jenis Lapangan Usaha Jumlah % 1. Pertanian 731.827 21,14 2. Pertambangan dan Penggalian 41.346 1,19 3. Industri 799.962 23,11 4. Listrik dan Air Minum 13.553 0,39 5. Konstruksi / Bangunan 137.519 3,97 6. Perdagangan 721.494 20,84 7. Transportasi dan Komunikasi 328.990 9,50 8. Keuangan 125.577 3,63 9. Jasa-jasa 58.261 1,68 J U M L A H 3.461.508 100

Sumber: BPS, Banten Dalam Angka 2005

Apabila dikaitkan penduduk yang bekerja berdasarkan klasifikasi

sektor pada PDRB, maka terlihat mata pencaharian pada sektor industri

23,11%, pertanian 21,14%, perdagangan 20,84% dan transportasi serta

komunikasi 9,50%. Untuk sektor pertanian dengan penyerapan tenaga kerja

Page 102: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 71

yang banyak (21,14%) ternyata memberikan kontribusi PDRB sebesar 8,58%,

sedangkan sektor industri dengan penyerapan 23,11% tenaga kerja mampu

memberikan kontribusi sebesar 49,75%.

Perekonomian wilayah Provinsi Banten dalam kurun waktu 2001-2005

bergerak dengan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) rata-rata 4,93% per tahun

(3,95% pada tahun 2001 dan 5,88% pada tahun 2005) Sejalan dengan

peningkatan LPE tersebut PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2005

telah mencapai Rp. 84,62 Trilyun dan PDRB atas dasar harga konstan (2000)

sebesar Rp. 58,11 Trilyun. Sedangkan PDRB per kapita Banten meningkat

dari Rp. 8,07 Juta pada tahun 2004 menjadi Rp. 9,09 Juta pada tahun 2005.

Gambar 3.6

Grafik Konstribusi Sektor Ekonomi terhadap PDRB Banten Tahun 2005 (%)

Sumber: BPS, Banten Dalam Angka 2005

Pola perkembangan perekonomian wilayah Provinsi Banten dalam

kurun waktu 2001-2005 dicirikan dengan pergeseran peranan sektoral,

dimana penguatan peran sektor tersier (service) ditunjukkan oleh

peningkatan yang pada tahun 2001 baru mencapai 30,98% meningkat

menjadi 34,02% pada tahun 2005. Sektor sekunder yang memuat sektor

industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih memberikan konstribusi

terhadap PDRB mengalami penurunan dari 59,27% (2001) menjadi 57,34%

(2005). Penurunan ini disebabkan oleh semakin turunnya peranan sektor

industri dalam perekonomian Banten. Sama halnya dengan kelompok sektor

sekunder, sektor primer juga mengalami penurunan dari 9,74% pada tahun

2001 menjadi 8,64% pada tahun 2005.

Page 103: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 72

c. Kepegawaian

Pemerintahan Provinsi Banten selama tahun 2005 didukung oleh 2.768

orang Pegawai Negeri Sipil (PNS), dimana 1997 orang laki-laki dan 771 orang

perempuan. Apabila dilihat dari pendidikan, maka 1.461orang atau 52,78

persen PNS berpendidikan sarjana (Strata I/II/III), sedangkan sisanya 47,22

persen hanya berpendidikan non gelar (Sarjana Muda/D3 atau yang lebih

rendah). Dari 26 instansi pemerintah yang ada di lingkungan Provinsi

Banten, hanya Sekretariat Daerah yang mempunyai jumlah PNS yang cukup

besar, yaitu 622 orang atau 22,47 persen dari seluruh PNS yang ada.

Tabel 3.5 Jumlah CPNS/PNS Provinsi Banten

Tahun 2002-2005

Tahun Jumlah CPNS/PNS Perubahan (%) 2002 2762 - 2003 2664 -3,55 2004 2768 3,90 2005 2768 0%

Sumber: Banten Dalam Angka (2005)

Berdasarkan data yang tercatat dalam data base Biro Kepegawaian

(2005) menunjukkan bahwa jumlah CPNS/PNS di provinsi Banten

didominasi oleh lulusan S1 dan SMA dan sederajat yaitu sebesar 69% dari

total pegawai (CPNS/PNS) atau sebesar 1910 orang. Dari 69% tersebut

yang tamatan SMA dan sederajat mencapai 29,01% atau 803 orang.

Tabel 3.6 Jumlah CPNS/PNS Provinsi Banten Tahun 2005

Jenis Pendidikan

PNS CPNS Jumlah Share (%)

SD 26 26 0.94 SMP dan sederajat 9 9 0.33 SMA dan Sederajat 801 2 803 29.01 Diploma I 53 53 1.91 Diploma II 27 27 0.98 Diploma III/Sarjana Muda 350 350 12.64 Diploma IV 39 39 1.41 S1 1106 1 1107 39.99 S2 348 348 12.57 S3 6 6 0.22

Jumlah 2765 3 2768 100.00 Sumber: Banten Dalam Angka (2005)

Page 104: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 73

Secara umum dari tabel di atas, menunjukkan bhawa jumlah

aparatur pemerintah provinsi Banten sekitar 30% adalah tamatan

SMA/sederajat ke bawah. Sedangkan yang telah menamatkan S2

mencapai 12,57% atau 348 orang dan tamatan S3 sebanyak 0,22% atau

hanya 6 orang. Jadi masih banyak aparatur pemerintah daerah provinsi

Banten yang masih perlu diingkatkan kualifikasi akademiknya atau

kompetensi akademik agar tugas-tugas layanan yang diberikan oleh

aparatur lebih baik lagi.

3.2.4 Provinsi Bangka Belitung

a. Letak Geografis

Kepulauan Bangka Belitung adalah

sebuah provinsi Indonesia yang terdiri dari

Pulau Bangka dan Belitung serta beberapa

pulau kecil yang terletak di bagian timur

Sumatra, dekat dengan Provinsi Sumatra

Selatan. Ibu kota provinsi ini ialah Pangkal

Pinang. Provinsi ini disahkan pada tanggal 9

Februari 2002.

Selat Bangka memisahkan Sumatra dan Bangka, sedangkan Selat

Gampar memisahkan Bangka dan Belitung. Di bagian utara provinsi ini

terdapat Laut Tiongkok Selatan, bagian selatan adalah Laut Jawa dan Pulau

Kalimantan di bagian timur yang dipisahkan dari Belitung oleh Selat

Karimata. Kepulauan Bangka Belitung merupakan bekas Provinsi Sumatra

Selatan, namun menjadi provinsi sendiri bersama Banten dan Gorontalo

pada tahun 2000. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didirikan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Propinsi

Kepulauan Bangka Belitung berasal dari sebagian wilayah Provinsi Sumatera

Selatan.

Luas wilayah 81.725,14 Km2 dengan luas daratan sebesar 16.424,14

Km2 atau 20,10%. Sedangkan luas perairan adalah mencapai 65.301 Km2

atau 79,90%. Artinya daerah ini lebih banyak daerah perairan disbanding

dengan daratan. Hal ini menujukkan bahwa kehidupan masyarakat Bangka

Belitung banyak tergantung pada potensi dan kekayaan laut. Kondisi wilayah

Page 105: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 74

administratif meliputi dua pulau besar yaitu Pulau Bangka dan Pulau

Belitung dengan panjang pantai 1200 Km dengan jumlah kabupaten

sebanyak 6 dan 1 Kota, sedangkan jumlah kecamatan meliputi 36

kecamatan dengan 54 kelurahan, dan 267 desa.

b. Perekonomian Daerah

Struktur ekonomi di Kepulauan Bangka Belitung tahun 2005 meliputi

pertanian komoditas utama seperti produksi panen padi sawah 9.772 ton

dari luas panen 2.743 ha, padi ladang 8.955 ton dari luas panen 3.844 ha,

jagung 2.715 ton dari luas panen jagung 935 ha, ubi jalar 4.080 ton dengan

luas panen 528 ha, ketela pohon 19.000 ton dari luas panen 1.419 ha,

kacang tanah 389 ton dari luas panen 422 ha. Hasil produksi buah-buahan di

Kepulauan Bangka Belitung tahun 2005 adalah; alpukat 354,30 ton, mangga

1.982,8 ton, rambutan 1.798,10 ton, duku 1.525,10 ton, durian 2.804,9 ton,

jeruk siam 39.482 ton, nenas 1.615,5 ton, nangka 4.289,7 ton, salak 1.083,5

ton, pisang 15.329,3 ton dan manggis 640,70 ton.

Hasil sayur-sayuran yang menonjol adalah ketimun 3.644,80 ton,

terong 2.795 ton, kacang panjang 1.914,30 ton bayam 1.005,80 ton dan

kangkung 2.338 ton. Di luar komoditas itu, Kepulauan Bangka Belitung

menghasilkan bawang merah, lombok, kubis, petai, buncis, labu siam.

Disamping itu, terdapat Kepulauan ini terkenal dengan lada putihnya.

Hampir setengah penduduknya mencari nafkah dengan berkebun lada.

Dengan hamparan perkebunan lada yang luas para pengunjung dapat

melihat langsung bagaimana lada putih ini diproses pemetikan, pengolahan

dan pemasaran.

Kebun nanas Toboali yang terkenal dengan buahnya yang besar dan

manis. Para pengunjung dapat membeli dengan dengan memetik langsung

dikebun. Lokasinya berdekatan dengan ibukota kecamatan Toboali sebelah

selatan Pulau Bangka. Terdapat juga perkebunan jeruk yang indah ini di

Desa Rias, Toboali. Pengunjung juga dapat menikmati buahnya saat

menikmati keasrian alam sekitar.

Sementara itu, hasil laut di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat

dilihat pada tabel berikut:

Page 106: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 75

Tabel 3.7 Hasil Kelautan dan Perikanan 2005 - 2006

Tahun

No. Uraian 2005 (Ton) 2006 (Ton)

1. Budidaya Laut 23,51 27,68

2. Budidaya Tambak 152,22 122,99

3. Budidaya Kolam 535,97 751,24

4. Budidaya Keramba 5,96 2,87

5. Budidaya Jaring Apung 6,66 27,69 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sedangakan untuk potensi laut yang dapat dikembangkan di provinsi

Kepulauan Bangka Belitung guna mendorong peningkatan kesejahetaraan

masyarakat dapat dlihat tabel berikut:

Tabel 3.8 Potensi Perikanan 2006 Potensi Kelaut Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sektor diatas, adalah yang memberikan konstribusi besar terhadap

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Karena karakteristik daerah ini adalah kepulauan, maka sektor perikanan

dan pertambangan mempunyai peran yang tiak kecil dalam menyumbang

PDRB provinsi.

c. Kepegawaian

Jumlah aparatur pemerintah provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada

tahun 2004 mengalami penurunan sebanyak 0,80% dibandingkan tahun 2003.

No. Uraian Luas Areal Potensi Produksi

(Ton)

Nilai Ekonomi (Rp.1000)

1. Perikanan Tangkap 499.500 2.497.500.000

a. Perairan Teritorial 65.301 Km² 282.100 1.410.500.000

b. Perairan ZEE 217.400 1.087.000.000

2. Perikanan Budidaya 1.316.000/th 245.160.000.000

a. Budidaya Air Laut 120.000 Ha 1.200.000/th 240.000.000.000

b. Budidaya Air Payau 250.000 Ha 100.000/th 5.000.000.000

c. Budidaya Air Tawar 1.602 Ha 16.000/th 160.000.000

Page 107: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 76

Sedangkan tahun 2005 meningkat sebesar 8,63% dari tahun sebelumnya.

Penmabhan jumlah pegawai ini berlajut hingga tahun 2006 dan 2007. Pada

tahun 2006 bertambah sebanyak 5 orang sehingga berjumlah 1491 orang.

Jumlah tersebut belum termasuk pegawai yang honorer ataupun Tenaga

Kontrak. Dibandingkan dengan provinsi yang menjadi lokasi studi, jumlah

aparatur di Bangka Belitung ini mengalami peningkatan.

Tabel 3.9 Jumlah Aparatur Provinsi Bangka Belitung 2003 - 2007

Tahun Jumlah Perubahan (%) 2003 1379 - 2004 1368 -0.80 2005 1486 8.63 2006 1491 0.34

2007)* 1565 4.96 Sumber: Data Base Otonomo Daerah (2007), BPS Bangka Belitung (2006) )* Hingga Juni 2007

Faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan jumlah aparatur

adalah bahwa provinsi ini merupakan daerah otonomi baru, merupakan

daerah kepulauan, ada limpahan aparatur dari provinsi induk, serta

pengangkatan CPNS baru. Namun jumlah tersebut belum termasuk jumlah

CPNS hasil pengangkatan tahun 2006.

3.2.5 Provinsi Kepulauan Riau

a. Letak Geografis

Provinsi Kepulauan Riau terbentuk

berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun

2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia

yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota

Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun,

Kabupaten Natuna, dan Kabupaten

Lingga.

Secara keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4 Kabupaten dan 2

Kota, 42 Kecamatan serta 256 Kelurahan/Desa dengan jumlah 2.408 pulau

besar dan kecil dimana 40% belum bernama dan berpenduduk. Adapun

luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, di mana 95% - nya merupakan

Page 108: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 77

lautan dan hanya 5% merupakan wilayah darat, dengan batas wilayah

sebagai berikut :

- Utara dengan Vietnam dan Kamboja

- Selatan dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi

- Barat dengan Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau

- Timur dengan Malaysia, Brunei, dan Provinsi Kalimantan Barat

Dengan letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan,

Selat Malaka dengan Selat Karimata) serta didukung potensi alam yang

sangat potensial, Provinsi Kepulauan Riau dimungkinkan untuk menjadi

salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa

depan. Apalagi saat ini pada beberapa daerah di Kepulauan Riau (Batam,

Bintan, dan Karimun) tengah diupayakan sebagai pilot project

pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui kerjasama dengan

Pemerintah Singapura.

Penerapan kebijakan KEK di Batam-Bintan-Karimun, merupakan

bentuk kerjasama yang erat antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, dan partisipasi dunia usaha. KEK ini nantinya merupakan simpul-

simpul dari pusat kegiatan ekonomi unggulan, yang didukung baik fasilitas

pelayanan prima maupun kapasitas prasarana yang berdaya saing

internasional. Setiap pelaku usaha yang berlokasi di dalamnya, akan

memperoleh pelayanan dan fasilitas yang mutunya dapat bersaing dengan

praktik-praktik terbaik dari kawasan sejenis di Asia-Pasifik.

b. Perekonomian Daerah

Dalam periode lima tahun terakhir (2001-2005) Perekonomian Provinsi

Kepulauan Riau didominasi oleh sektor industri pengolahan yang

memberikan kontribusi (share) rata-rata sebesar 65,65% terhadap

pembentukan PDRB (Atas Dasar Harga Konstan). Sedangkan pada tahun

2005 sektor industri pengolahan memberikan kontribusi (share) sebesar

Rp.20,249 triliun atau sebesar 67,24% terhadap pembentukan PDRB Provinsi

Kepulauan Riau. Sementara itu sektor perdagangan, hotel dan restoran pada

tahun 2005 merupakan sektor kedua terbesar dalam memberikan kontribusi

terhadap pembentukan PDRB yaitu sebesar Rp.2,491 triliun atau sebesar

8,20%. Kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam lima tahun

Page 109: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 78

terakhir menunjukkan trend yang menaik dengan kontribusi rata-rata

sebesar 7,99%.

Sektor ketiga yang memberikan kontribusi terbesar terhadap

pembentukan PDRB adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu

sebesar Rp.2,082 triliun atau sebesar 6,86%. Kontribusi sektor

pertambangan dan penggalian dalam lima tahun terakhir cenderung

mengalami penurunan, karena pada tahun 2001 sektor ini memberikan

kontribusi sebesar 13,68% dan pada tahun 2004 kontribusinya menurun

sehingga menjadi 7,40% terhadap pembentukan PDRB Provinsi Kepulauan

Riau.

Sedangkan sektor keempat yaitu sektor pertanian, pada tahun 2005

memberikan kontribusi (share) sebesar Rp.1,46 triliun atau sebesar 4,82%.

Sub sektor perikanan merupakan penyumbang terbesar terhadap

pembentukan sektor ini yaitu sebesar Rp.1,056 triliun dan memberikan

kontribusi sebesar 3,48% terhadap pembentukan PDRB. Kontribusi sektor

pertanian pada tahun 2005 ini menurun apabila dibandingkan tahun 2004.

Selama periode tahun 2001-2004 kontribusi sektor pertanian cenderung

menaik dimana pada tahun 2001 adalah sebesar 4,72% dan pada tahun 2004

kontribusi adalah sebesar 4,87%.

Sektor kelima yang memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap

PDRB daerah ini adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

dimana pada tahun 2005 memberikan kontribusi (share) sebesar Rp.1,335

triliun atau sebesar 4,40%. Kontribusi sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan dalam lima tahun terakhir menunjukkan trend yang menaik

dimana pada tahun 2001 kontribusi sektor ini baru mencapai 3,93%. Sektor-

sektor lainnya pada tahun 2005 rata-rata memberikan kontribusi dibawah 4%

terhadap pembentukan PDRB dan dalam lima tahun terakhir kontribusi

sektor-sektor tersebut juga memiliki kecendrungan (trend) yang menaik.

Page 110: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 79

Tabel 3.10 Kontribusi (Share) Per-Sektor Terhadap Pembentukan PDRB (2001 – 2005)

LAPANGAN USAHA 2001 2002 2003 2004 2005 Rata- Rata

1. Pertanian 4,72 4,86 4,91 4,87 4,82 4,83 2. Pertambangan & Penggalian 13,68 9,56 8,24 7,40 6,86 9,15 3. Industri 62,63 65,60 66,04 66,72 67,24 65,65 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,22 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 5. Bangunan & Konstruksi 2,48 2,58 2,64 2,63 2,61 2,59 6. Perdag., Hotel & Restoran 7,48 7,89 8,19 8,19 8,20 7,99 7. Pengangkutan & Komunikasi 3,04 3,30 3,48 3,65 3,72 3,44 8. Keu. Persewaan & Jasa Perusahaan

3,93 4,06 4,35 4,38 4,40 4,22

9. Jasa-Jasa 1,82 1,92 1,94 1,93 1,93 1,91 PDRB (Dengan Migas) 100 100 100 100 100 -

Sumber : BPS Tahun 2006, BPS Kepri (2006)

Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2005

adalah sebesar 6,57%. Angka laju pertumbuhan tersebut merupakan angka

yang tertinggi dalam periode lima tahun kebelakang karena pada tahun 2001

(empat tahun setelah krisis ekonomi) laju pertumbuhan ekonomi daerah ini

berkontraksi minus 1,34%. Namun secara perlahan-lahan perekonomian

Kepulauan Riau mulai bangkit, apalagi setelah daerah ini ditetapkan sebagai

daerah provinsi otonom pada tahun 2002 membawa pengaruh yang cukup

signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian daerah.

Sektor-sektor yang tumbuh dengan baik (lebih cepat dari pertumbuhan

total PDRB) pada tahun 2005 antara lain sektor pengangkutan dan

komunikasi (8,51%), sektor industri pengolahan (7,41%), sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan (6,89%), sektor jasa (6,77%), serta sektor

perdagangan, hotel dan restoran (6,69%).

Sementara itu sektor lainnya masih tumbuh di bawah laju

pertumbuhan PDRB. Berturut-turut sektor tersebut adalah sektor listrik, gas

dan air bersih (6,62%), sektor bangunan dan konstruksi (5,61%), sektor

pertanian (5,40%), dan sektor pertambangan dan penggalian (-1,23%).

Page 111: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 80

Tabel 3.11 Laju Pertumbuhan PDRB Tahun 2001-2005

LAPANGAN USAHA 2001 2002 2003 2004 2005

1. Pertanian 7,71 5,67 5,79 5,70 5,40 2. Pertambangan & Penggalian -33,06 -28,34 -9,63 -4,45 -1,23 3. Industri 8,46 7,44 5,52 7,57 7,41 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 8,12 6,74 7,12 6,46 6,62 5. Bangunan & Konstruksi 5,95 6,73 7,14 6,27 5,61 6. Perdag., Hotel & Restoran 7,89 8,20 8,70 6,52 6,69 7. Pengangkutan & Komunikasi 9,75 11,55 10,35 11,72 8,51 8. Keu. Persewaan & Jasa Perusahaan -18,94 5,98 12,22 7,39 6,89 9. Jasa-Jasa 7,08 7,83 5,95 6,17 6,77

Laju Pertumbuhan PDRB (Dengan Migas) -1,34 2,57 4,82 6,47 6,57

Sumber : BPS Tahun 2006, BPS Kepri (2006)

c. Kepegawaian

Sebagai daerah otonomi baru, tentunya jumlah aparatur yang ada di

provinsi ini masih relatif sedikit dengan jumlahnya dibandingkan dengan

daerah otonomi baru yang lain. Manurut data yang tercatat di BKN dan Data

Base Otonomi Daerah Bappenas (2007) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.12 Jumlah Aparatur Provinsi Kepulauan Riau 2005- 2007

Tingkat Pendidikan Tahun < SLTA Diploma S-1 S-2 S-3

Jumlah

2005 79 78 202 24 - 383 2006 79 78 202 24 - 383

2007)* 192 203 357 30 - 782 Sumber: Data Base Otonomo Daerah (2007), BPS Kepri (2006) )* Hingga Juni 2007

Jumlah aparatur yang harus melayani penduduk sebesar 1.274.848

jiwa pada tahun 2005 di provinsi Kepualuan Riau adalah sebanyak 383

orang. Minimnya jumlah aparatur ini disebabkan karena daerah ini

merupakan daerah otonomi baru dan belum dimasukkannya jumlah

pengangkatan pegawai baru tahun 2006. Akibatnya layanan yang diberikan

aparatur kepada masyarakat relatif kurang optimal. Mengingat daerah ini

adalah daerah kepulauan, maka diwaktu yang akan datang diperlukan

jumlah aparatur yang lebih besar lagi. Sehingga dapat memberikan layanan

yang optimal kepada wargannya.

Page 112: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 81

Bila dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh pegawai

hingga Juni 2007 adalah pegawai yang berpendidikan S1 paling banyak

disusul tamatan diploma sebanyak 203 orang. Hal ini mengindikasikan

bahwa para pegawai yang memiliki tingkat kapasitas yang relatif lebih baik.

Bahkan dengan jumlah pegawai yang lulus S2 sebanyak 30 orang semakin

menunjukkan bahwa pagawai di provinsi ini adalah baik, meskipun masih

ada pegawai yang masih lulusan SMA masih ada, tetapi jumlah tersebut

relatif sedikit.

Page 113: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

BAB IV LANDASAN KEBIJAKAN

4.1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 4.1.1 Pemerintahan Daerah

Tatanan organisasi pemerintahan daerah dalam NKRI tidak terlepas dari

ketentuan mengenai pemerintahan daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD

1945 sebagai sumber hukum tertinggi yang mengatur garis besar penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan daerah

seperti hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan pengaturan mengenai

keberadaan satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat

istimewa serta kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionilnya dapat disimak pada Pasal 18 A dan Pasal 18 B UUD 1945.

Lebih lanjut mengenai pemerintahan daerah ini, termasuk satuan organisasi

perangkat Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dapat

ditelaah dalam UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Khusus

mengenai perangkat Pemerintah Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan

Pemerintah (PP) No. 84 Tahun 2000 yang kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi

berdasarkan PP No.8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.

Pemerintahan Daerah sebagaimana tercantum dalam Ketentuan Umum UU

No. 22 Tahun 1999 adalah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh

Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi. Daerah otonom

dimaksud adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah

tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI.

Sedangkan desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom dalam kerangka NKRI. Daerah otonom

dalam konteks ini meliputi Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

Page 114: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 83

1. Prinsip-Prinsip

a. Prinsip Pemberian Otonomi Daerah

Dasar pemikiran prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah adalah

memperhatikan pengalaman pelaksanaan Undang-Undang yang berkenaan dengan

penyelenggaraan otonomi daerah pada masa lampau, terakhir diatur dalam UU

No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, yang menganut

prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada

otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak. Namun dalam UU No.22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pemberian kewenangan otonomi kepada

Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada asas desentralisasi saja

dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk

menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang

pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter, fiskal dan agama, serta kewenangan bidang

lainnya yang meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian

pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem

administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan

pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta

teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. Adapun

yang dimaksud dengan moneter dan fiskal adalah kebijakan makro ekonomi. Khusus

di bidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh Pemerintah Pusat

kepada Daerah sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan Daerah dalam

menumbuhkembangkan kehidupan beragama. Di samping itu keleluasaan otonomi

mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan pengendalian dan evaluasi.

Otonomi nyata sebagaimana dimaksud di atas, adalah keleluasaan Daerah

untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara

nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di Daerah.

Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah

perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan

kewenangan kepada Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul

oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan

Page 115: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 84

pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan

kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan

yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah dalam rangka menjaga

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Otonomi untuk Daerah Provinsi diberikan secara terbatas yang meliputi

kewenangan lintas Kabupaten dan Kota, dan kewenangan yang tidak atau belum

dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, serta kewenangan bidang

pemerintahan tertentu lainnya.

Atas dasar pemikiran di atas, prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah yang

dijadikan pedoman dalam UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

adalah sebagai berikut:

1) Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek

demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah;

2) Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan

bertanggung jawab;

3) Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakan pada Daerah

Kabupaten dan Daerah Kota, sedang otonomi daerah Provinsi merupakan

otonomi yang terbatas;

4) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga

tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta Antar-

Daerah;

5) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah

Otonom, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada

lagi Wilayah Administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang

dibina oleh Pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan

pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan,

kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru,

kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan Peraturan Daerah

Otonom;

6) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi

badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawasan

maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

Page 116: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 85

7) Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Provinsi dalam

kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan

pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat;

8) Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah

Pusat kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah Pusat dan Daerah kepada

Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber

daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan

mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

b. Prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Prinsip penyelenggaraan pemerintahan Daerah sebagaimana dinyatakan

dalam penjelasan umum UU No.22 Tahun 1999 adalah:

1) Digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan:

a) Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah

Pusat kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada

Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan/atau perangkat pusat di

Daerah;

c) Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah

dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang

disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia

dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan

mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.

2) Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di

Kabupaten dan Kota;

3) Penyelenggaraan asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Provinsi,

Kabupaten, Kota dan Desa.

2. Pembagian Daerah

Pembagian Daerah dalam NKRI ditetapkan berdasarkan Pasal 18 ayat (1)

UUD 1945 yang ketentuannya berbunyi:

“ Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-Daerah Provinsi

dan Daerah Provinsi di bagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap Provinsi,

Page 117: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 86

Kabupaten dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan

Undang-Undang ”.

Undang-Undang yang dimaksud diatas dan saat ini masih berlaku adalah UU

No.22 Tahun 1999. Pokok-pokok pikiran yang melandasi pembagian daerah ini

sebagaimana dimuat dalam Penjelasan Umum Undang-Undang tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian

kewenangan berdasarkan asas dekonsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka

NKRI;

b. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah

Daerah Provinsi, sedangkan Daerah yang dibentuk berdasarkan asas

desentralisasi adalah Kabupaten dan Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas

desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat;

c. Pembagian Daerah di luar Daerah Provinsi dibagi habis ke dalam Daerah

Otonom. Dengan demikian, Wilayah Administrasi yang berada dalam Kabupaten

dan Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus;

d. Kecamatan yang menurut UU No. 5 Tahun 1974 sebagai Wilayah Administrasi

dalam rangka dekonsentrasi, menurut Undang-Undang ini kedudukannya diubah

menjadi perangkat Kabupaten atau Kota.

Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, pembagian daerah yang merujuk pada

ketentuan Pasal 2 UU No.22 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

a. Wilayah NKRI dibagi dalam Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang bersifat otonom;

b. Daerah Provinsi berkedudukan juga sebagai Wilayah Administrasi.

3. Pembentukan dan Susunan Daerah

Dalam rangka pembentukan dan susunan pemerintahan daerah, Pasal 18

ayat (2),(3),(4),(5), (6) dan (7) UUD 1945 menetapkan hal-hal sebagai berikut :

a. Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Daerah Kota mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan;

b. Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota memiliki Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum;

c. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah

Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis;

Page 118: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 87

d. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan

pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah

Pusat;

e. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-

peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan;

f. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam

Undang-Undang.

Mengenai pembentukan dan susunan daerah, Pasal 4 UU No.22 Tahun 1999

menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan

disusun Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang berwenang mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat. Daerah-daerah sebagaimana dimaksud, masing-masing berdiri

sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Hal ini mengandung

pengertian bahwa:

1) Daerah Provinsi tidak membawahkan Kabupaten dan Kota, tetapi dalam praktek

penyelenggaraan pemerintahan terdapat hubungan koordinasi, kerja sama,

dan/atau kemitraan dengan Kabupaten dan Kota dalam kedudukan masing-

masing sebagai Daerah Otonom. Sementara itu, dalam kedudukan sebagai

Wilayah Administrasi, Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat melakukan

hubungan pembinaan dan pengawasan terhadap Kabupaten dan Kota;

2) Daerah Provinsi berkedudukan sebagai Daerah Otonom dan sekaligus Wilayah

Administrasi, yang melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat yang

didelegasikan kepada Gubernur. Daerah Provinsi bukan merupakan Pemerintah

atasan dari Kabupaten dan Kota.

Pembentukan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota didasarkan pada

pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial-budaya, sosial-politik,

jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan

terselenggaranya otonomi daerah. Selain itu Daerah yang tidak mampu

menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan/atau digabung dengan

Daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari 1 (satu) Daerah

4. Kewenangan Daerah

Pemerintahan Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota sebagaimana

diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD 1945 dibentuk untuk: (a)

Page 119: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 88

Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan; dan (b) Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan

pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan

Pusat.

Dalam rangka otonomi daerah, kepada Daerah diberikan kewenangan yang

mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan dengan pengecualian

bidang-bidang tertentu yang masih menjadi wewenang Pemerintah Pusat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No.22 Tahun 1999 dan

perundang-undangan lainnya, sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian

tentang prinsip pemberian otonomi daerah. Pada hakekatnya setiap Daerah

berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan

bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Termasuk dalam hal ini adalah kewenangan di wilayah laut :

a) Bagi Daerah Provinsi, meliputi :

a) Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas

wilayah laut tersebut;

b) Pengaturan kepentingan administratif;

c) Pengaturan tata ruang;

d) Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau

yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;

e) Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.

b) Bagi Daerah Kabupaten dan Kota, adalah sejauh sepertiga dari batas laut

Daerah Provinsi.

4.1.2 Kewenangan Daerah Provinsi

Kewenangan Provinsi berdasarkan Pasal 9 UU No.22 Tahun 1999 jo Pasal 3

PP No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi

sebagai Daerah Otonom, sebagai Daerah Otonom dan Daerah Administratif,

menyangkut hal-hal sebagai berikut:

a. Sebagai Daerah Otonom

Kewenangan Provinsi sebagai Daerah otonom mencakup kewenangan

dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota, kewenangan

dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, kewenangan melaksanakan

kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota,

Page 120: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 89

dan kewenangan melaksanakan kewenangan Kabupaten/Kota di bidang tertentu

dan bagian tertentu dari kewenangan wajib dengan kesepakatan antar

Kabupaten/Kota dan Provinsi.

1) Kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas

Kabupaten/Kota, seperti kewenangan di bidang pekerjaan umum,

perhubungan, kehutanan, dan perkebunan.

2) Kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, yakni:

a) Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro;

b) Pelatihan bidang tertentu;

c) Alokasi sumber daya manusia potensial;

d) Penelitian yang mencakup wilayah Provinsi;

e) Pengelolaan pelabuhan regional;

f) Pengendalian lingkungan hidup;

g) Promosi dagang dan budaya/pariwisata;

h) Penanganan penyakit menular dan hama tanaman, dan

i) Perencanaan tata ruang Provinsi.

Kewenangan dimaksud dapat dikelompokkan dalam berbagai bidang sebagai

berikut:

(1) Bidang Pertanian:

(a) Penetapan standar pelayanan minimal dalam bidang pertanian yang

wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten/Kota;

(b) Penetapan standar pembibitan/perbenihan pertanian;

(c) Penetapan standar teknis minimal rumah potong hewan, rumah sakit

hewan, dan satuan pelayanan peternakan terpadu;

(d) Penyelenggaraan Diklat sumber daya manusia aparat pertanian

teknis fungsional, ketrampilan dan diklat kejuruan tingkat

menengah;

(e) Promosi ekspor komoditas pertanian unggulan Daerah Provinsi;

(f) Penyediaan dukungan kerja sama antar Kabupaten/Kota dalam

bidang pertanian;

(g) Pengaturan dan pelaksanaan penanggulangan wabah hama dan

penyakit menular di bidang pertanian lintas Kabupaten/Kota;

(h) Pengaturan penggunaan bibit unggul pertanian;

Page 121: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 90

(i) Penetapan kawasan pertanian terpadu berdasarkan kesepakatan

dengan Kabupaten/Kota;

(j) Pelaksanaan penyidikan penyakit di bidang pertanian lintas

Kabupaten/Kota;

(k) Penyediaan dukungan pengendalian eradikasi organisme pengganggu

tumbuhan, hama dan penyakit di bidang pertanian;

(l) Pengaturan penggunaan air irigasi;

(m) Pemantauan, peramalan dan pengendalian serta penanggulangan

eksplosi organisme pengganggu tumbuhan dan penyakit di bidang

pertanian;

(n) Penyediaan dukungan pengembangan perekayasaan teknologi

perikanan serta sumber daya perairan lainnya;

(o) Pengendalian terhadap pelaksanaan pemberantasan penyakit ikan di

darat;

(p) Pengendalian eradikasi penyakit ikan di darat.

(2) Bidang Kelautan:

(a) Penataan dan pengelolaan perairan di wilayah laut Provinsi;

(b) Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut

sebatas wilayah laut kewenangan Provinsi;

(c) Konservasi dan pengelolaan plasma nutfah spesifik lokasi serta suaka

perikanan di wilayah laut kewenangan Provinsi;

(d) Pelayanan izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada

perairan laut di wilayah laut kewenangan Provinsi;

(e) Pengawasan pemanfaatan sumber-daya ikan di wilayah laut

kewenangan Provinsi.

(3) Bidang Pertambangan dan Energi:

(a) Penyediaan dukungan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya

mineral dan energi serta air bawah tanah;

(b) Pemberian izin usaha inti pertambangan umum lintas

Kabupaten/Kota yang meliputi ekplorasi dan eksploitasi;

(c) Pemberian izin usaha inti listrik dan distribusi lintas Kabupaten/Kota

yang tidak disambung ke grid nasional;

Page 122: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 91

(d) Pengelolaan sumberdaya mineral dan energi non migas kecuali bahan

radio aktif pada wilayah laut dari 4 (empat) sampai dengan dua belas

mil;

(e) Pelatihan dan penelitian di bidang pertambangan dan energi di

wilayah Provinsi.

(4) Bidang Kehutanan dan Perkebunan:

(a) Pedoman penyelenggaraan inventarisasi dan pemetaan hutan/kebun;

(b) Penyelenggaraan penunjukan dan pengamanan batas hutan produksi

dan hutan lindung;

(c) Pedoman penyelenggaraan tata batas hutan, rekonstruksi dan

penataan batas kawasan hutan produksi dan hutan lindung;

(d) Penyelenggaraan pembentukan dan perwilayahan areal perkebunan

lintas Kabupaten/Kota;

(e) Pedoman penyelenggaraan pembentukan wilayah dan penyediaan

dukungan pengelolaan taman hutan raya;

(f) Penyusunan perwilayahan, desain, pengendalian lahan dan industri

primer bidang perkebunan lintas Kabupaten/Kota;

(g) Penyusunan rencana makro kehutanan dan perkebunan lintas

Kabupaten/Kota;

(h) Pedoman penyelenggaraan pengurusan erosi, sadimentasi,

produktivitas lahan pada daerah aliran sungai lintas Kabupaten/Kota;

(i) Pedoman penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan produksi

dan hutan lindung;

(j) Penyelenggaraan perizinan lintas Kabupaten/Kota meliputi

pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan flora dan fauna yang

tidak dilindungi, usaha perkebunan, dan pengolahan hasil hutan;

(k) Pengawasan perbenihan, pupuk, pestisida, alat dan mesin di bidang

kehutanan dan perkebunan;

(l) Pelaksanaan pengamatan, peramalan organisme tumbuhan

pengganggu dan pengendalian hama terpadu tanaman kehutanan dan

perkebunan;

(m) Penyelenggaraan dan pengawasan atas rehabilitasi, reklamasi,

sistem silvikultur, budidaya, dan pengolahan;

Page 123: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 92

(n) Penyelenggaraan pengelolaan taman hutan raya lintas

Kabupaten/Kota;

(o) Penetapan pedoman untuk penentuan tarif pungutan hasil hutan

bukan kayu lintas Kabupaten/Kota;

(p) Turut serta secara aktif bersama Pemerintah Pusat dalam

menetapkan kawasan serta perubahan fungsi dan status hutan dalam

rangka perencanaan tata ruang Provinsi berdasarkan kesepakatan

antara Provinsi dan Kabupaten/Kota;

(q) Perlindungan dan pengamanan hutan pada kawasan lintas

Kabupaten/Kota;

(r) Penyediaan dukungan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

teknis, penelitian dan pengembangan terapan bidang kehutanan.

(5) Bidang Perindustrian dan Perdagangan:

(a) Penyediaan dukungan pengembangan industri dan perdagangan;

(b) Penyediaan dukungan kerjasama antar Kabupaten/Kota dalam

bidang industri dan perdagangan;

(c) Pengelolaan laboratorium kemetrologian.

(6) Bidang Perkoperasian:

Penyediaan dukungan pengembangan koperasi.

(7) Bidang Penanaman Modal:

Melakukan kerjasama dalam bidang penanaman modal dengan

Kabupaten dan Kota.

(8) Bidang Ketenagakerjaan:

(a) Penetapan pedoman jaminan kesejahteraan purnakerja;

(b) Penetapan dan pengawasan atas pelaksanaan upah minimum.

(9) Bidang Kesehatan:

(a) Penetapan pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan;

(b) Pengelolaan dan pemberian izin sarana dan prasarana kesehatan

khusus seperti rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, dan rumah sakit

kanker;

(c) Sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi;

(d) Survailans epidemiologi serta penanggulangan wabah penyakit dan

kejadian luar biasa;

Page 124: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 93

(e) Penempatan tenaga kesehatan strategis, pemindahan tenaga

kesehatan tertentu antar Kabupaten/Kota serta penyelenggaraan

pendidikan tenaga dan pelatihan kesehatan.

(10) Bidang Pendidikan dan Kebudayaan:

(a) Penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dan mahasiswa

dari masyarakat minoritas, terbelakang, dan atau tidak mampu;

(b) Penyediaan bantuan pengadaan buku pelajaran pokok/modul

pendidikan untuk taman kanak-kanak, pendidikan dasar,

pendidikan menengah dan pendidikan luar sekolah;

(c) Mendukung/membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi selain

pengaturan kurikulum, akreditasi dan pengangkatan tenaga

akademis;

(d) Pertimbangan pembukaan dan penutupan perguruan tinggi;

(e) Penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan dan/atau

penataran guru;

(f) Penyelenggaraan museum Provinsi, suaka peninggalan sejarah,

kepurbakalaan, kajian sejarah dan nilai tradisional serta

pengembangan bahasa dan budaya daerah.

(11) Bidang Sosial:

(a) Mendukung upaya pengembangan pelayanan sosial;

(b) Mendukung pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan

kejuangan, serta nilai-nilai kesetiakawanan sosial;

(c) Pengawasan pelaksanaan penempatan pekerja sosial profesional

dan fungsional panti sosial swasta.

(12) Bidang Penataan Ruang:

(a) Penetapan tata ruang Provinsi berdasarkan kesepakatan antara

Provinsi dan Kabupaten/Kota;

(b) Pengawasan atas pelaksanaan tata ruang.

(13) Bidang Permukiman:

Penyediaan bantuan/dukungan penerapan hasil penelitian dan

pengembangan teknologi, arsitektur bangunan dan jatidiri kawasan.

(14) Bidang Pekerjaan Umum:

(a) Penetapan standar pengelolaan sumber daya air permukaan lintas

Kabupaten/Kota;

Page 125: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 94

(b) Pemberian izin pembangunan jalan bebas hambatan lintas

Kabupaten/Kota;

(c) Penyediaan dukungan/bantuan untuk kerjasama antar

Kabupaten/Kota dalam pengembangan prasarana dan sarana

wilayah yang terdiri atas pengairan, bendungan/dam, jembatan

dan jalan beserta simpul-simpulnya serta jalan bebas hambatan;

(d) Penyediaan dukungan/bantuan untuk pengelolaan sumber daya air

permukaan, pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan

irigasi dan drainase lintas Kabupaten/Kota beserta bangunan-

bangunan pelengkapnya mulai dari bangunan pengambilan sampai

kepada saluran percontohan sepanjang lima puluh meter dari

bangunan sadap;

(e) Perizinan untuk mengadakan perubahan dan atau pembongkaran

bangunan-bangunan dan saluran jaringan dan prasarana dan sarana

pekerjaan umum yang lintas Kabupaten/Kota;

(f) Perizinan untuk mendirikan, mengubah ataupun membongkar

bangunan-bangunan lain, selain dari yang dimaksud pada butir (e)

termasuk yang berada di dalam, di atas, maupun yang melintasi

saluran irigasi;

(g) Pelaksanaan pembangunan dan perbaikan jaringan utama irigasi

lintas Kabupaten/Kota beserta bangunan pelengkapnya;

(h) Penyusunan rencana penyediaan air irigasi.

(15) Bidang Perhubungan:

(a) Penetapan alur penyeberangan lintas Kabupaten/Kota di wilayah

Provinsi;

(b) Penetapan tarif angkutan darat lintas Kabupaten/Kota untuk

penumpang kelas ekonomi;

(c) Penetapan lokasi pemasangan dan pemeliharaan alat pengawasan

dan alat pengamanan (rambu-rambu) lalu lintas jalan Provinsi,

danau dan sungai lintas Kabupaten/kota serta laut dalam wilayah

diluar 4 (empat) mil sampai dengan dua belas mil;

(d) Penetapan kebijakan tatanan dan perizinan pelabuhan Provinsi;

Page 126: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 95

(e) Pengelolaan pelabuhan dan bandar udara Provinsi yang dibangun

atas prakarsa Provinsi dan atau pelabuhan dan bandar udara yang

diserahkan oleh Pemerintah kepada Provinsi;

(f) Penyusunan dan penetapan jaringan transportasi jalan Provinsi;

(g) Pengaturan dan pengelolaan SAR Provinsi;

(h) Perizinan, pelayanan dan pengendalian kelebihan muatan dan

tertib pemanfaatan jalan Provinsi;

(i) Perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan jalan Provinsi;

(j) Penetapan standar batas maksimum muatan dan berat kendaraan

pengangkutan barang dan tertib pemanfaatan antar

Kabupaten/Kota;

(k) Penetapan lintas penyeberangan antar Provinsi;

(l) Penetapan lokasi dan pengelolaan jembatan timbang;

(m) Perencanaan dan pembangunan Jaringan Jalan Kereta Api lintas

Kabupaten/Kota.

(16) Bidang Lingkungan Hidup:

(a) Pengendalian lingkungan hidup lintas Kabupaten/Kota;

(b) Pengaturan pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber

daya laut 4 (empat) mil sampai dengan dua belas mil;

(c) Pengaturan tentang pengamanan dan pelestarian sumber daya air

lintas Kabupaten/Kota;

(d) Penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) bagi

kegiatan-kegiatan yang potensial berdampak negatif pada

masyarakat luas yang lokasinya meliputi lebih dari 1 (satu)

Kabupaten/Kota;

(e) Pengawasan pelaksanaan konservasi lintas Kabupaten/ Kota;

(f) Penetapan baku mutu lingkungan hidup berdasarkan baku mutu

lingkungan hidup nasional.

(17) Bidang Politik Dalam Negeri dan Administrasi Publik:

(a) Penegakan hak asasi manusia;

(b) Pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum;

(c) Penyediaan dukungan administrasi kepegawaian dan karir

pegawai;

(d) Membantu penyelenggaraan pemilihan umum;

Page 127: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 96

(e) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan penjenjangan dan

teknis fungsional tertentu yang mencakup wilayah Provinsi;

(f) Penyelesaian perselisihan antar Kabupaten/Kota;

(g) Fasilitasi penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan sistem

politik;

(h) Alokasi dan pemindahan pegawai/tenaga potensial antar Daerah

Kabupaten/Kota dan dari Kabupaten/Kota ke Provinsi dan

sebaliknya;

(i) Penetapan tanda kehormatan/jasa selain yang telah diatur dan

menjadi kewenangan Pemerintah.

(18) Bidang Pengembangan Otonomi Daerah:

Penyelenggaraan otonomi daerah di wilayah Provinsi.

(19) Bidang Perimbangan Keuangan:

(a) Mengatur realokasi Pendapatan Asli Daerah yang terkonsentrasi

pada Kabupaten/Kota tertentu untuk keseimbangan

penyelenggaraan pembangunan guna kesejahteraan masyarakat

di Provinsi;

(b) Menyediakan alokasi anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) bagi kebutuhan belanja PNS Daerah yang

diangkat oleh Provinsi di luar kebijakan Pemerintah.

(20) Bidang Hukum dan Perundang-undangan:

Penetapan Peraturan Daerah untuk mendukung Pemerintahan

Provinsi sebagai daerah otonom.

b) Melaksanakan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh

Kabupaten/Kota

Kewenangan dalam hal ini adalah kewenangan Kabupaten dan Kota

yang ditangani oleh Provinsi setelah ada pernyataan dari Kabupaten dan

Kota. Kewenangan dimaksud dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota, dengan

ketentuan sebagai berikut:

(1) Kabupaten/Kota yang tidak atau belum mampu melaksanakan salah satu

atau beberapa kewenangan dapat melaksanakan kewenangan tersebut

melalui kerja sama antar-Kabupaten/Kota, kerja sama antar-

Page 128: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 97

Kabupaten/Kota dengan Provinsi, atau menyerahkan kewenangan

tersebut kepada Provinsi;

(2) Pelaksanaan kewenangan melalui kerja sama atau penyerahan suatu

kewenangan kepada Provinsi harus didasarkan pada Keputusan Kepala

Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota.

Bupati/Walikota wajib menyampaikan keputusan mengenai penyerahan

kewenangan kepada Provinsi kepada Gubernur dan Presiden dengan

tembusan kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD);

(3) Presiden setelah memperoleh masukan dari Dewan Pertimbangan

Otonomi Daerah dapat menyetujui atau tidak menyetujui penyerahan

kewenangan tersebut;

(4) Dalam hal Presiden tidak memberikan persetujuannya, kewenangan

tersebut harus dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota;

(5) Apabila Presiden memberikan persetujuannya, pelaksanaan kewenangan

tersebut diserahkan kepada Provinsi;

(6) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan Presiden tidak memberikan

tanggapan, maka penyerahan kewenangan tersebut dianggap disetujui;

(7) Sebagai akibat dari penyerahan tersebut, Provinsi sebagai Daerah

Otonom harus melaksanakan kewenangan dimaksud dengan pembiayaan

yang dialokasikan dari dana perimbangan keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Daerah. Apabila Provinsi tidak mampu melaksanakan

kewenangan tersebut, maka Provinsi menyerahkannya kepada

Pemerintah Pusat dengan mekanisme yang sama sebagaimana tersebut

pada butir (1) sampai dengan (5);

(8) Apabila Kabupaten/Kota sudah menyatakan kemampuannya menangani

kewenangan tersebut, Provinsi atau Pemerintah Pusat wajib

mengembalikannya kepada Kabupaten/Kota tanpa persetujuan Presiden.

b. Sebagai Daerah Administratif

Kewenangan Provinsi sebagai Wilayah Administratif dalam rangka

dekonsentrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang

dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat. Penyelenggaraan

wewenang dimaksud dilaksanakan oleh Dinas Provinsi.

Page 129: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 98

4.1.3 Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Antar Daerah

Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Daerah sangat

terkait erat dengan prinsip-prinsip dan tujuan pemberian Otonomi Daerah, baik

pemberian Otonomi kepada Daerah Provinsi, maupun kepada Kabupaten dan Kota

berdasarkan asas desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan UU No.22

Tahun 1999 .

Salah satu prinsip pemberian otonomi daerah menyatakan bahwa

pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap

terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta Antar-Daerah.

Pada hakekatnya tujuan pemberian otonomi daerah, adalah untuk:

1) Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik;

2) Mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan;

3) Memelihara hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta

antar-Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Hubungan dimaksud dalam prakteknya terkait dengan pemberian otonomi

kepada Kabupaten dan Kota berdasarkan asas desentralisasi dalam wujud otonomi

bertanggung jawab. Otonomi daerah ditinjau dari segi hubungan kerja juga

merupakan perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak

dan kewenangan kepada Daerah. Otonomi daerah tersebut harus dijabarkan dalam

pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan

pemberian otonomi seperti tersebut diatas.

Mengacu pada ketentuan Pasal 18A dan 18 B UUD 1945, mengenai hubungan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Daerah dapat diidentifikasi

beberapa aspek hubungan sebagai berikut:

1) Hubungan wewenang, yang pelaksanaannya dengan memperhatikan kekhususan

dan keragaman daerah;

2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan

sumber daya lainnya, yang dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan

undang-undang; dan

3) Hubungan dalam hal pengakuan pembentukan Daerah.

Page 130: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 99

Dalam pada itu bila ditelaah secara cermat, pada berbagai peraturan

perundangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka

dalam kaitan dengan aspek kelembagaan, terdapat hubungan yang berkenaan

dengan: (1) Hubungan Pengakuan Pembentukan Daerah; (2) Hubungan Kewenangan;

(3) Hubungan Keuangan; (4) Hubungan dalam Bidang Kepegawaian; (5) Hubungan

Pembinaan dan Pengawasan; (6) Hubungan Pelaporan Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah; dan (7) Hubungan Kerjasama dan Penyelesaian Perselisihan.

1. Hubungan Kewenangan

a. Distribusi Wewenang

Untuk memahami hubungan kewenangan antara Pusat dan Daerah, perlu

dikemukakan terlebih dahulu mengenai distribusi kewenangan yang bersumber yang

bersumber dari Pemerintah Pusat sebagai institusi penyelenggara kekuasaan

pemerintahan dalam NKRI.

Deskripsi mengenai kewenangan Pemerintah Pusat dalam bagian ini antara

lain untuk memberikan informasi tentang urusan pemerintahan apa yang masih

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat sebagai dasar untuk mengetahui urusan-

urusan pemerintahan yang seyogyanya menjadi kewenangan Pemerintah Daerah

dalam rangka pelaksanaan hubungan kewenangan.

Pembagian wewenang Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi dan Daerah

Kabupaten/Kota mengacu pada ketentuan Pasal 7 hingga 12 UU No.22 Tahun 1999

beserta peraturan pelaksanaannya yang berlaku, seperti PP No.25 Tahun 2000.

1) Kewenangan Pemerintah Pusat

Kewenangan Pemerintah Pusat dimaksud secara terperinci sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 2 dan 7 PP No.25 Tahun 2000, sebagai berikut:

a) Kewenangan Pemerintah Pusat mencakup kewenangan dalam bidang/urusan

pemerintahan berikut:

(1) Politik luar negeri;

(2) Pertahanan dan keamanan;

(3) Peradilan;

(4) Moneter dan fiskal;

(5) Agama;

Page 131: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 100

(6) Kewenangan bidang lain, yang meliputi :

(a) Kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian

pembangunan nasional secara makro;

(b) Dana perimbangan keuangan;

(c) Sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara;

(d) Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia;

(e) Pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang

strategis;

(f) Konservasi;

(g) Standardisasi nasional.

b) Kewenangan Pemerintah Pusat yang berlaku di berbagai bidang selain

kewenangan sebagaimana dimaksud pada butir a), meliputi:

a. Penetapan kebijakan untuk mendukung pembangunan secara makro;

b. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal dalam

bidang yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota;

c. Penetapan kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasan/lahan

dalam rangka penyusunan tata ruang;

d. Penyusunan rencana nasional secara makro;

e. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga

profesional/ahli serta persyaratan jabatan;

f. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang

meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi;

g. Penetapan pedoman pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam;

h. Pengelolaan dan penyelenggaraan perlindungan sumber daya alam di

wilayah laut di luar dua belas mil;

i. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang

disahkan atas nama Negara;

j. Penetapan standar pemberian izin oleh Daerah;

k. Pengaturan ekspor impor dan pelaksanaan perkarantinaan;

l. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional;

m. Penetapan arah dan prioritas kegiatan riset dan teknologi termasuk

penelitian dan pengembangan teknologi strategis dan berisiko tinggi;

n. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional;

Page 132: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 101

o. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa;

p. Pengaturan sistem lembaga perekonomian Negara.

c) Kewenangan Pemerintah Pusat untuk mengambil tindakan administratif

terhadap Daerah Otonom dalam hal terjadi kelalaian dan/atau pelanggaran

atas penegakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berdasarkan

ketentuan Pasal 7 PP No.25 Tahun 2000.

Penentuan kewenangan Pemerintah Pusat dimaksud pada dasarnya

merupakan upaya untuk membatasi kewenangan Pemerintah Pusat dan kewenangan

Daerah Provinsi sebagai Daerah Otonom, karena Pemerintah Pusat dan Provinsi

hanya diperkenankan menyelenggarakan kegiatan otonomi sebatas yang ditetapkan

dalam PP No.25 Tahun 2000. Sedangkan Kewenangan Kabupaten/Kota tidak diatur

dalam PP No.25 Tahun 2000 karena pada dasarnya UU No.22 Tahun 1999 telah

meletakkan semua kewenangan Pemerintahan pada Kabupaten/Kota, kecuali

kewenangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah dimaksud.

2) Kewenangan Daerah Provinsi

Kewenangan Daerah Provinsi berdasarkan ketentuan Penjelasan Umum PP

No.25 Tahun 2000, disesuaikan dengan kedudukannya sebagai daerah otonom

meliputi penyelenggaraan kewenangan pemerintahan otonom yang bersifat Lintas

Kabupaten/Kota dan kewenangan pemerintahan bidang lainnya. Sedangkan

kewenangan Provinsi sebagai wilayah administrasi merupakan pelaksanaan

kewenangan Pemerintah yang didekonsentrasikan kepada Gubernur. Mengenai

kewenangan Daerah Provinsi ini telah diuraikan dimuka.

3) Kewenangan Daerah Kabupaten/Kota

Sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 7, 9 dan 11 UU No.22 Tahun 1999

serta Keppres No.5 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Pengakuan Kewenangan

Kabupaten/Kota, Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri telah

mengeluarkan Surat Keputusan No.130-67 Tahun 2002 Tanggal 20 Februari 2002

tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota.

Pada prinsipnya, Pemerintah Pusat mengakui seluruh kewenangan yang telah ada

dan dilaksanakan Daerah Kabupaten/Kota dan/atau penyerahan urusan berdasarkan

Page 133: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 102

peraturan perundangan yang ditetapkan sebelum berlakunya UU No.22 Tahun 1999

dan PP No.25 Tahun 2000. Dengan tidak mengurangi hakekat pengakuan dimaksud,

pengakuan kewenangan Pemerintah Pusat tidak bertujuan untuk membatasi atau

mengurangi kewenangan Daerah Kabupaten/Kota.

b. Pelaksanaan Hubungan Kewenangan

Berdasarkan ketentuan Pasal 8 dan 13 UU No.22 Tahun 1999, pelaksanaan

hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

1) Hubungan Dalam Rangka Pelaksanaan Desentralisasi

Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka

desentralisasi selanjutnya menjadi urusan rumah tangga Daerah yang bersangkutan.

Pelaksanaan penyerahan kewenangan itu harus disertai dengan penyerahan dan

pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai

dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.

2) Hubungan Dalam Rangka Pelaksanaan Dekonsentrasi

Kewenangan Pemerintah Pusat yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam

rangka dekonsentrasi harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan

yang dilimpahkan tersebut. Pelaksanaan dekonsentrasi diatur lebih lanjut dalam PP

No.39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi, yang antara lain

menetapkan bahwa pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah

Provinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi NKRI untuk

melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada

Gubenur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Konstruksi perwilayahan yang diatur UU No. 22 Tahun 1999, menempatkan

Provinsi sebagai Wilayah Administrasi sekaligus sebagai Daerah Otonom, Kabupaten

dan Kota semata-mata Daerah Otonom. Pengaturan sedemikian ini mengandung arti

bahwa sekalipun antara Daerah Provinsi dengan Kabupaten dan Kota tidak ada

hubungan hirarkis, namun tetap ada keterkaitan fungsional satu sama lain.

Keterkaitan ini baik dalam arti status kewilayahan (teritorial) maupun dalam sistem

dan prosedur penyelenggaraan pemerintahan, mengingat penyusunan Kabupaten

dan Kota dilandasi oleh Wilayah Negara, yang diikat sebagai Wilayah Provinsi.

Page 134: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 103

Pemikiran bahwa Daerah Provinsi dengan Kabupaten dan Kota terlepas satu

sama lain, mengingkari prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD

1945, yang secara jelas mengatur secara sistemik antara masing-masing tingkat

pemerintahan. Gubernur yang berfungsi sebagai wakil Pemerintah Pusat sekaligus

sebagai Kepala Daerah Otonom dalam rangka aktualisasi prinsip-prinsip NKRI,

menerima pelimpahan wewenang urusan pemerintahan umum dari Pemerintah

Pusat yang harus dilaksanakannya dalam konteks pembinaan dan pengawasan

terhadap Kabupaten/Kota di wilayahnya.

Provinsi sebagai Daerah Otonom yang juga sekaligus Wilayah Administrasi,

sebagai wilayah kerja Gubernur adalah arena untuk melaksanakan fungsi-fungsi dan

kewenangan yang dilimpahkan kepadanya. Berkaitan dengan itu, maka selain

sebagai Kepala Daerah Provinsi, Gubernur juga berfungsi sebagai Kepala Wilayah

Administrasi dan sekaligus sebagai wakil Pemerintah Pusat. Gubernur selain

pelaksana asas desentralisasi juga pelaksana asas dekonsentrasi.

Pertimbangan dan tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi adalah:

(a) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraaan pemerintahan,

pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum;

(b) Terpeliharanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam

sistem administrasi negara;

(c) Terpeliharanya keserasian pelaksanaan pembangunan nasional;

(d) Terpeliharanya keutuhan NKRI.

Besaran dan isi dekonsentrasi harus mempunyai sifat dekat dengan

kepentingan masyarakat dan bermakna sebagai upaya mempertahankan dan

memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan wilayah NKRI.

Disamping itu juga untuk meningkatkan pemberdayaan, menumbuhkan prakarsa,

dan kreativitas masyarakat serta kesadaran nasional. Oleh sebab itu Gubernur

memegang peranan yang sangat penting sebagai unsur perekat Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

4.1.4 Hubungan dalam Bidang Kepegawaian

Hubungan dalam bidang kepegawaian antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam UU No.22 Tahun 1999 menganut

kebijakan yang mendorong pengembangan Otonomi Daerah sehingga kebijakan

Page 135: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 104

kepegawaian di Daerah yang dilaksanakan oleh Daerah Otonom sesuai dengan

kebutuhannya, baik pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan mutasi maupun

pemberhentian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kepegawaian Daerah secara khusus diatur dalam Pasal 75 sampai dengan 77

UU No.22 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa norma, standar, dan prosedur

mengenai pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan, penetapan

pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak, dan kewajiban, serta kedudukan

hukum PNS di Daerah dan PNS Daerah, ditetapkan dengan peraturan perundang-

undangan.

Daerah mempunyai kewenangan dalam hal: pengangkatan, pemindahan,

pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, dan kesejahteraan

pegawai, serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, berdasarkan

peraturan perundang-undangan. Pemindahan pegawai antar Daerah Provinsi atau

antara Daerah Provinsi dan Pusat serta pemindahan pegawai Daerah antara

Kabupaten/Kota dan Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi lainnya ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat setelah berkonsultasi dengan Kepala Daerah. Pemerintah Wilayah

Provinsi melakukan pengawasan pelaksanaan administrasi kepegawaian dan karir

pegawai di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hubungan

kepegawaian antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi, diatur

dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

4.1.5 Organisasi Pemerintah Provinsi

a. Pemerintah Daerah Provinsi sebagai Badan Eksekutif Daerah Provinsi

Pemerintah Daerah Provinsi sebagai badan eksekutif daerah )Provinsi terdiri

dari Kepala Daerah beserta Perangkat Pemerintah Daerah lainnya.

1) Kepala Daerah

Mengacu pada ketentuan Pasal 30 dan 31 UU No.22 Tahun 1999, setiap

Daerah dipimpin oleh seseorang Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif yang

dibantu oleh seseorang Wakil Kepala Daerah. Kepala Daerah Provinsi disebut

Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil Pemerintah Pusat

yang dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Kepala Daerah,

Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD Provinsi. Dalam kedudukan sebagai

Page 136: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 105

wakil Pemerintah Pusat, Gubernur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden.

2) Wakil Kepala Daerah

Pengaturan tentang Wakil Kepala Daerah berdasarkan Pasal 56 dan 57 UU

No.22 Tahun 1999, diantaranya menyatakan bahwa di setiap Daerah terdapat

seorang Wakil Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau

pejabat lain yang ditunjuk, bersamaan dengan pelantikan Kepala Daerah.

Wakil Kepala Daerah Provinsi disebut Wakil Gubernur, yang mempunyai

tugas :

a) Membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan kewajibannya;

b) Mengkoordinasikan kegiatan instansi pemerintahan di Daerah;dan

c) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.

Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dan dapat

melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila Kepala Daerah

berhalangan.

3) Perangkat Daerah

Berdasarkan ketentuan Pasal 60 sampai dengan 68 UU No.22 Tahun 1999,

Perangkat Daerah terdiri dari Sekretaris Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis

Daerah lainnya, sesuai dengan kebutuhan Daerah.

Susunan organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah

sesuai dengan pedoman yang ditetapkan Pemerintah. Formasi dan persyaratan

jabatan Perangkat Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah sesuai

dengan pedoman yang ditetapkan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang berlaku

saat ini adalah PP No.8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.

Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang

bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan Daerah.

a) Pembentukan dan Kriteria Organisasi Perangkat Daerah Provinsi

Mengacu pada ketentuan Pasal 2 PP No.8 Tahun 2003, Organisasi Perangkat

Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan :

Page 137: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 106

(1) Kewenangan pemerintah yang dimiliki oleh Daerah;

(2) Karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah;

(3) Kemampuan keuangan Daerah;

(4) Ketersediaan sumber daya Aparatur;

(5) Pengembangan pola kerja sama antar Daerah dan/atau dengan pihak ketiga.

Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai

dengan pedoman sebagaimana ditetapkan dalam PP No.8 Tahun 2003 tersebut.

Peraturan Daerah dimaksud menetapkan pembentukan, kedudukan, tugas, fungsi

dan struktur Organisasi Perangkat Daerah, yang penjabarannya ditetapkan dengan

Keputusan Kepala Daerah.

Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah didasarkan pada kriteria

penataan Organisasi Perangkat Daerah, yang ditentukan berdasarkan faktor-faktor

sebagaimana tercantum dalam Lampiran PP No.8 Tahun 2003.

b) Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Kedudukan, tugas dan fungsi Perangkat Daerah Provinsi adalah sebagai

berikut:

(1) Sekretariat Daerah Provinsi

Sekretariat Daerah Provinsi merupakan unsur pembantu pimpinan

Pemerintah Provinsi dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah yang berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Gubernur.

Lembaga ini mempunyai tugas membantu Gubernur dalam melaksanakan

tugas penyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana

serta memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh Perangkat Daerah

Provinsi.

Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Daerah Provinsi

menyelenggarakan fungsi :

• Pengkoordinasian perumusan kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi;

• Penyelenggaraan administrasi pemerintahan;

• Pengelolaan sumber daya aparatur, keuangan, prasarana dan sarana

Pemerintahan Daerah Provinsi;

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

Page 138: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 107

(2) Dinas Daerah Provinsi

Dinas Daerah Provinsi merupakan unsur pelaksana Pemerintah Provinsi

dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

Dalam melaksanakan tugasnya, Dinas Daerah Lembaga ini mempunyai tugas

melaksanakan kewenangan desentralisasi dan dapat ditugaskan untuk

melaksanakan penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat

kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat dalam rangka dekonsentrasi.

Tugas dekonsentrasi dimaksud dilaksanakan oleh Dinas yang bersesuaian.

Provinsi menyelenggarakan fungsi:

• Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;

• Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum;

• Pembinaan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.

Dinas Daerah Provinsi sebanyak-banyaknya terdiri dari sepuluh Dinas. Perlu

dicatat bahwa terdapat pengecualian bagi Pemerintah Provinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta jumlah dinasnya sebanyak-banyaknya terdiri dari empat belas

Dinas.

Untuk melaksanakan kewenangan Provinsi di Daerah Kabupaten/Kota dapat

dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah yang wilayah kerjanya meliputi 1

(satu) atau beberapa Daerah Kabupaten/Kota. Unit Pelaksana Teknis Dinas

Daerah tersebut menyelenggarakan fungsi :

• Pelaksanaan kewenangan Provinsi yang masih ada di Kabupaten/Kota;

• Pelaksanaan kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pada Provinsi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan;

• Pelaksanaan kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada Provinsi

dalam rangka dekonsentrasi.

Unit Pelaksana Teknis dimaksud merupakan bagian dari Dinas Daerah

Provinsi.

(3) Lembaga Teknis Daerah Provinsi

Lembaga Teknis Daerah Provinsi merupakan unsur pelaksana tugas tertentu,

dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

Page 139: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 108

Lembaga ini mempunyai tugas melaksanakan tugas tertentu yang karena

sifatnya tidak tercakup oleh Sekretariat Daerah dan Dinas Daerah dalam lingkup

tugasnya. Tugas tertentu tersebut, meliputi bidang penelitian dan pengembangan,

perencanaan, pengawasan, pendidikan dan pelatihan, perpustakaan, kearsipan dan

dokumentasi, kependudukan, dan pelayanan kesehatan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Lembaga Teknis Daerah

Provinsi menyelenggarakan fungsi:

• Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;

• Penunjang penyelenggaraan pemerintahan Daerah.

Lembaga Teknis tersebut dapat berbentuk Badan, Kantor dan Rumah Sakit

Daerah, yang berjumlah sebanyak-banyaknya 8 (delapan). Pada Lembaga Teknis

Daerah Provinsi, dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis tertentu untuk

melaksanakan sebagian tugas Lembaga Teknis Daerah dimaksud yang wilayah

kerjanya dapat meliputi lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota.

(4) Satuan Polisi Pamong Praja

Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

Lembaga ini mempunyai tugas menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban

umum serta untuk menegakkan Peraturan Daerah Provinsi. Organisasi dan tata

kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi

sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

4.2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 4.2.1 Pemerintahan Daerah

Penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan bagian integral dari

penyelenggaraan pemerintahan negara yang mencakup pula hubungan kerja dan

koordinasi antara dan antar Aparatur Pemerintah Pusat dan Aparatur Pemerintah

Daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam NKRI tidak terlepas dari

ketentuan UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi. Dalam Pasal 18 UUD 1945

diatur tentang garis besar penyelenggaraan pemerintahan daerah. Demikian pula

mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, keberadaan satuan-

satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, serta

Page 140: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 109

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya dapat

disimak pada Pasal 18 A dan Pasal 18 B UUD 1945. Lebih lanjut mengenai

penyelenggaraan pemerintahan daerah ini, diatur berdasarkan UU No. 32 Tahun

2004 Daerah beserta peraturan pelaksanaanya. Undang-Undang dimaksud telah

diubah dengan UU No. 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang, yang

dalam uraian selanjutnya disebut sebagai UU No.32 Tahun 2004.

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan

prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana

dimaksud dalam UUD 1945. Artinya, pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah

dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan

dapat pula dilakukan penugasan oleh Pemerintah Daerah Provinsi ke Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota dan Desa, atau penugasan dari Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota ke Desa.

Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan

pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat, dengan tujuan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, pemberdayaan dan

peran serta masyarakat, dan daya saing daerah dalam sistem NKRI.

Di sisi lain, penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian

hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, yang berarti mampu

membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama

dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah juga

harus mampu menjamin hubungan yang serasi antara Daerah dengan Pemerintah

Pusat demi tegaknya NKRI.

Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan

yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban

menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan

pemerintahan negara.

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan

otonomi daerah, pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah Pusat dan dengan

Page 141: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 110

pemerintahan daerah lainnya. Hubungan dimaksud meliputi hubungan wewenang,

keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya

lainnya. Penyelenggaraan hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan

sumber daya alam, dan sumber daya lainnya, dilaksanakan secara adil dan selaras.

Sedangkan penyelenggaraan hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum,

pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, menimbulkan hubungan

administrasi dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan.Di samping itu, perlu

diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan

memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-

luasnya. Artinya, Daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur

semua urusan pemerintahan selain yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang

ditetapkan dalam UU No.32 Tahun 2004. Dalam hal ini, Daerah memiliki

kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan

peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada

peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip di atas, dilaksanakan pula prinsip otonomi nyata

dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata mengandung arti bahwa pengelolaan

urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban

yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang

sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi

bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud

dengan prinsip otonomi yang bertanggungjawab mengandung arti bahwa dalam

penyelenggaraan otonomi daerah harus sejalan dengan tujuan dan maksud

pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan

nasional.

Pemerintah Pusat wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian

pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan.

Di samping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi,

pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Di saat bersamaan,

Pemerintah Pusat wajib memfasilitasi pemberian peluang kemudahan, bantuan,

Page 142: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 111

dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan

secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan

pemerintahan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah Otonom. Pembagian urusan

pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran masih terdapat berbagai urusan

pemerintahan yang sepenuhnya atau tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

Urusan pemerintahan dimaksud menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup

bangsa dan negara secara keseluruhan.

4.2.2 Urusan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi

Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah

Pusat.

a) Urusan Pemerintahan Pusat

Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat, meliputi

bidang : (1) politik luar negeri; (2) pertahanan; (3) keamanan; (4) yustisi; (5)

moneter dan fiskal nasional; dan (6) agama.

Di samping itu, terdapat bagian urusan Pemerintah Pusat yang bersifat

concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau

bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah. Dengan demikian, dalam setiap urusan yang bersifat

concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah

Pusat, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, serta ada pula

bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota.

Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara

proporsional antara Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan

Kota, disusun kriteria yang meliputi: eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi

dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan

antar tingkat pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria dimaksud, terdiri

atas :

(1) Urusan wajib, yaitu urusan yang sangat mendasar berkaitan dengan hak dan

pelayanan dasar warganegara, antara lain: perlindungan hak konstitusional;

Page 143: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 112

perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketentraman dan

ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan NKRI; dan pemenuhan

komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi

internasional. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang

berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan

ditetapkan oleh Pemerintah Pusa

(2) Urusan pilihan, yaitu urusan yang secara nyata ada di Daerah dan berpotensi

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan

dan potensi unggulan daerah.

Dalam pelaksanaannya, urusan pemerintahan yang diserahkan kepada

Daerah harus disertai pula dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan

prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

Sedangkan, Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai

dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.

b) Urusan Daerah Provinsi

Urusan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi, meliputi Urusan Wajib

dan Urusan yang Bersifat Pilihan.

(1) Urusan wajib Daerah Provinsi sebagai Daerah Otonom dan Daerah Administratif

merupakan urusan dalam skala Provinsi yang meliputi :

(a) perencanaan dan pengendalian pembangunan;

(b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

(c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

(d) penyediaan sarana dan prasarana umum;

(e) penanganan bidang kesehatan;

(f) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi SDM potensial;

(g) penanggulangan masalah sosial lintas Kabupaten/Kota;

(h) pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas Kabupaten/Kota;

(i) fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk

lintas Kabupaten/Kota;

(j) pengendalian lingkungan hidup;

(k) pelayanan pertanahan termasuk lintas Kabupaten/Kota;

(l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

(m) pelayanan administrasi umum pemerintahan;

Page 144: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 113

(n) pelayanan administrasi penanaman modal, termasuk lintas Kabupaten/Kota;

(o) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan

oleh Kabupaten/Kota; dan

(p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan.

(2) Urusan pemerintahan Daerah Provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan

pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi

unggulan Daerah Provinsi yang bersangkutan.

UU 32 Tahun 2004 pada pasal 11 menyebutkan: Penyelenggaraan urusan

pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi

dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan

pemerintahan.Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud

tersebut merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan

pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan

daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem

pemerintahan.

Selanjutnya pada pasal 13 diatur kewenangan wajib dan pilihan bagi

Pemerintah Propinsi. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah

provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:

(1) perencanaan dan pengendalian pembangunan;

(2) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

(3) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

(4) penyediaan sarana dan prasarana umum;

(5) penanganan bidang kesehatan;

(6) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

(7) penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

(8) pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

(9) fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas

kabupaten/kota;

(10) pengendalian lingkungan hidup;

(11) pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;

Page 145: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 114

(12) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

(13) pelayanan administrasi umum pemerintahan;

(14) pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

(15) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan

oleh kabupaten/kota; dan

(16) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan

pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan

daerah yang bersangkutan.

UU 32/2004 ditetapkan sebagai perubahan atas UU 22/1999 yang

sebelumnya merupakan dasar hukum pelaksanaan Otonomi Daerah. Kewenangan

Pemerintah Propinsi pada UU 22/1999 adalah meliputi :

(1) Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam

bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta

kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, termasuk juga

kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan

Daerah Kota.

(2) Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan

dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil

Pemerintah.

Sedangkan Hubungan hirarki pemerintahan pada UU 22/1999 dijelaskan

sebagai berikut: Dalam rangka Pelaksanaan asas Desentralisasi dibentuk dan

disusun Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang berwenang

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah-daerah masing-masing berdiri

sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain

Apabila melihat perubahan kebijakan dalam pengaturan kewenangan

Pemerintah Propinsi maka ketentuan yang diatur dalam UU 32 Tahun 2004

memberikan peran yang lebih besar kepada Pemerintah Propinsi. Pemerintah

Propinsi sebagai wakil dari Pemerintah Pusat dan koordinator dari pembangunan

kabupaten/kota di dalam propinsi tersebut.

Page 146: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 115

4.2.3 Organisasi Perangkat Pemerintah Daerah Provinsi

Pada hakekatnya, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam

kerangka sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Bentuk

dan susunan pemerintahan daerah tersebut diatur berdasarkan UU No.32 Tahun

2004.

Pemerintah Daerah adalah Gubernur, yang berkedudukan sebagai Kepala

Daerah; dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

1. Kepala Daerah

Setiap Daerah dipimpin oleh Kepala Pemerintah Daerah yang disebut Kepala

Daerah yang untuk Provinsi disebut Gubernur mempunyai tugas dan wewenang :

a) memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang

ditetapkan bersama DPRD;

b) mengajukan Rancangan Perda (Raperda);

c) menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

d) menyusun dan mengajukan Raperda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas

dan ditetapkan bersama;

e) mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;

f) mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa

hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

g) melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Gubernur dibantu oleh seorang Wakil Gubernur, yang dipilih dalam satu

pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.Pengaturan

tentang tugas dan tanggung jawab Wakil Gubernuradalah sebagai berikut :

a) membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah;

b) membantu Kepala Daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal

di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat

pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta

Page 147: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 116

mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan

hidup;

c) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten dan

Kota bagi;

d) memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah dalam

penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah;

e) melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh

Kepala Daerah; dan

f) melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila berhalangan.

Dalam melaksanakan tugas di atas, Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab

kepada Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah menggantikan Kepala Daerah sampai

habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti,

diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama enam bulan

secara terus menerus dalam masa jabatannya.

2. Perangkat Pemerintah Daerah

Perangkat Pemerintah Daerah Provinsi adalah sebagai berikut :

a) Sekretariat Daerah;

b) Sekretariat DPRD;

c) Dinas Daerah; dan

d) Lembaga Teknis Daerah.

Mengacu pada uraian di atas, secara rinci dikemukakan beberapa hal sebagai

berikut :

a) Sekretariat Daerah Provinsi

(1) Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah, yang mempunyai tugas

dan kewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan dan

mengkoordinasikan Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. Sekretaris

Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Apabila berhalangan,

pelaksanaan tugas Sekretaris Daerah dilaksanakan oleh Pejabat yang

ditunjuk oleh Kepala Daerah.

(2) Sekretaris Daerah diangkat dari PNS yang memenuhi persyaratan. Untuk

Provinsi, Sekretaris Daerah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas

usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena

kedudukannya tersebut, Sekretaris Daerah menjadi Pembina PNS di

daerahnya.

Page 148: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 117

b) Sekretariat DPRD Provinsi

(1) Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD, yang diangkat dan

diberhentikan oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD. Sekretaris DPRD

mempunyai tugas :

(a) menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;

(b) menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;

(c) mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan

(d) menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh

DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan

keuangan daerah. Dalam hal ini, Sekretaris DPRD wajib meminta

pertimbangan Pimpinan DPRD.

Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya, secara teknis

operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan

DPRD, sedangkan secara administratif bertanggung jawab kepada

Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

b) Susunan organisasi Sekretariat DPRD ditetapkan dalam Perda yang

berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

c) Dinas Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

(1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, yang dipimpin

oleh Kepala Dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah dari

PNS yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

(2) Kepala Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris

Daerah.

d) Lembaga Teknis Daerah Provinsi merupakan unsur pendukung tugas Kepala

Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat

spesifik. Lembaga ini berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah,

dipimpin oleh Kepala yang diangkat oleh Kepala Daerah dari PNS yang

memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. Kepala Lembaga Teknis Daerah

bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

4.2.4 Manajemen Kepegawaian Daerah

Hubungan dalam bidang kepegawaian antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 menganut

Page 149: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 118

kebijakan yang mendorong pengembangan otonomi daerah, sehingga kebijakan

kepegawaian di Daerah yang dilaksanakan oleh Daerah Otonom dapat terselenggara

sesuai dengan kebutuhannya, baik pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan

mutasi maupun pemberhentian pegawai berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

Kepegawaian Daerah secara khusus diatur dalam Pasal 129 sampai dengan

Pasal 135 UU No. 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa norma, standar, dan

prosedur mengenai pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan,

penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak, dan kewajiban, serta

kedudukan hukum PNS di Daerah dan PNS Daerah, ditetapkan dengan peraturan

perundang-undangan.

Daerah mempunyai kewenangan dalam hal: pengangkatan, pemindahan,

pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, dan kesejahteraan

pegawai, serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, berdasarkan

peraturan perundang-undangan. Pemindahan pegawai antar Daerah Provinsi atau

antara Daerah Provinsi dan Pusat serta pemindahan pegawai Daerah antara

Kabupaten/Kota dan Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi lainnya ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat setelah berkonsultasi dengan Kepala Daerah. Pemerintah Wilayah

Provinsi melakukan pengawasan pelaksanaan administrasi kepegawaian dan karir

pegawai di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Di dalam UU 32 Tahun 2004 pada Pasal 129 Ayat (1) disebutkan :

“Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah

dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara

nasional” . Berdasar pada pasal tersebut maka manajemen kepegawaian daerah

masih mengacu pada manajemen PNS secara nasional. Meskipun ada beberapa

urusan yang bisa ditangani oleh Kepala Daerah tetapi tetap harus memperoleh

pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan). Misal : perpindahan PNS antar

Kabupaten Kota baik dalam satu Propinsi maupun antar Propinsi dan penetapan

formasi PNS Daerah setiap tahun anggaran dilaksanakan oleh Menpan atas usul

Gubernur. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun UU tentang Pemerintahan Daerah

Page 150: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 119

telah terbit tetapi belum tentu semua urusan bisa diserahkan langsung kepada

daerah.

Sebelum membahas secara mendalam tentang SDM Aparatur Daerah perlu

kita ketahui beberapa hal yang mendasari pelaksanaan Otonomi Daerah. Sesuai

dengan Pasal 2 Ayat (3) bahwa : “Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-

luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan

tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing

daerah”. Salah satu tujuannya adalah pelayanan umum yang dilakukan oleh pihak

pemberi pelayanan (pemerintah, BUMD, swasta) kepada klien/ penerima

pelayanan. Permasalahan yang kemudian muncul adalah, apakah pelayanan yang

diberikan selama ini sudah memenuhi standar minimum pelayanan dan sesuai

dengan keinginan masyarakat atau tidak.

Momentum Otonomi Daerah ini bisa menjadi tonggak peningkatan kualitas

pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan kualitas di sini lebih pada pemenuhan

standar pelayanan minimal dan adanya upaya bagaimana memberikan pelayanan

yang terbaik kepada masyarakat. Untuk dapat memberikan pelayanan yang baik

terhadap masyarakat, selayaknya perlu diketahui terlebih dahulu persoalan-

persoalan yang dihadapi masyarakat. Pelayanan pelanggan dapat diartikan sebagai

suatu sistem manajemen, diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan yang

berkesinambungan antara waktu pemesanan dan waktu barang atau jasa itu

diterima dan digunakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan/ harapan

pelanggan dalam jangka panjang. Pelayanan merupakan usaha apa saja yang

mempertinggi kepuasan pelanggan. Tujuan dari pelayanan publik adalah

memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan masyarakat/ pelanggan pada

umumnya.

Ada tiga level pembahasan dalam kerangka meningkatkan pelayanan publik.

Pertama : Kebijakan, apakah kebijakan dalam pemberian pelayanan memang sudah

benar-benar ditujukan untuk kepentingan masyarakat.

Kedua : Kelembagaan, apakah lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemda sesuai

dengan kebutuhan masyarakat atau hanya berdasar pada kebutuhan eksistensi

lembaga-lembaga di daerah agar tidak dilakukan likuidasi terhadap lembaganya,

termasuk juga kepentingan-kepentingan politis yang sangat kental terutama ketika

masuk dalam pembahasan di tingkat legislatif.

Page 151: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 120

Ketiga : Sumber Daya Manusia (SDM), apakah SDM yang memberikan pelayanan

juga memerlukan kecakapan-kecakapan tertentu, karena saat ini telah terjadi

perubahan-perubahan di mana masyarakat juga memiliki hak untuk mendapatkan

pelayanan yang lebih baik, maka birokrasi tidak bisa bertindak hanya berdasar pada

perintah atasan, namun tuntutan masyarakat juga menjadi bagian penting.

Berdasar pada hal di atas Sumber Daya Manusia sebagai

pelaksana/implementasi kebijakan yang menyangkut pelaksanaan pelayanan

mempunyai peran sangat penting. Sebagai pelaksana dari kebijakan yang ada, SDM

yang bertugas memberikan pelayanan dalam menerjemahkan kebijakan harus

fleksibel, dalam arti bisa menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Sehubungan

dengan hal tersebut di atas, pelayanan yang berhubungan dengan masyarakat

secara langsung harus bisa memenuhi harapan dan keinginan. Sesuai dengan tujuan

penulisan ini maka SDM pelayanan yang harus dibahas lebih mendalam adalah SDM

Aparatur yang ada di Propinsi, Kabupaten/ Kota sebagai pelayan masyarakat.

Selanjutnya, pada Penjelasan Pasal demi Pasal, pada Pasal 2 Ayat (2) Huruf

b disebutkan : ‘Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai

Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah,

atau dipekerjakan di luar instansi induknya”. PNS Daerah bekerja di daerah dan

berkedudukan di daerah, meskipun ada PNS Daerah yang tinggal di Jakarta (Pusat

Pemerintahan) yang mengurusi keperluan Daerah sebagai penghubung antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (Kantor Penghubung).

Jadi, sebagai salah satu unsur yang turut membangun pemerintahan daerah

adalah aparatur pemerintah daerah. PNS Daerah/Aparatur Daerah mempunyai

peranan yang besar dalam membangun daerahnya. Setelah UU 22 Tahun 1999 yang

kemudian direvisi dengan UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terbit

maka tanggungjawab pemerintah daerah demi mensukseskan daerahnya lebih

besar.

Hal ini ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah yang bersifat

desentralisasi, tidak lagi sentralisasi. Permasalahan yang sering muncul adalah :

Aparatur Daerah yang sebelum adanya UU tentang Pemerintahan Daerah muncul

dalam bekerja lebih pada menerima “perintah” sekarang harus bisa mandiri dalam

mengatur rumah tangganya sendiri karena adanya perubahan dari sentralisasi

Page 152: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 121

menjadi desentralisasi. Mandiri di sini lebih pada dalam mengambil keputusan dan

membuat kebijakan. Melihat kondisi yang ada, pertanyaan yang kemudian muncul,

apakah aparatur daerah siap dan mampu untuk mengemban tugas dan

tanggungjawab yang lebih besar dan berat. Apalagi segala sesuatu yang dilakukan

harus melayani seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, harus ada jalan keluar yang

terbaik supaya aparatur daerah siap untuk melaksanakan tugas tersebut.

Tiga pilar dilihat dari sisi SDM yang ikut mensuskseskan pembangunan

daerah adalah : SDM Aparatur Pemerintah Daerah, Swasta, Masyarakat. Dalam

menjalankan roda pemerintahan, SDM Aparatur Pemerintah Daerah memegang

peranan penting sebagai penentu arah akan di bawa ke mana daerahnya. Oleh

karena itu, SDM Aparatur dituntut kompeten sesuai dengan bidang tugasnya dan

mempunyai tanggungjawab dalam menjalankan tugasnya. Tanggungjawab yang

diemban Aparatur Daerah sangat berat dan mempunyai konsekuensi, karena

sebagai pelaksana/implementasi kebijakan peraturan dari pusat dan daerah dalam

menerjemahkan harus hati-hati dan harus berpijak pada kepentingan masyarakat.

Artinya, tidak boleh mendahulukan kepentingan pribadi tetapi lebih berorientasi

pada kepentingan masyarakat secara umum.

Page 153: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

BAB V PERUBAHAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI

DAN OTONOMI DAERAH PADA PENGELOLAAN APARATUR PEMERINTAH

DAERAH PROVINSI

5.1 Identifikasi Tugas, Fungsi, dan Beban Kerja Pemerintah Provinsi

Provinsi sebagai daerah otonom mempunyai tugas, fungsi, dan beban kerja

pemerintah provinsi. Tugas, fungsi, dan beban kerja akan sangat tergantung pada

garis yang telah ditetapkan pada peraturan yang berlaku, yakni kewenangan

provinsi. Seperti pada pasal 9 Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 menyebutkan

bahwa Kewenangan provinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam

bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota serta kewenangan

dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya. Semnetara itu kewenangan bidang

tertentu adalah perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara

makro, pelatihan bidang tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial,

penelitian yang mencakup wilayah Provinsi, pengelolaan pelabuhan regional,

pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan budaya/pariwisata,

penanganan penyakit menular dan hama tanaman dan perencanaan tata ruang

provinsi.

Selain kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas

Kabupaten/Kota dan pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/

Kota, Provinsi dapat melaksanakan kewenangan yang tidak atau belum dapat

dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota. Kewenangan Kabupaten/Kota di bidang

tertentu dan bagian tertentu dari kewenangan wajib dapat dilaksanakan oleh

Propinsi dengan kesepakatan antar Kabupaten/Kota dan Propinsi.

Ketentuan kewenangan tersebut, menurut persepsi dari aparatur pemerintah

provinsi dipandang sebagai bentuk desaentralisasi yang sangat terbatas dan

mengandung ketidakjelasan tugas yang harus diselesaikan oleh provinsi. Di samping

itu, otoritas dan kontrol terhadap aset, kegiatan pelayanan publik, dan tugas lintas

Page 154: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 123

kabupaten kota seringkali mengalami hambatan dan kendala, karena memang tidak

terdapat hubungan hirarki dengan kabupaten/kota.

Di samping itu, provinsi mempunyai tugas yang harus dilaksanakan dalam upaya

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bagian dari penyelenggaraan

otonomi, yakni dekonsentrasi. Dekonsentrasi ini merupakan pelimpahan wewenang

dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau

perangkat pusat di daerah. Sebagai wakil pemerintah pusat, pemerintah provinsi

mempunyai tugas administratif tertentu yang didelegasikan oleh presiden kepada

Gubernur.

Sementara itu, pada Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 pada pasal 11

menyebutkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan

kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan

keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Penyelenggaraan urusan

pemerintahan sebagaimana dimaksud tersebut merupakan pelaksanaan hubungan

kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan

kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis

sebagai satu sistem pemerintahan.

Selanjutnya pada pasal 13 diatur kewenangan wajib dan pilihan bagi Pemerintah

Provinsi. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi

merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:

(1) perencanaan dan pengendalian pembangunan;

(2) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

(3) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

(4) penyediaan sarana dan prasarana umum;

(5) penanganan bidang kesehatan;

(6) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

(7) penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

(8) pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

(9) fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas

kabupaten/kota;

(10) pengendalian lingkungan hidup;

Page 155: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 124

(11) pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;

(12) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

(13) pelayanan administrasi umum pemerintahan;

(14) pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

(15) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan

oleh kabupaten/kota; dan

(16) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan

yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang

bersangkutan.

UU 32/2004 ditetapkan sebagai perubahan atas UU 22/1999 yang sebelumnya

merupakan dasar hukum pelaksanaan Otonomi Daerah. Kewenangan Pemerintah

Provinsi pada UU 22/1999 adalah meliputi :

(1) Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam

bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta

kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, termasuk juga

kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan

Daerah Kota.

(2) Kewenangan Provinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan

dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil

Pemerintah.

Sedangkan Hubungan hirarki pemerintahan pada UU 22/1999 dijelaskan sebagai

berikut: dalam rangka Pelaksanaan asas Desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah

Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang berwenang mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat. Daerah-daerah masing-masing berdiri sendiri dan tidak

mempunyai hubungan hirarki satu sama lain

Berdasarkan uraian singkat di atas, Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan

provinsi mempunyai status dan peran ganda, yakni sebagai kepala daerah sekaligus

wakil pemerintah pusat. Dengan status ganda inilah, gubernur berperan

Page 156: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 125

melaksanakan otonomi daerah pada tingkat provinsi sekaligus mewakili presiden di

daerah untuk menjamin agar visi dan misi pemerintah dapat dilaksanakan hingga

level pemerintahan paling bawah. Peran yang diemban gubernur sebagai wakil

pemerintah pusat, terutama terkait tugas-tugas pemerintahan umum seperti

menjamin stabilitas, integrasi nasional, koordinasi pemerintahan dan

pembangunan, serta pengawasan penyelenggaraan pemerinrahan daerah yang

dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Menurut Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 jo Undang-Undang nomor 32 tahun

2004 tentang pemerintahan Daerah, gubernur sebagai kepala daerah

menyelenggarakan otonomi daerah yang terbatas, yakni urusan yang bersifat lintas

kabupaten/kota dan yang tidak dapat diselenggarakan oleh kabupaten/kota.

Dalam paraktek penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan Undang-

Undang nomor 22 tahun 1999, status dan peran gubernur sebagai wakil pemerintah

pusat mengalami distorsi karena dalam Pasal 4 Ayat (2) disebutkan,

kabupaten/kota sebagai daerah otonom tidak memiliki hirarki dengan provensi

sebagai daerah otonom. Pemutusan hirarki antara provinsi dan kabupaten/kota

dalam kapasitasnya sebagai daerah otonom menimbulkan implikasi mendalam,

karena dalam praktek para bupati/wali kota tidak dapat tidak dapat memisahkan

antara fungsi gubernur dengan sebagai kepala daerah otonomi dan sebagai wakil

pemerintah pusat.

Kondisi ini menurut staf atau aparatur pemerintah daerah mengakibatkan bahawa

penyelenggaraan pemerintahan daerah terjadi fragmented administration

(administrasi yang terfrgamnetasi) dan uncoordinated development (pembangunan

yang tidak terkoordinasi). Para bupati dan walikota lupa bahwa dalam kapasitasnya

sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, gubernur tetap berwenang melakukan

pengawasan dan koordinasi terhadap pelaksanaan kewenangan oleh

kabupaten/kota. Tidak mengherankan jika visi, misi, dan strategi pembangunan di

tingkat nasional tidak dapat dicapai pada tingkat kabupaten/kota.

Sebaliknya, sector-sektor di tingkat pusat (departemen dan lembaga pemerintah

non departemen tidak memiliki lagi kantor di tingkat kabupaten/kota. Akumulasi

lemahnya peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan ketiadaan kantor

Page 157: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 126

departemen ternyata memberikan kontribusi terjadinya masalah nasional, seperti

bususng lapar, polio, kelangkaan pupuk, serta buruknya kualitas pendidikan dan

kesehatan. Di samping itu, karena urusan yang diserahkan kepada provinsi menurut

peraturan yang berlaku merupakan urusan lokalitas, yang seharusnya

diselenggarakan oleh kabupaten/kota.

Untuk itu ke depan perlu diberikan penguatan kelembagaan bagi gubernur dengan

tujuan agar pelaksanaan pemerintahan sebagai wakil pemerintah pusat dapat

berjalan dengan baik. Peran gubernur lebih pada pengawasan dan koordinasi

pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota. Dampak dari

penguatan peran gubernur ini akan menghilangkan status otonomi penyelenggaraan

pemerintahan provinsi dan wilayah provinsi tentunya hanya akan menjadi wilayah

administrasi saja.

Namun upaya penghilangan status otonomi ini akan memberikan implikasi yang

besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan baik pada level provinsi maupun

kabupaten. Bagi provinsi, akan memudahkan untuk melaksanakan tugas-tugas

pemerintahan sebagai wakil pemerintah pusat dan gubernur akan memiliki

wewenang yang kuat dalam penyelenggaraan pembangunan kabupaten/kota.

Sedangkan bagi kabupaten/kota dapat menyelenggarakan otonomi daerah dan focus

pada upaya untuk meningkatkan pelayanan publik dalam rangkan peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, bupati dan walikota sudah barang tentu

akan tunduk pada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

5.2 Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah

Provinsi Akibat Perubahan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 menjadi

Undang-Undang nomor 32 tahun 2004

Diberlakukakannya Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 sebagai penyempurnaan

Undang-Undang nomor 2 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa

angin perubahan terhadap pengelolaan aparatur pemerintah daerah provinsi.

Kelemahan-kelemahan pengaturan kepegawaian daerah provinsi telah diakomodasi

dalam undang-undang baru. Namun, bukan berarti permasalahan aparatur dapat

segera dapat diselesaikan secara cepat. Dari hasil FGD dengan aparatur pemerintah

Page 158: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 127

provinsi di lokasi studi, yakni provinsi DIY, provinsi Banten, provinsi Kepulauan Riau,

provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan provinsi Sumatera Utara diuraikan di

bawah ini. Yang perlu digarisbawahi dalam hasil pengumpulan data ini adalah

berdasarkan pada persepsi aparatur pemerintah daerah provinsi sebagai informan

yang terlibat dalam FGD, yakni masing-masing provinsi diwakili oleh 5 SKPD

diantaranya adalah Biro Organsiasi, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas

Perkim, Bappeda. Dipilihnya SKPD ini, karena pertimbangan bahwa SKPD

mempunyai keterkaitan dengan peran provinsi untuk melaksanakan tugas yang

bersifat lintas kabupaten/kota.

1. Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta

Secara umum perubahan dari UU no 22 tahun 1999 ke UU no 32 tahun 2004

menimbulkan hal yang positif dalam arti penyelerasan kebijakan kepegawaian di

daerah dan Pusat. Pengelolaan kepegawaian tidak bersifat ekslusif kedaerahan.

Sayangnya UU no 32 tahun 2004 tidak disertai dengan peraturan pelaksananya yang

secara tegas memberi kewenangan hirarkis bagi provinsi sehingga dapat

memberikan sangsi bila diperlukan jika ternyata kabupaten/kota yang

dikoordinirnya melakukan pelanggaran dalam hal kepegawian. Dengan keterbatasan

kewenangan Provinsi dalam koordinasi kepegawaian antar Kabupaten/Kota,

provinsi tidak dapat berbuat banyak dalam masalah distribusi pegawai negeri sipil

daerah baik antar kabupaten/kota tetapi juga antara provinsi dan kabupateb/kota.

Dahulu pada masa UU no 5 tahun 1974 provinsi diberikan wewenang untuk

mengatur pembagian SDM di Kabupaten/Kota sesuai kebutuhan. Hal ini sekarang

tidak lagi dapat dilakukan karena provinsi dan kabupaten tidak lagi bersifat

hirarkis. Bagi provinsi DIY hal ini menjadi masalah tersendiri ketika tahun 2000

harus menerima pelimpahan pegawai dari berbagai Kanwil sebagai konsekuensi

kebijakan UU no 22 tahun 1999. Para pegawai pusat dengan berbagai jenis latar

belakang pendidikan dan pengalaman mau tidak mau harus ditampung dalam

organisasi provinsi. Sementara itu dengan kelebihan tersebut provinsi tidak dapat

menyalurkannya ke Kabupaten. Kelebihan pegawai ini menimbulkan masalah dalam

hal pembinaannya. Oleh sebab itu saat ini di lingkungan Provinsi DIY meskipun

dirasakan sudah kelebihan pegawai namun justru terasa kurang tenaga untuk

menyelesaikan beban kerja sehingga hari kerja masih 6 hari. Keadaan ini

disebabkan oleh pengetahuan dan keterampilan pegawai yang bersifat umum untuk

Page 159: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 128

menangani hal hal yang bersifat manual administratif. Sementara itu dengan

kebijakan Bapak Gubernur yang menginginkan provinsi menekankan pada peran

steering, ungkapan yang dipakai dalam visi DIY, sangat memerlukan dukungan

kompetensi khusus yang bersifat analitis atau konseptual dan spesifik.

Diakui bahwa kelemahan dalam bidang kepegawaian saat ini banyak disebabkan

oleh paradigma pengelolaan kepegawaian yang masih berorientasi pada peraturan,

bukan kebutuhan riil organisasi. Dengan sistem kebijakan kepegawaian yang diatur

menurut UU no 32 tahun 2004 pemerintah pusat memiliki kewenangan dalam

menetapkan norma standard yang harus diikuti oleh daerah. Namun sayangnya

peraturan peraturan tersebut seringkali berubah ubah dan tidak jelas. Mestinya

pemerinta pusat mendelegasikan kewenangan lebih besar kepada provinsi untuk

menetapkan peraturan pelaksanaan kebijakan kepegawaian terutama dalam bidang

pengawasan dan pembinaan kepegawaian di kabupaten/kota yang berada dalam

wilayahnya.

Formasi

Orientasi kepada peraturan tersebut menghambat proses perencanaan yang

rasional di daerah. Penetapan formasi pegawai hanya didasarkan pada ketentuan

pemerintah pusat, sedangkan di daerah sendiri keputusan untuk mengisi formasi itu

sendiri didasarkan hanya perkiraan saja tanpa ada prakiraan beban kerja dan

pemahaman yang akurat tentang jenis kompetensi yang dibutuhkan. Disamping itu

terdapat kesan bahwa UU no 32 tahun 2004 memberikan dasar bagi pusat untuk

melakukan intervensi dan kontrol yang terlalu besar dalam urusan formasi.

Pemerintah pusat sendiri formasi sebagai bagian dari perencanaan pegawai selama

ini lebih banyak berorientasi pada ketersediaan anggaran pemerintah. Padahal

mestinya pegawai adalah sumber daya yang harus dipertimbangkan pertama kali

sebelum sumber daya keuangan. Di tingkat daerah sendiri, tidakrasionalnya formasi

disebabkan oleh adanya pegawai pegawai titipan yang harus ditampung. Untuk

menolak pegawai semacam ini sullit dilakukan karena biasanya mereka sudah

dipersenjatai dengan SK Gubernur.

Beberapa jenis pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, kebijakan

formasi dihadapkan pada masalah khusus dalam pengisian formasi jabatan. Banyak

Page 160: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 129

kandidat menolak untuk ditempatkan di daerah pelosok karena tidak disertai

dengan tunjangan jabatan yang memperhitungkan masalah resiko ketidaknyamanan

pelaksanaan pekerjaan. Untuk mengatasi jumlah pegawai yang naik turun, dan

berbagai tingkat kesulitan dalam pengadaan pegawai negeri maka sebaiknya perlu

direkrut pegawai dengan sistem kontrak dengan kompetensi yang jelas dan

diberikan imbalan yang memadai. Untuk efisiensi penggunaan pegawai perlu

dipertimbangkan pengembangan pemanfaatan teknologi terutama di bidang

otomatisasi dan informatika. Dengan cara ini maka pegawai tidak perlu banyak

banyak sehingga para pegawai dapat diberikan tunjangan yang memadai.

Rekrutmen

Penerapan UU no 32 tahun 2004 menciptakan masalah kepegawaian bagi daerah

terutama terkait dengan kebutuhan spesifik daerah dalam rekrutmen pegawai.

Sejak tahun 2005, tahapan dan mekanisme perekrutan yang ada setelah otonomi

hanya satu tahap dan ditentukan oleh Pusat. Sebaiknya ada perubahan mekanisme,

daerah diberi kewenangan untuk menyaring lagi personil yang sudah lulus tes,

missal 10 besarnya saja atau hasil tes bisa diolah sendiri oleh pemerintah daerah.

Dengan adanya kebebasan daerah untuk menambah tahapan seleksi akan

memudahkan daerah memperoleh pegawai sesuai dengan kompetensinya.

Karena penilaian kompetensi hanya berdasarkan kualifikasi pendidikan dan tes

pengetahuan umum, maka dimensi kompetensi teknis, sosial dan etika yang terkait

dengan perilaku tidak tampak. Dari hasil rekruitmen sering terjadi disiplin ilmu

kandidat sudah sesuai tapi perilakunya kurang baik. Hal ini karena kewenangan

daerah untuk menentukan pegawainya sendiri kurang.

Pola karir

Mutasi pada era perubahan ke UU 32 TAHUN 2004 sangat berbelit dan lama,

terutama untuk memindahkan atau menerima pegawai dari daerah lain. Untuk

merotasi pegawai Pemprop DIY telah melakukan persiapan staf terkait dengan

jenjang karier. Permasalahan dalam mutasi apabila ada pegawai yang dikirim

belajar ketika pulang dipindah ke bagian lain sehingga tidak dapat berfungsi sesuai

yang diharapkan, dan sertifikat belajarnya sering jadi tidak terpakai. Permasalahan

lain terkadang ada pihak yang tidak mau dimutasi apabila sudah berada pada

Page 161: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 130

wilayah yang dianggap ‘basah’ seperti BPKD Banyak orang-orang pintar di Provinsi

tapi kemampuannya tidak tersalurkan karena posisi jabatan terbatas dan untuk

mutasi terhambat.

Untuk menjamin adanya pola karir yang berasas meritokrasi saat ini DIY telah

menyusun draft poal dasar karir. Namun karena hingga kini keppres turunan PP 101

tahun 2000 belum kunjung dibuat maka konsep perda pola dasar karir tersebut ini

masih disimpan di Biro Hukum. Belum terbitnya keppres pola dasar karir tersebut

menunjukkan adanya ketidakseriusan pusat dalam menata masalah kepegawaian.

Masalah masalah kepegeawaian di daerah pada dasarnya lebih banyak disebabkan

oleh kebijakan pusat yang tidak jelas.

Dalam pengembangan karir di Provinsi DIY ada perbedaan tertentu pada tingkatan

dan jabatan tertentu. Khusus untuk Eselon 2 rekruitmen dilakukan dengan uji

kompetensi oleh assessment center. Latar belakang pendidikan, pengalaman dan

etika telah menjadi standar kompetensi. Dengan jumlah pegawai yang dirasakan

berlebihan saat ini, DIY memanfaatkan penerapan PP 41 tahun 2007 tentang

organisasi perangkat daerah untuk “menyaring” pejabat yang ada melalui fit dan

proper test, sehingga akan tinggal 40% saja yang menduduki jabatan karena jumlah

jabatan yang menjadi berkurang.

Remunerasi

Dengan otonomi daerah kebijakan remunerasi tidak mengalami perbaikan signifikan

untuk mendukung perbaikan motivasi kerja dan profesionalisme pegawai. Bahkan

untuk DIY, otonomi menciptakan kebijakan yang tidak menguntungkan pegawai.

Misalnya banyak uang yang sifatnya insidentil seperti uang sidang sekarang sudah

tidak ada, karena tidak diperbolehkan. Mestinya hal ini dilakukan dengan

kompensasi perbaikan dalam tunjangan pegawai yang disesuaikan dengan prestasi

kerja dan beban kerja. Dalam rangka menilai secara obyektif beban kerja pegawai,

saat ini Biro Organisasi dan Biro kepegawaian sedang menyusun analisis beban

kerja, kinerja dan jabatan, tujuannya untuk penempatan pegawai secara efisien

dan efektif sesuai kompetensinya termasuk jumlah yang dibutuhkan. Hasilnya nanti

dipakai untuk menetukan sistem reward and punishment pegawai yang lebih

rasional.

Page 162: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 131

Penegakan Disiplin dan Etika Pegawai

Penegakan disiplin secara langsung kurang signifikan memberikan dampak

perbaikan sikap. Pegawai negeri cenderung merasa aman karena proses

penerimaan hukuman berlangsung lama. Proses yang terlalu lama menjadikan

oknum merasa tidak bersalah, proses pemecatan juga sangat sulit, terkadang

memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan sampai tahunan.

PP 30 jelas mengatur hak dan kewajiban pegawai tapi tidak pernah dibaca

pegawai, disamping itu ada PP tentang kode etik, dari isi kedua peraturan ada

banyak hal yang bertentangan. PP 30 untuk umum PP sedangkan PP yang lain

mengatur secara instansional. Keduanya memuat sanksi moral dan administrasi

masing-masing instansi karena mempunyai tugas dan fungsi berbeda, kode etik

mestinya dirumuskan sesuai karakteristik tiap instansi secara spesifik.

2. Provinsi Banten

Dalam kebijakan kepegawaian pemerintah provinsi Banten banyak mendapat

tekanan dari masyarakat. Oleh karenanya pemerintah Provinsi menjadi berhati-hati

dan transparan dalam penentuan kebijakan kepegawaian. Dengan tuntutan

pelaksanaan tugas tugas otonomi daerah, sebagai provinsi muda Banten mengalami

kelebihan pegawai di beberapa SKPD dan kekurangan pegawai di tempat yang lain.

Ketidakmerataan ini disebabkan karena beban kerja yang tidak sama di tiap SKPD.

Perspesi atas kelebihan pegawai tersebut banyak disebabkan kesulitan dalam

menerjemahkan fungsi koordinasi yang harus dilakukan provinsi karena peraturan

pelaksanaan pembagian urusan turunan UU no 32 tahun 2004 belum dapat

dijalankan.

Dalam bidang pengelolaan kepegawaian, peran koordinasi yang harus dilakukan

oleh provinsi sangat sulit dilakukan karena kerumitan berurusan dengan pemerintah

pusat. Berbeda dengan masa lalu dimana urusan kepegawaian jelas berada di

tangan BKN saat ini pemerintah provinsi merasa ada dua induk yang harus

dihubungi untuk masalah kepegawaian yaitu BKN dan Depdagri. Keadaan ini sering

menciptakan ketidakpastian dalam pengelolaan kepegawaian.

Page 163: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 132

Peralihan dari UU no22 tahun 1999 ke UU no 32 tahun 2004 menggambarkan adanya

penguatan kontrol pemerintah pusat dalam penyelengggaraan pemerintahan

daerah. Hal ini memiliki sisi positif dalam arti menciptakan keselarasan dalam

manajemen kepegawaian. Namun tanpat dukungan kebijakan pusat yang jelas dan

pendelegasian kewenangan kepada provinsi yang memadai, maka sekarang ini

provinsi seolah dalam posisi “tergencet” antara pusat dan kabupaten/kota. Provinsi

diharapkan mampu berperan terutama dalam hal koordinasi dan pembinaan (pasal

135 uu no 32 tahun 2004) kepegawaian tetapi pusat memiliki kebijakan yang tidak

jelas. Sedangkan disisi lain, kabupaten/kota bertindak leluasa untuk melanggar

peraturan kepegawaian.

Formasi dan rekrutmen

Jumlah pegawai dirasakan kurang tetapi banyak jabatan. Satu eselon 4 idealnya

membawahi 4 staf sedangkan di Banten saat ini baru membawahi 2 staf. Karena

tekanan dari kelompok kelompok masyarakat Banten dalam urusan kepegawaian,

penetapan formasi dan rekrutmen dilakukan setransparan mungkin. Dalam

rekrutmen telah dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk menjaga agar ada

penilaian yang obyektif. Untuk penetapan formasi, saat ini kebijakan pusat

sebagaimana diatur dalam UU no 2004 dianggap menghambat otonomi daerah.

Formasi jabatan seolah “dijatah” oleh MENPAN tanpa melihat kebutuhan yang ada

didaerah. Mestinya pemerintah pusat hanya memberikan pedoman dan system

audit pegawai untuk melihat apakah formasi dilakukan dengan asas efisiensi dan

efektifitas sesuai kebutuhan dan kemampuan pegawai. Mestinya urusan

pengendalian dalam formasi cukup dilakukan oleh Depdagri saja atau BKN, karena

MENPAN seharusnya focus kepada masalah strategis yaitu mengkoordinir reformasi

kebijakan kebijakan bidang kepegawaian yang saat ini masih banyak bermasalah.

Pola karir dan Mutasi

UU no 32 tahun 2004 menciptakan masalah dalam hal mutasi dan karir. Dalam UU

kepegawaian disebutkan adanya system terbuka dimana perpindahan antar daerah

dimungkinkan dalam rangka memenuhi pemerataan kebutuhan pegawai. Namun

kenyataannya hal ini sangat sulit dilakukan. Perpindahan antara kabupaten/kota

satu ke tempat yang lain sangat sulit dilakukan apalagi antar provinsi. Masalah

Page 164: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 133

mutasi antar daerah ini menggambarkan lemahnya posisi provinsi dalam hal

koordinasi pengelolaan kepegawaian daerah.

Ketidakmampuan provinsi ini juga disebabkan oleh konteks era otonomi dimana

politisasi birokrasi sangat menonjol. Provinsi tidak dapat berbuat banyak jika setiap

selesai pilkada selalu terjadi penggusuran pejabat karir di kabupaten/kota. Banyak

pejabat karir yang di non jobkan karena dianggap tidak senafas dengan kepala

daerah yang baru. Sebaliknya tim sukses kepala daerah Bupati/walikota baru akan

menduduki posisi posisi kunci. Semua ini merupakan kewenanagn Bupati/walikota.

Bagi provinsi sendiri masalah ini juga selalu terjadi. Untuk membangun system karir

yang berdasar meritokrasi sebagaimana yang dikehendaki UU no 32 tahun 2004

Banten telah menyiapkan pola dasar karir. Bahkan saat ini Banten telah memiliki

standard kompetensi jabatan yang dikuatkan dengan perda. Disamping itu sebagai

salah satu sarana penunjang system karir yang obyektif tengah dipersiapkan

assessment center. Berbeda dengan yogya, Banten sudah punya assessor tetapi

belum punya prasarananya. Namun kembali kendala utama untuk mewujudkan

system karir yang jelas adalah ketidakjelasan kebijakan pemerinta pusat. Saat ini

keppres tentang pola dasar karir sebagaimana dijanjikan oleh PP 100 tahun 2000

belum juga dibuat.

Remunerasi

Berbeda dengan masa lalu dimana gaji dan tunjangan dipegang pusat, saat ini

Kabupaten/kota menguasai sumber daya keuangan untuk gaji dan tunjangan

pegawai daerah sehingga tidak pernah merasa takut bila melanggar ketentuan

kepegawaian akan diberi sangsi berupa tidak diberikannya gaji atau tunjangan. Jika

pusat saja tidak mampu berbuat apa apa terhadap pelanggaran pegawai, provinsi

juga dihadapkan masalah yang sama. Provinsi dan kabupaten yang memiliki

kedudukan yang sama seolah berjalan sendiri sendiri.

Dalam hal remunerasi masih dikenal istilah tempat basah dan kering. Penghasilan

tambahan sayangnya tidak terkait dengan prestasi kerja, tetapi lebih banyak

terkait dengan proyek yang dikelola sehingga setiap orang berorientasi untuk

mengejar proyek. Orientasi ini tentu saja sangat merugikan pelayanan kepada

masyarakat dan profesionalisme pegawai karena yang dikejar adalah banyaknya

Page 165: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 134

proyek. Sudah saatnya pemerintah menciptakan kebijakan system remunerasi yang

dikaitkan dengan tingkat kinerja terutama pelayanan. Tanpa ini maka otonomi

daerah tidak akan membawa perubahan positif terhadap perbaikan pelayanan

kepada masyarakat.

3. Provinsi Bangka Belitung

Permasalahan utama dalam menajamen kepegawaian di Babel adalah kurangnya

pegawai terutama dari segi kuantitas dan kualitas. Hal ini berakibat pada

penempatan pegawai terutama dalam jabatan struktural yang tidak sesuai dengan

kualifikasi jabatan yang dituntut oleh peraturan perundangan. Kelemahan tersebut

terutama sangat kentara di tingkat Kabupaten/Kota pemekaran. Sebagai misal

terdapat kasus dimana jabatan eselon III dijabat oleh seorang Calon Pegawai Negeri

Sipil (CPNS). Keadaan di babel mungkin menggambarkan suatu paradoks dari

kepegawaian daerah di Indonesia. Di satu sisi banyak kritik dimana pegawai

pemerintah banyak menganggur dan memanfaatkan waktu kerja untuk melakukan

hal hal yang tidak terkait bidang pekerjaannya. Namun disisi lain pemerintah

daerah sendiri merasa kekurangan pegawai dalam menjalankan fungsi fungsi

organisasi.

Menurut sumber yang diperoleh dari FGD, keadaan paradoks tersebut disebabkan

oleh ketidakseimbangan antara tenaga administratif dan tenaga teknis fungsional.

Apa yang disebut dengan tenaga administratif tersebut pada dasarnya adalah

tenaga fungsional umum. Ketidakseimbangan ini terutama dirasakan di unit unit

teknis di lingkungan pemerintahan provinsi. Di Dinas Kesehatan misalnya,

kekuarangan tenaga medis dan para medis dirasakan sangat menganggu kelancaran

pelayanan bidang kesehatan. Karena kekuarangan tersebut, pihak Dinas kesehatan

sangat berharap adanya dokter PTT dari pusat. Namun demikian harapan tersebut

sulit untuk dipenuhi karena banyak dokter PTT yang enggan untuk ditugaskan ke

Babel karena alasan tingginya biaya hidup di Babel. Tunjangan yang diberikan

kepada dokter PTT dirasa jauh dari standar hidup layak.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga fungsional teknis dengan kompetensi khusus

Biro Kepegawaian bekerjasama dengan BKN telah berusaha mengidentifikasi

Page 166: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 135

kebutuhan tenaga fungsional yang diperlukan oleh provinsi Babel. Namun demikian

dalam pengadaannya pemerintah provinsi dihadapkan pada kendala utama yaitu

masalah pendidikan khusus untuk mendidik tenaga fungsional teknis. Kedua adalah

kendala budaya dimana sebagian besar pegawai masih berorientasi pada jabatan

struktural. Jabatan teknis fungsional dianggap sebagai jabatan ”kelas dua” yang

kurang bergensi dan kurang menguntungkan secara finansial. Hal ini dapat

dimengerti karena kenyataan jabatan fungsional, di luar dokter, memiliki

tunjangan jabatan yang kecil. Bagi Babel yang memiliki tingkat biaya hidup relatif

tinggi, kecilnya tunjangan tersebut merupakan menjadi alasan yang paling

signfikan.

Orientasi kepada jabatan struktural tersebut merupakan ancaman potensial untuk

jenis pelayanan tertentu. Misalnya dalam bidang pelayanan pendidikan, semenjak

pemekaran terjadi migrasi cukup signifikan dari para guru ke dalam jabatan

struktural di birokrasi pemerintah daerah. Hal ini terutama dilakukan oleh para

guru senior golongan IVa. Keadaan ini sulit dibendung terutama karena kenyataan

pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota memang sedang menghadapi

kekurangan pegawai untuk menduduki jabatan jabatan struktural. Namun demikian

jika hal ini dibiarkan maka penyelenggaraan pelayanan pendidikan akan dapat

terancam.

Kekurangan pegawai tersebut sementara ini belum dapat dipenuhi karena pengisian

formasi masih jauh dari yang dibutuhkan. Dari usulan tahun 2006 yang dapat

dipenuhi hanya sekitar sepuluh persen. Sebagaimana diketahui pengisian formasi

selama ini ditetapkan berdasarkan ketersediaan anggaran dari pemerintah. Padahal

untuk daerah pemekaran seperti Babel sangat membutuhkan pengadaan pegawai

ekstra untuk mengejar ketertinggalannya. Namun selama ini tidak ada kebijakan

khusus dari pemerintah dalam hal pengadaan pegawai bagi daerah pemekaran.

Jabatan struktural yang belum terisi sementara ini adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1 Kekuarangan Jabatan Struktural

No Jabatan Kekurangan

1 Eselon I 0

2 Eselon II 1

3 Eselon III 22

4 Eselon IV 24

Page 167: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 136

Gambaran tersebut di samping menunjukkan urgensi kekurangan pegawai di babel.

Kekurangan tersebut dapat disebabkan oleh dua alasan. Pertama adalah alasan

obyektif dan teknis. Alasan yang pertama disebabkan oleh ketidaksesuaian antara

formasi jabatan dan pegawai yang memenuhi kualifikasi jabatan. Alasan yang

kedua dapat disebabkan oleh desain organisasi yang terlalu besar yang tidak

disesuaikan dengan kemampuan dalam supply kepegawaian. Sebagaimana kita

ketahui desain organisasi yang ditetapkan menurut PP no 38 tahun 2003 telah

mendorong pemerintah daerah untuk membuat struktur organisasi dengan pola

maksimal. Di lihat dari kebutuhan yang ada hal ini mungkin dapat dibenarkan.

Tetapi tentu saja kebutuhan tersebut juga harus diimbangi dengan kemampuan

yang tersedia. Kekurangan pegawai tersebut dapat saja diatasi jika pemerintah

provinsi Babel menerapkan prinsip pengembangan organisasi incremental. Artinya

dimulai dengan pola minimal sesuai dengan kemampuan yang ada. Desain

organisasi secara gradual dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan

perkembangan tugas riil yang bukan potensial yang harus ditangani. Faktor kedua

yang menjadi penyebab persepsi mengenai kurangnya pegawai dikarenakan oleh

pola pengorganisasian tugas yang belum optimal.

Kekurangan tenaga fungsional teknis juga sangat dirasakan oleh Dinas Pendidikan.

Dengan permasalahan yang sedikit berbeda, Dinas tersebut dihadapkan pada

ancaman migrasi dari para guru ke dalam birokrasi. Guru guru senior memilih hijrah

ke birokrasi karena dua sebab. Pertama untuk golongan IVa mengalami kesulitan

kenaikan pangkat karena harus menulis paper ilmiah. Kedua adalah kekosongan di

birokrasi akan tenaga terampil. Perpindahan guru ini akan mengancam mutu

pendidikan di daerah dan kekacauan di tubuh birokrasi sendiri. Para guru yang

tidak pernah melakukan tugas tugas manajerial dan mengenal administrasi

penyelenggaraan pemerintahan tetapi mendapatkan kedudukan jabatan struktiural

mengalami kesulitan untuk menjalankan tugasnya dalam birokrasi.

Guna merangsang motivasi pegawai, provinsi Babel merancang sistem remunerasi

yang disesuaikan dengan jabatannya. Tunjangan jabatan sesuai dengan Golongan,

Page 168: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 137

seperti golongan III 650 Ribu, golongan II 500 ribu, eselon I sebesar 5 juta dan

eselon II 3,5 juta. Namun tunjangan ini bisa dikurangi atau dihapus bila absennya

lebih dari 10 hari kerja. Disamping itu sistem karir pegawai juga sedang disusun.

Hal ini dilakukan disamping itu memacu motivasi kerja juga menjamin sistem karir

yang obyektif. Setiap pilkada selalu ada pejabat yang di non jobkan bukan karena

kesalahannya tetapi selera pimpinan. Semestinya para pejabat politik diberikan hak

untuk merekrut staff khusus sehingga tidak perlu mencampuri terlalu dalam urusan

karir dalam birokrasi.

Dalam rangka membangun sistem kepegewaian daerah yang baik diperlukan adanya

dukungan kebijakan pemerintah pusat yang jelas. Sayangnya hal ini masih jauh dari

harapan. Depdgari, BKN, LAN dan MENPAN seolah olah memiliki kebijakan sendiri

sendiri yang tidak harmonis. Demikian juga dengan instansi pemerintah yang lain.

Setiap kali mereka menerbitkan kebijakan kebijakan yang seolah tumpang tindih

dan tidak ada koordinasi satu sama lain.

4. Provinsi Kepulauan Riau

Kendala umum dalam manajemen kepegawaian adalah bahwa dengan adanya UU

32 tahun 2004 ada satu langkah tambahan, semua musti lewat Depdagri. Dalam UU

22 tahun 1999 urusan kepegawaian cukup melalui Menpan dan BKN. Hal ini juga

menjadi indikasi seolah Pemda adalah bawahan Depdagri. Jika pemprop meminta

pegawai salah satu Departemen/LPND untuk pindah ke KEPPRI, maka hal ini harus

dilakukan melalui fit & proper test di Depdagri. Hal ini seringkali tidak sesuai

dengan standard yang dibutuhkan padahal yang mengetahui kebutuhan sebenarnya

adalah provinsi. Pelaksanaan wewenang Depdagri seringkali dirasakan hanya

menambah panjang birokrasi dan biaya. Pemerintah Provinsi KEPPRI mengharapkan

adanya penyederhaanaan fungsi koordinasi yang dilaksanakan oleh Depdagri

sehingga pelaksanaan otonomi khususnya bagi daerah yang baru dapat terlaksana

secara cepat dan efisien.

Formasi

Sebelum setiap SKPD menyusun formasi, didahului dengan bimtek yang dilakukan

oleh MENPAN, BKN dsb mengenai apa formasi, bagaimana menyusun, bagaimana

menghitung beban kerja. Setelah itu kemudian SKPD ditugaskan untuk menyusun

Page 169: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 138

usulan, dikoordinasikan dengan BKD dan disusun. Sayangnya kebijakan formasi dari

Menpan tidak mendukung pemenuhan kebutuhan riil daerah. Provinsi yang jumlah

pegawainya banyak mendapat tambahan pegawai sama dengan Kepri yang

pegawainya hanya 1000 yang bekerja sampai 7 hari dalam seminggu. Budget 1,5

trilyun ditambah APBN hampir mencapai 2 trilyun dirasa kurang adil jika

disamakan dengan daerah lainnya yang memiliki banyak pegawai seperti Jawa

tengah dan Jawa Timur. Pemerintah KEPPRI juga menganggap bahwa kebijakan

formasi di pusat belum berjalan secara obyektif karena masih banyak “kompromi di

balik pintu”.

Rekruitmen

Rekruitmen diserahkan pemprop menangani sampai Kab/kota. Prop menyiapkan

bahan seleksi sesuai formasi yang telah ditetapkan. Kendalanya adalah luas wilayah

kabupaten yang dilayani untuk sampainya materi ujian tepat waktu sulit karena

sangat jauh, pemenuhan waktu sesuai jadwal terkendala pencetakan materi yang

bisa cepat karena listrik masih sering mati dan kapasitas mesin cetak terbatas

pernah terpaksa menggandakan memakai photo copy yang disewa dan selama

sebulan tidak pulang. Soal apabila harus dikerjakan di daerah belum mampu, tahun

lalu kerjasama dengan BKN. Tahun 2004 semua dikoordinasikan Provinsi, dan tahun

2006 mulai diserahkan Kab/Kota untuk menyelenggarakan sendiri dengan koordinasi

Provinsi dan Pengawas dari Provinsi. Penjadwalan sangat perlu dikoordinasikan

antar daerah. Kendala lain adalah Kabupaten/Kota kurang menyadari pentingnya

Surat Keputusan (SK) sehingga banyak yang ditunjuk dan bekerja tanpa SK.

Sehingga ketika ada pendataan sesuai peraturan timbul banyak kendala.

Promosi dan Mutasi

PP 9/2003 kewenangan diberikan penuh dari pengangkatan sampai pemberhentian,

sdgkn dalm UU 32 Depdagri ikut menentukan dalam mutasi (perpindahan). PP 9

disebut batal demi hukum karena ada uu 32/2004 oleh Depdagri, berarti ada

kekosongan peraturan untuk pengangkatan dan pemberhentian. Keluarnya

Peraturan Mendagri no 10/2005 sebagai turunan UU 32 tahun 2004 menambah

birokrasi, apabila PNS dari Kab/Kota ingin pindah harus ada ijin dari mendagri.

Prosesnya bila ingin pindah mengajukan ke mendagri untuk di fit & proper tes

Page 170: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 139

setelah itu dikembalikan ke daerah setelah ada persetujuan diusulkan kembali ke

Mendagri dan diteruskan ke kepala BKN dan kemudian turun kembali ke daerah

untuk terus dikembalikan ke Mendagri guna mendapatkan SK. Prosesnya bisa

sampai setahun padahal kebutuhan pegawai maksimal satu bulan. Dulu dengan

hanya mengusulkan ke BKN setelah lulus tes dari provinsi yang dituju, asal rasional

dan wajar, selalu langsung mendapat persetujuan tinggal dimintakan SK Mendagri

saja. Sejauh teknis dan administrasinya sudah diurus BKN pasti setuju, kecuali bagi

yang punya kasus besar. Bukan kita tidak setuju dengan proses baru tapi hanya

karena prosesnya menjadi lambat. Dan timbul kecurigaan apakah di Depdagri ada

criteria jelas yang mau dipindahkan, jangan-jangan menjadi permainan, orang yang

mutasi harus bolak-balik sehingga menghabiskan uang.

Dalam hal penempatan KEPPRI sudah berusaha menempatkan pegawai sesuai

kompetensi dilihat dari pendidikan, keahlian pengalaman dan masa kerja. Jabatan

terutama di Dinas sudah cukup sesuai. Perlu diingat untuk level staf sangat tinggi

intervensinya dari para pejabat politik atau sehingga seringkali tidak dapat dijamin

kompetensinya. Oleh sebab itu saat ini sedang disusun pola dasar karir dan analisis

jabatan serta standar kompetensi.

Dalam hal promosi saat ini KEPPRI bekerjasama dengan assessment center dari

psikologi UI melakukan tes, hasilnya teridentifikasi staf2 yang potensial dan yang

perlu perhatian. Umumnya yang kinerja kurang baik adalah staf yang sudah akan

memasuki masa pensiun. Penempatan untuk promosi sebagian besar sudah

berdasarkan hasil dengan UI, walau demikian masih ada yang sifatnya pesanan dan

yang dari pindahan kita hanya melakukan wawncara bahkan ada yang tidak kita

baru tahu kompetensinya setelah pengangkatan. Namun hal tersebut diupayakan

seminimal mungkin, karenanya perlu adanya standar kompetensi yang utamanya

penting bila ada mutasi, karena banyak Kabupaten/Kota yang ingin pindah ke

provinsi karena tunjangan lebih tinggi, dengan adanya formasi agak enak untuk

menolak apalagi klo sudah ada standar kompetensi, kecuali bila sesuai kualifikasi

bisa diterima. Selain itu pindahan dicek juga apakah pernah terkena kasus. Yang

pasti intervensi politik masih ada, karena bagaimanapun dengan gubernur yang

dipilih langsung maka aka nada konstituen yang terdiri dari para tokoh yang

bagaimanapun pengaruhnya cukup besar pengaruhnya terhadap kebijkan gubernur.

Page 171: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 140

Remunerasi

Runemerasi pegawai provinsi lebih tinggi karena memiliki sejarah tersendiri. Pada

awal pembentukan Provinsi Kepri hanya mempunyai anggaran 300 milyard sehingga

sulit untuk mengadakan perekrutan sendiri sehingga banyak menarik pegawai dari

Kab/Kota dengan penambahan remunerasi. Setelah anggaran semakin besar maka

Keppri merekrut pegawai dari Otorita Batam yang gajinya sudah tinggi. Oleh sebab

itu Keppri membuat system remunerasi sendiri yang nilainya lebih kurang sama

dengan Otorita Batam, ada tunjangan kemahalan disamping tunjungan kesra.

Sehingga tahun 2005 banyak dari Kab/Kota bahkan Departemen yang bersedia

pindah ke Kepri.

Sejak tahun 2006 remunerasi meningkat lagi cukup besar untuk level PNS sama

dengan swasta. Untuk golongan 1 dan 2 pemprop jauh lebih tinggi dari Batamindo.

Untuk anak PTT bisa memperoleh kurang lebih 2juta gaji dan tunjangan masih

ditambah honor-honor lain. Hal ini berdampak kurang bagus sehingga orang

berlomba masuk untuk menjadi pegawai Pemprop baik secara halal maupun haram.

Untuk golongan 3 dan 4 relatif sama dengan swasta. Akhirnya 2007 dilakukan

rasionalisasi terutama untuk golongan 1 dan 2 sehingga sekarang tunjangan sedikit

turun tapi masih jauh lebih tinggi dibanding dengan pusat. Tunjangan disatukan

menjadi tunjangan kinerja selain tunjangan jabatan. Karena SOT masih berubah2

belum dpat diterapkan dengan baik sehingga perlu dibahas lebih lanjut. Untuk unit-

unit tertentu selain tunjangan kinerja ada tunjangan kelebihan beban kerja.

Tunjangan akan disesuaikan dengan perpres meliputi tunjungan fungsional sesuai

lingkungan kerja seperti dokter. Di masa yang akan datang ssistem ini seyogyanya

dibuat lebih sederhana sehingga kaitannya dengan kinerja menjadi lebih jelas.

Dalam hal unit cost untuk kegiatan tidak mengikuti aturan pusat kecuali untuk yang

APBN. Karena bila mengikuti aturan pusat sulit untuk jujur karena SPPD 3 hari

hanya cukup sehari, sehingga SPPD lebih besar tapi jumlah hari didasarkan waktu

riil pelaksanaan kegiatan dan tidak ada mark up.

Secara Internasional untuk belanja pegawai masih dibawah 30% dari APBD dianggap

masih normal, Kepri 23%. Kenapa dengan runemerasi besar tapi hanya 23% karena

kita tidak obral untuk merekrut pegawai, selektif dalam perekrutan. Kita

melakukan control yang ketet dalam penambahan pegawai. Pegawai secukupnya

Page 172: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 141

karena banyak pekerjaan yang bisa outsourcing. Outsoucing tidak masuk dalam

belanja pegawai tapi masuk dalam kegiatan proyek, konsultan yang membayarkan.

Penegakan Disiplin dan Etika Pegawai

Bila ada pengaduan diperiksa BKD baru diteruskan ke Bawasda bila memang ada

kasus, rekomendasi Bawasda yang akan dipakai BKD untuk menjatuhkan hukuman,

bisa teguran lisan, tertulis, pencopotan, penurunan jabatan, dll bahkan ada yang

sampai ada yang menunggu keputusan pengadilan.

Apabila ada kasus sementara pegawai di non jobkan dulu sampai ada keputusan

pengadilan. Apabila dinyatakan tidak bersalah dan dipulihkan nama baiknya maka

akan dilantik lagi pada jabatan semula.

Penegakan disiplin dengan memanfaatkan alat absensi jari, dan kewajban ikut apel

pagi. Peraturan untuk pegawai yang tinggal di Batam tidak ada dispensasi jam

masuk kerja, sehingga pegawai harus bisa memilih untuk pindah kerja atau pindah

rumah. Belum ada Perda khusus disiplin pegawai hanya aturan gubernur .

Penilaian Kinerja

Formulir khusus penilaian kinerja tidak ada. Namun penilaian dalam pelayanan

diserahkan langsung kepada masyarakat, dimana saat ini terdapat pelayanan sms

center yang langsung ke Gubernur. Misal ada keluhan masyarakat melalui sms

kemungkinan adanya pungli maka akan langsung ditindaklanjuti oleh gubernur

untuk diklarifikasi.

Dari SMS center yang menilai kinerja bukan hanya internal atau gubernur tapi juga

dari masyarakat walaupun terkadang indikatornya juga kurang jelas dan tidak

berdasarkan aturan yang ada. SMS center cukup efektif untuk melihat kinerja staf

pemprov.

Usulan terkait managemen kepegawaian

Sebaiknya peraturan apapun yang akan diterbitkan lebih mengutamakan pada

pelayanan. Pada UU 32 tahun 2004 muatan pengaturannya terlalu besar sehingga

menciptakan ketidakjelasan dalam bidang kepegawaian. Dengan adanya UU 32

terjadi tarik menarik peraturan seperti pada aturan mutasi. Oleh sebab itu dalam

Page 173: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 142

pelaksanaan UU no 32 tahun 2004 sebaiknya Peraturan pusat yang akan mengatur

daerah didahului dengan tukar pendapat dengan Daerah. Tanpa konsultasi tersebut

maka terjadi generalisasi yang menciptakan ketidakjelasan dalam pelaksanaannya.

5. Provinsi Sumatera Utara

Penerapan UU no 32 tahun dirasakan jauh lebih baik daripada UU no 22 tahun 1999

dimana koordinasi penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya masalah

kepegawaian menjadi lebih jelas. Namun undang undang tersebut memberikan

kewenangan pusat yang sangat besar dalam pengaturan kepegawaian. Hal ini

mestinya dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk memacu inovasi kepegawaian

di seluruh daerah. Otonomi daerah selalu diasosiasikan dengan kemunculan raja

raja kecil dan primordialisme. Dengan UU no 32 tahun 2004 dapat dibangun sistem

kepegawaian yang inovatif di tiap daerah asal pemerintah mengakomodir

ketentuan yang mengharuskan setiap daerah mendesain apa yang disebut

infrastruktur kepegawaian yaitu standard kompetensi, penilaian kinerja yang

obyektif, pola dasar karir, dan sistem informasi kepegawaian terpadu. Infrastruktur

tersebut tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU non43 tahun 1999, sehingga

tidak pernah dianggap sebagai keharusan. Padahal tanpa infrastruktur itu, sistem

kepegawaian hanya akan berjalan sekedar menjalankan peraturan saja. Kekurangan

dalam UU no 43 tahun 1999 semestinya dapat dipenuhi di UU no 32 tahun 2004.

Sebagaimana sistem pemilihan yang mengatur secara rinci pilkada, dalam bidang

kepegawaian mestinya juga dijabarkan secara lebih lugas ”keharusan keharusan”

bagi daerah dalam membangun infrastruktur kepegawaian yang mendukung

profesionalisme pegawai daerah. Namun sayangnya justru saat ini pemerintah

pusat yang seringkali menciptakan kebijakan kepegawaian yang bertentangan

dengan wacana reformas i birokrasi dan profesionalisme pelayanan di daerah. Hal

ini misalnya terlihat dari kebijakan pengangkatan tenaga honorer yang memiliki

kompetensi tidak jelas dan mengacaukan perencanaan kepegawaian. Contoh lain

Kebijakan pemerintah pusat yang dilakukan dalam pengangkatan pegawai oleh

depdagri khususnya dirjen PMD adalah masalah sekretaris desa menjadi pegawai

negeri sipil, bukan didahului menjadi Calon PNS sehingga pengurusan masalah

kepegawaian tidak terumuskan dengan jelas. Seharusnya daerah dilibatkan untuk

Page 174: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 143

merumuskan reformasi kebijakan kepegawaian, usulan mana kemudian perlu

ditampung dalam UU no 32 tahun 2004.

Provinsi juga sebagaimana pasal 135 UU no 32 tahun 2004, seharusnya diberikan

wewenang yang lebih besar dalam manajemen kepegawaian. Sebagai koordinator

dan pengawas pengelolaan kepegawaian tingkat kabupaten kota di wilayahnya

provinsi tidak punya cukup power. Demokrasi di daerah seringkali menciptakan

tindakan sefihak dan pelanggaran oleh kepala daerah di kabupaten/kota. Dalam

rangka mengisi jabatan setda atau strategis lainnya, Bupati/walikota sering

mempromosikan pegawai yang secara kepangkatan belum memenuhi. Provinsi

hanya dipaksa untuk memberikan rekomendasi. Jika ditolak kabupaten tetap akan

menjalankan keputusannya karena tahu tidak ada sangsi yang jelas jika aturan

kepegawaian dilanggar. Karena pertimbangan untuk menyelematkan wibawa

provinsi rekomendasi ini kemudian akan diberikan. Permasalahannya kemudian

adalah jika bupati yang berkuasa tersebut diganti pada pilkada yang lain maka

pejabat birokrasi yang ”dikarbit” tadi biasanya juga akan dicopot karena dianggap

tidak kompeten dan terlalu loyal pada pimpinan yang lalu. Sebagai akibatnya

pejabat karbitan tersebut akan di non jobkan dan provinsi akan disalahkan karena

memberikan rekomendasi bagi pejabat karbitan yang dianggap tidak mampu

tersebut. Lebih buruk lagi, karena provinsi yang memberikan rekomendasi maka

provinsi semacam dituntut tanggun jawabnya dengan menampung pejabat yang

telah di non jobkan tersebut. Kejadian ini terus berlangsung hingga saat ini. Jika ini

dibiarkan terus menerus maka provinsi akan menjadi pusat penampungan eks

pejabat pejabat yang bermasalah. Dengan kata lain pembinaan kepegawaian di

tingkat provinsi yang sampai saat ini sudah dibebani dengan pegawai yang terlalu

banyak akan semakin berat. Para pejabat tadi pada umumnya akan melalukan

manuver manuver politik di DPRD provinsi untuk mencari jabatan baru di

lingkungan organisasi provinsi.

Dalam bidang pengembangan kepegawaian provinsi dapat memainkan peran

strategis. Hal ini dimulai dari penyelenggaraan diklat, dimana pusat diklat diadakan

di provinsi saja, sehingga kabupaten/kota untuk efisiensinya tidak perlu

membangun pusdiklat sendiri. Dalam hal perencanaan karir misalnya, porpinsi

dapat menyediakan assesment center untuk kabupaten/kota. Bentuk koordinasi

Page 175: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 144

provinsi juga perlu didukung dengan kemampuan memberikan sangsi misalnya di

provinsi diberikan kewenanga untuk memberikan rekomendasi mengenai

penganggaran bidang kepegawaian di kabupaten/kota sehingga provinsi menjadi

memiliki makna dalam koordinasi dan pengawasan.

Dalam bidang perencanaan dan pengadaan pegawai provinsi juga seharusnya

diberikan kewenangan lebih besar dalam hal pemindahan pegawai dari satu

kabupaten/kota satu kepada yang lain dalam wilayahnya dan provinsi ke

kabupaten/kota dan sebaliknya untuk mengisi jabatan jabatan kosong. Untuk

mendukung tugasnya tersebut, seharusnya ada peraturan yang memaksa setiap

daerah untuk membangun sistem informasi kepegawaian yang akurat dan

terhubung satu sama lain secara solid sehingga pembinaan kepegawaian dalam satu

provinsi dalam dilakukan dengan lebih baik.

5.3 Penentuan Jumlah Optimal Pegawai

5.3.1 Pendekatan Penentuan Jumlah Optimal Pegawai dengan Beban Kerja

a. Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta.

Berdasarkan data yang diperoleh gambaran adanya kelebihan pegawai di hampir

setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Hanya lima SKPD yaitu Dinas

Pendidikan, Badan Diklat, Badan Pengawas Daerah, Arsip Daerah, dan Kantor

Pemberdayaan Perempuan, dimana dirasakan kekuarangan pegawai. Kelebihan

pegawai berdasarkan hasil wawancara dengan para pejabat pembina kepegawaian

disebabkan oleh beberapa hal. Pertama sebagai implikasi penerapan UU no 22

tahun 1999 yang efektif diberlakukan sejak tahun 2000. Kebijakan tersebut

menyebabkan ”pembubaran” instansi instansi vertikal yang ada di DIY. Sebagai

akibatnya para pegawai yang berasal dari berbagai Kantor Wilayah Departemen -

selain yang dimiliki oleh Departemen Agama, Departemen Keuangan, Kehakiman –

digabungkan ke dalam dinas provinsi. Jumlah kelebihan terbanyak adalah di Dinas

Kimpraswil, dimana dinas tersebut menerima limpahan pegawai dari Kantor

Wilayah Pekerjaan Umum. Hal ini dapat dipahami mengingat pada tahun 1990-an

DIY merupakan salah satu daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang tertinggi di

Indonesia sehingga membutuhkan pembangunan infrastruktur yang cukup besar

terutama di bidang pekerjaan jaringan jalan raya dan prasarana pertanian. Kedua

Page 176: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 145

bidang ini sangat erat sebagai upaya untuk menjamin akses pemasaran yang besar

dari sentra sentra produksi pertanian di Kabupaten Sleman, Kulon Progo dan

Gunung Kidul ke kota Yogyakarta.

Faktor kedua dari kelebihan pegawai disebabkan oleh pergeseran orientasi pemda

DIY dalam rangka menciptakan pemerintahan yang katalistik. Sebagaimana

dicantumkan dalam visi dan misi DIY yang disebut di atas, pemerintah provinsi DIY

berusaha menekankan pada peran pembuat dan pengendali kebijakan atau disebut

dalam visinya dengan istilah Steering. Hal ini dilakukan sebagai konsekuensi dari

penerapan kebijakan otonomi daerah dimana operasionalisasi pelayanan lebih

banyak dilakukan di Kabupaten/Kota di lingkungan DIY. Konsep steering ini

sayangnya tidak disertai dengan kebijakan transisional dalam pengelolaan

kepegawaian yang mampu mengalihkan kelebihan pegawai tersebut ke dalam

bidang atau organisasi lain diluar struktur organisasi provinsi. Tidak adanya rencana

transisi sendiri ini disebabkan karena rigiditas sistem kepegawaian semenjak

otonomi daerah seperti misalnya kesulitan dalam pemindahan pegawai provinsi ke

Kabupaten/Kota, keengganan para pegawai menjadi tenaga fungsional karena

dianggap tidak menarik atau pengalihan pegawai dalam BUMD.

b. Provinsi Banten

Penduduk Banten berdasarkan data hasil Sensus Penduduk, menunjukkan jumlah

yang terus bertambah. Pada tahun 2005, jumlah penduduk tersebut berdasarkan

hasil Sensus Penduduk 2000 (SP2000) adalah sebanyak 9.308.944 jiwa. Luas wilayah

Provinsi Banten adalah 8.800, 83 km2. Secara administratif Provinsi Banten terbagi

dalam 4 (empat) kabupaten (Pandeglang, Lebak, Tangerang dan Serang) dan 2

(dua) kota (Tangerang dan Cilegon). Pemerintahan Provinsi Banten selama tahun

2005 didukung oleh 2.768 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS), dimana 1997 orang

laki-laki dan 771 orang perempuan. Apabila dilihat dari pendidikan, maka

1.461orang atau 52,78 persen PNS berpendidikan sarjana (Strata I/II/III), sedangkan

sisanya 47,22 persen hanya berpendidikan non gelar (Sarjana Muda/D3 atau yang

lebih rendah). Dari 26 instansi pemerintah yang ada di lingkungan Provinsi Banten,

hanya Sekretariat Daerah yang mempunyai jumlah PNS yang cukup besar, yaitu 622

orang atau 22,47 persen dari seluruh PNS yang ada.

Page 177: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 146

c. Provinsi Bangka Belitung

Luas wilayah Provinsi Bangka Belitung adalah 81.724,74 km2, yang sebagian besar

wilayahnya merupakan perairan, yaitu seluas 65.301 km2, sedangkan daratannya

seluas 16.423,74 km2. Hingga tahun 2003 jumlah penduduk di Kabupaten Bangka

berjumlah 217.545 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 107.213 (49,28%) dan

perempuan 110.337 jiwa (50,72%) dengan kepadatan rata-rata 74 jiwa/km2.

Konsentrasi penduduk terpadat berada di wilayah kecamatan Sungailiat (379,13

jiwa/km2) yang juga merupakan ibukota Kabupaten Bangka sedangkan yang

terendah di Kecamatan Bakam (30,81 jiwa/km2).

Dari hasil perhitungan jumlah optimal pegawai menunjukkan bahwa sebagai

provinsi muda BABEL mengalami kekurangan pegawai. Kekurangan ini sebagian

besar dialami oleh SKPD yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dalam pengadaan pegawai pada saat

pembentukan provinsi BABEL. Para pegawai banyak direkrut dari provinsi lama.

Usaha untuk mencari tenaga yang memiliki kualifikasi teknis yang dibutuhkan oleh

dinas dalam menjalankan tugas pelayanan langsung kepada masyarakat ini sulit

untuk dipenuhi. Menurut nara sumber di Bappeda, tenaga dengan kualifikasi teknis

yang bagus biasanya ditahan oleh provinsi induk. Sementara itu untuk mendidik

yang baru akan memerlukan waktu yang cukup lama. Kebutuhan akan pendidikan

dan latihan yang besar ini tergambar dari kurangnya tenaga pegawsai yang

dirasakan oleh Badan Diklat.

Menurut pimpinan Badan tersebut untuk lima tahun yang akan datang, kebutuhan

akan pegawai yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan organisasi belum dapat

dipenuhi. Kekurangan pegawai di unit unit pelayanan juga menunjukkan besarnya

kebutuhan akan pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat. Berbagai program

pembangunan yang disiapkan dalam rangka memaju perekonomian provinsi muda

ini menciptakan kebutuhan masyarakat akan dukungan pelayanan publik yang lebih

memadai. Diantara unit unit SKPD, badan pemberdayaan masyarakat desa

merupakan unit mengalami deficit paling tinggi. Keadaan ini banyak disebabkan

oleh program pemerintah provinsi untuk mendorong perbaikan kesejahteraan dan

potensi masyarakat desa. Yang menjadi masalah dalam hal ini adalah tersebarnya

Page 178: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 147

desa desa di BABEL di wilayah yang banyak berupa pulau pulau yang tersebar dan

terkadang sulit dijangkau.

Disisi lain, data di atas menunjukkan adanya kelebihan pegawai terutama di unit

unit SKPD yang memiliki fungsi sebagai penunjang yaitu badan badan baik di

lingkungan sekretariat maupun badan pelayanan teknis di lingkungan provinsi.

Kelebihan ini dapat dijelaskan dari sifat tugas di badan badan tersebut yang

cenderung banyak didukung dengan kompetensi yang bersifat umum. Tanpa job

description yang jelas kini seringkali menciptakan “pengangguran tidak ketara”.

d. Provinsi Kepulauan Riau

Visi Provinsi Kepulauan Riau dirumuskan adalah sebagai salah satu pusat

pertumbuhan perekonomian nasional dengan payung Budaya Melayu dan memiliki

masyarakat yang sejahtera, cerdas dan berakhlak mulia. Untuk mencapai visi

tersebut misi provinsi muda sempalan dari provinsi Riau adalah :

1) Mendorong terciptanya pusat pusat pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah

Kepulauan Riau yang akan menumbuh kembangkan kegiatan industri dan

pariwisata yang berbasis kelautan.

2) Meningkatkan kualitas hidup masyarakat menuju kehidupan yang makmur,

sejahtera, sehat, berbudaya dan berkeadilan.

3) Menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaku pembangunan yang unggul dan

berakhlak mulia.

Adapun strategi yang ditempuh dalam mewujudkan ketiga misi tersebut adalah :

1) Mengupayakan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru (growth-pole) dan

mendorong pegembangan keserasian antar center-periphery agar dapat

menyeimbangkan kegiatan perekonomian.

2) Melaksanakan penataan dan pengembangan di bidang administrasi

pemerintahan.

3) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih maju, sejahtera, sehat,

serta berkualitas melalui peningkatan pendidikan, kesehatan, kesejahteraan

sosial, budaya, kepemudaan, dan imtaq.

Page 179: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 148

4) Mengupayakan agar kegiatan ekonomi terus ditingkatkan baik dari segi

kuantitas maupun kualitas

5) Melaksanakan pembangunan fisik dan non fisik yang seimbang secara bertahap

dan berkelanjutan.

Hasil perhitungan jumlah pegawai optimal menunjukkan adanya permasalahan

kekurangan pegawai yang dialami oleh provinsi Kepulauan Riau (KEPPRI). Secara

sekilas terlihat bahwa kekurangan tersebut banyak dialami oleh SKPD yang

diberikan tanggung jawab terkait dengan program pembangunan ekonomi KEPPRI.

Di antar SKPD tersebut yang paling banyak mengalami kekuarangan pegawai adalah

DInas PU, DInas Kelautan dan Perikanan serta badan promosi dan investasi daerah.

Dinas PU diberikan tanggung jawab dalam memacu pembangunan infrastruktur

pendukung sarana transport laut dan darat sebagai prasarana penting bagi strategi

pertumbuhan ekonomi KEPPRI. Bagi dinas kelautan tantangan berasal dari

karakteristik KEPPRI dimana wilayah ini terdiri atas 96 % lautan (untuk lebih jelas

hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran ini).

Kondisi ini sangat mendukung bagi pengembangan usaha budidaya perikanan mulai

usahapembenihan sampai pemanfaatan teknologi budidaya maupun penangkapan.

Di Kabupaten Karimun terdapat budidaya Ikan kakap, budidaya rumput laut,

kerambah jaring apung. Kota Batam, Kabupaten Bintan, Lingga dan Natuna juga

memiliki potensi yang cukup besar dibidang perikanan. Selain perikanan tangkap di

keempat Kabupaten tersebut, juga dikembangkan budidaya perikanan air laut dan

air tawar. Di kota Batam tepatnya di Pulau Setoko, bahkan terdapat pusat

pembenihan ikan kerapu yang mampu menghasilkan lebih dari 1 juta benih

setahunnya. Dibanding BABEL, KEPPRI dapat dibilang mengalami kekuarangan

pegawai yang sangat signifikan. Hal ini dapat dijelaskan dari dinamisme ekonomi

KEPPRI sebagaimana terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi.

Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2005 adalah

sebesar 6,57%. Sektor-sektor yang tumbuh dengan baik (lebih cepat dari

pertumbuhan total PDRB) pada tahun 2005 antara lain sektor pengangkutan dan

komunikasi (8,51%), sektor industri pengolahan (7,41%), sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan (6,89%), sektor jasa (6,77%), serta sektor

perdagangan, hotel dan restoran (6,69%). Sementara itu sektor lainnya masih

Page 180: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 149

tumbuh di bawah laju pertumbuhan PDRB. Berturut-turut sektor tersebut adalah

sektor listrik, gas dan air bersih (6,62%), sektor bangunan dan konstruksi (5,61%),

sektor pertanian (5,40%), dan sektor pertambangan dan penggalian (-1,23%).

Berbeda dengan unit unit SKPD dengan tugas pokok yang bersifat eksternal

services, KEPPRI mengalami kelebihan pegawai di unit unit dengan tugas pokok

internal supporting services terutama unit unit organisasi di lingkungan secretariat

daerah dan DPRD. Biro Umum adalah unit yang paling dirasakan adanya kelebihan

pegawai. Kedua unit tersebut mempunyai jenis pekerjaan yang bersifat fluktuatif

bergantung kepada volume pekerjaan secretariat.

e. Provinsi Sumatera Utara

Sumatera Utara merupakan provinsi yang keempat terbesar jumlah penduduknya di

Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil

pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara pada

tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun

2002, jumlah penduduk Sumatera Utara diperkirakan sebesar 11,85 juta jiwa.

Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km 2 dan

tahun 2002 meningkat menjadi 165 jiwa per km 2 , sedangkan laju pertumbuhan

penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen

per tahun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap

tahunnya tampak berfluktuasi. Pada tahun 2000. TPAK di daerah ini sebesar 57,34

persen, tahun 2001 naik menjadi 57,70 persen, tahun 2002 naik lagi menjadi 69,45

persen

Secara administratif, Sumut terdiri dari 14 Kabupaten dan 7 Kota, yang terbagi

atas 283 Kecamatan dan 5.412 Kelurahan/Desa. Kabupaten/Kota tersebut adalah :

Nias, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Mandailing Natal, Toba

Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Dairi, Karo, Deli Serdang, Serdang

Bedagai, Langkat, Kota Sibolga, Kota Tanjung Balai, Kota Pematang Siantar, Kota

Tebing Tinggi, Kota Medan, Kota Binjai, dan Kota Padang Sidempuan.

Gambaran beban kerja pegawai di provinsi Sumatera Utara (SUMUT) memiliki

kemiripan dengan keadaan di DIY. Secara provinsi SUMUT mengalami kelebihan

Page 181: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 150

pegawai sebanyak 217 orang. Kelebihan tersebut disebabkan, sebagaiamanya

halnya DIY oleh kebijakan pada masa penerapan UU no 22 tahun 1999. Unit

organisasi yang merasakan kelebihan pegawai yang paling signifikan adalah BKD.

Unit ini sering disebut dengan unit penampungan sementara bagi pegawai yang

belum jelas akan ditempatkan dimana.

Menurut nara sumber dari BAPPEDA, persepsi adanya kelebihan pegawai juga

diakibatkan oleh belum jelasnya tugas dan fungsi provinsi dikarenakan peraturan

pemerintah yang mengatur pembagian kewenangan belum terbit (pada saat

penelitian dilakukan PP tentang pembagian kewenangan baru saja diterbitkan

namun belum operasional secara penuh). Yang mungkin lebih membingungkan

adalah konsep pembagian urusan secara concurrent. Konsep ini sering menimbulkan

ketidakpastian mengingat tugas provinsi banyak bersifat koordinasi lintas

kabupaten/kota.

Disisi lain, table hasil perhitungan beban kerja pegawai di atas menunjukkan

adanya kekurangan di terutama unit yang berfungsi untuk mendukung pelayanan

internal. Kekurangan yang paling signifikan terdapat di lingkungan inspektorat

daerah. Keadaan menggambarkan adanya konsekuensi logis dari persepsi kelebihan

pegawai di sebagian besar unit organisasi SKPD provinsi SUMUT. Kelebihan disini

berarti bahwa ada sebagian besar pegawai yang dianggap tidak terserap dalam

pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Sebagai kapasitas organisasi yang tidak

terpakai kelebihan pegawai tersebut menciptakan masalah control dalam organisasi

seperti tindakan membolos, melakukan kegiatan kegiatan di luar kantor, disfungsi

koordinasi, sumber pemborosan dan sebagainya.

5.3.2 Pendekatan Estimasi

Dalam pendekatan ini akan dilakukan estimasi dengan menggunakan pendekatan

OLS terlebih dahulu untuk mengetahui sejauh mana pengaruh karakteristik daerah

terhadap jumlah optimal pegawai. Selanjutnya memasukkan variabel karakteristik

daerah tersebut ke dalam persamaan hasil estimasi, sehingga didapat jumlah

pegawai yang seharusnya. Sebelum melakukan estimasi, berikut ini akan dilakukan

plotting masing-masing variabel untuk mengetahui dugaan awal keterkaitan antar

variabel. Meskipun hasil plotiing dengan scatter diagram ini sangat lemah untuk

Page 182: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 151

diajadikan argumentasi, tetapi minimal kita mengetahui bahwa apakah karakteristik

daerah dapat menentukan atau menjelaskan jumlah pegawai di daerah. Dengan

jumlah n = 33, maka hasil plotting dapat dilihat di bawah ini:

5.6

6.0

6.4

6.8

7.2

7.6

8.0

2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0

JP

POP

POP vs. JP

2

3

4

5

6

7

2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0

JP

LUAS

LUAS vs. JP

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0

JP

PAD

PAD vs. JP

6.0

6.4

6.8

7.2

7.6

8.0

8.4

8.8

2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0

JP

PDR

B

PDRB vs. JP

Sumber: Hasil Olahan Tim Kajian (2007)

Berdasarkan hasil plotting pada gambar 5.1 menunjukkan bahwa variabel jumlah

penduduk mampu menjelaskan variabel jumlah pegawai. Hal ini menujukkan bahwa

jumlah penduduk dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengurangi

jumlah pegawai di provinsi. Jadi jika jumlah penduduk bertambah maka jumlah

pegawai juga bertambah dengan asumsi ceteris paribus. Sementara gambar 5.2

menggambarkan bahwa daerah yang memiliki luas wilayah lebih besar cenderung

jumlah pegawainya sedikit, baik di provinsi induk maupun provinsi hasil pemekaran

Gambar 5.1: Plotting Jumlah Penduduk dengan Jumlah Pegawai

Gambar 5.3: Plotting PAD dengan Jumlah Pegawai

Gambar 5.4: Plotting PDRB dengan Jumlah Pegawai

Gambar 5.2: Plotting Luas Wilayah dengan Jumlah Pegawai

Page 183: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 152

(daerah otonomi baru). Karena hasil dari plotting menunjukkan arah garis yang

negatif.

Sedangkan pada gambar 5.3 menujukkan hubungan yang positif antara pendapatan

asli daerah dengan jumlah pegawai. Hal ini mengidikasikan bahwa apabila jumlah

PAD meningkat, maka jumlah aparatur harus ditambah, dengan asumsi ceteris

paribus. Sementara gambar 5.4 juga mengidikasikan bahwa kemampuan ekonomi

suatu daerah memberikan pengaruh terhadap jumlah aparatur pemerintah daerah,

dengan asumsi ceteris paribus. Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka jumlah

aparatur akan semakin meningkat.

Dari gambar diatas jelaslah, bahwa untuk menetukan jumlah aparatur pemerintah

daerah harus mempertimbangkan karakteristik daerah. Untuk membuktikan hasil

plotting di atas, maka akan diuraikan hasil estimasi dengan menggunakan OLS,

sehingga dapat memberikan gambaran bahwa karakteristik daerah berpengaruh

atau harus menjadi pertimbangan penentuan jumlah optimal pegawai. Hasil

estimasi dengan menggunkan persamaan yang telah ditulis pada bab sebelumnya

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.2 Hasil Estimasi Model Penentuan Jumlah Pegawai

dengan OLS

Coefficient Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6

Konstanta 0.542895 (0.736340)

0.012017 (0.015906)

0.508824 (0.673210)

0.674171 (1.272549)

0.667839 (1.058656)

0.739515 (0.968660)

lnPOP 0.354651 (1.857860)*

0.514952 (3.079735)**

0.493910 (2.868746)**

- - -

lnLUAS -0.125897 (-1.733986)*

-0.123528 (-1.752249)*

-0.173843 (-2.587158)**

- - -

lnPAD 0.222027 (1.532359)

0.164481 (1.151185)

- 0.542272 (5.793241)**

0.452231 (3.747850)**

-

lnPDRB 0.030711 (0.213080)

- 0.111141 (0.673210)

- 0.074460 (0.603465)

0.410268 (3.994413)**

R-squared 0.665193 0.649454 0.633746 0.519839 0.580979 0.362990 Adjusted R-square 0.611624

0.613190 0.591486 0.504350 0.549941 0.340239

F-statistik 12.41746 17.90933 14.99633 33.56164 18.71799 15.95534 Prob (F-statistik) 0.000011 0.000001 0.000007 0.000002 0.000008 0.000427

Catatan: )** siginifikan pada level 5% dan )* signifikan pada level 10%. Dari hasil estimasi model 1, model 2, dan model 3 menunjukkan bahwa jumlah

penduduk dan luas wilayah provinsi menjadi faktor yang menentukan jumlah

aparatur pemerintah daerah provinsi dengan asumsi ceteris paribus dengan tingkat

Page 184: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 153

signifikansi sebesar 5% dan 10%. Sementara kemampuan ekonomi, yakni PAD dan

PDRB kurang memberikan konstribusi yang signfikan terhadap penentuan jumlah

pegawai. Semakin besar jumlah jumlah penduduk, maka semakin banyak jumlah

pegawai yang dibutuhkan dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini ditunjukkan

dengan nilai koefisien penduduk yang positif. Sedangkan, berdasarkan hasil

estimasi model 1, 2, dan 3 menunjukkan bahwa jumlah pegawai di wilayah yang

luas cenderung jumlahnya sedikit dibandingkan dengan jumlah pegawai di wilyah

provinsi yang lebih kecil.

Jika estimasi dilakukan secara terpisah teryata PAD mempuanyai kontribusi dalam

penentuan jumlah pegawai di provinsi, hal ini dapat dilihat pada model 4 dan 5.

Sedangkan pada model 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi PDRB suatu provinsi,

maka jumlah pegawai yang dibutuhkan semakin besar dengan asumsi ceteris

paribus dengan tingkat siginifikansi sebesar 5%.

Dari hasil estimasi ini semakin memperjelas bahwa penentuan jumlah aparatur

pemerintah daerah provinsi yakni penambahan atau pengurangan jumlah pegawai

harus mempertimbangkan karakateristik daerah jumlah penduduk, luas wilayah,

serta kemampuan ekonomi. Karena selama ini penambahan atau pengurangan

jumlah pegawai hanya didasarkan pada jumlah penduduk.

Untuk mengetahui seberapa besar jumlah optimal pegawai di 5 lokasi sampel dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.3 Kelebihan dan Kekurangan Jumlah Pegawai

(Pendekatan OLS)

Keterangan Pegawai

No

Provinsi

Jumlah Pegawai Saat ini

Jumlah Pegawai Optimal Kelebihan Kekurangan

1 DI Yogyakarta 7077 4408 2669

2 Kep. Riau 1.171 2272 1101

3 Sumatra Utara 10.928 10200 728

4 Bangka Belitung 2.142 1967 175

5 Banten 2.649 8365 5716 Sumber: Hasil survey dan data diolah (2007)

Page 185: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 154

Jika penentuan jumlah optimal menggunakan pendekatan estimasi dengan

memasukkan karaketeristik daerah menurut jumlah penduduk, luas wilayah, PAD,

dan PDRB, maka hasil estimasi dapat ditunjukkan bahwa provinsi Daerah Istimewa

Yogjakarta terdapat kelebihan pegawai 2669 orang, provinsi Sumatera Utara

kelebihan pegawai sebanyak 728 orang. Sedangkan provinsi Kepulauan Bangka

Belitung terdapat kelebihan pegawai sebanyak 175 orang. Sementara itu, provinsi

Banten terdapat kekurangan pegawai hingga 5716 pegawai, karena jumlah optimal

pegawai seharusnya sebanyak 8365 orang dan provinsi Kepulauan Riau sebagai

provinsi baru terjadi kekurangan pegawai sebanyak 1101 orang dari jumlah

seharusnya 2272 orang.

Kelemahan menggunakan pendekatan ini adalah tidak mampu menunjukkan secara

detail jumlah pegawai di setiap SKPD dalam satu provinsi tentang jumlah optimal

pegawai yang seharusnya ada di setiap SKPD. Di samping itu, pendekatan ini sangat

agregat, karena perhitungannya didasarkan pada data kuantitatif setiap provinsi

dan sangat tergantung pada perilaku data yang ada di setiap wilayah provinsi.

Namun demikian, pendekatan ini dapat digunakan sebagai pendekatan alternatif

dalam menentkan jumlah optimal pegawai, serta mampu memberikan informasi

tentang kelebihan dan kekurangan jumlah pegawai.

5.4 Kompetensi Jabatan Struktural Eselon III dan IV

Kompetensi jabatan adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seseorang

dalam rangka menjalankan tugas-tugas yang sesuai dengan tanggung jawab

jabatannya. Kompetensi jabatan dalam hal ini dibedakan menjadi lima bidang yaitu

kemampuan etik atau integritas, kepimpinan, manajerial, team work, sosial, dan

profesional atau teknik.

Dalam menentukan jenis kompetensi yang paling dibutuhkan oleh jabatan

struktural, terlebih dahulu diadakan jajak pendapat dari para responden yang

terdiri dari para pejabat struktural di provinsi yang diteliti. Dari 35 jenis

kompetensi yang dianggap perlu untuk mendukung tugas sebagai pejabat struktural

didapat 6 jenis kompetensi yang dipilih sebagai syarat mutlak. Hal ini sebagaimana

didapat dari hasil skoring awal, dimana item yang terkait dipilih ”secara aklamasi”

oleh para responden.

Page 186: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 155

Tabel 5.4 Jenis Kompetensi dan Skala Prioritas

No Jenis Kompetensi Skala Prioritas

1. Integritas 20

2. Kepemimpinan 20

3. Perencanaan dan pengorganisasian 14

4. Kerjasama 17

5. Fleksibilitas 15

6. Orientasi pada pelayanan 17

7. Orientasi kepada kualitas 16

8. Berpikir analitis 14

9. Berpikir konseptual 15

10. Memotivasi orang 17

11. Inisiatif 18

12. Kompetensi (Keahlian) teknik 20

13. Kesadaran berorganisasi 16

14. Komitmen terhadap organisasi 15

15. Komunikasi 14

16. Kreatif dan inovasi 17

17. Kemampuan mengelola tugas dalam organisasi (manajerial) 20

18. Mengatasi konflik 13

19. Membangun hubungan kerja dalam team work 20

20. Membangun hubungan kerja stratejik 14

21. Membimbing 18

22. Memimpin kelompok 17

23. Memimpin rapat 15

24. Mencari informasi 14

25. Mengambil resiko 11

26. Mengembangkan kemampuan orang lain 16

27. Pembelajaran yang berkelanjutan 17

28. Pendelegasian wewenang 16

29. Pengambilan keputusan 19

30. Pengaturan kerja 17

31. Perbaikan terus menerus 18

32. Perhatian terhadap keteraturan 12

33. Proaktif 16

34. Tanggap terhadap budaya 18

35. Kemampuan dalam memlihara hubungan baik dengan orang lain (kemampuan sosial) 20

Sumber: Hasil Olahan Tim Kajian (2007)

Page 187: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 156

Selanjutnya dari enam bidang kompetensi tersebut yang telah dipilih responden,

kemudian dipilah menjadi dua yaitu untuk tingkat eselon III dan IV. Deskripsi

masing masing dari enam bidang kompetensi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Integritas

Bertindak konsisten sesuai dengan nilai nilai dan kebijakan organisasi serta kode

etik profesi dengan mempertahankan norma-norma sosial dan organisasi,

walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukannya sehingga terdapat satu

kesatuan antara kata dan perbuatan. Dalam setiap keadaan dapat

mengkomunikasikan maksud, ide serta perasaan secara terbuka, jujur dan

langsung

Variabel yang ditanyakan:

b. Memahami dan mengenali perilaku sesuai dengan kode etik, yaitu dengan

mengikuti norma sosial, etika dan organisasi, serta yakin bahwa yang

dilakukan tidak melanggar berbagai aturan yang telah ditetapkan

c. Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinannya, serta

jujur dalam berhubungan dengan orang lain.

d. Bertindak berdasarkan nilai walaupun sulit untuk melakukannya

e.

Gambar 5.5 Pilihan Kompetensi Integritas Eselon III dan IV

Sumber: Hasil Olahan Data Tim Kajian (2007)

Page 188: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 157

Gambaran di atas menunjukkan adanya persepsi rata rata dari responden

bahwa integritas moral merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh

pejabat eselon III dan IV. Antara dua kelompok pejabat tersebut, eselon III

dan IV, perbedaan disini terlihat dalam derajat kemutlakan. Eselon III

diharapkan memiliki integritas moral yang lebih tinggi daripada eselon IV.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, terdapat anggapan bahwa tegak

tidaknya etika dalam suatu organisasi sangat bergantung kepada pimpinan.

Seorang pimpinan dianggap sebagai sumber tauladan perilaku anggota

organisasi yang lain.

2. Kepemimpinan

Kemampuan untuk memimpin orang lain melalui tindakan

mempengaruhi/meyakinkan orang lain, memberikan arah petunjuk, mendorong

motivasi/komitmen orang lain untuk melakukan rencana kerja dalam organisasi

Variabel yang ditanyakan:

a. Menyakinkan orang lain secara langsung dalam diskusi atau presentasi

mengenai rencana kerja unit organisasi

b. Memberikan arahan yang jelas mengenai tugas yang diharapkan

c. Membangun motivasi orang lain untuk dalam mencapai tujuan organisasi.

Gambar 5.6 Pilihan Kompetensi Kepemimpinan Eselon III dan IV

Sumber: Hasil Olahan Data Tim Kajian (2007)

Sebagaimana penilaian dalam bidang integritas, kompetensi kepemimpinan juga

dinilai dengan tingkat gradasi yang berbeda antara eselon III dan eselon IV.

Eselon III diharapkan menguasai kompetensi kepemimpinan yang lebih tinggi

Page 189: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 158

ketimbang eselon IV. Eselon III merupakan unsur pimpinan yang bertanggung

jawab dalam mengkoordinir, memberikan arah dan menggerakkan bawahan.

Oleh sebab itu pejabat eselon III diharapkan memiliki kemampuan

kepemimpinan yang lebih tinggi ketimbang pejabat eselon IV.

3. Kemampuan Manajerial

Kemampuan untuk merencanakan dan mengatur pelaksanaan pekerjaan di unit

kerjanya. Variabel yang ditanyakan :

a. Membuat prioritas, untuk mengenali kegiatan dan penugasan yang lebih

penting dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada dan jadwal

waktu kegiatan

b. Menentukan penugasan dan sumber dayanya, yaitu dengan menguraikan ke

dalam tugas-tugas yang lebih kecil, serta melakukan koordinasi dengan

mitra kerja internal dan eksternal

c. Tetap terfokus, menggunakan waktu secara efektif dan mencegah gangguan

yang menyimpang agar tidak menggannggu penyelesaian pekerjaan.

Gambar 5.7 Pilihan Kompetensi Manajerial Eselon III dan IV

Sumber: Hasil Olahan Data Tim Kajian (2007)

Kompetensi manajerial pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang

untuk menggerakkan orang lain menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan

target atau sasaran yang telah ditetapkan. Kemampuan ini sangat

menekankan adanya pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang dalam

Page 190: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 159

menetapkan prioritas dan membagi tugas dalam organisasi. Dari

pemahaman tersebut, para responden bahwa kompetensi manajerial wajib

menjadi syarat untuk menduduki jabatan eselon III dan IV. Perbedaan

persyaratan bagi kedua jabatan tersebut adalah dalam gradasi atau tingkat

pentingnya. Pejabat eselon III diharapkan menguasi tingkat kompetensi

manajerial yang lebih tinggi daripada eselon IV yang dipimpinnya.

4. Kemampuan Team Work

Deskripsi : Kemampuan membangun kerjasama dengan orang lain dan menjadi

bagian dari kelompok dalam melaksanakan tugas

Variabel yang ditanyakan :

a. Berpartisipasi dalam kelompok, mendukung keputusan tim dan

menyelesaikan tugasnya dalam tim serta membagi informasi yang berguna

dan relevan bagi anggota tim

b. Meminta dan menghargai pendapat orang lain dalam rangka menentukan

keputusan

c. Membangun semangat dan kelangsungan hidup tim

Gambar 5.8 Pilihan Kompetensi Team Work Eselon III dan IV

Sumber: Hasil Olahan Data Tim Kajian (2007)

Dari hasil penilaian diatas didapatkan gambaran bahwa eselon III dan eselon

IV diharapkan menguasai kompetensi dalam mengelola kehidupan

kelompok.. Kompetensi ini merupakan salah satu kunci yang dibutuhkan

dalam menjalankan fungsi fungsi organisasi. Dalam penilaian DP3,

kompetensi ini dinilai dari aspek kerjasama pegawai. Meskipun berlaku

untuk kedua jenis eselon, kompetensi teamwork lebih ditekankan pada level

Page 191: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 160

eselon III. Hal ini menggambarkan suatu penekanan dimana pejabat eselon

III diharapkan lebih mampu menjadi inisiator dan stabilisator dinamika

teamwork dalam organisasi. Keberhasilan dalam membentuk teamwork

ditentukan oleh kemampuan pimpinan yang lebih tinggi untuk menciptakan

rasa kepercayaan sesama anggota organisasi dalam lingkungan kerja,

menanamkan nilai nilai kerjasama, memperkuat koordinasi dan kohesi antar

anggota.

5. Kemampuan Sosial

Deskripsi : Kemampuan untuk membangun hubungan kerja yang harmonis dan

menyesuaikan diri dengan situasi kerja yang beragam dan berubah ubah

(dinamis)

Variabel yang ditanyakan :

a. Mendengarkan dan menghargai pendapat orang untuk kelancaran tugas.

b. Kemampuan menyampaikan ide, gagasan secara jelas baik secara tertulis

maupun lisan kepada orang lain

c. Keluwesan bertindak dan mampu menanggapi perubahan baik di dalam

maupun di luar organisasi.

Gambar 5.9 Pilihan Kompetensi Sosial Eselon III dan IV

Sumber: Hasil Olahan Data Tim Kajian (2007)

Kemampuan sosial atau sosial competence merupakan kemampuan seseorang

dalam mengelola hubungan sosial yang harmonis dengan orang orang di

lingkungannya. Hasil jajag persepsi responden menunjukkan bahwa baik eselon

Page 192: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 161

III dan eselon IV memiliki persyaratan kompetensi sosial yang cukup tinggi.

Perbedaan disini adalah bahwa eselon III diharapkan menguasi kompetensi

sosial yang lebih tinggi daripada jabatan eselon IV. Meskipun dalam kenyataan

sehari hari, eselon IV harus berhubungan dengan lebih banyak orang daripada

eselon IV hal ini tidak berarti eselon III boleh memiliki tingkat kompetensi sosial

yang lebih rendah. Hal ini disebabkan eselon III merupakan pimpinan yang

bertanggungjawab dalam mengelola anggota organisasi baik secara langsung

maupun tidak langsung, Disamping itu juga eselon III juga diberikan tanggung

jawab besar dalam mengelola hubungan dengan pengguna layanan dari luar

organisasi.

6. Kemampuan Teknis

Deskripsi : TIngkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan

dalam melaksanakan tugas

Variabel yang ditanyakan :

a. Ketertarikan terhadap bidang keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan

b. Menguasai keterampilan dan pengetahuan teknik/profesional

c. Menjelaskan dan menerapkan pengetahuan yang dimiliki

Gambar 5.10 Pilihan Kompetensi Teknis Eselon III dan IV

Sumber: Hasil Olahan Data Tim Kajian (2007)

Dari hasil persepsi di atas diperoleh gambaran bahwa eselon III dan IV dituntut

untuk memiliki kompetensi teknik yang cukup tinggi. Penguasaan kompetensi

teknik dibutuhkan untuk menjalankan tugas tugas pokok organisasi. Namun

Page 193: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 162

berbeda dengan profil kompetensi sebelumnya, eselon III pada umumnya

diberikan tugas yang lebih menekankan pada fungsi koordinasi dan manajerial.

Sementara itu tugas dengan bobot teknis lebih dibebankan pada pejabat yang

lebih rendah karena harus berhadapan langsung dengan obyek yang dikelola

oleh organisasi. Namun hasil jajag persepsi diatas menunjukkan hal yang

berbeda dengan asumsi umum tersebut. Para responden berpendapat bahwa

eselon III harus menguasai kompetensi teknis yang lebih tinggi daripada eselon

IV. Hal ini tentunya harus diartikan bahwa eselon III bukan menangani porsi

pekerjaan teknis yang lebih besar, tetapi memiliki kompetensi teknis yang lebih

tinggi agar ia mampu membina dan mengarahkan pekerjaan bawahnya. Oleh

sebab itu sebagai pejabat eselon III, ia diharapkan mempunyai pengalaman yang

cukup matang di dalam bidang tugas/jenis pekerjaan yang ditanganinya.

Secara keseluruhan hasil dari penilaian mengenai kompetensi yang dibutuhkan

oleh jabatan struktural adalah pada umumnya untuk semua kompetensi terdapat

jenjang kompetensi yang sesuai dengan asumsi teori mengenai pemilahan

kompetensi seperti gambar di bawah. Dari hasil pendapat responden diperoleh

gambaran bahwa semakin tinggi jabatan seseorang dalam organisasi, maka

integritas, kemampuan memimpin, kemampuan manajerial, kemampuan

manajerial dan kemampuan sosial harus semakin tinggi. Jenjang kompetensi

Gambar 5.11 Profil Kompetensi Jabatan Eselon III dan Eselon IV

Sumber: Hasil Olahan Tim Kajian (2007)

Page 194: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 163

(competency grade) seperti ini tidak berlaku untuk bidang kompetensi teknis.

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden menganggap kemampuan teknis

dibutuhkan dan dikuasasi dikuasai secara baik oleh eselon III ketimbang eselon IV.

Sebagai konsekuensinya eselon III dituntut menguasai kompetensi teknis yang baik.

Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan bahwa dalam menyusun pola karir maka

faktor pengalaman dalam rumpun jabatan harus menjadi pertimbangan dalam

menentukan career path. Terkait dengan hal ini maka Diklat teknis seyogyanya

dijadikan sebagai syarat untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

5.5 Implikasi Kebijakan Desentralisasi terhadap Beban Kerja, Jumlah dan

Kompetensi Pegawai Provinsi.

Perubahan dari UU no 22 tahun 1999 kepada UU no 32 tahun 2004 telah mengubah

peran dan kedudukan provinsi dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia.

Dengan adanya Undang undang yang baru tersebut maka pembagian urusan antara

tingkat daerah dan nasional tidak lagi bersifat ekslusif melainkan bersifat

concurent. Pelaksanaan urusan secara concurent didasarkan pada tiga kriteria yaitu

eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. kewenangan menjadi memberikan

kewenangan yang lebih besar kepada provinsi. Ekstenalitas artinya bahwa

penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran,

dan jangkauan dampak yang timbul aikibat penyelenggaraan suatu urusan

pemerintahan. Yang dimaksud dengan, kriteria akuntabilitas adalah

penanggungjawab penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan

berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran, dan jaugkauan dampak yang

ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Yang dimaksud

dengan kriteria efisiensi adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan

ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang

dapat diperoleh.

Ketiga kriteria tersebut pada dasarnya merupakan pengejawantahan prinsip dasar

subsidiaritas. Prinsip ini merupakan suatu cara dalam penyelenggaraan

pemerintahan dimana pemerintah hanya akan mengerjakan bidang bidang

pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan oleh masyarakat atau tingkat

pemerintahan yang lebih rendah. Sebaliknya, dalam rangka menjamin efektifitas

Page 195: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 164

pelayanan kepada masyarakat dan pengembangan potensi masyarakat, pemerintah

harus mendorong agar pelaksanaan tugas tugas pemerintahan sejauh mungkin

didelegasikan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah yang sesuai dengan

sifat sifat pekerjaan itu sendiri. Dalam hal ini pelayanan yang bersifat langsung

kepada masyarakat (proximity services) seyogyanya dikerjakan oleh

Kabupaten/Kota. Sedangkan tugas tugas pelayanan yang bersifat lintas

Kabupaten/Kota dibebankan kepada provinsi.

Dari hasil penelitian di lima provinsi diperoleh gambaran bahwa penerapan UU no

32 tahun 2004 pada dasarnya menciptakan beban kerja yang lebih tinggi kepada

pemerintah provinsi. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama adalah

belum dirumuskannya peraturan pelaksanaan UU no 32 tahun 2004. Keadaan ini

menciptakan ketidakjelasan pengorganisasian kerja di organisasi pemerintah

provinsi. Hal ini terlihat terutama dalam provinsi yang baru terbentuk yaitu Bangka

Belitung dan Riau Kepulauan. Sesuai dengan prinsip subsidiaritas, maka kedua

provinsi ini menanggung tugas tugas koordinasi dan residual yang belum dapat

dikerjakan oleh Kabupaten/Kota. Hal ini membawa konsekuensi dalam bidang

kepegawaian dimana provinsi yang bersangkutan mengalami kekurangan pegawai

terutama untuk jenis jenis organisasi yang mempunyai tugas pokok dalam

pelayanan baik yang bersifat kesejahteraan maupun yang bersifat ekonomis dalam

rangka mendukung pengembangan potensi daerah. Sementara itu bagi provinsi

yang telah lama terbentuk, ketidakjelasan ini terlihat dari tidakmeratanya persepsi

beban kerja, dimana sebagian unit organisasi mengalami kelebihan sedangkan unit

unit yang lain mengalami kekurangan pegawai.

Kedua, khususnya menyangkut bidang kepegawaian, pemberian porsi kewenangan

yang lebih besar kepada pemerintah provinsi belum disertai dengan rumusan yang

jelas mengenai tanggung jawab dan fungsi di bidang pengelolaan kepegawaian.

Dalam UU no 32 tahun 2004 pemerintah provinsi memiliki kedudukan dan tanggung

jawab sebagai wakil pemerintah pusat dalam membina pengelolaan kepegawaian di

Kabupaten/Kota. Namun dalam kenyataan pengelolaan kepegawaian masih

berjalan sebagaimana diatur oleh UU no 22 tahun 1999 dimana Kabupaten/Kota

memiliki kewenangan yang ekslusif, dan sebaliknya pemerintah provinsi memiliki

kedudukan yang lemah. Keadaan ini menciptakan ketidakberaturan dan

Page 196: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 165

pelanggaran dalam pengelolaan kepegawaian di tingkat Kabupaten/Kota. Disisi lain

kewenanangan pemerintah provinsi dalam bidang kepegawaian seolah hanya

bersifat simbolik saja.

Ketiga, implementasi UU no 32 tahun 2004 memberikan kewenangan yang bersifat

koordinasi dan pembinaan (dalam arti promotion and development) bagi

penyelenggaraan otonomi di tingkat Kabupaten/Kota. Hal ini membawa

konsekuensi dimana para pejabat di provinsi diharapkan menguasi kompetensi

teknis yang memadai sesuai dengan bidang tugasnya. Dari hasil deskripsi data

bidang kompetensi di atas diperoleh gambaran bahwa eselon III diharapkan

menguasi kompetensi teknis yang lebih tinggi daripada eselon IV. Hal ini

disebabkan bahwa pejabat eselon III merupakan pejabat yang bertanggung jawab

langsung dalam menerjemahkan kebijakan kebijakan pimpinan di lingkungan SKPD

provinsi terkait dengan tugas koordinasi dan pembinaan kepada Kabupaten/Kota.

Dengan pengaturan kepegawaian yang ada saat ini, hal ini akan menciptakan

masalah dalam pembinaan kepegawaian di tingkat provinsi. Untuk memahami tugas

tugas teknis yang diselenggarakan pada tingkat Kabupaten/Kota, secara ideal

pejabat eselon III ke atas seyogyanya mengenal betul dan mempunyai pengalaman

yang cukup di tingkat Kabupaten/Kota.

Namun dengan sistem kepegawaian yang terpisah terutama dalam sistem karir

maka sangat sulit untuk bicara mengenai akses promosi pejabat dari

Kabupaten/Kota ke tingkat provinsi. Terlebih lagi, Kabupaten/Kota dengan

tuntutan pelayanan yang dihadapinya mereka merasa kekurangan pegawai.

Sehingga besar kemungkinan mereka tidak akan melepas pegawainya yang

potensial untuk meneruskan karirnya di tingkat provinsi. Melihat keadaan ini maka

perlu kiranya dipertimbangkan mekanisme karir yang memudahkan mobilitas dari

Kabupaten/Kota ke Provinsi dan juga antar Provinsi. Aspek yang kedua tersebut

didasarkan pada hasil pengamatan di lapangan bahwa terdapat sebagian provinsi

yang mengalami kelebihan jumlah pegawai dengan kualifikasi yang cukup tinggi

seperti di DIY dan disisi lain terdapat provinsi yang mengalami kekurangan pegawai

yang sangat signifikan.

Page 197: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 166

Masalah kepegawaian dalam konteks UU no 32 tahun 2004 merupakan kunci bagi

keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah. Oleh sebab itu perlu pengaturan

bersama terutama antar pemerintah daerah untuk memungkinkan adanya transfer

pegawai guna memenuhi kekurangan pegawai baik dalam kualitas dan

kuantitasnya. Namun demikian inisiatif ini belum menjadi agenda kebijakan,

karena dominasi yang besar dari pemerintah pusat dalam pengaturan kepegawaian.

Lebih dari itu dominasi tersebut belum diikuti dengan harmonisasi kebijakan antar

instansi instansi yang berkompeten dalam pengaturan bidang kepegawaian dan

pemerintahan umum.

Page 198: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KEBIJAKAN

Berdasarkan dari hasil analisis yang telah dipaparkan pada bab III dan hasil diskusi

dengan berbagai stakeholders yang terkait di studi ini, maka dapat dirumuskan

suatu kesimpulan dan rekomendasi strategi dan rencana tindak pengelolaan

aparatur pemerintah daerah provinsi di masa yang akan datang.

6.1 Kesimpulan Studi

Dari hasil studi yang dilakukan oleh tim tentang ”Perubahan Kebijakan

Desentralisasi dan Otonomi Pada Pengelolaan Aparatur Daerah Provinsi” dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. Pola pembagian urusan tersebut bagi pemerintah provinsi yang baru akan

memberi beban ekstra sehingga menyebabkan beban pekerjaan yang tinggi.

Disamping itu peraturan pembagian urusan yang belum jelas (sampai saat

selesainya penelitian dilakukan) menyebabkan kesulitan bagi pemerintah

provinsi untuk menata distribusi pembagian pekerjaan di antara pegawai.

Sebab lain dari masalah beban kerja adalah kecenderungan pemerintah daerah

untuk menciptakan organisasi yang besar tanpa definisi fungsi dan lingkup

kewenanangan yang jelas. Peran dan status ganda pemeritah provinsi juga

menyebabkan terhambatnya pelaksanaan tugas-tugas pelayanan, khususnya

yang menyangkut kabupaten/kota. Dualisme otonomi antara provinsi dengan

kabupaten juga ternyata menghambat tugas dan peran provinsi sebagai wakil

pemerintah pusat dalam melakukan koordinasi dan pengawasan pembangunan

lintas kabupaten/kota.

b. Setelah kebijakan desetralisasi dan otonomi daerah, ternyata menimbulakn

permasalahan kepegawaian yang semakin kompleks baik berkaitan dengan

formasi, rekruitmen, promosi dan mutasi, pengembangan pegawai, kompetensi

pegawai, maupun remunerasi. Hal ini disebabkan oleh adanya tarik ulur antara

penguasa dan pejabat-pejabat yang bekepentingan. Di samping itu, munculnya

banyak regulasi yang dapat membingungkan aparatur pemerintah di daerah.

Page 199: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 168

Posisi provinsi tidak diuntungkan karena ketidakjelasan peraturan pelaksanaan

UU no 32 tahun 2004 khususnya terkait dengan bidang kepegawaian. Disatu sisi,

pengaturan kepegawaian antara instansi pemerintah pusat yang terkait dengan

kebijakan kepegawaian belum memiliki pola koordinasi yang cukup jelas yang

berorientasi pada pemberdayaan daerah, sehingga seringkali kebijakan

pemerintah pusat sering dirasa berbelit belit dan tidak responsive dengan

masalah masalah di daerah. Disisi lain, pemerintah provinsi tidak cukup dibekali

dengan wewenang yang memadai dalam menjalankan fungsinya di bidang

urusan kepegawaian.

c. Dengan dua pendekatan dalam mennetukan jumlah optimal pegawai

menunjukkan bahwa terdapat kelebihan pegawai pada provinsi lama dan

kekurangan pada pegawai pada provinsi baru. Untuk menentukan jumlah

pegawai, tidak cukup dengan memperhitungkan jumlah penduduk, tetapi perlu

memperhatikan aspek lainnya, misalnya kemampuan ekonomi daerah, luas

wilayah, dan sebagainya.

Penerapan UU no 32 tahun 2004 yang mengatur pembagian urusan secara

concurrent menciptakan suatu keadaan dimana peran provinsi lebih dituntut

bersifat pembinaan dan koordinasi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa

pejabat di tingkat provinsi terutama yang terkait dengan pelaksanaan teknis,

diharapkan menguasai kompetensi teknis yang cukup tinggi sehingga mampu

memberikan bimbingan dan bantuan kepada Dinas/SKPD yang bersangkutan di

Kabupaten/Kota. Hal ini menjadi alasan agar pejabat eselon III tidak saja

menguasai kompetensi manajerial yang lebih tinggi daripada eselon IV namun

juga diharapkan memiliki tingkat kompetensi teknis yang lebih tinggi. Saat ini

tuntutan tersebut dapat dipenuhi dengan adanya limpahan pegawai dari Kanwil

yang bergabung sejak tahun 2001. Namun pada masa yang akan datang tuntutan

ini akan sulit dipenuhi jika tidak didukung dengan keluwesan karir pegawai yang

memungkinkan mobilitas dari Kabupaten/Kota ke Provinsi. Hal ini disebabkan

tuntutan penguasaan kompetensi teknis yang tinggi diperlukan pengalaman di

lapangan. Sementara itu dengan UU no 32 tahun 2004 tugas provinsi lebih

banyak bersifat koordinasi dan penetapan kebijakan.

Page 200: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 169

6.2 Rekomendasi

Dalam rangka implementasi UU no 32 tahun 2004 yang menggantikan UU no 22

tahun 1999 diperlukan adanya penguatan peran provinsi dalam kebijakan

manajemen SDM daerah melalui upaya upaya sebagai berikut :

1. Pembinaan dalam penguatan infrastruktur manajemen kepegawaian provinsi

a. Guna mendukung profesionalisme pegawai dan mencegah intervensi

kepentingan politik dan primordial maka perlu adanya penyusunan pola

dasar karir di lingkungan pemerintah provinsi. Khususnya dalam kebijakan

pengembangan pegawai (termasuk karir dan pendidikan latihan) perlu

dibentuk adanya assesment center yang dapat melayani juga

Kabupaten/kota di satu provinsi.

b. Penyusunan sistem informasi kepegawaian terpadu tingkat provinsi dan

nasional. Sistem ini diperlukan untuk memahami secara akurat dan terpadu

keadaan dan kebutuhan kepegawian yang menjadi dasar bagi pembuatan

kebijakan kepegawaian secara cepat dan efektif. Dengan adanya system

informasi ini maka dimungkinkan adanya koordinasi yang lebih kuat antara

provinsi, kabupaten, dan pemerintah pusat.

c. Pembuatan klasifikasi jabatan yang memudahkan untuk pengukuran beban

kerja serta pengorganisasian dan distribusi pekerjaan sesuai dengan

kompetensi pegawai. Klasifikasi jabatan akan membantu untuk menentukan

nilai suatu jabatan dan karakteristik jabatan sehingga memudahkan dalam

pemberian ganjaran yang adil serta penentuan penempatan pegawai yang

tepat sesuai kompetensinya.

d. Penerapan kebijakan sistem karir terbuka antar daerah. Penerapan otonomi

daerah memilki resiko adanya sistem kepegawaian yang terkotak kotak

sehingga menyebabkan masalah yang sangat signifikan dalam pemerataan

kesejahteraan antar daerah. Oleh sebab itu kebijakan kepegawaian

seyogyanya mendorong adanya sistem karir terbuka antara provinsi atau

provinsi kabupaten/kota vice versa.

e. Penyusunan standard kompetensi jabatan yang mampu menjamin

pelaksanaan pembinaan kepegawaian secara obyektif dan bebas dari

politisasi dan primordialisme

Page 201: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 170

2. Penguatan dalam koordinasi pelaksanaan kebijakan kepegawaian provinsi

Koordinasi dalam perencanaan bidang kepegawaian dengan

memperhatikan kebutuhan lintas kabupaten/kota dan antar provinsi.

Koordinasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dalam satu

provinsi

Koordinasi dan penyederhanaan mutasi kepegawaian antar

Kabupaten/kota dan antara Kabupaten/Kota ke Provinsi atau

sebaliknya.

3. Pengawasan dan pengendalian

Penguatan peran pengawasan yang harus dilakukan oleh provinsi terhadap

pelaksanaan peraturan kepegawaian. Penguatan ini perlu didukung dengan

wewenang dan sumber daya hokum (misalnya wewenang pemberian sangsi)

yang memadai. Pengawasan kepegawaian bidang mutasi, pengangkatan dan

pemberhentian pegawai perlu mendapatkan perhatian lebih besar karena

potensi politisasi dan primordialisme yang besar. Terkait dengan hal ini

karena pertimbangan efektifitas dan efisiensi perlu dipertimbangkan bahwa

proses rekrutmen perlu dipusatkan di tingkat provinsi.

4. Dukungan pusat dalam pembinaan kepegawaian.

Koordinasi instansi terkait dalam manajemen kepegawaian, Depdagri,

Depkeu, MENPAN, BKN, LAN. Berbagai masalah pelanggaran dan

penyimpangan kepegawaian terjadi akibat koordinasi yang lemah antara

instansi instansi pemerintah yang memiliki kewenangan terkait dengan

kebijakan kepegawaian. Oleh sebab itu sebagai langkah koordinasi antara

instansi tersebut diperlukan adanya komite interministerial pembinaan

kepegawaian sehingga setiap kebijakan. Disamping itu dalam rangka

merubah mindset pengelolaan kepegawaian yang masih berorientasi kepada

peraturan menjadi lebih berorientasi kepada prinsip manajemen sumber

daya manusia maka diperlukan penyusunan pedoman dan peraturan

pelaksanaan dalam penguatan infrastruktur kepegawaian. Infrastruktur

tersebut meliputi standard kompetensi, penilaian kinerja yang obyektif,

standard rumenerasi bagi pegawai yang berorientasi kepada kinerja dan

sistem informasi kepegawaian yang akurat dan bersifat nasional. Dalam

Page 202: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas 171

rangka menciptakan pengelolaan sumber daya manusia aparatur daerah

yang berorientasi pada kinerja pelayanan, diperlukan pula adanya sistem

terbuka kepegawaian antar provinsi sehingga kelebihan pegawai di satu

provinsi dapat dimanfaatkan oleh provinsi yang lain. Hal ini merupakan

agenda penting mengingat penyebaran penduduk dan pembangunan sendiri

saat ini belum merata. Sekitar 70 % penduduk Indonesia masih tinggal di

Jawa sehingga ketimpangan sumber daya manusia menjadi sangat signifikan.

Page 203: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

DAFTAR PUSTAKA Amstrong, M. Joko. 2001. Dampak Penataan Organisasi Pemerintah Daerah.

Pusat Penelitian dan Pengembangan BKN. Jakarta Amstrong, Michael. 2003. The Art of HRD, Managing People, A Practical Guide

for Line Managers. PT. Gramedia. Jakarta BPS Provinsi DIY. 2006. Yogjakarta Dalam Angka 2006. BPS. Yogjakarta BPS Provinsi Banten. 2006. Banten Dalam Angka 2006. BPS. Banten BPS Provinsi Bangka Belitung. 2006. Bangka Belitung Dalam Angka 2006. BPS.

Bangka Belitung BPS Provinsi Kepulauan Riau. 2006. Kepulauan Riau Dalam Angka 2006. BPS.

Kepulauan Riau BPS Provinsi Sumatera Utara. 2006. Sumatera Utara Dalam Angka 2006. BPS.

Sumatera Utara Breyfogle III, Forrest W. 2003. Implementing Six Sigma: Smarter Solutions Using

Statistical Methods 2nd

ed. John Wiley & Sons. Federico, Mary, and Renee Beaty. Rath & Strong’s Six Sigma Team Pocket Guide.

McGraw-Hill, 2004. George, Michael L., Rowlands, David, Price, Mark and John Maxey. The Lean Six

Sigma Pocket Tool Book. McGraw-Hill 2005. Gitlow, PhD., Howard S., and David M. Levine, Ph.D. Six Sigma for Green Belts

and Champions. Prentice Hall, 2005. Gunawan, Barbara, 2000, Menilai Kinerja Dengan Balanced Scorecard,

Manajemen, No 145, September, Halaman 36-40. Green, William H. Econometric Analysis. 2nd ed. (New York: Macmilan Publishing

Co, 1993. Haris, R. Abdul, 2004, Pengaruh Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik

Terhadap Kinerja BUMD Serta Implikasinya dalam PAD Kota/Kabupaten di Jawa Timur, Disertasi Program Pasca Sarjana Merdeka Malang.

Irawan, Prasetya. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. STIA-LAN Press. Jakarta

______________. 2000. Pengembangan Sumber Daya Manusia. STIA-LAN Press. Jakrata

Julianto, Heppy, 2000, Mengukur Kepuasan Pelanggan, Manajemen, No 138, Februari, Halaman 34-35.

Kaplan, Robert S dan David P. Norton, 1996, Balanced Scorecard: Translating Strategy Into Action, Boston: Havard Business School Press.

Mangkuprawira, Safri. 2004. Manajemen Sumber Daya Strategik. Ghalia Indonesia. Jakarta

Morisawa, Toru, 2002, Building Performance Measurement System with the Balanced Scorecard Approach, NRI Papers. No. 45, 1 April 2002.

Mulyadi, 1999, Strategic Management System Dengan Pendekatan Balanced Scorecard (Bagian Pertama Dari Dua Tulisan), Usahawan, No 02, Tahun XXVIII, Februari, Halaman 39-46.

-------------------, Strategic Management System Dengan Pendekatan Balanced Scorecard (Bagian Akhir Dari Dua Tulisan), Usahawan, No 03, Tahun XXVIII, Maret,

Mardalis, 1989. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara, Jakarta

Page 204: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

Pande, Peter S., Neuman Robert P, dan Roland R. Cavanagh. The Six Sigma Way: Team Fieldbook, An Implementation Guide for Process Improvement Teams. McGraw-Hill, 2002.

Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur. 2006. Kajian Jumlah Pegawai Daerah dan Beban Pembiayaannya Dalam APBD. PKKSDA-LAN. Jakarta.

______________. 2006. Pengembangan Pegawai Berbasis Kompetensi Bagi Sumber Daya Manusia Aparatur Pusat. PKKSDA-LAN. Jakarta.

Sarwoko. Dasar-Dasar Ekonometrika. Andy. Yogjakarta. 2005. hal. 196 – 197 Sasongko, Nanang. 2004. BALANCE SCORECARD PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN

PERTUMBUHAN (LEARNING AND GROWTH PERSPECTIVE ). Unjani. Bandung

Shermon, Ganesh. 2000. Competency Based HRM. Tata McGraw-Hill. New Delhi Spencer, Lyle M. Jr and Signe M. Spencer. 1993. Competence At Work Models for

Superior Performance. John Wiley & Sons. Inc. Thoha, Miftah. 2005. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Prenada Media.

Jakarta. Peraturan-Peraturan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian Negara Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang “Kewenangan Pemerintah dan

Pemerintah Provinsi Sebagai Daerah Otonom”

Page 205: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Lampiran 1: Hasil Perhitungan Jumlah Pegawai Optimal

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Keterangan Pegawai

No Unit

Jumlah Pegawai

Riel

Jumlah Pegawai Optimal kelebihan Kekurangan

1 Biro Hukum 241 205 36 2 Biro Organisasi 50 33 17 3 Dinas Pertanian 586 455 131 4 Dinas Ketertiban 286 231 55 5 Biro Kepegawaian 105 86 19 6 Badan Pariwisata Daer. 114 73 41 7 Dinas Sosial 415 343 72 8 Perpustakaan 146 107 39 9 Dinas Perikanan 188 155 33

10 Dinas Kebudayaan 93 162 69 11 Bapeda 137 132 5 12 Biro Umum 176 148 28 13 Perhubungan 271 230 41 14 Biro Pemerintahan 121 85 36 15 Kimpraswil 984 829 155 16 Disperindankop 387 298 89 17 Badan Pengl.Keuangan 241 187 54 18 Bapeldalda 83 75 8 19 Badiklat 98 99 1 20 Kehutanan & Perkebunan 501 438 63 21 Badan Pengawas Daerah 89 98 9 22 Dinas Kesehatan 589 579 10 23 Dinaskentrans 289 251 38 24 RS Grahasia 315 280 35 25 DPRD 99 92 7 26 Dinas Pendidikan 241 205 36 27 Arsip Daerah 68 90 22

28 Kantor Pemberdayaan Perempuan 50 62 12

29 Biro Kerja Sama 47 38 9 30 Perwakilan DIY 35 31 4 31 Sekretariat KPU 32 33 1

Jumlah 6963 6028 1048 113 Total Kelebihan 935

Page 206: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Provinsi Banten

Keterangan Pegawai No Unit Jumlah Pegawai

Riel

Jumlah Pegawai Optimal kelebihan Kekurangan

1 Dinas Pertambangan dan Energi 139 128 11

2 Biro Pemerintahan 47 40 7 3 Biro Organisasi 41 24 17

4 Dinas Sosial & Tenaga Kerja 190 143 47

5 Dinas PU 676 656 20 6 Biro Kepegawaian 69 50 19 7 Dinas Kebudayaan 89 78 11 8 KPPE 30 29 1 9 Biro Hukum 53 49 4

10 Dinas Kesehatan 115 102 13 11 Satpol PP 111 105 6 12 Dinas pariwisata 78 90 12 13 Biro Organisasi 41 24 17 14 BAWASDA 96 81 15 15 Sekretariat 41 61 20

16 Badan Pemberdayaan Masyarakat 80 67 13

17 Dinas Pendidikan 160 144 16 18 Kantor Penghubung 23 20 3 19 Biro keuangan 85 94 9 20 KPUD 12 8 4

21 Dinas Perikanan & Kelautan 33 32 1

22 Badan Kesbang Linmas 39 37 2 23 Badiklat 45 49 4 24 DIPENDA 130 134 4 25 Biro Ekonomi 24 27 3 26 Sekretariat DPRD 45 40 5 27 Dinas Perhubungan 47 53 6 28 BAPEDA 44 47 3 29 Bapedalda 29 28 1 30 Dinas Koperasi & UKM 22 19 3 31 Kantor Arsip Daerah 15 15

Jumlah 2649 2474 236 61 Total Kelebihan 175

Page 207: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Propinsi Bangka Belitung

Keterangan Pegawai NO Unit Jumlah

Pegawai Riel

Jumlah Pegawai Optimal kelebihan Kekurangan

1 Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa 33 63 30

2 Dinas Pertambangan dan Energi 40 44 4

3 Dinas Perikanan dan kelautan 61 57 4

4 Biro Umum 129 135 6 5 Biro Pemerintahan 54 37 17 6 Badan Diklat 42 62 20 7 Biro Hukum 22 27 5 8 Biro Kesejahteraan Sosial 89 107 18 9 KPUD 26 16 10

10 Dinas Pendidikan 65 65 11 Biro kepegawaian 28 26 2 12 BAPEDA 83 85 2

13 Dinas Pertanian dan kehutanan 117 106 11

14 Dinas Kesehatan 91 82 9 15 Dinas PU 322 314 8 16 Dinas Pendapatan Daerah 140 126 14 17 Biro Organisasi 16 24 8 18 Sekretariat Daerah 53 52 1

19 Biro Ekonomi Pembangunan 24 29 5

20 Biro Keuangan 34 29 5 21 Sekretariat DPRD 63 63 0

22 Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi 42 55 13

23 Dinas Peerhubungan & Pariwisata 57 70 13

24 Dinas Perindagkop & UKM 54 57 3

25 Dinas kesejahteraan Sosial 50 56 6

26 BAPEDA 61 67 6 27 Badan Kesbang Linmas 41 48 7 28 BKPMD 35 40 5 29 Bapedalda 36 34 2 30 KPUD 16 18 2 31 Kantor Penghubung 16 13 3

Page 208: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

32 RSJ Sungai Liat 137 144 7 33 DPP Korpri 9 7 2 34 Satpol PP 56 63 7

Jumlah 2008 2057 84 133 Total Kekurangan 49

Propinsi Kepulauan Riau

Keterangan Pegawai Unit

Jumlah Pegawai

Riel

Jumlah Pegawai Optimal

Kelebihan Kekurangan

1. Inspektorat Daerah 44 44 0 2. Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah

40 47 7

3. Badan Promosi dan Investasi Daerah

20 36 16

4. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah

25 35 10

5. Badan Kepegawaian Daerah 28 35 7

6. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

42 49 7

7. Badan Kesbang, Politik dan Linmas

21 27 6

8. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa

19 15 4

9. Badan Pendidikan dan Latihan 12 19 7

10. Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan

36 46 10

11. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

19 25 6

12. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

29 25 4

13. Dinas Kesehatan 84 96 12 14. Dinas Pekerjaan Umum 61 89 28 15.Dinas Perhubungan, Pos dan Telekomunikasi

37 40 3

16. Dinas Kelautan dan Perikanan 57 79 22 17. Dinas Pendidikan 45 47 2

Page 209: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

18. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

31 34 3

19. Dinas Perindustrian dan Perdagangan

30 44 14

20. Dinas Pendapatan Daerah 83 79 4 21. Dinas Pertambangan dan Energi

19 20 1

22. Dinas Sosial 16 25 9 23. Dinas Pemuda dan Olahraga 14 18 4 24.Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

12 29 17

24. Biro Humas dan Protokol 25 20 5 25.Biro Administrasi Perekonomian 16 14 2 26.Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat

15 12 3

27. Biro Pemberdayaan Perempuan 11 7 4 28. Biro Umum 47 5500 33 29. Biro Hukum dan Organisasi 17 1199 22 30. Biro Administrasi Pemerintahan 29 33 4

31. Biro Administrasi Pembangunan

21 19 2

32. Biro Perlengkapan 11 15 4

33. Satuan Polisi Pamong Praja 16 24 8

34.Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

11 8 3

35. Sekretariat KORPRI 9 5 4 36. Sekretariat KPU 8 6 2 37. Sekretariat DPRD 96 61 35 38. Kantor Penghubung 4 6 22

39. Kantor Perpus & Arsip Daerah 11 17 66

Jumlah 920 1012 68 160 Total Kekurangan 92

Page 210: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Propinsi Sumatera Utara

Keterangan Pegawai

No Unit

Jumlah Pegawai

Riel

Jumlah Pegawai Optimal kelebihan Kekurangan

1 BKD 126 101 25

2 Biro Pemberdayaan Perempuan 31 34 3

3 RS Jiwa 231 242 11 4 Dinas Pendidikan 538 510 28 5 Badan Kominfo 191 196 1

6 Badan Pemberdayaan Masyarakt 100 110 10

7 Biro Pemerintahan 64 56 8 8 Biro Otonomi Daerah 33 36 3

9 Biro Organisasi dan Tata Laksana 29 26 3

10 Biro Perekonomian 65 58 7 11 Biro Pembangunan 45 40 5 12 Biro Hukum 27 29 2 13 Biro Bina Sosial 54 57 3 14 Biro Umum 141 137 4 15 Biro Perlengkapan 57 53 4 16 Biro Keuangan 156 149 7 17 Sekretariat DPRD 59 62 3 18 Inspektorat Propinsi 122 145 23 19 BAPPEDA 115 112 3 20 BADIKLAT 99 102 3 21 BAPEDALDA 94 92 2

22 Badan Investasi dan Promosi 72 74 2

23 Badan Litbang 53 50 3 24 BangkesbangLinmas 98 93 5 25 Badan Ketahanan Pangan 80 76 4

Page 211: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

26 Badan Perpustakaan & Arsip Daerah 123 117 6

27 Kantor PDE 34 36 2

28 Kantor Penghubung Daerah 34 32 2

29 Kantor Satpol PP 29 38 9

30 Komisi Penyiaran Indonesia 25 20 5

31 Dinas Tenaga kerja & Trans 411 398 13

32 Dinas Penataan ruang & Mukim 384 379 5

33 Dinas Kesehatan 1146 1129 17 34 Dinas Sosial 679 660 19

35 Dinas Kebudayaan & Pariwisata 251 249 2

36 Dinas Kehutanan 647 629 18

37 Dinas Pertambangan & Energi 150 139 11

38 Dinas Perhubungan 936 928 8

39 Dinas Perindustrian & Dagang 394 389 5

40 Dinas Koperasi & UKM 108 103 5 41 Dinas Jalan & Jembatan 560 547 13 42 Dinas Pengairan 809 796 13 43 Dinas Pendapatan 443 439 4 44 Dinas Pertanian 602 596 6 45 Dinas Pemuda & Olahraga 77 70 7 46 Dinas Perkebunan 155 150 5 47 Dinas Peternakan 102 99 3 48 Dinas Perikanan 149 147 2

Jumlah 8981 8834 186 39 Total Kelebihan 147

Page 212: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Lampiran 2: Kuesioner Form A

KUESIONER PERUBAHAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI

DAN OTONOMI DAERAH PADA PENGELOLAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH PROPINSI

INFORMASI UMUM BEBAN KERJA PROVINSI

PENGANTAR Kuisioner ini ini dimaksud untuk menjawab tujuan dari kajian Perubahan Kebijakan Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Pemerintah Daerah Propinsi. Kajian tersebut bertujuan untuk memberikan rekomendasi kebijakan pendukung yang diperlukan terhadap pengelolaan aparatur pemerintah daerah propinsi, akibat adanya perubahan UU 22 tahun 1999 menjadi UU 32 tahun 2004, khususnya yang berkaitan dengan peran pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah serta sekaligus sebagai "koordinator dan facilitator" kabupaten/kota yang ada di wilayahnya

Melalui kajian ini diharapkan adanya masukan mengenai pelaksanaan program pengembangan otonomi daerah pada masa mendatang. Khususnya untuk mengidentifikasi beban kerja Pemerintah Propinsi, jumlah optimal pegawai serta kompetensi yang dibutuhkan. Di samping itu juga untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi Pemerintah Propinsi dalam pengelolaan kepegawaian terkait dengan adanya perubahan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.

Oleh karena itu, mohon kiranya Bapak/Ibu berkenan mengisi kuisioner dengan sebenar-benarnya. Atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih. Tim Kajian Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Propinsi Bappenas 2007

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

FORM A - BAPPEDA

Page 213: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

INFORMASI UMUM PROPINSI :

INSTANSI:

PERTANYAAN

No Aspek Secara

Umum Indikator Jumlah

1 Jumlah Penduduk Jumlah total penduduk Propinsi

2 Luas Wilayah Total luas wilayah Propinsi

3 Rentang Kendali Total jumlah Kabupaten/Kota dalam Propinsi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

4 Kemampuan Ekonomi

Penerimaan daerah sendiri (PAD)

5 Dana Alokasi Khusus (DAK)

Jumlah rata-rata DAK yang diterima selama 3 tahun berturut-turut

Page 214: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Lampiran 3: Kuesioner Form B

KUESIONER PERUBAHAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI

DAN OTONOMI DAERAH PADA PENGELOLAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH PROPINSI

INFORMASI TUGAS DAN BEBAN KERJA

PENGANTAR Kuisioner ini ini dimaksud untuk menjawab tujuan dari kajian Perubahan Kebijakan Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Pemerintah Daerah Propinsi. Kajian tersebut bertujuan untuk memberikan rekomendasi kebijakan pendukung yang diperlukan terhadap pengelolaan aparatur pemerintah daerah propinsi, akibat adanya perubahan UU 22 tahun 1999 menjadi UU 32 tahun 2004, khususnya yang berkaitan dengan peran pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah serta sekaligus sebagai "koordinator dan facilitator" kabupaten/kota yang ada di wilayahnya

Melalui kajian ini diharapkan adanya masukan mengenai pelaksanaan program pengembangan otonomi daerah pada masa mendatang. Khususnya untuk mengidentifikasi beban kerja Pemerintah Propinsi, jumlah optimal pegawai serta kompetensi yang dibutuhkan. Di samping itu juga untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi Pemerintah Propinsi dalam pengelolaan kepegawaian terkait dengan adanya perubahan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.

Oleh karena itu, mohon kiranya Bapak/Ibu berkenan mengisi kuisioner dengan sebenar-benarnya. Atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih. Tim Kajian Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Propinsi Bappenas 2007

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

FORM B – SELURUH INSTANSI

Page 215: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

INFORMASI UMUM PROPINSI :

INSTANSI:

DATA RESPONDEN Nama

Usia tahun

Jenis Kelamin L/P

Pendidikan Terakhir

No.Telp/Hp

Oganisasi SKPD

Unit (Setara Eselon III)

Jabatan

DATA INSTANSI Isilah jumlah pegawai yang mendukung semua pelaksanaan jenis pekerjaan dinas/kantor/unit dengan baik. Jumlah pegawai ini terdiri dari jumlah PNS dan Honorer Daerah.

Jumlah PNS orang

Jumlah Honda orang

PENJELASAN Kolom 1 Jenis Pekerjaan terdiri dari : Teknis Administrasi : Pekerjaan Teknis Administrasi merupakan pekerjaan

yang mendukung seluruh pelaksanaan kegiatan di dinas/unit/kantor sehingga dapat terselenggaraanya semua kegiatan. (sifatnya internal) Contoh : mengarsip surat, menyediakan ruang rapat, menyediakan peralatan kantor, menerima tamu, menjawab telepon, mengantar pimpinan, membersihkan ruangan kantor dll. Teknis Pelayanan : Pekerjaan Teknis Pelayanan merupakan pekerjaan yang sifatnya melayani secara langsung masyarakat pelanggan atau Stake holder terkait dengan pelaksanaan TUPOKSI dinas/unit/kantor. (sifatnya external)

Contoh :membuat KTP, sosialisasi kegiatan ke instansi lain, memberikan penyuluhan ke masyarakat, menyediakan sarana dan prasarana bagi kepentingan umum, dll.

Page 216: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Penyusunan Kebijakan : Pekerjaan penyusunan kebijakan merupakan kegiatan yang terkait dengan pengaturan bidang bidang yang menjadi kewenangan organisasi.

Contoh : penyusunan bahan perda, penyusunan bahan masukan perencanaan pembangunan daerah, pelaksanaan kajian dsb.

Tugas lainnya, kegiatan kegiatan tambahan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi organisasi. Contoh : menghadiri rapat koordinasi, diklat, seminar dan sebagainya.

Kolom 2 : Prakiraan Prosentase pelaksanaan jenis pekerjaan/hari merupakan

prakiraan penghitungan pelaksanaan jenis pekerjaan yang dilaksanakan di unit/dinas/kantor dalam satu hari. Penghitungan ini harus memperhatikan 3 jenis pekerjaan yang dilaksanakan di dinas/unit/kantor. Total secara keseluruhan prosentase pelaksanaan jenis pekerjaan ini adalah : 100%

Contoh : pelaksanan pekerjaan untuk teknis administrasi adalah : 20%, Teknis Pelayanan : 50%, serta Penyusunan kebijakan: 30%, maka totalnya adalah: 100%

Ini berarti bahwa rata-rata pekerjaan yang dilakukan di dinas/unit/kantor selama satu hari untuk teknis administrasi : 20%, teknis Pelayanan 50% serta Penyusunan Kebijakan: 30%. (penentuan ini merupakan prakiraan rata-rata dalam melaksanakan pekerjaan selama satu hari di dinas/unit/kantor ini).

Kolom 3 : Prakiraan rata-rata jumlah pegawai dalam melaksanakan pekerjaan

adalah jumlah pegawai (PNS dan Honorer) yang melaksanakan jenis pekerjaan di dinas/kantor/unit selama satu hari. Dalam melakukan penghitungan harap diperhatikan bahwa pegawai di Dinas/Unit/Kantor ini dapat melakukan pelaksanaan pekerjaan lebih dari satu jenis pekerjaan.

Contoh : Misal Jumlah pegawai di dinas/unit/instansi : 3 orang maka ketiga orang ini dapat melaksanakan pekerjaan ke tiga jenis pekerjaan yaitu : Teknis Administrasi, Teknis Pelayanan serta Penyusunan Kebijakan. Sehingga akan ditulis : 3 pegawai di Teknis Administrasi; 3 pegawai di Teknis Pelayanan serta 3 pegawai di Penyusunan Kebijakan. Penghitungan ini dapat dibenarkan.

Kolom 4 : Prakiraan rata-rata waktu dalam melaksanakan jenis pekerjaan

merupakan penghitungan rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh seorang pegawai dalam melaksanakan jenis pekerjaan selama satu hari. Harap diperhatikan sesuai dengan peraturan maka maksimal waktu seorang pegawai dalam melaksanakan jenis pekerjaan dalam satu hari adalah: 7,5 jam, sehingga dalam menghitung prakiraan rata-rata satu orang pegawai tidak melebihi jumlah maksimal yang telah ditetapkan yaitu 7,5 jam/pegawai.

PERTANYAAN

Prakiraan Rata-Rata Jumlah Pegawai Serta Waktu dalam

melaksanakan Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Prakiraan Prosentase

Pelaksanaan Jenis

Pekerjaan/Hari Pegawai Waktu (jam)

1 2 3 4

1

Teknis

Administrasi

2

Teknis

Pelayanan

Page 217: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Prakiraan Rata-Rata Jumlah Pegawai Serta Waktu dalam

melaksanakan Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Prakiraan Prosentase

Pelaksanaan Jenis

Pekerjaan/Hari Pegawai Waktu (jam)

1 2 3 4

3

Penyusunan Kebijakan

4

Tugas Lainnya

Page 218: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Lampiran 4: Kuesioner Form C

KUESIONER PERUBAHAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI

DAN OTONOMI DAERAH PADA PENGELOLAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH PROPINSI

PENENTUAN STANDAR KOMPETENSI

JABATAN STRUKTURAL PENGANTAR Kuisioner ini ini dimaksud untuk menjawab tujuan dari kajian Perubahan Kebijakan Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Pemerintah Daerah Propinsi. Kajian tersebut bertujuan untuk memberikan rekomendasi kebijakan pendukung yang diperlukan terhadap pengelolaan aparatur pemerintah daerah propinsi, akibat adanya perubahan UU 22 tahun 1999 menjadi UU 32 tahun 2004, khususnya yang berkaitan dengan peran pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah serta sekaligus sebagai "koordinator dan facilitator" kabupaten/kota yang ada di wilayahnya

Melalui kajian ini diharapkan adanya masukan mengenai pelaksanaan program pengembangan otonomi daerah pada masa mendatang. Khususnya untuk mengidentifikasi beban kerja Pemerintah Propinsi, jumlah optimal pegawai serta kompetensi yang dibutuhkan. Di samping itu juga untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi Pemerintah Propinsi dalam pengelolaan kepegawaian terkait dengan adanya perubahan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.

Oleh karena itu, mohon kiranya Bapak/Ibu berkenan mengisi kuisioner dengan sebenar-benarnya. Atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih. Tim Kajian Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Propinsi Bappenas 2007

DATA RESPONDEN I. UMUM PROPINSI : INSTANSI* : BAPPEDA/BAGIAN ADM KEPEGAWAIAN/DINAS PU/

DINAS PENDIDIKAN

UNIT :

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

FORM C – BAPPEDA BAG.KEPEGAWAIAN DINAS PENDIDIKAN

Page 219: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

*Coret yang tidak dipilih

II. PERSONAL Nama

Usia tahun

Jenis Kelamin L/P

Pendidikan Terakhir

No.Telp/Hp

Eselon** II/ III/ IV

Jabatan

**Beri tanda pada kotak jawaban yang dipilih

Page 220: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Keterangan

Kompetensi jabatan adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seseorang dalam rangka menjalankan tugas tugas sesuai terkait dengan tanggung jawab jabatannya.Kompetensi jabatan dalam hal ini dibedakan menjadi lima bidang yaitu kemampuan etik atau integritas, kepimpinan, manajerial, team work, social, dan professional atau teknik.

Petunjuk Pengisian :

Responden diharuskan memilih salah satu angka 1(satu) sampai 5 (lima) dengan cara memberi tanda silang (X) sesuai dengan pilihannya pada setiap pernyataan di tabel standar kompetensi jabatan. Arti dari masing-masing angka tersebut bagi persyaratan jabatan adalah sebagai berikut : Angka 1(satu) berarti kompetensi tersebut sangat tidak dibutuhkan; Angka 2(dua) berarti kompetensi tersebut tidak dibutuhkan; Angka 3(tiga) berarti kompetensi tersebut cukup dibutuhkan; Angka 4(empat) berarti kompetensi tersebut dibutuhkan; Angka 5(lima) berarti kompetensi tersebut sangat dibutuhkan. Tabel Standar Kompetensi Jabatan adalah sebagai berikut :

Tabel Standar Kompetensi Jabatan

Pilih jawaban yang sesuai *)

NO

PERNYATAAN

1 2 3 4 5 A. INTEGRITAS

Deskripsi : Bertindak konsisten sesuai dengan nilai nilai dan kebijakan Organisasi serta kode etik profesi dengan mempertahankan norma norma social dan organisasi walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukannya sehingga terdapat satu kesatuan antara kata dan perbuatan. Dalam setiap keadaan dapat mengkomunikasikan maksud, ide serta perasaan secara terbuka, jujur dan langsung.

1 Memahami dan mengenali perilaku sesuai dengan kode etik, yaitu dengan mengikuti norma sosial, etika dan organisasi, serta yakin bahwa yang dilakukan tidak melanggar berbagai aturan yang telah ditetapkan.

2 Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinannya, serta jujur dalam berhubungan dengan orang lain.

3 Bertindak berdasarkan nilai walaupun sulit untuk melakukannya

Pilih jawaban yang sesuai *)

NO

PERNYATAAN

1 2 3 4 5

B. KEPEMIMPINAN

Deskripsi :

Kemampuan untuk memimpin orang lain melalui tindakan mempengaruhi/meyakinkan orang lain, memberikan arah

KUESIONER PENENTUAN STANDAR KOMPETENSI JABATAN

Page 221: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

petunjuk, mendorong motivasi/komitmen orang lain untuk melakukan rencana kerja dalam organisasi

1 Menyakinkan orang lain secara langsung dalam diskusi atau presentasi mengenai rencana kerja unit organisasi.

2 Memberikan arahan yang jelas mengenai tugas yang diharapkan

3 Membangun motivasi orang lain untuk dalam mencapai tujuan organisasi.

C. KEMAMPUAN MANAJERIAL

Deskripsi :

Kemampuan untuk merencanakan dan mengatur pelaksanaan pekerjaan di unit kerjanya

1 Membuat prioritas, untuk mengenali kegiatan dan penugasan yang lebih penting dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada dan jadwal waktu kegiatan.

2 Menentukan penugasan dan sumber dayanya, yaitu dengan menguraikan ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, serta melakukan koordinasi dengan mitra kerja internal dan eksternal.

3 Tetap terfokus, menggunakan waktu secara efektif dan mencegah gangguan yang menyimpang agar tidak menggannggu penyelesaian pekerjaan.

D. KEMAMPUAN TEAM WORK

Deskripsi :

Kemampuan membangun kerjasama dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok dalam melaksanakan tugas

1 Berpartisipasi dalam kelompok, mendukung keputusan tim dan menyelesaikan tugasnya dalam tim serta membagi informasi yang berguna dan relevan bagi anggota tim.

2 Meminta dan menghargai pendapat orang lain dalam rangka menentukan keputusan.

3 Membangun semangat dan kelangsungan hidup tim

Pilih jawaban yang sesuai *)

NO

PERNYATAAN

1 2 3 4 5

E. KEMAMPUAN SOSIAL

Deskripsi :

Kemampuan untuk membangun hubungan kerja yang harmonis dan menyesuaikan diri dengan situasi kerja yang beragam dan berubah ubah (dinamis)

1 Mendengarkan dan menghargai pendapat orang untuk

Page 222: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

kelancaran tugas.

2 Kemampuan menyampaikan ide, gagasan secara jelas baik secara tertulis maupun lisan kepada orang lain.

3 Keluwesan bertindak dan mampu menanggapi perubahan baik di dalam maupun di luar organisasi.

F KEMAMPUAN TEKNIK

Deskripsi :

TIngkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas

1 Ketertarikan terhadap bidang keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan

2 Menguasai keterampilan dan pengetahuan teknik/professional

3 Menjelaskan dan menerapkan pengetahuan yang dimiliki

H KOMPETENSI LAINNYA..(Usulan dari responden).

1.....................................................

Indikatornya :

a.................................................................

b.................................................................

c.................................................................

2.................................................................

Indikatornya :

a........................................

b............................................. Catatan : Data ini kami harapkan bisa segera diisi dan disampaikan atau diserahkan pada saat FGD.

Page 223: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Lampiran 5: Kuesioner Form D

KUESIONER PERUBAHAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI

DAN OTONOMI DAERAH PADA PENGELOLAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH PROPINSI

PEDOMAN WAWANCARA MANAJEMEN KEPEGAWAIAN

PENJELASAN Pedoman Wawancara Mendalam ini adalah merupakan alat pengumpul data yang digunakan pada saat melakukan wawancara mendalam dengan narasumber/key-informan di daerah wilayah yang telah ditetapkan. Pedoman Wawancara Mendalam bersifat prinsipil, yang penerapannya di lapangan dapat disesuaikan oleh Pewawancara/Pengumpul Data berdasarkan Teknik Wawancara Mendalam yang digunakan menurut situasi kondisi di lapangan. Hal penting perlu dikuasai oleh Pewawancara/Pengumpul Data adalah: 1. Sebelum Pelaksanaan Wawancara Mendalam

Persiapkan dan kuasai substansi pedoman Wawancara Mendalam, terutama variabel, dan indikatornya

Kuasai situasi kondisi lokasi maupun peluang hubungan komunikasi dengan interviewee (responden) untuk menentukan teknik wawancara yang paling tepat/efektif

Buat kesepakatan jadwal dan tempat wawancara dengan para responden. Perhitungkan bahwa waktu yang dibutuhkan cukup.

Persiapkan alat tulis, alat rekam yang memadai (disediakan oleh masing-masing Pewawancara)

2. Saat Pelaksanaan Wawancara Jelaskan maksud, tujuan, dan sasaran wawancara. Jelaskan scenario dan teknik wawancara yang akan dilakukan. Pastikan alat penunjang kerja, baik alat tulis maupun perekam tersedia dan

bekerja dengan baik Ciptakan kondisi bahwa pewawancara berbicara lebih sedikit (tidak

mendominasi) pembicaraan dibandingkan dengan para responden Penggunaan pertanyaan-pertanyaan eksploratif dan penelusuran sangat

disarankan bilamana saja diperlukan dan memungkinkan. 3. Setelah Pelaksanaan Wawancara

Periksa hasil pencatatan atau rekaman audio telah tercatat/terekam dengan sempurna

Buat transkrip data dari hasil pengumpulan data Buat eksekutif summary (catatan lapangan) hasil pengumpulan data.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

FORM D - PENELITI

Page 224: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

DATA INFORMAN Nama

Usia tahun

Jenis Kelamin L/P Pendidikan Terakhir No.Telp/Hp Propinsi Instansi Oganisasi SKPD Unit (Setara Eselon III) Jabatan

DATA WAWANCARA Hari/Tanggal wawancara Lokasi wawancara Nama Pewancara PERTANYAAN No Pertanyaan I Umum 1 Menurut anda, permasalahan apa yang terjadi dalam pengelolaan PNS sejak diberlakukannya

desentralisasi dan otonomi daerah? 2 Bagaimakah implementasi pembagian urusan dalam bidang kepegawaian yang ada saat ini? 3 Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam implementasi tersebut? II Formasi Pegawai 1 Apakah penetapan formasi pegawai saat ini telah mencerminkan beban kerja propinsi dan

kebutuhan nyata pegawai baik secara kualitas dan kuantitas yang sesungguhnya? 2 Mengapa demikian? 3 Menurut Bapak/ibu bagaimanakah penetapan formasi yang ideal sesuai dengan kebutuhan

nyata propinsi? • Kebijakan (perbaikan kebijakan apa yang diperlukan) • Prosedur (cara penghitungan yang seharusnya) • Mekanisme Kelembagaan (siapa bertanggung jawab, apa tugas dan kewenangannya)

4 Apakah tugas Propinsi dalam bidang koordinasi penetapan formasi di kabupaten/kota? REKRUTMEN 1 Bagaimanakah kebijakan rekrutmen pegawai propinsi sesuai dengan UU no 32 tahun 2004? 2 Masalah masalah apa sajakah yang dihadapi dalam kebijakan rekrutmen pegawai propinsi saat

ini? (misalnya masalah Politik, KKN, transparansi dsb) 3 Apa saja yang diperlukan bagi perbaikan kebijakan rekrutmen saat ini?

Kebijakan (perbaikan kebijakan apa yang diperlukan)

Page 225: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

No Pertanyaan Prosedur (cara penghitungan yang seharusnya) Mekanisme Kelembagaan (siapa bertanggung jawab, apa tugas dan kewenangannya)

PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN 1 Apakah yang dilakukan oleh pemerintah propinsi dalam menjamin sistem karir yang

berdasarkan sistem meritokrasi? 2 Apakah pemerintah propinsi sudah memiliki pola dasar karir? 3 Sejauh mana peran Kepala Daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian dalam kebijakan

manajemen kepegawaian? • Apa orientasi kebijakan kepala daerah • Adakah bias politik

4 Permasalahan apa yang dihadapi dalam kebijakan pengangkatan pegawai saat ini? 5 Apakah penempatan pegawai selama ini dilakukan menurut kompetensi pegawai yang

bersangkutan? Mengapa demikian?

6 Bagaimanakah kebijakan promosi pegawai saat ini?

7 Apakah masalah yang dihadapi dalam kebijakan promosi? 8 Apa prinsip prinsip yang digunakan dalam kebijakan mutasi pegawai? 9 Dalam hal mutasi PNS antar Daerah Kabupaten/Kota dalam Provinsi, permasalahan apa yang

sering terjadi? 10 Dalam hal pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II

pada pemerintah daerah provinsi, permasalahan apa yang terjadi? 11 Terkait dengan pertanyaan di atas, bagaimanakah mekanisme koordinasi antara Pusat dan

Daerah Provinsi, serta apakah permasalahannya? REMUNERASI 1 Bagaimana sistem instentif/tunjangan yang ada dalam rangka mendorong prestasi atau kinerja

pegawai? Adakah kebijakan khusus yang diterapkan dalam propinsi ini?

2 Dalam hal gaji dan tunjangan yang dialokasikan dalam Dana Alokasi Umum, apakah telah sesuai dengan kebutuhan dan jumlah PNS Daerah Provinsi?

PENEGAKAN DISIPLIN DAN ETIKA PEGAWAI 1 Apa yang dilakukan oleh pemerintah propinsi dalam menegakkan etika dan kedisiplinan dan

etika pegawai? 2 Seberapa efektifkah mekanisme tersebut? 3 Kebijakan apa yang dipersiapkan guna meningkatkan efektifitas penegakkan etika dan

kedisiplinan pegawai? STANDARD KOMPETENSI DAN PENILAIAN KINERJA 1 Apakah pemerintah propinsi telah menetapkan standard kompetensi jabatan? 2 Bagaimana sistem penilaian prestasi kerja / kinerja saat ini? 3 Apa masalah yang dihadapi dan langkah penyempurnaan apa yang akan dilakukan?

Page 226: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Lampiran 6: Hasil Estimasi Model OLS dengan Eviews 5.0

Dependent Variable: JP

Method: Least Squares

Date: 12/11/07 Time: 15:15

Sample: 1 33

Included observations: 33

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

POP 0.514952 0.167207 3.079735 0.0045

LUAS -0.123528 0.070497 -1.752249 0.0903

PAD 0.164481 0.142880 1.151185 0.2591

C 0.012017 0.755519 0.015906 0.9874

R-squared 0.649454 Mean dependent var 3.728345

Adjusted R-squared 0.613190 S.D. dependent var 0.426396

S.E. of regression 0.265193 Akaike info criterion 0.296496

Sum squared resid 2.039495 Schwarz criterion 0.477891

Log likelihood -0.892182 F-statistic 17.90933

Durbin-Watson stat 2.204334 Prob(F-statistic) 0.000001

Dependent Variable: JP Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 16:00 Sample (adjusted): 1 32 Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

POP 0.354651 0.190892 1.857860 0.0750LUAS -0.125897 0.072605 -1.733986 0.0952PAD 0.222027 0.144893 1.532359 0.1380

PDRB 0.030711 0.144129 0.213080 0.8330C 0.542895 0.737288 0.736340 0.4684

R-squared 0.665193 Mean dependent var 3.780217Adjusted R-squared 0.611624 S.D. dependent var 0.390760S.E. of regression 0.243521 Akaike info criterion 0.163784Sum squared resid 1.482561 Schwarz criterion 0.397317Log likelihood 2.543244 F-statistic 12.41746Durbin-Watson stat 1.734374 Prob(F-statistic) 0.000011

Page 227: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Dependent Variable: JP Method: Least Squares

Date: 12/11/07 Time: 16:05 Sample: 1 33

Included observations: 33

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PAD 0.542272 0.093604 5.793241 0.0000

C 0.674171 0.529780 1.272549 0.2126

R-squared 0.519839 Mean dependent var 3.728345

Adjusted R-squared 0.504350 S.D. dependent var 0.426396S.E. of regression 0.300193 Akaike info criterion 0.489913

Sum squared resid 2.793600 Schwarz criterion 0.580610Log likelihood -6.083557 F-statistic 33.56164

Durbin-Watson stat 2.152835 Prob(F-statistic) 0.000002

Dependent Variable: JP Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 16:05 Sample (adjusted): 1 32 Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PAD 0.452231 0.120664 3.747850 0.0009PDRB 0.074460 0.123388 0.603465 0.5512

C 0.667839 0.630837 1.058656 0.2991

R-squared 0.580979 Mean dependent var 3.780217Adjusted R-squared 0.549941 S.D. dependent var 0.390760S.E. of regression 0.262147 Akaike info criterion 0.254816Sum squared resid 1.855466 Schwarz criterion 0.394935Log likelihood -0.822233 F-statistic 18.71799Durbin-Watson stat 1.898025 Prob(F-statistic) 0.000008

Page 228: Pengarah: Deddy Koespramoedyo - Kementerian PPN/Bappenas ... · Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... data yang tercatat di BKN menunjukkan bahwa secara nasional

LAPORAN AKHIR KAJIAN Perubahan Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Pada Pengelolaan Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi

Direktorat Otonomi Daerah Bappenas

Dependent Variable: JP

Method: Least Squares

Date: 12/11/07 Time: 16:06

Sample (adjusted): 1 32

Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 0.410268 0.102710 3.994413 0.0004

C 0.739515 0.763441 0.968660 0.3410

R-squared 0.362990 Mean dependent var 3.780217

Adjusted R-squared 0.340239 S.D. dependent var 0.390760

S.E. of regression 0.317397 Akaike info criterion 0.607015

Sum squared resid 2.820747 Schwarz criterion 0.700428

Log likelihood -7.105220 F-statistic 15.95534

Durbin-Watson stat 1.426627 Prob(F-statistic) 0.000427

Dependent Variable: JP Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 16:06 Sample (adjusted): 1 32 Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

POP 0.493910 0.172169 2.868746 0.0081LUAS -0.173843 0.067194 -2.587158 0.0156PDRB 0.111141 0.137667 0.807317 0.4268

C 0.508824 0.755817 0.673210 0.5068

R-squared 0.633746 Mean dependent var 3.780217Adjusted R-squared 0.591486 S.D. dependent var 0.390760S.E. of regression 0.249754 Akaike info criterion 0.186889Sum squared resid 1.621810 Schwarz criterion 0.373715Log likelihood 1.196663 F-statistic 14.99633Durbin-Watson stat 1.599652 Prob(F-statistic) 0.000007