pengalaman respon banjir - · pdf filebanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ......

29
Dokumen Pembelajaran

Upload: buinguyet

Post on 06-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

1

Pengalaman Respon Banjir

D o k u m e n P e m b e l a j a r a n

Page 2: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

2

Kata Pengantar

Respons banjir adalah salah satu tolak ukur kesiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana. Jika respons atau penanganan

bencana berjalan baik maka kesiagaan masyarakat tersebut dapat dikatakan baik. Namun jika penanganannya buruk maka ma-

yarakat tersebut kurang bersiaga. Oleh karena itu diperlukan program penanganan yag lebih sistematis dan terencana.

Respon banjir juga menguji prosedur tetap (SOP) yang sudah dibuat dengan kejadian sesungguhnya. Karena dalam SOP itu ada

kesepakatan yang seharusnya dilakukan baik sebelum, sesaat dan sesudah bencana banjir terjadi. Dalam simulasi mungkin pen-

anganan banjir diperlihatkan cukup baik, namun belum tentu penanganan itu tetap baik pada saat kejadian banjir sebenarnya.

Pembelajaran dari waktu ke waktu untuk masyarakat diperlukan agar penanganan banjir semakin baik. Pembelajaran itu bisa di-

lihat dari hal bagaimana menjalin kerjasama, meningkatan kapasitas masyarakat, berkordinasi dan melakukan pengorganisasian

masyarakat. Selama penanganan banjir ada saja hal-hal yang baik yang baik dapat dijadikan pelajaran, namun ada pula hal-hal

yang perlu diperbaiki dan dikembangkan pada waktu-waktu yang akan datang.

Semoga dengan adanya catatan-catatan ini dapat menambah pemahaman akan kelebihan-kelebihan dan kelemahan kelemahan

dari penanganan banjir di Kelurahan Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara dan Penjaringan. Semoga bermanfaat untuk penan-

ganan bencana di Kelurahan lain di DKI Jakarta dan wilayah lain di Indonesaia untuk cakupan yang lebih luas.

Jakarta, 30 November 2009

ACF

Page 3: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

1

Daftar Isi

1. Pengalaman respons banjir 3

Latar Belakang 3

Banjir itu adalah Kiriman 3

Banjir dan Penghidupan 4

Bantuan selalu Datang 5

Hujan dan Banjir 7

Tiap Tahun Kebanjiran, tetap enggan pindah 8

Pengelolaan Bencana Tanggung Jawab Siapa 11

Respon Banjir sebelum Pendampingan ACF 13

Setelah Pendampingan ACF 15

Kegiatan sebelum Banjir 15

Kegiatan saat terjadi Banjir 18

Kegiatan setelah terjadinya Banjir 19

Pelatihan Kesiapsiagaan Banjir dan Dampaknya 19

Simulasi Satlinmas 19

2. Pembelajaran 23

Page 4: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

2

Pengalaman Respons Banjir

Pengalaman Respon Banjir

D o k u m e n P e m b e l a j a r a n

Page 5: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

3

Latar Belakang

Hampir setiap tahun bencana banjir melanda Jakarta. Pada 2002 banjir besar kembali terjadi. Sebagian besar wilayah ibukota lumpuh dan aktivitas ekonomi pun terganggu. Masyarakat seolah tidak percaya, bahwa kota besar seperti Jakarta bisa tenggelam. Pada 2007, air bah kembali meng-genangi Jakarta. Hampir 65% wilayah Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di be-berapa titik lokasi banjir. 57 orang meninggal dalam ben-cana tersebut, 1.500 rumah hancur dan sebanyak 422.300 orang terpaksa diungsikan.

Banjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ibukota ini sangat rentan terhadap bencana banjir. Penyebab ban-jir di Jakarta dan kawasan Bodetabek umumnya adalah karena bertambahnya aliran banjir dari hulu, serta ada-nya gangguan pada sistem drainase dan kurang lancarnya aliran ke laut karena masuknya sampah dan sedimentasi ke badan sungai. Permasalahan banjir berhubungan erat dengan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Pe-rubahan signifikan daerah resapan di Bogor, Puncak, dan Cianjur akibat pembangunan infrastruktur melemahkan fungsi tanah sebagai resapan air, akibatnya, limpasan air ke hilir bertambah. Selain itu, sistem drainase untuk tanah perkotaan, arus urbanisasi yang tidak terencana menjadi faktor menyebarnya wilayah banjir.

Banjir itu adalah kiriman

Bila kita bertanya kepada warga Kampung Melayu atau Cipinang Besar Utara tentang bagaimana banjir terjadi,

Pengalaman Respons Banjiratau kenapa banjir bisa terjadi? Maka jawaban yang selalu muncul adalah “Banjir yang terjadi di daerah kami adalah kiriman dari Bogor!” Yang mereka maksudkan adalah banjir datang karena ada aliran air dalam jumlah besar dari dae-rah hulu, baik karena intensitas hujan atau karena sebab sebab lain. Yang jelas, banjir yang terjadi bukan karena ulah meraka, melainkan dampak dari ulah orang lain.

Menurut keterangan berbagai pihak, termasuk warga asli Kampung Melayu yang turun temurun tinggal di daerah itu, Kampung Melayu terutama Kampung Pulo sejak dahulu su-

Pengalaman Respon Banjir

Page 6: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

4

dan semakin banyak aktivitas manusia yang bergantung pada sungai.

Kenapa banyak orang tinggal di bantaran sungai, karena tidak ada lagi lahan ‘murah’ yang terjangkau bagi kaum urban, terutama mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Sungai menjadi sarana ‘pembuangan’ utama, semakin lama semakin banyak bangunan yang dibangun di dekat bibir sungai.

Begitu pula di daerah Cipinang Besar Utara, memahamkan sebab-sebab terjadinya banjir kepada masyarakat menjadi sulit. Banjir yang terjadi di daerah sini bukan kesalahan kami, melainkan kiriman dari daerah hulu. Begitulah pema-haman sebagian besar warga masyarakat. Bahkan di daer-ah Cipinang ini, masyarakat terbiasa dengan air sungai yang tiba-tiba naik, meskipun hari sedang terik.

Banjir dan penghidupan

Barangkali bila anda melihat banjir di TV anda akan merasa risih, khawatir atau bahkan kasihan. Tetapi bagi sejumlah warga di Penjaringan yang berprofesi sebagai tukang becak dan tukang gerobak, saat banjir adalah saatnya mendulang rejeki.

Bila jalanan tergenang air banyak orang tidak bisa melintas untuk bekerja atau melakukan aktivitas lainnya. Jasa becak dan gerobak dorong sangat dibutuhkan, tarif becak saat banjir bisa dua atau tiga kali lipat lebih tinggi.

Sementara bagi warga Kampung Melayu dan Cipinang Be-sar utara yang tinggal di bantaran kali, banjir tahunan ada-lah hal biasa. Mereka kebanjiran antara 1 sampai 2 bulan setahun, tetapi bagi mereka itu tidak mengapa, karena mereka masih memiliki 10 bulan yang lain untuk bekerja

Warga bantaran sungai berjuang untuk hidup me-netap dan menolak untuk digusur, masalah yang di-hadapi tidak hanya di sektor tata guna lahan, tetapi juga pengelolaan lingkungan yang buruk yang berakibat bagi kesehatan dan kemunduran sosial.

dah sering banjir. Pendangkalan dan penyempitan bantaran sungai adalah dua faktor teknis yang mudah dijelaskan. Sungai semakin dangkal dan jarak pemukiman ke bibir sungai semakin dekat, maka airpun mudah meluap ke pe-mukiman manakala hujan turun deras. Urbanisasi sering dituduh sebagai ‘biang’ penyebab dua faktor tadi, seder-hananya semakin banyak orang tinggal di bantaran sungai

Page 7: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

5

dan mencari rejeki di Jakarta.

Daerah seperti Kampung Melayu dan Cipinang Besar Utara sangat diminati oleh kaum pendatang, karena dekat den-gan pusat-pusat kegiatan ekonomi, sehingga gampang un-tuk mencari uang. Terdapat pasar dan sentra perdagangan di daerah ini, juga jumlah orang yang lalu-lalang di daerah ini sangat besar, membawa peluang tersendiri bagi usaha perdagangan.

Jadi, masalah banjir di daerah tersebut bukannya tidak dis-adari oleh masyarakat, mereka tahu betul risiko banjir. Tetapi kemudian mereka berhitung, kerugian selama dua bulan akibat banjir masih bisa dikejar dalam 10 bulan yang kering. Setidaknya daripada mereka pindah ke tempat lain belum tentu mereka memiliki peluang usaha sebagus di daerah itu. Jadi banjir bagi warga yang sebagian berprofesi sebagai pedagang adalah seperti risiko bisnis biasa.

Kompleksitas masalah perkotaan turut menyumbang kon-disi carut marut ini, bila mengacu kepada kebijakan tata kelola sungai, pemukiman di sepanjang sungai ini ‘melang-gar’ hukum.

Urusan menjadi lebih rumit lagi manakala pihak pemerin-tah tidak ‘berdaya’ menghadapi masalah ini. Ini urusan yang ‘sensitif’ mudah diberitakan oleh media dan mempen-garuhi citra pemerintah kota bila penggusuran dilakukan. Lagi pula pemerintah harus siap dengan solusi bila hendak memindahkan pemukim di sepanjang bantaran kali.

Pemerintah kota mengalami kesulitan dalam memindahkan warga yang tinggal di daerah bantaran sungai. Masyarakat tidak urung untuk menolak dipindahkan, karena mereka melihat di daerah-daerah lain pemerintah membiarkan sekelompok orang memanfaatkan bantaran sungai atau

area-area jalur hijau untuk berdagang atau bahkan mem-bangun gedung. Masalah pelik ini bagaikanmenyiangi rumput, bersih disini, tumbuh lagi disana. Kondisi ini sangat tidak menguntung-kan bagi perbaikan tata kota yang lebih manusiawi dalam jangka panjang. Perlu ketegasan pemerintah, dan kesa-daran masyarakat luas, khususnya kelompok menengah atas untuk memulai dan tampil memberi contoh, bukan se-baliknya. (kurang keterangan-kelompok menengah atas?)Pertemuan-pertemuan koordinasi yang membahas masalah pemukiman ini seringkali buntu karena pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang berbeda; penyelesaian masalah yang diinginkan oleh pihak pemerin-tah lebih ke jangka panjang, sedangkan di mata masyarakat penyelesaian masalah jangka pendek lebih dibutuhkan.

Alangkah idealnya apabila dinamika penyelesaian masalah ini terus diikuti dan ditekuni dengan tidak patah semangat, mengingat masalah yang rumit memang akan menyita waktu dan tenaga, namun perlu untuk ditindaklanjuti ter-us-menerus. Dengan berfokus pada tata guna kota yang lebih baik, masalah ”segera” yang ada di depan mata dapat diatasi secara paralel. Kesadaran masyarakat bantaran sun-gai harus ditingkatkan, sungai merupakan sumber potensi penghidupan yang dapat digali dan dimanfaatkan, tetapi tanggung jawab untuk menjaga dan memelihara juga har-us diemban. Harus ada rasa kepemilikan, sehingga masyarakat tidak hanya memanfaatkan lokasi pinggir sun-gai tetapi juga memberikan balasan setimpal bagi kelestar-ian dan fungsi sungai sebagai penyangga keseimbangan kehidupan masyarakat luas.

Bantuan selalu datang

Masyarakat Indonesia secara umum memiliki nilai ‘tolong-

Page 8: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

6

menolong’ yang cukup tinggi. Meskipun di wilayah perko-taan hal tersebut sedikit tereduksi oleh individualitas pen-duduk, namun untuk konteks bencana, kepedulian tidak mengenal tempat. Kampung Melayu misalnya, adalah daerah yang terkenal sebagai daerah langganan banjir. Lokasinya yang berada di lintasan penting membuat segala sesuatunya ‘terlihat’. Apalagi bila banjir, penduduk mengungsi ke tepian jalan. Bila sudah demikian, bantuan dari berbagai penjuru akan datang, baik dari perorangan, kelompok masyarakat dan dunia usaha. Khususnya bantuan makanan dan kebutu-han sehari-hari. Namun sayang selama ini respon banjir di Kampung Mel-ayu kurang terkoordinasi dengan baik, pendataan jumlah pengungsi kurang tepat, sehingga pembagian bantuan-nya pun tidak tepat dan kurang merata. Respon banjir yang dilakukan sudah cukup cepat namum ketepatannya masih kurang, jenis bantuan, jumlah bantuan, kondisi bantuan, dan kualitas bantuan kurang sesuai dengan ke-butuhan masyarakat.

Setelah terbentuk dan disahkannya Satlinmas PBP Kelu-rahan Kampung Melayu, respon atau penanganan banjir di Kampung Melayu diharapkan lebih terkoordinasi. Masyarakat yang tetap tinggal dirumah pada saat banjir harus lebih diperhatikan, tempat pengungsian harus dikelola lebih baik lagi, dan pembagian bantuan logistik harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kebutuhan beras dan obat-obatan dasar dikelola oleh pe-merintah, sebagian persediaan beras disimpan oleh kelu-rahan. Padahal kebutuhan saat banjir dan paska banjir yang perlu disiapkan tidak hanya bahan makanan. Namun pemahaman umum masyarakat, bila ada orang yang

Page 9: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

7

terkena bencana, maka bantuan yang lazim adalah maka-nan, obat dan pakaian.

Masyarakat kelurahan hampir tidak menyadari apa itu stok perlengkapan darurat atau emergency stock untuk penyelamatan, sebagai fasilitas penunjang pengungsian, dan juga mengamankan asset. Kerugian besar yang diderita masyarakat seperti hilangnya asset, rusaknya alat-alat sekolah anak, hilangnya modal dan peralatan kerja, terganggunya kesehatan, justru kurang mendapat-kan perhatian.(Rekomendasinya) Hujan dan banjir

Musim banjir di Jakarta diidentikkan dengan musim pen-

ghujan, bila hujan mulai datang maka semua orang siap-siap menghadapi banjir. Tapi tidak demikian halnya dengan warga Penjaringan, daerah ini hampir setiap saat dilanda

banjir karena pasang atau banjir rob. Air rob mencapai puncaknya ketika bulan purnama karena pengaruh gravi-tasi bulan, dan bila masa itu berbarengan dengan hujan dimana volume air di sungai meninggi, maka dipastikan banjir semakin parah.

Banjir di wilayah Penjaringan tidak setinggi di daerah Kampung Melayu, tidak ada arus yang terlalu deras, tetapi air menggenang lebih lama karena wilayah pen-jaringan lebih rendah dibandingkan dengan ketinggian air laut, terutama ketika pasang. Buruknya sistem drai-nase ikut menyebabkan air menggenang lebih lama. Se-tiap rob terjadi, warga seolah telah beradaptasi dengan banjir tersebut, sebagai buktinya, warga masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari tanpa merasa takut atau terganggu rob tersebut.

Hampir semua rumah di daerah rawan banjir rob di wilayah penjaringan adalah rumah tingkat, sehingga ke-tika terjadi rob dan air laut sampai masuk ke dalam ru-mah, warga akan memindahkan barang ke lantai yang lebih tinggi, atau seperti yang terlihat di wilayah RW 04 (di RT 01 dan RT 12) hampir setiap rumah meninggikan atau memberikan tanggul kecil didepan pintu rumah mereka setinggi antara 40-60 cm, hal tersebut dilakukan untuk menghambat air rob memasuki rumah mereka.

“Bertahun-tahun banjir sih, tapi kalau mau pindah, pindah ke mana? Disini lebih enak, strategis, pasar dekat, sekolah ada…” tutur Pak Achmad Payumi, warga Kampung Melayu yang tinggal disana sejak 1955.

Page 10: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

8

Sebab dan penanganan banjir rob tentu berbeda sama sekali dengan banjir yang disebabkan oleh meluapnya sun-gai. Sulit sekali merencanakan kegiatan yang spesifik un-tuk mengurangi dampak banjir di daerah ini. Sementara masyarakat luas sudah ‘terlanjur’ memiliki persepsi bahwa yang disebut ‘banjir’ itu bila rumah tergenang setinggi jen-dela atau pintu, seperti yang terlihat di TV. Sehingga hal yang biasa bila warga Penjaringan mengatakan, “tidak ada banjir di daerah kami” yang ada rob dan kebakaran. Dan memang benar, daerah ini sangat rentan terhadap perso-alan kebakaran.

Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa bencana itu merupakan takdir. Hal ini merupakan gambaran bahwa paradigma konvensional masih kuat be-rakar sehingga mereka merasa perlu berusaha untuk mencegahnya.

Ketika pertanyaan ini diajukan, siapa yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan bencana? Maka jawaban umum yang akan kita peroleh segera adalah, “tanggung jawab pemerintah dan masyarakat!” Seolah semua orang tahu dan menjadi kewajaran bahwa semua masalah yang terjadi di sekitar kita menyangkut hajat hidup orang ban-yak, adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

Tetapi bila lebih lanjut kita bertanya, siapa sesungguhnya pemerintah dan masyarakat itu, dimana mereka, maka jawabannya akan mulai beragam. Lebih lagi bila kita ber-tanya apa saja tangggung jawab spesifik masing-masing, apa saja peran mereka, bagaimana mereka melakukan peran itu, maka hampir bisa dipastikan kita tidak akan menerima jawaban yang sama. Dan terakhir, kita akan me-nemui keadaan seolah ‘tidak ada siapapun yang sungguh-sungguh bertanggung jawab’ dalam persoalan ini. Tinggal

masyarakat yang menjadi korban itu sendiri.

Itulah situasi tantangan umum yang dihadapi berkaitan peran-peran kelembagaan dalam program pengurangan risiko bencana yang kami laksanakan. Dan mungkin saja menjadi tantangan umum di semua bidang program.

Tiap Tahun Kebanjiran, Tetap Enggan Pindah

Kampung Melayu, yang berada di tepi Kali Ciliwung adalah salah satu langganan banjir. Saat banjir datang warga akan segera mengungsi di tempat lain, dan itu sudah menjadi ‘ritual’ tahunan bagi masyarakat setempat. Sungai semakin dangkal dan jarak pemukiman ke bibir sungai semakin dekat, maka airpun mudah meluap ke pemukiman ketika hujan turun deras.

Page 11: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

9

Ditopang oleh lokasinya yang strategis, Kampung Melayu mempunyai empat daerah yaitu RW 01, Kampung Pulo (RW 02 dan RW 03) Kebon Pala (RW 04, RW 05 dan RW 06) dan Tanah Rendah (RW 07 dan RW 08). Mayoritas dari mereka adalah kaum pendatang, dengan kelas ekonomi menengah ke bawah. Penduduk yang pa-dat, sanitasi yang buruk, tidak ada pohon-pohonan dan tum-pukan sampah dimana-mana menjadi pemandangan se-hari-hari di wilayah ini.

Kendati setiap tahun banjir telah menenggelamkan harta benda mereka, sebagian besar warga mengaku enggan pindah ke lokasi yang lain.

Sementara di Kelurahan Penjaringan, di bagian utara Ja-karta, banjir terjadi lantaran peningkatan muka air laut. Rob merupakan limpasan air laut ke daratan yang terjadi setiap kali air laut pasang. Pada dasarnya rob merupakan gejala alam, yang biasanya terjadi pada saat kondisi bu-lan penuh atau bulan purnama.

Pada saat itu gaya gravitasi bulan terhadap bumi sangat kuat sehingga gerak air laut ke arah pantai lebih kuat ketimbang pada hari-hari biasa. Ini terjadi di sepanjang musim, baik musim hujan maupun musim kemarau. Pasang laut mencapai puncaknya ketika bulan purnama, dan bila masa itu berbarengan dengan hujan dimana vol-ume air di sungai meninggi, maka dipastikan banjir se-makin parah.

Pasang laut mencapai puncaknya ketika bulan purnama, dan bila masa itu berbarengan dengan hujan dimana vol-ume air di sungai meninggi, maka dipastikan banjir se-makin parah.

Banjir rob di Penjaringan ini mulai terjadi dahulu kala, ke-tika masa pendudukan Belanda. Saat itu banyak dilakukan pengerukan rawa-rawa dan pesisir pantai Jakarta untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan. Sejak jaman

kolonial Belanda, perso-alan air pasang di bagian utara Batavia—yang men-jadi satu dengan masalah banjir—sudah membuat pemerintah pusing tujuh keliling.

Berbagai usaha sudah dilakukan oleh pemerintah Belanda, mulai dari membuat kanal mirip di Amsterdam, hingga pembangunan Banjir Kanal Barat yang dilanjutkan Banjir

“Bagaimana pinter-pinternya kita aja menyelamat-kan diri. Misalnya membuat rumah dua lantai dan hanya barang- barang yang tidak berharga yang diletakkan di lantai bawah.” (Bapak Eman Sulaeman, warga CBU)

Page 12: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

10

Kanal Timur—namun belum rampung hingga saat ini. Tapi tak semuanya berhasil. Dinas Burgerlijke Openbare Werken (BOW), cikal bakal Dinas Pekerjaan Umum, yang bertang-gung jawab dalam penanganan banjir, dipelesetkan men-jadi Batavia Onder Water, Batavia di bawah air, gara-gara dianggap gagal terus.

Di Penjaringan, di empat RW, rob terjadi karena laut pasang dan di 13 RW rob terjadi karena curah hujan. Banjir makin mengganas pada 2007, salah satunya karena reklamasi pantai seperti Pantai Mutiara, Ancol sehingga permukaan laut pun makin naik.

Mengapa rob mengganas? Ada penjelasannya. Menurut Muchni, ahli hidrolik Jakarta Flood Team—tim ahli penang-gulangan banjir yang dibiayai pemerintah Belanda— seran-

gan luapan air itu akibat siklus 18 tahunan. Misalnya pada 1989, ketinggian air pasang mencapai 215 sentimeter; pada November 2007, menjadi 220 sentimeter; dan pada 2025, mencapai 225 sentimeter.

Makin tingginya rob di Jakarta, termasuk akibat pemana-san global yang membuat es kutub mencair dan mening-katkan permukaan laut, adalah keniscayaan. Selain itu, juga merupakan hal yang pasti bahwa lanskap Jakarta ren-dah, terutama di sepanjang garis pantai di Teluk Jakarta. Ini karena Jakarta dibentuk oleh hamburan muntahan gu-nung berapi seperti Gunung Gede, Pangrango, dan Salak, ribuan tahun silam. Sedimennya dibawa sungai yang men-galir di Jakarta seperti Cisadane, Angke, Ciliwung, Bekasi, dan Citarum, sehingga memperluas daratan. Ini yang mem-buat batas ketinggian daratan dan air laut sangat tipis.

Menurut Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, sistem penan-ganan banjir air pasang yang ada sekarang sudah benar, tapi harus diperbaharui. Untuk itu, Pemerintah DKI Jakarta menganggarkan Rp 45 miliar untuk tahun anggaran 2008. Rp 15 miliar untuk meninggikan tanggul Muara Baru hingga dua meter, dan Rp 30 miliar untuk pembenahan waduk Plu-it. Namun pembangunan itu tidak menjamin dapat me-nanggulangi peninggian air laut. Untuk itu, pilihan jangka panjang adalah membangun polder ganda.

Polder mestinya ampuh mengatasi keganasan rob. Namun sumber ancaman tidak hanya datang dari laut. Penurunan tinggi daratan yang diakibatkan pembangunan gedung ber-tingkat, penggunaan air tanah berlebihan, pendangkalan sungai, dan sampah adalah daftar biang kerok banjir dan rob. Penurunan tanah di Jakarta rata-rata 2,5 sentimeter per tahun—bahkan ada yang 6 sentimeter. Pada 2025, diperkirakan tanah ambles 40-60 sentimeter.

Page 13: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

11

Menurut Janjaap Brinkman dari Jakarta Flood Team, Pluit termasuk daerah yang berada di bawah garis pantai. ”Jika tidak dilakukan apa-apa, Pluit akan tenggelam,” ujarnya.

Sebenarnya, reklamasi pantura sesuai awal kemunculan-nya pada tahun 1985 dimaksudkan untuk membangkitkan dana guna menata lingkungan pantai Jabodetabek menjadi lebih baik. Jika direncanakan dan dilaksanakan dengan be-nar, justru akan memperlancar aliran banjir ke laut. Sayang-

nya, pelaksanaan reklamasi menjadi tak jelas dan justru membuat permukaan laut naik. Sementara itu, tanggul yang dibuat sejak jaman Belanda tidak pernah diperbaiki.

Pak Irfan, tokoh masyarakat setempat, adalah warga men-gusulkan perbaikan tanggul tersebut. Ketika terjadi banjir besar tahun 2007 yang membuat seluruh wilayah RW 17 terendam air rob, warga inisiatif membuat tanggul buatan dengan karung-karung yang diisi pasir. Ketika Gubernur DKI Jakarta datang meninjau lokasi yang kebanjiran, dia mengatakan, “Sebelum ada karung yang kita buat itu pak, bapak tidak bisa berdiri disini. Sekarang sepatu bapak tidak basah. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa tanggul itu menjadi kebutuhan mutlak kami” .

Setelah itu mulai tumbuhlah kebersamaan dan kesadaran, mereka melakukan bakti sosial, membuat gorong-gorong dan penggalian got secara swadaya. Akhirnya, tanggul pun diperbaiki dengan penambahan dua meter. Lantaran keg-igihannya memperjuangkan perbaikan tanggul itulah, kini Pak Irfan lebih tersohor dengan julukan “Irfan Tanggul”.

Pengelolaan Bencana Tanggung Jawab Siapa?

Ketika pertanyaan ini diajukan, siapa yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan bencana? Maka jawaban umum yang akan kita peroleh adalah, “tanggung jawab pe-merintah dan masyarakat!” Seolah semua orang tahu dan menjadi kewajaran bahwa semua masalah yang terjadi di sekitar kita menyangkut hajat hidup orang banyak, adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Tetapi bila lebih lanjut kita bertanya, siapa sesungguhnya pemerintah dan masyarakat itu? Dimana mereka? Maka jawabannya akan mulai beragam.

Lebih lagi bila kita bertanya apa saja tangggung jawab

spesifik masing-masing, apa saja peran mereka, bagaima-na mereka melakukan peran itu, maka hampir bisa dipasti-kan kita tidak akan menerima jawaban yang sama. Dan terakhir, kita akan menemui keadaan seolah ‘tidak ada sia-papun yang sungguh-sungguh bertanggung jawab’ dalam

“Sebelum ACF masuk ke Cipinang Besar Utara kita belum tahu apa yang harus diantisipasi ketika terjadi banjir. Pokoknya kalau ada banjir, kita tahunya men-gungsi saja. Sudah itu saja. Nah setelah ada ACF, kita diterangkan bagaimana mengantisipasi sebelum ban-jir datang, dan penjelasan bagaimana setelah banjir datang. Kita juga diberikan penjelasan detil dibantu pemberian alat EWS.” (Pak Darusman, warga CBU)

“Kita menjadi tahu apa yang perlu diselamatkan terlebih dahulu jika terjadi banjir, misalnya doku-men-dokumen penting seperti surat tanah, ijasah, durat nikah dll dimasukkan kantong plastik. Juga sebagai antisipasi menyediakan beras, mie, telor dan ditaruh di bagian yang sekiranya tidak akan terkena banjir.” (Ibu Umamah, warga Kampung Melayu)

Page 14: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

12

persoalan ini. Tinggal masyarakat yang menjadi korban itu sendiri.

Itulah situasi tantangan umum yang dihadapi berkaitan peran-peran kelembagaan dalam program pengurangan risiko bencana yang kami laksanakan. Dan mung-kin saja menjadi tantan-gan umum di semua bi-dang program.

Masalah banjir di daerah tersebut bukannya tidak disadari oleh masyarakat, mereka tahu betul risiko

banjir. Tetapi kemudian mereka berhitung, kerugian selama dua bulan akibat banjir masih bisa dikejar dalam 10 bulan yang kering. Setidaknya daripada mereka pindah ke tem-pat lain belum tentu mereka memiliki peluang usaha seba-gus di daerah itu. Jadi banjir bagi warga yang sebagian

berprofesi sebagai pedagang ada-lah seperti risiko bisnis biasa. Kompleksitas masalah perkotaan turut menyumbang kondisi carut- marut ini, bila mengacu kepada kebijakan tata kelola sungai, pe-mukiman di sepanjang sungai ini ‘melanggar’ hukum. Urusan men-jadi lebih rumit lagi manakala

pihak pemerintah tidak ‘berdaya’ menghadapi masalah ini. Ini urusan yang ‘sensitif’ mudah diberitakan oleh media dan mempengar-uhi citra pemerintah kota bila penggusuran di-lakukan. Lagi pula pemerintah harus siap dengan solusi bila hendak memindahkan pemukim di sepanjang bantaran kali.

Pemerintah kota mengalami kesulitan dalam me-mindahkan warga yang tinggal di daerah bantaran sungai. Masyarakat tidak urung untuk menolak dipindahkan, karena mereka melihat di daerah-daerah lain pemerintah membiarkan sekelompok orang memanfaatkan bantaran sungai atau area-area jalur hijau untuk berdagang atau bahkan membangun gedung.

Masalah pelik ini bagaikan menyiangi rumput, bersih disini, tumbuh lagi disana. Kondisi ini san-gat tidak menguntungkan bagi perbaikan tata kota yang lebih manusiawi dalam jangka pan-

“Sekarang warga sudah mulai terlibat dalam penanganan banjir, kalau dulu semua diserahkan ke kelurahan. Warga hanya merasa sebagai korban ban-jir yang harus ditolong. Itu hasil setelah ada ACF dan memberikan banyak bantuan dan juga pelatihan. Sekarang mereka mau berpartisipasi.“ (Hafids, pe-muda dari kelurahan Kampung Melayu)

Page 15: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

13

jang.

Perlu ketegasan pemerintah, dan kesadaran masyarakat luas, khususnya kelompok menengah atas untuk memulai dan tampil memberi contoh, bukan malah sebaliknya. Kar-ena dengan kemampuan ekonominya (juga pengetahuan yang lebih baik tentang bahaya banjir) mereka bisa mem-bangun rumah di kawasan yang sesuai dengan peruntu-kan.

Pertemuan-pertemuan koordinasi yang membahas masalah pemukiman ini seringkali buntu karena pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang berbeda; penyelesaian masalah yang diinginkan oleh pihak pemerin-tah lebih ke jangka panjang, sedangkan di mata masyarakat penyelesaian masalah jangka pendek lebih dibutuhkan.

Alangkah idealnya apabila dinamika penyelesaian masalah ini terus diikuti dan ditekuni dengan tidak patah semangat, mengingat masalah yang rumit memang akan menyita waktu dan tenaga, namun perlu untuk ditindaklanjuti ter-us-menerus. Dengan berfokus pada tata guna kota yang lebih baik, masalah ”segera” yang ada di depan mata dapat diatasi secara paralel. Kesadaran masyarakat bantaran sun-gai harus ditingkatkan, sungai merupakan sumber potensi penghidupan yang dapat digali dan dimanfaatkan, tetapi tanggung jawab untuk menjaga dan memelihara juga har-us diemban.

Harus ada rasa kepemilikan, sehingga masyarakat tidak hanya memanfaatkan lokasi pinggir sungai tetapi juga memberikan balasan setimpal bagi kelestarian dan fungsi sungai sebagai penyangga keseimbangan kehidupan masyarakat luas.

Respon Banjir sebelum Pendampingan ACF

Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa bencana itu merupakan takdir. Hal ini merupakan gambaran bahwa paradigma konvensional masih kuat be-rakar sehingga mereka tidak merasa perlu berusaha untuk mencegahnya.

Sebelum ACF mengembangkan programnya di ketiga kelu-rahan tersebut, tidak ada upaya khusus dari warga dalam menghadapi banjir. Lantaran dilanda banjir setiap tahun, tak ayal lagi, sebagian besar warga menganggap ini seba-gai hal biasa. Misalnya seperti diungkap Bapak Eman Su-laeman Sekretaris RW 11 CBU yang sudah berdiam disana sejak 1975 :

Bagi warga Kampung Melayu dan Cipinang Besar Utara yang tinggal di bantaran kali, banjir tahunan adalah hal biasa. Meski mereka kebanjiran antara 1 sampai 2 bulan setahun, bagi mereka itu tidak mengapa, “Toh masih ada 10 bulan yang lain untuk mencari rejeki di Jakarta?“ alasan mereka.

Sementara itu, badan-badan di tingkat kelurahan dan RW yang semestinya mengurusi bencana banjir, ternyata masih berjalan kurang terkoordinasi dengan baik. Mulai dari pen-dataan jumlah pengungsi yang kurang tepat sehingga pem-bagian bantuannya pun kurang merata. Kebutuhan beras dan obat-obatan dasar dikelola oleh pemerintah, sebagian

“Bagaimana pinter-pinternya kita aja menye-lamatkan diri. Misalnya membuat rumah dua lantai dan hanya barang- barang yang tidak berharga yang diletakkan di lantai bawah.” (Bapak Eman Sulaeman, warga CBU)

Page 16: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

14

persediaan beras disimpan oleh kelurahan. Padahal kebu-tuhan saat banjir dan paska banjir yang perlu disiapkan tidak hanya bahan makanan. Namun pemahaman umum masyarakat, bila ada orang yang terkena bencana, maka bantuan yang lazim adalah makanan, obat dan pakaian.

Masyarakat kelurahan hampir tidak menyadari apa itu stok perlengkapan darurat atau emergency stock untuk penye-lamatan, sebagai fasilitas penunjang pengungsian, dan juga mengamankan asset. Kerugian besar yang diderita masyarakat seperti hilangnya asset, rusaknya alat-alat sekolah anak, hilangnya modal dan peralatan kerja, ter-ganggunya kesehatan, justru kurang mendapatkan perha-tian.

Di CBU, warga RW 11 membentuk RW Siaga yang struk-turnya menangani masalah banjir dan kebakaran. Ketika banjir terjadi, biasanya spontan dari RW berinisiatif mem-bangun dapur umum dan tempat pengungsian. STPB (Sat-uan Tugas Penanggulangan Bencana) yang dibentuk atas inisatif warga juga berjalan efektif.

Sementara itu, di Penjaringan, yang sering dilanda banjir rob, warga seolah telah beradaptasi dengan banjir terse-but. Ketika wilayahnya tergenang, warga masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari tanpa merasa takut. Mer-eka menyiasati banjir rob dengan membangun rumah-ru-mah mereka berlantai dua, sehingga ketika terjadi rob dan air laut sampai ke dalam rumah, warga akan memindahkan barang ke lantai dua.

Di wilayah RW 04 (di RT 01 dan RT 12) hampir setiap ru-mah meninggikan atau memberikan tanggul kecil didepan pintu rumah mereka setinggi antara 40-60 cm, guna meng-hambat air rob masuk rumah mereka. Sulit sekali untuk merencanakan kegiatan yang spesifik untuk mengurangi

dampak banjir di daerah ini.

Paska banjir, biasanya warga di Penjaringan selalu bergot-ong-royong membersihkan lingkungan, memperbaiki gorong-gorong yang tersumbat, membersihkan sampah, memperbaiki saluran air secara swadaya, dll. Ibu-ibu juga cukup aktif, mereka giat hadir dalam rapat dan mempra-karsai sejumlah kegiatan dalam penanggulangan banjir.

Di masyarakat sendiri, masih berkembang perilaku yang tidak ramah lingkungan, seperti membuang sampah di sun-gai, juga pembangunan rumah yang menjorok ke alur sun-gai. Kurangnya pemahaman untuk bisa membedakan antara risiko dan bencana, membuat kebanyakan masyarakat me-mandang bahwa banjir tahunan adalah hal yang biasa dan sering tidak ditanggapi serius.

Perilaku yang kurang peduli terhadap faktor penyebab ben-cana tersebut dapat diantisipasi dengan penyuluhan pe-merintah dan dukungan sarana yang besar manfaatnya bagi penanggulangan bencana; misalnya tempat pembuan-gan sampah yang mudah dijangkau serta kebijakan yang tegas tentang sampah. Terkadang masyarakat yang berniat tertib membuang sampah ke tempatnya akhirnya malah membuang sampah ke sungai dan kali karena Tempat Pem-buangan Sampah (TPS) yang tersedia sangat kurang me-madai. Motivasi hidup bersih dan menjaga lingkungan hidup masyarakat juga harus ditingkatkan. Perilaku peduli terh-adap lingkungan dan sesama seharusnya berubah dari sekedar penghargaan dan hukuman (reward and punish-ment) menjadi pemahaman akan arti sebuah nilai, yang akhirnya menjurus pada perilaku bertanggung jawab.

Dengan manajemen bencana yang lebih baik, tentu saja hal-hal seperti ini bisa diantisipasi. Perlu dikembangkan pe-mahaman di masyarakat banjir bahwa wilayah mereka ada-

Page 17: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

15

masyarakat, diantaranya yang baru-baru ini dilakukan ada-lah pengerukan Kali Bau. Masyarakat setempat sangat an-tusias menyambutnya. Selain itu juga diadakan simulasi banjir yang mengambil lokasi di Kali Arus, yang mengajar-kan bagaimana warga harus melakukan evakuasi ketika terjadi bencana. Kegiatan kesiapsiagaan banjir juga ditan-gani para kader di tingkat RT/RW. Di tingkat Kelurahan, Posko Banjir diaktifkan secara intensif pada saat musim banjir.

Kegiatan sebelum Banjir

Menghadapi bencana banjir pada 2009, ACF memfasilitasi pertemuan koordinasi antar warga dan pihak kelurahan. Pertemuan ini dalam rangka untuk memastikan kesiapan

lah wilayah yang rawan bencana. Banjir bisa datang sewak-tu-waktu. Sehingga yang diperlukan adalah kesiapan untuk mempersiapkan, sehingga bisa mengurangi dampak dan risiko bencana banjir itu sendiri. Selama ini warga lebih sering mengadapi banjir dengan sikap ’pasrah’ karena men-ganggap banjir ini adalah hal yang sudah sering terjadi pada mereka.

Setelah Pendampingan ACF

Program Peningkatan Kesiagaan Bencana Banjir yang dikembangkan Action Contre la Faim (ACF), pada awalnya dilakukan di Kampung Melayu pada tahun 2003-2004. Tu-juannya adalah meningkatkan kapasitas warga dan pemer-intah lokal dalam memonitor dan mengambil tindakan an-tisipasi bencana banjir. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan saat itu antara lain berupa kampanye penyadaran publik, survey pengumpulan data, koordinasi dengan lembaga terkait dan penyelenggaraan berbagai pelatihan.

Program ini kemudian dikembangkan juga di CBU (2005) dan Penjaringan (2005). Ketika program mulai berjalan, masyarakat berharap program ini dapat menanggulangi problem banjir yang setiap tahun mereka alami.

Mengingat sulitnya memperoleh air bersih, sejumlah tangki air didirikan. Distribusi bantuan itu dilakukan melalui kelu-rahan, RW, RT dan warga. Selanjutnya dilakukan survey apakah barang-barang bantuan tersebut telah terdistris-busi secara baik. Mekanisme penyaluran yang transparan dan akuntabel semacam ini diharapkan akan bisa diadopsi oleh Kelurahan dan masyarakat untuk masa yang akan da-tang. Kegiatan tanggap darurat ini merupakan wujud ker-jasama dari ACF, kecamatan, kelurahan dan masyarakat.

Sejumlah program yang dikembangkan dengan melibatkan

Page 18: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

16

Satlinmas/STPB dalam menghadapi bencana banjir. Dise-lenggarakan di kelurahan tiga kelurahan : Kampung Mel-ayu, CBU dan Penjaringan.

Kelurahan Penjaringan

Pertemuan diadakan pada 17 Desember 2008 dengan di-hadiri oleh 40 orang, diantaranya para anggota Satlinmas, KarangTaruna, Dewan Kelurahan, PKK, dan Ketua RW dan RT. Tujuannya dalam rangka memastikan kesiapan Satlin-mas dalam menghadapi banjir, bagaimana Satlinmas berk-oordinasi dengan para pemangku kepentingan di wilayah dan mengidentifikasi kebutuhan untuk strategi pengelolaan banjir 2009.

Dari pertemuan tersebut dibentuk struktur baru Satlinmas PBP. Masing-masing unit Satlinmas PBP harus memiliki ren-cana kerja dalam menghadapi musim hujan. Empat koordi-nator dari zona RW disarankan untuk melakukan koordi-nasi secara lebih efektif, terutama menghadapi musim hujan, yang meliputi Muara Baru, Luar Batang, Tanah Pasir dan Rawa Bebek.

Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan diantaran-ya :

Pertemuan reguler Satlinmas akan diselenggarakan set-1. iap minggu ketiga setiap bulannya.Masing-masing unit Satlinmas harus menunjukkan tang-2. gungjawab dan berkoordinasi dengan petugas piket ke-lurahan. Disediakan ruangan untuk Satlinmas di kantor Kelurah-3. anKoordinasi antar unit Satlinmas harus diperkuat. 4.

Kelurahan Cipinang Besar Utara

Pertemuan diselenggarakan pada tanggal 19 Desember 2008 di kantor RW 10, kelurahan CBU dan dihadiri oleh 45 orang, termasuk STPB, Karang Taruna, Dewan Kelurahan, PKK, Ketua RW dan RT, para pemuka agama, kader Juman-tik, Pemuda Pancasila dan kelompok Kali Arus.

Fokus dari pertemuan ini untuk mengecek sudah adakah SOP sistem manajemen bencana? Apakah para kelompok

yang rentan bencana memiliki kapasitas untuk menolong diri mereka sendiri ketika terjadi bencana? Bagaimana ket-ersediaan peralatan yang dibutuhkan? Bagaimana koordi-nasi diantara para stakeholders dalam manajemen ben-cana?

Page 19: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

17

Yang dihasilkan dari pertemuan tersebut:STPB CBU yang pembentukannya diinisiasi oleh RW, ber-1. tujuan untuk mengurangi risiko bencana di Kelurahan CBUFlood Center di tingkat kelurahan harus dibangun dan 2. dijalankan oleh Linmas dan Banpol. Diselenggarakan kerja bakti di setiap RW yang difasili-3. tasi oleh kelurahanSetiap peringatan banjir harus diinformasikan melalui 4. pengajian dan pertemuan RT/RW.

Kelurahan Kampung Melayu

Pertemuan diselenggarakan pada 22 Desember 2008 di Ke-lurahan Kampung Melayu, dihadiri oleh 49 orang termasuk pihak Kelurahan, Karang Taruna, Dewan Kelurahan, PKK, ketua RT/RW, IRKP, Hiperpala, Formapel, Kertakayu dan FKP. Pertemuan diawali dengan menyusun struktur Satlin-mas yang baru dan mengisinya dengan perwakilan-perwak-ilan dari organisasi lokal. Wakil Lurah terpilih menjadi Pelak-sana Harian Satlinmas dan masing-masing ketua RW bertanggungjawab untuk memilih orang-orang sebagai perwakilan RW untuk ditempatkan sebagai anggota Satlin-mas. Selanjutnya mereka dibagi dalam unit dan divisi. Hasil dari pertemuan tersebut menekankan pada persiapan masing-masing unit Satlinmas, petugas yang bertanggung-jawab dan jadwal kegiatannya, diantaranya :

Early Warning Unit : mereka bertanggungjawab untuk 1. membagikan informasi banjir dari bendungan Katulam-pa, mulai berjalan pada Januari 2009. Perlengkapan yang dibutuhkan oleh Early Warning Unit ini meliputi HT, mobile phone, megaphone, pelampung dan perahu kar-et.Evakuasi : Mereka bertanggungjawab untuk menge-2. vakuasi korban, berkoordinasi dengan tim SAR dan

akann mulai bekerja pada Januari 2009. Peralatan yang dibutuhkan tim evakuasi ini meliputi tandu portable, pe-lampung, perahu karet dan rubber bandPPK : mereka bertanggungjawab untuk melakukan per-3. tolongan pertama, berkoordinasi dengan Puskesmas dan PMI. Akan mulai bekerja pada Januari 2009. Per-alatan yang dibutuhkan meliputi tandu dan peralatan PPK.Pengungsi : mereka bertugas untuk mengidentifikasi 4. pengungsi dan kebutuhan-kebutuhan pokok tempat pengungsian. Mulai bekerja pada Januari 2009. Yang dibutuhkan oleh unit pengungsi ini adalah tenda, lampu, selimut, tikar. Dapur umum : Mereka bertanggungjawab membuat 5. dapur umum dan menyediakan makanan. Peralatan yang dibutuhkan antara lain kompor, minyak tanah dllHumas “Caraka” : Mereka bertanggungjawab untuk 6. melakukan konferensi press dan membuat laporan.Logistik : mereka bertanggungjawab untuk menyedia-7. kan dan memelihara perlengkapan yang dibutuhkan. Fund raising : programnya meliputi membuat souvenir, 8. membuat proposal, dan menyeleggarakan bazaar. Pelatihan dan pendidikan : bertanggungjawab untuk 9. menyelengggarakan pelatihan, membuat manual

Keamanan : bertanggungjawab untuk mengamankan 10. tempat pengungsian dan semua perlengkapannya.

Kemudian diputuskan Ppertemuan rutin akan diselengga-rakan setiap bulan dan dimulai pada minggu kedua Janu-ary 2009.

Hasil-hasil yang diperoleh dari pertemuan di tiga kelurahan tersebut merupakan sebuah fondasi dalam rangka kesiap-siagaan bencana yang lebih baik. Masing-masing kelurahan hendaknya menindaklanjuti dan mengadakan pertemuan-pertemuan yang dirasa penting untuk melihat semua aspek

Page 20: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

18

agar persiapan menghadapi bencana banjir bisa dilakukan secara optimal.

Kesiapan dari ketiga Kelurahan ini akan didukung oleh tim Satlinmas yang baik, SOP EWS dan tanggap darurat yang telah direvisi dan perlengkapan yang memadai.

Menjelang musim hujan masyarakat juga bersiap dengan bergotong-royong membersihkan dan menyedot lumpur dari selokan. Semua upaya dilakukan dalam rangka men-dorong partisipasi masyarakat guna memperbaiki pengelo-laan bencana di lingkungan mereka.

Kegiatan saat terjadi Banjir

Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat saat terjadi ben-cana banjir 2009 adalah :

Satlinmas/Lurah dan STPB bekerjasama dalam memon-1. itor musim hujan. Melakukan koordinasi dan komunikasi

diantara para anggota Satlinmas, RW dan Kelurahan. Memantau Hulu Ciliwung dengan menghubungiontak 2. Bbapak Somad, penjaga pintu air yang mengetahui ting-kat ketinggian air dan mendistribusikan ke RW dan pihak-pihak lainnyaSaat melakukan pemantauan, mereka juga memper-3. siapkan perlengkapan evakuasi seperti perahu karet, tenda siap pakai yang bisa untuk dipakai sewaktu-wak-tu. STPB dengan tim ERT-nya selalu siap bergerak ke wilayah 4. krisis. Mereka juga memonitor dan melakukan patroli berkeliling wilayah banjirSTPB/Satlinmas membagi-bagi tugas dengan tim SAR, 5. PPK, Dapur umum, keamanan dan dukungan umumMengecek kebutuhan dari warga yang terkena banjir 6. dengan meninjau secara langsung daerah banjir Memantau keamanan wilayah banjir dengan melakukan 7.

Pelatihan yang pernah dilakukan di Kampung Melayu diantaranya:

Pelatihan Pertolongan Pertama oleh PMI Ja-1. karta pada tahun 2002 yang diikuti oleh rema-ja Karang TarunaPelatihan Penanganan Bencana oleh ACF tahun 2. 2006Pelatihan Pemadam Kebakaran oleh Dinas Pe-3. madam Kebakaran pada tahun 2006 yang dii-kuti oleh 40 orang (termasuk RT, RW, dan Masyarakat)Pelatihan SAR oleh Basarnas pada tahun 2006 4. yang diikuti oleh 2 orang anggota Subsie Tramtiblinmas (1 orang Pol PP dan 1 orang Lin-mas)Gladi Posko dan Apel Kesiapan Banjir5.

“Sebelum ACF masuk ke Cipinang Besar Utara kita belum tahu apa yang harus diantisipasi ketika terjadi banjir. Pokoknya kalau ada banjir, kita tahunya men-gungsi saja. Sudah itu saja. Nah setelah ada ACF, kita diterangkan bagaimana mengantisipasi sebelum ban-jir datang, dan penjelasan bagaimana setelah banjir datang. Kita juga diberikan penjelasan detil dibantu pemberian alat EWS.” (Pak Darusman, warga CBU)

Page 21: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

19

bahan tempat sampah di pinggir sungai, untuk mengurangi banyaknya sampah yang dibuang ke suan-gai.

Pelatihan Kesiapsiagaan Banjir dan Dampaknya

Dalam rangka upaya peningkatan kapasitas warga, ACF juga memfasilitasi sejumlah pelatihan teknis pengelolaan bencana.

Pada Januari 2008 diselenggarakan pelatihan selama 5 hari, bertempat di Cibubur, Jakarta Timur. Materi pelatihan meli-puti SAR, First Aid, dan Dapur Umum. Selain itu juga di-lakukan simulasi sebagai wadah untuk mengujicobakan pelatihan yang mereka dapatkan sebelumnya. Skenario yang disiapkan meliputi tindakan evakuasi, penanganan korban luka, manajemen dapur umum, antisipasi keributan yang mungkin muncul saat pembagian makanan, hingga mekanisme penutupan tempat evakuasi ketika keadaan sudah aman untuk kembali ke rumah.

Salah seorang pemuda dari Kampung Melayu, yang sempat mengikuti pelatihan tersebut juga merasakan banyak man-faat diantaranya menjadi tahu cara mengelola bencana, siapa pihak terkait yang bisa diajak dalam penanggulangan bencana. Setelah ikut pelatihan, peserta dapat memahami bagaimana sistem pengelolaan bencana juga dapat diting-katkan, dan peserta mampu menularkan ke warga sekitar, “Misalnya di tongkrongan kita sosialisasikan tentang sistem pengelolaan bencana. Kebanyakan sih mereka pesimis, ter-utama pesimis dengan pihak kelurahan.”

Warga mengaku sangat terbantu dengan pelatihan terse-

patroli keliling

Kegiatan setelah terjadinya Banjir

Kegiatan yang telah dilakukan warga paska terjadinya ban-jir 2009 adalah :

Mengecek dampak banjir, seperti kerusakan rumah, 1. fasilitas umum, datangnya sejumlah penyakit yang bi-asanya mengikuti setelah terjadinya banjir. Melakukan kerja bakti warga agar rumah dan lingkun-2. gan mereka yang tergenang air bersih dari kuman pe-nyakit. Selain kerja bakti, juga mulai ada upaya penam-

Di Kelurahan CBU pelatihan yang pernah di-selenggarakan antara lain:

Workshop EWS (Sistem Peringatan Dini) pada 1. bulan Oktober 2007 dan menghasilkan asess-ment kebutuhan EWS di CBU diantaranya ada-lah menentukan titik instalasi sirineKunjungan ke pintu air Cipinang Hulu dengan 2. mengajak warga dan berdialog dengan petugas pintu air pada November 2007Pelatihan Manajemen bencana di tiga kelurahan 3. yang diadakan pada September 2008. Pelatihan First Aid dengan materi respon ben-4. cana misal manajemen logistik, dapur umum, PPP, manajemen pergudangan. Pelatihan ERT (Emergency Response Team) 5. yang dilakukan di kelurahan masing-masing. Khusus di Cipinang, diikuti oleh 42 orang

Page 22: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

20

lemah, keterbatasan peralatan dan lemahnya data.

Ibu Umamah, salah seorang warga Kampung Melayu me-nyatakan manfaat yang sangat besar dirasa dengan adanya sosialisasi dan pelatihan yang kemudian ditularkan kepada warga setempat.

Dalam penyaluran bantuan, di lapangan seringkali muncul sejumlah persoalan, seperti sulitnya mencari data akurat tentang jumlah korban, tidak transparannya pengelolaan bantuan yang ujungnya menimbulkan sikap curiga.

Pendampingan yang intensif dan penguatan kapasitas da-pat mengantisipasi masalah ini, masyarakat yang berdaya terkadang perlu dibimbing dan diyakinkan terus-menerus. Pada akhirnya usaha yang giat akan membuahkan sikap-

but. Pak Darusman dari Cipinang Besar Utara yang pernah mengikuti pelatihan logistik dan workshop antisipasi banjir juga mengaku selain menambah pengetahuan ke depan bagi dirinya sendiri materi pelatihan tersebut juga bisa di-bagi ke masyarakat.Berbagai pelatihan yang diadakan mampu mengubah para-digma dan perilaku dalam melihat risiko bencana, misalnya bahwa bencana harus ditanggulangi dalam tiga fase, yakni sebelum, sesaat dan sesudah terjadi bencana. Ketiga fase inipun harus berjalan secara berkesinambungan.

Setelah adanya berbagai pelatihan, mereka melihat kesat-uan hal ini sehingga hasilnya baik. “Sebenarnya kami juga tidak mau begini saja, kebanjiran setiap tahun. Kami juga ingin perubahan,“ tutur seorang warga. Untuk mengubah perilaku dilakukan penyuluhan yang terus-menerus, den-gan berbagai cara, mulai dari door to door campaign hingga forum-forum pertemuan massa misalnya, disampaikan dengan melibatkan Ketua RW, tokoh masyarakat, pihak ke-lurahan dll.

Dengan pola perilaku tidak waspada, ketika terjadi banjir dadakan banyak masyarakat yang tidak sempat melakukan langkah kesiagaan (khususnya di daerah yang jarang ter-jadi banjir). Kurangnya kesiagaan ini terlihat misalnya dari masih lemahnya pengorganisasian masyarakat, koordinasi

“Sekarang warga sudah mulai terlibat dalam pen-anganan banjir, kalau dulu semua diserahkan ke ke-lurahan. Warga hanya merasa sebagai korban banjir yang harus ditolong. Itu hasil setelah ada ACF dan memberikan banyak bantuan dan juga pelatihan. Seka-rang mereka mau berpartisipasi.“ (Hafids, pemuda dari kelurahan Kampung Melayu)

Page 23: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

21

sikap kritis yang ingin memajukan masyarakatnya sendiri.

Di CBU, ACF mulai melaksanakan program pada tahun 2006. Pada awalnya, bentuk programnya adalah pengkaji-an atau assessment, yang kemudian dilakukan pemetaan daerah rawan banjir di CBU dan karateristik masyarakat-nya. Dari hasil kajian, ada beberapa anggota masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah yang tinggal didaerah yang kumuh dan padat, juga terlihatberagam suku yang berdiam di daerah ini.

Pola kehidupan yang ‘guyup’ (rukun) masih sangat kental, bahkan diperkuat dengan Paguyuban RW yang cukup solid dan rutin mengadakan pertemuan untuk membahas perso-alan-persoalan warga.

Bentuk intervensi yang dilakukan termanifestasi dalam em-pat program:

Penguatan kelembagaan Satlinmas• Menguatkan pengetahuan masyarakat di bidang pen-• anggulangan risiko bencanaMenguatkan partnership atau kerja sama masyarakat • dengan pihak lainMemperkuat keamanan masyarakat dalam bidang ket-• ahanan dalam bencana banjir, misalnya dengan mem-buat mitigasi skala kecil.

Sebelum adanya intervensi ACF, memang sudah ada inisi-atif warga untuk menanggulangi bencana, hanya saja be-lum terarah dan koordinasi antar RW juga belum berjalan baik. Yang sering terjadi adalah ketika terjadi bencana ban-jir, masing-masing berjalan sendiri. Setelah ACF mengem-bangkan program, juga dengan pembentukan STPB, selain lebih terarah, juga kemitraan (partnership) dengan para pemangku kepentingan misalnya dinas dan organisasi lain lebih terjalin.

Sejak ada Satlinmas posko sudah didirikan begitu ada kabar banjir akan datang. Tenda sudah didirikan walaupun belum ada pengungsi. Berbeda dengan sebelumnya, dimana pen-gungsi sudah berjubel, barulah posko didirikan.

Sedangkan menurut Pak Achmad Payumi, yang tinggal di Kampung Melayu sejak 1955, sebelum ACF mengadakan kegiatan di Kampung Melayu, di tiap RW telah membentuk tim penanggulangan bencana banjir yang dipimpin oleh ketua RW. Tugasnya adalah melakukan evakuasi dan me-nyediakan tempat pengungsian. Karena belum ada dana, mereka meminta dana ke masyarakat untuk membuat dapur umum. Tim dirasa belum maksimal karena “mereka sendiri juga menjadi korban, sehingga tidak bisa maksimal untuk melakukan tugas-tugasnya dalam membantu warga yang kebanjiran.”

Page 24: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

22

Ibu Umamah, yang telah berbelas tahun tinggal disana cu-kup aktif mengadakan penyuluhan kepada masyarakat sekitar. Dia adalah Ketua Divisi Dapur Umum di Satlinmas Kampung Melayu. Beberapa kegiatan diusulkan untuk di-lakukan di lingkungannya seperti bagaimana mengurangi sampah, lomba kebersihan, penghijauan, pembuatan kom-pos dan melakukan pengasapan (fogging).

Ketika terjadi banjir, biasanya warga bahu membahu mem-bentuk posko bantuan, menyusun distribusi bantuan, juga kerjabakti yang dilakukan setelah banjir. Di RW 2 dan RW 4 Kampung Melayu peran ibu-ibu juga cukup menonjol. Mer-eka lebih rajin untuk menghadiri rapat, memberikan usulan juga mendirikan dapur umum. Biasanya tenda posko sudah didirikan sebulan sebelum musim banjir. Masyarakat teru-tama yang tergabung dalam Satlinmas bahu-membahu mendirikan posko dan menyiapkan lokasi evakuasi. Pemer-

intah kelurahan ambil bagian paling depan untuk mengk-oordinir.

Simulasi Satlinmas

Dalam rangka meningkatkan kapasitas anggota Satlinmas, ACF memfasilitasi simulasi penanggulangan bencana di tiga kelurahan yakni Penjaringan, Kampung Melayu, dan Cipi-nang Besar Utara pada bulan Maret 2009. Simulasi ini ber-manfaat untuk untuk melatih Satlinmas dan STPB dalam menangani posko banjir saat bencana banjir tiba.

Simulasi memang penting diadakan untuk memulai ber-fungsinya Satlinmas, terutama bagi para anggota agar tahu tugas dan fungsinya masing-masing, dan mengetahui apa kekurangan dari perencanaan yang telah dibuat. Saat sim-ulasi, para anggota juga dapat mempraktikkan hasil pelati-han SAR yang sudah mereka dapatkan.

Kelurahan Penjanrigan

Di Kelurahan Penjaringan, simulasi diseleanggarakan pada 25 Maret 2009 dengan instruktur dari tim SAR Jakarta Res-cue. Simulasi ini diikuti oleh anggota Satlinmas PBP yang terdiri dari organisasi-organisasi tingkat kelurahan seperti PKK, Karang Taruna, Pokdar, Posyandu, PSM dan Dewan Kelurahan.

Kegiatan ini bertujuan untuk melihat kemampuan anggota Satlinmas PBP dalam penanggulangan bencana. Dalam masing-masing tim Satlinmas memang terlihat ada beber-apa keahlian yang sudah mereka miliki, namun yang perlu dibenahi lagi koordinasi dalam tim Satlinmas yang merupa-kan gabungan dari berbagai lembaga di tingkat kelurahan. Koordinasi ini sangatlah penting untuk dapat mengefektif-kan kerja-kerja Satlinmas ke depannya.

Page 25: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

23

Kelurahan Kampung Melayu

Simulasi di Kampung Melayu diselenggarakan pada Sabtu, 21 Maret 2009, dalam rangka melatih para anggota Satlin-mas untuk lebih memahami tugas dan fungsi masing-mas-ing. Diikuti oleh 89 peserta, terdiri dari semua anggota Satlinmas, Bimaspol, Wakil Lurah, Lurah, staff kelurahan dan beberapa undangan lainnya. Dilakukan di lapangan bu-lutangkis RT 15 RW 02 Kampung Melayu, simulasi ini lebih menitikberatkan pada tugas dan fungsi unit dan orang da-lam melaksanakan tugas di posko banjir.

Prosesnya berjalan menarik, semua pihak mengamini pent-ingnya simulasi untuk membangun kerjasama dalam pen-anganan bencana. Diusulkan, agar simulasi serupa diada-kan secara berkala, minimal 1 tahun sekali.

Kelurahan Cipinang Besar UtaraSementara di kelurahan CBU, simulasi diselenggarakan pada 1 Maret 2009, bertempat RW 05 Kelurahaan CBU. Pe-serta sebanyak 42 orang Satgas STPB, 48 orang dari Karang Taruna (LDK dari Kelurahan dan Kecamatan) dan 20 pe-serta dari Kali Arus.

Tujuan Simulasi ini untuk menguji keselarasan Satuan Tu-gas yang diemban oleh STPB yang mengkoordinir semua organisasi dalam penanggulangan bencana di Kelurahan Cipinang Besar Utara. Hasil yang diharapkan adalah agar para stakeholder bisa lebih menguatkan kelembagaannya atau membuat sistem dan mekanisme kerja yang lebih efektif dan efisien. Agar masyarakat makin sadar perlunya hubungan baik dengan sesama masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan hidup sekitar tempat tinggalnya.

Di CBU, simulasi ini adalah untuk yang kedua kalinya, dan

hsilnya pun terlihat lebih baik. Persiapan lebih matang dan pengorganisasian timnya juga lebih baik. Aspek pembela-jaran yang diperoleh dari kegiatan ini adalah kerjasama tim sangat penting untuk diasah, walau diantara mereka memi-liki latar belakang yang berbeda.

Pembelajaran

Adanya perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam menyikapi bencana banjir yang terjadi di wilayah mereka merupakan sebuah pembelajaran yang cukup berarti. Jika selama ini masyarakat cenderung pasrah dan apatis terh-adap bencana karena menganggap banjir adalah sekedar bencana yang bisa menimpa siapa saja, kini mulai ada ini-siatif untuk terlibat dalam kegiatan pengurangan risiko bencana.

Warga menyadari bahwa besar kecilnya risiko suatu keja-dian alam atau ancaman dapat diredam dengan kesiap-siagaan, artinya, apabila faktor-faktor yang menyebabkan risiko bencana menjadi tinggi dapat dikurangi, maka dampak risiko bencana menjadi kecil. Dengan mengetahui hal ini, kita perlu mendorong partisipasi warga untuk terli-bat memperbaiki sistem penanggulangan bencana di ting-kat masyarakat yang paling inti sampai tingkat yang paling kompleks.

Belajar dari pengalaman bertahun-tahun dilanda banjir, masyarakat kini menjadi lebih terbuka dan semakin kuat bekerja sama dengan pemerintah setempat maupun den-gan para pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana. Masyarakat di lokasi rawan bencana relatif sudah lebih teroganisir dalam penanggulangan bencana. Inisiatif kemandirian bergulir dengan melakukan berbagai aksi dan upaya rehabilitasi seperti membersihkan sampah, kerja bakti secara rutin, membuat saluran air dan lain-lain, yang

Page 26: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

24

dilakukan secara swadaya.

Di Cipinang Besar Utara, masyarakat malah berinisiatif menggalang dana untuk dapur umum dan tidak tergantung kepada bantuan di tempat penampungan.

Masyarakat nampak antusias memperhatikan lingkungan mereka, dan lewat berbagai inisiatif mereka melakukan hal-hal bermanfaat bagi lingkungan mereka. Umumnya mereka ini memiliki ‘kesadaran lokal’ yang terbangun sejak lama lewat berbagai kegiatan sosial, baik kaum laki-laki maupun perempuan. Mereka terorganisir dalam berbagai kelompok dan organisasi sosial kemasyarakatan, namun tidak jarang pula yang memainkan peran individual.

Berbagai pelatihan yang dilakukan oleh ACF dalam menin-gkatkan kapasitas masyarakat untuk menanggulangi ben-cana dapat dimanfaatkan oleh warga agar siap siaga saat bencana. Selain berbagai keterampilan teknis dalam men-gelola bencana, juga memunculkan pemahaman baru men-genai bencana. Ada perubahan paradigma bahwa bencana banjir bukan lagi dilihat sebagai ‘bencana’ namun masyarakat yang tinggal di sekitar daerah rentan terhadap risiko ben-cana mampu meredam risiko bencana.

Perubahan paradigma semacam ini pada akhirnya ini mam-pu mengubah perilaku warga dalam menghadapi bencana, walaupun perlahan-lahan dan selangkah demi selangkah. Mulai muncul kesadaran untuk bergotong royong dalam pengelolaan bencana banjir sekaligus bertanggung jawab bersama terhadap lingkungan tempat tinggalnya, dan tak lagi memandang diri sebagai obyek korban banjir yang har-us melulu ditolong.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan situasi banjir, mengambil pengalaman respons banjir 2009 di Kam-

jadi keributan seperti pada banjir terdahulu.

Humas Satlinmas mengevaluasi kurangnya komunikasi antar unit Satlinmas, walaupun komunikasi eksternal den-gan pihak luar dan media cukup baik, namun komunikasi internal juga sangat penting agar respon banjir efektif dan tidak ada kesalahpahaman.

Saat dan sesudah banjir, pos kesehatan banyak memberi-kan layanan pengobatan gratis, tapi karena waktunya ter-batas, harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Kelurahan dan Satlinmas/STPB dapat mengambil peran aktif untuk men-sosialisasikan hal ini kepada masyarakat agar mereka mendapatkan manfaat dari pelayanan ini. Berlaku juga bagi mereka yang ingin mengurus surat-surat yang rusak atau hilang akibat banjir.

Paska banjir, kelurahan biasanya mengkoordinir kerja bakti untuk membersihkan lingkungan. Saat-saat ini dapat digu-nakan juga untuk mengkampanyekan kebersihan dan kepedulian terhadap lingkungan.

Kegiatan siaga banjir di tiap kelurahan harus dilengkapi dengan kegiatan pengurangan risiko bencana yang lebih fundamental dan ke akar permasalahan, tidak hanya men-gurangi dampak. Yaitu bagaimana mengurangi faktor anca-man melalui upaya-upaya mitigasi, baik struktural maupun non-struktural. Analisis risiko yang mendalam perlu dilaku-kan bersamaan dengan pemberdayaan masyarakat.

PHVCA (Analisis ancaman, kerentanan, dan kapasitas yang partisipatif) yang dilakukan di tiga kelurahan memberikan wadah bagi masyarakat untuk menganalisis risiko di daerah mereka masing-masing, dan yang tidak mengherankan, hasil penilaian masyarakat adalah bahwa sampah sebagai faktor ”lokal” yang plaing mempengaruhi tidak hanya ban

Page 27: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

25

pung Melayu, salah satunya adalah memastikan jumlah personel atau anggota masyarakat yang dipercaya cukup banyak untuk memantau situasi dan memberikan peringa-tan dini. Alat-alat yang digunakan juga harus terpelihara dengan baik, baik itu sirine maupun alat komunikasi handy talky.

Diperlukan kesepakatan dengan seluruh masyarakat untuk memastikan setiap orang menggunakan bahasa dan stan-dar yang sama dalam peringatan dini. Sistem lokal untuk peringatan dini tidak hanya sesaat sebelum banjir tiba, tetapi juga dalam pemantauan proses kondisi saat banjir terjadi, saat masyarakat sudah mengungsi, dan terus mem-perbaharui informasi agar masyarakat mendapatkan infor-masi yang cukup untuk membuat perencanaan kedepan dan agar mereka juga lebih tenang.

Ketika evakuasi, harus memperhatikan jumlah pengungsi, membuat database yang rapi dan lengkap sehingga memu-dahkan dalam pembagian makan dan logistik. Pada respon banjir 2009 lalu Satlinmas berpendapat bahwa koordinasi dengan PMI, SAR Jakarta Timur, dan Brimob kurang, kede-pannya hal ini harus diperbaiki lagi, setiap anggota yang mendapat tugas untuk berkoordinasi hendaknya berbagi informasi dengan anggota lainnya agar hasil kerja dapat terus dievaluasi bersama.

Pembuatan dapur umum juga tidak boleh jauh dari sumber air bersih dan lokasi pengungsian. Harus diperhatikan juga kondisi fasilitas dapur umum dan sumber air bersih, apa-bila rusak harus segera diperbaiki agar tidak mengurangi kenyamanan pengungsi.

Seringkali ketika merespon, terlalu terburu-buru sehingga antar anggota Satlinmas/STPB belum sempat berkoordi-nasi di awal. Hendaknya koordinasi masih tetap dilakukan

walau singkat dan secara cepat agar tidak tumpang tindih sesama anggota yang bertanggung jawab untuk merespon saat bencana.

Pada bencana banjir terdahulu, beberapa orang masyarakat atau regu penyelamat mengalami cidera ringan maupun berat akibat bersentuhan dengan benda tajam seperti pa-gar, seng, ataupun paku, sehingga P3K juga harus selalu dicek kelengkapannya dan apabila mungkin ditambah jum-lahnya dan juga kapasitas orang yang ditugaskan untuk melakukan P3K.

Rapat Setelah Banjir 2009 di Kampung Melayu mencatat kurangnya pengamanan saat pembagian makanan dan lo-gistik. Kelurahan masih sangat bergantung pada TNI dan Polri, kedepannya tim pengamanan Satlinmas yang sudah dilatih diharapkan dapat bertugas aktif mengamankan pen-gungsian, pembagian makanan dan logistik agar tidak ter-jadi keributan seperti pada banjir terdahulu.

Humas Satlinmas mengevaluasi kurangnya komunikasi antar unit Satlinmas, walaupun komunikasi eksternal den-gan pihak luar dan media cukup baik, namun komunikasi internal juga sangat penting agar respon banjir efektif dan tidak ada kesalahpahaman.

Saat dan sesudah banjir, pos kesehatan banyak memberi-kan layanan pengobatan gratis, tapi karena waktunya ter-batas, harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Kelurahan dan Satlinmas/STPB dapat mengambil peran aktif untuk men-sosialisasikan hal ini kepada masyarakat agar mereka mendapatkan manfaat dari pelayanan ini. Berlaku juga bagi mereka yang ingin mengurus surat-surat yang rusak atau hilang akibat banjir.

Paska banjir, kelurahan biasanya mengkoordinir kerja bakti

Page 28: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

26

untuk membersihkan lingkungan. Saat-saat ini dapat digu-nakan juga untuk mengkampanyekan kebersihan dan kepedulian terhadap lingkungan.

Kegiatan siaga banjir di tiap kelurahan harus dilengkapi dengan kegiatan pengurangan risiko bencana yang lebih fundamental dan ke akar permasalahan, tidak hanya men-gurangi dampak. Yaitu bagaimana mengurangi faktor anca-man melalui upaya-upaya mitigasi, baik struktural maupun non-struktural. Analisis risiko yang mendalam perlu dilaku-kan bersamaan dengan pemberdayaan masyarakat.

PHVCA (Analisis ancaman, kerentanan, dan kapasitas yang partisipatif) yang dilakukan di tiga kelurahan memberikan wadah bagi masyarakat untuk menganalisis risiko di daerah mereka masing-masing, dan yang tidak mengherankan, hasil penilaian masyarakat adalah bahwa sampah sebagai faktor ”lokal” yang plaing mempengaruhi tidak hanya ban-jir yang terjadi, tetapi juga kualitas hidup sehat masyarakat.

Masalah sampah kawasan perkotaan merupakan persoalan pelik, namun upaya penanggulangannya dapat dilakukan dengan cara sederhana dan mudah. Dimulai dari tingkat KK (kepala keluarga), seyogyanya tiap KK memiliki perilaku bertanggung jawab terhadap lingkungan – sadar kebersi-han; dengan cara memilah sampah organik dan non-or-ganik, berupaya mengurangi sampah plastik atau sampah-sampah karbon, menggiatkan aksi bersih-bersih lingkungan secara gotong-royong. Aksi-aksi tersebut akan memuncul-kan value atau internalisasi nilai, yang memudahkan sebuah proses pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Pengelolaan sampah organik dan plastik dapat dilakukan dengan mudah dan murah. Peralatan yang diperlukan ter-jangkau dan tersedia di pasaran. Apabila aksi ini menjadi

aksi kolektif, kedepannya lebih mudah dan terlihat hasil-nya. Menurut masyarakat, pembangunan bank sampah merupakan hal yang sangat baik dan memotivasi masyarakat untuk berkontribusi menjaga lingkungan.

Program pengelolaan sampah yang diinisiasi oleh ACF dan diimplementasi oleh Satlinmas dan STPB merupakan suatu upaya berkelanjutan yang dikelola sendiri oleh warga. Re-komendasi untuk program-program pengolahan sampah adalah bah¬wa program seperti ini merupakan program yang sifatnya jangka panjang, sehingga baik organisasi yang bekerja di lokasi mau¬pun masyarakat harus mem-buat perenca¬naan kerja dan me-manage ekspektansi.

Pastinya pendampingan perlu dilakukan, sehingga perlu diperhatikan bahwa pro¬gram semacam ini harus dilaku-kan di awal dan diberikan masa kerja yang cukup. Ek¬sistensi program semacam ini juga harus stabil, masa kerja non-aktif akan menu¬runkan semangat masyarakat yang dapat berakibat tidak berjalannya kegiatan.

Kembali lagi ke peningkatan kemampuan merespon banjir, seperti kata orang, ‘bisa karena biasa’, banyak berlatih dan bersimulasi akan membantu organisasi masyarakat seperti Satlinmas/STPB, atau juga masyarakat awam dengan dik-oordinasi kelurahan untuk lebih siap lagi menghadapi ban-jir.

Page 29: Pengalaman Respon Banjir - · PDF fileBanjir besar pada 2007 mengingatkan kita bahwa ... terlibat dalam diskusi memiliki perspektif yang ... yang perlu disiapkan tidak hanya bahan

Action Contre la Faim | www.actioncontrelafaim.orgPublikasi ini diterbitkan dengan bantuan Uni Eropa. Isi dari publikasi ini tidak merefleksikan pandangan Uni Eropa.

Pengalaman Respon Banjir